Bab II Tinjauan Pustaka

advertisement
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Tanaman Jarak
Tanaman jarak merupakan tumbuhan perdu berbatang tegak, tinggi tanaman kirakira 1-5 meter. Klasifikasi tanaman jarak berada di bawah regnum Plantae, divisio
Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Malpighiales, Familia Euphorbiaceae,
subfamilia Acalyphoideae, tribe Acalypheae, subtribe Ricininae, genus Ricinus
dan spesies Ricinus communis. Batangnya berkayu, bulat licin, berongga berbukubuku dengan tanda bekas tangkai daun yang lepas dan berwarna hijau dengan
semburat merah tua. Tanaman jarak berdaun tunggal dan tumbuh berseling.
Bentuk helai daun bundar, menjari 7 sampai 9, ujung daun runcing dan tepi
bergigi dengan ukuran daun 10-25 cm x 10-25 cm. Warna permukaan atas daun
hijau tua, sedangkan permukaan bawahnya hijau muda. Tangkai daun panjang
dengan ukuran sekitar 30-50 cm, berwarna merah tua, atau coklat kehijauan.
Bunganya merupakan bunga majemuk bentuk tandan, tumbuh di ujung batang.
berwarna kuning dan berkelamin satu. Benang sari banyak dengan tangkai putik
sangat pendek berbentuk benang berwarna merah atau merah muda. Buahnya
berupa buah kotak berbentuk bulat agak lonjong berlekuk tiga dan berkumpul
dalam tandan. Dalam buah terdapat tiga ruang yang masing-masing berisi satu
biji. Buahnya berduri lunak, berwarna hijau muda, dengan rambut berwarna
merah. Setelah tua buah akan berubah menjadi hitam dengan biji yang keras,
lonjong, berwarna coklat berbintik hitam. Tumbuhan ini mudah diperbanyak
dengan biji yang tua.
Tanaman jarak merupakan salah satu tanaman model untuk penelitian proses
transport dalam floem (Milburn, 1970). Hal ini disebabkan cairan floemnya dapat
diperoleh dalam jumlah relatif banyak dibandingkan tanaman lain. Umumnya
tanaman lain mempunyai mekanisme perlindungan yang akan menutup laju alir
cairan floem ketika dilakukan pengirisan pada seludang pembuluh, untuk
menghindari hilangnya nutrien dalam floem. Dengan demikian jalan keluar cairan
floem akan segera tertutup dan cairan yang keluar hanya sedikit (Jongebloed dkk.,
2004). Mekanisme tersebut jarang terjadi pada tanaman jarak, sehingga ketika
dilakukan pengirisan pada seludang pembuluh, cairan floem yang keluar dapat
diperoleh dalam jumlah relatif besar yang memungkinkan untuk analisis spesiasi
unsur.
II.2 Anatomi floem
Jaringan floem terdiri dari (i) unsur tapis atau anggota seludang pembuluh, (ii) sel
penyerta (companion cell, CC pada angiosperma) atau sel albumin (pada
gymnosperma), (iii) sel parenkima, dan (iv) sel serat floem (Gambar II.1 dan
Gambar II.2). Anatomi pembuluh minor pada daun, penting untuk memahami
pengangkutan-floem. Pembuluh besar di daun mencabang menjadi pembuluh
yang lebih kecil dan akhirnya menjadi pembuluh minor daun. Tiap pembuluh
minor hanya mempunyai satu pembuluh xilem dan satu atau dua seludang
pembuluh. Pembuluh itu biasanya di atas jaringan floem, dan unsur tapis lebih
kecil daripada sel penyerta yang mengelilinginya. Sel penyerta dan sel parenkima
floem kadang mengandung kloroplas dan sel mesofil yang aktif melakukan
fotosintesis.
Pada beberapa spesies, sel penyerta memiliki banyak dinding sel yang tumbuh ke
dalam, sehingga memperluas daerah permukaan membran sel. Sel dengan dinding
yang tumbuh ke dalam dan permukaan membran yang diperluas seperti ini
dinamakan sel pemindah. Walaupun kebanyakan spesies tak memiliki sel
pemindah dalam pembuluh minor daunnya, sel ini nyata berperan dalam
pemindahan asimilat dari sel mesofil ke seludang pembuluh, misalnya pada
banyak spesies kacang-kacangan dan ester. Sel pemindah tidak hanya ditemukan
dalam floem, tapi di seluruh bagian tumbuhan. Sel pemindah ditemukan di xilem
dan floem parenkima pada buku daun dan pada struktur reproduktif seperti pada
peralihan antara gametofit dan sporofit tumbuhan tingkat tinggi dan tumbuhan
tingkat rendah. Pada sistem floem lain yang ujungnya kosong, sel pemindah
berperan dalam pergerakan gula yang terurai di dalam endosperma biji yang
sedang tumbuh (Porter dkk., 1985 dalam Salisbury dan Ross, 1995).
11
Gambar II.1 Tiga dimensi batang dikotil berkayu, dimana xilem di sebelah dalam
lapisan kambium dan floem di sebelah luar (Salisbury dan Ross,
1995).
Gambar II.2 Anatomi jaringan floem (Salisbury dan Ross, 1995). Catatan: SE =
sieve element (unsur tapis), CC = companion cell (sel penyerta), V
= vacuola (vakuola), N = nucleous (inti sel), SP = sieve plate (papan
tapis) dan CW = cell wall (dinding sel).
12
Cara paling sederhana untuk menentukan jenis zat terlarut yang terdapat dalam
cairan floem adalah dengan memotong floem dan membiarkan cairannya keluar,
lalu tetesannya ditampung, kemudian dianalisis. Walaupun perdarahan sering
cepat dihentikan oleh protein-P dan bahan padat lainnya, dengan menyumbat pori
tapis, butir tetesan itu sering sudah terlanjur terbentuk sebelum perdarahan
terhenti. Mengendurnya tekanan dalam floem akibat pemotongan akan
menurunkan potensial air, sehingga air masuk melalui osmosis.
Perbandingan komposisi cairan xilem dan floem dalam tanaman jarak (Ricinus
communis L.) dapat dilihat pada Tabel II.1. Sebagai bahan perbandingan, pada
Tabel II.2 juga ditampilkan komposisi cairan xilem dan floem dalam tanaman
lupinus putih (Lupinus albus). Cairan floem mengandung senyawa hara organik
dan anorganik yang lebih banyak dibanding cairan xilem (Tabel II.1). Seperti
yang terlihat pada Tabel II.1 sekitar 90 %, materi yang ditranslokasikan dalam
floem terdiri dari sukrosa.
Tabel II.1 Perbandingan komposisi cairan xilem dan floem dalam tanaman jarak
(Ricinus communis L.)
Komponen
Sukrosa
Asam amino
Asam organik
Protein
Kalium
Klorida
Fosfat
Magnesium
pH
Cairan xilem (mg/mL)*
Tidak ada data
0, 406
0,836
Tidak ada data
0,663
0,014
0,384
0,096
5,4
Cairan floem (mg/mL)**
80 - 106
5,2
2,0 – 3,2
1,45 – 2,20
2,3 – 4,4
0,355 – 0,675
0,350 – 0,550
0,109 – 0,122
8,0
* Schurr dan Schulze (1995)
** Hall dan Baker (1972) dalam Taiz dan Zeiger (2002).
Selain sukrosa, nitrogen juga ditranslokasikan dalam cairan floem. Pada beberapa
spesies, nitrogen anorganik diangkut dalam xilem sebagai nitrat, dan jarang
ditemukan dalam cairan floem. Pada spesies lain, nitrogen diangkut dalam xilem
sebagai ureida, amida, atau molekul kaya nitrogen lainnya. Molekul nitrogen
organik dari kelompok yang sama mungkin membawa sebagian besar nitrogen
13
dalam saluran xilem dan floem. Namun pada spesies tertentu dapat juga berbeda,
dimana alkaloid (nikotin) membawa serta sejumlah besar nitrogen dalam xilem.
Tabel II.2 Perbandingan komposisi cairan xilem dan floem tanaman lupinus
putih (Lupinus albus)*
Komponen
Sukrosa
Asam amino
Kalium
Natrium
Magnesium
Kalsium
Besi
Mangan
Seng
Tembaga
Nitrat
pH
Cairan xilem (mg/mL)
tidak terdeteksi
0,700
0,090
0,060
0,027
0,017
0,0018
0,006
0,004
terdapat dalam jumlah kelumit
0,010
6,3
Cairan floem (mg/mL)
154
13
1,540
0,120
0,085
0,021
0,0098
0,0014
0,0058
0,0004
tidak terdeteksi
7,9
*Pate (1975) dalam Salisbury dan Ross (1995).
Komposisi cairan floem sangat mudah berubah selama perjalanannya dari daun
menuju wadah penampung, misalnya buah atau umbi yang sedang berkembang.
Pada lupinus putih, Pate dkk. (1979 dalam Salisbury dan Ross, 1995) menemukan
bahwa cairan floem yang masuk ke dalam buah yang sedang berkembang
mengandung sukrosa lebih sedikit tetapi kaya dengan asam amino tertentu
daripada cairan floem yang diperoleh dari daun. Tampaknya, ketika cairan
melewati batang, sukrosa terurai saat berpindah ke jaringan (terhidrolisis), dan
asam amino dimuat ke dalam floem. Nisbah sukrosa terhadap asam amino juga
berubah sejalan dengan waktu.
Unsur hara anorganik dalam cairan floem tanaman jarak (Ricinus communis L.)
(Schurr dan Schulze, 1995) seperti yang tertera dalam Tabel II.1 adalah kalium
dan magnesium. Kandungan unsur hara tersebut dalam cairan floem lebih tinggi
dibandingkan dalam cairan xilem. Namun sayangnya, kandungan tersebut masih
bersifat total unsur dan belum dibedakan menjadi beberapa spesi yang berbeda.
14
II.3 Analisis Spesiasi
Analisis spesiasi merupakan konsep baru dalam kimia analitik, yang
mengekspresikan bentuk kimia spesifik suatu unsur dalam suatu sampel yang
seharusnya dipandang secara individual dan tidak lagi hanya dalam jumlah total
unsur tersebut. Informasi tentang konsentrasi total suatu unsur tidaklah cukup
untuk menjelaskan mobilitas, ketersediaan, dan pengaruh unsur dalam sistem
ekologi atau organisme hidup. Oleh karena itu pengetahuan tentang spesi unsur
sangat diperlukan untuk memahami proses transformasi kimia dan biokimia,
bioavailability, esensial maupun sifat toksisitas unsur. Spesi unsur meliputi
tingkat oksidasi, bentuk organologam, komposisi isotop, maupun bentuk
persenyawaan atau pembentukan kompleks tertentu suatu unsur. Sebagai contoh,
dalam analisis spesiasi dapat dibedakan spesi arsen anorganik yang toksik dari
spesi arsenobetain yang relatif tidak toksik. Arsenobetain adalah salah satu
senyawa utama arsen dalam makanan dari laut (seafood) (Teräsahde dkk., 1996).
Contoh lain yang terkait dengan tingkat bilangan oksidasinya adalah spesi krom
(VI) yang bersifat racun sedangkan krom (III) merupakan spesi yang esensial.
II.4 Definisi Spesiasi Unsur
The International Union for Pure and Applied Chemistry (IUPAC) (Templeton,
dkk., 2000) telah mendefinisikan spesiasi unsur dalam kimia sebagai berikut:
1. Spesi kimia. Bentuk spesifik suatu unsur yang didefinisikan sebagai komposisi
isotop, keadaan oksidasi atau elektronik, dan atau struktur kompleks/molekul
tertentu.
2. Analisis spesiasi. Aktivitas analitik yang mengidentifikasi dan/atau mengukur
jumlah satu atau beberapa spesi kimia dalam suatu sampel.
3. Spesiasi unsur. Distribusi suatu unsur di antara spesi kimia tertentu dalam
suatu sistem.
4. Fraksinasi. Proses klasifikasi suatu analit atau sekelompok analit dari sampel
tertentu berdasarkan sifat fisika (seperti ukuran, kelarutan) maupun sifat kimia
( pengikatan, kereaktifan).
15
II.5 Pengambilan sampel
Prosedur pengambilan sampel dan preparasi sampel yang tepat merupakan salah
satu topik penting dalam analisis spesiasi, karena tanpa prosedur yang handal,
spesi yang diharapkan dapat mengalami perubahan selama proses analisis,
sehingga dapat mengakibatkan kesalahan dalam mengambil kesimpulan pada
akhirnya. Hal-hal yang dapat menyebabkan kesalahan pada tahap pengambilan
sampel adalah kontaminasi, sampel yang tidak representatif, proses pengawetan
sampel, pengendapan maupun pengaruh dinding tempat sampel. Alterasi dan
kesalahan yang terjadi selama tahap ini umumnya bersifat tidak dapat balik
(Caruso dkk., 2003).
Alterasi spesi merupakan masalah utama dalam tahap spesiasi dan preparasi
sampel. Metode ‘pembekuan’ (‘freezing’) komposisi spesi dengan khelat,
derivatisasi, atau fraksinasi haruslah dilakukan jika sampel tidak dapat diawetkan
dengan metode lain. Selain itu, reaksi kimia yang terjadi dalam proses ini haruslah
terdefinisi secara stoikiometri. Umumnya, metode ekstraksi dibutuhkan untuk
mengurangi resiko alterasi spesi dan untuk menghindari kontaminasi, tempat
sampel harus dibersihkan sebelumnya; menggunakan wadah yang mempunyai
efek dinding terhadap sampel rendah (‘low wall effects’); atau sampel disimpan
dalam wadah berisi gas inert untuk menghindari oksidasi. Kontaminasi juga dapat
berasal dari alat yang digunakan seperti skalpel atau alat logam lainnya, yang
dapat mempengaruhi hasil akhir atau mengubah spesi. Transformasi spesi dapat
juga disebabkan oleh aktivitas bakteri (Emons, 2003).
Penanganan sampel biologi umumnya meliputi proses filtrasi atau sentrifugasi
sampel segar yang diikuti dengan penyimpanan sementara pada -4°C dalam ruang
gelap. Teknik lain adalah pembekuan mendadak (shock-freezing) dan pengawetan
sebagai sampel beku atau liofilisasi dan penyimpanan sebagai sampel kering.
Umumnya, metode terakhir digunakan untuk sampel yang sangat stabil.
Penambahan pengawet bahan kimia, termasuk pengasaman sebaiknya dihindari
(Emons, 2003).
16
II.6 Metode Analisis Spesiasi
Seperti yang telah diuraikan pada sub bab I.1, Analisis spesiasi yang umum
digunakan adalah teknik gabungan (Needham dkk., 2005; Michalke, 2002; Caruso
dkk., 2003) yang terdiri dari metode pemisahan dan pendeteksian. Berikut akan
diuraikan beberapa metode pemisahan dan pendeteksian dalam analisis spesiasi.
II.6.1 Metode Pemisahan
Teknik pemisahan merupakan kunci utama dalam analisis spesiasi (Kuban dkk.,
2005). Beberapa detektor selektif unsur dengan kepekaan tinggi dapat
memberikan informasi tentang total unsur dengan cepat, namun tidak berarti
banyak jika tidak digabungkan dengan teknik pemisahan dimana berbagai spesi
telah didiferensiasi berdasarkan sifat fisika dan atau kimianya. Teknik pemisahan
yang umum digunakan dalam metode gabungan analisis spesiasi adalah
kromatografi cair, kromatografi gas, dan elektroforesis baik elektroforesis kapiler
maupun elektroforesis gel. Kromatografi cair merupakan teknik yang paling
banyak digunakan dalam analisis spesiasi (Pavlikova dkk., 2004).
Kromatografi cair (LC)
Pemisahan kromatografi cair dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam
kolom yang berisi fasa diam padat dimana fasa bergerak dipompakan ke dalam
kolom secara kontinyu. Awalnya fasa diam berupa larutan yang melapisi suatu
padatan pendukung, namun saat ini telah ada fasa diam yang terdiri dari silika
atau polimer termodifikasi. Analit dalam sampel akan berinteraksi dengan fasa
diam dan fasa bergerak selama melewati kolom. Setiap analit mempunyai
interaksi yang berbeda terhadap fasa diam dan fasa bergerak dan interaksi ini
mempengaruhi laju gerak analit dalam kolom. Pemisahan terjadi akibat berbedaan
interaksi tersebut dan setiap analit akan keluar dari kolom pada waktu yang
berbeda.
Kromatografi cair mempunyai beberapa keunggulan dibanding teknik pemisahan
lain yang menyebabkan teknik ini paling populer dalam analisis spesiasi.
Kromatografi cair dapat memisahkan senyawa non volatil, yang tidak dapat
17
dipisahkan dengan teknik kromatografi gas (GC); pemakaiannya sangat luas
karena baik fasa diam maupun fasa bergerak dapat dimodifikasi untuk
mendapatkan pemisahan yang optimal, dan berbagai jenis fasa diam sekarang
tersedia secara komersial. Selain itu, pemisahan dapat lebih dioptimalkan dengan
penambahan aditif terhadap fasa bergerak. Umumnya preparasi sampel juga tidak
rumit; dan saat ini sistem kromatografi cair telah dapat dihubungkan secara
langsung dengan teknik pendeteksian selektif unsur seperti ICP MS.
Polaritas relatif, kelarutan, dan berat molekul spesi yang diinginkan menentukan
tipe kromatogafi cair yang akan digunakan. Beberapa model kromatografi cair
yang dapat digunakan adalah kromatografi fasa normal dan fasa terbalik,
kromatografi
pasangan
ion-fasa
terbalik,
kromatografi
eksklusi
ukuran,
kromatografi misel, kromatografi pertukaran ion, dan kromatografi khiral (Ackley
dan Caruso, 2003; Caruso dkk., 2003; Lobinski, 1997; Michalke, 2002; Szpunar,
2000 ).
Kromatografi fasa normal (Normal phase chromatography, NPC).
Sistem kromatografi fasa normal terdiri dari fasa diam polar dan fasa bergerak
nonpolar seperti heksana. Silika atau alumina polar yang tidak termodifikasi
awalnya digunakan sebagai fasa diam, namun puncak yang dihasilkan terkadang
melebar dengan terbentuknya ekor (tailing) dan kedapat-ulangan (reproducibility)
waktu retensi sulit dicapai. Masalah ini dapat diminimalisasi dengan
menggunakan fasa diam yang berikatan dengan gugus fungsi polar seperti siano
dan diol. Dengan teknik ini, analit terpisahkan akibat teradsorpsi secara reversibel
oleh gugus fungsi polar fasa diam. Keunggulan utama NPC adalah
dimungkinkannya analit yang tidak larut dalam pelarut polar dapat dipisahkan.
Teknik ini telah diaplikasikan oleh Xu dan Lesage (1992 dalam Ackley dan
Caruso, 2003) untuk memisahkan vanadium dan nikel petroporfirin menggunakan
kolom aminopropil. Mekanisme pemisahan ditentukan oleh interaksi ikatan
hidrogen dan Van der Waals antara petroporfirin dan gugus amino dalam fasa
diam. Fasa bergerak yang digunakan terdiri dari campuran heksana, toluena, dan
dikhlorometan (Xu dan Lesage, 1992 dalam Ackley dan Caruso, 2003). Teknik ini
18
juga telah digunakan untuk memisahkan pestisida organotin. Kolom yang
digunakan berisi fasa diam silika yang berikatan dengan sianopropil. Setelah
melewati kolom, analit dikomplekskan lalu dideteksi menggunakan detektor
fluoresensi (Stäb dkk., 1992 dalam Ackley dan Caruso, 2003).
Kromatografi fasa terbalik (Reversed phase chromatography, RPC).
Metode RPC merupakan kebalikan NPC, yang memanfaatkan interaksi analit
dengan fasa diam nonpolar dan fasa bergerak polar. Medote ini umumnya
digunakan untuk memisahkan spesi nonpolar dan atau sedikit polar. Fasa bergerak
polar yang umum digunakan adalah air atau campuran air dengan pelarut organik
seperti metanol atau asetonitril. Fasa diam umumnya silika yang telah
termodifikasi. Gugus silanol-OH pada permukaan silika diganti dengan rantai
alkil menghasilkan fasa diam nonpolar. Alkil yang digunakan umumnya terdiri
dari 2, 8 atau 18 rantai karbon. Pemisahan berdasarkan sifat hidrofobik spesi,
dimana spesi yang paling hidrofobik terelusi paling akhir. Pemisahan dapat
dimodifikasi dengan berbagai variasi misalnya mengganti gugus fungsi fasa diam,
pH, kekuatan ion, aditif pada fasa bergerak maupun gradiensi kepolaran fasa
bergerak. pH merupakan faktor penting dalam RPC. Dalam beberapa kasus, pH
fasa bergerak menentukan apakah suatu senyawa terprotonasi atau tidak. Hal ini
mempengaruhi muatan analit dan retensinya dalam kolom. Fasa diam berbasis
silika tidak dapat berfungsi pada pH di bawah 2 dan di atas 7 karena terjadi
pemutusan atau hidrolisis fasa diam. Namun saat ini, telah tersedia fasa diam
berbasis silika termodifikasi yang tahan pada pH 2-10. Penggunaan teknik RPC
dalam analisis spesiasi misalnya pada pemisahan spesi organologam, studi
spesiasi platina dalam obat kemoterapi (Cairns, 1996 dalam Ackley dan Caruso,
2003), penentuan tellurium dalam air limbah, dan pemisahan senyawa organotin.
Zoorob dan Caruso (1997) dalam Ackley dan Caruso (2003) telah menggunakan
kolom berisi fasa diam oktadesil dan fasa bergerak yang terdiri dari 80% air dan
20% metanol untuk memisahkan spesi khrom dalam pewarna azo (Zoorob dan
Caruso, 1997 dalam Ackley dan Caruso, 2003).
19
Kromatografi
pasangan
ion
fasa
terbalik
(Reversed
phase
ion
pair
chromatography, IPC).
Teknik ini mempunyai kemampuan untuk memisahkan senyawa ionik dan non
ionik dengan cara penambahan pereaksi pasangan ion ke dalam fasa bergerak
polar. Pereaksi pasangan ion mempunyai gugus kepala polar dan ekor non polar,
seperti garam tetraalkilamonium, garam trietil-alkilamonium atau anion
alkilsulfonat. Pereaksi ini akan mengikat analit ionik dan membentuk pasangan
ion, yang kemudian akan tertahan oleh fasa diam sesuai dengan kenetralan
listriknya. Selektivitas analit dapat diatur dengan variasi komposisi fasa bergerak.
Teknik IPC telah digunakan untuk memisahkan spesi Pb(II), trietil timbal
khlorida, trifenil timbal khlorida, dan tetraetil timbal khlorida (Al-Rashdan dkk,
1992 dalam Ackley dan Caruso, 2003). Natrium pentana sulfonat digunakan
sebagai pereaksi pasangan ion. Pada konsentrasi 2 mM pasangan ion, puncak
timbal anorganik dan trietil timbal tumpang tindih secara signifikan. Pada
konsentrasi 8 mM pasangan ion, kedua puncak tersebut terpisahkan dengan baik.
Pemisahan ini dihubungkan dengan ICP MS untuk analisis material rujukan
standar bahan bakar yang mengandung timbal. Pemisahan ini menggambarkan
bagaimana metode IPC telah berhasil memisahkan spesi anorganik yang
bermuatan dan spesi organologam yang tidak bermuatan.
Kromatografi penukar ion (Ion exchange chromatography, IEC).
Prinsip IEC adalah kompetisi ion analit dan ion fasa bergerak bereaksi dengan ion
gugus fungsi fasa diam. Dengan IEC, baik anion maupun kation dapat dipisahkan
dengan menggunakan mode penukar kation atau penukar anion. Pada saat injeksi,
ion fasa bergerak bergabung dengan gugus fungsi ion lawan (counter-ion) fasa
diam dan muatan netral dipertahankan. Pada saat injeksi sampel, ion-ion analit
berkompetisi dengan ion dari fasa bergerak untuk berinteraksi dengan fasa diam.
Pemisahan ion analit terjadi jika spesi analit menggantikan ion fasa bergerak.
Perbedaan kekuatan ion dan interaksi dengan ion fasa diam, menyebabkan
terjadinya pemisahan spesi-spesi ionik dalam analit. Fasa diam biasanya terdiri
dari gugus amina kuarter atau sulfonat yang terikat pada silika atau polimer
20
polistirena-divinilbenzen. Sedangkan fasa bergerak yang umum digunakan adalah
larutan garam anorganik, seperti garam fosfat.
Metode IEC telah digunakan untuk memisahkan spesi arsen. Wang dkk.(1995
dalam Ackley dan Caruso, 2003), telah menggunakan kolom penukar anion untuk
memisahkan arsenat dan arsenit dalam ekstrak abu layang batu bara. Dalam
plasma, Ion Cl- dapat membentuk spesi Ar40Cl35 yang mempunyai massa 75 sama
seperti As. Oleh karena Metode ICP MS digunakan untuk pendeteksian selektif
unsur, maka ion Cl- yang dapat menginterferensi pengukuran As dipisahkan
sebelumnya.. Kolom penukar anion juga telah digunakan untuk memisahkan spesi
arsen dalam tanah dan ekstrak ikan, pada pemisahan bromat dan bromit dalam air
minum, pemisahan spesi Sb anorganik dan organik, dan pemisahan spesi Cr(III)
dan Cr(VI). Kromatografi penukar kation juga telah diaplikasikan dalam analisis
spesiasi. Suyani dkk. (1989) dalam Ackley dan Caruso (2003) telah menggunakan
kromatografi penukar kation untuk memisahkan trimetiltin khlorida, tributiltil
khlorida, dan trifeniltin asetat. Pada kasus lain, kolom penukar kation dan penukar
anion dihubungkan secara seri sehingga dimungkinkan penentuan spesi kation dan
anion. Teräsahde dkk. (1996) telah berhasil memisahkan 6 spesi arsen dengan
menggunakan metode ini. Elusi bergradien digunakan dan kekuatan ion fasa
bergerak ditingkatkan serta pH diturunkan selama proses pemisahan. Fasa
bergerak yang diaplikasikan terdiri dari asam nitrat, air dan buffer karbonat.
Keunggulan IEC adalah penggunaan larutan buffer dalam media air, sehingga
sangat sesuai dengan teknik pendeteksian unsur seperti ICP MS. selain itu, IEC
juga dimanfaatkan dalam analisis spesiasi untuk tujuan pemurnian sampel dan
prekonsentrasi sampel (Ackley dan Caruso, 2003).
Kromatografi eksklusi ukuran (Size exclusion chromatography, SEC).
Teknik SEC memisahkan analit berdasarkan ukuran berat molekulnya.
Mekanisme pemisahan tidak berdasarkan interaksi kimia seperti metode
kromatografi cair lainnya, melainkan berdasarkan kemampuan suatu analit
berpenetrasi ke dalam pori fasa diam. Prinsipnya, analit akan berdifusi melewati
fasa diam yang berpori. Molekul yang lebih besar dari ukuran pori fasa diam tidak
21
tertahan oleh fasa diam dan terelusi keluar dari kolom pertama kali. Sedangkan
molekul yang lebih kecil akan berpenetrasi ke dalam pori fasa diam, sehingga
tertahan oleh kolom tergantung dari ukuran molekulnya. Fasa bergerak tidak
berperanan penting dalam proses pemisahan dan biasanya dipilih berdasarkan
kemampuan untuk melarutkan analit yang akan difraksinasi. Metode SEC dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu kromatografi permeasi gel (Gel
permeation chromatography, GPC) yang mengacu pada pemisahan makromolekul
yang larut dalam air dan kromatografi filtrasi gel (Gel filtration chromatography,
GFC) untuk pemisahan makromolekul yang larut dalam pelarut organik. Sistem
SEC harus dikalibrasi dengan penanda berat molekul yang mempunyai sifat fisika
yang mirip dengan analit yang akan dianalisis. Penggunaan SEC dalam analisis
spesiasi antara lain pemisahan metalloprotein (Mason dkk., 1990; Dean dkk.,
1987) dan metabolit obat yang mengandung logam (Matz, 1989 dalam Ackley dan
Caruso, 2003). Metode SEC dapat juga digunakan memisahkan analit dari
senyawaan bermolekul rendah dalam matriks sampel, contoh kasus untuk
memisahkan protein yang mengikat tembaga dalam serum dari ion natrium dan
fosfat yang dapat mengganggu pendeteksian Cu dengan ICP MS (Lyon dan Fell,
1990 dalam Ackley dan Caruso, 2003). Penggabungan SEC dengan ICP MS
merupakan teknik yang sangat populer sebagai tahap pertama pemisahan spesiasi.
Pemisahan lebih lanjut dapat dilakukan dengan metode lain seperti elektroforesis.
Encinar dkk. (2003) telah mengidentifikasi protein yang mengandung Se dalam
ragi terselenisasi dengan menggunakan LC gabungan SEC dan RPC dan
pendeteksian dengan ICP MS, MALDI TOF dan ESI Q-TOF MS. Mihucz dkk.
(2001) telah mengkarakterisasi cairan xilem timun yang terkontaminasi nikel
dengan menggunakan HPLC eksklusi ukuran dan fasa terbalik. Pendeteksian
dilakukan dengan metode spektrometri fluoresensi sinar X refleksi total (Totalreflection X-ray fluorescence spectrometry, TXRFS).
Kromatografi cair khiral (Chiral liquid chromatography, CLC).
Molekul khiral mempunyai stereoisomer yang merupakan bayangan cermin satu
sama lainnya. Tipe stereoisomer ini biasa disebut enantiomer. Molekul khiral
umumnya mempunyai atom karbon tetrahedral dengan 4 gugus yang berbeda
22
yang terikat padanya. Namun suatu molekul dapat juga disebut molekul khiral
walaupun tidak memiliki atom karbon asimetri jika stereoisomernya merupakan
bayangan cermin satu sama lain, contohnya 2,3-pentadiena (March, 1992; Loudo,
1995). Saat ini, pemisahan khiral merupakan hal yang penting dalam
farmaseutikal disebabkan sistem biologis cenderung merupakan sistem khiral
dimana satu enantiomer suatu obat mempunyai efek biologis in vivo yang berbeda
dengan pasangan khiralnya. Beberapa strategi telah ditempuh untuk pemisahan
khiral misalnya penggunaan fasa diam khiral, gugus derivat khiral untuk
membentuk diasteriomers, dan penggunaan aditif fasa bergerak khiral. Teknik
CLC memanfaatkan enantiomer yang mungkin muncul dari suatu atom C khiral
analit. Pemisahan isomer optik ini terjadi dengan pembentukan diasteriomer atau
diasteriomer temporer tergantung teknik khiral spesifik yang digunakan.
Khromatografi khiral pertama kali digunakan dalam analisis spesiasi untuk
memisahkan asam selenoamino khiral. Mendez dkk., 1998 (dalam Ackley dan
Caruso, 2003) telah memisahkan enantiomer selenomethionin menggunakan
kolom
ß-siklodekstrin.
merupakan
pereaksi
O-ftalaldehid
penderivat
dan
2,3-naftalenedikarboksaldehid
fluoroiongenik
yang
digunakan
untuk
menderivatisasi enantiomer selenomethionin sebelum pemisahan. Pendeteksian
fluorimetri dan hibrid generasi ICP MS digunakan untuk mendeteksi enantiomer
yang telah dipisahkan. Asam selenoamino khiral juga telah dipisahkan dengan
menggunakan fasa diam eter mahkota khiral.
Kromatografi gas (GC)
Kromatografi gas merupakan teknik partisi dimana pemisahan dipengaruhi oleh
kemampuan analit dalam bentuk gas yang berinteraksi dengan fasa diam cair.
Kombinasi GC dengan pendeteksian spesifik unsur merupakan metode yang baik
untuk spesiasi organologam dalam sampel lingkungan yang kompleks (Szpunar
dkk., 2000; Alonso dan Encinar, 2003). Feldmann dkk., 1993 (dalam Alonso dan
Encinar, 2003) telah mengidentifikasi spesi volatil seperti dimetil merkuri
(Me2Hg), dimetilselen (Me2Se), tetrametiltin (Me4Sn), trimetilantimon (Me3Sb),
trimetilbismut (Me3Bi), arsin termetilasi (MexAsHy, x + y = 3), dimetiltellurium
(Me2Te), senyawaan timbal tertetraalkilasi (EtxMeyPb, x + y = 4) dalam limbah
23
gas buangan. Sebagian besar spesi ini merupakan bahan B3 dan keberadaannya
dalam sampel belum tuntas dibahas. Sayangnya, analisis kuantitatif spesi ini
sangat sulit karena masih kurangnya material rujukan tersertifikasi untuk spesi
tersebut. Oleh karena itu, Feldmann dkk., 1993 (dalam Alonso dan Encinar, 2003)
mengembangkan metode semikuantitatif dengan cara penambahan air yang
terkabutkan pada akhir kolom GC dengan tujuan untuk memperoleh respon yang
sama unsur tersebut dari senyawa volatil dan larutan standar dalam media air.
Elektroforesis gel (Gel electrophoresis,GE)
Elektroforesis gel digunakan untuk memisahkan makromolekul bermuatan
dimana logam atau semilogam terikat, baik secara kovalen maupun tidak. Selain
protein, makromolekul seperti DNA dan asam humat dapat dipisahkan dengan
metode ini. Dalam medan listrik, molekul bermuatan atau kompleks akan
bergerak ke elektroda yang muatannya berlawanan. Jika tegangan V diaplikasikan
antara dua elektroda yang berjarak L, medan E akan muncul sesuai dengan
persamaan II.1. laju migrasi, ν suatu partikel dalam medan setara dengan
mobilitas (µ) partikel dan kekuatan medan E (persamaan II.2), dimana µ
merupakan parameter intrinsik partikel.
E = V/L
(II.1)
ν=µE
(II.2)
Satuan yang digunakan dalam elektroforesis adalah volt jam (V h), yang
proporsional dengan perpindahan (d) partikel. Dengan demikian laju ν menjadi
d/t dan dengan penggabungan Persamaan II.1 dan II.2 diperoleh:
d = ν t = (µ/L) V t
(II.3)
Migrasi terjadi dalam media cair, yaitu buffer, yang merupakan hal penting dalam
pemisahan terutama untuk mempertahankan kestabilan ikatan logam dengan
makromolekul .
24
Gel merupakan parameter kedua untuk mendapatkan pemisahan yang baik. Hal
ini menentukan pendekatan pertama bagaimana mekanisme pemisahan terjadi.
Saat ini tersedia berbagai gel, namun yang paling umum digunakan adalah
agarosa dan poliakrilamid. Agarosa biasanya digunakan untuk partikel berukuran
diameter besar dari 10 nm seperti DNA atau RNA sedangkan gel poliakrilamid
untuk protein. Polimer ini diperoleh dari kopolimerisasi akrilamid dan suatu
gugus ikatan silang, seperti N,N’-metilenebisakrilamid, yang menghasilkan
struktur tiga dimensi pada gel. Ukuran pori ditentukan oleh dua parameter C dan
T yang dinyatakan dalam satuan persen. T menyatakan massa akrilamid
pervolume gel dan C adalah persen gugus ikatan silang dalam gel. Jika T
meningkat maka ukuran pori menurun karena semakin banyak polimer pervolume
semakin sedikit volume ruang kosong.
Ada dua tipe elektroforesis gel yang biasa digunakan yaitu: (1) elektroforesis
nativ (nondenaturasi) satu dimensi dan (2) elektroforesis 2-dimensi (Chery, 2003).
Berikut akan dijelaskan kedua metode tersebut.
Elektroforesis nativ/nondenaturasi (Nondenaturing electrophoresis).
Walaupun elektroforesis satu dimensi tidak selalu berarti metode nondenaturasi,
asosiasi ini umum dengan alasan penyederhanaan. Hal ini disebabkan karena
sampai saat ini, elektroforesis nativ umumnya adalah metode elektroforesis satu
dimensi. Kastenholz (2004; 2006), telah mengembangkan metode elektroforesis
poliakrilamid nativ preparatif untuk analisis spesi Cd berberat molekul tinggi
(High molecular mass cadmium species, HMM-Cd-Sp) dalam Arabidopsis dan
sayuran. Sistem buffer yang digunakan adalah 20 mM Tris-HCl/ 1 mM NaN3 pH
10,0. Derajat polimerisasi poliakrilamid 4% T dan 2,67 % C, dan panjang gel 40
mm. Adapun pelarut yang digunakan adalah 20 mM Tris-HCl/ 1 mM NaN3 pH
8,0. Pendeteksian selektif unsur dilakukan dengan ICP MS.
Elektroforesis dua dimensi ((Two-dimensional gel electrophoresis, 2DE).
Teknik 2DE sangat berkembang dan populer saat ini karena teknik ini dapat
memetakan hampir semua protein yang ada dalam sampel. Untuk analisis spesiasi,
25
2DE dapat diterapkan jika logam yang diteliti berikatan kovalen, karena
umumnya metode ini adalah metode denaturasi. Metode 2DE nondenaturasi juga
telah dikembangkan namun aplikasinya masih sangat terbatas. Ada dua
mekanisme pemisahan 2DE yaitu: (1) isoelectric focusing (IEF) dan sodium
dodesil sulfat- polyacrylamide gel electrophoresis (SDS PAGE). Pemisahan ini
berdasarkan pI pada tahap pertama dan berdasarkan ukuran pada tahap kedua.
Aplikasi metode 2DE dalam analisis spesiasi contohnya adalah pemisahan ekstrak
ragi yang diperkaya dengan Se. Radiotracer 75Se digunakan untuk memungkinkan
pendeteksian dengan teknologi screen fosfor (Chery dkk., 2001 dalam Chery,
2003). Kunci utama pemisahan ini adalah menghindari oksidasi asam
selenoamino dengan cara derivatisasi kimiawi. Tanpa proses ini, spesi tersebut
tidak stabil selama proses elektroforesis. Setelah pemisahan, protein dan protein
yang mengandung selen dideteksi dengan screen fosfor selama sepekan. Setelah
pendeteksian unsur runut, gel diberi penanda perak (silver-stained) dan 2 gambar,
yaitu autoradiogram dan penandaan perak dapat dibandingkan.
Elektroforesis kapiler (Capillary electrophoresis, CE)
Elektroforesis kapiler merupakan suatu teknik pemisahan yang cepat, beresolusi
tinggi, mempunyai kemampuan untuk memisahkan beragam analit mulai dari
biomolekul besar sampai ion anorganik sederhana. Metode ini juga dapat
memisahkan ion positif, negative dan molekul netral dalam satu eksperimen
dengan tingkat efesiensi pemisahan tinggi. Keunggulan lain jika dibandingkan
dengan metode kromatografi cair, volume sampel yang dibutuhkan dalam satuan
nanoliter (10-6 cm3), penggunaan pereaksi sedikit, dan harga kolom kapiler yang
relatif murah.
Prinsip pemisahan CE berdasarkan perbedaan mobilitas analit yang tergerak
secara elektrik. Dalam hal ini medan listrik diaplikasikan sepanjang kolom kapiler
pada tegangan tinggi biasanya antara 15-30 kV pada elektroda positif atau negatif.
Pemisahan analit terjadi sebagai hasil dari pengaruh aliran elektroosmotik
(electroosmotic flow = EOF) dan aliran elektroforetik (electrophoretic flow). Hal
26
tersebut menyebabkan waktu analisis jauh lebih singkat dan efisiensi pemisahan
sangat tinggi, yaitu sekitar 200.000 – 700.000 plat teoritis.
Selain itu, metode CE tidak membutuhkan fasa diam. Molekul-molekul bergerak
berdasarkan perbedaan lajunya dalam medan listrik. Batas pita analit tidak
menampilkan profil laminar, melainkan pita tajam vertikal. Hal ini menambah
resolusi dan
rasio sinyal – noise sehingga menambah sensitivitas detektor.
Resolusi pemisahan dapat dipertinggi dengan memvariasikan elektrolit, pH, dan
penggunaan modifiers (Michalke, 2003a).
Aplikasi metode CE dalam analisis spesiasi antara lain analisis kestabilan spesi
yang mengandung Pt dalam sampel tanah (Michalke dkk., 1997); Karakterisasi
kompleks logam dengan metallothionein menggunakan CE dengan pendeteksian
selektif unsur ICP MS dan pendeteksian struktur molekul ESI MS (Mounicou
dkk., 2000); Spesiasi arsen dengan pendeteksian UV tak langsung (Lin dkk.,
1995); Spesiasi multiunsur juga telah dilakukan oleh Costa-fernandez dkk. (2000)
menggunakan CE – ICP MS. Pemisahan elektroforesis campuran spesi anionik
dan kompleks metal sianida bermuatan negatif dicapai dengan menggunakan
kapiler poliakrilamid terlapis. Pemisahan tiga spesi arsen dan dua kompleks Cosianida berlangsung kurang dari 70 detik. Pemisahan ini berlangsung dengan baik
walaupun dalam sampel terdapat anion lain dan kompleks sianida dari logam
Cu(II), Cr(VI), Ni(II), dan V(V). Pendeteksian selektif unsur secara simultan
dilakukan dengan metode ICP TOF MS.
II.6.2 Metode Pendeteksian
Detektor selektif unsur
Pendeteksian selektif-unsur pada pemisahan kromatografi menggunakan metode
spektrometri atom menjanjikan selektifitas dan kemampuan deteksi yang tinggi.
Batas deteksi teknik ini memungkinkan sampai tingkat nanogram sampai
femtogram. Keunggulan lain, pendeteksian selektif unsur memungkinkan
tumpang tindih dua atau lebih spesi dapat dipisahkan yang oleh metode
27
kromatografi tidak dapat dipisahkan. Sebagai contoh dua peak kromatografi Se
dan As yang tumpang tindih dapat dipisahkan oleh spektrometri massa (Caruso,
dkk. 2003).
Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP MS)
Teknik ICP MS merupakan metode pendeteksian unsur yang sangat handal dan
serbaguna untuk penentuan unsur (ultra) runut, dimana hal ini disebabkan ICP MS
mempunyai banyak keunggulan dibandingkan metode pendeteksian selektif unsur
lain seperti AAS, AES dan AFS. Keunggulan tersebut antara lain: batas deteksi
yang sangat rendah dengan sensitivitas tinggi, range konsentrasi analit yang dapat
diukur cukup luas yaitu orde ppm sampai ppt, kemampuan analisis multi unsur,
spektranya sederhana dan dapat digunakan untuk analisis isotop.
Umumnya sampel ICP MS berupa larutan dalam air. Dalam ICP MS, larutan
sampel diubah menjadi aerosol. Partikel yang lebih besar (d >10 µm) akan
terseleksi dari aerosol untuk mencegah terjadinya ketidak stabilan plasma dan
untuk mendapatkan atomisasi dan ionisasi yang efektif. Kemudian aerosol dibawa
oleh gas argon ke plasma, yaitu nyala listrik yang sangat panas (temperatur
plasma sekitar 7500 K). Selama di plasma, partikel aerosol terdesolvasi dan
molekul sampel terdisosiasi menjadi atom gas, yang kemudian tereksitasi dan
terionisasi. Efisiensi ionisasi dalam plasma argon lebih dari 90 % untuk sebagian
besar unsur, bahkan unsur-unsur seperti As, Se, S, atau Cl yang mempunyai
potensial ionisasi pertama yang tinggi dapat terionisasi dengan baik. Bagan alat
ICP MS dapat dilihat pada Gambar II.2.
28
Antarmuka
MS
Detektor ion
Torch ICP
Ion optik
Alat pemisah
massa
Ruang
semprot
pengabut
Pompa
Pompa
molekular
molekular
Sumber
Pompa
arus RF
mekanik
Gambar II.3 Bagan Alat ICP MS.
Penganalisis massa (mass spectrometer, MS) yang umum digunakan pada ICP
MS adalah filter quadrupole. Saat ini, dikembangkan juga MS lain seperti sektor
magnet (magnetic sector), pemfokusan ganda (double-focusing sector field), timeof-flight atau ion trap. Namun demikian, sebagian besar ICP MS yang berfungsi
di seluruh dunia masih menggunakan filter quadrupole. Perbedaan antar MS
tersebut adalah resolusi dan waktu scanning. Resolusi (R) suatu penganalisa
massa didefinisikan sebagai,
R = m/Δm
(II.4)
Dimana, m adalah massa nominal dan Δm adalah perbedaan massa yang dapat
dipisahkan.
Filter quadrupole terdiri dari 4 batang silindris, seperti yang diilustrasikan pada
Gambar II.3. Prinsip kerjanya adalah sebagai filter massa dan hanya meneruskan
ion-ion dengan rasio massa/muatan tertentu melewati celah (`jendela`) massa yang
sempit (sekitar 1 u). Dengan mengubah tegangan yang diaplikasikan terhadap
batang quadrupole, posisi celah massa dapat diseleksi. Analisis massa dapat
29
dilakukan dengan metode scanning, memilih daerah massa tertentu sesuai dengan
analit yang diukur maupun dengan mengamati intensitas sinyal analit.
Gambar II.4 Penganalisis massa quadrupole
Penganalisis massa sektor magnet digunakan juga dalam ICP MS. Prinsip kerja
alat ini berdasarkan pembelokan ion dalam medan magnet. Ion-ion dengan m/z
tertentu diteruskan menuju detektor sedangkan yang lain akan dibelokkan. Alat
fokus ganda juga digunakan dalam ICP MS. Pada alat ini, berkas ion melewati
medan listrik terlebih dahulu baru memasuki medan magnet. Prinsipnya adalah
medan elektrostatik memfokuskan berkas ion yang mempunyai rentang energi
kinetik sempit melewati suatu celah menuju medan magnet. Resolusi alat ini dapat
mencapai 10.000 lebih besar dari filter quadrupole.
Penganalisis massa yang lain adalah time of flight (TOF MS). Prinsip kerja alat ini
adalah ion-ion ditarik dengan sangat cepat melewati daerah bebas medan listrik
dan magnet dengan energi kinetik yang identik. Waktu yang dibutuhkan oleh ion
untuk mencapai detektor berbending terbalik dengan massa ion. Ion dengan m/z
rendah akan mencapai detektor lebih cepat dibandingkan dengan ion dengan m/z
besar. Setiap nilai m/z kemudian dideteksi.
Pendeteksi ion yang umum digunakan dalam ICP MS adalah pengganda elektron.
Ada dua tipe pengganda elektron, yaitu pengganda elektron diskrit dan kontinu.
Pada detektor pengganda elektron diskrit elektron menubruk katoda sehingga
30
dilepaskan elektron sekunder. Elektron yang dilepaskan tersebut tertangkap oleh
dinoda yang mempunyai tegangan positif lebih tinggi. Adapun detektor
pengganda elektron kontinu terdiri dari gelas yang didoping dengan timbal. Pada
alat ini potensial sebesar 1,8 – 2,0 kV dilewatkan sepanjang detektor. Ion-ion
yang menubruk permukaan gelas, yang menolak elektron yang melewati
sepanjang permukaan bagian dalam gelas, akan menolak elektron lebih banyak
untuk setiap tubrukan (Skoog dkk., 2004).
Detektor ICP MS Perkin Elmer 6100 yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan 21 dinoda, sehingga dapat menggandakan sinyal hingga faktor 107.
Selain itu, detektor ini mempunyai keunggulan efisiensi konversi yang tinggi,
waktu pakai lama, dan didisain dua tahap, yaitu tahap analog untuk ion dengan
intensitas tinggi dan tahap pulsa untuk intensitas rendah, dimana sinyal analog dan
pulsa dapat diukur secara simultan.
Aplikasi ICP MS untuk analisis spesiasi
ICP MS telah banyak digunakan dalam analisis spesiasi sebagai detektor spesifik
unsur (Gasparics dkk., 2002; Rosen dan Hieftje, 2004; Szpunar, 2005). Beberapa
publikasi spesiasi arsen (As) dilaporkan menggunakan teknik HPLC-ICP MS
(Teräsahde, dkk., 1996; B'Hymer dan Caruso, 2004). Bahkan sejak 1993, Larsen
(1993) telah menggunakan teknik HPLC-ICP MS untuk menentukan 8 spesi As
dalam urin manusia. Pada fasa awal, dimetilarsinat (DMA), As (III),
monometilarsonat (MMA) dan As (V) dapat dipisahkan menggunakan resin
penukar anion. Pada fasa kedua, arsenobetain (AsB), oksida trimetilarsin
(TMAO), arsenokolin (AsC), dan ion tetrametilarsonium (TMAs) dipisahkan dari
spesi bermuatan negatif menggunakan resin penukar kation (Vanhaecke dan
Köllensperger, 2003).
Saat ini, studi HPLC-ICP MS banyak dilakukan untuk elusidasi mekanisme
biotransformasi ion logam anorganik dan spesi anorganik sederhana, terutama
untuk identifikasi kompleks logam-ligan dalam sampel biologis, seperti
metalloprotein, pengkompleksan unsur runut dalam darah dan plasma darah, dan
31
selenoprotein dalam jaringan tubuh manusia dan hewan (Matsuara dkk., 2003;
Encinar dkk., 2004; Szpunar, 2000; 2005; Bresson dkk., 2005).
Teknik gabungan LC-ICP MS yang paling berkembang dalam analisis spesiasi
adalah SEC-ICP MS (Koplik dkk., 2002; Michalke, 2002). Contohnya studi
tentang metalloprotein (Mason dkk., 1990), spesiasi Cd dalam sayuran yang
terkontaminasi (Ji, 1997), metabolit Pt dalam tanaman (Klueppel dkk., 1998),
spesiasi Cd dalam jaringan tanaman (Vacchina dkk., 1999), spesiasi multi unsur
dalam teh hitam (Matsuura dkk., 2001), dan spesiasi iod dalam susu (Sanchez dan
Szpunar, 1999). Sanchez dan Szpunar menggunakan buffer Tris 30 mM sebagai
fasa bergerak dan fasa diam superdex-75 dan superdex-200. Spesi iod dalam
sampel susu sapi dan kambing serta susu formula bayi terelusi dalam waktu 40
menit dan langsung on-line dideteksi dengan ICP MS.
Gabungan HPLC penukar anion dengan ICP MS pengenceran isotop (isotope
dilution ICP MS) juga telah diaplikasikan oleh Rodriguez-Cea dkk. (2003) untuk
analisis metallothionein (MT) dalam belut (Anguilla anguilla). Belut dimasukkan
dalam aquarium yang mengandung 100 µg/L Cd selama tiga pekan. Pemisahan
tahap I isoform MT dilakukan dengan menggunakan SEC untuk memfraksinasi
citosol hati belut yang kemudian dipisahkan lebih lanjut dengan HPLC penukar
anion untuk protein (anion exchange fast protein liquid chromatography, AEFPLC). Setelah proses pemisahan, larutan yang mengandung isotop
dan
67
Zn dipompakan pada ujung kolom AEC dan ratio
114
111
Cd/111Cd,
Cd,
65
Cu,
63
Cu/65Cu,
dan 64Zn/67Zn dimonitor secara on-line menggunakan ICP QMS.
Aplikasi GC-ICP MS umumnya digunakan untuk penentuan senyawa
organologam Sn, Hg, dan Pb dalam matriks lingkungan (Vanhaecke dan
Köllensperger, 2003). Grüter dkk. (2000, dalam Alonso dan Encinar, 2003) telah
membuktikan keunggulan teknik GC-ICP MS untuk menentukan spesi
organologam As, Bi, Ge, Hg, I, Mo, Pb, Sb, Se, Sn, Te dan W dengan batas
deteksi di bawah 1 pikogram. Derivatisasi dilakukan dengan generator hibrid, dan
spesi volatil ditampung dalam cryogenic trap. Pemanasan trap secara perlahan
32
dari -196 sampai 150°C yang diikuti pengaliran analit ke dalam kolom GC
memungkinkan pemisahan spesi unsur secara sempurna.
Aplikasi teknik elektroforesis gel dan ablasi laser ICP MS (laser ablation ICP
MS, LA ICP MS) telah dilakukan oleh Binet dkk. (2003) untuk deteksi dan
karakterisasi protein yang mengikat Zn dan Cd dalam Escherichia coli. Teknik
yang sama juga telah diaplikasikan oleh kelompok spesiasi Pusat Penelitian
Jülich, Jerman untuk mendeteksi fosfor dan beberapa logam dalam protein otak
manusia ( Becker dkk., 2003; Becker, 2004).
Teknik gabungan CE-ICP MS juga telah dikembangkan dalam analisis spesiasi
(Costa-fernandez dkk., 2000; Llamas dkk., 2001; Lobinsky, 2001; Sonke dan
Salters, 2004). Contoh aplikasi CE-ICP MS adalah elusidasi spesi Se dalam serum
manusia dan air susu ibu (Michalke dan Schramel, 1998), spesiasi Cd (Llamas
dkk., 2001), spesiasi Sb dalam sampel lingkungan (Michalke dan Schramel,
1999), spesiasi Mn (Michalke, 2004), serta spesiasi Cr dan Co (Carbonaro dan
Stone, 2005).
Pemisahan multidimensional dalam analisis spesiasi juga telah banyak
diaplikasikan dalam mempelajari spesi suatu unsur. Kelompok peneliti dari
Institut Kimia Analitik Bio-Anorganik, Pau, Prancis telah melakukan analisis
spesiasi nikel dalam getah pohon hiperakumulasi Sebertia acuminata dengan
menggunakan HPLC dan CZE dan pendeteksian ICP MS dan ESI MS/MS
(Schaumlöffel dkk., 2003). Pertama getah pohon dilarutkan dalam air. Kemudian,
dua metode pemisahan yaitu SEC dan CZE dilakukan untuk mengisolasi
kompleks Ni. Kolom yang digunakan pada SEC adalah Superdex peptida HR
10/30 dengan range pemisahan antara 100 – 7000 Da. Fasa bergerak adalah 5 mM
buffer amonium asetat pH 6,8. analit yang terelusi dideteksi dengan detektor UV
dan ICP MS. Metode CZE diaplikasikan sebagai komplementer pemisahan
sebelumnya untuk membuktikan keberadaan nikel sitrat. Kompleks nikel tersebut
dianalisis lebih lanjut menggunakan ESI MS untuk menentukan struktur
molekulnya. Sebagai hasil penelitian, gabungan teknik ini telah berhasil
33
mengisolasi 6 spesi Ni. Selain itu, diperoleh juga informasi bahwa kompleks Ni
dengan berat molekul 360 diduga mengandung 3 gugus karboksil dan satu gugus
amino.
II.7 Validasi Metode Analisis
Kontrol kualitas dan validasi metode analisis yang digunakan merupakan bagian
esensial dalam analisis spesiasi. Validasi metode tersebut meliputi proses
pengambilan sampel, penanganan dan efek matriks sampel, proses kalibrasi dan
penambahan standar, estimasi presisi, batas deteksi dan penggunaan standar
material rujukan jika memungkinkan (Thompson dkk., 2002). Sampai saat ini
belum ada standar material untuk cairan floem, sehingga standar material yang
digunakan hanyalah dari bagian lain tanaman seperti daun dan ranting.
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara total Mg, Ca, Mn,
Zn, Mo, dan Cd dalam sampel rujukan standar menggunakan metoda destruksi
microwave
tertutup
dan
pendeteksian
selektif
unsur
ICP-QMS
yang
dikembangkan dengan nilai tersertifikasi sampel rujukan standar dilakukan uji
statistik T-tes satu sampel. Prosedur T-tes satu sampel menguji apakah rata-rata
sampel dari satu variabel X berbeda dari suatu konstanta tertentu μ 0 . Sampel
harus diambil secara acak dan data berdistribusi normal (Bhattacharya dan
Johnson, 1977; Moore, 1995; Moore dan McCabe, 1998). Langkah-langkah dalam
pengujian satu sampel t-test adalah (1) merumuskan hipotesis, (2) menentukan
tingkat signifikansi alpha (α ) ; (3) Menghitung uji statistik, (4) Menentukan nilai
t tabel
(output komputer), dan (5) mengambil kesimpulan.
34
Download