Rumah Sakit Bersalin untuk Istri Tukang Ojek 5 Rumah Sakit Bersalin untuk Istri Tukang Ojek Kepedulian terhadap masyarakat kalangan bawah dapat melahirkan bisnis menguntungkan. Sekelumit kisah ini tentang lima bidan penuh semangat, cinta profesi dan masyarakatnya, yang secara gotong royong membangun rumah sakit bersalin. Jauh dari bayangan sebuah rumah sakit besar, mereka memulai usahanya dari kamar kontrakan berukuran 4x6 meter. 51 05_baLikppN_OKE.indd 51 12/3/08 10:05:44 AM B alikpapan bisa disebut sebagai kota yang paling hidup di Kalimantan Timur. Meski beribukota di Samarinda, semua pendatang dari luar yang masuk ke provinsi itu harus melewati pelabuhan laut dan Bandara Sepinggan yang ada di Balikpapan. Demikian pula kebutuhan hidup di ‘kota gas alam’ Bontang dan di kantong-kantong pertambangan batubara dipasok lewat kedua pelabuhan dan bandara tersebut. Posisinya strategis, membuat kota yang dibesarkan oleh industri kilang minyak Pertamina ini ramai dikunjungi pendatang, tak terkecuali dari Pulau Jawa dan pulau-pulau lain untuk meng­ais rezeki. Mereka yang beruntung bekerja di perusahaan-perusahaan pertambangan bisa ikut menikmati kekayaan alam provinsi tersebut. Namun mereka yang belum beruntung, harus dapat bertahan hidup di kota yang biaya hidupnya cukup mahal ini. Dan para tukang ojek menjadi kelompok yang belum beruntung itu. Klinik Bersalin Adalah Encik Widiyani, Rusniar Naeko, Triana, Pariyem, Nilawati, dan satu orang rekan kerja mereka yang berkeinginan memanfaatkan keahliannya. Berenam, mereka adalah bidan dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Balikpapan yang menyadari bahwa di Balikpapan banyak kaum ibu yang memerlukan bantuan persalinan yang aman, berkualitas, tetapi murah. Gagasan tersebut terus tersimpan di benak masing-masing, sampai suatu ketika mereka berkumpul di bawah pohon selepas bekerja. Dalam obrolan sembari melepas penat, ada yang berkomentar: “Bagaimana kalau kita patungan membuka klinik bersalin? Kita kan profesional. Bisa untuk menambah pendapat­an, dan memanfaatkan keahlian kita untuk orang yang membutuh­kan.” Saat itu, pada tahun 1990-an, di Balikpapan belum ada klinik bersalin, selain klinik bersalin yang dimiliki oleh rumah sakit. Encik Widiyani, bidan paling senior di antara mereka, menanggapi serius ucap­an tersebut dan mengajak mereka untuk mewujudkannya. Karena ‘jiwa bidan’ telah tertanam kuat di antara mereka, maka gayung pun bersambut: mereka bersepakat membuka praktik klinik bersalin. Tidak butuh waktu lama, mereka langsung bergerak. Masing-masing 52 05_baLikppN_OKE.indd 52 12/3/08 10:05:44 AM Rumah Sakit Bersalin untuk Istri Tukang Ojek Lima sekawan pendiri Rumah Sakit Bersalin Kasih Bunda: Encik Widiyani, Rusniar Naeko, Triana, Pariyem, dan Nilawati. dari mereka menyetor uang sebesar Rp 300 ribu. Modal sebesar Rp 1,8 juta tersebut digunakan untuk menyewa sebuah ruangan berukur­an 4x6 meter di lantai dua sebuah rumah di Jalan S. Parman, Gunung Guntur, Balikpapan. Tentu saja, untuk beroperasi klinik bersalin tidak hanya memerlukan ruang. Mereka masih membutuhkan peralatan dan persediaan obat-obatan. Mereka pun menyumbangkan peralatan yang dimilikinya di rumah. “Kebetulan saya memiliki timbangan bayi, saya bawa ke klinik”, ujar Nilawati. Untuk perlengkapan yang agak mahal seperti tempat tidur bersalin, mereka membeli secara kredit ke toko. “Saya memiliki kenalan baik seorang pemilik toko perabot rumah tangga. Dia membolehkan saya membeli perangkat klinik dengan membayar secara dicicil,” ujar Rusniar Naeko. Setelah semuanya siap, mereka bersepakat memberi nama kliniknya “Kasih Bunda”. Klinik bersalin ini beroperasi di bawah Yayasan Kasih Bunda. Mereka pun kemudian mengurus perizinannya. Yang terbayang di pikiran para bidan ini adalah melayani persalinan istri para tukang ojek. Menurut Ibu Widi, panggil­an seharihari Encik Widiyani, di mulut-mulut gang sepanjang Jalan S. Parman 53 05_baLikppN_OKE.indd 53 12/3/08 10:05:47 AM Balikpapan banyak berkumpul tukang ojek. Gagasannya sederhana saja. Dengan mendirikan klinik bersalin di wilayah tersebut, tukang ojek yang istrinya melahirkan bisa tetap bekerja sambil sekali-sekali menengok istri dan bayinya. Ibu Widi sendiri meng­akui, gagasannya ini diinspirasi oleh Ketua Ikatan Bidan Seluruh Indonesia, yang mendirikan klinik bersalin untuk istri para sopir dan abang-abang becak di Jakarta. Terbukti ide tersebut berjalan baik di Balikpapan. Para tukang ojek segera menyebarkan berita menyenangkan ini ke rekan seprofesi di daerah lain. Karena tukang ojek memiliki mobilitas tinggi dan banyak berhubungan dengan masyarakat menengah ke bawah, kabar dibukanya klinik bersalin murah ini menjalar ke orang-orang di luar profesi tukang ojek. Keberhasilan menangani pasien pertama—dengan layanan gratis—membuat ‘heboh’ kalangan tukang ojek, yang terus menyebar ke masyarakat kelas menengah ke bawah di wilayah Gunung Guntur. Ibu Widi bertutur, melayani kelas menengah ke bawah bukan bisnis merugi. “Dalam hal melahirkan, masyarakat bawah sangat siap, termasuk dari segi biaya. Kami sering menerima uang recehan kumal, yang rupanya telah mereka kumpulkan hari demi hari untuk membiayai kelahiran anaknya.” Hidup dari Iuran Pada awal berdiri Klinik Bersalin Kasih Bunda pada 1989, para bidan bukan hanya iuran uang dan peralatan, mereka juga iuran tenaga. Saat itu mereka semua masih aktif berdinas di RSUD Balikpapan. Mereka yang berdinas malam, diberi giliran jaga siang hari, yang berdinas pagi hari diberi giliran jaga siang atau malam. Tugas mereka bisa dibilang serabutan: menangani persalinan, memegang tugas administratif, dan menghubungi dokter bila diperlukan. “Karena kami yang memiliki dan mengerjakan sendiri, pelayanan kami terjaga baik,” kata Bidan Pariyem. Penghasilan dari klinik disetor untuk membantu biaya operasional. Ketika operasional klinik mulai stabil dan telah merekrut beberapa bidan, para pemilik ini mendapat ‘upah’. Meskipun demikian, keuntungan klinik seluruhnya diinvestasikan untuk mendukung pengembangan bisnis. 54 05_baLikppN_OKE.indd 54 12/3/08 10:05:47 AM Rumah Sakit Bersalin untuk Istri Tukang Ojek Ketika roda bisnis mulai berputar, tiba-tiba muncul masalah. Rumah yang ruangnya mereka sewa menjadi obyek sengketa. Karena tidak ingin operasional klinik terganggu, mereka terpaksa mencari rumah lain. Beruntung mereka mendapat tempat selang dua rumah dari tempat semula. Beruntung pula, ruang yang mereka dapatkan menjadi lebih luas, cukup untuk menempatkan empat tempat tidur persalinan. Di tempat praktik baru inilah, Klinik Bersalin Kasih Bunda sudah berani menerima pasien rawat inap. Sejak saat itu, secara berangsur-angsur mereka menambah tenaga bidan. Pucuk dicinta ulam tiba, ketika membuka praktik di tempat baru tersebut, mereka mendengar ada sebidang tanah di Jalan S. Parman, tidak jauh dari tempat praktik mereka, yang akan dijual. Kabar baik tersebut segera mereka tanggapi. “Waktu itu pemilik membutuhkan uang untuk naik haji. Tanah itu hendak dijual seharga Rp 15 juta,” kata Ibu Widi. Setelah menghitung hasil pemasukan yang diperoleh, mereka menyadari dananya tidak mencukupi untuk membeli tanah. Hasrat mereka untuk membesarkan klinik bersalin yang semakin populer tersebut sangat besar. Oleh karena itu, lagi-lagi mereka iuran. Akhirnya pada tahun 1992, untuk pertama kalinya Klinik Bersalin Kasih Bunda memiliki sebidang tanah seluas 16x25 meter. Enam sekawan yang ingin segera mengakhiri nasib sebagai pe­ nyewa itu segera membuat pondasi bangunan di tanah yang baru mereka beli. Mereka bermimpi mendirikan bangunan yang cukup luas untuk memberi pelayanan yang lebih lengkap dan lebih baik kepada pasien. Sayang, sampai mendekati masa habisnya sewa tempat praktik, sisa operasional mereka tidak cukup untuk mendirikan bangunan yang memadai. Kalaupun harus iuran modal lagi, jumlahnya terlalu besar untuk ukuran kantong mereka. Mereka membutuh­kan dana sekitar Rp 50 juta. Di tengah kekalutan, mereka mendatangi dr. Bobby, dokter spesialis kandungan, rekan sejawat mereka di RSUD Balikpapan. 55 05_baLikppN_OKE.indd 55 12/3/08 10:05:48 AM Masuknya Kredit “Pak, tolong menjadi ‘Bapak Asuh’ untuk membesarkan klinik bersalin kami,” ujar Rusniar Naeko menirukan ucapannya kepada dr. Bobby untuk meminta bantuan dana sekaligus mengajaknya bergabung. “Bu Naeko, saya perkenalkan saja dengan petugas bank, nanti Ibu bisa berkonsultasi untuk mendapatkan kredit guna membangun klinik tersebut,” kata dr. Bobby kepada Bidan Rusniar Naeko, yang ditugasi oleh lima rekannya untuk mencari dana. Rusniar yang sudah kepepet karena masa sewa rumah sudah hampir habis langsung setuju. Berbekal rekomendasi dr. Bobby, Bidan Naeko mengajukan kredit. Sejumlah syarat yang diajukan oleh Bapindo Cabang Balikpapan pun langsung dapat mereka setujui. Mereka berharap kredit segera terkucur dan dapat membangun gedung. Namun, sampai beberapa bulan mereka belum juga mendapat panggilan untuk akad kredit. Suatu hari, ketika mereka hampir putus asa, ada seorang yang turun dari mobil, berdasi, mendatangi lokasi tanah dengan pondasi siap bangun mereka. Dengan heran dan sedikit takut mereka menyambut kedatangan orang tersebut. Ter­ nyata dia adalah petugas Bapindo. Setelah melihat lokasi dan analisis kredit, petugas Bapindo tersebut menyetujui untuk memberi kredit Rumah Sakit Bersalin Kasih Bunda ditujukan untuk melayani masyarakat kelas menengah ke bawah. 56 05_baLikppN_OKE.indd 56 12/3/08 10:05:53 AM Rumah Sakit Bersalin untuk Istri Tukang Ojek senilai Rp 50 juta, dan meminta Bidan Rusniar berhubungan lang­ sung dengan bagian kredit untuk tindak lanjutnya. Kredit yang sedianya harus dilunasi dalam lima tahun tersebut, dalam waktu empat tahun sudah dapat dibereskan. Bahkan Bapindo menawarkan kredit baru. Karena merasa belum membutuhkan, tawaran tersebut tidak diterima. Dengan bantuan kredit tersebut, Yayasan Kasih Bunda memiliki bangunan klinik sendiri di atas lahan sendiri. Dengan bangunan yang baru ini, Klinik Bersalin Kasih Bunda memiliki beberapa ruang perawatan terpisah dari ruang periksa. Karena pelayanan yang baik, usaha klinik terus berkembang. Jumlah pasien pun dari hari ke hari terus bertambah. Pelayanan yang disediakan juga mulai berkembang dari periksa kehamilan dan penanganan persalinan, merambah ke pelayanan lain seperti pelayanan pemasangan kontrasepsi. Saat itu jumlah pasien bersalin sekitar 30 orang per bulan, jadi rata-rata satu orang per hari. Apabila ruang rawat inap sudah penuh dan pasien ada yang masuk, terpaksa dirujuk ke rumah sakit atau klinik lain. Ketika kapasitas klinik sudah tidak sebanding dengan banyak­ nya pasien yang terus berdatangan, mereka mendengar kabar tanah sebelah kanan klinik hendak dijual. Yang membuat mereka agak resah, mereka mendengar kabar burung bahwa tanah tersebut sudah ada calon pembelinya dan hendak membangun bengkel sepeda motor di situ. “Kalau ada bengkel sepeda motor di situ bisa gawat. Akan berisik dan menganggu pasien yang membutuhkan suasana tenang,” ujar Bidan Rusniar Naeko. Melihat situasi seperti itu, mereka berenam mencari sang pemilik tanah. Setelah bertemu, sang pemilik membenarkan bahwa dia hendak menjual tanah tersebut. Tanah seukuran 6x25 meter tersebut ditawarkan Rp 38 juta. Lagi-lagi, para bidan tersebut mulai meng­ hitung kembali hasil perolehan klinik mereka. Ternyata dana mereka mencukupi. Kini tanah mereka bertambah menjadi berukuran 17x25 meter. 57 05_baLikppN_OKE.indd 57 12/3/08 10:05:53 AM Rumah Sakit Bersalin Selain jumlah pasien yang terus bertambah, tuntutan pelayanan juga terus bertambah. Banyak pasien ingin agar dapat berkonsultasi dengan dokter. Umumnya, mereka menginginkan agar dokter yang melayani mereka adalah dokter perempuan. Mereka juga mengingin­ kan ruang perawatan bayi yang lebih baik. Karena tuntutan tersebut, enam sekawan bidan berniat mendirikan bangunan tambahan di tanah yang baru tersebut. Mereka bahkan ingin mendirikan bangun­ an tiga lantai. Menurut rencana, lantai pertama untuk resepsionis dan penanganan persalinan. Lantai kedua untuk ruang konsultasi dokter, sedangkan lantai ketiga untuk ruang administrasi. Sementara itu, di lahan 11x25 meter yang lama, digunakan untuk ruang rawat inap dan depo obat. Untuk mendirikan bangunan berlantai tiga tentu membutuhkan dana yang besar. Berdasarkan pengalaman berurusan dengan Bank Kendaraan operasional RSB Kasih Bunda, untuk meningkatkan kecepatan pelayanan kepada pasien. 58 05_baLikppN_OKE.indd 58 12/3/08 10:05:55 AM Rumah Sakit Bersalin untuk Istri Tukang Ojek Bapindo, kini mereka memberanikan diri mengajukan permintaan kredit ke sebuah bank. Dengan mengagunkan dua bidang tanah plus bangunan klinik lama, mereka menyerahkan persyaratan kredit. Namun, sampai beberapa bulan mereka belum juga mendapat panggilan untuk akad kredit. Karena putus asa, mereka mencoba mendekati bank Bapindo lagi, yang sudah merger menjadi Bank Mandiri. Setelah melewati proses formal, permintaan kredit mereka disetujui. Kali ini mereka mendapat kredit senilai Rp 150 juta. De­ ngan dana tersebut mereka berhasil mewujudkan keinginannya. Karena usaha klinik bersalin yang terus berkembang dan tekad mereka untuk tidak terjerat utang, kredit dari Bank Mandiri yang berjangka tiga tahun dilunasi sebelum jatuh tempo. Riwayat kredit mereka memang bagus. Saat membangun gedung berlantai tiga, di benak mereka ada gagasan yang lebih besar lagi. Mereka ingin meningkatkan status klinik bersalin menjadi rumah sakit bersalin. Ada banyak persyaratan untuk naik status, namun dari segi operasional klinik tersebut harus memiliki fasilitas operasi, yaitu ruang, tenaga medis, dan peralatan operasi. Selama ini, apabila ada pasien yang melakukan persalinan dan harus dioperasi, mereka merujuknya ke rumah sakit. Dengan menjadi rumah sakit bersalin, mereka bisa melayani operasi persalinan. Mengenai ruang operasi mereka sudah menyiapkannya pada saat membangun gedung baru. Untuk tenaga medis, mereka memiliki jejaring yang luas dan kuat dengan para spesialis dan ahli yang ada di kota Balikpapan. Sekarang masalahnya terbentur tidak memadainya peralatan operasi. Berdasarkan perhitungan, mereka membutuhkan dana sebesar Rp 350 juta. Karena mereka merasa sudah cukup akrab dengan bank, mereka kembali mendatangi sebuah bank dan mengajukan kredit untuk membeli peralatan operasi. Sambutan bank juga baik. Ada tandatanda bank tersebut akan mengucurkan dananya. Persyaratan kredit dengan cepat mereka penuhi. Namun seperti biasa, kredit tidak dapat segera cair. Sementara itu, mereka tidak mau berlama-lama. Segera Bidan Rusniar Naeko mendatangi bank tersebut untuk me- 59 05_baLikppN_OKE.indd 59 12/3/08 10:05:55 AM nanyakan permintaan kreditnya. Jawaban yang diperoleh, Klinik Bersalin Kasih Bunda memang sudah memenuhi semua persyaratan kredit dan layak mendapat kredit, namun kredit belum bisa dikucurkan. Pendek kata, mereka tidak menolak, tetapi menunda. “Ketika saya tanya alasan penundaannya, jawabannya juga tidak jelas,” ujar Bidan Rusniar Naeko. Bagi mereka, usaha harus terus jalan. Tidak putus asa, mereka berenam berembug. Dalam diskusi ada yang mengusulkan untuk menghubungi Bank Muamalat Cabang Balikpapan. Bank Muamalat kebetulan memang memfokuskan penyaluran kredit UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) pada sektor jasa, sehingga ketika Klinik Bersalin Kasih Bunda mengajukan permintaan kredit, mereka langsung memberi sinyal hijau. Selain kesesuaian dengan fokus, pertimbangan lain yang lebih penting adalah Bank Muamalat melihat prospek bisnis klinik bersalin tersebut sangat meyakinkan. “Masya­ rakat kelas menengah ke bawah yang membutuhkan pelayanan persalinan cukup besar, dan tidak pernah surut. Di kota Balikpapan, biaya berobat sangat mahal, sehingga apabila ada klinik yang bisa melayani dengan biaya murah, bisa dipastikan pasiennya akan terus bertambah,“ ucap Hasmal Sunadi Business Manager Bank Muamalat Cabang Balikpapan. Ingin Meningkat ke Rumah Sakit Ibu dan Anak Meski demikian, pihak Bank Muamalat mengakui bahwa ada kendala praktik pembukuan di Klinik Bersalin Kasih Bunda. Saat itu, pembukuan Kasih Bunda memang memiliki catatan pendapatan dan penge­ luaran, tetapi catatan tersebut belum mengikuti standar akuntansi. Rumah sakit Kasih Bunda tidak memiliki neraca, laporan rugi laba, dan laporan arus kas. “Untuk memenuhi persyaratan kredit, kami membantu menyusun neraca dan laporan rugi laba,” tutur Hasmal Sunadi. Dengan merapikan pembukuan, diketahui bahwa pendapat­ an klinik bersalin sekitar Rp 70 juta perbulan. Setelah semua persyaratan dipenuhi, Bank Muamalat mengucurkan kredit senilai Rp 350 juta. Dana tersebut digunakan untuk 60 05_baLikppN_OKE.indd 60 12/3/08 10:05:56 AM Rumah Sakit Bersalin untuk Istri Tukang Ojek Bank Muamalat kebetulan memang memfokuskan pe­ nyaluran kredit UMKM pada sektor jasa, sehingga keti­ ka Klinik Bersalin Kasih Bunda mengajukan permintaan kredit, mereka langsung memberi sinyal hijau. Selain kesesuaian dengan fokus, pertimbangan lain yang lebih penting adalah Bank Muamalat melihat prospek bisnis klinik bersalin tersebut sangat meyakinkan. membeli peralatan operasi dan kendaraan. Dengan memiliki fasilitas operasi, klinik bersalin tersebut berhasil naik statusnya menjadi rumah sakit bersalin. Menurut peraturan, rumah sakit harus beroperasi dalam bentuk badan usaha perseroan terbatas. Untuk memenuhi peraturan tersebut mereka melakukan reorganisasi. Pada saat itulah satu dari enam sekawan yang sudah berjuang bersama selama 17 tahun itu mengundurkan diri. Kini mereka menjadi lima sekawan. Lima sekawan tersebut bersepakat membentuk PT Panca Husada. Panca berarti lima, Husada berarti penyembuhan. Organisasi ini dipimpin oleh Hj. Encik Widiyani sebagai Direktur PT Panca Husada. Untuk pimpinan rumah sakitnya, mereka menggandeng dr. H.M. Subandi, seorang dokter yang telah menempuh pendidikan administrasi rumah sakit, sebagai Direktur Rumah Sakit Kasih Bunda. Di Balikpapan sekarang mulai bermunculan klinik bersalin sejenis. Namun bagi para pengelola RSB Kasih Bunda, klinik-klinik bersalin tersebut tidak dipandang sebagai pesaing. Mereka bahkan disebut sebagi mitra. Ketika sedang banyak pasien dan RSB Kasih Bunda tidak dapat menampungnya, mereka merujuk ke klinik bersalin lain. Sebaliknya, ketika ada pasien dari klinik bersalin lain yang memerlukan tindakan operasi, klinik tersebut akan merujuk ke RSB Kasih Bunda. RSB Kasih Bunda juga menjadi mitra Pemerintah Kota Balikpapan dalam program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). 61 05_baLikppN_OKE.indd 61 12/3/08 10:05:56 AM Pasien yang dianggap tidak mampu hanya membayar 50% dari total biaya. Sisa biaya ditagihkan ke pemerintah daerah. Apakah lima sekawan ini puas dengan perkembangan bisnis mereka? “Terus terang kami terharu. Kami tidak menyangka usaha kami menjadi besar seperti ini,” tutur Ibu Widi. Ini bukan berarti mereka ingin berhenti sampai di situ. Mereka ingin menaikkan lagi status rumah sakit bersalin menjadi rumah sakit ibu dan anak. Untuk itu, mereka berencana membangun fasilitas yang lebih lengkap de­ngan merombak bangunan lama di atas lahan 16x25 meter. Tentu saja, mereka membutuhkan dana untuk membangun gedung tersebut. Tidak usah khawatir, mereka sudah percaya diri dan berpengalaman untuk mencari dana ke bank. Pengalaman bidan lima sekawan menunjukkan, melayani de­ ngan sungguh-sungguh masyarakat kelas bawah bisa memberi keuntungan. Masyarakat kelas bawah adalah masyarakat yang siap membayar. Kerja sama dengan berbagai pihak juga sangat menentukan keberhasilan RSB Kasih Bunda. Hubungan yang baik dengan para dokter membuat RSB Kasih Bunda bisa memberi pelayanan yang lengkap. Kerja sama dengan pemerintah daerah membuat RSB Kasih Bunda menjadi mitra program Jaminan Kesehatan Pemerintah Daerah. Kerja sama dengan bank membuat RSB Kasih Bunda terus dapat membangun gedung dan menambah fasilitas. Bahkan, bagi mereka, pesaing tidak dianggap sebagai rival, melainkan mitra. Jadi, kunci sukses mereka adalah: melayani dengan sungguh-sungguh dan hubungan baik dengan semua pihak. [] ramelan 62 05_baLikppN_OKE.indd 62 12/3/08 10:05:56 AM Rumah Sakit Bersalin untuk Istri Tukang Ojek Mengenal Sedikit Skim Kredit Syariah Bank Muamalat merupakan bank pertama yang memperkenalkan Sistem Perbankan Syariah (berdasarkan aturan Islam) di Indonesia. Dalam Perbankan Syariah tidak dikenal kredit dengan bunga seperti pada bank konvensional. Yang mereka kenal adalah sistem jual beli dan sistem bagi hasil. Kredit jual beli, yang disebut murabahah, biasanya digunakan untuk pengadaan barang. Di sini, pihak peminjam mengajukan permohonan kredit dengan menyebutkan barang yang dibutuhkan secara jelas. Apabila bank menyetujui kredit tersebut, akan membelikan barang yang dibutuhkan. Barang yang sudah dibeli dijual kembali kepada peminjam dengan sistem pembayaran secara angsuran. Hukum Islam menyebutkan bahwa dalam jual beli, barang yang diperjualbelikan harus jelas, harganya harus jelas, dan cara pembayaranya harus disepakati secara jelas. Oleh karena itu, dalam perjanjian murabahah harus dinyatakan secara jelas: 1. 2. 3. 4. Jenis, jumlah, dan spesifikasi barang. Harga beli masing-masing barang. Harga jual masing-masing barang. Besarnya cicilan pembelian barang oleh debitur dan jangka waktu cicilan. Dalam kasus kredit RSB Kasih Bunda, Bank Muamalat membelikan peralatan operasi senilai Rp 350 juta dan menjualnya kembali kepada RSB Kasih Bunda seharga Rp 579 juta yang ha­ rus diselesaikan selama periode 5 tahun. Dalam perjanjian secara jelas disebutkan barang apa yang diperjualbelikan dan harganya, berikut cara pembayarannya. Kredit bagi hasil, yang disebut mudharabah, biasanya digunakan untuk pembiayaan proyek. Apabila suatu kontraktor mem- 63 05_baLikppN_OKE.indd 63 12/3/08 10:05:56 AM butuhkan dana untuk membangun gedung, Bank Muamalat akan menawarkan kredit mudharabah. Bank bersama peminjam akan memproyeksikan dana yang dibutuhkan untuk menjalankan proyek. Secara bersama pula, bank dan peminjam menghitung keuntungan yang mungkin diperoleh. Dari perhitungan kebutuhan dana dan proyeksi keuntungan tersebut disepakati besarnya bagi hasil dalam bentuk persentase. Misalnya, 60% untuk bank dan 40% untuk peminjam. [] rml 64 05_baLikppN_OKE.indd 64 12/3/08 10:05:56 AM