Elaborasi Makna Pintu sebagai Simbol dalam Arsitektur Vernakular Tionghoa, pada Bangunan Klenteng Tua di Pulau Jawa. Sugiri Kustedja Faculty of Architecture, Parahyangan Catholic University, Bandung. Indonesia. Antariksa Sudikno Professor of Architecture, Brawijaya University, Malang. İndonesia . Purnama Salura Lecturer at Architecture dept, Parahyangan Catholic University, Bandung, Indonesia Abstract The entrance area at a traditional Chinese temple always looks very crowded with excessive ornaments, murals and epigraphy. Each point calls loudly for attention from visitors. What is actually the philosophical ideas behind creatit? Thisarticle is based on the anthropology of traditional Chinese people’s popular cult and cosmology idea, by interpretating the symbols –while treated doors as an element of architecture- analysed to be able to understand the meaning imply from within. A description and narration of this specific area is presented. It shows that culturally and intrinsically a traditional Chinese temple has several intense functions: documentation, didaction, continuation and preservation of Chinese culture. Keywords: hermeunatics, symbols, culture, door, vernacular architecture I. Pendahuluan Bila kita perhatikan bangunan-bangunan klenteng tua yang terdapat di pulau Jawa, terlihat garis besar bentuk tampilan yang selalu serupa meskipun dibangun di tempat-tempat yang berjauhan. Hal ini menunjukan bahwa arsitektur bangunan tradisional klenteng memiliki makna yang merupakan simbolisasi dari budaya masyarakatnya. Gejala ini khusus hanya mengenai pintu masuk utama klenteng akan dibahas dalam artikel ini. Data lapangan dikumpulkan dengan kunjungan pada klenteng-klenteng tua di pulau Jawa. Secara purposive dilakukan pemotretan di tempat. Pendekatan penafsiran dikerjakan secara hermeneutic dan semiotic dengan relasi kosmologi Tionghoa. Uraian akhir dilakukan secara deskriptif dan kwalitatif bagi setiap objeknya. II. Pembahasan 2.1 Karakter men 门 ; 門 ’pintu’ Gambar 1. Karakter „pintu‟ Kiri cara menulis singkat, dalam kurung cara tradisional, lima lainnya cara tulisan kuno. 116 Elaborasi Makna Pintu sebagai Simbol dalam Arsitektur Vernakular Tionghoa, pada Bangunan Klenteng Tua di Pulau Jawa (Sugiri Kustedja, Antariksa Sudikno, Purnama Salura) Budaya tulisan Tionghoa memiliki sejarah yang sangat panjang ke masa lalu, karakter tulisan merupakan pictogram berasal dari persepsi gambaran masyarakat terhadap objeknya. Meninjau rekaman sejarah beragam bentuk karakter pintu yang berubah-ubah; diperkirakan sejak dahulu kala pintu pada bangunan tradisional terdiri dari dua lembar daun pintu. Daun pintu ini tidak dibentuk penuh sehingga mencapai permukaan tanah. Ada bagian kosong pada bagian bawah pintu, sedangkan pada gambar 1 kanan atas, terlihat melintang di bagian atas bukaan terdapat balok yang menghubungkan kedua tiang kusen pintu agar bentuk bukaan tetap stabil. Bentuk karakter terakhir ini ditemukan pada ukiran tulang kuno, artefak tertua untuk bukti sejarah karakter tulisan jia-gu-wen 甲 骨文. Ciri-ciri diatas ini akan terlihat pada bentuk pintu nyata yang ada pada bangunan. Gambar 2. Daun pintu masuk utama tidak mencapai permukaan lantai. Klenteng Tiao Kak Sie, Cirebon. Gambar 3. Papan penyekat di atas lantai, untuk menutupi bagian terbuka daun pintu. Klenteng Tiao Kak Sie, Cirebon. Bentuk hunian tradisional Tionghoa selalu terletak di dalam persil tanah yang dibatasi tegas oleh tembok keliling permanen. Secara falsafah budaya tradisional; dinding keliling merupakan simbol batas ruang territory yang dikuasai secara penuh oleh penghuni, ia berkuasa dan dapat mengatur dengan tertib ruang yang terbentuk di dalam batasan tersebut. Sedangkan ruang diluar simbol batas ini merupakan ruang yang tidak dapat diatur atau pun dikendalikan oleh pribadi penghuni di dalam persil. Suatu ruang luar dengan kondisi jauh dari keteraturan, mereka yang berada diluar merupakan pribadi yang tidak semuanya memiliki niat baik. Pribadi-pribadi yang kasat mata ataupun yang tidak kasat. Dalam alam pikiran tradisional ruang di dalam tembok keliling merupakan proyeksi makrokosmos dalam dimensi manusiawi yang terjangkau sehingga menjadi mikrokosmos, privat, eksklusif tersendiri. Dari segi fungsional dinding merupakan bentuk pertahanan diri, melindungi penghuni di dalamnya agar aman terlindung dari gangguan luar. Bentuk bangunan hunian ideal yang mengikuti falsafah kuno Tionghoa adalah dengan denah berbentuk segi empat. Bentuk yang sesuai dengan falsafah kosmologi langit berbentuk kubah bulat, dan bumi berbentuk segi empat. Masing-masing sisi bangunan menghadap tepat pada arah mata angin utara-selatan-barat-timur. Untuk menghubungkan mikrokosmos hunian dengan makrokosmos semesta alam disimbolkan dengan garis imaginer axis mundi, garis sumbu bumi dari tengah bangunan hunian dengan titik bintang utara, titik awal di bumi ini ditempatkan ditengah halaman courtyard. Denah bangunan tradisional ideal demikian disebut sebagai denah si-he-yuan 四 合 院 , „empat menjadi kesatuan‟. Gambar 4. Denah dasar si-he-yuan 四合院. 1 = pintu masuk, 2 = courtyard ting-yuan 庭院, 3 = ruang leluhur. 117 Zenit Volume 2 Nomor 2 Agustus 2013 2.2 Pintu Gerbang Persil Pintu persil merupakan bukaan pada tembok batas keliling yang kokoh, sengaja disediakan oleh pemilik persil sebagai tempat masuk ke dalam daerah terbatas, juga tempat keluar dari persil ke dunia bebas. Dari sudut pandang falsafah tradisional, pintu di pandang sebagai titik singgung dunia teratur di dalam batas tembok dengan dunia tidak teratur di luar batas tembok. Suatu titik peralihan dari situasi yang penuh ketidak pastian di luar ke daerah yang tertib dan teratur di dalam. Bagi yang masuk merupakan awal ruang baru yang tertib, bagi yang keluar merupakan akhir dari ruang teratur. Identik dengan perumpamaan falsafah proses alfa α dan omega Ω pada titik yang sama. Bukaan pintu sebagai suatu alur tunggal yang dimanfaatkan secara intensip oleh lalu lintas penghuni dan tamu, muka pintu persil merupakan tanda awal mengenai kewenangan pemilik di dalamnya. Seseorang hanya mungkin masuk ketika daun pintu disetujui dibuka oleh penghuni. Titik pintu persil merupakan batas awal dari susunan lambang-lambang berurutan yang akan membentuk ruang spatial dengan lambang-lambang berikutnya di dalam. Pada arsitektur vernakular kuno Tionghoa di bagian luar muka pintu kadang didirikan lagi tembok penghalang yang disebut sebagai tembok bayangan, dan dibagian dalam pintu tembok penghalang yang diberi nama tembok panah. Sehingga orang lewat di luar tidak mungkin mengintip ke dalam persil. Dari segi pertahanan diri berarti yang dapat masuk hanya orang satu persatu tidak mungkin sekaligus bersama-sama untuk masuk, sehingga memudahkan mengontrol. Pada arsitektur tradisional Tionghoa bagi yang berkepentingan agar dapat membedakan bangunan satu dengan yang lainnya diantara pintu-pintu persil, diatas ambang pintu digantungkan papan nama persil. Nama yang tertulis biasa digunakan hasil penulisan secara kaligrafi, dengan huruf yang ditulis indah. Nama akan sarat bermakna harapan pemiliknya. Gambar 5. Pintu gerbang persil tampak muka. Klenteng Tiao Kak Sie, Cirebon. Pintu sebagai awal ruang mikrokosmos yang dibatasi oleh dinding tembok permanen. Gambar 6. Papan nama pintu masuk persil klenteng Tiao Kak Sie, Cirebon. Gambar 7. Daun pintu pada gerbang pintu persil dilukis dua tokoh men-shen 门神 „ pelindung pintu‟. Berikutnya pada daun pintu masuk utama ke dalam bangunan klenteng hanya diberi lukisan naga . Klenteng Tiao Kak Sie, Cirebon. Gambar 8. Pintu gerbang persil tampak ke arah keluar. Klenteng Tiao Kak Sie. Cirebon. Gambar 9. Papan nama dari sebelah dalam. „pribadi berada di tubuh langit (semesta alam )‟. Klenteng Tiao Kak Sie, Cirebon. 118 Elaborasi Makna Pintu sebagai Simbol dalam Arsitektur Vernakular Tionghoa, pada Bangunan Klenteng Tua di Pulau Jawa (Sugiri Kustedja, Antariksa Sudikno, Purnama Salura) Gambar 10. Posisi pintu gerbang persil terhadap bangunan. Tinggi wuwungan menunjukkan hirarki ruang, bertahap meninggi ruang paling sakral dengan wuwungan tertinggi. Klenteng Jamblang, Cirebon. Gambar 11. Pintu kereta kuda, batas daerah pecinan pada jaman kolonial Belanda (Chineesen wijk ). Disamping klenteng Jamblang, Cirebon. Berdasarkan pemikiran bahwa pada pintu persil tersirat pesan falsafah dengan makna yang luas, maka pada arsitektur tradisional bagian ini mendapatkan disain bentuk yang sangat berbeda, merupakan suatu tanda simbol yang sangat menyolok. Disebut sebagai men-lou 门楼 „bangunan pintu‟ bagi persil bangunan umum (lou 楼 harafiah sebenarnya berarti loteng, bangunan bertingkat). Sedangkan bagi klenteng pintu masuk persil berubah istilah disebut sebagai shan-men 山门 „pintu gunung‟. Hal ini dimaksudkan sebagai lambang kepercayaan tradisional bahwa bagi para yang suci mereka selalu menetap di puncak gunung yang tinggi. Gambar 12. Pintu masuk persil dengan bentuk sangat khas men-lou 门楼. Men-lou 门 楼.merupakan bentuk bangunan yang sangat menonjol sendiri. Untuk konteks klenteng diberi nama shan-men 山门 karena fungsi pemanfaatannya. Klenteng Tiao Kak Sie, Cirebon. 1902. ( Foto KITLV, Belanda.) Gambar 13. Pintu masuk persil dengan ornamen ‘batu tambur’, gu-shi 鼓石 di kaki kosen pintu. Di dalam klenteng ini diperingati Confucius, pendidik dan filosof besar Tionghoa. Kegiatan tradisional di dalam klenteng demikian adalah pengajaran. Tambur dalam budaya tradisional fungsinya antara lain adalah memanggil masyarakat untuk berkumpul. Klenteng Talang, Cirebon. Gambar 14. „Batu tambur‟ ( drum stone) gu-shi 鼓石 melindungi kaki kosen pintu. Bagian alas batu telah tertimbun sebagian akibat perawatan dan peninggian lantai. Klenteng Talang, Cirebon. 119 Zenit Volume 2 Nomor 2 Agustus 2013 2.3 Beberapa ketidak tepatan pemaknaan pintu sebagai lambang pada masa kini Pada pintu masuk persil ke dalam halaman klenteng Hiap Thian Kiong di Karawang, yang menyatu dengan sekolah negeri Nagasari III. Merupakan artefak dilemma sejarah masa rejim Suharto, pengambil alihan bangunan sekolah dan asset klenteng karena berelasi dengan budaya Tionghoa. Arsitektur pintu masuk yang sangat bersaing dengan bangunan klentengnya sendiri. Hiasan dua ekor naga sangat menyolok dalam proporsi, meliputi sepanjang tembok pagar persil sebelah depan telah merambat keluar jauh dari daerah wuwungan atap pintu masuk tempat hiasan naga seharusnya diletakan. Membuat rancu hirarki posisi yang seharusnya. Gambar 15. Hiasan dua ekor naga yang merambat sepanjang tembok pagar dan atap pintu masuk. Klenteng Hiap Thian Kiong, Karawang. Gambar 16. Hiasan naga pada atap bangunan klenteng sendiri yang sederhana. Hiasan naga pintu masuk dan tembok kontrast dalam dimensi dan proporsi. Perhatikan juga ekor naga besar yang berakhir di atas atap bangunan klenteng, sangat menggangu hirarki ruang tersakral pada lokasi setempat. Klenteng Hiap Thian Kiong, Karawang. Gambar 17. Ornamen naga pada wuwungan atap ruang tersakral klenteng. Sederhana dan normative. Klenteng Hiap Thian Kiong, Karawang. Gambar 18. Wuwungan atap pintu masuk persil, ditambah dengan ornament kepiting! Kepiting biasa digunakan sebagai lambang pengusir roh jahat, secara skematis dianggap bentuk kepiting mirip dengan wajah harimau yang juga dimanfaatkan untuk maksud serupa. Klenteng Hiap Thian Kiong, Karawang. Gambar 19. Poster nama lain yang ingin turut tampil, menghalangi ruang ambang atas pintu persil, dibuat dengan bahan dasar tidak permanen untuk poster. Klenteng Hiap Thian Kiong, Karawang. Gambar 20. Tampak dari dalam pintu persil. Terlihat proporsi yang sangat besar dibandingkan ketinggian tembok batas persil. Klenteng Hiap Thian Kiong, Karawang. 120 Elaborasi Makna Pintu sebagai Simbol dalam Arsitektur Vernakular Tionghoa, pada Bangunan Klenteng Tua di Pulau Jawa (Sugiri Kustedja, Antariksa Sudikno, Purnama Salura) Gambar 21. Pintu masuk persil dengan bentuk tidak tepat. Karena halaman muka klenteng diambil pada masa rejim Soeharto menjadi bangunan komersiel. Pintu masuk ke persil klenteng dipindahkan, diganti dengan bangunan pai-fang 牌坊 „papan nama pengingat‟ tanpa daun pintu. Fungsi peruntukan sesungguhnya pai-fang adalah untuk tanda peringatan atau pun tanda nama kawasan yang luas. Ketinggian wuwungan atap pai-fang ini juga ternyata lebih tinggi dari seluruh ketinggian wuwungan bangunan klenteng di dalamnya. Rancu dalam hirarki ruang . Klenteng Hok Tek Bio, Bogor. Gambar 22. Gerbang pintu masuk, digunakan pai-fang 牌坊 „papan nama pengingat‟ . Juga ketinggian wuwungan atapnya lebih tinggi dari wuwungan atap bangunan klenteng. Ornamen naga sangat menyolok yang bersaing dengan bangunan klenteng di dalamnya. Klenteng Hok Tek Bio, Ciamis. Gambar 23. Pintu masuk persil ditambahkan dengan kaca-kaca yang biasa terdapat di pura Bali. Klenteng ini adalah klenteng Buddhist, sedangkan peruntukan pura Bali adalah untuk kepercayaan Hindu Bali. Bentuk ekspresi usaha pembenaran yang rancu karena penggantian nama klenteng menjadi vihara, karena keterpaksaan keadaan sikon politik orde Soeharto. Klenteng Tiao Kak Sie, Cirebon. 2.4 Pintu utama bangunan klenteng. Pintu utama klenteng disebut sebagai san-men 三门 „pintu tiga‟ ( untuk bangunan biasa disebut sebagai da-men 大门 „pintu besar‟ ). Formasi bukaan 3 pintu biasa terdapat pada bangunan resmi kerajaan. Pintu tengah secara tradisional diperuntukkan bagi raja atau pun pejabat tinggi setempat yang berkuasa. Klenteng sebagai tempat rupang suci, dianggap memiliki penghuni yang transenden dan berkuasa juga. Maka digunakan istilah gong 宫 „istana‟ bagi klenteng aliran Tao. 121 Zenit Volume 2 Nomor 2 Agustus 2013 Ruang teras di muka pintu biasa ditempatkan sangat banyak hiasan, berupa lukisan, ukiran, pesan tertulis. Dapat disebut sebagai sangat intense dengan makna yang ingin disampaikan pada pengunjung. Biasa meliputi episode sejarah, budi pekerti, mithologi, dan pengajaran. Ruang teras ini merupakan ruang peralihan terakhir dari dunia luar yang sekular ke dalam ruangan bangunan klenteng yang bersifat transenden. Sesungguhnya dengan demikian klenteng disamping fungsi ritual, juga sangat tersirat dalam fungsi memelihara kesinambungan budaya, narasi dan didactic ( edukasi). Daerah pintu masuk di sisi sebelah kiri rupang biasa digambari ikon naga hijau/biru, dan di daerah pintu sebelah kanan rupang dilukis ikon harimau putih. Kedua hewan mithologi ini dalam kosmologi tradisional Tionghoa merupakan symbol hewan penguasa langit di arah mata angin timur dan barat. Gambaran hewan tersebut terbentuk dari penggabungan masing-masing terdiri dari tujuh rasi bintang di angkasa. Dengan demikian mikrokosmos dibentuk oleh lambang-lambang berdasarkan falsafah tradisional yang menganggap bumi berbentuk persegi empat. Bagi pengunjung klenteng juga terdapat anjuran kebiasaan tradisional ketika memasuki bangunan klenteng pengunjung sebaiknya masuk dari pintu kiri, dan kemudian keluar dari pintu kanan. Kebiasaan ini sebenarnya berasal dari pandangan hirarki kehormatan ruang tradisional, daerah di kiri tuan rumah adalah daerah primer dan di kanan tuan rumah sekunder. Dalam rapat pertemuan dengan kaisar posisi kirinya merupakan posisi para menteri sipil, posisi di kanan kaisar merupakan daerah para panglima kemiliteran. Gambar 24. Pintu masuk utama san-men 三门 „pintu tiga‟. Pintu tengah khusus bagi pejabat tinggi atau roh sinbeng, xin-ming.新明, „cahaya baru‟. Klenteng Xie Tian Gong, Bandung. Gambar 25. Pintu barat, pintu sebelah kanan rupang tuan rumah. Pintu harimau putih, pintu keluar umat dari dalam bangunan klenteng. Perhatikan banyaknya mural di dinding. Klenteng Xie Tian Gong, Bandung. Gambar 26. Pintu timur, pintu sebelah kiri rupang tuan rumah. Pintu naga hijau/biru, pintu masuk umat ke dalam bangunan klenteng. Dinding penuh dengan mural. Klenteng Xie Tian Gong, Bandung. Gambar 27. Pintu masuk utama tunggal ke dalam bangunan klenteng. Terdapat dua pintu samping sebagai pintu service (kebiasaan jaman feodal dahulu). Klenteng Tiao Kak Sie, Cirebon. 122 Elaborasi Makna Pintu sebagai Simbol dalam Arsitektur Vernakular Tionghoa, pada Bangunan Klenteng Tua di Pulau Jawa (Sugiri Kustedja, Antariksa Sudikno, Purnama Salura) Gambar 28. Pintu service sisi barat. Terlihat ikon harimau putih di dinding sisi barat. Klenteng Tiao Kak Sie, Cirebon. Gambar 29Pintu service sisi timur. Terlihat ikon naga hijau/biru di dinding sisi timur. Klenteng Tiao Kak Sie, Cirebon. Gambar 30. Pintu san-men dengan konstruksi kosen khusus yang dapat di bongkar pasang . Klenteng Hok Tek Bio, Bogor. Gambar 31. Kosen pintu dibuka / dilepas ketika ada upacara besar. Klenteng Hok Tek Bio, Bogor. Gambar 32. Pintu masuk tunggal. Ruang teras sebagai ruang peralihan mirip pendopo. Dinding muka bangunan berlanggam arsitektur tercampur dengan arsitektur Eropah. Klenteng Talang, Cirebon. Sering dapat dijumpai dimuka daerah pintu bangunan klenteng atau bangunan kerajaan, bangsawan, hartawan dan lain sejenisnya dihiasi dua buah patung singa batu. Fungsi singa batu ini menunjukkan hirarki pemilik bangunan dalam kemasyarakatan ataupun pemerintahan. Dalam kebiasaan tradisional jumlah lingkaran bulu pada pundak singa menunjukkan hirarki pemilik bangunan tersebut. Pada konteks bangunan klenteng disamping lambang diatas juga ada kepercayaan rakyat yang mengharapkan agar patung singa menyeringai ini akan menggentarkan sehingga menghindarkan masuknya roh-roh berniat buruk ke dalam klenteng. Bila diteliti bentuk dan posture patung singa ini terdapat perbedaan antara gaya Tiongkok utara yang garang dangan gaya Tiongkok selatan yang memberi kesan lebih bersahabat. Gambar 33. Patung singa betina berjaga di sisi barat pintu masuk. Klenteng Hiap Thian Kiong, Bandung. Gambar 34. Patung singa jantan berjaga di sisi timur pintu masuk. Klenteng Hiap Thian Kiong, Bandung. 123 Zenit Volume 2 Nomor 2 Agustus 2013 Gambar 35. Patung singa batu betina penjaga sisi barat pintu masuk utama. Klenteng Hok Tek Bio, Bogor. Gambar 36. Patung singa batu jantan penjaga sisi timur pintu masuk utama. Klenteng Hok Tek Bio. Bogor. 2.5 Daun pintu masuk utama Pintu masuk utama ke dalam gedung klenteng merupakan tanda perbatasan terakhir bagi lambang ruang dunia luar yang sekular dan ruang dalam gedung klenteng yang transenden. Secara fungsional pintu juga merupakan batas perlindungan, penjagaan, perlawanan, dan pertahanan terhadap mereka yang berniat buruk dari dunia luar yang tidak tertib dan tidak teratur. Kedua fungsi dalam alam pikiran tradisional masyarakat ini akan terwujud pada berbagai elemen bangunan yang dapat ditemui disekitar pintu masuk. Demikian juga dalam fungsi pengingat tujuan pengunjung untuk masuk ke dalam bangunan klenteng, diujudkan dalam bentuk tulisan kata-kata bijak pada daun pintu, atau syair kuplet pujian yang tertera pada dinding tiang kosen pintu. Pada daun pintu utama klenteng sering dapat dilihat adanya lukisan para panglima perang kuno yang disebut men-shen 門 神 arti harafiah ‘ dewa, yang sakti di pintu’. Mengikuti dongeng rakyat dan sejarah kuno mereka adalah Cin Siok Poo, Qin Shu-bao; 秦 叔 寶 dan Oet Tie Kiong, Yu Chi-gong 尉遲恭 panglima pada masa dinasti Tang 唐. Menurut cerita; kedua panglima ini telah menjaga kamar tidur kaisar Lie Shi Bien 李世民 ketika kaisar selalu merasa diganggu oleh roh-roh jahat saat beristirahat. Setelah mereka berdua mengawal di pintu kamar peraduan; kaisar baru dapat beristirahat dengan nyenyak. Gambar 37. Daun pintu dihiasi tokoh men-shen 门神, dan pada tiang kosen pintu ditulisi men-lian 门联, ambang bawah pintu terdapat penyekat lantai. Klenteng Xie Tian Gong, Bandung. Gambar 38. Daun pintu dilukisi men-shen 门神, dilengkapi lingkaran pemegang-pengetuk pintu tradisional. Klenteng Hok Tek Bio, Bogor. Gambar 39. Daun pintu utama dilukis pejabat istana langit penganugerah keberuntungan dan pejabat istana bumi penganugerah kemakmuran. Lukisan men-shen di tempatkan pada pintu masuk persil di muka. Klenteng Boen San Tong, Cirebon. 124 Elaborasi Makna Pintu sebagai Simbol dalam Arsitektur Vernakular Tionghoa, pada Bangunan Klenteng Tua di Pulau Jawa (Sugiri Kustedja, Antariksa Sudikno, Purnama Salura) Gambar 40. Daun pintu ditulisi kata-kata bijak, sesuai ajaran Confucius. Klenteng Talang, Cirebon. Gambar 41. Penyekat pada ambang bawah pintu. Klenteng Xie Tian Gong, Bandung. Penyekat berfungsi menandai dengan tegas perbatasan ruang dunia sakral di dalam bangunan klenteng, dengan dunia luar yang sekular. Dengan adanya penghalang di atas lantai pengunjung diharuskan menunduk kebawah ketika melangkah dan melihat agar tidak terantuk, dengan sendirinya sikap posisi tubuh ini serupa dengan sikap menghormat pada rupang di dalam klenteng. Ada kepercayaan rakyat juga bahwa roh-roh halus yang berniat buruk, hanya mampu berjalan dengan mengeser kakinya dan tidak bisa melangkah. Sehingga ketika dijumpai penghalang di lantai mereka tidak dapat masuk ke dalam ruangan klenteng. Pemegang pintu dengan bentukan tradisional. Merupakan wajah jiao-tu 椒图 salah satu dari sembilan anak naga. Klenteng Jamblang, Cirebon. 2.6 Gelung pintu men-zan 门簪 Gelung pintu men-zan 门簪 biasa terdapat di bagian atas kosen pintu pada bangunan besar. Awalnya merupakan pasak bagi konstruksi kosen pintu. Kemudian hari berkembang menjadi hiasan khusus yang ditempatkan di atas ambang pintu selalu berpasangan dua buah (kadang juga empat buah), di sisi lebih atas dari men-zan ini sering ditempatkan papan nama bangunannya. Jumlah dan makna yang tertulis pada men-zan menunjukkan posisi dalam kemasyarakatan pemilik bangunan tersebut. Gambar 42. Gelung pintu men-zan 门簪 berbentuk bunga bulat. Klenteng Hok Tek Bio, Bogor Gambar 43. Gelung pintu men-zan 门簪 berbentuk persegi empat, menyatu dengan ambang atas kosen pintu, terbuat dari lempeng batu alam terpahat. Klenteng Xie Tian Gong, Bandung. 125 Zenit Volume 2 Nomor 2 Agustus 2013 Gambar 44. Gelung pintu men-zan 门簪 bermacam bentuk, dengan bentuk tulisan khusus bagi stempel. Klenteng Talang Cirebon. Gambar 45. Men-zan pada klenteng Tiao Kak Sie, Cirebon. 2.7 Daun pintu pendamping Gambar 46. Dua buah pintu yang mengapit pintu masuk utama ke bangunan klenteng sisi barat dan sisi timur. Bagian dari susunan pintu yang disebut san-men 三门 „pintu tiga‟. Klenteng Xie Tian Gong, Bandung. Gambar 47. Pintu kembar berbentuk sama mengapit pada kedua sisi pintu masuk utama. Klenteng Hok Tek Bio, Bogor. Gambar 48. Sepasang pintu service terletak pada dua sisi berhadap-hadapan, tegak lurus pada bidang „pintu tiga‟. Pada masa feudal di Tiongkok dahulu, pintu ini tempat keluar masuknya karyawan atau penjaga pintu rumah. Klenteng Hok Tek Bio, Bogor. 126 Elaborasi Makna Pintu sebagai Simbol dalam Arsitektur Vernakular Tionghoa, pada Bangunan Klenteng Tua di Pulau Jawa (Sugiri Kustedja, Antariksa Sudikno, Purnama Salura) Gambar 49. Sepasang pintu service pada bidang yang berhadap-hadapan. Tetapi pada bidang pintu utama nya hanya ada satu pintu masuk utama, tanpa pintu pengapit. Perhatikan setiap ambang pintu atas diberi bernama berbeda terdiri empat karakter. Klenteng Tiao Kak Sie, Cirebon. 2.8 Pintu samping Pada klenteng dengan bangunan utama dengan denah dasar berbentuk si-he-yuan 四合院, bila ditambah dengan perluasan kearah dua sisi samping secara simetri akan dibuat dua buah pintu samping agar memudahkan keluar masuk penghuni. Pintu demikian secara hirarki diberi nama sebagai pintu xiao-men 小 门 „pintu kecil‟. Dari hirarki bangunan pintu ini selalu sekunder dibandingkan dengan pintu yang terletak di bidang pintu bangunan utama. Tinggi wuwungan atap pelindung pintu dan tinggi permukaan lantai daerah pintu akan lebih rendah dibandingkan dengan ketinggian bagian yang sama pada bangunan utama. Gambar 50. Denah si-he-yuan dengan perluasan pada dua samping. 1 = pintu masuk utama, 2 = courtyard, 3 = ruang leluhur, 4 = sumur matahari ri-jing 日 井, 5 = sumur naga long-jing 龍井, 6 = sumur bulan yue-jing 月井, 7 = sumur harimau hu-jing 虎井. Gambar 51. Pintu samping sisi barat dan timur, dinding teras dilukis mural mengenai sejarah, kepercayaan, teladan kesetiaan, keuletan dalam kehidupan. Ambang pintu atas diberi nama yang berelasi dengan tokoh rupang tuan rumah, daun pintu ditulisi semboyan harapan bagi negara dan pertanian. Klenteng Xie Tian Gong, Bandung. 127 Zenit Volume 2 Nomor 2 Agustus 2013 Gambar 52. Daun pintu dilukis 4 tokoh pelindung agama Buddha. Sedangkan tokoh rupang tuan rumah adalah Hok Tek Ceng Sin dari aliran Taoist. Ada kemungkin pada awal klenteng adalah bagi aliran Buddhist. Klenteng Hok Tek Bio, Bogor. Gambar 53. Pintu samping didaerah barat dan timur, daun pintu ditulisi ajaran aliran Buddhis. Sesuai rupang tuan rumah dewi Kwan Yim. Klenteng Tiao Kak Sie, Cirebon. 2.9 Pintu jenis lain Gambar 54. Sepasang pintu dengan ambang atas melengkung. Pada dinding ruang tersakral klenteng selalu terdapat satu bukaan pintu pada tiap sisi dinding yang berhadapan. Pintu berbentuk demikian sebenarnya merupakan pintu untuk masuk kedaerah taman dari dalam bangunan. Bentuk lengkung dibagian atas menyesuaikan dengan falsafah kosmologi Tionghoa kuno bahwa langit berbentuk kubah bulat (dan bumi persegi). Klenteng Xie Tian Gong, Bandung. Gambar 55. Pintu pada klenteng Klenteng Tiao Kak Sie, Cirebon. Gambar 56. Pintu pada Klenteng Hok Tek Bio, Bogor. 2.10 Mesjid dan Kraton Sumenep, Madura Tambahan contoh pintu berikut tidak terdapat pada bangunan klenteng, tetapi pada bangunan heritage mesjid dan istana Adipati di Sumenep, Madura. 128 Elaborasi Makna Pintu sebagai Simbol dalam Arsitektur Vernakular Tionghoa, pada Bangunan Klenteng Tua di Pulau Jawa (Sugiri Kustedja, Antariksa Sudikno, Purnama Salura) Gambar 57. Pintu masuk ke Mesjid jami di Sumenep, Madura. Masjid ini dibangun setelah selesai pembangunan Kraton Sumenep dipimpin oleh ahli bangunan yang sama Lauw Pia-ngo cucu Lauw Kun-Thing. Lauw Kun-Thing berasal dari Tiongkok dan diperkirakan seorang pelarian dari Semarang ketika perang „Huru-hara Tionghoa‟ (1740 M) melawan Belanda. Lauw Kun-Thing diterima menetap oleh Adipati Sumenep. Masjid jami ini mulai dibangun tahun 1198 H atau 1779 Masehi dan selesai 1206 H atau 1787 M. Bentuk utama dibagian tengah pintu gerbang mirip dengan tempat abu pedupaan Tionghoa (hio-low), lambang penghormatan abadi setinggi-tingginya bagi Alah yang maha kuasa.Di bagian atas terdapat ruang dengan beduk besar. Pembangun dilakukan oleh adipati ke 31 Sumenep; Tumenggung Arya Notokusumo I, atau dikenal juga sebagai Panembahan Sumolo. Gambar 58. Tampak bukaan pintu dari arah halaman dalam mesjid keluar. Perhatikan lukisan ornament hiasan diatas ambang pintu berupa karakter Tionghoa 卍 wan yang artinya tak terhingga. Serupa dengan swastika terbalik, lambang yang sama juga digunakan oleh aliran Buddhist. Gambar 59. Pintu masuk ke kraton Sumenep, Madura. Dibangun dengan pimpinan Lauw Pia Ngo. Gambar 60. Bangunan dengan empat pintu sisi terdapat di lingkungan Istana Sumenep Madura yang dahulu pembangunannya dipimpin oleh Lauw Pia-Ngo. Di dalam bangunan tergantung lonceng. Bangunan jenis ini dalam arsitektur tradisional Tionghoa berfungsi sebagai lambang pengingat, setiap pintu di empat sisinya membawakan pesan keutamaan. Kebenaran yi 義, kebajikan de 德, peruntungan fu 福, dan kebaikan en 恩. Gambar 61. Lonceng di dalam bangunan. Gambar 62. Bangunan sejenis dengan dua tingkat. Sekarang terletak di muka bangunan museum Sumenep. 129 Zenit Volume 2 Nomor 2 Agustus 2013 III. Simpulan dan Saran 3.1 Simpulan Bagi budaya tradisional Tionghoa dengan cara memanfaatkan fungsi simbol yang diterapkan pada elemen pintu sesuatu bangunan (dalam hal ini bangunan klenteng), tersirat banyak pesan unsur budaya, merekam untuk penyampai ulangkan, falsafah, sejarah, budi pekerti, kepercayaan rakyat, narasi dan edukasi. Dalam konteks sejarah; merupakan sarana tunggal penyampaian yang tersedia pada masa kuno dahulu yaitu secara visual dan tertulis. Kondisi dan intensi yang sangat sarat makna ini memanfaatkan secara maksimal dan intensif bagian bangunan yang dikunjungi oleh masyarakat banyak, sehingga mengakibatkan pada daerah pintu utama menimbulkan kesan sangat ramai, festive dan menyolok. Suatu ciri khas pada setiap bangunan klenteng tradisional yang tidak dimiliki oleh bangunan hunian biasa yang berarsitektur Tionghoa tradisional. 3.2 Saran Bangunan klenteng tua dengan arsitektur tradisional sangat membutuhkan perlindungan dan preservasi. Tidak dapat di rubah sembarangan saja, bangunan ini memiliki makna makna tersirat kaya. Sangat bermanfaat untuk objek penelitian antropologi, etnologi, budaya, sejarah nasional Indonesia. Suatu expresi etnik mosaic nasion Indonesia. IV. Daftar Pustaka Li, Zu-ding. 1989. Chinese traditional auspicious patterns. Shanghai. Shanghai Popular Science Press. Ong, Hean Tatt. 1996. Simbolisme hewan Cina. Jakarta. Megapoin. Tjan K., Kwa Tong Hay. 2010. Berkenalan dengan adat dan ajaran Tionghoa. Yogyakarta. Penerbit Kanisius. Williams, C.A.S. 2006. Chinese symbolism and art motifs. Singapore. Tuttle Publishing. Semua foto dalam artikel ini diambil sendiri oleh Penulis. Semua bagan dalam artikel ini digambar sendiri oleh Penulis. 130