MODUL KONSERVASI TANAH DAN AIR (20162-FMKB-103) EROSI OLEH Dr.Ir.H.SYARIFUDDIN KADIR,M.Si. UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Rabbul Alamin yang telah melimpahkan karunia dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Modul ini yang berjudul “Erosi”. Tulisan ini disusun sebagai salah satu Pokok Bahasan pada perkuliahan Konservasi Tanah dan Air (KTA) yang disampaikan pada perkuliahaan semester Genap 2016/2017 dan untuk perkulihan KTA pada semester selanjutnya . Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi tingginya kepada Dekan dan Wakil Dekan I Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat yang telah mendorong saya, sehingga Modul ini dapat terselesaikan untuk dapat bermanfaat kepada mahasiswa peseeta mata Kuliah Konservasi Tanah dan Air. Tujuan Instruksional Umum (TIU): Setelah selesai mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat memahami tentang konservasi terhadap tanah dan air, berbagai metode KTA, penentuan penggunaan lahan sesuai degan kemampuannya, metode pengukuran dan perhitungan erosi serta dapat mempraktikkan di lapangan. Tujuan Instruksional Khusus (TIK): dibahas tentang erosi, agar mahasiswa dapat mengetahui bentuk-bentuk erosi, dan mekanisme terbentuknya; Sub Pokok Bahasan terdiri atas : a) Bentuk-bentuk erosi; b) Proses terjadinya erosi; c) Faktor penentu erosi; d) Pendugaan erosi; e) Dampak, pencegahan dan pengendalian erosi; f) perhitungan tingkat bahaya erosi; dan g) contoh pendugaan dan pembahasan hasil penelitian erosi. Tulisan ini belumlah sempurna, namun, disusun dengan upaya maksimal untuk lebih teliti, walaupun demikian jika masih terdapat kekurangan, maka segala komentar, karenanya, demi penyempurnaannya Modul ini akan diterima dengan senang dan untuk itu di ucapkan terima kasih Banjarbaru, Penulis, November 2016 SYARIFUDDIN KADIR DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR Halaman I. PENGERTIAN EROSI ...................................................................... ……………. 1 II. PROSES TERJADINYA EROSI ...................................................... ……………. 3 III. FAKTOR PENENTU EROSI ............................................................ …………… 3 IV. PENDUGAAN EROSI ...................................................................... …………… 6 V. PENENTUAN TINGKAT BAHAYA EROSI .................................. …………… 10 VI. DAMPAK, PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN EROSI ....... …………… 11 VII. CONTOH HASIL DAN PEMBAHASAN PENDUGAAN EROSI . …………… 13 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. …………… 30 LAMPIRAN CONTOH PETA PENDUGAAN EROSI LAMPIRAN-POWER POINT BAHAN KULIAH DAFTAR TABEL Halaman 1. Matrik Tingkat Bahaya Erosi ................................................................ ……………. 11 2. Jumlah Unit Lahan Lokasi Penelitian ................................................... ……………. 13 3. Nilai erosivitas pada setiap stasiun hujan ............................................. ……………. 14 4. Luasan masing-masing kelas erosivitas hasil interpolasi...................... ……………. 15 5. Hasil Perhitungan Erodibilitas Tanah Pada Setiap Unit Lahan ............ ……………. 16 6. Hasil Perhitungan LS Pada Setiap Unit Lahan ..................................... ……………. 17 7. Luasan, jumlah pixel dan presentase nilai LS ....................................... ……………. 19 8. Nilai C dan luasan untuk setiap unit lahan............................................ ……………. 21 9. Nilai P dan luasan untuk setiap unit lahan ............................................ ……………. 22 10. Nilai Erosi (A) pada setiap unit lahan di DAS Tabunio ....................... ……………. 23 11. Nilai TBE pada setiap unit lahan di DAS Tabunio ............................... ……………. 25 12. Presentasi Luas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di DAS ......................... ……………. 26 13. Lokasi Prioritas dan Arahan Konservasi Lahan DAS Tabunio .......... ……………. 27 14. Hasil Simulasi Arahan Konservasi Lahan DAS Tabunio ................... ……………. 28 DAFTAR GAMBAR 1. Halaman Diagram Pendugaan Nilai Erosi............................................................ ……………. 2 2. Panjang dan kemiringan lereng (LS) berbasis Unit Lahan ................... ……………. 18 3. Panjang dan kemiringan lereng (LS) berbasis Pixel …………………………….. 20 4. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) berbasis Unit Lahan …………………………….. 26 5. Hasil simulasi arahan konservasi hutan dan lahan di DAS Tabunio .... ……………. 29 1 I. PENGERTIAN EROSI Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ketempat lain oleh media alami, yaitu air atau angin (Arsyad 1989). Selanjutnya menurut Yu (2003), rendahnya kapasitas infiltrasi menyebabkan besarnya erosi sebagai akibat tingginya aliran permukaan. Tanah sebagai sumber daya alam telah mengalami berbagai tekanan seiring dengan peningkatan jumlah manusia. Tekanan tersebut telah menyebabkan penurunan mutu tanah yang berujung pada pengurangan kemampuan tanah untuk berproduksi. Penurunan mutu tanah tersebut disebabkan oleh proses pencucian hara dan proses erosi tanah terutama pada lahan-lahan yang tidak memiliki penutupan vegetasi. Erosi merupakan peristiwa hilangnya lapisan tanah atau bagian-bagian tanah di permukaan. Di Indonesia erosi yang sering dijumpai adalah erosi yang disebabkan oleh air. Erosi dapat menimbulkan kerusakan baik pada tanah tempat terjadi erosi maupun pada tempat tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut diendapkan. Kerusakan pada tanah tempat erosi terjadi berupa penurunan sifat-sifat kimia dan fisik tanah yang pada akhirnya menyebabkan memburuknya pertumbuhan tanaman dan rendahnya produktivitas. Sedangkan pada tempat tujuan akhir hasil erosi akan menyebabkan pendangkalan sungai, aduk, situ/danau, dan saluran irigasi. Dengan peningkatan jumlah aliran air di permukaan dan mendangkalnya sungai menyebabkan makin seringnya terjadi banjir (Murdis, 1999). Diagram Alir Pendugaan Nilai Erosi disajikan pada Gambar 1. 2 Unit Lahan lokas penelitian Data Curah Hujan Data Sifat fisik tanah Data Kontur/Lereng Data pengelolaan tanaman Data konservasi tanah Gambar 1. Diagram Alir Pendugaan Nilai Erosi 3 II. PROSES TERJADINYA EROSI Asdak (2010) mengemukakan bahwa proses erosi terdiri atas tiga bagian yang terdiri atas; pengelupasan, pengangkutan, dan pengendapan. Selanjutnya dinyatakan bahwa beberapa tipe erosi permukaan yang umum dijumpai di daerah tropis adalah: 1) erosi pericik (splash erosion); 2) Erosi kulit (sheet erosion); 3) Erosi alur (riil erosion); 4) Erosi parit (gully erosion); dan 5) Erosi tebing sungai (streambank erosion). 1. Erosi percikan (splash erosion) adalah proses curah hujan yang mencapai permukaan tanah sebagai air lolos pada tajuk vegetasi atau lainnya, menimbulkan energi kinetik yang dapat menyebabkan terkelupasnya partikel tanah bagian atas. 2. Erosi kulit (sheet erosion) adalah proses yang terjadi dari kombinasi air hujan dan air larian pada lahan berlereng, hal ini ditandai oleh terkikisnya lapisan tipis permukaan tanah. 3. Erosi alur (riil erosion) adalah proses erosi yang terjadi pengelupasan dan pengangkutan partikel-partikel tanah, akibat tingginya curah hujan sehingga terjadi aliran permukaan yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air. 4. Erosi parit (gully erosion) merupakan proses erosi terjadi akibat terjadinya erosi alur yang membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar. 5. Erosi tebing sungai (streambank erosion) adalah erosi yang terjadi akibat kondisi aliran sungai yang tidak normal dan kondisi kepekaan tanah menyebabkan terjadinya pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai. III. FAKTOR PENENTU EROSI Menurut Utomo (1989), pengelolaan faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi adalah sebagai berikut: 4 1. Faktor energi meliputi: a) erosivitas; b) aliran permukaaan: c) angin; d) relief; e) sudut lereng; f) panjang lereng; dan h) jarak antar teras; 2. Faktor ketahanan meliputi: a) erodibilitas; b) infiltrasi; dan c) pengelolaan tanah; dan 3. Faktor pelindung meliputi: a) kepadatan penduduk; b) tanaman penutup; d) nilai kegunaan; dan e) pengelolaan lahan. Indarto (2010) mengemukakan bahwa aktivitas manusia terhadap erosi sangat berpengaruh sekali seperti adanya perubahan-perubahan tata guna lahan yang sering terjadi di daerah aliran sungai. Selanjutnya Arsyad (2010), mengemukakan bahwa secara keseluruhan terdapat lima faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi besarnya erosi antara lain: 1. Faktor Iklim Iklim adalah faktor yang menentukan kejadian erosi, dalam hal ini curah hujan dinyatakan dalam nilai indeks erosivitas hujan. Di daerah beriklim basah faktor iklim yang dominan mempengaruhi erosi adalah dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan (Arsyad, 2010). Selanjutnya Kartasapoetra (2000) mengemukakan bahwa pada daerah yang beriklim tropis, curah hujan dan temperatur merupakan faktor yang paling besar mempengaruhi terjadinya erosi. Berdasarkan karakteristik catchment area Jaing, maka dapat dinyatakan bahwa curah hujan merupakan salah satu faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap kejadian erosi. 2. Faktor Vegetasi Menurut Utomo (1989), Vegetasi mempengaruhi erosi karena butir-butir hujan jatuh kepermukaan tanah dan dapat menimbukan kerusakan dilindungi oleh vegetasi. Selanjutnya Arsyad 1989) mengemukakan bahwa pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi karena adanya: 1) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan 5 pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah; 2) intersepsi hujan oleh tajuk tanaman; 3) mengurangi kecepatan aliran permukaan; 4) kekuatan perusak air; dan 5) transpirasi yang mengakibatkan kandungan air tanah berkurang sehingga meningkatkan infiltrasi. 3. Faktor Tanah Menurut Arsyad (1989), erodibilitas tanah adalah kondisi mudah tidaknya tanah tererosi atau ketahanan tanah terhadap erosi. Kepekaan tanah untuk tererosi dibedakan oleh sifat fisik dan kimia tanah tersebut. Kepekaan erosi tanah adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah: 1) Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi; permeabilitas dan kapasitas menahan air; dan 2) Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan butirbutir hujan yang jatuh dan aliran permukaan mengikis tanah hingga berpindah dari suatu tempat ketempat lain. 4. Faktor Topografi Asdak (2010) mengemukakan bahwa dua unsur topografi yang paling mempengaruhi erosi adalah panjang lereng dan derajat kemiringan lereng. Unsur lain yang mungkin berpengaruh adalah arah lereng, konfigurasi, keseragamannya. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa kedudukan lereng juga menentukan besar kecilnya erosi, lereng bagian bawah lebih mudah tererosi dari pada lereng bagian atas karena momentum air larian lebih besar dan kecepatan air larian lebih terkonsentrasi ketika mencapai lereng bagian bawah. Selanjutnya Kartasapoetra (2000) mengemukakan bahwa kemiringan lahan merupakan faktor yang sangat perlu diperhatikan, sejak penyiapan lahan pertanian, usaha penanaman, pengambilan produk serta 6 pengawetan lahan tersebut, karena lahan yang mempunyai kemiringan yang lebih besar lebih mudah terganggu. 5. Faktor Manusia Pengaruh manusia terhadap erosi mudah dikenali dengan adanya perubahan-perubahan tata guna lahan yang sering terjadi di suatu wilayah daerah aliran sungai. Banyak daerah-daerah tropis yang dulunya sebagian besar tertutup oleh hutan yang lambat laun berubah menjadi lahan persawahan, pemukiman, belukar bahkan ada yang terbuka (Arsyad, 2010). IV. PENDUGAAN EROSI Pendugaan besarnya erosi dari sebidang tanah/lahan sangat berguna untuk menetapkan cara pencegahan erosi atau sistem pengelolaan tanah pada lahan tersebut agar terjadi kerusakan tanah yang sekecil-kecilnya (Arsyad, 2010). Menurut Asdak (2010), besarnya erosi dilakukan pengukuran secara kualitatif dilakukan dengan cara mengamati tanda-tanda di lapangan yang dapat menunjukkan adanya erosi seperti terbukanya akar-akar pohon dan semak, adanya jalur erosi, adanya real dan atau gully erosion, sedimen tanah dalam saluran/parit. Pendugaan besarnya erosi dengan menggunakan metode modifikasi persamaan USLE yang dilakukan oleh Ruslan (1992) dengan menambah perkalian 0,61. Selain itu, Baja (2012) mengemukakan bahwa erosi dapat di analisis menggunakan USLE, namun memiliki beberapa kerterbatasan, yang sering dipandang sebagai prasyarat yang ditetapkan dalam prosedur pemodelan. Keterbatasan tersebut sebagai berikut: 1. Persamaannya menggunakan pendekatan empiris yang tidak mewakili proses fisik yang sebenarnya dari erosi tanah, 2. Persamaannya digunakan untuk memprediksi kehilangan tanah rata-rata. tahunan, dan tidak untuk kejadian hujan tunggal, 7 3. Hanya digunakan untuk perkiraan erosi lembar dan rill, dan 4. Tidak memperhitungkan deposisi sedimen. Pendugaan besarnya erosi dengan menggunakan rumus USLE (Wischmeier dan Smith, 1978) yang bentuk persamaannya sebagai berikut: A=Rx KxLxSxCxP Keterangan : A = Jumlah tanah yang hilang (Ton/ha/th) R = Faktot erosifitas hujan tahunan rata-rata (mj.cm/ha/jam/tth) K = Faktor erodibilitas tanah (Ton,ha.jam/ha/mj.cm) L = Faktor panjang lereng S = Faktor kemiringan lereng C = Faktor pengelolaan tanaman P = Faktor konservasi tanah Berdasarkan persamaan pendugaan erosi tersebut di atas, maka berikut ini diuraikan setiap factor penentuan besarnya erosi: A. Faktor Erosivitas Hujan (R) Menurut Arsyad (2010) nilai R adalah daya erosi hujan pada suatu tempat atau erosivitas hujan tahunan yang dapat dihitung melalui persamaan Bols dengan rumus: R = 6,119 (Rain)1,21 (Days)-0,47 (MaxP)0,53 Keterangan : R : Faktor erosivitas hujan bulanan rata-rata (KJ/ha/tahun) Rain : Curah hujan rata-rata bulanan (cm) Days : Jumlah hari hujan rata-rata bulanan MaxP : Curah hujan maksimum harian (cm) 8 B. Faktor Erodibilitas Tanah (K) Arsyad (2010) menjelaskan bahwa erodibilitas tanah (K) menunjukkan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi yaitu mudah tidaknya tanah mengalami erosi, erodibilitas tanah dipengaruhi oleh tekstur (pasir sangat halus, debu dan liat), struktur tanah, permeabilitas tanah dan kandungan bahan organik tanah. Erodibilitas tanah dapat dihitung dengan persamaan Wischmeier dan Smith (1978) yaitu :: 100K = 2,713 . 10-4 (12-a)M 1,14 + 3,25 (b-2) + (c-3) Keterangan : K : erodibilitas tanah M : ukuran partikel (% debu + % pasir halus) a : kandungan bahan organik, untuk kadar bahan organik >6 % (tinggi-sangat tinggi), maka nilai 6 merupakan nilai maksimum yang dipakai b : kelas struktur tanah c : kelas permeabilitas C. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) Nilai faktor panjang lereng (L) dan faktor kemiringan lereng (S) diintegrasikan menjadi faktor LS dan dihitung dengan formula yang dikemukakan oleh Asdak (1995) sebagai berikut : S = (0,43 + 0,043 s2)/6,61 LS = L1/2 (0,0138 S2 + 0,00965 S + 0,00138) Keterangan: LS : Nilai faktor lereng dan kemiringan S : Kemiringan lereng aktual (%) S : Kemiringan lereng (%) 9 Jadi nilai indek panjang dan kemiringan lereng adalah hasil perkalian antara nilai aktor panjang lereng (L) dengan nilai faktor kemiringan lereng (S). Faktor LS juga dapat dihitung dari data Digital Elevation Model dengan menurunkan rumus Moore and Burch (1986) dimana perhitungan menggunakan dua faktor utama yaitu flowaccumulation dan kecuraman lereng. Flowaccumulation didapat dengan menggunkan watershed delineation sedangkan kecuraman lereng dihitung dengan menggunakan 3D Analyst, adapun persamaan itu ialah sebagai berikut: LS = (X * CZ / 22.13)0.4 * (sin θ / 0.0896)1.3 Keterangan: LS = Faktor Lereng X = Akumulasi Aliran CZ = Ukuran pixel θ = Kemiringan lereng (%) As-syakur (2008) menyatakan terdapat perbedaan mencolok terhadap hasil prediksi erosi yang menggunakan faktor LS dari hasil analisa SIG dengan penelitian yang menggunakan faktor LS hasil perhitungan data-data lapangan. Perbedaan mencolok tersebut khususnya pada tingkat bahaya erosi berat dan sangat berat, hal tersebut disebabkan karena faktor LS dari hasil analisis SIG sangat memperhitungkan nilai LS ditempat terjadinya akumulasi air sehingga jumlah erosi tanah akan semakin tinggi di daerah-daerah tempat terjadinya akumulasi air. 10 D. Faktor Tanaman Penutup dan Manajemen Tanaman (C) Faktor C menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan tanaman dan manajemen tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan tanpa pengolahan. Faktor ini mengukur kombinasi pengaruh tanaman dan pengelolaannya. Tanpa mengurangi ketelitian prediksi erosi yang hendak dicapai nilai C dapat merujuk pada publikasi yang telah ada sesuai dengan kondisi Indonesia (Ridwansyah et.al, 2010). E. Faktor Tindakan Konservasi Tanah (P) Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi. Termasuk dalam tindakan konservasi tanah adalah penanaman dalam strip, pengolahan tanah menurut kontur, guludan dan teras. Nilai dasar P adalah satu yang diberikan untuk lahan tanpa tindakan konservasi (Ridwansyah et.al, 2010). Tunas (2005) menyatakan khusus untuk parameter CP, nilainya sangat tergantung pada kebiasaan pola tanam masyarakat selama satu tahun dan relatif sulit menetapkan nilai parameter yang sesuai untuk kondisi yang sedang berlangsung pada setiap bulannya. Nilai parameter CP juga bisa ditetapkan terpisah untuk C dan P dan dapat juga ditetapkan satu nilai untuk dua parameter (CP). Hal ini dilakukan pada lahan-lahan alami yang belum dieksploitasi/dimanfaatkan atau lahan-lahan yang belum berubah secara alamiah. V. PENENTUAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) Tingkat bahaya erosi ditentukan dengan memperhitungkan kelas tingkat erosi dan memperhitungkan kedalaman tanah, secara rinci penentuan tingkat bahaya erosi dapat dilihat pada Tabel 1. 11 Tabel 1. Matrik Tingkat Bahaya Erosi Kelas Erosi II III IV Erosi (ton/ha/tahunan) I Solum Tanah (cm) V < 15 15 - 60 60 - 80 180 - 480 > 480 Dalam >90 SR 0 R I S II B III SB IV Sedang 60 - 90 R I S II B III SB IV SB IV Dangkal 30 - 60 S II B III SB IV SB IV SB IV Sangat Dangkal < 30 B III SB IV SB IV SB IV SB IV Sumber : Kementrian Kehutanan (2009). Keterangan : 0 – SR = Sangat Ringan I–R = Ringan II – S = Sedang III – B = Berat IV – SB = Sangat Berat VI. DAMPAK, PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN EROSI Jacob at al. (2009) mengemukakan bahwa kejadian erosi pada lahan pertanian menyebabkan perubahan praktek pertanian. Selanjutnya Roig-Munar at al. (2012) mengemukakan bahwa degradasi lahan menyebabkan terjadi erosi yang mempengaruhi perubahan kondisi sungai. Lebih lanjut Samuels (2008) mengemukakan bahwa pantai yang menonjol keluar ke Samudera Atlantik terlibat dalam proses yang berkesinambungan erosi. Selanjutnya Lantican, Guerra, dan Bhuiyan (2003) mengemukakan bahwa dampak kejadian erosi 12 terdiri atas: a) Meningkatnya tren konsekuen pendangkalan kanal; b) Mengakibatkan signifikan penurunan produktivitas dan pendapatan petani; c) Meningkatnya biaya operasi rutin dan pemeliharaan sungai. Menurut Asdak (2010) berdasarkan rumus USLE, maka komponen yang dapat dikendalikan untuk usaha pencegahan erosi adalah faktor pengelolaan tanaman (c), konservasi (P), dan faktor topografi (LS). Selanjutnya dinyatakan bahwa komponen erodibilitas tanah (K) umumnya di anggap konstan kendatipun dapat pula berubah tergantung dari perubahan struktur tanah. Menurut Baja (2012), DAS merupakan suatu ekosisten yang kompleks, dan kualitas serta kesehatannya sangat ditentukan oleh aktivitas tata guna lahan, hal ini menandakan pentingnya prosedur pemodelan yang dikembangkan, khususnya dalam konteks di mana pola spasial tata guna lahan di masa depan dapat dirancang berbasis risiko degradasi pada suatu DAS, agar erosi dapat terkendali. Selanjutnya menurut Arsyad (2010), konservasi tanah dan air serta pemilihan usaha tani sesuai penggunaan lahan dapat merupakan bagian dari upaya penyelamatan sumberdaya alam (tanah, air, dan hutan). Rayes (2007) mengemukakan bahwa kecuraman lereng suatu lahan dapat meningkatkan aliran permukaan yang berpengaruh terhadap besarnya erosi. Selanjunya Franti et al. (1998) mengemukakan bahwa terasering bertujuan memperpendek panjang lereng yang dapat mengurangi limpasan permukaan yang juga dapat mengurangi jumlah erosi. Selanjutnya menurut Kartasapoetra dan Sotedjo (2000) mengemukakan bahwa erosi dapat disebut pengikisan atau kelongsoran, yang sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan-kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alami ataupun sebagai akibat tindakan/perbuatan manusia. Kadir (2002) melaporkan bahwa kawasan lindung DAS 13 Riam Kanan merupakan salah satu DAS yang dikelompokkan sebagai DAS prioritas penangannya di Indonesia, peranan DAS ini sangat penting bagi daerah Kalimantan Selatan, hal ini disebabkan oleh adanya bangunan waduk PLTA dibagian DAS ini, selain berfungsi sebagai pengendali banjir, namun beberapa tahun terakhir waduk ini terjadi pendangkalan karena besarnya erosi yang terjadi pada catchment area ini. VII. CONTOH HASIL DAN PEMBAHASAN PENDUGAAN EROSI DI DAS TABUNIO A. Unit Lahan Penentuan unit lahan berdasarkan hasil tumpang susun (overlay) antara peta jenis tanah dan peta kelas lereng. Kemudian peta unit lahan tersebut dilakukan tumpang susun lagi dengan peta penutupan lahan, sehingga didapatkan peta unit lahan pada berbagai kondisi penutupan lahan. Unit lahan yang dihasilkan dari overlay ialah sebanyak 8 unit lahan dengan masingmasing 2 (dua) penutuan lahan yang disesuaikan dengan kondisi yang ditemukan di lapangan. Jumlah unit lahan berserta masing-masing tutupan lahannya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Unit Lahan Lokasi Penelitian. No 1 2 3 4 5 6 Unit Lahan UL 1a UL 1b UL 2a UL 2b UL 3a UL 3b UL 4a UL 4b UL 5a UL 5b UL 6a UL 6b Luas (Ha) 1.474 3.327 7.215 4.924 6.859 2.102 3.509 2.407 8.736 3.274 2.450 2.904 Penutupan Lahan Perkebunan Campuran Semak dan Belukar Perkebunan Semak dan Belukar Rawa Tanaman Campuran Pertambangan Perkebunan Campuran Semak dan Belukar Perkebunan Perkebunan Pertanian Lahan Kering Campuran Semak dan Belukar Jenis Tanah Lereng (%) Dystrudepts 0 - 3% Endoaquepts (sulfic) 0 - 3% Hapludox 3 - 8% Kandiudults 3 - 8% Kanhapluduts (skel) 3 - 8% Kanhapluduts 3 - 8% 14 No 7 8 Unit Lahan UL 7a UL 7b UL 8 Luas (Ha) 2.599 5.393 5.389 Penutupan Lahan Perkebunan Semak dan Belukar Hutan Lahan Kering Sekunder Jenis Tanah Lereng (%) Kandiudox 8 - 15% Inceptisols 25 - 40% Sumber: Hasil data primer tahun 2015 Berdasarkan hasil pembuatan unit lahan dapat diketahui beberapa kondisi penutupan lahan yaitu terdiri dari hutan lahan kering sekunder, perkebunan, perkebunan campuran, pertanian lahan kering, tanaman campuran, semak belukar, dan pertambangan. Unit lahan tersebutlah yang juga menjadi dasar lokasi untuk pengambilan sampel tanah. B. Pendugaan Erosi 1. Erosivitas Nilai erosivitas diperoleh dari hasil analisis curah hujan pada stasiun penakar curah hujan terdekat dengan lokasi penelitian selama 10 tahun terakhir yaitu tahun 2005 sampai 2014. Jumlah stasiun hujan yang digunakan dalam analisis erosivitas ialah 6 stasiun, dimana tersebar pada 6 kecamatan yang ada di lokasi penelitian. Nilai erosivitas pada setiap stasiun hujan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai erosivitas pada setiap stasiun hujan No Stasiun Hujan 1 Takisung 2 Pelaihari 3 Tambang Ulang 4 Kurau 5 Batu Ampar 6 Bajuin Sumber: Hasil data primer tahun 2015 Nilai Erosivitas (Kj/ha) 1,708 1,511 1,595 1,149 1,705 1,809 Berdasarkan Nilai erosivitas (R) yang dihitung berdasarkan rumus Bols (1978), dapat diketahui nilai erosivitas tertinggi yaitu pada stasiun Bajuin dengan nilai erosivitas 1809 kj/ha 15 dan yang terendah pada stasiun Kurau dengan nilai erosivitas 1149 jk/ha. Nilai R dari setiap stasiun dilakukan interpolasi geostatistik dengan metode IDW dalam bentuk raster ukuran pixel 30x30 m. Nilai erosivitas hasil interpolasi dan luasan masing-masing kelas erosivitas dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Luasan masing-masing kelas erosivitas hasil interpolasi No 1 2 3 4 5 6 7 8 Nilai Erosivitas (Kj/ha) 1163- 1200 1200 - 1300 1300 - 1400 1400 - 1500 1500 - 1600 1600 - 1700 1700 - 1800 > 1800 Luas (m2) 3.300.491,77 14.933.794,94 24.830.499,37 49.852.787,95 207.355.613,92 230.231.008,46 91.133.266,54 3.973.185,24 Jumlah Pixel 3459 15651 26023 52247 217314 241288 95510 4164 Sumber: Hasil data primer tahun 2015 2. Erodibilitas Erodibilitas tanah dihitung berdasarkan hasil analisis laboratorium pada setiap sampel tanah yang diambil pada masing-masing unit lahan. Perhitungan nilai erobilitas tanah pada setiap unit lahan menggunakan persamaan Wischemeir dan Smith (1978). Hasil perhitungan nilai erodibilitas tanah pada setiap unit lahan dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai Erodibilitas pada setiap unit lahan memiliki nilai yang berbeda-beda, nilai erodibilitas paling tinggi ialah pada unit lahan UL-5A dan yang paling rendah pada unit lahan UL 6A dan UL 7B. Semakin tinggi nilai erodibilitas maka semakin mudah tanah tersebut mengalami erosi. Asdak (2002) menyatakan bahwa peranan tekstur terhadap besar kecilnya erodibilitas tanah adalah besar. Partikel yang kurang tanah adalah debu dan pasir halus. Tanah dengan kandungan debu tinggi merupakan tanah yang mudah tererosi. Tekstur pasir mempunyai daya ikat antar partikel tanah yang kurang mantap sehingga kemantapan agregat tanahnya rendah 16 dibandingkan dengan tekstur liat yang mempunyai daya ikat antar partikel tanah yang sangat kuat sehingga agregat tanahnya sangat sulit dihancurkan oleh butiran hujan. Berdasarkan hal tersebut maka sesuai apabila unit lahan UL 5A memiliki nilai erodibilitas paling tinggi, karena kandungan debu dan pasir halus lebih tinggi dibandingkan dengan unit lahan yang lainnya. Sebagaimana Nunes, Almeida dan Coelho (2011) meyatakan bahwa erosi tanah dapat dikontrol dengan mengubah penggunaan lahan dan meningkatkan penutupan permukaan tanah. Tabel 5. Hasil Perhitungan Erodibilitas Tanah Pada Setiap Unit Lahan Unit Lahan UL 1A UL 1B UL 2A UL 2B UL 3A UL 3B UL 4A UL 4B UL 5A UL 5B UL 6A UL 6B UL 7A UL 7B UL 8 Pasir (%) 14.2 16.49 38.80 51.76 41.35 35.11 69.39 16.55 17.56 58.26 17.21 20.90 64.88 58.06 28.15 Debu (%) 37.37 24.51 13.42 18.17 21.51 35.15 5.87 25.85 29.89 10.78 15.43 17.81 11.45 4.85 14.71 Sumber: Hasil data primer tahun 2015 Keterangan: a : Bahan Organik b : Struktur Tanah c : Permeabilitas Liat (%) 44.46 50.75 41.79 22.17 28.48 18.8 19.9 48.12 40.90 24.99 61.13 57.36 15.98 30.06 51.19 Pasir SH (%) 3.97 8.25 5.99 7.9 8.66 10.94 4.84 9.48 11.65 5.97 6.23 3.93 7.69 7.03 5.95 (a) (b) (c) 6 6 6 6 6 6 2.51 6 6 6 6 6 6 6 6 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 1 3 3 5 1 3 3 3 3 3 Erodibilitas (K) 0.153 0.124 0.104 0.142 0.147 0.169 0.111 0.133 0.210 0.059 0.093 0.096 0.124 0.093 0.100 17 3. Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan dan volume terkikisnya tanah. Makin curam suatu lereng maka kecepatan aliran permukaan semakin besar, dengan demikian maka semakin singkat pula kesempatan air untuk melakukan infiltrasi ke dalam tanah, sehingga menyebabkan volume aliran permukaan besar. Panjang lereng mempengaruhi besarnya limpasan permukaan, semakin panjang suatu lereng maka semakin besar limpasanya. Apabila volume besar maka besarnya kemampuan untuk menimbulkan erosi juga semakin besar. Perhitungan nilai LS dilakukan dengan menggunakan dua persamaan yaitu persamaan yang dikemukakan oleh Asdak (1995) dan persamaan Moore and Burch berbasis SIG. Hasil perhitungan nilai LS untuk masingmasing persamaan dapat dilihat pada Tabel 6. a. Nilai panjang dan kemiringan lereng (LS) berdasarkan persamaan Asdak (1995) Tabel 6. Hasil Perhitungan LS Pada Setiap Unit Lahan No Unit Lahan Panjang Lereng (m) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 UL 1A UL 1B UL 2A UL 2B UL 3A UL 3B UL 4A UL 4B UL 5A UL 5B UL 6A UL 6B UL 7A UL 7B UL 8 150 150 150 150 150 150 150 250 150 270 550 420 450 450 1700 Sumber: Hasil data primer tahun 2015 Kemiringan Lereng (%) 0 - 3% 0 - 3% 0 - 3% 0 - 3% 3 - 8% 3 - 8% 3 - 8% 3 - 8% 3 - 8% 3 - 8% 3 - 8% 3 - 8% 8 - 15% 8 - 15% 25 - 40% LS 0,346 0,346 0,346 0,346 0,819 0,819 0,819 1,057 0,819 1,099 1,568 1,371 2,647 2,647 14,542 18 Berdasarkan pada Tabel 7 di atas terlihat bahwa UL_1a , UL_1b, UL_2a, UL_2b mempunyai nilai LS terendah yaitu 0,346, sedangkan UL_8 mempunyai nilai LS tertingi yaitu 14,524 hal ini disebabkan karena UL_8 memiliki kemiringan lereng 25-40 % serta panjang lereng 1700 m, hal tersebut menunjukan bahwa semakin besar kemiringan dan panjang lereng maka nilai LS juga akan besar. Semakin besar kemiringan lereng maka laju aliran permukaan semakin tinggi dan kemampuan tanah untuk meresapkan air semakin kecil, inilah yang menyebabkan daerah yang memiliki kelerengan besar potensi erosinya lebih besar (Surono et. al, 2013). Panjang dan kemiringan lereng (LS) berbasis Unit Lahan disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Panjang dan kemiringan lereng (LS) berbasis Unit Lahan 19 4. Nilai panjang dan kemiringan lereng (LS) berdasarkan Moore and Burch . Berdasarkan nilai LS yang diperoleh berdasarkan analisis SIG, menunjukan bahwa nilai LS didominasi oleh nilai 0 – 0.5 dengan jumlah pixel 597.459 atau seluas 57.008 ha, sedangkan nilai LS > 27.5 adalah seluas 14 ha dengan jumlah pixel sebanyak 143. Nilai LS yang dihasilkan dari analisis SIG persamaan Moore and Burch memiliki nilai yang berbeda dengan nilai LS menggunakan persamaan Asdak (1995), perbedaan tersebut dikarenakan persamaan Moore and Burch tidak hanya menggunakan parameter kemiringan lereng tetapi juga memperhitungkan tempat terjadinya akumulasi air untuk menentukan nilai LS. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan As-syakur (2008) bahwa faktor LS dari hasil analisis SIG sangat memperhitungkan nilai LS ditempat terjadinya akumulasi air sehingga jumlah erosi tanah akan semakin tinggi di daerah-daerah tempat terjadinya akumulasi air. Sebagaimana Thanapackiam et.al. (2012) mengemukakan bahwa daerah pegunungan bagian hulu DAS, mempunyai profil sungai yang umumnya lebih cekung dan mempunyai jaringan sungai yang lebih rapat dari bagian hilir DAS. Panjang dan kemiringan lereng (LS) berbasis Pixel disajikan pada Gambar 3. Tabel 7. Luasan, jumlah pixel dan presentase nilai LS No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Nilai LS 0 - 0.5 0.5 - 1.5 1.5 - 2.5 2.5 - 3.5 3.5 - 7.5 7.5 - 14.5 14.5 - 20.5 20.5 - 27.5 >27.5 Jumlah Sumber: Hasil data primer tahun 2015 Luas (Ha) Jumlah Pixel % 57.008 4.057 677 269 370 100 28 36 14 62560 597.459 42.532 7.095 2.824 3.882 1.051 297 373 143 655656 91,12385 6,486938 1,082122 0,430714 0,592079 0,160297 0,045298 0,05689 0,02181 100 20 Gambar 3. Panjang dan kemiringan lereng (LS) berbasis Pixel 5. Faktor Pengelolaan Tanaman (C) Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, dapat diketahui bahwa nilai pengelolaan tanaman (C) untuk setiap tutupan lahan yang ada pada setiap unit lahan dapat dilihat pada Tabel 8. Tutupan lahan pada DAS Tabunio didominasi oleh areal perkebunan dengan nilai C (0,5). Nilai C paling tinggi ada pada areal pertambangan yaitu 1, sedangkan nilai C terendah pada areal hutan lahan kering sekunder dengan nilai 0,005. Vegetasi penutup tanah sangat besar pengaruhnya terhadap aliran permukaan dan erosi. Semakin banyak vegetasi maka akan semakin memperendah laju erosi yang akan terjadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Arsyad (2010) bahwa vegetasi merupakan faktor yang penting dalam terjadinya erosi, air hujan yang jatuh ke 21 permukaan tanah akan dapat tertahan dalam tajuk-tajuk vegetasi sehingga tenaga kinetik air tidak langsung mengenai permukaan tanah. Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan air larian, menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya dan mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air. Tabel 8. Nilai C dan luasan untuk setiap unit lahan No Unit Lahan Penutupan Lahan 1 UL 1a Perkebunan Campuran UL 1b Semak dan Belukar UL 2a 2 Perkebunan sawit UL 2b Semak dan Belukar Rawa 3 UL 3a Tanaman Campuran UL 3b Pertambangan 4 UL 4a Perkebunan Campuran UL 4b Semak dan Belukar 5 UL 5a Perkebunan sawit UL 5b Perkebunan karet 6 UL 6a Pertanian Lahan Kering UL 6b Semak dan Belukar (dibakar setiap tahun) 7 UL 7a Perkebunan karet UL 7b Perkebunan sawit 8 UL 8 Hutan Lahan Kering Sekunder Sumber: Kementrian Kehutanan, 2009 Nilai (C) 0,6 0,4 0,5 0,02 0,1 1 0,5 0,4 0,5 0,6 0,45 0,1 0,6 0,5 0,005 Zhao et al. (2012) menyatakan bahwa perubahan vegetasi penutupan lahan suatu DAS atau sub DAS dapat berpengaruh terhadap tingginya aliran permukaan pada musim hujan, sehingga dapat menyebabkan fluktuasi debit yang tidak normal dan menyebabkan terjadinya banjir. Kadir et,al (2013) menyatakan penutupan dan penggunaan lahan dapat berdampak positif meningkatkan kesejahteraan, tetapi juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan dan tingginya aliran permukaan yang dapat menyebabkan terjadinya banjir dan 22 meningkatkan tingkat bahaya erosi jika pelaksanaannya tidak mempertimbangkan kelestarian lingkungan. 6. Pengelolaan Konservasi Tanah (P) Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, dapat diketahui bahwa nilai upaya pengelolaan konservasi tanah (P) untuk setiap tutupan lahan yang ada pada setiap unit lahan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai P dan luasan untuk setiap unit lahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 Unit Lahan UL 1a UL 1b UL 2a UL 2b UL 3a UL 3b UL 4a UL 4b UL 5a UL 5b UL 6a UL 6b UL 7a UL 7b UL 8 Penutupan Lahan Perkebunan Campuran Semak dan Belukar Perkebunan sawit Semak dan Belukar Rawa Tanaman Campuran Pertambangan Perkebunan Campuran Semak dan Belukar Perkebunan sawit Perkebunan karet Pertanian Lahan Kering Semak dan Belukar Perkebunan karet Perkebunan sawit Hutan Lahan Kering Sekunder Nilai (P) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0,35 1 0,35 0,6 1 Keterangan Tidak ada konservasi tanah Tidak ada konservasi tanah Tidak ada konservasi tanah Tidak ada konservasi tanah Tidak ada konservasi tanah Tidak ada konservasi tanah Tidak ada konservasi tanah Tidak ada konservasi tanah Tidak ada konservasi tanah Tidak ada konservasi tanah Teras Tradisional Tidak ada konservasi tanah Teras Tradisional Kontur kroping 8 - 15% Tidak ada konservasi tanah Sumber: Kementrian Kehutanan, 2009 C. Besar Erosi dan Tingkat Bahaya Erosi Menggunakan Faktor LS berbasis Unit Lahan Perhitungan besarnya erosi dilakukan pada setiap unit lahan dengan menggunakan rumus USLE. Hasil perhitungan besarnya erosi pada setiap unit lahan dapat dilihat pada Tabel 10. 23 Tabel 10. Nilai Erosi (A) pada setiap unit lahan di DAS Tabunio No Unit Lahan Luas (ha) (R) (K) LS (C) (P) A 1 UL 1A UL 1B UL 2A UL 2B UL 3A 1.474 3.327 7.215 4.924 6.859 1579 1579 1579 1579 1579 0,153 0,124 0,104 0,142 0,147 0,35 0,35 0,35 0,35 0,82 0,6 0,4 0,5 0,02 0,1 1 1 1 1 1 50,88 27,16 28,55 1,55 19,07 UL 3B 2.102 1579 0,169 0,82 1 1 219,08 UL 4A UL 4B UL 5A UL 5B UL 6A UL 6B UL 7A UL 7B UL 8 3.509 1579 1579 1579 1579 1579 1579 1579 1579 1579 0,111 0,133 0,210 0,059 0,093 0,096 0,124 0,093 0,100 0,82 1,06 0,82 1,10 1,57 1,37 2,65 2,65 14,54 0,5 0,4 0,5 0,6 0,45 0,1 0,6 0,5 0,005 1 1 1 1 0,35 1 0,35 0,6 1 71,49 89,11 136,11 61,93 36,35 20,87 108,80 116,34 11,44 2 3 4 5 6 7 8 2.407 8.736 3.274 2.450 2.904 2.599 5.393 5.389 Sumber: Hasil data primer tahun 2015 Keterangan : A R K LS C P = Jumlah erosi (ton/ha/thn) = Nilai erosivitas = Nilai erodibiltas = Nilai panjang dan kemiringan lereng = Nilia penutupan lahan = Nilai tindakn konservasi Berdasarkan Tabel 10 di atas terlihat bahwa unit lahan UL_3b mempunyai jumlah erosi yang terbesar yaitu 219,08 ton/ha/thn, hal ini disebabkan karena pada unit lahan ini penutupan lahannya adalah pertambangan dengan kemiringan lereng 3 – 8 %. Nilai erosi terkecil terdapat pada unit lahan UL_2b dan UL_8, yaitu berturut-turut 1,55 ton/ha/thn dan 11,44 ton/ha/thn. Unit lahan UL_2b memiliki kondisi tutupan lahan berupa semak belukar rawa yang terletak di daerah pesisir pantai dengan kemiringan lereng 0 – 3 %. Kondisi kelerengan yang landai juga didukung oleh faktor penutupan lahan yang ada pada unit lahan UL_2b berupa semak belukar rawa, 24 dimana areal tersebut merupakan alang-alang permanen dengan genangan air sehingga faktorfaktor penyebab erosi tidak terlalu mempengaruhi. Pendugaan erosi yang dilakukan juga menunjukan jumlah erosi yang rendah pada unit lahan UL_8, dimana penutupan lahannya berupa hutan lahan kering sekunder. Hal ini terjadi karena hutan memiliki struktur vegetasi yang berlapis. Air hujan tidak langsung mengenai permukaan tanah, akan tetapi tertahan lebih awal pada strata paling atas, terus ke strata kedua, sampai jatuh kepermukaan juga masih tertahan oleh serasah, ranting-ranting pohon. Tingkat bahaya erosi (TBE) ditentukan berdasarkan tabel penentuan tingkat bahaya erosi (Ditjen RRL, 1998) dengan memasukan parameter kedalaman solum tanah dari masing-masing jenis tanah yang ada di DAS Tabunio. Nilai TBE pada setiap unit lahan di DAS Tabunio disajikan pada Tabel 11. Hasil analisis tingkat bahaya erosi (TBE) di DAS Tabunio menunjukan kelas sangat ringan hingga berat, sebagaimana digambarkan dalam Peta TBE untuk setiap unit lahan. TBE berat terdapat pada unit lahan UL_3b , UL_4a, UL_4b, UL 5a dan UL_5b dengan total luas 20.028 ha. TBE sedang terdapat pada unit lahan UL_1b, UL_6a, UL_6b, Ul_7a dan UL_7b dengan total luas 16.673 ha. TBE ringan terdapat pada unit lahan UL_1a, UL_2a dan UL_3a dengan total luas 15.548 ha. TBE sangat ringan terdapat pada unit lahan UL_2b dan UL_8 dengan total luas 10.313 ha. Presentasi luas TBE pada masing-masing unit lahan di DAS Tabunio disajikan pada Tabel 12. 25 Tabel 11. Nilai TBE pada setiap unit lahan di DAS Tabunio No Unit Lahan Luas (ha) 1 UL 1A 2 3 4 5 6 7 8 Kedalaman BahayaErosi TBE Kelas Dalam ton/ha/thn Kelas 1.474 (cm) > 90 50,88 II Ringan UL 1B 3.327 60 – 90 Sedang 27,16 II Sedang UL 2A 7.215 > 90 Dalam 28,55 II Ringan UL 2B 4.924 > 90 Dalam 1,55 I Sangat Ringan UL 3A 6.859 > 90 Dalam 19,07 II Ringan UL 3B 2.102 > 90 Dalam 219,08 IV Berat UL 4A UL 4B UL 5A UL 5B UL 6A UL 6B UL 7A UL 7B UL 8 3.509 2.407 8.736 3.274 2.450 2.904 2.599 5.393 5.389 60 – 90 60 – 90 60 – 90 60 – 90 60 – 90 60 – 90 > 90 > 90 > 90 Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Dalam Dalam Dalam 71,49 89,11 136,11 61,93 36,35 20,87 108,80 116,34 11,44 III III III III II II III III I Berat Berat Berat Berat Sedang Sedang Sedang Sedang Sangat Ringan Sumber: Hasil data primer tahun 2015 Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa terdapat nilai TBE yang berbeda pada unit lahan dengan tutupan lahan yang sama, seperti pada UL 2A dan UL 5A dengan tutupan lahan berupa lahan perkebunan. Terjadi perbedaan nilai TBE pada unit lahan dengan tutupan lahan yang sama disebabkan oleh beberapa faktor yaitu adanya perbedaan solum tanah, nilai erodibilatas, dan nilai kelerengan. Unit lahan UL 2A memiliki kelas solum tanah dalam (>90 cm), nilai erodibilitas 0,104 dan nilai faktor kelerengan sebesar 0,35 sehingga menghasilkan nilai TBE ringan, sedangkan unit lahan UL 5A memiliki kelas solum tanah sedang (60 – 90 cm), nilai erodibilitas 0,210 dan nilai kelerengan sebesar 0,82 sehingga menghasilkan nilai TBE berat. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) berbasis Unit Lahan disajikan pada Gambar 4. 26 Gambar 4. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) berbasis Unit Lahan Tabel 12. Presentasi Luas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di DAS Tabunio No Unit Lahan Tutupan Lahan UL 2B Semak dan Belukar Rawa 1 2 3 UL 8 Hutan Lahan Kering Sekunder UL 1A UL 2A UL 3A UL 3B UL 4A UL 4B UL 5A UL 5B Perkebunan Campuran Perkebunan Tanaman Campuran Pertambangan Perkebunan Campuran Semak dan Belukar Perkebunan Pertanian Lahan Kering TBE Sangat Ringan Sangat Ringan Ringan Ringan Ringan Berat Berat Berat Berat Berat Luas (ha) (ha) Jumlah (%) 4.924 10.311 16,48 15.548 24,85 20.028 32,01 5.387 1.474 7.215 6.859 2.102 3.509 2.407 8.736 3.274 27 4 UL 1B Pertanian Lahan Kering Sedang 3.327 UL 6A UL 6B UL 7A UL 7B Pertanian Lahan Kering Semak dan Belukar Perkebunan Perkebunan Jumlah Sedang Sedang Sedang Sedang 2.450 2.904 2.599 5.393 62.560 16.673 26,65 62.560 100 Sumber: Hasil data primer tahun 2015 D. Penentuan Lokasi Prioritas Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Berdasarkan hasil evaluasi tingkat bahaya erosi (TBE) menggunakan SIG berbasis pixel, maka dapat ditentukan lokasi prioritas kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di DAS Tabunio, yaitu pada daerah yang memiliki TBE kelas berat, adapun arahan dalam kegiatan rehabilitasinya terdiri atas pendekatan vegetatif dan pendekatan mekanis. Berikut lokasi prioritas dan arahan rehabilitasi hutan dan lahan di DAS Tabunio yang disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Lokasi Prioritas dan Arahan Konservasi Lahan DAS Tabunio No 1 Unit Lahan UL_2a Tutupan Perkebunan TBE Berat 2 UL_3b Pertambangan Berat 3 UL_5a Perkebunan Berat Total Arah Rehabilitasi Teras Tradisional Reboisasi dan Teras Tradisional Teras Tradisional Luas (ha) 32,05 13,86 9,35 55,26 Sumber: Hasil data primer tahun 2015 Pengendalian erosi secara mekanis merupakan pengendalian erosi yang memerlukan beberapa sarana fisik antara lain pembuatan teras dan saluran pembuangan air. Arahan ini dilakukan untuk Unit Lahan UL_2a dan UL_5a yang merupakan areal perkebunan, dimana salah satu cara yang masih bisa dilakukan tanpa harus mengubah jenis tanaman. Selain itu, pembuatan teras juga memberikan manfaat seperti pernyataan Wijayanti (2011) yang menjelaskan bahwa pembuatan teras bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penerapan teknik konservasi tanah, dan memfasilitasi pengelolaan lahan (land management facility), di antaranya untuk fasilitas jalan 28 dan penghematan tenaga kerja dalam pemeliharaan tanaman. Jenis teras yang direkomendasikan ialah teras tradisional, yaitu berupa teras kebun sesuai dengan pernyataanSukartaatmadja (2004) bahwa teras kebun dibuat pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng antara 30 – 50 % yang direncanakan untuk areal penanaman jenis tanaman perkebunan. Ukuran lebar jalur teras dan jarak antar jalur teras disesuaikan dengan jenis komoditas. Dalam pembuatan teras kebun, lahan yang terletak di antara dua teras yang berdampingan dibiarkan tidak diolah. Pengendalian erosi secara vegetatif, merupakan pengendalian erosi yang didasarkan pada peranan tanaman yang ditanam atau tumbuh bertujuan untuk mengurangi daya pengikisan dan penghanyutan tanah oleh aliran permukaan. Arahan konservasi pendekatan vegetatif sangat cocok diterapkan pada unit lahan UL_3b yang merupakan areal pertambangan. Kegiatan reklamasi berupa pengaturan lahan dan penanaman harus segera dilakukan khususnya pada lokasi yang telah selesai ditambang. Sajikumar dan Remya (2015) menyatakan bahwa efek pengendalian erosi melalui penggunaan lahan terhadap karakteristik limpasan-permukaan pada suatu DAS. Limpasan permukaan berkurang seiring bertambahnya vegetasi penutupan lahan. Berdasarkan arahan kegiatan konservasi lahan seperti yang dijelaskan di atas, maka dapat dibuat simulasi yang menghasilkan nilai TBE baru apabila arahan konservasi tersebut dilakukan. Hasil simulasi arahan kegiatan konservasi lahan disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil Simulasi Arahan Konservasi Lahan DAS Tabunio No Unit Lahan Tutupan TBE Arah Rehabilitasi 1 UL_2a Perkebunan Berat 2 UL_3b Pertambangan Berat 3 UL_5a Teras Tradisional Reboisasi dan Teras Tradisional Teras Tradisional Perkebunan Berat Total Sumber: Hasil data primer tahun 2015 TBE Simulasi Ringan Luas (ha) 32,05 Ringan 13,86 Ringan 9,35 55,26 29 Hasil dari simulasi arahan konservasi lahan menunjukan bahwa TBE pada unit lahan UL_2a, UL3b dan UL_5a yang sebelumnya kelas berat berubah menjadi TBE kelas ringan. Penurunan TBE tersebut dikarenakan adanya perubahan vegetasi penutupan lahan (faktor C) berupa reboisasi dan konservasi tanah pembuatan teras tradisional yang akan memperkecil nilai erosi yang ada di DAS Tabunio. Hasil simulasi arahan konservasi hutan dan lahan di DAS Tabunio disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Hasil simulasi arahan konservasi hutan dan lahan di DAS Tabunio. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air, Edisi Kesatu. IPB Press. Bogor. Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air, Edisi Kedua Cetakan Kedua. IPB Press. Bogor. Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan Kelima (revisi). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. As-syakur, Abdul Rahman. 2008. Prediksi Erosi dengan Menggunakan Metode USLE dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Berbasis Pixel di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan. Bandung: Jurnal PIT MAPIN XVII. Baja,S. 2012a. Tata guna lahan dan pengembangan wilayah. Pendekatan spasial dan aplikasinya. Andi Yogyakarta. Franti, T. G., Peter, C. J., Tierney, D. P., Fawcett, R. S., and Myers, S. A. (1998). Reducing herbicide losses from tile-outlet terraces. Journal of Soil and Water Conservation. 53 (1): 25-31. Indarto. 2010. Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Bumi Aksara. Jakarta. Jacob, J., Disnar, J., Arnaud, F., Gauthier, E., Billaud, Y., Chapron, E., and Bardoux, G. (2009). Impacts of New Agricultural Practices on Soil Erosion During the Bronze Age in the French Prealps. The Holocene. 19 (2): 241-249. doi:http://dx.doi.org/10.1177/0959683608100568. Kadir,S. 2002. Pengelolaan DAS Terpadu di Kawasan Lindung Riam Kanan Provinsi Kalimantan Selatan, Jurnal Tropika. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang 10 (1): 87-99. Kementrian Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.32/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL – DAS). Jakarta Kartasapoetra,G., Kartasapoetra, A.G., dan Sutedjo, M.M. 2000. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. P.T PT. Rineka Cipta Cetakan kempat, Jakarta. Kementrian Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.32/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL – DAS). Jakarta Lantican, M. A., Guerra, L. C., and Bhuiyan, S. I. 2003. Impacts of Soil Erosion in The Upper Manupali Watershed on Irrigated Lowlands in the Philippines. Paddy and Water Environment. 1 (1): 19-26. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s10333-002-0004-x Moore I, Burch G. 1986. Physical basis of the length-slope factor in the universal soil loss equation. Soil Sci Soc Am J 50;1294-1298. Murdis, R. 1999. Pendugaan Erosi dengan Pendekatan USLE (Universal Soil Loss Equation) Menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi) di Sub-DAS Ciwidey, Bandung. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Nunes, A.N., A.C. de Almeida dan C.O.A. Coelho. 2011. Impacts of land use and cover type on runoff and soil erosion in a marginal area of Portugal. Applied Geography, 31(2): 687-699 Rayes, M.L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Alam. CV Andi Offset. Yoyakarta. Ridwansyah, Iwan, Meti Yulianti dan Dini Daruati. 2010. Permodelan ErosiSedimentasi Menggunakan GIS di Hulu Waduk Kedungombo. Jurnal Prosiding Seminar Nasional Liminologi V Tahun 2010. Sajikumar,N. dan R.S. Remya. 2015. Impact of land cover and land use change on runoff characteristics. Journal of Environmental Management, In Press, Corrected Proof, Available online 7 January 2015 Samuels, M. H. 2008. U.S. Eastern District Court Rules Suffolk Jetties Didn't Cause Beach Erosion. Long Island Business News, Retrieved from http://search.proquest.com/docview/223589147?accountid=46437. Surono, Jailani Husain, Yani E.B. Kamagi, dan Jeane Lengkong. 2013. Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Memprediksi Erosi Dengan Metode USLE di Sub DAS Dumoga. Jurnal unsrat vol 3, No 5 Tahun 2013. Thanapackiam, P., Salleh, K.O., and Ghaffar, F.Ab. 2012. Vulnerability and Adaptation of Urban Dwellers in Slope Failure Threats - A Preliminary Observation for the Klang Valley Region. Journal of Environmental Biology. 33 (2): 373-379. Tunas, I Gede. 2005. Prediksi Erosi Lahan DAS Bengkulu dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Palu: Jurnal SMARTek, Vol 3, No, 3 Agustus 2005: 137 – 145. Utomo, W. H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia; Suatu Rekaman dan Analisa. CV Rajawali. Jakarta. Wischmeier, W.H. and Smith,D.D. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses. A Guite to Conservation Planning, US Department of Agriculture Handbook No. 537, USDA, Washington, D.C. Yu, J., Lei, T., Shainberg, I., Mamedov, A. I., and Levy, G. J. (2003). Infiltratin and Erosion in Soils Treated With Dry Pam and Gypsum. Soil Science Society of America Journal. 67 (2): 630-636. Zhao, Y., Zhang, K., Fu, Y. dan Zhang, H. 2012. Examining Land-Use/Land-Cover Change in the Lake Dianchi Watershed of the Yunnan-Guizhou Plateau of Southwest China with remote sensing and GIS techniques: 1974–2008. International Journal of environmental research and public health, 9 (11): 3843–3865. KONSERVASI TANAH DAN AIR EROSI Bahan kuliah untuk keperluan pendidikan dan pengajaran Dr. Ir. H. Syarifuddin Kadir, MSi UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEHUTANAN BANJARBARU TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah selesai mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat memahami tentang konservasi terhadap tanah dan air, berbagai metode KTA, penentuan penggunaan lahan sesuai degan kemampuannya, metode pengukuran dan perhitungan erosi serta dapat mempraktikkan di lapangan. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Dibahas terkait erosi, agar mahasiswa mengetahui faktor penyebab terjadinya erosi, metode pendugaan dan faktor yang menentukan besar kecilnya erosi serta pengendaliannya POKOK BAHASAN = I. II. III. IV. V. VI. VII. PENGERTIAN EROSI PROSES TERJADINYA EROSI FAKTOR PENENTU EROSI PENDUGAAN EROSI PENENTUAN TINGKAT BAHAYA EROSI DAMPAK, PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN EROSI CONTOH HASIL DAN PEMBAHASAN PENDUGAAN EROSI Erosi adalah Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah dari suatu tempat ke tempat yang lainnya oleh media alam (air atau anging) peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es Faktor alami. Ex : karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman penutup tanah dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal. Erosi yang disebabkan oleh aktivitas manusia Ex : penggundulan hutan, kegiatan pertambangan perkeunanan dan perladangan Iklim Topografi Vegetasi Tanah Manusia. 1. Rain Splash Erosion (Erosi Cipratan Air Hujan) Air hujan yang jatuh akan menumbuk permukaan tanah, mengganggu struktur tanah Adalah erosi dalam bentuk lembaran-lembaran pada permukaan tanah. Tejadi pengangkatan dan pemindahan tanah demikian merata pada bagian permukaan tanah Daya aliran air dengan mudah terus akan melakukan pengikisan kebagian bawahnya, dengan demikian pengikisan terus merambat kebagian bawahnya lagi dan terbentuklah alur-alur pada permukaan tanah dari atas memanjang kebawah, alur ini adalah dangkal Erosi parit sangat erat hubungannya dengan erosi alur, karena memang erosi parit melanjutkan aktivitas daya pengikisan partikel tanah pada alur-alur yang sudah terbentuk Menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di SUNGAI Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan mempengaruhi kelancaran jalur pelayaran. Metode konservasi tanah dan air pada umumnya dilakukan untuk: 1. Melindungi tanah dari curahan langsung air hujan 2. Meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah 3. Mengurangi run off (aliran air permukaan tanah) 4. Meningkatkan stabilitas agregat tanah. 1.Metode Vegetatif 2.Metode Mekanik 3.Metode Kimia Metode vegetatif adalah metode konservasi tanah dan air dengan cara menanam vegetasi (tumbuhan) pada lahan yang dilestarikan a. Penghijauan b. Reboisasi c. Penanaman secara contur (contour strip cropping) d. Penanaman tanaman secara berbaris (strip cropping) e.Pergiliran tanaman (croprotation) Metode mekanik adalah metode konservasi tanah dan air melalui teknik-teknik pengolahan tanah yang dapat memperlambat aliran permukaan Metode kimia dilakukan dengan menggunakan bahan kimia (soil conditioner) untuk memperbaiki struktur tanah, yaitu meningkatkan kemantapan agregat (struktur tanah) TERIMAKASIH ATAS PERHATIAN TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA EROSI, METODE PENDUGAAN DAN FAKTOR YANG MENENTUKAN BESAR KECILNYA EROSI SERTA PENGENDALIANNYA KONSERVASI TANAH DAN AIR EROSI Bahan kuliah untuk keperluan pendidikan dan pengajaran Dr. Ir. H. Syarifuddin Kadir, MSi UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEHUTANAN BANJARBARU TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah selesai mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat memahami tentang konservasi terhadap tanah dan air, berbagai metode KTA, penentuan penggunaan lahan sesuai degan kemampuannya, metode pengukuran dan perhitungan erosi serta dapat mempraktikkan di lapangan. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Dibahas terkait EROSI, agar mahasiswa dapat mengetahui proses perhitungan pendugaan besarnya erosi pada setiap unit lahan POKOK BAHASAN = PERHITUNGAN PENDUGAAN EROSI MENGGUNAKAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation ) PERHITUNGAN EROSI Perkiraan besarnya erosi pada setiap unit lahan dihitung dgn menggunakan rumus yang dikembangkan oleh: Wischmeier dan Smith pada tahun 1978 dalam bentuk persamaan yg dikenal dengan: UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION (USLE) (Utomo, 1994 dan Asdak, 2010) A = R.K.L.S.C.P.0,61 Keterangan : A = Jumlah tanah yang hilang (Ton/ha/th) R = Faktot erosifitas hujan tahunan rata-rata (mj.cm/ha/jam/tth) K = Faktor erodibilitas tanah (Ton,ha.jam/ha/mj.cm) L = Faktor panjang lereng S = Faktor kemiringan lereng C = Faktor pengelolaan tanaman P = Faktor konservasi tanah 1. Erosivitas Hujan (R) Nilai (R) dihitung dgn menggunakan rumus Bols 1978 (Ditjen RRL, 1998), yaitu R m 6,119 ( Rain ) 1, 21 m x ( Days ) 0 , 47 m x ( MaxP ) 0 , 53 m Keterangan : Rm = Erosivitas curah hujan bulanan rata-rata (EI30 (mj.cm/ha/jam/bulan) (Rain)m = Curah hujan rata-rata bulanan (cm) (Days)m = Jumlah hari hujan rata-rata bulanan (hari) (MaxP)m = Curah hujan harian rata-rata maksimal (cm) Dan ; 12 R ( Rm ) m 1 Keterangan : R = Erosivitas hujan tahunan rata-rata = jumlah Rm selama 12 bulan. 2) Erodibilitas Tanah (K) K : menunjukan nilai kepekaan suatu jenis tanah terhadap daya penghancuran dan penghanyutan air hujan (Kartasapoetra. Dkk, 2000). Besarnya nilai faktor K ini ditentukan dgn menganalisis sifat fisik tanah yg : a. tekstur, b. struktur, c. permeabilitas dan d. kandungan bahan organik. Hasil dr analisis sifak fisik tanah meliputi tekstur, struktur, permeabilitas tanah dimasukan dengan angka pendekatan sebagaimana dikemukakan oleh Dep. Kehutanan (1985) Tabel 1. a. Tekstur tanah Tanah disusun dari butir-butir tanah dengan berbagai ukuran. A. Bagian butir tanah yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar tanah seperti kerikil, koral sampai batu. B. Bagian butir tanah yang berukuran kurang dari 2 mm disebut bahan halus tanah. Bahan halus tanah dibedakan menjadi: (1) pasir, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,050 mm sampai dengan 2 mm. (2) debu, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,002 mm sampai dengan 0,050 mm. (3) liat, yaitu butir tanah yang berukuran kurang dari 0,002 m Tekstur tanah : menunjukkan kasar halusnya tanah. Tekstur tanah : merupakan perbandingan antara butir-butir pasir, debu dan liat. Tekstur tanah : dikelompokkan dalam 12 klas tekstur. Tekstur tanah : dibedakan berdasarkan prosentase kandungan (%) pasir, debu dan liat KELAS TEKSTUR TANAH ADA 12 KELAS TEKSTUR BERDASARKAN USDA 1.PASIR 2.PASIR BERLEMPUNG 3.LEMPUNG BERPASIR 4.LEMPUNG LIAT BERPASIR 5.LEMPUNG BERDEBU 6.LEMPUNG 7.LEMPUNG LIAT BERPASIR 8.LIAT LIAT BERDEBU 9.LEMPUNG BERLIAT 10.LIAT BERPASIR 11.LIAT BERDEBU 12.LIAT b. Struktur tanah Pengertian Struktur Tanah - Struktur tanah adalah susunan atau agregasi partikel-parikel primer tanah (pasir, debu, liat) secara alami menjadi berbagai kelompok partikel yang satu sama lain berbeda dalam ukuran dan bentuknya, dan dibatasi oleh bidang-bidang Struktur tanah yang baik adalah mengandung udara dan air dalam jumlah cukup dan seimbang serta mantap. No Tipe struktur 1. Granular sangat halus 1 2. Granular halus 2 3. Granular kasar 3 4. Gumpal, lempeng, pejal 4 Sumber : Dit. Jendl eboisasi dan Rehab. Lahan (1998). Nilai S Struktur Tanah: Pengertian Struktur tanah adalah susunan agregat primer tanah secara alami menjadi bentuk tertentu dibatasi oleh beberapa bidang Struktur tanah terbentuk karena penggabungan butirbutir primer tanah oleh pengikat koloid tanah menjadi agregrat primer Sekelompok tanah terdiri dari gumpalan-gumpalan kecil beraneka bentuk yang disebut agregat sekunder = Struktur makro Bagian-bagian ini terbentuk dari penggabungan butir-butir lebih kecil yang disebut agregat primer = struktur mikro . Struktur Tanah: Bentuk/tife Struktur Lapisan tanah umumnya mempunyai tiga bentuk struktur: 1. Struktur Gumpal Struktur ini biasanya terdapat pada tanah liat. Gumpalan tanah biasanya lebih besar daripada struktur lain, dan terdapat lebih banyak pori-pori mikro yang terisi oleh air daripada pori-pori makro sehingga tata udaranya kurang baik. Struktur ini biasanya mudah larut karena air hujan. 2. Struktur Remah Struktur ini adalah gumpalan yang lebih kecil. Pada struktur remah terdapat pori-pori makro non-kapiler yang tidak terisi air melainkan oleh udara. Ruang pori-pori mikro bersifat kapiler yang dapat menahan air dan tidak merembes ke bawah. Mudah larutnya struktur remah oleh air hujan tergantung dari sifat bahan perekat yang membentuknya. Adanya bahan organik cenderung membentuk struktur remah yang stabil dan mantap. Pada struktur remah terdapat keseimbangan yang baik antara udara dan air tanah sebagai medium larutnya unsur hara tanaman. Struktur rermah merupakan struktur yang sangat baik untuk tanaman. 3. Struktur Butir Sebenarnya struktur ini bukan merupakan struktur melainkan campuran butir-butir primer yang kasar tanpa adanya bahan pengikat agregat. Struktur ini terdapat pada tanah-tanah pasir, pasir berlempung, atau pasir berdebu. Porositas tanahnya tinggi kaya pori-pori makro dan mudah merembeskan air menyebabkan tanah mudah mengering C. Permeabilitas Penilaian permeabilitas tanah dilakukan di Laboratorium melalui sampel tanah yang diambil di lapangan berdasarkan setiap unit lahan. Penilaian permeabilitas tanah disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Penilaian permeabilitas tanah No Tipe permeabilitas cm / Jam Nilai P > 12,7 1 1. Cepat 2. Sedang sampai cepat 6,3 – 12,7 2 3. Sedang 2,0 – 6,3 3 4. Sedang sampai lambat 0,5 -2,0 4 5. Lambat 0,125 – 0,5 5 6. Sangat lambat < 0,125 6 Sumber : Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (1985). d. Bahan Organik Tabel 1. Persentase kelas kandungan bahan organik Kelas Kandungan bahan organik Tingkat erodibilitas 0 <1 Sangat rendah 1 >1–2 Rendah 2 > 2,1 – 3 Sedang 3 > 3,1 – 5 Tinggi 4 >5 Sangat tinggi Sumber : Departemen Kehutanan (1985) Sampel tnh yg diambil di lapangan dianalisis untuk mengetahui nilai erodibilitas (K). Selanjutnya nilai K ditentukan dgn menggunakan persamaan yg dibuat oleh Wischmeier dan Smith (1978), yaitu : K = { 2,173 M1,14(10-4) . (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3) } / 100 Keterangan : K = Erodibilitas tanah M= % debu + % pasir sngt halus x (100 - % liat) A = Kandungan bahan organik (%) persen unsur organik (= C organik x 1,724) B = Nilai struktur tanah C = Nilai permeabilitas tanah Hardjiowigeno, 1987, menyatakan bhw Nilai erodibilitas (K) : kepekaan tanah thdp erosi, makin tinggi nilai K berarti tanah makin peka thdp erosi. Nilai erodibilitas (K) untuk bbrpa jenis tanah di Indonesia dpt dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai K untuk bbrapa jenis tanah di Indonesia No Jenis tanah Nilai K 1 Latosol 0,02 2 Mediteran merah kuning 0,05 3 Mediteran 0,21 4 Podsolik merah kuning 0,15 5 Regosol 0,11 6 Grumusol 0,24 Sumber : Hardjiowigeno (1987) 3) Panjang Lereng dan Kemiringan (LS) Pada peta topografi dibuat jari-jari yang berjarak tetap (1 cm). Untuk menghitung kemiringan lereng (S %) digunakan persamaan rumus menurut Departemen Kehutanan (1985), yaitu : S 100 ( n 1) Ci 1, 4142 Sk / 100 (100 ) Keterangan : N = Jlh grs kontur yg mmotong diagonal jari-jari Ci = Interval kontur (m) Sk= Skala peta 1,4142 = Konstanta Setelah slope ditemukan kemudian dikelompokkan untuk menentukan kelas kelerengan yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Pada setiap unit lahan diukur jarak datar (jarak pada peta) dari tempat tertinggi sampai ke tempat yang terendah sebanyak 10 kali pengukuran kemudian dimasukan kedalam persamaan menurut Dephut (1985), yaitu : 10 L LP 1 10 x 1 Cos Keterangan : L = Panjang lereng (m) LP = Jarak datar di peta (cm) Cos α= Cosinus derajat kelerengan ( o ) Menurut Dephut (1985), bahwa setelah kemiringan lereng (S) dan panjang lereng (L) ditemukan, maka faktor kelerengan dihitung menurut persamaan : LS ( L / 221) (0,065 0,45 .S 0,0065 ..S ) m Keterangan : m = 0,2 untuk m = 0,4 untuk m = 0,3 untuk m = 0,5 untuk S S S S < = = > 2 1% 3,4 – 4,5 % 1 – 3,3 % 5% Jadi nilai indek panjang dan kemiringan lereng adalah hasil perkalian antara nilai faktor panjang lereng (L) dengan nilai faktor kemiringan lereng (S) 4. Pengelolaan tanaman Faktor C menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan tanaman dan manajemen tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan tanpa pengolahan. Faktor ini mengukur kombinasi pengaruh tanaman dan pengelolaannya. Tanpa mengurangi ketelitian prediksi erosi yang hendak dicapai nilai C dapat merujuk pada publikasi yang telah ada sesuai dengan kondisi Faktor C (penutupan lahan) Nilai faktor C ditentukan berdasarkan angka pendekatan yang dikemukakan oleh FAO (Food Agriculture Organization) dan SRI (Soil Research Institute) serta angka pendekatan yang dikemukakan oleh Ambar dan Syarifudin dalam Ditjen RRL (1987) seperti pada Lampiran 8. 5. Faktor Tindakan Konservasi Tanah (P) Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi Nilai faktor P ditentukan berdasarkan angka pendekatan yang dikemukakan oleh FAO dan SRI dalam Ditjen RRL (1987) seperti disajikan pada Lampiran 9. Tabel 6. Kriteria Tingkat Bahaya Erosi Kelas bahaya erosi Solum Tanah (cm) I II III IV V Erosi (ton/ha/tahun) < 15 15 - < 60 60 - < 180 180 - 480 Dalam (>90) 0-SR I-R II-S III-B IV-SB Sedang > 60 – 90 R I S II B III SB IV SB IV Dangkal 30 – 60 S II B III SB IV SB IV SB IV Sangat dangkal < 30 B III SB IV SB IV SB IV SB IV Sumber : Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (RRL), 1998 Keterangan : 0 - SR = sangat ringan, I - R = ringan, II - S III - B = berat IV - SB = sangat berat. = sedang, > 480 PLOT PENGUKURAN EROSI DAN SEDIMENTASI TERIMAKASIH ATAS PERHATIAN TERHADAP PENDUGAAN EROSI MENGGUNAKAN METODE USLE KONSERVASI TANAH DAN AIR EROSI Bahan kuliah untuk keperluan pendidikan dan pengajaran Dr. Ir. H. Syarifuddin Kadir, MSi UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEHUTANAN BANJARBARU TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah selesai mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat memahami tentang konservasi terhadap tanah dan air, berbagai metode KTA, penentuan penggunaan lahan sesuai degan kemampuannya, metode pengukuran dan perhitungan erosi serta dapat mempraktikkan di lapangan. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Dibahas terkait EROSI, agar mahasiswa dapat mengetahui proses perhitungan pendugaan besarnya erosi pada setiap unit lahan POKOK BAHASAN = Contoh HASIL PENELITIAN PERHITUNGAN PENDUGAAN EROSI MENGGUNAKAN USLE DI DAS TABUNIO DAS Tabunio Ds dengan luas 242.442,5 ha terdapat lahan kritis seluas 56.881,6 ha, sedangkan pada tahun 2013 meningkat 17,7% menjadi seluas 66.966,6 ha (BPDAS Barito). Menyebabkan tidak normalnya fluktuasi ketersediaan debit air untuk kebutuhan domestik dan untuk pertanian lahan basah. Salah satu faktor yang menyebabkan lahan kritis ialah besarnya erosi. Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan metode yang umum digunakan untuk memprediksi besar dan Tingkat Bahaya Erosi (TBE). Analisa TBE dalam hamparan lahan seluas DAS atau sub DAS akan sangat efektif jika memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian mengenai Pendugaan Erosi Menggunakan USLE Berbasis Sistem Informasi Geografis Di DAS Tabunio Permasalahan yang hendak diungkapkan pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana menduga besarnya erosi dan Tingkat Bahaya Erosi penggunaan USLE berbasis SIG di DAS Tabunio ? 2. Bagaimana pengaruh penggunaan faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) berbasis unit lahan dengan faktor LS berbasis Pixel terhadap hasil pendugaan erosi di DAS Tabunio ? 3. Bagaimana penentuan lokasi prioritas dan arahan kegiatan rehabilitas lahan berdasarkan Tingkat Bahaya Erosi di DAS Tabunio? Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Menduga besar erosi dan Tingkat Bahaya Erosi menggunakan USLE berbasis SIG di DAS Tabunio. 2. Menentukan lokasi prioritas dan arahan kegiatan rehabilitasi lahan berdasarkan Tingkat Bahaya Erosi di DAS Tabunio A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Kecamatan Bajuin, 2. Tambang Ulang, 3. Pelaihari, 4. Takisung, 5. Kurau dan 6. Batu Ampar. Waktu penelitian selama 4 (empat) bulan Data Curah Hujan 10 Tahun Data DEM/SRTM Peta Jenis Tanah dan Administrasi Analisis data dan perhitungan nilai erosivitas (R) Pembuatan model kelas kemiringan lereng Peta Unit Lahan Nilai Erosivitas Hujan Per stasiun Peta Kelas kemiringan lereng Pengambilan sampel tanah Konversi ke nilai (LS) Analisis tanah dan perhitungan erodibilitas tanah (K) -Indeks pengelolaan lahan -indeks faktor tanaman (CP) Peta Raster Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) Peta Raster Erodibilitas Tanah (K) Peta Raster Faktor Tanaman dan Pengelolaan Lahan (CP) Peta Raster Indeks Erosivitas Hujan (R) Analisis Spasial Persamaan USLE Besar erosi Tingkat Bahaya Erosi Penentuan Daerah Prioritas dan Arahan Rehabilitasi Lahan Peta Tutupan Lahan 1. Unit Lahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 Unit Lahan UL 1a Luas (Ha) Penutupan Lahan 1.474 Perkebunan Campuran UL 1b 3.327 Semak dan Belukar UL 2a 7.215 Perkebunan UL 2b 4.924 Semak dan Belukar Rawa UL 3a 6.859 Tanaman Campuran UL 3b 2.102 Pertambangan UL 4a 3.509 Perkebunan Campuran UL 4b 2.407 Semak dan Belukar UL 5a 8.736 Perkebunan UL 5b 3.274 Perkebunan UL 6a 2.450 Pertanian Lahan Kering Campuran UL 6b 2.904 Semak dan Belukar UL 7a 2.599 Perkebunan UL 7b 5.393 Semak dan Belukar UL 8 5.389 Hutan Lahan Kering Sekunder Jenis Tanah Lereng (%) Dystrudepts 0 - 3% Endoaquepts (sulfic) 0 - 3% Hapludox 3 - 8% Kandiudults 3 - 8% Kanhapluduts (skel) 3 - 8% Kanhapluduts 3 - 8% Kandiudox 8 - 15% Inceptisols 25 - 40% No Stasiun Hujan Nilai Erosivitas (Kj/ha) 1 Takisung 1,708 2 Pelaihari 1,511 3 Tambang Ulang 1,595 4 Kurau 1,149 5 Batu Ampar 1,705 6 Bajuin 1,809 Unit Lahan UL 1A UL 1B UL 2A UL 2B UL 3A UL 3B UL 4A UL 4B UL 5A UL 5B UL 6A UL 6B UL 7A UL 7B UL 8 Erodibilitas (K) 0.153 0.124 0.104 0.142 0.147 0.169 0.111 0.133 0.210 0.059 0.093 0.096 0.124 0.093 0.100 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Unit Lahan UL 1A UL 1B UL 2A UL 2B UL 3A UL 3B UL 4A UL 4B UL 5A UL 5B UL 6A UL 6B UL 7A UL 7B UL 8 LS 0,346 0,346 0,346 0,346 0,819 0,819 0,819 1,057 0,819 1,099 1,568 1,371 2,647 2,647 14,542 N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Nilai LS 0 - 0.5 0.5 - 1.5 1.5 - 2.5 2.5 - 3.5 3.5 - 7.5 7.5 - 14.5 14.5 - 20.5 20.5 - 27.5 >27.5 Jumlah Luas (Ha) 57.008 4.057 677 269 370 100 28 36 14 62560 Jumlah Pixel 597.459 42.532 7.095 2.824 3.882 1.051 297 373 143 655656 % 91,12 6,48 1,08 0,43 0,59 0,16 0,04 0,05 0,02 100 N o Unit Lahan 1 UL 1a Perkebunan Campuran 0,6 UL 1b Semak dan Belukar 0,4 UL 2a Perkebunan 0,5 UL 2b Semak dan Belukar Rawa 0,02 UL 3a Tanaman Campuran 0,1 UL 3b Pertambangan UL 4a Perkebunan Campuran 0,5 UL 4b Semak dan Belukar 0,4 UL 5a Perkebunan sawit 0,5 UL 5b Perkebunan karet 0,6 UL 6a Pertanian Lahan Kering 0,45 UL 6b Semak dan Belukar (dibakar setiap tahun) 0,1 UL 7a Perkebunan Karet 0,6 UL 7b Perkebunan Kelapa Sawit 0,5 UL 8 Hutan Lahan Kering Sekunder 2 3 4 5 6 7 8 Penutupan Lahan Nilai (C) 1 0,005 Unit Lahan UL 1a UL 1b UL 2a Penutupan Lahan Nilai (P) 1 1 1 Non konservasi Non konservas Non konservas 1 Non konservas 1 1 1 1 Non konservas Non konservas Non konservas Non konservas Keterangan UL 3a UL 3b UL 4a UL 4b Perkebunan Campuran Semak dan Belukar Perkebunan Semak dan Belukar Rawa Tanaman Campuran Pertambangan Perkebunan Campuran Semak dan Belukar UL 5a UL 5b Perkebunan sawit Perkebunan karet 1 1 UL 6a Pertanian Lahan Kering 0,35 UL 6b Semak dan Belukar 1 UL 7a Perkebunan Karet 0,35 UL 7b Perkebunan Sawit Hutan Lahan Kering Sekunder 0,6 Non konservas Non konservas Teras Tradisional Non konservasi Teras Tradisional Kontur 8 - 15% 1 Non konservasi UL 2b UL 8 No 1 2 3 4 5 6 7 8 Unit Lahan UL 1A UL 1B UL 2A UL 2B UL 3A UL 3B UL 4A UL 4B UL 5A UL 5B UL 6A UL 6B UL 7A UL 7B UL 8 Luas (ha) 1.474 3.327 7.215 4.924 6.859 2.102 3.509 2.407 8.736 3.274 2.450 2.904 2.599 5.393 5.389 BahayaErosi ton/ha/thn Kelas 50,88 II 27,16 II 28,55 II 1,55 I 19,07 II 219,08 IV 71,49 III 89,11 III 136,11 III 61,93 III 36,35 II 20,87 II 108,80 III 116,34 III 11,44 I TBE Ringan Sedang Ringan Sangat Ringan Ringan Berat Berat Berat Berat Berat Sedang Sedang Sedang Sedang Sangat Ringan Sangat Ringan Berat 16% 32% Ringan 25% Sedang 27% No Unit Lahan Tutupan TBE Arah Rehabilitasi Luas (ha) 1 UL_2a Perkebunan Berat Teras Tradisional 32,05 2 UL_3b Pertambangan Berat Reboisasi dan Teras Tradisional 13,86 3 UL_5a Perkebunan Berat Teras Tradisional 9,35 Total 55,26 No Unit Lahan Tutupan TBE Arah Rehabilitasi TBE Simulasi Luas (ha) 1 UL_2a Perkebunan Berat Teras Tradisional Sedang 32,05 2 UL_3b Pertambangan Berat Reboisasi dan Teras Tradisional Ringan 13,86 3 UL_5a Perkebunan Berat Teras Tradisional Sedang 9,35 Total 55,26 1. 2. 3. Pendugaan erosi metode USLE dengan menggunakan faktor LS berbasis unit lahan di DAS Tabunio menghasilkan TBE berat seluas 20.028 ha (32,01%), TBE sedang seluas 16.673 ha (26,65%), TBE ringan seluas 15.548 ha (24,85%) dan TBE sangat ringan seluas 10.311 ha (16,48%), sedangkan pendugaan erosi metode USLE dengan faktor LS berbasis pixel di DAS Tabunio menghasilkan TBE sangat ringan seluas 35.585 ha (56,88%), TBE ringan seluas 24.880 ha, TBE sedang seluas 2.030 ha dan TBE berat seluas 55 ha. Pendugaan erosi menggunakan faktor LS berbasis pixel menghasilkan nilai yang lebih detail dan spesifik karena setiap data mewakili luasan 900 m2, sehingga dalam suatu unit lahan dapat memiliki lebih dari satu nilai erosi, sedangkan pendugaan erosi menggunakan faktor LS berbasis unit lahan hanya menghasilkan satu nilai untuk mewakili setiap unit lahan. Prioritas dan arahan kegiatan rehabilitasi lahan dilakukan pada daerah yang memiliki TBE berat, yaitu tutupan lahan perkebunan pada unit lahan UL_2a seluas 32,05 hektar dan UL_5a seluas 9,35 hektar dengan arahan rehabilitasi lahan berupa pendekatan mekanis pembuatan teras dan saluran pembuangan air , sedangkan tutupan lahan pertambangan pada unit lahan UL_3b seluas 13,86 hektar dilakukan dengan melakukan penataan lahan dan penanaman. TERIMAKASIH ATAS PERHATIAN TERHADAP CONTOH HASIL PENELITIAN PENDUGAAN EROSI MENGGUNAKAN METODE USLE