44 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis yaitu seperangkat kepercayaan dasar yang menjadi prinsip utama dan carapandang tentang dunia yang menjelaskan pada penganutnya tentang alam dunia. Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandangnya terhadap dunia. Paradigma konstruktivis berbasis pada pemikiran umum tentang teori-teori aliran konstruktivis yang berlandasakan pada ide bahwa realitas bukanlah bentuk yang objektif, tetapi dikonstruksikan melalui proses interaksi dalam kelompok masyarakat dan budaya1. Penelitain desktiptif adalah penelitian tentang fenomena yang terjadi pada massa sekarang dan hanya memaparkan situasi atau peristiwa yang telah diperoleh dari data mentah2. Proses ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak juga menguji hipotesis atau membuat prediksi, melainkan berupa pengumpulan dan penyusunan data, serta analisis dan penafsiran data tersebut. Metode deskriptif bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, factual dan akurat tentang fakta-fakta dan 1 2 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotik Komunikasi, Jakarta; mitra Wacana Media, 2013 Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung; PT. Remaja Rosdakarya http://digilib.mercubuana.ac.id/ 45 sifat-sifat populasi atau objek tertentu3. Dengan kata lain, penelitian deskriptif menekankan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap objek penelitian4. Melalui penelitian kualitatif peneliti dapat mengenali subjek dan merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif merupakan rincian dari suatu fenomena yang diteliti. Selain itu, penetilian deskriptif menggambarkan pula sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab dari suatu gejala tertentu, dalam arti menggambarkan pula bagaimana sebuah frekuensi sosial terjadi sehingga penelitian deskriptif juga bertujuan memberikan gambaran yang lengkap mengenai kondisi sosial dan hubungan yang terdapat dalam penelitiannya. Penelitian deskriptif ditujukan untuk : 1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada. 2. Mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek yang berlaku, 3. Membuat perbandingan dan evaluasi, 4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana 3 Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Jakarta; Kencana,2008 4 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Seminar Komunikasi, Jakarta; Mitra Wacana Media, 2011 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 46 dan keputusan pada waktu yang akan datang5. Penelitian deskriptif juga bertujuan untuk menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanda menjelaskan hubungan antara variabel6. Sementara itu, menurut Bogdan dan Taylor, pendekatan kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendidikan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh. Dalam hal ini, tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variable atau hipotesis, tetapi memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan7. Pendekatan kualitatif adalah analisa data-data yang terkumpul baik melalui observasi, wawancara, focus group discussion maupun dokumen. Hasil dari penelitian dengan memaknai dengan memakai pendekatan kualitatif biasanya berupa laporan berupa pemaknaan data-data yang merupakan prinsip dasar riset kualitatif, yaitu bahwa realitas ada di pikiran manusia, realitas adalah hasil dari konstruksi sosial manusia. Hasil tersebut nantinya diharapkan mampu menjelaskan dan memahami fenomena yang terjadi di suatu masyarakat dalam kaitannya dengan topik penelitian. Penelitian ini lebih menekankan terhadap kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data. 5 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada,2004 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Jakarta; Kencana, 2008 7 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung;PT. Remaja Rosdakarya, 1998 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 47 3.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotik, yaitu analisis yang berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda. Karena dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan bahas sebagai sistem tanda yang bersifat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut8. Semiotika adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Artinya, semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus kita beri makna9. Semiotika adalah salah satu bagian dari bentuk analisa isi kualitatif yang amat berbeda dengan penelitian analisis isi kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis apa yang tidak terlihat. Dengan kata lain, penelitian kualitatif justru ingin melihat isi komunikasi yang tersirat10. Semiotika pada umumnya bertujuan untuk membuat penilaian/analisis dengan menginterpretasikan segala bentuk tanda-tanda di dalam suatu fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Jadi pada dasarnya semiotika bukan sematamata dilaksanakan untuk membuat deskripsi tentang suatu kejadian. Melainkan juga untuk menganalisis makna sosial sebuah tanda dan menjelaskan tanda-tanda yang terjadi dalam fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, 8 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising. Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Jakarta; Kencana,2008 9 Benny H.Hoed, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, Depok,2008 10 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, Jakarta; Mitra Wacana Media,2011 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 48 dalam melakukan analisis semiotika biasanya akan membuat suatu analisis secara kualitatif terhadap makna sebuah tanda pada data yang terkumpul. Dalam penelitian ini, penulis mengumumkan metode analisis semiotika dengan pemikiran yang dikemukakan oleh Roland Barthes. Barthes mengungkapkan bahwa semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemaanusiaan memaknai hal-hal11. Barthes mengambarkan dua sistem penanda bertingkat, yang disebutnya sistem denotasi dan konotasi. Sistem denotasi adalah sistem pertandaan tingkat pertama, yang terdiri dari rantai penanda dan pertanda12, yakni hubungan materialitas penanda atau konsep abstrak di baliknya. Pada sistem Konotasi-atau sistem penandaan tingkat kedua-rantai penanda/petanda pada sistem denotasi menjadi penanda, dan seterusnya berkaitan dengan petanda yang lain pada rantai pertandaan lebih tinggi. Konotasi yang mantap dapat berkembang menjadi mitos, yaitu makna tersembunyi yang secara sadar disepakati oleh komunikasi. Mitos yang mantap dapat berkembang menjadi sebuah ideologi, yaitu sesuatu yang mendasari pemikiran sebuah komunikasi sehingga secara tidak sadar pandangan mereka dipengaruhi oleh ideologi tersebut13. Analisis ini bersifat objektif. Peneliti melakukan riset berdasarkan literature abstraksi dari makan Nilai-Nilai Kristen dalam pemaknaan denotasi, lalu mengembangkannya menjadi makana konotasi dan mitos yang ada. 11 Alex Soubur, Op.Cit. Istilah “penanda” disebut Barthes dengan istilah significant. Dan istilah “petanda”dirujuk dengan istilah signifie 13 Roland Barthes, Mitologi, Jogjakarta: Kreasi wacana, 2009 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 49 3.2.1 Sistem Pemaknaan Tingkat Pertama (Denotasi) Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal, dan dalam semiotika Barthes, ia menyebutnya sebagai denotasi yaitu makana paling nyata dari tanda. Makna dalam Konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makana tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotative yang melandasi keberadaannya. Dalam hal ini, denotasi diasosiasikan dengan ketertutupan makna14. Denotasi adalah hubungan yang digunakan dalam tingkat pertama pada kata yang secara bebas memegang peranan penting di dalam ujaran 15. Denotasi dimakanai secara nyata. Nyata diartikan sebagai makana harfiah, makana yang sesungguhnya atau terkadang dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi denotasi biasanya mengacu pada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang tercuap. Misalnya ketika seseorang mengucapkan kata “anjing” maka yang dimaksudkan dari pengucapan kata “anjing” tersebut adalah konsep tentang keanjingan, seperti berkaki empat, mamalia, ekornya selalu bergoyang, menggigit dan suka menggonggong. Dalam semiolog Roland Barthes, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, yang kemudian dilanjutkan oleh sistem signifikasi konotasi yang berada di tingkat kedua. 14 15 Alex Soubur, Op.Cit, 2009:70 Alex Soubur, Op.Cit, 2009:263 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 50 3.2.2 Sistem Pemaknaan Tingkat Kedua (Konotasi) Istilah konotasi digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap kedua. Kata “konotasi” sendiri berasal dari bahasa Latin, “connotare” yang memiliki arti “menjadi tanda” serta mengarah pada makan-makna kultural yang terpisah dengan kata atau bentuk-bentuk komunikasi lainnya. Makna Konotatfi adalah gabungan antara makan denotative dengan segala gambar, ingatan dan perasaan yang muncul ketika indra kita bersinggungan dengan petanda. Sehingga akan terjadi interaski saat petanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Contohnya ketika kita menyebutkan kata “Vespa” maka denotasi “Vespa” menurut Kamus Besar Bahasa Indonsia adalah sekuter, kendaraan bermotor beroda dua yang rodanya lebih kecil daripada sepeda motor. Namun secara Konotatif kata “Vespa” akan dimakanai sebagai sesuatu yang membuat bahagia, mengingatkan akan perjalanan ke suatu tempat dan identik dengan seseorang yang terlibat dalam ingatan akan kata “Vespa” tersebut. Jika ditelah melalui Kerangka Barthes, Konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebut sebagai mitos serta berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Konotasi mengacu pada makana yang menempel pada suatu kata karena sejarah pemakaianya, oleh karena itu dapat dimakanai secara berbeda oleh setiap individu. Jika denotasi sebuah kata dianggap sebagai objek kata tersebut, maka konotasi sebuah kata dianggap sebagai makan subjektif atau emosionalnya. Konotasi melibatkan simbol-simbol, historis dan hal-hal yang berhubungan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 51 dengan emosional16. Makna konotatif bersifat subjektif dalam pengertian bahwa terdapat pergeseran dari makna umum (denotatif) karena sudah ada penambahan rasa dan nilai tertentu. Kalau makna denotatife hampir bisa dimengerti banyak orang, maka makna konotatif hanya bisa dicerna oleh mereka yang jumlahnya lebih kecil. 3.2.3 Mitos Konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai mitos dan memiliki fungsi untuk memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku pada periode tertentu. Selain itu, dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda. Mitos adalah suatu sistem komunikasi, bahwa mitos adalah suatu pesan. Mitos biasanya dianggap sama dengan dongeng, dan dianggap sebagai cerita yang aneh serta sulit dipahami makananya kalau diterima kebenarnannya karena kisahnya irasional (tidak masuk akal). Namun, berangkat dari ketidak masukakalan tersebut lah akhirnya muncul banyak penelitian tentang mitos yang melibatkan banyak ilmuan Barat. Mereka menaruh minat untuk meneliti teks-teks kuno dan berbagi mitos yang telah mereka kumpulkuan dari berbagai tempat dan berbagai suku bangsa di dunia. Manusia banyak bertanya-tanya tentang segala hal yang terjadi dalam kehidupannya sehari-hari. Menurut mitologi Yunani, pertanyaan-pertanyaan 16 Alex Soubur, Op.Cit, 2009:263 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 52 manusia tentang kejadian di alam semesta sudah dijawab, namun dikemas dalam bentuk mitos. Oleh sebab itu dalam bahasa Yunani dikenal mitos yang berlawanan dengan logika (muthos dan logos). Dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda. 3.3 Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Film Son Of God” dalam bentuk kepingan DVD. Film ini dipilih menjadi objek penelitian karena film ini merupakan film yang mengangkat prosesi kekeristenan, yang mempunyai pesanpesan moral yang disampaikan melalui film ini. Secara garis besar film ini memiliki banyak sekali Nilai-Nilai Kristen yang dapat menjadi cerminan berbagai kalangan agama. Potongan-potongan gambar dan teks dari film tersebut yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut : http://digilib.mercubuana.ac.id/ 53 3.4.1 Data Primer Data primer adalah data langsung yang diperlukan dari obyek penelitian. Dalam memperoleh data dan informasi tentang penggambaran Nilai-Nilai Kristen dalam Film Son Of God : 1. Peneliti melakukan pengumpulan data-data dengan jalan mendokumentasikan semua data-data melalui scene-scene yang ada di DVD Son Of God. 2. Kemudian digunakan lembar koding untuk memasukan data-data yang telah dikumpulkan sesuai berdasarkan kategori yang telah ditetapkan sebelumnya. 3. Setelah terkumpul data dalam bentuk koding berikutnya dilakukan analisis semiotika menurut tokoh semiotik Roland Bhartes. 3.4.2 Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperlukan dalam bentuk yang sudah jadi yang telah dipublikasikan. Dalam hal ini peneliti mendapatkan sejumlah data yang diperlukan dengan cara studi kepustakaan. Studi kepustakan ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku literature komunikasi (perpustakaan dan artikel-artikel yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas), digunakan untuk melengkapi data-data yang sudah ada. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 54 3.5 Fokus Penelitian Penelitain ini difokuskan pada makna masing-masing tanda baik berupa ikon, indeks, maupun symbol yang ada pada film “Son Of God”. Hasil penelitian yang nantinya akan menjawab bagaimana Nilai-Nilai Kristen direpresentasikan dalam Film “Son Of God” dengan mengungkap makna yang tersembunyi dibalik tanda atau symbol yang digunakan dalam film tersebut. 3.6 Unit Analisis Unit analisis adalah setiap unit yang akan dianalisa, dijelaskan dengan peryataan-pernyataan deskriptif. Yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah dialog dan gambaran sebagai sebuah tanda dalam film “Son Of God” yang merepresentasikan Nilai-Nilai Kristen. 3.7 Teknik Analisis Data Analisis data menurut Palton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasiaknnya ke dalam suatu pola kategori dan suatu uraian dasar. Ia membedakan dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikasi terhadap analisis, menjelaskan pola urain dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 55 uraian. Dari rumusan diatas dapatlah kita menarik garis bahwa analisis data bermasud pertama-pertama mengorganisasikan data17. Data-data yang ada dalam penelitian ini akan menggunakan proses semiotik dari Roland Barthes. Kemudian peneliti membagi tanda-tanda yang ada ke dalam klasifikasi tanda oleh Barthes. Kemudian diolah secara kualitatif untuk kemudian dimaknasi. Untuk menentukan dalam penelitian ini digunakan analisis sistem pemaknaan mitologi, konotasi dan denotasi18. Mitologi atau mitos terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifer-signifed, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos. 17 18 Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1998, hal 3 Roland Barthes, Mitologi, Kreasi Wacana, Jogjakarta, 2009 http://digilib.mercubuana.ac.id/