BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beragam masalah yang dihadapi manusia saat ini diyakini salah satunya disebabkan oleh disorientasi ilmu pengetahuan. Disorientasi yang dimaksud adalah bahwa ilmu pengetahuan yang berlandaskan pada filosofi positivistik telah melahirkan individu-individu materialis, yaitu individu yang meyakini materi sebagai tujuan akhirnya. Ilmu fisika, matematika, kimia, dan beragam ilmu pengetahuan lain selain menghasilkan tehnologi canggih yang membantu kehidupan manusia, juga melahirkan kerusakan alam dan kerusakan peradaban manusia. Ibnu Khaldun1 menyebutkan kerusakan peradaban manusia sebagai beragam warna keburukan manusia yaitu kefasikan, rekayasa atau penipuan dalam mata pencaharian, penyimpangan dari keimanan, riba. Dan aneka ragam keburukan lainnya dan hilangnya rasa malu mempertontonkan keburukan-keburukan tersebut beserta faktorfaktor pendorongnya. Keburukan-keburukan tersebut akibat kerja keras dan kelelahan dalam mengejar pemenuhan kebutuhan,serta akibat banyaknya keinginan dan kenikmatan yang ditimbulkan oleh kemewahan. 1 Ibnu Khaldun, Mukaddimah h. 666 John Perkins dalam buku Confession of an Economic Hitman2, menguraikan betapa kemajuan ilmu ekonomi telah dimanfaatkan untuk melakukan perampasan terhadap kekayaan negara lain menggunakan caracara intelektual, maka kemajuan ilmu ekonomi pada sisi yang lain melahirkan kemiskinan di satu sisi belahan dunia dan kekayaan serta kemewahan tak bertepi di sisi lainnya. Ironisnya penyakit peradaban banyak muncul dari pemanfaatan kekayaan tersebut. Dengan demikian yang diuraikan oleh Ibnu Khaldun3 : “Diantara kerusakan-kerusakan peradaban adalah tenggelam dalam kesenangan dan lepas kendali di dalamnya karena banyaknya kemewahan. Maka muncul beraneka ragam kesenangan-kesenangan perut, yaitu makanan, kelezatan-kelezatan, minuman dan yang enak-enak darinya. Hal-hal beraneka macam itu akan diikuti dengan kesenangan-kesenangan alat kelamin dengan berbagai hubungan badan, yaitu perzinan maupu liwah (sodomi) yang dapat mengakibatkan kehancuran jenis manusia, adakalanya akibat bercampurnya nasab sebagaimana dalam perzinaan. Dalam perzinaan masing-masing orang tidak mengetahui anak kandungnya sendiri karena dia tidak mungkin dapat mengetahuinya sebab ketika telah berada dalam rahim sperma saling bercampur. Akibat sosialnya kemudian adalah tidak adanya rasa kasih sayang naluriah terhadap anak dan 2 John Perkins, Confessions of an Economic Hitman, h. 1-32 3 Opcid,h.669 2 tanggung jawab pemeliharaannya. Mereka akhirnya binasa. Hal itu menyebabkan terhentinya jenis manusia”. Uraian di atas adalah suatu konsepsi tentang kerusakan dan kehancuran peradaban yang datang dari kemewahan, dan uraian John Perkins dengan demikian merupakan pembuktian dari kebenaran konsepsi Ibnu Khadun tersebut. Mengenai hal ini Allah SWT telah berfirman: “ Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”. (Al-Israa: 16) sebagai seorang Economic Hitman John Perkins meyakini bahwa jalan keluar terbaik untuk memperbaiki segala kerusakan dan kehancuran yang melingkupi peradaban manusia adalah melalui pendidikan4. “Kita memerlukan suatu revolusi dalam pendekatan kita terhadap pendidikan, untuk memberdayakan diri kita dan 4 Opcid,h.256 3 anak-anak kita untuk berpikir, untuk mempertanyakan, dan untuk berani bertindak. Anda dapat memberi contoh. Jadilah guru dan juga siswa; ilhamilah setiap orang di sekeliling Anda melalui contoh Anda”. Seorang filsuf kontemporer berkebangsaan Jerman Herbert Mercuse menguraikan tentang dehumanisasi pada kehidupan manusia5, bahwasannya kemajuan tehnologi dalam dunia industri dan ilmu pengetahuan dalam bungkus liberalisasi juga telah menyebabkan hancurnya peradaban manusia, bahkan manusia diperalat sebagai sarana produksi dan objek penindasan. Sistem ekonomi dan politik telah mengekang kebebasan dan kemandirian individu, tenaga dan potensi manusia diperas dan dihisap oleh sistem kerja yang mengasingkan manusia dari lingkungannya, keluarganya, bahkan dari dirinya sendiri. Sejalan dengan John perkins, Herbert Mercuse pun meyakini bahwa pendidikan yaitu pendidikan kritis adalah jalan keluar terbaik untuk memperbaiki kehancuran dan kerusakan pada peradaban manusia6. Dengan demikian, pendidikan adalah cara paling efektif untuk melakukan perubahan karena dapat menata orientasi individu, dapat dilakukan transformasi nilai dan ilmu. Pendidikan dapat mengarahkan perilaku manusia, kearah perilaku baik atau sebaliknya ke arah perilaku buruk yang merusak dan menghancurkan. Pendidikan merupakan wahana 5 Dalam Valentinus Saeng, Perang Semesta Melawan Kapitalisme Global, h.145 6 Ibid, h.289 4 ilmu pengetahuan, jalan bagi seseorang mendapatkan pemahaman mengenai beragam persoalan. Ilmu pengetahuan didapatkan melalui serangkaian metode berfikir sebagai pijakan atas kebenaran ilmu pengetahuan tersebut, yang dengan demikian perdebatan pada suatu persoalan dapat diselesaikan. Metode berfikir ini seringkali disebut sebagai aliran filsafat atau juga disebut aliran pemikiran. Peradaban manusia pada saat ini diyakini berkembang diatas landasan aliran pemikiran positivisme, bahkan daya nalar manusia dan tatanan nilai pada diri individu pada saat ini berkembang atas dominasi aliran pemikiran positivisme. Secara harfiah kata positivisme mengandung beberapa arti: Pertama, positif berarti kesimpulan, rangkuman dari tindakan yang diambil dari institusi ilahi dan manusiawi yang dibedakan dari yang kodrati, niscaya, dan yang abadi. Contoh, hukum positif dibedakan dari hukum kodrati dan hukum ilahi. Kedua, istilah positif mengandung arti praktis, tepat guna, bermanfaat dan pasti. Ketiga, cara berfikir tertentu yang digunakan untuk mengenal objek berupa cara pikir yang lebih mengutamakan pengalaman, data dan fakta (praktis-empiris) daripada rumusan teori dan spekulasi. Positif menunjuk pada pemikiran ilmiah yang berdasarkan pengalaman7. Positivisme merupakan aliran filsaft yang mendekati dan memahami objek berdasarkan rangkaian data empiris dan perhitungan matematis. Dari 7 Ibid, h. 194 5 sudut filsafat, positivisme merupakan cara berfikir yang beranggapan bahwa tiang penyangga utama dan pertama pengetahuan ilmiah adalah pengalaman dan pengamatan atas objek yang dicerap dan dialami sebagai data atau fakta yang pasti. Metode positivisme mengandung makna cara kerja yang bertitik tolak dari pengamatan empiris atas fenomena, objek, fakta, atau realitas. Tujuan pengamatan demikian ialah menemukan kaitan dan hukum yang bekerja dan mengatur objek sehingga dapat dibuat prakiraan yang masuk akal. Positivisme menjadi aliran pemikiran yang dominan bertalian erat dengan hasil kemajuan yang telah dicapai oleh ilmu pengetahuan non filsafat seperti fisika, matematika, biologi, kimia, astronomi, dan rekayasa tekhnis. Prinsip dan hukum alam yang mengatur semua benda dialihkan ke dalam mesin. Pengalihan perinsip dan hukum alam tersebut juga melahirkan produk penemuan ilmiah dan rekayasa tekhnis yang super canggih seperti, litrik, ponsel, sistem internet, penemuan DNA dan sebagainya, sehingga penemuanpenemuan itu menjadi pembenaran absolut atas kesahihan dan keunggulan ilmu positif dibandingkan dengan disiplin ilmu yang lain8. Namun dibalik keunggulannya yang mendominasi dan kegunaannya bagi kehidupan manusia, positivisme pun dianggap sebagai akar penyebab lahirnya manusia-manusia satu dimensi karena peradaban manusia yang 8 Ibid, h.195 6 dikawal oleh positivisme merubah nalar atau logos menjadi tekhnologos. Kaitan antara nalar tekhnologos merupakan penyebab kehancuran tatanan nilai dan orientasi manusia, secara jeli Herbert Mercuse menemukan titik kritisnya yaitu ambivalensi tekhnologi yakni kemenduan dari wajah tekhnologi. Pada satu sisi tekhnologi membawa kemajuan, kemudahan, kebebasan, kegembiraan, tetapi disisi yang lain sekaligus juga membawa kerumitan, kesusahan, kemunduran, keterbelengguan, dan kehancuran karena tekhnologi juga mempunyai dampak dan implikasi bagi realitas dan dunia psikis. Penjelasan mengenai ini adalah bahwa penaklukan tekhnologi atas alam yang kemudian berdampak pada kelimpahan materi, kemewahan, kenyamanan, dan kemudahan hidup merupakan perantara bagi penaklukan perangkat-perangkat tekhnis tersebut atas hidup manusia, pada saat ini manusia harus mencocokkan dan merelakan diri diatur dan diperintah mesin yang direkayasa oleh manusia sendiri. Seperti dikatakan oleh Lewis Mumford bahwa dalam masyarakat tekhnologi terjadi peralihan kedudukan individu, yaitu mesin menjadi faktor dan manusia menjadi faktum9. Aliran pemikiran positivisme juga merasuk sampai kepada sistematisasi pendidikan, karena perkembangan peradaban manusia sampai saat sekarang adalah hasil dari pendidikan. Dalam rangka memperjelas positivisme sebagai aliran pemikiran yang menjadi landasan pendidikan, 9 Ibid, h. 202 7 dapat ditelaah melalui kajian pemikiran oleh Imanuel Kant yang menghilangkan jurang antara nalar dan realitas, dengan kembali pada subjek pemikir. Sehingga fokus dan pencarian pengetahuan rasional harus dipusatkan pada subjek berfikir, mengenali, merenungkan, dan menyelidiki realitas. Berasal dari analisis atas dasar proses berfikir subjek berfikir, pengetahuan dapat dibedakan menjadi lingkup eksternal dan internal, sehingga kajian ontologis diganti dengan analisis epistemologi10. Dengan demikian, ilmu pengetahuan terus berkembang dan menghasilkan penemuan-penemuan tentang sebab, prinsip, dan hukum yang mendasari dan mengatur fenomena yang tidak hanya berhenti sebagai informasi atau materi pengetahuan yang membeku dalam rumus teori atau buku, melainkan prinsip dan hukum tersebut terus dipelajari dan dikembangkan, diuji coba kemudian dialihkan kedalam mesin dan tekhnologi canggih. Selanjutnya, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam dunia industri hanya berorientasi produk dan keuntungan daripada pemenuhan kehidupan secara wajar dan perwujudan potensi individu, hal ini menjalar sampai pada keseluruhan aspek kehidupan manusia. Sehingga manusia hanya berharga sejauh menghasilkan atau mempunyai tenaga untuk bekerja. Peran dan fungsi manusia setaraf dengan peran dan fungsi mesin, yang merupakan penyebab kemunduran kemanusiaan karena peralihan 10 Ibid, h. 199 8 orientasi pada kompetisidibwah kepentingan pasar dan modal, pemuliaan kepada kekusaan, kelimpahan harta, dan pemujaan kepada realitas dan status individu di dalam masyarakat11. Kondisi inilah yang dimaksud bahwa pendidikan, ilmu pengetahuan melahirkan manusia-manusia materialisme. Keprihatinan terhadap kondisi pendidikan yang dilingkupi aliran pemikiran positivistik membangkitkan kesadaran banyak pihak mengenai fungsi strategis pendidikan, pada satu dasawarsa terakhir bermunculan sekolah Islam terpadu, dari tingkat pendidikan usia dini sampai pendidikan tinggi. Sekolah Islam terpadu adalah sekolah yang memadukan antara pelajaran umum berdasarkan kurikulum nasional dengan pelajaran agama Islam. Muatannya sekolah ini cukup banyak, maka jam pelajarannya menjadi lebih panjang. Sehingga sekolah ini sering dinamakan sebagai ‘full day school’. Jadi di sekolah Islam terpadu ini, para siswa selain belajar pelajaran umum seperti matematika, bahasa Indonesia, IPA, IPS dan lainnya juga belajar agama. Pelajaran yang terkait dengan agama ini di antaranya mengaji, hafalan doa, hafalan hadits, shalat jamaah wajib dan sunnah (seperti Dhuha), sejarah Islam, fiqih dan lainnya. Termasuk juga pembentukan akhlak, tingkah laku dan kebiasaan Islami. Pada dunia pendidikan tinggi terjadi pergerakan untuk merubah lembaga pendidikan-pendidikan tinggi agama seperti institut atau sekolah tinggi menjadi universitas, perubahan ini dilatar belakangi 11 Ibid, h. 203 9 semangat agar lulusan pendidikan agama dapat terpakai pada dunia kerja yang berlandaskan pasar, modal, dan tekhnologi. Perubahan ini haruslah dikritisi, agar semangat yang melandasi perubahan tidak membuat keadaan peradaban yang rusak dan hancur oleh individu-individu yang berorientasi materialisme tidak semakin parah yaitu justfikasi agama terhadap kehancuran dan kemunduran peradaban, dehumanisasi, dan disorientasi nilai individu. Langkah mengkritisi tersebut akan dilakukan melalui tinjauan kurikulum pendidikan sekolah Islam terpadu khususnya sekolah dasar Islam Terpadu dengan menggunakan pendekatan aliran pemikiran, dan landasan filsafat pendidikan menurut berapa pemikir Islam (Imam Al-Ghazali, Ibnu Khaldun). Tinjauan terhadap kurikulum pendidikan sekolah dasar Islam terpadu dilandasi oleh fungsi dari kurikulm sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan pendidikan. Sedangkan, sekolah dasar Islam terpadu lebih dulu bergerak mengawali perubahan atas kesadaran keadaan dunia pada saat ini, khususnya di Indonesia. Secara subjektif, sekolah dasar Islam terpadu yang menjadi objek kajian adalah sekolah yang berada di Kota Bandar Lampung Propinsi Lampung. 10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka rumusan masalah penelitian ani adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kerangka landasan filsafat pendidikan dalam Agama Islam menurut pemikir Islam (Imam Al-Ghazali, Ibnu Khaldun)? 2. Bagaimana kerangka kurikulum yang sesuai dengan landasan filsafat pendidikan tersebut? 3. Filsafat pendidikan apa yang melandasi kurikulum pendidikan sekolah dasar Islam di Kota Bandar Lampung? 4. Sejauhmana kesesuaian kurikulum pendidikan sekolah dasar Islam terpadu di Kota Bandar Lampung terhadap kerangka landasan filsafat pendidikan Agama Islam? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui kerangka landasan filsafat pendidikan dalam Agama Islam menurut pemikir Islam (Imam Al-Ghazali, Ibnu Khaldun). 2. Untuk mengetahui kerangka kurikulum yang sesuai dengan landasan filsafat pendidikan tersebut. 11 3. Untuk mengetahui filsafat pendidikan apa yang melandasi kurikulum pendidikan sekolah dasar Islam di Kota Bandar Lampung. 4. Untuk mengetahui sejauhmana kesesuaian kurikulum pendidikan sekolah dasar Islam terpadu di Kota Bandar Lampung terhadap kerangka landasan filsafat pendidikan Agama Islam. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian adalah metode paling strategis untuk menata ulang nilai, perilaku, dan orientasi manusia. Dalam rangka pencapaian tersebut, kurikulum pendidikan semestinya berlandaskan pada filsafat pendidikan, yang dalam hal ini adalah filsafat pendidikan Islam. Sekolah dasar Islam terpadu pada satu dasawarsa ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, fenomena ini merupakan bentuk kesadaran terhadap pentingnya menata kurikulum pendidikan khususnya di Indonesia. Maka, melakukan tinjauan terhadap kurikulum pendidikan yang digunakan oleh sekolah dasar Islam terpadu khususnya di Kota Bandar Lampung akan dapat membantu untuk mengevaluasi, dan kemudian melanjutkan atau tidak melanjutkan dan kemudian memperbaiki kurikulum pendidikan yang saat ini digunakan oleh sekolah dasar Islam terpadu agar sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. 12 E. METODE PENELITIAN Metedologi penelitian yang terdiri dari: desain penelitian, populasi dan sampel, tempat penelitian, waktu penelitian, definisi operasional, etika penelitian, metode pengumpulan data, uji coba instrument, prosedur pengumpulan data. - Desain Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode kajian pustaka, content analisis, dan kualitatif. Metode kajian pustaka diperlukan untuk mendapatkan rumusan kurikulum penndidikan dari hasil mensintesiskan hasil-hasil pemikiran dari pengusung positivisme, dan pemikir-pemikir Islam seperti Ibnu Khaldun dan Imam Al-Ghazali. Penelitian kemudian dilanjutkan kepada tinjauan terhadap kurikulum yang digunakan oleh sekolah dasar Islam terpadu, pada tahap ini akan digunakan metode content analisis untuk mendapatkan perbandingan dan pengukuran terhadap kecenderungan penggunaan kurikulum sekolah dasar Islam terpadu. Dalam rangka meraih perbandingan dan pengukuran yang valid terhadap kecenderungan kurikulum yang digunakan oleh sekolah dasar Islam terpadu, penelitian diteruskan kepada penelitian kualitatif, khususnya dengan melakukan observasi atau pengamatan terhadap peserta didik, untuk melihat hasil dari penerapan kurikulum yang digunakan sekolah dasar Islam terpadu. 13 B. Populasi Dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan satuan yang ingin diteliti (Prasetyo,2005). Populasi penelitian ini adalah seluruh sekolah dasar Islam terpadu di Kota Bandar Lampung. 2. Sampel Penelitian dan Tekhnik Sampling Sampel Penelitian dan Tekhnik Sampling yang akan digunakan adalah snowball sampling, dimana seluruh populasi akan dijadikan sample penelitian sampai peneliti mendapatkan jawaban yang sesuai. Penelitian akan dimulai terhadap beberapa subjek penelitian terlebih dahulu, dan kemudian dilanjutkan pada subjek-subjek penelitian lainnya, sampai benar-benar mendapatkan jawaban sesuai dengan rumusan masalah dan kerangka penelitian yang telah ditetapkan. C. Sumber Data Penelitian Sumber penelitian yang akan digunakan adalah: 1. Dokumentasi Dokumentasi yang dimaksud berupa buku-buku yang terkait dengan metode berfikir positivistik yang terkait dengan kurikulum dan metode pendidikan, buku-buku karya pemikir Islam seperti 14 Imam Al-Ghazali, dan Ibnu Khaldun yang menerangkan permasalahan terkait landasan filosofi atau metode berfikir yang terkait dengan kurikulum dan metode pendidikan. 2. Blueprint Kurikulum Blue print kurikulum yang dimaksud adalah yang dimiliki dan digunakan oleh sekolah dasar Islam terpadi di Kota Bandar Lampung, juga kurikulm pendidikan dasar nasional. 3. Hasil Wawancara Wawancara akan digunakan untuk melengkapi analisis terhadap latar belakang penggunaan kurikulum, dan mendapatkan pemahaman terkait dengan alasan digunakannya kurikulum sekolah dasar Islam terpadu. 4. Hasil Observasi Observasi dimaksudkan utuk mendapatkan validitas terhadap pengukuran data semantik yang telah dilakukan sebelumnya. D. Tekhnik Pengumpulan Data Pengumpulan Data akan dilakukan dengan menggunakan tekhnik: 1. Kajian Pustaka Kajian pustaka dilakukan dengan cara mengkaji dokumentasi yang dimaksud berupa buku-buku yang terkait dengan metode berfikir 15 positivistik yang terkait dengan kurikulum dan metode pendidikan, buku-buku karya pemikir Islam seperti Imam Al-Ghazali, dan Ibnu Khaldun yang menerangkan permasalahan terkait landasan filosofi atau metode berfikir yang terkait dengan kurikulum dan metode pendidikan. Selain itu kajian pustaka juga dilakukann melalui Blueprint Kurikulum yang dimaksud adalah yang dimiliki dan digunakan oleh sekolah dasar Islam terpadi di Kota Bandar Lampung, juga kurikulm pendidikan dasar nasional. 2. Focus Group Discussion Tehnik ini pada dasarnya adalah tehnik wawancara yang melibatkan responden dalam pembahasan masalah dan memperlakukan responden sebagai subjek yang mengetahui masalah yang sedang diteliti. Diharapkan dengan tehnik ini akan didapatkan data yang luas dan permasalahan, faktor-faktor penghambat, kendala, dan juga faktor yang mendukung terkait dengan kurikulum pendidikan pada Sekolah Dasar Islam Terpadu. E. Tekhnik Analisa Data Tekhnik analisa data meliputi penyimpulan-penimpulan sementara, dan kemudian penyimpulan secara keseluruhan, kemudian diperjelaskan dengan penjelasan secara deskriptif. Data yang didapatkan melalui dari hasil 16 wawancara dengan tekhnik Focus Group Discussion dinterpretasikan dengan melihat kesesuaiannya dengan tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode pendidikan, evaluasi pendidikan yang telah disarikan dari beberapa literatur pemikir-pemikir Islam. 17 BAB II Landasan Teori II.1. Macam Ilmu Pengetahuan dalam Pandangan Imam Ghazali Agama Islam sangat mementingkan ilmu pengetahuan, dalil-dalilnya adalah sebagai berikut: ۡ َ َ َ ه َ َ ه َ ٓ َ َٰ َ َ ه َ َ ۡ َ َ َٰٓ َ ه َ ه ْ ه ْ ۡ ۡ َ ٓ َ َۢ ۡ ۡ َ ٓ َ َ ه َ ۡ يزَٱ َ١٨َِيم َۡلك ه َطََلَإِل َٰ َهَإَِلَه َوَٱل َع ِز ه َ ِ َوٱلملئِك َةَوأولواَٱلعِل َِمَقائِماََب ِٱلقِس َ ّللَأن َهۥََلَإِلهَإَِلَهو َ ش ِه َدَٱ Artinya: “Allah meyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu)”. (Ali ‘Imran: 18).1 Allah ‘Azza Wa Jalla meninggikan beberapa derajat orang yang berilmu, dalilnya sebagai berikut: َ َ ۡ ه ْ َ َ َ َ َ َ ه ه ْ َ ه ه ْ ََۡ َه َ ِينَأهوتهواَْٱ ۡلع ۡل ََمَ َد َر َ َ١١.......َجَٰت ََ َوٱَّل َ ام هنواَمِنكم ِينَء َ ّللَٱَّل َ واَيرفعِ َٱ َ واَ َفٱنُش َ ِإَوذاَقِيلَٱنُش...... ِ Artinya: “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat” (Al Mujadilah: 11)2 1 Imam al-Ghazali, Ihya Ulumiddin Jilid 1, terjemahan oleh Drs. H.Moh. Zuhri, Dipl TAFL, 1990, h: 9) 2 Ibid. h: 10 Al-Qur’an sebagai kitab suci Umat Islam tidak dapat dipahami jika seseorang tidak memiliki ilmu, Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman: َ ََ َۡ ۡ ْ َ َ ه ه ۡ َٰ َ َ ٓ َ َ ٞ َ َ َۢ َء َاي َٰ ه َ ۡاََي تَِف ه َ لَ هه َو َ َ٤٩َون َ ح هدَأَِبيَٰت ِ َناَإَِلَٱلظل هِم ِينَأوتواَٱلعِل َمَوم َ َص هدورَِٱَّل َ َب ِ َٰتَبيِن Artinya: “ Sebenarnya, Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu”. (Al-‘Angkabut: 49) Sama sekali tidak ada perdebatan dalam hal pengertian yang diberikan oleh Imam al-Ghazali bahwa Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan dunia sebagai bekal untuk akhirat bagi manusia, dan agar manusia memperoleh yang baik untuk berbekal. Seandainya manusia dapat memperolehnya dengan adil maka tidak akan terjadi persengketaan-persengketaan, namun manusia memperolehnya melalui pertempuran “syahwat” sehingga muncul beragam persengketaan, karenanya manusia membutuhkan suatu peraturan untuk menengahi antar manusia. Perlu ada pedoman bagi manusia agar urusan-urusan manusia teratur karena istiqamah manusia di dunia, yang dengan demikian urusan-urusan dunia tersebut tidak terlepas dari agama, karena dunia adalah ladang akhirat , dan agama tidak sempurna kecuali dengan dunia. Keterkaitan antara urusan dunia dengan agama digambarkan dengan jelas melalui pernyataan Imam al-Ghazali berikut: dunia dan agama adalah dua anak kembar. Agama adalah asal dan sultan adalah penjaga, sesuatu yang tidak mempunyai asal atau pokok maka sesuatu itu akan roboh, dan sesuatu yang tidak berpenjaga maka sesuatu itu sia-sia (hilang). Dunia dan pedoman tersebut tidak sempurna kecuali dengan sultan. Jalan memberi pedoman dibidang pemerintahan adalah fiqh. Selanjutnya dianalogikan oleh Imam al- 16 Ghazali mengenai keterkaitan antara urusan dunia dan agama adalah seperti orang yang hendak menunaikan ibadah hajji, yang tidak akan sempurna tanpa pengawal yang akan menjaga dari bangsa Arab di jalan. Dalam kejadian ini Hajji adalah suatu hal pertama, menempuh perjalanannya adalah hal kedua, melaksanakan penjagaan dimana tidak sempurna hajjinya tanpa ada pengawalan adalah hal ketiga, megetahui jalan penjagaan, tipu daya yangdapat terjadi dan undangundangnya adalah hal keempat. Hasil dari vak fiqih adalah mengetahui jalan-jalan politik dan penjagaan3. Tujuan-tujuan manusia tergabung di dalam agama dan dunia. Agama tidak teratur kecuali dengan teraturnya dunia,karena dunia adalah ladang bagi akhirat. Dunia adalah alat yang menyampaikan kepada Allah ‘Azza Wa Jalla bagi orang yang mengambil dunia sebagai alat dan persinggahan, bukan bagi orang yang menjadikan dunia sebagai tempat menetap dan tujuan akhirnya. Urusan dunia tidaklah teratur kecuali dengan amal-amal anak adam. Selanjutnya berangkat dari pemahaman keterkaitan antara urusan dunia dan agama yang telah disebutkan di atas, dapat dipahami pula pembagian dua jenis ilmu oleh Imam al-Ghazali yaitu sebagai berikut: A. Jenis Ilmu atas Dasar Arahnya 1. Ilmu Dunia, adalah jalan untuk keseimbangan perikeadaan manusia dalam mu’amalah dan perbuatan-perbuatan. Pemantapan ilmu dunia tidak dapat dilakukan di luar lapangan ilmu dunia, pemantapan ilmu dunia menggunakan ilmu akhirat adalah kesalahan. Ilmu dunia merupakan suatu 3 Ibid. h: 56 17 akibat dari usaha-usaha dan pekerjaan manusia untuk menyelesaikan urusan dunianya. Terdapat empat hal pokok urusan dunia yang selanjutnya menjadi ilmu-ilmu dunia yaitu: Pertanian untuk pangan, pertenunan atau perajutan untuk sandang, bangunan untuk tempt tinggal, dan politik untuk menghimpun, kemasyarakatan dan tolong menolong untuk sebab-sebab kehidupan dan menstailkannya. Empat hal pokok tersebut menghasilkan urusan-urusan yang selanjutnya memperluas ilmu dunia yaitu: a. Sesuatu yang berhubungan dengan menyiapkan dan melayani pekerjaan itu, seperti: perindustrian besi/baja untuk mendukung atau melayani urusan pertanian ataupun perajutan. b. Sesuatu yang berhubungan dengan penyempurnaan empat hal pokok di atas seperti: penggilingan pada pertanian, atau pengguntingan pada perajutan, dan lain sebagainya. Menurut Imam al-Ghazali yang termulia dari urusan-urusan dunia tersebut adalah urusan-urusan pokok, dan yang paling pokok dan termulia adalah politik karena politik dipergunakann untuk menghimpun dan memperbaiki. Oleh karena itu pekerjaan dalam urusan politik menuntut kesempurnaan dari yang mengerjakannya atau yang menanganinya karena harus mempergunakan seluruh pekerjaan lainnya. Politik adalah perbaikan manusia dan menunjukkan manusia ke jalan yang lurus untuk penyelamatan mereka dunia dan akhirat. Ada empat tingkatan kemulian dalam pekerjaan politik sebagai pekerjaan perbaikan manusia yaitu: 18 a. Politik para Nabi as b. Politik para khalifah, para raja, dan para sultan, dan hukum mereka atas golongan khusus dan umum mengenai lahir mereka, tidak batin mereka, yaitu dengan menyuruh, melarang, dan mengundangkan. c. Politik para ulama (orang-orang yang mengetahui) tentang Allah dan AgamaNya yang mana mereka adalah pewaris para Nabi, dan hukum mereka atas batin golongan khusus saja. Sedangkan golongan umum tidak dapat memahami untuk mengambil faidah dari para ulama. Kekuatan para ulama tidak sampai pada pengurusan lahir golongan umum dengan menyuruh, melarang, dan mengundangkan. d. Politik para tukang nasihat dan hukum mereka pada batin golongan umum saja. Keempat pekerjaan di atas setelah kenabian adalah pekerjaan memfaidahkan ilmu dan membersihkan jiwa manusia dari perangai yang tercela dan membinasakan, lalu menunjukkan mereka kepada perangai atau akhlak yang terpuji dan menjadikan bahagia. Maka pekerjaan-pekerjaan tersebut disebut Imam al-Ghazali sebagai pekerjaan pengajaran. Dengan demikian ilmu dunia adalah ilmu yang berguna bagi manusia untuk melayani, menyelesaikan, dan memenuhi kebutuhankebutuhan, urusan-urusan, dan pekerjaan-pekerjaan manusia yang harus dipelajari dan dikembangkan dengan menggunakan akal manusia dan percobaan-percobaan. Tetapi akhlak manusia, keyakinan manusia kepada Allah ‘Azza Wa Jalla harus terus dibimbing, diarahkan, dan atau ditunjukkan dengan pengajaran yang 19 menggunakan Ilmu Akhirat. Dalam hal ini, Ilmu Akhirat dapat diuraikan sebagai berikut: 2. Ilmu Akhirat adalah ilmu yang diarahkan ke akhirat, ilmu ini terbagi menjadi dua yaitu pertama, Ilmu Mukasyafah adalah sesuatu yang dari padanya dituntut untuk diketahui. Ilmu Mu’amalah adalah jalan kepada Ilmu Mukasyafah. Ilmu ini oleh para Nabi tidak dibicarakan kepada para makhluk atau manusia secar umum kecuali dalm ilmu dan jalan petunjuk kepada Allah SWT, Ilmu Mukasyafah oleh para Nabi dan ulama sebagai pewaris para Nabi dibicarakan hanya dengan rumus dan isyarat, atas jalan perumpamaan dan global, karena mereka megetahui sempitnya pemahaman para makhluk untuk menanggung atau memahaminya. Kedua: Ilmu Mu’amalah adalah sesuatu yang dari padanya dituntut untuk mengetahui dan mengamalkannya. Ilmu Mu’amalah terdiri dari ilmu lahir dan ilmu bathin, ilmu lahir adalah mengenai amalan anggota-anggota badan dan terbagi menjadi adat dan ibadat, dan ilmu bathin mengenai amalan-amalan hati yag terbagi menjadi terpuji dan tercela. Secara garis besar pokok-pokok dalam Ilmu Mu’amalah terdiri dari: I’tikad atau kepercayaan, melakukan, dan meninggalkan. B. Jenis Ilmu berdasarkan Kewajibannya Hukum fardhu dalam hal ilmu ini dibagi menjadi Fardhu’ain dan fardhu kifayah. Penjelasannya adalah sebagai berikut4: 4 Ibid, 53-55 20 1. Fardhu’ain: Ilmu menjadi fardhu’ain atas dasar bahwa seseorang harus meninggalkan dan melakukan. Contoh: pedagang yang berdagang di daerah yang dikenal terdapat riba, maka wajib bagi pedagang tersebutuntuk mempelajari riba, maka wajib bagi pedagang tersebut untuk mempelajari riba agar mengetahui yang harus ditinggalkan. Dengan kata lain Ilmu yang fardhu’ain adalah ilmu seseorang wajib mempelajari sesuatu karena biasanya akan terjadi padanya dalam waktu yang dekat, karena setiap orang hari ke hari yang dilaluinya dalam perilakunya tidak terlepas dari kenyataan dari kenyataan dan peribadatan dan pergaulannya yang terdapat kewajiban-kewajiban baru atasnya. Setiap manusia mengalami tahapan perkembangan dalam hidupnya sehingga ilmu yang fardhu’ain bagi seseorang mengikuti tahapan perkembangan kehidupannya. 2. Fardhu Kifayah: adalah ilmu yang tidak dapat tidak dibutuhkan untuk menegakkan urusan-urusan dunia seperti kedokteran yang dibutuhkan untuk memelihara kesehatan dan kekalnya tubuh, ilmu berhitung karena sangat dibutuhkan dalam penyelesaian urusan manusia seperti urusan pembagian warisan dan sebagainya. Termasuk pula dalam fardhu Kifayah adalah perindustrian, pertanian, pembekaman, perajutan, dan politik. Ilmuilmu tersebut adalah fardu kifayah, yaitu jika pada suatu negeri tidak ada orang yang menegakkannya maka penduduk negeri itu berdosa, karena jika ilmu-ilmu tersebut tidak ditegakkan artinya penduduk negeri tersebut membiarkan diri mereka hancur. 21 Terdapat pula ilmu yang tidak fardhu melainkan dipandang sebagai keutamaan (fadhilah) yaitu ilmu yang dapat saja tidak dibutuhkan tetapi memberi faidah untuk menambah kemampuan yang dibutuhkan. Ilmu yang termasuk dalam kategori fadhilah seperti, hakikat-hakikat kedokteran, juga ilmu tentang detaildetail hitungan. C. Jenis Ilmu yang Dinisbatkan Fardhu Telah dijelaskan ilmu-ilmu yang menjadi fardu’ain dan fardhu kifayah, atas dasar ilmu-ilmu yang dinisbatkan fardhu tersebut dapat dikelompokkan sebagai ilmu syara’ dan ilmu yang bukan syara’. 1. Ilmu Syara’: adalah sesuatu yang diambil dari para Nabi as (shalawatullah ‘alaim wa salamuhu) dan akal tidak menunjukkan kepadanya seperti berhitung, tidak pula melalui percobaan-percobaan seperti kedokteran, dan tidak pula melalui pendengaran. Ilmu-ilmu sara adalah ilmu yang seluruhnya terpuji yang terdiri dari pokok-pokok dan cabang-cabangnya. Terdapat empat macam ilmu yang termasuk dalam pokok-pokoknya, dan empat macam ilmu yang termasuk dalam cabang-cabangnya. Macammacam ilmu syara’ dapat tergambar dalam skema dibawah ini: 22 Ilmu Syara’ Pokok-Pokok (Ushul): 1. Kitabullah 2. Sunnah Rasul 3. Ijma’ Umat (yang menunjuk kepada sunnah) 4. dan atsar sahabat (yang juga menunjuk kepada sunnah) Cabang-cabang (Furu’): Yaitu sesuatu yang difahami dari pokokpokok ilmu bukan melalui lafal-lafalnya melainkan dari pengertian-pengertian yang diketahui oleh akal. Terbagi menjadi: 1. Berkaitan dengan kemaslahatan dunia 2. Berkaitan dengan kemaslahatan akhirat 3. Muqaddimat yaitu ilmu-ilmu yang menjadi alat bagi ilmu lainnya seperti: ilmu bahasa dan tata bahasa 4. Penyempurna Ilmu Al-Qur’an, seperti: tafsir, ushul fiqh, dsb. Terdapat pula ilmu yang merupakan penyempurna dari atsar dan hadits yaitu, ilmu mengenai periwayat hadits, nama dan nasab (keturunan) para periwayat hadits, nama sahabat dan sifat-sifat sahabat, keadilan rawi dan keadaan mereka untuk membedakan yang kuat dan yang lemah, dan ilmu untuk mengetahui umur mereka untuk membedakan mursaldari musnad. Ilmu-ilmu tersebut di atas adalah ilmu-ilmu Syari’ah, san seluruhnya adalah terpuji bahkan seluruhnya termasuk fardhu kifayah. 2. Ilmu-ilmu yang bukan Syara’ terbagi menjadi: 23 a. Ilmu yang terpuji adalah ilmu yang berkaitan dengan kemaslahatan urusan-urusan dunia seperti kedokteran dan berhitung. Ilmu ini terdiri dari yang fardhu kifayah dan yang fadhilah. b. Ilmu yang tercela adalah ilmu sihir, mantera-mantera, membalik pandangan mata dan menutup hakikat sesuatu. c. Ilmu yang mubah adalah ilmu syi’ir (puisi) yang tidak porno, sejarahsejarah berita dan sesuatu yang sejalan dengannya. II.2. Tujuan Ilmu dalam Pandangan Imam al-Ghazali Kemulian ilmu terletak pada kegunaan ilmu sebagai perantara ke perkampungan akhirat, jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah ‘Azza Wa Jalla, tidak akan sampai kepadaNya mahluk kecuali dengan ilmu dan ‘amal, dan tidak akan sampai kepada amal kecuali dengan ilmu tentang cara mengamalkan 5. Pangkal kebahagian di dunia dan akhirat adalah ilmu. Maka ilmu adalah amal yang paling utama. Buah kemulian ilmu adalah dekat kepada Allah. Tuhan semesta alam, menyusul ketinggian malaikat, dan ketinggian kelompok lainnya, Ini adalah tujuan akhirat. Buah dari kemuliaan ilmu di dunia dapat dilihat dari kemuliaan pengaruh dan pelaksanaan pemerintahan ditangan raja-raja, atau presiden, atau gelar pemerintahan lainnya yang berilmu. Tujuan ilmu adalah untuk hati dan jiwa manusia. Guru sebagai pengajar menyempurnakan, membersihkan, mensucikan, dan menuntut hati untuk dekat kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. 5 Ibid.h: 42 24 II.3. Hubungan antara Ilmu Dunia dan Ilmu Akhirat dalam Pandangan Imam al-Ghazali Hubungan antara ilmu dunia atau ilmu bukan syara’ dengan ilmu syara’ adalah seperti halnya hubungan antara dunia dan akhirat, bahwasannya dunia adalah jalan menuju akhirat, perlu dicapai kesempurnaan dunia untuk mendapatkan kesempurnaan akhirat. Kesempurnaan dunia bukanlah pencapaian materi atau kekayaan atau sesuatau yang hanya dapat dilihat atau dirasakan dan dinikmati, melainkan juga pencapaian kebaikan-kebaikan hati yang menjadi penuntun manusia untuk berbuat dan menjalani kehidupan dunianya. Dunia adalah ladang akhirat, agama tidak sempurna kecuali dengan dunia. Maka ilmu fiqh yang masuk dalam golongan ilmu syara’ dikategorikan sebagai iImu dunia, karena tujuan ilmu fiqh adalah untuk menunjukkan kepada aturan-aturan yang menjadi tuntunan manusia untuk mencapai kebaikan amal perbuatannya, dengan kata lain, tujuan utama ilmu fiqh adalah pembentukan akhlak manusia. Agama dijaga oleh sultan atau pemimpin pemerintahan dan pemberi pedoman kepada sultan atau pemimpin pemerintahan dalam menjalankan pemerintahannya adalah fiqh, ini adalah alasan Imam al-Ghazali mengkategorikan Fiqh sebagai ilmu dunia dan fuqaha dikelompokkan kedalam ulama dunia. Seorang faqih tidak bisa berbicara mengenai sesuatu di luar lapangannya, seperti mengenai penyakitpenyakit hati dan bgaimana cara mengamalkannya, namun faqih berbicara hanya mengenai apa yang mencacatkan keadilan. Seluruh pandangan faqih adalah berkaitan dengan dunia yang dengan dunia itu baiknya jalan akhirat. 25 Terkait dengan ilmu fiqh yang menunjukkan baik dan tidaknya perbuatan manusia pangkalnya adalah mu’amalah yaitu ilmu tentang keadaan hati atau sifatsifat hati. Dalam hal ini, Sifat-sifat hati yang tercela adalah ladang kekejian dan tempat tumbuhnya perbuatan-perbuatan yang dilarang, sedangkan sifat-sifat hati yang terpuji adalah sumber ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah SWT dan ladang bagi tumbuhnya perbuatan-perbuatan yang terpuji. Ditinjau dari hubungan antara ilmu dunia dan ilmu akhirat, Imam Al-Ghazali memberikan tingkatan ilmu sebagai berikut: Ilmu Mukasyafah Ilmu Jalan Akhirat Ilmu mu’amalah Ilmu Fiqh Ilmu-Ilmu Penunjang Akhlak Kedokteran, pertanian, berhitung, dll. Ilmu Jalan akhirat (Mukasyafah dan mu’amalah) dan ilmu fiqh keduanya digolongkan sebagai ilmu syara’ yaitu ilmu yang berasal dari nabi. Namun ilmu fiqh digolongkan sebagai ilmu dunia karena ilmu fiqh tidak dapat tidak dibutuhkan seseorang untuk jalan keakhirat. Benang merah Hubungan antara ilmu dunia dan ilmu akhirat dapat direntangkan dengan melihat dari tingkatan ilmu dalam gambar di atas,yaitu sebagai berikut: 26 1. Ilmu-ilmu penunjang dibutuhkan manusia untuk keberlangsungan hidupnya di dunia, untuk menjaga kesehatannya, menyembuhkan sakitnya, memenuhi kebutuhan makannya, dan sebagainya, maka; 2. Ilmu fiqh adalah ilmu tentang akhlak manusia, yang menunjukkan sesuatu yang bisa dilakukan dan yang tidak bisa dilakukan, sesuatu yang halal dimakan, dan sesuatu yang tidak halal dimakan. Tujuan ilmu fiqh adalah agar manusia baik dalam amalan – amalan zahirnya, agar terdapat keteraturan dalam hubungan antar manusia di dunia. Maka ilmu fiqh tidak dapat tidak dibutuhkan manusia baik orang sehat maupun orang sakit. Ilmu fiqh melihat amal-amal anggota badan, dan sumber tempat amal-amal anggota badan adalah sifat-sifat hati, amal yang terpuji bersumber dari sifat-sifat hati yang terpuji, dan amal yang tercela dan keji bersumber dari sifat-sifat hati yang tercela, maka; 3. Ilmu fiqh berdampingan dengan ilmu jalan ke akhirat (ilmu mukasyafah dan mu’amalah) yang menunjukkan jalan menuju pada keadaan sifat-sifat hati yang terpuji. Pada setiap tingkatan ilmu tersebut dapat diperoleh dengan jalan belajar, dan wajib untuk yang menguasai setiap tingkatan ilmu untuk mengajarkannya. Tidak dapat seseorang belajar kepada yang bukan ahlinya, seseorang harus belajar kepada ahlinya, dan mengajar pun harus berdasarkan keahliannya. Ilmu mukasyafah sebagai tingkatan yang tertinggi karena ilmu ini ditempuh dengan jalan riyadah (latihan, riyalat). Ilmu ini tidak dapat diraih oleh manusia kecuali 27 yang telah mendapatkan ma’rifat dari Allah SWT. Hal ini oleh Imam Al-Ghazali dicontohkan melalui kisah pembicaraa Al Juned rahimahullah kepada gurunya, yang digambarkan dengan kata-kata bahwa orang-orang yang mendapat hadits dan ilmu kemudian ia bertasawuf maka ia akan mendapatkan kemenangan dan orang yang bertasawuf sebelum berilmu maka akan membahayakan dirinya sendiri. Tentang ilmu mukasyafah (Ilmu bathin) digambarkan pula oleh Imam alGhazali bahwa ilmu mukasyafah atau ilmu bathin yang terendah yang dikuasai manusia adalah dengan membenarkan (tashdiq)Nya dan pasrah kepada ahlinya6. II.4. Kedudukan Filsafat dalam Ilmu Pengetahuan dalam Pandangan Imam al-Ghazali Ilmu filsafat bukanlah ilmu yang mandiri, ilmu filsafat terdiri dari empat bagian yaitu: 1. Ilmu ukur dan ilmu hitung, kedua ilmu ini diperbolehkan (sebagai ilmu penunjang). Kedua ilmu ini tidak dicegah kecuali orang-orang yang dikhawatirkan melampaui batas kepada ilmu-ilmu yang tercela. 2. Ilmu mantiq, adalah ilmu yang membahas tentang segi dalil dan syaratsyaratnya, baras dan syarat-syaratnya. Keduanya masuk dalam ilmu kalam. 3. Ilmu ketuhanan (Ilahiyyat), yaitu membahas tentang Dzat Allah SWT dan sifat-sifatNya dan itu termasuk dalam ilmu kalam juga. 6 Ibid.h: 69 28 4. Ilmu alam, sebagiannya bertentangan dengan ilmu syara’ dan agama yang benar. Oleh karena itu, terkait dengan ilmu filsafat, dalam kategori fardhunya ilmu kalam masuk dalam golongan fardu kifayah karena berfungsi untuk menjaga hati orang-orang awam dari penghayalan orangorang yang membuat bid’ah. Ilmu kalam laksana kebutuhan manusia untuk menyewa pengawal dalam pelaksanaan ibadah hajji dari kezaliman bangsa arab, seandainya bangsa arab telah meningggalkan permusuhannya, maka menyewa pengawal tidaklah dibutuhkan seperti itu pula halnya seandainya orang-orang yang berbuat bid’ah telah meninggalkan kesalahan – kesalahannya, maka tidak diperlukan untuk menambah atas apa yang dikenal pada masa sahabat ra. Tidaklah masuk kedalam golongan ulama agama ketika mutakallim (ahli ilmu kalam) tidak menempuh jalan akhirat dan tidak mendidik serta memperbaiki hati, seorang ahli ilmu kalam haruslah mengetahui batas-batasnya dalam agama, tidak boleh melampaui batasnya dalam agama, karena kedudukan mutakallim seperti halnya pengawal dalam perjalanan hajji yang menjaga dari kezaliman bangsa arab pada waktu itu. Dengan demikian dalam pandangan Imam al-Ghazali orang yang belajar filsafat terlebih dahulu harus dilandasi kesempurnaan aqidah, kesempurnaan tauhid atau taqlidnya kepada Allah SWT, karena menjadi ahli filsafat dalam hal ini ahli ilmu kalam semata-mata bertujuan untuk menjadi pengawal atau menjaga aqidah orang-orang awam dari kejahilan orang-orang yang menyampaikan hal-hal yang bid’ah. 29 Meskipun demikian, pandangan ini pulalah yang menyebabkan beberapa pemikir Islam menolak dan memberikan kritik tajam terhadap pandangan Imam al-Ghazali tersebut. Namun, pada beberapa uraiannya yang lain Imam al-Ghazali tidak benar-benar membenarkan kemanfaatan ilmu fillsafat dalam hal ini ilmu kalam, ia menukilkan perkataan Ibnu Mas’ud ketika Umar ra, meninggal: “telah meninggal 9/10 ilmu, ilmu yang meninggal 9/10 dengan meninggalnya Umar ra, dan Umarlah yang menutup ilmu kalam dan debat, Umar memukul Shabiqh dengan cambuk ketika mengajukan pertanyaan kepadanya mengenai pertentangan dua ayat Kitabullah (Al-Qur’an) Umar mendiamkannya dan menyuruh manusia untuk mendiamkannya”. Imam al-Ghazali melalui penukilan kisah tersebut menunjukkan ketidakutamaan ilmu filsafat terutama ilmu kalam, namun diperkenankan jika ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah ‘A zza Wa Jalla dengan ilmunya yaitu mempertahankan aqidah orang-orang awam. Dalam hal ini menurut Imam al-Ghazali sesungguhnya setiap ilmu yang diamalkan adalah perbuatan yang diusahakan, dan tidak seluruh amal adalah ilmu, contohnya; seorang dokter dapat mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan ilmuNya maka ia diberi pahala atas ilmunya dari segi ia beramal karena Allah SWT. Seorang penguasa yang menjadi penengah diantara mahluk yang perbuatannya ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah ‘Azza Wa Jalla, maka penguasa tersebut mendapatkan keridhaan di sisi Allah SWT dan diberi pahala bukan karena ilmunya 30 melainkan karena perbuatannya. Dalam kaitan uraian ini menurut Imam al-Ghazali bagian-bagian yang dapat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT ada tiga, yaitu: 1. Ilmu semata, yaitu Ilmu Mukasyafah 2. Amal semata, yaitu seperti keadilan penguasa dan pemeliharaannya terhadap manusia 3. Tersusun dari amal dan ilmu yaitu ilmu jalan akhirat. Pemilik ilmu ini adalah sebagian dari ulama dan orang-orang yang beramal. Dengan demikian dengan segala kategori ilmu yang telah diuraikan oleh Imam al-Ghazali, maka kesemuanya ditujukan untuk mencari keridhaan Allah ‘Ajja Wa Jalla, memperkuat keimanan dan tauhid manusia, sehingga landasannya adalah keyakinan kepada kekuasaan dan kebesaran allah SWT serta akhlak yang baik. II.5. Hakikat Akal dalam Pandangan Imam al-Ghazali Kemuliaan manusia adalah disebabkan oleh karena kemuliaan akal. Kemulian akal adalah karena akal merupakan sumber ilmu, sebagai dasar atau tempat terbitnya ilmu. Ilmu dalam Al-Qur’an disebut sebagai cahaya bagi kehidupan manusia dan ketiadaan ilmu adalah kegelapan dan disebut sebagai kebodohan, seperti Firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah: 257: 31 ُّ ه ۡ َ ه َ ُّ َ َ َ َ ْ ه َ ُّ َ َ َ َ َ ه ٓ ْ َ ۡ َ ٓ ه ه ه َ َٰ ه َوت َلطغ ه ِين َكفروا َأو ِِلاؤهم َٱ َ ورَِ َوٱَّل َ ت َإَِل َٱنل َِ َٰ ام هنوا َُي ِر هج ههمَم َِن َٱلظل َم ِين َء َ ّلل َو ِِل َٱَّل َ ٱ َ ه ۡ ه َ ه َ ُّ َ ُّ ه َ َٰ ه ْ َ َٰٓ َ َ ۡ َ َٰ ه َ ه ۡ َ َ َٰ ه َ َ٢٥٧َِلون َ تَأولئِكَأصحبَٱنل َِ ورَِإَِلَٱلظلم َ ُي ِرجونهمَمِنَٱنل ِ ارَِه َمَفِيهاَخ Artinya: “Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kebodohan) kepada cahaya (ilmu)”. Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa tidak sempurna dan tidak lurus agama seseorang sampai sempurna akalnya, pada hadits lain Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa akal adalah tiang bagi keimanan seseorang, ibadah dan perbuatan dan perkataan seseorang sesungguhnya menurut kadar akalnya masingmasing. Berdasarkan ayat Al-qur’an dan beberapa hadits nabi tersebut di atas, dalam konteks pendidikan, maka perlu diperlukan penjelasan mengenai cara mencapai kesempurnaan akal dan pada kondisi apa akal dapat dikatakan sempurna. Agar dapat mencapai kebutuhan untuk penjelasan yang dibutuhkan tersebut, Imam al-Ghazali memberikan penjelasan mengenai hakikat akal yaitu sebagai berikut: 1. Akal adalah sifat yang membedakan manusia terhadap seluruh binatang. Itulah yang menjadikan manusia siap untuk menerima ilmu-ilmu yang bersifat penalaran dan merenungkan pekerjaan-pekerjaan yang samar yang memerlukan pikiran. Akal adalah naluri yang dengannya siap untuk mengetahui ilmu-ilmu penalaran, penjelasan Harts bin Asad Al Muhasibi tentang naluri ini sangat berbeda dengan pandangan positivisme tentang 32 naluri. Imam al-Ghazali menjelaskan ungkapan Harts bin Asad Al Muhasibi tersebut, bahwa dalam Islam naluri dalam akal manusia berbeda dengan naluri dalam pandangan positivistik. Naluri dalam akal adalah naluri kepada ilmu-ilmu penalaran seperti nisbatnya mata adalah melihat, sedangkan naluri dalam hewan adalah kepada hal-hal yang bersifat inderawi berupa adat kebiasaan yang telah ditetapkan Allah ‘Ajja Wa Jalla yang berlaku secara sistematis, contohnya adalah adanya geerakan-gerakan khusus yang berlaku pada hewan karena berlakunya adat kebiasaan tertentu, kepada adat kebiasaan yang telah ditetapkan sebagai hukum Allah “Ajja Wa Jalla itulah arah naluri hewan, yang oleh karena hukum seperti inilah dapat dipersamakan hewan-hewan dengan benda padat yang mati, perbedaannya terletak pada adanya gerakan-gerakan khusus tersebut untuk keberlangsungan hidup hewan. Sedangkan naluri dalam akal manusia adalah rangkaian penyingkapkan ilmu-ilmu yang bagi akal ilmu-ilmu tersebut seperti nisbat cahaya matahari kepada penglihatan. 2. Akal adalah ilmu-ilmu yang keluar dalam wujud anak kecil yang sudah dapat membedakan kemustahilan dalam barang-barang yang mustahil, atau kemungkinan dalam barang-barang yang mungkin, juga seperti pengetahuan bahwa dua lebih banyak dari satu, juga seperti pengetahuan tentang tidak mungkinnya satu orang berada dalam dua tempat. 3. Akal adalah ilmu-ilmu yang diperoleh dari pengalaman dengan berjalannya peristiwa-peristiwa. Orang yang didik oleh pengalaman rangkaian peristiwa- 33 peristiwa atau keadaan-keadaan yang dialaminya maka dapat disebut sebagai seseorang yang berakal. 4. Kekuatan naluri dalam diri manusia dapat berakhir sampai pada keadaan mengetahui kesudahan berbagai urusan dan menahan syahwat atau keinginan yang segera dan memaksanya. Apabila kekuatan semacam ini berhasil maka orang yang memilikinya disebut sebagai seorang yang berakal karena mempunyai penalaran mengena kesudahan atau akibatnya keputusannyya bukan berdasarkan keinginan atau syahwat yang segera. Kemampuan melakukan pengekangan terhadap apa yang dikehendaki karena didasari penalaran tentang kesudahannya atau akibatnya adalah bentuk dari akal seseorang. Menurut asal bahasa akal seperti menjadi kiasan bagi naluri, namun tujuannya pembahasan inilah bukanlah bahasa, melainkan untuk menunjukkan bahwa ilmu-ilmu yang terkandung dalam 4 (empat) bagian di atas seolah-olah terkandung dalam naluri itu secara fitrah. Naluri tersebut akan tampak dalam suatu wujud apabila sebab-sebab untuk terwujudnya telah berjalan sehingga seolah-seolah ilmu-ilmu ini datang kepada seseorang tidak berasal dari luar dirinya, melainkan ilmu-ilmu ini seolah-oleh tersembunyi di dalamnya. Perumpamaan ilmu-ilmu ini adalah seperti air yang terkandung di bumi dan akan keluar atau tampak setelah menggali sumur. Demikian pula seperti minyak yang terdapat di dalam kelapa, atau air mawar di dalam bunga mawar. 34 Secara fitrah semua manusia diciptakan atas iman kepada Allah ‘Ajja Wa Jalla, jiwa dan bathin manusia diciptakan atas iman kepada Allah ‘Ajja wa Jalla, tetapi manusia yang tidak dapat melihat dengan mata hatinya maka ia akan menjadi berpaling lalu lupa yaitu orang kafir, atau orang-orang yag goresan hatinya lambat untuk melihat, yaitu orang yang lupa lalu ia lalai dan kemudian ia akan ingat kembali. Firman Allah SWT, Al-Baqarah: 221: َ َ ۡ ُّ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ ه َ ٌ َ ۡ ُّ ٞ َ َ َ َ َ ۡ َ َ َٰ ه َ ۡ ََ َ ه ْ ۡه َٞخ ۡۡي ََوَل ۡشكة َولو َأعجبتك ۗۡم ِنَم َم ت َحَّت َيؤمِن َوَلمة َمؤمِنة َِ َٰ ۡشك َو ِ ِ َل َتنكِحوا َٱلم ۡ ُّ ۡ ه ه ْ ۡه َ َٰٓ َ َ َ ۡ َ ۡ َ ه ه َ ٌ ۡ ُّ ٞ ۡ َ َ َ ْ َ َ َ َٰ ه ۡ ه َٞخ ۡۡي َج َبك ۡمۗۡ َأ ْولئِك ۡشك َولو َأع َم ِن َم ِن م ؤ َم د ب ع ل َو وا ِن م ؤ َي َّت ح َ َ ِي ك ۡش ِ ِ تنكِحوا َٱلم َ َ َۡ ه َ َ ۡ ۡ ۡ َ َ َهَ ه َ َ ۡ ّلل َيَ ۡد هع ٓوا ْ َإ ِ ََل َٱ ِ َءايَٰت ِ َهِۦ َل َِلن َاس َل َعل هه ۡم ۡل َنةَِ َ ََوٱل َمغفِ َرَة ِ َبِإِذن ِ َهِۦَ َويب ِي َارِ َ ََوٱ ه َ َون َإَِل َٱنل َ ي َدع َ َ َ َ َ٢٢١ََي َتذك هرون Artinya: ” .......dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. Penamaan pengambilan pelajaran adalah menunjukkan kepada dua hal beikut yaitu: a. Mengingat bentuk yang hadir di dalamnya dengan fitrah b. Mengingat bentuk yang tersimpan di dalamnya dengan fitrah. Pengambilan pelajaran ini adalah keadaan-keadaan yang jelas bagi orang – orang yang memandang atau melihat dengan cahaya mata hati, dan berat bagi 35 orang-orang yang digeluti oleh pendengaran dan taklid dan hanya melihat dengan mata kepala. Maka akal adalah sumber ilmu-ilmu, sebagai naluri yang mengarah kepada ilmu-ilmu yang telah difitrahkan oleh Allah ‘Ajja Wa Jalla. Akal adalah sesuatu yang dikehendaki dengan ‘ainul yaqin, dan cahaya iman sifat fitrah bathin manusia yang dengannya dibedakan antara anak adam (manusia) dan binatang. Kebanyakan orang salah dalam memberi istilah pada akal. II.6. Proses Belajar dalam Pandangan Imam al-Ghazali Pengenalan dan penanaman aqidah harus diberikan kepada anak sejak awal pertumbuhannya agar anak dapat menghafal dengan suatu hafalan kemudian senantiasalah terbuka baginya akan maknanya di wakti ia besar sedikit demi sedikit. Permulaannya adalah menghafal, kemudian memahami, lalu beri’tikad, meyakini dan membenarkannya. Keadaan ini dicapai anak tanpa dalil atau bukti, karena termasuk karunia Allah ‘Ajja Wa Jalla atas hati manusia adalah melapangkan anak manusia pada awal pertumbuhannya untuk iman tanpa membutuhkan kepada hujjah atau dalill dan bukti. Hal ini tidaklah dapat diingkari, karena seluruh akidah orang-orang umum (awam) dasarnya adalah semata-mata pengajaran dan taklid. Keadaan i’tikad yang dicapai dengan taklid semata-mata tidak terlepas dari kelemahan, yaitu i’tikad dapat hilang dengan sesuatu yang menjadi kebalikan dari padanya , maka wajib untuk menguatkan dan mengokohkan i’tikad di dalam jiwa anak-anak dan orang-orang awam sehingga i’tikad itu meresap dan tidak goyah. 36 Jalan menguatkannya adalah dengan menyibukkan diri membaca Al-Qur’an dan tafsirnya, membaca hadits dan pengertian-pengertiannya, dan menyibukkan diri dengan tugas-tugas ibadah sehingga i’tikadnya selalu bertambah dan meresap karena dalil-dalil dan hujjah-hujjah Al-Qur’an yang mengetuk pendengarannya, dengan kesaksian hadits-hadits dan faidah-faidahnya, dan dengan pancaran dari cahaya-cahaya ibadah dan tugas-tugasnya, dan dengan belajar dari orang-orang shaleh, menauladani orang-orang shaleh yang tunduk kepada Allah ‘Ajja Wa Jalla. Permulaan pengajaran dengan taklid kepada anak tersebut seperti menaburkan benih di dalam dada. Sehingga haruslah dijaga pendengarannya dari perdebatan ilmu kalam, karena apa yang dikacaukan oleh perdebatan itu adalah lebih banyak dari apa yang disiapkannya. Apa yang merusaknya itu lebih banyak dari apa yang membaikkannya. Memperkuat i’tikad dengan perdebatan ilmu kalam adalah sia-sia karena lebih cenderunng melemahkan i’tikad tersebut. Dapat dibandingkan bahwa akidah orang-orang yang baik-baik dan takwa dari umumnya manusia berbeda dengan akidah orang-orang yang ahli ilmu kalam dan ahli berdebat maka i’tikad orang umum adalah lebih teguh seperti gunung yang kokoh tidak dapat digerakkan oleh bencana dan halilintar. Sedangkan akidah orang-orang yang ahli ilmu kalam yang menjaga akidahnya dengan bagian-bagian perdebatan adalah seperti benang yang yang dilepaskan di udara, sekali waktu dikembalikan oleh angin dan sekali waktu diterbangkan oleh angin kembali, kecuali orang-orang yang seperti ini belajar dalil-dalil i’tikad dan menangkapnya dengan taklid. Anak-anak jika sepanjang pertumbuhannya terjadi di atas akidah 37 semacam ini, jikapun ia sibuk dengan usaha dunia maka tidak terbuka baginya hal lain dan ia selamat di akhirat dengan i’tikad orang-orang yang benar itu. II.7. Tiga Rukun yang Menjadi Bangunan Iman dan Mendasari Aqidah Setiap rukun dari keempat rukun terdiri dari sepuluh pokok, yaitu sebagai berikut: a. Rukun pertama: Mengenal zat Allah SWT, bahwasannya Allah Ta’ala adalah Maha Esa. Rukun ini terdiri dari sepuluh pokok yaitu: 1. Mengenal atau mengetahui wujud Allah SWT, yaitu dengan mengambil pelajaran atau hikmah dari Al-Qur’an tentang: Allah “Ajja Wa Jalla yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya, yang menciptakan manusia, yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, Wujud Allah SWT ini di Firmankan Allah SWT dalam ayat-ayat Al-Qur’an seperti: An-Naba: 6 -16, Nuh: 15 -18, Al Waqiah: 58 – 73, Ibrahim: 10, Luqman: 25, Ar Rum: 30. 2. Mengetahui bahwasannya Allah SWT itu maha kuasa, senantiasa azali, tidak ada awal dan tidak ada akhir. 3. Mengetahui bahwa Allah SWT yang pertama dan akhir, yang Zhahir dan yang Bathin. 4. Mengetahui bahwa Allah Ta’ala bukanlah jauhar atau materi yang bertempat. Namun Allah adalah adalah Maha Tinggi dan Maha Suci dari kesesuaian tempat. 38 5. Mengetahuibahwasannya bukan Jism atau jasmani yang tersusun dari jauhar atau materi. 6. Mengetahui bahwasannya Allah Ta’ala tidak bersifat jisim atau jasmani, atau Allah Ta’ala buka ‘aradh. 7. Mengetahui bahwasannya Allah Ta’ala suci dari kehususan arah, baik atas, bawah, kanan, kiri, depan, maupun belakang. 8. Mengetahui bahwasannya Allah Ta’ala bersemayam di atas arasyNya yaitu suatu sifat yang tidak menafikan sifat kebesarannya, dan tidak ada padaNya tanda-tanda baru dan rusak, inilah yang dimaksud dengan istiwa’ (bersemayam) atau menuju ke langit. 9. Mengetahui bahwasannya Allah Ta’ala suci dari bentuk dan ukuran, suci dari arah dan daerah, terlihat dengan mata kepala dan mata hati di kampung akhirat. 10. Mengetahui bahwa Allah ‘Azza Wa Jalla itu maha Esa, tidak ada sekutu bagiNYa, tidak ada yang menyamaiNya. Dia menyendiri dan menciptakan, Allah maha kuasa untuk menjadikan dan mengadakan, tidak ada sesuatupun yang menyamaiNya dengan berandil dan menyamaiNya, tidak ada lawan bertengkar dan memusuhiNya, seperti Firman Allah Ta’ala: 39 ۡ َ َ ٓ َ َ ٌ َ َ َ ه َ َ َ َ ّللَل َف َس َدتَاَفَ هس ۡب َ َ َ حَٰ َنَٱ َ َ٢٢َون َ شَع َماَيَ ِصف َ ِ بَٱل َع ۡر ََءال َِهةَإَِلَٱ ه َ ل َۡوََكنَفِي ِهما ِ ّللَِر Artinya: “Seandainya di langit dan bumi ada Tuhan selain Allah niscaya keduanya itu rusak”. (Al Ambiya: 22) Jika Tuhan ada dua, salah satunya menghendaki satu urusan maka Tuhan yang kedua jika terpaksa membantunya maka yang kedua ini terpaksa dan lemah dan ia bukan Tuhan, dan jika keduanya kuasa untuk menyelisihi dan menolakNya maka yang pertama adalah kuat dan berkuasa sedangkan kedua adalah lemas dan terbatas, maka ia bukan Tuhan Yang Maha Kuasa. b. Rukun Kedua: adalah mngetahui sifat-sifat Allah Ta’ala, terdapat seluruh pokok dalam rukun yang kedua ini yaitu sebagai berikut: 1. Mengetahui bahwasannya pencipta alam itu adalah Maha Kuasa dan Dia adalah Maha Tinggi. Dia adalah Maha Benar karena alam itu kokh dalam buatanNya, teratur dalam kejadianNya. 2. Mengetahui bahwasannya Allah Ta’ala itu Maha Mengetahui seluruh yang ada dan meliputi segala mahluk. 3. Mengetahui bahwasannya Allah ‘Azza Wa Jalla itu hidup. Jika sah ilmu dan kekuasaanNya maka pasti sah pula hidupNya. 4. Mengetahui keadaan Allah Ta’ala berkemauan bagi perbuatanperbuatanNya. 5. Mengetahui bahwa Allah Ta’ala Maha Mendengar lagi Maha Melihat. 40 6. Mengetahui bahwasannya Allah SWT berfirman dengan perkataan. Namun perkataanNya tidak menyerupai perkataan lainNya sebagaimana wujudNya tidak menyerupai wujud lainNya. 7. Mengetahui bahwasannya firman atau kalam Allah Ta’ala yang berdiri pada DzatNya adalah qadim yaitu tidak mengalai perubahanperubahan. 8. Mengetahu bahwasannya ilmuNya Alla Ta’ala itu qadim, yaitu Dia mengetahui dengan DzatNya dan sifat-sifatNya dan mahlukNya yang diciptakanNya. Apa-apa yang diketahui oleh mahluk dengan ilmu adalah denga ilmu Allah Ta’ala tidak ada ilmu yang baru. 9. Irada atau kemauan Allah Ta’ala itu qadim. 10. Bahwasannya Allah Ta’ala itu Maha mengetahui dengan ilmu, maha Hidup dengan kehidupan, Maha Berkuasa dengan kekuasaanNya. Maha Berkemauan dengan Kemauan. Maha Berfirman dengan firman. Maha mendengar dengan pendengaran dan Maha Melihat dengan Penglihatan. c. Rukun ketiga adalah: Mengetahui perbuatan-perbuatan Allah Ta’ala. Rukun ketiga ini terdiri dari sepuluh pokok yaitu sebagai berikut: 1. Mengetahui bahwasannya seluruh barang di alam adalah perbuatannya, ciptaannya, dan di jadikannya, tidak ada zat pencipta selainNYA, tidak ada zat yang menjadikan alam kecuali dia. 2. Bahwasanya allah yang maha suci itu menyendiri dengan menciptakan gerakan-gerakan hamba-hambanya, dimana dia mengeluarkannya dari 41 hamba-hambanya itu tidak dalam kekuasaan hamba dengan jalan usaha tetapi allah ta’ala menciptakan kekuasaan dan menjadi obyek kekuasaan itu semua. 3. Bahwasannya perbuatan hamba meskipun itu usaha bagi hamba maka namun tidak keluar dari keadaannya dikehendaki oleh allah yang maha suci, maka tidaklah berjalan di kerajaan bumi dan kerajaan langit sekejap mata pun, sekilas goresan hati, dan secepat orang yang memandang kecuali dengan qadha’ dan qadar allah, iradah dan kehendaknya. 4. Bahwasannya Allah ta’ala itu memberi keutamaan dengan menciptakan dan mengujudkan; dan memberi keistimewaan dengan taklif (memberi beban) kepada hamba-hambanya, sedangkan menciptakan dan memberi bebanan itu tidaklah wajib atasNYA. 5. Bahwannya boleh bagi allah yang maha suci untuk memberi bebanan (taklif) kepada makhluk dengan sesuatu yang mereka tidak mampu atasnya, berbeda dengan mu’tazilah. Seandainya hal itu tidak boleh niscaya muhal permohonan yang diajukan kepadanya, padahal mereka telah bermohon hal itu. 6. Bahwannya bagi Allah (memiliki hak) untuk menyakitkan dan menyiksa makhluk tanpa dosa yang mendahului, dan tidak memberi pahala yang menyusuli (ketaatan), bereda dengan mu’tazilah; karena dia itu mempelakukan pada miliiknya, dan tidak tergambar bahwa dia melampaui batas dalam miliknya, sedangkan zhalim adalah ungkapan 42 tentang perlakuan pada milik orang lain tanpa seizinnya, dan itu adalah muhal atas allah ta’ala karena dia tidak berbenturan dengan milik selainnya sehingga perlakuannya itu menjadi zhalim. 7. Bahwasannya Allah ta’ala berbuat pada hamba-hambanya apa yang di kehendakinya, maka tidak wajib atasnya memelihara yang paling baik bagi para hambanya karena sesuatu yang telah kami sebutkan yaitu tidak wajib atasnya yang mahasuci sesuatupun bahkan tidak masuk akal ada wajib pada hakNya, sesungguhnya dia tidak ditanya mengenai sesuatu yang dia kerjakan dan mereka itu ditanyai. 8. Bahwasannya ma’rifat kepada Allah Yang Maha Suci adalah wajib dengan pewajiban oleh Allah Ta’ala dan pensyari’atanNya, bukan dengan akal melainkan dengan mu’tazilah, karena akal berbeda dengan Mu’tazilah. Akal dalam ilmu Syara’ adalah untuk memahami pewajiban dan pensyari’atan dari Alla SWT. 9. Bahwasannya tidaklah mustahil pengutusan para Nabi as. Kebutuhan mahluk kepada para Nabi itu adalah seperti kebutuhan kepada dokter atau tabib. Tetapi kebenaran dokter diketahui melalui percobaan sedangkan kebenaran Nabi diketahui dengan mu’jizat. 10. Bahwasannya Allah Yang Maha Suci telah mengutus Muhammad SAW sebagai penutup para Nabi, dan menghapus syari’at-sya’riat sebelumnya yaitu Yahudi, Nasrani, dan Shabi’in, dan mu’jizatnya adalah Al-Qur’an. 43 II.8. Metode pengajaran dalam Pandangan Ibnu Khaldun a. Cara yang benar dalam mengajarkan ilmu pengetahuan dan metode penerapannya Menyampaikan ilmu pengetahuan kepada para penuntut ilmu sangat bermanfaat jika di lakukan secara bertahap, berangsur-angsur, dan sedikit demi sedikit, dengan memulai mengajarkan masalah-masalah mendasar dalam setiap bab dari ilmu pengetahuan, yakni, pokok-pokok pembahasan bab tersebut, mendekatkan pemahaman, dan menjelaskan secara global. Yang perlu diperhatikan oleh pengajar adalah memahami daya pikiran dan kesiapan pelajar untuk menerima pelajaran yang di sampaikan kepadanya, hingga sampai pada pembahasan akhir dari cabang ilmu tersebut, jika strategi ini ditempuh, maka ia akan mendapatkan insting dalam bidang ilmu tersebut. Tapi dalam fase ini, baru diperoleh sebagiannya saja dan masih terbatas sekali. Tujuan utama dari tahap pertama ini adalah mempersiapkannya untuk memahami cabang ilmu yang dipelajari dan memetakan masalah-masalah yang dibahasnya. Lalu mengulangi pengajaran lagi untuk kedua kalinya, dengan memberikan pengajaran yang lebih tinggi dari yang pertama, memberikan beberapa penjelasan dan keterangan lebih banyak, menguraikan poin-poin yang masih global, menggemukakan perbedaan-perbedaan pendapat yang ada dan disertai dengan pokok-pokok dasar perbedaannya hingga keseluruhan cabang ilmu tersebut diuraikan. Metode pengajaran semacam ini akan mengasah naluri pelajar menjadi semakin baik. 44 Setelah itu ulangi pengajaran unntuk yag ke-3 kalinya dengan lebih tegas sehingga tidak ada kesulitan dan ketidak jelasan yang dibiarkan. Semua hal yang tertutup dijelaskan dan dibuka kuncinya. Dengan ini, diharapkan pelajar tersebut akan merasa senang dengan cabang ilmu yang dipelajarinya. Hal itu akan membantunya menguasai dan mengasah nalurinya. Inilah poin pelajaran penting yang harus dikuasai. Pengajaran tersebut dilakukan sebanyak tiga kali sebanyak tiga kali pengulangan seperti yang anda lihat. Kadang seorang menempuhnya kurang dari itu. Ini ditentukan berdasarkan kemampuan dan kemudahan pemahamannya. Dimasa sekarang kami banyak melihat para pengajar yang kami ketahui tidak memahami metode pengajaran dan cara menerapkannya. Mereka menyampaikan masalah-masalh yang masih tertutup dalam cabang ilmu tersebut kepada pelajar pada awal pengajaran dan memintanya untuk memusatkan pikirannya guna menyelesaikan kerumitannya. Mereka mengaggap bahwa cara seperti ini merupakan latihan dalam sistem pengajaran yang benar. Mereka memaksa anak didik untuk memahami dan menguasainya . Pengajaran semacam ini adalah pengajaran yang mencampur adukkan apa yang disampaikan, pengajaran yang seharusnya disampaikan kepada para profesional mereka sampaikan kepada para pelajar pemula dan belum siap memahaminya. Strategi semacam ini merupakan kekeliruan karena penerimaan dan kesiapan pemahaman ilmu pengetahuan hanya dapat dilakukan secara bertahap. 45 Dengan cara semacam itu, maka pelajar akan merasa tidak mampu memahami pelajaran secara keseluruhan, kecuali hanya beberaapa orang saja. Sampaikan pelajaran dengan cara mendekatkan pemahaman secara bertahap dan global dengan menyertakan contoh-contoh yang realistis dan dapat dirasakan kesiapan pemahaman ini harus selalu diupayakan secara bertahap dengan cara mengulang-ulang permasalahan cabang ilmu tersebut. Lalu pindah dari pendekatan pemahaman menuju pendalaman materi yang mempunyai kesulitan lebih tinggi. Dengan srategi ini, diharapkan akan diperoleh insting dan persiapan yang baik. Pada akhirnya sang pelajar akan mampu menguasai segala permasalahan yang terkandung didalamnya . Apabila seorang pelajar pemula diberikan pengajaran yang seharusnya diberikan kepada para profesional sehingga membuatnya tidak mampu memahami dan menguasai, dan jauh dari kesiapan pemikiran, sehingga dirinya merasa sulit memahami ilmu tersebut, maka hal itu akan membuatnya bermalas-malasan dan berusaha menghindarinya serta menyelewengkan pemahaman. Semua itu merupakkan buahh dari siistem pengajaran yang buruk. Seorang pengajar tidak seharusnya memberikan tambahan pemahaman pada buku yang ditekuninya berdasarkan kemampuannya sendiri dan kemampuan belajarnya, baik bagi pemula maupun bagi yag sudah senior. Sorang pengajar juga tidak boleh mencampuradukkan masalah yang satu dengan yang lain hingga pelajar memahaminya mulai dari awal hingga akhir, mencapai tujuan-tujuannya dan menguasai nalurinya. Jika sudah dikuasai, barulah diberikan permasalahan 46 yang lain. Sebab apabila seorang pelajar telah memperoleh naluri dalam suatu bidang ilmu pengetahuan, maka ia akan siap untuk menerima sisa pengajaran yang ada. Dengan begitu ia akan tekun dan giat untuk menambah pemahamannya hingga mendalam dan menguasai tujuan intu ilmu tersebut. Jika pelajar tersebut dipaksa memahami permasalahan yang bercampuraduk dan tidak teratur, maka hal itu akan menyulitkan pemahamannya. Ia akan merasakan ketumpulan dan kedangkalan pemikiran sehingga akan mendorongnya berputus asa, membenci ilmu tersebut dan pengajarannya ALLAH SWT berkuasa memberikan petunjuk kepada siapa saja yang di kehendaki-NYA. Selain itu, janganlah memperpanjang pengajaran kepada para pelajar dalam satu cabang ilmu pengetahuan dengan menunda-nunda kelas pengajaran dan memisahmisahkannya, sebab cara seperti ini merupakan medium kelupaan dan terputusnya rangkaian permasalahan antara yang satu dengan yang lain dalam cabang ilmu tersebut, sehingga mempersulit dihasilkannya naluri pemisahan tersebut. Pendekatan pengajaran yang baik dan metode yang harus diberikan dalam pengajaran adalah tidak mencampur dua cabang ilmu sekaligus, karena akan menyebabkan kensetrasi pelajar terbagi, konsentrasi pelajar akan berpaling dari satu cabang ilmu untuk memahami cabang ilmu yang lain. Apabila pikiran difokuskan untuk mempelajari sesuatu yang diyakini lebih mudah dipahami, maka ia akan berpeluang lebih besar untuk memahami dan menguasainya7. 7 Ibnu Khaldun, terjemahan, Masturi, dkk, Pustaka Al-Kautsar, 2001, h: 994-996 47 b. Penggunaan Kekerasan dalam Proses Pengajaran Berakibat buruk pada Anak Didik Sikap keras dalam pendidikan dapat berakibat buruk bagi pelajar, apalagi ketika usianya masih kecil. Anak didik yang tumbuh dalam kondisi pemaksaan dan penindasan, dapat membuatnya menjadi orang keras dan berkepribadian sempit, kurang giat dan tidak bisa tumbuh dengan baik. Sikap keras juga membuat anak didik suka berbohong, pemalas, dan perbuatan buruk lainnya seperti sikap tidak jujur dengan memperlihatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang ada dalam hati karena khawatir mendapatkan penganiayaan. Kekerasan dalam pendidikan dapat membuat peserta didik secara tidak langsung belajar melakukan tipu daya yang menjelma menjadi perilaku dan kebiasaan. Dengan demikian, hilanglah makna-makna kemanusian yang ada padanya. Rasa sosial dan kelembutan berubah menjadi kesombongan dan sikap mempertahankan diri. Bahkan anak didik akan enggan mencari keutamaan dan berperilaku baik, sehingga anak didik akan semakin menjauh dari tujuan hidupnya sebagai manusia dan terpuruk menjadi seburuk-buruk manusia. Hal ini akan terjadi pada setiap orang yang terbiasa dipaksa dan ditindas. Anak didik harus diperlakukan sebagai orang yang mempunyai kebebasan sepenuhnya terhadap dirinya. Hukuman yang diberikan kepada anak didik harus sesuai dengan kadar yang telah ditetap Allah SWT yang dapat diketahu dari Al-Qur’an dan AsSunnah, sebab hanya Allah SWT lah yang lebih mengetahui kemaslahatan 48 mahlukNya. Prinsip ini haru enjadi landasan pendidikan agar pengajar dan anak didik dapat menjaga diri dari buruknya pendidikan. Bentuk pendidikan yang baik adalah ketika tidak ada sedikitpun waktu terlewatkan kecuali anak didik mendapatkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya tanpa membuat anak didik bersedih karena dapat mematikan hatinya, Kuatkanlah anak didik semampu pendidik dengan melakukan pendekatan dan kelembutan. Apabila anak didik membangkang maka barulah pendidik dapat melakukan tekanan dengan kadar yang telah ditetapkan agama, karena anak didik yang dididik dalam suasana pendekatan dan kelembutan kadar hukuman atas pelanggarannya tidak akan banyak dan berat seberat dan sebanyak kadar hukuman bagi anak didik yang didik dan terbiasa dengan sikap keras dan suasan kekerasan yang mematikan hatinya8. II.8. Pendidikan Islam Terpadu Penggunaan istilah “terpadu” dalam sistem pendidikan adalah untuk menunjukkan Islam yang utuh dan menyeluruh, bahwa pendidikan tidak hanya berorientasi pada satu aspek saja. Selain itu, istilah terpadu juga dimaksudkan sebagai penguat bagi pendidikan Islam itu sendiri, yaitu sistem pendidikan yang memadukan aspek-aspek untuk membentuk sistem pendidikan yang unggul. Pendidikan Islam memandang siswa atau anak didik atau peserta didik sebagai sesuatu yang identik dan tidak terpisahkan dari asal mula penciptaan manusia (fitrah insaniyah). Manusia adalah mahluk yang berbentuk atau jism atau jasmani dan jasad, manusia adalah ruh yang tidak terlepas dari tujuan penciptaannya yang 8 Ibnu Khaldun, Mukaddimah, terjemahan oleh Masturi Ilham, Lc, dkk, Pustaka Al-Kautsar, 2001. H.1007-1008 49 ditetapkan sebagai fitrah manusia, manusia ada mahluk berakal atau mahluk intelektualitas yang secara fitrahnya dapat memahami segala hal yang terkait dengan dirinya, dengan penciptaannya, dengan segala sesuatu yang berada di luar dirinya. Dengan demikian, terdapat tiga aspek yang tidak dapat dipilah-dipilah dalam pandangan pendidikan yaitu meliputi pendidikan jasad (tarbiyah jasadiyah), pendidikan ruh (tarbiyah ruhiyah), dan pendidikan intelektualitas (tarbiyah aqliyah). Dalam Pendidikan Islam ketiga aspek pendidikan tersebut tidak akan dibenarkan jika dilakukan pemilahan, karena manusia adalah jism atau jasmani, ruh, dan aqli. Dengan demikian, membentuk sistem pendidikan tepadu memerlukan gerakan yang sinergi antara orang tua, sekolah, dan masyarakat, karena siswa atau peserta didik akan tumbuh dan berkembang dalam ketiga komunitas tersebut, sehingga pendidikan tidak dapat hanya dilakukan disalah satu komunitas saja, pendidikan harus berkelanjutan. a. Latar Belakang Pendidikan Islam Terpadu Fenomena berkembangnya Pendidikan Islam Terpadu dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut9: a. Krisis Paradigmatik Terjadinya dikotomi keilmuan, pemisahan antara agama dan kehidupan dunia, dikotomi antara ilmu dunia dan ilmu akhirat, 9 Anwar Holil, “Pengertian Pembelajaran Terpadu” http // anwar ghoni blog spot. Com /, 2016/11 50 dikotonomi antara akal dan fitrah manusia, dan yang kemudian menyebabkan meredupnya intelektualisme dalam Pendidikan Islam. b. Krisis Tujuan atau Arah Dikotomi dalam keilmuan yang terjadi akibat pemisahan antara agama dan kehidupan dunia menyebabkan Pendidikan Islam mengalami krisis arah atau tujuannya, krisis tujuan atau arah pendidikan ini mensyaratkan adanya kemampuan lembaga pendidikan Islam dalam merumuskan atau menetapkan tujuan, visi dan arah pendidikannya, sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan oleh Islam itu sendiri. Lembaga pendidikan Islam tidak seharusnya menjadikan Islam sebagai obyek bahasan, bukan menjadikan Islam sebagai “way of life” (minhajul hayah). c. Krisis Pengembangan Akibat kurangnya riset yang bertujuan untuk pengembangan model pengelolaan dan model pengajaran dalam Pendidikan Islam di Indonesia, maka lembaga-lembaga Pendidikan Islam mengalami perkembangan dan kemajuan yang jalan di tempat, dengan demikian perkembangan Pendidikan Islam harus didukung oleh riset yang memadai, termasuk sumber dana dan sumber pembelajaran. d. Krisis Pendekatan Pembelajaran Sebagian besar institusi pendidikan Islam seperti madrasah dan pondok pesantren masih mempertahankan metode pembelajaran 51 satu arah yaitu metode menghafal (rote learning) dan menyimak dengan seksama (talaqqi), tentu saja metode pembelajaran sema cam ini tidak sepenuhnya harus ditinggalkan, tetapi memberdayakan penalaran dan pikiran kritis dengan tetap berada dalam aqidah Islam. Selain itu, metode pembelajaran untuk pembentukan karakter kedisiplinan, kejujuran, kecepatan, ketangkasan, pekerja keras, yang menggunakan metode kekerasan akan menghasilkan anak didik dengan karakter yang justru berbeda. Fenomena bemacam-macam kondidi krisis seperti yang telah disebutkan, menimbulkan kesadaran tentang pentingnya pembaharuan dalam Pendidikan Islam yaitu dengan membangun model pegelolaan dan metode pendidikan yang berbeda dan lebih mendukung kearah pencapaian tujuan Pendidikan Islam, pengelolaan dan metode pembelajaran yang lebih ideal tersebut dikenal dengan pendidikan Islam terpadu. b. Karakteristik Pendidikan Islam Terpadu Dalam buku Sekolah Islam Terpadu Konsep dan Aplikasi dijelaskan mengenai karakteristik pendidikan Islam terpadu antara lain sebagai berikut10 : a. Menjadikan Islam sebagai landasan filosofis pendidikan yang menjadikan al-Quran dan al-Sunnah sebagai rujukan dan manhaj asasi (pedoman dasar) bagi penyelenggaraannya dan proses pendidikan. Proses pendidikan yang dijalankan harus mampu memberdayakan potensi fitrah manusia yang condong kepada nilai-nilai kebenaran dan kebajikan agar 10 Anwar Holil, “Pengertian Pembelajaran Terpadu” http // anwar ghoni blog spot. Com /2016/11 52 dapat memfungsikan dirinya sebagai hamba Allah yang sejati, yang siap menjalankan risalah yang dibebankan kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi. b. Mengintegrasikan nilai Islam ke dalam bangunan kurikulum seluruh bidang ajar dalam bangunan kurikulum dikembangkan melalui perpaduan nilai-nilai Islam yang terkandung dalam al-Quran dan al- Sunnah dengan nilai-nilai ilmu pengetahuan umum yang diajarkan.. c. Menerapkan dan mengembangkan metode pembelajaran untuk mencapai proses belajar mengajar, mencapai sekolah Islam yang efektif dan bermutu sangat diperlukan oleh kemampuan guru dalam mengembangkan proses pembelajaran yang metodologis, efektif dan startegis. d. Mengedepankan qudwah khasanah dalam membentuk karakter peserta didik. Seluruh tenaga kependidikan (baik guru maupun karyawan sekolah) harus menjadi figur bagi peserta didik keteladanan akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar. e. Menumbuhkan bias-bias shalihah dalam iklim lingkungan sekolah, menumbuhkan kemaslahatan dan meniadakan kemaksiatan dan kemungkaran. Seluruh dimensi kegiatan sekolah senantiasa bernafasakan semangat nilai dan pesan-pesan Islam. Adab dan etika pergaulan seluruh warga sekolah dan lingkungannya, tata tertib dan aturan, penataan 53 lingkungan, aktivitas belajar mengajar semuanya harus mencerminikan realisasi dari ajaran Islam. f. Melibatkan peran serta orang tua dan masyarakat dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Ada kerjasama yang sistematis dan efektif antara guru dan orang tua dalam mengembangkan dan memperkaya kegiatan pendidikan dalam aneka program. Orang tua harus ikut aktif memberikan dorongan dan bantuan baik secara individual maupun kesetaraan kepada putra-putrinya di lingkungan sekolah. g. Mengutamakan nilai ukhuwah dalam semua interaksi antar warga sekolah. Keteladanan dan persaudaraan diantara guru dan karyawan di sekolah dibangun atas dasar prinsip nilai-nilai Islam. h. Membangun budaya rawat, resik, rapih, runut, ringkat, sehat dan asri. Kebersihan sebagian dari iman, kebersihan pangkal kesehatan, logis dan slogan tersebut selayaknya menjadi budaya dalam lingkungan sekolah. i. Menjamin seluruh proses kegiatan sekolah untuk selalu berorientasi pada mutu. Ada sistem manajemen mutu terpadu yang mampu menjamin kepastian kualitas penyelenggaraan sekolah. Sistem dibangunm berdasarkan standar mutu yang dikenal, diterima dan diakui Program sekolah harus oleh masyarakat. mempunyai perencanaan yang strategis dan jelas, berdasarkan visi dan misinya yang luhur yang mengarah pada pembentukan karakter dan pencapaian kompetensi murid. 54 j. Menumbuhkan budaya profesionalisme yang tinggi di kalangan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Sekolah membuat program dan fasilitas yang menunjan g pembiasaan profesional di kalangan kepala sekolah, guru dan karyawan profesi dalam berbagai bentuk kegiatan ilmiah, budaya membaca, seminar, diskusi dan studi banding. Budaya profesionalisme ditandai dengan adanya peningkatan idealisme, motivasi, kreativitas dan produktifitas dari kepala sekolah, guru atau karyawan dalam konteks profesi mereka masing-masing. 55 BAB III PENYAJIAN DATA PENELITIAN A. Latar Belakang Berdirinya SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang Bandar Lampung . SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gununung Terang Bandar Lampung berdiri atas dasar keinginan untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan di sekolah dasar yang memiliki disiplin ilmu pengetahuan umum yang berbasis agama Islam, dengan biaya yang murah yang terjangkau bagi masyarakat dengan penghasilan kecil. Ketika didirikan ada Tahun 2006, sekolah dasar Islam Terpadu sedang mengalami pertumbuhan, namun dalam hal pembiayaan bagi siswa sebagai sekolah swasta yang sebagian besar kebutuhan operasional sekolah dipenuhi sendiri maka biaya pendidikan cukup tinggi, sehingga bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil tidak dapat menyekolahkan anak-anaknya pada sekolah dasar Islam Terpadu, kondisi ini tentu saja memprihatinkan karena jumlah masyarakat yang berenghasilan kecil adalah cukup besar. Atas dasar keinginan untuk menyediakan sekolah dasar Islam Terpadu yang biaya pendidikannya murah sehingga masyarakat berpenghasilan kecil pun dapat menyekolahkan anakanaknya di sekolah dasar Islam Terpadu, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan umum sekaligus pengetahuan agama. Sekolah Dasar Islam Terpadu Muhammadiyah yang berada di kelurahan Gunung Terang Kecamatan Tanjungkarang Barat Kota Bandar Lampung merupakan bagian dari organisasi Muhammadiyah, khususnya berada dibawah naungan Persyarikatan Muhammadiyah. Sebagai organisasi yang memberikan perhatian kepada pengembangan dan kemajuan pendidikan masyarakat terutama pendidikan agama Islam dan tanpa meninggalkan pendidikan umum organisasi Muhammadiyah mempunyai banyak sekali lembaga pendidikan dengan dasar keterpaduan di bawah naungannya, mulai dari pendidikan bagi anak usia dini atau pra sekolah dasar, sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, serta universitas, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian pendirian Sekolah Dasar Islam Terpadu Gunung Terang Bandar Lampung adalah salah satu wujud tanggung jawab oganisasi Muhammadiyah untuk mewujudkan suatu sistem pengajaran yang bisa menghasilkan peserta didik yang memiliki kualitas ruh, akal dan jasad yang handal. Dalam hal ini, materi pendidikan umum dan pendidikan agama berjalan secara seimbang, tidak ada pengkotak-kotakan antara ilmu umum dan agama. Islam adalah religion of nature segala bentuk dikotomi antara agama dan sains harus dihindari. Islam sebagai agama fitrah tidak hanya sesuai dengan naluri keagamaan manusia tapi juga menunjang pertumbuhan dan perkembangan fitrahnya, termasuk sumber daya manusia sehingga akan membawa kepada keutuhan dan kesempurnaan pribadinya. 56 Untuk itulah Lembaga Pendidikan Islam Terpadu berupaya agar peserta didik tetap dalam fitrahnya1. 2. Visi dan Misi SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang Bandar Lampung a. Visi Menjadi sekolah unggul di Bandar Lampung pada Tahun 2020. b. Misi 1) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang seimbang antara pendidikan umum dan pendidikan moral keagamaan bagi peserta didik. 2) Mengembangkan sumber daya manusia yang mumpuni, profesional, dan memiliki pemahaman dan pengamalan AlQur’an yang baik dan benar. 3) Melengkapi sarana dan prasarana guna menumbuhkembangkan potensi dasar atau fitrah siswa (intelektual, emosional, spiritual). 3. Letak Geografis SD Islam Terpadu Muhammadiyah Lampung terletak di jalan Purnawirawan Kecamatan Gunung Terang Bandar 5 Kelurahan Gunung Terang Tanjungkarang Barat Kota Bandar Lampung. SD IT Muhammadiyah Bandar Lampung mempunyai letak di tengah-tengah 1 57 pemukiman penduduk, dengan demikian memudahkan pihak yayasan untuk menjaring peserta didik dan lingkungan kondusif dalam pembelajaran karena terhindar dari suasana kebisingan. 4. Tujuan Pendidikan Secara umum tujuan penyelenggaraan pembelajaran pada SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang Bandar Lampung mencakup seluruh tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum pada pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003, yaitu: “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mendiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan khususnya adalah menghasilkan generasi unggul beraqidah dan berahlak mulia yang memiliki pemahaman dan pengamalan Al-Qur’an yang baik dan benar, mampu bersaing secara akademis, memiliki mental yang tangguh dan ketrampilan hidup dasar untuk menghadapi tantangan hidup masa depan. Penyelenggaraan SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang Bandar Lampung tidak lepas dari tujuan pendidikan Islam. Seperti yang telah diuraikan bahwa Imam al-Ghazali, Ibnu Khaldun, termasuk pemikir Islam yang lebih terkini yaitu Abdurrahman an Nahlawi 58 mengemukakan bahwa tujuan pendidikan adalah selaras dengan tujuan penciptaan manusia yaitu : merealisasikan kedudukan manusia sebagai seorang hamba Allah di muka bumi, termasuk pula Yusuf al Qardhawi yang menyatakan bahwa tujuan pertama pendidikan Islam adalah terciptanga manusia-manusia beriman. Iman bukan sekedar ucapan atau pengetahuan belaka, iman merupakan kebenaran yang jika masuk ke akal akan memberikan kepuasan aqli, jika masuk ke perasaan akan memperberatnya, jika masuk ke dalam iradah (keinginan). Tujuan pendidikan tersebut dapat dicapai jika ciri-ciri pendidikan yang islami dipenuhi secara sempurna. Ciri-ciri pencicikan tersebut adalah: a. Rabbabiyah Pendidikan berorientasi kepada rob semesta alam, Allah SWT. Rabbaniyah meliputi : 1) Pelaku pelaku; memiliki dua karakteristik yakni manusia yang senantiasadibekali (mencari) dan senantiasa menyampaikan ilmunya setelah menyampaikan ilmunya setelah mengamalkannya. 2) Prinsip atau dasar pendidikan membawa misi tauhid, mengesakan Allah SWT dan menafikan semua sehingga hasilnya adalah sosok sesembahan selain Allah manusia yang senantiasa berpegang kepada tujuan hidupnya yakni ubudiyyah (penghambaan 59 diri) kepada Allah bukan manusia yang menonjolkan eksistensinya, takabur dan mengikuti hawa nafsu semata. 3) Sumber berpegang kepada petunjuk Allah (kitab Allah) dan tuntunan Rasulullah SAW. 4) Sistem dan komunitas yang dibentuk adalah sistem pendidikan Rasulullah SAW, suasana Islami, tidak berbaur antar lawan jenis dan keteladanan para pendidik. b. Keutuhan ruang lingkup pendidikan Pendidikan islam mencakup tiga aspek secara seimbang : 1) Sisi intelektual (Pengetahuan). Sisi ini dibina pengetahuannya tentang dienul Islam secara utuh, ayat-ayat kauniyah yang senantiasa dikaitkan dengan ayat-ayat kauliyah yang dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan peradaban modern beserta permasalahannya. 2) Sisi kepribadian. Sisi ini dibina agar manusia yang berbentuk senantiasa berpegang pada akhlak islami. 3) Sisi komitmen. Sisi ini dibina agar terwujud insan yang senantiasa mengabdikan dirinya untuk kepentingan Islam. 60 c. Bertahap (graduated) Pendidikan disusun secara bertahap sesuai dengan perkembangan anak didik. d. Berkesinambungan (continuitas) Pendidikan dilaksanakan secara terus menerus, berkesinambungan dari segi waktu atau bahan ajar agar mampu terjaga ubudiyah manusia kepada Allah secara kontinyu pula. e. Keseimbangan Ketiga unsur penyusun manusia mendapat perhatian seimbang, yaitu ruh, akal dan jasad. 5. Struktur Organisasi SD Islam Terpadu Gunung Terang Bandar Lampung SD Islam Terpadu Gunung Terang Bandar Lampung berada di bawah naungan organisasi Muhammadiayah, dimana dalam penanganan kepentingan arah dan tujuan, kebijakan kurikulum sekolah tetap berada dibawah naungan organisasi Muhammadiyah, dan terkait dengan manajemen keuangan, sruktur organisasi, atau manajemen sekolah diserahkan kepada pihak sekolah sebagai pengelola yaitu melalui kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah. Pengurusan intern sekolah dipisahkan dari organisasi Muhammadiyah. 61 Pembagian struktur kerja, yang tegas pada masing-masing bidang memudahkan ruang kerja berdasarkan tugas dan kewajiban serta dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab untuk menjalin kerjasama yang efektif. Tata kerja adalah aturan melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diemban sedangkan sistematika hubungan kerja adalah cara pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang saling terkait antara kepala sekolah, wakil-wakil bidang, dan para guru. Adapun bagan struktur organisasi SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang Bandar Lampung antara lain : a. Kepala Sekolah Kepala sekolah bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan pendidikan dan dibantu oleh beberapa wakil kepala sekolah, yaitu: bidang kurikulum, bidang sarana dan prasarana sekolah, bidang kesiswaan, bidang perpustakaan, bidang keagamaan, bidang UKS, b. Administrasi Tata Usaha Staf administrasi tata usaha bertugas dan bertanggung jawab dalam bidang administrasi : 1) Kesiswaan 2) Personal 3) Ketatausahaan/persuraan 4) K-3 (Keamanan, kebersihan, ketertiban) 62 5) Keuangan 6) Perlengkapan c. Guru Suatu lembaga dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan apabila mempunyai dua unsur pokok dalam proses pendidikan dan pengajaran yaitu pendidikan dan peserta didik. Adapun tenaga pengajar di Sekolah Dasar Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang Bandar Lampung berjumlah 28 orang guru, yang terdiri dari 7 orang guru PAI, 18 orang guru wali kelas yang sekaligus mengajar beberapa mata pelajaran, 2 orang guru mata pelajaran, 1 orang guru TIK, 2 orang guru Penjaskes. d. Keadaan Siswa/Peserta Didik Peserta didik yang terdaftar di Sekolah Dasar Islam Terpadu Gunung Terang Bandar Lampung pada tahun pelajaran 2015/2016 berjumlah 564 orang siswa. Keseluruhan siswa tersebut terbagi dal am 4 ruang kelas 1, 4 ruang kelas 2, 2 ruang kelas 3, 3 ruang kelas IV, 2 ruang kelas V, 3 ruang kelas VI. e. Sarana dan Prasarana SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang Bandar Lampung Sarana dan prasarana sangat diperlukan sekali dalam menunjang kegiatan proses pembelajaran di sekolah. Jika sarana dan prasarana yang tersedia kurang memadai atau tidak tersedia, maka proses kegiatan 63 belajar di sekolah tidak akan berjalan dengan baik. Saat ini SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang Bandar Lampung memiliki fasilitas sarana dan prasaranan sebagai berikut: 1). Ruang kelas yang representatif yaitu perkelas 25 sampai 30 orang, yang dibimbing oleh 2 orang guru untuk setiap kelas atau lokal, sebanyak 18 kelas, pembagiannya adalah 1 orang guru kelas dan 1 orang guru pendamping. 2). Perpustakaan dengan berbagai koleksi buku-buku pelajaran dan agama. 3). Masjid Kampus SD IT Muhammadiyah 4). Kantin sehat. 5). Lapangan olah raga: futsal, tenis meja, bola volley, dan badminton. 6). Laboratorium komputer 7). WC atau toilet 8). Area Parkir 9). Unit Kesehatan Sekolah f. Kurikulum Kurikulum SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang Bandar Lampung terdiri dari empat tipe kurikulum yaitu: 64 1). Kurikulum nasional atau kurikulum tematik integrated Menggunakan kurikulum dinas 100% dengan pengembangan dalam pembelajaran (silabus, materi, proses pembelajaran, aspek keterpaduan dengan dienul Islam). Menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun pelajaran 2013 pada semua level kelas. Pelajaran dipusatkan pada suatu masalah atau topik tertentu. Dari tipe atau bentuk kurikulum tersebut dapat dilihat bahwa pendidikan terpadu yang merupakan perpaduan antara sains dan agama adalah termasuk dalam kategori correlated curriculum karena menghubungkan antara pendidikan agama dan sains. SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang Bandar Lampung penggunaan lebih menekankan pada correlation curriculum dimana antara kurikulum yang satu mempunyai hubungan (mata pelajaran satu dengan mata pelajaran lain mempunyai keterkaitan). 2) Separated Subject Curriculum Pada bentuk ini, bahan dikelompokkan pada mata pelajaran yang sempit, dimana antara mata pelajaran yang saru dengan yang lain lainnya menjadi terpisah-pisah, terlepas dan tidak mempunyai kaitan sama sekali, sehingga banyak jenis mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya. 65 Separated Subject Curriculum disebut pada SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang kurikulum keagamaan Bandar Lampung sebagai yang digunakan sebagai bahan rujukan penyelenggaraan pendidikan di lingkungan SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang Bandar Lampung megacu pada kurikulum pendidikan mengeah pertama dengan kurikulum tambahan muatan lokal yang berbasis islam. Kurikulum tambahan muatan lokal tersebut adalah tahfidz, tahsin, praktek ibadah, doa dan hadist. 3) Correlated Curriculum Correlated Curriculum adalah suatu bentuk kurikulum yang menunjukkan adanya suatu hubungan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, tetapi tetap mempertahankan ciri atau karakteristik tiap bidang studi tersebut. Correlated Curriculum disebut juga sebagai kurikulum khas yaitu, agama Islam dan kemuhammadiyahan, yang ditujukan untuk pengembangan ahlak anak didik yaitu melalui praktek shalat dhuha, shalat dzuhur berjama’ah, shalat jum’at, kepanduan, dan Bimbingan Rohani Islam Siswa (BRIS) 66 4). Ekstrakulikuler (1). Tapak suci (2). Sepak Bola (3). Kaligrafi (4). Tahfidz Club (5). Art Club (mewarnai, qosidah, melukis) (6). Language Club (Inggris dan Arab) (7). Science Club (8). Calistung, pidato, dan LCT (9). Futsal Club 67 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN IV.1. Tujuan Pendidikan Islam Tujuan pendidikan Islam didasarkan pada keyakinan dan keimanan kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Menurut Imam al-Ghazali pendidikan adalah proses belajar dan mengajarkan, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, seperti yang telah diuraikan dalam landasan teori bahwa Imam al-Ghazali membagi ilmu pengetahuan berdasarkan arahnya yaitu Ilmu dunia dan ilmu akhirat, berdasarkan nisbat fardhunya yaitu fardhu’ain dan fardhu kifayah, berdasarkan sumbernya yaitu ilmu syara’ dan non syara’. Pengelompokkan jenis ilmu pengetahuan tersebut berdasarkan satu tujuan yaitu menunjukkan manusia kepada jalan ilahi dalam rangka mendapatkan keridhaanNya. Dunia adalah jalan menuju akhirat, kebaikan yang berhasil dicapai manusia di dunia adalah juga pencapaian akhirat. Dengan demikian maka dalam menjalankan kehidupannya di dunia, manusia dengan segala pertempuran syahwatnya dan benturan kepentingan serta syahwat antar manusia, maka manusia harus mengetahui dan menjalankan jalan ilahiyah yang telah digariskan oleh Allah ‘Azza Wa Jalla, demi kesalamatan manusia di dunia dan akhirat. Mempelajari ilmu dunia adalah untuk mengetahui jalan memenuhi kebutuhan hidup manusia, dan berjalan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Termasuk ilmu dunia untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah ilmu politik, kedokteran, penenunan atau pemintalan, pertanian, dan sebagainya. Ilmu dunia dalam kategori ini tidak termasuk dalam ilmu syara’, sehingga harus dipelajari dan dikembangkan oleh manusia dengan kaidah ilmu-ilmu tersebut. Termasuk ilmu dunia yang berasal dari kelompok ilmu syara’ yaitu ilmu yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah Ilmu Fiqh dan Muamalah, kedua golongan ilmu syara’ ini dikategorikan sebagai ilmu dunia adalah karena ilmunya berisi tentang tuntunan, atau aturan-aturan yang terkait dengan urusan dunia dalam segala hal. Belajar dan memberikan pelajaran menurut Imam Ghazali harus sesuai dengan ilmu yang dikuasai, seseorang harus belajar kepada orang yang benar-benar menguasai keilmuannya, namun karena tujuan pendidikan adalah mencari keridhaan Allah SWT maka, setiap orang dalam menjalani kehidupan dunia tidak boleh keluar dari aturan-aturan yang telah di tetapkan oleh Allah SWT yang merupakan isi dari ilmu fiqh, sehingga dasar dari segala ilmu pengetahuan adalah aqidah atau tauhid yaitu keyakinan tentang “Lailahaillawlah Muhammadarrosululloh”, sifat-sifat Allah SWT, ketiga rukun ini adalah dasar aqidah yang harus diberikan kepada anak didik sejak ia mulai bisa belajar agar tujuan Pendidikan Islam dapat tercapai. Manusia dapat mempelajari segala macam ilmu pengetahuan sesuai dengan kebutuhan dirinya namun dengan dasar aqidah atau tauhid yang telah tertanam dalam hatinya, dengan demikian manusia dalam perjalanan 68 hidupnya akan menempuh jalan Ilahiyyah untuk mencari keridhaan Allah SWT. Dalam menyusun kurikulum pelajaran, Al-Ghazali memberi perhatian khusus pada ilmu-ilmu agama dan etika sebagaimana yang dilakukannya terhadap ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Kurikulum menurut Al-Ghazali didasarkan pada dua kecenderungan sebagai berikut: 1) Kecenderungan agama dan tasawuf. Kecenderungan ini membuat AlGhazali menempatkan ilmu-ilmu agama di atas segalanya dan memandangnya sebagai alat untuk menyucikan diri dan membersihkannya dari pengaruh kehidupan dunia. 2) Kecenderungan pragmatis. Kecenderungan ini tampak dalam karya tulisnya. Al-Ghazali beberapa kali mengulangi penilaian terhadap ilmu berdasarkan manfaatnya bagi manusia, baik kehidupan di dunia maupun akhirat. Ia menjelaskan bahwa ilmu yang tidak bermanfaat bagi manusia merupakan ilmu yang tak bernilai. Bagi Al-Ghazali, setiap ilmu harus dilihat dari kegunaannya dalam bentuk amaliah. Manusia adalah subyek pendidikan, sedangkan pendidikan itu sangat penting bagi manusia, maka dalam pendidikan itu harus diperhatikan tentang kurikulumnya. Kurikulum pendidikan menurut al-Ghazali adalah materi keilmuan yang disampaikan kepada murid hendaknya secara berurutan, mulai dari hafalan 69 dengan baik, mengerti, memahami, meyakini, dan membenarkan terhadap apa yang diterimanya sebagai pengetahuan tanpa memerlukan bukti atau dalil. IV.2. Tujuan Pendidikan Islam Terpadu Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) peserta didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Jika pendidikan Islam diartikan sebagai proses (usaha), maka diperlukan adanya sistem dan sasaran yang hendak dicapai. Begitu halnya dengan system pendidikan yang tidak hanya memadukan materi (pendidikan sains dan agama) tetapi juga memadukan sarana pendidikan yang telah ada di lingkungan, bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter: Pertama, berkepribadian Islam Ada sepuluh karakter atau ciri khas yang harus melekat pada pribadi muslim, yaitu: a. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih) Salimul Aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT. Dengan ikatan yang kuat ini dia tidak akan menyimpang dari jalan dan 70 ketentuan-ketentuannya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah menjalankan ritus-ritus ibadah dalam kehidupan yang realistis dan dengan kematian setelahnya.30 Karena aqidah yang salim merupakan sesuatu yang sangat penting, maka dalam awal dakwahnya, Nabi Muhammad mengutamakan pembinaan aqidah, iman dan tauhid. b. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar) Pribadi muslim akan melaksanakan ibadah dengan tertib, disiplin, khusyu’, ikhlas dan tuma’ninah. Setiap ibadah yang dilakukan dengan khusyu’ dan sungguh-sungguh akan berdampak positif bagi diri kita. c. Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh) Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim,baik dengan hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluknya dengan akhlak yang kokoh, berkah. Menurut syara’ ialah ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan disudahi dengan salam serta memenuhi syarat rukun yang telah ditentukan. manusia akan hidup bahagia dapat menjalankan perintah Allah secara sempurna dan mampu 71 menghindari semua larangan Allah.karena begitu penting akhlak yang kokoh bagi umat manusia maka Rasul diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri juga telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan. d. Qowwiyul Jismi (kekuatan jasmani) Dalam Agama Islam tidak ada satupun tindakan yang dapat dimulai tanpa melalui proses berfikir terlebih dahulu, kekuatan jasmani sangat penting bagi seseorang, seorang muslim yang memiliki daya kekuatan atau daya tahan tubuh dapat melaksakan ajaran Islam yaitu shalat, puasa, zakat, dan haji yang merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihat untuk menegakkan ajaran Islam, sangat dibutuhkan kekuatan tubuh yang prima. Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama dari pada pengobatan. e. Mutsaqqatul fikri (Intelek yang berfikir) kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus mempunyai wawasan keIslaman dan keilmuan yang luas agar tidak tertinggal dengan kemajuan perkembangan zaman yang menuntut manis mempunyai daya pikir yang bagus. 72 f. Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu) Mujahadatul linafsi adalah kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim karena setiap manusia mempunyai kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu ada jika seseorang berjuang melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. g. Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu) Setiap muslim dituntutun untuk pandai menjaga waktu1, maksudnya pandai mengelola (memanfaatkan) waktu yang ada sehingga tidak terbuang sia-sia untuk hal yang berguna. h. Munazhzhamun Fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan) Munazhzhamun fi syuunihi merupakan kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah, dalam hukum Islam baik yang terkait degnan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan adanya kerjasama yang baik agar dapat terwujud 1 Burhanuddin Salam, Etika Individual: Pola Dasar Filsafat Moral, Jakarta, Rieneka Cipta, 2000. h: 183 73 secara maksimal pula, atau dengan kata lain suatu urusan mesti dikerjakan secara professional, dalam setiap pekerjaan profesioalisme selalu diperhatikan. i. Qadirun Ala Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri / mandiri) Qadirun ala kasbi adalah ciri lain yang juga harus ada pada diri seorang muslim. Karakter ini sangat diperlukan dalam mempertahankan berjuang kebenaran dan menegakkannya. Kemandirian adalah syarat untuk selalu dapat mempertahankan aqidah atau prinsip-pprinsip yang dianut seseorang, tidak sedikit orang yang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya kareana tidak memiliki kemandirian ekonomi. j. Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain) Nafi’un Lighoirihi yaitu bermanfaatnya seseorang bagi orang lain, bermanfaat yang dimaksud adalah bermanfaat dalam kebaikan, sehingga dimana pun seorang muslim berada, orang yang ada di sekitar akan mengembangkan merasakan kepribadian keberadaannya. Islam, ada Agar dapat beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu: 1) Menanamkan aqidah Islam kepadanya seseorang dengan cara yang sesuai. 2) Menanamkan sikap konsisten dan istiqomah pada orang yang sudah memiliki aqidah Islam agar cara 74 berpikiran berada dan berperilakunya dalam pondasi aqidah berkelanjutan dan tetap yang diyakininya. 3) K epribadian Islam yang sudah terbentuk pada diri seseorang harus senantiasa dijaga dan dikembangkan yaitu dengan selalu mengajaknya untuk bersungguh- sungguh mengisi pemikirannya dengan ajaran Islam. Menguasai tsaqafah Islam yaitu mewajibkan setiap muslim untuk menuntut ilmu, dengan demikian seorang muslim akan dapat memajukan dunia pengetahuan tanpa harus meninggalkan Islam sebagai ajaran pijakan yang dijamin kebenarannya. Memiliki ketrampilan dan keahlian yang dapat digunakan untuk melaksanakan tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi dan memenuhi kebutuhannya didunia dengan kadar yang sesuai ajaran agama, yaitu melalui penguasaan ilmu-ilmu teknik dan praktis. Menurut UU Sisdiknas Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 75 berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2 IV.3. Kedudukan akal dalam Pendidikan Islam dan Perbandingan terhadap Pendidikan Positivistik - Logika Imam Ghazali Telah dijelaskan sebelumnya pada landasan teori bahwa logika atau penalaran yang merupakan bagian dari akal. Menurut Imam al-Ghazali akan adalah suatu mahluk maknawi yang menjadi bagian diri manusia, seperti halnya hati manusia . Akal adalah bagian dalam diri manusia yang menjadi sumber ilmu pengetahuan, yang secara fitrah diciptakan Allah ‘Azza Wa Jalla untuk memahami, merangkai penalaran-penalaran, dan mempelajari ilmu pengetahuan lainnya. Akal dan penalaran, atau akal dan ilmu pengetahuan seperti air yag berasal dari dalam bumi atau air yang berasal dari bunga mawar. Demikianlah logika adalah kemampuan menalar dan memaknai dan tujuannya adalah memperkuat keimanan kepada Allah SWT. Menurut al-Ghazali, sejak dini seseorang harus mempelajari ilmu agama asasi terlebih dahulu sebelum mempelajari ilmu furu’. Ilmu kedokteran, matematika dan ilmu terapan lain harus mengalah pada ilmu agama dalam pandangannya, karena ilmu agama meliputi keselamatan di akhirat, sedangkan yang terapan hanya untuk keselamatan di dunia. Ia juga 2 Yossy Suparyo, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), UU N.20 Tahun 2003 beserta penjelasannya, Yogyakarta, Media Abadi, 2005, h.9 76 lebih menekankan pada segi pemanfaatan ilmu pengetahuan dengan berdasarkan pada tujuan iman dan taqarrub pada Allah SWT. - Logika Ibnu Khaldun Pada dasarnya Ibnu Khaldun dapat menerima logika diaklektis Plato dan logika formal aristoteles dalam memahami eksistensi sesuatu yang ada. Dinyatakan olehnya3: “Mereka banyak mempergunakan ilmu-ilmu tersebut untuk memahami ilmu-ilmu filsafat seperti dalam ilmu fisika dan matematika, dan lain sejenisnya. Karenanya, orang yang sering melakukan pengamatan dengan menggunakan rumusan dalil-dalil tersebut dan sesuai dengan kriterianya, maka akan menjadikannya menguasai insting yang kuat dan baik dalam berhujjah dengan berkonklusi. Sebab meskipun ilmu-ilmu tersebut tidak memenuhi target dan tujuan-tujuan mereka, tapi ilmu-ilmu tersebut merupakan aturan-aturan terbaik untuk melakukan pengamatan”. Namun Ia mengkritisi tentang logika mereka terhadap eksistensi yang bersifat immaterial atau yang disebut sebagai metafisika dan atau teologi. Abstraksi suatu eksistensi menurut logika delektis Plato dan Logika formal Aristoteles hanya mungkin mengenai yang dapat kita rasakan dengan panca indera. Sedangkan esensi-esensi spiritual tidak dapat diabstraksikan dari hakikat-hakikatnya yang lain karena tidak dapat terasa oleh indera kita. Maka tidak ada argumen-argumen logis apapun mengenai hal ini, dan tidak ada cara apapun untuk membuktikan eksistensinya secara keseluruhan, kecuali hal-hal yang ada sekitar kita seperti psikologi manusia dan kondisi-kondisi 3 Ibnu Khaldun, Mukaddimah, terj. Masturi Irham, dkk, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011. h. 965 77 pengetahuannya seperti masalah mimpi-mimpi, yang sifatnya emosional bagi setiap orang. Sedangkan hakikat dan sifat-sifat spiritual adalah perkara yang rumit yang tidak ada cara untuk memahaminya. Bersandar hanya pada asumsi-asumsi sebagai pencapaian puncak pemikiran manusia untuk memahami esensi immaterial atau yang disebut Ibnu Khaldun sebagai spiritual tidaklah dapat dibenarkan, penolakan tersebut didasarkan pada penjelasan berikut, bahwa eksistensi manusia terdiri dari dua hal, pertama, yang bersifat materi, kedua, yang bersifat spiritual. Keduanya saling membaur. Masing-masing dari keduanya mempunyai pengetahuan sendirisendiri, meskipun bagian yang memahami keduanya hanya satu, yaitu bagian spiritual. Jiwa spiritual ini terkadang memahami pengetahuan spiritual dan terkadang mengetahui tentang pengetahuan-pengetahuan materi, namun pengetahuan spiritual dapat mengetahui secara otomatis tanpa melalui perantara atau piranti, sedangkan pengetahuan yang bersifat materi harus menggunakan perantara-peranta fisik yaitu otak dan panca indera. Kepercayaan kita mengenai hari akhirat misalya, menurut Ibnu Khaldun adalah hasil pengetahuan spiritual yang tidak dapat dihasilkan dari asumsi-asumsi pemikiran atau pada sandaran rasio melainkan justru kita harus melepaskan diri dari perantara yang bersifat materi untuk mendapatkan hasil dari pengetahuan spiritual, seperti yang dilakukan oleh para sufi. Jalan mendapatkan pengetahuan spiritual ini adalah dengan menjalankan syariat, berprilaku baik sesuai dengan perintah Allah SWT. 78 Terkait dengan kurikulum pendidikan Ibnu Khaldun menekankan untuk terlebih dahulu mengajarkan bahasa arab kepada individu sejak dini, sebagai dasar baginya untuk mempelajari Al-Qur’an. Dalam hal ini tanpa mengetahui bahasa arab seseorang tidak akan dapat menguasai hikmah alQur’an. Dengan mempelajari Al-Qur’an kita dapat memiliki pengetahuan spiritual, pengetahuan materi seringkali didapat melalui pengetahuanpengtahatuan spiritual. - Logika Positivistik Peradaban manusia sampai saat ini terbangun di atas landasan logika dialektis Plato dan Logika analitis Aristoteles. Logika dialektis Plato adalah struktur logika berfikir yang didasarkan atas dialektika terhadap gagasan atau ide dengan realitas, memutuskan kebenaran atas ada dan atas tidak adanya sesuatu setelah adanya kesesuaian terhadap bukti-bukti empiris, data dan fakta. struktur Selanjutnya logika analitis Aristoteles adalah landasan logika atau berfikir yang didasarkan atas formalisasi logika, yakni menyimpulkan suatu persetujuan atau penyangkalan melalui bangunan premis mayor sebagai generalisasi dan premis minor sebagai definisi, premis minor sebagai turunan atau sebagai definisi dapat mengiyakan atau menyangkal premis mayor sebagai dasar atau sebagai generalisasi dan ditutup dengan kesimpulan. Kedua logika berfikir ini merupakan cara berfikir yang menunjuk kepada realitas dan pembuktian, dan disebut sebagai filsafat 79 positivis. Berdasarkan kedua logika berfikir ini kebenaran ilmu pengetahuan berdiri di atas landasan prasyarat ilmiah yang diperoleh melalui eksperimen, observasi, kumpulan data-fakta, penghitungan, pengujian, dalil, pengukuran, dan sebagainya. Prasyarat ilmiah tersebut terwujud dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dan mendominasi. Dominasinya tampak pada disiplin ilmu pasti seperti matematika, fisika, dan disiplin ilmu lainnya. Dominasi disiplin ilmu pasti ini terkadang menganggap rendah cara berfikir yang tidak didasarkan pada observasi, penghitungan, dan eksperimen, seperti metafisika, logika dan idealisme. Dominasi empirisme dan logika positivistik terjadi secara berkelanjutan dan berkelindan dengan kemajuan tekhnologi, pada akhirnya melahirkan peradaban yang berdiri di atas landasan nalar tekhnologis. Nalar tekhnologis adalah cara berfikir dengan sudut ilmiahnya atau ilmu pengetahuannya memandang alam hanya sebagai objek yang mesti ditundukkan dan dikuasai4. Manusia pun menjadi objek seperti halnya alam, yaitu relasi personal dan emosional antar individu kehilangan makna dan kekayaannya dan disempitkan pada relasi matematis maupun logis. 4 Herbert Marcuse, Perang Semesta Melawan Kapitalisme Global, terj. Bvalentinus Saeng, Jakarta: Gramedia, 2012. h. 194-196 80 IV.3. Metode Pengajaran dalam Pendidikan Islam Metode ini merupakan kesimpulan dari pemikiran kedua Ulama Besar Islam yang menjadi subjek penelitian ini yaitu Imam al-Ghazali dan Ibnu Khaldun, pemikiran mereka tentang metode pengajaran mempunyai kesamaan seperti yang dapat dilihat dari uraian-uraian yang ada dalam landasan teori, adapun metode pengajaran dalam pendangan mereka adalah sebagai berikut: 1. Pemberian ilmu pengetahuan kepada pelajar harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan daya fikiran anak didik. Secara lebih tegas Ibnu Khaldun menyatakan bahwa sebelum pengajaran diberikan kesiapan anak didik untuk menerima pelajaran harus diketahui terlebih dahulu. Dengan kata lain pengajar harus benar-benar mengetahui taraf atau tingkat kemampuan berfikir anak didik dalam rangka mengetahui scope ilmu pengetahuan yang sesuai untuk diberikan kepada anak didik. 2. Sehingga pemberian ilmu pengetahuan harus dilakukan secara bertahap, berangsur-angsur dan sedikit demi sedikit. Secara lebih tegas Imam al-Ghazali pemberian ilmu menetapkan dasar keberangsuran pengetahuan kebutuhan terdekat anak didik. adalah disesuaikan dengan Kebutuhan terdekat ini dicontohkan Imam al-Ghazali seperti keadaan seorang yang 81 menjalani aktivitas perdagangan di tempat yang banyak praktek riba, dan ia gelisah akan suatu yang dikatakan riba dan sesuatu yang tidak, maka mempelajari pengetahuan tentang riba menjadi fardhu‘ain bagi pedagang tersebut. Dengan demikian dasar keberangsuran memberikan pengetahuan kepada anak didik adalah berdasarkan kebutuhan terdekat mereka, begitu selanjutnya sesuai tahapan perkembangan kehidupannya. 3. Dalam rangka memberikan pengajaran sesuai dengan taraf atau kemampuan berfikir anak didik, maka pengajaran harus dilakukan dalam tahapan-tahapan. Ibnu Khaldun menyatakan tentang tiga tahapan pengajaran yaitu, tahap pertama adalah; memetakan masalah-masalah yang akan dibahas sesuai dengan tingkat kemampuan anak didik, tahap ini merupakan tahapan mempersiapkan anak didik untuk memahami cabang ilmu pengetahuan yang akan dipelajarinya. Tahap kedua; memberikan pengajaran yang lebih tinggi dari yang pertama, yaitu dengan memberikan beberapa penjelasan yang lebih banyak tentang point-point umum atau global, atau mengemukakan perbedaan-perbedaan pendapat yang ada disertai dengan pokokpokok dasar perbedaannya hingga keseluruhan cabang ilmu tersebut diuraikan. Tahapan ketiga; mengulang materi pengajaran yang diberikan pada tahapan kedua yang dimaksudkan 82 untuk memberikan penegasan terhadap hal-hal yang belum jelas dan masih sulit dimengerti oleh anak didik. Metode semacam ini akan membuat anak didik mersa senang dengan cabang ilmu yang dipelajarinya dan akan membantu anak didik untuk menguasai cabang ilmu yang dipelajari dan lebih jauh dapat mengasah naluri anak didik. 4. Ketiga tahapan pengajaran ini menunjukkan bahwa pengajaran tidak dapat dicampuradukkan yaitu pengajaran yang disampaikan tidak sesuai taraf atau tingkat kemampuan anak didik karena materi yang disampaikan terlalu sulit atau anak didik belum siap dengan suatu kondisi pemahaman yang dibutuhkan untuk memahami suatu cabang ilmu pengetahuan, pemahaman yang seharusnya diperuntukkan bagi profesional diberikan ke pada pelajar pemula, atau pengajar memberikan kepada anak didik pemahaman terhadap buku yang sedang ditekuninya berdasarkan kemampuan belajar si pengajar. Kondisi seperti ini akan menyebabkan anak didik mersa sulit memahami, dan akan membuat mereka bermalas-malasan dan berusaha menghindari proses belajar. 5. Mengenai tahapan pembelajaran Imam al-Ghazali menegaskan bahwa sesuai dengan landasan keberangsuran pembelajaran adalah kebutuhan terdekat anak didik, maka yang paling awal 83 harus diberikan kepada anak didik adalah pembelajaran aqidah sebagai pondasi bagi manusia dalam menjalani perkembangan kehidupannya. Pembelajaran aqidah diberikan secara bertahap dan terus menerus sesuai dengan kebutuhan terdekatnya, aqidah yang ditanamkan sejak dini akan tertanam kuat di dalam diri anak didik dan selanjutnya secara terus menerus disempurnakan, aqidah yang telah tertanam kuat akan menjadi benteng atau prisai bagi anak didik dalam menjalani segala urusan dunia yang akan dihadapinya sepanjang perjalanan hidupnya. 6. Tidak memisah-misahkan satu cabang ilmu dalam kelas-kelas pengajaran yang terlalu panjang dan lama karena akan membuat anak didik lupa karena terputusnya rangkaian permasalahan yang satu dengan yang lain dalam satu cabang ilmu. 7. Mengajarkan dengan memberikan contoh-contoh realistis dan dapat dirasakan. 8. Pembelajaran dengan ketauladanan guru akan memberikan pengaruh yan lebih mendalam kepada anak didik. 9. Terkait dengan pentahapan pada kurikulum pendidikan, Imam alGhazali merumuskan metode khusus pada pendidikan agama yaitu, pendidikan dimulai dengan hafalan dan pemahaman kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah 84 itu penegakan dalil-dalil dan keterangan yang menunjang penguatan akidah, tujuan metode pendidikan yang dirumuskan Imam al-Ghazali ini adalah untuk mencegah manusia dari keraguan terhadap persoalan agama sehingga keimanan kepada Allah SWT, menerima dengan jiwa yang jernih dan akidah yang pasti harus dimulai pada usia sedini mungkin. Tahapan selanjutnya adalah mengkokohkan aqidah dengan argumentasi yang didasarkan atas pengkajian dan penafsiran Al- Qur’an dan Hadist secara mendalam disertai dengan tekun beribadah, bukan melalui Ilmu kalam atau lainnya yang bersumber pada akal. Tentu saja tahapan pengkokohan ini diberikan pada tahapan selanjutnya setelah sekolah dasar. Media penanaman aqidah, salah satunya adalah melalui pendidikan ahklak, karena manusia dapat menerima penanaman aqidah adalah manusia yang mempuyai ahlak yang baik. 10. Metode khusus pendidikan ahklak. Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan. Ada akhlak terpuji dan tercela. Dengan adanya metode tersebut, maka al-Ghazali menyimpulkan bahwa pendidikan itu harus mengarah kepada pembentukan akhlak mulia, sehingga Ia menjadikan al-Qur’an sebagai kurikulum dasar 85 dalam pendidikan. Ia juga menyimpulkan bahwa tujuan akhir pendidikan dan pembinaan itu ada 2 yaitu : a) Kesempurnaan yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah. b) Kesempurnaan yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat. 11. Evaluasi Pendidikan Menurut Al Ghazali. Menurut Al-Ghazali, evaluasi pendidikan berarti usaha memikirkan, membandingkan, memprediksi (memperkirakannya), menimbang, mengukur, dan menghitung segala aktifitas yang telah berlangsung dalam proses pendidikan, untuk meningkatkan usaha dan kreativitasnya sehingga dapat seefektif dan seefisien mungkin dalam mencapai tujuan yang lebih baik diwaktu yang akan datang. Adapun subyek evaluasi pendidikan adalah orang yang terikat dalam proses kependidikan meliputi : pimpinan, subyek didik, wali murid, dan seluruh tenaga adminstrasi. Dan yang menjadi evaluasi pendidikan adalah semua bentuk aktivitas yang terkait dengan tugas tanggung jawabnya masing-masing dalam proses kependidikan. Tujuan evaluasi pendidikan ialah mengontrol efektifitas dan efisiensi usaha dan sarana, mengetahui segi-segi yang mendukung dan menghambat jalannya proses 86 kependidikan menuju tujuan. Segi-segi yang menghambat diperbaiki atau diganti dengan usaha atau sarana lain yang lebih menguntungkan. IV.4. Metode Pengajaran pada Sekolah Dasar Islam Terpadu sebagai Implementasi Konsep SD Islam Terpadu Muhammadiyah dan Permata Bunda adalah sekolah yang mengimplementasikan pendidikan Islam terpadu. Sekolah ini merupakan sekolah yang tidak hanya menjalankan proses pembelajaran di sekolah, tetapi juga di rumah dan di masyarakat. Sekolah ini berupaya menyelenggarakan pendidikan yang membangun karakter peserta didik. Konsep keterpaduan yang dilaksanakan diupayakan untuk tidak terjadi pertentangan nilai. Keterpaduan ini meliputi : 1. Keterpaduan pola asuh. SD Islam Terpadu Bandar Lampung Muhammadiyah dan Permata Bunda menyadari bahwa membangun karakter peserta didik tidak lepas dari tiga unsur yang mempengaruhi proses pendidikan yaitu, sekolah, keluarga dan masyarakat. Maka diupayakan agar ketiga unsur tersebut sinergi pola asuhnya. 87 a. Peran orang tua Keikut sertaan orang tua di sekolah diupayakan agar terjadi hubungan yang harmonis antara sekolah dengan orang tua, bentuknya : 1. Pertemuan berkala antara orang tua wali murid yang tergabung dalam komite sekolah bersama dan guru. Kegiatan dapat berupa pengajian atau seminar dengan tema-tema yang terkait dengan perkembangan anak didik. 2. Laporan perkembangan belajar siswa kepada orang tua secara rutin yang ditulis dalam buku penghubung. Laporan ini terutama yang berkenaan dengan hafalan surat-surat Al-Qur’an, hafalan hadist, dan hafalan doa. Selain itu, laporan juga berkenaan dengan perilaku anak didik disekolah mengenai kejujuran, disiplin, konsentrasi, sikap sopan santun terhadap guru, kondisi hubungan yang terjalin dengan siswa yang lain. 3. Laporan secara keseluruhan yaitu baik akademik maupun yang berhubungan dengan kemajuan penguasaan ilmu agama seperti hafalan surat-surat Al- 88 Qur’an dan hadist serta doa, juga laporan mengenai perkembangan kepribadian anak didik di sekolah. Laporan keseluruhan ini di bagi ke dalam 4 termin, yaitu yang pertama triwulan pertama sebelum ujian Tengah Semester, triwulan kedua setelah Ujian Tengah Smester selesai yaitu pada saat pembagian raport, triwulan ketiga sebelum ujian Akhir Semester dan triwulan keempat setelah Ujian Akhir Semester yaitu pada saat pembagian raport. 4. Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) Tujuan diadakannya peringatan dan perayaan harihari besar Islam adalah melatih siswa atau anak didik agar dapat berperan dalam upaya menyemarakkan syiar Islam ditengah kehidupan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang signifikan bagi pengembangan masyarakat yang lebih luas. Kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PBHI) diarahkan kepada pengembangan diri dengan menumbuhkan kecintaan kepada agama Islam dan mewujudkan syariat Agama Islam dalam segala sendi kehidupan masyarakat sebagai individu dan sebagai 89 komunitas. Melalui kegiatan Perayaan Hari Besar Islam juga dapat dibentuk kegiatan sosial baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah terutama penyantunan anak yatim dan fakir miskin. Peringatan Hari Besar Islam ini meliputi peringatan kelahiran nabi Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj, Nuzulul Qur’an, Zakat fitrah dan Idul qurban. b. Peran Sekolah Sekolah sangat berperan dalam menciptakan iklim yang dibutuhkan untuk mengembangkan situasi pembelajaran partisipatif, dan mendorong siswa atau anak didik agar lebih aktif di dalam pembelajaran dan mengutamakan adanya interaksi antar warga sekolah. Iklim sekolah sangat mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan tersebut. Dalam rangka menciptakan iklim yang dimaksud, SD Islam Terpadu Muhammadiyah Bandar Lampung memulai proses pembelajaran dengan berdoa dan murojaah sebelum aktivitas belajar dimulai. Hal ini dilakukan agar peserta didik mampu membaca al qur’an dengan baik dan benar serta membiasakan diri untuk mencintai al qur’an, dan untuk mencapai target hafal Al-Qur-an sebanyak 3 juz. Sebelum istirahat pertama, peserta didik melakukan 90 aktivitas shalat dhuha bersama dilanjutkan dengan membaca asmaul husna. Kegiatan ini melibatkan semua pendidik atau guru di SD Islam Terpadu. Ketika tiba waktu shalat dhuhur para siswa sekolah. melakukan Jadi ketika shalat secara berjamaah di meninggalkan sekolahan peserta didik telah menunaikan kewajiban shalatnya dengan sempurna. c. Peran masyarakat Lingkungan masyarakat merupakan situasi atau kondisi interaksi sosial dan sosiokultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan beragama individu. Siswa atau anak didik dan individu secara keseluruhan akan melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya atau anggota masyarakat lainnya. Lingkungan masyarakat yang menampilkan sikap dan perilaku yang kurang baik, amoral atau melanggar norma agama, maka anak akan cenderung terpengaruh mengikuti atau mencontoh sikap dan perilaku tersebut. Kualitas perkembangan sikap anak sangat tergantung pada kualitas perilaku lingkungan masyarakat atau orang dewasa disekitarnya yang kondusif bagi perkembangan keagamaan siswa atau anak didik. Perilaku lingkungan masyarakat yang di perlukan bagi 91 pembentukan kualitas pribadi siswa terkait dengan beberapa faktor berikut; pertama, kewajiban agama, seperti taat melaksanakan ibadah ritual, menjalin persaudaraan, saling menolong dan bersikap jujur; kedua, menghindari diri dari sikap dan perilaku yang dilarang oleh agama, seperti sikap permusuhan, saling curiga, munafik, mengambil hak orang lain dan sebagainya. Lingkungan masyarakat yang berjalan di atas nilai-nilai kebaikan akan dapat merangsang perkembangan anak menjadi manusia yang berperilaku luhur, begitu pula sebaiknya lingkungan masyarakat yang berjalan di atas nilai-nilai yang buruk akan merangsang perkembangan anak menjadi manusia yang berperilaku buruk. Dengan demikian, peran orang tua dan sekolah sangat diperlukan untuk mengarahkan dan mengontrol pergaulan siswa atau anak didik. 2. Keterpaduan materi SD Islam terpadu menyadari pentingnya memberi pengertian pada peserta didik bahwa seluruh ilmu yang ada di dunia ini adalah ilmunya Allah, tidak ada pemisahan ilmu dunia dan ilmu agama. Dan hal ini dimanifestasikan dalam kurikulum terpadu yang diterapkan di SD Islam Terpadu 92 dalam proses pelaksanaan pendidikan diperlukan adanya seperangkat rencana dan pengaturan isi dan bahan pelajaran serta metode yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan proses pembelajaran, sehingga dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Di dalam dunia pendidikan hal tersebut dinamakan kurikulum. Kurikulum SD Islam Terpadu M u h a m m a d i y a h dan SD Islam Permata Bunda mempunyai perbedaan jika dibandingkan dengan kurikulum sekolah dasar umum, yaitu sebagai berikut: a. Kurikulum Dinas Menggunakan kurikulum dinas 100% dengan pengembangan dalam pembelajaran (silabus, materi, proses pembelajaran, aspek keterpaduan dengan Agama Islam). Menerapkan kurikulum 2013 Pengorgansasian pada semua level kelas. kurikulum di SD Islam Terpadu Muhammadiyah, ada tiga tipe atau bentuk kurikulum, yakni: 1) Separated Subject Curriculum Pada bentuk ini, bahan dikelompokkan pada mata pelajaran yang sempit, di mana antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya menjadi terpisah-pisah, 93 terlepas dan tidak mempunyai kaitan sama sekali, sehingga banyak jenis mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya. 2) Correlated Curriculum Correlated Curriculum adalah suatu bentuk kurikulum yang menunjukkan adanya suatu hubungan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, tetapi tetap mempertahankan ciri atau karakteristik tiap bidang studi tersebut. 3) Integrated Curriculum Pelajaran dipusatkan pada suatu masalah atau topik tertentu. Dari tipe atau bentuk kurikulum tersebut dapat dilihat bahwa pendidikan terpadu yang merupakan perpaduan antara sains dan agama adalah termasuk dalam kategori correlated curriculum karena menghubungkan antara pendidikan agama dan sains. Dari ketiga Terpadu kurikulum tersebut Muhammadiyah diatas Bandar SD Islam Lampug lebih menekankan pada penggunaan correlation curriculum dimana antara kurikulum yang satu mempu nyai hubungan (mata pelajaran satu dengan mata pelajaran lain mempunyai keterkaitan). 94 b. Kurikulum Khas Kurikulum agama yang digunakan sebagai bahan rujukan penyelenggaraan pendidikan di lingkungan SD Islam Terpadu Muhammadiyah Bandar Lampung mengacu pada kurikulum pendidikan sekolah dasar dengan kurikulum tambahan muatan lokal yang berbasis islam. Kurikulum tambahan muatan lokal tersebut berpedoman pembelajaran dan kurikulum pada Madrasah Ibtidaiyah. Kurikulum tersebut merupakan pengembangan kurikulum Agama Islam dengan meluaskan pada aspek life skill, sedangkan mata pelajaran yang terangkum dalam kurikulum muatan lokal meliputi : 1) Al Qur’an dan Hadis Adapun tujuan mata pelajaran Al-Qur'an-Hadis adalah: a) Meningkatkan kecintaan siswa terhadap al-Qur'an dan hadist. b) Membekali siswa dengan dalil-dalil yang terdapat dalam al- Qur'an dan hadis sebagai pedoman dalam menyikapi dan menghadapi kehidupan. c) Meningkatkan kekhusyukan siswa dalam beribadah terlebih salat, dengan menerapkan hukum 95 bacaan tajwid serta isi kandungan surat/ayat dalam surat-surat pendek yang mereka baca. 2) Fiqih Pembelajaran fikih di SD bertujuan untuk membekali siswa agar dapat: a) Mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam dalam mengatur ketentuan dan tata cara menjalankan hubungan manusia dengan Allah SWT yang diatur dalam fikih ibadah dan hubungan manusia dengan sesama yang diatur dalam fikih muamalah. b) Melaksanakan hukum dan mengamalkan ketentuan Islam dengan benar dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT dan ibadah sosial. Pengalaman tersebut diharapkan menumbuhkan ketaatan menjalankan hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosial. 3) Akidah akhlak Mata pelajaran Akidah-Akhlak bertujuan untuk: 96 a) Menumbuhkembangkan pemberian, pengetahuan, pembiasaan, pemupukan, akidah melalui dan pengembangan penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang akidah Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT; b) Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai akidah Islam. 4) Bahasa Arab Mata pelajaran Bahasa Arab memiliki tujuan sebagai berikut: a) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab, baik lisan maupun tulis, yang mencakup empat kecakapan berbahasa, yakni menyimak (istima’), berbicara (kalam), membaca (qira’ah), dan menulis (kitabah). b) Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya bahasa Arab sebagai salah satu bahasa asing untuk menjadi 97 alat utama belajar, khususnya dalam mengkaji sumber-sumber ajaran Islam. c) Mengembangkan pemahaman tentang saling keterkaitan antara bahasa memperluas cakrawala demikian, peserta didik dan budaya serta budaya. Dengan diharapkan memiliki wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam keragaman budaya. 6) BTAQ Pembelajaran baca tulis al-Qur'an berfungsi sebagai berikut: a) siswa dapat mempelajari al-Qur'an sebagai kita suci umat Islam. b) siswa memiliki ketrampilan dalam membaca dan menulis rangkaian huruf-huruf Al-qur’an. c. Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakulikuler yang diberikan bertujuan untuk mengembangkan minat dan bakat siswa, serta memberikan dan mengembangkan lifeskill siswa, adapaun kegiatan ekstrakulikuler yang diberikan di SD Islam Terpadu adalah sebagai berikut: 98 1) Kegiatan kurikuler wajib, yaitu : Kepanduan atau Pramuka, yang merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan untuk mendidik, melatih dan mengarahkan peserta didik agar memiliki jiwa dan kemampuan memimpin yang tinggi, disiplin, berani, tanggung jawab, peduli dan menuasai berbagai keterampilan lapangan. Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari sabtu bagi siswa kelas IV, V, dan VI. 2) Kegiatan kurikuler pilihan, yaitu : kelas bahasa arab, merupakan ekstra pembelajaran yang bertujuan agar siswa dapat menambah kosa kata bahasa arab, menyusun kalimat dalam bahasa Arab, serta mampu berdialog sederhana dengan mempergunakan bahasa Arab, diberikan pada kelas I sampai V dengan waktu dua jam pelajaran dalam setiap minggu. Kelas kedua English conversation, merupakan ekstra pembelajaran yang bertujuan agar siswa dapat memperdalam pengetahuan membaca dalam bahasa Inggris dengan intonasi yang benar, memperkaya kosa kata, menyusun kalimat bahasa inggris secara tulisan serta mampu berdialog sederhana degan menggunakan bahasa Inggris. 99 Tapak suci, merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan menanamkan nilai-nilai keberanian, disiplin dan tanggung jawab serta agar peserta didik mampu menguasai tehnik-tehnik bela diri, tapak suci sendiri menjadi bagian dari kulikuler pilihan di SD Islam Terpadu Muhammadiyah Bandar Lampung karena tapak suci adalah bela diri khas organisasi Muhammadiyah. Sedangkan di SD Islam Terpadu Permata Bunda Bandar Lampung bela diri yyang menjadi kulikuler pilihan adalah karate. Program bimbingan ibadah, program ini dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kecakapan peserta didik dalam bidang agama islam. Program bimbingan ibadah lebih dikenal dengan sebutan BTAQ yang dilaksanakan seminggu sekali, yaitu setiap hari jum’at. Dalam halini guru BTAQ memonitor langsung perkembangan peserta didik dalam hal kemampuan ilmu Fiqh, do’a keseharian, ilmu tajwid, dan tahfidz surat-surat pendek. 3. Keterpaduan Ranah Pendidikan mengacu pada sebuah proses pembentukan atau pengarahan (dari orang lain kepada diri sendiri) 100 yang mencakup pengembangan aspek moral dan kepribadian, pengetahuan, skill, dan sikap. Dengan demikian pembelajaran di sekolah sarat dengan nilai, sebagaimana sifat pendidikan, nilai mempunyai muatan yang bersifat kognitif, afektif dan psikomotorik. Nilai memuat sejumlah prinsipprinsip dasariyah yang meliputi berbagai dimensi keyakinan (ideologis, tauhid dan aqidah), dimensi pengalaman (konsekuensial, akhlak), dimensi penghayatan (ekspresensial, ihsan) dan dimensi pengetahuan (intelektual, ilmu). Muatan nilai-nilai tersebut dalam pembelajaran atau proses pendidikan kepada siswa yang disebut sebagai keterpaduan. Dalam rangka melaksanakan keterpaduan berbagai dimensi tersebut SD Islam Terpadu Muhammadiyah dan SD Islam Terpadu Permata Bunda menerapkan model pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter baik dari aspek kognitif, afektif, siswa secara utuh maupun psikomotorik. Dalam aspek kognitif, misalnya peserta didik dituntut untuk memiliki wawasan yang luas baik dalam ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum, hal ini dibuktikan dengan adanya kegiatan intra maupun ekstra kulikuler yang mendukung aspek tersebut. Pada aspek afektif, siswa dituntut memiliki aqidah sesuai tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam aspek 101 psikomotorik siswa terbiasa mencintai membaca al qur’an, mampu melaksakan praktek ibadah secara benar, bertindak terampil dan kreatif serta selalu mengusahakan kesehatan dirinya, sopan dan santun, jujur, sabar, dan akhlakul karimah lainnya yang di Sunnahka oleh Nabi Muhammad SAW. Penekanan tujuan pendidikan terpadu adalah keterpaduan antara iman, ilmu dan amal. Tujuan Pendidikan Islam adalah menunjukkan jalan kepada siswa untuk menjadi manusia yang taat kepada Allah ‘Azza Wa jalla, untuk menjadi manusia yang mencari keridhaan Allah SWT, sebagai wahana pembentukan manusia yanga bermoral tinggi. Didalam ajaran Islam moral atau akhlak tidak dapat dipisahkan dari keimanan. Keimanan merupakan pengakuan hati. Akhlak adalah pantulan iman yang berupa perilaku, ucapan dan sikap. Dengan kata lain adalah amal shalih. Iman adalah maknawi (abstrak) sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata. Hal itu untuk menghadapi era globalisasi yang dari tahun ke tahun semakin maju, terbuka dan kompetitif. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang berkwalitas yang mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dan kaya 102 akan khasanah nilai-nilai Islam sehingga mampu menjawab tantangan zaman. SMP Islam terpadu PAPB Pedurungan Semarang akan menjawab dengan didesain dengan sebuah model pendidikan yang segala keterpaduan dari berbagai sisi dan aspek pendidikan yang meliputi visi, misi, kurikulum, pendidik, suasana pembelajaran dan sebagainya yang akan menghasilkan lulusan yang berkwalitas cerdas, berkarakter dan shalih. IV.5. Tinjauan Terhadap Kurikulum Sekolah Dasar Islam Terpadu Tinjauan terhadap kurikulum sekolah dasar islam terpadu dilakukan dengan melihat tujuan pembelajaran, mata pelajaran, dan metode yang diterapkan pada SD Islam Terpadu Muhammadiyah dan Permata Bunda Bandar Lampung Telah diuraikan pada sub bab di atas bahwa tujuan pembelajaran atau dapat disebut dengan tujuan pendidikan pada sekolah dasar yang menjadi sampel penelitian secara garis besar adalah membentuk manusia atau anak didik menjadi orang yang salimul aqidah yaitu mempunyai keimanan yang kuat dan jernih kepada Allah SWT, shahihull ibadah yaitu selalu menjalankan ibadah-ibadah yang diperintahkan Allah SWT karena jalan mencapai salimull aqidah adalah shahihull ibadah, salimull aqidah tidak dapat dicapai tanpa menjadi shahihull ibadah terlebih 103 dahulu, matinul khuluq atau ahlak yang kokok karena shahihull aqidah dicapai dengan jalan matinul khuluq yaitu sikap dan perilaku hamba kepada penciptanya, mustaqqatul fikri atau intelek yang berfikir bahwa untuk menjadi shahihull ibadah, salimull aqidah, matinul khuluq adalah dengan ilmu pengetahuan dan akal adalah sumber ilmu pengetahuan, selanjutnya adalah karakter-karakter yang harus ada dalam diri seorang muslim untuk sampai kepada keadaan salimul aqidah yaitu mujahadatul linafsihi atau berjuang melawan hawa nafsu, harishun ala waqtihi atau pandai menjaga waktu, munazhzhamun fi syuunihi atau teratur dalam urusan, qodirun ala kasbi atau memiliki kemampuan atau usaha sendiri, nafi’un liqhoirihi atau bermanfaat bagi orang lain. Tujuan Pendidikan Islam yang disarikan dari pemikiran Imam alGhazali, Ibnu Khaldun, dan pemikir lain yang terdapat dalam literatur penelitian ini adalah sama dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh Sekolah Dasar Islam Terpadu, karena pada dasarnya tujuan tersebutpun disarikan dari pemikir-pemikir Islam tersebut, yang pemikiran mereka adalah bersumber dari hadist, sunnah, dan ayat-ayat Al-Qur. Tujuan dari Pendidikan adalah menanamkan aqidah, membentuk ahlak atau karakter anak didik yang sesuai ajaran Islam yaitu 10 karakter yang telah disebutkan, dan mengajarkan ilmu pengetahuan sebagai jalan bagi aqidah yang benar dan murni, selain itu sebagai jalan mencapai kesempurnaan anak didik di dunia karena perjalanan dunia adalah bekal kehidupan diakhirat kelak. Maka dalam hal dasar atau 104 landasan pendidikan, Sekolah Dasar Islam Terpadu merumuskan tujuan atau landasan yang sejalan. Karakter-karakter yang ingin dicapai sebagai hasil proses pendidikan atau pembelajaran dalam sekolah dasar Islam terpadu yang menunjukkan tujuan dari pendidikan Islam terpadu termasuk sekolah dasar Islam terpadu tersebut selanjutnya dicapai dengan materi dan metode yang diterapkan oleh Sekolah Dasar Islam Terpadu, yaitu sesuai tidaknya materi yang diajarkan untuk mencapai tujuan, dan tepat tidaknya metode yang diteapkan. Materi dan metode dimaksud adalah bagian dari kurikulum pendidikan yang selanjutnya akan ditinjau atau dilihat kesamaan dan kesesuainya dengan materi dan metode yang telah diuraikan oleh Imam al-Ghazali dan juga Ibnu Khaldun, dan pemikir lainnya yang ada dalam literatur dalam penelitian ini. Adapun muatan dalam kurikulum pada Sekolah Dasar Islam Terpadu adalah terdiri dari: A. Sikap: yaitu penilaian mengenai menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya, sebagai sekolah dasar Islam maka ajaran yang diajarkan untuk diterima dan dijalankan adalah shalat dhuha, shalat dzuhur berjamaah, dan murojaah yaitu menghafal ayat-ayat suci AlQur’an. Penilaian sikap juga terdiri dari enilaian kejujuran, sopan santun, disiplin, tanggung jawab, kepercayaan dalam berinteraksi, penilaian salah satuya dilakukan dengan ketertiban mengucapkan salam. 105 Sikap yang dimaksud dalam Pendidikan Islam seperti yang diuraikan oleh Imam al-Ghazali adalah pembentukan ahlakul karimah, dalam hal ini tidak ada metode yang spesifik untuk menanamkan sikap atau ahlak yang sesuai dengan ajaran islam. Penggunaan kata sikap pun seharusnya diganti dengan istilah ahlakul karimah karena ahlak dalam Agama Islam rujukannya sudah sangat jelas yaitu As-Sunnah, sedangkan istilah sikap rujukan dan indikatornya masih sangat kabur. B. Pengetahuan: adalah muatan mata pelajaran yang diajarkan yaitu matematika, Bahasa Indonesia, PKN, PAI, PJOK, SBDP. Dari keseluruhan waktu bersekolah siswa pengajaran pengetahuan ini mendapat porsi yang paling besar. Jika dibandingkan dengan uraian pendidikan Islam menurut Imam al-Ghazali bahwa pengetahuan yang paling besar yang diajarkan kepada anak didik sedini mungkin adalah penanaman aqidah terkait Dzat Allah Ta’ala bahwa Allah SWT adalah Maha Esa, sifat-sifat Allah SWT, dan pengajaran tentang perbuatan-perbuatan Allah “azza Wa Jalla, maka seharusnya muatan penanaman aqidah inilah yang paling besar yang diberikan secara bertahap sesuai dengan perkembangan umur anak didik. Meskipun muatan aqidah ini diajarkan dalam mata pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) tetapi porsinya amat sedikit, yaitu pada anak kelas I diajarkan sebatas rukum Iman dan Rukun Islam yang diajarkan selama satu tahun, dan selanjutnya dilanjutkan dengan pada kelas106 kelas selanjutnya materi aqidah tetap tentang rukum iman dan Islam, seperti yang diuraikan oleh Ibnu Khaldun bahwa pemberian suatu pokok pengetahuan sebaiknya tidak terlalu berpanjang-panjang sehingga anak didik akan tidak mengetahui makna pengetahuan yang diajarkan kepadanya. Selain itu materi dalam PAI ditinjau dari tingkatan kelas pun bercampur aduk yaitu di dalamnya berisi tentang aqidah, ahlak, tajwid, pemahaman tentang isi beberapa ayat Al-Qur’an, tentu saja hal ini merupakan tindakan mencapur adukkan cabang ilmu pengetahuan. C. Muatan Lokal: muatan lokal yang dimaksud adalah bahasa Arab, Bahasa Inggris, Bahasa Lampung dan Tekhnologi Informasi Komputer. Ditinjau dari uraian Ibnu Khaldun bahwa dasar memahami Al-Qur’an adalah Bahasa Arab maka dengan menetapkan tujuan Pendidikan Islam yang telah dibuat seharusnya Bahasa Arab mendapatkan porsi pembelajaran yang lebih besar dan terus berkembang mulai sesuai dengan perkembangan penguasaan oleh anak didik, selain itu seharusnya materi pembelajaran Bahasa Arab tidak dipisahkan dengan pembelajaran menulis Arab sebagai muatan yang berbeda. Dalam ha ini materi menulis arab terletak di dalam muatan Islam Kemuhammadiyahan. 107 D. Islam Kemuhammadiyahan: yaitu materi pembelajaran yang terdiri dari doa, tahsin, dan tafidz. Maka terlihat bahwa dasar pemberian pengetahuan agama bukan berdasarkan perkembangan kebutuhan anak didik seperti penisbatan fardhu terhadap materi yang diajarkan yang diuaraikan oleh Imam al-Ghazali, pemberian materi adalah didasarkan pada pembagian pengetahuan itu sendiri. Dengan kondisi ini anak didik tetap sebagai objek dan subjeknya adalah ilmu pengetahuan itu sendiri. Diperlukan tinjauan seksama terhadap muatan kurikulum dalam Sekolah Dasar Islam Terpadu agar tujuan pendidikan Islam dapat tercapai, kondisi bahwa beban anak terlalu berat karena diberikan ilmu yang bercampur aduk haruslah dihindarkan. Sangatlah penting untuk memperjelas dan menanamkan aqidah yang sangat mendalam kepada anak didik dan juga penanaman ahlakul karimah dengan metode yang tepat sasaran. Kelemahan pada kurikulum Sekolah Dasar Islam Terpadu adalah penerapan secara penuh kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sama dengan pendidikan umum, perbedaannya adalah pada beberapa muatan lokal yaitu Bahasa Arab dan muatan ke-Islaman yaitu hafalan surat-surat Al-Quran yang disesuaikan dengan tingkatan umurnya dan hafalan doa serta hadist. Sehingga muatan penanaman aqidah dan pembentukan ahlak sangat sedikit porsinya dan metode yang diterapkan masih tidak jelas ketepatannya. 108 Diperlukan suatu penelitian mendalam untuk mencapai materi dan metode yang tepat dan sesuai. 109 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kerangka landasan filsafat pendidikan dalam Agama Islam menurut pemikir Islam yaitu Imam al-Ghazali adalah terkait dengan tujuan pendidikan dalam Agama Islam, bahwa pendidikan adalah proses belajar dan mengajar yang bertujuan untuk mencari keridhaan Allah SWT. Pendidikan bertujuan untuk menunjukkan manusia kepada jalan kepada akhirat, dalam hal ini pencapaian akhirat adalah pencapaian dunia karena dunia adalah jalan menuju akhirat. Oleh karena itu, dalam hal ilmu pengetahuan dalam Islam menurut Imam al-Ghazali secara garis besar terbagi menjadi Ilmu dunia dan Ilmu akhirat. Ilmu akhirat adalah ilmu yang berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah yang dapat dicapai dengan kesempurnaan akal dan hati, sedangkan ilmu dunia adalah ilmu untuk mencapai kesempurnaan dunia sehingga termasuk di dalamnya ilmu fiqh, dan ilmu-ilmu lain yang dikembangkan berdasarkan pengembangan ilmu sendiri. Ilmu pengetahuan terdiri dari ilmu-ilmu pennunjang yang terkait dengan pemahaman dan eksplorasi akal terhadap ilmu-lmu pengetahuan yang pada dasarnya seperti menyuling air dari dalam bunga mawar, dengan kata lain ilmu pengetahuan yang menghadap kepada Allah SWT adalah fitrah manusia, ada sejak manusia dilahirkan. 2. Kerangka kurikulum terkait dengan kerangka filsafat pendidikan dalam Agama Islam menurut Imam al-Ghazali adalah bertahap sesuai dengan penisbatan fardhunya, yaitu sesuai dengan perkembangan anak didik dan perkembangan akalnya, serta kebutuhan hidupnya. Pentahapan dalam pendidikan yang paling awal adalah penanaman aqidah dan ahlak karena kedua hal ini adalah saling terkait, aqidah pada anak di awal pendidikan yaitu pendidikan dasar dilakukan dengan metode doktrinasi mengenai sifat-sifat Allah SWT, wujudwujud Allah SWT, dan perbuatan Allah SWT, ketiga hal ini adalah dasar dari aqidah. Penanaman ahlak dilakukan melalui ketauladanan dari pengajar, orang tua, dan lingkungan serta melalui pembelajaran untuk mengelola keadaan hati yang terpuji agar menghasilkan amal perbuatan yang terpuji. Penanaman aqidah dan ahlak ini harus diberikan secara berkesinambungan tidak dapat terputus. Kurikulum harus memperhatikan untuk tidak tercampur baurnya cabang-cabang ilmu karena hanya akan membuat kebingungan pada anak didik, pokok cabang ilmu harus diketahui sebagai dasar ilmu yang diberikan kepada anak didik. Memulai pembelajaran terlebih 107 dahulu harus disesuaikan pada kapasitas anak didik dalam hal pengetahuan dan kemampuan berfikirnya.Metode kekerasan harus sangat dihindarkan, karena pendidikan lebih berhasil diberikan pada suasana kelembutan dan pendekatan kepada anak didik. 3. Filsafat pendidikan yang melandasi Sekolah Dasar Islam Terpadu adalah pendidikan Islam, kerangka kurikulum yang diterapkan adalah kerangka filsafat pendidikan yang sama dengan yang ditemukan dari pemikiran-pemikiran pemikir-pemikir Islam terutama Imam alGhazali dan Inbu Khaldun. 4. Kelemahan pada kesesuaian kurikulum pendidikan pada sekolah dasar Islam Terpadu di Kota Bandar Lampung adalah pada metode penanaman aqidah dan ahlak kepada anak didik. B. Saran Saran penelitian ini adalah: 1. Pengembangan metode pembelajaran untuk penanaman aqidah dan ahlak perlu terus dikaji dengan melakukan penelitian-penelitian terkait dengan hasil pencapaian oleh anak didik. 2. Sebagai sekolah dasar Islam Terpadu yang masih harus mengikuti kurikulm nasional, maka terjadi tumpang tindih dan pencampuran 108 cabang ilmu yang dapat membuat hasil pencapaian anak didik menjadi tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh pendidikan Islam. Sangat diperlukan pengkajian mendalam agar tidak ada pengulanganpengulangan yang terlalu lama, dan cabang-cabang ilmu yang bercampur aduk akibat pengabungan kurikulum nasional, dan keinginan mencapai tujuan pendidikan Islam. 109 DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam: Paradigma Teoritis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005 Humanisme Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005 Al-Ghazali, Imam, Ihya Ulumuddin no 1, terjemahan: Moh. Zuhri, Semarang: CV. Asy-Syifa, 1990 Burhanudin Salam, Etika Individual : Pola Dasar Filsafat Moral, Jakarta : Rineka Cipta, 2000 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994 Kamus Besar Bahasa Holil, Anwar, “Pengertian Pembelajaran Terpadu” http // anwar ghoni blog spot. Com / 2016 /11 Kementerian Agama R.I, S y a a m i l A l-Qur’an M i r a c l e t e R e f e r e n c e Juz 1 – 30, B a n d u n g : Sygma Publishing, 2010 Khaldun, Ibnu, Mukaddimah, terjemahan: Masturi Irham, dkk , Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001 Moleong, Lexy J,, Remaja Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Rosdakarya, 2004 Mercuse, Herbert, Perang Melawan Kapitalisme Global, terjemahan: Valentinus Saeng, Jakarta: Gramedia, 2000 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997