BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metodemetode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara tingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Muhibbin Syah, 2003:10). Pendidikan selalu mengalami pembaharuan dalam rangka mencari struktur kurikulum, sistem pendidikan, dan metode pengajaran yang efektif dan efisien. Upaya tersebut antara lain peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan mutu para pendidik dan peserta didik serta perubahan dan perbaikan kurikulum. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan cara memperbaiki proses pembelajaran. Pembelajaran pada dasarnya adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam situasi pendidikan, oleh karena itu, guru dalam mengajar dituntut kesabaran, keuletan dan sikap terbuka disamping kemampuan dalam situasi belajar mengajar yang lebih efektif. Sekolah sebagai suatu institusi atau lembaga pendidikan idealnya harus mampu melakukan proses edukasi, sosialisasi, dan transformasi. Dengan kata lain, sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mampu berperan sebagai proses edukasi (proses pendidikan yang menekankan pada kegiatan mendidik 1 2 dan mengajar), proses sosialisasi (proses bermasyarakat terutama bagi anak didik), dan wadah proses transformasi (proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik atau lebih maju). IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan Teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Izzatin, 2008). Pendidikan IPA menjadi suatu bidang ilmu yang memiliki tujuan agar setiap siswa terutama yang ada di SMK memiliki kepribadian yang baik dan dapat menerapkan sikap ilmiah serta dapat mengembangkan potensi yang ada di alam untuk dijadikan sebagai sumber ilmu dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Melihat proses pembelajaran IPA yang selama ini berlangsung di SMK bahwa pada proses pembelajaran yang terjadi masih banyak berfokus kepada guru sebagai sumber utama pengetahuan (transfer pengetahuan dari guru ke siswa). Ternyata hal ini merupakan salah satu kelemahan proses 3 pembelajaran di sekolah-sekolah, artinya pembelajaran yang dilakukan oleh para guru kurang adanya dalam melibatkan dan mengembangkan proses kemampuan berfikir siswa yaitu dalam melibatkan keenam proses jenjang berfikir lainnya diantarnya mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan berkreasi, siswa didorong agar dapat menguasai sejumlah materi pelajaran dan kemampuan yang dimiliki siswa, pada akhirnya mampu mengingat fakta-fakta dalam jangka pendek sehingga dapat mengaplikasikan fakta-fakta ke dalam perbuatan, mengubah teori ke dalam keterampilan terbaiknya sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baru sebagai produk inovasi pikirannya (Bloom, dalam Tatang 2010). Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMK Negeri 1 Banyudono pada kelas XI TKJ 1(Tehnik Komputer Jaringan) dengan jumlah siswa 35 orang, ditemukan beberapa kelemahan atau kendala pembelajaran, antara lain: 1). 17 orang atau 48,57% siswa mengalami kejenuhan saat proses pembelajaran di kelas; 2). 20 orang atau 57,14% siswa cenderung pasif dalam pembelajaan; 3). 15 orang atau 42,85% siswa sering membuat keramaian di dalam kelas; 4). 8 orang atau 22,85% siswa hasil belajarnya kurang standar KKM yaitu < 65; 5). 25 orang atau 71,42% siswa kurang berani dalam mengungkapkan pendapat, jawaban maupun mengajukan pertanyaan; 6) metode pembelajaran yang digunakan guru masih monoton yaitu dengan menggunakan metode ceramah. Kelemahan atau kendala pembelajaran tersebut dapat diatasi dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat. 4 Bertolak dari beberapa kendala tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian berkaitan dengan pengembangan interaksi kelompok dan kerjasama serta upaya peningkatan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil diskusi antara peneliti dan guru mata pelajaran IPA di sekolah tersebut, peneliti mengajukan solusi berupa penggunaan metode pembelajaran untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Metode pembelajaran yang dimaksud dengan menggunakan strategi Problem Based Learning (PBL). Strategi pembelajaran Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar cara berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran (Nurhadi, 2004:109). Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Secara garis besar pembelajaran berbasis masalah terdiri dari penyajian kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri (Kusnandar, 2009:254-255). Selain itu, Susento (2009) mengatakan bahwa pendekatan pembelajaran berbasis masalah adalah konsep pembelajaran yang membantu 5 guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi siswa, dan memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata). Tujuan PBL adalah menantang siswa mengajukan permasalahan dan juga menyelesaikan masalah meningkatkan keaktifan yang siswa lebih rumit dalam dari sebelumnya, mengemukakan dapat pendapatnya, menggalang kerjasama dan kekompakan siswa dalam kelompok. Siswa SMA/SMK dalam perkembangannya telah mampu berpikir operasional serta lebih afektif dan kreatif. Perkembangan kognitif siswa SMK kelas XI sudah berada pada tahap operation konkrit ke formal operation. Pada tahap ini siswa sudah berpikir logis, siswa juga sudah mulai berani untuk berpendapat dan sudah mulai mengerti arti pentingnya sebuah kebersamaan. Pembelajaran berbasis masalah diharapkan lebih efektif, karena siswa akan lebih aktif dalam berpikir dan memahami materi secara berkelompok dan siswa dapat lebih mudah menyerap materi pelajaran, serta kematangan pemahaman terhadap jumlah materi pelajaran. Berdasarkan masalah yang ditemukan di kelas XI TKJ 1, yaitu 1). 17 orang atau 48,57% siswa mengalami kejenuhan saat proses pembelajaran di kelas; 2). 20 orang atau 57,14% siswa cenderung pasif dalam pembelajaran; 3). 15 orang atau 42,85% siswa sering membuat keramaian di dalam kelas; 4). 8 orang atau 22,85% siswa hasil belajarnya kurang standar KKM yaitu < 65; 5). 25 orang atau 71,42% siswa kurang berani dalam mengungkapkan 6 pendapat, jawaban maupun mengajukan pertanyaan; 6) metode pembelajaran yang digunakan guru masih monoton yaitu dengan menggunakan metode ceramah, maka masalah-masalah tersebut akan diselesaikan melalui pembelajaran berbasis masalah, karena model pembelajaran ini memberikan peluang bagi siswa untuk melibatkan kecerdasan majemuknya, sehingga diharapkan dengan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa (Wena, 2008:96). Hasil penelitian Mirza (2009: 70) diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa sebesar 0,83 atau 83 %. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar yang meliputi kemampuan afektif dan kognitif. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mencoba mengadakan penelitian tentang “UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA POKOK BAHASAN DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN MELALUI STRATEGI PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA SISWA KELAS XI TKJ 1 SMK NEGERI 1 BANYUDONO BOYOLALI TAHUN AJARAN 2010/2011”. B. Pembatasan Masalah Untuk mempermudah di dalam penelitian dan menanggulangi terjadinya perluasan masalah serta mempermudah dalam memahami masalah, maka dibatasi sebagai berikut : 7 1. Subyek penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI TKJ 1 SMK Negeri 1 Banyudono Boyolali tahun Ajaran 2010/2011. 2. Obyek penelitian Obyek dalam penelitian ini yaitu pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada pokok materi dampak pencemaran lingkungan. 3. Parameter penelitian Parameter yang digunakan sebagai berikut: a) Aspek Afektif Partisipasi siswa dalam pembelajaran ditunjukkan dengan keaktifan mereka untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. b) Aspek Kognitif Hasil belajar siswa dalam aspek kognitif setelah menerapkan strategi Problem Based Learning dapat mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 65. c) Aspek Psikomotorik 1) Keterampilan siswa mengukur konsentrasi (pH) zat tercemar dengan menggunakan kertas indikator. 2) Keterampilan siswa mendaur ulang sampah anorganik (plastik) menjadi barang yang bernilai ekonomis. 8 C. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: “Apakah pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA pokok materi dampak pencemaran lingkungan pada siswa kelas XI TKJ 1 SMK Negeri 1 Banyudono Boyolali tahun ajaran 2010/2011?” D. Tujuan Penelitian Bertolak dari rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar IPA pada pokok materi dampak pencemaran lingkungan melalui strategi Problem Based Learning (PBL) pada siswa kelas XI TKJ 1 SMK Negeri 1 Banyudono Boyolali tahun ajaran 2010/2011. E. Manfaat Penelitian Dengan penelitian ini diharapkan agar hasilnya dapat bermanfaat : 1. Bagi guru : a. Berkesempatan menerapkan model pembelajaran yang dikembangkan. b. Berkesempatan melakukan modeling, sehingga tidak kesulitan saat mengimplementasikan. 9 2. Bagi siswa atau peserta didik : a. Dapat mengembangkan keterampilan berfikir, keterampilan penyelidikan, dan keterampilan pemecahan masalah. b. Dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam mengemukakan pendapatnya, menggalang kerjasama dan kekompokkan dalam kelompok. c. Dapat memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata). d. Dapat menjadikan pebelajar yang mandiri dan independen. 3. Bagi mahasiswa peneliti : a. Mendapat pengalaman melakukan analisis kebutuhan, mengembangkan instrumen, strategi pembelajaran, melakukan seleksi materi. b. Mendapat pengalaman langsung pelaksanakan pembelajaran berbasis masalah yang berorientasi pada peningkatan hasil belajar siswa. c. Memberi bekal mahasiswa sebagai calon guru untuk siap melaksanakan tugas dilapangan sesuai kebutuhan di lapangan (stakeholder). 4. Bagi sekolah : Dapat memberikan informasi dalam rangka peningkatan mutu pendidikan berhubungan dengan banyaknya model pembelajaran yang digunakan yang berhubungan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.