APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI DAN KEKRITISAN LAHAN PADA DAS BADUNG PROVINSI BALI Saikhul Islam1, Moh. Sholichin2, Runi Asmaranto2 1 Mahasiswa Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Email : [email protected] ABSTRAK DAS Badung merupakan salah satu DAS yang berada di Kawasan Strategis Nasional Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (KSN SARBAGITA) dan melintasi 2 (dua) wilayah administrasi dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang tinggi yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Tata guna lahan yang sebagian besar merupakan pemukiman dan sawah irigasi serta luas hutan yang hanya 1,93 km2 atau hanya 3,53% dari luas total DAS memungkinkan terjadinya erosi. Metode yang digunakan dalam menghitung laju erosi yang terjadi adalah metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dan pengelolaan data-data spasial menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG. Hasil analisis diperoleh erosi sebesar 4,03 – 316,769 ton/ha/tahun yang berarti terjadi kehilangan tanah sebesar 0,363 - 28,538 mm/tahun. Berdasarkan analisis tingkat bahaya erosi menurut ketetapan Departemen Kehutanan diketahui tingkat bahaya erosi yang terjadi yaitu, sangat ringan seluas 264,676 ha (4,84 %), ringan : 2319,789 ha (42,422 %), sedang : 414,91 ha (7,587 %), berat : 2416,178 ha (44,184 %), sangat berat : 52,85 ha (0,966 %), sedangkan untuk tingkat kekritisan lahan yaitu, potensial kritis : 2584,465 ha (47,262), %), semi kritis : 414,91 ha (7,587 %), kritis : berat : 2416,178 ha (44,184 %), sangat kritis : 52,85 ha (0,966 %). Sedangkan arahan fungsi kawasan di DAS Badung hanya terdiri dari 1 (satu) kawasan, yaitu Kawasan Budidaya. Kata Kunci : Sistem Informasi Geografis (SIG), Erosi, Tingkat Bahaya Erosi, USLE (Universal Soil Loss Equation), Daerah Aliran Sungai (DAS) ABSTRACT Badung watershed is one of the watershed that located in the National Strategic Areas in Denpasar, Badung, Gianyar and Tabanan (KSN Sarbagita) and across the two (2) administrative area with population growth and high economic in Badung and Denpasar. Land use, mostly residential and irrigated fields and forest that only 1.93 km2 or just 3.53% of the total area of the watershed allows erosion. The method used in calculating the rate of erosion using USLE (Universal Soil Loss Equation) and management of spatial data using Geographic Information System (GIS). The result of analysis obtained erosion value of 4,03 – 316,769 tons/ha/year, which means loss of land from 0.363 to 28.538 mm / year. Based on the analysis of the level of danger of erosion by the Ministry of Forestry decree known level of erosion that occurs , very light area of 264.676 ha (4.84%), light: 2319.789 ha (42.422%), being: 414.91 ha (7.587%) , weight: 2416.178 ha (44.184%), very heavy: 52.85 ha (0.966%), while the critical level of land which, potentially critical: 2584.465 ha (47.262),%), semi-critical: 414, 91 ha (7.587%), Critical: weight: 2416.178 ha (44.184%), very critical: 52.85 ha (0.966%). While landing area function in watershed Badung only consist of 1 (one) area, namely cultivation zone. Key Words : Geographic Information System (GIS), Erosion, Erosion Danger Level, USLE (Universal Soil Loss Equation), Watershed. 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DAS Badung adalah DAS yang berlokasi di bagian selatan provinsi Bali dan terletak pada 8°32'24.92''–8°44'48.88'' LS dan 115°12'2.54''–115°12'39.06" BT. Menurut Peraturan Presiden No.45 Tahun 2011 DAS Badung merupakan salah satu DAS yang berada di Kawasan Strategis Nasional Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (KSN SARBAGITA) dan melintasi 2 wilayah administrasi dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang tinggi yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpasar yang terdiri dari 6 Kecamatan dan 36 desa yang memiliki kondisi fisik dan sosial yang beragam. Balai Wilayah Sungai Bali-Penida yang secara geografis terletak pada DAS Badung berupaya melakukan kajian pada strategis tersebut dan pada kegiatan Penyusunan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air Tahap I diketahui luas hutan pada DAS Badung hanya 3,53% dari luas total DAS Badung 54,684 km2. Kondisi ini dapat menjadi lebih parah apabila melihat kondisi DAS Badung yang terletak pada daerah yang memiliki pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang tinggi serta masih belum optimalnya manajemen pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat (Community Empowerment). 1.2. Identifikasi Masalah Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pusat Regional Lingkungan Hidup (Pusreg LH) Bali-Nusra dan Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH) UNUD pada tahun 2009 menyatakan bahwa daya dukung lahan dan air DAS Badung telah berada dalam kondisi defisit yang disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk yang disertai dengan berkurangnya lahan-lahan yang bersifat sebagai penyerap air. Dengan kondisi tata guna lahan yang sebagian besar merupakan pemukiman dan sawah irigasi dan kondisi hutan yang luasnya semakin berkurang memungkinkan terjadinya erosi yang apabila tidak dilakukan upaya rehabilitasi akan memperburuk kondisi DAS di masa yang akan datang. Berdasarkan uraian di atas bisa diambil kesimpulan bahwa perlu dilakukan upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah pada DAS Badung serta diperlukan pula suatu perencanaan pengelolaan dan teknik konservasi yang terpadu sehingga dapat terpenuhinya penggunaan kebutuhan sekarang dan kebutuhan yang akan datang. 1.3. Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan dan manfaat dari studi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui berapa besarnya laju erosi, tingkat bahaya erosi, kekritisan lahan serta arahan fungsi kawasan yang seharusnya pada DAS Badung. 2. Untuk mengetahui pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam usaha perencanaan dan pengelolaan DAS yang berkelanjutan. 3. Sebagai referensi dalam pengendalian dan usaha konservasi di DAS Badung. 4. Sebagai referensi bagi instansi terkait dalam melaksanakan konservasi tanah dan rekomendasi arahan rehabilitasi lahan pada DAS lainnya. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Erosi Erosi adalah suatu proses di mana tanah dihancurkan (detached) dan kemudian dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin atau gravitasi. Di Indonesia erosi yang terpenting adalah disebabkan oleh air (Hardjowigeno, 1987:128). Sedangkan menurut Arsyad (2006:42) erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkatnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh suatu media alami. Proses terjadinya erosi bermula dengan hancurnya agregat tanah oleh air hujan yang jatuh ke bumi dan penghancuran agregat tanah tersebut kemudian dipercepat dengan adanya daya penghancuran dan daya urai dari air hujan itu sendiri. Hancurnya agregat ini kemudian menyumbat pori-pori tanah sehingga mengakibatkan berkurangnya infiltrasi sehingga air akan mengalir dipermukaan tanah yang kemudian disebut dengan limpasan permukaan (run off), aliran air ini nantinya akan mengikis dan mengangkut partikel-partikel yang telah dihancurkan. Selanjutnya jika tenaga aliran permukaan tersebut sudah tidak mampu lagi untuk mengangkut bahan-bahan hancuran tersebut maka bahan yang terangkut ini diendapkan. Perhitungan besarnya erosi dalam studi ini menggunakan rumus USLE (United Soil Loss Equitment) yaitu : A = R. K. LS. CP Di mana : A : laju erosi lahan (ton/ha/thn) R : indeks erosivitas hujan (KJ/ha) K : indeks erodibilitas tanah LS : faktor panjang dan kemiringan lahan CP : faktor tanaman dan pengelolaan lahan A. Faktor Erosivitas Hujan Erosivitas hujan adalah tenaga pendorong yang menyebabkan terkelupasnya dan terangkutnya partikelpartikel tanah ke tempat yang lebih rendah. Erosivitas hujan sebagian terjadi karena pengaruh jatuhan butir-butir hujan langsung di atas tanah dan sebagian lagi karena aliran air di atas permukaan tanah. Nilai R yang merupakan daya rusak hujan, dapat ditetukan dengan persamaan penduga yang telah disusun oleh Bols (1978) berdasarkan data hujan Indonesia: : πΈπΌ30 = 6,119(π π΄πΌπ)1,21 . (π·π΄ππ)−0,47 . (ππ΄ππ)0,53 Dengan : EI30 = erosivitas hujan rata-rata tahunan (KJ/ha) RAIN = curah hujan rata-rata tahunan (cm) DAYS =jumlah hari hujan rata-rata pertahun (hari) MAXP = curah hujan maksimum rata-rata dalam 24 jam per bulan untuk kurun waktu satu tahun (cm) B. Indeks Erodibilitas Tanah Erodibilitas adalah kepekaan tanah terhadap daya menghancurkan dan penghanyutan oleh air curahan hujan, dengan kata lain erodibilitas adalah kepekaan suatu tanah untuk mengalami peristiwa erosi. Jika nilai K (faktor erodibilitas) suatu tanah tanah tersebut tinggi maka tanah itu peka atau mudah terkena erosi dan jika nilai K tanah itu rendah berarti daya tahan tanah itu kuat atau resisten terhadap erosi. Faktor erodibilitas tanah menunjukan resisten partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah oleh adanya energi kinetik air hujan. Meskipun resistensi tersebut di atas akan bergantung pada topografi, kemiringan lereng dan besarnya gangguan oleh manusia. Besarnya erodibilitas atau resistensi tanah juga dibentuk oleh karakteristik tanah seperti ; tekstur tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas infiltrasi dan kandungan bahan organik (Asdak, 2007). C. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng Topografi berperan dalam menentukan kecepatan dan volume limpasan permukaan. Dua unsur topografi yang berpengaruh terhadap erosi adalah panjang lereng dan kemiringan lereng (Arsyad, 1983 dalam Utomo, 1989: 34). Semakin panjang lereng, maka volume kelebihan air yang berakumulasi di atasnya menjadi lebih besar dan kemudian semua akan turun dengan volume dan kecepatan meningkat. Pengaruh panjang lereng menurut pakar sangat bervariasi tergantung keadaan tanahnya. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kemiringan lereng lebih penting daripada panjang lereng, karena pergerakan air serta kemampuannya memecahkan dan membawa partikel tanah akan bertambah dengan bertambahnya sudut ketajaman lereng. Kemiringan mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan. Pada dasarnya makin curam suatu lereng, jadi prosentase kemiringan semakin tinggi, maka semakin cepat laju limpasan. Lebih lanjut dengan semakin singkatnya waktu untuk infiltrasi, volume limpasan permukaan juga semakin besar. Jadi dengan meningkatnya prosentase kemiringan, erosi akan semakin besar (Utomo, 1994:53). D. Faktor Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Tanah (CP) Indeks pengelolaan tanaman (C) dapat diartikan sebagai rasio tanah yang tererosi pada suatu jenis pengelolaan tanaman pada sebidang lahan terhadap tanah yang tererosi pada lahan yang sama tanpa ada tanaman. Nilai C untuk suatu jenis pengelolaan tanaman tergantung dari jenis, kombinasi, kerapatan, panen dan rotasi tanaman. Indeks pengelolaan lahan (P) adalah rasio tanah yang tererosi pada suatu jenis pengelolaan lahan terhadap tanah yang tererosi pada lahan yang sama tanpa praktek pengelolaan lahan atau konservasi tanah apapun. Nilai P dipengaruhi oleh campur tangan manusia terhadap lahan yang bersangkutan seperti misalnya teras, rorak, pengelolaan tanah dan sebagainya. Besaran nilai CP ditentukan berdasarkan keanekaragaman bentuk tata guna lahan dilapangan (berdasarkan peta tata guna lahan dan orientasi lapangan). Nilainya ditentukan berdasarkan hasil penelitian yang telah ada atau modifikasinya. 2.2. Tingkat Bahaya Erosi dan Kekritisan Lahan Tingkat bahaya erosi merupakan tingkat ancaman kerusakan yang diakibatkan oleh erosi pada suatu lahan. Tingkat bahaya erosi (TBE) diperoleh dengan cara membandingkan tingkat erosi pada suatu unit lahan dengan kedalaman efektif. Semakin dangkal solum tanahnya berarti semakin sedikit tanah yang boleh tererosi, sehingga tingkat bahaya erosinya pada tanah dengan kedalaman solum yang dangkal sudah masuk pada kategori berat meskipun tanah yang hilang atau tererosi belum terlalu besar. Dalam studi ini penentuan tingkat kekritisan lahan dilihat dari tingkat bahaya erosi yang terjadi Tabel 1. Kriteria Penetapan Tingkat Bahaya Erosi Solum Tanah (cm) I < 15 Dalam > 90 Sedang 60 - 90 Dangkal 30 - 60 Sangat Dangkal < 30 Kelas Bahaya Erosi III IV Erosi (ton/ha/tahun) 15 - 60 60 - 180 180 - 480 II V > 480 SR R S B SB R S B SB SB S B SB SB SB B SB SB SB SB Sumber : Departemen Kehutanan (1998) dalam Utomo, 1994:59) Keterangan : SR B R SB S = Sangat Ringan = Berat = Ringan = Sangat Berat = Sedang 2.3. Arahan Penggunaan Lahan Arahan penggunaan lahan ditetapkan berdasarkan kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung dan hutan produksi yang adalah berkaitan dengan karakteristik fisik DAS berikut ini (Asdak, 2007) : 1. Kemiringan lereng. 2. Jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi. 3. Curah hujan rata-rata. Kemiringan lereng dapat ditentukan dengan melihat garis-garis kontur pada peta topografi. Hasil interpretasi kemiringan lereng inti ini kemudian dipetakan (peta kemiringan lereng). Jenis tanah diperoleh dari interpretasi peta tanah tinjau dari DAS atau sub-DAS yang menjadi kajian. Penetapan penggunaan lahan setiap satuan lahan ke dalam suatu kawasan fungsional dilakukan dengan menjumlahkan nilai skor ketiga faktor tersebut di atas dengan mempertimbangkan keadaan setempat. Dengan cara demikian, dapat dihasilkan kawasan lindung, kawasan penyangga, kawasan budidaya. Berikut ini adalah kriteria yang digunakan oleh BRLKT ( Balai Lahan dan Konservasi Tanah, Departemen Kehutanan ) untuk menentukan status kawasan berdasarkan fungsinya : a. Kawasan Lindung Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga faktor fisiknya sama dengan atau lebih besar dari 175 dan memenuhi salah satu atau beberapa syarat di bawah ini : 1. Mempunyai kemiringan lereng > 45%. 2. Tanah dengan klasifikasi sangat rawan erosi dan mempunyai kemiringan lereng > 15%. 3. Merupakan jalur pengamanan aliran sungai, minimal 100 m di kiri- kanan alur sungai. 4. Merupakan pelindung mata air, yaitu 200 m dari pusat mata air. 5. Berada pada ketinggian > 2.000 m dpl. 6. Guna kepentingan khusus dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan lindung. b. Kawasan Penyangga Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga faktor fisik antara 125 – 174 serta memenuhi kriteria umum sebagi berikut: 1. Keadaan fisik areal memungkinkan untuk dilakukan budidaya pertanian secara ekonomis. 2. Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga. 3. Tidak merugikan dari segi ekologi/lingkungan hidup. c. Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga faktor fisik < 124 serta sesuai untuk dikembangkan usaha tani tanaman tahunan seperti hutan produksi tetap, hutan tanaman industri, hutan rakyat, perkebunan dan tanaman buah- buahan. Selain itu, areal tersebut harus memenuhi kriteria umum untuk kawasan penyangga. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Studi Lokasi pelaksanaan studi ini adalah DAS Badung yang berlokasi pada 8°32'24.92''–8°44'48.88'' LS dan 115°12'2.54''–115°12'39.06" BT melintasi 2 Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, 6 Kecamatan dan 36 desa yang memiliki kondisi fisik dan sosial yang beragam. DAS Badung merupakan daerah berpola hujan monsun (Aldrian dan Susanto, 2003 dalam As-syakur dkk., 2008) dengan rata-rata curah hujan tahunan mencapai 1921,86 mm. DAS Badung memiliki luas sebesar 54,684 km2 dan bermuara di Waduk Estuary. 3.2. Data Data-data yang diperlukan antara lain : 1. Peta, yang digunakan antara lain : a. Peta topografi. b. Peta tata guna lahan c. Peta solum tanah d. Peta lokasi stasiun hujan e. Peta jenis tanah 2. Data hidrologi, yang diperlukan antara lain : a. Data curah hujan 15 tahun (Tahun 2000-2014). 3.3. Langkah-langkah Penyelesaian Studi Langkah-langkah pengerjaan studi ini adalah sebagai berikut: 1. Menghitung besarnya laju erosi pada masing-masing unit lahan dengan menggunakan metode USLE dengan bantuan perangkat lunak ArcMap 10.0 dengan tahapan sebagai berikut : a. Menghitung nilai erosivitas hujan (R) pada masing-masing stasiun hujan dengan menggunakan metode bols, untuk selanjutnya mencari sebaran erosivitas pada 2. 3. 4. 5. 6. DAS dengan metode interpolasi Inverse Distance Weighting (IDW). b. Menentukan nilai CP berdasarkan peta tata guna lahan. c. Menetukan nilai K berdasarkan peta jenis tanah. d. Menetukan nilai LS berdasarkan peta kemiringan lereng. e. Mengkonversi polygon nilai R, CP, K dan LS ke dalam bentuk raster. f. Menghitung Nilai Erosi (A) dengan mengalikan semua faktor (R, K, LS, CP) dengan bantuan perangkat lunak ArcMap 10.0. Menentukan tingkat bahaya erosi dengan melakukan overlay antara peta laju erosi dan peta kedalaman solum tanah. Menentukan kekritisan lahan berdasarkan hasil analisis tingkat bahaya erosi. Melakukan analisis arahan fungsi kawasan dengan melakukan skoring terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, yaitu : kemiringan lereng, jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi dan curah hujan rata-rata. Menentukan rekomendasi penggunaan lahan dan usaha konservasi berdasarkan arahan fungsi kawasan. Menghitung besarnya laju erosi pada penggunaan lahan baru setelah setelah adanya tindakan konservasi. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Erosi A. Indeks Erosivitas Hujan Dari hasil perhitungan diketahui bahwa nilai erosivitas terendah adalah antara 1.347,5 - 1530,5 KJ/ha dengan luas daerah pengaruh 830,199 ha dan erosivitas tertinggi yaitu antara 2.240,9 - 2.432,4 KJ/ha dengan luas daerah pengaruh sebesar 1508,424 ha. Sedangkan erosivitas antara 2.006,9 - 2.240,9 KJ/ha mempunyai daerah pengaruh paling luas yaitu 2230,971 ha. Tabel 2. Erosivitas DAS Badung N o Porsen tase (%) Erosivitas Luas 1 2 3 4 (KJ/ha) 1.347,5 - 1530,5 1530,5 - 1.751,7 1.751,7 - 2.007 2.007 - 2.241 (ha) 830,199 548,439 350,370 2230,971 5 2.241 - 2.432,4 1508,424 15,18 10,03 6,41 40,79 27,58 Luas 5468,403 100 Sumber : Perhitungan B. Faktor Erodibilitas Tanah Dari peta jenis tanah diketahui bahwa jenis tanah di DAS Badung didominasi oleh jenis tanah latosol cokelat kuningan dengan luas sebesar 5428,905 ha (99,28 %) dan memiliki nilai erodibilatas sebesar 0,082 (0,72 %), sedangkan jenis tanah yang lain yaitu tanah latosol kemerahan kekuningan dan litosol seluas 39,498 ha dengan nilai erodibilitas sebesar 0,064. Tabel 2. Faktor Erodibilitas Tanah DAS Badung Jenis Tanah Latosol Cokelat Kekuningan Latosol Kemerahan Kekuningan dan Litosol Nilai K Luas (ha) Porse ntase (%) 0,082 5428,905 99,28 0,064 39,498 0,72 Luas 5468,403 100 Sumber : Hasil analisis C. Faktor LS Dari hasil analisis spasial pada data topografi diketahui bahwa kemiringan lereng di DAS Badung didominasi oleh daerah dengan kemiringan lereng yang datar yaitu 0-5 % seluas 5258,055 ha, sedangkan daerah dengan kemiringan landai (5 - 15 %) seluas 202,739 ha dan daerah dengan kemiringan lereng sedikit curam (15 – 17,47 %) hanya memiliki luas sebesar 7,609 ha. Hal ini dikarenakan letak DAS Badung yang berada di daerah pantai yang cenderung datar dan merupakan daerah perkotaan yang padat dengan didominasi oleh pemukiman. Tabel 3. Nilai Faktor LS N o 1 2 3 Kelas Lereng (%) 0–5 5 – 15 15 – 17,47 0,25 1,2 (ha) 5258,055 202,739 Porsent ase (%) 96,15 3,71 4,25 7,609 0,14 Luas 5468,403 100 Nilai LS Luas 4 5 6 7 9 10 11 12 14 15 Pengguna an Lahan Belukar/Se mak Tanah Berbatu Pasir Darat Empang Hutan Rawa Kebun/Per kebunan Pemukima n Rumput/Ta nah kosong Sawah Irigasi Tegalan/La dang No 1 3 Nilai CP Luas Porsentase (ha) (%) 0,300 16,108 0,29 4 5 1,000 12,237 0,22 1,000 24,065 0,44 0,050 223,412 4,09 0,030 229,866 4,20 0,400 696,655 12,74 0,600 1986,48 36,33 0,300 135,262 2,47 0,050 2140,284 39,14 0,750 4,034 0,07 Total 5468,403 100 Sumber : Hasil analisis Dari peta tata guna lahan diketahui penggunaan lahan pada DAS Badung didominasi oleh tipe penggunaan lahan sawah irigasi seluas 2140,284 ha dengan nilai CP 0,05 dan tipe penggunaan pemukiman seluas 1986,48 ha dengan nilai CP 0,6. E. Perhitungan Laju Erosi Perhitungan laju erosi dilakukan dengan perkalian semua faktor yang berpengaruh terhadap erosi (R, K, LS dan Luas Porse ntase Ha (%) 2625,686 48,02 1122,023 20,52 1662,499 30,40 13,401 21,135 54,156 0,99 21,135 28,538 4,039 0,07 Total 5468,403 100 Laju Erosi 2 Sumber : Hasil analisis D. Faktor CP Tabel 4. Faktor CP N o CP). Dalam studi ini perkalian semua faktor tersebut dilakukan dengan bantuan perangkat lunak ArcGIS 10.0 menggunakan toolsboxes raster calculator dengan terlebih mengkonversi peta polygon ke dalam bentuk raster. Tabel 5. Laju Erosi DAS Badung ton/ha/t ahun 4,033 24,882 24,882 88,656 88,656 148,751 148,751 234,599 234,599 316,769 mm/tahun 0,363 2,242 2,242 7,987 7,989 13,401 Sumber : Hasil analisis Dari hasil perhitungan dengan metode USLE diketahui bahwa nilai laju erosi terendah yang terjadi adalah sebesar 4,033 ton/ha/tahun atau setara dengan kehilangan tanah sebesar 0,363 mm/tahun dan nilai laju erosi tertinggi adalah sebesar 316,769 ton/ha/thn atau setara dengan kehilangan tanah sebesar 28,538 mm/tahun. Erosi pada DAS Badung didominasi oleh erosi dengan nilai 4,033-24,882 ton/ha/tahun atau setara dengan kehilangan tanah sebesar 0,363 2,242 mm/tahun dengan luas wilayah 2625,686 ha yang tersebar pada DAS bagian hulu seluas 841,797 ha, DAS bagian tengah seluas 857,675 ha dan DAS bagian hilir seluas 926,214, sedangkan erosi dengan nilai 234,599 - 316,769 ton/ha/tahun atau setara dengan kehilangan tanah sebesar 21,135 - 28,538 mm/tahun mempunyai wilayah paling sedikit yaitu seluas 4,039 ha dan hanya terjadi di DAS bagian tengah, hal ini karena kondisi topografi di yang lebih curam dibandingkan dengan bagian das lainnya yaitu antara 15 - 35 % sehingga menghasilkan nilai LS yang lebih besar, selain itu nilai erosivitas di DAS bagian tengah cukup tinggi yaitu > 2000 KJ/ha. 4.2. Tingkat Bahaya Erosi dan Kekritisan Lahan Tingkat bahaya erosi merupakan tingkat ancaman kerusakan yang diakibatkan oleh erosi pada suatu lahan . Klasifikasi tingkat bahaya erosi dalam studi ini didapatkan dengan membandingkan nilai laju erosi dengan kedalaman solum tanah. Semakin dangkal solum tanahnya No 1 Laju Erosi ton/ha/thn < 15 2 15 - 60 3 60 - 180 4 180 - 480 Solum (cm) > 90 60 - 90 > 90 60 - 90 > 90 60 – 90 60 – 90 berarti semakin sedikit tanah yang boleh tererosi, sehingga tingkat bahaya erosinya pada tanah dengan kedalaman solum yang dangkal sudah masuk pada kategori berat meskipun tanah yang hilang atau tererosi belum terlalu besar. Sedangkan dalam menentukan tingkat kekritisan lahan dapat dilihat dari tingkat bahaya erosi dengan melihat pada kriteria – kriteria yang telah ditentukan Tabel 6. Tingkat Bahaya Erosi dan Kekritisan Lahan Luas Tingkat Tingkat (ha) Bahaya Kekritisan Erosi Lahan Hulu Tengah Hilir Sangat 264,676 Ringan Potensial Ringan Kritis 837,743 828,68 642,212 Ringan 11,154 Sedang 177,418 128,044 71,812 Semi kritis Sedang 37,636 Berat Kritis 370,643 1474,48 571,055 Sangat Sangat 0,251 52,599 Berat Kritis Total Jumlah Porse ntase (%) 264,676 4,84 2308,635 11,154 377,274 37,636 2416,178 42,22 0,20 6,90 0,69 44,18 52,850 0,97 5468,403 100 Sumber : Hasil analisis Dari hasil analisis tingkat bahaya erosi diketahui bahwa tingkat bahaya erosi yang terjadi pada DAS Badung didominasi oleh tingkat bahaya erosi berat dengan luas sebesar 2416,178 ha, tingkat bahaya erosi berat (kritis) terjadi pada DAS bagian hulu seluas 370,643 ha, DAS bagian tengah seluas 1474,480 ha dan DAS bagian hilir seluas 571,055 ha. Hal ini disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah tata guna lahan terutama di DAS bagian tengah yang didominasi oleh pemukiman dan daerah terbangun seperti gedung yang padat sehingga menyebabkan tingginya laju erosi yang terjadi yaitu antara 60 – 180 ton/ha/tahun. Tingkat bahaya erosi sangat berat (sangat kritis) terjadi pada wilayah seluas 52,850 ha dan tersebar di DAS bagian hulu seluas 0,251 ha dan DAS bagian tengah seluas 52,599 ha. 4.3. Arahan Fungsi Kawasan dan Usaha Konservasi A. Penentuan Skor Kemiringan Lereng Dari data diketahui bahwa DAS Badung memiliki kemiringan lereng antara 0 – 17,47 % yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelas yaitu kelas I (0 – 8 %) dengan nilai skor 20, kelas II (8 – 15 %) dengan nilai skor 40 dan kelas III (15 – 25 %) dengan nilai skor 60. B. Penentuan Skor Intensitas Hujan Dari hasil interpolasi diketahui curah hujan yang terjadi pada DAS Badung adalah 18,35 – 27,9 mm/tahun dan terbagi menjadi 2 (dua) kelas yaitu, kelas II (13,6 – 27,7 mm/tahun) dengan nilai skor 20, kelas III (20,7 – 27,7 mm/tahun) dengan nilai Selanjutnya dilakukan skoring dengan skor 30 dan kelas IV (27,7 – 34,8 melakukan overlay ketiga peta di atas mm/tahun) dengan nilai skor 40. sehingga didapatkan skor arahan fungsi kawasan. C. Skor Jenis Tanah Jenis tanah pada DAS Badung adalah latosol sehingga memiliki skor 30. Tabel 8. Skor Arahan Fungsi Kawasan N o Jenis Tanah Skor Tanah Kemiringan Lereng Curah Hujan Skor Lereng (%) (mm/tahun) Skor Curah Hujan Skor Fungsi Kawasan Arahan Fungsi Kawasan (ha) Porsen tase (%) 70 Kawasan Budidaya Tanaman Semusim 130,540 2,39 80 Kawasan Budidaya Tanaman Semusim 4880,544 89,25 377,575 6,90 72,001 1,32 7,743 0,14 5468,403 100 1 Latosol Cokelat Kekuningan 2 Latosol Kemerahan Kekuningan dan Litosol Latosol Cokelat Kekuningan 3 Latosol Cokelat Kekuningan 30 0–8 20 27 - 34,6 40 90 4 Latosol Cokelat Kekuningan 30 0 - 15 40 20,7 - 27,7 30 100 5 Latosol Cokelat Kekuningan 30 15 - 25 60 20,7 - 27,7 30 120 30 30 0–8 0–8 20 20 13,6 - 20,7 20,7 - 27,7 20 30 Kawasan Budidaya Tanaman Semusim Kawasan Budidaya Tanaman Semusim Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Total Sumber : Hasil analisis Dari hasil skoring yang dilakukan untuk mengetahui arahan fungsi kawasan yang seharusnya pada DAS Badung berdasarkan tata cara penetapan fungsi kawasan menurut Departemen Kehutanan diketahui bahwa skor tertinggi yang diperoleh sebesar 120 dan skor terendah sebesar 70 sehingga arahan fungsi kawasan yang seharusnya pada DAS Badung adalah kawasan budidaya, arahan fungsi kawasan ini mencakup keseluruhan DAS Badung. Hal ini disebabkan karena kondisi DAS Badung yang landai serta curah hujan harian rata-rata yang rendah dan jenis tanah pada DAS Badung yang tidak beragam sehingga memiliki skor yang rendah. Luas Berdasarkan arahan fungsi kawasan yang telah diperoleh maka ditentukan arahan konservasi yang akan dilakukan Berdasarkan hasil skoring untuk menentukan arahan fungsi kawasan dapat dilakukan beberapa alternatif kegiatan konservasi secara vegetatif sesuai dengan fungsi kawasan yang seharusnya, contohnya pada kawasan budidaya tanaman semusim kegiatan konservasi lahan dapat dilakukan dengan melakukan proses alih guna lahan terutama lahan yang berada pada kondisi kritis dan sangat kritis diganti dengan dengan tata guna lahan yang dapat menurunkan laju erosi pada lahan (memiliki nilai CP lebih rendah dari penggunaan lahan awal) sehingga diharapkan proses konservasi pada lahan dapat berjalan dengan baik dan laju erosi pada lahan mengalami penurunan. Contoh penggunaan lahan yang dapat digunakan adalah kebun campuran Tabel 7. Arahan Konservasi Lahan No Fungsi Kawasan 1 Kawasan budidaya tahunan Alternatif Kegiatan οΌ Pohon penyekat api οΌ Reboisasi οΌ Perkebunan οΌ Hutan/kebun rakyat. 2 οΌ Agroforestry Kawasan budidaya semusim οΌ Tanaman dalam jalur οΌ Tanaman dalam kontur οΌ Kebun campuran (Kerapatan tinggi, sedang, rendah) Sumber : Hasil analisis 4.4. Perhitungan Laju Erosi Penggunaan Lahan Baru No Nilai Erosi (ton/ha/thn) 1 < 15 Kelas Erosi Kelas I 2 15-60 Kelas II 3 60-180 Kelas III 4 180-480 Kelas IV Luas Solum TBE (cm) > 90 60 - 90 > 90 60 - 90 > 90 60 - 90 60 - 90 Sangat Ringan Ringan Ringan Sedang Sedang Berat Sangat Berat Total Lahan Lama (ha) (%) 264,676 4,84 Lahan Baru (%) Baru 264,676 4,84 2308,635 42,22 2378,395 43,49 11,154 0,20 11,154 0,20 377,274 6,90 470,189 8,60 37,636 0,69 37,636 0,69 2416,178 44,18 2254,257 41,22 52,850 0,97 52,096 0,95 5468,403 100 5468,403 100 Sumber : Hasil analisis Dari hasil analisis tingkat bahaya erosi pada lahan baru diketahui bahwa luas lahan dengan kategori tingkat bahaya erosi sangat berat berkurang dari semula seluas 52,85 ha (0,97 %) menjadi 52,096 ha (0,95 %) dari luas total DAS Badung. Pada lahan dengan kategori tingkat bahaya erosi berat juga terjadi penurunan dari semula seluas 2416,178 ha (44,18 %) menjadi 2254,257 ha (41,22 %) dari luas total DAS. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan laju erosi setelah dilakukannya perubahan penggunaan lahan dari perkebunan menjadi kebun campuran dengan tingkat kerapatan tinggi pada lahan yang sebelumnya berada dalam kategori TBE berat dan sangat berat. 5. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan untuk menjawab rumusan masalah diperoleh beberapa hasil antara lain sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil perhitungan laju erosi menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) diketahui laju erosi pada DAS Badung adalah sebesar 4,033 - 316,769 ton/ha/tahun atau setara dengan kehilangan tanah sebesar 0,363 28,538 mm/tahun. Berdasarkan ketetapan Departemen Kehutanan laju erosi di DAS Badung terbagi dalam empat kelas yaitu : a. Kelas I dengan luas sebesar 2592,996 ha atau 47,418 % dari luas total DAS. b. Kelas II dengan luas sebesar 387,85 ha atau 7,088 % dari luas total DAS. c. Kelas III dengan luas sebesar 2434,122 ha atau 44,512 % dari luas total DAS. d. Kelas IV dengan luas sebesar 53,705 ha atau 0,982 % dari luas total DAS. 2. Tingkat bahaya erosi yang terjadi di DAS Badung adalah sebagai berikut : a. Tingkat bahaya erosi sangat ringan dengan luas sebesar 264,676 ha atau 4,84 % dari luas total DAS b. Tingkat bahaya erosi ringan dengan luas sebesar 2319,789 ha atau 42,422 % dari luas total DAS. c. Tingkat bahaya erosi sedang dengan luas sebesar 414,91 ha atau 7,587 % dari luas total DAS. d. Tingkat bahaya erosi berat dengan luas sebesar 2416,178 ha atau 44,184 % dari luas total DAS. e. Tingkat bahaya erosi sangat berat dengan luas sebesar 52,85 ha atau 0,966 % dari luas total DAS. 3. Berdasarkan hasil analisis TBE yang dilakukan untuk menentukan tingkat 4. 5. kekritisan lahan diketahui kondisi kekritisan lahan pada DAS Badung adalah sebagai berikut : a. Potensial kritis dengan luas sebesar 2584,465 ha atau 47,06 % dari luas total DAS. b. Semi kritis dengan luas sebesar 414,91 ha atau 7,59 % dari luas total DAS. c. Kritis dengan luas sebesar 2416,178 ha atau 44,18 % dari luas total DAS. d. Sangat Kritis dengan luas sebesar 52,85 ha atau 0,97 % dari luas total DAS. Analisis fungsi kawasan menunjukkan bahwa fungsi kawasan pada seluruh DAS Badung merupakan kawasan budidaya dengan skor <124 dan usaha konservasi secara vegetatif yang bisa dilakukan untuk menurunkan laju erosi adalah mengganti penggunaan lahan yang berada pada kondisi kritis dengan penggunaan lahan yang memiliki nilai CP lebih rendah, antara lain adalah reboisasi, kebun rakyat, kebun campuran. Penurunan laju erosi pada tata guna lahan baru ditunjukkan dengan analisis tingkat bahaya erosi, dimana dari hasil analisis tingkat bahaya erosi pada lahan baru diketahui bahwa luas lahan dengan kategori tingkat bahaya erosi sangat berat berkurang dari semula seluas 52,85 ha (0,97 %) menjadi 52,096 ha (0,95 %) dari luas total DAS Badung. Pada lahan dengan kategori tingkat bahaya erosi berat juga terjadi penurunan dari semula seluas 2416,178 ha (44,18 %) menjadi 2254,257 ha (41,22 %) dari luas total DAS. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan laju erosi setelah dilakukannya perubahan penggunaan lahan dari perkebunan menjadi kebun campuran dengan tingkat kerapatan tinggi pada lahan yang sebelumnya berada dalam kategori TBE berat dan sangat berat. 5.2. Saran Melihat kondisi dan permasalahan yang terjadi maka dapat diberikan beberapa saran antara lain : 1. Untuk mengurangi laju erosi yang terjadi pada DAS serta untuk mencegah bertambah parahnya kondisi DAS pada masa yang akan datang maka diperlukan upaya pengendalian erosi lahan berupa penataan kawasan DAS dimana pengendalian erosi dapat dilakukan secara teknis/struktur maupun non teknis. 2. Perlu adanya kerjasama dan koordinasi yang baik dari pihak-pihak yang berkepentingan yaitu pemerintah dan masyarakat terutama dalam hal pemanfaatan lahan agar bahaya akan erosi dapat diminimalisir sehingga kelestarian DAS dapat terjaga. 3. Perlu dilakukan penataan serta rencana pembangunan daerah kota yang berbasis pada konservasi tanah dan air sehingga kelestarian tanah dan air dapat terjaga. 4. Pada studi yang akan datang perlu dilakukan perhitungan erosi dengan metode-metode lain seperti MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) untuk mendapatkan nilai erosi yang terjadi karena limpasan permukaan sehingga keberhasilan upaya pengendalian erosi pada DAS dapat dilakukan secara maksimal. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012 . Statistik Kehutanan Indonesia 2011. Jakarta : Kementerian Kehutanan Arsyad S., 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press. Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. As-syakur, AR., dkk. Studi Perubahan Penggunaan Lahan di Das Badung.Jurnal Tidak Diterbitkan. Bali : Universitas Udayana. BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Badung. 2008. Badung Dalam Angka 2008. Katalog BPS : 1102001.5103 Ma’wa, Jannatul. 2014. Studi Pendugaan Sisa Usia Guna Waduk Sengguruh Dengan Pendekatan Erosi dan Sedimentasi. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Universitas Brawijaya. Marantieno, Adinda Vignezwari Jannatul. 2014. Dampak Pertambangan Pasir dan Kesesuaian Fungsi Kawasan DAS Rejali Kabupaten Lumajang. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Universitas Brawijaya Permana, Bias Angga. 2010.Identifikasi Lahan Kritis dan Arahan Fungsi Lahan Daerah Aliran Sungai Sampean. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang : Universitas Brawijaya Malang. Prahasta, Eddy. 2002. Sistem Informasi Geografis. Informatika Bandung. Prahasta, Eddy. 2007. Sistem Informasi Geografis. Informatika Bandung. Prasetyo, Arif. 2011. Modul Dasar ARGIS 10, Aplikasi Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor : Fakultas Kehutanan IPB Pusreg Bali-Nusra dan PPLH UNUD. 2009. Kajian Daya Dukung Lingkungan Daerah Aliran Sungai Badung. Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Bali-Nusra dab Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Udayana. Denpasar Suripin,2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi Offset. Yogyakarta. Utomo, Wani Hadi.1994. Erosi dan Konservasi Tanah. IKIP. Malang.