hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan

advertisement
GAMBARAN RIWAYAT KELUARGA PASIEN DIABETES
MELLITUS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN CIAMIS
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Pada Program S1 Keperawatan
Oleh :
MOHAMAD NASRULLAH
NIM : 12SP277031
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2016
GAMBARAN RIWAYAT KELUARGA PASIEN DIABETES MELLITUS DI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS 1
Mohamad Nasrullah 2 Rudi Kurmiawan 3 Aap Apipudin 4
INTISARI
Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang di
tandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Faktorfaktor yang berhubungan dengan DM antara lain umur, riwayat keluarga
menderita DM, berat badan berlebih, kurangnya aktifitas fisik, dan diet tidak
sehat. Riwayat keluarga menderita DM termasuk dalam faktor yang tidak dapat
dimodifikasi/diubah namun memiliki hubungan yang erat dengan kejadian DM,
sehingga dengan mengetahui kedua faktor ini, orang yang berisiko menderita DM
dapat melakukan pencegahan dengan mengendalikan faktor lain yang
berhubungan dengan kejadian DM.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk diketahuinya Gambaran Riwayat Keluarga
Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif yaitu suatu
metode penelitian dengan tujuan membuat gambaran atau deskripsi suatu objek.
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus Di Rumah Sakit
Umum Daerah Ciamis. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik total samling yaitu seluruh populasi dijadikan sampel penelitian sebayak
41 orang pasien.
Hasil penelitian menunjukan bahwa riwayat keluarga pasien diabetes mellitus Di
Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis, frekuensi tertinggi yaitu berkategori ada
riwayat keluarga penderita diabetes mellitus sebanyak 24 orang (58,5%).
Riwayat keluarga yang menderita diabetes mellitus Di Rumah Sakit Umum
Daerah Ciamis, frekuensi tertinggi yaitu berkategori ayah/ibu menderita diabetes
mellitus sebanyak 17 orang (41,5%).
Saran diharapkan agar dapat memberikan informasi kepada pasien tentang
seberapa besar risiko adanya riwayat keluarga menderita DM terhadap kejadian
DM melalui promosi kesehatan dengan menggunakan media poster dalam
ruangan.
Kata Kunci
:
Kepustakaan :
Keterangan :
Riwayat Keluarga, Diabetes Mellitus
35 Referensi (2007-2014)
1 Judul, 2 Nama Mahasiswa S1 Keperawatan, 3 Nama
Pembimbing I, 4 Nama Pembimbing II
v
THE DESCRIPTION OF FAMILY HISTORY DIABETES MELLITUS PATIENTS
IN GENERAL HOSPITAL REGIONAL CIAMIS 1
Mohamad Nasrullah 2 Rudi Kurmiawan 3 Aap Apipudin 4
ABSTRACT
Diabetes Mellitus (DM) is a heterogeneous group of disorders are marked by an
increase in blood glucose levels, or hyperglycemia. Factors associated with
diabetes include age, family history of diabetes mellitus, overweight, lack of
physical activity, and an unhealthy diet. A family history of diabetes mellitus
including the factors that can not be modified / changed but has a close
relationship with the incidence of DM, so by knowing both of these factors, people
at risk of suffering from diabetes can do prevention by controlling other factors
associated with the occurrence of DM.
The purpose of this study was to know the description of family history diabetes
mellitus patients in General Hospital Regional Ciamis.
This research uses descriptive research is a research method with the ultimate
aim of making a picture or description of an object. The population in this study
are patients with diabetes mellitus in Ciamis District General Hospital. The
samples in this study using the technique of the total population that the entire
population sampled sebayak study 41 patients.
The results showed that patients with a family history of diabetes mellitus in
Ciamis District General Hospital, the highest frequency category there is a family
history of diabetes mellitus as many as 24 people (58.5%). Family history of
diabetes mellitus in Ciamis District General Hospital, the highest frequency
category father / mother suffering from diabetes mellitus were 17 (41.5%).
Suggestions are expected to provide information to patients about how much risk
family history of diabetes mellitus on the incidence of diabetes through health
promotion using indoor poster media.
Keywords :
Bibliography :
Description :
Family History, Diabetes Mellitus
35 reference (2007-2014)
1.Title, 2. Student Name, 3. Name of Supervisor I, 4. Name of
Supervisor II
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang di tandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
(Smeltzer & Bare, 2012). DM merupakan gangguan metabolisme yang
secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa
hilangnya toleransi karbohidrat. DM ditandai dengan hiperglikemia puasa
postprandial, penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati. Pasien
dengan kelainan intoleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan
gangguan intoleransi glukosa) dapat tetap beresiko mengalami komplikasi
metabolik diabetes. Sebanyak 75% penderita DM akhirnya meninggal
karena penyakit vaskuler, serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan
ganggren adalah komplikasi utama. Selain itu, dampak ekonomi pada DM
jelas terlihat berakibat pada biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan,
selain konsekuensi finansial karena banyaknya komplikasi seperti kebutaan
dan penyakit vaskuler (Price & Wilson, 2012).
Global status report on non communicable diseases tahun 2014 yang
dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa
prevalensi DM di seluruh dunia diperkirakan sebesar 9%. Proporsi kematian
akibat penyakit DM dari seluruh kematian akibat penyakit tidak menular
adalah sebesar 4%. Kematian akibat DM terjadi pada negara dengan
pendapatan rendah dan menengah dengan proporsi sebesar 80%. Pada
Tahun 2030 diperkirakan DM menempati urutan ke-7 penyebab kematian di
dunia (WHO, 2014).
1
2
International Diabetes Federation (IDF) tahun 2014 jumlah penderita
DM semakin bertambah. Menurut estimasi IDF (2014) 8,3% penduduk di
seluruh dunia mengalami DM, prevalensi ini meningkat dari tahun 2011 yaitu
7,0% dan diprediksikan pada tahun 2035 prevalensi DM akan meningkat
menjadi 10,0%. Diperkirakan proporsi penderita DM yang tidak terdiagnosis
adalah sebesar 46,3%. Satu dari dua penderita diabetes tidak mengetahui
bahwa mereka telah terkena penyakit tersebut (IDF, 2014).
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
proporsi penduduk ≥15 tahun dengan DM adalah 6,9%. Prevalensi
penderita DM berdasarkan wawancara (pernah
gejala)
mengalami
peningkatan
didiagnosa
dan
ada
dari 1,1% (tahun 2007) menjadi 2,1%
(tahun 2013) (Balitbangkes, 2013). Menurut IDF (2014), jumlah penduduk
dewasa di Indonesia (umur 20-79 tahun) adalah sebanyak 1 56,7 juta jiwa.
Prevalensi penderita DM di Indonesia pada usia 20-79 tahun adalah sebesar
5,8% dengan jumlah kematian sebanyak 176 ribu orang.
Propinsi yang juga mengalami peningkatan kasus diabetes mellitus
adalah propinsi Jawa Barat. Berdasarkan profil kesehatan propinsi Jawa Barat
tahun 2013, proporsi penderita diabetes mellitus rawat inap menurut umur 1544 tahun terdapat 3,6% dan >45 tahun terdapat 96,4% kondisi tersebut terjadi
merata di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Barat (Dinkes Jabar, 2013).
Kasus diabetes mellitus di Kabupaten Ciamis selama 3 tahun terakhir
(2013-2015) terjadi peningkatan diabetes Mellitus. Jumlah kasus tahun 2013
adalah sebanyak 3.323 kasus, kemudian meningkat menjadi 3.588 kasus pada
tahun 2014 dan tahun 2015 menjadi 3.605 kasus. 73,5% terjadi pada kelompok
umur ≥ 45 tahun (Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, 2015).
3
Berdasarkan hasil survey pendahuluan dengan melihat data rekam
medik di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis pada tanggal 15 Maret 2016
diketahui bahwa penderita diabetes melitus pada tahun 2013 adalah
sebanyak 294 kasus pada tahun 2014 sebanyak 357 kasus pada tahun 2015
sebanyak 314 kasus sedangkan pada periode bulan januari 2016 sebayak
41 orang (Rekam Medis RSUD Ciamis, 2016). Berdasarkan data tersebut
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis mengalami peningkatan
kasus diabetes melitus setiap tahunnya.
Diabetes melitus selain dikenal sebagai penyakit, juga merupakan
faktor risiko berbagai penyakit penting seperti penyakit jantung koroner,
gagal jantung dan stroke (Arisman, 2013). Komplikasi DM dapat berupa
akut yaitu hipoglikemia dan kronis seperti penyakit jantung dan pembuluh
darah, gagal ginjal, gangguan penglihatan (mata), impotensi, ulkus kaki dan
gangren (Ditjen PP dan
PL, 2008). Menurut ADA (2014) penderita DM
memiliki risiko 40% menderita glukoma dan 60% berisiko terjadinya katarak
pada mata dibanding dengan bukan penderita DM. Orang dengan DM
memiliki risiko 1,5 kali terkena stroke. Risiko kematian pasien stroke dengan
DM 2,8 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengalami DM . Menurut
IDF (2014) orang dengan diabetes berisiko 25 kali untuk diamputasi
dibanding dengan orang bukan penderita DM.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan DM antara lain umur,
riwayat keluarga menderita DM, berat badan berlebih, kurangnya aktifitas
fisik, dan diet tidak sehat. Riwayat keluarga menderita DM termasuk dalam
faktor yang tidak dapat dimodifikasi/diubah namun memiliki hubungan yang
erat dengan kejadian DM, sehingga dengan mengetahui kedua faktor ini,
4
orang yang berisiko menderita DM dapat melakukan pencegahan dengan
mengendalikan faktor lain yang berhubungan dengan kejadian DM
(Kekenusa, 2013).
Penderita diabetes mellitus seharusnya menerapkan pola makan
seimbang untuk menyesuaikan kebutuhan glukosa sesuai dengan kebutuhan
tubuh melalui pola makan sehat dalam hal tersebut Allah SWT telah
memberikan pelajaran kepada kita yang terkandung didalam Al-Qur’an surat
Al-Araf (7) ayat 31 yang berbunyi :
“Artinya : Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan., (Al
Araf surat ke 7 ayat 31)”
Dari ayat di atas tergambar bahwa Islam sudah menganjurkan
menerapkan pola makan seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh melalui
pola makan sehat dan jangan sekali-sekali mereka menyalah gunakannya,
seperti menafkahkannya dengan boros atau berlebihan, karena diabetes
mellitus diantaranya disebakan oleh pola makan yang berlebihan
Hasil penelitian Pramartha (2013) menujukan distribusi responden
berdasarkan karakteristik jenis kelamin didapatkan responden pria lebih
banyak daripada wanita, perbandingan usia <60 tahun dengan ≥60 tahun
adalah sama, berdasarkan genetik didapatkan lebih banyak yang tidak
memiliki riwayat DM keluarga dan berdasarkan riwayat hipertensi lebih
banyak yang memiliki riwayat hipertensi, perilaku didapatkan responden
dengan obesitas 1 paling tinggi dan BB normal paling rendah, aktivitas
ringan paling tinggi dan dengan aktivitas berat paling rendah dan responden
lebih banyak memiliki kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol.
5
Hasil penelitian Zahtamal (2007) menunjukan bahwa kelompok usia
45 tahun atau lebih, memiliki riwayat keluarga dengan DM merupakan
kelompok yang berisiko menderita DM, begitu juga kelompok dengan pola
makan yang tidak sehat dan pola kepribadian type A merupakan kelompok
yang berisiko menderita DM. Didukung juga oleh hasil penelitian yang
dilakukan Mamangkey (2013) yang menunjukan bahwa tidak terdapat
hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian DM tipe 2 dan terdapat
hubungan antara riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM tipe 2
pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.
D Kandou Manado.
Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar
terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak
menderita DM. Adanya unsur genetik yang berperan pada diabetes mellitus
menyebabkan orangtua dengan DM dapat menurunkan penyakit tersebut
kepada anak kandungnya (Kaban,2007). Resiko seorang anak mendapat
DM adalah 15% bila salah satu orangtuanya menderita DM dan meningkat
hingga 75% apabila kedua orangtuanya mengidap DM. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa genetik meningkatkan 2,97 kali resiko untuk terkena
diabetes mellitus (Fatmawati, 2010).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah
Ciamis pada tanggal 15 Maret 2016 pada 10 pasien DM 7 orang mengalami
DM Tipe II, 6 orang berumur diatas 45 tahun, 6 orang memiliki riwayat
keluarga dengan penyakit DM. Dengan demikian kejadian DM pada pasien
sebagian besar dengan DM tipe II terjadi pada umur lebih dari 45 tahun dan
memiliki riwayat keluarga dengan penyakit DM. Hal ini menunjukan bahwa
DM cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan.
6
Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas, maka penulis
tertarik untuk meneliti tentang “Gambaran Riwayat Keluarga Pasien Diabetes
Mellitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis”.
B. Rumusan Masalah
Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang di tandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Sebanyak 75% penderita DM akhirnya meninggal dan berisiko 25 kali untuk
diamputasi. Riwayat keluarga menderita DM termasuk dalam faktor resiko
yang berhubungan erat dengan kejadian DM dimana anggota keluarga
penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini
dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM hal ini
menunjukan bahwa DM cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan
ditularkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah yang
dapat dikembangkan yaitu “Bagaimanakah Gambaran Riwayat Keluarga
Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis?”.
C. Tujuan Penelitian
Diketahuinya Gambaran Riwayat Keluarga Pasien Diabetes Mellitus
Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan tambahan khasanah pengetahuan khususnya
dalam mendukung pengembangan ilmu pendidikan kesehatan serta
dapat dimanfaatkan sebagai acuan ilmiah untuk pengembangan ilmu
kesehatan khususnya tentang DM
7
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis
Dapat dijadikan sebagai sumber informasi mengenai kejadian
Diabetes Melitus sehingga memberikan masukan untuk dapat disusun
langkah nyata menurunkan serta menanggulangi kasus Diabetes
Melitus.
b. Bagi Institusi Pendidikan STIKes Muhammadiyah Ciamis
Dapat
digunakan
sebagai
tambahan
referensi
untuk
meningkatkan mutu pendidikan terutama masalah keperawatan
pasien DM sebagai bahan materi pengajaran bagi dosen pada
mahasiswa keperawatan pada penyakit DM.
c. Bagi Perawat
Dapat berguna sebagai bahan informasi untuk meningkatkan
pelayanan keperawatan pada pasien DM.
d. Bagi Peneliti
Sebagai
pengalaman
dalam
melaksanakan
asuhan
keperawatan yang komprehensip terhadap pasien DM.
e. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan penelitian ini bisa dijadikan sumber informasi atau
sebagai data awal bagi penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan telaah literatur, penelitian Gambaran Riwayat Keluarga
Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis . Penelitan
lain yang berkaitan dengan judul penelitian ini, adalah sebagai berikut :
8
Table 1.1 Keaslian Penelitian
No
1
Peneliti
(Tahun)
Mamangkey
(2013)
Judul
Metode
Variabel
Hubungan
antara
tingkat
pendidikan
dan riwayat
keluarga
Menderita
DM dengan
kejadian dm
tipe 2 pada
pasien
rawat jalan
di Poliklinik
penyakit
dalam blu
RSUP prof.
Dr. R. D.
Kandou
Manado
Observasional
Analitik
Dengan
Desain Case
Control Study
Variabel
bebas
dalam
penelitian
ini adalah
tingkat
pendidikan
dan
riwayat
keluarga
menderita
DM
sedangkan
variabel
terikat
adalah DM
tipe 2.
Populasi dan
Sampel
Populasi
pasien rawat
jalan yang
datang
berobat di
Poliklinik
Penyakit
Dalam.
Sampel
sebesar 60
responden
kelompok
kasus dan 60
responden
kelompok
control
Dengan
menggunakan
matching
umur dan
jenis kelamin.
Metode
pengambilan
sampel
menggunakan
Quota
Sampling.
Alat Ukur
Hasil
Instrumen
pada
penelitian ini
yaitu
kuesioner
yang berisi
pertanyaan
tentang
karakteristik
responden,
kapan
menderita
penyakit,
tingkat
pendidikan
saat
terdiagnosis
penyakit dan
riwayat
keluarga
menderita
DM..
Tidak
terdapat
hubungan
antara
tingkat
pendidikan
dengan
kejadian
DM tipe 2.
Terdapat
hubungan
antara
riwayat
keluarga
menderita
DM dengan
kejadian
DM tipe 2
Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang
pemasangan faktor resiko diabetes mellitus. Pada penelitian yang akan di
lakukan oleh peneliti saat ini mempunyai perbedaan dengan penelitian
sebelumnya yaitu judul, lokasi, waktu dan jenis penelitian ini termasuk jenis
penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian dengan tujuan utama
membuat gambaran atau deskripsi suatu objek yaitu riwayat keluarga pasien
diabetes mellitus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Diabetes Melitus
a. Pengertian
Diabetes melitus adalah penyakit kronis di mana pankreas tidak
dapat memproduksi insulin secara cukup, atau di mana tubuh tidak
efektif menggunakan insulin yang diproduksi, atau pun keduanya. Hal
ini menjurus kepada peningkatan konsentrasi dari kadar gula dalam
darah atau hyperglycaemia (WHO, 2013).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2012,
diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (Ernawati, 2013)
Berdasarkan
kriteria
diagnostik
PERKENI
(Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia) tahun 2011, seseorang dikatakan menderita
diabetes jika ada gejala diabetes melitus dengan glukosa plasma
sewaktu ≥200 mg/dL atau adanya gejala klasik diabetes mellitus
dengan kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL atau kadar gula
plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥200 mg/dL
(PERKENI, 2011).
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa
(gula sederhana) didalam darah cukup tinggi karena tubuh tidak dapat
melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup (Fauzi, 2014).
9
10
Berdasarkan keempat definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang timbul pada seseorang
yang
ditandai
oleh
kenaikan
kadar
glukosa
dalam
darah
(hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya.
b. Klasifikasi dan Etiologi
1) Diabetes tipe 1 (insulin-dependent diabetes) terjadi karena adanya
gangguan pada pankreas, menyebabkan pankreas tidak mampu
memproduksi insulin dengan optimal. Pankreas memproduksi
insulin dengan kadar yang sedikit dan dapat berkembang menjadi
tidak
mampu
lagi
memproduksi
insulin.Akibatnya,
penderita
diabetes tipe 1 harus mendapat injeksi insulin dari luar (Sutanto,
2013). Penyebab diabetes tipe 1 tidak diketahui dan kejadian ini
masih belum dapat dicegah dengan ilmu yang ada pada saat ini.
Gejala-gejalanya meliputi frekuensi ekskresi urin yang berlebihan
(polyuria), kehausan (polydipsia), lapar yang terus menerus, berat
badan berkurang, gangguan penglihatan, dan kelelahan. Gejalagejala ini dapat muncul secara tiba-tiba (WHO, 2013).
2) Diabetes tipe 2 merupakan penyakit diabetes yang disebabkan
karena sel-sel tubuh tidak merespon insulin yang dilepaskan oleh
pankreas (Sutanto, 2013). Diabetes tipe 2 dialami hampir 90%
manusia di dunia, dan secara umum penyakit ini adalah hasil dari
berat badan berlebih dan kurangnya aktifitas fisik. Gejala-gejala
mirip dengan diabetes tipe 1, tetapi biasanya tidak terasa. Hasilnya,
11
penyakit ini terdiagnosa bertahun tahun setelah awal mula
terjadinya penyakit, ketika sudah timbul komplikasi (WHO, 2013).
3) Diabetes gestational adalah diabetes yang disebabkan karena
kondisi kehamilan (Sutanto, 2013). Gejala diabetes gestational mirip
dengan gejala diabetes tipe 2. Diabetes gestational lebih sering
terdiagnosa melalui prenatal screening dari pada gejala yang
dilaporkan (WHO, 2013).
Klasifikasi etiologi diabetes melitus berdasarkan American
Diabetes Association (ADA, 2013) adalah sebagai berikut:
1) Diabetes Melitus Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut
a) Melalui proses imunologik
b) Idiopatik
2) Diabetes Melitus Tipe 2
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resistensi insulin
3) Diabetes Melitus Tipe Lain
a) Defek genetik fungsi sel beta akibat mutasi pada:
(1) Kromosom 20, Hepatocyte Nuclear Transcription Factor
(HNF) 4α (dahulu MODY 1)
(2) Kromosom 12, HNF-1α (dahulu MODY 3)
(3) Kromosom 7, Glukokinase (dahulu MODY 2)
(4) Kromosom 13, Insulin Promoter Factor (IPF) 1 (dahulu
MODY4)
12
(5) Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)
(6) Kromosom 2, Neuro DI (dahulu MODY 6)
(7) DNA mitokondria
(8) lainnya
b) Defek
genetik
kerja
insulin:
resistensi
insulin
tipe
A,
leprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik,
lainnya.
c) Penyakit
Eksokrin
trauma/pankreatektomi,
Pankreas:
neoplasma,
pankreatitis,
fibrosis
kistik,
hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya.
d) Endokrinopati: akromegali, sindrom Cushing, feokromositoma,
hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.
e) Karena obat/zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat,
glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis β adrenergic,
tiazid, fenitoin, interferon alfa, protease inhibitor, clozapine, beta
bloker, lainnya.
f) Infeksi: rubella kongenital, CMV, lainnya.
g) Imunologi (jarang): sindrom Stiff-man, antibodi anti reseptor
insulin, lainnya.
h) Sindrom genetik lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom
Turner,
sindrom
Wolfram’s,
ataksia
Friedreich’s,
Chorea
Huntington, sindrom Laurence-Moon-Biedl, distrofi miotonik,
porfiria, sindrom Prader Willi, lainnya
4) Diabetes Gestasional
c. Factor risiko diabetes mellitus
Faktor risiko diabetes mellitus antara lain adalah (Powers,
2010):
13
1)
Riwayat keluarga menderita diabetes (contoh: orang tua atau
saudara kandung dengan diabetes mellitus )
2)
Obesitas (Indeks Massa Tubuh ≥ 25 kg/m2)
3)
Aktivitas fisik
4)
Ras/etnis
5)
Gangguan Toleransi Glukosa
6)
Riwayat Diabetes Gestational atau melahirkan bayi dengan berat
lahir > 4 kg
7)
Hipertensi (tekanan darah ≥140/90 mmHg)
8)
Kadar kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL (0,90 mmol/L) dan/atau kadar
trigliserida ≥ 250 mg/dL (2,82 mmol/L)
9)
Polycystic Ovary Syndrome atau Acantosis Nigricans
10) Riwayat kelainan darah
d. Gejala klinis
Manifestasi
utama
penyakit
diabetes
mellitus
adalah
hiperglikemia, yang terjadi akibat berkurangnya jumlah glukosa yang
masuk ke dalam sel, berkurangnya penggunaan glukosa oleh berbagai
jaringan dan peningkatan produksi glukosa (glukoneogenesis) oleh hati
(PERKENI, 2011).
Gejala
diabetes
dapat
dikelompokkan
menjadi
dua,yaitu
(PERKENI, 2011) :
1) Gejala Akut
Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi tiga serba
banyak yaitu:
a) Banyak makan (polifagia)
14
b) Banyak minum (polidipsi)
c) Banyak kencing (poliuria)
Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan
yang terus bertambah, karena pada saat itu jumlah insulin masih
mencukupi. Apabila keadaan ini tidak segera diobati maka akan
timbul keluhan lain yang disebabkan oleh kurangnya insulin.
Keluhan tersebut diantaranya:
a) Nafsu makan berkurang
b) Banyak minum
c) Banyak kencing
d) Berat badan turun dengan cepat
e) Mudah lelah
f) Bila tidak segera diobati,penderita akan merasa mual bahkan
penderita akan jatuh koma (koma diabetik).
2) Gejala Kronik
Gejala kronik akan timbul setelah beberapa bulan atau
beberapa tahun setelah penderita menderita diabetes. Gejala kronik
yang sering dikeluhkan oleh penderita, yaitu:
a) Kesemutan
b) Kulit terasa panas
c) Terasa tebal dikulit
d) Kram
e) Lelah
f) Mudah mengantuk
g) Mata kabur
15
h) Gatal disekitar kemaluan
i) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
j) Kemampuan seksual menurun
k) bagi penderita yang sedang hamil akan mengalami keguguran
atau kematian janin dalam kandungan atau berat bayi lahir lebih
dari 4 kg
e. Diagnosis diabetes mellitus
Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara
(PERKENI, 2011) , yaitu :
1) Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
diabetes melitus.
2) Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya
keluhanklasik.
3) Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO sensitif dan
spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun pemeriksaan dini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO
sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat
jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus
1) Gejala klasik diabetes melitus + glukosa plasma sewaktu ≥200
mg/dL (11,1 mmol/L) (Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu
makan terakhir)
16
2) Gejala klasik diabetes melitus + kadar glukosa plasma puasa ≥126
mg/dL (7,0 mmol/L) (Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan sedikitnya 8 jam)
3) Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
(TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan
ke dalam air)
Pemeriksaan
HbA1c
(≥6.5%)
oleh
ADA
2011
sudah
dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis diabetes melitus ,
jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandarisasi
dengan baik. (PERKENI, 2011)
f. Komplikasi
Komplikasi diabetes terbagi 2 yaitu komplikasi akut dan kronik.
1) Komplikasi Akut
Gangguan keseimbangan kadar gula darah dalam jangka
waktu pendek meliputi hipoglikemia, ketoasidosis diabetic dan
syndrome HHNK (Koma Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketokik)
atau Hiperosmolar Nonketokik (HONK). (Ernawati, 2013).
a) Hipoglikemia
Komplikasi hipoglikemia merupakan keadaan gawat darurat
yang dapat terjadi pada perjalanan penyakit DM. Hipoglikemia
merupakan keadaan dimana kadar gula darah abnormal yang
rendah yaitu dibawah 50 hingga 60 mg/d. lGlukosa merupakan
bahan bakar utama untuk melakukan metabolisme di otak.
Sehingga kadar glukosa darah harus selalu dipertahankan
diatas kadar kritis, yang merpakan salah satu fungsi penting
17
system pengatur glukosa darah. Bila glukosa darah turun
terlalu rendah dalam batas 20-50 mg/100ml lebih dari beberapa
menit, timbul gejala syok hipopolemik, ditandai oleh iritabilitas
progresif yang menyebabkan pingsan, kejang dan koma
(Ernawati, 2013).
b) Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosi Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi
kekacauan metabolic yang ditandai oleh trias hiperglikemia,
asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisensi
insulin absolute atau relative. Keadaan komplikasi akut ini
memerlukan penanganan yang tepat karena merupakan
ancaman kematian bagi diabetes (Ernawati, 2013).
c) Synrome Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketokik (HHNK)
Perjalanan keadaan HHNK berlangsung dalam waktu beberapa
hari hingga beberapa minggu pada pasien DM tipe 2 yang tidak
mengalami absolute defisiensi insulin namun relative defisiensi
insulin. HHNK sering terjadi pada pasien lansia yang tidak
menyadari mengalami DM atau mengalami DM dan disertai
dengan penyakit penyerta yang mengakibatkan menurunnya
intake makanan salah satunya seperti infeksi (pneumonia,
sepsis, infeksi gigi) (Ernawati, 2013).
2) Komplikasi Kronis
a) Komplikasi makrovaskuler
(1) Penyakit Arteri Koroner
Penyakit arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung
koroner merupakan salah satu komplikas makrovaskuler
18
yang sering terjadi pada penderita DM tipe 1 maupun DM
tipe 2. Proses terjadinya penyakit jantung koroner pada
penderita DM disebabkan oleh control glukosa darah yang
buruk dalam waktu yang lama yang disertai dengan
hipertensi,
resistensi
insulin,
hiperinsulinemia,
hiperamilinemia, disliedemia, gangguan system koagulasi
dan hiperhomosisteinimia (Ernawati, 2013).
(2) Penyakit serebrovaskuler
Penyakit serebrovaskuler pasin DM memiliki kesamaan
dengan pasien non DM, namun pasien DM memilki
kemungkinan
dua
kardiovaskuler.
kali
Pasien
lipat
yang
mengalami
mengalami
penyakit
perubahan
aterosklerotik dalam pembuluh serebral atau pembentukan
emboli ditempat lain dalam system pembuluh darah sering
terbawa
pembuluh
aliran
darah
darah
dan
terkadang
terjepit
dalam
serebral.
Keadaan
diatas
dapat
mengakibatkaan iskemi sesaat. Gejalanya pusing, vertigo,
gangguan
penglihatan,
bicara
pelo
dan
kelemahan
(Ernawati, 2013).
(3) Penyakit vaskuler perifer
Pasien DM beresiko mengalami penyakit oklusif arteri
perifer dua hingga tiga kali lipat dibandingkan pasien nonDM. Hal ini disebabkan pasien DM cenderung mengalami
perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar
pada ekstermitas bawah. Pasien dengan gangguan pada
vaskuler perifer akan mengalami berkurangnya denyut nadi
19
perifer dan kaludikasio intermiten (nyeri pada pantat atau
betis ketika berjalan). Penyakit oklusif arteri yang parah
pada ekstermitas bawah merupakan penyebab utama
terjadinya ganggren yang berakibat amputasi pada pasien
DM (Ernawati, 2013).
b) Komplikasi mikrovaskuler
(1) Retinopati diabetik
Hiperglikemia yang berlangsung lama merupakan factor
resiko utama terjadinya retinopati diabetik (Ernawati, 2013).
(2) Nefropati diabetik
Nefropati diabetik merupakan sindrom klinis pada pasien
DM yang ditandai dengan albuminuria menetap (<33 mg/24
jam) pada minimal 2 kali pemeriksaan dalam waktu tiga
hingga enam bulan. Penyandang DM tipe 1 sering
memperlihatkan tanda-tanda penyakit renal setelah 15
hingga 20 tahun kemudian, sedangkan penderita DM tipe 2
dapat menderita penyakit renal setelah menderita 10 tahun
kemudian (Ernawati, 2013).
(3) Neuropati Diabetik
Menunjukan adanya gangguan klinis maupun subklinis
yang terjadi pada penderita DM tanpa penyebab neuropati
perifer yang lain (Ernawati, 2013).
g. Pencegahan
Usaha pencegahan pada penyakit diabetes mellitus terdiri
dari: pencegahan primordial yaitu pencegahan kepada orang-orang
yang masih sehat agar tidak memilki faktor resiko untuk terjadinya
20
diabetes mellitus, pencegahan primer yaitu pencegahan kepada
mereka yang belum terkena diabetes mellitus namun memiliki faktor
resiko yang tinggi dan berpotensi untuk terjadinya diabetes mellitus
agar tidak timbul penyakit diabetes mellitus, pencegahan sekunder
yaitu mencegah agar tidak terjadi komplikasi walaupun sudah terjadi
penyakit, dan pencegahan tersier yaitu usaha mencegah agar tidak
terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi komplikasi
(Soegondo, 2012).
1) Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial ditujukan kepada masyarakat yang
sehat untuk berperilaku positif mendukung kesehatan umum dan
upaya menghindarkan diri dari risiko diabetes melitus. Misalnya,
berperilaku hidup sehat, tidak merokok, memakan makanan yang
bergizi dan seimbang, diet, membatasi diri dengan makanan
tertentu ataupun kegiatan jasmani yang memadai. (PERKENI,
2011).
2) Pencegahan Primer
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang
termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum
terkena diabetes mellitus, tetapi berpotensi untuk mendapatkan
penyakit diabetes mellitus. Pada pencegahan primer ini harus
mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
diabetes mellitus dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor
tersebut (PERKENI, 2011).
Usaha
pencegahan
primer
ini
dilakukan
secara
menyeluruh pada masyarakat tetapi diutamakan dan ditekankan
untuk dilaksanakan dengan baik pada mereka yang berisiko tinggi
yang berpotensi menderita diabetes melitus . Tindakan yang perlu
21
dilakukan untuk usaha pencegahan primer ini meliputi penyuluhan
mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin
dengan memberikan pedoman, yaitu mempertahankan pola
makan sehari-hari yang sehat dan seimbang seperti meningkatkan
konsumsi sayuran dan buah, membatasi makanan tinggi lemak
dan karbohidrat atau sering disebut diet dan mempertahankan
berat badan normal sesuai dengan umur dan tinggi badan. Selain
itu yang dapat dilakukan adalah melakukan kegiatan jasmani yang
cukup dan sesuai dengan umur dan kemampuan (Soegondo,
2012).
3) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan dan
menghambat
timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan
memberikan pengobatan sejak awal. Pengobatan sejak awal
harus segera dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya
komplikasi menahun. Edukasi mengenai diabetes mellitus dan
pengelolaannya akan meningkatkan kepatuhan pasien untuk
berobat (Shadine, 2010).
a)
Penyuluhan
Edukasi diabetes melitus
adalah pendidikan dan
latihan mengenai pengetahuan mengenai diabetes melitus.
Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes adalah
penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup. Disamping
kepada pasien diabetes melitus , edukasi juga diberikan
kepada anggota keluarganya, tim kesehatan/ perawatan, dan
22
orang-orang
yang
beraktivitas
bersama-sama
dengan
penderita diabetes melitus setiap hari (Soegondo, 2012).
Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ini ditujukan
kepada mereka yang baru terdiagnosis diabetes. Kelompok
penderita diabetes ini masih sangat perlu diberi pengertian
mengenai
penyakit
diabetes
supaya
mereka
dapat
mengendalikan penyakitnya dalam mengontrol gula darah,
mengatur makanan, dan melakukan aktifitas olah raga sesuai
dengan keadaan dirinya sehingga pada akhirnya penderita
akan merasa nyaman karena bisa mengendalikan gula
darahnya. Materi yang dapat diberikan dalam penyuluhan
adalah definisi diabetes mellitus, penatalaksanaan diabetes
secara umum, obat-obat untuk mengontrol glukosa darah
(tablet
dan
insulin),
perencanaan
makan
dengan
menggunakan bahan makanan penukar, manfaat kegiatan
jasmani (olah raga).Selanjutnya dapat diberikan materi
penyuluhan
lanjutan,
yaitu
mengenal
dan
mencegah
komplikasi akut diabetes, pengetahuan mengenai komplikasi
kronik diabetes, penatalaksanaan diabetes selama menderita
penyakit lain, dan pemeliharaan kaki diabetes (PERKENI,
2011).
b)
Pengobatan
Jika pasien telah melaksanakan program makan dan
latihan
jasmani
secara
teratur,
namun
pengendalian
kadarglukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat
hipoglikemik baik oral maupun insulin.
23
(1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk
membantu
penanganan
pasien
diabetes
melitus
tipe2.Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat
menentukan keberhasilan terapi diabetes. Berdasarkan
cara kerjanya, Obat Hipoglikemik Oral dapat dibagi
menjadi 5 golongan, yaitu golongan pemicu sekresi
insulin (sulfonilurea dan glinid), golongan peningkat
sensitivitas terhadap insulin (tiazolidindion), golongan
penghambat glukoneogenesis (metformin), golongan
penghambat absorpsi glukosa (glukosidase alfa), dan
golongan DPP-IV inhibitor (PERKENI, 2011).
Golongan sulfonilurea diberikan pada pasien yang tidak
gemuk karena meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas, misalnya Glibenklamid dengan nama
obat paten Daonil atau Euglucon. Golongan glinid
merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea
dengan penekanan pada sekresi insulin
fase pertama, misalnya Repaglinid dengan nama obat
paten Novonorm. Golongan tiazolidindion mempunyai
efek
menurunkan
resistensi
insulin
dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
misalnya Pioglitazon dengan nama obat paten Actos.
Golongan metformin berfungsi mengurangi produksi
glukosa
hati,
misalnya
Glucophage.
Golongan
glukosidase alfa berfungsi mengurangi absorpsi glukosa
24
di usus halus sehingga menurunkan kadar glukosa
darah sesudah makan, misalnya Akarbose dengan
nama obat paten Glucobay (PERKENI, 2011).
(2) Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita
diabetes melitus tipe 1.Pada diabetes melitus tipe 1,
sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak,
sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin.Sebagai
penggantinya, maka penderita diabetes melitus tipe 1
harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar
metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat
berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita
diabetes melitus tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin,
namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin
disamping terapi hipoglikemik (PERKENI, 2011).
4)
Pencegahan Tersier
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin
sebelum kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan primer
tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi
penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal (PERKENI, 2011).
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar
disiplin terkait terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para
ahli sesama disiplin ilmu seperti konsultan penyakit jantung dan
ginjal, maupun para ahli disiplin lain seperti dari bagian mata,
bedah ortopedi, bedah vaskuler, radiologi, rehabilitasi, medis,
25
gizi,
pediatri
dan
sebagainya
sangat
diperlukan
dalam
menunjang keberhasilan pencegahan tersier (PERKENI, 2011).
h. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Menurut Smeltzer dan Bare (2012), tujuan utama terapi
diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa
terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes
mellitus antara lain :
1) Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan
diabetes.
Penatalaksanaan
nutrisi
pada
penderita diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini :
a) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin
dan mineral)
b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c) Memenuhi kebutuhan energi
d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui
cara-cara yang aman dan praktis
e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
2) Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes
karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan
mengurangi
faktor
resiko
menurunkan
kadar
glukosa
kardiovaskuler.
darah
dengan
Latihan
akan
meningkatkan
26
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan
berolahraga. Latihan dengan membawa tahanan (resistance
training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan
demikian menambah laju metabolisme istirahat (resting metabolic
rate)(Soegondo, 2012).
3) Pemantauan Glukosa dan Keton
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah
secara mandiri (SMBG : self-monitoring of blood glucose),
penderita
diabetes
kini
dapat
mengatur
terapinya
untuk
mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini
memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta
hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa
darah normal yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi
diabetes jangka panjang. Berbagai metode kini tersedia untuk
melakukan
pemantauan
mandiri
kadar
glukosa
darah.
Kebanyakan metode tersebut mencakup pengambilan setetes
darah dari ujung jari tangan, aplikasi darah tersebut pada strip
pereaksi khusus, dan kemudian darah tersebut (biasanya antara
45 dan 60 detik sesuai ketentuan pabrik). Untuk beberapa produk,
darah dihapus dari strip (dengan menggunakan kapas atau kertas
tisue sesuai ketentuan pabrik). Bantalan pereaksi pada strip akan
berubah warnanya dan kemudian dapat dicocokkan dengan peta
warna pada kemasan produk. Bagi penderita yang tidak
menggunakan insulin, pemantauan mandiri glukosa darah sangat
membantu dalam melakukan pemantauan terhadap efektivitas
latihan, diet dan obat hipoglikemia oral. Metode ini juga dapat
27
membantu memotivasi pasien untuk melanjutkan terapinya. Bagi
penderita diabetes tipe II, pemantauan mandiri glukosa darah
harus dianjurkan dalam kondisi yang diduga dapat menyebabkan
hiperglikemia atau hipoglikemia(Soegondo, 2012).
4) Terapi Insulin
Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk
memprodusi insulin. Dengan demikian, insulin eksogenus harus
diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada diabetes tipe II, insulin
mungkin diperlukan sebagai jangka panjang untuk mengendalikan
kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak
berhasil mengontrolnya. Di samping itu, sebagian pasien diabetes
tipe II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan
diet dan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer
selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau
beberapa kejadian stress lainnya. Penyuntikan insulin sering
dilakukan dua kali per hari (atau bahkan lebih sering lagi) untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan
dann pada malam hari. Karena dosis insulin yang diperlukan
masing-masing pasien ditentukan oleh kadar glukosa dalam
darah, maka pemantauan kadar glukosa yang akurat sangat
penting. Pemantauan mandiri kadar glukosa darah telah menjadi
dasar dalam memberikan terapi insulin (Soegondo, 2012).
5) Pendidikan
Diabetes
mellitus
merupakan
sakit
kronis
yang
memerlukan perilaku penanganan mandiri yang khusus seumur
hidup. Karena diet, aktivitas fisik dan stres fisik serta emosional
dapat mempengaruhi pengendalian diabetes, maka pasien harus
28
belajar untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor. Pasien
bukan hanya harus belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri
setiap hari guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar
glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku
preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi diabetik
jangka
panjang.
Penghargaan
pasien
tentang
pentingnya
pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh penderita
diabetes dapat membantu perawat dalam melakukan pendidikan
dan penyuluhan(Soegondo, 2012).
2. Riwayat Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu
tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Depkes, 2008).
Keluarga merupakan hal utama dalam menentukan suatu
keberhasilan dari tindakan pencegahan dan pengobatan. Pada kasus
diabetes, peran keluarga dinilai sangat penting. Keluarga merupakan
orang-orang yang berada di dekat pasien. Keluarga adalah dua orang
atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan, ikatan
emosional dan yang mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari
keluarga. Pengaturan diit dan kepatuhan pasien terhadap proses
pengobatan dipengaruhi oleh dukungan keluarga (Dion & Beta, 2013).
Riwayat keluarga menggambarkan proporsi genetik yang terdapat
pada saudara (keluarga) sedarah. Riwayat keluarga dibagi menjadi 3
generasi yaitu keluarga generasi pertama adalah orangtua, saudara
kandung, atau anak. Keluarga generasi kedua adalah paman, bibi,
29
keponakan, nenek/kakek, cucu, atau saudara tiri. Keluarga generasi
ketiga adalah sepupu pertama, nenek/kakek buyut, atau cicit (NHS
National and Genomic Education Centre, 2013).
Determinan genetik dianggap sebagai faktor penting pada
kebanyakan penderita diabetes. Pada pasien-pasien yang menderita
diabetes melitus insulin dependen, determinan genetik ini dinyatakan oleh
peningkatan atau penurunan frekuensi antigen histokompabilitas tertentu
(HLA) dan respon imunitas abnormal yang akan mengakibatkan
pembentukan auto-antibodi sel pulau langerhans. Pada penderita
diabetes melitus insulin dependen, penyakit mempunyai kecenderungan
familial yang kuat. Penyakit ini sering menyerang anak-anak, remaja, dan
dewasa dari keluarga yang sama secara autosom dominan. Kelainan
yang diturunkan ini dapat langsung mempengaruhi sel beta dan
mengubah
kemampuannya
untuk
mengenali
dan
menyebarkan
rangsangan sekretoris atau serangkaian langkah kompleks yang
merupakan bagian dari sintesis atau pelepasan insulin (Santoso, 2013).
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan
ditularkan. Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih
besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang
tidak menderita DM. Adanya unsur genetik yang berperan pada diabetes
mellitus menyebabkan orangtua dengan DM dapat menurunkan penyakit
tersebut kepada anak kandungnya. (Kaban,2007)
Resiko seorang anak mendapat DM adalah 15% bila salah satu
orangtuanya menderita DM dan meningkat hingga 75% apabila kedua
orangtuanya mengidap DM. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
genetik meningkatkan 2,97 kali resiko untuk terkena diabetes mellitus.
(Fatmawati, 2010).
30
Riwayat keluarga juga memiliki peranan penting sebagai pencetus
timbulnya diabetes, sekitar 40% penderita diabetes terbukti terlahir dari
keluarga yang juga mengidap diabetes dan 60% sampai 90% kembar
identik merupakan penyandang diabetes (Arisman, 2010). Menurut
Codario (2009) jika seseorang memiliki saudara yang menderita diabetes
maka akan mempunyai risiko sebesar 40% untuk mengalami pradiabetes
dan diabetes. Dengan demikian, faktor warisan adalah faktor risiko
penting yang berkontribusi terhadap patogenesis penyakit. Pradiabetes
dan diabetes akan meningkat pada seseorang yang memiliki saudara
yang menderita diabetes, disamping itu gaya hidup dan obesitasjuga
merupakan faktor pendukung terjadinya pradiabetes. Lebih dari sepertiga
pasien diabetes mempunyai saudara yang mengidap diabetes (Tandra,
2008). Diabetes merupakan penyakit keturunan, artinya bila orang tuanya
menderita diabetes, maka anaknya akan mengalami diabetes juga.
Namun faktor keturunan saja tidak cukup, diperlukan faktor pencetus
lainnya seperti kegemukan, pola makan salah, proses menua dan stres
(Suyono, 2011).
DM merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik
dan non genetik yang akan mempercepat fenotipe diabetes. Suatu model
dari riwayat alamiah untuk timbulnya DM, diilustrasikan secara lengkap
dimana terjadi interaksi antara predisposisi genetik dan faktor lingkungan
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. (Hansen, 2002 dalam Yuliza,
2011)
31
Gambar.2.1 Suatu Model Riwayat Alamiah Dari DM
(Hansen, 2012 dalam Yuliza, 2011)
Interaksi antara faktor genetik dan lingkungan
dapat
mempengaruhi biosintesa insulin, sekresi insulin dan kerja insulin
(Gambar 2.2) (Hansen, 2002 dalam Yuliza, 2011).
Gambar 2.2 Interaksi Antara Gen Dan Faktor Lingkungan Pada DM
(Radha V, Vimaleswaran KS, Deepa R, Mohan V, 2003 dalam Yuliza, 2011)
Menurut Hansen (2002) dalam Yuliza, (2011) riwayat alamiah dari
DM ada 4 tahapan yaitu:
a. Dimulai pada saat lahir, dimana kadar gula darah masih dalam batas
normal tetapi individu tersebut mempunyai resiko untuk DM tipe 2
oleh karena polimorphisme genetik (diabetogenic genes)
32
b. Penurunan sensitifitas insulin timbul karena hasil dari predisposisi
genetik dan gaya hidup (faktor lingkungan) yang mana awalnya
terkompensasi oleh peningkatan fungsi sel βmengalami penurunan,
dengan tes toleransi glukosa ditemukan gangguan toleransi glukosa.
Pada keadaan ini fungsi sel β jelas abnormal tetapi kebutuhan untuk
mempertahankan kadar gula darah puasa masih normal.
c. Hasil dari kemunduran fungsi sel β dan peningkatan resistensi insulin.
Kadar gula darah puasa dapat meningkat disebabkan produksi
glukosa
endogen
basal,tetapi
pasien
masih
dalam
keadaan
asimptomatik.
d. Pada tahap ini terjadi kemunduran fungsi sel β, kadar gula darah
puasa dan post prandial jelas meningkat dan biasanya pasien dalam
keadaan simptomatis (Gambar 2.1).
Beberapa gen yang diduga sebagai penyebab resistensi insulin,
obesitas dan sekresi insulin (Tabel 2.1). Salah satu gen yang terlibat pada
resistensi insulin, adipogenesis dan DM tipe 2 adalah gen peroxisome
proliferator activated reseptor- (PPAR- ), ia merupakan faktor trankripsi
yang terlibat pada adipogenesis, pengaturan ekspresigen adiposa dan
metabolisme glukosa (PERKENI, 2011). Pada penelitian yang dilakukan
The Framingham offsprings Study tentang Parental Transmission of Type
2 Diabetes didapatkan keturunan dengan ibu diabetes mempunyai resiko
2,5-3,5 x untuk menderita diabetes dibandingkan tanpa orang tua
diabetes, bila kedua orang tua penyandang diabetes mempunyai resiko 36 x menderita diabetes pada keturunannya dibandingkan tanpa kedua
orang tua penyandang diabetes (Meigs JB, Cupples LA, Wilson PWF,
2000 dalam Yuliza, 2011).
33
Table 2.1 Beberapa gen yang diduga sebagai penyebab DM
Gen
PPARPPAR- coactivator -1 (PGC-1)
GLUT 4
Adinopectin
Resistin
Leptin
Uncoupling protein-2 (UP2
Insulin receptor substrate (IRS)
Calpain 10
Glucose transporter (GLUT)
Insulin
GLUT 2
SUR
Kir 6,2
GCK
Ketrlibatan
Obesity & insulin menyebabkan Diabetes
tipe 2.
Gangguan pensignalan
transport glukosa
insulin
dan
Gangguan sekresi insuli
Sumber : (Radha V, Vimaleswaran KS, Deepa R, Mohan V, 2003 dalam Yuliza, 2011)
B. Landasan Teori
Diabetes melitus adalah penyakit kronis di mana pankreas tidak
dapat memproduksi insulin secara cukup, atau di mana tubuh tidak efektif
menggunakan insulin yang diproduksi, atau pun keduanya. Hal ini menjurus
kepada peningkatan konsentrasi dari kadar gula dalam darah atau
hyperglycaemia (WHO, 2013).
Faktor risiko diabetes mellitus antara lain adalah Riwayat keluarga
menderita diabetes, Obesitas, Aktivitas fisik, Ras/etnis, Gangguan Toleransi
Glukosa, Riwayat Diabetes Gestational atau melahirkan bayi dengan berat
lahir > 4 kg, Hipertensi (tekanan darah ≥140/90 mmHg), Kadar kolesterol
HDL ≤ 35 mg/dL (0,90 mmol/L) dan/atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dL (2,82
mmol/L), Polycystic Ovary Syndrome atau Acantosis Nigricans dan Riwayat
kelainan darah (Powers, 2010)
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat di
bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes, 2008).
34
Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar
terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak
menderita DM. Adanya unsur genetik yang berperan pada diabetes mellitus
menyebabkan orangtua dengan DM dapat menurunkan penyakit tersebut
kepada anak kandungnya. (Kaban,2007).
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan
dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan
secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah
(Notoatmodjo, 2010).
Adapun kerangka konsep dari penelitian yang berjudul ” Gambaran
Riwayat Keluarga Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit Umum Daerah
Ciamis” dapat di gambarkan sebagai berikut ini :
Faktor Risiko Diabetes Mellitus
-
Riwayat keluarga menderita diabetes
-
Obesitas
Aktivitas fisik
Ras/etnis
Gangguan Toleransi Glukosa
Riwayat Diabetes Gestational
Hipertensi
Kadar kolesterol
Polycystic Ovary Syndrome atau Acantosis Nigricans
Riwayat kelainan darah
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
Sumber : Powers (2010)
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Diabetes
melltitus
35
Kerangka konsep diatas menunjukan diabetes mellitus di pengaruhi
beberapa faktor resiko yaitu riwayat keluarga menderita diabetes, obesitas,
Aktivitas fisik, Ras/etnis, Gangguan Toleransi Glukosa, Riwayat Diabetes
Gestational, Hipertensi, Kadar kolesterol, Polycystic Ovary Syndrome atau
Acantosis
Nigricans
dan
Riwayat
kelainan
darah.
Faktor
yang
mempengaruhi diabetes mellitus yang akan diteliti adalah riwayat keluarga
menderita diabetes dimana anggota keluarga penderita DM memiliki
kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan
anggota keluarga yang tidak menderita DM.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Surat Al Araf surat ke 7 ayat 31
ADA (American Diabetes Association), (2012). Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus. Diabetes Care volume 35 Supplement 1.
________________________________, (2013). Standards of Medical Care in
Diabetes 2013. Diabetes Care Volume 36 Supplement 1.
________________________________,.
(2014).
Diabetes
http://www.diabetes.org. Diakses Tanggal 10 Maret 2016.
Statistic.
Adib, M. (2011). Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit Mematikan yang Paling
Sering Menyerang Kita. Jogjakarta: Buku Biru.
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi
Revisi). Jakarta : Rineka Cipta
Arisman. (2010). Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Melitus, dan
Dislipidemia Konsep, Teori dan Penanganan Aplikatif. Jakarta : EGC.
_______. (2013). Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Melitus, dan
Dislipidemia Konsep, Teori dan Penanganan Aplikatif. Jakarta : EGC.
Balitbangkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. http://www.depkes.go.id.
Diakses Tanggal 10 Maret 2015.
Balkau et al (2008) Physical Activity and Insulin Sensitivity. Diabetes.
Bustan, (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.
Codario, R.A. (2009). Type 2 DM, Prediabetes and Metabolic Syndrome.
Humana press
Dinkes Jabar, (2013). Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat
www.dinkesjabar.go.id, [diakses pada tanggal 10 Maret 2016]
2013,
Dion & Beta. (2013). Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan Praktik.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Ernawati, 2013. Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu, Mitra
Wacana Media, Jakarta.
Fatmawati, Ari. (2010), “Faktor Resiko Keadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Pasien
Rawat Jalan (Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga
Demak)”, tersedia dalam http://www.Digilib.Unnes/ [diakses pada tanggal 10
Maret 2016].
Fauzi, Isma, (2014). Buku Pintar Deteksi Dini Gejala, dan Pengobatan Asam
Urat, Diabetes Melitus dan Hipertensi, ARASKA, Jakarta.
IDF. (2014). IDF Diabetes Atlas Sixth Edition. http://www.idf.org. Diakses Tanggal
10 Maret 2016
Kaban, (2007). Pengembangan Model Pengendalian Kejadian Penyakit Diabetes
Melitus Tipe 2 di Kota Sibolga Tahun 2005, Majalah Kedokteran Nusantara,
Vol. 40, No. 2.
Kekenusa j., Ratag B. T & Wuwungan, G., (2013). Analisis Hubung antara Umur
dan Riwayat Keluarga Menderita DM dengan Kejadian DM Tipe 2 pada
Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado.
Mamangkey (2013). Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dan Riwayat Keluarga
Menderita Dm Dengan Kejadian Dm Tipe 2 Pada Pasien Rawat Jalan Di
Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal
penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi.
Notoatmodjo,S, (2010). Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi, Rineka Cipta
Jakarta.
____________, (2012) Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan Rineka cipta
: Jakarta.
Nursalam. (2013) Konsep dan Penerapan Metodologi
Keperawatan. Penerbit Salemba Medika Jakarta.
Penelitian
Ilmu
PERKENI, (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.
Powers, (2010). Diabetes Mellitus. In: Jameson J.L. Harrison Endocrinology Ed
2. USA: McGraw-Hill Companies, Inc. 267-313.
Pramartha (2013) Gambaran Riwayat Diabetes Mellitus Keluarga, Indeks Massa
Tubuh, Aktivitas Fisik, Kebiasaan Merokok Dan Konsumsi Alkohol Serta
Hipertensi Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja
Puskesmas Manggis 1 Tahun 2013. Jurnal
Price SA, Wilson LM (2012). Patofisiologi. Konsep K linis Proses-Proses
Penyakit. 8th ed. Jakarta: EGC;
Santoso, (2013). Diabetes Mellitus Pencegahan dan Pengobatan. Yogyakarta :
Buku Pintar
Shadine, M., (2010). Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke, dan
Serangan Jantung. Jakarta: Penerbit Keenbooks.
Smeltzer & Bare, (2012). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi ke delapan, Vol 8,
Jakarta: EGC
Soegondo, (2012). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Sutanto, Teguh. (2013). Diabetes Deteksi, Pencegahan dan Pengobatan.
Yogyakarta : Buku Pintar
Suyono (2011) Patofisiologi Diabetes Mellitus. Penerbit FKUI. Jakarta.
Tandra, H., (2008). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang
Diabetes. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
WHO, (2013) Country and Regional Data On Diabetes. Available from :
http://www.who.int/diabetes/facts/world_figures/en/ [diakses 8 Maret 2016]
WHO. (2014). Global Status Report On Non Communicable Diseases. Geneva.
Wicaksono, R. (2011). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadia
Diabetes Melitus Tipe 2 (Skripsi). Universitas Diponegoro, Semarang.
Yuliza (2011) Perbandingan Kadar Asymmetric Dimethylarginine (ADMA)
Diantara Keturunan Diabetes Melitus (DM)Tipe 2 Dan Non-DM. tersedia
dalam http://repository.usu.ac.id/ [diakses pada tanggal 10 Maret 2016].
Zahtamal (2007). Faktor-Faktor Risiko Pasien Diabetes Melitus. Jurnal penelitian
Bagian Ilmu kesehatan Masyarakat Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Riau
Download