Pengaruh Iklim Komunikasi Organisasi Terhadap

advertisement
Pengaruh Iklim Komunikasi Organisasi Terhadap Kinerja Jurnalis TVRI
Nurul Andriana
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
TVRI as government-owned broadcasters which have different climates communication than
with other private television in Indonesia. TVRI is an independent public broadcasting,
neutral, non-commercial, and oriented only to the public interests whilst private television is
more oriented to material gain. This research is to measure the influence of communication
climate on the performance of journalists on TVRI. By using the theory of human relations
climate, researcher is trying to explain the effect of this communication from 86 respondents
using qualitative approach with survey methods. The results showed that the communication
climate influence on the performance of journalists TVRI is truly significant. Thus there is
the influence of communication climate that enhance the performance of journalists.
Key word: Organization climate, performance, TVRI, journalists
PENDAHULUAN
Setiap manusia yang ada di dunia ini, tidak dapat terlepas dari kehidupan
berkelompok atau berorganisasi. Hal ini dikarenakan manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai
makhluk sosial yang tidak dapat hidup seorang diri. Dalam menjalalankan kehidupan
berkelompok tersebut, manusia melakukan interaksi satu sama lain melalui komunikasi, baik
verbal maupun non verbal, lisan maupun tulisan.
Komunikasi yang dilakukan manusia dalam organisasi ini bertujuan untuk
membentuk saling pengertian (mutual understanding) sehingga terjadi kesetaraan kerangka
referensi (frame of references) dan kesamaan pengalaman (field of experience) di antara
anggota organnisasi. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah komunikasi organisasi.
Komunikasi yang terjalin terus menerus dalam sebuah organisasi perlahan-lahan akan
membentuk akan membentuk suatu iklim komunikasi organisasi. Iklim komunikasi
organisasi merupakan persepsi-persepsi mengenai pesan dan peristiwa yang berhubungan
dengan pesan yang terjadi dalam organisasi. Keberadaan iklim komunikasi dalam sebuah
organisasi sangatlah penting, karena iklim komunikasi mempengaruhi cara hidup anggotanya,
kepada siapa kita bicara, siapa yang kita sukai, bagaimana perasaan kita, bagaimana kegiatan
kerja kita, bagaimana perkembangan kita, apa yang ingin kita capai, dan bagaimana cara kita
menyesuaikan diri dengan organisasi.
Iklim komunikasi tertentu memberikan pedoman bagi keputusan dan perilaku
individu. Wayne Pace dan Don F Faules menyatakan bahwa keputusan-keputusan yang
diambil oleh anggota organisasi untuk melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif,
bersikap jujur dalam bekerja, untuk melaksanakan tugas secara kreatif, semua ini dipengaruhi
oleh iklim komunikasi. Iklim yang negatif dapat merusak keputusan yang dibuat anggota
organisasi mengenai bagaimana mereka akan bekerja dan berpartisipasi untuk organisasi
(2005:155)
Media massa sebagai lembaga organisasi pun harus memiliki iklim komunikasi.
Dengan iklim komunikasi yang baik, karyawan media massa dapat melaksanakan tugasnya
secara lebih kreatif dan terbuka. Media massa berfungsi sebagai sumber informasi dan sarana
komunikasi yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Agar masyarakat dapat
mengkonsumsi isi media massa, pengelola harus memiliki ide yang menarik sehingga
mendapatkan pehatian dari khalayak, terutama televisi yang memiliki banyak pesaing dan
mudah memindahkan saluran.
Di Indonesia, usia media televisi masih sangat relatif muda dibanding dengan koran
atau radio. Dalam sejarahnya, ide untuk mendirikan stasiun televisi mulai muncul setelah
Indonesia terpilih menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asian Games IV pada 1962.
Keputusan untuk mengadakan proyek tersebut semakin mengarah perwujudannya melalui
Surat Keputusan Menteri Penerangan No.20/SKM/1961 tentang pembentukan Panitia
Persiapan Televisi (P2T) pada tanggal 25 Juli 1968. (LP3ES, 2006:27)
Televisi Republik Indonesia (TVRI) akhirnya mulai mengudara pada 22 Agustus
1962. Untuk memperkuat jangkauan siaran TVRI, Indonesia meluncurkan satelit SKSD
Palapa dan Palapa A-2. Salah satu efek dari peluncuran kedua satelit ini adalah
ditayangkannya program siaran “Dunia Dalam Berita”. Namun dalam perkembangannya
jangkauan informasi atau beritanya masih dibilang masih sangat terbatas, baik secara internal
maupun eksternal.
Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi yang pesat membuat
Direktorat Televisi Departemen Penerangan RI, memberikan wewenang TVRI untuk
melakukan Siaran Saluran Terbatas (SST) disamping menyelenggarakan Siaran Saluran
Umum (SSU). SSU adalah siaran televisi yang dapat ditangkap langsung oleh umum melalui
pesawat penerima biasa tanpa peralatan khusus sedangkan SST adalah siaran televisi yang
hanya ditangkap pelanggan melalui pesawat penerima televisi dilengkapi dengan peralatan
khusus (Baksin, 2009:22). Dalam penyelenggaraan SST, Yayasan TVRI dapat menunjuk
pihak lain sebagai pelaksana dengan ketentuan dan jangka waktu yang akan ditetapkan dalam
perjanjian tersendiri. Dengan demikian aturan ini merupakan kebijakan pertama yang
memungkinkan pihak swasta melaksanakan penyiaran televisi di Indonesia. Pihak swasta
pertama yang diizinkan melakukan penyiaran televisi adalah Rajawali Citra Televisi
Indonesia (RCTI) melalui pemberian izin prinsip dari Departemen Penerangan untuk
berpartisipasi dalam penyelenggaraan SST dalam wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Setelah RCTI, lahirlah penyiaran televisi lain seperti SCTV, TPI, ANTV, dan
Indosiar. Televisi swasta mengalami penambahan jumlah yang pesat saat pemerintahan Gus
Dur melikuidasi Departemen Penerangan. Sampai 2010 telah muncul 10 televisi swasta yang
bersiaran dengan skala nasional, yaitu RCTI, TPI (pada 2010 menjadi MNCTV), SCTV,
ANTV, Indosiar, MetroTV, TV 7 (pada 2006 menjadi Trans7), Trans TV, Lativi (pada 208
menjadi TV One) serta Global TV. Pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran, bermunculan lah stasiun-stasiun televisi baru yang jangkauan siarannya
hanya pada kota-kota dalam satu provinsi. Hal ini menambah banyak jumlah televisi di
Indonesia.
Televisi sebagai jendela informasi dan hiburan memang lebih banyak dilirik
masyarakat sebagai pemenuhan berbagai informasi dibandingkan media cetak dan radio.
Hiburan seperti drama, komedi, musik, kartun anak, hingga rohani tersaji hampir 24 jam di
televisi. Masyarakat lebih sering menikmati informasi dari televisi karena tampilannya yang
lebih hidup dan kecepatan informasi yang disuguhkan. Dikarenakan hal tersebut, persaingan
televisi di Indonesia khususnya swasta dalam usaha menarik perhatian masyarakat sangat
ketat. Persaingan ini dapat terlihat dari banyaknya program acara yang dihadirkan setiap
stasiun televisi guna memenuhi keinginan masyarakat.
Televisi memang memiliki banyak program acara menarik. Tetapi dari sekian banyak
program andalan sebuah televisi, tetap saja tidak bisa lepas dari program berita. Vivian
(2008:6) mengatakan bahwa inti dari fungsi media televisi sebagai penyampai informasi
adalah berita. Setiap stasiun televisi swasta maupun milik publik pasti memiliki program
acara berita. Berita merupakan hasil karya jurnalis televisi yang sebelumnya dipandang
sebelah mata oleh jurnalis cetak kini mulai diperhitungkan.
Persaingan bisnis di dunia televisi swasta tidak terlepas dari iklan dengan berpatokan
pada rating. Begitu pula dengan program berita, masing-masing stasiun televisi swasta
berlomba untuk saling mendahului mendapatkan berita. Dunia jurnalisme adalah bisnis yang
kompetitif, dan dorongan untuk saling mendahului membuat publikasi dan siaran berita selalu
segar dengan informasi baru (Vivian, 2008:316). Rating merupakan jumlah penonton televisi
di suatu stasiun pada acara, jam dan hari tertentu yang datanya diperoleh berdasarkan survei
khalayak yang komprehensif oleh suatu biro penelitian yang independen dan berkredibilitas
tinggi (Mulyana & Ibrahim, 1997:19). Melalui rating dari suatu acara, semakin banyak
masyarakat yang menonton maka semakin tinggi rating didapat, maka makin banyak pula
pemasukan yang diterima televisi.
Tanggung jawab pengelola televisi untuk menghasilkan sebuah liputan berita yang
berkualitas juga menarik. Namun untuk itu, dibutuhkan kepekaan jurnalis dalam
mengembangkan intuisi jurnalistik saat meliput berita. Dalam hubungan organisasi media
massa, berdasarkan tugas dan karyanya para jurnalis tersebut terbagi dalam dua golongan,
yaitu reporter dan editor. Jurnalis melakukan kegiatan peliputan berita, mulai dari memilih,
mengumpulkan dan mewawancarai narasumber hingga menulisnya sebagai berita
berdasarkan fakta yang ia peroleh di lapangan. Akan tetapi berita yang dihasilkan para
jurnalis tidak lepas dari dukungan dewan redaksi dibelakangnya. Agar semua berjalan dengan
lancar diperlukan keadaan atau suasana kerja yang nyaman guna menunjang kegiatan dalam
bekerja. Suasana ini meliputi kepercayaan yang diberikan, kebebasan jurnalis dalam
mengambil resiko, mendorong dan memberikan jurnalis tanggung jawab dalam mengerjakan
tugas-tugasnya. Selain itu, penyediaan informasi yang cukup dan terbuka akan organisasi,
serta melibatkan mereka akan keputusan-keputusan dalam organisasi, dan menaruh perhatian
pada pekerjaan yang bermutu tinggi.
Suasana yang nyaman bisa juga didapatkan apabila proses interaksi antar anggota
(jurnalis) berjalan dengan baik. Baik antar wartawan maupun antar wartawan dengan redaktur
pelaksana dan lainnya, dalam hal ini suasana kerja di redaksi pemberitaan. Hal ini
dimaksudkan agar si jurnalis merasa diberi kebebasan, kepercayaan, dukungan, perhatian,
dan keterbukaan dalam melakukan kegiatan jurnalistik.
Kenyamanan yang diciptakan suatu iklim komunikasi di sebuah redaksi pemberitaan
televisi pada gilirannya akan memberikan pengaruh akan kinerja wartawan di lapangan.
Sebuah berita yang dihasilkan merupakan kinerja atau suatu hasil kerja sama wartawan di
lapangan dan editor. Baik atau tidaknya hasil kerja yang dihasilkan si wartawan tergantung
dengan iklim komunikasi yang berkembang di televisi tersebut.
Pentingnya keberadaan iklim komunikasi bagi para pegawai dalam hal ini jurnalis di
media massa dalam menghasilkan berita, membuat penulis merasa tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang iklim komunikasi terhadap kinerja wartawan. TVRI dipilih menjadi objek
penelitian karena TVRI merupakan lembaga penyiaran publik yang independen, netral dan
tidak komersial, dan hanya diorientasikan untuk kepentingan publik.
Dalam program beritanya, TVRI berusaha menjembatani maksud dari pemerintah
kepada masyarakat dan bersikap netral tanpa membela salah satu pihak, pemerintah atau
rakyat. Kebijakan Penyiaran TVRI menentukan bahwa Standar kualitas program siaran TVRI
disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan publik, tanpa harus mengorbankan kualitas hanya
demi pemuasan permintaan pasar. Karena maksud dari penayangan berita tersebut adalah
bukan untuk menuruti berita seperti apa yang diinginkan masyarakat, akan tetapi lebih
kepada memenuhi kebutuhan berita yang memang diperlukan. Sehingga bisa dikatakan,
tuntutan dalam menghadirkan berita untuk masyarakat tidak terlalu dipaksakan.
Sedangkan pihak televisi swasta meskipun memenuhi kebutuhan berita masyarakat
tetapi bukan karena memang diperlukan tapi lebih karena berita tersebut menjual dan
mendatangkan keuntungan. Dengan kata lain, hal terpenting bagi swasta adalah berita mereka
disukai dan diterima olah khalayak tanpa mempedulikan isi media dan kualitas
pemberitaannya (Setiani, 2005:82)
Media massa diarahkan untuk menyenangkan sebanyak mungkin orang, karena
dengan demikian mereka akan lebih mudah dibujuk. Pengelola dalam kenyataannya memang
selalu menyesuaikan diri dengan selera pasar, sebab dengan cara ini mereka dapat menekan
biaya dan memaksimalkan pemasukan salahsatunya dari iklan (River & Jensen, 2003:40).
Kenyataannya adanya tuntutan penyesuaian berita dengan selera pasar dipihak swasta
menciptakan suasana kerja yang penuh dengan tekanan agar si wartawan menghasilkan berita
yang ideal dimata masyarakat supaya berdampak baik bagi rating. Sedangkan di TVRI,
tekanan kerja untuk mendapatkan berita tidak seperti yang ada dipihak swasta karena TVRI
tidak berpatokan dengan keinginan masyarakat dan tidak berujung dengan rating.
Penelitian ini difokuskan untuk melihat pengaruh dari iklim yang diciptakan TVRI
terhadap hasil kerja para jurnalisnya dilapangan. Suasana kerja yang tidak terlalu dituntut
menghasilkan berita yang disukai masyarakat dan tidak berpatokan pada rating apakah
menjadikan jurnalisnya tetap disiplin dan kreatif dalam menghasilkan berita yang berkualitas
guna mengangkat rating walaupun itu bukan tujuan awal.
Penulis menggunakan teori organisasi sebagai landasan penelitian. Teori organisasi
merupakan studi tentang bagaimana banyak organisasi menjalankan fungsinya dan
bagaimana mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang – orang yang bekerja di
dalamnya. Manusia sebagai anggota organisasi adalah merupakan inti organisasi sosial.
Manusia terlibat dalam tingkah laku organisasi. Misalnya anggota organisasi yang
memutuskan apa peranan yang akan dilakukannya dan bagaimana melakukannya.
Teori hubungan manusia ini menekankan pada pentingnya individu dan hubungan
social dalam kehidupan organisasi. Teori ini menyarankan strategi peningkatan dan
penyempurnaan organisasi dengan meningkatkan kepuasan anggota organisasi dan
menciptakan organisasi yang dapat membantu individu mengembangkan potensinya. Dengan
meningkatkan kepuasan kerja dan mengarahkan aktualisasi pekerja, akan mempertinggi
motivasi bekerja sehingga akan dapat meningkatkan produksi organisasi.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah untuk
penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh iklim komunikasi organisasi terhadap kinerja
jurnalis TVRI.
METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Riset atau penelitian kuantitatif
adalah riset yang menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat
digeneralisasikan. Dengan demikian tidak terlalu mementingkan kedalaman data atau
analisis. Dalam Riset Kuantitatif, peneliti dituntut bersikap objektif dan memisahkan diri dari
data. Artinya peneliti tidak boleh membuat batasan konsep maupun alat ukur sekehendak
sendiri (Kriyantono, 2006:55)
Penelitian ini tidak hanya memaparkan situasi atau peristiwa tetapi juga menjelaskan
hubungan diantara variabel, menguji hipotesis atau membuat prediksi. Penulis mengkaji
korelasi dua variabel yang terdiri dari variabel bebas (iklim komunikasi) dan variabel terikat
(kinerja wartawan).
Penelitian yang dilakukan merupakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan
metode survei. Survei adalah metode riset dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen
pengumpulan datanya. Tujuannya untuk memperoleh informasi tentang sejumlah responden
yang dianggap mewakili populasi tertentu. Dengan survei, peneliti ingin memperoleh data
seperti preferensi, sikap, perasaan, atau pengetahuan responden terkait dengan pengaruh
pengaruh iklim komunikasi organisasi terhadap kinerja jurnalis TVRI
Populasi yang penulis pilih dalam penelitian ini adalah karyawan TVRI. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini untuk mewakili populasi yang ada adalah jurnalis TVRI yang
terdiri dari wartawan atau reporter, kameramen, dan editor. Untuk menentukan jumlah
sampel yang digunakan untuk penelitian ini, penulis menggunakan rumus Yamane dengan
sampling error sebesar 5%.
Berdasarkan perhitungan diatas maka jumlah sampel yang diteliti adalah sebanyak 86
orang. Dengan 45 orang reporter, 29 orang kameramen dan 12 orang editor. Teknik
pengambilan sampel digunakan dengan cara probability sampling dengan tujuan untuk
membuat homogeny dari populasi yang heterogen, artinya suatu populasi dianggap heterogen
dikelompokkan ke dalam subpopulasi berdasarkan karakteristik tertentu sehingga setiap
kelompok mempunyai anggota sampel yang relatif homogen. Teknik ini merupakan sebuah
prosedur yang biasa digunakan untuk mensurvei segmen yang berbeda dari suatu populasi.
Misalnya, populasi karyawan dikelompokkan berdasarkan strata jabatan strukturalnya di
masing-masing bagian atau unit kerja.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan skala Likert sebagai metode pengukuran.
Sugiyono (2009:98) menyatakan, skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
persepsi seseorang ataupun sekelompok orang tentang fenomena sosial. Pada penelitian ini,
terdapat beberapa alternatif jawaban yang tersedia dengan skala ordinal (Likert) yaitu dengan
menggunakan lima tingkat skala sesuai alternatif jawaban.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil jawaban dari 86 responden yang dijadikan sampel maka dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar responden setuju bahwa mereka diberikan kebebasan
dalam menjalankan tugas pada masing-masing bagian dengan presentasi sebesar 81,4% atau
70 responden. Sedangkan yang sangat setuju sebesar 14% atau 12 responden, sebanyak 3,5%
atau 3 responden kurang setuju dan 1,2% responden tidak setuju.
Personel disetiap tingkatan harus berusaha keras unruk mengembangkan dan
mempertahankan hubungan yang didalamnya kepercayaan, keyakinan, dan kredibilitas
didukung oleh pernyataan dan tindakan (Pace & Faules, 2005:159). Kebebasan sendiri
merupakan wujud dari kepercayaan seorang atasan terhadap bawahan. Dalam melaksanakan
tugasnya selaku penghasil berita, mereka memerlukan kebebasan dalam menggapai informasi
atau narasumber yang dibutuhkan untuk memberikan hasil berita yang baik dengan cara
mereka sendiri tetapi tetap dalam aturan kode etik. Hal ini mereka lakukan sebagai wujud
usaha keras mereka agar tetap mempertahankan hubungan dengan atasan agar tetap
dipercaya.
Berdasarkan jawaban 86 responden yang dijadikan sampel dapat dikatakan sebagian
besar responden menyetujui pernyataan bahwa mereka diberi tanggungjawab penuh dalam
penugasan dan resiko yang muncul dengan presentase 73,3% atau 63 responden, sedangkan
15,1% atau 13 responden sangat setuju.
Hal ini didasarkan pada personel disetiap tingkatan harus berusaha keras untuk
mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang didalamnya kepercayaan, keyakinan,
dan kredibilitas didukung oleh pernyataan dan tindakan. Melalui kepercayaan, mereka setiap
diberi tugas oleh atasan berarti mereka dipercayai untuk menghasilkan yang terbaik, yang di
dalamnya termasuk tanggungjawab dan resiko yang muncul dari pekerjaan, baik atau tidak
hasilnya. Selain itu, penulis juga mendapati beberapa responden yang kurang setuju dengan
pernyataan tersebut yaitu dengan presentase sebesar 11,6% atau 10 responden.
Berdasarkan jawaban 86 responden yang dijadikan sampel dapat dikatakan sebagian
besar responden menyetujui memiliki kesempatan berbicara yang sama dalam pembuatan
keputusan dalam rapat dengan jumlah prsesntasi sebesar 58,1% atau 50 responden menjawab
setuju, sedangkan 31 responden atau 36% sangat setuju.
Rapat adalah satu cara kehidupan organisasi yang umum. Oleah karena itu sesorang
harus terampil dalam interaksi rapat yang mencangkup keterampilan memberikan informasi
bila diperlukan atau untuk membujuk anggota lain untuk menerima usulan dan mengarahkan
rapat bila diarahkan (Muhammad, 2004:80). Mereka menggunakan kesempatan berbicara
untuk menyampaikan apa saja yang para jurnalis butuhkan dan inginkan demi kemajuan dan
pencapaian hasil yang baik bagi organisasi. Tetapi adapula responden yang kurang setuju
akan pernyataan di atas yaitu sebesar 5,8% atau 5 responden.
Berdasarkan jawaban 86 responden yang dijadikan sampel dapat dikatakan sebagian
besar responden menyetujui pernyataan bahwa mereka dapat berdiskusi dengan baik pada
pihak atasan dalam pendelegasian tugas yaitu dengan presentase sebesar 45,3% (39
responden) yang menjawab sangat setuju dan sebesar 43% (37 responden) menjawab setuju.
Para pegawai disemua tingkatan dalam organisasi harus diajak berkomunikasi dan
berkonsultasi mengenai semua masalah dalam semua wilayah kebijakan organisasi, yang
relevan dengan kedudukan mereka (Pace & Faules, 2005:159). Mereka dapat berkonsultasi
serta dilibatkan dalam pemutusan penugasan yang sesuai dengan keahliannya. Namun, dilain
pihak adapula yang kurang setuju dengan pernyataan di atas yaitu sebesar 10,5% atau 9
responden, dan pihak yang tidak setuju sebesar 1 responden .
Berdasarkan jawaban dari 86 responden yang dijadikan sampel, dapat penulis
jabarkan bahwa sebesar 59,3% atau 51 responden sangat menyetujui pernyataan kalau
mereka sesama rekan jurnalis dapat mengutarakan pendapat atau ide-ide dengan mudah satu
dengan yang lainnya. Mendapatkan dan memberikan informasi dalam hal ini adalah
pertukaran ide atau gagasan dalam bekerja agar lebih efektif. Sebanyak 30 responden (34,9%)
menjawab setuju dengan pernyataan tersebut. Namun, penulis juga menemukan responden
yang kurang setuju dengan pernyataan yang dilontarkan yaitu sebesar 5,8% atau sebanyak 5
responden.
Berdasarkan 86 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat penulis
katakan sebagian besar responden menyetujui pernyataan bahwa mereka dapat mengutarakan
pendapat pribadi terhadap atasan mengenai keadaan dalam organisasi yaitu dengan presentase
sebesar 76,6% atau 66 responden. Mengutarakan pendapat pribadi mereka terhadap atasan
mengenai keadaan organisasi merupakan hal yang wajar dalam hubungan. Dari kejujuran
tersebut setidaknya atasan mengetahui keadaan yang terjadi dalam organisasi. Sedangkan ada
8 responden yang juga sangat menyetujui pernyataan tersebut dengan presentase 9,3%.
Disamping itu, adapula 12 responden yang kurang setuju dengan presentase sebesar 14%.
Berdasarkan 86 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat penulis
jabarkan bahwa sebanyak 59 responden (68,6%) menyetujui pernyataan dimana mereka
memperoleh materi yang dibutuhkan untuk menjalankan perintah dengan mudah. Anggota
organisasi harus relatif mudah memperoleh informasi yang berhubungan langsung dengan
tugas mereka saat itu, yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengkoordinasikan
pekerjaan mereka dengan bagian lainnya. Dengan mudahnya materi yang didapatkan, mereka
relatif lebih lancar dalam menjalankan pekerjaannya. Selain itu, adapula responden yang
menyatakan sangat setuju dengan presentase sebesar 9,3% atau sebanyak 8 responden.
Namun, adapula responden yang kurang setuju akan pernyataan yaitu sebesar 19,8% atau 17
responden, sedangkan responden yang menyatakan tidak setuju ada 2 responden atau sebesar
2,3%.
Berdasarkan 86 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat
bahwa sebagian besar responden (44 responden, 51,2%) setuju bahwa mereka dapat
mengetahui kebijakan baru dalam organisasi dengan mudah. Anggota organisasi harus relatif
mudah memperoleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka saat itu,
yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengkoordinasikan pekerjaan mereka
dengan bagian lainnya. Informasi diatas meliputi informasi kebijakan yang baru dalam
organisasi.
Mudahnya mereka mengetahui adanya kebijakan baru, mereka bisa menyesuaikan diri
dengan kebijakan yang baru dibuat dan bisa mengkonsultasikan kebijakan tersebut apabila
tidak sesuai. Sedangkan sebanyak 23 responden (26,7%) menyatakan mereka sangat setuju
akan pernyataan diatas. Namun, ada beberapa responden yang tidak sepaham dengan
pernyataan di atas yaitu sebanyak 18 responden (20,9%) menyatakan kurang setuju dan 1
responden (1,2%) menyatakan tidak setuju.
Berdasarkan 86 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat
dijabarkan bahwa sebanyak 47 responden (54,7%) menyatakan setuju terhadap pernyataan
bahwa mereka memberitahu atasan apabila ada pekerjaan yang tidak mampu dihadapi.
Personel disetiap tingkatan dalam organisasi harus mendengarkan saran atau laporan masalah
yang dikemukakan bawahan dalam organisasi
Dengan memberitahu atasan akan kesulitan yang mereka hadapi, mereka bisa
mendapatkan masukkan dari atasan bagaimana menindaklanjuti pekerjaan yang sulit
dihadapinya. Dan sebanyak 33 responden (36,5%) menyatakan sangat setuju. Adapula
responden yang menyatakan kurang setuju dengan presentase sebesar 7% atau 6 responden.
Berdasarkan 86 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat penulis
katakan bahwa sebanyak 49 responden (57%) menyatakan sangat setuju terhadap atasan yang
memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi. Personel disemua tingkatan
dalam organisasi harus menunjukkan komitmen terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi,
demikian pula menunjukkan perhatian besar terhadap anggota organisasi.
Salah perhatian ditunjukkan dengan memberi pernghargaan kepada karyawan yang
berprestasi. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan semangat kerja para karyawan.
Disamping itu, sebanyak 35 responden (40,7%) menyatakan setuju. Dalam hasil diatas
penulis menemukan pernyataan kurang setuju yaitu sebanyak 1 responden (1,2%) dan tidak
setuju 1 responden (1,2%).
Berdasarkan 86 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini penulis dapat
menjabarkan bahwa sebanyak 53 responden (61,6%) menyatakan sangat setuju bahwa atasan
memberikan masukan bagi pekerjaan mereka. Tugas-tugas dalam organisasi perlu diawasi
serta diarahkan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
Dengan adanya masukkan dari pihak atasan, mereka jadi memiliki pilihan lain atau
cara lain untuk mencapai hasil kerja yang baik sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
Adapula responden yang menyatakan setuju yaitu sebanyak 30 responden (34,9%). Namun,
penulis juga mendapatkan pernyataan responden yang kurang setuju sebanyak 2 responden
(2,3%) dan 1 responden (1,2%) yang tidak setuju.
Berdasarkan 86 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat penulis
jabarkan bahwa sebanyak 64 responden (74,7%) menyatakan setuju bahwa mereka tetap
bekerja di perusahaan hingga waktu mendatang. Hal ini dikarenakan mereka merasa sepaham
dan sejalan serta nyaman dengan suasana kerja dan kebijakan organisasi. Sedangkan
sebanyak 19 responden (22,1%) menyatakan setuju dan sebanyak 3 responden (3,5%)
menyatakan kurang setuju akan pernyataan di atas.
Berdasarkan 86 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat penulis
jabarkan bahwa sebanyak 34 responden (39,5%) menyatakan setuju kalau mereka bersedia
bekerja lembur apabila dibutuhkan untuk menghasilkan yang terbaik. Melakukan segala
sesuatunya dalam bekerja merupakan salah satu cara untuk menunjukkan loyalitas terhadap
perusahaan. Dengan bekerja lembur mereka menunjukkan sikap setianya untuk menghasil
kerja yang baik bagi organisasi. Sedangkan sebanyak 29 responden (33,7%) menyatakan
sangat setuju dan sisa responden lainnya menyatakan kurang setuju sebanyak 23 responden
(26,7%).
Berdasarkan 86 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapatpenulis
jabarkan bahwa responden menanggapi dengan baik pernyataan mengenai mereka
memberikan hasil pekerjaan yang baik dalam penugasan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
responden yang menyatakan sangat setuju sebanyak 39 responden (45,3%) dan yang
menyatakan setuju sebanyak 38 responden (44,2%). Dengan menghasilkan kerja yang baik
bagi organisasi dalam setiap penugasan, mereka menunjukkan bahwa mereka bisa diandalkan
dalam setiap penugasan. Dan sisa responden lainnya menyatakan kurang setuju dengan
presenatse 10,5% atau 9 responden.
Berdasarkan 86 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat penulis
katakan bahwa mereka berterus terang kepada atasan apabila tidak mampu menyelesaikan
pekerjaan. hal ini diperkuat dengan adanya hasil dari SPSS yang menunjukkan sebanyak 44
responden (51,2%) menyatakan sangat setuju dan sebanyak 38 responden (44,2%)
menyatakan setuju. Supervisor atau atasan bertanggungjawab terhadap orang-orang yang
dibawahnya dan membantu orang tersebut agar dapat melakukan pekerjaannya dengan
baik99. Dengan memberitahu atasan, mereka mengharapkan bantuan berupa saran agar bisa
memperbaiki kesalahan dalam bekerja serta atasan jadi mengetahui batasan kemampuan
bawahannya. Selain itu, penulis juga menemukan data responden yang menyatakan kurang
setuju sebanyak 4 responden (4,7%).
Berdasarkan 86 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini penulis dapat
menjabarkan responden memiliki respon yang baik terhadap pernyataan bahwa mereka saling
memberitahu jika ada perubahan mendadak dalam penugasan. Dapat kita lihat dari hasil
output SPSS, masing-masing sebanyak 42 responden (48,8%) menyatakan sangat setuju dan
setuju. Seseorang harus mempunyai keterampilan berkomunikasi dengan orang lain untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan dalam melakukan tugas
Dengan adanya komunikasi yang baik, salah satunya saling memberitahu perubahan
mendadak dalam tugas diharapkan bisa memperlancar jalannya penugasan. Sedangkan sisa
responden lainnya menyatakan kurang setuju dengan presentase sebesar 2,3% atau 2
responden.
Berdasarkan 86 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat dikatakan
sebanyak 56 responden (65,1%) menyatakan mereka sangat setuju untuk saling bertanya
ketika menemukan hal yang tidak dimengerti dalam penugasan. Seseorang harus mempunyai
keterampilan berkomunikasi dengan orang lain untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan dalam melakukan tugas.
Dengan saling bertanya dalam penugasan, diharapkan bisa saling mengetahui apa saja
yang harus dilakukan selanjutnya. Responden lainnya menyatakan setuju sebanyak 28
responden (32,6%) dan kurang setuju sebanyak 2 responden (2,3%).
Berdasarkan 86 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat dikatakan
respoden memiliki kecenderungan merespon baik terhadap pernyataan diatas bahwa mereka
mengkoordinasikan dan menjelaskan dengan rinci tugas mereka dan rekan mereka. Hal ini
ditunjukkan dengan besarnya jawaban responden yang menyatakan setuju sebanyak 49
responden (57%) dan responden yang menyatakan sangat setuju sebanyak 34 responden
(39,5%). Dengan melakukan koordinasi sesama rekan kerja akan tugas masing-masing,
diharapkan bisa memperlancar jalannya penugasan dan memperkecil kesalahahaman akan
tugas yang diberikan. Sisa responden lainnya yang menyatakan kurang setuju sebanyak 3
responden (3,5%).
Berdasarkan 86 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini penulis dapat
menjabarkan responden memiliki respon yang baik terhadap pernyataan bahwa mereka
membantu rekan mereka apabila membutuhkan bantuan. Dapat kita lihat dari hasil output
SPSS, masing-masing sebanyak 42 responden (48,8%) menyatakan sangat setuju dan setuju.
Adanya rasa peduli dengan membantu teman sekerja akan lebih mempermudah
menyelesaikan pekerjaan yang ingin dicapai. Sedangkan sisa responden lainnya menyatakan
kurang setuju dengan presentase sebesar 2,3% atau 2 responden.
Iklim komunikasi merupakan bagian penting bagi sebuah organisasi, karena iklim
komunikasi mempengaruhi cara hidup anggotanya, kepada siapa kita bicara, siapa yang kita
sukai, bagaimana perasaan kita, bagaimana kegiatan kerja kita, bagaimana perkembangan
kita, apa yang ingin kita capai, dan bagaimana cara kita menyesuaikan diri dengan organisasi.
Melalui proses interaksi, para anggota organisasi memeriksa kepercayaan, dukungan,
keterbukaan, perhatian dan keterusterangan. Di dalam Teori hubungan manusia, lebih
menekankan pada pentingnya individu dan hubungan sosial dalam kehidupan organisasi.
Baik atau tidaknya hubungan dalam sebuah organisasi salah satunya dapat dilihat dari iklim
komunikasi yang tercipta.
Di kalangan jurnalis TVRI sendiri, iklim komunikasi yang tercipta sudah tergolong
sangat baik, yang terlihat dari presentase sebesar 84, 58%. Jurnalis TVRI sebagai salah satu
anggota organisasi di perusahaannya, bisa memutuskan apa peranan yang akan dilakukan dan
bagaimana melakukannya. Terbukti dalam melaksanakan tugasnya selaku penghasil berita,
mereka memerlukan kebebasan dalam menggapai informasi atau narasumber yang
dibutuhkan untuk memberikan hasil berita yang baik dengan cara mereka sendiri tetapi tetap
dalam aturan kode etik.
Kebebasan ini pula yang mengantarkan para jurnalis untuk menerima segala bentuk
tanggungjawab dan resiko yang muncul dari apa yang mereka kerjakan. Hal ini mereka
lakukan sebagai wujud usaha keras mereka agar tetap mempertahankan hubungan dengan
atasan agar tetap dipercaya.
Dalam setiap organisasi pasti melakukan sebuah keputusan yang didalamnya
melibatkan para anggotanya. Disini, para jurnalis TVRI sudah memiliki kesempatan
berbicara yang sama dalam setiap pengambilan keputusan. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui apa saja yang diinginkan dan diharapkan atasan dan para jurnalis untuk kemajuan
perusahaan kedepannya.
Adanya keterlibatan para jurnalis dalam pengambilan keputusan juga berdampak pada
mudahnya para jurnalis untuk berdiskusi soal pendelegasian tugas, sesuai atau tidak
penugasan yang diberikan dengan perannya dalam perusahaan. Selain kepercayaan dan
pengambilan keputusan bersama, kejujuran dalam hubungan di sebuah perusahaan perlu
untuk diperhatikan. Dalam hal ini, para jurnalis memiliki kemudahan dalam mengutarakan
ide atau gagasan sesama rekan kerja. Disamping itu, para jurnalis juga diberi kelonggaran
dalam menyampaikan pendapat pribadi terhadap atasan mengenai keadan dalam perusahaan.
Dengan adanya suasana umum yang diliputi kejujuran dan keterusterangan pihak atasan bisa
mengetahui apa yang sedang terjadi di dalam perusahaan.
Begitupula dengan keterbukaan pihak atasan TVRI terhadap para jurnalis cukup
diperhatikan. Anggota organisasi harus relatif mudah memperoleh informasi yang
berhubungan langsung dengan tugas mereka saat itu, yang mempengaruhi kemampuan
mereka untuk mengkoordinasikan pekerjaan mereka dengan bagian lainnya. Informasi diatas
meliputi informasi kebijakan yang baru dalam organisasi.
Mudahnya para jurnalis mengetahui adanya kebijakan baru, sehingga para jurnalis
bisa menyesuaikan diri dengan kebijakan yang baru dibuat dan bisa mengkonsultasikan
kebijakan tersebut apabila tidak sesuai. Selain informasi kebijakan, materi-materi yang
dibutuhkan para jurnalis pun mudah didapatkan, guna menunjang kelancaran jalannya
pekerjaan. Bukan hanya terbuka dalam hal informasi, atasan TVRI juga mendengarkan apa
saja yang disampaikan para jurnalis termasuk pengaduan persoalan yang terjadi didalam
pekerjaan.
Dalam sebuah organisasi atau perusahaan, menghasilkan produksi kerja yang baik
merupakan tujuan utama. Sehubungan dengan hal ini, TVRI memberikan perhatiannya
terhadap para jurnalis yang berprestasi. Selain penghargaan, atasan di TVRI juga tidak
sungkan memberikan masukkan bagi pekerjaan para jurnalis agar hasilnya juga baik dan
meningkat. Sedangkan untuk kinerja jurnalis sendiri, sebenarnya tidak ada ukuran baku untuk
mengukur nilai kinerja seorang jurnalis. Indikator-indikator untuk jurnalis yang baik itu
sangat sangat fleksibel tergantung dengan keadaan saat dia bertugas. Misalnya si jurnalis
datang ke kantor jam 8 pagi sampai malam tapi tidak menghasilkan apa-apa, berarti hasilnya
jelek. Beda dengan misalnya si jurnalis datang jam 8 pagi dan pulang jam 10 pagi tapi dalam
waktu 2 jam itu jurnalis dapat menghasilkan berita yang bagus berarti hasil kerja baik.
Dikarenakan tidak ada indikator yang baku untuk kinerja jurnalis, penulis
menggunakan indikator dari kriteria kinerja yang baik menurut sifatnya yang terdiri dari
loyalitas, keandalam, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan memimpin untuk
mengukur nilai kinerja yang tercipta di TVRI. Untuk demikian, nilai kinerja jurnalis TVRI
pun tergolong sangat baik dengan presentase sebesar 87,55%.
Kinerja ini dapat dilihat dari dari indikator loyalitas, keandalan, kemampuan
berkomunikasi, dan keterampilan memimpin. Dalam indikator loyalitas, para jurnalis TVRI
sudah mampu membuktikannya dalam tindakan seperti tetap bekerja di perusahaan tersebut
hingga waktu yang akan datang. Selain itu, para jurnalis juga siap memperpanjang jam kerja
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik jika memang diperlukan.
Hal ini diperkuat dari hasil wawancara yang menyebutkan kinerja jurnalis TVRI dapat
dinilai dari kesiapan dan kesigapan mereka dalam menerima tugas diwaktu dan dalam
keadaan siang maupun malam, yang menunjukkan kesetiaannya dalam melaksanakan tugas
terhadap perusahaan untuk mendapatkan hasil terbaik.
Sedangkan dalam indikator keandalan, para jurnalis membuktikannya dengan
memberikan hasil yang terbaik disetiap penugasan. Dengan memberikan hasil yang terbaik,
itu membuktikan kepada atasan bahwa para jurnalis memang handal atau mampu
dibidangnya. Misalnya tiba-tiba tengah malam si jurnalis disuruh liputan ke Lebak ngeliput
tanah longsor dan dengan cepat si jurnalis meluncur kesana dan laporan beritanya memadai.
Hal ini menunjukkan bahwa si jurnalis menunjukkan bahwa dia bisa diandalkan
dalam penugasan. Namun disamping itu, para jurnalis TVRI pun juga tidak sungkan untuk
memberitahu atasan jika melakukan kesalahan dalam penyelesaian tugas. Dengan tujuan
atasan jadi mengetahui kemampuan para jurnalisnya dalam melaksanakan pekerjaan. Selain
itu, kemampuan komunikasi juga diperlukan dalam melakukan pekerjaan, khususnya dengan
rekan kerja. Di TVRI sendiri, para jurnalis sudah memiliki kemampuan komunikasi yang
baik, yang ditunjukkan dengan memberitahu rekan kerja jika ada perubahan mendadak dalam
penugasan serta saling bertanya ketika menemukan kesulitan atau hal yang tidak dimengerti
dalam penugasan. Kinerja yang sangat baik juga ditunjang oleh keterampilan memimpin para
jurnalis yang bekerja dalam tim. Hal ini ditunjukkan dengan, para jurnalis mampu
mengkoordinasikan dan menjelaskan tugas masing-masing rekan kerja serta membantu rekan
sekerja ketika menemukan kesulitan dalam penugasan.
Sementara itu, setelah penulis melakukan penelitian, maka didapatkan hasil antara
iklim komunikasi dan kinerja jurnalis TVRI memiliki hubungan yang signifikan dengan
presentase sebesar 16,81%, yang diartikan adanya hubungan yang cukup antara iklim
komunikasi dan kinerja. Dalam teori hubungan manusia, jika hubungan manusia pada suatu
organisasi efektif, maka suasana kerja akan meningkatkan semangat kerja karyawan dalam
bekerja sama untuk mencapai hasil yang baik.
Hubungan kemanusiaan secara sederhana menempatkan karyawan sebagai manusia,
tidak sebagai mesin yang dipergunakan dalam berproduksi, memahami kebutuhan-kebutuhan
manusia yang ingin dianggap ada dan merasa diperhatikan dengan cara didengarkan dan
diperhatikan keluhan-keluhannya. Jika memungkinkan dan melibatkan mereka dalam
pengambilan keputusan tertentu baik mengenai kondisi pekerjaannya maupun masalah
lainnya.
Kesemuanya ini dapat meningkatkan semangat kerja karyawan secara pasti dalam
bekerja sama untuk mencapai produksi yang lebih baik104. Berdasarkan pernyataan di atas,
hubungan manusia dilihat dari suasana kerja yang tercipta dari iklim komunikasi di TVRI
sangat baik, yang dapat dilihat dari efektif dan terbukanya informasi serta hubungan antara
pimpinan dengan bawahannya, yang meliputi kepercayaan, pembuatan keputusan bersama,
kejujuran, keterbukaan dalam komunikasi ke bawah, mendengarkan dalam komunikasi ke
atas, dan perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi.
Dikarenakan suasana kerja yang sangat baik maka akan membawa dampak terhadap
meningkatkan semangat kerja karyawan dalam bekerja sama untuk mencapai hasil yang baik.
Sehingga dapat dikatakan hal ini membawa pengaruh terhadap semangat kerja jurnalis dan
keharmonisan suasana kerja dalam mencapai kinerja yang baik, yang tercermin melalui
loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi dan keterampilan memimpin.
Untuk menindaklanjuti dan memperkuat hal tersebut, penulis melakukan uji regresi
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan iklim komunikasi terhadap kinerja
jurnalis TVRI. Dalam hasil penelitian, penulis menemukan hasil pengaruh yang signifikan
dari iklim komunikasi terhadap kinerja jurnalis TVRI yaitu sebesar 16,80%. Yang artinya
sebesar 16, 80% kinerja dipengaruhi oleh iklim komunikasi sedangkan sisanya dipengaruhi
olehh faktor lainnya. Berarti dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa kinerja jurnalis
TVRI mendapatkan pengaruh dari iklim komunikasi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah melakukan penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa iklim komunikasi yang
tercipta di TVRI memiliki nilai yang sangat baik yaitu dengan presentase sebesar 84, 58%.
Bisa dikatakan sangat baik dikarenakan jurnalis TVRI merasa nyaman dengan iklim
komunikasi yang tercipta di TVRI, yang meliputi kepercayaan, pembuatan keputusan
bersama, kejujuran, keterbukaan dalam komunikasi ke bawah, mendengarkan dalam
komunikasi ke atas, dan perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi.
Kinerja jurnalis TVRI memiliki nilai yang sangat baik yaitu dengan presentase
sebesar 87,55%. Bisa dikatakan sangat baik dikarenakan jurnalis TVRI sudah mencapai
kinerja yang sesuai, yang tercermin dalam loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi,
dan keterampilan memimpin. Serta adanya pengaruh iklim komunikasi terhadap kinerja
jurnalis TVRI yang signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan presentase sebesar 16,80%. Selain
itu, dibuktikan dengan nilai probability 0,05 > 0,000 yang artinya signifikan serta perhitungan
yang menghasilkan nilai thitung > ttabel atau 4,120 > 1,9886 maka H0 ditolak dan Ha
diterima. Dengan demikian ada pengaruh dari iklim komunikasi yang membentuk kinerja
jurnalis.
Setelah melakukan penelitian, penulis dapat memberikan saran bahwa jurnalis TVRI
hendaknya dapat meningkatkan kinerja mereka melalui indikator loyalitas, keandalan,
kemampuan berkomunikasi, dan keterampilan memimpin lebih baik lagi secara maksimal.
Dengan begitu pencapaian kinerja pun akan lebih meningkat, dan mendapatkan penghargaan
serta memajukan perusahaan jadi lebih baik.
Penciptaan iklim komunikasi yang baik di perusahaan hendaknya dilakukan dengan
maksimal. Dengan memaksimalkan iklim komunikasi yang baik, maka kinerja yang
dihasilkan pun akan maksimal juga.
KEPUSTAKAAN
Ardianto, Elvinaro, Lukiati K, S. Karlina. 2002. Komunikasi Massa suatu Pengantar.
Bandung : Simbiosa Rekatama Media
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka
Cipta
Baksin, Askurifai. 2009. Jurnalitik Televisi. Bandung : Simbiosa Rekatama Media
Arni Muhammad. 2004. Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara
Bungin, Burhan. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Prenada Media Group
Curtis, Floyd & Winsor. 2004. Komunikasi Bisnis dan Profesional. Bandung : Remaja
Rosdakarya
J. Simanjuntak, Payaman.. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kerja. Jakarta : Lembaga Penerbit
FE UI
John Vivian. 2008. Teori Komunikasi Massa. Jakarta : Kencana Perdana Media
Kriyantoro, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Prenada Media
LPP TVRI. 2010. Kebijakan Penyiaran. Jakarta : TVRI
Makmur, Syarif. 2008. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Raja Grafindo
Persada
Masmuh, Abdullah. 2008. Kom. Organisasi Teori & Praktek. Malang : UPT Penerbitan
UMM
Mondry. 2008. Pemahaman Teori dan Praktek Jurnalistik. Bogor : Ghalia Indonesia
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya
Mulyana, Deddy & Idi Subandi Ibrahim. 1997. Bercinta Dengan Televisi. Bandung : Remaja
Rosdakarya
P. Robbins, Stephen. 2003. Perilaku Organisasi Vol.2. Jakarta : Indeks Kelompok Gramedia
113
Prabu Mangkunegara, Anwar. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung : Refika Aditama
Panuju, Redi. 2001. Komunikasi Organisasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Rakhmat, Jalaludin. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Rosdakarya
R.Wayne Pace & Don F. Faules. 2005. Komunikasi Organisasi strategi meningkatkan kinerja
perusahaan. Bandung : Rosdakarya
Ruslan, Rosady. 2008. Metode Penelitian PR dan Komunikasi. Jakarta, Raja Grafindo
Persada
Sedarmayanti. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung : Refika Aditama
Schuler, R dan Suzan E. Jackson. 1999. Manajemen sumber daya manusia menghadapi abad
21. Jakarta : Erlangga
Setiani, Eni. 2005. Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan. Yogyakarta : Andi
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV Alfabeta
Sugiyono. 2007. Statistik untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta
Suhandang, Kustadi. 2004. Pengantar Jurnalistik : seputar Organisasi, Produk, dan Kode
Etik. Bandung : Nuansa Cendekia
Sunyoto, Danang. 2009. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Yogyakarta : Med Press
Suwarno. 1999. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta : Universitas Atmajaya
Teguh Sulistiani, Ambar. 2003. Memahami Good Governance dalam Perspektif SDM.
Bandung : Gava Media
Tim Redaksi LP3ES. 2006. Jurnalisme Liputan 6 SCTV Antara Peristiwa dan Ruang Publik.
Jakarta : Pustaka
LP3ES Tim Penyusun. 2007. Modul Praktikum Metode Riset Bisnis & Manajemen. Bandung
: Universitas Widyatama
William L. Rivers & Jay W. Jensen. 2003. Media Massa dan masyarakay Modern. Jakarta :
Prenada Media
Wursanto. 2003. Dasar-dasar Ilmu Organisasi. Yogyakarta : Andi
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Yunus, Syarifudin. 2010. Jurnalistik Terapan. Bogor : Ghalia Indonesia
Download