I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga (fitoplankton) merupakan organisme tumbuhan yang paling primitif dan berukuran renik yang hidup di wilayah perairan, baik air tawar maupun air laut. Mikroalga merupakan produsen primer di perairan dengan kemampuan fotosintesis layaknya tumbuhan tingkat tinggi yang ada di daratan. Salah satu contoh mikroalga adalah Tetraselmis chuii. Tetraselmis chuii merupakan mikroalga dari golongan alga hijau kelas Prasinophyceae, bersifat motil dan memiliki 4 flagela sama dalam 2 pasang (Kawaroe et al., 2010). Mikroalga ini memiliki kandungan protein (48,42%), karbohidrat (12,10%), lemak (9,70%), dan total klorofil (3,65-19,20 mg/g) (Sani et al., 2014). Kandungan senyawa kimia didalamnya menyebabkan Tetraselmis chuii berpotensi untuk digunakan dalam industri pangan, kosmetik, farmasi, industri bahan bakar, dan sebagai pakan biota laut (Balai Budidaya Laut Lampung, 2002). Klorofil merupakan salah satu senyawa yang terkandung dalam mikroalga Tetraselmis chuii. Klorofil atau zat hijau daun terdapat dalam kloroplas alga dan memiliki peranan yang esensial dalam proses fotosintesis. Fungsi utama klorofil dalam fotosintesis adalah sebagai katalisator dan penyerap energi cahaya (energi kinetik) dalam bentuk foton yang digunakan dalam proses fotosintesis (Riyono, 2007). Tetraselmis chuii mengandung banyak klorofil-a dan klorofil-b didalamnya (Riyono, 2007). Klorofil juga memiliki fungsi untuk menunjang kehidupan manusia karena memiliki struktur kimia dan pH yang serupa dengan hemoglobin dalam darah, sehingga zat ini lebih mudah diserap oleh tubuh manusia dan dapat 1 2 meningkatkan kualitas darah dalam tubuh. Klorofil yang merupakan antioksidan primer dapat mencegah terjadinya penyakit degeneratif (kanker) karena dapat membantu meregenerasi sel dalam tubuh (Mujoriya, 2011). Produksi klorofil oleh alga dipengaruhi oleh kandungan Fe, Mg, dan Na dalam media tumbuh yang digunakan selama kulturisasi (Pujiono, 2013). Media tumbuh mengandung zat-zat yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroalga, salah satu contohnya adalah media Blue-Green 11 (BG-11). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Putra (2014), media BG-11 merupakan media yang terbaik untuk produksi biomassa mikroalga Tetraselmis chuii jika dibandingkan dengan media lainnya (Walne, BBM, MQ, dan Pertanian), dengan kepadatan sel sebesar 1,9 x 106 sel/mL pada hari ke-10 kulturisasi. Konsentrasi Fe dan Mg yang terkandung dalam media BG-11 yang menghasilkan konsentrasi biomassa dan klorofil terbaik adalah 4 g/L (MgSO4.7H2O) dan 24 μM (FeCl3) (Primaryadi, 2015). Selain nutrien yang berasal dari media tumbuh yang digunakan, pertumbuhan mikroalga juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya salinitas dan pH lingkungan (Kawaroe et al., 2010). Salinitas merupakan berat dalam gram dari semua garam anorganik dalam 1 kg air laut jika semua brom dan yodium digantikan dengan khlor dalam jumlah setara; dan semua karbonat digantikan dengan jumlah oksida yang setara (Forch et al., 1902 dalam Millero, 2010). Nilai salinitas dinyatakan dalam g/kg yang umumnya dituliskan dalam ‰ atau ppt (part-per-thousand). Salinitas mempengaruhi tingkat pertumbuhan mikroalga karena mempengaruhi perubahan tingkat metabolisme mikroalga. Tetraselmis chuii dapat tumbuh pada salinitas 15-36‰ (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995), 3 dengan pertumbuhan optimum pada 40‰ dengan intensitas cahaya 4.500 lux dalam media Walne (Ghezelbash et al., 2008). Menurut Buck et al. (2002), pH didefinisikan sebagai aktivitas relatif ion hidrogen dalam suatu larutan. Kadar pH kultur mempengaruhi tingkat fotosintetik mikroalga (Supramaniam et al., 2012), dan kinerja enzim dalam proses metabolisme sel (Isnadina et al., 2013). Tetraselmis sp. umumnya tumbuh pada kisaran pH 7-8 (Balai Budidaya Laut Lampung, 2002). Mikroalga Tetraselmis suecica menghasilkan biomassa dan lemak tertingi pada pH 7,5 dengan biomassa sebesar 320 ± 29.9 mg biomasa L-1 hari-1, dan lemak sebesar 92 ± 13.1 mg lemak L-1 hari-1 (Moheimani, 2013). Densitas sel, kandungan lemak, protein, dan karbohidrat Tetraselmis sp. terbaik dihasilkan pada pH 8,5 (Khatoon et al., 2014). Berdasarkan uraian diatas, dilakukan penelitian untuk menentukan salinitas dan pH awal yang optimum untuk menghasilkan konsentrasi biomassa dan klorofil tertinggi dari mikroalga Tetraselmis chuii, sehingga hasil dari penelitian ini dapat digunakan dalam industri pangan, kosmetik, dan farmasi sebagai suplemen makanan, campuran dalam produk kosmetik, dan obat-obatan berbahan dasar klorofil. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, masalah yang dapat dirumuskan adalah berapakah salinitas dan pH awal pada media BG-11 yang optimum sehingga dapat menghasilkan konsentrasi biomassa dan klorofil Tetraselmis chuii tertinggi? 4 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan salinitas dan pH awal pada media BG-11 yang optimum sehingga dapat menghasilkan konsentrasi biomassa dan klorofil Tetraselmis chuii tertinggi. 1.4 Hipotesis Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat salinitas dan pH awal pada media BG-11 yang optimum untuk menghasilkan konsentrasi biomassa dan klorofil Tetraselmis chuii tertinggi. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai salinitas dan pH awal pada media BG-11 yang optimum untuk menghasilkan konsentrasi biomassa dan klorofil Tetraselmis chuii tertinggi.