- Raden Intan Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Beragam masalah yang dihadapi manusia saat ini diyakini salah satunya
disebabkan oleh disorientasi ilmu pengetahuan. Disorientasi yang dimaksud
adalah bahwa ilmu pengetahuan yang berlandaskan pada filosofi positivistik
telah melahirkan individu-individu materialis, yaitu individu yang meyakini
materi sebagai tujuan akhirnya. Ilmu fisika, matematika, kimia, dan beragam
ilmu pengetahuan lain selain menghasilkan tehnologi canggih yang
membantu kehidupan manusia, juga melahirkan kerusakan alam dan
kerusakan peradaban manusia. Ibnu Khaldun1 menyebutkan kerusakan
peradaban manusia sebagai beragam warna keburukan manusia yaitu
kefasikan, rekayasa atau penipuan dalam mata pencaharian, penyimpangan
dari keimanan, riba. Dan aneka ragam keburukan lainnya dan hilangnya
rasa malu mempertontonkan keburukan-keburukan tersebut beserta faktorfaktor pendorongnya. Keburukan-keburukan tersebut akibat kerja keras dan
kelelahan dalam mengejar pemenuhan kebutuhan,serta akibat banyaknya
keinginan dan kenikmatan yang ditimbulkan oleh kemewahan.
1
Ibnu Khaldun, Mukaddimah h. 666
John Perkins dalam buku Confession of an Economic Hitman2,
menguraikan betapa kemajuan ilmu ekonomi telah dimanfaatkan untuk
melakukan perampasan terhadap kekayaan negara lain menggunakan caracara intelektual, maka kemajuan ilmu ekonomi pada sisi yang lain
melahirkan kemiskinan di satu sisi belahan dunia dan kekayaan serta
kemewahan tak bertepi di sisi lainnya. Ironisnya penyakit peradaban banyak
muncul dari pemanfaatan kekayaan tersebut. Dengan demikian yang
diuraikan oleh Ibnu Khaldun3 :
“Diantara
kerusakan-kerusakan
peradaban
adalah
tenggelam dalam kesenangan dan lepas kendali di dalamnya
karena banyaknya kemewahan. Maka muncul beraneka
ragam kesenangan-kesenangan perut,
yaitu makanan,
kelezatan-kelezatan, minuman dan yang enak-enak darinya.
Hal-hal
beraneka
macam
itu
akan
diikuti
dengan
kesenangan-kesenangan alat kelamin dengan berbagai
hubungan badan, yaitu perzinan maupu liwah (sodomi) yang
dapat mengakibatkan kehancuran jenis manusia, adakalanya
akibat bercampurnya nasab sebagaimana dalam perzinaan.
Dalam perzinaan masing-masing orang tidak mengetahui
anak kandungnya sendiri karena dia tidak mungkin dapat
mengetahuinya sebab ketika telah berada dalam rahim
sperma saling bercampur. Akibat sosialnya kemudian adalah
tidak adanya rasa kasih sayang naluriah terhadap anak dan
2
John Perkins, Confessions of an Economic Hitman, h. 1-32
3
Opcid,h.669
2
tanggung jawab pemeliharaannya. Mereka akhirnya binasa.
Hal itu menyebabkan terhentinya jenis manusia”.
Uraian di atas adalah suatu konsepsi tentang kerusakan dan kehancuran
peradaban yang datang dari kemewahan, dan uraian John Perkins dengan
demikian merupakan pembuktian dari kebenaran konsepsi Ibnu Khadun
tersebut. Mengenai hal ini Allah SWT telah berfirman:
“ Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka
Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di
negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan
kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya
berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian
Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”. (Al-Israa:
16)
sebagai seorang Economic Hitman John Perkins meyakini bahwa jalan keluar
terbaik untuk memperbaiki segala kerusakan dan kehancuran yang
melingkupi peradaban manusia adalah melalui pendidikan4.
“Kita memerlukan suatu revolusi dalam pendekatan kita
terhadap pendidikan, untuk memberdayakan diri kita dan
4
Opcid,h.256
3
anak-anak kita untuk berpikir, untuk mempertanyakan, dan
untuk berani bertindak. Anda dapat memberi contoh.
Jadilah guru dan juga siswa; ilhamilah setiap orang di
sekeliling Anda melalui contoh Anda”.
Seorang filsuf kontemporer berkebangsaan Jerman Herbert Mercuse
menguraikan tentang dehumanisasi pada kehidupan manusia5, bahwasannya
kemajuan tehnologi dalam dunia industri dan ilmu pengetahuan dalam
bungkus liberalisasi juga telah menyebabkan hancurnya peradaban manusia,
bahkan manusia diperalat sebagai sarana produksi dan objek penindasan.
Sistem ekonomi dan politik telah mengekang kebebasan dan kemandirian
individu, tenaga dan potensi manusia diperas dan dihisap oleh sistem kerja
yang mengasingkan manusia dari lingkungannya, keluarganya, bahkan dari
dirinya sendiri. Sejalan dengan John perkins, Herbert Mercuse pun meyakini
bahwa pendidikan yaitu pendidikan kritis adalah jalan keluar terbaik untuk
memperbaiki kehancuran dan kerusakan pada peradaban manusia6.
Dengan demikian, pendidikan adalah cara paling efektif untuk
melakukan perubahan karena dapat menata orientasi individu, dapat
dilakukan transformasi nilai dan ilmu. Pendidikan dapat mengarahkan
perilaku manusia, kearah perilaku baik atau sebaliknya ke arah perilaku
buruk yang merusak dan menghancurkan. Pendidikan merupakan wahana
5
Dalam Valentinus Saeng, Perang Semesta Melawan Kapitalisme Global, h.145
6
Ibid, h.289
4
ilmu pengetahuan, jalan bagi seseorang mendapatkan pemahaman mengenai
beragam persoalan. Ilmu pengetahuan didapatkan melalui serangkaian
metode berfikir sebagai pijakan atas kebenaran ilmu pengetahuan tersebut,
yang dengan demikian perdebatan pada suatu persoalan dapat diselesaikan.
Metode berfikir ini seringkali disebut sebagai aliran filsafat atau juga disebut
aliran pemikiran.
Peradaban manusia pada saat ini diyakini berkembang diatas landasan
aliran pemikiran positivisme, bahkan daya nalar manusia dan tatanan nilai
pada diri individu pada saat ini berkembang atas dominasi aliran pemikiran
positivisme. Secara harfiah kata positivisme mengandung beberapa arti:
Pertama, positif berarti kesimpulan, rangkuman dari tindakan yang diambil
dari institusi ilahi dan manusiawi yang dibedakan dari yang kodrati, niscaya,
dan yang abadi. Contoh, hukum positif dibedakan dari hukum kodrati dan
hukum ilahi. Kedua, istilah positif mengandung arti praktis, tepat guna,
bermanfaat dan pasti. Ketiga, cara berfikir tertentu yang digunakan untuk
mengenal objek berupa cara pikir yang lebih mengutamakan pengalaman,
data dan fakta (praktis-empiris) daripada rumusan teori dan spekulasi. Positif
menunjuk pada pemikiran ilmiah yang berdasarkan pengalaman7.
Positivisme merupakan aliran filsaft yang mendekati dan memahami
objek berdasarkan rangkaian data empiris dan perhitungan matematis. Dari
7
Ibid, h. 194
5
sudut filsafat, positivisme merupakan cara berfikir yang beranggapan bahwa
tiang penyangga utama dan pertama pengetahuan ilmiah adalah pengalaman
dan pengamatan atas objek yang dicerap dan dialami sebagai data atau fakta
yang pasti. Metode positivisme mengandung makna cara kerja yang bertitik
tolak dari pengamatan empiris atas fenomena, objek, fakta, atau realitas.
Tujuan pengamatan demikian ialah menemukan kaitan dan hukum yang
bekerja dan mengatur objek sehingga dapat dibuat prakiraan yang masuk
akal.
Positivisme menjadi aliran pemikiran yang dominan bertalian erat
dengan hasil kemajuan yang telah dicapai oleh ilmu pengetahuan non filsafat
seperti fisika, matematika, biologi, kimia, astronomi, dan rekayasa tekhnis.
Prinsip dan hukum alam yang mengatur semua benda dialihkan ke dalam
mesin. Pengalihan perinsip dan hukum alam tersebut juga melahirkan produk
penemuan ilmiah dan rekayasa tekhnis yang super canggih seperti, litrik,
ponsel, sistem internet, penemuan DNA dan sebagainya, sehingga penemuanpenemuan itu menjadi pembenaran absolut atas kesahihan dan keunggulan
ilmu positif dibandingkan dengan disiplin ilmu yang lain8.
Namun dibalik keunggulannya yang mendominasi dan kegunaannya
bagi kehidupan manusia, positivisme pun dianggap sebagai akar penyebab
lahirnya manusia-manusia satu dimensi karena peradaban manusia yang
8
Ibid, h.195
6
dikawal oleh positivisme merubah nalar atau logos menjadi tekhnologos.
Kaitan antara nalar tekhnologos merupakan penyebab kehancuran tatanan
nilai dan orientasi manusia, secara jeli Herbert Mercuse menemukan titik
kritisnya yaitu ambivalensi tekhnologi yakni kemenduan dari wajah
tekhnologi.
Pada satu sisi tekhnologi membawa kemajuan, kemudahan,
kebebasan, kegembiraan, tetapi disisi yang lain sekaligus juga membawa
kerumitan, kesusahan, kemunduran, keterbelengguan, dan kehancuran karena
tekhnologi juga mempunyai dampak dan implikasi bagi realitas dan dunia
psikis. Penjelasan mengenai ini adalah bahwa penaklukan tekhnologi atas
alam yang kemudian berdampak pada kelimpahan materi, kemewahan,
kenyamanan, dan kemudahan hidup merupakan perantara bagi penaklukan
perangkat-perangkat tekhnis tersebut atas hidup manusia, pada saat ini
manusia harus mencocokkan dan merelakan diri diatur dan diperintah mesin
yang direkayasa oleh manusia sendiri. Seperti dikatakan oleh Lewis
Mumford bahwa dalam masyarakat tekhnologi terjadi peralihan kedudukan
individu, yaitu mesin menjadi faktor dan manusia menjadi faktum9.
Aliran
pemikiran
positivisme
juga
merasuk
sampai
kepada
sistematisasi pendidikan, karena perkembangan peradaban manusia sampai
saat sekarang adalah hasil dari pendidikan. Dalam rangka memperjelas
positivisme sebagai aliran pemikiran yang menjadi landasan pendidikan,
9
Ibid, h. 202
7
dapat ditelaah melalui kajian pemikiran oleh Imanuel Kant yang
menghilangkan jurang antara nalar dan realitas, dengan kembali pada subjek
pemikir. Sehingga fokus dan pencarian pengetahuan rasional harus
dipusatkan pada subjek berfikir, mengenali, merenungkan, dan menyelidiki
realitas. Berasal dari analisis atas dasar proses berfikir subjek berfikir,
pengetahuan dapat dibedakan menjadi lingkup eksternal dan internal,
sehingga kajian ontologis diganti dengan analisis epistemologi10.
Dengan demikian, ilmu pengetahuan terus berkembang dan
menghasilkan penemuan-penemuan tentang sebab, prinsip, dan hukum yang
mendasari dan mengatur fenomena yang tidak hanya berhenti sebagai
informasi atau materi pengetahuan yang membeku dalam rumus teori atau
buku, melainkan prinsip dan hukum tersebut terus dipelajari dan
dikembangkan, diuji coba kemudian dialihkan kedalam mesin dan tekhnologi
canggih. Selanjutnya, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam
dunia industri hanya berorientasi produk dan keuntungan daripada
pemenuhan kehidupan secara wajar dan perwujudan potensi individu, hal ini
menjalar sampai pada keseluruhan aspek kehidupan manusia. Sehingga
manusia hanya berharga sejauh menghasilkan atau mempunyai tenaga untuk
bekerja. Peran dan fungsi manusia setaraf dengan peran dan fungsi mesin,
yang merupakan penyebab kemunduran kemanusiaan karena peralihan
10
Ibid, h. 199
8
orientasi pada kompetisidibwah kepentingan pasar dan modal, pemuliaan
kepada kekusaan, kelimpahan harta, dan pemujaan kepada realitas dan status
individu di dalam masyarakat11. Kondisi inilah yang dimaksud bahwa
pendidikan, ilmu pengetahuan melahirkan manusia-manusia materialisme.
Keprihatinan terhadap kondisi pendidikan yang dilingkupi aliran
pemikiran positivistik membangkitkan kesadaran banyak pihak mengenai
fungsi strategis pendidikan, pada satu dasawarsa terakhir bermunculan
sekolah Islam terpadu, dari tingkat pendidikan usia dini sampai pendidikan
tinggi. Sekolah Islam terpadu adalah sekolah yang memadukan antara
pelajaran umum berdasarkan kurikulum nasional dengan pelajaran agama
Islam. Muatannya sekolah ini cukup banyak, maka jam pelajarannya menjadi
lebih panjang. Sehingga sekolah ini sering dinamakan sebagai ‘full day
school’. Jadi di sekolah Islam terpadu ini, para siswa selain belajar pelajaran
umum seperti matematika, bahasa Indonesia, IPA, IPS dan lainnya juga
belajar agama. Pelajaran yang terkait dengan agama ini di antaranya mengaji,
hafalan doa, hafalan hadits, shalat jamaah wajib dan sunnah (seperti Dhuha),
sejarah Islam, fiqih dan lainnya. Termasuk juga pembentukan akhlak, tingkah
laku dan kebiasaan Islami. Pada dunia pendidikan tinggi terjadi pergerakan
untuk merubah lembaga pendidikan-pendidikan tinggi agama seperti institut
atau sekolah tinggi menjadi universitas, perubahan ini dilatar belakangi
11
Ibid, h. 203
9
semangat agar lulusan pendidikan agama dapat terpakai pada dunia kerja
yang berlandaskan pasar, modal, dan tekhnologi.
Perubahan ini haruslah dikritisi, agar semangat yang melandasi
perubahan tidak membuat keadaan peradaban yang rusak dan hancur oleh
individu-individu yang berorientasi materialisme tidak semakin parah yaitu
justfikasi
agama
terhadap
kehancuran
dan
kemunduran
peradaban,
dehumanisasi, dan disorientasi nilai individu. Langkah mengkritisi tersebut
akan dilakukan melalui tinjauan kurikulum pendidikan sekolah Islam terpadu
khususnya sekolah dasar Islam Terpadu dengan menggunakan pendekatan
aliran pemikiran, dan landasan filsafat pendidikan menurut berapa pemikir
Islam (Imam Al-Ghazali, Ibnu Khaldun). Tinjauan terhadap kurikulum
pendidikan sekolah dasar Islam terpadu dilandasi oleh fungsi dari kurikulm
sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan pendidikan.
Sedangkan, sekolah dasar Islam terpadu lebih dulu bergerak mengawali
perubahan atas kesadaran keadaan dunia pada saat ini, khususnya di
Indonesia. Secara subjektif, sekolah dasar Islam terpadu yang menjadi objek
kajian adalah sekolah yang berada di Kota Bandar Lampung Propinsi
Lampung.
10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka rumusan masalah
penelitian ani adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kerangka landasan filsafat pendidikan dalam Agama
Islam menurut pemikir Islam (Imam Al-Ghazali, Ibnu Khaldun)?
2. Bagaimana kerangka kurikulum yang sesuai dengan landasan filsafat
pendidikan tersebut?
3. Filsafat pendidikan apa yang melandasi kurikulum pendidikan
sekolah dasar Islam di Kota Bandar Lampung?
4. Sejauhmana kesesuaian kurikulum pendidikan sekolah dasar Islam
terpadu di Kota Bandar Lampung terhadap kerangka landasan filsafat
pendidikan Agama Islam?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui kerangka landasan filsafat pendidikan dalam
Agama Islam menurut pemikir Islam (Imam Al-Ghazali, Ibnu
Khaldun).
2. Untuk mengetahui kerangka kurikulum yang sesuai dengan landasan
filsafat pendidikan tersebut.
11
3. Untuk mengetahui filsafat pendidikan apa yang melandasi kurikulum
pendidikan sekolah dasar Islam di Kota Bandar Lampung.
4. Untuk mengetahui sejauhmana kesesuaian kurikulum pendidikan
sekolah dasar Islam terpadu di Kota Bandar Lampung terhadap
kerangka landasan filsafat pendidikan Agama Islam.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian adalah metode paling strategis untuk menata ulang nilai,
perilaku, dan orientasi manusia. Dalam rangka pencapaian tersebut,
kurikulum pendidikan semestinya berlandaskan pada filsafat pendidikan,
yang dalam hal ini adalah filsafat pendidikan Islam. Sekolah dasar Islam
terpadu pada satu dasawarsa ini mengalami kemajuan yang sangat pesat,
fenomena ini merupakan bentuk kesadaran terhadap pentingnya menata
kurikulum pendidikan khususnya di Indonesia. Maka, melakukan tinjauan
terhadap kurikulum pendidikan yang digunakan oleh sekolah dasar Islam
terpadu khususnya di Kota Bandar Lampung akan dapat membantu untuk
mengevaluasi, dan kemudian melanjutkan atau tidak melanjutkan dan
kemudian memperbaiki kurikulum pendidikan yang saat ini digunakan oleh
sekolah dasar Islam terpadu agar sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.
12
E. METODE PENELITIAN
Metedologi penelitian yang terdiri dari: desain penelitian, populasi dan
sampel, tempat penelitian, waktu penelitian, definisi operasional, etika
penelitian, metode pengumpulan data, uji coba instrument, prosedur
pengumpulan data.
-
Desain Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode kajian pustaka, content
analisis, dan kualitatif. Metode kajian pustaka diperlukan untuk mendapatkan
rumusan kurikulum penndidikan dari hasil mensintesiskan hasil-hasil
pemikiran dari pengusung positivisme, dan pemikir-pemikir Islam seperti
Ibnu Khaldun dan Imam Al-Ghazali. Penelitian kemudian dilanjutkan kepada
tinjauan terhadap kurikulum yang digunakan oleh sekolah dasar Islam
terpadu,
pada tahap ini akan digunakan metode content analisis untuk
mendapatkan perbandingan dan pengukuran terhadap kecenderungan
penggunaan kurikulum sekolah dasar Islam terpadu. Dalam rangka meraih
perbandingan dan pengukuran yang valid terhadap kecenderungan kurikulum
yang digunakan oleh sekolah dasar Islam terpadu, penelitian diteruskan
kepada penelitian kualitatif, khususnya dengan melakukan observasi atau
pengamatan terhadap peserta didik, untuk melihat hasil dari penerapan
kurikulum yang digunakan sekolah dasar Islam terpadu.
13
B. Populasi Dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan satuan yang ingin diteliti (Prasetyo,2005).
Populasi penelitian ini adalah seluruh sekolah dasar Islam terpadu di
Kota Bandar Lampung.
2. Sampel Penelitian dan Tekhnik Sampling
Sampel Penelitian dan Tekhnik Sampling yang akan digunakan adalah
snowball sampling, dimana seluruh populasi akan dijadikan sample
penelitian
sampai peneliti mendapatkan jawaban yang sesuai. Penelitian akan
dimulai terhadap beberapa subjek penelitian terlebih dahulu, dan
kemudian dilanjutkan pada subjek-subjek penelitian lainnya, sampai
benar-benar mendapatkan jawaban sesuai dengan rumusan masalah dan
kerangka penelitian yang telah ditetapkan.
C. Sumber Data Penelitian
Sumber penelitian yang akan digunakan adalah:
1. Dokumentasi
Dokumentasi yang dimaksud berupa buku-buku yang terkait
dengan metode berfikir positivistik yang terkait dengan kurikulum
dan metode pendidikan, buku-buku karya pemikir Islam seperti
14
Imam
Al-Ghazali,
dan
Ibnu
Khaldun
yang
menerangkan
permasalahan terkait landasan filosofi atau metode berfikir yang
terkait dengan kurikulum dan metode pendidikan.
2. Blueprint Kurikulum
Blue print kurikulum yang dimaksud adalah yang dimiliki dan
digunakan oleh sekolah dasar Islam terpadi di Kota Bandar
Lampung, juga kurikulm pendidikan dasar nasional.
3. Hasil Wawancara
Wawancara akan digunakan untuk melengkapi analisis terhadap
latar
belakang
penggunaan
kurikulum,
dan
mendapatkan
pemahaman terkait dengan alasan digunakannya kurikulum sekolah
dasar Islam terpadu.
4. Hasil Observasi
Observasi dimaksudkan utuk mendapatkan validitas terhadap
pengukuran data semantik yang telah dilakukan sebelumnya.
D. Tekhnik Pengumpulan Data
Pengumpulan Data akan dilakukan dengan menggunakan tekhnik:
1. Kajian Pustaka
Kajian pustaka dilakukan dengan cara mengkaji dokumentasi yang
dimaksud berupa buku-buku yang terkait dengan metode berfikir
15
positivistik yang terkait dengan kurikulum dan metode pendidikan,
buku-buku karya pemikir Islam seperti Imam Al-Ghazali, dan Ibnu
Khaldun yang menerangkan permasalahan terkait landasan filosofi atau
metode berfikir yang terkait dengan kurikulum dan metode pendidikan.
Selain itu kajian pustaka juga dilakukann melalui Blueprint Kurikulum
yang dimaksud adalah yang dimiliki dan digunakan oleh sekolah dasar
Islam terpadi di Kota Bandar Lampung, juga kurikulm pendidikan
dasar nasional.
2. Focus Group Discussion
Tehnik ini pada dasarnya adalah tehnik wawancara yang melibatkan
responden
dalam
pembahasan
masalah
dan
memperlakukan
responden sebagai subjek yang mengetahui masalah yang sedang
diteliti. Diharapkan dengan tehnik ini akan didapatkan data yang luas
dan permasalahan, faktor-faktor penghambat, kendala, dan juga faktor
yang mendukung terkait dengan kurikulum pendidikan pada Sekolah
Dasar Islam Terpadu.
E. Tekhnik Analisa Data
Tekhnik analisa data meliputi penyimpulan-penimpulan sementara, dan
kemudian penyimpulan secara keseluruhan, kemudian diperjelaskan dengan
penjelasan secara deskriptif. Data yang didapatkan melalui dari hasil
16
wawancara dengan tekhnik Focus Group Discussion dinterpretasikan
dengan
melihat
kesesuaiannya
dengan
tujuan
pendidikan,
materi
pendidikan, metode pendidikan, evaluasi pendidikan yang telah disarikan
dari beberapa literatur pemikir-pemikir Islam.
17
BAB II
Landasan Teori
II.1.
Macam Ilmu Pengetahuan dalam Pandangan Imam Ghazali
Agama Islam sangat mementingkan ilmu pengetahuan, dalil-dalilnya
adalah sebagai berikut:
ۡ ‫َ َ َ ه َ َ ه َ ٓ َ َٰ َ َ ه َ َ ۡ َ َ َٰٓ َ ه َ ه ْ ه ْ ۡ ۡ َ ٓ َ َۢ ۡ ۡ َ ٓ َ َ ه‬
َ ۡ ‫يزَٱ‬
َ١٨َ‫ِيم‬
َ‫ۡلك ه‬
َ‫طََلَإِل َٰ َهَإَِلَه َوَٱل َع ِز ه‬
َ ِ ‫َوٱلملئِك َةَوأولواَٱلعِل َِمَقائِماََب ِٱلقِس‬
َ ‫ّللَأن َهۥََلَإِلهَإَِلَهو‬
َ ‫ش ِه َدَٱ‬
Artinya: “Allah meyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Dia yang
menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu
(juga menyatakan yang demikian itu)”. (Ali ‘Imran: 18).1
Allah ‘Azza Wa Jalla meninggikan beberapa derajat orang yang
berilmu, dalilnya sebagai berikut:
َ َ ۡ ‫ه‬
ْ َ َ َ َ ‫َ َ ه ه ْ َ ه ه ْ ََۡ َه‬
َ ‫ِينَأهوتهواَْٱ ۡلع ۡل ََمَ َد َر‬
َ َ١١.......َ‫جَٰت‬
ََ ‫َوٱَّل‬
َ ‫ام هنواَمِنكم‬
‫ِينَء‬
َ ‫ّللَٱَّل‬
َ ‫واَيرفعِ َٱ‬
َ ‫واَ َفٱنُش‬
َ ‫ِإَوذاَقِيلَٱنُش‬......
ِ
Artinya:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantaramu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa
derajat” (Al Mujadilah: 11)2
1
Imam al-Ghazali, Ihya Ulumiddin Jilid 1, terjemahan oleh Drs. H.Moh. Zuhri, Dipl TAFL, 1990, h:
9)
2
Ibid. h: 10
Al-Qur’an sebagai kitab suci Umat Islam tidak dapat dipahami jika
seseorang tidak memiliki ilmu, Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman:
َ ََ َۡ ۡ ْ ‫َ َ ه ه‬
ۡ
َٰ َ َ ٓ َ
َ
ٞ َ َ َۢ ‫َء َاي َٰ ه‬
َ ۡ‫اََي‬
‫تَِف ه‬
َ ‫لَ هه َو‬
َ َ٤٩َ‫ون‬
َ ‫ح هدَأَ‍ِبيَٰت ِ َناَإَِلَٱلظل هِم‬
‫ِينَأوتواَٱلعِل َمَوم‬
َ ‫َص هدورَِٱَّل‬
َ َ‫ب‬
ِ َٰ‫تَبيِن‬
Artinya: “ Sebenarnya, Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam
dada orang-orang yang diberi ilmu”. (Al-‘Angkabut: 49)
Sama sekali tidak ada perdebatan dalam hal pengertian yang diberikan
oleh Imam al-Ghazali bahwa Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan dunia sebagai
bekal untuk akhirat bagi manusia, dan agar manusia memperoleh yang baik untuk
berbekal. Seandainya manusia dapat memperolehnya dengan adil maka tidak akan
terjadi persengketaan-persengketaan, namun manusia memperolehnya melalui
pertempuran “syahwat” sehingga muncul beragam persengketaan, karenanya
manusia membutuhkan suatu peraturan untuk menengahi antar manusia. Perlu
ada pedoman bagi manusia agar urusan-urusan manusia teratur karena istiqamah
manusia di dunia, yang dengan demikian urusan-urusan dunia tersebut tidak
terlepas dari agama, karena dunia adalah ladang akhirat , dan agama tidak
sempurna kecuali dengan dunia. Keterkaitan antara urusan dunia dengan agama
digambarkan dengan jelas melalui pernyataan Imam al-Ghazali berikut: dunia dan
agama adalah dua anak kembar. Agama adalah asal dan sultan adalah penjaga,
sesuatu yang tidak mempunyai asal atau pokok maka sesuatu itu akan roboh, dan
sesuatu yang tidak berpenjaga maka sesuatu itu sia-sia (hilang). Dunia dan
pedoman tersebut tidak sempurna kecuali dengan sultan. Jalan memberi pedoman
dibidang
pemerintahan adalah fiqh. Selanjutnya dianalogikan oleh Imam al-
16
Ghazali mengenai keterkaitan antara urusan dunia dan agama adalah seperti orang
yang hendak menunaikan ibadah hajji, yang tidak akan sempurna tanpa pengawal
yang akan menjaga dari bangsa Arab di jalan. Dalam kejadian ini Hajji adalah
suatu hal pertama, menempuh perjalanannya adalah hal kedua, melaksanakan
penjagaan dimana tidak sempurna hajjinya tanpa ada pengawalan adalah hal
ketiga, megetahui jalan penjagaan, tipu daya yangdapat terjadi dan undangundangnya adalah hal keempat. Hasil dari vak fiqih adalah mengetahui jalan-jalan
politik dan penjagaan3. Tujuan-tujuan manusia tergabung di dalam agama dan
dunia. Agama tidak teratur kecuali dengan teraturnya dunia,karena dunia adalah
ladang bagi akhirat. Dunia adalah alat yang menyampaikan kepada Allah ‘Azza
Wa Jalla bagi orang yang mengambil dunia sebagai alat dan persinggahan, bukan
bagi orang yang menjadikan dunia sebagai tempat menetap dan tujuan akhirnya.
Urusan dunia tidaklah teratur kecuali dengan amal-amal anak adam.
Selanjutnya berangkat dari pemahaman keterkaitan antara urusan dunia
dan agama yang telah disebutkan di atas, dapat dipahami pula pembagian dua
jenis ilmu oleh Imam al-Ghazali yaitu sebagai berikut:
A. Jenis Ilmu atas Dasar Arahnya
1. Ilmu Dunia, adalah jalan untuk keseimbangan perikeadaan manusia dalam
mu’amalah dan perbuatan-perbuatan. Pemantapan ilmu dunia tidak dapat
dilakukan di luar lapangan ilmu dunia, pemantapan ilmu dunia
menggunakan ilmu akhirat adalah kesalahan. Ilmu dunia merupakan suatu
3
Ibid. h: 56
17
akibat dari usaha-usaha dan pekerjaan manusia untuk menyelesaikan
urusan dunianya. Terdapat empat hal pokok urusan dunia yang selanjutnya
menjadi ilmu-ilmu dunia yaitu: Pertanian untuk pangan, pertenunan atau
perajutan untuk sandang, bangunan untuk tempt tinggal, dan politik untuk
menghimpun, kemasyarakatan dan tolong menolong untuk sebab-sebab
kehidupan dan menstailkannya. Empat hal pokok tersebut menghasilkan
urusan-urusan yang selanjutnya memperluas ilmu dunia yaitu:
a. Sesuatu yang berhubungan dengan menyiapkan dan melayani
pekerjaan itu, seperti: perindustrian besi/baja untuk mendukung atau
melayani urusan pertanian ataupun perajutan.
b. Sesuatu yang berhubungan dengan penyempurnaan empat hal pokok di
atas seperti: penggilingan pada pertanian, atau pengguntingan pada
perajutan, dan lain sebagainya.
Menurut Imam al-Ghazali yang termulia dari urusan-urusan dunia
tersebut adalah urusan-urusan pokok, dan yang paling pokok dan termulia adalah
politik karena politik dipergunakann untuk menghimpun dan memperbaiki. Oleh
karena itu pekerjaan dalam urusan politik menuntut kesempurnaan dari yang
mengerjakannya atau yang menanganinya karena harus mempergunakan seluruh
pekerjaan lainnya. Politik adalah perbaikan manusia dan menunjukkan manusia ke
jalan yang lurus untuk penyelamatan mereka dunia dan akhirat.
Ada empat
tingkatan kemulian dalam pekerjaan politik sebagai pekerjaan perbaikan manusia
yaitu:
18
a. Politik para Nabi as
b. Politik para khalifah, para raja, dan para sultan, dan hukum mereka
atas golongan khusus dan umum mengenai lahir mereka, tidak batin
mereka, yaitu dengan menyuruh, melarang, dan mengundangkan.
c. Politik para ulama (orang-orang yang mengetahui) tentang Allah dan
AgamaNya yang mana mereka adalah pewaris para Nabi, dan hukum
mereka atas batin golongan khusus saja. Sedangkan golongan umum
tidak dapat memahami untuk mengambil faidah dari para ulama.
Kekuatan para ulama tidak sampai pada pengurusan lahir golongan
umum dengan menyuruh, melarang, dan mengundangkan.
d. Politik para tukang nasihat dan hukum mereka pada batin golongan
umum saja.
Keempat pekerjaan di atas setelah kenabian adalah pekerjaan memfaidahkan ilmu
dan membersihkan jiwa manusia dari perangai yang tercela dan membinasakan,
lalu menunjukkan mereka kepada perangai atau akhlak yang terpuji dan
menjadikan bahagia. Maka pekerjaan-pekerjaan tersebut disebut Imam al-Ghazali
sebagai pekerjaan pengajaran. Dengan demikian ilmu dunia adalah ilmu yang
berguna bagi manusia untuk melayani, menyelesaikan, dan memenuhi kebutuhankebutuhan, urusan-urusan, dan pekerjaan-pekerjaan manusia yang harus dipelajari
dan dikembangkan dengan menggunakan akal manusia dan percobaan-percobaan.
Tetapi akhlak manusia, keyakinan manusia kepada Allah ‘Azza Wa Jalla harus
terus dibimbing, diarahkan, dan atau ditunjukkan dengan pengajaran yang
19
menggunakan Ilmu Akhirat. Dalam hal ini, Ilmu Akhirat dapat diuraikan sebagai
berikut:
2. Ilmu Akhirat adalah ilmu yang diarahkan ke akhirat, ilmu ini terbagi
menjadi dua yaitu pertama, Ilmu Mukasyafah adalah sesuatu yang dari
padanya dituntut untuk diketahui. Ilmu Mu’amalah adalah jalan kepada
Ilmu Mukasyafah. Ilmu ini oleh para Nabi tidak dibicarakan kepada para
makhluk atau manusia secar umum kecuali dalm ilmu dan jalan petunjuk
kepada Allah SWT, Ilmu Mukasyafah oleh para Nabi dan ulama sebagai
pewaris para Nabi dibicarakan hanya dengan rumus dan isyarat, atas jalan
perumpamaan
dan
global,
karena
mereka
megetahui
sempitnya
pemahaman para makhluk untuk menanggung atau memahaminya. Kedua:
Ilmu Mu’amalah adalah sesuatu yang dari padanya dituntut untuk
mengetahui dan mengamalkannya. Ilmu Mu’amalah terdiri dari ilmu lahir
dan ilmu bathin, ilmu lahir adalah mengenai amalan anggota-anggota
badan dan terbagi menjadi adat dan ibadat, dan ilmu bathin mengenai
amalan-amalan hati yag terbagi menjadi terpuji dan tercela. Secara garis
besar pokok-pokok dalam Ilmu Mu’amalah terdiri dari: I’tikad atau
kepercayaan, melakukan, dan meninggalkan.
B. Jenis Ilmu berdasarkan Kewajibannya
Hukum fardhu dalam hal ilmu ini dibagi menjadi Fardhu’ain dan fardhu
kifayah. Penjelasannya adalah sebagai berikut4:
4
Ibid, 53-55
20
1. Fardhu’ain: Ilmu menjadi fardhu’ain atas dasar bahwa seseorang harus
meninggalkan dan melakukan. Contoh: pedagang yang berdagang di
daerah yang dikenal terdapat riba, maka wajib bagi pedagang
tersebutuntuk mempelajari riba, maka wajib bagi pedagang tersebut untuk
mempelajari riba agar mengetahui yang harus ditinggalkan. Dengan kata
lain Ilmu yang fardhu’ain adalah ilmu seseorang wajib mempelajari
sesuatu karena biasanya akan terjadi padanya dalam waktu yang dekat,
karena setiap orang hari ke hari yang dilaluinya dalam perilakunya tidak
terlepas dari kenyataan dari kenyataan dan peribadatan dan pergaulannya
yang terdapat kewajiban-kewajiban baru atasnya. Setiap manusia
mengalami tahapan perkembangan dalam hidupnya sehingga ilmu yang
fardhu’ain
bagi
seseorang
mengikuti
tahapan
perkembangan
kehidupannya.
2. Fardhu Kifayah: adalah ilmu yang tidak dapat tidak dibutuhkan untuk
menegakkan urusan-urusan dunia seperti kedokteran yang dibutuhkan
untuk memelihara kesehatan dan kekalnya tubuh, ilmu berhitung karena
sangat dibutuhkan dalam penyelesaian urusan manusia seperti urusan
pembagian warisan dan sebagainya. Termasuk pula dalam fardhu Kifayah
adalah perindustrian, pertanian, pembekaman, perajutan, dan politik. Ilmuilmu tersebut adalah fardu kifayah, yaitu jika pada suatu negeri tidak ada
orang yang menegakkannya maka penduduk negeri itu berdosa, karena
jika ilmu-ilmu tersebut tidak ditegakkan artinya penduduk negeri tersebut
membiarkan diri mereka hancur.
21
Terdapat pula ilmu yang tidak fardhu melainkan dipandang sebagai
keutamaan (fadhilah) yaitu ilmu yang dapat saja tidak dibutuhkan tetapi memberi
faidah untuk menambah kemampuan yang dibutuhkan. Ilmu yang termasuk dalam
kategori fadhilah seperti, hakikat-hakikat kedokteran, juga ilmu tentang detaildetail hitungan.
C. Jenis Ilmu yang Dinisbatkan Fardhu
Telah dijelaskan ilmu-ilmu yang menjadi fardu’ain dan fardhu kifayah, atas
dasar ilmu-ilmu yang dinisbatkan fardhu tersebut dapat dikelompokkan sebagai
ilmu syara’ dan ilmu yang bukan syara’.
1.
Ilmu Syara’: adalah sesuatu yang diambil dari para Nabi as (shalawatullah
‘alaim wa salamuhu) dan akal tidak menunjukkan kepadanya seperti
berhitung, tidak pula melalui percobaan-percobaan seperti kedokteran, dan
tidak pula melalui pendengaran. Ilmu-ilmu sara adalah ilmu yang
seluruhnya terpuji yang terdiri dari pokok-pokok dan cabang-cabangnya.
Terdapat empat macam ilmu yang termasuk dalam pokok-pokoknya, dan
empat macam ilmu yang termasuk dalam cabang-cabangnya. Macammacam ilmu syara’ dapat tergambar dalam skema dibawah ini:
22
Ilmu Syara’
Pokok-Pokok (Ushul):
1. Kitabullah
2. Sunnah Rasul
3. Ijma’ Umat (yang menunjuk kepada
sunnah)
4. dan atsar sahabat (yang juga menunjuk
kepada sunnah)
Cabang-cabang (Furu’):
Yaitu sesuatu yang difahami dari pokokpokok ilmu bukan melalui lafal-lafalnya
melainkan dari pengertian-pengertian
yang diketahui oleh akal. Terbagi
menjadi:
1. Berkaitan dengan kemaslahatan
dunia
2. Berkaitan dengan kemaslahatan
akhirat
3. Muqaddimat yaitu ilmu-ilmu yang
menjadi alat bagi ilmu lainnya
seperti: ilmu bahasa dan tata bahasa
4. Penyempurna Ilmu Al-Qur’an,
seperti: tafsir, ushul fiqh, dsb.
Terdapat pula ilmu yang merupakan penyempurna dari atsar dan hadits yaitu, ilmu
mengenai periwayat hadits, nama dan nasab (keturunan) para periwayat hadits,
nama sahabat dan sifat-sifat sahabat, keadilan rawi dan keadaan mereka untuk
membedakan yang kuat dan yang lemah, dan ilmu untuk mengetahui umur
mereka untuk membedakan mursaldari musnad. Ilmu-ilmu tersebut di atas adalah
ilmu-ilmu Syari’ah, san seluruhnya adalah terpuji bahkan seluruhnya termasuk
fardhu kifayah.
2. Ilmu-ilmu yang bukan Syara’ terbagi menjadi:
23
a. Ilmu yang terpuji adalah ilmu yang berkaitan dengan kemaslahatan
urusan-urusan dunia seperti kedokteran dan berhitung. Ilmu ini terdiri
dari yang fardhu kifayah dan yang fadhilah.
b. Ilmu yang tercela adalah ilmu sihir, mantera-mantera, membalik
pandangan mata dan menutup hakikat sesuatu.
c. Ilmu yang mubah adalah ilmu syi’ir (puisi) yang tidak porno, sejarahsejarah berita dan sesuatu yang sejalan dengannya.
II.2. Tujuan Ilmu dalam Pandangan Imam al-Ghazali
Kemulian ilmu terletak pada kegunaan ilmu sebagai perantara ke
perkampungan akhirat, jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah ‘Azza Wa
Jalla, tidak akan sampai kepadaNya mahluk kecuali dengan ilmu dan ‘amal, dan
tidak akan sampai kepada amal kecuali dengan ilmu tentang cara mengamalkan 5.
Pangkal kebahagian di dunia dan akhirat adalah ilmu. Maka ilmu adalah amal
yang paling utama.
Buah kemulian ilmu adalah dekat kepada Allah. Tuhan semesta alam,
menyusul ketinggian malaikat, dan ketinggian kelompok lainnya, Ini adalah
tujuan akhirat. Buah dari kemuliaan ilmu di dunia dapat dilihat dari kemuliaan
pengaruh dan pelaksanaan pemerintahan ditangan raja-raja, atau presiden, atau
gelar pemerintahan lainnya yang berilmu. Tujuan ilmu adalah untuk hati dan jiwa
manusia. Guru sebagai pengajar menyempurnakan, membersihkan, mensucikan,
dan menuntut hati untuk dekat kepada Allah ‘Azza Wa Jalla.
5
Ibid.h: 42
24
II.3. Hubungan antara Ilmu Dunia dan Ilmu Akhirat dalam Pandangan
Imam al-Ghazali
Hubungan antara ilmu dunia atau ilmu bukan syara’ dengan ilmu syara’
adalah seperti halnya hubungan antara dunia dan akhirat, bahwasannya dunia
adalah jalan menuju akhirat, perlu dicapai kesempurnaan dunia untuk
mendapatkan kesempurnaan akhirat. Kesempurnaan dunia bukanlah pencapaian
materi atau kekayaan atau sesuatau yang hanya dapat dilihat atau dirasakan dan
dinikmati, melainkan juga pencapaian kebaikan-kebaikan hati yang menjadi
penuntun manusia untuk berbuat dan menjalani kehidupan dunianya. Dunia
adalah ladang akhirat, agama tidak sempurna kecuali dengan dunia. Maka ilmu
fiqh yang masuk dalam golongan ilmu syara’ dikategorikan sebagai iImu dunia,
karena tujuan ilmu fiqh adalah untuk menunjukkan kepada aturan-aturan yang
menjadi tuntunan manusia untuk mencapai kebaikan amal perbuatannya, dengan
kata lain, tujuan utama ilmu fiqh adalah pembentukan akhlak manusia.
Agama dijaga oleh sultan atau pemimpin pemerintahan dan pemberi pedoman
kepada sultan atau pemimpin pemerintahan dalam menjalankan pemerintahannya
adalah fiqh, ini adalah alasan Imam al-Ghazali mengkategorikan Fiqh sebagai
ilmu dunia dan fuqaha dikelompokkan kedalam ulama dunia. Seorang faqih tidak
bisa berbicara mengenai sesuatu di luar lapangannya, seperti mengenai penyakitpenyakit hati dan bgaimana cara mengamalkannya, namun faqih berbicara hanya
mengenai apa yang mencacatkan keadilan. Seluruh pandangan faqih adalah
berkaitan dengan dunia yang dengan dunia itu baiknya jalan akhirat.
25
Terkait dengan ilmu fiqh yang menunjukkan baik dan tidaknya perbuatan
manusia pangkalnya adalah mu’amalah yaitu ilmu tentang keadaan hati atau sifatsifat hati. Dalam hal ini, Sifat-sifat hati yang tercela adalah ladang kekejian dan
tempat tumbuhnya perbuatan-perbuatan yang dilarang, sedangkan sifat-sifat hati
yang terpuji adalah sumber ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah SWT dan
ladang bagi tumbuhnya perbuatan-perbuatan yang terpuji.
Ditinjau dari hubungan antara ilmu dunia dan ilmu akhirat, Imam Al-Ghazali
memberikan tingkatan ilmu sebagai berikut:
Ilmu Mukasyafah
Ilmu Jalan Akhirat
Ilmu mu’amalah
Ilmu Fiqh
Ilmu-Ilmu Penunjang
Akhlak
Kedokteran, pertanian, berhitung,
dll.
Ilmu Jalan akhirat (Mukasyafah dan mu’amalah) dan ilmu fiqh keduanya
digolongkan sebagai ilmu syara’ yaitu ilmu yang berasal dari nabi. Namun ilmu
fiqh digolongkan sebagai ilmu dunia karena ilmu fiqh tidak dapat tidak
dibutuhkan seseorang untuk jalan keakhirat. Benang merah Hubungan antara ilmu
dunia dan ilmu akhirat dapat direntangkan dengan melihat dari tingkatan ilmu
dalam gambar di atas,yaitu sebagai berikut:
26
1. Ilmu-ilmu penunjang dibutuhkan manusia untuk keberlangsungan
hidupnya di dunia, untuk menjaga kesehatannya, menyembuhkan
sakitnya, memenuhi kebutuhan makannya, dan sebagainya, maka;
2. Ilmu fiqh adalah ilmu tentang akhlak manusia, yang menunjukkan sesuatu
yang bisa dilakukan dan yang tidak bisa dilakukan, sesuatu yang halal
dimakan, dan sesuatu yang tidak halal dimakan. Tujuan ilmu fiqh adalah
agar manusia baik dalam amalan – amalan zahirnya, agar terdapat
keteraturan dalam hubungan antar manusia di dunia.
Maka ilmu fiqh
tidak dapat tidak dibutuhkan manusia baik orang sehat maupun orang
sakit. Ilmu fiqh melihat amal-amal anggota badan, dan sumber tempat
amal-amal anggota badan adalah sifat-sifat hati, amal yang terpuji
bersumber dari sifat-sifat hati yang terpuji, dan amal yang tercela dan keji
bersumber dari sifat-sifat hati yang tercela, maka;
3. Ilmu fiqh berdampingan dengan ilmu jalan ke akhirat (ilmu mukasyafah
dan mu’amalah) yang menunjukkan jalan menuju pada keadaan sifat-sifat
hati yang terpuji.
Pada setiap tingkatan ilmu tersebut dapat diperoleh dengan jalan belajar, dan
wajib untuk yang menguasai setiap tingkatan ilmu untuk mengajarkannya. Tidak
dapat seseorang belajar kepada yang bukan ahlinya, seseorang harus belajar
kepada ahlinya, dan mengajar pun harus berdasarkan keahliannya. Ilmu
mukasyafah sebagai tingkatan yang tertinggi karena ilmu ini ditempuh dengan
jalan riyadah (latihan, riyalat). Ilmu ini tidak dapat diraih oleh manusia kecuali
27
yang telah mendapatkan ma’rifat dari Allah SWT. Hal ini oleh Imam Al-Ghazali
dicontohkan melalui kisah pembicaraa Al Juned rahimahullah kepada gurunya,
yang digambarkan dengan kata-kata bahwa orang-orang yang mendapat hadits
dan ilmu kemudian ia bertasawuf maka ia akan mendapatkan kemenangan dan
orang yang bertasawuf sebelum berilmu maka akan membahayakan dirinya
sendiri. Tentang ilmu mukasyafah (Ilmu bathin) digambarkan pula oleh Imam alGhazali bahwa ilmu mukasyafah atau ilmu bathin yang terendah yang dikuasai
manusia adalah dengan membenarkan (tashdiq)Nya dan pasrah kepada ahlinya6.
II.4. Kedudukan Filsafat dalam Ilmu Pengetahuan dalam Pandangan Imam
al-Ghazali
Ilmu filsafat bukanlah ilmu yang mandiri, ilmu filsafat terdiri dari empat
bagian yaitu:
1. Ilmu ukur dan ilmu hitung, kedua ilmu ini diperbolehkan (sebagai ilmu
penunjang). Kedua ilmu ini tidak dicegah kecuali orang-orang yang
dikhawatirkan melampaui batas kepada ilmu-ilmu yang tercela.
2. Ilmu mantiq, adalah ilmu yang membahas tentang segi dalil dan syaratsyaratnya, baras dan syarat-syaratnya. Keduanya masuk dalam ilmu
kalam.
3. Ilmu ketuhanan (Ilahiyyat), yaitu membahas tentang Dzat Allah SWT dan
sifat-sifatNya dan itu termasuk dalam ilmu kalam juga.
6
Ibid.h: 69
28
4. Ilmu alam, sebagiannya bertentangan dengan ilmu syara’ dan agama yang
benar. Oleh karena itu,
terkait dengan ilmu filsafat,
dalam kategori
fardhunya ilmu kalam masuk dalam golongan fardu kifayah karena
berfungsi untuk menjaga hati orang-orang awam dari penghayalan orangorang yang membuat bid’ah. Ilmu kalam laksana kebutuhan manusia
untuk menyewa pengawal dalam pelaksanaan ibadah hajji dari kezaliman
bangsa
arab,
seandainya
bangsa
arab
telah
meningggalkan
permusuhannya, maka menyewa pengawal tidaklah dibutuhkan seperti itu
pula halnya seandainya orang-orang yang berbuat bid’ah telah
meninggalkan kesalahan – kesalahannya, maka tidak diperlukan untuk
menambah atas apa yang dikenal pada masa sahabat ra.
Tidaklah masuk
kedalam golongan ulama agama ketika mutakallim (ahli ilmu kalam) tidak
menempuh jalan akhirat dan tidak mendidik serta memperbaiki hati,
seorang ahli ilmu kalam haruslah mengetahui batas-batasnya dalam
agama, tidak boleh melampaui batasnya dalam agama, karena kedudukan
mutakallim seperti halnya pengawal dalam perjalanan hajji yang menjaga
dari kezaliman bangsa arab pada waktu itu.
Dengan demikian dalam pandangan Imam al-Ghazali orang yang belajar
filsafat
terlebih
dahulu
harus
dilandasi
kesempurnaan
aqidah,
kesempurnaan tauhid atau taqlidnya kepada Allah SWT, karena menjadi
ahli filsafat dalam hal ini ahli ilmu kalam semata-mata bertujuan untuk
menjadi pengawal atau menjaga aqidah orang-orang awam dari kejahilan
orang-orang yang menyampaikan hal-hal yang bid’ah.
29
Meskipun demikian, pandangan ini pulalah yang menyebabkan beberapa
pemikir Islam menolak dan memberikan kritik tajam terhadap pandangan
Imam al-Ghazali tersebut. Namun, pada beberapa uraiannya yang lain
Imam al-Ghazali tidak benar-benar membenarkan kemanfaatan ilmu
fillsafat dalam hal ini ilmu kalam, ia menukilkan perkataan Ibnu Mas’ud
ketika Umar ra, meninggal: “telah meninggal 9/10 ilmu, ilmu yang
meninggal 9/10 dengan meninggalnya Umar ra, dan Umarlah yang
menutup ilmu kalam dan debat, Umar memukul Shabiqh dengan cambuk
ketika mengajukan pertanyaan kepadanya mengenai pertentangan dua ayat
Kitabullah (Al-Qur’an) Umar mendiamkannya dan menyuruh manusia
untuk mendiamkannya”.
Imam al-Ghazali melalui penukilan kisah tersebut menunjukkan
ketidakutamaan ilmu filsafat terutama ilmu kalam, namun diperkenankan
jika ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah ‘A zza Wa Jalla
dengan ilmunya yaitu mempertahankan aqidah orang-orang awam. Dalam
hal ini menurut Imam al-Ghazali sesungguhnya setiap ilmu yang
diamalkan adalah perbuatan yang diusahakan, dan tidak seluruh amal
adalah ilmu, contohnya; seorang dokter dapat mendekatkan diri kepada
Allah Ta’ala dengan ilmuNya maka ia diberi pahala atas ilmunya dari segi
ia beramal karena Allah SWT. Seorang penguasa yang menjadi penengah
diantara mahluk yang perbuatannya ditujukan untuk mendekatkan diri
kepada Allah ‘Azza Wa Jalla, maka penguasa tersebut mendapatkan
keridhaan di sisi Allah SWT dan diberi pahala bukan karena ilmunya
30
melainkan karena perbuatannya. Dalam kaitan uraian ini menurut Imam
al-Ghazali bagian-bagian yang dapat untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT ada tiga, yaitu:
1. Ilmu semata, yaitu Ilmu Mukasyafah
2. Amal semata, yaitu seperti keadilan penguasa dan pemeliharaannya
terhadap manusia
3. Tersusun dari amal dan ilmu yaitu ilmu jalan akhirat. Pemilik ilmu ini
adalah sebagian dari ulama dan orang-orang yang beramal.
Dengan demikian dengan segala kategori ilmu yang telah diuraikan
oleh Imam al-Ghazali, maka kesemuanya ditujukan untuk mencari keridhaan
Allah ‘Ajja Wa Jalla, memperkuat keimanan dan tauhid manusia,
sehingga
landasannya adalah keyakinan kepada kekuasaan dan kebesaran allah SWT serta
akhlak yang baik.
II.5. Hakikat Akal dalam Pandangan Imam al-Ghazali
Kemuliaan manusia adalah
disebabkan oleh karena kemuliaan akal.
Kemulian akal adalah karena akal merupakan sumber ilmu, sebagai dasar atau
tempat terbitnya ilmu.
Ilmu dalam Al-Qur’an disebut sebagai cahaya bagi
kehidupan manusia dan ketiadaan ilmu adalah kegelapan dan disebut sebagai
kebodohan, seperti Firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah: 257:
31
‫ُّ ه‬
ۡ ‫َ ه َ ُّ َ َ َ َ ْ ه‬
‫َ ُّ َ َ َ َ َ ه ٓ ْ َ ۡ َ ٓ ه ه ه َ َٰ ه‬
َ‫وت‬
َ‫لطغ ه‬
‫ِين َكفروا َأو ِِلاؤهم َٱ‬
َ ‫ورَِ َوٱَّل‬
َ ‫ت َإَِل َٱنل‬
َِ َٰ ‫ام هنوا َُي ِر هج ههمَم َِن َٱلظل َم‬
‫ِين َء‬
َ ‫ّلل َو ِِل َٱَّل‬
َ ‫ٱ‬
َ ‫ه ۡ ه َ ه َ ُّ َ ُّ ه َ َٰ ه ْ َ َٰٓ َ َ ۡ َ َٰ ه َ ه ۡ َ َ َٰ ه‬
َ َ٢٥٧َ‫ِلون‬
َ ‫تَأولئِكَأصحبَٱنل‬
َِ ‫ورَِإَِلَٱلظلم‬
َ ‫ُي ِرجونهمَمِنَٱنل‬
ِ ‫ارَِه َمَفِيهاَخ‬
Artinya: “Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kebodohan) kepada
cahaya (ilmu)”.
Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa tidak sempurna dan tidak lurus agama
seseorang sampai sempurna akalnya, pada hadits lain Nabi Muhammad SAW
menyebutkan bahwa akal adalah tiang bagi keimanan seseorang, ibadah dan
perbuatan dan perkataan seseorang sesungguhnya menurut kadar akalnya masingmasing.
Berdasarkan ayat Al-qur’an dan beberapa hadits nabi tersebut di atas,
dalam konteks pendidikan, maka perlu diperlukan penjelasan mengenai cara
mencapai kesempurnaan akal dan pada kondisi apa akal dapat dikatakan
sempurna. Agar dapat mencapai kebutuhan untuk penjelasan yang dibutuhkan
tersebut, Imam al-Ghazali memberikan penjelasan mengenai hakikat akal yaitu
sebagai berikut:
1. Akal adalah sifat yang membedakan manusia terhadap seluruh binatang.
Itulah yang menjadikan manusia siap untuk menerima ilmu-ilmu yang
bersifat penalaran dan merenungkan pekerjaan-pekerjaan yang samar yang
memerlukan pikiran. Akal adalah naluri yang dengannya siap untuk
mengetahui ilmu-ilmu penalaran, penjelasan Harts bin Asad Al Muhasibi
tentang naluri ini sangat berbeda dengan pandangan positivisme tentang
32
naluri. Imam al-Ghazali menjelaskan ungkapan Harts bin Asad Al Muhasibi
tersebut, bahwa dalam Islam naluri dalam akal manusia berbeda dengan
naluri dalam pandangan positivistik. Naluri dalam akal adalah naluri kepada
ilmu-ilmu penalaran seperti nisbatnya mata adalah melihat, sedangkan naluri
dalam hewan adalah kepada hal-hal yang bersifat inderawi berupa adat
kebiasaan yang telah ditetapkan Allah ‘Ajja Wa Jalla yang berlaku secara
sistematis, contohnya adalah adanya geerakan-gerakan khusus yang berlaku
pada hewan karena berlakunya adat kebiasaan tertentu, kepada
adat
kebiasaan yang telah ditetapkan sebagai hukum Allah “Ajja Wa Jalla itulah
arah naluri hewan, yang oleh karena hukum seperti inilah dapat dipersamakan
hewan-hewan dengan benda padat yang mati, perbedaannya terletak pada
adanya gerakan-gerakan khusus tersebut untuk keberlangsungan hidup
hewan.
Sedangkan
naluri
dalam
akal
manusia
adalah
rangkaian
penyingkapkan ilmu-ilmu yang bagi akal ilmu-ilmu tersebut seperti nisbat
cahaya matahari kepada penglihatan.
2. Akal adalah ilmu-ilmu yang keluar dalam wujud anak kecil yang sudah dapat
membedakan
kemustahilan dalam barang-barang yang mustahil, atau
kemungkinan dalam barang-barang yang mungkin, juga seperti pengetahuan
bahwa dua lebih banyak dari satu, juga seperti pengetahuan tentang tidak
mungkinnya satu orang berada dalam dua tempat.
3. Akal adalah ilmu-ilmu yang diperoleh dari pengalaman dengan berjalannya
peristiwa-peristiwa. Orang yang didik oleh pengalaman rangkaian peristiwa-
33
peristiwa atau keadaan-keadaan yang dialaminya maka dapat disebut sebagai
seseorang yang berakal.
4. Kekuatan naluri dalam diri manusia dapat berakhir sampai pada keadaan
mengetahui kesudahan berbagai urusan dan menahan syahwat atau keinginan
yang segera dan memaksanya. Apabila kekuatan semacam ini berhasil maka
orang yang memilikinya disebut sebagai seorang yang berakal karena
mempunyai penalaran mengena kesudahan atau akibatnya keputusannyya
bukan berdasarkan keinginan atau syahwat yang segera. Kemampuan
melakukan pengekangan terhadap apa yang dikehendaki karena didasari
penalaran tentang kesudahannya atau akibatnya adalah bentuk dari akal
seseorang.
Menurut asal bahasa akal seperti menjadi kiasan bagi naluri, namun
tujuannya
pembahasan
inilah
bukanlah
bahasa,
melainkan untuk
menunjukkan bahwa ilmu-ilmu yang terkandung dalam 4 (empat) bagian di
atas seolah-olah terkandung dalam naluri itu secara fitrah.
Naluri tersebut
akan tampak dalam suatu wujud apabila sebab-sebab untuk terwujudnya telah
berjalan sehingga seolah-seolah ilmu-ilmu ini datang kepada seseorang tidak
berasal dari luar dirinya, melainkan ilmu-ilmu ini seolah-oleh tersembunyi di
dalamnya. Perumpamaan ilmu-ilmu ini adalah seperti air yang terkandung di
bumi dan akan keluar atau tampak setelah menggali sumur. Demikian pula
seperti minyak yang terdapat di dalam kelapa, atau air mawar di dalam bunga
mawar.
34
Secara fitrah semua manusia diciptakan atas iman kepada Allah ‘Ajja Wa
Jalla, jiwa dan bathin manusia diciptakan atas iman kepada Allah ‘Ajja wa
Jalla, tetapi manusia yang tidak dapat melihat dengan mata hatinya maka ia
akan menjadi berpaling lalu lupa yaitu orang kafir, atau orang-orang yag
goresan hatinya lambat untuk melihat, yaitu orang yang lupa lalu ia lalai dan
kemudian ia akan ingat kembali. Firman Allah SWT, Al-Baqarah: 221:
َ َ ۡ ‫ُّ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ ه‬
َ ٌ َ ۡ ُّ ٞ َ َ َ َ َ ۡ ‫َ َ َٰ ه‬
َ ۡ ‫ََ َ ه ْ ۡه‬
ٞ‫َخ ۡۡي‬
َ‫َوَل‬
‫ۡشكة َولو َأعجبتك ۗۡم‬
‫ِنَم‬
‫َم‬
‫ت َحَّت َيؤمِن َوَلمة َمؤمِنة‬
َِ َٰ ‫ۡشك‬
َ‫و‬
ِ
ِ ‫َل َتنكِحوا َٱلم‬
ۡ ُّ
ۡ ‫ه ه ْ ۡه‬
َ َٰٓ َ ‫َ َ ۡ َ ۡ َ ه ه‬
َ ٌ ۡ ُّ ٞ ۡ َ َ َ ْ ‫َ َ َ َٰ ه ۡ ه‬
ٞ‫َخ ۡۡي‬
َ‫ج َبك ۡمۗۡ َأ ْولئِك‬
‫ۡشك َولو َأع‬
‫َم‬
‫ِن‬
‫َم‬
‫ِن‬
‫م‬
‫ؤ‬
‫َم‬
‫د‬
‫ب‬
‫ع‬
‫ل‬
‫َو‬
‫وا‬
‫ِن‬
‫م‬
‫ؤ‬
‫َي‬
‫َّت‬
‫ح‬
َ
َ
‫ِي‬
‫ك‬
‫ۡش‬
ِ
ِ ‫تنكِحوا َٱلم‬
َ َ ‫َۡ ه‬
َ َ
ۡ
ۡ ۡ
َ َ ‫َهَ ه‬
َ
َ ۡ ‫ّلل َيَ ۡد هع ٓوا ْ َإ ِ ََل َٱ‬
ِ ‫َءايَٰت ِ َهِۦ َل َِلن‬
َ‫اس َل َعل هه ۡم‬
‫ۡل َنةَِ َ ََوٱل َمغفِ َرَة ِ َبِإِذن ِ َهِۦَ َويب ِي‬
َ‫ارِ َ ََوٱ ه‬
َ َ‫ون َإَِل َٱنل‬
َ ‫ي َدع‬
َ َ َ
َ َ٢٢١َ‫َي َتذك هرون‬
Artinya: ” .......dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya)
kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.
Penamaan pengambilan pelajaran adalah menunjukkan kepada dua hal beikut
yaitu:
a. Mengingat bentuk yang hadir di dalamnya dengan fitrah
b. Mengingat bentuk yang tersimpan di dalamnya dengan fitrah.
Pengambilan pelajaran ini adalah keadaan-keadaan yang jelas bagi orang –
orang yang memandang atau melihat dengan cahaya mata hati, dan berat bagi
35
orang-orang yang digeluti oleh pendengaran dan taklid dan hanya melihat
dengan mata kepala. Maka akal adalah sumber ilmu-ilmu, sebagai naluri yang
mengarah kepada ilmu-ilmu yang telah difitrahkan oleh Allah ‘Ajja Wa Jalla.
Akal adalah sesuatu yang dikehendaki dengan ‘ainul yaqin, dan cahaya iman
sifat fitrah bathin manusia yang dengannya dibedakan antara anak adam
(manusia) dan binatang. Kebanyakan orang salah dalam memberi istilah pada
akal.
II.6. Proses Belajar dalam Pandangan Imam al-Ghazali
Pengenalan dan penanaman aqidah harus diberikan kepada anak sejak awal
pertumbuhannya agar anak dapat menghafal dengan suatu hafalan kemudian
senantiasalah terbuka baginya akan maknanya di wakti ia besar sedikit demi
sedikit. Permulaannya adalah menghafal, kemudian memahami, lalu beri’tikad,
meyakini dan membenarkannya. Keadaan ini dicapai anak tanpa dalil atau bukti,
karena termasuk karunia Allah ‘Ajja Wa Jalla atas hati manusia adalah
melapangkan anak manusia pada awal pertumbuhannya untuk iman tanpa
membutuhkan kepada hujjah atau dalill dan bukti. Hal ini tidaklah dapat diingkari,
karena seluruh akidah orang-orang umum (awam) dasarnya adalah semata-mata
pengajaran dan taklid.
Keadaan i’tikad yang dicapai dengan taklid semata-mata tidak terlepas dari
kelemahan, yaitu i’tikad dapat hilang dengan sesuatu yang menjadi kebalikan dari
padanya , maka wajib untuk menguatkan dan mengokohkan i’tikad di dalam jiwa
anak-anak dan orang-orang awam sehingga i’tikad itu meresap dan tidak goyah.
36
Jalan menguatkannya adalah dengan menyibukkan diri membaca Al-Qur’an dan
tafsirnya, membaca hadits dan pengertian-pengertiannya, dan menyibukkan diri
dengan tugas-tugas ibadah sehingga i’tikadnya selalu bertambah dan meresap
karena dalil-dalil dan hujjah-hujjah Al-Qur’an yang mengetuk pendengarannya,
dengan kesaksian hadits-hadits dan faidah-faidahnya, dan dengan pancaran dari
cahaya-cahaya ibadah dan tugas-tugasnya, dan dengan belajar dari orang-orang
shaleh, menauladani orang-orang shaleh yang tunduk kepada Allah ‘Ajja Wa
Jalla.
Permulaan pengajaran dengan taklid kepada anak tersebut seperti
menaburkan benih di dalam dada. Sehingga haruslah dijaga pendengarannya dari
perdebatan ilmu kalam, karena apa yang dikacaukan oleh perdebatan itu adalah
lebih banyak dari apa yang disiapkannya. Apa yang merusaknya itu lebih banyak
dari apa yang membaikkannya.
Memperkuat i’tikad dengan perdebatan ilmu
kalam adalah sia-sia karena lebih cenderunng melemahkan i’tikad tersebut.
Dapat dibandingkan bahwa akidah orang-orang yang baik-baik dan takwa
dari umumnya manusia berbeda dengan akidah orang-orang yang ahli ilmu kalam
dan ahli berdebat maka i’tikad orang umum adalah lebih teguh seperti gunung
yang kokoh tidak dapat digerakkan oleh bencana dan halilintar. Sedangkan akidah
orang-orang yang ahli ilmu kalam yang menjaga akidahnya dengan bagian-bagian
perdebatan adalah seperti benang yang yang dilepaskan di udara, sekali waktu
dikembalikan oleh angin dan sekali waktu diterbangkan oleh angin kembali,
kecuali orang-orang yang seperti ini belajar dalil-dalil i’tikad dan menangkapnya
dengan taklid. Anak-anak jika sepanjang pertumbuhannya terjadi di atas akidah
37
semacam ini, jikapun ia sibuk dengan usaha dunia maka tidak terbuka baginya hal
lain dan ia selamat di akhirat dengan i’tikad orang-orang yang benar itu.
II.7. Tiga Rukun yang Menjadi Bangunan Iman dan Mendasari Aqidah
Setiap rukun dari keempat rukun terdiri dari sepuluh pokok, yaitu sebagai
berikut:
a. Rukun pertama: Mengenal zat Allah SWT, bahwasannya Allah Ta’ala
adalah Maha Esa. Rukun ini terdiri dari sepuluh pokok yaitu:
1. Mengenal atau mengetahui wujud Allah SWT, yaitu dengan
mengambil pelajaran atau hikmah dari Al-Qur’an tentang: Allah “Ajja
Wa Jalla yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya, yang
menciptakan manusia, yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, Wujud
Allah SWT ini di Firmankan Allah SWT dalam ayat-ayat Al-Qur’an
seperti: An-Naba: 6 -16, Nuh: 15 -18, Al Waqiah: 58 – 73, Ibrahim:
10, Luqman: 25, Ar Rum: 30.
2.
Mengetahui bahwasannya Allah SWT itu maha kuasa, senantiasa
azali, tidak ada awal dan tidak ada akhir.
3. Mengetahui bahwa Allah SWT yang pertama dan akhir, yang Zhahir
dan yang Bathin.
4. Mengetahui bahwa Allah Ta’ala bukanlah jauhar atau materi yang
bertempat. Namun Allah adalah adalah Maha Tinggi dan Maha Suci
dari kesesuaian tempat.
38
5. Mengetahuibahwasannya bukan Jism atau jasmani yang tersusun dari
jauhar atau materi.
6. Mengetahui bahwasannya Allah Ta’ala tidak bersifat jisim atau
jasmani, atau Allah Ta’ala buka ‘aradh.
7. Mengetahui bahwasannya Allah Ta’ala suci dari kehususan arah, baik
atas, bawah, kanan, kiri, depan, maupun belakang.
8. Mengetahui bahwasannya Allah Ta’ala bersemayam di atas arasyNya
yaitu suatu sifat yang tidak menafikan sifat kebesarannya, dan tidak
ada padaNya tanda-tanda baru dan rusak, inilah yang dimaksud dengan
istiwa’ (bersemayam) atau menuju ke langit.
9. Mengetahui bahwasannya Allah Ta’ala suci dari bentuk dan ukuran,
suci dari arah dan daerah, terlihat dengan mata kepala dan mata hati di
kampung akhirat.
10. Mengetahui bahwa Allah ‘Azza Wa Jalla itu maha Esa, tidak ada
sekutu bagiNYa, tidak ada yang menyamaiNya. Dia menyendiri dan
menciptakan, Allah maha kuasa untuk menjadikan dan mengadakan,
tidak ada sesuatupun yang menyamaiNya dengan berandil dan
menyamaiNya, tidak ada lawan bertengkar dan memusuhiNya, seperti
Firman Allah Ta’ala:
39
ۡ
َ
َ
ٓ
َ َ
ٌ َ َ
َ ‫ه‬
َ
َ
َ
َ ‫ّللَل َف َس َدتَاَفَ هس ۡب‬
َ َ َ ‫حَٰ َنَٱ‬
َ َ٢٢َ‫ون‬
َ ‫شَع َماَيَ ِصف‬
َ ِ ‫بَٱل َع ۡر‬
َ‫َءال َِهةَإَِلَٱ ه‬
َ ‫ل َۡوََكنَفِي ِهما‬
ِ ‫ّللَِر‬
Artinya: “Seandainya di langit dan bumi ada Tuhan selain Allah niscaya
keduanya itu rusak”. (Al Ambiya: 22)
Jika Tuhan ada dua, salah satunya menghendaki satu urusan maka Tuhan
yang kedua jika terpaksa membantunya maka yang kedua ini terpaksa dan lemah
dan ia bukan Tuhan, dan jika keduanya kuasa untuk menyelisihi dan menolakNya
maka yang pertama adalah kuat dan berkuasa sedangkan kedua adalah lemas dan
terbatas, maka ia bukan Tuhan Yang Maha Kuasa.
b. Rukun Kedua: adalah mngetahui sifat-sifat Allah Ta’ala, terdapat seluruh
pokok dalam rukun yang kedua ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui bahwasannya pencipta alam itu adalah Maha Kuasa dan
Dia adalah Maha Tinggi. Dia adalah Maha Benar karena alam itu kokh
dalam buatanNya, teratur dalam kejadianNya.
2. Mengetahui bahwasannya Allah Ta’ala itu Maha Mengetahui seluruh
yang ada dan meliputi segala mahluk.
3. Mengetahui bahwasannya Allah ‘Azza Wa Jalla itu hidup. Jika sah
ilmu dan kekuasaanNya maka pasti sah pula hidupNya.
4. Mengetahui keadaan Allah Ta’ala berkemauan bagi perbuatanperbuatanNya.
5. Mengetahui bahwa Allah Ta’ala Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
40
6. Mengetahui bahwasannya Allah SWT berfirman dengan perkataan.
Namun
perkataanNya
tidak
menyerupai
perkataan
lainNya
sebagaimana wujudNya tidak menyerupai wujud lainNya.
7. Mengetahui bahwasannya firman atau kalam Allah Ta’ala yang berdiri
pada DzatNya adalah qadim yaitu tidak mengalai perubahanperubahan.
8. Mengetahu bahwasannya ilmuNya Alla Ta’ala itu qadim, yaitu Dia
mengetahui dengan DzatNya dan sifat-sifatNya dan mahlukNya yang
diciptakanNya. Apa-apa yang diketahui oleh mahluk dengan ilmu
adalah denga ilmu Allah Ta’ala tidak ada ilmu yang baru.
9. Irada atau kemauan Allah Ta’ala itu qadim.
10. Bahwasannya Allah Ta’ala itu Maha mengetahui dengan ilmu, maha
Hidup dengan kehidupan, Maha Berkuasa dengan kekuasaanNya.
Maha Berkemauan dengan Kemauan. Maha Berfirman dengan firman.
Maha mendengar dengan pendengaran dan Maha Melihat dengan
Penglihatan.
c. Rukun ketiga adalah: Mengetahui perbuatan-perbuatan Allah Ta’ala.
Rukun ketiga ini terdiri dari sepuluh pokok yaitu sebagai berikut:
1.
Mengetahui
bahwasannya
seluruh
barang
di
alam
adalah
perbuatannya, ciptaannya, dan di jadikannya, tidak ada zat pencipta
selainNYA, tidak ada zat yang menjadikan alam kecuali dia.
2. Bahwasanya allah yang maha suci itu menyendiri dengan menciptakan
gerakan-gerakan hamba-hambanya, dimana dia mengeluarkannya dari
41
hamba-hambanya itu tidak dalam kekuasaan hamba dengan jalan usaha
tetapi allah ta’ala menciptakan kekuasaan dan menjadi obyek
kekuasaan itu semua.
3. Bahwasannya perbuatan hamba meskipun itu usaha bagi hamba maka
namun tidak keluar dari keadaannya dikehendaki oleh allah yang maha
suci, maka tidaklah berjalan di kerajaan bumi dan kerajaan langit
sekejap mata pun, sekilas goresan hati, dan secepat orang yang
memandang kecuali dengan qadha’ dan qadar allah, iradah dan
kehendaknya.
4. Bahwasannya
Allah
ta’ala
itu
memberi
keutamaan
dengan
menciptakan dan mengujudkan; dan memberi keistimewaan dengan
taklif
(memberi
beban)
kepada
hamba-hambanya,
sedangkan
menciptakan dan memberi bebanan itu tidaklah wajib atasNYA.
5. Bahwannya boleh bagi allah yang maha suci untuk memberi bebanan
(taklif) kepada makhluk dengan sesuatu yang mereka tidak mampu
atasnya, berbeda dengan mu’tazilah. Seandainya hal itu tidak boleh
niscaya muhal permohonan yang diajukan kepadanya, padahal mereka
telah bermohon hal itu.
6. Bahwannya bagi Allah (memiliki hak) untuk menyakitkan dan
menyiksa makhluk tanpa dosa yang mendahului, dan tidak memberi
pahala yang menyusuli (ketaatan), bereda dengan mu’tazilah; karena
dia itu mempelakukan pada miliiknya, dan tidak tergambar bahwa dia
melampaui batas dalam miliknya, sedangkan zhalim adalah ungkapan
42
tentang perlakuan pada milik orang lain tanpa seizinnya, dan itu adalah
muhal atas allah ta’ala karena dia tidak berbenturan dengan milik
selainnya sehingga perlakuannya itu menjadi zhalim.
7. Bahwasannya Allah ta’ala berbuat pada hamba-hambanya apa yang di
kehendakinya, maka tidak wajib atasnya memelihara yang paling baik
bagi para hambanya karena sesuatu yang telah kami sebutkan yaitu
tidak wajib atasnya yang mahasuci sesuatupun bahkan tidak masuk
akal ada wajib pada hakNya, sesungguhnya dia tidak ditanya mengenai
sesuatu yang dia kerjakan dan mereka itu ditanyai.
8. Bahwasannya ma’rifat kepada Allah Yang Maha Suci adalah wajib
dengan pewajiban oleh Allah Ta’ala dan pensyari’atanNya,
bukan
dengan akal melainkan dengan mu’tazilah, karena akal berbeda dengan
Mu’tazilah. Akal dalam ilmu Syara’ adalah untuk memahami
pewajiban dan pensyari’atan dari Alla SWT.
9. Bahwasannya tidaklah mustahil pengutusan para Nabi as. Kebutuhan
mahluk kepada para Nabi itu adalah seperti kebutuhan kepada dokter
atau tabib. Tetapi kebenaran dokter diketahui melalui percobaan
sedangkan kebenaran Nabi diketahui dengan mu’jizat.
10. Bahwasannya Allah Yang Maha Suci telah mengutus Muhammad
SAW sebagai penutup para Nabi, dan menghapus syari’at-sya’riat
sebelumnya yaitu Yahudi, Nasrani, dan Shabi’in, dan mu’jizatnya
adalah Al-Qur’an.
43
II.8. Metode pengajaran dalam Pandangan Ibnu Khaldun
a. Cara yang benar dalam mengajarkan ilmu pengetahuan dan metode
penerapannya
Menyampaikan ilmu pengetahuan kepada para penuntut ilmu sangat
bermanfaat jika di lakukan secara bertahap, berangsur-angsur, dan sedikit demi
sedikit, dengan memulai mengajarkan masalah-masalah mendasar dalam setiap
bab dari ilmu pengetahuan, yakni, pokok-pokok pembahasan bab tersebut,
mendekatkan pemahaman, dan menjelaskan secara global. Yang perlu
diperhatikan oleh pengajar adalah memahami daya pikiran dan kesiapan pelajar
untuk menerima pelajaran yang di sampaikan kepadanya, hingga sampai pada
pembahasan akhir dari cabang ilmu tersebut, jika strategi ini ditempuh, maka ia
akan mendapatkan insting dalam bidang ilmu tersebut. Tapi dalam fase ini, baru
diperoleh sebagiannya saja dan masih terbatas sekali.
Tujuan utama dari tahap pertama ini adalah mempersiapkannya untuk
memahami cabang ilmu yang dipelajari dan memetakan masalah-masalah yang
dibahasnya. Lalu mengulangi pengajaran lagi untuk kedua kalinya, dengan
memberikan pengajaran yang lebih tinggi dari yang
pertama, memberikan
beberapa penjelasan dan keterangan lebih banyak, menguraikan poin-poin yang
masih global, menggemukakan perbedaan-perbedaan pendapat yang ada dan
disertai dengan pokok-pokok dasar perbedaannya hingga keseluruhan cabang ilmu
tersebut diuraikan. Metode pengajaran semacam ini akan mengasah naluri pelajar
menjadi semakin baik.
44
Setelah itu ulangi pengajaran unntuk yag ke-3 kalinya dengan lebih tegas
sehingga tidak ada kesulitan dan ketidak jelasan yang dibiarkan. Semua hal yang
tertutup dijelaskan dan dibuka kuncinya. Dengan ini, diharapkan pelajar tersebut
akan merasa senang dengan cabang ilmu yang dipelajarinya. Hal itu akan
membantunya menguasai dan mengasah nalurinya.
Inilah poin pelajaran penting yang harus dikuasai. Pengajaran tersebut
dilakukan sebanyak tiga kali sebanyak tiga kali pengulangan seperti yang anda
lihat. Kadang seorang menempuhnya kurang dari itu. Ini ditentukan berdasarkan
kemampuan dan kemudahan pemahamannya.
Dimasa sekarang kami banyak melihat para pengajar yang kami ketahui
tidak memahami metode pengajaran dan cara menerapkannya. Mereka
menyampaikan masalah-masalh yang masih tertutup dalam cabang ilmu tersebut
kepada pelajar pada awal pengajaran dan memintanya untuk memusatkan
pikirannya guna menyelesaikan kerumitannya. Mereka mengaggap bahwa cara
seperti ini merupakan latihan dalam sistem pengajaran yang benar. Mereka
memaksa anak didik untuk memahami dan menguasainya . Pengajaran semacam
ini adalah pengajaran yang mencampur adukkan apa yang disampaikan,
pengajaran yang seharusnya disampaikan kepada para profesional mereka
sampaikan kepada para pelajar pemula dan belum siap memahaminya.
Strategi semacam ini merupakan kekeliruan karena penerimaan dan
kesiapan pemahaman ilmu pengetahuan hanya dapat dilakukan secara bertahap.
45
Dengan cara semacam itu, maka pelajar akan merasa tidak mampu memahami
pelajaran secara keseluruhan, kecuali hanya beberaapa orang saja.
Sampaikan pelajaran dengan cara mendekatkan pemahaman secara
bertahap dan global dengan menyertakan contoh-contoh yang realistis dan dapat
dirasakan kesiapan pemahaman ini harus selalu diupayakan secara bertahap
dengan cara mengulang-ulang permasalahan cabang ilmu tersebut. Lalu pindah
dari pendekatan pemahaman menuju pendalaman materi yang mempunyai
kesulitan lebih tinggi. Dengan srategi ini, diharapkan akan diperoleh insting dan
persiapan yang baik. Pada akhirnya sang pelajar akan mampu menguasai segala
permasalahan yang terkandung didalamnya .
Apabila seorang pelajar pemula diberikan pengajaran yang seharusnya
diberikan kepada para profesional sehingga membuatnya tidak mampu memahami
dan menguasai, dan jauh dari kesiapan pemikiran, sehingga dirinya merasa sulit
memahami ilmu tersebut, maka hal itu akan membuatnya bermalas-malasan dan
berusaha menghindarinya serta menyelewengkan pemahaman. Semua itu
merupakkan buahh dari siistem pengajaran yang buruk.
Seorang pengajar tidak seharusnya memberikan tambahan pemahaman
pada buku yang ditekuninya berdasarkan kemampuannya sendiri dan kemampuan
belajarnya, baik bagi pemula maupun bagi yag sudah senior. Sorang pengajar juga
tidak boleh mencampuradukkan masalah yang satu dengan yang lain hingga
pelajar memahaminya mulai dari awal hingga akhir, mencapai tujuan-tujuannya
dan menguasai nalurinya. Jika sudah dikuasai, barulah diberikan permasalahan
46
yang lain. Sebab apabila seorang pelajar telah memperoleh naluri dalam suatu
bidang ilmu pengetahuan, maka ia akan siap untuk menerima sisa pengajaran
yang ada. Dengan begitu ia akan tekun dan giat untuk menambah pemahamannya
hingga mendalam dan menguasai tujuan intu ilmu tersebut.
Jika
pelajar
tersebut
dipaksa
memahami
permasalahan
yang
bercampuraduk dan tidak teratur, maka hal itu akan menyulitkan pemahamannya.
Ia akan merasakan ketumpulan dan kedangkalan pemikiran sehingga akan
mendorongnya berputus asa, membenci ilmu tersebut dan pengajarannya ALLAH
SWT berkuasa memberikan petunjuk kepada siapa saja yang di kehendaki-NYA.
Selain itu, janganlah memperpanjang pengajaran kepada para pelajar dalam satu
cabang ilmu pengetahuan dengan menunda-nunda kelas pengajaran dan memisahmisahkannya, sebab cara seperti ini merupakan medium kelupaan dan terputusnya
rangkaian permasalahan antara yang satu dengan yang lain dalam cabang ilmu
tersebut, sehingga mempersulit dihasilkannya naluri pemisahan tersebut.
Pendekatan pengajaran yang baik dan metode yang harus diberikan dalam
pengajaran adalah tidak mencampur dua cabang ilmu sekaligus, karena akan
menyebabkan kensetrasi pelajar terbagi, konsentrasi pelajar akan berpaling dari
satu cabang ilmu untuk memahami cabang ilmu yang lain. Apabila pikiran
difokuskan untuk mempelajari sesuatu yang diyakini lebih mudah dipahami, maka
ia akan berpeluang lebih besar untuk memahami dan menguasainya7.
7
Ibnu Khaldun, terjemahan, Masturi, dkk, Pustaka Al-Kautsar, 2001, h: 994-996
47
b. Penggunaan Kekerasan dalam Proses Pengajaran Berakibat buruk pada
Anak Didik
Sikap keras dalam pendidikan dapat berakibat buruk bagi pelajar, apalagi
ketika usianya masih kecil. Anak didik yang tumbuh dalam kondisi pemaksaan
dan penindasan, dapat membuatnya menjadi orang keras dan berkepribadian
sempit, kurang giat dan tidak bisa tumbuh dengan baik. Sikap keras juga membuat
anak didik suka berbohong, pemalas, dan perbuatan buruk lainnya seperti sikap
tidak jujur dengan memperlihatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang ada
dalam hati karena khawatir mendapatkan penganiayaan.
Kekerasan dalam pendidikan dapat membuat peserta didik secara tidak
langsung belajar melakukan tipu daya yang menjelma menjadi perilaku dan
kebiasaan. Dengan demikian, hilanglah makna-makna kemanusian yang ada
padanya. Rasa sosial dan kelembutan berubah menjadi kesombongan dan sikap
mempertahankan diri. Bahkan anak didik akan enggan mencari keutamaan dan
berperilaku baik, sehingga anak didik akan semakin menjauh dari tujuan hidupnya
sebagai manusia dan terpuruk menjadi seburuk-buruk manusia. Hal ini akan
terjadi pada setiap orang yang terbiasa dipaksa dan ditindas. Anak didik harus
diperlakukan sebagai orang yang mempunyai kebebasan sepenuhnya terhadap
dirinya.
Hukuman yang diberikan kepada anak didik harus sesuai dengan kadar
yang telah ditetap Allah SWT yang dapat diketahu dari Al-Qur’an dan AsSunnah, sebab hanya Allah SWT lah yang lebih mengetahui kemaslahatan
48
mahlukNya. Prinsip ini haru enjadi landasan pendidikan agar pengajar dan anak
didik dapat menjaga diri dari buruknya pendidikan. Bentuk pendidikan yang baik
adalah ketika tidak ada sedikitpun waktu terlewatkan kecuali anak didik
mendapatkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya tanpa membuat anak didik
bersedih karena dapat mematikan hatinya, Kuatkanlah anak didik semampu
pendidik dengan melakukan pendekatan dan kelembutan. Apabila anak didik
membangkang maka barulah pendidik dapat melakukan tekanan dengan kadar
yang telah ditetapkan agama, karena anak didik yang dididik dalam suasana
pendekatan dan kelembutan kadar hukuman atas pelanggarannya tidak akan
banyak dan berat seberat dan sebanyak kadar hukuman bagi anak didik yang didik
dan terbiasa dengan sikap keras dan suasan kekerasan yang mematikan hatinya8.
II.8. Pendidikan Islam Terpadu
Penggunaan istilah “terpadu” dalam sistem pendidikan adalah untuk
menunjukkan Islam yang utuh dan menyeluruh, bahwa pendidikan tidak hanya
berorientasi pada satu aspek saja. Selain itu, istilah terpadu juga dimaksudkan
sebagai penguat bagi pendidikan Islam itu sendiri, yaitu sistem pendidikan yang
memadukan aspek-aspek untuk membentuk sistem pendidikan yang unggul.
Pendidikan Islam memandang siswa atau anak didik atau peserta didik sebagai
sesuatu yang identik dan tidak terpisahkan dari asal mula penciptaan manusia
(fitrah insaniyah). Manusia adalah mahluk yang berbentuk atau jism atau jasmani
dan jasad, manusia adalah ruh yang tidak terlepas dari tujuan penciptaannya yang
8
Ibnu Khaldun, Mukaddimah, terjemahan oleh Masturi Ilham, Lc, dkk, Pustaka Al-Kautsar, 2001.
H.1007-1008
49
ditetapkan sebagai fitrah manusia, manusia ada mahluk berakal atau mahluk
intelektualitas yang secara fitrahnya dapat memahami segala hal yang terkait
dengan dirinya, dengan penciptaannya, dengan segala sesuatu yang berada di luar
dirinya.
Dengan demikian, terdapat tiga aspek yang tidak dapat dipilah-dipilah
dalam pandangan pendidikan
yaitu meliputi
pendidikan
jasad
(tarbiyah
jasadiyah), pendidikan ruh (tarbiyah ruhiyah), dan pendidikan intelektualitas
(tarbiyah aqliyah). Dalam Pendidikan Islam ketiga aspek pendidikan tersebut
tidak akan dibenarkan jika dilakukan pemilahan, karena manusia adalah jism
atau jasmani, ruh, dan aqli. Dengan demikian, membentuk sistem pendidikan
tepadu memerlukan gerakan yang sinergi antara orang tua, sekolah, dan
masyarakat, karena siswa atau peserta didik akan tumbuh dan berkembang dalam
ketiga komunitas tersebut, sehingga pendidikan tidak dapat hanya dilakukan
disalah satu komunitas saja, pendidikan harus berkelanjutan.
a. Latar Belakang Pendidikan Islam Terpadu
Fenomena
berkembangnya
Pendidikan
Islam
Terpadu
dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut9:
a. Krisis Paradigmatik
Terjadinya dikotomi keilmuan, pemisahan antara agama dan
kehidupan dunia, dikotomi antara ilmu dunia dan ilmu akhirat,
9
Anwar Holil, “Pengertian Pembelajaran Terpadu” http // anwar ghoni blog spot. Com /, 2016/11
50
dikotonomi antara akal dan fitrah manusia, dan yang kemudian
menyebabkan meredupnya intelektualisme dalam Pendidikan Islam.
b. Krisis Tujuan atau Arah
Dikotomi dalam keilmuan yang terjadi akibat pemisahan antara
agama dan kehidupan dunia menyebabkan Pendidikan Islam
mengalami krisis arah atau tujuannya, krisis tujuan atau arah
pendidikan ini mensyaratkan adanya kemampuan
lembaga
pendidikan Islam dalam merumuskan atau menetapkan tujuan, visi
dan arah pendidikannya, sesuai dengan tujuan pendidikan yang
diinginkan oleh Islam itu sendiri. Lembaga pendidikan Islam tidak
seharusnya menjadikan
Islam
sebagai obyek bahasan, bukan
menjadikan Islam sebagai “way of life” (minhajul hayah).
c. Krisis Pengembangan
Akibat kurangnya riset yang bertujuan untuk pengembangan model
pengelolaan dan model pengajaran dalam Pendidikan Islam di
Indonesia, maka lembaga-lembaga Pendidikan Islam mengalami
perkembangan dan kemajuan
yang jalan di tempat,
dengan
demikian perkembangan Pendidikan Islam harus didukung oleh
riset yang memadai, termasuk sumber dana dan sumber
pembelajaran.
d. Krisis Pendekatan Pembelajaran
Sebagian besar institusi pendidikan Islam seperti madrasah dan
pondok pesantren masih mempertahankan metode pembelajaran
51
satu arah yaitu metode menghafal (rote learning) dan menyimak
dengan seksama (talaqqi), tentu saja metode pembelajaran sema
cam
ini
tidak
sepenuhnya
harus
ditinggalkan,
tetapi
memberdayakan penalaran dan pikiran kritis dengan tetap berada
dalam aqidah Islam. Selain itu, metode pembelajaran untuk
pembentukan
karakter
kedisiplinan,
kejujuran,
kecepatan,
ketangkasan, pekerja keras, yang menggunakan metode kekerasan
akan menghasilkan anak didik dengan karakter yang justru berbeda.
Fenomena bemacam-macam kondidi krisis
seperti
yang telah
disebutkan, menimbulkan kesadaran tentang pentingnya pembaharuan dalam
Pendidikan Islam yaitu dengan membangun model pegelolaan dan metode
pendidikan yang berbeda dan lebih mendukung kearah pencapaian tujuan
Pendidikan Islam,
pengelolaan dan metode pembelajaran yang lebih ideal
tersebut dikenal dengan pendidikan Islam terpadu.
b. Karakteristik Pendidikan Islam Terpadu
Dalam
buku
Sekolah
Islam
Terpadu
Konsep
dan
Aplikasi
dijelaskan mengenai karakteristik pendidikan Islam terpadu antara lain
sebagai berikut10 :
a.
Menjadikan
Islam
sebagai
landasan
filosofis
pendidikan
yang
menjadikan al-Quran dan al-Sunnah sebagai rujukan dan manhaj asasi
(pedoman dasar) bagi penyelenggaraannya dan proses pendidikan. Proses
pendidikan yang dijalankan harus mampu memberdayakan potensi fitrah
manusia yang condong kepada nilai-nilai kebenaran dan kebajikan agar
10
Anwar Holil, “Pengertian Pembelajaran Terpadu” http // anwar ghoni blog spot. Com /2016/11
52
dapat memfungsikan dirinya sebagai hamba Allah yang sejati, yang siap
menjalankan risalah yang dibebankan kepada manusia sebagai khalifah di
muka bumi.
b.
Mengintegrasikan nilai Islam ke dalam bangunan kurikulum seluruh
bidang ajar dalam bangunan kurikulum dikembangkan melalui perpaduan
nilai-nilai Islam yang terkandung dalam al-Quran dan al- Sunnah dengan
nilai-nilai ilmu pengetahuan umum yang diajarkan..
c.
Menerapkan
dan
mengembangkan
metode
pembelajaran
untuk
mencapai proses belajar mengajar, mencapai sekolah Islam yang efektif
dan
bermutu
sangat
diperlukan
oleh
kemampuan
guru
dalam
mengembangkan proses pembelajaran yang metodologis, efektif dan
startegis.
d.
Mengedepankan qudwah khasanah dalam membentuk karakter peserta
didik. Seluruh tenaga kependidikan (baik guru maupun karyawan sekolah)
harus
menjadi
figur
bagi
peserta
didik
keteladanan
akan sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar.
e.
Menumbuhkan bias-bias shalihah dalam iklim lingkungan sekolah,
menumbuhkan
kemaslahatan
dan
meniadakan
kemaksiatan
dan
kemungkaran. Seluruh dimensi kegiatan sekolah senantiasa bernafasakan
semangat nilai dan pesan-pesan Islam. Adab dan etika pergaulan seluruh
warga sekolah dan lingkungannya, tata tertib dan aturan,
penataan
53
lingkungan, aktivitas belajar mengajar semuanya harus mencerminikan
realisasi dari ajaran Islam.
f. Melibatkan peran serta orang tua dan masyarakat dalam mendukung
tercapainya tujuan pendidikan. Ada kerjasama yang sistematis dan efektif
antara guru dan orang tua dalam mengembangkan dan memperkaya kegiatan
pendidikan dalam aneka program. Orang tua harus ikut aktif memberikan
dorongan dan bantuan baik secara individual maupun kesetaraan kepada
putra-putrinya di lingkungan sekolah.
g. Mengutamakan nilai ukhuwah dalam semua interaksi antar warga sekolah.
Keteladanan dan persaudaraan diantara guru dan karyawan di sekolah
dibangun atas dasar prinsip nilai-nilai Islam.
h.
Membangun budaya rawat, resik, rapih, runut, ringkat, sehat dan asri.
Kebersihan sebagian dari iman, kebersihan pangkal kesehatan, logis dan
slogan tersebut selayaknya menjadi budaya dalam lingkungan sekolah.
i. Menjamin seluruh proses kegiatan sekolah untuk selalu berorientasi pada
mutu. Ada sistem manajemen mutu terpadu yang mampu menjamin
kepastian kualitas penyelenggaraan sekolah. Sistem dibangunm berdasarkan
standar mutu yang dikenal, diterima dan diakui
Program
sekolah
harus
oleh
masyarakat.
mempunyai perencanaan yang strategis dan
jelas, berdasarkan visi dan misinya yang luhur yang mengarah pada
pembentukan karakter
dan pencapaian kompetensi murid.
54
j. Menumbuhkan budaya profesionalisme yang tinggi di kalangan tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan. Sekolah membuat program dan fasilitas
yang menunjan g pembiasaan profesional di kalangan kepala sekolah, guru
dan karyawan profesi dalam berbagai bentuk kegiatan ilmiah, budaya
membaca, seminar, diskusi dan studi banding. Budaya profesionalisme
ditandai dengan adanya peningkatan idealisme, motivasi, kreativitas dan
produktifitas dari kepala sekolah, guru atau karyawan dalam konteks
profesi mereka masing-masing.
55
BAB III
PENYAJIAN DATA PENELITIAN
A. Latar Belakang Berdirinya SD Islam Terpadu Muhammadiyah
Gunung Terang Bandar Lampung .
SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gununung Terang Bandar
Lampung berdiri atas dasar keinginan untuk memenuhi kebutuhan akan
pendidikan di sekolah dasar yang memiliki disiplin ilmu pengetahuan umum
yang berbasis agama Islam, dengan biaya yang murah yang terjangkau bagi
masyarakat dengan penghasilan kecil. Ketika didirikan ada Tahun 2006,
sekolah dasar Islam Terpadu sedang mengalami pertumbuhan, namun dalam
hal pembiayaan bagi siswa sebagai sekolah swasta yang sebagian besar
kebutuhan operasional sekolah dipenuhi sendiri maka biaya pendidikan
cukup tinggi, sehingga bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil tidak
dapat menyekolahkan anak-anaknya pada sekolah dasar Islam Terpadu,
kondisi ini tentu saja memprihatinkan karena jumlah masyarakat yang
berenghasilan kecil adalah
cukup besar. Atas dasar keinginan untuk
menyediakan sekolah dasar Islam Terpadu yang biaya pendidikannya murah
sehingga masyarakat berpenghasilan kecil pun dapat menyekolahkan anakanaknya di sekolah dasar Islam Terpadu, untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan umum sekaligus pengetahuan agama.
Sekolah Dasar Islam Terpadu Muhammadiyah yang berada di
kelurahan Gunung Terang Kecamatan Tanjungkarang Barat Kota Bandar
Lampung merupakan bagian dari organisasi Muhammadiyah, khususnya
berada dibawah naungan Persyarikatan Muhammadiyah. Sebagai organisasi
yang memberikan perhatian kepada pengembangan dan kemajuan pendidikan
masyarakat terutama pendidikan agama Islam dan tanpa meninggalkan
pendidikan umum organisasi Muhammadiyah mempunyai banyak sekali
lembaga pendidikan dengan dasar keterpaduan di bawah naungannya, mulai
dari pendidikan bagi anak usia dini atau pra sekolah dasar, sekolah dasar,
sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, serta universitas,
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Dengan demikian pendirian Sekolah Dasar Islam Terpadu Gunung
Terang Bandar Lampung adalah salah satu wujud tanggung jawab oganisasi
Muhammadiyah untuk mewujudkan suatu sistem pengajaran yang bisa
menghasilkan peserta didik yang memiliki kualitas ruh, akal dan jasad yang
handal. Dalam hal ini, materi pendidikan umum dan pendidikan agama
berjalan secara seimbang, tidak ada pengkotak-kotakan antara ilmu umum
dan agama. Islam adalah religion of nature segala bentuk dikotomi antara
agama dan sains harus dihindari. Islam sebagai agama fitrah tidak hanya
sesuai
dengan
naluri
keagamaan
manusia
tapi
juga
menunjang
pertumbuhan dan perkembangan fitrahnya, termasuk sumber daya manusia
sehingga akan membawa kepada keutuhan dan kesempurnaan pribadinya.
56
Untuk itulah Lembaga Pendidikan Islam Terpadu berupaya agar peserta
didik tetap dalam fitrahnya1.
2. Visi dan Misi SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang
Bandar Lampung
a. Visi
Menjadi sekolah
unggul di Bandar Lampung pada Tahun 2020.
b. Misi
1) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang seimbang antara
pendidikan umum dan pendidikan moral keagamaan bagi peserta
didik.
2)
Mengembangkan
sumber
daya
manusia
yang
mumpuni,
profesional, dan memiliki pemahaman dan pengamalan AlQur’an yang baik dan benar.
3)
Melengkapi sarana dan prasarana guna menumbuhkembangkan
potensi dasar atau fitrah siswa (intelektual, emosional, spiritual).
3. Letak Geografis
SD Islam Terpadu Muhammadiyah
Lampung terletak di jalan Purnawirawan
Kecamatan
Gunung Terang Bandar
5 Kelurahan Gunung Terang
Tanjungkarang Barat Kota Bandar Lampung. SD IT
Muhammadiyah Bandar Lampung mempunyai letak
di tengah-tengah
1
57
pemukiman penduduk, dengan demikian memudahkan pihak yayasan untuk
menjaring peserta didik dan lingkungan kondusif
dalam pembelajaran
karena terhindar dari suasana kebisingan.
4. Tujuan Pendidikan
Secara umum tujuan penyelenggaraan pembelajaran pada SD Islam
Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang Bandar Lampung mencakup
seluruh tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum pada pasal 3 UU
RI No. 20 Tahun 2003, yaitu: “mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mendiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”. Tujuan khususnya adalah menghasilkan generasi unggul beraqidah
dan berahlak mulia yang memiliki pemahaman dan pengamalan Al-Qur’an
yang baik dan benar, mampu bersaing secara akademis, memiliki mental
yang tangguh dan ketrampilan hidup dasar untuk menghadapi tantangan
hidup masa depan.
Penyelenggaraan SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung
Terang Bandar Lampung tidak lepas dari tujuan pendidikan Islam. Seperti
yang telah diuraikan bahwa Imam al-Ghazali, Ibnu Khaldun, termasuk
pemikir Islam yang lebih terkini yaitu Abdurrahman
an
Nahlawi
58
mengemukakan bahwa tujuan pendidikan adalah selaras dengan tujuan
penciptaan manusia yaitu : merealisasikan kedudukan manusia sebagai
seorang hamba Allah di muka bumi, termasuk pula Yusuf al Qardhawi yang
menyatakan bahwa tujuan pertama pendidikan Islam adalah terciptanga
manusia-manusia beriman. Iman bukan sekedar ucapan atau pengetahuan
belaka, iman merupakan kebenaran yang jika masuk ke akal akan
memberikan kepuasan aqli, jika masuk ke perasaan akan memperberatnya,
jika masuk ke dalam iradah (keinginan).
Tujuan pendidikan tersebut dapat dicapai jika ciri-ciri pendidikan
yang islami dipenuhi secara sempurna. Ciri-ciri pencicikan tersebut
adalah:
a. Rabbabiyah
Pendidikan berorientasi kepada rob semesta alam, Allah SWT.
Rabbaniyah meliputi :
1) Pelaku pelaku; memiliki dua karakteristik yakni manusia yang
senantiasadibekali
(mencari)
dan
senantiasa
menyampaikan
ilmunya setelah menyampaikan ilmunya setelah mengamalkannya.
2) Prinsip atau dasar pendidikan membawa misi tauhid, mengesakan
Allah SWT dan menafikan semua
sehingga
hasilnya
adalah
sosok
sesembahan selain Allah
manusia
yang
senantiasa
berpegang kepada tujuan hidupnya yakni ubudiyyah (penghambaan
59
diri) kepada Allah bukan manusia yang menonjolkan eksistensinya,
takabur dan mengikuti hawa nafsu semata.
3) Sumber berpegang kepada petunjuk Allah (kitab Allah) dan
tuntunan Rasulullah SAW.
4) Sistem dan komunitas yang dibentuk adalah sistem pendidikan
Rasulullah SAW, suasana Islami, tidak berbaur antar lawan jenis dan
keteladanan para pendidik.
b. Keutuhan ruang lingkup pendidikan
Pendidikan islam mencakup tiga aspek secara seimbang :
1) Sisi intelektual (Pengetahuan). Sisi ini dibina pengetahuannya tentang
dienul Islam secara utuh, ayat-ayat kauniyah yang senantiasa
dikaitkan
dengan
ayat-ayat
kauliyah
yang dikembangkan
menjadi ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan
peradaban modern beserta permasalahannya.
2) Sisi kepribadian. Sisi ini dibina
agar manusia yang berbentuk
senantiasa berpegang pada akhlak islami.
3) Sisi komitmen. Sisi ini dibina agar terwujud insan yang senantiasa
mengabdikan dirinya untuk kepentingan Islam.
60
c. Bertahap (graduated)
Pendidikan disusun secara bertahap sesuai dengan perkembangan anak
didik.
d. Berkesinambungan (continuitas)
Pendidikan dilaksanakan secara terus menerus, berkesinambungan
dari segi waktu atau bahan ajar agar mampu terjaga ubudiyah manusia
kepada Allah secara kontinyu pula.
e. Keseimbangan
Ketiga unsur penyusun manusia mendapat perhatian seimbang,
yaitu ruh, akal dan jasad.
5. Struktur Organisasi SD Islam Terpadu Gunung Terang Bandar
Lampung
SD Islam Terpadu Gunung Terang Bandar Lampung berada di
bawah naungan organisasi Muhammadiayah, dimana dalam penanganan
kepentingan arah dan tujuan, kebijakan kurikulum sekolah tetap berada
dibawah naungan organisasi Muhammadiyah, dan terkait dengan manajemen
keuangan, sruktur organisasi, atau manajemen sekolah diserahkan kepada
pihak sekolah sebagai pengelola yaitu melalui kepala sekolah sebagai
pimpinan sekolah. Pengurusan intern sekolah dipisahkan dari organisasi
Muhammadiyah.
61
Pembagian struktur kerja, yang tegas pada masing-masing bidang
memudahkan ruang kerja berdasarkan tugas dan kewajiban serta
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab untuk menjalin kerjasama
yang efektif. Tata kerja adalah aturan melaksanakan tugas dan tanggung
jawab yang diemban sedangkan sistematika hubungan kerja adalah cara
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang saling terkait antara kepala
sekolah, wakil-wakil bidang, dan para guru.
Adapun bagan struktur organisasi SD Islam Terpadu Muhammadiyah
Gunung Terang Bandar Lampung antara lain :
a. Kepala Sekolah
Kepala sekolah bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan
pendidikan dan dibantu oleh beberapa wakil kepala sekolah, yaitu:
bidang kurikulum, bidang sarana dan prasarana sekolah, bidang
kesiswaan, bidang perpustakaan, bidang keagamaan, bidang UKS,
b. Administrasi Tata Usaha
Staf administrasi tata usaha bertugas dan bertanggung jawab
dalam bidang administrasi :
1) Kesiswaan
2) Personal
3) Ketatausahaan/persuraan
4) K-3 (Keamanan, kebersihan, ketertiban)
62
5) Keuangan
6) Perlengkapan
c. Guru
Suatu lembaga dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan apabila
mempunyai dua unsur pokok dalam proses pendidikan dan pengajaran
yaitu pendidikan dan peserta didik. Adapun tenaga pengajar di
Sekolah Dasar Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang Bandar
Lampung berjumlah 28 orang guru, yang terdiri dari 7 orang guru PAI,
18 orang guru wali kelas yang sekaligus mengajar beberapa mata
pelajaran, 2 orang guru mata pelajaran, 1 orang guru TIK, 2 orang guru
Penjaskes.
d. Keadaan Siswa/Peserta Didik
Peserta didik yang terdaftar di Sekolah Dasar Islam Terpadu Gunung
Terang Bandar Lampung pada tahun pelajaran 2015/2016 berjumlah
564 orang siswa. Keseluruhan siswa tersebut terbagi dal am 4 ruang
kelas 1, 4 ruang kelas 2, 2 ruang kelas 3, 3 ruang kelas IV, 2 ruang kelas
V, 3 ruang kelas VI.
e. Sarana dan Prasarana SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang
Bandar Lampung
Sarana dan prasarana sangat diperlukan sekali dalam menunjang
kegiatan proses pembelajaran di sekolah. Jika sarana dan prasarana yang
tersedia kurang memadai atau tidak tersedia, maka proses kegiatan
63
belajar di sekolah tidak akan berjalan dengan baik. Saat ini SD Islam
Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang Bandar Lampung memiliki
fasilitas sarana dan prasaranan sebagai berikut:
1). Ruang kelas yang representatif yaitu perkelas 25 sampai 30 orang,
yang dibimbing oleh 2 orang guru untuk setiap kelas atau lokal,
sebanyak 18 kelas, pembagiannya adalah 1 orang guru kelas dan 1
orang guru pendamping.
2).
Perpustakaan dengan berbagai koleksi buku-buku pelajaran dan
agama.
3). Masjid Kampus SD IT Muhammadiyah
4). Kantin sehat.
5). Lapangan olah raga: futsal, tenis meja, bola volley, dan badminton.
6). Laboratorium komputer
7). WC atau toilet
8). Area Parkir
9). Unit Kesehatan Sekolah
f. Kurikulum
Kurikulum SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang
Bandar Lampung terdiri dari empat tipe kurikulum yaitu:
64
1). Kurikulum nasional atau kurikulum tematik integrated
Menggunakan kurikulum dinas 100% dengan pengembangan dalam
pembelajaran
(silabus,
materi,
proses
pembelajaran,
aspek
keterpaduan dengan dienul Islam). Menerapkan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) tahun pelajaran 2013 pada semua
level kelas. Pelajaran dipusatkan pada suatu masalah atau topik
tertentu. Dari tipe atau bentuk kurikulum tersebut dapat dilihat
bahwa pendidikan terpadu yang merupakan perpaduan antara sains
dan agama adalah termasuk dalam kategori correlated curriculum
karena menghubungkan antara pendidikan agama dan sains.
SD Islam Terpadu Muhammadiyah
Gunung Terang Bandar
Lampung
penggunaan
lebih
menekankan
pada
correlation
curriculum dimana antara kurikulum yang satu mempunyai
hubungan (mata pelajaran satu dengan mata pelajaran lain
mempunyai keterkaitan).
2) Separated Subject Curriculum
Pada bentuk ini, bahan dikelompokkan pada mata pelajaran
yang sempit, dimana antara mata pelajaran yang saru dengan yang
lain lainnya
menjadi
terpisah-pisah,
terlepas
dan
tidak
mempunyai kaitan sama sekali, sehingga banyak jenis mata
pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya.
65
Separated Subject Curriculum disebut pada SD Islam Terpadu
Muhammadiyah
Gunung Terang
kurikulum keagamaan
Bandar
Lampung sebagai
yang digunakan sebagai bahan rujukan
penyelenggaraan pendidikan di lingkungan SD Islam Terpadu
Muhammadiyah Gunung Terang Bandar Lampung megacu pada
kurikulum pendidikan
mengeah
pertama
dengan
kurikulum
tambahan muatan lokal yang berbasis islam. Kurikulum tambahan
muatan lokal tersebut adalah tahfidz, tahsin, praktek ibadah, doa
dan hadist.
3) Correlated Curriculum
Correlated Curriculum adalah suatu bentuk kurikulum yang
menunjukkan adanya suatu hubungan antara satu mata pelajaran
dengan mata pelajaran lainnya, tetapi tetap mempertahankan ciri
atau karakteristik tiap bidang studi tersebut.
Correlated Curriculum disebut juga sebagai kurikulum khas
yaitu, agama Islam dan kemuhammadiyahan, yang ditujukan untuk
pengembangan ahlak anak didik yaitu melalui praktek shalat dhuha,
shalat dzuhur berjama’ah, shalat jum’at, kepanduan, dan Bimbingan
Rohani Islam Siswa (BRIS)
66
4). Ekstrakulikuler
(1). Tapak suci
(2). Sepak Bola
(3). Kaligrafi
(4). Tahfidz Club
(5). Art Club (mewarnai, qosidah, melukis)
(6). Language Club (Inggris dan Arab)
(7). Science Club
(8). Calistung, pidato, dan LCT
(9). Futsal Club
67
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
IV.1. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam didasarkan pada keyakinan dan keimanan
kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Menurut Imam al-Ghazali pendidikan adalah
proses belajar dan mengajarkan, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan,
seperti yang telah diuraikan dalam landasan teori bahwa Imam al-Ghazali
membagi ilmu pengetahuan berdasarkan arahnya yaitu Ilmu dunia dan ilmu
akhirat, berdasarkan nisbat fardhunya yaitu fardhu’ain dan fardhu kifayah,
berdasarkan sumbernya yaitu ilmu syara’ dan non syara’. Pengelompokkan
jenis ilmu pengetahuan tersebut berdasarkan satu tujuan yaitu menunjukkan
manusia kepada jalan ilahi dalam rangka mendapatkan keridhaanNya. Dunia
adalah jalan menuju akhirat, kebaikan yang berhasil dicapai manusia di dunia
adalah juga pencapaian akhirat. Dengan demikian maka dalam menjalankan
kehidupannya di dunia, manusia dengan segala pertempuran syahwatnya dan
benturan kepentingan serta syahwat antar manusia, maka manusia harus
mengetahui dan menjalankan jalan ilahiyah yang telah digariskan oleh Allah
‘Azza Wa Jalla, demi kesalamatan manusia di dunia dan akhirat.
Mempelajari ilmu dunia adalah untuk mengetahui jalan memenuhi
kebutuhan hidup manusia, dan berjalan sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT. Termasuk ilmu dunia untuk memenuhi
kebutuhan manusia adalah ilmu politik, kedokteran, penenunan atau
pemintalan, pertanian, dan sebagainya. Ilmu dunia dalam kategori ini tidak
termasuk dalam ilmu syara’, sehingga harus dipelajari dan dikembangkan
oleh manusia dengan kaidah ilmu-ilmu tersebut. Termasuk ilmu dunia yang
berasal dari kelompok ilmu syara’ yaitu ilmu yang berasal dari Al-Qur’an
dan As-Sunnah adalah Ilmu Fiqh dan Muamalah, kedua golongan ilmu syara’
ini dikategorikan sebagai ilmu dunia adalah karena ilmunya berisi tentang
tuntunan, atau aturan-aturan yang terkait dengan urusan dunia dalam segala
hal.
Belajar dan memberikan pelajaran menurut Imam Ghazali harus
sesuai dengan ilmu yang dikuasai, seseorang harus belajar kepada orang yang
benar-benar menguasai keilmuannya, namun karena tujuan pendidikan adalah
mencari keridhaan Allah SWT maka,
setiap orang dalam menjalani
kehidupan dunia tidak boleh keluar dari aturan-aturan yang telah di tetapkan
oleh Allah SWT yang merupakan isi dari ilmu fiqh, sehingga dasar dari
segala ilmu pengetahuan adalah aqidah atau tauhid yaitu keyakinan tentang
“Lailahaillawlah
Muhammadarrosululloh”,
sifat-sifat
Allah
SWT,
ketiga rukun ini adalah dasar aqidah yang harus diberikan kepada anak didik
sejak ia mulai bisa belajar agar tujuan Pendidikan Islam dapat tercapai.
Manusia dapat mempelajari segala macam ilmu pengetahuan sesuai dengan
kebutuhan dirinya namun dengan dasar aqidah atau tauhid yang telah
tertanam dalam hatinya, dengan demikian manusia dalam perjalanan
68
hidupnya akan menempuh jalan Ilahiyyah untuk mencari keridhaan Allah
SWT.
Dalam menyusun kurikulum pelajaran, Al-Ghazali memberi perhatian
khusus pada ilmu-ilmu agama dan etika sebagaimana yang dilakukannya
terhadap ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
Kurikulum menurut Al-Ghazali didasarkan pada dua kecenderungan sebagai
berikut:
1) Kecenderungan agama dan tasawuf. Kecenderungan ini membuat AlGhazali
menempatkan ilmu-ilmu agama di atas segalanya dan
memandangnya
sebagai
alat
untuk
menyucikan
diri
dan
membersihkannya dari pengaruh kehidupan dunia.
2) Kecenderungan pragmatis. Kecenderungan ini tampak dalam karya
tulisnya.
Al-Ghazali beberapa kali mengulangi penilaian terhadap ilmu
berdasarkan manfaatnya bagi manusia, baik kehidupan di dunia maupun
akhirat. Ia menjelaskan bahwa ilmu yang tidak bermanfaat bagi manusia
merupakan ilmu yang tak bernilai. Bagi Al-Ghazali, setiap ilmu harus
dilihat dari kegunaannya dalam bentuk amaliah. Manusia adalah subyek
pendidikan, sedangkan pendidikan itu sangat penting bagi manusia, maka
dalam
pendidikan
itu
harus
diperhatikan
tentang
kurikulumnya.
Kurikulum pendidikan menurut al-Ghazali adalah materi keilmuan yang
disampaikan kepada murid hendaknya secara berurutan, mulai dari hafalan
69
dengan baik, mengerti, memahami, meyakini, dan membenarkan terhadap
apa yang diterimanya sebagai pengetahuan tanpa memerlukan bukti atau
dalil.
IV.2. Tujuan Pendidikan Islam Terpadu
Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa
secara
sadar
mengarahkan
dan
membimbing
pertumbuhan
serta
perkembangan fitrah (kemampuan dasar) peserta didik melalui ajaran
Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Jika
pendidikan Islam diartikan sebagai proses (usaha), maka diperlukan
adanya sistem dan sasaran yang hendak dicapai. Begitu halnya dengan
system pendidikan yang tidak hanya memadukan materi (pendidikan sains
dan agama) tetapi juga memadukan sarana pendidikan yang telah ada di
lingkungan, bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter: Pertama,
berkepribadian Islam
Ada sepuluh karakter atau ciri khas yang harus melekat pada pribadi
muslim, yaitu:
a. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)
Salimul Aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada
setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan
memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT. Dengan ikatan
yang kuat ini dia tidak
akan
menyimpang
dari
jalan
dan
70
ketentuan-ketentuannya. Dengan kebersihan dan kemantapan
aqidah, seorang muslim akan
menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah menjalankan
ritus-ritus ibadah dalam kehidupan yang realistis dan dengan
kematian setelahnya.30
Karena aqidah yang salim merupakan
sesuatu yang sangat penting, maka dalam awal dakwahnya, Nabi
Muhammad mengutamakan pembinaan aqidah, iman dan tauhid.
b. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Pribadi muslim akan melaksanakan ibadah dengan tertib,
disiplin, khusyu’, ikhlas dan tuma’ninah. Setiap ibadah yang
dilakukan
dengan
khusyu’
dan
sungguh-sungguh
akan
berdampak positif bagi diri kita.
c. Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)
Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus
dimiliki oleh setiap muslim,baik dengan hubungannya kepada
Allah maupun dengan makhluk-makhluknya dengan akhlak yang
kokoh, berkah. Menurut syara’ ialah ibadah yang tersusun dari
beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul
ihram dan disudahi dengan salam serta memenuhi syarat rukun
yang telah ditentukan. manusia akan hidup bahagia dapat
menjalankan perintah Allah secara sempurna
dan
mampu
71
menghindari semua larangan Allah.karena begitu penting akhlak
yang kokoh bagi umat manusia maka Rasul diutus untuk
memperbaiki akhlak dan beliau sendiri juga telah mencontohkan
kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan.
d. Qowwiyul Jismi (kekuatan jasmani)
Dalam Agama Islam tidak ada satupun tindakan yang dapat
dimulai tanpa melalui proses berfikir terlebih dahulu, kekuatan
jasmani sangat penting bagi seseorang, seorang muslim yang
memiliki daya kekuatan atau daya tahan tubuh dapat melaksakan
ajaran Islam yaitu shalat, puasa, zakat, dan haji yang merupakan
amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang
sehat dan kuat. Apalagi berjihat untuk menegakkan ajaran Islam,
sangat dibutuhkan kekuatan tubuh yang prima. Oleh karena itu,
kesehatan jasmani harus mendapat perhatian dan pencegahan
dari penyakit jauh lebih utama dari pada pengobatan.
e. Mutsaqqatul fikri (Intelek yang berfikir)
kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang
muslim harus mempunyai wawasan keIslaman dan keilmuan yang
luas agar tidak tertinggal dengan kemajuan perkembangan zaman
yang menuntut manis mempunyai daya pikir yang bagus.
72
f.
Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
Mujahadatul linafsi adalah kepribadian yang harus ada pada
diri
seorang
muslim
karena
setiap
manusia mempunyai
kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan
kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk
menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu ada jika
seseorang berjuang melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada
pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran
Islam.
g. Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)
Setiap muslim dituntutun untuk pandai menjaga waktu1,
maksudnya pandai mengelola (memanfaatkan) waktu yang ada
sehingga tidak terbuang sia-sia untuk hal yang berguna.
h. Munazhzhamun Fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
Munazhzhamun fi syuunihi merupakan kepribadian seorang
muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah, dalam
hukum Islam baik yang terkait degnan masalah ubudiyah maupun
muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik.
Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka
diharuskan adanya kerjasama yang baik agar dapat terwujud
1
Burhanuddin Salam, Etika Individual: Pola Dasar Filsafat Moral, Jakarta, Rieneka Cipta,
2000. h: 183
73
secara maksimal pula, atau dengan kata lain suatu urusan mesti
dikerjakan
secara
professional,
dalam
setiap
pekerjaan
profesioalisme selalu diperhatikan.
i. Qadirun Ala Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri / mandiri)
Qadirun ala kasbi adalah ciri lain yang juga harus ada pada diri
seorang muslim. Karakter ini
sangat diperlukan dalam
mempertahankan
berjuang
kebenaran
dan
menegakkannya.
Kemandirian adalah syarat untuk selalu dapat mempertahankan
aqidah atau prinsip-pprinsip yang dianut seseorang, tidak sedikit
orang
yang mengorbankan prinsip
yang telah dianutnya
kareana tidak memiliki kemandirian ekonomi.
j. Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Nafi’un Lighoirihi yaitu bermanfaatnya seseorang bagi orang lain,
bermanfaat yang dimaksud adalah bermanfaat dalam kebaikan,
sehingga dimana pun seorang muslim berada, orang yang ada di
sekitar
akan
mengembangkan
merasakan
kepribadian
keberadaannya.
Islam,
ada
Agar
dapat
beberapa langkah
yang perlu dilakukan, yaitu:
1) Menanamkan aqidah Islam kepadanya seseorang dengan cara
yang sesuai.
2) Menanamkan sikap konsisten dan istiqomah pada orang
yang sudah
memiliki
aqidah
Islam
agar
cara
74
berpikiran
berada
dan berperilakunya
dalam
pondasi
aqidah
berkelanjutan dan tetap
yang diyakininya.
3) K epribadian Islam yang sudah terbentuk pada diri seseorang
harus senantiasa dijaga dan dikembangkan yaitu dengan selalu
mengajaknya
untuk
bersungguh-
sungguh
mengisi
pemikirannya dengan ajaran Islam. Menguasai tsaqafah Islam
yaitu mewajibkan setiap muslim untuk menuntut ilmu, dengan
demikian
seorang muslim akan dapat memajukan dunia
pengetahuan tanpa harus meninggalkan Islam sebagai ajaran
pijakan yang dijamin kebenarannya. Memiliki ketrampilan
dan keahlian yang dapat digunakan untuk melaksanakan tugas
manusia sebagai khalifah di muka bumi dan memenuhi
kebutuhannya didunia dengan kadar yang sesuai ajaran agama,
yaitu melalui penguasaan ilmu-ilmu teknik dan praktis.
Menurut UU Sisdiknas Undang-Undang Republik Indonesia no. 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
75
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2
IV.3.
Kedudukan akal dalam Pendidikan Islam dan Perbandingan
terhadap Pendidikan Positivistik
-
Logika Imam Ghazali
Telah dijelaskan sebelumnya pada landasan teori bahwa logika atau
penalaran yang merupakan bagian dari akal. Menurut Imam al-Ghazali akan
adalah suatu mahluk maknawi yang menjadi bagian diri manusia, seperti
halnya hati manusia . Akal adalah bagian dalam diri manusia yang menjadi
sumber ilmu pengetahuan, yang secara fitrah diciptakan Allah ‘Azza Wa Jalla
untuk memahami, merangkai penalaran-penalaran, dan mempelajari ilmu
pengetahuan lainnya. Akal dan penalaran, atau akal dan ilmu pengetahuan
seperti air yag berasal dari dalam bumi atau air yang berasal dari bunga
mawar. Demikianlah logika adalah kemampuan menalar dan memaknai dan
tujuannya adalah memperkuat keimanan kepada Allah SWT.
Menurut al-Ghazali, sejak dini seseorang harus mempelajari ilmu
agama asasi terlebih dahulu sebelum mempelajari ilmu furu’. Ilmu
kedokteran, matematika dan ilmu terapan lain harus mengalah pada ilmu
agama dalam pandangannya, karena ilmu agama meliputi keselamatan di
akhirat, sedangkan yang terapan hanya untuk keselamatan di dunia. Ia juga
2
Yossy Suparyo, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), UU N.20
Tahun 2003 beserta penjelasannya, Yogyakarta, Media Abadi, 2005, h.9
76
lebih menekankan pada segi pemanfaatan ilmu pengetahuan dengan
berdasarkan pada tujuan iman dan taqarrub pada Allah SWT.
-
Logika Ibnu Khaldun
Pada dasarnya Ibnu Khaldun dapat menerima logika diaklektis Plato
dan logika formal aristoteles dalam memahami eksistensi sesuatu yang ada.
Dinyatakan olehnya3:
“Mereka banyak mempergunakan ilmu-ilmu tersebut untuk
memahami ilmu-ilmu filsafat seperti dalam ilmu fisika dan
matematika, dan lain sejenisnya. Karenanya, orang yang sering
melakukan pengamatan dengan menggunakan rumusan dalil-dalil
tersebut dan sesuai dengan kriterianya, maka akan menjadikannya
menguasai insting yang kuat dan baik dalam berhujjah dengan
berkonklusi. Sebab meskipun ilmu-ilmu tersebut tidak memenuhi
target dan tujuan-tujuan mereka, tapi ilmu-ilmu tersebut merupakan
aturan-aturan terbaik untuk melakukan pengamatan”.
Namun Ia mengkritisi tentang logika mereka terhadap eksistensi yang
bersifat immaterial atau yang disebut sebagai metafisika dan atau teologi.
Abstraksi suatu eksistensi menurut logika delektis Plato dan Logika formal
Aristoteles hanya mungkin mengenai yang dapat kita rasakan dengan panca
indera. Sedangkan esensi-esensi spiritual tidak dapat diabstraksikan dari
hakikat-hakikatnya yang lain karena tidak dapat terasa oleh indera kita. Maka
tidak ada argumen-argumen logis apapun mengenai hal ini, dan tidak ada
cara apapun untuk membuktikan eksistensinya secara keseluruhan, kecuali
hal-hal yang ada sekitar kita seperti psikologi manusia dan kondisi-kondisi
3
Ibnu Khaldun, Mukaddimah, terj. Masturi Irham, dkk, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011. h.
965
77
pengetahuannya seperti masalah mimpi-mimpi, yang sifatnya emosional bagi
setiap orang. Sedangkan hakikat dan sifat-sifat spiritual adalah perkara yang
rumit yang tidak ada cara untuk memahaminya.
Bersandar hanya pada
asumsi-asumsi sebagai pencapaian puncak pemikiran manusia untuk
memahami esensi immaterial atau yang disebut Ibnu Khaldun sebagai
spiritual tidaklah dapat dibenarkan, penolakan tersebut didasarkan pada
penjelasan berikut, bahwa eksistensi manusia terdiri dari dua hal, pertama,
yang bersifat materi, kedua, yang bersifat spiritual. Keduanya saling
membaur. Masing-masing dari keduanya mempunyai pengetahuan sendirisendiri, meskipun bagian yang memahami keduanya hanya satu, yaitu bagian
spiritual. Jiwa spiritual ini terkadang memahami pengetahuan spiritual dan
terkadang mengetahui tentang pengetahuan-pengetahuan materi, namun
pengetahuan spiritual dapat mengetahui secara otomatis tanpa melalui
perantara atau piranti, sedangkan pengetahuan yang bersifat materi harus
menggunakan perantara-peranta fisik yaitu otak dan panca indera.
Kepercayaan kita mengenai hari akhirat misalya, menurut Ibnu
Khaldun adalah hasil pengetahuan spiritual yang tidak dapat dihasilkan dari
asumsi-asumsi pemikiran atau pada sandaran rasio melainkan justru kita
harus melepaskan diri dari perantara yang bersifat materi untuk mendapatkan
hasil dari pengetahuan spiritual, seperti yang dilakukan oleh para sufi. Jalan
mendapatkan pengetahuan spiritual ini adalah dengan menjalankan syariat,
berprilaku baik sesuai dengan perintah Allah SWT.
78
Terkait dengan kurikulum pendidikan Ibnu Khaldun menekankan
untuk terlebih dahulu mengajarkan bahasa arab kepada individu sejak dini,
sebagai dasar baginya untuk mempelajari Al-Qur’an. Dalam hal ini tanpa
mengetahui bahasa arab seseorang tidak akan dapat menguasai hikmah alQur’an. Dengan mempelajari Al-Qur’an kita dapat memiliki pengetahuan
spiritual, pengetahuan materi seringkali didapat melalui pengetahuanpengtahatuan spiritual.
-
Logika Positivistik
Peradaban manusia sampai saat ini terbangun di atas landasan logika
dialektis Plato dan Logika analitis Aristoteles. Logika dialektis Plato adalah
struktur logika berfikir yang didasarkan atas dialektika terhadap gagasan atau
ide dengan realitas, memutuskan kebenaran atas ada dan atas tidak adanya
sesuatu setelah adanya kesesuaian terhadap bukti-bukti empiris, data dan
fakta.
struktur
Selanjutnya logika analitis Aristoteles adalah landasan logika atau
berfikir
yang
didasarkan
atas
formalisasi
logika,
yakni
menyimpulkan suatu persetujuan atau penyangkalan melalui bangunan
premis mayor sebagai generalisasi dan premis minor sebagai definisi, premis
minor sebagai turunan atau sebagai definisi dapat mengiyakan atau
menyangkal premis mayor sebagai dasar atau sebagai generalisasi dan
ditutup dengan kesimpulan. Kedua logika berfikir ini merupakan cara berfikir
yang menunjuk kepada realitas dan pembuktian, dan disebut sebagai filsafat
79
positivis. Berdasarkan kedua logika berfikir ini kebenaran ilmu pengetahuan
berdiri di atas landasan prasyarat ilmiah yang diperoleh melalui eksperimen,
observasi, kumpulan data-fakta, penghitungan, pengujian, dalil, pengukuran,
dan sebagainya. Prasyarat ilmiah tersebut terwujud dalam ilmu pengetahuan
dan tekhnologi, dan mendominasi. Dominasinya tampak pada disiplin ilmu
pasti seperti matematika, fisika, dan disiplin ilmu lainnya. Dominasi disiplin
ilmu pasti ini terkadang menganggap rendah cara berfikir yang tidak
didasarkan pada observasi, penghitungan, dan eksperimen, seperti metafisika,
logika dan idealisme.
Dominasi empirisme dan logika positivistik terjadi secara
berkelanjutan dan berkelindan dengan kemajuan tekhnologi, pada akhirnya
melahirkan peradaban yang berdiri di atas landasan nalar tekhnologis. Nalar
tekhnologis adalah cara berfikir dengan sudut ilmiahnya atau ilmu
pengetahuannya
memandang alam hanya sebagai objek yang mesti
ditundukkan dan dikuasai4. Manusia pun menjadi objek seperti halnya alam,
yaitu relasi personal dan emosional antar individu kehilangan makna dan
kekayaannya dan disempitkan pada relasi matematis maupun logis.
4
Herbert Marcuse, Perang Semesta Melawan Kapitalisme Global, terj. Bvalentinus Saeng,
Jakarta: Gramedia, 2012. h. 194-196
80
IV.3. Metode Pengajaran dalam Pendidikan Islam
Metode ini merupakan kesimpulan dari pemikiran kedua Ulama Besar
Islam yang menjadi subjek penelitian ini yaitu Imam al-Ghazali dan Ibnu
Khaldun, pemikiran mereka tentang metode pengajaran mempunyai
kesamaan seperti yang dapat dilihat dari uraian-uraian yang ada dalam
landasan teori, adapun metode pengajaran dalam pendangan mereka adalah
sebagai berikut:
1. Pemberian ilmu pengetahuan kepada pelajar harus disesuaikan
dengan perkembangan kemampuan daya fikiran anak didik.
Secara lebih tegas Ibnu Khaldun menyatakan bahwa sebelum
pengajaran diberikan kesiapan anak didik untuk menerima
pelajaran harus diketahui terlebih dahulu. Dengan kata lain
pengajar harus benar-benar mengetahui taraf atau tingkat
kemampuan berfikir anak didik dalam rangka mengetahui scope
ilmu pengetahuan yang sesuai untuk diberikan kepada anak didik.
2. Sehingga pemberian ilmu pengetahuan harus dilakukan secara
bertahap, berangsur-angsur dan sedikit demi sedikit. Secara lebih
tegas Imam al-Ghazali
pemberian
ilmu
menetapkan dasar keberangsuran
pengetahuan
kebutuhan terdekat anak didik.
adalah
disesuaikan
dengan
Kebutuhan terdekat ini
dicontohkan Imam al-Ghazali seperti keadaan seorang yang
81
menjalani aktivitas perdagangan di tempat yang banyak praktek
riba, dan ia gelisah akan suatu yang dikatakan riba dan sesuatu
yang tidak, maka mempelajari pengetahuan tentang riba menjadi
fardhu‘ain
bagi pedagang tersebut. Dengan demikian dasar
keberangsuran memberikan pengetahuan kepada anak didik
adalah berdasarkan kebutuhan terdekat mereka, begitu selanjutnya
sesuai tahapan perkembangan kehidupannya.
3. Dalam rangka memberikan pengajaran sesuai dengan taraf atau
kemampuan berfikir anak didik, maka pengajaran harus dilakukan
dalam tahapan-tahapan. Ibnu Khaldun menyatakan tentang tiga
tahapan pengajaran yaitu, tahap pertama adalah; memetakan
masalah-masalah yang akan dibahas sesuai dengan tingkat
kemampuan
anak
didik,
tahap
ini
merupakan
tahapan
mempersiapkan anak didik untuk memahami cabang ilmu
pengetahuan
yang
akan
dipelajarinya.
Tahap
kedua;
memberikan pengajaran yang lebih tinggi dari yang pertama, yaitu
dengan memberikan beberapa penjelasan yang lebih banyak
tentang point-point umum atau global, atau mengemukakan
perbedaan-perbedaan pendapat yang ada disertai dengan pokokpokok dasar perbedaannya hingga keseluruhan cabang ilmu
tersebut
diuraikan.
Tahapan
ketiga;
mengulang materi
pengajaran yang diberikan pada tahapan kedua yang dimaksudkan
82
untuk memberikan penegasan terhadap hal-hal yang belum jelas
dan masih sulit dimengerti oleh anak didik. Metode semacam ini
akan membuat anak didik mersa senang dengan cabang ilmu yang
dipelajarinya dan akan membantu anak didik untuk menguasai
cabang ilmu yang dipelajari dan lebih jauh dapat mengasah naluri
anak didik.
4.
Ketiga tahapan pengajaran ini menunjukkan bahwa pengajaran
tidak dapat dicampuradukkan yaitu pengajaran yang disampaikan
tidak sesuai taraf atau tingkat kemampuan anak didik karena
materi yang disampaikan terlalu sulit atau anak didik belum siap
dengan suatu kondisi pemahaman yang dibutuhkan untuk
memahami suatu cabang ilmu pengetahuan, pemahaman yang
seharusnya diperuntukkan bagi profesional diberikan ke pada
pelajar pemula, atau pengajar memberikan kepada anak didik
pemahaman terhadap buku yang sedang ditekuninya berdasarkan
kemampuan belajar si pengajar. Kondisi seperti ini akan
menyebabkan anak didik mersa sulit memahami, dan akan
membuat mereka bermalas-malasan dan berusaha menghindari
proses belajar.
5. Mengenai tahapan pembelajaran Imam al-Ghazali menegaskan
bahwa sesuai dengan landasan keberangsuran pembelajaran
adalah kebutuhan terdekat anak didik, maka yang paling awal
83
harus diberikan kepada anak didik adalah pembelajaran aqidah
sebagai pondasi bagi manusia dalam menjalani perkembangan
kehidupannya. Pembelajaran aqidah diberikan secara bertahap dan
terus menerus sesuai dengan kebutuhan terdekatnya, aqidah yang
ditanamkan sejak dini akan tertanam kuat di dalam diri anak didik
dan selanjutnya secara terus menerus disempurnakan,
aqidah
yang telah tertanam kuat akan menjadi benteng atau prisai bagi
anak didik dalam menjalani segala urusan dunia yang akan
dihadapinya sepanjang perjalanan hidupnya.
6. Tidak memisah-misahkan satu cabang ilmu dalam kelas-kelas
pengajaran yang terlalu panjang dan lama karena akan membuat
anak didik lupa karena terputusnya rangkaian permasalahan yang
satu dengan yang lain dalam satu cabang ilmu.
7. Mengajarkan dengan memberikan contoh-contoh realistis dan
dapat dirasakan.
8. Pembelajaran dengan ketauladanan guru akan memberikan
pengaruh yan lebih mendalam kepada anak didik.
9.
Terkait dengan pentahapan pada kurikulum pendidikan, Imam alGhazali merumuskan metode khusus pada pendidikan agama
yaitu, pendidikan dimulai dengan hafalan dan pemahaman
kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah
84
itu penegakan dalil-dalil dan keterangan
yang menunjang
penguatan akidah, tujuan metode pendidikan yang dirumuskan
Imam al-Ghazali ini adalah untuk mencegah manusia dari
keraguan terhadap persoalan agama sehingga keimanan kepada
Allah SWT, menerima dengan jiwa yang jernih dan akidah yang
pasti harus dimulai pada usia sedini mungkin. Tahapan
selanjutnya adalah mengkokohkan aqidah dengan argumentasi
yang didasarkan atas pengkajian dan penafsiran Al- Qur’an dan
Hadist secara mendalam disertai dengan tekun beribadah, bukan
melalui Ilmu kalam atau lainnya yang bersumber pada akal.
Tentu saja tahapan pengkokohan ini diberikan pada tahapan
selanjutnya setelah sekolah dasar. Media penanaman aqidah,
salah satunya adalah melalui pendidikan ahklak, karena manusia
dapat menerima penanaman aqidah adalah manusia yang
mempuyai ahlak yang baik.
10. Metode khusus pendidikan ahklak. Akhlak adalah suatu sikap
yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan
dengan mudah dan gampang, tanpa perlu pemikiran dan
pertimbangan. Ada akhlak terpuji dan tercela. Dengan adanya
metode
tersebut,
maka
al-Ghazali
menyimpulkan
bahwa
pendidikan itu harus mengarah kepada pembentukan akhlak
mulia, sehingga Ia menjadikan al-Qur’an sebagai kurikulum dasar
85
dalam pendidikan. Ia juga menyimpulkan bahwa tujuan akhir
pendidikan dan pembinaan itu ada 2 yaitu :
a) Kesempurnaan yang bermuara pada pendekatan diri kepada
Allah.
b) Kesempurnaan yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan
akhirat.
11. Evaluasi Pendidikan Menurut Al Ghazali. Menurut Al-Ghazali,
evaluasi pendidikan berarti usaha memikirkan, membandingkan,
memprediksi (memperkirakannya), menimbang, mengukur, dan
menghitung segala aktifitas yang telah berlangsung dalam
proses
pendidikan,
untuk
meningkatkan
usaha
dan
kreativitasnya sehingga dapat seefektif dan seefisien mungkin
dalam mencapai tujuan yang lebih baik diwaktu yang akan
datang.
Adapun subyek evaluasi pendidikan adalah orang yang terikat
dalam proses kependidikan meliputi : pimpinan, subyek didik,
wali murid, dan seluruh tenaga adminstrasi. Dan yang menjadi
evaluasi pendidikan adalah semua bentuk aktivitas yang terkait
dengan tugas tanggung jawabnya masing-masing dalam proses
kependidikan. Tujuan evaluasi pendidikan ialah mengontrol
efektifitas dan efisiensi usaha dan sarana, mengetahui segi-segi
yang
mendukung
dan
menghambat
jalannya
proses
86
kependidikan menuju tujuan. Segi-segi yang menghambat
diperbaiki atau diganti dengan usaha atau sarana lain yang lebih
menguntungkan.
IV.4. Metode Pengajaran pada Sekolah Dasar Islam Terpadu sebagai
Implementasi Konsep
SD Islam Terpadu Muhammadiyah dan Permata Bunda adalah
sekolah yang mengimplementasikan pendidikan Islam terpadu. Sekolah ini
merupakan sekolah yang tidak hanya menjalankan proses pembelajaran di
sekolah, tetapi juga di rumah dan di masyarakat. Sekolah ini berupaya
menyelenggarakan pendidikan yang membangun karakter peserta didik.
Konsep keterpaduan yang dilaksanakan diupayakan untuk tidak terjadi
pertentangan nilai. Keterpaduan ini meliputi :
1. Keterpaduan pola asuh.
SD
Islam
Terpadu
Bandar Lampung
Muhammadiyah dan Permata Bunda
menyadari bahwa membangun karakter
peserta didik tidak lepas dari tiga unsur yang mempengaruhi
proses pendidikan yaitu, sekolah, keluarga dan masyarakat.
Maka diupayakan agar ketiga unsur tersebut sinergi pola
asuhnya.
87
a. Peran orang tua
Keikut sertaan orang tua di sekolah diupayakan agar
terjadi hubungan yang harmonis antara sekolah dengan
orang tua, bentuknya :
1. Pertemuan berkala antara orang tua wali murid yang
tergabung dalam komite sekolah bersama
dan guru.
Kegiatan dapat berupa pengajian atau seminar dengan
tema-tema yang terkait dengan perkembangan anak
didik.
2. Laporan perkembangan belajar siswa kepada orang tua
secara rutin yang ditulis dalam buku penghubung.
Laporan ini terutama yang berkenaan dengan hafalan
surat-surat Al-Qur’an, hafalan hadist, dan hafalan doa.
Selain itu, laporan juga berkenaan dengan perilaku anak
didik
disekolah
mengenai
kejujuran,
disiplin,
konsentrasi, sikap sopan santun terhadap guru, kondisi
hubungan yang terjalin dengan siswa yang lain.
3.
Laporan secara keseluruhan yaitu baik akademik
maupun
yang
berhubungan
dengan
kemajuan
penguasaan ilmu agama seperti hafalan surat-surat Al-
88
Qur’an dan hadist serta doa, juga laporan mengenai
perkembangan kepribadian anak didik di sekolah.
Laporan keseluruhan ini di bagi ke dalam 4 termin,
yaitu yang pertama triwulan pertama sebelum ujian
Tengah Semester, triwulan kedua setelah Ujian Tengah
Smester selesai yaitu pada saat pembagian raport,
triwulan ketiga sebelum ujian Akhir Semester dan
triwulan keempat setelah Ujian Akhir Semester yaitu
pada saat pembagian raport.
4. Peringatan Hari Besar Islam (PHBI)
Tujuan diadakannya peringatan dan perayaan harihari besar Islam adalah melatih siswa atau anak didik
agar dapat berperan dalam upaya menyemarakkan
syiar Islam ditengah kehidupan masyarakat melalui
kegiatan-kegiatan
yang
signifikan
bagi
pengembangan masyarakat yang lebih luas.
Kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PBHI)
diarahkan
kepada
pengembangan
diri
dengan
menumbuhkan kecintaan kepada agama Islam dan
mewujudkan syariat Agama Islam dalam segala sendi
kehidupan masyarakat sebagai individu dan sebagai
89
komunitas.
Melalui kegiatan Perayaan Hari Besar
Islam juga dapat dibentuk
kegiatan sosial baik di
lingkungan sekolah maupun di luar sekolah terutama
penyantunan anak yatim dan fakir miskin. Peringatan
Hari Besar Islam ini meliputi peringatan kelahiran
nabi Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj, Nuzulul Qur’an,
Zakat fitrah dan Idul qurban.
b. Peran Sekolah
Sekolah sangat berperan dalam menciptakan iklim yang
dibutuhkan untuk mengembangkan situasi pembelajaran
partisipatif, dan mendorong siswa atau anak didik agar
lebih aktif di dalam pembelajaran dan mengutamakan
adanya interaksi antar warga sekolah. Iklim sekolah sangat
mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan tersebut.
Dalam rangka menciptakan iklim yang dimaksud, SD
Islam Terpadu Muhammadiyah Bandar Lampung memulai
proses
pembelajaran
dengan
berdoa dan murojaah
sebelum aktivitas belajar dimulai. Hal ini dilakukan agar
peserta didik mampu membaca al qur’an dengan baik dan
benar serta membiasakan diri untuk mencintai al qur’an,
dan untuk mencapai target hafal Al-Qur-an sebanyak 3 juz.
Sebelum istirahat pertama, peserta didik melakukan
90
aktivitas
shalat
dhuha
bersama
dilanjutkan
dengan
membaca asmaul husna. Kegiatan ini melibatkan semua
pendidik atau guru di SD Islam Terpadu. Ketika tiba waktu
shalat dhuhur para
siswa
sekolah.
melakukan
Jadi
ketika
shalat
secara
berjamaah
di
meninggalkan
sekolahan
peserta didik telah menunaikan kewajiban
shalatnya dengan sempurna.
c. Peran masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan situasi atau kondisi
interaksi sosial dan sosiokultural yang secara potensial
berpengaruh terhadap perkembangan beragama individu.
Siswa atau anak didik dan individu secara keseluruhan
akan melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya
atau anggota masyarakat lainnya. Lingkungan masyarakat
yang menampilkan sikap dan perilaku yang kurang baik,
amoral atau melanggar norma agama, maka anak akan
cenderung terpengaruh mengikuti atau mencontoh sikap
dan perilaku tersebut. Kualitas perkembangan sikap anak
sangat tergantung pada kualitas perilaku lingkungan
masyarakat atau orang dewasa disekitarnya yang kondusif
bagi perkembangan keagamaan siswa atau anak didik.
Perilaku lingkungan masyarakat yang di perlukan bagi
91
pembentukan
kualitas pribadi siswa terkait dengan
beberapa faktor berikut; pertama,
kewajiban
agama,
seperti
taat melaksanakan
ibadah
ritual,
menjalin
persaudaraan, saling menolong dan bersikap jujur; kedua,
menghindari diri dari sikap dan perilaku yang dilarang oleh
agama, seperti sikap permusuhan, saling curiga, munafik,
mengambil hak orang lain dan sebagainya.
Lingkungan masyarakat yang berjalan di atas nilai-nilai
kebaikan
akan dapat merangsang perkembangan anak
menjadi manusia yang berperilaku luhur, begitu pula
sebaiknya lingkungan masyarakat yang berjalan di atas
nilai-nilai yang buruk akan merangsang perkembangan
anak menjadi manusia yang berperilaku buruk. Dengan
demikian, peran orang tua dan sekolah sangat diperlukan
untuk mengarahkan dan mengontrol pergaulan siswa atau
anak didik.
2. Keterpaduan materi
SD Islam terpadu menyadari pentingnya memberi pengertian
pada peserta didik bahwa seluruh ilmu yang ada di dunia
ini adalah ilmunya Allah, tidak ada pemisahan ilmu dunia
dan ilmu agama. Dan hal ini dimanifestasikan dalam
kurikulum terpadu yang diterapkan
di SD
Islam Terpadu
92
dalam
proses
pelaksanaan
pendidikan
diperlukan
adanya seperangkat rencana dan pengaturan isi dan bahan
pelajaran serta metode yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan
proses
pembelajaran,
sehingga dapat
berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Di dalam
dunia
pendidikan
hal
tersebut
dinamakan
kurikulum.
Kurikulum SD Islam Terpadu M u h a m m a d i y a h dan SD
Islam
Permata
Bunda
mempunyai
perbedaan
jika
dibandingkan dengan kurikulum sekolah dasar umum, yaitu
sebagai berikut:
a. Kurikulum Dinas
Menggunakan
kurikulum
dinas
100%
dengan
pengembangan dalam pembelajaran (silabus, materi, proses
pembelajaran, aspek keterpaduan dengan Agama Islam).
Menerapkan kurikulum 2013
Pengorgansasian
pada
semua level kelas.
kurikulum di SD Islam Terpadu
Muhammadiyah, ada tiga tipe atau bentuk kurikulum,
yakni:
1) Separated Subject Curriculum
Pada bentuk ini, bahan dikelompokkan pada mata
pelajaran yang sempit, di mana antara mata pelajaran
yang satu dengan yang lainnya menjadi terpisah-pisah,
93
terlepas dan tidak mempunyai kaitan sama sekali,
sehingga banyak jenis mata pelajaran menjadi sempit
ruang lingkupnya.
2) Correlated Curriculum
Correlated Curriculum adalah suatu bentuk kurikulum
yang menunjukkan adanya suatu hubungan antara satu
mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, tetapi
tetap mempertahankan ciri atau karakteristik tiap
bidang studi tersebut.
3) Integrated Curriculum
Pelajaran dipusatkan pada suatu masalah atau topik
tertentu. Dari tipe atau bentuk kurikulum tersebut dapat
dilihat bahwa pendidikan terpadu yang merupakan
perpaduan antara sains dan agama adalah termasuk
dalam
kategori
correlated
curriculum
karena
menghubungkan antara pendidikan agama dan sains.
Dari
ketiga
Terpadu
kurikulum
tersebut
Muhammadiyah
diatas
Bandar
SD
Islam
Lampug
lebih
menekankan pada penggunaan correlation curriculum
dimana antara kurikulum yang satu mempu nyai hubungan
(mata
pelajaran
satu
dengan
mata
pelajaran
lain
mempunyai keterkaitan).
94
b. Kurikulum Khas
Kurikulum agama yang digunakan sebagai bahan rujukan
penyelenggaraan pendidikan di lingkungan SD Islam
Terpadu Muhammadiyah Bandar Lampung mengacu pada
kurikulum pendidikan sekolah dasar dengan kurikulum
tambahan muatan lokal yang berbasis islam. Kurikulum
tambahan muatan lokal tersebut berpedoman
pembelajaran
dan
kurikulum
pada
Madrasah Ibtidaiyah.
Kurikulum tersebut merupakan pengembangan kurikulum
Agama Islam dengan meluaskan pada aspek life skill,
sedangkan mata
pelajaran
yang
terangkum
dalam
kurikulum muatan lokal meliputi :
1) Al Qur’an dan Hadis
Adapun tujuan mata pelajaran Al-Qur'an-Hadis adalah:
a) Meningkatkan kecintaan siswa terhadap al-Qur'an
dan hadist.
b) Membekali siswa dengan dalil-dalil yang terdapat
dalam al- Qur'an dan hadis sebagai pedoman dalam
menyikapi dan menghadapi kehidupan.
c) Meningkatkan
kekhusyukan
siswa
dalam
beribadah terlebih salat, dengan menerapkan hukum
95
bacaan tajwid serta isi kandungan surat/ayat dalam
surat-surat pendek yang mereka baca.
2) Fiqih
Pembelajaran fikih di SD bertujuan untuk
membekali siswa agar dapat:
a) Mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum
Islam dalam mengatur ketentuan dan tata cara
menjalankan
hubungan manusia dengan Allah
SWT yang diatur dalam fikih ibadah dan hubungan
manusia dengan sesama yang diatur dalam fikih
muamalah.
b) Melaksanakan
hukum
dan
mengamalkan
ketentuan
Islam dengan benar dalam melaksanakan
ibadah kepada Allah SWT dan ibadah sosial.
Pengalaman tersebut diharapkan menumbuhkan
ketaatan menjalankan hukum Islam, disiplin dan
tanggung jawab
sosial
yang
tinggi
dalam
kehidupan pribadi maupun sosial.
3) Akidah akhlak
Mata pelajaran Akidah-Akhlak bertujuan untuk:
96
a) Menumbuhkembangkan
pemberian,
pengetahuan,
pembiasaan,
pemupukan,
akidah
melalui
dan
pengembangan
penghayatan,
pengamalan,
serta
pengalaman
peserta
didik
tentang akidah Islam sehingga menjadi manusia
muslim yang terus berkembang keimanan dan
ketakwaannya kepada Allah SWT;
b) Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak
mulia dan menghindari akhlak tercela dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan
individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari
ajaran dan nilai-nilai akidah Islam.
4) Bahasa Arab
Mata pelajaran Bahasa Arab memiliki tujuan sebagai
berikut:
a) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi
dalam bahasa Arab, baik lisan maupun tulis,
yang mencakup empat kecakapan berbahasa, yakni
menyimak (istima’), berbicara (kalam), membaca
(qira’ah), dan menulis (kitabah).
b) Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya bahasa
Arab sebagai salah satu bahasa asing untuk menjadi
97
alat utama belajar, khususnya dalam mengkaji
sumber-sumber ajaran Islam.
c)
Mengembangkan pemahaman tentang saling
keterkaitan antara bahasa
memperluas
cakrawala
demikian, peserta didik
dan
budaya
serta
budaya. Dengan
diharapkan memiliki
wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam
keragaman budaya.
6) BTAQ
Pembelajaran baca tulis al-Qur'an berfungsi
sebagai berikut:
a) siswa dapat mempelajari al-Qur'an sebagai kita
suci umat Islam.
b) siswa memiliki ketrampilan dalam membaca dan
menulis rangkaian huruf-huruf Al-qur’an.
c. Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakulikuler yang diberikan bertujuan untuk
mengembangkan minat dan bakat siswa, serta memberikan
dan mengembangkan lifeskill siswa, adapaun kegiatan
ekstrakulikuler yang diberikan di SD Islam Terpadu adalah
sebagai berikut:
98
1) Kegiatan kurikuler wajib, yaitu : Kepanduan atau
Pramuka, yang merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang
bertujuan untuk mendidik, melatih dan mengarahkan
peserta didik agar memiliki jiwa dan kemampuan
memimpin yang tinggi, disiplin, berani, tanggung jawab,
peduli dan menuasai berbagai keterampilan lapangan.
Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari sabtu bagi siswa
kelas IV, V, dan VI.
2) Kegiatan kurikuler pilihan, yaitu : kelas bahasa arab,
merupakan ekstra pembelajaran yang bertujuan agar
siswa dapat menambah kosa kata bahasa arab,
menyusun kalimat dalam bahasa Arab, serta mampu
berdialog sederhana dengan mempergunakan bahasa
Arab, diberikan pada kelas I sampai V dengan waktu
dua jam pelajaran dalam setiap minggu.
Kelas kedua English conversation, merupakan ekstra
pembelajaran yang bertujuan
agar
siswa
dapat
memperdalam pengetahuan membaca dalam bahasa
Inggris dengan intonasi yang benar, memperkaya kosa
kata, menyusun kalimat bahasa inggris secara tulisan
serta
mampu
berdialog
sederhana
degan
menggunakan bahasa Inggris.
99
Tapak suci, merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang
bertujuan menanamkan nilai-nilai keberanian, disiplin
dan tanggung jawab serta agar peserta didik mampu
menguasai tehnik-tehnik bela diri, tapak suci sendiri
menjadi bagian dari kulikuler pilihan di SD Islam
Terpadu Muhammadiyah Bandar Lampung karena
tapak
suci
adalah
bela
diri
khas
organisasi
Muhammadiyah. Sedangkan di SD Islam Terpadu
Permata Bunda Bandar Lampung
bela diri yyang
menjadi kulikuler pilihan adalah karate.
Program bimbingan ibadah, program ini dilaksanakan
dengan tujuan untuk meningkatkan kecakapan peserta
didik dalam bidang agama islam. Program bimbingan
ibadah
lebih dikenal dengan sebutan BTAQ yang
dilaksanakan
seminggu
sekali,
yaitu
setiap hari
jum’at. Dalam halini guru BTAQ memonitor langsung
perkembangan peserta didik dalam hal kemampuan
ilmu Fiqh, do’a keseharian, ilmu tajwid, dan tahfidz
surat-surat pendek.
3. Keterpaduan Ranah
Pendidikan mengacu pada sebuah proses pembentukan
atau pengarahan (dari
orang lain kepada diri sendiri)
100
yang mencakup pengembangan aspek moral dan kepribadian,
pengetahuan,
skill,
dan
sikap.
Dengan
demikian
pembelajaran di sekolah sarat dengan nilai, sebagaimana sifat
pendidikan, nilai mempunyai muatan yang bersifat kognitif,
afektif dan psikomotorik. Nilai memuat sejumlah prinsipprinsip dasariyah yang meliputi berbagai dimensi keyakinan
(ideologis,
tauhid
dan
aqidah),
dimensi
pengalaman
(konsekuensial, akhlak), dimensi penghayatan (ekspresensial,
ihsan) dan dimensi pengetahuan (intelektual, ilmu). Muatan
nilai-nilai tersebut dalam pembelajaran atau proses pendidikan
kepada siswa yang disebut sebagai keterpaduan.
Dalam rangka melaksanakan keterpaduan berbagai dimensi
tersebut SD Islam Terpadu Muhammadiyah dan SD Islam
Terpadu Permata Bunda menerapkan model pendidikan yang
berorientasi pada pembentukan karakter
baik dari aspek kognitif, afektif,
siswa secara utuh
maupun
psikomotorik.
Dalam aspek kognitif, misalnya peserta didik dituntut untuk
memiliki wawasan yang luas baik dalam ilmu-ilmu agama
maupun ilmu-ilmu umum, hal ini dibuktikan dengan adanya
kegiatan intra maupun ekstra kulikuler yang mendukung aspek
tersebut.
Pada aspek afektif, siswa dituntut memiliki aqidah
sesuai tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam aspek
101
psikomotorik siswa terbiasa mencintai membaca al qur’an,
mampu melaksakan praktek ibadah secara benar, bertindak
terampil dan kreatif serta selalu mengusahakan kesehatan
dirinya, sopan dan santun, jujur, sabar, dan akhlakul karimah
lainnya yang di Sunnahka oleh Nabi Muhammad SAW.
Penekanan tujuan pendidikan terpadu adalah keterpaduan
antara iman, ilmu dan amal. Tujuan Pendidikan Islam adalah
menunjukkan jalan kepada siswa untuk menjadi manusia yang
taat kepada Allah ‘Azza Wa jalla, untuk menjadi manusia
yang mencari keridhaan Allah SWT,
sebagai wahana
pembentukan manusia yanga bermoral tinggi. Didalam ajaran
Islam moral atau akhlak tidak dapat dipisahkan dari
keimanan. Keimanan merupakan pengakuan hati. Akhlak
adalah pantulan iman yang berupa perilaku, ucapan dan sikap.
Dengan kata lain adalah amal shalih. Iman adalah maknawi
(abstrak) sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam
bentuk perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran dan karena
Allah semata.
Hal itu untuk menghadapi era globalisasi yang dari tahun ke
tahun semakin maju, terbuka dan kompetitif. Untuk itu
diperlukan sumber daya manusia yang berkwalitas yang
mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dan kaya
102
akan khasanah nilai-nilai Islam sehingga mampu menjawab
tantangan zaman.
SMP Islam terpadu PAPB Pedurungan Semarang akan
menjawab dengan
didesain
dengan
sebuah
model
pendidikan
yang
segala keterpaduan dari berbagai sisi dan
aspek pendidikan yang meliputi visi, misi,
kurikulum,
pendidik, suasana pembelajaran dan sebagainya yang akan
menghasilkan lulusan yang berkwalitas cerdas, berkarakter
dan shalih.
IV.5. Tinjauan Terhadap Kurikulum Sekolah Dasar Islam Terpadu
Tinjauan terhadap kurikulum sekolah dasar islam terpadu dilakukan
dengan melihat
tujuan pembelajaran, mata pelajaran, dan metode yang
diterapkan pada SD Islam Terpadu Muhammadiyah dan Permata Bunda
Bandar Lampung
Telah diuraikan pada sub bab di atas bahwa tujuan
pembelajaran atau dapat disebut dengan tujuan pendidikan pada sekolah
dasar yang menjadi sampel penelitian secara garis besar adalah membentuk
manusia atau anak didik menjadi orang yang salimul aqidah yaitu
mempunyai keimanan yang kuat dan jernih kepada Allah SWT, shahihull
ibadah yaitu selalu menjalankan ibadah-ibadah yang diperintahkan Allah
SWT karena jalan mencapai salimull aqidah adalah shahihull ibadah,
salimull aqidah tidak dapat dicapai tanpa menjadi shahihull ibadah terlebih
103
dahulu, matinul khuluq atau ahlak yang kokok karena shahihull aqidah
dicapai dengan jalan matinul khuluq yaitu sikap dan perilaku hamba kepada
penciptanya, mustaqqatul fikri atau intelek yang berfikir bahwa untuk
menjadi shahihull ibadah, salimull aqidah, matinul khuluq adalah dengan
ilmu pengetahuan dan akal adalah sumber ilmu pengetahuan, selanjutnya
adalah karakter-karakter yang harus ada dalam diri seorang muslim untuk
sampai kepada keadaan salimul aqidah yaitu mujahadatul linafsihi atau
berjuang melawan hawa nafsu, harishun ala waqtihi atau pandai menjaga
waktu, munazhzhamun fi syuunihi atau teratur dalam urusan, qodirun ala
kasbi atau memiliki kemampuan atau usaha sendiri, nafi’un liqhoirihi atau
bermanfaat bagi orang lain.
Tujuan Pendidikan Islam yang disarikan dari pemikiran Imam alGhazali, Ibnu Khaldun, dan pemikir lain yang terdapat dalam literatur
penelitian ini adalah sama dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh Sekolah
Dasar Islam Terpadu, karena pada dasarnya tujuan tersebutpun disarikan dari
pemikir-pemikir Islam tersebut, yang pemikiran mereka adalah bersumber
dari hadist, sunnah, dan ayat-ayat Al-Qur. Tujuan dari Pendidikan adalah
menanamkan aqidah, membentuk ahlak atau karakter anak didik yang sesuai
ajaran Islam yaitu 10 karakter yang telah disebutkan, dan mengajarkan ilmu
pengetahuan sebagai jalan bagi aqidah yang benar dan murni, selain itu
sebagai jalan mencapai kesempurnaan anak didik di dunia karena perjalanan
dunia adalah bekal kehidupan diakhirat kelak. Maka dalam hal dasar atau
104
landasan pendidikan, Sekolah Dasar Islam Terpadu merumuskan tujuan atau
landasan yang sejalan.
Karakter-karakter yang ingin dicapai sebagai hasil proses pendidikan
atau pembelajaran dalam sekolah dasar Islam terpadu yang menunjukkan
tujuan dari pendidikan Islam terpadu termasuk sekolah dasar Islam terpadu
tersebut selanjutnya dicapai dengan materi dan metode yang diterapkan oleh
Sekolah Dasar Islam Terpadu, yaitu sesuai tidaknya materi yang diajarkan
untuk mencapai tujuan, dan tepat tidaknya metode yang diteapkan. Materi
dan metode dimaksud adalah bagian dari kurikulum pendidikan yang
selanjutnya akan ditinjau atau dilihat kesamaan dan kesesuainya dengan
materi dan metode yang telah diuraikan oleh Imam al-Ghazali dan juga Ibnu
Khaldun, dan pemikir lainnya yang ada dalam literatur dalam penelitian ini.
Adapun muatan dalam kurikulum pada Sekolah Dasar Islam Terpadu adalah
terdiri dari:
A. Sikap: yaitu penilaian mengenai menerima dan menjalankan ajaran
agama yang dianutnya, sebagai sekolah dasar Islam maka ajaran yang
diajarkan untuk diterima dan dijalankan adalah shalat dhuha, shalat
dzuhur berjamaah, dan murojaah yaitu menghafal ayat-ayat suci AlQur’an. Penilaian sikap juga terdiri dari enilaian kejujuran, sopan
santun, disiplin, tanggung jawab, kepercayaan dalam berinteraksi,
penilaian salah satuya dilakukan dengan ketertiban mengucapkan
salam.
105
Sikap yang dimaksud dalam Pendidikan Islam seperti yang diuraikan
oleh Imam al-Ghazali adalah pembentukan ahlakul karimah, dalam
hal ini tidak ada metode yang spesifik untuk menanamkan sikap atau
ahlak yang sesuai dengan ajaran islam. Penggunaan kata sikap pun
seharusnya diganti dengan istilah ahlakul karimah karena ahlak dalam
Agama Islam rujukannya sudah sangat jelas yaitu As-Sunnah,
sedangkan istilah sikap rujukan dan indikatornya masih sangat kabur.
B. Pengetahuan: adalah muatan mata pelajaran yang diajarkan yaitu
matematika, Bahasa Indonesia, PKN, PAI, PJOK, SBDP. Dari
keseluruhan waktu bersekolah siswa pengajaran pengetahuan ini
mendapat porsi yang paling besar. Jika dibandingkan dengan uraian
pendidikan Islam menurut Imam al-Ghazali bahwa pengetahuan yang
paling besar yang diajarkan kepada anak didik sedini mungkin adalah
penanaman aqidah terkait Dzat Allah Ta’ala bahwa Allah SWT
adalah Maha Esa, sifat-sifat Allah SWT, dan pengajaran tentang
perbuatan-perbuatan Allah “azza Wa Jalla, maka seharusnya muatan
penanaman aqidah inilah yang paling besar yang diberikan secara
bertahap sesuai dengan perkembangan umur anak didik. Meskipun
muatan aqidah ini diajarkan dalam mata pelajaran PAI (Pendidikan
Agama Islam) tetapi porsinya amat sedikit, yaitu pada anak kelas I
diajarkan sebatas rukum Iman dan Rukun Islam yang diajarkan
selama satu tahun, dan selanjutnya dilanjutkan dengan pada kelas106
kelas selanjutnya materi aqidah tetap tentang rukum iman dan Islam,
seperti yang diuraikan oleh Ibnu Khaldun bahwa pemberian suatu
pokok pengetahuan sebaiknya tidak terlalu berpanjang-panjang
sehingga anak didik akan tidak mengetahui makna pengetahuan yang
diajarkan kepadanya.
Selain itu materi dalam PAI ditinjau dari tingkatan kelas pun
bercampur aduk yaitu di dalamnya berisi tentang aqidah, ahlak,
tajwid, pemahaman tentang isi beberapa ayat Al-Qur’an, tentu saja
hal ini merupakan tindakan mencapur adukkan cabang ilmu
pengetahuan.
C. Muatan Lokal: muatan lokal yang dimaksud adalah bahasa Arab,
Bahasa Inggris, Bahasa Lampung dan Tekhnologi Informasi
Komputer. Ditinjau dari uraian Ibnu Khaldun bahwa dasar memahami
Al-Qur’an adalah Bahasa Arab maka dengan menetapkan tujuan
Pendidikan Islam yang telah dibuat seharusnya Bahasa Arab
mendapatkan porsi pembelajaran yang lebih besar dan terus
berkembang mulai sesuai dengan perkembangan penguasaan oleh
anak didik, selain itu seharusnya materi pembelajaran Bahasa Arab
tidak dipisahkan dengan pembelajaran menulis Arab sebagai muatan
yang berbeda. Dalam ha ini materi menulis arab terletak di dalam
muatan Islam Kemuhammadiyahan.
107
D. Islam Kemuhammadiyahan: yaitu materi pembelajaran yang terdiri
dari doa, tahsin, dan tafidz. Maka terlihat bahwa dasar pemberian
pengetahuan agama bukan berdasarkan perkembangan kebutuhan
anak didik seperti penisbatan fardhu terhadap materi yang diajarkan
yang diuaraikan oleh Imam al-Ghazali, pemberian materi adalah
didasarkan pada pembagian pengetahuan itu sendiri. Dengan kondisi
ini anak didik tetap sebagai objek dan subjeknya adalah ilmu
pengetahuan itu sendiri.
Diperlukan tinjauan seksama terhadap muatan kurikulum dalam
Sekolah Dasar Islam Terpadu agar tujuan pendidikan Islam dapat
tercapai, kondisi bahwa beban anak terlalu berat karena diberikan
ilmu yang bercampur aduk haruslah dihindarkan. Sangatlah penting
untuk memperjelas dan menanamkan aqidah yang sangat mendalam
kepada anak didik dan juga penanaman ahlakul karimah dengan
metode yang tepat sasaran.
Kelemahan pada kurikulum Sekolah Dasar Islam Terpadu adalah penerapan
secara penuh kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sama
dengan pendidikan umum, perbedaannya adalah pada beberapa muatan lokal
yaitu Bahasa Arab dan muatan ke-Islaman yaitu hafalan surat-surat Al-Quran yang disesuaikan dengan tingkatan umurnya dan hafalan doa serta hadist.
Sehingga muatan penanaman aqidah dan pembentukan ahlak sangat sedikit
porsinya dan metode yang diterapkan masih tidak jelas ketepatannya.
108
Diperlukan suatu penelitian mendalam untuk mencapai materi dan metode
yang tepat dan sesuai.
109
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kerangka landasan filsafat pendidikan dalam Agama Islam menurut
pemikir Islam yaitu Imam al-Ghazali adalah terkait dengan tujuan
pendidikan dalam Agama Islam, bahwa pendidikan adalah proses
belajar dan mengajar yang bertujuan untuk mencari keridhaan Allah
SWT. Pendidikan bertujuan untuk menunjukkan manusia kepada
jalan kepada akhirat, dalam hal ini pencapaian akhirat adalah
pencapaian dunia karena dunia adalah jalan menuju akhirat. Oleh
karena itu, dalam hal ilmu pengetahuan dalam Islam menurut Imam
al-Ghazali secara garis besar terbagi menjadi Ilmu dunia dan Ilmu
akhirat. Ilmu akhirat adalah ilmu yang berasal dari Al-Qur’an dan
Sunnah yang dapat dicapai dengan kesempurnaan akal dan hati,
sedangkan ilmu dunia adalah ilmu untuk mencapai kesempurnaan
dunia sehingga termasuk di dalamnya ilmu fiqh, dan ilmu-ilmu lain
yang dikembangkan berdasarkan pengembangan ilmu sendiri.
Ilmu pengetahuan terdiri dari ilmu-ilmu pennunjang yang terkait
dengan
pemahaman
dan
eksplorasi
akal
terhadap
ilmu-lmu
pengetahuan yang pada dasarnya seperti menyuling air dari dalam
bunga mawar, dengan kata lain ilmu pengetahuan yang menghadap
kepada Allah SWT adalah fitrah manusia, ada sejak manusia
dilahirkan.
2. Kerangka kurikulum terkait dengan kerangka filsafat pendidikan
dalam Agama Islam menurut Imam al-Ghazali adalah bertahap sesuai
dengan penisbatan fardhunya, yaitu sesuai dengan perkembangan
anak didik dan perkembangan akalnya, serta kebutuhan hidupnya.
Pentahapan dalam pendidikan yang paling awal adalah penanaman
aqidah dan ahlak karena kedua hal ini adalah saling terkait, aqidah
pada anak di awal pendidikan yaitu pendidikan dasar dilakukan
dengan metode doktrinasi mengenai sifat-sifat Allah SWT, wujudwujud Allah SWT, dan perbuatan Allah SWT, ketiga hal ini adalah
dasar dari aqidah. Penanaman ahlak dilakukan melalui ketauladanan
dari pengajar, orang tua, dan lingkungan serta melalui pembelajaran
untuk mengelola keadaan hati yang terpuji agar menghasilkan amal
perbuatan yang terpuji. Penanaman aqidah dan ahlak ini harus
diberikan secara berkesinambungan tidak dapat terputus.
Kurikulum harus memperhatikan untuk tidak tercampur baurnya
cabang-cabang ilmu karena hanya akan membuat kebingungan pada
anak didik, pokok cabang ilmu harus diketahui sebagai dasar ilmu
yang diberikan kepada anak didik. Memulai pembelajaran terlebih
107
dahulu harus disesuaikan pada kapasitas anak didik dalam hal
pengetahuan dan kemampuan berfikirnya.Metode kekerasan harus
sangat dihindarkan, karena pendidikan lebih berhasil diberikan pada
suasana kelembutan dan pendekatan kepada anak didik.
3. Filsafat pendidikan yang melandasi Sekolah Dasar Islam Terpadu
adalah pendidikan Islam, kerangka kurikulum yang diterapkan adalah
kerangka filsafat pendidikan yang sama dengan yang ditemukan dari
pemikiran-pemikiran pemikir-pemikir Islam terutama Imam alGhazali dan Inbu Khaldun.
4. Kelemahan pada kesesuaian kurikulum pendidikan pada sekolah
dasar Islam Terpadu di Kota Bandar Lampung adalah pada metode
penanaman aqidah dan ahlak kepada anak didik.
B. Saran
Saran penelitian ini adalah:
1. Pengembangan metode pembelajaran untuk penanaman aqidah dan
ahlak perlu terus dikaji dengan melakukan penelitian-penelitian
terkait dengan hasil pencapaian oleh anak didik.
2. Sebagai sekolah dasar Islam Terpadu yang masih harus mengikuti
kurikulm nasional, maka terjadi tumpang tindih dan pencampuran
108
cabang ilmu yang dapat membuat hasil pencapaian anak didik
menjadi tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh pendidikan Islam.
Sangat diperlukan pengkajian mendalam agar tidak ada pengulanganpengulangan yang terlalu lama, dan cabang-cabang ilmu yang
bercampur aduk akibat pengabungan kurikulum nasional, dan
keinginan mencapai tujuan pendidikan Islam.
109
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam: Paradigma
Teoritis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005
Humanisme
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2005
Al-Ghazali, Imam, Ihya Ulumuddin no 1, terjemahan: Moh. Zuhri,
Semarang: CV. Asy-Syifa, 1990
Burhanudin Salam, Etika Individual : Pola Dasar Filsafat Moral, Jakarta :
Rineka Cipta, 2000
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994
Kamus
Besar
Bahasa
Holil, Anwar, “Pengertian Pembelajaran Terpadu” http // anwar ghoni blog
spot. Com / 2016 /11
Kementerian Agama R.I, S y a a m i l A l-Qur’an M i r a c l e t e
R e f e r e n c e Juz 1 – 30, B a n d u n g : Sygma Publishing, 2010
Khaldun, Ibnu, Mukaddimah, terjemahan: Masturi Irham, dkk , Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2001
Moleong, Lexy J,,
Remaja
Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung :
Rosdakarya, 2004
Mercuse, Herbert, Perang Melawan Kapitalisme Global, terjemahan:
Valentinus Saeng, Jakarta: Gramedia, 2000
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Raja Grafindo Persada,
1997
Download