7 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Pengertian 2.1.1 Definisi Kenakalan

advertisement
7
BAB II
KAJIAN TEORETIS
2.1
Pengertian
2.1.1
Definisi Kenakalan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kenakalan dengan kata dasar nakal
adalah suka berbuat tidak baik, suka mengganggu, dan suka tidak menurut.
Sedangkan kenakalan adalah perbuatan nakal, perbuatan tidak baik dan bersifat
mengganggu ketenangan orang lain, tingkah laku yang melanggar norma kehidupan
masyarakat. Kenakalan remaja di era modern ini sudah melebihi batas yang
sewajarnya. Definisi kenakalan remaja menurut para ahli, salah satunya adalah
Kartono seorang ilmuan sosiologi mengemukakan pendapatnya bahwa “Kenakalan
Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency
merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk
pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang
menyimpang”. Dan Santrock mengatakan bahwa ”Kenakalan remaja merupakan
kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial
hingga terjadi tindakan kriminal”.
Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari normanorma hukum pidana yang dilakukan
oleh remaja. Perilaku tersebut
akan
merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Banyak anak dibawah
7
8
umur yang sudah mengenal Rokok, Narkoba, Freesex, dan terlibat banyak tindakan
kriminal lainnya.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kenakalan adalah suatu bentuk
perilaku yang tidak baik, yang bersifat mengganggu ketenangan orang lain dan
melanggar norma serta aturan yang berlaku dalam masyarakat.
2.1.2
Definisi Remaja
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan
dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh,
minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh
karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni
masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial
(TP-KJM, 2002).
Pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih
bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis,
psikologis, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi
sebagai berikut :
Remaja adalah suatu masa dimana :
1.
Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
2.
Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
9
3.
Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri (Muangman, 1980:9).
Menurut Sri Rumini dan Siti Sundari (2004: 53) “masa remaja adalah
peralihan dari masa anak dengan masa dewasa, di mana mereka mengalami
perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa”. Masa remaja
berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun
sampai dengan 22 tahun bagi pria.
Menurut Zakiah Darajat (1990: 23), “remaja adalah masa peralihan di antara
masa kanak-kanak dan dewasa”. Dalam masa ini, anak mengalami masa pertumbuhan
dan perkembangan. Baik perkembangan fisik maupun psikisnya. Mereka bukanlah
anak-anak, dalam bentuk badan ataupun cara berpikir dan bertindak, tetapi mereka
bukan pula orang dewasa yang telah matang. Hal senada diungkapkan oleh Santrock
(2003: 26) bahwa “remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa
anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial
emosional”.
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah 12 hingga 21
tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga tahapan, yaitu
masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun), dan masa
remaja akhir (18-21 tahun).
Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini dan Siti Sundari, serta Zakiah
Darajat dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa “masa remaja adalah masa
peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-21
10
tahun, di mana pada masa tersebut terjadi proses pematangan, baik pematangan fisik
maupun psikologis”.
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang
batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang
dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai
patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu
terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum
usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang)
mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan
sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata
orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan
balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak
memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka
menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain
waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa. Memang banyak
perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali
perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai
pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang
dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai
dimensi kehidupan dalam diri mereka.
Masa remaja adalah masa transisi/ peralihan dari masa kanak-kanak menuju
dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik,psikis dan psikososial.
11
Remaja awal (13-14 tahun) Remaja Tengah (15-17 Tahun) Remaja akhir (18-21
Tahun).
Istilah “Remaja” berasal dari bahasa latin “Adolescere” yang berarti remaja.
Mencakup kematangan mental, emosi, social, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan
oleh Jean Piaget, secara psikologi “masa remaja adalah usia saat individu
berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia saat anak tidak lagi merasa dibawah
tingkat orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkat yang sama”. Persepsi
umum tentang remaja merupakan kelompok yang biasanya tidak berada dengan
kelompok manusia yang lain, ada yang berpendapat bahwa remaja adalah kelompok
orang-orang yang sering menyusahkan orang tua. Remaja merupakan kelompok
manusia yang penuh dengan potensi berdasarakan catatan sejarah remaja Indonesia
yang penuh vitalitas, semangat patriotisme yang menjadi harapan penerus bangsa
perlu dilakukan pembinaan remaja oleh orang tua dan guru harus memahami
kejiwaan dan dunia mereka. Bila tidak akan menimbulkan efek yang tidak
diharapkan.
Dari beberapa definisi tentang remaja, dapat disimpulkan bahwa remaja
adalah seorang individu yang mengalami peralihan dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa dan dalam peralihan tersebut, terdapat banyak perubahan-perubahan
dari segi fisik, psikis dan psikososial yang sangat mempengaruhi remaja dalam
hubungannya dengan lingkungan sosial, serta mencakup kematangan mental, emosi,
sosial ,dan fisik.
12
2.1.3 Definisi Kenakalan Remaja
Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja
yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Kartini
Kartono (1988 : 93) mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak
cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang
ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai
suatu kelainan dan disebut “kenakalan”.
Dalam Bakolak inpres no: 6 / 1977 buku pedoman 8, dikatakan bahwa
kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku / tindakan remaja yang bersifat anti
sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam
masyarakat.
Juvenile delinquency (kenakalan remaja) ialah perilaku jahat / dursila, atau
kejahatan / kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit ( patologis ) secara
sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian
sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.
Pengertian kenakalan remaja menurut Resolusi PBB 40/33 tentang UN
Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (Beijing Rules )
khusus
dalam
rules
2.2
adalah
salah
seorang
anak
atau
orang
muda
(remaja) yang melakukan perbuatan yang „dapat dipidana‟ menurut sistem hukum
yang berlaku dan diperlakukan secara berbeda dengan orang dewasa.
Singgih D. Gumarso (1988 : 19), mengatakan dari segi hukum kenakalan
remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma
13
hukum yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam
undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran
hukum ; (2) kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai
dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar
hukum bila dilakukan orang dewasa.
Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja
kedalam tiga tingkatan :
1.
Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah,
pergi dari rumah tanpa pamit.
2.
Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti
mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin.
3.
Kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar
nikah, pemerkosaan dll. Kategori di atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja
dalam penelitian.
Tentang normal tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku menyimpang,
pernah dijelaskan dalam pemikiran Emile Durkheim (dalam Soerjono Soekanto, 1985
: 73). Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu
dianggap sebagai fakta sosial yang normal dalam bukunya “ Rules of Sociological
Method” dalam batas-batas tertentu kenakalan adalah normal karena tidak mungkin
menghapusnya secara tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh
perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut
terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak
14
disengaja. Jadi kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku
nakal/jahat yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.
Kenakalan remaja, sering kali merupakan produk sampingan dari beberapa hal
berikut :
a)
Pendidikan dasar yang tidak menekankan pada pendidikan watak dan
kepribadian siswa.
b)
Kurangnya usaha orang tua dan orang dewasa dalam menanamkan moralitas
dan keyakinan beragama pada remaja.
c)
Kurang ditumbuhkannya tanggung jawab sosial dalam diri remaja.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja
adalah suatu bentuk perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku dan
dilakukan oleh remaja dalam menanggapi permasalahan yang terjadi di lingkungan
keluarga,sekolah serta lingkungan masyarakat.
2.2
Teori Perilaku Kenakalan Remaja
Salah satu upaya untuk mendefinisikan penyimpangan perilaku remaja dalam
arti kenakalan anak dilakukan oleh M. Gold dan J. Petronio (Weiner, 1980: 497),
yaitu “kenakalan anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang
sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika
perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum, ia bisa dikenai hukuman”.
Ada beberapa teori yang membahas mengenai sebab-sebab terjadinya perilaku
kenakalan remaja yang pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu teori
yang mendasarkan pada pandangan bahwa manusia lahir bagaikan kertas putih
15
(tabula rasa) yang dipelopori oleh John Locke dan teori yang mendasarkan pada
pandangan bahwa manusia lahir telah membawa potensi-potensi psikis yang biasa
disebut dengan aliran nativisme.
a)
Teori Biologis
Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku sosiopatik atau delinkuen pada
anak-anak dan remaja dapat muncul karena faktor-faktor fisiologis dan struktur
jasmaniah seseorang, juga dapat oleh cacat jasmaniah seseorang, dan juga dapat oleh
cacat jasmaniah yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung (Kartono, 2001).
1.
Melalui gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan, atau melalui
kombinasi gen; dapat juga disebabkan oleh tidak adanya gen-gen tertentu, yang
semuanya bisa memunculkan penyimpangan perilaku, dan anak-anak menjadi
delinkuen secara potensial.
2.
Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa (abnormal),
sehingga membuahkan tingkah laku delinkuen.
3.
Melalui pewarisan kelemahan konstitusional jasmaniah tertentu yang
menimbulkan perilaku delinkuen atau sosiopatik. Misalnya cacat jasmaniah bawaan
bracydactylisme (berjari-jari pendek) dan diabetes mellitus (sejenis penyakit gula) itu
erat berkorelasi dengan sifat-sifat kriminal serta penyakit mental.
Lebih jelas Jensen (1985) yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono,
menurutnya teori psikogenik menyatakan bahwa kelainan perilaku disebabkan oleh
kelainan fisik atau genetic (Sarwono, 2001). Searah dengan Jensen, Sheldon dalam
teori konstitusinya beranggapan bahwa faktor-faktor genetik dan faktor-faktor
16
biologis lainnya memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan
individu. Sheldon menjelaskan bahwa ada sejenis struktur biologis hipotesis
(morfogenotipe) yang mendasari jasmani luar yang bisa diamati (fenotipe) dan yang
memainkan peranan penting tidak hanya dalam menentukan perkembangan jasmani,
tetapi juga dalam membentuk tingkah laku (Hall, 1993).
(Dikutip
dari
http://edukasi.kompasiana.com).
/2011/03/21/kenakalan-remaja/
(diunduh tanggal 29 mei 2012 pukul 17.50)
b)
Teori Psikogenis
Teori ini menekankan sebab-sebab perilaku delinkuen dari aspek psikologis.
Antara lain faktor inteligensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah,
fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang
kontroversial, kecenderungan psikopatologis dan lain-lain. Menurut Sigmund Freud,
sebab-sebab kejahatan dan keabnormalan adalah karena pertempuran batin yang
serius antara ketiga proses jiwa (Id, Ego, Superego) sehingga menimbulkan hilangnya
keseimbangan dalam pribadi tersebut. Ketidak seimbangan itu menjurus pada
perbuatan kriminal sebab fungsi Ego untuk mengatur dan memcahkan persoalan
secara logis menjadi lemah (Mulyono, 1995). Argumen sentral dari teori ini adalah
sebagai berikut: delinkuen merupakan bentuk penyelesaian atau kompensasi dari
masalah psikologis dan konflik batin dalam menanggapi stimuli eksternal atau sosial
dan pola-pola hidup keluarga yang patologis (Kartono, 1998).
17
c)
Teori Sosiogenis
Teori sosiogenis yaitu teori-teori yang mencoba mencari sumber-sumber
penyebab kenakalan remaja pada faktor lingkungan keluarga dan masyarakat.
Termasuk dalam teori sosiogenis ini adalah teori Broken Home dari Mc. Cord (1959)
dan teori “penyalahgunaan anak” dari Shanok (1981) (dalam Sarwono, 2001).
Sutherland menyatakan bahwa anak dan para remaja menjadi delinkuen disebabkan
oleh partisipasinya ditengah-tengah suatu lingkungan sosial, yang ide dan teknik
delinkuen tertentu dijadikan sarana yang efesien untuk mengatasi kesulitan hidupnya
(Dalam Kartono, 1998). Healy dan Bronner sarjana Ilmu sosial dari Universitas
Chicago yang banyak mendalami sebab-sebab sosiogenis kenakalan remaja sangat
terkesan oleh kekuatan kultural dan disorganisasi sosial dikota-kota yang berkembang
pesat, dan banyak membuahkan perilaku delinkuen pada anak, remaja serta pola
kriminal pada orang dewasa (Dalam Sarwono 2001). Argumen sentral dari teori ini
menyatakan bahwa perilaku delinkuen pada dasarnya disebabkan oleh stimulusstimulus yang ada diluar individu
(Dikutip
dari
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/21/
kenakalan-remaja/
(diunduh tanggal 29 mei 2012 pukul 17.50).
2.3
Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja
Dalam Jensen (1985) yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono (2001;255)
banyak sekali faktor yang menyebabkan kenakalan remaja maupun kelainan perilaku
remaja pada umumnya. berbagai teori yang mencoba
kenakalan remaja dapat digolongkan sebagai berikut :
menjelaskan penyebab
18
1.
Rational choice : teori ini mengutamakan faktor individu dari pada faktor
lingkungan.kenakalan yang dilakukannya adalah atas pilihan, interes, motivasi atau
kemauannya sendiri. Di Indonesia banyak yang percaya teori ini, misalnya kenakalan
remaja dianggap sebagai kurang iman sehingga anak dikirim ke pesantren kilat atau
dimasukkan ke sekolah agama. Yang lain menganggap remaja yang nakal kurang
disiplin sehingga diberi latihan kemiliteran.
2.
Social disorganization : kaum positivis pada umumnya lebih mengutamakan
factor budaya . yang menyebabkan kenakalan remaja adalah berkurangnya atau
menghilangnya pranata-pranata masyarakat yang selama ini menjaga keseimbangan
atau harmoni dalam masyarakat. Orang tua yang sibuk dan guru yang kelebihan
beban merupakan penyebab dari berkurangnya fungsi keluarga dan sekolah sebagai
pranata kontrol.
3.
Strain : teori ini dikemukakan oleh Merton yang intinya adalah bahwa
tekanan yang besar dalam masyarakat, misalnya : kemiskinan, menyebabkan sebagian
dari anggota masyarakat yang memilih jalan rebellion melakukan kejahatan atau
kenakalan remaja.
4.
Differential association : menurut teori ini, kenakalan remaja adalah akibat
salah pergaulan. Anak-anak nakal karena bergaulnya dengan anak-anak yang nakal
juga. Paham ini banyak dianut orang tua di Indonesia, yang sering kali melarang
anak-anaknya untuk bergaul dengan teman-teman yang dianggap nakal, dan
menyuruh anak-anaknya untuk berkawan dengan teman-teman yang pandai dan rajin
belajar.
19
5.
Labelling : ada pendapat yang menyatakan bahwa anak nakal selalu dianggap
atau dicap (diberi label) nakal. Di Indonesia , banyak orang tua (khususnya ibu-ibu)
yang ingin berbasa-basi dengan tamunya, sehingga ketika anaknya muncul diruang
tamu, ia mengatakan pada tamunya, “ini loh, mbakyu, anak sulung saya. Badannya
saja yang tinggi, tetapi nakaaalnya bukan main”. Kalau terlalu sering anak diberi
label seperti itu, maka ia akan jadi betul-betul nakal.
6.
Male phenomenom : Teori ini percaya bahwa anak laki-laki lebih nakal dari
pada perempuan. Alasannya karena kenakalan memang adalah sifat laki-laki atau
karena budaya maskulinitas menyatakan bahwa wajar kalau laki-laki nakal.
Jensen (1985) membagi kenakalan remaja ini menjadi empat jenis yaitu :
a). Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain : seperti perkelahian,
perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
b).
Kenakalan yang menimbulkan korban materi : perusakan, pencurian,
pencopetan, pemerasan dan lain-lain.
c).
Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain :
pelacuran, penyalahgunaan obat. Di Indonesia mungkin dapat juga dimasukkan
hubungan seks sebelum menikah dalam jenis ini.
d).
Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai
pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat
dari rumah atau membantah perintah mereka, dan sebagainya. Pada usia mereka,
perilaku-perilaku mereka memang belum melanggar hukum
dalam arti yang
sesungguhnya karena yang dilanggar adalah status-status dalam lingkungan primer
20
(keluarga) dan sekunder (sekolah) yang memang tidak diatur oleh hukum secara
terinci. Akan tetapi, kalau kelak remaja ini dewasa, pelanggaran status ini dapat
dilakukannya terhadap atasannya di kantor atau petugas hukum di dalam masyarakat.
Karena itulah pelanggaran status ini oleh Jensen digolongkan juga sebagai kenakalan
dan bukan sekedar perilaku menyimpang.
Perilaku 'nakal' remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri
(internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
1.
Faktor internal :
a)
Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya
dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam
kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan remaja terjadi karena
remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
b)
Kontrol diri yang lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang
dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'.
Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut,
namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan
pengetahuannya.
21
2.
Faktor eksternal :
a)
Keluarga
Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau
perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja.
Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak
memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa
menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
2.4
b)
Teman sebaya yang kurang baik
c)
Komunitas / lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
Penanganan terhadap perilaku menyimpang remaja
Menurut Rogers ( Adams & Gullotta, 1983: 56-57 ) ada beberapa teknik yang
biasa dilakukan oleh para tenaga professional dalam menangani masalah remaja
yaitu:
1)
Penanganan individual
Remaja ditangani sendiri, dalam tatap muka empat mata dengan psikolog atau
konselor. Kalaupun diperlukan informasi dari orang tua atau orang-orang lainnya,
mereka diwawancara tersendiri pada waktu yang berlainan. Dalam penanganan secara
individual ini bisa dilakukan beberapa macam teknik :
a.
Pemberian petunjuk atau nasihat (guidance). Di sini konselor atau psikolog
memanfaatkan pengetahuannya yang lebih banyak dari klien untuk memberikan
informasi atau mencarikan jalan keluar mengenai hal-hal atau masalah-masalah yang
belum diketahui oleh klien. Misalnya : memberi tahu tentang kemungkinan
22
melanjutkan sekolah, tentang cara-cara belajar yang efektif, tentang seksualitas, dan
sebagainya. Dengan mendapatkan pengetahuan tambahan ini diharapkan klien remaja
itu dapat menyelesaikan masalahnya.
b.
Konseling. Di sini konselor atau psikolog tidak menunjukkan dirinya pada
posisi yang lebih tahu daripada kliennya, melainkan dari posisi yang sejajar mencoba
bersama-sama klien memecahkan persoalannya. Masalah yang perlu ditangani
dengan teknik ini adalah jika menyangkut norma, nilai atau perasaan yang subjektif
sifatnya di dalam diri klien itu sendiri menyebabkan timbulnya konflik. Tugas
konselor adalah menjadi mitra klien sebagai tempat penyaluran perasaan atau sebagai
pedoman di kala bingung atau sebagai pemberi semangat di kala patah semangat.
Tujuan konseling adalah membangun kembali pribadinya yang tergoncang untuk
kemudian mencoba menghadapi kenyataan dan menyesuaikan diri terhadap kendala
yang ada serta akhirnya mencari jalan keluar dari masalah.
c.
Psikoterapi. Di sini ahlinya biasanya adalah psikolog atau psikiater yang telah
mendapat latihan khusus. Keterampilan khusus ini diperlukan karena teknik ini
memang lebih sukar daripada dua teknik sebelumnya dan kasus-kasus yang
ditanganinya pun lebih berat. Yang dimaksud dengan psikoterapi adalah
menyembuhkan jiwa yang terganggu, mulai dari gangguan ringan seperti jiwa yang
terkena stress sampai gangguan yang berat seperti psikoneurosis dan yang sangat
berat seperti psikosis. Sasarannya adalah mengubah struktur kejiwaan klien agar ia
mampu untuk lebih menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
23
2)
Penanganan keluarga
Penanganan ini dilakukan apabila masalah yang dihadapi remaja berkaitan
erat dengan perilaku atau cara-cara pendekatan yang dilakukan oleh orang tua atau
anggota keluarga lainnya di rumah terhadap remaja yang bermasalah itu. Tujuan dari
teknik terapi keluarga ini adalah agar keluarga sebagai suatu kesatuan bisa berfungsi
dengan lebih baik dan setiap anggota keluarga bisa menjalankan perannya masingmasing yang saling mendukung dan saling mengisi dengan anggota keluarga yang
lain. Dasar teori yang digunakan dalam teknik terapi keluarga ini antara lain adalah
teori lapangan dari kurt lewin. Menurut Lewin saling pengertian antar anggota
keluarga bisa menjadi sulit jika dinding pemisah psikologis (psychological barrier)
yang terdapat antar anggota keluarga makin tebal. Dinding pemisah yang tebal ini
ditandai oleh perasaan saling segan, saling gengsi, enggan menyapa duluan, takut
saling menyinggung perasaan, dan sebagainya. Dengan adanya dinding-dinding
pemisah itu, jarak psikologis antara masing-masing anggota menjadi makin jauh
walaupun secara fisik mereka masih tinggal serumah. Terapi keluarga diharapkan
bisa mengurangi ketebalan dinding-dinding pemisah itu sehingga antar anggota
keluarga bisa lebih saling mendekati.
3)
Penanganan kelompok
Dalam hal ini konselor bertugas merangsang anggota kelompok untuk saling
bertukar pikiran, saling mendorong, saling memperkuat motivasi, saling memecahkan
masalah, dan sebagainya.
24
4)
Penanganan pasangan
Jika dikehendaki terapi melalui hubungan yang intensif antara dua orang, bisa
juga dilakukan terapi pasangan. Klien ditangani berdua dengan temannya, sahabatnya
atau salah satu anggota keluarganya,dan sebagainya. Maksudnya adalah agar masingmasing bisa betul-betul menghayati hubungan yang mendalam, mencoba saling
mengerti, saling memberi, saling membela.
2.5
Kiat-Kiat Dalam Menangani Kenakalan Remaja Di Sekolah
1)
Keteladanan
Keteladanan yang baik dari kepala sekolah, guru,dan semua personil sekolah
adalah suatu keniscayaan dalam upaya pembangunan moral yang baik. Remaja adalah
dunia imitasi, sehingga apa yang dilihat dan disaksikan secara langsung olehnya akan
mempunyai efek yang besar terhadap perilakunya. Ia akan berusaha meniru secara
bertahap apa-apa yang ia lihat dari orang-orang di sekitarnya. Hal ini tentunya sangat
bagus jika ia tinggal dan belajar di lingkungan keluarga dan masyarakat yang
kondusif.
Keteladanan dalam berkata, berperilaku, mengamalkan ajaran agama, dan
menghargai orang lain yang diperagakan oleh guru akan menimbulkan efek sangat
membekas dalam kepribadian para remaja di sekolah. Guru yang sikap dan
perilakunya terpuji dapat dijadikan sebagai panutan dan sumber motivasi dalam
melangkah dan mengukir prestasi. Inilah peran penting dari kredibilitas dan integritas
moral sebagai modal berharga dalam membimbing dan mengarahkan moralitas
remaja yang mudah tergoda hal-hal baru yang menjanjikan kenikmatan sesaat.
25
2)
Pendekatan agama yang mencerahkan
Agama adalah elemen penting yang mempunyai kekuatan mengubah.
Pendekatan agama yang menitikberatkan kepada penghayatan, penyadaran dan
pergerakanlah yang mampu membangkitkan semangat perubahan ke arah yang lebih
baik. Salah satu ajaran agama yang harus diberikan kepada siswa sejak dini adalah
kepercayaan, keberanian, pergaulan social yang baik, sikap mandiri, moderat,
menjaga kehormatan, menepati janji, menghormati orang lain,cinta kasih,
mengutamakan orang lain, kesantunan, dan adil.
Ajaran agama ini harus disampaikan dengan kekuatan spiritual yang
mendalam, keluar dari pribadi yang tulus, dan dengan keteladanan yang tinggi.
Internalisasi agama secara intensif ini akan membentuk karakter yang kuat, sehingga
tidak mudah terombang-ambing oleh perubahan zaman yang semakin modern.
3).
Optimalisasi Pendidikan Moral dan Budi Pekerti
Pendidikan agama akan mantap dengan optimalisasi pendidikan moral dan
budi pekerti. Pendidikan moral dan budi pekerti ini juga menjadi tujuan pendidikan
agama. Namun, budi pekerti ini bisa melibatkan aspek yang lebih luas, misalnya
peraturan pemerintah dan hukum adat. Agama yang dikombinasikan dengan
peraturan pemerintah dan hukum adat akan menjadi kekuatan dalam melakukan
perubahan struktural dan kultural. Pendidikan budi pekerti akan terus mengalami
peningkatan seiring perkembangan pengetahuan dan teknologi yang mengubah
kondisi sosial, politik, budaya, dan ekonomi dunia.
26
4)
Perlunya kerjasama pihak sekolah dengan orang tua
Sebuah sekolah tidak akan pernah bisa melaksanakan proses pembelajaran
dengan baik tanpa bantuan dari pihak-pihak lain, sebab berbagai persoalan dari
keanekaragaman karakter dan pribadi siswa, akan teratasi apabila ada kerjasama
antara pihak sekolah dengan orang tua, dan dalam hal ini akan terwujud perbaikan
moralitas dan mentalitas siswa secara sinergi.
5)
Pembekalan aspek hukum
Pembekalan aspek hukum ini harus disampaikan pada remaja dalam upaya
memproteksi remaja agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum,
sehingga remaja dapat melindungi dirinya sendiri. Pembekalan ini dapat dilakukan
dengan mengundang wakil dari aparat penegak hukum, misalnya dari kepolisian atau
kejaksaan untuk memberikan pengarahan singkat di sekolah.
6)
Mengisi waktu luang remaja dengan kegiatan positif
Seperti
memberikan
program-program
atau
kegiatan-kegiatan
yang
bermanfaat untuk mengisi waktu luang bagi remaja. Misalnya dengan meningkatkan
program kepemudaan di setiap karang taruna, membekali remaja dengan
keterampilan sehingga mereka mampu bersaing dalam lingkungannya.
Download