DAFTAR PUSTAKA

advertisement
BAB II
STUDI PUSTAKA DAN KONDISI SEISMOTEKTONIK
YOGYAKARTA
2.1
UMUM
Gempa bumi adalah guncangan di permukaan bumi disebabkan oleh pergerakan yang
cepat pada lapisan batuan terluar bumi. Gempa bumi terjadi ketika energi yang tersimpan
dalam bumi, biasanya dalam bentuk tegangan pada batuan, secara tiba-tiba terlepas.
Energi ini disalurkan ke permukaan bumi oleh gelombang gempa. Atau dengan kata lain
M. T. Zeinn mengatakan gempa bumi adalah gerakan tiba-tiba atau suatu rentetan
gerakan tiba-tiba dari tanah dan bersifat transient yang berasal dari suatu daerah terbatas
dan menyebar dari titik tersebut ke segala arah (Hendarto,2005).
Berdasarkan penyebabnya gempa bumi diklasifikasikan menjadi menjadi 3 (tiga) jenis,
yaitu (Ginanjar, 2008):
a.
Gempa Bumi Runtuhan
Gempa bumi ini terjadi karena adanya keruntuhan yang terjadi baik di atas mapun
di bawah permukaan tanah, Contohnya: tanah longsor, salju longsor, jatuhan batu
dan lain-lain.
b.
Gempa Bumi Vukanik
Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas dari gunung berapi, baik sebelum
maupun saat meletusnya gunung berapi.
c.
Gempa Bumi Tektonik
Gempa bumi ini terjadi akibat adanya pergeseran kulit bumi (lithosphere) yang
umumnya terjadi di daerah patahan kulit bumi. Gempa jenis inilah yang
menimbulkan kerusakan yang paling besar karena magnitude yang
ditimbulkannya bisa besar.
Berdasarkan waktunya gempa bumi diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis,
yaitu(Ginanjar, 2008):
a.
Gempa Bumi Utama (main shock)
Gempa bumi utama yaitu gempa bumi yang terjadi pada goncangan awal akibat
deformasi yang di akibatkan oleh adanya interaksi antar lempeng.
b.
Gempa Susulan
Gempa susulan merupakan gempa yang terjadi setelah datangnya gempa bumi
utama. Susulan berarti yang kedua, ketiga, dan seterusnya. Ia berlaku di kawasan
4
yang sama dengan gempa bumi pertama, dan berlaku karena batu-batuan yang
baru berubah masih belum tetap kedudukannya.
Istilah-istilah yang di gunakan dalam rekayasa gempa bumi (Ginanjar, 2008):
a.
Fokus
Fokus adalah suatu titik di bawah permukaan tanah dimana pertamakali energi
gempa tersebar ( hiposenter = hipofokus).
b.
Focal Depth
Focal Depth adalah kedalaman gempa (jarak vertikal dari titik dipermukaan tanah
ke focus).
Gambar 2.1 Ilustrasi Pusat Gempa Dalam Tanah Atau Batuan (USGS)
Yang akan di bahas dalam tugas akhir ini adalah gempa bumi tektonik yang terjadi di
Yogyakarta. Dalam menentukan parameter-parameter gempa dalam tugas akhir ini
digunakan gempa utama (main shock) kerena merupakan titik dimana terjadi goncangan
awal terjadinya gempa.
2.2
Besaran Gempa
Besaran gempa merupakan suatu parameter yang penting dan dapat didefenisikan dengan
beberapa cara yang berbeda seperti intensitas gempa, magnitude gempa, dan besar energi
gempa (Hendarto,2005).
2.2.1 Intensitas Gempa
Intensitas gempa merupakan ukuran gempa yang pertama kali sebelum manusia dapat
mengukur besarnya gempa bumi dengan alat. Ukuran ini dapat diketahui dengan cara
melakukan pengamatan pada kejadian gempa di suatu lokasi.
Beberapa para ahli menciptakan beberapa tingkatan dalam ukuran intensitas,yaitu:
5
•
•
•
•
Modified Mercalli Intensity (MMI), dibuat berdasarkan pengamatan efek gempa
yang terjadi di Amerika Utara dan terdapat 12 tingkatan.
Japan Meteorological Agency Scale (JMA), dibuat berdasarkan pengamatan
gempa di Jepang, terdapat 8 tingkatan.
Ross-Forel Scale (RF) dan Mercalli-Cancani- Sieberg Scale, dibuat berdasarkan
pengamatan gempa di negara-negara Eropa Barat.
Medvedev-Spoonheuer-Karnik Scale (MSK), dibuat berdasarkan gempa-gempa di
Russia dan dipakai di negara-negara Eropa Tengah dan Eropa Timur.
Tabel 2.1 Perbandingan Skala MMI dan Skala Lainnya (Wai-Fah Chen,2003)
2.2.2
Magnitude Gempa
Magnitude gempa adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan
gempa di sumbernya. Jadi pengukuran magnitude yang dilakukan di tempat yang
berbeda, harus menghasilkan harga yang sama walaupun gempa yang dirasakan di
tempat-tempat tersebut tentu berbeda. Sejalan dengan perkembangan ilmu rekayasa
gempa, maka berkembang pula skala-skala magnitude gempa. Skala magnitude gempa.
Pada saat ini, para ahli menggunakan beberapa skala magnitude gempa yang lain selain
skala Richter.
Berikut ini akan dipaparkan satu-persatu tentang skala magnitude yang ada:
1.
Richter Local Magnitude (ML)
Pertama kali diperkenalkan oleh Charles F.Richter pada 1935 untuk gempa bumi
lokal di California Selatan. Pengukuran dengan menggunakan seismometer
Wood-Anderson yang biasanya dilakukan untuk gempa dangkal dan jarak
epicenter kurang dari 600 km. Besaran ini disimbolkan dengan ML. Alat ini tidak
membedakan jenis gelombang gempanya.
6
2.
Surface Wave Magnitude (MS)
Skala magnitude yang lain mulai dikembangkan berdasarkan amplitude
gelombang tertentu yang dihasilkan akibat adanya gempa. Pada jarak episenter
tertentu yang dihasilkan akibat adanya gempa. Pada jarak episenter yang besar,
gelombang badan (body waves) biasanya mengalami perlemahan dan menyebar
sehingga menghasilkan gerakan atau motion yang didominasi oleh gelombang
permukaan (surface waves). Magnitude gelombang permukaaan menurut
Gutenberg and Richter (1936) didapat berdasarkan amplitudo perpindahan tanah
maksimum akibat gelombang permukaan Rayleigh dengan periode 20 detik
(Ginanjar, 2008). Besaran ini disimbolkan dengan MS. Magnitude gelombang
permukaan didapat melalui persamaan sebagai berikut:
MS = log A + 1.66 log D + 2
(2.1)
dimana,
A = Amplitudo (perpindahan tanah maksimum) dalam mikrometer.
D = Jarak episenter terhadap seismometer
Magnitude gelombang permukaan ini biasanya digunakan untuk mendeskripsikan
besarnya gempa dangkal (kedalaman fokus kurang dari 70 km), gempa jarak
menengah sampai jauh (lebih dari 1000 km).
3.
Body Wave Magnitude (mb)
Untuk gempa dengan kedalaman fokus yang dalam, gelombang permukaan
memberikan hasil yang lebih kecil daripada yang disyaratkan untuk melakukan
pengukuran dengan magnitude gelombang permukaan. Magnitude gelombang
badan menurut Guttenberg (1945) merupakan skala magnitude yang didasarkan
pada amplitudo beberapa cycles pertama dari gelombang P, dimana tidak terlalu
dipengaruhi oleh kedalaman fokus (Ginanjar, 2008). Besaran ini disimbolkan
dengan mb.
mb = log A – log T + 0.01 D + 5.9
dimana,
A = amplitudo (dalam mikrometer)
T = periode dari gelombang P
D = Jarak episenter dengan seismograf (dalam derajat).
7
(2.2)
4.
Moment Magnitude (Mw)
Untuk gempa yang sangat besar, suatu skala magnitude yang tidak hanya
bergantung pada tingkat goncangan tanah (ground shaking level) akan lebih baik.
Skala magnitude tersebut ialah momen magnitude. Menurut Kanamori dan Hanks
(1945), skala momen magnitude didasarkan pada momen gempa (seismic
moment), dimana merupakan pengukuran langsung dari faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya keruntuhan di sepanjang patahan (Ginanjar,2008).
Magnitude ini disimbolkan dengan MW. Magnitude momen ini didapat dari
persamaan berikut:
MW =
log M o
- 10.7
1.5
(2.3)
dimana,
Mo = momen seismik (dalam dyne-cm) dan diberikan oleh persamaan:
Mo = μ A D
(2.4)
dimana,
μ = kekuatan runtuh material sepanjang patahan.
A = area keruntuhan.
D = nilai rata-rata pergerakan lempeng.
Magnitude Richter (ML) bersifat lokal karena digunakan hanya pada jarak episenter
maksimal 600 km sehingga memiliki keterbatasan jarak. Magnitude Richter (ML),
magnitude badan (Mb) dan magnitude permukaan (MS) memiliki nilai batasan
dikarenakan pada suatu nilai magnitude yang terlalu besar, besaran-besaran ini memiliki
nilai sensitivitas yang tidak akurat lagi. ML dan Mb memiliki nilai batasan pada
magnitude 6 sampai 7, sedangkan Ms memiliki nilai batasan pada magnitude 8. Untuk
menggambarkan magnitude gempa yang lebih besar maka digunakan skala momen
magnitude MW. Dalam perkembangan zaman, lebih sering digunakan skala MW
dikarenakan tidak memiliki batasan dan lebih stabil dibandingkan skala magnitude yang
lainnya. Hubungan keempat skala magnitude tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.
8
Gambar 2.2 Hubungan antara Momen Magnitude dan Skala Magnitude Lainnya
(Wai Fah-Chen,2003).
2.2.2
Energi Gempa
Guttenberg dan Richter (1956) menyatakan bahwa besar total energi gempa yang
dilepaskan selama terjadinya suatu gempa dapat diestimasikan dari persamaan berikut
(Kramer, 1996)
log E = 11,8 + 1.5 Ms
(2.5)
dimana,
E = energi (Joule) yang dilepaskan oleh gelombang gempa.
2.3 Mekanisme Gempa
Gempa bumi besar biasanya terjadi karena pergeseran tiba-tiba pada suatu bidang
patahan aktif yang mengakibatkan terlepasnya energi yang sangat besar. Patahan aktif
umumnya terdapat pada daerah pertemuan dua atau lebih lempeng bumi.
2.3.1
Pergerakan Lempeng
Lempeng dan pergerakannya menurut teori tektonik lempeng kerakbumi (litosfer) dapat
diterangkan ibarat suatu rakit yang sangat kuat dan relatif dingin yang mengapung di atas
mantel astenosfer yang liat dan sangat panas, atau bisa juga disamakan dengan pulau es
yang mengapung di atas air laut. Ada dua jenis kerak bumi yakni kerak samudera yang
9
tersusun oleh batuan bersifat basa dan sangat basa, yang dijumpai di samudera sangat
dalam, dan kerak benua tersusun oleh batuan asam dan lebih tebal dari kerak samudera.
Kerakbumi menutupi seluruh permukaan bumi, namun akibat adanya aliran panas yang
mengalir di dalam astenofer menyebabkan kerakbumi ini pecah menjadi beberapa bagian
yang lebih kecil yang disebut lempeng kerak bumi. Dengan demikian lempeng dapat
terdiri dari kerak benua, kerak samudera atau keduanya. Arus konvensi tersebut
merupakan sumber kekuatan utama yang menyebabkan terjadinya pergerakan lempeng.
Gambar 2.3 Batas-batas Lempeng Tektonik dan Ilustrasi Pergerakannya
(Wikipedia)
Sehubungan dengan pergerakan lempeng-lempeng tersebut, maka akan mengakibatkan
mengakibatkan aktivitas seismik yang besar di titik-titik pertemuannya. Karena
pergeseran secara umum terjadi di sekitar pertemuan antar lempeng, maka lokasi gempa
pun akan terkonsentrasi di sekitar pertemuan lempeng. Titik titik episenter dari gempa
bumi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4.
10
Gambar 2.4 Lokasi Gempabumi Dunia (Wikipedia)
Lempeng-lempeng yang saling berinteraksi (bergerak) tersebut terbagi menjadi tiga
mekanisme, yaitu:
•
Saling mendekat (konvergen)
Pergerakan lempeng saling mendekati akan menyebabkan tumbukan dimana salah
satu dari lempeng akan menunjam ke bawah yang lain. Daerah penunjaman
membentuk suatu palung yang dalam, yang biasanya merupakan jalur gempa
bumi yang kuat. Dibelakang jalur penunjaman akan terbentuk rangkaian kegiatan
magmatik dan gunungapi serta berbagai cekungan pengendapan. Salah satu
contohnya terjadi di Indonesia, pertemuan antara lempeng Indo-Australia dan
Lempeng Eurasia menghasilkan jalur penunjaman di selatan Pulau Jawa dan jalur
gunung api Sumatera, Jawa dan Nusatenggara dan berbagai cekungan seperti
Cekungan Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan Cekungan
Jawa Utara.
11
•
•
Saling menjauh (divergen)
Pergerakan lempeng saling menjauh akan menyebabkan penipisan dan
peregangan kerakbumi dan akhirnya terjadi pengeluaran material baru dari mantel
membentuk jalur magmatik atau gunungapi. Contoh pembentukan gunungapi di
Pematang Tengah Samudera di Lautan Pasifik dan Benua Afrika.
Saling berpapasan (Transform)
Pergerakan saling berpapasan dicirikan oleh adanya sesar mendatar yang besar
seperti misalnya Sesar Besar San Andreas di Amerika.
Gambar 2.5 Tipe-tipe Interaksi Lempeng Tektonik (Wikipedia)
2.3.2
Patahan
Ada kalanya lempengan permukaaan bumi mengalamai robekan dalam skala yang lebih
kecil. Robekan dalam skala kecil ini disebut dengan patahan (fault). Panjang robekan
biasanya sekitar beberapa meter hingga ratusan kilometer dan dengan kedalaman antara
permukaan tanah hingga beberapa puluh kilometer.
Pergerakan dari patahan dapat dibedakan berdasarkan dua arah pergerakan yaitu strike
dan dip yaitu:
1.
Pergerakan dengan bidang gelincir searah dip (dip slip)
Pergerakan tipe ini dapat dibagi atas 2 bagian yaitu:
12
-
2.
Normal Fault, terjadi bila komponen horizontal dari kemiringan
diperpanjang dan material di atas bidang patahan bergerak turun relatif
terhadap material di bawah bidang patahan.
- Reverse fault, terjadi bila komponen horizontal dari kemiringan
diperpendek dan material di atas bidang patahan bergerak naik relatif
terhadap material di bawah bidang patahan.
Pergerakan dengan bidang gelincir searah strike (strike slip)
Terjadi bila arah pergerakan sejajar dengan garis strike. Bidang patahan hampir
vertikal dan dapat menyebabkan pergerakan yang besar.
Gambar 2.6 Jenis-jenis Patahan (USGS)
2.4
RESIKO GEMPA
Seperti telah diuraikan peristiwa gempa bumi merupakan gejala alam yang bersifat acak.
Dengan konsep probabilitas, terjadinya gempa dengan intensitas dan probabilitas tertentu
dapat diperkirakan. Angka kemungkinan inilah yang mencerminkan resiko gempa.
Resiko tahunan (RA) dari suatu intensitas adalah angka kemungkinan terjadi atau
terlampauinya intensitas tersebut dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan periode ulang
rata-rata (T) dari suatu intensitas merupakan perbandingan terbalik dari resiko tahunan.
T=
1
RA
(2.6)
Resiko gempa (RN) didefenisikan sebagai kemungkinan terjadinya gempa dengan
intensitas dan periode ulang tertentu selama masa layan bangunan (N tahun).
RN = 1 – (1- RA)N
(2.7)
Resiko gempa untuk setiap kategori dengan berbagai macam masa layan bangunan dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
13
Tabel 2.2 Hubungan antara Resiko Gempa untuk Periode Ulang Tertentu terhadap Masa
Layan Bangunan
Tingkatan Beban Gempa
Periode, T (Tahun)
RN
(%)
2.5
Sedang
5
Kuat
10
Sangat Kuat
20
50
100
200
500
1000
RA (%)
20
10
5
2
1
0.5
0.2
0.1
N=10 Tahun
89
65
40
18
9.6
4.9
2
1
N=30 Tahun
100
96
79
45
26
14
9
3
N=50 Tahun
100
100
92
64
40
22
9.5
5
N=100 Tahun
100
100
99
87
63
40
18
9.5
KONDISI TEKTONIK WILAYAH JAWA
Kota Yogyakarta terletak pada 110,38 BT dan 7,80 LS dan berada sekitar 250 km di utara
jalur subduksi Sunda. Jalur subduksi ini merupakan pertemuan dua lempeng yaitu
Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Lempeng India-Australia bergerak ke
arah utara relatif terhadap Lempeng Eurasia. Pertemuan kedua lempeng ini membentuk
zona subduksi (Gambar 2.7) dan mengakibatkan permukaan berupa palung pada laut di
selatan Pulau Jawa (Gambar 2.8). Penunjaman lempeng ini dapat dilihat dari adanya zona
gempa Benioff yang dimulai dari palung Jawa, menujam ke arah utara sampai kedalaman
650 km di bawah Laut Jawa. Kondisi ini menyebabkan Pulau Jawa menjadi aktif secara
tektonik yang ditunjukkan oleh jalur gunung api dan sistem sesar pada Gambar 2.7. Zona
subduksi di selatan Jawa merupakan sumber gempa aktif dengan kecepatan dan arah
gerak lempeng India-Australia sekitar 77 mm/tahun berarah relatif ke utara.
14
Gambar 2.7 Skema Elemen-elemen Tektonik dalam Pertemuan Lempeng Berupa Zona
Subduksi (MAE)
Gambar 2-8. Zona Subduksi di Selatan Jawa sejauh 250 km dari Pantai Selatan Pulau
Jawa (USGS)
15
Sesismisitas dari zona subduksi dipengaruhi oleh umur, komposisi dan kecepatan
penunjaman dari lempeng subduksi. Faktor-faktor ini mempengaruhi frekuensi dan
magnitude kejadian gempa di sepanjang jalur subduksi Sunda. Beberapa karakteristik
tektonik yang mempengaruhi seismisitas wilayah Yogyakarta selain subduksi Sunda
adalah adanya sesar sesar aktif yang berada di radius 500 km Yogyakarta seperti sesar
Opak, Lasem, Bumiayu, Sukabumi dan lainnya. Karakteristik dari masing-masing sesarsesar tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Sesar-sesar di Pulau Jawa yang Mempengaruhi Kegempaan di Sekitar
Yogyakarta (Muktaf,2008)
Total of
Rupture
Rupture
No
Earthquake
source/
fault
Length
Type
of
Rupture
Fault
Direction
( km)
Max
Slip
Shear
Rate
Area
Length
Width
( km )
( km )
( Km2 )
Fault
MMax
Mm /
(m)
thn
1.
Baribis
N -R
E-W
235
27 - 34
5
135 – 170
1–6
0.2
6.7– 6.8
2.
Bumiayu
N –R
NW - SE
100.4
25 - 30
4
100 - 120
1–6
0.2
6.7– 6.8
3.
Lembang
N
E-W
24.9
11
2
22
1–3
0.22.5
6.3
4.
Cimandiri
N-R
NE - SW
135
105
30
66 - 84
1–6
0.2
7.6
5.
Lasem
R
NE – SW
103
56
3-Jan
0.27
7.4
6.
Jawa
Interplate
R
E–W
360
234
85
2870
>8
77
8.2
N
E–W
355
415
35
14525
-
77
8.2
Jawa
Intraplate
7.
16
8.
Mélange
Tertiary Opak
Fault
R
N-S
40
20
8
9.
Reverse
Thrusting in
LombokFlores-AlorWetar Thrust
System
R
-
-
-
-
2.6
>150
-
0.2
6.8
-
7
SEJARAH KEGEMPAAN
Seismisitas di sekitar Pulau Jawa dapat dilihat pada Gambar 2.9. Gempa bumi di Pulau
Jawa ini umumnya memiliki kedalaman yang berada pada kisaran 0 hingga 180 km
dengan magnitude sekitar 4 hingga lebih kecil dari 7.
Gambar 2.9. Seismisitas di Sekitar Pulau Jawa
Seperti telah diterangkan pada sub-bab 2.5 bahwa aktivitas seismik di Pulau Jawa
sebagian besar diakibatkan oleh subduksi Lempeng Asia yang menunjam ke arah utara
relatif terhadap Lempeng Eurasia. Penunjaman ini tepat berada pada kedalaman 100-200
km. Selain dari gempa-gempa besar yang diakibatkan oleh subduksi tersebut, gempa-
17
gempa besar juga banyak diakibatkan oleh patahan patahan lokal seperti yang terjadi
pada 27 Mei 2006 akibat patahan Opak.
Catatan sejarah kegempaan di sekitar Jawa secara umum serta DIY dan Jateng yang
dikumpulkan dari beberapa catatan katalog dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5.
Pada katalog tersebut akan dijumpai perbedaan pemakaian nilai besar gempa. Hai ini
terjadi karena gempa-gempa pada zaman dulu biasanya diukur dalam satuan intensitas
gempa, sedangkan gempa-gempa sekarang sudah memilki ukuran magnitude yang
ditentukan dari pencatatan seismograf. Satuan intensitas seperti ini telah diuraikan pada
sub-bab 2.2.1 memiliki berbagai jenis berdasarkan ukuran intensitas. Dalam katalog
tersebut satuan yang digunakan adalah skala MMI (Modified Mercalli Intensity). Skala
MMI ini memiliki skala gempa kualitatif dari I sampai XII berdasarkan tingkat kerusakan
yang disebabkan oleh suatu gempa.
Tabel 2.4 Sejarah Kegempaan di Wilayah Jawa (Muktaf,2008)
Tahun
Bulan
Tanggal
Latitude
Longitude
Ms,
Intensity,
atau
keterangan
Kedalaman
(km)
1797
-
-
-
-
8.4
-
1833
-
-
-
-
8.7
-
1840
January
4
-
-
Tsunami
-
1859
October
20
-
-
Tsunami
-
1867
June
10
-
-
MM >VIII
-
1875
March
28
-
-
MM=V~VII
-
1903
February
27
8.00
106.00
7.9
25
1921
September
11
11.35
110.76
7.5
-
1937
September
27
8.88
110.65
7.2
-
18
1955
May
29
10.30
110.50
6.38
-
1962
December
21
9.00
112.40
6.27
-
1963
December
16
6.40
105.40
6.13
-
1972
May
28
11.05
116.97
6.2
-
1974
September
7
9.80
108.48
6.5
-
1976
July
14
8.22
114.87
6.5
36
1977
August
19
11.16
118.41
7.9
33
1977
October
7
9.95
117.32
6.3
33
1979
July
24
11.15
107.71
6.9
31
1979
October
20
8.32
116.02
6.2
33
1979
Nov
2
7.66
108.25
6.0
25
1979
December
17
8.41
115.96
6.3
33
1982
March
11
9.27
118.48
6.4
33
1982
August
7
11.14
115.42
6.2
33
2006
May
27
7.96
110.46
6.3
10
2006
July
17
9.22
107.32
7.7
34
Dari catatan tersebut dapat dilihat bahwa kejadian gempa besar dengan kekuatan
magnitude lebih besar dari 7 terjadi kurang lebih 25 tahun sekali. Sementara efek ikutan
yang diakibatkan oleh gempa di sekitar Jawa dari catatan tersebut bahkan ada yang
mengakibatkan tsunami, sehingga wilayah-wilayah di sekitar pantai selatan Jawa memilki
potensi bencana akibat gempa dan tsunami.
19
Gambar 2.10 Sejarah Kegempaan di Sekitar Jawa yang Mempengaruhi Yogyakarta
(Kertapati, 2006)
Tabel 2.5 Catatan Gempa Historis di sekitar DIY dan Jawa Tengah (Lap Survey
Rekonesans-LPPM ITB)
Event
Efek
Intensitas
Sumber
25 Desember 1821
Jepara, Jawa Tengah – Gempa dirasakan
di Jepara dengan intensitas VI-VII MMI
VII
NT
4 Januari 1840
Purworejo, Jawa Tengah – Gempa
dirasakan di Purworejo dan
mengakibatkan kerusakan hebat pada
bangunan; ada 2 bangunan roboh. Gempa
ini juga dirasakan di Semarang, Demak,
Salatiga dan Kendal di bagian Pantai
Utara Jawa Tengah
VIII-IX
NT
15 Oktober 1852
Kebumen, Jawa Tengah – Gempa sedang
dirasakan di Kebume. Guncangan gempa
mengakibatkan retak pada tembok
VI-VII
NT
20
beberapa bangunan dan rumah.
19 Januari 1856
Semarang, Jawa Tengah – Gempa
dirasakan di Jawa Tengah dan
mengakibatkan retak pada tembok.
VII-VIII
NT
13 Agustus 1863
Banyumas, Jawa Tengah – gempa kuat
mengakibatkan kerusakan berat pada
bangunan pabrik gula
VII
NT
17 Juli 1865
Banyubiru, Jawa Tengah – beberapa
bangunan dan rumah mengalami
kerusakan berat akibat gempa ini.
VII
NT
22 April 1866
Ambarawa, Jawa Tengah – tembok dari
beberapa rumah dan barak mengalami
retak akibat gempa ini
VI
NT
10 Juni 1867
Jogjakarta, Jawa Tengah – Kerusakan
hebat terjadi di Jogjakarta dan Surakarta
dari Bantul (selatan Jogjakarta) hingga
Klaten 372 rumah roboh atau sebagian
roboh dan 5 korban tewas. Longsor terjadi
di Gunung Merapi.
VIII-IX
NT
27 Maret 1871
Banyumas, Jawa Tengah – Gempa
mengakibatkan retak pada bangunan
pemerintahan dan rumah-rumah.
VI
NT
10 Oktober 1872
Salatiga, Jawa Tengah – Guncangan yang
agak keras dirasakan di Salatiga
mengakibatkan retak pada tembok
VI
NT
21 Februari 1877
Kudu, Jawa Tengah - Guncangan yang
agak keras dirasakan di Kudu dan
Wonosobo mengakibatkan kerusakan
pada beberapa bangunan
VI
NT
21
12 Desember 1890
Pati, Jawa Tengah – Gempa ini juga
dirasakan di Juwana mengakibatkan
banyak rumah roboh . Beberapa orang
tewas dan terluka.
9 September 1916
Maos, Jawa Tengah – Kerusakan
IX
umumnya terjadi di daerah Maos dan
sekitarnya. 340 bangunan tembokan roboh
total dan banyak juga yang mengalami
kerusakan di Maos dan Kasugian, retakretak terjadi di tembok. Likuifaksi juga
dilaporkan dari kejadian gempa ini,
semburan material seperti Lumpur dan air
keluar seperti air mancur dari beberapa
lubang dan celah-celah, menyebabkan
orang-orang di sekitarnya panic. 400
rumah roboh di distrik Selarang.
Kerusakan struktur dan retak di tanah juga
ditemukan di beberapa tempat. Bangunan
sekolah umumnya rusak berat dikarenakn
kurang memenuhi syarat bangunan tahan
gempa. Kerusakan hebat terjadi di daerah
yang secara struktur geologi kurang
menguntungkan (dekat dengan sumber
gempa??) dan pengerjaan struktur
bangunan yang buruk.
GN-2
15 Mei 1923
Maos, Jawa Tengah – Guncangan
IX
dirasakan secara intensif di bagian barat
Jaw Tengah. Efek kerusakan terjadi did an
sekitar Maos.
GN-2
VIII
NT
12 November 1924 Jawa Tengah - Episenter gempa di daerah
pegunungan. Kerusakan umumnya
diakibatkan akibat kelongsoran.
VIII-IX
GN-2
2 Desember 1924
IX
GN-2
Wonosobo, Jawa Tengah – Gempa ini
sepertinya adalah gempa susulan
22
Kehancuran terjadi di Wonosobo dan juga
kerusakan bangunan batuan di luar
Wonosobo. Sekitar 2250 rumah roboh dan
beberapa desa rusak diakibatkan
kelongsoran tanah. 727 orang tewas.
Kerugian akibat gempa yang diperkirakan
oleh penguasa setempat adalah 61000
gulden
13 Desember
19XX
Prupuk, Jawa Tengah – Kerusakan terjadi
di Prupuk dan Margasari; kerusakan
ringan terjadi di Dubuktengah, kaligayan,
Wonosari, Danurejo, Jembayat, Pakulaut
dan Kalisosok. Beberapa orang terluka.
VIII-IX
GN-2
21 Januari 19xx
Bumiayu, Jawa Tengah - Secara umum
kerusakan yang terjadi adalah pada
bangunan tua dan bangunan dengan
konstruksi yang tidak baik.
VIII
GN-2
27 September 1937 Jogjakarta – Gempa dirasakan hingga
bagian Timur Lombok. Secara umum,
Bagian Selatan Jawa bagian tengah
mengalami kerusakan hebat dan retak –
retak kecil ditemukan di Jawa Timur.
Daerah yang mengalami kerusakan hebat
adlah di daerah Propinsi Jogjakarta. Di
Klumpit, ada satu bangunan yang
terpisah/putus, satu orang tewas. Di
Prambanan 326 rumah tembokan roboh.
Di Klaten 2200 rumah mengalami
kerusakan, di beberapa tempat pipa-pipa
bawah tanah putus.
VIII-IX
GN-2
27 Juni 1937
VII
GN-2
Jawa Tengah - Plesteran tembokan
terkelupas dan retak-retak kecil terjadi di
Cirebon. Kerusakan yang lebih besar
terjadi di Sodomantra, Jepara dan Manis
23
Kidul.
23 Juli 1943
Jogjakarta – Gangguan yang intens terjadi
di sepanjang Pantai Selatan Jawa bagian
Tengah, antara Garut dan Surakarta
sepanjang 250 km. 213 orang dilaporkan
tewas dan 2096 orang luka berat., sekitar
2800 rumah rusak.
VIII
GN-2
14 Februari 1976
Purwokerto, Jawa Tengah – Hampir
seluruh orang terbangun dari tidurnya
akibat guncangan gempa dan suara dari
bangunan yang bergoyang. Guncangan
juga dirasakan di Ajibarang,
Kedungbanteng, Tegal, Brebes,
Pekalongan, Magelang dan Semarang.
Tidak ada kerusakan yang dilaporkan.
IV
E.R
13 Maret 1981
Jogjakarta – Guncangan dirasakan di
Jogjakarta dan menyebabkan retak – retak
pada tembok Hotel Ambarukmo. Tidak
ada bangunan dan rumah yang rusak
VI
E.I
Dari data-data gempa tersebut di atas, tercatat gempa besar yang pernah terjadi di
Yogyakarta terjadi pada tahun 1867, 1937 dan 1981. Dan gempa terbesar dari ketiga
gempa tersebut yaitu gempa pada tahun 1937 dengan intensitas VIII-IX MMI yang
getarannya dapat dirasakan hingga ke bagian timur Pulau Lombok.
2.7
STUDI PATAHAN OPAK
2.7.1 Peristiwa Gempa Sebelum 27 Mei 2006
Pada tanggal 17 Juli 1865 telah terjadi gempa yang melanda Yogyakarta dan Surakarta
dimana sekitar 372 rumah hancur dan rusak berat dilaporkan 5 meninggal MMI mencapai
VII – VIII. Wichmann 1918 melaporkan bahwa peristiwa gempabumi dangkal di daratan
Jawa sangat berkaitan dengan sesar-sesar/patahan-patahan yang di daerah tersebut.
Peristiwa yang sama terjadi pada tangal 12 Mei 1923 di Jawa tengah telah terjadi gempa
yang goncangannya terasa sampai jauh ke timur sepert di Lombok Bagian timur. Pada
umumnya di Jawa Tengah bagian selatan, terjadi kerusakan yang sangat parah, dan
24
retakan-retakan kecil terjadi di rumah-rumah di Jawa Timur. Kerusakan terparah terjadi
di Propinsi Yogyakarta.
Di Klumpit dilaporkan sebuah rumah terputar serta seorang
meninggal. Di Prambanan dilaporkan 126 rumah roboh. Di Klaten 2200 rumah menderita
kerusakan, serta pipa-pipa bawah tanah diberbagai tempat mengalami kerusakan. Gempa
historik ini, disebabkan oleh gerak dari patahan yang sama dengan gempa yang terjadi
pada 27 Mei 2006. Kerusakan berat yang terjadi pada gempa tahun 1923 terjadi disekitar
Prambanan dan Klaten, kejadian ini hampir bersamaan/mirip dengan yang terjadi pada
tanggal 27 Mei, dimana di daerah Prambanan rel kereta api menderita pembengkokan
dan kerusakan Candi Prambanan serta di daerah Klaten terjadi likuifaksi yang
mengakibatkan mencuatnya air setinggi 2 sampai 3 meter selama satu jam padasaat
terjadi goncangan gempa. MMI VIII – IX.
Dari hasil komunikasi langsung dengan Engkon Kertapati, beliau menyimpulkan bahwa
Sesar Opak merupakan kelanjutan ke arah baratdaya dari Sesar Cretaceous – Tertiary
Melange ( Kertapati, 1999). Patahan tersebut robek pada 27 Mei 2006. Dengan kata lain
bahwa Patahan/Sesar Cretaceous-Tertary Melange adalah patahan aktif yang harus
diwaspadai untuk waktu-waktu mendatang, khususnya untuk daerah Jawa Tengah dan
Jawa Timur.
2.5.2
Karakteristik Patahan
Patahan gempa sebagai bahaya ikutan (collaterral hazard) gempa terjadi di sepanjang
zone sesar/patahan. Suatu robekan tanah/retakan akibat gempa disepanjang zone patahan
dapat terjadi dari beberapa sentimeter sampai ratusan kilometer, dan ini dikenal sebagai
patahan gempa. Pergeseran tanah/retakan tanah pada zone sesar/patahan dapat bergerak
mendatar, vertikal atau dapat pula gabungan serta dapat diukur mulai dari beberapa
sentimeter sampai ukuran meter. Dan dengan jelas, bahwa bangunan yang berdiri di
atasnya akan hancur atau roboh. Karakteristik dari patahan di beberapa lokasi dapat
dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Pola Retak akibat Gempa Yogyakarta (Kertapati,2007)
No
Lokasi
Arah
Retakan
Lebar
Panjang
Bahaya ikutan dan
dampak yang
1
Perajinan:
7045’48.4” LS;
110032’54.7” BT
N 800E
1 – 5 cm
15 meter
Terjadi
likuifaksi,
diameter 10 meter,
pasir lanauan
25
2
Sengir: 7049’3.6”
LS;
110030’24.6”BT
N 1750E
2–6m
± 75
meter
Longsor dan
amblasan pada zona
tension-tanah
endapan fanglomerat
3
7050’16.4” LS;
110029’9.4”BT
N 2300E
1 –2
sentimeter
± 5 meter
Pergeseran mengiri 1
sentimeter
4
7049’32.9” LS;
110029’4.9”BT
N 2000 E N 2700E
1–5
sentimeter
12 meter
Terjadi
likuifaksi,
diamter
8 meter,
pasir lanauan
5
7048’54.6” LS;
110029’49.3”BT
N 1700E
30 sentimeter
30 meter
Terjadi
likuifaksi,
diamter 7 meter, pasir
lanauan, searah anak
sungai
6
7050’13.6” LS;
110030’9.3”BT
N 2700E
3 sentimeter
15 meter
Retakan di
searah gawir
7
Jetis: 7052’26.8”
LS;
0
110 22’28.4”BT
N 2700E
3 sentimeter
15 meter
Retakan memotong
jalan dan sawah
8
7054’57.9” LS;
110022’34.8”BT
N 2200E
3 sentimeter
10 meter
Retakan memotong
jalan
9
Bukayang:
7 51’12.8” LS;
110013’57.6”BT
-
-
-
Batugamping
0
26
jalan
10
Kampung
Pathuk:
N 400 E N 600E
30 sentimeter
± 1 km
Retakan
sejajar
tebing,
sebagian
longsor
dan
berpotensi
longsor
pada saat musim
penghujan
11
KongklanganPrambanan
N 1800E
5cm
300m
Retakan memanjang
memotong jalan raya
permukiman
penduduk, likuifaksi,
sumur
penduduk
sekarang kering
12
Pantai Trisik –
Brosot
N 1050E
1m
50 m
Retakan diikuti
likuifaksi
13
Kampung Siluk
N 1900E
3
15 meter
Retakan memotong
jalan,
pinggir
jembatan
S.Oyo,
jarak antara retakan
satu dengan lainnya ±
15 meter bagian timur
relatif turun
1
sentimeter
14
7057’10” LS;
110023’17.6”BT
N 2400E
2 cm
10 meter
Retakan bagian timur
relatif
turun
2
sentimeter.
27
Patahan ini memanjang sekitar kurang lebih 40 km dengan koordinat paling selatan dari
sesar ini adalah 110° 17’ 34.8” BT dan 8° 0’ 49.7” LS dan koordinat paling utara dari
sesar ini adalah 110° 29’ 51.7” BT dan 7° 42’ 19.1”LS. Koordinat inilah yang dipakai
dalam pemodelan sumber gempa untuk perhitungan PSHA. Sementara nilai Mwmaks yang
didapatkan pada saat gempa yaitu sebesar 6,3.
Terkait dengan kejadian gempa 27 Mei 2006, plotting gempa-gempa susulan yang terjadi
pada tanggal 27 Mei - 29 Mei 2006 dapat dilihat pada Gambar 2.11.Dari sebaran gempa
susulan yang kedalamannya berkisar 20 km dapat dilihat penyebaran sumber gempa di
terletak di sepanjang patahan Opak. Dari pengamatan visual ini semakin jelaslah bahwa
gempa tersebut terjadi akibat dari aktifitas patahan tersebut, sehingga patahan ini
dimasukkan dalam perhitungan hazard gempa dalam studi ini.
LEGENDA :
ST. PENGAMATAN
ST. GEOFISIKA –BMG
GEMPA SUSULAN
DIRASAKAN
GEMPA SUSULAN TDK
DIRASAKAN
Gambar 2.11 Sebaran Gempa Susulan (Sengara, 2006 dari BMG)
2.7
KONDISI UMUM GEOLOGI YOGYAKARTA
Secara umum fisiografi daerah Yogyakarta dan Klaten terbagi dalam 2 bagian yaitu :
Dataran Yogyakarta, merupakan daerah datar yang terdiri dari endapan gunung
a.
api muda (G. Merapi). Daerah ini relatif terdapat di selatan G. Merapi hingga
pantai selatan Yogya (Parangtritis-Parang Kusuma-Brosot).
28
b. Pegunungan Selatan Yogyakarta, merupakan daerah pegunungan yang terdiri dari
batuan gunung api berumur Oligosen-Miosen dan batu gamping berumur MiosenPliosen.
Struktur geologi berupa sesar merupakan sesar yang membentuk daerah depresi
Yogyakarta yang dibatasi tinggian di bagian barat (Kulon Progo) dan timur (Pegunungan
Selatan – Wonosari). Kelurusan sesar di wilayah Yogya-Klaten terdiri dari tiga sistem
arah sesar. Ketiga sistem tersebut meliputi :
Sistem Sesar Barat-Timur, yaitu sistem patahan yang berkembang di daerah
a.
pegunungan yang menjadi tinggian pembatas zona depresi Jogja. Sistem ini
berkembang bersama dengan pelipatan yang intensif pada batuan gunung api (tuf
dan breksi tuf) dan batu gamping.
Sistem Sesar Barat Laut-Tenggara, yaitu sistem sesar yang membatasi zona
b.
depresi Yogyakarta dan tinggian Kulon Progo.
Sistem Sesar Timurlaut-Baratdaya, yaitu sistem sesar yang membatasi zona
c.
depresi Yogyakarta dan tinggian Wonosari, berarah relatif mengikuti Sungai
Opak sehingga sistem sesar seringkali dikenal sebagai Sesar Opak.
Qa: Endapan alluvial
Qmi: Endapan volkanik
Gunung Merapi
Tmps: Formasi Sentolo,
batugamping dan batupasir
napalan
Tmwl: Formasi Wonosari,
batugamping terumbu,
kalkarenit
Tmss: Formasi Sambipitu, tuf,
serpih, batulanau
Tmng: Formasi Nglanggran,
breksi volkanik
Tmse: Formasi Semilir, tuf
dan breksi gunungapi
Gambar 2.12 Geologi Daerah Sekitar Patahan Opak
Secara geomorfologi daerah Bantul merupakan dataran yang dibatasi perbukitan breksi volkanik
dan batu gamping di sisi timur dan Sungai Progo di sisi barat yang kemudian semakin ke barat
merupakan zona Pegunungan Kulon Progo. Dataran Bantul dan sekitarnya diisi oleh endapan
produk G. Merapi yang terdiri dari Formasi Sleman dan Formasi Yogyakarta. Ketebalan total
endapan sekitar 60 hingga 100 meter. Endapan ini diperkirakan menutupi batuan di bawahnya
yang merupakan batuan berumur Tersier yang mengalami depresi (graben) dengan batas-batas
29
sesar yang terdapat ada pada Sungai Opak di sisi timur dan Sungai Progo di sisi barat. Geologi
daerah Bantul dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Endapan Gunung api yang menjadi permukaan paling atas dan tersebar di Bantul
merupakan endapan lahar berseling dengan abu volkanik (tuf) dengan porositas yang
cukup besar. Endapan di daerah sungai muda (sungai selain Opak dan Progo) umumnya
merupakan endapan yang kurang kompak dan berukuran pasir lempungan berbentuk
melensa. Sebagian besar, endapan ini tertutup tanah pelapukan yang umumnya berukuran
lanau dengan ketebalan dapat mencapai 2 hingga 3 meter.
Struktur geologi yang dapat teramati secara visual di daerah Bantul dapat dilacak di
sepanjang Sungai Opak dan Sungai Progo. Umumnya struktur geologi pada daerah ini
berupa kemiringan lapisan batuan dan kekar-kekar gerus. Struktur geologi yang langsung
mencirikan sesar relatif tidak nampak pada pengamatan permukaan. Kekar yang
ditemukan di sepanjang Sungai Opak menunjukkan spasi yang intensif dengan jarak spasi
dari 5 cm hingga 40 cm pada batuan tuf Formasi Nglanggran. Arah kelurusan dari kekar
relatif barat timur dan utara selatan yang kemungkinan menunjukkan gaya tegasan
terkuat dari arah selatan. Kekar-kekar ini menerus hingga ke arah timur laut di daerah
Sleman yang dapat juga ditemukan di sekitar situs Kraton Boko. Sesar di sepanjang
Sungai Opak dikenal sebagai sesar normal dimana perbukitan di timur sungai (Gunung
Kidul) merupakan bagian yang relatif naik dibandingkan dataran di barat sungai (Bantul).
30
Download