Implementasi Corporate Social Responsibility

advertisement
DAMPAK OPERASI PERUSAHAAN DALAM
PELAKSANAAN CORPORATE SOSIAL RESPONSIBILITY
0leh:
Indah Prabawati *
Abstrak
Pembangunan berkelanjutan menghendaki adanya hubungan yang harmonis antara
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Partisipasi dunia usaha dalam pembangunan
berkelanjutan
adalah dengan mengembangkan program kepedulian perusahaan kepada
masyarakat di sekitarnya yang disebut tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social
Responsibility) atau disingkat CSR. Sebagai akibat lanjutan penerimaan konsep CSR dalam
kerangka pembangunan berkelanjutan, maka menimbulkan dampak bagi operasi perusahaan.
Dampak yang ditimbulkan dari operasi perusahaan terdiri dari : dampak ekonomi, sosial dan
lingkungan. Dampak operasi perusahaan tersebut harus dilaporkan dalam sustainability report
tahunan mereka . Sustainability report merupakan cermin yang menggambarkan sejauh mana
tanggung jawab sosial perusahaan terhadap para pemangku kepentingan mereka.
Kata kunci : dampak, operasi perusahaan, CSR
1. Corporate Social Responsibility
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menghendaki adanya hubungan
yang harmonis antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat (stakeholders). Masing-masing
stakeholders melakukan perannya sesuai dengan kapasitas dan kompetensi yang dimiliki. Dunia
usaha sebagai salah satu stakeholders memegang peranan yang cukup penting karena potensinya
dalam hal modal (kapital) dan sumber daya manusia.
Partisipasi
dunia
usaha
dalam
pembangunan
berkelanjutan
adalah
dengan
mengembangkan program kepedulian perusahaan kepada masyarakat di sekitarnya yang disebut
tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) atau disingkat CSR. CSR
merupakan salah satu upaya untuk menciptakan keberlangsungan usaha dalam menciptakan dan
memelihara keseimbangan antara mencetak keuntungan, fungsi-fungsi sosial dan pemeliharaan
lingkungan hidup (triple bottom line).
Menurut Ambadar (2002: 30), tanggung jawab sosial dapat diartikan kepedulian para
manajer suatu perusahaan berkenaan dengan konsekuensi sosial, lingkungan, politik, manusia
dan keuangan atas tindakan-tindakan yang mereka ambil. Di dalam pengimplementasiannya,
* Staf Pengajar FIS UNESA
diharapkan agar unsur-unsur perusahaan, pemerintah dan masyarakat saling berinteraksi dan
mendukung, supaya CSR dapat diwujudkan secara komprehensif, sehingga dalam pengambilan
keputusan, menjalankan keputusan dan pertanggungjawabannya dapat dilaksanakan bersama.
Perkembangan CSR untuk konteks Indonesia (terutama yang berkaitan dengan
pelaksanaan CSR untuk kategori discretionary responsibilities) dapat dilihat dari dua perspektif
yang berbeda. Pertama, pelaksanaan CSR memang merupakan praktek bisnis secara sukarela
(discretionary business practice) artinya pelaksanaan CSR lebih banyak berasal dari inisiatif
perusahaan dan bukan merupakan aktivitas yang dituntut untuk dilakukan perusahaan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Kedua, pelaksanaan CSR bukan lagi
merupakan discretionary business practice melainkan pelaksanaannya sudah diatur oleh undangundang (bersifat mandatory). Di Indonesia sendiri, munculnya Undang-Undang No. 40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) menandai babak baru pengaturan CSR. Selain itu,
pengaturan tentang CSR juga tercantum di dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal
Adapun pengaturan CSR di dalam UU no. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
pada pasal 74 adalah sebagai berikut :
a. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan
b. Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
merupakan kewajiban perseroan yang diangggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan
kepatuhan dan kewajaran
c. Perseroan yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dikenai
sanksi
sesuai
dengan
ketentuan
perundang-undangan
(http://noanggie.wordpress.com).
Sedangkan pengaturan di dalam UU no. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal
15 huruf b adalah sebagai berikut:
” Setiap penanaman modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan.”
Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan yang
bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas
kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi Perseroan itu sendiri, komunitas setempat, dan
2
masyarakat pada umumnya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan
perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya
masyarakat setempat, maka ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan. Untuk melaksanakan kewajiban Perseroan tersebut, kegiatan Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang
dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Kegiatan tersebut dimuat dalam
laporan tahunan Perseroan. Dalam hal Perseroan tidak melaksanakan Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan maka Perseroan yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pada hakikatnya, tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi perusahaan (CSR) telah
banyak diterapkan oleh perusahaan secara voluntary. CSR dilakukan berdasarkan kesadaran
perusahaan untuk keberlanjutan usahanya, sehingga CSR harus menjadi bagian dari strategi
perusahaan. Setidaknya ada 3 (tiga) alasan penting mengapa kalangan dunia usaha merespon dan
mengembangkan tanggung jawab sosial perusahaan sejalan dengan usahanya:
a. Perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan
memperhatikan kepentingan masyarakat.
b. Hubungan masyarakat dan kalangan bisnis seharusnya merupakan hubungan yang
bersifat simbiosis mutualisme.
c. Kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untu meredam atau bahkan
menghindari konflik sosial (Fajar, 2009: 193).
Substansi keberadaan prinsip tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi perusahaan
(CSR) adalah dalam rangka memperkuat kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan
lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait dengannya, baik lokal, nasional maupun
global.
Selanjutnya konsep CSR mulai berkembang pada bentuk-bentuk pemberdayaan
masyarakat atau lebih dikenal dengan istilah community development. Community development
dilaksanakan oleh korporasi dengan mengacu pada nilai keadilan dan kesetaraan atas
kesempatan,
pilihan
partisipasi,
timbal
balik
dan
kebersamaan
(Wikipedia.org/wiki/Community_development). Berawal dari perusahaan yang mempunyai
kesadaran sebagai bagian masyarakat (corporate citizenship) sekaligus sebagai institusi bisnis,
3
maka konsep CSR mulai didesain menjadi bagian dari strategi bisnis perusahaan (corporate
strategy). Perkembangan konsep CSR tersebut menimbulkan banyak perdebatan yang mencakup
beberapa hal, yaitu:
(1) Tujuan perusahaan mencari keuntungan atau memperhatikan kepentingan sosial.
(2) Luasnya ruang lingkup CSR .
(3) Pengaturan CSR (dalam bentuk kewajiban/mandatory atau sukarela/voluntary)
(4) Sumber pembiayaan untuk pelaksanaan CSR.
(5) Masalah perpajakan bagi korporasi yang melaksanakan CSR (Fajar, 2009:8)
Perkembangan perdebatan mengenai konsep CSR tersebut dapat dicermati secara lebih
rinci sebagai berikut: Pertama, menurut Sheehy dalam Fajar (2009:9), pada hakekatnya
perusahaan dibentuk dengan tujuan mencari keuntungan demi kepentingan pemegang saham.
Sedangkan CSR menuntut korporasi memperhatikan kebutuhan sosial masyarakat. Oleh karena
itu perlu adanya perubahan paradigma dari hukum korporasi terhadap tujuan korporasi dari
sekedar mencari keuntungan semata ke arah terciptanya keadilan sosial (Fajar, 2007:37).
Menurut Rawls dalam Rasuanto (2005:80), aset yang dimiliki korporasi tidak hanya menjadi
milik privat, namun harus digunakan untuk memberikan kemanfaatan umum khususnya bagi
kaum yang paling tidak beruntung.
Kedua, mengenai ruang lingkup CSR, pada wacana dan praktiknya mengalami
perkembangan yang pesat. CSR yang awal mulanya hanya untuk perlindungan bagi buruh pada
perkembangannya telah masuk wilayah lingkungan hidup, isu hak asasi manusia hingga anti
korupsi (Fajar,2009: 14). Ketiga, mengenai adanya berbagai upaya untuk menggeser pengaturan
CSR dari dasar sukarela (voluntary) ke arah kewajiban (mandatory). Namun banyak pihak yang
berpendirian bahwa CSR adalah tanggung jawab yang bersifat sukarela.
Keempat, adanya persoalan sumber pembiayaan CSR. Persoalannya sumber pembiayaan
CSR diambilkan dari sebagian keuntungan atau dianggarkan dalam biaya operasional
perusahaan. Kelima, selama ini korporasi sudah diwajibkan membayar pajak dan berbagai
pungutan, sehingga kewajiban CSR banyak ditanggapi oleh pelaku usaha sebagai beban
tambahan. Dari kondisi ini muncul wacana untuk memberikan insentif dalam bentuk
pengurangan
pajak
(http://www.people
bagi
korporasi
yang
melaksanakan
.hbs.edu/mdessai/D+D_BSR.pdf),
CSR
CSR.
Menurut
disalurkan
Dharmapala
langsung
kepada
masyarakat sedangkan pajak dibayarkan kepada negara. Pembayaran dan penggunaan pajak
4
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan sementara pada umumnya CSR
disalurkan dengan cara yang disesuaikan dengan aktivitas bisnis korporasi dan kebutuhan
masyarakat sekitarnya.
Terlepas dari inisiatif yang dipilih (voluntary atau mandatory maupun gabungan dari
keduanya), ada beberapa prinsip-prinsip penting yang diperlukan untuk melihat apakah suatu
perusahaan bisa dikategorikan sebagai perusahaan yang telah menerapkan prinsip kelestarian.
Prinsip-prinsip ini seringkali muncul dalam berbagai standard ataupun kebijakan lingkungan
yang telah diterapkan di tingkat internasional dan nasional. Prinsip-prinsip penting yang
seringkali diangkat untuk menganalisis kinerja perusahaan dalam menjaga dan mengelola
lingkungannya (terutama di sektor kehutanan, perkebunan, dan industri) antaralain:
(1) Mematuhi undang undang dan peraturan-peraturan nasional maupun internasional yang
telah diratifikasi.
(2) Melakukan analisis terhadap rencana pengembangan/ pembangunan suatu sektor secara
komprehensif (melingkupi baseline environmental and social conditions).
(3) Pembukaan lahan tidak mengorbankan kawasan yang ekosensitif (terutama hutan primer
dan kawasan hutan bernilai konservasi tinggi/HCVF ), keanekaragaman hayati
(terutama spesies terancam dan dilindungi), dan dengan metode tanpa bakar (zero
burning policy).
(4) Mengimplementasikan
prinsip
pembangunan
berkelanjutan
terutama
dengan
menggunakan sumberdaya alam yang terbaharukan.
(5) Menjaga kesehatan manusia dari dampak pembangunan/operasi perusahaan terutama
dari penggunaan zat-zat beracun dan berbahaya
(6) Meminimalisasi dampak negatif sosial-ekonomi bagi masyarakat setempat.
(7) Meminimalisasi dampak dari penguasaan lahan terutama seperti penggusuran paksa,
penghilangan hak-hak masyarakat adat.
(8)
Melihat dampak kumulatif dari operasi yang sedang berjalan dan rencana
pengembangan di masa depan.
(9) Partisipasi dari pihak yang terkena dampak dalam perencanaan, review dan
implementasi dari operasi yang diusulkan.
(10) Mempertimbangkan alternatif pembangunan yang ramah lingkungan dan social.
(11) Melakukan efisiensi dalam produksi dan penggunaan energy.
5
(12) Pencegahan dan pengawasan polusi dan minimalisasi limbah termasuk limbah padat dan
beracun dan berbahaya ( www.csrreview-online.com/lihatartikel.php?id=14).
Berdasarkan
prinsip-prinsip
tersebut,
beberapa
organisasi
serta
pihak
swasta
mengembangkan panduan sebagai dasar untuk mengaudit kinerja pihak produsen, industri dan
pelaku usaha lainnya.
2. Dampak Operasi Perusahaan
Dalam pembangunan berkelanjutan,
perusahaan dituntut untuk mengelola dampak
kegiatan perusahaan. Menurut Andriof dan McIntosh dalam Solihin (2009:147), pembangunan
berkelanjutan dapat diraih bila perusahaan-perusahaan melakukan pengelolaan dampak operasi
mereka pada 3 tataran dampak, yakni ekonomi, sosial dan lingkungan.
Pelaksanaan
CSR
di
perusahaan-perusahaan
pada
pembangunan
berkelanjutan
diwujudkan dalam laporan yang disebut sustainability report. Kerangka sustainability report
yang dipakai oleh beberapa perusahaan adalah mengacu pada kerangka yang dikembangkan oleh
Global Reporting Initiative (GRI). Dampak ekonomi, sosial dan lingkungan yang ditimbulkan
operasi perusahaan menurut GRI adalah:
a. Dampak Ekonomi
Dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh operasi perusahaan akan memengaruhi para
pemangku kepentingan dan sistem ekonomi baik lokal, nasional maupun pada tingkat global.
Dalam kaitan ini GRI mengelompokkan 2 jenis dampak ekonomi, yaitu dampak ekonomi
langsung dan tidak langsung.
GRI mendefinisikan dampak ekonomi langsung sebagai perubahan potensi produktif dari
kegiatan ekonomi yang dapat memengaruhi kesejahteraan komunitas atau para pemangku
kepentingan dan prospek pembangunan jangka panjang. Sedangkan yang dimaksud dengan
dampak ekonomi tidak langsung adalah konsekuensi tambahan yang muncul sebagai akibat
pengaruh lengsung transaksi keuangan dan aliran uang antara organisasi dan para pemangku
kepentingannya.
GRI menyebutkan adanya 3 aspek yang harus dikaji untuk mengukur dampak ekonomi
dan operasi perusahaan. Ketiga aspek tersebut adalah:
6
1) Kinerja ekonomi
Berbagai indikator kinerja ekonomi antara lain mencakup:
(a) Nilai ekonomi yang dihasilkan secara langsung didistribusikan oleh perusahaan
kepada pemegang saham, kreditur, pemerintah maupun komunitas local. Nulai
ekonomi tersebut tercakup penghasilan penjualan, biaya operasi, kompensasi
karyawan, sumbangan dan investasi untuk komunitas, laba ditahan, pembayaran
bunga kepada kreditur dan pembayaran pajak kepada pemerintah.
(b) Implikasi keuangan dan munculnya berbagai resiko keuangan yang diakibatkan oleh
perubahan iklim akan berpengaruh terhadap kesehatan serta masalah penyediaan air
bersih. Selain menimbulkan ancaman munculnya resiko keuangan, perubahan iklim
juga dapat memunculkan peluang bagi perusahaan melalui penggunaan teknologi
baru yang dapat menciptakan kategori permintaan bagu terhadap produk perusahaan.
(c) Cakupan rencana pensiun yang akan diberikan oleh perusahaan kepada para
karyawannya, dimana pada satu sisi perusahaan harus menyediakan dana yang cukup
untuk dapat menutup pembayaran pensiun selama jangka waktu yang panjang tetapi
di sisi lain kebijakan perusahaan untuk memberikan pensiun akan meningkatkan
motivasi karyawan bekerja di perusahaan.
(d) Bantuan keuangan yang signifikan dari pemerintah tempat perusahaan beroperasi.
Indikator ini digunakan untuk membandingkan antara besarnya pajak yang diberikan
oleh perusahaan kepada negara dengan bantuan keuangan yang diberikan oleh negara
di tempat perusahaan beroperasi. Kinerja ekonomi perusahaan dianggap baik bila
terdapat keseimbangan anytara besarnya pajak yang diberikan perusahaan kepada
negara dengan bantuan keuangan yang diperoleh perusahaan dari negara tempat
perusahaan beroperasi (Solihin, 2009: 150)
2) Market Presence.
Indikator-indikator yang termasuk kategori market presence dapat memberikan informasi
mengenai interaksi yang terjadi antara perusahaan dengan pasar yang spesifik. Indikatorindikator tersebut antara lain: ( Solihin, 2009:151-152)
7
(a) Rentang rasio standar upah yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan di level
terendah dengan upah minimum yang berlaku pada suatu daerah di negara tempat
perusahaan
beroperasi.
Relevansinya
didasari
pertimbangan
bahwa
operasi
perusahaan harus dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteran
masyarakat. Hal ini dapat dicapai melalui pemberian upah karyawan level terendah di
perusahaan yang lebih tinggi dibanding upah minimum yang diberlakukan
pemerintah.
(b) Adanya kebijakan, praktik, dan proporsi pengeluaran lebih besar yang akan
digunakan untuk membeli produk dari pemasok lokal. Melalui dukungan yang
diberikan oleh perusahaan terhadap pemasok local dengan melibatkan mereka dalam
rantai pemasok perusahaan.
(c) Adanya prosedur penarikan tenaga kerja lokal dan penetapan proporsi senior
manajemen yang direkrut di wilayah tempat perusahaan beroperasi. Hal ini untuk
meningkatkan human capital dan benefit ekonomi bagi komunitas lokal serta
penggunaan manajer local akan mampu meningkatkan pemahaman perusahaan
terhadap kebutuhan masyarakat setempat ( Solihin, 2009:152)
Menurut Cynthia A. Williams, dalam era globalisasi ekonomi, korporasi akan
dihadapkan persaingan ketat. Fenomena ini menuntut korporasi untuk melakukan
efisiensi setiap proses produksi. Perusahaan-perusahaan negara maju akan berusaha untuk
melakukan offshore ke negara berkembang yang memberikan upah minimym lebih
rendah dibanding negara asalnya (Fajar, 2009:219). Hal ini mengkhawatirkan dan akan
memberikan dampak negatif pada pelaksanaan CSR di bidang ketenagakerjaan. Negara
berkembang
sangat
mengharapkan
investasi
asing
sehingga
pemerintah
akan
mempermudah beberapa regulasi dan kebijakan khususnya terhadap persoalan hak tenaga
kerja agar dapat menarik investor.
Cynthia A. Williams mengingatkan, seharusnya perusahaan tetap memperhatikan
aspek fair competition dengan memberikan upah yang layak bagi tenaga kerja di negar
aberkembang. Persoalannya bahwa selama ini perusahaan asing tetap memberikan upah
yang lebih rendah bagi tenaga kerja di negara berkembang karena dianggap sebagai
8
tenaga kerja unskilled dan semi skilled sehingga tidak bisa disamakan dengan tenaga
kerja di negara maju yang lebih terampil dan terdidik (Fajar, 2009: 220)
3) Indirect Economic Impact.
Indikator-indikator yang tercakup dalam kategori ini mengukur dampak ekonomi yang
dihasilkan dari aktivitas ekonomi dan transaksi. Indikator-indikator untuk mengukur
dampak ekonomi secara tidak langsung adalah:
1) Investasi perusahaan dalam bentuk pembanguanan infrastruktur dan penyediaan
layanan untuk publik baik yang dilakukan secara komersial maupun cuma-cuma.
Melalui pembangunan infrasrtuktur , misalnya jalan, sarana olah raga dan utilitas
umum lainnya akan meningkatkan kegiatan ekonomi lokal yang berpengaruh pada
kesejahteraan masyarakat.
2) Memahami dan menjelaskan signifikansi dampak ekonomi tak langsung serta sampai
sejauh mana dampak tersebut memengaruhi masyarakat Dampak ekonomi tidak
langsung merupakan indikasi penting bagaimana reputasi perusahaan di mata
komunitas lokal dengan melihat sikap komunitas lokal terhadap berbagai infrastruktur
dan layanan yang diberikan perusahaan selama ini (Solihin, 2009: 153)
b. Dampak Lingkungan
GRI menjabarkan dampak operasi perusahaan terhadap lingkungan menjadi 3 struktur
dampak, yaitu dampak yang diakibatkan oleh pemakaian input produksi, output produksi,, yang
diakibatkan oleh perusahaan. Energi, air, dan material merupakan 3 tipe input standar yang
banyak digunakan oleh berbagai jenis perusahaan. Selain ketiga jenis input tersebut, aspek
keanekaragaman hayati (biodiversity) juga memiliki hubungan yang sangat erat dengan input,
sepanjang input itu berasal dari sumber daya alam.
Pada proses konversi dari input menjadi output terdapat erbagai dampak yang dapat
dikategorikan menjadi 3 kategori utama, yakni: emisi, effluents, dan limbah. Sedangkan modus
dari dampak operasi perusahaan terhadap lingkungan mencakup berbagai aspek seperti
transportasi serta produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan yang dapat memberikan dampak
9
lanjutan terhadap lingkungan. Dampak produk dan jasa terhadap lingkungan biasanya
melibatkan pihak lain misalnya konsumsi yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan
melalui konsumsi produk yang tidak ramah lingkungan.
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh operasi perusahaan terhadap lingkungan yang
dinyatakan dalam 3 struktur dampak selanjutnya dijabarkan dalam 9 aspek berikut:
1) Aspek Bahan Baku (materials), yang mencakup berbagai indikator seperti:
(a) Jumlah bahan baku yang digunakan berdasarkan berat dan volumenya
(b) Persentase bahan baku yang dapat didaur ulang kembali menjadi bahan baku setelah
bahan baku tersebut diolah menjadi barang jadi.
2) Aspek Energi, yang mencakup berbagai indikator seperti :
(a) Konsumsi energi langsung berdasarkan sumber energi utama
(b) Konsumsi energi tidak langsung berdasarkan sumber energi utama
(c) Penghematan energi yang dapat dilakukan sebagai akibat konservasi energi dan
penyempurnaan efisiensi energi.
(d) Inisiatif perusahaan untuk menyediakan produk hemat energi atau produk dengan enrgi
terbarukan (renewable energy)
(e) Berapa besar penghematan energi yang terjadi akibat inisiatif-inisiatif tersebut.
3) Aspek air, yang mencakup berbagai indikator seperti:
(a) Jumlah air yang ditarik menurut sumber airnya
(b) Sumber air yang secara signifikan terpengaruh oleh aktivitas penarikan air
(c) Persentase dan total volume air yang dapat didaur ulang serta digunakan kembali
4) Aspek keanekaragaman hayati, yang mencakup berbagai indikator seperti:
(a) Lokasi dan ukuran lahan yang dimiliki, disewa atau dikelola perusahaan yang berdekatan
dengan area yang kaya akan keanekaragaman hayati baik yang diproteksi maupun yang
tidak diproteksi
(b) Uraian dampak signifikan dari aktivitas perusahaan, produk dan jasa yang dihasilkan
terhadap nilai keanekaragaman hayati yang berada di luar wilayah yang dilindungi.
(c) Habitat yang dilindungi atau direstorasi
(d) Strategi yang meliputi tindakan saat ini dan rencana di masa mendatang untuk mengelola
dampak perusahaan terhadap keanekaragaman hayati.
5) Aspek Emisi, effluents dan limbah yang mencakup berbagai indikator seperti:
10
(a) Jumlah emisi green house gas baik lengsung maupun tidak langsung berdasarkan berat
emisi.
(b) Berbagai inisiatif perusahaan untuk mengatasi emisi greenhouse gas serta pengurangan
emisi gas yang telah dicapai perusahaan.
(c) Emisi gas yang dapat menipiskan lapisan ozin berdasarkan berat emisi gas.
(d) Jumlah air yang dibuang didasarkan pada kualitas air dan aliran air
(e) Jumlah berat limbah berdasar tipe dan metode pembuangan limbah.
6) Aspek produk dan jasa, yangmencakup berbagai indikator seperti:
(a) Inisiatif untuk mengurangi dampak buruk produk dan jasa terhadap lingkungan sert
amengukur sejauh mana inisiatif tersebut berpengaruh terhadap pengurangan dampak
buruk.
c. Dampak Sosial
GRI membagi dampak sosial ke dalam 4 kategori, yakni hak asasi manusia, (human
rights), tenaga kerja (labor), masyarakat (society) serta tanggung jawab produk (product
responsibility).
1) Hak asasi manusia. Berbagai indikator untuk mengukur dampak operasi perusahaan
terhadap hal asasi manusia anatara lain:
(a) Persentase dan jumlah investasi yang signifikan dimana didalamnya memuat klausul
tentang hak asasi manusia.
(b) Jumlah jam pelatihan yang diberikan kepada karyawan untuk memahami kebijakan
dan prosedur yang berkaitan dengan hak asasi manusia
(c) Jumlah insiden diskriminasi di tempat kerja serta tindakan yang dilakukan perusahaan
untuk mengatasinya.
(d) Ada tidaknya kebebasan dalam bentuk serikart pekerja untuk melakukan tawar
menawar secara kolektif dalam merumuskan kesepakatan kerja bersama.
2) Tenaga Kerja. Berbagai indikator yang digunakan untuk mengukur dampak operasi
perusahaan terhadap tenaga kerja antara lain:
(a) Jumlah keseluruhan tenaga kerja yang dipekerjakan di perusahaan berdasarkan
kategori pekerja, kontrak, dan wilayah dimana karyawan bekerja.
(b) Benefit yang ditawarkan perusahaan kepada karyawan penuh yang tidak diberikan
kepada karyawan kontrak ataupun paruh waktu.
11
(c) Persentase karyawan yang dilindungi kesepakatan kerja bersama.
(d) Tingkat cidera karena pekerjaan, penyakit akibat kerja, hari-hari yang hilang karena
sakit, tingkat kemangkiran kerja serta ajumlah kecelakaan yang terkait dengan
pekerjaan berdasarkan wilayah kerja.
Secara normatif, di Indonesia telah diatur standar perlindungan tenaga kerja pada
bab X Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang secara rinci
disebutkan pada pasal 67 samapi pasal 101. Secara umum, pasal-pasal tersebut mengatur
mengenai perlindungan bagi tenaga kerja anak, perempuan dan penyandang cacat,
pembatasan waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja serta pengupahan dan
kesejahteraan (Fajar, 2009: 222).
Selain itu, hak pekerja juga diatur dalam Undang-Undang No. 3 tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja pada pasal 1 angka1, yaitu:
“Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja
dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan
yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau
keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit,
hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia”.
Jika dikaitkan dengan konsep CSR sebagai improving the quality of life of
the workforce anf their families, maka peraturan perundang-undangan tentang
tenaga kerja di Indonesia dapat dikatakan telah memenuhi kriteria tersebut.
Walaupun masih terbatas hanya pada kesehatan keluarga pekerja saja dan belum
menyentuh persoalan kebutuhan dasar lainnya seperti pendidikan dan tempat
tinggal yang layak .
3) Masyarakat. Berbagai indikator yang digunakan untuk mengukur dampak operasi perusahaan
terhadap masyarakat antara lain:
(a) Sifat, cakupan dan efektivitas dari berbagai program dan praktek yang dapat
mengukur, mengelola dampak dari operasi perusahaan terhadap masyarakat.
(b) Persentase dan jumlah unit bisnis yang memiliki resiko korupsi.
(c) Persentase jumlah karyawan yang dilatih dalam hal kebijakan dan prosedur
menanggulangi korupsi di dalam organisasi.
(d) Tindakan yang diambil perusahaan terhadap tindakan korupsi.
12
(e) Partisipasi dalam lobi dan perumusan kebijakan publik.
(f) Jumlah nilai uang yang harus dikeluarkan oleh perusahaan karena membayar denda
atau sanksi non-moneter akibat ketidakpatuhan perusahaan terhadap undang-undang
dan peraturan tentang lingkungan hidup yang berlaku di suatu negara.
4) Product Responsibility. Berbagai indikator yang digunakan untuk mengukur dampak operasi
perusahaan yang menghasilkan barang dan jasa terhadap para pemangku kepentingan dan
lingkungan antara lain:
(a) Dampak kesehatan dan keselamatan dari pemakai produk dan jasa yang
diperhitungkan perusahaan sejak produk tersebut masih berada dalam tahap R & D
sampai produk tersebut dibuang oleh konsumen setelah dikonsumsi.
(b) Jumlah kejadian yang berkaitan dengan tuntutan konsumen terhadap dampak
kesehatan dan keselamatan atas konsumsi produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan,
sebagai akibat ketidakpatuhan perusahaan terhadap kesehatan dan keselamatan yang
berlaku.
(c) Jenis informasi yang dibutuhkan oleh konsumen dari suatu produk dan jasa sesuai
dengan prosedur yang berlaku serta presentasi produk dan jasa perusahaan yang telah
memuat informasi sesuai prosedur.
(d) Jumlah kejadian yang berkaitan dengan ketidakpatuhan perusahaan terhadap peraturan
yang berlaku dalam hal penyajian informasi produk dan jasa.
(e) Berbagai praktek yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kepuasan
konsumen, termasuk mengukur kepuasan konsumen.
Operasi perusahaan seringkali menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
sekitar karena ketidaktaatan terhadap hukum. Padahal ketaatan terdapat hukum
merupakan salah satu kategori kewajiban dalam CSR.
Contoh perusahaan yang
memberikan gambaran tentang dampak negatif yang ditimbulkan industri bagi
lingkungan sekitarnya yaitu industri yang bergerak dibidang sablon, masih banyak yang
membuang limbah sisa pewarna sablon mereka ke selokan atau sungai disekitarnya tanpa
memperhatikan dampaknya terhadap kualitas air sungai dan lingkungan hidup.
Berkaitan dengan konsumen, di Indonesia telah ada Undang-Undang No. 8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, terutama pada pasal 4 yang menyebutkan hak
konsumen sebagai berikut: .
13
(a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa.
(b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapakan barangdan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
(c) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa
(d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan.
(e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
(f) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya (Fajar,
2009: 232)
Perlindungan konsumen jika dilihat dari konsep CSR tidak hanya pada persoalan
adanya pelanggaran hukum atau tidak, apalagi bersifat kerugian materiil, tetapi konsep
CSR dalam perlindungan konsumen adalah adanya kewajiban moral untuk memberikan
yang terbaik bagi konsumen.
Dengan demikian, melalui sustainability report yang dilihat dari 3 dampak operasi
perusahaan, CSR sudah seharusnya menjadi strategi bisnis yang inheren dalam perusahaan untuk
menjaga atau meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaaan merek produk (loyalitas)
atau citra perusahaan, bahkan akan menjadi keunggulan kompetitif perusahaan yang sulit untuk
ditiru oleh para pesaingnya. Di sisi lain, dari pihak konsumen, adanya pertumbuhan keinginan
untuk membeli produk berdasarkan kriteria-kriteria berbasis nilai-nilai dan etika akan merubah
perilaku konsumen di masa mendatang. Jika implementasi kebijakan CSR adalah suatu proses
yang terus-menerus dan berkelanjutan maka akan tercipta suatu ekosistem yang menguntungkan
semua pihak (true win win solution), yaitu konsumen mendapatkan produk unggul yang ramah
lingkungan, produsen pun mendapatkan profit yang sesuai yang pada akhirnya akan
dikembalikan ke tangan masyarakat secara langsung.
Pada akhirnya, Sustainability report penting untuk dilaksanakan oleh perusahaan yang
menjalankan CSR karena dengan adanya laporan yang dapat dilihat dari dampak ekonomi,
sosial dan lingkungan tersebut merupakan wujud ketaatan perusahaan terhadap peraturan yang
berlaku
serta
merupakan
wujud
akuntabilitas
perusahaan
terhadap
para
pemangku
14
kepentingannya. Selanjutnya, masyarakat yang akan memberikan sanksi atau penghargaan
kepada perusahaan yang bersangkutan.
3. Simpulan
Penerimaan konsep CSR dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, menimbulkan
dampak terhadap operasi
perusahaan yang
harus dilaporkan oleh perusahaan dalam
sustainability report tahunan . Sustainability report dapat disusun dengan adanya pengeloaan
dampak operasi perusahaan yang terlihat pada 3 tataran dampak, yakni ekonomi, lingkungan dan
sosial. Dampak ekonomi terdiri dari 3 aspek yang dikaji, yaitu aspek kinerja ekonomi, aspek
market presence dan aspek indirect economic impact. Dampak lingkungan terdiri dari 9 aspek,
yaitu aspek bahan baku, aspek energi, aspek air, aspek keanekaragaman hayati, emisi, effluents
dan limbah, aspek produk dan jasa, aspek kepatuhan terhadap hukum, aspek transpor dan aspek
lingkungan menyeluruh. Dampak sosial terdiri dariaspek hak asasi manusia, tenaga kerja,
masyarakat dan tanggung jawab produk. .
Daftar Rujukan
Ambadar, Jackie. 2002. Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Praktek di Indonesia.
Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Fajar, Mukti ND. CSR: Tindakan a Moral Korporasi. Kompas 15 Agustus 2007.
------------------. 2009. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Kottler, Philip and Nancy Lee. 2005. Corporate Social Responsibility : Doing the Most Good
for Your Company and You Cause. New Jersey : John Wiley & Son Inc, Hoboken.
Rasuanto, Bu., 2005. Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas, Dua
Filsafat Politik Modern. Jakarta. Gramedia.
Solihin, Ismail. 2009. Corporate Social Responsibility From Charity to Sustainabilility.Jakarta.
Salemba Empat
http://www.people .hbs.edu/mdessai/D+D_BSR.pdf
http://en. Wikipedia.org/wiki/Community_development
15
http://noanggie.wordpress.com/2008/04/07/penerapan-prinsip-tanggung-jawab-sosialdan....19/03/2009
http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/jatim-kti/lid21262.html
http://www.duniaesai.com/hukum/hukum14.html
www.csrreview-online.com/lihatartikel.php?id=14
http://korantempo.com/korantempo/2007/07/23/Ekonomi_dan_Bisnis
16
Download