PERMASSALAHAN BANTUAN HUKUM BAGI PENCARI KEADILAN YANG TIDAK MAMPU Oleh : Mulyanto* I.Pendahuluan Kita perlu belajar konsep bantuan hukum ala Afrika Selatan,Legal Aid Boart/LAB (Lembaga Bantuan Hukum) Afrika selatan dianggap sukses dalam menjalankan fungsinya,karena sistem bantuan hukum yang ada di Afrika Selatan mulai dari peraturan perundang-undangan yang mengaturnya sampai peran negara dalam menciptakan Lembaga bantuan hukum lebih bertaji dan independen. LAB dalam menjalankan fungsinya disamping menyebarkan justice center atau pusat keadilan diseluruh negeri yang diisi oleh pengacara publik disetiap kantornya,juga membangun kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Biro Konsultasi Hukum di Universitas untuk mendidik orang miskin menjadi sadar hukum;misalnya dengan menggelar seminar atau penyuluhan hukum.Menurut Prof.Robin Palmer Alumnus Universitas Sussex,Inggris menyatakan bahwa ada dua poin penting keberhasilan Afrika Selatan dalam memberikan bantuan hukum kepada pencari keadilan yang tidak mampu: pertama Negara menggelontorkan dana yang cukup besar untuk memberikan bantuan hukum, sehingga terkesan negara tidak pelit menganggarkan dana untuk LAB. Kedua, Adanya jaminan peraturan perundang-undangan terhadap lembaga bantuan hukum dalam arti negara memiliki Undang-undang khusus yang mengatur tentang bantuan hukum.Konsep LAB di Afrika Selatan cukup unik, ketuanya dipegang oleh salah seorang HakimAgung,sedang kriteria tentang siapa saja yang berhak mendapatkan bantuan hukumpun sudah ditentukan dengan minimal penghasilan suami istri perbulannya.1 *Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sleman. 1. lihat pada:http//www.hukumonline.com.20 April 2009 II.Mental Aparat Arah pembangunan dibidang hukum semakin menegaskan pentingnya akses bantuan hukum bagi masyarakat miskin dan kelompok orang yang termarginalkan. Masyarakat miskin menghadapi hambatan utama tidak hanya dalam hal keuangan yang berhubungan dengan biaya perkara, akan tetapi juga identik dengan tingkat pendidikan rendah, yang berimplikasi pada minimnya pengetahuan mereka terhadap masalah hukum ketika harus membawa perkaranya ke Pengadilan. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 D (1) menyatakan dengan tegas bahwa setiap orang berhak atas pengakuan,jaminan,perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.Jaminan negara ini kemudian dijabarkan dalam berbagai Undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan akses masyarakat terhadap hukum dan keadilan, antara lain pasal 56 Undang-undang No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum dan negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu.Kemudian Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No.10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum sebagai bentuk pelaksanaan amanat Undang-undang dan rujukan dalam menjamin optimalisasi akses masyarakat miskin dan termarjinalkan terhadap Pengadilan.Yang kemudian ditindak lanjuti oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dengan mengeluarkan keputusan Nomor:1/DJU/OT 01.3/VIII/2011. Tentang Petunjuk pelaksanaan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No.10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Bantuan Hukum Lampiran A Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum. Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum bertujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat secara damai disamping hukum tidak dapat dilepaskan dari pengaruh komponenkomponen yang ada dalam sistem hukum. Ada tiga syarat yang di mungkinkan hukum dan keadilan ditegakkan di masyarakat. Pertama : Adanya peraturan hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat. Kedua Adanya aparat penegak hukum yang profesional dan bermental tangguh atau memiliki integritas moral terpuji. Ketiga: Adanya kesadaran hukum masyarakat (legal conciousness) yang mendorong kepatuhan masyarakat terhadap hukum.2 _______________________ 2.Baharudin Loppa,Permasalahan Pembinaan dan penegakkan Hukum ,Jakarta Bulan bintang,1987,hal 34 Selain ketiga faktor tersebut faktor lain yang ikut mempengaruhi proses penegakkan hukum adalah faktor masyarakat dimana hukum itu berlaku atau diterapkan,dan faktor kebudayaan yakni hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup, disamping itu faktor kemauan politik (political will) penguasa dan sumber daya (ekonomi,politik,intelektual dan kultural) yang dimilki oleh orang yang bersengketa dan pelaku atau korban kejahatan ikut mempengaruhi keberhasilan penegakkan hukum. Faktor aparat penegak hukum mempunyai peranan sangat penting dalam penegakkan hukum,karena aparat penegak hukum mempunyai otoritas untuk menegakkan hukum sesuai dengan kewenangannya masing-masing.Di tangan aparat penegak hukum ketentuan hukum yang bersifat abstrak itu akan menjadi sesuatu yang konkrit dalam kehidupan masyarakat.Apakah hukum yang baik dapat ditegakkan secara baik,dan hukum yang kurang baik dapat menjadi lebih baik dalam pelaksanaannya atau sebaliknya,semua itu tergantung dari pada aparat penegak hukum itu sendiri. Ditangan aparat penegak hukum yang baik,aturan hukum yang baik dapat ditegakkan secara baik guna mewujudkan keadilan diatara pihak yang bersengketa, demikian pula halnya ditangan aparat penegak hukum yang baik,aturan hukum yang kurang baik dapat disempurnakan menjadi lebih baik melalui interpretasi, sehingga dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk menyelesaikan sengketa secara adil diantara para pihak. Sebaliknya ditangan aparat penegak hukum yang bermental buruk,aturan hukum yang baik dapat menjadi sumber ketidak adilan bagi pihak yang bersengketa. Apalagi jika aturan hukumnya tidak baik,maka implikasinya tentu semakin serius bila berada ditangan penegak hukum yang bermental tidak baik. III.Equality be for the law. Prinsip persamaan kedudukan manusia didepan hukum ini bukan hanya merupakan prinsip hukum yang paling mendasar,akan tetapi juga merupakan prinsip keadilan.Hak untuk memperoleh keadilan merupakan salah satu hak dasar manusia,karena hak itu berhubungan langsung dengan harkat dan martabat manusia.Keadilan hanya dapat ditegakkan apabila ada perlakuan yang sama bagi setiap orang yang mempunyai kondisi yang sama dan perlakuan yang berbeda jika mempunyai kondisi yang berbeda.Walaupun kaidah hukum secara normatif menempatkan manusia pada kedudukan yang sama di depan hukum,namun secara sosiologis kondisi dan struktur sosial tempat hukum itu harus ditegakkan justru diliputi dengan berbagai ketidaksamaan sosial. Manusia yang satu berbeda dengan manusia lainnya karena berbagai faktor,baik karena latar belakang garis keturunan,kekuatan politik,kondisi ekonomi,status sosial tingkat pendidikan dan jaringan relasi sosial.Perbedaan dalam tingkat status ekonomi menyebabkan terciptanya stratifikasi sosial ekonomi masyarakat dalam tiga kelompok: Yaitu kelompok masyarakat yang hidup sangat berkelebihan ( Orang kaya ),masyarakat yang hidup berkecukupan ( kehidupannya cukup/sedang ) dan kelompok masyarakat yang hidup penuh kekurangan ( fakir dan miskin ) Penguasaan aset kekayaan dalam statifikasi sosial ekonomi ini bersifat piramida terbalik;artinya orang kaya yang jumlahnya sangat sedikit menguasai sebagaian besar sumber daya ekonomi,sedangkan kelompok fakir dan miskin yang jumlahnya sangat banyak hanya menguasai sebagian kecil sumber daya ekonomi tersebut.Sebagaimana disampaikan oleh Marc Galanter dalam artikelnya yang berjudul Why The Haves Come Out Ahead:Speculation On The Limit of Legal Change; orang kaya memiliki akses yang lebih baik dari pada orang miskin untuk mendapatkan keadilan apabila berperkara di Pengadilan.Orang kaya selangkah lebih maju untuk menggapai keadilan dalam proses peradilan yang berjalan secara normal.3 Penelitian yang dilakukan oleh Donald Black terhadap penjatuhan sanksi pidana bagi pelaku kasus pembunuhan secara jelas menunjukkan,bahwa hukum akan berubah secara langsung, apabila dihadapkan dengan status sosial dan kedekatan hubungan.Pembunuhan yang dilakukan oleh warga kulit hitam terhadap warga kulit hitam kebanyakana mendapat kan sanksi yang berat,dan apabila korban pembunuhan itu warga kulit putih,hampir semua pelaku mendapat sanksi yang berat,akan tetapi prosentasenya warga kulit putih yang membunuh warga kulit putih prosesntase sanksinya lebih kecil bila dibandingkan warga kulit hitam yang membunuh warga kulit hitam, dan hampir tidak ada warga kulit putih yang membunuh warga kulit hitam _______________________ 3.Soeryono Sukanto,Penegakkan Hukum, Jakarta,Rajawali,1980,hal 38. mendapatkan sansi yang berat. Hukum tidak pandang bulu dalam masyarakat kita boleh dikatakan hanya sebatas slogan belaka, karena dalam prakteknya aparat penegak hukum selalu mempertimbangkan status sosial masyarakat pencari keadilan yang dilayaninya. Semakin baik status sosial seseorang,akan semakin baik pelayanan hukum yang diperolehnya, begitu pula sebaliknya. Sesuai dengan amanat Surat Edaran Mahkamah Agung No.10 Tahun 2010, disetiap Pengadilan dibentuk Pos Bantuan Hukum untuk pencari keadilan/pemohon bantuan hukum yang tidak mampu dalam memperoleh Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma disemua tingkat peradilan.Sedang yang dimaksud dengan pemohon bantuan hukum adalah “Orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomi tidak mampu atau memiliki kriteria miskin sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik atau penetapan upah minimum regional atau program jejaring pengamanan sosial lainnya atau memenuhi syarat sebagaimana diatur lebih lanjut dalam pedoman ini yang memerlukan bantuan untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum di Pengadilan” ( pasal 1 ayat 2 SEMA No.10 Tahun 2010 ).Sedang Lembaga Penyedia Bantuan Hukum termasuk lembaga masyarakat sipil penyedia bantuan hukum atau unit kerja bantuan hukum pada organisasi profesi Advokat atau lembaga konsultasi dan Bantuan Hukum di Perguruan Tinggi. Sebagai bukti untuk menunjukkan pemohon bantuan hukum yang tidak mampu dapat memperlihatkan Surat Keteranngan tidak mampu (SKTM) dari lurah/kepala Desa setempat atau Surat Keterangan tunjangan sosial lainnya seperti Kartu Keluarga Miskin (KKM),Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),Kartu Program Keluarga Harapan (PKH),Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT). Atau Surat pernyataan tidak mampu yang dibuat dan ditandatangani oleh pemohon bantuan hukum dan diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri. Seringkali bantuan hukum diasosiasikan oleh masyarakat sebagai belas kasihan bagi fakir miskin. Seharusnya bantuan hukum jangan hanya dilihat dalam arti yang sempit,tetapi juga dalam arti yang luas, selain membantu orang miskin bantuan hukum juga merupakan gerakan moral yang memperjuangkan Hak Asasi Manusia,padahal hak untuk didampingi oleh Penasehat Hukum dan diperlakukan sama dihadapan hukum (equality before the law ) dalam rangka memperoleh keadilan adalah suatu hak asasi manusia bagi semua orang termasuk fakir miskin. Kita tahu bahwa dinegara kita fakir miskin dan anak terlantar menjadi tangging jawab negara (pasal 34 UUD 1945), sehingga dapat dikatakan bantuan hukum terhadap fakir miskin, termasuk bantuan hukum menjadi kewajiban negara. Berbicara tentang bantuan hukum tidak bisa dilepaskan dengan profesi Advokat; sebagai penasehat hukum ada keharusan membela fakir miskin bagi Advokat sejalan dengan prinsip Justice for all, yang membuat profesi hukum yang satu ini populer dimasyarakat internasional,akan tetapi tidak demikianhalnya di Indonesia.Keruntuhan wibawa hukum pada dekade 1980-an dan 1990-an turut mempengaruhi citra Advokat yang dituduh sebagai “Calo Perkara” dan komersial.4. Tuduhan itu ada benarnya kalau dilihat bagaimana pembangunan ekonomi dijadikan titik sentral dari pembangunan rezim Orde Baru, bahwa ukuran sukses adalah dari segi material dan finansial saja, dengan melupakan aspek moral,budaya dan hukum. Bagaimana keberhasilan ekonomi dicapai tidak dipersoalkan apakah itu sah atau tidak menurut hukum.Ternyata keberhasilan yang digembar gemborkan sebagai legitimasi Orde Baru menjadi salah ketika krisis moneter pada tahuan 1997 melanda Indonesia berkepanjangan yang disusul krisis dibidang politik dan bidang lainnya.Korupsi merajalela dimana-mana bukan saja dikalangan eksekutif melainkan sudah merambah kebidang legeslatif,terbukti banyaknya anggota dewan yang dihukum dalam perkara korupsi, akibatnya hukum tidak berkuasa dan tidak mempunyai otoritas lagi dan tidak ditaati masyarakat.Supremasi hukum hanya menjadi slogan belaka. Akses orang miskin untuk mendapatkan keadilan di Negeri kita dilakukan melalui peningkatan pendapatan perkapita rakyat miskin melalui penyediaan lapangan kerja dan penyediaan kesempatan berusaha bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Seyogyanya pemerintah memberi pancing kepada masyarakat miskin untuk dapat mendapatkan ikan (uang) sehingga dapat membiayai diri dan keluarganya secara mandiri.Program BLT pemerintah kepada masyarakat miskin tidak menumbuhkan semangat kejuangan untuk mengubah nasib bagi orang miskin Akses untuk mendapatkan keadilan yang lebih baik bagi masyarakat miskin dapat dilakukan dengan cara amandemen terhadap aturan sanksi pidana yang terdapat dalam KUHP _________________________ 4.Frans Hendra Winarta,Bantuan Hukum Di Indonesia,Jakarta,Kompas Gramedia,2010,hal 106 antara lain dengan memasukkan sanksi pidana kerja sosial ( community service ) sebagai bagian dari pidana pokok,disamping itu perlu pula memasukkan konsep Yudicial pardon dalam upaya mengamandemen KUHP guna memberi peluang kepada pelaku tindak pidana ringan untuk diberi maaf, asal mau mengembalikan atau mengganti obyek kejahatannya. Dengan catatan korban dari tindak pidana tersebut mau memaafkannya. Hal yang tidak kalah urgen dalam amandemen KUHP adalah memasukkan konsep mediasi penal ( penal mediation ) untuk menyelesaikan perkara pidana khususnya KDRT,kealpaan yang menyebabkan mati atau luka,penganiayaan ringan dan tindak pidana lain yang sifatnya tidak serius,sebagaimana pernah dilakukan di Pengadilan Negeri Yogyakarta yang mengabulkan perdamaian dalam perkara utang piutang antara menantu dan mertua lantaran pihak mertua memberi maaf kepada menantunya yang kemudian mencabut perkaranya sekalipun sekalipun pencabutan itu dilakukan lebih dari tiga bulan sebagaimana disyaratkan pasal 75 KUHP,yang mana putusan tersebut dikuatkan oleh Mahkamah Agung. Dalam putusannya No.1600 K/Pid/2009 yang mana Mahkamah Agung berpendapat bahwa salah satu tujuan hukum pidana adalah memulihkan keseimbangan yang terjadi karena adanya tindak pidana,walaupun pencabutan itu dilakukan telah lewat waktu,akan tetapi hal tersebut dapat memulihkan ketidak seimbangan yang terganggu,perdamaian yang demikian mengandung nilai yang tinggi yang harus diakui,bila perkara ini dihentikan manfaatnya lebih besar daripada dilanjutkan. 5 IV.Kendala. Selanjutnya akses untuk mendapatkan keadilan yang lebih baik bagi masyarakat miskin dilakukan melalui pembenahan sistem peradilan yang meliputi pembenahan kelembagaan,sarana dan prasarana,pengembangan sumberdaya manusia aparat penegak hukum dan membangun budaya korporasi peradilan yang profesional.Lembaga peradilan termasuk aparaturnya,terutama para hakim dapat memperkuat akses masyarakat miskin untuk mendapatkan keadilan bagi masyarakat miskin,bila institusi pengadilan dapat menjadikan pengadilan sebagai rumah keadilan bagi rakyat. Ditangan para hakim yang jujur,obyektif,imparsial,nondiskriminatif dan berintegritas pengadilan dapat menjadi rumah keadilan bagi masyarakat miskin,sehingga tujuan __________________________________________ 5.lihat pada http//www.hukumonline.com,20 September 2011. pemberian bantuan hukum yang menjamin dan memenuhi hak masyarakat miskin,buta hukum dan tertindas untuk mendapatkan keadilan dengan prinsip persamaan dimuka hukum akan dapat terwujud. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah telah menyepakati Rancangan Undang-Undang ( RUU ) Bantuan Hukum untuk menjadi Undang-undang , Dalam RUU itu penerima bantuan hukum memang bukan hanya rakyat miskin, penerima bantuan hukum lainnya adalah orang atau kelompok orang yang termarginalkan karena suatu kebijakan publik,orang atau kelompok orang yang hak-hak sipil dan politiknya terabaikan.Perluasan cakupan penerima bantuan hukum pada kelompok pemenuhan dan perlindungan hak bagi kelompok rentan masih kerap terabaikan. Salah satu dari kelompok rentan itu adalah kelompok penyandang cacat.Agar ketentuan perluasan cakupan penerima bantuan hukum ini memiliki kekuatan akan lebih baik adanya ketentuan sanksi administratif bagi pihak yang tidak mau melaksanakan bantuan hukum,tentu tujuannya supaya pemberian bantuan hukum kepada kelompok rentan menjadi sebuah kewajiban yang sifatnya imperatif. Bantuan Hukum diberikan kepada Lembaga masyarakat sipil penyedia Bantuan Hukum,Advokat Tinggi.Tentang atau Lembaga Kunsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) di Perguruan Lembaga masyarakat sipil penyedia Bantuan Hukum hendaknya diperjelas,karena tidak semua orang bisa beracara/mendampangi kliennya disemua tingkat pemeriksaan. Lain dari pada mengenai ruang lingkup Bantuan Hukum apakah mencakup letigasi dan non letigasi,kalau melihat RUU Bantuan Hukum tersebut dipahami Bantuan Hukum dalam arti sempit artinya Cuma pemberian bantuan hukum dalam proses peradilan, sebaiknya bantuan hukum itu meliputi letigasi dan non letigasi,hal ini penting untuk mengakomodir aktifitas Bantuan Hukum yang kemungkinan dapat berjalan diluar proses peradilan seperti mediasi,ADR,penyusunan/pembuatan dokumen hukum dan lain-lain. Sebagaimana telah disepakati bersama antara pemerintah dan DPR,bahwa pengelolaan seluruh anggaran bantuan hukum dipegang oleh kementrian Hukum dan HAM,sebagaimana disebutkan dalam pasal 7 ayat (2) RUU Bantuan Hukum “Pendanaan penyelenggara bantuan hukum sebagaimana dimaksudkan dalam ayat(1) dialokasikan pada anggaran Kementrian Hukum dan HAM” supaya hal tersebut dapat dilaksanakan dengan benar hendaknya Kementrian Hukum dan HAM melakukan verifikasi serta akreditasi bagi lembaga penyelenggara bantuan hukum,hingga dapat melaporkan secara pidana kepada pemberi bantuan hukum yang meminta pembayaran kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum. Kementrian Hukum dan HAM sebagai pemegang anggaran bantuan hukum hendaknya dijaga independensinya dalam arti dengan banyaknya perkara yang membutuhkan bantuan hukum mereka tidak dapat terlayani dengan baik dan terkendala rumitnya birokrasi, karena yang menunjuk paralegal di Pengadilan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan SEMA No.10 tahun 2010 adalah hakim dibawah hierarchis Mahkamah Agung,bukan dibawah Kementrian Hukum dan HAM. Hakim menunjuk Advokat untuk mendampingi pencari keadilan yang tidak mampu sesuai dengan RUU bantuan hukum. Ketentuan ini mengibaratkan bahwa Undang-undang Bantuan Hukum sebagai pelaksana dari Undang-undang Advokat.Sedang Undang-undang Advokat/Undang-undang No.18 Tahun 2003 telah memiliki peraturan pemerintah No.83 Tahun 2008 Tentang persyaratan dan Tatacara Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma. Hal yang perlu disadari oleh perumus Undang-undang adalah adanya perbedaan antara UU Bantuan Hukum dan UU Advokat, Yang mana UU Bantuan Hukum merupakan implementasi dari tanggung jawab negara dalam memenuhi hak konstitusional warga negara dalam mendapatkan persamaan dimuka hukum. Sedangkan UU Advokat adalah merupakan kewajiban Advokat dalam memenuhi Corporate Sosial Responsibility (CSR). Pelaksanaan dari UU Bantuan Hukum adalah kelembagaan bukan individu, sedangkan UU Advokat mewajibkan kepada induvidu. V.Penutup. Tidak dipungkiri sementara ada yang menyayangkan Kementrian Hukum dan HAM sebagai pengelola anggaran bantuan hukum selain tidak memiliki pengalaman dalam mengelola dan menyelenggarakan bantuan hukum, pengelolaan bantuan hukum ada di Mahkamah Agung,Kejaksaan Agung dan Kepolisian, juga dikhawatirkan tidak tepat sasaran,belum lagi masalah kecepatan pencairan,dapat dibayangkan bagaimana prosedur yang harus dilalui pengguna anggaran bantuan hukum didaerah untuk mencairkan anggaran tersebut,namun demikian marilah kita dukung RUU Bantuan Hukum yang telah disepakati bersama antara DPR dan pemerintah yang kemudian akan dibawa kerapat paripurna DPR untuk diambil keputusanya,hingga disahkan oleh presiden menjadi Undang-undang supaya berjalan baik dan lancar sebagaimana konsep bantuan hukum di Afrika Selatan sebagaimana tersebut di atas.