bab – iii metode pemetaan ekoregion provinsi

advertisement
LAPORAN AKHIR
BAB – III
METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI
3.1 Konsep Dasar Penetapan Ekoregion Provinsi
Konsep dasar dalam penetapan dan pemetaan ekoregion Provinsi Banten adalah
mengacu pada Undang-Undang No.32/2009, yaitu tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam UU tersebut yang dimaksud dengan
ekoregion adalah suatu wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim,
tanah, flora dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam, yang
menggambarkan integritas sistem alam lingkungan hidup.
Berdasarkan definisi ekoregion dalam UU No. 32/2009 tersebut di atas, maka
pendekatan untuk penetapan dan pemetaan ekoregion adalah pendekatan
bentanglahan (landscape approach). Yang dimaksud dengan pendekatan
bentanglahan adalah pendekatan yang mengacu pada pemahaman bentuk
permukaan bumi (morfologi) dan proses yang membentuknya (morfogenesis). Hal
ini karena bentanglahan adalah unsur dasar terbentuknya sebuah ekosistem. Oleh
karena itu sifat bentanglahan adalah sifat yang paling dekat dengan karakter
ekoregion itu sendiri. Secara lebih rinci, bentanglahan tersusun atas bentuklahanbentuklahan (landforms) yang dibentuk oleh berbagai macam proses geomorfik.
Dalam praktek pemetaan, penarikan garis batas satuan ekoregion dilakukan dari
data penginderaan jauh. Hal ini disebabkan karakter bentanglahan yang bersifat
statis mudah dikenali dari udara atau dari data penginderaan jauh, sehingga batas
antar satuan ekoregion dapat ditarik berdasarkan kesamaan ciri morfologi dan
morfogenesis bentuklahan yang ada (landforms). Peta bentuklahan pada skala
tinjau (1:250.000) atau skala provinsi telah tersedia di Badan Informasi Geospasial
(d/h Bakosurtanal) untuk seluruh wilayah Indonesia yang dinamakan Peta Sistem
Lahan Indonesia (RePPProT, 1990). Peta ini dengan demikian akan dapakai
untuk penentuan satuan ekoregion provinsi, meskipun tetap perlu untuk melihat
Penyusunan Kajian Penetapan Ekoregion Provinsi Banten
III - 1
LAPORAN AKHIR
atau menyesuaikan geometri satuan sistem lahan dengan kondisi morfologi baru
yang diambil dari data satelit Shuttle Radar Topography Mision (SRTM) resolusi
90m. Pendekatan seperti ini telah pula digunakan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup/KLH (2013) dalam penetapan ekoregion tingkat pulau/kepulauan melalui
proses generalisasi (peta sistem lahan) sesuai dengan kadar yang diperlukan.
Aspek morfologi bentuklahan mencirikan bentuk fisik permukaan bumi yang
dicerminkan oleh relief, elevasi, dan kelerengan, sedangkan aspek morfogenesis
bentuklahan mencerminkan
asal-usul proses
(genetik) atau terbentuknya
bentuklahan dari proses-proses geomorfik di permukaan bumi. Klasifikasi
bentanglahan dengan konsep sistem lahan ini didasarkan pada prinsip ekologi
(Christian dan Stewart, 1968) yang mengasumsikan bahwa terdapat suatu
hubungan erat dan saling mempengaruhi antara
agroklimat, tipe batuan,
bentuklahan, tanah, kondisi hidrologi, dan organisme (tanaman, hewan, dan
manusia). Dengan demikian intergasi antara peta iklim dan peta vegetasi pada
peta bentuklahan akan melahirkan peta baru, yaitu peta ekoregion yang
mencerminkan suatu sebaran spasial batas ekosistem. Peta ini hasilnya
mendekati dengan definisi ekosistem yang diamanatkan oleh UU No.32 tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam peta ekoregion provinsi, setiap satuan ekoregion diberi nama berdasarkan
nama-nama yang telah ada pada level pulau/kepulauan, namun diperkaya dengan
informasi yang diperoleh dari observasi lapangan maupun data sekunder. Namanama ekoregion tersebut diharapkan dapat mencerminkan karakter lahan dan
ekosistemnya yang berperan sebagai penciri sifat dan sekaligus faktor pembatas
(contraints) terhadap potensi lahan yang ada termasuk daya dukung dan daya
tampungnya.
Pemetaan ekoregion ini juga menggunakan sintesis dari berbagai data tematik
sumber daya alam, seperti peta geologi, peta tanah, peta iklim, peta
vegetasi, dan data yang lainnya. Untuk memenuhi kriteria definsi ekoregion
seperti yang tertuang dalam UU No. 32/2009, maka komponen-komponen
Penyusunan Kajian Penetapan Ekoregion Provinsi Banten
III - 2
LAPORAN AKHIR
ekosistem yang belum ditampilkan pada peta akan disajikan sebagai data atribut.
Data
atribut
ini
mendeskripsikan
karakteristik
ekosistem
lainnya
yang
mencerminkan kondisi satuan ekoregion.
3.2 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penetapan ekoregion adalah:
a. Peta Ekoregion Pulau/Kepulauan, skala 1:500.000 (KLH, 2013)
b. Peta Sistem Lahan Indonesia, skala 1 : 250.000 (Bakosurtanal, 1989).
c. Peta Garis Pantai Indonesia, skala 1 : 250.000 dari Badan Informasi
Geospasial.
d. Peta Administrasi Provinsi Banten, skala 1 : 250.000 dari Badan Informasi
Geospasial.
e. Citra SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) resolusi 90 m V4.1 yang dapat
diunduh dari http://www.cgiar-csi.org/
f. Peta Curah Hujan Tahunan, dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG)
g. Data Sumberdaya Hayati dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
3.3 Tahapan Pemetaan
Metode penetapan dan pemetaan ekoregion Provinsi Banten dilakukan melalui
beberapa tahapan seperti berikut di bawah ini (Gambar 3) yang selanjutnya akan
diuraikan secara ringkas.
a. Kajian data Ekoregion Pulau Jawa
b. Revisi Peta Bentuklahan Provinsi
a. Kompilasi data
d. Penyajian peta
Penyusunan Kajian Penetapan Ekoregion Provinsi Banten
III - 3
LAPORAN AKHIR
Kajian Peta
Ekoregion Pulau
Jawa
(skala 1:500.000)
Peta Garis Pantai
Indonesia
(skala 1:250.000)
DEM (SRTM)
(res. 90 m)
Peta Ekosistem
Provinsi
Revisi Peta
Bentuklahan
Provinsi Banten
(skala 1:250.000)
Kompilasi Data
Peta Administrasi
Provinsi Banten
(skala 1:250.000)
Peta Sistem
Lahan
(skala 1:250.000)
Peta Komunitas
Vegetasi Provinsi
Peta Ekoregion
Provinsi Banten
(skala 1:250.000)
Tentatif
Kerja Lapangan
Peta Ekoregion
Provinsi Banten
(skala 1:250.000)
Gambar 3.1. Diagram alir proses pemetaan ekoregion provinsi
3.3.1 Pengkajian Data Ekoregion Pulau Jawa
Kajian data Ekoregion Pulau Jawa dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
hasil klasifikasi ekoregion pulau/kepulauan (skala 1 : 500.000) di Pulau Jawa dan
mempelajari karakteristik setiap ekoregion khususnya yang berada di Provinsi
Banten.
3.3.2 Revisi Peta Bentuklahan Provinsi
Bentuklahan provinsi yang dimaksud di sini adalah hasil pendetilan dari satuan
ekoregion Pulau Jawa di wilayah Provinsi Banten yang didasarkan pada Peta
Sistem Lahan. Peta Administrasi Provinsi Banten skala 1: 250.000 dan Peta Garis
Pantai Indonesia skala 1: 250.000 digunakan sebagai pembatas wilayah
ekoregion untuk daerah kajian. Sementara itu pada tahap ini dilakukan pula revisi
terhadap batas setiap polygon dari peta sistem lahan dengan data DEM (SRTM)
2,5D dengan tujuan agar geometri setiap polygon sistem lahan terbarukan dengan
kondisi morfologi aktual yang direpresentasikan oleh hillshade DEM (SRTM)
Penyusunan Kajian Penetapan Ekoregion Provinsi Banten
III - 4
LAPORAN AKHIR
tersebut. Dalam pemetaan ini aspek morfologi bentuklahan tetap diklasifikasikan
menjadi 3 kelas, yaitu:
a. Dataran (kelerengan, perbedaan relief)
b. Perbukitan (kelerengan, perbedaan relief)
c. Pegunungan (kelerengan, perbedaan relief)
Adapun untuk aspek morfogenesis bentuklahan pada skala 1:250.000 ini
diklasifikasikan secara monogenik menjadi 7 kelas, yaitu:
a. Struktural: bentuklahan yang terbentuk oleh proses-proses tektonik, seperti
pengangkatan, perlipatan, dan patahan terhadap perlapisan kulit bumi
(batuan).
b. Vulkanik: bentuklahan yang terbentuk oleh proses-proses aktivitas
gunungapi.
c. Fluvial: bentuklahan yang terbentuk oleh proses-proses sedimentasi aliran
air sungai.
d. Marin: bentuklahan yang terbentuk oleh proses-proses marin (arus dan
gelombang laut)
e. Denudasional: bentuklahan yang terbentuk oleh proses-proses degradasi
(umumnya pada bentanglahan berbatuan sedimen).
f. Solusional/Karst: bentuklahan yang terbentuk dari hasil proses-proses
pelarutan batugamping.
g. Biologik/Organik: bentuklahan yang terbentuk oleh aktivitas biologik
(gambut dan koral).
3.3.3 Kompilasi Data
Kompilasi data merupakan pekerjaan penggabungan data dari berbagai sumber.
Dalam hal ini peta bentuklahan yang baru dikompilasi dengan peta iklim dan data
ekosistem Indonesia. Data ekosistem dan vegetasi dibuat mengacu pada
Kartawinata (2012) sehingga dapat diketahui sebaran ekosistem di Provinsi
Banten. Identifikasi sebaran ekosistem di Provinsi Banten dilakukan dengan
parameter elevasi, status air pada masing-masing ekosistem, iklim (mengacu
pada peta iklim menurut Schmidt-Ferguson), dan peta agroklimat (Oldeman dkk,
1975-1980). Dengan menyandingkan parameter elevasi, status air, dan iklim
Penyusunan Kajian Penetapan Ekoregion Provinsi Banten
III - 5
LAPORAN AKHIR
dengan data bentuklahan, maka dapat dibuat kunci relasi antara data status
air pada komunitas vegetasi dengan data morfogenesis. Berdasarkan kunci
relasi tersebut maka sebaran dan klasifikasi komunitas vegetasi di provinsi
dapat diidentifikasi. Kompilasi data dilakukan dengan menggunakan piranti lunak
Sistem Informasi Geografis (SIG).
Pengisian
data
atribut
juga dilakukan melalui SIG dengan menggunakan
template struktur basis data yang ada pada perangkat lunak. Data atribut yang
disajikan mencakup data karakteristik ekoregion yang sifatnya memperjelas
karakter, karena karakter tersebut tidak dapat ditampilkan secara fisik pada peta
(secara kartografis). Ruang lingkup data atribut ekoregion tersebut selanjutnya
disesuaikan
dengan substansi yang ada pada UU No.
32/2009. Seperti
dicantumkan dalam Pasal 7 ayat (2) yang menyatakan bahwa penetapan
wilayah
ekoregion
dilaksanakan
dengan
mempertimbangkan
kesamaan
karakteristik bentang alam, daerah aliran sungai, iklim, flora dan fauna, sosial
budaya,
ekonomi,
dan
kelembagaan
masyarakat
sesuai
dengan
hasil
inventarisasi lingkungan hidup. Cakupan data atribut (data deskripsi) ekoregion
tersebut ditabulasikan pada tabel dengan format seperti pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Format Tabel Deskripsi Ekoregion
Penyusunan Kajian Penetapan Ekoregion Provinsi Banten
III - 6
LAPORAN AKHIR
3.3.4 Peta Ekoregion
Peta ekoregion disajikan setelah dilakukan verifikasi di lapangan terhadap
kebenaran satuan ekoregion yang diinterpretasi sebelumnya (tahap kompilasi).
Peta ekoregion tingkat provinsi selanjutnya disajikan pada skala 1 : 250.000
dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS versi 9.3. Dalam penyajian peta
ekoregion akan mengacu pada peta ekoregion pulau/kepulauan (KLH, 2013)
yang menyajikan unsur-unsur rupa bumi seperti perhubungan, perairan, batas
administrasi, dan toponimi (nama-nama geografis). Teknik penyajian peta
menggunakan pewarnaan standar morfogenesis dari ITC (Belanda) yang
dipadukan dengan gradasi warna sesuai dengan morfologinya. Penyajian peta
ekoregion tersebut akan menggunakan latar belakang hillshade DEM yang
diturunkan dari citra SRTM resolusi 90 m. Adapun komponen atau isi dalam peta
ekoregion diperlihatkan pada Gambar 3.2, sedangkan untuk format disesuaikan
dengan bentuk wilayah Provinsi Banten.
Gambar 3.2. Tata Letak Peta Ekoregion
Penyusunan Kajian Penetapan Ekoregion Provinsi Banten
III - 7
LAPORAN AKHIR
Keterangan gambar:
1)
Judul peta, skala peta, nomor lembar peta dan edisi
2)
Petunjuk letak peta
3)
Diagram lokasi
4)
Keterangan proyeksi, sistem grid, datum horizontal, datum vertikal,
satuan tinggi, selang kontur, dan perimeter translasi untuk transformasi
kordinat dan datum satelit Doppler (NWL-9D) ke ID-1974∆x, ∆y, ∆z
5)
Simbol instansi penyelenggara
6)
Keterangan isi atau legenda
7)
Keterangan mengenai Ibukota Negara, Ibukota Provinsi, Ibukota /
kotamadya, Ibukota kecamatan dan Kota atau kampung lainnya.
8)
Keterangan Riwayat
9)
Petunjuk pembacaan koordinat geografi
10) Petunjuk pembacaan koordinat UTM
11) Gambar pembagian daerah administrasi
12) Keterangan pembagian daerah administrasi
13) Skala Peta
14) Keterangan singkatan dan kesamaan arti
15) Keterangan mengenai Utara Sebenarnya (US), Utara Grid (UG), Utara
Magnetik (UM)
16) Gambar mengenai Utara Sebenarnya (US), Utara Grid (UG), Utara
Magnetik (UM) dan di bawahnya Keterangan nomor Lembar peta.
Penyusunan Kajian Penetapan Ekoregion Provinsi Banten
III - 8
Download