Prawacana - Akbid Ar

advertisement
LITERAT No. 31 Tahun 2010
ISSN: 1411–2566
Prawacana
Bismillahirrohmanirrohiim,
Assalamu’alaikum Warrohmatullohi Wabarokatuh,
Pada bulan September tahun ini, Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas (JIKK)
Akademi Kebidanan Ar Rahmah hadir dengan sejumlah hasil kajian dan penelitian para
dosen, baik dosen AKBID Ar Rahmah maupun dosen perguruan tinggi lainnya, yang
dengan senang hati berbagi wawasan dan pengetahuan mereka demi meningkatkan
kualitas keilmuan di bidang kebidanan di bumi pertiwi ini.
Mengawali JIKK edisi ke-4 ini, Yuliati memaparkan tentang Pengetahuan Dan
Sikap Ibu Hamil Trimester III Tentang Persiapan Persalinan Dan Kesiapan Menghadapi
Keadaan Darurat Di Desa Sayati Kec. Margahayu Kab. Bandung. Tulisan Selanjutnya, Esti
Hitatami yang memaparkan mengenai Pengetahuan Akseptor KB Tentang Kontrasepsi
Implan Di Puskesmas Cipeundeuy Bandung Barat. Tak kalah menarik, Widyastuti
memaparkan tentang Tingkat Pengetahuan Siswi Kelas X Tentang Keputihan Fisiologis Dan
Patologis Sebelum Dan Sesudah Diberikan Penjelasan Di SMK Negeri 1 Garut. Tulisan
selanjutnya, Winarni mengkaji tentang Hubungan Karakteristik Dengan Pengetahuan Ibu
Hamil Tentang ANC Di Desa Biru Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung Periode 2011.
Selanjutnya, JM Weking memaparkan mengenai Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang
Ikterus Neonatorum Di Ruang Nifas Rumah Sakit Kasih Bunda Kota Cimahi Tahun 2013.
Tulisan selanjutnya, Ajeng Widyastuti menguraikan tentang Hubungan Atara Induksi
Persalinan Menggunakan Oksitosin Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di RS
Sariningsih Bandung Tahun 2010. Tulisan terakhir, Nunung Kunianingsih mengkaji tentang
Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Tuberculosis Paru Di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan
Partowidigdo Cisarua Bogor.
Tak hentinya kami mengajak pembaca dari semua kalangan untuk senantiasa
menggunakan JIKK sebagai media publikasi hasil kajian dan penelitian. Kami yakin, setiap
kegiatan ilmiah yang telah dilakukan akan terasa lebih bermanfaat tatkala dipublikasikan
dan menjadi konsumsi masyarakat ilmiah. Oleh karena itu, kami tunggu karya Anda untuk
edisi JIKK selanjutnya.
Akhir kata, sajian JIKK edisi kali ini diharapkan bermanfaat dan senantiasa
membuka cakrawala informasi bagi Anda. Selamat membaca!
Billahittaufiq walhidayah,
Wassalamu’alaikum Warrohmatullohi Wabarokatuh.
Penyunting.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 1
jikk
ISSN: 2356-5454
Nomor 04 Tahun 2012
jikk
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas
Nomor 04 Tahun 2012, ISSN: 2356-5454
Diterbitkan oleh,
Ar Rahmah Press
Akademi Kebidanan
Ar Rahmah – Bandung
Penanggung Jawab
Hj. Diah Nurmayawati
Ketua Penyunting
Yuliati
Wakil Ketua Penyunting
Andi Laksana B
Anggota
Esti Hitatami
Sundari
Desra Amelia
Irma Rosliani Dewi
Iis Wahyuni
Widyastuti
Nunung Kanianingsih
Winarni
Ajeng Windyastuti
JM Weking
Yuliustina
Mitra Bestari (Penyunting Ahli)
Elvi Era Liesmayani (AKBID Panca Bhakti)
Widyah Setyowati (STIKES Ngudi Waluyo U)
Titiek Soelistyowatie (Unika Atma Jaya)
Ari Murdiati (Univ. Muhammadiyah Semarang)
Lingga Kurniawati (POLTEKKES Semarang)
Frida Cahyaningrum (STIKES Karya Husada)
Crismis Novalina Ginting (Univ. Gadjah Mada)
Santy Deasy Siregar (Univ. Sumatera Utara)
Deby Novita Siregar (STIKes Helvetia)
Jupri Kartono (AKBID Panca Bhakti)
Aries Cholifah (Univ. Negeri Surakarta)
Setting Layout & Sirkulasi
M. Andriana Gaffar
Yadi Firmansyah
Hamdan Hidayat
Hamdani
Fitriasukma Ekaputra
Hal | 2
Daftar Isi
PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL
TRIMESTER III
TENTANG
PERSIAPAN
PERSALINAN DAN KESIAPAN MENGHADAPI
KEADAAN DARURAT DI DESA SAYATI KEC.
MARGAHAYU KAB. BANDUNG
oleh
Yuliati ... 3
PENGETAHUAN AKSEPTOR KB TENTANG
KONTRASEPSI IMPLAN DI PUSKESMAS
CIPEUNDEUY BANDUNG BARAT
oleh
Esti Hitatami ... 10
TINGKAT PENGETAHUAN SISWI KELAS X
TENTANG KEPUTIHAN FISIOLOGIS DAN
PATOLOGIS SEBELUM DAN SESUDAH
DIBERIKAN PENJELASAN DI SMK NEGERI 1
GARUT
oleh
Widyastuti ... 17
HUBUNGAN
KARAKTERISTIK
DENGAN
PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANC
DI DESA BIRU KECAMATAN MAJALAYA
KABUPATEN BANDUNG PERIODE 2011
oleh
Winarni ... 28
PENGETAHUAN
IBU
POSTPARTUM
TENTANG IKTERUS NEONATORUM DI
RUANG NIFAS RUMAH SAKIT KASIH BUNDA
KOTA CIMAHI TAHUN 2013
oleh
JM Weking ... 35
HUBUNGAN ATARA INDUKSI PERSALINAN
MENGGUNAKAN
OKSITOSIN
DENGAN
KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RS
SARININGSIH BANDUNG TAHUN 2010
oleh
Ajeng Widyastuti ... 42
PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG
TUBERCULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU
DR.
M.
GOENAWAN
PARTOWIDIGDO
CISARUA BOGOR
oleh
Nunung Kunianingsih ... 49
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
ISSN: 2356-5454
PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER III TENTANG PERSIAPAN
PERSALINAN DAN KESIAPAN MENGHADAPI KEADAAN DARURAT
DI DESA SAYATI KEC. MARGAHAYU KAB. BANDUNG
Oleh
Yuliati
ABSTRAK
Kematian ibu adalah kematian ibu dikarenakan kehamilan, persalinan, masa nifas. Kejadian kematian
ibu di Kota Bandung tahun 2009 yang terlaporkan adalah sebanyak 25 orang dengan rincian
kematian ibu hamil 7 orang, kematian ibu bersalin 8 orang dan kematian ibu nifas sebanyak 10 orang.
Penyebab kematian ibu terbanyak adalah karena perdarahan sebanyak 16.66%, eklampsi sebanyak
8.33% dan penyakit penyerta lainnya. Pada tahun 2009 ditemukan 3.997 kasus ibu hamil resiko tinggi
sedangkan yang ditangani sebanyak 91.64%. Hal-hal yang berhubungan dengan persiapan persalinan
yang berkaitan dengan persiapan fisik perlu di informasikan oleh bidan pada saat melakukan
konseling adalah : persiapan keuangan, pemilihan tempat dan penolong persalinan, persiapan sarana
transportasi, donor darah dan persiapan pengetahuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Bagaimana Pengetahuan dan sikap Ibu hamil trimester III Terhadap persiapan Kelahiran dan
Kesiapan Menghadapi Keadaan Darurat di ”Desa Sayati Kec. Margahayu Kab. Bandung. Desain
penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh ibu hamil
trimester III di Desa Sayati Kec. Margahayu Kab Bandung yang berjumlah 35 orang. Teknik
pengambilan sample menggunakan Sampling Jenuh. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Sebagian
besar Pengetahuan Ibu Hamil Trimester III tentang persiapan persalinan memiliki kategori baik
dengan jumlah 94,29%, pengetahuan ibu tentang kesipaan menghadapi keadaan darurat berada pada
kategori Baik dengan persentase 89,84%.Sikap responden terhadap persiapan persalinan lebih dari
separuh responden yaitu sebanyak 24 orang atau 68,57% dikategorikan siap dan sebanyak 11 orang
dengan presentasi 31,43% dikategorikan tidak siap, Sikap responden terhadap persiapan menghadapi
keadaan darurat lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 19 orang atau 54,29% dikategorikan
tidak siap dan sebanyak 16 orang dengan presentasi 45,71% dikategorikan siap
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kematian ibu adalah kematian ibu
dikarenakan kehamilan, persalinan, masa
nifas. Kejadian kematian ibu di kota Bandung
tahun 2009 yang terlaporkan adalah 25 orang
dengan rincian kematian ibu hami 7 orang,
kematian ibu bersalin 8 orang, dan kematian
ibu nifas 10 orang. Penyebab kematian ibu
terbanyak
adalah
karena
perdarahan
sebanyak 16,66%, eklamsi sebanyak 8,33%,
dan penyerta lain.
Pada tahun 2009 ditemukan 3,997
kasus ibu hamil resiko tinggi sedangkan yang
ditangani sebanyak 91,64%. Bila dibandingkan
dengan target SPM sudah mencapai target.
Hal lain yang dapat memperkecil resiko
kematian ibu adalah dengan pelayanan
berkala meliputi pemeriksaan kehamilan ke-1
(K1) dan ke-4 (K4).
Pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan (NAKES) menjadi salah satu
indikator kesehatan yang erat kaitannya
dengan indikator kematian ibu dan bayi.
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
di kota Bandung tahun 2009 mencapai 44.217
ibu (87,52%), jika dibandingkan dengan tahun
2008 (63,7%). Maka terjadi kenaikan sebesar
23,82% jika dibandingkan dengan target SPM
(90%) maka masih terjadi kesenjangan sebesar
2,48%. Hal ini terjadi karena belum seluruh
hasil
kegiatan
pelayanan
pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan dari sarana
kesehatan swasta dan rumah sakit terlapor.
(Profil Dinkes, 2009)
Faktor-faktor 3T berkaitan erat
dengan pengetahuan yang dimiliki oleh ibu
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 3
ISSN: 2356-5454
mengenai kegawatdaruratan pada kehamilan,
sehingga apabila ibu telah memiliki
kemampuan tersebut faktor 3 T dapat
dihindari. Karena sebagian dari ibu hamil
tidak mengetahui alur rujukan yang benar
sehingga pada saat melakukan rujukan ibu
datang tanpa membawa uang, ibu datang
sudah dalam kondisi parah, karena terlambat
menghubungi petugas dalam hal ini bidan.
Jika pada saat ibu melakukan kunjungan
pemeriksaan ANC, ibu mendapat konseling
mengenai persiapan kelahiran dan kesiapan
menghadapi keadaan darurat, tentu masalah
seperti ini tidak akan terjadi.
Desa Sayati merupakan salah satu
wilayah kerja Puskesmas Bihbul Yang berada
di
Kecamatan
Margahayu
Kabupaten
Bandung. Di puskesmas Bihbul ini terdapat
beberapa pelayanan kesehatan khususnya
pelayanan kesehatan ibu dan anak seperti
pelayanan ANC, pelayanan KB, dan
pelayanan imunisasi. Kegiatan pelayanan
antenatal care (ANC) dilakukan setiap hari
Senin dan Rabu, pelayanan ANC di berikan
kepada semua ibu hamil yang datang untuk
melakukan kunjungan baik itu kunjungan
awal maupun kunjungan ulang dalam
kegiatan pelayanan ANC selain memberikan
asuhan pemeriksaan hamil bidan yang
terdapat di puskesmas Bihbul memberikan
konseling tentang kebutuhan dasar ibu hamil,
ketidaknyamanan yang ibu alami selama
hamil, tanda bahaya pada kehamilan, tanda
bahaya pada persalinan, dan kesiapan
menghadapi keadaan darurat. Tetapi sebagian
ibu hamil yang sudah diberikan konseling
oleh bidan masih ada ibu yang tidak paham.
Angka Kematian Bayi di desa Sayati
masih tinggi pada bulan Januari-April tahun
2011 di desa Sayati terdapat 3 orang bayi
meninggal yang diakibatkan karena terkena
infeksi, ikterus dan persalinan prematur hal
ini disebabkan karena pertolongan persalinan
oleh non tenaga kesehatan (paraji) dan
terlambatnya melakukan rujukan ke fasilitas
kesehatan. Pertolongan persalinan oleh paraji
akan berdampak buruk baik pada ibu
maupun bayi diantaranya yaitu perdarahan,
Hal | 4
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
dan infeksi (peralatan yang tidak bersih).
(Bidan Desa Sayati).
Berdasarkan studi pendahuluan, hasil
wawancara yang peneliti lakukan kepada 10
ibu hamil, sebanyak 5 orang ibu mengatakan
tidak mengetahui tanda bahaya pada
kehamilan, tanda bahaya pada persalinan,
perencanaan
persalinan,
kesiapan
menghadapi keadaan gawat darurat dan
persiapan
rujukan
yang
berdasarkan
BAKSOKUDA (Bidan, Alat, Kendaraan, Surat,
Obat, Keluarga, Uang, Donor darah dan Do’a)
karena belum pernah mendapatkan informasi
tentang hal tersebut. Sedangkan 5 orang
mengatakan sudah mengetahui.
Persiapan Persalinan, hal-hal yang
berhubungan dengan persiapan persalinan
yang berkaitan dengan persiapan fisik yang
harus disampaikan oleh bidan pada saat
melakukan konseling adalah: Persiapan
laktasi, persiapan keuangan, pemilihan
tempat dan penolong persalinan, persiapan
sarana transportasi, donor darah dan
persiapan pengetahuan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Pengetahuan dan sikap Ibu Hamil Trimester
III Tentang Persiapan Persalinan Dan
Kesiapan Menghadapi Keadaan Darurat Di
Desa Sayati Kec. Margahayu Kab. Bandung”
PEMBAHASAN
Berikut adalah hasil penelitian
mengenai pengetahuan dan sikap ibu hamil
trimester III tentang Persiapan persalinan dan
kesiapan menghadapi keadaan darurat yang
telah dilakukan di Desa Sayati Kecamatan
margahayu Kabupaten Bandung
Analisis
dalam
penelitian
ini
dilakukan dengan menggunakan teknik
analisis dekriptif dengan cara memaparkan,
menjabarkan serta menginterpretasi jawaban
responden atas sejumlah pertanyaan yang
diajukan dalam kuesioner.
Pengetahuan Ibu Hamil Trimester III tentang
Persiapan Persalinan
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
Pengetahuan
adalah
hasil
pengindraan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang
dimilikinya
(mata,
hidung,
telinga)
(Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat
penting
dalam
membentuk
tindakan
seseorang. Pengetahuan mengenai kehamilan
sangat diperlukan oleh seorang ibu hamil baik
itu mengenai proses kehamilan, persalinan
dan bayi. Terutama ibu yang baru mengalami
kehamilan yang pertama.
Berdasarkan Gambar 5.6.1 dilihat dari
pengetahuan persiapan persalinan lebih dari
separuh responden yaitu sebanyak 31 orang
atau 88,57% dikategorikan baik, sebanyak 3
orang dengan presentasi 8,57% dikategorikan
cukup dan 1 orang atau 2,86% responden
dikategorikan kurang. Secara keseluruhan
Pengetahuan ibu hamil trimester III tentang
persiapan persalinan berada pada 94,29%
dengan kategori Baik. Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa ibu hami trimester III
mengetahui hal-hal apa saja yang perlu
disiapkan pada saat akan bersalin.
Indikator
terendah
dalam
pengetahuan ibu hamil trimester III tentang
persiapan
persalinan adalah
Penolong
persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan
dengan persentasi terendah 82,86% dan
indikator tertinggi adalah Fungsi Puskesmas,
Rumah Sakit dan Bidan Praktek Swasta
adalah tempat bersalin dan Bersalin ke bidan
dan dokter spesialis kandungan untuk
terhindar dari infeksi dengan persentase
100%. Hal ini dapat menunjukkan bahwa
sebagian dari ibu masih ada yang memilih
penolong
persalinan
mereka
dengan
menggunakan tenaga non medis dan hampir
semua responden memilih untuk bersalin di
Puskesmas, Rumah Sakit atau Bidan Praktek
Swasta.
Persiapan persalinan merupakan halhal yang berhubungan dengan persiapan
persalinan yang berkaitan dengan persiapan
fisik yang meliputi pemilihan tempat dan
penolong persalinan, persiapan keuangan.
Tempat dan penolong persalinan harus
ISSN: 2356-5454
direncanakan ditepat layanan kesehatan
seperti Puskesmas, Rumah Sakit, atau Bidan
Praktek Swasta dan ditolong oleh Tenaga
Medis seperti Bidan atau Dokter dengan
harapan ibu akan terhindar dari infeksi
Pengetahuan Ibu Hamil Trimester III tentang
Kesiapan Menghadapi Keadaan Darurat
Berdasarkan Gambar 5.6.2 kategori
jawaban ibu hamil trimester III dilihat dari
pengetahuan kesiapan menghadapi keadaan
darurat lebih dari separuh responden yaitu
sebanyak 28 orang atau 80% dikategorikan
baik, sebanyak 7 orang dengan presentasi
20% dikategorikan cukup dan tidak
responden yang dikategorikan kurang. Secara
keseluruhan
pengetahuan
ibu
tentang
kesipaan menghadapi keadaan darurat berada
pada kategori Baik dengan persentase 89,84%.
Indikator terendah dalam pengetahuan
ibu hamil trimester III tentang kesiapan
menghadapi
keadaan
darurat
adalah
mengenai tanda bahaya kehamilan dengan
persentase 57,14% dan indikator tertinggi
adalah Rujukan dilakukan apabila terjadi
keadaan darurat pada proses persalinan
dengan persentase, Rujukan yang optimal dan
tepat waktu dapat menyelamatkan nyawa ibu
dan bayi pada proses persalinan yang
bermasalah, Suami dan keluarga adalah
pengambil keputusan yang paling tepat saat
keadaan darurat, serta Jika ibu tidak
merasakan janin merupakan tanda bahaya
dari janin dengan persentase 100%. Dalam hal
ini menunjukan bahwa lebih dari setengah
responden tidak mengetahui tanda-tanda
bahaya dalam kehamilan dan seluruh
responden mengetahui bahwa rujukan
dilakukan apabila terjadi keadaan darurat,
rujukan yang optimal dan tepat waktu dapat
menyelamatkan nyawa ibu dan bayi, serta
reponden yakin suami dan keluarga dapat
mengambil keputusan yang paling tepat saat
keadaan darurat terjadi.
Keadaan darurat pada masa persalinan
merupakan keadaan dimana ibu mengalami
kelainan pada masa kehamilan dan persalinan
sehingga harus dirujuk. Rujukan dalam
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 5
ISSN: 2356-5454
kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas
rujukan atau fasilitas yang memiliki sarana
yang lebih lengkap, diharapkan mampu
menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru
lahir, meskipun sebagian besar ibu akan
menjalani persalinan normal namun sekitar
10-15% diantaranya akan mengalami masalah
selama proses persalinan dan kelahiran bayi
sehingga perlu dirujuk ke fasilitas rujukan
kesehatan. Sangat sulit untuk menduga kapan
penyulit akan terjadi sehingga kesiapan untuk
merujuk ibu dan atau bayinya ke fasilitas
kesehatan rujukan secara optimal dan tepat
waktu (jika penyulit terjadi) menjadi syarat
bagi keberhasilan upaya penyelamatan.
Tanda bahaya pada kehamilan harus
diketahui oleh ibu yang sedang hamil, ada
beberapa tanda bahaya pada kehamilan
antara lain :
1. Perdarahan :
a. Kehamilan Muda (< 20 minggu)
- Perdarahan banyak disertai mules
dapat
merupakan
ancaman
keguguran atau keguguran telah
terjadi.
- Perdarahan sedikit disertai nyeri
abdomen merupakan tanda dari
kehamilan di luar kandungan
b. Kehamilan Lanjut
Perdarahan (plasenta previa atau
solusio plasenta)
1) Gejala perdarahan plasenta
previa :
- Perdarahan tanpa nyeri,
usia gestasi >22 minggu
- Darah
segar
atau
kehitaman dengan bekuan
- Perdarahan dapat terjadi
setelah miksi atau defekasi,
aktifitas
fisik,
dan
kontraksi (Saifuddin, 2007)
2) Gejala perdarahan solusio
plasenta
Perdarahan intermiten
atau menetap
Hal | 6
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
Perdarahan
yang
disertai rasa nyeri (Saifuddin,
2007)
2. Sakit kepala yang hebat, bengkak
pada kaki, tangan dan wajah, kadangkadang disertai kejang. Merupakan
tanda
–tanda
hypertensi
pada
kehamilan, preeklamsi berat dan
preeklamsi ringan biasanya timbul
setelah usia kehamilan 20 minggu.
3. Demam tinggi, biasanya karena
infeksi atau malaria, demam tinggi ini
sangat berbahaya bagi ibu karena
dapat mengakibatkan keguguran bagi
kehamilan muda atau kehamilan
kurang bulan.
4. Keluar
air
ketuban
sebelum
waktunya, merupakan tanda bahaya
adanya gangguan dalam kehamilan
dan dapat membahayakan bayi dalam
kandungan.
5. Ibu tidak merasakan gerakan janin,
keadaan ini merupakan tanda bahaya
dari janin dan kemungkinan janin
mengalami kematian
6. Ibu muntah terus menerus, keadaan
ini akan membahayakan kesehatan
ibu
dan
juga
janin
yang
dikandungnya.
Dari keenam poin diatas diharapkan
ibu mengetahuinya tanda-tanda bahaya
tersebut sehingga jika terjadi, ibu dapat segera
mengatasinya dengan datang ke bidan atau
dokter spesialis kandungan.
Dalam menghadapi keadaan darurat hal
penting yang perlu disiapkan adalah
BAKSOKUDA :
B (Bidan)
:
Pastikan bahwa bidan atau bayi baru lahir
didampingi oleh
penolong persalinan yang
kompeten dan untuk menatalaksanakan
gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir
untuk dibawa ke fasilitas rujukan.
A (Alat)
:
Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk
asuhan persalinan, masa nifas, dan bayi baru
lahir (tabung suntik, selang IV, alat resusitasi,
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
dll)
bersama
ibu
ketempat
rujukan.
Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut
mungkin diperlukan jika ibu melahirkan
dalam perjalanan menuju fasilitas rujukan.
K (Keluarga) :
Beritahu ibu dan keluarga mengenai kondisi
terakhir ibu atau bayi dan mengapa ibu atau
bayi perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka
alasan dan tujuan merujuk ibu ke fasilitas
rujukan tersebut, suami atau anggota keluarga
yang lain harus menemani ibu atau bayi baru
lahir hingga ke difasilitas rujukan.
S (surat)
:
Berikan surat ke tempat rujukan surat ini
harus memberikan identifikasi mengenai ibu
atau bayi, cantumkan alasan rujukan dan
uraikan hasil pemeriksaan , asuhan atau obatobatan yang diterima ibu atau bayi baru lahir,
sertakan juga partograf yang dipakai untuk
membuat keputusan klinik.
O (obat)
:
Bawa obat-obat esensial pada saat mengantar
ibu ke fasilitas rujukan. Obat-obatn tersebut
mungkin diperlukan selama diperjalanan
K (kendaraan)
:
Siapkan
kendaraan
yang
paling
memungkinkan untuk merujuk ibu dalam
kondisi cukup nyaman. Selain itu pastikan
kondisi kendaraan cukup baik untuk
mencapai tujuan pada waktu yang tepat
U (Uang)
:
Ingatkan pada keluarga agar membawa uang
dalam jumlah yang cukup untuk membeli
obat-obatan yang diperlukan dan bahanbahan kesehatan lain yang diperlukan selama
ibu atau bayi baru lahir tinggal di fasilitas
rujukan.
DA (donor darah dan Do’a) :
Siapkan golongan darah yang sesuai dengan
golongan darah ibu bila diperlukan selama
proses rujukan berlangsung. Salah satu usaha
untuk meminta bantuan dan pertolongan
dari-Nya.
Dalam hal ini menunjukkan pengetahuan
Ibu hamil trimester III tentang kesiapan
menghadapi keadaan darurat berkategori
baik.
ISSN: 2356-5454
Sikap Ibu Hamil Trimester III tentang
Persiapan Persalinan
Sikap merupakan reaksi atau respons
seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Alport (1954) menjelaskan
bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen
pokok, yakni:
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan
konsep terhadap suatu objek
b. Kehidupan emosional dan evaluasi
emosional terhadap suatu objek
c. Kecenderungan
untuk
bertindak
(trend to behave)
Berdasarkan Gambar 5.6.3 dilihat dari
sikap persiapan persalinan lebih dari separuh
responden yaitu sebanyak 24 orang atau
68,57% dikategorikan siap dan sebanyak 11
orang dengan presentasi 31,43% dikategorikan
tidak siap. Dalam hal ini dapat disimpulkan
bahwa lebih dari separuh responden
menyatakan
siap
dalam
menghadapi
persalinan. Adapun indikator terendah dalam
sikap ibu pada persiapan persalinan adalah
jika ibu melahirkan ingin ditolong oleh bidan
atau dokter spesialis kandungan sebanyak
85% dan indikator tertinggi adalah Ibu hamil
akan mendatangi Bidan praktek swasta jika
mengalami tanda-tanda persalinan sebanyak
95.71%. Dalam hal ini menjukkan bahwa ada
sebagian kecil dari sikap responden yang
masih memilih penolong dalam persalinan
mereka dengan tenaga non medis dan hampir
seluruh responden akan segera mendatangi
Rumah Bersalin, Rumah Sakit, Puskesmas
atau Bidan praktek swasta jika mengalami
tanda-tanda persalinan.
Sikap Ibu Hamil Trimester III tentang
Kesiapan Menghadapi Keadaan Darurat
Berdasarkan Gambar 5.6.4 dilihat dari
sikap persiapan menghadapi keadaan darurat
lebih dari separuh responden yaitu sebanyak
19 orang atau 54,29% dikategorikan tidak siap
dan sebanyak 16 orang dengan persentasi
45,71% dikategorikan siap menghadapi
keadaan darurat saat persalinan. Adapun
indikator
terendah dalam sikap ibu
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 7
jikk
ISSN: 2356-5454
menghadapi keadaan darurat adalah akan
menghubungi bidan bila merasakan sakit
kepala yang hebat, bengkak pada kaki, tangan
dan wajah sebanyak 82,86 % dan indikator
tertinggi adalah Rujukan yang optimal dan
tepat waktu dapat menyelamatkan nyawa ibu
dan bayi sebanyak 92,86 %. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian kecil sikap
respoden tidak akan menghubungi bidan bila
merasakan sakit kepala yang hebat, bengkak
pada kaki, tangan dan wajah, dan hampir
seluruh responden akan melakukan rujukan
optimal
dan
tepat
waktu
dapat
menyelamatkan nyawa ibu dan bayi.
Seperti halnya dengan pengetahuan,
sikap ini terdiri dari berbagai tindakan,
yakni:
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang
(subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek)
2. Merespons (Responding)
Memberikan
jawaban
atau
tanggapan terhadap pertanyaan
atau objek yang dihadapi.
3. Menghargai (Valuing)
Menghargai diartikan subjek, atau
seseorang memberikan nilai yang
positif
terhadap
objek
atau
stimulus, dalam arti membahasnya
dengan orang lain dan bahkan
mengajak atau mempengaruhi atau
menganjurkan
orang
lain
merespon.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Sikap
yang
paling
tinggi
tingkatannya adalah tanggung
jawab terhadap apa yang telah
diyakininya. Seseorang yang telah
mengambil
sikap
tertentu
berdasarkan keyakinannya, dia
harus berani mengambil resiko bila
ada
orang
lain
yang
mencemoohnya atau adanya risiko
lain.
PENUTUP
Hal | 8
Nomor 04 Tahun 2012
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
pembahasan diatas maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa :
1. Sebagian besar Pengetahuan Ibu Hamil
Trimester III tentang persiapan persalinan
memiliki kategori baik dengan jumlah
94,29% . Dengan hasil pengkategorian
lebih dari separuh responden yaitu
sebanyak
31
orang
atau
88,57%
dikategorikan baik, sebanyak 3 orang
dengan presentasi 8,57% dikategorikan
cukup dan 1 orang atau 2,86% responden
dikategorikan kurang.
2. Secara keseluruhan pengetahuan ibu
tentang kesiapan menghadapi keadaan
darurat berada pada kategori Baik dengan
persentase 89,84%.
Dengan hasil pengkategorian lebih dari
separuh responden yaitu sebanyak 28
orang atau 80% dikategorikan baik,
sebanyak 7 orang dengan presentasi 20%
dikategorikan cukup dan tidak responden
yang dikategorikan kurang.
3. Sikap responden terhadap persiapan
persalinan lebih dari separuh responden
yaitu sebanyak 24 orang atau 68,57%
dikategorikan siap dan sebanyak 11 orang
dengan presentasi 31,43% dikategorikan
tidak siap. Dapat disimpulkan lebih dari
setengah responden siap menghadapi
persiapan persalinan.
4. Sikap responden terhadap persiapan
menghadapi keadaan darurat lebih dari
separuh responden yaitu sebanyak 19
orang atau 54,29% dikategorikan tidak
siap dan sebanyak 16 orang dengan
presentasi 45,71% dikategorikan siap
menghadapi
keadaan darurat
saat
persalinan. Dapat disimpulkan bahwa
lebih dari setengah responden tidak siap
menghadapi keadaan darurat.
Saran
1.
Bagi Ibu Hamil
1. Hendaknya para ibu hamil lebih
aktif
dalam
mendapatkan
informasi mengenai tanda-tanda
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
2.
3.
Nomor 04 Tahun 2012
bahaya pada kehamilan sehingga
bila terjadi tanda-tanda bahaya
tersebut
ibu
dapat
segera
mengetahuinya dan langsung
datang ke Bidan atau Dokter
Spesialis
kandungan
untuk
memeriksakannya.
Hendaknya ibu mempercayakan
proses persalinan mereka pada
tenaga kesehatan (Bidan atau
Dokter)
Sehubungan dengan sebagian
besar masih ada yang setuju
menyerahkan proses persalinan
kepada non tenaga kesehatan
2.
Bagi Tenaga Kesehatan
Hendaknya para bidan atau dokter
lebih
aktif
dalam memberikan
konseling kepada klien secara rinci
pada setiap pemeriksaan agar klien
mengerti dengan keadaan kehamilan
mereka dan.
3.
Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat bermanfaat dan
dijadikan reperensi kepustakaan.
REFERENSI
Alimul, Aziz. 2007. Metodologi Penelitian
Kebidanan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika
Arikunto. S. 2002.Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek Edisi Revisi V.
Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto. S. 2005. Manajemen Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta
Azwar, S. 2010. Sikap Manusia dan Teori
Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. 2010.
profil kesehatan kabupaten bandung,
Bandung : DinKes Kabupaten
Bandung
ISSN: 2356-5454
Dinas Kesehatan Kota Bandung. 2009. profil
kesehatan Kota bandung, Bandung :
DinKes Kota Bandung.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2005.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat.
Bandung : Dinas Kesehatan Jawa
Barat.
Notoatmodjo, S. 2002. Promosi Kesehatan dan
Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu perilaku kesehatan.
Jakarta: Rineka
Machfoedz, i. 2007. Metodologi Penelitian
Bidang Kesehatan, Keperawatn dan
Kebidanan. Yogyakarta :Fitramaya
Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka : Jakarta
Saifuddin. (2002). Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : YBP-sp
Varney, Helen. 2004. Buku – Ajar Asuhan
Kebidanan Edisi 4 Volume 1. Jakarta
: EGC.
Manuaba, Ida Bagus. 1998, Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan.
Jakarta : EGC.
Bobak. 2005. Keperawatan Maternitas. Jakarta.
EGC.
Departemen Kesehatan RI. (2007). Buku
Acuan Persalinan Normal. Jakarta :
JNPK-KR.
Http : // Lubis 454. wordpress.com/ 2008 /
08 / 14 / komplikasi-persalinan
Mariani, S. (2007). Beberapa Faktor yang
Mempengaruhi Keluarga Dalam
Pemilihan
Penolong
Persalinan.
http://www.tempo.co.id, diperoleh
tanggal 14 Juli 2008.
http://html-pdf-convert.com/cari/jenis-jenisrujukan-kebidanan.html
www.wikipedia.co.id/pengalaman
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 9
jikk
ISSN: 2356-5454
Nomor 04 Tahun 2012
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG HIPEREMESIS
GRAVIDARUM DI POLIKLINIK KANDUNGAN RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG 2011
Oleh
Esti Hitatami
ABSTRAK
Penulisan karya tulis ini di latar-belakangi oleh tertariknya penulis meneliti gambaran pengetahuan
ibu hamil trimester I tentang hiperemesis gravidarum. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan
ibu Hamil trimester I tentang hiperemesis gravidarum di Poliklinik Kandungan rumah sakit
Immanuel Bandung. Periode Mei 2011 Tinjauan teori yang di bahas dalam karya tulis ini meliputi
penyebab, tanda dan gejala, cara pencegahan dan komplikasi hiperemesis gravidarum. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan data primer dan populasi yang
diambil adalah seluruh ibu hamil trimester I yang memeriksakan kehamilan di Poliklinik Kandungan
RS Immanuel Bandung Tahun 2011. Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling pada ibu
hamil trimester I dari tanggal 19 – 24 Mei 2010 dengan jumlah responden 51 orang. Hasil penelitian
yang akan dijelaskan mengenai Pengetahuan ibu hamil trimester I tentang penyebab hiperemesis
gravidarum, tanda dan gejala hiperemesis gravidarum, pencegahan hiperemesis gravidarum dan
komplikasi hiperemesis gravidarum. Data-data responden yang diperoleh melalui kuisioner
dianalisis secara deskriptif. Diketahui bahwa dari 51 ibu hamil trimester I yang memiliki
pengetahuan tentang hiperemesis gravidarum, terdapat 24 ibu hamil trimester I (47,06 %)
diantaranya memiliki pengetahuan yang baik tentang hiperemesis gravidarum, 19 ibu hamil
trimester I (37,25 %) memiliki pengetahuan yang cukup tentang hiperemesis gravidarum dan sisanya
8 ibu hamil trimester I (15,69 %) memiliki pengetahuan yang kurang tentang hiperemesis
gravidarum. Modus terletak pada kategori baik, hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar ibu
hamil trimester I mengetahui dengan baik tentang hiperemesis gravidarum.
Kata kunci : Deskriptif, Hiperemesis Gravidarum
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Angka kematian ibu salah satu
indikator pembangunan kesehatan dasar
masih memprihatinkan. Kematian perempuan
usia subur disebabkan masalah terkait
kehamilan, persalinan dan nifas akibat
perdarahan. Direktur Bina Kesehatan Ibu
Direktorat
Jenderal
Bina
Kesehatan
Masyarakat Kementrian Kesehatan Sri
Hermiyanti
mengatakan,
dari
Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2007, Angka Kematian Ibu 228 per
100.000 kelahiran hidup. Tingkat kematian ibu
pada masa kehamilan, persalinan, dan nifas
terjadi hingga 4.692 pada tahun 2008.
Kehamilan
merupakan
suatu
peristiwa yang sangat di tunggu bagi wanita
yang telah menikah, saat seorang wanita tidak
lagi mendapatkan haid dan kemudian setelah
diperiksa urinenya dengan hasil positif maka
Hal | 10
wanita tersebut dinyatakan kemungkinan
hamil. Tentulah calon ibu tersebut akan
merasa senang begitu pula keluarganya, tetapi
apabila calon ibu tersebut merasakan mual
pada pagi hari atau saat-saat tertentu sehingga
calon ibu tersebut merasa tidak nyaman.
Perasaan mual dan muntah pada
wanita hamil trimester pertama tepatnya
sampai umur kehamilan 20 minggu adalah
wajar tetapi bila mual dan muntah ini sampai
membuat ibu hamil menurun berat badannya,
terjadi dehidrasi dan mengganggu aktifitas
atau pekerjaan sehari-hari maka hal ini
disebut hiperemesis. (Prawirohardjo,2009)
Hiperemesis
gravidarum
didefinisikan sebagai vomitus yang berlebihan
atau tidak terkendali selama masa hamil yang
menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan
elektrolit atau defisiensi
nutrisi dan
kehilangan berat badan. Insiden kondisi ini
terjadi sekitar
3,5 per 1000 kelahiran.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
Walaupun kebanyakan kasus hilang seiring
perjalanan waktu, satu dari 1000 wanita hamil
dengan mual muntah akan mengalami rawat
inap. Hiperemesis gravidarum umumnya
akan hilang dengan sendirinya tetapi
penyembuhan berjalan dengan lambat
sehingga
sering terjadi dehidrasi berat.
Kondisi sering terjadi diantara wanita
primigravida dan cenderung terjadi lagi pada
kehamilan berikutnya (Lowdermilk,2004).
Penelitian yang dilakukan oleh
Sastrawinata pada tahun 2004 didapatkan
hasil ditemukan 50-70% wanita hamil dalam
usia
kehamilan
16 minggu
pertama
mengalami mual dan muntah, dari jumlah ini
44% nya mengalami muntah-muntah sehingga
terjadi penurunan berat badan, turgor kulit
berkurang, diuresis berkurang dan timbul
asetonuri sehingga wanita hamil ini
memerlukan perawatan di rumah sakit.
Perbandingan
insiden
hiperemesis
gravidarum terhadap jumlah kehamilan
adalah 4:1000 kehamilan.
Hiperemesis
apabila
tidak
mendapatkan penanganan secara tepat dan
cepat dapat menimbulkan gangguan baik
pada organ ibu maupun pada pertumbuhan
janin akibat dari penurunan intake makanan
dan kekurangan cairan dan elektrolit yang
berlangsung cukup lama. Efek hiperemesis
pada ibu dapat menimbulkan ikterus, pada
jantung dapat menyebabkan peningkatan
kerja jantung dan pada akhirnya dapat
menyebabkan
henti
jantung.
(www.coasgokil.multiply.com)
Selain itu akibat kekurangan nutrisi
dan cairan juga elektrolit dapat berakibat
pertumbuhan dan perkembangan janin
menjadi
terganggu
sehingga
dapat
meningkatkan kemungkinan abortus ataupun
bayi lahir dalam keadaan cacat. Abortus
sering terjadi pada usia kehamilan kurang
dari 8 minggu akibat kelainan pertumbuhan
hasil konsepsi, tetapi abortus juga dapat
terjadi pada usia kehamilan 14 minggu.
(www.klikdokter.com)
Melihat akibat hiperemesis yang
dapat meningkatkan angka kematian dan
ISSN: 2356-5454
kesakitan pada ibu dan janin maka bidan
memiliki peranan yang penting dalam
mencegah dan memberikan pertolongan
pertama pada ibu dengan hiperemesis.
Pencegahan terjadinya hiperemesis ini dapat
diberikan
dengan
cara
memberikan
penyuluhan pada ibu hamil terutama bagi ibu
yang baru melakukan test kehamilan dengan
hasil positif, bidan harus memberikan
penjelasan pada ibu dan keluarga tentang
perasaan mual dan muntah yang mungkin
akan dirasakan ibu pada trimester pertama.
(www.healthblogheg.blogspot.com)
Penyuluhan yang diberikan pada ibu
yang mengalami mual dan muntah yaitu
berupa anjuran agar ibu mengubah pola
makannya. Ibu yang mengalami mual dan
muntah pola makannya diubah menjadi
makan dalam porsi sedikit tapi sering,
menghindari makanan yang mengandung
tinggi lemak, berbau dan berminyak, makan
selingan berupa biskuit, roti kering dan teh
hangat. Bidan juga memberikan penjelasan
pada ibu bahwa bila mual dan muntah
membuat ibu tidak bisa beraktifitas, ibu
merasa lemas maka keluarga harus segera
membawa ibu ke tempat pelayanan kesehatan
terdekat agar ibu mendapatkan perawatan
selanjutnya.
(www.ilmu-asuhankebidanan.blospot)
Menurut
Bloom
(1908)
dalam
Notoatmodjo (2010) mengatakn bahwa suatu
perilaku akan berubah bila terjadi perubahan
pada tiga domain yaitu pengetahuan, sikap
dan tindakan. Dari ketiga domain tersebut
pendidikan menjadi dasar dalam perubahan
suatu perilaku.
Penulis mendapatkan data di Rumah
Sakit Immanuel jumlah ibu yang di rawat
dengan hiperemesis pada bulan Januari
sampai dengan April 2011 sebanyak 13 orang,
klien di rawat dengan keluhan muntah yang
hebat sehingga mengganggu kegiatan sehari –
hari dan klien terlihat dehidrasi. Melihat
kondisi klien tersebut maka klien digolongkan
dalam hiperemesis derajat II. Melihat data
tersebut maka penulis melihat pentingnya
penanggulangan dini terjadinya hiperemesis
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 11
jikk
ISSN: 2356-5454
sehingga ibu tidak mengalami dehidrasi,
penulis menitikberatkan bukan pada jumlah
data yang didapat tetapi dampak dari
terjadinya hiperemesis terhadap derajat
kesehatan dan tingkat kematian ibu.
Pengamatan yang peneliti lihat di
poliklinik kandungan rumah sakit Immanuel
penyuluhan tentang hiperemesis tidak
dijelaskan,
para
bidan
di
poliklinik
kandungan rumah sakit Immanuel hanya
menjelaskan bahwa kemungkinan ibu hamil
akan mengalami mual dan muntah mulai
minggu ke 4 kehamilan sampai sekitar 16
minggu usia kehamilan, para bidan di
poliklinik kandungan rumah sakit Immanuel
juga menjelaskan tentang cara mengurangi
rasa mual dan muntah dengan cara ibu
dianjurkan untuk mengurangi makanan yang
mengandung lemak dan berbau, minum air
hangat bila mulai ada perasaan ingin muntah,
para bidan juga menganjurkan ibu untuk
makan biskuit kering.
Kunjungan
yang
terbanyak
di
poliklinik kandungan rumah sakit Immanuel
banyak ibu hamil trimester pertama mulai
memeriksakan kehamilannya dan ibu – ibu
hamil ini secara teratur memeriksakan
kehamilannya ke poliklinik kandungan rumah
sakit Immanuel. Pada bulan Januari sampai
Maret 2011 jumlah ibu hamil yang datang
sebanyak 232 orang.
Dari data yang penulis kumpulkan di
poliklinik kandungan rumah sakit Immanuel
bulan Januari sampai dengan Maret 2011
didapatkan dari 232 orang ibu hamil yang
memeriksakan kehamilannya di di poliklinik
kandungan rumah sakit Immanuel terdapat
84 orang ibu hamil yang mengeluh mual dan
muntah. Dari 84 orang ibu hamil yang
mengalami keluhan mual muntah terbanyak
dialami pada usia kehamilan 2 minggu
sampai dengan umur kehamilan 16 minggu.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang
gambaran pengetahuan ibu hamil trimester I
tentang hiperemesis gravidarum di poliklinik
kandungan rumah sakit Immanuel pada bulan
Mei 2011.
Hal | 12
Nomor 04 Tahun 2012
PEMBAHASAN
Bab ini membahas mengenai uraian
dan analisis data-data yang diperoleh dari
data primer penelitian. Data primer penelitian
ini adalah hasil kuisioner yang disebarkan
kepada 51 ibu hamil trimester I tentang
hiperemesis gravidarum yang datang ke
Poliklinik Kandungan
Rumah Sakit
Immanuel Bandung. Data tersebut merupakan
data pokok dimana analisisnya didapat dari
hasil observasi di lapangan dan beberapa
sumber pustaka untuk memperkuat dan
memperdalam hasil analisis. Data yang
diperoleh dari hasil kuisioner terdiri dari dua
macam, yaitu data responden dan data
penelitian.
Data responden adalah seluruh
identitas responden yang dipandang relevan
dengan permasalahan yang diidentifikasi.
Sedangkan data penelitian adalah sejumlah
skor yang diperoleh dari jawaban responden
atas pertanyaan atau pernyataan mengenai
variabel Pengetahuan ibu hamil trimester I
tentang hiperemesis gravidarum. Variabel
tersebut dianalisis dengan menggunakan
statistik deskriptif.
Pengetahuan ibu hamil trimester I tentang
penyebab hiperemesis gravidarum
Berdasarkan tabel 4.2 diatas diketahui
bahwa dari 51 ibu hamil trimester I yang
memiliki pengetahuan tentang penyebab
hiperemesis gravidarum, terdapat 41 ibu
hamil trimester I (80,39 %) memiliki
pengetahuan yang baik tentang penyebab
hiperemesis gravidarum,
7 ibu hamil
trimester I (13,73 %) diantaranya memiliki
pengetahuan yang cukup tentang penyebab
hiperemesis gravidarum, dan sisanya 3 ibu
hamil trimester I (5,88 %) memiliki
pengetahuan yang kurang tentang penyebab
hiperemesis gravidarum. Modus terletak pada
kategori baik, hal ini mengindikasikan bahwa
sebagian besar ibu hamil trimester I tentang
hiperemesis
gravidarum
memiliki
pengetahuan yang baik tentang penyebab
hiperemesis gravidarum.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
Informasi mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan hiperemesis gravidarum
sudah diberikan oleh tenaga kesehatan, baik
melalui media cetak dan elektronik. Informasi
yang diterima oleh responden merupakan
stimulus bagi responden untuk terjadinya
perilaku.
Hal
ini
ditekankan
oleh
Notoatmodjo, 2010 bahwa terbentuknya suatu
perilaku terutama pada orang dewasa dimulai
pada domain kognitif. Dalam arti subyek tahu
terhadap stimulus yang berupa materi atau
obyek, sehingga menimbulkan pengetahuan
baru pada subyek tersebut dan selanjutnya
menimbulkan respon batin dalam bentuk
sikap subyek terhadap obyek atau materi
yang diketahuinya itu.
Hal ini tidak terlepas dari dukungan
dan peran bidan sebagai pendidik yang dalam
pelaksanaanya juga berkolaborasi dengan
tenaga kesehatan lain seperti dokter.
Menurut Notoatmodjo dikatakan
manusia akan tertarik dan memperhatikan
suatu pendidikan kesehatan bila tema yang
dijelaskan memang diperlukan, media yang
digunakan menarik dan penyampaian
pendidikan kesehatan dimengerti dan tidak
terlalu cepat.
Pengetahuan ibu hamil trimester I tentang
tanda dan gejala hiperemesis gravidarum
Berdasarkan tabel diatas diketahui
bahwa dari 51 ibu hamil yang memiliki
pengetahuan
tentang tanda dan gejala
hiperemesis gravidarum, terdapat 26 ibu
hamil trimester I (50,98 %) memiliki
pengetahuan yang baik tentang tanda dan
gejala hiperemesis gravidarum, 16 ibu hamil
trimester I (31,37 %) diantaranya memiliki
pengetahuan yang cukup tentang tanda dan
gejala hiperemesis gravidarum, 9 ibu hamil
trimester I (17,65 %) memiliki pengetahuan
yang kurang tentang tanda dan gejala
hiperemesis gravidarum. Modus terletak pada
kategori baik, hal ini mengindikasikan bahwa
sebagian besar ibu hamil trimester I memiliki
pengetahuan yang baik tentang tanda dan
gejala hiperemesis gravidarum.
ISSN: 2356-5454
Menurut Notoatmodjo dikatakan bila
seseorang
telah
mengetahui
sesuatu
kemudian
akan
meningkat
menjadi
memahami. Memahami diartikan sebagai
kemampuan objek untuk menjelaskan secara
benar tentang hiperemesis gravidarum yang
diketahuinya dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar.
Dalam hal ini peneliti menganggap
bahwa ibu hamil trimester I tersebut dapat
menyebutkan kembali tanda dan gejala
hiperemesis gravidarum maka ibu akan
memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi
keadaan dirinya dan dapat segera mencari
pertolongan kepada petugas kesehatan
terdekat
sehingga
tingkat
kejadian
hiperemesis derajat III dapat di hindari.
Pengetahuan ibu hamil trimester I tentang
pencegahan hiperemesis gravidarum
Berdasarkan tabel diatas diketahui
bahwa dari 51 ibu hamil trimester I yang
memiliki pengetahuan tentang pencegahan
hiperemesis gravidarum, terdapat 13 ibu
hamil trimester I (25,49 %) memiliki
pengetahuan yang baik tentang pencegahan
hiperemesis gravidarum, 21 ibu hamil
trimester I (41,18 %) memiliki pengetahuan
yang cukup tentang pencegahan hiperemesis
gravidarum dan sisanya 17 ibu hamil
trimester I (33,33 %) diantaranya memiliki
pengetahuan
yang
kurang
tentang
pencegahan hiperemesis gravidarum. Modus
terletak pada kategori cukup, hal ini
mengindikasikan bahwa sebagian besar ibu
hamil trimester I memiliki pengetahuan yang
cukup tentang pencegahan hiperemesis
gravidarum.
Hal ini disebabkan oleh beberapa
responden
yang
kurang
mendapatkan
penyuluhan atau informasi kesehatan dari
bidan atau tenaga kesehatan lain yang ada di
wilayahnya. Disamping itu terdapat beberapa
ibu hamil yang kurang mengerti penyuluhan
dan
informasi
tentang
pencegahan
hiperemesis gravidarum, karena dengan
pengetahuan
seseorang
akan
dapat
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 13
jikk
ISSN: 2356-5454
mempunyai dasar yang kuat dalam merubah
perilaku.
Pengetahuan
adalah
hasil
penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang
dimilikinya (Notoatmodjo, 2005), maksudnya
pada
waktu
penginderaan
sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek pada saat mendapat
informasi atau penyuluhan.
Memperoleh
informasi
yang
bermakna dapat membantu responden untuk
memiliki perasaan bermakna dan kontrol
yang baik, juga membuat mereka mampu
mengidentifikasi pilihan-pilihan sendiri dan
pemecahan masalah (Friedman, 1998) dari
pengetahuan yang dimiliki akan dapat cepat
memberikan penanganan sehingga dapat
mencegah dari kematian (Soegiyanto, 2002)
Pengetahuan ibu hamil trimester I tentang
komplikasi hiperemesis gravidarum
Berdasarkan tabel diatas diketahui
bahwa dari 51 ibu hamil trimester I yang
memiliki pengetahuan tentang komplikasi
hiperemesis gravidarum, terdapat 21 ibu
hamil trimester I (41,18 %) memiliki
pengetahuan yang baik tentang komplikasi
hiperemesis gravidarum, 30 ibu hamil
trimester I
(58,82 %) diantaranya memiliki
pengetahuan
yang
kurang
tentang
komplikasi hiperemesis gravidarum. Modus
terletak pada kategori kurang, hal ini
mengindikasikan bahwa sebagian besar ibu
hamil trimester I memiliki pengetahuan yang
kurang tentang komplikasi hiperemesis
gravidarum.
Informasi
yang
adekuat
akan
membuat ibu hamil trimester I lebih waspada
terhadap komplikasi hiperemesis gravidarum
sekaligus menjadi bahan acuan dalam
menentukan
sikap.
Struktur
kognisi
merupakan pangkal terbentuknya sikap
seseorang. Struktur kognisi ini sangatlah
ditentukan oleh pengetahuan atau informasi
yang diterima.
Hal | 14
Nomor 04 Tahun 2012
Hal tersebut bisa didapatkan di
rumah sakit ataupun di luar lingkungan
rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya,
baik melalui media cetak atau elektronik.
Peranan bidan sebagai tenaga kesehatan
profesional dapat memberikan pelayanan
terhadap ibu hamil trimester I yang menderita
hiperemesis gravidarum agar ibu hamil
trimester I tidak jatuh pada kondisi
hiperemesis gravidarum derajat III. Bidan
perlu melibatkan Support System yang lain
dalam pemberian asuhan kebidanan pada
kliennya.
Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa
pokok pendidikan kesehatan adalah proses
belajar dimana mempunyai sifat khas yaitu
memperoleh sesuatu yang baru, dari tidak
tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti
menjadi
mengerti.
Kegiatan
belajar
mempunyai ciri : merupakan kegiatan yang
menghasilkan perubahan pada diri individu
yang sedang belajar. Perubahan tersebut
didapatkan karena kemampuan baru yang
berlaku untuk waktu yang relatif lama.
Perubahan ini merupakan suatu usaha yang
disadari. Peneliti berpersepsi setelah ibu hamil
trimester I mengetahui keempat hal tersebut
maka ibu akan memiliki pengetahuan dan
juga kesiagaan bila suatu hari nanti ibu
mengalami gejala hiperemesis gravidarum
sehingga
ibu
dapat
segera
mencari
pertolongan.
PENUTUP
Kesimpulan
Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Trimester I
tentang Hiperemesis Gravidarum
Hasil penelitian yang telah dilakukan
mulai dari tanggal 19 Mei sampai dengan
tanggal 24 Mei 2011, penelitian ini mengambil
tempat di Poliklinik Kandungan Rumah Sakit
Immanuel. Sampel yang digunakan adalah
random sampling yaitu ibu hamil trimester I
yang memeriksakan kandungannya ke
Polikinik Kandungan Rumah Sakit Immanuel
yang berjumlah 51 orang. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa dari 51 ibu hamil
trimester I terdapat 24 ibu hamil trimester I
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
(40,06 %) memiliki pengetahuan yang baik
tentang hiperemesis gravidarum, 19 ibu hamil
trimester I (37,25 %) memiliki pengetahuan
yang cukup tentang hiperemesis gravidarum
dan 8 ibu hamil trimester I (15,69 %) memiliki
pengetahuan
yang
kurang
tentang
hiperemesis gravidarum.
Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Trimester I
tentang Penyebab Hiperemesis Gravidarum
Dari 51 ibu hamil trimester I yang
memiliki pengetahuan tentang penyebab
hiperemesis gravidarum, terdapat 41 ibu
hamil trimester I (80,39 %) memiliki
pengetahuan yang baik tentang penyebab
hiperemesis gravidarum, 7 ibu hamil trimester
I (13,73 %) diantaranya memiliki pengetahuan
yang cukup tentang penyebab hiperemesis
gravidarum, dan sisanya 3 ibu hamil trimester
I (5,88 %) memiliki pengetahuan yang kurang
tentang penyebab hiperemesis gravidarum.
Modus terletak pada kategori baik, hal ini
mengindikasikan bahwa sebagian besar ibu
hamil trimester I tentang hiperemesis
gravidarum memiliki pengetahuan yang baik
tentang penyebab hiperemesis gravidarum.
Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Trimester
I tentang Tanda dan Gejala Hiperemesis
Gravidarum
Dari 51 ibu hamil yang memiliki
pengetahuan
tentang tanda dan gejala
hiperemesis gravidarum, terdapat 26 ibu
hamil trimester I (50,98 %) memiliki
pengetahuan yang baik tentang tanda dan
gejala hiperemesis gravidarum, 16 ibu hamil
trimester I (31,37 %) diantaranya memiliki
pengetahuan yang cukup tentang tanda dan
gejala hiperemesis gravidarum, 9 ibu hamil
trimester I (17,65 %) memiliki pengetahuan
yang kurang tentang tanda dan gejala
hiperemesis gravidarum. Modus terletak pada
kategori baik, hal ini mengindikasikan bahwa
sebagian besar ibu hamil trimester I memiliki
pengetahuan yang baik tentang tanda dan
gejala hiperemesis gravidarum.
ISSN: 2356-5454
Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Trimester I
tentang
Pencegahan
Hiperemesis
Gravidarum
Dari 51 ibu hamil trimester I yang
memiliki pengetahuan tentang pencegahan
hiperemesis gravidarum, terdapat 13 ibu
hamil trimester I (25,49 %) memiliki
pengetahuan yang baik tentang pencegahan
hiperemesis gravidarum, 21 ibu hamil
trimester I (41,18 %) memiliki pengetahuan
yang cukup tentang pencegahan hiperemesis
gravidarum dan sisanya 17 ibu hamil
trimester I (33,33 %) diantaranya memiliki
pengetahuan
yang
kurang
tentang
pencegahan hiperemesis gravidarum. Modus
terletak pada kategori cukup, hal ini
mengindikasikan bahwa sebagian besar ibu
hamil trimester I memiliki pengetahuan yang
cukup tentang pencegahan hiperemesis
gravidarum.
Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Trimester I
tentang
Komplikasi
Hiperemesis
Gravidarum
Dari 51 ibu hamil trimester I yang
memiliki pengetahuan tentang komplikasi
hiperemesis gravidarum, terdapat 21 ibu
hamil trimester I (41,18 %) memiliki
pengetahuan yang baik tentang komplikasi
hiperemesis gravidarum, 30 ibu hamil
trimester I (58,82 %) diantaranya memiliki
pengetahuan
yang
kurang
tentang
komplikasi hiperemesis gravidarum. Modus
terletak pada kategori kurang, hal ini
mengindikasikan bahwa sebagian besar ibu
hamil trimester I memiliki pengetahuan yang
kurang tentang komplikasi hiperemesis
gravidarum.
Saran
Setelah melakukan penelitian ini
penulis menyarankan beberapa hal yang
berhubungan
dengan
penelitian
ini
diantaranya:
1. Bagi institusi pendidikan
Penelitian ini dapat menjadi masukan
bagi pendidikan untuk menambahkan
pengetahuan
dan
praktek
di
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 15
jikk
ISSN: 2356-5454
laboratorium dan lapangan tentang
pertolongan pertama penanganan
hiperemesis.
2. Bagi poliklinik kandungan
Penelitian
ini
dapat
menjadi
masukkan bagi poliklinik kandungan
agar
dapat
menambahkan
pengetahuan
dan
pendidikan
kesehatan
tentang
hiperemesis
gravidarum
sehingga
dapat
memberikan asuhan kebidanan yang
komprehensif.
3. Bagi ibu hamil trimester I
Kiranya
penelitian
ini
dapat
memberikan masukkan bagi ibu hamil
untuk memberi pengetahuan tentang
hiperemesis gravidarum baik tentang
penyebab,
tanda
dan
gejala,
pencegahan dan komplikasinya.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat menjadi
dasar bagi peneliti lain guna meneliti
lebih lanjut tentang hiperemesis
gravidarum.
REFERENSI
Manuaba, IBG. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan, dan KB untukPendidikan
Bidan. Jakarta, EGC
Hal | 16
Nomor 04 Tahun 2012
Arikunto, S., 2006. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta, Rineka
Cipta
Prawirohardjo, S., 2009. Ilmu Kebidanan.
Jakarta, Bina Pustaka
Nugraheny, E., 2010. Asuhan Kebidanan
Pathologi. Yogyakarta, Pustaka
Rihama
Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta
Riduwan, 2008. Skala Pengukuran VariableVariable
Penelitian.
Bandung,
Alfabeta
Notoatmodjo, S., 2010. Promosi Kesehatan Teori
& Aplikasi. Jakarta, Rineka Cipta
Taber, Benzion., 1994. Kedaruratan Obsetetri
dan Gynekologi. Yogyakarta, Graha
Ilmu, EGC
Saifuddin, A., B, 2002. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternatal dan
Neonatal. Jakarta, Yayasan Bina
Sarwono Prawirohardjo
Ai., Yeyet., R., dan Lia Yulianti, 2010. Asuhan
Kebidanan IV (Patologi Kebidanan).
Jakarta
Hacker, dan Moore , 2001. Ensensial Obsetetri
dan Ginekolog edisi 2. Jakarta,
Hipokrates
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
ISSN: 2356-5454
TINGKAT PENGETAHUAN SISWI KELAS X TENTANG KEPUTIHAN FISIOLOGIS
DAN PATOLOGIS SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENJELASAN
DI SMK NEGERI 1 GARUT
Oleh
Widyastuti
ABSTRAK
Di seluruh dunia diperkirakan 630 juta wanita mengidap kanker serviks. Jumlah penderita kanker
serviks yang meninggal di dunia sebanyak 600 orang per hari. Di Indonesia, 500.000 orang
didiagnosa terkena kanker serviks dan 270.000 perempuan Indonesia meninggal setiap tahunnya. Di
Jawa Barat tiap tahunnya di diagnosa 8000 orang terkena kanker serviks.Salah satu gejala dari kanker
serviks adalah keputihan yang bersifat Patologis.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Tingkat Pengetahuan Siswi Kelas x Tentang Keputihan
Fisiologis dan Patologis Sebelum dan Sesudah Diberikan Penjelasan di SMK Negeri 1 Garut. Adapun
tujuan khususnya meliputi Pengetahuan tentang: Pengertian, Perbedaan, Penyebab dan Penanganan
keputihan Fisiologis dan Patologis.
Keputihan adalah semua pengeluaran cairan dari alat genital yang bukan darah.( Manuaba )
Penelitian ini bersifat deskriptif , populasi pada penelitian berjumlah 635 siswi dan yang menjadi
sampel 87 siswi, pengambilannya secara random ( secara acak ). Pengumpulan data dilakukan
dengan cara membagikan kuisioner pada responden. Kesimpulan Hasil penelitian didapat bahwa
pada Fre-tes pengetahuan tentang keputihan fisiologis maupun patologis adalah : berdasarkan
pengertian sebagian besar berpengetahuan cukup yaitu 40 siswi ( 46 % ), berdasarkan perbedaan
sebagian besar berpengetahuan kurang yaitu 45 siswi ( 51,7 %), berdasarkan penyebab sebagian besar
berpengetahuan baik yaitu 27 siswi ( 31 % ) dan berdasarkan penanganan sebagian besar
berpengetahuan
baik 31 orang (35,6 %). Untuk meningkatkan pengetahuan siswi peneliti
memberikan penjelasan tentang keputihan fisiologis dan patologis. Untuk melihat kemajuan tingkat
pengetahuan diadakan Post-tes hasilnya sebagai berikut : berdasarkan pengertian sebagian besar
berpengetahuan Baik yaitu 31 siswi ( 35,6% ), berdasarkan perbedaan sebagian besar berpengetahuan
Baik yaitu 32 siswi ( 36,8 %), berdasarkan penyebab sebagian besar berpengetahuan Sangat Baik yaitu
45 siswi ( 51,72 % ) dan berdasarkan penanganan sebagian besar bepengetahuan Baik 69 siswi (79,31
%). Diharapkan para siswi dapat melakukan upaya pencegahan dan penanganan terhadap keputihan
fisiologis dan patologis serta meningkatkan wawasan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Wanita rentan dengan gangguan alat
reproduksinya karena alat kelamin wanita
berhubungan langsung dengan dunia luar
melalui liang senggama, saluran mulut rahim,
rongga/ ruang rahim, saluran telur atau tuba
fallopi yang bermuara di dalam ruang perut.
Hubungan langsung ini sehingga infeksi pada
bagian luarnya secara berkelanjutan dapat
berjalan menuju ruang perut. Dalam bentuk
infeksi selaput dinding perut atau peritonitis
(Manuaba, 61:2009).
Diketahui bahwa sistem pertahanan
dari alat kelamin wanita antara lain sistem
asam-basanya, pertahanan lainnya yaitu
dengan pengeluaran lendir yang selalu
mengalir ke arah luar menyebabkan bakteri
dibuang dan dalam bentuk menstruasi. Sekali
pun demikian sistem pertahanan ini cukup
lemah, sehingga infeksi sering tidak dapat
dibendung dan menjalar ke segala arah,
menimbulkan
infeksi
mendadak
dan
menahun dengan berbagai keluhan. Salah satu
keluhan klinis dari infeksi atau keadaan
abnormal alat kelamin adalah leukorea atau
keputihan (Manuaba, 61:2009)
Manuaba
(2009:61)
mengatakan
bahwa keputihan fisiologis dijumpai pada
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 17
jikk
ISSN: 2356-5454
keadaan menjelang menstruasi, pada masa
sekresi antara 10-16 menstruasi, pada saat
keinginan seks meningkat. Keputihan bukan
penyakit, tetapi gejala dari berbagai penyakit
sehingga memerlukan tindak lanjut untuk
menegakkan diagnosis.
Hati-hati bagi wanita yang
sering mengalami keputihan karena
gejala kanker mulut rahim menjadi
salah satu penyebab terjadinya
masalah ini. Indikasi adanya masalah
kesehatan jika keputihan tersebut
mulai berubah warna, gatal dan
mengeluarkan bau yang kurang enak.
Hal ini dikatakan oleh ahli kebidanan
dan kandungan sekaligus konsultan
seks Dr. Boyke Dian Nugraha, SpOG
dalam seminar kesehatan bertajuk
“Keputihan pada wanita penyakit
yang
terabaikan”
yang
diselenggarakan di Hotel Borobudur
Jakarta (www.indinesihealt.com)
Menurut Dr. Boyke, dikenal
dua jenis keputihan, yaitu keputihan
fisiologis dan keputihan patologis.
Keputihan fisiologis biasanya tidak
gatal, tidak bau dan datangnya pada
masa subur wanita. Biasanya juga
datang menjelang seorang wanita
dewasa terkena haid. Sedangkan
keputihan patologis adalah keputihan
yang sudah gatal, bau dan berubah
warna. “Itu harus segera diobati,”
katanya.
Salah satu jenis keputihan
patologis adalah keputihan yang
disebabkan karena penyakit kanker
mulut rahim, serta keputihan akibat
stress, benda asing (spiral/IUD), letih,
dsb. Keputihan akibat kanker rahim
salah satu penyebabnya adalah sering
Hal | 18
Nomor 04 Tahun 2012
berganti-ganti
pasangan.
“Dari
berganti-ganti pasangan itulah, maka
sang suami menularkan kepada
istrinya. Karena para istri malu
memeriksakan dirinya ke dokter,
maka
mereka
biasanya
baru
memeriksa
setelah
menderita
keputihan
dan
hubungan
seks
berdarah. Padahal itu sudah masuk
kanker stadium dua atau tiga,” kata
Boyke. Padahal dengan deteksi dini
melalui pemeriksaan papnet (deteksi
kanker), pasien dapat dideteksi adatidaknya penyakit kanker. Bahkan jika
masih pada stadium dini, penyakit
tersebut dapat disembuhkan 100
persen.
Keputihan (leukorea atau flour albus)
adalah cairan yang keluar dari vagina.
Keputihan dapat dibagi menjadi dua bagian
besar, yaitu keputihan normal (fisiologis) dan
keputihan penyakit abnormal (patologis).
Keputihan yang fisiologis terjadi pada saat
menjelang, sesudah, atau di tengah-tengah
siklus menstruasi. Jumlahnya tidak terlalu
banyak,
jernih/putih,
tidak
biasanya
keputihan fisiologis ini disebabkan oleh
hormon yang ada di dalam tubuh kita.
Keputihan
patologis
ditandai
dengan
jumlahnya yang amat banyak, berwarna,
berbau, dan disertai keluhan-keluhan seperti
gatal, nyeri, terjadi pembengkakan, panas dan
pedih ketika buang air kecil, serta dan nyeri di
perut bagian bawah (www.kompas.com.2009).
Sumber cairan ini dapat berasal dari
sekresi vulva, cairan vagina, sekresi,serviks,
sekresi uterus, atau sekresi tuba falopii, yang
dipengaruhi fungsi ovarium. Keputihan
didefinisikan sebagai keluarnya cairan dari
vagina. Cairan tersebut bervariasi dalam
konsistensi (padat, cair, kental), dalam warna
(jernih, putih, kuning, hijau) dan bau
(normal,berbau)(sumber:dr.Intan,www.
IndonesiaHealt.com.) Di kalangan remaja
yang tingkat pengetahuan tentang keputihan
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
masih minim, hal ini sering dianggap biasa
dan wajar, walaupun keputihan yang terjadi
sudah menunjukkan gejala keputihan yang
abnormal.
Keputihan
seringkali
tidak
ditangani dengan serius oleh para remaja,
padahal keputihan yang abnormal bisa jadi
indikasi adanya penyakit, salah satunya
kanker serviks.
Keputihan
abnormal
seperti
keluarnya cairan berwarna keruh dan kuning
kehijauan merupakan gejala-gejala infeksi
cervicitis salah satu gejala penyakit Gonorhoe
( Dr. Ronal Hutapea, 2003:76), tanda dini
kanker mulut rahim walaupun tidak spesifik
di tandai dengan keputihan yang banyak dan
kadang-kadang ada bercak darah yang tidak
dihiraukan oleh penderita ( dr. Imam
Rasjidi,2007:10). Dalam keadaan biasa, cairan
ini tidak sampai keluar, namun belum tentu
bersifat patologis. Pengertian lain dari
leukorea atau flour albus, yaitu:
a)
Setiap cairan yang keluar dari vagina
selain darah. Dapat berupa sekret,
transudasi, atau eksudat dari organ
atau lesi di saluran genital.
b)
Cairan normal vagina yang berlebih,
jadi hanya meliputi sekresi dan
transudasi yang berlebih , tidak
termasuk eksudat.
Remaja wanita memiliki resiko
terkena kanker serviks akibat penularan
Human Papilloma Virus (HPV). Tiga dari
empat kasus infeksi baru HPV terjadi pada
wanita usia 15 hingga 25 tahun. Di seluruh
dunia diperkirakan 630 juta wanita mengidap
kanker serviks. Jumlah penderita kanker
serviks yang meninggal di dunia sebanyak 600
orang per hari. Di Indonesia, 500.000 orang
didiagnosa terkena kanker serviks dan 270.000
perempuan Indonesia meninggal setiap
tahunnya. Di jawa barat tiap tahunnya di
diagnosa 8000 orang terkena kanker serviks (
http.www.unpad.ac.id/arcives/24110).
Sementaea di kabupaten Garut 110 orang
terdiagnosa setiap tahunnya terkena kanker
serviks ( RSUD GARUT).
Di usia 20-an, tubuh perempuan
sangat rentan terhadap HPV dan tubuh tidak
ISSN: 2356-5454
mungkin membersihkan virus. "Sehingga
kanker kemungkinan akan berkembang di
kemudian hari," ( dr Melissa Luwia dari
Yayasan Kanker Indonesia) dalam diskusi
kampanye dan upaya penanganan kanker
serviks di Hotel Lumire Jakarta, Senin, 12
April
2010.
Penelitian
mengungkap,
penularan HPV terjadi dalam dua-tiga tahun
pertama setelah aktif secara seksual. Temuan
dari kasus yang ada, sekitar 50 persen wanita
yang menderita kanker serviks berusia 35-55
tahun, orang awam mengenal kanker rahim
adalah salah satu jenis saja. Namun
sebenarnya kanker rahim itu memiliki lebih
dari satu jenis. Cukup banyak jenis kanker
rahim, ada tiga jenis yang paling banyak
menyerang wanita, kanker serviks (leher
rahim), kanker ovarium (indung telur), dan
kanker endometrium (badan rahim). (
Sumber:www.indinesiahealt.com.
Lies
Sudianti-cancer survivors club).
Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis
lakukan pada tanggal 17 Maret 2011 di SMK
Negeri 1 Garut, dengan cara menanyakan
lansung responden sebanyak 20 orang siswa,
ditemukan 19 orang ( 95 %) yang mengalami
keputihan normal yang terjadi pada saat
menjelang dan sesudah menstruasi, kemudian
ada 1 orang ( 5% ) yang mengalami keputihan
dengan ciri-ciri keluar cairan dengan jumlah
banyak, kental dan gatal di vagina, dimana
terjadinya keputihan bukan pada saat
menjelang dan sesudah menstruasi. Dari
jumlah 20 orang responden ada tiga orang
yang sedikit memahami penyebab keputihan
dan cara penanganannya. Selain daripada itu
belum
adanya
penyuluhan
kesehatan
reproduksi
dan
penelitian
mengenai
penatalaksanaan keputihan di SMK Negeri 1
Garut sehingga mendorong penulis untuk
melakukan penelitian ini, agar siswi dapat
memahami apabila siswi tersebut mengalami
keputihan yang berlebihan ( abnormal )
sehingga dapat mendeteksi dini terhadap
kemungkinan timbulnya penyakit lain. Oleh
karena itu penulis mengadakan penelitian
dengan judul “Tingkat Pengetahuan Siswi
Kelas x Tentang Keputihan Fisiologis dan
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 19
jikk
ISSN: 2356-5454
Patologis Sebelum dan Sesudah Diberikan
Penjelasan di SMK Negeri 1 Garut”.
Nomor 04 Tahun 2012
pengertian, perbedaan, penyebab, dan
penanganan. Untuk keperluan analisis
variabel pengetahuan siswi kelas x tentang
keputihan fisiologis dan patologis di SMK
Negeri 1 Garut dibedakan menjadi 5 kategori
sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat
kurang.
PEMBAHASAN
Pembahasan
penelitian
tentang
pengetahuan siswi kelas x tentang keputihan
fisiologis dan patologis di SMK Negeri 1
Garut yang telah dilakukan dilihat dari
Berdasarkan Pengertian Keputihan Fisiologis dan Fatologis
Tabel 1. Perbandingan Post-tes dan Fre-tes Berdasarkan Pengertian
Keputihan Fisiologis dan Patologis
CASE
Mean
Standar
Deviasi
Kategori (Frekuensi)
Kurang
sekali
Kurang
Cukup
Baik
Sangat
Baik
Free-Tes
2,67
1,21
0
45
18
17
7
Post-tes
3,8
1,01
0
8
17
32
30
Grafik 1. Perbandingan Post-tes dan Fre-tes Berdasarkan Pengertian
Keputihan Fisiologis dan Patologis
50
45
40
35
30
25
%Fre-tes
20
% Post-tes
15
10
5
0
Kurang
Sekali
Kurang
Cukup
Berdasarkan tabel dan Grafik 1 ( Fretes ) di atas disimpulkan bahwa;
Mean (
nilai rata-rata siswi ) adalah 2,86, dan Standar
deviasi 0,99. Responden yang mempunyai
pengetahuan Sangat Baik 6 orang (6,9 %), Baik
12 orang (13,8 %), Cukup 40 orang (46%),
Kurang 22 orang ( 25,3 %) dan Kurang Sekali
7 orang (8%).
Hal | 20
Baik
Sangat baik
Sedangkan post-tes pada tabel dan
Grafik 1 ( Post-tes ) di atas disimpulkan
bahwa; Mean ( rata- rata nilai siswi ) adalah
3,7 dan Standar Deviasi 0,8. Responden yang
mempunyai pengetahuan Sangat Baik 19
orang (21,9 %), Baik 31 orang (35,6 %), Cukup
30 orang ( 34,5%), Kurang 7 orang ( 8 %) dan
Kurang Sekali 0 orang
(%). responden
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
ISSN: 2356-5454
mempunyai pengetahuan Baik yaitu sebanyak
31 orang (35,6%).
Berdasarkan
hasil
penelitian
dibandingkan dari fre tes, dan Post tes, yang
didapat dari responden sebelum diberikan
penjelasan materi (Fre test); mean ( nilai ratarata siswi ) adalah 2,86 dan setelah diberikan
penjelasan
materi (Post test) mean naik
menjadi 3,7 artinya terjadi peningkatan
pengertian tentang pengetahuan keputihan
fisiologis dan patologis.
Standar deviasi turun dari 0.99
menjadi 0,8 ini berarti terjadi pengurangan
penyebaran angka, karena semakin banyak
penyebaran semakin banyak juga terjadi
simpangan atau eror dari data tersebut, hal ini
terlihat dari Post-tes yang terisi angka hanya
pada empat kategori yaitu kategori kurang,
cukup, baik dan sangat baik, pada kategori
kurang tadinya sebanyak 25,3 persen menjadi
8% di post-tes sedangkan kategori kurang
sekali tadinya 8 menjadi 0, disini terlihat
adanya indikasi pemusatan di kategori baik.
Dari teori yang penulis pahami tentang
standar deviasi, standar deviasi turun artinya
telah terjadi penurunan simpangan/eror
akibat penyebaran data
atau terjadi
pemusatan kearah data yang lebih akurat atau
lebih diharapkan.
Berdasarkan Perbedaan Keputihan Fisiologis dan Patologis
Tabel 2. Perbandingan Pos-tes dan Fre-tes Berdasarkan perbedaan
Keputihan Fisiologis dan Patologis
CASE
Mean
Standar
Deviasi
Kategori (Frekuensi)
Kurang
sekali
Kurang
Cukup
Baik
Sangat
Baik
Free-Tes
2,67
1,21
0
45
18
17
7
Post-tes
3,8
1,01
0
8
17
32
30
Grafik 2. Perbandingan Post-tes dan Fre-tes Berdasarkan Perbedaan
Keputihan Fisiologis dan Patologis
60
50
36,8%
40
30
% Fre-Tes
19,5%
% Post-Tes
20
10
0
Kurang
Kurang
Cukup
Baik
Sangat
baik
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 21
jikk
ISSN: 2356-5454
Berdasarkan tabel dan Grafik 2 ( Fretes ) di atas disimpulkan bahwa; Mean (ratarata nilai siswi) 2,67 dan Standar Deviasi 1,21.
Responden yang mempunyai pengetahuan
Sangat Baik 7 orang (8 %), Baik 17 orang (19,5
%), Cukup 18 orang (20,7%), Kurang 45 orang
( 51,7 %) dan Kurang Sekali 0 orang ( 0%).
Berdasarkan tabel dan grafik 5.2 (Post-tes) di
atas disimpulkan bahwa; Mean (rata-rata nilai
siswi) nilai siswi adalah 3,9 dan Standar
Deviasi 1,01. Responden yang mempunyai
pengetahuan Sangat Baik 30 orang (34,5 %),
Baik 32 orang (36,8), Cukup 17 orang (19,5%),
Kurang 8 orang (9 %) dan Kurang Sekali 0
orang ( 0% ).
Dari perbandingan grafik di atas pada
fre-tes banyak sekali siswi yang mendapatkan
nilai dengan kategori kurang sebanyak 51,7%
atau sebanyak 46 orang, setelah diberikan
penjelasan materi dapat dilihat dari grafik 2,
ada penurunan yang sangat drastis pada level
kategori Kurang menjadi 9% (8 orang) dan
terjadi peningkatan yang signifikan di
kategori Baik dan Sangat Baik. Pada kategori
Sangat Baik terjadi kenaikan 25,5 % atau
sebanyak 23 orang juga pada kategori Baik
juga terjadi kenaikan dari 19,5 % menjadi 36,8
%. Hal ini menandakan terjadi peningkatan
pengetahuan
siswi
tentang
perbedaan
keputihan fisiologis dan patologis.
Berdasarkan hasil penelitian juga
didapat peningkatan mean ( nilai rata-rata
siswi) adalah 2,67 ( fre-tes) dan setelah
Nomor 04 Tahun 2012
diberikan penjelasan materi (Post test) mean
naik menjadi 3,9 artinya terjadi peningkatan
pengetahuan responden tentang perbedaan
keputihan fisiologis dan patologis. Standar
deviasi turun dari 1,21 ( fre-tes) menjadi
1,01(Post-tes) ini berarti terjadi pengurangan
simpangan
penyebaran
angka
dan
peningkatan
pemusatan
distribusi
pengetahuan responden tentang perbedaan
keputihan fisiologis dan patologis, yang tadi
penyebaran 5 kategori terisi setelah dilakukan
post-tes yang terisi hanya 4 kategori, dimana
kategori Kurang Sekali menurun menjadi 0%
dan pemusatan terlihat di tiga kriteria yaitu
Cukup, Baik dan Sangat Baik.
Setelah diberikan penjelasan materi
tentang perbedaan keputihan fisiologis dan
patologis terjadi perpindahan distribusi
pengetahuan
responden
dari
yang
sebelumnya
mempunyai
pengetahuan
kategori Kurang sebanyak 45 orang (51,7%)
menjadi yang mempunyai pengetahuan
kategori Baik sebanyak 32 orang (36,8%).
Penurunan paling besar terjadi pada kategori
Kurang yaitu 45 orang (51,7%) menjadi 8
orang (9%) karena responden telah diberikan
pemaparan
materi
sehingga
terjadi
perpindahan distribusi pengetahuan ke
kategori Baik. Juga pada kategori Sangat Baik
terjadi peningkatan pengertian yang drastis,
ini berarti adanya peningkatan pengetahuan
responden tentang perbedaan keputihan
fisiologis
dan
patologis.
Berdasarkan Penyebab Keputihan Fisiologis dan Patologis
Tabel 3. Perbandingan Pos-tes dan Fre-tes Berdasarkan Penyebab
Keputihan Fisiologis dan Patologis
CASE
Mean
Standar
Deviasi
Kategori (Frekuensi)
Kurang
sekali
Kurang
Cukup
Baik
Sangat
Baik
Free-Tes
4,25
1,39
5
23
24
27
8
Post-tes
3,8
1,01
0
0
8
34
45
Grafik 11. Perbandingan Post-tes dan Fre-tes Berdasarkan Penyebab
Keputihan Fisiologis dan Patologis
Hal | 22
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
ISSN: 2356-5454
60
Dimensi Penyebab
50
40
% Fre-Tes
30
% Post-Tes
20
10
0%
0
Kurang
sekali
Kurang
Cukup
Berdasarkan tabel dan grafik 3 ( Fretes ) di atas disimpulkan bahwa; Mean (ratarata nilai siswi) adalah 4,25 dan Standar
Deviasi 1,39. Responden yang mempunyai
pengetahuan Sangat Baik 8 orang (9,1 %), Baik
27 orang (31 %), Cukup 24 orang (27,6 %),
Kurang 23 orang (26,4 %) dan Kurang Sekali 5
orang (5,7 %). Dengan demikian, jika dilihat
dari dimensi penyebab keputihan fisiologis
dan patologis sebelum diberikan penjelasan
materi (Fre-test) sebagian besar responden
mempunyai pengetahuan Baik yaitu sebanyak
27 orang (31 %).
Berdasarkan tabel dan grafik 3 (Posttest) di atas disimpulkan bahwa; Mean (ratarata nilai siswi) adalah 6,7 dan Standar
Deviasi 1,02. Responden yang mempunyai
pengetahuan Sangat Baik 45 orang (51,72 %),
Baik 34 orang (31 %), Cukup 8 orang ( 27,6 %),
Kurang 0 orang ( 0 %) dan Kurang Sekali 0
orang ( 0%). Dengan demikian, jika dilihat
dari dimensi penyebab keputihan fisiologis
dan patologis setelah pemaparan materi (Posttest) sebagian besar responden mempunyai
pengetahuan Baik yaitu sebanyak 45 orang
(51,72 %).
Berdasarkan hasil penelitian yang
didapat dari responden sebelum diberikan
penjelasan materi (Pre-test); mean (nilai ratarata siswi) adalah 4,25 dan setelah diberikan
penjelasan materi (Post-test) mean naik
menjadi 6,7 di sini terjadi peningkatan nilai
Baik
Sangat
baik
rata – rata siswi yang cukup signifikan
artinya terjadi peningkatan pengetahuan
responden
tentang penyebab keputihan
fisiologis dan patologis.
Standar deviasi turun dari 1,39
menjadi 1,02 ini berarti terjadi penurunan
penyebaran
angka
dan
peningkatan
pemusatan distribusi pengetahuan responden
tentang penyebab keputihan fisiologis dan
patologis.
Dari grafik 5.11, terlihat penurunan
yang sangat tajam terjadi pada kategori
Kurang (fre-tes) dari 26% menjadi 0 % (posttes) dengan penurunan ini jelas sekali setelah
peneliti memberikan penjelasan
tentang
penyebab keputihan fisiologis dan patologis
terjadi peningkatan pengetahuan yang cukup
menggembirakan, dari grafik diatas juga
terjadi peningkatan yang cukup tajam di
kategori sangat baik, sebelumnya terdapat 8
siswi ( 9,1 % ) pada fre-tes melesat menjadi
45 siswi (51,72%) setelah post-tes.
Keberhasilan
penjelasan
materi
terlihat
pada
perpindahan
distribusi
pengetahuan dari kategori Kurang ke kategori
Sangat Baik. Ini berarti adanya peningkatan
pengetahuan responden dan tidak ada
responden yang mempunyai pengetahuan
kategori Kurang dan Sangat Kurang tentang
penyebab keputihan fisiologis dan patologis.
Penjelasan materi ini sangat penting
bagi siswi karena salah satu upaya untuk
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 23
jikk
ISSN: 2356-5454
mencegah terjadinya keputihan siswi harus
memahami apa penyebabnya. Salah satu
penyebab keputihan fisiologis adalah stress,
faktor pencetus stress banyak di alami oleh
siswi seperti pada saat akan ujian, atau ketika
hubungan dengan teman kurang baik atau
terjadi sedikit tekanan fisiologis pada proses
belajar dan mengajar. Selain hal itu keputihan
fisiologis akan terjadi pada saat menjelang
Nomor 04 Tahun 2012
dan sesudah menstruasi. Penyebab untuk
keputihan patologis yang sering terjadi adalah
perilaku jorok dan tidak bersih dari siswi itu
sendiri seperti memakai handuk secara
bersamaan, sering tidak mengganti pembalut
pada saat menstruasi sehingga sering gatalgatal juga sering menggunakan celana yang
extra ketat.
Berdasarkan Penanganan Keputihan Fisiologis dan Patologis
Tabel 4. Perbandingan Post-tes dan Fre-tes Berdasarkan Penanganan
Keputihan Fisiologis dan Patologis
CASE
Mean
Standar
Deviasi
Kategori (Frekuensi)
Kurang
sekali
Kurang
Cukup
Baik
Sangat
Baik
Free-Tes
5,67
2,25
10
27
16
31
3
Post-tes
3,8
1,01
0
7
6
69
5
Grafik 5.12. Perbandingan Post-tes dan Fre-tes Berdasarkan Penanganan
Keputihan Fisiologis dan Patologis
80
70
60
50
40
% Fre-Tes
30
% Post-Tes
20
10
0
Kurang
sekali
Kurang
Cukup
Berdasarkan tabel dan grafik 4 ( Fretes ) di atas disimpulkan bahwa; Mean (ratarata nilai siswi) adalah 5,67 dan Standar
Deviasi 2,25. Responden yang mempunyai
pengetahuan Sangat Baik 3 orang (9,1 %),
Baik 31 orang (35,6 %), Cukup 16 orang (
18,4%), Kurang 27 orang ( 31 %) dan Kurang
Sekali 10 orang (3,4 %). Dengan demikian, jika
Hal | 24
Baik
Sangat
baik
dilihat dari dimensi penanganan keputihan
fisiologis dan patologis sebelum penjelasan
materi (Fre-test) sebagian besar responden
mempunyai pengetahuan Baik yaitu sebanyak
31 orang (35,6 %).
Berdasarkan tabel dan grafik 4 ( Posttes ) di atas disimpulkan bahwa; Mean (ratarata nilai siswi ) adalah 7,84 dan Standar
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
Deviasi 1,33. Responden yang mempunyai
pengetahuan Baik Sekali 5 orang (5,75 %), Baik
69 orang (79,31 %), Cukup 6 orang ( 6,80%),
Kurang 7 orang ( 8,04 %) dan Kurang Sekali 0
orang (0%).
Dengan demikian, jika dilihat dari dimensi
penanganan
keputihan
fisiologis
dan
patologis setelah penjelasan materi (Post-test)
sebagian besar responden mempunyai
pengetahuan Baik yaitu sebanyak 69 orang
(79,31 %).
Berdasarkan hasil penelitian yang
didapat dari responden sebelum penjelasan
materi (Fre-test); mean (nilai rata-rata siswi)
adalah 5,67 dan setelah penjelasan materi
(Post-test) mean naik menjadi 7,84, terjadi
peningkatan rata-rata nilai siswi artinya
terjadi peningkatan pengetahuan responden
tentang penanganan keputihan fisiologis dan
patologis.
Standar deviasi turun dari 2,25
menjadi 1,33 ini berarti tejadi penurunan
penyebaran angka yang terlihat pada kategori
Kurang Sekali tadinya 11,5% menjadi 0, hal
ini dapat disimpulkan pada post-tes hanya
terisi 4 kategori, dan terjadi peningkatan
pemusatan distribusi pengetahuan dengan
kategori Baik yang cukup signifikan, hal ini
dapat disimpulkan bahwa responden terjadi
peningkatan
pengetahuan
dimensi
penanganan keputihan
fisiologis dan
patologis.
Setelah diberikan penjelasan materi
tentang penanganan keputihan fisiologis dan
patologis
terjadi
peningkatan
jumlah
ISSN: 2356-5454
distribusi pengetahuan responden dari yang
sebelumnya
mempunyai
pengetahuan
kategori Baik sebanyak 31 orang (35,6 %)
menjadi yang mempunyai pengetahuan
kategori Baik sebanyak 69 orang (79, 31 %).
Penurunan paling besar terjadi pada kategori
Kurang yaitu 27 orang (31 %) menjadi 7 orang
(8,04 %) karena responden telah diberikan
penjelasan
materi
sehingga
terjadi
perpindahan distribusi pengetahuan ke
kategori Baik. Ini berarti adanya peningkatan
pengetahuan responden tentang penanganan
keputihan fisiologis dan patologis.
Dari pembacaan grafik tentang
penanganan terlihat kenaikan yang sangat
ekstrim di kategori Baik 79,31% responden
ada di kategori ini, dari keseluruhan data baik
dimensi pengertian, perbedaan dan penyebab
tidak ada yang menembus level ini. Dapat kita
analisa bahwa pada saat penjelasan mengenai
bagaimana
caranya
kita
menangani
keputihan, siswi sangat tertarik, serius dan
sangat konsentrasi dalam mendengarkan
penjelasan. Karena keputihan pasti terjadi
pada setiap wanita sehingga pada dimensi
penanganan, menimbulkan suatu pertanyaan
pada diri mereka bagaimana bila aku (siswi)
mengalami keputihan, apa yang harus aku
lakukan, pertanyaan ini akan timbul secara
spontan dari pribadi-pribadi siswi, sehingga
ada ketertarikan besar untuk lebih konsentrasi
ketika peneliti menjelaskan berdasarkan
penanganan keputihan, hal ini bisa dilihat
dengan angka grafik di kategori baik yang
peningkatannya sangat ekstrim.
Hasil Penelitian Secara Garis Besar
Tabel 5. Hasil Penelitian Fre-Test
Limit Kategori
Kategori
Tingkat Pengetahuan
Frequency
% Kategori
Berdasarkan Pengertian
2,372<x<3,36
Cukup
40
46.0
Berdasarkan Perbedaan
0,87<x<2,37
Kurang
45
51,7
Berdasarkan Penyebab
3,55<x<4,95
Cukup
24
27,6
Berdasarkan Penanganan
6,795<x<9,45
Baik
31
35,6
Tabel 6. Hasil Penelitian Post-Test
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 25
jikk
ISSN: 2356-5454
Limit Kategori
Nomor 04 Tahun 2012
Kategori
Tingkat Pengetahuan
Frequency
% Kategori
Berdasarkan Pengertian
2,372<x<3,36
Baik
31
35,6
Berdasarkan Perbedaan
0,87<x<2,37
Baik
32
36,8
Berdasarkan Penyebab
3,55<x<4,95
Baik
34
39,1 %
Berdasarkan Penanganan
6,795<x<9,45
Baik
69
79,31
Kesimpulan akhir dari hasil penelitian
secara garis besar tingkat pengetahuan siswi
kelas x tentang keputihan baik berdasarkan
pengertian,
perbedaan,
penyebab
dan
penanganan sebelum diberikan penjelasan (
Fre-tes) pada umumnya siswi memiliki
pengetahuan Cukup dan kurang setelah
dilakukan Penjelasan ( post-tes) tingkat
pengetahuan siswi menjadi meningkat pada
kategori Baik.
Dari hasil data penelitan ini dapat
diambil kesimpulan bahwa penelitian ini
berhasil karena telah mampu meningkatkan
pengetahuan siswi secara umum dari kategori
cukup menjadi Baik.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Berdasarkan Pengertian
Dari data Fre-tes secara dimensi
pengertian dapat disimpulkan hasilnya
sebagai berikut : Mean ( nilai rata-rata siswi )
adalah 2,86, dan Standar deviasi 0,99.
Responden yang mempunyai pengetahuan
Sangat Baik 6 siswi (6,9 %), Baik 12 siswi (13,8
%), Cukup 40 siswi ( 46%), Kurang 22 siswi (
25,3 %) dan Kurang Sekali 7 siswi (8%).
Setelah diberikan penjelasan materi
tentang pengertian keputihan fisiologis dan
patologis, kemudian dilakukan tes ( Post-tes)
hasilnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
Mean ( rata- rata nilai siswi ) adalah 3,7 dan
Standar Deviasi 0,8. Responden
yang
mempunyai pengetahuan Sangat Baik 19
siswi (21,9 %), Baik 31 siswi (35,6 %), Cukup
30 siswi ( 34,5%), Kurang 7 siswi ( 8 %) dan
Kurang Sekali 0 siswi (0% ).
Hal | 26
2.
Berdasarkan Perbedaan
Dari data Fre-tes secara
dimensi
perbedaan dapat disimpulkan hasilnya
sebagai berikut: Mean ( rata-rata nilai siswi )
2,67 dan Standar Deviasi 1,21. Responden
yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 7
siswi (8 %), Baik 17 siswi (19,5 %), Cukup 18
siswi ( 20,7%), Kurang 45 siswi (51,7 %) dan
Kurang Sekali 0 siswi ( 0%).
Setelah diberikan penjelasan materi,
tentang perbedaan keputihan fisiologis dan
patologis kemudian dilakukan tes ( Post-tes)
hasilnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
Mean (rata-rata nilai siswi) nilai siswi adalah
3,9 dan Standar Deviasi 1,01. Responden yang
mempunyai pengetahuan Sangat Baik 30
siswi (34,5 %), Baik 32 siswi (36,8), Cukup 17
siswi (19,5%), Kurang 8 siswi (9 %) dan
Kurang Sekali 0 siswi ( 0% ).
3.
Berdasarkan Penyebab
Dari data Fre-tes secara
dimensi
penyebab dapat disimpulkan hasilnya sebagai
berikut: Mean (rata-rata nilai siswi) adalah
4,25 dan Standar Deviasi 1,39. Responden
yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 8
siswi (9,1 %), Baik 27 siswi (31 %), Cukup 24
siswi (27,6 %), Kurang 23 siswi (26,4 %) dan
Kurang Sekali 5 siswi (5,7%)
Setelah diberikan penjelasan materi
tentang penyebab keputihan fisiologis dan
patologis kemudian dilakukan tes ( Post-tes)
hasilnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
Mean (rata-rata nilai siswi) adalah 6,7 dan
Standar Deviasi 1,02. Responden
yang
mempunyai pengetahuan Sangat Baik 45
siswi (51,73 %), Baik 34 siswi (31 %), Cukup 8
siswi ( 9,2 %), Kurang 0 siswi ( 0 %) dan
Kurang Sekali 0 siswi ( 0%).
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
4.
Berdasarkan Penanganan
Dari data Fre-tes secara dimensi
penanganan dapat disimpulkan hasilnya
sebagai berikut: Mean (rata- rata nilai siswi)
adalah 5,67 dan Standar Deviasi 2,25.
Responden yang mempunyai pengetahuan
Sangat Baik 3 siswi (3,4 %), Baik 31 siswi
(35,6 %), Cukup 16 siswi ( 18,4%), Kurang 27
siswi (31 %) dan Kurang Sekali 10 siswi
(11,5%)
Setelah diberikan Penjelasan materi
tentang penanganan keputihan fisiologis dan
patologis kemudian dilakukan tes ( Post-tes)
hasilnya
dapat
disimpulkan
sebagai
berikut:Mean (rata- rata nilai siswi ) adalah
7,84 dan Standar Deviasi 1,33. Responden
yang mempunyai pengetahuan Sangat Baik 5
siswi (5,75 %), Baik 69 siswi (79,31 %), Cukup
6 siswi ( 6,80%), Kurang 7 siswi ( 8,04 %) dan
Kurang Sekali 0 siswi (0%).
Kesimpulan akhir dari hasil penelitian
secara garis besar tingkat pengetahuan siswi
kelas x tentang keputihan baik berdasarkan
pengertian,
perbedaan,
penyebab
dan
penanganan sebelum diberikan penjelasan (
Fre-tes) pada umumnya siswi memiliki
pengetahuan Cukup dan kurang setelah
dilakukan Penjelasan ( post-tes) tingkat
pengetahuan siswi menjadi meningkat pada
kategori Baik. Dari hasil data penelitan ini
dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian
ini
berhasil
katena
telah
mampu
meningkatkan pengetahuan siswi secara
umum dari kategori cukup menjadi Baik.
Saran
1.
Untuk lahan Penelitian
Diharapkan dapat menjadi masukan
yang positif bagi lahan penelitian untuk bisa
meningkatkan pengertian, penyebab dan
penanganan
ketika
siswi
mengalami
keputihan fisiologis maupun patologis.
Dengan meningkatnya pengetahuan siswi,
maka siswi dapat melakukan pencegahan
sejak dini apabila mengalami keputihan yang
bersifat patologis.
2. Untuk Siswi
ISSN: 2356-5454
Siswi SMK yang merupakan calon
generasi muda yang akan datang diharapkan
dapat menjaga kesehatan dan dapat
meningkatkan pola hidup sehat, karena
dengan meningkatnya pengetahuan tentang
keputihan siswi dapat mendeteksi dini apabila
terjadi keputihan yang patologis, sehingga
apabila terdapat penyakit yang cukup
membahayakan dapat di atasi sedini mungkin
hal ini dapat memudahkan sembuhnya
penyakit tersebut, disamping itu siswi
mengerti apa yang harus dilakukan untuk
melakukan pencegahan dan deteksi dini
terhadap penyakit-penyakit serta kesehatan
reproduksi.
REFERENSI
Arikunto, Suharsini. Rineka Cipta. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta. 2006
Cahyono, J.B. Suharjo.B. Kanisius. Gaya Hidup
Penyakit Modern. Yogyakarta. 2008
Dipend. Balai Pustaka, Kamus Besar bahasa
Indonesia.Jakarta.2002
Hutapea, Ronald. Rineka Cipta. Aids dan PMS
dan Perkosaan. Jakarta.2003
Mansjoer, Arif M. Media Aesculapius. Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta. 2001
Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dll. EGC.
Memahami
Kesehatan
Reproduksi
Wanita. Jakarta. 2009
Notoatmojo, Soekidjo. Rineka Cipta. Ilmu
Perilaku Kesehatan. Jakarta. 2010
Riwidikdo, Handoko. Mitra Cendekia Press.
Statistik Kesehatan. Yogyakarta. 2008
Sulaiman Sastrawinata, dkk.EGC. Obstetri
Patologi. Jakarta. 2002
Sastrawinata, Sulaiman, dll. EGC. Obstetri
Patologi. Jakarta. 2003
Wiknjosastro, Hanifa.Yayasan Bina Pustaka
Sarwono
Prawirohardjo.
Ilmu
Kebidanan. Jakarta. 2007
(www.indomedia.com.2005)
(www.bkkbn.go.id (2008)
(www.kompas.com.2009).
(http://dokter-bloggerHealt.blogspot.com.2009)
(www.indinesiahealt.com)
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 27
jikk
ISSN: 2356-5454
Nomor 04 Tahun 2012
HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANC
DI DESA BIRU KECAMATAN MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG PERIODE 2011
Oleh
Winarni
ABSTRAK
Antenatal care atau pemeriksaan kehamilan sangat penting sekali untuk memeriksakan keadaan
umum ibu maupun janinnya. Di Indonesia Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sangat
memprihatinkan. Salah satu upaya untuk menurunkan AKI adalah dengan memberikan pelayanan
Antenatal care (ANC) yang berkualitas dan pengetahuan juga dibutuhkan untuk meningkatkan
Sumber Daya Manusia (SDM). Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross
sectional. Penelitian ini dilakukan di Desa Biru Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung. Teknik
sampling yang di gunakan adalah total populasi. Sampel yang digunakan adalah sebanyak 34
responden, yaitu seluruh ibu hamil yang hamil pada bulan Januari – April 2011 tanpa memandang
usia kehamilan. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan Kuesioner. Analisa data
disajikan dalam bentuk tabel yang kemudian dilakukan interprestasi data dan dimasukan kedalam 3
katagori yaitu baik, cukup, kurang dan kemudian dilakukan uji chi square dengan tingkat
kemaknaan 0,05. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 34 responden ibu hamil yang
hamil pada bulan Januari – April 2011 di Desa Biru Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung
mayoritas berumur 21-35 tahun (67,6%), dengan tingkat pendidikannya SMP (52,9%) serta mayoritas
ibu tidak bekerja (58,8%) dan mayoritas multigravida (61,8%). Pengetahuan ibu hamil tentang ANC
sebagian besar kurang (38,2%0. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh hasil bahwa ada hubungan
antara umur, pendidikan, pekerjaan dan paritas dengan pengetahuan ibu hamil tentang ANC.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa ibu hamil perlu menambah informasi seputar
kehamilannya. Karena itu, petugas kesehatan sebagai pelaksana pelayanan kesejahteraan Ibu dan
Anak (KIA) mempunyai tugas untuk memberikan pemeriksaan kehamilan dengan konseling kepada
ibu hamil dan keluarganya. Selain itu polindes sebaiknya lebih meningkatkan pelayanan melalui
penerapan standar dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) melalui bernagai media.
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kehamilan dan kelahiran merupakan
proses yang alami, akan tetapi bukan berarti
bebas dari risiko. Banyak wanita dan anak
yang meninggal dan menderita kesakitan atau
cacat seumur hidup karena komplikasi atau
akibat
langsung
dari
penatalaksanaan
kehamilan dan kelahiran yang buruk.
Berdasarkan data Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2007,
Angka Kematian Ibu (AKI) masih berada pada
angka 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan
Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 34
kematian per
1000 kelahiran hidup,
sedangkan pada tahun 2009, AKI masih
berada pada angka 226 per 100.000 kelahiran
hidup, sedangkan AKB sebesar 25 per 1000
kelahiran hidup. Hal ini masih jauh dari target
Hal | 28
Nasional , dimana AKI tahun 2010 adalah
sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup dan
target AKB Tahun 2010 sebesar 21 per 1000
kelahiran
hidup,
(http://www.antara.co.id/arc/2007).
Angka kematian ibu (AKI) di Jawa
Barat pada tahun 2008 adalah 784 per 743.684
kelahiran hidup, Penyebab lain dari kematian
Ibu yaitu perdarahan sebanyak 70%,
eklampsia sebanyak 11,13%, infeksi sebanyak
6,78% dan lain-lain sebanyak 34%, (Propil
Dinkes Jabar, 2008).
Angka kematian ibu (AKI) di Desa Biru
periode 2009 adalah 1/281 kelahiran hidup,
akibat dari perdarahan. Angka kematian ibu
(AKI) dan angka kematian bayi (AKB) dapat
dikurangi dengan memberikan Antenatal
Care yang berkualitas, dengan ANC yang
berkualitas dapat mendeteksi secara
1 dini
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
adanya komplikasi atau kelainan yang timbul
pada saat kehamilan, selain itu bidan dapat
memberikan pendidikan kesehatan pada ibu
hamil maupun keluarganya, sehingga bila
terdapat tanda-tanda bahaya, ibu hamil
maupun keluarganya dapat mengetahui
dimana harus mencari pertolongan sehingga
tidak
terjadi
keterlambatan
dalam
memberikan pertolongan pada ibu hamil.
Salah satu upaya untuk mempercepat
penurunan AKI dan AKB adalah dengan
memberikan pelayanan Antenatal care yang
berkualitas dan upaya Departemen Kesehatan
adalah negara membuat rencana strategi
nasional making pregnancy safer (MPS) di
Indonesia 2001 - 2010 yang menyebutkan
bahwa dalam konteks rencana pembangunan
kesehatan menuju Indonesia sehat 2010, maka
visi MPS adalah “Kehamilan dan persalinan
di Indonesia berlangsung aman serta bayi
yang dilahirkan hidup sehat, (Prawirohardjo,
2006).
Beberapa faktor yang mempengaruhi
kematian di Indonesia adalah rendahnya
kesadaran ibu-ibu hamil, letak geografi,
ekonomi, umur dan pendidikan untuk
memeriksakan kandungan pada tenaga
kesehatan, mereka tidak mengetahui tentang
pentingnya pemeriksaan kehamilan, sehingga
jika terjadi komplikasi kehamilan, dapat
dicegah atau diobati dan segera ditangani.
Kehamilan dibagi menjadi III trimester,
selama kehamilan ibu hamil dianjurkan
melakukan kunjungan antenatal minimal 4
kali yaitu satu kali pada trimester I, satu kali
pada trimester II, dua kali pada trimester III
untuk memantau keadaan ibu dan janin
dengan seksama, sehingga dapat mendeteksi
secara dini dan dapat memberikan intervensi
secara tepat dan tepat. Pelayanan atau standar
minimal yang diberikan “7T” yaitu Timbang
berat badan , ukur tekanan darah, ukur tinggi
fundus uteri, pemberian imunisasi Tetanus
Toksoid (TT) lengkap, pemberian tablet besi
minimal 90 tablet selama kehamilan, tes
terhadap penyakit menular seksual, temu
wicara dalam rangka persiapan rujukan,
(Mufdlilah, 2009).
ISSN: 2356-5454
Pengetahuan ibu hamil tentang ANC
sangat penting karena akan dapat membantu
mengurangi angka kematian ibu dan bayi.
Pengetahuan merupakan hasil tahu setelah
seseorang melakukan pengindraan terhadap
suatu obyek tertentu. Perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Faktor yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan ibu tentang ANC itu
sendiri meliputi umur, dimana di harapkan
semakin
bertambahnya
umur
makin
bertambah pula pengetahuan dalam hal
pemeriksaan kehamilan. Semakin wanita
sering hamil atau melahirkan makin tinggi
tingkat pengetahuannya. Pendidikan, dimana
semakin
tinggi
pendidikan
seseorang,
diharapkan
semakin
luas
juga
pengalamannya, ( Notoatmodjo, 2007).
Data yang diperoleh dari Desa Biru
Kecamatan Majalaya jumlah ibu hamil pada
bulan Januari-April 2011 berjumlah 34 0rang.
Secara teori ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam hal
ini khususnya perilaku ibu hamil untuk
mendapatkan pelayanan ANC. Menurut
Nursalam dan Pariani.S karakteristik seperti
umur, paritas, pendidikan, dan pengetahuan
dapat mempengaruhi hal tersebut, tetapi di
Desa Biru sampai saat ini belum ada data
yang mengungkapkan apakah ada hubungan
antara karakteristik dengan pengetahuan ibu
hamil tentang ANC.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik
untuk
melakukan
penelitian
tentang
“Hubungan
Karakteristik
dengan
Pengetahuan Ibu hamil tentang Antenatal
Care di Desa Biru Kecamatan Majalaya
Kabupaten Bandung ”
PEMBAHASAN
Analisis Univariat
1. Umur Responden
Dalam hal ini usia juga mempengaruhi
pengetahuan seseorang dimana belum tentu
semakin meningkat usia sebagaimana halnya
dengan ibu hamil di Desa Biru maka akan
meningkat pula pengetahuan seseorang
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 29
jikk
ISSN: 2356-5454
tentang
ANC.
Dari
hasil
penelitian
menunjukan bahwa hampir sebagian besar
dari 34 responden ini berumur 21 - 35 tahun
sebanyak 23 responden (67,6%).
Usia 21-35 tahun termasuk usia
produktif, dimana merupakan usia yang
optimal dalam menerima informasi dari
lingkungan melalui pancaindra dan masih
kuatnya daya ingat seseorang yang dapat
mempengaruhi pengetahuan. Sehingga akan
mudah dalam menerima informasi tentang
antenatal care yang diberikan dalam
penyuluhan baik di bale desa, posyandu
maupun kunjungan rumah. Selain itu sangat
dimungkinkan
bila pada usia tersebut
mengalami masa kehamilan, melahirkan dan
menyusui.
Berdasarkan
hasil
penelitian
disebutkan sebagian kecil distribusi umur ibu
terdapat pada umur < 20 tahun dan > 35
tahun, bahwa umur < 20 tahun cenderung
memiliki pengetahuan yang kurang sehingga
dapat
mendorong
terjadinya
ketidak
seimbangan dalam mengambil keputusan
karena hal ini sesuai dengan pendapat
Sulaiman, menyatakan bahwa umur yang
dianggap
optimal
untuk
mengambil
keputusan adalah umur diatas 20 tahun.
2. Pendidikan responden
Tingkat pendidikan ibu memberikan
pengaruh yang cukup besar terhadap
pengetahuan yang akan di dapatnya. Dari
hasil penelitian menunjukan bahwa dari 34
responden sebagian besar berpendidikan SMP
sebanyak 18 responden (52,9%).
Hal tersebut dikarenakan masih ada
anggapan bahwa seorang perempuan tidak
perlu mendapatkan pendidikan yang tinggi
karena pada akhirnya hanya akan menjadi ibu
rumah tangga dan mengurus anak – anak.
Pendidikan akan memberikan kesempatan
kepada orang untuk membuka jalan pikiran
dalam menerima ide – ide atau nilai baru.
Tingkat pendidikan ibu merupakan salah satu
aspek sosial yang umumnya berpengaruh
pada tingkat pendapatan keluarga sebagai
faktor ekonomi,
pendidikan juga dapat
Hal | 30
Nomor 04 Tahun 2012
mempengaruhi sikap dan tingkah laku
manusia dalam melakukan Antenatal care.
Berdasarkan
hasil
penelitian
disebutkan
sebagian
kecil
distribusi
pendidikan ibu adalah tidak tamat SD
sebanyak 5 responden (14,7%).
Dimana
tingkat
pendidikan
yang
rendah
menyebabkan acuh tak acuh terhadap
program
kesehatan
dan
pemeliharaan
kehamilannya sendiri sehingga mereka
kurang mengenal bahaya yang mungkin
terjadi. Tingkat pendidikan ibu yang rendah,
mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu
dalam menghadapi masalah kehamilan,
persalinan, nifas dan perawatan bayi, (Depkes
RI).
3. Pekerjaan responden
Pekerjaan merupakan suatu kegiatan
atau aktivitas seseorang untuk memperoleh
penghasilan guna memenuhi kebutuhan
hidup sehari – hari. Dari hasil penelitian
menunjukan bahwa dari 34 responden
sebagian besar tidak bekerja sebanyak 20
responden (58,8%).
Hal tersebut dimana dengan wanita
tidak bekerja maka pengetahuannya akan
kurang
karena
kurang
mendapatkan
informasi tentang kehamilan tetapi dengan
wanita yang tidak bekerja diluar rumah akan
mempunyai banyak waktu dalam memelihara
kehamilannya dan mengatur pekerjaan rumah
tangganya
Berdasarkan hasil penelitian disebutkan
sebagian kecil distribusi frekuensi pekerjaan
ibu adalah bekerja swasta sebanyak 14 orang
(41,2%). Dimana wanita yang bekerja maka
akan mudah mendapatkan informasi dan
pengetahuan tentang kehamilan sehingga
wanita
yang
bekerja
pengetahuannya
cenderung akan lebih luas.
4. Paritas
Umur saat hamil terlalu muda (kurang
dari 20 tahun) atau sudah tua (di atas 35
tahun) adalah resiko tinggi bagi ibu. Dari hasil
penelitian menunjukan bahwa dari 34
responden sebagian besar pada multi gravida
21 responden (61,8%).
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
ISSN: 2356-5454
Hal ini sesuai dengan pendapat
Wiknjosastro yang mengungkapkan bahwa
jumlah anak lebih dari dua cenderung
memiliki waktu yang lebih lama untuk
mempelajari sesuatu sehingga memilki
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan
dengan paritas yang kurang dari dua.
Berdasarkan penelitian disebutkan bahwa
sebagian kecil Distribusi ibu terdapat pada
primi gravida dan grande gravida.
Berdasarkan
hasil
penelitian
disebutkan sebagian kecil distribusi paritas
ibu
adalah primigaravida sebanyak 6
responden (17,6). Dimana pada primigravida
pada umumnya belum mempunyai gambaran
mengenai kejadian-kejadian yang akan
dialami selama kehamilannya, pada saat
melahirkan dan merawat bayinya, (Depkes
RI).
perawatan yang baik. Dari hasil penelitian
menunjukan bahwa sebagian besar dari 34
responden terdapat 15 responden (44,1%)
memiliki pengetahuan dengan kategori baik.
Perawatan
yang
baik
untuk
memperbaiki kesehatan wanita hamil secara
umum seperti mendatangi perawatan prenatal
sejak awal kehamilan, menjalani pola makan
seimbang termasuk suplemen vitamin yang
mengandung asam folat, olahraga yang
teratur sesuai anjuran, menghindari alkohol,
rokok dan obat-obatan terlarang. Riset selama
bertahun-tahun telah menunjukan wanita
hamil
yang
mendapatkan
perawatan
kehamilan yang layak cenderung memiliki
bayi yang sehat dan komplikasi yang sedikit
selama proses kelahiran dan penyembuhan,
(Yudi Santoso, panduan lengkap kebidanan.
2008).
5. Pengetahuan mengenai pemeriksaan
7. Pengetahuan mengenai Kebutuhan
kehamilan
Menurut Notoatmodjo pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknnya tindakan
seseorang. Perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku
yang
tidak
didasari
oleh
pengetahuan.
Dari
hasil
penelitian
menunjukan bahwa dari 34 responden
sebagian besar terdapat 19 responden (55,9%)
memiliki
tingkat pengetahuan dengan
kategori cukup.
Dimana Pemeriksaan kehamilan disini
bertujuan untuk memfasilitasi hasil yang
sehat dan positif bagi ibu maupun bayinya
dengan
jalan
menegekkan
hubungan
kepercayaan
dengan
ibu,
mendeteksi
komplikasi-komplikasi
yang
dapat
mengancam jiwa, mempersiapkan kelahiran
dan
memberikan
pendidikan,
(http/www.Depkes RI, Pelayanan ANC,
2005).
nutrisi
Kehamilan adalah motivasi terbaik bagi
ibu untuk mendapatkan perubahan nutrisi
yang direkomendasikan dalam diet dan gaya
hidup demi untuk bayi. Dari hasil penelitian
menunjukan bahwa sebagian besar dari 34
responden terdapat 13 responden (38,2%)
memiliki pengetahuan dengan kategori
kurang. Maka dari itu ibu hamil perlu
mengetahui bahwa pada masa kehamilan
membutuhkan
makanan
utama
(yang
mengandung karbohidrat), makanan untuk
pertumbuhan (yang mengandung protein),
makanan
untuk
pemulihan
(yang
mengandung Vitamin dan mineral) dan
makanan yang melancarkan aktivitas (yang
mengandung lemak, minyak dan gula),
disertai banyak cairan (air putih dan jenis
minuman lainnya), (Yudi santoso, panduan
lengkap kebidanan. 2008).
6. Pengetahuan mengenai perawatan
kehamilan
Cara terpasti untuk memiliki seorang
bayi yang sehat nantinya adalah dengan
menjalani gaya hidup yang sehat dan
memastikan kehamilan secara normal dengan
8. Pengetahuan ibu hamil tantang
Antenatal Care
Pentingnya untuk mengetahui bahwa
ibu mulai muncul tanda kemungkinan hamil
sampai akhir usia kehamilannya sangat
diperlukan
informasi
dan
penambah
pengetahuan tentang pengetahuan yang
bermanfaat untuk ibu dan janin yang
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 31
jikk
ISSN: 2356-5454
dikandungnya.
Dari
hasil
penelitian
menunjukan bahwa sebagian besar dari 34
responden terdapat 13 responden (38,2%)
memiliki pengetahuan dengan kategori
kurang. Maka dari itu ibu hamil yang
pengetahuannya kurang dapat diatasi dengan
cara memberikan konseling dan pertemuan
tatap muka yang diselenggarakan dengan
sengaja, percakapan mengarah pada bantuan
untuk ibu dengan tujuan agar ibu mengetahui
tentang pertumbuhan dan perkembangan
janin, nutrisi, latihan fisik, strategi membantu
diri sendiri, ketidaknyamanan yang biasa
terjadi dan tanda bahaya yang mungkin
terjadi dan ibu hamil harus segera mencari
pertolongan medis.
Analisis Bivariat
1. Hubungan antara umur dengan
tingkat pengetahuan ibu hamil tentang
Antenatal care
Berdasarkan
hasil
uji
statistik
menunjukkan bahwa ada hubungan antara
umur dengan pengetahuan ibu tentang
antenatal
care.
Dimana
pernyataan
Notoatmodjo S, yang menyatakan bahwa
semakin bertambah umur seseorang semakin
bertambah juga pengetahuan yang di miliki.
2. Hubungan antara pendidikan dengan
tingkat pengetahuan ibu tentang
Antenatal Care
Pendidikan sangatlah penting dalam
kehidupan sehari-hari. Pendidikan bisa saja
berpengaruh terhadap pengetahuan ibu hamil
dalam melakukan pemeriksaan kehamilan.
Berdasarkan
hasil
uji
statistik
yang
menunjukan bahwa ada hubungan antara
pendidikan dengan tingkat pengetahuan ibu
tentang antenatal care. Dimana Pendapat
Kontjoroningrat dalam buku Nursalam, yang
menyatakan
bahwa semakin tinggi
pendidikan seseorang, maka semakin mudah
seseorang menerima informasi. Ketidak
sesuaian ini bisa di pengaruhi olah paritas
yang lebih dari satu, umur yang sudah
matang, tingkat pendidikan responden yang
tidak merata serta kadar informasi tentang
antenatal care yang di dapatkan responden.
Hal | 32
Nomor 04 Tahun 2012
Hal ini bisa di lihat pada responden dengan
tingkat pendidikan SMP yang memiliki cukup
pengalaman,
serta
memiliki
tingkat
pengetahuan tentang antenatal care cukup
sama dengan responden yang berpendidikan
menengah dan tinggi. Ini bisa terjadi karena
mereka banyak mendapatkan informasi
tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan
baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Hubungan antara pekerjaan dengan
tingkat pengetahuan ibu tentang
antenatal care
Berdasarkan hasil uji statistik yang
menunjukan bahwa ada hubungan antara
pekerjaan dengan tingkat pengetahuan ibu
tentang
antenatal
care.
Hal
tersebut
dikarenakan ibu yang tidak bekerja mungkin
pangetahuannya kurang
karena kurang
mendapatkan informasi tentang kehamilan
sedang ibu yang bekerja mereka cenderung
berpengetahuan lebih luas dan banyak
mendapatkan informasi tentang pentingnya
pemeriksaan kehamilan baik secara langsung
maupun tidak langsung.
4. Hubungan antara paritas dengan tingkat
pengetahuan ibu tentang antenatal care
Berdasarkan
hasil
uji
statistik
menunjukkan bahwa ada hubungan antara
paritas dengan pegetahuan ibu hamil tentang
antenatal care. Dimana menurut penelitian
Elvin miradi (2008), ibu yang baru pertama
kali hamil merupakan hal yang sangat baru
sehingga termotivasi dalam memeriksakan
kehamilannya ketenaga kesehatan. Sebaliknya
ibu yang sudah pernah melahirkan lebih dari
satu orang mempunyai anggapan bahwa ia
sudah
berpengalaman
sehingga
tidak
termotivasi
untuk
memeriksakan
kehamilannya
Hal
tersebut
sesuai
dengan
pernyataan Notoatmodjo, yang menyatakan
bahwa
pengetahuan
dipengaruhi
oleh
beberapa faktor diantaranya oleh pengalaman
yang diperoleh seseorang. Pengalaman bisa
didapatkan
secara
langsung
maupun
pengalaman tidak langsung yang didapatkan
dari pengalaman orang lain, sehingga semakin
banyak seseorang mendapatkan pengalaman
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
ISSN: 2356-5454
maka semakin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki.
5.
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah penulis melakukan penelitian
mengenai “Hubungan karakteristik dengan
pengetahuan ibu tentang Antenatal Care di
Desa Biru Kecamatan Majalaya Kabupaten
Bandung “ dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Berdasarkan pengetahuan ibu hamil
mayoritas
mempunyai
tingkat
pengetahuan tentang Antenatal care
berpengetahuan kurang sebanyak 13
responden (38,2%).
2. Berdasarkan hasil uji statistik
menunjukkan bahwa ada hubungan
antara umur dengan pengetahuan
ibu hamil tentang Antenatal care,
hal tersebut terlihat dari hasil
pengolahan data Umur ibu hamil
mayoritas berumur 21–35 tahun
sebanyak 23 responden (67,6)
dengan berpengetahuan cukup dan
dilihat dari dimenci x² hitung lebih
besar dari x² tabel.
3. Berdasarkan hasil uji statistik
menunjukkan bahwa ada hubungan
antara
pendidikan
dengan
pengetahuan ibu hamil tentang
Antenatal care, hal tersebut terlihat
dari
hasil
pengolahan
data
pendidikan ibu hamil SMP sebanyak
18 responden (52,9%) dengan
berpengetahuan kurang dan dilihat
dari dimenci x² hitung lebih besar
dari x² tabel.
4. Berdasarkan hasil uji statistik
menunjukkan bahwa ada hubungan
antara
pekerjaan
dengan
pengetahuan ibu hamil tentang
Antenatal care, hal tersebut terlihat
dari
hasil
pengolahan
data
mayoritas ibu tidak bekerja 20
responden
(58,8%)
dengan
berpengetahuan kurang dan dilihat
dari dimenci x² hitung lebih besar
dari x² tabel.
Berdasarkan hasil uji statistik
menunjukkan bahwa ada hubungan
antara paritas dengan pengetahuan
ibu hamil tentang Antenatal care,
hal tersebut terlihat dari hasil
pengolahan data mayoritas ibu
hamil
dengan
multigravida
sebanyak 21 responden (61,8%)
dengan berpengetahuan cukup dan
dilihat dari dimenci x² hitung lebih
besar dari x² tabel.
Saran
Bagi Institusi
Kepada pihak institusi diharapkan
dengan adanya penelitian ini, mahasiswa
lebih baik lagi mamahami tentang hubungan
karakteristik dengan pengetahuan ibu hamil
tentang ANC
Bagi Peneliti
Terus menambah wawasan dan
pengetahuan tentang ilmu-ilmu pengetahuan
tentang kehamilan terkini dan menerapkan
kepada ibu hamil agar pengetahuan ibu hamil
tantang pemeliharaan kehamilannya akan
meningkat.
Bagi Tenaga Kesehatan
Dikarenakan ada hubungan antara
karakteristik ibu dengan pengetahuan maka
peneliti ingin menyampaikan agar bidan desa
diharapkan mengadakan penyuluhan dengan
metoda penyampaian disesuaikan dengan
kelompok umur dan paritas melalui
posyandu, poskesdes maupun kunjungan
rumah agar informasi tentang kesehatan
khususnya mengenai antenatal care dapat
diterima.
Bagi Ibu Hamil
Diharapkan ibu hamil dapat mengikuti
penyuluhan– penyuluhan supaya dapat
mengetahui informasi- informasinya tentang
kesehatan terutama mengenai antenatal care.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 33
jikk
ISSN: 2356-5454
REFERENSI
Arikunto,Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi
VI, Jakarta : Rineka Cipta.
Ayurai.2009. http:// queenzine.com/artikel
budaya dan pendidikan ibu nifas.htm
Budiarto, E. 2001. Biostatistik untuk kedokteran
dan Kesehatan masyarakat. Jakarta :
EGC
Depkes RI. 2001. Antenatal care. www.
Depkes RI.co.id
Depkes RI. 2005. http/www. Depkes RI,
Pelayanan ANC
Fakultas kedokteran UNPAD. Obstetri fisiologi.
Bandung
Hidayat, A. Azis Alimul. 2009. Metode
Penelitian Kebidanan dan Teknik analisis
Data Cetakan ketiga. Jakarta : Salemba
Medikal.
Kamisa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Kartika. Surabaya.
Hal | 34
Nomor 04 Tahun 2012
Mufdlilah. 2009. Panduan asuhan kebidanan ibu
hamil. Jogjakarta : Mitra cendikia
Notoatmodjo,Soekidjo.2010.
Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
cipta
Notoatmodjo Soekidjo. 2007. Promosi kesehatan
dan ilmu Prilaku. Jakarta : Rineka cipta
Profil Dinkes Jabar, 2008
Saifuddin. 2002. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta
Santosa, Yudi. 2008. Panduan lengkap kebidanan.
Yogyakarta : Mitra setia
Sarwono Prawirohardjo. 2006. Buku acuan
pelayanan kesehatan Maternal dan
Neonatal Edisi 1. Cet. 3... Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka
Tiran, Denise. 2006. Kamus Saku Bidan. Buku
kedokteran. Jakarta : EGC
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu kebidanan Ed.
3, Cet. 8… Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
ISSN: 2356-5454
PENGETAHUAN IBU POSTPARTUM TENTANG IKTERUS NEONATORUM
DI RUANG NIFAS RUMAH SAKIT KASIH BUNDA KOTA CIMAHI TAHUN 2013
Oleh
JM Weking
ABSTRAK
Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir dengan keadaan
meningginnya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa
dan alat tubuh lainnya bewarna kuning. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Ikterus Neonatorum Di Rumah Sakit Kasih Bunda meliputi
pengertian, tanda dan gejala, pencegahan, bahaya dan penanganan ikterus neonatorum di Rumah
Sakit Kasih Bunda.Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan
pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan secara accidental sampling yaitu dengan
mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan
konteks penelitianyaitu berjumlah 40 orang. Pengolahan dan analisis data disajikan dalam bentuk
tabel dan kemudian dilakukan intrepetasi data dan dimasukan ke dalam ketiga kategori nilai yaitu
baik, cukup, dan kurang.Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa Pengetahuanibu postpartum
tentang Ikterus Neonatorum Di Rumah Sakit Kasih Bunda berdasarkan nilai rata-rata berada pada
kategori baik sebesar 65,625%, mengenai pengertian Ikterus Neonatorum berada pada kategori baik
sebesar 82,5%, mengenai tanda dan gejala Ikterus Neonatorum adalah pada kategori baik sebesar
83,125%, mengenai pencegahan Ikterus Neonatorum adalah pada kategori baik sebesar 82,5%,
mengenai bahaya Ikterus Neonatorum adalah pada kategori baik sebesar 81,875%, mengenai
penanganan Ikterus Neonatorum adalah pada kategori baik sebesar 80,625%. Untuk meningkatkan
pengetahuan tentang ikterus neonatorum, diharapkan pada petugas kesehatan di RS Kasih Bunda
untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan memberikan promosi atau penyuluhan tentang ikterus
neonatorum
Kata kunci
: Pengetahuan, Ikterus Neonatorum
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara nasional angka kematian ibu
(AKI) di Indonesia pada tahun 2007 berjumlah
286 jiwa dari 100 ribu kelahiran hidup, dan
angka kematian bayi (AKB) sebanyak 32 dari
1000 kelahiran hidup, Sedangkan kematian
neonatal (umur 0-7 hari) adalah 275 neonatal
meninggal setiap hari. Sedangkan kematian
neonatal (umur 0-28 hari) adalah 275 neonatal
meninggal. (Depkes RI 2008).
Badan
pusat
statistik
(BPS)
melaporkan bahwa angka kematian bayi pada
tahun 2007 sebesar 34 per 1000 kelahiran
hidup Angka ini sedikit menurun jika
dibandingkan dengan angka kematian bayi
pada tahun 2005-2006 yang sebesar 35 per
1000
kelahiran
hidup.
Kecenderungan
penurunan angka kematian bayi dapat
dipengaruhi oleh pemerataan pelayanan
kesehatan berikut fasilitasnya. Pendapatan
masyarakat yang meningkat juga dapat
berperan melalui perbaikan gizi yang pada
gilirannya mempengaruhi daya tahan tubuh
terhadap serangan penyakit (Depkes RI 2008).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan
Propinsi Jawa Barat jumlah angka kematian
bayi kurang dari 1 tahun sebesar 69 per 1000
kelahiran hidup. Penyebab utama morbiditas
dan mortalitas neonatus diantaranya karena
komplikasi pada bayi baru lahir BBLR,
asfiksia, pneumonia dan infeksi serta ikterus
neonatorum.
(http://net.goodluckwith.us/tag/angkakejadian-ikterus-di-indonesia-tahun-2011)
Kematian bayi endogen atau yang
umum disebut dengan kematian neonatal
adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 35
jikk
ISSN: 2356-5454
pertama setelah dilahirkan dan umumnya
disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan
dengan pengaruh lingkungan luar (Depkes RI,
2008).
Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit
hati yang terdapat pada bayi baru lahir adalah
terjadinya
hiperbilirubinemia,
yang
merupakan salah satu kegawatan pada BBL
karena dapat menjad penyebab gangguan
tumbuh kembang bayi. Kelainan ini tidak
tremasuk
kelompok
penyakit
saluran
pencernaan
makanan,
namun
karena
kasusnya banyak dijumpai maka dianggap
perlu dikemukakan. (Ngastiyah, 1997)
Penelitian telah menunjukkan bahwa
lebih dari 50% kematian bayi terjadi dalam
periode neonatal yaitu dalam bulan pertama
kehidupan, sebagian besar bayi baru lahir
mengalami ikterus neonatorum sampai
tingkat yang bisa dilihat mata. Ikterus yang
tampak mata memperlihatkan kadar bilirubin
paling tidak 5 – 7 mg/dl. Terdapat banyak
sebab fisiologis timbulnya ikterus selama
minggu pertama setelah lahir.(Varney, 2008)
Banyaknya bayi baru lahir terutama
bayi kecil (bayi dengan berat badan lahir<
2500 gram atau usia gestasi 37 minggu)
mengalami ikterus pada minggu pertama
kehidupannya. Data epidemiologi yang ada
menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir
menderita ikterus yang dapat di deteksi secara
klinis dalam minggu kehidupan pada
kebanyakan kasus ikterik neonatorum kadar
bilirubin tidak
berbahaya dan tidak
memerlukan pengobatan. Sebagian besar
tidak memiliki penyebab dasar atau disebut
ikterus fisiologis yang akan menghilang pada
akhir minggu pertama kehidupan pada bayi
cukup bulan. Sebagian kecil memiliki
penyebab seperti hemolisis, septikemi,
penyakit metabolik (ikterus non fisiologis)
(Sastroasmoro, 2007).
Hiper bilirubin adalah istilah yang
dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada
hasil laboratorium, yang menunjukkan
peningkatan kadar bilirubin yaitu kehamilan
> 37 minggu dengan hasil bilirubin serum 12,5
mg/dl dan kehamilan < 37 minggu dengan
Hal | 36
Nomor 04 Tahun 2012
hasil bilirubin serum > 10 mg/dl. Hiper
bilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar
bilirubin mencapai nilai yang mempunyai
potensi menimbulkan kernikik terus dan jika
tidak ditanggulangi dengan baik akan
menyebabkan
keterbelakangan
mental
(Wikjosastro, 2002).
Semua orang tua harus mendapatkan
informasi mengenai tingginya frekuensi
ikterus pada bayi baru lahir. Pengetahuan
seorang
ibu
dapat
mempengaruhi
peningkatan kulaitas kesehatan bayinya.
Mereka dapat di nasehati untuk memberi
makan bayi sesering mungkin selama harihari pertama kehidupan agar merangsang
pengeluaran
mekoneum.
Mekonium
mempunyai kandungan tinggi bilirubin dan
pengeluarannya yang lambat meningkatkan
penyerapan ulang bilirubin sebagai bagian
dari proses pintasenterohepatik.(Varney, 2008)
Rumah Sakit Kasih Bunda yang
terletak di kota Cimahi merupakan Rumah
Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan
khususnya bagi masyarakat sekitar Rumah
Sakit. Salah satu pelayanan yang diberikan
adalah pelayanan bagi ibu dan anak termasuk
di dalamnya yaitu pemeriksaan kehamilan,
persalinan, pospartum, KB, dan imunisasi.
Jumlah persalinan pada bulan Januari 2013
adalah sebanyak 68 orang, rata-rata jumlah
persalinanan perbulannya adalah sebanyak 60
orang.
Dari studi pendahuluan di RS Kasih
Bunda
pada
bulan
Januari-Februari
didapatkan dari 130 bayi yang lahir pada
bulan Januari-Februari, ada 14 bayi yang
mengalam ikterus neonatorum fisiologis.
Berdasarkan uraian latar belakang
tersebut, maka peneliti tertarik untuk
mengambil judul penelitian: “Pengetahuan
Ibu Postpartum Tentang Ikterus Neonatorum
Di Ruang Nifas Rumah Sakit Kasih Bunda
Kota Cimahi Tahun 2013”
PEMBAHASAN
Pengetahuan adalah segala sesuatu
yang diketahui, berkenaan dengan hal
pelajaran atau ilmu pengetahuan. Sedangkan
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
menurut Soekidjo Notoatmodjo, pengetahuan
merupakan hasil dari tahu dn ini trejadi
setelah
orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. (Notoatmodjo,
2010)
Penginderaan
terjadi
melalui
pancaindera manusia, yakni penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian
besar
pengetahuan
manusia
diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan
dominasi yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over
behavior). (Notoatmodjo, 2010)
Pengetahuan Ibu Postpartum Secara Umum
Tentang Ikterus Neonatorum Di Ruang Nifas
Rumah Sakit Kasih Bunda Kota Cimahi Tahun
2013
Hiperbilirubinemia yang merupakan
salah satu kegawatan pada BBL karena dapat
menjad penyebab gangguan tumbuh kembang
bayi. Kelainan ini tidak tremasuk kelompok
penyakit saluran pencernaan makanan,
namun karena kasusnya banyak dijumpai
maka
dianggap
perlu
dikemukakan.
(Ngastiyah, 1997)
Penelitian telah menunjukkan bahwa
lebih dari 50% kematian bayi terjadi dalam
periode neonatal yaitu dalam bulan pertama
kehidupan, sebagian besar bayi baru lahir
mengalami ikterus neonatorum sampai
tingkat yang bias dilihat mata. Ikterus yang
tampak mata memperlihatkan kadar bilirubin
paling tidak 5 – 7 mg/dl.Terdapat banyak
sebabfisiologis timbulnya ikterus selama
minggu pertama setelah lahir.(Varney, 2008)
Semua orang tua harus mendapatkan
informasi mengenai tingginya frekuensi
ikterus pada bayi baru lahir. Pengetahuan
seorang
ibu
dapat
mempengaruhi
peningkatan kulaitas kesehatan bayinya.
Semua itu tentunya harus di dukung oleh
peran bidan sebagai mitra wanita untuk
senantiasa memberikan informasi tentang
ikterus neonatorum kepada ibu-ibu.
Berdasarkan data diatas pengetahuan
ibu pospartum secara umum cukup baik, ini
ISSN: 2356-5454
berarti petugas kesehatan telah memberikan
informasi yang cukup baik kepada pasien
tentang ikterus neonatorum. Tetapi, harus ada
peningkatan dari petugas kesehatan dalam
pemberian informasi atau penyuluhan agar
pengetahuan tentang ikterus neonatorum
meningkat.
Pengetahuan Tentang Pengertian Ikterus
Neonatorum
Berdasarkan diagram 5.2 secara
keseluruhan, Pengetahuan Ibu Postpartum
Tentang Pengertian Ikterus Neonatorum
dapat dideskripsikan bahwa dari 40
responden, responden memiliki pengetahuan
Baik sebanyak 18orang (45%), sedangkan
responden
memiliki
pengetahuan
cukupsebanyak 16orang (40%), dan repsonden
yang lainnya memiliki pengetahuan kurang
sebanyak 6 orang (15%). Dengan demikian
secara keseluruhan nilai rata-rata responden
yaitu sebanyak 82,5% termasuk dalam
kategori Baik
Kondisi ini dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan responden. Pentingnya para ibu
mengetahui tentang pengertian ikterus
neonatorum sehingga bisa mengetahui yang
fisiologis dan patologis. Dari data diatas
diperoleh secara keseluruhan pengetahuan
ibu tentang ikterus neonatorum adalah baik.
Menurut Notoatmodjo, Tingkat Pendidikan,
yaitu upaya untuk memberikan pengetahuan,
sehingga terjadi perubahan perilaku yang
positif dan meningkat dan Informasi, Seorang
yang mempunyai sumber lebih banyak akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas.
(Notoatmodjo, 2010). Ini berarti petugas
kesehatan telah memberikan informasi dan
penyuluhan denganbaik tentang ikterus
neonatorum.
Penelitian telah menunjukkan bahwa
lebih dari 50% kematian bayi terjadi dalam
periode neonatal yaitu dalam bulan pertama
kehidupan, sebagian besar bayi baru lahir
mengalami ikterus neonatorum sampai
tingkat yang bias dilihat mata. Ikterus yang
tampak mata memperlihatkan kadar bilirubin
paling tidak 5 – 7 mg/dl.Terdapat banyak
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 37
jikk
ISSN: 2356-5454
sebabfisiologis timbulnya ikterus selama
minggu pertama setelah lahir.(Varney, 2008)
Hiperbilirubin adalah istilah yang
dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada
hasil laboratorium, yang menunjukkan
peningkatan kadar bilirubin yaitu kehamilan
>37 minggu dengan hasil bilirubin serum 12,5
mg/dl dan kehamilan <37 minggu dengan
hasil
bilirubin
serum
>10
mg/dl.
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana
kadar bilirubin mencapai nilai yang
mempunyai potensi menimbulkan kernik
ikterus dan jika tidak ditanggulangi dengan
baik akan menyebabkan keterbelakangan
mental (Wikjosastro, 2002).
Pengetahuan Tentang Tanda dan Gejala
Ikterus Neonatorum
Berdasarkan diagram 5.3
secara
keseluruhan, Pengetahuan Ibu Postpartum
Tentang
Tanda
dan
gejala
Ikterus
Neonatorum dapat dideskripsikan bahwa dari
40
responden,
responden
memiliki
pengetahuan Baik sebanyak 18orang (45%),
sedangkan responden memiliki pengetahuan
cukupsebanyak
17orang
(42,5%),
dan
repsonden
yang
lainnya
memiliki
pengetahuan kurang sebanyak 5 orang
(12,5%). Dengan demikian secara keseluruhan
nilai rata-rata responden yaitu sebanyak
83,125% termasuk dalam kategori Baik
Dari data diatas didapat pengetahuan
ibu tentang tanda dan gejala ikterus
neonatorum berpengetahuan baik. Hal ini
berarti petugas kesehatan telah memberikan
informasi atau penyuluhan tentang ikterus
neonatorum dengan baik.
Adapun
tanda
gejala
ikterus
neonatorum
menurut
Handoko
(2003)
gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada
kulit, membrane mukosa dan bagian putih
(sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin
adalah mencapai sekitar 40 mg/dl.
Dan menurut widya (2007) gejala
utama dari ikterus neonatorum adalah kuning
dikulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping
itu dapat pula disertai gejala-gejala ;
Hal | 38
Nomor 04 Tahun 2012

Dehidrasi, asupan kalori tidak
adequat ( misalnya, kurang ,minum
dan muntah-muntah)
 Pucat sering berkaitan dengan anemi
hemolitik (misanya : ketidak cocokan
golongan darah ABO, rhesus, dan
defisiensi G-6-PD) atau kehilangan
darah ektravaskuler
 Trauma lahir, bruising, sefalhematom
( perdarahan kepala) dan perdarahan
lainnya.
 Pletorik
(penumpukan
darah),
polisitemia, yang dapat disebabkan
oleh keterlambatan memotong tali
pusat
 Letargi dan gejala sepsis lainnya
 Petekiae (bintik merah dikulit), sering
dikaitkan dengan infeksi kongenital,
sepsis atau eritroblastosis
 Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil
dari normal), sering berkaitan dengan
anemi hemolitik, infeksi kongenital
dan penyakit hati
 Hepatosplenomegali
(pembesaran
hati dan limpa)
 Omfalitis (peradangan umbilikus)
 Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas
tiroid)
 Masa abdominalis kanan (sering
berkaitan dengan duktus koledokus)
 Faeces seperti dempul disertai urine
warna coklat, pikirkan ke arah ikterus,
obstruksi,
selanjutnya
konsulkan
kebagiann hepatologi.
Pengetahuan Tentang Pencegahan Ikterus
Neonatorum
Berdasarkan diagram 5.4 secara
keseluruhan, Pengetahuan Ibu Postpartum
Tentang Pencegahan Ikterus Neonatorum
dapat dideskripsikan bahwa dari 40
responden, responden memiliki pengetahuan
Baik sebanyak 19orang (47,5%), sedangkan
responden
memiliki
pengetahuan
cukupsebanyak 14orang (35%), dan repsonden
yang lainnya memiliki pengetahuan kurang
sebanyak 7 orang (17,5%). Dengan demikian
secara keseluruhan nilai rata-rata responden
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
yaitu sebanyak 82,5% termasuk dalam
kategori Baik
Semua orang tua harus mendapatkan
informasi mengenai tingginya frekuensi
ikterus pada bayi baru lahir. Pengetahuan
seorang
ibu
dapat
mempengaruhi
peningkatan kualitas kesehatan bayinya.
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan
dimana kadar bilirubin mencapai nilai yang
mempunyai potensi menimbulkan kernik
ikterus dan jika tidak ditanggulangi dengan
baik akan menyebabkan keterbelakangan
mental (Wikjosastro, 2002). Agar tidak terjadi
hal yang tidak diinginkan akibat ikterus
neontatorum ini harus dilakukan pencegahan
agar bayi-bayi terhindar dari ikterus
neonatorum. Adapun cara pencegahannya
diantaranya yaitu :
 Pengawasan antenatal yang baik
 Menghindari obat-obat yang dapat
meningkatkan ikterus pada bayi dan
pada masa kehamilan dan juga pada
saat kelahiran misalnya obat-obatan :
sulfafurazal, novobiosin, oksitosin
dan lain-lain.
 Pencegahan dan mengobati hipoksia
pada janin dan neonatus
 Imunisasi yang baik,
 Pencegahan infeksi
Ada
yang
menganjurkan
penggunaan
nobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
(Ayurai, 2009)
Dari data diatas didapat pengetahuan
ibu tentang pencegahan ikterus neonatorum
berpengetahuan baik. Hal ini berarti petugas
kesehatan telah memberikan informasi atau
penyuluhan tentang ikterus neonatorum
dengan baik.
Pengetahuan
Tentang
Bahaya
Ikterus
Neonatorum
secara keseluruhan, Pengetahuan Ibu
Postpartum Tentang Bahaya
Ikterus
Neonatorum dapat dideskripsikan bahwa dari
40
responden,
responden
memiliki
pengetahuan Baik sebanyak 18orang (45%),
sedangkan responden memiliki pengetahuan
cukupsebanyak51orang
(37,5%),
dan
ISSN: 2356-5454
responden
yang
lainnya
memiliki
pengetahuan kurang sebanyak 7 orang
(17,5%). Dengan demikian secara keseluruhan
nilai rata-rata responden yaitu sebanyak
81,875% termasuk dalam kategori Baik
Dari data diatas didapat pengetahuan
ibu tentang bahaya ikterus neonatorum
berpengetahuan baik. Hal ini berarti petugas
kesehatan telah memberikan informasi atau
penyuluhan tentang ikterus neonatorum
dengan baik.
Adapun bahaya yang dapat ditimbulkan
dengan terjadinya ikterus neonatorum yaitu :
 Dehidrasi karena malas minum
(mengisap, muntah-muntah)
 Hipotermi, sianosis, leher kaku,
opistotonus
 Kerusakan
sel-sel
saraf
yang
menimbulkan gejala sisa berupa tuli
saraf (gangguan pendengaran)
 Kerusakan jaringan otak yang dapat
menimbulkan
reterdasi mental
(keterbelakangan mental)
Kadang-kadang apnoe
Bahaya
hiperbilirubin
adalah
kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirek pada otak
terutama pada korpus striatum, talamus,
nukleus subtalamus hipokampus, nukleus
merah dan nukleus di dasar ventrikel IV.
(Ngastiyah, 1997). Selain itu, ikterus
neonatorum merupakan salah satu penyebab
tingginya angka kematian bayi. Untuk itu
sangat penting bagi para ibu postpartum
mengetahui
tentang
bahaya
ikterus
neonatorum.
Pengetahuan Tentang Penanganan Ikterus
Neonatorum
secara keseluruhan, Pengetahuan Ibu
Postpartum Tentang Penanganan
Ikterus
Neonatorum dapat dideskripsikan bahwa dari
40
responden,
responden
memiliki
pengetahuan Baik sebanyak 17orang (42,5%),
sedangkan responden memiliki pengetahuan
cukupsebanyak
15orang (32,75%), dan
repsonden
yang
lainnya
memiliki
pengetahuan kurang sebanyak 8 orang (20%).
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 39
jikk
ISSN: 2356-5454
Dengan demikian secara keseluruhan nilai
rata-rata responden yaitu sebanyak 80,625%
termasuk dalam kategori Baik
Dari data diatas didapat pengetahuan
ibu tentang penanganan ikterus neonatorum
berpengetahuan baik. Hal ini berarti petugas
kesehatan telah mberikan informasi atau
penyuluhan tentang ikterus neonatorum
dengan baik.
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan
dimana kadar bilirubin mencapai nilai yang
mempunyai potensi menimbulkan kernik
ikterus dan jika tidak ditanggulangi dengan
baik akan menyebabkan keterbelakangan
mental (Wikjosastro, 2002). Selain itu, ikterus
neonatorum merupakan salah satu penyebab
tingginya angka kematian bayi. Untuk itu
sangat penting bagi para ibu postpartum
mengetahui tentang penanganan ikterus
neonatorum.
PENUTUP
Kesimpulan
BerdasarkanpenelitiantentangPengeta
huan Ibu Postpartum Tentang Ikterus
Neonatorum Di Ruang Nifas Rumah Sakit
Kasih Bunda Kota Cimahi Tahun 2013,
makadapatdisimpulkanPengetahuan
Ibu
Postpartum secarakeseluruhantentangIkterus
Neonatorumdengan nilai rata-rata sebesar
65,625%yang berada pada kategoricukup,
meliputi :
1. Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang
Ikterus
Neonatorumditinjaudarisegipengertia
n ikterus neonatorum di dapatnilai
rata-rata sebesar 82,5% yang berada
pada kategori baik
2. Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang
Ikterus
Neonatorumditinjaudarisegitanda
dan gejala ikterus neonatorum di
dapat nilai rata-rata sebesar 83,125%
yang berada pada kategori baik
3. Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang
Ikterus
Neonatorumditinjaudarisegipencegah
an ikterus neonatorum di dapatnilai
Hal | 40
4.
5.
Nomor 04 Tahun 2012
rata-rata sebesar 82,5% yang berada
pada kategori baik
Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang
Ikterus
Neonatorumditinjaudarisegibahaya
ikterus neonatorum di dapatnilai ratarata sebesar 81,875% yang berada
pada kategori baik
Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang
Ikterus
Neonatorumditinjaudarisegipenangan
an ikterus neonatorum di dapatnilai
rata-rata sebesar 80,625% yang
berada pada kategori baik
Saran
1.
Bagi TempatPenelitian
Petugas kesehatan senantiasa
memberikan penyuluhan atau konseling
kepada
masyarakat
(ibu
postpartum)khusunya tentang ikterus
neonatorum
agar
mereka
lebih
mengetahui dengan jelas tentang ikterus
neonatorum.
2. Bagi InstitusiPendidikan
Diharapkan
bagi
institusi
pendidkan agar dapat mengembangkan
materi perkuliahan tentang kesehatan ibu
dan anak yang diberikan salah satunya
tentang ikterus neonatorum, sehingga
dapat meningkatkan kualitas dari tahun
ke tahun baik pada program studi
kebidanan maupun pendidikan kesehatan
lainnya yang berhubungan dengan
masalah kebidanan.
3. Bagi Penulis
Diharapkanhasil penelitian ini
dapat
diinformasikan
kepada
ibu
postpartumuntuk
mengurangi
angka
kematian bayi yaitu dengan mencegah
bayinya dari ikterus neonatorum.
REFERENSI
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian :
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2005.Buku Ajar
Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
Cunningham, Gary, et. al. 2005. Obstetri
Williams. Ed. 21. Vol. 1. Jakarta: EGC.
Dowshen, Steve, et.al. 2002. Petunjuk Lengkap
Untuk Orangtua. Ed. 1. Cet. 1. Jakarta:
PT Grafindo Persada.
Hidayat, AA. 2011. Metode Penelitian Kebidanan
Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba
Medika.
Kriebs dan Gegor. 2009. Buku Saku Asuhan
Kebidanan Varney : volume 2. Jakarta:
EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2008.Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan.
Jakarta: ECG.
Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Notoatmodjo,
Soekidjo.2010.
Metodologi
Penelitian Kesehatan Cetakan Ketiga
Jakarta : Rineka Cipta
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri:
Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Ed.
2. Jakarta: EGC.
Saifudin, Abdul Bari: et. al. 2006. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bidan
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
ISSN: 2356-5454
Saifuddin, Abdul Bari; et. al. 2006. Buku
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Ed. 1, cet. 10.
Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Sudarti, 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi,
Dan Anak Balita. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Varney, Helen. 2006. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan. Ed. 4. Vol. 1. Jakarta: EGC.
Winjkosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan.
Edisi II. Cetakan Kelima. Bag. II.
Jakarta: YBPSP.
Winjkosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Maternal
Neonatal. Edisi II. Cetakan Kelima.
Bag. II. Jakarta: YBPSP.
http://www.healthy.detik.com. Diakses pada
tanggal 10 Maret 2013
http://www.tenaga-kesehatan.or.
id/publikasi. Diakses pada tanggal 10
Maret 2013
http://www. Wordpresss.com.Diakses pada
tanggal 10 Maret 2013
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 41
jikk
ISSN: 2356-5454
Nomor 04 Tahun 2012
HUBUNGAN ATARA INDUKSI PERSALINAN MENGGUNAKAN OKSITOSIN DENGAN
KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RS SARININGSIH BANDUNG TAHUN 2010
Oleh
Ajeng Widyastuti
ABSTRAK
Banyaknya penyulit pada ibu bersalin, seringkali membuat beberapa tindakan harus dilakukan.
Tindakan induksi persalinan menggunakan oksitosin sebagai salah satu tindakan yang memerlukan
perhatian khusus karena komplikasi dari induksi persalinan menggunakan oksitosin diantaranya
asfiksia neonatorum. Kematian bayi di Indonesia di masa neonatus yang disebabkan asfiksia
neonatorum menduduki peringkat kedua setelah BBLR yaitu sebanyak 27%. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan atara induksi persalinan menggunakan oksitosin dengan kejadian
asfiksia neonatorum. Desain penelitian yang digunakan adalah case control. Jumlah populasi yaitu
sebanyak 265 ibu bersalin yang mengalami induksi persalinan. Sample penelitian ini adalah ibu
bersalin yang dilakukan induksi persalinan di RS Sariningsih tahun 2010. Jumlah sample sebanyak 66
orang sebagai sample kasus, dan 66 orang sebagai sample kontrol yaitu ibu bersalin yang tidak
dilakukan induksi. Penentuan sample dengan menggunakan tehnik sample random sampling.
Analisa data melalui 2 tahap yaitu univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan bivariat untuk
melihat hubungan (chi square). Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan antara induksi
persalinan menggunakan oksitosin dengan kejadian asfiksia neonatorum. Diharapkan kepada para
bidan untuk melakukan asuhan kebidanan dan pengawasan yang baik pada setiap persalinan
dengan dan mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum.
Kata kunci: case control, hubungan, induksi persalinan, asfiksia neonatorum
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bidan merupakan tenaga kesehatan
dan mempunyai peranan penting dalam
upaya meningkatkan derajat kesehatan
dengan kewenangan sesuai dengan yang
tercantum pada Permenkes R.I. Nomor
HK.02.02/Menkes/149/2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktek bidan. Pada Pasal 8
Permenkes
R.I.
Nomor
HK.02.02/Menkes/149/2010
ditetapkan:
“Bidan dalam menjalankan prakteknya
berwenang unutk memberikan pelayanan
yang
meliputi:
pelayanan
kebidanan,
pelayanan kesehatan reproduksi perempuan
dan pelayanan kesehatan masyarakat”.
Pada Pasal 9 ayat (2) meliputi
pelayanan kebidanan yang terdiri dari
pelayanan kepada ibu dimulai pada masa
hamil, masa persalinan, masa nifas, menyusui.
Adapun pelayanan kepada bayi dimulai pada
masa bayi baru lahir sampai usia 28 hari. Pada
Pasal 10 ayat (2) pelayanan kebidanan pada
Hal | 42
ibu meliputi: penyuluhan dan konseling,
pemeriksaan fisik, pelayanan antenatal pada
kehamilan normal, pertolongan persalinan
normal dan pelayanan ibu nifas normal. Pada
Pasal 9 ayat (3) pelayanan kebidanan pada
bayi meliputi: pemeriksaan bayi baru lahir,
perawatan tali pusat, perawatan bayi,
resusitasi pada bayi baru lahir, pemberian
imunisasi bayi dalam rangka menjalankan
tugas.
pemerintah
dan
pemberian
penyuluhan. (Wintari Hariningsih dan Diah
Nurmayawati, 2010).
WHO
(World
Health
Organization)
memperkirakan, sebanyak 37 juta kelahiran
terjadi di kawasan Asia Tenggara setiap
tahun, sementara total kematian ibu dan bayi
baru lahir di kawasan ini diperkirakan
berturut-turut 170 ribu dan 1,3 juta per tahun.
Sebanyak 98 persen dari seluruh kematian ibu
dan anak di kawasan ini terjadi di India,
Bangladesh, Indonesia , Nepal dan Myanmar.
(Dangi, 2008).
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
Merujuk
pada
data
WHO
menunjukkan di Indonesia terdapat 307 orang
ibu meninggal dari 100.000 Kelahiran Hidup
(KH) akibat komplikasi kelahiran. Angka ini
berarti dalam setiap 2 jam terdapat 1 orang
ibu meninggal. Angka kematian ibu sebesar
itu sudah cukup untuk mendudukan
Indonesia sebagai negara paling tinggi tingkat
kematian ibu di Asia Tenggara. Sementara
menurut Departemen Kesehatan terdapat
sekitar 20.650 orang perempuan dan anak
meninggal setiap tahun akibat komplikasi
kehamilan dan kelahiran. ( Dangi, 2008).
Banyaknya penyulit pada ibu yang
mungkin terjadi pada saat kehamilan,
persalinan dan nifas, merupakan masalah
yang perlu mendapat perhatian khusus.
Kasus-kasus persalinan dengan induksi
oksitosin diantaranya adalah kasus ketuban
pecah dini yang bisa menyebabkan berbagai
komplikasi baik pada ibu maupun janin.
Komplikasi pada ibu misalnya infeksi intra
uterine (amnionitis vaskulitis). Jadi akan
mengingatkan mortalitas dan mobiditas
maternal dan perinatal. Komplikasi pada bayi
diantaranya asfiksia, IUFO (Intra Uterine Fetal
Deats), dan premativitas. Jadi tindakan
induksi persalinan dengan oksitosin adalah
sebagai salah satu solusi dalam usaha
mencapai kelahiran bayi.
Target MDGs (Millennium Development
Goals) yang menetapkan penurunan angka
kematian balita sampai dua per tiganya dalam
kurun waktu 2009-2015 dan meningkatkan
kualitas kesehatan ibu harus menjadi
komitmen semua pihak. Seiring dengan itu
dalam
Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
Nasional
(RPJMN)
2009
menetapkan beberapa target yaitu Umur
Harapan Hidup (UHH) sebesar 70,6 tahun,
menurunnya angka kematian ibu dari 307
orang menjadi 226 orang per seratus ribu
kelahiran hidup, menurunnya angka kematian
bayi menjadi 26 orang per seribu kelahiran
hidup, menurunnya prevalensi gizi kurang
pada anak balita dari 25,8% menjadi 20%.
Pada tahun 2009 Departemen Kesehatan telah
menetapkan target untuk menurunkan angka
ISSN: 2356-5454
kematian bayi baru lahir (AKBBL) dari 20 bayi
menjadi 15 bayi per seribu. (Dangi, 2008).
Berdasarkan data yang ada ternyata
kematian pada masa neonatus memberikan
kontribusi sekitar 57% dari semua kematian
selama tahun pertama kehidupan bayi.
Berbagai penyebab langsung kematian bayi
pada masa neonatus seperti Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) sebanyak 29%, asfiksia
sebanyak 27%, tetanus sebanyak 10%, infeksi
sebanyak 15%, hematology sebanyak 6%,
pemberian ASI sebanyak 10% dan lain-lain
sebanyak 13%. Terlihat bahwa asfiksia
menduduki peringkat kedua setelah BBLR,
meskipun hanya menduduki urutan kedua
kita tidak bisa menganggap asfiksia hal kecil
karena sesuatu yang besar berawal dari
sesuatu yang kecil, untuk itu kita juga perlu
memperhatikan hal tersebut. (Siswono, 2006 ).
Menurut Sutrisno dan Kurnia E,
bahwa gawat janin selama persalinan
menunjukkan hipoksia (kurang oksigen) pada
janin. Tanpa oksigen yang adekuat, denyut
jantung janin kehilangan variabilitas dasarnya
dan menunjukkan deselerasi (perlambatan)
lanjut pada kontraksi uterus. Bila hipoksia
menetap, glikolisis (pemecahan glukosa)
anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH
janin yang menurun. Penyebab terjadinya
gawat janin adalah persalinan yang
berlangsung lama, terjadinya
perdarahan
atau infeksi dan insufisiensi plasenta yang
bisa diakibatkan karena postterm dan
preeklamsia serta aktivitas uterus yang
berlebihan, hipertonik uterus yang dapat
dihubungkan dengan pemberian oksitosin
ketika dilakukan induksi persalinan. Gerakan
janin yang menurun atau berlebihan
menandakan gawat janin. Tetapi biasanya
tidak ada gejala-gejala yang subyektif.
Seringkali indikator gawat janin yang pertama
adalah perubahan dalam pola denyut jantung
janin (bradikardia, takikardia, tidak adanya
variabilitas atau deselerasi lanjut), hipotensi
pada ibu, suhu tubuh yang meningkat atau
kontraksi uterus yang hipertonik atau
ketiganya
secara
keseluruhan
dapat
menyebabkan asfiksia (kegagalan nafas
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 43
jikk
ISSN: 2356-5454
adekuat pada menit-menit pertama kelahiran)
janin. (sutrisno, 2008).
Jika melihat data persalinan di Rumah
Sakit Sariningsih Bandung periode Januari
2010 – Desember 2010, jumlah persalinan
sebanyak 917 kasus. Terdiri dari jumlah
kelahiran normal sebanyak 593, persalinan
dengan induksi menggunakan oksitosin 122
kasus, persalinan karena induksi gagal
kemudian dilakukan operasi sectio sebanyak
143 kasus dan persalinan dengan sectio karena
kasus lain 181 kasus. Melihat fakta yang ada,
peneliti
terinspirasi
untuk
melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Antara
Induksi Persalinan Menggunakan Oksitosin
Dengan Asfiksia Neonatorum Di Rumah Sakit
Sariningsih Bandung Periode Januari 2010 –
Desember 2010”.
Nomor 04 Tahun 2012
ibu yang mengalami induksi persalinan
sebanyak 66 orang sebagi kasus dan sebagai
kontrol sebanyak 66 orang ibu bersalin yang
tidak mengalami induksi persalinan
Kemudian
hasil
penelitian
ini
disajikan dalam bentuk analisa univariat dan
analisi bivariat. Analisis univariat yaitu untuk
melihat gambaran distribusi frekuensi yaitu
proporsi induksi persalinan menggunkan
oksitosin berdasarkan kasus dan kontrol,
untuk
mengetahui
proporsi
asfiksia
neonatorum karena faktor induksi persalinan
dan untuk mengetahui proporsi asfiksia
neonatorum karena faktor bukan induksi
persalinan. Sedangkan analisis bivariat yang
diteliti yaitu hubungan antara induksi
persalinan menggunakan oksitosin dengan
kejadian asfiksia neonatorum. Disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk
analisis univariat dan tabel silang pada
analisis bivariat.
Analisis Univariat
Berjuang untuk melihat gambaran
distribusi frekuensi yaitu proporsi induksi
persalinan
menggunkan
oksitosin
berdasarkan kasusu dan control, asfiksia
neonatorum karena faktor induksi persalinan
menggunakan
oksitosin
dan
asfiksia
neonatorum karena faktor bukan induksi
persalinan menggunakan oksitosin. Berikut ini
penulis sajikan hasil univariat yang telah
dilakukan.
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Setelah
dilakukan
penelitian
mengenai
hubungan
antara
induksi
persalinan menggunakan oksitosin dengan
kejadian
asfiksia
neonatorum
di
RS
Sariningsih Bandung tahun 2010 yang
dilakukan pada bulan maret-mei 2011 dengan
rancangan penelitian menggunakan kasus
kontrol dan menggunakan pendekatan
retrospektif.
Jenis data didapat dari data sekunder,
sumber data diperoleh dari catatan/status
pasien di ruang bersalin, yang diambil adalah
Gambaran Bayi Yang Asfiksia Neonatorum dan Bayi Yang Tidak Asfiksia Neonatorum Karena Faktor
Induksi Persalinan Menggunakan Oksitosin
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Bayi Yang Mengalami Asfiksia Neonatorum dan Bayi
Yang Tidak Asfiksia Neonatorum Karena Faktor Induksi Persalinan Menggunkan Oksitosin
Induksi Persalinan
Asfiksia Neonatorum
Tidak Asfiksia Neonatorum
Total
Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan table diatas bahwa bayi yang
mengalami asfiksia neonatorum karena factor
induksi persalinan menggunkan oksitosin
adalah sebanyak 43 bayi (65,2 %), artinya lebih
Hal | 44
N
43
23
66
%
65, 2
34, 8
100
dari setengah, sedangkan abyi yang tidak
mengalami asfiksia neonatorum karena
induksi persalinan menggunkan oksitosin
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
adalah sebanyak 23 bayi (34,8 %) atau kurang
ISSN: 2356-5454
dari
setengahnya.
Gambaran Bayi Yang Asfiksia Neonatorum dan Bayi Yang Tidak Asfiksia Neonatorum Karena Faktor
Bukan Induksi Persalinan Menggunakan Oksitosin
Tabel 2 Disribusi Frekuensi Bayi Yang Mengalami Asfiksia Neonatorum Karena Faktor Bukan
Induksi Persalinan Menggunakan Oksitosin.
Persalinan
Induksi
Persalinan
Menggunakan
Oksitosin
N
%
Asfiksia Neonatorum
21
32, 8
Tidak Asfiksia Neonatorum
45
68, 2
Total
66
100
Berdasarkan table diatas bahwa bayi yang
mengalami asfiksia neonatorum karena factor
bukan induksi persalinan adalah sebanyak 21
bayi (31,8 %), artinya kurang dari setengah,
sedangkan bayi yang tidak mengalami
asfiksia neonatorum karena factor bukan
induksi persalinan menggunakan oksitosin
adalah sebanyak 45 bayi (48,2 %) atau lebih
dari setengahnya.
Analisis Bivariat
Analisis bivariate dilakukan untuk
melihat pengaruh masing-masing variabel
terhadap kejadian asfiksia neonatorum. Dari 2
variabel
yaitu
induksi
persalinan
menggunakan oksitosin.
Induksi Persalinan Menggunakan Oksitosin
Tabel 3 Hubungan Antara Induksi Persalinan Menggunakan Oksitosin Dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum
Tidak
Induksi
Induksi Persalinan
Total
Nilai P
OR
Persalinan
N
%
N
%
n
%
Asfiksia
43
65,2
21
31,8
64
100
Neonatorum
Tidak
Asfiksia
23
34,8
45
68,2
68
100
0,66
1,869
Neonatorum
Total
66
100
66
100
132
100
Berdasarkan tabel 5,3 hasil uji statistik
menghasilkan p value = 0,66 yang berarti <
alpha hal ini menunjukan bahwa p value <
alpha (0,10) maka secara statistik ada
hubungan yang bermakna antara induksi
persalinan menggunakan oksitosin dengan
kejadian
asfiksia
neonatorum
di
RS
Sariningsih pada tahun 2010 atau hipotesis nol
(Ho) ditolak, artinya terdapat hubungan
antara induksi persalinan menggunakan
oksitosin
dengan
kejadian
asfiksia
neonatorum.
Untuk mengetahui faktor resiko
induksi persalinan menggunakan oksitosin
terhadap asfiksia neonatorum, dilakukan
analisis menggunakan Odds Ratio (OR), dan di
dapatkan nilai OR adalah 4,006. Hal ini berarti
causative (menjadi penyebab), artinya bahwa
induksi persalinan menggunakan oksitosin
dapat mengakibatkan asfiksia neonatorum.
Penelitian ini menggunakan data
sekunder yang diambil dari catatan rekam
medik meliputi kejadian induksi persalinan
menggunakan oksitosin dan kejadian asfiksia
neonatorum. Seluruh data sekunder ditulis
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 45
jikk
ISSN: 2356-5454
pada lembar pengumpulan data, informasi
yang didapat dari hasil pegolahan data ini
tidak dapat menggambarkan status kesehatan
masyarakat namun hanya menggambarkan
status kesehatan ibu yang melahirkan di RS
Sariningsih Bandung.
Berdasarkan
hasil
penelitian
didapatkan bahwa ada hubungan antara
induksi persalinan menggunakan oksitosin
dengan kejadian asfiksia neonatorum. Hal
tersebut dapat terlihat dari hasil perhitungan
uji statistik menunjukan bahwa dari jumlah
persalinan
yang
dilakukan
induksi
menggunakan oksitosin sebanyak 65,2% yang
kelahiran bayinya mengalami asfiksia. Hal ini
menunjukan bahwa sebagian besar bayi
mengalami asfiksia neonatorum karena faktor
induksi persalinan menggunakan oksitosin,
sedangkan bayi yang tidak mengalami
asfiksia karena faktor induksi sebanyak 34,8%,
dan bayi yang mengalami asfiksia karena
faktor tidak induksi sebesar 31,8%, bayi yang
tidak mengalami asfiksia karena factor tidak
induksi sebanyak 68,2%.
Hasil
penelitian
uji
statistic
menghasilkan p value = 0,66 yang berarti <
alpha. Hal ini menunjukan bahwa p value <
alpha (0,10) maka secara statistik ada
hubungan yang bermakna antara induksi
persalinan menggunakan oksitosin dengan
kejadian asfiksia neonatorum di RS.
Sariningsih tahun 2010 atau hipotesis nol (Ho)
ditolak, artinya terdapat hubungan antara
induksi persalinan menggunakan oksitosin
dengan kejadian asfiksia neonatorum.
Untuk mengetahui faktor resiko
induksi
persalinan
terhadap
asfiksia
neonatorum dilakukan analisis menggunakan
perhitungan Odds Rasio(OR), dan didapatkan
hasil OR sebesar 1,869. Hal ini berarti causative
menjadi
penyebab,
artinya
dapat
mengakibatkan asfiksia neonatorum.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat
David (2002, dalam Jordan S, 2003) yang
menyatakan bahwa efek samping penggunaan
oksitosin dalam induksi persalinan yaitu
terjadinya hiperstimulasi uterus. Dimana
hiperstimulasi uterus mengakibatkan hipoksia
Hal | 46
Nomor 04 Tahun 2012
janin dan akan berlanjut pada kelahiran maka
akan terjadi asfiksia neonatorum.
Dijelaskan juga oleh Sue (2003, dalam
liu D.TY,2007) bahwa salah satu efek samping
oksitosin yang di berikan ketika induksi
persalinan yaitu terjadinya hipoksia fetal
dimana pada saat kontraksi uterus terjadi
kompresi pembuluh darah yang akan
mengganggu pengangkutan oksigen kedalam
uterus, plasenta dan janin. Normalnya,
oksigenasi akan pulih kembali setelah terjadi
setelah relaksasi uterus dan pemulihan
keadaan ini mencegah penumpukan asam
laktat. Akan tetapi, jika uterus mengalami
stimulasi yang berlebihan dan relaksasinya
terlalu singkat, maka akan terjadi hipoksia
serta asidosis pada janin. Tetani atau spasme
uterus dapat mengurangi aliran darah ke
uterus hingga suatu taraf dimana janin akan
mengalami asfiksia dengan kemungkinan
terjadinya perdarahan intracranial atau
kematian. Karena itu, frekuensi jantung janin
harus terus dipantau untuk mendeteksi tandatanda dini gawat janin. Pemberian oksitosin
dengan dosis yang lebih tinggi disertai
dengan peningkatan frekuensi melahirkan
yang dibantu untuk indikasi bradikardia fetal,
dan menyebabkan lebig banyak neonates yang
lahir dengan nilai Apgar kurang dari tujuh.
Penelitian
di
Negara
berkembang
menunjukan bahwa peningkatan resiko
terjadinya perdarahan intracranial pada janin
memiliki kaitan dengan pemberian oksitosin
di RS dengan fasilitas pemantauan janin dan
uterus yang kurang optimal. Maringan
berpendapat bahwa “asfiksia neonatorum
merupakan
penyebab
mortalitas
dan
morbiditas yang penting.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil penelitian terhadap 66 ibu
bersalin yang mengalami induksi persalinan
dengan 66 ibu yang tidak mengalami induksi
persalinan serta pembahasan mengenai
hubungan
antara
induksi
persalinan
menggunakan oksitosin dengan kejadian
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
asfiksia neonatorum di Rs Sariningsih tahun
2010, dapat disimpulkan bahwa :
Berdasarkan hasil uji statistik Chi –
Square menghasilkan p value < alpha, artinya
terdapat hubungan yang signifikan antara
induksi persalinan menggunakan oksitosin
dengan kejadian asfiksia neonatorum (p value
= 0,66 Dengan alpha = 0,10).
1. Faktor resiko pada induksi persalinan
dengan menggunakan oksitosin yang
berakibat
asfiksia
neonatorum
ternyata cukup tinggi yaitu sebesar
1,869.
2. Berdasarkan hasil penelitian bahwa
bayi
yang
mengalami
asfiksia
neonatorum karena faktor induksi 43
bayi (65,2%) artinya lebih dari
setengahnya sedangkan bayi yang
tidak mengalami asfiksia karena
factor tidak induksi persalinan adalah
sebanyak 45 bayi (68,2%) artinya lebih
dari setengahnya.
Saran
Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat
lebih meningkatkan pelanyanan
kesehatan khususnya para bidan,
untuk
melakukan
asuhan
secara
komprehensif dan memeberikan pelayanan
kesehatan yang baik kepada ibu hamil dan ibu
bersalin khususnya yang beresiko terhadap
hal-hal yang bisa menyebabkan asfiksia
neonatorum.
Diharapkan bidan dapat melakukan
asuhan kebidanan untuk mencegah terjadinya
asfiksia dalam kehamilan yaitu dengan
melakukan pemeriksaan kehamilan sehingga
deteksi dini dan perbaikan sedini mungkin,
jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan
dapat segera dilakukan tindakan sesuai
dengan standar pelayanan kebidanan.
Diharapkan pada saat persalinan
melakukan observasi yang baik pada ibu dan
juga janin.
Diharapkan
memperhatikan
dan
mewaspadai kemungkinan adanya faktorfaktor yang lebih berperan dan berhubungan
ISSN: 2356-5454
dalam mempengaruhi terjadinya asfiksia
neonatorum.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat
menjadi masukan bagi penentu kebijakan di
RS Sariningsih terutama bagian kebidanan,
dalam meningkatkan pelayanan khususnya
protap dalam penatalaksanaan kasus induksi
persalinan menggunakan oksitosin dan
penanganan asfiksia neonatorum.
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut
yang berkaitan dengan induksi persalian
menggunakan oksitosin, dengan meneliti
kemungkinan-kemungkinan apa lagi yang
timbul
akibat
induksi
persalinan
menggunakan oksitosin selain asfiksia
neonatorum.
REFERENSI
Arikunto S. 2006 Prosedur penelitian suatu
pendekatan praktik. Rineka Cipta.
Jakarta.
Boyle M. 2007 Buku saku bidan kedaruratan
dalam persalinan. EGC. Jakarta.
Budiarto E. 2003 Metodologi Penelitian
Kedokteran. EGC. Jakarta.
Dangi. 2008 Angka kematian ibu dan balita
tinggi.
http://www.akuindonesia
wordpress.com.
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2007. Metode
Penelitian Kebidanan Teknik Analisis
Data. Jakarta : Salemba Medika.
JNPK-KR. 2005. Pelatihan Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergency Dasar. Jakarta :
Depkes RI
Jordan S. 2003 Farmakologi kebidanan. EGC.
Jakarta.
Liu D. T.Y. 2007 Manual persalinan. EGC.
Jakarta.
Manuaba 2010 Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan, dan KB. EGC. Jakarta.
Mochtar, Rustam. 1998 Sinopsis Obstetri. EGC.
Jakarta.
Notoatmodjo S. 2005 Metodologi penelitian dan
kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Prawiroharjo, Sarwono. 2002. Ilmu Bedah
Kebidanan.Yayasan Bina Pustaka
Riyanto, Agus. 2011. Metodologi Penelitian
Kesehatan Yogjakarta: Nuha Medika
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 47
jikk
ISSN: 2356-5454
Saefuddin A.B. 2002 Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Penerbit JNPKKR-POGI.
Jakarta.
Siswono. 2006 Tingkat Kematian Di Jawa Barat
Tinggi
.http://
www.suarapembaruan.com.
Varney, Helen. 2008 Asuhan Kebidanan Edisi 4
Vol 2. EGC. Jakarta.
Hal | 48
Nomor 04 Tahun 2012
Wiknyosastro,H. 2005 Ilmu kebidanan. YBP-SP.
Jakarta.
Winson dkk. 2008 Kamus kebidanan bergambar.
EGC. Jakarta.
Wintari Hariningsih dan Diah Nurmayawati,
2010 Bidan: Etika Profesi Dan Hukum
Kesehatan. IBS. Bandung.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
ISSN: 2356-5454
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU BERSALIN TENTANG BAYI DENGAN BERAT BADAN
LAHIR RENDAH DI RUANG DEBORA (NIFAS) RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG
Oleh
Nunung Kanianingsih
ABSTRAK
Kematian bayi lahir sebesar 79% terjadi setiap minggu pertama kelahiran terutama pada saat
persalinan. Penyebab utama kematian bayi baru lahir adalah prematuritas dan bayi berat lahir
rendah (29%), asfiksia neonatorum (27%), tetanus neonatorum (10%) dan masalah pemberian ASI
(10%). Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap
kematian perinatal dan neonatal. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif.
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu bersalin di RS Immanuel dalam kurun waktu 1 (satu) bulan
yaitu sebanyak 100 orang. Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan tehnik non random sampling, sehingga didapatkan sampel penelitian ini sebanyak 50
orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner. Pengolahan
data dilakukan secara manual dan computer, yang disajikan dalam bentuk diagram distribusi
frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 32% responden berpengetahuan
baik tentang pengertian BBLR, 54% berpengetahuan baik tentang penyebab BBLR, 36%
berpengetahuan baik tentang pencegahan terjadinya BBLR, 24% berpengetahuan baik tentang
komplikasi pada BBLR dan 46% responden berpengetahuan baik tentang asuhan pada BBLR. Secara
keseluruhan didapatkan gambaran pengetahuan responden tentang BBLR adalah sebanyak 22%
responden berpengetahuan baik, 40% responden berpengetahuan cukup dan 38% responden
berpengetahuan kurang. Konseling dan pemberian informasi kepada ibu hamil perlu ditingkatkan
agar angka kejadian BBLR bisa ditekan.
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pembangunan kesehatan merupakan
bagian yang terjadi dari pembangunan
sumber daya manusia, yaitu mewujudkan
bangsa yang maju, mandiri, sejahtera lahir
dan batin. Salah satunya adalah yang
mempunyai derajat kesehatan yang tinggi
pula, untuk itu pembangunan kesehatan
ditujukan guna mewujudkan manusia yang
sehat, cerdas dan produktif serta mempunyai
daya saing yang tinggi. Pembangunan yang
sesuai dengan insan harus dilakukan dalam
keseluruhan proses kehidupan manusia mulai
dari dalam kandungan bahkan jauh
sebelumnya.
Salah satu indikator derajat kesehatan
di Indonesia yaitu adanya Angka Kematian
Bayi (AKB).
Menurut Survey Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) AKB
di
Indonesia pada tahun 2008 sebesar 35 per 1000
kelahiran. Sedangkan menurut survey yang
dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik.
Propinsi Jawa Barat AKB di Jawa Barat
sebesar 43,40 per 1000 kelahiran. (Republik
Newsroom, 2008). Pada tahun 2007, AKB di
Kota Bandung adalah 160 per 1000 kelahiran
hidup. (www.bilqissq.blogspot.com, 2008)
Kematian bayi lahir sebesar 79%
terjadi setiap minggu pertama kelahiran
terutama pada saat persalinan. Penyebab
utama kematian bayi baru lahir adalah
prematuritas dan bayi berat lahir rendah
(29%), asfiksia neonatorum (27%), tetanus
neonatorum (10%) dan masalah pemberian
ASI (10%). Kelangsungan hidup bayi baru
lahir sangat ditentukan kondisinya pada saat
dalam kandungan, saat proses persalinan dan
periode kritis dimasa awal kelahiran. ( Budhi,
2007 ).
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
merupakan
salah
satu
faktor
yang
berkontribusi terhadap kematian perinatal
dan neonatal. Menurut Prawirohardjo (2005),
BBLR dibedakan menjadi 2 kategori yaitu :
BBLR karena premature (usia kandungan
kurang dari 37 minggu) atau BBLR karena
intrauterine growth retardation (IUGR) yaitu
bagi cukup bulan tetapi berat kurang untuk
usianya.
Salah satu rumah sakit di kota
Bandung yang frekuensi bersalinnya cukup
banyak adalah Rumah Sakit Immanuel. Hasil
perhitungan data dari buku register
pertolongan persalinan di Rumah sakit
Imanuel Bandung periode Januari-Maret 2011
diperoleh bahwa dari jumlah yang melahirkan
bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
< 2500 gram sebanyak 81 dari 368 persalinan
(22,01%).
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 49
jikk
ISSN: 2356-5454
Mengingat masih banyaknya angka
kejadian bayi dengan berat badan lahir
rendah, maka sangatlah perlu untuk
meningkatkan pengetahuan ibu bersalin
mengenai bayi dengan berat badan lahir
rendah
agar
dapat
meningkatkan
kesejahteraan bayi. Selain itu, masa awal
kehidupan bayi yang lahir dengan berat
badan rendah dapat tetap terjaga kualitas
kesehatannya.
Atas dasar tersebut maka penulis merasa
tertarik untuk melakukan penelitian judul
“Gambaran Pengetahuan Ibu Bersalin Tentang
Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di
Ruang
Debora
(Nifas)
Rumah
Sakit
Immanuel”.
Nomor 04 Tahun 2012
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pengetahuan ibu bersalin tentang bayi dengan
berat badan lahir rendah di ruang Debora
Rumah Sakit Immanuel Bandung yang
diteltiti adalah meliputi pengertian BBLR,
penyebab terjadinya BBLR, pencegahan
terjadinya
BBLR,
komplikasi
yang
ditimbulkan akibat BBLR, dan asuhan untuk
BBLR.
Gambaran hasil penelitian secara keseluruhan
pengetahuan wanita usia subur dari keempat
aspek tersebut adalah :
Tabel 5.1.1
Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Pengertian BBLR
Pengetahuan Responden
Frekuensi (orang)
Baik
16
Cukup
6
Kurang
28
Jumlah
50
Presentase ( % )
32
12
56
100
Diagram 5.1.1
Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Pengertian BBLR
32%
Baik
Cukup
Kurang
56%
12%
Berdasarkan tabel 5.1.1 dan diagram di atas,
pengetahuan responden tentang pengertian
BBLR didapatkan responden memiliki
pengetahuan baik sebanyak 16 orang ( 32 % ),
yang berpengetahuan cukup 6 orang ( 12% )
dan yang memiliki pengetahuan kurang
sebanyak 28 orang ( 56% ).
Tabel 5.1.2 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penyebab Terjadinya BBLR
Pengetahuan Responden
Frekuensi (orang)
Presentase ( % )
Baik
27
54
Cukup
16
32
Kurang
7
14
Jumlah
50
100
Hal | 50
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
ISSN: 2356-5454
Diagram 5.1.2
Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penyebab BBLR
14%
Baik
54%
Kurang
32%
Berdasarkan tabel 5.1.2 dan diagram di atas,
pengetahuan responden tentang penyebab
BBLR
didapatkan
responden
yang
berpengetahuan baik sebanyak 27 orang
Cukup
(54%), berpengetahuan cukup 16 orang (32%)
dan yang memiliki pengetahuan kurang 7
orang (14 %).
Tabel 5.1.3 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Pencegahan Terjadinya BBLR
Pengetahuan Responden
Frekuensi (orang)
Presentase ( % )
Baik
18
36
Cukup
7
14
Kurang
25
50
Jumlah
50
100
Diagram 5.1.3
Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Pencegahan BBLR
36%
Baik
50%
Cukup
Kurang
14%
Berdasarkan tabel 5.1.3 dan diagram di atas,
pengetahuan responden tentang pencegahan
terjadinya
BBLR,
didapatkan
yang
berpengetahuan baik sebanyak 18 orang
(36%), berpengetahuan yang cukup 7 orang
(14 %) dan yang memiliki pengetahuan
kurang 25 orang (50 %).
Tabel 5.1.4 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Komplikasi Pada BBLR
Pengetahuan Responden
Frekuensi (orang)
Presentase ( % )
Baik
12
24
Cukup
16
32
Kurang
22
44
Jumlah
50
100
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 51
jikk
ISSN: 2356-5454
Nomor 04 Tahun 2012
Diagram 5.1.4
Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Komplikasi BBLR
24%
Baik
44%
Cukup
Kurang
32%
Berdasarkan Tabel 5.1.4 dan diagram di atas,
pengetahuan responden tentang komplikasi
pada BBLR didapatkan responden yang
memiliki pengetahuan baik sebanyak 12 orang
(24 %), berpengetahuan cukup 16 orang (32%)
dan responden memiliki pengetahuan kurang
sebanyak 22 orang (44 %).
Tabel 5.1.5 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Asuhan BBLR
Pengetahuan Responden
Frekuensi (orang)
Baik
23
Cukup
18
Kurang
9
Jumlah
50
Presentase ( % )
46
36
18
100
Diagram 5.1.5
Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Asuhan BBLR
18%
46%
Baik
Cukup
Kurang
36%
Berdasarkan Tabel 5.1.5 dan diagram di atas,
pengetahuan responden tentang asuhan BBLR
didapatkan responden yang berpengetahuan
baik sebanyak 23 orang (46 %), responden
yang berpengetahuan cukup sebanyak 18
orang (36%) dan responden berpengetahuan
kurang sebanyak 9 orang (18 %).
Tabel 5.1.6 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah
Pengetahuan Responden
Frekuensi (orang)
Presentase ( % )
Baik
11
22
Cukup
20
40
Kurang
19
38
Jumlah
50
100
Hal | 52
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
ISSN: 2356-5454
Diagram 5.1.6
Tingkat Pengetahuan Ibu Bersalin Tentang BBLR
Baik
Cukup
Kurang
Berdasarkan Tabel 5.1.6 dan diagram di atas,
secara keseluruhan pengetahuan responden
tentang bayi dengan berat badan rendah
didapatkan responden yang berpengetahuan
baik sebanyak 23 orang (46%), responden
berpengetahuan cukup sebanyak 18 orang
(36%) dan responden berpengetahuan kurang
sebanyak 9 orang (18 %).
Berikut ini akan dijelaskan hasil
penelitian berdasarkan sub-sub variabel
pengetahuan responden:
Pembahasan
Pengetahuan
Responden
Tentang Pengertian BBLR.
Hasil penelitian yang dilakukan pada 50
responden ibu bersalin tentang pengertian
BBLR pada Tabel 5.1.1 didapatkan sangat
sedikit dari responden memiliki pengetahuan
cukup dan sebagian dari responden
berpengetahuan kurang mengenai pengertian
BBLR.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
sebagian dari responden berpengetahuan
kurang yaitu sebanyak 28 orang (58%)
mengenai pengertian BBLR. Kondisi ini
dikarenakan responden tidak memahami
dengan baik batasan-batasan bayi yang lahir
dengan berat badan rendah.
Sebagian
responden mengaku lebih mengenal istilah
prematur ketimbang BBLR.
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi
baru lahir yang berat badan pada saat
kelahiran kurang dari 2500 gram (1500 – 2449
gram) tanpa memandang usia gestasi Berat
lahir dalah berat bayi yang ditimbang dalam 1
jam setelah lahir Selain itu pengetahuan yang
ingin diketahui juga meliputi klasifikasi BBLR
seta ciri fisik BBLR. (Prawirohardjo, 2006).
Kondisi ini dikarenakan kurangnya
informasi yang diberikan untuk ibu bersalin
maupun selama masa kehamilan mengenai
bayi dengan berat badan lahir rendah. Maka
dari itu, diperlukan pemberian informasi yang
baik kepada ibu hamil, bersalin, bahkan
kepada wanita usia reproduksi.
Pembahasan
Pengetahuan
Responden
Tentang Penyebab Terjadinya BBLR
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan pada 50 responden dalam
memahami penyebab terjadinya bayi dengan
berat badan lahir rendah pada Tabel 5.1.2
didapatkan
sebagian
besar
responden
berpengetahuan baik sebanyak 27 orang
(54%). Sebagian kecil dari responden
berpengetahuan cukup dan sangat sedikit dari
responden yang berpengetahuan kurang yaitu
sebanyak 7 orang (14%).
Banyak faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya BBLR, salah satunya adalah faktor
ibu dan janin. Penyebab terbanyak terjadinya
BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu
yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain.
Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler,
kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin
juga merupakan penyebab terjadinya BBLR
(Manuaba, 2005)
Pengetahuan
yang
dimiliki
responden
sebagian tidak sesuai dengan teori yang ada.
Sebagian dari responden berpengetahuan baik
dan tahu berbagai hal yang dapat
menyebabkan terjadinya BBLR. Responden
mendapatkan informasi pada saat kehamilan,
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 53
jikk
ISSN: 2356-5454
bagaimana menjaga kehamilan dengan baik.
Sehingga dengan kehamilan yang baik
berbagai factor yang dapat menyebabkan
terjadinya BBLR dapat terhindari.
Pembahasan
Pengetahuan
Responden
Tentang Pencegahan Terjadinya BBLR.
Hasil penelitian yang dilakukan pada 50
responden dalam memahami pencegahan
terjadinya BBLR didapatkan pada Tabel 5.1.3
didapatkan sebagian dari responden memiliki
tingkat pengetahuan yang kurang sebanyak
25 orang (50%) dan sangat sedikit dari
responden memiliki pengetahuan cukup
sebanyak 7 orang (14%).
Setelah
mengetahui
penyebab
terjadinya BBLR, maka dapat dilakukan
langkah untuk mencegah terjadinya BBLR.
Meningkatkan
pemeriksaan
kehamilan
minimal 4x selama hamil, penyuluhan
kesehatan
tentang
pertumbuhan
dan
perkembangan
janin
dalam
rahim,
merencanakan persalinannya pada kurun
umur reproduksi sehat merupakan salah satu
tindakan yang dapat mencegah terjadinya
BBLR. (Manuaba, 2005)
Hal ini tidaklah sesuai dengan hasil
penelitian yang ada, dimana responden
berpengetahuan baik mengenai penyebab
terjadinya BBLR namun tidak tahu bagaimana
cara mencegah terjadinya BBLR. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian dari
responden berpengetahuan kurang mengenai
pencegahan terjadinya BBLR.
Maka dari itu informasi mengenai
cara mencegah terjadinya BBLR sangat
diperlukan agar dapat mengurangi angka
kejadian BBLR di Indonesia terutama di Kota
Bandung. Dukungan dari semua pihak sangat
penting seperti pemerintah, tenaga kesehatan,
dan keluarga dapat membantu meningkatkan
kesehatan ibu dan mencegah terjadinya BBLR
maupun penyimpangan lainnya.
Pembahasan
Pengetahuan
Responden
Tentang Komplikasi Pada BBLR.
Hasil penelitian yang dilakukan pada 50
responden dalam pemahaman tentang
komplikasi pada BBLR yang terdapat pada
Tabel 5.1.4 menunjukkan bahwa sebagian
kecil dari responden yaitu sebanyak 12 orang
yang memiliki pengetahuan baik, namun
sebagian dari responden yaitu sebanyak 22
orang (44%) memiliki pengetahuan kurang.
Alat tubuh bayi dengan berat badan
lahir rendah belum berfungsi dengan
Hal | 54
Nomor 04 Tahun 2012
sempurna, sehingga ia akan mengalami lebih
banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus
ibunya.
Makin
kurang
sempurna
pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya,
dengan akibat makin mudahnya terjadi
komplikasi dan makin tingginya angka
kematian bayi akibat berat badan rendah.
(Wiknjosastro, 2005)
Hasil
penelitian
menunjukkan
sebagian dari responden yang ditetiti
berpengetahuan kurang mengenai komplikasi
dari BBLR. Informasi yang diperoleh oleh
responden sangat minim tentang komplikasi
atau masalah-masalah yang timbul dari bayi
yang lahir dengan berat badan lahir rendah.
Maka dari itu, tenaga kesehatan diharuskan
dapat memberikan informasi mengenai
berbagai masalah yang mungkin timbul dari
BBLR sehingga dapat dilakukan tindakan
untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Pembahasan Pengetahuan Responden
Tentang Asuhan Pada BBLR.
Hasil penelitian yang dilakukan pada 50
responden dalam pemahaman tentang asuhan
pada BBLR yang terdapat pada Tabel 5.1.5
menunjukkan bahwa sebagian dari responden
sebanyak 23 orang (46%) yang memiliki
pengetahuan baik dan sangat sedikit dari
responden memiliki pengetahuan kurang
yaitu sebanyak 9 orang (18%).
Asuhan bayi dengan berat badan lahir
rendah harus dilakukan oleh ahli neonatologi,
dengan fasilitas yang ada di unit perawatan
neonatus insentif. Asuhan yang dapat
dilakukan ibu dan keluarga untuk bayi
dengan berat badan lahir rendah ssat berada
di rumah adalah dengan selalu menjaga
kestabilan suhu tubuh bayi. Perawatan
tersebut adalah dengan kontak kulit dengan
kulit untuk mencegah bayi kehilangan panas
tubuh. (Sarwono, 2008)
Sedikit banyak responden telah
mengetahui cara menangani dan memberikan
asuhan yang tepat pada bayi dengan berat
badan lahir rendah. Ibu telah mengetahui
asuhan yang diberikan pada BBLR baik itu di
rumah sakit maupun di rumah. Namun masih
ada responden yang tidak mengetahui dengan
baik mengenai penanganan pada BBLR,
sehingga penyuluhan sangat diperlukan
untuk mengatasi masalah ini.
Pembahasan
Secara
Umum
Pengetahuan Ibu Bersalin Tentang Bayi
Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Ruang
Debora Rumah Sakit Immanuel Bandung
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
Hasil dari penelitian ini adalah
pengetahuan ibu bersalin tentang bayi dengan
berat badan lahir rendah di Ruang Debora
Rumah Sakit Immanuel Bandung, dapat
dilihat
pada
Tabel
5.1.6
dimana
menggambarkan bahwa
sebagian dari
responden sebanyak 20 orang (40%)
berpengetahuan cukup mengenai bayi dengan
berat badan lahir rendah. Namun hanya
sebagian kecil responden sebanyak 19 orang
(38%) berpengetahuan baik mengenai bayi
dengan berat badan lahir rendah.
Tingkat pengetahuan yang diukur
dalam penelitian ini meliputi; mengetahui,
memahami,
dan
mengaplikasikannya.
Pengetahuan merupakan proses dari tahu dan
ini
terjadi
setelah
orang
melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia,
yakni
indera
penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
(Notoatmodjo, 2003)
Tingkat pengetahuan yang bervariasi dari
baik, cukup dan kurang ini dipengaruhi oleh
beberapa hal mulai dari pendidikan seseorang
baik pendidikan formal maupun non formal,
media informasi yang dimiliki dan juga
keterpaparan seseorang akan informasi.
Pengetahuan yang diperoleh dari
media informasi (cetak, elektronik) memiliki
peranan dalam penyampaian informasi. Selain
itu, konseling dan penyuluhan yang
dilakukan di fasilitas kesehatan juga
mempunyai peranan yang cukup penting
dalam
penyampaian
informasi
yang
dibutuhkan untuk menekan angka kejadian
lahirnya bayi dengan berat badan rendah.
Perlu
upaya
yang
lebih
untuk
menyebarluaskan
informasi
mengenai
meningkatkan
kesehatan
masyarakat
terutama ibu hamil, sehingga kesehatan bayi
baru lahir pun dapat terjaga. Sehingga angka
kematian bayi yang banyak disebabkan akibat
berat badan lahir rendah dapat ditekan
seminimal mungkin dengan berbagai upaya
pencegahan dan pemberian asuhan yang
tepat.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari
50
responden
mengenai
“Gambaran
Pengetahuan Ibu Bersalin Tentang Bayi
Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Ruang
Debora Rumah Sakit Immanuel Bandung”,
ISSN: 2356-5454
penulis mengambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pengetahuan responden mengenai
pengertian
BBLR
menunjukkan
bahwa sebagian dari responden
berpengetahuan kurang (56%).
2. Pengetahuan responden mengenai
penyebab
terjadinya
BBLR
menunjukkan bahwa sebagian dari
responden
berpengetahuan
baik
(54%).
3. Pengetahuan responden mengenai
pencegahan terjadinya bayi lahir
dengan
berat
badan
rendah
menunjukkan bahwa sebagian dari
responden berpengetahuan kurang
(50%).
4. Pengetahuan responden mengenai
komplikasi pada BBLR menunjukkan
bahwa sebagian dari responden
dikategorikan berpengetahuan kurang
(44%).
5. Pengetahuan responden mengenai
asuhan pada BBLR menunjukkan
bahwa sebagian dari responden
berpengetahuan baik (46%).
Dilihat secara keseluruhan dapat diambil
kesimpulan bahwa pengetahuan ibu bersalin
tentang bayi dengan berat badan lahir rendah
adalah sebanyak 40% atau sebagian dari
responden berpengetahuan cukup.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis ingin
memberikan beberapa saran:
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
data
awal
bagi
peneliti
selanjutnya.
Disarankan
peneliti
selanjutnya
dapat
melakukan penelitian yang lebih luas dan
dengan jumlah responden yang lebih banyak
terkait dengan pengetahuan ibu bersalin
tentang bayi dengan berat badan lahir rendah.
Selain itu, diharapkan peneliti selanjutnya
dapat mengkaji tidak hanya dari segi
pengetahuannya saja, namun juga mengenai
sikap atau perilaku responden mengenai
pencegahan dan penanganan bayi dengan
berat badan lahir rendah.
2. Bagi Akademi Kebidanan Ar-Rahmah
Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi
Akademi Kebidanan Ar-Rahmah, khususnya
mahasiswa Kebidanan sebagai tambahan
referensi dalam meningkatkan pengetahuan
mengenai bayi dengan berat badan lahir
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 55
jikk
ISSN: 2356-5454
rendah. Diharapkan Akademi Kebidanan ArRahmah agar terus meningkatkan saran dan
prasarana sebagai institusi pendidikan.
3. Bagi Ibu
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
gambaran seberapa jauh pengetahuan ibu
terutama ibu bersalin tentang bayi dengan
berat badan lahir rendah. Berdasarkan hasil
yang diperoleh, disarankan ibu selalu
meningkatkan pengetahuannya terutama
sejak kehamilan hingga bersalin. Disarankan
pula kepada seluruh ibu hamil untuk selalu
memeriksakan kehamilannya secara rutin ke
tenaga
kesehatan
agar
dapat segera
mengantisipasi terjadinya penyimpangan
termasuk kelahiran bayi dengan berat badan
rendah.
4. Bagi Tenaga Kesehatan / Bidan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
acuan mengenai pentingnya tenaga kesehatan
terutama dalam memberikan pendidikan
kesehatan mengenai pentingnya pemeriksaan
kehamilan secara rutin guna mencegah
terjadinya kelahiran bayi dengan berat badan
lahir rendah.
REFERENSI
Admin. 2008. Berat Badan Lahir Rendah Tak
Selalu
Di
Rawat
RS.
Jakarta
(www.tabloid-nikita.com
dikutip
tanggal 10 Mei 2011)
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu
Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. PT.
Rineka Cipta. Jakarta
Arikunto, S. 2009. Manajemen Penelitian. PT.
Rineka Cipta. Jakarta
Hal | 56
Nomor 04 Tahun 2012
Bobak; Lowdermilk; Jensen. 2004. Buku Ajar
Keperawatan Maternitas. Edisi 4. EGC.
Jakarta.
Budhi, N. 2007. Buku Saku Manajemen BBL.
EGC. Jakarta.
Cunningham, M.D. 2001. William Obstetri.
New York Appleto and Large
Hadyanto. 2002. Dasar-dasar Obstetrik dan
Ginekologi. Edisi VI. Hipocrates.
Jakarta.
Hastono, S.P. 2008. Statistik Kesehatan. PT.
Rajagrafindo Persada. Jakarta
Manuaba, Gede Bagus Ida. 1998. Ilmu
Kebidanan Penyakit Kandungan &
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan
Bidan. EGC. Jakarta
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan
Ilmu Perilaku. PT. Rineka Cipta.
Jakarta
Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Salemba Medika. Jakarta.
Prawirohardjo, S. 2005. Ilmu Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta
Saifudin, AB. 2006. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R & D. Penerbit Alfabeta.
Bandung
Adapun sumber yang dikutip dari website
sebagai berikut :
www.bilqissq.blogspot.com, 2008
www.wikipedia .com
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 04 Tahun 2012
Standar Prosedur Operasional
Publikasi Karya Tulis dan Artikel Ilmiah
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas
ISSN: 2356-5454


JIKK
Akademi Kebidanan Ar Rahman
Ketentuan Umum
1. Topik dan tema karya tulis atau artikel
(selanjutnya disebut naskah) memiliki
keterkaitan dengan dunia kesehatan,
khususnya bidang kebidanan;
2. Karya tulis ataupun artikel merupakan hasil
penelitian lapangan (work-field study),
penelitian pustaka (literature study) atau
asah gagasan (proposition);
3. Karya tulis ataupun artikel ditulis dengan
menggunakan Bahasa Indonesia maupun
English yang baik dan benar serta mengikuti
aturan tata bahasa yang baku;
4. Setiap naskah yang masuk akan ditinjau
ulang oleh Mitra Bestari yang memiliki
kepakaran di bidangnya, baik yang berasal
dari dalam maupun dari luar institusi AKBID
Ar Rahmah;
5. Penyerahan naskah dikirim selambatlambatnya dua bulan sebelum penerbitan
reguler (bulan Februari dan Oktober) kepada
redaksi JIKK;
6. Kepastian pemuatan atau tidaknya sebuah
naskah akan diberitahukan secara tertulis,
baik melalui surat ataupun email;
7. Naskah
yang
tidak
dimuat
dapat
dikembalikan dengan sepengetahuan penulis
naskah.
Ketentuan Khusus
1. Naskah ditulis dengan menggunakan aplikasi
Microsoft Office Word (baik itu XP, 2003 atau
2007);
2. Naskah ditulis menggunakan font Times New
Roman atau Arial dengan ukuran font 12
(tanpa page number ataupun keterangan
header/footer);
3. Panjang naskah maksimal 10 halaman
dengan ukuran kertas A4 serta ukuran
margin (kiri: 4, kanan: 3, atas: 3 dan bawah:
3).
Sistematika Penulisan
 Judul (informatif, lugas, singkat dan jelas),
 Nama penulis (tanpa gelar),
 Abstrak/ Rangkuman eksekutif (ditulis dalam
bentuk narasi dan terdiri atas 100-150 kata),




Kata kunci (istilah teknis/ operasional yang
digunakan dalam artikel),
Pendahuluan (deskripsi sekilas mengenai
topik yang dibahas, status topik saat ini,
perubahan yang terjadi berkaitan dengan
topik, dan kontribusi naskah dalam topik yang
dibahas; akhir pendahuluan memuat tujuan,
metode, manfaat pembahasan topik, dan
harapan yang dapat diambil dari topik yang
dibahas),
Isi/ Pembahasan (uraian, pemaparan
ataupun penjabaran yang berkaitan dengan
hasil temuan penelitian atau asah gagasan
untuk
naskah
non-penelitian;
isi/
pembahasan dapat terdiri atas beberapa subbahasan, tergantung pada topik/masalah
yang dibahas serta penjelasan yang
mendalam dari topik/ tema yang dibahas),
Simpulan dan Saran,
Daftar pustaka atau Pustaka Rujukan, dan
Riwayat penulis (ditulis secara singkat).
Sistematika Penulisan Resensi Buku
 Buku yang diresensi harus aktual (up to date);
buku berbahasa Indonesia terbitan satu
tahun terakhir sedangkan buku berbahasa
asing terbitan tiga tahun terakhir,
 Isi
(content)
buku
yang
diresensi
berkontribusi signifikan bagi perkembangan
dan peningkatan kualitas pendidikan,
 Susunan resensi terdiri atas deskripsi formal
buku, ringkasan (summary), evaluasi/ kritik/
komentar, dan simpulan.
Penyerahan Naskah (karya tulis ataupun artikel
ilmiah)
Penyerahan naskah dapat dilakukan melalui,
 Email; naskah tidak ditulis dalam kotak pesan
(message
box)
melainkan
disisipkan
(attachment)
dan
dikirimkan
ke
[email protected]
atau
[email protected] ,
 Surat/ pos; naskah dimasukkan ke dalam
amplop ukuran A4 dan pojok kanan atas
ditulis JIKK AKBID Ar Rahmah, kemudian
dikirimkan ke alamat Jalan Pasteur No. 21 A,
Bandung– Jawa Barat.
Alamat Redaksi dan Tata Usaha
JIKK Press – AKBID Ar Rahmah
Jalan Pasteur no. 21, Bandung – Jawa Barat
Telepon/ Faximile (022) 4214127
Email [email protected]
Website www.arrahmah.ac.id
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 57
Download