TINJAUAN YURIDIS URGENSI DIPERLUKAN PENGATURAN UNTUK PENERBITAN MTN (MEDIUM TERM NOTES) DAN PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG MTN DI INDONESIA Bimo Adi Prabowo dan Wenny Setiawati Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 164242 E-mail : [email protected] Abstrak Dalam skripsi ini dibahas mengenai MTN (Medium Term Notes) sebagai alternatif pembiayaan bagi perusahaan yang menyimpan masalah dari penerbitan dari produk MTN yang diterbitkan di Indonesia dengan belum adanya pengaturan yang baku sebagai acuan untuk penerbitan MTN, perlindungan bagi investor pemegang MTN. Tidak diwajibkannya izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk penerbitannya, menyebabkan peningkatan emisi surat utang yang tidak butuh izin efektif menjadi masalah. MTN tidak diwajibkan adanya pemeringkatan, jaminan untuk pelunasan bunga dan utang pokok dan kurangnya keterbukaan informasi baik perusahaan penerbit MTN, MTN yang diterbitkan, serta pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Sebagai produk investasi yang belum memiliki pengaturan membuat risiko untuk mengalami kerugian bagi investor, menjadi tinggi dan tidak ada kepercayaan dari investor terhadap MTN tersebut. Maka diperlukan suatu pengaturan baik dari segi MTN sebagai produk investasi, sebagai surat berharga berupa efek bersifat utang dan pengawasan dari otoritas yang berwenang untuk mengawasi penerbitan MTN, agar terdapat suatu kepastian hukum dalam penerbitan MTN serta perlindungan terhadap investor calon pemegang MTN. JURIDICAL REVIEW REGARDING THE URGENCY OF THE NEED FOR A REGULATION ON THE ISSUANCE OF MTN (MEDIUM TERM NOTES) AND ON THE PROTECTION OF THE HOLDERS OF MTN. Abstract This thesis discussed regarding MTN (Medium Term Notes) as an alternative financing for companies still produce some problems for issuance of the MTN which published in Indonesia. The things which important to look out for are the regulations or provisions of the issuance of this notes as a investment product does not yet exist as a reference for the issuance of MTN, then the issuance does not need any registration or permit from the financial services authority (OJK). MTN as debt securities still does not need any obligation for rating for the need of the issuance, then in the practice these days MTN is not warranted, lack of publicity about the information about the issuer, the MTN product and the parties involved in the mechanism of the issuance. MTN with all the problems its has, could increase the risks and suffer losses for investors and there is no trust of the investors on MTN which to be issued. Regulations or rules about MTN are indeed needed, both in terms of MTN as investment products, MTN as a form of securities which are debt securities and the provisions of the authorities to authorized and supervise the issuance of MTN in order as a reference for the company or issuer for issuing MTN as well as the protection of the potential holders of MTN investors, so that there is a legal certainty in issuance the MTN as well as protection for the holders of MTN. Keyword : Medium Term NotesI (MTN); Protection of the MTN investors; Provisions of MTN; Regulations of MTN. Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 Pendahuluan Modal senantiasa menjadi persoalan mendasar bagi dunia bisnis, apalagi dalam menghadapi persaingan yang semakin tajam dalam era globalisasi ekonomi.1 Peranan modal dalam menjalankan suatu usaha menjadi alat yang menjamin kelangsungan hidup dari suatu perusahaan dan menentukan seberapa besar sebuah perusahaan itu dan bonafiditasnya. Oleh karena itu, kini banyak pelaku usaha yang mencoba untuk mencari pinjaman modal melalui berbagai cara untuk menjalankan usahanya. Salah satu cara yang paling mudah dan konvensional dalam mencari modal adalah melalui pinjaman kredit perbankan. Namun semenjak krisis ekonomi pertengahan 1997, sistem perbankan sebagai sumber dana pembiayaan semakin kurang bisa diandalkan.2 Pasar keuangan yang terdiri dari pasar modal dan pasar uang mengalami perkembangan begitu cepat dengan perkembangan instrumen bervariasi membuat sektor swasta telah banyak mengalihkan pencarian modalnya melalui pasar tersebut daripada mencari melalui kredit perbankan. Walaupun dibayangi dengan adanya risiko yang lebih tinggi dalam melakukan investasi, hal tersebut tidak menyurutkan niat investor untuk menanamkan modalnya. Prospek keuntungan yang lebih besar memacu pebisnis baik dari segi individu hingga korporasi untuk berinvestasi di dalam financial market(pasar keuangan).3 Perkembangan pasar keuangan yang signifikan di dunia ikut merambah juga ke Indonesia. Saat ini telah begitu banyak instrumen efek yang dapat diperjualbelikan. Beragamnya jenis efek tersebut disebabkan karena kebutuhan akan efek yang beragam, baik dari segi waktu jatuh tempo maupun dari sisi jaminan atas efek tersebut (untuk efek bersifat utang), oleh penerbit maupun investor sangatlah penting. Efek yang bersifat utang (debt securities) kini semakin banyak diincar oleh investor karena berbeda dengan efek yang bersifat ekuitas tidak memberikan kepastian akan suatu jumlah keuntungan atau pengembalian pada suatu waktu yang telah ditentukan. Efek yang bersifat utang memberikan kepada pihak yang melakukan penyertaan dalam bentuk efek utang suatu jumlah keuntungan atau penghasilan yang pasti pada suatu waktu tertentu. Hal ini yang menyebabkan 1 I Putu Gede Ary Suta, Menuju Pasar Modal Modern, (Jakarta : Yayasan SAD Satria Bhakti, 2000), 2 Ibid. hal. 285. 3 Financial market merupakan pengertian yang lebih luas dari pada pasar modal , dimana pasar modal dan pasar uang merupakan bagian dari financial market. Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 penyertaaan dalam bentuk utang seringkali disebut juga dengan efek dengan penghasilan tetap (fix income securities).4 Penerbitan surat utang perusahaan, seperti obligasi (bonds) dan Medium Term Notes, memungkinkan sebuah perusahaan untuk mendapat modal dengan cara mudah. Selain hal itu, masih banyak lagi keuntungan yang dapat diperoleh oleh pencari modal jika mengeluarkan instrumen utang tersebut seperti penerbitan yang lebih mudah dan fleksibel dibandingkan melakukan prosedur pinjaman di bank dan juga tingkat suku bunga biasa dibuat lebih menguntungkan bagi perusahaan dibandingkan tingkat suku bunga pinjaman dari bank yang cenderung meningkat.5 Efek bersifat utang yang kini juga mulai banyak dilirik dan diminati oleh investor adalah Medium Term Notes (MTN. Prospek penerbitan MTN atau surat utang dengan tenor menengah semakin bagus di tengah ketidakstabilan kondisi pasar obligasi. MTN menjadi salah satu alternatif pembiayaan bagi perusahaan. Prosedur yang lebih mudah dan lebih murah dibandingkan penerbitan obligasi, bunga yang harus dibayarkan juga relatif lebih murah dibandingkan dengan pinjaman dari bank dan lebih fleksibel dimana perusahaan penerbit bisa mendesain jangka waktu MTN sesuai dengan kebutuhan dana perusahaan. Hal-hal tersebut menjadi alasan sebuah perusahaan menerbitkan Medium Term Notes (MTN). Namun salah satu hal penting dari penerbitan dari produk MTN ini yakni tidak diwajibkannya izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk penerbitannya, dan tidak perlu didaftarkan ke bursa karena kepemilikan yang terbatas dan bukan publik, menyebabkan peningkatan emisi surat utang yang tidak butuh izin efektif dari otoritas ini masih menyimpan masalah. Salah satu contoh masalah yang timbul adalah ketika perusahaan penerbit (issuer) MTN gagal bayar (default), seperti yang belakangan ini terjadi oleh Brent Ventura yang mengalami gagal bayar MTN kepada pemegang MTN. Keadaan seperti ini menjadi masalah, pasalnya hingga saat ini, belum ada peraturan khusus baik yang diatur dalam Undang-undang atau yang diatur dari peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bahkan belum ada kejelasan pihak yang memiliki wewenang dalam mengawasi, mengatur, dan melakukan pembinaan terhadap keberadaan MTN dan perlindungan investor pemegang MTN. Namun di satu sisi permintaan dari pasar akan MTN terus meningkat dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, menjadi sangat penting dilakukan pengkajian tentang pengaturan prosedur dan mekanisme pelaksanaan penerbitan Medium Term Notes di Indonesia, kemudian 4 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Efek Sebagai Benda, ed. 1, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2006), hal. 39. 5 Sapto Rahardjo, Panduan Investasi Obligasi, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal. 2. Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 mengenai risiko-risiko yang ada dari MTN sebagai produk investasi, serta perlindungan hukum terhadap investor-investor pemegang Medium Term Notes apabila terjadi kerugian akibat defaults dari penerbit Medium Term Notes, dan urgensi akan diperlukannya suatu pengaturan dan perngawasan dari lembaga yang berwenang untuk mengawasi produk-produk MTN dan melindungi investor-investor pemegang MTN yang diterbitkan di Indonesia. Untuk itu penelitian ini memiliki pokok permasalahan : 1) Bagaimana pengaturan hukum mengenai penerbitan Medium Term Notes (MTN) pada prakteknya di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku? ; 2) Bagaimanakah perlindungan dan upaya hukum bagi investor-investor sebagai pemegang Medium Term Notes (MTN) dari risiko-risiko dari MTN sebagai produk investasi, terutama gagal bayar (default)? ; 3) Mengapa diperlukannya pengaturan dan pengawasan daripada Medium Term Notes (MTN) di Indonesia oleh lembaga yang berwenang ? Tinjauan Teoritis Medium Term Notes (MTN) jika diterjemahkan menjadi kata dalam bahasa Indonesia menjadi Surat Utang Jangka Menengah. Medium sendiri, sebagai kata benda, dapat diartikan sebagai “perantara”, sedangkan jika diartikan menjadi kata sifat, maka medium dapat juga diartikan menjadi kata sifat, maka medium dapat diartikan sebagai “sedang” yang dapat menggambarkan suatu keadaan.6 Pada prinsipnya MTN ini diciptakan sebagai suatu perantara antara surat utang jangka panjang dalam hal ini Obligasi dengan surat utang jangka pendek yang dalam hal ini disebut dengan Commercial Paper (CP), dimana kedua instrument ini hadir lebih dahulu, sehingga pada umumnya disebut sebagai surat utang jangka menengah. Perbedaan waktu jatuh tempo yang cukup lama antara Obligasi, yang berkisar diatas 5 tahun, dengan CP yang paling lama hanya 270 hari, menyebabkan banyak perusahaan ingin menciptakan suatu instrumen utang lain untuk membiayai kebutuhan keuangan perusahaan dalam skala jangka waktu sedang yang berkisar antara 9 bulan (sembilan) bulan hingga 15 (lima belas) tahun. Penerbitan dari MTN pada dasarnya adalah penerbitan surat utang yang berasal dari adanya perjanjian. Perjanjian berupa perjanjian penerbitan Medium Term Notes antara penerbit dengan pembeli atau pemegang MTN. MTN yang diterbitkan berdasarkan Perjanjian Penerbitan merupakan bukti bahwa penerbit secara sah dan mengikat untuk berkewajiban membayar kepada pemegang MTN sejumlah pokok MTN dan bunga MTN. 6 John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta, 1984), hlm. 509. Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 Maka dalam penelitian ini digunakan teori-teori mengenai aspek hukum perjanjian yang menjadi dasar dari pengaturan penerbitan MTN. Dimulai dari asas-asas perjanjian, syarat sah perjanjian, macam-macam perjanjian, cara berakhirnya perjanjian. Mengingat surat berharga terbit atau lahir karena adanya perjanjian yang dibuat sebelumnya oleh para pihak penerbit surat berharga 7 , maka penting digunakan teori-teori tentang perjanijan, khusunya buku ke III KUHPerdata. Perjanjian yang menerbitkan surat berharga tersebut dinamakan perikatan dasar. Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.8 Karena MTN merupakan suatu surat berharga bersifat utang dan termasuk ke dalam jenis surat sanggup/promes maka dalam penelitian ini digunakan teori-teori terkait dengan hukum surat berharga, baik dari definisi surat berharga sebagai surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan mudah dijualbelikan 9 , syarat-syarat surat berharga, penerbitan dan peralihan surat berharga, teori yang menerangkan hubungan surat berharga dengan perikatan dasarnya serta daya mengikatnya, penolakan pembayaran, tanggung jawab pihak-pihak dan berakhirnya surat berharga baik yang diatur di dalam KUHD dan diluar KUHD yang diatur oleh ketentuan bentuknya ditetapkan oleh bursa (misal obligasi), kebiasaan perdagangan atau konvensi internasional.10 Serta digunakan perbandingan/komparisi antara pengaturan-pengaturan tentang SBK/CP dan Obligasi di Indonesia terhadap MTN sebagai suatu surat berharga berupa efek bersifat utang dan perbandingan dengan pengaturan dan pengawasan di negara Amerika Serikat dan Singapura terhadap MTN di Indonesia. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian bersifat yuridisnormatif yaitu penelitian yang mengaitkan hukum sebagai upaya untuk menjadi landasan dan pedoman dalam pelaksanaan berbagai bidang kehidupan masyarakat mengatur ketertiban dan 7 H.M.N. Purwosucipto, Op. Cit., hlm. 16. 8 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : PT. Intermasa, 1992), hlm. 77. 9 Ibid., hlm. 5 10 H.M.N. Purwosucipto, Op. Cit., hlm. 16. Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 keadilan, khususnya dalam hal ini adalah hukum yang berkenaan dengan hukum ekonomi, antara lain di bidang surat berharga dan pasar modal. Dalam melakukan penelitian ini, alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah studi kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dan ditambah studi lapangan berupa wawancara dengan para ahli guna mendapatkan data-data yang dibutuhkan. 11 Dalam studi kepustakaan ini, peneliti mempelajari dan menelaah berbagai literatur (peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal, majalah dan lain-lain) untuk menghimpun sebanyak mungkin ilmu dan pengetahuan, terutama yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Tujuan studi kepustakaan adalah untuk mengoptimalkan teori dan bahan yang berkaitan dalam menentukan arah dan tujuan penulisan serta konsepkonsep dan bahan–bahan yang bersifat teoritis lain yang bersesuaian dengan pokok permasalahan penelitian ini. Dalam penelitian hukum normatif yang diteliti hanya daftar pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan primer, sekunder, tersier : 1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang isinya mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat. Dalam hal ini Penulis menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Peraturan- peraturan BAPEPAM-LK/OJK, Keputusan Ketua BAPEPAM-LK, Keputusan Menteri Keuangan, Surat Edaran Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan lain. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang isinya menjelaskan bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder ini berupa buku , artikel, internet, jurnal dan makalah yang berkaitan dengan penelitian ini. Berdasarkan bahan-bahan kepustakaan hukum tersebut, kemudian dilakukan analisis data sekunder yang merupakan suatu analisis kualitatif untuk memberikan hasil secara lengkap dan mendalam terhadap data, keadaan, maupun gejala terkait yang didapatkan. 11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penulisan Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 21. Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 Hasil Penelitian Pengaturan mengenai penerbitan MTN di Indonesia belum diatur secara khusus. Penerbitan MTN sebagaimana pada prinsipnya adalah suatu surat berharga berupa surat utang sebagai bukti bahwa penerbit telah meminjam uang kepada pememegang MTN (perjanjian pinjam meminjam). Berarti dalam MTN terdapat hubungan hukum berupa utang piutang dimana penerbit berutang kepada sejumlah pemegang MTN yang menimbulkan kewajiban bagi penerbit untuk membayar kembali utang tersebut kepada pemegangnya. Dengan konstruksi tersebut, maka terhadap hubungan penerbit dengan pemegang MTN ini berlaku ketentuan-ketentuan dalam Buku III KUHPerdata tentang Perikatan, khususnya Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 tentang pinjam meminjam (verbruiklening12) pada umumnya.13 “Verbruiklening atau pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.”14 Berdasarkan ketentuan Pasal 1754 KUHPerdata tersebut, jelas bahwa orang yang meminjam mempunyai kewajiban untuk mengembalikan yang sama macamnya. Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 1763 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa siapa yang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikan dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang ditentukan. Mengenai bunga yang juga menjadi salah satu karakteristik dari MTN, apabila dibandingkan dengan KUHPerdata ada 2 jenis bunga, yaitu bunga menurut undang-undang dan bunga yang diperjanjikan dalam hal tidak dilarang oleh undang-undang. Besarnya bunga yang diperjanjikan harus ditetapkan secara tertulis (Pasal 1767 KUHPerdata), jika besarnya 12 Beberapa referensi menyebutkan bahwa verbruiklening lebih tepat jika diterjemahkan sebagai pinjam-mengganti, karena verbruiklening yang dimaksud dalam Ps. 1754-1769 KUHPerdata berbeda dengan bruiklening (pinjam pakai) yang diatur dalam Ps. 1740-1743. Pada pinjam pakai , peminjam harus mengembalikan barang yang sama dengan dipinjamkannya, sedangkan pada perjanjian pinjam-mengganti, peminjam mengganti barang yang macamnya sama (bukan barang yang sama pada waktu dipinjam) . 13 A. Setiadi, Obligasi Dalam Perspektif Hukum Indonesia, Cet. I.(Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), 14 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), op. cit., Ps. 1754. hlm. 1. Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 bunga tidak ditentukan sebelumnya namun diperjanjikan adanya bunga, maka debitur diwajibkan untuk membayar bunga sebesar yang ditetapkan dalam undang-undang.15 MTN sebagai suatu utang bentuk pengakuan utang perusahaan penerbit kepada pemegang MTN dituangkan ke dalam bentuk surat atau akta yang tunduk pada ketentuanketentuan yang secara umum diatur dalam KUH Perdata dan juga tunduk ketentuan- ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), oleh karena memenuhi persyaratan untuk dapat disebut sebagai surat berharga16. Adanya berbagai perjanjian yang dibuat dalam rangka penerbitan MTN seperti adanya Perjanjian Penerbitan MTN dan Agen Pemantauan, Perjanjian Agen Pembayaran, Perjanjian Pendaftaran MTN di KSEI (bila MTN didaftarkan dan pembayaran dilakukan oleh KSEI), Pengakuan Hutang, dan perjanjian atau dokumen lain yang dibuat sehubungan dengan penerbitan MTN melibatkan adanya beberapa pihak dalam penerbitan MTN. Pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan MTN umumnya terdiri dari : 1. Penerbit (Issuer); 2. Arranger; 3. Paying Agent (Agen Pembayaran); 4. Agen Pemantau; dan 5. Investor atau Pembeli MTN. MTN sebagai produk investasi sama seperti produk investasi lainnya bukanlah investasi yang risk free sama sekali. Berikut di antara risiko-risiko yang mungkin terdapat dalam MTN sebagai produk investasi : 1. Reinvestment Risk; 2. Interest Rate Risk; 3. Volatility Risk; 4. Call Risk; 5.Default Risk; 6. Exchange Rate Risk; dan 7. Liquidity Risk. Risiko merupakan suatu hal yang lumrah dalam investasi, demikian pula halnya dalam investasi MTN. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan guna memitigasi risiko, yang dalam hal ini adalah menghindari kerugian terhadap investor pemegang MTN, yakni : a. Adanya jaminan atas MTN yang diterbitkan, misalnya dalam bemtuk jaminan fidusia , dan lainnya; b. Adanya dana cadangan atau sinking fund ; 15 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Op. Cit. , Pasal 1767 menyebutkan Bunga menurut undang-undang adalah menurut Lembaran Negara tahun 1848, No. 22 : 6 % (enam persen). 16 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, (St. Paul Minn : West Publishing Co., 1990), hal. 1035 , yang menyatakan surat berharga atau dalam bahasa inggrisnya Negotiable Instrument adalah a written and signed unconditional promise or order to pay a specified sum of money on demand or at a definite time payable to order or bearer. Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 c. Adanya pihak penanggung (guarantor); d. Pemeringkatan (rating) serta pemeringkatan ulang atas MTN; e. Adanya kewajiban, pembatasan, maupun larangan tertentu bagi penerbit.17 Dalam hal terjadinya gagal bayar oleh penerbit (issuer), dikarenakan belum adanya pengaturan maka terdapat upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan oleh investor pemegang MTN. Upaya hukum ini biasanya ditempuh dalam hal penerbit melalaikan kewajibannya sama sekali dan tidak memiliki niat baik dalam melakukan pembayaran utangnya. Adapun mekanisme yang biasa ditempuh, yakni : 1. Melakukan eksekusi atas jaminan dan pencairan atas sinking fund (bila ada); 2. Gugatan perdatat; 3. Class action; 4. Permohonan kepailitan; 5. Arbitrase. Aspek hukum surat berharga medium term notes (MTN) dilihat dari sifat dari MTN yang terletak diantara Commercial Paper (Surat Berharga Komersial / SBK) dan Obligasi membuat MTN juga sebagai suatu surat berharga bersifat utang. Efek bersifat hutang termasuk ke dalam jeni surat berharga berupa surat janji/pengakuan membayar, dalam hal ini merupakan promes, baik promes atas pengganti atau promes atas unjuk. Dan karena itu ketentuan-ketentuan tentang surat sanggup dalam KUHD Pasal 174 sampai dengan Pasal 177 tetap berlaku secara mutatis mutandis. MTN tergolong dalam surat berharga yang timbul diluar KUHD dan dalam prakteknya belum diatur dalam KUHD, namun demikian tidak berarti bahwa ketentuanketentuan dalam KUHD yang mengenai surat berharga tidak dapat diberlakukan. Surat berharga yang timbul diluar KUHD tetap tunduk kepada ketentuan-ketentuan umum dalam KUHD yang berlaku bagi surat-surat berharga, sepanjang tidak diatur tersendiri, sesuai dengan fungsi dan tujuan penerbitan surat berharga itu.18 Bagi surat-surat berharga yang tidak diatur di dalam undang-undang, ketentuan bentuknya ditetapkan oleh bursa (misal obligasi), kebiasaan perdagangan atau konvensi internasional.19 17 Misalnya kewajiban menyampaikan laporan tahunan kepada OJK (Otoritas Jasa Keungan) sebanyak empat rangkap, paling lambat lima bulan setelah tahun buku perusahaan berakhir ; Ketentuan perihal kewajiban pemberian laporan tahunan ini diatur dalam Peraturan Nomor VIII.G.2 , Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : KEP.38/PM/1996 tentang Laporan Tahunan. 18 Imam Prayogo Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, Surat Berharga: Alat Pembayaran Dalam Masyarakat Modern, Cet. II, (Jakarta : Rineka Cipta, 1991), hlm. 44. 19 H.M.N. Purwosucipto, Op. Cit., hlm. 16. Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 MTN termasuk ke dalam golongan surat berharga oleh karena MTN memenuhi syaratsyarat untuk dapat disebut sebagai surat berharga, yaitu20 : 1. Berbentuk Suatu Akta atau Surat (Tertulis). 2. Janji Bayar/Perintah Bayar Tak Bersyarat; 3. Sejumlah Uang Tertentu; 4. Tanggal Pembayaran; 5. Mudah Dialihkan. Secara materiil, MTN sebagai surat berharga memenuhi syarat-syarat materiil sebagai surat berharga : 1. Diterbitkan Berdasarkan Perikatan Dasar Tertentu Surat berharga harus diterbitkan atas dasar suatu perikatan yang disebut sebagai perikatan dasar (onderliggende rechtsverhoudingen).MTN diterbitkan atas dasar adanya perikatan dari adanya perjanjian pinjam-meminjam uang (utang-piutang) dari para pihak. 2. Mempunyai Nilai Sebesar Perikatannya Nilai dari surat berhaga adalah sama dengan nilai perikatan dasar yang melandasi penerbitan surat berharga tersebut. Pada prakteknya, MTN yang diterbitkan di Indonesia mengambil struktur bentuk dan unsur-unsur yang hampir sama dengan obligasi, dimana unsur-unsur tersebut terdiri dari : 1. Bukti utang; 2. Nilai nominal; 3. Berisi janji-janji untuk membayar: 4. Jangka waktu atau tanggal jatuh tempo; dan 5. Tingkat bunga dan Periodik/frekuensi pembayaran bunga. Sedangkan tujuan penerbitan surat itu ialah sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang baik berupa uang tertentu. Penerbitan MTN adalah pelaksanaan dari kewajiban membayar itu yang didahului dengan perjanjian pinjam meminjam uang. Tidak adanya kepastian hukum yang mengatur secara khusus mengenai MTN ini mengakibatkan menjadi tidak jelasnya sifat dari MTN itu sendiri. Misalnya, dalam tenor atau jangka waktu investasi, dimana MTN umumnya berada diantara jangka waktu antara SBK/CP yang berjangka di bawah 1 tahun kemudian obligasi di atas 1 tahun, umumnya 5 tahun atau lebih, namun kini untuk MTN yang ada makin bergeser. Belakangan tenor MTN ada yang 20 A. Setiadi, Op. Cit. , hlm. 14. Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 sampai lima tahun, sehingga perlu diatur, jika tidak akan menimbulkan kebiasan antara MTN dengan obligasi ke depannya. Hanya perbedaan cara penerbitannya melalui penawaran umum bagi obligasi dan private placement untuk MTN, sehingga bukan dari karakteristik produknya sendiri yang membedakan. Kemudian hal berkaitan dengan risiko, sebagai produk investasi MTN memiliki risiko-risiko tersendiri, terutama risiko kredit dan risiko likuiditas. MTN bukan merupakan efek utang yang wajib didaftarkan ke OJK dan di listing di bursa efek, karena umumnya di Indonesia MTN ditawarkan melalui private placement. Belum ada pengaturan khusus mengakibatkan belum adanya perlindungan terhadap investor dari risiko-risiko investasi pada MTN. MTN pada dasarnya hampir sama dengan obligasi. Obligasi yakni efek bersifat utang yang diterbitkan di atas 1 tahun. Namun dibandingkan dengan Obligasi sebagai produk investasi, obligasi memiliki pengaturan lebih jelas, begitu juga dengan SBK/CP yang diterbitkan melalui bank umum harus sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.28/52/Kep/Dir/ tanggal 11 Agustus 1995, dimana SBK/CP yang diterbitkan melalui bank umum disyaratkan untuk mendapatkan pemeringkatan (rating) dan diwajibkan untuk menyiapkan dan menyebarluaskan memorandum informasi yang objektif mengenai calon penerbit. Maka sebagai produk investasi, MTN sepeti SBK/CP dan Obligasi perlu dilakukan pemeringkatan untuk mengetahui kemampuan membayar penerbit dalam melaksanakan kewajibannya membayar bunga kupon MTN dan utang pokok MTN dan menghindari gagal bayar atau default dari perusahaan penerbit utang. Kewajiban pemeringkatan untuk MTN dapat dibuat suatu pengaturan seperti Keputusan Ketua Bapepam-LK No: KEP712/BL/2012 tentang pemeringkatan Efek bersifat utang dan/atau Sukuk. Berikut dapat dilihat perbandingan antara CP, MTN dan Obligasi sebagai suatu produk investasi :21 Tabel Perbedaan Antara CP, MTN, dan Obligasi Sebagai Produk Investasi Jangka Waktu Commercial Paper < 1 tahun MTN Obligasi 1–5tahun (umumnya 1- 1 tahun (umumnya 3 tahun) diatas 5 tahun) 21 Jaka E. Cahyono, Langkah Berinvestasi di Obligasi, Cet. I. (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2004), hlm. 105. Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 Proses Penerbitan 1-2 bulan 3-4 bulan Pemeringkatan Harus/wajib Tidak harus/wajib Harus/Wajib Penjaminan Bisa Ya, bisa Tidak Best Effort Full Commitment Risiko Pemodal Relatif rendah Lebih tinggi Relatif tinggi Publisitas Rendah, namun bila Rendah melalui bank ada publisitas dari info memo. Private Placement Private Placement Penerbitan 1-1,5 bulan Luas Penawaran umum, Private Placement Kemudian di MTN sendiri investor seringkali berperan aktif dalam proses penerbitan MTN, yakni dalam penentuan jangka waktu maturity MTN dan tingkat bunga untuk kupon MTN tersebut. Penerbit dan calon investor dapat bernegosiasi untuk menentukan jangka waktu maturity dan kupon bunga. Sehingga perlu ada aturan yang memfasilitasi baik penerbit maupun investor sesuai sifat dari MTN. Dalam hal jaminan pada umumnya MTN tidak dijamin secara khusus baik karena tidak ada pengaturan yang mewajibkan adanya jaminan ataupun pada prakteknya MTN yang diterbitkan. Jaminan yang melekat pada MTN adalah jaminan umum atas seluruh harta kekayaan perusahaan penerbit untuk seluruh pinjaman dari investor. Dalam hal ini kedudukan pemegang MTN hanya sebatas kreditor biasa atau konkuren yang tidak memilki hak istimewa dalam pelunasan utang (unsecured creditors). Jaminan umum merupakan jaminan yang timbul dari undang-undang tanpa adanya perjanjian yang dibuat terlebih dahulu, sebagaimana isi dari pasal 1131 dan pasal 1132 KUHPerdata yang menentukan bahwa segala kebendaan dari debitor , baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Dengan tidak diwajibkannya adanya pemeringkatan, kurangnya publisitas mengenai informasi akan perusahaan penerbit dan produk MTN beserta pihak-pihak yang terlibat di dalamnya dan mekanisme penerbitan yang dilakukan secara private placement akan MTN sebagai produk investasi akan membuat risiko untuk mengalami kerugian bagi investor menjadi tinggi dan tidak ada kepercayaan dari investor terhadap MTN yang akan diterbitkan. Terlebih lagi karena kurang likuidnya MTN, maka hal-hal yang dijabarkan di atas perlu diatur Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 bagi MTN sebagai produk investasi agar mengurangi risiko-risiko yang dapat merugikan investor. Urgensi diperlukan adanya pengawasan terhadap penerbitan Medium Term Notes (MTN) adalah karena belum ada pengawasan secara langsung terhadap MTN yang telah terbit. MTN yang telah diterbitkan belum ada kejelasan siapa yang memiki kewenangan untuk melakukan pengawasan, pengaturan dan pembinaan terhadap MTN dan bagaimana bentuk pengawasannya sendiri terhadap MTN. Mengenai siapa yang berwenang dalam mengawasi penerbitan MTN ini jika kita melihat pengawasan terhadap Commercial Paper dengan Obligasi diketahui bahwa untuk SBK/CP berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.28/52/Kep/Dir/1995 yang mengatur mengenai SBK/CP pengaturannya merupakan kewenangan Bank Indonesia. Penjelasan dari Pasal 1 angka (5) UUPM bahwa, Efek adalah surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal, antara lain: (1). Surat pengakuan hutang; (2). Surat berharga komersial; (3). Saham; (4). Obligasi; (5). Tanda bukti hutang; (6).Unit penyertaan kontrak investasi kolektif (Reksadana); dan (7). Kontrak berjangka atas efek (Option) setiap derivatif dari efek. Dalam Pasal 70 Ayat 2 UUPM dijelaskan bahwa pembinaan, pengaturan dan pengawasan efek berikut ini tidak dilaksanakan oleh BAPEPAM-LK, yakni (1). hutang yang jatuh temponya kurang dari satu tahun; (2). sertifikat deposito; (3). polis asuransi; (4). penawaran efek yang diterbitkan dan dijamin Pemerintah Indonesia; (5). penawaran efek lain yang ditetapkan oleh BAPEPAM-LK; Berdasarkan pemaparan di atas perbedaan antara efek pasar uang dan pasar modal adalah pada usia dari kedua jenis efek tersebut. Efek pasar uang umumnya dianggap sebagai efek dengan usia kurang dari 1 tahun, sedangkan efek pasar modal mempunyai usia yang lebih panjang di atas 1 tahun. 22 Dari kedua pasal dalam UUPM tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat pembedaan kewenangan dimana pasar uang adalah surat berharga yang dikecualikan dari ketentuan pasal 70 ayat (2) tersebut, dan seperti SBK/CP merupakan surat hutang yang jatuh temponya kurang dari 1 tahun berada di bawah kewenangan Bank Indonesia. Sedangkan sedangkan hal-hal yang di luar ketentuan pasal 70 ayat (2) UUPM adalah kewenangan dari BAPEPAM-LK. Namun kini dengan adanya OJK, kini kewenangan BAPEPAM-LK menjadi kewenangan OJK, oleh sebab itu surat utang baik sebagai efek pasar uang yang tenornya di bawah 1 tahun seperti CP/SBK adalah di bawah kewenangan Bank Indonesia dan surat utang 22 Hamud M. Balfas, Op.Cit., hlm. 99. Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 sebagai efek pasar modal yang tenornya lebih dari 1 tahun seperti Obligasi berada di bawah pembinaan, pengaturan dan pengawasan OJK. Namun MTN belum ada kejelasan mengenai berada di bawah kewenangan BI atau OJK, berdasarkan ketentuan kesimpulan dari pasal 1 angka 5 dan pasal 70 ayat (2) UUPM, MTN sebagai sebuah efek sepatutnya berada di bawah pembinaan, pengaturan dan pengasawan OJK. Mengingat sifatnya berupa efek bersifat utang yang memiliki jangka waktu di atas 1 tahun dan pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan MTN merupakan pihak-pihak yang berada dalam lingkup pasar modal dan berada di bawah pengawasan OJK, seperti arranger yang pada praktek umumnya adalah perusahaan efek atau sekuritas, agen pemantau adalah bank umum yang juga terdaftar di OJK sebagai wali amanat, dan adanya KSEI sebagai agen pembayaran, maka sepatutnya MTN berada di bawah OJK. Urgensi lain adalah mengenai pengungkapan informasi. Tidak adanya pengungkapan informasi berarti tidak ada jaminan kepercaryaan investor dan perlindungan investor. Walau tidak ada kewajiban untuk melakukan prinsip keterbukaan (disclosure) yang ekstensif seperti dalam penerbitan efek dalam Pasar Modal, bukan berarti tidak ada keterbukaan sama sekali bagi penerbitan surat berharga dalam lingkup pasar uang. Dalam ketentuan BI tersebut bank yang bertindak sebagai pengatur penerbitan (arranger) diwajibkan untuk menyiapkan dan menyebarluaskan memorandum informasi yang objektif mengenai calon penerbit sebagaimana diatur di dalam pasal 7 ayat (1). Sedangkan investasi merupakan suatu proses yang menyangkut risiko. Risiko terkait dengan tingkat ekspektasi imbal balik dari suatu investasi atau lazim disebut return on investment. Pengawasan dengan memberlakukan suatu pengaturan dapat memberikan keseragaman aturan untuk menerbitkan MTN, namun mengingat bahwa pengaturan yang ketat pun dapat menghambat perkembangan dari pasar MTN. Maka dapat dibuat suatu pengaturan seperti pengaturan antara pengaturan seperti CP/SBK dan pengaturan Obligasi, mengingat sifatnya dari MTN merupakan diantara kedua instrumen tersebut. Pengaturan tetap dengan aturan untuk MTN didaftarkan di OJK, dan tetap untuk kepentingan suatu keterbukaan informasi (disclosure) penerbit dapat membuat suatu keterbukaan berupa info memo / prospektus singkat yang memuat informasi-informasi minimum yang perlu diketahui investor, sifat pengaturan yang efisien dan dapat dilakukan dengan cepat, agar penerbit dapat mengambil manfaat dari momentum penerbitan MTN sesuai dengan momentum pasar. Dengan adanya registrasi MTN di OJK, maka ada otoritas yang berwenang mengawasi dan melindungi investor ketika terjadi masalah. Akses terhadap informasi dan financial resources oleh perusahaan terhadap investor dibutuhkan agar investor mengetahui investasi yang mereka lakukan tersebut digunakan Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 sesuai dengan tujuan dari penerbitan investasi tersebut. OJK dapat secara tidak langsung mengawasi MTN dengan tidak mengeluarkan pengaturan terkait produknya, tetapi melalui pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan MTN yang berada di bawah pengawasan OJK. Dalam hal ini melalui perusahaan efek wali amanat, dan KSEI. Belum ada ketentuan serta himbauan dari pihak OJK terkait dengan kewajiban-kewajiban dari pihak-pihak perusahaan efek sebagai arranger, wali amanat sebagai agen pemantau, dan KSEI sebagai agen pembayaran dalam tugas dan peran mereka dalam suatu penerbitan MTN. Tidak adanya pengaturannya dapat mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum dan perlindungan investor, disebabkan tidak ada pengawasan, sanksi atau tanggung jawab terhadap kewajibankewajiban pihak-pihak dalam penerbitan MTN apabila para pihak tersebut tidak melaksanakan kewajibannya Perusahaan Efek pada umumnya harus memperoleh izin dari OJK terkait dengan fungsinya sebagai penjamin emisi, manajer investasi, dan perantara pedagang efek berdasarkan ketentuan Ketentuan mengenai Perizinan Perusahaan Efek yang diatur dalam Peraturan OJK Nomor V.A.1.. Namun di luar fungsi-fungsi dari Perusahaan efek tersebut, perusahaan efek pun dapat melakukan usaha lain sebagai arranger di dalam penerbitan MTN. Fungsi Perusahaan Efek sebagai arranger hanya berdasarkan perjanjian antara penerbit dengan perusahaan efek sebagai penata sekuritas/arranger mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum dari kewajiban-kewajiban arranger dalam penerbitan MTN. Hal-hal tersebut yang perlu dilakukan oleh Perusahaan Efek sebagai arranger perlu mendapat pengawasan juga dari pihak otoritas dalam hal ini OJK agar kewajiban-kewajiban tersebut dapat dilaksanakan oleh perusahaan efek sebagai arranger. Hal serupa juga dilihat dari fungsi agen pemantau. Agen pemantau pada praktek penerbitan MTN adalah bank umum yang juga memiliki izin dan dapat berfungsi sebagai Wali Amanat. Tidak diaturnya mengenai fungsi dan kewajiban-kewajiban dari agen pemantau dalam penerbitan MTN mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum. Pihak yang ditunjuk sebagai agen pemantau sebaiknya diatur baik dalam suatu pengaturan tersendiri mengingat kewajiban-kewajiban agen pemantau mewakili kepentingan pemegang MTN dalam melakukan tindakan mengenai pelaksanaan hak pemegang MTN, perlu adanya pengaturan agar kewajiban-kewajiban tersebut sesuai prosedur, dapat diawasi ketika tidak dilaksanakan sehingga pihak otoritas bisa bertindak untuk melindungi kepentingan investor. Hal ini dapat diatur dengan ketentuan dimana bagi wali amanat yang terdaftar di OJK yang bertindak sebagai agen pemantau juga berlaku ketentuan Peraturan Nomor VI. C. 4 tentang Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang dan Ketentuan Mengenai Wali Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 Amanat lainnya seperti Peraturan Nomor X.I.1 mengenai Laporan Wali Amanat dan Peraturan Nomor X.I.2 tentang Pemeliharaan Dokumen dapat dilakukan penyesuaian keberlakuannya sebagai agen pemantau dari MTN yang diterbitkan. Penerbit menggunakan KSEI sebagai agen pembayarannya berdasarkan adanya perjanijan agen pembayaran. Dengan berlandaskan pada ketentuan-ketentuan dalam perjanjian belum memberikan kepastian hukum yang cukup dan power dari otoritas yang berwenang untuk mengawasi. Maka diperlukan pengaturan baik dari OJK berupa pengaturan yang mengatur kewajiban agen pembayaran melaksanakan pembayaran bunga MTN dan/atau pelunasan jumlah pokok MTN kepada Pemegang MTN. KSEI sendiri dapat membantu pihak OJK untuk mengawasi MTN yang diterbitkan dengan melakukan monitoring dan pengontrolan terhadap MTN yang diterbitkan baik pihak yang menerbitkan maupun berapa jumlah nominal MTN yang diterbitkan, karena akan menggunakan ketentuan penitipan kolektif sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang Pasar Modal yang berlaku. Dengan adanya pengaturan pengawasan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan MTN baik perusahaan efek sebagai arranger, bank umum sebagai agen pemantau, dan KSEI sebagai agen pembayaran, maka selain adanya pengaturan berupa pengawasan terhadap MTN, juga terdapat pengawasan terhadap pihak-pihak tersebut apabila tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya masing-masing sehingga pihak otoritas (OJK) dapat memberikan baik teguran atau sanksi untuk kepastian hukum dan perlindungan investor yang lebih baik. Kesimpulan Dari uraian dan penelaahan yang telah penulis lakukan sehubungan dengan pokok permasalahan dari penulisan ini , dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Pertama, pengaturan penerbitan MTN yang diterbitkan selama ini di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia merupakan pengaturan yang berdasarkan pada hukum perjanjian, terutama prinsip-prinsip tentang pinjam meminjam uang (verbruiklening) dan jual beli dalam KUHPerdata (Pasal 1754 - Pasal 1769 KUHPerdata), khususnya buku ketiga sejauh masih relevan dengan suatu penerbitan MTN, hukum surat berharga dalam KUHD khususnya, tentang surat sanggup (Pasal 174 - 177 KUHD). Hal ini dikarenakan belum ada peraturan khusus yang mengatur mengenai Penerbitan MTN, maka penerbitan MTN hanya berdasarkan perjanjian antara penerbit MTN dengan investor yang dituangkan dalam perjanjian penerbitan MTN dan agen pemantauan. Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 Penerbitan MTN di Indonesia dilakukan melalui mekanisme Private Placement (Penawaran Terbatas). Pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan MTN pada prakteknya tergantung dari perjanjian antara penerbit dan investor. Kedua, bahwa perlindungan investor pemegang MTN yang ada saat ini belum dapat melindungi kepentingan pemegang MTN dikarenakan belum ada pengaturan secara khusus terkait MTN yang dapat melindungi investor pemegang MTN dari risiko – risiko investasi dari MTN, terutama dari kasus gagal bayar (default). Hal ini mengingat bahwa dalam dunia investasi , setiap investasi dalam bentuk apapun pasti tepat memiliki risiko, dan sektor hukum memainkan peranan penting dalam meminimalisasi risiko-risiko yang ada. Perlindungan investor yang ada hanya berdasarkan kesapakatan para pihak dan dituangkan ke dalam perjanjian penerbitan MTN tersebut. Di Indonesia, pada umumnya MTN dijamin dengan jaminan umum atas seluruh harta kekayaan perusahaan penerbit untuk seluruh pinjaman dari investor, karena tidak ketentuan yang mewajibkan adanya jaminan dari diterbitkannya MTN. Dalam hal ini kedudukan pemegang MTN hanya sebatas kreditor biasa atau konkruen yang tidak memilki hak istimewa dalam pelunasan utang (unsecured creditors). Jaminan umum merupakan jaminan yang timbul dari undang-undang tanpa adanya perjanjian yang dibuat terlebih dahulu, sebagaimana isi dari pasal 1131 dan pasal 1132 KUHPerdata, hal ini berarti apabila terjadi gagal bayar atau default, maka pemegang MTN hanya mendapatkan pelunasan secara proporsional atau pari passu pro rata parte (Pasal 1132 KUHPerdata). Maka dengan begitu perlindungan investor dalam penerbitan MTN saat ini diperlukan peran aktif dari investor pemegang MTN sendiri dalam melindungi kepentingannya selaku pemegang MTN. Ketiga, urgensi dari diperlukannya suatu pengaturan untuk MTN adalah pertama dari segi MTN sebagai produk investasi. MTN yang merupakan suatu efek yang bersifat hutang yang tidak diwajibkannya adanya pemeringkatan, kurangnya publisitas/keterbukaan informasi akan perusahaan penerbit, produk MTN-nya serta pihak-pihak yang terlibat di dalam mengakibatkan MTN sebagai produk investasi akan membuat risiko untuk mengalami kerugian bagi investor menjadi tinggi dan kepercayaan dari investor terhadap MTN yang akan diterbitkan pun rendah. Dari segi MTN sebagai suatu surat berharga belum ada pengaturan yang baku atau pengaturan khusus terkait dengan MTN sebagai suatu surat berharga ini menimbulkan ketidakjelasan bagi praktek penggunaan surat berharga berbentuk MTN. Tidak ada acuan yang seragam mengenai MTN sebagai surat berharga. Urgensi diperlukannya pengawasan terhadap MTN dikarenakan pertama, MTN belum ada kejelasan ada di bawah kewenangan BI atau OJK, mengacu pada ketentuan kesimpulan dari Pasal 1 angka 5 dan Pasal 70 ayat (2) Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 UUPM, MTN sebagai suatu surat utang sudah sepatutnya berada di bawah pembinaan, pengaturan dan pengasawan OJK. Kemudian urgensi lain adalah mengenai pengungkapan informasi, tidak diaturnya pengungkapan informasi terkait penerbitan MTN. Tidak adanya pengungkapan informasi berarti tidak ada jaminan kepercayaan investor dan perlindungan investor. Pengawasan diperlukan dalam penerbitan MTN agar terdapat pengawasan dan kepastian hukum yang lebih baik dan dapat melindungi kepentingan investor pemegang MTN, pengawasan ini dapat dilakukan dengan adanya pengaturan secara langsung yakni mengatur MTN sebagai suatu produk investasi dan pengaturan tidak langsung, yakni mengeluarkan pengaturan terkait pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan MTN yang berada di bawah pengawasan OJK. Saran Salah satu tujuan dari penerbitan MTN adalah untuk menghimpun dana dari masyarakat, oleh karena itu penting adanya pengaturan yang melindungi pemegang MTN agar hak-hak dari investor pemegang MTN terlindungi, maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut : Pertama, perlu dibuat peraturan yang jelas dan khusus mengenai penerbitan MTN termasuk aspek-aspek yang terkait dengan penebitan MTN tersebut, terutama perlindungan terhadap investor dan penegakan hukum berupa pengawasan dari lembaga yang berwenang, sepatutnya OJK, karena belum jelas siapa yang berwenang mengawasi produk investasi MTN. Kedua, untuk perlindungan dari investor pemegang MTN dapat diberlakukan mekanisme preventif guna memitigasi risiko-risiko MTN. Mekanisme tersebut dapat dilakukan melalui negative covenant dan Pemeringkatan MTN. Pemeringkatan MTN seharusnya dapat diberlakukan sebagai suatu kewajiban dalam penerbitan suatu MTN. Serta adanya pengaturan jika tidak dapat diberlakukan suatu aturan mengenai keterbukaan informasi minimum terhadap investor, dapat diberlakukan pengaturan yang mewajibkan perusahaan untuk menyediakan adanya dana cadangan atau sinking fund yang menjadi jaminan terbayarnya bunga dan utang pokok MTN dari para investor pemegang MTN untuk mengurangi risiko-risiko yang dapat merugikan investor. Ketiga, untuk ke depan apabila dapat dibuat suatu pengaturan terkait maka pengaturan dibuat tidak ketat agar tidak menghambat perkembangan pasar, yakni dengan aturan untuk MTN didaftarkan di OJK, agar dapat dilakukan pencatatan oleh OJK dan tetap untuk kepentingan suatu keterbukaan informasi (disclosure) penerbit dapat membuat suatu Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 keterbukaan berupa info memo/prospektus singkat yang memuat informasi-informasi minimum saja yang perlu diketahui investor. Atau secara tidak langsung dapat dibuat pengaturan bukan dari MTN sebagai produk investasi, tetapi dari pihak-pihak yang ada dalam penerbitan MTN, seperti wali amanat yang bertugas sebagai agen pemantau dapat dibuat pengaturan wali amanat yang bertugas agen pemantau untuk melakukan pelaporan kepada investor dan OJK serta KSEI dapat sebagai perpanjangan tangan kepada OJK dapat melakukan pelaporan dan monitoring MTN yang terdaftar di KSEI dan dalam melakukan pemeriksaan dapat melibatkan OJK bila terjadi pelanggaran-pelanggaran dari penerbit MTN. Daftar Referensi Buku Anderson dan Kumpf. (1975). Business Law : Principles and Cases. Ed. 6. New York: SouthWestern Publishing, Co. Balfas, Hamud M. (2012). Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta : Tatanusa. Cahyono, Jaka E. (2004). Langkah Taktis Metodis Berinvestasi Di Obligasi. Cet. I. Jakarta : Elex Media Komputindo. Emerzon, Joni. (2002). Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya Di Indonesia. Cet. I. Jakarta : Prennhallindo. Fabozzi, Frank J dan T. Dessa Fabozzi. (1995). The Handbook of Fixed Income Securities. Ed. 4. Chicago : Irwin. __________________________________,(2000). Bonds Markets, Analysis and Strategies. Ed. 4. New Jersey : Prentice Hall. ____________________________,et. al. (2002) Foundations of Financial Markets and Institutions, Ed. 3. New Jersey : Prentice Hall. Hoban, James P, Gene W. Hoban, dan Carlene Creviston. (1993). Contemporary Investments. Ed. 10. Boston : Allyn and Bacon. Lavine, A. Lincoln. (1964). Modern Business Law : Second Edition. New Jersey : PrenticeHall. Inc. Nasarudin, M. Irsan. et. al. (2011). Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta : Kencana. Purwosucipto, H.M.N. (2008). Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Buku 7: Hukum Surat Berharga, Cet. 6. Jakarta : Djambatan. Setiadi, A. (1996). Obligasi dalam Perspektif Hukum Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti. Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015 Subekti. (2005). Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. 32. Jakarta : PT. Intermasa. Suta, I Putu Gede Ary. (2000). Menuju Pasar Modal Modern, Jakarta : Yayasan SAD Satria Bhakti. Artikel/Jurnal/Karya Ilmiah Crabbe, Leland E. dan Christopher M. Turner. (Desember 1995). Does the Liquidity of a Debt Issue Increase with Its Size? Evidence from the Corporate Bond and Medium-Term Note Markets. The Journal of Finance Vol 50, No.5, 1719-1734. Jurnal Hukum Pasar Modal. Ed. 2. (Juli, 2005). “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Obligasi”. Badan Pengawas Pasar Modal. (2002) Tim Studi Proyek Peningkatan Efisiensi Pasar Modal, Bapepam. Studi Tentang Penerapan Shelf Registration di Pasar Modal. Peraturan Perundang-undangan Bank Indonesia. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Tentang Persyaratan Penerbitan Dan Perdagangan Surat Berharga Komersial (Commercial Paper) Melalui Bank Umum Di Indonesia. KEP No. 28/53/KEP/DIR tertanggal 11 Agustus 1995. Badan Pengawas Pasar Modal, Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan tentang Pemeringkatan atas Efek Bersifat Utang, Keputusan No. 135/BL/2006. ___________________________. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan tentang Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang , Keputusan No. 412/BL/2010. Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal. UU No. 8 Tahun 1995. LN No. 64 Tahun 1995, TLN No. 3608. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.(2006). Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Cet. 31 , Jakarta : Pradnya Paramita. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).(1992). Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Cet. XXV. Jakarta : Pradnya Paramita. Kamus Arifin, Johar dan Muhammad Fakhrudin.(1999). Kamus Istilah Pasar Modal, Akuntansi, Keuangan, dan Perbankan. Jakarta : Elex Media Komputindo. Black, Henry Campbell. (1990). Black’s Law Dictionary. St. Paul Minn : West Publishing Co. Tinjauan yuridis..., Bimo Adi Prabowo, FH, 2015