BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu keadaan kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial yang bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan (World Health Organization, 1943). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesehatan erat kaitannya dengan kesejateraan hidup masyarakat. Kesehatan juga dapat mencerminkan kualitas hidup penduduk suatu daerah. Jumlah penduduk Jakarta terus mengalami peningkatan, karena peningkatan kelahiran mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Berdasarkan angka proyeksi penduduk tahun 2012 yang telah di lakukan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, jumlah penduduk DKI Jakarta tahun 2012 sebesar 9.991.788 jiwa, yang terdiri dari 5.042.874 penduduk laki-laki dan 4.948.914 penduduk perempuan, dengan rasio jenis kelamin 102. Angka ini berarti bahwa terdapat 102 laki-laki di antara 100 perempuan. Pada tahun 1990 penduduk DKI Jakarta sebesar 8,2 juta jiwa, angka ini meningkat dalam kurun waktu sepuluh tahun menjadi 9,6 juta jiwa (Sensus Penduduk tahun 2010). Jumlah total Penduduk pada tahun 2012 diproyeksikan sebanyak 9,99 juta jiwa. Dalam kurun waktu 5 tahun jumlah penduduk DKI Jakarta meningkat menjadi 9,9 juta jiwa, dan dengan jumlah wilayah yang tetap / tidak bertambah, maka kepadatan penduduk DKI Jakarta pada tahun 2012 meningkat menjadi 15,86 juta jiwa per Km2. 5 tahun mendatang dapat diperkirakan Provinsi DKI Jakarta akan semakin padat. Hal ini disebabkan jumlah kelahiran dan kematian yang berbanding terbalik. hasil Sensus Penduduk 2010, bersumber Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Sasaran program pembangunan kesehatan sesuai dengan karakteristik kelompok umur tertentu atau didasarkan pada kondisi siklus kehidupan yang terjadi. Sasaran upaya program kesehatan meliputi; ibu hamil, ibu melahirkan, dan ibu nifas. Angka Kematian Ibu (AKI) termasuk salah satu indikator penting dari derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganan (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidental) selama kehamilan, melahirkan 1 2 dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilannya per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab utama terjadinya kematian ibu di Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 yaitu Hipertensi Dalam/Eklampsia (39 %), Pendarahan (31 %) disebabkan oleh faktor anemia ibu hamil, Infeksi (6 %), Abortus (2 %), Partus lama (1 %) dan penyebab lainnya. Angka kematian ibu dipengaruhi status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitivitas AKI terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan pembangunan sektor kesehatan. Kebutuhan ibu hamil dan ibu yang melahirkan akan fasilitas kesehatan yang menunjang kesehatan fisik dan psikis menjadi fenomena yang perlu diperhatikan dalam perkembangan rumah sakit ke depan. Adanya gangguan kesehatan akibat kelelahan ibu, cedera/jatuh/pendarahan, dan sebagainya, dapat memicu stres disamping stres yang ditunjukkan oleh perilaku ibu. Hal ini menujukkan perlunya ruang pelayanan medik kebidanan rumah sakit bersalin yang tidak hanya memperhatikan standar pelayanan tetapi juga kebutuhan psikis ibu. Suasana hati ibu setelah melahirkan mudah berubah. Kehamilan dan persalinan menyebabkan perubahan fisik dan psikologis ibu berubah, maka dari itu di butuhkan masa recorvery atau masa pemulihan yang baik. Dan pergi ke rumah sakit terlalu awal menjadi penyebab peningkatan ketidaknyamanan (emosi atau fisik) intervensi. Ketika ibu menjadi cemas diawal persalinan nya, kondisi ini benar-benar akan menentukan keadaannya. Hal ini bias berarti bahwa persalinan dapat menjadi lebih lama atau lebih menyakitkan karena ketidakmampuan ibu untuk rileks. Dengan beberapa saran untuk relaksasi dan kenyamanan. Pada masa ini emosi ibu hamil seringkali tidak menentu. Kadang bahagia, resah, cemas, maupun kurang percaya diri. Perubahan emosi yang tiba– tiba ini tidak sama pada setiap ibu hamil. Hal ini antara lain tergantung pada kepribadian sang ibu, tipe stress yang pernah dialami, serta dukungan emosi yang didapat, terutama dari suami dan lingkungan. Selain itu, beda usia kehamilan, beda juga penyebab terjadinya perubahan emosi. Pada trimester pertama, keadaan emosi ibu umumnya dipengaruhi oleh adanya perubahan hormon yang menimbulkan reaksi pada tubuh, misalnya 3 mual dan pusing. Ibu hamil juga mungkin dihantui kecemasan akan kesehatan janin yang dikandungnya. Pada trimester kedua, emosi ibu hamil biasanya lebih stabil. Kalaupun ada kecemasan, biasanya karena ibu hamil takut dianggap suami tidak menarik, mengingat tubuhnya yang semakin membesar. Memasuki trimester ketiga, kandungan yang semakin besar tentu saja membuat ibu hamil menjadi serba salah gerak–geriknya. Misalnya saja, jika tidur telentang salah, duduk terlalu lama lelah dan selalu merasa kurang cocok saat mengenakan suatu baju. Belum lagi, saat–saat menanti kelahiran biasanya bukan saja mendebarkan, tetapi juga menjemukan. Dengan adanya dukungan emosional yang baik, dapat membantu sang ibu dalam menjalani kehamilan dengan baik dan nyaman, sehingga dapat menunjang pertumbuhan janin dalam kandungannya. Dan setelah melahirkan pun kebisingan dan gangguan adalah masalah yang signifikan selama di rumah sakit, lembaga- lembaga kesehatan bertanggung jawab untuk perawatan pasien untuk berkonribusi pada lingkungan yang aman dan penyembuhan di rumah sakit. Gangguan dan kebisingan pada bangsal bersalin yang merugikan proses penyembuhan bagi ibu baru dan bayi bayi baru lahir. Efek kesehatan negative khususnya bagi ibu baru dan anak-anak di sebabkan karna kebisingan rumah sakit dan gangguan bertindak sebagai stress bagi ibu. Dan dapat menyebabkan kurang tidur terkait dengan sejumlah konsekuensi kesehatan mental dan fisik negatif seperti penurunan fungsi kekebalan tubuh disfungsi pembuluh darah dan meningkatan modulasi kardiovaskular simpatik (sistem peredaran darah di dalam tubuh). Kurang tidur juga dapat meningkatkan resiko gangguan kesehatan mental postpartum ( gangguan mood pasca melahirkan) pada ibu baru. 1.2 Perumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah yang diungkapkan, maka rumusan masalah secara garis besar adalah kriteria lingkungan terapetik pada rumah sakit bersalin yang disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. • Pola penataan ruang yang bagaimana yang mendukung lingkungan terapetik terwujud di rumah sakit bersalin di Jakarta? 4 • Bagaimana menerapkan lingkungan terapetik melalui pengaturan organisasi ruang untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi pada pasien? 1.3 Tujuan Penelitian Dengan mengacu pada perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah merancang lingkungan terapetik pada rumah sakit bersalin yang dapat meminimalkan reaksi hospitalisasi dan mengoptimalkan penyembuhan pasien khusus nya ibu hamil, selain itu juga dapat mewadahi kegiatan dan kebutuhan pengguna. Untuk dapat mencapai maksud tersebut, tujuan penelitian ini adalah: • Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi lingkungan terapetik dan pengaplikasiannya dalam desain. • Mengetahui bagaimana mengatur organisasi ruang untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi pada pasien ibu hamil. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, ruang lingkup dari penelitian ini adalah: • Pengguna dari rumah sakit bersalin ini adalah ibu hamil dalam masa persalinan maupun yang berkaitan dengan masalah kebidanan dan kandungan. • Terapi yang di bahas dalam penelitian ini bukan jenis terapi seperti fisioterapi, terapi okupasi, atau lainnya yang berkaitan dengan program medis, tetapi terapi disini merupakan terapi yang dapat membantu penyembuhan pasien dari beberapa faktor lingkungan. 1.5 State-of-The-Art Menurut Venesia Junan, Veronica Kumurur dan Alvin J. Tinangon dalam jurnal Therapeutic Environment untuk rumah sakit bersalin adalah aktivitas pasien ibu hamil memerlukan lingkungan fisik yang sesuai untuk mendukung kesehatannya. Rumah Sakit Bersalin adalah tempat yang memberikan fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat membantu para ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal pada masa antepartum, 5 intrapartum, postpartum. Konsep therapeutic environment pada rancangan arsitektural bisa menciptakan lingkungan terapi yang membantu pengguna objek khususnya pasien ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara optimal sehingga tidak hanya nyaman secara fisik tapi juga nyaman secara psikis. Dimana dalam kajian tema ini arsitektur atau bangunan harus berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan pengguna secara fisik dan psikis. Menurut Ron Smith dalam jurnal World Building Design Guide (WBDG) tentang lingkungan terapetik mengatakan, secara umum, lingkungan terapetik telah terbukti efektif dalam biaya dengan meningkatkan hasil penyembuhan pasien, mengurangi lama tinggal, dan dengan meningkatkan kepuasan staf, perekrutan, dan retensi staff. Menurut Safina Adatia, dari Department of Family Medicine, McGill University, Montreal, Canada. Bagi ibu-ibu yang baru saja melahirkan, yang postpartum tinggal di rumah sakit dimaksudkan untuk memiliki sebuah tempat istirahat yang nyaman, penyembuhan dan ikatan dapat terjadi. Ibu baru, bagaimanapun, banyak menghadapi gangguan sepanjang hari termasuk beberapa pengunjung dan kebisingan yang disebabkan oleh peralatan medis, percakapan koridor dan pengumuman interkom. Makalah ini berpendapat bahwa gangguan dan kebisingan pada bangsal bersalin yang merugikan proses penyembuhan bagi ibu baru dan bayi baru lahir dan kesehatan para pengambil keputusan harus bertindak untuk memperbaiki lingkungan untuk pasien ini . Makalah ini juga memberikan rekomendasi tentang bagaimana untuk mengurangi tingkat kebisingan , atau setidaknya mengontrol kebisingan di ruang bersalin, melalui penerapan waktu tenang setiap hari. Menurut Chatila Maharani dalam jurnal usulan pengembangan tata letak ruang rumah bersalin menjadi rumah sakit dengan menggunakan CARC (Crisp Activity Relationship Chart). Rumah Bersalin (RB) yang bergerak di bidang jasa harus dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat baik peningkatan secara kuantitas maupun kualitas. Dari segi kuantitas, pengembangan RB menjadi Rumah Sakit Bersalin (RSB) memerlukan adanya penambahan pelayanan misalnya pelayanan persalinan dengan tindakan (misalnya operasi, persalinan sungsang dan vacuum extraction). Pengembangan menjadi RSB menuntut penambahan jenis dan luas ruang. 6 Sedangkan dari segi kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara mengatur tata letak ruang yang baik pada RSB. Pengembangan tata letak ruang RB menjadi RSB dipengaruhi oleh kriteria-kriteria yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Kriteria yang bersifat kuantitatif yaitu aliran pasien, dokumen, obat, Bahan Habis Pakai (BHP) dan Pemeriksaan Penunjang (PP). Sedangkan kriteria kualitatif yaitu keterakitan fungsi ruang. Penentuan tata letak ruang ini membutuhkan peta hubungan aktivitas atau ARC (Activity Relationship Chart). Tetapi ARC hanya dapat digunakan untuk kriteria kualitatif saja. Untuk menggabungkan antara kriteria kuantitatif dan kualitatif maka penentuan tata letak ruang menggunakan CARC (Crisp Activity Relationship Chart) 1.6. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan adalah suatu gambaran singkat untuk membedakan pembahasan dan perincian. Uraian dari sistematika pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan Pada pendahuluan berisi latar belakang, perumusan masalah mengenai mengapa perlu dibuat rumah sakit khusus ibu hamil dengan lingkungan terapetik, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, dan state of the art. Bab 2 Landasan Teori Pada landasan teori berisi kajian teori dan definisi yang dijabarkan untuk menjawab permasalah penelitian serta variabel yang digunakan dalam penelitian. Dimulai dari tinjauan umum yang berisi berbagai definisi mengenai rumah sakit, rumah sakit bersalin, dan organisasi ruang. Tinjauan khusus ikut dijabarkan mengenai definisi topik, yaitu lingkungan terapetik yang akan dibahas definisi dan penjelasannya, serta data-data studi banding dari hasil survey yang dapat mendukung data penelitian. 7 Bab 3 Metode Penelitian Bab metode penelitian berisi metode yang digunakan dalam penelitian, jenis dan sumber data yang digunakan, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data yang menjawab pertanyaan dari masalah penelitian. Penelitian ini berupa data kualitatif yang kemudian dijadikan prosentase pada faktor lingkungan terapetik sehingga menjadi data kuantitatif. Bab 4 Hasil dan Bahasan Pada bab hasil dan bahasan akan dibahas mengenai data yang dikembangkan berdasarkan hasil dari penelitian. Data-data berupa analisa survey faktor-faktor lingkungan terapetik pada objek perbandingan rumah sakit bersalin. Dari faktor-faktor tersebut, didapatkan faktor mana yang saling berpengrauh pada penyembuhan, kemudian turunan variabel faktor lingkungan terapetik tersebut diaplikasikan dalam desain. Bab 5 Simpulan dan Saran Simpulan berisi hasil peneltian dari bab 4 yang dapat menjawab masalah penelitian yang disampaikan dalam bab 1. Simpulan pada penelitian ini berupa guide line desain yang mmepunyai beberapa aspek penerapannya. Saran berisi implikasi hasil penelitian dan usulan untuk penelitian selanjutnya, serta saran bagi pengguna yang akan melakukan penelitian.