BAB II METODE COOPERATIVE LEARNING DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Metode Cooperative Learning 1. Pengertian Metode Cooperative Learning Metode bearasal dari bahasa Yunani, yaitu metha yang berarti melalui atau melewati dan hodos yang berarti jalan atau cara. Dari asal makna kata tersebut dapat dipahami secara sederhana bahwa metode dalam pembelajaran mempunyai arti sebagai jalan atau cara yang ditempuh seorang guru dalam menyampaikan ilmu pengetahuan pada anak didiknya sehingga dapat mencapai tujuan tertentu.1 Pemilihan metode merupakan hal yang sangat penting perlu diperhatikan, karena metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Dengan memanfaatkan metode secara akurat guru akan mampu mencapai tujuan pembelajaran.2 “Dalam pembelajaran, guru yang utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik, dan umumnya pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga hal, yaitu pre tets, proses, dan post test”.3 1 Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran Buku I, (Pekalongan: STAIN Press, 2009), hlm. 112. 2 Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 85. 3 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hlm. 100. 18 19 Sejumlah ahli seperti Slavin setuju bahwa ada dua komponen penting dalam keseluruhan metode cooperative learning, yaitu a cooperative task dan a co-operative structure. Ini artinya bahwa siswa bekerja melakukan tugas dalam grup dua orang atau lebih dimanamereka didorong dan dimotivasi untuk membantu temannya dalam belajar (bukan saling kompetisis dalam grup), bahwa mereka saling tergantung atas usaha bersama untuk mencapai keberhasilan, bahwa mereka memegang tanggung jawab bersama dalam belajar baik sebagai anggota grup maupun sebagai individu. Martinis Yamin mengatakan pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan saling ketergantungan antar siswa, sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa.4 Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem kelompok / tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.5 4 Martinis Yamin & Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individu Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), hlm. 74. 5 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 242. 20 Cooperaive learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada dasar pembelajara kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang asal-asalan. Dengan pembelajaran kooperatif dengan benar memunginkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh teman sebaya (pear teching) lebih efektif dari pada pembelajaran oleh guru. 2. Tujuan Cooperative Learning Cooperative learning merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Cooperative learning disusun dalam semua usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, menfasilitasi siswa dalam pengalaman sikap kepemimpinan dan mebuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk beinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.6 Cooperative learnig akan efektif digunakan apabila gurumementingkan pentingnya usaha disamping usaha individu, guru menghendaki pemerataan peolehan hasil dalam belajar melalui teman sendiri, guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa, guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan memlalui interaksi yang baik. 6 Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran, (Pekalongan: STAIN Press, 2009), hlm. 113. 21 Pelaksanaan dan pemeliharaan metode yang tepat guna ini selain memudahkan bahan pengajaran untuk diterima murid-murid juga hubungan guru dengan murid tidak terputus. Hubungan yang demikian itu sangat pentig untuk membina karakter murid dan kewibawaan guru sebagai pendidik yang harus dihormati dan dimuliakan. Murid akan mengenal gurunya dan guru akan mengenal muridnya dengan seksama.7 Pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk mencapai tujuantujuan yang kompatibel yang berbeda-beda sekalipun. Strategi pembelajaran ini bisa diterapkan untuk mengajarkan tujuan-tujuan akademik tradisional, skill-skill dasar, dan keterampilan-keterampilan berfikir tingkat tinggi. Strategi ini pula bisa menjadi sebuah strategi alternatif untuk mengajar keterampilan keteramilan interpersonal dan membantu kelompok-kelompok ras dan etnik berbeda untuk belajar bersama. Pembelajaran kooperatif juga bisa digunakan untuk mendidik sikap menerima terhadap siswa-siswa pendidikan khusus yang dimainstreamkan kedalam ruang kelas reguler.8 Ide utama dari pembelajaran koperatif yaitu bahwa siswa berkerjasama untuk belajar dan bertanggungjawab pada kemajuan belajar temannya. Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi. Tujuan pokok belajar 7 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), hlm. 169. David A. Jacobsen, dkk, Methods For Teaching Metode-metode Pengajaran Menigkatkan Belajar Siswa TK-SMA, terj. Ahmad Farid & Khoirul Anam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 231. 8 22 kooperatif ialah memaksimalkan beajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena siswa berkerja dalam satu tim, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan diantara siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.9 3. Model-model Cooperative Learning a. Make A Match Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994), siswa mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep atau topik tertentu dalam suasana yang menyenangkan. Metode ini bisa diterapkan untuk semua pelajaran dan tingkat kelas.10 b. Active debate Debat bisa menjadi satu metode berharga yang dapat mendorong pemikiran dan perenungan, teruatama kalau siswa diharapkan mempertahankan pendapat yang bertentangan dengan keyakinannya sendiri. Ini merupakan strategi yang secara aktif melibatkan setiap siswa di dalam kelas, bukan hanya para pelaku debatnya. Adapun langkah-langkahya adalaha sebagai berikut: 1) Kembangkan sebuah pertanyaan kontroversial yang berkaitan dengan materi yang sedang dibahas. 9 Trianto Ibnu Badar Al-Tabany, Mendesain model Pembelajaran Inovativ, Progresif dan Konstekual, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 109. 10 Ibid., hlm 135. 23 2) Bagilah kelas menjadi dua tim, yakni “pro” dan “kontra”. 3) Buatlah dua hingga empat subkelompok dalam masing-masing kelompok debat. 4) Siapkan dua hingga empat kursi untuk para juru bicara pada kelompok pro dan kelompok kontra. Kemudian dimulailah debat dengan argumen pertama dari setiap kelompok, proses ini desebut argumen pembuka. 5) Setelah argumen pembuka, hentikan debat dan kembali ke kelompok masing-masing berdiskusi untuk menyanggah argumen pembuka dari kelompok lawan. 6) Lanjutkan kembali dengan debat normal, tetapi secara berulangulang bergantian juru bicaranya. 7) Pada akhir debat, tidak perlu menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah tetapi diskusikan tentang yang dapat dipelajari oleh siswa. Mintalah siswa untuk mengidentifikasi argumen yang paling baik menurut mereka.11 c. Discussion Grup (DG) – Group Project (GP) Di antara sekian banyak metode pembelajaran kooperatif, DG dan GP menjadi dua metode yang paling sering digunakan. Hampir semua guru sains menerapkan GP pada siswa-siswa mereka. Begitu pula, tidak sedikit guru ilmu-ilmu sosial atau bahasa menggunakan DG untuk memaksimalkan pengajaran mereka di ruang kelas. 11 Hisyam Zaini, dkk, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga, 2002), hlm. 141-142. 24 Akan tetapi berbeda dengan Spontaneous Group Discussion yang dijelaskan sebelumnya, DG dan GP lebih terfokus dan terstruktur, biasanya berlaku untuk beberapa kali pertemuan. Kelompok diskusi dan proyek kelompok ini dirancang untuk mengerjakan tugas pembelajaran atau proyek-proyek tertentu. Dalam setiap kelompok diskusi atau proyek kelompok disarankan ada satu pemimpin/ketua. Pemimpin/ketua ini seharusnya dipilih karena memiliki kemampuan leadership atau organisasional yang memadai, bukan semata karena performa akademiknya.12 d. Jigsaw Model pembelajaran kooperatif jenis Jigsaw diperkenalkan Eliiot Aronso dan para kaleganya. Metode ini adalah strategi belajar kooperatif dimana setiap siswa menjadi seorang anggota dalam bidang tertentu. Kemudian membagi pengetahuan kepada anggota lain dari kelompoknya agar setiap orang pada alhirnya dapat menpelajari konsep-konsep. Menurut Aronson, para siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, masing-masing anggota kelompok diberikan satu tugas untuk dikerjakan atau bagian-bagian dari materi-materi penelitian untuk dikoreksi dan ditinjau ulang.13 Berikut langkah-langkah pembelajaran jigsaw: 12 13 79. Miftahul Huda, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 133. Isjoni, Pembelajaran Kooperatif, Cet. Ke-3, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 25 1) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang). 2) Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalambentuk teks yang telah dibagi-bagi mnjadi beberapa subbab. 3) Setiap anggota kelompok membaca subbab yang ditugaskan dan bertanggungjawab untuk mempelajarinnya. 4) Anggota kelompok lain yang telah mempelajari subbab yang sama bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskuskannya. 5) Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya. 6) Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa dikenai tagihan berupa kuis individu.14 4. Karakteristik Cooperative Learning Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerjasama delam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian pengasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerjasama untuk prnguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif. Denga demikian, karakteristik strategi pembelajaran kooperatif dijelaskan dibawah ini. 14 Trianto Ibnu Badar Al-Tabany, Op.cit., hlm. 123. 26 a. Pelajaran secara tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh keberhasilan tim. b. Didasarkan pada manajemen kooperatif Manajemen mempunyai empat fungsi pokok , yaitu fungsi perencanaan, pelaksanaan, organisasi dan kontrol. c. Kemauan untuk bekerjasama Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setaip anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggungjawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membanti. d. Keterampilan bekerjasama Kemauan untuk bekerjasama itu kemudian dipraktikan melalui aktivitas dan kegiatan keterampilan bekerjasama.15 15 Zaenal Mustakim, Op.cit., hlm. 123-125. yang tergambarkan dalam 27 5. Kelebihan dan Kekurangaan Cooperatif Learning a. Kelebihan cooperative learning 1) Melalui cooperative learning siswa tidak terlalu bertanggung jawab pada guru, akan tetapi dapat menambahkan kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa lain.Cooperative learning dapat mengembnagkan kemampuan mengungkap ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. 2) Cooperative learning dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasan serta menerima segala perbedaan. 3) Cooperative learning dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggungjawab dalam belajar. 4) Cooperative learning merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan memenaj waktu, dan sikap positif terhadap sekolah. 5) Melalui cooperative learning dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik 28 memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggungjawab kelompoknya. 6) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.16 7) Cooperative learning banyak menyediakan banyak kesempatan pada siswa untuk membandingkan jawabannya dan menilai ketepatan jawaban itu. 8) Cooperative learning suatu strategi yang dapat dignakan secara bersama dengan orang lain seperti pemecahan masalah. 9) Cooperative learning mendorong siswa lemah untuk tetap berbuat, dan membantu siswa pintar mengidentifikasikan celahcelah dalam pemahamannya. 10) Dapat memberikan kesempatan pada siswa lain belajar keterampilan bertanya dan mengomentari suatu masalah. 11) Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan diskusi. 12) Memudahkan siswa melakukan interaksi sosial.17 b. Kekurangan cooperative learning 1) Untuk memahami dan mengerti filosofis cooperative learning memang butuh waktu. 2) Ciri utama dari cooperative learning adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jik tanpa pear teaching yang 16 Ibid., hlm. 127-128. Martinis Yamin & Bansu I. Ansari, Op.cit., hlm. 80. 17 29 efektif, maka dengan dibandingkan pengajaran langsung dsri guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa. 3) Penilaian yang diberikan dalam cooprative learning didasarkan pada hasil kerja kelompok. 4) Keberhasilan cooperative learning dalam upaya mengembangkan kesadaran kelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang. Dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sesekali-kali penerapan strategi ini. Walaupun kemampuan bekerjasama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual. oleh karena itu idealnya melalui cooperative learning selain siswa belajar bekerjasama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri.18 B. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya menngacu pada term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang paling popular digunakan dalam praktek pendidikan Islam 18 Zaenal Mustakim, Op.cit., hlm. 128-129. 30 ialah term al-tarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan. Padahala kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam. Untuk itu, perlu dikemukakan uraian dan analisis terhadap ketiga term pendidikan Islam tersebut dengan beberapa argumentasi tersendiri dari beberapa pendapat para ahli pendidikan Islam. a. Istilah al-Tarbiyah Penggunaan istilah al-Tarbiyah berasal dari kata rabb. Walaupun kata ini meiliki banyak arti, akan tetapi pengertian dasarnya menunjukkan kata tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian dan eksistensinya. b. Istilah al-Ta’lim Istilah al-Ta’lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan pendidikan Islam. Menurut para ahli, kata ini lebih bersifat universal dibanding dengan al-Tarbiyah maupun al-Ta’dib. Al-Ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. c. Istilah al-Ta’dib Merupakan term yang paling tepat dalam khazanah bahasa Arab karena mengandung ilmu, kearifan, keadilan, kebijaksanaan, pengajaran, dan pengasuhan yang baik sehingga makna al-tarbiyah dan al-Ta’lim sudah tercakum dalam al-Ta’dib. 31 Dari batasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peseerta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam. Melalui pendekatan ini, ia akan dapat dengan mudah membentuk kehidupan dirinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang diyakininya.19 Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat manusia hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Pendidikan agama Islam adalah usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Esensi pendidikan yaitu adanya proses transfer nilai, pengetahuan, dan ketrampilan dari generasi tua kepada generasi muda agar generasi muda mampu hidup. Oleh karena itu ketika kita menyebut pendidikan Islam, maka akan mencakup dua hal (a) mendidik siswa untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam (b) mendidik siswa-siswi untuk mempelajari materi ajaran Islam subjek berupa pengetahuan tentang ajaran Islam. 19 Al-Rasyidin & Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm. 25-32. 32 Jadi, pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk menyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.20 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam Penidikan agama Islam di sekolah/madrasah bertujuan untuk menumbuhkan dan menigkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, pengahayatan, pengamalan dan pengalaman peserta didik tentang abama Islam sehigga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Apa yang kita saksikan selama ini, entah karena kegagalan pembentukan individu atau karena yang lain, nilai-nilai yang mempunyai implikasi sosial dalam istilah Qodry Azizy disebut dengan moralitassosial atau etika sosial atau AA. Gym menyebutnya dengan krisis akhlak hampir tidak pernah mendapatkan perhatian serius. Padahal penekanan terpenting dari ajaran Islam pada dasarnya adalah hubunganantar sesama manusia (mu’amalah bayina al-na) yang serat dengan nilai-nilai yang berkaitan dengan moralitas sosial itu. Bahkan filsafat baratpun mengarah pada pembentukan kepribadian itu sangat serius. Sejalan dengan hal itu, arah pelajaran etika di dalam Al-Qur’an dan secara tegas di dalam hadits 20 Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 130-132. 33 Nabi mengenai utusannya Nabi adalah untuk memperbaiki moralitas bangsa Arab waktu itu. Oleh karena itu bicara pendidikan agama Islam, baik makna maupun tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai itu juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan (hasanah) di akherat kelak.21 Tujuan-tujuan pendidikan agama harus mampu mengakomodasikan tiga fungsi utama dari agama, yaitu fungsi spiritual yang berkaitan dengan akidah dan iman, fungsi psikologis yang berkaitan dengan tingkah laku individual termasuk nilai-nilai ahlak yang mengangkat derajad manusia ke derajad yang lebih sempurna, dan fungsi sosial yang berkaitan dengan aturan-aturan yang menghubungkan manusia dengan manusia lain atau masyarakat dimana masing-masing mempunyai hak-hak dan tanggung jawabnya untuk menyusun masyarakat yang harmonis dan seimbang. Uraian ini pada intinya menegaskan bahwa suatu rumusan pendidikan Islam, tidaklah bebas dibuat sekehendak yang menyusunnya, melainkan berpijak pada nilainilai yang digali dari ajaran agama Islam itu sendiri. Dengan cara demikianlah, maka tujuan tersebut dapat memberi nilai terhadap kegiatan pendidikan. 21 Ibid., hlm. 135-136. 34 Hubungan antara tujuan dan nilai-nilai amat berkaitan erat, karena tujuan pendidikan merupakan masalah nilai itu sendiri. Pendidikan mengandung pilihan bagi arah ke mana perkembangan murid-murid akan diarahkan. Dan pengarahan ini sudah tentu berkaitan erat dengan nilainilai. Pilihan terhadap suatu tujuan mengandung unsur mengutamakan terhadap beberapa nilai atas yang lainya. Nilai-nilai yang dipilih sebagai pengarah dalam merumuskan tujuan pendidikan tersebut pada akhirnya akan menentukan corak masyarakat yang akan dibina melalui pendidikan itu.22 Tujuan pendidikan Islam secara umum dapat dijabarkan ke dalam tiga aspek: a. Menyempurnakan hubungan manusia dengan khaliknya. Semakin dekat dan terpelihara hubungan dengan khaliknya akan semakin tumbuh dan berkembang keimanan seseorang dan semakin terbuka pulalah kesadaran akan penerimaan rasa ketaatan dan ketundukan segala perintah dan larangan-Nya, sehingga dengan demikian peluang untuk memperoleh kejayaan semakin menjdi terbuka. b. Menyempurnakan hubungan manusia dengan sesamanya memelihara, memperbaiki dan meningkatkan antara manusia dan lingkungan merupakan upaya manusia yang harus senantiasa dikembangkan terus menerus. Disinilah terjadi interaksi antar sesama manusia, baik dengan muslim maupun bukan, sehingga 22 46-47. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 35 tampak betapa citra Islam dalam masyarakat yang ditunjukkan oleh tingkah laku patra pemeluknya. c. Mewujudkan keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara kedua hubungan itu dan mengaktifkan kedua-duanya sejalan dan berjalin dalam diri pribadi. Ini berarti upaya yang terus menerus ,mengenal dan memperbaiki diri. Upaya mengenal dan memperbaiki diri mengaktualisasikan kedua aspek tersebut diatas secara serasi dan seimbang dan selaras dalam bentuk tindakan dan kegiatan sehari-hari memberi petunjuk atas sejauh manakah tingkat hamba Allah itu telah dicapai oleh seseorang. Perwujudan ketiga aspek tujuan tersebut diatas dalam diri seseorang hanya dimungkinkan dengan penguasaan ilmu. Tanpa ilmu berarti seseorang itu belum siap atau belum patut atau belum patut untuk menyandang gelar hamba Allah.23 Tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat. Sementara tujuan akhir yang akan dicapai adalah mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, psikis, kemauan, dan akalnya secara dinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung pelaksanaan fungsinya sebagai khalifah fi al-ardh. Pendekatan tujuan ini memiliki makna, bahwa upaya pendidikan Islam adalah pembinaan pribadi muslim sejati yang mengabdi dan merealisasikan “kehendak” Tuhan sesuai dengan syariat Islam, serta 23 Nur Uhbaiti, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005) hlm. 44-45. 36 mengisi tugas kehidupannya di dunia dan menjadikan kehidupan akhirat sebagai tujuan utama pendidikannya. Secara praktis tujuan pendidikan Islam terdiri atas 5 sasaran, yaitu: (1) membentuk ahlak mulia (2) mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat (3) persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatannya (4) menumbuhkan semangat ilmiah dikalangan peserta didik (5) mempersiapkan tenaga profesional yang trampil. Berdasarkan rumusan diatas dapat dipahami bahwa pendidikan Islam merupakan proses membimbing dan membina fitrah peserta didik secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta didik sebagai muslim paripurna (insan al-Kamili). Melalui sosok pribadi yang demikian, peserta didik diharapkan akan mampu memadukan fungsi iman, ilmu, dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis, baik dunia maupun akhirat.24 3. Tugas Dan Fungsi Pendidikan Islam Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung secara kontiniu dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidik Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis, mulai dari kandungan sampai akhir hayatnya. 24 Al-Rasyidin & Syamsul Nizar, Op.cit., hlm. 36-38. 37 Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertummbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal. Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar. Telaah liter di atas dapat difahami, bahwa tugas pendidikan Islam setidaknya dapat dilihat dari tiga pendekatan. Ketiga pendekatan tersebut adalah pendidikan Islam sebagai pengembangan potensi, proses pewarisan budaya, sera interaksi antara potensi dan budaya. Sebagai pengembangan potensi, tugas pendidikan Islam adalah menemukan dan mengembangkan kemampuan dasar yang memiliki peserta didik, sehingga dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sementara sebagai pewarisan budaya, tugas pendidika Islam adalah alat transmisi unsur-unsur pokok budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga identitas umat terpelihara dan terjamin dalam tantangan zaman. Adapun sebagai interaksi antara potensi dan budaya, tugas pendidikan Islam adalah sebagai proses transaksi (memberi dan mendopsi) antara manusia dan lingkungannya. Dengan proses ini, peserta didik (manusia) akan dapat menciptakan dan mengembangkan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengubah atau memperbaiki kondisi-kondisi kemanusiaan dan lingkungannya. Secara struktural, pendidikan Isalam menuntut danya struktur organisasi yang mengatur jalannya proses pendidikan, baik pada dimensi 38 vertikal maupun horizontal. Sementara secara institusional, ia mengandung implikasi bahwa proses pendidikan yang berjalan hendaknya dapat memenuhi kebutuhan dan mengikuti perkembangan zaman yang terus berkembang. Untuk itu, dipeerlukan kerjasama berbagai jalur dan jenis pendidikan, melalui dari sistem pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Bila dillihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk, yaitu: a. Alat untuk memelihara, memperluas, dan menghubungkan tingkattingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide masyarakat dan nasional. b. alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan perkembangan. Pada garis besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga-tenaga manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan peimbangan perubahan sosial dan ekonomi yabg demikian dinamis.25 Sementara itu penddikan agama Islam memiliki baberapa fungsi, diantaranya: a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkunan keluarga. Pada dasarnya dan pertam-tama kewajiban 25 Ibid., hlm. 32-34. 39 menanamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuhkembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangan. b. Penanaman nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkunagannya baik lingkunag fisikmaupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam. d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari. e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya. f. Pengajarantentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan nir-nya), sistem dan fungsional. 40 g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.26 Metode cooperative learning dalam pembelajaran pendidikan agama Islam merupakan rangkaian proses sistematis, terencana dan komprehensif dalam upaya mentransfer nilai-nilai kepada peserta didik, mengembangkan potensi yang ada pada diri anak didik sesuai dengan nilai-nilai Ilahiyah yang didasarkan pada ajaran agama (Al-Qur’an dan Al-Hadist) pada semua dimensi kehidupannya dengan mengunakan metode pembelajaran yang didasarkan atas kerja kelompok yang dilakukan untuk mencapai tujuan khusus serta aktivitas belajar siswa yang komunikatif dan interaktif. 26 Abdul Majid & Dian Andayani, Op.cit., hlm. 134-135.