11 Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Terjemahan Dalam sub bab ini

advertisement
Bab 2
Landasan Teori
2.1 Teori Terjemahan
Dalam sub bab ini akan membahas mengenai teori yang berhubungan dengan
terjemahan.
2.1.1 Pengertian Terjemahan
Menurut Larson (1989:3) yang dimaksud dengan menerjemahkan itu, adalah:
Menerjemahkan berarti:
1. mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi, dan konteks
budaya dari teks bahasa sumber,
2. menganalisis bahasa sumber untuk menemukan maknanya,
3. mengungkapkan kembali makna yang sama itu dengan menggunakan
leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran dan
konteks budayanya.
Proses itu dapat didiagramkan sebagai berikut:
Bagan 2.1
Bagan Penerjemahan
BAHASA SASARAN
BAHASA SUMBER
Teks yang akan
diterjemahkan
Terjemahan
Pengungkapan
kembali maknanya
Penafsiran makna
MAKNA
11
Catford dalam Hoed (1992:4) mendefinisikan penerjemahan adalah sebagai berikut:
The replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual
material in other language.
Penggantian unsur teks dalam satu bahasa (BSu) dengan unsur teks yang sepadan
ke dalam bahasa lain (BSa).
Pengertian penerjemahan menurut Hoed (1992:4), adalah:
Penerjemahan adalah suatu kegiatan mengalihkan amanat dari satu bahasa, yaitu
bahasa sumber (disingkat BSu) ke dalam bahasa lain yaitu bahasa sasaran (disingkat
BSa). Dengan demikian, dalam penerjemahan selalu terlibat dua bahasa. Bila suatu
teks tertulis dalam BSu, akan disebut teks sumber (disingkat TSu), dan bila suatu
teks tertulis dalam BSa, akan disebut teks sasaran (disingkat TSa).
Simatupang (2000:2) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menerjemahkan itu,
adalah sebagai berikut:
Menerjemahkan adalah mengalihkan makna yang terdapat dalam bahasa sumber ke
dalam bahasa sasaran dan mewujudkannya kembali ke dalam bahasa sasaran dan
mewujudkannya kembali di dalam bahasa sasaran dengan bentuk-bentuk yang
sewajar mungkin menurut aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa sasaran.
2.1.2 Jenis-jenis Terjemahan
Larson (1989) membagi terjemahan menjadi menjadi dua jenis, yaitu form-based
translation atau penerjemahan berdasarkan bentuk dan meaning-based translation atau
penerjemahan berdasarkan makna. Form-based translation adalah penerjemahan yang
berdasarkan bentuk berusaha untuk mengikuti bentuk bahasa sumber, dan dikenal
dengan istilah literal translation atau penerjemahan secara harafiah. Sedangkan
meaning-based translation adalah penerjemahan yanng berdasarkan makna berusaha
menyampaikan makna teks bahasa sumber dengan bentuk bahasa sasaran yang wajar.
Penerjemahan seperti ini biasa disebut idiomatic translation atau penerjemahan
idiomatis.
12
Nida dan Taber dalam Simatupang (2000:39) membagi terjemahan ke dalam
terjemahan yang harafiah dan yang dinamis. Terjemahan yang dinamis pada Nida dan
Taber dapat disepadankan dengan terjemahan yang berdasarkan makna pada Larson.
2.2 Teori yang Berhubungan Dengan Informasi Implisit dan Eksplisit
Dalam Sub bab ini penulis akan membahas mengenai teori yang berhubungan dengan
informasi implisit dan eksplisit menurut Larson (1989:38-45).
2.2.1 Informasi Implisit dan Eksplisit
Informasi implisit adalah informasi yang tidak mempunyai bentuk, tetapi merupakan
bagian dari keseluruhan komunikasi yang dimaksud oleh penulisnya. Sebaliknya
informasi eksplisit adalah informasi yang diungkapkan secara jelas dengan struktur
leksikal dan bentuk gramatikal.
Dalam komunikasi biasanya ada beberapa informasi yang dihilangkan, karena orang
yang disapa sudah tahu fakta itu. Seperti yang dikemukakan Larson (1989:40), jika
seseorang berbicara atau menulis, jumlah informasi yang dimasukkan dalam teks itu
tergantung pada jumlah informasi yang telah dikenal oleh pembicara (penulis) dan orang
yang disapanya. Misalnya, penyiar berita di Amerika Serikat akan membuat kalimat
seperti ini, “Rancangan pajak Reagan disahkan di Senat hari ini.” Jika penyiar itu
mengatakan, “Rancangan pajak yang diajukan Presiden Amerika Serikat, Ronald
Reagan, disahkan dalam Senat Amerika Serikat hari ini,” orang akan segera berhenti
mendengarkan penyiar itu, karena penyiar itu menghabiskan waktu menyiarkan berita
yang sudah mereka ketahui.
Dalam setiap teks ada informasi atau makna yang implisit. Informasi atau makna
tertentu dibiarkan implisit karena karena struktur bahasa sumbernya; informasi atau
13
makna itu sudah tercakup di bagian lain dalam teks itu; atau karena informasi itu sudah
dikenal dalam situasi komunikasi itu.
2.2.2 Makna Referensial Implisit
Biasanya makna diartikan sebagai sesuatu yang dirujuk oleh kata atau kalimat,
misalnya kata apel merujuk ke buah yang dihasilkan oleh pohon tertentu. Orang
mengetahui makna apel karena mereka telah melihat apel dan belajar menyebutnya apel.
Makna ini disebut makna referensial (makna rujukan atau makna acuan), karena kata itu
merujuk langsung ke benda, kejadian, atribut, atau relasi tertentu yang dapat dilihat atau
dibayangkan.
Semua bahasa mempunyai bentuk gramatikal yang mutlak dipunyai, tetapi bentuk ini
dalam tiap bahasa berbeda-beda. Misalnya dalam bahasa Inggris, nomina tunggal atau
jamak harus selalu dibuat eksplisit. Orang tidak dapat mengatakan, I saw dog walking
down street, melainkan I saw some dogs walking down the street , atau I saw a dog
walking down the street. Dalam bahasa Inggris, jumlah harus dibuat eksplisit, tetapi
dalam kebanyakan bahasa, misalnya bahasa Indonesia, jumlah dapat dibiarkan implisit.
Kita dapat mengatakan Saya melihat anjing berjalan, dan tidak tahu berapa anjing yang
sedang berjalan itu.
Makna referensial yang implist dan yang eksplisit tergantung pada bahasa itu sendiri.
Oleh karena hal ini berbeda-beda untuk tiap bahasa, dalam penerjemahan diperlukan
banyak penyesuaian.
14
2.2.3 Informasi Implisit dan Makna Linguistis
Makna referensial disusun dalam struktur semantis. Butir-butir informasinya dikemas
atau disatukan dan diungkapkan dalam pelbagai kombinasi. Sewaktu butir-butir
kombinasi ini dikemas ke dalam satuan yang makin besar, didapatkan makna konteks
linguistis, yang harus dipertimbangkan dalam terjemahan. Misalnya, jika kata apel sudah
di rujuk dalam teks itu, dan kemudian kata itu dirujuk lagi, maka kenyataan bahwa apel
itu adalah apel yang sama merupakan bagian makna konteks linguistis. Informasi
tertentu dapat merupakan informasi lama (yang sudah disebutkan sebelumnya), atau
informasi baru. Informasi bisa berupa topik (apa yang sedang dibicarakan) wacana itu,
atau sebutan tentang topik. Informasi tertentu lebih merupakan inti amanat, yaitu lebih
penting atau lebih prominen. Makna konteks linguistislah yang yang menggabungkan
informasi referensial ke dalam teks yang utuh (koheren). Makna konteks linguistis
ditandai oleh deiktik, pengulangan, pengelompokan, dan banyak ciri lain dalam struktur
gramatikal sebuah teks.
Kedua proposisi Nani mengupas apel dan Nani makan apel mencakup NANI sebagai
pelaku, dan APEL sebagai penderita. NANI dan APEL dirujuk dua kali (makna
referensial), tetapi untuk membentuk struktur gramatikal yang benar, kita juga harus
tahu apakah makna konteks linguistis itu mencakup hanya satu NANI dan hanya satu
APEL, atau ada dua NANI, atau dua APEL. Jika hanya ada satu NANI dan satu APEL,
maka struktur lahirnya adalah NANI mengupas apel, dan kemudian dia memakannya.
Sesudah diberikan proposisi pertama, NANI dan APEL menjadi informasi lama dan
karenanya digunakan bentuk pronominal. Akan tetapi jika ada dua NANI yang diacu dan
hanya satu APEL, maka bentuk gramatikanya harus ditunjukkan, misalnya dengan Nani
15
mengupas apel, dan kemudian Nani yang lain memakannya. Setiap bahasa mempunyai
cara untuk menandai makna konteks linguistis, tetapi cara ini mungkin berbeda-beda.
Dalam banyak bahasa, membiarkan informasi implisit merupakan salah satu ciri yang
digunakan untuk menandai makna konteks linguistis. Bagian informasi yang terdapat
dalam struktur semantis dibiarkan implisit dalam gramatikalnya untuk menunjukkan
informasi lama, untuk menambah keutuhan (kohesi), dan dalam kasus tertentu, bahkan
untuk menandai tema atau fokus.
Dalam bahasa Ibrani, kisah penciptaan dalam Kejadian:1 menggunakan nama Allah
secara eksplisit sebanyak tiga puluh dua kali karena Allah merupakan pelaku dari
kebanyakan tindakan yang diberikan. Akan tetapi, dalam bahasa lain, kata Allah hanya
disebut sekali saja di permulaan terjemahan, dan dibiarkan implisit di seluruh cerita
selanjutnya. Bahasa tertentu mempergunakan pronomina untuk mempertahankan
sebagian maknanya, dan bahasa lain hanya menggunakan afiks verba yang menyatakan
persona ketiga. Informasi tertentu ini dibiarkan implisit dalam kalimat-kalimat teks itu
untuk menambah keutuhan cerita itu. Tidak ada informasi yang hilang; informasi itu
hanya dibiarkan implisit. Dalam menerjemahkan bahasa Ibrani ke dalam bahasa
Aguaruna, misalnya, Allah dibuat eksplisit hanya pada permulaan teks itu, ketika
pelakunya merupakan informasi baru. Selanjutnya, karena kata itu menjadi informasi
lama, kata itu tidak akan diulang lagi secara eksplisit. Jika kata itu diulang lagi, maka
pembaca Aguaruna akan bingung sekali dan menyangka ada banyak Allah, dan bukan
satu Allah, yang terlibat dalam karya penciptaan.
16
2.2.4 Makna Situasional Implisit
Selain makna referensial dan makna konteks linguistis, ada juga makna situasional
yang sangat penting untuk mengerti teks apa saja. Amanat teks dihasilkan dalam suatu
situasi komunikasi. Misalnya, hubungan antara penulis atau pembaca dengan orang yang
disapa akan mempengaruhi komunikasi itu. Makna situasional ditentukan oleh tempat
komunikasi itu berlangsung; waktu berlangsungnya; umur; jenis kelamin; status sosial;
hubungan antara pembicara dan pendengarnya; praanggapan yang dibawa masingmasing pihak ke dalam komunikasi itu; latar belakang budaya pembicara dan orang yang
disapanya, dan lain-lain.
Misalnya orang yang sama dapat diacu dengan pelbagai unsur leksikal. Seorang yang
bernama Achmad Sanjaya dapat dipanggil Achmad, Pak Achmad, Profesor Sanjaya, dan
lain-lain. Tergantung pada situasinya. Pemilihannya mengandung makna situasional;
artinya dapat menunjukkan apakah situasi itu formal atau tidak formal. Seorang teman
yang mengacunya sebagai Achmad sewaktu menyalaminya di pagi hari mungkin
memanggilnya Pak Achmad, ketika memperkenalkannya di seminar universitas. Bentuk
leksikal yang berbeda dipilih untuk menunjukkan makna situasional.
Informasi yang dibiarkan implisit ketika berbicara kepada seseorang mungkin dibuat
eksplisit ketika berbicara kepada orang lain. Seorang istri mungkin berkata kepada
suaminya, “Parto sakit.” Dalam melaporkan informasi yang sama kepada dokternya, ia
akan mengatakan, “Anak saya Parto sakit” atau “Anak saya sakit.” Informasi anak saya
tidak diperlukan untuk menandakan Parto ketika berbicara kepada suaminya yang tahu
benar siapa Parto itu.
Sering dalam percakapan ada banyak hal dalam situasi itu yang memungkinkan
pendengarnya mengerti persis apa yang dimaksudkan tanpa memerlukan banyak kata17
kata. Misalnya, dalam bahasa Inggris, seorang ibu yang melihat anaknya hampir
memasukkan tangannya ke api akan berteriak, “No!” Si anak mengerti amanat itu,
“Jangan masukkan tanganmu ke api!”. Semua informasi itu hanya dinyatakan dengan
satu kata “No,” karena situasi itu. Dalam situasi lain, makna kata “No” mungkin sangat
berbeda, seperti jika digunakan untuk menjawab pertanyaan, “Apakah kamu pergi ke
kota kemarin?” Informasi yang tersirat dalam jawaban itu tidak ditemukan dalam situasi
itu, tetapi dalam konteks linguistisnya, yaitu dalam pertanyaan yang telah ditanyakan.
Orang yang membaca cerita tentang suatu kejadian dalam kebudayaan lain mungkin
tidak mengerti cerita itu sama sekali, karena begitu banyak informasinya yang dibiarkan
implisit. Misalnya Richards, yang bekerja dengan para penutur bahasa Waura, Brasilia,
bermaksud menerjemahkan salah satu cerita mereka ke dalam bahasa Portugis. Akan
tetapi, ia merasa sangat sulit karena teks itu sendiri tidak menyebutkan pelbagai
partisipan dalam cerita itu. Penutur cerita itu tidak membuat informasi ini eksplisit
karena setiap orang dalam kebudayaan itu tahu siapa melakukan apa pada festival yang
diperikannya. Struktur bahasanya tidak mengharuskan informasi ini dimasukkan, dan
karena kebudayaan yang umum telah memberikan informasi itu kepada khalayaknya,
informasi itu dibiarkan implisit. Akan tetapi, terjemahan ke dalam bahasa Portugis
memerlukan informasi yang eksplisit sehingga cerita itu dapat dimengerti. Agar dapat
mengetahui makna teks itu secara memadai, orang harus tahu latar situasi dari
komunikasi itu.
Jika seseorang menulis, John made the Queen’s list, ia menganggap pembacanya
sudah tahu bahwa yang dimaksud adalah ‘Ratu Inggris’. Akan tetapi, untuk khalayak
yang tidak mengetahui fakta ini dan tidak pernah mendengar tentang Ratu itu, apalagi
daftarnya, maka informasi tersirat itu harus ditambahkan. Informasi itu tidak absen,
18
tetapi tersirat, dan merupakan bagian situasi komunikasi. Terjemahan itu harus begitu
eksplisit, misalnya dengan menyatakan, John made the Queen England’s yearly Honors
list. Informasi implisit hanya boleh dibuat eksplisit jika diperlukan untuk menyampaikan
makna yang tepat, atau untuk mendapatkan kewajaran bentuk dalam terjemahan.
Kadang-kadang informasi itu harus dibuat eksplisit karena penulis bahasa sumber dan
khalayaknya memiliki informasi yang tidak dikenal oleh khalayak bahasa sasaran.
2.3 Teori Komponen Makna
Satuan terkecil dalam struktur semantis ialah komponen makna, yang mengelompok
untuk membentuk konsep (Larson, 1989:30). Secara semantis komponen makna dan
konsep dibagi menjadi empat kelompok utama, yaitu BENDA, KEJADIAN, ATRIBUT,
dan RELASI. BENDA mencakup semua makhluk bernyawa (baik dalam dunia nyata
maupun dalam dunia gaib, misalnya anak, roh, malaikat); dan semua satuan tidak
bernyawa, misalnya batu, galaksi, darah. KEJADIAN mencakup semua perbuatan,
perubahan keadaan (proses) dan pengalaman, misalnya makan, minum, pikir, teriak.
ATRIBUT mencakup semua sifat kualitas dan kuantitas yang dianggap berasal dari
BENDA atau KEJADIAN, misalnya panjang, tebal, empuk, kasar, dengan perlahanlahan, tiba-tiba, sedikit, semua. Dan yang terakhir RELASI mencakup semua hubungan
antara dua buah satuan semantis, misalnya dengan, oleh, karena, sejak, dan, karena itu,
sesudah, atau.
Pada umumnya nomina dan pronominal dari gramatika merujuk ke BENDA dalam
struktur semantik; verba dari gramatika ke KEJADIAN, adjektiva dan adverbial dari
gramatika ke ATRIBUT; konjungsi, preposisi, partikel, enklitik dan lain-lain ke
RELASI.
19
2.4 Teori yang Berhubungan Dengan Bentuk Perintah Bahasa Jepang (Meireikei)
Menurut Masuoka (1993:12), kata kerja dalam bahasa Jepang adalah:
動詞の基本的な性格は、単独で述語の働きをし、文中での働きの違いに応
じて活用することである。
Karakter dasar dari kata kerja dalam bahasa Jepang menggambarkan aktivitas yang
bisa berdiri sendiri dan memberikan reaksi terhadap berbagai aktivitas yang
dituntut dalam kalimat.
Kata kerja dalam bahasa Jepang dapat mengalami perubahan bentuk. Perubahan
bentuk kata kerja (konjugasi) itu dalam bahasa Jepang disebut 「活用」Katsuyou.
Perubahan kata kerja yang dimaksud adalah sebagai berikut (Masuoka, 1993:16):
Tabel 2.1
Tabel Perubahan Bentuk kata Kerja
基本系語尾
基本形
‘u/ru’
命令形
‘e/ro’
意志形
‘oo/yoo’
基本条件形
タ系語尾
タ形 ‘ta’ (‘da’)
‘eba/reba’
基本連用形(連用形) ‘i/zero’
タ系条件形 ‘tara’ (‘dara’)
タ系連用形(テ形、タリ形)
‘te’ (‘de’), ‘tari’ (‘dari’)
Sumber: Kiso no Nihongo Bunpou Kaiteiban (1993:16)
20
Tabel 2.2
Tabel Terjemahan Perubahan Bentuk kata Kerja
Ketentuan gobi (morfem terikat yang
dapat berubah) dasar
Bentuk “dasar” ‘u/ru’
Bentuk “perintah” ‘e/ro’
Bentuk “niat” ‘oo/yoo’
Bentuk “syarat” dasar ‘eba/reba’
Bentuk “konjugasi” dasar ‘i/zero’
Ketentuan bentuk ‘ta’
Bentuk “ta”
‘ta’ (‘da’)
Ketentuan bentuk syarat ‘ta’ ‘tara’ (‘dara’)
Ketentuan “bentuk konjugasi ta” dasar
‘te’ (‘de’), ‘tari’ (‘dari’)
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat penjabaran perubahan kata kerja
menjadi bentuk perintah (meireikei) sebagai berikut:
Tabel 2.3
Tabel Perubahan Kata Kerja Kelompok I Menjadi Bentuk Perintah (Meireikei)
ます形 (bentuk masu)
I
命令形 (bentuk perintah)
かきます
kakimasu
かけ
kake
およぎます
oyogimasu
およげ
oyoge
のみます
nomimasu
のめ
nome
あそびます
asobimasu
あそべ
asobe
すわります
suwarimasu
すわれ
suware
いいます
iimasu
いえ
ie
たちます
tachimasu
たて
tate
だします
dashimasu
だせ
dase
21
Sumber: Minna no Nihongo Shokyu II (2002: 62)
Tabel 2.4
Tabel Perubahan Kata Kerja Kelompok II Menjadi Bentuk Perintah (Meireikei)
II
ます形 (bentuk masu)
命令形 (bentuk perintah)
さげます
sagemasu
さげろ
sagero
でます
demasu
でろ
dero
みます
mimasu
みろ
miro
おります
orimasu
おりろ
oriro
Sumber: Minna no Nihongo Shokyu II (2002: 62)
Tabel 2.5
Tabel Perubahan Kata Kerja Kelompok III Menjadi Bentuk Perintah (Meireikei)
III
ます形 (bentuk masu)
命令形 (bentuk perintah)
きます
kikimasu
こい
koi
します
shimasu
しろ
shiro
Sumber: Minna no Nihongo Shokyu II (2002:62)
Masuoka (1993:118) mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan ungkapan
perintah itu adalah:
22
命令は、相手に動作を強制する場合のムードである。命令が成立するた
めには、「強制される動作の内容」(命令内容)の提示と、その動作を
強制しているという話し手の意志の表明が必要である。命令表現は、し
たがって、成立すべき動作と、意志の表明を何らかの形で表したものと
考えることができる。
Perintah adalah modus dalam keadaan memaksa lawan bicara untuk bergerak.
Sebuah bentuk perintah diperlukan satu tindak tutur yang berdasar pada niat
penutur dalam menguatkan isi pernyataan yang membuat si petutur melakukan
perintah penutur. Ungkapan perintah merupakan suatu bentuk tindak tutur yang
menerangkan niat serta aktivitas dari niat tersebut yang harus dilakukan.
Pengertian modus menurut Chaer (2007:258) adalah sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan modus adalah pengungkapan atau penggambaran suasana
psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembicara atau sikap pembicara tentang
apa yang diucapkannya.
Menurut Masuoka (1993:118) pembentukan ungkapan perintah adalah sebagai
berikut:
命令の形式には明治的なものと悲明示的なものがある。明示的な命令の
形式とは、命令専用の形式のことであり、動詞の命令形、「動詞連用形
+『なさい』」、動詞のテ形が使われる。命令形が最も強い命令で、
「連用形+『なさい』」、テ形の順に強制の意味あいが弱まり、テ形は
イントネーションによっては依頼に近くなる。終助詞の「よ」を伴うこ
とも多い。
例
1.早く来い。早く来いよ。
2.早く来なさい。早く来なさいよ。
3.早く来て。早く来てよ。
Bentuk ungkapan perintah ada yang menunjukkan secara jelas, ada juga yang
tidak. Bentuk tindak tutur perintah secara jelas menggunakan bentuk khusus
ungkapan perintah, kata kerja bentuk perintah, [bentuk konjugasi + ”nasai”], dan
kata kerja bentuk ’te’. Tindak tutur perintah yang paling kuat
unsur ”perintahnya” menggunakan [bentuk konjugasi + ”nasai”]. Sedangkan
23
konjugasi bentuk ’te’ kekuatan ”perintahnya” kurang. Konjugasi ”te”
berdasarkan intonasinya mendekati bentuk ”permohonan”. Banyak juga yang
menggunakan akhiran ”yo”.
Contoh:
1. Hayaku koi. Hayaku koi yo.
2. Hayaku kinasai. Hayaku kinasai yo.
3. Hayaku kite. Hayaku kite yo.
24
Download