LITERAT No. 31 Tahun 2010 ISSN: 1411–2566 Prawacana Bismillahirrohmanirrohiim, Assalamu’alaikum Warrohmatullohi Wabarokatuh, Pada bulan September tahun ini, Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas (JIKK) Akademi Kebidanan Ar Rahmah hadir dengan sejumlah hasil kajian dan penelitian para dosen, baik dosen AKBID Ar Rahmah maupun dosen perguruan tinggi lainnya, yang dengan senang hati berbagi wawasan dan pengetahuan mereka demi meningkatkan kualitas keilmuan di bidang kebidanan di bumi pertiwi ini. Mengawali JIKK edisi ke-4 ini, Yuliati memaparkan tentang Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Trimester III Tentang Persiapan Persalinan Dan Kesiapan Menghadapi Keadaan Darurat Di Desa Sayati Kec. Margahayu Kab. Bandung. Tulisan Selanjutnya, Esti Hitatami yang memaparkan mengenai Pengetahuan Akseptor KB Tentang Kontrasepsi Implan Di Puskesmas Cipeundeuy Bandung Barat. Tak kalah menarik, Widyastuti memaparkan tentang Tingkat Pengetahuan Siswi Kelas X Tentang Keputihan Fisiologis Dan Patologis Sebelum Dan Sesudah Diberikan Penjelasan Di SMK Negeri 1 Garut. Tulisan selanjutnya, Winarni mengkaji tentang Hubungan Karakteristik Dengan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang ANC Di Desa Biru Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung Periode 2011. Selanjutnya, JM Weking memaparkan mengenai Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Ikterus Neonatorum Di Ruang Nifas Rumah Sakit Kasih Bunda Kota Cimahi Tahun 2013. Tulisan selanjutnya, Ajeng Widyastuti menguraikan tentang Hubungan Atara Induksi Persalinan Menggunakan Oksitosin Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di RS Sariningsih Bandung Tahun 2010. Tulisan terakhir, Nunung Kunianingsih mengkaji tentang Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Tuberculosis Paru Di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor. Tak hentinya kami mengajak pembaca dari semua kalangan untuk senantiasa menggunakan JIKK sebagai media publikasi hasil kajian dan penelitian. Kami yakin, setiap kegiatan ilmiah yang telah dilakukan akan terasa lebih bermanfaat tatkala dipublikasikan dan menjadi konsumsi masyarakat ilmiah. Oleh karena itu, kami tunggu karya Anda untuk edisi JIKK selanjutnya. Akhir kata, sajian JIKK edisi kali ini diharapkan bermanfaat dan senantiasa membuka cakrawala informasi bagi Anda. Selamat membaca! Billahittaufiq walhidayah, Wassalamu’alaikum Warrohmatullohi Wabarokatuh. Penyunting. Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 1 jikk ISSN: 2356-5454 Nomor 04 Tahun 2012 jikk Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Nomor 04 Tahun 2012, ISSN: 2356-5454 Diterbitkan oleh, Ar Rahmah Press Akademi Kebidanan Ar Rahmah – Bandung Penanggung Jawab Hj. Diah Nurmayawati Ketua Penyunting Yuliati Wakil Ketua Penyunting Andi Laksana B Anggota Esti Hitatami Sundari Desra Amelia Irma Rosliani Dewi Iis Wahyuni Widyastuti Nunung Kanianingsih Winarni Ajeng Windyastuti JM Weking Yuliustina Mitra Bestari (Penyunting Ahli) Elvi Era Liesmayani (AKBID Panca Bhakti) Widyah Setyowati (STIKES Ngudi Waluyo U) Titiek Soelistyowatie (Unika Atma Jaya) Ari Murdiati (Univ. Muhammadiyah Semarang) Lingga Kurniawati (POLTEKKES Semarang) Frida Cahyaningrum (STIKES Karya Husada) Crismis Novalina Ginting (Univ. Gadjah Mada) Santy Deasy Siregar (Univ. Sumatera Utara) Deby Novita Siregar (STIKes Helvetia) Jupri Kartono (AKBID Panca Bhakti) Aries Cholifah (Univ. Negeri Surakarta) Setting Layout & Sirkulasi M. Andriana Gaffar Yadi Firmansyah Hamdan Hidayat Hamdani Fitriasukma Ekaputra Hal | 2 Daftar Isi PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER III TENTANG PERSIAPAN PERSALINAN DAN KESIAPAN MENGHADAPI KEADAAN DARURAT DI DESA SAYATI KEC. MARGAHAYU KAB. BANDUNG oleh Yuliati ... 3 PENGETAHUAN AKSEPTOR KB TENTANG KONTRASEPSI IMPLAN DI PUSKESMAS CIPEUNDEUY BANDUNG BARAT oleh Esti Hitatami ... 10 TINGKAT PENGETAHUAN SISWI KELAS X TENTANG KEPUTIHAN FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENJELASAN DI SMK NEGERI 1 GARUT oleh Widyastuti ... 17 HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANC DI DESA BIRU KECAMATAN MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG PERIODE 2011 oleh Winarni ... 28 PENGETAHUAN IBU POSTPARTUM TENTANG IKTERUS NEONATORUM DI RUANG NIFAS RUMAH SAKIT KASIH BUNDA KOTA CIMAHI TAHUN 2013 oleh JM Weking ... 35 HUBUNGAN ATARA INDUKSI PERSALINAN MENGGUNAKAN OKSITOSIN DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RS SARININGSIH BANDUNG TAHUN 2010 oleh Ajeng Widyastuti ... 42 PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TUBERCULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU DR. M. GOENAWAN PARTOWIDIGDO CISARUA BOGOR oleh Nunung Kunianingsih ... 49 Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 ISSN: 2356-5454 PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER III TENTANG PERSIAPAN PERSALINAN DAN KESIAPAN MENGHADAPI KEADAAN DARURAT DI DESA SAYATI KEC. MARGAHAYU KAB. BANDUNG Oleh Yuliati ABSTRAK Kematian ibu adalah kematian ibu dikarenakan kehamilan, persalinan, masa nifas. Kejadian kematian ibu di Kota Bandung tahun 2009 yang terlaporkan adalah sebanyak 25 orang dengan rincian kematian ibu hamil 7 orang, kematian ibu bersalin 8 orang dan kematian ibu nifas sebanyak 10 orang. Penyebab kematian ibu terbanyak adalah karena perdarahan sebanyak 16.66%, eklampsi sebanyak 8.33% dan penyakit penyerta lainnya. Pada tahun 2009 ditemukan 3.997 kasus ibu hamil resiko tinggi sedangkan yang ditangani sebanyak 91.64%. Hal-hal yang berhubungan dengan persiapan persalinan yang berkaitan dengan persiapan fisik perlu di informasikan oleh bidan pada saat melakukan konseling adalah : persiapan keuangan, pemilihan tempat dan penolong persalinan, persiapan sarana transportasi, donor darah dan persiapan pengetahuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Pengetahuan dan sikap Ibu hamil trimester III Terhadap persiapan Kelahiran dan Kesiapan Menghadapi Keadaan Darurat di ”Desa Sayati Kec. Margahayu Kab. Bandung. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh ibu hamil trimester III di Desa Sayati Kec. Margahayu Kab Bandung yang berjumlah 35 orang. Teknik pengambilan sample menggunakan Sampling Jenuh. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Sebagian besar Pengetahuan Ibu Hamil Trimester III tentang persiapan persalinan memiliki kategori baik dengan jumlah 94,29%, pengetahuan ibu tentang kesipaan menghadapi keadaan darurat berada pada kategori Baik dengan persentase 89,84%.Sikap responden terhadap persiapan persalinan lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 24 orang atau 68,57% dikategorikan siap dan sebanyak 11 orang dengan presentasi 31,43% dikategorikan tidak siap, Sikap responden terhadap persiapan menghadapi keadaan darurat lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 19 orang atau 54,29% dikategorikan tidak siap dan sebanyak 16 orang dengan presentasi 45,71% dikategorikan siap PENDAHULUAN Latar Belakang Kematian ibu adalah kematian ibu dikarenakan kehamilan, persalinan, masa nifas. Kejadian kematian ibu di kota Bandung tahun 2009 yang terlaporkan adalah 25 orang dengan rincian kematian ibu hami 7 orang, kematian ibu bersalin 8 orang, dan kematian ibu nifas 10 orang. Penyebab kematian ibu terbanyak adalah karena perdarahan sebanyak 16,66%, eklamsi sebanyak 8,33%, dan penyerta lain. Pada tahun 2009 ditemukan 3,997 kasus ibu hamil resiko tinggi sedangkan yang ditangani sebanyak 91,64%. Bila dibandingkan dengan target SPM sudah mencapai target. Hal lain yang dapat memperkecil resiko kematian ibu adalah dengan pelayanan berkala meliputi pemeriksaan kehamilan ke-1 (K1) dan ke-4 (K4). Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (NAKES) menjadi salah satu indikator kesehatan yang erat kaitannya dengan indikator kematian ibu dan bayi. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di kota Bandung tahun 2009 mencapai 44.217 ibu (87,52%), jika dibandingkan dengan tahun 2008 (63,7%). Maka terjadi kenaikan sebesar 23,82% jika dibandingkan dengan target SPM (90%) maka masih terjadi kesenjangan sebesar 2,48%. Hal ini terjadi karena belum seluruh hasil kegiatan pelayanan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dari sarana kesehatan swasta dan rumah sakit terlapor. (Profil Dinkes, 2009) Faktor-faktor 3T berkaitan erat dengan pengetahuan yang dimiliki oleh ibu Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 3 ISSN: 2356-5454 mengenai kegawatdaruratan pada kehamilan, sehingga apabila ibu telah memiliki kemampuan tersebut faktor 3 T dapat dihindari. Karena sebagian dari ibu hamil tidak mengetahui alur rujukan yang benar sehingga pada saat melakukan rujukan ibu datang tanpa membawa uang, ibu datang sudah dalam kondisi parah, karena terlambat menghubungi petugas dalam hal ini bidan. Jika pada saat ibu melakukan kunjungan pemeriksaan ANC, ibu mendapat konseling mengenai persiapan kelahiran dan kesiapan menghadapi keadaan darurat, tentu masalah seperti ini tidak akan terjadi. Desa Sayati merupakan salah satu wilayah kerja Puskesmas Bihbul Yang berada di Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung. Di puskesmas Bihbul ini terdapat beberapa pelayanan kesehatan khususnya pelayanan kesehatan ibu dan anak seperti pelayanan ANC, pelayanan KB, dan pelayanan imunisasi. Kegiatan pelayanan antenatal care (ANC) dilakukan setiap hari Senin dan Rabu, pelayanan ANC di berikan kepada semua ibu hamil yang datang untuk melakukan kunjungan baik itu kunjungan awal maupun kunjungan ulang dalam kegiatan pelayanan ANC selain memberikan asuhan pemeriksaan hamil bidan yang terdapat di puskesmas Bihbul memberikan konseling tentang kebutuhan dasar ibu hamil, ketidaknyamanan yang ibu alami selama hamil, tanda bahaya pada kehamilan, tanda bahaya pada persalinan, dan kesiapan menghadapi keadaan darurat. Tetapi sebagian ibu hamil yang sudah diberikan konseling oleh bidan masih ada ibu yang tidak paham. Angka Kematian Bayi di desa Sayati masih tinggi pada bulan Januari-April tahun 2011 di desa Sayati terdapat 3 orang bayi meninggal yang diakibatkan karena terkena infeksi, ikterus dan persalinan prematur hal ini disebabkan karena pertolongan persalinan oleh non tenaga kesehatan (paraji) dan terlambatnya melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan. Pertolongan persalinan oleh paraji akan berdampak buruk baik pada ibu maupun bayi diantaranya yaitu perdarahan, Hal | 4 jikk Nomor 04 Tahun 2012 dan infeksi (peralatan yang tidak bersih). (Bidan Desa Sayati). Berdasarkan studi pendahuluan, hasil wawancara yang peneliti lakukan kepada 10 ibu hamil, sebanyak 5 orang ibu mengatakan tidak mengetahui tanda bahaya pada kehamilan, tanda bahaya pada persalinan, perencanaan persalinan, kesiapan menghadapi keadaan gawat darurat dan persiapan rujukan yang berdasarkan BAKSOKUDA (Bidan, Alat, Kendaraan, Surat, Obat, Keluarga, Uang, Donor darah dan Do’a) karena belum pernah mendapatkan informasi tentang hal tersebut. Sedangkan 5 orang mengatakan sudah mengetahui. Persiapan Persalinan, hal-hal yang berhubungan dengan persiapan persalinan yang berkaitan dengan persiapan fisik yang harus disampaikan oleh bidan pada saat melakukan konseling adalah: Persiapan laktasi, persiapan keuangan, pemilihan tempat dan penolong persalinan, persiapan sarana transportasi, donor darah dan persiapan pengetahuan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengetahuan dan sikap Ibu Hamil Trimester III Tentang Persiapan Persalinan Dan Kesiapan Menghadapi Keadaan Darurat Di Desa Sayati Kec. Margahayu Kab. Bandung” PEMBAHASAN Berikut adalah hasil penelitian mengenai pengetahuan dan sikap ibu hamil trimester III tentang Persiapan persalinan dan kesiapan menghadapi keadaan darurat yang telah dilakukan di Desa Sayati Kecamatan margahayu Kabupaten Bandung Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis dekriptif dengan cara memaparkan, menjabarkan serta menginterpretasi jawaban responden atas sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Pengetahuan Ibu Hamil Trimester III tentang Persiapan Persalinan Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga) (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan mengenai kehamilan sangat diperlukan oleh seorang ibu hamil baik itu mengenai proses kehamilan, persalinan dan bayi. Terutama ibu yang baru mengalami kehamilan yang pertama. Berdasarkan Gambar 5.6.1 dilihat dari pengetahuan persiapan persalinan lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 31 orang atau 88,57% dikategorikan baik, sebanyak 3 orang dengan presentasi 8,57% dikategorikan cukup dan 1 orang atau 2,86% responden dikategorikan kurang. Secara keseluruhan Pengetahuan ibu hamil trimester III tentang persiapan persalinan berada pada 94,29% dengan kategori Baik. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa ibu hami trimester III mengetahui hal-hal apa saja yang perlu disiapkan pada saat akan bersalin. Indikator terendah dalam pengetahuan ibu hamil trimester III tentang persiapan persalinan adalah Penolong persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan persentasi terendah 82,86% dan indikator tertinggi adalah Fungsi Puskesmas, Rumah Sakit dan Bidan Praktek Swasta adalah tempat bersalin dan Bersalin ke bidan dan dokter spesialis kandungan untuk terhindar dari infeksi dengan persentase 100%. Hal ini dapat menunjukkan bahwa sebagian dari ibu masih ada yang memilih penolong persalinan mereka dengan menggunakan tenaga non medis dan hampir semua responden memilih untuk bersalin di Puskesmas, Rumah Sakit atau Bidan Praktek Swasta. Persiapan persalinan merupakan halhal yang berhubungan dengan persiapan persalinan yang berkaitan dengan persiapan fisik yang meliputi pemilihan tempat dan penolong persalinan, persiapan keuangan. Tempat dan penolong persalinan harus ISSN: 2356-5454 direncanakan ditepat layanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit, atau Bidan Praktek Swasta dan ditolong oleh Tenaga Medis seperti Bidan atau Dokter dengan harapan ibu akan terhindar dari infeksi Pengetahuan Ibu Hamil Trimester III tentang Kesiapan Menghadapi Keadaan Darurat Berdasarkan Gambar 5.6.2 kategori jawaban ibu hamil trimester III dilihat dari pengetahuan kesiapan menghadapi keadaan darurat lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 28 orang atau 80% dikategorikan baik, sebanyak 7 orang dengan presentasi 20% dikategorikan cukup dan tidak responden yang dikategorikan kurang. Secara keseluruhan pengetahuan ibu tentang kesipaan menghadapi keadaan darurat berada pada kategori Baik dengan persentase 89,84%. Indikator terendah dalam pengetahuan ibu hamil trimester III tentang kesiapan menghadapi keadaan darurat adalah mengenai tanda bahaya kehamilan dengan persentase 57,14% dan indikator tertinggi adalah Rujukan dilakukan apabila terjadi keadaan darurat pada proses persalinan dengan persentase, Rujukan yang optimal dan tepat waktu dapat menyelamatkan nyawa ibu dan bayi pada proses persalinan yang bermasalah, Suami dan keluarga adalah pengambil keputusan yang paling tepat saat keadaan darurat, serta Jika ibu tidak merasakan janin merupakan tanda bahaya dari janin dengan persentase 100%. Dalam hal ini menunjukan bahwa lebih dari setengah responden tidak mengetahui tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan seluruh responden mengetahui bahwa rujukan dilakukan apabila terjadi keadaan darurat, rujukan yang optimal dan tepat waktu dapat menyelamatkan nyawa ibu dan bayi, serta reponden yakin suami dan keluarga dapat mengambil keputusan yang paling tepat saat keadaan darurat terjadi. Keadaan darurat pada masa persalinan merupakan keadaan dimana ibu mengalami kelainan pada masa kehamilan dan persalinan sehingga harus dirujuk. Rujukan dalam Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 5 ISSN: 2356-5454 kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukan atau fasilitas yang memiliki sarana yang lebih lengkap, diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir, meskipun sebagian besar ibu akan menjalani persalinan normal namun sekitar 10-15% diantaranya akan mengalami masalah selama proses persalinan dan kelahiran bayi sehingga perlu dirujuk ke fasilitas rujukan kesehatan. Sangat sulit untuk menduga kapan penyulit akan terjadi sehingga kesiapan untuk merujuk ibu dan atau bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu (jika penyulit terjadi) menjadi syarat bagi keberhasilan upaya penyelamatan. Tanda bahaya pada kehamilan harus diketahui oleh ibu yang sedang hamil, ada beberapa tanda bahaya pada kehamilan antara lain : 1. Perdarahan : a. Kehamilan Muda (< 20 minggu) - Perdarahan banyak disertai mules dapat merupakan ancaman keguguran atau keguguran telah terjadi. - Perdarahan sedikit disertai nyeri abdomen merupakan tanda dari kehamilan di luar kandungan b. Kehamilan Lanjut Perdarahan (plasenta previa atau solusio plasenta) 1) Gejala perdarahan plasenta previa : - Perdarahan tanpa nyeri, usia gestasi >22 minggu - Darah segar atau kehitaman dengan bekuan - Perdarahan dapat terjadi setelah miksi atau defekasi, aktifitas fisik, dan kontraksi (Saifuddin, 2007) 2) Gejala perdarahan solusio plasenta Perdarahan intermiten atau menetap Hal | 6 jikk Nomor 04 Tahun 2012 Perdarahan yang disertai rasa nyeri (Saifuddin, 2007) 2. Sakit kepala yang hebat, bengkak pada kaki, tangan dan wajah, kadangkadang disertai kejang. Merupakan tanda –tanda hypertensi pada kehamilan, preeklamsi berat dan preeklamsi ringan biasanya timbul setelah usia kehamilan 20 minggu. 3. Demam tinggi, biasanya karena infeksi atau malaria, demam tinggi ini sangat berbahaya bagi ibu karena dapat mengakibatkan keguguran bagi kehamilan muda atau kehamilan kurang bulan. 4. Keluar air ketuban sebelum waktunya, merupakan tanda bahaya adanya gangguan dalam kehamilan dan dapat membahayakan bayi dalam kandungan. 5. Ibu tidak merasakan gerakan janin, keadaan ini merupakan tanda bahaya dari janin dan kemungkinan janin mengalami kematian 6. Ibu muntah terus menerus, keadaan ini akan membahayakan kesehatan ibu dan juga janin yang dikandungnya. Dari keenam poin diatas diharapkan ibu mengetahuinya tanda-tanda bahaya tersebut sehingga jika terjadi, ibu dapat segera mengatasinya dengan datang ke bidan atau dokter spesialis kandungan. Dalam menghadapi keadaan darurat hal penting yang perlu disiapkan adalah BAKSOKUDA : B (Bidan) : Pastikan bahwa bidan atau bayi baru lahir didampingi oleh penolong persalinan yang kompeten dan untuk menatalaksanakan gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir untuk dibawa ke fasilitas rujukan. A (Alat) : Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa nifas, dan bayi baru lahir (tabung suntik, selang IV, alat resusitasi, Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 dll) bersama ibu ketempat rujukan. Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkan dalam perjalanan menuju fasilitas rujukan. K (Keluarga) : Beritahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu atau bayi dan mengapa ibu atau bayi perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alasan dan tujuan merujuk ibu ke fasilitas rujukan tersebut, suami atau anggota keluarga yang lain harus menemani ibu atau bayi baru lahir hingga ke difasilitas rujukan. S (surat) : Berikan surat ke tempat rujukan surat ini harus memberikan identifikasi mengenai ibu atau bayi, cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil pemeriksaan , asuhan atau obatobatan yang diterima ibu atau bayi baru lahir, sertakan juga partograf yang dipakai untuk membuat keputusan klinik. O (obat) : Bawa obat-obat esensial pada saat mengantar ibu ke fasilitas rujukan. Obat-obatn tersebut mungkin diperlukan selama diperjalanan K (kendaraan) : Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam kondisi cukup nyaman. Selain itu pastikan kondisi kendaraan cukup baik untuk mencapai tujuan pada waktu yang tepat U (Uang) : Ingatkan pada keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat-obatan yang diperlukan dan bahanbahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibu atau bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan. DA (donor darah dan Do’a) : Siapkan golongan darah yang sesuai dengan golongan darah ibu bila diperlukan selama proses rujukan berlangsung. Salah satu usaha untuk meminta bantuan dan pertolongan dari-Nya. Dalam hal ini menunjukkan pengetahuan Ibu hamil trimester III tentang kesiapan menghadapi keadaan darurat berkategori baik. ISSN: 2356-5454 Sikap Ibu Hamil Trimester III tentang Persiapan Persalinan Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2010). Menurut Alport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni: a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek b. Kehidupan emosional dan evaluasi emosional terhadap suatu objek c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave) Berdasarkan Gambar 5.6.3 dilihat dari sikap persiapan persalinan lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 24 orang atau 68,57% dikategorikan siap dan sebanyak 11 orang dengan presentasi 31,43% dikategorikan tidak siap. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa lebih dari separuh responden menyatakan siap dalam menghadapi persalinan. Adapun indikator terendah dalam sikap ibu pada persiapan persalinan adalah jika ibu melahirkan ingin ditolong oleh bidan atau dokter spesialis kandungan sebanyak 85% dan indikator tertinggi adalah Ibu hamil akan mendatangi Bidan praktek swasta jika mengalami tanda-tanda persalinan sebanyak 95.71%. Dalam hal ini menjukkan bahwa ada sebagian kecil dari sikap responden yang masih memilih penolong dalam persalinan mereka dengan tenaga non medis dan hampir seluruh responden akan segera mendatangi Rumah Bersalin, Rumah Sakit, Puskesmas atau Bidan praktek swasta jika mengalami tanda-tanda persalinan. Sikap Ibu Hamil Trimester III tentang Kesiapan Menghadapi Keadaan Darurat Berdasarkan Gambar 5.6.4 dilihat dari sikap persiapan menghadapi keadaan darurat lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 19 orang atau 54,29% dikategorikan tidak siap dan sebanyak 16 orang dengan persentasi 45,71% dikategorikan siap menghadapi keadaan darurat saat persalinan. Adapun indikator terendah dalam sikap ibu Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 7 jikk ISSN: 2356-5454 menghadapi keadaan darurat adalah akan menghubungi bidan bila merasakan sakit kepala yang hebat, bengkak pada kaki, tangan dan wajah sebanyak 82,86 % dan indikator tertinggi adalah Rujukan yang optimal dan tepat waktu dapat menyelamatkan nyawa ibu dan bayi sebanyak 92,86 %. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian kecil sikap respoden tidak akan menghubungi bidan bila merasakan sakit kepala yang hebat, bengkak pada kaki, tangan dan wajah, dan hampir seluruh responden akan melakukan rujukan optimal dan tepat waktu dapat menyelamatkan nyawa ibu dan bayi. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tindakan, yakni: 1. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek) 2. Merespons (Responding) Memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. 3. Menghargai (Valuing) Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon. 4. Bertanggung jawab (Responsible) Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah tanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohnya atau adanya risiko lain. PENUTUP Hal | 8 Nomor 04 Tahun 2012 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa : 1. Sebagian besar Pengetahuan Ibu Hamil Trimester III tentang persiapan persalinan memiliki kategori baik dengan jumlah 94,29% . Dengan hasil pengkategorian lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 31 orang atau 88,57% dikategorikan baik, sebanyak 3 orang dengan presentasi 8,57% dikategorikan cukup dan 1 orang atau 2,86% responden dikategorikan kurang. 2. Secara keseluruhan pengetahuan ibu tentang kesiapan menghadapi keadaan darurat berada pada kategori Baik dengan persentase 89,84%. Dengan hasil pengkategorian lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 28 orang atau 80% dikategorikan baik, sebanyak 7 orang dengan presentasi 20% dikategorikan cukup dan tidak responden yang dikategorikan kurang. 3. Sikap responden terhadap persiapan persalinan lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 24 orang atau 68,57% dikategorikan siap dan sebanyak 11 orang dengan presentasi 31,43% dikategorikan tidak siap. Dapat disimpulkan lebih dari setengah responden siap menghadapi persiapan persalinan. 4. Sikap responden terhadap persiapan menghadapi keadaan darurat lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 19 orang atau 54,29% dikategorikan tidak siap dan sebanyak 16 orang dengan presentasi 45,71% dikategorikan siap menghadapi keadaan darurat saat persalinan. Dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah responden tidak siap menghadapi keadaan darurat. Saran 1. Bagi Ibu Hamil 1. Hendaknya para ibu hamil lebih aktif dalam mendapatkan informasi mengenai tanda-tanda Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk 2. 3. Nomor 04 Tahun 2012 bahaya pada kehamilan sehingga bila terjadi tanda-tanda bahaya tersebut ibu dapat segera mengetahuinya dan langsung datang ke Bidan atau Dokter Spesialis kandungan untuk memeriksakannya. Hendaknya ibu mempercayakan proses persalinan mereka pada tenaga kesehatan (Bidan atau Dokter) Sehubungan dengan sebagian besar masih ada yang setuju menyerahkan proses persalinan kepada non tenaga kesehatan 2. Bagi Tenaga Kesehatan Hendaknya para bidan atau dokter lebih aktif dalam memberikan konseling kepada klien secara rinci pada setiap pemeriksaan agar klien mengerti dengan keadaan kehamilan mereka dan. 3. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini dapat bermanfaat dan dijadikan reperensi kepustakaan. REFERENSI Alimul, Aziz. 2007. Metodologi Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika Arikunto. S. 2002.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto. S. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Azwar, S. 2010. Sikap Manusia dan Teori Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. 2010. profil kesehatan kabupaten bandung, Bandung : DinKes Kabupaten Bandung ISSN: 2356-5454 Dinas Kesehatan Kota Bandung. 2009. profil kesehatan Kota bandung, Bandung : DinKes Kota Bandung. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2005. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Bandung : Dinas Kesehatan Jawa Barat. Notoatmodjo, S. 2002. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Machfoedz, i. 2007. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatn dan Kebidanan. Yogyakarta :Fitramaya Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka : Jakarta Saifuddin. (2002). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-sp Varney, Helen. 2004. Buku – Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 1. Jakarta : EGC. Manuaba, Ida Bagus. 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC. Bobak. 2005. Keperawatan Maternitas. Jakarta. EGC. Departemen Kesehatan RI. (2007). Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR. Http : // Lubis 454. wordpress.com/ 2008 / 08 / 14 / komplikasi-persalinan Mariani, S. (2007). Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Keluarga Dalam Pemilihan Penolong Persalinan. http://www.tempo.co.id, diperoleh tanggal 14 Juli 2008. http://html-pdf-convert.com/cari/jenis-jenisrujukan-kebidanan.html www.wikipedia.co.id/pengalaman Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 9 jikk ISSN: 2356-5454 Nomor 04 Tahun 2012 GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG HIPEREMESIS GRAVIDARUM DI POLIKLINIK KANDUNGAN RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG 2011 Oleh Esti Hitatami ABSTRAK Penulisan karya tulis ini di latar-belakangi oleh tertariknya penulis meneliti gambaran pengetahuan ibu hamil trimester I tentang hiperemesis gravidarum. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu Hamil trimester I tentang hiperemesis gravidarum di Poliklinik Kandungan rumah sakit Immanuel Bandung. Periode Mei 2011 Tinjauan teori yang di bahas dalam karya tulis ini meliputi penyebab, tanda dan gejala, cara pencegahan dan komplikasi hiperemesis gravidarum. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan data primer dan populasi yang diambil adalah seluruh ibu hamil trimester I yang memeriksakan kehamilan di Poliklinik Kandungan RS Immanuel Bandung Tahun 2011. Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling pada ibu hamil trimester I dari tanggal 19 – 24 Mei 2010 dengan jumlah responden 51 orang. Hasil penelitian yang akan dijelaskan mengenai Pengetahuan ibu hamil trimester I tentang penyebab hiperemesis gravidarum, tanda dan gejala hiperemesis gravidarum, pencegahan hiperemesis gravidarum dan komplikasi hiperemesis gravidarum. Data-data responden yang diperoleh melalui kuisioner dianalisis secara deskriptif. Diketahui bahwa dari 51 ibu hamil trimester I yang memiliki pengetahuan tentang hiperemesis gravidarum, terdapat 24 ibu hamil trimester I (47,06 %) diantaranya memiliki pengetahuan yang baik tentang hiperemesis gravidarum, 19 ibu hamil trimester I (37,25 %) memiliki pengetahuan yang cukup tentang hiperemesis gravidarum dan sisanya 8 ibu hamil trimester I (15,69 %) memiliki pengetahuan yang kurang tentang hiperemesis gravidarum. Modus terletak pada kategori baik, hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar ibu hamil trimester I mengetahui dengan baik tentang hiperemesis gravidarum. Kata kunci : Deskriptif, Hiperemesis Gravidarum PENDAHULUAN Latar Belakang Angka kematian ibu salah satu indikator pembangunan kesehatan dasar masih memprihatinkan. Kematian perempuan usia subur disebabkan masalah terkait kehamilan, persalinan dan nifas akibat perdarahan. Direktur Bina Kesehatan Ibu Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Kementrian Kesehatan Sri Hermiyanti mengatakan, dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka Kematian Ibu 228 per 100.000 kelahiran hidup. Tingkat kematian ibu pada masa kehamilan, persalinan, dan nifas terjadi hingga 4.692 pada tahun 2008. Kehamilan merupakan suatu peristiwa yang sangat di tunggu bagi wanita yang telah menikah, saat seorang wanita tidak lagi mendapatkan haid dan kemudian setelah diperiksa urinenya dengan hasil positif maka Hal | 10 wanita tersebut dinyatakan kemungkinan hamil. Tentulah calon ibu tersebut akan merasa senang begitu pula keluarganya, tetapi apabila calon ibu tersebut merasakan mual pada pagi hari atau saat-saat tertentu sehingga calon ibu tersebut merasa tidak nyaman. Perasaan mual dan muntah pada wanita hamil trimester pertama tepatnya sampai umur kehamilan 20 minggu adalah wajar tetapi bila mual dan muntah ini sampai membuat ibu hamil menurun berat badannya, terjadi dehidrasi dan mengganggu aktifitas atau pekerjaan sehari-hari maka hal ini disebut hiperemesis. (Prawirohardjo,2009) Hiperemesis gravidarum didefinisikan sebagai vomitus yang berlebihan atau tidak terkendali selama masa hamil yang menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit atau defisiensi nutrisi dan kehilangan berat badan. Insiden kondisi ini terjadi sekitar 3,5 per 1000 kelahiran. Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 Walaupun kebanyakan kasus hilang seiring perjalanan waktu, satu dari 1000 wanita hamil dengan mual muntah akan mengalami rawat inap. Hiperemesis gravidarum umumnya akan hilang dengan sendirinya tetapi penyembuhan berjalan dengan lambat sehingga sering terjadi dehidrasi berat. Kondisi sering terjadi diantara wanita primigravida dan cenderung terjadi lagi pada kehamilan berikutnya (Lowdermilk,2004). Penelitian yang dilakukan oleh Sastrawinata pada tahun 2004 didapatkan hasil ditemukan 50-70% wanita hamil dalam usia kehamilan 16 minggu pertama mengalami mual dan muntah, dari jumlah ini 44% nya mengalami muntah-muntah sehingga terjadi penurunan berat badan, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuri sehingga wanita hamil ini memerlukan perawatan di rumah sakit. Perbandingan insiden hiperemesis gravidarum terhadap jumlah kehamilan adalah 4:1000 kehamilan. Hiperemesis apabila tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat dapat menimbulkan gangguan baik pada organ ibu maupun pada pertumbuhan janin akibat dari penurunan intake makanan dan kekurangan cairan dan elektrolit yang berlangsung cukup lama. Efek hiperemesis pada ibu dapat menimbulkan ikterus, pada jantung dapat menyebabkan peningkatan kerja jantung dan pada akhirnya dapat menyebabkan henti jantung. (www.coasgokil.multiply.com) Selain itu akibat kekurangan nutrisi dan cairan juga elektrolit dapat berakibat pertumbuhan dan perkembangan janin menjadi terganggu sehingga dapat meningkatkan kemungkinan abortus ataupun bayi lahir dalam keadaan cacat. Abortus sering terjadi pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu akibat kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, tetapi abortus juga dapat terjadi pada usia kehamilan 14 minggu. (www.klikdokter.com) Melihat akibat hiperemesis yang dapat meningkatkan angka kematian dan ISSN: 2356-5454 kesakitan pada ibu dan janin maka bidan memiliki peranan yang penting dalam mencegah dan memberikan pertolongan pertama pada ibu dengan hiperemesis. Pencegahan terjadinya hiperemesis ini dapat diberikan dengan cara memberikan penyuluhan pada ibu hamil terutama bagi ibu yang baru melakukan test kehamilan dengan hasil positif, bidan harus memberikan penjelasan pada ibu dan keluarga tentang perasaan mual dan muntah yang mungkin akan dirasakan ibu pada trimester pertama. (www.healthblogheg.blogspot.com) Penyuluhan yang diberikan pada ibu yang mengalami mual dan muntah yaitu berupa anjuran agar ibu mengubah pola makannya. Ibu yang mengalami mual dan muntah pola makannya diubah menjadi makan dalam porsi sedikit tapi sering, menghindari makanan yang mengandung tinggi lemak, berbau dan berminyak, makan selingan berupa biskuit, roti kering dan teh hangat. Bidan juga memberikan penjelasan pada ibu bahwa bila mual dan muntah membuat ibu tidak bisa beraktifitas, ibu merasa lemas maka keluarga harus segera membawa ibu ke tempat pelayanan kesehatan terdekat agar ibu mendapatkan perawatan selanjutnya. (www.ilmu-asuhankebidanan.blospot) Menurut Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010) mengatakn bahwa suatu perilaku akan berubah bila terjadi perubahan pada tiga domain yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Dari ketiga domain tersebut pendidikan menjadi dasar dalam perubahan suatu perilaku. Penulis mendapatkan data di Rumah Sakit Immanuel jumlah ibu yang di rawat dengan hiperemesis pada bulan Januari sampai dengan April 2011 sebanyak 13 orang, klien di rawat dengan keluhan muntah yang hebat sehingga mengganggu kegiatan sehari – hari dan klien terlihat dehidrasi. Melihat kondisi klien tersebut maka klien digolongkan dalam hiperemesis derajat II. Melihat data tersebut maka penulis melihat pentingnya penanggulangan dini terjadinya hiperemesis Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 11 jikk ISSN: 2356-5454 sehingga ibu tidak mengalami dehidrasi, penulis menitikberatkan bukan pada jumlah data yang didapat tetapi dampak dari terjadinya hiperemesis terhadap derajat kesehatan dan tingkat kematian ibu. Pengamatan yang peneliti lihat di poliklinik kandungan rumah sakit Immanuel penyuluhan tentang hiperemesis tidak dijelaskan, para bidan di poliklinik kandungan rumah sakit Immanuel hanya menjelaskan bahwa kemungkinan ibu hamil akan mengalami mual dan muntah mulai minggu ke 4 kehamilan sampai sekitar 16 minggu usia kehamilan, para bidan di poliklinik kandungan rumah sakit Immanuel juga menjelaskan tentang cara mengurangi rasa mual dan muntah dengan cara ibu dianjurkan untuk mengurangi makanan yang mengandung lemak dan berbau, minum air hangat bila mulai ada perasaan ingin muntah, para bidan juga menganjurkan ibu untuk makan biskuit kering. Kunjungan yang terbanyak di poliklinik kandungan rumah sakit Immanuel banyak ibu hamil trimester pertama mulai memeriksakan kehamilannya dan ibu – ibu hamil ini secara teratur memeriksakan kehamilannya ke poliklinik kandungan rumah sakit Immanuel. Pada bulan Januari sampai Maret 2011 jumlah ibu hamil yang datang sebanyak 232 orang. Dari data yang penulis kumpulkan di poliklinik kandungan rumah sakit Immanuel bulan Januari sampai dengan Maret 2011 didapatkan dari 232 orang ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di di poliklinik kandungan rumah sakit Immanuel terdapat 84 orang ibu hamil yang mengeluh mual dan muntah. Dari 84 orang ibu hamil yang mengalami keluhan mual muntah terbanyak dialami pada usia kehamilan 2 minggu sampai dengan umur kehamilan 16 minggu. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan ibu hamil trimester I tentang hiperemesis gravidarum di poliklinik kandungan rumah sakit Immanuel pada bulan Mei 2011. Hal | 12 Nomor 04 Tahun 2012 PEMBAHASAN Bab ini membahas mengenai uraian dan analisis data-data yang diperoleh dari data primer penelitian. Data primer penelitian ini adalah hasil kuisioner yang disebarkan kepada 51 ibu hamil trimester I tentang hiperemesis gravidarum yang datang ke Poliklinik Kandungan Rumah Sakit Immanuel Bandung. Data tersebut merupakan data pokok dimana analisisnya didapat dari hasil observasi di lapangan dan beberapa sumber pustaka untuk memperkuat dan memperdalam hasil analisis. Data yang diperoleh dari hasil kuisioner terdiri dari dua macam, yaitu data responden dan data penelitian. Data responden adalah seluruh identitas responden yang dipandang relevan dengan permasalahan yang diidentifikasi. Sedangkan data penelitian adalah sejumlah skor yang diperoleh dari jawaban responden atas pertanyaan atau pernyataan mengenai variabel Pengetahuan ibu hamil trimester I tentang hiperemesis gravidarum. Variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Pengetahuan ibu hamil trimester I tentang penyebab hiperemesis gravidarum Berdasarkan tabel 4.2 diatas diketahui bahwa dari 51 ibu hamil trimester I yang memiliki pengetahuan tentang penyebab hiperemesis gravidarum, terdapat 41 ibu hamil trimester I (80,39 %) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyebab hiperemesis gravidarum, 7 ibu hamil trimester I (13,73 %) diantaranya memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyebab hiperemesis gravidarum, dan sisanya 3 ibu hamil trimester I (5,88 %) memiliki pengetahuan yang kurang tentang penyebab hiperemesis gravidarum. Modus terletak pada kategori baik, hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar ibu hamil trimester I tentang hiperemesis gravidarum memiliki pengetahuan yang baik tentang penyebab hiperemesis gravidarum. Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 Informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hiperemesis gravidarum sudah diberikan oleh tenaga kesehatan, baik melalui media cetak dan elektronik. Informasi yang diterima oleh responden merupakan stimulus bagi responden untuk terjadinya perilaku. Hal ini ditekankan oleh Notoatmodjo, 2010 bahwa terbentuknya suatu perilaku terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif. Dalam arti subyek tahu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subyek tersebut dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subyek terhadap obyek atau materi yang diketahuinya itu. Hal ini tidak terlepas dari dukungan dan peran bidan sebagai pendidik yang dalam pelaksanaanya juga berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain seperti dokter. Menurut Notoatmodjo dikatakan manusia akan tertarik dan memperhatikan suatu pendidikan kesehatan bila tema yang dijelaskan memang diperlukan, media yang digunakan menarik dan penyampaian pendidikan kesehatan dimengerti dan tidak terlalu cepat. Pengetahuan ibu hamil trimester I tentang tanda dan gejala hiperemesis gravidarum Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 51 ibu hamil yang memiliki pengetahuan tentang tanda dan gejala hiperemesis gravidarum, terdapat 26 ibu hamil trimester I (50,98 %) memiliki pengetahuan yang baik tentang tanda dan gejala hiperemesis gravidarum, 16 ibu hamil trimester I (31,37 %) diantaranya memiliki pengetahuan yang cukup tentang tanda dan gejala hiperemesis gravidarum, 9 ibu hamil trimester I (17,65 %) memiliki pengetahuan yang kurang tentang tanda dan gejala hiperemesis gravidarum. Modus terletak pada kategori baik, hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar ibu hamil trimester I memiliki pengetahuan yang baik tentang tanda dan gejala hiperemesis gravidarum. ISSN: 2356-5454 Menurut Notoatmodjo dikatakan bila seseorang telah mengetahui sesuatu kemudian akan meningkat menjadi memahami. Memahami diartikan sebagai kemampuan objek untuk menjelaskan secara benar tentang hiperemesis gravidarum yang diketahuinya dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Dalam hal ini peneliti menganggap bahwa ibu hamil trimester I tersebut dapat menyebutkan kembali tanda dan gejala hiperemesis gravidarum maka ibu akan memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi keadaan dirinya dan dapat segera mencari pertolongan kepada petugas kesehatan terdekat sehingga tingkat kejadian hiperemesis derajat III dapat di hindari. Pengetahuan ibu hamil trimester I tentang pencegahan hiperemesis gravidarum Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 51 ibu hamil trimester I yang memiliki pengetahuan tentang pencegahan hiperemesis gravidarum, terdapat 13 ibu hamil trimester I (25,49 %) memiliki pengetahuan yang baik tentang pencegahan hiperemesis gravidarum, 21 ibu hamil trimester I (41,18 %) memiliki pengetahuan yang cukup tentang pencegahan hiperemesis gravidarum dan sisanya 17 ibu hamil trimester I (33,33 %) diantaranya memiliki pengetahuan yang kurang tentang pencegahan hiperemesis gravidarum. Modus terletak pada kategori cukup, hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar ibu hamil trimester I memiliki pengetahuan yang cukup tentang pencegahan hiperemesis gravidarum. Hal ini disebabkan oleh beberapa responden yang kurang mendapatkan penyuluhan atau informasi kesehatan dari bidan atau tenaga kesehatan lain yang ada di wilayahnya. Disamping itu terdapat beberapa ibu hamil yang kurang mengerti penyuluhan dan informasi tentang pencegahan hiperemesis gravidarum, karena dengan pengetahuan seseorang akan dapat Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 13 jikk ISSN: 2356-5454 mempunyai dasar yang kuat dalam merubah perilaku. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2005), maksudnya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek pada saat mendapat informasi atau penyuluhan. Memperoleh informasi yang bermakna dapat membantu responden untuk memiliki perasaan bermakna dan kontrol yang baik, juga membuat mereka mampu mengidentifikasi pilihan-pilihan sendiri dan pemecahan masalah (Friedman, 1998) dari pengetahuan yang dimiliki akan dapat cepat memberikan penanganan sehingga dapat mencegah dari kematian (Soegiyanto, 2002) Pengetahuan ibu hamil trimester I tentang komplikasi hiperemesis gravidarum Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 51 ibu hamil trimester I yang memiliki pengetahuan tentang komplikasi hiperemesis gravidarum, terdapat 21 ibu hamil trimester I (41,18 %) memiliki pengetahuan yang baik tentang komplikasi hiperemesis gravidarum, 30 ibu hamil trimester I (58,82 %) diantaranya memiliki pengetahuan yang kurang tentang komplikasi hiperemesis gravidarum. Modus terletak pada kategori kurang, hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar ibu hamil trimester I memiliki pengetahuan yang kurang tentang komplikasi hiperemesis gravidarum. Informasi yang adekuat akan membuat ibu hamil trimester I lebih waspada terhadap komplikasi hiperemesis gravidarum sekaligus menjadi bahan acuan dalam menentukan sikap. Struktur kognisi merupakan pangkal terbentuknya sikap seseorang. Struktur kognisi ini sangatlah ditentukan oleh pengetahuan atau informasi yang diterima. Hal | 14 Nomor 04 Tahun 2012 Hal tersebut bisa didapatkan di rumah sakit ataupun di luar lingkungan rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya, baik melalui media cetak atau elektronik. Peranan bidan sebagai tenaga kesehatan profesional dapat memberikan pelayanan terhadap ibu hamil trimester I yang menderita hiperemesis gravidarum agar ibu hamil trimester I tidak jatuh pada kondisi hiperemesis gravidarum derajat III. Bidan perlu melibatkan Support System yang lain dalam pemberian asuhan kebidanan pada kliennya. Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa pokok pendidikan kesehatan adalah proses belajar dimana mempunyai sifat khas yaitu memperoleh sesuatu yang baru, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Kegiatan belajar mempunyai ciri : merupakan kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang sedang belajar. Perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Perubahan ini merupakan suatu usaha yang disadari. Peneliti berpersepsi setelah ibu hamil trimester I mengetahui keempat hal tersebut maka ibu akan memiliki pengetahuan dan juga kesiagaan bila suatu hari nanti ibu mengalami gejala hiperemesis gravidarum sehingga ibu dapat segera mencari pertolongan. PENUTUP Kesimpulan Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Trimester I tentang Hiperemesis Gravidarum Hasil penelitian yang telah dilakukan mulai dari tanggal 19 Mei sampai dengan tanggal 24 Mei 2011, penelitian ini mengambil tempat di Poliklinik Kandungan Rumah Sakit Immanuel. Sampel yang digunakan adalah random sampling yaitu ibu hamil trimester I yang memeriksakan kandungannya ke Polikinik Kandungan Rumah Sakit Immanuel yang berjumlah 51 orang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 51 ibu hamil trimester I terdapat 24 ibu hamil trimester I Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 (40,06 %) memiliki pengetahuan yang baik tentang hiperemesis gravidarum, 19 ibu hamil trimester I (37,25 %) memiliki pengetahuan yang cukup tentang hiperemesis gravidarum dan 8 ibu hamil trimester I (15,69 %) memiliki pengetahuan yang kurang tentang hiperemesis gravidarum. Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Trimester I tentang Penyebab Hiperemesis Gravidarum Dari 51 ibu hamil trimester I yang memiliki pengetahuan tentang penyebab hiperemesis gravidarum, terdapat 41 ibu hamil trimester I (80,39 %) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyebab hiperemesis gravidarum, 7 ibu hamil trimester I (13,73 %) diantaranya memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyebab hiperemesis gravidarum, dan sisanya 3 ibu hamil trimester I (5,88 %) memiliki pengetahuan yang kurang tentang penyebab hiperemesis gravidarum. Modus terletak pada kategori baik, hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar ibu hamil trimester I tentang hiperemesis gravidarum memiliki pengetahuan yang baik tentang penyebab hiperemesis gravidarum. Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Trimester I tentang Tanda dan Gejala Hiperemesis Gravidarum Dari 51 ibu hamil yang memiliki pengetahuan tentang tanda dan gejala hiperemesis gravidarum, terdapat 26 ibu hamil trimester I (50,98 %) memiliki pengetahuan yang baik tentang tanda dan gejala hiperemesis gravidarum, 16 ibu hamil trimester I (31,37 %) diantaranya memiliki pengetahuan yang cukup tentang tanda dan gejala hiperemesis gravidarum, 9 ibu hamil trimester I (17,65 %) memiliki pengetahuan yang kurang tentang tanda dan gejala hiperemesis gravidarum. Modus terletak pada kategori baik, hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar ibu hamil trimester I memiliki pengetahuan yang baik tentang tanda dan gejala hiperemesis gravidarum. ISSN: 2356-5454 Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Trimester I tentang Pencegahan Hiperemesis Gravidarum Dari 51 ibu hamil trimester I yang memiliki pengetahuan tentang pencegahan hiperemesis gravidarum, terdapat 13 ibu hamil trimester I (25,49 %) memiliki pengetahuan yang baik tentang pencegahan hiperemesis gravidarum, 21 ibu hamil trimester I (41,18 %) memiliki pengetahuan yang cukup tentang pencegahan hiperemesis gravidarum dan sisanya 17 ibu hamil trimester I (33,33 %) diantaranya memiliki pengetahuan yang kurang tentang pencegahan hiperemesis gravidarum. Modus terletak pada kategori cukup, hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar ibu hamil trimester I memiliki pengetahuan yang cukup tentang pencegahan hiperemesis gravidarum. Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Trimester I tentang Komplikasi Hiperemesis Gravidarum Dari 51 ibu hamil trimester I yang memiliki pengetahuan tentang komplikasi hiperemesis gravidarum, terdapat 21 ibu hamil trimester I (41,18 %) memiliki pengetahuan yang baik tentang komplikasi hiperemesis gravidarum, 30 ibu hamil trimester I (58,82 %) diantaranya memiliki pengetahuan yang kurang tentang komplikasi hiperemesis gravidarum. Modus terletak pada kategori kurang, hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar ibu hamil trimester I memiliki pengetahuan yang kurang tentang komplikasi hiperemesis gravidarum. Saran Setelah melakukan penelitian ini penulis menyarankan beberapa hal yang berhubungan dengan penelitian ini diantaranya: 1. Bagi institusi pendidikan Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pendidikan untuk menambahkan pengetahuan dan praktek di Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 15 jikk ISSN: 2356-5454 laboratorium dan lapangan tentang pertolongan pertama penanganan hiperemesis. 2. Bagi poliklinik kandungan Penelitian ini dapat menjadi masukkan bagi poliklinik kandungan agar dapat menambahkan pengetahuan dan pendidikan kesehatan tentang hiperemesis gravidarum sehingga dapat memberikan asuhan kebidanan yang komprehensif. 3. Bagi ibu hamil trimester I Kiranya penelitian ini dapat memberikan masukkan bagi ibu hamil untuk memberi pengetahuan tentang hiperemesis gravidarum baik tentang penyebab, tanda dan gejala, pencegahan dan komplikasinya. 4. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi peneliti lain guna meneliti lebih lanjut tentang hiperemesis gravidarum. REFERENSI Manuaba, IBG. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untukPendidikan Bidan. Jakarta, EGC Hal | 16 Nomor 04 Tahun 2012 Arikunto, S., 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta, Rineka Cipta Prawirohardjo, S., 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta, Bina Pustaka Nugraheny, E., 2010. Asuhan Kebidanan Pathologi. Yogyakarta, Pustaka Rihama Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta Riduwan, 2008. Skala Pengukuran VariableVariable Penelitian. Bandung, Alfabeta Notoatmodjo, S., 2010. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta, Rineka Cipta Taber, Benzion., 1994. Kedaruratan Obsetetri dan Gynekologi. Yogyakarta, Graha Ilmu, EGC Saifuddin, A., B, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternatal dan Neonatal. Jakarta, Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo Ai., Yeyet., R., dan Lia Yulianti, 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta Hacker, dan Moore , 2001. Ensensial Obsetetri dan Ginekolog edisi 2. Jakarta, Hipokrates Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 ISSN: 2356-5454 TINGKAT PENGETAHUAN SISWI KELAS X TENTANG KEPUTIHAN FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENJELASAN DI SMK NEGERI 1 GARUT Oleh Widyastuti ABSTRAK Di seluruh dunia diperkirakan 630 juta wanita mengidap kanker serviks. Jumlah penderita kanker serviks yang meninggal di dunia sebanyak 600 orang per hari. Di Indonesia, 500.000 orang didiagnosa terkena kanker serviks dan 270.000 perempuan Indonesia meninggal setiap tahunnya. Di Jawa Barat tiap tahunnya di diagnosa 8000 orang terkena kanker serviks.Salah satu gejala dari kanker serviks adalah keputihan yang bersifat Patologis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Tingkat Pengetahuan Siswi Kelas x Tentang Keputihan Fisiologis dan Patologis Sebelum dan Sesudah Diberikan Penjelasan di SMK Negeri 1 Garut. Adapun tujuan khususnya meliputi Pengetahuan tentang: Pengertian, Perbedaan, Penyebab dan Penanganan keputihan Fisiologis dan Patologis. Keputihan adalah semua pengeluaran cairan dari alat genital yang bukan darah.( Manuaba ) Penelitian ini bersifat deskriptif , populasi pada penelitian berjumlah 635 siswi dan yang menjadi sampel 87 siswi, pengambilannya secara random ( secara acak ). Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuisioner pada responden. Kesimpulan Hasil penelitian didapat bahwa pada Fre-tes pengetahuan tentang keputihan fisiologis maupun patologis adalah : berdasarkan pengertian sebagian besar berpengetahuan cukup yaitu 40 siswi ( 46 % ), berdasarkan perbedaan sebagian besar berpengetahuan kurang yaitu 45 siswi ( 51,7 %), berdasarkan penyebab sebagian besar berpengetahuan baik yaitu 27 siswi ( 31 % ) dan berdasarkan penanganan sebagian besar berpengetahuan baik 31 orang (35,6 %). Untuk meningkatkan pengetahuan siswi peneliti memberikan penjelasan tentang keputihan fisiologis dan patologis. Untuk melihat kemajuan tingkat pengetahuan diadakan Post-tes hasilnya sebagai berikut : berdasarkan pengertian sebagian besar berpengetahuan Baik yaitu 31 siswi ( 35,6% ), berdasarkan perbedaan sebagian besar berpengetahuan Baik yaitu 32 siswi ( 36,8 %), berdasarkan penyebab sebagian besar berpengetahuan Sangat Baik yaitu 45 siswi ( 51,72 % ) dan berdasarkan penanganan sebagian besar bepengetahuan Baik 69 siswi (79,31 %). Diharapkan para siswi dapat melakukan upaya pencegahan dan penanganan terhadap keputihan fisiologis dan patologis serta meningkatkan wawasan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Wanita rentan dengan gangguan alat reproduksinya karena alat kelamin wanita berhubungan langsung dengan dunia luar melalui liang senggama, saluran mulut rahim, rongga/ ruang rahim, saluran telur atau tuba fallopi yang bermuara di dalam ruang perut. Hubungan langsung ini sehingga infeksi pada bagian luarnya secara berkelanjutan dapat berjalan menuju ruang perut. Dalam bentuk infeksi selaput dinding perut atau peritonitis (Manuaba, 61:2009). Diketahui bahwa sistem pertahanan dari alat kelamin wanita antara lain sistem asam-basanya, pertahanan lainnya yaitu dengan pengeluaran lendir yang selalu mengalir ke arah luar menyebabkan bakteri dibuang dan dalam bentuk menstruasi. Sekali pun demikian sistem pertahanan ini cukup lemah, sehingga infeksi sering tidak dapat dibendung dan menjalar ke segala arah, menimbulkan infeksi mendadak dan menahun dengan berbagai keluhan. Salah satu keluhan klinis dari infeksi atau keadaan abnormal alat kelamin adalah leukorea atau keputihan (Manuaba, 61:2009) Manuaba (2009:61) mengatakan bahwa keputihan fisiologis dijumpai pada Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 17 jikk ISSN: 2356-5454 keadaan menjelang menstruasi, pada masa sekresi antara 10-16 menstruasi, pada saat keinginan seks meningkat. Keputihan bukan penyakit, tetapi gejala dari berbagai penyakit sehingga memerlukan tindak lanjut untuk menegakkan diagnosis. Hati-hati bagi wanita yang sering mengalami keputihan karena gejala kanker mulut rahim menjadi salah satu penyebab terjadinya masalah ini. Indikasi adanya masalah kesehatan jika keputihan tersebut mulai berubah warna, gatal dan mengeluarkan bau yang kurang enak. Hal ini dikatakan oleh ahli kebidanan dan kandungan sekaligus konsultan seks Dr. Boyke Dian Nugraha, SpOG dalam seminar kesehatan bertajuk “Keputihan pada wanita penyakit yang terabaikan” yang diselenggarakan di Hotel Borobudur Jakarta (www.indinesihealt.com) Menurut Dr. Boyke, dikenal dua jenis keputihan, yaitu keputihan fisiologis dan keputihan patologis. Keputihan fisiologis biasanya tidak gatal, tidak bau dan datangnya pada masa subur wanita. Biasanya juga datang menjelang seorang wanita dewasa terkena haid. Sedangkan keputihan patologis adalah keputihan yang sudah gatal, bau dan berubah warna. “Itu harus segera diobati,” katanya. Salah satu jenis keputihan patologis adalah keputihan yang disebabkan karena penyakit kanker mulut rahim, serta keputihan akibat stress, benda asing (spiral/IUD), letih, dsb. Keputihan akibat kanker rahim salah satu penyebabnya adalah sering Hal | 18 Nomor 04 Tahun 2012 berganti-ganti pasangan. “Dari berganti-ganti pasangan itulah, maka sang suami menularkan kepada istrinya. Karena para istri malu memeriksakan dirinya ke dokter, maka mereka biasanya baru memeriksa setelah menderita keputihan dan hubungan seks berdarah. Padahal itu sudah masuk kanker stadium dua atau tiga,” kata Boyke. Padahal dengan deteksi dini melalui pemeriksaan papnet (deteksi kanker), pasien dapat dideteksi adatidaknya penyakit kanker. Bahkan jika masih pada stadium dini, penyakit tersebut dapat disembuhkan 100 persen. Keputihan (leukorea atau flour albus) adalah cairan yang keluar dari vagina. Keputihan dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu keputihan normal (fisiologis) dan keputihan penyakit abnormal (patologis). Keputihan yang fisiologis terjadi pada saat menjelang, sesudah, atau di tengah-tengah siklus menstruasi. Jumlahnya tidak terlalu banyak, jernih/putih, tidak biasanya keputihan fisiologis ini disebabkan oleh hormon yang ada di dalam tubuh kita. Keputihan patologis ditandai dengan jumlahnya yang amat banyak, berwarna, berbau, dan disertai keluhan-keluhan seperti gatal, nyeri, terjadi pembengkakan, panas dan pedih ketika buang air kecil, serta dan nyeri di perut bagian bawah (www.kompas.com.2009). Sumber cairan ini dapat berasal dari sekresi vulva, cairan vagina, sekresi,serviks, sekresi uterus, atau sekresi tuba falopii, yang dipengaruhi fungsi ovarium. Keputihan didefinisikan sebagai keluarnya cairan dari vagina. Cairan tersebut bervariasi dalam konsistensi (padat, cair, kental), dalam warna (jernih, putih, kuning, hijau) dan bau (normal,berbau)(sumber:dr.Intan,www. IndonesiaHealt.com.) Di kalangan remaja yang tingkat pengetahuan tentang keputihan Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 masih minim, hal ini sering dianggap biasa dan wajar, walaupun keputihan yang terjadi sudah menunjukkan gejala keputihan yang abnormal. Keputihan seringkali tidak ditangani dengan serius oleh para remaja, padahal keputihan yang abnormal bisa jadi indikasi adanya penyakit, salah satunya kanker serviks. Keputihan abnormal seperti keluarnya cairan berwarna keruh dan kuning kehijauan merupakan gejala-gejala infeksi cervicitis salah satu gejala penyakit Gonorhoe ( Dr. Ronal Hutapea, 2003:76), tanda dini kanker mulut rahim walaupun tidak spesifik di tandai dengan keputihan yang banyak dan kadang-kadang ada bercak darah yang tidak dihiraukan oleh penderita ( dr. Imam Rasjidi,2007:10). Dalam keadaan biasa, cairan ini tidak sampai keluar, namun belum tentu bersifat patologis. Pengertian lain dari leukorea atau flour albus, yaitu: a) Setiap cairan yang keluar dari vagina selain darah. Dapat berupa sekret, transudasi, atau eksudat dari organ atau lesi di saluran genital. b) Cairan normal vagina yang berlebih, jadi hanya meliputi sekresi dan transudasi yang berlebih , tidak termasuk eksudat. Remaja wanita memiliki resiko terkena kanker serviks akibat penularan Human Papilloma Virus (HPV). Tiga dari empat kasus infeksi baru HPV terjadi pada wanita usia 15 hingga 25 tahun. Di seluruh dunia diperkirakan 630 juta wanita mengidap kanker serviks. Jumlah penderita kanker serviks yang meninggal di dunia sebanyak 600 orang per hari. Di Indonesia, 500.000 orang didiagnosa terkena kanker serviks dan 270.000 perempuan Indonesia meninggal setiap tahunnya. Di jawa barat tiap tahunnya di diagnosa 8000 orang terkena kanker serviks ( http.www.unpad.ac.id/arcives/24110). Sementaea di kabupaten Garut 110 orang terdiagnosa setiap tahunnya terkena kanker serviks ( RSUD GARUT). Di usia 20-an, tubuh perempuan sangat rentan terhadap HPV dan tubuh tidak ISSN: 2356-5454 mungkin membersihkan virus. "Sehingga kanker kemungkinan akan berkembang di kemudian hari," ( dr Melissa Luwia dari Yayasan Kanker Indonesia) dalam diskusi kampanye dan upaya penanganan kanker serviks di Hotel Lumire Jakarta, Senin, 12 April 2010. Penelitian mengungkap, penularan HPV terjadi dalam dua-tiga tahun pertama setelah aktif secara seksual. Temuan dari kasus yang ada, sekitar 50 persen wanita yang menderita kanker serviks berusia 35-55 tahun, orang awam mengenal kanker rahim adalah salah satu jenis saja. Namun sebenarnya kanker rahim itu memiliki lebih dari satu jenis. Cukup banyak jenis kanker rahim, ada tiga jenis yang paling banyak menyerang wanita, kanker serviks (leher rahim), kanker ovarium (indung telur), dan kanker endometrium (badan rahim). ( Sumber:www.indinesiahealt.com. Lies Sudianti-cancer survivors club). Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan pada tanggal 17 Maret 2011 di SMK Negeri 1 Garut, dengan cara menanyakan lansung responden sebanyak 20 orang siswa, ditemukan 19 orang ( 95 %) yang mengalami keputihan normal yang terjadi pada saat menjelang dan sesudah menstruasi, kemudian ada 1 orang ( 5% ) yang mengalami keputihan dengan ciri-ciri keluar cairan dengan jumlah banyak, kental dan gatal di vagina, dimana terjadinya keputihan bukan pada saat menjelang dan sesudah menstruasi. Dari jumlah 20 orang responden ada tiga orang yang sedikit memahami penyebab keputihan dan cara penanganannya. Selain daripada itu belum adanya penyuluhan kesehatan reproduksi dan penelitian mengenai penatalaksanaan keputihan di SMK Negeri 1 Garut sehingga mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini, agar siswi dapat memahami apabila siswi tersebut mengalami keputihan yang berlebihan ( abnormal ) sehingga dapat mendeteksi dini terhadap kemungkinan timbulnya penyakit lain. Oleh karena itu penulis mengadakan penelitian dengan judul “Tingkat Pengetahuan Siswi Kelas x Tentang Keputihan Fisiologis dan Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 19 jikk ISSN: 2356-5454 Patologis Sebelum dan Sesudah Diberikan Penjelasan di SMK Negeri 1 Garut”. Nomor 04 Tahun 2012 pengertian, perbedaan, penyebab, dan penanganan. Untuk keperluan analisis variabel pengetahuan siswi kelas x tentang keputihan fisiologis dan patologis di SMK Negeri 1 Garut dibedakan menjadi 5 kategori sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang. PEMBAHASAN Pembahasan penelitian tentang pengetahuan siswi kelas x tentang keputihan fisiologis dan patologis di SMK Negeri 1 Garut yang telah dilakukan dilihat dari Berdasarkan Pengertian Keputihan Fisiologis dan Fatologis Tabel 1. Perbandingan Post-tes dan Fre-tes Berdasarkan Pengertian Keputihan Fisiologis dan Patologis CASE Mean Standar Deviasi Kategori (Frekuensi) Kurang sekali Kurang Cukup Baik Sangat Baik Free-Tes 2,67 1,21 0 45 18 17 7 Post-tes 3,8 1,01 0 8 17 32 30 Grafik 1. Perbandingan Post-tes dan Fre-tes Berdasarkan Pengertian Keputihan Fisiologis dan Patologis 50 45 40 35 30 25 %Fre-tes 20 % Post-tes 15 10 5 0 Kurang Sekali Kurang Cukup Berdasarkan tabel dan Grafik 1 ( Fretes ) di atas disimpulkan bahwa; Mean ( nilai rata-rata siswi ) adalah 2,86, dan Standar deviasi 0,99. Responden yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 6 orang (6,9 %), Baik 12 orang (13,8 %), Cukup 40 orang (46%), Kurang 22 orang ( 25,3 %) dan Kurang Sekali 7 orang (8%). Hal | 20 Baik Sangat baik Sedangkan post-tes pada tabel dan Grafik 1 ( Post-tes ) di atas disimpulkan bahwa; Mean ( rata- rata nilai siswi ) adalah 3,7 dan Standar Deviasi 0,8. Responden yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 19 orang (21,9 %), Baik 31 orang (35,6 %), Cukup 30 orang ( 34,5%), Kurang 7 orang ( 8 %) dan Kurang Sekali 0 orang (%). responden Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 ISSN: 2356-5454 mempunyai pengetahuan Baik yaitu sebanyak 31 orang (35,6%). Berdasarkan hasil penelitian dibandingkan dari fre tes, dan Post tes, yang didapat dari responden sebelum diberikan penjelasan materi (Fre test); mean ( nilai ratarata siswi ) adalah 2,86 dan setelah diberikan penjelasan materi (Post test) mean naik menjadi 3,7 artinya terjadi peningkatan pengertian tentang pengetahuan keputihan fisiologis dan patologis. Standar deviasi turun dari 0.99 menjadi 0,8 ini berarti terjadi pengurangan penyebaran angka, karena semakin banyak penyebaran semakin banyak juga terjadi simpangan atau eror dari data tersebut, hal ini terlihat dari Post-tes yang terisi angka hanya pada empat kategori yaitu kategori kurang, cukup, baik dan sangat baik, pada kategori kurang tadinya sebanyak 25,3 persen menjadi 8% di post-tes sedangkan kategori kurang sekali tadinya 8 menjadi 0, disini terlihat adanya indikasi pemusatan di kategori baik. Dari teori yang penulis pahami tentang standar deviasi, standar deviasi turun artinya telah terjadi penurunan simpangan/eror akibat penyebaran data atau terjadi pemusatan kearah data yang lebih akurat atau lebih diharapkan. Berdasarkan Perbedaan Keputihan Fisiologis dan Patologis Tabel 2. Perbandingan Pos-tes dan Fre-tes Berdasarkan perbedaan Keputihan Fisiologis dan Patologis CASE Mean Standar Deviasi Kategori (Frekuensi) Kurang sekali Kurang Cukup Baik Sangat Baik Free-Tes 2,67 1,21 0 45 18 17 7 Post-tes 3,8 1,01 0 8 17 32 30 Grafik 2. Perbandingan Post-tes dan Fre-tes Berdasarkan Perbedaan Keputihan Fisiologis dan Patologis 60 50 36,8% 40 30 % Fre-Tes 19,5% % Post-Tes 20 10 0 Kurang Kurang Cukup Baik Sangat baik Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 21 jikk ISSN: 2356-5454 Berdasarkan tabel dan Grafik 2 ( Fretes ) di atas disimpulkan bahwa; Mean (ratarata nilai siswi) 2,67 dan Standar Deviasi 1,21. Responden yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 7 orang (8 %), Baik 17 orang (19,5 %), Cukup 18 orang (20,7%), Kurang 45 orang ( 51,7 %) dan Kurang Sekali 0 orang ( 0%). Berdasarkan tabel dan grafik 5.2 (Post-tes) di atas disimpulkan bahwa; Mean (rata-rata nilai siswi) nilai siswi adalah 3,9 dan Standar Deviasi 1,01. Responden yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 30 orang (34,5 %), Baik 32 orang (36,8), Cukup 17 orang (19,5%), Kurang 8 orang (9 %) dan Kurang Sekali 0 orang ( 0% ). Dari perbandingan grafik di atas pada fre-tes banyak sekali siswi yang mendapatkan nilai dengan kategori kurang sebanyak 51,7% atau sebanyak 46 orang, setelah diberikan penjelasan materi dapat dilihat dari grafik 2, ada penurunan yang sangat drastis pada level kategori Kurang menjadi 9% (8 orang) dan terjadi peningkatan yang signifikan di kategori Baik dan Sangat Baik. Pada kategori Sangat Baik terjadi kenaikan 25,5 % atau sebanyak 23 orang juga pada kategori Baik juga terjadi kenaikan dari 19,5 % menjadi 36,8 %. Hal ini menandakan terjadi peningkatan pengetahuan siswi tentang perbedaan keputihan fisiologis dan patologis. Berdasarkan hasil penelitian juga didapat peningkatan mean ( nilai rata-rata siswi) adalah 2,67 ( fre-tes) dan setelah Nomor 04 Tahun 2012 diberikan penjelasan materi (Post test) mean naik menjadi 3,9 artinya terjadi peningkatan pengetahuan responden tentang perbedaan keputihan fisiologis dan patologis. Standar deviasi turun dari 1,21 ( fre-tes) menjadi 1,01(Post-tes) ini berarti terjadi pengurangan simpangan penyebaran angka dan peningkatan pemusatan distribusi pengetahuan responden tentang perbedaan keputihan fisiologis dan patologis, yang tadi penyebaran 5 kategori terisi setelah dilakukan post-tes yang terisi hanya 4 kategori, dimana kategori Kurang Sekali menurun menjadi 0% dan pemusatan terlihat di tiga kriteria yaitu Cukup, Baik dan Sangat Baik. Setelah diberikan penjelasan materi tentang perbedaan keputihan fisiologis dan patologis terjadi perpindahan distribusi pengetahuan responden dari yang sebelumnya mempunyai pengetahuan kategori Kurang sebanyak 45 orang (51,7%) menjadi yang mempunyai pengetahuan kategori Baik sebanyak 32 orang (36,8%). Penurunan paling besar terjadi pada kategori Kurang yaitu 45 orang (51,7%) menjadi 8 orang (9%) karena responden telah diberikan pemaparan materi sehingga terjadi perpindahan distribusi pengetahuan ke kategori Baik. Juga pada kategori Sangat Baik terjadi peningkatan pengertian yang drastis, ini berarti adanya peningkatan pengetahuan responden tentang perbedaan keputihan fisiologis dan patologis. Berdasarkan Penyebab Keputihan Fisiologis dan Patologis Tabel 3. Perbandingan Pos-tes dan Fre-tes Berdasarkan Penyebab Keputihan Fisiologis dan Patologis CASE Mean Standar Deviasi Kategori (Frekuensi) Kurang sekali Kurang Cukup Baik Sangat Baik Free-Tes 4,25 1,39 5 23 24 27 8 Post-tes 3,8 1,01 0 0 8 34 45 Grafik 11. Perbandingan Post-tes dan Fre-tes Berdasarkan Penyebab Keputihan Fisiologis dan Patologis Hal | 22 Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 ISSN: 2356-5454 60 Dimensi Penyebab 50 40 % Fre-Tes 30 % Post-Tes 20 10 0% 0 Kurang sekali Kurang Cukup Berdasarkan tabel dan grafik 3 ( Fretes ) di atas disimpulkan bahwa; Mean (ratarata nilai siswi) adalah 4,25 dan Standar Deviasi 1,39. Responden yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 8 orang (9,1 %), Baik 27 orang (31 %), Cukup 24 orang (27,6 %), Kurang 23 orang (26,4 %) dan Kurang Sekali 5 orang (5,7 %). Dengan demikian, jika dilihat dari dimensi penyebab keputihan fisiologis dan patologis sebelum diberikan penjelasan materi (Fre-test) sebagian besar responden mempunyai pengetahuan Baik yaitu sebanyak 27 orang (31 %). Berdasarkan tabel dan grafik 3 (Posttest) di atas disimpulkan bahwa; Mean (ratarata nilai siswi) adalah 6,7 dan Standar Deviasi 1,02. Responden yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 45 orang (51,72 %), Baik 34 orang (31 %), Cukup 8 orang ( 27,6 %), Kurang 0 orang ( 0 %) dan Kurang Sekali 0 orang ( 0%). Dengan demikian, jika dilihat dari dimensi penyebab keputihan fisiologis dan patologis setelah pemaparan materi (Posttest) sebagian besar responden mempunyai pengetahuan Baik yaitu sebanyak 45 orang (51,72 %). Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dari responden sebelum diberikan penjelasan materi (Pre-test); mean (nilai ratarata siswi) adalah 4,25 dan setelah diberikan penjelasan materi (Post-test) mean naik menjadi 6,7 di sini terjadi peningkatan nilai Baik Sangat baik rata – rata siswi yang cukup signifikan artinya terjadi peningkatan pengetahuan responden tentang penyebab keputihan fisiologis dan patologis. Standar deviasi turun dari 1,39 menjadi 1,02 ini berarti terjadi penurunan penyebaran angka dan peningkatan pemusatan distribusi pengetahuan responden tentang penyebab keputihan fisiologis dan patologis. Dari grafik 5.11, terlihat penurunan yang sangat tajam terjadi pada kategori Kurang (fre-tes) dari 26% menjadi 0 % (posttes) dengan penurunan ini jelas sekali setelah peneliti memberikan penjelasan tentang penyebab keputihan fisiologis dan patologis terjadi peningkatan pengetahuan yang cukup menggembirakan, dari grafik diatas juga terjadi peningkatan yang cukup tajam di kategori sangat baik, sebelumnya terdapat 8 siswi ( 9,1 % ) pada fre-tes melesat menjadi 45 siswi (51,72%) setelah post-tes. Keberhasilan penjelasan materi terlihat pada perpindahan distribusi pengetahuan dari kategori Kurang ke kategori Sangat Baik. Ini berarti adanya peningkatan pengetahuan responden dan tidak ada responden yang mempunyai pengetahuan kategori Kurang dan Sangat Kurang tentang penyebab keputihan fisiologis dan patologis. Penjelasan materi ini sangat penting bagi siswi karena salah satu upaya untuk Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 23 jikk ISSN: 2356-5454 mencegah terjadinya keputihan siswi harus memahami apa penyebabnya. Salah satu penyebab keputihan fisiologis adalah stress, faktor pencetus stress banyak di alami oleh siswi seperti pada saat akan ujian, atau ketika hubungan dengan teman kurang baik atau terjadi sedikit tekanan fisiologis pada proses belajar dan mengajar. Selain hal itu keputihan fisiologis akan terjadi pada saat menjelang Nomor 04 Tahun 2012 dan sesudah menstruasi. Penyebab untuk keputihan patologis yang sering terjadi adalah perilaku jorok dan tidak bersih dari siswi itu sendiri seperti memakai handuk secara bersamaan, sering tidak mengganti pembalut pada saat menstruasi sehingga sering gatalgatal juga sering menggunakan celana yang extra ketat. Berdasarkan Penanganan Keputihan Fisiologis dan Patologis Tabel 4. Perbandingan Post-tes dan Fre-tes Berdasarkan Penanganan Keputihan Fisiologis dan Patologis CASE Mean Standar Deviasi Kategori (Frekuensi) Kurang sekali Kurang Cukup Baik Sangat Baik Free-Tes 5,67 2,25 10 27 16 31 3 Post-tes 3,8 1,01 0 7 6 69 5 Grafik 5.12. Perbandingan Post-tes dan Fre-tes Berdasarkan Penanganan Keputihan Fisiologis dan Patologis 80 70 60 50 40 % Fre-Tes 30 % Post-Tes 20 10 0 Kurang sekali Kurang Cukup Berdasarkan tabel dan grafik 4 ( Fretes ) di atas disimpulkan bahwa; Mean (ratarata nilai siswi) adalah 5,67 dan Standar Deviasi 2,25. Responden yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 3 orang (9,1 %), Baik 31 orang (35,6 %), Cukup 16 orang ( 18,4%), Kurang 27 orang ( 31 %) dan Kurang Sekali 10 orang (3,4 %). Dengan demikian, jika Hal | 24 Baik Sangat baik dilihat dari dimensi penanganan keputihan fisiologis dan patologis sebelum penjelasan materi (Fre-test) sebagian besar responden mempunyai pengetahuan Baik yaitu sebanyak 31 orang (35,6 %). Berdasarkan tabel dan grafik 4 ( Posttes ) di atas disimpulkan bahwa; Mean (ratarata nilai siswi ) adalah 7,84 dan Standar Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 Deviasi 1,33. Responden yang mempunyai pengetahuan Baik Sekali 5 orang (5,75 %), Baik 69 orang (79,31 %), Cukup 6 orang ( 6,80%), Kurang 7 orang ( 8,04 %) dan Kurang Sekali 0 orang (0%). Dengan demikian, jika dilihat dari dimensi penanganan keputihan fisiologis dan patologis setelah penjelasan materi (Post-test) sebagian besar responden mempunyai pengetahuan Baik yaitu sebanyak 69 orang (79,31 %). Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dari responden sebelum penjelasan materi (Fre-test); mean (nilai rata-rata siswi) adalah 5,67 dan setelah penjelasan materi (Post-test) mean naik menjadi 7,84, terjadi peningkatan rata-rata nilai siswi artinya terjadi peningkatan pengetahuan responden tentang penanganan keputihan fisiologis dan patologis. Standar deviasi turun dari 2,25 menjadi 1,33 ini berarti tejadi penurunan penyebaran angka yang terlihat pada kategori Kurang Sekali tadinya 11,5% menjadi 0, hal ini dapat disimpulkan pada post-tes hanya terisi 4 kategori, dan terjadi peningkatan pemusatan distribusi pengetahuan dengan kategori Baik yang cukup signifikan, hal ini dapat disimpulkan bahwa responden terjadi peningkatan pengetahuan dimensi penanganan keputihan fisiologis dan patologis. Setelah diberikan penjelasan materi tentang penanganan keputihan fisiologis dan patologis terjadi peningkatan jumlah ISSN: 2356-5454 distribusi pengetahuan responden dari yang sebelumnya mempunyai pengetahuan kategori Baik sebanyak 31 orang (35,6 %) menjadi yang mempunyai pengetahuan kategori Baik sebanyak 69 orang (79, 31 %). Penurunan paling besar terjadi pada kategori Kurang yaitu 27 orang (31 %) menjadi 7 orang (8,04 %) karena responden telah diberikan penjelasan materi sehingga terjadi perpindahan distribusi pengetahuan ke kategori Baik. Ini berarti adanya peningkatan pengetahuan responden tentang penanganan keputihan fisiologis dan patologis. Dari pembacaan grafik tentang penanganan terlihat kenaikan yang sangat ekstrim di kategori Baik 79,31% responden ada di kategori ini, dari keseluruhan data baik dimensi pengertian, perbedaan dan penyebab tidak ada yang menembus level ini. Dapat kita analisa bahwa pada saat penjelasan mengenai bagaimana caranya kita menangani keputihan, siswi sangat tertarik, serius dan sangat konsentrasi dalam mendengarkan penjelasan. Karena keputihan pasti terjadi pada setiap wanita sehingga pada dimensi penanganan, menimbulkan suatu pertanyaan pada diri mereka bagaimana bila aku (siswi) mengalami keputihan, apa yang harus aku lakukan, pertanyaan ini akan timbul secara spontan dari pribadi-pribadi siswi, sehingga ada ketertarikan besar untuk lebih konsentrasi ketika peneliti menjelaskan berdasarkan penanganan keputihan, hal ini bisa dilihat dengan angka grafik di kategori baik yang peningkatannya sangat ekstrim. Hasil Penelitian Secara Garis Besar Tabel 5. Hasil Penelitian Fre-Test Limit Kategori Kategori Tingkat Pengetahuan Frequency % Kategori Berdasarkan Pengertian 2,372<x<3,36 Cukup 40 46.0 Berdasarkan Perbedaan 0,87<x<2,37 Kurang 45 51,7 Berdasarkan Penyebab 3,55<x<4,95 Cukup 24 27,6 Berdasarkan Penanganan 6,795<x<9,45 Baik 31 35,6 Tabel 6. Hasil Penelitian Post-Test Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 25 jikk ISSN: 2356-5454 Limit Kategori Nomor 04 Tahun 2012 Kategori Tingkat Pengetahuan Frequency % Kategori Berdasarkan Pengertian 2,372<x<3,36 Baik 31 35,6 Berdasarkan Perbedaan 0,87<x<2,37 Baik 32 36,8 Berdasarkan Penyebab 3,55<x<4,95 Baik 34 39,1 % Berdasarkan Penanganan 6,795<x<9,45 Baik 69 79,31 Kesimpulan akhir dari hasil penelitian secara garis besar tingkat pengetahuan siswi kelas x tentang keputihan baik berdasarkan pengertian, perbedaan, penyebab dan penanganan sebelum diberikan penjelasan ( Fre-tes) pada umumnya siswi memiliki pengetahuan Cukup dan kurang setelah dilakukan Penjelasan ( post-tes) tingkat pengetahuan siswi menjadi meningkat pada kategori Baik. Dari hasil data penelitan ini dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian ini berhasil karena telah mampu meningkatkan pengetahuan siswi secara umum dari kategori cukup menjadi Baik. PENUTUP Kesimpulan 1. Berdasarkan Pengertian Dari data Fre-tes secara dimensi pengertian dapat disimpulkan hasilnya sebagai berikut : Mean ( nilai rata-rata siswi ) adalah 2,86, dan Standar deviasi 0,99. Responden yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 6 siswi (6,9 %), Baik 12 siswi (13,8 %), Cukup 40 siswi ( 46%), Kurang 22 siswi ( 25,3 %) dan Kurang Sekali 7 siswi (8%). Setelah diberikan penjelasan materi tentang pengertian keputihan fisiologis dan patologis, kemudian dilakukan tes ( Post-tes) hasilnya dapat disimpulkan sebagai berikut : Mean ( rata- rata nilai siswi ) adalah 3,7 dan Standar Deviasi 0,8. Responden yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 19 siswi (21,9 %), Baik 31 siswi (35,6 %), Cukup 30 siswi ( 34,5%), Kurang 7 siswi ( 8 %) dan Kurang Sekali 0 siswi (0% ). Hal | 26 2. Berdasarkan Perbedaan Dari data Fre-tes secara dimensi perbedaan dapat disimpulkan hasilnya sebagai berikut: Mean ( rata-rata nilai siswi ) 2,67 dan Standar Deviasi 1,21. Responden yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 7 siswi (8 %), Baik 17 siswi (19,5 %), Cukup 18 siswi ( 20,7%), Kurang 45 siswi (51,7 %) dan Kurang Sekali 0 siswi ( 0%). Setelah diberikan penjelasan materi, tentang perbedaan keputihan fisiologis dan patologis kemudian dilakukan tes ( Post-tes) hasilnya dapat disimpulkan sebagai berikut: Mean (rata-rata nilai siswi) nilai siswi adalah 3,9 dan Standar Deviasi 1,01. Responden yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 30 siswi (34,5 %), Baik 32 siswi (36,8), Cukup 17 siswi (19,5%), Kurang 8 siswi (9 %) dan Kurang Sekali 0 siswi ( 0% ). 3. Berdasarkan Penyebab Dari data Fre-tes secara dimensi penyebab dapat disimpulkan hasilnya sebagai berikut: Mean (rata-rata nilai siswi) adalah 4,25 dan Standar Deviasi 1,39. Responden yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 8 siswi (9,1 %), Baik 27 siswi (31 %), Cukup 24 siswi (27,6 %), Kurang 23 siswi (26,4 %) dan Kurang Sekali 5 siswi (5,7%) Setelah diberikan penjelasan materi tentang penyebab keputihan fisiologis dan patologis kemudian dilakukan tes ( Post-tes) hasilnya dapat disimpulkan sebagai berikut: Mean (rata-rata nilai siswi) adalah 6,7 dan Standar Deviasi 1,02. Responden yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 45 siswi (51,73 %), Baik 34 siswi (31 %), Cukup 8 siswi ( 9,2 %), Kurang 0 siswi ( 0 %) dan Kurang Sekali 0 siswi ( 0%). Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 4. Berdasarkan Penanganan Dari data Fre-tes secara dimensi penanganan dapat disimpulkan hasilnya sebagai berikut: Mean (rata- rata nilai siswi) adalah 5,67 dan Standar Deviasi 2,25. Responden yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 3 siswi (3,4 %), Baik 31 siswi (35,6 %), Cukup 16 siswi ( 18,4%), Kurang 27 siswi (31 %) dan Kurang Sekali 10 siswi (11,5%) Setelah diberikan Penjelasan materi tentang penanganan keputihan fisiologis dan patologis kemudian dilakukan tes ( Post-tes) hasilnya dapat disimpulkan sebagai berikut:Mean (rata- rata nilai siswi ) adalah 7,84 dan Standar Deviasi 1,33. Responden yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 5 siswi (5,75 %), Baik 69 siswi (79,31 %), Cukup 6 siswi ( 6,80%), Kurang 7 siswi ( 8,04 %) dan Kurang Sekali 0 siswi (0%). Kesimpulan akhir dari hasil penelitian secara garis besar tingkat pengetahuan siswi kelas x tentang keputihan baik berdasarkan pengertian, perbedaan, penyebab dan penanganan sebelum diberikan penjelasan ( Fre-tes) pada umumnya siswi memiliki pengetahuan Cukup dan kurang setelah dilakukan Penjelasan ( post-tes) tingkat pengetahuan siswi menjadi meningkat pada kategori Baik. Dari hasil data penelitan ini dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian ini berhasil katena telah mampu meningkatkan pengetahuan siswi secara umum dari kategori cukup menjadi Baik. Saran 1. Untuk lahan Penelitian Diharapkan dapat menjadi masukan yang positif bagi lahan penelitian untuk bisa meningkatkan pengertian, penyebab dan penanganan ketika siswi mengalami keputihan fisiologis maupun patologis. Dengan meningkatnya pengetahuan siswi, maka siswi dapat melakukan pencegahan sejak dini apabila mengalami keputihan yang bersifat patologis. 2. Untuk Siswi ISSN: 2356-5454 Siswi SMK yang merupakan calon generasi muda yang akan datang diharapkan dapat menjaga kesehatan dan dapat meningkatkan pola hidup sehat, karena dengan meningkatnya pengetahuan tentang keputihan siswi dapat mendeteksi dini apabila terjadi keputihan yang patologis, sehingga apabila terdapat penyakit yang cukup membahayakan dapat di atasi sedini mungkin hal ini dapat memudahkan sembuhnya penyakit tersebut, disamping itu siswi mengerti apa yang harus dilakukan untuk melakukan pencegahan dan deteksi dini terhadap penyakit-penyakit serta kesehatan reproduksi. REFERENSI Arikunto, Suharsini. Rineka Cipta. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. 2006 Cahyono, J.B. Suharjo.B. Kanisius. Gaya Hidup Penyakit Modern. Yogyakarta. 2008 Dipend. Balai Pustaka, Kamus Besar bahasa Indonesia.Jakarta.2002 Hutapea, Ronald. Rineka Cipta. Aids dan PMS dan Perkosaan. Jakarta.2003 Mansjoer, Arif M. Media Aesculapius. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. 2001 Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dll. EGC. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta. 2009 Notoatmojo, Soekidjo. Rineka Cipta. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta. 2010 Riwidikdo, Handoko. Mitra Cendekia Press. Statistik Kesehatan. Yogyakarta. 2008 Sulaiman Sastrawinata, dkk.EGC. Obstetri Patologi. Jakarta. 2002 Sastrawinata, Sulaiman, dll. EGC. Obstetri Patologi. Jakarta. 2003 Wiknjosastro, Hanifa.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta. 2007 (www.indomedia.com.2005) (www.bkkbn.go.id (2008) (www.kompas.com.2009). (http://dokter-bloggerHealt.blogspot.com.2009) (www.indinesiahealt.com) Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 27 jikk ISSN: 2356-5454 Nomor 04 Tahun 2012 HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANC DI DESA BIRU KECAMATAN MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG PERIODE 2011 Oleh Winarni ABSTRAK Antenatal care atau pemeriksaan kehamilan sangat penting sekali untuk memeriksakan keadaan umum ibu maupun janinnya. Di Indonesia Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sangat memprihatinkan. Salah satu upaya untuk menurunkan AKI adalah dengan memberikan pelayanan Antenatal care (ANC) yang berkualitas dan pengetahuan juga dibutuhkan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM). Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Desa Biru Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung. Teknik sampling yang di gunakan adalah total populasi. Sampel yang digunakan adalah sebanyak 34 responden, yaitu seluruh ibu hamil yang hamil pada bulan Januari – April 2011 tanpa memandang usia kehamilan. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan Kuesioner. Analisa data disajikan dalam bentuk tabel yang kemudian dilakukan interprestasi data dan dimasukan kedalam 3 katagori yaitu baik, cukup, kurang dan kemudian dilakukan uji chi square dengan tingkat kemaknaan 0,05. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 34 responden ibu hamil yang hamil pada bulan Januari – April 2011 di Desa Biru Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung mayoritas berumur 21-35 tahun (67,6%), dengan tingkat pendidikannya SMP (52,9%) serta mayoritas ibu tidak bekerja (58,8%) dan mayoritas multigravida (61,8%). Pengetahuan ibu hamil tentang ANC sebagian besar kurang (38,2%0. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara umur, pendidikan, pekerjaan dan paritas dengan pengetahuan ibu hamil tentang ANC. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa ibu hamil perlu menambah informasi seputar kehamilannya. Karena itu, petugas kesehatan sebagai pelaksana pelayanan kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) mempunyai tugas untuk memberikan pemeriksaan kehamilan dengan konseling kepada ibu hamil dan keluarganya. Selain itu polindes sebaiknya lebih meningkatkan pelayanan melalui penerapan standar dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) melalui bernagai media. PENDAHULUAN Latar belakang Kehamilan dan kelahiran merupakan proses yang alami, akan tetapi bukan berarti bebas dari risiko. Banyak wanita dan anak yang meninggal dan menderita kesakitan atau cacat seumur hidup karena komplikasi atau akibat langsung dari penatalaksanaan kehamilan dan kelahiran yang buruk. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) masih berada pada angka 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 34 kematian per 1000 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2009, AKI masih berada pada angka 226 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKB sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini masih jauh dari target Hal | 28 Nasional , dimana AKI tahun 2010 adalah sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup dan target AKB Tahun 2010 sebesar 21 per 1000 kelahiran hidup, (http://www.antara.co.id/arc/2007). Angka kematian ibu (AKI) di Jawa Barat pada tahun 2008 adalah 784 per 743.684 kelahiran hidup, Penyebab lain dari kematian Ibu yaitu perdarahan sebanyak 70%, eklampsia sebanyak 11,13%, infeksi sebanyak 6,78% dan lain-lain sebanyak 34%, (Propil Dinkes Jabar, 2008). Angka kematian ibu (AKI) di Desa Biru periode 2009 adalah 1/281 kelahiran hidup, akibat dari perdarahan. Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) dapat dikurangi dengan memberikan Antenatal Care yang berkualitas, dengan ANC yang berkualitas dapat mendeteksi secara 1 dini Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 adanya komplikasi atau kelainan yang timbul pada saat kehamilan, selain itu bidan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada ibu hamil maupun keluarganya, sehingga bila terdapat tanda-tanda bahaya, ibu hamil maupun keluarganya dapat mengetahui dimana harus mencari pertolongan sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam memberikan pertolongan pada ibu hamil. Salah satu upaya untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB adalah dengan memberikan pelayanan Antenatal care yang berkualitas dan upaya Departemen Kesehatan adalah negara membuat rencana strategi nasional making pregnancy safer (MPS) di Indonesia 2001 - 2010 yang menyebutkan bahwa dalam konteks rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010, maka visi MPS adalah “Kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman serta bayi yang dilahirkan hidup sehat, (Prawirohardjo, 2006). Beberapa faktor yang mempengaruhi kematian di Indonesia adalah rendahnya kesadaran ibu-ibu hamil, letak geografi, ekonomi, umur dan pendidikan untuk memeriksakan kandungan pada tenaga kesehatan, mereka tidak mengetahui tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan, sehingga jika terjadi komplikasi kehamilan, dapat dicegah atau diobati dan segera ditangani. Kehamilan dibagi menjadi III trimester, selama kehamilan ibu hamil dianjurkan melakukan kunjungan antenatal minimal 4 kali yaitu satu kali pada trimester I, satu kali pada trimester II, dua kali pada trimester III untuk memantau keadaan ibu dan janin dengan seksama, sehingga dapat mendeteksi secara dini dan dapat memberikan intervensi secara tepat dan tepat. Pelayanan atau standar minimal yang diberikan “7T” yaitu Timbang berat badan , ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi Tetanus Toksoid (TT) lengkap, pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan, tes terhadap penyakit menular seksual, temu wicara dalam rangka persiapan rujukan, (Mufdlilah, 2009). ISSN: 2356-5454 Pengetahuan ibu hamil tentang ANC sangat penting karena akan dapat membantu mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Pengetahuan merupakan hasil tahu setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu tentang ANC itu sendiri meliputi umur, dimana di harapkan semakin bertambahnya umur makin bertambah pula pengetahuan dalam hal pemeriksaan kehamilan. Semakin wanita sering hamil atau melahirkan makin tinggi tingkat pengetahuannya. Pendidikan, dimana semakin tinggi pendidikan seseorang, diharapkan semakin luas juga pengalamannya, ( Notoatmodjo, 2007). Data yang diperoleh dari Desa Biru Kecamatan Majalaya jumlah ibu hamil pada bulan Januari-April 2011 berjumlah 34 0rang. Secara teori ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam hal ini khususnya perilaku ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan ANC. Menurut Nursalam dan Pariani.S karakteristik seperti umur, paritas, pendidikan, dan pengetahuan dapat mempengaruhi hal tersebut, tetapi di Desa Biru sampai saat ini belum ada data yang mengungkapkan apakah ada hubungan antara karakteristik dengan pengetahuan ibu hamil tentang ANC. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Karakteristik dengan Pengetahuan Ibu hamil tentang Antenatal Care di Desa Biru Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung ” PEMBAHASAN Analisis Univariat 1. Umur Responden Dalam hal ini usia juga mempengaruhi pengetahuan seseorang dimana belum tentu semakin meningkat usia sebagaimana halnya dengan ibu hamil di Desa Biru maka akan meningkat pula pengetahuan seseorang Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 29 jikk ISSN: 2356-5454 tentang ANC. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa hampir sebagian besar dari 34 responden ini berumur 21 - 35 tahun sebanyak 23 responden (67,6%). Usia 21-35 tahun termasuk usia produktif, dimana merupakan usia yang optimal dalam menerima informasi dari lingkungan melalui pancaindra dan masih kuatnya daya ingat seseorang yang dapat mempengaruhi pengetahuan. Sehingga akan mudah dalam menerima informasi tentang antenatal care yang diberikan dalam penyuluhan baik di bale desa, posyandu maupun kunjungan rumah. Selain itu sangat dimungkinkan bila pada usia tersebut mengalami masa kehamilan, melahirkan dan menyusui. Berdasarkan hasil penelitian disebutkan sebagian kecil distribusi umur ibu terdapat pada umur < 20 tahun dan > 35 tahun, bahwa umur < 20 tahun cenderung memiliki pengetahuan yang kurang sehingga dapat mendorong terjadinya ketidak seimbangan dalam mengambil keputusan karena hal ini sesuai dengan pendapat Sulaiman, menyatakan bahwa umur yang dianggap optimal untuk mengambil keputusan adalah umur diatas 20 tahun. 2. Pendidikan responden Tingkat pendidikan ibu memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pengetahuan yang akan di dapatnya. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari 34 responden sebagian besar berpendidikan SMP sebanyak 18 responden (52,9%). Hal tersebut dikarenakan masih ada anggapan bahwa seorang perempuan tidak perlu mendapatkan pendidikan yang tinggi karena pada akhirnya hanya akan menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anak – anak. Pendidikan akan memberikan kesempatan kepada orang untuk membuka jalan pikiran dalam menerima ide – ide atau nilai baru. Tingkat pendidikan ibu merupakan salah satu aspek sosial yang umumnya berpengaruh pada tingkat pendapatan keluarga sebagai faktor ekonomi, pendidikan juga dapat Hal | 30 Nomor 04 Tahun 2012 mempengaruhi sikap dan tingkah laku manusia dalam melakukan Antenatal care. Berdasarkan hasil penelitian disebutkan sebagian kecil distribusi pendidikan ibu adalah tidak tamat SD sebanyak 5 responden (14,7%). Dimana tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan acuh tak acuh terhadap program kesehatan dan pemeliharaan kehamilannya sendiri sehingga mereka kurang mengenal bahaya yang mungkin terjadi. Tingkat pendidikan ibu yang rendah, mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah kehamilan, persalinan, nifas dan perawatan bayi, (Depkes RI). 3. Pekerjaan responden Pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau aktivitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari 34 responden sebagian besar tidak bekerja sebanyak 20 responden (58,8%). Hal tersebut dimana dengan wanita tidak bekerja maka pengetahuannya akan kurang karena kurang mendapatkan informasi tentang kehamilan tetapi dengan wanita yang tidak bekerja diluar rumah akan mempunyai banyak waktu dalam memelihara kehamilannya dan mengatur pekerjaan rumah tangganya Berdasarkan hasil penelitian disebutkan sebagian kecil distribusi frekuensi pekerjaan ibu adalah bekerja swasta sebanyak 14 orang (41,2%). Dimana wanita yang bekerja maka akan mudah mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang kehamilan sehingga wanita yang bekerja pengetahuannya cenderung akan lebih luas. 4. Paritas Umur saat hamil terlalu muda (kurang dari 20 tahun) atau sudah tua (di atas 35 tahun) adalah resiko tinggi bagi ibu. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari 34 responden sebagian besar pada multi gravida 21 responden (61,8%). Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 ISSN: 2356-5454 Hal ini sesuai dengan pendapat Wiknjosastro yang mengungkapkan bahwa jumlah anak lebih dari dua cenderung memiliki waktu yang lebih lama untuk mempelajari sesuatu sehingga memilki pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan paritas yang kurang dari dua. Berdasarkan penelitian disebutkan bahwa sebagian kecil Distribusi ibu terdapat pada primi gravida dan grande gravida. Berdasarkan hasil penelitian disebutkan sebagian kecil distribusi paritas ibu adalah primigaravida sebanyak 6 responden (17,6). Dimana pada primigravida pada umumnya belum mempunyai gambaran mengenai kejadian-kejadian yang akan dialami selama kehamilannya, pada saat melahirkan dan merawat bayinya, (Depkes RI). perawatan yang baik. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar dari 34 responden terdapat 15 responden (44,1%) memiliki pengetahuan dengan kategori baik. Perawatan yang baik untuk memperbaiki kesehatan wanita hamil secara umum seperti mendatangi perawatan prenatal sejak awal kehamilan, menjalani pola makan seimbang termasuk suplemen vitamin yang mengandung asam folat, olahraga yang teratur sesuai anjuran, menghindari alkohol, rokok dan obat-obatan terlarang. Riset selama bertahun-tahun telah menunjukan wanita hamil yang mendapatkan perawatan kehamilan yang layak cenderung memiliki bayi yang sehat dan komplikasi yang sedikit selama proses kelahiran dan penyembuhan, (Yudi Santoso, panduan lengkap kebidanan. 2008). 5. Pengetahuan mengenai pemeriksaan 7. Pengetahuan mengenai Kebutuhan kehamilan Menurut Notoatmodjo pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknnya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari 34 responden sebagian besar terdapat 19 responden (55,9%) memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori cukup. Dimana Pemeriksaan kehamilan disini bertujuan untuk memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu maupun bayinya dengan jalan menegekkan hubungan kepercayaan dengan ibu, mendeteksi komplikasi-komplikasi yang dapat mengancam jiwa, mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan, (http/www.Depkes RI, Pelayanan ANC, 2005). nutrisi Kehamilan adalah motivasi terbaik bagi ibu untuk mendapatkan perubahan nutrisi yang direkomendasikan dalam diet dan gaya hidup demi untuk bayi. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar dari 34 responden terdapat 13 responden (38,2%) memiliki pengetahuan dengan kategori kurang. Maka dari itu ibu hamil perlu mengetahui bahwa pada masa kehamilan membutuhkan makanan utama (yang mengandung karbohidrat), makanan untuk pertumbuhan (yang mengandung protein), makanan untuk pemulihan (yang mengandung Vitamin dan mineral) dan makanan yang melancarkan aktivitas (yang mengandung lemak, minyak dan gula), disertai banyak cairan (air putih dan jenis minuman lainnya), (Yudi santoso, panduan lengkap kebidanan. 2008). 6. Pengetahuan mengenai perawatan kehamilan Cara terpasti untuk memiliki seorang bayi yang sehat nantinya adalah dengan menjalani gaya hidup yang sehat dan memastikan kehamilan secara normal dengan 8. Pengetahuan ibu hamil tantang Antenatal Care Pentingnya untuk mengetahui bahwa ibu mulai muncul tanda kemungkinan hamil sampai akhir usia kehamilannya sangat diperlukan informasi dan penambah pengetahuan tentang pengetahuan yang bermanfaat untuk ibu dan janin yang Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 31 jikk ISSN: 2356-5454 dikandungnya. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar dari 34 responden terdapat 13 responden (38,2%) memiliki pengetahuan dengan kategori kurang. Maka dari itu ibu hamil yang pengetahuannya kurang dapat diatasi dengan cara memberikan konseling dan pertemuan tatap muka yang diselenggarakan dengan sengaja, percakapan mengarah pada bantuan untuk ibu dengan tujuan agar ibu mengetahui tentang pertumbuhan dan perkembangan janin, nutrisi, latihan fisik, strategi membantu diri sendiri, ketidaknyamanan yang biasa terjadi dan tanda bahaya yang mungkin terjadi dan ibu hamil harus segera mencari pertolongan medis. Analisis Bivariat 1. Hubungan antara umur dengan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal care Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur dengan pengetahuan ibu tentang antenatal care. Dimana pernyataan Notoatmodjo S, yang menyatakan bahwa semakin bertambah umur seseorang semakin bertambah juga pengetahuan yang di miliki. 2. Hubungan antara pendidikan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang Antenatal Care Pendidikan sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan bisa saja berpengaruh terhadap pengetahuan ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. Berdasarkan hasil uji statistik yang menunjukan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang antenatal care. Dimana Pendapat Kontjoroningrat dalam buku Nursalam, yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah seseorang menerima informasi. Ketidak sesuaian ini bisa di pengaruhi olah paritas yang lebih dari satu, umur yang sudah matang, tingkat pendidikan responden yang tidak merata serta kadar informasi tentang antenatal care yang di dapatkan responden. Hal | 32 Nomor 04 Tahun 2012 Hal ini bisa di lihat pada responden dengan tingkat pendidikan SMP yang memiliki cukup pengalaman, serta memiliki tingkat pengetahuan tentang antenatal care cukup sama dengan responden yang berpendidikan menengah dan tinggi. Ini bisa terjadi karena mereka banyak mendapatkan informasi tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan baik secara langsung maupun tidak langsung. 3. Hubungan antara pekerjaan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang antenatal care Berdasarkan hasil uji statistik yang menunjukan bahwa ada hubungan antara pekerjaan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang antenatal care. Hal tersebut dikarenakan ibu yang tidak bekerja mungkin pangetahuannya kurang karena kurang mendapatkan informasi tentang kehamilan sedang ibu yang bekerja mereka cenderung berpengetahuan lebih luas dan banyak mendapatkan informasi tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan baik secara langsung maupun tidak langsung. 4. Hubungan antara paritas dengan tingkat pengetahuan ibu tentang antenatal care Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara paritas dengan pegetahuan ibu hamil tentang antenatal care. Dimana menurut penelitian Elvin miradi (2008), ibu yang baru pertama kali hamil merupakan hal yang sangat baru sehingga termotivasi dalam memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan. Sebaliknya ibu yang sudah pernah melahirkan lebih dari satu orang mempunyai anggapan bahwa ia sudah berpengalaman sehingga tidak termotivasi untuk memeriksakan kehamilannya Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Notoatmodjo, yang menyatakan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya oleh pengalaman yang diperoleh seseorang. Pengalaman bisa didapatkan secara langsung maupun pengalaman tidak langsung yang didapatkan dari pengalaman orang lain, sehingga semakin banyak seseorang mendapatkan pengalaman Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 ISSN: 2356-5454 maka semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. 5. PENUTUP Kesimpulan Setelah penulis melakukan penelitian mengenai “Hubungan karakteristik dengan pengetahuan ibu tentang Antenatal Care di Desa Biru Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung “ dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan pengetahuan ibu hamil mayoritas mempunyai tingkat pengetahuan tentang Antenatal care berpengetahuan kurang sebanyak 13 responden (38,2%). 2. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur dengan pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal care, hal tersebut terlihat dari hasil pengolahan data Umur ibu hamil mayoritas berumur 21–35 tahun sebanyak 23 responden (67,6) dengan berpengetahuan cukup dan dilihat dari dimenci x² hitung lebih besar dari x² tabel. 3. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal care, hal tersebut terlihat dari hasil pengolahan data pendidikan ibu hamil SMP sebanyak 18 responden (52,9%) dengan berpengetahuan kurang dan dilihat dari dimenci x² hitung lebih besar dari x² tabel. 4. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan dengan pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal care, hal tersebut terlihat dari hasil pengolahan data mayoritas ibu tidak bekerja 20 responden (58,8%) dengan berpengetahuan kurang dan dilihat dari dimenci x² hitung lebih besar dari x² tabel. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara paritas dengan pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal care, hal tersebut terlihat dari hasil pengolahan data mayoritas ibu hamil dengan multigravida sebanyak 21 responden (61,8%) dengan berpengetahuan cukup dan dilihat dari dimenci x² hitung lebih besar dari x² tabel. Saran Bagi Institusi Kepada pihak institusi diharapkan dengan adanya penelitian ini, mahasiswa lebih baik lagi mamahami tentang hubungan karakteristik dengan pengetahuan ibu hamil tentang ANC Bagi Peneliti Terus menambah wawasan dan pengetahuan tentang ilmu-ilmu pengetahuan tentang kehamilan terkini dan menerapkan kepada ibu hamil agar pengetahuan ibu hamil tantang pemeliharaan kehamilannya akan meningkat. Bagi Tenaga Kesehatan Dikarenakan ada hubungan antara karakteristik ibu dengan pengetahuan maka peneliti ingin menyampaikan agar bidan desa diharapkan mengadakan penyuluhan dengan metoda penyampaian disesuaikan dengan kelompok umur dan paritas melalui posyandu, poskesdes maupun kunjungan rumah agar informasi tentang kesehatan khususnya mengenai antenatal care dapat diterima. Bagi Ibu Hamil Diharapkan ibu hamil dapat mengikuti penyuluhan– penyuluhan supaya dapat mengetahui informasi- informasinya tentang kesehatan terutama mengenai antenatal care. Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 33 jikk ISSN: 2356-5454 REFERENSI Arikunto,Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI, Jakarta : Rineka Cipta. Ayurai.2009. http:// queenzine.com/artikel budaya dan pendidikan ibu nifas.htm Budiarto, E. 2001. Biostatistik untuk kedokteran dan Kesehatan masyarakat. Jakarta : EGC Depkes RI. 2001. Antenatal care. www. Depkes RI.co.id Depkes RI. 2005. http/www. Depkes RI, Pelayanan ANC Fakultas kedokteran UNPAD. Obstetri fisiologi. Bandung Hidayat, A. Azis Alimul. 2009. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik analisis Data Cetakan ketiga. Jakarta : Salemba Medikal. Kamisa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kartika. Surabaya. Hal | 34 Nomor 04 Tahun 2012 Mufdlilah. 2009. Panduan asuhan kebidanan ibu hamil. Jogjakarta : Mitra cendikia Notoatmodjo,Soekidjo.2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka cipta Notoatmodjo Soekidjo. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu Prilaku. Jakarta : Rineka cipta Profil Dinkes Jabar, 2008 Saifuddin. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta Santosa, Yudi. 2008. Panduan lengkap kebidanan. Yogyakarta : Mitra setia Sarwono Prawirohardjo. 2006. Buku acuan pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal Edisi 1. Cet. 3... Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Tiran, Denise. 2006. Kamus Saku Bidan. Buku kedokteran. Jakarta : EGC Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu kebidanan Ed. 3, Cet. 8… Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 ISSN: 2356-5454 PENGETAHUAN IBU POSTPARTUM TENTANG IKTERUS NEONATORUM DI RUANG NIFAS RUMAH SAKIT KASIH BUNDA KOTA CIMAHI TAHUN 2013 Oleh JM Weking ABSTRAK Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir dengan keadaan meningginnya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya bewarna kuning. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Ikterus Neonatorum Di Rumah Sakit Kasih Bunda meliputi pengertian, tanda dan gejala, pencegahan, bahaya dan penanganan ikterus neonatorum di Rumah Sakit Kasih Bunda.Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan secara accidental sampling yaitu dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitianyaitu berjumlah 40 orang. Pengolahan dan analisis data disajikan dalam bentuk tabel dan kemudian dilakukan intrepetasi data dan dimasukan ke dalam ketiga kategori nilai yaitu baik, cukup, dan kurang.Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa Pengetahuanibu postpartum tentang Ikterus Neonatorum Di Rumah Sakit Kasih Bunda berdasarkan nilai rata-rata berada pada kategori baik sebesar 65,625%, mengenai pengertian Ikterus Neonatorum berada pada kategori baik sebesar 82,5%, mengenai tanda dan gejala Ikterus Neonatorum adalah pada kategori baik sebesar 83,125%, mengenai pencegahan Ikterus Neonatorum adalah pada kategori baik sebesar 82,5%, mengenai bahaya Ikterus Neonatorum adalah pada kategori baik sebesar 81,875%, mengenai penanganan Ikterus Neonatorum adalah pada kategori baik sebesar 80,625%. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang ikterus neonatorum, diharapkan pada petugas kesehatan di RS Kasih Bunda untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan memberikan promosi atau penyuluhan tentang ikterus neonatorum Kata kunci : Pengetahuan, Ikterus Neonatorum PENDAHULUAN Latar Belakang Secara nasional angka kematian ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2007 berjumlah 286 jiwa dari 100 ribu kelahiran hidup, dan angka kematian bayi (AKB) sebanyak 32 dari 1000 kelahiran hidup, Sedangkan kematian neonatal (umur 0-7 hari) adalah 275 neonatal meninggal setiap hari. Sedangkan kematian neonatal (umur 0-28 hari) adalah 275 neonatal meninggal. (Depkes RI 2008). Badan pusat statistik (BPS) melaporkan bahwa angka kematian bayi pada tahun 2007 sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan angka kematian bayi pada tahun 2005-2006 yang sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup. Kecenderungan penurunan angka kematian bayi dapat dipengaruhi oleh pemerataan pelayanan kesehatan berikut fasilitasnya. Pendapatan masyarakat yang meningkat juga dapat berperan melalui perbaikan gizi yang pada gilirannya mempengaruhi daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Depkes RI 2008). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat jumlah angka kematian bayi kurang dari 1 tahun sebesar 69 per 1000 kelahiran hidup. Penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatus diantaranya karena komplikasi pada bayi baru lahir BBLR, asfiksia, pneumonia dan infeksi serta ikterus neonatorum. (http://net.goodluckwith.us/tag/angkakejadian-ikterus-di-indonesia-tahun-2011) Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 35 jikk ISSN: 2356-5454 pertama setelah dilahirkan dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan luar (Depkes RI, 2008). Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir adalah terjadinya hiperbilirubinemia, yang merupakan salah satu kegawatan pada BBL karena dapat menjad penyebab gangguan tumbuh kembang bayi. Kelainan ini tidak tremasuk kelompok penyakit saluran pencernaan makanan, namun karena kasusnya banyak dijumpai maka dianggap perlu dikemukakan. (Ngastiyah, 1997) Penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan, sebagian besar bayi baru lahir mengalami ikterus neonatorum sampai tingkat yang bisa dilihat mata. Ikterus yang tampak mata memperlihatkan kadar bilirubin paling tidak 5 – 7 mg/dl. Terdapat banyak sebab fisiologis timbulnya ikterus selama minggu pertama setelah lahir.(Varney, 2008) Banyaknya bayi baru lahir terutama bayi kecil (bayi dengan berat badan lahir< 2500 gram atau usia gestasi 37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat di deteksi secara klinis dalam minggu kehidupan pada kebanyakan kasus ikterik neonatorum kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus non fisiologis) (Sastroasmoro, 2007). Hiper bilirubin adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium, yang menunjukkan peningkatan kadar bilirubin yaitu kehamilan > 37 minggu dengan hasil bilirubin serum 12,5 mg/dl dan kehamilan < 37 minggu dengan Hal | 36 Nomor 04 Tahun 2012 hasil bilirubin serum > 10 mg/dl. Hiper bilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikik terus dan jika tidak ditanggulangi dengan baik akan menyebabkan keterbelakangan mental (Wikjosastro, 2002). Semua orang tua harus mendapatkan informasi mengenai tingginya frekuensi ikterus pada bayi baru lahir. Pengetahuan seorang ibu dapat mempengaruhi peningkatan kulaitas kesehatan bayinya. Mereka dapat di nasehati untuk memberi makan bayi sesering mungkin selama harihari pertama kehidupan agar merangsang pengeluaran mekoneum. Mekonium mempunyai kandungan tinggi bilirubin dan pengeluarannya yang lambat meningkatkan penyerapan ulang bilirubin sebagai bagian dari proses pintasenterohepatik.(Varney, 2008) Rumah Sakit Kasih Bunda yang terletak di kota Cimahi merupakan Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan khususnya bagi masyarakat sekitar Rumah Sakit. Salah satu pelayanan yang diberikan adalah pelayanan bagi ibu dan anak termasuk di dalamnya yaitu pemeriksaan kehamilan, persalinan, pospartum, KB, dan imunisasi. Jumlah persalinan pada bulan Januari 2013 adalah sebanyak 68 orang, rata-rata jumlah persalinanan perbulannya adalah sebanyak 60 orang. Dari studi pendahuluan di RS Kasih Bunda pada bulan Januari-Februari didapatkan dari 130 bayi yang lahir pada bulan Januari-Februari, ada 14 bayi yang mengalam ikterus neonatorum fisiologis. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian: “Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Ikterus Neonatorum Di Ruang Nifas Rumah Sakit Kasih Bunda Kota Cimahi Tahun 2013” PEMBAHASAN Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, berkenaan dengan hal pelajaran atau ilmu pengetahuan. Sedangkan Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 menurut Soekidjo Notoatmodjo, pengetahuan merupakan hasil dari tahu dn ini trejadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. (Notoatmodjo, 2010) Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominasi yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). (Notoatmodjo, 2010) Pengetahuan Ibu Postpartum Secara Umum Tentang Ikterus Neonatorum Di Ruang Nifas Rumah Sakit Kasih Bunda Kota Cimahi Tahun 2013 Hiperbilirubinemia yang merupakan salah satu kegawatan pada BBL karena dapat menjad penyebab gangguan tumbuh kembang bayi. Kelainan ini tidak tremasuk kelompok penyakit saluran pencernaan makanan, namun karena kasusnya banyak dijumpai maka dianggap perlu dikemukakan. (Ngastiyah, 1997) Penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan, sebagian besar bayi baru lahir mengalami ikterus neonatorum sampai tingkat yang bias dilihat mata. Ikterus yang tampak mata memperlihatkan kadar bilirubin paling tidak 5 – 7 mg/dl.Terdapat banyak sebabfisiologis timbulnya ikterus selama minggu pertama setelah lahir.(Varney, 2008) Semua orang tua harus mendapatkan informasi mengenai tingginya frekuensi ikterus pada bayi baru lahir. Pengetahuan seorang ibu dapat mempengaruhi peningkatan kulaitas kesehatan bayinya. Semua itu tentunya harus di dukung oleh peran bidan sebagai mitra wanita untuk senantiasa memberikan informasi tentang ikterus neonatorum kepada ibu-ibu. Berdasarkan data diatas pengetahuan ibu pospartum secara umum cukup baik, ini ISSN: 2356-5454 berarti petugas kesehatan telah memberikan informasi yang cukup baik kepada pasien tentang ikterus neonatorum. Tetapi, harus ada peningkatan dari petugas kesehatan dalam pemberian informasi atau penyuluhan agar pengetahuan tentang ikterus neonatorum meningkat. Pengetahuan Tentang Pengertian Ikterus Neonatorum Berdasarkan diagram 5.2 secara keseluruhan, Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Pengertian Ikterus Neonatorum dapat dideskripsikan bahwa dari 40 responden, responden memiliki pengetahuan Baik sebanyak 18orang (45%), sedangkan responden memiliki pengetahuan cukupsebanyak 16orang (40%), dan repsonden yang lainnya memiliki pengetahuan kurang sebanyak 6 orang (15%). Dengan demikian secara keseluruhan nilai rata-rata responden yaitu sebanyak 82,5% termasuk dalam kategori Baik Kondisi ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden. Pentingnya para ibu mengetahui tentang pengertian ikterus neonatorum sehingga bisa mengetahui yang fisiologis dan patologis. Dari data diatas diperoleh secara keseluruhan pengetahuan ibu tentang ikterus neonatorum adalah baik. Menurut Notoatmodjo, Tingkat Pendidikan, yaitu upaya untuk memberikan pengetahuan, sehingga terjadi perubahan perilaku yang positif dan meningkat dan Informasi, Seorang yang mempunyai sumber lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. (Notoatmodjo, 2010). Ini berarti petugas kesehatan telah memberikan informasi dan penyuluhan denganbaik tentang ikterus neonatorum. Penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan, sebagian besar bayi baru lahir mengalami ikterus neonatorum sampai tingkat yang bias dilihat mata. Ikterus yang tampak mata memperlihatkan kadar bilirubin paling tidak 5 – 7 mg/dl.Terdapat banyak Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 37 jikk ISSN: 2356-5454 sebabfisiologis timbulnya ikterus selama minggu pertama setelah lahir.(Varney, 2008) Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium, yang menunjukkan peningkatan kadar bilirubin yaitu kehamilan >37 minggu dengan hasil bilirubin serum 12,5 mg/dl dan kehamilan <37 minggu dengan hasil bilirubin serum >10 mg/dl. Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernik ikterus dan jika tidak ditanggulangi dengan baik akan menyebabkan keterbelakangan mental (Wikjosastro, 2002). Pengetahuan Tentang Tanda dan Gejala Ikterus Neonatorum Berdasarkan diagram 5.3 secara keseluruhan, Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Tanda dan gejala Ikterus Neonatorum dapat dideskripsikan bahwa dari 40 responden, responden memiliki pengetahuan Baik sebanyak 18orang (45%), sedangkan responden memiliki pengetahuan cukupsebanyak 17orang (42,5%), dan repsonden yang lainnya memiliki pengetahuan kurang sebanyak 5 orang (12,5%). Dengan demikian secara keseluruhan nilai rata-rata responden yaitu sebanyak 83,125% termasuk dalam kategori Baik Dari data diatas didapat pengetahuan ibu tentang tanda dan gejala ikterus neonatorum berpengetahuan baik. Hal ini berarti petugas kesehatan telah memberikan informasi atau penyuluhan tentang ikterus neonatorum dengan baik. Adapun tanda gejala ikterus neonatorum menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin adalah mencapai sekitar 40 mg/dl. Dan menurut widya (2007) gejala utama dari ikterus neonatorum adalah kuning dikulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai gejala-gejala ; Hal | 38 Nomor 04 Tahun 2012 Dehidrasi, asupan kalori tidak adequat ( misalnya, kurang ,minum dan muntah-muntah) Pucat sering berkaitan dengan anemi hemolitik (misanya : ketidak cocokan golongan darah ABO, rhesus, dan defisiensi G-6-PD) atau kehilangan darah ektravaskuler Trauma lahir, bruising, sefalhematom ( perdarahan kepala) dan perdarahan lainnya. Pletorik (penumpukan darah), polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat Letargi dan gejala sepsis lainnya Petekiae (bintik merah dikulit), sering dikaitkan dengan infeksi kongenital, sepsis atau eritroblastosis Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal), sering berkaitan dengan anemi hemolitik, infeksi kongenital dan penyakit hati Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) Omfalitis (peradangan umbilikus) Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid) Masa abdominalis kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus) Faeces seperti dempul disertai urine warna coklat, pikirkan ke arah ikterus, obstruksi, selanjutnya konsulkan kebagiann hepatologi. Pengetahuan Tentang Pencegahan Ikterus Neonatorum Berdasarkan diagram 5.4 secara keseluruhan, Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Pencegahan Ikterus Neonatorum dapat dideskripsikan bahwa dari 40 responden, responden memiliki pengetahuan Baik sebanyak 19orang (47,5%), sedangkan responden memiliki pengetahuan cukupsebanyak 14orang (35%), dan repsonden yang lainnya memiliki pengetahuan kurang sebanyak 7 orang (17,5%). Dengan demikian secara keseluruhan nilai rata-rata responden Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 yaitu sebanyak 82,5% termasuk dalam kategori Baik Semua orang tua harus mendapatkan informasi mengenai tingginya frekuensi ikterus pada bayi baru lahir. Pengetahuan seorang ibu dapat mempengaruhi peningkatan kualitas kesehatan bayinya. Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernik ikterus dan jika tidak ditanggulangi dengan baik akan menyebabkan keterbelakangan mental (Wikjosastro, 2002). Agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan akibat ikterus neontatorum ini harus dilakukan pencegahan agar bayi-bayi terhindar dari ikterus neonatorum. Adapun cara pencegahannya diantaranya yaitu : Pengawasan antenatal yang baik Menghindari obat-obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan pada masa kehamilan dan juga pada saat kelahiran misalnya obat-obatan : sulfafurazal, novobiosin, oksitosin dan lain-lain. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus Imunisasi yang baik, Pencegahan infeksi Ada yang menganjurkan penggunaan nobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus (Ayurai, 2009) Dari data diatas didapat pengetahuan ibu tentang pencegahan ikterus neonatorum berpengetahuan baik. Hal ini berarti petugas kesehatan telah memberikan informasi atau penyuluhan tentang ikterus neonatorum dengan baik. Pengetahuan Tentang Bahaya Ikterus Neonatorum secara keseluruhan, Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Bahaya Ikterus Neonatorum dapat dideskripsikan bahwa dari 40 responden, responden memiliki pengetahuan Baik sebanyak 18orang (45%), sedangkan responden memiliki pengetahuan cukupsebanyak51orang (37,5%), dan ISSN: 2356-5454 responden yang lainnya memiliki pengetahuan kurang sebanyak 7 orang (17,5%). Dengan demikian secara keseluruhan nilai rata-rata responden yaitu sebanyak 81,875% termasuk dalam kategori Baik Dari data diatas didapat pengetahuan ibu tentang bahaya ikterus neonatorum berpengetahuan baik. Hal ini berarti petugas kesehatan telah memberikan informasi atau penyuluhan tentang ikterus neonatorum dengan baik. Adapun bahaya yang dapat ditimbulkan dengan terjadinya ikterus neonatorum yaitu : Dehidrasi karena malas minum (mengisap, muntah-muntah) Hipotermi, sianosis, leher kaku, opistotonus Kerusakan sel-sel saraf yang menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf (gangguan pendengaran) Kerusakan jaringan otak yang dapat menimbulkan reterdasi mental (keterbelakangan mental) Kadang-kadang apnoe Bahaya hiperbilirubin adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. (Ngastiyah, 1997). Selain itu, ikterus neonatorum merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi. Untuk itu sangat penting bagi para ibu postpartum mengetahui tentang bahaya ikterus neonatorum. Pengetahuan Tentang Penanganan Ikterus Neonatorum secara keseluruhan, Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Penanganan Ikterus Neonatorum dapat dideskripsikan bahwa dari 40 responden, responden memiliki pengetahuan Baik sebanyak 17orang (42,5%), sedangkan responden memiliki pengetahuan cukupsebanyak 15orang (32,75%), dan repsonden yang lainnya memiliki pengetahuan kurang sebanyak 8 orang (20%). Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 39 jikk ISSN: 2356-5454 Dengan demikian secara keseluruhan nilai rata-rata responden yaitu sebanyak 80,625% termasuk dalam kategori Baik Dari data diatas didapat pengetahuan ibu tentang penanganan ikterus neonatorum berpengetahuan baik. Hal ini berarti petugas kesehatan telah mberikan informasi atau penyuluhan tentang ikterus neonatorum dengan baik. Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernik ikterus dan jika tidak ditanggulangi dengan baik akan menyebabkan keterbelakangan mental (Wikjosastro, 2002). Selain itu, ikterus neonatorum merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi. Untuk itu sangat penting bagi para ibu postpartum mengetahui tentang penanganan ikterus neonatorum. PENUTUP Kesimpulan BerdasarkanpenelitiantentangPengeta huan Ibu Postpartum Tentang Ikterus Neonatorum Di Ruang Nifas Rumah Sakit Kasih Bunda Kota Cimahi Tahun 2013, makadapatdisimpulkanPengetahuan Ibu Postpartum secarakeseluruhantentangIkterus Neonatorumdengan nilai rata-rata sebesar 65,625%yang berada pada kategoricukup, meliputi : 1. Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Ikterus Neonatorumditinjaudarisegipengertia n ikterus neonatorum di dapatnilai rata-rata sebesar 82,5% yang berada pada kategori baik 2. Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Ikterus Neonatorumditinjaudarisegitanda dan gejala ikterus neonatorum di dapat nilai rata-rata sebesar 83,125% yang berada pada kategori baik 3. Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Ikterus Neonatorumditinjaudarisegipencegah an ikterus neonatorum di dapatnilai Hal | 40 4. 5. Nomor 04 Tahun 2012 rata-rata sebesar 82,5% yang berada pada kategori baik Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Ikterus Neonatorumditinjaudarisegibahaya ikterus neonatorum di dapatnilai ratarata sebesar 81,875% yang berada pada kategori baik Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Ikterus Neonatorumditinjaudarisegipenangan an ikterus neonatorum di dapatnilai rata-rata sebesar 80,625% yang berada pada kategori baik Saran 1. Bagi TempatPenelitian Petugas kesehatan senantiasa memberikan penyuluhan atau konseling kepada masyarakat (ibu postpartum)khusunya tentang ikterus neonatorum agar mereka lebih mengetahui dengan jelas tentang ikterus neonatorum. 2. Bagi InstitusiPendidikan Diharapkan bagi institusi pendidkan agar dapat mengembangkan materi perkuliahan tentang kesehatan ibu dan anak yang diberikan salah satunya tentang ikterus neonatorum, sehingga dapat meningkatkan kualitas dari tahun ke tahun baik pada program studi kebidanan maupun pendidikan kesehatan lainnya yang berhubungan dengan masalah kebidanan. 3. Bagi Penulis Diharapkanhasil penelitian ini dapat diinformasikan kepada ibu postpartumuntuk mengurangi angka kematian bayi yaitu dengan mencegah bayinya dari ikterus neonatorum. REFERENSI Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2005.Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC. Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 Cunningham, Gary, et. al. 2005. Obstetri Williams. Ed. 21. Vol. 1. Jakarta: EGC. Dowshen, Steve, et.al. 2002. Petunjuk Lengkap Untuk Orangtua. Ed. 1. Cet. 1. Jakarta: PT Grafindo Persada. Hidayat, AA. 2011. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Kriebs dan Gegor. 2009. Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney : volume 2. Jakarta: EGC. Manuaba, Ida Bagus Gde. 2008.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: ECG. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC Notoatmodjo, Soekidjo.2010. Metodologi Penelitian Kesehatan Cetakan Ketiga Jakarta : Rineka Cipta Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Ed. 2. Jakarta: EGC. Saifudin, Abdul Bari: et. al. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bidan Pustaka Sarwono Prawirohardjo. ISSN: 2356-5454 Saifuddin, Abdul Bari; et. al. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Ed. 1, cet. 10. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sudarti, 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Dan Anak Balita. Yogyakarta: Nuha Medika. Varney, Helen. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Ed. 4. Vol. 1. Jakarta: EGC. Winjkosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi II. Cetakan Kelima. Bag. II. Jakarta: YBPSP. Winjkosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Maternal Neonatal. Edisi II. Cetakan Kelima. Bag. II. Jakarta: YBPSP. http://www.healthy.detik.com. Diakses pada tanggal 10 Maret 2013 http://www.tenaga-kesehatan.or. id/publikasi. Diakses pada tanggal 10 Maret 2013 http://www. Wordpresss.com.Diakses pada tanggal 10 Maret 2013 Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 41 jikk ISSN: 2356-5454 Nomor 04 Tahun 2012 HUBUNGAN ATARA INDUKSI PERSALINAN MENGGUNAKAN OKSITOSIN DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RS SARININGSIH BANDUNG TAHUN 2010 Oleh Ajeng Widyastuti ABSTRAK Banyaknya penyulit pada ibu bersalin, seringkali membuat beberapa tindakan harus dilakukan. Tindakan induksi persalinan menggunakan oksitosin sebagai salah satu tindakan yang memerlukan perhatian khusus karena komplikasi dari induksi persalinan menggunakan oksitosin diantaranya asfiksia neonatorum. Kematian bayi di Indonesia di masa neonatus yang disebabkan asfiksia neonatorum menduduki peringkat kedua setelah BBLR yaitu sebanyak 27%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan atara induksi persalinan menggunakan oksitosin dengan kejadian asfiksia neonatorum. Desain penelitian yang digunakan adalah case control. Jumlah populasi yaitu sebanyak 265 ibu bersalin yang mengalami induksi persalinan. Sample penelitian ini adalah ibu bersalin yang dilakukan induksi persalinan di RS Sariningsih tahun 2010. Jumlah sample sebanyak 66 orang sebagai sample kasus, dan 66 orang sebagai sample kontrol yaitu ibu bersalin yang tidak dilakukan induksi. Penentuan sample dengan menggunakan tehnik sample random sampling. Analisa data melalui 2 tahap yaitu univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan bivariat untuk melihat hubungan (chi square). Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan antara induksi persalinan menggunakan oksitosin dengan kejadian asfiksia neonatorum. Diharapkan kepada para bidan untuk melakukan asuhan kebidanan dan pengawasan yang baik pada setiap persalinan dengan dan mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum. Kata kunci: case control, hubungan, induksi persalinan, asfiksia neonatorum PENDAHULUAN Latar Belakang Bidan merupakan tenaga kesehatan dan mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dengan kewenangan sesuai dengan yang tercantum pada Permenkes R.I. Nomor HK.02.02/Menkes/149/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek bidan. Pada Pasal 8 Permenkes R.I. Nomor HK.02.02/Menkes/149/2010 ditetapkan: “Bidan dalam menjalankan prakteknya berwenang unutk memberikan pelayanan yang meliputi: pelayanan kebidanan, pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan pelayanan kesehatan masyarakat”. Pada Pasal 9 ayat (2) meliputi pelayanan kebidanan yang terdiri dari pelayanan kepada ibu dimulai pada masa hamil, masa persalinan, masa nifas, menyusui. Adapun pelayanan kepada bayi dimulai pada masa bayi baru lahir sampai usia 28 hari. Pada Pasal 10 ayat (2) pelayanan kebidanan pada Hal | 42 ibu meliputi: penyuluhan dan konseling, pemeriksaan fisik, pelayanan antenatal pada kehamilan normal, pertolongan persalinan normal dan pelayanan ibu nifas normal. Pada Pasal 9 ayat (3) pelayanan kebidanan pada bayi meliputi: pemeriksaan bayi baru lahir, perawatan tali pusat, perawatan bayi, resusitasi pada bayi baru lahir, pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas. pemerintah dan pemberian penyuluhan. (Wintari Hariningsih dan Diah Nurmayawati, 2010). WHO (World Health Organization) memperkirakan, sebanyak 37 juta kelahiran terjadi di kawasan Asia Tenggara setiap tahun, sementara total kematian ibu dan bayi baru lahir di kawasan ini diperkirakan berturut-turut 170 ribu dan 1,3 juta per tahun. Sebanyak 98 persen dari seluruh kematian ibu dan anak di kawasan ini terjadi di India, Bangladesh, Indonesia , Nepal dan Myanmar. (Dangi, 2008). Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 Merujuk pada data WHO menunjukkan di Indonesia terdapat 307 orang ibu meninggal dari 100.000 Kelahiran Hidup (KH) akibat komplikasi kelahiran. Angka ini berarti dalam setiap 2 jam terdapat 1 orang ibu meninggal. Angka kematian ibu sebesar itu sudah cukup untuk mendudukan Indonesia sebagai negara paling tinggi tingkat kematian ibu di Asia Tenggara. Sementara menurut Departemen Kesehatan terdapat sekitar 20.650 orang perempuan dan anak meninggal setiap tahun akibat komplikasi kehamilan dan kelahiran. ( Dangi, 2008). Banyaknya penyulit pada ibu yang mungkin terjadi pada saat kehamilan, persalinan dan nifas, merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian khusus. Kasus-kasus persalinan dengan induksi oksitosin diantaranya adalah kasus ketuban pecah dini yang bisa menyebabkan berbagai komplikasi baik pada ibu maupun janin. Komplikasi pada ibu misalnya infeksi intra uterine (amnionitis vaskulitis). Jadi akan mengingatkan mortalitas dan mobiditas maternal dan perinatal. Komplikasi pada bayi diantaranya asfiksia, IUFO (Intra Uterine Fetal Deats), dan premativitas. Jadi tindakan induksi persalinan dengan oksitosin adalah sebagai salah satu solusi dalam usaha mencapai kelahiran bayi. Target MDGs (Millennium Development Goals) yang menetapkan penurunan angka kematian balita sampai dua per tiganya dalam kurun waktu 2009-2015 dan meningkatkan kualitas kesehatan ibu harus menjadi komitmen semua pihak. Seiring dengan itu dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2009 menetapkan beberapa target yaitu Umur Harapan Hidup (UHH) sebesar 70,6 tahun, menurunnya angka kematian ibu dari 307 orang menjadi 226 orang per seratus ribu kelahiran hidup, menurunnya angka kematian bayi menjadi 26 orang per seribu kelahiran hidup, menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 25,8% menjadi 20%. Pada tahun 2009 Departemen Kesehatan telah menetapkan target untuk menurunkan angka ISSN: 2356-5454 kematian bayi baru lahir (AKBBL) dari 20 bayi menjadi 15 bayi per seribu. (Dangi, 2008). Berdasarkan data yang ada ternyata kematian pada masa neonatus memberikan kontribusi sekitar 57% dari semua kematian selama tahun pertama kehidupan bayi. Berbagai penyebab langsung kematian bayi pada masa neonatus seperti Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 29%, asfiksia sebanyak 27%, tetanus sebanyak 10%, infeksi sebanyak 15%, hematology sebanyak 6%, pemberian ASI sebanyak 10% dan lain-lain sebanyak 13%. Terlihat bahwa asfiksia menduduki peringkat kedua setelah BBLR, meskipun hanya menduduki urutan kedua kita tidak bisa menganggap asfiksia hal kecil karena sesuatu yang besar berawal dari sesuatu yang kecil, untuk itu kita juga perlu memperhatikan hal tersebut. (Siswono, 2006 ). Menurut Sutrisno dan Kurnia E, bahwa gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia (kurang oksigen) pada janin. Tanpa oksigen yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan variabilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi (perlambatan) lanjut pada kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap, glikolisis (pemecahan glukosa) anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang menurun. Penyebab terjadinya gawat janin adalah persalinan yang berlangsung lama, terjadinya perdarahan atau infeksi dan insufisiensi plasenta yang bisa diakibatkan karena postterm dan preeklamsia serta aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus yang dapat dihubungkan dengan pemberian oksitosin ketika dilakukan induksi persalinan. Gerakan janin yang menurun atau berlebihan menandakan gawat janin. Tetapi biasanya tidak ada gejala-gejala yang subyektif. Seringkali indikator gawat janin yang pertama adalah perubahan dalam pola denyut jantung janin (bradikardia, takikardia, tidak adanya variabilitas atau deselerasi lanjut), hipotensi pada ibu, suhu tubuh yang meningkat atau kontraksi uterus yang hipertonik atau ketiganya secara keseluruhan dapat menyebabkan asfiksia (kegagalan nafas Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 43 jikk ISSN: 2356-5454 adekuat pada menit-menit pertama kelahiran) janin. (sutrisno, 2008). Jika melihat data persalinan di Rumah Sakit Sariningsih Bandung periode Januari 2010 – Desember 2010, jumlah persalinan sebanyak 917 kasus. Terdiri dari jumlah kelahiran normal sebanyak 593, persalinan dengan induksi menggunakan oksitosin 122 kasus, persalinan karena induksi gagal kemudian dilakukan operasi sectio sebanyak 143 kasus dan persalinan dengan sectio karena kasus lain 181 kasus. Melihat fakta yang ada, peneliti terinspirasi untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Induksi Persalinan Menggunakan Oksitosin Dengan Asfiksia Neonatorum Di Rumah Sakit Sariningsih Bandung Periode Januari 2010 – Desember 2010”. Nomor 04 Tahun 2012 ibu yang mengalami induksi persalinan sebanyak 66 orang sebagi kasus dan sebagai kontrol sebanyak 66 orang ibu bersalin yang tidak mengalami induksi persalinan Kemudian hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk analisa univariat dan analisi bivariat. Analisis univariat yaitu untuk melihat gambaran distribusi frekuensi yaitu proporsi induksi persalinan menggunkan oksitosin berdasarkan kasus dan kontrol, untuk mengetahui proporsi asfiksia neonatorum karena faktor induksi persalinan dan untuk mengetahui proporsi asfiksia neonatorum karena faktor bukan induksi persalinan. Sedangkan analisis bivariat yang diteliti yaitu hubungan antara induksi persalinan menggunakan oksitosin dengan kejadian asfiksia neonatorum. Disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk analisis univariat dan tabel silang pada analisis bivariat. Analisis Univariat Berjuang untuk melihat gambaran distribusi frekuensi yaitu proporsi induksi persalinan menggunkan oksitosin berdasarkan kasusu dan control, asfiksia neonatorum karena faktor induksi persalinan menggunakan oksitosin dan asfiksia neonatorum karena faktor bukan induksi persalinan menggunakan oksitosin. Berikut ini penulis sajikan hasil univariat yang telah dilakukan. PEMBAHASAN Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian mengenai hubungan antara induksi persalinan menggunakan oksitosin dengan kejadian asfiksia neonatorum di RS Sariningsih Bandung tahun 2010 yang dilakukan pada bulan maret-mei 2011 dengan rancangan penelitian menggunakan kasus kontrol dan menggunakan pendekatan retrospektif. Jenis data didapat dari data sekunder, sumber data diperoleh dari catatan/status pasien di ruang bersalin, yang diambil adalah Gambaran Bayi Yang Asfiksia Neonatorum dan Bayi Yang Tidak Asfiksia Neonatorum Karena Faktor Induksi Persalinan Menggunakan Oksitosin Tabel 1 Distribusi Frekuensi Bayi Yang Mengalami Asfiksia Neonatorum dan Bayi Yang Tidak Asfiksia Neonatorum Karena Faktor Induksi Persalinan Menggunkan Oksitosin Induksi Persalinan Asfiksia Neonatorum Tidak Asfiksia Neonatorum Total Sumber : Data Sekunder Berdasarkan table diatas bahwa bayi yang mengalami asfiksia neonatorum karena factor induksi persalinan menggunkan oksitosin adalah sebanyak 43 bayi (65,2 %), artinya lebih Hal | 44 N 43 23 66 % 65, 2 34, 8 100 dari setengah, sedangkan abyi yang tidak mengalami asfiksia neonatorum karena induksi persalinan menggunkan oksitosin Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 adalah sebanyak 23 bayi (34,8 %) atau kurang ISSN: 2356-5454 dari setengahnya. Gambaran Bayi Yang Asfiksia Neonatorum dan Bayi Yang Tidak Asfiksia Neonatorum Karena Faktor Bukan Induksi Persalinan Menggunakan Oksitosin Tabel 2 Disribusi Frekuensi Bayi Yang Mengalami Asfiksia Neonatorum Karena Faktor Bukan Induksi Persalinan Menggunakan Oksitosin. Persalinan Induksi Persalinan Menggunakan Oksitosin N % Asfiksia Neonatorum 21 32, 8 Tidak Asfiksia Neonatorum 45 68, 2 Total 66 100 Berdasarkan table diatas bahwa bayi yang mengalami asfiksia neonatorum karena factor bukan induksi persalinan adalah sebanyak 21 bayi (31,8 %), artinya kurang dari setengah, sedangkan bayi yang tidak mengalami asfiksia neonatorum karena factor bukan induksi persalinan menggunakan oksitosin adalah sebanyak 45 bayi (48,2 %) atau lebih dari setengahnya. Analisis Bivariat Analisis bivariate dilakukan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel terhadap kejadian asfiksia neonatorum. Dari 2 variabel yaitu induksi persalinan menggunakan oksitosin. Induksi Persalinan Menggunakan Oksitosin Tabel 3 Hubungan Antara Induksi Persalinan Menggunakan Oksitosin Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Tidak Induksi Induksi Persalinan Total Nilai P OR Persalinan N % N % n % Asfiksia 43 65,2 21 31,8 64 100 Neonatorum Tidak Asfiksia 23 34,8 45 68,2 68 100 0,66 1,869 Neonatorum Total 66 100 66 100 132 100 Berdasarkan tabel 5,3 hasil uji statistik menghasilkan p value = 0,66 yang berarti < alpha hal ini menunjukan bahwa p value < alpha (0,10) maka secara statistik ada hubungan yang bermakna antara induksi persalinan menggunakan oksitosin dengan kejadian asfiksia neonatorum di RS Sariningsih pada tahun 2010 atau hipotesis nol (Ho) ditolak, artinya terdapat hubungan antara induksi persalinan menggunakan oksitosin dengan kejadian asfiksia neonatorum. Untuk mengetahui faktor resiko induksi persalinan menggunakan oksitosin terhadap asfiksia neonatorum, dilakukan analisis menggunakan Odds Ratio (OR), dan di dapatkan nilai OR adalah 4,006. Hal ini berarti causative (menjadi penyebab), artinya bahwa induksi persalinan menggunakan oksitosin dapat mengakibatkan asfiksia neonatorum. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil dari catatan rekam medik meliputi kejadian induksi persalinan menggunakan oksitosin dan kejadian asfiksia neonatorum. Seluruh data sekunder ditulis Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 45 jikk ISSN: 2356-5454 pada lembar pengumpulan data, informasi yang didapat dari hasil pegolahan data ini tidak dapat menggambarkan status kesehatan masyarakat namun hanya menggambarkan status kesehatan ibu yang melahirkan di RS Sariningsih Bandung. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara induksi persalinan menggunakan oksitosin dengan kejadian asfiksia neonatorum. Hal tersebut dapat terlihat dari hasil perhitungan uji statistik menunjukan bahwa dari jumlah persalinan yang dilakukan induksi menggunakan oksitosin sebanyak 65,2% yang kelahiran bayinya mengalami asfiksia. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar bayi mengalami asfiksia neonatorum karena faktor induksi persalinan menggunakan oksitosin, sedangkan bayi yang tidak mengalami asfiksia karena faktor induksi sebanyak 34,8%, dan bayi yang mengalami asfiksia karena faktor tidak induksi sebesar 31,8%, bayi yang tidak mengalami asfiksia karena factor tidak induksi sebanyak 68,2%. Hasil penelitian uji statistic menghasilkan p value = 0,66 yang berarti < alpha. Hal ini menunjukan bahwa p value < alpha (0,10) maka secara statistik ada hubungan yang bermakna antara induksi persalinan menggunakan oksitosin dengan kejadian asfiksia neonatorum di RS. Sariningsih tahun 2010 atau hipotesis nol (Ho) ditolak, artinya terdapat hubungan antara induksi persalinan menggunakan oksitosin dengan kejadian asfiksia neonatorum. Untuk mengetahui faktor resiko induksi persalinan terhadap asfiksia neonatorum dilakukan analisis menggunakan perhitungan Odds Rasio(OR), dan didapatkan hasil OR sebesar 1,869. Hal ini berarti causative menjadi penyebab, artinya dapat mengakibatkan asfiksia neonatorum. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat David (2002, dalam Jordan S, 2003) yang menyatakan bahwa efek samping penggunaan oksitosin dalam induksi persalinan yaitu terjadinya hiperstimulasi uterus. Dimana hiperstimulasi uterus mengakibatkan hipoksia Hal | 46 Nomor 04 Tahun 2012 janin dan akan berlanjut pada kelahiran maka akan terjadi asfiksia neonatorum. Dijelaskan juga oleh Sue (2003, dalam liu D.TY,2007) bahwa salah satu efek samping oksitosin yang di berikan ketika induksi persalinan yaitu terjadinya hipoksia fetal dimana pada saat kontraksi uterus terjadi kompresi pembuluh darah yang akan mengganggu pengangkutan oksigen kedalam uterus, plasenta dan janin. Normalnya, oksigenasi akan pulih kembali setelah terjadi setelah relaksasi uterus dan pemulihan keadaan ini mencegah penumpukan asam laktat. Akan tetapi, jika uterus mengalami stimulasi yang berlebihan dan relaksasinya terlalu singkat, maka akan terjadi hipoksia serta asidosis pada janin. Tetani atau spasme uterus dapat mengurangi aliran darah ke uterus hingga suatu taraf dimana janin akan mengalami asfiksia dengan kemungkinan terjadinya perdarahan intracranial atau kematian. Karena itu, frekuensi jantung janin harus terus dipantau untuk mendeteksi tandatanda dini gawat janin. Pemberian oksitosin dengan dosis yang lebih tinggi disertai dengan peningkatan frekuensi melahirkan yang dibantu untuk indikasi bradikardia fetal, dan menyebabkan lebig banyak neonates yang lahir dengan nilai Apgar kurang dari tujuh. Penelitian di Negara berkembang menunjukan bahwa peningkatan resiko terjadinya perdarahan intracranial pada janin memiliki kaitan dengan pemberian oksitosin di RS dengan fasilitas pemantauan janin dan uterus yang kurang optimal. Maringan berpendapat bahwa “asfiksia neonatorum merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. PENUTUP Kesimpulan Dari hasil penelitian terhadap 66 ibu bersalin yang mengalami induksi persalinan dengan 66 ibu yang tidak mengalami induksi persalinan serta pembahasan mengenai hubungan antara induksi persalinan menggunakan oksitosin dengan kejadian Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 asfiksia neonatorum di Rs Sariningsih tahun 2010, dapat disimpulkan bahwa : Berdasarkan hasil uji statistik Chi – Square menghasilkan p value < alpha, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara induksi persalinan menggunakan oksitosin dengan kejadian asfiksia neonatorum (p value = 0,66 Dengan alpha = 0,10). 1. Faktor resiko pada induksi persalinan dengan menggunakan oksitosin yang berakibat asfiksia neonatorum ternyata cukup tinggi yaitu sebesar 1,869. 2. Berdasarkan hasil penelitian bahwa bayi yang mengalami asfiksia neonatorum karena faktor induksi 43 bayi (65,2%) artinya lebih dari setengahnya sedangkan bayi yang tidak mengalami asfiksia karena factor tidak induksi persalinan adalah sebanyak 45 bayi (68,2%) artinya lebih dari setengahnya. Saran Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat lebih meningkatkan pelanyanan kesehatan khususnya para bidan, untuk melakukan asuhan secara komprehensif dan memeberikan pelayanan kesehatan yang baik kepada ibu hamil dan ibu bersalin khususnya yang beresiko terhadap hal-hal yang bisa menyebabkan asfiksia neonatorum. Diharapkan bidan dapat melakukan asuhan kebidanan untuk mencegah terjadinya asfiksia dalam kehamilan yaitu dengan melakukan pemeriksaan kehamilan sehingga deteksi dini dan perbaikan sedini mungkin, jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan dapat segera dilakukan tindakan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan. Diharapkan pada saat persalinan melakukan observasi yang baik pada ibu dan juga janin. Diharapkan memperhatikan dan mewaspadai kemungkinan adanya faktorfaktor yang lebih berperan dan berhubungan ISSN: 2356-5454 dalam mempengaruhi terjadinya asfiksia neonatorum. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi penentu kebijakan di RS Sariningsih terutama bagian kebidanan, dalam meningkatkan pelayanan khususnya protap dalam penatalaksanaan kasus induksi persalinan menggunakan oksitosin dan penanganan asfiksia neonatorum. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan induksi persalian menggunakan oksitosin, dengan meneliti kemungkinan-kemungkinan apa lagi yang timbul akibat induksi persalinan menggunakan oksitosin selain asfiksia neonatorum. REFERENSI Arikunto S. 2006 Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Rineka Cipta. Jakarta. Boyle M. 2007 Buku saku bidan kedaruratan dalam persalinan. EGC. Jakarta. Budiarto E. 2003 Metodologi Penelitian Kedokteran. EGC. Jakarta. Dangi. 2008 Angka kematian ibu dan balita tinggi. http://www.akuindonesia wordpress.com. Hidayat, A.Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. JNPK-KR. 2005. Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar. Jakarta : Depkes RI Jordan S. 2003 Farmakologi kebidanan. EGC. Jakarta. Liu D. T.Y. 2007 Manual persalinan. EGC. Jakarta. Manuaba 2010 Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. EGC. Jakarta. Mochtar, Rustam. 1998 Sinopsis Obstetri. EGC. Jakarta. Notoatmodjo S. 2005 Metodologi penelitian dan kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Prawiroharjo, Sarwono. 2002. Ilmu Bedah Kebidanan.Yayasan Bina Pustaka Riyanto, Agus. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan Yogjakarta: Nuha Medika Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 47 jikk ISSN: 2356-5454 Saefuddin A.B. 2002 Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Penerbit JNPKKR-POGI. Jakarta. Siswono. 2006 Tingkat Kematian Di Jawa Barat Tinggi .http:// www.suarapembaruan.com. Varney, Helen. 2008 Asuhan Kebidanan Edisi 4 Vol 2. EGC. Jakarta. Hal | 48 Nomor 04 Tahun 2012 Wiknyosastro,H. 2005 Ilmu kebidanan. YBP-SP. Jakarta. Winson dkk. 2008 Kamus kebidanan bergambar. EGC. Jakarta. Wintari Hariningsih dan Diah Nurmayawati, 2010 Bidan: Etika Profesi Dan Hukum Kesehatan. IBS. Bandung. Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 ISSN: 2356-5454 GAMBARAN PENGETAHUAN IBU BERSALIN TENTANG BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RUANG DEBORA (NIFAS) RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG Oleh Nunung Kanianingsih ABSTRAK Kematian bayi lahir sebesar 79% terjadi setiap minggu pertama kelahiran terutama pada saat persalinan. Penyebab utama kematian bayi baru lahir adalah prematuritas dan bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia neonatorum (27%), tetanus neonatorum (10%) dan masalah pemberian ASI (10%). Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kematian perinatal dan neonatal. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu bersalin di RS Immanuel dalam kurun waktu 1 (satu) bulan yaitu sebanyak 100 orang. Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tehnik non random sampling, sehingga didapatkan sampel penelitian ini sebanyak 50 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner. Pengolahan data dilakukan secara manual dan computer, yang disajikan dalam bentuk diagram distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 32% responden berpengetahuan baik tentang pengertian BBLR, 54% berpengetahuan baik tentang penyebab BBLR, 36% berpengetahuan baik tentang pencegahan terjadinya BBLR, 24% berpengetahuan baik tentang komplikasi pada BBLR dan 46% responden berpengetahuan baik tentang asuhan pada BBLR. Secara keseluruhan didapatkan gambaran pengetahuan responden tentang BBLR adalah sebanyak 22% responden berpengetahuan baik, 40% responden berpengetahuan cukup dan 38% responden berpengetahuan kurang. Konseling dan pemberian informasi kepada ibu hamil perlu ditingkatkan agar angka kejadian BBLR bisa ditekan. PENDAHULUAN Latar belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang terjadi dari pembangunan sumber daya manusia, yaitu mewujudkan bangsa yang maju, mandiri, sejahtera lahir dan batin. Salah satunya adalah yang mempunyai derajat kesehatan yang tinggi pula, untuk itu pembangunan kesehatan ditujukan guna mewujudkan manusia yang sehat, cerdas dan produktif serta mempunyai daya saing yang tinggi. Pembangunan yang sesuai dengan insan harus dilakukan dalam keseluruhan proses kehidupan manusia mulai dari dalam kandungan bahkan jauh sebelumnya. Salah satu indikator derajat kesehatan di Indonesia yaitu adanya Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) AKB di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 35 per 1000 kelahiran. Sedangkan menurut survey yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik. Propinsi Jawa Barat AKB di Jawa Barat sebesar 43,40 per 1000 kelahiran. (Republik Newsroom, 2008). Pada tahun 2007, AKB di Kota Bandung adalah 160 per 1000 kelahiran hidup. (www.bilqissq.blogspot.com, 2008) Kematian bayi lahir sebesar 79% terjadi setiap minggu pertama kelahiran terutama pada saat persalinan. Penyebab utama kematian bayi baru lahir adalah prematuritas dan bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia neonatorum (27%), tetanus neonatorum (10%) dan masalah pemberian ASI (10%). Kelangsungan hidup bayi baru lahir sangat ditentukan kondisinya pada saat dalam kandungan, saat proses persalinan dan periode kritis dimasa awal kelahiran. ( Budhi, 2007 ). Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kematian perinatal dan neonatal. Menurut Prawirohardjo (2005), BBLR dibedakan menjadi 2 kategori yaitu : BBLR karena premature (usia kandungan kurang dari 37 minggu) atau BBLR karena intrauterine growth retardation (IUGR) yaitu bagi cukup bulan tetapi berat kurang untuk usianya. Salah satu rumah sakit di kota Bandung yang frekuensi bersalinnya cukup banyak adalah Rumah Sakit Immanuel. Hasil perhitungan data dari buku register pertolongan persalinan di Rumah sakit Imanuel Bandung periode Januari-Maret 2011 diperoleh bahwa dari jumlah yang melahirkan bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) < 2500 gram sebanyak 81 dari 368 persalinan (22,01%). Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 49 jikk ISSN: 2356-5454 Mengingat masih banyaknya angka kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah, maka sangatlah perlu untuk meningkatkan pengetahuan ibu bersalin mengenai bayi dengan berat badan lahir rendah agar dapat meningkatkan kesejahteraan bayi. Selain itu, masa awal kehidupan bayi yang lahir dengan berat badan rendah dapat tetap terjaga kualitas kesehatannya. Atas dasar tersebut maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian judul “Gambaran Pengetahuan Ibu Bersalin Tentang Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Ruang Debora (Nifas) Rumah Sakit Immanuel”. Nomor 04 Tahun 2012 PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pengetahuan ibu bersalin tentang bayi dengan berat badan lahir rendah di ruang Debora Rumah Sakit Immanuel Bandung yang diteltiti adalah meliputi pengertian BBLR, penyebab terjadinya BBLR, pencegahan terjadinya BBLR, komplikasi yang ditimbulkan akibat BBLR, dan asuhan untuk BBLR. Gambaran hasil penelitian secara keseluruhan pengetahuan wanita usia subur dari keempat aspek tersebut adalah : Tabel 5.1.1 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Pengertian BBLR Pengetahuan Responden Frekuensi (orang) Baik 16 Cukup 6 Kurang 28 Jumlah 50 Presentase ( % ) 32 12 56 100 Diagram 5.1.1 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Pengertian BBLR 32% Baik Cukup Kurang 56% 12% Berdasarkan tabel 5.1.1 dan diagram di atas, pengetahuan responden tentang pengertian BBLR didapatkan responden memiliki pengetahuan baik sebanyak 16 orang ( 32 % ), yang berpengetahuan cukup 6 orang ( 12% ) dan yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 28 orang ( 56% ). Tabel 5.1.2 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penyebab Terjadinya BBLR Pengetahuan Responden Frekuensi (orang) Presentase ( % ) Baik 27 54 Cukup 16 32 Kurang 7 14 Jumlah 50 100 Hal | 50 Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 ISSN: 2356-5454 Diagram 5.1.2 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penyebab BBLR 14% Baik 54% Kurang 32% Berdasarkan tabel 5.1.2 dan diagram di atas, pengetahuan responden tentang penyebab BBLR didapatkan responden yang berpengetahuan baik sebanyak 27 orang Cukup (54%), berpengetahuan cukup 16 orang (32%) dan yang memiliki pengetahuan kurang 7 orang (14 %). Tabel 5.1.3 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Pencegahan Terjadinya BBLR Pengetahuan Responden Frekuensi (orang) Presentase ( % ) Baik 18 36 Cukup 7 14 Kurang 25 50 Jumlah 50 100 Diagram 5.1.3 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Pencegahan BBLR 36% Baik 50% Cukup Kurang 14% Berdasarkan tabel 5.1.3 dan diagram di atas, pengetahuan responden tentang pencegahan terjadinya BBLR, didapatkan yang berpengetahuan baik sebanyak 18 orang (36%), berpengetahuan yang cukup 7 orang (14 %) dan yang memiliki pengetahuan kurang 25 orang (50 %). Tabel 5.1.4 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Komplikasi Pada BBLR Pengetahuan Responden Frekuensi (orang) Presentase ( % ) Baik 12 24 Cukup 16 32 Kurang 22 44 Jumlah 50 100 Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 51 jikk ISSN: 2356-5454 Nomor 04 Tahun 2012 Diagram 5.1.4 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Komplikasi BBLR 24% Baik 44% Cukup Kurang 32% Berdasarkan Tabel 5.1.4 dan diagram di atas, pengetahuan responden tentang komplikasi pada BBLR didapatkan responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 12 orang (24 %), berpengetahuan cukup 16 orang (32%) dan responden memiliki pengetahuan kurang sebanyak 22 orang (44 %). Tabel 5.1.5 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Asuhan BBLR Pengetahuan Responden Frekuensi (orang) Baik 23 Cukup 18 Kurang 9 Jumlah 50 Presentase ( % ) 46 36 18 100 Diagram 5.1.5 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Asuhan BBLR 18% 46% Baik Cukup Kurang 36% Berdasarkan Tabel 5.1.5 dan diagram di atas, pengetahuan responden tentang asuhan BBLR didapatkan responden yang berpengetahuan baik sebanyak 23 orang (46 %), responden yang berpengetahuan cukup sebanyak 18 orang (36%) dan responden berpengetahuan kurang sebanyak 9 orang (18 %). Tabel 5.1.6 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah Pengetahuan Responden Frekuensi (orang) Presentase ( % ) Baik 11 22 Cukup 20 40 Kurang 19 38 Jumlah 50 100 Hal | 52 Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 ISSN: 2356-5454 Diagram 5.1.6 Tingkat Pengetahuan Ibu Bersalin Tentang BBLR Baik Cukup Kurang Berdasarkan Tabel 5.1.6 dan diagram di atas, secara keseluruhan pengetahuan responden tentang bayi dengan berat badan rendah didapatkan responden yang berpengetahuan baik sebanyak 23 orang (46%), responden berpengetahuan cukup sebanyak 18 orang (36%) dan responden berpengetahuan kurang sebanyak 9 orang (18 %). Berikut ini akan dijelaskan hasil penelitian berdasarkan sub-sub variabel pengetahuan responden: Pembahasan Pengetahuan Responden Tentang Pengertian BBLR. Hasil penelitian yang dilakukan pada 50 responden ibu bersalin tentang pengertian BBLR pada Tabel 5.1.1 didapatkan sangat sedikit dari responden memiliki pengetahuan cukup dan sebagian dari responden berpengetahuan kurang mengenai pengertian BBLR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian dari responden berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 28 orang (58%) mengenai pengertian BBLR. Kondisi ini dikarenakan responden tidak memahami dengan baik batasan-batasan bayi yang lahir dengan berat badan rendah. Sebagian responden mengaku lebih mengenal istilah prematur ketimbang BBLR. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram (1500 – 2449 gram) tanpa memandang usia gestasi Berat lahir dalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir Selain itu pengetahuan yang ingin diketahui juga meliputi klasifikasi BBLR seta ciri fisik BBLR. (Prawirohardjo, 2006). Kondisi ini dikarenakan kurangnya informasi yang diberikan untuk ibu bersalin maupun selama masa kehamilan mengenai bayi dengan berat badan lahir rendah. Maka dari itu, diperlukan pemberian informasi yang baik kepada ibu hamil, bersalin, bahkan kepada wanita usia reproduksi. Pembahasan Pengetahuan Responden Tentang Penyebab Terjadinya BBLR Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 50 responden dalam memahami penyebab terjadinya bayi dengan berat badan lahir rendah pada Tabel 5.1.2 didapatkan sebagian besar responden berpengetahuan baik sebanyak 27 orang (54%). Sebagian kecil dari responden berpengetahuan cukup dan sangat sedikit dari responden yang berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 7 orang (14%). Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR, salah satunya adalah faktor ibu dan janin. Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (Manuaba, 2005) Pengetahuan yang dimiliki responden sebagian tidak sesuai dengan teori yang ada. Sebagian dari responden berpengetahuan baik dan tahu berbagai hal yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR. Responden mendapatkan informasi pada saat kehamilan, Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 53 jikk ISSN: 2356-5454 bagaimana menjaga kehamilan dengan baik. Sehingga dengan kehamilan yang baik berbagai factor yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR dapat terhindari. Pembahasan Pengetahuan Responden Tentang Pencegahan Terjadinya BBLR. Hasil penelitian yang dilakukan pada 50 responden dalam memahami pencegahan terjadinya BBLR didapatkan pada Tabel 5.1.3 didapatkan sebagian dari responden memiliki tingkat pengetahuan yang kurang sebanyak 25 orang (50%) dan sangat sedikit dari responden memiliki pengetahuan cukup sebanyak 7 orang (14%). Setelah mengetahui penyebab terjadinya BBLR, maka dapat dilakukan langkah untuk mencegah terjadinya BBLR. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan minimal 4x selama hamil, penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat merupakan salah satu tindakan yang dapat mencegah terjadinya BBLR. (Manuaba, 2005) Hal ini tidaklah sesuai dengan hasil penelitian yang ada, dimana responden berpengetahuan baik mengenai penyebab terjadinya BBLR namun tidak tahu bagaimana cara mencegah terjadinya BBLR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian dari responden berpengetahuan kurang mengenai pencegahan terjadinya BBLR. Maka dari itu informasi mengenai cara mencegah terjadinya BBLR sangat diperlukan agar dapat mengurangi angka kejadian BBLR di Indonesia terutama di Kota Bandung. Dukungan dari semua pihak sangat penting seperti pemerintah, tenaga kesehatan, dan keluarga dapat membantu meningkatkan kesehatan ibu dan mencegah terjadinya BBLR maupun penyimpangan lainnya. Pembahasan Pengetahuan Responden Tentang Komplikasi Pada BBLR. Hasil penelitian yang dilakukan pada 50 responden dalam pemahaman tentang komplikasi pada BBLR yang terdapat pada Tabel 5.1.4 menunjukkan bahwa sebagian kecil dari responden yaitu sebanyak 12 orang yang memiliki pengetahuan baik, namun sebagian dari responden yaitu sebanyak 22 orang (44%) memiliki pengetahuan kurang. Alat tubuh bayi dengan berat badan lahir rendah belum berfungsi dengan Hal | 54 Nomor 04 Tahun 2012 sempurna, sehingga ia akan mengalami lebih banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya. Makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, dengan akibat makin mudahnya terjadi komplikasi dan makin tingginya angka kematian bayi akibat berat badan rendah. (Wiknjosastro, 2005) Hasil penelitian menunjukkan sebagian dari responden yang ditetiti berpengetahuan kurang mengenai komplikasi dari BBLR. Informasi yang diperoleh oleh responden sangat minim tentang komplikasi atau masalah-masalah yang timbul dari bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah. Maka dari itu, tenaga kesehatan diharuskan dapat memberikan informasi mengenai berbagai masalah yang mungkin timbul dari BBLR sehingga dapat dilakukan tindakan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Pembahasan Pengetahuan Responden Tentang Asuhan Pada BBLR. Hasil penelitian yang dilakukan pada 50 responden dalam pemahaman tentang asuhan pada BBLR yang terdapat pada Tabel 5.1.5 menunjukkan bahwa sebagian dari responden sebanyak 23 orang (46%) yang memiliki pengetahuan baik dan sangat sedikit dari responden memiliki pengetahuan kurang yaitu sebanyak 9 orang (18%). Asuhan bayi dengan berat badan lahir rendah harus dilakukan oleh ahli neonatologi, dengan fasilitas yang ada di unit perawatan neonatus insentif. Asuhan yang dapat dilakukan ibu dan keluarga untuk bayi dengan berat badan lahir rendah ssat berada di rumah adalah dengan selalu menjaga kestabilan suhu tubuh bayi. Perawatan tersebut adalah dengan kontak kulit dengan kulit untuk mencegah bayi kehilangan panas tubuh. (Sarwono, 2008) Sedikit banyak responden telah mengetahui cara menangani dan memberikan asuhan yang tepat pada bayi dengan berat badan lahir rendah. Ibu telah mengetahui asuhan yang diberikan pada BBLR baik itu di rumah sakit maupun di rumah. Namun masih ada responden yang tidak mengetahui dengan baik mengenai penanganan pada BBLR, sehingga penyuluhan sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Pembahasan Secara Umum Pengetahuan Ibu Bersalin Tentang Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Ruang Debora Rumah Sakit Immanuel Bandung Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 Hasil dari penelitian ini adalah pengetahuan ibu bersalin tentang bayi dengan berat badan lahir rendah di Ruang Debora Rumah Sakit Immanuel Bandung, dapat dilihat pada Tabel 5.1.6 dimana menggambarkan bahwa sebagian dari responden sebanyak 20 orang (40%) berpengetahuan cukup mengenai bayi dengan berat badan lahir rendah. Namun hanya sebagian kecil responden sebanyak 19 orang (38%) berpengetahuan baik mengenai bayi dengan berat badan lahir rendah. Tingkat pengetahuan yang diukur dalam penelitian ini meliputi; mengetahui, memahami, dan mengaplikasikannya. Pengetahuan merupakan proses dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. (Notoatmodjo, 2003) Tingkat pengetahuan yang bervariasi dari baik, cukup dan kurang ini dipengaruhi oleh beberapa hal mulai dari pendidikan seseorang baik pendidikan formal maupun non formal, media informasi yang dimiliki dan juga keterpaparan seseorang akan informasi. Pengetahuan yang diperoleh dari media informasi (cetak, elektronik) memiliki peranan dalam penyampaian informasi. Selain itu, konseling dan penyuluhan yang dilakukan di fasilitas kesehatan juga mempunyai peranan yang cukup penting dalam penyampaian informasi yang dibutuhkan untuk menekan angka kejadian lahirnya bayi dengan berat badan rendah. Perlu upaya yang lebih untuk menyebarluaskan informasi mengenai meningkatkan kesehatan masyarakat terutama ibu hamil, sehingga kesehatan bayi baru lahir pun dapat terjaga. Sehingga angka kematian bayi yang banyak disebabkan akibat berat badan lahir rendah dapat ditekan seminimal mungkin dengan berbagai upaya pencegahan dan pemberian asuhan yang tepat. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari 50 responden mengenai “Gambaran Pengetahuan Ibu Bersalin Tentang Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Ruang Debora Rumah Sakit Immanuel Bandung”, ISSN: 2356-5454 penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengetahuan responden mengenai pengertian BBLR menunjukkan bahwa sebagian dari responden berpengetahuan kurang (56%). 2. Pengetahuan responden mengenai penyebab terjadinya BBLR menunjukkan bahwa sebagian dari responden berpengetahuan baik (54%). 3. Pengetahuan responden mengenai pencegahan terjadinya bayi lahir dengan berat badan rendah menunjukkan bahwa sebagian dari responden berpengetahuan kurang (50%). 4. Pengetahuan responden mengenai komplikasi pada BBLR menunjukkan bahwa sebagian dari responden dikategorikan berpengetahuan kurang (44%). 5. Pengetahuan responden mengenai asuhan pada BBLR menunjukkan bahwa sebagian dari responden berpengetahuan baik (46%). Dilihat secara keseluruhan dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan ibu bersalin tentang bayi dengan berat badan lahir rendah adalah sebanyak 40% atau sebagian dari responden berpengetahuan cukup. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis ingin memberikan beberapa saran: 1. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal bagi peneliti selanjutnya. Disarankan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian yang lebih luas dan dengan jumlah responden yang lebih banyak terkait dengan pengetahuan ibu bersalin tentang bayi dengan berat badan lahir rendah. Selain itu, diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengkaji tidak hanya dari segi pengetahuannya saja, namun juga mengenai sikap atau perilaku responden mengenai pencegahan dan penanganan bayi dengan berat badan lahir rendah. 2. Bagi Akademi Kebidanan Ar-Rahmah Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi Akademi Kebidanan Ar-Rahmah, khususnya mahasiswa Kebidanan sebagai tambahan referensi dalam meningkatkan pengetahuan mengenai bayi dengan berat badan lahir Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 55 jikk ISSN: 2356-5454 rendah. Diharapkan Akademi Kebidanan ArRahmah agar terus meningkatkan saran dan prasarana sebagai institusi pendidikan. 3. Bagi Ibu Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran seberapa jauh pengetahuan ibu terutama ibu bersalin tentang bayi dengan berat badan lahir rendah. Berdasarkan hasil yang diperoleh, disarankan ibu selalu meningkatkan pengetahuannya terutama sejak kehamilan hingga bersalin. Disarankan pula kepada seluruh ibu hamil untuk selalu memeriksakan kehamilannya secara rutin ke tenaga kesehatan agar dapat segera mengantisipasi terjadinya penyimpangan termasuk kelahiran bayi dengan berat badan rendah. 4. Bagi Tenaga Kesehatan / Bidan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan mengenai pentingnya tenaga kesehatan terutama dalam memberikan pendidikan kesehatan mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan secara rutin guna mencegah terjadinya kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah. REFERENSI Admin. 2008. Berat Badan Lahir Rendah Tak Selalu Di Rawat RS. Jakarta (www.tabloid-nikita.com dikutip tanggal 10 Mei 2011) Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. PT. Rineka Cipta. Jakarta Arikunto, S. 2009. Manajemen Penelitian. PT. Rineka Cipta. Jakarta Hal | 56 Nomor 04 Tahun 2012 Bobak; Lowdermilk; Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. EGC. Jakarta. Budhi, N. 2007. Buku Saku Manajemen BBL. EGC. Jakarta. Cunningham, M.D. 2001. William Obstetri. New York Appleto and Large Hadyanto. 2002. Dasar-dasar Obstetrik dan Ginekologi. Edisi VI. Hipocrates. Jakarta. Hastono, S.P. 2008. Statistik Kesehatan. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta Manuaba, Gede Bagus Ida. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. PT. Rineka Cipta. Jakarta Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. Prawirohardjo, S. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta Saifudin, AB. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Penerbit Alfabeta. Bandung Adapun sumber yang dikutip dari website sebagai berikut : www.bilqissq.blogspot.com, 2008 www.wikipedia .com Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung jikk Nomor 04 Tahun 2012 Standar Prosedur Operasional Publikasi Karya Tulis dan Artikel Ilmiah Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas ISSN: 2356-5454 JIKK Akademi Kebidanan Ar Rahman Ketentuan Umum 1. Topik dan tema karya tulis atau artikel (selanjutnya disebut naskah) memiliki keterkaitan dengan dunia kesehatan, khususnya bidang kebidanan; 2. Karya tulis ataupun artikel merupakan hasil penelitian lapangan (work-field study), penelitian pustaka (literature study) atau asah gagasan (proposition); 3. Karya tulis ataupun artikel ditulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia maupun English yang baik dan benar serta mengikuti aturan tata bahasa yang baku; 4. Setiap naskah yang masuk akan ditinjau ulang oleh Mitra Bestari yang memiliki kepakaran di bidangnya, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar institusi AKBID Ar Rahmah; 5. Penyerahan naskah dikirim selambatlambatnya dua bulan sebelum penerbitan reguler (bulan Februari dan Oktober) kepada redaksi JIKK; 6. Kepastian pemuatan atau tidaknya sebuah naskah akan diberitahukan secara tertulis, baik melalui surat ataupun email; 7. Naskah yang tidak dimuat dapat dikembalikan dengan sepengetahuan penulis naskah. Ketentuan Khusus 1. Naskah ditulis dengan menggunakan aplikasi Microsoft Office Word (baik itu XP, 2003 atau 2007); 2. Naskah ditulis menggunakan font Times New Roman atau Arial dengan ukuran font 12 (tanpa page number ataupun keterangan header/footer); 3. Panjang naskah maksimal 10 halaman dengan ukuran kertas A4 serta ukuran margin (kiri: 4, kanan: 3, atas: 3 dan bawah: 3). Sistematika Penulisan Judul (informatif, lugas, singkat dan jelas), Nama penulis (tanpa gelar), Abstrak/ Rangkuman eksekutif (ditulis dalam bentuk narasi dan terdiri atas 100-150 kata), Kata kunci (istilah teknis/ operasional yang digunakan dalam artikel), Pendahuluan (deskripsi sekilas mengenai topik yang dibahas, status topik saat ini, perubahan yang terjadi berkaitan dengan topik, dan kontribusi naskah dalam topik yang dibahas; akhir pendahuluan memuat tujuan, metode, manfaat pembahasan topik, dan harapan yang dapat diambil dari topik yang dibahas), Isi/ Pembahasan (uraian, pemaparan ataupun penjabaran yang berkaitan dengan hasil temuan penelitian atau asah gagasan untuk naskah non-penelitian; isi/ pembahasan dapat terdiri atas beberapa subbahasan, tergantung pada topik/masalah yang dibahas serta penjelasan yang mendalam dari topik/ tema yang dibahas), Simpulan dan Saran, Daftar pustaka atau Pustaka Rujukan, dan Riwayat penulis (ditulis secara singkat). Sistematika Penulisan Resensi Buku Buku yang diresensi harus aktual (up to date); buku berbahasa Indonesia terbitan satu tahun terakhir sedangkan buku berbahasa asing terbitan tiga tahun terakhir, Isi (content) buku yang diresensi berkontribusi signifikan bagi perkembangan dan peningkatan kualitas pendidikan, Susunan resensi terdiri atas deskripsi formal buku, ringkasan (summary), evaluasi/ kritik/ komentar, dan simpulan. Penyerahan Naskah (karya tulis ataupun artikel ilmiah) Penyerahan naskah dapat dilakukan melalui, Email; naskah tidak ditulis dalam kotak pesan (message box) melainkan disisipkan (attachment) dan dikirimkan ke [email protected] atau [email protected] , Surat/ pos; naskah dimasukkan ke dalam amplop ukuran A4 dan pojok kanan atas ditulis JIKK AKBID Ar Rahmah, kemudian dikirimkan ke alamat Jalan Pasteur No. 21 A, Bandung– Jawa Barat. Alamat Redaksi dan Tata Usaha JIKK Press – AKBID Ar Rahmah Jalan Pasteur no. 21, Bandung – Jawa Barat Telepon/ Faximile (022) 4214127 Email [email protected] Website www.arrahmah.ac.id Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal | 57