ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS DENGAN ASFIKSIA

advertisement
ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS DENGAN
ASFIKSIA BERAT DI RUANG PERINATOLOGI
RSUD dr. SLAMET GARUT
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Melengkapi Sebagaian Syarat Mencapai
Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh :
Risa Meliyani
NIM. 13DB277125
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS DENGAN ASFIKSIA BERAT
DI RUANG PERINATOLOGI RSUD dr. SLAMET GARUT 1
Risa Meliyani2 Ayu Endang Purwati 3Sri Utami Asmarani4
INTISARI
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Dikemukakan bahwa
berdsarkan data RSUD dr. Slamet Garut pada tahun 2013 terdapat 393 kasus
asfiksia dengan kematian bayi 33 bayi, tahun 2014 terdapat 1305 kasus asfiksia
dengan kematian bayi 5 bayi, dan terakhir tahun 2015 terdapat 469 kasus
asfiksia dengan jumlah kematian 65 bayi. Ketuban pecah dini merupakan salah
satu faktor penyebab asfiksia neonatorum dan infeksi.
Tujuan penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memperoleh
pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada neonatus
dengan asfiksia berat di RSUD dr. Slamet Garut dengan menggunakan
pendekatan proses manajemen kebidanan 7 langkah Varney dan
mendokumentasikan menggunakan manajemen SOAP. Asuhan kebidanan pada
neonatus dengan asfiksia berat ini dilakukan selama 7 hari di Ruang Perinatologi
RSUD dr. Slamet Garut.
Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini mendapatkan gambaran
dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada neonatus
dengan asfiksia berat. Kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan kebidanan
pada neonatus dengan asfiksia berat di ruang perinatologi RSUD dr. Slamet
Garut dilaksanakan cukup baik dan sesuai prosedur.
Kata Kunci
: Asfiksia Berat
Kepustakaan
: 15 buku, jurnal, media elektronik (2008-2015)
Halaman
: i-xii, 55 halaman, 8 lampiran
1
Judul Penulisan Ilmiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis 3Dosen
STIKes Muhammadiyah Ciamis4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah
satu unsur penentu status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal
dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada ibu hamil. Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode
neonatal merupakan periode yang paling kritis karena dapat menyebabkan
kesakitan dan kematian bayi (Safrina, 2011).
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi
belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan
genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu dengan berat badan antara
2500 gram sampai 4000 gram nilai apgar >7 dan tanpa cacat bawaan
(Rukiyah, 2010).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat
segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Ketuban pecah
dini merupakan salah satu faktor penyebab asfiksia neonatorum dan
infeksi, Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan
dengan
faktor-faktor
yang
timbul
dalam
kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2010).
Keadaan umum bayi dinilai satu menit setelah lahir dengan
penggunaan nilai Apgar. Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi
menderita asfiksia atau tidak, yang dinilai adalah frekuensi jantung, usaha
nafas, tonus otot, warna kulit, dan reaksi terhadap rangsangan. Dari hasil
penilaian tersebut dapat diketahui apakah bayi normal (nilai Apgar 7-10),
asfikisia sedang-ringan (nilai Apgar 4-6), atau asfiksia berat (nilai Apgar 03) (Saifudin, 2009).
Asfiksia neonatorum menurut pandangan islam dihubungkan
dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Al Qiyamah ayat : 26
1
2
Terjemahan:
“Sekali–kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke
kerongkongan”
Ayat
tersebut
secara
umum
menjelaskan
bahwa
apabila
seseorang susah bernafas dan telah sampai ke kerongkongan maka akan
merasa sesak dan tidak mampu menghirup udara, bahkan dapat membuat
seseorang meninggal. Seperti hal nya pada bayi asfiksia yang mengalami
kegagalan bernafas.
Menurut laporan dari organisasi kesehatan dunia yaitu World
Health Organization (WHO) bahwa setiap tahunnya, kira–kira 3% (3,6 juta)
dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian
meninggal dan pada tahun 2009 angka terjadinya asfiksia menurut World
Health Organization (WHO) adalah 19%. Kematian perinatal terbanyak
disebabkan oleh asfiksia (Saifudin, 2009).
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
yaitu sebesar 32/1.000 kelahiran hidup, dengan jumah bayi yang
meninggal
di
Indonesia
mencapai
160.681.
Banyak
faktor
yang
mempengaruhi angka kematian tersebut, yaitu salah satunya asfiksia
sebesar 37% yang merupakan penyebab kedua kematian bayi baru lahir
(Depkes.RI, 2013).
Menurut data Laporan Program Kesehatan Anak Provinsi Jawa
Barat angka kematian bayi tahun 2013 sebanyak 4.306 kasus dan pada
tahun 2014 turun menjadi 3.810 kasus (News, 2014).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan I Dewi Ayu Ketut
tanggal 18 Januari 2013 di ruang bersalin RSUD Wangaya Denpasar,.
Angka kejadian asfiksia bayi baru lahir tahun 2012 terdapat 74 kasus
asfiksia sedang dan 16 kasus asfiksia berat. Dari 72 responden yang diteliti
sebagian ibu bersalin dengan ketuban pecah dini <12 jam sejumlah 36
orang (50,0%) yang mengakibatkan infeksi pada bayi/neonatus dan
asfiksia, yang berarti ada hubungan yang signifikan antara ketuban pecah
dini dengan asfiksia pada bayi baru lahir ( Ketut, 2013).
Menurut penelitian yang dilakukan Mulastin pada kurun waktu
Januari-Desember 2012 di RSIA Kumalasiwi Jepara, menunjukan bahwa
dari 1.150 responden yang diteliti mayoritas ibu bersalin secara spontan
3
yaitu 787 responden (68,4%), sebanyak 123 responden yang bersalin
secara spontan bayi nya mengalami asfiksia sedang, dan 12 responden
bayi nya mengalami asfiksia berat. Hal ini berarti Ha diterima dan Ho
ditolak yang artinya ada hubungan antara cara persalinan dengan asfiksia
neonatorum. Hal ini sesuai dengan teori yang ada yaitu pada kehamilan
spontan dapat terjadi asfiksia karena ada penekanan saat terjadi
mekanisme persalinan berlangsung, meliputi engagement, penurunan
kepala, fleksi, rotasi dalam, ekstensi, rotasi luar dan ekspulsi (Mulastin,
2012).
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pencatatan dan
pelaporan di Rumah Sakit Umum Daerah dr Slamet Garut dari mulai tahun
2013–2015 dengan jumlah seluruh kematian bayi yang diakibatkan oleh
asfiksia adalah 103 bayi, tahun 2013 terdapat 393 kasus asfiksia dengan
kematian bayi 33 bayi, tahun 2014 terdapat 1305 kasus asfiksia dengan
kematian bayi 5 bayi, dan terakhir tahun 2015 terdapat 469 kasus asfiksia
dengan jumlah kematian 65 bayi (Rekam Medik RSUD dr. Slamet Garut,
2016).
Upaya dalam menurunkan angka kematian bayi baru lahir yang
diakibatkan asfiksia salah satunya dengan cara melakukan suatu pelatihan
keterampilan resusitasi kepada para tenaga kesehatan agar lebih terampil
dalam melakukan resusitasi dan menganjurkan kepada masyarakat
ataupun ibu khususnya, agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan (Depkes RI, 2013).
Sehubungan dengan masih tingginya kejadian asfiksia yang
ditemukan serta besarnya resiko yang ditimbulkan sehingga penulis
termotivasi untuk membahas lebih lanjut melalui laporan tugas akhir
dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Neonatus dengan Asfiksia Berat di
Ruang Perinatologi RSUD dr. Slamet Garut tahun 2016 “
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
dapat ditarik perumusan masalah dalam studi kasus ini adalah “Bagaimana
penatalaksanaan asuhan kebidanan pada neonatus dengan asfiksia berat
di Ruang Perinatologi RSUD dr. Slamet Garut tahun 2016“?
4
C.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah Melakukan
asuhan kebidanan pada neonatus dengan asfiksia berat di ruang
perinatologi
RSUD
dr.
Slamet
Garut
tahun
2016
dengan
menggunakan pendekatan manajemen kebidanan varney dan
pendokemtasian dalam bentuk SOAP.
2.
Tujuan Khusus
a.
Melaksanakan pengkajian pada neonatus dengan asfiksia berat
di ruang perinatologi RSUD dr. Slamet Garut tahun 2016.
b.
Menginterprestasikan data dan masalah pada neonatus dengan
asfiksia berat di ruang perinatologi RSUD dr. Slamet Garut
tahun 2016.
c.
Merumuskan diagnosa potensial atau masalah potensial pada
neonatus dengan asfiksia berat di ruang perinatologi RSUD dr.
Slamet Garut tahun 2016.
d.
Mengidentifikasi
tindakan
antisipasi
terhadap
diagnosa
potensial pada neonatus dengan asfiksia berat di ruang
perinatologi RSUD dr. Slamet Garut tahun 2016.
e.
Menyusun rencana tindakan asuhan kebidanan yang sesuai
dengan masalah dan kebutuhan pada neonatus dengan
asfiksia berat di ruang perinatologi RSUD dr. Slamet Garut
tahun 2016.
f.
Melaksanakan rencana tindakan asuhan kebidanan pada
neonatus dengan asfiksia berat di ruang perinatologi RSUD dr.
Slamet Garut tahun 2016.
g.
Mengevaluasi asuhan kebidanan pada neonatus dengan
asfiksia berat di ruang perinatologi RSUD dr. Slamet Garut
tahun 2016.
5
D.
Manfaat
1.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
pengembangan pengetahuan di bidang ilmu kebidanan, khususnya
tentang kasus asuhan kebidanan pada neonatus dengan asfiksia
berat di RSUD dr. Slamet Garut.
2.
Manfaat Praktis
a.
Bagi Penulis
Sebagai sarana untuk menerapkan teori dan ilmu yang
diperoleh selama proses perkuliahan dan sebagai pengalaman
nyata dalam memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru
lahir, khususnya pada bayi dengan asfiksia berat..
b.
Bagi Instansi Rumah Sakit
Agar dapat dijadikan bahan masukan dan evaluasi
bagi lahan sehingga dapat mempertahankan semua pelayanan
yang sudah maksimal dalam melaksanakan asuhan kebidanan
pada bayi dengan asfiksia berat.
c.
Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi dan informasi bagi institusi
pendidikan dalam memberikan asuhan kebidanan pada bayi
dengan asfiksia berat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep Dasar
1.
Bayi Baru Lahir Normal
a.
Pengertian
Bayi baru
lahir
disebut juga
dengan
neonatus
merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja
mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan
penyesuaian diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan
ekstrauterine (Dewi, 2010).
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan
presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat,
pada usia kehamilan genap 37 mingggu sampai dengan 42
minggu, dengan berat badan 2500-4000 gram, nilai apgar > 7
dan tanpa cacat bawaan (Rukiyah, 2010).
b.
Ciri – Ciri Bayi Baru Lahir Normal
Menurut Dewi (2010) ciri–ciri bayi baru lahir normal yaitu :
1)
Lahir aterm antara 37–42 minggu.
2)
Berat badan 2500–4000 gram.
3)
Panjang badan 48–52 cm.
4)
Lingkar dada 30 – 38 cm.
5)
Lingkar lengan 11–12 cm.
6)
Lingkar kepala 33–35 cm.
7)
Frekuensi denyut jantung 120–160 x/menit.
8)
Pernafasan 40–60 x/menit.
9)
Kulit
kemerah–merahan
dan
licin
karena
jaringan
subtkutan yang cukup.
10)
Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya
telah sempurna .
11)
Kuku agak panjang dan lemas.
12)
Nilai apgar >7.
13)
Gerak aktif.
6
7
14)
Bayi lahir langsung menangis kuat.
15)
Reflek rooting (mencari puting susu dengan rangsangan
taktil pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk
dengan baik.
16)
Reflek sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk
dengan baik.
17)
Reflek morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah
terbentuk dengan baik.
18)
Reflek grasping (menggenggam) sudah baik.
19)
Genitalia
a)
Pada laki–laki kematangan ditandai dengan testis
yang
berada pada skrotum dan penis yang
berlubang.
b)
Pada perempuan kematangan ditandai dengan
vagina dan uretra yang berlubang, serta adanya
labia mayora dan labia minora.
c.
Penampilan Bayi Baru Lahir Normal
1)
Kesadaran dan reaksi terhadap sekeliling, perlu dikurangi
rangsangan
terhadap
reaksi
terhadap
rayuan,
rangsangan sakit, atau suara keras yang mengejutkan
atau suara mainan.
2)
Keaktifan, bayi normal melakukan gerakan-gerakan
tangan yang simetris pada waktu bangun. Adanya temor
pada bibir, kaki dan tangan pada waktu menangis adalah
normal,
tetapi
hal
ini
terjadi
pada
waktu
tidur,
kemungkinan gejala suatu kelainan yang perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
3)
Simetris, apakah secara keseluruhan badan seimbang :
kepala : apakah terlihat simetris, benjolan seperti seperti
tumor yang lunak di belakang atas yang menyebabkan
kepala tampak lebih panjang ini disebabkan akibat proses
kelahiran, benjolan pada kepala tersebut hanya tersebut
hanya terdapat dibelahan kiri atau kanan saja, atau sisi
kiri dan kanan tetapi tidak melampaui garis tengah bujur
8
kepala, pengukuran lingkar kepala dapat ditunda sampai
kondisi benjol (Capput sucsedenaum) dikepala hilang dan
jika terjadi moulase, tunggu hingga hingga kepala bayi
kembali pada bentuknya semula.
4)
Muka wajah : bayi tampak ekspresi : mata : perhatikan
kesimetrisan antara mata kanan dan kiri, perhatikan
adanya tanda-tanda perdarahan berupa bercak merah
yang akan menghilang dalam waktu 6 minggu.
5)
Mulut : penampilannya harus simetris, mulut tidak
mencucu seperti mulut ikan, tidak ada tanda kebiruan
pada mulut pada bayi, saliva tidak terdapat pada bayi
normal,
bila
terdapat
secret
yang
berlebihan,
kemungkinan ada kelainan bawaan saluran cerna.
6)
Leher,dada, abdomen : melihat adanya cedera akibat
persalinan : perhatikan adanya tidaknya kelainan pada
pernapasan bayi, karena bayi biasanya bayi masih ada
penapasan perut.
7)
Punggung : adanya benjolan atau tumor atau tulang
punggung dengan lekukan yang kurang sempurna : bahu,
tangan, sendi, tungkai : perlu diperhatikan bentuk,
gerakannya,
faktur
(bila
ekspremitas
lunglai/kurang
gerak), farices.
8)
Kulit dan kuku : dalam keadaan normal kulit berwarna
kemerahan,
kadang-kadang
didapatkan
kulit
yang
mengelupas ringan, pengelupasan yang berlebihan harus
dipikirkan
kemungkinan
adanya
kelainan,
waspada
timbulnya kulit dengan warna yang tak rata (Cutis
Marmorata) ini dapat disebabkan karena temperatur
dingin, telapak tangan, telapak kaki atau kuku yang
menjadi biru, kulit menjadi pucat dan kuning, bercakbercak besar biru yang sering terdapat disekitar bokong
(Mongolian Spot) akan menghilang pada umur 1 (satu)
sampai 5 (lima) tahun.
9
9)
Kelancaran
menghisap
dan
pencernaan
:
harus
diperhatikan : tinja dan kemih : diharapkan keluar dalam
24 jam pertama. Waspada bila terjadi perut yang tiba-tiba
membesar, tanpa keluarnya tinja, disertai muntah, dan
mungkin dengan kulit kebiruan, harap segera konsultasi
untuk pemeriksaan lebih lanjut, untuk kemungkinan
Hirschprung / Congenital Megacolon.
10)
Refleks : refleks rooting, bayi menoleh ke arah benda
yang menyentuh pipi : refleks isap, terjadi apabila
terdapat benda menyentuh bibir, yang disertai refleks
menelan, Refleks morro ialah timbulnya pergerakan
tangan yang simetris seperti merangkul apabila kepala
tiba-tiba digerakkan, Refleks mengeluarkan lidah terjadi
apabila diletakkan benda di dalam mulut, yang sering
ditafsirkan bayi menolak makanan / minuman.
11)
Berat badan, sebaiknya tiap hari dipantau penurunan
berat badan lebih dari 5% berat badan waktu lahir,
menunjukkan kekurangan cairan (Dewi, 2010).
d.
Penilaian APGAR Pada Bayi Baru Lahir
Segera setelah lahir diletakkan bayi diatas kain bersih
dan kering yang disiapkan diatas perut ibu (bila tidak
memungkinkan, letakkan di dekat ibu misalnya di antara kedua
kaki ibu atau disebelah ibu) pastikan area tersebut bersih dan
kering keringkan bayi terutama muka dan permukaan tubuh
dengan kain kering, hangat dan bersih. Kemudian lakukan 2
penilaian awal sebagai berikut : a. Apakah menangis kuat
dan/atau bernafas tanpa kesullitan ? b. Apakah bergerak aktif
atau lemas? Jika bayi tidak bernafas atau megap–megap, atau
lemah maka segera lakukan resusitasi bayi baru lahir (Rukiyah,
2010).
10
2.1 Tabel APGAR score
Skor
0
Appearence
Pucat/biru seluruh
(warna kulit)
tubuh
Pulse
Tidak ada
(Denyut Jantung)
Grimace
Tidak ada
(Tonus otot)
Activity
Tidak ada
(Aktivitas)
Respiration
Tidak ada
(Pernafasan)
(Sumber : Dewi, 2010)
e.
1
Tubuh merah,
ekstremitas biru
<100
2
Seluruh tubuh
kemerahan
>100
Ekstremitas
sedikit fleksi
Sedikit gerak
Gerakan aktif
Lemah / tidak
teratur
Langsung
menangis
Menangis
Pencegahan Kehilangan Panas
Mekanisme pengaturan temperatur bayi baru lahir
belum berfungsi sempurna. Oleh karena itu, jika tidak dilakukan
pencegahan kehilangan panas maka bayi akan mengalami
hipotermia. Bayi dengan hipotermia sangat beresiko mengalami
kesakitan berat atau bahkan kematian. Hipotermia sangat
mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah
atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun berada
dalam ruangan yang hangat (Rukiyah, 2010).
f.
Cara Memotong Tali Pusat
Setelah plasenta lahir dan kondisi ibu stabil maka
dilakukan pengikatan puntung tali pusat. Yang pertama
dilakukan
adalah
mencelupkan
tangan
yang
masih
menggunakan sarung tangan ke dalam klorin 0,5% untuk
membersihkan dari darah dan sekret lainnya. Kemudian bilas
dengan air DTT, lalu keringkan dengan handuk bersih dari
dinding perut bayi (pusat). Gunakan benang atau klem plastik
DTT/steril. Kunci ikatan tali pusat dengan simpul mati atau
kuncikan penjepit plastik tali pusat. Jika pengikatan dilakukan
dengan benang tali pusat, lingkaran benang disekeliling
puntung tali pusat dan ikat untuk kedua kalinya dengan simpul
mati bagian di bagian berlawanan. Lepaskan klem penjepit tali
pusat dan letakkan dalam klorin 0,5%. Kemudian selimuti bayi
11
kembali dengan menggunakan kain yang bersih dan kering
(Rukiyah, 2010).
g.
Inisiasi Menyusui Dini
Pada tahun
1992 WHO /UNICEF mengeluarkan
protokol tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sebagai salah satu
dari Evidence for the ten steps to successful breastfeeding
yang harus diketahui oleh setiap tenaga kesehatan. Segera
setelah dilahirkan, bayi diletakkan di dada atau perut atas ibu
selama paling sedikit satu jam untuk memberi kesempatan
pada bayi untuk mencari dan menemukan puting ibunya.
Manfaat IMD bagi bayi adalah membantu stabilisasi
pernapasan, mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik
dibandingkan dengan inkubator, menjaga kolonisasi kuman
yang aman untuk bayi dan mencegah infeksi nosokomial.
Kadar bilirubin bayi juga lebih cepat normal karena pengeluaran
mekonium lebih cepat sehingga dapat menurunkan insiden
ikterus bayi baru lahir. Kontak kulit dengan kulit juga membuat
bayi lebih tenang sehingga didapat pola pola tidur yang lebih
baik. Dengan demikian, berat badan bayi cepat meningkat dan
lebih cepat ke luar dari rumah sakit. Bagi ibu, IMD dapat
mengoptimalkan pengeluaran hormon oksitosin, prolaktin, dan
secara psikologis dapat menguatkan ikatan batin antara ibu dan
bayi.
Pada protokol ini, setelah lahir bayi hanya perlu
dibersihkan secukupnya dan tidak perlu membersihkan vernik
atau mengeringkan tangan bayi karena bau cairan amnion
pada tangan bayi akan membantu bayi mencari puting ibu.
Dengan waktu yang diberikan, bayi akan mulai menendang dan
bergerak menuju puting. Bayi yang siap menyusu akan
menunjukkan gejala refleks menghisap seperti membuka mulut
dan mulai mengulum puting. Refleks menghisap yang pertama
ini timbul 20–30 menit setelah lahir dan menghilang cepat.
Dengan protokol IMD ini, bayi dapat langsung menyusu dan
12
mendapat kolostrum yang kadarnya maksimal pada 12 jam
pasca persalinan (Prawirohardjo, 2010).
h.
Profilaksis Mata
Konjungtivitis pada bayi baru lahir sering terjadi trauma
pada bayi dengan ibu yang menderita penyakit menular seksual
seperti gonore dan klamidiasis. Sebagian besar konjungtivitis
muncul pada 2 minggu pertama setelah kelahiran. Pemberian
antibiotik
profilaksis
terbukti
dapat
mencegah
terjadinya
konjungtivitis. Profilaksis mata yang sering digunakan yaitu
tetes mata silver nitrat 1 %, salep mata eritromisin, dan salep
mata tetrasiklin. Ketiga preparat ini efektif untuk mencegah
konjungtivitis gonore. Saat ini silver nitrat tetes mata tidak
dianjurkan lagi karena sering terjadi efek samping berupa iritasi
dan kerusakan mata (Prawirohardjo, 2010)
2.
Asfiksia Neonatorum
a.
Definisi
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi
tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah
lahir (Prawirohardjo, 2010).
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara
spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa setelah lahir
saat setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia
dan asidosis (Saputra, 2014).
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi
baru lahir yang mengalami gagal bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat
memasukan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam
arang dari tubuhnya (Dewi, 2010).
13
b.
Etiologi
Menurut
Dewi
(2010),
ada
beberapa
penyebab
kegagalan pernafasan bayi diantaranya :
1)
Pada janin, kegagalan pernafasan disebabkan oleh
beberapa hal berikut :
Gangguan
sirkulasi
dari
ibu
ke
janin,
di
antaranya disebabkan oleh beberapa hal berikut :
a)
Gangguan aliran pada tali pusat, hal ini biasanya
berhubungan dengan adanya lilitan tali pusat,
simpul pada tali pusat, tekanan yang kuat pada tali
pusat, ketuban telah pecah yang menyebabkan tali
pusat menumbung, dan kehamilan lebih bulan.
b)
Adanya pengaruh obat, misalnya pada tindakan SC
yang menggunakan narkosa.
2)
Faktor dari ibu selama kehamilan
a)
Gangguan his, misalnya karena atonia uteri yang
dapat menyebabkan hipertonik.
b)
Adanya perdarahan pada plasenta previa dan
solusio plasenta yang dapat menyebabkan turunnya
tekanan darah secara mendadak
c)
Vasokontraksi
arterial
pada
kasus
hipertensi
kehamilan dan preeklampsia dan eklampsia.
d)
Kasus solusio plasenta yang dapat menyebabkan
gangguan pertukaran gas (oksigen dan zat asam
arang).
Menurut
Towel,
asfiksia
bisa
disebabkan
oleh
beberapa faktor yakni, ibu, plasenta, fetus, dan neonatus.
1)
Ibu
Apabila ibu mengalami hipoksia, maka janin juga
akan mengalami hipoksia yang dapat berkelanjutan
menjadi asfiksia dan komplikasi lain.
14
2)
Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi
oleh luas dan kondisi plasenta, misalnya solusio plasenta,
perdarahan plasenta, dan lain–lain.
3)
Fetus
Kompresi umbilikus akan dapat mengakibatkan
terganggunya
aliran
dalam
darah pembuluh darah
umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu
dan janin.
4)
Neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir
dapat terjadi karena beberapa hal berikut :
c.
a)
Pemakaian anestesi yang berlebihan pada ibu.
b)
Trauma yang terjadi selama persalinan.
c)
Kelainan kongenital pada bayi.
Patofisiologi
Menurut Safrina, (2013) dalam Lia Yulianti (2015),
segera setelah lahir bayi akan menarik nafas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk
resoirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan
cairan yang ada di dalam alveoli akan meninggalkan alveoli
secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan
mengembang dan aliran darah ke dalam paru meningkat
secara memadai (Lia Yulianti, 2015).
Bila janin kekurang O2 dan kadar CO2 bertambah
timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ
(denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurang O 2 terus
berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ
menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterine dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium
dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila
janin lahir, alveoli tidak berkembang.
15
Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang
dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga
mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin
lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama epneu sekunder, denyut jantung, tekanan
darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi
sekarang tidak dapat berekasi terhadap rangsangan dan tidak
akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan.
d.
Klasifikasi dan Tanda Gejala Asfiksia
1)
Asfiksia berat (Nilai APGAR 0–3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami
asidosis, sehingga memerlukan perbaikan dan resusitasi
aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada
asfiksia berat adalah sebagai berikut :
a)
Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 x/menit.
b)
Tidak ada usaha nafas.
c)
Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
d)
Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan
rangsangan.
e)
Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna
kelabu.
f)
Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum
atau sesudah persalinan.
2)
Asfiksia sedang (Nilai APGAR 4-6 menit)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang
muncul adalah sebagai berikut :
a)
Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/menit.
b)
Usaha nafas lambat.
c)
Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
d)
Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan
yang diberikan.
e)
Bayi tampak sianosis.
f)
Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna
selama proses persalinan.
16
3)
Asfiksia ringan (Nilai APGAR 7–10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang
sering muncul adalah sebagai berikut :
a)
Takipnea dengan nafas lebih dari 60 x/menit.
b)
Bayi tampak sianosis.
c)
Adanya retraksi sela iga.
d)
Bayi merintih (grunting).
e)
Adanya pernafasan cuping hidung.
f)
Bayi kurang aktifitas.
g)
Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi,
rales dan wheezing positif (Dewi, 2010).
e.
Langkah – Langkah Resusitasi pada Asfiksia Neonatorum
Tahap awal diselesaikan dalam waktu 30 detik.
Langkah awal tersebut (Rukiyah, 2010) meliputi :
1)
Jaga bayi tetap hangat
a)
Letakkan bayi di atas kain yang ada di perut ibu.
b)
Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut
tetap terbuka, potong tali pusat.
c)
Pindahkan bayi keatas kain di tempat resusitasi
yang datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat.
d)
Jaga bayi tetap diselimuti dan dibawah pemancar
panas.
2)
Atur posisi bayi
a)
Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat
penolong.
b)
Posisikan kepala bayi dengan pengganjal bahu,
sehingga kepala sedikit ekstensi.
3)
Isap lendir
a)
Isap lendir dari mulut dulu, kemudian hidung.
b)
Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik
keluar, tidak pada waktu memasukan.
c)
Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan
lebih dar 5 cm kedalam mulut atau lebih dari 3 cm
dalam hidung), hal itu dapat menyebabkan denyut
17
jantung bayi menjadi lambat atau tiba-tiba berhenti
bernafas.
4)
Keringkan dan rangsangan bayi
a)
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian
tubuh lainnya dengan sedikit tekanan.
b)
Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk atau
menyentil
telapak
kaki
bayi
atau
dengan
menggosok punggung, dada, perut dan tungkai bayi
dengan telapak tangan.
5)
Atur kembali posisi bayi
a)
Ganti kain yang telah basah dengan kain kering
dibawahnya.
b)
Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan
menutupi muka dan dada, agar bisa memantau
pernafasan bayi.
c)
Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit
ekstensi.
6)
Lakukan penilaian bayi
Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal,
tidak bernafas atau megap-megap. Bila bayi bernafas
normal, lakukan asuhan pasca resusitasi. Tapi bila bayi
tidak bernafas normal atau megap-megap mulai lakukan
ventilasi bayi.
f.
Asuhan Pasca Resusitasi
Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca
resusitasi yang merupakan perawatan intensif selama 2 jam
pertama. Penting sekali pada tahap ini dilakukan bayi baru lahir
dan pemantauan intensif serta pencatatan.
1)
Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi
a)
Tidak dapat menyusu.
b)
Kejang.
c)
Mengantuk atau tidak sadar.
d)
Nafas cepat (> 60x/menit).
e)
Merintih.
18
2)
3)
f)
Retraksi dinding dada bawah.
g)
Sianosis sentral.
Pemantauan dan perawatan tali pusat
a)
Memantau perdarahan tali pusat.
b)
Menjelaskan perawatan tali pusat.
Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi
kepada ibunya
a)
Meletakkan bayi di dada ibu (kulit ke kulit),
menyelimuti keduanya.
b)
Membantu ibu untuk menyusui bayi dalam 1 jam
pertama.
c)
Menganjurkan ibu untuk mengusap bayinya dengan
kasih sayang.
4)
Pencegahan hipotermi
a)
Membaringkan bayi dalam ruangan > 25oC bersama
ibunya.
b)
Mendekap bayi dengan lekatkan kulit ke kulit
sesering mungkin.
c)
Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24
jam.
d)
Menimbang berat badan terselimuti, kurangi berat
selimut.
e)
Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan,
buka selimuti bayi sebagian – sebagian.
5)
Asuhan pasca lahir (usia 2-24 jam setelah lahir)
Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi,
bayi masih perlu asuhan pasca lahir lebih lanjut. Asuhan
pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan
rumah (kunjungan bayi baru lahir/neonatus). Tujuan dari
asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih
lanjut dalam 24 jam pertama kesehatan bayi setelah
mengalami tindakan resusitasi.
19
6)
Pemberian Vit K
Memberikan
suntikan
vit
k
di
paha
kiri
anterolateral 1 mg intramuscular.
7)
Pencegahan infeksi
a)
Memberikan salep mata antibiotika.
b)
Memberikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan
0,5 ml intramuscular, 1 jam setelah pemberian vit k.
c)
Membantu ibu dan keluarga cara pencegahan
infeksi bayi.
8)
Pemeriksaan fisik
a)
Mengukur panjang badan dan lingkar kepala bayi.
b)
Melihat dan meraba kepala bayi.
c)
Melihat mata bayi.
d)
Melihat mulut dan bibir bayi
e)
Melihat dan meraba lengan dan tungkai, gerakan
dan menghitung jumlah jari.
f)
Melihat alat kelamin dan menentukan jenis kelamin,
adakah kelainan.
g)
Memastikan adakah lubang anus dan uretra,
adakah kelainan.
h)
Memastikan adakah buang air besar dan buang air
kecil.
i)
9)
Melihat dan meraba tulang punggung bayi.
Rencana asuhan 24 jam
a)
Pemberian ASI.
b)
Menilai buang air besar bayi.
c)
Menilai buang air kecil.
d)
Kebutuhan istirahat/tidur.
e)
Menjaga kebersihan kulit bayi.
f)
Mendeteksi
tanda-tanda
bahaya
(Rukiyah, 2010).
10)
Pencatatan dan pelaporan
11)
Asuhan pasca lahir (JNPK-KR, 2008).
pada
bayi
20
Gambar 2.1 Langkah Resusitasi Bayi Baru Lahir
Penilaian :
1. Pernafasan : Apakah BBL bernafas atau menangis ?
2. Apakah cairan ketuban berwarna hjjau ?
Bayi tidak bernafas atau mengalami kesulitan bernafas
Lakukan langkah awal :
1. Cegah kehilangan panas dengan meletakkan pada
tempat yang kering dan hangat.
2. Mengatur posisi bayi.
3. Bersiihkan jalan nafas dengan menghisap mulut dan
hidung.
4. Mengeringkan sambil memberikan rangsangan taktil
5. Lakukan penilaian.
Bernafas dengan baik :
Tidak bernafas normal / megap-megap
Asuhan normal bayi baru
lahir :
1. Keringkan dan hangatkan.
2. Kontak kulit ibu dan bayi.
3. ASI dini.
Lakukan resusitasi dengan ventilasi positif
memakai balon dan sungkup
1. Jelaskan keadaan bayi dan tindakan.
2. Pasang sungkup melalui hidung dan
mulut.
3. Lakukan pengujian ventilasi 2x.
4. Bila dada tidak mengembang, periksa/lihat
kepala dan sungkup, apakah ada lendir
dalam mulut bayi.
5. Lakukan ventilasi 40x dalam 60 detik
sambil memantau gerakan naik turun
dinfing dada.
6. Lakukan penilaian pernafasan dalam 10
detik, denyut jantung dalam 10 detik dan
warna kulit.
7. Bila tidak terjadi pernafasan spontan
setelah 2 – 3 menit, rujuk.
8. Teruskan ventilasi selama menuju fasilitas
rujukan, dan lakukan penilaian sampai
pernafasan spontan terjadi.
Bernafas dengan baik :
Nafas normal, 30 – 60 kali per
menit, tidak ada cekungan
dada.
Tidak bernafas setelah 20 menit
1.Hentikan resusitasi.
2. Mendukung ibu dan keluarga.
21
B.
Teori Manajemen Asuhan Kebidanan
1.
Pengertian
Manajemen
kebidanan
adalah
metode
atau
bentuk
pendekatan yang digunakan bidan dalam memberikan asuhan
kebidanan
sehingga
langkah–langkah
manajemen
kebidanan
merupakan alur pikir bidan dalam pemahaman masalah atau
pengambil keputusan klinis (Saputra, 2014).
Manajemen kebidanan adalah suatu metode proses berfikir
logis sistematis. Oleh karena itu manajemen kebidanan merupakar
alur fikir bagi seorang bidan dalam memberikan arah/kerangka dalam
menangani kasus yang menjadi tanggung jawabnya (Estiwidani dkk,
2008).
Dalam memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
dengan asfiksia berat penulis mempunyai acuan pada Varney yang
sistematis sehingga memudahkan dalam pemecahan masalah pada
pasien.
2.
Langkah – Langkah Manajemen Kebidanan
Menurut Varney ketujuh langkah manajemen kebidanan
adalah sebagai berikut :
a.
Langkah I : Pengkajian Data Dasar
1)
Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan
mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap
dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
2)
Pemeriksaan
Fisik
sesuai
dengan
kebutuhan
dan
pemeriksaan tanda–tanda vital.
3)
b.
Pemeriksaan penunjang (laboratorium).
Langkah II : Interpretasi Data
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar
terhadap
diagnosa
atau
masalah
dan
kebutuhan
klien
berdasarkan interprestasi yang benar atas data–data yang
dikumpulkan.
Data
dasar
yang
sudah
dikumpulkan
di
interprestasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa
yang spesifik.
22
c.
Langkah III : Merumuskan masalah/diagnosa potensial
Pada langkah ini dilakukan identifikasi diagnosis atau
masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya. Pada
langkah ini kita mengidentifikasi masalah potensial atau
diagnosis potensial yang berdasarkan rangkaian masalah dan
diagnosa
yang
membutuhkan
sudah
antisipasi
diidentifikasikan.
bila
Langkah
memungkinkan
ini
dilakukan
pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat
bersiap–siap bila diagnosis atau masalah potensial ini benar–
benar terjadi. Langkah ini sangat penting dalam melakukan
asuhan yang aman.
d.
Langkah IV : Antisipasi/Tindakan segera
Pada langkah ini mencerminkan kesinambungan dari
proses manajemen kebidanan. Bidan menerapkan kebutuhan
terhadap
tindakan
segera,
melakukan
konsultasi,
dan
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi
kllien, pada langkah ini bidan juga harus merumuskan tindakan
emergency untuk menyelamatkan ibu dan bayi, yang mampu
dilakukan secara mandiri dan bersifat rujukan.
e.
Langkah V : Rencana Tindakan
Kebidanan pada langkah ini direncanakan asuhan
yang menyeluruh ditentukan oleh langkah–langkah sebelumnya
dan merupakan lanjutan manajemen terhadap diagnosis atau
masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana
tindakan komprehensif bukan hanya meliputi kondisi klien serta
hubungannya dengan masalah yang dialami oleh klien, serta
penyuluhan, konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada
masalah–masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi,
agama, kultur atau masalah psikologis. Setiap rencana asuhan
harus disertai oleh klien dan bidan agar dapat dilaksanakan
dengan efektif. Sebab itu, harus berdasarkan rasional yang
relefan dan kebenarannya serta situasi tindakan harus secara
teoritis.
23
f.
Langkah VI : Penatalaksanaan
Asuhan kebidanan melaksanakan rencana tindakan
serta efisiensi dan menjamin rasa nyaman klien, implementasi
dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan ataupun tenaga
kesehatan lain. Bidan harus melakukan implementasi yang
efisiensi dan akan mengurangi waktu perawatan serta akan
meningkatkan kuallitas pelayanan kebidanan.
g.
Langkah VII : Evaluasi
Tindakan asuhan kebidanan mengetahui sejauh mana
tingkat keberhasilan asuhan yang diberikan kepada klien. Pada
tahap evaluasi ini bidan harus melakukan pengamatan dan
observasi terhadap masalah yang dihadapi klien, apakah
maslah diatasi seluruhnya, sebagian telah dipecahkan atau
mungkin timbul masalah baru. Pada prinsipnya tahapan
evaluasi adalah pengkajian kembali terhadap klien untuk
menjawab pertanyaan seberapa jauh tercapainya rencana yang
dilakukan (Estiwidani, 2008).
3.
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan SOAP
Menurut Helen Varney alur berfikir bidan saat menghadapi
klien meliputi tujuh langkah, agar diketahui orang lain apa yang telah
dilakukan seorang bidan melalui proses berfikir sistematis, maka
dilakukan pendokumentasian dalam bentuk SOAP yaitu :
a.
Subjektif
Menggambarkan
pendokumentasian
hasil
pengumpulan data klien dan keluarga melalui anamnese
sebagai langkah I Varney.
b.
Objektif
Menggambarkan
pendokumentasian
hasil
pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan diagnostik lain
yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan
sebagai langkah I Varney.
c.
Analisa Data
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan
interprestasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi :
24
diagnosa/masalah,
perlunya
tindakan
antisipasi
segera
diagnosa/masalah
oleh
bidan
potensial,
atau
dokter,
konsultasi/kolaborasi dan atau rujukan sebagai langkah 2, 3
dan 4 Varney.
d.
Penatalaksanaan
Menggambarkan
pendokumentasian
dari
perencanaan, tindakan implementasi (I) dan evaluasi (E)
berdasarkan
assesment
(Muslihatun, 2010).
sebagai
langkah
5,6,7
Varney
25
Gambar 2.2 Bagan Skema Langkah-Langkah Proses Manajemen
Alur pikir bidan
Pencatatan dari asuhan kebidanan
Proses Manajemen kebidanan
Dokumentasi kebidanan
7 Langkah Varney
5 langkah
kompetensi bidan
Pengumpulan data dasar
Data
Interprestasi data dasar
Mengidentifikasi masalah
atau diagnosa potensial
SOAP NOTES
Assessment atau
diagnosis
Mengidentifikasi dan
menetapkan kebutuhan
yang memerlukan
penanganan segera
Subjektif Objektif
Analisa data
Merencanakan asuhan
yang komprehensif atau
menyeluruh
Perencanaan
Melaksanakan
perencanaan dan
pelaksanaan
Pelaksanaan
Evaluasi
Evaluasi
(Sumber : Estiwidani., dkk(2008)
Penatalaksanan:
Konsul
Tes diagnostik/Lab
Rujukan
Pendidikan/
Konseling
Followup
26
C.
Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan
Asfiksia Berat
Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan, dan
tanggung jawab bidan dalam pelayanan yang diberikan kepada klien yang
memiliki kebutuhan dan atau masalah kebidanan,kehamilan, persalinan,
nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi wanita,
dan pelayanan kesehatan masyarakat (Soepardan, 2008). Dalam asuhan
kebidanan pada kasus asfiksia berat ada beberapa asuhan yang dilakukan
meliputi
1.
Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang didapatkan dari pasien atau
keluarga pasien suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian.
Dalam hal ini data yang diperoleh dari wawancara dengan keluarga
dan tim kesehatan yang lain, dimana wawancara tersebut untuk
mengetahui pada ibu meliputi :
1)
Nama Bayi
: Untuk mengetahui identitas bayi.
2)
Umur Bayi
: Untuk memberikan asuhan yang sesuai
pada bayi.
3)
Tanggal/Jam/Lahir : Untuk mengetahui umur bayi
4)
Berat Badan
: Untuk mengetahui antara berat badan
dengan umur kehamilan.
5)
Panjang Badan
: Untuk mengetahui panjang badan.
6)
Nama ibu/ayah
: Untuk mengetahui identitas orang tua bayi,
untuk mengetahui identitas orang tua bayi.
7)
2.
Umur
: Umur mengetahui umur orang tua.
Data Objektif
Data objektif adalah data yang di observasi dan di ukur,
informasi
tersebut
biasanya
diperoleh
melalui
“senses”
2S
(sight,smell) dan HT (hearing and touch atau taste) selama
pemeriksaan
fisik
(Nursalam,
2008).
Hal
ini
diperoleh
dari
pemeriksaan bayi yang meliputi :
a.
Pemeriksaan Khusus
Dilakukan dengan pemeriksaan APGAR pada menit
pertama dan menit kelima.
27
b.
Pemeriksaan Umum
Untuk mengetahui keadaan umum bayi meliputi tingkat
kesadaran (sadar penuh, apatis, gelisah, koma) gerakan yang
ekstrim dan ketegangan otot.
c.
Tanda-Tanda Vital, meliputi :
1)
Suhu dinilai dari temperatur normal yaitu 36,5 oC sampai
37oC.
2)
Denyut jantung dinilai dari kecepatan, irama, kekuatan.
Dalam 1 menit normalnya 120-160x/menit.
3)
Pernafasan dinilai dari sifat pernafasan dan bunyi nafas.
Dalam satu menit, pernafasan normalnya 40-60x/menit.
d.
Pemeriksaan fisik sistematis menurut Dewi (2010) adalah :
1)
Kepala
:
Ubun-ubun besar, ubun-ubun
kecil, sutura, molase, caput
succedaneum,
hematoma,
cephal
hidrosefalus,
rambut meliptu : jumlah, warna
dan adanya lanugo pada bahu
dan punggung.
2)
Muka
:
Muka harus tampak simetris.
3)
Mata
:
Ukuran, bentuk, kesimetrisan,
kekeruhan kornea mata, keluar
nanah, bengkak pada kelopak
mata.
4)
Telinga
:
Bentuk,
letak
posisi,
kesimetrisan
dihubungkan
dengan
mata dan kepala serta adanya
gangguan pendengaran.
5)
Hidung
:
Pada bayi yang cukup bulan
lebarnya harus lebih dari 2,5
cm
pola
kebersihan.
pernafasan,
dan
28
6)
Mulut
:
Bentuk simetris atau tidak,lidah,
bercak putih pada gusi, adakah
labio palatoskisis atau tidak.
7)
Leher
:
Bentuk
simetris
adakah
pembengkakan
benjolan,
atau
tidak,
kelainan
dan
tyroid,
hemangioma.
8)
Tangan
:
Gerakan dan jumlah jari.
9)
Dada
:
Bentuk dan kelainan bentuk
dada, puting susu.
10)
Abdomen
:
Penonjolan sekitar tali pusat
pada
saat
menangis,
perdarahan tali pusat, adanya
benjolan atau tidak.
11)
Genitalia
Perempuan
:
Labia mayora dan labia minora,
lubang uretra terpisah dengan
lubang vagina, klitoris, sekret.
Laki-laki
:
Testis
sudah
dalam
turun
berada
skrotum,
penis
berlubang.
12)
Tungkai dan Kaki
:
Gerakan,bentuk simetris atau
tidak, jumlah jari, pergerakan.
13)
Anus,rectum dan`
:
Berlubang
atau
tidak,
mekonium secara umum
14)
Punggung
: Umum keluar pada 24 jam
pertama.
15)
Pemeriksaan
:
Verniks
caseosa,
lanugo,
bercak, tanda lahir, memar.
e.
Pemeriksaan Reflek
1)
Reflek moro
:
Untuk
mengetahui
gerakan
memeluk bila dikagetkan.
2)
Reflek rooting
:
Untuk
mengetahui
cara
mencari puting susu dengan
29
rangsangan taktil pada pipi dan
daerah mulut.
3)
Reflek sucking
:
Untuk mengetahui reflek isap
dan menelan.
4)
Reflek tonik neck
:
Untuk mengetahui otot leher
anak akan mengangkat leher
dan
menoleh
kekiri
jika
kekanan
diletakkan
dan
pada
posisi tengkurap (Rohani dkk,
2011).
f.
Pemeriksaan Antropometri
Menurut Dewi (2010), pemeriksaan antropometri meliputi :
1)
Lingkar Kepala
:
Untuk
mengetahui
pertumbuhan otak (normal 3335 cm).
2)
Lingkar Dada
:
Untuk
mengetahui
keterlambatan
pertumbuhan
normal (30-38 cm).
g.
3)
Panjang Badan
:
Normal (48-50 cm).
4)
Berat Badan
:
Normal (2500-4000 gram).
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan untuk menunjang
diagnosis penyakit guna mendukung atau menyingkirkan
diagnosis lainnya (Walyani, 2015).
3.
Analisa
Analisa merupakan kesimpulan yang didapat dari hal
anamesa,
pemeriksaan
umum,
pemeriksaan
kebidanan,
dan
pemeriksaan penunjang. Sehingga didapat diagnosa, masalah, dan
kebutuhan, segera, diagnose potensial (Walyani, 2015).
4.
Penatalaksanaan
Langkah ini merupakan kelanjutan dari masalah dan
diagnose yang telah diidentifikasi dan diantisipasi. Penatalaksanaan
menurut Dewi (2010) yaitu :
30
a.
Jaga bayi tetap hangat
Letakkan bayi di atas kain yang ada diperut ibu.
Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut akan
terbuka, potong tali pusat. Pindahkan bayi keatas kain ditempat
resusitasi ysng datar, rata, keras, bersih, kain kering dang kain
hangat.
b.
Atur posisi bayi
Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat
penolong, posisilan kepala bayi dengan mengganjal batu,
sehingga kepala sedikit ekstensi.
c.
Isap Lendir
Gunakan alat penghisap suctiun dengan cara : isap
lendir mulai dari mulut dulu, kemudian hidung. Lakukan
pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, tidak pada waktu
memasukan. Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan
lebih dari 5 cm kedalam mulut atau lebih dari 3 cm dalam
hidung.
d.
Keringkan dan rangsang bayi
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian
tubuh lainnnya dengan sedikit tekanan. Lakukan rangsangan
taktil dengan menepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau
dengan menggosok punggung, dada, perut, dan tungkai bayi
dengan telapak tangan.
e.
Atur kembali posisi bayi
Ganti kain yang telah basah dengan kain yang kering
dibawahnya. Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan
menutupi muka dan dada, agar bisa memantau pernafasan
bayi. Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
f.
Pemberian Vitamin K
Pemberian vitamin K1 secara intramuscular terbukti
menurunkan insiden kejadian PDVK (kematian neonatus yang
disebabkan karena perdarahan akibat defisiensi vitamin k1.
31
g.
Pengukuran berat badan dan panjang badan
Bayi baru lahir harus ditimbang berat badan lahirnya.
Bila diperlukan mengenai panjang lahir, maka sebaiknya
dilalkukan dengan menggunakan stadiometer bayi dengan
menjaga bayi dalam posisi lurus.
h.
Pelabelan
Label nama bayi atau nama ibu harus diletakkan pada
pergelangan
tangan
atau
kaki
sejak
diruang
bersalin.
Pemasangan dilakukan dengan sesuai agar tidak tidak terlalu
ketat ataupun longgar sehingga mudah lepas.
D.
Landasan Hukum Kewenangan Bidan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1464/Menkes/PER/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan Pasal 11 yaitu :
1.
Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra
sekolah.
2.
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)berwenang untuk :
a.
Melakukan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir normal
termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu
dini (IMD), injeksi vit K1, perawatan bayi baru lahir pada masa
neonatal (0-28 hari), perawatan tali pusat;
b.
Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera
merujuk;
c.
Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan.
d.
Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
e.
Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra
sekolah;
f.
Pemberian konseling dan penyuluhan;
g.
Pemberian surat keterangan kelahiran; dan
h.
Pemberian surat ketarangan kematian.
32
E.
Pandangan Al – Qur’an dan Hadist Tentang Bayi Baru Lahir Normal
dan Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia Berat
Allah AWT juga berfirman dalam Al-Qur’an Al Qiyamah ayat 26
Terjemahan:
“Sekali – kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai
ke kerongkongan”.
Ayat
tersebut
secara
umum
menjelaskan
bahwa
apabila
seseorang susah bernafas dan telah sampai ke kerongkongan maka akan
merasa sesak dan tidak mampu menghirup udara, bahkan dapat membuat
seseorang meninggal. Seperti hal nya pada bayi asfiksia yang mengalami
kegagalan bernafas.
Menurut pandangan islam tentang BBL dihubungkan dengan
firman Allah SWT dalam AL – Qur’an Q.S An – Nahl 78
Artinya :
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu apapun, dan Dia memberimu pendengaran,
penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.
Allah SWT Maha Adil. Dia tidak memerintahkan sesuatu tanpa
membekalinya dengan seperangkat kemampuan penunjang tugas yang
diberikan-Nya. Allah SWT berkehendak mengangkat seorang khalifah
pemakmur, menciptakannya dalam sebaik–baik bentuk yang unik tetapi
lemah, dan memberitahu manusia bahwa tugasnya untuk beribadah. Pada
surat An-Nahl ayat 78 ini Allah SWT menyatakan bekal yang diberikannya
kepada manusia untuk melaksanakan amanah yang mereka emban. Bekal
itu adalah pendengaran, penglihatan, dan hati nurani.
DAFTAR PUSTAKA
Al – Qur’an surat Al qiyamah ayat 26
Al – Qur’an surat An nahl ayat 78
Depkes,
RI. (2013) Profil Kesehatan Indonesia. Tersedia dalam
http://www.depkes.go.id/resource/dowload/pusdatin/profil-kesehatanindonesia-2008.pdf (diakses 21 Maret 2016)
Dewi, L.N.V. (2010) Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Salemba
Medika.
Estiwidani, Dkk. (2008) Konsep Kebidanan. Yogyakarta : PT Fitramaya.
Garut, RSUD dr Slamet. (2016) Pencatatan dan Pelaporan Asfiksia. Garut.
Hidayat, Alimul A. (2008) Dokumentasi Kebidanan. Surabaya : Salemba Medika.
Ketut.
(2013) Ketuban Pecah Dini dengan Tingkat Asfiksia Bayi Baru Lahir di
RSUD Wangaya Denpasar. Tesis, Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Denpasar.
KR, JNPK. (2008) Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : TIM.
Mulastin. (2012) Hubungan Jenis Persalinan Dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum di RSIA Kumala Siwi Pecangaan Jepara. Tesis, AKBID
islam Al-Hikmah Jepara.
Muslihatun, N.W. (2010) Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta :
Fitramaya.
News. (2014) Angka Kematian Ibu dan Bayi di Jabar Turun. Tersedia dalam
http://m.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/02/24/nk9o9n-angkakematian-ibu-dan-bayi-di-jabar-turun (diakses, 20 Maret 2016).
Notoatmodjo, S (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. (2008) Konsep dan Penerapan Metodelogi
Keperawatan Edisi 2. Jakarta :Salemba Medika.
Penelitian
Ilmu
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010
tentang izin penyelanggaraan praktik bidan.
Prawirohardjo. (2010) Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
54
55
Rohani, dkk. (2011) Asuhan Pada Masa Persalinan. Jakarta : Salemba Medika.
Rukiyah, Ai, Yulianti, L. (2010) Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Trans info Media.
Safrina.
(2011) Pengaruh Karakteristik Individu dan Motivasi terhadap
Kompetensi Bidan dalam Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Pemerintah Aceh Kota Banda Aceh tahun
2011. Medan. Universitas Sumatera Utara.
Saifudin, BA. (2009) Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Saputra. (2014) Asuhan Neonatus, Bayi, Balita. Tangerang : Binarupa Aksara
Publisher.
Soepardan, Suryani. (2008) Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC.
Walyani, Elisabeth Siwi. (2015) Asuhan Kebidanan Kehamilan. Yogyakarta :
Pustaka Baru Press.
Yulianti, Lia. (2015). Asuhan Kebidanan pada Neonatus dengan Asfiksia Sedang
di Ruang Perinatologi RSUD Kabupaten Ciamis. Laporan Tugas Akhir
STIKes Muhammadiyah Ciamis.
Download