BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tingkat kesadaran manusia terhadap lingkungan saat ini mulai tumbuh di masyarakat karena adanya isu-isu negatif tentang lingkungan yang marak dibicarakan oleh masyarakat seperti pemanasan global. Isu pemanasan global menjadi perbincangan menarik oleh masyarakat semenjak adanya perubahan iklim yang dirasakan oleh masyarakat didunia. Pemanasan global secara tidak langsung disebabkan oleh kegiatan oleh para pelaku industri yang menyebabkan pencemaran udara oleh gas karbon dioksida yang berasal dari mesin mesin industri ,bahan kimia dari industri yang dicemarkan melalui limbah cair yang dapat menyebabkan pencemaran air dan pencemaran tanah jika bahan kimia tersebut terendap di dalam tanah. Pemanasan global telah dibahas berulang-ulang dalam beberapa bulan terakhir. Adanya ancaman terhadap lingkungan membuat para konsumen harus lebih kritis dalam memilih suatu produk. Saat ini isu-isu yang berdampak negatif terhadap lingkungan pun mulai diperhatikan. Isu pemanasan global merupakan bagian dari isu lingkungan hidup yang belakangan ini kerap diangkat dalam berbagai forum dan kajian kerjasama Internasional. Bentuk kepedulian saat ini adalah munculnya tren gaya hidup hijau di beberapa kelompok konsumen. Gaya hidup hijau adalah gaya hidup yang meminimalisasi dampak merugikan terhadap lingkungan (Banarjee et al., 1995). Gaya hidup hijau saat ini mulai banyak diterapkan oleh masyarakat karena seiring kerusakan-kerusakan alam yang diakibatkan oleh masyarakat itu sendiri hal ini mendorong 1 masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Konsumen yang memiliki kepedulian lingkungan akan melakukan perubahan dengan membeli produk-produk yang memang terbukti ramah terhadap lingkungan. Produk tersebut memang termasuk kategori produk yang berharga mahal. Perubahan tren tersebut menjadi peluang bisnis bagi para pengusaha. Tren tersebut sejalan dengan penelitian Laroche et al., (2002) yang menunjukkan adanya perubahan perilaku belanja para konsumen sudah mengarah pada kepedulian untuk membeli produk ramah lingkungan (green product). Shimp (2001) mengatakan bahwa banyak perusahaan telah merespon atau menanggapi fenomena yang berkembang saat ini. Beberapa diantaranya dengan menggunakan produk yang disesuaikan maupun membuat produk baru. Saat ini perusahaan telah membuat produk yang lebih hemat energi dan dibuat dari bahan yang ramah lingkungan. Aksi kepedulian lingkungan tidak hanya dilakukan oleh sekelompok orang saja namun diikuti oleh pelaku bisnis. Adanya perhatian masyarakat terhadap lingkungan semakin meningkat, semakin banyak perusahaan menjalankan green marketing terhadap aktivitas bisnis. Salah satu produk yang memasukkan unsur produk hijau saat ini adalah Batik, Batik merupakan salah satu produk dari industri tekstil yang mulai diminati oleh masyarakat. Pada tanggal 2 Oktober 2009 UNESCO telah menetapkan batik sebagai salah satu warisan budaya Indonesia yang layak untuk dimasukkan ke Representative List of Intangible Cultural Heritage of Humanity, yang artinya bahwa batik telah memperoleh pengakuan internasional sebagai salah satu mata budaya Indonesia, sehingga diharapkan agar memotivasi dan mengangkat harkat perajin batik dan mendukung usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (Hidayat,Nur Syarief. 2010). 2 Pengakuan United Nations Educational, Scientific and Cultural (UNESCO) terhadap batik sebagai warisan budaya dunia ternyata berpengaruh signifikan terhadap permintaan batik. Berdasarkan data Dewan Kerajinan Nasional Daerah Kota Yogyakarta, peningkatan permintaan sebesar 30 persen. Ketua Dekranasda Kota Yogyakarta, Dyah Suminar, mengatakan bahwa setelah pengakuan tersebut, batik semakin diminati oleh banyak kalangan (http://www.republika.co.id/berita/shortlink/93554, diakses pada 7 agustus 2014) Saat ini banyak batik yang menggunakan bahan kimia dalam proses pewarnaannya. Bagi beberapa orang hal ini menyebabkan iritasi pada kulit dan belakangan diketahui jika bahan kimia yang terdapat dalam pewarna batik dapat berdampak buruk bagi kesehatan sehingga berpotensi menyebabkan penyakit kanker karena bahan tersebut bersifat karsinogenik. Alasan ini membuat para perajin batik mulai menggunakan bahan alami saat proses pewarnaannya. Salah satu perajin batik di Ciwaringin Kabupaten Cirebon yang konsisten memakai pewarna alam untuk batik adalah Muhammad Suja'I. Suja’I mengatakan jika tingkat kesadaran memakai produk ramah lingkungan di luar negeri jauh lebih besar dibanding konsumen lokal, bahkan konsumen luar negeri terlebih dulu mencari tahu bagaimana proses pembuatan batik yang ingin dipesannya. Batik dengan pewarna alami adalah batik yang menggunakkan bahan alami dari tumbuhan dalam proses pewarnaan, seperti ekstrak tanaman dalam proses pewarnaan dari hasil ekstrak seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Batik ramah lingkungan saat ini gencar diterapkan perajin batik di tanah air. Pembinaan batik ramah lingkungan juga dilakukan pemerintah. Komisi Eropa bekerja sama dengan Kamar dagang Industri Indonesia-Jerman memberikan dana senilai 2.3 juta Euro atau setara dengan Rp 26 Milyar untuk batik ramah lingkungan. 3 (http://nasional.news.viva.co.id/news/read/153042-eropa-danai-industri-batik-ramahlingkungan, diakses pada 8 agustus 2014) Munculnya produk batik dengan pewarna kimia menyebabkan penjualan batik dengan pewarna alami menjadi berkurang peminatnya. Hal ini didapatkan dari hasil wawancara dengan salah satu produsen batik yang ada di Yogyakarta dan para konsumen pengguna batik. Wawancara ini menunjukkan bahwa permintaan para konsumen terhadap batik dengan pewarna alami mulai banyak namun tidak sebanding dengan permintaan batik dengan pewarna kimia. Batik dengan pewarna kimia mempunyai harga yang relatif lebih murah dibandingkan batik dengan pewarna alami. Hal tersebut yang memicu turunnya intensi untuk membeli produk batik dengan pewarna alami. Saat membeli produk batik, ketiga konsumen melakukan pertimbangan dari warna, kualitas bahan dan corak. Konsumen saat ini pun tertarik dengan adanya produk dengan ramah lingkungan. Namun jika diberikan pertanyaan “Apakah batik dengan pewarna alami menjadi pertimbangan anda dalam melakukan pembelian ?” dua dari tiga konsumen menjawab “ iya” karena jika membeli produk batik dengan pewarna alami kedua konsumen ini merasa ikut berpartisipasi dengan kelestarian lingkungan dan satu konsumen menjawab “tidak” karena konsumen tersebut hanya memperdulikan corak,warna dan bahan yang digunakan. Hasil wawancara diatas menunjukkan alasan konsumen membeli produk batik berdasarkan corak dan warna. Wawancara tersebut juga menunjukkan jika pemahaman produk batik dengan pewarna alami masih kurang. Tingkat kepedulian tentang isu isu lingkungan dan dampak terhadap lingkungan juga masih cukup rendah. Konsumen belum memiliki pemahaman mengenai batik yang menggunakkan pewarna alami. Hal ini 4 disebabkan karena tidak adanya edukasi dari produsen mengenai keunggulan dari produk tersebut maka produk batik dengan pewarna alami tidak menjadi pertimbangan pertama. 1.2 Rumusan masalah Isu kepedulian terhadap lingkungan hidup sedang menjadi perbincangan oleh beberapa kalangan. Masyarakat yang peduli akan berusaha terlibat aktif dalam isu-isu yang berkaitan dengan lingkungan sedangkan masyarakat yang tidak terlalu peduli, tidak terlibat secara aktif dalam isu-isu lingkungan bahkan mungkin cenderung pasif. Begitu pula dengan tren penggunaan batik orang-orang yang aktif dalam isu pengendalian lingkungan akan peduli dan mendukung penggunaan batik dengan pewarna alami, sedangkan masyarakat yang tidak peduli akan bersikap pasif dalam penggunaan produk batik dengan pewarna alami. Setiap pilihan selalu melibatkan dua aspek risiko, yaitu ketidakpastian hasil dan ketidakpastian mengenai konsekuensi (Taylor, 1974). Penelitian terdahulu telah diteliti oleh Chen (2012) kepada konsumen produk eletronik di Taiwan yang menunjukkan bahwa dengan meningkatkan nilai hijau yang dipersepsikandan menurunkan risiko hijau yang dipersepsikandapat meningkatkan kepercayaan hijau dan meningkatkan intensi pembelian hijau.Namun hal tersebut tidak serupa di Yogyakarta. Dari wawancara di atas menunjukan bahwa rendahnya kesadaran konsumen terhadap kelestarian lingkungan menjadi masalah. Konsumen belum mendapatkan nilai-nilai jika membeli produk batik dengan pewarna alami. Produsen juga kurang memberikan edukasi dan meminimalkan risiko sehingga tingkat kepercayaan terhadap konsumen rendah yang menyebabkan turunnya angka pembelian produk batik dengan pewarna alami. Oleh karena itu peneliti mencoba meneliti pengaruh nilai hijau yang dipersepsikan,risiko hijau yang dipersepsikan,kepercayaan hijau dan intensi pembelian hijau produk batik dengan pewarna alami di Yogyakarta. 5 1.3 Pertanyaan penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas peneliti menyusun pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah nilai hijau yang dipersepsikanberpengaruh positif terhadap kepercayaan hijau? 2. Apakah risiko hijau yang dipersepsikanberpengaruh negatif terhadap kepercayaan hijau? 3. Apakah kepercayaan hijau berpengaruh positif terhadap intensi pembelian hijau? 4. Apakah nilai hijau yang dipersepsikanberpengaruh positif terhadap intensi pembelian hijau? 5. Apakah risiko hijau yang dipersepsikanberpengaruh negatif terhadap intensi pembelian hijau? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh nilai hijau yang dipersepsikan dan risiko hijau yang dipersepsikan terhadap kepercayaan hijau dan intensi pembelian hijau,dan pengaruh kepercayaan hijau terhadap intensi pembelian hijau. 1.5 Lingkup Penelitian Penelitian ini mempunyai ruang lingkup riset sebagai berikut : 1. Model yang digunakan pada penelitian ini merupakan sebuah replikasi daripenelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Yu-Shan Chen dan Ching-Hsun Chang, (2012) dengan judul ,"Enhance green purchase intentions: The roles of green perceived value, green perceived risk, and green trust“. 6 2. Objek penelitian ini adalah produk batik dengan pewarna alami yang dikategorikan sebagai produk fashion. 3. Subjek penelitian ini adalah orang-orang yang menggunakkan produk batik . 4. Lokasi penelitian ini dilakukan di Yogyakarta.Karena Yogyakarta merupakan salah satu kota kesenian dan memiliki populasi yang beragam. 7