PEMBERIAN SUDUT POSISI TIDUR 30 DERAJAT TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS TIDUR PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny.S DENGAN INFARK MIOKARD AKUT (IMA) DI RUANG ICVCU RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA DISUSUN OLEH : MUHAMMAD HUDA NUR YAASIIN NIM. P.13035 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 PEMBERIAN SUDUT POSISI TIDUR 30 DERAJAT TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS TIDUR PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny.S DENGAN INFARK MIOKARD AKUT (IMA) DI RUANG ICVCU RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan DISUSUN OLEH : MUHAMMAD HUDA NUR YAASIIN NIM. P.13035 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 i SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Muhammad Huda Nur Yaasiin NIM : P.13035 Program Studi : DIII Keperawatan Judul Karya Tulis Ilmiah : Pemberian Sudut Posisi Tidur 30 Derajat Terhadap Peningkatan Kualitas Tidur dur Pada Asuhan Keperawatan Ny.S Dengan Infark Miokard Akut (IMA) Di Ruang ICVCU RSUD Dr.Moewardi D Surakarta Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabilaa dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku. Surakarta, 12 Mei 2016 Yang Membuat Pernyataan Muhammad Huda Nur Yaasiin P.13035 ii HALAMAN PENGESAHAN Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh: Nama : Muhammad Huda Nur Yaasiin NIM : P.13035 Program Studi : DIII Keperawatan Judul : Pemberian Sudut Posisi Tidur 30 Derajat terhadap Peningkatan Kualitas Tidur pada Asuhan Keperawatan Ny.S Dengan Infark Miokard Akut (IMA) Di Ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di : Surakarta Hari/ Tanggal : Senin, 30 Mei 2016 DEWAN PENGUJI Pembimbing : Ns. Alfyana Nadya Rachmawati, M.Kep NIK. 201086057 ( ) Penguji I : Ns. Anissa Cindy Nurul Afni, M.Kep NIK. 201188087 ( ) Penguji II : Ns. Siti Mardiyah, S S.Kep NIK. 201183063 ( ) Mengetahui, Ketua Program Studi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta Ns. Meri Oktariani, M.Kep NIK. 200981037 iii HALAMAN PERSEMBAHAN Dengan segala puja dan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan atas dukungan dan do’a dari orang-orang tercinta, akhirnya Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dengan rasa bangga dan bahagia saya khaturkan rasa syukur dan terimakasih saya kepada: Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas izin dan karuniaNyalah maka Karya Tulis Ilmiah ini dapat dibuat dan selesai pada waktunya. Puji syukur yang tak terhingga pada tuhan penguasa alam yang meridhoi dan mengabulkan segala do’a dan serta Karya Tulis Ilmiah ini saya persembahkan untuk orang yang kusayangi Ayahanda Parji Santoso dan Ibunda tercinta Sri Rahayu yang tiada henti-hentinya memberi doa restu, kasih sayang, perhatian dan dukungan untuk menjadikanku orang sukses. Serta adikku Alm.Sinatria Ramadhan yang berada di surga sana yang telah memberikan motivasi untuk selalu berjuang keras apa yang menjadi tujuan saya dan tentunya untuk membahagiankan mereka. Serta tidak lupa teman terbaikku Indra Cahyo Bingar, Irvan Bayu Saputra, Agus Purnomo, YB. Himawan Cuk Purnomo, M. Faqih al Arif, Ahmad Anwarullah, Ryastoro, Adhy Prasetyo, Singgih Aris R, Agin ginanjar, Zulkarnain primastito, Anggit bagasworo, Nikken Emma R, Retno Wulandari, dan Wahyu Prasetyo, yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah. Serta juga temanteman yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu semoga perjalanan yang kita tempuh selama ini mampu menjadikan kita lebih baik, bijaksana dan dewasa. Ibu Ns. Alfyana Nadya Rachmawati, M.Kep, terimakasih atas bimbingannya selama ini. Almameterku tercinta iv KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunianya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Pemberian Sudut Posisi Tidur 30 Derajat terhadap Peningkatan Kualitas Tidur pada Asuhan Keperawatan Ny.S Dengan Infark Miokard Akut (IMA) Di ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta“. Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-setingginya kepada yang terhormat : 1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Ns. Meri Oktariani, M.Kep, selaku ketua program studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Ns. Alfyana Nadya Rachmawati, M.Kep, selaku sekretaris program studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta dan sekaligus selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan cermat, memberikan masukanmasukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi pnulis demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. 4. Ns. Anissa Cindy Nurul Afni, M.Kep, selaku dosen penguji pertama yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Ns. Siti Mardiyah, S.Kep, selaku dosen penguji kedua yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. v 6. Semua dosen program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 7. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. S di Ruang ICVCU. 8. Kedua orangtuaku (Parji Santoso dan Sri Rahayu) yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan doa serta menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan DIII Keperawatan. 9. Teman terbaikku Indra Cahyo Bingar, Irvan Bayu Saputra, Agus Purnomo, YB. Himawan Cuk Purnomo, M. Faqih al Arif, Ahmad Anwarullah, Ryastoro, Adhy Prasetyo, Singgih Aris R, Nikken Emma R, Retno Wulandari, dan Wahyu Prasetyo, yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah. 10. Serta mahasiswa satu angkatan khususnya kelas 3A Program Studi DIII Kepewaratan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu-persatu yang telah meberikan dukungan. Semoga laporan karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin Surakarta, 10 Mei 2016 Penulis vi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...................................................................................... i PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv KATA PENGANTAR ................................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x BAB I BAB II PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................... 1 B. Tujuan Penulisan .................................................................... 6 C. Manfaat Penulisan .................................................................. 7 TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ........................................................................ 9 1. Infark Miokard Akut ....................................................... 9 2. Definisi Tidur .................................................................. 40 3. Posisi Semi Fowler .......................................................... 43 B. Kerangka Teori ....................................................................... 47 BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi Riset ............................................................. 48 B. Tempat dan Waktu ................................................................. 48 C. Media dan Alat yang Digunakan ............................................ 48 D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ..................... 48 E. Alat Ukur Evauasi Dari Aplikasi Tindakan Berdasarkan Riset ........................................................................................ vii 50 BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas Klien ........................................................................ 57 B. Pengkajian .............................................................................. 58 C. Perumusan Masalah Keperawatan .......................................... 67 D. Prioritas Diagnosa Keperawatan ............................................ 68 E. Perencanaan Keperawatan ...................................................... 68 F. Implementasi Keperawatan .................................................... 71 G. Evaluasi Keperawatan ............................................................ 80 BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian .............................................................................. 85 B. Diagnosa Keperawatan ........................................................... 96 C. Intervensi Keperawatan .......................................................... 99 D. Implementasi Keperawatan .................................................... 103 E. Evaluasi .................................................................................. 107 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................. 109 B. Saran ....................................................................................... 113 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP viii DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Gambar 2.1 Pathway ................................................................................. 17 2. Gambar 2.2 Posisi Semi Fowler ................................................................ 44 3. Gambar 2.3 Kerangka Teori ..................................................................... 47 4. Gambar 4.1 Genogram .............................................................................. 60 ix DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Usulan Judul Karya Tulis Ilmiah Lampiran 2. Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Lampiran 3. Surat Pernyataan Lampiran 4. Jurnal Utama Lampiran 5. Asuhan Keperawatan Lampiran 6. Look Book Lampiran 7. Lembar Pendelegasian Pasien Lampiran 8. Lembar Kuesioner Aplikasi Riset Lampiran 9. Lembar Observasi Lampiran 10. SOP Semi Fowler 30 Derajat Lampiran 11. Daftar Riwayat Hidup x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syaifuddin (2006) dalam Nurlaily (2012) mengatakan bahwa kardiovaskuler merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot dan bekerja menyerupai otot polos, yaitu bekerja di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom). Christofferson (2009) seperti dikutip Harsanti (2015) bahwa sistem kardiovaskuler merupakan suatu sistem transport tertutup yang terdiri dari beberapa komponen yaitu jantung, komponen darah dan pembuluh darah. Salah satu komponen dari pembuluh darah yaitu vena, venula, kapiler, arteriol, dan arteri. Soeharto (2004) dalam Nurlaily (2012) mengatakan bahwa pembuluh darah koroner merupakan penyakit aliran darah (darah membawa oksigen dan makanan yang dibutuhkan miokard agar dapat berfungsi dengan baik). Penyakit jantung koroner adalah salah satu akibat utama arteriosklerosis. Pada keadaan ini pembuluh darah nadi menyempit karena terjadi endapan-endapan lemak (atheroma dan plaques) di dindingnya. Hal tersebut juga dapat merupakan proses degeneratif, di samping banyak faktor lain. Penyakit jantung koroner diantaranya angina stabil, angina tidak stabil, dan infark miokard akut. Infark miokard akut (IMA) merupakan bentuk yang paling berbahaya. 1 2 Fathoni (2011) dalam Aisyah (2014) mengatakan bahwa infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu manifestasi klinis penyakit jantung koroner. Robbins et al (2007) dalam Aisyah (2014) mengatakan bahwa infark miokard akut, yang dikenal sebagai serangan jantung adalah terbentuknya suatu daerah nekrosis pada sel otot miokardium akibat suplai darah yang tidak adekuat ke suatu daerah yang diawali dengan iskemik. Smeltzer and Bare (2001) dalam Sulistyowati (2015) mengatakan bahwa penyakit IMA menimbulkan gejala klinis yang dirasakan pasien, beberapa diantaranya dyspnea (sesak nafas), ortopnea, pucat, keringat dingin, pusing, mual muntah dan gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus menerus tidak mereda seperti ditusuk-tusuk, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri) hingga ke arah rahang dan leher. Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien IMA tersebut akan menimbulkan masalah keperawatan dan mengganggu kebutuhan dasar manusia, salah satu diantaranya adalah kebutuhan istirahat seperti adanya nyeri dada pada aktivitas, dyspnea pada istirahat dan aktivitas, letargi dan gangguan tidur. Sedangkan menurut Kasron (2012: 39) keluhan yang khas pada pasien infark miokard akut ialah nyeri dada restrosternal, seperti diremas-remas ditekan, ditusuk, panas atau tertindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan kepunggung dan epigastris (Kasron, 2012: 39). 3 Berdasarkan laporan World Health Statistic 2012, tercatat 17,8 juta orang meninggal di dunia akibat penyakit jantung dan diperkirakan angka ini akan meningkat terus hingga 2030 menjadi 23,4 juta kematian didunia (Badan penelitian dan pengembangan kesehatan, 2013). Infark miokard akut adalah penyebab kematian nomer dua pada negara perpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4 persen) (WHO, 2008) (Depkes, 2009 dalam yunani dan wijayanti, 2013). Prevalensi berdasarkan laporan World Health Statistic 2012 penyakit kardiovaskuler saat ini menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di indonesia. Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Ttangga (SKRT) tahun 2012, prosentase penderita IMA dengan usia dibawah 40 tahun adalah 2-8 % dari seluruh penderita dan sekitar 10 % pada penderita dengan usia dibawah 46 tahun. Sensus kesehatan nasional tahun 2010 menujukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskular termasuk IMA adalah sebesar 26,4 %. Care Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada IMA (13,49 %) dan kemudian diikuti gagal jantung (13,42 %) dan penyakit jantung lainnya (13,37 %) (Badan penelitian dan pengembangan kesehatan, 2013). Data dari Profil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2011 terdapat kasus penyakit jantung koroner (PJK) sebesar 59 per 1.000 penduduk, terdiri dari Angina pektoris sebesar 13 per 1.000 penduduk, AMI sebesar 9 per 1.000 penduduk, dan Dekomp Kordis sebesar 37 per 1.000 penduduk. Data dari rekam medis RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2011 terdapat 198 pasien 4 AMI pada tahun 2012 terdapat 175 pasien dan pada tahun 2013 terdapat 234 pasien. AMI merupakan penyakit kedua terbesar setelah gagal jantung selama tahun 2013 di ruang ICVCU (Rekam Medik RSUD Dr.Moewardi, 2013). Penyebab terjadinya infark miokard akut adalah diawali dengan proses berkurangnya pasokan oksigen iskemia jantung yang disebabkan oleh berbagai hal antara lain: ateroskelorosis, trombus arteri, spasme, emboli koroner, anomali kongenital yang merupakan gangguan pada pembuluh darah koroner. Penyebab gangguan pada jantung seperti: Hipertrovi ventrikel, dan penyakit sistemik seperti anemia oleh penyebab kapasitas pembawa oksigen keseluruh penyebab di atas bisa mengakibatkan iskemik jantung bila tidak tertolong akan mengakibatkan kematian jantung yang disebut infark miokard ( Kasron, 2012: 30). Muttaqin (2009) dalam Sulistyowati (2015) mengatakan bahwa pada penyakit ini infark miokard laki-laki memiliki resiko 2-3 kali lebih besar mengalami jantung koroner dari pada wanita sebelum menopause. Menurut penilitian yang dilakukan Merta 2010, yang menunjukkan bahwa sebagian besar pasien yang menderita penyakit IMA berumur diatas 50 tahun. Hal tersebut diperkuat dengan teori dari Muttaqin (2009) bahwa penyakit IMA 45% terjadi pada usia 45 tahun keatas dan kurang dari 10% terjadi pada usia <40 tahun. Sedangkan menurut Morton (2011) penyakit ini lebih banyak terjadi pada usia 50 tahun, dikarenakan pengaruh oleh gaya hidup yang tidak sehat seperti stress, obesitas, merokok dan 5 kurangnya aktivitas fisik, dan selain gaya hidup IMA juga dapat dipengaruhi oleh hormon seks, pil pengontrol kelahiran dan asupan alkohol berlebihan. Amir (2008) dalam Sulistyowati (2015) mengatakan bahwa gangguan kebutuhan dasar pada pasien penyakit jantung atau infark miokard akut (IMA) akan menimbulkan masalah keperawatan, salah satunya adalah gangguan kebutuhan istirahat atau gangguan pola tidur berhubungan dengan terjadinya nyeri dan sesak nafas, untuk mengurangi gejala nyeri dan sesak nafas maka salah satu tindakan untuk menguranginya adalah dengan menentukan posisi tidur pasien yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas tidur pasien. Wilkinson (2007) dalam Melanie (2012) mengatakan bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan gangguan tidur pada pasien dengan gagal jantung adalah ketidakmampuan untuk mengambil posisi tidur yang disukai karena nocturnal dyspnea. Tindakan keperawatan Nursing Diagnosis Handbook with NIC Interventions and NOC Outcomes menjelaskan terapi keperawatan positioning dengan posisi tidur semifowler untuk mengatasi gangguan tidur pada pasien gagal jantung karena sesak nafas. Hal tersebut juga didukung oleh teori dari Smeltzer dan Bare (2001) dalam Sulistyowati (2015) yang menyatakan bahwa posisi kepala yang lebih tinggi sekitar 30 derajat akan menguntungkan berdasarkan alasan berikut: volume tidak dapat diperbaiki karena tekanan isi perut terhadap diafragma berkurang, drainase lobus atas paru lebih baik dan 6 aliran balik vena ke jantung berkurang, sehingga mengurangi kerja jantung. Berdasarkan hasil penelitian Melanie (2012) dalam Sulistyowati (2015) menyatakan bahwa sudut posisi tidur 30 derajat menghasilkan kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan sudut 45 derajat dalam penyakit gagal jantung. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengaplikasikan hasil riset Melanie 2012 dalam pengelolaan kasus yang dituangkan dalam karya tulis ilmiah dengan judul “Pemberian Sudut Posisi Tidur 30 Derajat terhadap Kualitas Tidur pada Asuhan Keperawatan Pasien dengan Infark Miokard Akut (IMA) Di Ruang ICVCU RSUD Dr.Moewardi Surakarta”. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mengaplikasikan tindakan pemberian sudut posisi tidur 30 derajat terhadap peningkatan kualitas tidur pada pasien infark miokard akut (IMA) di ruang ICVCU RSUD Dr.Moewardi Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Infark miokard akut (IMA). b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Infark miokard akut (IMA). 7 c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Infark miokard akut (IMA). d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan Infark miokard akut (IMA). e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan Infark miokard akut (IMA). f. Penulis mampu menganalisa hasil dari pemberian sudut posisi tidur 30 derajat terhadap kualitas tidur pada pasien Infark miokard akut (IMA). C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis Menambah wawasan dan pengalaman dalam melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan optimal pada praktek klinik keperawatan, dan sebagai tambahan ilmu baru bagi penulis. Memperoleh dan memperluas wawasan untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan dengan tindakan pengaruh pemberian sudut posisi tidur 30 derajat terhadap kualitas tidur dan status kardiovaskuler pada pasien Infark miokard akut (IMA). 2. Bagi institusi akademik Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang, dan memberikan kontribusi laporan kasus sebagai bentuk 8 laporan aplikasi hasil riset, khususnya pada pasien dengan Infark miokard akut (IMA), sehingga dapat digunakan sebagai sumber bagi praktik mahasiswa keperawatan. 3. Bagi rumah sakit Sebagai bahan masukkan bagi rumah sakit tentang tindakan pengaruh pemberian sudut 30 derajat terhadap kualitas tidur pada pasien dengan Infark miokard akut (IMA), sehingga rumah sakit dapat menambahkan dan membuat SOP tentang tindakan keperawatan terhadap peningkatan kualitas tidur pada pasien Infark miokard akut (IMA) dengan pengaturan sudut posisi tidur 30 derajat. 4. Bagi profesi keperawatan Memberikan kontribusi laporan kasus sebagai bentuk laporan aplikasi riset tentang tindakan pengaruh pemberian sudut posisi tidur 30 derajat terhadap kualitas tidur pada pasien dengan Infark miokard akut (IMA)yang akan bermanfaat bagi pemecahan masalah dalam profesi keperawatan. 5. Bagi pembaca Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang penyakit dan cara perawatan pasien dengan meningkatkan kualitas tidur akibat Infark miokard akut (IMA) dengan menggunakan pemberian sudut posisi tidur 30 derajat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teori 1. Infark Miokard Akut (IMA) a. Definisi Hudak & Gallo (1997) dalam Kasron (2012) mengatakan bahwa infark miokard akut (IMA) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung. Aterosklerotik adalah suatu penyakit pada arteri-arteri besar dan sedang dimana lesi lemak yang disebut Plak Ateroma timbul pada permukaan dalam dinding arteri. Sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke arteri bagian distal. Ardiasyah (2012) dalam Ari Pebru (2012) mengatakan bahwa Infrak miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Sudono (2007) dalam Ari Pebru (2012) mengatakan bahwa Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. Menurut Stillwell (2011) bahwa kematian jaringan miokard disebabkan oleh 9 10 penurunan suplai darah ke miokardium, infark miokardium dapat disebabkan oleh ateroskerosis, spasme arteri koroner atau sering karena thrombosis koroner. b. Etiologi Menurut fakih ruhyanudin (2006) dalam Andra & Yessie (2013) mengatakan bahwa penyebab akut miokard infark adalah: 1) Gangguan pada arteri koronaria berkaitan dengan atherosclerosis, kekakuan, atau penyumbatan total pada arteri oleh emboli atau thrombus. 2) Penurunan aliran darah system koronaria menyebabkan ketidakseimbangan antara miokardial O2 suplai dan kebutuhan jaringan terhadap O2. Infark Miokard Akut (IMA) terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung tersebut (Kasron, 2012). Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya : 1) Berkurangnya suplai oksigen ke miokard. Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor : a) Faktor pembuluh darah : (1) Atherosclerosis (2) Spasme (3) Arteritis 11 b) Faktor sirkulasi : (1) Hipotesis (2) Stenosis aorta (3) Isufisiensi c) Faktor darah : (1) Anemia (2) Hipoksemia (3) Polisitemia 2) Curah jantung yang meningkat : a) Aktifitas yang berlebihan b) Emosi c) Makan yang banyak d) Hypertiroidisme 3) Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada : a) Kerusakan miokard b) Hypertropimiocard c) Hypertensi diastolic Faktor predisposisi : a) Faktor resiko yang dapat diubah : (1) Mayor : (a) Hiperlipidemia (b) Hipertensi (c) Merokok 12 (d) Diabetes (e) Obesitas (f) Diet tinggi lemak jenuh, kalori (2) Minor : (a) Usia (b) Jenis kelamin (c) Riwayat keluarga Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum usia 70 tahun merupakan faktor risiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat. (d) Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif) (e) Stress psikologis berlebihan c. Tanda Dan Gejala Tanda dan gejala pada pasien infark miokard menurut Kasron (2012) yaitu : 1) Klinis 13 a) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama. b) Nyeri seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus kebawah menuju lengan (biasanya lengan kiri). c) Nyeri secara spontan, menetap selama beberapa jam atau hari. d) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher. e) Disertai sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah. f) Pasien dengan diabetes melitus tidak mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (menumpulkan pengalaman nyeri). g) Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama gallop. Adanya krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan paru-paru. Takikardia, kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding dada pada IMA inferior. 14 2) Laboratorium Pemeriksaan enzim jantung a) CPK-MB/CPK, Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam. b) LDH/HBDH, Meningkat dalam 12-24 jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal. c) AST/SGOT, Meningkat (kurang nyata/khusus) terjadi dalam 3 atau 4 hari. 3) EKG Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis. d. Patofisiologi IMA terjadi karena kekurangan oksigen yang terjadi berlangsung cukup lama yaitu lebih dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya. Kekurangan oksigen yang paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner atau koronari arteri disease (CAD). Pada penyakit ini terdapat materi lemak yang telah terbentuk dalam beberapa tahun dalam lumen arteri koronaria (arteri yang mensuplai darah 15 dan oksigen pada jantung). Plaque dapat rupture sehingga dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar maka bisa menghambat aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner (Kasron, 2012). Terbendungnya aliran darah menghambat aliran darah yang kaya dengan oksigen mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot jantung yang rusak itu akan mulai mati. Selain disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata infark juga bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan bahkan spasme arteri koroner berperan dalam beberapa kasus ini. Spasme yang terjadi dipicu oleh beberapa hal antara lain mengkonsumsi obatobatan tertentu, stress emosional, merokok dan paparan suhu tinggi yang ekstrim. Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa terjadi koma jika terlambat dalam penanganannya (Kasron, 2012). Letak infark ditentukan oleh letak sumbatan arteri koroner yang mensuplai darah ke jantung. Terdapat arteri koroner besar yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri bercabang menjadi dua yaitu desenden arterior dan arteri 16 sirkumpleks kiri. Arteri koronaria desenden anterior kiri berjalan melalui bawah anterior dinding kearah afeks jantung. Bagian ini mensuplai aliran dua pertiga dari septum intraventrikel, sebagian besar afeks, dan ventrikel kiri anterior. Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari koroner kiri kearah dinding lateral kiri dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium kiri, seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum intraventrikel posterior. Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan arteri pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai keposterior jantung. Bagian jantung yang disuplai meliputi atrium kanan, ventrikel kanan, interventrikel, posterior nodus SA, nodus AV, superior, bagian atrium septum kiri, dan permukaan diafragmatik ventrikel kiri. Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui jika infark anterior kemungkinan disebabkan oleh gangguan pada cabang desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa disebabkan oleh lesi pada arteri koroner kanan (Kasron, 2012). 17 e. Pathway Aterosklerosis trombosis Kontriksi arteri koronaria Aliran darah ke jantung menurun Oksigen dan nutrisi turun Jaringan miokard iskemik Nekrosis lebih dari 30 menit Suplai dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang Suplai oksigen ke miokard turun Infark miokard akut Metabolisme anaerob seluler hipoksia Timbunan asam laktat meningkat integritas membran sel berubah Fatique kontraktilitas turun Nyeri Intoleransi aktivitas COP turun Resiko penurunan curah Kerusakan Ganggua pertukaran gas n perfusi Gangguan pola tidur Gambar 2.1 (Sumber : Sieh, S. 2010) 18 f. Komplikasi Menurut Rendi (2012) komplikasi klinik pada pasien infark miokard akut (IMA) yaitu: 1) Gagal jantung kongesif 2) Syok kardiogenik 3) Disfungsi otot papilaris 4) Defek septum ventrikel 5) Ruptura jantung 6) Aneurisma ventrikel 7) Tromboembolisme 8) Perikarditis 9) aritmia Sedangkan menurut Kasron (2012) komplikasi pada pasien infark miokard akut yaitu : 1) Aritmia Aritmia yang lazim ditemukan pada fase akut IMA. Hal ini dapat pula dipandang sebagai bagian perjalanan penyakit IMA. Aritmia perlu diobati bila menyebabkan gangguan hemodinamik, meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, bila merupakan predisposisi untuk terjadinya aritmia yang lebih gawat seperti takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel atau asistol. 19 2) Bradikardia sinus 3) Irama nodal 4) Asistolik 5) Takikardia sinus 6) Kontraksi atrium prematur 7) Ruptur miokardial 8) Bekuan darah g. Klasifikasi Menurut Rendy (2012) jenis-jenis penyakit infark miokard yaitu : 1) Miokard Infark Subendokardial Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang amat peka terhadap iskemia dan infark. Miokard infark subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang relatif menurun dalam waktu lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia. Derajat nekrosis dapat bertambah bila disertai peningkatan kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat takikardia atau hipertrofi ventrikel. Walaupun pada mulanya gambaran klinis dapat relatif ringan, kecenderungan iskemia dan infark lebih jauh merupakan ancaman besar setelah pasien dipulangkan dari Rumah Sakit. 20 2) Miokard Infark Transmural Pada lebih dari 90% pasien miokard infark transmural berkaitan dengan trombosis koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang mengalami penyempitan arteriosklerotik. Penyebab lain lebih jarang ditemukan. Misalnya perdarahan dalam plaque aterosklerotik dengan hematom intramural, spasme yang umumnya terjadi di tempat aterosklerotik yang emboli koroner. Miokard infark dapat terjadi walau pembuluh koroner normal, tetapi hal ini amat jarang Berdasarkan kelainan pada gelombang ST (Aru W. Sudoyo, 2006) dalam Andra & Yessie (2013): 1) STEMI IMA dengan elevasi segmen ST (ST elevasion myocardial iinfarcion = STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. 2) NSTEMI Angina fektoris tak stabil (unstable angina = UA) dan miokard akut tanpa elevasi ST (Non ST elevation myocardinal infarction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnose NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA 21 menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. h. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa medis menurut Kasron (2012) yaitu: 1) Pemeriksaan penunjang a) EKG (Electrocardiogram) Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST. Pada awal infark miokard, elevasi ST diseratai dengan gelombang T tinggi, selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal. b) Test Laboratorium Darah Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-protein tertentu keluar masuk aliran darah. (1) Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB terdeteksi setelah 6-8 jam, mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali menjadi normal setelah 24 jam berikutnya. 22 (2) LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu setelah 24 jam kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu. Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan klinisnya masih kalah akurat dengan nilai troponin, terutama troponin-T. Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot skeletal. (3) Troponin T & I merupakan protein merupakan tanda paling spesifik cedera otot jantung, terutama troponin T (TnT). Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih tetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu. Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga hari pertama; peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal. (4) Ketidakseimbangan Elektrolit dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misal hipokalemi, hiperkalemi. (5) Leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari ke2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi. 23 (6) Kolesterol atau Trigliserida serum meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI. (7) Kecepatan sendimentasi meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI, menunjukkan inflamasi. (8) GDA dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis. c) Tes Radiologis (1) Coronary Angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar X pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri pada lengan atau paha menuju jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner. Jika ditemukan sumbatan, bisa dilakukan tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri tetap terbuka. (2) Foto Dada, mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler. 24 (3) Pencitraan Daerah Jantung (MUGA), mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah). (4) Angiografi koroner, menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi. (5) Digital Subtraksion Angiografi (PSA), teknik yang digunakan untuk menggambar pembuluh darah yang mengarah ke atau dari jantung. (6) Nuklear Magnetic Resonance (NMR), memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung, atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah. i. Penatalaksanaan Brunner and Suddarth (2005) dalam Andra & Yessie (2013) mengatakan memperkecil bahwa tujuan kerusakan penatalaksanaan jantung sehingga medis adalah mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara, segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Terapi obat-obatan, 25 pemberian oksigen dan tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk mempertahankan jantung. Obat-obatan dan oksigen digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen, sementara tirah baring dilakukan untuk mengurangi kebutuhan oksigen. Menurut Kasron (2012) penatalaksanaan medis infark miokard akut dibagi menjadi 2 cara yaitu : 1) Farmakologi a) Diagnosa b) Diet makanan lunak dan rendah garam c) Terapi oksigen d) Monitor EKG e) Askses intravena f) Penghilang rasa sakit 2) Non farmakologi a) Pengobatan tromblitik sebagai usaha reperfusi paling efektif dimulai dalam waktu 1 jam setelah timbul gejala pertama. b) Beta bloker: cardiosective (metoprolol 100mg, atenolol 50100mg, asebutolol 200mg) dan non cardiosective (propanolol 10mg). c) Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors: captopril 2,5mg. d) Obat-obatan antikoagulan: heparin 15-20 g. e) Obat-obatan antiplatelet: aspirin 25-50mg. 26 j. Asuhan Keperawatan IMA Asuhan keperawatan menurut Andra & Yessie (2013): 1) Pengkajian a) Biodata b) Riwayat kesehatan (1) Riwayat kesehatan sekarang (a) Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur (b) Faktor perangsang nyeri yang spontan (c) Kualitas nyeri: rasa nyeri digambarkan dengan rasa sesak yang berat/mencekik. (d) Lokasi nyeri: dibawah atau sekitar leher, dengan dagu belakang, bahu atau lengan. (e) Beratnya nyeri: dapat dikurangi dengan istirahat atau pemberian nitrat. (f) Waktu nyeri: berlangsung beberapa jam/hari, selama serangan pasien memegang dada atau menggosok lengan kiri. (g) Diaforeasi, muntah, mual, kadang-kadang demam, dispnea. (h) Sindrom syock dalam berbagai tingkatan. (2) Riwayat kesehatan dahulu (a) Penyakit pembuluh darah arteri (b) Riwayat merokok 27 (c) Kebiasaan olah raga yang tidak teratur (d) Riwayat DM, hipertensi, gagal jantung kongestif (e) Riwayat penyakit pernafasan kronis (3) Riwayat kesehatan keluarga Riwayat keluarga penyakit jantung/infark miokard, DM, stroke, hipertensi, penyakit vaskulerperiver. c) Pengkajian fokus (1) Aktifitas Gejala: (a) Kelemahan (b) Kelelahan (c) Tidak dapat tidur (d) Pola hidup menetap (e) Jadwal olah raga tidak teratur Tanda: (a) Takikardi (b) Dispnea pada istirahat atau aktifitas (2) Sirkulasi Gejala: riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus. Tanda: 28 (a) Tekanan darah Dapat normal / naik / turun, berubah postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri. (b) Nadi Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia). (c) Bunyi jantung Bunyi jantung ekstra: S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel. (d) Murmur Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung. (e) Friksi: dicurigai perikarditis. (f) Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur. (g) Edema Distensi vena juguler, edema dependent, perifer, edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel. (h) Warna Pucat atau sianosis, kuku datar, pada membran mukosa atau bibir. 29 (3) Integritas ego Gejala: menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga. Tanda: menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri. (4) Eliminasi Tanda: normal, bunyi usus menurun. (5) Makanan atau cairan Gejala: mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar. Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan. (6) Hygiene Gejala atau tanda: kesulitan melakukan tugas perawatan. (7) Neurosensori Gejala: pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istirahat). Tanda: perubahan mental, kelemahan. 30 (8) Nyeri atau ketidaknyamanan Gejala: (a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral). (b) Lokasi: Tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher. (c) Kualitas: “Crushing”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat. (d) Intensitas: Biasanya 10 (pada skala 1-10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami. (e) Catatan: nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus, hipertensi, lansia. 31 (9) Pernafasan Gejala: dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea noctural, batuk dengan atau tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis. Tanda: peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat, sianosis, bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum. (10) Interaksi sosial Gejala: stress, kesulitan koping dengan stressor yang ada misal: penyakit, perawatan di RS. Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut), menarik diri. 2) Diagnosa Keperawatan a) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard. b) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria. c) Kerusakan pertukaran gas berhubunga dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar-kapiler (atelektasi, kolaps 32 jalan nafas / alveolar edema paru / efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif). d) Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri. e) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara supali oksigen miokard dan kebutuhan adanya iskemik / nekrotik jaringan miokard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas. f) Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis. g) Perubahan gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan, proses penyakit. 3) Intervesi a) Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai dengan: Nyeri dada dengan / tanpa penyebaran, wajah meringis, gelisah, delirium, perubahan nadi, tekanan darah. (1) Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan nyeri berkurang. 33 (2) Kriteria hasil: (a) Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1 (b) Ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang (c) Tidak gelisah (d) Nadi 60-100 x / menit (e) TD 120 / 80 mmHg (3) Intervensi: (a) Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut. (b) Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat. (c) Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, misalnya nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi. (d) Pertahankan oksigenasi dengan bikanul contohnya (2-4 L/ menit). (e) Monitor tanda-tanda vital (nadi & tekanan darah) tiap dua jam. (f) Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik. 34 b) Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard (1) Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS. (2) Kriteria hasil: (a) Tidak ada edema (b) Tidak ada disritmia (c) Haluaran urin normal (d) TTV dalam batas normal (3) Intervensi: (a) Pertahankan tirah baring selama fase akut (b) Kaji dan laporkan adanya tanda-tanda penurunan COP, TD (c) Monitor haluaran urin (d) Kaji dan pantau TTV tiap jam (e) Kaji dan pantau EKG tiap hari (f) Berikan oksigen sesuai kebutuhan (g) Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi 35 (h) Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis (i) Berikan makanan sesuai diitnya (j) Hindari valsava menuver, mengejan (gunakan laxan) c) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria ditandai dengan: Daerah perifer dingin, EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu, RR lebih dari 24 x/ menit, nyeri dada, gambaran foto torak terdapat pembesaran jantung & kongestif paru (tidak selalu), HR lebih dari 100 x/ menit, TD > 120/80AGD dengan: pa O2 < 80 mmHg, pa CO2 > 45 mmHg dan saturasi < 80 mmHg (1) Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas. (2) Kriteria hasil: (a) Daerah perifer hangat (b) Tak sianosis (c) Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark (d) RR 16-24 x/ menit 36 (e) Tak terdapat clubbing finger (f) Kapilari refil 3-5 detik (g) Nadi 60-100 x/ menit (h) TD 120/80 mmHg (3) Intervensi (a) Monitor frekuensi dan irama jantung (b) Observasi perubahan status mental (c) Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa (d) Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya (e) Kolaborasi: berikan cairan IV sesuai indikasi (f) Pantau pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium misalnya EKG , elektrolit, GDA (pa O2 pa CO2 dan saturasi O2). Dan pemberian oksigen d) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar-kapiler (atelektasis, kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/ efusi, sekresi berlebihan/ perdarahan aktif) ditndai dengan: Dispnea berat, gelisah, sianosis, perubahan GDA, hipoksemia (1) Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan oksigenasi dengan GDA dalam rentang 37 normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan saturasi < 80 mmHg). (2) Kriteria hasil: (a) Tidak sesak nafas (b) Tidak gelisah (c) GDA dalam batas normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan saturasi < 80 mmHg) (3) Intervensi: (a) Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot baru pernafasan (b) Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan misalnya krakles, ronki dll (c) Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya, batuk, penghisapan lendir dll (d) Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien (e) Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan / kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah e) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miokard 38 ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum (1) Tujuan: Setalah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan terjadi peningkatan toleransi pada klien. (2) Kriteria hasil: (a) Klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien (b) Frekuensi jantung 60-100 x/ menit (c) TD 120-80 mmHg (3) Intervensi: (a) Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas (b) Tingkatkan istirahat (di tempat tidur) (c) Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat (d) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan (e) Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas pelaporan pada dokter atau memerlukan 39 f) Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis (1) Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan cemas hilang/ berkurang. (2) Kriteria hasil: (a) Klien tampak rileks (b) Klien dapat beristirahat (c) TTV dalam batas normal (3) Intervensi: (a) Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas (b) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman (c) Ajarkan teknik relaksasi (d) Minimalkan rangsang yang membuat stress (e) Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan (f) Berikan sentuhan pada klien dan ajak klien berbincang-bincang dengan suasana tenang (g) Berikan support mental (h) Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi g) Perubahan gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan dengan perubahan lingkungan, proses penyakit 40 (1) Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 3x 24 jam diharapkan gangguan pola tidur pasien kembali optimal dengan kuantitan dan kualitas tidur yang baik. (2) Kriteria hasil: (a) Klien tidak terbangun (b) kuantitas dan kualitas tidur pasien tercukupi dengan keterangan jumlah jam tidur meningkat ±7-8 jam (c) perasaan segar nyaman setelah bangun tidur (d) gangguan tidur tidak ada (3) Intervensi: (a) Batasi masukan makanan / minuman yang mengandung kafein (b) Dukung melanjutkan kebiasaan ritual sebelum tidur (c) Berikan posisi tidur yang membuat klien nyaman (d) Atur pencahayaan (e) Batasi pengunjung pada malam hari 2. Tidur a. Definisi Tidur adalah suatu proses yang sangat penting bagi manusia, karena dalam tidur terjadi proses pemulihan, proses ini bermanfaat mengembalikan kondisi seseorang pada keadaan semula, tubuh yang tadinya mengalami kelelahan akan menjadi 41 segar kembali. Proses pemulihan yang terhambat dapat menyebabkan organ tubuh tidak bisa bekerja dengan maksimal, akibatnya orang yang kurang tidur akan cepat lelah dan mengalami penurunan konsentrasi (Safitrie dan Ardani, 2013). b. Kualitas dan kuantitas tidur Sulistyowati (2015) mengatakan bahwa poin-poin penilaian karakteristik kualitas tidur yaitu baik, buruk, dan sangat buruk. Maka dapat disimpulkan bahwa kualitas atau kualitas tidur adalah tingkatan baik buruknya kondisi saat manusia mengalami penurunan kesadaran yang mudah dibangunkan. Taylor C (1997) dalam Safitrie & Ardani (2013) mengatakan bahwa kuantitas dan kualitas tidur seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, aktifitas fisik, stres psikologis (penyakit dan situasi yang menyebabkan stres), motivasi, kebudayaan, diet, konsumsi alkohol, merokok, konsumsi kafein, lingkungan, gaya hidup, penyakit, serta pengobatan. Kualitas tidur seseorang tidak tergantung pada jumlah atau lama tidur seseorang, tetapi bagaimana pemenuhan kebutuhan tidur orang tersebut. Indikator tercukupinya pemenuhan kebutuhan tidur seseorang adalah kondisi tubuh waktu bangun tidur, jika setelah bangun tidur merasa segar berarti pemenuhan kebutuhan tidur telah tercukupi (Potter & Perry,2006). Tarwoto & Wartonah (2006) dalam Triyanta & Haryanti (2013) mengatakan bahwa kesempatan 42 untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan makan, aktifitas, maupun kebutuhan dasar lainny. Setiap individu membutuhkan istirahat dan tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya. Tidur yang normal dibagi menjadi dua yaitu pergerakan mata yang tidak cepat, tidur Non Rapid Eye Movement (NREM) dan pergerakan mata cepat, tidur Rapid Eye Movement (REM). Masa NREM seseorang terbagi menjadi empat tahapan dan memerlukan kira-kira 90 menit selama siklus tidur, sedangkan tahapan REM adalah tahapan terakhir kira-kira 90 menit sebelum tidur terakhir. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan fase REM terjadi secara bergantian antara 4-6 siklus semalam. Bayi baru lahir tidur kira-kira 16 jam perhari, toddler 10-12 jam perhari, anak prasekolah 9-10 jam perhari dan orang dewasa kebutuhan tidur 7-9 jam perhari. Pola aktifitas atau kebiasaan tidur pada jaman sekarang ini banyak diabaikan oleh masyarakat, sebagian penderita penyakit jantung. Jantung akan kerja lebih berat, jika penderita kekurangan waktu tidurnya. Terlebih pada penyakit jantung awal atau indikasi terjadinya infark miokard, yang merupakan salah satu diagnosa yang paling umum penyakit jantung. Aktifitas dan istirahat pada pasien infark miokard mengalami kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, jadwal olahraga yang tak teratur, dispnea pada istirahat ataupun kerja. Pasien juga merasa nyeri lebih pada satu tempat, 43 yaitu pada dada pasien infark miokard mengakibatkan terganggunya aktifitas misalnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala (Carpenito, 2002). Kualitas tidur dapat diukur dengan mengisi kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI sendiri ialah suatu metode penilaian yang berbentuk kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur dan gangguan tidur orang dewasa dalam interval satu bulan. Pada kuisioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan alat untuk mengukur kualitas tidur yang didalamnya terdapat 10 pertanyaan yang ditujukan bagi pasien, dari 10 pertanyaan tersebut dapat diketahui 7 komponen yaitu kualitas tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur serta disfungsi pada siang hari (Safitrie dan Ardani. 2013: 18-19). Nilai dari 7 komponen PSQI kemudian dijumlahkan sehingga akan didapatkan nilai antara 0-21, apabila nilai > 5 mengindikasikan kualitas tidur buruk, sedangkan nilai < 5 mengindikasikan kualitas tidur baik (Melanie, 2012: 74). 3. Posisi Semi Fowler a. Definisi Semi Fowler Posisi semi fowler (setengah duduk) adalah posisi tidur pasien dengan kepala dan dada lebih tinggi dari pada posisi 44 panggul dan kaki. dimana kepala dan dada dinaikkan dengan sudut 30-45 derajat (suparmi, 2008). Posisi semi fowler atau posisi setengah duduk adalah posisi tempat tidur yang meninggikan batang tubuh dan kepala dinaikkan 15 sampai 45 derajat. Apabila klien berada dalam posisi ini, gravitasi menarik diafragma ke bawah, memungkinkan ekspansi dada dan ventilasi paru yang lebih besar (Kozier, dkk, 2010). Supadi dkk (2008), menyatakan bahwa posisi semi fowler membuat oksigen di dalam paru-paru semakin meningkat sehingga memperingan kesukaran napas. Posisi ini akan mengurangi kerusakan membran alveolus akibat tertimbunnya cairan. Hal tersebut dipengaruhi oleh gaya gravitasi sehingga O2 delivery menjadi optimal. Sesak nafas akan berkurang dan akhirnya perbaikan kondisi klien lebih cepat. Gambar 2.2 Sumber: Syifa, (2014) 45 b. Tujuan Tujuan pemberian posisi semi fowler adalah : Membantu mengatasi masalah kesulitan pernapasan dan pasien dengan gangguan jantung (Suparmi, 2008). c. Prosedur 1) Identifikasi kebutuhan pasien akan posisi semi fowler. 2) Jelaskan pada pasien tentang tujuan / manfaat dari posisi ini. 3) Jaga privasi pasien. 4) Siapkan alat-alat. 5) Cuci tangan. 6) Buatlah posisi tempat tidur yang memudahkan untuk bekerja (sesuai dengan tinggi perawat). 7) Sesuaikan berat badan pasien dan perawat. Bila perlu, carilah bantuan atau gunakan alat bantu pengangkat. 8) Kaji daerah-daerah yang mungkin tertekan pada posisi tidur pasien, seperti tumit, prosesus spinosus, sacrum, dan skapula. 9) Atur tempat tidur pada posisi datar. Ambil semua bantal dan perlengkapan lain yang digunakan pada posisi sebelumnya. Beri bantal pada tempat tidur pasien bagian atas. Pindahkan pasien ke bagian atas tempat tidur. a) tekuk lutut pasien dan anjurkan untuk meletakkan tangan di atas dadanya. 46 b) Letakkan satu tangan perawat di bawah bahu pasien dan tangan yang lain di bawah paha pasien. c) Angkat dan tarik pasien sesuai yang di inginkan, mintalah pasien untuk mendorong kakinya. d) Yakinkan bahwa bokong pasien berada tepat pada sudut lekukan tempat tidur. 10) Naikkan posisi tempat tidur bagian kepala 30-40 derajat atau sesuai kebutuhan. 11) Letakkan bantal kecil / lunak di bawah kepala. 12) Letakkan bantal kecil atau gulungan handuk di daerah leku pinggang jika terdapat celah kecil di daerah tersebut. 13) Letakkan bantal kecil mulai dari bawah lutut sampai tumit. 14) Letakkan guling atau trochanter roll di sisi luar paha. 15) Letakkan papan penghalang pada telapak kaki pasien. 16) Letakkan bantal untuk mendukung lengan dan tangan jika pasien tidak dapat menggerakkan lengan. 17) Evaluasi tindakan yang telah dilakukan dengan menilai rasa nyaman pasien. 18) Rapikan alat-alat dan cuci tangan. 19) Catat tindakan yang telah dilakukan. 47 B. Kerangka Teori Etiologi : Atherosclerosis, spasme, arteritis, hipotesis, stenosis aorta, isufisiensi, anemia, hipoksemia, polisitemia. Infark miokard akut (IMA) - - Ruptur plaque - Tromosis arteri koronaria - Spasme otot - gangguan pada cabang desenden anterior kiri - Lesi pada arteri koroner kanan - Gangguan hematologik Penurunan suplai O2 ke otot jaringan miokard berkurang Nyeri akut Dispnea Gangguan tidur Pemberian terapi posisi semi fowler Gambar 2.3 Kerangka Teori Sumber: Kasron, (2012) BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi Riset Subjek dari aplikasi riset ini adalah Ny.S usia 58 tahun dengan Infark Miokard Akut (IMA) di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. B. Tempat dan Waktu Tempat yang digunakan di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Waktu pelaksanaan pada tanggal 9 – 12 januari 2016. C. Media dan Alat yang digunakan Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan : 1. Media : Kuesioner PSQI dan observasi 2. Alat : Bantal dan handscoon D. Prosedur Tindakan Prosedur tindakan yang dilakukan pada aplikasi riset tentang pemberian sudut posisi tidur 30 derajat terhadap kualitas tidur pada pasien infark miokard akut (IMA): Prosedur pemberian sudut posisi tidur (semi fowler) : 1. Mengukur kualitas tidur menggunakan kuesioner PSQI sebelum diberikan posisi semi fowler (untuk membedakan antara pre dan post). 48 49 2. Pemberian posisi semi fowler : a. Fase orientasi 1) Mengucapkan salam 2) Memperkenalkan diri 3) Menjelaskan tujuan dan langkah prosedur b. Fase kerja 1) Mencuci tangan 2) Menjaga privasi pasien 3) Perawat membantu klien dalam posisi semi fowler 4) Menyusun bantal (2-5 bantal) di belakang punggung klien 5) Membiarkan kepala menyandar pada bantal dengan nyaman 6) Meletakkan bantal pada kedua lengan bawah 7) Meletakkan bantal di telapak kaki untuk mempertahankan kaki pada posisinya 8) Mencuci tangan c. Fase terminasi 1) Melakukan evaluasi tindakan 2) Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya 3) Berpamitan 3. Mengukur kualitas tidur menggunakan kuesioner PSQI setelah diberikan posisi semi fowler (untuk membedakan antara pre dan post). 50 E. Alat Ukur Evaluasi Dari Aplikasi Tindakan Berdasarkan Riset Alat ukur evaluasi dari tindakan berdasarkan riset yaitu menilai dari bentuk format kuisioner PSQI (Choirul, 2013) adalah A. PERTANYAAN UNTUK PASIEN 1. Kapan anda biasanya pergi tidur dimalam hari? Jawab : 2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk tertidur? (dalam menit) Jawab : 3. Kapan anda biasanya bangun? Jawab : 4. Berapa lama waktu tidur dalam semalam? (dlm jam) Jawab : 5. Masalah yang membuat tidur terganggu adalah... Masalah a. Tidak dapat tertidur lebih dari 30 menit b. Bangun ditengah malam c. Harus bangun untuk ke kamar mandi d. Terjadi gangguan pernafasan e. Batuk f. Terlalu dingin g. Terlalu panas h. Mengalami mimpi buruk i. Mengalami nyeri j. Lain-lain Jumlah Tidak Ada Dalam Sebulan Ini 1x Dalam Minggu 1x Atau 2x Dalam Seminggu 3x Atau Lebih Dalam Seminggu 51 6. Bagaimana tentang kualitas tidur anda beberapa bulan terakhir? Sangat bagus Agak bagus Agak buruk Sangat buruk 7. Apakah mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi tidur? Tidak 1x Seminggu 1x Atau 2x Seminggu 3x Atau Lebih Dalam Seminggu 8. Apakah anda mengalami masalah (Kantuk) saat mengemudi, sarapan, bekerja atau melakukan pekerjaan sehari-hari? Tidak pernah 1x Seminggu 1x Atau 2x Seminggu 3x Atau lebih Dalam Seminggu 9. Adakah masalah yang anda pikirkan dan harus diselesaikan? Semua Tidak Ada Masalah Hanya Ada Masalah Kecil Ada Beberapa Masalah Ada Masalah Besar 10. Siapa orang yang membantu memecahkan masalah? Tidak Ada Saudara Yang Berbeda Rumah Saudara Serumah Istri Atau Suami 52 B. PENILAIAN BAGI PENULIS KOMPONEN 1 : Kualitas Tidur subyektif 1. Untuk pertanyaan no 6 RESPON Sangat bagus Agak bagus Agak buruk Sangat buruk KOMPONEN 2 NILAI 0 1 2 3 Komponen satu nilainya: : Latensi Tidur 1. Untuk pertanyaan no 2 WAKTU ≤ 15 menit 16-30 menit 31-60 Enit >60 menit NILAI pada pasien NILAI 0 1 2 3 2. Untuk pertanyaan no 5a WAKTU Tidak ada dalam sebulan ini 1x dalam seminggu 1x atau 2x dalam seminggu 3x atau lebih dalam seminggu NILAI pada pasien NILAI 0 1 2 3 3. Jumlah antara no 1 dan 2 4. Jumlah dari 2 pertanyaan JUMLAH NILAI 0 1-2 3-4 5-6 Nilai pada pasien NIALAI KOMPONEN 0 1 2 3 Komponen 2 nilainya: 53 KOMPONEN 3 : Waktu Tidur 1. Untuk pertanyaan no 4 WAKTU NILAI 0 1 3 >7 jam 6-7 jam <5 jam NILAI pada pasien Komponen 3 nilainya: KOMPONEN 4 : Efisiensi Tdur 1. Jam tidur malam (pertanyaan 4) : 2. Tambahkan jawaban dari pertanyaan no 3 dan 1 ....+....= 3. Hitung no 1 dan 2 Rumus: (no 1: no 2)x 100= % ( : )x = % 4. Hasil dalam nilai Efisiensi Tidur NILAI 0 1 2 3 >85% 75-84% 65-74% <65% NILAI pada pasien Komponen 4 nilainya: KOMPONEN 5 : Gangguan Tidur 1. Untuk pertanyaan no 5 WAKTU Tidak ada dalam sebulan ini 1x dalam seminggu 1x atau 2x dalam seminggu 3x atau lebih dalam seminggu NILAI 0 1 2 3 54 Pertanyaan 5b = Pertanyaan 5c = Pertanyaan 5d = Pertanyaan 5e = Pertanyaan 5f = Pertanyaan 5g = Pertanyaan 5h = Pertanyaan 5i = Pertanyaan 5j = 2. Jumlah dari pertanyaan 5b-5j= 3. Jumlah dalam nilai JUMLAH 0 1-9 10-18 19-27 KOMPONEN 6 NILAI 0 1 2 3 Komponen 5 nilainya: : Penggunaan Obat Tidur 1. Untuk pertanyaan no 7 WAKTU Tidak ada dalam sebulan ini 1x dalam seminggu 1x atau 2x dalam seminggu 3x atau lebih dalam seminggu NILAI pada pasien NILAI 0 1 2 3 Komponen 6 nilainya: 55 KOMPONEN 7 : Disfungsi pada siang hari 1. Untuk pertanyaan no 8 RESPON NILAI 0 1 2 3 Tidak pernah 1x dalam seminggu 1x atau 2x dalam seminggu 3x atau lebih dalam seminggu NILAI pada pasien 2. Untuk pertanyaan no 9 RESPON Semua tidak ada masalah Hanya ada masalah kecil Ada beberapa masalah Ada masalah besar NILAI pada pasien NILAI 0 1 2 3 3. Tambahkan no 1 dan 2 ....+....= 4. Jumlah dalam nilai JUMLAH 0 1-2 3-4 5-6 NILAI 0 1 2 3 Komponen 7 nilainya: JUMLAH NILAI SELURUH KOMPONEN ADALAH... JUMLAH NILAI SELURUH KOMPONEN <5 >5 KUALITAS TIDUR Baik Buruk 56 Maka dapat disimpulkan bahwa pasien mempunyai kualitas tidur yang BAIK/BURUK. BAB IV LAPORAN KASUS Asuhan Keperawatan Ny. S dengan STEMI Inferior di Ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta mulai dilaksanakan pada tanggal 09 januari 2016. Asuhan Keperawatan ini dilaksanakan mulai dari identifikasi klien, pengkajian, rumusan masalah, intervensi, implementasi, dan evaluasi. A. Identitas Klien Pengkajian ini dilakukan dengan menggunakan metode anamnesa, observasi langsung, pemeriksaan fisik, serta menelaah catatan medis dan catatan perawat. Pengkajian dilakukan pada tanggal 09 januari 2016 jam 08.00 WIB. Pengkajian identitas pasien didapatkan hasil bernama Ny. S, pasien berumur 58 tahun, jenis kelamin perempuan, agama islam, pendidikan SMA, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dan Ny. S bertempat tinggal di daerah punung Pacitan Jawa Timur, klien masuk rumah sakit pada tanggal 08 januari 2016 pada jam 16.00, No. RM: 01325xxx dengan Diagnosa Medis STEMI Inferior. Identitas penanggung jawab nama Ny. R, umur 30 tahun, pendidikan sarjana, pekerjaan sebagai guru dan Ny. R bertempat tinggal di daerah punung Pacitan Jawa Timur serumah dengan klien, hubungan dengan klien yaitu sebagai anak. 57 58 B. Pengkajian Keluhan utama adalah pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kiri. Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan 24 jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengatakan mengeluh nyeri dada, nyeri seperti menembus sampai kepunggung terus menerus dan seperti ketimpa beban berat, klien mengalami muntah dan pusing serta sesak nafas. Klien pada saat tidur selalu menggunakan bantal lebih dari 2 dan sulit untuk mengawali tidur, tidur pasien mudah terbangun karena sesak nafas dan pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu, kemudian pasien berobat ke RSUD Pacitan pada tanggal 08 januari 2016 pada jam 10.00 WIB dan mendapatkan terapi infus RL 20 tpm, ISDN 3x1 5 mg, captopril 3x1 2,5 mg, CPG 1x1 75 mg, aspilet 1x1 80 mg, dan hasil pemeriksaan TTV yaitu tekanan darah 165/95 mmHg, nadi 90 kali per menit, respiracy rate 27 kali per menit, suhu 36,8 ºC, SPO2 96 % dan terapi O2 nasal canul 3 liter per menit. Pasien kemudian dirujuk ke RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA dan tiba di IGD pada tanggal 08 januari 2016 jam 16.00 WIB. Di IGD pasien mendapatkan terapi infus RL 40 cc per jam, inj arixtra 2,5 mg, streptase 1,5 juta unit drip infus, O2 nasal canul 3 liter per menit dan hasil pemeriksaan TTV yaitu tekanan darah 162/99 mmHg, nadi 90 kali per menit, respiracy rate 27 kali per menit, suhu 36,8 ºC, SPO2 96 % dan pada jam 17.00 WIB klien dimasukkan keruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta. 59 Riwayat penyakit dahulu: pasien mengatakan waktu masih kecil pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti sekarang, tidak pernah mengalami kecelakaan, pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan Hb tinggi tetapi tidak dengan penyakit yang sama seperti sekarang, dan pasien tidak pernah mengalami operasi apapun. Riwayat alergi: pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi dari makanan maupun obatobatan, pasien melakukan imunisasi lengkap dan kebiasaan pasien setiap hari yaitu sebagai ibu rumah tangga, memasak setiap hari, dan tidak perokok. Riwayat kesehatan keluarga: pasien mengatakan kalau keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit keturunan seperti DM, Asma, dan penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, dsb tetapi sejak 2 tahun yang lalu pasien mengatakan mengalami riwayat hipertensi. Genogram pasien adalah pasien mempunyai saudara empat dan pasien anak yang ke dua, kakak kandung pasien seorang laki-laki, adik kandung yang pertama seorang perempuan, dan adik kandung yang kedua seorang laki-laki, mempunyai anak dua dan keduanya seorang perempuan. Pasien mempunyai kedua orang tua kandung yang sudah meninggal, dan orang tua dari dari suami yang sudah meninggal dunia. 60 Gambar 4.1 Genogram Keterangan : : laki-laki : pasien : perempuan : tinggal serumah : meninggal Pengkajian 5B pasien didapatkan Breathing: pasien tidak menggunakan ventilator dan otot bantu pernafasan, respiracy rate 27 kali per menit, SPO2 96 %, dan pergerakan dada simetris. Blood: tekanan darah pasien 162/99 mmHg, nadi 90 kali per menit, dan kulit teraba lembab. Brain: tidak ada jejas dikepala, GCS E:4 M:6 V:5, reflek pupil kanan kiri normal, dan tidak ada kelainan di pemeriksaan 12 saraf kranial. Blader: tidak ada jejas dan tidak terpasang DC, produksi urin dengan warna kuning terang tidak tercampur darah dengan volume 200 ml pada jam 09.20 WIB. Bowel: tidak terpasang NGT, tidak ada distensi abdomen dan diit sesuai adfis dokter yaitu DJ III (diit jantung) 1700 kalori. 61 Dalam pengkajian pola kesehatan fungsional pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan sehat itu penting dan jika ada keluarga yang sakit pasien langsung membawakan ke pelayanan kesehatan terdekat seperti bidan, puskesmas, atau rumah sakit untuk diperiksakan. Pola nutrisi dan metabolisme, sebelum sakit klien mengatakan makan 3x sehari dengan jenis nasi, sayur, lauk, habis satu porsi dan tidak ada keluhan saat makan, antropometri BB:55 kg, TB: 157 cm, dan IMT (indeks masa tubuh) terdapat hasil 22,0 (normal), biochemical tidak terkaji, clinical sign klien rambut lurus, tidak rontok, kulit sawo matang, lembab, sedikit beruban dan untuk diit klien tidak menggunakan diit apapun. Selama sakit klien mengatakan makan 3x sehari dengan jenis makanan dari RS habis setengah porsi karena pasien tidak nafsu makan. Pola nutrisi dan metabolisme selama sakit antropometri BB: 54 kg, TB: 157 cm, dan IMT terdapat hasil 21,5 (normal), biochemical Hb: 18,3 g/dl, Ht: 56%, leukosit: 20,6 ribu/ul, trombosit: 353 ribu/ul, clinical sign klien rambut lurus, tidak rontok, kulit sawo matang, lembab, sedikit beruban dan untuk diit klien sesuai yang disarankan rumah sakit. Pola eliminasi sebelum sakit klien mengatakan BAK 6-7 kali per hari, jumlah urin 1000cc, warna kuning jernih, dan tidak ada keluhan. BAB 1-2 kali per hari, konsistensi padat, lunak, berbentuk, warna kuning kecoklatan, dan tidak ada keluhan. Selama sakit klien mengatakan BAK 34 kali per hari, jumlah urin 500cc, warna kuning jernih, dan tidak ada 62 keluhan. BAB 1 kali per hari, konsistensi lunak berbentuk, warna kuning kecoklatan, dan tidak ada keluhan. Balance cairan dalam 8 jam yaitu intake makan 400cc, minum 500cc, infus 320cc, output urin 500cc, feses 200cc, iwl 30x15: 450cc, dan analisanya yaitu intake 1210cc, output 1150cc, dan hasil balancenya adalah -60cc. Pola aktivitas dan latihan sebelum sakit pasien mengatakan semua kegiatan dilakukan secara mandiri seperti makan minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM. Selama sakit pasien mengatakan kegiatan seperti makan minum, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah dibantu orang lain, toileting dibantu orang lain dan alat, serta ambulasi/ROM pasien bisa mandiri. Pola tidur sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan dengan tidurnya, tidur pasien tiap hari rata-rata 7-8 jam dan tidak ada masalah waktu tidur. Selama sakit pasien mengatakan tidur tiap malam 4 jam, pasien terkadang bangun karena sesak nafas yang dideritanya, sulit mengawali tidur dan saat bangun pasien mengatakan merasa masih ngantuk dan kurang segar. Pola kognitif perseptual sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan masalah penglihatan, pendengaran, penciuman, ataupun alat indra lainnya. Selama sakit pasien mengatakan masih bisa berkomunikasi dengan lancar. P: pasien mengatakan nyeri bertambah ketika bergerak, Q: 63 nyeri terasa seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: nyeri bagian dada sebelah kiri, S: skala nyeri 3, T: nyeri terasa hilang timbul. Pola persepsi konsep diri sebelum sakit pasien mengatakan sebagai ibu dari anak-anaknya dan sebagai ibu rumah tangga pekerjaannya, pasien dalam keadaan baik dan percaya diri, pasien mengatakan selalu bersyukur dengan keadaannya dan pasien bisa melakukan perannya sebagai istri dan ibu rumah tangga yang baik. Selama sakit pasien mengatakan berharap cepat sembuh dan segera ingin pulang, pasien mengatakan menerima keadaannya saat ini, tetap bersyukur menerima keadaannya begitu juga keluarga dan lingkungan, pasien mengatakan tetap optimis sembuh dan selama sakit pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitasnya sendiri dan tidak bisa bekerja. Pola hubungan peran sebelum sakit pasien mengatakan memiliki hubungan baik dengan keluarganya dan tetangga sekitar. Selama sakit pasien mengatakan tetap berhubungan baik dengan keluarganya dan tetangga sekitar selalu menjenguk klien pada saat sakit. Pola seksualitas reproduksi sebelum sakit pasien mengatakan sudah menikah mempunyai 2 anak, hubungan seksualitas dengan suami harmonis dan tidak ada gangguan. Selama sakit pasien mengatakan hubungan seksualitas dengan suami tetap harmonis dan tidak ada gangguan. Pola mekanisme koping sebelum sakit pasien mengatakan tidak mempunyai masalah dengan siapapun atau orang lain. Selama sakit pasien 64 mengatakan iklas dengan menghadapi sakitnya dan ada optimisme untuk sembuh. Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit pasien mengatakan beragama islam dan selalu menjalankan sholat 5 waktu. Selama sakit pasien mengatakan menjalankan ibadah 5 waktu dengan posisi berbaring dan duduk ditempat tidur. Berdasarkan pengkajian pada tanggal 09 januari 2016 dari pemeriksaan fisik yang dilakukan pada Ny. S didapatkan hasil bahwa keadaan umum Ny. S lemah, tingkat kesadaran composmentis dengan skor GCS 15, tanda-tanda vital tekanan darah 162/99 mmHg, nadi 90 kali per menit irama teratur dan kuat, respirasy rate 27 kali per menit irama teratur, suhu 36,8º C, SPO2 96%. Pada pemeriksaan kepala bentuk kepala mesocephal, kulit kepala bersih tidak ada ketombe dan lesi, kulit rambut bersih tidak ada kutu rambut dan warna rambut hitam sedikit beruban. Mata palpebra tidak ada oedem, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, diameter kanan kiri ± 2mm, reflek terhadap cahaya, dan tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung simetris, bersih, tidak ada secret dan tidak terpasang NGT. Mulut simetris, tidak ada stomatitis, mulut bersih, dan mukosa bibir lembab. Gigi tidak ada caries, tidak ada gigi palsu, dan tidak ada perdarahan. Telinga bersih, tidak ada serumen, simetris, tidak ada gangguan pendengaran, dan tidak menggunakan alat bantu pendengaran. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, dan tidak ada kaku kuduk. 65 Pada pemeriksaan paru-paru inspeksi bentuk dada simetris, tidak menggunakan alat bantu pernafasan. Palpasi vocal fremitus kanan dan kiri sama. Perkusi bunyi paru kanan dan kiri sama yaitu sonor. Auskultasi suara paru normal, tidak ada bunyi tambahan, dan vesikuler pada seluruh lapang paru. Jantung inspeksi tidak ada luka dan jejas, dada simetris dan ictus cordis tidak tampak. Palpasi ictus cordis tidak kuat angkat. Perkusi suara pekak dan batas jantung tidak melebar. Auskultasi bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, tidak ada bunyi nafas tambahan. Abdomen inspeksi tidak ada jejas dan warna kuning langsat. Auskultasi bising usus 15 kali per menit. Perkusi kuadran I pekak, kuadran II III IV timpani. Palpasi tidak ada nyeri tekan pada semua kuadran. Genetalia bersih dan tidak terpasang kateter. Rektum bersih, tidak ada luka, tidak ada hemoroid. Pada pemeriksaan ekstremitas atas tangan kiri pasien terpasang infus RL 40cc per jam, pergerakan terbatas, tangan kanan pergerakan bebas, jari tangan lengkap, akral teraba hangat, tidak ada cacat, simetris gerakan baik, capilary refile ± 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, dan kekuatan otot kanan dan kiri baik 5/5. Daerah ekstremitas bawah kaki kanan dan kiri pergerakan bebas, jari kaki lengkap, akral teraba hangat, tidak ada cacat, simetris gerakan baik, capilary refile ± 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, dan kekuatan otot kanan dan kiri baik 5/5. Pada pemeriksaan laboratorium pada tanggal 08 januari 2016 hemoglobin 18.3 g/dl (N: 12.0-15.6 g/dl), hematokrit 56 % (N: 33-45 %), leukosit 20.6 ribu/ui (N: 4.5-11.0 ribu/ui), trombosit 353 ribu/ui (N: 150- 66 450 ribu/ui), eritrosit 6.76 juta/ui (N: 4.10-5.10 juta/ui), MCV 82.8 /um (N: 80.0-96.0 /um), MCH 27.1 pg (N: 28.0-33.0 pg), MCHC 32.7 g/dl (N: 33.0-36.0 g/dl), RDW 14.1 % (N: 11.6-14.6 %), MPV 8.7 fl (N: 7.2-11.1 fl), PDW 17 % (N: 25-65 %), eosinofil 0.60 % (N: 0.00-4.00 %), basofil 0.20 % (N: 0.00-2.00 %), netrofil 88.50 % (N: 55.00-80.00 %), limfosit 7.20 % (N: 22.00-44.00 %), monosit 3.50 % (N: 0.00-7.00 %), golongan darah O, PT 13.9 detik (N: 10.0-15.0 detik), APTT 44.1 detik (N: 20.040.0 detik), INR 1.140. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 09 januari 2016 albumin 3.4 g/dl (N: 3.5-5.2 g/dl), creatinin 1.5 mg/dl (N: 0.6-1.1 mg/dl), ureum 46 mg/dl (N: <50 mg/dl), asam urat 7.8 mg/dl (N: 2.4-6.1 mg/dl), colesterol total 177 mg/dl (N: 50-200 mg/dl), colesterol LDL 104 mg/dl (N: 89-210 mg/dl), colesterol HDL 37 mg/dl (N: 37-91 mg/dl), gliserida 105 mg/dl (N: <150 mg/dl), natrium darah 136 mmol/L (N: 13615 mmol/L), kalium darah 5.0 mmol/L (N: 3.3-5.1 mmol/L), calsium ion 0.98 mmol/L (N: 1.17-1.29 mmol/L), HBSAG nonreactive, troponin I 2,16 ug/L (N: 0.00-0.50 ug/L), CKMB 80.25 ng/mL (N: <4.9 ng/mL). Foto thorax PA pada tanggal 08 januari 2016, cor: kesan membesar, pulmo: tampak perihiler hazzines di kedua lapang paru, sinus costophrenicus kanan kiri anterior posterior tajam, hemidiaphragma kanan kiri normal, trakhea di tengah, sistema tulang baik, dan mendapatkan kesimpulan yaitu terdapat cardiomegaly dengan edema pulmonum. 67 Hasil pemeriksaan EKG pada tanggal 08 januari 2016 mendapatkan kesimpulan yaitu sinus rithme HR 83 kali per menit, terdapat ST elevasi di lead II dan III. Hasil echocardiografi pada tanggal 09 januari 2016 mendapatkan kesimpulan yaiu LVH konsentrik dengan disfungsi diastolik relaxasi kontraktilitas LV normal rendah (EF 44 %), katub-katub jantung baik. C. Diagnosa Keperawatan Pada tanggal 09 januari 2016 jam 08.10 WIB didapatkan data subjektif pasien mengatakan badannya lemah dan sesak nafas bila banyak aktivitas / bergerak. Data objektifnya pasien tampak lemah, bunyi jantung I dan II reguler, TD: 162/99 mmHg, RR: 27 kali per menit, HR: 90 kali per menit, S: 36,8º C, SPO2: 96 %, hasil echochardiografi terdapat LV rendah (EF 44 %), hasil radiologi terdapat cardiomegaly dengan edema pulmonum, hasil EKG terdapat ST elevasi di lad II dan III, dan dari data tersebut ditegakkan masalah keperawatan penurunan curah jantung (00029) dengan etiologi perubahan irama. Pada tanggal 09 januari 2016 jam 08.20 WIB didapatkan data subjektif pasien mengatakan nyeri pada bagian dada sebelah kiri, P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala nyeri 3, T: nyeri terasa hilang timbul. Data objektif pasien tampak meringis kesakitan saat banyak bergerak, pasien tampak gelisah, TD: 162/99 mmHg, RR: 27 kali per 68 menit, HR: 90 kali per menit, S: 36,8º C, SPO2: 96 %, dan dari data tersebut ditegakkan masalah keperawatan nyeri akut (00132) dengan etiologi agen cidera biologis. Pada tanggal 09 januari 2016 jam 08.30 WIB didapatkan data subjektif pasien mengatakan waktu tidur jam 10 malam dan sangat kurang, tidur malam ± 4 jam, sulit mengawali tidur, mudah terbangun karena sesak nafas dan saat bangun pasien mengatakan badan terasa kurang segar dan lesu. Data objektif pasien terlihat letih dan lesu, sesekali klien menguap, TD: 162/99 mmHg, RR: 27 kali per menit, HR: 90 kali per menit, S: 36,8º C, SPO2: 96 %, dan dari data tersebut ditegakkan masalah keperawatan gangguan pola tidur (00198) dengan etiologi gangguan pemantauan (sesak nafas). D. Prioritas Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama (00029) 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (00132) 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) (00198) E. Perencanaan Keperawatan Intervensi keperawatan yang disusun untuk Ny.S pada diagnosa pertama penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama, 69 mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah penurunan curah jantung teratasi dengan kriteria hasil : pasien mengatakan sesak nafas berkurang atau hilang, tidak sesak nafas saat banyak aktivitas atau bergerak, TTV dalam rentang normal TD: 120/80 mmHg – 140/90 mmHg, S: 36º C - 37º C, HR: 60 – 80 kali per menit, RR: 16 – 24 kali per menit, SPO2: 95 – 100%, dapat mentoleransi aktivitas, dan tidak ada kelemahan. Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan pada Ny.S cardiac care (4040): kaji vital sign (tekanan darah, nadi, respiracy rate) dengan rasional untuk mengetahui perubahan curah jantung, kaji pernafasan (irama, kedalaman, kecepatan) dengan rasional untuk mengetahui perubahan status pernafasan, berikan posisi semi fowler 30º dengan rasional untuk membantu meningkatkan cardiac output, edukasi tentang mengatur posisi semi fowler 30º dengan rasional agar timbul kesadaran pasien untuk mengatur posisi dengan sudut 30º, edukasi untuk mengurangi konsumsi natrium/garam dengan rasional untuk mengurangi/tidak memperoleh retensi natrium, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit rendah garam dengan rasional untuk mengurangi/tidak memperparah retensi natrium dan menurunkan tekanan darah pasien. Intervensi keperawatan yang disusun untuk Ny.S pada diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah nyeri akut bisa teratasi dengan kriteria hasil : pasien 70 mampu mengontrol nyeri, pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang, skala nyeri menjadi 1, vital sign dalan rentang normal TD: 120/80 mmHg – 140/90 mmHg, S: 36º C - 37º C, HR: 60 – 80 kali per menit, RR: 16 – 24 kali per menit, SPO2: 95 – 100%, dan pasien mengatakan nyaman setelah nyeri berkurang. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny.S pain management (1400): kaji vital sign dan status nyeri (P, Q, R, S, T) dengan rasional untuk mengetahui skala intensitas nyeri dan vital sign, ajarkan teknik relaksasi distraksi (beristiqfar) dengan rasional untuk mengurangi/mengalihkan rasa nyeri dengan ber istiqfar, edukasikan pada pasien tentang tindakan apa yang dapat diambil saat nyeri terasa (anjurkan untuk menghentikan aktivitas) dengan rasional untuk memberikan pengetahuan kepada pasien untuk menangani nyeri saat datang, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik dengan rasional untuk mengurangi/menghilangkan nyeri klien. Intervensi keperawatan yang disusun untuk Ny.S pada diagnosa ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas), mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah pola tidur teratasi dengan kriteria hasil : pasien mengatakan waktu tidur cukup, waktu tidur malam kembali normal ± 8-9 jam, saat tidur tidak mudah terbangun (karena sesak nafas), saat terbangun pasien merasa segar, tidak tampak lesu dan menguap, ttv dalam rentang normal TD: 120/80 mmHg – 140/90 mmHg, S: 36º C - 37º C, HR: 60 – 80 kali per menit, RR: 16 – 24 kali per menit, SPO2: 95 – 71 100%. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny.S sleep enhancement (1850): kaji kebiasaan tidur pasien dengan rasional untuk mengetahui kebiasaan tidur pasien/kualitas tidur pasien, atur posisi pasien dengan sudut 30º dan pastikan kepala dekat dengan bagian kepala tempat tidur, elevasi/naikkan bagian kepala 30º (ukur dengar busur), alasi kepala dengan bantal tipis, ganjal punggung bawah dengan selimut, berikan bantal pada lengan (untuk penyokong) dan posisi ini untuk meningkatkan cardiac output sehingga sesak nafas berkurang dan kualitas tidur meningkat, batasi penunggu dengan rasional agar suasana terjaga ketenangannya, edukasi tentang manfaat pentingnya meningkatkan kualitas tidur agar timbul kesadaran untuk meningkatkan kualitas tidur, dan anjurkan pada keluarga untuk membantu membenahi posisi pasien saat posisi sudut 30º berubah dengan rasional agar intervensi yang diberikan kepada klien lebih efektif. F. Implementasi Keperawatan Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari pertama pengelolaan Sabtu 09 januari 2016 untuk diagnosa pertama penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama yaitu pada jam 08.40 WIB mengkaji vital sign dengan respon subjektif pasien mengatakan mempunyai riwayat hipertensi, respon objektif pasien tampak lemah, TD: 162/99 mmHg, RR: 27 kali per menit, HR: 90 kali per menit, S: 36,8º C, SPO2: 96%. Pada jam 09.00 WIB memberikan posisi semi fowler 30º 72 dengan memposisikan kepala dekat dengan bagian kepala tempat tidur, elevasi/naikkan bagian kepala tempat tidur 30º (diukur dengan busur), alasi kepala dengan bantal yang tipis, ganjal punggung bawah dengan selimut, berikan bantal pada lengan untuk penyokong dengan respon subjektif pasien mengatakan posisi lebih nyaman dan tidak sesak nafas, respon objektif pasien tampak lebih tenang. Pada jam 09.10 WIB memonitor pernafasan klien dengan respon subjektif pasien mengatakan masih sesak nafas, respon objektif pasien tampak lemah, RR: 27 kali per menit, terpasang oksigen nasal canul 3 liter per menit, SPO2: 96%. Pada jam 09.15 WIB memberikan obat oral pasien, CPG 75 mg, captopril 2,5 mg, ISDN 5 mg dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia minum obat yang diberikan perawat, respon objektif pasien tampak di minum dan habis. Pada jam 10.40 edukasi dan menganjurkan pada keluarga pasien untuk membantu membenahi posisi pasien saat posisi sudut 30º berubah dengan respon subjektif pasien dan keluarga mengatakan bersedia membantu pasien, respon objektif keluarga pasien tampak mengangguk dan tanda siap membantu klien. Pada jam 11.50 WIB mengedukasi ke pasien dan keluarga pasien untuk mengurangi kosumsi natrium/garam dan kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit rendah garam dengan respon subjektif pasien mengatakan mau makan makanan dari RS, respon objektif keluarga pasien tampak paham dan menyiapkan makanan yang akan di makan. 73 Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari pertama pengelolaan Sabtu 09 januari 2016 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis yaitu pada jam 08.50 WIB mengkaji status nyeri pasien dengan respon subjektif pasien mengatakan nyeri pada bagian dada kiri, P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala nyeri 3, T: nyeri terasa hilang timbul, respon objektif pasien tampak tidak nyaman dan gelisah. Pada jam 09.30 WIB mengajarkan teknik relaksasi distraksi (beristiqfar) dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia dan mempraktikannya, respon objektif pasien tampak melakukan teknik relaksasi distraksi beristiqfar. Pada jam 10.00 WIB memberikan edukasi tentang tindakan yang harus diambil saat nyeri (anjurkan untuk menghentikan aktivitas) dengan respon subjektif pasien mengatakan mau mengikuti saran dari perawat, respon objektif keluarga pasien tampak memperhatikan dan dapat mengulangi informasi dengan benar. Tindakan keperawatan dilakukan pada hari pertama pengelolaan Sabtu 09 januari 2016 untuk diagnosa yang ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) yaitu pada jam 10.40 WIB edukasi dan menganjurkan pada keluarga pasien untuk membantu membenahi posisi pasien saat posisi sudut 30º berubah dengan respon subjektif pasien dan keluarga mengatakan bersedia membantu klien, respon objektif keluarga pasien tampak mengangguk dan tanda siap membantu klien. Pada jam 20.00 WIB kaji kebiasaan tidur pasien dan 74 memberikan kuesioner PSQI (kualitas tidur) dengan respon subjektif pasien mengatakan tidur malam jam 10, tidur ± 4 jam sulit mengawali tidur dan mudah bangun karena sesak nafas, respon objektif pasien tampak lesu dan menguap, skor kualitas tidur 12. Pada jam 20.15 WIB membatasi penunggu dengan respon subjektif keluarga mengatakan bersedia, respon objektif keluarga pasien tampak sebagian keluar dari ruangan kecuali anaknya. Pada jam 20.30 WIB memberikan sudut posisi tidur semi fowler 30º dengan respon subjektif pasien mengatakan posisi lebih nyaman, respon objektif pasien tampak tenang dan bed bagian atas dinaikkan sampai posisi 30º. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari kedua pengelolaan minggu 10 januari 2016 untuk diagnosa pertama penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama yaitu pada jam 08.20 WIB mengkaji vital sign dengan respon subjektif pasien mengatakan mempunyai riwayat hipertensi, respon objektif TD: 160/90 mmHg, RR: 26 kali per menit, HR: 93 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2: 97%. Pada jam 08.50 WIB mengkaji status pernafasan klien (irama, kedalaman) dengan respon subjektif pasien mengatakan sesak nafas berkurang, respon objektif pasien tampak masih lemah, RR: 26 kali per menit, terpasang oksigen nasal canul 3 liter per menit, SPO2: 97%. Pada jam 09.00 WIB memberikan obat oral pasien, CPG 75 mg, ISDN 5 mg dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia minum obat yang diberikan perawat, respon objektif pasien tampak di minum dan habis. Pada jam 10.15 WIB 75 edukasi dan menganjurkan pada keluarga pasien untuk membantu membenahi posisi pasien saat posisi sudut 30º berubah dengan respon subjektif pasien dan keluarga mengatakan bersedia membantu klien, respon objektif keluarga pasien tampak mengangguk dan tanda siap membantu klien. Pada jam 11.50 WIB mengedukasi ke pasien dan keluarga pasien untuk mengurangi kosumsi natrium/garam dan kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit rendah garam dengan respon subjektif pasien mengatakan mau makan makanan dari RS, respon objektif keluarga pasien tampak paham dan menyiapkan makanan yang akan di makan. Tindakan keperawatan dilakukan pada hari kedua pengelolaan Minggu 10 januari 2016 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis yaitu pada jam 08.40 WIB mengkaji status nyeri pasien dengan respon subjektif pasien mengatakan nyeri di dadanya mulai berkurang, P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala nyeri 3 menjadi 2, T: nyeri terasa hilang timbul, respon objektif pasien tampak lemah dan kurang nyaman. Pada jam 10.00 WIB mengajarkan teknik relaksasi distraksi (beristiqfar) dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia dan mau melakukannya, respon objektif pasien tampak mempraktikkan dan mengikuti saran perawat. Pada jam 13.00 WIB mengkaji vital sign pasien dengan respon subjektif pasien mengatakan badannya masih agak lemah, respon objektif TD: 160/80 76 mmHg, RR: 25 kali per menit, HR: 90 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2: 95%. Tindakan keperawatan dilakukan pada hari kedua pengelolaan Minggu 10 januari 2016 untuk diagnosa yang ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) yaitu pada jam 08.00 WIB mengevaluasi tidur pasien dan memberikan kuesioner PSQI (kualitas tidur) dengan respon subjektif pasien mengatakan tidur malam jam 10, tidur ± 5 jam sulit mengawali tidur dan mudah terbangun karena sesak nafas, respon objektif pasien tampak sesekali masih menguap, skor kualitas tidur 11. Pada jam 10.15 WIB edukasi dan menganjurkan pada keluarga pasien untuk membantu membenahi posisi pasien saat posisi sudut 30º berubah dengan respon subjektif pasien dan keluarga mengatakan bersedia membantu klien, respon objektif keluarga pasien tampak mengangguk dan tanda siap membantu klien. Pada jam 20.00 WIB kaji kebiasaan tidur pasien dan memberikan kuesioner PSQI (kualitas tidur) dengan respon subjektif pasien mengatakan tidur malam jam 10, tidur ± 5 jam sulit mengawali tidur dan mudah bangun karena sesak nafas, respon objektif pasien tampak lemah dan masih menguap, skor kualitas tidur 11. Pada jam 20.15 WIB membatasi penunggu dengan respon subjektif keluarga mengatakan bersedia, respon objektif keluarga pasien tampak sebagian keluar dari ruangan kecuali anaknya. Pada jam 20.30 WIB memberikan sudut posisi tidur semi fowler 30º dan posisikan kepala dekat dengan bagian kepala tempat tidur, elevasi/naikkan bagian kepala 77 tempat tidur 30º (diukur dengan busur), alasi kepala dengan bantal yang tipis, ganjal punggung bawah dengan selimut, berikan bantal pada lengan untuk penyokong dengan respon subjektif pasien mengatakan posisi lebih nyaman, respon objektif pasien tampak tenang dan bed bagian atas dinaikkan sampai posisi 30º. Tindakan keperawatan dilakukan pada hari ketiga pengelolaan Senin 11 januari 2016 untuk diagnosa pertama penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama yaitu pada jam 08.15 WIB mengkaji vital sign dengan respon subjektif pasien mengatakan mempunyai riwayat hipertensi, respon objektif TD: 160/90 mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 90 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2: 95%. Pada jam 08.30 WIB mengkaji status pernafasan klien (irama, kedalaman) dengan respon subjektif pasien mengatakan sesak nafas berkurang dan sudah tidak merasakan sesak lagi seperti semalam, respon objektif pasien tampak tenang, RR: 23 kali per menit, terpasang oksigen nasal canul 3 liter per menit, SPO2: 95%. Pada jam 09.00 WIB memberikan obat oral pasien, aspilet 80 mg, CPG 75 mg, ramipril 5 mg, ISDN 10 mg dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia minum obat yang diberikan perawat, respon objektif pasien tampak di minum dan habis. Pada jam 10.00 WIB edukasi dan menganjurkan pada keluarga pasien untuk membantu membenahi posisi pasien saat posisi sudut 30º berubah dengan respon subjektif pasien dan keluarga mengatakan bersedia membantu pasien, respon objektif keluarga pasien tampak mengangguk dan tanda siap 78 membantu klien. Pada jam 11.50 WIB mengedukasi ke pasien dan keluarga pasien untuk mengurangi konsumsi natrium/garam dan kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit rendah garam dengan respon subjektif pasien mengatakan mau makan makanan dari RS, respon objektif keluarga pasien tampak paham dan menyiapkan makanan yang akan di makan. Tindakan keperawatan dilakukan pada hari ketiga pengelolaan Senin 11 januari 2016 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis yaitu pada jam 08.20 WIB mengkaji status nyeri pasien dengan respon subjektif pasien mengatakan nyeri di dadanya sudah berkurang, P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala nyeri 2 menjadi 1, T: nyeri terasa hilang timbul, respon subjektif pasien tampak lebih tenang dan rileks. Pada jam 09.30 WIB mengedukasi tentang tindakan yang harus diambil saat nyeri (anjurkan untuk menghentikan aktivitas) dengan respon subjektif pasien mengatakan mau mengikuti saran dari perawat, respon objektif keluarga pasien tampak memperhatikan dan dapat mengulangi informasi dengan baik. Pada jam 13.00 WIB mengkaji vital sign pasien dengan respon subjektif pasien mengatakan badannya sudah enak dan nyaman, respon objektif TD: 140/90 mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 80 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2: 95%. Tindakan keperawatan dilakukan pada hari ketiga pengelolaan Senin 11 januari 2016 untuk diagnosa yang ketiga gangguan pola tidur 79 berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) yaitu pada jam 08.00 WIB mengevaluasi tidur pasien dan memberikan kuesioner PSQI (kualitas tidur) dengan respon subjektif pasien mengatakan tidur malam jam 10, tidur ± 6 jam sulit mengawali tidur dan mudah terbangun karena sesak nafas, respon objektif pasien tampak masih lemah dan sesekali masih menguap, skor kualitas tidur 10. Pada jam 10.00 WIB edukasi dan menganjurkan pada keluarga pasien untuk membantu membenahi posisi pasien saat posisi sudut 30º berubah dengan respon subjektif pasien dan keluarga mengatakan bersedia membantu pasien, respon objektif keluarga pasien tampak mengangguk dan tanda siap membantu pasien. Pada jam 20.15 WIB kaji kebiasaan tidur pasien dan memberikan kuesioner PSQI (kualitas tidur) dengan respon subjektif pasien mengatakan tidur malam kemarin jam 10, tidur ± 6 jam sulit mengawali tidur dan mudah bangun karena sesak nafas dan sesak nafas saya sekarang sudah berkurang, mudah-mudahan tidur saya bisa lebih nyenyak lagi, respon objektif pasien tampak lebih segar dan tenang, skor kualitas tidur 10. Pada jam 20.30 WIB memberikan sudut posisi tidur semi fowler 30º dan posisikan kepala dekat dengan bagian kepala tempat tidur, elevasi/naikkan bagian kepala tempat tidur 30º (diukur dengan busur), alasi kepala dengan bantal yang tipis, ganjal punggung bawah dengan selimut, berikan bantal pada lengan untuk penyokong dengan respon subjektif pasien mengatakan posisi lebih nyaman, respon objektif pasien tampak tenang dan bed bagian atas dinaikkan sampai posisi 30º. 80 Tindakan keperawatan dilakukan pada hari keempat pngelolaan Selasa 12 januari 2016 untuk diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) yaitu pada jam 08.00 WIB mengevaluasi tidur pasien dan memberikan kuesioner PSQI (kualitas tidur) dengan respon subjektif pasien mengatakan tidur malam jam 9, tidur ± 8 jam, tidur nyenyak tidak mudah terbangun, dan pasien mengatakan tidur cukup dan tidak lama untuk mengawali tidur, sesak nafas sudah tidak dirasakan lagi, respon objektif pasien tampak lebih segar, tidak lesu dan tidak menguap, skor kualitas tidur 5. G. Evaluasi Keperawatan Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa keperawatan pertama penurunan curah jantung berhubungaan dengan perubahan irama, pada hari pertama sabtu 09 januari 2016 jam 13.40 WIB dengan respon subjektif pasien mengatakan badannya lemah dan sesak nafas, respon objektif pasien tampak tidak nyaman dengan keadaannya pasien, tampak lemah, terpasang oksigen nasal canul 3 liter per menit, TD: 162/99 mmHg, RR: 27 kali per menit, HR: 90 kali per menit, S: 36,8º C, SPO2: 96%. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi kaji pernafasan klien, monitor tanda-tanda vital, atur posisi 30º, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit rendah garam. Evaluasi pada diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis pada jam 13.50 WIB dengan 81 respon subjektif pasien mengatakan nyeri pada bagian dada sebelah kiri, P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala nyeri 3, T: nyeri terasa hilang timbul, respon objektif pasien tampak tidak nyaman dan gelisah. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi ajarkan teknik relaksasi distraksi, kaji status nyeri, edukasikan pada pasien tentang tindakan apa yang dapat diambil saat nyeri terasa, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik. Evaluasi pada diagnosa keperawatan ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) Pada hari minggu 10 januari 2016 jam 07.50 dengan respon subjektif pasien mengatakan tidur malam kurang, tidur malam jam 10, tidur kurang lebih selama 5 jam, sulit mengawali tidur, mudah terbangun karena sesak nafas dan saat bangun tidur pasien mengatakan merasa lesu, respon objektif pasien terlihat letih, lesu, dan sesekali menguap, TD: 160/90 mmHg, RR: 26 kali per menit, HR: 93 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2: 97%, skor kualitas tidur: 12 menjadi 11. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi atur posisi pasien dengan sudut 30º, batasi penunggu, kaji kualitas tidur dan jam tidur pasien, edukasikan tentang manfaat/pentingnya meningkatkan kualitas tidur. Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa keperawatan pertama penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama, pada hari kedua minggu 10 januari 2016 jam 13.40 WIB dengan respon subjektif 82 pasien mengatakan sesak nafas sudah mulai berkurang, respon objektif pasien tampak masih lemah terpasang oksigen nasal canul 3 liter per menit, TD: 160/80 mmHg, RR: 25 kali per menit, HR: 90 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2: 95%. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi kaji pernafasan klien, monitor tanda-tanda vital, atur posisi 30º, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit rendah garam. Evaluasi pada diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis Pada jam 13.50 WIB dengan respon subjektif pasien mengatakan nyeri pada bagian dada sebelah kiri sudah mulai berkurang, P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala nyeri 3 menjadi 2, T: nyeri terasa hilang timbul, respon objektif pasien tampak lemah dan kurang nyaman. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi ajarkan teknik relaksasi distraksi, kaji status nyeri, edukasikan pada pasien tentang tindakan apa yang dapat diambil saat nyeri terasa, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik. Evaluasi Pada diagnosa keperawatan ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) pada hari senin 11 januari 2016 jam 07.50 dengan respon subjektif pasien mengatakan tidur malam kurang, tidur malam jam 10, tidur kurang lebih selama 6 jam, sulit mengawali tidur, mudah terbangun karena masih merasakan sesak nafas dan saat bangun tidur pasien mengatakan masih ngantuk, respon 83 objektif pasien terlihat letih, lesu, dan terkadang menguap, TD: 160/90 mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 90 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2: 95%, skor kualitas tidur: 11 menjadi 10. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi atur posisi pasien dengan sudut 30º, batasi penunggu, kaji kualitas tidur dan jam tidur pasien. Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa keperawatan pertama penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama, pada hari ketiga senin 11 januari 2016 jam 13.40 WIB dengan respon subjektif pasien mengatakan sesak nafas sudah berkurang dan tidak lagi merasakan sesak nafas seperti kemarin, respon objektif pasien tampak nyaman dan lebih tenang ketika aktivitas, terpasang oksigen nasal canul 3 liter per menit, TD: 140/90 mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 80 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2: 95%. Analisa masalah teratasi. Planning lanjutkan intervensi edukasi tentang mengatur posisi semi fowler 30º pada klien, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit rendah garam. Evaluasi pada diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis Pada jam 13.50 WIB dengan respon subjektif pasien mengatakan nyeri pada bagian dada sebelah kiri sudah berkurang, P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala nyeri 2 menjadi 1, T: nyeri terasa hilang timbul, respon objektif pasien tampak tenang dan rileks. Analisa masalah teratasi. Planning lanjutkan intervensi edukasikan pada pasien tentang tindakan apa yang dapat 84 diambil saat nyeri terasa, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik. Evaluasi pada diagnosa keperawatan ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) Pada hari selasa 12 januari 2016 jam 07.50 dengan respon subjektif pasien mengatakan tidur malam cukup, tidur malam jam 9, tidur kurang lebih selama 8 jam, mudah mengawali tidur dan tidak mudah terbangun lagi karena sudah tidak merasakan sesak nafas dan bangun tidur pasien mengatakan merasa lebih segar, respon objektif pasien tampak lebih segar, tidak lesu, dan tidak menguap lagi, TD: 140/90 mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 80 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2: 95%, skor kualitas tidur: 10 menjadi 5. Analisa masalah teratasi. Planning lanjutkan intervensi edukasi pasien dan keluarga pasien untuk memberikan posisi 30º jika sesak nafas kambuh, edukasikan tentang manfaat/pentingnya meningkatkan kualitas tidur. BAB V PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis akan membahas tentang pemberian sudut posisi tidur 30 derajat terhadap peningkatan kualitas tidur pada asuhan keperawatan Ny.S dengan infark miokard akut (IMA) di ruang ICVCU Dr.Moewardi Surakarta. Disamping itu penulis juga akan membahas tentang kesesuaian kesenjangan teori dan kenyataan yang meliputi pengkajian, analisa data, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Pembahasan akan lebih ditekankan pada diagnosa gangguan pola tidur karena diagnosa gangguan pola tidurlah yang berhubungan dengan kualitas tidur, dimana menurut jurnal Dwi Sulistyowati (2015) bahwa kualitas tidur dapat diperbaiki dengan pengaturan sudut posisi tidur 30 derajat. A. Pengkajian Tahap pengkajian adalah tahap proses mengumpulkan data yang relevan dan kontinue tentang respon manusia, status kesehatan, kekuatan, dan masalah klien. Tujuan dari pengkajian adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien, menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien, menilai keadan kesehatan klien, membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah- langkah berikutnya (Dermawan, 2012). Menurut Nursalam (2015), metode pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara: 85 86 1. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang – dahulu – keluarga dll). Sumber data dari pasien, keluarga, perawat lainnya. 2. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi) pada sistem tubuh pasien. 3. Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostik dan data lain yang relevan). STEMI (infark miokard akut ST-elevasi) adalah kerusakan otot jantung yang progresif akibat terhentinya aliran arteri koroner secara total. Proses ini biasanya ditandai dengan keluhan nyeri dada khas dan perubahan gambaran EKG menjadi ST-elevasi pada lead tertentu sesuai dengan lokasi kerusakan miokardiumnya. Kerusakan miokardiumnya dimulai setelah sumbatan lebih dari 20 menit dan terus meluas dalam hitungan jam, dimulai dari endokardium bergerak menuju epikardium, yang dikenal sebagai fenomena wavefront, bagai gerakan hempasan ombak dari pantai menuju daratan. Apabila proses ini dapat dihentikan selama perjalanan infark, maka perluasan kerusakan miokardium dapat dibatasi dan luasnya infark berkurang. Karena morbiditas dan mortalitas akibat serangan jantung berhubungan dengan luasnya miokardium yang infark, maka usaha untuk menghentikan proses infark sesegera mungkin harus segera dilakukan dalam penanganan serangan jantung akut (Rifqi, 2012). Sedangkan identifikasi lokasi injuri dan infark dari pola EKG yaitu pada area inferior di lead II, III, Avf, dan pada area anterior di lead I, aVL, VI-V4 (Udjianti, 2010). 87 Infark adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh iskemia (Philip & Jeremy, 2008). Miokard adalah lapisan otot jantung, yang bertanggung jawab untuk tindakan pemompaan jantung, yang memasok seluruh tubuh dengan darah (Philip & Jeremy, 2008). Infark Miokard (IMA) adalah suatu keadaan nekrosis otot jantung akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen yang terjadi secara mendadak. Penyebab paling sering adalah adanya sumbatan koroner. Sehingga terjadi gangguan aliran darah yang diawali dengan hipoksia miokard dan menyebabkan nyeri muncul (Kasron, 2012). Klasifikasi Infark Miokard (IMA) berdasarkan kelainan pada gelombang irama jantung ada 2 macam yaitu STEMI dan NSTEMI. STEMI (infark miokard akut ST-elevasi) adalah oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium. Keluhan nyeri terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda. Biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas. Yang meliputi dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Perubahan enzim CPKMB, LDH, AST. NSTEMI (infark miokard akut non ST-elevasi) adalah oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG (Kasron, 2012). Pengkajian terhadap Ny.S dengan STEMI Inferior di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta menggunakan metode alloanamnesa dan autoanamnesa, dimulai dari biodata pasien, riwayat kesehatan, riwayat medis 88 masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat psikososial, pemeriksaan fisik, dan didukung dengan hsil laboratorium serta pemeriksaan penunjang. Metode dalam mengumpulkan data adalah wawancara dan observasi yaitu dengan mengamati perilaku dan keadaan pasien untuk memperoleh data tentang masalah- masalah yang dialami klien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan untuk mengatasi masalah- masalah klien (Darmawan, 2012). Hasil pengkajian pada tanggal 09 Januari 2016 keluhan utama pada kasus Ny.S adalah nyeri dada. Pasien mengatakan nyeri bertambah ketika bergerak dan nyeri terasa seperti menembus sampai ke punggung, data yang mendukung pada keluhan utama pasien nyeri yaitu pola fungsi kognitif dan perseptual dengan melakukan pengkajian nyeri, menurut Nasrul Effendy (1995) dalam Wijaya & Putri (2013) pengkajian nyeri meliputi P, Q, R, S, T (Provoking, Quality, Region, Scale, Time) pasien mengatakan nyeri pada dada, P: pasien mengatakan nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: nyeri bagian dada sebelah kiri, S: skala nyeri 3, T: nyeri terasa hilang timbul. Nyeri dada pada pasien disebabkan karena timbulnya kekurangan oksigen ke miokard, karena suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang. Serangan sakit dada biasanya berlangsung 1 sampai 5 menit, bila sakit dada terus berlangsung lebih dari 20 menit, mungkin pasien mendapat serangan infark miokard akut dan bukan disebabkan nyeri dada biasa. Pada pasien 89 nyeri dada dapat pula timbul keluhan lain seperti sesak napas, perasaan kadang-kadang sakit dada disertai keringat dingin (Kasron, 2012). Keluhan yang lain pada Ny.S adalah salah satunya pola tidurnya, pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit pada saat tidur selalu menggunakan bantal lebih dari 2 dan sulit untuk mengawali tidur, pasien mengatakan mudah terbangun karena sesak nafas. Data yang mendukung pola tidur pasien yaitu di pengkajian gordon, pasien mengatakan tidur tiap malam 4 jam, pasien terkadang bangun karena sesak nafas yang dideritanya, sulit mengawali tidur dan saat bangun pasien mengatakan merasa masih ngantuk dan kurang segar. Hal ini sama seperti yang disampaikan Carpenito (2002) dalam Haryanti & Triyanta (2013) mengatakan bahwa aktifitas dan istirahat pada pasien infark miokard mengalami kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, jadwal olahraga yang tak teratur, mengalami dispnea pada istirahat ataupun kerja. Pasien juga merasa nyeri lebih pada satu tempat, yaitu pada dada pasien infark miokard mengakibatkan terganggunya aktifitas misalnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala. Amir (2008) dalam Sulistyowati (2015) mengatakan bahwa gangguan kebutuhan dasar pada pasien penyakit jantung atau infark miokard akut (IMA) akan menimbulkan masalah keperawatan, salah satunya adalah gangguan kebutuhan istirahat atau gangguan pola tidur berhubungan dengan terjadinya nyeri dan sesak nafas, untuk mengurangi gejala nyeri dan sesak nafas maka salah satu tindakan untuk menguranginya adalah dengan 90 menentukan posisi tidur pasien yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas tidur pasien. Wilkinson (2007) dalam Melanie (2012) mengatakan bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan gangguan tidur pada pasien dengan gagal jantung adalah ketidakmampuan untuk mengambil posisi tidur yang disukai karena nocturnal dyspnea. Tindakan keperawatan Nursing Diagnosis Handbook with NIC Interventions and NOC Outcomes menjelaskan terapi keperawatan positioning dengan posisi tidur semi-fowler untuk mengatasi gangguan tidur pada pasien gagal jantung karena sesak nafas. Pada pengkajian fungsional gordon didapatkan hasil pasien mengatakan nyeri pada dada seperti menembus sampai ke punggung, terusmenerus, dan seperti ketimpa beban berat, mengalami, sulit tidur, dan sesak nafas. Pasien tampak lemah, tampak meringis kesakitan dan sesak nafas bertambah berat saat banyak bergerak. Dari hasil pengkajian pada Ny.S tersebut sesuai dengan teori Kasron (2012), keluhan yang biasa ditemukan pada pasien IMA adalah nyeri dada seperti tertekan dan panas, nyeri menyebar ke rahang, leher, tangan, bahu, dan punggung, lemah, mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar, atau sinkope, pasien gelisah dan cemas. Riwayat kesehatan dahulu yang menunjang infark miokard adalah hipertensi, angina, disritmia, kerusakan katup, bedah jantung, diabetes melitus, dan thrombosis (Udjianti, 2013). Pengkajian yang didapatkan pada riwayat kesehatan dahulu yaitu pasien mengatakan sejak 2 tahun yang lalu 91 pasien mengalami riwayat hipertensi. Secara teori hasil pemeriksaan vital sign pada pasien dengan IMA menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah dan respirasy rate (Andra & Yessie, 2013). Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari satu periode. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah. Menurut WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah ≥ 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi (Udjianti, 2010). Hasil pengkajian data fokus didapatkan breathing: pasien tidak menggunakan ventilator dan otot bantu pernafasan, respiracy rate didapatkan 27 kali per menit dan terpasang O2 nasal canul 3 liter per menit, SPO2 96%, dan pergerakan dada simetris. Blood didapatkan tekanan darah pasien 162/99 mmHg, nadi 90 kali per menit, dan kulit teraba lembab. Brain didapatkan tidak ada jejas dikepala, GCS E:4 M:6 V:5, reflek pupil kanan kiri normal, dan tidak ada kelainan di pemeriksaan 12 saraf kranial. Blader didapatkan tidak ada jejas dan tidak terpasang DC, produksi urin dengan warna kuning terang tidak tercampur darah dengan volume 200 ml pada jam 09.20 WIB. Bowel didapatkan tidak terpasang NGT, tidak ada distensi abdomen, dan diit sesuai adfis dokter yaitu DJ III 1700 kalori. Glasgow Coma Scale adalah skala pengukuran objektif terhadap sistem neurologis (perubahan status mental) dengan menggunakan angka untuk mencatat urutan data pengkajian 92 yang dikumpulkan. Pada pemeriksaan Glaslow Coma Scale (GCS) digunakan untuk mengevaluasi status neurologik seperti respon mata (E), respon verbal (V), dan respon motorik (M) Muttaqin (2008). Menurut Junaidi (2011) pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS) melipuiti respon mata (E), respon verbal (V) dan respon motorik (M) yang terdiri dari eye yaitu repon membuka mata dengan skor 4 spontan, 3 dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata), 2 dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misal menekan kuku jari), 1 tidak ada respon. Verbal atau respon verbal dengan skor 5 orientasi baik, 4 bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang) disorientasi tempat dan waktu, 3 kata-kata yang tak berhubungan (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas , namun tidak dalam satu kalimat), 2 suara tak dapat dimengerti (mengerang), 1 tidak ada respon. Respon motorik dengan skor 6 mengikuti perintah, 5 melokalisir nyeri (menjangkau dan menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri), 4 menarik (menghindar atau menarik exstremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri), 3 flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada dan kaki extensi saat diberi rangsang nyeri, 2 extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi disisi tubuh, dengan jari mengepal dan kaki extensi saat diberi rangsang nyeri), 1 tidak ada respon. Eksposure : suhu 36,8o C, menggunakan selimut, tempat tidur pasien pada sisi kanan dan kiri sudah terpasang pembatas sehingga mencegah pasien jatuh. 93 Pada pasien infark miokard akut keluhan yang lain dapat merasakan sesak nafas. Pada kasus ini sesak nafas muncul dikarenakan adanya sumbatan arteri pembuluh jantung sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung. Bahkan mempersempit dan menyumbat suplai aliran darah ke arteri bagian distal. Kondisi ini menimbulkan keluhan nyeri yang hebat akibat berkurangnya suplai oksigen ke jaringan. Kompensasi tubuh untuk memenuhi suplai oksigen adalah dengan upaya peningkatan ventilasi (hiperventilasi), sehingga pasien terlihat sesak nafas (Kasron, 2012). Pemeriksaan fisik paru-paru pada Ny.S didapatkan hasil, inspeksi: bentuk dada simetris, ekspansi dada kanan dan kiri sama, dan tidak menggunakan otot bantu pernafasan, palpasi: didapatkan vocal fremitus kanan dan kiri sama, perkusi: didapatkan hasil suara paru kanan dan kiri sonor, auskultasi: didapatkan hasil tidak ada bunyi nafas tambahan. Pada pemeriksaan jantung inspeksi: didapatkan bentuk dada simetris, ictus cordis tidak tampak, palpasi: didapatkan hasil ictus cordis kuat angkat, perkusi: suara pekak dan batas jantung tidak melebar, auskultasi: bunyi jantung I dan II inferior, suara reguler. Menurut teori, bunyi jantung S4 sering didapatkan, dan banyak disfungsi ventrikel kiri berat disertai S3, namun pada kasus Ny.S bunyi tersebut tidak ditemukan, sehingga ventrikel belum terjadi. Nafas pendek dapat terjadi. Nafas pendek dapat terjadi seiring dengan peningkatan frekuensi respirasi sebagai upaya mencukupi suplai oksigen dalam tubuh karena adanya peningkatan penggunaan oksigen miokard (Udjianti, 2013). 94 Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien IMA. Hasil pemeriksaan radiologi pada pasien infark miokard akut akan terdapat cardiomegali (dilatasi sekunder) karena gagal jantung kongesti (Udjianti, 2013). Pemeriksaan radiologi foto thorax pada Ny.S sesuai dengan teori yaitu menunjukkan adanya cardiomegaly dengan edema pulmonum. Jadi tidak ada kesenjangan antara teori dan keluhan. Dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang pada tanggal 09 januari 2016 mengarah ke gambaran AMI. Pemeriksaan tersebut antara lain, troponin I 2.16 ug/L (N: 0.00-0.50 ug/L), CKMB 80.25 ng/mL (N: <4.9 ng/mL). Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan pada pasien infark miokard akut terjadi peningkatan enzim CKMB, dan Troponin yang merupakan indikator utama penegakan diagnosa AMI. Kadar CKMB meningkat 2-3 jam paska serangan dan mencapai puncak pada 12-20 jam paska serangan (Udjianti, 2013). Hasil pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) pada Ny.S yaitu sinus rytme haterate 83 kali per menit, ST elevasi di lead II III. Adanya ST elevasi pada pemeriksaan EKG Ny.S sesuai dengan teori yang menyebutkan segmen ST elevasi abnormal menunjukkan adanya injuri miokard (Udjianti, 2013). Hasil pemeriksaan echocardiografi pada Ny.S menunjukkan LVH konsentrik dengan disfungsi diastolik relaxasi kontraktilitas LV normal rendah (EF 44%). Elektrokardiogram (EKG) merupakan suatu gambaran grafik hasil rekaman aktifitas listrik jantung. Gambaran grafik ini dapat direkam dengan 95 memasang elektroda-elektroda pada beberapa bagian permukaan tubuh. EKG mempunyai fungsi diagnostik diantaranya: aritmia jantung, hipertrofi atrium dan ventrikel, iskemik dan infark miokard, efek obat-obatan seperti (digitalis, anti aritmia dll), gangguan keseimbangan elektrolit khususnya kalium, penilaian fungsi pacu jantung (Sidik & Reni, 2010). Terapi yang diterima pasien selama di ICVCU adalah terapi yang diberikan pada tanggal 09 januari 2016 sampai 11 januari 2016 yaitu, intra vena Infus RL 40cc per jam cairan parenteral fungsinya untuk memenuhi kebutuhan cairan pada tubuh, obat oral clopidogrel (CPG) 75 mg/24 jam termasuk anti platelet fungsinya untuk mencegah pembekuan darah pada pasien yang pernah mengalami serangan jantung infark miokard stemi nstemi, captopril 2,5 mg/8 jam termasuk anti hipertensi fungsinya untuk menurunkan tekanan sistolik, isosorbid dinitrate (ISDN) 5 mg/8 jam termasuk golongan nitrate fungsinya untuk mengendorkan pembuluh darah dan mencegah sakit di dada yang disebabkan oleh angina, aspilet 80 mg/24 jam termasuk golongan analgesic non narkotik fungsinya untuk sakit kepala, nyeri pada otot dan sendi, ramipril 5mg/24 jam termasuk anti hipertensi fungsinya untuk menangani hipertensi serta masalah ginjal dan pembuluh darah (ISO, 2013). Pengkajian merupakan inti dari berpikir kritis dan pemecahan masalah klinik. Setelah mengumpulkan dan memvalidasi data subyektif dan obyektif serta menginterpretasikan data, penulis melakukan analisa data dan mengelompokkan sesuai dengan data yang didapatkan dari hasil pengkajian (Potter & Perry, 2005). 96 B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan pertama yang ditegakkan adalah penilaian klinik mengenai respon individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual potensial merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat (Dermawan, 2012). Menentukan prioritas masalah keperawatan adalah kegiatan untuk menentukan masalah yang menjadi prioritas untuk diatasi terlebih dahulu, adapun cara untuk menentukan prioritas diagnosa sesuai dengan teori Kartikawati (2011) tentang pengkajian Primary Survey yaitu breathing, blood, brain, bladder, bowel, dimana masalah pernapasan yang paling utama. Masalah utama yang dikeluhkan oleh pasien dan menjadi prioritas keperawatan paling utama yaitu Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama, masalah keperawatan yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, masalah keperawatan yang ketiga yaitu, gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas). Diagnosa keperawatan yang pertama pada Ny.S dengan STEMI Inferior yaitu penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama (00029). Penurunan curah jantung adalah ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (NANDA, 2013). Penulis mengambil diagnosa keperawatan penurunan curah jantung mengacu pada batasan karateristik penurunan curah jantung 97 berdasarkan NANDA 2012-2014 yaitu perubahan frekuensi / irama jantung, aritmia, bradikardia, perubahan irama EKG, palpitasi, takikardia, dipsnea, keletihan (Herdman T Heather, 2014). Penulis merumuskan diagnosa keperawatan telah disesuaikan dengan diagnosa NANDA 2012-2014. Penulis mencantumkan diagnosa penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama dengan alasan mengacu pada pengkajian yaitu data subjektif pasien mengatakan badannya lemah dan sesak nafas bila banyak aktivitas / bergerak. Data objektif pasien tampak lemah, hasil pemeriksaan echochardiagrafi LV normal rendah (EF 44%), hasil foto thorax terdapat cardiomegaly dengan edema pulmonum, hasil pemeriksaan EKG terdapat ST elevasi di lead II dan III, tekanan darah 162/99 mmHg, RR 27 kali per menit, haterate 90 kali per menit, suhu 36,8ºC, SPO2 96%. Dalam hal ini, data yang muncul pada Ny.S sesuai dengan batasan karakteristik untuk masalah penurunan curah jantung yaitu adanya nyeri dada, dispnea, perubahan frekuensi/irama jantung, aritmia, bradikardi, perubahan EKG, palpitasi, takikardi, penurunan nadi perifer (Wilkinson, 2007: 57-58). Diagnosa keperawatan yang kedua pada Ny.S dengan STEMI Inferior yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (00132). Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau gambaran dalam hal kerusakan sedemikian rupa (international for the study of pain), awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 98 bulan (NANDA, 2013). Penulis mengambil diagnosa keperawatan nyeri akut mengacu pada batasan karateristik nyeri akut berdasarkan NANDA 20122014 yaitu perubahan tanda-tanda vital, ekspresi wajah menunjukkan nyeri, melaporkan nyeri secara verbal, diaforesis (Herdman T Heather, 2014). Penulis merumuskan diagnosa keperawatan telah disesuaikan dengan diagnosa NANDA 2012-2014. Penulis mencantumkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis dengan alasan mengacu pada pengkajian yaitu data subjektif pasien mengatakan nyeri pada bagian dada sebelah kiri, P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala nyeri 3, T: nyeri terasa hilang timbul. Data objektif pasien tampak meringis kesakitan saat banyak bergerak, pasien tampak gelisah, tekanan darah 162/99 mmHg, RR 27 kali per menit, haterate 90 kali per menit, suhu 36,8ºC, SPO2 96%. Dalam hal ini, data yang muncul pada Ny.S sesuai dengan batasan karakteristik, mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat, perilaku ekspresif (gelisah, merintih, menangis dll), bukti nyeri yang dapat diamati, posisi untuk menghindari nyeri, masker wajah (nyeri) (NANDA, 2013). Diagnosa keperawatan yang ketiga pada Ny.S dengan STEMI Inferior yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) (00198). Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat factor eksternal (NANDA, 2013). Penulis mengambil diagnosa keperawatan gangguan pola tidur mengacu pada batasan 99 karakteristik gangguan pola tidur berdasarkan NANDA 2012-2014 yaitu perubahan pola tidur normal, penurunan kemampuan berfungsi, ketidakpuasan tidur, menyatakan tidak merasa cukup istirahat (Herdman T Heather, 2014). Penulis merumuskan diagnosa keperawatan telah disesuaikan dengan diagnosa NANDA 2012-2014. Penulis mencantumkan diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) dengan alasan mengacu pada pengkajian yaitu data subjektif pasien mengatakan waktu tidur jam 10 malam dan sangat kurang, tidur malam ± 4 jam, sulit untuk mengawali tidur, mudah terbangun karena sesak nafas dan saat bangun pasien mengatakan badan terasa kurang segar dan lesu. Data objektif pasien terlihat letih dan lesu, sesekali pasien tampak menguap, tekanan darah 162/99 mmHg, RR 27 kali per menit, haterate 90 kali per menit, suhu 36,8ºC, SPO2 96%. C. Intervensi Keperawatan Perencanaan adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012). Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilakukan dengan SMART yaitu Spesifik (jelas atau khusus), Measurable (dapat diukur), Achievable (dapat diterima), Rasional dan Time (ada kriteria 100 waktu) (Dermawan, 2012). Pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan pada diagnosa keperawatan yaitu: Intervensi pada diagnosa pertama kasus Ny.S penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah penurunan curah jantung berkurang atau teratasi dengan kriteria hasil: pasien mengatakan sesak nafas berkurang atau hilang, tidak sesak nafas saat banyak aktivitas atau bergerak, TTV dalam rentang normal TD: 120/80 mmHg – 140/90 mmHg, S: 36º C - 37º C, HR: 60 – 80 kali per menit, RR: 16 – 24 kali per menit, SPO2: 95 – 100%, dapat mentoleransi aktivitas, dan tidak ada kelemahan (NANDA, 2013). Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan pada Ny.S cardiac care (4040): kaji vital sign (tekanan darah, nadi, respiracy rate) dengan rasional untuk mengetahui perubahan curah jantung, kaji pernafasan (irama, kedalaman, kecepatan) dengan rasional untuk mengetahui perubahan status pernafasan, berikan posisi semi fowler 30º dengan rasional untuk menjaga maintenance cardiac output sehingga sesak nafas berkurang (julie, 2008), edukasi tentang mengatur posisi semi fowler 30º dengan rasional agar timbul kesadaran pasien untuk mengatur posisi dengan sudut 30º, edukasi untuk mengurangi konsumsi natrium/garam dengan rasional untuk mengurangi/tidak memperoleh retensi natrium, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit rendah garam dengan rasional untuk mengurangi/tidak memperparah retensi natrium dan menurunkan tekanan darah pasien. 101 Intervensi pada diagnosa kedua kasus Ny.S penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan nyeri akut bisa teratasi dengan kriteria hasil: pasien mampu mengontrol nyeri, pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang, skala nyeri 3 menjadi 1, pasien mengatakan nyaman setelah nyeri berkurang, vital sign dalam rentang normal tekanan darah 120/80 mmHg-140/90 mmHg, suhu 36ºC-37ºC, HR 6080 kali per menit, RR 16-24 kali per menit, SPO2 95-100% (NANDA, 2013). Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny.S pain management (1400): kaji vital sign dengan rasional untuk mengetahui perubahan vital sign pasien, karena pada pasien dengan IMA cenderung menuju perubahan tekanan darah dan RR secara signifikan yang jika tidak tertangani akan berakibat fatal hingga kematian. Intervensi lain, kaji status nyeri (P, Q, R, S, T) dengan rasional untuk mengetahui skala intensitas nyeri, karena nyeri pada pasien IMA menunjukkan adanya penurunan suplai oksigen ke miokard, kurangnya oksigen akan merusak otot jantung, jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot jantung yang rusak itu akan mulai mati (NANDA, 2012-2014). Ajarkan teknik relaksasi distraksi (beristiqfar) dengan rasional untuk mengurangi/mengalihkan rasa nyeri dengan ber istiqfar, edukasikan pada pasien tentang tindakan apa yang dapat diambil saat nyeri terasa (anjurkan untuk menghentikan aktivitas) dengan rasional untuk memberikan pengetahuan kepada pasien untuk menangani nyeri saat datang. 102 Intervensi akhir yang direncanakan yaitu kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik dengan rasional untuk mengurangi/menghilangkan nyeri (Wilkinson, 2007). Intervensi pada diagnosa ke tiga kasus Ny.S penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola tidur pasien kembali normal atau teratasi dengan kriteria hasil: pasien mengatakan waktu tidur cukup, waktu tidur malam kembali normal ± 8-9 jam, saat tidur tidak mudah terbangun (karena sesak nafas), saat terbangun pasien merasa segar, tidak tampak lesu dan menguap, ttv dalam rentang normal TD: 120/80 mmHg – 140/90 mmHg, S: 36º C - 37º C, HR: 60 – 80 kali per menit, RR: 16 – 24 kali per menit, SPO2: 95 – 100% (NANDA, 2013). Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny.S sleep enhancement (1850): kaji kebiasaan tidur pasien dengan rasional untuk mengetahui kebiasaan tidur pasien/kualitas tidur pasien, atur posisi pasien dengan sudut 30º dan pastikan kepala dekat dengan bagian kepala tempat tidur, elevasi/naikkan bagian kepala 30º (ukur dengar busur), alasi kepala dengan bantal tipis, ganjal punggung bawah dengan selimut, berikan bantal pada lengan (untuk penyokong) dengan rasional membuktikan bahwa posisi tidur pasien mempengaruhi cardiac output dengan hasil bahwa posisi kepala dielevasikan dengan tempat tidur 30º akan menjaga meintenance cardiac output sehingga ketidaknyamanan nyeri dada dan sesak nafas berkurang yang akhirnya akan mengoptimalkan kualitas tidur (Julie, 2008). Batasi penunggu dengan rasional agar suasana terjaga ketenangannya, edukasi tentang manfaat 103 pentingnya meningkatkan kualitas tidur agar timbul kesadaran untuk meningkatkan kualitas tidur, dan anjurkan pada keluarga untuk membantu membenahi posisi pasien saat posisi sudut 30º berubah dengan rasional agar intervensi yang diberikan kepada klien lebih efektif. Supadi dkk (2008), menyatakan bahwa posisi semi fowler bertujuan untuk membuat oksigen di dalam paru-paru semakin meningkat sehingga memperingan kesukaran napas. Posisi ini akan mengurangi kerusakan membran alveolus akibat tertimbunnya cairan. Hal tersebut dipengaruhi oleh gaya gravitasi sehingga O2 delivery menjadi optimal. Sesak nafas akan berkurang dan akhirnya perbaikan kondisi klien lebih cepat. Hal tersebut karena pemberian posisi tidur dengan meninggikan punggung bahu dan kepala sekitar 30º atau 45º memungkinkan rongga dada dapat berkembang secara luas dan pengembangan paru meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan asupan oksigen membaik sehingga proses respirasi kembali normal dan pasien mampu untuk mengambil posisi tidur yang disukai karena nocturnal dyspnea (Smeltzer dan Bare, 2001). D. Implementasi Keperawatan Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Dermawan, 2012). Diagnosa keperawatan yang pertama adalah penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama. Implementasi yang dilakukan selama 104 3 hari berturut-turut antara lain mengkaji vital sign pasien, memberikan posisi semi fowler 30º, memonitor pernafasan klien, memberikan obat oral pasien, CPG 75 mg, captopril 2,5 mg, ISDN 5 mg, mengkaji vital sign. Setelah diberikan tindakan tersebut diperoleh respiratory rate pasien menurun dari hari pertama pengelolaan 27 kali per menit menjadi 23 kali permenit pada hari ketiga pengelolaan dengan menggunakan O2 nasal canul 3 liter per menit. Hal tersebut karena pemberian posisi semi fowler sangat efektif bahwa posisi semi fowler dimana tubuh dinaikkan 30-45 derajat membuat oksigen didalam paru-paru semakin meningkat sehingga memperingankan kesukaran bernafas (Supadi, 2008) dalam (Sulistyowati D, 2015). Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, implementasi yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut antara lain mengkaji status nyeri pasien PQRST, sesuai dengan teori bahwa metode PQRST meliputi Provoking inciden : Apakah ada peristiwa yang menjadi factor prepitasi nyeri.Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut / menusuk. Region Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar / menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.Saverity (scale of pain) : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri / pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya. Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari / siang hari (Nasrul Effendy, 1995) dalam Wijaya & Putri (2013). P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa 105 seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala nyeri 3, T: nyeri terasa hilang timbul, memberikan obat oral pasien, CPG 75 mg, captopril 2,5 mg, ISDN 5 mg, mengajarkan teknik relaksasi distraksi (beristiqfar), mengkaji vital sign pasien, dan mengkaji status nyeri pasien PQRST (provoking, quality, region, scale, time). Setelah diberikan tindakan tersebut diperoleh skala nyeri pasien menurun dari hari pertama pengelolaan skala nyeri 3 menjadi skala nyeri 1 pada hari ketiga pengelolaan. Hal tersebut karena dilakukan juga penanganan nyeri non farmakologi yaitu dengan relaksasi distraksi, relaksasi distraksi adalah mengalihkan perhatian pasien ke hal yang lain sehingga dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri, bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri Prasetyo (2010) dalam Syaiful, Y (2014). Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas), implementasi yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut antara lain mengkaji vital sign pasien, mengkaji kebiasaan tidur pasien dan memberikan kuesioner PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index), Kualitas tidur dapat diukur dengan mengisi kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI sendiri ialah suatu metode penilaian yang berbentuk kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur dan gangguan tidur orang dewasa dalam interval satu bulan. Pada kuisioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan alat untuk mengukur kualitas tidur yang didalamnya terdapat 10 pertanyaan yang ditujukan bagi pasien, dari 10 pertanyaan tersebut dapat diketahui 7 106 komponen yaitu kualitas tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur serta disfungsi pada siang hari (Safitrie dan Ardani. 2013: 18-19). Nilai dari 7 komponen PSQI kemudian dijumlahkan sehingga akan didapatkan nilai antara 0-21, apabila nilai > 5 mengindikasikan kualitas tidur buruk, sedangkan nilai < 5 mengindikasikan kualitas tidur baik (Melanie, 2012: 74), memberikan sudut posisi tidur semi fowler 30 derajat dengan memposisikan kepala dekat dengan bagian kepala tempat tidur, elevasi/naikkan bagian kepala tempat tidur 30º (diukur dengan busur), alasi kepala dengan bantal yang tipis, ganjal punggung bawah dengan selimut, berikan bantal pada lengan untuk penyokong, anjurkan pada keluarga untuk membantu membenahi posisi pasien saat posisi sudut 30 derajat berubah. Pada kasus Ny.S pemberian sudut posisi tidur 30 derajat (semi fowler) dilakukan selama 3 hari sebelum pasien tidur malam, dan memberikan kuesioner PSQI sebanyak 2 kali sehari sebelum dan setelah pasien tidur malam. Setelah dilakukan pemberian sudut posisi tidur 30 derajat (semi fowler) pasien mengatakan waktu tidur cukup, tidur malam jam 9, tidur ± 8 jam, tidur nyenyak tidak mudah terbangun, tidak lama lagi untuk mengawali tidur, dan bangun tidur tampak tidak lesu serta tidak menguap. Sebelum dan sesudah diberikan sudut posisi tidur 30 derajat (semi fowler) pasien diberikan kuesioner, Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan hasil bahwa skor kualitas tidur menurun dari kategori buruk (12) pada hari pertama menjadi kategori baik (5) pada hari ketiga pengelolaan. 107 Pemberian posisi tidur dengan meninggikan punggung bahu dan kepala sekitar 30º atau 45º memungkinkan rongga dada dapat berkembang secara luas dan pengembangan paru meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan asupan oksigen membaik sehingga proses respirasi kembali normal dan pasien mampu untuk mengambil posisi tidur yang disukai karena nocturnal dyspnea (Smeltzer dan Bare, 2001). E. Evaluasi Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang tampil. Tujuan dari evaluasi antara lain untuk menentukan perkembangan kesehatan klien, menilai efektifitas dan efisiensi tindakan keperawatan, mendapatkan umpan balik dari respon klien dan sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan (Dermawan, 2012). Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa keperawatan pertama penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama, pada hari ketiga senin 11 januari 2016 jam 13.40 WIB dengan respon subjektif pasien mengatakan sesak nafas sudah berkurang dan tidak lagi merasakan sesak nafas seperti kemarin, respon objektif pasien tampak nyaman dan lebih tenang ketika aktivitas, terpasang oksigen nasal canul 3 liter per menit, TD: 140/90 mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 80 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2: 95%. Analisa masalah teratasi. Planning lanjutkan intervensi edukasi 108 tentang mengatur posisi semi fowler 30º pada klien, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit rendah garam (NANDA, 2013). Evaluasi pada diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis Pada jam 13.50 WIB dengan respon subjektif pasien mengatakan nyeri pada bagian dada sebelah kiri sudah berkurang, P: nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri terasa seperti ketimpa beban berat (ampeg), R: bagian dada sebelah kiri, S: skala nyeri 3 menjadi 1, T: nyeri terasa hilang timbul, respon objektif pasien tampak tenang dan rileks. Analisa masalah teratasi. Planning lanjutkan intervensi edukasikan pada pasien tentang tindakan apa yang dapat diambil saat nyeri terasa, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik (NANDA, 2013). Evaluasi pada diagnosa keperawatan ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) Pada hari selasa 12 januari 2016 jam 07.50 dengan respon subjektif pasien mengatakan tidur malam cukup, tidur malam jam 9, tidur kurang lebih selama 8 jam, mudah mengawali tidur dan tidak mudah terbangun lagi karena sudah tidak merasakan sesak nafas dan bangun tidur pasien mengatakan merasa lebih segar, respon objektif pasien tampak lebih segar, tidak lesu, dan tidak menguap lagi, TD: 140/90 mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 80 kali per menit, S: 36,5º C, SPO2: 95%, skor kualitas tidur: 12 menjadi 5. Analisa masalah teratasi. Planning lanjutkan intervensi edukasi pasien dan keluarga pasien untuk memberikan posisi 30º jika sesak nafas kambuh, edukasikan tentang manfaat/pentingnya meningkatkan kualitas tidur (NANDA, 2013). BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang metode mengaplikasikan pemberian sudut posisi tidur 30 derajat terhadap peningkatan kualitas tidur pada asuhan keperawatan Ny.S dengan STEMI Inferior di Ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Pengkajian Hasil pengkajian yang ditemukan pada Ny.S dengan STEMI Inferior adalah pasien mengeluh nyeri pada dada bagian kiri seperti menembus sampai ke punggung, skala nyeri 3, terus-menerus, nyeri terasa hilang timbul, dan seperti ketimpa beban berat (ampeg), pusing, sulit tidur, dan saat tidur selalu menggunakan bantal lebih dari 2, pasien mengalami sesak nafas dan hasil gambaran EKG di IGD terdapat ST elevasi di lead II, III, TD: 162/99 mmHg, RR: 27 kali per menit dengan O2 3 liter per menit, HR 90 kali per menit, S: 36.8º C, SPO2: 96%. 2. Diagnosa Keperawatan Dari data pengkajian, penulis merumuskan diagnosa dan membuat prioritas diagnosa keperawatan yang pertama penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama (00029), diagnosa keperawatan 109 110 yang kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (00132), diagnosa keperawatan yang ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan pemantauan (sesak nafas) (00198). 3. Perencanaan Keperawatan Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa pertama adalah observasi keadaan umum, kaji vital sign, kaji pernafasan (irama, kedalaman, kecepatan), berikan posisi demi fowler 30 derajat, edukasi untuk mengurangi konsumsi natrium/garam, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit rendah garam. Intervensi yang dibuat oleh penulis pada diagnosa kedua adalah kaji vital sign dan satus nyeri (P,Q,R,S,T), ajarkan teknik relaksasi distraksi (beristigfar), edukasi pada pasien tentang tindakan yang dapat diambil saat nyeri terasa (anjurkan untuk menghentikan aktivitas), kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik. Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa yang ketiga adalah kaji kebiasaan tidur pasien dan memberikan kuesioner PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index), atur posisi pasien dengan sudut 30 derajat, batasi penunggu, edukasi tentang manfaat pentingnya meningkatkan kualitas tidur, anjurkan pada keluarga untuk membantu membenahi posisi pasien saat posisi sudut 30 derajat berubah. 4. Implementasi Keperawatan Dalam asuhan keperawatan Ny.S dengan STEMI Inferior di Ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta telah sesuai dengan intervensi 111 yang dibuat penulis. Penulis menekankan penggunaan teknik pemberian sudut posisi tidur 30 derajat yang diyakini mampu meningkatkan kualitas tidur pada pasien STEMI Inferior (ST-elevasi miokard infark). 5. Evaluasi Keperawatan Tindakan yang dilakukan oleh penulis menggunakan metode SOAP (Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning). Hasil evaluasi pada masalah penurunan curah jantung sudah teratasi, pasien mengatakan sesak nafas sudah berkurang dan tidak lagi merasakan sesak nafas seperti kemarin, pasien tampak nyaman, lebih tenang ketika aktivitas, dan terpasang O2 nasal canul 3 liter per menit, TD: 140/90 mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 80 kali per menit, S: 36,5 º C, SPO2: 95%. Maka dari itu intervensi dapat dipertahankan untuk kaji vital sign, edukasi tentang mengatur sudut posisi tidur 30 derajat pada pasien, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit rendah garam. Hasil evaluasi pada masalah nyeri akut sudah teratasi, pasien mengatakan nyeri dada sebelah kiri sudah berkurang dengan skala nyeri 1, pasien tampak tenang dan rileks, TD: 140/90 mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 80 kali per menit, S: 36,5 º C, SPO2: 95%. Maka dari itu intervensi dapat dipertahankan untuk kaji vital sign, edukasi pada pasien tindakan yang dapat diambil saat nyeri terasa, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik. 112 Hasil evaluasi pada masalah gangguan pola tidur sudah teratasi, pasien mengatakan tidur malam cukup, tidur malam jam 9, tidur ± selama 8 jam, mudah mengawali tidur dan tidak mudah terbangun lagi karena sudah tidak merasakan sesak nafas dan bangun tidur merasa lebih segar, pasien tampak lebih segar, tidak lesu, tidak menguap lagi, dan skor kualitas tidur dari kualitas buruk (12) menjadi baik (5), TD: 140/90 mmHg, RR: 23 kali per menit, HR: 80 kali per menit, S: 36,5 º C, SPO2: 95%. Maka dari itu intervensi dapat dipertahankan untuk kaji vital sign, edukasi pasien dan keluarga pasien untuk memberikan sudut posisi 30 derajat jika sesak nafas kambuh, edukasi tentang manfaat atau pentingnya meningkatkan kualitas tidur. 6. Analisa Tindakan Keperawatan Berdasarkan hasil analisa pada Ny.S dengan STEMI Inferior menunjukkan bahwa setelah diberikan sudut posisi tidur 30 derajat, kualitas tidur Ny.S menunjukkan peningkatan. Dari sebelum diberikan sudut posisi tidur 30 derajat, skor kualitas tidur pasien dengan menggunakan kuesioner PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index) pada hari pertama Ny.S dengan STEMI Inferior yaitu dengan hasil skor buruk (12) setelah diberikan sudut posisi tidur 30 derajat skor kualitas tidur menjadi baik (5) pada hari ke tiga. 113 B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan STEMI Inferior, penulis akan memberikan usulan dan masukkan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain: 1. Bagi Rumah Sakit Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD Dr. Moewardi Surakarta dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan kerjasama baik antar tim kesehatan maupun dengan pasien sehingga asuhan keperawatan yang diberikan dapat mendukung kesembuhan pasien. 2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jantung khususnya, keluarga, perawat dan tim kesehatan lain mampu membantu dalam kesembuhan klien serta memenuhi kebutuhan dasarnya. 3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Diharapkan bisa lebih meningkatkan pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat yang terampil, inovatif, dan professional yang mampu memberikan asuahan keperawatan. 114 4. Bagi Pembaca Diharapkan bisa memberikan tindakan pemberian sudut posisi tidur 30º terhadap peningkatan kualitas tidur pada pasien Infark Miokard Akut. DAFTAR PUSTAKA Aisyah, M. 2014. Hubungan Antara Angka Leukosit Dengan Angka Kematian Penderita Infark Miokard Akut Di RSUD Dr.Moewardi Pada Tahun 2012. Diakses pada tanggal 27 November 2015 Awaludin, S & Utami SR. 2010. Modul Pelatihan Interpretasi EKG Sederhana. Semarang: Universitas Diponegoro Carpenito, L. J. 2002. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan) Edisi 8. Jakarta: EGC Choirul M Shodikin. 2013. Kuisioner PSQI. http://id.scribd.com/doc/127 552791/kuesioner-PSQI-doc. Diakses pada tanggal 23 November 2014. Dewi, M.R, et al. 2014. Faktor-Faktor Dominan Sindrom Metabolik yang Berhubungan Dengan Kejadian Akut Miokard Infark (AMI) di Ruang Intensiv Cardiovaskuler Care Unit (ICVCU) RSUD Dr.Moewardi Tahun 2014. Diakses pada tanggal 29 November 2015 Dermawan, D. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka Kerja. Yogyakarta: Gosyen Publishing Harsanti, S.E. 2015. Pengalaman Keluarga Dalam Menghadapi Kejadian Serangan Akut Miokard Infark (AMI) Pada Anggota Keluarga Di RSUD Sragen. Diakses pada tanggal 28 November 2015 Haryati, D. S dan Triyanta. 2013. Hubungan Antara Kualitas Tidur Dengan Denyut Jantung Dilihat Dari Gambaran Ekg pada Pasien Infark Miokard di Ruang ICVCU RSUD Dr.Moewardi Surakarta Tahun 2011. Diakses pada tanggal 21 November 2015 Herdman T. Heather. 2012. Nursing Diagnosis: Definitions and Classification. Jakarta: EGC ISO. 2013. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta: PT ISFI Penerbitan Junaidi, iskandar. 2011. Stroke waspada ancamannya. Yogyakarta: Penerbit Andi Kartikawati. 2011. Buku Ajar Dasar-dasar Keperawatan Gawatdarurat. Jakarta: Salemba Medika Kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta. Nuha Medika Kasron. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantung. Yogyakarta: Nuha Medika Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, & Praktik. Jakarta : EGC Melanie, R. 2012. Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur Terhadap Kualitas Tidur dan Tanda Vital Pada Pasien Gagal Jantung di Ruang Rawat Intensif RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung. Diakses pada tanggal 23 November 2015 Muttaqin, arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Nurarif, H.A & Kusuma, H. 2013. NANDA (Nort American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC Jilid 2. Yogyakarta: Media Action Publishing Nurlaily, A.P. 2012. Nursing Care To Mr.J With Acute Myocardial Infarction (AMI) In ICCU (Intensive Coronary Care Unit) General Region Hospital Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Diakses pada tanggal 30 November 2015 Nursalam, M. Nurs. 2015. Panduan Penyusunan Studi Kasus. Nursalam-studikasus-.pdf. diakses pada tanggal 1 juni 2016 Pebru, A. 2012. Nursing Care To Mr.J With Acute Myocardial Infarction (AMI) In ICCU (Intensive Coronary Care Unit) General Region Hospital Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Diakses pada tanggal 29 November 2015 Philip, A.I & Jeremy, W.T.P. 2008. At a Glance Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Erlangga Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi. (2011). Prevalensi AMI. Surakarta: RSUD Dr. Moewardi Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi. (2012). Prevalensi AMI. Surakarta: RSUD Dr. Moewardi Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi. (2013). Prevalensi AMI. Surakarta: RSUD Dr. Moewardi Rendi, M. C dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta. Nuha Medika Safitrie, A dan Ardani, M. H. 2013. Studi Komparatif Kualitas Tidur Perawat Shift dan Non Shift di Unit Rawat Inap dan Unit Rawat Jalan. Diakses pada tanggal 10 Desember 2015 Sieh Syeh. 2010. Patofisiologi IMA. http://www.scrib.com/doc/40006468/ Patofisiologi-IMA. Diakses pada tanggal 17 Desember 2015 Stillwell, S. B. 2011. Pedoman Keperawatan Kritis. Edisi 3. Jakarta: EGC Sulistyowati, D. 2015. Pengaruh Sudut Posisi Tidur Terhadap Kualitas Tidur dan Status Kardiovaskuler pada Pasien Infark Miokard Akut (IMA) di Ruang ICVCU RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Diakses pada tanggal 18 November 2015 Suparmi, Y, dkk. 2008. Panduan Praktik Keperawatan Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta : PT Citra Aji Parama Syifa, V. S. 2014. Posisi Semi Fowler 30 Derajat. Error! Hyperlink reference not valid.. Diakses pada tanggal 10 Desember 2015 Syaiful, Y. 2014. Efektifitas Relaksasi Nafas Dalam Dan Distraksi Baca Menurunkan Nyeri Pasca Operasi Pasien Fraktur Femur Journals of Ners Community Vol 5 No 2. Diakses pada tanggal 9 Mei 2016 Udjianti, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika Udjianti, Wajan Juni. 2013. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika Wijaya, A.S dan Putri, Y. S. Keperawatan Medikal Bedah I (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta. Nuha Medika Wilkinson, M.J. 2007. Nursing Dignosis Handbook with NIC Interquestions and NOC Outcomes Edisi 7. Jakarta: EGC