PEMANFAATAN EKSTRAK AKAR TANAMAN TUBA (Derris elliptica) SEBAGAI INSEKTISIDA RAMAH LINGKUNGAN UNTUK PENGENDALIAN HAMA BELALANG HIJAU (Melanoplus ferrubrum) KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Farmasi Pada Program Studi D III Farmasi Oleh : Nur Kholifah NIM : 13DF277039 PROGRAM STUDI D-III FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 ULTILIZATION OF PLANT ROOT EXTRACT TUBA (Deris Eliptica) AS AN ENVIRONMENTALLY FRIENDLY INSECTICIDE FOR PEST CONTROL GREEN GRASSHOPPER (Melanoplus femurrubrum)1 Nur Kholifah2 Susan Sintia, S.Farm3 Via Fitria, M.Si4 ABSTRACT Rotenone tuba plants contain compounds that function as a stomach poison and contact poison 25 times more toxic than potassium ferosianida but do not affect humans. This research is an experimental research aims to determine the usability of the plant roots tuba as an organic insecticide insects. The sample used in green grasshopper. Sample given treatment with tuba root extract with a concentration of 25%, 50% and 75%. Positive control treatment using yasitrin and negative control using distilled water. Sample for each treatment by 10 green grasshopper and carried out 3 times replication. Analysis T-test showed the value of mortality at each concentration. Test results show that the concentration of 25% has good effectiveness. Tuba plant root extract is able to be used as an environmentally friendly organic insecticides. Keywords : Tuba root plant extract. Green grasshopper (Melanoplus femurrubrum). Organic insecticides. Information : 1 Title, 2 Researchers, 3 Preceptor 1, 4 Preceptor 2 vi PEMANFAATAN EKSTRAK AKAR TANAMAN TUBA (Derris elliptica) SEBAGAI INSEKTISIDA RAMAH LINGKUNGAN UNTUK PENGENDALIAN HAMA BELALANG HIJAU (Melanoplus femurrubrum)1 Nur Kholifah2 Susan Sintia, S.Farm3 Via Fitria, M.Si4 INTISARI Tanaman tuba mengandung senyawa rotenon yang berfungsi sebagai racun perut dan racun kontak yang lebih toksik 25 kali dibandingkan dengan potassium ferrosianida namun tidak berefek terhadap manusia. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui daya guna akar tanaman tuba sebagai insektisida organik terhadap serangga. Sampel yang digunakan adalah hama belalang hilau (Melanoplus femurrubrum) . Sampel diberi perlakuan dengan ekstrak akar tuba dengan konsentrasi 25%, 50% dan 75%. Perlakuan kontrol positif menggunakan yasitrin dan kontrol negatif menggunakan aquades. Sampel untuk masing-masing perlakuan sebanyak 10 ekor belalang hijau dan dilakukan tiga kali replikasi. Analisis T-test menunjukan nilai kematian pada setiap konsentrasi. Hasil uji menunjukan bahwa konsentrasi 25% memiliki efektifitas yang baik. Ekstrak akar tanaman tuba memiliki daya toksik yang baik terhadap hama belalang hijau. Ekstrak akar tanaman tuba mampu dijadikan sebagai insektisida organik yang ramah lingkungan. Kata kunci : Ekstrak akar tanaman tuba, hama belalang (Melanoplus femurrubrum), insektisida organik. Keterangan : 1 Judul, 2 Peneliti, 3 Pembimbing 1, 4 Pembimbing 2 v hijau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah menciptakan segala hal yang ada di langit dan di bumi dengan beranekaragam baik jenis maupun manfaatnya. Allah SWT. berfirman dalam Q.S. Al-An’am, 6 : 99 yang berbunyi : Artinya : “Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai dan kebun-kebun anggur dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhaikan pula lah) kemantangannya. Sesungguhnya apa yang demikian itu ada tandatanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman” (Q.S. AlAn’am, 6 : 99). Jabir bin Abdullah Rodhiyallohu’Anhu bercerita bahwa Rasulullah Shallallahu’Alaihi Wa Sallam bersabda :“Tidaklah seorang muslim menanam suatu pohon melainkan apa yang dimakan dari tanaman itu sedekah baginya, dan apa yang dicuri dari tanaman tersebut sebagai sedekah baginya dan tidaklah kepunyaan seorang 1 2 itu dikurangi melainkan menjadi sedekah baginya” (HR. Imam Muslim Hadist no 1552). Sebagian besar pekerjaan rakyat Indonesia adalah petani, oleh karena itu sektor pertanian menjadi penting dan peningkatan pendapatan petani akan berdampak secara langsung terhadap bangsa Indonesia. Sejak mengenal cocok tanam, masyarakat sering mengalami gangguan yang bersifat menghambat, merusak menghancurkan atau mengagalkan panen. Di beberapa lokasi adanya gangguan hama menyebabkan masyarakat tidak dapat melakukan budi daya tanaman. Sebenarnya sejak benih disebarkan hingga tanaman panen selalu dihadapkan dengan gangguan alami yang bersifat biotik maupun abiotik. Di alamini ada 2 golongan besar pengganggu tanaman, yaitu :biotik (gulma, penyakit, tumbuhan, dan hama) dan abiotik (cuaca) (Sinaga, 2003). Hama merupakan suatu organisme penyebab kerusakan tanaman. Hama tersebut dapat berupa binatang misalnya moluska sawah, wereng, tikus, ulat, tungau, ganjur dan belalang. Hama dapat merusak secara langsung ataupun tidak langsung. Hama yang merusak tanaman secara langsung dapat dilihat bekasnya, misalnya gerakan atau gigitan. Sedangkan hama yang merusak tanaman secara tidak langsung melalui penyakit yang dibawa hama tersebut. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dari benih, pembibitan hingga pemanenan tidak luput dari gangguan hama. Belalang adalah serangga yang dapat mengganggu terhadap kelangsungan hidup tanaman. Belalang memakan tangkai padi dan daun sehinnga menyebabkan kerusakan tanaman padi. Menurut hasil penelitian Djojosumarto (2008), salah satu cara pengendalian hama adalah penggunaan pestisida. Pestisida bersifat racun maka dibuat, dijual dan dipakai untuk meracuni organisme penganggu tanaman (OPT). Pestisida adalah campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mecegah atau menangkis gangguan hama. Dampak 3 negative pestisida anorganik (sintetik kimia) bagi kesehatan pengguna yaitu dapat mengontaminasi pengguna secara langsung sehingga dapat mengakibatkan keracunan. Keracunan kronik dalam jangka waktu lama bias menimbulkan gangguan kesehatan. Tumbuhan mempunyai banyak manfaat diantaranya sebagai pestisida organik (alami). Pestisida organic dipandang lebih aman dibandingkan dengan pestisida anorganik. Salah satu alternative untuk menjaga kestabilan ekosistem lingkungan adalah pengendalian dengan pengguanaan pestisida organik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap beberapa tanaman (botani) yang mempunyai sifat insektisida sebagai insektisida alternative pengganti insektisida anorganik sehingga berdampak positif bagi kelestarian lingkungan. Pemanfaatan ekstrak akar tuba sebagai insektisida ramah lingkungan untuk pengendalian hama belalang hijau karena hama merupakan salah satu masalah yang sering di jumpai dimasyarakat terhadap tanaman padi yang menjadi sumber pangan utama masyarakat Indonesia. Belalang hijau dan keong mas termasuk hama pertama yang menyerang tanaman padi sejak tumbuh menjadi tanaman susu sampai menjadi tanaman dewasa, sedangkan hama lainnnya seperti hama wereng hanya menyerang tanaman padi saat berbuah saja. Jika tanaman telah habis dirusak hama belalang sejak masih susu maka tanaman padi pun tidak akan sampai berbuah. Akar tuba dijadikan sebagai insektisida sebagai pengendalian hama belalang lebih ramah lingkungan di bandingkan dengan insektisida anorganik yang beredar dipasaran. Selain itu, rotenon yang terkandung dalam akar tuba hanya meracuni serangga saja dan tidak berefek terhadap kesehatan dan lingkungan. Sedangkan insektisida anorganik dapat menimbulkan hama menjadi resisten bahkan meracuni manusia bila terakumulasi dalam tubuh secara berlebih dan dapat mencemari lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian Eko 4 Budiyanto (2011) dan Miduk Sihombing (2015) menyatakan bahwa akar tuba mengandung senyawa rotenon yang dapat dijadikan insektisida untuk pengendalian hama ulat bulu dengan LD50=66,99% pada konsentrasi 50% dan pada nyamuk dengan konsentrasi 6%. Rotenon adalah salah satu anggota dari senyawa isoflavon segingga rotenon termasuk golongan flavonoida. Rotenon adalah salah satu senyawa yang terkandung dalam akar tuba sebagai insektisida alami yang kuat yang memiliki titik leleh pada 1630C, larut dalam alkohol, etanol, kloroform dan banyak larutan organik lainnya (Casacchia, 2009). B. Batasan Masalah 1. Sampel yang digunakan yaitu akar tuba 2. Metode ekstrak yang digunakan adalah maserasi 3. Hama yang digunakan adalah belalang hijau C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana pembuatan ekstrak akar tuba sebagai insektisida organik dengan proses maserasi? 2. Apakah ekstrak akar tuba mampu menjadi insektisida organik untuk pengendalian hama belalang ? 5 D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui efektifitas ekstrak akar tuba terhadap hama belalang. 2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui pada konsentrasi berapa ekstrak akar tuba mampu mengendalikan hama belalang. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan keilmuan dibidang farmasi khususnya untuk penulis, umumnya untuk lingkungan kampus dan masyarakat tentang pemanfaatan ekstrak akar tuba sebagai insektisida ramah lingkungan untuk pengendalian hama belalang hijau. Keberhasilan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan dan aplikasi pengendalian hama belalang dimasyarakat. F. Keaslian Penelitian Penelitian ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan beberapa persamaan maupun perbedaan sebagai bandingan. Adapun penelitiannya yaitu sebagai berikut : Tabel 1.1 Data Keaslian Penelitian Judul Nama Tempat Pemanfaatan Eko Universitas ekstrak akar Budiyanto tuba sebagai Tahun 2011 Persamaan Perbedaan Hasil Mengekstrak Target Penggunaan Negeri akar tuba hama uji ekstrak akar Yogyakarta dengan ulat bulu tuba sebagai insektisida proses insektisida ramah maserasi ramah lingkungan lingkungan untuk efektif untuk mengendalik membunuh 6 an populasi hama ulat ulat bulu bulu pada konsentrasi 50% dengan nilai LD50 66,99% Bahan anti Miduk Universitas nyamuk Sihombing Hasanudin (Mosquito Makassar 2015 Mengekstrak Target uji Pengujian akar tuba nyamuk ekstrak akar tuba sebagai repellent) anti nyamuk dari akar menunjukan tuba (Derris hasil yang elliptica) positif dengan taraf konsentrasi 6% BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tanaman Tuba (Derris elliptica) Gambar 2.1 Tanaman Tuba (Derris elliptica) Sumber : http://alamenah.org/2010/01/12/tuba-tumbuhan-peracun-ikan-dan-serangga/ a. Klasifikasi Tanaman Kingdom : Platae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Family : Fabaceae Genus : Derris Spesies : Derris elliptica (Heyne, 1987) b. Nama Lain Tanaman Tuba Sunda (Akar Tuba, Tuwa Laleur, Areuy Kidang) Jawa (Jenu, Jenun, Tungkul). c. Bagian yang digunakan : Bagian yang akan digunakan dalam penelitian adalah akar dari tanaman tuba. 7 8 d. Morfologi Tumbuhan Tumbuhan berkayu memanjat dengan setiap ranting mengandung 7-15 pasang daun, daun muda berambut kaku pada kedua permukaannya. Dibagian bawah daun diliputi oleh bulu lembut berwarna perang. Tuba dapat juga dikatakan tumbuhan Liana (tumbuh memanjat) berkayu yang merambat dan membelit hingga ketinggian 10 meter. Ranting-ranting yang tua berwarna kecoklatan dengan lensitel serupa jerawat, daun tersebar bertangkai pendek, memanjang sampai bulat telur terbalik, sisi bawah hijau keabu-abuan, kelopak berbentuk cawan, polongan oval sampai memanjang, biji 1-2, biasanya berbuah pada bulan april-desember (Sitepu, 1995). e. Ekologi dan Penyebaran Tuba merupakan tanaman liar yang telah dapat dibudidayakan. Budidaya tanaman ini dapat ditemukan muali dari India hingga Papua Nugini, termasuk seluruh kawasan Asia Tenggara. Tanaman tuba tumbuh baik di daerah dataran rendah sampai ketinggian 150 mdpl, terpencar di tempat tidak begitu kering,di tepi hutan dan pinggir sungai (Heyne, 1987). f. Kandungan Kimia Tuba mengandung zat racun yang dapat diguanakan untuk membasmi hama pada tanaman. Senyawa racun tersebut adalah sedeguelin, tefrosin, toksikarol dan rotenon. Rotenon tersebar pada seluruh bagian kulit akar dan sangat beracun 15 kali lebih beracun dibanding nikotin (Kuncoro, 2006). g. Manfaat Tanaman Tuba Akar tuba merupakan penghasil bahan beracun aktif rotenon yang dapat digunakan sebagai bahan isektisida organik (nabati) untuk mengendalikan hama baik di luar ruangan maupun di dalam ruangan dalam spectrum luas, namun tidak 9 berpengengaruh terhadap manusia. Rotenon bekerja sebagai racun sel yang sangat kuat dan sebagai antifeedant yanga menyebabkan serangga berhenti makan. Selain digunakan sebagai insektisida (untuk serangga) dapat juga digunakan sebagai moluskisida (untuk moluska) dan akarisida atau tungau (Novian, 2004). 2. Belalang Hijau (Melanoplus femurrubrum) Gambar 2.2 Belalang Hijau (Melanoplus femurrubrum) a. Klasifikasi Hama Kingdom : Animalia Divisi : Arthropoda Ordo : Orthoptera Kelas : Insecta Family : Caelifera Genus : Melanoplus Spesies : Melanoplus femurrubrum b. Definisi Hama Hama adalah organisme yang pengganggu tanaman yang menimbulkan kerusakan secara fisik dan kedalamnya praktis adalah semua hewan yang menyebabkan kerugian dalam pertanian. Belalang adalah serangga herbivora yang 10 terkenal sebagai hama dengan kemampuan melompat mumpuni (dapat mencapai 20 kali panjang tubuhnya). Pada umumnya belalang berwarna hijau dan coklat., belalang terkait erat secara biologis dengan kecoa dan jangkrik. c. Belalang Hijau Termasuk Hama Tanaman Padi Belalang merupakan hama tanaman padi yang keberadaannya dianggap tidak menjadi ancaman yang serius bagi kesehatan tanaman padi. Tetapi dibandingkan dengan walang sangit, belalang lebih ganas daripada walang sangit. Walang sangit juga dikenal sebagai hama tanaman padi yang sangat merugikan petani, dimana walang sangit menyerang tanaman padi dengan cara meracuni bulir padi ketika padi mulai berisi saja sehingga padi menjadi gabug, sedangkan belalang hijau merusak tangkai ranting dan daun padi sejak padi mulai bersusu, meratak sampai padi sudah tua. d. Cara Belalang Hijau Menyerang Tanaman Padi Belalang hijau menyerang tanman padi dengan cara mengigit pada bagian ranting tangkai tanaman padi sehingga tanaman terputus dan jatuh sehingga tidak dapat lagi melanjutkan pertumbuhannya. 3. Insektisida a. Pengertian Insektisida Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga. Insektisida dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, sistem hormon, sistem pencernaan, serta aktivitas biologis lainnya sehingga berujung pada kematian serangga penganggu tanaman. Insektisida termasuk salah satu jenis pestisida. Pestisida adalah semua bahan beracun yang digunakan untuk membunuh organisme hidup yang mengganggu 11 tumbuhan, ternak, dan sebgainya yang dibudidayakan manusia. Menurut Undang-Undang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang dimaksud pestisida adalah zat pengatur dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik atau virus yang digunakan melakukan perlindungan tanaman. b. Jenis Insektisida Jenis insektisida dibagi menjadi insektisida sintetik (anorganik) dan insektisida hayati (organik). Jenis insektisida yang digunakan untuk penelitian ini termasuk pada jenis insektisida hayati (organik). Insektida nabati adalah salah satu sarana pengendalian hama alternatif yang layak dikembangkan, karena senyawa insektisida yang di ekstrak dari tumbuhan tersebut mudah terurai dilingkungan dan relatif aman terhadap mahkluk bukan sasaran. Insektisida nabati memiliki zat metabolik sekunder yang mengandung senyawa bioaktif. Senyawa bioaktif yang digunakan untuk penelitian ini ialah rotenon yang terdapat pada akar tanaman tuba. Senyawa rotenon termasuk racun lambung berfungsi sebagai insektisida yang membunuh serangga dengan cara masuk ke pencernaan hama melalui makanan yang mereka makan. 4. Rotenon a. Struktur CH3 CH3 Gambar 2.3 Struktur Rotenon 12 Rotenon diperoleh dari akar tuba, hoary pea, goat’s rue, jicama plant dan tumbuhan lainnya dengan cara diekstrak. Kandungan rotenon pada akar tuba paling tinggi dibandingakn dengan tumbuhan-tumbuhan lainnya. Retenon adalah salah satu anggota dari senyawa isoflavon, sehingga retenon termasuk senyawa golongan flavonoida (Sumali, 2008).. Rotenon memiliki rumus molekul C23H22O6. Kristal rotenon mencair pada 163⁰C dan bersifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam aseton, alkohol, kloroform dan pelarut organik lainnya. Rotenon digunakan dalam bentuk debu dan kabut. Jika terbuka terhadap cahaya dan udara mengalami perubahan warna kuning terang menjadi kuning pekat, orange dan terakhir menjadi hijau tua dan diperoleh Kristal racun serangga. Rotenon merupakan racun sel yang sangat kuat dan merupakan racun akut. Rotenon murni yang belum diolah bahkan lebih beracun dari pada pestisida sintetis dari golongan karbaril dan malathion. Keracunan berat rotenon menyebabkan kerusakan ginjal dan hati. Walaupun kadar racunnya sangat tinggi, rotenon dapat terurai dengan cepat karena sinar matahari. Rotenon dapat dipakai sebagai racun kontak dan racun perut untuk pengendalian serangga dengan memutuskan rantai reaksi pernafasan deangan cara menghambat reaksi kopel oksidasi dari NADH2 dan sitokrom-β. Penghambtan ini menghasilkan flavoprotein dan NADH2. Beberapa percobaan di Amerika menunjukan bahwa rotenon efektif untuk mengendalikan kumbang pemakan dan beberapa jenis ulat. Rotenon diketahui aman untuk para petani, karena diketahui hanya beracun untuk hewan berdarah dingin dan kurang beracun terhadap hewan panas. Rotenon tidak stabil diudara, cahaya dan kondisi alkali. Rotenon juga dapat 13 didegradasi oleh tanah dan air, Oleh karena itu, toksisitas rotenon akan hilang setelah 2-3 hari setelah terkena sinar matahari dan udara, sehingga baik untuk lingkungan dan petani dalam penggunaannya. (Hien, 2003) b. Komposisi Ahli-ahli kimia melakukan penelitian untuk melihat senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak akar tuba yang mengandung racun sehingga diketahui bahwa komposisi senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak akar tuba, yaitu : rotenon, dehydrorotenon, dequelin dan ellipton (WHO,1992). 5. Metode Ekstraksi Maserasi Maserasi berasal dari kata macerare yang artinya melunakan, maserata adalah cara penarikan simplisia dengan cara maserasi sedangkan maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari pada suhu biasa ataupun memakai pemanasan (Syamsuni, 2006). Prinsip maserasi adalah pengambilan zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah. Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. Endapan yang 14 Keuntungan dari metode maserasi adalah unit alat yang dipakai sederhana, dapat digunakan untuk jenis senyawa tahan panas ataupun tidak tahan panas. B. Kerangka Berfikir Akar tuba Akar tuba Maserasi Kematian Skrining belalang Uji efektifitas Gambar 2.4 Kerangka Berfikir C. Hipotesis Ekstrak akar tanaman tuba (Derris elliptica) sebagai insektisida ramah lingkungan untuk pengendalian hama belalang hijau(Melanoplus femurrubrum) dinyatakan mengandung rotenon dan dapat mengendalikan hama belalang dilihat dari angka kematian belalang setelah dilakukan penyemprotan ekstrak akar tuba terhadap padi. DAFTAR PUSTAKA Budiyanto, E. 2011. Pemanfaatan Ekstrak Akar Tuba (Derris Elliptica) Sebagai Insektisida Ramah Lingkungan Untuk Penfendalian Populasi Ulat Bulu (Lymantria Breatrix). Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta. Casacchia, 2009. Food and Chemical Toxiology Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Djojosumarto, Panut. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta : Argo Media Pustaka Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Terbitan Kedua. Bandung : ITB Herdiana, B. 2011. Isolasi dan Identifikasi Retenondari Akar Tuba (Derris Elliptica). Universita Negri Semarang Heyne, K. 1987. Tanaman Berguna Indonesia II. Terjemahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta : Hill AF Hien, P. P., Gortniszka, H., dan Kraemer, R. 2003. Omonrice. Kuncoro. 2006. Tanaman Yang Mengandung Zat Penganggu. Jakarta : CV Amalia Novian. 2004. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. Yogyakarta : Kanisius Sihombing, M. 2015. Bahan Anti Nyamuk (Mosquitto repellent) dari Akar tuba (Derris elliptica (Roxb.)Benth) (Material Mosquitto Repellent of Tuba Root (Derris elliptica (Roxb.) Benth). Medan : Universitas Sumatra Utara Medan. Sinaga, MeitySuraji. 2003. Dasar-Dasar Penyakit Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya Sitepu, B. 1995. Isolasi Rotenon dari Akar Tuba. Medan : FMIPA Universitas Negeri Medan 31 32 Sumali, Wiryowidagdo 2008. Kimia & Farmakologi Bahan Alam Edisi2. Jakarta : EGC Syamsyuni 2006. Ilmu Resep, Jakarta : EGC Undang-Undang Republik Indonesia No.12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman World Health Organization. 1992. The WHO Recommended Classification of Pesticides By Hazard and Guidelines to Classificatin 19921993. Geneva