BAB V PENUTUP Kesimpulan Dari pembahasan di atas, penulis akhirnya dapat mengambil kesimpulan sebagaimana yang dipadatkan dalam poin-poin berikut: 1. Dapat disimpulkan bahwa makna ketuhanan secara umum dapat dibagi menjadi dua; yaitu ketuhanan sebagai makna imanensi dan ketuhanan sebagai makna transenden. Konsep imanensi menerangkan bahwa ketuhanan merupakan suatu yang real, dapat dijangkau oleh pikiran manusia. Sedangkan konsep transendensi menerangkan bahwa ketuhanan tidak dapat dijangkau oleh alam pikiran manusia. Tuhan dalam makna transendensi merupakan suatu hal yang abstrak dan universal, bersifat transendental yang mana manusia cukup meyakini keberadaannya. Dalam proses perkembangannya, pemikiran tentang ketuhanan mengalami perubahan. Sebagaimana menurut teori evolusionisme, faham tentang ketuhanan berawal dari sebuah kepercayaan yang sederhana. Mulai dari faham Dinamisme, Animisme dan Ploteisme, Henoteisme dan Monoteisme. Perubahan faham tersebut merupakan suatu jangkauan kesadaran manusia akan adanya Tuhan. Begitu pula yang dijelaskan Ibnu Rusyd, yang banyak ditentang oleh kalangan teolog. Sudut pandang Ibnu Rusyd dalam menerangkan ketuhanan sedikit materialistis, walaupun tetap menggunakan kacamata agama. Hal itu yang membuat konsep ketuhanan Ibnu Rusyd tak pernah kering dalam perdebatan arus besar perkembangan pemikiran dalam Islam. 2. Konsep ketuhanan menurut Ibnu Rusyd merupakan satu rangkaian makna antara imanensi dan trasendensi. Ia menjelaskan sisi imanensi Tuhan dan transendensi-Nya. Imanensi ketuhanan dijelaskan dari sudut pandang filsafat, sedangkan transendensi-Nya dijelaskan dari sudut pandang agama. Hal inilah yang menjadi kelebihan Ibnu Rusyd, ia dapat menghubungkan dua sisi yang berbeda, antara makna Tuhan sebagai sesuatu yang imanen dan Tuhan sebagai sesuatu yang transenden. Atas dasar itu, Ibnu Rusyd dapat mendamaikan antara pemikiran agama dengan filsafat. Dapat dikatakan demikian karena jalan pertama yang ditempuhnya; ia memandang segala sesuatu yang ada di alam wujud ini sebagai kenyataan konkrit (mahsusat), yakni sebagai substansi nyata. Disamping itu ia pun memandang semua yang ada di alam wujud ini sebagai ciptaan Tuhan, dan semua yang diciptakan Tuhan cocok dengan kepentingan manuisia. Dua dalil tersebut oleh Ibnu Rusyd dinamakan dalil Ikhtira’ (dalil penciptaan) dan dalil ‘inayah (dalil pengurusan). 3. Konsep ketuhanan Ibnu Rusyd tak lepas dari latar belakang pendidikan dan pemikiran yang ada. Sebagaimana diketahuai bersama, Ibnu Rusyd besar dalam keluarga yang religius. Sejak kecil ia mengenyam pendidikan agama Islam yang selanjutnya dipadukan dengan corak pendidikan ala Barat. Dengan demikian, Ibnu Rusyd memiliki dua latar belakang pendidikan yang berbeda; pendidikan agama yang cenderung tekstual dan metafisis, sedangkan filsafat (Spanyol) bersifat rasional murni. Sehingga hal ini menjadikan pemikiran Ibnu Rusyd bagai dua sisi mata uang yang berbeda. Dapat dibuktikan dengan konsep Ibnu Rusyd mengenai ketuhanan. Satu sisi ia menerangkan makna ketuhanan menggunakan sudut pandang filsafat murni (rasionalistik), akan tetapi disisi lain ia juga tidak melupakan ajaran agama Islam (al-Qur’an) untuk menjelaskan ketuhanan. Dengan demikian, posisi Ibnu Rusyd ditengah perkembangan pemikiran Barat sebagai sombol penengah (juru damai) antara pemikiran agama Kristen dengan filsafat.