Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL OLEH PENYIDIK UNIT PPA SATUAN RESKRIM BERBASIS KEADILAN RESTORATIF DI KABUPATEN KENDAL Agil Widiyas Sampurna1, Suteki2 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ABSTRAK Kasus pelecehan seksual seperti persetubuhan dan pencabulan yang terjadi di kabupaten Kendal sudah semakin marak dan mengkhawatirkan karena sudah sangat memungkinkan tindak pidana tersebut dilakukan oleh anak. Hal tersebut terjadi karena mudahnya akses pornografi melalui internet yang kemudian ditiru dan dipraktekkan oleh anak tersebut. Hal itu terbukti dengan adanya anak dibawah umur 12 (dua belas) tahun melakukan pelecehan seksual di kabuapten Kendal pada tahun 2015 dan akhirnya anak tersebut di vonis putusan pidana penjara oleh hakim, dimana hal tersebut tidak sesuai dengan sistem peradilan pidana anak. Sehingga, perlu dilakukan terobosan hukum dalam sistem peradilan pidana yang ada khususnya penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian sebagai garda terdepan dalam penaganan tindak pidana berkaitan dengan anak. Metode pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan Socio-Legal Research, sebagai suatu pendekatan alternatif yang menguji studi doktrinal terhadap hukum. Domain tersebut terdiri dari, Mengapa penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual oleh penyidik unit PPA cenderung mengikuti penyidikan konvensional dan tidak berbasis keadilan restoratif di kabupaten Kendal. Dan Bagaimana dampak dari penyidikan tersebut, serta Bagaimana konsep baru penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual oleh penyidik unit PPA yang berbasis keadilan restoratif. Hasil peneltian bahwa penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual oeh penyidik unit PPA cenderung mengikuti penyidikan konvensional karena ada alasan yang mendorong baik secara internal maupun eksternal, dampaknya dapat mengenai anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual, aparat penegak hukum yang terlibat dalam perkara tersebut, dan hukum acara terkait proses penanganan anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual khususnya dalam penyidikan. Konsep baru tentang penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual oleh penyidik unit PPA yang berbasis keadilan restoratif, yaitu melalui sistem penegakan hukum satu atap/one roof enforcement system (ORES) dengan beberapa persyaratan yang harus diperhatikan sehingga penyidik unit PPA dapat menerapkan konsep baru penyidikan melalui sistem tersebut. Kata Kunci : Anak; Keadilan Restoratif; Penyidik; Penyidikan; Unit PPA 1 2 Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum UNDIP Penulis Kedua, Penulis Koresponden 145 Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Pendahuluan begitu pesat membawa dampak para pendatang Masyarakat Indonesia saat ini berada pada kurang memperhatikan kabupaten karakter budaya situasi dan kondisi sebagai masyarakat transisi, masyarakat Kendal sehingga yang mana situasi masyarakatnya beralih dari menimbulkan dampak sosial dalam kehidupan sistem pemerintahan yang otoriter ke demokrasi bermasyarakat. melalui proses yang disebut reformasi. Adanya Dampak yang paling terasa sebagai akibat dari perubahan transisi tersebut juga berpengaruh pada perubahan sosial yang sangat cepat menuju perkembangan kehidupan yang berawal dari modernisasi adalah masalah perilaku delikuensi kehidupan kehidupan anak. Masalah perilaku delikuensi anak secara modernisme, yang membawa dampak signifikan umum di Indonesia masih merupakan gejala sosial terhadap tata nilai sosiokultural pada sebagian dan telah menimbulkan kekhawatiran dikalangan besar masyarakat, seperti daerah yang sedang orang tua pada khususnya dan masyarakat pada berkembang dan tata letaknya berbatasan dengan umumnya. Bentuk-bentuk perilaku delikuensi anak kota besar. seperti tradisional menuju Kabupaten Kendal adalah salah satu kabupaten penyalahgunaan narkoba, pencurian, pemerkosaan, penganiayaan, tawuran, geng motor di Jawa Tengah dan merupakan kabupaten muncul penyangga kota Semarang sebagai ibukota menunjukkan sebagai masalah aktual yang khas di provinsi Jawa Tengah di berbagai aspek kehidupan setiap zamannya oleh karenanya menarik untuk khususnya letaknya ditelaah. Masalah perilaku deikuensi anak yang berbatasan langsung dengan kota Semarang, saat ini marak terjadi di kabupaten Kendal adalah berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pergaulan yang berakibat terjadinya pelecehan per tahun 2015 kabupaten Kendal memiliki jumlah seksual, dimana bentuknya seperti persetubuhan penduduk 952.966 jiwa dengan luas wilayah dan pencabulan. aspek ekonomi karena kepermukaan. Gejala tersebut Persetubuhan dan pencabulan yang terjadi di 1002,23 km2.3 Posisi kabupaten Kendal sebagai telah kabupaten Kendal untuk pelakunya didominasi oleh mendorong banyak orang dari luar kota atau luar anak-anak dan korbannya juga anak-anak dengan pulau Jawa untuk mencari rezeki dan menanam ditunjukkan dari data laporan kasus persetubuhan investasi. Namun demikian, para pendatang dan pencabulan yang ada di Kepolisian Resor tersebut ditengarai membawa karakter budaya (Polres) Kendal, tahun 2014 terjadi 22 kasus yang dimiliki dan perkembangan teknologi yang persetubuhan dan pencabulan dimana jumlahnya kabupaten penyangga perekonomian 10 kasus persetubuhan dan 12 kasus pencabulan, 3Lihat Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kendal online (http://kendalkab.bps.go.id/home) pada tanggal 09 Oktober 2016. kemudian tahun 2015 terjadi 31 kasus persetubuhan dan pencabulan dimana jumlahnya 146 Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro 10 kasus persetubuhan dan 21 kasus pencabulan PPA Satuan Reskrim Polres Kendal menerima dengan pelakunya mayoritas adalah anak-anak, laporan bahwa telah terjadi pencabulan yang selanjutnya tahun 2016 sampai dengan bulan dilakukan oleh anak-anak dan korbannya juga September terjadi 24 kasus persetubuhan dan anak-anak. Pelaku anak tersebut berjumlah 2 orang pencabulan atas dimana jumlahnya 10 kasus nama KHOIRUL UMAM dan AJIB persetubuhan dan 14 kasus pencabulan, jadi rata- DARMAWAN, saat melakukan perbuatan tersebut rata setiap bulannya Polres Kendal menerima pelaku berusia 11 tahun 6 bulan dimana status laporan 2 kasus persetubuhan dan pencabulan. pelaku masih sebagai siswa kelas X di SMP Negeri Latar belakang atau penyebab terjadinya kasus 3 Kendal, kemudian untuk korban atas nama persetubuhan dan pencabulan yang pelakunya ANGGRAYANI ADINDA RAMADHANI berusia 6 anak-anak adalah perkembangan terknologi yang tahun dan statusnya sebagai siswa kelas 2 di SD memudahkan anak-anak mengakses situs-situs Sukodono Kendal. Pelaku melakukan pencabulan porno melalui internet dan kurangnya pengawasan kepada korban sebanyak 4 kali dimana yang dari orang tua karena mayoritas orang tua dari pertama pada bulan Mei 2015 dan yang terakhir anak-anak tersebut berkeja di luar negeri sebagai pada bulan juni 2015 dengan semua pencabulan tenaga kerja Indonesia di negara lain. Dari tersebut dilakukan di dalam kamar kakak pelaku penjelasan data diatas bahwa pelaku kasus dalam rumah pelaku di dusun Karangmalang Rt 01 persetubuhan wilayah Rw 01 Kelurahan Sukodono Kecamatan Kota kabupaten Kendal adalah dimungkinkan anak-anak Kendal Kabupaten Kendal. Pelaku dan korban karena mudahnya akses situs-situs porno di masih memiliki hubungan keluarga yaitu nenek internet bagi anak-anak yang mana melihat dari korban kakak beradik dengan ayah pelaku dan situs-situs porno tersebut anak-anak mencontoh rumah pelaku bersebelahan dengan rumah korban, dan melakukan perbuatan pelecehan seksual. kemudian pelaku mengetahui perbuatan cabul Sehingga diperlukan prosedur penanganan hukum tersebut dari internet saat pelaku bermain internet yang benar dan terpadu antara kepolisian, di warnet. dan pencabulan di kejaksaan dan pengadilan dengan memperhatikan Proses penyidikan dilakukan oleh Unit PPA hak-hak anak khususnya dimulai dari proses Satuan Reskrim Polres Kendal karena pihak orang penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian tua korban sangat tidak menerima perbuatan sebagai garda terdepan dalam sistem peradilan pelaku dan menginginkan pelaku di proses sesuai pidana. dengan hukum yang berlaku. Sistem peradilan Hal ini ditunjukkan adanya kasus yang ditangani pidana terhadap anak yang melakukan pelecehan oleh unit PPA Satuan Reskrim Polres Kendal, yaitu seksual pun berjalan sampai dengan persidangan pada tanggal 10 bulan Agustus tahun 2015, Unit dan putusan oleh pengadilan mendasari tuntutan 147 Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dari kejaksaan dimana putusannya yaitu pelaku pelecehan seksual tersebut mendapatkan vonis atas nama KHOIRUL UMAM dinyatakan terbukti hukuman pidana penjara dan hal tersebut sangat secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan bertolak belakang dengan amanat Undang-Undang tindak pidana dengan sengaja mengancam anak Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan untuk melakukan beberapa perbuatan cabul yang Pidana Anak yang mengutamakan pendekatan dipandang berlanjut keadilan restoratif terhadap anak yang berhadapan sebagaimana dakwaan alternatif kedua dari dengan hukum dalam hal ini sebagai pelaku tindak penuntut umum, menjatuhkan pidana terhadap pidana. anak tersebut dengan pidana penjara di Lapas rumusan/konsep pelaksanaan proses penyidikan Anak Kutoarjo selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) yang tidak konvensional dan sesuai dengan hukum bulan, menetapkan agar anak menjalani pelatihan acara sistem peradilan pidana anak bagi penyidik kerja pada lembaga pelatihan kerja selama 6 kepolisian dalam menangani perkara yang mana (enam) bulan dan AJIB DARMAWAN dinyatakan pelaku tindak pidana pelecehan sesksual adalah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah anak. Diharapkan Polisi tidak hanya mewujudkan melakukan tercapainya sebagai tindak perbuatan pidana dengan sengaja Maka dari tujuan itu, perlu penegakan hukum adanya yaitu mengancam anak untuk melakukan beberapa keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan, perbuatan cabul sebagai namun juga mampu mewujudkan keadilan restoratif perbuatan berlanjut dakwaan bagi anak yang berhadapan dengan hukum alternatif kedua dari penuntut umum, menjatuhkan sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual pidana terhadap anak tersebut dengan pidana dengan menjadi polisi responsif, yakni secara penjara di Lapas Anak Kutoarjo selama 2 (dua) konseptual mengutamakan tujuan bukan prosedur tahun dan 6 (enam) bulan, menetapkan agar anak saja serta tidak terkungkung oleh aturan, sehingga menjalani pelatihan kerja pada lembaga pelatihan menjadi polisi progresif yang tidak menabukan kerja selama 3 (tiga) bulan harus menjalani diskresi yang valid dalam pelaksanaan tugasnya hukuman penjara di Lembaga Pemasyarakatan termasuk tugas sebagai garda pertama dalam Anak. penanganan tindak pidana berkaitan dengan anak.4 yang dipandang sebagaimana Penanganan perkara tersebut menunjukkan Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka penulis penyidikan konvensional sebagaimana Peraturan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Kabareskrim Polri Nomor 3 tahun 2014 tentang Pelecehan Seksual Oleh Penyidik Unit PPA Standar Satuan Reskrim Berbasis Keadilan Restoratif Di Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana, sehingga memberikan dampak kepada anak sebagai pelaku tindak pidana tertarik untuk Kabupaten Kendal. 4Suteki. 148 Opcit. hlm 67 meneliti Penyidikan bahwa pihak kepolisian menerapkan proses Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Sesuai dengan latar belakang permasalahan masyarakat melalui pola tingkah laku warganya5. yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan Hal ini berarti hukum sangat dipengaruhi oleh permasalahannya adalah faktor-faktor non hukum seperti : nilai, sikap, dan 1. Mengapa penyidikan terhadap anak sebagai pandangan masyarakat yang biasa disebut dengan pelaku tindak pidana pelecehan seksual oleh kultur/budaya hukum. Adanya kultur/budaya hukum penyidik unit PPA satuan reskrim di kabupaten inilah yang menyebabkan perbedaan penegakan Kendal masih cenderung mengikuti penyidikan hukum di antara masyarakat yang satu dengan konvensional yang tidak berbasis keadilan masyarakat lainnya6. Oleh karena itu, teori tersebut restoratif ? digunakan untuk menganalisa penyidik Unit PPA 2. Bagaimana dampak dari penyidikan terhadap Satuan Reskrim dalam melaksanakan penyidikan anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana seksual oleh penyidik unit PPA satuan reskrim pelecehan seksual harus memperhatikan dan yang tidak didasarkan kepada keadilan restoratif mempedomani tata cara dan melihat tindak pidana di kabupaten Kendal? tersebut secara komprehensif/dari segala sisi yang 3. Bagaimana konsep baru tentang penyidikan mana harus membedakan proses penyidikannya terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dengan orang dewasa sebagaimana yang diatur pelecehan seksual oleh penyidik unit PPA yang dalam undang-undang sistem peradilan pidana berbasis keadilan restoratif ? anak dengan mengutamakan pendekatan keadilan Penelitian menggunakan beberapa teori dan restoratif. konsep yaitu teori budaya hukum, teori bekerjanya Penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak hukum, teori penegakan hukum, teori tujuan pidana pelecehan seksual tentunya berbeda hukum, konsep dampak, konsep sistem peradilan dengan orang dewasa sebagai pelakunya dan hal pidana, konsep sistem penegakan hukum satu tersebut akan memberikan dampak tersendiri atap/one roof enforcement system (ORES) dan sebagaimana dijelaskan tentang dampak adalah konsep keadilan restoratif. pengaruh kuat yang mendatangkan akibat, baik Teori budaya hukum menjelaskan bahwa hukum akibat positif maupun akibat negatif. Pengaruh pada dasarnya tidak hanya sekedar rumusan hitam sendiri adalah suatu keadaan dimana ada di atas putih saja sebagaimana yang dituangkan hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat dalam berbagai bentuk peraturan perundang- antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang undangan, tetapi hendaknya hukum dilihat sebagai dipengaruhi.7 Dampak yang ditimbulkan tersebut suatu gejala yang dapat diamati dalam kehidupan Ishaq. Opcit. hlm 10 Loc.cit 7 Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia online, (http://www.kbbi.web.id) pada tanggal 09 Oktober 2016 5 6 149 Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dapat berpengaruh kepada anak yang melakukan kedamaian pergaulan hidup.8 Oleh karena itu, tindak pidana pelecehan seksual tersebut, aparat penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak penegak hukum yang terlibat dalam perkara pidana pelecehan seksual harus menggunakan tersebut, bahkan hukum acara dalam proses pendekatan keadilan restoratif, sehingga digunakan penyidikan tindak pidana pelecehan seksual konsep tersebut. digunakan konsep sistem peradilan pidana yang keadilan restoratif. Kemudian juga Hal itu terlihat dari perkara yang telah diangani mana menyebutkan komponen-komponen dalam oleh unit PPA sat reskrim Kendal sehingga anak sistem tersebut wajib untuk bekerjasama seperti sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga mendapatkan vonis hukuman pidana penjara dari pemasyarakatan dengan mengkhususkan melalui hakim, menunjukkan bahwa hal tersebut tidak konsep sistem penegakan hukum satu atap/one sesuai dengan amanat yang ada terkait berkejanya roof hukum khususnya bagi anak dalam undang-undang menempatkan pengawas, penyidik, dan penuntut di No. 11 tahun 2012 dan bukanlah penegakan bawah satu atap9. Selanjutnya digunakan juga teori hukum yang sesuai bagi anak yang melakukan tujuan hukum yang mana tujuan hukum yang tindak pidana. Sehingga, dicermati adanya vonis dimaksud adalah untuk mencapai kemanfaatan hukuman dalam perkara tersebut menunjukkan yang sebesar-besarnya tanpa menyampingkan terdapat hal-hal yang mempengaruhi sebagaimana aspek keadilan distributif10, dimana keadilan teori bekerjanya hukum menjelaskan bahwa basis distributif tidak menekankan pada persamaan bekerjanya hukum adalah masyarakat, maka tentang apa yang didapat, melainkan menekankan hukum akan dipengaruhi oleh faktor-faktor atau pada perimbangan antara apa yang didapat kekuatan sosial mulai dari tahap pembuatan dengan apa yang seharusnya didapat sesuai sampai dengan pemberlakuan, dengan serta dalam enforcement latar system belakang (ORES), yang dimiliki yaitu baik penegakan hukumnya juga dipengaruhi oleh faktor- pendidikan, kemampuan, kedudukan, kekayaan, faktor sebagaimana dijelaskan teori penegakan kelahiran dan sebagainya (proporsional).11 hukum bahwa menurut Soerjono Soekanto, Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam Ishaq. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta. Sinar Grafika. 2008. hlm 244 kaedah-kaedah 9Ismail yang mantap dan 8 mengejawantahkan dan sikap tindak sebagai Rumadan, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 3, Nomor 3 Nopember 2014. Puslitbang Hukum dan Peradilan MA RI. hlm 243-252 rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk 10 menciptakan, memelihara, dan mempertahankan S. Juhaya Praja. Teori Hukum dan Aplikasinya. Bandung. CV. Pustaka Setia. 2011. hlm 179 11 150 Loc.cit Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Permasalahan pertama, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro yaitu mengapa Metode Penelitian penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak Metode pendekatan yang digunakan penulis pidana pelecehan seksual oleh penyidik unit PPA adalah pendekatan socio-legal research, yaitu satuan reskrim di kabupaten Kendal masih suatu pendekatan alternatif yang menguji studi cenderung mengikuti penyidikan konvensional yang doktrinal terhadap hukum. Kata “socio” dalam tidak berbasis keadilan restoratif, dianalisis dengan socio-legal studies mencerminkan keterkaitan antar menggunakan teori budaya hukum dan aturan yang konteks dimana hukum berada (an interface with a mengatur tentang penyidikan seperti KUHAP, context within which law exists).12 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang bersifat deskriptif analitis. Dalam penelitian ini manajemen Peraturan menggambarkan masalah dan fakta yang berkaitan Kabareskrim Nomor 3 Tahun 2014 tentang standar dengan penyidikan terhadap anak sebagai pelaku operasional prosedur pelaksanaan penyidikan tindak pidana pelecehan seksual oleh penyidik unit tindak pidana di lingkungan POLRI. PPA satuan reskrim berbasis keadilan restoratif di penyidikan, dan Penelitian ini Permasalahan kedua, yaitu tentang bagaimana kabupaten Kendal. Jenis Data yang digunakan data dampak dari penyidikan terhadap anak sebagai primer dan Data sekunder. Teknik pengumpulan pelaku tindak pidana pelecehan seksual oleh data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk penyidik unit PPA satuan reskrim yang tidak mendapatkan data dalam suatu penelitian. Dalam didasarkan kepada keadilan restoratif di kabupaten pengumpulan data ini dapat diperoleh dari hasil Kendal, dianalisis dengan menggunakan teori observasi, bekerjanya hukum, teori penegakan hukum, dan gabungan/triangulasi.13 wawancara, dokumentasi, dan konsep dampak. Permasalahan ketiga, yaitu tentang bagaimana konsep baru tentang penyidikan Pembahasan A. Alasan yang Mendorong Penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana pelecehan seksual oleh penyidik unit PPA yang Pelecehan Seksual oleh Penyidik Unit PPA berbasis keadilan restoratif, dianalisis dengan Satuan Reskrim di Kabupaten Kendal menggunakan teori tujuan hukum, konsep Cenderung Mengikuti Penyidikan keadilan restorative, konsep sistem peradilan pidana, dan konsep sistem penegakan hukum satu atap/one roof enforcement system (ORES). Banakar, Reza dan Max Travers. Law, Sociology and Method dalam Reza Banakar & Max Travers (ed). Theory and Method in Socio-Legal Research. Onati: Hart Publishing Oxford and Portland Oregon. 2005. hlm 26 12 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta. 2009. hlm 225 13 151 Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Konvensional Yang Tidak Berbasis Keadilan serta Restoratif terhadap perkara anak tersebut. mengatur khusus terkait penanganan Penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak Oleh karena itu, dapat dikatakan penyidikan pidana pelecehan seksual oleh unit PPA sat terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana reskrim di polres Kendal cenderung mengikuti pelecehan seksual oleh unit PPA sat reskrim polres penyidikan konvensional yang tidak berbasis Kendal keadilan restoratif. Hal tersebut ditunjukkan adanya mengedepankan pendekatan keadilan restoratif penanganan perkara pelecehan seksual dengan sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 11 tersangka anak dibawah umur 12 (dua belas) tahun Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak atas dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 nama KHOIRUL UMAM dan AJIB masih konvensional dengan Pelaksanaan tidak DARMAWAN mendapatkan vonis hukuman penjara tentang Pedoman Diversi dan di penjara anak kutoarjo masing-masing selama 3 Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan 2 (dua) tahun 6 Belas) Tahun yang telah ditetapkan. (enam) bulan, yang mana proses penyidikan yang Sesuai dengan pasal 21 ayat 1 dalam Undang- dilakukan oleh penyidik unit PPA sesuai dengan Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Peradilan Pidana Anak dan Pasal 67 dalam Hukum Acara Pidana, Peraturan Kapolri Nomor 14 Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Dan tentang Pedoman Peraturan Kabareskrim Polri Nomor 3 Tahun 2014 Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua tentang Standar Operasional Prosedur Penyidikan Belas) Tahun bahwa “dalam hal anak yang belum Tindak Pidana, namun tidak sesuai dengan hukum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau acara pidana anak sebagaimana yang ada dan diduga tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 11 pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak profesional dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 menyerahkannya kembali kepada orang tua/ wali; tentang Pedoman atau Pelaksanaan Diversi dan melakukan Pelaksanaan tindak mengambil mengikutsertakannya Diversi dan pidana, keputusan dalam penyidik, untuk: program Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di Belas) Tahun. Artinya, bahwa penyidik unit PPA instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang Sat Reskrim Polres Kendal kurang memahami dan menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di mempedomani aturan penanganan terhadap anak tingkat pusat maupun daerah, untuk waktu paling yang melakukan tindak pidana pelecehan seksual lama 6 (enam) bulan”. hanya dengan mendasari aturan lama yang ada Berdasarkan kondisi fakta dan aturan yang ada dan belum menerapkan aturan hukum yang baru tersebut, maka dapat dikatakan bahwa ada alasan 152 Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro atau argumentasi yang mendorong penyidikan aturan yang baru tentang penanganan perkara cenderung tidak berbasis keadilan restoratif baik anak sebagai pelaku tindak pidana dalam hal ini secara internal maupun eksternal, sehingga penulis peraturan pemerintah nomor 65 tahun 2015 akan menganalisa faktor internal maupun faktor tentang pedoman pelaksanaan diversi dan eksternal dan memanfaatkan teori budaya hukum. penanganan anak yang belum berumur 12 (dua Dicermati, bahwa faktor internal merupakan faktor belas) tahun yang mempengaruhi dari dalam organisasi penyidik 2) Dari sisi sistem, terdapat beberapa faktor yaitu: unit PPA sat reskrim dan faktor eksternal adalah a) Aturan penyidikan terhadap anak yang khusus faktor yang mempengaruhi penyidik unit PPA dari diatur dalam lingkungan organisasi kepolisian lingkungan sekitar penyidik. Adapun faktor-faktor sebagaimana tata cara penyidikan dalam tersebut antara lain: undang-undang sistem peradilan pidana anak belum ada, karena aturan yang ada dan a. Faktor Internal dipedomani penyidik sekarang masih terkait 1) Sisi sumber daya manusia, terdapat beberapa penyidikan secara umum yaitu Peraturan faktor yaitu: a) Penyidik Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang unit PPA belum memahami Manajemen Penyidikan, dan Peraturan sepenuhnya tata cara penyidikan terhadap anak Kabareskrim Polri Nomor 3 Tahun 2014 tentang sebagai pelaku tindak pidana pelecehan Standar seksual, karena belum mengikuti pendidikan Tindak Pidana kejuruan tentang pelayanan perempuan dan Operasional Prosedur Penyidikan b) Fokus kegiatan atau pengkhususan kegiatan anak; tentang pelatihan pelayanan perempuan dan b) Penyidik unit PPA belum mengetahui peraturan perundang-undangan yang baru anak sebagai kaderisasi penyidik di satuan tentang reskrim polres Kendal belum ada, karena penanganan hukum terhadap anak dalam hal ini program latihan peningkatan kemampuan fungsi peraturan pemerintah nomor 65 tahun 2015 reskrim yang ada di sub bagian latihan bagian tentang pedoman pelaksanaan diversi dan sumber daya manusia polres Kendal tidak penanganan anak yang belum berumur 12 (dua masuk dan diatur secara khusus dalam program belas) tahun, karena tidak ada sosialisasi atau tersebut. pemberitahuan tentang aturan tersebut oleh 3) Dari sisi budaya, penyidik unit PPA belum bagian hukum kepada penyidik unit PPA. mampu memberikan kemudahan prosedur c) Pengawas penyidik belum berperan secara maksimal sebagaimana mestinya, dalam pelayanan penanganan perkara anak karena sebagai pelaku tindak pidana yang berlanjut pengawas penyidik juga belum memahami sampai persidangan, karena penyidik masih 153 Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro beranggapan penanganan anak tersebut adalah hukum sebagai suatu sistem dimana pedomanan hal yang sama dan biasa seperti penanganan penegakan hukum didasarkan pada grundnorm terhadap orang dewasa sebagai pelaku. dalam suatu sistem nilai dan sebagai bagian dari masyarakat yang tidak dapat dipisahkan sehingga b. Faktor Eksternal nilai-nilai tersebut tertuang dalam pasal-pasal di 1) Dari sisi keluarga korban, menuntut dan undang-undang sistem peradilan pidana anak meminta kepada penyidik unit PPA untuk belum diindahkan dan diterapkan secara optimal melanjutkan perkara sesuai dengan prosedur karena kurang pemahaman atau informasi terbaru hukum yang berlaku dalam hal ini menjalankan terkait sistem peradilan pidana anak, yang mana sistem hal tersebut peradilan pidana, karena rasa kekecewaan dan kekhawatiran pelaku akan Kedua, persoalan penyidik unit PPA tentang melakukan perbuatan tersebut lagi kepada fungsi hukum kaitannya dengan pengaruh budaya korban maupun orang lain. hukum, dimana saat ini hukum tidak cukup hanya 2) Dari sisi instansi dan masyarakat sekitar, berfungsi sebagai sontrol sosial saja, melainkan keaktifan dari instansi samping yang berkaitan hukum diharapkan mampu untuk menggerakkan dengan kegiatan penanganan tindak pidana masyarakat agar bertingkah laku sesuai dengan pelecehan seksual seperti dinas sosial dan pola baru demi tercapainya tujuan yang dicita- Badan dan citakan. Oleh karena itu, penerapan hukum yang Kabupaten demikian bagi anak yang melakukan tindak pidana Kendal dan pastisipasi masyarakat kurang, pelecehan seksual oleh penyidik unit PPA belum karena instansi terkait dan masyarakat sekitar dapat memaksimalkan fungsi hukum yang ada dan belum memahami sepenuhnya penanganan anak sebagai generasi penerus bangsa tidak akan anak sebagai pelaku tindak pidana. dapat mencapai tujuannya dengan baik karena Keluarga Pemberdayaan Berencana Perempuan (BPPKB) 3) Dari sisi budaya, orang tua masih kurang diberikan ajaran pembalasan dengan dilakukan memberikan pengawasan kepada anaknya, penyidikan yang berakhir dengan hukuman penjara karena dan mayoritas orang tua tersebut bukan ajaran pemulihan sebagaimana meninggalkan anaknya untuk bekerja ke luar pendekatan keadilan restoratif yang termaktub negeri sebagai tenaga kerja Indonesia dan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 menitipkan anak tersebut untuk di asuh oleh tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. orang lain seperti kakek dan neneknya yang Ketiga, persoalan cara unit PPA dianggap biasa dalam kehidupan masyarakat. menyangkut Persoalan mendasar bagi penyidik unit PPA kesadaran hukum yang erat kaitannya dengan sebagaimana teori budaya hukum yaitu pertama, sikap para pelaksana hukum dalam hal ini penyidik 154 bagaimana penyidik pembinaan Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro unit PPA untuk bertindak sesuai dengan ketentuan melanggar susila atau melakukan pelecehan hukum dan berfungsi sebagai jembatan yang seksual akan memasukkan dirinya ke dalam ranah menghubungkan antara peraturan hukum dengan hukum pidana yang berlaku di negara ini. tingkah laku anggota masyarakatnya. Sehingga, Anak yang menjadi tersangka dalam tindak unit PPA selain daripada melaksanakan penyidikan pidana pelecehan seksual sebagaimana unsur terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perbuatan yang dilarang dalam undang-undang pelecehan seksual juga harus mampu memberikan nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas edukasi/pendidikan tentang undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang penanganan perkara anak baik kepada masyarakat perlindungan anak, sehingga harus menanggung maupun pelaksana hukum itu sendiri, namun ketika konsekuensi atau resiko dari perbuatannya tersebut penyidik unit PPA tidak mengikuti perkembangan yaitu sanksi pidana. Akibat hukum terhadap hukum terkait penanganan anak sebagai pelaku perbuatan pelecehan seksual yang dilakukan oleh tindak pidana tersebut, maka dapat terjadi dampak anak yaitu pada dasarnya terjadi suatu perkara yang kurang baik seperti penyidik unit PPA yang dimana anak meniru perbuatan dari internet dan kurang mengikuti perkembangan aturan sistem melakukan pelecehan seksual kepada anak yang peradilan pidana anak sehingga dalam penyidikan lain karena ketidaktahuan anak bahwa telah perkara anak di bawah umur 12 (dua belas) tahun berbuat melanggar aturan sebagaimana diatur sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual dalam untuk anak sebagai pelaku tersebut harus Sehingga, anak yang melakukan pelecehan menerima hukuman penjara di penjara anak dan seksual tersebut masuk ke dalam ranah hukum belum maksimal dalam menjadi penghubung yang positif negara, yakni ranah sistem peradilan pidana baik antara aturan hukum yang berlaku dengan anak. Apabila dalam persidangan anak yang anggota masyarakat. melakukan pelecehan seksual tersebut dinyatakan pengetahuan undang-undang perlindungan anak. terbukti dan bersalah oleh hakim mendasari B. Dampak dari Penyidikan terhadap Anak laporan dari korban maupun keluarga korban dan sebagai Pelaku Tindak Pidana Pelecehan bukti bukti yang ada dalam perkara tersebut, maka Seksual oleh Penyidik Unit PPA Satuan anak tersebut dapat dikenakan hukuman/sanksi Reskrim yang Tidak Didasarkan Kepada pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang Keadilan Restoratif Di Kabupaten Kendal perlndungan anak dan sistem peradilan pidana Anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki anak tersebut. Namun demikian, proses hukum tanggung jawab untuk melanjutkan pembangunan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. pelecehan seksual tidak hanya berimplikasi kepada Namun, ketika anak melakukan perbuatan yang anak yang melakukan tindak pidana tersebut, tetapi 155 Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro juga dapat berimplikasi kepada aparat penegak C. Konsep Baru tentang Penyidikan terhadap hukum yang terlibat di dalam penanganannya. Anak sebagai Sehingga dapat dikatakan bahwa dampak dari Pelecehan Seksual oleh Penyidik Unit PPA penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak yang Berbasis Keadilan Restoratif pidana pelecehan seksual dapat berimplikasi Pembahas persoalan mengenai konsep baru kepada anak, aparat penegak hukum yang terlibat tentang penyidikan terhadap anak sebagai pelaku dalam perkara, dan hukum acara itu sendiri. tindak pidana pelecehan seksual oleh penyidik unit a. Dampak terhadap anak yang melakukan tindak PPA yang berbasis keadilan restoratif penulis dahulu Pelaku mengkajinya Tindak dari Pidana pidana pelecehan seksual yaitu hukuman/sanksi terlebih beberapa penjara dan tindakan. argumentasi yang melandasi pentingnya konsep b. Dampak terhadap aparat penegak hukum yang baru penyidikan terhadap anak sebagai pelaku terlibat dalam penanganan perkara anak tindak pidana pelecehan seksual, kemudian sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual penjelasan konsep baru penyidikan terhadap anak dapat berupa sanksi pidana penjara jika sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual penanganannya tidak sesuai dengan hukum sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang acara dalam sistem peradilan pidana anak. Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan c. Dampak terhadap hukum acara terkait proses Pidana Anak dan aturan pelaksananya berupa penanganan anak sebagai pelaku tindak pidana Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 pelecehan seksual khususnya dalam penyidikan tentang Pedoman yaitu tata cara penyidikan yang diatur dalam penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua undang-undang sistem peradilan pidana anak belas) Tahun yang mengedepankan keadilan tidak terlaksana secara optimal, sehingga tata restoratif, selanjutnya potensi penerapan konsep cara yang ada dalam aturan kepolisian saat ini baru penyidikan terhadap anak sebagai pelaku berupa Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tersebut. tentang manajemen penyidikan dan Peraturan 1. Argumentasi Pelaksanaan Pentingnya Diversi dan Konsep Baru Kabareskrim Polri Nomor 3 tahun 2014 tentang Penyidikan terhadap Anak sebagai Pelaku standar operasional prosedur pelaksanaan Tindak Pidana Pelecehan Seksual penyidikan tindak pidana perlu dilakukan Bahwa penyidikan terhadap anak sebagai penyesuaian dan dirubah dengan memasukkan pelaku tindak pidana pelecehan seksual yang ada tata anak di lingkungan kepolisian saat ini sudah tidak sesuai sebagaimana yang diatur dalam undang-undang atau kurang relevan dan perlu dilakukan konsep sistem peradilan pidana anak. baru penyidikan terhadap anak sebagai pelaku cara penyidikan terhadap 156 Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro tindak pidana tersebut, dimana hal tersebut penanganannyapun perlu dilakukan upaya lebih didorong oleh beberapa alasan, anata lain: untuk mencapai keadilan restoratif bagi anak a. Aturan yang mengatur tentang penyidikan di yang berhadapan dengan hukum khususnya kepolisian yaitu Peraturan Kapolri Nomor 14 anak yang melakukan tindak pidana pelecehan Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan seksual. dan Peraturan Kabareskrim Polri Nomor 3 Alasan sebagaimana tersebut diatas Tahun 2014 tentang Standar Operasional menunjukkan bahwa pentingnya konsep baru Prosedur Penyidikan Tindak Pidana tidak sesuai penanganan tindak pidana pelecehan seksual dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 terhadap pelaku anak. Dalam penelitian ini, peneliti tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan mengusulkan konsep baru penyidikan terhadap aturan Peraturan anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang seksual sebagaimana amanat undang-undang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan penanganan nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) pidana anak yaitu melalui sistem penegakan hukum Tahun karena tata cara yang diatur dalam satu atap/one roof enforcement system (ORES). undang-undang 2012 2. Konsep Baru Penyidikan terhadap Anak khususnya penyidikan terhadap anak sebagai sebagai Pelaku Tindak Pidana Pelecehan pelaku tindak pidana belum termaktub dalam Seksual peraturan Keadilan restoratif adalah sebuah bentuk pelaksananya nomor kapolri berupa 11 tahun maupun peraturan kabareskrim tersebut. keadilan yang menekankan pemulihan atau b. Saat ini, sudah sangat memungkinkan anak restorasi tiga pihak, yaitu korban, pelaku kejahatan, melakukan tindak pidana pelecehan seksual dan masyarakat.14, sebagaimana juga dijelaskan karena mudahnya akses internet dalam hal dalam pasal 1 angka 6 undang-undang nomor 11 pornografi yang secara tidak sadar ditiru oleh tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak anak dan kurangnya pengawasan orang tua dan dalam aturan pelaksana undang-undang terhadap anak. tersebut pada pasal 1 angka 2 peraturan c. Perlunya peningkatan kerjasama dan pemerintah nomor 65 tahun 2014 tentang pedoman keterpaduan dalam penanganan perkara anak pelaksanaan diversi dan penanganan anak yang sebagai pelaku tindak pidana pelcehan seksual belum berumur 12 (dua belas) tahun, yang isinya15: oleh aparat penegak hukum sebagaimana “Keadilan restoratif adalah penyelesaian program pemerintah saat ini bahwa perkara perkara tindak pidana dengan melibatkan yang berkaitan dengan anak merupakan extra ordinary crime, sehingga dalam 14 15 157 Yoachim Agus Tridiatno. Opcit. hlm 26 Ibid. hlm 30 Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan peradilan pidana anak atau musyawarah dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama proses penyidikan berbasis keadilan restoratif mencari penyelesaian yang adil dengan dapat dilaksanakan dan hasil yang dicapai sesuai menekankan dengan amanat undang-undang nomor 11 tahun pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan. 2012 tentang sistem peradilan pidana anak dimana Pelaksanaan penyidikan berbasis keadilan menunjukkan adanya penyidikan berbasis keadilan restoratif telah diatur dalam undang-undang restoratif. tersebut dalam pasal-pasalnya, namun melihat Memperhatikan penanganan terhadap perkara kondisi penanganan perkara dengan tersangka tindak pidana pelecehan seksual yang dapat anak UMAM dan AJIB mengisyaratkan bahwa diselesaikan di luar sistem peradilan pidana anak proses penyidikan berbasis keadilan restoratif tersebut dengan komunikasi dan sinergitas yang tersebut tidak dilaksanakan secara maksimal baik seluruh elemen yang berkompeten maka sehingga menerima putusan hukuman penjara di penulis menganalisa bahwa dapat dimunculkan penjara anak. konsep baru terkait penyidikan tersebut Mencermati hal tersebut, terlihat bahwa penyidik sebagaimana yang tata cara penyidikan yang telah sudah melakukan upaya untuk komunikasi dengan diatur dalam undang-undang nomor 11 tahun 2012 keluarga korban sebelum proses penyidikan tentang sistem peradilan pidana anak yaitu melalui terhadap laporan orang tua korban di proses, sistem penegakan hukum satu atap/one roof namun saat itu penyidik tidak memanggil pihak- enforcement system (ORES). Diketahui, bahwa pihak yang berkompeten dan terlibat dalam perkara One Roof Enforcement System (ORES)/ Sistem tersebut seperti pelaku, kelauarga pelaku, petugas Penegakan pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial atau menempatkan pengawas, penyidik, dan penuntut di petugas dinas sosial, dan tokoh masyarakat bawah satu atap, dimana memiliki tujuan untuk setempat, sehingga tujuan penegakan hukum membentuk keterpaduan dalam sistem peradilan dengan pendekatan keadilan restoratif terhadap pidana melalui kerjasama yang baik antar elemen anak yang melakukan tindak pidana pelecehan penegak hukum meskipun tidak melebur menjadi seksual tercapai satu unit atau departemen atau menyatu dalam sebagaimana yang diharapkan dalam prakteknya. lembaga tersendiri, guna menciptakan strategi Namun demikian, diketahui pada tahun 2015 supaya setiap elemen dapat meningkatakan terdapat 2 (dua) laporan dan atau pengaduan dari efisiensi kerjanya dan sekaligus bersatu padu orang tua korban tindak pidana pelecehan seksual dengan elemen yang lainnya untuk menciptakan dengan tersangka juga anak-anak dapat dilakukan tujuan upaya penyelesaian perkara di luar sistem terselenggaranya sistem peradilan pidana anak tersebut belum dapat 158 Hukum bersama, Satu dalam Atap hal ini adalah dapat Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dalam perkara anak sebagai pelaku tindak pidana tersebut pelecehan melakukan seksual dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif. melihat perkara proses yang hukum terjadi dengan dan tidak menghalangi pihak korban dan tersangka untuk Adapun penjelasan pelaksanaan garis besar melakukan penyelesaian melalui musyawarah yang secara teknis tentang konsep baru penyidikan mana jika ada kesepakatan dalam musyawarah terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana maka proses tersebut dibuatkan kesepakatan pelecehan seksual sebagaimana termaktub dalam bersama undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang dimintakan penetapan sebagai wujud kepastian sistem peradilan pidana anak dan peraturan hukum penyelesaian perkara tersebut dalam waktu pemerintah nomor 65 tahun 2015 tentang pedoman 3 (tiga) hari, namun jika tidak tercapai kesepakatan pelaksanaan diversi dan penanganan anak yang maka poses hukum tetap berjalan sebagaimana belum berumur 12 (dua belas) tahun yang mestinya sampai dengan adanya putusan dari mengedepankan keadilan restoratif yaitu, adanya pengadilan terhadap perkara tersebut. Proses laporan dan atau pengaduan tentang tindak pidana penanganan pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak untuk memperhatikan umur anak sebagai pelaku tersebut pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyidikan dan tidak boleh melebihi waktu 1 (satu) bulan di sistem peradilan pidana anak seperti kepolisian, sampai dengan adanya putusan dalam hal perkara kejaksaan, petugas pembimbing kemasyarakatan, dilanjutkan sebagaimana sistem peradilan pidana pekerja sosial atau petugas dinas sosial, dan tim anak. dan diajukan perkara kepengadilan tersebut tetap untuk harus pelayanan penanganan terpadu dari pemerintah Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga harkat daerah dalam waktu 1x24 jam melakukan dan martabat anak serta memelihara tumbuh pertemuan untuk memberikan saran kepada kembanganak untuk tidak merasa tertekan ataupun penyidik kepolisian guna menentukan langkah memiliki rasa bersalah yang berlebihan sehingga selanjutnya, jika pelaku anak masih berumur menimbulkan ganguan baik fisik maupun psikis kurang dari 12 (dua belas) tahun maka elemen terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana penegak hukum tersebut harus mempertemukan tersebut. pihak korban dan pelaku untuk segera diambil 3. Potensi Penerapan Konsep Baru Penyidikan keputusan sebagaimana aturan dalam undang- terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana undang dan dibuatkan ketetapan pengadilan Pelecehan Seksual dengan waktu paling lama 3 (tiga) hari. Pentingnya penanganan tindak pidana Apabila pelaku anak berumur lebih dari 12 (dua pelecehan seksual terhadap pelaku anak melalui belas) tahun kurang dari 18 (delapan belas) tahun, sistem penegakan hukum satu atap/one roof maka elemen penegak hukum dalam sistem enforcement system (ORES) karena dorongan dari 159 Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro kondisi sekarang yang mana anak sangat mungkin Oleh karena itu, terdapat beberapa persyaratan menjadi pelaku tindak pidana pelecehan seksual yang harus diperhatikan sehingga penyidik unit sehingga kejahatan tersebut oleh pemerintah PPA dapat menerapkan konsep baru penyidikan dinyatakan sebagai extra ordinary crime dan secara melalui sistem penegakan hukum satu atap/one tersirat roof enforcement system (ORES) sebagaimana memberikan pesan perlu adanya penanganan yang ekstra juga terhadap kejahatan dijelaskan diatas, yaitu: tersebut. One Roof Enforcement System (ORES)/ a. Aturan yang mengatur tentang penyidikan di Sistem Penegakan Hukum Satu Atap adalah kepolisian yaitu Peraturan Kapolri Nomor 14 menempatkan pengawas, penyidik, dan penuntut di Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan bawah satu atap. dan Peraturan Kabareskrim Polri Nomor 3 Konsep baru penyidikan terhadap anak sebagai Tahun 2014 tentang Standar Operasional seksual Prosedur Penyidikan Tindak Pidana dirubah sebagaimana termaktub dalam undang-undang dan disesuaikan dengan tata cara penyidikan nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 pidana anak dan peraturan pemerintah nomor 65 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan tahun 2015 tentang pedoman pelaksanaan diversi Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 dan penanganan anak yang belum berumur 12 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan (dua belas) tahun yang mengedepankan keadilan penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua restoratif belas) Tahun sebagaimana teknis konsep baru pelaku tindak pidana memperhatikan pelecehan dan merupakan perwujudan beberapa prinsip-prinsip dasar keadilan restoratif, yaitu: penyidikan di atas b. Pelaksanaan setiap tahapan dalam proses a. Keadilan restoratif mengutamakan pemulihan penyidikan diatur secara jelas dan mengikuti atau restorasi bagi semua pihak yangterkena waktu yang telah diatur dalam undang- dampak dari tindak kejahatan, yaitu korban, undangsistem peradilan pidana seperti, waktu pelaku, dan masyarakat. pelaksanaan sampai hasil penelitian yang b. Berkaitan dengan cita-cita pemulihan di atas, dilakukan oleh petugas BAPAS atas permintaan keadilan restoratif fokus pada kebutuhan tiga penyidik tidak boleh lebih dari 3 (tiga) hari dan pihak, kejahatan, penetapan hasil musyawarah atau kesepakatan danmasyarakat yang tidak dipenuhi oleh proses bersama yang dikeluarkan oleh pengadilan atas peradilan. permintaan penyidik tidak boleh lebih dari 3 yaitu korban, pelaku c. Keadilan restoratif memperhatikan kewajiban dan tanggung jawab yang muncul oleh karena (tiga) hari. c. Dibuat dan disepakatinya kesepakatan bersama tindak kejahatan. atau Memorandum of Undertanding (MOU) 160 Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro antara aparat penegak hukum dalam sisitem Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen peradilan pidana anak yang memuat tentang Penyidikan dan Peraturan Kabareskrim Polri langkah-langkah dan tata cara pelaksanaan Nomor 3 penanganan perkara anak sebagai pelaku Operasional tindak pidana secara terpadu dan sinergis Pidana, namun tidak sesuai dengan hukum berdasarkan tugas, tanggung jawab, dan acara pidana anak sebagaimana yang ada dan kewenangan masing-masing aparat penegak tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 11 hukum tersebut. Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Berdasarkan persyaratan tersebut menunjukkan Anak dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 bahwa konsep baru penyidikan terhadap anak Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual Diversi dan Penanganan Anak yang Belum sebagaimana termaktub dalam undang-undang Berumur 12 (Dua Belas) Tahun. Oleh karena itu, nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan dapat dikatakan bahwa ada alasan atau pidana anak dan peraturan pemerintah nomor 65 argumentasi tahun 2015 tentang pedoman pelaksanaan diversi cenderung tidak berbasis keadilan restoratif baik dan penanganan anak yang belum berumur 12 secara internal maupun eksternal. Adapun (dua belas) tahun memiliki potensi untuk dapat faktor-faktor tersebut antara lain: diterapkan sehingga kedepan untuk penyidikan a. Faktor Internal terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana 1) Dari sisi sumber daya manusia, terdapat pelecehan seksual dapat menerapkan dan hasilnya sesuai dengan pendekatan keadilan restoratif dimaksud. Tahun 2014 tentang Standar Prosedur yang Penyidikan mendorong Tindak penyidikan beberapa faktor yaitu: a) Penyidik unit PPA belum memahami sepenuhnya tata cara penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana Simpulan dan Saran pelecehan seksual, karena belum mengikuti Simpulan pendidikan kejuruan tentang pelayanan 1. Penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak perempuan dan anak; pidana pelecehan seksual oleh unit PPA Sat b) Penyidik unit PPA belum mengetahui Reskrim Polres Kendal masih konvensional peraturan perundang-undangan yang baru dengan tidak mengedepankan pendekatan tentang penanganan hukum terhadap anak keadilan restoratif, karena proses penyidikan dalam hal ini peraturan pemerintah nomor 65 yang dilakukan oleh penyidik unit PPA sesuai tahun 2015 tentang pedoman pelaksanaan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 diversi dan penanganan anak yang belum tentang Hukum Acara Pidana, Peraturan Kapolri berumur 12 (dua belas) tahun, karena tidak 161 Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ada sosialisasi atau pemberitahuan tentang tidak masuk dan diatur secara khusus dalam aturan tersebut oleh bagian hukum kepada program tersebut. penyidik unit PPA. c) Dari sisi budaya, penyidik unit PPA belum c) Pengawas penyidik belum berperan secara mampu memberikan kemudahan prosedur maksimal sebagaimana mestinya, karena dalam pelayanan penanganan perkara anak pengawas penyidik juga belum memahami sebagai pelaku tindak pidana yang berlanjut aturan yang baru tentang penanganan sampai persidangan, karena penyidik masih perkara anak sebagai pelaku tindak pidana beranggapan penanganan anak tersebut dalam hal ini peraturan pemerintah nomor 65 adalah hal yang sama dan biasa seperti tahun 2015 tentang pedoman pelaksanaan penanganan diversi dan penanganan anak yang belum sebagai pelaku. berumur 12 (dua belas) tahun. terhadap orang dewasa b. Faktor Eksternal 2) Dari sisi sistem, terdapat beberapa faktor yaitu: 1) Dari sisi keluarga korban, menuntut dan a) Aturan penyidikan terhadap anak yang meminta kepada penyidik unit PPA untuk khusus diatur dalam lingkungan organisasi melanjutkan perkara sesuai dengan prosedur kepolisian sebagaimana tata cara penyidikan hukum dalam undang-undang sistem peradilan menjalankan pidana anak belum ada, karena aturan yang karena rasa kekecewaan dan kekhawatiran ada dan dipedomani penyidik sekarang pelaku akan melakukan perbuatan tersebut masih terkait penyidikan secara umum yaitu lagi kepada korban maupun orang lain. Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan, dan yang berlaku sistem dalam hal peradilan ini pidana, 2) Dari sisi instansi dan masyarakat sekitar, keaktifan dari instansi samping yang Peraturan Kabareskrim Polri Nomor 3 Tahun berkaitan dengan kegiatan penanganan 2014 tentang Standar Operasional Prosedur tindak pidana pelecehan seksual seperti Penyidikan Tindak Pidana dinas sosial dan Badan Pemberdayaan b) Fokus kegiatan atau pengkhususan kegiatan Perempuan dan Keluarga Berencana tentang pelatihan pelayanan perempuan dan (BPPKB) Kabupaten Kendal dan pastisipasi anak sebagai kaderisasi penyidik di satuan masyarakat kurang, karena instansi terkait reskrim polres Kendal belum ada, karena dan masyarakat sekitar belum memahami program latihan peningkatan kemampuan sepenuhnya penanganan anak sebagai fungsi reskrim yang ada di sub bagian latihan pelaku tindak pidana. bagian sumber daya manusia polres Kendal 3) Dari sisi budaya, orang tua masih kurang memberikan pengawasan kepada anaknya, 162 Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 karena mayoritas Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro orang tua tersebut pelecehan seksual dapat berupa sanksi meninggalkan anaknya untuk bekerja ke luar pidana penjara jika penanganannya tidak negeri sebagai tenaga kerja Indonesia dan sesuai dengan hukum acara dalam sistem menitipkan anak tersebut untuk di asuh oleh peradilan pidana anak. orang lain seperti kakek dan neneknya yang dianggap biasa dalam kehidupan masyarakat c. Dampak terhadap hukum acara terkait proses penanganan anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual khususnya 2. Dampak dari penyidikan terhadap anak dalam penyidikan yaitu tata cara penyidikan sebagai pelaku tindak pidana pelecehan yang diatur dalam undang-undang sistem seksual oleh penyidik unit PPA satuan peradilan pidana anak tidak terlaksana reskrim yang tidak didasarkan kepada secara optimal, sehingga tata cara yang ada keadilan restoratif di kabupaten kendal dalam aturan kepolisian saat ini berupa tentunya berdampak terhadap pihak-pihak Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 yang terkait dengan perkara anak sebagai tentang pelaku tersebut, dimana hal tersebut dapat Peraturan Kabareskrim Polri Nomor 3 tahun terjadi karena adanya beberapa faktor yang 2014 tentang standar operasional prosedur mempengaruhi hukumnya pelaksanaan penyidikan tindak pidana perlu sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dilakukan penyesuaian dan dirubah dengan dan fasilitas yang mendukung penegakan memasukkan tata cara penyidikan terhadap hukum, faktor masyarakat, dan faktor anak sebagaimana yang diatur dalam kebudayaan. undang-undang sistem peradilan pidana yaitu Oleh faktor karena itu, dapat dikatakan bahwa dampak dari penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual dapat berimplikasi manajemen penyidikan dan anak. 3. Konsep baru tentang penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana kepada anak, aparat penegak hukum yang pelecehan seksual oleh penyidik unit PPA terlibat dalam perkara, dan hukum acara itu yang berbasis keadilan restoratif, yaitu sendiri, sebagai berikut: melalui sistem penegakan hukum satu a. Dampak terhadap anak yang melakukan atap/one roof enforcement system (ORES) tindak pidana pelecehan seksual yaitu dengan membentuk dan menyususn tata hukuman/sanksi penjara dan tindakan. cara penegakan hukum terhadap anak b. Dampak terhadap aparat penegak hukum sebagai pelaku tindak pidana pelecehan yang terlibat dalam penanganan perkara seksual dengan terintegrasi dan terpadu anak antar komponen penegak hukum mendasari sebagai pelaku tindak pidana 163 Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro undang-undang no. 11 tahaun 2012 tentang sebagaimana teknis konsep baru penyidikan sistem peradilan pidana anak dan peraturan di atas daerah yang dibuat tentang tim pelayanan b. Pelaksanaan setiap tahapan dalam proses penanganan terpadu terkait perlindungan penyidikan diatur secara jelas dan mengikuti perempuan dan anak dari kekerasan. waktu yang telah diatur dalam undang- Konsep baru tersebut menekankan proses undangsistem peradilan pidana seperti, penanganan perkara terhadap anak sebagai waktu pelaksanaan sampai hasil penelitian pelaku tindak pidana pelecehan seksual yang dilakukan oleh petugas BAPAS atas tetap harus memperhatikan umur anak permintaan penyidik tidak boleh lebih dari 3 sebagai pelaku tersebut dan tidak boleh (tiga) hari dan penetapan hasil musyawarah melebihi waktu 1 (satu) bulan sampai atau kesepakatan bersama yang dikeluarkan dengan adanya putusan dalam hal perkara oleh pengadilan atas permintaan penyidik dilanjutkan sebagaimana sistem peradilan tidak boleh lebih dari 3 (tiga) hari. pidana anak, dimana terdapat beberapa persyaratan sehingga yang penyidik harus unit c. Dibuat diperhatikan PPA dan disepakatinya kesepakatan bersama atau Memorandum of Undertanding dapat (MOU) antara aparat penegak hukum dalam menerapkan konsep baru penyidikan melalui sisitem peradilan pidana anak yang memuat sistem penegakan hukum satu atap/one roof tentang langkah-langkah dan tata cara enforcement system (ORES) sebagaimana pelaksanaan penanganan perkara anak dimaksud, yaitu: sebagai pelaku tindak pidana secara terpadu a. Aturan yang mengatur tentang penyidikan di dan sinergis berdasarkan tugas, tanggung kepolisian yaitu Peraturan Kapolri Nomor 14 jawab, dan kewenangan masing-masing Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan aparat penegak hukum tersebut. dan Peraturan Kabareskrim Polri Nomor 3 Saran Tahun 2014 tentang Standar Operasional 1. Penyidik unit PPA Sat Reskrim Polres Prosedur Penyidikan Tindak Pidana dirubah Kendal dan cara pendidikan kejuruan tentang pelayanan penyidikan dalam Undang-Undang Nomor 11 perempuan dan anak seharusnya untuk Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan segera didaftarkan oleh bagian sumber daya Pidana Anak dan Peraturan Pemerintah manusia Polres Kendal untuk mengikuti Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman pendidikan kejuruan tersebut, sehingga tidak Pelaksanaan Diversi dan penanganan Anak terjadi penanganan hukum yang kurang yang Belum Berumur 12 (dua belas) Tahun maksimal dan memberikan dampak yang disesuaikan dengan tata 164 yang belum melaksanakan Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro kurang baik bagi anak yang melakukan pelayanan terpadu penanganan kekerasan tindak pidana tersebut maupun aparat terhadap perempuan dan anak-anak di penegak Kabupaten Kendal ditingkatkan lagi hukum yang terlibat dalam penanganan tersebut. seharusnya sehingga lebih dapat 2. Aturan internal organisasi kepolisian terkait menerapkan sistem penegakan hukum satu penyidikan tindak pidana seperti peraturan atap/one roof enforcement system (ORES), kapolri nomor 14 tahun 2012 tentang sebagai langkah pencegahan agar anak manajemen peraturan sebagai pelaku tindak pidana pelecehan kabareskrim polri nomor 3 tahun 2014 seksual dapat berkurang dan penanganan tentang hukumnya penyidikan standar dan operasional prosedur yang dimulai dari tahap pelaksanaan penyidikan tindak pidana di penyidikan dapat menjadi awal yang baik lingkungan kepolisian seharusnya diganti dan tidak lagi bertentangan dengan undang- dan dirubah oleh Kapolri dan Kepala Badan undang yang ada. Reserse Kriminal dengan memasukkan dan disesuaikan proses penyidikan terhadap anak sebagaimana tata cara penanganan anak dalam undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak dan peraturan pemerintah nomor 65 tahun 2015 tentang pedoman pelaksanaan diversi Daftar Pustaka Sumber Buku : Ahmadi, Rulam. 2016. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruz Media. Amiruddin dan H. Zaenal Asikin. 2008. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja dan penanganan anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun, sehingga proses penyidikan terhadap anak oleh penyidik unit Grafindo Persada. Avianti, Fransiska. 2008. Kebijakan PerundangUndangan Mengenai Badan Penyidik Dalam PPA Sat Reskrim Polres Kendal secara Sistem khusus dan Penyidik unit PPA di lingkungan penyidikan terhadap anak sebagai pelaku 3. Kerjasama antara kepolisian dalam hal ini Terpadu di Univ. Diponegoro. Djamin, Awaloedin. 1995. Manajemen Sumber Daya tindak pidana dengan mengedapankan pendekatan keadilan restoratif. Pidana Indonesia, Semarang: Magister Ilmu Hukum kepolisian secara umum memiliki payung hukum yang sah dan dapat menerapkan Peradilan Manusia 1. Bandung: Sanyata Sumanasa Wira Sespim Polri. Hiariej, penyidik unit PPA dengan seluruh steak holder dan tokoh masyarakat dalam tim 165 Eddy O.S.2009. Asas Legalitas & Penemuan Hukum Dalam Hukum Pidana. Jakarta: Erlangga. Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Hasibuan, Malayu S.P.. 2005. Manajemen Sumber Suratman dan Philips Dillah. 2014. Metode Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Penelitian Hukum. Bandung: Alfabeta. Suteki. 2015. Masa Depan Hukum Progresif. Hamzah, Andi. 2002. Hukum Acara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. Yogyakarta: Thafa Media. W. Gulo. 2002. Metode Penelitian. Jakarta: Ishaq. 2008. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Gramedia. Tridiatno, Yoachim Agus. 2015. Keadilan Restoratif. Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at. 2012. Teori Hans Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka. Kelsen Tentang Hukum. Jakarta: Konstitusi Sumber Artikel dan Jurnal : Press. John W. Creswell. 2010. Research Design Sumarni, DW. & Setyowati. 1999. Pelecehan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, Tenaga Kerja Perempuan. Yogyakarta: Ford (terjemahan Foundation oleh Achmad Fawaid). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. & Pusat Penelitian Kependudukan UGM. Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Banakar, Reza dan Max Travers. 2005. Law, cet.1. Jakarta: Prenada Media. Sociology and Method dalam Reza Banakar Mertokusumo, Sudikno. 2010. Mengenal Hukum & Max Travers (ed). Theory and Method in Suatu Pengantar, edisi revisi, Yogyakarta: Socio-Legal Cahaya Atma Pusaka. Publishing Oxford and Portland Oregon. Moleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Onati: Research. Hart Ismail Rumadan. 2014. Jurnal Hukum dan Kualitatif. Bandung: Rosda. Peradilan, Volume 3, Nomor 3 Nopember Praja, S. Juhaya. 2011. Teori Hukum dan 2014. Puslitbang Hukum dan Peradilan MA Aplikasinya. Bandung: CV. Pustaka Setia. RI. S. Nasution. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Zulkarnaen Koto. 2011. Terobosan Hukum dalam Kualitatif. Bandung: Tarsito. Penyederhanaan Setiawan, Doni. 2012. Urgensi Peradilan Restoratif Pidana, Jurnal Proses Studi Peradilan Kepolisian, STIK, Jakarta. Dalam Hukum Pidana Anak Indonesia. Semarang: Unissula Press. Soekanto, Soerjono. 2004. Pengantar Penelitian Hukum. cet.3. Jakarta: UI Press. Sumber Produk Lembaga : Redaksi Sinar Grafika. 2010. Undang-undang Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Hukum Acara Pidana (UU RI No.8 tahun 1981), Jakarta: Sinar Grafika. 166 Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1, Tahun 2016 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Fokusindo Mandiri. 2012. Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Perlindungan Anak. Bandung: Fokusindo Mandiri. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak di bawah Umur 12 (dua belas) Tahun. Deputi Bidang Perlindungan Anak, Cetakan ke 3 Tahun 2016. Sumber Internet : http://kendalkab.bps.go.id/hom, 09 Oktober 2016. http://mohammadhidayat_sh_sik_mh.com/PERATU RAN_KEPOLISIAN_YANG_SUDAH_DISAH KAN_KAPOLRI/PERRATURAN_KAPOLRI_ PERKAP_NO 10 TH 2007.pdf., 09 Oktober 2016. http://id.shvoong.com/socialsciences/sociology/2205936-pengertianpelaksanaan-actuating, 09 Oktober 2016. http://www.kbbi.web.id, 09 Oktober 2016 167