i EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA (Eksperimen Pada Siswa Agama Buddha Kelas IV di Sekolah Dasar Ehipassiko) ARTIKEL OLEH RIKO DEWA Disusun sebagai Tugas Akhir Di Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya Tangerang – Banten Jurusan Dharmacarya 2013 ii ABSTRACT Dewa, Riko. 2013. Effektivity Quantum Teaching Learning Method in Improving Student Motivation in Education Subjects Buddhism (Experiments on Fourth Grade Buddhism Students in Elementary Ehipassiko School). Thesis Dharmacarya Majors. High School State Buddhist Sriwijaya Tangerang Banten. Preceptor I Dody Herwidanto, S.Ag., MA and Preceptor II Waluyo, M.Pd. Keywords: Quantum Teaching Method, Learning Motivation. Issues raised in this study is in an elementary school learning system that is dominated by the application of conventional methods. Learning methods tend to be monotonous and boring so make students and teachers in the learning process was not optimal. Lack of motivation to learn in elementary school fourth grade students Ehipassiko caused by several factors, including the students still often chatting and not paying attention when the teacher was presenting the material, there are still students who have learning difficulties, and lack of awareness of the students to be more self-motivated in learning Buddhism. The purpose of this study was to determine and describe the learning method Quantum Teaching effectiveness in increasing students' motivation in the fourth grade subjects in elementary education Ehipassiko Buddhism. Classroom Action Research (CAR) through a qualitative approach is a procedure used to achieve the objectives of this research. Data collection using observation, interviews, and documentation. Data were analyzed with descriptive qualitative techniques. To test the validity of the data the authors use the technique of triangulation. Results of this study indicate that the learning method Quantum Teaching can improve cognitive learning outcomes and student motivation antarsiklus. Score students' motivation in cycle I, II, and III respectively 27.75; 28.50, and 29.25. Based on the results of the study authors concluded that Quantum Teaching learning methods were applied through the steps of learning grafts can improve cognitive achievement and motivation to learn in elementary school fourth grade students Ehipassiko against Buddhist Religious Education lessons. Learning process more fun and interesting. Students were active, confident, enthusiastic, and passionate in Education learning Buddhism. Finally, the author suggests that educators can use the learning method Quantum Teaching is to increase students' motivation in Buddhist Education subjects. ii 1 I. Pendahuluan Pendidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam perkembangan suatu bangsa. Bangsa yang maju memiliki standar hidup yang relatif tinggi dengan perkembangan teknologi dan ekonomi yang merata. Kondisi dan perkembangan pendidikan di Indonesia saat ini masih rendah dan tertinggal bila dibandingkan dengan negara lain yang ditunjukan melalui data Education For All Global Monitoring Report 2011 yang dikeluarkan UNESCO. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara tidak langsung dapat mempengaruhi berbagai sisi kehidupan di negeri ini terutama untuk pendidikan agama Buddha. Dalam salah satu forum diskusi online terdapat fakta yang menunjukan bahwa Pendidikan Agama Buddha masih rendah. Para orang tua siswa sering mengatakan akan memindahkan anaknya ke sekolah lain jika nilai agama Buddha yang didapat rendah. Akhirnya, hasil belajar agama Buddha dibuat tinggi agar siswanya tidak pindah ke sekolah yang non Buddhis. Dalam kegiatan belajar tidak semua siswa mampu berkonsentrasi dalam waktu yang lama. Daya serap siswa dalam memahami materi sangat beragam, ada yang cepat, sedang, dan lambat. Daya serap siswa disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah perbedaan gaya belajar atau modalitas yang dimiliki siswa, yaitu; gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Siswa yang memiliki gaya belajar visual lebih mengandalkan penglihatannya dalam memahami pelajaran yang disampaikan. Siswa dengan gaya belajar auditorial lebih mengutamakan pendengarannya daripada penglihatannya. Bagi siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik atau gerak akan lebih mengutamakan pengalaman atau sentuhan langsung agar dapat menyerap suatu informasi baru. 2 Bervariasinya tipe belajar siswa membuat guru harus cermat dalam mengajar dan menerapkan metode pembelajaran yang bertolak pada perbedaan karakteristik masingmasing siswa. Peranan guru diharapkan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan minat belajar siswa. Buddha Gotama dalam Anguttara Nikaya, Pañcaka Nipata (2002: 159) menjelaskan bahwa dalam mengajarkan Dhamma (ajaran kebenaran) seharusnya diajarkan dengan cara bertingkat dan sesuai dengan kecenderungan mental para pendengarnya. Upaya yang dilakukan agar siswa dapat mempelajari ajaran Buddha adalah dengan penerapan metode pembelajaran yang efektif. Dari permasalahan tersebut, penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan menggunakan salah satu metode yang memungkinkan siswa belajar secara optimal adalah metode pembelajaran Quantum Teaching. Metode ini merupakan metode belajar aktif dan memberdayakan, menciptakan kondisi belajar yang efektif dengan cara mengembangkan potensi siswa dan lingkungan belajar melalui interaksi yang terjadi di sekelilingnya. Hasil penelitian yang diharapkan dengan mempraktikkan metode pembalajaran Quantum Teaching adalah meningkatnya motivasi siswa untuk belajar agama Buddha. Motivasi belajar siswa yang meningkat, akan mempengaruhi hasil belajar siswa dan memahami materi pelajaran dengan menggunakan gaya belajar masing-masing siswa. II. Pembahasan 2.1 Pengertian motivasi Belajar Motivasi memiliki kata dasar motif, yang berarti corak atau alasan seseorang berbuat sesuatu. Branca yang dikutip oleh Walgito (2002: 220) mengatakan bahwa, motif berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak atau to move, dorongan yang datang dari dalam untuk berbuat itu yang disebut motif. Sejalan dengan pendapat di atas, 3 Sardiman (2001: 71) mendefinisikan bahwa, motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam, yang menjadi subjek untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain, motif adalah kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat. Purwanto (2007: 71) berpendapat bahwa, motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak untuk bertindak, melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Para pakar motivasi mendefinisikan motivasi sebagai proses internal yang mengaktifkan, menuntun, dan mempertahankan perilaku dari waktu ke waktu (Slavin, 2011: 99). Dalam bahasa sederhana motivasi dapat berarti daya penggerak yang menuntun dan mempertahankan perilaku untuk memperoleh kepuasan dari dorongan yang muncul. Motivasi adalah motif yang menjadi aktif. Motif adalah kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorong untuk melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Dalam hal belajar, guru harus bisa membangkitkan motivasi yang pasif pada diri siswa sehingga menjadi aktif. Motivasi dapat membantu siswa belajar secara optimal, sehingga membuat siswa menjadi bersemangat dalam belajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Iskandarwahid & Dadang Sunendar (2008: 5) mendefinisikan belajar sebagai proses perubahan tingkah laku pada peserta didik akibat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya melalui pengalaman dan latihan. Perubahan ini menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengertian belajar menurut Hilgard & Bower (1975) yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (2007: 84) adalah: Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulangulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, 4 atau keadaan-keadaan sesaat seseorang, misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya. Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu yang membawa perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik. Belajar merupakan jalan satu-satunya cara untuk meningkatkan pengetahuan keterampilan dan perilaku yang baik. Dengan belajar dapat membebaskan seseorang dari kebodohan atau ketidaktahuan. Buddha dalam Dhammapada: 152 menjelaskan pentingnya belajar dalam kehidupan manusia. Buddha mengatakan bahwa, “Orang yang tidak mau belajar akan menjadi tua seperti sapi, dagingnya bertambah tetapi kebijaksanaannya tidak berkembang”. Untuk itu, belajar merupakan hal penting yang harus dilakukan seseorang untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kebijaksanaan. Ellys (2012: 17) menyebutkan empat indeksi atau indikator yang digunakan untuk mengetahui perilaku termotivasi siswa. Empat indikator tersebut yaitu pilihan tugas (choice of task), usaha (effort), kegigihan (persistence), dan prestasi (achievement). Indikator pilihan tugas (choice of task) merupakan salah satu indikator motivasi. Keputusan siswa mengerjakan tugas mengindikasikan keberadaan motivasinya. Siswa memiliki sebuah pilihan, tugas yang ia pilih untuk dilakukan mengindikasikan area/minat keberadaan motivasinya. Indikator usaha (Effort) berkaitan dengan semangat dan usaha yang dilakukan siswa dalam menghadapi kendala yang dihadapinya. Pintrich & Groot (dalam Ellys, 2012: 18) mengemukakan: Murid yang termotivasi untuk belajar cenderung lebih banyak mengeluarkan banyak usaha mental selama berlangsungnya aktivitas pembelajaran dan menggunakan berbagai strategi kognitif yang diyakininya akan meningkatkan pembelajaran: mengorganisasikan dan menghafal informasi, memonitor level pemahaman, dan mengaitkan materi baru dengan pengetahuan sebelumnya. 5 Belajar seringkali tidak mudah, siswa yang termotivasi untuk belajar cenderung berusaha agar berhasil. Usaha fisik diperlukan pada tugas motorik, sedangkan usaha kognitif diperlukan pada aktivitas belajar akademis. Usaha sebagai sebuah indeks motivasi dibatasi level keterampilan, karena semakin meningkatnya keterampilan, diri dapat berkinerja lebih baik dengan mengeluarkan lebih sedikit usaha. Kegigihan (Persistence) menurut Ellys (2012: 19) umumnya digunakan oleh para peneliti sebagai sebuah ukuran motivasi. Kegunaan kegigihan sebagai sebuah ukuran motivasi dibatasi level keterampilan. Sejalan dengan keterampilan murid meningkat, seharusnya murid mampu berkinerja baik dengan waktu yang semakin singkat. Schunk (dalam Ellys, 2012: 19) menemukan bahwa semakin banyak soal aritmatika yang diselesaikan oleh anak-anak selama berlangsungnya jam pelajaran (yang mencerminkan usaha dan kegigihan), semakin banyak soal yang mereka selesaikan secara tepat pada posttes (sebuah ukuran prestasi). Kegigihan (Persistence) aberkaitan dengan jumlah waktu yang digunakan untuk mengerjakan sebuah tugas. Murid yang cenderung bersemangat dalam belajar lebih cenderung bersikap gigih, terutama ketika menghadapi hambatan. Kegigihan bergumna untuk mempertahankan aktivitas belajar dan kegigihan yang semakin besar menyebabkan level pencapaian semakin tinggi. Prestasi (achievement) menurut Pintrich (dalam Ellys, 2012: 19) dipandang sebagai sebuah indeks tidak langsung dari motivasi. Siswa yang memilih mengerjakan sebuah tugas, berusaha, dan bersikap gigih, cenderung berprestasi pada level yang lebih tinggi. Banyak studi penelitian memperoleh hubungan-hubungan positif antara prestasi dengan indeks-indeks motivasi pilihan tugas, usaha, dan kegigihan. 6 2.2 Metode Quantum Teaching Quantum teaching pertama kali dikembangkan oleh DePorter pada tahun 1992. Melalui lembaga Learning Forum, sebuah perusahaan pendidikan internasional di Amerika Serikat, DePorter mengembangkan Quantum Learning menjadi Quantum Teaching. Metode Quantum Teaching dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan menyenangkan, dengan cara melibatkan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajar melalui interaksi dalam proses pembelajaran. Quantum Teaching berasal dari dua kata yaitu "Quantum" yang berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya dan "Teaching" yang berarti mengajar. DePorter (2000: 5) mengungkapkan Quantum Teaching adalah orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar yang efektif yang dapat mempengaruhi kesuksesan siswa. Dengan demikian, Quantum Teaching berarti penggubahan bermacam-macam interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran. Istilah Quantum dalam Quantum teaching berasal dari hukum relativitas yang ditemukan oleh Albert Einstein dan membuat rumus yang sangat populer, yakni: E=MC2 E : Energi M : Massa M: Massa Dengan rumusan E=MC2 ini maka Quantum didefinisikan sebagai interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya, dengan kata lain interaksi-interaksi yang dimaksud dapat mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa. Konsep tersebut bila dimaknai dengan Quantum Teaching adalah E: energi (antusiasme, efektivitas pembelajaran, semangat), M: massa (semua individu yang terlibat materi, media, sarana fisik), C 2: Cahaya (interaksi; hubungan yang tercipta di kelas). 7 Metode Quantum Teaching dilukiskan mirip sebuah orkestra, dimana guru sedang memimpin konser saat berada di ruang kelas. Guru membutuhkan pemahaman terhadap karakter siswa yang berbeda-beda sebagaimana alat-alat musik yang berbeda pula. Quantum Teaching mengajarkan agar setiap karakter dapat memiliki peran dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga membawa kesuksesan belajar. Quantum Teaching menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar lewat pemanduan unsur seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah, apapun mata pelajaran yang anda ajarkan. Quantum Teaching dapat menggabungkan keistimewaankeistimewaan belajar menuju bentuk perencanaan pengajaran yang akan melejitkan prestasi siswa (DePorter, 2000: 3). Quantum Teaching menunjukan cara untuk menjadi guru yang lebih baik, metode ini dapat memberikan sebuah gaya mengajar yang efektif dan memberdayakan potensi siswa. Ciri utama dari strategi Quantum Teaching adalah menciptakan kenyamanan, membangun motivasi belajar, menyesuaikan materi belajar dengan kehidupan sehari-hari siswa, melibatkan segala modalitas belajar siswa seperti auditori, visualisasi, dan kinestetik. strategi ini juga sangat menekankan pada pribadi guru yang dapat menjadi mitra bagi siswa yaitu dalam hal memecahkan masalah dalam belajar, guru juga diarahkan supaya memberikan keteladanan yang baik selama pembelajaran seperti jujur, bertanggung jawab, dan integritas. Selain aktivitas pembelajaran, materi belajar juga dikemas sesederhana mungkin agar memudahkan siswa dalam menguasainya. 2.2.1 Asas Utama Quantum Teaching Asas utama Quantum Teaching adalah “Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dalam dunia mereka”. Asas utama Quantum teaching terletak pada kemampuan guru untuk menjembatani jurang antara dunia guru dan siswa. Hal ini akan 8 memudahkan guru membangun jalinan, menyelesaikan bahan pelajaran lebih cepat, membuat hasil belajar lebih melekat dan memastikan terjadinya pengalihan pengetahuan (DePorter, 2000: 84). Asas utama ini memberi pengertian bahwa langkah awal yang harus dilakukan oleh guru adalah memasuki dunia siswa terlebih dahulu. Guru harus bisa memasuki dunia siswa dengan cara mengaitkan apa yang dipelajari siswa dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi, atau akademis (DePorter, 2000: 7). Apabila kaitan ini sudah terbentuk, maka dengan mudah guru dapat mengantarkan dunianya kedalam dunia siswa. Siswa diajak untuk memasuki dunia yang lebih luas sehingga apa yang dipelajari dapat diterapkan pada situasi baru dalam kehidupannya. Guru harus mampu memahami karakter, minat, bakat dan pikiran setiap siswa, dengan demikian guru dapat lebih mudah memasuki dunia siswa. Guru harus berusaha agar tidak ada sekat-sekat yang membatasi antara dirinya dengan siswa, sehingga keduanya dapat berinteraksi dengan baik. Inilah hal pertama yang harus dilakukan oleh seorang guru, untuk mendapatkan izin (secara psikologis) untuk mengajar dan memimpin siswa.. Buddha merupakan guru yang memiliki keahlian dalam berkhotbah atau mengajarkan ajarannya. Buddha mampu memahami kecenderungan dan watak setiap makhluk yang dilatihnya, sehingga ajarannya mudah diterima dan dimengerti setiap pendengarnya. Kaharuddin (2004: 273) berpendapat bahwa, Buddha memiliki kemampuan untuk mengetahui kecenderungan serta watak yang baik dan buruk dari setiap individu. Buddha juga memiliki kemampuan mengetahui kekuatan dan kelemahan dari setiap individu. 9 Bhadantacariya Buddhaghosa (Ñanamoli, 1956: 102) mengemukakan dalam kitab suci Visudhimagga: “there are six kinds of temprament, that is, greedy temprament, hating temprament, deluded temprament, faithful temprament, intelligent temprament, and speculative temprament. Artinya, ada enam jenis temperamen yaitu, tempramen serakah, tempramen membenci, temperamen bodoh, tempramen setia atau watak yang mudah percaya atau yakin, tempramen cerdas, dan tempramen spekulatif atau watak yang tidak terkendali dan cemas. Enam tempramen atau watak ini dimiliki oleh setiap individu. Salah satu kisah kemahiran Buddha mentransformasikan ajarannya juga terdapat dalam Alavaka Sutta, Sutta Nipata (Saddatissa, 2003: 39) yaitu mengenai raksaksa Alavaka pemakan daging manusia yang ditaklukkan dengan cinta kasih, bukan dengan kekuatan gaib, kekerasan atau kebencian. Dengan penuh kesabaran Buddha mencoba masuk ke dunia rasaksa tersebut dengan mengikuti semua perintahnya serta menjawab semua pertanyaan yang diajukannya, sehingga pada akhirnya rasaksa tersebut berhasil ditaklukan. Kemampuan Buddha dalam memahami setiap watak memudahkannya untuk memberikan bimbingan dan metode yang sesuai terhadap kecenderungan masing-masing individu. Berdasarkan hal ini, guru Agama Buddha seyogyanya memahami latar belakang anak didiknya, sehingga tercipta jalinan penghubung untuk memasuki dunia siswa. 2.2.2 Prinsip-Prinsip Quantum Teaching Deporter (2000: 7) menyebutkan bahwa Quantum Teaching memiliki lima prinsip atau kebenaran tetap. Lima prinsip Quantum Teaching tersebut yaitu: 1) Segalanya Berbicara, 2) Segalanya Bertujuan, 3) Pengalaman sebelum pemberian nama, 4) Akui setiap usaha, dan 5) jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan. Segalanya berbicara bermakna bahwa segala hal dalam proses pembelajaran menyampaikan pesan tentang 10 belajar, dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru, dari kertas yang diberikan hingga rancangan belajar semuanya mengirim pesan untuk belajar. Segalanya bertujuan berarti semua yang guru lakukan memiliki tujuan. Tindakan atau ucapan apapun yang disampaikan guru di kelas harus memiliki makna dan tujuan. Dalam pembelajaran hendaknya siswa diberitahu apa tujuan mempelajari materi yang diajarkan, sehingga siswa berusaha untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Tujuan merupakan pedoman dalam mengambil tindakan dan perlakuan yang diberikan kepada siswa. Pengalaman sebelum pemberian nama berkaitan dengan pemahaman awal siswa sebelum mulai belajar. DePorter (2000: 91) berpendapat bahwa, pengalaman membangun keingintahuan siswa, menciptakan ikatan emosional dan menciptakan pertanyaan mental yang harus dijawab, seperti “mengapa?”, “Bagaimana?”, dan “Apa?”. Otak manusia berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi bila siswa telah mengalami informasi sebelum memperoleh nama atas apa yang mereka pelajari. Prinsip “Akui setiap usaha” adalah guru menghargai usaha siswa sekecil apapun agar siswa tidak mudah putus asa, serta sebagai bentuk pengakuan atas kecakapan untuk menumbuhkan kepercayaan diri. Belajar berarti melangkah keluar dari kenyamanan (DePorter, 2002: 8). Karenanya, guru harus mampu memotivasi siswa untuk belajar dan berani menemukan sesuatu yang baru. Jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan, guru harus memberikan penghargaan pada siswa yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Perayaan membangun keinginan untuk mengulang keberhasilan sehingga perlu dirayakan sesering mungkin. Pujian yang siswa dapatkan akan mendorong mereka tetap dalam keadaan 11 prima, artinya terdapat umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan emosi positif dalam belajar. DePorter (2000: 32), menjelaskan beberapa bentuk perayaan yang menyenangkan yang bisa digunakan atau diterapkan antara lain: 1) Tepuk tangan: teknik ini terbukti tidak pernah gagal memberikan inspirasi 2) Hore! Hore! Hore!: jika diberi aba-aba, semua anak berdiri dan berteriak senyaring mungkin, “Hore, Hore, Hore!” sambil mengayuhkan tangan ke depan dan ke atas. Cara ini mengasyikkan sekali jika dilakukan “bergelombang” ke seluruh ruangan. 3) Poster Umum: mengakui individu atau seluruh kelas, misalnya “Kelas Tiga Ngetop” 4) Kejutan: misalnya makanan, tak ada pekerjaan rumah, santai sepanjang pelajaran. Tetapi pastikan kejutan ini terjadi seara acak. Jangan membuat kejutan ini sebagai hadiah yang diharapkan siswa. Jadikan kejutan sebagai kejutan. Perayaan yang tepat akan memberikan motivasi bagi siswa. Siswa akan menanti kegiatan belajar, sehingga pendidikan mereka tidak hanya mencapai nilai tertentu. 2.2.3 Model Quantum Teaching Model Quantum Teaching hampir sama dengan sebuah simfoni yang memiliki banyak unsur. DePorter (2000: 8) mengemukakan bahwa unsur di dalam Quantum Teaching tersebut digolongkan menjadi dua bagian yaitu konteks dan isi. 2.2.3.1 Unsur Konteks Unsur Konteks adalah unsur-unsur yang meliputi pengalaman, yaitu tahap persiapan sebelum terjadinya interaksi di dalam kelas. Guru akan menemukan semua bagian yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesuksesan siswa. Berhubungan dengan konteks, ada empat aspek yang harus dipersiapkan yaitu; 1) suasana yang memberdayakan, 2) landasan yang kukuh, 3) lingkungan yang mendukung, dan 4) ancangan belajar yang dinamis. 12 Dalam kitab suci Udana, Nanda Sutta, (Ireland, 1995:50) Buddha berbicara Bhikkhu Nanda yang ingin berhenti menjadi bhikkhu karena masih mengingat mantan istrinya yang cantik. Buddha membimbing Bhikkhu Nanda dengan cara mengajaknya berkunjung ke surga Tavatimsa dan membandingkan bidadari di alam itu dengan kecantikan istrinya. Nanda pun mengatakan bahwa istrinya lebih mirip seekor kera yang hangus terbakar. Bhikkhu Nanda pada akhirnya berhasil merealisasi tingkat kesucian tertinggi dan terbebas dari nafsu keinginan rendah, bahkan terhadap bidadari yang dijanjikan oleh Buddha (Ireland, 1995: 50). Kisah ini menunjukkan bahwa Buddha sangat memahami karakteristik seseorang serta mampu memanfaatkan interaksi dan lingkungan sebagai upaya memberi motivasi. Rancangan belajar yang dinamis merupakan penciptaan terarah unsur-unsur penting yang menimbulkan minat siswa, mendalami makna, dan memperbaiki proses tukar menukar informasi. Kerangka perancangan Quantum Teaching ini dikenal dengan istilah TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan). Rancangan dalam bagian ini merupakan salah satu unsur yang melandasi Quantum Teaching. “Tumbuhkan” yang dimaksud adalah suatu upaya merangsang minat belajar dengan memuaskan rasa ingin tahu siswa dalam bentuk “Apakah Manfaatnya BAgiKu “(AMBAK). Guru harus mampu menumbuhkan interaksi dan suasana yang menyenangkan di hati siswa dalam suasana rileks. Belajar adalah suatu kebutuhan siswa, bukan suatu keharusan. Guru harus mampu meyakinkan alasan siswa mempelajari hal baru, agar siswa termotivasi untuk belajar. Rancangan yang kedua yaitu “Alami”, yang berarti guru harus mengetahui cara terbaik agar siswa memahami informasi baru yang dipelajarinya, dengan menciptakan dan mendatangkan pengalaman langsung yang dapat dimengerti semua siswa. Rancangan 13 yang keempat yaitu “Namai”, berarti suatu upaya membuat sebutan yang sederhana untuk sesuatu yang kompleks sehingga lebih mudah diingat dan dimengerti. Guru perlu memberikan pengantar terhadap materi yang hendak disampaikan agar ada informasi pendahulu yang bisa diterima oleh siswa. Guru harus menyediakan kata kunci, konsep, model atau rumus terlebih dahulu untuk diberikan kepada siswa, membuat sesuatu yang sulit menjadi lebih mudah. Siswa memiliki kemampuan yang beragam, akan tetapi kebanyakan siswa tidak punya keberanian untuk menunjukkannya. Dalam kondisi ini guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendemonstrasikan kemampuannya, serta memotivasi agar siswa lebih percaya diri. Melalui pengalaman belajar siswa akan lebih mengerti dan mengetahui bahwa dia memiliki kemampuan yang cukup untuk diterapkan dalam proses pembelajaran dan dalam kehidupannya. Kerangka perancangan Quantum Teaching yang kelima yaitu “Ulangi”, guru harus menunjukkan kepada siswa bagaimana cara mengulang materi dengan efektif. Pengulangan materi akan sangat membantu siswa mengingat materi yang diberikan oleh guru. Pengulangan memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan keyakinan bahwa siswa telah mengerti. Jadi, pengulangan harus dilakukan secara multimodalitas dan multikecerdasan. Kerangka perancangan Quantum Teahing yang terakhir yaitu Rayakan. DePorter (2000: 93) berpendapat bahwa, perayaan bisa memperkuat motivasi belajar untuk mencobanya berulang-ulang. Perayaan adalah ekspresi dari kelompok seseorang yang telah berhasil mengerjakan sesuatu tugas atau kewajiban dengan baik. Memberi pengakuan sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis belajar siswa. 14 Unsur konteks benar-benar menciptakan rasa saling memiliki dan penghargaan antara guru. Kelas akan menjadi komunitas belajar, tempat yang dituju para siswa dengan senang hati, bukan karena keterpaksaan. Unsur konteks merupakan persiapan sebelum mengajar, sedangkan unsur isi merupakan cara menyajikan materi yang sudah dipersiapkan. 2.2.3.2 Unsur Isi Unsur isi yaitu penyajian informasi, keterampilan penyampaian berbagai macam kurikulum, dan strategi dalam mengajar. Unsur isi merupakan tahap pelaksanaan interaksi belajar, hal-hal yang berhubungan dengan bagian ini adalah: 1) presentasi yang prima, 2) fasilitas yang luwes, 3) keterampilan belajar, dan 4) keterampilan hidup 2.3 Jenis dan Desain Penelitian Penelitan ini adalah jenis pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Arikunto (2007: 109) menjelaskan bahwa PTK mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakan dengan penelitian yang lain yaitu masalah yang diangkat adalah masalah yang dihadapi oleh guru di kelas dan adanya tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas. PTK dalam penelitian ini didominasi dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menekankan analisis deskriptif dalam menyajikan data hasil penelitian. Penelitian ini terdiri dari perencanaan, implementasi atau pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi yang merupakan satu siklus. Hasil refleksi pada siklus I akan digunakan untuk memecahkan masalah pada siklus II dan seterusnya. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak tiga siklus. 15 2.4 Gambaran Umum Sekolah Dasar Swasta (SDS) Ehipassiko Sekolah Ehipassiko berdiri sejak 2005 di Jl. Letjen Soetopo Kav. B1-2 Sektor XI 4 BSD Tangerang Selatan, Banten. Jenjang pendidikan di sekolah Ehipassiko yaitu Kelompok Bermain, TK, SD, SMP, dan SMA. Sekolah Ehipassiko berstatus swasta dengan tanah dan bangunan milik sendiri. Kurikulum sekolah berbasis National Plus, Multilingual (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) dengan akreditasi nilai A untuk SD. Nama Ehipassiko diambil dari bahasa pali yang artinya “Datang Lihat dan Buktikanlah”. Sekolah Ehipassiko diharapkan dapat menjadi simbol bagi menyatunya intelegensi dan kemuliaan hati serta sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Sekolah Ehipassiko menitikberatkan pada pembentukan karakter bagi anakanak didiknya. Visi Sekolah Ehipassiklo adalah menjadi lembaga pendidikan Buddhis yang unggul dalam Dharma, Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan, Sumber Daya Manusia (SDM), serta pelayanan dalam rangka mencerdaskan anak-anak bangsa. Misi SDS Ehipassiko yaitu: 1) menjadi sekolah Buddhis Nasional yang memberikan pendidikan Budi Pekerti dan pengajaran berwawasan “Lingkungan”, 2) membentuk manajemen dan SDM yang kompeten, 3) memfasilitasi sarana-prasarana pendidikan yang memadai, 4) Berkontribusi serta berperan aktif dalam menjaga Buddha Dharma, 5) membangun citra sekolah sebagai mitra masyarakat. 2.5 Deskripsi Hasil Data Penelitian Data penelitian meliputi hasil pelaksanaan metode Quantum Teaching yang terdiri dari langkah TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan). Aspek TANDUR dalam Quantum Teaching dilaksanakan dengan siklus melelui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, 16 pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Metode Quantum Teaching digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang terdiri dari delapan indikator yaitu pilihan tugas (choice of task), usaha (effort), kegigihan (persistence), prestasi (achievement), perhatian (attentions), relevansi (relevance), kepercayaan diri (confidence), dan kepuasan (satisfactions). 2.6 Pembahasan Hasil Penelitian Pembahasan yang akan disampaikan berkenaan dengan efektivitas metode pembelajaran Quantum Teaching yang sudah diterapkan melalui langkah pembelajaran TANDUR terhadap delapan indicator Motivasi belajar siswa. Metode Quantum Teaching yang diterapkan melalui langkah pembelajaran TANDUR mampu meningkatkan motivasi belajar siswa antarsiklus. Skor motivasi belajar siswa pada siklus I, II, dan III masing-masing sebesar 27,75; 28,50; dan 29,25. Grafik peningkatan motivasi belajar siswa dapat dilihat pada gambar berikut ini. 29,5 29 28,5 28 27,5 27 26,5 26 Siklus I Siklus II Siklus III Gambar 4 Peningkatan Motivasi Belajar Antarsiklus 17 III. PENUTUP 3.1 Simpulan Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: 3.1.1 Metode Quantum Teaching yang diterapkan melalui langkah pembelajaran TANDUR mampu meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IV di SDS Ehipassiko terhadap pelajaran Pendidikan Agama Buddha antar siklus. Skor motivasi belajar siswa pada siklus I, II, dan III masing-masing sebesar 27,75; 28,50; dan 29,25. 3.1.2 Proses pembelajaran dengan metode Quantum Teaching lebih menyenangkan dan menarik. Siswa terlihat aktif, percaya diri, antusias, dan bersemangat dalam pembelajaran Pendidikan Agama Buddha. 3.1.3 Metode Quantum Teaching dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa. Peningkatan hasil belajar kognitif siswa diperlihatkan dari nilai rata-rata yang semula 60 meningkat menjadi 74. 3.2 Saran Hasil penelitian yang membuktikan adanya dampak yang positif antara metode Quantum Teaching dengan peningkatan motivasi belajar siswa khususnya pada pembelajaran Agama Buddha di SDS Ehipassiko, maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut: 3.2.1 Guru SDS Ehipassiko dapat menggunakan metode pembelajaran Quantum Teaching agar motivasi dan hasil belajar siswa meningkatkan sehingga mencapai kompetensi dasar yang ditargetkan. 3.2.2 Siswa selalu antusias dalam proses pembelajaran, percaya diri berpendapat, berkomunikasi dan berkerjasama, mengaktualisasikan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat memperoleh manfaat langsung. 18 3.2.3 Siswa lebih meningkatkan motivasi belajar, sebab terbukti bahwa siswa yang memiliki hasil belajar yang baik adalah siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi. DAFTAR PUSTAKA Chaniago, Amran YS. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia. DePorter. 2000. Quantum Teaching Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung: Penerbit Kafia PT Mizan Pustaka. Ireland, John D. 1995. Udana: The Udana. Yogyakarta: Vidyasena. Iskandarwassid & Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Kaharudin, P.J. 2004. Kamus Umum Buddha Dharma. Jakarta: Tri Sattva Buddhist Centre. Nanamoli, 1956. The Path Of Farification (Visudhimagga). London: The Pali Text Society. etikan Anguttara Nikaya: Numerical Discourse Of The Buddha. 2003. tr. Nyanaponika Thera dan Bhikkhu Bodhi. Klaten: Vihara Bodhivamsa Wisma Dhammaguna Purwanto,Ngalim.2007. PsikologiPendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Saddatissa, 2003. Sutta Nipata. Klaten: Vihara Buddhavamsa. Sardiman, A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Grafindo Persada. Slavin, Robbert E. 2004. Psikologi Pendidikan Teori Dan Praktek. Jakarta Barat: PT Indeks. Tim Penerjemah Kitab Suci Agama Buddha. 2002. Dhammapada Sabda-sabda Sang Buddha. Jakarta: Dewi Kayana Abadi. Tjo, Ellys. 2013. Motivasi dalam Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Aplikasi: Motivations In Educations Theory, Reaserch, And Applications Third Editions. Vol. 3. Walgito, Bimo. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta.