ABSTRACT DIAN WISUDAWATI. Analysis of Non Cyanide Marine Ornamental Fish Supply Chain Management in Seribu Islands. Under direction of WILSON H. LIMBONG and JONO M. MUNANDAR. Marine Ornamental Fish is an interesting commodity for business. This business need an outstanding supply chain management to make it sustainable. This research aims (a) to describe a non cyanide marine ornamental fish in Seribu Islands, (b) to analyse factors that influenced the willingness of the fishermen, and (c) to create a priority strategy to make a fair and sustainable supply chain management for all parties. There are two lines of supply chain in this research, that is domestic market and foreign market. We found an innovation of a fishermen group who make their own market to the exporters, so they could make higher price that others. The description analysis describe seven factors that judge as the factors influenced the fishermen to participate in the supply chain management, there are trust, commitment, compatibility, interdependence, management perception of uncertainty, interdependence and extendness relationship. Generally, we could not differ the responds between fishermen who will stay in the supply chain and who will not. But there are some points that could be as tools to measure their willingness, that is the impact of price fluctuation in the supplier level, commitment of supplier due to payment system, and norms in the fishermen level to sell their fish to the capital maker. While the priority strategy to make a fair and sustainable supply chain management is access development of information and technology and second is facilitate human resource capacity, third is transparency in cooperation between parties, and last intervention from the government. The most important factor is norms in cooperation, the most important actors to be involved is fishermen. And the objectives has almost equal distributed between increasing product value, sustainabel of natural resource, sustaibility of fishermen and suppliers business, and increasing the wealth of fishermen. Keywords: marine ornamental fish, non-cyanide, supply chain management, Seribu Islands, fair trade. RINGKASAN DIAN WISUDAWATI. Analisis Manajemen Rantai Pasok Ikan Hias Laut Non Sianida di Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh WILSON H. LIMBONG dan JONO M. MUNANDAR. Orientasi Rantai Pasok didefinisikan sebagai pengakuan oleh suatu organisasi sistemik, implikasi strategis dari aktivitas taktis yang terlibat dalam mengelola berbagai aliran dalam suatu rantai pasok. Hal yang paling mendasar yang perlu dianalisis untuk dapat mewujudkan suatu rantai pasok yang kohesif adalah mengenai kesediaan dari masing-masing pihak untuk bisa bekerjasama dengan baik. Untuk itu dasar-dasar relasi yang bisa mempertemukan antara nelayan, pengepul, dan perusahaan eksportir serta importir agar dapat bermitra dalam manajemen rantai pasok ikan hias dikaji dalam penelitian ini. Untuk itu perlu dibangun sebuah skema mekanisme kemitraan dan kerjasama yang mampu mendorong terciptanya sebuah sistem manajemen rantai pasok ikan hias yang efektif dengan prinsip fair trade antara perusahaan, nelayan dan pengepul. Penelitian ini bertujuan untuk: (a) Menggambarkan mekanisme rantai pasok ikan hias non sianida di Kepulauan Seribu, (b) Menganalisis hal-hal yang mempengaruhi kesediaan nelayan untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok ikan hias non sianida, (c) Memberikan altenatif skema manajemen rantai pasok ikan hias non sianida yang efektif dan sesuai dengan prinsip fair trade bagi nelayan, pengepul, dan perusahaan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Januari 2010. Pengambilan data dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta dan di 3 Perusahaan Ekspor Ikan Hias di Tangerang. Sedangkan penelusuran literatur dan pengolahan data dilakukan di Bogor, Jakarta dan sekitarnya pada bulan Agustus 2009 sampai Januari 2010. Pada penelitian ini dilakukan analisis kesediaan nelayan sebagai ujung tombak rantai pasok untuk berpartisipasi di dalam manajemen rantai pasok ikan hias non sianida dengan mengambil 38 sampel nelayan untuk diwawancara, kemudian data yang ada dianalisa dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Sedangkan perumusan strategi manajemen rantai pasok ikan hias dilakukan dengan metode Analysis Hierarchy Process dengan meminta pendapat beberapa ahli dari semua pihak, yaitu dari pihak perusahaan, akademisi, pemerintah, dan LSM. Dari wawancara yang dilakukan, dapat diidentifikasi model rantai pasok dimana alur distribusi komoditas dan informasi terbagi menjadi 2, yaitu untuk pasar dalam negeri dan luar negeri. Terdapat satu upaya unik yang dilakukan oleh kelompok nelayan dalam memotong rantai pasok pada elemen pengepul, sehingga harga beli ikan pada nelayan dapat lebih tinggi dibandingkan harga beli dari pengepul. Pada analisis deskriptif kuantitatif, diduga beberapa faktor akan menentukan kesediaan nelayan untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok ikan hias, sehingga digunakan beberapa variabel penduga antara lain (a) kepercayaan, (b) komitmen, (c) norma-norma kerjasama, (d) kesaling tergantungan, (e) kesesuaian, (f) hubungan tambahan diluar hubungan profesi, dan (g) persepsi manajemen akan ketidakpastian lingkungan. Secara umum, respon nelayan yang menyatakan tidak bersedia berpartisipasi mayoritas sama dengan respon secara nelayan yang menyatakan bersedia berpartisipasi dalam rantai pasokan. Namun ada beberapa poin yang dapat dijadikan sebagai ukuran kesediaan nelayan, antara lain pengaruh perubahan harga di tingkat pengepul, komitmen pengepul dalam menepati pembayaran, dan norma dalam menjual ikan kepada pemberi modal. Skema strategi disusun dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process tersusun dari beberapa level berikut : Level 0 - Goal : Menciptakan manajemen rantai pasok yang adil dan lestari; Level 1 - Faktor : (a) trust dan komitmen, (b) norma-norma kerjasama, (c) kebijakan pemerintah, (d) kepedulian terhadap lingkungan; Level 2 - Aktor : (a) Nelayan, (b) Pengepul, (c) Perusahaan, (c) Pihak luar; Level 3 - Tujuan : (a) peningkatan kesejahteraan nelayan (b) keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul (c) peningkatan nilai produk (d) kelestarian sumberdaya alam; dan Level 4 - Skenario : (a) transparansi kerjasama antar pihak, (b) fasilitasi peningkatan kapasitas SDM, (c) pengembangan akses informasi dan teknologi, (d) intervensi pemerintah terhadap kebijakan. Hasil sintesa yang digambarkan oleh grafik sensitivitas dari software expert choice 2000 yang merupakan gambaran kombinasi pendapat dari 4 pihak, yaitu dari pihak perusahaan, pihak akademisi, pihak LSM, dan pihak pemerintah adalah sebagai berikut : Dalam mencapai goal, didapatkan prioritas skenario yang akan dilakukan untuk mencapainya, yaitu skenario pertama adalah pengembangan akses informasi dan teknologi (49,3%), yang artinya bahwa hampir dari setengah dari goal dapat dicapai dengan menjalankan skenario ini. Kemudian menyusul skenario yang kedua adalah fasilitasi peningkatan SDM dengan nilai 20,3%, transparansi kerjasama antar pihak 17,9%, dan dengan dorongan 12,5% intervensi dari pemerintah, maka goal akan dapat tercapai 100%. Beberapa faktor yang akan mendukung skenario tersebut antara lain yang terpenting adalah norma-norma kerjasama (35,4%), trust dan komitmen (29,8%), kepedulian terhadap lingkungan (21,4%), dan kebijakan pemerintah (13,4%). Hal ini berarti bahwa, menurut para ahli, norma-norma kerjasama menjadi prioritas utama dalam menciptakan suatu manajemen rantai pasok yang adil dan lestari. Dengan memprioritaskan pengembangan akses informasi dan teknologi, nelayan memiliki peran yang sangat penting (50,9%), jauh lebih tinggi dari pada aktor yang lain, yaitu perusahaan (18,8%), pengepul (16,5%), dan pihak luar (13,9%). Namun demikian, sekecil apapun prosentase peranannya, semua pihak harus bekerjasama untuk mencapai goal yang diinginkan bersama. Perumusan tujuan sangat berperan dalam menentukan skenario yang akan diambil. Keempat tujuan yang telah dibuat memiliki prosentase yang merata sama satu sama lain. Peningkatan nilai produk 28,6%, kelestarian sumberdaya alam25,1%, keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul 23,2%, sama dengan peningkatan kesejahteraan nelayan 23,2%. Dengan demikian dapat diartikan bahwa pada setiap skenario yan telah dibuat, masing-masing dapat secara proporsional menjawab tujuan yang ingin dicapai oleh semua pihak dalam rangka mencapai manajemen rantai pasok yang adil dan lestari. Kata kunci: ikan hias laut, non sianida, manajemen rantai pasok, Kepulauan Seribu, perdagangan yang adil dan lestari.