Kajian produksi hasil tangkapan didaratkan di

advertisement
4 KEADAAN UMUM
4.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi
4.1.1 Keadaan geografis, topografis, iklim, dan penduduk
1) Geografis dan topografis
Secara geografis, Kabupaten Banyuwangi terletak pada koordinat 7°43’8°46’ Lintang Selatan dan 113°53’-114°38’ Bujur Timur serta merupakan bagian
yang paling Timur dari wilayah Propinsi Jawa Timur dengan batas-batas wilayah
sebagai berikut (BPS Kab. Banyuwangi, 2008):
(1) sebelah utara
: Kabupaten Situbondo dan Bondowoso
(2) sebelah timur
: Selat Bali
(3) sebelah selatan
: Samudera Hindia
(4) sebelah barat
: Kabupaten Jember dan Bondowoso
Wilayahnya yang berbatasan langsung dengan dua perairan yang berpotensi
tinggi, yaitu perairan Selat Bali dan Samudera Hindia, menjadikan Kabupaten
Banyuwangi daerah yang potensial di bidang perikanan dan merupakan salah satu
daerah perikanan utama di Jawa Timur.
Kabupaten Banyuwangi memiliki panjang garis pantai sekitar 175,8 km
yang membujur sepanjang batas Selatan dan Timur Kabupaten Banyuwangi serta
dengan jumlah pulau sebanyak 10 buah. Luas wilayah Kabupaten Banyuwangi
adalah 5.782,5 km2 yang dibagi dalam 24 wilayah kecamatan, 28 kelurahan, 189
desa, 2.827 Rukun Warga (RW), dan 10.532 Rukun Tetangga (RT) (BPS Kab.
Banyuwangi, 2008).
Kabupaten Banyuwangi terletak pada ketinggian 0-1000 meter di atas
permukaan laut yang merupakan dataran rendah dan mempunyai lereng dengan
kemiringan lebih dari 40% meliputi lebih kurang 29,25% dari luas daerah yang
mempunyai tinggi tempat lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Dataran
tinggi terletak di bagian Barat dan Utara dimana terdapat gunung-gunung yang
berbatasan dengan Kabupaten Situbondo, Bondowoso, dan Jember, sedangkan
bagian Timur dan Selatan sekitar 75% merupakan dataran rendah persawahan
(Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).
24
2) Keadaan iklim
Daerah Kabupaten Banyuwangi memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata
25°C-30°C. Curah hujan terjadi pada bulan November sampai April. Musim
kemarau terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Setiap tahun dijumpai periode
bulan basah dan bulan kering dimana bulan basah dengan curah hujan di atas 180
mm, yaitu bulan Desember, Januari, dan Februari dengan rata-rata hari hujan 18
dan 25 hari. Bulan kering terjadi pada bulan Agustus, September, dan Oktober
dimana hari hujan pada bulan kering antara 0-5 hari per bulan. Suhu maksimum
tertinggi terjadi pada bulan November, yaitu 29,9°C dan suhu minimum terendah
terjadi pada bulan Agustus, yaitu 25,3°C (Dinas Perikanan dan Kelautan
Banyuwangi, 2008).
3) Keadaan penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2007 adalah
sebesar 1.669.437 jiwa.
Penduduk yang bermata pencaharian sebagai pem-
budidaya ikan dan nelayan adalah sebanyak 27.172 jiwa atau 1,58% (Tabel 1).
Tabel 1 Sebaran penduduk menurut mata pencaharian sektor perikanan Kabupaten Banyuwangi tahun 2007
No
1
2
3
4
Mata pencaharian
Nelayan perairan umum
Pembudidaya ikan
Nelayan penangkap ikan di laut
Lain-lain
Jumlah
Jumlah (jiwa)
1.923
5.284
19.965
1.642.265
1.669.437
Persentase (%)
0,11
0,32
1,20
98,37
100,00
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008
Kondisi penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan berada di
sepuluh kecamatan berpantai,
yakni Muncar, Pesanggaran, Purwoharjo,
Wongsorejo, Kalipuro, Banyuwangi, Kabat, Siliragung, Rogojampi, dan
Tegaldelimo. Pembudidaya tambak (payau) dan pembenihan (hatchery) berada di
delapan kecamatan, namun yang masih beroperasi hanya berada di dua
kecamatan, yaitu Wongsorejo dan Kalipuro.
Pembudidayaan ikan air tawar
terdapat di hampir semua kecamatan wilayah Kabupaten Banyuwangi (Dinas
Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).
25
4.1.2 Keadaan umum perikanan Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Banyuwangi memiliki wilayah potensi perikanan dan kelautan
yang meliputi wilayah laut di Selat Bali seluas 1500 mil2 dengan potensi lestari
66.000 ton per tahun dan didominasi ikan permukaan (pelagis), serta Samudera
Hindia seluas 2000 mil2 dengan potensi lestari 212.500 ton per tahun dan
didominasi ikan dasar (demersal) di samping ikan pelagis.
Wilayah pesisir dan
pantai sepanjang 175 km juga dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi, yang
merupakan lahan potensial bagi budidaya air payau atau tambak dan pembenihan
udang windu. Selain itu terdapat 81 sungai dengan panjang keseluruhan mencapai
735 km yang berfungsi antara lain untuk pertanian, perikanan, dan air minum.
Beberapa sungai tersebut bermuara di Selat Bali, yaitu Sungai Lo, Sungai Setail,
Sungai Kalibaru, Sungai Sepanjang, dan Sungai Kempit.
Selain sungai juga
terdapat tujuh waduk dengan luas mencapai 4 ha serta dua rawa yang luasnya
mencapai 1,5 ha (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).
Selanjutnya dikatakan bahwa sesuai dengan potensi sumberdaya perikanan
yang tersedia, maka peningkatan kontribusi sub sektor Perikanan dan Kelautan di
Kabupaten Banyuwangi dilaksanakan melalui peningkatan usaha-usaha yang
meliputi usaha penangkapan di laut, budidaya air tawar, budidaya air payau, dan
penangkapan di perairan umum, serta rehabilitasi hutan mangrove dan terumbu
karang. Pengembangan produksi tersebut dilakukan untuk memenuhi konsumsi
dan bahan baku industri dalam negeri, sedangkan komoditas-komoditas yang
mempunyai pasaran baik di luar negeri diarahkan untuk ekspor.
Pengembangan usaha penangkapan di perairan pantai yang masih potensial
dilaksanakan melalui motorisasi dan modernisasi unit penangkapan. Jenis alat
tangkap yang dikembangkan adalah trammel net, gillnet, pancing rawai, dan mini
purse seine dengan menggunakan perahu motor tempel dan kapal motor.
Disamping itu akan ditempuh pula usaha diversifikasi melalui perbaikan teknis
penangkapan dan penggunaan beberapa jenis alat tangkap pada setiap unit
penangkapan untuk meningkatkan efisiensi usaha (Dinas Perikanan dan Kelautan
Banyuwangi, 2008).
26
Tabel 2 Perkembangan armada perikanan Kabupaten Banyuwangi tahun 20062007
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2006
PTM
PMT
121
1.074
54
596
45
408
36
411
48
516
40
445
17
345
50
265
30
355
441
4.415
Kecamatan
Muncar
Pesanggaran
Purwoharjo
Wongsorejo
Kalipuro
Banyuwangi
Kabat
Rogojampi
Tegaldlimo
Jumlah
2007
PTM
PMT
1.401
596
408
411
516
445
345
265
355
4.742
96
54
45
36
48
40
17
50
30
416
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008
Armada perikanan Kabupaten Banyuwangi mengalami perkembangan
sebesar 6,2% pada tahun 2007, yaitu bertambah 302 unit dari tahun 2006. Jumlah
armada perikanan terbanyak terdapat pada Kecamatan Muncar. Jumlah perahu
tanpa motor (PTM) di Muncar berkurang 25 unit, sedangkan perahu motor tempel
(PMT) bertambah 327 unit.
Jumlah armada untuk kecamatan lainnya di
Kabupaten Banyuwangi cenderung tetap.
Tabel 3 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Banyuwangi tahun 2007
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kecamatan
Muncar
Pesanggaran
Purwoharjo
Wongsorejo
Kalipuro
Banyuwangi
Kabat
Rogojampi
Tegaldlimo
Jumlah
Purse
seine
185
4
11
200
Payang
44
30
22
16
30
24
16
182
Jaring
insang
255
162
157
116
80
82
38
62
85
1.037
Jenis alat tangkap
RaPanBagan
wai
cing
tancap
181
395
129
48
337
35
63
125
315
275
256
175
75
264 2.016
129
Sero
142
45
187
Lainlain
617
154
91
64
35
30
148
1.139
Jumlah
1.948
581
288
411
516
445
345
267
353
5.154
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008
Alat tangkap yang paling dominan di Kabupaten Banyuwangi adalah alat
tangkap pancing dengan jumlah 2.016 unit atau 39,1% dari jumlah keseluruhan
alat tangkap. Berdasarkan hasil wawancara, pancing merupakan alat tangkap
yang
paling
digemari
oleh
nelayan
Kabupaten
Banyuwangi
karena
27
penggunaannya yang mudah dan harganya yang relatif murah dibandingkan alat
tangkap lainnya.
Tabel 4 Jumlah nelayan di Kabupaten Banyuwangi tahun 2006-2007
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kecamatan
Muncar
Pesanggaran
Purwoharjo
Wongsorejo
Kalipuro
Banyuwangi
Kabat
Rogojampi
Tegaldlimo
Jumlah
2006
11.685
1.026
2.691
1.148
357
771
132
1.602
405
19.817
2007
12.762
1.026
1.464
918
357
192
132
1.602
285
18.738
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008
Jumlah nelayan di Kabupaten Banyuwangi secara keseluruhan mengalami
perkembangan -5,4% pada tahun 2007, yaitu berkurang sebesar 1.079 jiwa dari
tahun 2006.
Berkurangnya jumlah nelayan tersebut dijelaskan oleh petugas
setempat dikarenakan berkurangnya nelayan pendatang, yaitu nelayan yang
bersifat musiman dan berasal dari daerah luar Banyuwangi seperti dari Madura.
Tabel 5 Perkembangan volume produksi hasil tangkapan Kabupaten Banyuwangi
tahun 2006-2007
2006
No
Kecamatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Muncar
Pesanggaran
Purwoharjo
Wongsorejo
Kalipuro
Banyuwangi
Kabat
Rogojampi
Tegaldlimo
Jumlah
Volume
produksi
(kg)
58.730.442
2.572.122
408.788
159.794
130.982
19.313
31.962
133.053
17.825
62.204.281
Nilai
produksi
(Rp x 1000)
86.017.378,5
4.520.367,6
325.598,0
963.758,1
311.277,4
58.608,5
190.377,8
667.571,4
105.105,0
93.179.042,3
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008
2007
Volume
produksi
(kg)
59.884.951
1.171.200
260.432
151.229
137.300
8.904
25.739
150.347
11.275
61.801.431
Nilai
produksi
(Rp x 1000)
82.402.023,7
1.705.059,3
338.910,4
994.011,0
418.800,0
35.032,5
165.111,0
853.800,0
79.085,0
86.988.832,9
28
Nilai produksi penangkapan ikan di laut Kabupaten Banyuwangi mengalami
penurunan sebesar 6,6% atau Rp6.190.209.350.
Hal tersebut seiring dengan
penurunan volume produksinya yang sebesar 0,6% atau 402.850kg. Menurut
petugas Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, penurunan tersebut
merupakan dampak dari kenaikan harga BBM yang menyebabkan biaya
operasional melaut semakin tinggi.
4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Muncar
4.2.1 Letak PPP Muncar
Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar terletak di Desa Kedungrejo,
Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur. Kecamatan
Muncar terletak di tepi pantai (Selat Bali) pada posisi 8°24’-8°30’ Lintang Selatan
dan 114°15’38"-114°21’5" ssBujur Timur yang memiliki teluk bernama Teluk
Pangpang, serta mempunyai panjang pantai yang mencapai 13 km dengan
pendaratan ikan sepanjang 4,5 km (UPT PPP Muncar, 2009).
Jarak PPP Muncar dengan pusat Kecamatan Muncar adalah 2 km atau
sekitar 10 menit, dengan kota kabupaten Banyuwangi sejauh 37 km dengan lama
perjalanan sekitar 1,5-2 jam, serta dengan ibukota propinsi adalah 332 km yang
dapat ditempuh antara 8-9 jam.
Kecamatan Muncar mempunyai penduduk
sebanyak 132.052 jiwa dan masyarakatnya terutama dari segi struktur budaya
nelayan terdiri dari suku Jawa, Madura, Osing, dan Bugis (UPT PPP Muncar,
2009).
Dari total penduduk di Muncar, hanya sedikit yang memiliki mata
pencaharian sebagai nelayan, yaitu 11.341 jiwa (8,59%). Selebihnya penduduk
Kecamatan Muncar bekerja di sektor industri, perdagangan, pertanian, dan lain
sebagainya. Terdapat empat tempat pendaratan ikan (TPI) di PPP Muncar untuk
membantu mendaratkan ikan dan pemasarannya, yaitu TPI Kalimoro, TPI
Sampangan, TPI Tratas, dan TPI Pelabuhan (Gambar 2). Namun TPI yang masih
beroperasi hingga saat ini hanya TPI Pelabuhan dan TPI Kalimoro.
Tempat
pelelangan ikan yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah TPI Pelabuhan.
29
114°20' BT
114°15'38" BT
8°24' LS
Desa Sumbersewu
Kec. Srono
Desa
Blambangan
S
E
L
A
T
B
A
L
I
Desa
Tembokrejo
PPI Kalimoro
PPI Sampangan
Desa Tapanrejo
Desa
Kedungkrejo
PPP Muncar
PPI Tratas
Desa Tambakrejo
Desa
Kedungringin
Desa Sumberberas
Desa
Ringin
Putih
Kec. Tegaldelimo
SKALA 1:52.000
114°15'38" BT
114°20' BT
Sumber: UPT PPP Muncar, 2009
Gambar 2 Peta wilayah Kecamatan Muncar tahun 2008.
8°30' LS
30
4.2.2 Potensi perairan laut
Selat Bali memiliki potensi lestari untuk ikan pelagis yang dominan, yaitu
lemuru (Sardinella lemuru) sebesar 46.400 ton per tahun. Tingkat pengusahaan
sumberdaya perikanan dan kelautan di Selat Bali sudah dilakukan secara intensif
sehingga dinyatakan padat tangkap. Dalam pengembangan produksi penangkapan
ikan di laut, bagi daerah-daerah perairan pantai yang telah padat tangkap atau
krisis sumberdaya diupayakan untuk tidak ada penambahan usaha baru (Dinas
Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).
4.2.3 Unit penangkapan ikan
1) Kapal/perahu penangkapan ikan
Kapal/perahu penangkapan ikan yang beroperasi di PPP Muncar dapat
diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu jenis kapal motor (KM), perahu motor
tempel (PMT), dan perahu tanpa motor (PTM). Kapal motor sendiri terdiri dari
kapal motor kurang dari 5 GT, 5-10 GT, dan 10-30 GT.
Jumlah armada
penangkapan ikan yang berada di PPP Muncar selama periode tahun 1999-2008
dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 3.
Tabel 6 Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan di PPP Muncar
tahun 1999-2008
Tahun PTM
PMT
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
1.306
1.284
1.151
1.112
1.208
1.070
1.070
1.074
1.401
1.401
76
48
48
29
48
215
121
121
96
96
<5
GT
0
267
547
533
566
566
566
566
566
566
5-10
GT
0
334
258
258
253
319
319
319
319
319
KM
Jumlah Perkembangan
10-30
(%)
Jumlah (unit)
GT
0
0
1.382
786
1.387
2.719
96,7
746
1.551
2.750
1,1
198
989
2.130
-22,6
198
1.017
2.273
6,7
193
1.078
2.363
4,0
185
1.070
2.261
-4,3
189
1.074
2.269
0,4
189
1.074
2.571
13,3
189
1.074
2.571
0,0
Sumber: TPI PPP Muncar, 2009 (*diolah kembali)
Jumlah kapal atau perahu perikanan yang beroperasi di PPP Muncar pada
kurun waktu 1999-2008 mengalami fluktuasi dengan pertumbuhan total rata-rata
31
sebesar 10,6% per tahun.
Jumlah kapal atau perahu penangkapan tersebut
didominasi oleh jenis perahu motor tempel. Perahu motor tempel lebih diminati
oleh nelayan Muncar karena dapat menempuh fishing ground yang lebih jauh
daripada perahu tanpa motor dan juga harganya yang lebih murah dibandingkan
dengan kapal motor.
Selain itu keuntungan yang diperoleh juga lebih besar
dibandingkan jenis armada lainnya. Jumlah perahu yang paling sedikit jumlahnya
adalah perahu tanpa motor. Nelayan yang menggunakan perahu jenis ini biasanya
Jumlah armada (unit)
merupakan nelayan kecil atau berasal dari golongan bawah.
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
PTM
PMT
KM
Gambar 3 Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan di PPP Muncar
tahun 1999-2008.
Keberadaan armada kapal motor di tahun 2000 disebabkan adanya program
motorisasi dari pemerintah. Selain itu, bersamaan dengan jumlah perahu tanpa
motor dan perahu motor tempel yang menurun menunjukkan bahwa nelayannelayan yang mengoperasikan alat tangkap dengan menggunakan perahu tanpa
motor dan perahu motor tempel beralih ke kapal motor.
Perkembangan perahu motor tempel pada periode tahun 1999-2008
berfluktuasi cukup besar terutama periode tahun 2000-2001, 2003-2004, dan
2006-2007. Pertumbuhan positif tertinggi terjadi pada periode tahun 2006-2007,
yaitu 30,45% atau sebesar 327 unit, sedangkan pertumbuhan negatif terbesar
terjadi pada periode tahun 2003-2004, yaitu turun sebanyak 11,42% atau sebesar
138 unit. Penurunan jumlah perahu motor tempel pada tahun 2001 dan 2004
32
diimbangi dengan berkurangnya jumlah nelayan, sedangkan pertambahan jumlah
perahu motor tempel pada tahun 2007 diimbangi dengan bertambahnya jumlah
nelayan sekitar 9% dari 11.685 menjadi 12.762. Pada tahun 2007 jumlah perahu
motor tempel meningkat 30,93% menjadi 1.401 unit. Pada tahun yang sama
jumlah perahu tanpa motor berkurang 20,66% menjadi 96 unit, sedangkan jenis
perahu lainnya tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya. Berdasarkan
perubahan jumlah kedua perahu tersebut dapat disimpulkan bahwa nelayan
Muncar mulai beralih pada perahu motor tempel. Hal ini menunjukkan adanya
peningkatan pendapatan para nelayan yang mampu memiliki perahu motor
tempel.
Jumlah armada (unit).
1500
1250
1000
750
500
250
0
PTM
PMT
KM < 5 GT
KM 5-10 GT
KM 10-30 GT
Jenis kapal/perahu
Gambar 4 Jumlah kapal/perahu perikanan berdasarkan jenisnya tahun 2008.
Pada tahun 2008, jenis armada dengan jumlah terendah adalah jenis perahu
tanpa motor, yaitu sebesar 96 unit (3,7%). Hal ini dikarenakan setelah adanya
program motorisasi dari pemerintah, jumlah perahu tanpa motor menurun atau
lebih sedikit dibandingkan perahu jenis lainnya. Jenis armada dengan jumlah
tertinggi adalah perahu motor tempel, yaitu 1.401 unit (54,5%), seperti telah
dijelaskan sebelumya, karena perahu motor tempel lebih diminati oleh nelayan.
Armada jenis lainnya, yakni kapal motor <5 GT memiliki jumlah sebesar 566 unit
(22,0%), kapal motor 5-10 GT berjumlah 319 unit (12,4%) dan kapal motor 1030 GT sebanyak 189 unit (7,4%).
33
2) Alat tangkap
Jenis alat tangkap ikan yang dioperasikan di wilayah PPP Muncar yaitu
purse seine, payang, gillnet, rawai hanyut, pancing ulur, bagan tancap, dan sero.
Perkembangan jumlah alat tangkap per jenis selama 10 tahun terakhir dapat dilihat
pada Tabel 7 dan Gambar 5.
Tabel 7 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Muncar tahun 1999-2008
Alat penangkapan ikan
Tahun
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Purse
seine
190
190
190
190
190
190
142
166
185
185
Payang
93
93
94
94
93
93
112
112
44
44
Gillnet
356
102
102
102
102
276
276
276
255
255
Rawai
hanyut
356
102
102
102
102
102
181
181
181
181
Pancing
ulur
528
528
305
304
305
305
342
442
395
395
Bagan
tancap
146
146
142
174
174
174
174
174
129
129
Sero
132
132
138
149
149
149
142
142
142
142
Lainlain
147
387
454
455
455
455
894
1.017
617
793
Jumlah
1.948
1.680
1.527
1.570
1.570
1.744
2.263
2.510
1.948
2.124
Perkembangan
(%)*
-13,76
-9,11
2,82
0,00
11,08
44,14
10,91
-22,39
9,03
Sumber: UPT PPP Muncar, 2009 (*diolah kembali)
Jumlah alat tangkap yang beroperasi mengalami fluktuasi setiap tahunnya
dan mengalami rata-rata perkembangan sebesar 2,41% per tahun. Jumlah alat
tangkap tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebanyak 2.510 unit, sedangkan
jumlah alat tangkap terendah terjadi pada tahun 2001, yaitu 1.527 unit.
Penurunan terbanyak jumlah alat tangkap terjadi pada tahun 2007, yaitu
turun 22,39% menjadi 1.948 unit. Secara keseluruhan, jenis alat tangkap yang
mengalami penurunan jumlah antara lain payang, gillnet, pancing ulur, dan bagan
tancap. Pada tahun yang sama jumlah alat tangkap yang mengalami pertambahan
jumlah adalah purse seine.
Hal ini menunjukkan bahwa banyak nelayan di
Muncar yang beralih ke jenis alat tangkap purse seine karena lebih
menguntungkan daripada jenis alat tangkap lainnya.
34
600
Jumlah (unit)
500
400
300
200
100
0
1999
2000
2001
2002
Pancing ulur
2003 2004
Tahun
2005
Gill net
2006
2007
2008
Purse seine
Gambar 5 Perkembangan alat tangkap dominan di PPP Muncar tahun 1999........ 2008.
Jumlah seluruh alat tangkap yang dioperasikan di PPP Muncar pada tahun
2008 berjumlah 2.124 unit dengan didominasi oleh alat tangkap pancing ulur
sebanyak 395 unit (18,60%) disusul oleh gillnet sebanyak 255 unit (12,01%), dan
purse seine sebanyak 185 unit (8,71%). Pancing ulur memiliki jumlah terbanyak
karena harganya yang murah dibandingkan jenis alat tangkap lain. Diantara alatalat tangkap tersebut, purse seine, payang, dan gillnet adalah alat tangkap yang
paling produktif terutama untuk menangkap jenis ikan dominan di Muncar seperti
lemuru, layang, dan tongkol. Hal ini dapat dilihat dari jumlah hasil tangkapan
ketiga alat tangkap tersebut di PPP Muncar pada tahun 2008, yaitu jumlah hasil
tangkapan purse seine sebesar 24.795.556 kg (69,35%), payang sebesar 1.347.581
Jumlah (unit)
kg (3,77%) dan gillnet sebesar 539.032 kg (1,51%).
800
700
600
500
400
300
200
100
0
Purse seine
Payang
Gillnet
Rawai
hanyut
Pancing ulur
Bagan
tancap
Sero
Lain-lain
Jenis alat tangkap
Gambar 6 Jumlah alat tangkap per jenis di PPP Muncar tahun 2008.
35
Jenis armada purse seine termasuk ke dalam perahu motor tempel. Dalam
melakukan operasi penangkapan, nelayan purse seine menggunakan dua buah
perahu kayu yang berukuran 15-30 GT. Jenis armada gillnet menggunakan kapal
kayu dengan mesin tempel. Kapal tersebut memiliki ukuran sebesar 3-5 GT.
Fishing ground ketiga alat tangkap tersebut antara lain perairan Bomo,
Karangente, Pengambengan, Senggrong, Tanjung Pasir, Teluk Pangpang, dan
Wringin. Selain itu armada purse seine dapat beroperasi ke daerah yang lebih
jauh, yaitu di sebelah Utara seperti perairan Celukan Bawang, Jangkar, Pandean,
dan Pondokimbo. Perkembangan ketiga jenis alat tangkap dominan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 6.
3) Nelayan
Nelayan di PPP Muncar terdiri atas nelayan asli dan nelayan andon.
Nelayan asli adalah nelayan yang bertempat tinggal di sekitar Muncar dan seluruh
waktu kerjanya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Nelayan
andon adalah nelayan pendatang yang berasal dari luar Muncar dan biasanya
bersifat sementara yang jumlahnya bertambah pada saat musim ikan. Biasanya
nelayan andon tersebut berasal dari Jawa Timur, terutama Madura, dan Bali.
Tabel 8 Jenis dan jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 2008
Jenis nelayan
Nelayan asli
Nelayan andon
Jumlah
Jumlah nelayan (jiwa)
Tahun 2007
Tahun 2008
12.229
11.874
533
383
12.762
12.257
Perkembangan*
(%)
-2,90
-28,14
-3,96
Sumber: UPT PPP Muncar, 2009 (*diolah kembali)
Tabel 8 di atas menunjukkan jumlah nelayan di PPP Muncar pada tahun
2008, yaitu sebesar 12.257 jiwa. Jumlah terbanyak adalah nelayan asli, yaitu
sebesar 11.341 jiwa (92,53%), yang merupakan penduduk asli Muncar ataupun
pendatang yang telah menetap di Muncar. Nelayan sambilan berjumlah 533 jiwa
(4,35%) dan yang terakhir adalah nelayan andon yang berjumlah 383 jiwa
(3,12%). Jumlah nelayan asli di Muncar merupakan jumlah terbanyak di wilayah
36
Kabupaten Banyuwangi, yaitu sekitar 60% dari jumlah seluruh nelayan di
Kabupaten Banyuwangi.
Tabel 9 Perkembangan jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 1999-2008
Tahun
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Jumlah
10.516
11.973
11.818
12.251
12.233
11.958
11.300
11.685
12.762
12.257
Nelayan (jiwa)
Perkembangan* (%)
13,86
-1,29
3,66
-0,15
-2,25
5,50
3,41
9,22
-3,96
Sumber: UPT PPP Muncar 2009 (*diolah kembali)
Perkembangan jumlah nelayan di PPP Muncar pada tahun 1999 sampai
tahun 2008 sangat berfluktuatif (Tabel 9). Jumlah nelayan di PPP Muncar selama
kurun waktu 1999-2008 cenderung meningkat dengan rata-rata perkembangan
total sebesar 1,89%. Penurunan yang terjadi pada tahun 2001 diiringi dengan
menurunnya jumlah alat tangkap.
4.2.4
Produktivitas unit penangkapan ikan
Produktivitas unit penangkapan ikan merupakan kemampuan suatu alat
tangkap untuk menangkap atau menghasilkan ikan. Menurut Depdiknas (2002),
produkstivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu atau daya
produksi.
Selain alat tangkap purse seine, payang, dan gillnet, alat tangkap bagan juga
merupakan alat tangkap produktif yang menangkap ketiga jenis ikan dominan,
yaitu lemuru, layang, dan tongkol. Jumlah trip alat tangkap bagan pada tahun
2008 adalah 20 trip per bulan, sama dengan jumlah trip alat tangkap payang dan
gillnet, sedangkan jumlah trip alat tangkap purse seine adalah 19 kali trip per
bulan. Alat tangkap purse seine mampu menghasilkan hasil tangkapan rata-rata
37
12,1 ton per unit per bulan, payang 4,5 ton per unit per bulan, gillnet 0,4 ton per
unit per bulan, dan bagan 0,2 ton per unit per bulan.
4.2.5 Aktivitas di PPP Muncar
Aktivitas-aktivitas yang terjadi di PPP Muncar antara lain kelompok
aktivitas yang berhubungan dengan hasil tangkapan, pengolahan ikan, unit
penangkapan ikan, penyediaan kebutuhan melaut, dan pengelolaan pelabuhan
perikanan.
1) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan hasil tangkapan
(1) Pendaratan hasil tangkapan
Proses pertama yang dilakukan dalam pendaratan hasil tangkapan adalah
pembongkaran hasil tangkapan oleh anak buah kapal (ABK) masing-masing
armada penangkapan.
Di saat inilah dilakukan penyortiran hasil tangkapan
berdasarkan jenis dan mutu ikan. Proses pembongkaran hasil tangkapan di PPP
Muncar dilakukan di dermaga pelabuhan.
Namun ada juga yang melakukan
proses tersebut di luar dermaga pelabuhan seperti di sisi luar dermaga pelabuhan,
di tepi pantai sekitar pelabuhan, atau di perairan jauh dari dermaga pelabuhan,
karena kolam pelabuhan mengalami pendangkalan akibat sedimentasi sehingga
diperlukan biaya tambahan menyewa ojek perahu untuk mengangkut hasil
tangkapan ke dermaga pelabuhan.
Hasil tangkapan didaratkan antara malam sampai pagi hari dan dilakukan
sesuai dengan keadaan terangnya bulan di perairan Muncar. Bila bulan purnama
muncul pada malam hari, maka nelayan menghentikan operasi penangkapan dan
mendaratkan hasil tangkapannya pada malam hari. Semakin pagi bulan muncul
semakin pagi pula hasil tangkapan didaratkan.
Pendaratan hasil tangkapan dilakukan oleh buruh angkut atau yang lebih
dikenal dengan sebutan manol serta para bakul atau yang lebih dikenal dengan
sebutan belantik.
Para belantik tersebut membeli ikan dengan cara langsung
mendatangi palkah kapal atau menunggu di dermaga.
Lamanya pendaratan
tergantung dari banyaknya hasil tangkapan, jumlah ABK yang membongkar hasil
tangkapan, dan jumlah buruh angkut, biasanya berkisar antara satu sampai dua
38
jam. Semakin banyak hasil tangkapan semakin lama pula proses pembongkaran
yang dilakukan dan semakin banyak tenaga kerja semakin cepat proses
pembongkaran dilakukan.
Keranjang-keranjang bambu yang berisi hasil
tangkapan tersebut diangkut oleh para buruh ke dermaga dan langsung dinaikkan
ke truk untuk selanjutnya dibawa ke pabrik industri.
Alat bantu yang digunakan untuk membongkar dan mendaratkan hasil
tangkapan antara lain sekop, keranjang bambu yang biasa disebut kudung,
keranjang plastik, tali tambang kecil, bambu sepanjang 1,5-2 m, jembatan kayu
yang berfungsi menghubungkan kapal dengan dermaga, serta ember. Kapasitas
keranjang bambu adalah 125 kg dengan tingkat kebersihan rendah, sedangkan
kapasitas keranjang plastik adalah 60 kg dengan kondisi kebersihan sedang, dan
ember/timba berkapasitas 20 kg dengan tingkat kebersihan sedang.
Kondisi
kebersihan rendah adalah kondisi dimana peralatan bantu yang digunakan tersebut
kotor, sedangkan kondisi kebersihan sedang adalah kondisi dimana peralatan
bantu yang digunakan tidak kotor namun tidak higienis karena masih tersisa
sedikit kotoran pada alat tersebut. Dalam proses pendaratan ini biasanya terdapat
alang-alang atau pengujur yang sudah menunggu di darmaga untuk meminta hasil
tangkapan atau memungut hasil tangkapan yang terjatuh.
(i)
(ii)
Gambar 7 (i) Pendaratan hasil tangkapan
(ii) Pengangkutan hasil tangkapan
........ kapal purse seine tahun 2009.
dari kapal tahun 2009.
(2) Pemasaran/pelelangan hasil tangkapan
Pelelangan di PPP Muncar tidak berjalan, sehingga pemasaran hasil
tangkapan dilakukan sendiri oleh pihak yang menjual hasil tangkapan, yaitu
39
nelayan kepada pedagang pengumpul, supplier, atau pihak industri langsung.
Biasanya nelayan juragan atau pemilik alat tangkap yang mendapat hasil
tangkapan banyak seperti pada alat tangkap purse seine, menjual hasil
tangkapannya dengan melalui pihak perantara atau pengambeg. Nelayan juragan
tersebut hanya menerima hasil penjualan ikannya dan memberi upah kepada pihak
perantara.
Pelelangan tidak berjalan karena pihak nelayan dan pihak industri yang
menolak diadakannya pelelangan disebabkan hasil tangkapan yang diperoleh
sangat banyak, terutama untuk jenis lemuru. Dengan adanya lelang menyebabkan
hasil tangkapan yang diterima pembeli mengalami penurunan mutu karena harus
antre sekian banyak untuk dilelang.
(i)
Gambar 8 (i) Penjualan ikan di TPI
tahun 2009.
(ii)
(ii) Penimbangan lemuru berkualitas rendah
dalam keranjang di TPI tahun 2009.
Hasil tangkapan yang berjumlah banyak dapat dijual kepada pihak industri
di sekitar Muncar secara langsung ataupun melalui pihak perantara, sedangkan
hasil tangkapan yang berjumlah sedikit biasanya dijual kepada para bakul/belantik
yang sudah menunggu di dermaga dan TPI saat hasil tangkapan didaratkan.
Pedagang kecil/belantik yang menunggu di dermaga menjual hasil tangkapan
langsung ke pabrik tanpa perantara atau menjual hasil tangkapan ke pedagang
besar/pengumpul. Pada umumnya nelayan memiliki hubungan khusus dengan
belantik atau pengusaha industri, yaitu belantik/pedagang ikan atau pengusaha
industri olahan ikan memberi uang yang dikenal dengan cegatan atau ambaan
kepada nelayan sebelum melaut. Besarnya cegatan yang dibayarkan berbeda-
40
beda, tergantung kemampuan belantik dan pemilik industri serta ukuran kapal atau
keahlian nelayan dalam mendapatkan ikan. Cegatan atau ambaan ini dilakukan
agar hasil tangkapan nelayan dijual kepada pihak yang membayar cegatan dan
tidak dijual kepada pedagang lain.
Hasil wawancara dengan pedagang besar
adalah cegatan sebesar Rp50-75 juta untuk perahu besar dengan peralatan baik
dan Rp5 juta untuk perahu kecil. Sedangkan pedagang kecil memperoleh hasil
tangkapan dari kapal-kapal besar dengan membayar cegatan atau ambaan kepada
nelayan sebesar Rp500.000,00.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para pedagang ikan atau belantik di
PPP Muncar, cukup banyak kendala yang ada dalam pemasaran, antara lain
pembayaran dari pihak pabrik yang seringkali terlambat, ikan tidak habis terjual
pada saat musim ikan karena kebutuhan pabrik sudah dipenuhi oleh pedagang
ikan lainnya, ikan yang tidak habis terjual pada hari ikan didaratkan dibiarkan
begitu saja sehingga mengalami penurunan mutu dan harga bila dijual keesokan
harinya. Namun sebagian pedagang lebih memilih menjual ikan di hari yang
sama pada saat ikan didaratkan dan ikan yang mutunya turun dijual ke industri
penepungan dengan harga rendah, yaitu dari Rp3.000,00 per kilogram menjadi
Rp1.500,00 per kilogram atau berkurang hingga 50%. Selain itu ikan yang dijual
ke pabrik ditimbang kembali dan dipotong 5-7% sebagai pengganti berat air. Ada
pula harga ikan yang dipotong oleh pihak industri Rp100,00 per kilogram untuk
berat es.
Bagi pedagang yang memperoleh ikan dari nelayan dan langsung
menjual ikan dagangannya kepada konsumen, kendala dalam pemasaran adalah
letak pasar yang cukup jauh sehingga memerlukan biaya transportasi, yaitu bahan
bakar untuk sepeda motor pribadi, serta diperlukan es lebih banyak.
(3) Pendistribusian hasil tangkapan
Proses distribusi dimulai dari hasil tangkapan yang telah disortir didaratkan
ke dermaga dan dibawa ke tempat pembeli yang telah menunggu di sekitar
dermaga atau di TPI. Hasil tangkapan yang diperjualbelikan di dermaga tidak
ditimbang terlebih dahulu, tetapi beratnya diketahui dari ukuran wadah yang
sudah biasa dipakai, yaitu timba/ember cat yang berkapasitas 20 kg dan keranjang
bambu/kudung yang berkapasitas 100-125 kg. Sebaliknya pedagang yang berada
di TPI melakukan penimbangan hasil tangkapan yang telah dibeli dari beberapa
41
nelayan dan pedagang kecil dengan timbangan milik mereka sendiri. Kemudian
dilakukan transaksi penjualan dengan harga yang sesuai dengan mutu ikan. Ikan
yang telah selesai diperdagangkan dibawa ke tempat industri.
Sebelum keluar dari pelabuhan, ikan yang diangkut tersebut dicatat oleh
petugas TPI di dua pos yang tersebar di pintu keluar bagi kendaraan pengangkut
tersebut bila akan keluar pelabuhan. Jumlah retribusi untuk ikan yang berjumlah
minimal sekitar 10 kwintal dan diangkut dengan menggunakan truk atau beberapa
becak motor, ditentukan dengan cara melihat jenis ikan dan menghitung jumlah
keranjang atau kudung yang diangkut tersebut. Selanjutnya dilakukan pencatatan
data pemilik alat tangkap, jenis ikan, dan jumlah ikan. Pemilik dari alat tangkap
atau nelayan juragan tersebut dapat diketahui dengan cara melihat tanda atau ciriciri yang terdapat di bagian luar keranjang, biasanya berupa gambar, tulisan, atau
warna cat. Maka petugas TPI harus hapal dengan tanda kepemilikan tersebut agar
penagihan uang retribusi tidak tertukar dengan nelayan juragan lainnya.
Kesepakatan yang terjalin diantara nelayan dan petugas TPI dalam penarikan
retribusi bahwa satu keranjang yang kapasitasnya penuh atau 100-125 kg
dianggap berisi 80 kg. Dengan demikian didapat jumlah hasil tangkapan yang
dikenakan retribusi sebesar jumlah keranjang penuh dikalikan dengan 80 kg.
Keranjang yang berisi ¾ ikan dihitung 60 kg, ½ keranjang dihitung sebanyak 40
kg, dan ¼ keranjang dihitung sebanyak 20 kg. Selanjutnya petugas TPI menagih
uang retribusi sebesar 2% dengan cara mendatangi kediaman para nelayan juragan
satu per satu.
Hasil tangkapan yang berjumlah sedikit dan diangkut dengan
menggunakan becak, becak motor, atau sepeda motor, besarnya retribusi
ditentukan dengan cara mengambil hasil tangkapan sebanyak satu sampai dua
buah piring per keranjang. Ikan-ikan tersebut kemudian dikumpulkan dan dijual
dengan harga yang layak. Hasil penjualan tersebutlah yang akan menjadi nilai
retribusi.
Cara pengambilan retribusi dengan menggunakan piring tersebut dapat
merusak hasil tangkapan karena benturan yang terjadi antara piring dengan ikan.
Untuk mengurangi kerusakan fisik pada ikan seharusnya ikan yang diambil untuk
retribusi sudah dipisahkan oleh nelayan, atau petugas TPI hanya mengambil ikan
retribusi dari satu wadah saja dan tidak mengambil ikan pada setiap wadah.
42
(i)
Gambar 9 (i) Alat timbangan milik pedagang
di TPI tahun 2009.
(ii)
(ii) Becak angkut
tahun 2009.
(4) Penanganan ikan
Penanganan ikan dilakukan sejak ikan ditangkap dengan cara disimpan di
dalam palkah kapal dan diberi es. Sebelum terisi oleh hasil tangkapan, palkah
dijadikan tempat untuk menyimpan es sejak dilakukan persiapan perbekalan.
Pada kapal purse seine terdapat 6 palkah untuk menyimpan es atau hasil
tangkapan. Palkah-palkah tersebut diberi nomor secara berurut. Pengisian palkah
dilakukan secara berurut dari nomor satu dan seterusnya. Fungsi dari tindakan ini
adalah agar mutu hasil tangkapan tidak tercampur pada setiap tahap penangkapan.
Semakin akhir hasil tangkapan yang diperoleh dari penangkapan, tentu mutunya
lebih bagus dibandingkan mutu hasil tangkapan pada operasi penangkapan
pertama kali apabila tidak diberi penanganan yang baik.
Saat hasil tangkapan didaratkan, penanganan ikan dilakukan hanya dengan
menambah es bila dianggap perlu atau bila es sudah mencair. Hal tersebut hanya
dilakukan oleh pedagang. Supplier atau perantara tidak melakukan penanganan
khusus pada hasil tangkapan tersebut, tetapi hanya dengan segera mengantarkan
hasil tangkapan ke industri begitu pendaratan selesai dilakukan.
Hasil tangkapan cenderung diperlakukan dengan tidak hati-hati sehingga
menyebabkan ikan rusak. Selain itu terdapat kesalahan dalam hal penanganan
ikan yang dilakukan oleh pedagang, seperti menambahkan air kolam pelabuhan ke
dalam wadah hasil tangkapan, membolak-balik atau mengaduk-aduk hasil
tangkapan di dalam wadah, memindahkan hasil tangkapan dari wadah yang satu
43
ke wadah yang lainnya dengan tidak hati-hati atau sedikit dibanting, menyeret
hasil tangkapan yang berukuran besar, dan lain sebagainya.
Pada beberapa nelayan bagan, penanganan hasil tangkapan dilakukan
dengan cara membiarkan hasil tangkapan untuk tetap hidup di dalam jaring yang
masih mengapung di perairan pada saat hauling terakhir.
Hasil tangkapan
tersebut baru diangkat saat akan kembali menuju fishing base, sedangkan yang
dilakukan nelayan gillnet dalam mempertahankan mutu hasil tangkapannya adalah
dengan cara menambahkan air laut ke dalam box hasil tangkapan.
2) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan ikan
Aktivitas yang termasuk kelompok ini adalah pembekuan ikan dan
pengolahan ikan. Kedua aktivitas tersebut tidak dilakukan oleh pihak pelabuhan,
tetapi dilakukan oleh pihak industri. Aktivitas pembekuan ikan dilakukan oleh
industri yang berlokasi di luar pelabuhan, sedangkan aktivitas pengolahan ikan
dilakukan oleh industri baik yang berlokasi di dalam pelabuhan, yaitu industri
ubur-ubur dan pengasinan, maupun industri yang berlokasi di luar pelabuhan,
seperti industri pengalengan, pemindangan, pengasinan, penepungan, dan terasi,
yang berjarak paling dekat 20 meter dari gerbang pelabuhan.
3) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan ikan
(1) Tambat
Tambat di PPP Muncar dilakukan di dermaga pelabuhan, di dermaga sisi
luar pelabuhan, di tepi pantai sekitar pelabuhan, dan di luar kolam pelabuhan.
Kapal yang ditambatkan di luar dermaga pelabuhan dikarenakan kolam pelabuhan
yang dangkal sehingga untuk kapal motor tempel yang berukuran besar tidak
dapat bertambat labuh di dalam kolam pelabuhan.
Nelayan menambatkan
kapalnya antara lain pada bollard, tiang listrik di dermaga, batu besar pada
breakwater, dan pasak di tepi pantai.
(2) Perbaikan kapal dan mesin
Perbaikan kapal biasanya dilakukan di area kolam pelabuhan. Namun ada
juga perahu-perahu kecil yang diperbaiki di tepi pantai. Perbaikan mesin dapat
dilakukan di bengkel pelabuhan.
44
(3) Pembuatan kapal
Proses pembuatan kapal dilakukan di lahan dock yang terletak di sebelah
pom bensin pelabuhan. Dock tersebut hanya berfungsi sebagai tempat pembuatan
kapal, bukan tempat untuk memperbaiki kapal.
Lahan dock tersebut dapat
menampung tiga buah kapal berukuran 30 GT. Lahan sekitar dock yang tidak
terpakai digunakan sebagai tempat parkir truk.
(4) Perbaikan alat tangkap
Perbaikan alat tangkap dapat dilakukan di sebelah kantor UPT pelabuhan
dan di TPI. Biasanya alat tangkap yang diperbaiki di TPI ini adalah jenis alat
tangkap purse seine.
Sebelum diperbaiki, nelayan memeriksa keadaan alat
tangkap apakah ada kerusakan atau tidak pada saat pendaratan hasil tangkapan.
Alat tangkap tersebut dipindahkan dari perahu sedikit demi sedikit ke atas truk
dan dari atas truk sudah menunggu beberapa orang nelayan yang memeriksa
keadaan jaring sambil menyusun jaring tersebut. Perahu disandarkan dengan sisi
lambung perahu menyentuh dermaga dan truk diparkir sejajar dengan perahu di
tepi dermaga untuk mempermudah proses perpindahan alat tangkap.
Gambar 10 Pemindahan alat tangkap purse seine tahun 2009.
4) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan melaut
(1) Penyediaan air
Air bersih di PPP Muncar diperoleh dengan menggunakan enam unit alat
pompa yang pengadaannya dilakukan secara berangsur sejak tahun 1997.
Sebelumnya, yaitu pada tahun 1994 sudah ada pengadaan alat pompa air laut yang
45
berjumlah dua unit dan menara air, namun alat tersebut sudah rusak. air bersih
yang digunakan di TPI bersumber dari PDAM, sedangkan air bersih yang
digunakan nelayan untuk perbekalan melaut dibeli di mushola pelabuhan atau di
pabrik sekitar pelabuhan dengan menggunakan dirigen seharga Rp1.000,00 per
becak. Biaya tersebut masuk ke kas mushola atau pabrik untuk membayar listrik.
(2) Penyediaan es
Penyediaan es untuk kebutuhan melaut dilakukan oleh pihak KUD, swasta,
dan pemerintah. KUD memiliki pabrik es yang terletak di luar pelabuhan yang
berjarak sekitar 300 meter dari pelabuhan, sedangkan lima pabrik es milik swasta
terletak di Kecamatan Muncar, serta pabrik es milik pemerintah yang terletak di
luar Kecamatan Muncar.
Terdapat sebuah bangunan kecil di dalam area
pelabuhan yang merupakan milik pengecer dan digunakan sebagai tempat
penjualan dan penyimpanan atau persediaan es untuk sementara waktu sebelum es
dijual kepada nelayan. Ada pula es yang diangkut dengan menggunakan truk dan
selanjutnya langsung dibawa ke perahu.
Harga es per balok adalah Rp5.500,00 untuk pelanggan tetap, sedangkan
harga bagi pembeli yang tidak berlangganan adalah Rp6.000,00 per balok.
Besarnya kebutuhan es pada saat musim ikan dapat mencapai 7.000 balok per
hari, namun bila sedang tidak musim ikan bisa saja tidak ada satu pun balok yang
diperlukan karena tidak ada nelayan yang melaut.
Gambar 11 Pengangkutan es dengan truk tahun 2009.
(3) Penyediaan BBM
Di dalam PPP Muncar terdapat pom bensin milik Pertamina yang terletak di
bagian utara pelabuhan. Harga solar adalah Rp4.500,00 per liter untuk pembelian
46
secara tunai, sedangkan harga untuk pembelian dengan hutang adalah Rp5.000,00
per liter. Satu unit tangki BBM berkapasitas 50.000 liter dapat digunakan oleh
pengguna pelabuhan, sedangkan persedian solar yang diberikan kepada nelayan
berkisar antara 600-700 ton per hari. Jumlah ini tentu saja tidak mencukupi
kebutuhan seluruh nelayan Muncar untuk melaut, oleh karena itu nelayan
membeli solar ke dua pom bensin yang terletak di Kecamatan Muncar.
(4) Penyediaan kebutuhan konsumsi
Jenis trip yang biasa dilakukan oleh nelayan di PPP Muncar adalah one day
fishing, sehingga tidak memerlukan konsumsi khusus untuk perbekalan melaut
dan nelayan menyiapkan persediaan makanan masing-masing. Namun di area
pelabuhan juga banyak terdapat warung makanan dan perbekalan yang dapat
digunakan nelayan dan pengunjung.
5)
Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan pelabuhan
perikanan
(1) Pengelola fasilitas non komersial (UPT)
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1990 yang
menetapkan Pangkalan Pendaratan Ikan sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis
Dinas Perikanan Daerah, maka dibentuk suatu organisasi pengelola yang diberi
nama Badan Pengelola Pangkalan Pendaratan Ikan (BPPPI).
Selanjutnya
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
12/MK/2004, Muncar ditingkatkan statusnya dari Pangkalan Pendaratan Ikan
(PPI) menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) (UPT PPP Muncar, 2009).
Tugas pokok UPT Pelabuhan Perikanan Pantai adalah sebagai berikut:
 Melaksanakan teknis pengelolaan PPP, memberikan bimbingan dan
pembinaan kepada nelayan atau bakul, pengolah hasil perikanan, serta
menyusun statistik dengan petunjuk dan kebijaksanaan yang diberikan oleh
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Melaksanakan kegiatan PPP sesuai dengan uraian tugas dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
47
 Melaksanakan pengamanan, pengawasan, dan pengendalian teknis atas
pelaksanaan tugas dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Kepala Dinas
Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur.
Jumlah pegawai yang bekerja di UPT pada tahun 2008 adalah sebanyak 15
orang.
Sebagian besar pegawai yang bekerja tersebut menempuh pendidikan
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau sederajat, yaitu berjumlah 9 orang.
Dari keseluruhan karyawan, 3 orang memiliki latar belakang pendidikan Strata 1
(S1), 2 orang diantaranya berasal dari jurusan perikanan, sedangkan 1 orang
lainnya berasal dari jurusan pertanian. Selanjutnya 1 orang berlatar belakang
pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan 2 orang berpendidikan
Sekolah Dasar (SD). Struktur organisasi PPP terdiri dari tiga unsur, antara lain
unsur pemimpin, yaitu seseorang yang diserahi tugas sebagai Kepala Pelabuhan
Perikanan Pantai; unsur pembantu pemimpin, yaitu seseorang yang diserahi tugas
sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha yang bertanggungjawab kepada Kepala
PPP; dan unsur pelaksana, yaitu beberapa orang yang diserahi tugas sebagai
Kepala Seksi, diantaranya Kepala Seksi Kenelayanan, Seksi Pengusahaan Jasa,
dan Kepala Seksi Sarana, bertanggung jawab kepada Kepala PPP.
Struktur organisasi UPT PPP Muncar dapat dilihat pada Gambar 12.
Kepala Dinas Perikanan
dan Kelautan
Kepala Pelabuhan
Sub Bagian
Tata Usaha
Seksi Kenelayanan
Seksi Pengusahaan Jasa
Seksi Sarana
Sumber: UPT PPP Muncar, 2009
Gambar 12 Struktur organisasi UPT PPP Muncar tahun 2008.
48
Kegiatan operasional yang dilakukan oleh UPT, yaitu:
1) Kegiatan penarikan pas masuk dan parkir
Kegiatan penarikan pas masuk dilakukan di pos jaga gerbang pelabuhan.
Penarikan pas masuk tersebut meliputi pas masuk untuk orang, sepeda, becak,
kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat atau lebih. Sesuai dengan kondisi
PPP Muncar yang terletak di antara dua dusun, yaitu Dusun Sampangan dan
Dusun Kalimati, maka penarikan pas masuk dapat dilakukan apabila yang
bersangkutan membawa ikan baik terhadap masyarakat luar atau pun masyarakat
yang bersangkutan. Kendaraan roda empat dengan tujuan rekreasi, sales dan
study tour dapat dipungut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kegiatan
penarikan parkir meliputi parkir untuk kendaraan roda empat atau lebih (truk ikan)
dan sepeda nelayan yang dititipkan ketika sedang melaut. Biaya untuk truk satu
kali masuk adalah Rp1.500,00, untuk bus dan kendaraan roda 4 adalah Rp1.000,
sedangkan untuk sepeda, becak, dan motor dikenakan biaya Rp500,00.
2) Kegiatan penarikan tambat labuh
Kegiatan penarikan tambat labuh diberlakukan dua kelas tertentu, yaitu
kapal berukuran 10-20 GT dan >20 GT. Kegiatan ini dilakukan setiap bulan
dengan melakukan penarikan biaya secara door to door saat nelayan sedang tidak
melaut, biasanya pada saat terang bulan.
Besarnya biaya adalah sebesar
Rp20.000,00 untuk kapal 10-20 GT dan Rp50.000 untuk kapal >20 GT.
3) Kegiatan penarikan sewa lahan dan gedung
Kegiatan penarikan sewa lahan dilakukan terhadap lahan industri di dalam
pelabuhan dan lahan docking. Kegiatan sewa gedung dilakukan terhadap pemakai
gedung pemerintah di PPP kecuali yang dipergunakan oleh instansi terkait, Sat
POL AIR, KUD Mino Blambangan, Petugas Syahbandar, Balai Pengobatan, dan
Mushola. Biaya sewa lahan yang diberlakukan adalah sebesar Rp3.000 per m2 per
bulan, sedangkan untuk sewa gedung adalah Rp10.000 per m2 dan Rp2.500 per
m2 untuk penyewaan gedung tanpa pemakaian listrik dan air.
Bila gedung
digunakan untuk acara sosial maka biaya sewa ditiadakan dan hanya perlu
membayar biaya kebersihan sebesar Rp50.000.
49
4) Kegiatan penarikan jasa terhadap penggunaan alat
Kegiatan penarikan jasa ini dilakukan bila terdapat peralatan PPP yang
disewakan, misalnya box untuk menyimpan hasil tangkapan dan alat-alat
perbaikan mesin, serta mesin pompa. Harga sewa box adalah Rp750 per buah per
hari, sedangkan alat perbaikan mesin kapal dan mesin pompa adalah Rp5.000 per
bulan.
5) Kegiatan penarikan lain-lain
Kegiatan lain-lain yang dikenakan fee adalah penjualan es batu yang masuk
ke pelabuhan. Biaya yang diberlakukan adalah Rp50 per balok es yang dibayar
oleh pihak pabrik es.
(2) Pengelola TPI
Penyelenggaraan pelelangan ikan diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Banyuwangi Nomor 32 Tahun 2003. Maksud dari penyelenggaraan pelelangan
ikan, yaitu mendapatkan kepastian hukum, dan stabilitas harga yang layak bagi
nelayan atau petani ikan maupun konsumen.
Selain itu maksud dari
penyelenggaraan pelelangan ikan adalah sebagai sarana pengumpulan data
statistik perikanan dan sebagai pusat pembinaan nelayan atau petani ikan. Tujuan
dari penyelenggaraan pelelangan ikan antara lain peningkatan taraf hidup dan
kesejahteraan nelayan atau petani ikan, peningkatan pengetahuan dan kemampuan
nelayan atau petani ikan, pemberdayaan masyarakat nelayan atau petani ikan,
serta peningkatan PAD.
Ketentuan pidana untuk pelanggaran terhadap pasal 2, 4, 5, 7, dan 10 Perda
32 Tahun 2003, yaitu dikenakan pidana kurungan paling lama enam bulan atau
denda paling banyak lima juta rupiah (Dinas Perikanan dan Kelautan
Banyuwangi, 2008). Rincian pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 2: Maksud dan tujuan
Pasal 4: (1) Semua ikan hasil tangkapan nelayan harus dijual secara lelang di TPI.
(2) Penjualan secara dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dapat diberlakukan
juga terhadap hasil budidaya petani ikan.
(3) Pengecualian terhadap ketentuan dimaksud pada ayat (1) pasal ini,
hanya dilakukan atas izin Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
50
Pasal 5: Penyelenggara pelelangan ikan harus menolak untuk menjual ikan yang
ternyata beracun dan berbahaya.
Pasal 7: (1) Untuk menyelenggarakan pelelangan ikan, penyelenggaraan lelang
harus mendapat izin dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Izin dimaksud pada ayat (1) pasal ini diberikan atas permohonan
penyelenggara pelelangan ikan.
Pasal 10: (1) Penyelenggara pelelangan ikan wajib melaporkan kepada Bupati
atau pejabat yang ditunjuk mengenai pelaksanaan tugasnya, baik
teknis maupun administratif.
(2) Tata cara dan bentuk laporan dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih
lanjut oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 33 Tahun
2003 tentang retribusi pelelangan ikan di Kabupaten Banyuwangi, retribusi TPI
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pelayanan dan atau
penyediaan Tempat Pelelangan Ikan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
Wajib retribusi TPI adalah orang pribadi atau badan yang mendapat jasa
pelayanan dan atau jasa tempat pelelangan ikan.
Obyek retribusi adalah
pelayanan penyediaan pelelangan ikan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
Subjek retribusi adalah orang atau badan yang menggunakan fasilitas berupa
tempat pelelangan ikan.
Prinsip dan sasaran penetapan struktur serta besarnya tarif retribusi
didasarkan atas tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak dan pantas
diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien berorientasi
pada harga pasar. Berdasarkan Perda No.33 Tahun 2003 dan SK. Bupati No.28
Tahun 2004, besarnya tarif retribusi ditetapkan 4% dari harga transaksi penjualan
hasil lelang pada saat itu, dengan rincian 2% dipungut dari nelayan atau petani
ikan atau penjual dan 2% dipungut dari pedagang atau bakul atau pembeli.
Rincian penggunaan hasil retribusi adalah 50% untuk Pemerintah
Kabupaten (disetor ke kas daerah) dan 50% untuk penyelenggaraan,
pemeliharaan, dan pembinaan pelelangan ikan.
Rincian penggunaan hasil
retribusi dari TPI milik propinsi diatur menurut kesepakatan kedua belah pihak
(Pemkab dan Pemprop).
51
Selanjutnya dikatakan bahwa biaya penyelenggaraan, pemeliharaan, dan
pembinaan pelelangan ikan sebesar 50% dimaksud setelah dijadikan 100%
penggunaannya diatur sebagai berikut:
1) 50% untuk biaya penggajian karyawan penyelenggara lelang
2) 10% untuk biaya ongkos kantor, dengan rincian:
(1) 5% untuk biaya pengadaan alat tulis kantor, pembayaran langganan
listrik, telepon, dan air, serta biaya pengadaan perlengkapan kerja dan
biaya perjalanan;
(2) 5% untuk biaya perawatan gedung, kebersihan, keindahan, dan
keamanan TPI, serta biaya biaya timbal balik jasa pemanfaatan
fasilitas TPI;
3) 20% untuk biaya kesejahteraan nelayan/petani ikan dan keluarganya,
meliputi biaya kematian, bantuan biaya kecelakaan, bantuan saat paceklik,
biaya pendidikan anak nelayan/petani ikan, dan biaya kesehatan;
4) 5% untuk keuntungan bagi penyelenggara pelelangan ikan;
5) 10% untuk biaya pembinaan dan bimbingan nelayan; serta
6) 5% untuk biaya pembinaan dan bimbingan penyelenggaraan pelelangan
ikan.
4.2.6 Fasilitas PPP Muncar
Fasilitas yang terdapat di PPP Muncar terdiri dari fasilitas pokok, fasilitas
fungsional, dan fasilitas penunjang.
1) Fasilitas pokok
(1) Lahan pelabuhan
Lahan PPP Muncar seluas 55000 m2 merupakan lahan yang terdiri dari
13800 m2 PPI lama dan 41200 m2 tambahan lahan dari hasil reklamasi masingmasing tahun 1965 dan 1994. Penggunaan lahan oleh para pemilik industri di
dalam area pelabuhan dilakukan dengan cara menyewa lahan kepada pihak
pengelola pelabuhan. Di wilayah yang terpisah dari pelabuhan, terdapat sebuah
TPI yang bernama TPI Kalimoro yang merupakan hasil reklamasi dengan luas
1525 m2. Lahan yang digunakan oleh para pemilik industri di dalam pelabuhan,
52
yaitu pengasin dan pengolah ubur-ubur, dikenakan biaya sewa yang dibayarkan
kepada pengelola pelabuhan.
(i)
(ii)
Gambar 13 (i) dan (ii) Lahan penjemuran ikan tahun 2009.
(2) Dermaga
Dermaga di PPP Muncar memiliki luas sebesar 6193 m2. Selain itu terdapat
jetty atau pier, yaitu tipe dermaga yang letaknya lebih menonjol ke laut dan
biasanya dibangun untuk mendapatkan kedalaman yang diinginkan serta kedua
sisinya yang dapat digunakan kapal untuk bertambat (Lubis et al., 2010). Luas
jetty/pier tersebut adalah 800 m2. Selain di dermaga, nelayan biasa menambatkan
perahu yang berukuran kecil di sepanjang pantai sebelah utara pelabuhan.
Fasilitas di dermaga yang digunakan untuk tambat adalah bollard yang terbuat
dari kayu dan beton, serta tiang listrik. Cara kapal merapat di dermaga PPP
Muncar adalah memanjang dimana sisi kapal sejajar dengan dermaga, cara tegak
dimana haluan kapal menempel pada dermaga, dan cara miring dimana sisi depan
kapal yang menempel pada dermaga. Keadaan dermaga di malam hari cukup
gelap karena fasilitas lampunya sudah rusak, hanya beberapa saja yang masih bisa
digunakan. Proses pembongkaran dan pendaratan hasil tangkapan yang dilakukan
di malam hari tidak diterangi oleh lampu dermaga, melainkan dari lampu perahu
yang melakukan pembongkaran, sedangkan untuk distribusi ikan dari dermaga
sampai ke luar pelabuhan diterangi oleh lampu kendaraan.
53
(i)
(ii)
Gambar 14 Dermaga (i) di sebelah Barat, (ii) jetty/pier di sebelah Timur, tahun
2009.
(3) Kolam pelabuhan
Kolam pelabuhan di PPP Muncar memiliki luas sebesar 19751 m2. Saat
penelitian dilakukan, kolam tersebut tidak berfungsi secara optiimal karena terjadi
pendangkalan di sebagian wilayah kolam, sehingga hanya kapal-kapal atau
perahu-perahu berukuran kecil yang dapat bertambat labuh di dalam kolam
pelabuhan. Kapal-kapal berukuran besar (KM 10-30 GT) biasanya bertambat
labuh di bagian tepi alur pelayaran atau ditambatkan di luar kolam pelabuhan
dengan menggunakan jangkar.
(i)
Gambar 15 (i) Pendangkalan kolam
pelabuhan tahun 2009.
(ii)
(ii) Kapal bertambat di luar kolam
tahun 2009.
(4) Breakwater
Breakwater atau penahan gelombang di PPP Muncar memiliki panjang total
sebesar 170 meter yang terdiri dari breakwater di sisi kanan sepanjang 100 meter
dan sisi kiri sepanjang 70 meter. Ditinjau dari bentuk bangunannya, breakwater
54
di PPP Muncar termasuk tipe breakwater timbunan, yaitu breakwater yang
disusun dari lapisan batu pecah yang ditempatkan secara tidak beraturan.
Gambar 16 Breakwater tipe timbunan tahun 2009.
(5) Turap atau revetment
Turap atau revetment yang dimiliki PPP Muncar memiliki luas 500 m2.
Turap atau plengsengan tersebut berfungsi sebagai penahan tekanan air dan
menahan tanah agar tidak longsor.
(6) Jalan komplek pelabuhan
Panjang jalan komplek dalam area pelabuhan mencapai 560 m dengan lebar
bervariasi mulai dari 4 m sampai 7 m. Jalan tersebut terbuat dari konstruksi beton
sehingga memudahkan lalu-lintas dalam pendistribusian hasil tangkapan dan
pengoperasian pelabuhan.
2) Fasilitas Fungsional
(1) Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Gedung TPI milik PPP Muncar ada tiga, yaitu TPI Pelabuhan seluas 1450
m2, TPI Kalimoro seluas 200 m2, dan TPI Tratas seluas 200 m2. TPI Pelabuhan
dan TPI Kalimoro masih beroperasi sampai sekarang, sedangkan TPI Tratas sudah
tidak beroperasi lagi.
(2) Kantor administrasi pelabuhan
Kantor administrasi pelabuhan terdiri dari kantor UPT PPP Muncar, kantor
KUD Mino, kantor BRI, kantor resort perikanan, kantor LPPMHP, dan
syahbandar. Kantor KUD Mino dan kantor BRI memiliki luas masing-masing
34,5 m2 dan 62 m2.
55
(3) Menara air dan instalasi
PPP Muncar memiliki satu unit menara air berkapasitas 35 m3 dan dua unit
pompa air laut, namun sayangnya menara dan kedua unit pompa tersebut dalam
keadaan rusak. Pompa air laut berada di dalam rumah pompa seluas 30 m2 yang
berjumlah 2 unit. Sumber air bersih yang bisa diperoleh di pelabuhan saat ini
dengan menggunakan empat unit mesin pompa air, satu unit pompa air merek
Honda, dan tiga unit jet pump. Pada TPI, air bersih yang digunakan bersumber
dari PDAM.
(4) Tangki BBM
Terdapat satu unit tangki BBM berkapasitas 50.000 liter. Tangki tersebut
masih berfungsi sampai sekarang. Selain itu terdapat 1 unit rumah tangki BBM
seluas 50 m2.
(5) Listrik dan instalasi
Sumber listrik di PPP Muncar bersumber dari Perusahaan Listrik Negara
(PLN).
Tersedia dua unit genzet untuk mengantisipasi listrik yang padam.
Genzet tersebut disimpan dalam rumah genzet seluas 36 m2 yang berjumlah 1
unit.
(6) Bengkel
Satu buah unit perbengkelan seluas 110 m2 dibangun di dekat kantor
pelabuhan. Bengkel tersebut masih dapat digunakan walaupun terdapat beberapa
kerusakan pada langit-langit bangunan.
Gambar 17 Perbengkelan di PPP Muncar tahun 2009.
56
(7) Sarana komunikasi
Sarana komunikasi yang dimiliki PPP Muncar antara lain satu unit alat
komunikasi SSB (Single Side Band) dan telepon. SSB dan telepon tersebut masih
dapat berfungsi dengan baik dan terletak di dalam kantor pelabuhan untuk
digunakan oleh para pegawai pelabuhan.
(8) Gedung peralatan
Gedung peralatan dengan luas 300 m2 berjumlah 1 unit terletak di sebelah
TPI Pelabuhan. Selain itu juga terdapat gedung tempat keranjang yang berjumlah
10 unit seluas 56 m2.
(9) Slipway
Slipway yang dimiliki PPP Muncar berjumlah 3 unit dengan luas 360 m2.
Slipway tersebut dalam kondisi kurang baik karena terdapat kerusakan di
permukaan slipway, namun slipway tersebut masih dapat digunakan untuk
menurunkan kapal dari lahan tempat pembuatan kapal.
(10) Pabrik es
Pabrik es yang memenuhi kebutuhan es bagi nelayan untuk melaut terletak
di luar pelabuhan. Terdapat sebuah bangunan kecil dalam pelabuhan yang disewa
oleh pengecer es untuk menyediakan es bagi nelayan agar lebih mudah dan dekat
dalam pendistribusian. Bangunan berjumlah satu unit tersebut berkapasitas 60 ton
per hari dan terletak di dekat dermaga sebelah timur (jetty).
(11) Pagar keliling
Pagar keliling yang ada di PPP Muncar berada dalam kondisi rusak, bahkan
sebagian kecil telah hilang dan tidak terpasang dengan tegak. Pagar tersebut
memiliki panjang 710 m.
(12) Jembatan penghubung desa
Terdapat satu unit jembatan seluas 82 m2 di PPP Muncar.
Jembatan
tersebut menghubungkan PPP Muncar dengan Desa Kalimati yang merupakan
desa tempat tinggal nelayan, bakul, dan pengolah ikan. Jembatan terbuat dari
bambu dan hanya bisa dilewati oleh orang, sepeda, becak, gerobak, dan sepeda
motor. Pihak yang melewati jembatan tersebut tidak dipungut bayaran, sehingga
siapa saja bebas keluar masuk pelabuhan dengan atau tanpa membawa hasil
tangkapan.
57
(13) Alat bantu navigasi
Alat bantu navigasi di PPP Muncar adalah dua buah rambu navigasi
berwarna hijau berbentuk kerucut dan warna merah berbentuk tabung yang
digunakan sebagai tanda alur keluar masuk kolam pelabuhan pada bagian ujung
breakwater.
3) Fasilitas penunjang
(1) Rumah dinas
Fasilitas rumah dinas PPP Muncar terdiri dari dua unit rumah dinas masingmasing seluas 122 m2. Selain itu terdapat rumah nelayan yang berjumlah satu unit
seluas 42 m2. Rumah nelayan tersebut digunakan untuk polairud. Di wilayah
pelabuhan juga terdapat rumah dinas LPPMHP dan guest house yang terletak di
dekat kantor LPPMHP. Seluruh rumah dinas tersebut masih dapat dipergunakan
dan dalam kondisi baik.
(2) Gedung aula
Aula yang dimiliki PPP Muncar berjumlah satu unit dengan luas 104,5 m2.
Aula tersebut digunakan sebagai barak nelayan. Selanjutnya terdapat satu unit
kantor PPP aula gedung serba guna, yang memiliki luas 1.450 m2.
(3) Balai kesehatan
Balai kesehatan di PPP Muncar berjumlah satu unit dan memiliki luas 154
2
m . Kondisi bangunan balai kesehatan ini cukup baik dan masih dapat beroperasi
sampai saat ini, namun balai kesehatan tersebut jarang dimanfaatkan oleh
penduduk sekitar karena penduduk lebih memilih pergi ke dokter, rumah sakit,
atau ke puskesmas yang fasilitasnya lebih lengkap.
(4) Mushola
PPP Muncar memiliki fasilitas mushola seluas 56 m2 yang berjumlah 1 unit.
Mushola tersebut sering digunakan oleh nelayan sebagai tempat memperoleh air
bersih untuk kebutuhan melaut. Mushola tersebut terletak di depan guest house
dekat gerbang pelabuhan.
(5) Pos keamanan
Pos keamanan atau pos jaga di PPP Muncar berjumlah satu unit yang
terletak di gerbang/pintu masuk pelabuhan. Luas pos tersebut adalah 28 m2. Pos
58
tersebut digunakan oleh petugas pelabuhan sebagai tempat untuk menarik biaya
bagi kendaraan yang masuk ke pelabuhan.
(6) MCK
PPP Muncar dilengkapi dengan dua unit fasilitas MCK (mandi, cuci, kakus)
dengan luas total 110 m2. MCK tersebut terletak di sebelah gudang peralatan.
Kondisi fasilitas tersebut cukup bersih dan berfungsi dengan baik.
(7) Gedung saprokan
Saprokan merupakan singkatan dari sarana produksi perikanan. Gedung
saprokan berjumlah 28 unit. Delapan unit diantaranya berukuran 152 m2 dan 20
unit yang lain berukuran 120 m2.
Selengkapnya ukuran, kondisi, tahun pengadaan, dan asal dana
pembangunan fasilitas yang terdapat di PPP Muncar dapat dilihat pada Tabel 10.
59
Tabel 10 Jenis fasilitas PPP Muncar
Jenis fasilitas
I Fasilitas pokok
Lahan pelabuhan
Lahan TPI Kalimoro
Dermaga
Jetty/pier
Kolam pelabuhan
Breakwater I (kanan)
Breakwater II (kiri)
Turap/revetment/plengsengan
Jalan dalam komplek pelabuhan
Tembok penahan tanah
Jembatan penghubung desa
II Fasilitas fungsional
Gedung TPI Pelabuhan
Gedung TPI Kalimoro
Gedung TPI Tratas
Menara air
Rumah pompa
Tangki BBM
Rumah tangki BBM
Genset dan instalasi
Rumah genzet
Bengkel
Alat komunikasi SSB
Gedung peralatan
Slipway
Pabrik es
Pagar keliling
III Fasilitas penunjang
Kantor KUD Mino
Kantor BRI
Rumah dinas
Rumah nelayan
Gedung aula
Balai kesehatan
Mushola
Pos keamanan
MCK
Gedung saprokan
Gedung saprokan
Sumber: UPT PPP Muncar, 2009
Jumlah
(unit)
Ukuran
Tahun
Pengadaan
Asal dana
Pembangunan
Kondisi
1
1
1
1
1
1
1
1
1
55000 m2
1525 m2
6193 m2
800 m2
19751 m2
100 m.
70 m.
500 m2
3000 m2
800 m2
82 m2
1994
1998
1968
1996
1968
1968
1968
1994
1968
1968
1997
Pemkab
Pemkab
APBN
Pemkab
APBN
APBN
APBN
APBN
APBN
APBN
APBD
Baik
Baik
Sedang
Sedang
Sedang
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Sedang
1
1
1
1
2
1
1
2
1
1
1
1
3
1
1
1450 m2
200 m2
200 m2
11,5 m2
30 m2
50 m2
36 m2
110 m2
300 m2
360 m2
104,5 m2
710 m.
1994
1979
1979
1978
1994
1978
1994
1994
1994
1978
1994
1994
1997
1977
1994
APBN
APBD I
APBD I
APBN
APBN
APBN
APBN
APBN
APBN
APBN
APBN
APBN
APBD
APBN
APBN
Baik
Baik
Baik
Rusak
Baik
Sedang
Baik
Sedang
Baik
Sedang
Baik
Baik
Sedang
Sedang
Rusak
34,5 m2
62 m2
122 m2
42 m2
104,5 m2
154 m2
56 m2
28 m2
110 m2
120 m2
152 m2
1977
1977
1969
1977
1994
1977
1985
1997
1994
2001
2001
APBN
APBN
APBN
APBN
APBN
APBN
APBD
APBN
APBN
APBN
APBN
Baik
Baik
Baik
Baik
Sedang
Sedang
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
1
1
2
1
1
1
1
1
2
20
8
50.000 liter
Download