doktrin piercing the corporate veil dikaitkan dengan pertanggung

advertisement
BAB II
PENGATURAN DALAM UNDANG-UNDANG HAK CIPTA IKLAN
DI TV
A. Pengertian dan Konsep Dasar Hak Cipta
Memahami perlindungan hak cipta harus diawali dengan pemahaman terhadap
konsepsi dasar hak cipta. Di dalam hak cipta dikenal beberapa pelaku yang disebut
dengan pencipta. Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,
imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang
khas dan bersifat pribadi. Sangat jelas pencipta dapat dilakukan terdiri dari perorangan
yang bersifat individual atau kelompok yang terdiri dari beberapa orang secara bersamasama. 18
Pencipta apabila mengekspresikan kreatifitas dan imajinasinya akan melahirkan
apa yang disebut dengan Ciptaan. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 UU No. 16 Tahun
2002, Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam
lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Suatu ciptaan yang telah diekspresikan
secara nyata akan melahirkan hak cipta. Hak cipta merupakan dasar kepemilikan atas
ciptaan yang telah diwujudkan oleh si pencipta.
Secara lengkap Pasal 2 ayat (1) UU
No. 16 Tahun 2002 menegaskan: Hak Cipta merupakan hak ekslusif bagi pencipta atau
pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul
18
Ade Maman Suherman, Op.Cit. hlm 67
Universitas Sumatera Utara
secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut
peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dari penjelasan pasal di atas, maka dapat dipertegas bahwa hak cipta pada
hakekatnya merupakan hak ekslusif yang sifatnya monopoli, di mana hak itu didapat
secara otomatis tatkala suatu ciptaan dilahirkan. Keberadaan hak cipta pada awalnya
sangat dipengaruhi oleh sistem hukum.
Melihat pada pernyataan ini, sangat jelas bahwa hak cipta juga sangat dipengaruhi
oleh sistem hukum yang berlaku di suatu negara. Di sana dikatakan bahwa sistem hukum
civil law sangat mengedepankan pada perlindungan hukum atas hak moral dan hak
ekonomi, sistem hukum common law mengarah pada perlindungan kepentingan ekonomi
si penerbit dan sistem hukum sosialis justru tidak memperhatikan pada hak ekonomi si
pengarang, namun semua itu diorientasikan pada kepentingan revolusi. 19
Namun demikian, kini hak cipta dikenal juga sebagai hak monopoli. Di dalam hak
monopoli ini ada dua hak utama, yakni hak moral dan hak ekonomi. Khusus, dalam hal
perolehan hak cipta secara otomatis, nampaknya konsepsi ini menjadi kabur tatkala di
dalam UU No. 19 Tahun 2002 juga diatur tentang pendaftaran ciptaan. Kekaburan ini
bukan hanya dalam tingkat pemahaman orang awam, namun terkadang para praktisi
(semisal hakim) menangkap bahwa pendaftaran cipta dipahami sebagai wujud perolehan
hak cipta. Sederhananya, ketika hakim menghadapi sengketa atau pelanggaran hak cipta
hakim selalu tergesa-gesa menyimpulkan bahwa pemegang hak cipta senantiasa
diberikan pada si pemegang sertifikat hak cipta yang diperoleh dari pendaftaran ciptaan.
19
Sanusi Bintang, Perlindungan hak cipta, PT Elek Media Komputindo. Jakarta, 1998, hlm 73
Universitas Sumatera Utara
Padahal, sangat mungkin walaupun ia memegang sertifikat hak cipta belum tentu
ia sebagai pemegang hak cipta yang sesungguhnya. Oleh karena itu, perlu diketahui
bahwa pendaftaran ciptaan bukan sebagai pengejawantahan dari perolehan hak cipta,
sebab hak cipta sesungguhnya diperoleh secara otomatis di saat ciptaan dilahirkan.
Kesimpulan ini dipertegas dengan ketentuan. 20
Pasal 35 ayat (4) UU No. 19 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa ketentuan
tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan kewajiban
untuk mendapatkan hak cipta. Begitu juga dalam penjelasannya dinyatakan bahwa
Pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak
cipta dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau
terwujud dan bukan karena pendaftaran. Hal ini berarti suatu ciptaan baik yang terdaftar
maupun tidak terdaftar tetap dilindungi.
Di negara-negara yang menganut sistem anglo saxon system, seperti Inggris dan
Amerika Serikat suatu hak cipta dapat diperoleh apabila memenuhi dua syarat, yakni:
1. Keaslian (original)
2. Dilaksanakan di dalam bentuk yang riil dan dapat dibaca. 21
Hal yang dimaksud keaslian (original) ialah bahwa karya bersangkutan harus
merupakan sesuatu yang baru dan nyata perbedaannya dengan karya lainnya. Oleh karena
itu, suatu lelucon dan gelar (titles) tidak dapat dihakciptakan. Misalnya dalam Copyright
act of USA Pasal 102 (b) memuat hal-hal yang tidak dilindungi oleh hak cipta, yaitu;
ideas, procedures, proces, system, method of operation, concepts, principles, fact and
20
Ranti Fauza Maulana, Rabu Agustus 2003, Penegakkan Hukum Hak Cipta, www.pikiran
rakyat.com. diakseskan hari selasa 17 Desember 2010
21
Frank Jefkins, Op.Cit, hlm 12
Universitas Sumatera Utara
news. Ideas atau ide/gagasan tidak termasuk suatu hal yang dilindungi, namun expression
of ideas adalah suatu hal yang mendapatkan perlindungan hukum. 22
Jangka waktu perlindungan hak cipta menurut UU No. 19 Tahun 2002 dibedakan
ke dalam beberapa bagian, di mana masing-masing bagian itu jangka waktunya bersifat
variatif. Pertama, perlindungan hak cipta diberikan selama hidup pencipta hingga 50
tahun setelah si pencipta meninggal dunia. Untuk perlindungan seperti ini jenis-jenis hak
cipta yang dilindungi terdiri dari buku, pamflet, semua karya tulis, drama atau drama
musikal, tari koregerafi, segala bentuk seni, lagu atau musik, arsitektur, ceramah, kuliah,
pidato, ciptaan sejenis lainnya, alat peraga, peta, terjemahan, tafsir, saduran dan bunga
rampai.
Program
komputer
sinematografi,
fotografi,
database,
karya
hasil
pengalihwujudan dilindungi selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan. Ciptaan
berupa foklor, hasil kebudayaan rakyat, seperti; cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad,
lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian kaligrafi dan karya seni lainnya hak ciptanya
dilindungi tanpa batas waktu, sedangkan ciptaan yang diterbitkan tetapi tidak diketahui
penciptanya/penerbitnya dilindungi selama 50 tahun sejak pertama kali ciptaan itu
diketahui umum. 23
Dengan adanya jangka waktu perlindungan ini, hal ini mengandung arti bahwa
karya-karya cipta yang dilindungi tersebut tatkala akan dimanfaatkan (seperti;
diperbanyak, diadaptasi dan sebagainya) dalam tujuan untuk kepentingan komersial
apabila hal itu tanpa ada izin/lisensi dianggap sebagai suatu pelanggaran hak cipta.
Namun demikian, hukum hak cipta Indonesia tidaklah secara absolut menyatakan
bahwa setiap perbuatan tersebut dikatagorikan sebagai pelanggaran hak cipta. Hukum
22
Hutagalung, Sophar Maru, Hak Cipta kedudukan dan peranannya di dalam pembangunan,
Akademika Pressindo, Jakarta, 2004, hlm 68
23
Ibid, hlm 69
Universitas Sumatera Utara
hak cipta Indonesia juga mengenal pengecualian bahwa suatu perbuatan perbanyakan
atau pengumuman tidak dapat dikatakan sebagai suatu pelanggaran hukum hak cipta.
Pasal 15 UU No. 19 Tahun 2002 menyatakan:
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebut atau dicantumkan, tidak dianggap
sebagai pelanggaran hak cipta:
a. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya;
b. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian guna
pembelaan di dalam atau di luar pengadilan;
c. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian guna
keperluan:
1) ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
atau
2) Pertunjukkan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.
3) Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dalam
huruf braile guna keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan itu
bersifat komersial;
4) Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan
cara atau alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum,
lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan dan pusat dokumentasi yang non
komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
Universitas Sumatera Utara
5) Perubahan yang dilakukan berdasarkan perimbangan pelaksanaan teknis atas
karya arsitektur seperti ciptaan bangunan;
6) Pembuatan selain cadangan suatu program komputer oleh pemilik program
komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
B. Hak Cipta (UU No. 19 Tahun 1997)
Hak cipta adalah perlindungan yang diberikan kepada pemegangnya atas hasil
karya ciptanya. Perlindungan ini merupakan bagian dari hak atas kekayaan intelektual
yang mempunyai hubungan erat dengan kesenian dan estetika, yang juga berujung pada
kepentingan industrial. Di Indonesia hak cipta dilindungi melalui UU RI No.12 Tahun
1997 j.o. UU No.7 Tahun 1987 tentang perubahan atas UU No. 6 Tahun 1982 tentang
hak cipta. Perlindungan tambahan yang penting dalam UU Hak Cipta No. 12 tahun 1997
adalah hak atas pertunjukan, penyiaran, ketentuan-ketentuan lisensi, dan hak-hak moral.
Hak cipta diberikan kepada pencipta atas karya ciptanya, orang/kelompok/ badan
hukum yang menerima hak tersebut dari pemegangnya, atau orang/ kelompok/badan
hukum yang menerima hak cipta dari orang/kelompok/badan hukum yang diserahi hak
cipta oleh pemegangnya. Hak kepemilikan didapatkan secara otomatis begitu seseorang
menghasilkan karya cipta. Tidak ada keharusan untuk mendaftarkannya pada suatu badan
pengelola HAKI. Akan tetapi hak cipta yang terdaftar akan sangat berguna untuk proses
penyelesaian jika terjadi pelanggaran terhadap hak cipta tersebut.
Hak cipta bukan melindungi suatu ide atau konsep, tetapi melindungi bagaimana
ide atau konsep itu diekspresikan dan dikerjakan. Tidak diperlukan pengujian, tetapi
karya harus original, dibuat sendiri, bukan copy dari sumber lain, dan penciptanya harus
Universitas Sumatera Utara
berkonstribusi tenaga dan keahlian. Hak cipta melindungi bidang ilmu pengetahuan, seni,
dan sastra yang meliputi:
a. Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya,
b. Ceramah, kuliah, pidato dan sebagainya,
c. Cipta seni musik, karawitan, drama, tari, pewayangan, pantomim, dan karya
siaran antara lain untuk media radio, t.v., film, dan rekaman video,
d. Cipta karya tari (koreografi), ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, dan
karya rekaman suara atau bunyi,
e. Cipta seni rupa seperti seni lukis, pahat, patung & kaligrafi,
f. Seni batik,
g. Arsitektur,
h. Engineering drawing dan spesifikasinya,
i. Sinematografi,
j. Fotografi,
k. Program komputer, data base, dan
l. Terjemahan, saduran, tafsir, penyusunan bunga rampai dan lain-lainnya. 24
Lama perlindungan hak cipta berbeda-beda. Hasil karya asli diberikan seumur
hidup ditambah 50 tahun semenjak penciptanya meninggal dunia. Dalam konteks
perusahaan perlindungan ini diberikan selama 75 tahun. Karya derivative (turunan)
diberikan selama 50 tahun. Karya fotografi, program komputer, terjemahan, saduran dan
penyusunan bunga rampai diberikan selama 25 tahun.
Beberapa segi positif dari pendaftaran hak cipta antara lain :
24
Teguh Sulistya, Perlindungan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta.V Buletin STT
No.2289. Vol. VIII No.14 Tahun 2005, [email protected]
Universitas Sumatera Utara
a) Pencipta/pemegang hak cipta memperoleh kepastian hukum setelah pendaftaran
hak ciptanya disahkan oleh pejabat yang berwenang,
b) Apabila terjadi sengketa tentang hak cipta, umumnya ciptaan yang telah
didaftarkan berkedudukan hukum lebih kuat, fakta pembuktiannya lebih akurat,
c) Pelimpahan hak cipta/pewarisan dan sebagainya lebih mudah dan mantap apabila
telah terdaftar.
Termasuk pelanggaran hak cipta adalah :
1) Membuat salinan atau copy tanpa izin dari pemegang hak cipta,
2) Membuat salinan atau copy ke medium lain, misalnya salinan source code
program komputer ke bentuk cetakan,
3) Menggunakan bagian dari suatu karya cipta tanpa izin atau tanpa menyebutkan
secara jelas sumbernya, dan
4) Penerjemahan tanpa izin dan lain-lainnya. 25
Pelanggaran atas hak cipta dengan cara tertentu merupakan tindakan kejahatan
yang menurut pasal 44 UU No. 12 tahun 1997 adalah sebagai berikut:
1) Dipidana penjara paling lama tujuh tahun dan/atau dikenakan denda sebesar
paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) siapa pun yang tanpa hak
mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu.
2) Dipidana penjara paling lama lima tahun dan/atau dikenakan denda paling banyak
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) siapa pun yang tanpa hak sengaja
menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum atau
memberi izin untuk suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta.
25
Kemal Idris, Tinjauan Hak Cipta Sebuah Kekuatan Untuk Pertumbuhan Ekonomi, Jakarta:
WIPO, 2004. hlm 84
Universitas Sumatera Utara
3) Dipidana penjara paling lama tiga tahun dan/atau dikenakan denda paling banyak
Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) siapa pun yang sengaja
mengumumkan setiap ciptaan yang oleh pemerintah dinyatakan bertentangan
dengan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pertahanan dan keamanan
negara, kesusilaan, dan ketertiban umum sebagaimana diatur di dalam pasal 16.
4) Dipidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp
15.000.000,- (lima belas juta rupiah) siapa pun yang dengan sengaja melanggar
ketentuan pasal 18 yang telah menentukan bahwa:
a. Untuk memperbanyak atau mengumumkan hak cipta atas potret seseorang
pemegang hak cipta, harus minta izin dulu kepada yang dipotret atau
mendapat izin dari ahli warisnya setelah sepuluh tahun yang dipotret itu
meninggal dunia.
b. Untuk memperbanyak atau mengumumkan suatu potret yang memuat dua
orang atau lebih harus lebih dulu mendapat izin dari masing-masing orang
yang dipotret atau mendapat izin dari ahli warisnya setelah sepuluh tahun
yang dipotret meninggal dunia.
c. Ketentuan ini berlaku untuk potret-potret yang dibuat atas permintaan sendiri
dari orang yang dipotret, atas permintaan yang dilakukan atas nama orang
yang dipotret, atau untuk kepentingan orang yang dipotret.
C. Prospek Pelaksanaan UU Hak Cipta
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan budaya
yang sangat kaya. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa, dan agama
yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi. Kekayaan
Universitas Sumatera Utara
seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang dapat dan
perlu dilindungi oleh undang-undang. Kekayaan itu tidak semata-mata untuk seni dan
budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan di bidang
perdagangan dan industri yang melibatkan para Penciptanya. Dengan demikian, kekayaan
seni dan budaya yang dilindungi itu dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi
para Penciptanya saja, tetapi juga bagi bangsa dan negara. 26
Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 yang
selanjutnya disebut Undangundang Hak Cipta. Walaupun perubahan itu telah memuat
beberapa penyesuaian pasal yang sesuai dengan TRIPs, namun masih terdapat beberapa
hal yang perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual
di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektual
yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tersebut di atas. Dari beberapa
konvensi di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang disebut di atas, masih terdapat
beberapa ketentuan yang sudah sepatutnya dimanfaatkan. Selain itu, kita perlu
menegaskan dan memilah kedudukan Hak Cipta di satu pihak dan Hak Terkait di lain
pihak dalam rangka memberikan perlindungan bagi karya intelektual yang bersangkutan
secara lebih jelas. 27
Dengan memperhatikan hal-hal di atas dipandang perlu untuk mengganti Undangundang Hak Cipta dengan yang baru. Hal itu disadari karena kekayaan seni dan budaya,
serta pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan
perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat
yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Hak Cipta terdiri atas hak
26
Damian, Eddy, Pengaluran dan Pengerlian Hak Cipta Sebagui Hak Kekayaan Intelektual,
Jurnal, Pro Justitia Tahun XIX No. 3, Juli, FH Unpar, Bandung. 2001. hlm 77
27
Ibid, hlm 78
Universitas Sumatera Utara
ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan serta produk Hak Terkait. Hak moral adalah
hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau
dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan. 28
Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya
cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian
sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemamp uan, kreativitas, atau keahlian sehingga
Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar.
Undang-undang No.19 tahun 2002 ini memuat beberapa ketentuan baru, antara
lain, mengenai:
1) Database merupakan salah satu Ciptaan yang dilindungi;
2) Penggunaan alat apa pun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media
internet, untuk pemutaran produk-produk cakram optik (optical disc) melalui
media audio, media audiovisual dan/atau sarana telekomunikasi;
3) Penyelesaian sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif
penyelesaian sengketa;
4) Penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi
pemegang hak;
5) Batas waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait, baik di
Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung;
6) Pencantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi;
28
Hendra Tanu Atmadja, Hak Cipta Musik atau Lagu, Jakarta: UI Press, 2003, hlm 52
Universitas Sumatera Utara
7) Pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk
yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi;
8) Ancaman pidana atas pelanggaran Hak Terkait;
9) Ancaman pidana dan denda minimal;
10) Ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan Program Komputer untuk
kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum.
Tanpa mengabaikan berbagai permasalahan lain yang relevan, terdapat beberapa
ketentuan penting dalam UU Hak Cipta 2002 yang perlu dikaji. Hal itu utamanya terkait
dengan anggapan sebagian pelaku bisnis yang bereaksi merasa haknya tereduksi.
Beberapa ketentuan tersebut diantaranya mencakup jabaran hak ekonomi, end
user piracy, dan peniadaan perlindungan ganda bagi karya rekaman suara.\ Sejauh
menyangkut jabaran hak ekonomi, UU Hak Cipta 2002 telah menegaskan kembali status
dan legitimasi hak penyewaan atau rental right. Namun, hak seperti itu hanya berlaku
untuk karya film/sinematografi dan program komputer. UU Hak Cipta 2002 memang
tidak mengaplikasikannya pada karya rekaman suara sebagai obyek UU Hak Cipta
sebagaimana sebelumnya, karena status karya rekaman suara telah dipindahkan
perlindungannya kedalam rejim Neighbouring Right atau Hak Terkait6. Di domain yang
baru itu hak penyewaan diakui dan tetap diberlakukan. 29
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang- Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta, program computer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk
bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang
dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk
29
Budi Agus Riswandi & Syamsuddin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Jakarta:
Rajawali Press, 2003, hlm 40
Universitas Sumatera Utara
melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk
persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut.
Hak cipta untuk program computer berlaku selama 50 tahun (Pasal 30). Harga
program komputer/ software yang sangat mahal bagi warga negara Indonesia merupakan
peluang yang cukup menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna menggandakan serta
menjual software bajakan dengan harga yang sangat murah. Misalnya, program anti virus
seharga $ 50 dapat dibeli dengan harga Rp20.000,00. Penjualan dengan harga sangat
murah dibandingkan dengan software asli tersebut menghasilkan keuntungan yang sangat
besar bagi pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00
perkeping. 30
D. Hak Cipta dalam Kerangka Persaingan Pasar
Keberadaan hak cipta sebagai hak ekslusif bagi para penciptanya harus dapat
dihormati dan dihargai. Penemuan baru oleh peneliti atau pencipta bukan pekerjaan
dalam waktu singkat, ia membutuhkan waktu lama dan biaya besar sehingga wajar hasil
cipta tersebut harus dilindungi. Hasil ciptaan tersebut bahkan dapat digunakan untuk
tujuan
komersial
dalam
kegiatan
bisnis
yang
amat
menguntungkan.
John Naisbitt dan Patricia Aburdene telah meramalkan bahwa suatu saat nanti
dunia yang dihuni manusia ini akan berubah menjadi suatu perkampungan global (global
village) dengan pola satu sistem perekonomian atau single economy system berdasarkan
permintaan/mekanisme pasar dan persaingan bebas. Mereka yang mampu survive adalah
orang atau para pengusaha yang dapat menghasilkan “produk” dengan kualitas tinggi dan
harga bersaing. Artinya, manusia yang berkualitas dalam era ini adalah mereka yang
dianggap memiliki produk dengan “nilai jual” yang dapat diandalkan pada persaingan
30
Widyopramono, 1992, Tindak Pidana Hak Cipta Analisis dan Penyelesaiannya, Sinar Grafika,
Jakarta, hlm 55
Universitas Sumatera Utara
global, baik di pasar nasional, regional maupun internasional dengan berlakunya pasar
bebas (free market) dalam perdagangan internasional. 31
Berkaitan dengan era pasar bebas dengan perdagangan barang dan atau jasa,
bermula pada 15 April 1994 dengan tercapainya kesepakatan internasional di Maroko
melalui Agreement on Establishing the World Trade Organization (WTO) yang dikenal
sebagai Marrakesh Agreement. Adanya kesepakatan yang akhirnya melahirkan organisasi
perdagangan dunia (WTO) ini, maka produk dari setiap orang atau negara diatur melalui
mekanisme pasar yang mengutamakan kualitas barang dan atau jasa. Produk tersebut
biasanya dilindungi hukum sebagai hasil rasa, karsa dan cipta manusia yang tidak bisa
begitu saja untuk dilanggar. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional ikut
menandatangani kesepakatan ter-sebut melalui UU No. 7 Tahun 1994 (LN Tahun 1994
No. 95 TLN No. 3564) tanggal 2 Nopember 1994 yang berlaku sebagai ius constitutum
dalam konstelasi hukum nasional yang mempunyai dampak luas pada bidang lain.
Konsekuensinya, semua kesepakatan itu harus ditaati dan diterapkan dengan konsisten. 32
Salah satu agenda penting dari WTO adalah Agreement on Trade Related Aspects
of Intellectual Property Rights Including Trade in Counterfeit Goods. Kesepakatan ini
akhirnya melahirkan TRIPs (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights) yang
bertujuan untuk meningkatkan perlindungan di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
dari pembajakan atas suatu karya kreatif dan inovatif seseorang/kelompok orang, baik di
bidang sastra, seni, teknologi dan karya ilmiah. Suatu hal yang cukup kompleks dan perlu
dilakukan upaya adaptasi (penyesuai-an) terus menerus untuk dapat mengikuti dinamika
perkembangan dengan perangkat hukum yang mengatur masalah baru tersebut karena
31
Teguh Sulistya Perlindungan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta.VBuletin STT
No.2289. Vol. VIII No.14 Tahun 2005, [email protected]
32
Ibid, hlm 35
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya justru tidak diatur dalam ketentuan hukum nasional. Kevakuman ini harus
ditutupi dengan adanya aturan undang-undang sebagai kepastian hukum untuk mengikuti
perkembangan iptek dan masyarakat internasional. 33
Salah satu bidang Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak cipta (copy
rights) yang merupakan hak ekslusif (khusus) bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumum-kan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku (Pasal 1 LTU No. 19 Tahun 2002). Ciptaan merupakan hasil setiap karya
pencipta dalam bentuk khas apapun juga dalam lapangan ilmu, seni dan sastra yang
menguntungkan dari segi materil, moril dan reputasi seseorang atau kelompok orang
yang menghasil-kan ciptaan berdasarkan kerja keras melalui pengamatan, kajian dan
penelitian secara terus menerus. Sudah sewajarnya, hasil ciptaan orang lain harus dapat
dilindungi hukum dari setiap bentuk pelanggaran hak cipta. la sebenarnya merupakan
suatu perbuatan tidak terpuji dan tercela bahkan tidak “bermoral” oleh orang-orang tidak
bertanggungjawab yang melakukannya, karena adanya ”the morality that makes law
possible.” 34
Pada kondisi ini, sudah pasti tidak dapat dihindarkan adanya kecen-derungan
sebagian orang/kelompok orang yang menginginkan dengan berbagai cara untuk
meneguk keuntungan finansial secara cepat tanpa usaha keras, mengeluarkan modal dan
kejujuran dengan membajak hasil ciptaan orang lain ataupun mendompleng reputasi
ciptaan pihak lain sehingga amat merugikan bagi para pencipta pertama. Tindakan ini
33
Tanya-Jawab UU No. 19/2002 Tentang Hak Cipta Lengkap dan Terpadu dengan Jawabannya,
Cet. 1. Semarang: Dahara Prize
34
M. Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Penerbit Citra Adityan Bakti, Bandung, 2004,
hlm 62
Universitas Sumatera Utara
sudah tentu tidak dapat dibenarkan, karena melanggar hukum sebab bukan hanya para
pencipta yang sah saja merasa dirugikan, akan tetapi juga masyarakat luas mengalami
kerugian besar karena memperoleh barang dan atau jasa tidak sesuai kualitas yang
diharapkan. Keadaan ini dikhawatirkan dapat mengakibatkan terjadi degradasi moral dan
etika dalam kehidupan masyarakat yang tidak mau menghargai kreasi intelektual pihak
lain yang telah bersusah payah melahirkan ciptaannya.
Dalam pergaulan masyarakat internasional, negara-negara yang memproteksi atau
membiarkan pelanggaran hak cipta tanpa adanya penindakan hukum dapat dimasukkan
dalam priority watch list, karena tidak memberikan perlindungan HKI secara memadai
bagi negara atau pemilik/pemegang izin ciptaan tersebut. Sanksi yang dijatuhkan dapat
berupa pengucilan dalam pergaulan masyarakat internasional atau sanksi ekonomi dari
produk negara itu pada transaksi bisnis internasional.
UU No. 19 Tahun 2002 yang berlaku efektif pada tanggal 23 Juli 2003 sebagai
pengganti UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan
UU No. 7 Tahun 1987 dan UU No. 12 Tahun 1997 diharapkan sekali menjadi a new legal
framework atau perangkat hukum baru untuk mengantisipasi merebaknya pelanggaran
hak cipta di tanah air oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dengan maksud
untuk memperoleh keuntungan secara “bypass” atau “potong kompas” (cepat) dengan
cara tercela melanggar hukum atas hak-hak orang lain. Keadaan demikian tentu akan
menimbulkan masalah terhadap upaya perlindungan hukum atas pelanggaran hak cipta
mengingat tidak semua orang dapat memahami-nya dengan baik. 35
E. Perkembangan dan Pembatasan Hak Cipta
35
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, Ghalia Indonesia. 2002, hlm 82
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan copyright atau hak cipta semenjak tahun 1886 telah diakui oleh
masyarakat internasional sebagai hak ekslusif para pencipta. Sebagai salah satu bentuk
karya intelektual yang dilindungi dalam HKI, hak cipta memiliki peran amat penting
dalam rangka mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil karya ilmu
pengetahuan, seni dan sastra serta teknologi untuk mempercepat upaya pertumbuhan
pembangunan dan kecerdasan kehidupan suatu bangsa. Keadaan ini amat disadari oleh
Pemerintah Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 25 Tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional tahun 2000-2004 pada kegiatan pembangunan
pendidikan, khususnya program penelitian, peningkatan kapasitas dan pengembangan
kemampuan sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Suatu ciptaan dapat memberi nilai ekonomis bagi para pencipta dan pemegang
izin melalui kegiatan ekonomi, yakni penjualannya ke pasar. Upaya menghasilkan suatu
ciptaan membutuhkan proses waktu, nspirasi, pemikiran dana dan kerja keras sehingga
wajar hasil karya para pencipta itu harus dilindungi dari setiap bentuk pelanggaran hak
cipta yang sangat merugikan para pencipta. Sebaliknya, dalam batas-batas tertentu pada
ketentuan undang-undang hak cipta, hasil ciptaan seseorang dapat dibenarkan diambil
orang lain dengan izin atau tanpa izin pemilik yang bersangkutan tanpa perlu takut
dikategorikan sebagai pelanggaran hukum terhadap hak cipta.
Standar perlindungan atas HKI yang diterapkan dalam perjanjian adalah standar
perlindungan minimal yang telah tertuang dalam perjanjian yang sudah ada sebelumnya
yang dikembangkan pada perjanjian dan konvensi dalam naungan World Intellectual
Property Organization (WIP0). Perlindungan terhadap hak cipta adalah berdasarkan pada
kesepakatan The Beme Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
Universitas Sumatera Utara
tanggal 9 September 1886 di Bern, Swiss. Pemerintah Belanda yang menjajah Indonesia
pada tanggal 1 November 1912 memberlakukan keikutsertaannya pada Konvensi Bern
melalui asas konkordansi di Hindia Belanda dengan mengeluarkan suatu Auterswet 1912
berdasarkan UU Hak Cipta Belanda pada tanggal 29 Juni 1911 (Stb Belanda No. 197).
Konvensi Bern 1886 terus direvisi dan diamandir oleh negara-negara anggota WIP0.
Terakhir direvisi di Paris pada tahun 1971 dan 1989. 36
Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern akan menimbulkan
kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasional di
bidang hak cipta. Lima prinsip dasar dianut Konvensi Bern adalah sebagai berikut:
Pertama, prinsip perlakuan nasional (national treatment principle), yakni ciptaan
yang berasal dari salah satu peserta perjanjian atau suatu ciptaan yang pertama kali
diterbitkan pada salah satu negara peserta perjanjian harus mendapat perlindungan hukum
hak cipta yang sama sebagaimana diperoleh ciptaan peserta warga negara itu sendiri.
Kedua, prinsip perlindungan hukum langsung/otomatis (automatic protection principle).
Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi
syarat apa pun (must not be conditional upon compliance with any formality). Ketiga,
prinsip perlindungan independen (independent of protection principle), yakni suatu
perlindungan hukum diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan
hukum negara asal pencipta. Keempat, prinsip minimal jangka waktu hak cipta (minimum
duration of copyright). Perlindungan diberikan minimal selama hidup pencipta ditambah
50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Kelima, prinsip hak-hak moral (moral rights
principle). Hak yang tergolong sebagai hak moral dimiliki pencipta seperti keberatan
36
Damian, Eddy, Pengaluran dan Pengerlian Hak Cipta Sebagui Hak Kekayaan Intelektual,
Jurnal, Pro Justitia Tahun XIX No. 3, Juli, FH Unpar, Bandung. 2001
Universitas Sumatera Utara
mengubah, menambah atau mengurangi keaslian ciptaan yang perlu mendapat pengaturan
perlindungan-nya dalam hukum nasional negara peserta Konvensi Bern. 37
Pemerintah Indonesia menjadi anggota WTO sejak tahun 1994. Keikutsertaan ini
juga membawa konsekuensi hukum harus memberla-kukan semua hasil dan prinsip dasar
dari Konvensi Bern. Hal, ini ditindak-lanjuti dengan mensahkannya melalui pembentukan
Keppres RI No. 18 Tahun 1997 pada tanggal 7 Mei 1997 dan segera dinotifikasikan ke
WIPO berdasarkan Keppres RI No. 19 Tahun 1997 tanggal 5 Juni 1997. Berlakunya hasil
kesepakatan The Berne Convention di Indonesia, maka pemerintah harus mampu untuk
melindungi ciptaan dari seluruh negara anggota peserta dan penandatangan The Berne
Convention tersebut. Selain itu, Indonesia harus pula melindungi ciptaan bangsa asing
yang ada di tanah air melalui kesepakatan pada perjanjian bilateral yang telah diratifikasi.
Adanya perjanjian bilateral tersebut akan memberi perlindungan hukum dan rasa aman
hak cipta secara timbal balik antara ciptaan bangsa kita dengan bangsa lain yang samasama bergabung dalam WTO, terutama dengan berlakunya pasar bebas. 38
Pada persetujuan TREPs, khususnya Pasal 7 menentukan konsep dasar sasaran
perlindungan dan penegakan hukum (law enforcement) terhadap HKI yang ditujukan
untuk memacu penemuan baru di bidang teknologi dan untuk memperlancar alih serta
penyebaran teknologi dengan tetap memperhatikan kepentingan produsen dan pengguna
pengetahuan tentang teknologi dan dilakukan dengan cara yang menunjang kesejahteraan
sosial dan ekonomi, dan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Perlindungan itu
didasarkan pada masalah pokok ruang lingkup berlakunya hak cipta dengan dua prinsip
dasar, yakni utilitarian-non utilitarian or junctional-non functional dichotomy and idea
37
38
Damian, Eddy, Ibid, hal 34
Damian, Eddy, Ibid, hal 36
Universitas Sumatera Utara
expression dichotomy. Artinya, adanya dikotomi pada kegunaan-ketidakgunaan atau
berfungsi-tidak berfungsi dan munculnya gagasan dari ciptaan tersebut. 39
Penjabaran dari kesepakatan internasional mengenai hak cipta yang diratifikasi
oleh Indonesia terdapat pada ketentuan UU No. 19 Tahun 2002. Pada Pasal 12 ayat (1)
UU No. 19 Tahun 2002 menentukan ciptaan yang dapat dilindungi ialah ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni yang meliputi hasil karya (a) buku, program
komputer, pamplet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis
lain, (b) ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu, (c) alat peraga
yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, (d) lagu atau musik
dengan atau tanpa teks, (e) drama atau drama musikal, tari, koreografl, pewayangan, dan
pantomim, (f) seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan (g) arsitektur, (h) peta, (i) seni
batik, (j) fotografi, (k) sinematografi, dan (1) terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai,
database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. Sebaliknya, pada isi Pasal 13
menentukan pula dianggap tidak ada suatu hak cipta atas (a) hasil rapat terbuka lembagalembaga negara, (b) peraturan perundang-undangan, (c) pidato kenegaraaan dan Pidato
pejabat Pemerintah, (d) putusan pengadilan atau penetapan hakim, atau (e) keputusan
badan
arbitrase
atau
keputusan
badan-badan
sejenis
lainnya.
Setiap ciptaan seseorang, kelompok orang ataupun korporasi (badan hukum)
dilindungi oleh undang-undang karena pada ciptaan itu otomatis melekat hak cipta yang
seyogianya harus dapat dihormati dan dipatuhi oleh orang lain. Perlindungan hukum itu
dimaksudkan agar hak pencipta secara ekonomis dapat dinikmati dengan tenang dan
39
Hutagalung, Sophar Maru, Op.Cit, hlm 67
Universitas Sumatera Utara
aman mengingat cukup lamanya diatur undang-undang waktu perlindungan tersebut.
Masa berlaku perlindungan hak cipta secara umum adalah selain hidup pencipta dan terus
berlangsung hingga 50 tahun setelah penciptanya meninggal dunia yang dimulai sejak 1
Januari untuk tahun berikutnya setelah ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh
umum, diterbitkan, atau setelah penciptanya meninggal dunia (UU No. 19 Tahun 2002
Pasal 34).
Setiap pencipta atau pemegang izin hak cipta bebas untuk dapat menggunakan
hak ciptanya, akan tetapi undang-undang menentukan pula adanya pembatasan terhadap
penggunaan hak cipta itu. Pembatasan tersebut dimaksudkan supaya para pencipta dalam
kegiatan kreatif dan inovatifnya tidak melanggar norma-nonna atau asas kepatutan yang
berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, terutama di negara hukum seperti
Indonesia mengingat hasil ciptaan umumnya akan dijual ke pasar (dalam dan luar negeri)
untuk memperoleh keuntungan ekonomis bagi para pencipta atau pemegang izin guna
dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Oleh karena sudah ditentukan pembatasan oleh
ketentuan undang-undang, maka kebebasan penggunaan hak cipta tidak boleh melanggar
pembatasan tersebut. Apabila pembatasan tersebut dilanggar oleh pencipta dan pemegang
izin
hak
cipta,
maka
pencipta
akan
memperoleh
sanksi
hukum.
Adapun pembatasan penggunaan hak cipta yang tidak boleh dilanggar oleh siapa pun
dapat dibagi dalam tiga hal: Pertama, kesusilaan dan ketertiban umum. Keterbatasan
penggunaan hak cipta tidak boleh melanggar pada kesusilaan dan ketertiban umun.
Contoh hak cipta yang melanggar kesusilaan adalah penggunaan hak untuk
mengumumkan atau memper-banyak kalender bergambar wanita/pria telanjang,
kebebasan seks atau pomografi, sedangkan termasuk melanggar ketertiban umum adalah
Universitas Sumatera Utara
memperbanyak dan menyebarkan buku yang berisi ajaran yang membolehkan wanita
bersuami lebih dari satu (poliandri). Kedua, fungsi sosial hak cipta. Kebebasan
penggunaan hak cipta tidak boleh meniadakan/mengurangi fungsi sosial dari pada hak
cipta. Fungsi sosial hak cipta adalah memberi kesempatan kepada masyarakat luas untuk
memanfaatkan ciptaan itu guna kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, bahan
pemecahan masalah, pembela-an perkara di pengadilan, bahan ceramah dengan
menyebutkan sumbernya secara lengkap. Ketiga, pemberian lisensi wajib. Kebebasan
penggunaan hak cipta tidak boleh meniadakan kewenangan dari negara untuk
mewajibkan pencipta/pemegang hak cipta memberikan lisensi (compulsory licensing)
kepada pihak lain untuk menerjemahkan atau memperbanyak hasil ciptaannya dengan
imbalan yang wajar. Pemberian lisensi wajib didasarkan pada pertimbangan tertentu,
yakni bila negara meman-dang perlu atau menilai suatu ciptaan sangat penting artinya
bagi kehidupan masyarakat dan negara, misalnya untuk tujuan pendidikan, pengajaran,
ilmu pengetahuan, penelitian, pertahanan, keamanan, dan ketertiban masyarakat yang
membutuhkan pemakaian ciptaan tersebut. 40
Pembatasan penggunaan hak cipta adalah sebagai upaya keseimbangan hak antara
pencipta dengan kepentingan masyarakat. Artinya, penggunaan hak cipta oleh pencipta
diharapkan akan mewujudkan pula keadilan dalam kehidupan.
F. Karakteristik Iklan Televisi dan Televisi Sebagai Media Iklan
Televisi merupakan media audiovisual sehingga penonton dapat melihat produk
yang diiklankan di televisi secara maksimal. Semenjak munculnya beberapa televisi
40
Kemal Idris, Tinjauan Hak Cipta Sebuah Kekuatan Untuk Pertumbuhan Ekonomi, Jakarta:
WIPO, 2004, hlm 85
Universitas Sumatera Utara
swasta, semenjak itu pula iklan televisi menjadi primadona media beriklan. 41 Televisi
merupakan media yang banyak disukai kalangan pengiklan karena akibat yang
ditimbulkannya. Televisi menggunakan warna, suara, gerakan, dan musik. Selain itu
pemirsanya dapat diseleksi menurut jenis program dan waktu tayangannya. 42 Televisi
adalah media yang mampu menjangkau wilayah luas, dapat dimanfaatkan oleh semua
pengiklan untuk tes pemasaran atau peluncuran suatu produk baru. Dengan demikian,
iklan di televisi mempunyai karakteristik sebagi berikut.43
1. Pesan dari produk dapat dikomunikasikan secara total, yaitu audio, visual, dan gerak.
Hal ini mampu menciptakan kelenturan bagi pekerja kreatif untuk mengkombinasikan
gerakan, kecantikan, suara, warna, drama, humor, dan lain-lain.
2. Iklan di televisi memiliki sarana paling lengkap untuk eksekusi
3. Iklan ditayangkan secara sekelebat.
Semenjak munculnya beberapa televisi swasta, semenjak itu pula iklan televisi
menjadi primadona media beriklan. Tlevisi merupakan media yang banyak disukai
kalangan pengiklan karena akibat yang ditimbulkannya. Televisi menggunakan warna,
suara, gerakan, dan musik. Selain itu pemirsanya dapat diseleksi menurut jenis program
dan waktu tayangannya. Televisi adalah media yang mampu menjangkau wilayah luas,
dapat dimanfaatkan oleh semua pengiklan untuk tes pemasaran atau peluncuran suatu
produk baru.
41
Frank Jefkins, Op.Cit, hlm 77
Astrid Susanto, Op.Cit, hlm 59
43
Hafied Cangara, Op.Cit, hlm 48
42
Universitas Sumatera Utara
Download