DISTRIBUSI IKAN KARANG DI PANTAI BAMA, TAMAN

advertisement
DISTRIBUSI IKAN KARANG DI PANTAI BAMA, TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA
TIMUR
Syahrir Syarifuddin F*, Aunurohim-1, Nurlita Abdulgani1
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi jenis – jenis ikan karang yang tersebar
pada ekosistem terumbu karang, zona transisi dan ekosistem padang lamun di perairan pantai Bama,
Taman Nasional Baluran. Metode penelitian yang digunakan adalah metode transek dengan tiga
transek yang mewakili ekosistem terumbu karang, zona transisi (antara padang lamun dan terumbu
karang) dan ekosistem padang lamun dengan panjang tiap-tiap transek 100 m sejajar dengan garis
pantai. Pengambilan data ikan dilakukan dengan menggunakan metode sensus visual. Data kesamaan
komunitas dianalisa dengan indeks Morishita-Horn. Hasil yang diperoleh dari pengamatan ikan
karang di ekosistem padang lamun, zona transisi dan ekosistem terumbu karang adalah ditemukannya
28 family ikan karang yang diwakili oleh 111 spesies dan 6781 individu. Dari analisa, diketahui
bahwa kesamaan komunitas ikan karang pada ekosistem padang lamun dan zona transisi terdapat
keterkaitan paling erat (0,433) dibandingkan dengan zona yang lainnya.
Kata Kunci: Taman Nasional Baluran, Distribusi Ikan Karang
ABSTRACT
This study aims to determine the distribution of species - species of reef fish, spread on the
coral reef ecosystem, the transition zone and seagrass ecosystems in coastal waters Bama, Baluran
National Park. The method used is the method of transect with three transects representing coral reef
ecosystem, the transition zone (between seagrass beds and coral reefs) and seagrass ecosystems length
of each transect 100 m parallel to the coastline. Intake of fish data were calculated using a visual
census. Community similarity data were analyzed with Morishita-Horn index. The results obtained
from observations of reef fishes in seagrass ecosystems, transition zone and coral reef ecosystems is
the discovery of 28 reef fish family, represented by 111 species and 6781 individuals. From the
analysis, it is known that the common reef fish communities in seagrass ecosystems and transitional
zones are the most tight linkage (0.433) compared with the other zones.
Keyword: Baluran National Park, Distribution of reef fish
*Corresponding author phone : 085648854397
Email : [email protected]
1alamat sekarang : Prodi Biologi, FMIPA
Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya
2
Istilah padang lamun (seagrass bed)
yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup
suatu area pesisir atau laut dangkal, terbentuk
dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan
yang padat atau jarang (Hutomo dan Azkab,
1987; Thayer et al., 1975 dalam Kiswara,
1992). Pengertian lamun menurut den Hartog
(1970) dalam Kiswara (1997) yaitu tumbuhan
berbunga (Angiospermae) yang tumbuh dan
berkembang baik pada dasar perairan laut
dangkal, mulai daerah pasang surut (zona
intertidal) sampai dengan daerah subtidal.
Ekosistem padang lamun di pantai Bama
bervegetasi campuran (± tujuh spesies)
(Wimbaningrum, 2002). Kebanyakan ikan
karang menggunakan padang lamun sebagai
daerah pengasuhan, tempat mencari makan
dan tempat beristirahat. Padang lamun dan
terumbu karang sering terletak berdekatan satu
sama lain (Dorenbosch et al, 2005).
didasarkan pada tingkat asosiasi ekologis
antara ikan dan karang, dari segi peran karang
dalam menyediakan makanan dan / atau
tampat perlindungan. Ikan karang ini terdiri
dari daftar semua famili yang ditemukan pada
biogeografi
terumbu
karang
(yaitu:
Acanthuridae,
Apogonidae,
Blenniidae,
Carangidae, Chaetodontidae, Holocentridae,
Labridae, Mullidae, Pomacentridae, dan
Scaridae). Sepuluh famili tersebut dianggap
sebagai karakteristik famili ikan karang
berdasarkan esensi fauna ikan karang yang
semuanya berlimpah dan khas pada terumbu
karang. Ikan-ikan tersebut pergerakannya
beragam, tetapi pada umumnya mereka
cenderung hidup menetap di ekosistem
terumbu karang dari pada vertebrata lain yang
sama
ukurannya.
Salah satu
faktor
penyebabnya adalah bahwa mereka hidup pada
lingkungan yang sangat terstruktur akibat
bentuk dari arsitektur terumbu karang yang
kompleks, dan kebutuhan akan sumber daya
tersedia sepanjang waktu (Hutomo, 1993).
Diantara ekosistem terumbu karang dan
padang lamun terdapat zona transisi yang pada
umumnya berupa substrat pasir dengan sedikit
lamun dan karang (Sabarini, 2005). Zona
transisi antara lamun dan karang berfungsi
sebagai tempat perlintasan ikan karang yang
menuju ke padang lamun maupun sebaliknya.
Batas dari zona transisi antara lamun dengan
terumbu karang yaitu pada sisi yang
berdekatan dengan lamun tidak akan di
temukan terumbu karang dan pada sisi yang
berdekatan dengan terumbu karang tidak akan
di temukan lamun.
Terumbu karang merupakan ekosistem
yang kompleks dengan keanekaragaman hayati
yang tinggi. Komunitas ikan merupakan salah
satu komponen utama dari terumbu karang dan
mempunyai peran penting di ekosistem
terumbu karang, misalnya sebagai grazer
dalam mengontrol pertumbuhan alga dan
secara komersial penting dalam bidang
perikanan (English et al, 1994). Menurut
Bellwood (1988) klasifikasi ikan karang
Walaupun migrasi individu dapat
secara langsung mempengaruhi struktur
komunitas ikan di zona transisi tersebut,
interaksi antar spesies seperti predasi atau
kompetisi untuk makanan dan ruang juga
dapat mempengaruhi struktur komunitas ikan
karang
di
zona
transisi
sehingga
memungkinkan memiliki struktur yang
lengkap dibanding ekosistem terumbu karang
dan padang lamun (Dorenbosch et al, 2005).
PENDAHULUAN
Taman Nasional Baluran memiliki
potensi keanekaragaman hayati yang cukup
tinggi baik flora, fauna maupun ekosistemnya,
termasuk keindahan panorama alamnya .
Potensi tersebut tidak hanya berupa potensi
yang terdapat di daratan, akan tetapi juga yang
terdapat di perairan. Diantaranya adalah pantai
Bama yang merupakan pantai yang landai dan
berpasir putih serta mempunyai formasi
terumbu karang (Anonim, 2009). Pada
perairan pantai Bama, terdapat beberapa
ekosistem yaitu ekosistem padang lamun, zona
transisi antara lamun serta karang dan
ekosistem terumbu karang.
Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian tentang distribusi ikan karang di
ekosistem terumbu karang, zona transisi dan
ekosistem padang lamun di pantai Bama,
Taman Nasional Baluran. Permasalahan yang
ingin dikaji pada penelitian ini yaitu
bagaimana distribusi ikan karang pada
ekosistem terumbu karang, zona transisi dan
ekosistem padang lamun di pantai Bama,
Taman Nasional Baluran. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi jenis – jenis ikan karang yang
tersebar pada ekosistem terumbu karang, zona
transisi dan ekosistem padang lamun yang ada
di perairan pantai Bama, Taman Nasional
Baluran.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data ikan dan faktor
lingkungan dilakukan di siang hari pada waktu
air pasang, di perairan Pantai Bama, Taman
Nasional Baluran, Banyuwangi dan waktu
pengamatan dilaksanakan pada musim angin
muson timur sekitar bulan Mei-Oktober 2010.
Pengolahan data dilakukan di Laboratorium
Ekologi, Biologi IT.
mewakili ekosistem terumbu karang, zona
transisi (antara padang lamun dan terumbu
karang) dan ekosistem padang lamun dengan
panjang tiap-tiap transek 100 m sejajar dengan
garis pantai.
Tabel 3.1 Koordinat lokasi pengambilan data
No
1.
2.
3.
Stasiun
1
Stasiun
2
Stasiun
3
Lokasi
Ekosistem
terumbu
karang
Zona transisi
Ekosistem
padang lamun
Ekosistem
terumbu
karang
Zona transisi
Ekosistem
padang lamun
Ekosistem
terumbu
karang
Zona transisi
Ekosistem
padang lamun
Koordinat
7°50'45.11"S
114°27'40.15"E
7°50'46.04"S
114°27'42.01"E
7°50'45.11"S
114°27'40.15"E
7°50'39.83"S
114°28'0.38"E
7°50'36.61"S
114°27'53.35"E
7°50'33.69"S
114°27'49.31"E
7°50'33.85"S
114°28'2.09"E
7°50'29.15"S
114°27'54.37"E
7°50'26.61"S
114°27'49.93"E
Tabel 3.2 Jarak lokasi pengambilan data
No
1.
2.
3.
Lokasi
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Jarak
Ekosistem padang lamun-
150
Zona transisi
meter
Zona transisi- Ekosistem
250
terumbu karang
meter
Ekosistem padang lamun-
150
Zona transisi
meter
Zona transisi- Ekosistem
250
terumbu karang
meter
Ekosistem padang lamun-
50 meter
Zona transisi
Gambar 3.1 Lokasi pengambilan sampel ikan di
pantai Bama (Dimodifikasi dari
www.Googleearth.com dan koleksi pribadi)
Jumlah transek yang digunakan pada
setiap stasiun sebanyak 3 transek yang
Zona transisi- Ekosistem
100
terumbu karang
meter
Prosedur Kerja
Pengambilan Data Ikan
Pengambilan data ikan dilakukan
dengan menggunakan metode sensus visual.
Peneliti melakukan pencatatan ikan yang
nampak (observed) dalam daerah transek
dengan jarak padang 2,5 meter kesamping kiri
dan kanan serta 5 meter ke atas line transek
(untuk kedalaman < 5 meter dimensi visualnya
disesuaikan
sampai
permukaan
air).
Identifikasi ikan karang dalam pengambilan
4
data dilakukan secara langsung dengan
pengamatan
visual
dan
pemantauan
menggunakan kamera dan video digital
underwater. Pengamatan ikan dilakukan oleh
minimal 2 orang, satu orang sebagai pengamat
dan yang satunya sebagai penjaga (terhadap
tindakan preventif). Setelah menarik garis
transek di tunggu 5 sampai 15 menit sebelum
memulai identifikasi dan perhitungan untuk
memberi kesempatan pada ikan untuk kembali
pada kebiasaan normalnya setelah terganggu
oleh pembuatan garis transek (Carpenter et al
dalam English et al, 1994) Metode transek
yang di gunakan adalah transek garis dengan
menarik garis sejajar dengan garis pantai di
setiap titik transek (English et al, 1994).
Produktifitas primer diambil pada
masing-masing titik pengamatan
sebanyak 2 liter air, dimana 1 liter
dimasukkan kedalam botol gelap
dan 1 liter dimasukkan kedalam
botol terang. Pengambilan sampel
dilakukan secara vertikal pada
setiap titik. Masing- masing botol
diukur
kadar
DO
dengan
menggunakan DO meter digital
@
EUTECH (sebagai DO awal).
Kemudian kedua botol tersebut
ditutup dan dibiarkan selama 5
hari untuk diukur (sebagai DO
akhir).
produktivitas
dapat
dinyatakan dalam satuan energi/
satuan area/ satuan waktu atau
satuan biomasa/ atuan area/ satuan
waktu. Hasil akhir perhitungan O
2
dikonversi
menjadi
senyawa
karbon gross fotosintesis. Setelah
5 hari produktivitas primer
dihitung menurut Darmawan, dkk
(2004) dalam Bayurini (2006)
Dengan menggunakan rumus :
3
PP(mgC / m / hari)
= (Lb-Db)+(Ref-Db)x 1000 x 0,375
1,2 x h
RE = (Ref - Db)x 1000 x 0,375
sehingga,
1,2 x h
NPP = GPP – RE
Keterangan :
3
NPP : Produktivitas primer bersih (mgC / m / hari)
3
Gambar 3.2 Metode Sensus Visual
Pengukuran Parameter Lingkungan
Parameter lingkungan yang diukur
adalah salinitas, suhu dan produktifitas primer.
 Salinitas
Salinitas diambil pada masingmasing titik pengamatan dan
diukur dengan menggunakan hand
@
salino-refractometer
ATAGO
yang memiliki tingkat ketelitian
hingga 1 ‰.
 Suhu
Suhu diambil pada masing-masing
titik pengamatan dan diukur
dengan menggunakan termometer
merkuri yang memiliki tingkat
ketelitian hingga 10C.
 Produktifitas Primer
GPP : Produktivitas primer kotor (mgC / m / hari)
RE : Respirasi (mgO/L)
Lb : Harga rata-rata botol terang sesudah
diinkubasi (mgO/L)
Db : Harga botol gelap sesudah inkubasi (mgO/L)
Ref : Harga rata-rata referensi (waktu sebelum
inkubasi) (mgO/L)
h : Waktu inkubasi per hari
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini bersifat
deskriptif kuantitatif. Untuk mengetahui
kesamaan komunitas ikan karang di habitat
terumbu karang, transisi dan padang lamun
digunakan analisis kesamaan komunitas
Morisita-Horn :
CMH = 2∑(ani x bni) / (da + db)aN x bN
Keterangan:
CMH
= koefisien Morisita – Horn
5
ani = jumlah total individu pada tiap-tiap spesies di
komunitas a
bni = jumlah total individu pada tiap-tiap spesies di
komunitas b
aN = jumlah individu di komunitas a
bN = jumlah individu di komunitas b
da = ∑ ani2 / aN2 dan db = ∑ bni2 / bN2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Kondisi Lokasi Studi
Studi di lakukan di pantai Bama,
Taman Nasional Baluran. Pantai Bama
merupakan pantai yang dikelilingi oleh hutan
mangrove dan merupakan pantai yang landai
dan berpasir putih serta mempunyai formasi
terumbu karang (Anonim, 2009). Taman
Nasional Baluran terletak di ujung timur Pulau
Jawa dan secara administrasi pemerintahan
termasuk kedalam wilayah kecamatan
Banyuputih Kabupaten Situbondo. Kawasan
Taman Nasional Baluran dibatasi oleh selat
Madura di sebelah utara dan selat Bali di
sebelah timur. Dari selatan sampai ke barat
berturut-turut dibatasi oleh Dusun Pandean,
Desa Wonorejo; Sungai Bajulmati; Sungai
Klokoran; dan Dusun Karangtekok, Desa
Sumberanyar (Anonim, 2010).
Lokasi studi yang di ambil pada Pantai
Bama mencakup ekosistem padang lamun,
zona transisi dan ekosistem terumbu karang.
Pada zona transisi di tiap-tiap stasiun terdapat
percampuran antara terumbu karang dan
lamun. Terumbu karang yang terdapat pada
zona transisi bercampur antara karang hidup
dan karang mati.
Parameter Faktor Lingkungan Perairan
Parameter faktor lingkungan yang
diukur pada studi ini adalah suhu, salinitas dan
produktifitas primer perairan. Setiap parameter
diukur pada tiap-tiap titik ekosistem padang
lamun, zona transisi dan ekosistem terumbu
karang di ketiga stasiun.
Tabel 4.1 Parameter faktor lingkungan perairan pada lokasi penelitian
Keterangan : ST 1 : Stasiun 1, ST 2 : Stasiun 2, ST 3 : Stasiun 3
pertumbuhan lamun dengan nilai 30-35 ‰,
karena menurut Anonim (2010) kisaran
Hasil yang di dapat dari pengukuran
optimum untuk pertumbuhan lamun adalah
suhu di tiap-tiap titik tidak menunjukkan
dari
salinitas 24-35 ‰. Sedangkan untuk
perbedaan yang signifikan dengan rentang
salinitas
pada zona transisi menunjukkan
suhu 28-30°C. Pada ekosistem padang lamun
rentang nilai antara 29-30‰. Untuk ekosistem
nilai yang di dapat dari pengukuran suhu
terumbu karang salinitasnya hampir sama pada
menunjukkan nilai dengan rentang 28-28,6 °C.
ketiga stasiun dengan rentang salinitas 35-36
Menurut Marsh et al (1986) dalam Anonim
‰. Terumbu karang dapat hidup di perairan
(2010) fotosintesis lamun akan meningkat
laut dengan salinitas normal 32-35 ‰
pada kisaran suhu 25 - 30°C. Sedangkan pada
(Anonim, 2010). Walaupun pada stasiun 3
zona transisi suhu berkisar antara 29-30 °C
salinitas pada terumbu karang menunjukkan
.Suhu pada ekosisitem terumbu karang
angka 36‰ perbedaan tersebut dapat dianggap
menunjukan nilai yang besar dengan rentang
tidak terlalu besar.
suhu 29-30 °C. Tetapi menurut Anonim (2010)
Hasil pengukuran produktifitas primer
terumbu karang dapat menoleransi suhu
pada
ketiga
lokasi didapatkan rentang nilai
sampai dengan 36-40 °C walaupun terumbu
18,62-34,7
di
ekosistem padang lamun, 14,37karang dapat tumbuh dan berkembang optimal
40,31 di zona transisi dan 7,81-11,25 di
pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25
ekosistem terumbu karang. Nilai produktiftas
°C.
primer yang sangat tinggi terutama pada
Salinitas pada ekosisitem padang
stasiun 1 yang mencapai nilai 40,31 mg
lamun masih dalam rentang yang baik untuk
C/m2/hari disebabkan karena komposisi
6
penutupanya banyak ditutupi oleh lamun dari
pada sustrat pasir dan terumbu karang.
Sedangkan produktifitas primer pada zona
transisi yang paling rendah dengan nilai 14,37
mg C/m2/hari di sebabkan oleh komposisi
penutupan lamunya yang sedikit
di
bandingkan terumbu karang dan pasir.
Sedikitnya tutupan lamun tersebut dapat
mengurangi nilai produktifitas primer yang di
amati. Sangat bervariasinya tutupan di zona
transisi
menyebabkan
zona
transisi
mempunyai rentang nilai produktifitas yang
lebar di bandingkan ekosistem padang lamun
dan ekosistem terumbu karang.
Perairan dangkal (mangrove, padang
lamun dan terumbu karang) merupakan
perairan yang mempuyai produktifitas primer
yang tinggi di bandingkan dengan perairan
laut lepas. Padang lamun mempunyai tingkat
produktifitas
primer
tertinggi
bila
dibandingkan dengan ekosistem lain yang ada
di laut dangkal, seperti ekosistem terumbu
karang (Thayer et al, 1975 dalam Anonim,
2010). Karena menurut Noor et al, (2004)
padang lamun memiliki tipe perakaran yang
menyebabkan daun-daun tumbuhan lamun
menjadi lebat, dan ini besar manfaatnya dalam
menopang produktivitas ekosistem padang
lamun. Beberapa peneliti melaporkan bahwa
produktivitas primer komunitas lamun
mencapai lebih dari 2739,72 mg C/m2/hari.
Hasil pengamatan produktifitas primer di
ketiga lokasi yang diamati menunjukkan
bahwa nilai produktifitas primer paling rendah
dari ketiga lokasi adalah ekosistem terumbu
karang, terutama pada stasiun 1 dengan nilai
7,81 mg C/m2/hari. Produktifitas primer yang
rendah pada ekosistem terumbu karang
tersebut di mungkinkan karena lokasi tersebut
sering mengalami disturbansi oleh kegiatan-
kegiatan para wisatawan dan nelayan yang
secara langsung dapat menyebabkan kerusakan
pada terumbu karang pada lokasi tersebut
seperti yang terlihat pada gambar 4.2.
Rusaknya terumbu karang karena kegiatan dari
para
nelayan
dan
wisatawan
dapat
menyebabkan kematian hewan karang beserta
alga simbiosis zooxanthella yang berada pada
terumbu karang. Hal tersebut menyebabkan
produksi bahan organik dari zooxantella
berkurang pada lokasi tersebut sehingga
produktifitas primernya rendah.
Gambar 4.2 kondisi ekosistem terumbu karang di
stasiun 1
Komposisi dan Distribusi Ikan karang di
Pantai Bama, Taman Nasional Baluran.
Data yang di peroleh dari hasil survey
ikan di pantai Bama secara keseluruhan
terdapat 28 famili yang terwakili oleh 111
spesies dan 6781 individu ikan pada ketiga
ekosistem yang diteliti. Dari ketiga lokasi
tersebut, keanekaragaman ikan karang yang
ditemukan secara berurutan dari yang paling
rendah ke yang paling tinggi adalah ditemukan
pada ekosistem padang lamun, zona transisi
dan ekosistem terumbu karang yang dapat
dilihat pada table 4.2. Urutan tersebut
didasarkan pada jumlah spesies dan jumlah
individu yang di temukan di setiap lokasi
studi. Dari ketiga stasiun, hanya pada stasiun
tiga keanekaragaman ikan karang di padang
lamun lebih tinggi dari pada zona transisi.
Tabel 4.2 Komposisi dan dirtribusi ikan karang di ekosistem padang lamun, zona transisi dan
ekosistem terumbu karang
7
Dari 28 famili yang di temukan di
ketiga ekosistem, hasil survey menunjukkan
22 diantaranya termasuk dalam famili ikan
yang mayoritas ditemukan pada terumbu
karang. Menurut Allen (2000) terdapat 29
famili ikan karang yang termasuk mayoritas
terdapat pada terumbu karang dimana 29
famili ikan tersebut merupakan 85-90 persen
dari total fauna ikan yang di temukan di
terumbu karang. Famili-famili ikan karang
tersebut adalah Muraenidae, Holocentridae,
Syngnathidae,
Scorpaenidae,
Serranidae,
Pseudochromidae, Cirrhitidae, Apogonidae,
Carangidae,
Lutjanidae,
Caesionidae,
Haemulidae,
Lethrinidae,
Nemipteridae,
Mullidae, Chaetodontidae, Pomacanthidae,
Pomacentridae,
Labridae,
Scaridae,
Pinguipedidae,
Blenniidae,
Gobiidae,
Microdesmidae, Siganidae, Acanthuridae,
Balistidae, Monacanthidae, Tetraodontidae.
Daerah meliputi Australia, Indonesia,
Filipina, dan Papua New Guinea merupakan
daerah dengan konsentrasi ikan laut tropis dan
famili invertebrata yang tinggi (Briggs 1999
dalam Allen 2000). Menurut Allen (2000)
lebih dari 100 famili ikan karang terdapat pada
daerah indo-pasifik dan Indonesia menduduki
urutan
pertama
di
dunia
untuk
keanekaragaman dan endemism ikan karang.
Secara umum, famili Pomacentridae
mempunyai jumlah spesies terbanyak dari
pada famili-famili ikan lainya yang
mendominasi
keanekaragaman
pada
keseluruhan lokasi studi dengan 6 spesies dari
total 32 spesies di padang lamun, 17 spesies
dari 37 spesies di zona transisi dan 23 spesies
dari 81 spesies di ekosistem terumbu karang.
Spesies ikan karang dari famili Pomacentridae
merupakan ikan karang yang paling banyak
jenisnya, yaitu sekitar 400 spesies dan
sebagian besar berasosiasi dengan terumbu,
memakan berbagai jenis invertebrata, alga, dan
zooplankton (Kuiter 1992 dalam Dhahiyat
2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Low (1971) dalam McConnell (1987) dalam
Dhahiyat (2003), dominasi spesies dari genus
Pomacentrus ini disebabkan .juga oleh sifat
mereka yang teritorialisme (mempertahankan
daerah kekuasaan). Selain itu keberadaan
famili Pomacentridae sangat dipengaruhi oleh
karakteristik morfologis dari substrat, bahkan
beberapa spesies diantaranya cenderung
menggunakan karang sebagai habitat daripada
sebagai sumber makanan (Low, 1971 dalam
McConnell, 1987 dalam Dhahiyat, 2003).
Data yang di dapat dari hasil
pengamatan pada ketiga lokasi studi
menunjukkan bahwa komposisi ikan karang
paling tinggi terdapat pada ekosistem terumbu
karang dan komposisi ikan karang terendah di
dapat pada ekosisitem padang lamun. Menurut
Marasabessy, (2010) ekosistem padang lamun
digunakan oleh ikan karang sebagai tempat
daerah asuhan dan perlindungan (nursery
ground), dan sebagai tempat memijah
(spawning ground) maupun sebagai tempat
mencari makan (feeding ground). Hal ini
dimungkinkan oleh tersedianya
ruang
berlindung bagi juvenil ikan, kaya akan
sumber makanan, dan kondisi lingkungan
perairan yang lebih statis / tenang
dibandingkan terumbu karang (Anonim,
2010). Dengan kondisi lingkungan yang lebih
tenang dari pada terumbu karang, ikan-ikan
yang berukuran relatif kecil (±15 cm)lebih
banyak di temukan di padang lamun seperti
Pomacentrus simsiang, Halichoeres argus,
Parapercis cylindrical, Parapercis diplospilos
dan juvenile dari Siganus canaliculatus,
Siganus spinus.
Walaupun padang lamun mempunyai
produktifitas primer yang tinggi, kondisi
lingkungan yang statis dan pengaruh pasang
surut yang tinggi menyebabkan rendahnya
komposisi ikan yang di temukan di padang
lamun. Ikan karang yang berukuran lebih besar
lebih menyukai terumbu karang untuk
mendapatkan tempat perlindungan dan
mencari makan. Nutrient yang di hasilkan oleh
padang lamun akan mengalir ke terumbu
karang untuk di gunakan oleh ikan karang
yang berada di ekosistem terumbu karang
selebihnya dapat di lihat pada gambar 4.6.
Gambar 4.6 fungsi dan peran tiga ekosistem laut
tropis : ekosistem mangrove menyediakan daerah
asuhan bagi biota-biota pesisir dan memproduksi
8
nutrient yang nantinya nutrient tersebut akan
berpindah menuju padang lamun dan terumbu
karang. Ekosistem lamun berfungsi sebagai
penstabil sedimen, menyediakan daerah mencari
makan, daerah asuhan dan daerah pemijahan serta
memproduksi nutrient yang nantinya juga akan
menuju ke terumbu karang. Sedangkan ekosistem
terumbu karang menyediakan variasi habitat bagi
berbagai macam biota pesisir yang akan
menggunakan nutrient yang di pasok dari
ekosistem mangrove dan ekosistem lamun. Ikanikan juvenil dari terumbu karang akan menuju ke
ekosistem mangrove dan padang lamun untuk
mencari makan dan menggunakanya sebagai
daerah asuhan sampai ikan-ikan tersebut mencapai
tahap dewasa dan akan kembali lagi menuju
terumbu karang. (Anonim, 2010).
Hal
tersebut
diduga
yang
menyebabkan komposisi dan distribusi ikan
karang di terumbu karang lebih tinggi di
bandingkan dengan padang lamun dan
produktifitas primernya cenderung rendah
karena sudah di gunakan oleh biota di terumbu
karang. Bagi ikan juvenil yang ada di padang
lamun, lambat laun juvenil tersebut akan
tumbuh dan menjadi besar, sehingga ruang
berlindung yang tersedia sudah tidak memadai
lagi dan mereka akan bermigrasi ke perairan
yang lebih dalam seperti terumbu karang atau
laut lepas (Anonim, 2010).
ekosistem padang lamun yang kemudian dapat
memberikan indikasi bahwa lokasi padang
lamun merupakan tempat mencari makan
ataupun sebagai tempat berlindung bagi ikanikan muda yang bernilai ekonomi.
Daerah laut dangkal atau intertidal
seperti padang lamun, sangat di pengaruhi oleh
pasang surut. Kebanyakan ikan-ikan yang
menghuni daerah tersebut adalah ikan
demersal. Ikan demersal mempunyai bentuk
tubuh yang beragam. Gelembung renang dari
ikan-ikan kelompok ini mereduksi atau tidak
ada (Anonim 2011). Ikan demersal terbagi
menjadi 5 tipe yaitu (i) ikan dasar yang aktif
(ii) ikan yang melekat di dasar merupakan
ikan-ikan kecil dengan bentuk kepala rata,
sirip dada membesar dengan struktur yang
memungkinkan ikan ini berada di dasar
perairan seperti species Parapercis cylindrica
yang di temukan pada lokasi studi (iii) ikan
bottom- hider mempunyai kesamaan respon
dengan ikan pelekat tetapi tidak mempunyai
alat pelekat dan cenderung mempunyai bentuk
tubuh yang memanjang dengan kepala lebih
kecil. Bentuk seperti ini lebih menyukai hidup
di bawah batubatuan dan celah-celah seperti
species Echidna nebulosa yang di temukan
pada lokasi studi (iv) flatfish (v) ikan bentuk
rattail (Anonim 2011).
Ekosistem Padang Lamun
Keanekaragaman ikan karang di
padang lamun Pantai Bama didominasi oleh
famili Pomacentridae dengan 6 spesies
sedangkan untuk dominasi jumlah individu di
dominasi
oleh
famili
Pinguipedidae
(Parapercis cylindrica) dan Siganidae
(Siganus canaliculatus dan Siganus spinus).
Beberapa spesies ikan dari famili Muraenidae
(Echidna nebulosa), Labridae (Halichoeres
argus) dan Lethrinidae (Lethrinus harak)
selalu di temukan pada ketiga stasiun di
ekosistem padang lamun.
Menurut Marasabessy, (2010) padang
lamun (seagrass) merupakan salah satu
ekosistem perairan tropis yang sangat berperan
di dalam kehidupan berbagai jenis biota laut
khususnya berbagai jenis ikan yang
memanfaatkannya baik sebagai daerah asuhan
dan perlindungan (nursery ground), dan
sebagai tempat memijah (spawning ground)
maupun sebagai tempat mencari makan
(feeding ground) termasuk diantaranya adalah
ikan dari suku Lethrinidae dan jenis ikan-ikan
konsumsi lainya yang di temukan pada
Zona Transisi
Zona transisi pada lokasi studi
sebagian besar dikarakteristikan oleh substrat
pasir dengan tutupan lamun Thalassia
hemprichii dan Cymodocea rotundata dan
sedikit karang hidup. Pada zona transisi di
setiap stasiun, terdapat banyak sekali karang
yang mati dan di tumbuhi oleh alga.
Keanekaragaman spesies di zona transisi
didominasi oleh famili pomacentridae dengan
17 spesies. Species yang cenderung dominan
dalam jumlah individu dan di temukan pada
semua stasiun pada zona transisi adalah
Daschylus melanurus, Daschylus auranus dan
Dischistodus chrysopoecilus. Spesies tersebut
di temukan pada celah-celah karang yang
tersebar di hamparan padang lamun.
Genus Dascyllus (Pomacentridae) di
daerah Indo-Pasifik terdiri dari sepuluh spesies
yang mempunyai ukuran tubuh dan pola
seksual yang bervariasi Godwin (1995);
McCafferty et al (2002); dalam Asoh, (2005).
Menurut Godwin (1995) dalam Asoh (2005)
spesies tersebut hidup baik dalam kelompokkelompok kecil atau dalam kelompok besar
9
yang tersebar di daerah tutupan terumbu
karang.
Species
Dascyllus
melanurus
merupakan ikan yang mempunyai ukuran
relatif kecil dengan panjang tubuh rata-rata 565 mm dan terdistribusi di daerah IndoAustralia dan sebelah barat pulau caroline
Randall and Allen, (1977); Allen, (1991)
dalam Asoh (2005). Biasanya species
Dascyllus melanurus membentuk kelompok
yang terdiri dari 20-30 individu pada daerah
terumbu karang (Randall and Allen, 1977;
Allen, 1991), dan jumlahnya dapat lebih besar
pada daerah yang mempunyai tutupan terumbu
karang yang tinggi Godwin, (1995) dalam
Asoh (2005).
Pada stasiun 2 dan 3 ditemukan
Stegastes lividus dengan jumlah individu yang
tinggi. Stegastes lividus sering dijumpai pada
karang mati yang di tumbuhi alga karena
spesies tersebut mempunyai kebiasaan untuk
menyiangi alga pada karang mati dan mereka
dapat bersifat sangat agresif untuk mengusir
spesies lain yang mengganggu pada daerah
mereka. (Yusuf et al, 2001).
Zona transisi di Pantai Bama
mempunyai keterkaitan yang besar dengan
ekosistem padang lamun karena sebagian
besar substratnya ditutupi oleh lamun.
Banyaknya lamun yang menutupi substrat di
zona transisi menyebabkan banyaknya
kesamaan spesies yang di temukan di
ekosistem padang lamun dan zona transisi
(lihat sub bab 4.5). Walaupun fungsi dari zona
transisi itu sendiri menurut Dorenbosch et al,
(2005) sebagai tempat perlintasan ikan karang
yang menuju ke padang lamun maupun
sebaliknya, banyaknya kesamaan spesies yang
di temukan di kedua lokasi tersebut
mengindikasikan bahwa ada keterkaitan antara
kedua lokasi tersebut.
Ekosistem Terumbu Karang
Famili ikan karang yang mendominasi
keanekaragaman spesies pada ekosistem
terumbu karang adalah Pomacentridae dengan
23 spesies. Dalam jumlah individu, famili
Pomacentridae juga mendominasi pada
ekosistem terumbu karang yang di wakili oleh
spesies Pomacentrus molluccensis dengan
jumlah keseluruhan 501 individu dan di
temukan di seluruh stasiun pada ekosistem
terumbu karang.
Ekosistem terumbu karang di ketiga
lokasi yang di amati menempati nilai tertinggi
untuk jumlah spesies dan jumlah individu.
Secara keseluruhan, famili ikan karang yang
paling banyak mendominasi di ekosistem
terumbu karang adalah Pomacentridae,
Labridae dan Chaetodontidae. Ikan karang
famili Pomacentridae dan Labridae merupakan
ikan karang yang memiliki jumlah jenis
terbanyak serta merupakan kelompok dominan
di perairan terumbu karang (Meekan et al.,
1995; McManus et al., 1992; Allen, 1975;
Green, 1996 dalam Hukom 1999). Famili
Pomacentridae memiliki sekitar 400 jenis,
sedangkan Labridae sekitar 320 jenis (Sale,
1991 dalam Hukom, 1999).
Menurut Pereira, (2000) terumbu
karang merupakan ekosistem yang penting
dalam mendukung diversitas, produktivitas
dan kelimpahan organisme. Perairan terumbu
karang banyak dimanfaatkan oleh organisme
penghuni terumbu karang sebagai daerah
penyedia makanan, daerah perkembangan,
daerah asuhan, dan daerah perlindungan
(Radiarta et al, 1999 dalam Dhahiyat et al,
2003). Ikan dari famili Chaetodontidae
kebanyakan menggunakan terumbu karang
sebagai tempat mencari makan sehingga dapat
di gunakan untuk memonitor keadaan terumbu
karang (Kulbicki et al, 2005). Pola makan dari
famili Chaetodontidae dibagi dalam beberapa
makanan utama yaitu ganggang, polip karang,
invertebrata sessil (spons, ascidia, karang
lunak, gorgonia), invertebrata aktif dan
plankton. Sebagian spesies mengkonsumsi
beberapa makanan tersebut dan sebagianya
lagi hanya mengkonsumsi salah satu dari
makanan tersebut.
75% dari ikan yang hidup di daerah
terumbu karang merupakan ikan yang bersifat
diurnal (beraktifitas di siang hari) seperti ikan
dari
family
Labridae,
Pomacentridae,
Serranidae,
Chaetodontidae,
dan
Pomachantidae. Sebagian kelompok ikan
karang berlindung dan menjelajah kolom air di
terumbu karang untuk mencari makan dan
beraktivitas dan biasanya merupakan ikan
karnivora. Banyak jenis ikan yang hidup
soliter, berpasangan atau berkelompok (baik
dalam jumlah kecil maupun besar) (Anonim,
2010).
Analisis Kesamaan Komunitas Pada
Ekosistem Padang Lamun, Zona Transisi
dan Ekosistem Terumbu Karang
Anailisis
kesamaan
komunitas
Morishita-Horn pada ketiga lokasi studi yang
di amati menunjukkan bahwa nilai kesamaan
10
tertinggi terdapat pada lokasi antara ekosistem
padang lamun dan zona transisi sedangkan
nilai kesamaan terendah terdapat pada lokasi
antara ekosistem padang lamun dan ekosistem
terumbu karang yang dapat dilihat pada tabel
4.5.
Table 4.5 Analisis kesamaan komunitas
Morishita-Horn
LamunTransisi
TransisiKarang
Lamun-Karang
0,433
0,238
0,007
Analisis kesamaan komunitas antara
ekosistem padang lamun dengan ekosistem
terumbu karang menunjukkan nilai yang
rendah diduga dikarenakan oleh jarak yang
jauh antara lokasi ekosistem padang lamun
dan ekosistem terumbu karang dengan ratarata jarak 400-500 m. Hal tersebut
menyebabkan minimnya kesamaan spesies
yang di temukan dalam hal jumlah individu
dan jenisnya. Menurut Hukom (1993) sifat
ikan karang cenderung ”menetap” (sedentary)
dari pada vertebrata lain yang sama ukuranya.
Walaupun sifat ikan karang cenderung
menetap, apabila jarak antar lokasi studi
terlalu berdekatan dimungkinkan ikan karang
akan leluasa melintas dan teramati lagi di
lokasi yang berbeda pada saat pengamatan.
Nilai analisis kesamaan komunitas
yang tinggi antara ekosistem padang lamun
dan zona transisi selain diduga disebabkan
oleh jarak yang dekat (± 150 m) juga
disebabkan oleh komposisi tutupan dari zona
transisi yang mempunyai tutupan lamun yang
lebih banyak dari pada karang. Hal tersebut
menyebabkan banyaknya kesamaan spesies
dan jumlah individu pada kedua lokasi
tersebut. Menurut Martin Gullstrom and
Mattis Dahlberg (2004) karena produktifitas
primer yang tinggi, padang lamun mendukung
kehidupan berbagai jenis organisme bentik,
demersal dan pelagis seperti halnya spesies
ikan yang tertarik ke habitat lamun untuk
mencari makan dan tempat tinggal, terutama
pada tahap remaja mereka hidup. Spesies yang
selalu di temukan pada kedua lokasi tersebut
adalah Halichoeres argus, Parapercis
cylindrica, Parupeneus barberinus, Siganus
canaliculatus dan Siganus spinus yang selalu
di temukan dengan jumlah individu yang
hampir sama.
Spesies-spesies ikan yang di temukan
di zona transisi dan ekosistem padang lamun
kebanyakan berkuran kecil karena lokasi zona
transisi dan padang lamun sama-sama berada
pada lingkungan yang statis / tenang dan
lokasi tersebut tidak digunakan oleh ikan-ikan
dewasa untuk tinggal. Ikan-ikan dewasa
umumnya hanya bermigrasi menuju lamun
untuk mecari makan. Ada 2 tipe migrasi
makan yang umumnya dilakukan oleh biotabiota dewasa yaitu: Edge (peripheral) feeders
yaitu biota yang memanfaatkan suatu sistem
habitat untuk berlindung, namun berkelana
jauh dari sistemnya untuk mencari makan.
Umumnya tipe migrasi ini berlangsung dalam
jarak pendek, dan biota yang telah diketahui
melakukannya adalah bulu babi Diadema dan
ikan Scaridae. Kemudian migratory feeders
yaitu biota yang memiliki jarak migrasi yang
relative jauh untuk mencari makan dan
memiliki waktu tertentu dalam melakukan
kegiatannya. Contoh biotanya adalah ikan
penghuni terumbu karang seperti ikan kakap
(Lutjanidae) (Anonim, 2010).
Dilihat dari komposisi tutupan yang
menutupi zona transisi (substrat pasir, lamun
dan terumbu karang) dan analisis kesamaan
komunitas Morishita-Horn pada ke tiga lokasi
studi, dapat di simpulkan bahwa zona transisi
pada Pantai Bama mempunyai keterkaitan
lebih besar dengan ekosistem padang lamun
dibandingkan dengan ekosistem terumbu
karang. Penutupan pada zona transisi yang
lebih banyak di tutupi oleh lamun membuat
spesies-spesies yang di temukan di zona
transisi mempunyai banyak kesamaan dengan
spesies-spesies yang di temukan pada
ekosistem padang lamun dari pada spesiesspesies yang di temukan pada ekosistem
terumbu karang baik jumlah jenis maupun
jumlah individu.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Pada wilayah penelitan Pantai Bama,
Taman Nasional Baluran, ditemukan 28
famili ikan karang yang terwakili oleh
111 spesies dan 6781 individu pada
ekosistem padang lamun, zona transisi
dan ekosistem terumbu karang.
b.
Analisis
kesamaan
komunitas
Morishita-Horn menunjukan bahwa
antara ekosistem padang lamun dan
11
zona transisi di pantai Bama Taman
Nasional
Baluran
mempunyai
keterkaitan yang paling erat dengan nilai
(0,433) dibandingkan antara ekosistem
padang lamun dan ekosistem terumbu
karang (0,007) dan juga antara zona
transisi dan ekosistem padang lamun
(0,238).
Saran
a.
Penelitian mengenai keterkaitan ikan
karang antara ekosistem padang lamun,
zona transisi dan ekosistem terumbu
karang perlu ditingkatkan, hal ini
bertujuan untuk melakukan upaya
konservasi di Pantai Bama Taman
Nasional Baluran.
b.
Perlu dilakukan penelitian mengenai
dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan
di Pantai Bama Taman Nasional Baluran
dalam
penentuan
arah
pengelolaan
keseluruhan Area Pantai Bama Taman
Nasional Baluran.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, G. R. 2000. Indo-Pacific Coral-Reef
Fishes As Indicators Of Conservation
Hotspots.
Proceedings
9th
International
Coral
Reef
Symposium, Bali, Indonesia 23-27
October 2000, Vol. 2
Allen, G., R. Steene., P. Humann., N. Deloach.
2003. Reef Fish Identification –
Tropical Pacific. New World
Publications,
INC.
Jacksonville,
Florida USA.
Anonim 1, 2006. Modul Biota Asosiasi dan
Pola Interaksi Antar Spesies dalam
Pelatihan Ekologi Terumbu
Karang. Coremap Fase II Kabupaten
Selayar – Yayasan Lanra Link
Makasar.
Anonim 2, 2009. Taman Nasional Baluran.
Diakses dari
http://www.matabumi.com/berita/tama
n-nasional-baluran. Pada 5 April 2009.
Pukul 19:30 WIB.
Anonim3,2010.http://www.dephut.go.id/info
rmasi/tamnas/baluran_1.html\
Anonim4, 2010.
http://blog.unila.ac.id/gnugroho/fil
es/2010/05/Ekologi-Laut
Tropis1.pdf
Anonim5,2010.http://www.coremap.or.id/do
wnloads/EKOLOGI__IKAN__KAR
ANG.pdf
Anonim6, 2011.
http://jeffri022.student.umm.ac.id/d
ownload-as
pdf/umm_blog_article_211.pdf
Asoh, K. 2005. Frequency of Functional Sex
Ch.ange in Two Populations of Dascyllus
melanurus Conforms to a Prediction
43
from Sex Allocation Theory.
Copeia,
2005(4), pp. 732–744
Azkab, M. H. 2000. Struktur dan fungsi pada
komunitas lamun. Oseana 25 (3) : 9 –
17.
Barus, T.A. 2002. Pengantar Limnologi.
FMIPA. USU: Medan.
Bellwood, D. R. (1988). Ontogenetic Changes
in the Diet of Early Post-Settlement
Scarus Species. J. Fish Biol. 33,213219.
Coles, R. G., W. J. Lee Long,. S. A. Helmke.,
R. E. Bennet., K. J. Miller,. K. J.
Derbyshire. 1992. Seagrass Beds and
Juvenil Prawn and Fish Nursery
Grounds. Departmen of Primary
Industries : Queensland
Dhahiyat, Y., Sinuhaji, D., dan Hamdani, H.
2003. Struktur Komunitas Ikan
Karang di Daerah Transplantasi
Karang Pulau Pari, Kepulauan
Seribu [Community Structure of
Coral Reef Fish in the Coral
Transplantation Area Pulau Pari,
Kepulauan Seribu]. Jurnal Iktiologi
Indonesia, Volume 3, Nomor 2,
Desember 2003
Dorenbosch, M., M. C. van Riel., I.
Nagelkerken, G. van der Velde. 2003.
The Relationship of Reef Fish
Densities to the Proximity of
Mangrove and Seagrass Nurseries.
Estuarine, Coastal and Shelf Science
60 (2004) 37e48
Dorenbosch, M., G. G. G. Monique, I.
Nagelkerken, G. van der Velde. 2005.
Distribution of Coral Reef Fishes
Along a
Coral
Reef–Seagrass
Gradient: Edge Effects and Habitat
Segregation. Mar Ecol Prog Ser 299 :
277 – 28
English. S., C. Wilkinson., V. Baker. 1994.
Survey Manual for Tropical Marine
12
Resources. Australian Institute of
Marine Science
Hukom, F. D. 1997. Distribusi Spasial Ikan
Karang (Famili Pomacentridae) di
Perairan Selat Lembeh. Bitung –
Sulut.
Balitbang
Sumberdaya,
Puslitbang Oseanologi LIPI Ambon.
Hukom, F.D. 1999. Asosiasi antara
Komunitas Ikan Karang (Famili
Chaetodontidae) dengan Bentuk
Pertumbuhan Karang di Perairan
Kepulauan Derawan Kalimantan
Timur. Balitbang Biologi Laut,
Puslitbang Oseanologi, LIPI, Jakarta
Hutomo, M. 1993. Studi Komunitas Ikan
Karang Dalam Materi Kursus
Pelatihan Metodologi Penelitian
Penentuan
Kondisi
Terumbu
Karang. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Kiswara, W. 1992. Vegetasi lamun (seagrass)
di rataan terumbu Pulau Pari,
Pulau-Pulau
Seribu,
Jakarta.
Oseanologi di Indonesia 25 : 31–
49.
Kiswara, W. 1997. Biomas biota penempel
pada daun Enhalus acoroides di
teluk Kuta, Lombok selatan.
Seminar Nasional Biologi 15 :
1428 – 1431.
Kiswara, W. dan Winardi. 1997. Sebaran
lamun di Teluk Kuta dan Teluk
Gerupuk, Lombok.
Dalam:
Dinamika komunitas biologis pada
ekosistem lamun di Pulau
Lombok,
Indonesia.
S.
Soemodiharjo, O. H. Arinardi dan
I. Aswandy (Eds.). Puslitbang
Oseanologi - LIPI, Jakarta,
1994: 11 – 25.
Kottelat, M; A. J. Whitten; S. N. Kartikasari &
S. Wirjoatmojo. 1993. Freshwater of
Western Indonesia and Sulawesi.
London: Periplus Edition.
Kulbicki, M., Bozec, Y.M., and Green, A.
2005. Implications Of Biogeography
In The Use Of Butterflyfishes
(Chaetodontidae) As Indicators For
Western And Central Pacific Areas.
Aquatic Conservation: Marine And
Freshwater Ecosystems. Aquatic
Conserv: Mar. Freshw. Ecosyst.
15: S109–S126 (2005)
Marasabessy, M. D. 2010. Sumberdaya Ikan di
Daerah Padang Lamun Pulau-pulau
Derawan, Kalimantan Timur. Pusat
Penelitian Oseanografi – LIPI. Jurnal
Oseanologi dan Limnologi (2010)
36(2): 193-210 ISSN 0125 – 9830
Mardesyawati, A. dan K. Anggraini. 2009.
Persen penutupan dan jenis lamun
di Kepulauan Seribu. Dalam:
Terumbu
karang
Jakarta.
Estradivari, Edy Setyawan, dan
Safran Yusri (Eds.). Yayasan
Terumbu
Karang
Indonesia,
Jakarta, 2009: 69-72.
Noor, dkk. 2004.
Strategi Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Makalah Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana S3.
IPB
Pereira, M. A. M. 2000. A Review on the
Ecology,
Exploitation
and
Conservation
of
Reef
Fish
Resources
in
Mozambique.
Presented at the 2nd National
Conference on Coastal Zones
Research,
Maputo
27-29
September 2000
Sabarini, K Etwin dan Kartawijaya, T. 2005.
Laporan Teknis Survey Ekosistem
Lamun dan Komposisi Ikan di Taman
Nasional Karimunjawa. Wiildlife
Conservation Society- Indonesia
Sale, P. 2002. Coral Reef Fishes – Dynamic
and Diversity in a Complex
Ecosystem. International Standard
Book Number : 0-12-615185-7
Sukarno, 1993. Menegenal Ekosistem
Terumbu Karang. Materi kursus
metodologi penelitian kondisi terumbu
karang. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi.
LIPI,
Jakarta. 11 hal.
Sunarto, 2008. Penyediaan Energi Karbon
Dalam Simbiosis Coral – Algae.
Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran.
Scott, L., J. Boland., K. Edyvane., K. Jones.
1995. Development of Seagrass –
Fish Habitat Model : Estimating
Comercial Catch Using Regression ,
Effort and Seagrass Area. South
Australian Research and Development
Institute, Hamra Avenue, West Beach,
South Australia, 5022
13
Wimbaningrum, R. 2002. Komunitas Lamun
di Rataan Terumbu, Pantai Bama,
Taman Nasional Baluran, Jawa
Timur. Jurnal ILMU DASAR 4 (1)
: 25 – 32.
Yusuf, Y. B., Norizam, M. M., Ali, A. B. dan
Illias, Z. 2001. Coral Reef Fish Of
Some Selected Sites At Pulau
Redang Marine Park, Terengganu:
A Brief Study. Jurnal p 34-45. in
Husain, M.L., F. Shahrom, A.T.
Law,
K.
Yunus
and
A.R.G.Yaman. Proceeding of
National Symposium on Marine
Park and Terengganu Islands.
12-13 Feb. 2001. Dept of
Fisheries, Kuala Lumpur and
KUSTEM, Kuala Terengganu.
Malaysia
Download