BAB II METODE COOPERATIVE LEARNING DAN PENDIDIKAN

advertisement
BAB II
METODE COOPERATIVE LEARNING DAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
A. Metode Cooperative Learning
1.
Pengertian Metode Cooperative Learning
Metode bearasal dari bahasa Yunani, yaitu metha yang berarti
melalui atau melewati dan hodos yang berarti jalan atau cara. Dari asal
makna kata tersebut dapat dipahami secara sederhana bahwa metode
dalam pembelajaran mempunyai arti sebagai jalan atau cara yang
ditempuh seorang guru dalam menyampaikan ilmu pengetahuan pada
anak didiknya sehingga dapat mencapai tujuan tertentu.1 Pemilihan
metode merupakan hal yang sangat penting perlu diperhatikan, karena
metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Dengan
memanfaatkan metode secara akurat guru akan mampu mencapai tujuan
pembelajaran.2
“Dalam pembelajaran,
guru
yang utama adalah
mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan
perilaku bagi peserta didik, dan umumnya pelaksanaan pembelajaran
mencakup tiga hal, yaitu pre tets, proses, dan post test”.3
1
Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran Buku I, (Pekalongan: STAIN
Press, 2009), hlm. 112.
2
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm.
85.
3
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hlm.
100.
18
19
Sejumlah ahli seperti Slavin setuju bahwa ada dua komponen
penting dalam keseluruhan metode cooperative learning, yaitu a cooperative task dan a co-operative structure. Ini artinya bahwa siswa
bekerja melakukan tugas dalam grup dua orang atau lebih dimanamereka
didorong dan dimotivasi untuk membantu temannya dalam belajar
(bukan saling kompetisis dalam grup), bahwa mereka saling tergantung
atas usaha bersama untuk mencapai keberhasilan, bahwa mereka
memegang tanggung jawab bersama dalam belajar baik sebagai anggota
grup maupun sebagai individu.
Martinis Yamin mengatakan pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran.
Pembelajaran
kooperatif
dapat
menciptakan saling ketergantungan antar siswa, sehingga sumber belajar
bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa.4
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model
pembelajaran dengan menggunakan sistem kelompok / tim kecil, yaitu
antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda
(heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap
kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok
mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.5
4
Martinis Yamin & Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individu
Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), hlm. 74.
5
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 242.
20
Cooperaive learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Ada dasar pembelajara kooperatif yang membedakan dengan
pembelajaran
kelompok
yang asal-asalan.
Dengan
pembelajaran
kooperatif dengan benar memunginkan guru mengelola kelas dengan
lebih efektif dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak
harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan
sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh teman sebaya (pear teching)
lebih efektif dari pada pembelajaran oleh guru.
2.
Tujuan Cooperative Learning
Cooperative learning merupakan sebuah kelompok strategi
pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi untuk
mencapai tujuan bersama. Cooperative learning disusun dalam semua
usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, menfasilitasi siswa dalam
pengalaman sikap kepemimpinan dan mebuat keputusan dalam
kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk beinteraksi
dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.6
Cooperative
learnig
akan
efektif
digunakan
apabila
gurumementingkan pentingnya usaha disamping usaha individu, guru
menghendaki pemerataan peolehan hasil dalam belajar melalui teman
sendiri, guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa,
guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai
permasalahan memlalui interaksi yang baik.
6
Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran, (Pekalongan: STAIN Press, 2009),
hlm. 113.
21
Pelaksanaan dan pemeliharaan metode yang tepat guna ini selain
memudahkan bahan pengajaran untuk diterima murid-murid juga
hubungan guru dengan murid tidak terputus. Hubungan yang demikian
itu sangat pentig untuk membina karakter murid dan kewibawaan guru
sebagai pendidik yang harus dihormati dan dimuliakan. Murid akan
mengenal gurunya dan guru akan mengenal muridnya dengan seksama.7
Pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk mencapai tujuantujuan
yang kompatibel
yang berbeda-beda
sekalipun.
Strategi
pembelajaran ini bisa diterapkan untuk mengajarkan tujuan-tujuan
akademik tradisional, skill-skill dasar, dan keterampilan-keterampilan
berfikir tingkat tinggi. Strategi ini pula bisa menjadi sebuah strategi
alternatif untuk mengajar keterampilan keteramilan interpersonal dan
membantu kelompok-kelompok ras dan etnik berbeda untuk belajar
bersama. Pembelajaran kooperatif juga bisa digunakan untuk mendidik
sikap
menerima
terhadap
siswa-siswa
pendidikan
khusus
yang
dimainstreamkan kedalam ruang kelas reguler.8
Ide utama dari pembelajaran koperatif yaitu bahwa siswa
berkerjasama untuk belajar dan bertanggungjawab pada kemajuan belajar
temannya. Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan
kelompok, yang hanya
dapat dicapai jika semua anggota kelompok
mencapai tujuan atau penguasaan materi. Tujuan pokok belajar
7
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), hlm. 169.
David A. Jacobsen, dkk, Methods For Teaching Metode-metode Pengajaran Menigkatkan
Belajar Siswa TK-SMA, terj. Ahmad Farid & Khoirul Anam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009),
hlm. 231.
8
22
kooperatif ialah memaksimalkan beajar siswa untuk peningkatan prestasi
akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara
kelompok. Karena siswa berkerja dalam satu tim, maka dengan
sendirinya dapat memperbaiki hubungan diantara siswa dari berbagai
latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan
proses kelompok dan pemecahan masalah.9
3.
Model-model Cooperative Learning
a. Make A Match
Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994), siswa
mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep atau topik
tertentu dalam suasana yang menyenangkan. Metode ini bisa
diterapkan untuk semua pelajaran dan tingkat kelas.10
b.
Active debate
Debat bisa menjadi satu metode berharga yang dapat
mendorong pemikiran dan perenungan, teruatama kalau siswa
diharapkan mempertahankan pendapat yang bertentangan dengan
keyakinannya sendiri. Ini merupakan strategi yang secara aktif
melibatkan setiap siswa di dalam kelas, bukan hanya para pelaku
debatnya. Adapun langkah-langkahya adalaha sebagai berikut:
1) Kembangkan sebuah pertanyaan kontroversial yang berkaitan
dengan materi yang sedang dibahas.
9
Trianto Ibnu Badar Al-Tabany, Mendesain model Pembelajaran Inovativ, Progresif dan
Konstekual, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 109.
10
Ibid., hlm 135.
23
2) Bagilah kelas menjadi dua tim, yakni “pro” dan “kontra”.
3) Buatlah dua hingga empat subkelompok dalam masing-masing
kelompok debat.
4) Siapkan dua hingga empat kursi untuk para juru bicara pada
kelompok pro dan kelompok kontra. Kemudian dimulailah
debat dengan argumen pertama dari setiap kelompok, proses ini
desebut argumen pembuka.
5) Setelah argumen pembuka, hentikan debat dan kembali ke
kelompok
masing-masing
berdiskusi
untuk
menyanggah
argumen pembuka dari kelompok lawan.
6) Lanjutkan kembali dengan debat normal, tetapi secara berulangulang bergantian juru bicaranya.
7) Pada akhir debat, tidak perlu menentukan siapa yang menang
dan siapa yang kalah tetapi diskusikan tentang yang dapat
dipelajari oleh siswa. Mintalah siswa untuk mengidentifikasi
argumen yang paling baik menurut mereka.11
c. Discussion Grup (DG) – Group Project (GP)
Di antara sekian banyak metode pembelajaran kooperatif, DG
dan GP menjadi dua metode yang paling sering digunakan. Hampir
semua guru sains menerapkan GP pada siswa-siswa mereka. Begitu
pula, tidak sedikit guru ilmu-ilmu sosial atau bahasa menggunakan
DG untuk memaksimalkan pengajaran mereka di ruang kelas.
11
Hisyam Zaini, dkk, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: CTSD
IAIN Sunan Kalijaga, 2002), hlm. 141-142.
24
Akan tetapi berbeda dengan Spontaneous Group Discussion
yang dijelaskan sebelumnya, DG dan GP lebih terfokus dan
terstruktur, biasanya berlaku untuk beberapa kali pertemuan.
Kelompok diskusi dan proyek kelompok ini dirancang untuk
mengerjakan tugas pembelajaran atau proyek-proyek tertentu. Dalam
setiap kelompok diskusi atau proyek kelompok disarankan ada satu
pemimpin/ketua. Pemimpin/ketua ini seharusnya dipilih karena
memiliki kemampuan leadership atau organisasional yang memadai,
bukan semata karena performa akademiknya.12
d. Jigsaw
Model pembelajaran kooperatif jenis Jigsaw diperkenalkan
Eliiot Aronso dan para kaleganya. Metode ini adalah strategi belajar
kooperatif dimana setiap siswa menjadi seorang anggota dalam
bidang tertentu. Kemudian membagi pengetahuan kepada anggota
lain dari kelompoknya agar setiap orang pada alhirnya dapat
menpelajari konsep-konsep. Menurut Aronson, para siswa dibagi
kedalam beberapa kelompok, masing-masing anggota kelompok
diberikan satu tugas untuk dikerjakan atau bagian-bagian dari
materi-materi penelitian untuk dikoreksi dan ditinjau ulang.13
Berikut langkah-langkah pembelajaran jigsaw:
12
13
79.
Miftahul Huda, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 133.
Isjoni, Pembelajaran Kooperatif, Cet. Ke-3, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm.
25
1) Siswa
dibagi
atas
beberapa
kelompok
(tiap
kelompok
anggotanya 5-6 orang).
2) Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalambentuk teks
yang telah dibagi-bagi mnjadi beberapa subbab.
3) Setiap anggota kelompok membaca subbab yang ditugaskan dan
bertanggungjawab untuk mempelajarinnya.
4) Anggota kelompok lain yang telah mempelajari subbab yang
sama bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskuskannya.
5) Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya
bertugas mengajar teman-temannya.
6) Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa dikenai
tagihan berupa kuis individu.14
4.
Karakteristik Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran
yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang
lebih menekankan pada proses kerjasama delam kelompok. Tujuan yang
ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian
pengasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerjasama untuk
prnguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri
khas dari pembelajaran kooperatif.
Denga demikian, karakteristik strategi pembelajaran kooperatif
dijelaskan dibawah ini.
14
Trianto Ibnu Badar Al-Tabany, Op.cit., hlm. 123.
26
a.
Pelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim
merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus
mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim (anggota
kelompok)
harus
saling membantu
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan belajar ditentukan
oleh keberhasilan tim.
b.
Didasarkan pada manajemen kooperatif
Manajemen mempunyai empat fungsi pokok , yaitu fungsi
perencanaan, pelaksanaan, organisasi dan kontrol.
c.
Kemauan untuk bekerjasama
Keberhasilan
pembelajaran
kooperatif
ditentukan
oleh
keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama
perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setaip
anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggungjawab
masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling
membanti.
d.
Keterampilan bekerjasama
Kemauan untuk bekerjasama itu kemudian dipraktikan
melalui
aktivitas
dan
kegiatan
keterampilan bekerjasama.15
15
Zaenal Mustakim, Op.cit., hlm. 123-125.
yang
tergambarkan
dalam
27
5.
Kelebihan dan Kekurangaan Cooperatif Learning
a.
Kelebihan cooperative learning
1) Melalui cooperative learning siswa tidak terlalu bertanggung
jawab pada guru, akan tetapi dapat menambahkan kepercayaan
kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari
berbagai sumber, dan belajar dari siswa lain.Cooperative
learning dapat mengembnagkan kemampuan mengungkap ide
atau
gagasan
dengan
kata-kata
secara
verbal
dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
2) Cooperative learning dapat membantu anak untuk respek pada
orang lain dan menyadari akan segala keterbatasan serta
menerima segala perbedaan.
3) Cooperative learning dapat membantu memberdayakan setiap
siswa untuk lebih bertanggungjawab dalam belajar.
4) Cooperative learning merupakan suatu strategi yang cukup
ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus
kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri,
hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain,
mengembangkan keterampilan memenaj waktu, dan sikap
positif terhadap sekolah.
5) Melalui
cooperative
learning
dapat
mengembangkan
kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya
sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik
28
memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena
keputusan yang dibuat adalah tanggungjawab kelompoknya.
6) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan
motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.16
7) Cooperative learning banyak menyediakan banyak kesempatan
pada siswa untuk membandingkan jawabannya dan menilai
ketepatan jawaban itu.
8) Cooperative learning suatu strategi yang dapat dignakan secara
bersama dengan orang lain seperti pemecahan masalah.
9) Cooperative learning mendorong siswa lemah untuk
tetap
berbuat, dan membantu siswa pintar mengidentifikasikan celahcelah dalam pemahamannya.
10) Dapat memberikan kesempatan pada siswa lain belajar
keterampilan bertanya dan mengomentari suatu masalah.
11) Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan
keterampilan diskusi.
12) Memudahkan siswa melakukan interaksi sosial.17
b.
Kekurangan cooperative learning
1) Untuk memahami dan mengerti filosofis cooperative learning
memang butuh waktu.
2) Ciri utama dari cooperative learning adalah bahwa siswa saling
membelajarkan. Oleh karena itu, jik tanpa pear teaching yang
16
Ibid., hlm. 127-128.
Martinis Yamin & Bansu I. Ansari, Op.cit., hlm. 80.
17
29
efektif, maka dengan dibandingkan pengajaran langsung dsri
guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa seharusnya
dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
3) Penilaian yang diberikan dalam cooprative learning didasarkan
pada hasil kerja kelompok.
4) Keberhasilan
cooperative
learning
dalam
upaya
mengembangkan kesadaran kelompok memerlukan periode
waktu yang cukup panjang. Dan hal ini tidak mungkin dapat
tercapai hanya dengan satu kali atau sesekali-kali penerapan
strategi ini.
Walaupun kemampuan bekerjasama merupakan kemampuan
yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam
kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara
individual. oleh karena itu idealnya melalui cooperative learning
selain siswa belajar bekerjasama, siswa juga harus belajar bagaimana
membangun kepercayaan diri.18
B. Pendidikan Agama Islam
1.
Pengertian Pendidikan Agama Islam
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya menngacu
pada term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut
term yang paling popular digunakan dalam praktek pendidikan Islam
18
Zaenal Mustakim, Op.cit., hlm. 128-129.
30
ialah term al-tarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang
sekali digunakan. Padahala kedua istilah tersebut telah digunakan sejak
awal pertumbuhan pendidikan Islam.
Untuk itu, perlu dikemukakan uraian dan analisis terhadap ketiga
term pendidikan Islam tersebut dengan beberapa argumentasi tersendiri
dari beberapa pendapat para ahli pendidikan Islam.
a.
Istilah al-Tarbiyah
Penggunaan istilah al-Tarbiyah berasal dari kata rabb.
Walaupun kata ini meiliki banyak arti, akan tetapi pengertian
dasarnya menunjukkan kata tumbuh, berkembang, memelihara,
merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian dan eksistensinya.
b.
Istilah al-Ta’lim
Istilah al-Ta’lim telah digunakan sejak
periode awal
pelaksanaan pendidikan Islam. Menurut para ahli, kata ini lebih
bersifat universal dibanding dengan al-Tarbiyah maupun al-Ta’dib.
Al-Ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada
jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.
c.
Istilah al-Ta’dib
Merupakan term yang paling tepat dalam khazanah bahasa
Arab karena mengandung ilmu, kearifan, keadilan, kebijaksanaan,
pengajaran, dan pengasuhan yang baik sehingga makna al-tarbiyah
dan al-Ta’lim sudah tercakum dalam al-Ta’dib.
31
Dari batasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam
adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peseerta didik)
dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam. Melalui
pendekatan ini, ia akan dapat dengan mudah membentuk kehidupan
dirinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang diyakininya.19
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,
hingga mengimani, ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntutan untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan
kerukunan antar umat manusia hingga terwujud kesatuan dan persatuan
bangsa.
Pendidikan agama Islam adalah usaha untuk membina dan
mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam
secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat
mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Esensi
pendidikan yaitu adanya proses transfer nilai, pengetahuan, dan
ketrampilan dari generasi tua kepada generasi muda agar generasi muda
mampu hidup. Oleh karena itu ketika kita menyebut pendidikan Islam,
maka akan mencakup dua hal (a) mendidik siswa untuk berperilaku
sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam (b) mendidik siswa-siswi
untuk mempelajari materi ajaran Islam subjek berupa pengetahuan
tentang ajaran Islam.
19
Al-Rasyidin & Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005),
hlm. 25-32.
32
Jadi, pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar yang
dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk
menyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.20
2.
Tujuan Pendidikan Agama Islam
Penidikan agama Islam di sekolah/madrasah bertujuan untuk
menumbuhkan dan menigkatkan keimanan melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, pengahayatan, pengamalan dan pengalaman
peserta didik tentang abama Islam sehigga menjadi manusia muslim yang
terus berkembang keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara,
serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Apa yang kita saksikan selama ini, entah karena kegagalan
pembentukan individu atau karena yang lain, nilai-nilai yang mempunyai
implikasi sosial dalam istilah Qodry Azizy disebut dengan moralitassosial
atau etika sosial atau AA. Gym menyebutnya dengan krisis akhlak
hampir tidak pernah mendapatkan perhatian serius. Padahal penekanan
terpenting dari ajaran Islam pada dasarnya adalah hubunganantar sesama
manusia (mu’amalah bayina al-na) yang serat dengan nilai-nilai yang
berkaitan dengan moralitas sosial itu. Bahkan filsafat baratpun mengarah
pada pembentukan kepribadian itu sangat serius. Sejalan dengan hal itu,
arah pelajaran etika di dalam Al-Qur’an dan secara tegas di dalam hadits
20
Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,
(Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 130-132.
33
Nabi mengenai utusannya Nabi adalah untuk memperbaiki moralitas
bangsa Arab waktu itu.
Oleh karena itu bicara pendidikan agama Islam, baik makna
maupun tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam
dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial.
Penanaman nilai-nilai itu juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup
(hasanah) di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu
membuahkan kebaikan (hasanah) di akherat kelak.21
Tujuan-tujuan
pendidikan
agama
harus
mampu
mengakomodasikan tiga fungsi utama dari agama, yaitu fungsi spiritual
yang berkaitan dengan akidah dan iman, fungsi psikologis yang berkaitan
dengan tingkah laku individual termasuk nilai-nilai ahlak yang
mengangkat derajad manusia ke derajad yang lebih sempurna, dan fungsi
sosial yang berkaitan dengan aturan-aturan yang menghubungkan
manusia dengan manusia lain atau masyarakat dimana masing-masing
mempunyai
hak-hak
dan
tanggung
jawabnya
untuk
menyusun
masyarakat yang harmonis dan seimbang. Uraian ini pada intinya
menegaskan bahwa suatu rumusan pendidikan Islam, tidaklah bebas
dibuat sekehendak yang menyusunnya, melainkan berpijak pada nilainilai yang digali dari ajaran agama Islam itu sendiri. Dengan cara
demikianlah, maka tujuan tersebut dapat memberi nilai terhadap kegiatan
pendidikan.
21
Ibid., hlm. 135-136.
34
Hubungan antara tujuan dan nilai-nilai amat berkaitan erat, karena
tujuan pendidikan merupakan masalah nilai itu sendiri. Pendidikan
mengandung pilihan bagi arah ke mana perkembangan murid-murid akan
diarahkan. Dan pengarahan ini sudah tentu berkaitan erat dengan nilainilai. Pilihan terhadap suatu tujuan mengandung unsur mengutamakan
terhadap beberapa nilai atas yang lainya. Nilai-nilai yang dipilih sebagai
pengarah dalam merumuskan tujuan pendidikan tersebut pada akhirnya
akan menentukan corak masyarakat yang akan dibina melalui pendidikan
itu.22
Tujuan pendidikan Islam secara umum dapat dijabarkan ke dalam
tiga aspek:
a.
Menyempurnakan hubungan manusia dengan khaliknya. Semakin
dekat dan terpelihara hubungan dengan khaliknya akan semakin
tumbuh dan berkembang keimanan seseorang dan semakin terbuka
pulalah kesadaran akan penerimaan rasa ketaatan dan ketundukan
segala perintah dan larangan-Nya, sehingga dengan demikian
peluang untuk memperoleh kejayaan semakin menjdi terbuka.
b.
Menyempurnakan
hubungan
manusia
dengan
sesamanya
memelihara, memperbaiki dan meningkatkan antara manusia dan
lingkungan merupakan upaya manusia yang harus senantiasa
dikembangkan terus menerus. Disinilah terjadi interaksi antar
sesama manusia, baik dengan muslim maupun bukan, sehingga
22
46-47.
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm.
35
tampak betapa citra Islam dalam masyarakat yang ditunjukkan oleh
tingkah laku patra pemeluknya.
c.
Mewujudkan keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara
kedua hubungan itu dan mengaktifkan kedua-duanya sejalan dan
berjalin dalam diri pribadi. Ini berarti upaya yang terus menerus
,mengenal dan memperbaiki diri. Upaya mengenal dan memperbaiki
diri mengaktualisasikan kedua aspek tersebut diatas secara serasi dan
seimbang dan selaras dalam bentuk tindakan dan kegiatan sehari-hari
memberi petunjuk atas sejauh manakah tingkat hamba Allah itu telah
dicapai oleh seseorang.
Perwujudan ketiga aspek tujuan tersebut diatas dalam diri
seseorang hanya dimungkinkan dengan penguasaan ilmu. Tanpa ilmu
berarti seseorang itu belum siap atau belum patut atau belum patut untuk
menyandang gelar hamba Allah.23
Tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mempersiapkan
kehidupan dunia dan akhirat. Sementara tujuan akhir yang akan dicapai
adalah mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, psikis, kemauan,
dan akalnya secara dinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh
dan mendukung pelaksanaan fungsinya sebagai khalifah fi al-ardh.
Pendekatan tujuan ini memiliki makna, bahwa upaya pendidikan Islam
adalah
pembinaan
pribadi
muslim
sejati
yang
mengabdi
dan
merealisasikan “kehendak” Tuhan sesuai dengan syariat Islam, serta
23
Nur Uhbaiti, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005) hlm. 44-45.
36
mengisi tugas kehidupannya di dunia dan menjadikan kehidupan akhirat
sebagai tujuan utama pendidikannya.
Secara praktis tujuan pendidikan Islam terdiri atas 5 sasaran,
yaitu: (1) membentuk ahlak mulia (2) mempersiapkan kehidupan dunia
dan akhirat (3) persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi
kemanfaatannya (4) menumbuhkan semangat ilmiah dikalangan peserta
didik (5) mempersiapkan tenaga profesional yang trampil.
Berdasarkan rumusan diatas dapat dipahami bahwa pendidikan
Islam merupakan proses membimbing dan membina fitrah peserta didik
secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta didik
sebagai muslim paripurna (insan al-Kamili). Melalui sosok pribadi yang
demikian, peserta didik diharapkan akan mampu memadukan fungsi
iman, ilmu, dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang
harmonis, baik dunia maupun akhirat.24
3.
Tugas Dan Fungsi Pendidikan Islam
Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang
berlangsung secara kontiniu dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini,
maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidik Islam adalah
pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep
ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada
peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis,
mulai dari kandungan sampai akhir hayatnya.
24
Al-Rasyidin & Syamsul Nizar, Op.cit., hlm. 36-38.
37
Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan
mengarahkan pertummbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap
ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal.
Sementara
fungsinya
adalah
menyediakan
fasilitas
yang
dapat
memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar.
Telaah liter di atas dapat difahami, bahwa tugas pendidikan Islam
setidaknya dapat dilihat dari tiga pendekatan. Ketiga pendekatan tersebut
adalah pendidikan Islam sebagai pengembangan potensi, proses
pewarisan budaya, sera interaksi antara potensi dan budaya. Sebagai
pengembangan potensi, tugas pendidikan Islam adalah menemukan dan
mengembangkan kemampuan dasar yang memiliki peserta didik,
sehingga dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara sebagai pewarisan budaya, tugas pendidika Islam
adalah alat transmisi unsur-unsur pokok budaya dari satu generasi ke
generasi berikutnya, sehingga identitas umat terpelihara dan terjamin
dalam tantangan zaman. Adapun sebagai interaksi antara potensi dan
budaya, tugas pendidikan Islam adalah sebagai proses transaksi (memberi
dan mendopsi) antara manusia dan lingkungannya. Dengan proses ini,
peserta didik (manusia) akan dapat menciptakan dan mengembangkan
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengubah atau
memperbaiki kondisi-kondisi kemanusiaan dan lingkungannya.
Secara struktural, pendidikan Isalam menuntut danya struktur
organisasi yang mengatur jalannya proses pendidikan, baik pada dimensi
38
vertikal
maupun
horizontal.
Sementara
secara
institusional,
ia
mengandung implikasi bahwa proses pendidikan yang berjalan
hendaknya dapat memenuhi kebutuhan dan mengikuti perkembangan
zaman yang terus berkembang. Untuk itu, dipeerlukan kerjasama
berbagai jalur dan jenis pendidikan, melalui dari sistem pendidikan
sekolah maupun pendidikan luar sekolah.
Bila dillihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat
dari dua bentuk, yaitu:
a.
Alat untuk memelihara, memperluas, dan menghubungkan tingkattingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide
masyarakat dan nasional.
b.
alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan perkembangan. Pada
garis besarnya, upaya
ini dilakukan melalui potensi ilmu
pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga-tenaga
manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan
peimbangan perubahan sosial dan ekonomi yabg demikian
dinamis.25
Sementara itu penddikan agama Islam memiliki baberapa
fungsi, diantaranya:
a.
Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan
peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam
lingkunan keluarga. Pada dasarnya dan pertam-tama kewajiban
25
Ibid., hlm. 32-34.
39
menanamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap
orang
tua
dalam
keluarga.
Sekolah
berfungsi
untuk
menumbuhkembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui
bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan
ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai
dengan tingkat perkembangan.
b.
Penanaman nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
c.
Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkunagannya baik lingkunag fisikmaupun lingkungan sosial
dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama
Islam.
d.
Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan
dan
kelemahan-kelemahan
peserta
didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran
dalam kehidupan sehari-hari.
e.
Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari
lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan
dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia
Indonesia seutuhnya.
f.
Pengajarantentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum
(alam nyata dan nir-nya), sistem dan fungsional.
40
g.
Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki
bakat khusus di bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat
berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk
dirinya sendiri dan bagi orang lain.26
Metode cooperative learning dalam pembelajaran pendidikan agama Islam
merupakan rangkaian proses sistematis, terencana dan komprehensif dalam upaya
mentransfer nilai-nilai kepada peserta didik, mengembangkan potensi yang ada
pada diri anak didik sesuai dengan nilai-nilai Ilahiyah yang didasarkan pada ajaran
agama (Al-Qur’an dan Al-Hadist) pada semua dimensi kehidupannya dengan
mengunakan metode pembelajaran yang didasarkan atas kerja kelompok yang
dilakukan untuk mencapai tujuan khusus serta aktivitas belajar siswa yang
komunikatif dan interaktif.
26
Abdul Majid & Dian Andayani, Op.cit., hlm. 134-135.
Download