PENDAHULUAN Model pembelajaran terpadu

advertisement
UPAYA MENINGKATKAN HASIL PEMBELAJARAN IPA TERPADU DENGAN
METODE EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS VIII-1
SMP NEGERI 8 TEBING TINGGI
Harlis
Guru SMP Negeri 8 Tebing Tinggi
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa
mata pelajaran IPA terpadu melaui metode pembelajaran eksperimen. Penelitian
tindakan kelas ini dilaksanakan sebanyak 3 siklus dengan empat tahapan yaitu :
perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas VIII-1 SMP N 8 Tebing Tinggi sebanyak 36 siswa. Penelitian ini
menggunakan teknik analisis dekriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan metode eksperimen mata pelajaran IPA terpadu materi biologi
meningkatkan hasil belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan
belajar siswa, yaitu pra siklus (63,38 %), siklus I (69,44 %), siklus II (80,55%),
siklus III (91,66 %) dan dinyatakan berhasil.
Kata Kunci : IPA Terpadu, Metode Eksperimen, Hasil Belajar
ABSTRACT
This purposes of this research is to improve understanding and learning
outcomes on Science subject through experimental method. This classroom action
research conducted by 3 cycles of the four phases: planning, implementation,
observation, reflection. The subjects were students from class VIII-1, SMP N 8
Tebing Tinggi which amounted to 36 students. This study used a qualitative
descriptive analysis technique. The results showed that the use of the experimental
method of integrated science subjects biological materials can improve student
learning outcomes characterized by increased mastery learning students, namely
pre-cycle (63.38%), the first cycle (69.44%), cycle II (80, 55%), the third cycle
(91.66%) and was declared successful.
Key Words : Integrated Science, Experimental Method, Learning Result
PENDAHULUAN
Model pembelajaran terpadu
merupakan
salah
satu
model
implementasi
kurikulum
yang
dianjurkan untuk diaplikasikan pada
semua jenjang pendidikan, mulai dari
tingkat
Sekolah
Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah (SD/MI) sampai dengan
Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah
(SMA/MA).
Model
pembelajaran ini pada
hakikatnya
merupakan
suatu
pendekatan
pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik baik secara individual
maupun kelompok aktif mencari,
menggali, dan menemukan konsep serta
prinsip secara holistik dan otentik
(Depdikbud, 1996:3).
Melalui
pembelajaran
IPA
terpadu,
peserta
didik
dapat
memperoleh pengalaman langsung,
sehingga dapat menambah kekuatan
untuk menerima, menyimpan, dan
memproduksi kesan-kesan tentang halhal
yang dipelajarinya. Dengan
demikian, peserta didik terlatih untuk
dapat menemukan sendiri berbagai
konsep
yang
dipelajari
secara
46
menyeluruh
(holistik),
bermakna,
otentik dan aktif.
Pembelajaran IPA di sekolah
diharapkan dapat menjadi wahana bagi
peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Proses pembelajarannya
lebih menekankan pada pemberian
pengalaman
langsung
untuk
mengembangkan
kompetensi
agar
menjelajahi dan memahami alam sekitar
secara ilmiah.
Para siswa dalam mata pelajaran
IPA yaitu mereka kurang mampu
mengaitkan konsep-konsep IPA yang
dipelajarinya dengan kegiatan dalam
kehidupan sehari-hari dan pada
umumnya para siswa belajar dengan
hanya menghafal konsep-konsep IPA
dan bukan belajar untuk mengerti
konsep-konsep IPA. Selain itu para
siswa kesulitan dalam memecahkan
soal-soal yang berbentuk problem
solving dan menganggap pelajaran IPA
merupakan pelajaran yang sulit untuk
dipahami. Di sisi lain, guru cenderung
menyampaikan materi pembelajaran
dengan metode konvensional seperti
metode ceramah karena metode ini
dianggap
paling
mudah
untuk
dilakukan. Menurut Jeremy (2005),
metode pembelajaran IPA yang
dilakukan guru di kelas biasanya kurang
berhasil karena dalam implementasinya
kurang memperhatikan karakteristik
siswa,
termasuk
perkembangan
kemampuan berpikirnya.
Kecenderungan
pembelajaran
IPA pada masa kini adalah peserta didik
hanya mempelajari IPA sebagai produk,
menghafal konsep, teori dan hukum
saja. Keadaan ini diperparah oleh
pembelajaran yang berorientasi pada tes
atau ujian. Akibatnya IPA sebagai
sikap, proses dan aplikasi tidak
tersentuh sama sekali di dalam
pembelajaran. Peserta didik tidak
dibiasakan untuk mengembangkan
potensi berpikirnya, sehingga mereka
malas untuk berpikir secara mandiri.
Pengajaran
IPA
adalah
pengajaran yang tidak menuntut
hafalan, tetapi pengajaran yang banyak
memberikan
latihan
untuk
mengembangkan cara berpikir yang
sehat dan masuk akal berdasarkan
kaidah-kaidah IPA. Guru hendaknya
menciptakan
pembelajaran
yang
mengacu ke arah pemecahan masalah
aktual yang dihadapi siswa dalam
kehidupan sehari-hari. Agar proses
belajar mengajar dapat menciptakan
suasana yang dapat menjadikan siswa
sebagai subjek belajar yang berkembang
secara dinamis ke arah positif. Maka
diperlukan pemilihan metode yang
tepat.
Dalam proses belajar mengajar,
guru memiliki peran penting dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa.
Guru harus memiliki strategi, agar siswa
dapat belajar secara efektif dan efisien,
mengena pada tujuan yang diharapkan.
Melalui metode eksperimen diharapkan
siswa lebih memahami konsep-konsep
pelajaran IPA terpadu sehingga hasil
belajar siswa meningkat.
Penilaian
hasil
belajar
mengisyaratkan hasil belajar sebagai
program atau objek yang menjadi
sasaran penilaian. Hasil belajar sebagai
objek penilaian pada hakikatnya menilai
47
penguasaan siswa terhadap tujuantujuan intruksiona (Sudjana, 2006).
Metode eksperimen menurut
Djamarah (2002) adalah cara penyajian
pelajaran, dimana siswa melakukan
percobaan dengan mengalami sendiri
sesuatu yang dipelajari. Dalam proses
belajar mengajar, dengan metode
eksperimen, siswa diberi kesempatan
untuk
mengalami
sendiri
atau
melakukan sendiri, mengikuti suatu
proses, mengamati suatu obyek,
keadaan atau proses sesuatu.
Agar
metode
eksperimen
berjalan dengan lancar, maka harus
dilakukan
sesuai dengan langkahlangkah atau prosedur pemakaian,
prosedur
penggunaan
metode
eksperimen (Anita, 2007:5.29). Dengan
demikian,
siswa
dituntut
untuk
mengalami sendiri , mencari kebenaran,
atau mencoba mencari suatu hukum
atau dalil, dan menarik kesimpulan dari
proses yang dialaminya itu.
Menurut Arindawati dan Huda
(2004), metode eksperimen adalah cara
penyajian pelajaran dimana siswa
melakukan
percobaan
dengan
mengalami dan membuktikan sendiri
sesuatu yang dipelajari.
Berdasarkan uraian di atas,
maka penulis tertarik untuk meneliti
tentang hasil belajar siswa dengan
metode eksperimen. Penelitian ini
berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil
Pembelajaran IPA Terpadu Dengan
Metode Eksperimen Pada Siswa Kelas
VIII-1 SMP Negeri 8 Tebing Tinggi
Tahun Pelajaran 2013/2014 ”.
Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui pemahaman dan hasil
belajar siswa pada pembelajaran IPA
terpadu setelah diterapkannya metode
eksperimen pada siswa kelas VIII-1
SMP Negeri 8 Tebing Tinggi tahun
pelajaran 2013/2014.
Berdasarkan uraian di atas,
maka dapat dirumuskan permasalahan
yang dikaji dalam penelitian ini sebagai
berikut. Pertama, Bagaimana proses
pembelajaran siswa pada mata pelajaran
IPA terpadu menggunakan metode
eksperimen di kelas VIII-1 SMP Negeri
8 Tebing Tinggi tahun pelajaran
2013/2014?.
Kedua,
penggunaan
metode eksperimen dapat meningkatkan
hasil belajar IPA terpadu di kelas VIII-1
SMP Negeri 8 Tebing Tinggi Tahun
Pelajaran 2013/2014?.
METODOLOGI PENELITIAN
Peneliti mengawali dengan
pengajuan judul tentang penelitian yang
akan dilaksanakan. Adapun subyek
penelitian adalah siswa kelas VII-2
SMP N 8 Tebing Tinggi semester II
tahun 2013/ 2014 dan sumber data yang
digunakan adalah siswa dan teman sejawat. Pada Penelitian tindakan kelas data
yang dikumpulkan dapat berbentuk
kuantitatif maupun kualitatif . Penelitian
tindakan kelas tidak menggunakan uji
statistik, tetapi dengan deskriptif.
Data kuantitatif yang berupa
nilai dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif komparatif yaiu
membandingkan nilai tes kondisi awal,
nilai tes setelah siklus I, II dan siklus III
yaitu nilai dari hasil ulangan harian
siswa kelas VI1I-1 SMP pada siklus I, II
dan siklus III. Komponen pengajaran
metode eksperimen yang sangat data
kualitatif yang berupa observasi
48
kegiatan guru, dan sisa serta data
kuantitatif yang berupa nilai hasil
ulangan harian siswa kelas VIII-1.
Model penelitian tindakan kelas yang
digunakan peneliti adalah sistem spiral
refleksi diri yang dikembangkan oleh
Kemmis dan Taggart (1990: 11) yang
dimulai dengan perencanaan, tindakan,
pengamatan, dan refleksi. Masingmasing siklus terdiri dari dua kali
pertemuan yaitu sebagai berikut;
1. Perencanaan
Sebelum
mengadakan
penelitian
peneliti menyusun rumusan masalah,
tujuan dan membuat rencana tindakan,
termasuk di dalamnya instrumen
penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. Pelaksanaan
a. Siklus I
Dengan bimbingan guru, siswa
membentuk kelompok. Guru melakukan
pembelajaran di dalam kelas dengan
menggunakan panduan perencanaan
yang telah dibuat. Penerapan metode
eksperimen
dilakukan
dengan
menugaskan kepada masing-masing
kelompok untuk mendiskusikan materi .
Materi yang diajarkan guru sesuai
dengan materi pertumbuhan dan
perkembanganmakhluk hidup. Pada saat
kegiatan pembelajaran
berlangsung
guru sebagai peneliti dibantu oleh para
observer lainnya untuk melakukan
pengamatan, pendokumentasian, selain
itu peneliti bertindak sebagai fasilitator,
motivator dan sekaligus sebagai
pengamat.
b. Siklus II
Guru melakukan pembelajaran di luar
kelas dengan menggunakan panduan
perencanaan yang telah dibuat. Materi
yang diajarkan guru sesuai dengan
materi struktur dan fungsi jaringan
tumbuhan. Pada Siklus kedua ini juga,
suasana pembelajaran masing-masing
kelompok di lingkungan sekolah
dikondisikan agar tidak terlalu formal,
maksudnya siswa bebas mengemukakan
pendapatnya tentang materi ajar sesuai
dengan kompetensi dasar yang ingin
dicapai.
Pada
saat
kegiatan
pembelajaran berlangsung guru sebagai
peneliti/fasilitator dibantu oleh para
observer lainnya untuk melakukan
pengamatan, pendokumentasian.
c. Siklus III
Penerapan
metode
eksperimen
dilakukan dengan menugaskan kepada
masing-masing
kelompok
untuk
mendiskusikan materi yang diajarkan
Guru sesuai dengan materi sistem dalam
kehidupan tumbuhan. Pada Siklus
ketiga ini juga, suasana pembelajaran
masing-masing kelompok di lingkungan
sekolah dikondisikan agar tidak terlalu
formal, maksudnya siswa bebas
mengemukakan pendapatnya tentang
materi ajar sesuai dengan kompetensi
dasar yang ingin dicapai. Kegiatan
siklus III hampir sama dengan siklussiklus sebelumnya namun hal-hal yang
perlu diperbaiki dari siklus sebelumnya
direvisi pada siklus III.
3. Observasi/Pengamatan
Pengamatan dilakukan peneliti sendiri
dan dibantu oleh pengamat dan
mencatat proses penerapan teknik
pengajaran kolaborasi
.
49
d. Refleksi
Peneliti
mengkaji,
melihat
dan
mempertimbangkan hasil atau dampak
dari
tindakan
yang
dilakukan
berdasarkan lembar pengamatan yang
diisi oleh pengamat. Tahapan ini
dilakukan
secara
berkesimbungan
sehingga ditemukan hasil yang optimal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian tindakan kelas
menunjukkan bahwa pengamatan yang
dilakukan oleh mitra kolaborasi dan
peneliti pada aktivitas guru dan siswa
melalui penerapan metode Cooperative
Script pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas VIII-1 SMP Negeri 8
Tebing Tinggi dapat dilihat pada Tabel
1 yaitu sebagai berikut :
Tabel 1. Peningkatan Hasil Belajar
Siswa Siklus I, II dan III
Keterangan
Nilai x
ulangan
harian
Jumlah
siswa
Persen
Ketuntasan
(%)
Peningkatan Hasil Belajar
Pra
Sikus Siklus Siklus
siklus
I
II
III
68,70
70,13
72,08
73,05
23
25
29
33
63,88
69,44
80,55
91,66
Berdasarkan
pengamatan
peneliti dari tindakan pra siklus, siklus
I, siklus II dan siklus III pada Tabel 1
terjadi peningkatan hasil belajar pada
jumlah siswa dan persen ketuntasan
belajar. Hal ini dapat dilihat dengan
peningkatan jumlah siswa dari 23 siswa
yang tuntas belajar pada pra siklus
menjadi 33 siswa yang tuntas belajar
melalui
metode
pembelajaran
eksperimen pada siswa kelas VIII-1
SMP N 8 Tebing Tinggi.
Data yang diperoleh melalui
hasil observasi pada pra siklus terlihat
bahwa persentase aktivitas siswa yang
diamati termasuk dalam kategori
kurang. Nilai persentase aktivitas siswa
hanya mencapai 63,88 % (kriteria
kurang). Pada hasil ulangan harian
sebelum dilakukan tindakan metode
pembelajaran eksperimen hanya 23
siswa yang tuntas belajar. Selanjutnya
peneliti melakukan refleksi terhadap
hasil yang diperoleh ini dengan
melakukan tindakan siklus I melalui
penerapan metode eksperimen.
Aktivitas siswa pada pra siklus
dalam mendengarkan/ memperhatikan
penjelasan guru, mengerjakan tugas
yang diberikan guru, keantusiasan siswa
mengikuti pelajaran, menuliskan dan
menyampaikan hasil percobaan, bekerja
sama dan berdiskusi dengan kelompok,
dan melakukaan pengamatan pada
percobaan yang dilakukan masih
dianggap rendah oleh peneliti dan mitra
kolaborasi. Maka dari itu dilakukan
tindakan siklus I melalui penerapan
metode eksperimen.
Pada
siklus
I,
dengan
menerapkan metode
pembelajaran
Cooperative Script
pada materi
pelajaran diperoleh nilai rata-rata
prestasi belajar siswa adalah 70,13 dan
ketuntasan belajar mencapai 69,44 %
atau ada 23 siswa dari 34 siswa sudah
tuntas
belajar.
Hasil
tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus
50
pertama secara klasikal siswa belum
tuntas belajar, karena siswa yang
memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar
69,44 % lebih kecil dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu
sebesar 85%.
Hal-hal yang menjadi penyebab
kurangnya ketuntasan belajar siswa
adalah siswa masih menganggap bahwa
pelajaran IPA terpadu merupakan
pelajaran yang sulit dan membosankan.
Siswa juga cenderung menghafal materi
dibandingkan memahaminya sehingga
siswa cepat lupa pada saat dilakukan tes
evaluasi. Selain itu, guru kurang
memberikan
pengawasan
yang
mengakibatkan siswa kurang terpacu
untuk
memahami
materi
yang
diberikan.
Kemampuan siswa/ kelompok
dalam mengerjakan tugas, berargumen,
keaktifan, kerjasama, motivasi dan lainlain masih dinilai kurang oleh guru dan
kolaborator. Pada saat guru menyuruh
setiap kelompok mempresentasikan
hasil percobaannya, ada siswa yang
memperhatikan dan ada juga yang rebut
tidak memperhatikan. Kemudian siswa
dan guru bersama-sama mengevaluasi
kegiatan, selain itu guru juga
memberikan penguatan, dorongan serta
penghargaan bagi kelompok.
Peran guru masih cukup
dominan untuk memberikan penjelasan
dan arahan, karena model tersebut
masih dirasakan baru oleh siswa.
Namun
secara
umum
proses
pembelajaran berlangsung seperti yang
direncanakan. Adapun aspek-aspek
kegiatan guru yang dianggap masih
kurang dan perlu diperbaiki menurut
pengamat adalah memotivasi siswa,
mengawasi
setiap
siswa
dalam
mengerjakan tugas yang diberikan,
membimbing siswa melakukan kegiatan
pembelajaran,
membimbing
siswa
dalam bertanya, pengelolaan waktu dan
antusias. Guru kurang memberikan
pengawasan yang mengakibatkan siswa
kurang terpacu untuk memahami materi
yang diberikan
Pada siklus II, nilai rata-rata
hasil belajar siswa adalah 72,08 dan
persentase ketuntasan belajar mencapai
80,55 % atau ada 29 siswa dari 36 siswa
sudah tuntas belajar. Hasil ini
menunjukkan bahwa pada siklus II ini
ketuntasan belajar secara klasikal telah
mengalami peningkatan sedikit lebih
baik dari siklus I.
Terjadi peningkatan hasil belajar
siswa pembelajaran IPA terpadu dari
siklus sebelumnya walaupun secara
klasikal dinyatakan belum tuntas. Hasil
tersebut dapat dilihat dari nilai ulangan
harian yang diperoleh siswa. Hal ini
karena siswa lebih aktif dalam
percobaan, siswa mampu bekerja-sama
dengan teman dan bertanggung jawab
pada kelompoknya dan sudah bisa
mengkomunikasikan
hasil
yang
diperoleh dari percobaan walaupun
masih ada siswa yang belum tuntas.
Meskipun demikian guru masih
kurang memberikan pengawasan karena
pada saat siswa melakukan eksperimen,
guru lebih fokus pada materi dan kurang
memberikan perhatian apakah semua
siswa
memahami
materi
yang
disampaikan.
Melalui
metode
eksperimen memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik secara
teoretik dan praktik.
51
Pembelajaran yang dilaksanakan
telah mampu meningkatkan hasil belajar
siswa meskipun belum mencapai
kriteria ketuntasan belajar yang
diharapkan. Siswa masih terlihat pasif
dan
mengandalkan
teman
sekelompoknya
menunggu
hasil
pekerjaan temannya. Oleh karena itu
dilanjutkan penelitian siklus ketiga
untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Pada siklus III, nilai rata-rata tes
ulangan harian sebesar 73,05 dan dari
36 siswa yang telah tuntas sebanyak 33
siswa dan 3 siswa belum mencapai
ketuntasan belajar. Maka secara klasikal
ketuntasan belajar yang telah tercapai
sebesar 91,66 % (termasuk kategori
tuntas). Dari hasil tes ini dapat dilihat
bahwa
hasil
belajar
dengan
menggunakan metode pembelajaran
eksperimen telah mampu meningkatkan
hasil belajar pada mata pelajaran IPA
terpadu sesuai dengan indikator yang
telah ditentukan sehingga tidak perlu
lagi dilanjutkan pada siklus berikutnya
dan dikatakan berhasil.
Dengan menerapkan metode
pembelajaran eksperimen pada materi
“sistem dalam kehidupan tumbuhan”
ketuntasan belajar mencapai 91,66 %
atau ada 33 siswa dari 36 siswa sudah
tuntas
belajar.
Hasil
tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus ketiga
secara klasikal siswa sudah tuntas
belajar, karena siswa yang memperoleh
nilai ≥ 65 sebesar 91,66 %. Nilai
tersebut sudah melebihi dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu
sebesar 85%.
Secara
ringkas
dapat
disimpulkan bahwa hasil siklus ketiga
dari hasil nilai ulangan harian siswa
dalam proses pembelajaran sudah
tercapai optimal. Siswa sudah terbiasa
dengan
metode
pembelajaran
eksperimen. Siswa dapat memahami
konsep-konsep materi pembelajaran.
Siswa sudah dapat bekerja sama dengan
teman sekelompoknya meskipun masih
ada siswa yang pasif namun hal ini
masih dianggap baik oleh peneliti.
Siswa dapat
menyelesaikan tugas
dengan baik. Ada keberanian siswa
untuk dapat menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru. Hasil belajar
siswa ini digunakan untuk mengetahui
sejauh mana pemahaman siswa terhadap
materi pembelajaran yang telah
disampaikan
Penerapan metode eksperimen
pada mata pelajaran IPA terpadu di
kelas VIII-1 berdampak positif dalam
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal
ini berarti dengan menggunakan metode
eksperimen, siswa dituntut untuk lebih
aktif dalam menemukan dan mengamati
sendiri proses pembelajaran yang
dialaminya sehingga siswa lebih
bertanggung jawab terhadap objek yang
diamatinya. Hal ini sesuai dengan
pendapat
Djamarah (2002) yang
mengatakan bahwa metode eksperimen
merupakan cara penyajian pelajaran, di
mana siswa melakukan percobaan
dengan mengalami sendiri sesuatu yang
dipelajari. Dalam proses belajar
mengajar, dengan metode eksperimen,
siswa
diberi
kesempatan
untuk
mengalami sendiri atau melakukan
sendiri, mengikuti suatu proses,
mengamati suatu obyek, keadaan atau
proses sesuatu.
Guru
mampu
memberikan
contoh dengan melakukan percobaan
52
tentang materi yang dipelajari. Guru
lebih melibatkan siswa baik dalam
kegiatan inti maupun pada saat refleksi
dan kerangkuman pembelajaran. Siswa
memahami konsep-konsep pembelajaran dengan melihat langsung dan
memahami tentang materi yang
dipelajari. Guru memantau jalannya
pelaksanaan pembelajaran sehingga
siswa lebih fokus belajar. Selain itu
guru juga memberikan batasan waktu
kepada siswa untuk mengerjakan tugas
dan mengumpulkannya sehingga siswa
tidak punya waktu untuk main-main
atau bahkan ribut dengan temannya.
Dari hasil tes ini dapat dilihat
bahwa
hasil
belajar
dengan
menggunakan pembelajaran eksperimen
telah mampu meningkatkan hasil belajar
siswa mengenai materi pelajaran IPA
terpadu (biologi) sesuai dengan
indikator yang telah ditentukan, hal ini
ditunjukkan dengan meningkatnya
penguasaan materi dan prestasi belajar
siswa. Oleh karena itu dapat
disimpulkan
bahwa
proses
pembelajaran
dengan
penerapan
eksperimen sangat sesuai dengan mata
pelajaran IPA terpadu, maka Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini bisa
dikatakan
berhasil
karena
hasil
peningkatan proses pembelajarannya
optimal.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil temuan penelitian
tentang hasil belajar siswa dengan
metode eksperimen di kelas VIII-1 SMP
Negeri 8 Tebing Tinggi tahun pelajaran
2012/2013 berdampak positif dalam
meningkatkan pemahaman dan hasil
belajar siswa. Hal tersebut dapat dilihat
dari peningkatan persentase ketuntasan
belajar siswa pada pra siklus (63,38 %),
siklus I (69,44 %), siklus II (80,55 %),
dan siklus III (91,66 %).
Atas dasar simpulan dan
implikasi hasil penelitian tindakan kelas
di atas, penulis memberikan saran-saran
sebagai berikut :
1. Bagi Sekolah
Sebaiknya menyediakan sarana
yang dapat mendukung kegiatan
belajar
mengajar
dan
memperbanyak sarana pendukung
dalam kegiatan belajar mengajar
2. Bagi Guru
Guru dapat berinovasi dengan alatalat yang dibutuhkan dalam
pembelajaran,
missal
dengan
memanfaatkan alat-alat sederhana
yang ada di sekitar siswa.
3. Bagi Siswa
Siswa diharapkan untuk turut
berperan aktif dalam proses
pembelajaran di kelas
DAFTAR RUJUKAN
Anita. 2007. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Depdikbud.
Arindawati, A. dan Huda, H. 2004.
Beberapa
Alternatif
Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Malang:
Bayu-media
Publishing.
Depdikbud.
1996.
Program
Pembelajaran Terpadu D-II
PGSD. Jakarta : Depdikbud
Republik Indonesia
53
Djamarah, S.B., dkk. 2002. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Jeremy, E.C. 2005. Why Educational
Innovations Fail: An Individual
Difference Perspective.
“ClevelandState University”
Journal Vol. 33
Sudjana, N. 2006. Penilaian Hasil
Belajar Mengajar. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
54
Download