GAMBARAN RIWAYAT KELUARGA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program S1 Keperawatan Oleh : MOHAMAD NASRULLAH NIM : 12SP277031 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 GAMBARAN RIWAYAT KELUARGA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS 1 Mohamad Nasrullah 2 Rudi Kurmiawan 3 Aap Apipudin 4 INTISARI Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang di tandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Faktorfaktor yang berhubungan dengan DM antara lain umur, riwayat keluarga menderita DM, berat badan berlebih, kurangnya aktifitas fisik, dan diet tidak sehat. Riwayat keluarga menderita DM termasuk dalam faktor yang tidak dapat dimodifikasi/diubah namun memiliki hubungan yang erat dengan kejadian DM, sehingga dengan mengetahui kedua faktor ini, orang yang berisiko menderita DM dapat melakukan pencegahan dengan mengendalikan faktor lain yang berhubungan dengan kejadian DM. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk diketahuinya Gambaran Riwayat Keluarga Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif yaitu suatu metode penelitian dengan tujuan membuat gambaran atau deskripsi suatu objek. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total samling yaitu seluruh populasi dijadikan sampel penelitian sebayak 41 orang pasien. Hasil penelitian menunjukan bahwa riwayat keluarga pasien diabetes mellitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis, frekuensi tertinggi yaitu berkategori ada riwayat keluarga penderita diabetes mellitus sebanyak 24 orang (58,5%). Riwayat keluarga yang menderita diabetes mellitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis, frekuensi tertinggi yaitu berkategori ayah/ibu menderita diabetes mellitus sebanyak 17 orang (41,5%). Saran diharapkan agar dapat memberikan informasi kepada pasien tentang seberapa besar risiko adanya riwayat keluarga menderita DM terhadap kejadian DM melalui promosi kesehatan dengan menggunakan media poster dalam ruangan. Kata Kunci : Kepustakaan : Keterangan : Riwayat Keluarga, Diabetes Mellitus 35 Referensi (2007-2014) 1 Judul, 2 Nama Mahasiswa S1 Keperawatan, 3 Nama Pembimbing I, 4 Nama Pembimbing II v THE DESCRIPTION OF FAMILY HISTORY DIABETES MELLITUS PATIENTS IN GENERAL HOSPITAL REGIONAL CIAMIS 1 Mohamad Nasrullah 2 Rudi Kurmiawan 3 Aap Apipudin 4 ABSTRACT Diabetes Mellitus (DM) is a heterogeneous group of disorders are marked by an increase in blood glucose levels, or hyperglycemia. Factors associated with diabetes include age, family history of diabetes mellitus, overweight, lack of physical activity, and an unhealthy diet. A family history of diabetes mellitus including the factors that can not be modified / changed but has a close relationship with the incidence of DM, so by knowing both of these factors, people at risk of suffering from diabetes can do prevention by controlling other factors associated with the occurrence of DM. The purpose of this study was to know the description of family history diabetes mellitus patients in General Hospital Regional Ciamis. This research uses descriptive research is a research method with the ultimate aim of making a picture or description of an object. The population in this study are patients with diabetes mellitus in Ciamis District General Hospital. The samples in this study using the technique of the total population that the entire population sampled sebayak study 41 patients. The results showed that patients with a family history of diabetes mellitus in Ciamis District General Hospital, the highest frequency category there is a family history of diabetes mellitus as many as 24 people (58.5%). Family history of diabetes mellitus in Ciamis District General Hospital, the highest frequency category father / mother suffering from diabetes mellitus were 17 (41.5%). Suggestions are expected to provide information to patients about how much risk family history of diabetes mellitus on the incidence of diabetes through health promotion using indoor poster media. Keywords : Bibliography : Description : Family History, Diabetes Mellitus 35 reference (2007-2014) 1.Title, 2. Student Name, 3. Name of Supervisor I, 4. Name of Supervisor II vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang di tandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2012). DM merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. DM ditandai dengan hiperglikemia puasa postprandial, penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati. Pasien dengan kelainan intoleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan intoleransi glukosa) dapat tetap beresiko mengalami komplikasi metabolik diabetes. Sebanyak 75% penderita DM akhirnya meninggal karena penyakit vaskuler, serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan ganggren adalah komplikasi utama. Selain itu, dampak ekonomi pada DM jelas terlihat berakibat pada biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan, selain konsekuensi finansial karena banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan penyakit vaskuler (Price & Wilson, 2012). Global status report on non communicable diseases tahun 2014 yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa prevalensi DM di seluruh dunia diperkirakan sebesar 9%. Proporsi kematian akibat penyakit DM dari seluruh kematian akibat penyakit tidak menular adalah sebesar 4%. Kematian akibat DM terjadi pada negara dengan pendapatan rendah dan menengah dengan proporsi sebesar 80%. Pada Tahun 2030 diperkirakan DM menempati urutan ke-7 penyebab kematian di dunia (WHO, 2014). 1 2 International Diabetes Federation (IDF) tahun 2014 jumlah penderita DM semakin bertambah. Menurut estimasi IDF (2014) 8,3% penduduk di seluruh dunia mengalami DM, prevalensi ini meningkat dari tahun 2011 yaitu 7,0% dan diprediksikan pada tahun 2035 prevalensi DM akan meningkat menjadi 10,0%. Diperkirakan proporsi penderita DM yang tidak terdiagnosis adalah sebesar 46,3%. Satu dari dua penderita diabetes tidak mengetahui bahwa mereka telah terkena penyakit tersebut (IDF, 2014). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, proporsi penduduk ≥15 tahun dengan DM adalah 6,9%. Prevalensi penderita DM berdasarkan wawancara (pernah gejala) mengalami peningkatan didiagnosa dan ada dari 1,1% (tahun 2007) menjadi 2,1% (tahun 2013) (Balitbangkes, 2013). Menurut IDF (2014), jumlah penduduk dewasa di Indonesia (umur 20-79 tahun) adalah sebanyak 1 56,7 juta jiwa. Prevalensi penderita DM di Indonesia pada usia 20-79 tahun adalah sebesar 5,8% dengan jumlah kematian sebanyak 176 ribu orang. Propinsi yang juga mengalami peningkatan kasus diabetes mellitus adalah propinsi Jawa Barat. Berdasarkan profil kesehatan propinsi Jawa Barat tahun 2013, proporsi penderita diabetes mellitus rawat inap menurut umur 1544 tahun terdapat 3,6% dan >45 tahun terdapat 96,4% kondisi tersebut terjadi merata di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Barat (Dinkes Jabar, 2013). Kasus diabetes mellitus di Kabupaten Ciamis selama 3 tahun terakhir (2013-2015) terjadi peningkatan diabetes Mellitus. Jumlah kasus tahun 2013 adalah sebanyak 3.323 kasus, kemudian meningkat menjadi 3.588 kasus pada tahun 2014 dan tahun 2015 menjadi 3.605 kasus. 73,5% terjadi pada kelompok umur ≥ 45 tahun (Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, 2015). 3 Berdasarkan hasil survey pendahuluan dengan melihat data rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis pada tanggal 15 Maret 2016 diketahui bahwa penderita diabetes melitus pada tahun 2013 adalah sebanyak 294 kasus pada tahun 2014 sebanyak 357 kasus pada tahun 2015 sebanyak 314 kasus sedangkan pada periode bulan januari 2016 sebayak 41 orang (Rekam Medis RSUD Ciamis, 2016). Berdasarkan data tersebut Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis mengalami peningkatan kasus diabetes melitus setiap tahunnya. Diabetes melitus selain dikenal sebagai penyakit, juga merupakan faktor risiko berbagai penyakit penting seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung dan stroke (Arisman, 2013). Komplikasi DM dapat berupa akut yaitu hipoglikemia dan kronis seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal, gangguan penglihatan (mata), impotensi, ulkus kaki dan gangren (Ditjen PP dan PL, 2008). Menurut ADA (2014) penderita DM memiliki risiko 40% menderita glukoma dan 60% berisiko terjadinya katarak pada mata dibanding dengan bukan penderita DM. Orang dengan DM memiliki risiko 1,5 kali terkena stroke. Risiko kematian pasien stroke dengan DM 2,8 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengalami DM . Menurut IDF (2014) orang dengan diabetes berisiko 25 kali untuk diamputasi dibanding dengan orang bukan penderita DM. Faktor-faktor yang berhubungan dengan DM antara lain umur, riwayat keluarga menderita DM, berat badan berlebih, kurangnya aktifitas fisik, dan diet tidak sehat. Riwayat keluarga menderita DM termasuk dalam faktor yang tidak dapat dimodifikasi/diubah namun memiliki hubungan yang erat dengan kejadian DM, sehingga dengan mengetahui kedua faktor ini, 4 orang yang berisiko menderita DM dapat melakukan pencegahan dengan mengendalikan faktor lain yang berhubungan dengan kejadian DM (Kekenusa, 2013). Penderita diabetes mellitus seharusnya menerapkan pola makan seimbang untuk menyesuaikan kebutuhan glukosa sesuai dengan kebutuhan tubuh melalui pola makan sehat dalam hal tersebut Allah SWT telah memberikan pelajaran kepada kita yang terkandung didalam Al-Qur’an surat Al-Araf (7) ayat 31 yang berbunyi : “Artinya : Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan., (Al Araf surat ke 7 ayat 31)” Dari ayat di atas tergambar bahwa Islam sudah menganjurkan menerapkan pola makan seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh melalui pola makan sehat dan jangan sekali-sekali mereka menyalah gunakannya, seperti menafkahkannya dengan boros atau berlebihan, karena diabetes mellitus diantaranya disebakan oleh pola makan yang berlebihan Hasil penelitian Pramartha (2013) menujukan distribusi responden berdasarkan karakteristik jenis kelamin didapatkan responden pria lebih banyak daripada wanita, perbandingan usia <60 tahun dengan ≥60 tahun adalah sama, berdasarkan genetik didapatkan lebih banyak yang tidak memiliki riwayat DM keluarga dan berdasarkan riwayat hipertensi lebih banyak yang memiliki riwayat hipertensi, perilaku didapatkan responden dengan obesitas 1 paling tinggi dan BB normal paling rendah, aktivitas ringan paling tinggi dan dengan aktivitas berat paling rendah dan responden lebih banyak memiliki kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. 5 Hasil penelitian Zahtamal (2007) menunjukan bahwa kelompok usia 45 tahun atau lebih, memiliki riwayat keluarga dengan DM merupakan kelompok yang berisiko menderita DM, begitu juga kelompok dengan pola makan yang tidak sehat dan pola kepribadian type A merupakan kelompok yang berisiko menderita DM. Didukung juga oleh hasil penelitian yang dilakukan Mamangkey (2013) yang menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian DM tipe 2 dan terdapat hubungan antara riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM tipe 2 pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado. Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Adanya unsur genetik yang berperan pada diabetes mellitus menyebabkan orangtua dengan DM dapat menurunkan penyakit tersebut kepada anak kandungnya (Kaban,2007). Resiko seorang anak mendapat DM adalah 15% bila salah satu orangtuanya menderita DM dan meningkat hingga 75% apabila kedua orangtuanya mengidap DM. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa genetik meningkatkan 2,97 kali resiko untuk terkena diabetes mellitus (Fatmawati, 2010). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis pada tanggal 15 Maret 2016 pada 10 pasien DM 7 orang mengalami DM Tipe II, 6 orang berumur diatas 45 tahun, 6 orang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit DM. Dengan demikian kejadian DM pada pasien sebagian besar dengan DM tipe II terjadi pada umur lebih dari 45 tahun dan memiliki riwayat keluarga dengan penyakit DM. Hal ini menunjukan bahwa DM cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan. 6 Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “Gambaran Riwayat Keluarga Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis”. B. Rumusan Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang di tandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Sebanyak 75% penderita DM akhirnya meninggal dan berisiko 25 kali untuk diamputasi. Riwayat keluarga menderita DM termasuk dalam faktor resiko yang berhubungan erat dengan kejadian DM dimana anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM hal ini menunjukan bahwa DM cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah yang dapat dikembangkan yaitu “Bagaimanakah Gambaran Riwayat Keluarga Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis?”. C. Tujuan Penelitian Diketahuinya Gambaran Riwayat Keluarga Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dapat memberikan tambahan khasanah pengetahuan khususnya dalam mendukung pengembangan ilmu pendidikan kesehatan serta dapat dimanfaatkan sebagai acuan ilmiah untuk pengembangan ilmu kesehatan khususnya tentang DM 7 2. Manfaat Praktis a. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis Dapat dijadikan sebagai sumber informasi mengenai kejadian Diabetes Melitus sehingga memberikan masukan untuk dapat disusun langkah nyata menurunkan serta menanggulangi kasus Diabetes Melitus. b. Bagi Institusi Pendidikan STIKes Muhammadiyah Ciamis Dapat digunakan sebagai tambahan referensi untuk meningkatkan mutu pendidikan terutama masalah keperawatan pasien DM sebagai bahan materi pengajaran bagi dosen pada mahasiswa keperawatan pada penyakit DM. c. Bagi Perawat Dapat berguna sebagai bahan informasi untuk meningkatkan pelayanan keperawatan pada pasien DM. d. Bagi Peneliti Sebagai pengalaman dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang komprehensip terhadap pasien DM. e. Bagi Peneliti Lain Diharapkan penelitian ini bisa dijadikan sumber informasi atau sebagai data awal bagi penelitian selanjutnya. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan telaah literatur, penelitian Gambaran Riwayat Keluarga Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis . Penelitan lain yang berkaitan dengan judul penelitian ini, adalah sebagai berikut : 8 Table 1.1 Keaslian Penelitian No 1 Peneliti (Tahun) Mamangkey (2013) Judul Metode Variabel Hubungan antara tingkat pendidikan dan riwayat keluarga Menderita DM dengan kejadian dm tipe 2 pada pasien rawat jalan di Poliklinik penyakit dalam blu RSUP prof. Dr. R. D. Kandou Manado Observasional Analitik Dengan Desain Case Control Study Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan dan riwayat keluarga menderita DM sedangkan variabel terikat adalah DM tipe 2. Populasi dan Sampel Populasi pasien rawat jalan yang datang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam. Sampel sebesar 60 responden kelompok kasus dan 60 responden kelompok control Dengan menggunakan matching umur dan jenis kelamin. Metode pengambilan sampel menggunakan Quota Sampling. Alat Ukur Hasil Instrumen pada penelitian ini yaitu kuesioner yang berisi pertanyaan tentang karakteristik responden, kapan menderita penyakit, tingkat pendidikan saat terdiagnosis penyakit dan riwayat keluarga menderita DM.. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian DM tipe 2. Terdapat hubungan antara riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM tipe 2 Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pemasangan faktor resiko diabetes mellitus. Pada penelitian yang akan di lakukan oleh peneliti saat ini mempunyai perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu judul, lokasi, waktu dan jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskripsi suatu objek yaitu riwayat keluarga pasien diabetes mellitus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar 1. Diabetes Melitus a. Pengertian Diabetes melitus adalah penyakit kronis di mana pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara cukup, atau di mana tubuh tidak efektif menggunakan insulin yang diproduksi, atau pun keduanya. Hal ini menjurus kepada peningkatan konsentrasi dari kadar gula dalam darah atau hyperglycaemia (WHO, 2013). Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2012, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (Ernawati, 2013) Berdasarkan kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) tahun 2011, seseorang dikatakan menderita diabetes jika ada gejala diabetes melitus dengan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL atau adanya gejala klasik diabetes mellitus dengan kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL atau kadar gula plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥200 mg/dL (PERKENI, 2011). Diabetes Melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) didalam darah cukup tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup (Fauzi, 2014). 9 10 Berdasarkan keempat definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang timbul pada seseorang yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. b. Klasifikasi dan Etiologi 1) Diabetes tipe 1 (insulin-dependent diabetes) terjadi karena adanya gangguan pada pankreas, menyebabkan pankreas tidak mampu memproduksi insulin dengan optimal. Pankreas memproduksi insulin dengan kadar yang sedikit dan dapat berkembang menjadi tidak mampu lagi memproduksi insulin.Akibatnya, penderita diabetes tipe 1 harus mendapat injeksi insulin dari luar (Sutanto, 2013). Penyebab diabetes tipe 1 tidak diketahui dan kejadian ini masih belum dapat dicegah dengan ilmu yang ada pada saat ini. Gejala-gejalanya meliputi frekuensi ekskresi urin yang berlebihan (polyuria), kehausan (polydipsia), lapar yang terus menerus, berat badan berkurang, gangguan penglihatan, dan kelelahan. Gejalagejala ini dapat muncul secara tiba-tiba (WHO, 2013). 2) Diabetes tipe 2 merupakan penyakit diabetes yang disebabkan karena sel-sel tubuh tidak merespon insulin yang dilepaskan oleh pankreas (Sutanto, 2013). Diabetes tipe 2 dialami hampir 90% manusia di dunia, dan secara umum penyakit ini adalah hasil dari berat badan berlebih dan kurangnya aktifitas fisik. Gejala-gejala mirip dengan diabetes tipe 1, tetapi biasanya tidak terasa. Hasilnya, 11 penyakit ini terdiagnosa bertahun tahun setelah awal mula terjadinya penyakit, ketika sudah timbul komplikasi (WHO, 2013). 3) Diabetes gestational adalah diabetes yang disebabkan karena kondisi kehamilan (Sutanto, 2013). Gejala diabetes gestational mirip dengan gejala diabetes tipe 2. Diabetes gestational lebih sering terdiagnosa melalui prenatal screening dari pada gejala yang dilaporkan (WHO, 2013). Klasifikasi etiologi diabetes melitus berdasarkan American Diabetes Association (ADA, 2013) adalah sebagai berikut: 1) Diabetes Melitus Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut a) Melalui proses imunologik b) Idiopatik 2) Diabetes Melitus Tipe 2 Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin 3) Diabetes Melitus Tipe Lain a) Defek genetik fungsi sel beta akibat mutasi pada: (1) Kromosom 20, Hepatocyte Nuclear Transcription Factor (HNF) 4α (dahulu MODY 1) (2) Kromosom 12, HNF-1α (dahulu MODY 3) (3) Kromosom 7, Glukokinase (dahulu MODY 2) (4) Kromosom 13, Insulin Promoter Factor (IPF) 1 (dahulu MODY4) 12 (5) Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5) (6) Kromosom 2, Neuro DI (dahulu MODY 6) (7) DNA mitokondria (8) lainnya b) Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya. c) Penyakit Eksokrin trauma/pankreatektomi, Pankreas: neoplasma, pankreatitis, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya. d) Endokrinopati: akromegali, sindrom Cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya. e) Karena obat/zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis β adrenergic, tiazid, fenitoin, interferon alfa, protease inhibitor, clozapine, beta bloker, lainnya. f) Infeksi: rubella kongenital, CMV, lainnya. g) Imunologi (jarang): sindrom Stiff-man, antibodi anti reseptor insulin, lainnya. h) Sindrom genetik lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, sindrom Wolfram’s, ataksia Friedreich’s, Chorea Huntington, sindrom Laurence-Moon-Biedl, distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader Willi, lainnya 4) Diabetes Gestasional c. Factor risiko diabetes mellitus Faktor risiko diabetes mellitus antara lain adalah (Powers, 2010): 13 1) Riwayat keluarga menderita diabetes (contoh: orang tua atau saudara kandung dengan diabetes mellitus ) 2) Obesitas (Indeks Massa Tubuh ≥ 25 kg/m2) 3) Aktivitas fisik 4) Ras/etnis 5) Gangguan Toleransi Glukosa 6) Riwayat Diabetes Gestational atau melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg 7) Hipertensi (tekanan darah ≥140/90 mmHg) 8) Kadar kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL (0,90 mmol/L) dan/atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dL (2,82 mmol/L) 9) Polycystic Ovary Syndrome atau Acantosis Nigricans 10) Riwayat kelainan darah d. Gejala klinis Manifestasi utama penyakit diabetes mellitus adalah hiperglikemia, yang terjadi akibat berkurangnya jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel, berkurangnya penggunaan glukosa oleh berbagai jaringan dan peningkatan produksi glukosa (glukoneogenesis) oleh hati (PERKENI, 2011). Gejala diabetes dapat dikelompokkan menjadi dua,yaitu (PERKENI, 2011) : 1) Gejala Akut Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi tiga serba banyak yaitu: a) Banyak makan (polifagia) 14 b) Banyak minum (polidipsi) c) Banyak kencing (poliuria) Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus bertambah, karena pada saat itu jumlah insulin masih mencukupi. Apabila keadaan ini tidak segera diobati maka akan timbul keluhan lain yang disebabkan oleh kurangnya insulin. Keluhan tersebut diantaranya: a) Nafsu makan berkurang b) Banyak minum c) Banyak kencing d) Berat badan turun dengan cepat e) Mudah lelah f) Bila tidak segera diobati,penderita akan merasa mual bahkan penderita akan jatuh koma (koma diabetik). 2) Gejala Kronik Gejala kronik akan timbul setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah penderita menderita diabetes. Gejala kronik yang sering dikeluhkan oleh penderita, yaitu: a) Kesemutan b) Kulit terasa panas c) Terasa tebal dikulit d) Kram e) Lelah f) Mudah mengantuk g) Mata kabur 15 h) Gatal disekitar kemaluan i) Gigi mudah goyah dan mudah lepas j) Kemampuan seksual menurun k) bagi penderita yang sedang hamil akan mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau berat bayi lahir lebih dari 4 kg e. Diagnosis diabetes mellitus Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara (PERKENI, 2011) , yaitu : 1) Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. 2) Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhanklasik. 3) Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan dini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus 1) Gejala klasik diabetes melitus + glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L) (Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir) 16 2) Gejala klasik diabetes melitus + kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L) (Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam) 3) Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L) (TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air) Pemeriksaan HbA1c (≥6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis diabetes melitus , jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandarisasi dengan baik. (PERKENI, 2011) f. Komplikasi Komplikasi diabetes terbagi 2 yaitu komplikasi akut dan kronik. 1) Komplikasi Akut Gangguan keseimbangan kadar gula darah dalam jangka waktu pendek meliputi hipoglikemia, ketoasidosis diabetic dan syndrome HHNK (Koma Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketokik) atau Hiperosmolar Nonketokik (HONK). (Ernawati, 2013). a) Hipoglikemia Komplikasi hipoglikemia merupakan keadaan gawat darurat yang dapat terjadi pada perjalanan penyakit DM. Hipoglikemia merupakan keadaan dimana kadar gula darah abnormal yang rendah yaitu dibawah 50 hingga 60 mg/d. lGlukosa merupakan bahan bakar utama untuk melakukan metabolisme di otak. Sehingga kadar glukosa darah harus selalu dipertahankan diatas kadar kritis, yang merpakan salah satu fungsi penting 17 system pengatur glukosa darah. Bila glukosa darah turun terlalu rendah dalam batas 20-50 mg/100ml lebih dari beberapa menit, timbul gejala syok hipopolemik, ditandai oleh iritabilitas progresif yang menyebabkan pingsan, kejang dan koma (Ernawati, 2013). b) Ketoasidosis Diabetik Ketoasidosi Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolic yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisensi insulin absolute atau relative. Keadaan komplikasi akut ini memerlukan penanganan yang tepat karena merupakan ancaman kematian bagi diabetes (Ernawati, 2013). c) Synrome Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketokik (HHNK) Perjalanan keadaan HHNK berlangsung dalam waktu beberapa hari hingga beberapa minggu pada pasien DM tipe 2 yang tidak mengalami absolute defisiensi insulin namun relative defisiensi insulin. HHNK sering terjadi pada pasien lansia yang tidak menyadari mengalami DM atau mengalami DM dan disertai dengan penyakit penyerta yang mengakibatkan menurunnya intake makanan salah satunya seperti infeksi (pneumonia, sepsis, infeksi gigi) (Ernawati, 2013). 2) Komplikasi Kronis a) Komplikasi makrovaskuler (1) Penyakit Arteri Koroner Penyakit arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung koroner merupakan salah satu komplikas makrovaskuler 18 yang sering terjadi pada penderita DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Proses terjadinya penyakit jantung koroner pada penderita DM disebabkan oleh control glukosa darah yang buruk dalam waktu yang lama yang disertai dengan hipertensi, resistensi insulin, hiperinsulinemia, hiperamilinemia, disliedemia, gangguan system koagulasi dan hiperhomosisteinimia (Ernawati, 2013). (2) Penyakit serebrovaskuler Penyakit serebrovaskuler pasin DM memiliki kesamaan dengan pasien non DM, namun pasien DM memilki kemungkinan dua kardiovaskuler. kali Pasien lipat yang mengalami mengalami penyakit perubahan aterosklerotik dalam pembuluh serebral atau pembentukan emboli ditempat lain dalam system pembuluh darah sering terbawa pembuluh aliran darah darah dan terkadang terjepit dalam serebral. Keadaan diatas dapat mengakibatkaan iskemi sesaat. Gejalanya pusing, vertigo, gangguan penglihatan, bicara pelo dan kelemahan (Ernawati, 2013). (3) Penyakit vaskuler perifer Pasien DM beresiko mengalami penyakit oklusif arteri perifer dua hingga tiga kali lipat dibandingkan pasien nonDM. Hal ini disebabkan pasien DM cenderung mengalami perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstermitas bawah. Pasien dengan gangguan pada vaskuler perifer akan mengalami berkurangnya denyut nadi 19 perifer dan kaludikasio intermiten (nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan). Penyakit oklusif arteri yang parah pada ekstermitas bawah merupakan penyebab utama terjadinya ganggren yang berakibat amputasi pada pasien DM (Ernawati, 2013). b) Komplikasi mikrovaskuler (1) Retinopati diabetik Hiperglikemia yang berlangsung lama merupakan factor resiko utama terjadinya retinopati diabetik (Ernawati, 2013). (2) Nefropati diabetik Nefropati diabetik merupakan sindrom klinis pada pasien DM yang ditandai dengan albuminuria menetap (<33 mg/24 jam) pada minimal 2 kali pemeriksaan dalam waktu tiga hingga enam bulan. Penyandang DM tipe 1 sering memperlihatkan tanda-tanda penyakit renal setelah 15 hingga 20 tahun kemudian, sedangkan penderita DM tipe 2 dapat menderita penyakit renal setelah menderita 10 tahun kemudian (Ernawati, 2013). (3) Neuropati Diabetik Menunjukan adanya gangguan klinis maupun subklinis yang terjadi pada penderita DM tanpa penyebab neuropati perifer yang lain (Ernawati, 2013). g. Pencegahan Usaha pencegahan pada penyakit diabetes mellitus terdiri dari: pencegahan primordial yaitu pencegahan kepada orang-orang yang masih sehat agar tidak memilki faktor resiko untuk terjadinya 20 diabetes mellitus, pencegahan primer yaitu pencegahan kepada mereka yang belum terkena diabetes mellitus namun memiliki faktor resiko yang tinggi dan berpotensi untuk terjadinya diabetes mellitus agar tidak timbul penyakit diabetes mellitus, pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak terjadi komplikasi walaupun sudah terjadi penyakit, dan pencegahan tersier yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi komplikasi (Soegondo, 2012). 1) Pencegahan Primordial Pencegahan primordial ditujukan kepada masyarakat yang sehat untuk berperilaku positif mendukung kesehatan umum dan upaya menghindarkan diri dari risiko diabetes melitus. Misalnya, berperilaku hidup sehat, tidak merokok, memakan makanan yang bergizi dan seimbang, diet, membatasi diri dengan makanan tertentu ataupun kegiatan jasmani yang memadai. (PERKENI, 2011). 2) Pencegahan Primer Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum terkena diabetes mellitus, tetapi berpotensi untuk mendapatkan penyakit diabetes mellitus. Pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya diabetes mellitus dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut (PERKENI, 2011). Usaha pencegahan primer ini dilakukan secara menyeluruh pada masyarakat tetapi diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan dengan baik pada mereka yang berisiko tinggi yang berpotensi menderita diabetes melitus . Tindakan yang perlu 21 dilakukan untuk usaha pencegahan primer ini meliputi penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan memberikan pedoman, yaitu mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang seperti meningkatkan konsumsi sayuran dan buah, membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat atau sering disebut diet dan mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur dan tinggi badan. Selain itu yang dapat dilakukan adalah melakukan kegiatan jasmani yang cukup dan sesuai dengan umur dan kemampuan (Soegondo, 2012). 3) Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan dan menghambat timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal. Pengobatan sejak awal harus segera dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi mengenai diabetes mellitus dan pengelolaannya akan meningkatkan kepatuhan pasien untuk berobat (Shadine, 2010). a) Penyuluhan Edukasi diabetes melitus adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai diabetes melitus. Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup. Disamping kepada pasien diabetes melitus , edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, tim kesehatan/ perawatan, dan 22 orang-orang yang beraktivitas bersama-sama dengan penderita diabetes melitus setiap hari (Soegondo, 2012). Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ini ditujukan kepada mereka yang baru terdiagnosis diabetes. Kelompok penderita diabetes ini masih sangat perlu diberi pengertian mengenai penyakit diabetes supaya mereka dapat mengendalikan penyakitnya dalam mengontrol gula darah, mengatur makanan, dan melakukan aktifitas olah raga sesuai dengan keadaan dirinya sehingga pada akhirnya penderita akan merasa nyaman karena bisa mengendalikan gula darahnya. Materi yang dapat diberikan dalam penyuluhan adalah definisi diabetes mellitus, penatalaksanaan diabetes secara umum, obat-obat untuk mengontrol glukosa darah (tablet dan insulin), perencanaan makan dengan menggunakan bahan makanan penukar, manfaat kegiatan jasmani (olah raga).Selanjutnya dapat diberikan materi penyuluhan lanjutan, yaitu mengenal dan mencegah komplikasi akut diabetes, pengetahuan mengenai komplikasi kronik diabetes, penatalaksanaan diabetes selama menderita penyakit lain, dan pemeliharaan kaki diabetes (PERKENI, 2011). b) Pengobatan Jika pasien telah melaksanakan program makan dan latihan jasmani secara teratur, namun pengendalian kadarglukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat hipoglikemik baik oral maupun insulin. 23 (1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO) Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien diabetes melitus tipe2.Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Berdasarkan cara kerjanya, Obat Hipoglikemik Oral dapat dibagi menjadi 5 golongan, yaitu golongan pemicu sekresi insulin (sulfonilurea dan glinid), golongan peningkat sensitivitas terhadap insulin (tiazolidindion), golongan penghambat glukoneogenesis (metformin), golongan penghambat absorpsi glukosa (glukosidase alfa), dan golongan DPP-IV inhibitor (PERKENI, 2011). Golongan sulfonilurea diberikan pada pasien yang tidak gemuk karena meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, misalnya Glibenklamid dengan nama obat paten Daonil atau Euglucon. Golongan glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea dengan penekanan pada sekresi insulin fase pertama, misalnya Repaglinid dengan nama obat paten Novonorm. Golongan tiazolidindion mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, misalnya Pioglitazon dengan nama obat paten Actos. Golongan metformin berfungsi mengurangi produksi glukosa hati, misalnya Glucophage. Golongan glukosidase alfa berfungsi mengurangi absorpsi glukosa 24 di usus halus sehingga menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan, misalnya Akarbose dengan nama obat paten Glucobay (PERKENI, 2011). (2) Insulin Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita diabetes melitus tipe 1.Pada diabetes melitus tipe 1, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin.Sebagai penggantinya, maka penderita diabetes melitus tipe 1 harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita diabetes melitus tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik (PERKENI, 2011). 4) Pencegahan Tersier Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan primer tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal (PERKENI, 2011). Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu seperti konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli disiplin lain seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskuler, radiologi, rehabilitasi, medis, 25 gizi, pediatri dan sebagainya sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier (PERKENI, 2011). h. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Menurut Smeltzer dan Bare (2012), tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes mellitus antara lain : 1) Diet Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini : a) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan mineral) b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai c) Memenuhi kebutuhan energi d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat 2) Latihan Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko menurunkan kadar glukosa kardiovaskuler. darah dengan Latihan akan meningkatkan 26 pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan membawa tahanan (resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju metabolisme istirahat (resting metabolic rate)(Soegondo, 2012). 3) Pemantauan Glukosa dan Keton Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG : self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang. Berbagai metode kini tersedia untuk melakukan pemantauan mandiri kadar glukosa darah. Kebanyakan metode tersebut mencakup pengambilan setetes darah dari ujung jari tangan, aplikasi darah tersebut pada strip pereaksi khusus, dan kemudian darah tersebut (biasanya antara 45 dan 60 detik sesuai ketentuan pabrik). Untuk beberapa produk, darah dihapus dari strip (dengan menggunakan kapas atau kertas tisue sesuai ketentuan pabrik). Bantalan pereaksi pada strip akan berubah warnanya dan kemudian dapat dicocokkan dengan peta warna pada kemasan produk. Bagi penderita yang tidak menggunakan insulin, pemantauan mandiri glukosa darah sangat membantu dalam melakukan pemantauan terhadap efektivitas latihan, diet dan obat hipoglikemia oral. Metode ini juga dapat 27 membantu memotivasi pasien untuk melanjutkan terapinya. Bagi penderita diabetes tipe II, pemantauan mandiri glukosa darah harus dianjurkan dalam kondisi yang diduga dapat menyebabkan hiperglikemia atau hipoglikemia(Soegondo, 2012). 4) Terapi Insulin Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk memprodusi insulin. Dengan demikian, insulin eksogenus harus diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Di samping itu, sebagian pasien diabetes tipe II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet dan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stress lainnya. Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari (atau bahkan lebih sering lagi) untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dann pada malam hari. Karena dosis insulin yang diperlukan masing-masing pasien ditentukan oleh kadar glukosa dalam darah, maka pemantauan kadar glukosa yang akurat sangat penting. Pemantauan mandiri kadar glukosa darah telah menjadi dasar dalam memberikan terapi insulin (Soegondo, 2012). 5) Pendidikan Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Karena diet, aktivitas fisik dan stres fisik serta emosional dapat mempengaruhi pengendalian diabetes, maka pasien harus 28 belajar untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor. Pasien bukan hanya harus belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri setiap hari guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Penghargaan pasien tentang pentingnya pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh penderita diabetes dapat membantu perawat dalam melakukan pendidikan dan penyuluhan(Soegondo, 2012). 2. Riwayat Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes, 2008). Keluarga merupakan hal utama dalam menentukan suatu keberhasilan dari tindakan pencegahan dan pengobatan. Pada kasus diabetes, peran keluarga dinilai sangat penting. Keluarga merupakan orang-orang yang berada di dekat pasien. Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan, ikatan emosional dan yang mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Pengaturan diit dan kepatuhan pasien terhadap proses pengobatan dipengaruhi oleh dukungan keluarga (Dion & Beta, 2013). Riwayat keluarga menggambarkan proporsi genetik yang terdapat pada saudara (keluarga) sedarah. Riwayat keluarga dibagi menjadi 3 generasi yaitu keluarga generasi pertama adalah orangtua, saudara kandung, atau anak. Keluarga generasi kedua adalah paman, bibi, 29 keponakan, nenek/kakek, cucu, atau saudara tiri. Keluarga generasi ketiga adalah sepupu pertama, nenek/kakek buyut, atau cicit (NHS National and Genomic Education Centre, 2013). Determinan genetik dianggap sebagai faktor penting pada kebanyakan penderita diabetes. Pada pasien-pasien yang menderita diabetes melitus insulin dependen, determinan genetik ini dinyatakan oleh peningkatan atau penurunan frekuensi antigen histokompabilitas tertentu (HLA) dan respon imunitas abnormal yang akan mengakibatkan pembentukan auto-antibodi sel pulau langerhans. Pada penderita diabetes melitus insulin dependen, penyakit mempunyai kecenderungan familial yang kuat. Penyakit ini sering menyerang anak-anak, remaja, dan dewasa dari keluarga yang sama secara autosom dominan. Kelainan yang diturunkan ini dapat langsung mempengaruhi sel beta dan mengubah kemampuannya untuk mengenali dan menyebarkan rangsangan sekretoris atau serangkaian langkah kompleks yang merupakan bagian dari sintesis atau pelepasan insulin (Santoso, 2013). Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan. Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Adanya unsur genetik yang berperan pada diabetes mellitus menyebabkan orangtua dengan DM dapat menurunkan penyakit tersebut kepada anak kandungnya. (Kaban,2007) Resiko seorang anak mendapat DM adalah 15% bila salah satu orangtuanya menderita DM dan meningkat hingga 75% apabila kedua orangtuanya mengidap DM. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa genetik meningkatkan 2,97 kali resiko untuk terkena diabetes mellitus. (Fatmawati, 2010). 30 Riwayat keluarga juga memiliki peranan penting sebagai pencetus timbulnya diabetes, sekitar 40% penderita diabetes terbukti terlahir dari keluarga yang juga mengidap diabetes dan 60% sampai 90% kembar identik merupakan penyandang diabetes (Arisman, 2010). Menurut Codario (2009) jika seseorang memiliki saudara yang menderita diabetes maka akan mempunyai risiko sebesar 40% untuk mengalami pradiabetes dan diabetes. Dengan demikian, faktor warisan adalah faktor risiko penting yang berkontribusi terhadap patogenesis penyakit. Pradiabetes dan diabetes akan meningkat pada seseorang yang memiliki saudara yang menderita diabetes, disamping itu gaya hidup dan obesitasjuga merupakan faktor pendukung terjadinya pradiabetes. Lebih dari sepertiga pasien diabetes mempunyai saudara yang mengidap diabetes (Tandra, 2008). Diabetes merupakan penyakit keturunan, artinya bila orang tuanya menderita diabetes, maka anaknya akan mengalami diabetes juga. Namun faktor keturunan saja tidak cukup, diperlukan faktor pencetus lainnya seperti kegemukan, pola makan salah, proses menua dan stres (Suyono, 2011). DM merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik dan non genetik yang akan mempercepat fenotipe diabetes. Suatu model dari riwayat alamiah untuk timbulnya DM, diilustrasikan secara lengkap dimana terjadi interaksi antara predisposisi genetik dan faktor lingkungan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. (Hansen, 2002 dalam Yuliza, 2011) 31 Gambar.2.1 Suatu Model Riwayat Alamiah Dari DM (Hansen, 2012 dalam Yuliza, 2011) Interaksi antara faktor genetik dan lingkungan dapat mempengaruhi biosintesa insulin, sekresi insulin dan kerja insulin (Gambar 2.2) (Hansen, 2002 dalam Yuliza, 2011). Gambar 2.2 Interaksi Antara Gen Dan Faktor Lingkungan Pada DM (Radha V, Vimaleswaran KS, Deepa R, Mohan V, 2003 dalam Yuliza, 2011) Menurut Hansen (2002) dalam Yuliza, (2011) riwayat alamiah dari DM ada 4 tahapan yaitu: a. Dimulai pada saat lahir, dimana kadar gula darah masih dalam batas normal tetapi individu tersebut mempunyai resiko untuk DM tipe 2 oleh karena polimorphisme genetik (diabetogenic genes) 32 b. Penurunan sensitifitas insulin timbul karena hasil dari predisposisi genetik dan gaya hidup (faktor lingkungan) yang mana awalnya terkompensasi oleh peningkatan fungsi sel βmengalami penurunan, dengan tes toleransi glukosa ditemukan gangguan toleransi glukosa. Pada keadaan ini fungsi sel β jelas abnormal tetapi kebutuhan untuk mempertahankan kadar gula darah puasa masih normal. c. Hasil dari kemunduran fungsi sel β dan peningkatan resistensi insulin. Kadar gula darah puasa dapat meningkat disebabkan produksi glukosa endogen basal,tetapi pasien masih dalam keadaan asimptomatik. d. Pada tahap ini terjadi kemunduran fungsi sel β, kadar gula darah puasa dan post prandial jelas meningkat dan biasanya pasien dalam keadaan simptomatis (Gambar 2.1). Beberapa gen yang diduga sebagai penyebab resistensi insulin, obesitas dan sekresi insulin (Tabel 2.1). Salah satu gen yang terlibat pada resistensi insulin, adipogenesis dan DM tipe 2 adalah gen peroxisome proliferator activated reseptor- (PPAR- ), ia merupakan faktor trankripsi yang terlibat pada adipogenesis, pengaturan ekspresigen adiposa dan metabolisme glukosa (PERKENI, 2011). Pada penelitian yang dilakukan The Framingham offsprings Study tentang Parental Transmission of Type 2 Diabetes didapatkan keturunan dengan ibu diabetes mempunyai resiko 2,5-3,5 x untuk menderita diabetes dibandingkan tanpa orang tua diabetes, bila kedua orang tua penyandang diabetes mempunyai resiko 36 x menderita diabetes pada keturunannya dibandingkan tanpa kedua orang tua penyandang diabetes (Meigs JB, Cupples LA, Wilson PWF, 2000 dalam Yuliza, 2011). 33 Table 2.1 Beberapa gen yang diduga sebagai penyebab DM Gen PPARPPAR- coactivator -1 (PGC-1) GLUT 4 Adinopectin Resistin Leptin Uncoupling protein-2 (UP2 Insulin receptor substrate (IRS) Calpain 10 Glucose transporter (GLUT) Insulin GLUT 2 SUR Kir 6,2 GCK Ketrlibatan Obesity & insulin menyebabkan Diabetes tipe 2. Gangguan pensignalan transport glukosa insulin dan Gangguan sekresi insuli Sumber : (Radha V, Vimaleswaran KS, Deepa R, Mohan V, 2003 dalam Yuliza, 2011) B. Landasan Teori Diabetes melitus adalah penyakit kronis di mana pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara cukup, atau di mana tubuh tidak efektif menggunakan insulin yang diproduksi, atau pun keduanya. Hal ini menjurus kepada peningkatan konsentrasi dari kadar gula dalam darah atau hyperglycaemia (WHO, 2013). Faktor risiko diabetes mellitus antara lain adalah Riwayat keluarga menderita diabetes, Obesitas, Aktivitas fisik, Ras/etnis, Gangguan Toleransi Glukosa, Riwayat Diabetes Gestational atau melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg, Hipertensi (tekanan darah ≥140/90 mmHg), Kadar kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL (0,90 mmol/L) dan/atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dL (2,82 mmol/L), Polycystic Ovary Syndrome atau Acantosis Nigricans dan Riwayat kelainan darah (Powers, 2010) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes, 2008). 34 Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Adanya unsur genetik yang berperan pada diabetes mellitus menyebabkan orangtua dengan DM dapat menurunkan penyakit tersebut kepada anak kandungnya. (Kaban,2007). C. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Notoatmodjo, 2010). Adapun kerangka konsep dari penelitian yang berjudul ” Gambaran Riwayat Keluarga Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis” dapat di gambarkan sebagai berikut ini : Faktor Risiko Diabetes Mellitus - Riwayat keluarga menderita diabetes - Obesitas Aktivitas fisik Ras/etnis Gangguan Toleransi Glukosa Riwayat Diabetes Gestational Hipertensi Kadar kolesterol Polycystic Ovary Syndrome atau Acantosis Nigricans Riwayat kelainan darah Gambar 2.3 Kerangka Konsep Sumber : Powers (2010) Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti Diabetes melltitus 35 Kerangka konsep diatas menunjukan diabetes mellitus di pengaruhi beberapa faktor resiko yaitu riwayat keluarga menderita diabetes, obesitas, Aktivitas fisik, Ras/etnis, Gangguan Toleransi Glukosa, Riwayat Diabetes Gestational, Hipertensi, Kadar kolesterol, Polycystic Ovary Syndrome atau Acantosis Nigricans dan Riwayat kelainan darah. Faktor yang mempengaruhi diabetes mellitus yang akan diteliti adalah riwayat keluarga menderita diabetes dimana anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. DAFTAR PUSTAKA Al-Quran Surat Al Araf surat ke 7 ayat 31 ADA (American Diabetes Association), (2012). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care volume 35 Supplement 1. ________________________________, (2013). Standards of Medical Care in Diabetes 2013. Diabetes Care Volume 36 Supplement 1. ________________________________,. (2014). Diabetes http://www.diabetes.org. Diakses Tanggal 10 Maret 2016. Statistic. Adib, M. (2011). Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit Mematikan yang Paling Sering Menyerang Kita. Jogjakarta: Buku Biru. Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta Arisman. (2010). Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Melitus, dan Dislipidemia Konsep, Teori dan Penanganan Aplikatif. Jakarta : EGC. _______. (2013). Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Melitus, dan Dislipidemia Konsep, Teori dan Penanganan Aplikatif. Jakarta : EGC. Balitbangkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. http://www.depkes.go.id. Diakses Tanggal 10 Maret 2015. Balkau et al (2008) Physical Activity and Insulin Sensitivity. Diabetes. Bustan, (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta. Codario, R.A. (2009). Type 2 DM, Prediabetes and Metabolic Syndrome. Humana press Dinkes Jabar, (2013). Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat www.dinkesjabar.go.id, [diakses pada tanggal 10 Maret 2016] 2013, Dion & Beta. (2013). Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan Praktik. Yogyakarta: Nuha Medika. Ernawati, 2013. Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu, Mitra Wacana Media, Jakarta. Fatmawati, Ari. (2010), “Faktor Resiko Keadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Pasien Rawat Jalan (Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak)”, tersedia dalam http://www.Digilib.Unnes/ [diakses pada tanggal 10 Maret 2016]. Fauzi, Isma, (2014). Buku Pintar Deteksi Dini Gejala, dan Pengobatan Asam Urat, Diabetes Melitus dan Hipertensi, ARASKA, Jakarta. IDF. (2014). IDF Diabetes Atlas Sixth Edition. http://www.idf.org. Diakses Tanggal 10 Maret 2016 Kaban, (2007). Pengembangan Model Pengendalian Kejadian Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 di Kota Sibolga Tahun 2005, Majalah Kedokteran Nusantara, Vol. 40, No. 2. Kekenusa j., Ratag B. T & Wuwungan, G., (2013). Analisis Hubung antara Umur dan Riwayat Keluarga Menderita DM dengan Kejadian DM Tipe 2 pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Mamangkey (2013). Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dan Riwayat Keluarga Menderita Dm Dengan Kejadian Dm Tipe 2 Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Notoatmodjo,S, (2010). Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi, Rineka Cipta Jakarta. ____________, (2012) Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan Rineka cipta : Jakarta. Nursalam. (2013) Konsep dan Penerapan Metodologi Keperawatan. Penerbit Salemba Medika Jakarta. Penelitian Ilmu PERKENI, (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta. Powers, (2010). Diabetes Mellitus. In: Jameson J.L. Harrison Endocrinology Ed 2. USA: McGraw-Hill Companies, Inc. 267-313. Pramartha (2013) Gambaran Riwayat Diabetes Mellitus Keluarga, Indeks Massa Tubuh, Aktivitas Fisik, Kebiasaan Merokok Dan Konsumsi Alkohol Serta Hipertensi Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Manggis 1 Tahun 2013. Jurnal Price SA, Wilson LM (2012). Patofisiologi. Konsep K linis Proses-Proses Penyakit. 8th ed. Jakarta: EGC; Santoso, (2013). Diabetes Mellitus Pencegahan dan Pengobatan. Yogyakarta : Buku Pintar Shadine, M., (2010). Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke, dan Serangan Jantung. Jakarta: Penerbit Keenbooks. Smeltzer & Bare, (2012). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi ke delapan, Vol 8, Jakarta: EGC Soegondo, (2012). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Sutanto, Teguh. (2013). Diabetes Deteksi, Pencegahan dan Pengobatan. Yogyakarta : Buku Pintar Suyono (2011) Patofisiologi Diabetes Mellitus. Penerbit FKUI. Jakarta. Tandra, H., (2008). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. WHO, (2013) Country and Regional Data On Diabetes. Available from : http://www.who.int/diabetes/facts/world_figures/en/ [diakses 8 Maret 2016] WHO. (2014). Global Status Report On Non Communicable Diseases. Geneva. Wicaksono, R. (2011). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadia Diabetes Melitus Tipe 2 (Skripsi). Universitas Diponegoro, Semarang. Yuliza (2011) Perbandingan Kadar Asymmetric Dimethylarginine (ADMA) Diantara Keturunan Diabetes Melitus (DM)Tipe 2 Dan Non-DM. tersedia dalam http://repository.usu.ac.id/ [diakses pada tanggal 10 Maret 2016]. Zahtamal (2007). Faktor-Faktor Risiko Pasien Diabetes Melitus. Jurnal penelitian Bagian Ilmu kesehatan Masyarakat Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Riau