Analisis Kointegrasi Antara Variabel Ekonomi Makro dan Return

advertisement
Jurnal Akuntansi Keuangan dan Bisnis Vol.5, Desember 2012, 17-25
17
Analisis Kointegrasi Antara Variabel Ekonomi Makro dan Return
Pasar LQ45 di Bursa Efek Inidonesia
Vidiyanna Rizal Putri
Progrm Studi Akuntansi – Politeknik Caltex Riau
Abstract
This study tries to investigate the cointegration effect of macroeconomic variables on market return in
Indonesia Stock exchange. Market return is measured based on the LQ 45 index which is one of stock
exchange index in IDX. In addition, treasury rate (SBI) is a proxy for interest rate. Thus, the study use the
monthly data from period of 2001 to 2010 and apply the Johansen Cointegration Test using the eviews
software. The result shows that all hypotheses are accepted and however, it produces the different
direction. The inflation and interest rate are negatively cointegrated effect on market return. However,
the exchange rate is positively cointegrated effect on market return. This study contribute to the literature
in the way that the uniqueness of economics and business Indonesia environment give different
implication to relationship between macroeconomic variables and market return. Besides, this study also
could be used by capital market regulator to formulize the capital market policy.
Keywords: cointegration, macroeconomic, market return LQ45
1
Pendahuluan
Pasar modal mempunyai peran aktif dalam membangun perekonomian sebuah negara.
Lembaga pasar modal merupakan sarana untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi secara
optimal dengan mempertemukan kepentingan investor selaku pihak yang memiliki kelebihan
dana dengan perusahaan peminjam selaku pihak yang membutuhkan dana. Inti dari kegiatan
pasar modal adalah kegiatan investasi, yaitu kegiatan menanamkan modal baik langsung
maupun tidak langsung dengan harapan pada waktunya nanti pemilik modal mendapatkan
sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut. Bagi para investor, melalui pasar
modal dapat memilih obyek investasi dengan beragam tingkat pengembalian dan tingkat resiko
yang dihadapi, sedangkan bagi para penerbit (issuers atau emiten) melalui pasar modal mereka
dapat mengumpulkan dana jangka panjang untuk menunjang kelangsungan usaha perusahaan
[13].
Alasan seorang investor tertarik menginvestasikan dananya melalui pasar modal seperti
membeli saham adalah karena akan memperoleh return yang diharapkan yang terdiri dari
dividen dan capital gain/loss [13]. Return Pasar merupakan salah satu indikator menilaian
kinerja pasar modal, karena return merupakan cerminan dari keberhasilan perusahaan secara
keseluruhan. Jika kinerja perusahaan kurang bagus akan berdampak buruk kepada return saham
pasar modal. Begitu juga sebaliknya, jika kinerja perusahaan baik maka return saham pasar
modal juga akan meningkat.
Investasi melalui pasar modal selain memberikan hasil juga mengandung risiko. Besar
kecilnya risiko pasar modal dipengaruhi oleh keadaan atau kondisi suatu negara khususnya
dibidang ekonomi, politik dan sosial. Begitu juga dengan investasi di pasar modal dipengaruhi
oleh beberapa faktor baik faktor ekonomi maupun faktor non ekonomi. Faktor ekonomi yang
mempengaruhi kegiatan investasi di pasar modal adalah kondisi ekonomi makro, dimana
kondisi tersebut tercermin dari indikator-indikator ekonomi moneter yang meliputi: Product
Domestic Bruto, inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat,
cadangan devisa dan neraca pembayaran, indikator moneter tersebut pada akhirnya akan
menentukan naik turunnya indeks di Bursa saham [13].
Vidiyanna Rizal Putri
18
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat kointegrasi antara tingkat Inflasi dengan return pasar
LQ45.
2. Apakah terdapat kointegrasi antara nilai tukar Dollar Amerika terhadap
Rupiah dengan return pasar LQ45.
3. Apakah terdapat kointegrasi tingkat suku bunga SBI dengan return pasar
LQ45.
2
Dasar Teori
Beberapa penelitian sebelumnya tentang harga saham dengan nilai tukar uang (domestik
terhadap US dolar) yang dilakukan di berbagai Negara menunjukkan hasil yang berbeda. Frank
dan Young [11] meneliti US MNCs (United State Multi National Corporations) menemukan
bahwa tidak ada pola yang pasti (no recognizable pattern) dari hubungan kausal antara harga
saham dengan nilai tukar uang. Oskooee dan Sohrabian (1992) dalam [11] menyimpulkan
bahwa ada feedback interaction antara harga saham di Amerika dengan nilai tukar uang.
Menurut Ajayi dan Mougue [1] melalui pendekatan kointegrasi, Error Correction
Model (ECM) menguji hubungan dinamis antara nilai tukar uang dan indeks saham di delapan
Negara maju, negara industri, yaitu: Kanada, Perancis, Jeman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris
dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa pasangan indeks saham dan nilai tukar untuk di tiap
negara berkointegrasi. Selanjutnya hasil estimasi menunjukkan bahwa pada keenam negara
tersebut (kecuali Kanada dan Belanda), perubahan di pasar uang asing ditranmisikan ke pasar
saham dan sebaliknya. Selanjutnya [12] menyimpulkan bahwa dari hasil pengujian kausalitas
menunjukkan bahwa pergerakan IHSG mempengaruhi pergerakan kurs Dollar terhadap Rupiah
di pasar valuta asing secara signifikan, dan IHSG berpengaruh negatif dan signifikan pada kurs
rupiah terhadap dolar Amerika pada long run dan short run. Penelitian tentang kointegrasi
antara inflasi dengan return saham seperti yang dilakukan oleh [4] juga menyatakan bahwa
terdapat kointegrasi negatif antar inflasi dengan Harga saham di New Zealand Stock Exchange
(NZSE). Selain itu [3] juga meneliti bahwa terdapat kointegrasi antara variable ekonomi makro
(Gross Domestic Product, Harga minyak mentah dan Inflasi) dengan indeks saham di Istanbul
Stock Exchange (ISE).
Menurut [6] bahwa pasar modal di Indonesia masih tergolong pasar modal yang
transaksinya tipis (thin market), yaitu pasar modal yang sebagian besar sekuritasnya kurang
aktif diperdagangkan, maka IHSG yang mencakup semua saham yang tercatat (sebagian besar
kurang aktif diperdagangkan) dianggap kurang tepat sebagai indikator kegiatan pasar modal.
Oleh karena mulai dikenalkan alternatif indeks yang lain yaitu indeks LQ 45 (ILQ 45)
Inflasi
Nilai
Return Pasar LQ45
Suku Bunga
SBI
Gambar 1
Kerangka Pemikiran Kointegrasi antara Inflasi, Nilai Tukar dan Suku Bunga dengan
Return Pasar LQ45
Analisis Kointegrasi Antara Variabel Ekonomi Makro dan Return Pasar LQ45
19
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran, maka disimpulkan beberapa hipotesis sebagai berikut:
1.
2.
3.
H1
: Terdapat kointegrasi negatif antara tingkat inflasi dengan return pasar
LQ45 di BEI.
H2
: Terdapat kointegrasi negatif antara nilai tukar dollar Amerika
terhadap Rupiahdengan return pasar LQ45 di BEI.
H3
: Terdapat kointegrasi negatif antara tingkat suku bunga SBI dengan
return pasarLQ45 di BEI.
3
Data dan Analisis
3.1
Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa data time series. Data sekunder
adalah data primer yang telah diolah dan di sajikan kedalam tabel dan bentuk lain [14].
Sedangkan data time series merupakan sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang
didapat dalam interval waktu tertentu misalnya minggu, bulan dan tahun [9]. Bentuk data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data time series bulanan dari tahun 2001-2010.
3.2
Metode Analisa
Data yang akan dianalisa hendaklah dilakukan uji stationeri untuk menentukan apakah
data tersebut bisa dilakukan analisis selanjutnya dengan analisis Kointegrasi. Ada beberapa cara
untuk melakukan uji stasioneri yaitu uji unit roots dengan menggunakan Metode Dickey Fuller
(DF) dan Augmented Dickey Fuller (ADF) [5].
3.2.1 Metode Dickey Fuller (DF) dan Augmented Dickey Fuller (ADF)
Pengujian terhadap perilaku data runtun waktu (time series) atau integrasinya dapat
dipandang sebagai uji prasyarat bagi uji integrasi. Maka sebelum dilakukan uji kointegarsi harus
diamati perilaku data time series dengan menggunakan uji akar unit dan uji derajat integrasi
agar dapat diketahui apakah data yang digunakan stasioner atau tidak. Hipotesa pada
pengujian DF yaitu hipotesis nol H0 : = 1, yang berarti terdapat unit roots dan bersifat
tidak stasioner (random walk with drift), untuk hipotesis alternative H a : < 1, yang
berarti tidak terdapat unit roots dan bersifat stasioner. Kemudian Nilai t-statistik yang
dihasilkan akan dibandingkan dengan nilai kritis Dickey-Fuller (DF) yang dikembangkan
oleh [8] yang lebih dikenal sebagai nilai kritis MacKinnon untuk pengujian unit roots.
Nilai statistik Augmented Dickey Fuller ADF akan dibandingkan dengan nilai kritis
MacKinnon untuk mengetahui derajat integrasi stasioneritas suatu variabel. Jika nilai
statistik ADF-nya lebih kecil dibandingkan dengan nilai kritis MacKinnon, maka variabel
tersebut dikatakan stasioner pada derajat integrasi tertentu [8]. Cara lain untuk melihat
suatu data stasioner atau tidak adalah dengan melihat nilai probabilitasnya, jika nilai
probabilitasnya lebih kecil dari 0,05 (5%) maka variabel tersebut stasioner.
Di dalam menguji apakah data mengandung akar unit atau tidak, Dickey-Fuller
menyarankan untuk melakukan regresi model-model berikut ini [7] :
∆Yt = δYt −1 + u t
∆Yt = β + δYt −1 + u t
∆Yt = β 1 + β 2 t + δYt −1 + u t
(tanpa intercept)
(1)
(dengan intercept)
(2)
(intercept dengan trend waktu)
(3)
Vidiyanna Rizal Putri
20
Dimana:
= first difference dari variabel yang digunakan
T = variabel trend
= -1, jika = 1, terdapat unit root, data tidak stasioner
Hipotesis untuk pengujian ini adalah :
H0 : = 0 (terdapat unit roots, tidak stasioner)
H1 :
0 (tidak terdapat unit roots, stasioner)
Variabel bersifat stasioner apabila nilai rata-rata, varians dan kovariansnya konstan
pada setiap titik waktu, namun jika tidak stasioner akan berakibat series tersebut memiliki timevarying varians. Jika variabel yang tidak stasioner menggunakan analisa regressi dapat
menghasilkan spurious regression (regressi lancung), yaitu hasil regresi bagus namun data yang
digunakan tidak stasioner sehingga koefisien dari hasil estimasi menjadi tidak valid. Salah satu
bentuk paling sederhana dari series yang tidak stasioner adalah bentuk random walk adalah
Yt = y t −1 + ε t , dimana t merupakan gangguan random yang bersifat stasioner. Series y
memiliki konstanta yang dinilainya cenderung berubah sesuai dengan perubahan waktu,
sehingga disebut difference stasionary series dikatakan terintegrasi dan dilambangkan
sebagai I(d), dimana d merupakan tingkat integrasinya. Tingkat integrasi adalah
banyaknya unit roots yang dikandung di dalam sebuah series, atau beberapa kali operasi
diferensiasi harus dilakukan untuk membuat series menjadi stasioner. Pada kasus random
walk diatas, unit roots-nya sama dengan satu, maka y merupakan series Identity satu (I,
1). Sebuah series yang stasioner akan memiliki Identity nol (I, 0).
Asumsi dari persamaan (1), (2) dan (3) adalah residual t tidak saling berhubungan.
Dalam banyak kasus residual t seringkali saling berhubungan dan mengandung autokorelasi.
Dickey-Fuller selanjutnya mengembangkan uji akar unit dengan memasukkan unsur
autokorelasi yang dikenal dengan Augmented Dickey Fuller (ADF). Formulasi ADF adalah
sebagai berikut:
(Pure Random Walk ) ∆Yt = δYt −1 + b1
(Pure With Drift ) ∆Yt = a1 + δYt −1 + b1
k
t −1
k
t −1
δYt −1 + ε t
δYt −1 + ε t
(Pure With Drift and Trend) ∆Yt = a1 + a2t + γ 1Yt −1 + δYt −1 + b1
Dimana:
t = white noise error, = ( -1) dan
contoh:
Yt-1 = Yt-1 - Yt-2 =Yt-2 - Yt-3
(4)
(5)
k
t −1
δYt −1 + ε t
(6)
adalah first difference operator sebagai
(7)
Perbedaan dari ketiga persamaan diatas menunjukkan keberadaan tren deterministik,
yaitu a1 dan a2. Dari persamaan diatas lalu dihitung nilai statistik DF (Dickey-Fuller) dan
ADF Augmented Dickey Fuller). Kemudian nilai statistik DF dan ADF dibandingkan dengan
nilai kritisnya dengan ketentuan sebagai berikut:
Analisis Kointegrasi Antara Variabel Ekonomi Makro dan Return Pasar LQ45
21
DF(ADF) stat < DF (ADF) kritis : Tolak Ho, stasioner
DF (ADF) stat > DF (ADF) kritis : Terima Ho, non stasioner..
Jika sebagian atau seluruh data tidak stasioner, maka perlu dilanjutkan pada uji derajat
integrasi. Uji ini dilakukan sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas
pada derajat nol atau I(0). Pada uji ini, data didiferensiasikan pada derajat tertentu sampai semua
data menjadi stasioner pada derajat yang sama. Uji ini untuk mengetahui pada derajat atau order
diferensi ke berapa data yang diamati akan stasioner. Dari hasil estimasi diatas, data yang
stasioner pada derajat integrasi yang sama antara variabel satu dengan yang lain,
memungkinkan untuk saling berkointegrasi.
3.2.2 Uji Kointegrasi (Cointegration Test)
Menurut [5] uji kointegrasi adalah melihat apakah variabel eksogen (return pasar LQ45)
mempunyai hubungan dengan variabel endogen (inflasi, nilai tukar dollar Amerika terhadap
rupiah, dan tingkat bunga SBI). Variabel-variabel yang tidak stasioner dalam suatu model dapat
dilihat hubungan jangka panjangnya melalui kombinasi linear sehingga dalam jangka panjang
dapat menjadi stasioner. Kombinasi linear yang stasioner atau disebut juga hubungan
keseimbangan jangka panjang antara variabel-variabel dinamakan dengan kointegrasi. Dengan
uji kointegrasi ini dapat terlihat apakah kelompok variabel yang tidak stasioner dalam model
bersifat kointegrasi atau tidak kointegrasi, karena model yang digunakan terdiri dari lebih dua
variabel maka metode yang tepat untuk menguji keberadaan hubungan kointegrasi antar
variabel adalah Johansen Cointegration test [7]
Regresi yang menggunakan data time series yang tidak stationer kemungkinan besar
akan menghasilkan regresi lancung. Regresi lancung terjadi jika koefisien determinasi cukup
tinggi tapi hubungan antara variabel independen dan variabel dependen tidak mempunyai
makna. Sedangkan koefisien determinasi adalah ukuran yang menunjukkan besar variasi
variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh persamaan (model) yang diperoleh [2].agli
Namun pada regresi lancung hubungan hanya menunjuk tren saja. Secara umum bisa dikatakan
bahwa data time series Y dan X tidak stasioner pada tingkat level tetapi menjadi stasioner pada
diferensi (difference) yang sama yaitu Y adalah I(d) dan X adalah I(d) dimana d tingkat
diferensi yang sama maka kedua data adalah kointegrasi (mempunyai hubungan dalam jangka
panjang).
Uji hipotesis adalah untuk menguji apakah hipotesis dalam penelitian ini terbukti atau
tidak, [7] menyarankan dua pengujian untuk menentukan banyaknya vektor kointegrasi.
Johansen trace statistic atau juga dikenal sebagai test statistic LR (Likelihood Ratio) untuk
menguji hipotesis Ho: r<1 terhadap Ha: r=0, yang dirumuskan dalam persamaan :
Trace test (Qr) = -n ln(1- i)
(8)
Dimana i adalah korelasi kuadrat antara Xt-p dan Xt yang merupakan koreksi terhadap
pengaruh proses lagged differences variable X. Alternatif uji kointegrasi dari Johansen adalah
dengan menggunakan likelihood ratio yang dapat dihitung dari trace statistic, yaitu :
Q max = -nln(1- i) = Q r - Q r+1
Aplikasi model uji kointegrasi dalam penelitian ini [7]:
∆ ILQ 45 t = α 0 + α 1 INF t + α 2 KURS
t
+ α 3 SBI
t
+ εt
(9)
(10)
Vidiyanna Rizal Putri
22
Ada tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji likelihood ratio Apabila nilai hitung
likelihood ratio lebih besar daripada nilai kritisnya, maka terdapat kointegrasi pada sejumlah
variabel, sebaliknya jika nilai hitung likelihood ratio lebih kecil daripada nilai kritisnya maka
tidak terdapat kointegrasi. Nilai kritis yang digunakan adalah yang dikembangkan oleh [7]
4
Hasil Analisis Data
4.1
Hasil Uji Stasioner
Uji kestasioneran data merupakan tahap yang penting dalam menganalisis data time
series untuk melihat ada tidaknya unit root yang terkandung diantara variabel sehingga
hubungan antara variabel dalam persamaan menjadi valid dan tidak spurious atau menghasilkan
regresi palsu. Dalam banyak kasus ditemukan jika data time series yang tidak stasioner dapat
menghasilkan pola hubungan regresi palsu [5]. Regresi palsu (Spurious Regression) adalah
regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan
secara statistik, padahal kenyataannya tidak atau tidak sebesar sebagaimana yang nampak dari
regresi yang dihasilkan tersebut, sehingga dapat mengakibatkan misleading dalam penelitian
terhadap suatu fenomena ekonomi yang sedang terjadi.
Adapun hasil uji stasioner untuk masing-masing variabel penelitian adalah sebagai
berikut :
Tabel 1
Hasil Uji Stasioner pada tingkat level
NO
Variabel
Nilai ADF
Nilai critis mac
kinnon
= 5%
1
Inflasi
- 4,78
-2,8865
Stasioner
2
Kurs
- 3,02
-2,8865
Stasioner
3
SBI
- 2,35
-2,8865
Tidak Stasioner
4
Return
- 4,67
-2,8865
Stasioner
Uji
Stasioner
Berdasarkan Tabel 1 tingkat inflasi tidak mengandung unit root karena nilai ADF = 4,78 lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon untuk 5% = -2,88 maka data tersebut stasioner.
Untuk variabel nilai tukar Dollar terhadap Rupiah juga tidak mengandung unit root karena nilai
ADF = -3,02 lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon untuk 5% = -2,88. Begitu juga dengan
return pasar saham LQ45 juga tidak mengandung unit root karena nilai ADF = -4,67 lebih kecil
dari nilai kritis MacKinnon untuk 5% = -2,88. Tetapi untuk variabel tingkat bunga SBI
mengandung unit root karena pada variabel tingkat bunga SBI nilai ADF = -2,35 lebih besar
dari nilai kritis MacKinnon untuk 5% = -2,88 maka datanya tidak stasioner.
Untuk Variabel yang tidak stasioner ini dilakukan kembali uji stasioner pada tingkat first
difference. Adapun hasil uji stasioner untuk variabel tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 2
Uji Stasioner Tingakat First Difference
No
Variabel
Nilai ADF
Nilai Kritis MacKinnon
= 5%
Keterangan
1
SBI
-3,25
-2,8865
Stasioner
Analisis Kointegrasi Antara Variabel Ekonomi Makro dan Return Pasar LQ45
23
Berdasarkan tabel 2 variabel tingkat bunga SBI tidak mengandung unit root karena
nilai ADF = -3,25 lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon untuk 5% = -2,88, maka data
tersebut stasioner pada tingkat first difference.
Hasil uji stasioner diatas menunjukkan semua variabel yang digunakan pada penelitian
ini stasioner, maka tidak perlu dilakukan uji Vector Error Correction Model (VECM). Karena
model ini digunakan apabila data yang diteliti tidak stasioner.
4.2
Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
Untuk mengetahui hubungan kointegrasi antar variabel dependen dan independen, maka
perlu dilakukan uji Johansen (Johansen Cointegraton Test). Ada tidaknya kointegrasi
didasarkan pada uji Likelihood Ratio. Apabila nilai hitung Likelihood Ratio lebih besar daripada
nilai kritisnya, maka terdapat kointegrasi pada sejumlah variabel, begitupun sebaliknya.
Berdasarkan hasil uji Johansen Cointegration sebagaimana terlihat pada Tabel 4.4
menunjukkan nilai Likelihood Ratio = 104,7,77 lebih besar dari Critical Value 5% = 47,21
dan Critical Value 1% = 54,46. Maka dikatakan terdapat kointegrasi dari variabel inflasi, nilai
tukar Dollar Amerika terhadap Rupiah dan Tingkat bunga SBI dengan return pasar saham
LQ45.
Tabel 3
Hasil Johansen Cointegration Test Inflasi, Kurs danTingkat SBI Dengan Return Pasar
LQ45
No
1
2
3
4
Hypothesized
No. of CE(s)
None **
At most 1 **
At most 2 **
At most 3 **
Likelihood
Ratio
104.77
67.21
34.88
12.40
Critical Value
5%
47.21
29.68
15.41
3.76
Critical value
1%
54.46
35.65
20.04
6.65
Untuk membuktikan diterima atau ditolaknya hipotesis penelitian, maka dapat dilihat
dari nilai signifikan masing-masing variabel inflasi, nilai tukar Dollar Amerika terhadap Rupiah
dan tingkat bunga SBI dengan return pasar saham LQ45. Dari hasil uji kointegrasi didapat hasil
sebagai berikut :
Tabel 4
Hasil Uji Kointegrasi, Inflasi, Kurs dan SBI dengan return pasar saham LQ45
Variabel
Koefisien
t hitung
Keterangan
Konstanta
-0,0177
Inflasi
-0,02
-1,9695**
Ha
Diterima
Kurs
7,87
2,4434**
Ha
Diterima
SBI
-0,43
-1,9229*
Keterangan :
* :
** :
10% = ± 1,64
5% = ± 1,96
Ha diterima
Vidiyanna Rizal Putri
24
Hasil dan Pembahasan Hipotesis Pertama
Kointegrasi antara tingkat inflasi dengan return pasar saham LQ45
Berdasarkan Tabel 4 terlihat hasil t hitung untuk tingkat inflasi adalah -1,9695 lebih kecil
dari t tabel 5% = -1,96 , hal ini menunjukkan adanya kointegrasi signifikan antara variabel
tingkat inflasi dengan return pasar LQ45. Koefisien tingkat inflasi -0,02 menunjukkan arah
hubungan variabel tingkat inflasi dengan return pasar saham LQ45 adalah negatif. Artinya,
apabila tingkat inflasi meningkat 1% maka return pasar saham LQ45 akan turun sebesar 0,02%
begitu sebaliknya jika tingkat inflasi turun 1% maka return pasar saham LQ45 akan naik
sebesar 0,02%. Maka dapat dikatakan hipotesis pertama diterima dan hipotesis nol ditolak,
artinya bahwa tingkat inflasi berkointegrasi negatif dengan return pasar LQ45.
Hasil dan Pembahasan Hipotesis kedua
Kointegrasi antara Nilai Tukar Dolar Amerika terhadap Rupiah dengan Return
pasar saham LQ45
Berdasarkan Tabel 4 terlihat hasil t hitung untuk nilai tukar Dollar terhadap Rupiah adalah
2,4434 lebih besar dari t tabel 5% = 1,96. Hal ini berarti terdapat kointegrasi yang signifikan
antara nilai tukar Dollar terhadap Rupiah dengan return pasar saham LQ45. Koefisien variabel
nilai tukar Dollar terhadap Rupiah adalah Rp. 7,87 menunjukkan arah hubungan variabel nilai
tukar Dollar terhadap Rupiah dengan return pasar saham LQ45 adalah positif. Artinya, apabila
nilai tukar Dollar terhadap Rupiah meningkat Rp. 1,- maka return pasar saham LQ45 meningkat
sebesar Rp. 7,95 begitu pun sebaliknya apabila nilai tukar Dollar terhadap Rupiah turun Rp. 1,maka return pasar saham LQ45 akan turun sebesar Rp. 7,95. Berdasarkan hasil uji hipotesis,
maka Hipotesis nol ditolak Hipotesis dua diterima, Tetapi arahnya tidak konsisten dengan
hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini
Hasil dan Pembahasan Hipotesis Ketiga
Kointegrasi antara tingkat bunga SBI dengan return pasar saham LQ45
Berdasarkan Tabel 4 terlihat hasil t hitung untuk tingkat bunga SBI adalah -1,92 lebih
kecil dari t tabel 10% = -1,64, hal ini menunjukkan adanya kointegrasi signifikan antara
variabel tingkat bunga SBI dengan return pasar LQ45. Koefisien tingkat bunga SBI = -0,43
menunjukkan arah hubungan variabel tingkat bunga SBI dengan return pasar saham LQ45
adalah negatif. Artinya, apabila tingkat bunga SBI meningkat 1% maka return pasar saham
LQ45 akan turun sebesar 0,34% begitu sebaliknya jika tingkat bunga SBI turun 1% maka return
pasar saham LQ45 akan naik sebesar 0,34%. Hal ini mengindikasikan bahwa ada saling
keterkaitan tingkat bunga SBI dengan return pasar LQ45 di Bursa Efek Indonesia. Maka dapat
dikatakan hipotesis ketiga diterima dan hipotesis nol ditolak, artinya bahwa tingkat bunga SBI
berkointegrasi negatif dengan return pasar LQ45.
5
Penutup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui : (1) Apakah terdapat kointegrasi antara
tingkat inflasi dengan return pasar saham LQ45. (2) Apakah terdapat kointegrasi antara nilai
tukar Dollar Amerika terhadap Rupiah dengan return pasar saham LQ45. (3) Apakah terdapat
kointegrasi antara tingkat bunga SBI dengan return pasar saham LQ45.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan
dari proses pengujian yang dilakukan; pertama dengan melakukan uji stasioner untuk melihat
data yang digunakan stasioner atau tidak, selanjutnya dengan uji kointegrasi Johansen untuk
megetahui apakah antara variabel inflasi, nilai tukar dollar Amerika terhadap Rupiah dan suku
bunga SBI dengan return pasar LQ45. Dari hasil uji kointegrasi menunjukkan bahwa : tingkat
Analisis Kointegrasi Antara Variabel Ekonomi Makro dan Return Pasar LQ45
25
inflasi berkointegrasi negatif signifikan dengan return pasar saham LQ45. Artinya, apabila
tingkat inflasi naik maka return pasar saham LQ45 akan turun. Berbeda dengan variabel nilai
tukar dolar Amerika terhadap Rupiah yang berkointegrasi positif signifikan dengan return pasar
saham LQ45. Jadi, apabila nilai tukar dolar Amerika terhadap Rupiah naik maka return pasar
saham LQ45 pun akan ikut naik. Dan tingkat bunga SBI berkointegrasi negatif signifikan
dengan return pasar saham LQ45, artinya jika tingkat bunga SBI meningkat maka akan
mengakibatkan turunnya return pasar LQ45, begitu sebaliknya jika tingkat suku bunga turun
maka mengakibatkan naiknya return pasar LQ45.
6
Daftar Pustaka
[1]
Ajayi and Mougoue. (1996). On The Dynamic Relation Between Stock Prices and
Exchange Rate. The Journal of Financial Research, Vol XIX, No. 2, p. 193-207
Algifari, (1997), Analisis Statistik untuk Bisnis dengan Regresi, Rorelasi dan
Nonparametrik. STIE YKPN, Ed. 1, Cet. 1. Yogyakarta
Cagli E C, Halac U dan Taskin D (2010), Testing Long-Run Relationship between Stock
Market and Macroeconomic Variables in the presence of Structural Breaks : The Turkish
Case, International Research Journal of Finance and Economics, page 50-61
Gan C, Lee M, Yong HHA dan Zhang J. (2006), Macroeconomic Variable and Stock
Market Interaction : New Zealand Evidence, Investment Management and Financial
Innovation, Volume 3, Page 89-101
Gujarati, Damodar. (2006). Basic Econometrics, Fourth Edition, Mc Graw Hill, New
York.
Jogiyanto. (2008), Teori Portofolio dan Analisis Investasi, BPFE, Edisi Kelima.
Yogyakarta.
Johansen, S., (1991). Estimation hypothesis testing of cointegration vector in Gaussian
vector autoregressive models. Econometrica 59, 1551-1580
MacKinnon, J G. (1991), “Critical Values for Cointegration Test,” in Long-Run
Economic Relationship, Readings in Cointegration, eds. R. F. Engle and C. W. J.
Granger, New York: Oxford University Press. pp. 266-267
Muhidin S A dan Abdurrahman M. (2008). Analisis Korelasi, Regresi dan Jalur dalam
Penelitian. Cetakan Pertama. Gelora Aksara Pratama. Jakarta.
Oskooée,Bahmani, M., dan Sohrabian, (1992), Stock Prices and the Effective Exchange
Rate of the Dollar. Applied Economics, Vol.24, 459-64.
Saini, Azman., Muzawar Shah Habibullah dan M.Azali., (2002). Stock Price and
Exchange Rate Interaction in Indonesia: An Empirical Inquiry, Jurnal Ekonomi dan
Keuangan Indonesia, Volume I. No. 3. Hal 311-324.
Setyorini, dan Supriyadi., (2000). Hubungan Dinamis Antara Nilai Tukar Rupiah dan
Harga Saham di Bursa Efek Jakarta Pasca Penerapan Sistem devisa Bebas Mengambang.
Simposium Akuntansi Nasional. Ke-III. Hal 771-793.
Tandelilin, Eduardus, (2010), Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Kanisius,
Edisi Pertama, Jakarta.
Umar, H. (2008). Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis. Edisi Kedua. Cetakan
Pertama. Rajawali Press. Jakarta
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
Download