BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Kesehatan 1.1.1

advertisement
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan Kesehatan
1.1.1
Definisi Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan mandiri
keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang
didalamnya perawat sebagai perawat pendidik (Suliha,dkk,2002). Menurut
Notoatmodjo (2010) pendidikan kesehatan adalah upaya persuasi atau
pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakantindakan untuk memelihara, dan meningkatkan taraf kesehatannya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk kegiatan dengan
menyampaikan materi tentang kesehatan yang bertujuan untuk mengubah perilaku
sasaran.
2.1.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan
Tujuan utama pendidikan kesehatan (Mubarak dan Chayati, 2009) yaitu :
a.
Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri.
b.
Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan
sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar.
c.
Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup
sehat dan kesejahteraan masyarakat
8
9
2.1.3 Sasaran Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoadmojo (2003) sasaran pendidikan kesehatan dibagi dalam 3
(tiga) kelompok, yaitu :
a.
Sasaran Primer (Primary Target)
Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala upaya
pendidikan atau promosi kesehatan. Sesuai dengan permasalahan kesehatan, maka
sasaran ini dapat dikelompokkan menjadi, kepala keluarga untuk masalah
kesehatan umum, ibu hamil dan menyusui untuk masalah KIA (Kesehatan Ibu dan
Anak), anak sekolah untuk kesehatan remaja, dan juga sebagainya.
b. Sasaran Sekunder (Secondary Target)
Yang termasuk dalam sasaran ini adalah para tokoh masyarakat, tokoh
agama, tokoh adat, dan sebagainya. Disebut sasaran sekunder, karena dengan
memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok ini diharapkan untuk
nantinya kelompok ini akan memberikan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat di sekitarnya.
c.
Sasaran Tersier (Tertiary Target)
Para pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik di tingkat pusat,
maupun daerah. Dengan kebijakan-kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan
oleh kelompok ini akan mempunyai dampak langsung terhadap perilaku tokoh
masyarakat dan kepada masyarakat umum.
10
2.1.4
Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari 3 dimensi menurut
Fitriani ( 2011) yaitu;
1) Dimensi sasaran
a.
Pendidikan kesehatan individu dengan sasarannya adalah individu.
b.
Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasarannya adalah kelompok
masyarakat tertentu.
c.
Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasarannya adalah masyarakat
luas.
2) Dimensi tempat pelaksanaan
a.
Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasarannya adalah pasien dan
keluarga
b.
Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasarannya adalah pelajar.
c.
Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasarannya
adalah masyarakat atau pekerja.
3) Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
a.
Pendidikan kesehatan untuk promosi kesehatan (Health Promotion), misal:
peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan
sebagainya.
b.
Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific Protection)
misal : imunisasi
11
c.
Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early
diagnostic and prompt treatment) misal : dengan pengobatan layak dan
sempurna dapat menghindari dari resiko kecacatan.
d.
Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misal : dengan
memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu.
2.1.5
Langkah-langkah dalam Penyuluhan Kesehatan
Menurut Effendy (1998) ada beberapa langkah yang harus ditempuh
dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan masyarakat, yaitu :
1) Mengkaji kebutuhan kesehatan masyarakat
2) Menetapkan masalah kesehatan masyarakat
3)Memprioritaskan masalah yang terlebih dahulu untuk ditangani melalui
penyuluhan kesehatan masyarakat
4) Menyusun perencanaan penyuluhan, seperti :
a) Menetapkan tujuan
b) Penentuan sasaran
c) Menyusun materi atau isi penyuluhan
d) Memilih metoda yang tepat
e) Menentukan jenis alat peraga yang akan digunakan
5) Pelaksanaan penyuluhan
12
6) Penilaian hasil penyuluhan
7) Tindak lanjut dari penyuluhan
2.1.6
Faktor-faktor Keberhasilan dalam Penyuluhan
Faktor-faktor
yang
perlu
diperhatikan
terhadap
sasaran
dalam
keberhasilan penyuluhan kesehatan menurut Notoatmojo (2007) yaitu :
1) Faktor penyuluh yang meliputi kurangnya persiapan, kurangnya penguasaan
materi yang akan dijelaskan oleh pemberi materi, penampilam yang kurang
meyakinkan sasaran, bahasa yang digunakan kurang dapat dimengerti oleh
sasaran, suara pemberi materi yang terlalu kecil, dan penampilan materi yang
monoton sehingga membosankan.
2) Faktor sasaran yang meliputi tingkat pendidikan sasaran yg terlalu rendah,
tingkat sosial ekonomi sasaran yg terlalu rendah, kepercayaan dan adat istiadat
yang telah lama tertanam sehingga sulit untuk mengubahnya, dan kondisi
tempat tinggal sasaran yang tidak memungkinkan terjadinya perubahan
perilaku.
3) Faktor proses penyuluhan yang meliputi waktu penyuluhan tidak sesuai dengan
waktu yang diinginkan sasaran, tempat penyuluhan yang dilakukan di tempat
yang dekat keramaian sehingga menggangu proses penyuluhan, jumlah sasaran
yang terlalu banyak, alat peraga dalam penyuluhan kesehatan kurang, metode
yang digunakan kurang tepat, dan bahasa yang digunakan sulit dimengerti oleh
sasaran.
13
2.1.7 Metode Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoadmojo (2003) agar mencapai suatu hasil yang optimal,
materi juga harus disesuaikan dengan sasaran. Demikian juga alat bantu
pendidikan. Untuk sasaran kelompok maka metodenya harus berbeda dengan
sasaran massa dan sasaran individual. Ada 3 macam metode pendidikan
kesehatan, yaitu :
1.
Metode Pendidikan Individual (perorangan)
Metode ini digunakan untuk membina perubahan perilaku baru, atau
membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku. Dasar
digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah
atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan perilaku tersebut. Bentuk
pendekatan ini, antara lain :
a.
Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counceling)
Dengan cara ini kontak antara klien dan petugas lebih jadi lebih efektif.
b. Interview (wawancara)
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan.
Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi
mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan.
2.
Metode Pendidikan Kelompok
Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus diingat besarnya
kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Ada beberapa
macam metode kelompok tersebut, yaitu:
14
1) Kelompok besar
Apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang, antara lain ceramah dan
seminar.
a. Ceramah
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun
berpendidikan rendah.
b. Seminar
Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan
menengah ke atas. Seminar adalah suatu bentuk penyajian dari satu ahli atau
beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya
dianggap hangat di masyarakat.
2) Kelompok Kecil
Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya disebut kelompok
kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil ini antara lain :
a. Diskusi Kelompok
Untuk memulai diskusi, pemimpin diskusi harus memberikan pancinganpancingan yang berupa pertanyaan sehubungan dengan topik yang dibahas.
Sehingga terciptalah diskusi kelompok.
b. Curah Pendapat (brain stroming)
Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan satu
masalah,
kemudian
peserta
memberikan
jawaban/tanggapan.
Tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart/papan
tulis, sebelum semuanya mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar
15
dari siapa pun. Setelah semuanya mengemukaan pendapat, baru tiap anggota
boleh berkomentar dan akhirnya terbentuklah diskusi.
c. Bola Salju (snow balling)
Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang) dan kemudian
dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah. Setelah kurang lebih 5 menit
maka tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan
masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang
sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan
demikian seterusnya sehingga akhimya akan terjadi diskusi dari seluruh
anggota kelompok.
d. Kelompok-kelompok kecil (buzz group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang
kemudian akan diberi suatu permasalahan yang sama atau tidak dengan
kelompok lain dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah
tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut didiskusikan
kembali dan dicari kesimpulannya.
e. Memainkan Peran (role play)
Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peran tertentu.
Setelah mendapatkan peran mereka masing-masing, mereka kemudian
memainkan peran tersebut.
f. Permainan Simulasi (simulation game)
Metode ini merupakan gabungan antara role play dengan diskusi kelompok.
Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam bentuk permainan.
16
3.
Metode Pendidikan Massa
Metode ini cocok untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang
ditujukan kepada masyarakat. Berikut ini ada beberapa contoh metode untuk
pendekatan massa, yaitu :
a. Ceramah Umum (public speaking).
b. Pidato-pidato/ diskusi tentang kesehatan dapat dilakukan melalui media
elektronik, baik televisi maupun radio.
c. Simulasi contohnya seperti dialog antara pasien dengan perawat.
d. Billboard biasanya dipasang di tempat-tempat umum dan diisi dengan pesanpesan atau informasi – informasi kesehatan.
2.1.8
Media Pendidikan Kesehatan
Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat
merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar pada dirinya. Tujuan penggunaan media adalah untuk
mempermudah sasaran memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Kehadiran
media mempunyai arti yang sangat penting, sebab ketidakjelasan bahan yang akan
disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara
(Mubarak dkk, 2006). Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan
kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu Media Cetak, Media
Elektronik, dan Media Papan (Bill board).
17
1) Media Cetak
a. Booklet : digunakan untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik
tulisan maupun gambar.
b. Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan ataupun
keduanya.
c. Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
d. Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk lembar
balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi
gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat sebagai pesan/informasi
berkaitan dengan gambar tersebut.
e. Rubrik/tulisan-tulisan : pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan
suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
f. Poster : merupakan suatu bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi
kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat
umum, atau di kendaraan umum.
g. Foto : digunakan untuk mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
2) Media Elektronik
a. Televisi : dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya jawab,
pidato/ceramah, TV, quiz, atau cerdas cermat.
b. Radio : bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, ceramah.
c. Video Compact Disc (VCD)
d. Slide : digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi kesehatan.
18
e. Film strip : digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.
3) Media Papan (Bill Board)
Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi
dengan pesan-pesan atau informasi – informasi kesehatan. Media papan di sini
juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada
kendaraan umum (bus/taksi).
1.2
Kecemasan
1.2.1 Definisi Kecemasan
Ansietas atau kecemasan adalah suatu perasaan tidak tenang , perasaan
takut , khawatir dan gelisah (Brooker, 2001). Kecemasan adalah suatu perasaan
yang timbul ketika seseorang terlalu mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya
peristiwa yang menakutkan yang akan terjadi dimasa depan (Sivalitar, 2007).
Ansietas atau kecemasan berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Kondisi ini dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, karena rasa takut merupakan
tingkah laku spesifik untuk menghindar dan menjauh dari stimulus yang tidak
menyenangkan. Sedangkan kecemasan merupakan akibat dari ancaman yang tidak
jelas, tidak bisa dikontrol dan tidak bisa dihindari.
19
1.2.2 Faktor- Faktor Mempengaruhi Kecemasan
Faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Stuart (2006),
adalah:
1) Faktor Predisposisi
a. Teori Psikoanalitis
Menurut pandangan psikoanalisis, kecemasan adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili
dorongan insting dan impuls, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego
berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen tersebut.
b. Teori Interpersonal
Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap penolakan saat berhubungan dengan
orang lain. Penolakan terhadap eksistensi diri oleh orang lain atau masyarakat akan
menyebabkan
individu
yang
bersangkutan
menjadi
cemas.
Namun,
bila
keberadaannya diterima oleh orang lain, maka individu tersebut akan merasa tenang
dan tidak cemas.
c. Faktor Perilaku
Ketidakmampuan atau kegagalan dalam mencapai suatu tujuan yang
diinginkan akan menimbulkan frustasi atau keputusasaan. Keputusasaan
inilah yang menyebabkan seseorang menjadi cemas.
20
2) Faktor Presipitasi
Ada 2 faktor yang mempengaruhi kecemasan, yaitu :
a.
Faktor eksternal :
1) Ancaman integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan
terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma fisik, pembedahan yang akan
dilakukan).
2) Ancaman sistem diri antara lain : ancaman terhadap identitas diri, harga diri
dan hubungan interpersonal, kehilangan serta perubahan status/peran (Stuart
dan Sundeen, 1998).
b. Faktor internal:
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) kemampuan individu dalam merespon
terhadap penyebab kecemasan ditentukan oleh :
1) Potensi stressor
Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu
terpaksa mengadakan adaptasi.
2) Maturitas Individu
Seseorang yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar mengalami
gangguan akibat kecemasan, karena individu yang matur memiliki daya
adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan.
3) Pendidikan dan Status Ekonomi
Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan
menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat
21
pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan
berpikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin
mudah seseorang tersebut berpikir rasional dan menangkap informasi baru
termasuk dalam menguraikan masalah yang baru.
4) Keadaan fisik
Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cidera, operasi akan mudah
mengalami kelelahan fisik sehingga lebih mudah mengalami kecemasan.
5) Tipe kepribadian
Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat
kecemasan daripada orang dengan kepribadian B. Adapun ciri-ciri orang
dengan kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba
sempurna, merasa diburu-buru waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang,
mudah tersinggung, otot-otot mudah tegang. Sedangkan orang dengan
kepribadian B mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan tipe kepribadian
A. Karena orang dengan tipe kepribadian B adalah orang yang penyabar,
tenang, teliti, dan rutinitas.
6) Lingkungan dan situasi
Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami
kecemasan dibanding bila dia berada dilingkungan yang biasa dia tempati.
7) Umur
Seseorang yang mempunyai umur lebih muda ternyata lebih mudah
mengalami gangguan akibat kecemasan dari pada seseorang yang lebih tua,
tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya.
22
Selain itu, ada juga faktor- faktor lain yang mempengaruhi kecemasan seperti:
a.
Budaya
Diketahui bahwa budaya mempengaruhi nilai yang dimiliki oleh individu dan
karenanya latar belakang budaya juga berkaitan dengan sumber kecemasan
dan respon individu terhadap kecemasan.
b.
Aspek positif individu
May mengatakan dalam Stuard dan Laraia (2001) bahwa aspek positif diri
individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju perkembangan
dan pengalaman mengatasi kecemasan (Suliswati,2005).
c.
Pengetahuan
Dimana pengetahuan digunakan untuk mengatasi adanya kecemasan yang
dialami seseorang serta mengetahui ketidakpahaman tentang perubahan yang
terjadi. Seseorang akan mengalami kecemasan yang ringan apabila
pengetahuannya luas, sedangkan seseorang akan mengalami kecemasan berat
apabila pengetahuannya sempit (Johnson, 1999).
2.2.3
Manifestasi Klinis Kecemasan
National Health Committee (1990 dalam Wangmuba (2009), menyebutkan
beberapa manifestasi kecemasan secara umum yang dapat muncul berupa :
a.
Respon fisik seperti sulit tidur, dada berdebar-debar, tubuh berkeringat
meskipun tidak gerah, tubuh panas atau dingin, sakit kepala , otot tegang atau
kaku, sakit perut, terengah-engah atau sesak nafas.
23
b.
Respon perasaan seperti merasa diri berada dalam khayalan, merasa tidak
berdaya, dan ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi.
c.
Respon pikiran seperti mengira hal yang paling buruk akan terjadi dan
sering memikirkan bahaya.
d.
Respon tingkah laku seperti menjauhi situasi yang menakutkan, mudah
terkejut, dan mengurangi rutinitas.
2.2.4 Tingkat-Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart dan Sundeen membagi tingkat kecemasan menjadi empat
tingkatan yaitu :
1) Kecemasan Ringan
Berhubungan
dengan
ketegangan
dalam
kehidupan
sehari-hari
dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas. Pada kecemasan ringan terdapat respon-respon
sebagai berikut :
a.
Respon Fisiologis
Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada
lambung, muka berkerut dan bibir bergetar.
b. Respon Kognitif
Lapang persegi meluas, mampu menerima ransangan yang kompleks,
konsentrasi pada masalah dan menyelesaikan masalah secara efektif.
24
c.
Respon perilaku dan Emosi
Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan dan suara kadangkadang meninggi.
2) Kecemasan Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting pada
saat itu dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami
perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
Pada kecemasan sedang terdapat respon-respon sebagai berikut :
a. Respon Fisiologis
Sering nafas pendek, tekanan darah naik, mulut kering, anorexia, diare atau
konstipasi, dan gelisah.
b. Respon Kognitif
Lapang persepsi menyempit, rangsang luar tidak mampu diterima, dan
berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
c. Respon Prilaku dan Emosi
Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan), bicara banyak dan lebih cepat,
dan perasaan tidak nyaman
3) Kecemasan Berat
Pada kecemasan berat lahan persepsi menjadi sempit. Individu cenderung
memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain. Individu
tidak
mampu
berfikir
berat
lagi
dan
membutuhkan
banyak
pengarahan/tuntutan. Pada kecemasan berat terdapat respon-respon sebagai
berikut :
25
a.
Respon Fisiologis
Sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit
kepala dan penglihatan kabur
b. Respon Kognitif
Lapang persepsi sangat menyempit, dan tidak mampu menyelesaikan
masalah.
c.
Respon Prilaku dan Emosi
Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat dan blocking.
4) Panik
Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu sehingga individu sudah tidak dapat
mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah
diberi pengarahan/tuntunan. Pada keadaan panik terdapat respon-respon
sebagai berikut :
a.
Respon Fisiologis
Nafas pendek, rasa tercekik dan berdebar, sakit dada, pucat, dan hipotensi
b.
Respon Kognitif
Lapang persepsi menyempit, dan tidak dapat berfikir lagi
c.
Respon Prilaku dan Emosi
Agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, blocking, dan
persepsi kacau.
d. Respon Fisiologis
1) Kardiovaskuler : Palpitasi berdebar, tekanan darah meningkat/menurun, nadi
meningkat/menurun.
26
2) Saluran Pernafasan : Nafas cepat dangkal, rasa tertekan di dada, rasa seperti
tercekik.
3) Gastrointestinal : Hilang nafsu makan, mual, rasa tak enak pada epigastrium,
diare.
4) Neuromuskuler : Peningkatan refleks, wajah tegang, insomnia, gelisah,
kelelahan secara umum, ketakutan, tremor.
5) Saluran Kemih : Tak dapat menahan buang air kecil.
6) Sistem Kulit : Muka pucat, perasaan panas/dingin pada kulit, rasa terbakar
pada muka, berkeringat setempat atau seluruh tubuh dan gatal-gatal.
7) Respon Kognitif : konsentrasi menurun, pelupa, raung persepsi berkurang
atau menyempit, takut kehilangan kontrol, obyektifitas hilang.
8) Respon emosional : Kewaspadaan meningkat, tidak sadar, takut, gelisah,
pelupa, cepat marah, kecewa, menangis dan rasa tidak berdaya.
2.3
2.3.1
Menarche
Definisi Menarche
Menarche merupakan saat haid/menstruasi yang datang pertama kali pada
seorang wanita yang akan menginjak masa pubertas. Usia remaja putri pada waktu
mengalami menarche berbeda-beda, sebab hal itu tergantung kepada faktor
genetik (keturunan), bentuk tubuh, serta gizi seseorang. Umumnya menarche
terjadi pada usia 10 – 15 tahun, tetapi rata-rata terjadi pada usia 12,5 tahun.
Namun, ada juga yang mengalami lebih cepat/dibawah usia tersebut. Menarche
27
yang terjadi pada saat sebelum menginjak usia 8 tahun disebut menstruasi precox
(Sarwono, 2007).
2.3.2
Manifestasi Klinis Menarche
Gejala yang dirasakan ketika akan mengalami menarche yaitu sakit
kepala, pegal-pegal di kaki dan pinggang, kram perut dan sakit perut. Sebelum
periode ini terjadi, biasanya ada beberapa perubahan emosional seperti perasaan
suntuk, marah, dan sedih yang disebabkan karena adanya pelepasan beberapa
hormon (Proverawati dan Misaroh, 2009).
2.3.3
Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Menarche
a. Faktor nutrisi
Lusiana (2008) meneliti tentang status gizi, konsumsi pangan dan usia
menarche anak perempuan Sekolah Dasar di Bogor. Hasil penelitiannya tersebut
mengatakan bahwa semakin baik status gizi seseorang maka akan mengalami
menstruasi lebih awal. Anak-anak dengan asupan gizi yang baik akan lebih cepat
waktu menarche dibandingkan dengan anak yang termasuk dalam kategori kurus.
b. Faktor lingkungan social dan keturunan
Menurut Proverawati dan Misaroh (2009) anak yang tinggal dalam keluarga
dengan tingkat stress yang tinggi seperti keluarga yang mengalami konflik dan
kekerasan seksual dapat mengakibatkan menstruasi lebih awal. Sedangkan anak
yang tinggal dalam lingkungan keluarga besar yang harmonis dan tingkat stress
rendah akan lebih lambat waktu menstruasinya. Usia menarche seorang anak
memiliki kecenderungan memiliki waktu yang sama seperti ibunya. Begitu juga
siklus menstruasi, semakin teratur menstruasi ibu maka menstruasi anaknya
28
memiliki kecenderungan untuk mengalami siklus yang juga teratur (Potter dan
Perry, 2005).
c. Faktor biologi
Ketika
otak
telah
memproduksi
hormon
yang
dibutuhkan
untuk
mempersiapkan organ reproduksi maka anak perempuan akan mengalami
menstruasinya yang pertama kali atau menarche (Hurlock, 2006).
d. Rangsangan audiovisual
Rangsangan audiovisual baik berasal dari percakapan maupun tontonan dari
film-film atau internet yang berlabel dewasa, akan merangsang sistem reproduksi
untuk lebih cepat matang. Hal inilah yang dapat menyebabkan timbulnya
menarche lebih cepat pada anak (Proverawati dan Misaroh, 2009)..
2.3.4 Siklus Menarche
Produksi berulang dari estrogen dan progesteron oleh ovarium mempunyai
kaitan dengan siklus endometrium pada lapisan uterus yang bekerja melalui
tahapan berikut ini: (1) proliferasi endometrium uterus; (2) perubahan sekretoris
pada endometrium, dan (3) deskuamasi endometrium, yang dikenal sebagai
menstruasi. (Guyton, 2008)
a. Fase Proliferasi (Fase Estrogen)
Siklus Endometrium, yang terjadi sebelum ovulasi.
1) Pada permulaan setiap siklus seksual bulanan, sebagian besar endometrium
telah berdeskuamasi akibat menstruasi. Sesudah menstruasi, hanya selapis tipis
stroma endometrium yang tertinggal, dan sel-sel epitel yang tertinggal adalah
yang terletak di bagian lebih dalam dari kelenjar yang tersisa serta pada kripta
29
endometrium. Di bawah pengaruh estrogen, yang disekresi dalam jumlah lebih
banyak oleh ovarium selama bagian pertama siklus ovarium, sel-sel stroma dan
sel epitel berproliferasi dengan cepat. Permukaan endometrium akan
mengalami epitelisasi kembali dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah terjadinya
menstruasi.
2) Kemudian, selama satu setengah minggu berikutnya yaitu, sebelum terjadi
ovulasi ketebalan endometrium sangat meningkat karena jumlah sel stroma
bertambah banyak dan karena pertumbuhan kelenjar endometrium serta
pembuluh darah baru yang progresif ke dalam endometrium. Pada saat ovulasi,
endometrium mempunyai ketebalan 3 sampai 5 milimeter.
3) Kelenjar endometrium, khususnya dari daerah serviks, akan menyekresi mukus
yang encer mirip benang. Benang mukus akan tersusun di sepanjang kanalis
servikalis, membentuk saluran yang membantu mengarahkan sperma ke arah
yang tepat dari vagina menuju ke dalam uterus. (Guyton, 2008)
b. Fase Sekretorik (Fase Progestasional)
Siklus Endometrium, yang terjadi setelah ovulasi.
1) Selama sebagian besar separuh akhir siklus bulanan, setelah ovulasi terjadi,
progesteron dan estrogen bersama-sama disekresi dalam jumlah yang besar oleh
korpus luteum. Estrogen menyebabkan sedikit proliferasi sel tambahan pada
endometrium selama fase siklus ini, sedangkan progesteron menyebabkan
pembengkakan yang nyata dan perkembangan sekretorik dari endometrium.
Kelenjar makin berkelok-kelok; kelebihan substansi sekresinya bertumpuk di
dalam sel epitel kelenjar. Selain itu, sitoplasma dari sel stroma bertambah
30
banyak, simpanan lipid dan glikogen sangat meningkat dalam sel stroma, dan
suplai darah ke dalam endometrium lebih lanjut akan meningkat sebanding
dengan perkembangan aktivitas sekresi, dengan pembuluh darah yang menjadi
sangat berkelok-kelok. Pada puncak fase sekretorik, sekitar 1 minggu setelah
ovulasi, ketebalan endometrium sudah menjadi 5 sampai 6 milimeter.
2) Maksud keseluruhan dari semua perubahan endometrium ini adalah untuk
menghasilkan endometrium yang sangat sekretorik, yang mengandung
sejumlah besar cadangan nutrien yang membentuk kondisi yang cocok untuk
implantasi ovum yang sudah dibuahi selama separuh akhir siklus bulanan. Dari
saat sebuah ovum yang sudah dibuahi memasuki kavum uteri dari tuba fallopii
(yang terjadi 3 sampai 4 hari setelah ovulasi) sampai waktu ovum berimplantasi
(7 sampai 9 hari setelah ovulasi), sekret uterus, yang disebut "susu uterus,"
menyediakan makanan bagi pembelahan awal ovum. Kemudian, sekali ovum
berimplantasi di dalam endometrium, sel-sel trofoblas pada permukaan blastokis
yang berimplantasi mulai mencerna endometrium dan mengabsorbsi substansi
yang disimpan endometrium, jadi menyediakan jumlah persediaan nutrisi yang
semakin besar untuk embrio yang berimplantasi. (Guyton, 2008)
c. Fase Menstruasi
1) Jika ovum tidak dibuahi, kira-kira 2 hari sebelum akhir siklus bulanan, korpus
luteum di ovarium tiba-tiba berinvolusi, dan hormon-hormon ovarium (estrogen dan progesteron) menurun dengan tajam sampai kadar sekresi yang
rendah terjadilah menstruasi.
31
2) Menstruasi disebabkan oleh berkurangnya estrogen dan progesteron, terutama
progesteron, pada akhir siklus ovarium bulanan. Efek pertama adalah penurunan
rang-sangan terhadap sel-sel, endometrium oleh kedua hormon ini, yang diikuti
dengan cepat oleh involusi endometrium sendiri menjadi kira-kira 65 persen dari
ketebalan semula. Kemudian, selama 24 jam sebelum terjadinya menstruasi,
pembuluh darah yang berkelok-kelok, yang mengarah ke lapisan mukosa
endometrium, akan menjadi vasospastik, mungkin disebabkan oleh efek
involusi, seperti pelepasan bahan vasokonstriktor mungkin salah satu tipe
vasokonstriktor prostaglandin yang terdapat dalam jumlah sangat banyak pada
saat ini.
3) Vasospasme, penurunan zast nutrisi endometrium, dan hilangnya rangsangan
hormonal menyebabkan dimulainya proses nekrosis pada endometrium,
khususnya dari pembuluh darah. Sebagai akibatnya, darah akan merembes ke
lapisan vaskular endometrium, dan daerah perdarahan akan bertambah besar
dengan cepat dalam waktu 24 sampai 36 jam. Perlahan-lahan, lapisan nekrotik
bagian luar dari endometrium terlepas dari uterus pada daerah perdarahan
tersebut, sampai kira-kira 48 jam setelah terjadinya menstruasi, semua lapisan
superficial endometrium sudah berdeskuamasi. Massa jaringan deskuamasi dan
darah di dalam kavum uteri, ditambah efek kontraksi dari prostaglandin atau zatzat lain di dalam lapisan yang terdeskuamasi, seluruhnya bersama-sama akan
merangsang kontraksi uterus yang menyebabkan dikeluarkannya isi uterus.
4) Selama menstruasi normal, kira-kira 40 mililiter darah dan tambahan 35 ml
cairan serosa dikeluarkan. Cairan menstruasi ini normalnya tidak membentuk
32
bekuan, karena fibrinolisin dilepaskan bersama dengan bahan nekrotik
endometrium. Bila terjadi perdarahan yang berlebihan dari permukaan uterus,
jumlah fibrinolisin mungkin tidak cukup untuk mencegah pembekuan. Adanya
bekuan darah selama menstruasi sering merupakan bukti klinis adanya kelainan
patologi dari uterus.
5) Dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah dimulainya menstruasi, pengeluaran darah
akan berhenti, karena pada saat ini endometrium sudah mengalami epitelisasi
kembali. (Guyton, 2008)
2.3.5
Reaksi Psikis Terhadap Menarche
Kecemasan merupakan gejala yang sering terjadi dan sangat dominan
muncul pada saat peristiwa menarche yang kemudian diperkuat oleh keinginan
untuk menolak proses fisiologis tersebut (Kartono, 2006). Sekalipun sebelumnya
mereka sudah mengerti, namun menstruasi seringkali merupakan pengalaman
yang traumatis, terutama bila disertai dengan muntah-muntah dan organ-organ
tubuh kejang. Banyak anak perempuan mempertanyakan apakah mereka akan
‘mati’ karena mengeluarkan darah. Banyak anak perempuan bertanya-tanya
apakah kejang-kejang, sakit kepala, dan sakit punggung yang sering mereka alami
selama masa menstruasi merupakan hal yang normal (Harlock, 2006).
Menurut Dariyo (2004) terdapat 2 jenis reaksi remaja putri terhadap datangnya
menarche yaitu :
a) Reaksi negatif yaitu suatu pandangan yang kurang baik dari seorang remaja
putri ketika dirinya memandang terhadap munculnya menstruasi. Ketika
muncul menarche seorang individu akan merasakan adanya keluhan-keluhan
33
fisiologis (sakit kepala, sakit pinggang, mual, muntah) maupun kondisi
psikologis yang tak stabil (bingung, sedih, stres, cemas, mudah, tersinggung,
marah, emosional). Hal ini kemungkinan karena ketidaktahuan remaja tentang
perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada awal kehidupan seorang
remaja wanita.
b) Reaksi positif yaitu remaja putri yang mampu memahami, menghargai dan
menerima adanya menarche sebagai tanda kedewasaan seorang wanita.
2.3.6 Cara Mengatasi Kecemasan Terhadap Menarche
a)
Komunikasi, karena dengan adanya komunikasi remaja putri dapat
mengutarakan kecemasannya kepada orang lain sehingga dapat memperoleh
pandangan baru dan lebih baik (Hurlock, 2006).
c) Keterbukaan antara teman, keluarga dan orang tua dalam membicarakan
kecemasannya menghadapi menarche (BKKBN, 2006).
d)
Pemberian informasi kesehatan
khususnya tentang menstruasi melalui
penyuluhan (Depkes, 2000).
2.4 Pengaruh
Pendidikan Kesehatan Mengenai Menarche
Terhadap
Penurunan Kecemasan Siswi Kelas VII Menjelang Menarche
Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan suatu
pesan kesehatan kepada kelompok atau individu. Pesan kesehatan tersebut
diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan kelompok atau individu tentang
kesehatan. Pendidikan kesehatan yang diperoleh oleh responden berdampak pada
peningkatan pengetahuan responden. Menurut Bloom dan Skinner, pengetahuan
adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang
34
diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan atau tulisan. Pengetahuan
manusia diperoleh melalui persepsinya terhadap stimulus dengan menggunakan
alat indra. Hasil persepsi tersebut berupa informasi yang akan disimpan dalam
sistem memori untuk diolah dan diberikan makna, selanjutnya informasi tersebut
akan digunakan pada saat diperlukan.
Pengetahuan tentang menarche perlu dimiliki remaja putri sejak dini,
karena pengetahuan ini nantinya akan berpengaruh terhadap kesiapan remaja putri
menghadapi menarche. Kurangnya pengetahuan tentang menarche akan
menimbulkan perasaan cemas pada remaja putri. Berdasarkan penelitian Fitri
(2012) yang berjudul “Deskripsi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan
Anak Dalam Menghadapi Menarche Di SD Negeri 1 Kretek Kecamatan
Paguyangan Kabupaten Brebes” dan melibatkan 52 responden mengungkapkan
bahwa sebagian besar anak-anak tidak siap menghadapi menarche disebabkan
kurangnya pengetahuan yang diterima oleh anak tentang menarche.
Pemberian pendidikan kesehatan merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan pengetahuan mereka. Berdasarkan penelitian Henny (2012) yang
berjudul “Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Peningkatan Tingkat
Pengetahuan Tentang Menarche Pada Siswi Smpn 2 Tutur Pasuruan” yang
melibatkan 43 responden mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara penyuluhan kesehatan terhadap peningkatan tingkat pengetahuan
tentang menarche. Jadi, dengan meningkatnya pengetahuan remaja putri
diharapkan nantinya dapat menurunkan kecemasan remaja putri
menghadapi menarche.
dalam
Download