BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang telah ada sebelumnya yang berkaitan dengan
implementasi CSR (Corporate Social Responsibility) antara lain sebagai berikut hasil
penelitian Windarti (2004) menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan dalam
pemberdayaan ekonomi masyarakat ini belum diatur secara jelas dalam hirarki perundangundangan yang berlaku di Indonesia, tetapi diatur secara teknis dalam keputusan Menteri
dan Surat Edaran Menteri. Dalam Kepmen BUMN Nomor : Kep-236/MBU/2004 tentang
Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, mengatur
bahwa BUMN wajib menyisihkan satu persen dari laba perusahaan untuk Program
Kemitraan yang dilakukan oleh satuan kerja Pengembangan Usaha Kecil dan Koperasi
(PUKK), dan Program Bina Lingkungan yang dilaksanakan oleh satuan kerja community
development (comdev).
Bentuk Program Kemitraan yang dilakukan PUKK sebagai pelaksana tanggung
jawab sosial perusahaan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah antara lain :
pemberian kredit usaha kecil dengan bunga ringan sebagai dana bergulir, pembekalan
keterampilan bagi remaja yang belum bekerja, membantu mepromosikan produk mitra
binaan, dan pendidikan manajemen bagi mitra binaan. Bentuk Program Bina Lingkungan
yang dilakukan oleh satuan kerja comdev sebagai pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat antara lain yaitu pembangunan
irigasi, pembangunan jalan, pembangunan pasar, dan lain-lain yang mendukung kegiatan
perekonomian masyarakat. Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dalam
Universitas Sumatera Utara
pemberdayaan ekonomi masyarakat memberikan dampak positif bagi masyarakat maupun
bagi perusahaan. Dampak nyata bagi perusahaan adalah terciptanya image yang baik bagi
perusahaan sehingga meningkatnya kepercayaan publik dan dampak nyata bagi masyarakat
adalah tumbuhnya usaha perekonomian rakyat sehingga meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian kesenjangan sosial yang merupakan bibit konflik sosial
dapat dijembatani dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dalam
pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Penelitian yang dilakukan oleh Josua (2007), menyimpulkan bahwa motif utama
PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. melaksanakan tanggung jawab sosialnya adalah untuk
mengamankan operasional pabrik. Hal tersebut mengaburkan aspek kerelaan (voluntarism)
dan kemitraan yang dibangun atas dasar hubungan subordinasi, di mana masing-masing
partisipan memiliki status, kemampuan dan kekuatan yang tidak seimbang. Yayasan yang
dibentuk idealnya adalah merupakan representasi dari sektor sukarela (voluntary) yang
berperan sebagai agen pembaru (change agent) untuk mendinamisasi program dalam
rangka pemberdayaan masyarakat, namun kenyataannya lebih cenderung sebagai korporasi
negara.
Selain itu penelitian yang dilakukan Siti Zaleha (2008) yang menyimpulkan bahwa
PT. Inalum masih menganggap CSR (Corporate Social Responsibility) sebagai biaya (cost)
dan belum dianggap sebagai investasi sosial (social investment) sehingga belum memiliki
program yang mampu memandirikan dan memberdayakan masyarakat melalui program
pengembangan masyarakat. Selain itu, Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Inalum
memiliki peran dalam meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang dilihat dari
penyerapan tenaga kerja lokal langsung perusahaan maupun sebagai tenaga kerja tidak
langsung dan kesimpulan terakhir adalah tidak adanya peran dan korelasi Corporate Social
Universitas Sumatera Utara
Responsibility (CSR) terhadap perkembangan pasar lokal sebagai akibat tidak adanya
kebijakan pengembangan ekonomi lokal wilayah.
Hasil penelitian Syahputra (2008) menyimpulkan bahwa Implementasi Corporate
Social Responsibility (CSR) dalam pemberdayaan ekonomi terhadap masyarakat di
Lingkungan PTPN IV unit Kebun Dolok Ilir berupa Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL) membantu meningkatkan perekonomian masyarakat. Namun
demikian, sebagian besar bantuan yang diberikan perusahaan kepada masyarakat masih
bersifat karitas ketimbang filantropis, artinya bantuan dan sumbangan tersebut hanya untuk
pemenuhan kebutuhan sesaat saja, belum memikirkan aspek keberlanjutan dalam
pemberdayaan masyarakat secara optimal. Dampak penerapan Corporate Social
Responsibility (CSR) dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan PTPN IV unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun
berdasarkan penelitian dan observasi kurang memenuhi unsur kemanfaatan dan keadilan.
Hal ini dikarenakan bentuk bantuan kurang menyentuh bagi pemberdayaan ekonomi
masyarakat dan kurang dirasakan manfaatnya.
Menurut Sumaryo (2009) dalam penelitiannya : (1) Persepsi masyarakat terhadap
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan kegiatan perusahaan membantu
masyarakat di bidang fisik, sosial, budaya, dan atau ekonomi agar masyarakat lebih
berdaya dan mandiri sehingga mereka terbantu dalam meningkatkan kesejahteraannya.
Manjemen perusahaan memahami bahwa dengan memberikan bantuan di bidang fisik
untuk pembangunan prasarana pendidikan, ibadah, dan sosial, bantuan pendidikan, dan
menjalin kemitraan dengan masyarakat berarti perusahaan telah melaksanakan tanggung
jawab sosialnya. Pengelolaan limbah cair dengan instalasi pengolahan limbah yang
dimiliki perusahaan, berarti manajemen perusahaan telah melaksanakan tanggung jawab
Universitas Sumatera Utara
lingkungannya. (2). Model Corporate Social Responsibility (CSR) Integratif dan CSR
Partisipatif lebih tepat diterapkan dalam implementasi Corporate Social Responsibility
(CSR) di Provinsi Lampung. Model Corporate Social Responsibility (CSR) Integratif dapat
meminimalkan konflik antara perusahaaan dengan masyarakat sekitarnya, sedangkan
Model Corporate Social Responsibility (CSR) Partisipatif dapat menampung aspirasi dan
kebutuhan dasar masyarakat sekitar perusahaan yang diakomodasi dalam program
Corporate Social Responsibility (CSR) yang dijalankan perusahaan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hasbullah (2012), diperoleh kesimpulan
bahwa tingkat efektifitas program PKBL PKT secara umum efektif dalam memenuhi
ekspetasi/harapan masyarakat, walaupun diperlukan optimalisasi kinerja di beberapa aspek
yaitu aspek perencanaan, koordinasi dan keberlanjutan program serta pendampingan
masyarakat. Hasil penelitian dari Maulidiana (2012) diperoleh kesimpulan 1. Ketentuanketentuan hukum yang mengatur Corporate Social Responsibility (CSR) dalam sistem
perundang - undangan di Indonesia adalah Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas
Nomor 40 Tahun 2007, Undang – Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN pasal 88,
Undang – Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 Pasal 15 dan Pasal 34 dan
Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009
tidak memberikan definisi yang sama mengenai Corporate Social Responsibility (CSR)
sehingga implementasinya diinterpretasikan masing-masing korporat sesuai dengan visi
dan misinya. 2. Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) di lingkungan PTPN
VII digolongkan menjadi 2 (dua) bagian yaitu Corporate Social Responsibility (CSR)
melalui program Community Relation (CR) yaitu usaha yang dilakukan oleh PTPN VII
untuk menjalin hubungan kemitraan baik dengan komunitas dan Corporate Social
Responsibility (CSR) melalui program Community Development (CD) yaitu kegiatan
Universitas Sumatera Utara
pengembangan masyarakat yang diselenggarakan secara
sistematis,
terencana
dan
diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi
dan kualitas kehidupan lebih baik.
2.2.
Corporate Social Responbility (CSR)
Eksistensi suatu perusahaan tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai
lingkungan eksternalnya. Ada hubungan resiprocal (timbal balik) antara perusahaan
dengan masyarakat. Perusahaan dan masyarakat adalah pasangan hidup yang saling
memberi dan membutuhkan. Kontribusi dan harmonisasi keduanya akan menentukan
keberhasilan pembangunan bangsa. Dua aspek penting yaitu aspek ekonomi dan sosial
harus diperhatikan agar tercipta kondisi sinergis antara keduanya sehingga keberadaan
perusahaan membawa perubahan ke arah perbaikan dan peningkatan taraf hidup
masyarakat. Dari aspek ekonomi, perusahaan harus berorientasi mendapatkan keuntungan
(profit) dan dari aspek sosial, perusahaan harus memberikan kontribusi secara langsung
kepada masyarakat yaitu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
Perusahaan tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada
perolehan keuntungan/laba perusahaan semata, tetapi juga harus memperhatikan tanggung
jawab sosial dan lingkungannya. Jika masyarakat (terutama masyarakat sekitar)
menganggap perusahaan tidak memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya serta tidak
merasakan kontribusi secara langsung bahkan merasakan dampak negatif dari
beroperasinya sebuah perusahaan maka kondisi itu akan menimbulkan resistensi
masyarakat atau gejolak sosial. Komitmen perusahaan untuk berkontribusi dalam
pembangunan bangsa dengan memperhatikan aspek finansial atau ekonomi, sosial, dan
Universitas Sumatera Utara
lingkungan itulah yang menjadi isu utama dari konsep Corporate Social Responsibility
(CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan.
Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan perwujudan
komitmen yang dibangun oleh perusahaan untuk memberikan kontribusi pada peningkatan
kualitas kehidupan masyarakat. Adanya Corporate Social Responsibility (CSR) di
Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. Pasal 74 ayat 1 Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa ”Perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan / atau berkaitan dengan sumber daya alam
wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Dalam Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”setiap
penanam
modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”
(Susiloadi, 2008).
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah terlebih
dahulu terwadahi dalam
Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-236/MBU/2003 dan Nomor
: PER-
05/MBU/2007, tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina
Lingkungan (PKBL), dimana masing-masing BUMN membentuk unit sendiri yang khusus
untuk melaksanakan PKBL. Ada tiga persoalan dalam menerapakan program PKBL.
Pertama, Kepmen-236/MBU/2003 yang menyangkut pembatasan terhadap lima objek
bantuan (pendidikan, kesehatan, sarana ibadah, dan bencana alam). Kedua, terkait dengan
manajemen program di tingkat BUMN yang masih bersifat top down dan memerlukan
persetujuan dari manajemen pusat bagi BUMN. Ketiga menyankut minimnya blueprint
atau cetak biru kebijakan. Adapun perbandingan CSR dan PKBL disajikan pada Tabel 1.
berikut :
Tabel 2.1 Perbedaan-Persamaan CSR dan PKBL
Universitas Sumatera Utara
Aspek
Dasar Hukum
Sasaran/Tujuan
Aspek
Obyek
Peraturan
CSR
PKBL
Pasal 74 UU Nomor 40 Pasal 2 ayat (1) huruf e dan Pasal
Tahun 2007
88 ayat (1) UU nomor 19 Tahun
2003 ji. Peraturan Meneg BUMN
Nomor Peraturan 05/MBU/2007
Menciptakan hubungan 1. Program Kemitraan : Untuk
yang serasi, seimbang meningkatkan kemampuan usaha
dan sesuai dengan kecil agar menjadi tangguh dan
lingkungan,
nilai, mandiri.
Bina
Lingkungan:
norma, dan budaya 2.Program
kondisi
sosial
setempat
secara Pemberdayaan
masyarakat.
berkelanjutan
(Penjelasana Pasal 74
ayat 1)
CSR
PKBL
1. Perusahaan Terbatas
yang
menjalankan
kegiatan usahanya di
bidang/berkaitan
dengan
sumberdaya
alam (Pasal 74 ayat
(1)).
2.Perusahaan
yang
tidak mengelola dan
tidak memanfasatkan
SDA, tetapi kegiatan
usahanya
berdampak
pada
fungsi
kemampuan
sumberdaya
alam
(Penjelasan Pasal 7 ayat
(1))
Memaksa
(wajib
dilaksanakan)
bagi
perusahaan yang terkait
SDA
dan/atau
perusahaan yang terkait
SDA
dan/atau
perusahaan
yang
usahanya
berdampak
pada
fungsi
kemampuan
SDA,
Persero (termasuk Persero Terbuka)
dan Perum (Pasal 2 ayat (1) dan (2)
Peraturan Meneg BUMN Nomor
PER-05/MBU/2007).
Terhadap persero dan Perum, sifat
peraturan
memaksa
(wajib
dilaksanakan) karena Program
tersebut dijadikan salah satu
indikator
penilaian
tingkat
kesehatan Persero/Perum (Psal 2
ayat (1) jo Pasal 30 ayat (1)
Peraturan Meneg BUMN No. PER05/MBU/2007).
Universitas Sumatera Utara
Lingkup
Tanggung
Jawab
Perlakuan
Anggaran
apabila
tidak
dilaksanakan,
maka
dapat dikenakan sanksi
(Pasal 74 ayat ( 3))
Terbatas di lingkungan
/masyarakat di wilayah
kegiatan
usaha
perusahaan (Penjelasan
Pasal 7 ayat (1))
Diperhitungkan sebagai
biaya Perseroan yang
pelaksanaannya
dilakukan
dengan
memperhatikan
kepatutan
dan
kewajaran (Pasal 74
ayat (2))
Lebih luas dari lingkup Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan
berdasarkan UU Nomor 40 Tahun
2007 (tidak sebatas wilayah tempat
kegiatan usaha Persero atau
Perum).
1.Maksimal 2 % (dua persen) dari
laba
bersih
untuk
Program
Kemitraan.
2.Maksimal 2 % (dua persen) dari
laba bersih untuk Program Bina
Lingkungan.
Sumber : CARE LPPM IPB, 2011.
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan atau dikenal dengan PKBL adalah
bentuk tanggung jawab Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada masyarakat. PKBL
dilaksanakan dengan dasar U n d a n g - U n d a n g N o m o r 19 tahun 2003 Tentang
BUMN serta Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-05/MBU/2007 yang menyatakan
maksud dan tujuan pendirian BUMN tidak hanya mengejar keuntungan melainkan turut
aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah,
koperasi dan masyarakat (Kementrian BUMN, 2010).
PKBL memiliki 2 (dua) program, pertama adalah Program Kemitraan
BUMN dengan Usaha Kecil dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha
kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba
BUMN. Kedua
adalah Program Bina
Lingkungan
yaitu program pemberdayaan
kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian
laba
BUMN. Jumlah penyisihan laba untuk pendanaan program maksimal sebesar 2% (dua
persen) dari laba bersih untuk Program Kemitraan dan maksimal 2% (dua persen) dari
Universitas Sumatera Utara
laba bersih untuk Program Bina
Lingkungan. Sedangkan menurut Asisten Deputi
Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan, Kementrian BUMN (2010), sebenarnya
peran PKBL BUMN mempunyai cakupan yang lebih luas dibanding praktek Corporate
Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh perusahaan swasta karena PKBL-BUMN
juga diharapkan untuk mampu mewujudkan 3 (tiga) pilar utama pembangunan (triple
track) yaitu ; (1). pengurangan jumlah pengangguran (pro-job), (2) pengurangan jumlah
penduduk miskin (pro-poor), dan (3). peningkatan pertumbuhan ekonomi (pro-growth).
2.2.1. Pengertian dan Jenis Corporate Social Responsibility (CSR)
Bibit Corporate Social Responsibility (CSR) berawal dari semangat filantropik
(kedermawanan) perusahaan namun karena adanya tekanan yang kuat dari masyarakat,
terutama di tengah masyarakat yang kritis seperti masyarakat Eropa, Corporate Social
Responsibility (CSR) menjadi seperti social license to operation bagi sebuah perusahaan.
Corporate Social Responsibility (CSR) mengandung pengertian yang lebih luas daripada
sekedar menyisihkan dana untuk kegiatan sosial. Awalnya Corporate Social Responsibility
(CSR) memang lebih banyak diwujudkan dalam bentuk karitas dan filantropi perusahaan.
Kini mulai ada upaya untuk mendorong agar Corporate Social Responsibility (CSR)
bergeser dari filantropi menjadi corporate citizenship yang berarti terdapat rekonsiliasi
dengan ketertiban sosial dan lebih memberikan kontribusi kepada masyarakat.
Dilihat dari asal katanya, Corporate Social Responsibility (CSR) berasal dari
literatur etika bisnis di Amerika Serikat dikenal sebagai corporate social responsibility
atau social responsibility of corporation. Kata corporation atau perusahaan telah dipakai
dalam bahasa Indonesia yang diartikan sebagai perusahaan, khususnya perusahaan besar.
Dilihat dari asal katanya, ”perusahaan” berasal dari bahasa Latin ”corpus/corpora” yang
Universitas Sumatera Utara
berarti badan. Dalam sejarah perusahaan dijelaskan bahwa perusahaan itu merupakan suatu
badan hukum yang didirikan untuk melayani kepentingan umum (not for profit), namun
dalam perkembangannya justru menumpuk keuntungan (for profit) (Isa & Busyra 2007).
Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) sendiri sebenarnya bukanlah hal
baru sama sekali, dan pengertiannya tidaklah statis. Corporate Social Responsibility (CSR)
pertama kali muncul dalam diskursus resmi akademik sejak Howard R Bowen menerbitkan
bukunya berjudul Social Responsibilitity of the Businessman pada tahun 1953. Ide dasar
Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikemukakan Bowen mengacu pada
kewajiban pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan
yang hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaannya beroperasi. Ia menggunakan
istilah sejalan dalam konteks itu untuk meyakinkan dunia usaha tentang perlunya mereka
memiliki visi yang melampaui kinerja finansial perusahaan. Ia mengemukakan prinsipprinsip tanggung jawab sosial perusahaan. Prinsip-prinsip yang dikemukakannya mendapat
pengakuan publik dan akademisi sehingga Howard R Bowen dinobatkan sebagai ”Bapak
Corporate Social Responsibility (CSR)”. Ada beraneka ragam definisi Corporate Social
Responsibility dan sulit diseragamkan.
Komisi Eropa mendefinisikan Corporate Social Responsibility (CSR)
sebagai
”essentially a concept whereby companies decide voluntary to contribute to better society
and a cleaner environment”. Definisi ini menekankan bahwa Corporate Social
Responsibility (CSR) adalah suatu konsep yang menunjukkan bagaimana perusahaan secara
sukarela memberi kontribusi bagi terbentuknya masyarakat yang lebih baik dan lingkungan
yang lebih bersih (Hendrik, 2008). Makna (2008) mendefinisikan CSR (Corporate Social
Responsibility) sebagai kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya
Universitas Sumatera Utara
(profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara
berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan profesional.
Menurut Achda (2006), Corporate Social Responsibility (CSR) dapat diartikan
sebagai komitmen perusahaan untuk mempertanggungjawabkan dampak operasinya dalam
dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta terus-menerus menjaga agar dampak
tersebut menyumbang manfaat kepada masyarakat dan lingkungan hidupnya. Konsep
tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibiliy (CSR), muncul
sebagai akibat adanya kenyataan bahwa pada dasarnya karakter alami dari setiap
perusahaan adalah mencari keuntungan semaksimal mungkin tanpa memperdulikan
kesejahteraan karyawan, masyarakat dan lingkungan alam. Seiring dengan meningkatnya
kesadaran dan kepekaan dari stakeholders perusahaan maka konsep tanggung jawab sosial
muncul dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup perusahaan
di masa yang akan datang. Tanggung jawab sosial perusahaan dapat didefinisikan secara
sederhana sebagai suatu konsep yang mewajibkan perusahan untuk memenuhi dan
memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari
keuntungan. Stakeholder yang dimaksud diantaranya adalah para shareholder, karyawan
(buruh), pelanggan, komunitas lokal, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM),
dan lain sebagainya. Lusa (2007) menyatakan bahwa tanggung jawab sosial secara lebih
sederhana dapat dikatakan sebagai timbal balik perusahaan kepada masyarakat dan
lingkungan sekitarnya karena perusahaan telah mengambil keuntungan atas masyarakat
dan lingkungan sekitarnya. Dimana dalam proses pengambilan keuntungan tersebut
seringkali perusahaan menimbulkan kerusakan lingkungan ataupun dampak sosial lainnya.
2.2.2. Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) Bagi Perusahaan
Universitas Sumatera Utara
Dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya, perusahaan memfokuskan
perhatiannya kepada tiga hal yaitu (profit), masyarakat (people), dan lingkungan (planet).
Perusahaan harus memiliki tingkat profitabilitas yang memadai sebab laba merupakan
fondasi bagi perusahaan untuk dapat berkembang dan mempertahankan eksistensinya.
Dengan perolehan laba yang memadai, perusahaan dapat membagi deviden kepada
pemegang saham, memberi imbalan yang layak kepada karyawan, mengalokasikan
sebagian laba yang diperoleh untuk pertumbuhan dan pengembangan usaha di masa depan,
membayar pajak kepada pemerintah, dan memberikan multiplier effect yang diharapkan
kepada masyarakat. Dengan memperhatikan masyarakat, perusahaan dapat berkontribusi
terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Perhatian terhadap masyarakat dapat dilakukan dengan cara perusahaan melakukan
aktivitas-aktivitas serta pembuatan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan
kesejahteraan, kualitas hidup dan kompetensi masyarakat di berbagai bidang. Dengan
memperhatikan lingkungan, perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam usaha pelestarian
lingkungan demi terpeliharanya kualitas hidup umat manusia dalam jangka panjang.
Keterlibatan perusahaan dalam pemeliharaan dan pelestarian lingkungan berarti perusahaan
berpartisipasi dalam usaha mencegah terjadinya bencana serta meminimalkan dampak
bencana yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan. Dengan menjalankan tanggung
jawab sosial, perusahaan diharapkan tidak hanya mengejar laba jangka pendek, tetapi juga
ikut berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan
(terutama lingkungan sekitar) dalam jangka panjang.
Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dipandang sebagai aset strategis dan
kompetitif bagi perusahaan di tengah iklim bisnis yang makin sarat kompetisi. Corporate
Social Responsibility (CSR) dapat memberi banyak keuntungan yaitu : (1) Peningkatan
Universitas Sumatera Utara
profitabilitas bagi perusahaan dan kinerja finansial yang lebih baik. Banyak perusahaanperusahaan besar yang mengimplementasikan program Corporate Social Responsibility
(CSR) menunjukan keuntungan yang nyata terhadap peningkatan nilai saham; (2)
Menurunkan risiko benturan dengan komunitas masyarakat sekitar, karena sesungguhnya
substansi keberadaan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah dalam rangka
memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri disebuah kawasan, dengan jalan
membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan
menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitar atau dalam pengertian
kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan
stakeholder yang terkait; (3) Mampu meningkatkan reputasi perusahaan yang dapat
dipandang sebagai social marketing bagi perusahaan tersebut yang juga merupakan bagian
dari pembangunan citra perusahaan (corporate image building).
Social Marketing akan dapat memberikan manfaat dalam pembentukan brand
image suatu perusahaan dalam kaitannya dengan kemampuan perusahaan terhadap
komitmen yang tinggi terhadap lingkungan selain memiliki produk yang berkualitas tinggi.
Hal ini tentu saja akan memberikan dampak positif terhadap volume unit produksi yang
terserap pasar yang akhirnya akan mendatangkan keuntungan yang besar terhadap
peningkatan laba perusahaan. Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) yang
diarahkan memperbaiki konteks korporat inilah yang memungkinkan alignment antara
manfaat sosial dan bisnis yang muaranya untuk meraih keuntungan materi dan sosial dalam
jangka panjang (Susiloadi, 2008).
Susanto (2007) mengemukakan bahwa dari sisi perusahaan terdapat 6 (enam)
manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR)
Pertama, mengurangi risiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima
Universitas Sumatera Utara
perusahaan. Perusahaan yang menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR) secara
konsisten akan mendapat dukungan luas dari komunitas yang merasakan manfaat dari
aktivitas yang dijalankannya. Corporate Social Responsibility (CSR) akan mengangkat
citra perusahaan, yang dalam rentang waktu yang panjang akan meningkatkan reputasi
perusahaan. Kedua, Corporate Social Responsibility (CSR) dapat berfungsi sebagai
pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu
krisis. Sebagai contoh adalah sebuah perusahaan produsen consumer goods yang beberapa
waktu yang lalu dilanda isu adanya kandungan bahan berbahaya dalam produknya. Namun
karena perusahaan tersebut dianggap konsisten dalam Corporate Social Responsibility
(CSR) maka masyarakat menyikapinya dengan tenang sehingga relatif tidak mempengaruhi
aktivitas dan kinerjanya.
Ketiga, keterlibatan dan kebanggaan karyawan. Karyawan akan merasa bangga
bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik, yang secara konsisten
melakukan upaya-upaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup
masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Kebanggaan ini pada akhirnya akan menghasilkan
loyalitas sehingga mereka merasa lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras demi
kemajuan perusahaan. Keempat, Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilaksanakan
secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan
dengan para stakeholdersnya. Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) secara
konsisten menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kepedulian terhadap pihak-pihak yang
berkontribusi terhadap lancarnya berbagai aktivitas serta kemajuan yang mereka raih.
Kelima, meningkatnya penjualan. Konsumen akan lebih menyukai produk yang dihasilkan
oleh perusahaan yang secara konsisten menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR)
Universitas Sumatera Utara
sehingga memiliki reputasi yang baik. Keenam, insentif-insentif lainnya seperti insentif
pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya.
Menurut Irawan (2008), perusahaan memperoleh beberapa keuntungan karena
menerapkan tanggungjawab sosialnya antara lain : untuk mempertahankan dan
mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan; layak mendapatkan ijin untuk
beroperasi (social license to operate), mereduksi risiko bisnis perusahaan; melebarkan
akses sumber daya; membentangkan akses menuju market; mereduksi biaya; memperbaiki
hubungan
dengan
stakeholders,
memperbaiki
hubungan
dengan
regulator;
dan
meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan.
2.2.3. Implementasi dan Model atau Pola Corporate Social Responsibility
Dalam menjalankan aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR) tidak ada
standar atau praktik-praktik tertentu yang dianggap terbaik. Setiap perusahaan memiliki
karakteristik dan situasi yang unik yang berpengaruh terhadap bagaimana mereka
memandang tanggung jawab sosial. Setiap perusahaan memiliki kondisi yang beragam
dalam hal kesadaran akan isu berkaitan dengan Corporate Social Responsibility (CSR)
serta beberapa banyak hal yang telah dilakukan dalam hal mengimplementasikan
pendekatan Corporate Social Responsibility (CSR). Implementasi Corporate Social
Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan sangat bergantung
kepada misi, budaya, lingkungan dan profil risiko, serta kondisi operasional masingmasing perusahaan.
Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dilaksanakan menurut
prioritas yang didasarkan pada ketersediaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan.
Meskipun tidak terdapat standar atau praktik-praktik tertentu yang dianggap terbaik dalam
pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR), namun kerangka kerja (framework)
Universitas Sumatera Utara
yang luas dalam pengimplemantasian Corporate Social Responsibility (CSR) masih dapat
dirumuskan, yang didasarkan pada pengalaman dan juga pengetahuan dalam bidang seperti
manajemen lingkungan. Kerangka kerja yang disodorkan oleh industri Kanada dapat
dijadikan panduan. Kerangka kerja ini mengikuti model ”plan, do,check, improve” dan
bersifat fleksibel, artinya dapat disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi oleh masingmasing perusahaan (Susanto, 2007). Model atau pola Corporate Social Responsibility
(CSR) yang umum diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sebagai berikut :
1.
Corporate Social Responsibility (CSR) bisa dilaksanakan secara langsung oleh
perusahaan. Perusahaan menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR)
secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan
sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, perusahaan
bisa menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public
affair manager atau menjadi bagian dari tugas divisi human resource development
atau public relations.
2.
Corporate Social Responsibility (CSR) bisa pula dilaksanakan oleh yayasan atau
organisasi sosial milik perusahaan atau groupnya. Perusahaan mendirikan yayasan
atau organisasi sosial sendiri di bawah perusahaan atau group-nya yang dibentuk
terpisah dari organisasi induk perusahaan namun tetap harus bertanggung jawab ke
CEO atau ke dewan direksi. Model ini merupakan adopsi yang lazim dilakukan di
negara maju. Disini perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi
yang dapat digunakan untuk operasional yayasan.
3.
Sebagian besar perusahaan di Indonesia menjalankan Corporate Social Responsibility
(CSR)
melalui
kerjasama
atau
bermitra
dengan
pihak
lain.
Perusahaan
menyelenggarakan Corporate Social Responsibility (CSR) melalui kerjasama dengan
Universitas Sumatera Utara
instansi pemerintah, perguruan tinggi, LSM, atau lembaga konsultan baik dalam
mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.
4.
Beberapa perusahaan bergabung dalam sebuah konsorsium untuk secara bersama-sama
menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR). Perusahaan turut mendirikan,
menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan
sosial tertentu. Pihak konsorsium yang dipercaya oleh perusahaan-perusahaan yang
mendukungnya akan secara proaktif mencari kerjasama dari berbagai kalangan dan
kemudian mengembangkan program yang telah disepakati (Marlia, 2008).
Aspek-aspek
yang
berpengaruh
dalam
implementasi
Corporate
Social
Responsibility (CSR) adalah sebagai berikut :
2.2.3.1 Corporate Social Responsibility (CSR) Goal
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR)
sangat berkaitan erat dengan konsep etika bisnis (business ethics) yang di dalamnya
memberikan justifikasi sebagai bentuk komitmen dari entitas bisnis terhadap masyarakat.
Dalam buku Howard R. Bowen (1953) “Social Responsibilities of the Businessman”
dikutip dari Kementrian BUMN Republik Indonesia tahun 2010, konsep Corporate Social
Responsibility (CSR) mulai diperkenalkan dalam dunia bisnis. Sampai saat ini terdapat
banyak definisi Corporate Social Responsibility (CSR) karena tidak adanya kesepakatan
definisi Corporate Social Responsibility (CSR). Akan tetapi dapat disimpulkan bahwa
definisi Corporate Social Responsibility (CSR) yang berkembang saat ini mengarah pada
kesamaan konsep yaitu pada konsep Triple Bottom Line (Profit, People and Planet), yang
berarti bahwa program tanggung jawab sosial perusahaan diarahkan pada isu ekonomi,
sosial dan lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
World Business Council and Sustainable Development (1998), mendefinisikan
secara jelas bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) adalah bentuk komitmen oleh
entitas bisnis tentang bagaimana dapat berkontribusi untuk pembangunan ekonomi
berkelanjutan. Kemudian secara detail WBCSD memberi rincian bentuk kontribusi yaitu
korporasi dapat melakukan aksi Corporate Social Responsibility (CSR) dengan membantu
karyawan, keluarga karyawan, komunitas lokal dan masyarakat secara luas untuk
mengembangkan kualitas kehidupan mereka sejalan dengan keuntungan bisnis dan
pembangunan komunitas.
Peneliti
tentang
Corporate
Social
Responsibility
(CSR),
Carroll
(1979)
mendeskripsikan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai kombinasi dari beberapa
aspek tanggung jawab perusahaan yang berbeda yaitu tanggung jawab ekonomi, hukum,
etika dan kontribusi pada beberapa isu sosial. Dengan demikian program tanggung jawab
sosial perusahaan harus mampu menjawab beberapa pertanyaan, pertama sudahkah
tanggung jawab perusahaan berjalan dengan tidak hanya sekedar memenuhi tanggung
jawab ekonomi dan hukum saja? Kedua, area manakah diluar ekonomi dan hukum yang
juga menjadi perhatian dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan
seperti aspek sosial? Ketiga, apakah perusahaan hanya bersikap reaktif atau pro aktif dalam
isu- isu Corporate Social Responsibility (CSR). Beberapa pertimbangan perusahaan
melakukan program CSR adalah menyangkut beberapa hal yaitu diantaranya:
1. Legal aspect yaitu untuk memenuhi regulasi, hukum dan aturan yang mengaturnya.
2. Social investment yaitu untuk alasan pencitraan dengan tujuan image yang positif.
3. Corporate strategy yaitu CSR sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan misalnya
dalam Public Relation Strategy.
Universitas Sumatera Utara
4. Risk Management strategy yaitu bertujuan untuk meredam dan menghindari konflik
sosial.
2.2.3.2. Corporate Social Responsibility (CSR) Issue
Perusahaan pastinya memiliki ketertarikan, kepentingan dan orentasi sehubungan
dengan pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR). Hess (2001),
menyebutkan
bahwa
laporan
Corporate
Social
Responsibility
(CSR)
harus
mempertimbangkan keinginan dari pemangku kepentingan. Ada tiga elemen menurut Hess
yang patut menjadi rujukan perusahaan yaitu: memperhatikan keinginan pemangku
kepentingan, adanya dialog antara pemangku kepentingan, dan membangun strategi untuk
menentukan mana keputusan yang diambil karena berbagai macam kepentingan
stakeholder. Kolk (2004) berpendapat bahwa secara umum sustainability report harus
memfokuskan diri pada isu kesehatan dan keselamatan, hubungan dengan karyawan, aksi
philantropi dan charity. O‘Rouke (2004) menambahkan bahwa perusahaan harus
mencakup beberapa isu dalam laporan Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu: kinerja
lingkungan, pembangunan ekonomi dan sosial, ketenagakerjaan, kontribusi untuk
pemerintah, hubungan dengan pemangku kepentingan, supply chain management.
Isu-isu sosial akan terus berkembang seiring dengan dinamika yang terjadi dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan. Isu-isu sosial tersebut berkembang sebagai wujud dari
adanya perubahan dalam cara pandang hidup masyarakat yang harus segera direspon oleh
perusahaan. Ekses dari ketidakmampuan perusahaan dalam menangkap isu sosial yang
berkembang di masyarakat akan berdampak pada gesekan/bentrokan yang terjadi di
tengah-tengah komunitas kehidupan sosial masyarakat. Apalagi dalam suasana krisis
ekonomi dunia yang sedang terjadi, persoalan-persoalan perburuhan, komunikasi
Universitas Sumatera Utara
pemerintah dan perusahaan, bahkan hubungan pekerja di dalam perusahaan sendiri akan
dapat terganggu dari mencuatnya isu sosial dalam masyarakat.
2.2.3.3. Corporate Relation Program
Implementasi pogram Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan realisasi
dan aktualisasi dari upaya perusahaan untuk terus dekat dengan masyarakat. Menurut
Budimanta et al. (2008) dalam Mapisangka (2009), Corporate Social Responsibility (CSR)
pada dasarnya merupakan suatu elemen yang penting dalam kerangka sustainability yang
mencakup aspek ekonomi, lingkungan dan sosial budaya yang merupakan proses penting
dalam pengelolaan biaya dan keuntungan kegiatan bisnis dengan stakeholders baik secara
internal (pekerja, shareholders dan penanam modal), maupun eksternal (kelembagaan,
pengaturan umum, anggota-anggota masyarakat, kelompok masyarakat sipil dan
perusahaan lain).
2.3.
Pemberdayaan Masyarakat
Proses pemberdayaan masyarakat (community empowerment) merupakan upaya
membantu masyarakat untuk mengembangkan kemampuannya sendiri sehingga bebas dan
mampu untuk mengatasi masalah dan mengambil keputusan secara mandiri. Proses
pemberdayaan teersebut dilakukan dengan memberikan kewenangan (power), aksesibilitas
terhadap sumberdaya dan lingkungan yang akomodatif (Pekins dan Zimmerman, 1995).
Konsep pemberdayaan telah mewarnai paradigma pembangunan. Pada tataran kehidupan
bernegara, pemberdayaan dimaknai sebagai partisipasi yang setara antara pemerintah,
swasta dan masyarakat (Syahyuti, 2006).
Dengan demikian, pemerintah, swasta, dan masyarakat memiliki tanggung jawab
yang sama dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan. Pemerintah sebagai institusi
Universitas Sumatera Utara
formal berperan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di segala sektor.
Swasta dapat berperan sebagai patner pemerintah dalam pelaksanaan pada satu atau
beberapan sektor pembangunan. Masyarakat harus berperan sebagai subyek dan obyek
pembangunan dengan pengertian bahwa masyarakat harus dilibatkan dalam perencanaan,
pelaksanaan, melakukan evaluasi dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Dari berbagai
pandangan mengenai konsep pemberdayaan, maka dapat disarikan, bahwa pemberdayaan
ekonomi masyarakat adalah penguatan kepemilikan faktor-faktor produksi, penguatan
penguasaan distribusi dan pemasaran, penguatan masyarakat untuk mendapatkan gaji/upah
yang memadai, dan penguatan masyarakat untuk memperoleh informasi, pengetahuan dan
ketrampilan yang harus dilakukan secara multi aspek baik dari aspek masyarakatnya
sendiri maupun aspek kebijakannya.
Damanhuri dalam Suparjan dan Hempri (2013) menyatakan bahwa pemberdayaan
ekonomi rakyat merupakan salah satu elemen strategis dalam paradigma baru
pembangunan. Bila ekonomi rakyat berkembang, maka pendapatan dan kesejahteraan
rakyat akan meningkat sebab kebutuhan ekonomi mereka semakin terpenuhi. Dengan
pemberdayaan ekonomi rakyat maka partisipasi aktif dalam pembangunan akan menjadi
pendorong dari dalam (inner drive). Bila partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan
meningkat maka tujuan akhir pembangunan akan lebih mudah dicapai.
Sumodiningrat (1999) menyimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat dalam
bidang ekonomi tidak cukup hanya dengan pemberian modal bergulir, tetapi juga harus ada
penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat, penguatan sumberdaya manusianya,
penyediaan prasarananya, dan penguatan posisi tawarnya. Pemberdayaan masyarakat
dalam bidang ekonomi atau penguatan ekonomi rakyat, harus dilakukan secara elegant
tanpa menghambat dan mendiskiriminasikan ekonomi kuat; untuk itu kemitraan antar
Universitas Sumatera Utara
usaha mikro, usaha kecil usaha menengah dan usaha besar adalah jalan yang harus
ditempuh.
2.4.
Pelaksanaan CSR oleh Perusahaan dalam Pemberdayaan Masyarakat
Kondisi saat ini mengindikasikan adanya berbagai penyakit masyarakat (patologi
sosial) yang semakin meluas, hal ini dapat mengganggu kelangsungan suatu perusahaan.
Misalnya kriminalitas yang disebabkan oleh berbagai masalah antara lain jumlah
pengangguran yang semakin meningkat, tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
yang rendah dapat menimbulkan kecemburuan dan ketegangan sosial yang berujung pada
kerusuhan sosial. Sebagaimana dinyatakan oleh Subianto (2008) bahwa kemiskinan yang
meluas menyebabkan keamanan dan ketertiban menjadi komoditas yang amat mahal.
Kondisi ini dapat menjadi ancaman serius bagi dunia usaha karena akan mengganggu
sistem operasional perusahaan.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Fukuyama (2000) bahwa transisi masyarakat dari
masyarakat industri menuju masyarakat informasi semakin memperenggang ikatan sosial
dan melahirkan banyak patologi sosial seperti meningkatnya angka kejahatan, dan
menurunnya kepercayaan sesama komponen masyarakat. Agar hal itu tidak terjadi,
perusahaan diharapkan dapat membangun jaringan sosial untuk menumbuhkan
kepercayaan (trust) antara masyarakat dengan perusahaan, caranya dengan melakukan
investasi
modal
sosial
sebagai
perekat
antara
perusahaan
dengan
lingkungan
sosialnya.Investasi sosial yang dapat dilakukan oleh perusahaan anatara lain dengan
melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan yang ditujukan bagi masyarakat sekitar
perusahaan. Di Indonesia, pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan masih jauh dari
harapan semua pihak, sehingga pemerintah menganggap perlu adanya aturan atau
Universitas Sumatera Utara
perundangan yang mengikat perusahaan nasional dan multinasional untuk melaksanakan
tanggung jawab sosialnya.
Pemerintah menegaskan bahwa setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk
bertanggungjawab akan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup masyarakatnya yang
ada di sekitar lokasi perusahaan tersebut. Tanggung jawab yang diberikan kepada
perusahaan tersebut dituangkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor : KEP236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003. Dengan disahkannya Undang-Undang Perseroan
Terbatas pada bulan Juli 2007 sebagai revisi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas, ternyata masih memunculkan dua kelompok yang
berseberangan dalam menafsirkan implikasi dari Pasal 74 tentang pelaksanaan tanggung
jawab sosial perusahaan yaitu pro dan kontra (Sumaryo, 2009).
Beberapa perusahaan swasta nasional atau BUMN telah mengimplementasikan
tanggung jawab sosialnya pada berbagai bidang pembangunan seperti sosial, ekonomi,
budaya, dan sarana prasarana umum yang menjangkau beberapa sektor seperti pendidikan,
kesehatan, keagamaan, prasarana transportasi, pertanian, dan perekonomian masyarakat.
Dengan pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) diharapkan dapat memberikan
sumbangan yang signifikan terhadap perkembangan dan kemajuan suatu wilayah. Besarnya
kontribusi Corporate Social Responsibility (CSR) dalam pembangunan wilayah dapat kita
runut atau dengan membandingkan kondisi suatu wilayah sebelum dan sesudah
pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR).
Dalam mengembangkan pengelolaan program sosial BUMN agar menjadi lebih
baik. Nursahid (2006) menyarankan menggunakan model pendekatan Porter dan Kramer
(2003). Menurut model tersebut, perusahaan berkepentingan untuk menyelenggarakan
program sosial karena dengan sendirinya akan menaikkan nilai ekonomis bagi perusahaan
Universitas Sumatera Utara
yang bersangkutan. Dalam menyelenggarakan program sosialnya, perusahaan disarankan
untuk menentukan penerima bantuan (grantees) secara tepat, saling memberi “isyarat” di
antara perusahaan pemberi bantuan, berusaha untuk meningkatkan kinerja individu atau
institusi penerima bantuan serta meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan penerima
bantuan.
2.5.
Pembangunan dan Pengembangan Wilayah
Pengembangan berdasarkan pendekatan wilayah dimaksudkan sebagai suatu
rencana dan aktivitas pembangunan yang terkait antara satu daerah dengan daerah lainnya
sehingga arah pembangunan antar daerah dalam suatu wilayah menampung kebutuhan
yang semakin tinggi. Perlu ada kerja sama antar daerah di dalam melaksanakan aktivitas
pembangunan di daerah, pada dasarnya memiliki karakteristik potensi ekonomi dan sosial
yang hampir sama bahkan saling menguatkan. Kerjasama ini dimaksudkan agar
pembangunan daerah bisa berjalan secara optimal melalui penciptaan sinergi atas
penggunaan potensi ekonomi yang ada. Untuk saat ini pembangunan di daerah
berlandaskan pada potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di daerah.
Pemanfaatan kedua potensi inilah yang perlu dikerjasamakan sehingga dapat menciptakan
suatu hasil atau manfaat yang lebih besar jika dibandingkan dengan bekerja sendiri
(Miraza, 2005).
Oleh karena itu, diharapkan pemerintah terutama pemerintah daerah kabupaten/kota
mampu bekerjasama dengan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan perencanaan dan
pengembangan wilayah yang dapat dilihat dari pembangunan masyarakat yang mendiami
wilayah tersebut sehingga memerlukan suatu keteraturan dan rambu-rambu yang nantinya
tidak
melanggar
koridor
yang
telah
ditetapkan.
Pentingnya
perencanaan
dan
Universitas Sumatera Utara
pengembangan wilayah terpadu yang akan mengkombinasikan semua potensi yang
dimiliki oleh kabupaten/kota, semakin terasa sejalan dengan banyaknya pemekaran
kabupaten/kota di Indonesia. Meskipun masing-masing kabupaten/kota memiliki
keunggulan dan potensi kewilayahan yang akan membedakannya dengan wilayah lain yang
berdampingan, namun keunggulan itu idealnya dipadukan dengan keunggulan dari
kawasan lain, sehingga synergy effect yang ditimbulkan akan semakin memperkuat kedua
kawasan tersebut (Surya, 2006).
Pengembangan wilayah dalam pembangunan adalah berbagai jenis kegiatan baik
yang tercakup dalam sektor pemerintah maupun dalam masyarakat, dilaksanakan dan
diatur dalam rangka usaha-usaha untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup
masyarakat. Usaha-usaha tersebut pada dasarnya adalah bersifat meningkatkan pemenuhan
berbagai kebutuhan-kebutuhan, baik melalui produk-produk maupun melalui berbagai jenis
kegiatan yang membawa pengaruh peningkatan kawasan (Samosir, 2000). Peningkatan
kawasan dapat pula diartikan sebagai peristiwa pengembangan wilayah pada wilayah yang
bersangkutan, sehingga keseluruhan usaha yang menjurus pada perbaikan dalam tingkat
kesejahteraan hidup masyarakat, dapat dipandang sebagai penyebab berlangsungnya proses
perkembangan wilayah (Purnomosidi, 1981).
Perencanaan wilayah menyangkut pada bagaimana pemanfaatan wilayah, baik
potensi alam maupun potensi buatan, harus dilaksanakan secara fully dan efficiently agar
pemanfaatan potensi dimaksud benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat
secara maksimal. Di samping itu kita juga perlu memikirkan bagaimana dunia usaha dapat
berkiprah secara ekonomis serta pemerintah mendapatkan manfaat dari semua keadaan ini
bagi melangsungkan pemerintahan yang baik. Meskipun terdapat banyak konsep tentang
perencanaan pembangunan wilayah tetapi pakar ekonomi wilayah sependapat bahwa
Universitas Sumatera Utara
tujuan pembangunan wilayah merupakan bagian dari tujuan pembangunan nasional yang
antara lain adalah mencapai pertumbuhan pendapatan per kapita yang lebih tepat dan
menyediakan kesempatan kerja yang cukup serta wilayah menjadi lebih baik di segala
sektor yang meliputi sektor jasa, industri, pertanian dan sektor lainnya dengan
memperhatikan dan menyelaraskan penggunaan potensi yang ada secara baik dan benar.
Tujuan utama dari pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan
pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada
di dalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat sesuai dengan
tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan.
Berkaitan dengan hal tersebut, kita juga perlu memahami pengertian dari
pembangunan. Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup
seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan
dan
teknologi,
kelembagaan,
dan
budaya
(Alexander
1994).
Portes
(1976)
mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya.
Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai
aspek kehidupan masyarakat baik ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung
pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting dari
pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan
diversifikasi.
Siagian (1983) dalam bukunya Administrasi Pembangunan mengemukakan,
“Pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara
dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan sebagai
suatu pertumbuhan menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang,
Universitas Sumatera Utara
baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak harus terjadi
dalam pembangunan”.
Menurut
Tikson
(2005)
adapun
Indikator
Pengukuran
Keberhasilan
Pembangunani adalah pembangunan bisa berbeda untuk setiap negara. Di negaranegara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan pembangunan mungkin masih sekitar
kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik masuk desa, layanan kesehatan pedesaan, dan
harga makanan pokok yang rendah. Sebaliknya, di negara-negsara yang telah dapat
memenuhi kebutuhan tersebut, indikator pembangunan akan bergeser kepada faktorfaktor sekunder dan tersier
Sejumlah indikator ekonomi yang dapat digunakan oleh lembaga-lembaga
internasional antara lain pendapatan perkapita (GNP atau PDB), struktur perekonomin,
urbanisasi, dan jumlah tabungan. Disamping itu terdapat pula dua indikator lainnya
yang menunjukkan kemajuan pembangunan sosial ekonomi suatu bangsa atau daerah
yaitu Indeks Kualitas Hidup (IKH atau PQLI) dan Indeks Pembangunan Manusia
(HDI).
2.6. Hubungan Antara Corporate Social Responsibility (CSR) dengan Pembangunan
Salah satu inti dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UU PT) adalah bahwa dalam pembangunan Indonesia sekarang ini, bukan hanya
tanggung jawab pemerintah semata, pihak swasta juga berperan dalam melaksanakan
pembangunan. Penetapan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas merupakan langkah positif dalam rangka mengatur keberadaan perusahaan yang
beropersi serta memanfaatkan sumberdaya alam di suatu wilayah untuk lebih berperan
dalam pembangunan masyarakat dan wilayah sekitarnya. Keberadaan perusahaan di suatu
wilayah diharapkan mampu memberikan dan mendatangkan dampak positif bagi
Universitas Sumatera Utara
masyarakat. Program Kemitraan merupakan salah satu contoh kegiatan yang dapat
dilakukan oleh perusahaan (korporasi) dalam berbagi pengalaman, teknologi, dan modal
dengan pengusaha kecil dan koperasi di sekitarnya. Kegiatan tersebut langsumg maupun
tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan dan perekonomian masyarakat. Dengan
demikian perusahaan (korporasi) dapat berperan lebih besar dalam pembangunan daerah
dan pembangunan nasional. Pembangunan masyarakat merupakan wujud nyata dari
terjadinya
sinergi
program-program
pembangunan
yang
dilakukan
masyarakat,
industri/swasta/perusahaan/korporasi dengan pemerintah (Sumaryo, 2009).
Selama ini terkesan pembangunan merupakan tanggung jawab daripada pemerintah
saja. Walaupun ada pihak swasta yang ikut berpartisipasi, hanya berbentuk hibah ataupun
derma saja sehingga kegiatan yang dilaksanakan hanya untuk sekali pelaksanaan program
saja atau tidak berkelanjutan. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan wujud
dari tanggung jawab sosial perusahaan untuk berkontribusi signifikan atas pembangunan
daerah yang berkelanjutan. Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang
mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik
dan kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara
keseluruhan. Dalam proses pembangunan, peranan pendidikan amatlah strategis.
Pelaksanaan pembangunan memerlukan biaya yang besar sedangkan sumber pembiayaaan
pembangunan daerah terbatas. Oleh karena itu, salah satu solusi dalam permasalahan
pembiayaan pembangunan yaitu diperlukan kerjasama dan harmonisasi yang baik antara
pihak pemerintah dan swasta dalam kesuksesan pembangunan daerah.
Purwono, et.al (2000) mengemukakan bahwa salah satu sumber pembiayaan
pembangunan daerah adalah peningkatan kerjasama antara pemerintah dan swasta
diantaranya melalui skema Public Private Partnership (PPP) atau selanjutnya disebut
Universitas Sumatera Utara
sebagai Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dan skema Corporate Social
Responsibility (CSR). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu disusun suatu skema
yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.Penyusunan skema tersebut perlu
memperhatikan tiga (3) pilar utama yaitu :
Pilar
1: Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) harus didasarkan pada
paradigma bahwa keberadaan dana (CSR) tidak dipahami sebagai sumber
penerimaan bagi APBD, namun harus lebih diletakkan pada perannya dalam
mengurangi beban pemerintah daerah dalam pembiayaan pembangunan.
Pilar 2: Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) ini merupakan bagian yang
terintegrasi dengan pendekatan perencanaan pembangunan yang bersifat bottomup (bottom-up planning), dimana program Kabupaten disusun berdasarkan
kehendak masyarakat.
Pilar 3:
Pelaksanaan
Corporate
Social
Responsibility
(CSR)
harus
mampu
mengakomodasi kondisi dan karakteristik pelaksanaan CSR yang berkembang di
masyarakat.
Atas pertimbangan tersebut, terdapat dua (2) alternatif skema Corporate Social
Responsibility (CSR) yang memungkinkan untuk diimplementasikan, yaitu: Model
Partisipatif Pasif dan Model Partisipatif Aktif. Maksud partisipatif karena pelaksanaan
kedua model tersebut dicangkokkan pada mekanisme perencanaan pembangunan daerah
yang bersifat bottom-up. Pada Model Partisipatif Pasif, desa diharapkan telah membuat
perencanaan pembangunan tahunan yang dilengkapi dengan sumber pembiayaannya,
termasuk yang dibiayai
melalui
skema/program Pelaksanaan Corporate Social
Responsibility (CSR) yang telah dilakukan oleh perusahaan. Pembicaraan dan proses
negosiasi pembiayaan kegiatan melalui Corporate Social Responsibility (CSR) diserahkan
Universitas Sumatera Utara
kepada pihak pemerintah desa dan perusahaan. Sedangkan, untuk Model Partisipatif Aktif
perusahaan bersama pihak-pihak terkait melakukan proses aktif untuk melakukan proses
negosiasi dan distribusi serta alokasi dana Corporate Social Responsibility (CSR) melalui
sebuah forum yang dibentuk untuk tujuan tersebut.
Penguatan kelembagaan menjadi syarat penting bagi suksesnya skema pelaksanaan
Corporate Social Responsibility (CSR) ini. Berdasarkan pertimbangan di atas maka dalam
rangka mengoptimalkan alternatif sumber pembiayaan pembangunan daerah diperlukan
langkah-langkah berikut: (i) pemetaan program Corporate Social Responsibility (CSR)
berdasarkan
wilayah
untuk
mengetahui
hambatan
dan
potensi
daerah
dalam
mengoptimalkan peran Corporate Social Responsibility (CSR) dalam pembiayan
pembangunan daerah (ii) melakukan penguatan kelembagaan pemerintahan desa melalui
edukasi dan pendampingan dalam menyusun RKAT (Rencana Kerja dan Anggaran
Tahunan) dengan memanfaatkan berbagai alternatif sumber pembiayaan secara optimal.
Hal ini sangat relevan diterapkan pada Model Partisipasi Pasif, (iii) membentuk Forum
Pelaksana Corporate Social Responsibility (CSR) bagi kawasan atau daerah yang sesuai
untuk diterapkannya model Partisipasi Aktif, (iv) melakukan optimalisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) di antaranya melalui intensifikasi penerimaan pajak retribusi serta
pemanfaatan aset daerah dengan skema Public Private Partnership (PPP) untuk
meningkatkan kemandirian fiskal daerah dalam mendukung pembiayaan pembangunan.
2.7.
Kerangka Pemikiran
Kabupaten
Labuhanbatu
Selatan
merupakan
kabupaten
pemekaran
dari
Labuhanbatu yang hampir 70 % (tujuh puluh persen) luas arealnya adalah perkebunan baik
perkebunan rakyat dan perusahaan perkebunan. Perusahaan perkebunan yang berada di
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Labuhanbatu Selatan berjumlah 32 perusahan, dimana terbanyak berlokasi di
Kecamatan Torgamba (BPS Labuhanbatu, 2011). Selain itu, potensi lain Kecamatan
Torgamba merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayahnya 1.136,40 km2 (36,47 %).
Oleh karena itu, melalui peran tanggung jawab sosial perusahaan dalam hal ini PT.
Perkebunan Nusantara III Distrik Labuhanbatu II yang berlokasi di Kecamatan Torgamba
seharusnya dapat mendorong pengembangan wilayah di Kecamatan Torgamba melalui
pemberdayaan ekonomi masyarakatnya.
Untuk
merealisasikan
upaya
tersebut
perlu
dilakukan
kajian
mengenai
implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Perkebunan Nusantara III Distrik
Labuhanbatu II terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat Kecamatan Torgamba.
Dalam kerangka pikir penelitian ini, diawali dengan mengidentifikasi program CSR /PKBL
yang telah dilaksanakan PT. Perkebunan Nusantara III Distrik Labuhanbatu II, kemudian
selanjutnya diadakan wawancara kepada para penerima bantuan, stakeholder dan pihakpihak lain yang diperlukan serta pengumpulan data-data pendukung lainnya.
Secara lengkap kerangka pikir penelitian ini disajikan pada Gambar 2.1.
Potensi
Kecamatan
Torgamba
PT. Perkebunan
Nusantara III Distrik
Labuhanbatu II
Implementasi Program CSR
PT. Perkebunan Nusantara III
Distrik Labuhanbatu II
Universitas Sumatera Utara
Corporate Social
Responsibility Goal
Corporate Relation
Program
Corporate Social
Responsibility Issue
Pemberdayaan Masyarakat
Pengembangan Wilayah
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
2.8.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka pemikiran
tersebut, peneliti memberikan hipotesis sebagai berikut: “Implementasi program Corporate
Social Responsibility (CSR) PT. Perkebunan Nusantara III Distrik Labuhanbatu II
memberikan pengaruh dalam pemberdayaan masyarakat Kecamatan Torgamba Kabupaten
Labuhanbatu Selatan”.
Universitas Sumatera Utara
Download