karya ilmiah akhir profil analgetik pasca operasi pada pasien

advertisement
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
KARYA ILMIAH AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA OPERASI PADA PASIEN PEDIATRI YANG
MENJALANI OPERASI ELEKTIF DI RSUD DR. SOETOMO
dr. Regina Agustantina
Pembimbing:
Dr. dr. Elizeus Hanindito Sp. An. KIC KAP
Dr. dr. Arie Utariani Sp. An. KAP
DEPARTEMEN / SMF ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RUMAH SAKIT DR. SOETOMO
SURABAYA
2016
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ABSTRACT
Background: Postoperative pain is an important issue after surgery. By giving proper
analgetic(s), pain will be managed effectively and will accelerate patient recovery dan
discharge from hospital. Pain management in children is often poorly managed due to
presumption that children do not suffer from pain. However, pain is affected by
several factors include anxiety.
Objective: To analyse analgetic profile used postoperatively in pediatric patients
Methods: After obtaining approval from ethics committee, 122 patients were the
subjects, aged 0-18 years, undergoing elective surgery in Dr. Soetomo Hospital
Surabaya. Observation started at premedication room which preoperative anxiety and
pain scale measured. Patients were given analgetic postoperatively and observed at 30
minutes, 1 hour, 2 hours, 1 day and 2 days postoperative. Observations included pain
scale, sedation scale and hemodynamic (respiration rate, pulse, blood pressure and
saturation). The results were analysed statistically using t Test, Mann-Whitney and
Chi square test.
Results: NSAID was the most used analgetic in general (54 patients) and the most
used analgetic in group with 0 pain scale (no pain) in all times of pain scale
evaluation. Combined analgetics had bigger pain scale compare to single analgetic in
almost all times of pain scale evaluation except 2 days postoperative. However,
statistically there was no difference between giving single and combined analgetics in
almost all times of pain scale evaluation except 2 days postoperative. While
preoperative anxiety statistically correlates with postoperative pain at 2 hours
postoperative.
Conclusion: There was difference between giving single and combined analgetics at
2 days postoperative evaluation (p 0.035). Preoperative anxiety correlate with
postoperative pain at 2 hours postoperative evaluation (p 0.046).
Keywords: Pain, Anxiety, Sedation, FLACC, NRS, mYPAS, Ramsay Scale
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, segala puji syukur ke Hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya,
saya dapat menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) I
Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
serta dapat menyusun dan menyelesaikan penelitian “Profil Analgetik Pasca Operasi
pada Pasien Pediatri yang Menjalani Operasi Elektif di RSUD Dr. Soetomo” sebagai
salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan keahlian di bidang
Anestesiologi.
Karya akhir ini disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan karya akhir ini. Saya
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak, pribadi dan
institusi yang telah merelakan hati, pikiran serta materi; mendukung dan mendorong
saya dalam meniti hari demi hari perjalanan yang indah penuh warna ini dan sekarang
telah berlalu. Semoga perjalanan tersebut akan selalu mewarnai perjalanan
selanjutnya yang lebih indah. Tiada lain hanya ucapan terima kasih dan rasa hormat
yang dapat saya sampaikan.
Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Direktur BLUD RSUD Dr.
Soetomo dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga atas kesempatan
yang diberikan sehingga saya dapat menjalani pendidikan dokter spesialis di bidang
Anestesiologi dan Reanimasi.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya dan juga rasa hormat saya sampaikan
kepada seluruh guru dan panutan saya di Departemen/SMF Anestesiologi dan
Reanimasi atas segala bimbingan, bantuan, arahan dan nasihat kepada saya selama
menempuh pendidikan. Ucapan terima kasih secara khusus saya sampaikan kepada
pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam menyusun karya akhir ini yaitu:
1. Dr. dr. Hamzah Sp.An. KNA sebagai Kepala Departemen Anestesiologi dan
Reanimasi yang telah memberi kesempatan untuk menjadi peserta PPDS I
Anestesiologi dan Reanimasi.
2. Dr. dr. Arie Utariani Sp.An. KAP sebagai Ketua Program Studi Anestesiologi
dan Reanimasi yang layaknya seperti orang tua saya di Departemen
Anestesiologi dan Reanimasi yang dengan sabar dan penuh kasih mendidik
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
saya selama menempuh masa pendidikan sekaligus menjadi pembimbing
penelitian saya.
3. Dr. dr. Elizeus Hanindito Sp.An. KIC KAP sebagai guru dan pembimbing
penelitian yang telah sabar dan berbaik hati memberikan sumbangan pikiran,
tenaga dan waktu dalam membimbing saya menyelesaikan karya akhir ini.
4. dr. Agustina Salinding Sp.An. KIC sebagai dosen pembimbing saya yang telah
sabar membimbing, mendukung dan mendorong saya selama menempuh masa
pendidikan.
5. Seluruh guru saya di Departemen Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya atas
kesediaan dan kesabaran dalam membimbing saya selama menempuh masa
pendidikan.
6. Rekan-rekan sejawat PPDS I di RSUD Dr. Soetomo Surabaya khususnya
rekan satu angkatan Juli 2011 yang telah menjadi teman dan saudara terbaik di
Departemen Anestesiologi dan Reanimasi. Semoga kita dipertemukan dalam
keadaan yang lebih baik.
7. Seluruh paramedis dan karyawan di lingkungan Departemen Anestesiologi
dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
8. Seluruh pasien di RSUD Dr. Soetomo yang telah berperan selayaknya guru
saya.
9. Kedua orang tua saya, Ir. Warsito dan Dra. Rin Retnowati MM, Ak. Atas
segala pengorbanan, kesabaran, doa dan dukungan selama menempuh masa
pendidikan.
10. Kakak dan adik saya, Eric Wisnuwardhana, BA dan dr. Winda Nirmala Sari
yang telah memberikan dukungan, doa dan moril selama menempuh masa
pendidikan.
Saya yakin masih terdapat banyak kekurangan dalam karya akhir ini. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun saya harapkan untuk penyempurnaan
karya akhir ini.
Akhir kata, saya sampaikan permohonan maaf kepada semua pihak atas segala
kekhilafan baik yang disengaja maupun tidak. Semoga karya akhir ini dapat berguna
bagi pengembangan ilmu dan menginspirasi lahirnya penelitian-penelitian baru.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya kepada
kita semua. Amin.
Surabaya, 4 Desember 2016
Peneliti
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .…………………………………………………………………….. i
DAFTAR TABEL ..………………………………………………………………. vii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….. x
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang …………………………………………………… 1
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………………... 6
1.3. Tujuan Penelitian ………………………………………………… 6
1.3.1. Tujuan Umum ………………………………………… 6
1.3.2. Tujuan Khusus ………………………………………… 6
1.4. Manfaat Penelitian ……………………………………………….. 6
1.4.1. Bagi Pengembangan Ilmu …………………………….. 6
1.4.2. Bagi Pelayanan ………………………………………... 6
1.4.3. Bagi Penderita ………………………………………… 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………... 8
2.1. Nyeri ……………………………………………………………… 8
2.2. Perkembangan Neurobiologi Nyeri pada Neonatus ……………… 10
2.2.1. Maturasi dari Respon Lokal Sistem Saraf Perifer atau
Transduksi ……………………………………………... 11
2.2.2. Maturasi dari Proses di Saraf Spinal atau Transmisi dan
Modulasi ……………………………………………….. 13
2.2.3. Respon Lokal Saraf Spinal …………………………….. 13
2.2.4. Transmisi Ascending …………………………………... 16
2.2.5. Transmisi Descending, Modulasi Nyeri ………………... 16
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
i
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.2.6. Proses Supraspinal dan Integrasi ………………………. 19
2.3. Jenis Pembedahan pada Pediatri ………………………………….. 20
2.4. Penilaian Nyeri pada Pediatri …………………………………….. 21
2.5. Tingkat Kecemasan pada Anak …………………………………... 27
2.6. Sedasi dalam Mengatasi Kecemasan ……………………………... 30
2.6.1. Midazolam …………………………………………….. 30
2.6.2. Nitrous Oxide (N2O) …………………………………... 31
2.6.3. Obat-obat Lainnya ……………………………………... 32
2.7. Aspek Umum Perkembangan Farmakologi ………………………. 32
2.8. Pedoman Tatalaksana Nyeri Pasca Operasi Pada Anak ………….. 34
2.8.1. Nyeri akut pada anak akibat trauma pembedahan yang luas
(disertai dengan kerusakan jaringan ringan) – NRS atau VAS
pasca operasi < 4 ………………………………………. 36
2.8.2. Prosedur operasi pada anak dengan kerusakan jaringan
sedang – NRS atau VAS pasca operasi 4-6 dan durasi nyeri
operasi < 3 hari ……………………………………….... 38
2.8.3. Prosedur operasi pada anak dengan kerusakan jaringan hebat
– NRS atau VAS pasca operasi > 7 dan durasi nyeri pasca
operasi > 3 hari ………………………………………… 39
2.9. Opioid …………………………………………………………….. 42
2.10. Efek Nyeri Pasca Operasi pada Anak …………………………...... 44
2.10.1. Sistem Kardiovaskular ………………………………… 45
2.10.2. Sistem Gastrointestinal ………………………………... 45
2.10.3. Sistem Respirasi ………………………………………. 45
2.10.4. Sistem Genitourinari ………………………………….. 46
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
ii
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.10.5. Sistem Muskuloskeletal ……………………………….. 46
2.10.6. Sistem Imun …………………………………………… 47
2.10.7. Efek Psikologis dan Kognitif ………………………….. 47
2.10.8. Mual dan Muntah ……………………………………… 47
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL …………………………………………. 48
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ………………………………………… 51
4.1. Desain Penelitian …………………………………………………. 51
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………. 51
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ………………………………….. 51
4.3.1. Kriteria Inklusi ………………………………………… 51
4.3.2. Kriteria Eksklusi ………………………………………. 51
4.3.3. Besar Sampel ………………………………………….. 51
4.3.4. Teknik Pengambilan Sampel ………………………….. 51
4.4. Kerangka Operasional ……………………………………………. 52
4.5. Definisi Operasional ……………………………………………… 52
4.6. Bahan dan Cara Kerja ……………………………………………. 53
4.6.1. Bahan ………………………………………………….. 53
4.6.2. Cara Kerja ……………………………………………... 54
4.7. Analisa Statistik …………………………………………………... 54
4.8. Jadwal Penelitian …………………………………………………. 54
BAB 5 HASIL PENELITIAN …………………………………………………... 56
5.1. Profil Pasien ………………………………………………………. 56
5.1.1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ……………... 56
5.1.2. Karakteristik Berdasarkan Usia ……………………….. 57
5.1.3. Karakteristik Berdasarkan PS ASA …………………… 57
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
iii
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.1.4. Karakteristik Berdasarkan Jenis Operasi ……………… 58
5.1.5. Karakteristik Berdasarkan Klasifikasi Operasi ………... 59
5.1.6. Karakteristik Berdasarkan Skala Nyeri Preoperatif …… 60
5.1.7. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Kecemasan ……….. 61
5.1.8. Karakteristik Berdasarkan Teknik Anestesi …………… 62
5.2. Profil Analgetik …………………………………………………... 63
5.2.1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Analgetik ……………. 63
5.2.2. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Analgetik …………. 64
5.2.3. Karakteristik Analgetik Tunggal ………………………. 65
5.2.4. Karakteristik Analgetik Kombinasi ……………………. 65
5.3. Karakteristik Analgetik Tunggal dan Kombinasi ………………… 66
5.4. Nyeri Pasca Operasi ……………………………………………… 72
5.4.1. Skala Nyeri Pasca Operasi …………………………….. 72
5.4.2. Karakteristik Skala Nyeri pada Pemberian Analgetik
Tunggal dan Kombinasi ……………………………….. 74
5.4.3. Nyeri pada 30 Menit Pasca Operasi …………………… 76
5.4.4. Nyeri pada 1 Jam Pasca Operasi ………………………. 78
5.4.5. Nyeri pada 2 Jam Pasca Operasi ………………………. 80
5.4.6. Nyeri pada Hari Pertama Pasca Operasi ………………. 83
5.4.7. Nyeri pada Hari Kedua Pasca Operasi ………………… 84
5.5. Tingkat Kecemasan ………………………………………………. 86
5.5.1. Karakteristik Tingkat Kecemasan pada Pemberian Analgetik
Tunggal dan Kombinasi ……………………………….. 86
5.5.2. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri
Preoperatif ……………………………………………... 87
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
iv
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.5.3. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 30
Menit Pasca Operasi ………………………………….... 89
5.5.4. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 1 Jam
Pasca Operasi ………………………………………….. 90
5.5.5. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 2 Jam
Pasca Operasi ………………………………………….. 91
5.5.6. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari
Pertama Pasca Operasi ………………………………… 93
5.5.7. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari
Kedua Pasca Operasi …………………………………... 94
5.6. Efek Sedasi Pasca Operasi ………………………………………... 95
5.6.1. Skala Sedasi Pasca Operasi ……………………………. 95
5.6.2. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca
Operasi ………………………………………………… 96
5.6.3. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca
Operasi ………………………………………………… 98
5.6.4. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca
Operasi ………………………………………………… 99
BAB 6 PEMBAHASAN ………………………………………………………... 101
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………. 110
7.1. Kesimpulan ……………………………………………………….. 110
7.2. Saran ……………………………………………………………… 110
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 111
Lampiran 1
Penjelasan Untuk Mendapat Persetujuan …………………………. 117
Lampiran 2
Pernyataan Persetujuan …………………………………………… 119
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
v
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 3
Lembar Pengumpul Data …………………………………………. 120
Keterangan Kelaikan Etik ………………………………………………………... 127
Analisa Statistik …………………………………………………………………... 128
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
vi
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Skala FLACC (face, legs, activity, cry dan consolability) ……….. 24
Tabel 2.2.
Skala NIPS (Neonatal Infant Pain Scale) ………………………... 25
Tabel 2.3.
Intervensi pada Skala NIPS ………………………………………. 26
Tabel 2.4.
Skala pengukuran CRIES (Crying, Requires O2 for SaO2 < 95%,
Increased vital signs, Expressions, Sleepless) ……………………. 26
Tabel 2.5.
Modified Yale Preoperative Anxiety Scale (mYPAS) ……………. 28
Tabel 2.6.
Tren Relevan Terkait Umur Terhadap Kerja Obat ……………….. 32
Tabel 2.7.
Dosis Analgetik Paracetamol pada Anak ………………………...... 40
Tabel 2.8.
Dosis Analgetik Metamizole pada Anak ………………………..... 41
Tabel 2.9.
Dosis Analgetik NSAID pada Anak ……………………………... 41
Tabel 2.10.
Dosis Analgetik Opioid pada Anak ………………………............. 42
Tabel 2.11.
Patient-controlled analgesia (PCA) ……………………………… 42
Tabel 2.12.
Nurse-controlled analgesia (NCA) ………………………………. 42
Tabel 5.1.
Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ………………………… 56
Tabel 5.2.
Karakteristik Berdasarkan Usia …………………………………... 57
Tabel 5.3.
Karakteristik Berdasarkan PS ASA ………………………………. 58
Tabel 5.4.
Karakteristik Berdasarkan Jenis Operasi …………………………. 58
Tabel 5.5.
Karakteristik Berdasarkan Klasifikasi Operasi …………………… 59
Tabel 5.6.
Karakteristik Berdasarkan Skala Nyeri Preoperatif ………………. 60
Tabel 5.7.
Karakteristik Berdasarkan Tingkat Kecemasan …………………... 61
Tabel 5.8.
Karakteristik Berdasarkan Teknik Anestesi ……………………… 62
Tabel 5.9.
Karakteristik Berdasarkan Jenis Analgetik ……………………….. 63
Tabel 5.10.
Karakteristik Berdasarkan Jumlah Analgetik ……………………... 64
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
vii
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.11.
Karakteristik Berdasarkan Analgetik Tunggal …………………… 65
Tabel 5.12.
Karakteristik Berdasarkan Analgetik Kombinasi ………………… 66
Tabel 5.13.
Karakteristik Analgetik Tunggal dan Kombinasi ………………… 70
Tabel 5.14.
Skala Nyeri Pasca Operasi ………………………...……………… 73
Tabel 5.15.
Karakteristik Skala Nyeri Untuk Usia ≤ 12 tahun …………………74
Tabel 5.16.
Karakteristik Skala Nyeri Untuk Usia > 12 tahun …………………75
Tabel 5.17.
Nyeri pada 30 Menit Pasca Operasi ………………………...…….. 77
Tabel 5.18.
Nyeri pada 1 Jam Pasca Operasi ………………………...………... 79
Tabel 5.19.
Nyeri pada 2 Jam Pasca Operasi ………………………...………... 82
Tabel 5.20.
Nyeri pada Hari Pertama Pasca Operasi ………………………...... 84
Tabel 5.21.
Nyeri pada Hari Kedua Pasca Operasi ………………………...….. 86
Tabel 5.22.
Karakteristik Tingkat Kecemasan ………………………...………. 87
Tabel 5.23.
Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Preoperatif … 88
Tabel 5.24.
Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca
Operasi ………………………...………………………...………... 89
Tabel 5.25.
Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca
Operasi ………………………...………………………...………... 91
Tabel 5.26.
Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca
Operasi ………………………...………………………...………... 92
Tabel 5.27.
Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari Pertama
Pasca Operasi ………………………...………………………...…. 93
Tabel 5.28.
Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari Kedua Pasca
Operasi ………………………...………………………...………... 95
Tabel 5.29.
TUGAS AKHIR
Skala Sedasi Pasca Operasi ………………………...…………….. 96
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
viii
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.30.
Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca Operasi
………………………...………………………...……………….… 97
Tabel 5.31.
Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca Operasi
………………………...………………………...……………….… 98
Tabel 5.32.
Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca Operasi
………………………...………………………...……………….… 100
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
ix
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Perjalanan Nyeri ………………………………………………… 10
Gambar 2.2.
Pengukuran Skala Nyeri: Visual Analogue Scale (VAS), Numerical
Rating Scale (NRS) dan Facial Expressions Scale ……………... 23
Gambar 2.3.
Ekspresi Wajah Akibat Rangsangan Nyeri ……………………... 26
Gambar 2.4.
Farmakoterapi Preoperatif pada Prosedur Operasi dengan Kerusakan
Jaringan Ringan – Analgetik Preemtif …………………………… 37
Gambar 2.5.
Farmakoterapi Postoperatif pada Prosedur Operasi dengan Kerusakan
Jaringan Ringan ………………………………………………….. 37
Gambar 2.6.
Farmakoterapi Postoperatif pada Prosedur Operasi dengan Kerusakan
Jaringan Sedang ………………………………………………….. 38
Gambar 2.7.
Farmakoterapi Postoperatif pada Prosedur Operasi dengan Kerusakan
Jaringan Hebat …………………………………………………… 40
Gambar 5.1.
Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ………………………. 56
Gambar 5.2.
Karakteristik Berdasarkan Usia …………………………………. 57
Gambar 5.3.
Karakteristik Berdasarkan PS ASA ……………………………… 58
Gambar 5.4.
Karakteristik Berdasarkan Jenis Operasi ………………………... 59
Gambar 5.5.
Karakteristik Berdasarkan Klasifikasi Operasi …………………. 60
Gambar 5.6.
Karakteristik Berdasarkan Skala Nyeri Preoperatif …………….. 61
Gambar 5.7.
Karakteristik Berdasarkan Tingkat Kecemasan ………………… 61
Gambar 5.8.
Karakteristik Berdasarkan Teknik Anestesi …………………….. 63
Gambar 5.9.
Karakteristik Berdasarkan Jenis Analgetik ……………………... 64
Gambar 5.10.
Karakteristik Berdasarkan Jumlah Analgetik …………………… 64
Gambar 5.11.
Karakteristik Berdasarkan Analgetik Tunggal ………………….. 65
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
x
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 5.12.
Karakteristik Berdasarkan Analgetik Kombinasi ………………. 66
Gambar 5.13.
Karakteristik Usia dan Berat Badan Terhadap Jumlah Analgetik 71
Gambar 5.14.
Karakteristik Jenis Kelamin, PS ASA dan Usia Terhadap Jumlah
Analgetik ………………………………………………………… 71
Gambar 5.15.
Karakteristik Jenis Operasi Terhadap Jumlah Analgetik ……….. 71
Gambar 5.16.
Karakteristik Klasifikasi Operasi dan Tingkat Kecemasan Terhadap
Jumlah Analgetik ………………………………………………... 72
Gambar 5.17.
Skala Nyeri Pasca Operasi ………………………………………. 73
Gambar 5.18.
Karakteristik Skala Nyeri (1) ……………………………………. 75
Gambar 5.19.
Karakteristik Skala Nyeri (2) ……………………………………. 76
Gambar 5.20.
Nyeri pada 30 Menit Pasca Operasi ……………………………... 78
Gambar 5.21.
Nyeri pada 1 Jam Pasca Operasi ………………………………… 80
Gambar 5.22.
Nyeri pada 2 Jam Pasca Operasi ………………………………… 82
Gambar 5.23.
Nyeri pada Hari Pertama Pasca Operasi ………………………… 84
Gambar 5.24.
Nyeri pada Hari Kedua Pasca Operasi ………………………….. 86
Gambar 5.25.
Karakteristik Tingkat Kecemasan ………………………………. 87
Gambar 5.26.
Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Preoperatif 88
Gambar 5.27.
Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca
Operasi ………………………………………………………….. 90
Gambar 5.28.
Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca
Operasi ………………………………………………………….. 91
Gambar 5.29.
Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca
Operasi ………………………………………………………….. 92
Gambar 5.30.
Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari Pertama
Pasca Operasi …………………………………………………… 94
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
xi
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 5.31.
Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari Kedua
Pasca Operasi …………………………………………………… 95
Gambar 5.32.
Skala Sedasi Pasca Operasi ……………………………………... 96
Gambar 5.33.
Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca Operasi
……………………………………………………………………. 97
Gambar 5.34.
Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca Operasi
……………………………………………………………………. 99
Gambar 5.35.
Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca Operasi
……………………………………………………………………. 100
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
xii
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manajemen nyeri yang memadai merupakan kebutuhan penting dan
universal dalam perawatan kesehatan. Di era modern seperti sekarang, implikasi
fisiologi dan psikologi nyeri yang merugikan tetap tidak teratasi dengan baik.
Manajemen nyeri yang tidak efektif pada anak dapat berakibat negatif terhadap
hasil klinis dan psikologis serta kualitas hidup pasien. Manajemen nyeri pasca
operasi yang inadekuat sebagian besar akan menyebabkan terjadinya chronic
persistent postsurgical pain (CPSP) dengan insiden hingga 50%.
(1)
Dampak
lainnya yaitu memperpanjang perawatan pasca anestesi, keterlambatan pasien
keluar rumah sakit, hingga tidak terantisipasinya pasien rawat jalan masuk rumah
sakit pasca operasi.
(1)
Sebuah studi oleh Power dkk menyebutkan bahwa terjadi
gangguan pola makan pada pasien pediatri yang tidak mendapat penanganan nyeri
yang baik pada 2 hari pertama pasca operasi, diikuti dengan kecemasan saat
berpisah dengan orang tua dan apatis. (2) Manajemen nyeri akut yang efektif akan
meningkatkan hasil luaran dan juga kepuasan pasien. Penelitian dan penerapan
terhadap pedoman tatalaksana nyeri mendokumentasikan adanya perbaikan
terhadap tatalaksana nyeri akut dan nyeri pasca operasi, namun kesadaran untuk
memberikan manajemen nyeri masih sangat kurang. Intervensi tertentu akan
meningkatkan sikap dan persepsi pasien terhadap nyeri. Penanganan nyeri secara
multidisiplin akan membawa perbaikan dalam manajemen nyeri pasien, edukasi
nyeri, hasil luaran serta tingkat kepuasan pasien.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA
1 …..…..
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Nyeri pasca operasi merupakan permasalahan penting setelah tindakan
operasi. Penanganan nyeri yang efektif dengan efek samping sedikit akan
mempercepat pemulihan dan kepulangan pasien dari rumah sakit. Kenyamanan
pasien merupakan salah satu hal penting sehingga analgetik yang adekuat sangat
dibutuhkan pada periode pasca operasi.
Stimuli nyeri yang terjadi berulang memberi dampak merugikan seperti
perubahan sensitivitas terhadap nyeri serta perubahan permanen neuroanatomi dan
perilaku, karena itu The American Academy of Pediatrics and The American Pain
Society mengatakan bahwa nyeri harus dikenali dan dirawat lebih agresif terutama
pada anak-anak. (3)
Anak-anak telah mendapat penanganan nyeri yang tidak adekuat dan
prosedur yang menyakitkan karena adanya stigma yang salah bahwa mereka tidak
menderita atau merasa sakit ataupun mengingat pengalaman yang tidak
menyenangkan seperti halnya pada dewasa. Patofisiologi nyeri pada anak juga
terdiri dari 4 proses yaitu transduksi, transmisi, persepsi dan modulasi. Proses
modulasi pada neonatus tidak berlangsung dengan baik karena jalur descending
yang imatur.
(4)
Kurangnya keamanan dan efektivitas analgetik disertai
kekhawatiran risiko yang mungkin terjadi seperti depresi nafas, menimbulkan
lebih banyak alasan sehingga penanganan nyeri pada anak tidak adekuat. Sebuah
dogma yang terkenal menyebutkan bahwa anak-anak tidak merasakan nyeri dan
sangat berbahaya untuk memberikan analgetik kuat karena adanya risiko
ketergantungan.
(5)
Penanganan nyeri pasca operasi yang tidak adekuat meskipun
pada bayi dan anak akan merangsang respon stres biokimia dan fisiologis serta
menggangu sistem pernafasan, kardiovaskular, neuroendokrin, gastrointestinal,
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA
2 …..…..
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
imunologi dan fungsi metabolik.
(6)
Finely dkk telah melaporkan bahwa berbagai
jenis pembedahan “minor” dapat menyebabkan nyeri yang signifikan pada anak,
dan terdapat kesalahpahaman pada orang tua tentang penanganan nyeri pada anak.
(7)
Manajemen nyeri pada anak tidak adekuat karena adanya morbiditas dan
juga mortalitas. Swaford dan Allen telah menyatakan bahwa “Paediatric patients
seldom need medication for relief of pain. They tolerate discomfort well…”
(pasien pediatri terkadang membutuhkan terapi untuk nyeri, karena mereka dapat
menahan rasa nyeri dengan baik).
(8)
Eland menemukan perbedaan signifikan
dalam manajemen nyeri pada anak dan dewasa.
(9)
Laporan insiden nyeri dan
pemberian analgetik akan bermunculan dalam beberapa tahun ke depan. Anand
dkk menggambarkan efek dari nyeri pada bayi karena anestesi minimal pada
artikelnya.
(10)
Artikel serupa juga diterbitkan pada jurnal medis utama. Setelah
artikel-artikel tersebut terbit, beberapa komite memberikan rekomendasi untuk
penatalaksanaan nyeri pada anak. The society of Paediatric Anaesthesia pada
pertemuan tahunan ke-15 di New Orleans, Lousiana tahun 2001 mengemukakan
bahwa bebas dari rasa nyeri merupakan hak asasi manusia, terlepas dari usia,
kondisi medis, pengobatan, ataupun lembaga medis yang menangani.
(11)
Langlade dkk menyebutkan bahwa penanganan nyeri pasca operasi harus meliputi
rencana anestesi sebelum dilakukan induksi, mengutip ide „menangani nyeri
sebelum nyeri timbul‟.
(12)
Saat ini, manajemen nyeri pasca operasi merupakan
integral dari praktik anestesi pada anak di seluruh rumah sakit besar.
Nyeri akut adalah nyeri yang berhubungan dengan berbagai episode
kerusakan jaringan dan inflamasi, yang bisa disebabkan oleh pembedahan, luka
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA
3 …..…..
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
bakar, atau trauma. Dalam studi Ganter dkk di sebuah rumah sakit di Zurich,
Switzerland menyebutkan bahwa pasien dengan nyeri pasca operasi yang tiba di
PACU (Post Anesthesia Care Unit) akan membutuhkan waktu lebih lama di
PACU sebelum pasien layak kembali ke ruang rawat inap.
(11, 13)
Friedrichsdorf
dkk mengatakan dalam studinya bahwa intensitas nyeri yang paling besar yang
didapatkan seorang anak saat berada di rumah sakit adalah karena trauma/cedera
diikuti dengan pembedahan. (14) Penelitian yang dilakukan oleh Kozlowski dkk di
sebuah rumah sakit anak tersier di Mid Atlantic juga menyebutkan bahwa sumber
nyeri paling banyak diakibatkan oleh prosedur pembedahan mayor seperti fusi
spinal, craniectomy dan colostomy.
(15)
Yang ironis adalah dari survei skala besar
dilaporkan bahwa 40% pasien pediatri yang menjalani pembedahan mengalami
nyeri pasca operasi sedang hingga berat dan 75% tidak mendapat analgetik yang
cukup. (16)
Hambatan yang terjadi terhadap penanganan nyeri pasca operasi yang baik
pada pasien pediatri dikarenakan penilaian nyeri terhadap anak sulit dilakukan
karena belum ada teknik penilaian nyeri yang ideal.
(17)
Metode yang dapat
digunakan untuk menilai nyeri pada anak antara lain self-report ataupun
pengamatan perilaku. Namun hal ini juga dihambat oleh adanya beberapa faktor
perancu seperti tingkat kecemasan preoperatif ataupun gangguan kognitif pada
anak.
Untuk mengatasi nyeri pasca operasi dapat dilakukan teknik farmakologi
dan non-farmakologi. Teknik farmakologi mencakup berbagai jenis obat yang
diberikan mulai dari per oral, intravena, rectal maupun regional. Sebuah studi
yang dilakukan oleh Menezes menyebutkan bahwa efek analgetik obat per rectal
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA
4 …..…..
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dan epidural caudal yang diberikan setelah induksi tidak jauh berbeda.
(18)
Penelitian lain oleh Beyaz di sebuah rumah sakit pendidikan di Turki
menyebutkan bahwa efek analgetik preemtif antara obat analgetik intravena dan
blok caudal tidak berbeda secara signifikan. (19)
Pasien pediatri mempunyai farmakodinamik dan farmakokinetik obat
analgetik yang berbeda dari dewasa. Respon farmakodinamik terhadap opioid,
anestesi lokal, paracetamol dan obat antiinflamasi pada anak matur pada usia 2
tahun. Dan belum terdapat bukti kuat tentang efek analgetik dari paracetamol
ataupun nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) pada neonatus ataupun
bayi usia < 3 bulan.
(20)
Penelitian klinis tentang farmakodinamik dan
farmakokinetik pada populasi pediatri tidak dilakukan hingga tahun 1970an.
Penelitian sederhana mengemukakan bahwa parameter farmakokinetik seperti
waktu paruh, volume of distribution dan clearance plasma total sangat bervariasi
pada beberapa kelompok umur, meskipun berat badan hampir sama.
(21)
Hal ini
juga didukung oleh analisa populasi di berbagai rentang usia yang menyebutkan
bahwa usia, di samping ukuran tubuh, mempunyai peranan penting sebagai
parameter farmakokinetik pada populasi pediatri. (22)
Pembahasan tentang nyeri sangat luas, mulai dari pencegahan timbulnya
nyeri, penilaian nyeri di awal dan pasca operasi hingga komplikasi yang timbul
bila nyeri tidak diatasi dengan baik seperti bertambahnya waktu rawat di PACU.
Hal inilah yang mendasari saya membuat penelitian mengenai profil analgetik
pasca operasi pada pasien pediatri. Hambatan dari penelitian ini adalah sulitnya
menilai nyeri pada pediatri yang seringkali rancu dengan kecemasan. Oleh karena
itu, kedua aspek tersebut akan dinilai dalam penelitian ini.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA
5 …..…..
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana pengelolaan nyeri pasca operasi pasien pediatri di Gedung
Bedah Pusat Terpadu (GBPT) RSUD Dr. Soetomo?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Menganalisa profil analgetik pasca operasi pasien pediatri di GBPT
RSUD Dr. Soetomo
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui jenis analgetik pasca operasi pasien pediatri di GBPT
RSUD Dr. Soetomo
2. Mengetahui intensitas nyeri pasca operasi pasien pediatri di GBPT
RSUD Dr. Soetomo
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Pengembangan Ilmu
Memberikan informasi tentang jenis analgetik pasca operasi pasien
pediatri di GBPT RSUD Dr. Soetomo
1.4.2. Bagi Pelayanan
Dengan mengetahui apakah pengelolaan nyeri pasca operasi pasien
pediatri saat ini sesuai pedoman, maka diharapkan manajemen nyeri pada
pediatri dapat diperbaiki
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA
6 …..…..
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1.4.3.
Bagi Penderita
Dengan adanya perbaikan manajemen nyeri pasca operasi pada pasien
pediatri maka diharapkan morbiditas pasien pediatri akibat nyeri dapat
menurun
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA
7 …..…..
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Nyeri
Nyeri menurut The International for the study of Pain (IASP) adalah suatu
pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan, berkaitan dengan
kondisi aktual atau potensial terjadinya kerusakan jaringan. Nyeri terdiri dari 2
komponen utama yaitu komponen sensoris (fisik) dan emosional (psikologis).
Berdasarkan tipe, nyeri terdiri dari nyeri nosiseptif yang disebabkan oleh aktivasi
nosiseptor (reseptor nyeri) sebagai respon terhadap stimuli berbahaya dan nyeri
neuropatik yang disebabkan oleh proses sinyal di sistem saraf perifer atau pusat yang
menggambarkan sistem saraf. (23)
Nyeri merupakan stresor yang dapat mengganggu homeostasis. Respon adaptif
terhadap stres meliputi perubahan fisiologis di mana pada fase awal berguna sebagai
life saving. Adaptasi perifer melibatkan perpindahan energi dari tempat penyimpanan
menuju aliran darah untuk mengatasi stresor. Ini juga mencakup respon analgetik,
respon reflek menghilang dan berbagai perubahan fisiologis yang diperantarai oleh
sistem nervus simpatis. Namun, jika respon stres dibiarkan berlanjut, berbagai efek
berbahaya mungkin terjadi dengan melibatkan beberapa sistem tubuh dan berpotensi
mengancam jiwa. Fisiologi nyeri meliputi:
1. Transduksi
Proses ini meliputi perubahan stimulus berbahaya di ujung saraf sensorik
menjadi impuls saraf. Nosiseptor (neuron aferen primer) adalah ujung
saraf dengan kapasitas untuk membedakan antara rangsangan berbahaya
dan tidak berbahaya. Saat mereka terkena rangsangan berbahaya, sejumlah
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
8
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
zat termasuk prostaglandin, bradikinin, serotonin, substansi P dan histamin
dirilis untuk memudahkan pergerakan impuls nyeri dari perifer ke saraf
spinal.
2. Transmisi
Pergerakan impuls dari tempat transduksi ke otak. Transmisi terjadi pada 3
tahap: dari serat nosiseptor ke saraf spinal, dari saraf spinal ke batang otak
dan thalamus, dan terakhir dari thalamus ke cortex. Agar stimulus nyeri
dapat diubah menjadi impuls dan berpindah dari perifer ke saraf spinal,
maka potensial aksi harus terjadi, yaitu berpindahnya ion natrium dan
kalium dari cairan ekstraseluler ke dalam intraseluler dan sebaliknya.
Transmisi terjadi pada serat C dan serat delta A dan neurotransmiter
dibutuhkan di tiap sinaps agar impuls nyeri dapat menyebrang celah
sinaps.
3. Persepsi
Proses yang terlibat yaitu mengenali, mendefinisikan dan menanggapi rasa
sakit. Ini merupakan hasil dari aktivitas saraf dan di mana nyeri menjadi
pengalaman sadar. Persepsi berlangsung terutama cortex, tetapi sistem
limbik dan sistem retikuler juga terlibat.
4. Modulasi
Ini melibatkan aktivasi jalur desenden yang memberi efek penghambatan
pada transmisi nyeri. Serat desenden melepaskan substansi seperti opioid
endogen,
serotonin,
noradrenalin,
asam
gamma-aminobutyric
dan
neurotensin yang mempunyai kapasitas untuk menghambat transmisi
rangsangan berbahaya dan menghasilkan efek analgetik.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
9
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 2.1. Perjalanan Nyeri
2.2. Perkembangan Neurobiologi Nyeri pada Neonatus (4)
Nyeri merupakan proses pendeteksi sensasi di perifer dan penghantaran
sensasi melalui saraf spinal, batang otak dan nukleus relay di thalamus menuju cortex
cerebri. Neuron nosisepsi sensitif terhadap suhu, mekanik ataupun rangsangan kimia
berbahaya. Rangsangan tersebut mempunyai neuropeptida yang dikeluarkan dan
sensitif terhadap hormon pertumbuhan tertentu yang terlibat dalam inflamasi
neurogenik (misal vasodilatasi dan leakage vaskular) dan regulasi neuroimun. Neuron
nosisepsi juga mempengaruhi kontraksi otot polos dan sekresi glandular ke dalam
saluran gastrointestinal dan urinari. Fisiologi nyeri pada neonatus ini dibagi menjadi 3
bagian yaitu:
ï‚·
Sistem saraf perifer lokal memproses atau proses transduksi terjadi saat
rangsangan diterjemahkan menjadi potensial aksi neuron pada
nosiseptor, yang merupakan ujung sensoris dari neuron aferen primer
perifer.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
10
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ï‚·
Proses di saraf spinal, disebut sebagai proses transmisi dan modulasi,
merupakan propagasi potensial aksi di sepanjang jalur ascending dari
tempat transduksi menuju sistem saraf sensoris di saraf spinal, yang
kemudian menuju batang otak; dan aktivasi jalur descending yang
memberi efek inhibisi pada transmisi sinaps dari rangsangan berbahaya.
ï‚·
Proses supraspinal dan integrasi nyeri atau proses persespsi yang
merupakan hasil dari proses nyeri yang meliputi pengenalan,
pengidentifikasi dan respon terhadap rangsangan berbahaya di otak.
2.2.1. Maturasi dari Respon Lokal Sistem Saraf Perifer atau Transduksi
Sistem saraf perifer, sebagai bagian dari sistem somatosensoris, terdiri dari 3
serat aferen primer, Aδ (bermielin tipis, reseptor nyeri mekanosensitif), Aβ,
dan serat C-polimodal (tidak bermielin, reseptor nyeri sensitif terhadap
rangsangan mekanik, kimia dan suhu). Saat usia kehamilan 6 minggu,
perkembangan sinaps antara serat sensoris dan interneuron di cornu dorsalis
dari saraf spinal mulai terjadi. Pada saat usia kehamilan 7 minggu, reseptor
sensoris di kulit muncul di area perioral. Pada usia kehamilan 11 minggu,
reseptor di kulit berkembang ke seluruh wajah, telapak tangan, telapak kaki;
pada usia kehamilan 15 minggu berkembang ke badan dan proximal dari
lengan dan kaki; dan pada usia kehamilan 20 minggu berkembang ke seluruh
permukaan kulit dan mukosa. Pada usia kehamilan 24 minggu, sistem saraf
perifer berkembang matur dan befungsi. Namun, berbeda dengan dewasa,
neonatus mempunyai densitas ambang nyeri Aδ yang lebih tinggi dan Aβ yang
lebih rendah yang respon terhadap frekuensi rangsangan lebih rendah.
Rangsangan taktil dan berbahaya membangkitkan withdrawal kulit anggota
gerak pada neonatus pada usia kehamilan 27 minggu.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
11
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Cedera jaringan memicu respon cascade di neuron perifer. Rangsangan
berbahaya yang diartikan sebagai aktivitas elektrik di ujung perifer dari serat
Aδ dan C-polimodal dan dikonduksikan dengan cepat menuju cornu dorsalis
saraf spinal. Kerusakan sel dan pembuluh darah akibat cedera disertai dengan
proses inflamasi dan adanya sel tumor, memicu pengeluaran mediator
biomekanik (bradikinin, ion kalsium dan kalium, substansi P dan
prostaglandin) yang mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor aferen Aδ
dan C-polimodal yang mengirimkan impuls nyeri ke saraf spinal dan
menstimulasi timbulnya inflamasi lokal dan respon edema. Secara bersamaan,
substansi P dan prostaglandin meningkatkan inflamasi lokal jaringan dan
menyebabkan hiperalgesia lokal primer. Dengan kerusakan jaringan berulang,
proses inflamasi dan nyeri terkait dapat meluas ke jaringan di sekitar luka
sehingga menimbulkan allodynia dan menurunkan ambang reflek fleksor di
kulit hingga 50%.
Selain hiperalgesia, kerusakan jaringan pada awal kehidupan menyebabkan
penrkembangan dendrit secara mendalam dan persisten di saraf lokal sensoris
terminal. Dibanding dengan bayi yang lebih besar, perkembangan terjadi lebih
prominen jika kerusakan jaringan terjadi saat lahir atau beberapa saat
setelahnya. Studi perilaku menunjukkan bahwa hal tersebut menunjukkan
ambang mekanik dan hiperinervasi dari area luka yang menetap hingga
dewasa.
Dulu, kurangnya mielinisasi digunakan untuk mendukung argumen bahwa
sistem saraf pada bayi prematur adalah imatur sehingga bayi tidak mampu
merasakan nyeri. Namun, pada saraf perifer dewasa, impus nosisepsi
ditransmisikan melalui serat Aδ dan C-polimodal. Mielinisasi saraf neonatus
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
12
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
yang
tidak
sempurna
memperpanjang
velositas
konduksi,
namun
dikompensasi sepenuhnya dengan jarak interneuron dan neuromuskular yang
lebih pendek yang dilalui oleh impuls saraf. Jalur saraf nosisepsi sistem saraf
pusat dan saraf spinal bermielinisasi pada usia kehamilan trimester kedua dan
ketiga. Jalur nosisepsi ascenden menuju batang otak dan thalamus
bermielinisasi secara sempurna pada usia kehamilan 30 minggu; sedangkan
serabut saraf thalamocortical di kapsula interna bagian posterior dan corona
radiata bermielinisasi pada usia kehamilan 37 minggu.
2.2.2. Maturasi dari Proses di Saraf Spinal atau Transmisi dan Modulasi
Di awal kehidupan, sistem saraf spinal neonatus yang imatur berfungsi sebagai
unit independen. Karena jalur descenden imatur, cortex neonatus hanya dapat
sedikit mengontrol rasa nyeri. Respon nyeri bioperilaku berespon terhadap
rangsangan berbahaya merupakan reflek spinal dekortikasi berkelanjutan. Saat
cortex mengasumsikan waktu, pengalaman dan maturitas nyeri; terjadi
integrasi reflek imatur menjadi pola perilaku dewasa yang canggih.
Saraf spinal mempunyai 3 level fungsi penting nosisepsi: (1) respon lokal,
yang seringkali bersifat reflek protektif; (2) transmisi nyeri ascenden dan (3)
modulasi dari impus nosispsi melalui jalur descenden. Namun deskripsi lebih
jelas dari anatomi dan fisiologi sistem saraf pusat tidak tersedia.
2.2.3. Respon Lokal Saraf Spinal
Dalam saraf spinal, glutamat dan takikinin menstimulasi N-methyl-D-aspartat
(NMDA) dan reseptor takininin membantu proses mediasi nosisepsi. Reseptor
NMDA dianggap bertanggung jawab terhadap sensitisasi sentral atau “wind up
phenomenon” di mana input sensoris ke dalam sistem saraf pusat diperkuat,
sehingga terjadi perubahan di dalam sistem saraf pusat dan menimbulkan
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
13
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
nyeri. Semua lamina di cornu dorsalis pada neonatus merupakan NMDA yang
sensitif terhadap glutamat hingga usia 10-12 hari, di mana densitas tertinggi
terkonsentrasi di substansi gelatinosa. Peningkatan eksitabilitas dari resptor
nosisepsi di cornu dorsalis (“wind up”) juga menyebabkan hiperalgesia
sekunder pada jaringan normal di sekitar luka. Selain itu, input nosisepsi dari
tungkai berlawanan juga menyebabkan nyeri.
Reseptor NMDA dari cornu dorsalis pada neonatus lebih besar dari dewasa
hingga usia kehamilan 42 minggu, kemudian menurun menjadi sama dengan
ukuran dewasa pada usia kehamilan 43-44 minggu. Hal ini meningkatkan
ekspresi reseptor NMDA di cornu dorsalis saraf spinal yang menonjolkan
rendahnya ambang nyeri pada bayi prematur dan diduga berhubungan dengan
peningkatan kerentanan kerusakan eksitotoksis pada otak bayi yang baru lahir
yang menimbulkan nyeri yang lebih hebat dan lebih lama pada bayi. NMDA
yang bergantung serabut C membangkitkan depolarisasi sel saraf spinal dan
“wind up” sel pada stimulasi berulang serabut C telah terbukti pada usia muda
saraf spinal in vitro (8-14 hari) dan diobservasi pada neonatus prematur dan
aterm yang terpapar oleh prosedur menyakitkan berturut-turut.
Pada dewasa, γ-aminobutyric acid (GABA) menghambat aktivitas eksitatori
dari glutamat, namun pada bayi, GABA merangsang depolarisasi dependen, di
mana terdapat konsentrasi klorida intrasel. GABA lebih sensitif pada bayi
hingga usia 44 minggu. Reseptor NMDA yang besar dan level sinyal GABA
yang imatur berperan dalam hipersensitivitas nosisepsi pada bayi. Hasilnya
respon nyeri akan timbul dengan sedikit saja rangsangan invasif.
Respon saraf spinal memiliki efek besar terhadap respon bioperilaku neonatus
terhadap rangsangan. Dibandingkan dengan bayi aterm, anak-nak, remaja dan
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
14
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dewasa, bayi prematur mempunyai ambang nyeri lebih rendah dan mempunyai
respon reflek lebih sensitif terhadap rangsangan sentuhan. Penurunan ambang
nyeri membuat bayi lebih sensitif terhadap rangsangan berbahaya seperti
sentuhan di sekitar area luka yang dapat menimbulkan nyeri selama beberapa
hari atau minggu. Dengan adanya rangsangan berbahaya berulang, ambang
nyeri bahkan menurun lebih rendah akibat pengaruh NMDA dan GABA pada
eksitabilitas dari neuron sensoris saraf spinal. Variabilits signifikan dri respon
terhadap nyeri diamati pada neonatus untuk melihat penurunan nilai ambang
nyeri secara kontinyu dan peningkatan kepekaan neuron. Implikasi klinis pada
neonatus dibanding dewasa yaitu respon perilaku pada perawatan rutin akan
sama seperti respon perilaku pada prosedur invasif. Berdasarkan usia
kehamilan bayi, banyaknya pengalaman nyeri, perilaku bayi, atau penyakit
yang diderita, 1 rangsangan saja dapat menimbulkan respon nyeri yang
berlangsung beberapa menit ataupun tidak ada reaksi sama sekali.
Afinitas reseptor NMDA menurun seiring dengan usia postnatal. NMDA
sangat tinggi membangkitkan masuknya kalsium pada substansia gelatinosa
tikus pada minggu pertama postnatal kemudan menurun hingga sama seperti
dewasa pada usia 6-8 minggu postnatal. Jumlah reseptor NMDA yang imatur
lebih besar pada neonatus dibanding dewasa dan menurun seiring dengan usia
dan aktivitas sinaps. Hal ini disebabkan oleh perubahan komposisi subunit
reseptor NMDA. Sinaps glutamatergik mempunyai pola karakter maturasi dan
perkembangan. Pola ini termasuk perubahan gerakan reseptor NMDA dan
formasi “silent synapses” yang awalnya hanya menggambarkan arus NMDA
dan kemudian dibuat fungsional dengan penambahan arus reseptor AMPA.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
15
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Hal ini memungkinkan jaringan fungsional beradaptasi akibat pengalaman
yang didapatkan.
2.2.4. Transmisi Ascending
Terdapat sejumlah studi besar yang menunjukkan bahwa bayi kecil mampu
berespon terhadap rangsangan berbahaya. Pada neonatus, jalur nosisepsi
ascenden akan matang pada usia kehamilan 20 minggu. Dan pada saat usia
kehamilan 30 minggu, jalur ascenden naonatus mempunyai fungsi yang sama
dengan dewasa.
Penelitian menetapkan bahwa ekspresi wajah dan gerakan tubuh berdasarkan
bukti merupakan variabel perilaku yang menunjukkan nyeri pada bayi. Alis
menonjol, gerakan bola mata, dan gerakan sudut bibir telah ada sejak usia
kehamilan 26 minggu dan terbukti sebagai respon nyeri. Ekspresi yang sama
pada dewasa, meskipun pada bayi dengan usia kehamilan kurang dari 30
minggu respon tidak sekuat pada dewasa. Denyut jantung, variabilitas denyut
jantung (heart rate variability-HRV), dan saturasi oksigen merupakan variable
fisiologis yang berhubungan dengan nyeri akut pada bayi. Respon autonom
protektif dan respon wajah tersebut dipicu oleh serabut nyeri ascenden yang
berhubungan dengan sistem aktivasi retikular dan area periaqueductal fray
(PAG) yang tidak tergantung pada input cortex.
2.2.5. Transmisi Descending, Modulasi Nyeri
Kontrol inhibisi descenden belum matang saat lahir. Jalur inhibisi descenden
berkembang mulai dari batang otak melalui funikulus dorsolateral saraf spinal
hingga cornu dorsalis pada masa fetus. Sekali transmisi dan persepsi nyeri
terjadi, serabut di traktus spinothalamicus menstimulasi area midbrain yang
mengirim proyeksi ke cornu dorsalis untuk memodulasi impuls nyeri. Namun,
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
16
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
jalur inhibisi ini terkadang tidak mempunyai kolateral di cornu dorsalis dan
tidak berfungsi efektif. Keterlambatan ini disebabkan oleh ekspresi
penangguhan dari serotonin dan noradrenalin atau imaturitas interneuron
penting. Maturasi interneuron di substansia gelatinosa sebagian besar terjadi
pada periode postnatal dan merupakan hal penting dalam proses modulasi.
Karena sistem analgesik endogen yang belum matang tidak dapat mengurangi
input berbahaya saat rangsangan memasuki sistem saraf pusat, sehingga input
berbahaya mempunyai efek lebih besar pada bayi dibanding dewasa.
Neurotransmiter merupakan komponen penting pada transmisi nyeri orang
dewasa dan neonatus. Transmisi nyeri orang dewasa dan neonatus terjadi pada
saraf spinal dimediasi oleh neurotransmiter substansi P, somatostatin,
calcitonin gene-related peptide, polipeptida vasoaktif intestinal dan glutamat.
Modulasi dari transmisi nyeri terjadi saat rilis opioid endogen, enkephalin atau
serotonin, norepinephirne, acetylcholine, neurotensin dan GABA, glisin dan
dopamin dari area PAG.
GABA mempunyai peranan penting dalam mencegah penyebaran aktivitas
eksitatori glutamat. Pada sara spinal orang dewasa, GABA merupakan asam
amino transmiter inhibisi yang menyebabkan hiperpolarisasi membran melalui
aktivasi reseptor GABAA dan GABAB post sinaps dan menekan aksi rilis
transmiter melalui reseptor GABAB. Namun pada neonatus, GABA secara
transien diekspresikan berlebih saat perkembangan saraf spinal. Pada 90%
neuron embrio cornu dorsalis yang dikultur hingga lebih dari 1 minggu, baik
GABA dan glisin merangsang peningkatan kalsium dan depolarisasi sel. Efek
ini menurun seiring dengan lamanya kultur sehingga pada hari ke-30 efek
tersebut tidak lagi ada dan mengakibatkan hiperpolarisasi. Pada 2 minggu
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
17
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
postnatal pertama, ekspresi enzim sintesa GABA, glutamate decarboxylase
(GAD), menunjukkan 50% neuron adalah GABA-positif dan 20% GABApositif pada minggu ketiga postnatal. Fenomena di mana GABA berperan
dalam eksitatori pada otak yang belum matang juga terjadi pada area
supraspinal pada otak tikus postnatal.
Pada bayi prematur, dopamin dan norepinephrine tidak dapat memodulasi
aktivitas nosisepsi sebelum usia kehamilan 36-40 minggu. Terlebih lagi,
serabut inhibisi yang berkembang dari area PAG dan area lainnya di batang
otak tidak memicu rilis serotonin hingga sekitar 6-8 minggu setelah lahir.
Karena neurotransmiter aferen eksitatori nyeri cukup banyak saat lahir, dan
tidak diimbangi dengan neurotransmiter inhibisi descenden, bayi prematur
mempunyai keterbatasan dalam memodulasi nyeri. Imaturitas jalur descenden
memaparkan sensitivitas dan intensitas nyeri lebih besar pada neonatus
sebelum usia kehamilan 48 minggu dibanding dewasa dan bayi.
Maturasi sambungan sinaps serabut C di cornu dorsalis, perkembangan
interneuron di substansia gelatinosa dan perkembangan fungsi sistem inhibisi
descenden mulai dari pusat supraspinal terjadi postnatal pada tikus.
Mekanisme modulasi mencapai maturasi lebih akhir dibanding mekanisme
dasar eksitatori sehingga bayi baru lahir tidak mencapai respon puncak dari
rangsangan nyeri. Respon ini tidak selalu dapat diprediksi. Kurangnya inhibisi
berperan terhadap respon dasar dan respon berlebih terhadap input sensoris
dengan nilai ambang rendah maupun tinggi, di mana respon nyeri tertentu
membutuhkan input aferen konvergen yang berkembang dari waktu ke waktu
sehingga menjadi jelas secara klinis. Onset proses inhibisi merupakan penentu
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
18
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
penting aktivitas neuron dan merupakan sinyal darurat matangnya respon nyeri
pada bayi.
2.2.6. Proses Supraspinal dan Integrasi
Pada usia kehamilan 8 minggu, neocortex fetus mulai berkembang dan pada
usia kehamilan 20 minggu masing-masing cortex telah mempunyasi seluruh
komplemen 109 neuron. Neuron aferen di thalamus memproduksi akson yang
ada di otak sebelum mid-gestasi. Serabut ini “berlama-lama” di bawah
neocortex hingga bermigrasi dan cortex neuron berakhir sempurna dan
perkembangan sambungan sinaps intracortex di sekitar usia kehamilan 20
minggu menjadi sempurna. Pada usia kehamilan 24-26 minggu, serabut
thalamocortical dan hubungan sinaps telah sempurna. Potensi somatosensoris
yang dibangkitkan sangat lambat dan sederhana sebelum usia kehamilan 29
minggu, namun, pada usia kehamilan 40 minggu, pola menjadi rumit. Cortex
cerebri secara fungsional matur (termasuk cortex sensorimotor, sistem limbik,
diencephalon, thalamus, area batang otak midbrain) pada usia kehamilan 22
minggu dan menjadi sinkron bilateral pada usia kehamilan 27 minggu.
Migrasi sel cortex dari lapisan germinal ventrikel di mana mereka berasal ke
lokasi spesifik di lempeng cortex sempurna pada usia kehamilan kira-kira 24
minggu. Struktur yang mendukung matriks germinal masih kaya akan
pembuluh darah setelah migrasi sel selesai hingga usia kehamilan 28 minggu,
mengakibatkan struktur tersebut berisiko terjadi perdarahan. Pada saat proses
migrasi
dan
diferensiasi,
apopotosis
atau
kematian
sel
terprogram
menghilangkan neuron dalam jumlah besar dari area cortex cerebri yang
berbeda. Jumlah neurin cortex mencapai puncaknya pada usia kehamilan 28
minggu kemudian menurun hingga 70% sebelum lahir.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
19
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pada usia kehamilan 20 minggu, electroencephalographic non spesifik secara
berkala muncul di kedua hemisfer otak. Mereka menetap pada usia kehamilan
22 minggu dan menjadi sinkron bilateral pada usia kehamilan 26-27 minggu.
Munculnya neuron non spesifik ini terjadi saat perkembangan neuron.
Hilangnya neuron tersebut memberi sinyal kegawatan terhadap potensial
spesifik dan maturasi sirkuit fungsi otak.
2.3. Jenis Pembedahan pada Pediatri
Seperti halnya pada dewasa, pembedahan pada pediatri juga dibagi menjadi 2
berdasarkan tingkat keparahan penyakit, bagian tubuh yang terkena, kompleksitas
operasi, dan waktu pemulihan yang diharapkan. Pembagian ini meliputi:
1. Operasi mayor
Meliputi operasi kepala, leher, dada dan beberapa operasi abdomen.
Waktu pemulihan dapat memanjang dan membutuhkan perawatan intensif
atau beberapa hari di rumah sakit. Terdapat risiko lebih tinggi untuk
komplikasi pada operasi tersebut. Beberapa jenis operasi mayor antara
lain:
ï‚·
Eksisi tumor
ï‚·
Koreksi malformasi tulang tengkorak
ï‚·
Repair penyakit jantung kongenital, transplantasi organ, repair defek
intestinal
ï‚·
Koreksi abnormalitas spinal dan terapi cedera serius
ï‚·
Koreksi masalah dalam perkembangan paru, intestinal, diafragma
atau anus
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
20
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2. Operasi minor
Beberapa operasi pada anak termasuk operasi minor. Waktu pemulihan
pendek dan anak dapat segera kembali pada aktivitas biasa. Sebagian besar
operasi ini merupakan operasi poliklinis, dan anak dapat pulang ke rumah
di hari yang sama. Operasi-operasi ini meliputi:
ï‚·
Repair hernia
ï‚·
Koreksi patah tulang
ï‚·
Eksisi lesi kulit
ï‚·
Biopsi
2.4. Penilaian Nyeri pada Pediatri
Penilaian nyeri merupakan komponen manajemen nyeri yang paling penting
dan kritis. Menilai nyeri pada anak-anak adalah hal yang menantang serta merupakan
tugas yang sulit, karena tidak ada metode yang dapat diandalkan untuk mengukur
nyeri pada anak. Self report anak merupakan indikator yang dapat dipercaya dalam
mengukur skala nyeri pada anak. Aspek kognitif dan emosional ditambah dengan
mekanisme pertahanan psikologis adalah variabel penting dalam menilai nyeri pada
anak. (24) Sayangnya hal ini hanya berlaku pada anak dengan kemampuan kognitif dan
komunikasi yang baik. Pada bayi atau anak dengan kemampuan kognitif dan
komunikasi yang kurang, self report anak tidak selalu memungkinkan dilakukan dan
penilaian nyeri berdasarkan pengamatan terhadap tingkah laku dan biologis adalah
satu-satunya cara. Salah satu cara menilai nyeri adalah QUESTT yaitu:
Q: Question the child – (tanyakan pada anak)
U: Use pain rating scales – (gunakan skala nyeri)
E: Evaluate child’s behavior – (evaluasi tingkah laku anak)
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
21
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
S: Secure parent’s involvement – (libatkan orang tua)
T: Take cause of pain into account – (perhitungkan penyebab rasa nyeri)
T: Take earliest action (segera ambil tindakan awal) (25)
Question the child
Pernyataan verbal anak dan deskripsi nyeri adalah faktor penting dalam
menilai nyeri. Anak usia < 2 tahun dapat melaporkan dan melokalisir nyeri, meskipun
pada usia ini anak belum mampu menggambarkan kuantitas dari intensitas nyeri.
Bertanya pada anak harus sabar dan gunakan kata-kata yang familiar pada anak.
Berbicara dengan orang tua sebelum bertanya pada anak adalah cara pendekatan
terbaik dan kata-kata yang biasa digunakan dalam percakapan dengan keluarga harus
digunakan. Anak pada usia berapapun dapat menyangkal rasa nyeri jika penanya
adalah orang asing, atau karena mereka takut menerima sejumlah injeksi untuk
mengatasi nyeri.
Use pain rating scales
Pada anak usia < 4-5 tahun dapat digunakan pengukuran skala nyeri standar
dalam menilai nyeri. Penilai harus terlebih dulu memperkenalkan dan berdiskusi
tentang pengukuran skala nyeri tersebut pada orang tua dan pasien. Beberapa metode
pelaporan diri yang dapat digunakan antara lain Hester’s poker chip tool, Eland’s
colour scale, Visual Analog Scale (VAS), Smiley Analog Scale, Oucher Scale of
Beyer and Wells, dan Work Graphic Scale of Tesler dkk. Idealnya, tidak ada satu
pengukuran skala nyeri yang lebih baik dari lainnya.
Pada anak usia > 7-8 tahun dapat digunakan pengukuran skala nyeri dengan
angka (Numeric Rating Scale – NRS) ataupun skala VAS. Dengan menggunakan
skala tersebut, nyeri dapat dinilai untuk menentukan rencana terapi dan juga menilai
keberhasilan terapi yang diberikan.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
22
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 2.2. Pengukuran Skala Nyeri: Visual Analogue Scale (VAS), Numerical
Rating Scale (NRS) dan Facial Expressions Scale
Evaluate child’s behavior and physiologic changes
Perilaku stres tertentu misal menangis, mengaduh, meringis, postur penjagaan
dan gerakan badan lainnya seringkali berhubungan dengan nyeri dan dapat digunakan
untuk mengevaluasi nyeri pada anak dengan keterbatasan kemampuan berkomunikasi.
Namun, sangat sulit untuk untuk membedakan perilaku tersebut disebabkan oleh nyeri
atau penyebab lainnya seperti lapar, takut ataupun cemas.
Banyak skala pengukuran perilaku telah dipublikasikan seperti Directly
Observed Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS); Face, Legs,
Cry, Activity Concolability scale (FLACC); Toddler Preschool Post Operative Pain
Scale; Ten Item Post Operative Pain Score; CRIES scale; facial expression scale of
Wong dan Nurse or Parent rating of pain.
Skala FLACC awalnya digunakan untuk menilai nyeri postoperatif anak usia 2
bulan hingga > 12 tahun. Skala FLACC dibuat sebagai metode sederhana yang
digunakan perawat untuk mengidentifikasi, mendokumentasi, dan mengevaluasi nyeri
pada anak yang tidak mampu menyatakan nyeri dan intensintas nyeri secara verbal.
Skala ini meliputi penilaian face, legs, activity, cry dan consolability. Setiap
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
23
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
komponen tersebut diberi nilai 0-2, sehingga nilai total 0-10. Skala FLACC telah
digunakan dalam berbagai populasi dan usia termasuk perawatan di NICU, anak yang
belum bisa bicara, anak dengan gangguan kognitif dan juga sebagai penilaian nyeri
postoperatif. (26)
Tabel 2.1. Skala FLACC (face, legs, activity, cry dan consolability) (26)
Sama seperti perubahan perilaku, perubahan fisiologis juga tidak dapat
dibedakan antara respon fisik terhadap nyeri ataupun bentuk stres lainnya.
Kebanyakan studi pengukuran fisiologis dipakai untuk mengukur nyeri akut, namun
merupakan indikator yang tidak dapat diandalkan untuk mengukur nyeri yang
persisten. Misal perubahan fisiologis terhadap nyeri adalah denyut jantung meningkat,
laju nafas dan tekanan darah meningkat, menangis, berkeringat, saturasi oksigen
menurun, pupil dilatasi, wajah kemerahan, mual dan otot menegang. Denyut jantung
adalah tanda yang paling sederhana dan cocok. Rangsang vagal dan variabilitas
denyut jantung seperti saat bernafas telah digunakan untuk mengindikasikan nyeri dan
distres. Denyut jantung akan menurun dan kemudian naik sebagai respon terhadap
nyeri tajam yang akut.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
24
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pembedahan juga memicu dikeluarkannya hormon stres (kortikosteroid,
katekolamin, glukagon dan hormon pertumbuhan). Kecuali dilakukan pemeriksaan
laboratoris dan penelitian lebih lanjut, pengukuran tersebut tidak berguna secara klinis
untuk menilai dan mengobati nyeri.
Neonatal Infant Pain Scale (NIPS) merupakan skala perilaku untuk
mengevaluasi nyeri yang dapat digunakan untuk pasien neonatus prematur maupun
aterm. Skala ini merupakan adaptasi dari skala CHEOPS dan indikasi adanya nyeri
ataupun distres. Skala ini terdiri dari 6 indikator yaitu: ekspresi wajah, tangisan, pola
nafas, postur tangan, postur kaki, dan kesadaran. Tiap indikator mempunyai nilai 0
atau 1 kecuali tangisan, mempunyai nilai 0, 1, dan 2. Bayi hendaknya diobservasi
selama 1 menit untuk setiap indikator. Nilai nyeri total antara 0-7.
Tabel 2.2. Skala NIPS (Neonatal Infant Pain Scale)
Kriteria
Skor 0
Skor 1
Ekspresi wajah
Rileks
Merengut
Tangisan
Tidak ada
Mengomel
Pernafasan
Rileks
Berbeda dengan
Skor 2
Menangis hebat
-
basal
Postur tangan
Rileks
Tertekuk/tegang
-
Postur kaki
Rileks
Tertekuk/tegang
-
Kesadaran
Tidur/tenang
Tertekuk/tegang
-
Intervensi terhadap nilai nyeri berbeda untuk setiap nilai nyeri. Keterbatasan
penilaian nyeri yang bukan merupakan self report adalah hambatan membedakan
antara nyeri dan kecemasan, namun intervensi non-farmakologis dapat membedakan
antara kedua hal tersebut.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
25
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 2.3. Intervensi pada Skala NIPS
Level Nyeri
Intervensi
0-2 = tidak nyeri/nyeri ringan
Tidak ada
3-4 = nyeri ringan-sedang
Intervensi non-farmakologis dengan penilaian
ulang dalam 30 menit
>4 = nyeri hebat
Intervensi non-farmakologis dan intervensi
farmakologis dengan penilaian ulang dalam 30
menit
Gambar 2.3. Ekspresi Wajah Akibat Rangsangan Nyeri (27)
Tabel 2.4. Skala pengukuran CRIES (Crying, Requires O2 for SaO2 < 95%, Increased
vital signs, Expressions, Sleepless)
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
26
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Secure parent’s involvement
Orang tua harus diwawancara mengenai identifikasi awal dan perubahan
perilaku anak akibat nyeri. Mereka juga harus didorong untuk berpartisipasi secara
aktif dalam menilai nyeri, kemajuan dan juga strategi pengobatan nyeri anak mereka.
Take cause of pain into account
Etilogi dan jenis preosedur dapat memberikan gambaran intensitas dan jenis
nyeri yang dirasakan anak.
Take a quick action to relieve the pain
Temukan tingkat nyeri yang dapat ditolerir anak dan gunakan metode yang
sesuai untuk mengatasinya.
2.5. Tingkat Kecemasan pada Anak
Kecemasan merupakan salah satu perasaan paling menyedihkan dalam kondisi
preoperatif yang dapat mengganggu praktik medis sehingga menyebabkan pasien,
terutama anak, enggan berkomunikasi atau meminum obat, menolak pemasangan
infus ataupun memasuki ruang operasi. Sebuah penelitian oleh Fortier dkk
menyebutkan bahwa tingkat kenyamanan anak yang rendah dan kecemasan orang tua
yang tinggi berhubungan dengan kecemasan anak perioperatif. Tingkat kecemasan
perioperatif berhubungan dengan nyeri postoperatif dan perubahan perilaku negatif
postoperatif seperti mimpi buruk, cemas saat perpisahan, dan ketakutan saat bertemu
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
27
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dokter.
(28)
Kecemasan preoperatif ditandai dengan perasaan tegang, ketakutan,
kegelisahan, dan kekhawatiran. Faktor yang mempengaruhi kecemasan pada masa
preoperatif antara lain: mood anak sebelum operasi, kenyamanan yang kurang,
sosialisasi yang kurang, perilaku adaptif, impulsif, pengalaman pembedahan
sebelumnya, pengalaman rawat inap sebelumnya, perlakuan tidak baik dari staf dokter
anak, maupun adanya kecemasan anggota keluarga. (29) Saat mengevaluasi kecemasan
pada anak, sangatlah penting untuk menggunakan metode yang dikembangkan secara
khusus untuk usia kelompok tertentu yang memungkinkan evaluasi psikiatrik,
evaluasi klinis, evaluasi diri atau skala observasional dan evaluasi anggota keluarga.
Berbagai skala yang didisain untuk digunakan oleh klinisi, orang tua, guru ataupun
anak telah dikembangkan untuk mengevaluasi adanya kecemasan pada anak. Namun,
sebagian besar tidak cocok digunakan untuk mengevaluasi kecemasan pada anak
prasekolah di masa preoperatif. Untuk anak usia < 5 tahun, Kain dkk menyebutkan
bahwa skala YPAS, yang kemudian dimodifikasi menjadi mYPAS digunakan untuk
anak saat preanestetik dan induksi. mYPAS meliputi observasi 5 komponen yang
menggambarkan hubungan anak dengan lingkungannya (aktivitas dan gairah),
vokalisasi, ekspresi emosi dan interaksi dengan anggota keluarga.
Tabel 2.5. Modified Yale Preoperative Anxiety Scale (mYPAS) (29)
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
28
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Selain mYPAS, penilaian kecemasan dapat dilakukan dengan menggunakan
State-Trait Anxiety Inventory (STAI). STAI merupakan self report yang meliputi 2-20
komponen, skala penilaian meninjau ciri khas dan kondisi cemas. Ibu merespon pada
skala bernilai 4 dan skor total dari setiap kuisioner berkisar antara 20 hingga 80 di
mana nilai yang lebih besar menggambarkan kondisi cemas yang lebih besar. Korelasi
tes-tes ulang dari STAI adalah tinggi yaitu 0.73 hingga 0.86. Validitas instrumen
diperiksa dalam 2 studi di mana STAI dinilai dengan memberikan kondisi stres
rendah dan tinggi pada sampel murid yang cukup besar. Nilai r berkisar antara 0.83
hingga 0.94 menunjukkan validitas yang sangat baik. (30)
Sayangnya STAI pada anak hanya dapat digunakan untuk menilai kecemasan
anak usia 9-12 tahun. Skala ini terdiri dari 2 bagian yaitu anxiety state (A state) dan
trait state (T state). Meski disusun untuk anak usia 9-12 tahun, namun penilaian ini
juga dapat dilakukan pada anak lebih muda dengan kemampuan membaca rata-rata
ataupun di atas rata-rata dan anak lebih tua dengan kemampuan membaca di bawah
rata-rata. A state terdiri dari 20 pertanyaan yang menanyakan perasaan mereka pada
saat tertentu. Hal tersebut mengukur keadaan cemas sementara, yang secara subyektif
merupakan perasaan takut, tegang atau khawatir dengan intensitas yang bervariasi dan
berfluktuasi dari waktu ke waktu. Sedangkan A trait terdiri dari 20 pertanyaan yang
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
29
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
menanyakan perasaan mereka secara umum. Hal tersebut mengukur perbedaan
individu relatif dalam kecemasan rawan, yaitu perbedaan anak yang mempunyai
kecenderungan untuk mengalami cemas.
2.6. Sedasi dalam Mengatasi Kecemasan (31)
Lebih dari separuh anak-anak yang dijadwalkan operasi yang membutuhkan
anestesi umum akan mengalami stres dan ketakutan yang dapat menyebabkan
kurangnya kooperasi. Momen perpisahan anak dari orang tua saat memasuki kamar
operasi dapat menjadi momen yang paling sulit. Beberapa anak yang cemas akan
menunjukkan kecemasan dan ketakutan mereka baik secara verbal maupun nonverbal.
Berbagai teknik farmakologi dan nonfarmakologi telah digunakan untuk mengatasi
situasi ini. Metode nonfarmakologi lebih sering digunakan untuk mengurangi tingkat
kecemasan dan meningkatkan kerja sama. Sebagian anak mempunyai respon yang
baik saat menonton film kartun, bermain video games ataupun dihipnotis. Dokter
dengan kostum badut, stimulasi sensorik yang sedikit, ataupun terapi musik telah
dilakukan untuk membuat lingkungan lebih nyaman bagi anak. Meskipun metode
nonfarmakologi dapat meningkatkan kooperasi anak, namun metode ini tidak
menurunkan tingkat kecemasan secara konsisten.
Sedangkan metode farmakologi untuk mengatasi kecemasan pada anak antara
lain pemberian sedasi, anticemas, analgetik, dan anestesi. Pemberian sedasi secara
kontinyu tidak disarankan untuk dilakukan.
2.6.1. Midazolam
Dari beberapa studi, midazolam merupakan terapi pilihan dalam mengatasi
kecemasan proepratif pada anak. Midazolam dapat diberikan secara oral
maupun intranasal. Dosis pemberian midazolam oral adalah 0,5-0,75 mg/kg,
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
30
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
maksimal 15 mg dan diberikan 15 hingga 30 menit sebelum prosedur. Dosis
intranasal yang diberikan adalah 0,2 mg/kg, maksimal 5 mg dan diberikan 5
menit sebelum prosedur. Pemberian midazolam preoperatif menunjukkan
tingkat stres yang lebih kecil dalam berbagai pengukuran. Sedikit efek
samping muncul. Midazolam dapat menyebabkan reaksi agitasi paradoksal
pada sebagian kecil anak. Reaksi ini telah ditunjukkan dalam laporan kasus
disertai dengan pemberian antidotum midazolam (flumazenil) baik pada anak
maupun dewasa. Ketamin, obat anestesi disosiatif, telah terbukti lebih efektif
mengatasi kecemasan daripada midazolam dengan dosis lebih besar ataupun
plasebo.
Efek amnesia tidak tergantung rute pemberian, karena tidak terdapat
perbedaan signifikan efek amnesia pada pemberian oral (0,45 mf/kg) dengan
intramuskular (0,2 mg/kg) pada anak. Midazolam terbukti memberikan
amnesia total atau parsial pada 90% anak yang menjalani aspirasi sumsum
tulang atau pungsi lumbal. (32)
Efek samping midazolam pada dosis tinggi yaitu hipoventilasi dan
hipoksemia. Depresi nafas dilaporkan terjadi pada dewasa namun hanya
terdapat sedikit laporan tentang depresi nafas pada anak. Depresi nafas
berbanding lurus dengan dosis yang diberikan, sehingga pemberian dosis
harus dipantau secara ketat.
2.6.2. Nitrous Oxide (N2O)
Dua studi mengevaluasi nitrous oxide dengan pemberian kontinyu 50% dan
70%. Pada studi yang dilakukan Keidan dkk dengan membandingkan 50%
nitrous oxide dengan 0,5 mg/kg midazolam oral menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan antara midazolam dan nitrous oxide.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
31
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.6.3. Obat-obat Lainnya
Pada sebuah studi yang membandingkan hidrat koral dosis 25 mg/kg dengan
midazolam oral dan plasebo menunjukkan tidak terdapat perbedaan secara
statistik dalam mengurangi stres. Hal ini mungkin disebabkan karena dosis
inadekuat atau kurangnya daya dalam penelitian ini.
2.7. Aspek Umum Perkembangan Farmakologi (33)
Farmakokinetik dan farmakodinamik analgetik berubah seiring dengan
pertumbuhan. Perubahan terkait umur beberapa variabel fisiologis terhadap fungsi
obat terangkum dalam Tabel 3. Perbedaan sistem enzim hepar yang memetabolisir
obat pada tingkat usia tertentu menjadi faktor utama yang menentukan perubahan
farmakokinetik dan farmakodinamik analgetik.
Neonatus mempunyai clearance obat yang lebih rendah dibanding bayi, anak
dan dewasa. Hal ini disebabkan oleh sistem enzim hepar yang belum matang secara
sempurna. Sebaliknya, anak usia 2-6 tahun mempunyai weight-normalized clearance
yang lebih besar dibanding dewasa pada beberapa jenis obat. Besarnya laju
metabolisme obat oleh sitokrom P-450 pada anak dibanding dewasa lebih
mencerminkan massa hepar per kilogram berat badan yang lebih besar dibanding
perubahan terkait usia dari enzim katalisator intrinsik. Clearance obat yang lebih
cepat pada anak dibanding dewasa mengindikasikan diperlukannya pemberian obat
lebih sering.
Tabel 2.6. Tren Relevan Terkait Umur Terhadap Kerja Obat *
Sistem Fisiologis
Kompartemen tubuh
TUGAS AKHIR
Tren Terkait Umur
Neonatus: penurunan
Implikasi Klinis
Peningkatan durasi kerja
lemak dan otot,
obat larut air,
peningkatan jumlah air,
peningkatan interval
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
32
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
peningkatan volume
dosis
distribusi obat larut air
Ikatan protein plasma
Neonatus: penurunan
Peningkatan konsentrasi
konsentrasi albumin dan
obat terikat protein kuat
asam glikoprotein α1
yang tidak terikat,
peningkatan risiko terjadi
overdosis atau toksisitas
Sistem enzim hepar
untuk metabolisme obat
Neonatus dan bayi: subtipe Neonatus dan bayi:
sitokrom hepar P-450
penurunan clearance
dan glucoronyl
metabolik, penurunan
transferase imatur
laju infus dan
Anak usia 2-6 tahun:
peningkatan massa hepar
peningkatan interval
dosis
Anak usia 2-6 tahun:
peningkatan clearance
metabolik, peningkatan
laju infus dan penurunan
interval dosis
Filtrasi renal dan
Neonatus dan bayi:
Neonatus dan bayi:
ekskresi obat dan hasil
penurunan laju filtrasi
akumulasi obat yang
metabolitnya
glomerulus
diekskresi di renal atau
metabolit aktif,
penurunan laju infus dan
peningkatan interval
dosis
Laju metabolik,
Neonatus dan bayi:
Neonatus dan bayi: henti
konsumsi oksigen dan
peningkatan konsumsi
respirasi atau apnea
fungsi respirasi
oksigen, peningkatan
menyebabkan
rasio konsumsi oksigen
hipoksemia, peningkatan
terhadap kapasitas residu
laju onset dan offset
fungsional total,
anestesi inhalasi,
penurunan serat
peningkatan risiko
diafragma tipe 2 (anti-
atelektasis jatau gagal
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
33
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
lelah), penurunan
nafas saat sakit atau
diameter jalan nafas,
pembedahan yang
peningkatan kerja nafas
membebani kerja nafas,
yang berlawanan,
peningkatan risiko
penurunan kontrol otot
hipoventilasi akibat efek
faring dan lidah,
kombinasi penurunan
penurunan kekakuan
reflek jalan nafas dan
laring dan trakea
respon terhadap opioid
subglotis, penurunan
atau sedasi
respon ventilasi terhadap
oksigen dan
karbondioksida,
penurunan kapasitas
residual menjelang
ekspirasi
* Perbedaan variabel fisiologis dinyatakan sebagai peningkatan atau penurunan
relatif terhadap variabel berat yang sebanding pada orang dewasa. Perbedaan
dalam dosis (dinormalisasi per kilogram massa tubuh) atau laju infus
(dinormalisasi dalam miligram per kilogram per jam) disajikan sebagai
peningkatan atau penurunan relatif terhadap variabel yang sebanding pada
orang dewasa.
2.8. Pedoman Tatalaksana Nyeri Pasca Operasi Pada Anak
Timbulnya nyeri pasca operasi merupakan proses yang sangat kompleks.
Selama operasi mediator-mediator inflamasi dilepaskan, yang meliputi histamin,
leukotrien, prostaglandin, sitokin, bradikinin dll. Mediator-mediator tersebut
menimbulkan hiperalgesia di tempat luka dan jaringan sekitarnya. Neuron aferen
melepaskan asam amino stimulator (glumatat, aspartat) atau neurotransmiter peptida
(substansi P, neurokinin, kalsitonin, kolesistokinin dan somatostatin), yang
mempengaruhi konversi dan modulasi nyeri. Aktivitas nosiseptif dari saraf spinal
ditransmisikan ke pusat yaitu otak di mana nyeri dimodulasi oleh opioid endogen,
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
34
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
noradrenalin dan 5-hydroxytryptamine (serotonin, 5-HT). Substansi tersebut mampu
membantu merangsang ataupun menghambat nyeri. Sesuai dengan asumsi, analgetik
multimodal harus diberikan di berbagai level di mana nyeri dapat timbul (perifer,
saraf spinal, pusat meduler) dan hal ini lebih efektif daripada metode manajemen
nyeri hanya pada 1 level saja. (26)
Manajemen nyeri pasca operasi adalah salah satu faktor penting dalam
merawat pasien anak yang menjalani pembedahan. Pedoman manajemen pemberian
analgetik berikut meliputi prinsip berdasarkan evaliasi kondisi pasien termasuk jenis
dan lama operasi. Membuat manajemen nyeri terpadu pada anak sangat sulit karena
rentang usia pasien anak beragam dan berpotensi menjadi masalah terlepas dari
adanya penyakit penyerta dan tingkat kesulitan operasi. Pedoman ini dibuat
berdasarkan bukti klinis esensial yang tersedia, termasuk evidence-based medicine
(EBM). Data-data tersebut meliputi data literatur, termasuk pedoman Australian &
New Zealand College of Anaesthetists (ANZCA) tahun 2010 dan the American
Psychological Association (APA) tahun 2012. (26)
Unsur vital nosiseptif pada bayi baru lahir merupakan dampak dari rangsangan
nyeri jangka panjang pada periode awal kehidupan sebagai bentuk pengendalian nyeri
yang tidak tertangani. Rangsangan nyeri jangka panjang pada bayi baru lahir tidak
hanya meningkatkan area somatosensoris di cortex cerebri yang bertanggung jawab
untuk persepsi nyeri, tetapi juga merubah alur timbulnya hipoalgesia dan hiperalgesia
karena rangsangan suhu di daerah inflamasi secara kompleks. Selama bertahun-tahun,
anggapan bahwa anak tidak merasakan nyeri dan tidak dapat mengingat pengalaman
yang berhubungan dengan nyeri diterapkan oleh tenaga medis di berbagai kasus.
Bahkan, pengetahuan tentang manajemen nyeri yang kurang, ketakutan akan efek
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
35
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
samping opioid dan kurangnya manajemen analgetik menghasilkan terapi nyeri yang
tidak efektif pada anak. (26)
Reseptor sensoris pertama pada anak telah ada sejak minggu ke-7 kehidupan
fetal. Pada usia kehamilan 20 minggu, reseptor ada di seluruh kulit dan permukaan
mukosa. Secara simultan, struktur sinaptik berkembang di cornu posterior saraf spinal
dan menjadi matang pada usia kehamilan 37 minggu. Perkembangan hemisfer cerebri
bermula pada usia kehamilan 8 minggu, dan pada usia 20 minggu fetus telah memiliki
sel saraf yang lengkap. Terlepas dari proses pematangan struktur dan fungsi jalur
konduksi, peran penting dimainkan oleh neurotransmiter yang dilepaskan oleh sistem
opioid endogen. Konsentrasi substansi P di dalam sel saraf dan jumlah reseptor sistem
saraf pusat (SSP) yang spesifik terhadap nyeri lebih banyak pada anak dibanding pada
dewasa. Saat usia kehamilan 20 minggu, sel pituitari mulai memproduksi endorfin.
Setelah bayi lahir, bayi memiliki konsentrasi endorfin hingga 5x lebih banyak
daripada dewasa. (26)
2.8.1. Nyeri akut pada anak akibat trauma pembedahan yang luas (disertai
dengan kerusakan jaringan ringan) – NRS atau VAS pasca operasi < 4
ï‚·
Farmakoterapi preoperatif – analgetik preemtif
Krim EMLA digunakan untuk anak usia > 2 tahun di mana vena tempat akan
dilakukan insersi infus dapat diidentifikasi dan waktu anestesi dapat
ditentukan. Krim ini tidak dapat digunakan pada anak yang belum dapat
berkomunikasi; sudah mempunyai jalur infus atau kateter vaskular; dan yang
venanya sulit diidentifikasi. Dosis: 2 gram per 20 cm2 kulit, ditutup dengan
occlusive dressing selama 1-2 jam.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
36
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 2.4. Farmakoterapi Preoperatif pada Prosedur Operasi dengan
Kerusakan Jaringan Ringan – Analgetik Preemtif (26)
ï‚·
Farmakoterapi postoperatif – analgetik lokal
Sebelum operasi, dilakukan injeksi pada garis insisi dengan lidocaine 1% atau
bupivacaine 0.25-0.5% (5-10 ml) sebagai analgetik preemtif kecuali telah
dilakukan blok anestesi. Setelah operasi selesai, injeksi ulang luka operasi
tergantung jenis pembedahan. Pemberian intra-artikular anestesi lokal 5-10 ml
bupivacaine 0.25-0.5% dan/atau opioid: morfin 1-2 mg atau fentanyl 20-25
mcg.
Gambar 2.5. Farmakoterapi Postoperatif pada Prosedur Operasi dengan
Kerusakan Jaringan Ringan (26)
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
37
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.8.2. Prosedur operasi pada anak dengan kerusakan jaringan sedang – NRS
atau VAS pasca operasi 4-6 dan durasi nyeri pasca operasi < 3 hari
ï‚·
Farmakoterapi preoperatif
Sama seperti pada prosedur operasi dengan kerusakan jaringan ringan.
ï‚·
Farmakoterapi postoperatif
Setelah operasi selesai, injeksi ulang luka operasi tergantung jenis
pembedahan. Pemberian intra-artikular anestesi lokal 5-10 ml bupivacaine
0.25-0.5% dan/atau opioid: morfin 1-2 mg atau fentanyl 20-25 mcg. Pada hari
kedua hingga ketiga, analgetik dapat diberikan dalam pembagian dosis per
oral atau per rectal.
Gambar 2.6. Farmakoterapi Postoperatif pada Prosedur Operasi dengan
Kerusakan Jaringan Sedang (26)
Jika nyeri masih timbul, sesuai permintaan pasien, opioid dosis kecil dapat
diberikan dengan metode Nurse Controlled Analgesia (NCA) atau Patient
Controlled Analgesia (PCA) jika tersedia. Pemantauan kontinyu dari tandaTUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
38
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
tanda vital seperti denyut nadi, rate pernafasan, intensitas nyeri, kedalaman
sedasi, efek samping harus dilakukan.
Obat anti-emetik:
-
Metoclopramide: 0.1 mg/kg iv setiap 6-8 jam maksimal 5 mg;
metoclopramide tidak dapat diberikan pada pasien yang mendapat tramadol.
-
Ondansetron: 0.05-0.1 mg/kg iv setiap 8-12 jam maksimal 4 mg;
ondansetron tidak dapat diberikan pada pasien yang mendapat tramadol.
-
Dexamethasone: 0.15 mg/kg setiap 8-12 jam maksimal 5 mg.
2.8.3. Prosedur operasi pada anak dengan kerusakan jaringan hebat – NRS
atau VAS pasca operasi > 7 dan durasi nyeri pasca operasi > 3 hari
ï‚·
Farmakoterapi preoperatif
Sama seperti pada prosedur operasi dengan kerusakan jaringan ringan.
ï‚·
Farmakoterapi postoperatif
Infus opioid kontinyu: morfin, nalbuphine. Pemberian obat
ini hanya
dilakukan di ruang rawat intensif. Jika tersedia, PCA dengan obat opioid dapat
digunakan. Jika pompa infus tidak tersedia, obat-obat tersebuut dapat
diberikan dengan dosis terbagi dikombinasi dengan infus paracetamol iv.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
39
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 2.7. Farmakoterapi Postoperatif pada Prosedur Operasi dengan
Kerusakan Jaringan Hebat (26)
Obat anti-emetik:
-
Metoclopramide: 0.1 mg/kg iv setiap 6-8 jam maksimal 5 mg;
metoclopramide tidak dapat diberikan pada pasien yang mendapat tramadol.
-
Ondansetron: 0.05-0.1 mg/kg iv setiap 8-12 jam maksimal 4 mg;
ondansetron tidak dapat diberikan pada pasien yang mendapat tramadol.
-
Dexamethasone: 0.15 mg/kg setiap 8-12 jam maksimal 5 mg
Tabel 2.7. Dosis Analgetik Paracetamol pada Anak (26)
Age
28-32 weeks
TUGAS AKHIR
Administration
route
Saturating
dose
oral
20 mg/kg
Maintenance
dose
10-15 mg/kg
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
40
Interval
between
(h)
Max. daily
dose
8-12
30 mg/kg
Duration of
max. daily dose
administration
(h)
48
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33-52 weeks
> 3 months
rectal
20 mg/kg
15 mg/kg
12
30 mg/kg
48
oral
20 mg/kg
10-15 mg/kg
6-8
60 mg/kg
48
rectal
30 mg/kg
20 mg/kg
8
60 mg/kg
48
oral
20-30 mg/kg 15 mg/kg
4-6
90 mg/kg
48-72
rectal
30-40 mg/kg 15-20 mg/kg
6-8
90 mg/kg
Body weight (kg)
Administration
route
Dose
Interval between
dose (h)
Max. daily dose
< 5 (newborn)
i.v.
7.5 mg/kg
4-6
30 mg/kg
5-10
i.v.
10 mg/kg
4-6
40 mg/kg
10-50
i.v.
15 mg/kg
4-6
60 mg/kg
> 50
i.v.
1g
4-6
4-5 g
Tabel 2.8. Dosis Analgetik Metamizole pada Anak (26)
Administration
route
i.v.
oral
Dose
10-15 mg/kg
Interval between dose
(h)
6-8
Max. daily dose
Comments
60 mg/kg
Approved >15
5-20 mg/kg
6-8
60 mg/kg
years of age
Tabel 2.9. Dosis Analgetik NSAID pada Anak (26)
NSAID
Ibuprofen
Dose
5-10 mg/kg p.o./p.r.
Interval between
doses (h)
6-8
Max. daily dose
30 mg/kg
Comments
Approved > 3
months of age
Ketoprofen
50-100 mg i.v.
6-8-12
1 mg/kg
Diclofenac
50-150 mg p.o./p.r.
8
1 mg/kg p.r.
Naproksen
7.5 mg/kg p.o./p.r.
12
200 mg
Approved > 15 years
4 mg/kg
of age
150 mg
Approved > 14 years
3 mg/kg
of age
15 mg/kg
Approved > 5 years
of age
Dexketoprofen
25 mg i.v.
86-8-12
50 mg i.v.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
41
75 mg i.v.
Approved in adult
150 mg i.v.
patients
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 2.10. Dosis Analgetik Opioid pada Anak (26)
Opioid Administration
route
Morphine
iv./s.c.
Dose
Interval
between
dose (h)
Newborns 0.025 mg/kg
3-4
Infusion
10-40 µg/kg/h
Children 0.05-0..2 mg/kg
Comments
Preparation 1 mg/kg/
50 ml=20 mg/kg/ml
Bolus dose administered
in a 30-minutes infusion
p.o.
Newborns 0.08 mg/kg
4
Obligatory monitoring of
Children 0.2-0.5 mg/kg
Fentanyl
i.v.
the patient
1-5 µg/kg
0.5-2.5 µg/kg/h
Sufentanil i.v.
0.05-0.5 µg/kg
0.05-1 µg/kg/h
Tramadol
1-2 mg/kg
i.v.
Oxycodone i.v./p.o.
4-6
0.05-0.15 mg/kg
0.07-0.25 mg/
Approved > 12 years of
kg/h
age
3-4
Approved > 12 years of
age
Nalbuphine i.v.
0.1-0.2 mg/kg
3-6
bolus 0.2 mg/kg Approved > 18 months
Tabel 2.11. Patient-controlled analgesia (PCA) (26)
Drug
Initial dose
Infusion
Morphine
50-100 µg/kg
0-4 µg/kg/h
Fentanyl
0.5-1 µg/kg
0.5-1 µg/kg/h
Oxycodone
0.03 µg/kg
Bolus
10-20 µg/kg
Max. 4-hour
dose
300 µg/kg
Duration of pump
block
10-15 menit
0.5-1 µg/kg
4-8 µg/kg
5-10 menit
5-10 menit
Tabel 2.12. Nurse-controlled analgesia (NCA) (26)
Drug
Morphine
Initial dose
50-100 µg/kg
Infusion
0-20 µg/kg/h
Bolus
10-20 µg/kg
Duration of pump
block
20-30 min
2.9. Opioid (33)
Indikasi pemberian opioid antara lain nyeri postoperatif, nyeri akibat penyakit
sickle cell, dan nyeri kanker. Pada anak, risiko ketergantungan obat lebih kecil
dibanding dewasa. Clearance berdasarkan berat dari beberapa opioid berkurang pada
neonatus dan mencapai nilai matur pada 6 -12 bulan. Waktu paruh eliminasi morfin
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
42
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dalam analisis yang dikumpulkan, rata-rata 9 jam pada neonatus prematur, 6,5 jam
pada neonatus aterm, dan 2 jam pada bayi dan anak. Metabolit aktif morfin
diekskresikan lewat ginjal dan dapat terakumulasi pada neonatus karena fungsi ginjal
yang belum matur. Clearane metabolit morfin di ginjal yang lambat dapat
menimbulkan efek analgetik, depresi nafas, dan kejang pada neonatus. Clearance
fentanyl dapat terganggu saat dan setelah operasi abdomen pada neonatus.
Respon reflek respirasi terhadap obstruksi jalan nafas, hiperkapnea, dan
hipoksemia belum sempurna pada awal kehidupan dan mencapai sempurna secara
bertahap dalam 2-3 bulan kehidupan baik pada neonatus prematur ataupun aterm.
Neonatus dan bayi dengan penyakit paru kronik mempunyai reflek ventilasi yang
terganggu, yang dapat meningkatkan risiko depresi nafas akibat opioid. Serial kasus
dari anak yang tidak diintubasi menunjukkan bahwa frekuensi depresi nafas akibat
opioid lebih besar pada neonatus dibanding bayi usia > 6 bulan. Namun, pemberian
morfin dalam masa postoperatif pada neonatus yang diintubasi berhubungan dengan
skor nyeri yang rendah dan hemodinamik yang stabil.
Pada bayi usia 3-6 bulan, efek analgetik morfin ataupun fentanyl mirip dan
efek depresi nafas tidak lebih besar dibanding dewasa dengan nilai konsentrasi plasma
dari morfin atau fentanyl yang sama. Pemberian infus morfin secara kontinyu pada
masa postoperatif telah digunakan secara luas pada bayi dan anak, dengan efektivitas
dan kemanan yang baik meskipun terdapat insiden efek samping kecil. Infus morfin
dimulai dari 0,01 mg/kg/jam pada bayi usia < 6 bulan hingga 0,025-0,04 mg/kg/jam
pada bayi usia > 12 bulan. Pada neonatus, laju infus morfin berdasarkan berat badan
harus lebih kecil, dan dosis pengulangan intermiten harus lebih kecil, lebih jarang
baik pada bayi maupun anak.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
43
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Neonatus yang mendapat opioid harus dipantau secara ketat, bisa dengan pulse
oximetry dan harus dilakukan secara rutin sebagai bagian dari manajemen jalan nafas,
karena pemantauan rate nafas sendiri merupakan prediktor inadekuat dari impending
apnea. Penelitian belum dapat membuktikan opioid yang cocok untuk neonatus atau
bayi.
2.10. Efek Nyeri Pasca Operasi pada Anak
Rangsangan yang menyebabkan nyeri berdampak pada aktivitas sistem saraf
simpatis. Aktivasi simpatis ditandai dengan perilaku bertahan seketika terhadap
piloereksi, sekresi keringat, peningkatan nadi, peningkatan tekanan darah,
peningkatan cardiac output, dan juga peningkatan aliran darah di otot lurik yang
berdampak penurunan aliran darah pada kulit, ginjal, dan daerah splanknik. Sebagai
korelasi biokimia terhadap stres, katekolamin dilepaskan dari medula adrenal ke
dalam sirkulasi bersama dengan perubahan metabolik yang lain. Dalam penelitian
eksperimantal, stimulasi nyeri saraf sural telah digunakan untuk menginduksi respon
pertahanan saraf spinal post sinap yang ditandai dengan peningkatan nadi dan
penarikan ekstremitas menjauhi rangsangan nyeri, sehingga disebut reflek nosiseptif
withdrawal. Nyeri dan stres dapat menyebabkan perubahan kardiovaskular. Stres
kronik sebelumnya dikenal untuk mengubah respon kardiovaskular terhadap stres
akut. Namun, tidak diketahui apakah stres akut sebelumnya mengubah respon
variabilitas nadi terhadap stresor akut kedua seperti nyeri. Pertanyaan ini berkorelasi
karena subyek nyeri akut sering kali simultan dalam situasi stres yang tinggi. (34)
Perubahan fisiologis yang terjadi pada nyeri mempunyai dampak pada
beberapa sistem tubuh, sepert kardiovaskular, gastrointestinal, respirasi, genitourinari,
muskuloskeletal dan imun. Peningkatan denyut jantung dan nafas menyebabkan
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
44
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
peningkatan kebutuhan oksigen dan nutrisi organ vital lainnya. Perubahan fisiologis
yang terjadi juga dapat merangsang muntah dan kondisi sakit kronis lainnya. Efek
samping psikologis dan kognitif juga sering terjadi. (35)
2.10.1. Sistem Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular merespon stres yang terjadi akibat nyeri yang tidak
tertangani dengan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis seperti
peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah dan resistensi vaskular
perifer. Akibat dari meningkatnya stres terhadap jantung, maka terjadi
hipertensi dan takikardi, serta konsumsi oksigen di miokard juga meningkat.
Jika konsumsi oksigen lebih besar dari suplai oksigen, miokard akan
mengalami iskemik dan berpotensi terjadi infark miorkard. Suplai oksigen
miokard dapat terganggu lebih lanjut jika terdapay penyakit jantung atau paru
sebelumnya, ataupun hipoksemia akibat terganggunya fungsi respirasi.
Hiperkoagulasi terjadi jika terdapat kekurangan fibrinolisis bersamaan dengan
meningkatnya denyut jantung, beban kerja jantung dan tekanan darah.
Aktivitas ini meningkatkan risiko terjadinya deep vein thrombosis (DVT) dan
edema paru.
2.10.2. Sistem Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis dapat mengakibatkan gangguan
fungsi
gastrointestinal
sementara.
Hal
ini
mencakup
keterlambatan
pengosongan lambung dan mengurangi motilitas usus dan juga berpotensi
terjadi ileus paralitik.
2.10.3. Sistem Respirasi
Nyeri yang tidak tertangani dapat mengakibatkan pasien membatasi gerak otot
dada dan perut untuk mengurangi nyeri. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
45
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
pernafasan akibat retensi dan retensi sputum akibat keengganan untuk batuk.
Akibatnya, atelektasis dan pneumonia dapat terjadi. Disfungsi paru tersebut
akibat nyeri menyebar di otot diafragma pada dinding otot, yang juga
berhubungan dengan pengurangan kapasitas vital paru, peningkatan tekanan
inspirasi dan ekspirasi, serta pengurangan ventilasi alveolar. Hasilnya,
hipoksia yang dapat menyebabkan komplikasi jantung, disorientasi dan
kebingungan serta keterlambatan penyembuhan luka.
2.10.4. Sistem Genitourinari
Nyeri yang tidak tertangani dapat meningkatkan pelepasan hormon dan enzim
seperti katekolamin, ADH, kortisol, angiotensin II dan prostaglandin, yang
membantu meregulasi produksi urine, cairan dan keseimbangan elektrolit
sama halnya volume dan tekanan darah. Hal ini menyebabkan retensi natrium
dan air, sehingga retensi urine terjadi. Ekskresi kalium meningkat akibat
hipokalemia. Penurunan jumlah cairan ekstraseluler terjadi akibat cairan
berpindah ke kompartemen intraseluler, yang mengakibatkan overload cairan,
peningkatan beban kerja jantung dan hipertensi.
2.10.5. Sistem Muskuloskeletal
Respon involunter terhadap rangsangan berbahaya akan menyebabkan refleks
spasme otot di tempat kerusakan jaringan. Fungsi otot yang rusak dan
kelelahan otot dapat menyebabkan imobilitas, sehingga terjadi statis dari vena,
peninggkatan koagubilitas darah yang juga meningkatkan risiko terjadinya
DVT.
Nyeri dapat menyebabkan gerkan otot dada dan perut terbatas sebagai usaha
mengurangi nyeri, sebuah fenomena yang dikenal dengan „splinting‟. Kurang
bekerjanya otot respirasi dapat menyebabkan fungsi respirasi berkurang.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
46
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.10.6. Sistem Imun
Sistem imun dapat terganggu akibat nyeri yang tidak tertangani. Hal ini dapat
menyebabkan luka menjadi terinfeksi, pneumonia hingga sepsis.
2.10.7. Efek Psikologis dan Kognitif
Tingkat kecemasan dan nyeri berhubungan secara positif. Pasien dengan
tingkat kecemasan yang tinggi cenderung mengalami insiden stres yang lebih
tinggi. Stres akut yang mengakibatkan perubahan hormonal digambarkan
sesuai dengan gejala depresi dan kecemasan, di mana hiperkortisolisme adalah
fisiologi kecemasan yang sesuai. Sehingga, efek dari stresor nyeri yang tidak
tertangani dapat berpotensi meningkatkan kecemasan lebih besar dan
mengganggu aktivitas sehari-hari seperti makan, latihan, kerja, ataupun
aktivitas santai serta mengganggu pola tidur yang berujung pada insomnia.
Nyeri yang tidak tertangani juga dapat menyebabkan seseorang mengalami
gangguan kognitif akibat stres seperti disorientasi, kebingungan dan
mengurangi kemampuan konsentrasi.
2.10.8. Mual dan Muntah
Saat reseptor nyeri di sistem saraf pusat dirangsang, pusat muntah di otak juga
teraktivasi sehingga dapat menyebabkan terjadinya muntah. Gangguan saluran
pencernaan
dapat
mengaktivasi
pelepasan
neurotransmiter
5-
hydroxytryptamine (5-HT3) yang dapat mengawali terjadinya muntah.
Awalnya, 5-HT3 beredar melalui sistem sirkulasi ke chemoreceptor trigger
zone di batang otak dan mengawali terjadinya muntah.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
47
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
Preoperatif
Cemas
Insisi
mYPAS
Sedasi
Kerusakan Jaringan
Asam Arakidonat
NSAID
Cyclooxygenase
Mediator Inflamasi: Prostaglandin,
Bradikinin, Sitokin, Histamin,
Substansi P, Leukotrien, Serotonin
Perubahan Kinetik Kanal Na
Blok Kanal Na+
Anestesi Lokal
Blok Kanal Na+
Anestesi Regional
+
Jenis Operasi
Impuls Nyeri Nosiseptor Perifer
Sensistisasi Saraf Perifer
Dorsal Horn
Opioid
Paracetamol
Cortex Cerebri
NRS
Self
Report
Wong Baker
Faces Pain Scale
Persepsi Nyeri
NIPS
Behavioral
Response
Physiological
Response
Tekanan Darah
Denyut Jantung
Frekuensi Nafas
FLACC
Sentral
Analgetik
Perifer
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
48
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Jalur inhibisi
Jalur aktivasi
Jalur korelasi
Yang diteliti
Analgetik sentral
Analgetik perifer
Proses nyeri yang terjadi saat pembedahan berawal dari kerusakan jaringan
yang terjadi saat insisi menyebabkan asam arakidonat yang dibantu oleh enzim
cyclooxygenasi (COX) mensintesis mediator inflamasi seperti prostaglandin dan
tromboksan. Mediator inflamasi lain seperti substansi P, bradikinin, leukotrien,
histamin, serotonin dan sitokin (interleukin, tumor necrotizing factor dan
neurotropin) juga dikeluarkan. Beberapa substrat ini dapat merangsang nosiseptor
(menyebabkan impuls) secara langsung atau tidak langsung melalui sel inflamator
dan kebanyakan akan mensensitisasi (meningkatkan frekuensi on-off implus)
nosiseptor, serta memiliki efek sinergistik. Impuls nyeri yang diterima oleh
nosiseptor akan mensensitisasi perifer dan dilanjutkan ke cornu dorsalis.
Selanjutnya akan ditransmisikan menuju cortex cerebri dan diterima sebagai
persepsi nyeri.
Persepsi nyeri yang terjadi akan menimbulkan respon fisiologis seperti
perubahan tekanan darah, denyut jantung dan frekuensi nafas. Perubahan
fisiologis ini juga dapat terjadi pada masa preoperatif yang disebabkan oleh rasa
cemas yang dapat menjadi faktor perancu dalam menilai nyeri. Oleh karena itu
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
49
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dalam penelitian ini tingkat kecemasan preoperatif juga dinilai dengan
menggunakan mYPAS.
Penilaian nyeri pada pasien pediatri dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
penilaian self report dan behavioral response. Respon verbal dan motorik pada
anak yang lebih tua dapat dinilai dengan self report berupa NRS dan Wong Baker
Faces Pain Scale, sedangkan pada anak yang lebih muda dapat dinilai dengan
behavioral response berupa FLACC dan NIPS. Pada penelitian ini akan dinilai
dari kedua jenis penilaian tersebut yaitu menggunakan NRS, NIPS, dan FLACC.
Analgetik diberikan untuk mengatasi nyeri pada pembedahan. Analgetik
dapat bekerja pada sentral maupun perifer. Analgetik yang bekerja secara sentral
yaitu golongan opioid dengan cara menghambat transmisi nyeri di cornu dorsalis
dengan menghambat pengeluaran neurotransmiter eksitatori. Sedangkan analgetik
yang bekerja di perifer antara lain anestesi lokal dan NSAID. NSAID bekerja
dengan
menghambat
sintesis
mediator
inflamasi
prostaglandin
dengan
menghambat enzim cyclooxygenase. Obat anestesi lokal juga bekerja sebagai
analgetik dengan menghambat kanal Na+ sehingga tidak terjadi depolarisasi dan
potensial aksi terhambat. Sedangkan anestesi regional bekerja dengan
menghambat transmisi pada serabut saraf posterior yang menghambat sensasi
somatik maupun autonom. Mekanisme kerja paracetamol hingga saat ini belum
diketahui dengan jelas, namun paracetamol diyakini berperan dalam menghambat
sintesis prostaglandin melalui proses peroxidase.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
50
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi deskriptif prospektif pada pasien pediatri usia
kurang dari 18 tahun yang menjalani operasi elektif di Gedung Bedah Pusat Terpadu
RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat dan waktu penelitian adalah di Gedung Bedah Pusat Terpadu RSUD
Dr. Soetomo Surabaya. Lama penelitian sampai jumlah sampel terpenuhi.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh pasien pediatri usia kurang dari 18 tahun
yang menjalani operasi elektif di Gedung Bedah Pusat Terpadu RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
4.3.1. Kriteria Inklusi
1. Pasien pediatri usia 0-18 tahun
4.3.2. Kriteria Eksklusi
1. Pasien dengan retardasi mental ataupun gangguan kognitif lainnya.
2. Pasien tidak mendapat terapi analgetik postoperatif
3. Pasien yang memerlukan perawatan pasca operasi di ICU dengan
ventilator
4. Pasien neonatus prematur
4.3.3. Besar Sampel
Besar sampel dengan menggunakan total sampling selama 1 bulan
4.3.4. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel penelitian ini diambil dengan cara mengisi lembar penelitian
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
51
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4.4. Kerangka Operasional
PREOPERATIF
CEMAS
mYPAS
SEDASI
ANALGETIK INDUKSI
INDUKSI
INSISI
NYERI
ANALGETIK RUMATAN
ï‚· Infiltrasi anestesi
lokal
ï‚· Paracetamol
ï‚· NSAID
ï‚· Opioid
ï‚· Anestesi regional
ANALGETIK
POSTOPERATIF
POSTOPERATIF
ï‚· NRS
ï‚· NIPS/FLACC
ï‚· Hemodinamik
o Nadi
o Tekanan darah
o Frekuensi nafas
o SpO2
4.5. Definisi Operasional
1.
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan.
2.
Analgetik adalah obat yang diberikan untuk mengatasi rasa nyeri.
3.
Analgetik induksi adalah analgetik yang diberikan saat dilakukan proses
anestesi.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
52
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4.
Analgetik rumatan adalah analgetik tambahan yang diberikan durante
operasi.
5.
Analgetik postoperatif adalah analgetik yang diberikan sesaat sebelum
operasi berakhir.
6.
Sedasi adalah obat yang diberikan sebelum operasi di ruang premedikasi
untuk mengatasi kecemasan.
7.
mYPAS (modified Yale Preoperative Anxiety Scale) adalah skala observasi
yang digunakan untuk menggambarkan kecemasan preoperatif bayi hingga
anak usia 12 tahun. Skala ini terdiri dari 5 komponen penilaian berupa
aktivitas, gairah, vokalisasi, ekspresi emosi dan interaksi dengan anggota
keluarga. Masing-masing nilai dari tiap komponen akan dijumlahkan dan
nilai yang lebih tinggi menunjukkan tingkat kecemasan yang lebih besar.
8.
NRS (numeric rating scale) adalah skala nyeri berupa garis yang berukuran
10 cm yang diawali dengan label tidak nyeri dan sangat nyeri pada label
akhir. Nilai 0 berarti tidak nyeri dan 10 menggambarkan nyeri yang berat.
9.
Skala FLACC (face, legs, activity, cry dan consolability) adalah skala nyeri
berdasarkan perilaku untuk anak usia 2 bulan hingga > 12 tahun yang terdiri
dari 5 komponen di mana masing-masing komponen mempunyai nilai 0-2.
Masing-masing nilai dari tiap komponen akan dijumlahkan dan nilai yang
lebih tinggi menunjukkan nyeri yang lebih besar. Nilai 0 menunjukkan tidak
nyeri, santai dan nyaman; 1-3: ketidaknyamanan ringan; 4-6: nyeri sedang;
7-10: ketidaknyamanan berat atau nyeri atau keduanya.
10. Skala NIPS (Neonatal Infant Pain Scale) adalah skala nyeri berdasarkan
perilaku untuk neonatus yang terdiri dari 6 komponen di mana 5 komponen
mempunyai nilai 0-1 dan 1 komponen mempunyai nilai 0-2. Masing-masing
nilai dari tiap komponen akan dijumlahkan dan nilai yang lebih tinggi
menunjukkan nyeri yang lebih besar. Nilai 0-2 menunjukkan tidak
nyeri/nyeri ringan; 3-4 nyeri ringan-sedang; >4 nyeri hebat
4.6. Bahan dan Cara Kerja
4.6.1. Bahan
1. Skala mYPAS
2. Skala NRS
3. Skala FLACC
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
53
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4. Skala NIPS
5. Lembar pengumpulan data
4.6.2. Cara Kerja
1. Semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi diambil sebagai subyek
penelitian.
2. Pasien yang menjadi subyek penelitian akan dievaluasi nilai kecemasan
preoperatif menggunakan mYPAS.
3. Kemudian pasien akan menjalani operasi elektif. Pemberian analgetik
postoperatif akan dicatat.
4. Pasca operasi, nilai nyeri akan dinilai menggunakan skala NIPS, FLACC
dan NRS. Hemodinamik juga akan dicatat.
4.7. Analisa Statistik
Data yang dikumpulkan akan diolah secara deskriptif. Uji beda antar analgetik
akan diolah dengan Kruskal Wallis sedangkan uji korelasi antara nyeri dan
kecemasan diolah dengan Spearman.
4.8. Jadwal Penelitian
No
1.
Juli
Kegiatan
1
Pembuatan
3
4
1
Presentasi
dan
3
4
1
2
3
4
Oktober
1
2
3
4
X X
revisi proposal
3.
2
September
X X X X X X
proposal
2.
2
Agustus
Pengumpulan
X X X X
data
4.
Hasil dan analisa
X
data
5.
Penulisan laporan
X X
penelitian
6.
Presentasi hasil
X
penelitian
7.
Revisi dan
TUGAS AKHIR
X
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
54
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
penyerahan hasil
penelitian
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
55
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1. Profil Pasien
Penelitian dilakukan terhadap 157 pasien anak yang menjalani operasi elektif
pada bulan Oktober 2016 di GBPT RSUD Dr. Soetomo. Sebanyak 35 pasien anak
dieksklusi sehingga pasien anak yang menjadi obyek penelitian berjumlah 122 pasien.
Karakteristik demografi pasien pada penelitian meliputi usia, berat badan dan jenis
kelamin. Hasil selengkapnya dari data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
5.1.1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah pasien laki-laki lebih banyak dibanding perempuan di mana
didapatkan pasien laki-laki sebanyak 73 anak (59,8%) dan pasien perempuan
sebanyak 49 anak (40,2%).
Tabel 5.1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Jumlah (n)
Persentase (%)
Laki-laki
73
59,8 %
Perempuan
49
40,2 %
49
73
Laki-laki
Perempuan
Gambar 5.1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
56
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.1.2. Karakteristik Berdasarkan Usia
Karakteristik usia pada sampling penelitian ini dibagi menjadi usia remaja dan
usia anak kurang dari 12 tahun. Pasien anak usia kurang dari 12 tahun
berjumlah lebih besar yaitu 77 pasien (63,1%) sedangkan pasien usia remaja
berjumlah 45 pasien (36,9%).
Tabel 5.2. Karakteristik Berdasarkan Usia
Usia
Jumlah (n)
Persentase (%)
≤ 12 tahun
77
63,1 %
> 12 tahun
45
36,9 %
45
77
≤
tahun
> 12 tahun
Gambar 5.2. Karakteristik Berdasarkan Usia
5.1.3. Karakteristik Berdasarkan PS ASA
Pasien dengan PS ASA 2 mendominasi sampling pasien anak sejumlah 87
pasien (71,3%) diikuti dengan pasien PS ASA 1 sejumlah 22 pasien (18%) dan
pasien PS ASA 3 sejumlah 13 pasien (10,7%).
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
57
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.3. Karakteristik Berdasarkan PS ASA
PS ASA
Jumlah (n)
Persentase (%)
PS 1
22
18 %
PS 2
87
71,3 %
PS 3
13
10,7 %
13
22
87
PS 1
PS 2
PS 3
Gambar 5.3. Karakteristik Berdasarkan PS ASA
5.1.4. Karakteristik Berdasarkan Jenis Operasi
Operasi bedah anak menjadi jenis operasi yang paling banyak dilakukan yaitu
sejumlah 30 pasien (24,6%). Jumlah terbanyak berikutnya adalah operasi
orthopedi sejumlah 22 pasien (18%). Operasi mata dan urologi sejumlah 15
(12,3%) dan 14 pasien (11,5%) menjadi urutan berikutnya. Jenis operasi
lainnya terbagi rata yaitu THT 11 pasien (9%), bedah kepala-leher dan bedah
saraf masing-masing 10 pasien (8,2%), dan bedah plastik 9 pasien (7,4%).
Bedah TKV menjadi jenis operasi dengan jumlah pasien paling sedikit yaitu 1
pasien (0,8%).
Tabel 5.4. Karakteristik Berdasarkan Jenis Operasi
Jenis Operasi
Jumlah (n)
Persentase (%)
30
24,6 %
Bedah anak
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
58
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Orthopedi
22
18 %
Mata
15
12,3 %
Urologi
14
11,5 %
THT
11
9%
Bedah KL
10
8,2 %
Bedah saraf
10
8,2 %
Bedah plastik
9
7,4 %
Bedah TKV
1
0,8 %
11
30
15
14
10
9
22
10
1
Bedah Anak
Bedah KL
Bedah Plastik
Bedah Saraf
Bedah TKV
Orthopedi
Urologi
Mata
THT
Gambar 5.4. Karakteristik Berdasarkan Jenis Operasi
5.1.5. Karakteristik Berdasarkan Klasifikasi Operasi
Operasi minor menjadi operasi terbanyak yang dilakukan yaitu pada sejumlah
84 pasien (68,9%) dan operasi mayor sebanyak 38 pasien (31,1%).
Tabel 5.5. Karakteristik Berdasarkan Klasifikasi Operasi
Operasi
Jumlah (n)
Persentase (%)
Mayor
38
31,1 %
Minor
84
68,9 %
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
59
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38
84
Mayor
Minor
Gambar 5.5. Karakteristik Berdasarkan Klasifikasi Operasi
5.1.6. Karakteristik Berdasarkan Skala Nyeri Preoperatif
Pasien anak yang menjalani operasi sebagian besar tidak merasakan nyeri
pada saat preoperatif. Hal ini ditandai dengan penilaian skala nyeri FLACC
(Face, Leg, Activity, Cry, dan Consolability) ataupun NRS (Numerical Rating
Scale) bernilai 0 yaitu sejumlah 75 pasien (61,5%). Sedangkan pasien yang
merasakan nyeri ringan preoperatif yaitu sejumlah 43 pasien (35,2%), nyeri
sedang preoperatif sejumlah 3 pasien (2,5%), dan nyeri berat preoperatif
sejumlah 1 pasien (0,8%).
Tabel 5.6. Karakteristik Berdasarkan Skala Nyeri Preoperatif
Kategori Nyeri
Jumlah (n)
Persentase (%)
Tidak nyeri
75
61,5 %
Nyeri ringan
43
35,2 %
Nyeri sedang
3
2,5 %
Nyeri berat
1
0,8 %
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
60
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3 1
43
75
Tidak nyeri
Nyeri ringan
Nyeri sedang
Nyeri berat
Gambar 5.6. Karakteristik Berdasarkan Skala Nyeri Preoperatif
5.1.7. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Kecemasan
Pasien anak yang menjalani operasi sebagian besar mengalami kecemasan
yaitu sejumlah 63 pasien (51,6%) sedangkan yang tidak mengalami
kecemasan sejumlah 59 pasien (48,4%).
Tabel 5.7. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Kecemasan
Skala Kecemasan
Jumlah (n)
Persentase (%)
Tidak cemas
59
48,4 %
Cemas
63
51,6 %
59
63
Tidak cemas
Cemas
Gambar 5.7. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Kecemasan
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
61
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.1.8. Karakteristik Berdasarkan Teknik Anestesi
Jika dilihat dari segi teknik anestesi maka GA (General Anesthesia) intubasi
menjadi teknik anestesi yang paling banyak dilakukan yaitu sejumlah 79
pasien (64,8%). Teknik anestesi terbanyak berikutnya yaitu GA LMA
(Laryngeal Mask Airway) dan GA caudal yaitu sejumlah 12 pasien (9,8%).
GA epidural berada di urutan berikutnya yaitu sejumlah 8 pasien (6,6%).
Hanya beberapa operasi dikerjakan dengan teknik lain yaitu GA masker
sejumlah 3 pasien (2,5%), GA TIVA (Total Intravenous Anesthesia) sejumlah
3 pasien (2,5%), dan RA (Regional Anesthesia) epidural sebanyak 2 pasien
(1,6%). Teknik anestesi lain yang jarang dilakukan yaitu GA trakeostomi, RA
CSEA (Combine Spinal Epidural Anesthesia), dan RA PNB (Peripheral
Nerve Block) sejumlah masing-masing 1 pasien (0,8%).
Tabel 5.8. Karakteristik Berdasarkan Teknik Anestesi
Teknik Anestesi
Jumlah (n)
Persentase (%)
GA intubasi
79
64,8 %
GA LMA
12
9,8 %
GA caudal
12
9,8 %
GA epidural
8
6,6 %
GA masker
3
2,5 %
GA TIVA
3
2,5 %
RA epidural
2
1,6 %
GA trakeostomi
1
0,8 %
RA CSEA
1
0,8 %
RA PNB
1
0,8%
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
62
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21
1
1
8
12
3
3
12
79
GA intubasi
GA LMA
GA masker
GA TIVA
GA caudal
GA epidural
GA trakeostomi
RA epidural
RA CSEA
RA PNB
Gambar 5.8. Karakteristik Berdasarkan Teknik Anestesi
5.2. Profil Analgetik
5.2.1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Analgetik
Pada penelitian ini, jenis analgetik pasca operasi yang digunakan digolongkan
menjadi 5. Golongan NSAID (Non Steroidal Anti-Inflammatory Drugs)
menjadi analgetik yang paling banyak digunakan yaitu pada 103 pasien.
Opioid menjadi jenis analgetik pasca operasi yang paling banyak digunakan
kedua yaitu sejumlah 33 pasien. Posisi berikutnya ditempati oleh paracetamol
yaitu sejumlah 22 pasien. Anestesi regional yang menjadi analgetik kombinasi
dilakukan pada 18 pasien. Sedangkan infiltrasi anestesi lokal hanya dilakukan
pada 1 pasien.
Tabel 5.9. Karakteristik Berdasarkan Jenis Analgetik
Analgetik
Jumlah (n)
NSAID
103
Opioid
33
Paracetamol
22
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
63
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18
Infiltrasi anestesi lokal
1
Jumlah
Anestesi regional
120
100
80
60
40
20
0
Jumlah
NSAID
Paracetamol
Opioid
Anestesi
Regional
Infiltrasi
Anestesi
Lokal
103
22
33
18
1
Gambar 5.9. Karakteristik Berdasarkan Jenis Analgetik
5.2.2. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Analgetik
Berbagai analgetik yang diberikan pasca operasi digolongkan menjadi
analgetik tunggal dan kombinasi pada penelitian ini. Analgetik tunggal
diberikan pada 68 pasien (55,7%) sedangkan analgetik kombinasi (lebih dari 1
jenis analgetik) diberikan pada 54 pasien (44,3%).
Tabel 5.10. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Analgetik
Analgetik
Jumlah (n)
Persentase (%)
Tunggal
68
55,7 %
Kombinasi
54
44,3 %
54
68
Tunggal
Kombinasi
Gambar 5.10. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Analgetik
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
64
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.2.3. Karakteristik Analgetik Tunggal
Jenis analgetik tunggal yang diberikan pasca operasi dibagi menjadi 3 jenis
yaitu NSAID, paracetamol dan opioid. NSAID menjadi jenis analgetik tunggal
yang paling banyak diberikan pasca operasi yaitu pada sejumlah 54 pasien,
diikuti dengan paracetamol sejumlah 13 pasien, sedangkan opioid diberikan
hanya pada 1 pasien.
Tabel 5.11. Karakteristik Berdasarkan Analgetik Tunggal
Analgetik Tunggal
Jumlah (n)
NSAID
54
Paracetamol
13
Opioid
1
60
Jumlah
50
40
30
20
10
0
Jumlah
NSAID
Paracetamol
Opioid
54
13
1
Gambar 5.11. Karakteristik Berdasarkan Analgetik Tunggal
5.2.4. Karakteristik Analgetik Kombinasi
Berbagai jenis analgetik kombinasi yang diberikan pasca operasi dijabarkan
dalam tiap jenis analgetik yang diberikan. Kombinasi NSAID + opioid
menjadi analgetik kombinasi yang paling banyak diberikan yaitu pada
sejumlah 28 pasien. Kombinasi NSAID + regional juga menjadi analgetik
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
65
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
yang sering diberikan yaitu pada sejumlah 15 pasien. Kombinasi analgetik
yang lain tidak banyak diberikan yaitu NSAID + paracetamol pada 4 pasien,
paracetamol + opioid pada 3 pasien, paracetamol + anestesi regional pada 2
pasien, NSAID + infiltrasi anestesi lokal pada 1 pasien, dan NSAID + opioid
+ anestesi regional juga pada 1 pasien.
Tabel 5.12. Karakteristik Berdasarkan Analgetik Kombinasi
Analgetik Kombinasi
Jumlah (n)
28
NSAID + regional
15
NSAID + paracetamol
4
Paracetamol + opioid
3
Paracetamol + regional
2
NSAID + infiltrasi
1
NSAID + opioid + regional
1
Jumlah
NSAID + opioid
30
25
20
15
10
5
0
Jumlah
NSAID +
paraceta
mol
NSAID +
opioid
NSAID +
regional
NSAID +
infiltrasi
NSAID +
opioid +
regional
4
28
15
1
1
Paraceta Paraceta
mol +
mol +
opioid
regional
3
2
Gambar 5.12. Karakteristik Berdasarkan Analgetik Kombinasi
5.3. Karakteristik Analgetik Tunggal dan Kombinasi
Karakteristik usia terhadap jumlah analgetik yaitu dengan nilai rata-rata 6.1863
pada pemberian analgetik tunggal dan 11.9599 pada pemberian analgetik
kombinasi. Uji beda dilakukan dengan T-test dan secara statistik menunjukkan
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
66
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
terdapat perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan kombinasi dengan
nilai p 0.000 (p < 0.05). Sedangkan berat badan rata-rata pada pemberian
analgetik tunggal pasca operasi adalah 22.42 dan pada pemberian analgetik
kombinasi adalah 40.70. Uji beda dilakukan dengan T-test dan secara statistik
menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan
kombinasi dengan nilai p 0.000 (p < 0.05).
Sedangkan karakteristik jenis kelamin terhadap jumlah analgetik didapatkan pada
pasien dengan jenis kelamin laki-laki, analgetik tunggal diberikan pada 39 pasien
(53,4%) dan analgetik kombinasi diberikan pada 34 pasien (46,6%). Sedangkan
pada pasien dengan jenis kelamin perempuan, analgetik tunggal diberikan pada
29 pasien (59,2%) dan analgetik kombinasi diberikan pada 20 pasien (40,8%).
Uji beda dilakukan dengan Chi-Square dan secara statistik menunjukkan tidak
terdapat perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan kombinasi dengan
nilai p 0.580 (p > 0.05).
Karakteristik PS ASA terhadap jumlah analgetik didapatkan pada pasien PS ASA
1, analgetik tunggal diberikan pada 10 pasien (45,5%) sedangkan analgetik
kombinasi diberikan pada 12 pasien (54,5%). Pada pasien PS ASA 2, analgetik
tunggal diberikan pada 52 pasien (59,8%) dan analgetik kombinasi diberikan
pada 35 pasien (40,2%). Sedangkan pada pasien PS ASA 3, analgetik tunggal
diberikan pada 6 pasien (46,2%) dan analgetik kombinasi diberikan pada 7 pasien
(53,8%). Uji beda dilakukan dengan Chi-Square dan secara statistik
menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan
kombinasi dengan nilai p 0.368 (p > 0.05).
Karakteristik usia terhadap jumlah analgetik didapatkan pada anak usia kurang
dari 12 tahun, analgetik tunggal diberikan pada 58 pasien (75,3%) sedangkan
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
67
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
analgetik kombinasi diberikan pada 19 pasien (24,7%). Pada anak usia remaja (>
12 tahun), analgetik tunggal diberikan pada 10 pasien (22,2%) dan analgetik
kombinasi diberikan pada 35 pasien (77,8%). Uji beda dilakukan dengan ChiSquare dan secara statistik menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara
analgetik tunggal dan kombinasi dengan nilai p 0.000 (p < 0.05).
Karakteristik jenis operasi terhadap jumlah analgetik didapatkan pada operasi
bedah anak, analgetik tunggal diberikan pada 14 pasien (46,7%) sedangkan
analgetik kombinasi diberikan pada 16 pasien (53,3%). Pada operasi bedah
kepala leher (KL), analgetik tunggal diberikan pada 1 pasien (10,0%) dan
analgetik kombinasi diberikan pada 9 pasien (90,0%). Pada operasi bedah plastik,
analgetik tunggal diberikan pada 5 pasien (55,6%) dan analgetik kombinasi
diberikan pada 4 pasien (44,4%). Pada operasi bedah saraf seluruh pasien
diberikan analgetik tunggal yaitu pada sejumlah 9 pasien (100%). Sebaliknya
pada operasi bedah Thoraks dan Kardiovaskular (TKV) satu-satunya pasien
(100%) yang menjadi obyek penelitian diberikan analgetik tunggal. Pada operasi
mata hampir seluruh pasien diberikan analgetik tunggal yaitu pada sejumlah 14
pasien (93,3%) dan hanya 1 pasien (6,7%) diberikan analgetik kombinasi.
Berlawanan dengan operasi mata, pada operasi orthopedi sebagian besar
diberikan analgetik kombinasi uaitu pada sejumlah 17 pasien (73,9%) dan hanya
6 pasien (26,1%) diberikan analgetik tunggal. Pada operasi Telinga, Hidung dan
Tenggorok (THT) analgetik tunggal diberikan pada 8 pasien (72,7%) dan
analgetik kombinasi diberikan pada 3 pasien (27,3%). Pemberian analgetik
tunggal juga mendominasi pada operasi urologi yaitu pada sejumlah 11 pasien
(78,6%) sedangkan analgetik kombinasi diberikan pada 3 pasien (21,4%). Uji
beda dilakukan dengan Chi-Square dan secara statistik menunjukkan terdapat
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
68
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan kombinasi dengan nilai p 0.000
(p < 0.05).
Karakteristik pemberian analgetik tunggal dan kombinasi juga tergambar pada
klasifikasi operasi di mana pada operasi mayor analgetik kombinasi lebih banyak
diberikan yaitu pada sejumlah 21 pasien (55,3%) sedangkan analgetik tunggal
diberikan pada sejumlah 17 pasien (44,7%). Sedangkan pada operasi minor
analgetik tunggal lebih banyak diberikan yaitu pada sejumlah 51 pasien (60,7%)
dan analgetik kombinasi diberikan pada 33 pasien (39,3%). Namun pada uji beda
dilakukan dengan Chi-Square, secara statistik menunjukkan tidak terdapat
perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan kombinasi dengan nilai p 0.100
(p > 0.05).
Karakteristik tingkat kecemasan terhadap jumlah analgetik didapatkan analgetik
tunggal lebih banyak diberikan pada pasien dengan kecemasan preoperatif yaitu
pada sejumlah 45 pasien (71,4%) sedangkan analgetik kombinasi diberikan pada
18 pasien (28,6%). Sebaliknya analgetik kombinasi lebih banyak diberikan pada
pasien yang tidak mengalami kecemasan preoperatif yaitu pada sejumlah 36
pasien (61,0%) dan analgetik tunggal diberikan pada sejumlah 23 pasien (39,0%).
Uji beda dilakukan dengan Chi-Square dan secara statistik menunjukkan terdapat
perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan kombinasi dengan nilai p 0.000
(p < 0.05).
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
69
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.13. Karakteristik Analgetik Tunggal dan Kombinasi
Analgetik
Tunggal
Kombinasi
p
(<0.05)
Mean
SD
Mean
SD
Usia
6.16863
5.06275
11.9599
5.66231
0.000
BB
22.42
15.726
40.70
20.165
0.000
Analgetik
Tunggal
Kombinasi
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
39
53,4 %
34
46,6 %
29
59,2 %
20
40,8 %
PS 1
10
45,5 %
12
54,5%
PS 2
52
59,8 %
35
40,2 %
PS 3
6
46,2 %
7
53,8 %
≤ 12 tahun
58
75,3 %
19
24,7 %
> 12 tahun
10
22,2 %
35
77,8 %
B. Anak
14
46,7 %
16
53,3 %
B. KL
1
10,0 %
9
90,0 %
B. Plastik
5
55,6 %
4
44,4 %
B. Saraf
9
100 %
0
0%
B. TKV
0
0%
1
100 %
Mata
14
93,3 %
1
6,7 %
Orthopedi
6
26,1 %
17
73,9 %
THT
8
72,7 %
3
27,3 %
Urologi
11
78,6 %
3
21,4 %
Mayor
17
44,7 %
21
55,3 %
Minor
51
60,7 %
33
39,3 %
Kece-
Cemas
45
71,4 %
18
28,6 %
masan
Tdk cemas
23
39,0 %
36
61,0 %
Jenis
Laki-laki
Kelamin Perempuan
PS ASA
Usia
Jenis
Operasi
Operasi
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
70
p
(<0.05)
0.580
0.368
0.000
0.000
0.100
0.000
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Mean
50
40
30
20
10
0
Usia
BB
Tunggal
6.1863
22.42
Kombinasi
11.9599
40.7
Gambar 5.13. Karakteristik Usia dan Berat Badan Terhadap Jumlah Analgetik
Jumlah
70
60
50
40
30
20
10
0
Laki- Perem
laki
puan
Jenis Kelamin
39
29
Analgetik Tunggal
Analgetik Kombinasi
34
PS 1
PS 2
PS 3
10
PS ASA
52
6
12
35
7
20
≤
> 12
tahun tahun
Usia
58
10
19
35
Gambar 5.14. Karakteristik Jenis Kelamin, PS ASA dan Usia Terhadap Jumlah
Analgetik
Jumlah
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
B. Anak
B. KL
Analgetik Tunggal
14
1
Analgetik Kombinasi
16
9
B.
B. Saraf B. TKV Mata
Plastik
Jenis Operasi
5
9
0
14
4
0
1
1
Orthop
edi
THT
Urologi
6
8
11
17
3
3
Gambar 5.15. Karakteristik Jenis Operasi Terhadap Jumlah Analgetik
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
71
DR. REGINA AGUSTANTINA
Jumlah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
60
50
40
30
20
10
0
Mayor
Minor
Operasi
Cemas
Tdk cemas
Kecemasan
Analgetik Tunggal
17
51
45
23
Analgetik Kombinasi
21
33
18
36
Gambar 5.16. Karakteristik Klasifikasi Operasi dan Tingkat Kecemasan Terhadap
Jumlah Analgetik
5.4. Nyeri Pasca Operasi
5.4.1. Skala Nyeri Pasca Operasi
Evaluasi skala nyeri pasca operasi dibagi menjadi 4 kategori yaitu tidak nyeri
(skala FLACC/NRS 0), nyeri ringan (skala FLACC/NRS 1-3), nyeri sedang
(skala FLACC/NRS 4-6), dan nyeri berat (skala FLACC/NRS 7-10). Penilaian
skala nyeri dilakukan pada 5 waktu pasca operasi yaitu 30 menit, 1 jam, 2 jam,
1 hari, dan 2 hari pasca operasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar tidak mengalami nyeri pada 30 menit pasca operasi yaitu sejumlah 80
pasien, sedangkan pasien yang mengalami nyeri ringan sejumlah 31 pasien.
Pasien yang mengalami nyeri sedang dan berat sejumlah masing-masing 8 dan
3 pasien. Pada evaluasi 1 jam pasca operasi nyeri ringan mendominasi yaitu
terjadi pada 59 pasien, diikuti dengan pasien yang tidak merasakan nyeri yaitu
sejumlah 54 pasien. Pasien yang mengalami nyeri sedang dan berat
mengalami penurunan jumlah pada evaluai 1 jam pasca operasi yaitu 7 dan 2
pasien. Pada evaluasi 2 jam pasca operasi nyeri ringan mengalami peningkatan
jumlah yaitu terjadi pada 71 pasien sedangkan pasien yang tidak mengalami
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
72
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
nyeri terjadi pada 42 pasien. Pasien yang mengalami nyeri sedang dan berat
pada 2 jam pasca operasi sejumlah 8 dan 1 pasien. Pada evaluasi hari pertama
pasca operasi tidak terdapat pasien yang mengalami nyeri sedang maupun
nyeri berat. Namun nyeri ringan tetap mendominasi yaitu terjadi pada 74
pasien sedangkan pasien yang tidak mengalami nyeri pada hari pertama pasca
operasi terjadi pada 48 pasien. Pada evaluasi hari kedua pasca operasi juga
tidak terdapat pasien yang mengalami nyeri sedang maupun nyeri berat.
Pasien yang tidak mengalami nyeri juga mendominasi yaitu terjadi pada 79
pasien sedangkan nyeri ringan dialami pada 43 pasien 2 hari pasca operasi.
Tabel 5.14. Skala Nyeri Pasca Operasi
1 Jam
2 Jam
H+1
H+2
Op
Post Op
Post Op
Post Op
Post Op
Tidak nyeri
80
54
42
48
79
Nyeri ringan
31
59
71
74
43
Nyeri sedang
8
7
8
0
0
Nyeri berat
3
2
1
0
0
1 Jam
Post Op
2 Jam
Post Op
H+1 Post
Op
H+2 Post
Op
Tidak nyeri
’ Post
Op
80
54
42
48
79
Nyeri ringan
31
59
71
74
43
Nyeri sedang
8
7
8
0
0
Nyeri berat
3
2
1
0
0
Jumlah
30’ Post
`
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Gambar 5.17. Skala Nyeri Pasca Operasi
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
73
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.4.2. Karakteristik Skala Nyeri pada Pemberian Analgetik Tunggal dan
Kombinasi
Evaluasi skala nyeri pada anak usia kurang dari 12 tahun yang diberikan
analgetik tunggal pasca operasi baik pada saat preoperatif; 30 menit, 1 jam, 2
jam, 1 hari, dan 2 hari pasca operasi cukup rendah yaitu dengan nilai FLACC
rata-rata masing-masing 0.36, 0.55, 1.05, 1.34, 0.52 dan 0.22. Sedangkan pada
pasien anak usia kurang dari 12 tahun yang diberikan analgetik kombinasi
pasca operasi skala nyeri yang didapatkan pada saat preoperatif; 30 menit, 1
jam, 2 jam, 1 hari, dan 2 hari lebih tinggi yaitu dengan nilai FLACC rata-rata
masing-masing 1.53, 1.26, 2.16, 1.95, 1.05 dan 0.74.
Evaluasi skala nyeri pada anak usia remaja (> 12 tahun) yang diberikan
analgetik tunggal pasca operasi baik pada saat preoperatif; 30 menit, 1 jam, 2
jam, 1 hari, dan 2 hari pasca operasi cukup rendah yaitu dengan nilai NRS
rata-rata masing-masing 0.20, 0.90, 0.90, 0.70, 0.70 dan 0.94. Sedangkan pada
pasien usia remaja yang diberikan analgetik kombinasi pasca operasi skala
nyeri yang didapatkan pada saat preoperatif; 30 menit, 1 jam, 2 jam, 1 hari,
dan 2 hari rata-rata lebih tinggi (kecuali pada 2 hari pasca operasi) yaitu
dengan nilai NRS rata-rata masing-masing 0.84, 1.13, 0.91, 0.78, 0.94 dan
0.51.
Tabel 5.15. Karakteristik Skala Nyeri Untuk Usia ≤ 12 tahun
Tunggal
Jumlah
FLACC Preop
FLACC 30’
FLACC 1 Jam
TUGAS AKHIR
58
Kombinasi
Mean
SD
0.36
0.583
0.55
1.300
1.05
1.395
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
74
Jumlah
19
Mean
SD
1.53
2.294
1.26
2.491
2.16
2.363
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
FLACC 2 Jam
1.34
1.319
1.95
2.147
FLACC H+1
0.52
0.538
1.05
0.911
FLACC H+2
0.22
0.421
0.74
0.806
Mean
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Tunggal
Kombinasi
FLACC Preop
0.36
1.53
’ FLACC
0.55
1.26
1 jam FLACC
1.05
2.16
2 jam FLACC
1.34
1.95
H+1 FLACC
0.52
1.05
H+2 FLACC
0.22
0.74
Gambar 5.18. Karakteristik Skala Nyeri (1)
Tabel 5.16. Karakteristik Skala Nyeri Untuk Usia > 12 tahun
Tunggal
Jumlah
Kombinasi
Mean
SD
NRS Preop
0.20
NRS 30’
Mean
SD
0.632
0.84
1.021
0.90
1.449
1.13
1.673
0.90
0.876
0.91
0.900
0.70
0.675
0.78
0.850
NRS H+1
0.70
0.483
0.94
0.765
NRS H+2
0.94
0.765
0.51
0.658
NRS 1 Jam
NRS 2 Jam
TUGAS AKHIR
10
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
75
Jumlah
35
DR. REGINA AGUSTANTINA
Mean
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
NRS Preop
’ NRS
Tunggal
0.2
Kombinasi
0.84
0.9
1.13
1 jam NRS
0.9
0.91
2 jam NRS
0.7
0.78
H+1 NRS
0.7
0.94
H+2 NRS
0.94
0.51
Gambar 5.19. Karakteristik Skala Nyeri (2)
5.4.3. Nyeri pada 30 Menit Pasca Operasi
Pada evaluasi 30 menit pasca operasi didapatkan pasien sebagian besar tidak
mengalami nyeri yaitu terjadi pada 80 pasien di mana analgetik tunggal
NSAID mendominasi analgetik pasca operasi yang diberikan yaitu pada
sejumlah 40 pasien. Analgetik tunggal lain yaitu paracetamol dan opioid
diberikan pada masing-masing 9 dan 1 pasien. Sedangkan analgetik kombinasi
yang paling banyak diberikan adalah kombinasi NSAID + opioid yaitu pada
sejumlah 14 pasien. Analgetik kombinasi lainnya yaitu kombinasi NSAID +
anestesi regional, NSAID + paracetamol, NSAID + infiltrasi anestesi lokal,
NSAID + opioid + anestesi regional, paracetamol + opioid, paracetamol +
anestesi regional diberikan pada masing-masing 9, 1, 1, 1, 2, dan 2 pasien.
Nyeri ringan terjadi pada 31 pasien pada 30 menit pasca operasi di mana
kombinasi NSAID + opioid menjadi analgetik yang paling banyak diberikan
yaitu pada sejumlah 11 pasien. NSAID berada di urutan kedua yaitu diberikan
pada sejumlah 10 pasien. Analgetik tunggal lainnya yaitu paracetamol
diberikan pada 4 pasien. Sedangkan analgetik kombinasi lainnya yaitu NSAID
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
76
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
+ anestesi regional, NSAID + paracetamol, paracetamol + opioid diberikan
pada masing-masing 3, 2, dan 1 pasien.
Nyeri sedang dan berat terjadi pada sebagian kecil pasien pada 30 menit pasca
operasi yaitu masing-masing 8 dan 3 pasien. Pada nyeri sedang analgetik
tunggal yang diberikan adalah NSAID pada 3 pasien dan analgetik kombinasi
NSAID + opioid pada 3 pasien, NSAID + anestesi regional pada 1 pasien dan
NSAID + paracetamol pada 1 pasien. Sedangkan pada nyeri berat analgetik
tunggal yang diberikan adalah NSAID pada 1 pasien dan analgetik kombinasi
NSAID + anestesi regional pada 2 pasien.
Dari hasil analisa statistik menggunakan Chi-Square menunjukkan secara
statistik tidak didapatkan perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan
kombinasi yang diberikan pada 30 menit pasca operasi dengan nilai p 0.205 (p
> 0.05).
Tabel 5.17. Nyeri pada 30 Menit Pasca Operasi
Tidak
Nyeri
Nyeri
Nyeri
Nyeri
Ringan
Sedang
Berat
50
14
3
1
ï‚· NSAID
40
10
3
1
ï‚· Paracetamol
9
4
0
0
ï‚· Opioid
1
0
0
0
30
17
5
2
ï‚· NSAID + opioid
14
11
3
0
ï‚· NSAID + regional
9
3
1
2
ï‚· NSAID + paracetamol
1
2
1
0
ï‚· NSAID + infiltrasi
1
0
0
0
ï‚· NSAID + opioid + regional
1
0
0
0
ï‚· Paracetamol + opioid
2
1
0
0
ï‚· Paracetamol + regional
2
0
0
0
Tunggal
Kombinasi
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
77
p (<0.05)
0.205
DR. REGINA AGUSTANTINA
54
51
48
45
42
39
36
33
30
27
24
21
18
15
12
9
6
3
0
Paracetamol + regional
Paracetamol + opioid
NSAID + opioid + regional
NSAID + infiltrasi
NSAID + paracetamol
NSAID + regional
NSAID + opioid
Kombinasi
Tunggal
Kombinasi
Tunggal
Kombinasi
Kombinasi
Tunggal
Opioid
Tunggal
Jumlah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Paracetamol
NSAID
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat
Gambar 5.20. Nyeri pada 30 Menit Pasca Operasi
5.4.4. Nyeri pada 1 Jam Pasca Operasi
Pada evaluasi 1 jam pasca operasi didapatkan pasien yang tidak mengalami
nyeri sejumlah 54 pasien di mana analgetik tunggal NSAID mendominasi
analgetik pasca operasi yang diberikan yaitu pada sejumlah 23 pasien.
Analgetik tunggal lain yaitu paracetamol dan opioid diberikan pada masingmasing 7 dan 1 pasien. Sedangkan analgetik kombinasi yang paling banyak
diberikan adalah kombinasi NSAID + opioid yaitu pada sejumlah 11 pasien.
Analgetik kombinasi lainnya yaitu kombinasi NSAID + anestesi regional,
NSAID + paracetamol, NSAID + infiltrasi anestesi lokal, paracetamol +
opioid, paracetamol + anestesi regional diberikan pada masing-masing 7, 1, 1,
2, dan 1 pasien.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
78
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Nyeri ringan terjadi pada sebagian besar pasien pada 1 jam pasca operasi
yaitu pada 59 pasien di mana analgetik tunggal NSAID tetap mendominasi
yaitu diberikan pada sejumlah 28 pasien. Analgetik tunggal lainnya yaitu
paracetamol diberikan pada 6 pasien. Analgetik kombinasi NSAID + opioid
menjadi analgetik kombinasi yang paling banyak diberikan yaitu pada
sejumlah 15 pasien. Sedangkan analgetik kombinasi lainnya yaitu NSAID +
anestesi regional, NSAID + paracetamol, NSAID + opioid + anestesi regional,
paracetamol + opioid diberikan pada masing-masing 6, 2, 1, dan 1 pasien.
Nyeri sedang dan berat terjadi pada sebagian kecil pasien pada 1 jam pasca
operasi yaitu masing-masing 7 dan 2 pasien. Pada nyeri sedang analgetik
tunggal yang diberikan adalah NSAID pada 2 pasien dan analgetik kombinasi
NSAID + opioid pada 2 pasien, NSAID + anestesi regional pada 1 pasien,
NSAID + paracetamol pada 1 pasien dan paracetamol + anestesi regional pada
1 pasien. Sedangkan pada nyeri berat analgetik tunggal yang diberikan adalah
NSAID pada 1 pasien dan analgetik kombinasi NSAID + anestesi regional
pada 1 pasien.
Dari hasil analisa statistik menggunakan Chi-Square menunjukkan secara
statistik tidak didapatkan perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan
kombinasi yang diberikan pada 1 jam pasca operasi dengan nilai p 0.519 (p >
0.05).
Tabel 5.18. Nyeri pada 1 Jam Pasca Operasi
Tidak
Nyeri
Nyeri
Nyeri
Nyeri
Ringan
Sedang
Berat
31
34
2
1
ï‚· NSAID
23
28
2
1
ï‚· Paracetamol
7
6
0
0
Tunggal
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
79
p (<0.05)
0.519
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1
0
0
0
23
25
5
1
ï‚· NSAID + opioid
11
15
2
0
ï‚· NSAID + regional
7
6
1
1
ï‚· NSAID + paracetamol
1
2
1
0
ï‚· NSAID + infiltrasi
1
0
0
0
ï‚· NSAID + opioid + regional
0
1
0
0
ï‚· Paracetamol + opioid
2
1
0
0
ï‚· Paracetamol + regional
1
0
1
0
ï‚· Opioid
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Paracetamol + regional
Paracetamol + opioid
NSAID + opioid + regional
NSAID + infiltrasi
NSAID + paracetamol
Kombinasi
Tunggal
Kombinasi
Tunggal
Kombinasi
Tunggal
Kombinasi
NSAID + regional
Tunggal
Jumlah
Kombinasi
NSAID + opioid
Opioid
Paracetamol
NSAID
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat
Gambar 5.21. Nyeri pada 1 Jam Pasca Operasi
5.4.5. Nyeri pada 2 Jam Pasca Operasi
Pada evaluasi 2 jam pasca operasi didapatkan pasien yang tidak mengalami
nyeri sejumlah 42 pasien di mana analgetik tunggal NSAID mendominasi
analgetik pasca operasi yang diberikan yaitu pada sejumlah 16 pasien.
Analgetik tunggal lain yaitu paracetamol dan opioid diberikan pada masingmasing 5 dan 1 pasien. Sedangkan analgetik kombinasi yang paling banyak
diberikan adalah kombinasi NSAID + opioid yaitu pada sejumlah 10 pasien.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
80
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Analgetik kombinasi lainnya yaitu kombinasi NSAID + anestesi regional,
NSAID + paracetamol, NSAID + infiltrasi anestesi lokal, paracetamol +
opioid, paracetamol + anestesi regional diberikan pada masing-masing 6, 1, 1,
1, dan 1 pasien.
Nyeri ringan juga terjadi pada sebagian besar pasien pada 2 jam pasca operasi
yaitu pada sejumlah 71 pasien di mana analgetik tunggal NSAID tetap
mendominasi yaitu diberikan pada sejumlah 35 pasien. Analgetik tunggal
lainnya yaitu paracetamol diberikan pada 6 pasien. Analgetik kombinasi
NSAID + opioid menjadi analgetik kombinasi yang paling banyak diberikan
yaitu pada sejumlah 16 pasien. Sedangkan analgetik kombinasi lainnya yaitu
NSAID + anestesi regional, NSAID + paracetamol, paracetamol + opioid,
paracetamol + anestesi regional diberikan pada masing-masing 9, 2, 2, dan 1
pasien.
Nyeri sedang dan berat terjadi pada sebagian kecil pasien pada 2 jam pasca
operasi yaitu masing-masing 8 dan 1 pasien. Pada nyeri sedang analgetik
tunggal yang diberikan adalah NSAID pada 3 pasien dan paracetamol pada 2
pasien sedangkan analgetik kombinasi yang diberikan yaitu NSAID + opioid
pada 1 pasien, NSAID + paracetamol pada 1 pasien dan NSAID + opioid +
anestesi regional pada 1 pasien. Pada nyeri berat analgetik yang diberikan
adalah analgetik kombinasi NSAID + opioid pada 1 pasien.
Dari hasil analisa statistik menggunakan Chi-Square menunjukkan secara
statistik tidak didapatkan perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan
kombinasi yang diberikan pada 2 jam pasca operasi dengan nilai p 0.633 (p >
0.05).
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
81
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.19. Nyeri pada 2 Jam Pasca Operasi
Tidak
Nyeri
Nyeri
Nyeri
Nyeri
Ringan
Sedang
Berat
22
41
5
0
ï‚· NSAID
16
35
3
0
ï‚· Paracetamol
5
6
2
0
ï‚· Opioid
1
0
0
0
20
30
3
1
ï‚· NSAID + opioid
10
16
1
1
ï‚· NSAID + regional
6
9
0
0
ï‚· NSAID + paracetamol
1
2
1
0
ï‚· NSAID + infiltrasi
1
0
0
0
ï‚· NSAID + opioid + regional
0
0
1
0
ï‚· Paracetamol + opioid
1
2
0
0
ï‚· Paracetamol + regional
1
1
0
0
Tunggal
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0.633
Paracetamol + regional
Paracetamol + opioid
NSAID + opioid + regional
NSAID + infiltrasi
NSAID + paracetamol
Kombinasi
Tunggal
Kombinasi
Tunggal
Kombinasi
Tunggal
Kombinasi
NSAID + regional
Tunggal
Jumlah
Kombinasi
p (<0.05)
NSAID + opioid
Opioid
Paracetamol
NSAID
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat
Gambar 5.22. Nyeri pada 2 Jam Pasca Operasi
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
82
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.4.6. Nyeri pada Hari Pertama Pasca Operasi
Pada 1 hari pasca operasi evaluasi skala nyeri yang didapatkan adalah skala
nyeri ringan dan tidak nyeri. Tidak didapatkan pasien dengan skala nyeri
sedang maupun berat. Pasien yang tidak mengalami nyeri sejumlah 48 pasien
di mana analgetik tunggal NSAID mendominasi analgetik pasca operasi yang
diberikan yaitu pada sejumlah 27 pasien. Analgetik tunggal lain yaitu
paracetamol dan opioid diberikan pada masing-masing 4 dan 1 pasien.
Sedangkan analgetik kombinasi yang paling banyak diberikan adalah
kombinasi NSAID + opioid yaitu pada sejumlah 6 pasien. Analgetik
kombinasi lainnya yaitu kombinasi NSAID + anestesi regional, NSAID +
paracetamol, NSAID + infiltrasi anestesi lokal, paracetamol + anestesi
regional diberikan pada masing-masing 5, 3, 1, dan 1 pasien.
Nyeri ringan juga terjadi pada sebagian besar pasien pada 1 hari pasca operasi
yaitu pada sejumlah 74 pasien di mana analgetik tunggal NSAID tetap
mendominasi yaitu diberikan pada sejumlah 27 pasien. Analgetik tunggal
lainnya yaitu paracetamol diberikan pada 9 pasien. Analgetik kombinasi
NSAID + opioid menjadi analgetik kombinasi yang paling banyak diberikan
yaitu pada sejumlah 22 pasien. Sedangkan analgetik kombinasi lainnya yaitu
NSAID + anestesi regional, NSAID + paracetamol, NSAID + opioid +
anestesi regional, paracetamol + opioid, paracetamol + anestesi regional
diberikan pada masing-masing 10, 1, 1, 3, dan 1 pasien.
Dari hasil analisa statistik menggunakan Chi-Square menunjukkan secara
statistik tidak didapatkan perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan
kombinasi yang diberikan pada 2 jam pasca operasi dengan nilai p 0.63 (p >
0.05).
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
83
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.20. Nyeri pada Hari Pertama Pasca Operasi
Tidak Nyeri
Nyeri Ringan
p (<0.05)
32
36
0.63
ï‚· NSAID
27
27
ï‚· Paracetamol
4
9
ï‚· Opioid
1
0
16
38
ï‚· NSAID + opioid
6
22
ï‚· NSAID + regional
5
10
ï‚· NSAID + paracetamol
3
1
ï‚· NSAID + infiltrasi
1
0
ï‚· NSAID + opioid + regional
0
1
ï‚· Paracetamol + opioid
0
3
ï‚· Paracetamol + regional
1
1
Tunggal
Kombinasi
40
Paracetamol + regional
35
Paracetamol + opioid
30
NSAID + opioid + regional
Jumlah
25
NSAID + infiltrasi
20
NSAID + paracetamol
15
NSAID + regional
10
NSAID + opioid
5
Opioid
0
Paracetamol
Tunggal
Kombinasi
Tidak nyeri
Tunggal Kombinasi
NSAID
Nyeri ringan
Gambar 5.23. Nyeri pada Hari Pertama Pasca Operasi
5.4.7. Nyeri pada Hari Kedua Pasca Operasi
Pada hari kedua pasca operasi evaluasi skala nyeri yang didapatkan sama
seperti hari pertama yaitu skala nyeri ringan dan tidak nyeri. Tidak didapatkan
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
84
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
pasien dengan skala nyeri sedang maupun berat. Pasien yang tidak mengalami
nyeri terjadi pada sebagian besar pasien yaitu pada sejumlah 79 pasien di
mana analgetik tunggal NSAID mendominasi analgetik pasca operasi yang
diberikan yaitu pada sejumlah 39 pasien. Analgetik tunggal lain yaitu
paracetamol dan opioid diberikan pada masing-masing 10 dan 1 pasien.
Sedangkan analgetik kombinasi yang paling banyak diberikan adalah
kombinasi NSAID + opioid yaitu pada sejumlah 15 pasien. Analgetik
kombinasi lainnya yaitu kombinasi NSAID + anestesi regional, NSAID +
paracetamol, NSAID + infiltrasi anestesi lokal, paracetamol + opioid,
paracetamol + anestesi regional diberikan pada masing-masing 8, 3, 1, 1, dan
1 pasien.
Nyeri ringan terjadi pada sejumlah 43 pasien pada hari kedua pasca operasi di
mana analgetik tunggal NSAID tetap mendominasi yaitu diberikan pada
sejumlah 15 pasien. Analgetik tunggal lainnya yaitu paracetamol diberikan
pada 3 pasien. Analgetik kombinasi NSAID + opioid menjadi analgetik
kombinasi yang paling banyak diberikan yaitu pada sejumlah 13 pasien.
Sedangkan analgetik kombinasi lainnya yaitu NSAID + anestesi regional,
NSAID + paracetamol, NSAID + opioid + anestesi regional, paracetamol +
opioid, paracetamol + anestesi regional diberikan pada masing-masing 7, 1, 1,
2, dan 1 pasien.
Dari hasil analisa statistik menggunakan Chi-Square menunjukkan secara
statistik terdapat perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan kombinasi
yang diberikan pada 2 jam pasca operasi dengan nilai p 0.035 (p < 0.05).
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
85
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.21. Nyeri pada Hari Kedua Pasca Operasi
Tidak Nyeri
Nyeri Ringan
p (<0.05)
50
18
0.035
ï‚· NSAID
39
15
ï‚· Paracetamol
10
3
ï‚· Opioid
1
0
29
25
ï‚· NSAID + opioid
15
13
ï‚· NSAID + regional
8
7
ï‚· NSAID + paracetamol
3
1
ï‚· NSAID + infiltrasi
1
0
ï‚· NSAID + opioid + regional
0
1
ï‚· Paracetamol + opioid
1
2
ï‚· Paracetamol + regional
1
1
Tunggal
Kombinasi
60
Paracetamol + regional
50
Paracetamol + opioid
NSAID + opioid + regional
Jumlah
40
NSAID + infiltrasi
30
NSAID + paracetamol
NSAID + regional
20
NSAID + opioid
10
Opioid
0
Paracetamol
Tunggal
Kombinasi Tunggal Kombinasi
Tidak nyeri
NSAID
Nyeri ringan
Gambar 5.24. Nyeri pada Hari Kedua Pasca Operasi
5.5. Tingkat Kecemasan
5.5.1. Karakteristik Tingkat Kecemasan pada Pemberian Analgetik Tunggal
dan Kombinasi
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
86
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tingkat kecemasan preoperatif yang diberikan analgetik tunggal pasca operasi
cukup tinggi yaitu dengan nilai mYPAS rata-rata 50.66. Sedangkan pada
pasien yang diberikan analgetik kombinasi tingkat kecemasan terjadi lebih
rendah yaitu dengan nilai mYPAS rata-rata 34.9.
Tabel 5.22. Karakteristik Tingkat Kecemasan
Tunggal
mYPAS
Kombinasi
Jumlah
Mean
SD
Jumlah
Mean
SD
68
50.66
26.424
54
34.9
19.607
60
50
Mean
40
30
20
10
0
mYPAS
50.66
Analgetik Tunggal
Analgetik Kombinasi
34.9
Gambar 5.25. Karakteristik Tingkat Kecemasan
5.5.2. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Preoperatif
Pada uji beda tingkat kecemasan terhadap skala nyeri preoperatif didapatkan
pasien cemas yang tidak merasakan nyeri preoperatif sejumlah 37 pasien
(58,7%). Sedangkan pasien yang mengalami nyeri ringan sejumlah 22 pasien
(34,9%). Pasien dengan nyeri preoperatif sedang dan besar didapatkan
sejumlah 3 pasien (4,8%) dan 1 pasien (1,6%).
Sedangkan pasien yang tidak merasakan cemas dan juga tidak merasakan
nyeri preoperatif sejumlah 38 pasien (64,4%). Sedangkan pasien yang
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
87
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
mengalami nyeri ringan sejumlah 21 pasien (35,6%). Pada kelompok pasien
yang tidak mengalami kecemasan preoperatif tidak didapatkan pasien yang
mengalami nyeri sedang maupun berat.
Namun uji beda yang dilakukan dengan Chi-Square secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
merasakan cemas dan pasien yang tidak merasakan cemas preoperatif dengan
nilai p 0.271 (p > 0.05).
Tabel 5.23. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Preoperatif
Cemas
Tidak Cemas
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Tidak Nyeri
37
58,7 %
38
64,4 %
Nyeri Ringan
22
34,9 %
21
35,6 %
Nyeri Sedang
3
4,8 %
0
0%
Nyeri Berat
1
1,6 %
0
0%
63
100 %
59
100 %
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Jumlah
Total
Cemas
Tidak Cemas
Tidak
Nyeri
37
Nyeri
Ringan
22
Nyeri
Sedang
3
Nyeri
Berat
1
38
21
0
0
p (<0.05)
0.271
Gambar 5.26. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Preoperatif
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
88
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.5.3. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca
Operasi
Pada uji beda tingkat kecemasan terhadap skala nyeri 30 menit pasca operasi
didapatkan pasien cemas yang tidak merasakan nyeri preoperatif sejumlah 41
pasien (65,1%). Sedangkan pasien yang mengalami nyeri ringan sejumlah 14
pasien (22,2%). Pasien dengan nyeri preoperatif sedang dan besar didapatkan
sejumlah 5 pasien (7,9%) dan 3 pasien (4,8%).
Sedangkan pasien yang tidak merasakan cemas dan juga tidak merasakan
nyeri preoperatif sejumlah 39 pasien (66,1%). Sedangkan pasien yang
mengalami nyeri ringan sejumlah 17 pasien (28,8%) dan pasien yang
mengalami nyeri sedang sejumlah 3 pasien (5,1%). Pada kelompok pasien
yang tidak mengalami kecemasan preoperatif tidak didapatkan pasien yang
mengalami nyeri berat.
Namun uji beda yang dilakukan dengan Chi-Square secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
merasakan cemas dan pasien yang tidak merasakan cemas preoperatif dengan
nilai p 0.294 (p > 0.05).
Tabel 5.24. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 30 Menit
Pasca Operasi
Cemas
Tidak Cemas
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Tidak Nyeri
41
65,1 %
39
66,1 %
Nyeri Ringan
14
22,2 %
17
28,8 %
Nyeri Sedang
5
7,9 %
3
5,1 %
Nyeri Berat
3
4,8 %
0
0%
63
100 %
59
100 %
Total
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
89
p (<0.05)
0.294
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Jumlah
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Tidak
Nyeri
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Berat
Cemas
41
14
5
3
Tidak Cemas
39
17
3
0
Gambar 5.27. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 30 Menit
Pasca Operasi
5.5.4. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca Operasi
Pada uji beda tingkat kecemasan terhadap skala nyeri 1 jam pasca operasi
didapatkan pasien cemas yang tidak merasakan nyeri preoperatif sejumlah 24
pasien (38,1%). Sedangkan pasien yang mengalami nyeri ringan sejumlah 31
pasien (49,2%). Pasien dengan nyeri preoperatif sedang dan besar didapatkan
sejumlah 6 pasien (9,5%) dan 2 pasien (3,2%).
Sedangkan pasien yang tidak merasakan cemas dan juga tidak merasakan
nyeri preoperatif sejumlah 30 pasien (44,3%). Sedangkan pasien yang
mengalami nyeri ringan sejumlah 28 pasien (47,5%) dan pasien yang
mengalami nyeri sedang sejumlah 1 pasien (1,7%). Pada kelompok pasien
yang tidak mengalami kecemasan preoperatif tidak didapatkan pasien yang
mengalami nyeri berat.
Namun uji beda yang dilakukan dengan Chi-Square secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
merasakan cemas dan pasien yang tidak merasakan cemas preoperatif dengan
nilai p 0.099 (p > 0.05).
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
90
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.25. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca
Operasi
Cemas
Tidak Cemas
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Tidak Nyeri
24
38,1 %
30
44,3 %
Nyeri Ringan
31
49,2 %
28
47,5 %
Nyeri Sedang
6
9,5 %
1
1,7 %
Nyeri Berat
2
3,2 %
0
0%
63
100 %
59
100 %
35
30
25
20
15
10
5
0
Jumlah
Total
Cemas
Tidak Cemas
Tidak
Nyeri
24
Nyeri
Ringan
31
Nyeri
Sedang
6
Nyeri
Berat
2
30
28
1
0
p (<0.05)
0.099
Gambar 5.28. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 1 Jam
Pasca Operasi
5.5.5. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca Operasi
Pada uji beda tingkat kecemasan terhadap skala nyeri 2 jam pasca operasi
didapatkan pasien cemas yang tidak merasakan nyeri preoperatif sejumlah 15
pasien (23,8%). Sedangkan pasien yang mengalami nyeri ringan sejumlah 41
pasien (65,1%). Pasien dengan nyeri preoperatif sedang dan besar didapatkan
sejumlah 6 pasien (9,5%) dan 1 pasien (1,6%).
Sedangkan pasien yang tidak merasakan cemas dan juga tidak merasakan
nyeri preoperatif sejumlah 27 pasien (45,8%). Sedangkan pasien yang
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
91
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
mengalami nyeri ringan sejumlah 30 pasien (50,8%) dan pasien yang
mengalami nyeri sedang sejumlah 2 pasien (3,4%). Pada kelompok pasien
yang tidak mengalami kecemasan preoperatif tidak didapatkan pasien yang
mengalami nyeri berat.
Namun uji beda yang dilakukan dengan Chi-Square secara statistik
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
merasakan cemas dan pasien yang tidak merasakan cemas preoperatif dengan
nilai p 0.046 (p < 0.05).
Tabel 5.26. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca
Operasi
Cemas
Tidak Cemas
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Tidak Nyeri
15
23,8 %
27
45,8 %
Nyeri Ringan
41
65,1 %
30
50,8 %
Nyeri Sedang
6
9,5 %
2
3,4 %
Nyeri Berat
1
1,6 %
0
0%
63
100 %
59
100 %
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Jumlah
Total
Cemas
Tidak Cemas
Tidak
Nyeri
15
Nyeri
Ringan
41
Nyeri
Sedang
6
Nyeri
Berat
1
27
30
2
0
p (<0.05)
0.046
Gambar 5.29. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 2 Jam
Pasca Operasi
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
92
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.5.6. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari Pertama Pasca
Operasi
Pada uji beda tingkat kecemasan terhadap skala nyeri hari pertama pasca
operasi didapatkan pasien cemas yang tidak merasakan nyeri preoperatif
sejumlah 24 pasien (38,1%). Sedangkan pasien yang mengalami nyeri ringan
sejumlah 39 pasien (61,9%). Pada kelompok pasien yang mengalami
kecemasan preoperatif tidak didapatkan pasien yang mengalami nyeri sedang
maupun berat.
Sedangkan pasien yang tidak merasakan cemas dan juga tidak merasakan
nyeri preoperatif sejumlah 24 pasien (40,7%). Sedangkan pasien yang
mengalami nyeri ringan sejumlah 35 pasien (59,3%). Pada kelompok pasien
yang tidak mengalami kecemasan preoperatif juga tidak didapatkan pasien
yang mengalami nyeri sedang maupun berat.
Namun uji beda yang dilakukan dengan Chi-Square secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
merasakan cemas dan pasien yang tidak merasakan cemas preoperatif dengan
nilai p 0.853 (p > 0.05).
Tabel 5.27. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari Pertama
Pasca Operasi
Cemas
Tidak Cemas
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Tidak Nyeri
24
38,1 %
24
40,7 %
Nyeri Ringan
39
61,9 %
35
59,3 %
Total
63
100 %
59
100 %
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
93
p (<0.05)
0.853
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Jumlah
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Tidak Nyeri
Nyeri Ringan
Cemas
24
39
Tidak Cemas
24
35
Gambar 5.30. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari
Pertama Pasca Operasi
5.5.7. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari Kedua Pasca
Operasi
Pada uji beda tingkat kecemasan terhadap skala nyeri hari kedua pasca operasi
didapatkan pasien cemas yang tidak merasakan nyeri preoperatif sejumlah 39
pasien (61,9%). Sedangkan pasien yang mengalami nyeri ringan sejumlah 24
pasien (38,1%). Pada kelompok pasien yang mengalami kecemasan
preoperatif tidak didapatkan pasien yang mengalami nyeri sedang maupun
berat.
Sedangkan pasien yang tidak merasakan cemas dan juga tidak merasakan
nyeri preoperatif sejumlah 40 pasien (67,8%). Sedangkan pasien yang
mengalami nyeri ringan sejumlah 19 pasien (32,2%). Pada kelompok pasien
yang tidak mengalami kecemasan preoperatif juga tidak didapatkan pasien
yang mengalami nyeri sedang maupun berat.
Namun uji beda yang dilakukan dengan Chi-Square secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
94
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
merasakan cemas dan pasien yang tidak merasakan cemas preoperatif dengan
nilai p 0.571 (p > 0.05).
Tabel 5.28. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari Kedua
Pasca Operasi
Cemas
Tidak Cemas
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Tidak Nyeri
39
61,9 %
40
67,8 %
Nyeri Ringan
24
38,1 %
19
32,2 %
Total
63
100 %
59
100 %
Jumlah
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Cemas
Tidak Cemas
Tidak Nyeri
39
Nyeri Ringan
24
40
19
p (<0.05)
0.571
Gambar 5.31. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari
Kedua Pasca Operasi
5.6. Efek Sedasi Pasca Operasi
5.6.1. Skala Sedasi Pasca Operasi
Evaluasi skala sedasi pada 30 menit pasca operasi menunjukkan sebagian
besar masih dalam pengaruh sedasi (nilai Ramsay Sedation Scale-RSS 3-6)
yaitu sejumlah 111 pasien sedangkan pasien alert (nilai RSS 2) sejumlah 11
pasien. Pada evaluasi 1 jam pasca operasi sebagian besar pasien masih dalam
pengaruh sedasi yaitu sejumlah 70 pasien, pasien alert sejumlah 51 pasien
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
95
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
sedangkan pasien cemas (nilai RSS 1) sejumlah 1 pasien. Jumlah pasien alert
meningkat pada evaluasi 1 jam pasca operasi yaitu sejumlah 113 pasien,
sedangkan pasien cemas dan dalam pengaruh sedasi menurun yaitu sejumlah 1
dan 8 pasien. Pada evaluasi hari pertama dan kedua pasca operasi seluruh
pasien berada dalam kondisi alert (122 pasien).
Tabel 5.29. Skala Sedasi Pasca Operasi
30’ Post
1 Jam
2 Jam
H+1
H+2
Op
Post Op
Post Op
Post Op
Post Op
Cemas
0
1
1
0
0
Alert
11
51
113
122
122
Dalam sedasi
111
70
8
0
0
Jumlah
140
120
100
80
60
40
20
0
Cemas
’ Post
Op
0
Alert
11
51
113
122
122
Dalam sedasi
111
70
8
0
0
1 Jam
Post Op
1
2 Jam
Post Op
1
H+1
Post Op
0
H+2
Post Op
0
Gambar 5.32. Skala Sedasi Pasca Operasi
5.6.2. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca Operasi
Pada evaluasi 30 menit pasca operasi sebagian besar pasien masih dalam
pengaruh sedasi yaitu sejumlah 111 pasien. Dari jumlah tersebut sejumlah 73
pasien (65,8%) tidak merasakan nyeri pasca operasi, 27 pasien (24,3%)
merasakan nyeri ringan, 8 pasien (7,2%) merasakan nyeri sedang dan 3 pasien
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
96
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
(2,7%) merasakan nyeri berat. Sedangkan sisanya sejumlah 11 pasien sudah
berada dalam kondisi sadar baik (alert) pada evaluasi 30 menit pasca operasi.
Dari jumlah tersebut sejumlah 7 pasien (63,6%) tidak merasakan nyeri pasca
operasi, 4 pasien (36,4%) merasakan nyeri ringan dan tidak ada pasien yang
merasakan nyeri sedang maupun berat. Pada evaluasi 30 menit pasca operasi
juga tidak didapatkan pasien dalam kondisi cemas (nilai RSS 1).
Namun uji beda yang dilakukan dengan Spearman secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
masih berada dalam pengaruh sedasi dan pasien yang sudah sadar baik dengan
nilai p 0.924 (p > 0.05).
Tabel 5.30. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca
Operasi
Alert
Cemas
Dalam Sedasi
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Tidak Nyeri
0
0%
7
63,6 %
73
65,8 %
Nyeri Ringan
0
0%
4
36,4 %
27
24,3 %
Nyeri Sedang
0
0%
0
0%
8
7,2 %
Nyeri Berat
0
0%
0
0%
3
2,7 %
11
100 %
111
100 %
0
Total
Jumlah
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Tidak
Nyeri
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Berat
Cemas
0
0
0
0
Alert
7
4
0
0
Dalam Sedasi
73
27
8
3
p (<0.05)
0.924
Gambar 5.33. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca Operasi
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
97
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.6.3. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca Operasi
Pada evaluasi 1 jam pasca operasi sebagian besar pasien juga masih dalam
pengaruh sedasi yaitu sejumlah 70 pasien. Dari jumlah tersebut sejumlah 29
pasien (41,4%) tidak merasakan nyeri pasca operasi, 37 pasien (25,9%)
merasakan nyeri ringan, 3 pasien (4,3%) merasakan nyeri sedang dan 1 pasien
(1,4%) merasakan nyeri berat. Sedangkan sejumlah 51 pasien sudah berada
dalam kondisi sadar baik (alert) pada evaluasi 1 jam pasca operasi. Dari
jumlah tersebut sejumlah 25 pasien (49,0%) tidak merasakan nyeri pasca
operasi, 22 pasien (43,1%) merasakan nyeri ringan, 3 pasien (5,9%)
merasakan nyeri sedang dan 1 pasien (2,0%) merasakan nyeri berat. Pada
evaluasi 1 jam pasca operasi didapatkan 1 pasien dalam kondisi cemas (nilai
RSS 1) yang merasakan nyeri sedang.
Namun uji beda yang dilakukan dengan Spearman secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
masih berada dalam pengaruh sedasi, pasien yang sudah sadar baik (alert) dan
pasien cemas dengan nilai p 0.780 (p > 0.05).
Tabel 5.31. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca Operasi
Alert
Cemas
Dalam Sedasi
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Tidak Nyeri
0
0%
25
49,0 %
29
41,4 %
Nyeri Ringan
0
0%
22
43,1 %
37
52,9 %
Nyeri Sedang
1
100 %
3
5,9 %
3
4,3 %
Nyeri Berat
0
0%
1
2,0 %
1
1,4 %
1
100 %
51
100 %
70
100 %
Total
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
98
p (<0.05)
0.780
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Jumlah
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Tidak
Nyeri
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Berat
Cemas
0
0
1
0
Alert
25
22
3
1
Dalam Sedasi
29
37
3
1
Gambar 5.34. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca Operasi
5.6.4. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca Operasi
Pada evaluasi 2 jam pasca operasi hanya 8 pasien masih dalam pengaruh
sedasi. Dari jumlah tersebut sejumlah 2 pasien (25,0%) tidak merasakan nyeri
pasca operasi, 5 pasien (62,5%) merasakan nyeri ringan, 1 pasien (12,5%)
merasakan nyeri sedang dan tidak ada pasien yang merasakan nyeri berat.
Sedangkan hampir seluruh pasien (113 pasien) sudah berada dalam kondisi
sadar baik (alert) pada evaluasi 2 jam pasca operasi. Dari jumlah tersebut
sejumlah 40 pasien (35,4%) tidak merasakan nyeri pasca operasi, 66 pasien
(58,4%) merasakan nyeri ringan, 7 pasien (6,2%) merasakan nyeri sedang dan
tidak ada pasien yang merasakan nyeri berat. Pada evaluasi 2 jam pasca
operasi didapatkan 1 pasien dalam kondisi cemas (nilai RSS 1) yang
merasakan nyeri berat.
Namun uji beda yang dilakukan dengan Spearman secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
masih berada dalam pengaruh sedasi, pasien yang sudah sadar baik (alert) dan
pasien cemas dengan nilai p 0.987 (p > 0.05).
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
99
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.32. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca Operasi
Alert
Cemas
Dalam Sedasi
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Tidak Nyeri
0
0%
40
35,4 %
2
25,0 %
Nyeri Ringan
0
0%
66
58,4 %
5
62,5 %
Nyeri Sedang
0
0%
7
6,2 %
1
12,5 %
Nyeri Berat
1
100 %
0
0%
0
0%
0
100 %
113
100 %
8
100 %
Total
Jumlah
70
60
50
40
30
20
10
0
Tidak
Nyeri
0
Nyeri
Ringan
0
Nyeri
Sedang
0
Nyeri
Berat
1
Alert
40
66
7
0
Dalam Sedasi
2
5
1
0
Cemas
p (<0.05)
0.987
Gambar 5.35. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca Operasi
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
100
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 6
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 122 pasien anak menjadi obyek
penelitian. Analgetik yang diberikan pasca operasi dibagi menjadi 2 yaitu analgetik
tunggal dan kombinasi. Secara keseluruhan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analgetik tunggal (55,7%) lebih banyak diberikan pasca operasi dibanding
analgetik kombinasi (44,3%).
2. Analgetik tunggal yang paling banyak diberikan pasca operasi adalah NSAID
(54 pasien).
3. Analgetik kombinasi yang paling banyak diberikan pasca operasi adalah
NSAID + opioid (28 pasien).
4. Analgetik tunggal lebih banyak diberikan pada pasien dengan usia lebih muda
(mean 6.16863 ± 5.06275) dan berat badan lebih rendah (mean 22.42 ±
15.726) sedangkan analgetik kombinasi lebih banyak diberikan pada pasien
dengan usia lebih tua (mean 11.9599 ± 5.66231) dan berat badan lebih besar
(mean 40.70 ± 20.165).
5. Pada jenis operasi tertentu, analgetik tunggal dominan diberikan seperti pada
operasi mata (93,3%), urologi (78,6%) dan THT (72,2%). Sedangkan
analgetik kombinasi dominan diberikan pada beberapa jenis operasi seperti
orthopedi (73,9%).
6. Evaluasi skala nyeri pasca operasi menunjukkan bahwa pasien mayoritas tidak
merasakan nyeri pada 30 menit (80 pasien) dan hari kedua pasca operasi (79
pasien). Sedangkan pada evaluasi 1 jam (59 pasien), 2 jam (71 pasien) dan
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
101
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
hari pertama (74 pasien) pasca operasi mayoritas pasien merasakan nyeri
ringan.
7. Evaluasi skala nyeri pada hari pertama dan kedua pasca operasi menunjukkan
tidak ada pasien yang merasakan nyeri sedang maupun berat.
8. Pada pasien usia ≤ 12 tahun, skala nyeri pada pemberian analgetik kombinasi
lebih tinggi dibanding analgetik tunggal pada kelima waktu evaluasi pasca
operasi. Hasil yang hampir serupa pada pasien usia > 12 tahun, di mana skala
nyeri pada pemberian analgetik kombinasi lebih tinggi dibanding analgetik
tunggal pada evaluasi 30 menit, 1 jam, 2 jam dan hari pertama pasca operasi.
Sedangkan skala nyeri pada pemberian analgetik tunggal lebih tinggi
dibanding analgetik kombinasi pada evaluasi hari kedua pasca operasi.
9. NSAID adalah analgetik yang paling banyak diberikan pada kelompok pasien
yang tidak merasakan nyeri pada kelima waktu evaluasi skala nyeri pasca
operasi (40 pasien pada 30 menit, 23 pasien pada 1 jam, 16 pasien pada 2 jam,
27 pasien pada hari pertama dan 39 pasien pada hari kedua)
10. Tingkat kecemasan tidak berhubungan dengan skala nyeri baik pada saat
preoperatif maupun pada evaluasi 30 menit, 1 jam, hari pertama dan hari
kedua pasca operasi. Tingkat kecemasan berhubungan dengan skala nyeri
pada evaluasi 2 jam pasca operasi.
Jenis analgetik tunggal lebih banyak diberikan pasca operasi dibanding
analgetik kombinasi (Tabel 5.10.). Analgetik tunggal yang paling banyak diberikan
adalah NSAID (54 pasien). NSAID merupakan obat analgetik yang diberikan untuk
mengatasi nyeri ringan hingga sedang.
(3)
Sebuah penelitian oleh Vetter dan Heiner
menyebutkan bahwa penggunaan NSAID (Ketorolac) dapat mengurangi penggunaan
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
102
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
opioid hingga 30% pada 12 jam pertama pasca operasi.
(3, 36)
Menurut Misiolek dkk
yang merumuskan manajemen nyeri pasca operasi pada tahun 2014, pilihan analgetik
pasca operasi pada pasien pediatri dengan nyeri sedang adalah paracetamol
dikombinasi dengan NSAID.
(26)
Pada penelitian ini analgetik kombinasi paracetamol
+ NSAID hanya diberikan pada 4 pasien. Sedangkan paracetamol digunakan sebagai
analgetik tunggal pada 13 pasien. Paracetamol merupakan obat yang mempunyai efek
seperti NSAID. Paracetamol digunakan sebagai analgetik untuk mengatasi nyeri
ringan hingga sedang dan dapat dikombinasi dengan opioid untuk mengatasi nyeri
berat.
(3)
Paracetamol kurang begitu populer di kalangan residen sebagai analgetik
pasca operasi karena adanya kebijakan penggunaan paracetamol sebagai analgetik
yang diberikan pada pasien yang dirawat di ruang intensif yang juga memerlukan
terapi antipiretik berkelanjutan. (37, 38)
Pada penelitian ini jenis analgetik kombinasi yang paling banyak (28 pasien)
diberikan pasca operasi adalah kombinasi NSAID + opioid (Tabel 5.12.). Hal ini
sesuai dengan pedoman yang dirumuskan Misiolek dkk tentang manajemen nyeri
pasca operasi bahwa pilihan analgetik pasca operasi pada pasien pediatri dengan
kerusakan jaringan hebat adalah analgetik multimodal yaitu kombinasi paracetamol
ditambah NSAID dan jika perlu dapat ditambahkan opioid. (26)
Profil analgetik tunggal dan kombinasi dilihat dari usia dan berat badan (Tabel
5.13.) menunjukkan bahwa pasien dengan usia lebih muda dan berat badan lebih kecil
lebih banyak mendapat analgetik tunggal (mean usia 6.16863 dan mean berat badan
22.42). Sedangkan pasien dengan usia lebih tua dan berat badan lebih besar mendapat
analgetik kombinasi (mean usia 11.9599 dan mean berat badan 40.70). Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan analgetik kombinasi tidak banyak digunakan pada
pasien anak dengan usia muda. Penyebabnya adalah pilihan analgetik kombinasi yang
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
103
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dianjurkan yaitu opioid (morfin) sebagai analgetik tambahan memiliki efek samping
yang cukup berbahaya pada pasien anak usia muda terutama neonatus. Seperti yang
ditulis yang diterbitkan oleh American Medical Association tahun 2012 yang
menyebutkan bahwa bayi usia 3-6 bulan mempunyai respon ventilasi yang inadekuat
dan terkadang paradoksal terhadap kondisi hipoksia dan hiperkarbia sehingga opioid
dosis kecil saja dapat berakibat apnea atau nafas periodik. (3)
Profil analgetik tunggal dan kombinasi dilihat dari jenis operasi (Tabel 5.13.)
menunjukkan pada beberapa operasi seperti operasi orthopedi didapatkan pemberian
analgetik kombinasi yang mendominasi (17 pasien ~ 73,9%). Seperti yang diketahui
bahwa operasi orthopedi menghasilkan intensitas nyeri yang berat.
(39, 40)
Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Barbosa dkk pada tahun 2014 menunjukkan bahwa
dengan pemberian analgetik kombinasi (NSAID + analgetik sederhana + opioid atau
analgetik sederhana + opioid maupun analgetik sederhana + NSAID) dapat
menghasilkan pasien dengan skala nyeri ringan atau bahkan tidak merasakan nyeri
hingga 72 jam pasca operasi.
(39)
Pilihan yang berbeda didapatkan pada jenis operasi
urologi. Pada operasi urologi analgetik tunggal lebih banyak digunakan (11 pasien ~
78,6%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Heid dan Jage pada
tahun 2002 yang menyebutkan bahwa sebagian besar prosedur operasi urologi
menghasilkan intensitas nyeri ringan yang dapat diatasi dengan NSAID.
(40, 41)
Sama
halnya dengan operasi urologi, pada operasi mata analgetik tunggal juga lebih banyak
digunakan (14 pasien ~ 93,3%). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Paik dan Ahn
pada tahun 2002 menyebutkan bahwa intensitas nyeri pada anak pasca operasi mata
adalah nyeri ringan hingga sedang yang menurun seiring dengan berjalannya waktu
pasca operasi.
(40, 42)
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, NSAID merupakan
analgetik yang tepat diberikan untuk mengatasi nyeri ringan hingga sedang. (3)
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
104
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Profil analgetik tunggal dan kombinasi dilihat dari klasifikasi operasi (Tabel
5.13.) menunjukkan bahwa pada operasi minor analgetik tunggal lebih banyak
digunakan (51 pasien ~ 60,7%). Sedangkan analgetik kombinasi lebih banyak
digunakan pada operasi mayor (21 pasien ~ 55,3%). Namun secara statistik
menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan
kombinasi pada klasifikasi operasi mayor maupun minor (p value 0.100).
Pada evaluasi skala nyeri pasca operasi (Tabel 5.14.) didapatkan pada 30
menit pertama mayoritas pasien tidak merasakan nyeri (80 pasien), sedangkan pada 1
jam pasca operasi mayoritas pasien merasakan nyeri ringan (59 pasien). Nyeri ringan
tetap mendominasi skala nyeri yang dirasakan pasien pada 2 jam dan hari pertama
pasca operasi yaitu masing-masing 71 dan 74 pasien. Sedangkan pada evaluasi skala
nyeri hari kedua pasca operasi didapatkan mayoritas pasien tidak merasakan nyeri (79
pasien). Pada evaluasi hari pertama dan kedua pasca operasi tidak didapatkan pasien
dengan skala nyeri sedang maupun berat. Faktor sedasi tampak dapat dihubungkan
dengan penilaian nyeri pasca operasi. Evaluasi skala nyeri pada 2 jam pasca operasi
diharapkan menunjukkan penilaian skala nyeri yang sesungguhnya karena pada saat
itulah hampir seluruh pasien sudah dalam keadaan sadar baik (alert) yaitu sejumlah
113 pasien. Namun secara statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
signifikan antara pasien yang masih berada dalam pengaruh sedasi dan pasien yang
sudah sadar baik (Tabel 5.30., Tabel 5.31., Tabel 5.32.). Pada evaluasi hari pertama
dan kedua pasca operasi tidak didapatkan pasien yang masih berada dalam pengaruh
sedasi maupun cemas, seluruh pasien dalam keadaan sadar baik (alert) dengan nilai
RSS 2 (Tabel 5.29.). Meskipun demikian, tidak adanya variasi nilai skala sedasi
menyebabkan uji beda antara skala sedasi terhadap skala nyeri tidak dapat dilakukan.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
105
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Selain faktor sedasi, pada pasien yang tidak merasakan nyeri pada evaluasi 30
menit pasca operasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal lain seperti pemberian
analgetik preoperatif/premedikasi atau analgetik yang digunakan durante operasi. (43)
Pada evaluasi skala nyeri 30 menit, 1 jam dan 2 jam pasca operasi didapatkan
1-2 pasien yang merasakan nyeri berat. Pada evaluasi 30 menit didapatkan 2 pasien
dengan skala nyeri berat di mana 1 pasien diberi analgetik tunggal dan 1 pasien diberi
analgetik kombinasi. Pasien yang mendapat analgetik tunggal adalah pasien yang
menjalani operasi aff DJ stent. Operasi ini adalah operasi minor dengan intensitas
nyeri ringan.
(40, 41)
Salah satu hal yang dapat menyebabkan skala nyeri pasca operasi
yang tinggi pada pasien ini adalah tingkat kecemasan preoperatif di mana nilai
mYPAS adalah 70. Fortier dkk menyebutkan dalam penelitiannya bahwa tingkat
kecemasan perioperatif berhubungan dengan nyeri pasca bedah dan perubahan
perilaku pasca operasi.
(28)
Sedangkan pasien yang mendapat analgetik kombinasi
adalah pasien osteosarcoma yang menjalani operasi amputasi. Operasi ini adalah
operasi mayor dengan intensitas nyeri sedang hingga berat.
(40)
Pasien ini mendapat
analgetik kombinasi berupa NSAID + anestesi regional. Pemilihan ini kurang tepat
sebagai analgetik pasca operasi dengan intensitas nyeri sedang hingga berat, namun
jenis nyeri pada pasien ini adalah nyeri kanker dengan nyeri kronik dan berpotensi
terjadi phantom limb pasca operasi. Seperti halnya yang dikatakan Katz dalam
penelitiannya yang menyebutkan bahwa anestesi regional merupakan salah satu cara
mencegah terjadinya phantom limb.
(44)
Pada pasien ini diduga obat anestesi regional
yang diberikan belum bekerja pada saat evaluasi 30 menit pasca operasi. Hal ini
dilihat dari skala nyeri yang menurun drastis pada evaluasi 1 jam pasca operasi (NRS
2-3). Pada evaluasi skala nyeri 1 jam pasca operasi juga didapatkan 2 pasien dengan
skala nyeri berat di mana 1 pasien diberi analgetik tunggal dan 1 pasien diberi
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
106
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
analgetik kombinasi. Pasien yang mendapat analgetik tunggal adalah pasien yang
menjalani operasi urethroplasty. Sedangkan pasien yang mendapat analgetik
kombinasi adalah pasien dengan abses paru yang menjalani operasi lobectomy. Pada
kedua pasien tersebut, evaluasi skala nyeri di waktu selain 1 jam menunjukkan skala
nyeri ringan-sedang. Skala nyeri berat pada evaluasi 1 jam pasca operasi dapat
diakibatkan beberapa hal lain yang mempengaruhi penilaian nyeri pasca operasi.
Seperti yang dikemukakan Hamers dkk dalam penelitiannya, beberapa hal dapat
mempengaruhi penilaian nyeri pasca operasi antara lain usia, diagnosis, ekspresi anak
dan juga kehadiran orang tua. (45) Selain itu terdapat beberapa hal yang mempengaruhi
persepsi nyeri antara lain jenis kelamin, ras dan usia.
(46)
Pada evaluasi skala nyeri 2
jam pasca operasi didapatkan 1 pasien dengan skala nyeri berat yang diberi analgetik
kombinasi. Pasien ini adalah pasien dengan combustio yang menjalani operasi
debridement + Split Thickness Graft (STG). Pada pasien ini didapatkan skala nyeri
sedang pada evaluasi preoperatif dan juga tingkat kecemasan yang tinggi dengan nilai
mYPAS 76.67. Selain itu, pada pasien ini juga didapatkan gangguan penyesuaian.
Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi skala nyeri pasca operasi.
(28, 45, 46)
Pasien-
pasien yang disebutkan dengan skala nyeri berat di atas adalah pasien yang berbedabeda, artinya tidak didapatkan pasien yang merasakan nyeri berat di dua waktu
evaluasi skala nyeri. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen nyeri sudah cukup baik
sehingga pasien dengan skala nyeri berat tidak lagi menunjukkan skala nyeri berat
pada waktu evaluasi skala nyeri berikutnya.
Perbandingan skala nyeri antara pemberian analgetik tunggal dan kombinasi
menunjukkan bahwa pada pasien usia ≤ 12 tahun skala nyeri (FLACC) pada
pemberian analgetik kombinasi lebih besar daripada analgetik tunggal pada kelima
waktu evaluasi skala nyeri pasca operasi (Tabel 5.15.). Meskipun demikian nilai
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
107
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
simpangan deviasi (SD) pada kelompok analgetik kombinasi lebih besar dibanding
kelompok analgetik tunggal. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data pada
kelompok analgetik kombinasi terlalu luas sehingga data menjadi tidak seragam.
Hasil ini tidak jauh berbeda pada kelompok pasien usia > 12 tahun. Skala nyeri (NRS)
pada pemberian analgetik kombinasi juga lebih besar daripada analgetik tunggal pada
evaluasi 30 menit, 1 jam, 2 jam dan hari pertama pasca operasi. Sedangkan skala
nyeri (NRS) pada hari kedua pasca operasi menunjukkan bahwa skala nyeri pada
pemberian analgetik tunggal memiliki nilai yang lebih besar dibanding analgetik
kombinasi (Tabel 5.16.). Namun, dari hasil analisa statistik menggunakan Chi-Square
menunjukkan bahwa tidak didapatkan perbedaan signifikan antara pemberian
analgetik tunggal dan kombinasi pada evaluasi 30 menit, 1 jam, 2 jam dan hari
pertama pasca operasi. Sedangkan pada evaluasi hari kedua pasca operasi (Tabel
5.21.) didapatkan perbedaan signifikan antara pemberian analgetik tunggal dan
kombinasi di mana p 0.035 (p < 0.05).
Pada evaluasi jenis analgetik yang diberikan pada setiap waktu evaluasi skala
nyeri didapatkan bahwa NSAID menjadi analgetik yang paling banyak diberikan pada
kelompok pasien yang tidak merasakan nyeri pada kelima waktu evaluasi skala nyeri
pasca operasi (Tabel 5.17., Tabel 5.18., Tabel 5.19., Tabel 5.20., Tabel 5.21.).
Pada evaluasi tingkat kecemasan yang dihubungkan dengan skala nyeri pada
saat preoperatif dan kelima waktu pasca operasi (Tabel 5.23., Tabel 5.24., Tabel 5.25.,
Tabel 5.27., Tabel 5.28.) didapatkan bahwa tingkat kecemasan tidak berhubungan
dengan skala nyeri dengan nilai p > 0.05 (tidak terdapat perbedaan) kecuali pada
evaluasi 2 jam pasca operasi (Tabel 5.26.) di mana nilai p 0.046 (p < 0.05). Penelitian
yang dilakukan oleh Al-Jundi dan Mahmood menyebutkan bahwa tingkat kecemasan
preoperatif dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain usia, riwayat anestesi umum
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
108
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
sebelumnya, riwayat anestesi umum pada usia sangat muda dan juga kecemasan
orang tua. (47)
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
109
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Analgetik pasca operasi yang paling banyak digunakan pada pasien pediatri
yang menjalani operasi elektif di RSUD Dr. Soetomo pada bulan Oktober 2016
adalah NSAID. NSAID juga menjadi analgetik yang paling banyak digunakan pada
kelompok pasien yang tidak merasakan nyeri pada kelima waktu evaluasi pasca
operasi. Manajemen nyeri cukup baik karena tidak didapatkan pasien dengan skala
nyeri sedang maupun berat pada evaluasi hari pertama dan kedua pasca operasi.
7.2. Saran
Penelitian ini menunjukkan adanya skala nyeri dengan simpangan deviasi
yang cukup besar pada kelompok analgetik kombinasi. Maka diharapkan penelitian
dengan jumlah sample lebih besar dapat dilakukan agar distribusi data menjadi lebih
baik sehingga perbandingan analgetik tunggal dan kombinasi dapat digambarkan
dengan lebih baik.
Evaluasi tentang intensitasi nyeri pasca operasi pada tiap jenis operasi perlu
dilakukan dalam skala lebih besar agar penentuan analgetik pasca operasi lebih tepat
untuk setiap jenis operasi.
Keterbatasan penelitian ini adalah adanya keterbatasan sumber alat dalam
mengevaluasi hemodinamik pasien pediatri di ruang pulih sadar sehingga data
mengenai hemodinamik pasien selama di ruang pulih sadar tidak lengkap yang
menyebabkan uji korelasi antara skala nyeri dengan perubahan hemodinamik tidak
dapat dilakukan.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
110
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR PUSTAKA
1. Baratta JL, Schwenk ES, Viscusi ER. Clinical Consequences of Inadequate
Pain Relief: Barriers to Optimal Pain Management. Plast Reconstr Surg. 2014
Oct;134(4):15-21.
2. Power NM, Howard RF, Wade AM, Franck LS. Pain and behaviour changes
in children following surgery. Arch Dis Child. 2012 Oct;97(10):879-84.
3. Fine PG, Lessage P, Lippe PM, Lipman AG, Portenoy RK, dkk. Pediatric
Pain. American Medical Association: Module 6. February 2010.
4. Hatfield LA. Neonatal pain: What’s age got to do with it? Surg Neurol Int.
2014;5(13):479-89.
5. Green A. Pain and stress in infancy and childhood--- where to now? Pediatr
Anaesth. 1996;6(3):167-72.
6. Rawal N, Sjöstrand U, Christoffersson E, Dahlström B, Arvill A, Rydman H,
Comparison of Intramuscular and Epidural Morphine for Postoperative
Analgesia in the Grossly Obese: Influence on Postoperative Ambulation and
Pulmonary Function. Anesth Analg. 1984;63:583-92.
7. Finley GA, McGrath PJ, Forward SP, McBeill G, Fitzgerald P. Parents’
management of children’s pain following ‘minor’ surgery. Pain, 64. 1996:8387.
8. Swafford L, Allen D. Pain relief in pediatric patient. Med Clin North Am.
1968; 52: 131-136.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
111
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9. Eland JM, Anderson JE. The experience of pain in children. In: Jacox A., ed.
Pain: a source book for nurses and other health professionals. Boston: Little,
Brown 1977.
10. Anand KJS, Phil MBBS, Hickey PR. Pain and Its Effects in The Human
Neonate and Fetus. N Engl J Med. 1987 Nov 19;317(21):1321-9.
11. Frank HK. The Society of Pediatric Anesthesia: 15th Annual meeting, New
Orleans, Louisiana, October, 2001. Anesth Analg. 2002 Jan;94(1):1661-8.
12. Langlade A, Kriegel I. Treatment of acute postoperative pain. Ann Chir.
1997; 51(9): 1013-21.
13. Ganter MT, Blumenthal S, Dübendorfer S, Brunnschweiler S, Hofer T,
Klaghofer R, Zollinger A, Hofer CK. The length of stay in the postanaesthesia care unit correlates with pain intensivity, nausea and vomiting on
arrival. Perioperative Medicine. 2014, 3:10.
14. Friedrichsdorf SJ, Postier A, Eull D, Weidner C, Foster L, Gilbert M,
Campbell F. Pain Outcomes in a US Children’s Hospital: A Prospective
Cross-Sectional Survey. Hosp Pediatr. 2015 Jan;5(1):18-26.
15. Kozlowski LJ, Kost-byerly S, Colantuoni E, Thompson CB, Vasquenza KJ,
dkk. Pain Prevalence, Intensity, Assessment and Management in a
Hospitalized Pediatric Population. Pain Manag Nurs. 2014;15(1):22-35.
16. Lönnqvist PA, Morton NS. Postoperative analgesia in infants and children.
Br. J. Anaesth. 2005 July;95(1):59-68.
17. Lee JY, Jo YY. Attention to postoperative pain control in children. Korean J
Anesthesiol. 2014 March;66(3):183-8.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
112
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18. Menezes MS, Gozzani JL. Postoperative Analgesia in Pediatric Patients:
Comparative Study among Local Anesthetics, Opioids and Non-Steroidal
Anti-Inflammatory Drugs. Rev Bras Anestesiol. 2002 April;52(2):175-84.
19. Seyaz GB. Comparison of preemptive intravenous paracetamol and caudal
block in terms of analgesic and hemodynamic parameters in children. JCEI.
2012 June;3(2):202-8.
20. Berde CB, Walco GA, Krane EJ, Anand KJS, Phil D, dkk. Pediatric
Analgesic Clinical Trial Designs, Measures, and Extrapolation: Report of an
FDA Scientific Workshop. Pediatrics. 2012 Feb;129(2):354-64.
21. Sumpter A, Anderson BJ. Pediatric pharmacology in the first year of life.
Current Opinion in Anesthesiology. 2009;22(4):469-75.
22. Lu H, Rosenbaum S. Developmental Pharmacokinetics in Pediatric
Populations. J Pediatr Pharmacol Ther. 2014;19(4):262-76.
23. Butterworth JF. Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. 3rd ed. New York: McGrawhill; 2001.
24. Rice LJ. Pain management in children. Can J Anaesth 1996; 43: R155-R158.
25. Gehdoo RP. Post Operative Management in Paediatric Patients. Indian J.
Anaesth. 2004;48(5): 406-414.
26. Misiolek H, Cettler M, Woron J, Wordliczel J, Dobrogowski J, MayznerZawadzka E. The 2014 guidelines for post-operative pain management.
Anaesthesiol Intensive Ther. 2014 Sep-Oct;46(4):221-44.
27. Wong DL, Hess CS, Kasprisin CA. Wong and Whaley’s clinical manual of
pediatric nursing. 5th ed. Saint Louis:Mosby. 2000:320.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
113
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28. Fortier MA, Del Rosario AM, Martin SR, Kain ZN. Perioperative anxiety in
children. Pediatr Anaesth. 2010;10:318-22.
29. Guaratini AA, Marcolino JAM, Teixeira AB, Bernardis RC, Passarelli MLB,
dkk. A Transversal Study on Preoperative Anxiety in Children: Use of the
Modified Yale Scale. Rev Bras Anestesiol. 2006;56(6):591-601.
30. MacLaren JE, Thompson C, Weinberg M, Fortier MA, Morrison DE, dkk.
Prediction of Preoperative Anxiety in Children: Who is Most Accurate?
Anesth Analg. 2009 June; 108(6):1777-82.
31. Kim JE, Jo BY, Oh HM, Choi HS, Lee Y. High Anxiety, Young Age and
Long Waits Increase the Need for Preoperative Sedatives in Children. J Int
Med Res. 2012;40:381-9.
32. Kupietzky A, Houpt MI. Midazolam:a review of its use for conscious
sedation of children. Pediatric Dentistry. 1993 July/Aug;15(4):237-41.
33. Berde CB, Sethna NF. Analgesics for the Treatment of Pain in Children. N
Engl J Med. 2002 Oct 3;347(14):1094-103.
34. Terkelsen AJ, Mølgaard H, Hansen J, Andersen OK, Jensen TS. Acute pain
increases heart rate: Differential mechanisms during rest and mental stress.
Auton Neurosci. 2005 Aug 31;121(1-2)101-9.
35. Middleton C. Understanding the physiological effects of unrelieved pain.
Nursing Times. 2003 Sep 16;99(37):28.
36. Vetter TR, Heiner EJ. Intravenous ketorolac as an adjuvant to pediatric
patient-controlled analgesia with morphine. J Clin Anesth. 1994;6:110-3.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
114
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 328/Menkes/SK/VIII/2013 Tentang Formularium
Nasional.
38. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Nomor HK.02.02/Menkes/137/2016 Tentang Perubahan Atas
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/523/2015 Tentang
Formularium Nasional.
39. Barbosa MH, dr Araujo NF, da Silva JA, Corrêa TB, Moreira TM, dkk. Pain
assessment intensity and pain relief in patients post-operative orthopedic
surgery. Esc Anna Nery. 2014;18(1):143-7.
40. Gerbershagen HJ, Aduckathil S, van Wijck AJM, Peelen LM, Kalkman CJ,
dkk. Pain Intensity on the First Day after Surgery: A Prospective Cohort
Study
Comparing
179
Surgical
Procedures.
Anesthesiology.
2013
Apr;118(4):934-44.
41. Heid F, Jage J. The treatment of pain in urology. BJU International.
2002;90:481-8.
42. Paik HJ, Ahn YM. Measurement of Acute Pain after Eye Surgery in Children.
Korean J Ophthalmol. 2002;16:103-9.
43. Wong J, Chung F, Peng PWH, Vivian HY, Abrishami A. Predictors of
Postoperative Pain and Analgesic Consumption. Anesthesiol. 2009;111:65777.
44. Katz J. Prevention of phantom limb by regional anesthesia. Lancet. 1997 Feb
22;349(9051):519-20.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
115
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45. Hamers JPH, Abu-Saad HH, Schumacher JNM. Factors influencing nurses’
pain assessment and interventions in children. J Adv Nurs. 1994
Nov;20(5):853-60.
46. Wandner LD, Scipio CD, Hirsh AT, Torres CA, Robinson ME. The
Perception of Pain in Others: How Gender, Race, and Age Influence Pain
Expectations. J Pain. 2012 March;13(3):220-7.
47. Al-Jundi SH, Mahmood AJ. Factors affecting preoperative anxiety in children
undergoing general anaesthesia for dental rehabilitation. Eur Arch Paediatr
Dent. 2010 Feb;11(1):32-7.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
116
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 1
PENJELASAN UNTUK MENDAPAT PERSETUJUAN
(Information of Consent)
Penelitian ini berjudul “Profil Analgetik Pasca Operasi pada Pasien Pediatri
yang Menjalani Operasi Elektif di RS Dr. Soetomo Surabaya”. Dokter peneliti adalah
dr. Regina Agustantina, PPDS-1 (Program Pendidikan Dokter Spesialis-1)
Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah
Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya, dengan alamat Jl. Pemuda 108-116 Surabaya
dan nomor telepon yang dapat dihubungi adalah 081216968686.
Penelitian ini menyangkut pemberian anti nyeri yang diberikan setelah operasi
pada anak usia kurang dari 18 tahun yang menjalani operasi terencana. Nyeri
merupakan aspek penting dalam proses pembedahan karena mempunyai dampak yang
luas terhadap pasien, termasuk kesembuhan luka operasi. Banyak obat dan teknik
dapat digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri. Pedoman tentang pemberian anti
nyeri pasca operasi pada anak juga telah dikembangkan, namun pedoman ini tidak
serta merta dapat diterapkan kondisi lingkungan yang berbeda dan adanya
keterbatasan sumber daya.
Pasien sebagai sukarelawan pada penelitian ini, ditentukan berdasarkan
kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis analgetik pasca operasi pada pasien anak. Dengan mengetahui profil
analgetik pasca operasi diharapkan manajemen nyeri pasca operasi pada pasien anak
menjadi lebih baik sehingga morbiditas terhadap pasien anak akibat manajemen nyeri
yang tidak adekuat dapat berkurang.
Pasien yang turut serta sebagai sukarelawan pada penelitian akan menjalani
prosedur penelitian sebagai berikut:
1. Pasien akan diperiksa 1 hari sebelum operasi. Bila kondisi pasien cukup baik
dan memenuhi kriteria subyek penelitian, maka pasien akan diikutkan pada
penelitian ini.
2. Sebelum masuk ke dalam ruang operasi, pasien akan ditempatkan di ruang
premedikasi. Pada saat ini dilakukan penilaian tingkat kecemasan pasien.
3. Setelah masuk ke dalam ruang operasi, dokter anestesi akan melakukan
prosedur anestesi sesuai dengan jenis dan lama operasi, serta kondisi pasien.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
117
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4. Operasi berlangsung.
5. Setelah operasi selesai, pasien akan diberi analgetik.
6. Di ruang pemulihan (recovery room), dilakukan penilaian nilai nyeri dan
hemodinamik.
Pasien atau keluarga pasien dapat mengundurkan diri dari keikutsertaan dalam
penelitian ini setiap saat dan tidak mempengaruhi keputusan dan tindakan medis yang
akan dijalankan. Pasien dan atau keluarga pasien bebas mengajukan pertanyaan
seputar penelitian ini kepada peneliti.
Surabaya, ……………………..
Yang memberi penjelasan
Yang menerima penjelasan
dr. Regina Agustantina
__________________________
(Tanda tangan & nama terang)
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
118
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 2
PERNYATAAN PERSETUJUAN
(Statement of Consent)
Yang bertanda tangan di bawah ini:
I.
Nama
: ……………………………………………………………….
Umur
: ……………………………………………………………….
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan (*)
Alamat
: ……………………………………………………………….
……………………………………………………………….
Pendidikan
: ……………………………………………………………….
Dengan ini menyatakan setuju untuk mengikuti penelitian setelah mendapat
penjelasan dari peneliti untuk: (anak kandung / saudara kandung / lainnya) (*) atas
II. Nama
: ……………………………………………………………….
Umur
: ……………………………………………………………….
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan (*)
Alamat
: ……………………………………………………………….
……………………………………………………………….
No register
: ……………………………………………………………….
Demikianlah surat pernyataan ini dibuat dengan kesadaran dan tanpa paksaan.
Surabaya, ……………………...
Dokter Peneliti
Yang memberi pernyataan
dr. Regina Agustantina
__________________________
(Tanda tangan & nama terang)
(*) coret yang tidak perlu
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
119
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 3
LEMBAR PENGUMPUL DATA
I.
II.
Identitas Pengambil Data (nama lengkap & inisial)
Preoperatif
: ……………………………………………………….
Durante Operasi
: ……………………………………………………….
Pasca Operasi
: ……………………………………………………….
Data Penderita
Petunjuk pengisian: Isilah pada ruang kosong yang tersedia sesuai data yang ada
pada pasien.
a. Tempat penelitian
: GBPT RSUD Dr. Soetomo Surabaya
b. Nomor rekam medis
:
c. Nama
: ……………………………………………….
d. Umur
: ………… (tahun / bulan / minggu / hari) (**)
e. Jenis Kelamin
: Laki-laki / Perempuan (*)
f. Berat badan/tinggi badan : …………… kg / …………… cm
g. Diagnosis
: ……………………………………………….
h. Operasi
: ……………………………………………….
i. Tanggal operasi
: ……………………………………………….
j. PS ASA
: 1 / 2 / 3 / 4 / 5 (**)
Comorbid : …………………………………..
…………………………………..
…………………………………..
…………………………………..
…………………………………..
III.
Data Preoperatif (sebelum induksi)
Hemodinamik
ï‚· Nadi
ï‚· Tekanan darah
ï‚· Frekuensi nafas
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
120
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ï‚· SpO2
NIPS/FLACC/NRS
Tingkat kecemasan preoperatif – Modified Yale Preoperative Anxiety Scale
(sebelum diberi obat premedikasi) (**)
a. Aktivitas
1. Anak melihat sekeliling, terlihat penasaran, bermain dengan mainan,
membaca (atau tingkah laku wajar yang lain sesuai usia); bergerak di
sekitar ruang premedikasi untuk mencari mainan atau anggota
keluarga.
2. Anak tidak mengeksplorasi sekitar atau bermain, hanya menunduk,
bermain dengan tangannya sendiri atau mengisap jempol atau selimut;
duduk di dekat anggota keluarga sambil bermain, atau menunjukkan
perilaku manik saat bermain.
3. Anak bergerak tanpa konsentrasi dari mainan ke anggota keluarga,
gerakan
tidak
berhubungan
dengan
aktivitas;
anak
terlihat
bingung/gelisah; berputar-putar, bergerak di atas meja; membuang
masker anestesi atau menarik anggota keluarga.
4. Anak
mencoba
lari,
mendorong
dengan
kaki
dan
tangan,
menggerakkan seluruh badan; di ruang tunggu, anak berlarian tanpa
tujuan, tidak tertarik pada mainan, tidak mau dipisahkan dari anggota
keluarga, menempel putus asa pada anggota keluarga.
b. Vokalisasi
1. Vokalisasi tidak memadai untuk aktivitas, mengajukan pertanyaan,
membuat komentar, bicara gagap, tertawa, menjawab pertanyaan
dengan segera, tetapi biasanya tenang; anak terlalu kecil untuk
berbicara dalam situasi sosial atau terlalu asyik bermain.
2. Menjawab pertanyaan orang dewasa namun berbisik, berbicara dengan
“bahasa bayi”, hanya mengangguk atau menggelengkan kepala.
3. Diam, tidak bersuara ataupun menjawab pertanyaan orang dewasa.
4. Menangis, merintih, mendengus, silent cry.
5. Anak menangis atau berteriak “tidak”.
6. Menangis dengan nada melengking dan kontinyu.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
121
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
c. Ekspresi emosi
1. Senang, tersenyum atau berkonsentrasi pada bermain.
2. Netral, tidak ada ekspresi wajah.
3. Mulai dari khawatir hingga takut, sedih atau berkaca-kaca.
4. Tertekan, menangis, tidak terkendali, mata terbuka lebar.
d. Gairah
1. Sadar baik, terkadang melihat sekeliling, menyadari atau mengikuti
tindakan ahli anestesi (secara santai).
2. Withdrawn, tenang dan diam, mungkin mengisap jempol atau
wajahnya menyerupai wajah orang dewasa.
3. Penuh perhatian, melihat sekeliling secara cepat, mungkin terkejut
dengan suara, mata terbuka lebar, tubuh tegang.
4. Merengek panik, mungkin manangis atau menghindari orang lain,
memalingkan badan.
e. Interaksi dengan anggota keluarga
1. Berkonsentrasi saat bermain, duduk inaktif atau menunjukkan perilaku
yang sesuai dengan usia dan tidak membutuhkan pendampingan
anggota keluarga, berinteraksi dengan anggota keluarga jika pasien
yang memulai interaksi.
2. Memancing interaksi dengan anggota keluarga (mendekati anggota
keluarga yang diam), mencari dan menerima dukungan, dapat
bersandar terhadap anggota keluarga.
3. Menatap anggota keluarga, mengamati tingkah laku para dokter, tidak
mencari kontak personal atau hiburan tapi menerimanya jika
ditawarkan, menempel pada anggota keluarga
4. Menjaga anggota keluarga tetap berada dalam jarak dekat, mungkin
mengusir anggota keluarga atau menempel putus asa pada mereka,
tidak membiarkan mereka pergi
Nilai total = (A/4 + B/6 + C/4 + D/4 + E/4) x 100 : 5
Nilai total =
_____ + _____ + _____ + _____ + _____
4
6
4
4
4
x 100
5
= .........................................................................................
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
122
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
IV.
Data Anestesi
a. Mulai anestesi
: …………… Selesai anestesi
: ……………
b. Mulai operasi
: …………… Selesai operasi
: ……………
c. Premedikasi
: …………………………………………………………
…………………………………………………………
d. Jenis anestesi
: …………………………………………………………
e. Regional anestesi :
Preoperatif
: …………………………………………………………
Obat anestesi : .…...……………………………………
Merk obat
Postoperatif
: .…...……………………………………
: ……………....…………………………………………
Obat anestesi : …………………………………………
Merk obat
f. Induksi
: .…...……………………………………
: …………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
g. Maintenance
: …………………………………………………………
Regional anestesi : …………………………………………………………
…………………………………………………………
h. Total analgetik
: …………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
i. Analgetik pasca operasi: ……...……………………………………………..
(yg diberikan di kamar
…….………………………………………………
operasi)
.……………………………………………………
Merk obat: ……..…………………………………
j. Keterangan
: …………………………………………………………
…………………………………………………………
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
123
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
V.
Data Pasca Operasi
Kriteria
30 menit
1 jam
2 jam
1. Skala FLACC
Face
Legs
Activity
Cry
Consolability
Total
2. Skala NIPS
Ekspresi wajah
Tangisan
Pernafasan
Postur tangan
Postur kaki
Kesadaran
Total
3. NRS
4. Hemodinamik
Nadi
Tekanan darah
Frekuensi nafas
SpO2
5. Skala Sedasi
Ramsay
Skala nyeri untuk neonatus – NIPS (Neonatal Infant Pain Scale)
Kriteria
Skor 0
Skor 1
Ekspresi wajah
Rileks
Merengut
Tangisan
Tidak ada
Mengomel
Pernafasan
Rileks
Berbeda dengan
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
124
Skor 2
Menangis hebat
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
basal
Postur tangan
Rileks
Tertekuk/tegang
-
Postur kaki
Rileks
Tertekuk/tegang
-
Kesadaran
Tidur/tenang
Tidak nyaman
-
Skala nyeri untuk bayi 2 bulan hingga usia 12 tahun – FLACC (face, legs,
activity, cry, consolability)
Kriteria
Skor 0
Skor 1
Skor 2
Face (ekspresi
Tidak ada ekspresi
Menyeringai,
Dagu gemetar
wajah)
khusus, senyum
mengurutkan dahi,
secara berkala atau
menarik diri,
konstan, rahang
sesekali mengeluh
mengepal
Legs ( gerakan
Posisi normal,
Gelisah, khawatir,
Menendang,
kaki)
santai
tegang
menarik kaki
Activity (aktivitas)
Berbaring tenang,
Menggeliat,
Melengkung, kaku
posisi normal,
mondar-mandir,
atau menyimak
bergerak dengan
tegang
mudah
Cry (tangisan)
Tidak menangis
Mengerang atau
Menangis secara
(terjaga atau
merintih, sesekali
terus-menerus,
tertidur)
mengeluh
menjerit, sering
mengeluh
Consolability Skala
Santai, rileks
(konsolabilitas)
Sesekali
Sulit untuk dihibur
diyakinkan dengan
atau merasa
sentuhan, pelukan
nyaman
atau diajak
berbicara,
dialihkan
Untuk pasien yang sadar: observasi selama 1-5 menit atau lebih. Observasi kaki dan badan
yang tidak tertutup. Nilai ketegangan badan dan lakukan intervensi bila diperlukan.
Untuk pasien yang tidur: observasi selama 5 menit atau lebih. Observasi kaki dan badan
yang tidak tertutup. Jika memungkinkan, reposisikan pasien. Sentuh badan untuk menilai
ketegangan.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
125
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
NRS
Skala Sedasi Ramsay
Level Sadar
Level Tidak Sadar
Pasien cemas atau gelisah atau keduanya
1
Pasien kooperatif, berorientasi dan tenang
2
Pasien merespon perintah saja
3
Respon cepat pada ketukan ringan di kening
4
Respon lambat pada ketukan ringan di kening
5
Tidak ada respon
6
(*) coret yang tidak perlu
(**) lingkari salah satu
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
126
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Keterangan Kelaikan Etik
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
127
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Analisa Statistik
Frequency Table
JENIS KELAMIN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
73
59.8
59.8
59.8
Valid Laki-laki
Perempuan
Total
Valid 1
π
2
3
Total
49
122
Frequency
22
87
13
122
Valid Bedah Anak
Bedah KL
Bedah Plastik
40.2
100.0
40.2
100.0
100.0
PSASA
Percent Valid Percent Cumulative Percent
18.0
18.0
18.0
71.3
71.3
89.3
10.7
10.7
100.0
100.0
100.0
Jenis Operasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
30
24.6
24.6
24.6
10
8.2
8.2
32.8
9
7.4
7.4
40.2
Bedah Saraf
Bedah TKV
Mata
9
1
15
7.4
.8
12.3
7.4
.8
12.3
47.5
48.4
60.7
Orthopedi
Spine
THT
22
1
11
18.0
.8
9.0
18.0
.8
9.0
78.7
79.5
88.5
14
122
11.5
100.0
11.5
100.0
100.0
Urologi
Total
Klasifikasi Operasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Mayor
38
31.1
31.1
31.1
Minor
84
68.9
68.9
100.0
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
128
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Klasifikasi Operasi
Frequency Percent Valid Percent
Valid Mayor
Minor
Total
38
84
122
31.1
68.9
100.0
31.1
100.0
ANALGESIK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
68
55.7
55.7
55.7
Valid Tunggal
Kombinasi
Total
Valid <12 th
12 th >
Total
31.1
68.9
100.0
Cumulative Percent
54
122
44.3
100.0
44.3
100.0
100.0
REKAM MEDIK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
77
63.1
63.1
63.1
45
36.9
36.9
100.0
122
100.0
100.0
T-Test
ANALGESIK
USIA dTunggal
i Kombinasi
m
e
n
s
i
o
n
1
BB
dTunggal
TUGAS AKHIR
Group Statistics
N
Mean
Std. Deviation Std. Error Mean
68
6.1863
5.06275
.61395
54
11.9599
5.66231
.77054
68
22.42
15.726
1.907
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
129
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TB
i Kombinasi
m
e
n
s
i
o
n
1
dTunggal
i Kombinasi
m
e
n
s
i
o
n
1
54
40.70
20.165
2.744
49
110.55
33.576
4.797
45
143.84
29.533
4.403
USIA Equal variances
assumed
BB
TB
Equal variances not
assumed
Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
TUGAS AKHIR
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances
F
Sig.
.638
.426
3.719
3.989
.056
.049
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
130
t-test for Equality of
Means
t
df
-5.936
120
-5.860
107.410
-5.625
120
-5.468
98.399
-5.086
92
-5.114
91.837
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2tailed)
USIA Equal variances
assumed
BB
TB
Equal variances not
assumed
Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
Mean
Difference
Std. Error
Difference
.000
-5.77360
.97260
.000
-5.77360
.98523
.000
-18.274
3.249
.000
-18.274
3.342
.000
-33.293
6.547
.000
-33.293
6.511
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower
Upper
USIA Equal variances
-7.69928
-3.84792
assumed
BB
TB
Equal variances not
assumed
Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
Equal variances
assumed
-7.72661
-3.82059
-24.707
-11.842
-24.905
-11.643
-46.296
-20.291
Equal variances not
assumed
-46.225
-20.362
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
131
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Crosstabs
JENIS KELAMIN * ANALGESIK Crosstabulation
ANALGESIK
JENIS
KELAMIN
Total
Laki-laki
Count
% within JENIS
KELAMIN
% within
ANALGESIK
% of Total
Perempuan Count
% within JENIS
KELAMIN
% within
ANALGESIK
% of Total
Count
% within JENIS
KELAMIN
% within
ANALGESIK
% of Total
Value
Tunggal Kombinasi
39
34
53.4%
46.6%
Total
73
100.0%
57.4%
63.0%
59.8%
32.0%
29
27.9%
20
59.8%
49
59.2%
40.8%
100.0%
42.6%
37.0%
40.2%
23.8%
68
55.7%
16.4%
54
44.3%
40.2%
122
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
55.7%
44.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2df
(2-sided)
sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
.394a
1
.530
b
Continuity Correction
.195
1
.659
Likelihood Ratio
.395
1
.530
Fisher's Exact Test
.580
.330
Linear-by-Linear
.391
1
.532
Association
N of Valid Cases
122
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.69.
b. Computed only for a 2x2 table
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
132
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Crosstabs
PSASA * ANALGESIK Crosstabulation
ANALGESIK
PSAS
A
1
2
3
Total
Count
% within PSASA
% within
ANALGESIK
% of Total
Tunggal Kombinasi
10
12
45.5%
54.5%
14.7%
22.2%
Total
22
100.0%
18.0%
8.2%
9.8%
18.0%
Count
% within PSASA
52
59.8%
35
40.2%
87
100.0%
% within
ANALGESIK
% of Total
Count
% within PSASA
% within
ANALGESIK
% of Total
Count
% within PSASA
% within
ANALGESIK
76.5%
64.8%
71.3%
42.6%
6
46.2%
8.8%
28.7%
7
53.8%
13.0%
71.3%
13
100.0%
10.7%
4.9%
68
55.7%
100.0%
5.7%
54
44.3%
100.0%
10.7%
122
100.0%
100.0%
55.7%
44.3%
100.0%
% of Total
Chi-Square Tests
Value
2.000a
1.992
.121
Asymp. Sig.
df
(2-sided)
2
.368
2
.369
1
.728
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
122
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 5.75.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
133
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
T-Test
Group Statistics
REKAM
MEDIK
USIA di < 12 tahun
m > 12 tahun
en
si
o
n
1
BB
di < 12 tahun
m > 12 tahun
en
si
o
n
1
TB
di < 12 tahun
m > 12 tahun
en
si
o
n
1
77
45
Mean
4.8117
15.4667
Std.
Deviation
3.73514
1.75292
Std. Error
Mean
.42566
.26131
77
45
19.07
50.09
14.003
11.621
1.596
1.732
52
42
102.25
156.50
29.707
11.160
4.120
1.722
N
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances
USIA Equal variances
assumed
BB
Equal variances not
assumed
Equal variances
assumed
TUGAS AKHIR
F
34.875
1.629
Sig.
.000
.204
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
134
t-test for Equality of
Means
t
-17.990
df
120
-21.333
115.695
-12.544
120
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TB
Equal variances not
assumed
Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
43.127
.000
-13.171
106.118
-11.204
92
-12.150
67.805
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2Mean
Std. Error
tailed)
Difference
Difference
USIA Equal variances
.000
-10.65498
.59226
assumed
BB
TB
Equal variances not
assumed
Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
.000
-10.65498
.49947
.000
-31.020
2.473
.000
-31.020
2.355
.000
-54.250
4.842
.000
-54.250
4.465
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower
Upper
USIA Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
BB
Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
TUGAS AKHIR
-11.82761
-9.48235
-11.64427
-9.66569
-35.916
-26.124
-35.690
-26.351
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
135
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TB
Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
-63.867
-44.633
-63.160
-45.340
Crosstabs
JENIS KELAMIN * REKAM MEDIK Crosstabulation
REKAM MEDIK
<12 th
12 th >
JENIS
KELAMIN
Total
Laki-laki
Count
% within JENIS
KELAMIN
% within REKAM
MEDIK
% of Total
Perempuan Count
% within JENIS
KELAMIN
% within REKAM
MEDIK
% of Total
Count
% within JENIS
KELAMIN
% within REKAM
MEDIK
% of Total
Value
Pearson Chi-Square
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
TUGAS AKHIR
47
64.4%
26
35.6%
73
100.0%
61.0%
57.8%
59.8%
38.5%
30
61.2%
21.3%
19
38.8%
59.8%
49
100.0%
39.0%
42.2%
40.2%
24.6%
77
63.1%
15.6%
45
36.9%
40.2%
122
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
63.1%
36.9%
100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2df
(2-sided)
sided)
.126a
.027
1
1
.723
.870
.125
1
.723
.848
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
136
Total
Exact Sig.
(1-sided)
.434
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
N of Valid Cases
122
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.07.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstabs
PSAS
A
PSASA * REKAM MEDIK Crosstabulation
REKAM MEDIK
<12 th
12 th >
1
Count
9
13
2
3
Total
Total
22
% within PSASA
% within REKAM
MEDIK
40.9%
11.7%
59.1%
28.9%
100.0%
18.0%
% of Total
Count
% within PSASA
% within REKAM
MEDIK
% of Total
Count
% within PSASA
% within REKAM
MEDIK
% of Total
Count
% within PSASA
7.4%
59
67.8%
76.6%
10.7%
28
32.2%
62.2%
18.0%
87
100.0%
71.3%
48.4%
9
69.2%
11.7%
23.0%
4
30.8%
8.9%
71.3%
13
100.0%
10.7%
7.4%
77
63.1%
3.3%
45
36.9%
10.7%
122
100.0%
% within REKAM
MEDIK
% of Total
100.0%
100.0%
100.0%
63.1%
36.9%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson ChiSquare
Likelihood Ratio
N of Valid Cases
TUGAS AKHIR
Value
5.695a
5.505
122
Asymp. Sig.
df
(2-sided)
2
.058
2
.064
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
137
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Chi-Square Tests
Pearson ChiSquare
Likelihood Ratio
N of Valid Cases
Value
5.695a
Asymp. Sig.
df
(2-sided)
2
.058
5.505
122
2
.064
a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 4.80.
Means
ANALGESIK
Tunggal
N
Minimum
Maximum
Mean
Std.
Deviation
Kombinasi N
Minimum
Maximum
Mean
Std.
Deviation
Total
N
Minimum
Maximum
Mean
Std.
Deviation
ANALGESIK
Tunggal
N
TUGAS AKHIR
Report
FLACCPRE mYPASPreo
OP
p
58
58
0
20
2
100
.36
55.37
.583
25.829
30'
FLACC
58
0
7
.55
1.300
1 jam
FLACC
58
0
7
1.05
1.395
19
0
7
1.53
2.294
19
23
92
44.74
23.970
19
0
8
1.26
2.491
19
0
7
2.16
2.363
77
0
77
20
77
0
77
0
7
.65
1.326
100
52.75
25.646
8
.73
1.683
7
1.32
1.735
Report
2 jam
FLACC
58
H+1
FLACC
58
H+2
FLACC
58
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
138
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Minimum
0
0
0
Maximum
Mean
5
1.34
2
.52
1
.22
Std.
Deviation
Kombinasi N
Minimum
Maximum
Mean
Std.
Deviation
Total
N
1.319
.538
.421
19
0
9
1.95
2.147
19
0
3
1.05
.911
19
0
2
.74
.806
77
77
77
Minimum
Maximum
Mean
Std.
Deviation
0
9
1.49
1.570
0
3
.65
.684
0
2
.35
.580
Explore
ANALGESIK
ANALGES
IK
FLACCPREO dTunggal
P
i Kombinasi
m
e
n
s
i
o
n
1
mYPASPreop dTunggal
TUGAS AKHIR
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
df
Sig.
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
.422
.326
58
19
.000
.000
.632
.716
58
19
.000
.000
.131
58
.015
.916
58
.001
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
139
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
i Kombinasi
m
e
n
s
i
o
n
1
30' FLACC
dTunggal
i Kombinasi
m
e
n
s
i
o
n
1
1 jam FLACC dTunggal
i Kombinasi
m
e
n
s
i
o
n
1
2 jam FLACC dTunggal
i Kombinasi
m
e
n
s
i
o
n
1
H+1 FLACC dTunggal
TUGAS AKHIR
.235
19
.007
.831
19
.003
.423
.431
58
19
.000
.000
.497
.581
58
19
.000
.000
.240
.240
58
19
.000
.005
.745
.826
58
19
.000
.003
.224
.227
58
19
.000
.011
.853
.784
58
19
.000
.001
.332
58
.000
.689
58
.000
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
140
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
i Kombinasi
.207
m
e
n
s
i
o
n
1
H+2 FLACC dTunggal
.479
i Kombinasi
.293
m
e
n
s
i
o
n
1
a. Lilliefors Significance Correction
19
.031
.865
19
.012
58
.000
.515
58
.000
19
.000
.774
19
.000
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
ANALGES
IK
FLACCPREO dTunggal
P
i Kombinasi
mTotal
e
n
s
i
o
n
1
mYPASPreop dTunggal
i Kombinasi
TUGAS AKHIR
Mean
Rank
36.97
Sum of
Ranks
2144.00
19
77
45.21
859.00
58
19
41.35
31.82
2398.50
604.50
N
58
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
141
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
mTotal
e
n
s
i
o
n
1
30' FLACC
dTunggal
i Kombinasi
mTotal
e
n
s
i
o
n
1
1 jam FLACC dTunggal
i Kombinasi
mTotal
e
n
s
i
o
n
1
2 jam FLACC dTunggal
i Kombinasi
mTotal
e
n
s
i
o
n
1
H+1 FLACC dTunggal
i Kombinasi
TUGAS AKHIR
77
58
19
77
38.44
40.71
2229.50
773.50
58
19
77
36.97
45.18
2144.50
858.50
58
19
77
37.56
43.39
2178.50
824.50
58
19
35.85
48.61
2079.50
923.50
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
142
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
H+2 FLACC
mTotal
e
n
s
i
o
n
1
dTunggal
i Kombinasi
mTotal
e
n
s
i
o
n
1
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2tailed)
77
58
19
77
FLACCPRE
OP
433.000
2144.000
-1.666
.096
35.68
49.13
2069.50
933.50
Test Statisticsa
mYPASPreo
30'
p
FLACC
414.500
518.500
604.500 2229.500
-1.624
-.508
.104
.611
1 jam
FLACC
433.500
2144.500
-1.469
.142
2 jam
FLACC
467.500
2178.500
-1.019
.308
a. Grouping Variable: ANALGESIK
Test Statisticsa
H+1
FLACC
Mann-Whitney U
368.500
Wilcoxon W
2079.500
Z
-2.393
Asymp. Sig. (2.017
tailed)
H+2
FLACC
358.500
2069.500
-2.843
.004
a. Grouping Variable: ANALGESIK
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
143
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Means
Report
NRSPREO VAS_APre
P
op
30' NRS 1 jam NRS
10
10
10
10
0
0
0
0
ANALGESIK
Tunggal
N
Minimum
Maximum
Mean
Std.
Deviation
Kombinasi N
Minimum
Maximum
Mean
Std.
Deviation
Total
N
Minimum
Maximum
Mean
Std.
Deviation
2 jam
NRS
10
0
2
.20
.632
2
.50
.850
4
.90
1.449
2
.90
.876
2
.70
.675
35
0
3
1.03
1.043
35
0
7
1.71
1.903
35
0
8
1.20
1.746
35
0
3
.91
.919
35
0
4
.80
.901
45
0
3
.84
1.021
45
0
7
1.44
1.791
45
0
8
1.13
1.673
45
0
3
.91
.900
45
0
4
.78
.850
Report
ANALGESIK
Tunggal
N
Minimum
Maximum
Mean
Std.
Deviation
Kombinasi N
Minimum
Maximum
Mean
TUGAS AKHIR
H+1
NRS
10
0
H+2
NRS
10
0
1
.70
.483
1
.50
.527
35
0
3
.94
35
0
2
.51
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
144
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Total
Std.
Deviation
N
Minimum
.765
.658
45
0
45
0
Maximum
Mean
Std.
Deviation
3
.89
.714
2
.51
.626
Explore
ANALGESIK
Tests of Normality
ANALGES
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
IK
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
NRSPREO dTunggal
.524
10
.000
.366
10
.000
P
i Kombinasi
.267
35
.000
.817
35
.000
m
e
n
s
i
o
n
1
VAS_APre dTunggal
.422
10
.000
.628
10
.000
op
i Kombinasi
.275
35
.000
.786
35
.000
m
e
n
s
i
o
n
1
30' NRS
dTunggal
.333
10
.002
.693
10
.001
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
145
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1 jam NRS
2 jam NRS
H+1 NRS
H+2 NRS
i Kombinasi
m
e
n
s
i
o
n
1
dTunggal
i Kombinasi
m
e
n
s
i
o
n
1
dTunggal
i Kombinasi
m
e
n
s
i
o
n
1
dTunggal
i Kombinasi
m
e
n
s
i
o
n
1
dTunggal
TUGAS AKHIR
.288
35
.000
.710
35
.000
.248
.269
10
35
.082
.000
.805
.809
10
35
.017
.000
.272
.241
10
35
.035
.000
.802
.775
10
35
.015
.000
.433
.270
10
35
.000
.000
.594
.832
10
35
.000
.000
.329
10
.003
.655
10
.000
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
146
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
i Kombinasi
.354
m
e
n
s
i
o
n
1
a. Lilliefors Significance Correction
35
.000
.719
35
.000
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
ANALGES
IK
NRSPREO dTunggal
P
i Kombinasi
mTotal
e
n
s
i
o
n
1
VAS_APre dTunggal
op
i Kombinasi
mTotal
e
n
s
i
o
n
1
30' NRS
dTunggal
i Kombinasi
TUGAS AKHIR
Mean
Rank
14.95
25.30
Sum of
Ranks
149.50
885.50
10
35
45
15.20
25.23
152.00
883.00
10
35
20.80
23.63
208.00
827.00
N
10
35
45
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
147
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1 jam NRS
2 jam NRS
H+1 NRS
H+2 NRS
mTotal
e
n
s
i
o
n
1
dTunggal
i Kombinasi
mTotal
e
n
s
i
o
n
1
dTunggal
i Kombinasi
mTotal
e
n
s
i
o
n
1
dTunggal
i Kombinasi
mTotal
e
n
s
i
o
n
1
dTunggal
TUGAS AKHIR
45
10
35
45
23.05
22.99
230.50
804.50
10
35
45
22.65
23.10
226.50
808.50
10
35
45
20.30
23.77
203.00
832.00
10
23.50
235.00
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
148
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
i Kombinasi
mTotal
e
n
s
i
o
n
1
35
22.86
800.00
45
Test Statisticsb
NRSPREO VAS_APre
P
op
30' NRS 1 jam NRS
Mann-Whitney U
94.500
Wilcoxon W
149.500
Z
-2.412
Asymp. Sig. (2-tailed)
.016
Exact Sig. [2*(1-tailed
.026a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: ANALGESIK
Test Statisticsb
H+1
NRS
97.000 153.000
152.000 208.000
-2.221
-.646
.026
.518
a
.033
.563a
174.500
804.500
-.015
.988
.989a
2 jam
NRS
171.500
226.500
-.104
.917
.925a
H+2
NRS
Mann-Whitney U
148.000 170.000
Wilcoxon W
203.000 800.000
Z
-.823
-.155
Asymp. Sig. (2-tailed)
.411
.877
a
Exact Sig. [2*(1-tailed
.475
.904a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: ANALGESIK
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
149
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Crosstabs
Nyeri_PreOps * Cemas_PreOps Crosstabulation
Cemas_PreOps
Cemas Tidak Cemas
1
0
100.0%
.0%
Nyeri_PreOp Nyeri Berat
s
Count
% within
Nyeri_PreOps
% within
Cemas_PreOps
% of Total
Nyeri Ringan Count
Nyeri
Sedang
Tidak Nyeri
Total
TUGAS AKHIR
Total
1
100.0%
1.6%
.0%
.8%
.8%
22
.0%
21
.8%
43
51.2%
48.8%
100.0%
34.9%
35.6%
35.2%
18.0%
3
100.0%
17.2%
0
.0%
35.2%
3
100.0%
4.8%
.0%
2.5%
2.5%
37
.0%
38
2.5%
75
% within
Nyeri_PreOps
49.3%
50.7%
100.0%
% within
Cemas_PreOps
% of Total
Count
% within
Nyeri_PreOps
% within
Cemas_PreOps
% of Total
58.7%
64.4%
61.5%
30.3%
63
51.6%
31.1%
59
48.4%
61.5%
122
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
51.6%
48.4%
100.0%
% within
Nyeri_PreOps
% within
Cemas_PreOps
% of Total
Count
% within
Nyeri_PreOps
% within
Cemas_PreOps
% of Total
Count
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
150
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Chi-Square Tests
Pearson ChiSquare
Likelihood Ratio
N of Valid Cases
Value
3.910a
Asymp. Sig.
df
(2-sided)
3
.271
5.451
122
3
.142
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .48.
Crosstabs
Nyeri_30 * Cemas_PreOps
Crosstab
Cemas_PreOps
Cemas Tidak Cemas
3
0
100.0%
.0%
4.8%
.0%
Nyeri_3 Nyeri Berat
0
Count
% within Nyeri_30
% within
Cemas_PreOps
% of Total
Nyeri Ringan Count
% within Nyeri_30
Nyeri
Sedang
Tidak Nyeri
TUGAS AKHIR
Total
3
100.0%
2.5%
2.5%
14
45.2%
.0%
17
54.8%
2.5%
31
100.0%
% within
Cemas_PreOps
22.2%
28.8%
25.4%
% of Total
Count
11.5%
5
13.9%
3
25.4%
8
% within Nyeri_30
% within
Cemas_PreOps
% of Total
62.5%
7.9%
37.5%
5.1%
100.0%
6.6%
4.1%
2.5%
6.6%
Count
% within Nyeri_30
% within
Cemas_PreOps
41
51.3%
65.1%
39
48.8%
66.1%
80
100.0%
65.6%
% of Total
33.6%
32.0%
65.6%
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
151
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Total
Count
% within Nyeri_30
% within
Cemas_PreOps
% of Total
63
59
122
51.6%
48.4%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
51.6%
48.4%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
3.713a
Asymp. Sig.
df
(2-sided)
3
.294
Pearson ChiSquare
Likelihood Ratio
4.874
3
.181
N of Valid Cases
122
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 1.45.
Nyeri_1Jam * Cemas_PreOps
Crosstab
Nyeri_1Ja
m
Nyeri Berat
Count
% within Nyeri_1Jam
% within
Cemas_PreOps
% of Total
Nyeri Ringan Count
% within Nyeri_1Jam
% within
Cemas_PreOps
Tidak Nyeri
TUGAS AKHIR
Total
2
100.0%
1.6%
1.6%
31
52.5%
49.2%
.0%
28
47.5%
47.5%
1.6%
59
100.0%
48.4%
25.4%
6
85.7%
23.0%
1
14.3%
48.4%
7
100.0%
% within
Cemas_PreOps
9.5%
1.7%
5.7%
% of Total
4.9%
.8%
5.7%
24
30
54
% of Total
Count
% within Nyeri_1Jam
Nyeri
Sedang
Cemas_PreOps
Cemas Tidak Cemas
2
0
100.0%
.0%
3.2%
.0%
Count
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
152
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Total
% within Nyeri_1Jam
44.4%
55.6%
100.0%
% within
Cemas_PreOps
% of Total
Count
% within Nyeri_1Jam
% within
Cemas_PreOps
% of Total
38.1%
50.8%
44.3%
19.7%
63
51.6%
100.0%
24.6%
59
48.4%
100.0%
44.3%
122
100.0%
100.0%
51.6%
48.4%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
6.266a
Asymp. Sig.
df
(2-sided)
3
.099
Pearson ChiSquare
Likelihood Ratio
7.425
3
.060
N of Valid Cases
122
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .97.
Nyeri_2Jam * Cemas_PreOps
Crosstab
Cemas_PreOps
Nyeri_2Ja
m
Cemas Tidak Cemas
1
0
Total
% within Nyeri_2Jam
% within
Cemas_PreOps
100.0%
1.6%
.0%
.0%
100.0%
.8%
% of Total
Nyeri Ringan Count
% within Nyeri_2Jam
% within
Cemas_PreOps
% of Total
.8%
41
57.7%
65.1%
.0%
30
42.3%
50.8%
.8%
71
100.0%
58.2%
33.6%
24.6%
58.2%
6
2
8
75.0%
25.0%
100.0%
Nyeri Berat
Nyeri
Sedang
TUGAS AKHIR
Count
Count
% within Nyeri_2Jam
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
153
1
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
% within
Cemas_PreOps
Tidak Nyeri
Total
9.5%
3.4%
6.6%
% of Total
Count
% within Nyeri_2Jam
4.9%
15
35.7%
1.6%
27
64.3%
6.6%
42
100.0%
% within
Cemas_PreOps
23.8%
45.8%
34.4%
% of Total
Count
% within Nyeri_2Jam
12.3%
63
51.6%
22.1%
59
48.4%
34.4%
122
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
51.6%
48.4%
100.0%
% within
Cemas_PreOps
% of Total
Chi-Square Tests
Value
8.010a
Asymp. Sig.
df
(2-sided)
3
.046
Pearson ChiSquare
Likelihood Ratio
8.536
3
.036
N of Valid Cases
122
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .48.
Nyeri_H1 * Cemas_PreOps
Crosstab
Cemas_PreOps
Cemas Tidak Cemas
Nyeri_H Nyeri
1
Ringan
Total
Count
% within Nyeri_H1
% within
Cemas_PreOps
% of Total
Tidak Nyeri Count
39
52.7%
61.9%
35
47.3%
59.3%
74
100.0%
60.7%
32.0%
24
28.7%
24
60.7%
48
% within Nyeri_H1
50.0%
50.0%
100.0%
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
154
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Total
% within
Cemas_PreOps
38.1%
40.7%
39.3%
% of Total
Count
19.7%
63
19.7%
59
39.3%
122
51.6%
100.0%
48.4%
100.0%
100.0%
100.0%
51.6%
48.4%
100.0%
% within Nyeri_H1
% within
Cemas_PreOps
% of Total
Value
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2df
(2-sided)
sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
.085a
1
.770
Continuity
.011
1
.915
b
Correction
Likelihood Ratio
.085
1
.770
Fisher's Exact Test
.853
.457
N of Valid Cases
122
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 23.21.
b. Computed only for a 2x2 table
Nyeri_H2 * Cemas_PreOps
Crosstab
Cemas_PreOps
Cemas Tidak Cemas
24
19
55.8%
44.2%
38.1%
32.2%
Nyeri_H Nyeri
2
Ringan
Count
% within Nyeri_H2
% within
Cemas_PreOps
% of Total
Tidak Nyeri Count
% within Nyeri_H2
Total
TUGAS AKHIR
% within
Cemas_PreOps
% of Total
Count
19.7%
39
49.4%
15.6%
40
50.6%
35.2%
79
100.0%
61.9%
67.8%
64.8%
32.0%
63
32.8%
59
64.8%
122
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
155
Total
43
100.0%
35.2%
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
% within Nyeri_H2
% within
Cemas_PreOps
% of Total
Value
.463a
.241
51.6%
48.4%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
51.6%
48.4%
100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2df
(2-sided)
sided)
1
.496
1
.623
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
.464
1
.496
Fisher's Exact Test
.571
.312
N of Valid Cases
122
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.80.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstabs
Nyeri_30 * ANALGESIK
Crosstab
Nyeri_3 Nyeri Berat
0
Count
ANALGESIK
Tunggal Kombinasi
1
2
Total
3
% within Nyeri_30
% within
ANALGESIK
% of Total
Nyeri Ringan Count
33.3%
1.5%
66.7%
3.7%
100.0%
2.5%
.8%
14
1.6%
17
2.5%
31
% within Nyeri_30
% within
ANALGESIK
45.2%
20.6%
54.8%
31.5%
100.0%
25.4%
% of Total
Count
11.5%
3
13.9%
5
25.4%
8
% within Nyeri_30
37.5%
62.5%
100.0%
4.4%
9.3%
6.6%
Nyeri
Sedang
% within
ANALGESIK
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
156
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
% of Total
Tidak Nyeri
Total
2.5%
4.1%
6.6%
Count
% within Nyeri_30
50
62.5%
30
37.5%
80
100.0%
% within
ANALGESIK
73.5%
55.6%
65.6%
% of Total
Count
41.0%
68
24.6%
54
65.6%
122
55.7%
100.0%
44.3%
100.0%
100.0%
100.0%
55.7%
44.3%
100.0%
% within Nyeri_30
% within
ANALGESIK
% of Total
Chi-Square Tests
Value
4.577a
Asymp. Sig.
df
(2-sided)
3
.205
Pearson ChiSquare
Likelihood Ratio
4.579
3
.205
N of Valid Cases
122
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 1.33.
Nyeri_1Jam * ANALGESIK
Crosstab
ANALGESIK
Nyeri_1Ja
m
Nyeri Berat
Tunggal Kombinasi
1
1
Count
% within
Nyeri_1Jam
% within
ANALGESIK
% of Total
Nyeri Ringan Count
% within
Nyeri_1Jam
TUGAS AKHIR
2
50.0%
50.0%
100.0%
1.5%
1.9%
1.6%
.8%
34
57.6%
.8%
25
42.4%
1.6%
59
100.0%
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
157
Total
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Nyeri
Sedang
Tidak Nyeri
Total
% within
ANALGESIK
50.0%
46.3%
48.4%
% of Total
Count
% within
Nyeri_1Jam
% within
ANALGESIK
% of Total
27.9%
2
28.6%
20.5%
5
71.4%
48.4%
7
100.0%
2.9%
9.3%
5.7%
1.6%
4.1%
5.7%
Count
% within
Nyeri_1Jam
31
57.4%
23
42.6%
54
100.0%
% within
ANALGESIK
% of Total
Count
% within
Nyeri_1Jam
% within
ANALGESIK
% of Total
45.6%
42.6%
44.3%
25.4%
68
55.7%
18.9%
54
44.3%
44.3%
122
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
55.7%
44.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson ChiSquare
Likelihood Ratio
N of Valid Cases
Value
2.267a
2.286
122
Asymp. Sig.
df
(2-sided)
3
.519
3
.515
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .89.
Nyeri_2Jam * ANALGESIK
Crosstab
ANALGESIK
Nyeri_2Ja
Nyeri Berat
TUGAS AKHIR
Tunggal Kombinasi
0
1
Count
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
158
Total
1
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
m
% within
Nyeri_2Jam
.0%
100.0%
100.0%
% within
ANALGESIK
.0%
1.9%
.8%
% of Total
Nyeri Ringan Count
% within
Nyeri_2Jam
% within
ANALGESIK
% of Total
.0%
41
57.7%
.8%
30
42.3%
.8%
71
100.0%
60.3%
55.6%
58.2%
33.6%
24.6%
58.2%
5
3
8
% within
Nyeri_2Jam
% within
ANALGESIK
% of Total
Count
% within
Nyeri_2Jam
% within
ANALGESIK
% of Total
Count
62.5%
37.5%
100.0%
7.4%
5.6%
6.6%
4.1%
22
52.4%
2.5%
20
47.6%
6.6%
42
100.0%
32.4%
37.0%
34.4%
18.0%
68
16.4%
54
34.4%
122
% within
Nyeri_2Jam
% within
ANALGESIK
% of Total
55.7%
44.3%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
55.7%
44.3%
100.0%
Nyeri
Sedang
Count
Tidak Nyeri
Total
Chi-Square Tests
Pearson ChiSquare
Likelihood Ratio
N of Valid Cases
TUGAS AKHIR
Value
1.715a
2.088
122
Asymp. Sig.
df
(2-sided)
3
.633
3
.554
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
159
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Chi-Square Tests
Pearson ChiSquare
Likelihood Ratio
N of Valid Cases
Value
1.715a
2.088
122
Asymp. Sig.
df
(2-sided)
3
.633
3
.554
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .44.
Nyeri_H1 * ANALGESIK
Crosstab
ANALGESIK
Tunggal Kombinasi
Nyeri_H Nyeri
Count
36
38
1
Ringan
% within Nyeri_H1
48.6%
51.4%
% within
52.9%
70.4%
ANALGESIK
% of Total
29.5%
31.1%
Tidak Nyeri Count
32
16
% within Nyeri_H1
66.7%
33.3%
% within
47.1%
29.6%
ANALGESIK
Total
% of Total
Count
% within Nyeri_H1
% within
ANALGESIK
% of Total
Value
Pearson Chi-Square
Continuity
Correctionb
TUGAS AKHIR
3.831a
3.136
Total
74
100.0%
60.7%
60.7%
48
100.0%
39.3%
26.2%
68
55.7%
100.0%
13.1%
54
44.3%
100.0%
39.3%
122
100.0%
100.0%
55.7%
44.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2df
(2-sided)
sided)
1
1
Exact Sig.
(1-sided)
.050
.077
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
160
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
N of Valid Cases
3.881
1
.049
.063
.038
122
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.25.
b. Computed only for a 2x2 table
Nyeri_H2 * ANALGESIK
Crosstab
ANALGESIK
Tunggal Kombinasi
Nyeri_H Nyeri
2
Ringan
Total
Count
Total
18
25
43
% within Nyeri_H2
41.9%
58.1%
100.0%
% within
ANALGESIK
% of Total
Tidak Nyeri Count
% within Nyeri_H2
% within
ANALGESIK
% of Total
Count
% within Nyeri_H2
% within
ANALGESIK
% of Total
26.5%
46.3%
35.2%
14.8%
50
63.3%
73.5%
20.5%
29
36.7%
53.7%
35.2%
79
100.0%
64.8%
41.0%
68
55.7%
100.0%
23.8%
54
44.3%
100.0%
64.8%
122
100.0%
100.0%
55.7%
44.3%
100.0%
Value
Pearson Chi-Square
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
N of Valid Cases
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2df
(2-sided)
sided)
5.184a
4.351
1
1
.023
.037
5.184
1
.023
.035
Exact Sig.
(1-sided)
.019
122
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.03.
TUGAS AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
161
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pearson Chi-Square
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
N of Valid Cases
Value
5.184a
4.351
5.184
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2df
(2-sided)
sided)
1
.023
1
.037
1
Exact Sig.
(1-sided)
.023
.035
.019
122
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.03.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstabs
REKAM
MEDIK
REKAM MEDIK * ANALGESIK Crosstabulation
ANALGESIK
Tunggal Kombinasi
< 12 tahun Count
58
19
% within REKAM
75.3%
24.7%
MEDIK
% within
85.3%
35.2%
ANALGESIK
% of Total
47.5%
15.6%
> 12 tahun Count
10
35
Total
% within REKAM
MEDIK
% within
ANALGESIK
% of Total
Count
% within REKAM
MEDIK
% within
ANALGESIK
% of Total
TUGAS AKHIR
63.1%
63.1%
45
22.2%
77.8%
100.0%
14.7%
64.8%
36.9%
8.2%
68
55.7%
28.7%
54
44.3%
36.9%
122
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
55.7%
44.3%
100.0%
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
162
Total
77
100.0%
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2Value
df
(2-sided)
sided)
a
32.463
1
.000
30.346
1
.000
33.798
1
.000
.000
32.197
1
.000
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
Continuity Correctionb
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
.000
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
122
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.92.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstabs
Jenis Operasi * ANALGESIK Crosstabulation
ANALGESIK
Tunggal Kombinasi
Jenis Operasi Bedah Anak Count
14
16
% within Jenis
46.7%
53.3%
Operasi
% within
20.6%
29.6%
ANALGESIK
% of Total
11.5%
13.1%
Bedah KL
Count
% within Jenis
Operasi
% within
ANALGESIK
% of Total
% of Total
Bedah Saraf
TUGAS AKHIR
24.6%
9
90.0%
10
100.0%
1.5%
16.7%
8.2%
.8%
7.4%
8.2%
5
4
9
55.6%
44.4%
100.0%
7.4%
7.4%
7.4%
4.1%
3.3%
7.4%
9
0
9
Count
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
163
24.6%
1
10.0%
Bedah Plastik Count
% within Jenis
Operasi
% within
ANALGESIK
Total
30
100.0%
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
% within Jenis
Operasi
100.0%
.0%
100.0%
% within
ANALGESIK
13.2%
.0%
7.4%
% of Total
Count
% within Jenis
Operasi
% within
ANALGESIK
% of Total
7.4%
0
.0%
.0%
1
100.0%
7.4%
1
100.0%
.0%
1.9%
.8%
.0%
.8%
.8%
14
1
15
93.3%
6.7%
100.0%
20.6%
1.9%
12.3%
11.5%
6
27.3%
.8%
16
72.7%
12.3%
22
100.0%
8.8%
29.6%
18.0%
Spine
% within Jenis
Operasi
% within
ANALGESIK
% of Total
Count
% within Jenis
Operasi
% within
ANALGESIK
% of Total
Count
4.9%
0
13.1%
1
18.0%
1
.0%
100.0%
100.0%
.0%
1.9%
.8%
THT
% within Jenis
Operasi
% within
ANALGESIK
% of Total
Count
.0%
8
.8%
3
.8%
11
% within Jenis
Operasi
% within
ANALGESIK
72.7%
27.3%
100.0%
11.8%
5.6%
9.0%
6.6%
2.5%
9.0%
11
3
14
Bedah TKV
Mata
Count
Orthopedi
% of Total
Urologi
TUGAS AKHIR
Count
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
164
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Total
% within Jenis
Operasi
78.6%
21.4%
100.0%
% within
ANALGESIK
16.2%
5.6%
11.5%
% of Total
Count
% within Jenis
Operasi
% within
ANALGESIK
% of Total
9.0%
68
55.7%
2.5%
54
44.3%
11.5%
122
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
55.7%
44.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
39.211a
Asymp. Sig.
df
(2-sided)
9
.000
Pearson ChiSquare
Likelihood Ratio
46.626
9
.000
N of Valid Cases
122
a. 8 cells (40.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .44.
Crosstabs
Klasifikasi Operasi * ANALGESIK Crosstabulation
ANALGESIK
Klasifikasi
Operasi
Mayor Count
% within Klasifikasi
Operasi
% within ANALGESIK
% of Total
Minor Count
% within Klasifikasi
Operasi
% within ANALGESIK
% of Total
TUGAS AKHIR
Tunggal Kombinasi
17
21
44.7%
55.3%
25.0%
13.9%
38.9%
17.2%
31.1%
31.1%
51
60.7%
33
39.3%
84
100.0%
75.0%
41.8%
61.1%
27.0%
68.9%
68.9%
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
165
Total
38
100.0%
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Total
Count
% within Klasifikasi
Operasi
% within ANALGESIK
% of Total
Value
2.707a
2.098
68
54
122
55.7%
44.3%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
55.7%
44.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2df
(2-sided)
sided)
1
.100
1
.147
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
2.699
1
.100
Fisher's Exact Test
.118
.074
N of Valid Cases
122
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.82.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstabs
Cemas_PreOps * ANALGESIK Crosstabulation
ANALGESIK
Tunggal Kombinasi
Cemas_PreOps Cemas
Count
45
18
Total
TUGAS AKHIR
Total
63
% within
Cemas_PreOps
% within
ANALGESIK
71.4%
28.6%
100.0%
66.2%
33.3%
51.6%
% of Total
Tidak Cemas Count
% within
Cemas_PreOps
% within
ANALGESIK
36.9%
23
39.0%
14.8%
36
61.0%
51.6%
59
100.0%
33.8%
66.7%
48.4%
% of Total
Count
18.9%
68
29.5%
54
48.4%
122
% within
Cemas_PreOps
55.7%
44.3%
100.0%
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
166
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
% within
ANALGESIK
% of Total
Value
Pearson Chi-Square
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
N of Valid Cases
100.0%
100.0%
100.0%
55.7%
44.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2df
(2-sided)
sided)
13.000a
11.719
1
1
.000
.001
13.233
1
.000
Exact Sig.
(1-sided)
.000
.000
122
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 26.11.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstabs
Nyeri30 * Sedasi30 Crosstabulation
Sedasi30
Alert Dalam Sedasi
Nyeri30 Tidak Nyeri Count
7
73
% within
8.8%
91.3%
Nyeri30
% within
Sedasi30
% of Total
Nyeri Ringan Count
Nyeri
Sedang
TUGAS AKHIR
Total
80
100.0%
63.6%
65.8%
65.6%
5.7%
4
59.8%
27
65.6%
31
% within
Nyeri30
12.9%
87.1%
100.0%
% within
Sedasi30
36.4%
24.3%
25.4%
3.3%
0
.0%
22.1%
8
100.0%
25.4%
8
100.0%
% of Total
Count
% within
Nyeri30
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
167
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Nyeri Berat
Total
% within
Sedasi30
.0%
7.2%
6.6%
% of Total
Count
% within
Nyeri30
% within
Sedasi30
% of Total
Count
% within
Nyeri30
.0%
0
.0%
6.6%
3
100.0%
6.6%
3
100.0%
.0%
2.7%
2.5%
.0%
11
9.0%
2.5%
111
91.0%
2.5%
122
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
9.0%
91.0%
100.0%
% within
Sedasi30
% of Total
Symmetric Measures
Asymp. Std.
Value
Errora
.041
.063
Approx.
Tb
.453
Approx.
Sig.
.651c
.096
.924c
Interval by
Pearson's R
Interval
Ordinal by
Spearman
.009
.083
Ordinal
Correlation
N of Valid Cases
122
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Crosstabs
Nyeri1jam * Sedasi1jam Crosstabulation
Sedasi1jam
Nyeri1ja
m
Tidak Nyeri
TUGAS AKHIR
Count
% within
Nyeri1jam
Cemas
0
.0%
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
168
Alert Dalam Sedasi
25
29
46.3%
53.7%
Total
54
100.0%
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
% within
Sedasi1jam
.0%
49.0%
41.4%
44.3%
% of Total
Nyeri Ringan Count
% within
Nyeri1jam
% within
Sedasi1jam
% of Total
.0%
0
.0%
20.5%
22
37.3%
23.8%
37
62.7%
44.3%
59
100.0%
.0%
43.1%
52.9%
48.4%
.0%
18.0%
30.3%
48.4%
Count
% within
Nyeri1jam
1
14.3%
3
42.9%
3
42.9%
7
100.0%
% within
Sedasi1jam
% of Total
Count
% within
Nyeri1jam
% within
Sedasi1jam
% of Total
Count
% within
Nyeri1jam
100.0%
5.9%
4.3%
5.7%
.8%
0
.0%
2.5%
1
50.0%
2.5%
1
50.0%
5.7%
2
100.0%
.0%
2.0%
1.4%
1.6%
.0%
1
.8%
.8%
51
41.8%
.8%
70
57.4%
1.6%
122
100.0%
% within
Sedasi1jam
% of Total
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
.8%
41.8%
57.4%
100.0%
Nyeri
Sedang
Nyeri Berat
Total
Symmetric Measures
Asymp. Std.
Value
Errora
Interval by
Pearson's R
Interval
Ordinal by
Spearman
Ordinal
Correlation
N of Valid Cases
a. Not assuming the null hypothesis.
TUGAS AKHIR
Approx.
Tb
Approx.
Sig.
-.016
.100
-.180
.858c
.026
.094
.280
.780c
122
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
169
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Crosstabs
Nyeri2Jam * Sedasi2Jam Crosstabulation
Sedasi2Jam
Nyeri2Ja
m
Tidak Nyeri
Cemas
0
.0%
Count
% within
Nyeri2Jam
% within
Sedasi2Jam
Total
35.4%
25.0%
34.4%
.0%
0
.0%
32.8%
66
93.0%
1.6%
5
7.0%
34.4%
71
100.0%
.0%
58.4%
62.5%
58.2%
.0%
0
.0%
54.1%
7
87.5%
4.1%
1
12.5%
58.2%
8
100.0%
.0%
6.2%
12.5%
6.6%
.0%
5.7%
.8%
6.6%
Count
% within
Nyeri2Jam
1
100.0%
0
.0%
0
.0%
1
100.0%
% within
Sedasi2Jam
% of Total
Count
100.0%
.0%
.0%
.8%
.8%
1
.0%
113
.0%
8
.8%
122
.8%
92.6%
6.6%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
% within
Nyeri2Jam
% within
Sedasi2Jam
TUGAS AKHIR
Total
42
100.0%
.0%
% of Total
Nyeri Ringan Count
% within
Nyeri2Jam
% within
Sedasi2Jam
% of Total
Nyeri
Count
Sedang
% within
Nyeri2Jam
% within
Sedasi2Jam
% of Total
Nyeri Berat
Alert Dalam Sedasi
40
2
95.2%
4.8%
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
170
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Nyeri2Jam * Sedasi2Jam Crosstabulation
Sedasi2Jam
Nyeri2Ja
m
Tidak Nyeri
Cemas
0
.0%
Count
% within
Nyeri2Jam
% within
Sedasi2Jam
% of Total
Nyeri Berat
Total
35.4%
25.0%
34.4%
.0%
32.8%
1.6%
34.4%
0
.0%
66
93.0%
5
7.0%
71
100.0%
.0%
58.4%
62.5%
58.2%
.0%
0
.0%
54.1%
7
87.5%
4.1%
1
12.5%
58.2%
8
100.0%
.0%
6.2%
12.5%
6.6%
.0%
1
100.0%
5.7%
0
.0%
.8%
0
.0%
6.6%
1
100.0%
% within
Sedasi2Jam
% of Total
Count
100.0%
.0%
.0%
.8%
.8%
1
.0%
113
.0%
8
.8%
122
% within
Nyeri2Jam
% within
Sedasi2Jam
.8%
92.6%
6.6%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
.8%
92.6%
6.6%
100.0%
% within
Sedasi2Jam
% of Total
Count
% within
Nyeri2Jam
% within
Sedasi2Jam
% of Total
Count
% within
Nyeri2Jam
% of Total
TUGAS AKHIR
Total
42
100.0%
.0%
Nyeri Ringan Count
% within
Nyeri2Jam
Nyeri
Sedang
Alert Dalam Sedasi
40
2
95.2%
4.8%
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
171
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Symmetric Measures
Asymp. Std.
Value
Errora
-.059
.144
Approx.
Tb
-.645
Approx.
Sig.
.520c
.017
.987c
Interval by
Pearson's R
Interval
Ordinal by
Spearman
.002
.106
Ordinal
Correlation
N of Valid Cases
122
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Crosstabs
Warnings
No measures of association are computed for the crosstabulation of
NyeriH1 * SedasiH1. At least one variable in each 2-way table upon
which measures of association are computed is a constant.
NyeriH1 * SedasiH1 Crosstabulation
SedasiH1
Alert
NyeriH Tidak Nyeri Count
48
1
% within
100.0%
NyeriH1
% within
39.3%
SedasiH1
Nyeri
Ringan
Total
TUGAS AKHIR
Total
48
100.0%
39.3%
% of Total
Count
% within
NyeriH1
% within
SedasiH1
% of Total
Count
39.3%
74
100.0%
39.3%
74
100.0%
60.7%
60.7%
60.7%
122
60.7%
122
% within
NyeriH1
100.0%
100.0%
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
172
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
% within
SedasiH1
% of Total
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Symmetric Measures
Value
Interval by
Pearson's R
Interval
N of Valid Cases
a. No statistics are computed because
SedasiH1 is a constant.
.a
122
Crosstabs
Warnings
No measures of association are computed for the crosstabulation of
NyeriH2 * SedasiH2. At least one variable in each 2-way table upon
which measures of association are computed is a constant.
NyeriH2 * SedasiH2 Crosstabulation
SedasiH2
Alert
NyeriH Tidak Nyeri Count
79
2
% within
100.0%
NyeriH2
% within
SedasiH2
% of Total
Nyeri
Ringan
Total
Count
% within
NyeriH2
% within
SedasiH2
% of Total
Count
% within
NyeriH2
TUGAS AKHIR
Total
79
100.0%
64.8%
64.8%
64.8%
64.8%
43
100.0%
43
100.0%
35.2%
35.2%
35.2%
122
35.2%
122
100.0%
100.0%
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
173
DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
% within
SedasiH2
% of Total
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Symmetric Measures
Value
Interval by
Pearson's R
Interval
N of Valid Cases
a. No statistics are computed because
SedasiH2 is a constant.
TUGAS AKHIR
.a
122
PROFIL ANALGETIK PASCA …..…..
174
DR. REGINA AGUSTANTINA
Download