Manajemen Sumber Daya Manusia - Universitas Kristen Satya

advertisement
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA:
STUDI ANALITIS TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA
GEREJA DI GKJW JEMAAT SIDOMULYO
Oleh,
Stefi Kristian Rumere
NIM: 712011011
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Ilmu Teologi, Fakultas Teologi,
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi
(S.Si Teol)
PROGRAM STUDI ILMU TEOLOGI
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
“STUDI ANALITIS TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA
GEREJA DI GKJW JEMAAT SIDOMULYO”
ABSTRAK
Penelitian ini difokuskan pada analisis terhadap pengelolaan sumber daya manusia
di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat Sidomulyo, dengan tujuan untuk memahami
bagaimana pengelolan terhadap sumber daya manusia di gereja dilakukan. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode dokumenter, wawancara,
dan observasi langsung di wilayah penelitian. Landasan teori yang digunakan dalam
menganalisa data pada penelitian ini adalah teori manajemen SDM pada umumnya dan teori
manajemen SDM di gereja pada khususnya. Mengingat bahwa warga gereja sebagai sumber
daya merupakan asset penting dalam gereja, yang senantiasa mengalami dinamika dan
perkembangan, maka penting bagi gereja untuk mendayagunakan setiap potensi yang
dimiliki warga gereja untuk menggerakkan kegiatan pelayanan gereja. Pengelolaan SDM
gereja berbasis peran serta warga memberi kesempatan yang luas bagi warga gereja
berpartisipasi dalam kegiatan-kegaiatan pelayanan gereja, guna mengembangkan potensi
dan mengaktualisasikan diri dalam pelayanan. Namun, upaya pengelolaan sumber daya
manusia di GKJW Jemaat Sidomulyo masih sangat lemah karena berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Seperti; lemahnya kualitas pembinaan warga gereja baik secara individu
maupun keluarga-keluarga dari sisi metode dan materinya, tidak tersedianya mekanisme dan
data administrasi warga gereja yang valid, serta kurangnya perhatian terhadap aspek-aspek
kebutuhan jasmaniah warga gereja.
Kata Kunci: Manajemen Sumber Daya Manusia, GKJW Jemaat Sidomulyo, Warga Gereja,
Pengelolaan SDM Gereja.
1. PENDAHULUAN
Gereja merupakan persekutuan orang-orang yang beriman kepada Kristus, yang
tergabung dalam wadah institusi atau organisasi gereja.1 Sebagai persekutuan orang-orang
yang percaya kepada Kristus, gereja hadir di dunia mengemban tugas dan panggilan (misi)
yang diamanatkan oleh Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja.2 Gereja dipanggil menjadi rekan
sekerja Tuhan Allah untuk turut serta melaksanakan karya-Nya di dunia, serta bertanggung
jawab atas pemberlakuan kasih, kebenaran, keadilan, damai sejahtera bagi masyarakat,
1
Sutarno, Di dalam Dunia, tetapi Tidak dari Dunia, bagian “Kesaksian dan Pelayanan Gereja dalam
Membina Serta Mengelola Sumber Daya Manusia yang Berkualitas”, (Jakarta; BPK Gunung Mulia–Satya
Wacana Press, 2004) 33.
2
Sutarno, Di dalam Dunia, tetapi Tidak dari Dunia, bagian “Misi Gereja di Tengah Situasi Sosial
Politik Bangsa dan Negara Sekarang ini”, (Jakarta; BPK Gunung Mulia – Satya Wacana Press, 2004) 60.
1
bangsa dan Negara.3 Gereja menjawab tugas dan panggilannya tersebut dengan
melaksanakan kegiatan-kegiatan pelayanan di bidang Teologi, Persekutuan, Kesaksian, Cinta
kasih, dan Penatalayanan.4 Agar dapat melaksanakan tugas panggilannya dengan
bertanggung jawab dan menjalankan fungsinya dengan benar, maka gereja perlu dikelola dan
di manajemen dengan baik.5
Kegiatan manajemen telah lama dilakukan oleh gereja, lebih kurang ketika
munculnya kecenderungan untuk lebih menekankan organisasi gereja di abad ke-3.6 Secara
historis, kegiatan manajemen juga telah dilakukan umat Allah, baik dalam Perjanjian Lama
maupun Perjanjian Baru untuk mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan.7 Alkitab banyak
memberikan kesaksian mengenai kegiatan manajemen yang dilakukan oleh umat Allah.
Secara khusus mengenai praktek manajemen dalam pembagian tugas pelayanan yang
dilakukan oleh para Rasul untuk melayani janda-janda, dengan memilih dan mengutus
pelayan-pelayan (Diakonos) khusus untuk melakukan tugas ini (Kisah Para Rasul 6:1-6).
Istilah manajemen, secara etimologi berasal dari bahasa Inggris “management” dari
kata kerja “to manage” yang berarti “to control”, di dalam bahasa Indonesia diartikan dengan
mengurus, mengatur, melaksanakan, dan mengelola sesuatu dalam rangka mencapai tujuan
tertentu.8
Secara
epistemologi
manajemen
berarti
suatu
proses
perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengendalian kegiatan penggunaan
sumber daya manusia dan benda dalam suatu organisasi agar tercapai tujuan organisasi secara
efektif dan efisien, dan memiliki fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian, dan pengendalian, yang didalamnya terdapat unsur-unsur manajemen yang
meliputi man, money, material, mechines, methods, markets.9
Manusia (man) sebagai salah satu unsur manajemen memainkan peran penting dalam
pelaksanaan kegiatan manajemen, karena keberhasilan unsur-unsur lainnya bergantung pada
ketersediaan dan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang ada.10 Dilihat dari
pengertiannya, SDM dilingkungan organisasi terbagi dalam tiga sudut pandang: Pertama,
3
Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, (Malang; Majelis Agung GKJW, 1996), Pasal 4
tentang Panggilan, BAB II, 5.
4
Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, (Malang; Majelis Agung GKJW, 1996), Pasal 6
tentang Kegiatan Pelayanan, BAB III, 5
5
Andreas Untung Wiyana & Sukardi, Manajemen Gereja: Dasar Teoritis dan Implikasi Praktisnya,
(Bandung; Bina Media Informasi, 2010), 46
6
Robby I. Chandra, Manajemen Gereja, dalam Jurnal Setia Edisi Januari Nomor 1, tahun 1996, 6.
7
H. Ogirwalu, Manajemen Gereja, dalam Jurnal Setia Edisi Januari Nomor 1, tahun 1996,34
8
Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Andi, 2001), 1.
9
Sugiyanto Wiryoputro, Dasar-dasar Manajemen Kristiani, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 2-5
10
H. Handari Nawawi, Perencanaan SDM untuk Organisasi Profit yang Kompetitif, (Yogyakarta:
Gadjah Mada university Press, 2001), 48.
2
SDM adalah orang yang bekerja dan berfungsi sebagai asset organisasi yang dapat dihitung
jumlahnya (kuantitatif). Kedua, SDM adalah potensi yang menjadi penggerak organisasi yang
memiliki potensi yang berbeda-beda. Ketiga, Manusia sebagai sumber daya adalah mahluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, sebagai penggerak organisasi atau perusahaan yang berbeda
dengan sumber daya yang lain.11 Dengan demikian sumber daya manusia (SDM) secara
ringkas dapat diartikan sebagai manusia atau pekerja yang berfungsi sebagai asset dalam
organisasi yang memiliki potensi sebagai penggerak organisasi atau perusahaan.
Di dalam konteks gereja, yang sebut sebagai SDM gereja adalah warga gereja yang
secara administrative merupakan orang-orang yang nama dan identitasnya telah dicatat dalam
buku induk sebagai anggota gereja.12 Warga gereja sebagai sumber daya berbeda dengan
sumber daya yang lainnya. Warga gereja adalah subjek yang berkehendak, yang oleh karena
dorongan imannya dapat merancang, dan sekaligus mengevaluasi pelaksanaan serta hasilnya
demi tujuan yang dikehendaki.13 Warga gereja merupakan sumber daya gereja yang paling
utama, karena warga gereja adalah pelaku pekerjaan pelayanan gereja yang mempengaruhi
mutu lembaga atau institusi gereja.14 Karena itu, tantangan yang segera harus dijawab gereja
adalah bagaimana memanfaatkan secara memaksimalkan SDM gereja yakni warga gereja
untuk dapat menunjang tercapainya tujuan gereja. Mengingat bahwa manusia diciptakan oleh
Tuhan sebagai makhluk tertinggi diantara ciptaan yang lain, dengan tujuan agar manusia
mampu mengelola semua sumber daya yang ada (Kej. 1:26).15
Di dalam ilmu manajemen, studi yang memfokuskan kajian terhadap unsur-unsur
SDM adalah manajemen sumber daya manusia (MSDM).16 Marwansyah mendefinisikan
MSDM sebagai pendayagunaan SDM di dalam organisasi melalui fungsi-fungsi perencanaan,
rekrutmen dan seleksi, pengembangan, perencanaan, pemberian kompensasi, keselamatan
dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial yang bertujuan untuk mengoptimalkan
produktivitas dari semua pekerja dalam sebuah organisasi, serta sumber daya manusia yang
professional yang memiliki karakteristik, kompetensi, dan kecerdasan.17 Di gereja, istilah
MSDM dikenal dengan berbagai istilah, antara lain: Pemberdayaan Warga Gereja (PWG),
Pembinaan Warga Gereja, Pengelolaan SDM gereja, Pembangunan Jemaat, dll. Kesemuanya
11
H. Hadari Nawawi, Perencanaan SDM Untuk Organisasi Profit yang Kompetitif….., 37
Andreas Untung Wiyana & Sukardi, Manajemen Gereja..., 70
13
Andreas Untung Wiyana & Sukardi, Manajemen Gereja…,108
14
J.L.Ch. Abineno, Jemaat: Ujud, Peraturan, Susunan, Pelayanan dan Pelayan pelayannya, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1983), 132-135
15
Sugiyanto Wiryoputro, Dasar-dasar Manajemen Kristiani…., 6
16
Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia…, 3
17
Marwansyah, Manajemen Sumber Daya Manusia- edisi kedua, (Bandung: Alfabeta, 2012), 4-5.
12
3
itu bertujuan untuk membantu warga gereja bertumbuh dalam iman sehingga mereka mampu
mengekspresikan iman dalam kehidupan sehari-hari, serta memberi kesempatan dan
kepercayaan untuk belajar dan turut serta mengambil bagian dalam pelayanan, sekaligus
mengembangkan wawasan dan peningkatan kemampuan pelayanannya.18
Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) menyadari dengan benar bahwa keberadaanya saat
ini tidak terlepas dari peran serta jemaat-jemaat lokal di wilayah Jawa Timur yang
mengikatkan diri dalam sebuah persekutuan gerejawi yang berbentuk “Patunggilan Kang
Nyawiji”.19 Pertumbuhan, perkembangan, dan penyebarannya tidak dapat dipisahkan dari
peran serta warga baik individu maupun keluaraga-keluaraga Kristen yang menyebar hampir
ke seluruh pelosok Jawa Timur yang menjadi cikal bakal jemaat-jemaat GKJW. Seperti sosok
C.L Coolen dan Paulus Tosari yang merupakan awam dan tidak memiliki jabatan khusus
gereja sangat berperan dalam menumbuh-kembangakan GKJW. Dengan dasar itulah GKJW
mengakui bahwa peran serta warga gereja dalam pertumbuhan dan perkembangan pelayanan
gereja sangat besar, sehingga GKJW menghayati dirinya sebagai Gereja Gerakan Warga. 20
Hal ini menunjukkan bahwa warga gereja memainkan peran penting dalam setiap lini
kehidupan gereja. Oleh karena itu, gereja berupaya untuk mengelola warganya agar dengan
setiap potensi dan kemampuannya dapat memberikan kontribusi bagi pelayanan gereja.
Sebagai bagian dari Greja Kristen Jawi Wetan, GKJW Jemaat Sidomulyo yang berdiri
sejak tahun 1927,21 memahami bahwa warga gereja merupakan asset yang berharga sebagai
penggerak kegiatan pelayanan di gereja. Namun kenyataanya, warga gereja yang diharapkan
mampu menjadi penggerak kegitan pelayanan di gereja, terlihat kurang memiliki kemauan
untuk berpartisipasi dalam kegiatan palayanan gereja. Demikian juga dengan lemahnya
kemampuan warga jemaat yang terlibat dalam kegiatan pelayananan baik itu Penatua,
Diaken, Komisi-komisi, Pokja, kepemimpinan dan manajemen, pelayanan firman, diakonia,
dan kemampuan merancang program kegiatan, dan lain-lain.
Hal ini berdampak pada kualitas kegiatan-kegiatan pelayanan sehingga tidak
menjawab kebutuhan gereja dan masyarakat pada umumnya karena program-program
kegiatan pelayanan yang dilaksanakan cenderung statis dan tidak menyesuaikan dengan
perkembangan yang ada, serta kebiasaan dalam pembuatan program kegiatan pelayanan
dengan mengulang program-program tahun sebelumnya yang sifatnya hanya copy paste tanpa
18
Andreas Untung Wiyana & Sukardi, Manajemen Gereja…., 71-73.
Pokok-pokok Rencana Kegiatan Pembangunan GKJW, PPMA-GKJW, 1986
20
Hutomo Surjo Widodo, Bergereja ala Keluaraga, (Malang: IPTh Balewiyata, 2014),49-62
21
Badan Pekerja Harian Majelis Agung, Peringatan 50 Tahun Majelis Agung GKJW, (Malang, Majelis
Agung GKJW, tanpa tahun), 264.
19
4
dilakukan evaluasi terhadap program tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka
muncul pertanyaan-pertanyaan secara kritis mengenai apa faktor-faktor yang menyebabkan
lemahnya kemampuan warga gereja dalam pelayanan? dan apa yang gereja lakukan selama
ini dalam mengelola warganya? sehingga memiliki kemampuan dalam malaksanakan tugas
dan panggilan pelayanannya.
Kenyataan ini merupakan indikasi lemahnya pengelolaan sumber daya gereja di
GKJW Jemaat Sidomulyo, khususnya dalam hal pengelolaan SDM gereja. Oleh karena itu,
penelitian ini merupakan studi analitis terhadap manajemen atau pengelolaan SDM gereja di
GKJW Jemaat Sidomulyo.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: Bagaimana pengelolaan sumber daya manusia (SDM) gereja di GKJW Jemaat
Sidomulyo?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisa pengelolaan
sumber daya manusia (SDM) gereja di GKJW Jemaat Sidomulyo.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Manfaat teoritis:
Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk memperdalam study organisasi
dan manajemen gereja, khususnya dalam hal pengelolaan sumber daya
manusia (SDM) gereja.
b) Manfaat praktis:
-
Bagi Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW), penelitian ini bermanfaat untuk
memberikan sumbangan pemikiran tentang pengelolaan sumber daya
manusia (SDM) gereja di aras jemaat.
-
Secara khusus bagi GKJW Jemaat Sidomulyo, penelitian ini dapat
dijadikan sebagai acuan dan referensi dalam pelaksanaan pengelolaan
sumber daya manusia (SDM) gereja
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mengeksplorasi
dan mengklarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan
mendeskripsikan sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah dan unit yang
5
diteliti.22 Penelitian ini bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu,
keadaan, gejala kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran
suatu gejala dan gejala lain dalam suatu masyarakat.23
1. Tehnik Pengumpula Data:
a) Wawancara
Metode wawancara atau interview adalah suatu cara yang digunakan
seseorang untuk tujuan tertentu mencoba mendapatkan keterangan atau
pendirian secara lisan dari seorang rersponden, dengan bercakap-cakap
berhadapan muka dengan orang tersebut.24 Dalam hal ini responden atau
informan yang dilibatkan meliputi Pendeta Jemaat, Penatua dan Diaken,
Badan Pembantu (BP) Majelis Jemaat, Karyawan dan staf gereja, dan warga
Jemaat GKJW Sidomulyo.
b) Pengamatan atau observasi
Metode ini menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap
suatu benda, kondisi, situasi, proses, atau perilaku.25 Pengamatan sebagai cara
penelitian menuntut dipenuhinya syarat-syarat tertentu yang menentukan
jaminan bahwa hasil pengamatan memang sesuai dengan kenyataan yang
menjadi sasaran perhatian. Oleh karena itu pengamatan akan dilakukan
terhadap sasaran pengamatan yakni proses pengelolaan sumber daya manusia
di GKJW Jemaat Sidomulyo. Proses pengamatan dilakukan dengan
melakukan pengamatan terlibat (observasi partisipasi) yang mana peneliti
secara langsung hadir di tempat dimana peneliti dapat melihat dan mengamati
secara langsung sasaran pengamatan.26
c) Dokumen
Metode dokumenter menggunakan sumber data berupa catatan-catatan atau
dokumen yang tersedia.27 Data ini akan diambil dari catatan-catatan atau
notulensi rapat-rapat dan persidangan Majelis Jemaat, serta dokumen
Program-program Kerja Tahunan GKJW Jemaat Sidomulyo.
22
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, ( Jakarta: RajaGrapindo Persada, 2003), 20
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta; Gramedia, 1997), 29
24
Koentjaraningrat, Metode Wawancara, dalam Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian
Masyarakat, (Jakarta;Gramedia, 1997), 129
25
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial…, 52
26
Harsja W. Bachtiar, Pegamatan Sebagai Suatu Metode Penelitian, dalam Koentjaraningrat, MetodeMetode Penelitian Masyarakat, (Jakarta; Gramedia, 1997), 110-119.
27
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, ( Jakarta: RajaGrapindo Persada, 2003), 53.
23
6
1.6 Sistemetika Penulisan
Berkaitan dengan penulisan tugas akhir ini, maka peneliti membagi tulisan ini
menjadi beberapa bagian.
Pada bagian pertama akan diuraikan mengenai latar belakang, rumusan masalah, dan
metode penelitian yang akan digunakan untuk melihat permasalahan yang terjadi di GKJW
Jemaat Sidomulyo mengenai pengelolaan sumber daya manusia (SDM) gereja. Bagian kedua
akan membahas landasan teori sebagai dasar untuk menganalisa fenomena permasalahan
yang terjadi. Teori yang akan digunakan adalah teori manajemen atau pengelolaan sumber
daya manusia (SDM) gereja, khususnya mengenai pemberdayaan warga gereja dalam
pekerjaan pelayanan gereja. Pada bagian ketiga akan disajikan gambaran umum GKJW
Jemaat Sidomulyo dan pelaksanaan pengelolaan sumber daya manusia (SDM) gereja. Bagian
empat merupakan analisis pengelolaan sumber daya manusia (SDM) gereja yang diharapkan
mampu memberi sumbang pemikiran bagi pengelolaan sumber daya manusia (SDM) gereja.
Bagian kelima merupakan bagian penutup dari tulisan ini, didalamnya akan disajikan
simpulan serta saran-saran.
2. LANDASAN TEORI
Pada bagian ini membahas mengenai manajemen sumber daya manusia secara umum,
dan kemudian berfokus pada manajemen sumber daya manusia dalam konteks organisasi
gerejawi.
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Arti Luas
Secara etimologis manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah penggabungan
dari dua konsep yang memiliki pengertian yang berbeda, yaitu; manajemen dan sumber daya
manusia.28 Karena itu, pertama-tama perlu untuk memahami terlebih dahulu pengertian dari
konsep menajemen dan sumber daya manusia (SDM) tersebut. Kata manajemen, berasal dari
bahasa Inggris “management” dari kata kerja “to manage” yang berarti “to control”, di
dalam bahasa Indonesia diartikan dengan mengurus, mengatur, melaksanakan, dan mengelola
sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu.29 Secara epistemologi manajemen berarti
suatu
proses
perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan,
pengkoordinasian,
dan
pengendalian kegiatan penggunaan sumber daya manusia dan benda dalam suatu organisasi
agar tercapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Dari pengertian tersebut,
28
Ambar Teguh Sulistiyani & Rosidah, Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori dan
Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), 10
29
Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusisa, (Yogyakarta: Andi, 2001), 1
7
manajemen
memiliki
aspek-aspek
perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan,
pengkoordinasian, dan pengendalian, yang didalamnya terdapat unsur-unsur manajemen yang
meliputi man, money, material, mechines, methods, markets.30
Sedangkan, sumber daya manusia (SDM) merupakan bagian dari sumber daya yang
dimiliki oleh organisasi, di samping sumber daya non-manusia (sumber daya alam, modal,
mesin, teknologi, material, dan lain-lain).31 Menurut H. Hadari Nawawi (2000:40), SDM
dalam organisasi dapat dilihat dari tiga pengertian, yaitu: 1) SDM adalah manusia yang
bekerja di lingkungan suatu organisasi meliputi personil, tenaga kerja, pegawai atau
karyawan. 2) SDM adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam
mewujudkan eksistensinya. 3) SDM adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi
sebagai modal (non-material/non-financial) di dalam organisasi bisnis, yang dapat
diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi
organisasi.32 Jadi, berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksudkan
dengan SDM dalam organisasi adalah meliputi unsur manusia (personal) dan potensipotensinya baik fisik dan non-fisik yang merupakan modal dasar bagi organisasi untuk dapat
mencapai eksistensi dan tujuannya.
Pengertian manajemen SDM telah banyak dikemukakan oleh para ahli dengan
berbagai definisi dan penekanan yang berbeda-beda. Nawawi (2000:5) mendefinisikan
kegiatan manajemen SDM sebagai peningkatan pendayagunaan SDM dilingkungan suatu
organisasi, agar berfungsi secara optimal dalam mencapai tujuan organisasi.33 Secara
sederhana Gomes (2001:6) mendefinisikan manajemen SDM sebagai pengelolaan SDM yang
meliputi aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pegawasan atas
pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan
pemutusan hubungan tenaga kerja dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan
organisasi, individu, dan masyarakat.34 Sependapat dengan Gomes, Ambar & Rosidah
(2009:12) mengatakan bahwa manajemen SDM merupakan usaha untuk mengerahkan dan
mengelola SDM di dalam organisasi agar mampu berfikir dan bertindak sebagaimana yang
diinginkan organisasi.35
30
31
32
Sugiyanto Wiryoputro, Dasar-dasar Manajemen Kristiani, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 2-5
Ambar Teguh Sulistiyani & Rosidah…, 10
H. Handari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan ketiga, (Yogyakarta: Gama Press,
2000), 40
33
H. Handari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia …., 5.
Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia….., 6.
35
Ambar Teguh Sulistiyani & Rosidah, Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori dan
Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik…, 12.
34
8
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, manajemen SDM merupakan sarana
pengelolaan SDM yang meliputi peningkatan dan pendayagunaan SDM di dalam organisasi
melalui kegiatan perencanaan, rekrutmen dan seleksi, pengembangan, pemeliharaan,
pemberian balas jasa, agar berfungsi secara optimal dalam mencapai tujuan organisasi,
termasuk juga di dalam organisasi gerejawi.
2.2 Proses Manajemen Sumber Daya Manusia
Kegiatan manajeman SDM dalam organisasi menurut Suparno (2015:7) dilaksanakan
berdasarkan fungsi-fungsinya, yaitu fungsi manajerial dan fungsi operasional. Kegiatan
dalam fungsi manajerial meliputi kegiatan perencanaan yaitu penetapan program pengelolaan
SDM dan analisis pekerjaan, kegaitan pengorganisasian yaitu penyusunan suatu organisasi
dengan membentuk struktur dan hubungan antara pekerja dan tugas-tugasnya, kegiatan
pengarahan yaitu pemberian dorongan kepada pekerja agar mampu bekerja secara efektif dan
efisien sesuai tujuan yang ditetapkan, dan kegiatan pengendalian yang merupakan fungsi
pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan yang telah ditetapkan. Kemudian fungsi
operasional yang meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan SDM, pengadaan, pengembangan,
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian hubungan
kerja.36
Selain itu, proses manajemen SDM di dalam organisasi juga dipengaruhi oleh
bagaimana organisasi memandang SDM yang dimilikinya. Di dalam perkembangan teori
manajemen manusia, model manajemen SDM merupakan pengembangan dari pendekatan
terhadap teori manajemen manusia yaitu model traditional dan human relations.
Mendasarkan pada pengertian kebutuhan manusia Abraham Maslow, model manajemen
SDM menekankan pada kebutuhan psikologi dan keamanan anggota organisasi. 37 Gomes
(2001:2) menekankan pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya yang cukup potensial
yang perlu dikembangkan sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi
organisasi dan pengembangan dirinya.38 Hal ini yang membedakan model manajemen SDM
dari dua model lainnya.
Di dalam model tradisional, fokus penekankan pada konsep stabilitas, ketertiban serta
kewenangan yang didasarkan pada kemampuan. Anggota organisasi hanya dituntut untuk
mematuhi prosedur kerja yang telah ditetapkan dengan pengawasan yang sangat ketat. Hal ini
36
Suparno Eko Widodo, Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015), 7
37
Ambar Teguh Sulistiyani & Rosidah, Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori dan
Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik…, 30.
38
Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia…, 2-3.
9
berdampak pada kreatifitas dan perkembangan anggota organisasi oleh karena aturan yang
sangat mengikat dan membatasi karyawan. Di sisi lain model human relation menekankan
fokus mengenai hubungan kerja yang lebih menghargai unsur kemanusiaan. Bila dalam
model tradisional menekankan efisiensi dan efektifitas karyawan, maka dalam model human
relation lebih menekankan aspek moralitas dalam organisasi.39
Di dalam paradigma model manajemen SDM, faktor yang menyebabkan anggota
organisasi menjadi tidak kreatif oleh karena adanya pembatasan terhadap pekerjaan, sehingga
anggota organisasi tidak bisa mengakatualisasikan diri. Padahal, pada dasarnya dalam diri
setiap anggota organisasi mempunyai keinginan untuk selalu maju. Apabila anggota
organisasi diberikan kepercayaan dan kebebasan untuk mengaktualisasikan diri melalui
pekerjaannya dan pelayanannya, maka mereka akan memberikan kemampuannya kepada
organisasi secara maksimal. Hal ini berimplikasi pada kemandirian sumber daya manusia
(SDM) di dalam organisasi yang ditunjukkan dengan perilaku anggota organisasi yang
mampu melaksanakan kontrol terhadap dirinya sendiri (self-control), seperti menjalankan
tugas dan pekerjaan dengan pengendalian yang dilakukan sendiri dan kemampuan
merumuskan langkah sendiri.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam paradigma manajemen SDM, sebuah
organisasi dapat menciptakan SDM yang berkualitas, loyal, dan berprestasi apabila SDM
yang ada diberi ruang kebebasan dan kepercayaan untuk mengaktualisasikan diri, sehingga
dengan kemampuan yang dimilikinya dapat memberikan manfaat bagi organisasi.
Berdasarkan paradigma di atas, maka yang dibutuhkan oleh organisasi dalam hal ini manager
atau pemimpin hanyalah kepercayaan dan garis besar tugas pekerjaan yang jelas kepada
anggota organisasi sesuai dengan tujuan organisasi. Manajer atau pimpinan bukan lagi
terlihat seperti mandor, melainkan sebagai fasilitator yang memfasilitasi SDM demi
pengembangan diri dan pengembangan organisasi.40
Secara garis besar selain mekanisme dan aktivitas diatas, ada banyak faktor yang
perlu dipertimbangkan untuk dapat melaksanakan kegiatan MSDM dengan baik. Seperti
konteks dan lingkungan organisasi yang mana perkembangan dan perubahan masyarakat dan
lingkungannya berpengaruh terhadap manajemen SDM di dalam organisasi. Hal ini tidak
hanya berlaku untuk organisasi-organisasi yang berorientasi pada profit, tetapi juga bagi
organisasi non-profit seperti halnya di dalam organisasi gerejawi.
39
Ambar Teguh Sulistiyani & Rosidah, Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori dan
Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik…, 28-29
40
Ambar Teguh Sulistiyani & Rosidah, Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori dan
Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik…, 29
10
2.3 Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Konteks Gerejawi
Kegaiatan manajemen SDM dalam konteks gereja tidak terlepas dari bagaimana
gereja memandang sumber daya manusianya. Avery Dulles (1990:34-43) memberikan
gambaran tentang 5 model-model gereja, salah satunya model gereja sebagai wujud
organisasi.41 Menurut Romo Mangunwijaya (1999:18-19), gereja yang missioner terletak
pada peran organisme gereja, yakni orang-orangnya (SDM), lebih dari sekedar fungsi struktur
atau institusinya. Penekanan Gereja dari aspek organismenya bukan meniadakan institusinya,
melainkan peran orang-orang beriman yang menyebar dimanapun, kapanpun secara
manusiawi dan totalitas memberlakukan kehidupannya sebagai wujud cinta kepada Tuhan
Allah dan sesamanya. Gereja yang berfungsi seperti itu disebut gereja Diaspora ditengah
kehidupan yang mengglobal.42 Pemahaman semacam itu menunjukkan bahwa faktor
organisme gereja yakni “warga gereja” penting dalam pelaksanaan misi gereja.
Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) menyadari dengan benar bahwa keberadaanya saat
ini tidak terlepas dari peran serta jemaat-jemaat lokal di wilayah Jawa Timur yang
mengikatkan diri dalam sebuah persekutuan gerejawi yang berbentuk “Patunggilan Kang
Nyawiji”.43 Pertumbuhan, perkembangan, dan penyebarannya tidak dapat dipisahkan dari
peran serta warga baik individu maupun keluaraga-keluaraga Kristen yang menyebar hampir
ke seluruh pelosok Jawa Timur yang menjadi cikal bakal jemaat-jemaat GKJW. Seperti sosok
C.L Coolen dan Paulus Tosari yang merupakan awam dan tidak memiliki jabatan khusus
gereja sangat berperan dalam menumbuh-kembangakan GKJW. Dengan dasar itulah GKJW
mengakui bahwa peran serta warga gereja dalam pertumbuhan dan perkembangan pelayanan
gereja sangat besar, sehingga GKJW menghayati dirinya sebagai Gereja Gerakan Warga. 44 Di
sisi lain, GKJW menyadari bahwa warga gereja merupakan asset berupa daya yang
dikaruniakan Tuhan untuk mendukung tercapainya tugas dan panggilannya, di samping dana
dan sarana. Yang dipahami GKJW tentang “daya” adalah keseluruhan warga gereja dengan
segala talenta dan bakat yang mencakup ketrampilan-ketrampilan, pengalaman-pengalaman,
kemampuan berpikir, kesempatan-kesempatan, dan minat.45
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dilihat bahwa yang dimaksud dengan SDM
yang ada di gereja adalah “warga gereja”, yang secara administrative adalah orang-orang
41
Avery Dulles, Model-Model Gereja, (Flores: Nusa Indah, 1990), 33-43
YB. Mangunwijaya, Gereja Diaspora, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), 18-19
43
Pokok-pokok Rencana Kegiatan Pembangunan GKJW, PPMA-GKJW, 1986
44
Hutomo Surjo Widodo, Bergereja ala Keluaraga, (Malang: IPTh Balewiyata, 2014),49-62
45
Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), Pasal 1
bagian Memori Penjelasan Pranata tentang Kegiatan Pelayanan di BIdang Penatalayanan, BAB I, 299
42
11
yang nama dan identitasnya telah dicatat dalam buku induk sebagai anggota gereja. 46 Warga
gereja merupakan sumber daya gereja yang paling utama dan penting, karena warga gereja
adalah pelaku pekerjaan pelayanan gereja yang mempengaruhi mutu lembaga atau institusi
gereja.47 Karena itulah, maka warga gereja sebagai sumber daya perlu dikelola dan
didayagunakan segala potensinya.
Dalam prakteknya, manajemen SDM gereja memiliki istilah yang berbeda-beda.
Untung dan Sukardi (2010:71-73 memaknai istilah manajeman SDM di gereja dengan istilah
Pemberdayaan Warga Gereja (PWG) yang bertujuan untuk membantu warga gereja
bertumbuh dalam iman sehingga mereka mampu mengekspresikan iman dalam kehidupan
sehari-hari, serta memberi kesempatan dan kepercayaan untuk belajar dan turut serta
mengambil bagian dalam pelayanan, sekaligus mengembangkan wawasan dan peningkatan
kemampuan pelayanannya.48 Di sisi lain, Sutarno (2004:35) memakai istilah pengelolaan
SDM menjelaskan bahwa pengelolaan SDM gereja adalah upaya untuk memelihara,
menumbuhkan dan meningkatkan potensi-potensi fisik, emosional, dan intelektual manusia,
agar dapat menjalankan wewenang dan mandate kemanusiaanya dari Tuhan dengan sebaikbaiknya, serta membantu manusia agar dapat menjadi pelaku-pelaku yang setia dari tuntutan
hukum kasih.49 Untuk memudahkan memahami manajemen SDM dalam konteks gereja,
maka dua istilah yang telah disebutkan di atas akan digunakan dalam tulisan ini, yakni
pemberdayaan warga gereja dan atau pengelolaan SDM gereja.
Menurut Sutarno (2004:35), sarana kegiatan pengelolaan SDM gereja pertama-tama
dan utama adalah pendidikan baik formal maupun non formal.50 Selanjutnya, peningkatan
kualitas SDM gereja juga dipengaruhi bagaimana gereja meningkatkan kualitas kehidupan
jasmani dan rohani manusia. Karena itu, dalam rangka pengelolaan SDM, gereja perlu
memperhatikan konteks kehidupan warga gereja baik itu, pendidikan, maupun sosialekonominya.51
Secara praktis pengelolaan SDM gereja membutuhkan dukungan administrasi berupa
data base yang bermanfaat dalam proses perekrutan dan pembinaan yang diperlukan untuk
membekali para pelayan dengan pemahaman dan ketrampilan yang diperlukan. Aktivitas
46
Andreas Untung Wiyana & Sukardi, Manajemen Gereja..., 70
J.L.Ch. Abineno, Jemaat: Ujud, Peraturan, Susunan, Pelayanan dan Pelayan pelayannya, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1983), 132-135
48
Andreas Untung Wiyana & Sukardi, Manajemen Gereja…,71-73
49
Sutarno, Di Dalam Dunia tapi Tidak dari Dunia: Pemikiran Teologis tentang Pergumulan Gereja
dalam Masyarakat Indonesia yang Majemuk, (Jakarta :BPK Gunung Mulia & Satya Wacana University Press,
2004), 35
50
Sutarno, Di Dalam Dunia tapi Tidak dari Dunia…., 35
51
Sutarno, Di Dalam Dunia tapi Tidak dari Dunia…., 39
47
12
PWG secara umum dapat dilakukan dengan memanfaatkan setiap kegiatan-kegiatan
pelayanan, kegiatan ceramah, diskusi, kursus, pelatihan, dan lain sebagainya. 52 Keberhasilan
PWG juga dipengaruhi oleh kemampuan gereja dalam mengembangkan strategi yang
digunakan dalam pelaksanaan PWG, Yaitu: Strategi PWG Parokial yaitu PWG dengan cara
membagi warga gereja ke dalam wilayah dan kelompok-kelompok pelayanan berdasarkan
letak geografis atau tempat tinggal warga gereja. Strategi PWG Kategorial yaitu PWG
dengan membagi warga gereja berdasarkan kategori-kategori tertentu, misalnya usia, bakat
minat, dan profesi. Strategi PWG Fungsional yaitu PWG yang dilaksanakan dengan membagi
pekerjaan pelayanan gereja ke dalam bidang-bidang pelayanan sesuai dengan fungsi masingmasing dalam rangka mencapai tujuan pelayanan.
Dari berbagai uraian tentang pengelolaan SDM diatas baik di gereja maupun di dalam
organisasi umum lainnya, dapat dilihat bahwa terdapat berbagai perbedaan dan persamaan.
Perbedaan yang secara jelas terlihat antara lain; Orientasi perusahaan adalah keuntungan
(profit) sementara di gereja berorientasi pada pelayanan, namun tidak dapat dipungkiri
keduanya membutuhkan SDM untuk melaksanakan setiap tugas dan pekerjaan. Berikutnya,
dalam konteks organisasi gerejawi sebagian besar SDM yang melakukan pekerjaan adalah
tenaga sukarela dengan upah yang minim,53 sementara sumber daya manusia dalam
organisasi yang berorientasi pada profit, perusahaan bersedia memberi upah yang besar.
Pada sisi lainnya, persamaan antara manajemen SDM umumnya dan di dalam
organisasi gerejawi salah satunya terletak pada pandang yang sama terhadap sumber daya
manusia, yaitu sebagai asset yang menjadi modal dasar tumpuan yang menggerakkan
organisasi. GKJW sejak awal mengakui bahwa warga gereja sebagai sumber daya adalah
subjek dan objek pelayanan.54 Artinya, sebagai subjek warga gereja dituntut berperan aktif
dan bertanggung jawab atas tugas pangilannya di dunia. Sebagai objek, warga gereja
menyadari bahwa dirinya adalah sarana yang dipakai oleh Tuhan Allah untuk menjalankan
karya Tuhan Allah di dunia.
Menurut hemat penulis perbedaan-perbedaan yang ada bukan berarti menjadi
penghalang bagi pengelolaan SDM baik di gereja maupun organisasi lainnya. Tetapi
sebaliknya dari perbedaan-perbedaan yang ada dapat dimanfaatkan untuk menutupi
kelemahan satu dan yang lainya dalam pengelolaan SDM. Sebagaimana tujuan dari kegiatan
52
Andreas Untung Wiyono & Sukardi, Manajemen Gereja…, 108
Robby I. Candra, Manajemen Gereja, dalam Manajemen Gereja: Mencari Sosok Kontekstual, Jurnal
Setia, Edisi Januari, 1996, 10
54
Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996) Pasal 3,
bagian Memori Penjelasan tentang Warga, BAB III, 29
53
13
manajemen SDM baik di gereja maupun di organisasi umum lainnya, yaitu
untuk
pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan-kegiatan manajemen SDM pada umumnya,
juga dapat diintegrasikan dengan aktivitas pengelolaan SDM di dalam organisasi gerejawi
berdasarkan konteksnya masing-masing.
3. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN PENGELOLAAN
SUMBER DAYA MANUSIA GEREJA
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai latar belakang Greja Kristen Jawi Wetan
(GKJW) Jemaat Sidomulyo dan proses pengelolaan sumber daya manusia gereja berserta
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh gereja. Secara umum, bagian ini akan
membahas mengenai hasil penelitian berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung
yang dilakukan oleh peneliti, sehingga dari hasil pembahasan ini diharapkan dapat
menemukan konsep pengelolaan SDM gereja dengan berbagai macam persoalannya.
3.1 Latar Belakang dan Sejarah GKJW Jemaat Sidomulyo
3.1.1
Latar Belakang Sosial, Ekonomi, dan Budaya
GKJW Jemaat Sidomulyo terletak Dusun Sidomulyo, Desa Sumberejo, Kecamatan
Ambulu, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Dusun Sidomulyo dikenal oleh masyarakat sekitar
dengan sebutan dusun Kristenan (dusun Kristen) karena hampir seluruh warga dusun
Sidomulyo beragama Kristen Protestan. Seiring berjalan waktu, warga dusun Sidomulyo
semakin beragam oleh karena kehadiran warga yang beragama lain yang berdomisili di dusun
Sidomulyo. Akan tetapi, hubungan antar umat beragama di Sidomulyo terjalin dengan baik,
hal ini ditandai dengan adanya toleransi antar umat dan juga sikap gotong royong dalam
kegiatan-kegiatan yang dilakukan baik oleh dusun maupun gereja.
GKJW Jemaat Sidomulyo berada di wilayah pedesaan. Berada dalam konteks inilah
maka GKJW Jemaat Sidomulyo termasuk dalam konteks jemaat desa yang memiliki karakter
dan kebiasaan yang berbeda dengan jemaat-jemaat GKJW lainnya, utamanya jemaat-jemaat
di kota dan jemaat yang besar lainnya. Contohnya kebiasaan dalam hal gotong royong dalam
melakukan pekerjaan yang masih terus dipelihara oleh warga gereja, baik dalam pekerjaan di
sawah maupun pekerjaan lainnya.
Sebagian besar warga GKJW Jemaat Sidomulyo bekerja di sektor pertanian baik
sebagai petani maupun buruh tani, sehingga pendapatan warga gereja hanya mengandalkan
dari hasil panen. Tingkat perekonomian warga gereja tergolong pada tataran menengah ke
bawah. Hal ini terlihat dari kemampuan warga jemaat untuk membiayai studi anak-anaknya
14
sebagian besar hanya sampai pada jenjang SMA. Selain bekerja di sektor pertanian, beberapa
warga jemaat bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, TNI, POLRI, wirausaha, tukang
bangungan, dll.
3.1.2 Kegaitan pelayanan di GKJW Jemaat Sidomulyo
Sampai saat ini, jumlah warga gereja berdasarkan data tahun 2010 adalah 184 KK.
Didalamnya terdapat 415 warga dewasa, yang terdiri dari 204 warga laki-laki dan 211 warga
perempuan.55 Data ini belum termasuk dengan jumlah warga anak, sebab saat ini gereja
belum mempunyai data base warga yang valid. Sebagian besar warga gereja berdomisili di
Dusun Sidomulyo, sedangkan sisanya berada di wilayah lain seperti di Kecamatan Ambulu,
Wuluhan, dan Tempurejo. GKJW Jemaat Sidomulyo memiliki satu Pepanthan,56 yakni
Pepanthan Kotta Blater yang berada di wilayah PTPN XII Kotta Blater di Kecamatan
Tempurejo dan dua Warga Marenca57 yaitu warga marenca Ambulu dan Lojejer (Kecamatan
Wuluhan). Dengan jumlah warga gereja yang dimiliki oleh GKJW Jemaat Sidomulyo sampai
saat ini secara kuantitas menunjukkan bahwa GKJW Jemaat Sidomulyo tergolong jemaat
yang besar dan memiliki sumber daya manusia yang besar pula.
Selain memiliki kuantitas sumber daya manusia yang ada, GKJW Jemaat Sidomulyo
juga memiliki sumber daya lainnya berupa lahan pekarangan, sawah, gedung gereja, Balai
Pertemuan, Pastori, Kantor Gereja, lapangan olahraga, dll. Berdasarkan informasi yang ada,
lahan persawahan yang dimiliki oleh GKJW Jemaat Sidomulyo sampai saat ini adalah seluas
12,8 ha. Sementara untuk lahan pekarangan seluas 2 ha, termasuk yang ditempati untuk
pendirian gedung Gereja, Balai Pertemuan, Pastori, Kantor Gereja, dan lapangan olahraga.
Selain itu, di Dusun Sidomulyo juga telah berdiri sekolah mulai dari tingkat Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Gereja berperan besar dalam kehidupan warga gereja, meskipun tidak dipungkiri juga
ada peran dari pemerintah dusun. Peran gereja hampir menyentuh seluruh aspek kahidupan
warga jemaat, baik aspek sosial, ekonomi, pendidikan, dan spiritualnya. Bebagai badan
pelayanan dibentuk untuk dapat melayani warga gereja, sekaligus juga untuk memenuhi tugas
dan panggilan gereja. Adapun badan-badan pelayanan yang dimaksud antara lain ialah
Kemajelisan, Komisi-komisi, Pokja-Pokja, dan kepanitiaan-kepanitiaan.
55
Data warga tahun 2010, Laporan Komisi Perencanaan, Penelitian dan pengembangan: Himpunan
laporan dan informasi Sidang MD Besuki Barat 1/2011 di Jemaat Sidorejo, 15-17 April 2011.
56
Pepanthan adalah sekelompok warga yang tinggal di suatu tempat, dengan jumlah warga dewasanya
kurang dari 50 orang atau terdiri dari 10-40 keluarga (Pranata GKJW tentang persekutuan-persekutuan BAB III,
Pasal 9, ayat 1a)
57
Warga Marenca adalah sekelompok warga yang tinggal di suatu tempat, dengan jumlah warganya
kurang dari 10 keluarga (Pranata GKJW tentang persekutuan-persekutuan BAB III, Pasal 9, ayat 1b)
15
Kegiatan-kegitan pelayanan di gereja dilaksanakan berdasarkan bidang-bidang
pelayanan yang ada. Yakni: 1) Kegiatan pelayanan di bidang Teologia yang meliputi
kegiatan-kegitan peribadatan dan katekisasi. 2) Kegiatan pelayanan di bidang Persekutuan
meliputi kegiatan kegiatan pelayanan terhadap Anak dan Remaja, Pemuda, Wanita. 3)
Pelayaan di bidang Cinta Kasih yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan melalui
Kelompok Kerja (POKJA) Pangrukti layon (kematian), POKJA Lansia, POKJA Pertanian,
POKJA Peternakan, dan POKJA Kesehatan. 4) Kegiatan pelayanan di Bidang Kesaksian. 5)
Kegiatan pelayanan di bidang Penatalayaan dengan tugas menatalayani segala kebutuhan
gereja berupa daya, dana, sarana. Kegiatan di bidang Penatalayanan juga meliputi
pengelolaan terhadap seluruh asset yang dimiliki oleh gereja. 5) Kegiatan pelayanan Lintas
Bidang meliputi kegiatan-kegiatan Kerukunan antar umat beragama, kegiatan-kegiatan
perencanaan, penelitian dan pengembangan jemaat, dan juga kegiatan-kegiatan pengawasan
perbendaharaan.
3.1.3
Sejarah Berdirinya GKJW Jemaat Sidomulyo
Munculnya persekutuan orang Kristen di dusun Sidomulyo, tidak terlepas dari
perkembangan Kekristenan di Jawa Timur dan sekitarnya yang dianut oleh masyarakat
pribumi. Bermula dari perjumpaan warga pribumi dengan Kekristenan yang dibawa oleh
Coolen di Ngoro dan Yohanes Emde di Wiyung yang kemudian menyebar ke seluruh pelosok
daerah di Jawa Timur. Penyebaran orang-orang Kristen ini dipengaruhi oleh karena semakin
sempitnya lahan pertanian dan pemukian di daerah mereka tinggal sebelumnya, sehingga
keluarga-keluarga Kristen ini berusaha menemukan lahan pertanian dan pemukiman yang
baru. 58
Pada tahun 1912, seorang Kristen bernama Yohanan yang berasal dari Mojowarno
memboyong keluarganya ke Curahrejo, Gemuling yang termasuk wilayah Ambulu-Jember
atas petunjuk Van Der Spiegel dari Java Comitee Bondowoso. Di sana dia bekerja sama
dengan seorang Belanda di Ambulu bernama Tillman dan beberapa orang pekerjanya yang
beragama Kristen, yakni: Sabulun, Raji, Dayat, dan Yulius mendirikan tempat kebaktian dan
sekolah. Di Curahrejo, mereka mengajukan permohonan untuk membuka (babad) hutan
Gedangan namun tidak diperbolehkan oleh Kerawat Desa Gemuling dengan alasan karena
mereka adalah orang-orang Kristen. Kemudian mereka disuruh untuk membuka hutan
Londholampesan yang dikenal warga sekitar sebagai hutan “keramat” dan dijuluki dengan
istilah “jalma mara, jalma mati” (Manusia datang, manusia mati).
58
Handoyomano Sir, Benih Yang Tumbuh VII, (Malang: GKJW-Jakarta: Lembaga Penelitian dan Studi
Dewan Gereja-gereja di Indonesia, 1975), h.78
16
Pada tahun 1918, orang-orang Kristen di Curahrejo kemudian memulai membuka
hutan Londholampesan yang dipimpin oleh Yohanan. Di dalam rombongan itu terdapat juga
beberapa orang Kristen lainnya, yaitu Yasito sekeluarga, Musnadi sekeluarga yang berasal
dari Mladangan-Nganjuk. Di samping itu juga keluarga Abiasan dengan beberapa anggota
keluarganya, yang berasal dari Kuthoarjo-Banyumas yang telah menetap di SulakdoroWuluhan sejak tahun 1917. Komunitas Kristen yang baru tersebut semakin berkembang
dengan kehadiran keluarga-keluarga Kristen baru dari berbagai wilayah Jawa Timur, seperti:
Suwadi dari Mladangan-Nganjuk dan keluarga Driyan, Bisai, Jalius, Aki, Winangun yang
berasal dari Aditoyo, serta keluarga Kromokariyo, Asah dari Bulusari, pada tahun 1920. Dan
pada tahun inilah, hasil pembukaan hutan Londholampesan kemudian diberi nama
SIDOMULYO. Sejak saat itu, pertambahan jumlah penduduk terus mengalir hingga tahun
1929 dengan kedatangan keluarga-keluarga Kristen dari daerah lain, seperti keluarga
Suratman, Surip, Narima, Yokimas, Mbok Cowek, dan lain-lain.
Kehidupan jemaat mula-mula di Sidomulyo tidak lepas dari berbagai persoalan dan
tantangan. Pada awal mencari tempat tinggal, mereka diperhadapkan dengan penolakan oleh
warga sekitar di Curahrejo sehingga mereka harus membuka hutan yang dikenal angker
(Londolampesan). Tantangan tidak hanya terbatas disitu saja, selama membuka lahan hutan
tersebut mereka harus menghadapi ancaman dari binatang buas dan penyakit yang menyerang
mereka, bahkan tidak sedikit dari mereka yang meninggal dunia. Di samping itu, juga
ancaman dari orang-orang yang tidak menyukai mereka dengan menebarkan teror agar orangorang Kristen ini meninggalkan tanah yang baru dibuka tersebut. Namun, berkat keteguhan
hati, semangat kebersamaan (patunggilan) dan motivasi dari para Pamulang59 dan Pendeta
yang melayani mereka, pada akhirnya semua persoalan dan tantangan dapat mereka lewati
bersama.
Sampai saat ini, sulit untuk mencari kapan berdirinya komunitas Kristen di
Sidomulyo. Berdasarkan data dari buku Peringatan 50 tahun Majelis Agung GKJW, Jemaat
Sidomulyo berdiri pada tahun 1927,60 dan memiliki dua Pepanthan, yaitu, Pepanthan
Kottablater yang berdiri pada tahun 1969 dan Pepanthan Curahnangka (hasil Pekabaran Injil
Bpk.Subarjo). Penetapan ini, kemungkinan setelah adanya lembaga organisasi dalam
komunitas Kristen di Sidomulyo pada saat mendapat pelayanan dari pendeta Java Comitee.
Sesudah Majelis Agung GKJW terbentuk pada 31 Desember 1931, maka komunitas Kristen
59
Pamulang adalah seorang tokoh yang bertugas sebagai pemimpin jemaat setempat dan Pembina
kerohanian jemaat.
60
Badan Pekerja Harian Majelis Agung, Peringatan 50 Tahun Majelis Agung GKJW, (Malang, Majelis
Agung GKJW, tanpa tahun), 264.
17
di Sidomulyo kemudian menjadi bagian dari GKJW, dengan sebutan GKJW Jemaat
Sidomulyo. Dengan demikian jelas sekali bahwa GKJW Jemaat Sidomulyo tumbuh oleh
karena peran yang besar dari warga gereja dan keluarga-keluarga Kristen yang berusaha
untuk mendirikan komunitas Kristen dan menyebar-luaskan berita Injil. Oleh karena itulah
maka GKJW Jemaat Sidomulyo juga dapat disebut sebagai gereja gerakan warga, dimana
penyebaran kekristenan sebagian besar dilakukan oleh warga gereja dan keluarga-keluarga
yang sudah menjadi Kristen.
3.2 Pengelolaan Sumber Daya Manusia Gereja
Di GKJW Jemaat Sidomulyo, warga gereja dipahami sebagai asset yang berharga dan
penting, karena seluruh aktivitas pelayanan di gereja bergantung sepenuhnya pada peran serta
warga gereja didalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa warga gereja merupakan subjek
(pelaku) kegiatan-kegitan pelayanan. Seberapapun gereja memiliki sumber daya alam, dana,
dan sarana yang memadai, tanpa peran serta sumber daya manusia yang memadai maka
segala sumber daya non manusia itu tidak berdaya guna apa-apa. Di sisi lain, warga gereja
juga dipahami sebagai objek (sasaran) pelayanan. Oleh karena itu, penting bagi gereja untuk
membina, mengembangkan, dan mendayagunakan potensi-potensi yang dimiliki warga gereja
untuk memenuhi tugas dan panggilannya.
Pengelolaan sumber daya manusia gereja dipahami sebagai upaya mempersiapkan
warga gereja untuk melaksanakan tugas pelayanan gereja. Dalam pengertian ini, pengelolaan
sumber daya manusia dimaknai sebagai sarana membina dan membekali warga gereja di
dalam melaksanakan tugas pelayanannya. Pandangan ini dikuatkan oleh pemahaman bahwa
pengelolaan sumber daya manusia gereja adalah pembinaan warga gereja yang dilakukan
dengan cara melibatkan warga gereja untuk berperan serta dalam setiap aktivitas pelayanan
yang ada di gereja. Misalnya, dalam kegiatan-kegiatan kemajelisan, komisi-komisi, badanbadan pelayanan, kelompok kerja (POKJA), dan juga kepanitiaan-kepanitiaan.
Secara umum pengelolaan sumber daya manusia di GKJW Jemaat Sidomulyo
dilakukan dengan cara melibatkan warga gereja dalam setiap aktivitas pelayanan, seperti
menjadi anggota Majelis Jemaat baik Penatua maupun Diaken, melibatkan warga gereja
dalam badan-badan pelayanan baik itu komisi-komisi, Ketua Kelompok Kebaktian Rukun
Warga (KRW), Pengurus Persekutuan, kepanitiaan, Pokja-pokja, dll.
Kegiatan pengelolaan sumber daya manusia di gereja secara praktis dilakukan mulai
dari usia anak-anak seperti Katekisasi, Ibadah Minggu Anak dari jenjang balita hingga
remaja, Pembinaan Kerohanian, dan Penelaahan Alkitab (PA) bagi Remaja. Memasuki usia
pemuda, pengelolaan sumber daya manusia dilakukan dengan menyelenggarakan pembinaan18
pembinaan yang meliputi: Ibadah pemuda, pembinaan kepemimpinan, Tranining of trainer,
pembinaan kewirausahaan, pelatihan kepemimpinan baik diaras Jemaat, Majelis Daerah,
maupun Sinode, serta melibatkan pemuda dalam kepanitiaan dan pelayanan di gereja seperti
pelayanan music gereja maupun pemandu pujian.
Kegiatan-kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mempersiapkan, membina, dan
membekali warga gereja disebut dengan istilah pengkaderan. Dengan melibatkan warga
gereja dalam setiap aktivitas pelayanan, maka secara tidak langsung warga gereja dapat
belajar dan mengenal berbagai bentuk pelayanan gereja. Dalam hal ini, metode pembinaan
yang dilakukan adalah dengan menerapkan metode pendampingan.61 Artinya, setiap warga
gereja dapat belajar dan mengembangkan kemampuan pelayanan dengan didampingi oleh
warga gereja lainnya yang sudah berpengalaman (senior) dalam pelayanan. Oleh karena itu,
dibutuhkan kemauan yang kuat dalam diri setiap warga gereja untuk belajar dan
mengembangkan diri melalui peran sertanya dalam setiap aktivitas pelayanan.
Di sisi lain, pembinaan warga gereja juga dilakukan dengan cara menggunakan media
khotbah dan ceramah dalam ibadah-ibadah baik dalam Ibadah Minggu, Ibadah Keluarga
(patuwen), dan juga Persekutuan Doa (pandunga), maupun pertemuan-pertemuan lainnya
seperti salah satunya adalah pertemuan Keluarga Majelis. Pertemuan keluarga majelis
dilakukan bertujuan untuk membekali dan membina majelis jemaat dan keluarganya untuk
peran sertanya dalam kegaitan pelayanan di gereja. Hal ini dilakukan karena keluarga
merupakan faktor pendukung utama dalam setiap pelayanan warga gereja, khususnya bagi
majelis jemaat. Tanpa dukungan dari keluarga maka seseorang tidak dapat melakukan tugas
pelayanannya dengan baik. Lebih lanjut dijelaskan mengenai perkunjungan maupun
pendampingan pastoral atau yang sering dikenal dilingkup GKJW dengan istilah Patuwen,
sangat penting sebagai sarana pembinaan warga gereja. Kesemuanya itu, bertujuan untuk
memotivasi warga gereja agar bersedia berperan serta dalam kegiatan pelayanan yang ada
sebagai bentuk perwujudan tugas dan panggilannya sebagai gereja.62
Pada sisi lainnya, pengelolaan sumber daya manusia gereja juga dilakukan dengan
memberikan akses pendidikan formal kepada warga gereja, karena dengan dasar pendidikan
yang baik pada akhirnya gereja juga akan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas.63
Akses yang dimaksud adalah penyediaan sarana dan prasaran pendidikan. Sebagaimana telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya, di dusun Sidomulyo saat ini telah berdiri sekolah dari
61
Hasil wawancara dengan HW, di rumah subjek-Sidomulyo, 22 November 2015, pukul 19:30 WIB
Hasil wawancara dengan Pdt.S, di rumah subjek-Sidomulyo, 26 November 2015, pukul 10:00 WIB
63
Hasil wawancara dengan St, di rumah subjek-Sidomulyo, 28 November 2015, pukul 19:45 WIB
62
19
jenjang PAUD, SD, dan SMP. Hal ini dapat terwujud oleh karena kerjasama pemerintah dan
warga dusun Sidomulyo yang notabenenya adalah warga gereja GKJW Jemaat Sidomulyo.
Keterbukaan gereja dan warganya ini merupakan bentuk kepedulian gereja untuk
memberikan sarana pendidikan bagi warga gereja dan masyarakat sekitarnya.
Di dalam upaya peningkatan akses pendidikan formal bagi warganya, GKJW Jemaat
Sidomulyo juga menyediakan beasiswa bagi anak-anak jemaat yang kurang mampu dan yang
berprestasi. Seperti beasiswa bagi siswa-siswi SD, SMP, SMU, bahkan sampai pada jenjang
Perguruan Tinggi. Akan tetapi gereja menyadari bahwa untuk memberikan beasiswa kepada
anak-anak jemaat belum bisa maksimal karena berbenturan dengan dana. Menyikapi hal itu,
program Peningkatan Ekonomi Warga Gereja (PEWG) terus diupayakan. Hal ini
dilaksanakan dengan cara memberi akses warga gereja untuk menyewa sawah dan ladang
yang dimiliki oleh gereja dengan harga yang sudah disubsidi. Oleh karena itu, sejak tahun
2011 gereja menggalakkan program penyelamatan asset gereja berupa sawah dan ladang
dengan maksud untuk menyediakan sarana PEWG. Selain itu, program PEWG juga
dilakukan dengan melaksanakan kegiatan “Kambing Bergulir”, yaitu pemberian bibit
kambing kepada warga yang kurang mampu untuk dipelihara dan hasilnya diharapakan dapat
meningkatkan ekonomi warga gereja. Kegiatan pengelolaan sumber daya manusia dengan
memberikan akses pendidikan formal ini termasuk dalam upaya gereja melakukan investasi
sumber daya manusia ke depan
Di dalam prakteknya, persoalan yang sering kali muncul dalam pengelolaan sumber
daya manusia di gereja adalah mengenai kemauan warga gereja untuk berperan serta dalam
kegitan-kegitan pelayanan. Meskipun secara kuantitas gereja memiliki banyak potensi
sumber daya manusia yang memungkinkan untuk didayagunakan, namun banyak diantaranya
yang enggan terlibat dalam pelayanan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi minat
warga gereja tidak bersedia berperan serta dalam pelayanan, antara lain ialah:
Pertama, paradigma warga gereja yang sering merasa tidak mampu melaksanakan
tugas pelayanan. Hal ini dilatarbelakangi oleh karena sebagian warga gereja yang merasa
kurang dibekali dengan ketrampilan-ketrampilan pelayanan, sehingga pada saat pemilihan
Penatua,
Diaken,
dan
badan-badan
pelayanan
lainnya
mereka
cenderung
untuk
mengundurkan diri karena merasa tidak siap dan tidak mampu. Salah satu penyebabnya
adalah karena metode pembinaan yang dilakukan tidak relevan dengan tuntutan jaman yang
berubah dengan cepat ini. Contohnya, dalam hal pembinaan keluarga majelis jemaat. Materi
dan metode yang digunakan dirasa sangat monoton dan tidak mampu membekali dan
memotivasi keluarga majelis jemaat.
20
Kedua, tututan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga
warga gereja merasa terbebani dengan tugas-tugas pelayanan. Hal ini juga dipengaruhi oleh
tuntutan pekerjaan pelayanan yang ada yang sering tidak diimbangi dengan pemenuhan
kebutuhan manusiawinya, mengingat bahwa tugas peleyanan di gereja dilakukan dengan
sukarela tanpa mendapatkan upah. Hal ini berdampak pada keharmonisan kehidupan
keluarga, seperti yang dialami salah satu anggota Majelis Jemaat GKJW Jemaat Sidomulyo
dimana harus berpisah dengan keluarganya karena keluarga merasa kebutuhan ekonomi
keluarga diabaikan. Permasalahan ini mempengaruhi kinerja seorang, sehingga pekerjaan
pelayanan tidak dapat dilaksanakan dengan baik.64.
Ketiga, suasana atau lingkungan organisasi yang tidak kondusif sering membuat
tenaga pelayanan merasa tidak nyaman. Suasanya kehidupan organisasi yang seharusnya bisa
saling mendukung satu dengan yang lain, tetapi dalam prakteknya banyak terjadi
pertentangan dan saling menjatuhkan satu dengan yang lain. Di sisi lain, tuntutan bahwa
seorang pelayan harus memiliki kehidupan spiritualitas yang baik secara pribadi maupun
keluarganya menjadi beban tersendiri bagi warga gereja yang terlibat dalam pelayanan.
Terlebih, banyak warga gereja yang sering menyinggung latar-belakang pelayan tersebut
apabila mereka memiliki masa lalu yang kelam. Beberapa faktor inilah yang kemudian
mempengaruhi minat warga gereja untuk terlibat dalam pelayanan di gereja.
Persoalan lain dalam pengelolaan SDM gereja
adalah mengenai sistem dan
mekanisme pengelolaan sumber daya manusia. Sejauh ini, GKJW Jemaat Sidomulyo belum
memiliki sistem yang baku dalam hal pengelolaan SDM, seperti sistem organisasi dan tata
laksana gereja (ORTALA). Padahal, gereja seharusnya memiliki sistem organisasi dan tata
laksana yang disesuaikan dengan konteks jemaat yang ada. Pengelolaan SDM yang dilakukan
hanya mengacu pada buku Tata dan Pranata GKJW yang berlaku umum di seluruh wilayah
pelayanan GKJW dan umumnya hanya sebagian kecil dari pelayan-pelayan gereja yang
pernah membaca dan memahaminya. Selain itu, pada saat ini GKJW Jemaat Sidomulyo
belum memiliki data base warga yang valid, sehingga gereja mengalami kesulitan untuk
melihat jumlah warga gereja dan potensi-potensi yang memungkinkan untuk didayagunakan
dan dikembangkan. Tanpa adanya data base yang jelas tentunya hal ini sangat mempengaruhi
proses perekrutan dan pembinaan warga gereja.
64
Hasil wawancara dengan DS, di Sidomulyo, 27 November 2015, pukul 22:00 WIB
21
4. ANALISIS
KRITIS
TERHADAP
PENGELOLAAN
SUMBER
DAYA
MANUSIA DI GKJW JEMAAT SIDOMULYO
Pengelolaan SDM di gereja memiliki corak tersendiri dibandingkan dengan model
pengelolaan SDM yang terdapat pada lembaga atau institusi lainnya. Gereja sebagai lembaga
sosial keagaman memainkan perannya dalam konteks untuk memenuhi tugas dan
panggilannya sebagai rekan sekerja Tuhan Allah menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah di
dunia. Dalam pemahaman yang semacam itulah, maka pengelolaan SDM di gereja pertamatama bukanlah berorientasi pada profit (keuntungan) melainkan pelayanan kepada Tuhan dan
sesama. Hal ini yang kemudian mendorong gereja mengembangkan model pengelolaan SDM
yang berbeda dengan model-medel pengelolaan SDM pada institusi-institusi lainnya. Oleh
karena itu, pada bagian ini akan diuraikan mengenai alasan gereja mengelola SDM-nya dan
proses pengelolaan SDM gereja beserta tantangan dan faktor pendukung pengelolaan SDM
gereja.
Dinamika perkembangan jaman yang serba cepat yang dialami masyarakat dunia saat
ini, baik perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, seni, budaya, dan berbagai
bentuk aktivitas pelayanan yang baru, tidak hanya merasuk dalam kehidupan gereja di kotakota besar, tetapi juga merasuk dalam kehidupan gereja-gereja di wilayah pedesaan, seperti
GKJW Jemaat Sidomulyo. GKJW Jemaat Sidomulyo menyadari bahwa dalam tantangan
konteks semacam itu, apabila gereja tidak mampu menyesuaikan dan mengantisipasi
perkembangan yang ada, maka gereja akan tertinggal dan tergilas dengan perkembangan
yang ada. Meskipun gereja memiliki berbagai sarana yang memadai dan modern, akan tetapi
tanpa ditopang dengan ketersediaan warga gereja yang loyal, berkualitas, dan bersedia
berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan gereja maka semuanya tidak ada manfaatnya. Hal ini
menunjukkan bahwa warga gereja sangat penting dalam kehidupan gereja.
Nawawi (2000:40) dalam konteks organisasi umumnya mengatakan bahwa sumber
daya manusia adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi sebagai modal di dalam
organisasi, yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non-fisik dalam
mewujudkan eksistensi organisasi. Di dalam konteks organisasi gerejawi, warga gereja
sebagai sumber daya gereja merupakan asset terpenting dan utama dalam pertumbuhan dan
pembangunan gereja, tidak hanya dari sisi pembangunan fisik tetapi juga kualitas pelayanan
gereja. Hal ini telah ditunjukkan dalam pengalaman GKJW Jemaat Sidomulyo sejak
permualaan berdirinya komunitas Kristen di daerah hutan Londholampesan. Yang terlihat
dari peran serta dan partisipasi warga dan keluarga-keluarga dalam mempersiapkan sarana
berupa lahan pemukiman, yang dikemudian hari berdiri sebuah jemaat Kristus di sana. Hal
22
itu menunjukan peran serta warga GKJW Jemaat Sidomulyo sejak awalnya dalam kehidupan
gereja untuk bertumbuh dan berkembang merupakan wujud kesadaran dirinya atas
panggilannya sebagai gereja “gerakan warga”, oleh karena itu warga gereja senantiasa di
motivasi dan di dukung untuk berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan gereja. Di sisi lainya,
peran serta warga gereja dalam sejarah GKJW Jemaat Sidomulyo merupakan perwujudan
dari tugas misi yang diamanatkan Yesus Kristus untuk menyebarluaskan Injil ke seluruh
pelosok negeri, khususnya di Jawa Timur.
Pada sisi lain, warga gereja yang merupakan umat yang telah dipanggil oleh Tuhan
Allah dari dunia ini, diutus untuk mengusahakan dan mengelola seluruh karya ciptaan-Nya
(band. Kej 1:28). Karena itu, maka warga gereja dipersiapkan, dibina, dan ditingkatkan
kemampuannya
baik
fisik
dan
intelektualnya
agar
dapat
menjalankan
mandate
kemanusiaannya dari Tuhan Allah dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian yang menjadi
alasan utama dalam pengelolaan SDM gereja antara lain ialah; 1) konteks perubahan zaman
yang serba cepat, mendorong gereja untuk semakin serius dalam mengelola dan membina
warganya, guna mengantisipasi setiap perkembangan yang ada. 2). Warga gereja sebagai
aseet gereja, yang senantiasa harus dikelola dan dikembangkan agar dapat memberikan
kontribusi bagi gereja dan pelayanannya, 3) mandate manusia sebagai umat Allah untuk
mengelola dan memelihara dunia ini, sehingga gereja bertanggungjawab untuk menolong
setiap warganya agar mampu mengelola dan memelihara dunia ciptaan Tuhan Allah.
Alasan diatas menunjukkan betapa pentingnya pengelolaan SDM di dalam gereja.
Secara sederhana pengertian manajemen SDM dalam konteks organisasi pada umumnya
adalah pengelolaan SDM dalam organisasi dengan tujuan untuk mendapatkan SDM yang
loyal, berkualitas dan berprestasi, melalui kegitan perencanaan, rekrutmen, seleksi,
pengembangan, pemeliharaan, dan pemberian balas jasa. Pengertian yang sama digunakan
dalam konteks gereja yaitu pengelolaan SDM merupakan upaya untuk menumbuhkan,
memelihara, dan mempersiapkan sumber daya manusia agar mampu menjalankan mandate
dari Tuhan Allah di dunia ini. Dua pemahaman diatas terlihat memiliki perbedaan antara satu
dengan yang lain, namun pada prinsipnya keduanya memiliki tujuan yang sama yakni untuk
mendayagunakan SDM yang dimiliki untuk kepentingan organisasi dan SDM itu sendiri.
Secara praktis, pengelolaan SDM gereja di GKJW Jemaat Sidomulyo dilakukan cara
melibatkan warga gereja ke dalam setiap aktivitas pelayanan yang ada di gereja. Gereja
menyadari bahwa sebagai gereja gerakan warga, peran serta warga gereja baik berupa
kemampuan dan potensinya, pemikiran, maupun material sangat dibutuhkan oleh gereja.
Oleh karena itu, warga gereja di dorong dan di motivasi untuk senantiasa berpartisipasi dalam
23
kegaitan pelayanan gereja. Selain itu, gereja memberikan kesempatan bagi setiap warga
gereja untuk melibatkan diri dalam setiap kegiatan gereja, melalui berbagai media atau wadah
yang disediakan oleh gereja seperti badan-badan pelayanan, komisi-komisi, POKJA, dan
kepanitiaan-kepanitiaan.
Konsep pengelolaan SDM gereja dengan melibatkan warga gereja ke dalam seluruh
aktivitas pelayanan telah mencakup seluruh aktivitas manajemen SDM pada umumnya.
Yakni perencanaan, perekrutan, pengembangan, pemberian balas jasa, dan pemberhentian.
Melalui peran sertanya dalam setiap kegiatan pelayanan, setiap warga gereja diberikan
kesempatan untuk belajar dan mengembangkan diri. Dalam hal ini, pengelolaan SDM gereja
berimplikasi bagi kepentingan warga gereja secara pribadi maupun pencapaian tujuan-tujuan
gereja. Dengan berpartisipasi dalam pelayanan gereja, warga gereja secara tidak langsung
dapat mengaktulaisasikan kemampuan dan potensi yang dimilikikanya melalui setiap sarana
yang dimiliki oleh gereja. Di sisi lain, dengan berpatisipasi dalam setiap kegiatan pelayanan
warga gereja dapat mengembangkan kemampuannya melalui pembinaan-pembinaan yang
dilakukan baik secara langsung seperti pembinaan keluarga majelis, pembinaan pamong
(guru sekolah minggu), maupun pembinaan yang tidak langsung melalui diskusi, sharing,
bimbingan, dan pengalaman menjalankan pekerjaan pelayanan bersama-sama dengan orang
lain. Hal ini menunjukkan bahwa pada tataran konseptual pengelolaan SDM di GKJW Jemaat
Sidomulyo sudah tertata dan terkonsep dengan baik. Akan tetapi, implemantasi dari konsep
pengelolaan SDM gereja masih belum dapat berjalan dengan maksimal.
Berdasarkan temuan dilapangan, faktor pertama yang menyebabkan lemahnya
implementasi pengelolaan SDM di GKJW Jemaat Sidomulyo gereja tidak memiliki pedoman
baku berupa mekanisme dan data administrasi (data base warga) dalam pengelolaan SDM
gereja. Meskipun sebagian besar warga gereja hidup dalam satu wilayah yang memungkinkan
satu dengan yang lain saling mengenal latar belakang masing-masing, dukungan data base
sangat penting bagi pengelolaan SDM gereja. Tetapi pada kenyataanya sampai saat ini gereja
belum memiliki data base warga yang valid. Tentunya hal ini mempegaruhi proses
pengelolaan SDM gereja sehingga tidak maksimal.
Faktor berikutnya yang mempengaruhi lemahnya pengelolaan SDM di GKJW Jemaat
Sidomulyo adalah berkaitan dengan pemahaman tentang gereja “gerakan warga”. Konsep
pengelolaan SDM di GKJW Jemaat Sidomulyo didasari oleh pemahaman gereja sebagai
gerakan warga, dimana peran serta dan partisipasi warga gereja menjadi bagian integral
dalam pelayanan gereja. Karena itu penting bagi setiap warga gereja memahami makna
gereja gerakan warga teresebut. Pada kenyataanya sebagian besar warga gereja keliru
24
memahami makna “gerakan warga” yang mana mereka memahami bahwa gereja gerakan
warga hanya di lihat dari sisi material, artinya partisipasi warga gereja di dalam kegiatan
gereja hanya sebatas pada material saja, seperti menjadi donatur, persembahan, dan iuraniuran lainnya.
Apabila di lihat dari sejarah berdirinya GKJW Jemaat Sidomulyo, peran serta warga
gereja dalam kegiatan-kegiatan gereja tidak hanya sekedar material, tetapi juga berupa tenaga
dan pemikirannya. Sayangnya saat ini pemahaman makna mengenai gereja gerakan warga
semakin kabur ditengah-tengah kehidupan jemaat, sehingga menimbulkan banyak perspektif
yang berbeda-beda, yang menyebabkan warga gereja tidak memiliki kepedulian terhadap
kehidupan gereja. Menurut hemat penulis, apabila pemahaman tentang gereja gerakan warga
dipahami dengan benar oleh warga gereja, memungkinkan warga gerja semakin aktif dan
peduli dengan kehidupan gereja. Dalam hal ini, gereja dapat memanfaatkan berbagai media
dan sarana yang dimilikinya untuk memberikan pemahaman tentang isu seperti ini,
khususnya bagi generasi penerus gereja pada khususnya dan seluruh warga gereja pada
umumnya.
Pertumbuhan dan perkembangan gereja banyak dipengaruhi oleh peran serta warga
gereja didalamnya. Oleh karena itu, gereja berupaya mengelola dan mendayagunakan warga
gerejanya untuk berpartisipasi dalam kegitan pelayanan gereja. Dalam prakteknya ditemukan
berbagai kendala untuk menggerakkan dan mendayagunakan warga gereja agar berpartisipasi
dalam kegiatan pelayanan gereja. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain
ialah: 1) ketakutan warga gereja karena merasa tidak memiliki kemampuan dan ketrampilan
dalam pelayanan, 2) tuntutan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga
sehingga menganggap bahwa aktivitas pelayanan di gereja merupakan baban, 3) suasana
lingkungan organisasi yang tidak kondusif yang menyebabkan tenaga pelayanan merasa tidak
nyaman.
Menyikapi hal ini, gereja telah berupaya melakukan berbagai cara agar peran serta
warga gereja semakin banyak dalam pelayanan. Utamanya mendorong setiap keluarga untuk
berperan serta mendukung dan memotivasi anggota keluarganya untuk berpartisipasi dalam
kegiatan pelayanan di gereja. Cara ini terlihat belum membuahkan hasil, bahkan warga gereja
terkesan apatis dengan kegiatan-kegiatan pelayanan di gereja. Hal ini dipengaruhi oleh karena
tuntutan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, yang beberapa tahun terakhir ini
para petani cenderung mengalami kerugian akibat gagal panen dan harga jual hasil panen
yang menurun. Sementara itu, harga sewa sawah gereja juga tidak dapat dijangkau oleh
sebagian besar warga yang mengalami kerugian.
25
Dalam paradigma manajemen SDM, Gomez (2001:2-3) menekankan pentingnya
unsur manusia sebagai sumber daya yang cukup potensial yang perlu dikembangkan sehingga
memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi dan pengembangan dirinya. Gomes
menekankan pada pemberian kekebasan dan kepercayaan bagi sumber daya manusia
organisasi untuk mengaktualisasikan dirinya. Hal ini sebenarnya telah dilakukan oleh gereja,
dengan memberikan kesempatan yang luas bagi warga gereja untuk terlibat dalam seluruh
aktivitas pelayanan. Namun dalam prakteknya di GKJW Jemaat Sidomulyo, permasalahn
yang segera harus dijawab oleh gereja adalah berkaitan dengan kebutuhan mendasar warga
gereja, yakni kebutuhan ekonomi. Oleh karena itu, penting bagi gereja untuk kembali melihat
dan mengevaluasi setiap program-program yang telah dilakukan, khususnya berkaitan dengan
program peningkatan ekonomi warga gereja, sehingga hambatan untuk berperan serta dalam
pelayanan dapat teratasi.
Dilihat dari segi sarana penunjang, GKJW Jemaat Sidomulyo memiliki sarana
penunjang yang cukup besar untuk pengelolaan sumber daya manusianya, diantaranya adalah
lahan pertanian berupa sawah dan ladang yang cukup luas, gedung, dan sarana penunjang
lainnya. Demikianpun dengan metode-metode pembinaan warga gereja yang telah dilakukan
selama ini, sebenarnya telah memiliki cukup kekuatan untuk dapat mengembangkan dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Seperti model pembinaan Patuwen atau
yang lebih dikenal dengan istilah perkunjungan. Di dalam konteks GKJW Jemaat Sidomulyo,
strategi ini sangat relevan untuk dilakukan, karena warga gereja sebagian besar berdomisili di
satu wilayah. Di sisi lain, dengan media perkunjungan pembinaan terhadap warga gereja
dapat dilakukan dengan lebih intens dan tidak terkesan formal, mengingat kecenderungan
warga gereja di wilayah pedesaan enggan dengan kegiatan-kegiatan pembinaan yang bersifat
formal.
5. KESIMPULAN
Gereja menyadari bahwa untuk mewujudkan tugas dan panggilannya di dunia ini,
tidak bisa lepas dari pengelolaan yang baik terhadap warga gereja. Karena warga gereja
sebagai sumber daya yang memiliki kemapuan, intelektualitas, dan potensi-potensi lainnya
berguna untuk menggerakkan seluruh aktivitas pelayanan di gereja. Tanpa peran serta warga
gereja dalam kegiatan pelayanan, maka gereja tidak mampu mewujudkan tugas dan
panggilannya di dunia ini. Karena itu, gereja berupaya memotivasi dan memobilitasi warga
26
gerejanya untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
gereja.
Melalui penelitian ini ditemukan bahwa pengelolaan SDM di GKJW Jemaat
Sidomulyo adalah pengelolaan SDM berbasis peran serta warga gereja, yang mana setiap
warga gereja diberikan kesempatan yang luas untuk berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan
sebagai sarana untuk mengaktualisasikan dirinya dan mengembangkan potensi yang
dikaruniakan oleh Tuhan kepadanya. Tetapi pada kenyataannya pengelolaan SDM di GKJW
Jemaat Sidomulyo masih terlihat lemah karena berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Antara lain karena; 1) Lemahnya kualitas pembinaan warga gereja baik secara pribadi
maupun keluarga-keluarga dari sisi metode dan materinya, sehingga warga gereja tidak
terbekali dengan pemahaman-pemahaman yang tepat tentang tugas dan panggilannya sebagai
gereja., 2) Tidak tersedianya mekanisme dan data administrasi warga gereja yang valid
menyebabkan gereja kesulitan untuk melakukan pengembangan dan pembinaan warga
gereja., 3) Kurangnya perhatian terhadap aspek-aspek kebutuhan jasmaniah warga gereja
seperti sehingga perhatian warga gereja terfokus pada pemenuhan kebutuhan kesejahteraan
hidupnya.
Karena itu, berdasarkan analisis dan simpulan di atas maka peneliti memberikan saran
bagi GKJW Jemaat Sidomulyo. Yakni disamping mendorong dan memotivasi warga gereja
untuk terlibat dalam kegiatan-kegiaatn pelayanan, penting bagi gereja untuk mengembangkan
dan
meningkatkan
program-program
penunjang
pengelolaan
SDM.
Seperti:
a)
Pengembangan program peningkatan ekonomi warga gereja dengan memanfaatkan dan
mendayagunakan asset gereja berupa daya, dana, dan sarana untuk mendukung proses
pengelolaan SDM. b) Meningkatkan kualitas pembinaan warga gereja baik metode maupun
materi yang lebih kreatif, inovatif, dan kontekstual. c) Memaksimalkan kegiatan
perkunjungan (Patuwen) melalui ibadah-ibadah maupun relasi antar pribadi yang dilakukan
antar warga gereja, Majelis Jemaat, serta Pendeta untuk saling memotivasi dan menguatkan
satu dengan dengan yang lain.
27
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab. Lembaga Alkitab Indonesia, 2011
Abineno, J.L.Ch. Jemaat: Ujud, Peraturan, Susunan, Pelayanan dan Pelayan Pelayannya.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983.
Badan Pekerja Harian Majelis Agung, Peringatan 50 Tahun Majelis Agung GKJW, Malang:
MA GKJW, tanpa keterangan tahun.
Candra, Robby I. Manajemen Gereja, dalam Manajemen Gereja: Mencari Sosok
Kontekstual. Persetia, Jurnal Setia, Edisi Januari, 1996.
Deevy, Edward. Creating The Resilient Organization: A Rapid Response Management
Program. New Jersey: Prentice Hall, Inc, Englewood Cliffs, 1995.
Dulles,S.J, Every. Model-Model Gereja. Flores: Nusa Indah, 1990.
Gomes, Faustino Cardoso. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi, 2001.
Himpunan Laporan dan Informasi Sidang MD Besuki Barat 1/2011 di GKJW Jemaat
Sidorejo, 15-17 April 2011.
Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta; Gramedia, 1997.
Mangunwijaya, YB. Gereja Diaspora. Yogyakarta: Kanisius, 1999.
Marwansyah. Manajemen Sumber Daya Manusia. edisi kedua, Bandung: Alfabeta, 2012.
Majelis Agung GKJW. Tata dan Pranata GKJW. Malang; Majelis Agung GKJW, 1996.
Messina, Sharon. “Human Resourses Management For Church Ministry”. Spring, Vol 41 No
3, 2007.
Nawawi, H. Handari. Perencanaan SDM Untuk Organisasi Profit yang Kompetitif.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001.
Peladen Padinan Majelis Agung GKJW. Pokok-Pokok Rencana Kegiatan Pembanguan
GKJW. Malang: PPMA-GKJW, 1986.
Sulistiyani, Ambar Teguh & Rosidah. Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori dan
Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Sutarno. Di dalam Dunia, tetapi Tidak dari Dunia. Jakarta; BPK Gunung Mulia – Satya
Wacana Press, 2004.
Sanapiah, Faisal. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: RajaGrapindo Persada, 2003.
Sir, Handoyomano. Benih Yang Tumbuh VII. Malang: GKJW-Jakarta: Lembaga Penelitian
Dewan Gereja-gereja di Indonesia, 1975.
Watson, Tony J. In Search of Management: Culture, Chaos & Control In Managerial Work.
London and New York: Routledge, 1994.
28
Wiyono, Andreas Untung & Sukardi. Manajemen Gereja; Dasar Teologis dan Implikasi
Praktisnya. Bandung; Bina Media Informasi, 2010.
Widodo, Suparno Eko. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2015.
Wiryoputro, Sugiyanto. Dasar-dasar Manajemen Kristiani, Jakarta; BPK Gunung Mulia,
2004.
Widodo, Hutomo Surjo, Bergereja ala Keluarga, Malang: IPTh Balewiyata, 2014
29
Download