analisis penentuan harga jual energi listrik berdasarkan struktur

advertisement
ANALISIS PENENTUAN HARGA JUAL ENERGI LISTRIK
BERDASARKAN STRUKTUR BIAYA PLTU (STUDI KASUS PADA PLTU
BATUBARA KAPASITAS 3.400 MEGA WATT)
Rika Trizalda, Mafrizal Heppy
Akuntansi, Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia
[email protected]
Abstrak
Kompetisi persaingan antar perusahaan pembangkit listrik terutama pembangkit dengan bahan bakar murah yaitu
batubara menjadikan alasan pembangkit listrik untuk selalu andal menyuplai energi listrik. Hal tersebut tak luput dari
biaya yang mendasarinya. Tujuan dalam skripsi ini adalah menganalisis struktur biaya dalam penentuan harga
dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dalam merumuskannya. Hasil analisis menggambarkan penentuan
struktur biaya baik dari besaran finansial dan besaran teknis seperti faktor kesiapan pembangkit menjadi penentu
harga energi yang selanjutnya akan digunakan dalam perhitungan pendapatan perusahaan. Dan dalam merebut pasar,
perusahaan perlu memonitor harga Rp/kWh bahan bakar secara periodik karena ini menjadi daya saing perusahaan
untuk dibeli kemampuannya oleh single buyer.
Pricing Decision Analysis on Electricity Sales Price Based on Cost Structure of Coal Power
Plant (Case Study on Coal Power Plant with Capacity 3.400 Mega Watt)
Abstract
Competition among power plant, especially plants with low fuel, like coal power plants makes the reason to always
reliable for suppling energy. It did not escape from the underlying costs. The purpose on this essay is to analyze the
structure of costs in pricing by using qualitative research methods in formulating it. Results illustrate both the cost
structure determination of the amount of financial and technical scale such as equivalent availability factors
determine energy prices which will be used in the calculation of the company's revenue. And in winning the market,
companies need to monitor the price fuel Rp/kWh periodically due to the competitiveness of the enterprises ability to
be purchased by a single buyer.
Key words : Power plant, cost structure, single buyer
1. Pendahuluan
Pentingnya kebutuhan akan energi listrik dalam kehidupan masyarakat tercermin dari
semakin meningkatnya jumlah pelanggan energi listrik yang mencapai 10% per tahun. Salah
satunya dapat terlihat pada data Statistik PLN 2011 tergambar bahwa pertumbuhan jumlah
pelanggan naik sebesar 8,15% di 2011 dibandingkan tahun sebelumnya 2010 dan nilai ini sudah
mencakup pelanggan dari berbagai kelompok pelanggan yaitu rumah tangga, industri, bisnis,
1
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
sosial, gedung kantor pemerintahan dan penerangan jalan umum. Ditambah dengan masih
terdapatnya daftar tunggu pelanggan untuk mendapatkan energi listrik sebesar 1,2 Juta daftar
tunggu yang di tahun 2012 telah dipenuhi aliran listrik ke pelanggan dalam program “go grass”
PT PLN.
Dengan melihat demand yang tinggi dari masyarakat akan keberadaan energi listrik dan
juga fenomena aktual bahwa demand masyarakat terhadap konsumsi listrik tak sejalan dengan
jumlah mesin pembangkit yang ada. Maka hal ini menjadi sebuah tantangan dan peluang usaha
bagi perusahaan pembangkit listrik dalam kinerjanya.
Kompetisi persaingan diantara perusahaan pembangkit listrik terutama pembangkit
dengan bahan bakar murah yaitu batubara menjadikan alasan pembangkit listrik untuk selalu
andal menyuplai energi listrik di sistem yang ada. Kondisi lain dalam Rencana Umum
Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) juga menggambarkan kebutuhan energi primer untuk
pembangkit tenaga listrik dirancang dengan menggunakan energi yang termurah (least cost) dan
ini menjadikan pemakaian batubara masih dominan dan sebagai pemikul beban dasar (base load)
di masa mendatang. Dan dengan kondisi tersebut sangat memungkinkan untuk Pusat Listrik
Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara untuk tetap beroperasi dalam menyuplai energi
listrik
PLTU merupakan salah satu jenis pembangkit yang sangat menguntungkan untuk
digunakan pada sistem tenaga listrik yang sudah relatif besar dan tersambung dalam sistem
interkoneksi seperti di pulau Jawa ini. Dengan kepadatan penduduk di pulau Jawa yang tinggi
dan kegiatan industri yang banyak jika dibandingkan dengan pulau lainnya. Pada PLTU dengan
bahan bakar batubara, menjadi sangat penting memasuki pasar ini dan membuat harga yang
kompetitif, dikarenakan antara lain :
1. PLTU dengan bahan bakar batubara termasuk kedalam golongan bahan bakar dengan biaya
rendah, jika dibandingkan dengan pemakaian bahan bakar minyak. Sehingga akan sering
dibutuhkan oleh sistem interkoneksi terkait jenis bahan bakar yang digunakannya.
2. PLTU batubara sebagai pemikul beban dasar (base load) dalam kelistrikan Jawa-Bali.
3. Efisiensi mesin dengan PLTU batubara lebih baik sehingga dengan bahan bakar sekian dapat
menghasilkan energi listrik yang banyak.
2
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
4. Pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) tahun 20112020, bahwa Pembangkit dengan bahan bakar batubara dimasa depan akan dijadikan tulang
punggung pembangkitan.
Dengan beberapa alasan tersebut diatas, maka memungkin sekali untuk PLTU Batubara
Kapasitas 3.400 MW untuk dibutuhkan dalam sistem interkoneksi Jawa-Bali dan kesiapan mesin
pembangkitnya diandalkan dalam mensupport kebutuhan sistem. Hal ini menjadi sangat menarik
pula jika dilihat dari perspektif keuangan yaitu penentuan harga jual yang murah dan diminati
oleh pelanggan hingga struktur permodalan perusahaan pembangkit listrik dalam pengembalian
investasi mesin pembangkit listrik yang dimilikinya serta prospek kedepan untuk memperluas
permodalannya untuk investasi di pembangkit listrik baru.
Rumusan masalah yang akan ditelaah dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana
penentuan harga (pricing decision) energi listrik, apakah proses penentuan harga (pricing
decision) sudah tepat, dan faktor teknis apa saja yang mempengaruhi penentuan harga (pricing
decision). Dan penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk menganalisis penentuan harga (pricing
decision) energi listrik, evaluasi kebijakan penentuan harga (pricing decision) dan faktor teknis
yang mempengaruhi penentuan harga (pricing decision). Dan untuk mencapai tujuan penelitian
tersebut, penulis melakukan studi kasus pada PLTU Batubara Kapasitas 3.400 MW. Penelitian ini
didasarkan pada kondisi aktual yang dihadapi.
2. Tinjauan Teoritis
Biaya adalah hal utama yang menjadi fokus utama dalam penentuan harga suatu produk,
karena harga dapat menutupi biaya pokok produksi yang terjadi. Hal ini tak lepas dari konsep
akuntansi biaya. Menurut Horngren (2011) menyatakan bahwa salah satu manfaat akuntansi
biaya adalah sebagai pemasok informasi dasar untuk menentukan harga jual produk barang dan
jasa dan juga sebagai tolak ukur pengelolaan biaya sehingga mampu mengukur biaya dengan
cukup akurat.
Dalam penentuan harga, dalam teori cost accounting oleh Horngren (2011) terbagi
menjadi 2 yaitu : Short-Run Pricing Decision yaitu penentuan harga dengan kurun waktu
dibawah satu tahun dan termasuk dalam penentuan harga “one time only special order” dengan
tidak ada pengaruh pada harga jangka panjang dan juga penentuan harga pada pasar yang
3
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
kompetitif terhadap product mix dan volume output dan Long-Run Pricing Decision
yaitu
strategi penentuan harga yang didisain untuk membangun hubungan jangka panjang dengan
pembeli pada harga yang stabil dan predictable prices. Dalam long-run pricing decision, terdapat
dua pendekatan yang dapat dipilih yaitu : Market-based yaitu penentuan harga dimulai dari harga
jual yang diinginkan sesuai daya saing produk berdasarkan kemampuan pelanggan, pesaing dan
kekuatan perusahaan dan Cost-based yaitu penentuan harga yang dimulai dari identifikasi biaya
untuk memproduksi (bahan baku, upah dan peralatan) produk.
Dalam penentuan biaya sebagai komponen penentuan harga jual, terdapat dua biaya yang
mempengaruhinya yaitu : biaya Variabel dan biaya Fixed (biaya tetap). Dalam penentuan biaya
tetap (fixed cost) terutama untuk perusahaan manufaktur akan menjadi terlihat tidak mudah. Hal
ini dikarenakan perlunya penentuan biaya berdasarkan numerator (fixed budget) dan denominator
(pengukuran berdasarkan kapasitas). Menurut Horngren (2011) terdapat 4 (empat) jenis teori
dalam menentukan tingkat kapasitas yang dapat digunakan dalam operasi perusahaan :
Theoretical Capacity dengan tingkat kapasitas yang digunakan dalam perencanaan operasi
berdasarkan mampu produksi maksimal real dalam suatu kurun waktu dan tidak
memperhitungkan hambatan yang mungkin terjadi, Practical Capacity dengan penentuan total
kapasitas yang digunakan berdasarkan kemampuan instrumen mesin yang digunakan dan
memperhatikan pula jadwal waktu pemeliharaan, kondisi mesin mati saat masa liburan, dan
lainnya, Normal Capacity Utilization yang penentuan kapasitas yang didasarkan pada rata-rata
kebutuhan pelanggan dalam satu waktu dan juga didasarkan pada data historis, musim dan siklus,
dan Master-Budget Capacity Utilization dengan memanfaatkan tingkat kapasitas berdasarkan
harapan manajemen untuk periode budget untuk durasi yang singkat, biasa dalam kurun waktu
satu tahun.
Dengan struktur biaya dalam penentuan harga jual, akan mempengaruhi secara langsung
pada total pendapatan yang akan diterima perusahaan atas penjualan barang/jasa yang
dilakukannya. Secara umum, pendapatan memiliki formulasi seperti dibawah ini yaitu :
Pendapatan = (P1 x Q1) + (P2 x Q2) + ... (Pn x Qn)
(2.1)
Berdasarkan formulasi pendapatan diatas, bahwa pendapatan didapat dari jumlah rupiah dari
harga jual (P) per satuan kali kuantitas (Q) terjual.
4
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
Perhitungan pendapatan seperti dijelaskan diatas, berbeda dengan perhitungan pendapatan
pada perusahaan jasa seperti perusahaan pembangkit listrik karena beberapa hal pengukuran yang
berbeda yang dapat tergambar pada tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Perbandingan Perusahaan Pembangkit Listrik
dan Perusahaan pada Umumnya
Perusahaan Pembangkit Listrik
Perusahaan pada Umumnya
Produk Intangible
Produk Tangible
Produk tidak bisa disimpan dan harus
Produk dapat disimpan dan dapat menjadi
disalurkan saat itu juga
inventory
Kondisi pasar dimana terdapat single buyer dan
multy seller
Perhitungan pendapatan berdasarkan kapasitas
yang dapat tersedia dan produk yang dihasilkan
(Rp/harga komponen dan Rp/kwh energi)
Kondisi pasar multy buyer dan multy seller
Perhitungan pendapatan berdasarkan produk
yang terjual dengan harga Rp/produk
Sumber : PT XYZ, telah diolah kembali
3. Metode Penelitian
Dalam melakukan analisis terhadap penelitian, penulis memilih case study yaitu study
dimana penulis/peneliti menganalisis secara kontekstual yang berhubungan dengan situasi serupa
di organisasi perusahaan Penulis mengkhususkan pada data kualitatif yaitu data struktur biaya
dan perencanaan alokasi biaya. Setelah diketahui alokasi biaya perusahaan maka dapat
diformulasikan untuk membuat struktur biaya sebagai dasar penentuan harga jual energi listrik.
Dan akan dianalisis lebih lanjut dengan penambahan data kualitatif yang terkait.
Teknik pengumpulan data diantaranya : wawancara, menghimpun data primer dan
mengolahnya untuk dilakukan analisis terhadap tujuan penelitian pada PLTU Batubara Kapasitas
3.400 MW, dan studi kepustakaan. Data primer merupakan data yang langsung didapat langsung
oleh penulis tanpa perantara. Yaitu data yang didapat langsung dari perusahaan. Sedangkan data
sekunder yaitu data yang didapat oleh perantaraan dalam artian data yang didapat sudah diolah
sebelumnya. Contohnya : proyeksi laba/rugi. dan data faktor kesiapan pembangkit.
5
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
4. Hasil Penelitian
4.1 Penentuan Harga (Pricing Decision) Energi Listrik
Dalam penentuan harga per komponen, berikut langkah dalam penentuan harga yang
dimaksud yaitu
1.
Penentuan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP), didalamnya salah satunya
terdapat informasi tentang pengalokasian biaya yang perlu di maintenance dengan baik
sehingga aktual biaya tidak melebihi dari rencana anggaran yang telah direncanakan.
Berikut contoh RKAP perusahaan.
Tabel 4.1 Proyeksi Laba (Rugi) PT XYZ
Sumber : PT XYZ, telah diolah kembali
6
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
2.
Dari data proyeksi L/R diatas, dapat dibuat perencanaan atas harga komponen pembangkit
listrik, yaitu sebagai berikut :
a. Harga Komponen A
!"#$" !"#$. ! (
!"
(!"#$# !"#$%&%'(# + !"#$% !"#$%&%# + !"#$%&)
!"ℎ!") = !"
(!"# ! !"# !"#$%&")
Dengan menggunakan data Rencana Kinerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun
selanjutnya, maka :
1. Total Biaya komp. A =
Rp2.181.977.023 + Rp59.608.701 +
Rp1.491.130.898
= Rp3.732.716.622.
Nilai tersebut diatas masih belum dibreakdown per jenis pembangkit, maka jika
perhitungan secara kasar untuk mendapatkan nilai komp. A contohnya untuk PLTU Unit
1-4 dan 5-7 dapat mengalikannya dengan total daya mampu netto pembangkit tersebut
dibandingkan dengan total daya mampu netto perusahaan.
Maka, Total biaya komp. A PLTU sebagai berikut :
a. Unit 1-4
= Rp3.732.716.622 x (1.486MW/8.500 MW)
= Rp652.566.694
b. Unit 5-7
= Rp. 3.732.716.622 x (1.725MW/8.500MW)
= Rp 757.521.902
2. DMN (Daya Mampu Netto) yang digunakan adalah daya mampu pembangkit yang siap
disalurkan ke sistem interkoneksi, untuk PLTU kapasitas 3.400 MW total DMN yang
digunakan adalah ± 3.211 MW (PLTU Unit 1-4 = 1.486 MW dan PLTU Unit 5-7 = 1.725
MW)
3. Faktor Kesiapan/EAF deklarasi tahunan dapat ditentukan dengan melihat kemampuan
siap dari mesin pembangkit tersebut. Jika siap tanpa ada jadwal pemeliharaan maka bisa
dianggap EAF nya adalah 100%, tetapi aktual dilapangan dengan menggunakan teori
practical capacity,yaitu penentuan total kapasitas yang digunakan berdasarkan
kemampuan instrumen mesin yang digunakan dan memperhatikan pula jadwal waktu
pemeliharaan, kondisi mesin mati saat masa liburan, dan lainnya. Dan perlunya
mengevaluasi juga terhadap pencapaian faktor kesiapan/EAF tahun sebelumnya,
sehingga kehilangan pendapatan atas faktor kesiapan/EAF dapat diminimalisir.
7
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
Asumsikan saja nilai faktor kesiapan tersebut adalah 89% untuk PLTU Unit 1-4 dan 90%
untuk Unit 5-7.
4. Maka, harga Komp. A PLTU sebagai berikut :
a. Unit 1-4 untuk tahun 200X
= Rp652.566.694 / (1.486 MWx89%)
= 390.837 Rp/kW-tahun
b. Unit 5-7 untuk tahun 200X
= Rp757.521.902/ (1.725 MW* 90%)
= 487.937 Rp/kW-tahun
Nilai tersebut lah yang akan dijadikan sebagai pengali dalam tagihan pendapatan
komponen A/harga komponen A untuk PLTU Unit 1-4 dan 5-7. Harga Komponen A ini
berbeda untuk setiap jenis pembangkit.
b. Harga Komponen B
!"#$" !"#$. ! (
!"
!"
!"ℎ!") = (!"#$# !"#"$%!!"!!#!!"#$# !"#.!!"#$# !"#"$%&%'%()
(!"# ! !"# !"#$%&")
Dengan menggunakan data RKAP tahun selanjutnya, maka :
1. Total Biaya komp. B
= Rp1.851.554.521 + Rp246.931.417 +
Rp308.363.963
= Rp2.906.849.901
Maka, Total biaya komp. B PLTU sebagai berikut ;
a. Unit 1-4
= Rp2.906.849.901 x (1.486 MW/8.500 MW)
= Rp508.185.759
b. Unit 5-7
= Rp2.906.849.901 x (1.725 MW/8.500 MW)
= Rp589.919.539
2. Total DMN dan EAF, diasumsikan sama dengan penentuan pada harga komponen A
untuk PLTU Unit 1-4 dan 5-7. Dan ketika realisasi pada tahun sebelumya terjadi
penyerapan biaya asuransi terutama dikarenakan kemampuan pembangkit yang turun
drastis akibat internal mesin tersebut, maka perencanaan tahun selanjutnya perlu menjadi
evaluasi dalam biaya asuransi ini.
3. Maka, harga Komp. B PLTU sebagai berikut :
a. Unit 1-4 untuk tahun 200X = Rp508.185.759 / (1.486 MWx89%)
= 304.364 Rp/kW-tahun
b. Unit 5-7 untuk tahun 200X = Rp. 589.919.539 / (1.725 MW* 90%)
8
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
= 379.980 Rp/kW-tahun
Nilai tersebut lah yang akan dijadikan sebagai pengali dalam tagihan pendapatan
komponen B/harga komponen B untuk PLTU Unit 1-4 dan 5-7. Harga Komponen B ini
berbeda untuk setiap jenis pembangkit.
c. Harga Komponen C
!"#$" !"#$. ! (
!"
!"#$%#$"
) = ℎ!"#! !ℎ! !"#"$ !"!"#$%&'( ! !"ℎ
!"#$" !"#$%
Untuk perhitungan pendapatan atas biaya bahan bakar/Komponen C memiliki
perhitungan tersendiri, yang mana aktualnya disesuaikan dengan pemakaian volume bahan
bakar pada saat periode bulan operasi dan sama halnya dengan Harga satuan bahan bakar
aktual yang digunakan, nilai yang dapat di support dari Bagian Keuangan perusahaan di
dapatkan harga satuan bahan bakar yang telah tertimbang pada periode bulan operasi.
Realisasi Rp/kWh pada bulan operasi yang bulan berlalu dijadikan sebagai komparasi
antara pembangkit dengan bahan bakar yang sama untuk memberikan harga yang lebih
murah dari pesaing dan menjadi referensi bagi pihak penjual dalam membeli output yang
dihasilkan mesin pembangkit.
Tabel 4.2 Perhitungan Biaya Komponen C
Sumber : PT XYZ, telah diolah kembali
9
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
Dari tabel diatas, terlihat dengan jelas komparasi Rp/kWh antara PLTU XYZ
(diasumsikan Rp/kWh PLTU 1-4 dan 5-7 adalah sama) dengan PLTU Pesaing dan nilai
Rp/kWh yang menjadi historical data yang dipegang oleh pembeli ketika ingin membeli
output dari mesin pembangkit yang kita miliki. Dan dapat ditarik kesimpulan, untuk
komponen C ini sangat dipengaruhi oleh efisiensi volume konsumsi bahan bakar dan kualitas
bahan bakar yang digunakan.
d. Harga Komponen D
!"#$" !"#$. ! (
!"
!"#$# !"#$%& !"#$%&' + !"#"$ + !"#
) = !"ℎ
!"#$%& !"#$ !"#$%&'"('$%
Dengan menggunakan RKAP tahun 200X, maka :
Harga Komp. D = Rp. 92.173.968.000 / 40.431.757.000 KWh
= Rp. 2,28/kWh
Untuk PLTU Unit 1-4 dengan total daya mampu 1.486 MW dan unit 5-7 dengan total daya
mampu 1.725 MW serta total daya mampu perusahaan sebesar 8.500 MW, maka harga
Komp. D untuk PLTU sebagai berikut :
a. Unit 1-4 untuk tahun 200x
= 2,28 Rp/kWh x (1.486 / 8500 MW)
= 0,39 Rp/kWh
b. Unit 5-7 untuk tahun 200x
= 2,28 Rp/kWh x (1.725/8500 MW)
= 0,46 Rp/kWh
Maka, harga jual beli tenaga listrik untuk PLTU khususnya pada unit 1-4 dan 5-7 dalam
analisis ini berlaku harga perkomponen biaya (harga tidak single price seperti produk
dagang pada umumnya) seperti dibawah ini :
a) PLTU Unit 1-4, harga jual sebagai berikut :
1. Harga komponen A
= 390.837 Rp/kW-tahun
2. Harga komponen B
= 304.364 Rp/kW-tahun
3. Harga komponen C
= 348 Rp/kWh
4. Harga komponen D
= 0,39 Rp/kWh
10
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
b) PLTU Unit 5-7, harga jual sebagai berikut :
1. Harga komponen A
= 487.937 Rp/kW-tahun
2. Harga komponen B
= 379.980 Rp/kW-tahun
3. Harga komponen C
= 348 Rp/kWh
4. Harga komponen D
= 0,46 Rp/kWh
4.2 Evaluasi Kebijakan Penentuan Harga (Pricing Decision)
Tabel 4.3 Struktur Biaya Komponen A 200X
Struktur Biaya Kapital
Entitas
Pembangkit
Daya
Bunga
Mampu
Penyusutan
Pinjaman
Margin
Netto (MW)
(Ribu Rp)
Foreign
(Ribu Rp)
Total
(Ribu Rp)
(Ribu Rp)
PLTU 1-4
1.486
446.454.595
0
366.820.830
813.275.425
PLTU 5-7
1.725
507.207.704
8.435.838
462.242.951
977.886.492
Total
3.211
953.662.298
8.435.838
829.063.781
1.791.161.917
Sumber : PT XYZ, telah diolah kembali
Contoh Kalkulasi perhitungan harga komponen A untuk PLTU 5-7, yang memiliki pengembalian
biaya kapital dengan foreign currency :
Tabel 4.4 Perhitungan Pendapatan atas Harga Komponen A
Item
Biaya Komp.A
Cara Perhitungan
Cara Perhitungan Rekomendasi
Perusahaan
Biaya = 977.886.492
Biaya Total = 977.886.492 (ribu Rp)
(ribu Rp.)
Biaya Lokal = 969.451.655 (ribu Rp)
Biaya Foreign = 8.435.838 (ribu Rp)
Sumber : PT XYZ, telah diolah kembali
11
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
Lanjutan Tabel 4.4 Perhitungan Pendapatan atas Harga Komponen A
Cara Perhitungan
Item
Faktor
Cara Perhitungan Rekomendasi
Perusahaan
Kesiapan
/EAF (Asumsi)
Daya
Mampu
EAF = 92 %
EAF = 92 %
= 1.725 MW
1.725 MW = 1.725.000 kW
Netto (DMN)
= 1.725.000 kW
Total DMN*EAF
1.587.000 Kw
1.587.000 kW
Total Harga
=Rp977.866.492/ 1.587.000
a. Total Harga = 616.186 Rp/kW-Tahun
Komp. A
=616.186 Rp/kW-Tahun
b. Harga Komp. A Lokal =
(Rp507.207.704+Rp462.242.951)/
Rp977.866.492) x Total Harga =
610.870 Rp/kW-Tahun
c. Harga Komp. A Foreign
=(Rp8.435.838/Rp.977.866.492) x Total
Harga = 5.316 Rp/kW-Tahun
Contoh Perhitungan Pendapatan, jika faktor kesiapan pada bulan-n = 92%, kurs awal 9.000/USD
dan kurs bulan ke-n 9.250/USD
Total Pendapatan
= DMN x Harga Komp.A x
a. Total Pendapatan A Lokal = DMN x
Komp. A bulan
(Total hari perbulan/total hari
Harga Komp.A Lokal x (total hari
ke-n
tahun) x EAF
perbulan/total hari tahun) x EAF =
= 1.725.000 kW x
1.725.000 kW x 610.870 Rp/kW x
616.186Rp/kW x (31/366) x
(31/366) x 0,92 = Rp82.111.940.724
0,92
b. Total Pendapatan A Foreign = DMN x
= Rp82.826.451.593
Harga Komp.A Foreign x (total hari
perbulan/total hari tahun) x EAF x (kurs
bulan
ke-n/kurs
1.725.000
kW
awal
x
5.316
kontrak)
=
Rp/kW
x
(31/366) x 0,92 x (9.250/9.000) =
Rp734.358.392
c.
Total pendapatan komp. A = Total
pendapatan A lokal + Total Pendapatan
A Foreign
= Rp82.846.299.117
12
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
Jadi, dalam hal struktur biaya ini PLTU Batubara kapasitas 3.400 MW terdapat
selisih pendapatan yang mungkin dapat diterima yaitu ±20 juta. Nilai ini baru selisih
pendapatan dalam 1 bulan dan jika diakumulasi dalam periode tahun maka selisih
pendapatan yang mungkin dapat diterima yaitu ±240 juta. Dan hal ini menjadi nilai yang
cukup signifikan ketika dimana PLTU Batubara ini bernaung yaitu PT XYZ memiliki
pembangkit lain yang memiliki struktur biaya dengan biaya pinjaman yang lokal dan foreign
sebanyak 4 pembangkit dan selisih pendapatan yang mungkin dapat diterima adalah sebesar
± 1 Milyar setiap tahunnya. Selisih pendapatan ini akan menjadi meningkat lagi apabila ada
struktur biaya selain Komponen A yang memiliki struktur biaya dengan proporsi nilai lokal
dan foreign.
4.3 Faktor Teknis yang Mempengaruhi Penentuan Harga (Pricing Decision)
Tabel 4.5 Faktor Terkait Penentuan Harga
Pricing / Harga
Per Komponen
Faktor Terkait
Target Perusahaan
1. Kapasitas
2. Faktor
A
Kesiapan
Menyediakan Kapasitas pembangkit.
(EAF)
(DMN x EAF)
3. Biaya
Lokal/Foreign
1. Kapasitas
2. Faktor
B
Menjaga ketersediaan Kapasitas.
Kesiapan
Mengoperasikan unit pembangkit sesuai
(EAF)
permintaan pembeli dalam batas-batas
3. Biaya
ketentuan teknis mesin
Lokal/Foreign
C
D
(DMN x EAF)
Energi yang
1. Menjamin tingkat efisiensi mesin.
dihasilkan
2. Menjamin ketersediaan bahan bakar
1. Menjamin tingkat efisiensi mesin.
Energi yang
2. Menjamin ketersediaan bahan-bahan lain
dihasilkan
untuk produksi (pelumas, kimia)
Sumber : PT XYZ
13
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
5. Pembahasan
Pendekatan yang digunakan dalam penentuan harga untuk jangka panjang dalam
perusahaan pembangkit tenaga listrik adalah pendekatan berdasarkan biaya (cost based) dan
bukan market based. Hal ini dikarenakan penentuan harga jangka panjang untuk perusahaan
pembangkit listrik adalah dimulai dengan mengidentifikasi atas biaya yang digunakan dalam
memproduksi energi dan memperhitungan nilai margin/profit yang diharapkan. Dan setiap
pengembalian atas biaya tersebut, ditentukan dalam bentuk biaya per komponen yang disebut
biaya komponen ABCD yang perlu ditentukan harga per komponenenya nanti. Berikut penentuan
harga yang didasarkan pada biaya yang digunakan (cost based) yaitu :
a.
Komponen Biaya Tetap (Fixed Cost), berdasarkan kapasitas
1. Komponen A (Capital Cost Recovery)
Merupakan pengembalian atas biaya kapital/modal yang ditanamkan dalam pembangunan
pusat pembangkit, dimana terdiri dari :
a. Biaya Penyusutan
b. Bunga Pinjaman (Buang Pinjaman Rp dan US$)
c. Margin (Ekuitas x ROE)
!"#$" !"#$. ! (
!"
(!"!"! !"#$%&%'(# + !"#$% !"#$%&%# + !"#$%&)
!"ℎ!") = !"
(!"# ! !"# !"#$%&")
2. Komponen B (Fixed Cost Operation and Maintenance / O&M)
Merupakan biaya yang harus dibayarkan/dikeluarkan dengan tidak melihat apakah unit
pembangkit tersebut beroperasi menghasilkan produksi energi/tidak, terdiri dari :
a. Biaya Pemeliharaan
b. Biaya Administrasi dan Asuransi
c. Biaya Kepegawaian
!"#$" !"#$. ! (
!"
(!"#$# !"#"$%ℎ!"!!# + !"#$# !"#. +!"#$# !"#"$%&%'%()
!"ℎ!") = !"
(!"# ! !"# !"#$%&")
14
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
b.
Komponen Biaya Variabel (Variable Cost), berdasarkan energi
1. Komponen C
Merupakan penggantian atas biaya bahan bakar yang digunakan dalam memproduksi
energi listrik. Harga dan perlakuan untuk energi primer/bahan bakar yang digunakan
oleh pembangkit berbeda satu sama lain bergantung pada kesepakatan Heat Rate-nya dan
besaran Heat Rate ini adalah hasil dari pengujian.
!"#$" !"#$. ! (
!"
!"#$%#$"
) = ℎ!"#! !ℎ! !"#"$ !"#!$%&'() ! !"ℎ
!"#$" !"#$%
Penjelasan dari formulasi diatas sebagai berikut :
a. Heatrate (satuan : kcal/kwh) yaitu nilai efisiensi mesin dalam menghasilkan energi
listrik.
b. Nilai kalor bahan bakar (satuan : kcal/kg, tergantung bahan bakar yang digunakan)
yang mempengaruhi kualitas bahan bakar, dimana semakin besar nilai kalor akan
semakin baik.
2. Komponen D
Merupakan penggantian atas biaya O&M variabel yaitu seperti pelumas/oli, bahan kimia,
dan air pendingin. Semakin sering dan berat kerja si pembangkit, semakin dibutuhkan
pula pelumas dan juga sebaliknya.
!"#$" !"#$. ! (
!"
!"#$# !"#$%& !"#$%&' + !"#"$ + !"#
) = !"ℎ
!"#$%& !"#$ !"#$%&'"('$%
Setelah mengetahui proses penentuan harga per komponen pada tahun yang akan datang
dengan perhitungan yang telah menjadi formulasi yang dilakukan perusahaan, perlu menjadi
perhatian manajemen pula tentang apakah telah benar penentuan harga yang ditetapkan dan
apakah harga tersebut telah meng-cover seluruh biaya yang menjadi fixed cost perusahaan, seperti
yang dijelaskan dalam tabel 4.4.
Dan faktor terkait yang memacu penulis untuk menganalisis pendapatan selanjutnya
adalah faktor teknis yaitu faktor kesiapan/EAF. Dalam menganalisis ini dapat diketahui bahwa
15
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
PLTU Batubara menggunakan practical capacity atas penentuan kapasitas kesiapannya, dimana
kapasitas kesiapannya telah dikurangi dengan jadwal pemeliharaan mesin pembangkit dan jam
tidak mampu mesin. Berikut dapat dijabarkan tentang penentuan kesiapan pembangkit yang
menggunakan practical capacity :
Gambar 4.1 Kondisi Kesiapan Equivalent Pembangkit
Sumber : Prosedur Tetap Deklarasi Kesiapan dan Indeks Kinerja Pembangkit,
PT PLN P3B JB, 2010
Dalam menentukan practical capacity yang menggambarkan aktual kondisi mesin
pembangkit listrik seperti gambar diatas adalah dengan menggunakan formulasi Equivalent
Availability Factor (EAF), yaitu faktor kesiapan ekivalen dimana memiliki persamaan yaitu :
!"# =
AH − EFDH + EPDH + EMDH + EFDHRS
X 100%
PH
Dimana,
AH
= Availability hours, adalah jumlah jam unit pembangkit siap dioperasikan yaitu
jumlah Service Hours (SH) + Reserve Shutdown
Condensing Hours,
16
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
(RSH) + Synchronous
EFDH
= Equivalent Force Derating Hours, adalah perkalian antara jumlah jam unit
pembangkit derating/kondisi pembangkit saat turun beban secara paksa dengan
besar penurunan beban dibagi DMN (Daya Mampu Netto)
EPDH
= Equivalent Planned Derating Hours, adalah perkalian antara jumlah jam unit
Pembangkit derating terencana termasuk perpanjangannya dan besar penurunan
derating dibagi dengan DMN.
EFDHRS
= Equivalent Force Derating Hours During Reserve Shutdown, adalah perkalian
antara jumlah jam unit Pembangkit forced derating selama Standby dan besar
penurunan derating dibagi dengan DMN.
PH
=
Period Hour, total jumlah jam dalam suatu periode tertentu yang sedang
diamati selama unit dalam status Aktif. Faktor kesiapan/ EAF sangat memiliki peran yaitu ;
1.
Sebagai salah satu faktor penentu dalam menentukan harga komponen A dan B yang berlaku
secara tahunan
2.
Dalam kurun waktu satu bulan, EAF tahunan akan dipertajam dalam EAF bulanan dan ini
sangat signifikan berpengaruh dalam pendapatan komponen A dan B yang secara umum
dapat dikatakan sebagai pendapatan fixed karena biaya pada komponen A dan B merupakan
fixed cost yang harus ditanggung perusahaan pembangkit.
Pendapatan Komponen terkait faktor kesiapan/EAF :
a.
Pembayaran Komponen A untuk Pengembalian Biaya Investasi
Komp. A = DMN x Hkap x EAFaktual, untuk EAFaktual ≤ EAFdeclare
atau
A = DMN x Hkap x [ EAFdeclare + 0,5*(EAFaktual- EAFdeclare) ], untuk EAFaktual >
EAFdeclare
Dimana:
1. DMN = Daya Mampu Netto (kW) adalah kapasitas pembangkit yang dapat disediakan
2. Hkap = Harga / tarif kapasitas untuk pengembalian atas biaya modal (Rp/kW-tahun)
3. EAFaktual = Equivalent Availability Factor aktual bulan transaksi
= 1- ((kWh outage + kWh derating) / (DMN x jam periode transaksi)
17
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
4. EAFdeclare = Equivalent Availability Factor yang di-declare/direncanakan pada bulan
transaksi (contoh format faktor kesiapan Pembangkit pada lampiran 1)
b.
Pembayaran Komponen B Untuk Pengembalian Biaya Tetap Operation and Maintenance
(O&M)
Komp. B = DMN x Hfix x EAFaktual, untuk EAFaktual ≤ EAFdeclare
atau
B = DMN x Hfix x EAFdeclare, untuk EAFaktual > EAFdeclare
Dimana,
1. DMN = Daya Mampu Netto (kW) adalah kapasitas pembangkit yang dapat disediakan
2. Hfix = Harga / tarif O&M Fix untuk pengembalian atas biaya tetap O&M
(Rp/kW-tahun)
3. EAFaktual = Equivalent Availability Factor aktual bulan transaksi
= 1- ((kWh outage + kWh derating) / (DMN x jam periode transaksi)
4. EAFdeclare = Equivalent Availability Factor yang di-declare/direncanakan pada bulan
transaksi
6. Kesimpulan
Analisis yang penulis lakukan atas pembahasan penentuan harga jual (pricing decision)
khususnya pada PLTU Kapasitas 3.400 MW dengan tujuan diawal penelitian adalah untuk
menganalisis penentuan harga, mengevaluasi kebijakan penentuan harga dan faktor teknis yang
mempengaruhi penentuan harga, maka diakhir analisis ini penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Dalam perusahaan pembangkit listrik, bahwa penentuan harga/pricing decision atas produk
yang dihasilkan terbentuk tidak seperti produk output pada umumnya yaitu Rp/produk tetapi
terbentuk harga Rp/komponen biaya dalam hal ini yaitu Rp/komponen ABCD. Khusus untuk
harga Rp/kWh pada komponen C atas pengembalian biaya bahan bakar, perlu menjadi
evaluasi tersendiri. Hal ini dikarenakan semakin murah Rp/kWh bahan bakar yang dimiliki
mesin pembangkit maka besar kemungkinan dipilih oleh pembeli dibandingkan dengan
pembangkit pesaing. Untuk itu kontrak pembelian atas bahan bakar dengan kualitas prima
menjadi kunci utama.
2. Struktur biaya yang digunakan dalam penentuan harga produk hingga digunakan dalam
formulasi perhitungan pendapatan dapat dijadikan bahan evaluasi tersendiri bagi perusahaan.
18
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
Terutama ketika struktur biaya tersebut menjadi potensi terhadap kurangnya pendapatan
perusahaan yang seharusnya tidak dialami. Dalam analisis ini terjadi potensi kehilangan
pendapatan ketika biaya bunga peminjaman dalam struktur biaya komponen A yang berasal
dari lokal dan foreign tidak dipisahkan dalam formulasi perhitungan pendapatan.
3. Penentuan harga/pricing decision pada perusahaan pembangkit juga tak luput dari indikator
teknis yang mempengaruhinya yaitu faktor kesiapan / EAF (Equivalent Availability Factor).
Nilai faktor kesiapan ini menjadi kunci pendapatan terutama atas penentuan harga untuk
komponen A dan B karean harga pendapatan ini disesuaikan berdasarkan atas kapasitas yang
dinyatakan siap oleh pembangkit. Sedangkan pengaruh pada komponen C dan D tidak terlalu
signifikan. Dan analisis terhadap kehilangan pendapatan yang terjadi atas perencanaan faktor
kesiapan / EAF pembangkit perlu menjadi perhatian lagi terkait aktual dilapangan
menggunakan practical capacity. Memungkinkan saja jadwal atas pemeliharaan mesin
pembangkit belum dipertajam dengan maksimal.
7. Saran
Penelitan studi kasus ini memiliki keterbatasan dalam pelaksanaannya dan dengan
keterbatasan tersebut penulis dapat memberikan saran untuk penelitian selanjutnya yaitu :
1.
Analisis yang dilakukan penulis terbatas pada PLTU dengan berbagai pertimbangan analisis
yang melatarbelakanginya, pada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan
penelitian terhadap pusat listrik yang lainnya seperti PLTGU, PLTG, PLTD, PLTP, dan
PLTA.
2.
Data penelitian dalam analisis ini terbatas pada perusahaan yang dianalisis dan kebutuhan
data pesaing dalam pasar yang sama masih terlihat belum banyak disajikan karena jenis
perusahaan dalam pasar tersebut masih banyak yang belum terdaftar pada Bursa Efek
Indonesia (BEI), untuk itu diharapkan penelitian selanjutnya dapat lebih menyajikan data
pesaing dalam pasar yang sama dan terdaftar pada BEI sehingga data yang diperoleh lebih
kaya untuk dianalisis.
19
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
8. Daftar Referensi
Horngren, Charles T., Datar, Srikant M., & Rajan. Madhav V. 2011. Cost Accounting (14th ed). Pearson.
Isrochmani. 1982. Perencanaan Biaya Operasi PLTU Sehubungan Dengan Keandalan Pembangkitan Tenaga Listrik
yang Optimal (Studi Kasus di PLTU Muara Karang). Skripsi.
Komite Manajemen Ketenagalistrikan Jawa-Bali. 2009. Aturan Transaksi Grid- Code.
Matsukawa, Isamu. 2007. The effect of average revenue regulation on electricity transmission investmen and
pricing. Journal of Energy Economics.
Nusyirwan. 2010. Manajemen Pembangkit Tenaga Listrik. ISTN.
PLN P3BJB. 2010. Prosedur Tetap Deklarasi Kesiapan dan Indeks Kinerja Pembangkit.
PLN P3BJB. 2009. Aturan Transaksi Sistem Jawa-Bali.
Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN). 2005. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) Tahun 2011-2020. 2011. PT PLN (Persero)
Sekaran, Uma. 5th Edition. Research Methods for Business.
Statistik PLN 2011
Statistik PLN P3B JB 2011
Undang-undang No. 30 Tahun 2009
Weigt, Hannes. 2008. Price formation and market power in ther German Wholesale Electricity Market in 2006.
Journal Energy Policy
20
Analisis penentuan…, Rika Trizalda, FE UI, 2013
Download