1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan suatu keadaan patologis pada jaringan pendukung gigi. Penyakit periodontal secara luas diyakini sebagai masalah kesehatan utama masyarakat dalam 20 abad terakhir dan setiap individu beresiko terjangkit penyakit periodontal (Williams, 2008). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 melaporkan bahwa penduduk Indonesia memiliki prevalensi untuk terjangkit penyakit gigi dan mulut termasuk penyakit periodontal sebesar 25,9 % (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Beberapa fakta menunjukkan bahwa penyakit periodontal juga berperan sebagai faktor resiko terhadap perkembangan penyakit karidovaskular, diabetes miletus, dan osteoporosis (Kim dan Amar, 2006). Penyakit periodontal disebabkan oleh 2 faktor penyebab yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal tersebut berupa bakteri plak dan fungsional seperti bruxism dan tapping, sedangkan faktor sistemik berupa kondisi tubuh yang dapat mempengaruhi jaringan periodontal (Suryono, 2014). Penyakit periodontal terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara sistem kekebalan tubuh dan flora dalam rongga mulut. Kebersihan mulut yang tidak memadai memungkinkan bakteri komensal menumpuk di sekitar gigi membentuk plak atau biofilm sehingga menginduksi terjadinya gingivitis. Gingivitis berupa proses inflamasi yang bersifat reversibel karena dapat kembali menjadi sehat bila plak bakteri dihilangkan. Sistem kekebalan tubuh yang tidak mampu mengatasi infeksi bakteri patogen dapat menyebabkan gingivitis menjadi periodontitis. Periodontitis 2 ditandai dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, hilangnya perlekatan gingiva dan kerusakan puncak tulang alveolar (Nagasawa dkk., 2014). Menurut Newman dkk. (2012) penyakit periodontal adalah peradangan pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme tertentu pada plak. Aggregatibacter actinomycetemcomitans (A. actinomycetemcomitans) merupakan bakteri yang berperan penting pada terjadinya penyakut juvenile periodontitis. Bakteri A. actinomycetemcomitans merupakan bakteri komensal rongga mulut dan termasuk bakteri gram negatif berbentuk kokobasil dan memiliki fimbria. Bakteri A. actinomycetemcomitans dapat berkolonisasi lebih awal pada permukaan gigi yang bersih dan membentuk plak atau biofilm pada area subgingiva (Nagasawa dkk., 2014; Paino, 2013). Plak atau biofilm adalah kumpulan sel-sel mikroba yang melekat pada suatu permukaan dan diselubungi oleh Extracellular Polymeric Substance (EPS). Suatu bakteri yang membentuk biofilm memiliki resistensi yang lebih tinggi dibandingkan sel planktoniknya (Donlan dan Costerton, 2002). Pembentukan plak atau biofilm tersebut dapat dicegah dengan cara mekanis dengan menggosok gigi dan membersihkan interdental gigi, serta secara kimiawi dengan agen antibakteri (Newman dkk., 2012). Penggunaan bahan-bahan herbal sebagai antibakteri telah luas digunakan karena memiliki berbagai kelebihan seperti kemudahan pengobatan, biaya terjangkau, keamanan pengobatan, ketersedian tanaman obat, serta resiko efek samping yang minimal bahkan tanpa efek samping (Suparni dan Wulandari, 2012). 3 Salah satu tanaman herbal yang memiliki kemampuan sebagai zat antibakteri adalah tanaman sirih kuning (Piper betle Linn.). Daun sirih kuning mengandung senyawa-senyawa terpenoids yang memiliki aktifitas antibakteri (Reinita, 2015). Penelitian sebelumnya oleh Sari (2015) yang berjudul pengaruh konsentrasi minyak atsiri daun sirih kuning dalam obat kumur terhadap petumbuhan bakteri A. actinomycetemcomitans menyimpulkan bahwa konsentrasi 0,5% minyak atsiri daun sirih kuning dalam obat kumur efektif menghambat pertumbuhan bakteri A. actinomycetemcomitans. Menurut Pan dkk. (2010) obat kumur yang efektif adalah obat kumur yang memiliki aktifitas antibakteri terhadap pertumbuhan plakntonik bakteri dan juga perkembangan biofilm bakteri tersebut. Berdasarkan aktifitas antibakteri tersebut, minyak atsiri daun sirih kuning dapat dikembangkan sebagai zat aktif dalam obat kumur dan diharapkan mampu menghambat pembentukan biofilm bakteri A. actinomycetemcomitans. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan permasalahan: apakah konsentrasi minyak atsiri daun sirih kuning dalam obat kumur berpengaruh terhadap pembentukan biofilm bakteri A. actinomycetemcomitans ? 4 C. Keaslian Penelitian Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah penelitian oleh Anggraini (2014) yang membandingkan efektifitas rebusan daun sirih merah dan daun sirih kuning terhadap pertumbuhan A. actinomycetemcomitans. Penelitian tersebut membuktikan bahwa air rebusan daun sirih kuning lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri A. actinomycetemcomitans. Penelitian lain dilakukan oleh Andarwulan dkk. (2000) yang melakukan analisis kandungan senyawa fenol antara daun sirih hijau dan daun sirih kuning. Hasil penelitian menyatakan bahwa daun sirih kuning mengandung fenol lebih banyak dari pada daun sirih hijau. Sari (2015) melakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi minyak atsiri daun sirih kuning dalam obat kumur terhadap pertumbuhan A. actinomycetemcomitans. Penelitian tersebut menyatakan bahwa konsentrasi yang paling efektif menghambat pertumbuhan A. actinomycetemcomitans adalah 0,5%. Peneliti bermaksud untuk lebih menekankan penelitian ini pada pengaruh konsentrasi minyak atsiri daun sirih kuning dalam obat kumur terhadap pembentukan biofilm bakteri A. actinomycetemcomitans. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi minyak atsiri daun sirih kuning dalam obat kumur terhadap pertumbuhan biofilm bakteri A. actinomycetemcomitans. 5 E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya sebagai berikut : 1. Memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh konsentrasi minyak atsiri daun sirih kuning dalam obat kumur terhadap pembentukan biofilm bakteri A. actinomycetemcomitans dan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut dalam mengembangkan pengetahuan tentang zat yang terkandung dalam daun sirih kuning sebagai zat aktif dalam obat kumur herbal. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi daun sirih kuning sebagai zat antibakteri dan antibiofilm sehingga masyarakat mampu memanfaatnya sebagai obat herbal lainnya.