modul konservasi tanah dan air - Universitas Lambung Mangkurat

advertisement
MODUL
KONSERVASI TANAH DAN AIR
(20162-FMKB-103)
EROSI
OLEH
Dr.Ir.H.SYARIFUDDIN KADIR,M.Si.
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Rabbul Alamin yang telah melimpahkan
karunia dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Modul ini yang berjudul
“Erosi”. Tulisan ini disusun sebagai salah satu Pokok Bahasan pada perkuliahan Konservasi
Tanah dan Air (KTA) yang disampaikan pada perkuliahaan semester Genap 2016/2017 dan
untuk perkulihan KTA pada semester selanjutnya .
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi tingginya
kepada Dekan dan Wakil Dekan I Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat yang
telah mendorong saya, sehingga Modul ini dapat terselesaikan untuk dapat bermanfaat kepada
mahasiswa peseeta mata Kuliah Konservasi Tanah dan Air.
Tujuan Instruksional Umum (TIU):
Setelah selesai mengikuti mata kuliah ini,
mahasiswa akan dapat memahami tentang konservasi terhadap tanah dan air, berbagai metode
KTA, penentuan penggunaan lahan sesuai degan kemampuannya, metode pengukuran dan
perhitungan erosi serta dapat mempraktikkan di lapangan.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK): dibahas tentang erosi, agar mahasiswa dapat
mengetahui bentuk-bentuk erosi, dan mekanisme terbentuknya; Sub Pokok Bahasan terdiri atas :
a) Bentuk-bentuk erosi; b) Proses terjadinya erosi; c) Faktor penentu erosi; d) Pendugaan erosi;
e) Dampak, pencegahan dan pengendalian erosi; f) perhitungan tingkat bahaya erosi; dan g)
contoh pendugaan dan pembahasan hasil penelitian erosi.
Tulisan ini belumlah sempurna, namun, disusun dengan upaya maksimal untuk lebih teliti,
walaupun demikian jika masih terdapat kekurangan, maka segala komentar, karenanya, demi
penyempurnaannya Modul ini akan diterima dengan senang dan untuk itu di ucapkan terima
kasih
Banjarbaru,
Penulis,
November 2016
SYARIFUDDIN KADIR
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Halaman
I.
PENGERTIAN EROSI ...................................................................... …………….
1
II.
PROSES TERJADINYA EROSI ...................................................... …………….
3
III.
FAKTOR PENENTU EROSI ............................................................ ……………
3
IV.
PENDUGAAN EROSI ...................................................................... ……………
6
V.
PENENTUAN TINGKAT BAHAYA EROSI .................................. ……………
10
VI.
DAMPAK, PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN EROSI ....... ……………
11
VII. CONTOH HASIL DAN PEMBAHASAN PENDUGAAN EROSI . ……………
13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. ……………
30
LAMPIRAN CONTOH PETA PENDUGAAN EROSI
LAMPIRAN-POWER POINT BAHAN KULIAH
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Matrik Tingkat Bahaya Erosi ................................................................ …………….
11
2.
Jumlah Unit Lahan Lokasi Penelitian ................................................... …………….
13
3.
Nilai erosivitas pada setiap stasiun hujan ............................................. …………….
14
4.
Luasan masing-masing kelas erosivitas hasil interpolasi...................... …………….
15
5.
Hasil Perhitungan Erodibilitas Tanah Pada Setiap Unit Lahan ............ …………….
16
6.
Hasil Perhitungan LS Pada Setiap Unit Lahan ..................................... …………….
17
7.
Luasan, jumlah pixel dan presentase nilai LS ....................................... …………….
19
8.
Nilai C dan luasan untuk setiap unit lahan............................................ …………….
21
9.
Nilai P dan luasan untuk setiap unit lahan ............................................ …………….
22
10. Nilai Erosi (A) pada setiap unit lahan di DAS Tabunio ....................... …………….
23
11. Nilai TBE pada setiap unit lahan di DAS Tabunio ............................... …………….
25
12. Presentasi Luas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di DAS ......................... …………….
26
13. Lokasi Prioritas dan Arahan Konservasi Lahan DAS Tabunio .......... …………….
27
14. Hasil Simulasi Arahan Konservasi Lahan DAS Tabunio ................... …………….
28
DAFTAR GAMBAR
1.
Halaman
Diagram Pendugaan Nilai Erosi............................................................ …………….
2
2.
Panjang dan kemiringan lereng (LS) berbasis Unit Lahan ................... …………….
18
3.
Panjang dan kemiringan lereng (LS) berbasis Pixel
……………………………..
20
4.
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) berbasis Unit Lahan
……………………………..
26
5.
Hasil simulasi arahan konservasi hutan dan lahan di DAS Tabunio .... …………….
29
1
I. PENGERTIAN EROSI
Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari
suatu tempat ketempat lain oleh media alami, yaitu air atau angin (Arsyad 1989). Selanjutnya
menurut Yu (2003), rendahnya kapasitas infiltrasi menyebabkan besarnya erosi sebagai akibat
tingginya aliran permukaan.
Tanah sebagai sumber daya alam telah mengalami berbagai tekanan seiring dengan
peningkatan jumlah manusia. Tekanan tersebut telah menyebabkan penurunan mutu tanah yang
berujung pada pengurangan kemampuan tanah untuk berproduksi. Penurunan mutu tanah
tersebut disebabkan oleh proses pencucian hara dan proses erosi tanah terutama pada lahan-lahan
yang tidak memiliki penutupan vegetasi. Erosi merupakan peristiwa hilangnya lapisan tanah atau
bagian-bagian tanah di permukaan. Di Indonesia erosi yang sering dijumpai adalah erosi yang
disebabkan oleh air.
Erosi dapat menimbulkan kerusakan baik pada tanah tempat terjadi erosi maupun pada
tempat tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut diendapkan. Kerusakan pada tanah tempat
erosi terjadi berupa penurunan sifat-sifat kimia dan fisik tanah yang pada akhirnya menyebabkan
memburuknya pertumbuhan tanaman dan rendahnya produktivitas. Sedangkan pada tempat
tujuan akhir hasil erosi akan menyebabkan pendangkalan sungai, aduk, situ/danau, dan saluran
irigasi. Dengan peningkatan jumlah aliran air di permukaan dan mendangkalnya sungai
menyebabkan makin seringnya terjadi banjir (Murdis, 1999). Diagram Alir Pendugaan Nilai
Erosi disajikan pada Gambar 1.
2
Unit Lahan lokas penelitian
Data Curah Hujan
Data Sifat fisik tanah
Data Kontur/Lereng
Data pengelolaan tanaman
Data konservasi tanah
Gambar 1. Diagram Alir Pendugaan Nilai Erosi
3
II. PROSES TERJADINYA EROSI
Asdak (2010) mengemukakan bahwa proses erosi terdiri atas tiga bagian yang terdiri atas;
pengelupasan, pengangkutan, dan pengendapan. Selanjutnya dinyatakan bahwa beberapa tipe
erosi permukaan yang umum dijumpai di daerah tropis adalah: 1) erosi pericik (splash erosion);
2) Erosi kulit (sheet erosion); 3) Erosi alur (riil erosion); 4) Erosi parit (gully erosion); dan 5)
Erosi tebing sungai (streambank erosion).
1.
Erosi percikan (splash erosion) adalah proses curah hujan yang mencapai permukaan tanah
sebagai air lolos pada tajuk vegetasi atau lainnya, menimbulkan energi kinetik yang dapat
menyebabkan terkelupasnya partikel tanah bagian atas.
2.
Erosi kulit (sheet erosion) adalah proses yang terjadi dari kombinasi air hujan dan air larian
pada lahan berlereng, hal ini ditandai oleh terkikisnya lapisan tipis permukaan tanah.
3.
Erosi alur (riil erosion) adalah proses erosi yang terjadi pengelupasan dan pengangkutan
partikel-partikel tanah, akibat tingginya curah hujan sehingga terjadi aliran permukaan yang
terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air.
4.
Erosi parit (gully erosion) merupakan proses erosi terjadi akibat terjadinya erosi alur yang
membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar.
5.
Erosi tebing sungai (streambank erosion) adalah erosi yang terjadi akibat kondisi aliran
sungai yang tidak normal dan kondisi kepekaan tanah menyebabkan terjadinya pengikisan
tanah pada tebing-tebing sungai.
III. FAKTOR PENENTU EROSI
Menurut Utomo (1989), pengelolaan faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi adalah
sebagai berikut:
4
1. Faktor energi meliputi: a) erosivitas; b) aliran permukaaan: c) angin; d) relief; e) sudut lereng;
f) panjang lereng; dan h) jarak antar teras;
2. Faktor ketahanan meliputi: a) erodibilitas; b) infiltrasi; dan c) pengelolaan tanah; dan
3. Faktor pelindung meliputi: a) kepadatan penduduk; b) tanaman penutup; d) nilai kegunaan;
dan e) pengelolaan lahan.
Indarto (2010) mengemukakan bahwa aktivitas manusia terhadap erosi sangat berpengaruh
sekali seperti adanya perubahan-perubahan tata guna lahan yang sering terjadi di daerah aliran
sungai. Selanjutnya Arsyad (2010), mengemukakan bahwa secara keseluruhan terdapat lima
faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi besarnya erosi antara lain:
1. Faktor Iklim
Iklim adalah faktor yang menentukan kejadian erosi, dalam hal ini curah hujan dinyatakan
dalam nilai indeks erosivitas hujan. Di daerah beriklim basah faktor iklim yang dominan
mempengaruhi erosi adalah dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran
permukaan (Arsyad, 2010). Selanjutnya Kartasapoetra (2000) mengemukakan bahwa pada
daerah yang beriklim tropis, curah hujan dan temperatur merupakan faktor yang paling besar
mempengaruhi terjadinya erosi. Berdasarkan karakteristik catchment area Jaing, maka dapat
dinyatakan bahwa curah hujan merupakan salah satu faktor iklim yang paling berpengaruh
terhadap kejadian erosi.
2. Faktor Vegetasi
Menurut Utomo (1989), Vegetasi mempengaruhi erosi karena butir-butir hujan jatuh
kepermukaan tanah dan dapat menimbukan kerusakan dilindungi oleh vegetasi. Selanjutnya
Arsyad 1989) mengemukakan bahwa pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi
karena adanya: 1) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan
5
pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah; 2)
intersepsi hujan oleh tajuk tanaman; 3) mengurangi kecepatan aliran permukaan; 4) kekuatan
perusak air; dan 5) transpirasi yang mengakibatkan kandungan air tanah berkurang sehingga
meningkatkan infiltrasi.
3. Faktor Tanah
Menurut Arsyad (1989), erodibilitas tanah adalah kondisi mudah tidaknya tanah tererosi atau
ketahanan tanah terhadap erosi. Kepekaan tanah untuk tererosi dibedakan oleh sifat fisik dan
kimia tanah tersebut. Kepekaan erosi tanah adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik
dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah: 1) Sifat-sifat
tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi; permeabilitas dan kapasitas menahan air; dan 2)
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan butirbutir hujan yang jatuh dan aliran permukaan mengikis tanah hingga berpindah dari suatu
tempat ketempat lain.
4. Faktor Topografi
Asdak (2010) mengemukakan bahwa dua unsur topografi yang paling mempengaruhi erosi
adalah panjang lereng dan derajat kemiringan lereng. Unsur lain yang mungkin berpengaruh
adalah arah lereng, konfigurasi, keseragamannya.
Selanjutnya dikemukakan juga bahwa
kedudukan lereng juga menentukan besar kecilnya erosi, lereng bagian bawah lebih mudah
tererosi dari pada lereng bagian atas karena momentum air larian lebih besar dan kecepatan air
larian lebih terkonsentrasi ketika mencapai lereng bagian bawah. Selanjutnya Kartasapoetra
(2000) mengemukakan bahwa kemiringan lahan merupakan faktor yang sangat perlu
diperhatikan, sejak penyiapan lahan pertanian, usaha penanaman, pengambilan produk serta
6
pengawetan lahan tersebut, karena lahan yang mempunyai kemiringan yang lebih besar lebih
mudah terganggu.
5. Faktor Manusia
Pengaruh manusia terhadap erosi mudah dikenali dengan adanya perubahan-perubahan tata
guna lahan yang sering terjadi di suatu wilayah daerah aliran sungai. Banyak daerah-daerah
tropis yang dulunya sebagian besar tertutup oleh hutan yang lambat laun berubah menjadi
lahan persawahan, pemukiman, belukar bahkan ada yang terbuka (Arsyad, 2010).
IV. PENDUGAAN EROSI
Pendugaan besarnya erosi dari sebidang tanah/lahan sangat berguna untuk menetapkan
cara pencegahan erosi atau sistem pengelolaan tanah pada lahan tersebut agar terjadi kerusakan
tanah yang sekecil-kecilnya (Arsyad, 2010). Menurut Asdak (2010), besarnya erosi dilakukan
pengukuran secara kualitatif dilakukan dengan cara mengamati tanda-tanda di lapangan yang
dapat menunjukkan adanya erosi seperti terbukanya akar-akar pohon dan semak, adanya jalur
erosi, adanya real dan atau gully erosion, sedimen tanah dalam saluran/parit.
Pendugaan besarnya erosi dengan menggunakan metode modifikasi persamaan USLE yang
dilakukan oleh Ruslan (1992) dengan menambah perkalian 0,61. Selain itu, Baja (2012)
mengemukakan bahwa erosi dapat di analisis menggunakan USLE, namun memiliki beberapa
kerterbatasan, yang sering dipandang sebagai prasyarat yang ditetapkan dalam prosedur
pemodelan. Keterbatasan tersebut sebagai berikut:
1. Persamaannya menggunakan pendekatan empiris yang tidak mewakili proses fisik yang
sebenarnya dari erosi tanah,
2. Persamaannya digunakan untuk memprediksi kehilangan tanah rata-rata. tahunan, dan tidak
untuk kejadian hujan tunggal,
7
3. Hanya digunakan untuk perkiraan erosi lembar dan rill, dan
4. Tidak memperhitungkan deposisi sedimen.
Pendugaan besarnya erosi dengan menggunakan rumus USLE (Wischmeier dan Smith,
1978) yang bentuk persamaannya sebagai berikut:
A=Rx KxLxSxCxP
Keterangan :
A = Jumlah tanah yang hilang (Ton/ha/th)
R = Faktot erosifitas hujan tahunan rata-rata (mj.cm/ha/jam/tth)
K = Faktor erodibilitas tanah (Ton,ha.jam/ha/mj.cm)
L = Faktor panjang lereng
S = Faktor kemiringan lereng
C = Faktor pengelolaan tanaman
P = Faktor konservasi tanah
Berdasarkan persamaan pendugaan erosi tersebut di atas, maka berikut ini diuraikan setiap
factor penentuan besarnya erosi:
A. Faktor Erosivitas Hujan (R)
Menurut Arsyad (2010) nilai R adalah daya erosi hujan pada suatu tempat atau erosivitas
hujan tahunan yang dapat dihitung melalui persamaan Bols dengan rumus:
R = 6,119 (Rain)1,21 (Days)-0,47 (MaxP)0,53
Keterangan :
R
: Faktor erosivitas hujan bulanan rata-rata (KJ/ha/tahun)
Rain : Curah hujan rata-rata bulanan (cm)
Days : Jumlah hari hujan rata-rata bulanan
MaxP : Curah hujan maksimum harian (cm)
8
B. Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Arsyad (2010) menjelaskan bahwa erodibilitas tanah (K) menunjukkan tingkat kepekaan
tanah terhadap erosi yaitu mudah tidaknya tanah mengalami erosi, erodibilitas tanah dipengaruhi
oleh tekstur (pasir sangat halus, debu dan liat), struktur tanah, permeabilitas tanah dan
kandungan bahan organik tanah. Erodibilitas tanah dapat dihitung dengan persamaan
Wischmeier dan Smith (1978) yaitu ::
100K = 2,713 . 10-4 (12-a)M 1,14 + 3,25 (b-2) + (c-3)
Keterangan :
K : erodibilitas tanah
M : ukuran partikel (% debu + % pasir halus)
a : kandungan bahan organik, untuk kadar bahan organik >6 % (tinggi-sangat tinggi), maka
nilai 6 merupakan nilai maksimum yang dipakai
b : kelas struktur tanah
c : kelas permeabilitas
C. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
Nilai faktor panjang lereng (L) dan faktor kemiringan lereng (S) diintegrasikan menjadi
faktor LS dan dihitung dengan formula yang dikemukakan oleh Asdak (1995) sebagai berikut :
S = (0,43 + 0,043 s2)/6,61
LS = L1/2 (0,0138 S2 + 0,00965 S + 0,00138)
Keterangan:
LS
:
Nilai faktor lereng dan kemiringan
S
:
Kemiringan lereng aktual (%)
S
:
Kemiringan lereng (%)
9
Jadi nilai indek panjang dan kemiringan lereng adalah hasil perkalian antara nilai aktor panjang
lereng (L) dengan nilai faktor kemiringan lereng (S).
Faktor LS juga dapat dihitung dari data Digital Elevation Model dengan menurunkan
rumus Moore and Burch (1986) dimana perhitungan menggunakan dua faktor utama yaitu
flowaccumulation dan kecuraman lereng.
Flowaccumulation didapat dengan menggunkan
watershed delineation sedangkan kecuraman lereng dihitung dengan menggunakan 3D Analyst,
adapun persamaan itu ialah sebagai berikut:
LS = (X * CZ / 22.13)0.4 * (sin θ / 0.0896)1.3
Keterangan:
LS = Faktor Lereng
X
= Akumulasi Aliran
CZ = Ukuran pixel
θ
= Kemiringan lereng (%)
As-syakur (2008) menyatakan terdapat perbedaan mencolok terhadap hasil prediksi erosi
yang menggunakan faktor LS dari hasil analisa SIG dengan penelitian yang menggunakan faktor
LS hasil perhitungan data-data lapangan. Perbedaan mencolok tersebut khususnya pada tingkat
bahaya erosi berat dan sangat berat, hal tersebut disebabkan karena faktor LS dari hasil analisis
SIG sangat memperhitungkan nilai LS ditempat terjadinya akumulasi air sehingga jumlah erosi
tanah akan semakin tinggi di daerah-daerah tempat terjadinya akumulasi air.
10
D. Faktor Tanaman Penutup dan Manajemen Tanaman (C)
Faktor C menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan tanaman dan
manajemen tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan tanpa pengolahan.
Faktor ini mengukur kombinasi pengaruh tanaman dan pengelolaannya. Tanpa mengurangi
ketelitian prediksi erosi yang hendak dicapai nilai C dapat merujuk pada publikasi yang telah ada
sesuai dengan kondisi Indonesia (Ridwansyah et.al, 2010).
E. Faktor Tindakan Konservasi Tanah (P)
Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah adalah nisbah antara besarnya erosi
dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa
tindakan konservasi. Termasuk dalam tindakan konservasi tanah adalah penanaman dalam strip,
pengolahan tanah menurut kontur, guludan dan teras. Nilai dasar P adalah satu yang diberikan
untuk lahan tanpa tindakan konservasi (Ridwansyah et.al, 2010).
Tunas (2005) menyatakan khusus untuk parameter CP, nilainya sangat tergantung pada
kebiasaan pola tanam masyarakat selama satu tahun dan relatif sulit menetapkan nilai parameter
yang sesuai untuk kondisi yang sedang berlangsung pada setiap bulannya. Nilai parameter CP
juga bisa ditetapkan terpisah untuk C dan P dan dapat juga ditetapkan satu nilai untuk dua
parameter
(CP).
Hal
ini
dilakukan
pada
lahan-lahan
alami
yang
belum
dieksploitasi/dimanfaatkan atau lahan-lahan yang belum berubah secara alamiah.
V. PENENTUAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE)
Tingkat bahaya erosi ditentukan dengan memperhitungkan kelas tingkat erosi dan
memperhitungkan kedalaman tanah, secara rinci penentuan tingkat bahaya erosi dapat dilihat
pada Tabel 1.
11
Tabel 1. Matrik Tingkat Bahaya Erosi
Kelas Erosi
II
III
IV
Erosi (ton/ha/tahunan)
I
Solum Tanah (cm)
V
< 15
15 - 60
60 - 80
180 - 480
> 480
Dalam
>90
SR
0
R
I
S
II
B
III
SB
IV
Sedang
60 - 90
R
I
S
II
B
III
SB
IV
SB
IV
Dangkal
30 - 60
S
II
B
III
SB
IV
SB
IV
SB
IV
Sangat Dangkal
< 30
B
III
SB
IV
SB
IV
SB
IV
SB
IV
Sumber : Kementrian Kehutanan (2009).
Keterangan :
0 – SR
= Sangat Ringan
I–R
= Ringan
II – S
= Sedang
III – B
= Berat
IV – SB
= Sangat Berat
VI. DAMPAK, PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN EROSI
Jacob at al. (2009) mengemukakan bahwa kejadian erosi pada lahan pertanian
menyebabkan
perubahan
praktek
pertanian.
Selanjutnya
Roig-Munar
at
al.
(2012)
mengemukakan bahwa degradasi lahan menyebabkan terjadi erosi yang mempengaruhi
perubahan kondisi sungai. Lebih lanjut Samuels (2008) mengemukakan bahwa pantai yang
menonjol keluar ke Samudera Atlantik terlibat dalam proses yang berkesinambungan erosi.
Selanjutnya Lantican, Guerra, dan Bhuiyan (2003) mengemukakan bahwa dampak kejadian erosi
12
terdiri atas: a) Meningkatnya tren konsekuen pendangkalan kanal; b) Mengakibatkan signifikan
penurunan produktivitas dan pendapatan petani; c) Meningkatnya biaya operasi rutin dan
pemeliharaan sungai.
Menurut Asdak (2010) berdasarkan rumus USLE, maka komponen yang dapat
dikendalikan untuk usaha pencegahan erosi adalah faktor pengelolaan tanaman (c), konservasi
(P), dan faktor topografi (LS). Selanjutnya dinyatakan bahwa komponen erodibilitas tanah (K)
umumnya di anggap konstan kendatipun dapat pula berubah tergantung dari perubahan struktur
tanah.
Menurut Baja (2012), DAS merupakan suatu ekosisten yang kompleks, dan kualitas serta
kesehatannya sangat ditentukan oleh aktivitas tata guna lahan, hal ini menandakan pentingnya
prosedur pemodelan yang dikembangkan, khususnya dalam konteks di mana pola spasial tata
guna lahan di masa depan dapat dirancang berbasis risiko degradasi pada suatu DAS, agar erosi
dapat terkendali. Selanjutnya menurut Arsyad (2010), konservasi tanah dan air serta pemilihan
usaha tani sesuai penggunaan lahan dapat merupakan bagian dari upaya penyelamatan
sumberdaya alam (tanah, air, dan hutan).
Rayes (2007) mengemukakan bahwa kecuraman lereng suatu lahan dapat meningkatkan
aliran permukaan yang berpengaruh terhadap besarnya erosi. Selanjunya Franti et al. (1998)
mengemukakan bahwa terasering bertujuan memperpendek panjang lereng yang dapat
mengurangi limpasan permukaan yang juga dapat mengurangi jumlah erosi. Selanjutnya menurut
Kartasapoetra dan Sotedjo (2000) mengemukakan bahwa erosi dapat disebut pengikisan atau
kelongsoran, yang sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan
atau kekuatan-kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alami ataupun sebagai
akibat tindakan/perbuatan manusia. Kadir (2002) melaporkan bahwa kawasan lindung DAS
13
Riam Kanan merupakan salah satu DAS yang dikelompokkan sebagai DAS prioritas
penangannya di Indonesia, peranan DAS ini sangat penting bagi daerah Kalimantan Selatan, hal
ini disebabkan oleh adanya bangunan waduk PLTA dibagian DAS ini, selain berfungsi sebagai
pengendali banjir, namun beberapa tahun terakhir waduk ini terjadi pendangkalan karena
besarnya erosi yang terjadi pada catchment area ini.
VII. CONTOH HASIL DAN PEMBAHASAN PENDUGAAN EROSI
DI DAS TABUNIO
A. Unit Lahan
Penentuan unit lahan berdasarkan hasil tumpang susun (overlay) antara peta jenis tanah
dan peta kelas lereng. Kemudian peta unit lahan tersebut dilakukan tumpang susun lagi dengan
peta penutupan lahan, sehingga didapatkan peta unit lahan pada berbagai kondisi penutupan
lahan. Unit lahan yang dihasilkan dari overlay ialah sebanyak 8 unit lahan dengan masingmasing 2 (dua) penutuan lahan yang disesuaikan dengan kondisi yang ditemukan di lapangan.
Jumlah unit lahan berserta masing-masing tutupan lahannya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Unit Lahan Lokasi Penelitian.
No
1
2
3
4
5
6
Unit Lahan
UL 1a
UL 1b
UL 2a
UL 2b
UL 3a
UL 3b
UL 4a
UL 4b
UL 5a
UL 5b
UL 6a
UL 6b
Luas
(Ha)
1.474
3.327
7.215
4.924
6.859
2.102
3.509
2.407
8.736
3.274
2.450
2.904
Penutupan Lahan
Perkebunan Campuran
Semak dan Belukar
Perkebunan
Semak dan Belukar Rawa
Tanaman Campuran
Pertambangan
Perkebunan Campuran
Semak dan Belukar
Perkebunan
Perkebunan
Pertanian Lahan Kering Campuran
Semak dan Belukar
Jenis Tanah
Lereng
(%)
Dystrudepts
0 - 3%
Endoaquepts
(sulfic)
0 - 3%
Hapludox
3 - 8%
Kandiudults
3 - 8%
Kanhapluduts
(skel)
3 - 8%
Kanhapluduts
3 - 8%
14
No
7
8
Unit Lahan
UL 7a
UL 7b
UL 8
Luas
(Ha)
2.599
5.393
5.389
Penutupan Lahan
Perkebunan
Semak dan Belukar
Hutan Lahan Kering Sekunder
Jenis Tanah
Lereng
(%)
Kandiudox
8 - 15%
Inceptisols
25 - 40%
Sumber: Hasil data primer tahun 2015
Berdasarkan hasil pembuatan unit lahan dapat diketahui beberapa kondisi penutupan
lahan yaitu terdiri dari hutan lahan kering sekunder, perkebunan, perkebunan campuran,
pertanian lahan kering, tanaman campuran,
semak belukar, dan pertambangan. Unit lahan
tersebutlah yang juga menjadi dasar lokasi untuk pengambilan sampel tanah.
B. Pendugaan Erosi
1.
Erosivitas
Nilai erosivitas diperoleh dari hasil analisis curah hujan pada stasiun penakar curah hujan
terdekat dengan lokasi penelitian selama 10 tahun terakhir yaitu tahun 2005 sampai 2014. Jumlah
stasiun hujan yang digunakan dalam analisis erosivitas ialah 6 stasiun, dimana tersebar pada 6
kecamatan yang ada di lokasi penelitian. Nilai erosivitas pada setiap stasiun hujan dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai erosivitas pada setiap stasiun hujan
No
Stasiun Hujan
1
Takisung
2
Pelaihari
3
Tambang Ulang
4
Kurau
5
Batu Ampar
6
Bajuin
Sumber: Hasil data primer tahun 2015
Nilai Erosivitas (Kj/ha)
1,708
1,511
1,595
1,149
1,705
1,809
Berdasarkan Nilai erosivitas (R) yang dihitung berdasarkan rumus Bols (1978), dapat
diketahui nilai erosivitas tertinggi yaitu pada stasiun Bajuin dengan nilai erosivitas 1809 kj/ha
15
dan yang terendah pada stasiun Kurau dengan nilai erosivitas 1149 jk/ha. Nilai R dari setiap
stasiun dilakukan interpolasi geostatistik dengan metode IDW dalam bentuk raster ukuran pixel
30x30 m. Nilai erosivitas hasil interpolasi dan luasan masing-masing kelas erosivitas dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Luasan masing-masing kelas erosivitas hasil interpolasi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Nilai Erosivitas (Kj/ha)
1163- 1200
1200 - 1300
1300 - 1400
1400 - 1500
1500 - 1600
1600 - 1700
1700 - 1800
> 1800
Luas (m2)
3.300.491,77
14.933.794,94
24.830.499,37
49.852.787,95
207.355.613,92
230.231.008,46
91.133.266,54
3.973.185,24
Jumlah Pixel
3459
15651
26023
52247
217314
241288
95510
4164
Sumber: Hasil data primer tahun 2015
2.
Erodibilitas
Erodibilitas tanah dihitung berdasarkan hasil analisis laboratorium pada setiap sampel
tanah yang diambil pada masing-masing unit lahan. Perhitungan nilai erobilitas tanah pada setiap
unit lahan menggunakan persamaan Wischemeir dan Smith (1978). Hasil perhitungan nilai
erodibilitas tanah pada setiap unit lahan dapat dilihat pada Tabel 5.
Nilai Erodibilitas pada setiap unit lahan memiliki nilai yang berbeda-beda, nilai
erodibilitas paling tinggi ialah pada unit lahan UL-5A dan yang paling rendah pada unit lahan
UL 6A dan UL 7B. Semakin tinggi nilai erodibilitas maka semakin mudah tanah tersebut
mengalami erosi. Asdak (2002) menyatakan bahwa peranan tekstur terhadap besar kecilnya
erodibilitas tanah adalah besar. Partikel yang kurang tanah adalah debu dan pasir halus. Tanah
dengan kandungan debu tinggi merupakan tanah yang mudah tererosi. Tekstur pasir mempunyai
daya ikat antar partikel tanah yang kurang mantap sehingga kemantapan agregat tanahnya rendah
16
dibandingkan dengan tekstur liat yang mempunyai daya ikat antar partikel tanah yang sangat
kuat sehingga agregat tanahnya sangat sulit dihancurkan oleh butiran hujan. Berdasarkan hal
tersebut maka sesuai apabila unit lahan UL 5A memiliki nilai erodibilitas paling tinggi, karena
kandungan debu dan pasir halus lebih tinggi dibandingkan dengan unit lahan yang lainnya.
Sebagaimana Nunes, Almeida dan Coelho (2011) meyatakan bahwa erosi tanah dapat dikontrol
dengan mengubah penggunaan lahan dan meningkatkan penutupan permukaan tanah.
Tabel 5. Hasil Perhitungan Erodibilitas Tanah Pada Setiap Unit Lahan
Unit Lahan
UL 1A
UL 1B
UL 2A
UL 2B
UL 3A
UL 3B
UL 4A
UL 4B
UL 5A
UL 5B
UL 6A
UL 6B
UL 7A
UL 7B
UL 8
Pasir
(%)
14.2
16.49
38.80
51.76
41.35
35.11
69.39
16.55
17.56
58.26
17.21
20.90
64.88
58.06
28.15
Debu
(%)
37.37
24.51
13.42
18.17
21.51
35.15
5.87
25.85
29.89
10.78
15.43
17.81
11.45
4.85
14.71
Sumber: Hasil data primer tahun 2015
Keterangan:
a : Bahan Organik
b : Struktur Tanah
c : Permeabilitas
Liat
(%)
44.46
50.75
41.79
22.17
28.48
18.8
19.9
48.12
40.90
24.99
61.13
57.36
15.98
30.06
51.19
Pasir SH
(%)
3.97
8.25
5.99
7.9
8.66
10.94
4.84
9.48
11.65
5.97
6.23
3.93
7.69
7.03
5.95
(a)
(b)
(c)
6
6
6
6
6
6
2.51
6
6
6
6
6
6
6
6
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
3
3
3
1
3
3
5
1
3
3
3
3
3
Erodibilitas
(K)
0.153
0.124
0.104
0.142
0.147
0.169
0.111
0.133
0.210
0.059
0.093
0.096
0.124
0.093
0.100
17
3.
Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan dan volume terkikisnya tanah. Makin curam
suatu lereng maka kecepatan aliran permukaan semakin besar, dengan demikian maka semakin
singkat pula kesempatan air untuk melakukan infiltrasi ke dalam tanah, sehingga menyebabkan
volume aliran permukaan besar. Panjang lereng mempengaruhi besarnya limpasan permukaan,
semakin panjang suatu lereng maka semakin besar limpasanya. Apabila volume besar maka
besarnya kemampuan untuk menimbulkan erosi juga semakin besar. Perhitungan nilai LS
dilakukan dengan menggunakan dua persamaan yaitu persamaan yang dikemukakan oleh Asdak
(1995) dan persamaan Moore and Burch berbasis SIG. Hasil perhitungan nilai LS untuk masingmasing persamaan dapat dilihat pada Tabel 6.
a. Nilai panjang dan kemiringan lereng (LS) berdasarkan persamaan Asdak (1995)
Tabel 6. Hasil Perhitungan LS Pada Setiap Unit Lahan
No
Unit Lahan
Panjang Lereng (m)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
UL 1A
UL 1B
UL 2A
UL 2B
UL 3A
UL 3B
UL 4A
UL 4B
UL 5A
UL 5B
UL 6A
UL 6B
UL 7A
UL 7B
UL 8
150
150
150
150
150
150
150
250
150
270
550
420
450
450
1700
Sumber: Hasil data primer tahun 2015
Kemiringan Lereng
(%)
0 - 3%
0 - 3%
0 - 3%
0 - 3%
3 - 8%
3 - 8%
3 - 8%
3 - 8%
3 - 8%
3 - 8%
3 - 8%
3 - 8%
8 - 15%
8 - 15%
25 - 40%
LS
0,346
0,346
0,346
0,346
0,819
0,819
0,819
1,057
0,819
1,099
1,568
1,371
2,647
2,647
14,542
18
Berdasarkan pada Tabel 7 di atas terlihat bahwa UL_1a , UL_1b, UL_2a, UL_2b
mempunyai nilai LS terendah yaitu 0,346, sedangkan UL_8 mempunyai nilai LS tertingi yaitu
14,524 hal ini disebabkan karena UL_8 memiliki kemiringan lereng 25-40 % serta panjang
lereng 1700 m, hal tersebut menunjukan bahwa semakin besar kemiringan dan panjang lereng
maka nilai LS juga akan besar. Semakin besar kemiringan lereng maka laju aliran permukaan
semakin tinggi dan kemampuan tanah untuk meresapkan air semakin kecil, inilah yang
menyebabkan daerah yang memiliki kelerengan besar potensi erosinya lebih besar (Surono et. al,
2013). Panjang dan kemiringan lereng (LS) berbasis Unit Lahan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Panjang dan kemiringan lereng (LS) berbasis Unit Lahan
19
4.
Nilai panjang dan kemiringan lereng (LS) berdasarkan Moore and Burch .
Berdasarkan nilai LS yang diperoleh berdasarkan analisis SIG, menunjukan bahwa nilai
LS didominasi oleh nilai 0 – 0.5 dengan jumlah pixel 597.459 atau seluas 57.008 ha, sedangkan
nilai LS > 27.5 adalah seluas 14 ha dengan jumlah pixel sebanyak 143. Nilai LS yang dihasilkan
dari analisis SIG persamaan Moore and Burch memiliki nilai yang berbeda dengan nilai LS
menggunakan persamaan Asdak (1995), perbedaan tersebut dikarenakan persamaan Moore and
Burch tidak hanya menggunakan parameter kemiringan lereng tetapi juga memperhitungkan
tempat terjadinya akumulasi air untuk menentukan nilai LS. Hal tersebut juga sesuai dengan
pernyataan As-syakur (2008) bahwa faktor LS dari hasil analisis SIG sangat memperhitungkan
nilai LS ditempat terjadinya akumulasi air sehingga jumlah erosi tanah akan semakin tinggi di
daerah-daerah tempat terjadinya akumulasi air. Sebagaimana Thanapackiam et.al. (2012)
mengemukakan bahwa daerah pegunungan bagian hulu DAS, mempunyai profil sungai yang
umumnya lebih cekung dan mempunyai jaringan sungai yang lebih rapat dari bagian hilir DAS.
Panjang dan kemiringan lereng (LS) berbasis Pixel disajikan pada Gambar 3.
Tabel 7. Luasan, jumlah pixel dan presentase nilai LS
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Nilai LS
0 - 0.5
0.5 - 1.5
1.5 - 2.5
2.5 - 3.5
3.5 - 7.5
7.5 - 14.5
14.5 - 20.5
20.5 - 27.5
>27.5
Jumlah
Sumber: Hasil data primer tahun 2015
Luas (Ha)
Jumlah Pixel
%
57.008
4.057
677
269
370
100
28
36
14
62560
597.459
42.532
7.095
2.824
3.882
1.051
297
373
143
655656
91,12385
6,486938
1,082122
0,430714
0,592079
0,160297
0,045298
0,05689
0,02181
100
20
Gambar 3. Panjang dan kemiringan lereng (LS) berbasis Pixel
5.
Faktor Pengelolaan Tanaman (C)
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, dapat diketahui bahwa nilai pengelolaan
tanaman (C) untuk setiap tutupan lahan yang ada pada setiap unit lahan dapat dilihat pada Tabel
8. Tutupan lahan pada DAS Tabunio didominasi oleh areal perkebunan dengan nilai C (0,5).
Nilai C paling tinggi ada pada areal pertambangan yaitu 1, sedangkan nilai C terendah pada areal
hutan lahan kering sekunder dengan nilai 0,005. Vegetasi penutup tanah sangat besar
pengaruhnya terhadap aliran permukaan dan erosi. Semakin banyak vegetasi maka akan semakin
memperendah laju erosi yang akan terjadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Arsyad (2010) bahwa
vegetasi merupakan faktor yang penting dalam terjadinya erosi, air hujan yang jatuh ke
21
permukaan tanah akan dapat tertahan dalam tajuk-tajuk vegetasi sehingga tenaga kinetik air tidak
langsung mengenai permukaan tanah. Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah
melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan air larian,
menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya dan mempertahankan kemantapan kapasitas
tanah dalam menyerap air.
Tabel 8. Nilai C dan luasan untuk setiap unit lahan
No
Unit Lahan
Penutupan Lahan
1 UL 1a
Perkebunan Campuran
UL 1b
Semak dan Belukar
UL
2a
2
Perkebunan sawit
UL 2b
Semak dan Belukar Rawa
3 UL 3a
Tanaman Campuran
UL 3b
Pertambangan
4 UL 4a
Perkebunan Campuran
UL 4b
Semak dan Belukar
5 UL 5a
Perkebunan sawit
UL 5b
Perkebunan karet
6 UL 6a
Pertanian Lahan Kering
UL 6b
Semak dan Belukar (dibakar setiap tahun)
7 UL 7a
Perkebunan karet
UL 7b
Perkebunan sawit
8 UL 8
Hutan Lahan Kering Sekunder
Sumber: Kementrian Kehutanan, 2009
Nilai (C)
0,6
0,4
0,5
0,02
0,1
1
0,5
0,4
0,5
0,6
0,45
0,1
0,6
0,5
0,005
Zhao et al. (2012) menyatakan bahwa perubahan vegetasi penutupan lahan suatu DAS
atau sub DAS dapat berpengaruh terhadap tingginya aliran permukaan pada musim hujan,
sehingga dapat menyebabkan fluktuasi debit yang tidak normal dan menyebabkan terjadinya
banjir. Kadir et,al (2013) menyatakan penutupan dan penggunaan lahan dapat berdampak positif
meningkatkan kesejahteraan, tetapi juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian
lingkungan dan tingginya aliran permukaan yang dapat menyebabkan terjadinya banjir dan
22
meningkatkan tingkat bahaya erosi jika pelaksanaannya tidak mempertimbangkan kelestarian
lingkungan.
6.
Pengelolaan Konservasi Tanah (P)
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, dapat diketahui bahwa nilai upaya pengelolaan
konservasi tanah (P) untuk setiap tutupan lahan yang ada pada setiap unit lahan dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai P dan luasan untuk setiap unit lahan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Unit Lahan
UL 1a
UL 1b
UL 2a
UL 2b
UL 3a
UL 3b
UL 4a
UL 4b
UL 5a
UL 5b
UL 6a
UL 6b
UL 7a
UL 7b
UL 8
Penutupan Lahan
Perkebunan Campuran
Semak dan Belukar
Perkebunan sawit
Semak dan Belukar Rawa
Tanaman Campuran
Pertambangan
Perkebunan Campuran
Semak dan Belukar
Perkebunan sawit
Perkebunan karet
Pertanian Lahan Kering
Semak dan Belukar
Perkebunan karet
Perkebunan sawit
Hutan Lahan Kering
Sekunder
Nilai
(P)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0,35
1
0,35
0,6
1
Keterangan
Tidak ada konservasi tanah
Tidak ada konservasi tanah
Tidak ada konservasi tanah
Tidak ada konservasi tanah
Tidak ada konservasi tanah
Tidak ada konservasi tanah
Tidak ada konservasi tanah
Tidak ada konservasi tanah
Tidak ada konservasi tanah
Tidak ada konservasi tanah
Teras Tradisional
Tidak ada konservasi tanah
Teras Tradisional
Kontur kroping 8 - 15%
Tidak ada konservasi tanah
Sumber: Kementrian Kehutanan, 2009
C. Besar Erosi dan Tingkat Bahaya Erosi Menggunakan Faktor LS berbasis Unit Lahan
Perhitungan besarnya erosi dilakukan pada setiap unit lahan dengan menggunakan rumus
USLE. Hasil perhitungan besarnya erosi pada setiap unit lahan dapat dilihat pada Tabel 10.
23
Tabel 10. Nilai Erosi (A) pada setiap unit lahan di DAS Tabunio
No
Unit Lahan
Luas (ha)
(R)
(K)
LS
(C)
(P)
A
1
UL 1A
UL 1B
UL 2A
UL 2B
UL 3A
1.474
3.327
7.215
4.924
6.859
1579
1579
1579
1579
1579
0,153
0,124
0,104
0,142
0,147
0,35
0,35
0,35
0,35
0,82
0,6
0,4
0,5
0,02
0,1
1
1
1
1
1
50,88
27,16
28,55
1,55
19,07
UL 3B
2.102
1579
0,169
0,82
1
1
219,08
UL 4A
UL 4B
UL 5A
UL 5B
UL 6A
UL 6B
UL 7A
UL 7B
UL 8
3.509
1579
1579
1579
1579
1579
1579
1579
1579
1579
0,111
0,133
0,210
0,059
0,093
0,096
0,124
0,093
0,100
0,82
1,06
0,82
1,10
1,57
1,37
2,65
2,65
14,54
0,5
0,4
0,5
0,6
0,45
0,1
0,6
0,5
0,005
1
1
1
1
0,35
1
0,35
0,6
1
71,49
89,11
136,11
61,93
36,35
20,87
108,80
116,34
11,44
2
3
4
5
6
7
8
2.407
8.736
3.274
2.450
2.904
2.599
5.393
5.389
Sumber: Hasil data primer tahun 2015
Keterangan :
A
R
K
LS
C
P
= Jumlah erosi (ton/ha/thn)
= Nilai erosivitas
= Nilai erodibiltas
= Nilai panjang dan kemiringan lereng
= Nilia penutupan lahan
= Nilai tindakn konservasi
Berdasarkan Tabel 10 di atas terlihat bahwa unit lahan UL_3b mempunyai jumlah erosi
yang terbesar yaitu 219,08 ton/ha/thn, hal ini disebabkan karena pada unit lahan ini penutupan
lahannya adalah pertambangan dengan kemiringan lereng 3 – 8 %. Nilai erosi terkecil terdapat
pada unit lahan UL_2b dan UL_8, yaitu berturut-turut 1,55 ton/ha/thn dan 11,44 ton/ha/thn. Unit
lahan UL_2b memiliki kondisi tutupan lahan berupa semak belukar rawa yang terletak di daerah
pesisir pantai dengan kemiringan lereng 0 – 3 %. Kondisi kelerengan yang landai juga didukung
oleh faktor penutupan lahan yang ada pada unit lahan UL_2b berupa semak belukar rawa,
24
dimana areal tersebut merupakan alang-alang permanen dengan genangan air sehingga faktorfaktor penyebab erosi tidak terlalu mempengaruhi.
Pendugaan erosi yang dilakukan juga menunjukan jumlah erosi yang rendah pada unit
lahan UL_8, dimana penutupan lahannya berupa hutan lahan kering sekunder. Hal ini terjadi
karena hutan memiliki struktur vegetasi yang berlapis. Air hujan tidak langsung mengenai
permukaan tanah, akan tetapi tertahan lebih awal pada strata paling atas, terus ke strata kedua,
sampai jatuh kepermukaan juga masih tertahan oleh serasah, ranting-ranting pohon.
Tingkat bahaya erosi (TBE) ditentukan berdasarkan tabel penentuan tingkat bahaya erosi
(Ditjen RRL, 1998) dengan memasukan parameter kedalaman solum tanah dari masing-masing
jenis tanah yang ada di DAS Tabunio. Nilai TBE pada setiap unit lahan di DAS Tabunio
disajikan pada Tabel 11.
Hasil analisis tingkat bahaya erosi (TBE) di DAS Tabunio menunjukan kelas sangat
ringan hingga berat, sebagaimana digambarkan dalam Peta TBE untuk setiap unit lahan. TBE
berat terdapat pada unit lahan UL_3b , UL_4a, UL_4b, UL 5a dan UL_5b dengan total luas
20.028 ha. TBE sedang terdapat pada unit lahan UL_1b, UL_6a, UL_6b, Ul_7a dan UL_7b
dengan total luas 16.673 ha. TBE ringan terdapat pada unit lahan UL_1a, UL_2a dan UL_3a
dengan total luas 15.548 ha. TBE sangat ringan terdapat pada unit lahan UL_2b dan UL_8
dengan total luas 10.313 ha. Presentasi luas TBE pada masing-masing unit lahan di DAS
Tabunio disajikan pada Tabel 12.
25
Tabel 11. Nilai TBE pada setiap unit lahan di DAS Tabunio
No
Unit Lahan
Luas (ha)
1
UL 1A
2
3
4
5
6
7
8
Kedalaman
BahayaErosi
TBE
Kelas
Dalam
ton/ha/thn
Kelas
1.474
(cm)
> 90
50,88
II
Ringan
UL 1B
3.327
60 – 90
Sedang
27,16
II
Sedang
UL 2A
7.215
> 90
Dalam
28,55
II
Ringan
UL 2B
4.924
> 90
Dalam
1,55
I
Sangat Ringan
UL 3A
6.859
> 90
Dalam
19,07
II
Ringan
UL 3B
2.102
> 90
Dalam
219,08
IV
Berat
UL 4A
UL 4B
UL 5A
UL 5B
UL 6A
UL 6B
UL 7A
UL 7B
UL 8
3.509
2.407
8.736
3.274
2.450
2.904
2.599
5.393
5.389
60 – 90
60 – 90
60 – 90
60 – 90
60 – 90
60 – 90
> 90
> 90
> 90
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Dalam
Dalam
Dalam
71,49
89,11
136,11
61,93
36,35
20,87
108,80
116,34
11,44
III
III
III
III
II
II
III
III
I
Berat
Berat
Berat
Berat
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sangat Ringan
Sumber: Hasil data primer tahun 2015
Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa terdapat nilai TBE yang berbeda pada unit
lahan dengan tutupan lahan yang sama, seperti pada UL 2A dan UL 5A dengan tutupan lahan
berupa lahan perkebunan. Terjadi perbedaan nilai TBE pada unit lahan dengan tutupan lahan
yang sama disebabkan oleh beberapa faktor yaitu adanya perbedaan solum tanah, nilai
erodibilatas, dan nilai kelerengan. Unit lahan UL 2A memiliki kelas solum tanah dalam (>90
cm), nilai erodibilitas 0,104 dan nilai faktor kelerengan sebesar 0,35 sehingga menghasilkan nilai
TBE ringan, sedangkan unit lahan UL 5A memiliki kelas solum tanah sedang (60 – 90 cm), nilai
erodibilitas 0,210 dan nilai kelerengan sebesar 0,82 sehingga menghasilkan nilai TBE berat.
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) berbasis Unit Lahan disajikan pada Gambar 4.
26
Gambar 4. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) berbasis Unit Lahan
Tabel 12. Presentasi Luas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di DAS Tabunio
No
Unit
Lahan
Tutupan Lahan
UL 2B
Semak dan Belukar Rawa
1
2
3
UL 8
Hutan Lahan Kering Sekunder
UL 1A
UL 2A
UL 3A
UL 3B
UL 4A
UL 4B
UL 5A
UL 5B
Perkebunan Campuran
Perkebunan
Tanaman Campuran
Pertambangan
Perkebunan Campuran
Semak dan Belukar
Perkebunan
Pertanian Lahan Kering
TBE
Sangat
Ringan
Sangat
Ringan
Ringan
Ringan
Ringan
Berat
Berat
Berat
Berat
Berat
Luas
(ha)
(ha)
Jumlah
(%)
4.924
10.311
16,48
15.548
24,85
20.028
32,01
5.387
1.474
7.215
6.859
2.102
3.509
2.407
8.736
3.274
27
4
UL 1B
Pertanian Lahan Kering
Sedang
3.327
UL 6A
UL 6B
UL 7A
UL 7B
Pertanian Lahan Kering
Semak dan Belukar
Perkebunan
Perkebunan
Jumlah
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
2.450
2.904
2.599
5.393
62.560
16.673
26,65
62.560
100
Sumber: Hasil data primer tahun 2015
D. Penentuan Lokasi Prioritas Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Berdasarkan hasil evaluasi tingkat bahaya erosi (TBE) menggunakan SIG berbasis pixel,
maka dapat ditentukan lokasi prioritas kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di DAS Tabunio,
yaitu pada daerah yang memiliki TBE kelas berat, adapun arahan dalam kegiatan rehabilitasinya
terdiri atas pendekatan vegetatif dan pendekatan mekanis. Berikut lokasi prioritas dan arahan
rehabilitasi hutan dan lahan di DAS Tabunio yang disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Lokasi Prioritas dan Arahan Konservasi Lahan DAS Tabunio
No
1
Unit Lahan
UL_2a
Tutupan
Perkebunan
TBE
Berat
2
UL_3b
Pertambangan
Berat
3
UL_5a
Perkebunan
Berat
Total
Arah Rehabilitasi
Teras Tradisional
Reboisasi dan Teras
Tradisional
Teras Tradisional
Luas (ha)
32,05
13,86
9,35
55,26
Sumber: Hasil data primer tahun 2015
Pengendalian erosi secara mekanis merupakan pengendalian erosi yang memerlukan
beberapa sarana fisik antara lain pembuatan teras dan saluran pembuangan air. Arahan ini
dilakukan untuk Unit Lahan UL_2a dan UL_5a yang merupakan areal perkebunan, dimana salah
satu cara yang masih bisa dilakukan tanpa harus mengubah jenis tanaman. Selain itu, pembuatan
teras juga memberikan manfaat seperti pernyataan Wijayanti (2011) yang menjelaskan bahwa
pembuatan teras bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penerapan teknik konservasi tanah, dan
memfasilitasi pengelolaan lahan (land management facility), di antaranya untuk fasilitas jalan
28
dan penghematan tenaga kerja dalam pemeliharaan tanaman. Jenis teras yang direkomendasikan
ialah teras tradisional, yaitu berupa teras kebun sesuai dengan pernyataanSukartaatmadja (2004)
bahwa teras kebun dibuat pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng antara 30 – 50 % yang
direncanakan untuk areal penanaman jenis tanaman perkebunan. Ukuran lebar jalur teras dan
jarak antar jalur teras disesuaikan dengan jenis komoditas. Dalam pembuatan teras kebun, lahan
yang terletak di antara dua teras yang berdampingan dibiarkan tidak diolah.
Pengendalian erosi secara vegetatif, merupakan pengendalian erosi yang didasarkan pada
peranan tanaman yang ditanam atau tumbuh bertujuan untuk mengurangi daya pengikisan dan
penghanyutan tanah oleh aliran permukaan. Arahan konservasi pendekatan vegetatif sangat
cocok diterapkan pada unit lahan UL_3b yang merupakan areal pertambangan. Kegiatan
reklamasi berupa pengaturan lahan dan penanaman harus segera dilakukan khususnya pada
lokasi yang telah selesai ditambang.
Sajikumar dan Remya (2015) menyatakan bahwa efek pengendalian erosi melalui
penggunaan lahan terhadap karakteristik limpasan-permukaan pada suatu DAS. Limpasan
permukaan berkurang seiring bertambahnya vegetasi penutupan lahan. Berdasarkan arahan
kegiatan konservasi lahan seperti yang dijelaskan di atas, maka dapat dibuat simulasi yang
menghasilkan nilai TBE baru apabila arahan konservasi tersebut dilakukan. Hasil simulasi
arahan kegiatan konservasi lahan disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil Simulasi Arahan Konservasi Lahan DAS Tabunio
No
Unit Lahan
Tutupan
TBE
Arah Rehabilitasi
1
UL_2a
Perkebunan
Berat
2
UL_3b
Pertambangan
Berat
3
UL_5a
Teras Tradisional
Reboisasi dan
Teras Tradisional
Teras Tradisional
Perkebunan
Berat
Total
Sumber: Hasil data primer tahun 2015
TBE
Simulasi
Ringan
Luas
(ha)
32,05
Ringan
13,86
Ringan
9,35
55,26
29
Hasil dari simulasi arahan konservasi lahan menunjukan bahwa TBE pada unit lahan UL_2a,
UL3b dan UL_5a yang sebelumnya kelas berat berubah menjadi TBE kelas ringan. Penurunan
TBE tersebut dikarenakan adanya perubahan vegetasi penutupan lahan (faktor C) berupa
reboisasi dan konservasi tanah pembuatan teras tradisional yang akan memperkecil nilai erosi
yang ada di DAS Tabunio. Hasil simulasi arahan konservasi hutan dan lahan di DAS Tabunio
disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Hasil simulasi arahan konservasi hutan dan lahan di DAS Tabunio.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air, Edisi Kesatu. IPB Press. Bogor.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air, Edisi Kedua Cetakan Kedua. IPB Press.
Bogor.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan Kelima
(revisi). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
As-syakur, Abdul Rahman. 2008. Prediksi Erosi dengan Menggunakan Metode
USLE dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Berbasis Pixel di Daerah
Tangkapan Air Danau Buyan. Bandung: Jurnal PIT MAPIN XVII.
Baja,S. 2012a. Tata guna lahan dan pengembangan wilayah. Pendekatan spasial dan
aplikasinya. Andi Yogyakarta.
Franti, T. G., Peter, C. J., Tierney, D. P., Fawcett, R. S., and Myers, S. A. (1998).
Reducing herbicide losses from tile-outlet terraces. Journal of Soil and Water
Conservation. 53 (1): 25-31.
Indarto. 2010. Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Bumi
Aksara. Jakarta.
Jacob, J., Disnar, J., Arnaud, F., Gauthier, E., Billaud, Y., Chapron, E., and Bardoux,
G. (2009). Impacts of New Agricultural Practices on Soil Erosion During the
Bronze Age in the French Prealps. The Holocene. 19 (2): 241-249.
doi:http://dx.doi.org/10.1177/0959683608100568.
Kadir,S. 2002. Pengelolaan DAS Terpadu di Kawasan Lindung Riam Kanan
Provinsi Kalimantan Selatan, Jurnal Tropika. Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Malang 10 (1): 87-99.
Kementrian Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor: P.32/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Rencana Teknik
Rehabilitasi Hutan dan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL – DAS). Jakarta
Kartasapoetra,G., Kartasapoetra, A.G., dan Sutedjo, M.M. 2000. Teknologi
Konservasi Tanah dan Air. P.T PT. Rineka Cipta Cetakan kempat, Jakarta.
Kementrian Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor: P.32/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Rencana Teknik
Rehabilitasi Hutan dan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL – DAS). Jakarta
Lantican, M. A., Guerra, L. C., and Bhuiyan, S. I. 2003. Impacts of Soil Erosion in
The Upper Manupali Watershed on Irrigated Lowlands in the Philippines.
Paddy and Water Environment. 1 (1): 19-26.
doi:http://dx.doi.org/10.1007/s10333-002-0004-x
Moore I, Burch G. 1986. Physical basis of the length-slope factor in the universal
soil loss equation. Soil Sci Soc Am J 50;1294-1298.
Murdis, R. 1999. Pendugaan Erosi dengan Pendekatan USLE (Universal Soil Loss
Equation) Menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi) di Sub-DAS
Ciwidey, Bandung. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi
Pertanian. IPB. Bogor.
Nunes, A.N., A.C. de Almeida dan C.O.A. Coelho. 2011. Impacts of land use and
cover type on runoff and soil erosion in a marginal area of Portugal. Applied
Geography, 31(2): 687-699
Rayes, M.L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Alam. CV Andi Offset.
Yoyakarta.
Ridwansyah, Iwan, Meti Yulianti dan Dini Daruati. 2010. Permodelan ErosiSedimentasi Menggunakan GIS di Hulu Waduk Kedungombo. Jurnal
Prosiding Seminar Nasional Liminologi V Tahun 2010.
Sajikumar,N. dan R.S. Remya. 2015. Impact of land cover and land use change on
runoff characteristics. Journal of Environmental Management, In Press,
Corrected Proof, Available online 7 January 2015
Samuels, M. H. 2008. U.S. Eastern District Court Rules Suffolk Jetties Didn't Cause
Beach Erosion. Long Island Business News, Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/223589147?accountid=46437.
Surono, Jailani Husain, Yani E.B. Kamagi, dan Jeane Lengkong. 2013. Aplikasi
Sistem Informasi Geografis dalam Memprediksi Erosi Dengan Metode
USLE di Sub DAS Dumoga. Jurnal unsrat vol 3, No 5 Tahun 2013.
Thanapackiam, P., Salleh, K.O., and Ghaffar, F.Ab. 2012. Vulnerability and
Adaptation of Urban Dwellers in Slope Failure Threats - A Preliminary
Observation for the Klang Valley Region. Journal of Environmental
Biology. 33 (2): 373-379.
Tunas, I Gede. 2005. Prediksi Erosi Lahan DAS Bengkulu dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG). Palu: Jurnal SMARTek, Vol 3, No, 3 Agustus 2005: 137
– 145.
Utomo, W. H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia; Suatu Rekaman
dan
Analisa. CV Rajawali. Jakarta.
Wischmeier, W.H. and Smith,D.D. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses. A
Guite to Conservation Planning, US Department of Agriculture Handbook No.
537, USDA, Washington, D.C.
Yu, J., Lei, T., Shainberg, I., Mamedov, A. I., and Levy, G. J. (2003). Infiltratin and
Erosion in Soils Treated With Dry Pam and Gypsum. Soil Science Society of
America Journal. 67 (2): 630-636.
Zhao, Y., Zhang, K., Fu, Y. dan Zhang, H. 2012. Examining Land-Use/Land-Cover
Change in the Lake Dianchi Watershed of the Yunnan-Guizhou Plateau of
Southwest China with remote sensing and GIS techniques: 1974–2008.
International Journal of environmental research and public health, 9 (11):
3843–3865.
KONSERVASI TANAH DAN AIR
EROSI
Bahan kuliah untuk keperluan pendidikan dan pengajaran
Dr. Ir. H. Syarifuddin Kadir, MSi
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEHUTANAN
BANJARBARU
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Setelah selesai mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat memahami
tentang konservasi terhadap tanah dan air, berbagai metode KTA, penentuan
penggunaan lahan sesuai degan kemampuannya, metode pengukuran dan
perhitungan erosi serta dapat mempraktikkan di lapangan.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Dibahas terkait erosi, agar mahasiswa mengetahui faktor penyebab
terjadinya erosi, metode pendugaan dan faktor yang menentukan besar
kecilnya erosi serta pengendaliannya
POKOK BAHASAN =
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
PENGERTIAN EROSI
PROSES TERJADINYA EROSI
FAKTOR PENENTU EROSI
PENDUGAAN EROSI
PENENTUAN TINGKAT BAHAYA EROSI
DAMPAK, PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN EROSI
CONTOH HASIL DAN PEMBAHASAN PENDUGAAN EROSI
Erosi adalah Erosi adalah
peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah dari
suatu tempat ke tempat yang lainnya oleh media
alam (air atau anging)
peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah,
batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi
angin, air atau es
 Faktor alami.
Ex : karakteristik hujan, kemiringan lereng,
tanaman penutup tanah dan kemampuan tanah untuk
menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah
dangkal.
 Erosi yang disebabkan oleh aktivitas manusia
Ex : penggundulan hutan, kegiatan pertambangan
perkeunanan dan perladangan
 Iklim
 Topografi
 Vegetasi
 Tanah
 Manusia.
1.
Rain Splash Erosion (Erosi Cipratan Air Hujan)
Air hujan yang jatuh akan menumbuk permukaan tanah,
mengganggu struktur tanah
Adalah erosi dalam bentuk lembaran-lembaran pada permukaan
tanah. Tejadi pengangkatan dan pemindahan tanah demikian
merata pada bagian permukaan tanah
Daya aliran air dengan mudah terus akan melakukan pengikisan
kebagian bawahnya, dengan demikian pengikisan terus
merambat kebagian bawahnya lagi dan terbentuklah
alur-alur pada permukaan tanah dari atas memanjang kebawah,
alur ini adalah dangkal
Erosi parit sangat erat hubungannya dengan erosi alur,
karena memang erosi parit melanjutkan aktivitas daya
pengikisan partikel tanah pada alur-alur yang sudah
terbentuk
Menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan
menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi
lahan).
Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah
untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan
meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan
limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di
SUNGAI Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran
permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai
(sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi
akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan
mempengaruhi kelancaran jalur pelayaran.
 Metode konservasi tanah dan air pada umumnya
dilakukan untuk:
1. Melindungi tanah dari curahan langsung air
hujan
2. Meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah
3. Mengurangi run off (aliran air permukaan
tanah)
4. Meningkatkan stabilitas agregat tanah.
1.Metode Vegetatif
2.Metode Mekanik
3.Metode Kimia
Metode vegetatif adalah metode konservasi
tanah dan air dengan cara menanam vegetasi
(tumbuhan) pada lahan yang dilestarikan
a. Penghijauan
b. Reboisasi
c. Penanaman secara contur (contour strip cropping)
d. Penanaman tanaman secara berbaris (strip cropping)
e.Pergiliran tanaman (croprotation)
Metode mekanik adalah metode konservasi tanah dan air melalui
teknik-teknik pengolahan tanah yang dapat memperlambat aliran
permukaan
Metode kimia dilakukan dengan menggunakan bahan kimia
(soil conditioner) untuk memperbaiki struktur tanah, yaitu
meningkatkan kemantapan agregat (struktur tanah)
TERIMAKASIH
ATAS PERHATIAN
TERHADAP
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA EROSI,
METODE PENDUGAAN DAN FAKTOR YANG
MENENTUKAN BESAR KECILNYA EROSI
SERTA PENGENDALIANNYA
KONSERVASI TANAH DAN AIR
EROSI
Bahan kuliah untuk keperluan pendidikan dan pengajaran
Dr. Ir. H. Syarifuddin Kadir, MSi
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEHUTANAN
BANJARBARU
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Setelah selesai mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat
memahami tentang konservasi terhadap tanah dan air, berbagai metode
KTA, penentuan penggunaan lahan sesuai degan kemampuannya,
metode pengukuran dan perhitungan erosi serta dapat mempraktikkan di
lapangan.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Dibahas terkait EROSI, agar mahasiswa dapat mengetahui
proses perhitungan pendugaan besarnya erosi pada setiap
unit lahan
POKOK BAHASAN =
PERHITUNGAN PENDUGAAN EROSI
MENGGUNAKAN METODE USLE (Universal Soil Loss
Equation )
PERHITUNGAN EROSI
Perkiraan besarnya erosi pada setiap unit
lahan dihitung dgn menggunakan rumus yang
dikembangkan oleh:
Wischmeier dan Smith pada tahun 1978 dalam
bentuk persamaan yg dikenal dengan:
UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION (USLE)
(Utomo, 1994 dan Asdak, 2010)
A = R.K.L.S.C.P.0,61
Keterangan :
A = Jumlah tanah yang hilang (Ton/ha/th)
R = Faktot erosifitas hujan tahunan rata-rata (mj.cm/ha/jam/tth)
K = Faktor erodibilitas tanah (Ton,ha.jam/ha/mj.cm)
L = Faktor panjang lereng
S = Faktor kemiringan lereng
C = Faktor pengelolaan tanaman
P = Faktor konservasi tanah
1. Erosivitas Hujan (R)
Nilai (R) dihitung dgn menggunakan rumus Bols 1978 (Ditjen
RRL, 1998), yaitu
R m  6,119 ( Rain )
1, 21
m
x ( Days )
 0 , 47
m
x ( MaxP )
0 , 53
m
Keterangan :
Rm
= Erosivitas curah hujan bulanan rata-rata (EI30
(mj.cm/ha/jam/bulan)
(Rain)m = Curah hujan rata-rata bulanan (cm)
(Days)m = Jumlah hari hujan rata-rata bulanan (hari)
(MaxP)m = Curah hujan harian rata-rata maksimal (cm)
Dan ;
12
R   ( Rm )
m 1
Keterangan : R = Erosivitas hujan tahunan
rata-rata
= jumlah Rm selama 12 bulan.
2) Erodibilitas Tanah (K)
K : menunjukan nilai kepekaan suatu jenis tanah
terhadap daya penghancuran dan penghanyutan air
hujan (Kartasapoetra. Dkk, 2000).
Besarnya nilai faktor K ini ditentukan dgn menganalisis
sifat fisik tanah yg :
a. tekstur,
b. struktur,
c. permeabilitas dan
d. kandungan bahan organik.
Hasil dr analisis sifak fisik tanah meliputi tekstur,
struktur, permeabilitas tanah dimasukan dengan
angka pendekatan sebagaimana dikemukakan oleh
Dep. Kehutanan (1985) Tabel 1.
a. Tekstur tanah
Tanah disusun dari butir-butir tanah dengan berbagai ukuran.
A. Bagian butir tanah yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar tanah
seperti kerikil, koral sampai batu.
B. Bagian butir tanah yang berukuran kurang dari 2 mm disebut bahan halus tanah.
Bahan halus tanah dibedakan menjadi:
(1) pasir, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,050 mm sampai dengan 2 mm.
(2) debu, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,002 mm sampai dengan 0,050
mm.
(3) liat, yaitu butir tanah yang berukuran kurang dari 0,002 m
Tekstur tanah : menunjukkan kasar halusnya tanah.
Tekstur tanah : merupakan perbandingan antara butir-butir pasir,
debu dan liat.
Tekstur tanah : dikelompokkan dalam 12 klas tekstur.
Tekstur tanah : dibedakan berdasarkan prosentase kandungan
(%) pasir, debu dan liat
KELAS TEKSTUR TANAH
ADA 12 KELAS TEKSTUR
BERDASARKAN USDA
1.PASIR
2.PASIR BERLEMPUNG
3.LEMPUNG BERPASIR
4.LEMPUNG LIAT BERPASIR
5.LEMPUNG BERDEBU
6.LEMPUNG
7.LEMPUNG LIAT BERPASIR
8.LIAT LIAT BERDEBU
9.LEMPUNG BERLIAT
10.LIAT BERPASIR
11.LIAT BERDEBU
12.LIAT
b. Struktur tanah
Pengertian Struktur Tanah - Struktur tanah adalah susunan atau
agregasi partikel-parikel primer tanah (pasir, debu, liat) secara alami
menjadi berbagai kelompok partikel yang satu sama lain berbeda dalam
ukuran dan bentuknya, dan dibatasi oleh bidang-bidang
Struktur tanah yang baik adalah mengandung udara dan air dalam jumlah
cukup dan seimbang serta mantap.
No
Tipe struktur
1.
Granular sangat halus
1
2.
Granular halus
2
3.
Granular kasar
3
4.
Gumpal, lempeng, pejal
4
Sumber : Dit. Jendl eboisasi dan Rehab. Lahan (1998).
Nilai S
Struktur Tanah: Pengertian
Struktur tanah adalah susunan agregat primer tanah
secara alami menjadi bentuk tertentu dibatasi oleh
beberapa bidang
Struktur tanah terbentuk karena penggabungan butirbutir primer tanah oleh pengikat koloid tanah menjadi
agregrat primer
Sekelompok tanah terdiri dari gumpalan-gumpalan kecil
beraneka bentuk yang disebut agregat sekunder =
Struktur makro
Bagian-bagian ini terbentuk dari penggabungan
butir-butir lebih kecil yang disebut agregat primer
= struktur mikro .
Struktur Tanah: Bentuk/tife Struktur
Lapisan tanah umumnya mempunyai tiga bentuk struktur:
1. Struktur Gumpal
Struktur ini biasanya terdapat pada tanah liat. Gumpalan tanah biasanya
lebih besar daripada struktur lain, dan terdapat lebih banyak pori-pori
mikro yang terisi oleh air daripada pori-pori makro sehingga tata
udaranya kurang baik. Struktur ini biasanya mudah larut karena air
hujan.
2. Struktur Remah
Struktur ini adalah gumpalan yang lebih kecil. Pada struktur remah
terdapat pori-pori makro non-kapiler yang tidak terisi air melainkan oleh
udara. Ruang pori-pori mikro bersifat kapiler yang dapat menahan air
dan tidak merembes ke bawah. Mudah larutnya struktur remah oleh air
hujan tergantung dari sifat bahan perekat yang membentuknya. Adanya
bahan organik cenderung membentuk struktur remah yang stabil dan
mantap. Pada struktur remah terdapat keseimbangan yang baik antara
udara dan air tanah sebagai medium larutnya unsur hara tanaman.
Struktur rermah merupakan struktur yang sangat baik untuk tanaman.
3. Struktur Butir
Sebenarnya struktur ini bukan merupakan struktur melainkan campuran
butir-butir primer yang kasar tanpa adanya bahan pengikat agregat.
Struktur ini terdapat pada tanah-tanah pasir, pasir berlempung, atau
pasir berdebu. Porositas tanahnya tinggi kaya pori-pori makro dan
mudah merembeskan air menyebabkan tanah mudah mengering
C. Permeabilitas
Penilaian permeabilitas tanah dilakukan di Laboratorium
melalui sampel tanah yang diambil di lapangan
berdasarkan setiap unit lahan. Penilaian permeabilitas
tanah disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Penilaian permeabilitas tanah
No
Tipe permeabilitas
cm / Jam
Nilai P
> 12,7
1
1.
Cepat
2.
Sedang sampai cepat
6,3 – 12,7
2
3.
Sedang
2,0 – 6,3
3
4.
Sedang sampai lambat
0,5 -2,0
4
5.
Lambat
0,125 – 0,5
5
6.
Sangat lambat
< 0,125
6
Sumber : Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (1985).
d. Bahan Organik
Tabel 1. Persentase kelas kandungan bahan organik
Kelas
Kandungan bahan organik
Tingkat erodibilitas
0
<1
Sangat rendah
1
>1–2
Rendah
2
> 2,1 – 3
Sedang
3
> 3,1 – 5
Tinggi
4
>5
Sangat tinggi
Sumber : Departemen Kehutanan (1985)
Sampel tnh yg diambil di lapangan dianalisis untuk mengetahui nilai
erodibilitas (K). Selanjutnya nilai K ditentukan dgn menggunakan
persamaan yg dibuat oleh Wischmeier dan Smith (1978), yaitu :
K = { 2,173 M1,14(10-4) . (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3) } / 100
Keterangan :
K = Erodibilitas tanah
M= % debu + % pasir sngt halus x (100 - % liat)
A = Kandungan bahan organik (%)
persen unsur organik (= C organik x 1,724)
B = Nilai struktur tanah
C = Nilai permeabilitas tanah
Hardjiowigeno, 1987, menyatakan bhw Nilai erodibilitas (K) : kepekaan
tanah thdp erosi, makin tinggi nilai K berarti tanah makin peka thdp
erosi.
Nilai erodibilitas (K) untuk bbrpa jenis tanah di Indonesia dpt dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai K untuk bbrapa jenis tanah di Indonesia
No
Jenis tanah
Nilai K
1
Latosol
0,02
2
Mediteran merah kuning
0,05
3
Mediteran
0,21
4
Podsolik merah kuning
0,15
5
Regosol
0,11
6
Grumusol
0,24
Sumber : Hardjiowigeno (1987)
3) Panjang Lereng dan Kemiringan (LS)
Pada peta topografi dibuat jari-jari yang berjarak
tetap (1 cm). Untuk menghitung kemiringan lereng
(S %) digunakan persamaan rumus menurut
Departemen Kehutanan (1985), yaitu :
S 
100 ( n  1) Ci
1, 4142  Sk / 100
(100 )
Keterangan :
N = Jlh grs kontur yg mmotong diagonal jari-jari
Ci = Interval kontur (m)
Sk= Skala peta
1,4142 = Konstanta
Setelah slope ditemukan kemudian dikelompokkan untuk
menentukan kelas kelerengan yang dinyatakan dalam
satuan persen (%). Pada setiap unit lahan diukur jarak
datar (jarak pada peta) dari tempat tertinggi sampai ke
tempat yang terendah sebanyak 10 kali pengukuran
kemudian dimasukan kedalam persamaan menurut Dephut
(1985), yaitu :
10
L 
 LP
1
10
x
1
Cos 
Keterangan :
L
= Panjang lereng (m)
LP = Jarak datar di peta (cm)
Cos α= Cosinus derajat kelerengan ( o )
Menurut Dephut (1985), bahwa setelah kemiringan
lereng (S) dan panjang lereng (L) ditemukan, maka
faktor kelerengan dihitung menurut persamaan :
LS  ( L / 221) (0,065  0,45 .S  0,0065 ..S )
m
Keterangan :
m = 0,2 untuk
m = 0,4 untuk
m = 0,3 untuk
m = 0,5 untuk
S
S
S
S
<
=
=
>
2
1%
3,4 – 4,5 %
1 – 3,3 %
5%
Jadi nilai indek panjang dan kemiringan lereng adalah hasil perkalian antara
nilai faktor panjang lereng (L) dengan nilai faktor kemiringan lereng (S)
4. Pengelolaan tanaman
Faktor C menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari
lahan dengan tanaman dan manajemen tertentu terhadap
besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan tanpa
pengolahan. Faktor ini mengukur kombinasi pengaruh
tanaman dan pengelolaannya. Tanpa mengurangi ketelitian
prediksi erosi yang hendak dicapai nilai C dapat merujuk
pada publikasi yang telah ada sesuai dengan kondisi
Faktor C (penutupan lahan)
Nilai faktor C ditentukan berdasarkan angka pendekatan yang
dikemukakan oleh FAO (Food Agriculture Organization) dan SRI (Soil
Research Institute) serta angka pendekatan yang dikemukakan oleh
Ambar dan Syarifudin dalam Ditjen RRL (1987) seperti pada Lampiran 8.
5. Faktor Tindakan Konservasi Tanah (P)
Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah adalah
nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu
tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada
lahan tanpa tindakan konservasi
Nilai faktor P ditentukan berdasarkan angka pendekatan
yang dikemukakan oleh FAO dan SRI dalam Ditjen RRL
(1987) seperti disajikan pada Lampiran 9.
Tabel 6. Kriteria Tingkat Bahaya Erosi
Kelas bahaya erosi
Solum
Tanah
(cm)
I
II
III
IV
V
Erosi (ton/ha/tahun)
< 15
15 - < 60
60 - < 180
180 -
480
Dalam (>90)
0-SR
I-R
II-S
III-B
IV-SB
Sedang
> 60 – 90
R
I
S
II
B
III
SB
IV
SB
IV
Dangkal
30 – 60
S
II
B
III
SB
IV
SB
IV
SB
IV
Sangat dangkal
< 30
B
III
SB
IV
SB
IV
SB
IV
SB
IV
Sumber : Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (RRL), 1998
Keterangan :
0 - SR = sangat ringan, I - R = ringan, II - S
III - B = berat
IV - SB = sangat berat.
= sedang,
> 480
PLOT PENGUKURAN EROSI DAN SEDIMENTASI
TERIMAKASIH
ATAS PERHATIAN
TERHADAP
PENDUGAAN EROSI
MENGGUNAKAN METODE USLE
KONSERVASI TANAH DAN AIR
EROSI
Bahan kuliah untuk keperluan pendidikan dan pengajaran
Dr. Ir. H. Syarifuddin Kadir, MSi
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEHUTANAN
BANJARBARU
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Setelah selesai mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat
memahami tentang konservasi terhadap tanah dan air, berbagai metode
KTA, penentuan penggunaan lahan sesuai degan kemampuannya,
metode pengukuran dan perhitungan erosi serta dapat mempraktikkan di
lapangan.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Dibahas terkait EROSI, agar mahasiswa dapat mengetahui
proses perhitungan pendugaan besarnya erosi pada setiap unit
lahan
POKOK BAHASAN =
Contoh HASIL PENELITIAN PERHITUNGAN PENDUGAAN
EROSI MENGGUNAKAN USLE DI DAS TABUNIO




DAS Tabunio Ds dengan luas 242.442,5 ha terdapat lahan kritis
seluas 56.881,6 ha, sedangkan pada tahun 2013 meningkat
17,7% menjadi seluas 66.966,6 ha (BPDAS Barito).
Menyebabkan tidak normalnya fluktuasi ketersediaan debit air
untuk kebutuhan domestik dan untuk pertanian lahan basah.
Salah satu faktor yang menyebabkan lahan kritis ialah besarnya
erosi. Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan
metode yang umum digunakan untuk memprediksi besar dan
Tingkat Bahaya Erosi (TBE).
Analisa TBE dalam hamparan lahan seluas DAS atau sub DAS
akan sangat efektif jika memanfaatkan teknologi Sistem
Informasi Geografis (SIG).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian
mengenai Pendugaan Erosi Menggunakan USLE Berbasis Sistem
Informasi Geografis Di DAS Tabunio
Permasalahan yang hendak diungkapkan pada penelitian
ini adalah:
1.
Bagaimana menduga besarnya erosi dan Tingkat
Bahaya Erosi penggunaan USLE berbasis SIG di DAS
Tabunio ?
2.
Bagaimana pengaruh penggunaan faktor panjang dan
kemiringan lereng (LS) berbasis unit lahan dengan
faktor LS berbasis Pixel terhadap hasil pendugaan
erosi di DAS Tabunio ?
3.
Bagaimana penentuan lokasi prioritas dan arahan
kegiatan rehabilitas lahan berdasarkan Tingkat Bahaya
Erosi di DAS Tabunio?
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.
Menduga besar erosi dan Tingkat Bahaya Erosi
menggunakan USLE berbasis SIG di DAS Tabunio.
2.
Menentukan lokasi prioritas dan arahan kegiatan
rehabilitasi lahan berdasarkan Tingkat Bahaya
Erosi di DAS Tabunio
A.
Tempat dan Waktu Penelitian
1. Kecamatan
Bajuin,
2. Tambang Ulang,
3. Pelaihari,
4. Takisung,
5. Kurau dan
6. Batu Ampar.
Waktu penelitian
selama 4 (empat)
bulan
Data Curah
Hujan 10 Tahun
Data
DEM/SRTM
Peta Jenis
Tanah dan
Administrasi
Analisis data dan
perhitungan nilai
erosivitas (R)
Pembuatan model
kelas kemiringan
lereng
Peta Unit Lahan
Nilai Erosivitas
Hujan Per stasiun
Peta Kelas
kemiringan lereng
Pengambilan
sampel tanah
Konversi ke nilai (LS)
Analisis tanah dan
perhitungan
erodibilitas tanah
(K)
-Indeks pengelolaan lahan
-indeks faktor tanaman
(CP)
Peta Raster Faktor
Panjang dan
Kemiringan Lereng
(LS)
Peta Raster
Erodibilitas Tanah
(K)
Peta Raster Faktor
Tanaman dan
Pengelolaan Lahan
(CP)
Peta Raster Indeks
Erosivitas Hujan
(R)
Analisis Spasial
Persamaan USLE
Besar erosi
Tingkat Bahaya
Erosi
Penentuan Daerah
Prioritas dan Arahan
Rehabilitasi Lahan
Peta Tutupan
Lahan
1. Unit Lahan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Unit
Lahan
UL 1a
Luas (Ha)
Penutupan Lahan
1.474
Perkebunan Campuran
UL 1b
3.327
Semak dan Belukar
UL 2a
7.215
Perkebunan
UL 2b
4.924
Semak dan Belukar Rawa
UL 3a
6.859
Tanaman Campuran
UL 3b
2.102
Pertambangan
UL 4a
3.509
Perkebunan Campuran
UL 4b
2.407
Semak dan Belukar
UL 5a
8.736
Perkebunan
UL 5b
3.274
Perkebunan
UL 6a
2.450
Pertanian Lahan Kering Campuran
UL 6b
2.904
Semak dan Belukar
UL 7a
2.599
Perkebunan
UL 7b
5.393
Semak dan Belukar
UL 8
5.389
Hutan Lahan Kering Sekunder
Jenis Tanah
Lereng (%)
Dystrudepts
0 - 3%
Endoaquepts
(sulfic)
0 - 3%
Hapludox
3 - 8%
Kandiudults
3 - 8%
Kanhapluduts
(skel)
3 - 8%
Kanhapluduts
3 - 8%
Kandiudox
8 - 15%
Inceptisols
25 - 40%
No
Stasiun Hujan
Nilai
Erosivitas
(Kj/ha)
1
Takisung
1,708
2
Pelaihari
1,511
3
Tambang Ulang
1,595
4
Kurau
1,149
5
Batu Ampar
1,705
6
Bajuin
1,809
Unit Lahan
UL 1A
UL 1B
UL 2A
UL 2B
UL 3A
UL 3B
UL 4A
UL 4B
UL 5A
UL 5B
UL 6A
UL 6B
UL 7A
UL 7B
UL 8
Erodibilitas
(K)
0.153
0.124
0.104
0.142
0.147
0.169
0.111
0.133
0.210
0.059
0.093
0.096
0.124
0.093
0.100
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Unit
Lahan
UL 1A
UL 1B
UL 2A
UL 2B
UL 3A
UL 3B
UL 4A
UL 4B
UL 5A
UL 5B
UL 6A
UL 6B
UL 7A
UL 7B
UL 8
LS
0,346
0,346
0,346
0,346
0,819
0,819
0,819
1,057
0,819
1,099
1,568
1,371
2,647
2,647
14,542
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Nilai LS
0 - 0.5
0.5 - 1.5
1.5 - 2.5
2.5 - 3.5
3.5 - 7.5
7.5 - 14.5
14.5 - 20.5
20.5 - 27.5
>27.5
Jumlah
Luas
(Ha)
57.008
4.057
677
269
370
100
28
36
14
62560
Jumlah
Pixel
597.459
42.532
7.095
2.824
3.882
1.051
297
373
143
655656
%
91,12
6,48
1,08
0,43
0,59
0,16
0,04
0,05
0,02
100
N
o
Unit
Lahan
1
UL 1a
Perkebunan Campuran
0,6
UL 1b
Semak dan Belukar
0,4
UL 2a
Perkebunan
0,5
UL 2b
Semak dan Belukar Rawa
0,02
UL 3a
Tanaman Campuran
0,1
UL 3b
Pertambangan
UL 4a
Perkebunan Campuran
0,5
UL 4b
Semak dan Belukar
0,4
UL 5a
Perkebunan sawit
0,5
UL 5b
Perkebunan karet
0,6
UL 6a
Pertanian Lahan Kering
0,45
UL 6b
Semak dan Belukar
(dibakar setiap tahun)
0,1
UL 7a
Perkebunan Karet
0,6
UL 7b
Perkebunan Kelapa Sawit
0,5
UL 8
Hutan Lahan Kering
Sekunder
2
3
4
5
6
7
8
Penutupan Lahan
Nilai
(C)
1
0,005
Unit
Lahan
UL 1a
UL 1b
UL 2a
Penutupan Lahan
Nilai
(P)
1
1
1
Non konservasi
Non konservas
Non konservas
1
Non konservas
1
1
1
1
Non konservas
Non konservas
Non konservas
Non konservas
Keterangan
UL 3a
UL 3b
UL 4a
UL 4b
Perkebunan Campuran
Semak dan Belukar
Perkebunan
Semak dan Belukar
Rawa
Tanaman Campuran
Pertambangan
Perkebunan Campuran
Semak dan Belukar
UL 5a
UL 5b
Perkebunan sawit
Perkebunan karet
1
1
UL 6a
Pertanian Lahan Kering
0,35
UL 6b
Semak dan Belukar
1
UL 7a
Perkebunan Karet
0,35
UL 7b
Perkebunan Sawit
Hutan Lahan Kering
Sekunder
0,6
Non konservas
Non konservas
Teras
Tradisional
Non konservasi
Teras
Tradisional
Kontur 8 - 15%
1
Non konservasi
UL 2b
UL 8
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Unit
Lahan
UL 1A
UL 1B
UL 2A
UL 2B
UL 3A
UL 3B
UL 4A
UL 4B
UL 5A
UL 5B
UL 6A
UL 6B
UL 7A
UL 7B
UL 8
Luas
(ha)
1.474
3.327
7.215
4.924
6.859
2.102
3.509
2.407
8.736
3.274
2.450
2.904
2.599
5.393
5.389
BahayaErosi
ton/ha/thn
Kelas
50,88
II
27,16
II
28,55
II
1,55
I
19,07
II
219,08
IV
71,49
III
89,11
III
136,11
III
61,93
III
36,35
II
20,87
II
108,80
III
116,34
III
11,44
I
TBE
Ringan
Sedang
Ringan
Sangat Ringan
Ringan
Berat
Berat
Berat
Berat
Berat
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sangat Ringan
Sangat
Ringan
Berat
16%
32%
Ringan
25%
Sedang
27%
No
Unit Lahan
Tutupan
TBE
Arah Rehabilitasi
Luas (ha)
1
UL_2a
Perkebunan
Berat
Teras Tradisional
32,05
2
UL_3b
Pertambangan
Berat
Reboisasi dan Teras
Tradisional
13,86
3
UL_5a
Perkebunan
Berat
Teras Tradisional
9,35
Total
55,26
No
Unit Lahan
Tutupan
TBE
Arah Rehabilitasi
TBE
Simulasi
Luas (ha)
1
UL_2a
Perkebunan
Berat
Teras Tradisional
Sedang
32,05
2
UL_3b
Pertambangan
Berat
Reboisasi dan Teras
Tradisional
Ringan
13,86
3
UL_5a
Perkebunan
Berat
Teras Tradisional
Sedang
9,35
Total
55,26
1.
2.
3.
Pendugaan erosi metode USLE dengan menggunakan faktor LS berbasis unit
lahan di DAS Tabunio menghasilkan TBE berat seluas 20.028 ha (32,01%), TBE
sedang seluas 16.673 ha (26,65%), TBE ringan seluas 15.548 ha (24,85%) dan
TBE sangat ringan seluas 10.311 ha (16,48%), sedangkan pendugaan erosi
metode USLE dengan faktor LS berbasis pixel di DAS Tabunio menghasilkan TBE
sangat ringan seluas 35.585 ha (56,88%), TBE ringan seluas 24.880 ha, TBE
sedang seluas 2.030 ha dan TBE berat seluas 55 ha.
Pendugaan erosi menggunakan faktor LS berbasis pixel menghasilkan nilai yang
lebih detail dan spesifik karena setiap data mewakili luasan 900 m2, sehingga
dalam suatu unit lahan dapat memiliki lebih dari satu nilai erosi, sedangkan
pendugaan erosi menggunakan faktor LS berbasis unit lahan hanya
menghasilkan satu nilai untuk mewakili setiap unit lahan.
Prioritas dan arahan kegiatan rehabilitasi lahan dilakukan pada daerah yang
memiliki TBE berat, yaitu tutupan lahan perkebunan pada unit lahan UL_2a
seluas 32,05 hektar dan UL_5a seluas 9,35 hektar dengan arahan rehabilitasi
lahan berupa pendekatan mekanis pembuatan teras dan saluran pembuangan air
, sedangkan tutupan lahan pertambangan pada unit lahan UL_3b seluas 13,86
hektar dilakukan dengan melakukan penataan lahan dan penanaman.
TERIMAKASIH
ATAS PERHATIAN
TERHADAP
CONTOH HASIL PENELITIAN
PENDUGAAN EROSI
MENGGUNAKAN METODE USLE
Download