JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2011 Vol. 1 No. 3. Hal 135-140 ISSN: 2087-7706 PERKEMBANGAN DAN HAMBATAN MAKAN LARVA Crocidolomia pavonana YANG DIBERI SEDIAAN FRAKSI DIKLORMETAN KULIT BATANG Calophyllum soulattri Develovment Time, and Feeding Inhibity of Crocidolomia pavonana Larvae Fed Dichloromethana Fraction of Calophyllum soulattri Bark Preparation EDY SYAHPUTRA1*) , DJOKO PRIJONO2) 1)Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, Jalan Ahmad Yani, Pontianak, 78124 2) Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor ABSTRACT The objectives of this study were to evaluate the develovment time, and feeding inhibity of Crocidolomia pavonana larvae fed dichloromethana fraction of Calophyllum soulattri bark preparation. Fractionation of C. soulattri fraction was performed with vaccuum liquid chromatography. Bioassay was conducted against C. pavonana larvae by leaf-feeding method. Second-instar C. pavonana larvae were fed extract-treated broccoli leaves for 48 haurs, then were presented with untreated leaves until the surviving larvae reached the fourth-instar stage. The number of dead larvae was recorded. For feeding inhibity, preparation was assayed using leaf-disc choice and no-choice test towards thirdinstar C. pavonana larvae. The results showed that dichloromethan fraction of C. soulattri barks possessed strong insecticidal activity against C. pavonana larvae with LC50 of 0,06%. The dichloromethan fraction at 0,06%-0,09% could prolong development time of instar II-III larvae by 1,7-2,7 days. In choice and no-choice leaf disc methods, the dichloromethan fraction at 0,02%-0,075% inhibited feeding of instar III larvae by 54,8%-100%. Concerning with their potentiality, further studies are needed to identify insecticidal compounds in those active extracts. Keywords: Calophyllum soulattri, Crocidolomia pavonana, feeding inhibity, insecticidal activity 4 PENDAHULUAN Penggunaan insektisida sintetik dalam pengendalian hama merupakan kegiatan sehari-hari yang dapat dilihat di lapangan. Selain memiliki keunggulan penggunaan insektisida sintetik terbukti juga memiliki permasalahan tersendiri. Permasalahanpermasalahan ini membangkitkan kesadaran akan sekaligus mendasari orang mencari pengendalian yang lebih aman. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah mencari sumber insektisida alami dari bahan Alamat korespondensi: E-mail : [email protected] *) alam. Berbagai famili tumbuhan telah diketahui memiliki bioaktivitas terhadap serangga, di antaranya ialah Clusiaceae dan Meliaceae. Informasi aktivitas tanaman famili Clusiaceae lebih sedikit dibandingkan dengan informasi aktivitas tanaman Meliaceae. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan penelitian tentang aktivitas jenis-jenis tanaman tersebut belum berkembang. Syahputra et al. (2001) melaporkan bahwa ekstrak air Calophyllum soulattri memiliki aktivitas insektisida terhadap larva Crocidolomia pavonana. Selanjutnya pada percobaan lainnya disebutkan bahwa ekstrak kulit batang yang disiapkan dengan air yang mengandung metanol 0,75% dan diterjen 0,1% pada konsentrasi 100 g/l dapat 136 SYAHPUTRA DAN PRIJONO menyebabkan mortalitas larva C. pavonana hingga lebih 60%. Selain aktif sebagai insektisida, senyawa aktif asal tanaman dapat juga bersifat sebagai penghambat makan (antifeedant). Senyawa penghambat makan merupakan senyawa sekunder tanaman yang dapat menyebabkan pengurangan atau penghentian kegiatan memakan serangga. Sebagai agens pengendalian serangga hama, penggunaan senyawa-senyawa kimia tersebut merupakan alternatif pengendalian yang menarik untuk dikembangkan. Hingga kini pengujian aktivitas sediaan C. soulattri baru dilakukan pada ekstrak kasar. Dalam makalah ini dilaporkan hasil penelitian mengenai aktivitas fraksi aktif kulit batang C. soulattri terhadap perkembangan larva C. pavonana serta aktivitas hambatan makannya. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi (Fistok), Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan (HPT), Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tumbuhan Sumber Ekstrak. Bahan tumbuhan uji yang digunakan ialah kulit batang Calophyllum soulattri. Bahan tanaman diperoleh dari Kecamatan Teluk Melano, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Kulit batang yang digunakan terlebih dahulu diblender hingga menjadi serbuk dan diayak menggunakan pengayak kasa berjalinan 1 mm. Serbuk ayakan ditimbang untuk keperluan ekstraksi. Kadar air bahan yang digunakan ialah 13,4%. Serangga Uji. Serangga uji C. pavonana diperbanyak di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan , Institut Pertanian Bogor. Serangga uji yang digunakan dalam pengujian ialah larva instar II. Fraksinasi. Ekstraksi awalnya dilakukan dengan metanol dengan metode maserasi kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 55 – 60 °C dan penghampaan pada tekanan 580 - 600 mmHg sehingga diperoleh ekstrak. Ekstrak metanol yang diperoleh dipartisi dalam campuran heksana dan metanol 95% dalam labu pemisah. Fase metanol (lapisan pelarut bagian bawah) yang terbentuk ditampung dan diuapkan J. AGROTEKNOS pelarutnya. Fraksi metanol dipartisi lebih lanjut dalam labu pemisah lainnya dalam campuran pelarut etil asetat dan air (1:1). Perbandingan bobot ekstrak dengan campuran pelarut 1:40 (w/v). Fase etil asetat yang diperoleh selanjutnya diuapkan pelarutnya seperti di atas. Fraksi etil asetat difraksinasi lebih lanjut menggunakan teknik kromotografi vakum cair (KVC) (vaccuum liquid chromatography). Eluen yang digunakan berturut-turut heksana, diklorometanaa, etil asetat, dan metanol dengan fase diam gel silika (Merck; 0,04-0,063 mm). Semua fraksi diuapkan pelarutnya dan diuji aktivitasnya. Metode Pengujian Pengaruh Sediaan Kulit Batang C. soulattri terhadap Lama Perkembangan Larva C. pavonana. Sediaan yang digunakan dalam pengujian ini adalah fraksi diklorometana. Pengujian dilakukan dengan metode residu pada daun. Sediaan diuji pada lima taraf konsentrasi yang ditentukan melalui uji pendahuluan. Untuk mendapatkan larutan sediaan konsentrasi tertentu fraksi dilarutkan dengan aseton. Sediaan dioleskan secara merata pada setiap permukaan bundaran daun brokoli berdiameter 3 cm menggunakan sonde mikro (microsyringe) sebanyak 25 l/permukaan. Setelah pelarut menguap, dua potong daun perlakuan diletakkan dalam cawan petri berdiameter 9 cm yang dialasi tisu. Selanjutnya ke dalam setiap cawan petri dimasukkan 15 ekor larva instar II. Larva kontrol diberi pakan daun yang diolesi pelarut saja sesuai dengan pelarut sediaan yang digunakan. Pemberian pakan daun perlakuan dilakukan selama 48 jam, selanjutnya larva diberi pakan daun tanpa perlakuan hingga mencapai instar IV. Lama perkembangan larva yang bertahan hidup dihitung berdasarkan jumlah larva yang mati. Data lama perkembangan dinyatakan sebagai nilai rata-rata ± simpangan baku. Pengaruh Sediaan Kulit Batang C. soulattri terhadap Hambatan Makan Larva C. pavonana. Cara perlakuan pengujian hambatan makan dilakukan seperti pengujian di atas. Konsentrasi fraksi diklorometana 0,02%; 0,03%; 0,05%; dan 0,075% yang setara dengan LC15, LC50, LC85, dan LC99. Pengujian dilaksanakan dengan metode pilihan dan tanpa pilihan. Pada metode Perkembangan dan Hambatan Makan Larva Crocidolomia pavonana pilihan, empat potong daun brokoli yang berbentuk bulat berdiameter 3 cm (terdiri dari 2 daun perlakuan dan 2 daun kontrol) dimasukkan secara berseling ke dalam satu cawan petri berdiameter 9 cm yang dialasi tisu. Pada metode tanpa pilihan pilihan, empat potong daun yang diberi perlakuan dan empat potongan daun kontrol dimasukkan dalam cawan petri yang terpisah. Pada setiap cawan petri dimasukkan 5 ekor larva C. pavonana instar III awal (umur 5 jam). Sebelum perlakuan semua potongan daun ditimbang untuk mengetahui bobot segarnya. Sebagai faktor pengoreksi bobot basah potongan daun perlakuan, diambil satu potong contoh daun dari tiap helai daun yang digunakan dan ditimbang bobot segarnya. Potongan contoh daun tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC selama 2 hari dan ditimbang untuk mengetahui bobot kering dan dihitung proporsinya. Hasil perkalian proporsi dengan bobot basah daun merupakan bobot kering awal daun terkoreksi (BKAwD). Pemberian pakan perlakuan dan kontrol dilakukan selama 24 jam. Sisa daun perlakuan dan kontrol yang tertinggal dikeringkan dan ditimbang untuk mendapatkan bobot daun yang dikonsumsi. Persentase hambatan makan (HM) dihitung dengan rumus: Metode pilihan: HM (%) ( K KP ) 100% Metode tanpa pilihan: HM (%) ( K KP P ) 100% Keterangan : P dan K berturut-turut adalah rata-rata bobot daun perlakuan dan daun kontrol yang dimakan larva uji. Analisis data hasil percobaan penghambatan makan metode pilihan menggunakan uji t-berpasangan pada taraf 5%. Percobaan pengujian aktivitas hambatan makan dengan metode tanpa pilihan disusun dalam rancangan acak lengkap dengan lima ulangan. Data persentase hambatan makan dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5% menggunakan paket program SAS. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh terhadap Lama Perkembangan Larva C. pavonana. Perlakuan sediaan yang diuji pada hari-hari pertama setelah perlakuan telah menunjukkan kematian larva (Gambar 1). 137 Pada konsentrasi dua pertama tertinggi, pada hari ketiga telah mengakibatkan mortalitas tertinggi yakni di atas 50%. Bila dilihat pola perkembangan mortalitas larva secara umum dapat dikatakan bahwa mortalitas larva akibat sediaan tinggi pada awal-awal pengamatan dan relatif konstan pada pengamatanpengamatan berikutnya. Pola perkembangan mortalitas ini mengindikasikan bahwa senyawa aktif yang terkandung pada sediaan memiliki cara kerja yang cepat dalam menimbulkan mortalitas larva. 100 Mortalitas kumulatif (%) Vol. 1 No.3, 2011 Kont rol 0,02 % 0,03 % 80 60 40 20 0 1 Gambar 1 2 3 4 5 6 7 8 Hari setelah perlakuan 9 Pola perkembangan mortalitas larva C. pavonana instar II yang diberi perlakuan fraksi diklorometana kulit batang C. soulattri selama 48 jam pada berbagai konsentrasi dengan metode residu pada daun. Secara umum, lama perkembangan larva yang bertahan hidup makin panjang setelah memakan daun yang diberi perlakuan sediaan C. soulattri (Tabel 1). Perlakuan fraksi diklorometana pada selang konsentrasi 0,06%-0,09% mengakibatkan perpanjangan lama stadium larva instar II-IV selama 1,69 hingga 2,06 hari dibandingkan kontrol. Secara umum dapat dikemukakan bahwa senyawa aktif yang terdapat dalam sediaan C. soulattri selain menyebabkan mortalitas larva C. pavonana juga dapat menghambat perkembangannya. Jika suatu serangga termakan senyawa aktif, sebagai reaksi serangga tertentu yang tidak tahan akan mengalami kematian, sebaliknya serangga yang toleran akan tetap bertahan. Bagi serangga yang toleran, sebagai bentuk pertahanan akan menetralkan atau mendetoksifikasi senyawa tersebut menjadi tidak aktif atau serangga dapat beradaptasi dengan senyawa tersebut. Dalam proses penetralan atau adaptasi tersebut dibutuhkan banyak energi. Energi yang digunakan untuk detoksifikasi diperoleh dari energi yang seharusnya untuk pertumbuhan dan perkembangan serangga. Sebagai akibatnya 138 SYAHPUTRA DAN PRIJONO pertumbuhan serangga akan terganggu. Beberapa jenis serangga dapat beradaptasi dengan senyawa aktif tertentu (Farrar, 1989). Bagi serangga yang tidak tahan senyawa aktif tersebut sebelum akhirnya mati serangga dapat tetap bertahan melalui pemaksimalan pemanfaatan sumber energi di dalam tubuhnya. Sebagai konsekuensinya dari keadaan ini larva akan mengalami hambatan perkembangan. Syahputra et al. (2004) melaporkan bahwa bahwa fraksi diklorometana kulit batang C. soulattri pada konsentrasi 0,03% dan 0,05% dapat mengganggu pertumbuhan larva C. pavonana. J. AGROTEKNOS Fraksi tersebut dapat menekan aktivitas enzim metabolik, invertase dan enzim protease larva C. pavonana. Gangguan aktivitas enzim metabolik tersebut secara keseluruhan sebelum akhirnya larva mati dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan larva. Untuk penggunaan di lapangan, senyawa aktif yang yang bersifat racun perut relatif lebih aman terhadap musuh alami, dan hama yang tertunda perkembangannya akan memiliki risiko yang lebih besar untuk ditemukan oleh musuh alaminya. Tabel 1. Aktivitas sediaan fraksi diklorometana C. soulattri terhadap lama perkembangan larva C. pavonana Rata-rata lama perkembangan ± SB (hari) (N)a Konsentrasi (%, w/v) Instar II Instar II – IV Kontrol (90) (90) 1,96 0,26 4,08 0,29 0,02 (85) (83) 2,05 0,21 4,30 0,46 0,03 (90) (82) 2,07 0,27 4,37 0,58 0,04 (72) (69) 2,13 0,47 4,88 0,63 0,06 (47) (22) 2,92 1,08 5,77 0,87 0,09 (11) (7) 3,36 1,02 6,14 0,90 Keteranga: a SB: Simpangan baku. N : Jumlah larva yang bertahan hidup pada periode perkembangan yang ditunjukkan. Pengaruh terhadap Hambatan Makan Larva C. pavonana. Percobaan Pilihan. Setelah larva uji diletakkan dalam cawan petri yang berisi potongan daun perlakuan dan kontrol, awalnya larva berjalan gelisah dalam mecari potongan daun pakan. Bila larva pertama kali menemukan pakan yang diberi perlakuan, larva tersebut mencoba memakan pakan dan setelah beberapa waktu larva meninggalkan potongan pakan tersebut. Sebaliknya larva yang sampai pada potongan daun yang tidak diberi perlakuan, larva tetap tinggal pada potongan daun tersebut dan meneruskan makannya. Sebelum makan, larva terlebih dahulu mencicipi makanannya untuk mendeteksi adanya zat-zat nutrisi dan tidak adanya senyawa sekunder yang berbahaya bagi dirinya melalui sensori yang terdapat pada alat mulutnya seperti sensori yang terdapat pada palpus maksila dan papila yang terdapat pada bagian dalam labrum (Schoonhoven 1987). Perlakuan fraksi heksana KVC dan fraksi diklorometana pada kisaran konsentrasi 0,02%-0,075% mengakibatkan persentase hambatan makan yang hampir sama yakni 37,8%-100% (Tabel 2). Perlakuan dua konsentrasi tertinggi (0,05% dan 0,075%) menyebabkan larva tidak memakan daun perlakuan (HM 100%). Adanya hambatan makan ini kemungkinan disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa asing yang terkandung dalam ekstrak ataupun fraksi yang aktif sebagai penghambat makan yang memperpendek aktivitas makan atau menghentikan aktivitas makan. Hambatan makan yang terjadi kemungkinan juga disebabkan oleh senyawa-senyawa yang terdapat pada sediaan menutupi ataupun mengacaukan sinyal-sinyal rangsangan makan yang terdapat pada pakan. Penerimaan tanaman untuk pakan melibatkan sistem syaraf pusat yang merespons berbagai faktor yang bersifat menarik (attractant) dan penghambat (deterrent) (Miller & Strickler, 1984). Dalam percobaan ini komponen penghambat yang terdapat dalam sediaan kulit batang C. soulattri tampaknya cukup mampu membuat larva tidak banyak makan daun yang diberi perlakuan dengan berbagai macam mekanismenya. Dadang dan Ohsawa (2000) melaporkan bahwa ekstrak biji Swietenia mahogani pada konsentrasi 5% serta fraksi aktifnya 0,2% Vol. 1 No.3, 2011 Perkembangan dan Hambatan Makan Larva Crocidolomia pavonana memberikan penghambatan makan larva Plutella xylostella di atas 98%. Charnelis et al. (1998) melaporkan bahwa ekstrak biji Dysoxylum mollisimum pada konsentrasi 139 0,25% dapat menghambat makan larva C. pavonana sebesar 90,4%, sedangkan ekstrak Aglaia elliptica pada konsentrasi 0,05% menghambat makan larva C. pavonana >70%. Tabel 2. Pengaruh sediaan fraksi diklorometana kulit batang C. soulattri terhadap penghambatan makan larva C. pavonana instar III dengan metode pilihana Rataan bobot daun yang dimakan (mg) ± SBb Konsentrasi HMc (%) (%) Perlakuan Kontrol 0,020 14 ± 7a 31 ± 8b 37,8 0,030 10 ± 9a 27 ± 13 b 45,9 0,050 0 26 ± 9b 100 0,075 0 28 ± 13 b 100 Keterangan: a Jumlah larva yang digunakan tiap taraf konsentrasi 25 ekor. b SB: Simpangan baku, untuk setiap konsentrasi, rataan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji t-berpasangan ( = 5%). c HM = Hambatan makan (%) = (1–P/K) x 100% Percobaan Tanpa Pilihan. Perlakuan fraksi tidak seluruh perlakuan dapat menyebabkan penurunan konsumsi daun yang diberi perlakuan (Tabel 3). Perlakuan fraksi diklorometana menghambat makan larva uji 10,9%-57,7%. Secara umum dapat dikatakan bahwa baik pada kondisi dengan pilihan ataupun tanpa pilihan, sediaan memiliki aktivitas penghambat makan yang kuat. Hal ini berimplikasi di lapangan bahwa larva C. pavonana akan dapat membedakan antara bagian tanaman yang diberi perlakuan dengan bagian tanaman yang tidak mendapat perlakuan. Tabel 3. Pengaruh sediaan fraksi diklorometana kulit batang C. soulattri terhadap penghambatan makan larva C. pavonana instar III dengan metode tanpa pilihan1 Konsentrasi (%) Kontrol 0,020 0,030 0,050 0,075 Keterangan: Rataan bobot daun yang HM3 dimakan (mg) ± SB2 34 ± 6 a 30 ± 5 ab 10,9 24 ± 7 b 28,5 15 ± 8 c 56,3 15 ± 7 c 57,7 1 Jumlah larva yang digunakan tiap taraf konsentrasi 25 ekor. 2 SB : Simpangan baku, untuk setiap konsentrasi rataan yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan ( = 5%). 3 HM = Hambatan makan (%) = (1– P/K) x 100% Larva uji masih mengonsumsi daun yang diberi perlakuan meskipun hanya sedikit. Hal ini kemungkinan mengindikasikan bahwa senyawa aktif penghambat makan larva lebih bekerja sebagai penghambat makan primer. Sebagai akibatnya larva uji tidak langsung mati karena kelaparan melainkan dengan aktivitas makan yang rendah larva masih dapat bertahan hingga batas waktu tertentu sebelum mati. Bila dikaitkan dengan pengendalian hama di lapangan keadaan ini menguntungkan karena larva yang masih bertahan hidup tersebut dapat dimanfaatkan predator-predator hama sebagai makanan. Pengendalian serangga hama menggunakan senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas penghambat makan – selain mudah terurai dan relatif tidak beracun bagi organisme bukan sasaran – mempunyai beberapa kelebihan di antaranya tidak menimbulkan resistensi (bahkan membantu pemecahan masalah resistensi) dan memiliki selektivitas yang tinggi. Keunggulankeunggulan tersebut menjadikan senyawa penghambat makan dapat digunakan dalam pengendalian hama dan aplikasinya dapat dipadukan dengan cara pengendalian lain dalam PHT. Azadirakhtin merupakan senyawa aktif yang diisolasi dari tanaman mimba Azadirachta indica merupakan contoh senyawa yang memiliki aktivitas penghambat makan terhadap berbagai jenis hama (Schmutterer, 1995). Meskipun hasil penelitian tentang antifidan telah banyak dilaporkan, namun mekanisme kerja antifidan terhadap serangga secara pasti belum pernah dilaporkan. Aktivitas antifidant azadirachtin diketahui berkorelasi dengan sensitivitas gustatory neuron dari larva Lepidoptera (Simmonds & Blaney, 1984). 140 SYAHPUTRA DAN PRIJONO SIMPULAN Sediaan fraksi diklorometana kulit batang C. soulattri dapat mengganggu perkembangan larva C. pavonana. Sediaan fraksi tersebut juga memiliki aktivitas antifeedant terhadap larva. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa insektisida. DAFTAR PUSTAKA Dadang and K. Ohsawa. 2000. Penghambatan aktivitas makan larva Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae) yang diperlakukan ekstrak biji Swietenia mahogany Jacq. (Meliaceae). Bul. Hama Penyakit Tumbuhan. 12:27-32. Farrar, R.R,, J.D. Barbour and G.G. Kennedy. 1989. Quantifying food comsumtion and growth in insects. Entomol Soc. Amer. 89:593-598. Isman, M.B. 1995. Lead and prospects for development of new botanical insecticides. Rev. Pestic. Toxicol. 3:1-20. J. AGROTEKNOS Miller, J.R and K.L. Strickler. 1984. Finding and accepting host plant,. Dalam W.J. Bell and R.T. Carde (Eds.), Chemical ecology of insects. Sunderland. P. 127-157 Simmonds, M.S.J. & W.M. Blaney. 1984. Some neurophysiological effect of azadirachtin on Lepidopterous larvae and their feeding responses. Dalam H. Schumetterer, K.R.S. Ascher (Eds). Natural pesticides from the neem tree (Azadirachta indica A. Juss) and other tropical plants. Proceeding of the second international neem conference, 2528 May 1983. Federal Republic of Germany. Syahputra, E., F. Rianto, D. Prijono. 2001. Aktivitas insektisida ekstrak tumbuhan asal Kalimantan Barat terhadap kumbang kacang Callosobruchus maculatus (F.) dan ulat kubis Crocidolomia binotalis Zeller. J. Ilmu Pert. Indon. 10:8-13. Syahputra, E., D. Prijono, Dadang, S. Manuwoto, L.K. Darusman (2004). Aktivitas insektisida bagian tumbuhan Calophyllum soulattri Burm. f. (Clusiaceae) terhadap larva Lepidoptera. J. Hama & Penyakit Tumbuhan Tropika, 4:23-31