DAFTAR ISI - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
GAMBARAN UMUM PEKERJA ANAK DI KOTA TANJUNGBALAI
Kota Tanjungbalai merupakan salah satu daerah yang berada di Pantai Timur
Sumatera Utara, secara geografis Kota Tanjung Balai berada pada 2’58’00 LU dan
99’48’00 BT, serta berada di ketinggian lahan 0 – 3 m di atas permukaan laut (dpl).
Dengan ketinggian lahan yang seperti itu, maka sebahagian besar wilayah Kota
Tanjungbalai merupakan lahan basah yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Sungai besar dan dalam yang melintasi wilayah ini sebagai sarana penunjang yang
menjadikan Kota Tanjungbalai sebagai salah satu sentra industri perikanan di Propinsi
Sumatera Utara. Hal ini ditandai dengan berdirinya ratusan pelabuhan perikanan milik
pengusaha-pengusaha perikanan yang banyak ditemukan di kawasan Teluk Nibung.
Didirikannya pelabuhan laut di Teluk Nibung milik pemerintah yang melayani
transportasi laut domestik dan internasional telah menjadikan Kota Tanjungbalai sebagai
kota pelabuhan modern. Hal itu telah melancarkan arus barang dan manusia dari Kota
Tanjungbalai dan sekitarnya ke berbagai daerah di Sumatera Utara maupun ke luar
negeri, yakni Malaysia.
Luas Kota Tanjung Balai adalah 58 Km2 dengan jumlah penduduk sekitar
125.000 jiwa. Dengan tofografi lahan yang berada di wilayah pesisir dan berkembangnya
industri perikanan modern maka sebahagian besar masyarakat Kota Tanjungbalai
bermata pencaharian sebagai nelayan dan industri yang terkait dengan perikanan. Sesuai
dengan ciri khas wilayah perkotaan dengan beragamnya mata pencaharian hidup, di Kota
Tanjungbalai juga berkembang sektor-sektor lain seperti perdagangan, konstruksi, buruh
angkut di pelabuhan, transportasi air dan darat, dan lain-lain baik fomal maupun
informal.
Berbagai bentuk pekerjaan yang disebut di atas, terutama yang bergerak di sektor
informal juga dimasuki oleh pekerja anak (PA). Berdasarkan data yang dikumpulkan
oleh kepala-kepala lingkungan se Kota Tanjungbalai bekerjasama dengan Disnaker Kota
Tanjungbalai menunjukkan bahwa nelayan menjadi pekerjaan mayoritas pekerja anak.
Universitas Sumatera Utara
Dari 732 pekerja anak yang telah terdata, terdapat 306 atau 42 % anak yang bekerja
sebagai nelayan 1.
Grafik 1. Pekerja Anak Di Kota Tanjungbalai
Nelayan
Pemulung
Mocok2
Karyawan
42%
Wiraswasta
Kupek kerang
8%
Kupek Udang
PRT
Tukang Semir
11%
3%
Jualan
Buruh
Bengkel
D
Sumber : Disnaker Kota Tanjungbalai, 2006.
Data sebaran PA di atas, dalam kajian ini dijadikan pertimbangan untuk
menentukan sebaran sampel kajian walaupun tidak dilakukan secara ketat. Artinya,
dengan kecenderungan yang ada bahwa jumlah sebahagian besar PA adalah nelayan
maka jumlah PA di sektor perikanan merupakan 40 % dari keseluruhan responden.
Sisanya tersebar di sektor-sektor lainnya yang diidentifikasi sebagai bentuk pekerjaan
terburuk yang dilakukan secara snowball. Implikasinya adalah jumlah responden di
antara satu sektor dengan sektor lainnya bervariasi terkait dengan rekomendasi hasil
penjajakan awal. Artinya tidak ditetapkan secara ketat berdasarkan persentase jumlah
tetapi lebih kepada buruknya sektor tersebut bagi PA.
Teknik identifikasi yang dilakukan berikutnya adalah dengan melakukan
komparasi pada 13 bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak yang sudah ditetapkan
oleh pemerintah berdasarkan Keppres 59/2002. Bahan komparasi pertama adalah data
identifikasi PA yang dilakukan Disnaker Kota Tanjungbalai di atas. Namun,
1
Walaupun data tersebut belumlah final karena masih ada beberapa kepala lingkungan yang belum
mengembalikan form pengisian, dan pengkategorian yang tidak seragam namun sudah bisa
menggambarkan tentang sebaran pekerja anak di Kota Tanjungbalai.
Universitas Sumatera Utara
pengkategorian yang tidak seragam maka tidak memungkinkan untuk dijadikan satusatunya bahan perbandingan. Selanjutnya dilakukan survey awal untuk mengetahui
gambaran umum bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak di Kota Kota Tanjungbalai
sesuai dengan Keppres tersebut.
Dari beberapa pertimbangan di atas, maka ada 8 sektor yang relevan yakni : Anak
yang bekerja pada sektor perikanan lepas pantai ; Anak yang bekerja sebagai pembantu
rumah tangga; Anak yang bekerja di sektor konstruksi; Anak yang bekerja di sektor
prostitusi; Anak yang bekerja pada industri rumah tangga; Anak yang bekerja sebagai
pemulung; Anak yang bekerja di jalanan (tukang semir sepatu); anak yang bekerja di
jermal.
Dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk di atas, akhirnya anak yang bekerja di
jermal diputuskan untuk tidak dijadikan sebagai fokus kajian. Hal ini didasarkan informasi
bahwa tidak ada lagi PA yang bekerja di jermal di perairan Tanjungbalai saat ini seiring
dengan menyusutnya jumlah jermal dan dampak intervensi dari pemerintah dan LSM.
Sebagai penggantinya, peneliti memasukkan anak yang bekerja di gudang perikanan,
khususnya anak yang bekerja sebagai pencatuk 2. Survey awal yang dilakukan menemukan
bahwa anak yang bekerja sebagai pencatuk memiliki bahaya dan resiko yang besar.
Jumlah pekerja anak yang bekerja sebagai pencatuk, berdasarkan estimasi yang
dilakukan dari hasil wawancara dan pengamatan, diperkirakan berjumlah ± 50 orang.
Jumlah yang sama pada pekerja anak di sektor pemulung. Sementara jumlah pekerja anak
yang bekerja sebagai penyemir sepatu berjumlah ± 20 orang. Dan Pekerja anak yang
bekerja di sektor konstruksi berjumlah ± 100 orang. Untuk anak yang bekerja sebagai
nelayan jumlahnya di atas 500 orang pekerja anak. Sedangkan untuk pekerja anak yang
bekerja pada sektor prostitusi ± 40 orang.
2
Pencatuk untuk menyebut anak yang bekerja di gudang. Pekerja anak ini mengumpulkan sisa-sisa ikan
yang ada di kapal ikan yang sedang bongkar muat. Sehingga mereka juga menyebut dirinya SB-SB atau
siap bersih. Hasil tangkapan nelayan yang terus berkurang, sehingga kehadiran pencatuk ini di gudang
dianggap mengganggu dan sering dituding sebagai pencuri. Akibatnya mereka seringkali mendapat
perlakuan buruk dari pengawas gudang.
Universitas Sumatera Utara
Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran responden PA menurut bentuk pekerjaan
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Responden Berdasarkan Bentuk Pekerjaan
Usia Responden
F
%
Anak bekerja di jalan (penyemir sepatu)
9
8.2
Anak yang bekerja di industri rumah tangga (pengupas
29
26.4
Anak yang bekerja di sektor konstruksi
14
12.7
Anak yang bekerja sebagai PRT
4
3.6
Anak yang bekerja sebagai pemulung
6
5.5
Anak yang bekerja di gudang (pencatuk)
7
6.4
Anak yang bekerja di perikanan lepas pantai
40
36.4
Anak yang bekerja di prostitusi
1
.9
110
100.0
kerang & udang)
Total
Sumber : Kuesioner
Pekerja-pekerja anak dari bebagai sektor ini tersebar di beberapa titik wilayah di
Kotamadya Tanjung Balai. Anak-anak yang bekerja sebagai pencatuk umumnya berasal
dari wilayah di sekitar gudang-gudang perikanan di Kelurahan Pematang Pasir,
Kecamatan Teluk Nibung. Untuk pekerja anak yang bekerja di sektor perikanan tangkap
atau anak yang menjadi nelayan berasal dari beberapa kecamatan yang ada di Kota
Tanjungbalai. Namun sebagian besar berasal dari dua kecamatan yakni Kecamatan Teluk
Nibung dan Sei Tulang Raso.
Untuk anak yang bekerja di sektor industri rumah tangga, dalam hal ini usaha
pengupasan kerang dan udang, umumnya terpusat di Kelurahan Pematang Pasir,
Kecamatan Teluk Nibung. Sementara untuk pekerja anak yang bekerja di sektor
konstruksi, yang dijadikan responden berasal dari Kecamatan Datuk Bandar khususnya
Kelurahan Bunga Tanjung.
Responden pekerja anak sebagai pembantu rumah tangga juga berasal dari
Kecamatan Datuk Bandar. Sementara, responden pekerja anak yang bekerja di jalan
(penyemir sepatu) umumnya berasal dari kawasan PAM di Kecamatan Sei Tualang Raso.
Universitas Sumatera Utara
Dan untuk pekerja anak yang bekerja sebagai pemulung umumnya berasal dari Kelurahan
Teluk Ketapang, Kecamatan Datuk Bandar.
Universitas Sumatera Utara
Download