PEMBERIAN SUDUT POSISI TIDUR 30 DERAJAT TERHADAP

advertisement
PEMBERIAN SUDUT POSISI TIDUR 30 DERAJAT
TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS TIDUR PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Ny.S DENGAN INFARK
MIOKARD AKUT (IMA) DI RUANG ICVCU
RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD HUDA NUR YAASIIN
NIM. P.13035
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN SUDUT POSISI TIDUR 30 DERAJAT
TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS TIDUR PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Ny.S DENGAN INFARK
MIOKARD AKUT (IMA) DI RUANG ICVCU
RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD HUDA NUR YAASIIN
NIM. P.13035
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Muhammad Huda Nur Yaasiin
NIM
: P.13035
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah
: Pemberian Sudut Posisi Tidur 30 Derajat Terhadap
Peningkatan
Kualitas
Tidur
dur
Pada
Asuhan
Keperawatan Ny.S Dengan Infark Miokard Akut
(IMA) Di Ruang ICVCU RSUD Dr.Moewardi
D
Surakarta
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar
benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabilaa dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 12 Mei 2016
Yang Membuat Pernyataan
Muhammad Huda Nur Yaasiin
P.13035
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh:
Nama
: Muhammad Huda Nur Yaasiin
NIM
: P.13035
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul
: Pemberian Sudut Posisi Tidur 30 Derajat terhadap
Peningkatan Kualitas Tidur pada Asuhan Keperawatan
Ny.S Dengan Infark Miokard Akut (IMA) Di Ruang
ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/ Tanggal : Senin, 30 Mei 2016
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ns. Alfyana Nadya Rachmawati, M.Kep
NIK. 201086057
(
)
Penguji I
: Ns. Anissa Cindy Nurul Afni, M.Kep
NIK. 201188087
(
)
Penguji II
: Ns. Siti Mardiyah, S
S.Kep
NIK. 201183063
(
)
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKES Kusuma Husada Surakarta
Ns. Meri Oktariani, M.Kep
NIK. 200981037
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan segala puja dan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan atas
dukungan dan do’a dari orang-orang tercinta, akhirnya Karya Tulis Ilmiah
ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena
itu, dengan rasa bangga dan bahagia saya khaturkan rasa syukur dan
terimakasih saya kepada:
Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas izin dan karuniaNyalah maka
Karya Tulis Ilmiah ini dapat dibuat dan selesai pada waktunya. Puji syukur
yang tak terhingga pada tuhan penguasa alam yang meridhoi dan
mengabulkan segala do’a dan serta Karya Tulis Ilmiah ini saya
persembahkan untuk orang yang kusayangi
Ayahanda Parji Santoso dan Ibunda tercinta Sri Rahayu
yang tiada henti-hentinya memberi doa restu, kasih sayang, perhatian dan
dukungan untuk menjadikanku orang sukses. Serta adikku Alm.Sinatria
Ramadhan yang berada di surga sana yang telah memberikan motivasi
untuk selalu berjuang keras apa yang menjadi tujuan saya dan tentunya
untuk membahagiankan mereka.
Serta tidak lupa teman terbaikku Indra Cahyo Bingar, Irvan Bayu Saputra,
Agus Purnomo, YB. Himawan Cuk Purnomo, M. Faqih al Arif, Ahmad
Anwarullah, Ryastoro, Adhy Prasetyo, Singgih Aris R, Agin ginanjar,
Zulkarnain primastito, Anggit bagasworo, Nikken Emma R, Retno
Wulandari, dan Wahyu Prasetyo, yang selalu memberikan dukungan dan
semangat dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah. Serta juga temanteman yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu semoga perjalanan yang
kita tempuh selama ini mampu menjadikan kita lebih baik, bijaksana dan
dewasa. Ibu Ns. Alfyana Nadya Rachmawati, M.Kep, terimakasih atas
bimbingannya selama ini.
Almameterku tercinta
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunianya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya
tulis ilmiah yang berjudul “Pemberian Sudut Posisi Tidur 30 Derajat terhadap
Peningkatan Kualitas Tidur pada Asuhan Keperawatan Ny.S Dengan Infark
Miokard Akut (IMA) Di ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta“.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-setingginya
kepada yang terhormat :
1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep, selaku ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani, M.Kep, selaku ketua program studi DIII keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Alfyana Nadya Rachmawati, M.Kep, selaku sekretaris program studi DIII
keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta dan sekaligus selaku dosen pembimbing
yang telah membimbing penulis dengan cermat, memberikan masukanmasukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi
pnulis demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
4. Ns. Anissa Cindy Nurul Afni, M.Kep, selaku dosen penguji pertama yang
telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
5. Ns. Siti Mardiyah, S.Kep, selaku dosen penguji kedua yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
v
6. Semua dosen program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. S di Ruang
ICVCU.
8. Kedua orangtuaku (Parji Santoso dan Sri Rahayu) yang selalu memberikan
kasih sayang, dukungan dan doa serta menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan DIII Keperawatan.
9. Teman terbaikku Indra Cahyo Bingar, Irvan Bayu Saputra, Agus Purnomo,
YB. Himawan Cuk Purnomo, M. Faqih al Arif, Ahmad Anwarullah, Ryastoro,
Adhy Prasetyo, Singgih Aris R, Nikken Emma R, Retno Wulandari, dan
Wahyu Prasetyo, yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam
proses penyusunan karya tulis ilmiah.
10. Serta mahasiswa satu angkatan khususnya kelas 3A Program Studi DIII
Kepewaratan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang
tidak mampu penulis sebutkan satu-persatu yang telah meberikan dukungan.
Semoga laporan karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan
ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta, 10 Mei 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ...................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
DAFTAR ISI ..................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ....................................................................
6
C. Manfaat Penulisan ..................................................................
7
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ........................................................................
9
1. Infark Miokard Akut .......................................................
9
2. Definisi Tidur ..................................................................
40
3. Posisi Semi Fowler ..........................................................
43
B. Kerangka Teori .......................................................................
47
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset .............................................................
48
B. Tempat dan Waktu .................................................................
48
C. Media dan Alat yang Digunakan ............................................
48
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset .....................
48
E. Alat Ukur Evauasi Dari Aplikasi Tindakan Berdasarkan
Riset ........................................................................................
vii
50
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ........................................................................ 57
B. Pengkajian .............................................................................. 58
C. Perumusan Masalah Keperawatan .......................................... 67
D. Prioritas Diagnosa Keperawatan ............................................ 68
E. Perencanaan Keperawatan ...................................................... 68
F. Implementasi Keperawatan .................................................... 71
G. Evaluasi Keperawatan ............................................................ 80
BAB V
PEMBAHASAN
A. Pengkajian .............................................................................. 85
B. Diagnosa Keperawatan ........................................................... 96
C. Intervensi Keperawatan .......................................................... 99
D. Implementasi Keperawatan .................................................... 103
E. Evaluasi .................................................................................. 107
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................. 109
B. Saran ....................................................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Gambar 2.1 Pathway ................................................................................. 17
2.
Gambar 2.2 Posisi Semi Fowler ................................................................ 44
3.
Gambar 2.3 Kerangka Teori ..................................................................... 47
4.
Gambar 4.1 Genogram .............................................................................. 60
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Usulan Judul Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 2. Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 3. Surat Pernyataan
Lampiran 4. Jurnal Utama
Lampiran 5. Asuhan Keperawatan
Lampiran 6. Look Book
Lampiran 7. Lembar Pendelegasian Pasien
Lampiran 8. Lembar Kuesioner Aplikasi Riset
Lampiran 9. Lembar Observasi
Lampiran 10. SOP Semi Fowler 30 Derajat
Lampiran 11. Daftar Riwayat Hidup
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syaifuddin (2006) dalam Nurlaily (2012) mengatakan bahwa
kardiovaskuler merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot dan bekerja
menyerupai otot polos, yaitu bekerja di luar kemauan kita (dipengaruhi
oleh susunan saraf otonom). Christofferson (2009) seperti dikutip Harsanti
(2015) bahwa sistem kardiovaskuler merupakan suatu sistem transport
tertutup yang terdiri dari beberapa komponen yaitu jantung, komponen
darah dan pembuluh darah. Salah satu komponen dari pembuluh darah
yaitu vena, venula, kapiler, arteriol, dan arteri. Soeharto (2004) dalam
Nurlaily (2012) mengatakan bahwa pembuluh darah koroner merupakan
penyakit aliran darah (darah membawa oksigen dan makanan yang
dibutuhkan miokard agar dapat berfungsi dengan baik). Penyakit jantung
koroner adalah salah satu akibat utama arteriosklerosis. Pada keadaan ini
pembuluh darah nadi menyempit karena terjadi endapan-endapan lemak
(atheroma dan plaques) di dindingnya. Hal tersebut juga dapat merupakan
proses degeneratif, di samping banyak
faktor lain.
Penyakit jantung
koroner diantaranya angina stabil, angina tidak stabil, dan infark miokard
akut. Infark miokard akut (IMA) merupakan bentuk yang paling
berbahaya.
1
2
Fathoni (2011) dalam Aisyah (2014) mengatakan bahwa infark
miokard akut (IMA) merupakan salah satu manifestasi klinis penyakit
jantung koroner. Robbins et al (2007) dalam Aisyah (2014) mengatakan
bahwa infark miokard akut, yang dikenal sebagai serangan jantung adalah
terbentuknya suatu daerah nekrosis pada sel otot miokardium akibat suplai
darah yang tidak adekuat ke suatu daerah yang diawali dengan iskemik.
Smeltzer and Bare (2001) dalam Sulistyowati (2015) mengatakan
bahwa penyakit IMA menimbulkan gejala klinis yang dirasakan pasien,
beberapa diantaranya dyspnea (sesak nafas), ortopnea, pucat, keringat
dingin, pusing, mual muntah dan gejala yang paling sering dijumpai
adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus menerus tidak
mereda seperti ditusuk-tusuk, biasanya diatas region sternal bawah dan
abdomen bagian atas, menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan
(biasanya lengan kiri) hingga ke arah rahang dan leher. Munculnya
berbagai gejala klinis pada pasien IMA tersebut akan menimbulkan
masalah keperawatan dan mengganggu kebutuhan dasar manusia, salah
satu diantaranya adalah kebutuhan istirahat seperti adanya nyeri dada pada
aktivitas, dyspnea pada istirahat dan aktivitas, letargi dan gangguan tidur.
Sedangkan menurut Kasron (2012: 39) keluhan yang khas pada pasien
infark miokard akut ialah nyeri dada restrosternal, seperti diremas-remas
ditekan, ditusuk, panas atau tertindih barang berat. Nyeri dapat menjalar
ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan kepunggung dan
epigastris (Kasron, 2012: 39).
3
Berdasarkan laporan World Health Statistic 2012, tercatat 17,8 juta
orang meninggal di dunia akibat penyakit jantung dan diperkirakan angka
ini akan meningkat terus hingga 2030 menjadi 23,4 juta kematian didunia
(Badan penelitian dan pengembangan kesehatan, 2013). Infark miokard
akut adalah penyebab kematian nomer dua pada negara perpenghasilan
rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4 persen) (WHO, 2008)
(Depkes, 2009 dalam yunani dan wijayanti, 2013). Prevalensi berdasarkan
laporan World Health Statistic 2012 penyakit kardiovaskuler saat ini
menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di indonesia.
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Ttangga (SKRT) tahun 2012,
prosentase penderita IMA dengan usia dibawah 40 tahun adalah 2-8 %
dari seluruh penderita dan sekitar 10 % pada penderita dengan usia
dibawah 46 tahun. Sensus kesehatan nasional tahun 2010 menujukkan
bahwa kematian karena penyakit kardiovaskular termasuk IMA adalah
sebesar 26,4 %. Care Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada IMA
(13,49 %) dan kemudian diikuti gagal jantung (13,42 %) dan penyakit
jantung lainnya (13,37 %) (Badan penelitian dan pengembangan
kesehatan, 2013).
Data dari Profil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2011 terdapat kasus
penyakit jantung koroner (PJK) sebesar 59 per 1.000 penduduk, terdiri dari
Angina pektoris sebesar 13 per 1.000 penduduk, AMI sebesar 9 per 1.000
penduduk, dan Dekomp Kordis sebesar 37 per 1.000 penduduk. Data dari
rekam medis RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2011 terdapat 198 pasien
4
AMI pada tahun 2012 terdapat 175 pasien dan pada tahun 2013 terdapat
234 pasien. AMI merupakan penyakit kedua terbesar setelah gagal jantung
selama tahun 2013 di ruang ICVCU (Rekam Medik RSUD Dr.Moewardi,
2013).
Penyebab terjadinya infark miokard akut adalah diawali dengan
proses berkurangnya pasokan oksigen iskemia jantung yang disebabkan
oleh berbagai hal antara lain: ateroskelorosis, trombus arteri, spasme,
emboli koroner, anomali kongenital yang merupakan gangguan pada
pembuluh darah koroner. Penyebab gangguan pada jantung seperti:
Hipertrovi ventrikel, dan penyakit sistemik seperti anemia oleh penyebab
kapasitas
pembawa
oksigen
keseluruh
penyebab
di
atas
bisa
mengakibatkan iskemik jantung bila tidak tertolong akan mengakibatkan
kematian jantung yang disebut infark miokard ( Kasron, 2012: 30).
Muttaqin (2009) dalam Sulistyowati (2015) mengatakan bahwa
pada penyakit ini infark miokard laki-laki memiliki resiko 2-3 kali lebih
besar mengalami jantung koroner dari pada wanita sebelum menopause.
Menurut penilitian yang dilakukan Merta 2010, yang menunjukkan bahwa
sebagian besar pasien yang menderita penyakit IMA berumur diatas 50
tahun. Hal tersebut diperkuat dengan teori dari Muttaqin (2009) bahwa
penyakit IMA 45% terjadi pada usia 45 tahun keatas dan kurang dari 10%
terjadi pada usia <40 tahun. Sedangkan menurut Morton (2011) penyakit
ini lebih banyak terjadi pada usia 50 tahun, dikarenakan pengaruh oleh
gaya hidup yang tidak sehat seperti stress, obesitas, merokok dan
5
kurangnya aktivitas fisik, dan selain gaya hidup IMA juga dapat
dipengaruhi oleh hormon seks, pil pengontrol kelahiran dan asupan
alkohol berlebihan.
Amir (2008) dalam Sulistyowati (2015) mengatakan bahwa
gangguan kebutuhan dasar pada pasien penyakit jantung atau infark
miokard akut (IMA) akan menimbulkan masalah keperawatan, salah
satunya adalah gangguan kebutuhan istirahat atau gangguan pola tidur
berhubungan dengan terjadinya nyeri dan sesak nafas, untuk mengurangi
gejala nyeri dan sesak nafas maka salah satu tindakan untuk
menguranginya adalah dengan menentukan posisi tidur pasien yang
bertujuan untuk memperbaiki kualitas tidur pasien.
Wilkinson (2007) dalam Melanie (2012) mengatakan bahwa salah
satu faktor yang berhubungan dengan gangguan tidur pada pasien dengan
gagal jantung adalah ketidakmampuan untuk mengambil posisi tidur yang
disukai karena nocturnal dyspnea. Tindakan keperawatan Nursing
Diagnosis Handbook with NIC Interventions and NOC Outcomes
menjelaskan terapi keperawatan positioning dengan posisi tidur semifowler untuk mengatasi gangguan tidur pada pasien gagal jantung karena
sesak nafas. Hal tersebut juga didukung oleh teori dari Smeltzer dan Bare
(2001) dalam Sulistyowati (2015) yang menyatakan bahwa posisi kepala
yang lebih tinggi sekitar 30 derajat akan menguntungkan berdasarkan
alasan berikut: volume tidak dapat diperbaiki karena tekanan isi perut
terhadap diafragma berkurang, drainase lobus atas paru lebih baik dan
6
aliran balik vena ke jantung berkurang, sehingga mengurangi kerja
jantung. Berdasarkan hasil penelitian Melanie (2012) dalam Sulistyowati
(2015) menyatakan bahwa sudut posisi tidur 30 derajat menghasilkan
kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan sudut 45 derajat dalam
penyakit gagal jantung.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
mengaplikasikan hasil riset Melanie 2012 dalam pengelolaan kasus yang
dituangkan dalam karya tulis ilmiah dengan judul “Pemberian Sudut Posisi
Tidur 30 Derajat terhadap Kualitas Tidur pada Asuhan Keperawatan
Pasien dengan Infark Miokard Akut (IMA) Di Ruang ICVCU RSUD
Dr.Moewardi Surakarta”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian sudut posisi tidur 30 derajat
terhadap peningkatan kualitas tidur pada pasien infark miokard akut
(IMA) di ruang ICVCU RSUD Dr.Moewardi Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Infark
miokard akut (IMA).
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan Infark miokard akut (IMA).
7
c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan Infark miokard akut (IMA).
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan
Infark miokard akut (IMA).
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan Infark
miokard akut (IMA).
f. Penulis mampu menganalisa hasil dari pemberian sudut posisi tidur
30 derajat terhadap kualitas tidur pada pasien Infark miokard akut
(IMA).
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengalaman dalam melaksanakan asuhan
keperawatan secara langsung dan optimal pada praktek klinik
keperawatan, dan sebagai tambahan ilmu baru bagi penulis.
Memperoleh dan memperluas wawasan untuk mengaplikasikan asuhan
keperawatan dengan tindakan pengaruh pemberian sudut posisi tidur
30 derajat terhadap kualitas tidur dan status kardiovaskuler pada pasien
Infark miokard akut (IMA).
2. Bagi institusi akademik
Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan
datang, dan memberikan kontribusi laporan kasus sebagai bentuk
8
laporan aplikasi hasil riset, khususnya pada pasien dengan Infark
miokard akut (IMA), sehingga dapat digunakan sebagai sumber bagi
praktik mahasiswa keperawatan.
3. Bagi rumah sakit
Sebagai bahan masukkan bagi rumah sakit tentang tindakan pengaruh
pemberian sudut 30 derajat terhadap kualitas tidur pada pasien dengan
Infark miokard akut (IMA), sehingga rumah sakit dapat menambahkan
dan membuat SOP tentang tindakan keperawatan terhadap peningkatan
kualitas tidur pada pasien Infark miokard akut (IMA) dengan
pengaturan sudut posisi tidur 30 derajat.
4. Bagi profesi keperawatan
Memberikan kontribusi laporan kasus sebagai bentuk laporan aplikasi
riset tentang tindakan pengaruh pemberian sudut posisi tidur 30 derajat
terhadap kualitas tidur pada pasien dengan Infark miokard akut
(IMA)yang akan bermanfaat bagi pemecahan masalah dalam profesi
keperawatan.
5. Bagi pembaca
Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang penyakit dan cara
perawatan pasien dengan meningkatkan kualitas tidur akibat Infark
miokard akut (IMA) dengan menggunakan pemberian sudut posisi
tidur 30 derajat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori
1. Infark Miokard Akut (IMA)
a. Definisi
Hudak & Gallo (1997) dalam Kasron (2012) mengatakan
bahwa infark miokard akut (IMA) adalah penyakit jantung yang
disebabkan oleh karena sumbatan arteri koroner. Sumbatan akut
terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding arteri
koroner, sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot
jantung. Aterosklerotik adalah suatu penyakit pada arteri-arteri
besar dan sedang dimana lesi lemak yang disebut Plak Ateroma
timbul
pada
permukaan
dalam
dinding
arteri.
Sehingga
mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke arteri
bagian distal.
Ardiasyah (2012) dalam Ari Pebru (2012) mengatakan
bahwa Infrak miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan
jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran
darah koroner berkurang. Sudono (2007) dalam Ari Pebru (2012)
mengatakan bahwa Infark miokard akut adalah nekrosis miokard
akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. Menurut Stillwell
(2011) bahwa kematian jaringan miokard disebabkan oleh
9
10
penurunan suplai darah ke miokardium, infark miokardium dapat
disebabkan oleh ateroskerosis, spasme arteri koroner atau sering
karena thrombosis koroner.
b. Etiologi
Menurut fakih ruhyanudin (2006) dalam Andra & Yessie
(2013) mengatakan bahwa penyebab akut miokard infark adalah:
1) Gangguan
pada
arteri
koronaria
berkaitan
dengan
atherosclerosis, kekakuan, atau penyumbatan total pada arteri
oleh emboli atau thrombus.
2) Penurunan aliran darah system koronaria menyebabkan
ketidakseimbangan antara miokardial O2 suplai dan kebutuhan
jaringan terhadap O2.
Infark Miokard Akut (IMA) terjadi jika suplai oksigen yang
tidak sesuai dengan kebutuhan tidak tertangani dengan baik
sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung tersebut (Kasron,
2012). Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi
tersebut diantaranya :
1) Berkurangnya suplai oksigen ke miokard.
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor :
a) Faktor pembuluh darah :
(1) Atherosclerosis
(2) Spasme
(3) Arteritis
11
b) Faktor sirkulasi :
(1) Hipotesis
(2) Stenosis aorta
(3) Isufisiensi
c) Faktor darah :
(1) Anemia
(2) Hipoksemia
(3) Polisitemia
2) Curah jantung yang meningkat :
a) Aktifitas yang berlebihan
b) Emosi
c) Makan yang banyak
d) Hypertiroidisme
3) Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada :
a) Kerusakan miokard
b) Hypertropimiocard
c) Hypertensi diastolic
Faktor predisposisi :
a) Faktor resiko yang dapat diubah :
(1) Mayor :
(a) Hiperlipidemia
(b) Hipertensi
(c) Merokok
12
(d) Diabetes
(e) Obesitas
(f) Diet tinggi lemak jenuh, kalori
(2) Minor :
(a) Usia
(b) Jenis kelamin
(c) Riwayat keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami
PJK sebelum usia 70 tahun merupakan faktor risiko
independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK
keluarga menandakan adanya predisposisi genetic
pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat
positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita
PJK pada keluarga dekat.
(d) Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif,
ambisius, kompetitif)
(e) Stress psikologis berlebihan
c. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala pada pasien infark miokard menurut
Kasron (2012) yaitu :
1) Klinis
13
a) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus menerus
tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan
abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b) Nyeri seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu
dan terus kebawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
c) Nyeri secara spontan, menetap selama beberapa jam atau
hari.
d) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
e) Disertai sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening
atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
f) Pasien dengan diabetes melitus tidak mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat
mengganggu neuroreseptor (menumpulkan pengalaman
nyeri).
g) Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik
dan dapat normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah,
paradoksal dan irama gallop. Adanya krepitasi basal
menunjukkan adanya bendungan paru-paru. Takikardia,
kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada
kasus yang relatif lebih berat, kadang-kadang ditemukan
pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding dada
pada IMA inferior.
14
2) Laboratorium
Pemeriksaan enzim jantung
a) CPK-MB/CPK, Isoenzim yang ditemukan pada otot
jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24
jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b) LDH/HBDH, Meningkat dalam 12-24 jam dan memakan
waktu lama untuk kembali normal.
c) AST/SGOT, Meningkat (kurang nyata/khusus) terjadi
dalam 3 atau 4 hari.
3) EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang
T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.
Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang
Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
d. Patofisiologi
IMA terjadi karena kekurangan oksigen yang terjadi
berlangsung cukup lama yaitu lebih dari 30-45 menit sehingga
menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung
yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya.
Kekurangan oksigen yang paling banyak disebabkan oleh penyakit
arteri koroner atau koronari arteri disease (CAD). Pada penyakit
ini terdapat materi lemak yang telah terbentuk dalam beberapa
tahun dalam lumen arteri koronaria (arteri yang mensuplai darah
15
dan oksigen pada jantung). Plaque dapat rupture sehingga dapat
menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaan plaque.
Jika bekuan menjadi cukup besar maka bisa menghambat aliran
darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner (Kasron,
2012).
Terbendungnya aliran darah menghambat aliran darah yang
kaya dengan oksigen mencapai bagian otot jantung yang disuplai
oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot jantung.
Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot jantung yang
rusak itu akan mulai mati. Selain disebabkan oleh terbentuknya
sumbatan oleh plaque ternyata infark juga bisa terjadi pada orang
dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan bahkan spasme
arteri koroner berperan dalam beberapa kasus ini. Spasme yang
terjadi dipicu oleh beberapa hal antara lain mengkonsumsi obatobatan tertentu, stress emosional, merokok dan paparan suhu tinggi
yang ekstrim. Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami aterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis
sehingga bisa terjadi koma jika terlambat dalam penanganannya
(Kasron, 2012).
Letak infark ditentukan oleh letak sumbatan arteri koroner
yang mensuplai darah ke jantung. Terdapat arteri koroner besar
yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri
bercabang menjadi dua yaitu desenden arterior dan arteri
16
sirkumpleks kiri. Arteri koronaria desenden anterior kiri berjalan
melalui bawah anterior dinding kearah afeks jantung. Bagian ini
mensuplai aliran dua pertiga dari septum intraventrikel, sebagian
besar afeks, dan ventrikel kiri anterior. Sedangkan cabang
sirkumpleks kiri berjalan dari koroner kiri kearah dinding lateral
kiri dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium kiri,
seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum intraventrikel
posterior. Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi
kanan arteri pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai
keposterior jantung. Bagian jantung yang disuplai meliputi atrium
kanan,
ventrikel
kanan,
interventrikel, posterior
nodus
SA,
nodus
AV,
superior, bagian atrium
septum
kiri, dan
permukaan diafragmatik ventrikel kiri. Berdasarkan hal diatas
maka dapat diketahui jika infark anterior kemungkinan disebabkan
oleh gangguan pada cabang desenden anterior kiri, sedangkan
infark inferior bisa disebabkan oleh lesi pada arteri koroner kanan
(Kasron, 2012).
17
e. Pathway
Aterosklerosis trombosis
Kontriksi arteri koronaria
Aliran darah ke jantung menurun
Oksigen dan nutrisi turun
Jaringan miokard iskemik
Nekrosis lebih dari 30 menit
Suplai dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang
Suplai oksigen ke miokard turun
Infark miokard akut
Metabolisme anaerob
seluler hipoksia
Timbunan asam laktat meningkat
integritas membran sel berubah
Fatique
kontraktilitas turun
Nyeri
Intoleransi aktivitas
COP turun
Resiko
penurunan curah
Kerusakan
Ganggua
pertukaran gas
n perfusi
Gangguan pola tidur
Gambar 2.1
(Sumber : Sieh, S. 2010)
18
f. Komplikasi
Menurut Rendi (2012) komplikasi klinik pada pasien infark
miokard akut (IMA) yaitu:
1) Gagal jantung kongesif
2) Syok kardiogenik
3) Disfungsi otot papilaris
4) Defek septum ventrikel
5) Ruptura jantung
6) Aneurisma ventrikel
7) Tromboembolisme
8) Perikarditis
9) aritmia
Sedangkan menurut Kasron (2012) komplikasi pada pasien infark
miokard akut yaitu :
1) Aritmia
Aritmia yang lazim ditemukan pada fase akut IMA. Hal ini
dapat pula dipandang sebagai bagian perjalanan penyakit IMA.
Aritmia
perlu
diobati
bila
menyebabkan
gangguan
hemodinamik, meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, bila
merupakan predisposisi untuk terjadinya aritmia yang lebih
gawat seperti takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel atau
asistol.
19
2) Bradikardia sinus
3) Irama nodal
4) Asistolik
5) Takikardia sinus
6) Kontraksi atrium prematur
7) Ruptur miokardial
8) Bekuan darah
g. Klasifikasi
Menurut Rendy (2012) jenis-jenis penyakit infark miokard yaitu :
1) Miokard Infark Subendokardial
Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang amat
peka
terhadap
iskemia
dan
infark.
Miokard
infark
subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang
relatif menurun dalam waktu lama sebagai akibat perubahan
derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh
kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia.
Derajat nekrosis dapat bertambah bila disertai peningkatan
kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat takikardia atau
hipertrofi ventrikel. Walaupun pada mulanya gambaran klinis
dapat relatif ringan, kecenderungan iskemia dan infark lebih
jauh merupakan ancaman besar setelah pasien dipulangkan dari
Rumah Sakit.
20
2) Miokard Infark Transmural
Pada lebih dari 90% pasien miokard infark transmural
berkaitan dengan trombosis koroner. Trombosis sering terjadi
di daerah yang mengalami penyempitan arteriosklerotik.
Penyebab lain lebih jarang ditemukan. Misalnya perdarahan
dalam plaque aterosklerotik dengan hematom intramural,
spasme yang umumnya terjadi di tempat aterosklerotik yang
emboli koroner. Miokard infark dapat terjadi walau pembuluh
koroner normal, tetapi hal ini amat jarang
Berdasarkan kelainan pada gelombang ST (Aru W. Sudoyo, 2006)
dalam Andra & Yessie (2013):
1) STEMI
IMA dengan elevasi segmen ST (ST elevasion myocardial
iinfarcion = STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom
koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil,
IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.
2) NSTEMI
Angina fektoris tak stabil (unstable angina = UA) dan miokard
akut tanpa elevasi ST (Non ST elevation myocardinal infarction
= NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan
kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnose
NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA
21
menunjukkan
bukti
adanya
nekrosis
miokard
berupa
peningkatan biomarker jantung.
h. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosa medis menurut Kasron (2012) yaitu:
1) Pemeriksaan penunjang
a) EKG (Electrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi
akan menghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan
inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh dari jaringan
iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah
segmen ST menyebabkan depresi ST. Pada awal infark
miokard, elevasi ST diseratai dengan gelombang T tinggi,
selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang
T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard,
gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.
b) Test Laboratorium Darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah
sehingga protein-protein tertentu keluar masuk aliran darah.
(1) Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini
CPK-MB terdeteksi setelah 6-8 jam, mencapai puncak
setelah 24 jam dan kembali menjadi normal setelah 24
jam berikutnya.
22
(2) LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut
infark miokard yaitu setelah 24 jam kemudian mencapai
puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai
dengan 2 minggu. Iso enzim LDH lebih spesifik
dibandingkan
CPK-MB
akan
tetapi
penggunaan
klinisnya masih kalah akurat dengan nilai troponin,
terutama troponin-T. Seperti yang kita ketahui bahwa
ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH selain
ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada
otot skeletal.
(3) Troponin T & I merupakan protein merupakan tanda
paling spesifik cedera otot jantung, terutama troponin T
(TnT). Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan
miokard dan masih tetap tinggi dalam serum selama 1-3
minggu. Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap
selama tiga hari pertama; peningkatan bermakna jika
nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.
(4) Ketidakseimbangan Elektrolit dapat mempengaruhi
konduksi
dan
kontraktilitas,
misal
hipokalemi,
hiperkalemi.
(5) Leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari ke2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
23
(6) Kolesterol
atau
Trigliserida
serum
meningkat,
menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
(7) Kecepatan sendimentasi meningkat pada ke-2 dan ke-3
setelah AMI, menunjukkan inflamasi.
(8) GDA dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit
paru akut atau kronis.
c) Tes Radiologis
(1) Coronary Angiography merupakan pemeriksaan khusus
dengan sinar X pada jantung dan pembuluh darah.
Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan
letak sumbatan pada arteri pada lengan atau paha
menuju jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi
jantung, yang merupakan bagian dari angiografi
koroner. Jika ditemukan sumbatan, bisa dilakukan
tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dapat
dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri
tersebut. Kadang-kadang akan ditempatkan stent (pipa
kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri
tetap terbuka.
(2) Foto Dada, mungkin normal atau menunjukkan
pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma
ventrikuler.
24
(3) Pencitraan Daerah Jantung (MUGA), mengevaluasi
penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan
dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
(4) Angiografi koroner, menggambarkan penyempitan atau
sumbatan
arteri
koroner.
Biasanya
dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan
mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur
tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali mendekati
bedah jantung angioplasty atau emergensi.
(5) Digital Subtraksion Angiografi (PSA), teknik yang
digunakan untuk menggambar pembuluh darah yang
mengarah ke atau dari jantung.
(6) Nuklear Magnetic Resonance (NMR), memungkinkan
visualisasi aliran darah, serambi jantung, atau katup
ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis
atau infark dan bekuan darah.
i. Penatalaksanaan
Brunner and Suddarth (2005) dalam Andra & Yessie (2013)
mengatakan
memperkecil
bahwa
tujuan
kerusakan
penatalaksanaan
jantung
sehingga
medis
adalah
mengurangi
kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil
dengan
cara,
segera
mengembalikan
keseimbangan
antara
kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Terapi obat-obatan,
25
pemberian oksigen dan tirah baring dilakukan secara bersamaan
untuk
mempertahankan
jantung.
Obat-obatan
dan
oksigen
digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen, sementara tirah
baring dilakukan untuk mengurangi kebutuhan oksigen.
Menurut Kasron (2012) penatalaksanaan medis infark
miokard akut dibagi menjadi 2 cara yaitu :
1) Farmakologi
a) Diagnosa
b) Diet makanan lunak dan rendah garam
c) Terapi oksigen
d) Monitor EKG
e) Askses intravena
f) Penghilang rasa sakit
2) Non farmakologi
a) Pengobatan tromblitik sebagai usaha reperfusi paling efektif
dimulai dalam waktu 1 jam setelah timbul gejala pertama.
b) Beta bloker: cardiosective (metoprolol 100mg, atenolol 50100mg,
asebutolol
200mg)
dan
non
cardiosective
(propanolol 10mg).
c) Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors: captopril
2,5mg.
d) Obat-obatan antikoagulan: heparin 15-20 g.
e) Obat-obatan antiplatelet: aspirin 25-50mg.
26
j. Asuhan Keperawatan IMA
Asuhan keperawatan menurut Andra & Yessie (2013):
1) Pengkajian
a) Biodata
b) Riwayat kesehatan
(1) Riwayat kesehatan sekarang
(a) Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
(b) Faktor perangsang nyeri yang spontan
(c) Kualitas nyeri: rasa nyeri digambarkan dengan rasa
sesak yang berat/mencekik.
(d) Lokasi nyeri: dibawah atau sekitar leher, dengan
dagu belakang, bahu atau lengan.
(e) Beratnya nyeri: dapat dikurangi dengan istirahat
atau pemberian nitrat.
(f) Waktu nyeri:
berlangsung beberapa jam/hari,
selama serangan pasien memegang dada atau
menggosok lengan kiri.
(g) Diaforeasi, muntah, mual, kadang-kadang demam,
dispnea.
(h) Sindrom syock dalam berbagai tingkatan.
(2) Riwayat kesehatan dahulu
(a) Penyakit pembuluh darah arteri
(b) Riwayat merokok
27
(c) Kebiasaan olah raga yang tidak teratur
(d) Riwayat DM, hipertensi, gagal jantung kongestif
(e) Riwayat penyakit pernafasan kronis
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat keluarga penyakit jantung/infark miokard,
DM, stroke, hipertensi, penyakit vaskulerperiver.
c) Pengkajian fokus
(1) Aktifitas
Gejala:
(a) Kelemahan
(b) Kelelahan
(c) Tidak dapat tidur
(d) Pola hidup menetap
(e) Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda:
(a) Takikardi
(b) Dispnea pada istirahat atau aktifitas
(2) Sirkulasi
Gejala: riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri
koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
Tanda:
28
(a) Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun, berubah postural dicatat
dari tidur sampai duduk atau berdiri.
(b) Nadi
Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah /
kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat,
tidak teratur (disritmia).
(c) Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra: S3 atau S4 mungkin
menunjukkan
gagal
jantung
atau
penurunan
kontraktilitas atau komplain ventrikel.
(d) Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi
otot jantung.
(e) Friksi: dicurigai perikarditis.
(f) Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur.
(g) Edema
Distensi vena juguler, edema dependent, perifer,
edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal
jantung atau ventrikel.
(h) Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar, pada membran
mukosa atau bibir.
29
(3) Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting atau adanya kondisi
takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada
penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan,
kerja, keluarga.
Tanda: menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak
mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada
diri sendiri, koma nyeri.
(4) Eliminasi
Tanda: normal, bunyi usus menurun.
(5) Makanan atau cairan
Gejala: mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau
terbakar.
Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat,
muntah, perubahan berat badan.
(6) Hygiene
Gejala
atau
tanda:
kesulitan
melakukan
tugas
perawatan.
(7) Neurosensori
Gejala: pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk atau istirahat).
Tanda: perubahan mental, kelemahan.
30
(8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala:
(a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau
tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang
dengan
istirahat
atau
nitrogliserin
(meskipun
kebanyakan nyeri dalam dan viseral).
(b) Lokasi:
Tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial,
dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak
tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher.
(c) Kualitas:
“Crushing”, menyempit, berat, menetap, tertekan,
seperti dapat dilihat.
(d) Intensitas:
Biasanya
10
(pada
skala
1-10),
mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah
dialami.
(e) Catatan: nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca
operasi, diabetes mellitus, hipertensi, lansia.
31
(9) Pernafasan
Gejala: dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea
noctural, batuk dengan atau tanpa produksi sputum,
riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda: peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak /
kuat, pucat, sianosis, bunyi nafas (bersih, krekles,
mengi), sputum.
(10)
Interaksi sosial
Gejala: stress, kesulitan koping dengan stressor yang
ada misal: penyakit, perawatan di RS.
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu
emosi (marah terus-menerus, takut), menarik diri.
2) Diagnosa Keperawatan
a) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik
miokard.
b) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik,
kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan
pembuluh darah arteri koronaria.
c) Kerusakan pertukaran gas berhubunga dengan gangguan
aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru,
perubahan membran alveolar-kapiler (atelektasi, kolaps
32
jalan nafas / alveolar edema paru / efusi, sekresi berlebihan
/ perdarahan aktif).
d) Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder
terhadap sumbatan arteri.
e) Intoleransi
aktifitas
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan antara supali oksigen miokard dan
kebutuhan adanya iskemik / nekrotik jaringan miokard
ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah
dalam aktifitas.
f) Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap
integritas biologis.
g) Perubahan gangguan pola tidur berhubungan dengan
perubahan lingkungan, proses penyakit.
3) Intervesi
a) Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder
terhadap sumbatan arteri ditandai dengan:
Nyeri dada dengan / tanpa penyebaran, wajah meringis,
gelisah, delirium, perubahan nadi, tekanan darah.
(1) Tujuan:
setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan nyeri berkurang.
33
(2) Kriteria hasil:
(a) Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2,
atau dari 2 ke 1
(b) Ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang
(c) Tidak gelisah
(d) Nadi 60-100 x / menit
(e) TD 120 / 80 mmHg
(3) Intervensi:
(a) Observasi
karakteristik,
lokasi,
waktu,
dan
perjalanan rasa nyeri dada tersebut.
(b) Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama
ada serangan dan istirahat.
(c) Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, misalnya
nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau
bimbingan imajinasi.
(d) Pertahankan oksigenasi dengan bikanul contohnya
(2-4 L/ menit).
(e) Monitor tanda-tanda vital (nadi & tekanan darah)
tiap dua jam.
(f) Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian
analgetik.
34
b) Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik
miokard
(1) Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24
jam diharapkan curah jantung membaik / stabil setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama di RS.
(2) Kriteria hasil:
(a) Tidak ada edema
(b) Tidak ada disritmia
(c) Haluaran urin normal
(d) TTV dalam batas normal
(3) Intervensi:
(a) Pertahankan tirah baring selama fase akut
(b) Kaji dan laporkan adanya tanda-tanda penurunan
COP, TD
(c) Monitor haluaran urin
(d) Kaji dan pantau TTV tiap jam
(e) Kaji dan pantau EKG tiap hari
(f) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
(g) Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai
indikasi
35
(h) Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan
sesuai advis
(i) Berikan makanan sesuai diitnya
(j) Hindari valsava menuver, mengejan (gunakan
laxan)
c) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik,
kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan
pembuluh darah arteri koronaria ditandai dengan:
Daerah perifer dingin, EKG elevasi segmen ST & Q
patologis pada lead tertentu, RR lebih dari 24 x/ menit,
nyeri dada, gambaran foto torak terdapat pembesaran
jantung & kongestif paru (tidak selalu), HR lebih dari 100
x/ menit, TD > 120/80AGD dengan: pa O2 < 80 mmHg, pa
CO2 > 45 mmHg dan saturasi < 80 mmHg
(1) Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24
jam diharapkan gangguan perfusi jaringan berkurang /
tidak meluas.
(2) Kriteria hasil:
(a) Daerah perifer hangat
(b) Tak sianosis
(c) Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
(d) RR 16-24 x/ menit
36
(e) Tak terdapat clubbing finger
(f) Kapilari refil 3-5 detik
(g) Nadi 60-100 x/ menit
(h) TD 120/80 mmHg
(3) Intervensi
(a) Monitor frekuensi dan irama jantung
(b) Observasi perubahan status mental
(c) Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
(d) Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
(e) Kolaborasi: berikan cairan IV sesuai indikasi
(f) Pantau pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium
misalnya EKG , elektrolit, GDA (pa O2 pa CO2 dan
saturasi O2). Dan pemberian oksigen
d) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan
aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru,
perubahan membran alveolar-kapiler (atelektasis, kolaps
jalan nafas/ alveolar edema paru/ efusi, sekresi berlebihan/
perdarahan aktif) ditndai dengan:
Dispnea
berat,
gelisah,
sianosis,
perubahan
GDA,
hipoksemia
(1) Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24
jam diharapkan oksigenasi dengan GDA dalam rentang
37
normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan
saturasi < 80 mmHg).
(2) Kriteria hasil:
(a) Tidak sesak nafas
(b) Tidak gelisah
(c) GDA dalam batas normal (pa O2 < 80 mmHg, pa
Co2 > 45 mmHg dan saturasi < 80 mmHg)
(3) Intervensi:
(a) Catat
frekuensi
&
kedalaman
pernafasan,
penggunaan otot baru pernafasan
(b) Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak
adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan
misalnya krakles, ronki dll
(c) Lakukan
tindakan
untuk
memperbaiki
/
mempertahankan jalan nafas misalnya, batuk,
penghisapan lendir dll
(d) Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan /
toleransi pasien
(e) Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan
/ kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah
e) Intoleransi
aktifitas
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan
kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miokard
38
ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan dalam
aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum
(1) Tujuan:
Setalah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24
jam diharapkan terjadi peningkatan toleransi pada klien.
(2) Kriteria hasil:
(a) Klien
berpartisipasi
dalam
aktifitas
sesuai
kemampuan klien
(b) Frekuensi jantung 60-100 x/ menit
(c) TD 120-80 mmHg
(3) Intervensi:
(a) Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD
selama dan sesudah aktifitas
(b) Tingkatkan istirahat (di tempat tidur)
(c) Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan
aktifitas sensori yang tidak berat
(d) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat
aktifitas, contoh bangun dari kursi bila tidak ada
nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah
makan
(e) Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak
toleran
terhadap
aktifitas
pelaporan pada dokter
atau
memerlukan
39
f) Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap
integritas biologis
(1) Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24
jam diharapkan cemas hilang/ berkurang.
(2) Kriteria hasil:
(a) Klien tampak rileks
(b) Klien dapat beristirahat
(c) TTV dalam batas normal
(3) Intervensi:
(a) Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal
terhadap ansietas
(b) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
(c) Ajarkan teknik relaksasi
(d) Minimalkan rangsang yang membuat stress
(e) Diskusikan
dan
orientasikan
klien
dengan
lingkungan dan peralatan
(f) Berikan sentuhan pada klien dan ajak klien
berbincang-bincang dengan suasana tenang
(g) Berikan support mental
(h) Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi
g) Perubahan gangguan pola tidur berhubungan dengan
perubahan dengan perubahan lingkungan, proses penyakit
40
(1) Tujuan:
Setelah dilakukan perawatan selama 3x 24 jam
diharapkan gangguan pola tidur pasien kembali optimal
dengan kuantitan dan kualitas tidur yang baik.
(2) Kriteria hasil:
(a) Klien tidak terbangun
(b) kuantitas dan kualitas tidur pasien tercukupi dengan
keterangan jumlah jam tidur meningkat ±7-8 jam
(c) perasaan segar nyaman setelah bangun tidur
(d) gangguan tidur tidak ada
(3) Intervensi:
(a) Batasi
masukan
makanan
/
minuman
yang
mengandung kafein
(b) Dukung melanjutkan kebiasaan ritual sebelum tidur
(c) Berikan posisi tidur yang membuat klien nyaman
(d) Atur pencahayaan
(e) Batasi pengunjung pada malam hari
2. Tidur
a. Definisi
Tidur adalah suatu proses yang sangat penting bagi
manusia, karena dalam tidur terjadi proses pemulihan, proses ini
bermanfaat mengembalikan kondisi seseorang pada keadaan
semula, tubuh yang tadinya mengalami kelelahan akan menjadi
41
segar
kembali.
Proses
pemulihan
yang
terhambat
dapat
menyebabkan organ tubuh tidak bisa bekerja dengan maksimal,
akibatnya orang yang kurang tidur akan cepat lelah dan mengalami
penurunan konsentrasi (Safitrie dan Ardani, 2013).
b. Kualitas dan kuantitas tidur
Sulistyowati (2015) mengatakan bahwa poin-poin penilaian
karakteristik kualitas tidur yaitu baik, buruk, dan sangat buruk.
Maka dapat disimpulkan bahwa kualitas atau kualitas tidur adalah
tingkatan baik buruknya kondisi saat manusia mengalami
penurunan kesadaran yang mudah dibangunkan.
Taylor C (1997) dalam Safitrie & Ardani (2013)
mengatakan bahwa kuantitas dan kualitas tidur seseorang
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, aktifitas fisik, stres
psikologis (penyakit dan situasi yang menyebabkan stres),
motivasi, kebudayaan, diet, konsumsi alkohol, merokok, konsumsi
kafein, lingkungan, gaya hidup, penyakit, serta pengobatan.
Kualitas tidur seseorang tidak tergantung pada jumlah atau lama
tidur seseorang, tetapi bagaimana pemenuhan kebutuhan tidur
orang tersebut. Indikator tercukupinya pemenuhan kebutuhan tidur
seseorang adalah kondisi tubuh waktu bangun tidur, jika setelah
bangun tidur merasa segar berarti pemenuhan kebutuhan tidur
telah tercukupi (Potter & Perry,2006). Tarwoto & Wartonah (2006)
dalam Triyanta & Haryanti (2013) mengatakan bahwa kesempatan
42
untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan
makan, aktifitas, maupun kebutuhan dasar lainny. Setiap individu
membutuhkan istirahat dan tidur untuk memulihkan kembali
kesehatannya. Tidur yang normal dibagi menjadi dua yaitu
pergerakan mata yang tidak cepat, tidur Non Rapid Eye Movement
(NREM) dan pergerakan mata cepat, tidur Rapid Eye Movement
(REM). Masa NREM seseorang terbagi menjadi empat tahapan
dan memerlukan kira-kira 90 menit selama siklus tidur, sedangkan
tahapan REM adalah tahapan terakhir kira-kira 90 menit sebelum
tidur terakhir. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan fase
REM terjadi secara bergantian antara 4-6 siklus semalam. Bayi
baru lahir tidur kira-kira 16 jam perhari, toddler 10-12 jam perhari,
anak prasekolah 9-10 jam perhari dan orang dewasa kebutuhan
tidur 7-9 jam perhari.
Pola aktifitas atau kebiasaan tidur pada jaman sekarang ini
banyak diabaikan oleh masyarakat, sebagian penderita penyakit
jantung. Jantung akan kerja lebih berat, jika penderita kekurangan
waktu tidurnya. Terlebih pada penyakit jantung awal atau indikasi
terjadinya infark miokard, yang merupakan salah satu diagnosa
yang paling umum penyakit jantung. Aktifitas dan istirahat pada
pasien infark miokard mengalami kelemahan, kelelahan, tidak
dapat tidur, jadwal olahraga yang tak teratur, dispnea pada istirahat
ataupun kerja. Pasien juga merasa nyeri lebih pada satu tempat,
43
yaitu
pada
dada
pasien
infark
miokard
mengakibatkan
terganggunya aktifitas misalnya kesulitan bangun dari tempat tidur,
sulit menekuk kepala (Carpenito, 2002).
Kualitas tidur dapat diukur dengan mengisi kuesioner
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI sendiri ialah suatu
metode penilaian yang berbentuk kuesioner yang digunakan untuk
mengukur kualitas tidur dan gangguan tidur orang dewasa dalam
interval satu bulan. Pada kuisioner Pittsburgh Sleep Quality Index
(PSQI) merupakan alat untuk mengukur kualitas tidur yang
didalamnya terdapat 10 pertanyaan yang ditujukan bagi pasien,
dari 10 pertanyaan tersebut dapat diketahui 7 komponen yaitu
kualitas tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur,
gangguan tidur, penggunaan obat tidur serta disfungsi pada siang
hari (Safitrie dan Ardani. 2013: 18-19). Nilai dari 7 komponen
PSQI kemudian dijumlahkan sehingga akan didapatkan nilai antara
0-21, apabila nilai > 5 mengindikasikan kualitas tidur buruk,
sedangkan nilai < 5 mengindikasikan kualitas tidur baik (Melanie,
2012: 74).
3. Posisi Semi Fowler
a. Definisi Semi Fowler
Posisi semi fowler (setengah duduk) adalah posisi tidur
pasien dengan kepala dan dada lebih tinggi dari pada posisi
44
panggul dan kaki. dimana kepala dan dada dinaikkan dengan sudut
30-45 derajat (suparmi, 2008).
Posisi semi fowler atau posisi setengah duduk adalah posisi
tempat tidur yang meninggikan batang tubuh dan kepala dinaikkan
15 sampai 45 derajat. Apabila klien berada dalam posisi ini,
gravitasi menarik diafragma ke bawah, memungkinkan ekspansi
dada dan ventilasi paru yang lebih besar (Kozier, dkk, 2010).
Supadi dkk (2008), menyatakan bahwa posisi semi fowler
membuat oksigen di dalam paru-paru semakin meningkat sehingga
memperingan kesukaran napas. Posisi ini akan mengurangi
kerusakan membran alveolus akibat tertimbunnya cairan. Hal
tersebut dipengaruhi oleh gaya gravitasi sehingga O2 delivery
menjadi optimal. Sesak nafas akan berkurang dan akhirnya
perbaikan kondisi klien lebih cepat.
Gambar 2.2
Sumber: Syifa, (2014)
45
b. Tujuan
Tujuan pemberian posisi semi fowler adalah : Membantu
mengatasi masalah kesulitan pernapasan dan pasien dengan
gangguan jantung (Suparmi, 2008).
c. Prosedur
1) Identifikasi kebutuhan pasien akan posisi semi fowler.
2) Jelaskan pada pasien tentang tujuan / manfaat dari posisi ini.
3) Jaga privasi pasien.
4) Siapkan alat-alat.
5) Cuci tangan.
6) Buatlah posisi tempat tidur yang memudahkan untuk bekerja
(sesuai dengan tinggi perawat).
7) Sesuaikan berat badan pasien dan perawat. Bila perlu, carilah
bantuan atau gunakan alat bantu pengangkat.
8) Kaji daerah-daerah yang mungkin tertekan pada posisi tidur
pasien, seperti tumit, prosesus spinosus, sacrum, dan skapula.
9) Atur tempat tidur pada posisi datar. Ambil semua bantal dan
perlengkapan lain yang digunakan pada posisi sebelumnya.
Beri bantal pada tempat tidur pasien bagian atas. Pindahkan
pasien ke bagian atas tempat tidur.
a) tekuk lutut pasien dan anjurkan untuk meletakkan tangan di
atas dadanya.
46
b) Letakkan satu tangan perawat di bawah bahu pasien dan
tangan yang lain di bawah paha pasien.
c) Angkat dan tarik pasien sesuai yang di inginkan, mintalah
pasien untuk mendorong kakinya.
d) Yakinkan bahwa bokong pasien berada tepat pada sudut
lekukan tempat tidur.
10) Naikkan posisi tempat tidur bagian kepala 30-40 derajat atau
sesuai kebutuhan.
11) Letakkan bantal kecil / lunak di bawah kepala.
12) Letakkan bantal kecil atau gulungan handuk di daerah leku
pinggang jika terdapat celah kecil di daerah tersebut.
13) Letakkan bantal kecil mulai dari bawah lutut sampai tumit.
14) Letakkan guling atau trochanter roll di sisi luar paha.
15) Letakkan papan penghalang pada telapak kaki pasien.
16) Letakkan bantal untuk mendukung lengan dan tangan jika
pasien tidak dapat menggerakkan lengan.
17) Evaluasi tindakan yang telah dilakukan dengan menilai rasa
nyaman pasien.
18) Rapikan alat-alat dan cuci tangan.
19) Catat tindakan yang telah dilakukan.
47
B. Kerangka Teori
Etiologi :
Atherosclerosis, spasme,
arteritis, hipotesis,
stenosis aorta,
isufisiensi, anemia,
hipoksemia, polisitemia.
Infark miokard akut (IMA)
-
- Ruptur plaque
- Tromosis arteri
koronaria
- Spasme otot
- gangguan pada cabang
desenden anterior kiri
- Lesi pada arteri
koroner kanan
- Gangguan
hematologik
Penurunan suplai O2 ke otot
jaringan miokard berkurang
Nyeri akut
Dispnea
Gangguan tidur
Pemberian terapi posisi
semi fowler
Gambar 2.3 Kerangka Teori
Sumber: Kasron, (2012)
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Subjek dari aplikasi riset ini adalah Ny.S usia 58 tahun dengan
Infark Miokard Akut (IMA) di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
B. Tempat dan Waktu
Tempat yang digunakan di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Waktu pelaksanaan pada tanggal 9 – 12 januari 2016.
C. Media dan Alat yang digunakan
Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan :
1. Media : Kuesioner PSQI dan observasi
2. Alat
: Bantal dan handscoon
D. Prosedur Tindakan
Prosedur tindakan yang dilakukan pada aplikasi riset tentang
pemberian sudut posisi tidur 30 derajat terhadap kualitas tidur pada pasien
infark miokard akut (IMA):
Prosedur pemberian sudut posisi tidur (semi fowler) :
1. Mengukur kualitas tidur menggunakan kuesioner PSQI sebelum
diberikan posisi semi fowler (untuk membedakan antara pre dan post).
48
49
2. Pemberian posisi semi fowler :
a. Fase orientasi
1) Mengucapkan salam
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan tujuan dan langkah prosedur
b. Fase kerja
1) Mencuci tangan
2) Menjaga privasi pasien
3) Perawat membantu klien dalam posisi semi fowler
4) Menyusun bantal (2-5 bantal) di belakang punggung klien
5) Membiarkan kepala menyandar pada bantal dengan nyaman
6) Meletakkan bantal pada kedua lengan bawah
7) Meletakkan bantal di telapak kaki untuk mempertahankan kaki
pada posisinya
8) Mencuci tangan
c. Fase terminasi
1) Melakukan evaluasi tindakan
2) Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
3) Berpamitan
3. Mengukur kualitas tidur menggunakan kuesioner PSQI setelah
diberikan posisi semi fowler (untuk membedakan antara pre dan post).
50
E. Alat Ukur Evaluasi Dari Aplikasi Tindakan Berdasarkan Riset
Alat ukur evaluasi dari tindakan berdasarkan riset yaitu menilai
dari bentuk format kuisioner PSQI (Choirul, 2013) adalah
A. PERTANYAAN UNTUK PASIEN
1. Kapan anda biasanya pergi tidur dimalam hari?
Jawab :
2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk tertidur? (dalam menit)
Jawab :
3. Kapan anda biasanya bangun?
Jawab :
4. Berapa lama waktu tidur dalam semalam? (dlm jam)
Jawab :
5. Masalah yang membuat tidur terganggu adalah...
Masalah
a. Tidak dapat tertidur
lebih dari 30 menit
b. Bangun ditengah
malam
c. Harus bangun untuk
ke kamar mandi
d. Terjadi gangguan
pernafasan
e. Batuk
f. Terlalu dingin
g. Terlalu panas
h. Mengalami mimpi
buruk
i. Mengalami nyeri
j. Lain-lain
Jumlah
Tidak Ada
Dalam
Sebulan Ini
1x Dalam
Minggu
1x Atau
2x Dalam
Seminggu
3x Atau
Lebih Dalam
Seminggu
51
6. Bagaimana tentang kualitas tidur anda beberapa bulan terakhir?
Sangat bagus
Agak bagus
Agak buruk
Sangat buruk
7. Apakah mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi tidur?
Tidak
1x Seminggu
1x Atau 2x
Seminggu
3x Atau Lebih
Dalam
Seminggu
8. Apakah anda mengalami masalah (Kantuk) saat mengemudi,
sarapan, bekerja atau melakukan pekerjaan sehari-hari?
Tidak pernah
1x Seminggu
1x Atau 2x
Seminggu
3x Atau lebih
Dalam
Seminggu
9. Adakah masalah yang anda pikirkan dan harus diselesaikan?
Semua Tidak
Ada Masalah
Hanya Ada
Masalah Kecil
Ada Beberapa
Masalah
Ada Masalah
Besar
10. Siapa orang yang membantu memecahkan masalah?
Tidak Ada
Saudara Yang
Berbeda
Rumah
Saudara
Serumah
Istri Atau
Suami
52
B. PENILAIAN BAGI PENULIS
KOMPONEN 1
: Kualitas Tidur subyektif
1. Untuk pertanyaan no 6
RESPON
Sangat bagus
Agak bagus
Agak buruk
Sangat buruk
KOMPONEN 2
NILAI
0
1
2
3
Komponen satu nilainya:
: Latensi Tidur
1. Untuk pertanyaan no 2
WAKTU
≤ 15 menit
16-30 menit
31-60 Enit
>60 menit
NILAI pada pasien
NILAI
0
1
2
3
2. Untuk pertanyaan no 5a
WAKTU
Tidak ada dalam sebulan ini
1x dalam seminggu
1x atau 2x dalam seminggu
3x atau lebih dalam seminggu
NILAI pada pasien
NILAI
0
1
2
3
3. Jumlah antara no 1 dan 2
4. Jumlah dari 2 pertanyaan
JUMLAH NILAI
0
1-2
3-4
5-6
Nilai pada pasien
NIALAI
KOMPONEN
0
1
2
3
Komponen 2 nilainya:
53
KOMPONEN 3
: Waktu Tidur
1. Untuk pertanyaan no 4
WAKTU
NILAI
0
1
3
>7 jam
6-7 jam
<5 jam
NILAI pada pasien
Komponen 3 nilainya:
KOMPONEN 4
: Efisiensi Tdur
1. Jam tidur malam (pertanyaan 4) :
2. Tambahkan jawaban dari pertanyaan no 3 dan 1
....+....=
3. Hitung no 1 dan 2
Rumus: (no 1: no 2)x 100= %
( :
)x
= %
4. Hasil dalam nilai
Efisiensi Tidur
NILAI
0
1
2
3
>85%
75-84%
65-74%
<65%
NILAI pada pasien
Komponen 4 nilainya:
KOMPONEN 5
: Gangguan Tidur
1. Untuk pertanyaan no 5
WAKTU
Tidak ada dalam sebulan ini
1x dalam seminggu
1x atau 2x dalam seminggu
3x atau lebih dalam seminggu
NILAI
0
1
2
3
54
Pertanyaan 5b =
Pertanyaan 5c =
Pertanyaan 5d =
Pertanyaan 5e =
Pertanyaan 5f =
Pertanyaan 5g =
Pertanyaan 5h =
Pertanyaan 5i =
Pertanyaan 5j =
2. Jumlah dari pertanyaan 5b-5j=
3. Jumlah dalam nilai
JUMLAH
0
1-9
10-18
19-27
KOMPONEN 6
NILAI
0
1
2
3
Komponen 5 nilainya:
: Penggunaan Obat Tidur
1. Untuk pertanyaan no 7
WAKTU
Tidak ada dalam sebulan ini
1x dalam seminggu
1x atau 2x dalam seminggu
3x atau lebih dalam seminggu
NILAI pada pasien
NILAI
0
1
2
3
Komponen 6 nilainya:
55
KOMPONEN 7
: Disfungsi pada siang hari
1. Untuk pertanyaan no 8
RESPON
NILAI
0
1
2
3
Tidak pernah
1x dalam seminggu
1x atau 2x dalam seminggu
3x atau lebih dalam seminggu
NILAI pada pasien
2. Untuk pertanyaan no 9
RESPON
Semua tidak ada masalah
Hanya ada masalah kecil
Ada beberapa masalah
Ada masalah besar
NILAI pada pasien
NILAI
0
1
2
3
3. Tambahkan no 1 dan 2
....+....=
4. Jumlah dalam nilai
JUMLAH
0
1-2
3-4
5-6
NILAI
0
1
2
3
Komponen 7 nilainya:
JUMLAH NILAI SELURUH KOMPONEN ADALAH...
JUMLAH NILAI
SELURUH
KOMPONEN
<5
>5
KUALITAS TIDUR
Baik
Buruk
56
Maka dapat disimpulkan bahwa pasien mempunyai kualitas tidur yang
BAIK/BURUK.
BAB IV
LAPORAN KASUS
Asuhan Keperawatan Ny. S dengan STEMI Inferior di Ruang ICVCU
RSUD Dr. Moewardi Surakarta mulai dilaksanakan pada tanggal 09 januari
2016. Asuhan Keperawatan ini dilaksanakan mulai dari identifikasi klien,
pengkajian, rumusan masalah, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
A. Identitas Klien
Pengkajian ini dilakukan dengan menggunakan metode anamnesa,
observasi langsung, pemeriksaan fisik, serta menelaah catatan medis dan
catatan perawat. Pengkajian dilakukan pada tanggal 09 januari 2016 jam
08.00 WIB. Pengkajian identitas pasien didapatkan hasil bernama Ny. S,
pasien berumur 58 tahun, jenis kelamin perempuan, agama islam,
pendidikan SMA, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dan Ny. S
bertempat tinggal di daerah punung Pacitan Jawa Timur, klien masuk
rumah sakit pada tanggal 08 januari 2016 pada jam 16.00, No. RM:
01325xxx dengan Diagnosa Medis STEMI Inferior.
Identitas penanggung jawab nama Ny. R, umur 30 tahun,
pendidikan sarjana, pekerjaan sebagai guru dan Ny. R bertempat tinggal di
daerah punung Pacitan Jawa Timur serumah dengan klien, hubungan
dengan klien yaitu sebagai anak.
57
58
B. Pengkajian
Keluhan utama adalah pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah
kiri. Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan 24 jam sebelum masuk
rumah sakit pasien mengatakan mengeluh nyeri dada, nyeri seperti
menembus sampai kepunggung terus menerus dan seperti ketimpa beban
berat, klien mengalami muntah dan pusing serta sesak nafas. Klien pada
saat tidur selalu menggunakan bantal lebih dari 2 dan sulit untuk
mengawali tidur, tidur pasien mudah terbangun karena sesak nafas dan
pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu, kemudian
pasien berobat ke RSUD Pacitan pada tanggal 08 januari 2016 pada jam
10.00 WIB dan mendapatkan terapi infus RL 20 tpm, ISDN 3x1 5 mg,
captopril 3x1 2,5 mg, CPG 1x1 75 mg, aspilet 1x1 80 mg, dan hasil
pemeriksaan TTV yaitu tekanan darah 165/95 mmHg, nadi 90 kali per
menit, respiracy rate 27 kali per menit, suhu 36,8 ºC, SPO2 96 % dan terapi
O2 nasal canul 3 liter per menit.
Pasien
kemudian
dirujuk
ke
RSUD
DR.MOEWARDI
SURAKARTA dan tiba di IGD pada tanggal 08 januari 2016 jam 16.00
WIB. Di IGD pasien mendapatkan terapi infus RL 40 cc per jam, inj
arixtra 2,5 mg, streptase 1,5 juta unit drip infus, O2 nasal canul 3 liter per
menit dan hasil pemeriksaan TTV yaitu tekanan darah 162/99 mmHg, nadi
90 kali per menit, respiracy rate 27 kali per menit, suhu 36,8 ºC, SPO2 96
% dan pada jam 17.00 WIB klien dimasukkan keruang ICVCU RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
59
Riwayat penyakit dahulu: pasien mengatakan waktu masih kecil
pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti sekarang, tidak pernah
mengalami kecelakaan, pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan Hb
tinggi tetapi tidak dengan penyakit yang sama seperti sekarang, dan pasien
tidak pernah mengalami operasi apapun. Riwayat alergi: pasien
mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi dari makanan maupun obatobatan, pasien melakukan imunisasi lengkap dan kebiasaan pasien setiap
hari yaitu sebagai ibu rumah tangga, memasak setiap hari, dan tidak
perokok.
Riwayat kesehatan keluarga: pasien mengatakan kalau keluarganya
tidak memiliki riwayat penyakit keturunan seperti DM, Asma, dan
penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, dsb tetapi sejak 2 tahun yang lalu
pasien mengatakan mengalami riwayat hipertensi. Genogram pasien
adalah pasien mempunyai saudara empat dan pasien anak yang ke dua,
kakak kandung pasien seorang laki-laki, adik kandung yang pertama
seorang perempuan, dan adik kandung yang kedua seorang laki-laki,
mempunyai anak dua dan keduanya seorang perempuan. Pasien
mempunyai kedua orang tua kandung yang sudah meninggal, dan orang
tua dari dari suami yang sudah meninggal dunia.
60
Gambar 4.1 Genogram
Keterangan :
: laki-laki
: pasien
: perempuan
: tinggal serumah
: meninggal
Pengkajian 5B pasien didapatkan Breathing: pasien tidak
menggunakan ventilator dan otot bantu pernafasan, respiracy rate 27 kali
per menit, SPO2 96 %, dan pergerakan dada simetris. Blood: tekanan darah
pasien 162/99 mmHg, nadi 90 kali per menit, dan kulit teraba lembab.
Brain: tidak ada jejas dikepala, GCS E:4 M:6 V:5, reflek pupil kanan kiri
normal, dan tidak ada kelainan di pemeriksaan 12 saraf kranial. Blader:
tidak ada jejas dan tidak terpasang DC, produksi urin dengan warna
kuning terang tidak tercampur darah dengan volume 200 ml pada jam
09.20 WIB. Bowel: tidak terpasang NGT, tidak ada distensi abdomen dan
diit sesuai adfis dokter yaitu DJ III (diit jantung) 1700 kalori.
61
Dalam pengkajian pola kesehatan fungsional pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan sehat itu penting dan jika ada
keluarga yang sakit pasien langsung membawakan ke pelayanan kesehatan
terdekat seperti bidan, puskesmas, atau rumah sakit untuk diperiksakan.
Pola nutrisi dan metabolisme, sebelum sakit klien mengatakan makan 3x
sehari dengan jenis nasi, sayur, lauk, habis satu porsi dan tidak ada
keluhan saat makan, antropometri BB:55 kg, TB: 157 cm, dan IMT
(indeks masa tubuh) terdapat hasil 22,0 (normal), biochemical tidak
terkaji, clinical sign klien rambut lurus, tidak rontok, kulit sawo matang,
lembab, sedikit beruban dan untuk diit klien tidak menggunakan diit
apapun. Selama sakit klien mengatakan makan 3x sehari dengan jenis
makanan dari RS habis setengah porsi karena pasien tidak nafsu makan.
Pola nutrisi dan metabolisme selama sakit antropometri BB: 54 kg, TB:
157 cm, dan IMT terdapat hasil 21,5 (normal), biochemical Hb: 18,3 g/dl,
Ht: 56%, leukosit: 20,6 ribu/ul, trombosit: 353 ribu/ul, clinical sign klien
rambut lurus, tidak rontok, kulit sawo matang, lembab, sedikit beruban dan
untuk diit klien sesuai yang disarankan rumah sakit.
Pola eliminasi sebelum sakit klien mengatakan BAK 6-7 kali per
hari, jumlah urin 1000cc, warna kuning jernih, dan tidak ada keluhan.
BAB 1-2 kali per hari, konsistensi padat, lunak, berbentuk, warna kuning
kecoklatan, dan tidak ada keluhan. Selama sakit klien mengatakan BAK 34 kali per hari, jumlah urin 500cc, warna kuning jernih, dan tidak ada
62
keluhan. BAB 1 kali per hari, konsistensi lunak berbentuk, warna kuning
kecoklatan, dan tidak ada keluhan.
Balance cairan dalam 8 jam yaitu intake makan 400cc, minum
500cc, infus 320cc, output urin 500cc, feses 200cc, iwl 30x15: 450cc, dan
analisanya yaitu intake 1210cc, output 1150cc, dan hasil balancenya
adalah -60cc.
Pola aktivitas dan latihan sebelum sakit pasien mengatakan semua
kegiatan dilakukan secara mandiri seperti makan minum, toileting,
berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM. Selama
sakit pasien mengatakan kegiatan seperti makan minum, berpakaian,
mobilitas ditempat tidur, berpindah dibantu orang lain, toileting dibantu
orang lain dan alat, serta ambulasi/ROM pasien bisa mandiri.
Pola tidur sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan
dengan tidurnya, tidur pasien tiap hari rata-rata 7-8 jam dan tidak ada
masalah waktu tidur. Selama sakit pasien mengatakan tidur tiap malam 4
jam, pasien terkadang bangun karena sesak nafas yang dideritanya, sulit
mengawali tidur dan saat bangun pasien mengatakan merasa masih
ngantuk dan kurang segar.
Pola kognitif perseptual sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada
gangguan masalah penglihatan, pendengaran, penciuman, ataupun alat
indra lainnya. Selama sakit pasien mengatakan masih bisa berkomunikasi
dengan lancar. P: pasien mengatakan nyeri bertambah ketika bergerak, Q:
63
nyeri terasa seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: nyeri bagian dada
sebelah kiri, S: skala nyeri 3, T: nyeri terasa hilang timbul.
Pola persepsi konsep diri sebelum sakit pasien mengatakan sebagai
ibu dari anak-anaknya dan sebagai ibu rumah tangga pekerjaannya, pasien
dalam keadaan baik dan percaya diri, pasien mengatakan selalu bersyukur
dengan keadaannya dan pasien bisa melakukan perannya sebagai istri dan
ibu rumah tangga yang baik. Selama sakit pasien mengatakan berharap
cepat sembuh dan segera ingin pulang, pasien mengatakan menerima
keadaannya saat ini, tetap bersyukur menerima keadaannya begitu juga
keluarga dan lingkungan, pasien mengatakan tetap optimis sembuh dan
selama sakit pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitasnya sendiri
dan tidak bisa bekerja.
Pola hubungan peran sebelum sakit pasien mengatakan memiliki
hubungan baik dengan keluarganya dan tetangga sekitar. Selama sakit
pasien mengatakan tetap berhubungan baik dengan keluarganya dan
tetangga sekitar selalu menjenguk klien pada saat sakit.
Pola seksualitas reproduksi sebelum sakit pasien mengatakan
sudah menikah mempunyai 2 anak, hubungan seksualitas dengan suami
harmonis dan tidak ada gangguan. Selama sakit pasien mengatakan
hubungan seksualitas dengan suami tetap harmonis dan tidak ada
gangguan.
Pola mekanisme koping sebelum sakit pasien mengatakan tidak
mempunyai masalah dengan siapapun atau orang lain. Selama sakit pasien
64
mengatakan iklas dengan menghadapi sakitnya dan ada optimisme untuk
sembuh.
Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit pasien mengatakan
beragama islam dan selalu menjalankan sholat 5 waktu. Selama sakit
pasien mengatakan menjalankan ibadah 5 waktu dengan posisi berbaring
dan duduk ditempat tidur.
Berdasarkan pengkajian pada tanggal 09 januari 2016 dari
pemeriksaan fisik yang dilakukan pada Ny. S didapatkan hasil bahwa
keadaan umum Ny. S lemah, tingkat kesadaran composmentis dengan skor
GCS 15, tanda-tanda vital tekanan darah 162/99 mmHg, nadi 90 kali per
menit irama teratur dan kuat, respirasy rate 27 kali per menit irama teratur,
suhu 36,8º C, SPO2 96%. Pada pemeriksaan kepala bentuk kepala
mesocephal, kulit kepala bersih tidak ada ketombe dan lesi, kulit rambut
bersih tidak ada kutu rambut dan warna rambut hitam sedikit beruban.
Mata palpebra tidak ada oedem, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,
pupil isokor, diameter kanan kiri ± 2mm, reflek terhadap cahaya, dan tidak
menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung simetris, bersih, tidak ada
secret dan tidak terpasang NGT. Mulut simetris, tidak ada stomatitis,
mulut bersih, dan mukosa bibir lembab. Gigi tidak ada caries, tidak ada
gigi palsu, dan tidak ada perdarahan. Telinga bersih, tidak ada serumen,
simetris, tidak ada gangguan pendengaran, dan tidak menggunakan alat
bantu pendengaran. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran kelenjar limfe, dan tidak ada kaku kuduk.
65
Pada pemeriksaan paru-paru inspeksi bentuk dada simetris, tidak
menggunakan alat bantu pernafasan. Palpasi vocal fremitus kanan dan kiri
sama. Perkusi bunyi paru kanan dan kiri sama yaitu sonor. Auskultasi
suara paru normal, tidak ada bunyi tambahan, dan vesikuler pada seluruh
lapang paru. Jantung inspeksi tidak ada luka dan jejas, dada simetris dan
ictus cordis tidak tampak. Palpasi ictus cordis tidak kuat angkat. Perkusi
suara pekak dan batas jantung tidak melebar. Auskultasi bunyi jantung I-II
intensitas normal, reguler, tidak ada bunyi nafas tambahan. Abdomen
inspeksi tidak ada jejas dan warna kuning langsat. Auskultasi bising usus
15 kali per menit. Perkusi kuadran I pekak, kuadran II III IV timpani.
Palpasi tidak ada nyeri tekan pada semua kuadran. Genetalia bersih dan
tidak terpasang kateter. Rektum bersih, tidak ada luka, tidak ada hemoroid.
Pada pemeriksaan ekstremitas atas tangan kiri pasien terpasang
infus RL 40cc per jam, pergerakan terbatas, tangan kanan pergerakan
bebas, jari tangan lengkap, akral teraba hangat, tidak ada cacat, simetris
gerakan baik, capilary refile ± 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang,
dan kekuatan otot kanan dan kiri baik 5/5. Daerah ekstremitas bawah kaki
kanan dan kiri pergerakan bebas, jari kaki lengkap, akral teraba hangat,
tidak ada cacat, simetris gerakan baik, capilary refile ± 2 detik, tidak ada
perubahan bentuk tulang, dan kekuatan otot kanan dan kiri baik 5/5.
Pada pemeriksaan laboratorium pada tanggal 08 januari 2016
hemoglobin 18.3 g/dl (N: 12.0-15.6 g/dl), hematokrit 56 % (N: 33-45 %),
leukosit 20.6 ribu/ui (N: 4.5-11.0 ribu/ui), trombosit 353 ribu/ui (N: 150-
66
450 ribu/ui), eritrosit 6.76 juta/ui (N: 4.10-5.10 juta/ui), MCV 82.8 /um
(N: 80.0-96.0 /um), MCH 27.1 pg (N: 28.0-33.0 pg), MCHC 32.7 g/dl (N:
33.0-36.0 g/dl), RDW 14.1 % (N: 11.6-14.6 %), MPV 8.7 fl (N: 7.2-11.1
fl), PDW 17 % (N: 25-65 %), eosinofil 0.60 % (N: 0.00-4.00 %), basofil
0.20 % (N: 0.00-2.00 %), netrofil 88.50 % (N: 55.00-80.00 %), limfosit
7.20 % (N: 22.00-44.00 %), monosit 3.50 % (N: 0.00-7.00 %), golongan
darah O, PT 13.9 detik (N: 10.0-15.0 detik), APTT 44.1 detik (N: 20.040.0 detik), INR 1.140. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 09 januari
2016 albumin 3.4 g/dl (N: 3.5-5.2 g/dl), creatinin 1.5 mg/dl (N: 0.6-1.1
mg/dl), ureum 46 mg/dl (N: <50 mg/dl), asam urat 7.8 mg/dl (N: 2.4-6.1
mg/dl), colesterol total 177 mg/dl (N: 50-200 mg/dl), colesterol LDL 104
mg/dl (N: 89-210 mg/dl), colesterol HDL 37 mg/dl (N: 37-91 mg/dl),
gliserida 105 mg/dl (N: <150 mg/dl), natrium darah 136 mmol/L (N: 13615 mmol/L), kalium darah 5.0 mmol/L (N: 3.3-5.1 mmol/L), calsium ion
0.98 mmol/L (N: 1.17-1.29 mmol/L), HBSAG nonreactive, troponin I 2,16
ug/L (N: 0.00-0.50 ug/L), CKMB 80.25 ng/mL (N: <4.9 ng/mL).
Foto thorax PA pada tanggal 08 januari 2016, cor: kesan
membesar, pulmo: tampak perihiler hazzines di kedua lapang paru, sinus
costophrenicus kanan kiri anterior posterior tajam, hemidiaphragma kanan
kiri normal, trakhea di tengah, sistema tulang baik, dan mendapatkan
kesimpulan yaitu terdapat cardiomegaly dengan edema pulmonum.
67
Hasil
pemeriksaan
EKG
pada
tanggal
08
januari
2016
mendapatkan kesimpulan yaitu sinus rithme HR 83 kali per menit, terdapat
ST elevasi di lead II dan III.
Hasil echocardiografi pada tanggal 09 januari 2016 mendapatkan
kesimpulan yaiu LVH konsentrik dengan disfungsi diastolik relaxasi
kontraktilitas LV normal rendah (EF 44 %), katub-katub jantung baik.
C. Diagnosa Keperawatan
Pada tanggal 09 januari 2016 jam 08.10 WIB didapatkan data
subjektif pasien mengatakan badannya lemah dan sesak nafas bila banyak
aktivitas / bergerak. Data objektifnya pasien tampak lemah, bunyi jantung
I dan II reguler, TD: 162/99 mmHg, RR: 27 kali per menit, HR: 90 kali per
menit, S: 36,8º C, SPO2: 96 %, hasil echochardiografi terdapat LV rendah
(EF 44 %), hasil radiologi terdapat cardiomegaly dengan edema
pulmonum, hasil EKG terdapat ST elevasi di lad II dan III, dan dari data
tersebut ditegakkan masalah keperawatan penurunan curah jantung
(00029) dengan etiologi perubahan irama.
Pada tanggal 09 januari 2016 jam 08.20 WIB didapatkan data
subjektif pasien mengatakan nyeri pada bagian dada sebelah kiri, P: nyeri
bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa seperti ketimpa beban berat
(ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala nyeri 3, T: nyeri terasa
hilang timbul. Data objektif pasien tampak meringis kesakitan saat banyak
bergerak, pasien tampak gelisah, TD: 162/99 mmHg, RR: 27 kali per
68
menit, HR: 90 kali per menit, S: 36,8º C, SPO2: 96 %, dan dari data
tersebut ditegakkan masalah keperawatan nyeri akut (00132) dengan
etiologi agen cidera biologis.
Pada tanggal 09 januari 2016 jam 08.30 WIB didapatkan data
subjektif pasien mengatakan waktu tidur jam 10 malam dan sangat kurang,
tidur malam ± 4 jam, sulit mengawali tidur, mudah terbangun karena sesak
nafas dan saat bangun pasien mengatakan badan terasa kurang segar dan
lesu. Data objektif pasien terlihat letih dan lesu, sesekali klien menguap,
TD: 162/99 mmHg, RR: 27 kali per menit, HR: 90 kali per menit, S: 36,8º
C, SPO2: 96 %, dan dari data tersebut ditegakkan masalah keperawatan
gangguan pola tidur (00198) dengan etiologi gangguan pemantauan (sesak
nafas).
D. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
(00029)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (00132)
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan
(sesak nafas) (00198)
E. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan yang disusun untuk Ny.S pada diagnosa
pertama penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama,
69
mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan masalah penurunan curah jantung teratasi dengan kriteria
hasil : pasien mengatakan sesak nafas berkurang atau hilang, tidak sesak
nafas saat banyak aktivitas atau bergerak, TTV dalam rentang normal TD:
120/80 mmHg – 140/90 mmHg, S: 36º C - 37º C, HR: 60 – 80 kali per
menit, RR: 16 – 24 kali per menit, SPO2: 95 – 100%, dapat mentoleransi
aktivitas, dan tidak ada kelemahan. Intervensi atau rencana keperawatan
yang dilakukan pada Ny.S cardiac care (4040): kaji vital sign (tekanan
darah, nadi, respiracy rate) dengan rasional untuk mengetahui perubahan
curah jantung, kaji pernafasan (irama, kedalaman, kecepatan) dengan
rasional untuk mengetahui perubahan status pernafasan, berikan posisi
semi fowler 30º dengan rasional untuk membantu meningkatkan cardiac
output, edukasi tentang mengatur posisi semi fowler 30º dengan rasional
agar timbul kesadaran pasien untuk mengatur posisi dengan sudut 30º,
edukasi untuk mengurangi konsumsi natrium/garam dengan rasional untuk
mengurangi/tidak memperoleh retensi natrium, kolaborasi dengan ahli gizi
untuk
pemberian
diit
rendah
garam
dengan
rasional
untuk
mengurangi/tidak memperparah retensi natrium dan menurunkan tekanan
darah pasien.
Intervensi keperawatan yang disusun untuk Ny.S pada diagnosa
kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, mempunyai
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan masalah nyeri akut bisa teratasi dengan kriteria hasil : pasien
70
mampu mengontrol nyeri, pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang,
skala nyeri menjadi 1, vital sign dalan rentang normal TD: 120/80 mmHg
– 140/90 mmHg, S: 36º C - 37º C, HR: 60 – 80 kali per menit, RR: 16 – 24
kali per menit, SPO2: 95 – 100%, dan pasien mengatakan nyaman setelah
nyeri berkurang. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan
pada Ny.S pain management (1400): kaji vital sign dan status nyeri (P, Q,
R, S, T) dengan rasional untuk mengetahui skala intensitas nyeri dan vital
sign, ajarkan teknik relaksasi distraksi (beristiqfar) dengan rasional untuk
mengurangi/mengalihkan rasa nyeri dengan ber istiqfar, edukasikan pada
pasien tentang tindakan apa yang dapat diambil saat nyeri terasa (anjurkan
untuk menghentikan aktivitas) dengan rasional untuk memberikan
pengetahuan kepada pasien untuk menangani nyeri saat datang, kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian analgetik dengan rasional untuk
mengurangi/menghilangkan nyeri klien.
Intervensi keperawatan yang disusun untuk Ny.S pada diagnosa
ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan
(sesak nafas), mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan masalah pola tidur teratasi dengan kriteria
hasil : pasien mengatakan waktu tidur cukup, waktu tidur malam kembali
normal ± 8-9 jam, saat tidur tidak mudah terbangun (karena sesak nafas),
saat terbangun pasien merasa segar, tidak tampak lesu dan menguap, ttv
dalam rentang normal TD: 120/80 mmHg – 140/90 mmHg, S: 36º C - 37º
C, HR: 60 – 80 kali per menit, RR: 16 – 24 kali per menit, SPO2: 95 –
71
100%. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada
Ny.S sleep enhancement (1850): kaji kebiasaan tidur pasien dengan
rasional untuk mengetahui kebiasaan tidur pasien/kualitas tidur pasien,
atur posisi pasien dengan sudut 30º dan pastikan kepala dekat dengan
bagian kepala tempat tidur, elevasi/naikkan bagian kepala 30º (ukur
dengar busur), alasi kepala dengan bantal tipis, ganjal punggung bawah
dengan selimut, berikan bantal pada lengan (untuk penyokong) dan posisi
ini untuk meningkatkan cardiac output sehingga sesak nafas berkurang dan
kualitas tidur meningkat, batasi penunggu dengan rasional agar suasana
terjaga ketenangannya, edukasi tentang manfaat pentingnya meningkatkan
kualitas tidur agar timbul kesadaran untuk meningkatkan kualitas tidur,
dan anjurkan pada keluarga untuk membantu membenahi posisi pasien
saat posisi sudut 30º berubah dengan rasional agar intervensi yang
diberikan kepada klien lebih efektif.
F. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari pertama
pengelolaan Sabtu 09 januari 2016 untuk diagnosa pertama penurunan
curah jantung berhubungan dengan perubahan irama yaitu pada jam 08.40
WIB mengkaji vital sign dengan respon subjektif pasien mengatakan
mempunyai riwayat hipertensi, respon objektif pasien tampak lemah, TD:
162/99 mmHg, RR: 27 kali per menit, HR: 90 kali per menit, S: 36,8º C,
SPO2: 96%. Pada jam 09.00 WIB memberikan posisi semi fowler 30º
72
dengan memposisikan kepala dekat dengan bagian kepala tempat tidur,
elevasi/naikkan bagian kepala tempat tidur 30º (diukur dengan busur),
alasi kepala dengan bantal yang tipis, ganjal punggung bawah dengan
selimut, berikan bantal pada lengan untuk penyokong dengan respon
subjektif pasien mengatakan posisi lebih nyaman dan tidak sesak nafas,
respon objektif pasien tampak lebih tenang. Pada jam 09.10 WIB
memonitor pernafasan klien dengan respon subjektif pasien mengatakan
masih sesak nafas, respon objektif pasien tampak lemah, RR: 27 kali per
menit, terpasang oksigen nasal canul 3 liter per menit, SPO2: 96%. Pada
jam 09.15 WIB memberikan obat oral pasien, CPG 75 mg, captopril 2,5
mg, ISDN 5 mg dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia
minum obat yang diberikan perawat, respon objektif pasien tampak di
minum dan habis. Pada jam 10.40 edukasi dan menganjurkan pada
keluarga pasien untuk membantu membenahi posisi pasien saat posisi
sudut 30º berubah dengan respon subjektif pasien dan keluarga
mengatakan bersedia membantu pasien, respon objektif keluarga pasien
tampak mengangguk dan tanda siap membantu klien. Pada jam 11.50 WIB
mengedukasi ke pasien dan keluarga pasien untuk mengurangi kosumsi
natrium/garam dan kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit
rendah garam dengan respon subjektif pasien mengatakan mau makan
makanan dari RS, respon objektif keluarga pasien tampak paham dan
menyiapkan makanan yang akan di makan.
73
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari pertama
pengelolaan Sabtu 09 januari 2016 untuk diagnosa kedua nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis yaitu pada jam 08.50 WIB
mengkaji status nyeri pasien dengan respon subjektif pasien mengatakan
nyeri pada bagian dada kiri, P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri
terasa seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S:
skala nyeri 3, T: nyeri terasa hilang timbul, respon objektif pasien tampak
tidak nyaman dan gelisah. Pada jam 09.30 WIB mengajarkan teknik
relaksasi distraksi (beristiqfar) dengan respon subjektif pasien mengatakan
bersedia dan mempraktikannya, respon objektif pasien tampak melakukan
teknik relaksasi distraksi beristiqfar. Pada jam 10.00 WIB memberikan
edukasi tentang tindakan yang harus diambil saat nyeri (anjurkan untuk
menghentikan aktivitas) dengan respon subjektif pasien mengatakan mau
mengikuti saran dari perawat, respon objektif keluarga pasien tampak
memperhatikan dan dapat mengulangi informasi dengan benar.
Tindakan keperawatan dilakukan pada hari pertama pengelolaan
Sabtu 09 januari 2016 untuk diagnosa yang ketiga gangguan pola tidur
berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) yaitu pada jam
10.40 WIB edukasi dan menganjurkan pada keluarga pasien untuk
membantu membenahi posisi pasien saat posisi sudut 30º berubah dengan
respon subjektif pasien dan keluarga mengatakan bersedia membantu
klien, respon objektif keluarga pasien tampak mengangguk dan tanda siap
membantu klien. Pada jam 20.00 WIB kaji kebiasaan tidur pasien dan
74
memberikan kuesioner PSQI (kualitas tidur) dengan respon subjektif
pasien mengatakan tidur malam jam 10, tidur ± 4 jam sulit mengawali
tidur dan mudah bangun karena sesak nafas, respon objektif pasien tampak
lesu dan menguap, skor kualitas tidur 12. Pada jam 20.15 WIB membatasi
penunggu dengan respon subjektif keluarga mengatakan bersedia, respon
objektif keluarga pasien tampak sebagian keluar dari ruangan kecuali
anaknya. Pada jam 20.30 WIB memberikan sudut posisi tidur semi fowler
30º dengan respon subjektif pasien mengatakan posisi lebih nyaman,
respon objektif pasien tampak tenang dan bed bagian atas dinaikkan
sampai posisi 30º.
Tindakan
keperawatan
yang
dilakukan
pada
hari
kedua
pengelolaan minggu 10 januari 2016 untuk diagnosa pertama penurunan
curah jantung berhubungan dengan perubahan irama yaitu pada jam 08.20
WIB mengkaji vital sign dengan respon subjektif pasien mengatakan
mempunyai riwayat hipertensi, respon objektif TD: 160/90 mmHg, RR: 26
kali per menit, HR: 93 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2: 97%. Pada jam
08.50 WIB mengkaji status pernafasan klien (irama, kedalaman) dengan
respon subjektif pasien mengatakan sesak nafas berkurang, respon objektif
pasien tampak masih lemah, RR: 26 kali per menit, terpasang oksigen
nasal canul 3 liter per menit, SPO2: 97%. Pada jam 09.00 WIB
memberikan obat oral pasien, CPG 75 mg, ISDN 5 mg dengan respon
subjektif pasien mengatakan bersedia minum obat yang diberikan perawat,
respon objektif pasien tampak di minum dan habis. Pada jam 10.15 WIB
75
edukasi dan menganjurkan pada keluarga pasien untuk membantu
membenahi posisi pasien saat posisi sudut 30º berubah dengan respon
subjektif pasien dan keluarga mengatakan bersedia membantu klien,
respon objektif keluarga pasien tampak mengangguk dan tanda siap
membantu klien. Pada jam 11.50 WIB mengedukasi ke pasien dan
keluarga pasien untuk mengurangi kosumsi natrium/garam dan kolaborasi
dengan ahli gizi untuk memberikan diit rendah garam dengan respon
subjektif pasien mengatakan mau makan makanan dari RS, respon objektif
keluarga pasien tampak paham dan menyiapkan makanan yang akan di
makan.
Tindakan keperawatan dilakukan pada hari kedua pengelolaan
Minggu 10 januari 2016 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera biologis yaitu pada jam 08.40 WIB mengkaji status
nyeri pasien dengan respon subjektif pasien mengatakan nyeri di dadanya
mulai berkurang, P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa
seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala
nyeri 3 menjadi 2, T: nyeri terasa hilang timbul, respon objektif pasien
tampak lemah dan kurang nyaman. Pada jam 10.00 WIB mengajarkan
teknik relaksasi distraksi (beristiqfar) dengan respon subjektif pasien
mengatakan bersedia dan mau melakukannya, respon objektif pasien
tampak mempraktikkan dan mengikuti saran perawat. Pada jam 13.00
WIB mengkaji vital sign pasien dengan respon subjektif pasien
mengatakan badannya masih agak lemah, respon objektif TD: 160/80
76
mmHg, RR: 25 kali per menit, HR: 90 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2:
95%.
Tindakan keperawatan dilakukan pada hari kedua pengelolaan
Minggu 10 januari 2016 untuk diagnosa yang ketiga gangguan pola tidur
berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) yaitu pada jam
08.00 WIB mengevaluasi tidur pasien dan memberikan kuesioner PSQI
(kualitas tidur) dengan respon subjektif pasien mengatakan tidur malam
jam 10, tidur ± 5 jam sulit mengawali tidur dan mudah terbangun karena
sesak nafas, respon objektif pasien tampak sesekali masih menguap, skor
kualitas tidur 11. Pada jam 10.15 WIB edukasi dan menganjurkan pada
keluarga pasien untuk membantu membenahi posisi pasien saat posisi
sudut 30º berubah dengan respon subjektif pasien dan keluarga
mengatakan bersedia membantu klien, respon objektif keluarga pasien
tampak mengangguk dan tanda siap membantu klien. Pada jam 20.00 WIB
kaji kebiasaan tidur pasien dan memberikan kuesioner PSQI (kualitas
tidur) dengan respon subjektif pasien mengatakan tidur malam jam 10,
tidur ± 5 jam sulit mengawali tidur dan mudah bangun karena sesak nafas,
respon objektif pasien tampak lemah dan masih menguap, skor kualitas
tidur 11. Pada jam 20.15 WIB membatasi penunggu dengan respon
subjektif keluarga mengatakan bersedia, respon objektif keluarga pasien
tampak sebagian keluar dari ruangan kecuali anaknya. Pada jam 20.30
WIB memberikan sudut posisi tidur semi fowler 30º dan posisikan kepala
dekat dengan bagian kepala tempat tidur, elevasi/naikkan bagian kepala
77
tempat tidur 30º (diukur dengan busur), alasi kepala dengan bantal yang
tipis, ganjal punggung bawah dengan selimut, berikan bantal pada lengan
untuk penyokong dengan respon subjektif pasien mengatakan posisi lebih
nyaman, respon objektif pasien tampak tenang dan bed bagian atas
dinaikkan sampai posisi 30º.
Tindakan keperawatan dilakukan pada hari ketiga pengelolaan
Senin 11 januari 2016 untuk diagnosa pertama penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan irama yaitu pada jam 08.15 WIB
mengkaji vital sign dengan respon subjektif pasien mengatakan
mempunyai riwayat hipertensi, respon objektif TD: 160/90 mmHg, RR: 23
kali per menit, HR: 90 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2: 95%. Pada jam
08.30 WIB mengkaji status pernafasan klien (irama, kedalaman) dengan
respon subjektif pasien mengatakan sesak nafas berkurang dan sudah tidak
merasakan sesak lagi seperti semalam, respon objektif pasien tampak
tenang, RR: 23 kali per menit, terpasang oksigen nasal canul 3 liter per
menit, SPO2: 95%. Pada jam 09.00 WIB memberikan obat oral pasien,
aspilet 80 mg, CPG 75 mg, ramipril 5 mg, ISDN 10 mg dengan respon
subjektif pasien mengatakan bersedia minum obat yang diberikan perawat,
respon objektif pasien tampak di minum dan habis. Pada jam 10.00 WIB
edukasi dan menganjurkan pada keluarga pasien untuk membantu
membenahi posisi pasien saat posisi sudut 30º berubah dengan respon
subjektif pasien dan keluarga mengatakan bersedia membantu pasien,
respon objektif keluarga pasien tampak mengangguk dan tanda siap
78
membantu klien. Pada jam 11.50 WIB mengedukasi ke pasien dan
keluarga pasien untuk mengurangi konsumsi natrium/garam dan
kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit rendah garam dengan
respon subjektif pasien mengatakan mau makan makanan dari RS, respon
objektif keluarga pasien tampak paham dan menyiapkan makanan yang
akan di makan.
Tindakan keperawatan dilakukan pada hari ketiga pengelolaan
Senin 11 januari 2016 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera biologis yaitu pada jam 08.20 WIB mengkaji status
nyeri pasien dengan respon subjektif pasien mengatakan nyeri di dadanya
sudah berkurang, P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa
seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala
nyeri 2 menjadi 1, T: nyeri terasa hilang timbul, respon subjektif pasien
tampak lebih tenang dan rileks. Pada jam 09.30 WIB mengedukasi tentang
tindakan yang harus diambil saat nyeri (anjurkan untuk menghentikan
aktivitas) dengan respon subjektif pasien mengatakan mau mengikuti saran
dari perawat, respon objektif keluarga pasien tampak memperhatikan dan
dapat mengulangi informasi dengan baik. Pada jam 13.00 WIB mengkaji
vital sign pasien dengan respon subjektif pasien mengatakan badannya
sudah enak dan nyaman, respon objektif TD: 140/90 mmHg, RR: 23 kali
per menit, HR: 80 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2: 95%.
Tindakan keperawatan dilakukan pada hari ketiga pengelolaan
Senin 11 januari 2016 untuk diagnosa yang ketiga gangguan pola tidur
79
berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) yaitu pada jam
08.00 WIB mengevaluasi tidur pasien dan memberikan kuesioner PSQI
(kualitas tidur) dengan respon subjektif pasien mengatakan tidur malam
jam 10, tidur ± 6 jam sulit mengawali tidur dan mudah terbangun karena
sesak nafas, respon objektif pasien tampak masih lemah dan sesekali
masih menguap, skor kualitas tidur 10. Pada jam 10.00 WIB edukasi dan
menganjurkan pada keluarga pasien untuk membantu membenahi posisi
pasien saat posisi sudut 30º berubah dengan respon subjektif pasien dan
keluarga mengatakan bersedia membantu pasien, respon objektif keluarga
pasien tampak mengangguk dan tanda siap membantu pasien. Pada jam
20.15 WIB kaji kebiasaan tidur pasien dan memberikan kuesioner PSQI
(kualitas tidur) dengan respon subjektif pasien mengatakan tidur malam
kemarin jam 10, tidur ± 6 jam sulit mengawali tidur dan mudah bangun
karena sesak nafas dan sesak nafas saya sekarang sudah berkurang,
mudah-mudahan tidur saya bisa lebih nyenyak lagi, respon objektif pasien
tampak lebih segar dan tenang, skor kualitas tidur 10. Pada jam 20.30 WIB
memberikan sudut posisi tidur semi fowler 30º dan posisikan kepala dekat
dengan bagian kepala tempat tidur, elevasi/naikkan bagian kepala tempat
tidur 30º (diukur dengan busur), alasi kepala dengan bantal yang tipis,
ganjal punggung bawah dengan selimut, berikan bantal pada lengan untuk
penyokong dengan respon subjektif pasien mengatakan posisi lebih
nyaman, respon objektif pasien tampak tenang dan bed bagian atas
dinaikkan sampai posisi 30º.
80
Tindakan keperawatan dilakukan pada hari keempat pngelolaan
Selasa 12 januari 2016 untuk diagnosa gangguan pola tidur berhubungan
dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) yaitu pada jam 08.00 WIB
mengevaluasi tidur pasien dan memberikan kuesioner PSQI (kualitas
tidur) dengan respon subjektif pasien mengatakan tidur malam jam 9, tidur
± 8 jam, tidur nyenyak tidak mudah terbangun, dan pasien mengatakan
tidur cukup dan tidak lama untuk mengawali tidur, sesak nafas sudah tidak
dirasakan lagi, respon objektif pasien tampak lebih segar, tidak lesu dan
tidak menguap, skor kualitas tidur 5.
G. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa keperawatan pertama
penurunan curah jantung berhubungaan dengan perubahan irama, pada
hari pertama sabtu 09 januari 2016 jam 13.40 WIB dengan respon
subjektif pasien mengatakan badannya lemah dan sesak nafas, respon
objektif pasien tampak tidak nyaman dengan keadaannya pasien, tampak
lemah, terpasang oksigen nasal canul 3 liter per menit, TD: 162/99 mmHg,
RR: 27 kali per menit, HR: 90 kali per menit, S: 36,8º C, SPO2: 96%.
Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi kaji
pernafasan klien, monitor tanda-tanda vital, atur posisi 30º, kolaborasi
dengan ahli gizi untuk pemberian diit rendah garam.
Evaluasi
pada
diagnosa
keperawatan
kedua
nyeri
akut
berhubungan dengan agen cidera biologis pada jam 13.50 WIB dengan
81
respon subjektif pasien mengatakan nyeri pada bagian dada sebelah kiri, P:
nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa seperti ketimpa beban
berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala nyeri 3, T: nyeri terasa
hilang timbul, respon objektif pasien tampak tidak nyaman dan gelisah.
Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi ajarkan
teknik relaksasi distraksi, kaji status nyeri, edukasikan pada pasien tentang
tindakan apa yang dapat diambil saat nyeri terasa, kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian analgetik.
Evaluasi pada diagnosa keperawatan ketiga gangguan pola tidur
berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) Pada hari
minggu 10 januari 2016 jam 07.50 dengan respon subjektif pasien
mengatakan tidur malam kurang, tidur malam jam 10, tidur kurang lebih
selama 5 jam, sulit mengawali tidur, mudah terbangun karena sesak nafas
dan saat bangun tidur pasien mengatakan merasa lesu, respon objektif
pasien terlihat letih, lesu, dan sesekali menguap, TD: 160/90 mmHg, RR:
26 kali per menit, HR: 93 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2: 97%, skor
kualitas tidur: 12 menjadi 11. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning
lanjutkan intervensi atur posisi pasien dengan sudut 30º, batasi penunggu,
kaji
kualitas
tidur
dan
jam
tidur
pasien,
edukasikan
tentang
manfaat/pentingnya meningkatkan kualitas tidur.
Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa keperawatan pertama
penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama, pada hari
kedua minggu 10 januari 2016 jam 13.40 WIB dengan respon subjektif
82
pasien mengatakan sesak nafas sudah mulai berkurang, respon objektif
pasien tampak masih lemah terpasang oksigen nasal canul 3 liter per
menit, TD: 160/80 mmHg, RR: 25 kali per menit, HR: 90 kali per menit,
S: 36,5º C, SPO2: 95%. Analisa masalah belum teratasi. Planning
lanjutkan intervensi kaji pernafasan klien, monitor tanda-tanda vital, atur
posisi 30º, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit rendah garam.
Evaluasi
pada
diagnosa
keperawatan
kedua
nyeri
akut
berhubungan dengan agen cidera biologis Pada jam 13.50 WIB dengan
respon subjektif pasien mengatakan nyeri pada bagian dada sebelah kiri
sudah mulai berkurang, P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri
terasa seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S:
skala nyeri 3 menjadi 2, T: nyeri terasa hilang timbul, respon objektif
pasien tampak lemah dan kurang nyaman. Analisa masalah teratasi
sebagian. Planning lanjutkan intervensi ajarkan teknik relaksasi distraksi,
kaji status nyeri, edukasikan pada pasien tentang tindakan apa yang dapat
diambil saat nyeri terasa, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
analgetik.
Evaluasi Pada diagnosa keperawatan ketiga gangguan pola tidur
berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) pada hari senin
11 januari 2016 jam 07.50 dengan respon subjektif pasien mengatakan
tidur malam kurang, tidur malam jam 10, tidur kurang lebih selama 6 jam,
sulit mengawali tidur, mudah terbangun karena masih merasakan sesak
nafas dan saat bangun tidur pasien mengatakan masih ngantuk, respon
83
objektif pasien terlihat letih, lesu, dan terkadang menguap, TD: 160/90
mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 90 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2:
95%, skor kualitas tidur: 11 menjadi 10. Analisa masalah teratasi sebagian.
Planning lanjutkan intervensi atur posisi pasien dengan sudut 30º, batasi
penunggu, kaji kualitas tidur dan jam tidur pasien.
Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa keperawatan pertama
penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama, pada hari
ketiga senin 11 januari 2016 jam 13.40 WIB dengan respon subjektif
pasien mengatakan sesak nafas sudah berkurang dan tidak lagi merasakan
sesak nafas seperti kemarin, respon objektif pasien tampak nyaman dan
lebih tenang ketika aktivitas, terpasang oksigen nasal canul 3 liter per
menit, TD: 140/90 mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 80 kali per menit,
S: 36,5º C, SPO2: 95%. Analisa masalah teratasi. Planning lanjutkan
intervensi edukasi tentang mengatur posisi semi fowler 30º pada klien,
kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit rendah garam.
Evaluasi
pada
diagnosa
keperawatan
kedua
nyeri
akut
berhubungan dengan agen cidera biologis Pada jam 13.50 WIB dengan
respon subjektif pasien mengatakan nyeri pada bagian dada sebelah kiri
sudah berkurang, P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa
seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala
nyeri 2 menjadi 1, T: nyeri terasa hilang timbul, respon objektif pasien
tampak tenang dan rileks. Analisa masalah teratasi. Planning lanjutkan
intervensi edukasikan pada pasien tentang tindakan apa yang dapat
84
diambil saat nyeri terasa, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
analgetik.
Evaluasi pada diagnosa keperawatan ketiga gangguan pola tidur
berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) Pada hari selasa
12 januari 2016 jam 07.50 dengan respon subjektif pasien mengatakan
tidur malam cukup, tidur malam jam 9, tidur kurang lebih selama 8 jam,
mudah mengawali tidur dan tidak mudah terbangun lagi karena sudah
tidak merasakan sesak nafas dan bangun tidur pasien mengatakan merasa
lebih segar, respon objektif pasien tampak lebih segar, tidak lesu, dan tidak
menguap lagi, TD: 140/90 mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 80 kali per
menit, S: 36,5º C, SPO2: 95%, skor kualitas tidur: 10 menjadi 5. Analisa
masalah teratasi. Planning lanjutkan intervensi edukasi pasien dan
keluarga pasien untuk memberikan posisi 30º jika sesak nafas kambuh,
edukasikan tentang manfaat/pentingnya meningkatkan kualitas tidur.
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas tentang pemberian sudut posisi
tidur 30 derajat terhadap peningkatan kualitas tidur pada asuhan keperawatan
Ny.S dengan infark miokard akut (IMA) di ruang ICVCU Dr.Moewardi
Surakarta. Disamping itu penulis juga akan membahas tentang kesesuaian
kesenjangan teori dan kenyataan yang meliputi pengkajian, analisa data,
intervensi, implementasi, dan evaluasi. Pembahasan akan lebih ditekankan pada
diagnosa gangguan pola tidur karena diagnosa gangguan pola tidurlah yang
berhubungan dengan kualitas tidur, dimana menurut jurnal Dwi Sulistyowati
(2015) bahwa kualitas tidur dapat diperbaiki dengan pengaturan sudut posisi tidur
30 derajat.
A. Pengkajian
Tahap pengkajian adalah tahap proses mengumpulkan data yang
relevan dan kontinue tentang respon manusia, status kesehatan, kekuatan, dan
masalah klien. Tujuan dari pengkajian adalah untuk memperoleh informasi
tentang keadaan kesehatan klien, menentukan masalah keperawatan dan
kesehatan klien, menilai keadan kesehatan klien, membuat keputusan yang
tepat dalam menentukan langkah- langkah berikutnya (Dermawan, 2012).
Menurut Nursalam (2015), metode pengumpulan data dapat dilakukan
dengan cara:
85
86
1. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas pasien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang – dahulu – keluarga dll). Sumber data
dari pasien, keluarga, perawat lainnya.
2. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA: inspeksi,
palpasi, perkusi, auskultasi) pada sistem tubuh pasien.
3. Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostik dan
data lain yang relevan).
STEMI (infark miokard akut ST-elevasi) adalah kerusakan otot
jantung yang progresif akibat terhentinya aliran arteri koroner secara total.
Proses ini biasanya ditandai dengan keluhan nyeri dada khas dan perubahan
gambaran EKG menjadi ST-elevasi pada lead tertentu sesuai dengan lokasi
kerusakan miokardiumnya. Kerusakan miokardiumnya dimulai setelah
sumbatan lebih dari 20 menit dan terus meluas dalam hitungan jam, dimulai
dari endokardium bergerak menuju epikardium, yang dikenal sebagai
fenomena wavefront, bagai gerakan hempasan ombak dari pantai menuju
daratan. Apabila proses ini dapat dihentikan selama perjalanan infark, maka
perluasan kerusakan miokardium dapat dibatasi dan luasnya infark berkurang.
Karena morbiditas dan mortalitas akibat serangan jantung berhubungan
dengan luasnya miokardium yang infark, maka usaha untuk menghentikan
proses infark sesegera mungkin harus segera dilakukan dalam penanganan
serangan jantung akut (Rifqi, 2012). Sedangkan identifikasi lokasi injuri dan
infark dari pola EKG yaitu pada area inferior di lead II, III, Avf, dan pada
area anterior di lead I, aVL, VI-V4 (Udjianti, 2010).
87
Infark adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh iskemia (Philip
& Jeremy, 2008). Miokard adalah lapisan otot jantung, yang bertanggung
jawab untuk tindakan pemompaan jantung, yang memasok seluruh tubuh
dengan darah (Philip & Jeremy, 2008).
Infark Miokard (IMA) adalah suatu keadaan nekrosis otot jantung
akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen yang terjadi
secara mendadak. Penyebab paling sering adalah adanya sumbatan koroner.
Sehingga terjadi gangguan aliran darah yang diawali dengan hipoksia
miokard dan menyebabkan nyeri muncul (Kasron, 2012).
Klasifikasi Infark Miokard (IMA) berdasarkan kelainan pada
gelombang irama jantung ada 2 macam yaitu STEMI dan NSTEMI. STEMI
(infark miokard akut ST-elevasi) adalah oklusi total dari arteri koroner yang
menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan
miokardium. Keluhan nyeri terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda. Biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas. Yang
meliputi dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Perubahan enzim
CPKMB, LDH, AST. NSTEMI (infark miokard akut non ST-elevasi) adalah
oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan
miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG (Kasron,
2012).
Pengkajian terhadap Ny.S dengan STEMI Inferior di ruang ICVCU
RSUD Dr. Moewardi Surakarta menggunakan metode alloanamnesa dan
autoanamnesa, dimulai dari biodata pasien, riwayat kesehatan, riwayat medis
88
masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat psikososial, pemeriksaan fisik,
dan didukung dengan hsil laboratorium serta pemeriksaan penunjang. Metode
dalam mengumpulkan data adalah wawancara dan observasi yaitu dengan
mengamati perilaku dan keadaan pasien untuk memperoleh data tentang
masalah- masalah yang dialami klien. Selanjutnya data dasar tersebut
digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan untuk mengatasi
masalah- masalah klien (Darmawan, 2012).
Hasil pengkajian pada tanggal 09 Januari 2016 keluhan utama pada
kasus Ny.S adalah nyeri dada. Pasien mengatakan nyeri bertambah ketika
bergerak dan nyeri terasa seperti menembus sampai ke punggung, data yang
mendukung pada keluhan utama pasien nyeri yaitu pola fungsi kognitif dan
perseptual dengan melakukan pengkajian nyeri, menurut Nasrul Effendy
(1995) dalam Wijaya & Putri (2013) pengkajian nyeri meliputi P, Q, R, S, T
(Provoking, Quality, Region, Scale, Time) pasien mengatakan nyeri pada
dada, P: pasien mengatakan nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa
seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: nyeri bagian dada sebelah kiri, S:
skala nyeri 3, T: nyeri terasa hilang timbul.
Nyeri dada pada pasien disebabkan karena timbulnya kekurangan
oksigen ke miokard, karena suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang.
Serangan sakit dada biasanya berlangsung 1 sampai 5 menit, bila sakit dada
terus berlangsung lebih dari 20 menit, mungkin pasien mendapat serangan
infark miokard akut dan bukan disebabkan nyeri dada biasa. Pada pasien
89
nyeri dada dapat pula timbul keluhan lain seperti sesak napas, perasaan
kadang-kadang sakit dada disertai keringat dingin (Kasron, 2012).
Keluhan yang lain pada Ny.S adalah salah satunya pola tidurnya,
pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit pada saat tidur selalu
menggunakan bantal lebih dari 2 dan sulit untuk mengawali tidur, pasien
mengatakan mudah terbangun karena sesak nafas. Data yang mendukung pola
tidur pasien yaitu di pengkajian gordon, pasien mengatakan tidur tiap malam
4 jam, pasien terkadang bangun karena sesak nafas yang dideritanya, sulit
mengawali tidur dan saat bangun pasien mengatakan merasa masih ngantuk
dan kurang segar. Hal ini sama seperti yang disampaikan Carpenito (2002)
dalam Haryanti & Triyanta (2013) mengatakan bahwa aktifitas dan istirahat
pada pasien infark miokard mengalami kelemahan, kelelahan, tidak dapat
tidur, jadwal olahraga yang tak teratur, mengalami dispnea pada istirahat
ataupun kerja. Pasien juga merasa nyeri lebih pada satu tempat, yaitu pada
dada pasien infark miokard mengakibatkan terganggunya aktifitas misalnya
kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala.
Amir (2008) dalam Sulistyowati (2015) mengatakan bahwa gangguan
kebutuhan dasar pada pasien penyakit jantung atau infark miokard akut
(IMA) akan menimbulkan masalah keperawatan, salah satunya adalah
gangguan kebutuhan istirahat atau gangguan pola tidur berhubungan dengan
terjadinya nyeri dan sesak nafas, untuk mengurangi gejala nyeri dan sesak
nafas maka salah satu tindakan untuk menguranginya adalah dengan
90
menentukan posisi tidur pasien yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas
tidur pasien.
Wilkinson (2007) dalam Melanie (2012) mengatakan bahwa salah
satu faktor yang berhubungan dengan gangguan tidur pada pasien dengan
gagal jantung adalah ketidakmampuan untuk mengambil posisi tidur yang
disukai karena nocturnal dyspnea. Tindakan keperawatan Nursing Diagnosis
Handbook with NIC Interventions and NOC Outcomes menjelaskan terapi
keperawatan positioning dengan posisi tidur semi-fowler untuk mengatasi
gangguan tidur pada pasien gagal jantung karena sesak nafas.
Pada
pengkajian
fungsional
gordon
didapatkan
hasil
pasien
mengatakan nyeri pada dada seperti menembus sampai ke punggung, terusmenerus, dan seperti ketimpa beban berat, mengalami, sulit tidur, dan sesak
nafas. Pasien tampak lemah, tampak meringis kesakitan dan sesak nafas
bertambah berat saat banyak bergerak. Dari hasil pengkajian pada Ny.S
tersebut sesuai dengan teori Kasron (2012), keluhan yang biasa ditemukan
pada pasien IMA adalah nyeri dada seperti tertekan dan panas, nyeri
menyebar ke rahang, leher, tangan, bahu, dan punggung, lemah, mual,
muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar, atau sinkope, pasien
gelisah dan cemas.
Riwayat kesehatan dahulu yang menunjang infark miokard adalah
hipertensi, angina, disritmia, kerusakan katup, bedah jantung, diabetes
melitus, dan thrombosis (Udjianti, 2013). Pengkajian yang didapatkan pada
riwayat kesehatan dahulu yaitu pasien mengatakan sejak 2 tahun yang lalu
91
pasien mengalami riwayat hipertensi. Secara teori hasil pemeriksaan vital
sign pada pasien dengan IMA menunjukkan adanya peningkatan tekanan
darah dan respirasy rate (Andra & Yessie, 2013).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan
abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus
lebih dari satu periode. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri
yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh
darah. Menurut WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal
adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah ≥ 160/95 mmHg dinyatakan
sebagai hipertensi (Udjianti, 2010).
Hasil pengkajian data fokus didapatkan breathing: pasien tidak
menggunakan ventilator dan otot bantu pernafasan, respiracy rate didapatkan
27 kali per menit dan terpasang O2 nasal canul 3 liter per menit, SPO2 96%,
dan pergerakan dada simetris. Blood didapatkan tekanan darah pasien 162/99
mmHg, nadi 90 kali per menit, dan kulit teraba lembab. Brain didapatkan
tidak ada jejas dikepala, GCS E:4 M:6 V:5, reflek pupil kanan kiri normal,
dan tidak ada kelainan di pemeriksaan 12 saraf kranial. Blader didapatkan
tidak ada jejas dan tidak terpasang DC, produksi urin dengan warna kuning
terang tidak tercampur darah dengan volume 200 ml pada jam 09.20 WIB.
Bowel didapatkan tidak terpasang NGT, tidak ada distensi abdomen, dan diit
sesuai adfis dokter yaitu DJ III 1700 kalori. Glasgow Coma Scale adalah
skala pengukuran objektif terhadap sistem neurologis (perubahan status
mental) dengan menggunakan angka untuk mencatat urutan data pengkajian
92
yang dikumpulkan. Pada pemeriksaan Glaslow Coma Scale (GCS) digunakan
untuk mengevaluasi status neurologik seperti respon mata (E), respon verbal
(V), dan respon motorik (M) Muttaqin (2008).
Menurut Junaidi (2011) pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS)
melipuiti respon mata (E), respon verbal (V) dan respon motorik (M) yang
terdiri dari eye yaitu repon membuka mata dengan skor 4 spontan, 3 dengan
rangsang suara (suruh pasien membuka mata), 2 dengan rangsang nyeri
(berikan rangsangan nyeri, misal menekan kuku jari), 1 tidak ada respon.
Verbal atau respon verbal dengan skor 5 orientasi baik, 4 bingung, berbicara
mengacau (sering bertanya berulang-ulang) disorientasi tempat dan waktu, 3
kata-kata yang tak berhubungan (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih
jelas , namun tidak dalam satu kalimat), 2 suara tak dapat dimengerti
(mengerang), 1 tidak ada respon. Respon motorik dengan skor 6 mengikuti
perintah, 5 melokalisir nyeri (menjangkau dan menjauhkan stimulus saat
diberi rangsang nyeri), 4 menarik (menghindar atau menarik exstremitas atau
tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri), 3 flexi abnormal (tangan
satu atau keduanya posisi kaku diatas dada dan kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri, 2 extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi disisi
tubuh, dengan jari mengepal dan kaki extensi saat diberi rangsang nyeri), 1
tidak ada respon. Eksposure : suhu 36,8o C, menggunakan selimut, tempat
tidur pasien pada sisi kanan dan kiri sudah terpasang pembatas sehingga
mencegah pasien jatuh.
93
Pada pasien infark miokard akut keluhan yang lain dapat merasakan
sesak nafas. Pada kasus ini sesak nafas muncul dikarenakan adanya sumbatan
arteri pembuluh jantung sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot
jantung. Bahkan mempersempit dan menyumbat suplai aliran darah ke arteri
bagian distal. Kondisi ini menimbulkan keluhan nyeri yang hebat akibat
berkurangnya suplai oksigen ke jaringan. Kompensasi tubuh untuk memenuhi
suplai oksigen adalah dengan upaya peningkatan ventilasi (hiperventilasi),
sehingga pasien terlihat sesak nafas (Kasron, 2012).
Pemeriksaan fisik paru-paru pada Ny.S didapatkan hasil, inspeksi:
bentuk dada simetris, ekspansi dada kanan dan kiri sama, dan tidak
menggunakan otot bantu pernafasan, palpasi: didapatkan vocal fremitus
kanan dan kiri sama, perkusi: didapatkan hasil suara paru kanan dan kiri
sonor, auskultasi: didapatkan hasil tidak ada bunyi nafas tambahan. Pada
pemeriksaan jantung inspeksi: didapatkan bentuk dada simetris, ictus cordis
tidak tampak, palpasi: didapatkan hasil ictus cordis kuat angkat, perkusi:
suara pekak dan batas jantung tidak melebar, auskultasi: bunyi jantung I dan
II inferior, suara reguler. Menurut teori, bunyi jantung S4 sering didapatkan,
dan banyak disfungsi ventrikel kiri berat disertai S3, namun pada kasus Ny.S
bunyi tersebut tidak ditemukan, sehingga ventrikel belum terjadi. Nafas
pendek dapat terjadi. Nafas pendek dapat terjadi seiring dengan peningkatan
frekuensi respirasi sebagai upaya mencukupi suplai oksigen dalam tubuh
karena adanya peningkatan penggunaan oksigen miokard (Udjianti, 2013).
94
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien IMA. Hasil
pemeriksaan radiologi pada pasien infark miokard akut akan terdapat
cardiomegali (dilatasi sekunder) karena gagal jantung kongesti (Udjianti,
2013). Pemeriksaan radiologi foto thorax pada Ny.S sesuai dengan teori yaitu
menunjukkan adanya cardiomegaly dengan edema pulmonum. Jadi tidak ada
kesenjangan antara teori dan keluhan.
Dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang pada
tanggal 09 januari 2016 mengarah ke gambaran AMI. Pemeriksaan tersebut
antara lain, troponin I 2.16 ug/L (N: 0.00-0.50 ug/L), CKMB 80.25 ng/mL
(N: <4.9 ng/mL). Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan pada pasien
infark miokard akut terjadi peningkatan enzim CKMB, dan Troponin yang
merupakan indikator utama penegakan diagnosa AMI. Kadar CKMB
meningkat 2-3 jam paska serangan dan mencapai puncak pada 12-20 jam
paska serangan (Udjianti, 2013).
Hasil pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) pada Ny.S yaitu sinus
rytme haterate 83 kali per menit, ST elevasi di lead II III. Adanya ST elevasi
pada pemeriksaan EKG Ny.S sesuai dengan teori yang menyebutkan segmen
ST elevasi abnormal menunjukkan adanya injuri miokard (Udjianti, 2013).
Hasil pemeriksaan echocardiografi pada Ny.S menunjukkan LVH konsentrik
dengan disfungsi diastolik relaxasi kontraktilitas LV normal rendah (EF
44%).
Elektrokardiogram (EKG) merupakan suatu gambaran grafik hasil
rekaman aktifitas listrik jantung. Gambaran grafik ini dapat direkam dengan
95
memasang elektroda-elektroda pada beberapa bagian permukaan tubuh. EKG
mempunyai fungsi diagnostik diantaranya: aritmia jantung, hipertrofi atrium
dan ventrikel, iskemik dan infark miokard, efek obat-obatan seperti (digitalis,
anti aritmia dll), gangguan keseimbangan elektrolit khususnya kalium,
penilaian fungsi pacu jantung (Sidik & Reni, 2010).
Terapi yang diterima pasien selama di ICVCU adalah terapi yang
diberikan pada tanggal 09 januari 2016 sampai 11 januari 2016 yaitu, intra
vena Infus RL 40cc per jam cairan parenteral fungsinya untuk memenuhi
kebutuhan cairan pada tubuh, obat oral clopidogrel (CPG) 75 mg/24 jam
termasuk anti platelet fungsinya untuk mencegah pembekuan darah pada
pasien yang pernah mengalami serangan jantung infark miokard stemi nstemi,
captopril 2,5 mg/8 jam termasuk anti hipertensi fungsinya untuk menurunkan
tekanan sistolik, isosorbid dinitrate (ISDN) 5 mg/8 jam termasuk golongan
nitrate fungsinya untuk mengendorkan pembuluh darah dan mencegah sakit
di dada yang disebabkan oleh angina, aspilet 80 mg/24 jam termasuk
golongan analgesic non narkotik fungsinya untuk sakit kepala, nyeri pada otot
dan sendi, ramipril 5mg/24 jam termasuk anti hipertensi fungsinya untuk
menangani hipertensi serta masalah ginjal dan pembuluh darah (ISO, 2013).
Pengkajian merupakan inti dari berpikir kritis dan pemecahan masalah
klinik. Setelah mengumpulkan dan memvalidasi data subyektif dan obyektif
serta menginterpretasikan data, penulis melakukan analisa data dan
mengelompokkan sesuai dengan data yang didapatkan dari hasil pengkajian
(Potter & Perry, 2005).
96
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pertama yang ditegakkan adalah penilaian
klinik mengenai respon individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual potensial merupakan dasar
untuk memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan
tanggung jawab perawat (Dermawan, 2012).
Menentukan prioritas masalah keperawatan adalah kegiatan untuk
menentukan masalah yang menjadi prioritas untuk diatasi terlebih dahulu,
adapun cara untuk menentukan prioritas diagnosa sesuai dengan teori
Kartikawati
(2011) tentang pengkajian Primary Survey yaitu breathing,
blood, brain, bladder, bowel, dimana masalah pernapasan yang paling utama.
Masalah utama yang dikeluhkan oleh pasien dan menjadi prioritas
keperawatan paling utama yaitu Penurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan irama, masalah keperawatan yang kedua yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis, masalah keperawatan yang ketiga
yaitu, gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak
nafas).
Diagnosa keperawatan yang pertama pada Ny.S dengan STEMI
Inferior yaitu penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
(00029). Penurunan curah jantung adalah ketidakadekuatan darah yang
dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
(NANDA, 2013). Penulis mengambil diagnosa keperawatan penurunan curah
jantung mengacu pada batasan karateristik penurunan curah jantung
97
berdasarkan NANDA 2012-2014 yaitu perubahan frekuensi / irama jantung,
aritmia, bradikardia, perubahan irama EKG, palpitasi, takikardia, dipsnea,
keletihan (Herdman T Heather, 2014). Penulis merumuskan diagnosa
keperawatan telah disesuaikan dengan diagnosa NANDA 2012-2014. Penulis
mencantumkan diagnosa penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan irama dengan alasan mengacu pada pengkajian yaitu data subjektif
pasien mengatakan badannya lemah dan sesak nafas bila banyak aktivitas /
bergerak.
Data
objektif
pasien
tampak
lemah,
hasil
pemeriksaan
echochardiagrafi LV normal rendah (EF 44%), hasil foto thorax terdapat
cardiomegaly dengan edema pulmonum, hasil pemeriksaan EKG terdapat ST
elevasi di lead II dan III, tekanan darah 162/99 mmHg, RR 27 kali per menit,
haterate 90 kali per menit, suhu 36,8ºC, SPO2 96%. Dalam hal ini, data yang
muncul pada Ny.S sesuai dengan batasan karakteristik untuk masalah
penurunan curah jantung yaitu adanya nyeri dada, dispnea, perubahan
frekuensi/irama jantung, aritmia, bradikardi, perubahan EKG, palpitasi,
takikardi, penurunan nadi perifer (Wilkinson, 2007: 57-58).
Diagnosa keperawatan yang kedua pada Ny.S dengan STEMI Inferior
yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (00132). Nyeri
akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau gambaran
dalam hal kerusakan sedemikian rupa (international for the study of pain),
awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan
akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6
98
bulan (NANDA, 2013). Penulis mengambil diagnosa keperawatan nyeri akut
mengacu pada batasan karateristik nyeri akut berdasarkan NANDA 20122014 yaitu perubahan tanda-tanda vital, ekspresi wajah menunjukkan nyeri,
melaporkan nyeri secara verbal, diaforesis (Herdman T Heather, 2014).
Penulis merumuskan diagnosa keperawatan telah disesuaikan dengan
diagnosa NANDA 2012-2014. Penulis mencantumkan diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis dengan alasan mengacu pada
pengkajian yaitu data subjektif pasien mengatakan nyeri pada bagian dada
sebelah kiri, P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa seperti
ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala nyeri 3, T:
nyeri terasa hilang timbul. Data objektif pasien tampak meringis kesakitan
saat banyak bergerak, pasien tampak gelisah, tekanan darah 162/99 mmHg,
RR 27 kali per menit, haterate 90 kali per menit, suhu 36,8ºC, SPO2 96%.
Dalam hal ini, data yang muncul pada Ny.S sesuai dengan batasan
karakteristik, mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan
isyarat, perilaku ekspresif (gelisah, merintih, menangis dll), bukti nyeri yang
dapat diamati, posisi untuk menghindari nyeri, masker wajah (nyeri)
(NANDA, 2013).
Diagnosa keperawatan yang ketiga pada Ny.S dengan STEMI Inferior
yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak
nafas) (00198). Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas
waktu tidur akibat factor eksternal (NANDA, 2013). Penulis mengambil
diagnosa keperawatan gangguan pola tidur mengacu pada batasan
99
karakteristik gangguan pola tidur berdasarkan NANDA 2012-2014 yaitu
perubahan
pola
tidur
normal,
penurunan
kemampuan
berfungsi,
ketidakpuasan tidur, menyatakan tidak merasa cukup istirahat (Herdman T
Heather, 2014). Penulis merumuskan diagnosa keperawatan telah disesuaikan
dengan diagnosa NANDA 2012-2014. Penulis mencantumkan diagnosa
gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas)
dengan alasan mengacu pada pengkajian yaitu data subjektif pasien
mengatakan waktu tidur jam 10 malam dan sangat kurang, tidur malam ± 4
jam, sulit untuk mengawali tidur, mudah terbangun karena sesak nafas dan
saat bangun pasien mengatakan badan terasa kurang segar dan lesu. Data
objektif pasien terlihat letih dan lesu, sesekali pasien tampak menguap,
tekanan darah 162/99 mmHg, RR 27 kali per menit, haterate 90 kali per
menit, suhu 36,8ºC, SPO2 96%.
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua
tindakan keperawatan (Dermawan, 2012).
Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan
dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat
dilakukan dengan SMART yaitu Spesifik (jelas atau khusus), Measurable
(dapat diukur), Achievable (dapat diterima), Rasional dan Time (ada kriteria
100
waktu) (Dermawan, 2012). Pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan,
kriteria hasil dan tindakan pada diagnosa keperawatan yaitu:
Intervensi pada diagnosa pertama kasus Ny.S penulis melakukan
rencana tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah
penurunan curah jantung berkurang atau teratasi dengan kriteria hasil: pasien
mengatakan sesak nafas berkurang atau hilang, tidak sesak nafas saat banyak
aktivitas atau bergerak, TTV dalam rentang normal TD: 120/80 mmHg –
140/90 mmHg, S: 36º C - 37º C, HR: 60 – 80 kali per menit, RR: 16 – 24 kali
per menit, SPO2: 95 – 100%, dapat mentoleransi aktivitas, dan tidak ada
kelemahan (NANDA, 2013).
Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan pada Ny.S
cardiac care (4040): kaji vital sign (tekanan darah, nadi, respiracy rate)
dengan rasional untuk mengetahui perubahan curah jantung, kaji pernafasan
(irama, kedalaman, kecepatan) dengan rasional untuk mengetahui perubahan
status pernafasan, berikan posisi semi fowler 30º dengan rasional untuk
menjaga maintenance cardiac output sehingga sesak nafas berkurang (julie,
2008), edukasi tentang mengatur posisi semi fowler 30º dengan rasional agar
timbul kesadaran pasien untuk mengatur posisi dengan sudut 30º, edukasi
untuk
mengurangi
konsumsi
natrium/garam
dengan
rasional
untuk
mengurangi/tidak memperoleh retensi natrium, kolaborasi dengan ahli gizi
untuk pemberian diit rendah garam dengan rasional untuk mengurangi/tidak
memperparah retensi natrium dan menurunkan tekanan darah pasien.
101
Intervensi pada diagnosa kedua kasus Ny.S penulis melakukan
rencana tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan nyeri
akut bisa teratasi dengan kriteria hasil: pasien mampu mengontrol nyeri,
pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang, skala nyeri 3 menjadi 1,
pasien mengatakan nyaman setelah nyeri berkurang, vital sign dalam rentang
normal tekanan darah 120/80 mmHg-140/90 mmHg, suhu 36ºC-37ºC, HR 6080 kali per menit, RR 16-24 kali per menit, SPO2 95-100% (NANDA, 2013).
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny.S
pain management (1400): kaji vital sign dengan rasional untuk mengetahui
perubahan vital sign pasien, karena pada pasien dengan IMA cenderung
menuju perubahan tekanan darah dan RR secara signifikan yang jika tidak
tertangani akan berakibat fatal hingga kematian. Intervensi lain, kaji status
nyeri (P, Q, R, S, T) dengan rasional untuk mengetahui skala intensitas nyeri,
karena nyeri pada pasien IMA menunjukkan adanya penurunan suplai
oksigen ke miokard, kurangnya oksigen akan merusak otot jantung, jika
sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot jantung yang rusak itu akan
mulai mati (NANDA, 2012-2014). Ajarkan teknik relaksasi distraksi
(beristiqfar) dengan rasional untuk mengurangi/mengalihkan rasa nyeri
dengan ber istiqfar, edukasikan pada pasien tentang tindakan apa yang dapat
diambil saat nyeri terasa (anjurkan untuk menghentikan aktivitas) dengan
rasional untuk memberikan pengetahuan kepada pasien untuk menangani
nyeri saat datang.
102
Intervensi akhir yang direncanakan yaitu kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian analgetik dengan rasional untuk mengurangi/menghilangkan
nyeri (Wilkinson, 2007).
Intervensi pada diagnosa ke tiga kasus Ny.S penulis melakukan
rencana tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola tidur pasien
kembali normal atau teratasi dengan kriteria hasil: pasien mengatakan waktu
tidur cukup, waktu tidur malam kembali normal ± 8-9 jam, saat tidur tidak
mudah terbangun (karena sesak nafas), saat terbangun pasien merasa segar,
tidak tampak lesu dan menguap, ttv dalam rentang normal TD: 120/80 mmHg
– 140/90 mmHg, S: 36º C - 37º C, HR: 60 – 80 kali per menit, RR: 16 – 24
kali per menit, SPO2: 95 – 100% (NANDA, 2013).
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny.S
sleep enhancement (1850): kaji kebiasaan tidur pasien dengan rasional untuk
mengetahui kebiasaan tidur pasien/kualitas tidur pasien, atur posisi pasien
dengan sudut 30º dan pastikan kepala dekat dengan bagian kepala tempat
tidur, elevasi/naikkan bagian kepala 30º (ukur dengar busur), alasi kepala
dengan bantal tipis, ganjal punggung bawah dengan selimut, berikan bantal
pada lengan (untuk penyokong) dengan rasional membuktikan bahwa posisi
tidur pasien mempengaruhi cardiac output dengan hasil bahwa posisi kepala
dielevasikan dengan tempat tidur 30º akan menjaga meintenance cardiac
output sehingga ketidaknyamanan nyeri dada dan sesak nafas berkurang yang
akhirnya akan mengoptimalkan kualitas tidur (Julie, 2008). Batasi penunggu
dengan rasional agar suasana terjaga ketenangannya, edukasi tentang manfaat
103
pentingnya meningkatkan kualitas tidur agar timbul kesadaran untuk
meningkatkan kualitas tidur, dan anjurkan pada keluarga untuk membantu
membenahi posisi pasien saat posisi sudut 30º berubah dengan rasional agar
intervensi yang diberikan kepada klien lebih efektif.
Supadi dkk (2008), menyatakan bahwa posisi semi fowler bertujuan
untuk membuat oksigen di dalam paru-paru semakin meningkat sehingga
memperingan kesukaran napas. Posisi ini akan mengurangi kerusakan
membran alveolus akibat tertimbunnya cairan. Hal tersebut dipengaruhi oleh
gaya gravitasi sehingga O2 delivery menjadi optimal. Sesak nafas akan
berkurang dan akhirnya perbaikan kondisi klien lebih cepat. Hal tersebut
karena pemberian posisi tidur dengan meninggikan punggung bahu dan
kepala sekitar 30º atau 45º memungkinkan rongga dada dapat berkembang
secara luas dan pengembangan paru meningkat. Kondisi ini akan
menyebabkan asupan oksigen membaik sehingga proses respirasi kembali
normal dan pasien mampu untuk mengambil posisi tidur yang disukai karena
nocturnal dyspnea (Smeltzer dan Bare, 2001).
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Dermawan, 2012).
Diagnosa keperawatan yang pertama adalah penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan irama. Implementasi yang dilakukan selama
104
3 hari berturut-turut antara lain mengkaji vital sign pasien, memberikan posisi
semi fowler 30º, memonitor pernafasan klien, memberikan obat oral pasien,
CPG 75 mg, captopril 2,5 mg, ISDN 5 mg, mengkaji vital sign. Setelah
diberikan tindakan tersebut diperoleh respiratory rate pasien menurun dari
hari pertama pengelolaan 27 kali per menit menjadi 23 kali permenit pada
hari ketiga pengelolaan dengan menggunakan O2 nasal canul 3 liter per menit.
Hal tersebut karena pemberian posisi semi fowler sangat efektif bahwa posisi
semi fowler dimana tubuh dinaikkan 30-45 derajat membuat oksigen didalam
paru-paru semakin meningkat sehingga memperingankan kesukaran bernafas
(Supadi, 2008) dalam (Sulistyowati D, 2015).
Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera biologis, implementasi yang dilakukan selama 3 hari
berturut-turut antara lain mengkaji status nyeri pasien PQRST, sesuai dengan
teori bahwa metode PQRST meliputi Provoking inciden : Apakah ada
peristiwa yang menjadi factor prepitasi nyeri.Quality of pain : Seperti apa
rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut /
menusuk. Region Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar / menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.Saverity (scale of
pain) : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala
nyeri / pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya. Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari / siang hari (Nasrul Effendy, 1995) dalam
Wijaya & Putri (2013). P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa
105
seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala
nyeri 3, T: nyeri terasa hilang timbul, memberikan obat oral pasien, CPG 75
mg, captopril 2,5 mg, ISDN 5 mg, mengajarkan teknik relaksasi distraksi
(beristiqfar), mengkaji vital sign pasien, dan mengkaji status nyeri pasien
PQRST (provoking, quality, region, scale, time). Setelah diberikan tindakan
tersebut diperoleh skala nyeri pasien menurun dari hari pertama pengelolaan
skala nyeri 3 menjadi skala nyeri 1 pada hari ketiga pengelolaan. Hal tersebut
karena dilakukan juga penanganan nyeri non farmakologi yaitu dengan
relaksasi distraksi, relaksasi distraksi adalah mengalihkan perhatian pasien ke
hal yang lain sehingga dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri,
bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri Prasetyo (2010) dalam Syaiful,
Y (2014).
Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu gangguan pola tidur
berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas), implementasi yang
dilakukan selama 3 hari berturut-turut antara lain mengkaji vital sign pasien,
mengkaji kebiasaan tidur pasien dan memberikan kuesioner PSQI (Pittsburgh
Sleep Quality Index), Kualitas tidur dapat diukur dengan mengisi kuesioner
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI sendiri ialah suatu metode
penilaian yang berbentuk kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas
tidur dan gangguan tidur orang dewasa dalam interval satu bulan. Pada
kuisioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan alat untuk
mengukur kualitas tidur yang didalamnya terdapat 10 pertanyaan yang
ditujukan bagi pasien, dari 10 pertanyaan tersebut dapat diketahui 7
106
komponen yaitu kualitas tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi
tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur serta disfungsi pada siang hari
(Safitrie dan Ardani. 2013: 18-19). Nilai dari 7 komponen PSQI kemudian
dijumlahkan sehingga akan didapatkan nilai antara 0-21, apabila nilai > 5
mengindikasikan kualitas tidur buruk, sedangkan nilai < 5 mengindikasikan
kualitas tidur baik (Melanie, 2012: 74), memberikan sudut posisi tidur semi
fowler 30 derajat dengan memposisikan kepala dekat dengan bagian kepala
tempat tidur, elevasi/naikkan bagian kepala tempat tidur 30º (diukur dengan
busur), alasi kepala dengan bantal yang tipis, ganjal punggung bawah dengan
selimut, berikan bantal pada lengan untuk penyokong, anjurkan pada keluarga
untuk membantu membenahi posisi pasien saat posisi sudut 30 derajat
berubah.
Pada kasus Ny.S pemberian sudut posisi tidur 30 derajat (semi fowler)
dilakukan selama 3 hari sebelum pasien tidur malam, dan memberikan
kuesioner PSQI sebanyak 2 kali sehari sebelum dan setelah pasien tidur
malam. Setelah dilakukan pemberian sudut posisi tidur 30 derajat (semi
fowler) pasien mengatakan waktu tidur cukup, tidur malam jam 9, tidur ± 8
jam, tidur nyenyak tidak mudah terbangun, tidak lama lagi untuk mengawali
tidur, dan bangun tidur tampak tidak lesu serta tidak menguap. Sebelum dan
sesudah diberikan sudut posisi tidur 30 derajat (semi fowler) pasien diberikan
kuesioner, Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan hasil bahwa skor kualitas
tidur menurun dari kategori buruk (12) pada hari pertama menjadi kategori
baik (5) pada hari ketiga pengelolaan.
107
Pemberian posisi tidur dengan meninggikan punggung bahu dan
kepala sekitar 30º atau 45º memungkinkan rongga dada dapat berkembang
secara luas dan pengembangan paru meningkat. Kondisi ini akan
menyebabkan asupan oksigen membaik sehingga proses respirasi kembali
normal dan pasien mampu untuk mengambil posisi tidur yang disukai karena
nocturnal dyspnea (Smeltzer dan Bare, 2001).
E. Evaluasi
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan
keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien telah ditetapkan dengan
respon perilaku klien yang tampil. Tujuan dari evaluasi antara lain untuk
menentukan perkembangan kesehatan klien, menilai efektifitas dan efisiensi
tindakan keperawatan, mendapatkan umpan balik dari respon klien dan
sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan (Dermawan, 2012).
Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa keperawatan pertama
penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama, pada hari
ketiga senin 11 januari 2016 jam 13.40 WIB dengan respon subjektif pasien
mengatakan sesak nafas sudah berkurang dan tidak lagi merasakan sesak
nafas seperti kemarin, respon objektif pasien tampak nyaman dan lebih
tenang ketika aktivitas, terpasang oksigen nasal canul 3 liter per menit, TD:
140/90 mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 80 kali per menit, S: 36,5º C,
SPO2: 95%. Analisa masalah teratasi. Planning lanjutkan intervensi edukasi
108
tentang mengatur posisi semi fowler 30º pada klien, kolaborasi dengan ahli
gizi untuk pemberian diit rendah garam (NANDA, 2013).
Evaluasi pada diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera biologis Pada jam 13.50 WIB dengan respon subjektif
pasien mengatakan nyeri pada bagian dada sebelah kiri sudah berkurang, P:
nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa seperti ketimpa beban berat
(ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala nyeri 3 menjadi 1, T: nyeri
terasa hilang timbul, respon objektif pasien tampak tenang dan rileks. Analisa
masalah teratasi. Planning lanjutkan intervensi edukasikan pada pasien
tentang tindakan apa yang dapat diambil saat nyeri terasa, kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian analgetik (NANDA, 2013).
Evaluasi pada diagnosa keperawatan ketiga gangguan pola tidur
berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) Pada hari selasa 12
januari 2016 jam 07.50 dengan respon subjektif pasien mengatakan tidur
malam cukup, tidur malam jam 9, tidur kurang lebih selama 8 jam, mudah
mengawali tidur dan tidak mudah terbangun lagi karena sudah tidak
merasakan sesak nafas dan bangun tidur pasien mengatakan merasa lebih
segar, respon objektif pasien tampak lebih segar, tidak lesu, dan tidak
menguap lagi, TD: 140/90 mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 80 kali per
menit, S: 36,5º C, SPO2: 95%, skor kualitas tidur: 12 menjadi 5. Analisa
masalah teratasi. Planning lanjutkan intervensi edukasi pasien dan keluarga
pasien untuk memberikan posisi 30º jika sesak nafas kambuh, edukasikan
tentang manfaat/pentingnya meningkatkan kualitas tidur (NANDA, 2013).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang metode mengaplikasikan
pemberian sudut posisi tidur 30 derajat terhadap peningkatan kualitas tidur
pada asuhan keperawatan Ny.S dengan STEMI Inferior di Ruang ICVCU
RSUD Dr. Moewardi Surakarta maka dapat ditarik kesimpulan:
1. Pengkajian
Hasil pengkajian yang ditemukan pada Ny.S dengan STEMI
Inferior adalah pasien mengeluh nyeri pada dada bagian kiri seperti
menembus sampai ke punggung, skala nyeri 3, terus-menerus, nyeri
terasa hilang timbul, dan seperti ketimpa beban berat (ampeg), pusing,
sulit tidur, dan saat tidur selalu menggunakan bantal lebih dari 2,
pasien mengalami sesak nafas dan hasil gambaran EKG di IGD
terdapat ST elevasi di lead II, III, TD: 162/99 mmHg, RR: 27 kali per
menit dengan O2 3 liter per menit, HR 90 kali per menit, S: 36.8º C,
SPO2: 96%.
2. Diagnosa Keperawatan
Dari data pengkajian, penulis merumuskan diagnosa dan membuat
prioritas diagnosa keperawatan yang pertama penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan irama (00029), diagnosa keperawatan
109
110
yang kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
(00132), diagnosa keperawatan yang ketiga gangguan pola tidur
berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) (00198).
3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa pertama adalah
observasi keadaan umum, kaji vital sign, kaji pernafasan (irama,
kedalaman, kecepatan), berikan posisi demi fowler 30 derajat, edukasi
untuk mengurangi konsumsi natrium/garam, kolaborasi dengan ahli
gizi untuk pemberian diit rendah garam.
Intervensi yang dibuat oleh penulis pada diagnosa kedua adalah
kaji vital sign dan satus nyeri (P,Q,R,S,T), ajarkan teknik relaksasi
distraksi (beristigfar), edukasi pada pasien tentang tindakan yang dapat
diambil saat nyeri terasa (anjurkan untuk menghentikan aktivitas),
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik.
Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa yang ketiga adalah kaji
kebiasaan tidur pasien dan memberikan kuesioner PSQI (Pittsburgh
Sleep Quality Index), atur posisi pasien dengan sudut 30 derajat, batasi
penunggu, edukasi tentang manfaat pentingnya meningkatkan kualitas
tidur, anjurkan pada keluarga untuk membantu membenahi posisi
pasien saat posisi sudut 30 derajat berubah.
4. Implementasi Keperawatan
Dalam asuhan keperawatan Ny.S dengan STEMI Inferior di Ruang
ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta telah sesuai dengan intervensi
111
yang dibuat penulis. Penulis menekankan penggunaan teknik
pemberian sudut posisi tidur 30 derajat yang diyakini mampu
meningkatkan kualitas tidur pada pasien STEMI Inferior (ST-elevasi
miokard infark).
5. Evaluasi Keperawatan
Tindakan yang dilakukan oleh penulis menggunakan metode SOAP
(Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning).
Hasil evaluasi pada masalah penurunan curah jantung sudah
teratasi, pasien mengatakan sesak nafas sudah berkurang dan tidak lagi
merasakan sesak nafas seperti kemarin, pasien tampak nyaman, lebih
tenang ketika aktivitas, dan terpasang O2 nasal canul 3 liter per menit,
TD: 140/90 mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 80 kali per menit, S:
36,5 º C, SPO2: 95%. Maka dari itu intervensi dapat dipertahankan
untuk kaji vital sign, edukasi tentang mengatur sudut posisi tidur 30
derajat pada pasien, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit
rendah garam.
Hasil evaluasi pada masalah nyeri akut sudah teratasi, pasien
mengatakan nyeri dada sebelah kiri sudah berkurang dengan skala
nyeri 1, pasien tampak tenang dan rileks, TD: 140/90 mmHg, RR: 23
kali per menit, HR: 80 kali per menit, S: 36,5 º C, SPO2: 95%. Maka
dari itu intervensi dapat dipertahankan untuk kaji vital sign, edukasi
pada pasien tindakan yang dapat diambil saat nyeri terasa, kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian analgetik.
112
Hasil evaluasi pada masalah gangguan pola tidur sudah teratasi,
pasien mengatakan tidur malam cukup, tidur malam jam 9, tidur ±
selama 8 jam, mudah mengawali tidur dan tidak mudah terbangun lagi
karena sudah tidak merasakan sesak nafas dan bangun tidur merasa
lebih segar, pasien tampak lebih segar, tidak lesu, tidak menguap lagi,
dan skor kualitas tidur dari kualitas buruk (12) menjadi baik (5), TD:
140/90 mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 80 kali per menit, S: 36,5 º
C, SPO2: 95%. Maka dari itu intervensi dapat dipertahankan untuk
kaji vital sign, edukasi pasien dan keluarga pasien untuk memberikan
sudut posisi 30 derajat jika sesak nafas kambuh, edukasi tentang
manfaat atau pentingnya meningkatkan kualitas tidur.
6. Analisa Tindakan Keperawatan
Berdasarkan hasil analisa pada Ny.S dengan STEMI Inferior
menunjukkan bahwa setelah diberikan sudut posisi tidur 30 derajat,
kualitas tidur Ny.S menunjukkan peningkatan. Dari sebelum diberikan
sudut posisi tidur 30 derajat, skor kualitas tidur pasien dengan
menggunakan kuesioner PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index) pada
hari pertama Ny.S dengan STEMI Inferior yaitu dengan hasil skor
buruk (12) setelah diberikan sudut posisi tidur 30 derajat skor kualitas
tidur menjadi baik (5) pada hari ke tiga.
113
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan STEMI Inferior, penulis akan memberikan usulan dan masukkan
yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain:
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD Dr. Moewardi Surakarta
dapat
memberikan
pelayanan
kesehatan
dan
mempertahankan
kerjasama baik antar tim kesehatan maupun dengan pasien sehingga
asuhan keperawatan yang diberikan dapat mendukung kesembuhan
pasien.
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
Hendaknya
para
perawat
memiliki
tanggung
jawab
dan
ketrampilan yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
jantung khususnya, keluarga, perawat dan tim kesehatan lain mampu
membantu dalam kesembuhan klien serta memenuhi kebutuhan
dasarnya.
3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan bisa lebih meningkatkan pelayanan pendidikan yang
lebih berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat yang
terampil, inovatif, dan professional yang mampu memberikan asuahan
keperawatan.
114
4. Bagi Pembaca
Diharapkan bisa memberikan tindakan pemberian sudut posisi
tidur 30º terhadap peningkatan kualitas tidur pada pasien Infark
Miokard Akut.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, M. 2014. Hubungan Antara Angka Leukosit Dengan Angka Kematian
Penderita Infark Miokard Akut Di RSUD Dr.Moewardi Pada Tahun 2012.
Diakses pada tanggal 27 November 2015
Awaludin, S & Utami SR. 2010. Modul Pelatihan Interpretasi EKG Sederhana.
Semarang: Universitas Diponegoro
Carpenito, L. J. 2002. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan) Edisi 8.
Jakarta: EGC
Choirul M Shodikin. 2013. Kuisioner PSQI.
http://id.scribd.com/doc/127
552791/kuesioner-PSQI-doc. Diakses pada tanggal 23 November 2014.
Dewi, M.R, et al. 2014. Faktor-Faktor Dominan Sindrom Metabolik yang
Berhubungan Dengan Kejadian Akut Miokard Infark (AMI) di Ruang
Intensiv Cardiovaskuler Care Unit (ICVCU) RSUD Dr.Moewardi Tahun
2014. Diakses pada tanggal 29 November 2015
Dermawan, D. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka Kerja.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
Harsanti, S.E. 2015. Pengalaman Keluarga Dalam Menghadapi Kejadian
Serangan Akut Miokard Infark (AMI) Pada Anggota Keluarga Di RSUD
Sragen. Diakses pada tanggal 28 November 2015
Haryati, D. S dan Triyanta. 2013. Hubungan Antara Kualitas Tidur Dengan
Denyut Jantung Dilihat Dari Gambaran Ekg pada Pasien Infark Miokard
di Ruang ICVCU RSUD Dr.Moewardi Surakarta Tahun 2011. Diakses
pada tanggal 21 November 2015
Herdman T. Heather. 2012. Nursing Diagnosis: Definitions and Classification.
Jakarta: EGC
ISO. 2013. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta: PT ISFI Penerbitan
Junaidi, iskandar. 2011. Stroke waspada ancamannya. Yogyakarta: Penerbit Andi
Kartikawati. 2011. Buku Ajar Dasar-dasar Keperawatan Gawatdarurat. Jakarta:
Salemba Medika
Kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta. Nuha
Medika
Kasron. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantung. Yogyakarta: Nuha Medika
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, &
Praktik. Jakarta : EGC
Melanie, R. 2012. Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur Terhadap Kualitas Tidur
dan Tanda Vital Pada Pasien Gagal Jantung di Ruang Rawat Intensif
RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung. Diakses pada tanggal 23 November
2015
Muttaqin, arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba
Nurarif, H.A & Kusuma, H. 2013. NANDA (Nort American Nursing Diagnosis
Association) NIC-NOC Jilid 2. Yogyakarta: Media Action Publishing
Nurlaily, A.P. 2012. Nursing Care To Mr.J With Acute Myocardial Infarction
(AMI) In ICCU (Intensive Coronary Care Unit) General Region Hospital
Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Diakses pada tanggal 30 November 2015
Nursalam, M. Nurs. 2015. Panduan Penyusunan Studi Kasus. Nursalam-studikasus-.pdf. diakses pada tanggal 1 juni 2016
Pebru, A. 2012. Nursing Care To Mr.J With Acute Myocardial Infarction (AMI)
In ICCU (Intensive Coronary Care Unit) General Region Hospital Dr.
Soehadi Prijonegoro Sragen. Diakses pada tanggal 29 November 2015
Philip, A.I & Jeremy, W.T.P. 2008. At a Glance Sistem Kardiovaskuler. Jakarta:
Erlangga
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi. (2011). Prevalensi AMI. Surakarta: RSUD
Dr. Moewardi
Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi. (2012). Prevalensi AMI. Surakarta: RSUD
Dr. Moewardi
Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi. (2013). Prevalensi AMI. Surakarta: RSUD
Dr. Moewardi
Rendi, M. C dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam. Yogyakarta. Nuha Medika
Safitrie, A dan Ardani, M. H. 2013. Studi Komparatif Kualitas Tidur Perawat
Shift dan Non Shift di Unit Rawat Inap dan Unit Rawat Jalan. Diakses
pada tanggal 10 Desember 2015
Sieh Syeh. 2010. Patofisiologi IMA. http://www.scrib.com/doc/40006468/
Patofisiologi-IMA. Diakses pada tanggal 17 Desember 2015
Stillwell, S. B. 2011. Pedoman Keperawatan Kritis. Edisi 3. Jakarta: EGC
Sulistyowati, D. 2015. Pengaruh Sudut Posisi Tidur Terhadap Kualitas Tidur dan
Status Kardiovaskuler pada Pasien Infark Miokard Akut (IMA) di Ruang
ICVCU RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Diakses pada tanggal 18
November 2015
Suparmi, Y, dkk. 2008. Panduan Praktik Keperawatan Kebutuhan Dasar
Manusia. Yogyakarta : PT Citra Aji Parama
Syifa, V. S. 2014. Posisi Semi Fowler 30 Derajat. Error! Hyperlink reference not
valid.. Diakses pada tanggal 10 Desember 2015
Syaiful, Y. 2014. Efektifitas Relaksasi Nafas Dalam Dan Distraksi Baca
Menurunkan Nyeri Pasca Operasi Pasien Fraktur Femur Journals of Ners
Community Vol 5 No 2. Diakses pada tanggal 9 Mei 2016
Udjianti, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba
Medika
Udjianti, Wajan Juni. 2013. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba
Medika
Wijaya, A.S dan Putri, Y. S. Keperawatan Medikal Bedah I (Keperawatan
Dewasa). Yogyakarta. Nuha Medika
Wilkinson, M.J. 2007. Nursing Dignosis Handbook with NIC Interquestions and
NOC Outcomes Edisi 7. Jakarta: EGC
Download