PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DESKRIPSI PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KELUARGA KUDUS DALAM KELUARGA KATOLIK DI LINGKUNGAN ST. YOHANES KENTUNGAN PAROKI KELUARGA KUDUS BANTENG, YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik Oleh : Marselina Ase Teme NIM: 121124054 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan kepada Para Suster Ursulin (OSU) di manapun berada yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk belajar dan kepada seluruh keluarga besar yang telah mendukung saya dengan caranya masingmasing selama menjalani proses perkuliahan di IPAK Yogyakarta hingga selesainya penyusunan skripsi ini. iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTTO “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Mat. 7:12) “Langkah anda yang pertama senantiasa kembali kepada Yesus Kristus” (St. Angela Merici) v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRAK Skripsi ini berjudul: DESKRIPSI PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KELUARGA KUDUS DALAM KELUARGA KATOLIK DI LINGKUNGAN ST. YOHANES KENTUNGAN PAROKI KELUARGA KUDUS BANTENG. Penulis memilih judul ini berdasarkan fenomena kehidupan keluarga Katolik dewasa ini, termasuk dalam kehidupan sebagian keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, Paroki Banteng yang sering menyimpang dari spiritualitas Keluarga Kudus. Di antara anggota keluarga semakin jarang berkomunikasi, makan bersama dan doa bersama karena berbagai alasan tertentu. Sementara Keluarga Kudus merupakan model keluarga yang ideal mengenai kesatuan hati, saling memahami, ketaatan dan penyangkalan diri bagi yang lain sebagaimana hati Maria dan Yosef yang disatukan kepada Yesus, mengarah kepada sikap takut akan Allah. Penelitian ini berupaya untuk mengetahui deskripsi penghayatan spiritualitas keluarga Kudus dalam keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Keluarga Kudus Banteng. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan penentuan informan dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Untuk mencapai validitas data penulis melakukan wawancara beberapa informan tambahan, melakukan penelusuran terhadap dokumen, dan juga diperkuat oleh pengamatan secara langsung terhadap perilaku umat dan keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Banteng. Hasil penelitian ini bahwa sebagian keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan pada umumnya belum memiliki pemahaman yang utuh tentang spiritualitas Keluarga Kudus. Keluarga Katolik di lingkungan tersebut lebih terjebak dalam ‘ilusi ketokohan ataupun tindakan’ daripada tokoh Yesus, Maria dan Yosef. Sementara semangat berserah diri pada kehendak Allah, yang menjadi substansi dari spiritualitas sendiri belum menjadi perhatian serius dalam praktek berkeluarga sehari-hari. Demikian halnya dengan upaya keluarga Katolik untuk menghayati spiritualitas keluarga Kudus juga pada umumnya masih sebatas mengikuti contoh tindakan yang dilakukan oleh tokoh keluarga Kudus, seperti aktif dalam kegiatan lingkungan; mengelola pendapatan secara bijaksana di bawah prinsip kesederhanaan; mengupayakan pendidikan dan perkembangan iman anak; berusaha untuk membangun komunikasi yang baik dengan sesama anggota keluarga dan masyarakat; dan berusaha meningkatkan semangat hidup doa dan menggereja. Hal ini secara nyata menunjukkan bahwa pemahaman dan penghayatan spiritualitas keluarga Kudus masih sebatas mengikuti tindakan konkrit dari Yesus, Maria dan Yosef. Berdasarkan fakta ini, penulis merekomendasikan agar Romo Paroki Banteng perlu melakukan upaya untuk menginternalisasikan spiritualitas keluarga Kudus, baik kepada pasangan yang hendak menikah maupun pasangan dalam keluarga pada umumnya melalui kegiatan rekoleksi sehari, sebagaimana ditawarkan penulis dalam skripsi ini. viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRACT This undergraduate thesis entitles: THE DESCRIPTION OF REALIZATION OF THE SPIRITUALITY OF HOLY FAILY IN CATHOLIC FAMILY IN THE REGION ST. JOHN KENTUNGAN, HOLY FAMILY PARISH, BANTENG, YOGYAKARTA. The writer chose this topic based on the phenomenon of Catholic family life today, including in the lives of a Catholic families in St. John Kentungan region, Banteng Parish, which often deviate from the spirituality of the Holy Family. Among the family members increasingly rarely communicate, eat together, and pray together for various reasons. While the Holy Family is a model of the ideal family of the unity of hearts, mutual understanding, obedience and self-denial for others as the heart Mary and Joseph are united to Jesus, to lead to the attitude of the fear of God. This research can be the effort to know well the realization of the Sacred Family Spirituality in their beings. This type of research is descriptive qualitative determination of informants done intentionally (purposive sampling). To achieve with the validity of the data the writer also interviewed some additional informants, performing a search for documents, and also confirmed by direct observation of the behavior of people and families in region St. John Kentungan Banteng Parish. The result of this research notice some of families in St. John region have no integrated insight about the spirituality of Sacred Family. The Catolic Families on that region are isolated by an illusion of the role or the act of Jesus, Mary and Joseph. Inspite of that, the willing of self-giving to God’s will that is substance of spirituality itself was not get a serious anttention in their daily lifes. Thus with the strugle of Catolic family to deepend the spirituality of Sacred Family also, generally is still only following the example of what the figures of the Sacred Family did. For examples, participating in region programs, holding the income wisely in simplicity, responsible for education and children’s faith, and also strive to develop the spirit of prayer and acclesiastical. These things perform that the insight and realization of the spirituality of sacred family is still just follow the concrete action of Jesus, Mary and Joseph. Based on this facts, the writer recomendate the Parish Priest of Banteng to care about the internalization of the spirituality of sacred family, either to the couple that will marry or in all families with recollection, as was ordered by writer in this thesis. ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan yang mahakuasa, berkat kasih dan penyertaan-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul DESKRIPSI PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KELUARGA KUDUS DALAM KELUARGA KATOLIK DI LINGKUNGAN ST. YOHANES KENTUNGAN PAROKI KELUARGA KUDUS BANTENG, YOGYAKARTA. Keluarga Katolik pada saat ini sering menghadapi tantangan, terutama dipengaruhi oleh perkembangan zaman yang pesat dewasa ini. Setiap anggota keluarga cenderung memiliki kesibukan masing-masing. Situasi seperti ini tidak sedikit membawa dampak merugikan bagi keluarga, di mana semakin jauh dari penghayatan akan nilai-nilai yang mesti dihidupkan oleh setiap anggota keluarga seturut spiritualitas yang dihidupkan keluarga Kudus Nasaret. Oleh karena itu, selain menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, skripsi ini juga dapat menjadi salah satu referensi bagi keluarga Katolik untuk membagun keluarga seturut semangat hidup Keluarga Kudus. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini telah melibatkan banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, dari hati yang paling dalam penulis mengucapkan terima kasih kepada: x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1. Drs. F.X. Heryatno W.W SJ.,M.Ed selaku Kaprodi IPAK Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan lembaga ini. 2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku dosen pembimbing utama sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan dan pendampingan kepada penulis, baik selama perkuliahan maupun selama penulisan skripsi. 3. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd. selaku dosen Penguji II sekaligus pembimbing penelitian, yang penuh kesabaran membimbing penulis sejak persiapan, pelaksanaan hingga penulisan skripsi ini selesai. 4. Y. Kristianto, SFK., M.Pd. selaku dosen Penguji III yang selalu mendukung dan memberi masukan kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini. 5. Segenap staf dosen Prodi IPAK, pegawai dan karyawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang dengan penuh keramahan membimbing penulis selama menempuh proses perkuliahan. 6. Keluarga-keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, khususnya para indormasn yang telah membuka hati untuk penulis selama proses wawancara berlangsung, sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan. 7. Pimpinan Ursulin Indonesia, para Dewan dan semua Suster Ursulin yang telah memberikan kesempatan, dukungan dan semangat kepada penulis untuk studi di Prodi IPPAK hingga selesai. xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8. Suster-suster Komunitas Ursulin Pandega Padma Yogyakarta yang selalu mendukung, memberi motivasi, dan semangat kepada penulis serta meluangkan waktu untuk mendengarkan penulis. 9. Keluarga besar penulis yang selalu mendoakan kesuksesan penulis. 10. Teman-teman Angkatan 2012 yang selalu kompak dan menjadi inspirasi bagi penulis. Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat diharapkan penulis dengan hati yang terbuka. Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang, terutama keluarga-keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan. Yogyakarta, 5 Desember 2016 Penulis, Marselina Ase Teme xii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv MOTO ............................................................................................................ v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA .......................... vii ABSTRAK ..................................................................................................... viii ABSTRACT ................................................................................................... ix KATA PENGANTAR ................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang ......................................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 5 C. Pembatasan Masalah ................................................................................ 6 D. Rumusan Masalah .................................................................................... 6 E. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7 F. Manfaat Penulisan/Penelitian ................................................................... 7 G. Metode Penulisan ..................................................................................... 8 H. Sistematika Penulisan .............................................................................. 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 12 A. Spiritualitas Keluarga Kudus ................................................................... 12 1. Pengertian Spiritualitas ...................................................................... 12 2. Spiritualitas Hidup Keluarga Kudus .................................................. 17 3. Tokoh Keluarga Nasaret .................................................................... 21 a. Maria ............................................................................................ 22 b. Yosef ............................................................................................ 23 c. Yesus ............................................................................................ 24 xiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI B. Pengertian Keluarga ................................................................................. 29 C. Tujuan Keluarga Kristiani ........................................................................ 33 D. Fungsi Keluarga Kristiani ........................................................................ 34 E. Hak-Hak dan Kewajiban Dasar Keluarga ................................................ 35 F. Ciri-ciri Keluarga Kristiani ...................................................................... 36 G. Peranan Keluarga Kristiani ...................................................................... 37 H. Kewajiban Sesama Anggota Keluarga ..................................................... 39 BAB III METODE PENELITIAN................................................................. 43 A. Jenis Penelitian ......................................................................................... 43 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 44 1. Lokasi Penelitian ................................................................................ 44 2. Waktu Penelitian ................................................................................ 45 C. Informan Penelitian ................................................................................. 45 D. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 47 1. Wawancara ....................................................................................... 48 2. Observasi.......................................................................................... 48 3. Dokumentasi .................................................................................... 49 4. Instrumen Penelitian ........................................................................ 50 5. Kisi-kisi Panduan Wawancara dan Observasi ................................. 51 E. Teknik Analisis Data ............................................................................... 55 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ......................................... 57 A. Temuan Umum......................................................................................... 57 1. Sejarah Singkat Lingkungan St. Yohanes Kentungan ...................... 57 2. Keadaan Umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan menurut Usia .. 58 3. Keadaan Umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan menurut Mata Pencaharian ............................................................................... 60 4. Keadaan Sosial Budaya ...................................................................... 64 B. Temuan Khusus ........................................................................................ 64 1. Bagaimana Pandangan tentang Spiritualitas Keluarga Kudus ........... 64 2. Bagaimana Hidup Keluarga Kudus menjadi Model xiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI bagi Keluarga Katolik ....................................................................... 3. Bagaimana Keluarga Katolik Mengelola Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga ....................................................................... 4. 70 Bagaimana Keluarga Katolik Menyikapi Perbedaan Cita-cita Anak dan Keinginan Orangtua.................................................................... 7. 68 Bagaimana Keluarga Katolik Membangun Komunikasi dengan Anggota Keluarga dan Masyarakat Sekitar ....................................... 6. 67 Bagaimana Tanggung Jawab Orangtua Terhadap Pendidikan dan Perkembangan Iman Anak ......................................................... 5. 65 71 Bagaimana Keluarga Katolik Membangun Hidup Doa dan Menggereja ......................................................................... 73 C. Uji Validitas ............................................................................................. 74 D. Pembahasan .............................................................................................. 77 1. Pandangan Keluarga Katolik tentang Spiritualitas Keluarga Kudus .................................................................................. 77 2. Cara Hidup Keluarga Kudus Menjadi Model bagi Keluarga Katolik ........................................................................ 80 3. Pengelolaan Pendapatan dan Pengeluaran dalam Keluarga Katolik .. 84 4. Tanggung Jawab Keluarga Katolik terhadap Pendidikan dan Pengembangan Iman Anak .......................................................... 89 5. Komunikasi Keluarga Katolik dengan Sesama Anggota Keluarga dan Masyarakat di Sekitarnya ............................................ 94 6. Menyikapi Perbedaan Antara Cita-Cita Anak dan Keinginan Orangtua .................................................................... 7. Hidup Doa, Menggereja dan Hambatan bagi Keluarga Katolik ........ 97 101 E. Usulan Program Untuk Meningkatkan Penghayatan Penghayatan Keluarga Katolik terhadap Spiritualitas Keluarga Kudus ........................ 105 1. Latar Belakang ................................................................................... 106 2. Sekilas Pengertian Rekoleksi .............................................................. 107 3. Tujuan Program ................................................................................... 108 4. Usulan Kegiatan Rekoleksi ................................................................. 108 xv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB V PENUTUP ......................................................................................... 125 A. Kesimpulan .............................................................................................. 125 B. Saran ......................................................................................................... 127 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 128 LAMPIRAN Lampiran 1 Panduan Wawancara .................................................................. (1) Lampiran 2 Data Wawancara Asli ................................................................. (4) Lampiran 3 Surat Permohonan Ijin Penelitian ............................................... (24) Lampiran 4 Hymne Keluarga Kudus dan Santo Yosef ................................. (25) Lampiran 5 Doa Penyerahan diri kepada Keluarga Kudus Nazaret ............ (26) Lampiran 6 Gambar Keluarga Kudus ............................................................ (27) Lampiran 7 Kegiatan Rohani di Lingkungan St. Yohanes Kentungan .......... (28) xvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Kitab Suci Semua singkatan dalam skripsi ini mengikuti singkatan Kitab Suci sesuai daftar singkatan dalam Perjanjian Baru dan Alkitab Katolik Deutrakanonik yang diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia. Mat. : Matius Luk. : Lukas Mark. : Markus Yoh. : Yohanes Kis. : Kisah Para Rasul Rom. : Roma Ams. : Amsal Ef. : Efesus B. Singkatan Resmi Dokumen Gereja AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awan, 7 Desember 1965 AL : Amoris Laetitia, Intisari Ajaran Paus Fransiskus tentang Perkawinan dan Keluarga, 2014 Art. : Artikel FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II tentang Peranan Keluarga Kristen Dalam Dunia Modern, 22 Nopember 1981 xvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI GS : Gaudium Et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965 KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983 KGK : Katekismus Gereja Katolik. Dicetak oleh Percetakan Arnoldus Ende, 1995 KAS : Keuskupan Agung Semarang ST : Santa/Santo C. Singkatan Umum KK : Kepala Keluarga PNS : Pegawai Negeri Sipil IRT : Ibu Rumah Tangga TK : Taman Kanak-Kanak SD : Sekolah Dasar SMTA : Sekolah Menengah Tingkat Atas IP : Indeks Prestasi RT : Rukun Tetangga xviii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga Katolik memegang peranan yang sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai Kristiani. Baik atau buruknya tingkah laku seorang Kristiani sangat ditentukan oleh situasi hidup dan pendidikan yang diperoleh dalam keluarga. Demikian halnya dengan keberlanjutan perkembangan Gereja Katolik sangat ditentukan oleh keberadaan keluarga Katolik, baik dalam aspek jumlah maupun kualitas. Hal ini berarti bahwa semakin banyak keluarga Katolik yang berkualitas akan mempengaruhi kualitas kehidupan umat dalam menggereja secara keseluruhan, yang pada gilirannya layak menjadi cerminan dari gereja mini di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas. Seiring dengan perkembangan jaman, fungsi keluarga pun semakin bergeser dan bahkan berubah. Belum lagi adanya fenomena kehidupan masyarakat modern yang cenderung individualistis dewasa ini sekurangkurangnya mempengaruhi dinamika kehidupan keluarga Katolik, baik langsung maupun tidak langsung. Salah satu gejala yang melanda hampir semua keluarga, termasuk keluarga Katolik dewasa ini adalah perubahan pola komunikasi dalam keluarga, yang sebelumnya dilakukan secara langsung penuh perhatian dan kehangatan, namun dalam kekinian cenderung menggunakan alat komunikasi modern. Hal itu diperparah lagi gaya hidup masyarakat kota yang cenderung mengejar karier demi materi, sehingga waktu untuk membangun komunikasi dalam nuansa kebersamaan, makan bersama, dan doa bersama dalam keluarga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 semakin terbatas. Oleh sebab itu, perhatian orangtua terhadap perkembangan kepribadian dan iman anak-anak pun seakan menjadi hal yang kurang diperhitungkan dalam sebagian keluarga modern dewasa ini. Berdasarkan temuan penelitian bahwa pada para informan umumnya mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Setiap anggota keluarga lebih memilih mengurus kepentingan masing-masing, sehingga interaksi dalam keluarga untuk saling berbagi pengalaman cenderung terabaikan. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai hidup atau spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret kepada sesama anggota keluarga semakin sulit untuk dilakukan oleh orangtua. Dalam hubungannya dengan hidup doa dan menggereja, pola hubungan antar personal anggota keluarga Katolik seperti ini menimbulkan kecenderungan untuk lalai atau kurang terlibat dalam kehidupan menggereja, kegiatan rohani di lingkungan, dan kurang peduli dengan sesama di sekitarnya. Sebagaimana pengalaman keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, gejala seperti ini mulai muncul ketika anggota keluarga mulai jarang berdoa bersama, makan bersama, dan melakukan pekerjaan rumah secara bersama-sama karena alasan sibuk dan keterbatasan waktu. Padahal doa bersama dalam keluarga Kristiani merupakan hal yang sangat penting, selain menjadi momen untuk membangun hubungan yang mesra dengan Tuhan juga menjadi saat yang tepat untuk membangun hubungan emosional yang kuat di antara anggota keluarga. Dalam penutupan Sinode Keluarga, Paus Fransiskus menghimbau agar keluarga Katolik memahami peran keluarga dalam hidup sehari-hari. Keluarga harus menjadi tempat belajar mengenal rencana Allah dan saling merangkul satu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 sama lain, bukan terjebak atau tergoda dalam ilusi spiritualitas, tidak peduli dan mengabaikan orang lain. Keluarga Katolik juga diharapkan tidak jatuh pada ‘iman yang terjadwal’ menjalankan agenda pribadi yang tidak sejalan dengan agenda gereja. Paus Fransiskus juga menegaskan bahwa panggilan keluarga bertolak dari refleksi atas kehidupan keluarga Nasaret; Yesus, Maria dan Yusuf yang mengajarkan cara mengalami sukacita secara sederhana dalam keluarga. Kehidupan keluarga ditandai dengan kesabaran di tengah aneka kesulitan dan bertumbuh dalam semangat pelayanan. Demikian halnya dengan persaudaraan yang ditumbuhkan dalam keluarga mesti berakar pada cinta antara satu dengan yang lain, semua adalah anggota dari satu tubuh yakni Kristus (Wuarmanuk, 2015: 28-29). Hal ini berarti bahwa keluarga Katolik harus mampu mewujudkan diri sebagai gereja mini, yakni menjadi persekutuan yang mesra sebagai tubuh Kristus. Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang mampu memberi kesempatan kepada setiap anggota keluarga mengambil peran untuk menciptakan kehidupan rumah tangga yang damai, rukun, saling mendengarkan, menghargai dan mengasihi satu dengan yang lain. Peran ayah seperti Yosef sebagai kepala keluarga bertanggung jawab penuh atas kehidupan keluarga. Peran ibu seperti Maria sebagai pendengar yang setia, bersikap tulus, bijaksana, pendidik dan pengatur rumah tangga. Peran anak seperti Yesus, mendengarkan orangtua, menghargai dan menghormati orangtua, taat dan belajar hidup dari orangtua (KHK: art. 1136). Oleh karena itu, keharmonisan keluarga juga ditentukan oleh sejauhmana setiap anggota di dalamnya menjalankan perannya secara baik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4 Paus Fransiskus juga mengeluarkan anjuran Apostolik terbaru “Amoris Laetitia” atau sukacita kasih di Vatikan, yang membahas nilai-nilai fundamental dalam membangun keluarga. Beliau mengakui bahwa dewasa ini banyak keluarga masih berjuang keluar dari jerat hidup yang keras, banyak pengangguran, keluarga gelandangan, para migran, korban kekerasan dan eksploitasi keluarga, yang berefek negatif pada perkembangan iman anak. Hal ini menjadi tugas gereja untuk merangkul dan mengembalikan kepercayaan hidup mereka yang telah lama hilang (Wuarmanuk, 2016: 24). Dengan demikian, semua keluarga yang berada dalam penderitaan diharapkan akan melihat pancaran sinar kasih Allah. Dalam konteks kehidupan umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Banteng, secara umum kehidupan keluarga di lingkungan ini terlihat berjalan secara normal. Namun berdasarkan temuan di lapangan bahwa ada sebagian informan dihadapkan dengan situasi komunikasi di antara anggota keluarga yang kurang berjalan sesuai harapan. Sebagian orangtua ataupun anakanak lebih sibuk bekerja ataupun belajar, sehingga jarang untuk saling berdiskusi dan membagi kasih atau sekedar berkumpul dan bersenda gurau, makan bersama dan doa bersama. Dengan kata lain rumah hanya sebagai tempat untuk tidur di waktu malam, sehingga kebersamaan dan nuansa kekeluargaan dalam keluarga menjadi hal yang mahal untuk dibangun oleh keluarga. Di samping itu, dalam kehidupan berkomunitas pun terlihat bahwa semangat untuk saling kontrol, terutama saling mengingatkan sesama umat yang kurang aktif dalam menjalankan tugas dan doa bersama masih tergolong rendah. Oleh karena itu, keterlibatan anak-anak muda dalam kegiatan di lingkungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 maupun paroki dapat dikatakan sangat minim. Kondisi demikian setidaknya menjadi gambaran awal bahwa semangat Keluarga Kudus Nasaret belum sepenuhnya dihayati oleh semua keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, sehingga perlu ditelusuri untuk menemukan solusi. Hal ini mendorong penulis melakukan penelitian yang berjudul: “Deskripsi Penghayatan Spiritualitas Keluarga Kudus Dalam Keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Keluarga Kudus Banteng” B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikan permasalahan penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pandangan keluarga tentang Spiritualitas Keluarga Kudus? 2. Bagaimana hidup Keluarga Kudus menjadi model dalam kehidupan keluarga Katolik? 3. Bagaimana keluarga Katolik mengelola pendapatan keluarga? 4. Bagaimana tanggung jawab orangtua terhadap pendidikan dan perkembangan iman anak? 5. Bagaimana strategi keluarga Katolik membangun komunikasi dalam keluarga dan masyarakat di sekitarnya? 6. Bagaimana keluarga Katolik menyikapi perbedaan antara cita-cita anak dan keinginan orangtua? 7. Bagaimana keluarga Katolik mengembangkan hidup doa dalam keluarga, kehidupan menggereja, dan hambatannya? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6 C. Pembatasan Masalah Untuk menghindari bias dalam pembahasan hasil penelitian ini, maka ruang lingkup penulisan skripsi ini dibatasi pada deskripsi penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus dalam keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Keluarga Kudus Banteng. Dengan demikian, pembahasan skripsi ini lebih fokus pada obyek dan permasalahan yang diteliti. D. Rumusan Masalah Dari beberapa masalah yang diidentifikasikan di atas, maka rumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penghayatan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Keluarga Kudus Banteng terhadap spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret? 2. Bagaimana upaya-upaya keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan meningkatkan penghayatan terhadap spiritualitas Keluarga Kudus dalam kehidupan keluarga? E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ataupun penulisan skripsi ini sebagai berikut: 1. Mengetahui gambaran tentang penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret pada keluarga-keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, Paroki Keluarga Kudus Banteng. 2. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh keluarga-keluarga Katolik dalam meningkatkan penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus dalam kehidupan keluarga. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 F. Manfaat Penulisan/Penelitian Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut: 1. Bagi keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Menjadi sarana yang membantu setiap keluarga dalam memahami dan menghayati spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret secara utuh, yang pada gilirannya dijadikan sebagai pedoman dalam hidup berkeluarga. 2. Bagi Keluarga Katolik pada umumnya Menjadi inspirasi bagi semua keluarga Katolik dalam membangun keluarga yang baik dan harmonis. 3. Bagi pihak Paroki Sebagai referensi yang berguna dalam pengembangan program pendampingan terhadap keluarga-keluarga Katolik di Paroki Banteng, terutama berkaitan dengan upaya untuk menginternalisasikan semangat Keluarga Kudus dengan harapan agar seluruh keluarga Katolik memiliki pemahaman yang utuh tentang spiritualitas keluarga Kudus. Dengan pemahaman yang utuh dimaksud memungkinkan kehidupan keluarga Katolik semakin selaras dengan kehidupan keluarga yang dicontohkan oleh keluarga Kudus Nasaret. 4. Bagi penulis sendiri Menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan tentang seluk-beluk kehidupan berkeluarga, yang sangat bermanfaat kelak dalam melakukan pendampingan terhadap keluarga Katolik di tempat perutusan. G. Metode Penulisan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8 Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif analitis, di mana metode ini lazim digunakan dalam penelitian kualitatif. Sugiyono (2008) menyatakan bahwa metode deskriptif analisis merupakan metode atau cara mengumpulkan data-data sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, kemudian data-data tersebut disusun, diolah dan dianalisis untuk dapat memberikan gambaran mengenai masalah yang ada (https://www.pengertian analisis deskriptif menurut para ahli, diunduh tanggal 11 Nopember 2016 pukul 16:18). Penelitian ini pun berupaya untuk menggambarkan secara jelas dan mendalam tentang penghayatan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan terhadap spiritualitas Keluarga Kudus dengan menggunakan data-data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara sebagai data primer dan dokumentasi serta hasil observasi sebagai data sekunder (pendukung). Sedangkan untuk membahas hasil penelitian ini penulis menggunakan beberapa konsep yang berkaitan dengan spiritualitas Keluarga Kudus, keluarga dan beberapa literatur yang relevan. H. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penulis dalam penulisan skripsi ini, maka dibuat kerangka atau sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN. Berisi latar belakang penulisan, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berisi deskripsi spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret yang dihidupkan oleh Yesus, Maria dan Yusuf. Selain itu, peneliti PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 juga membahas pengertian keluarga Katolik, tujuan keluarga, fungsi keluarga, hak-hak dasar keluarga dan kewajiban sesama anggota keluarga. BAB III METODE PENELITIAN. Berisi gambaran tentang metode penelitian yang digunakan mencakup: jenis penelitian, unit analisis, penentuan informan, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, lokasi dan waktu penelitian. BAB IV PEMAPARAN DATA. Berisi gambaran lokasi penelitian dan hasil penelitian berupa data verbatim (kata per kata) dari hasil wawancara dengan informandan hasil observasi serta dokumentasi, yang berkaitan dengan deskripsi penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus dalam keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan. Kemudian hasil penelitian tersebut dikelompokkan ke tema-tema yang sama untuk memudahkan penulis dalam membahasnya. Adapun tema-tema dimaksud, yakni: Pandangan Keluarga tentang Spiritualitas Keluarga Kudus; Spiritualitas Keluarga Kudus Menjadi Model Bagi Keluarga Katolik; Pengelolaan Pendapatan dan Pengeluaran serta Hambatannya Bagi Keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan; Tanggung Jawab Orangtua Terhadap Pendidikan dan Perkembangan Iman Anak; Strategi Untuk Membangun Komunikasi Dalam Keluarga dan Masyarakat serta Hambatannya; Menyikapi Perbedaan Antara Cita-Cita Anak Dengan Keinginan Orangtua; dan Hidup Doa, Menggereja dan Hambatan Bagi Keluarga. Hasil penelitian tersebut menjadi acuan bagi penulis dalam menganalisis dua topik besar, yang sebelumnya sebagai rumusan masalah ataupun tujuan penelitian ini, yakni: Gambaran penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret dalam kehidupan keluarga Katolik di PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10 Lingkungan St. Yohanes Kentungan dan urgensinya dalam kehidupan keluarga Katolik pada umumnya; dan upaya keluarga Katolik untuk menghayati spiritualitas Keluarga Kudus di era globalisasi. Di akhir bagian ini penulis menyertakan usulan program untuk Paroki dalam rangka meningkatkan penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret, yang dilakukan melalui kegiatan rekoleksi bagi keluarga di setiap lingkungan di wilayah Paroki Banteng. Melalui kegiatan tersebut diharapkan setiap keluarga dapat menginternalisasikan semangat hidup Keluarga Kudus Nazaret dalam kehidupan nyata setiap hari. BAB V PENUTUP, berisi kesimpulan atas hasil pembahasan penulisan ini. Selain itu, penulis juga memberi saran atau rekomendasi kepada Pastor Paroki, dewan Paroki, pengurus lingkungan dan seluruh umat di Lingkungan St. Yohanes Kentungan agar menindaklanjuti hasil penelitian ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka dalam tulisan ini berkaitan dengan konsep tentang spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret yang dihidupkan oleh Yesus, Maria dan Yusuf. Konsep-konsep tersebut dikutip dari pendapat beberapa ahli, yakni konsepkonsep tentang pengertian spiritualitas, spiritualitas Keluarga Kudus, pengertian keluarga, tujuan dan fungsi keluarga, hak dan kewajiban, ciri-ciri dan peranan Keluarga Kristiani serta tugas keluarga Kristiani dalam membangun sebuah keluarga yang baik dan harmonis, di tengah keluarga, masyarakat dan Gereja. A. Spiritualitas Keluarga Kudus 1. Pengertian Spiritualitas Kata spiritualitas berasal dari kata Latin ”spiritus” menunjuk sesuatu yang sangat konkrit berupa tiupan, aliran udara, nafas hidup dan nyawa. Spiritus dimengerti sebagai ilham, sukma, jiwa, hati dan Roh. Spiritualitas pada umumnya dimaksudkan sebagai hubungan pribadi seorang beriman dengan Allahnya dan aneka perwujudannya dalam sikap dan perbuatan. Spiritualitas dapat diartikan juga sebagai hidup berdasarkan kekuatan Roh Kudus yang mengembangkan iman, harapan dan cinta kasih, atau sebagai sebuah usaha mengintegrasikan segala segi kehidupan yang bertumpu pada iman akan Yesus Kristus yang diwujudkan melalui pengalaman iman Kristiani dalam situasi konkrit (Heuken, 1995: 277). Dalam Injil Yohanes (16:5-15) menuliskan bahwa umat beriman dilahirkan kembali dalam Roh dan kebenaran. Dalam hal ini Roh Kudus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 menjadikan orang beriman ”ciptaan baru” yakni seorang yang seluruh keberadaannya terbuka pada kenyataan rohani. Roh yang diterima orang beriman bukan Roh perbudakan melainkan Roh yang membuat orang menjadi anak-anak yang berseru dalam hati “Allah ya Bapa”, Roma 8:15 (Heuken, 1995:277). Kerohanian atau spiritualitas merupakan kenyataan hidup, yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia di dunia. Spiritualitas dimengerti sebagai yang paling fundamental ialah kekuatan hidup yang harus menciptakan kehidupan yang kudus. Manusia hidup dan dipanggil untuk berbagi energi kehidupan yang diperoleh dari energi Ilahi yang bersumber pada Allah (Darminta, 2007:63). Kerohanian juga menjadi dasar dan pijakan untuk selalu dibangun bangunan baru atau diperbaharui, seperti yang dikatakan oleh Paulus: “Kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dengan orangorang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Dia kamu juga turut dibangun menjadi tempat kediaman Allah di dalam Roh” (Ef., 2: 19-22) (Darminto, 2007:68). Spiritualitas sejatinya berhubungan dengan roh, yaitu daya yang menghidupkan dan menggerakkan setiap pribadi untuk mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan kehidupan. Hidup spiritualitas berarti hidup berdasarkan Roh Kudus yang membantu mengembangkan iman, harapan, dan kasih. Spiritualitas memungkinkan seseorang untuk mengintegrasikan segala PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 segi kehidupan berdasarkan iman akan Yesus Kristus. Spiritualitas sejati terwujud dalam kehidupan sosial-budaya, ekonomi dan politik. Dengannya memampukan manusia untuk bertahan dalam mewujudkan tujuan dan pengharapannya serta berusaha untuk mencari dan mengenal jalan-jalan Allah (Banawiratma, 1990:57). Di samping itu, spiritualitas menjadi sumber untuk menghadapi penganiayaan, kesulitan, penindasan dan kegagalan yang dialami oleh seseorang atau kelompok tertentu. Spiritualitas Kerajaan Allah tidak bisa bertumbuh dan berkembang hanya di dalam rumah ibadah melainkan diwujudkan melalui tindakan yang nyata dalam kehidupan bermasyarakat. Umat Allah dipanggil dan diutus untuk terlibat serta ambil bagian dalam upaya mewujudkan Kerajaan Allah. Dalam menjalankan tugas pengutusannya, mitra Allah membutuhkan Roh untuk bisa tahan uji (Banawiratma, 1990: 58). Spiritualitas sebenarnya cara orang menyadari, memikirkan dan menghayati hidup rohani. Spiritualitas Katolik berarti saat seseorang menerima iman (fides quae creditur) dengan cara melakukan sebuah tindakan iman (fides qua creditur), maka seseorang menjalankan imannya itu melalui praktek spiritual (Harjawiyata, 1979: 20-21). Spiritualitas berarti kehidupan yang dijiwai dan dipimpin oleh roh yaitu Roh Kudus, yang menunjuk pada pola atau gaya hidup yang dipengaruhi dan dipimpin oleh Roh Kudus (Martasudjita, 2002:11). Menurut Harjawiyata (1979:22-24) bahwa unsur-unsur pokok dalam proses pengembangan spiritualitas Kristiani, yaitu: a. Tawaran Allah yang bersabda. Allah menyingkapkan seluruh maksud dan rencana-Nya dalam diri Yesus Kristus. Tawaran kasih Allah mendapatkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 wujud yang nyata dan konkrit dalam diri Yesus. Seluruh hidup, karya, sengsara, kematian dan kebangkitan-Nya menyingkapkan betapa besar kasih setia Allah kepada umat-Nya. b. Jawaban manusia adalah melalui iman. Ketika Allah bersabda dan mewartakan kasih-Nya, Ia mengharapkan jawaban dan persetujuan manusia. Jawaban kita tidak hanya di mulut, tetapi juga harus diwujudkan dalam tindakan. Jawaban “Ya” ini disebut “iman”. Iman melibatkan seluruh aspek kehidupan manusia. Iman perlu dihayati dan diamalkan terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari. Iman merupakan dasar hidup rohani dan spiritualitas Kristiani. c. Liturgi dan hidup sakramental. Tawaran kasih Allah yang terpusat pada Kristus dirayakan dan dihadirkan dalam liturgi Gereja. Liturgi merupakan sumber kehidupan rohani orang Kristen. Hidup yang menimba kekuatannya dari perayaan sakramen-sakramen dapat disebut ”hidup sakramental”, dan merupakan unsur mutlak bagi orang kristiani dan membantu untuk menghayati hidupnya sebagai orang kristiani secara penuh. d. Kitab Suci. Melalui sabda Allah terjadi dialog yang intens antara Allah dengan manusia. Hal ini terjadi apabila manusia sedang membaca, mendalami dan merenungkan kitab suci dalam perayaan liturgi sabda. Perayaan sabda perlu disiapkan dan diresapkan dalam bacaan suci pribadi atau dalam pendalaman melalui kelompok kitab Suci. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 e. Hidup Doa. Doa diadakan dalam liturgi, baik doa pribadi maupun bersamasama. Sikap yang perlu dibina dalam doa adalah mendengarkan Allah yang bersabda kemudian kita menjawab. f. Tobat dan asketis. Iman harus mempengaruhi seluruh hidup. Manusia adalah orang yang lemah, rapuh dan berdosa. Kesediaan untuk diubah disebut “bertobat”. Tobat merupakan suatu perjuangan yang berlangsung terusmenerus sepanjang hidup dan perlu melatih diri membuka hati di hadapan Allah melalui pemeriksaan batin. g. Persekutuan Kasih. Persekutuan kasih berlandaskan pada perintah Kristus yang utama yakni cinta kasih. Cinta kasih dapat menjadi hal yang utama dalam hidup kita, dalam keluarga, masyarakat maupun bangsa dan negara. Cinta kasih dapat mengalahkan kebencian, iri hati, balas dendam dan kesombongan. Dari pengertian-pengertian di atas penulis memahaminya bahwa spiritualitas adalah kehidupan orang Kristiani yang dikuasai Roh Kudus dan menjiwai seluruh segi kehidupan manusia. Roh Kudus yang selalu memberi daya kekuatan Ilahi dan semangat yang baru kepada manusia dalam menjalani seluruh aspek kehidupannya, memampukan setiap orang untuk semakin bertumbuh dan berkembang dalam iman kepada Yesus Kristus dengan berpasrah kepada kehendak Allah. Melalui rahmat Roh Kudus, seseorang yang menerima tawaran rahmat itu dibimbing pada kepenuhan, kesempurnaan atau kesucian dalam hubungan dengan Allah. Perkembangan hidup Kristiani adalah kesempurnaan atau PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 spiritualitas manusia dalam aspek intelektual, kehendak, perasaan, tubuh dan segala keutuhan sebagai pribadi (Olla, 2010: 44). 2. Spiritualitas Hidup Keluarga Kudus Gambaran Keluarga Kudus Nasareth ditemukan mulai dari bab-bab awal Injil Mateus dan Lukas (bab 1 dan 2). Warna kepribadian Maria dan Yusuf dikonkritkan melalui pergulatan-pergulatan yang dialami sepanjang pertumbuhan Yesus. Sosok Yusuf sebagai pribadi yang sederhana, taat pada tradisi keagamaan dan pada kehendak Ilahi dan ia adalah seorang beriman yang tidak menuntut banyak syarat, tidak ingin mencemarkan nama baik orang lain, dan bertanggungjawab. Seperti Yusuf, Maria juga beriman dan terbuka akan bimbingan Ilahi, yang selalu mencoba memahami peristiwa demi peristiwa sekitar Yesus dengan tidak mengedepankan kepentingan dirinya sendiri. Bagi Maria panggilan hidup adalah Kasih Karunia Allah. Allah telah memilih Maria menjadi ibu Tuhan Yesus (Luk 1:30-31) dan Yusuf dipanggil untuk mengambil Maria sebagai isterinya (Mat 1:20) (Dedi Dismas. Membangun Spiritualitas Keluarga Kudus. Dalam http://dedismas.blogspot.co.id/membangun-spiritualitas-keluargakudus.html, diakses 7/12/2016). Selanjutnya, sikap Maria selaras dengan Yusuf yang mendengarkan dan menerima panggilan Tuhan. Dalam hal ini kesetiaan, hormat, dan kasih menjadi dasar hidup bersama bagi Kelurga Kudus Nasaret, dan kasih itu membuat orang berani menjadi korban bahkan diam demi kebaikan orang lain. Seperti yang ditulis dalam Injil Mateus bahwa setelah Yusuf mengetahui bahwa Maria sudah mengandung, ia bermaksud “menceraikannya dengan diam-diam” (Mat 1:19). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 Namun hal itu tidak dilakukan Yusuf demi kehormatan dan nama baik Maria. Sikap Yusuf tersebut bermakna bahwa kasih itu membuat orang berani menjadi korban bahkan diam demi kebaikan orang lain. Di samping itu, di balik perbuatan Yusuf itu juga mempunyai makna untuk menjaga nama baik orang lain. Sementara itu, kesetiaan Maria dan Yusuf untuk menjaga Yesus memungkinkan terjadinya komunikasi batin dan tumbuhnya kepekaan intuisi untuk bisa mengerti dan memahami orang lain. Kisah pencarian Maria dan Yusuf terhadap Yesus dengan penuh kecemasan, yang akhirnya ditemukan dalam bait Allah merupakan suatu kisah kesetiaan Maria dan Yusuf dalam mendampingi Putera-Nya. Dalam peristiwa ini Maria dan Yusuf menyingkirkan agenda pribadi, begitu juga dengan Yesus seperti yang ditulis bahwa “pulang bersama-sama mereka ke Nazareth” (Luk2:51). Sikap yang dikembangkan oleh Maria, Yusuf, dan Yesus mencerminkan bahwa Keluarga Kudus Nasaret menjadi tempat yang ideal untuk tumbuhnya pribadi-pribadi yang dewasa. Keluarga Kudus juga merupakan kesatuan tiga pribadi yang menjalani hidup berdasarkan gerak hati atas situasi yang ada pada saat itu, yang selalu berusaha mempertemukan keputusan-keputusan mereka yang mengarah kepada kehendak Allah. Segi hidup bersama yang dihidupi Keluarga Kudus menjadi daya dan kebahagiaan untuk saling medukung dalam mencari dan melaksanakan kehendak Bapa (Dedi Dismas. Membangun Spiritualitas Keluarga Kudus. Dalam http://dedismas.blogspot.co.id/membangun-spiritualitas-keluargakudus.html, diakses 7/12/2016). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 Dalam konteks kelembagaan, keluarga menjadi tempat yang memungkinkan Yusuf, Maria dan Yesus mengalami dan merasakan kepenuhan akan kebutuhan jasmani maupun rohani yang sangat mendalam. Latar belakang kehadiran mereka masing-masing sebagai utusan yang bersatu membentuk sebuah keluarga baru yang di dalamnya saling memberi dan menerima, mendidik dan dididik. Keluarga Kudus menjadi wahana saling belajar satu sama lainnya baik dalam menyelesaikan berbagai macam masalah kehidupan maupun dalam meningkatkan perkembangan rohani. Walau mereka memiliki keterikatan batin yang kuat namun ketiganya tetaplah pribadi-pribadi yang tidak melebur dalam pribadi yang lainnya. Masing-masing tetap memiliki kekhasannya, pribadi yang mandiri dan utuh serta yang memiliki perannya masing-masing. Dalam pemahaman yang lebih jauh, mereka memiliki kesamaan problem yang membutuhkan keterlibatan dari masing-masing pribadi mereka. Kepadanya, masing-masing mereka harus mampu mengambil sebuah tindakan tegas untuk ikut serta dalam karya keselamatan Allah atau tidak. Karena itu dalam kebebasan, tanpa paksaan dari apapun dan siapapun keputusan penting harus mereka ambil. Sambil berdiri dihadapan misteri Ilahi, mereka menemukan bahwa mereka hanya mempunyai satu hidup yang harus dihidupi yakni hidup demi Allah. Menerima kenyataan tersebut dan menghayatinya berarti mereka menerima rahmat dan menemukan bahwa semua yang dari kehidupan adalah baik. Hal ini menandakan bahwa kehidupan keluarga yang berlandaskan pada kasih, kepercayaan, penghormatan dan penghargaan dapat membawa sebuah wahana spiritual. (Viktor Satu S.S. Keluarga Kudus Nasaret Cermin Pelayanan Kreatif. Dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 https://msfmusafir.wordpress.com/keluarga-kudus-nazaret-cermin-pelayan-kreatif, diakses 7/12/2016. Dalam konteks keluarga Kristiani pada umumnya, pemaknaan spiritualitas hidup keluarga sebenarnya semangat hidup yang hanya berpusat pada Allah sendiri. Hal ini sudah terungkap nyata dalam pribadi Yesus Kristus yang menjadi utusan-Nya dan menjadi bagian dari keluarga Santu Yosef dan Bunda Maria. Keluarga Kudus adalah keluarga yang hidup damai, harmonis dengan berlandaskan hukum cinta kasih. Keluarga Kudus menjadi contoh bagi realitas hidup keluarga pada zaman sekarang. Sementara keluarga Kudus Nasaret sendiri adalah “model yang sempurna mengenai kesatuan hati, saling memahami, ketaatan dan penyangkalan diri bagi yang lain”. Bunda Maria dan Santu Yosef digambarkan sebagai dua pribadi yang disatukan dan diarahkan kepada Yesus. Barthier mengungkapkan bahwa hati mereka disatukan kepada Yesus, mengarah kepada (sikap) takut akan Allah, untuk menyampaikan rasa terima kasih mereka atas pengampunan dosa dan penebusan umat manusia, sehingga kemuliaan Tuhan tinggal dalam hati Maria dan Yosef. Yesus, Maria dan Yosef dengan cara yang paling tinggi menaruh hormat dan berpasrah kepada Allah Bapa dalam Roh dan kebenaran (Yoh 4:24) (Sutrisnaatmaka, 1999: 240-246). Nilai hidup ketaatan dan kesetiaan Keluarga Kudus kepada kehendak Allah ini patut menjadi contoh dan teladan bagi keluarga Kristiani dalam menumbuhkembangkan iman dan pengharapan kepada Allah. Keluarga Kristiani hendaknya bercermin kepada kehidupan Keluarga Kudus dalam mengembangkan seluruh aspek kehidupan, baik jasmani maupun rohani. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 3. Tokoh Keluarga Kudus Nasaret Tokoh dalam keluarga Kudus Nazaret yakni Maria, Yosef dan Yesus. Ketiga tokoh ini menjadi teladan sekaligus pusat perhatian yang memberi inspiratif bagi keluarga Kristiani. Oleh karena itu, keluarga seharusnya menjadi cerminan kasih ilahi, sebab akar dari cinta yang benar adalah Allah sendiri. Keluarga manusiawi di dunia ini: ibu-bapa dan anak-anak mestinya membawa pesan dan berita tentang keluarga surgawi. Keluarga Kudus Nazaret: Yosef, Maria dan Yesus menjadi contoh dan teladan bagi keluarga-keluarga Kristiani. Setiap orang Kristiani yang hendak membangun keluarga, hendaknya belajar dari Keluarga Kudus Nazaret. Menjadi teladan berarti seluruh kehidupan keluarga Yosef, Maria dan Yesus ditiru keteladanannya dalam hal iman, harapan dan kasih serta berpasrah kepada kehendak Allah. Keluarga kudus Nazaret adalah guru iman dan guru dalam kehidupan berkeluarga (Hello, 2016:13). a. Maria Maria menggambarkan dirinya sebagai hamba Tuhan (Luk 1:1.48). Kata hamba Tuhan berarti budak, pelayan atau abdi Tuhan. Selaku seorang hamba ia menyadari bahwa hidupnya sungguh amat tergantung pada kehendak Allah. Tuhanlah yang menuntun dan mengatur hidupnya. Ia meletakkan hidupnya kepada kehendak Allah. Menyebut diri sebagai hamba Tuhan, Maria termasuk dalam daftar tokoh yang mempunyai peranan penting dalam sejarah keselamatan Allah. Maria tidak hanya melayani Allah saja, tetapi juga sesama. Hal ini ditunjukkan dalam kunjungan kepada saudaranya Elisabet. “Ia mengunjungi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 Elisabeth, saudarinya, yang mengandung di masa tuanya” (Luk 1:39-45). Kunjungan Maria kepada Elisabeth membawa kabar sukacita dan kekuatan kepada Elisabeth. Elisabeth memberi salam kepadanya ”Berbahagialah ia yang telah percaya sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan akan terlaksana” (Luk 1:45) (Hardiwiratno, 1996:386). Maria adalah ibu rohani kita dalam keluarga, layaknya peran seorang ibu yaitu mengasihi, mengasah dan mengasuh. Maria telah dipercayakan peran untuk mengasihi, mengasah dan mengasuh kita dalam hidup rohani. Peran ibu yang sedemikian kompleks menentukan hidup seorang anak, menunjukkan betapa pentingnya peran yang dipercayakan Allah kepada Maria. Oleh karena itu, umat Kristiani harus mengakui peran Maria dan menerimanya sebagai anugerah Allah yang sangat berharga (Handoko, 2014:73). Maria adalah sosok ibu yang rendah hati, tulus dan setia pada kehendak Allah. Maria adalah seorang pribadi yang menyimpan dan merenungkan segala perkara di dalam hatinya. “Maria menyimpan segala perkataan itu dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:19) (Leks, 2007:40). Dari ulasan di atas menunjukkan bahwa spiritualitas yang dimiliki dan dihayati oleh Maria adalah penyerahan diri secara total pada kehendak Allah, yang terkenal dengan komitmen imannya dalam ungkapan ‘terjadilah padaku menurut perkataanMu’. b. Yosef Santo Yosef berasal dari kata Yunani Ioseph dan kata Ibrani ‘yoseph’ yang merupakan singkatan dari yosep’el yang berarti semoga Allah menambahkan anak-anak lain kepada anak yang mau lahir. Yosef berasal dari keluarga dan keturunan Daud, bekerja sebagai seorang tukang kayu. Yosef adalah suami Maria PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 dan ayah Yesus. Yosef adalah pelindung keluarga Kristiani dan teladan bagi Bapa Keluarga. Dalam Injil Matius tertulis tiga kali tentang ketaatan Keluarga Kudus kepada Allah. Pertama, Yusuf tidak jadi menceraikan Maria dan diminta mengambil Maria sebagai isterinya (Mat. 1:18); Kedua, diminta untuk mengungsi ke Mesir (Mat. 2:13); Ketiga, diminta untuk kembali dari Mesir kembali ke Nazaret (Mat. 2:19) (Hardiwiratno, 1996:386). Pengalaman krisis mau menceraikan Maria dan ketulusan hatinya untuk tidak mau mencemarkan nama baik calon istrinya itu, telah mengantarkan Yusuf kepada sikap kemandirian iman. Peran yang dimainkan Yusuf sebagai suami Maria dan ayah bagi Yesus memang amat sangat terbatas. Namun peran terbatas itu justru lebih memberikannya ruang gerak bagi kewajiban sebagai suami dan ayah dalam keluarganya. Santo Yosef sebagai pelindung dalam keluarga dan ia adalah sosok yang sederhana, bijaksana, tulus hati, taat kepada kehendak Allah dan pekerja keras serta bersikap lembut dalam keluarga (Hello, 2016:19-23). Dengan demikian spiritualitas yang dimiliki dan dihayati oleh Yosef adalah taat dan berpasrah kepada kehendak Allah. Teladan Yosef perlu dihayati dalam kehidupan keluarga Katolik pada zaman sekarang. Seorang ayah sebagai kepala keluarga bertanggungjawab penuh dalam keluarga, dalam situasi suka dan duka ayah memiliki peran utama untuk mengatasi kesulitan itu dengan penuh kasih. c. Yesus Yesus berarti “Allah menyelamatkan”. Nama ini diberikan oleh malaikat pada waktu Pewartaan kepada Maria sekaligus mengungkapkan identitas dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 misi-Nya” karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Mat. 1:21). Petrus juga menyatakan ”di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis. 4:12) (Kompendium Katekismus Gereja Katolik Art.81, 2009:43). Yesus dibesarkan dalam keluarga Maria dan Yosef, sehingga keluarga Kudus Nasaret menjadi gambaran historitas Yesus, sejak kanak-kanak sampai Ia tampil di muka umum. Yesus tidak dilahirkan di istana sebagai putera raja, tetapi Ia memilih menjadi seorang miskin dan mau dibesarkan di dalam keluarga sederhana. Maria dan Yosef selalu berusaha untuk menciptakan suasana yang baik dan serasi di rumah. Sewaktu-waktu mereka juga harus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan sehari-hari; tidak hanya makanan, pakaian, peralatan, melainkan juga kepuasan, kesenangan, kegembiraan, saling menolong. Hal yang paling utama dalam keluarga Kudus adalah pendidikan kerohanian, doa bersama, melakukan kewajiban agama. Dan itulah yang mondorong Yusuf dan Maria untuk mengajak Yesus ke Yerusalem pada hari raya paskah. Hidup Yesus sendiri dibaktikan bagi pelayanan kepada kehendak Bapa yaitu pewartaan kerajaan Allah. Pewartaan Injil-Nya terungkap nyata dalam pelayanan kepada sesama manusia, terutama bagi yang miskin dan tersingkir dari masyarakat. Dikatakan bahwa “Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan dan menurut kebiasaan-Nya pada hari sabat Ia masuk ke rumah-rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab, Yesus menemukan nas yang tertulis, Roh Tuhan ada padaku, Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan kepada orang buta dan pembebasan kepada orang-orang tertindas (Luk. 4:16-19) (Komisi Kerasulan Kitab Suci KAS 2016:15). Pada umur dua belas tahun Yesus berkata kepada Maria dan Yusuf, bahwa Ia harus berada di dalam rumah Bapa-Nya (Luk 2:49). Perkataan Yesus ini menunjukan hubungan erat antara Yesus dan Bapa-Nya. Hubungan dengan Allah sebagai Bapa-Nya, menentukan seluruh hidup-Nya dan terungkap dalam doa-doaNya “Aku bersyukur pada-Mu Bapa, Tuhan langit dan bumi bahwa semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang orang bijak dan pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil” (Mat. 11:25). Seluruh kehidupan Yesus ditentukan oleh kesatuan-Nya dengan Allah Bapa-Nya. Yesus menyerahkan hidup-Nya kepada kehendak Allah (Iman Katolik, 1996:200). Oleh karena itu, inti dari spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret adalah penyerahan diri kepada kehendak Allah Bapa di Surga. Keluarga Kudus adalah model yang sempurna mengenai kesatuan hati, saling memahami, ketaatan dan penyangkalan diri bagi yang lain. Bunda Maria dan Yosef digambarkan sebagai dua pribadi yang disatukan dan diarahkan kepada Yesus. Barthier mengungkapkan bahwa hati mereka disatukan kepada Yesus, mengarah kepada (sikap) takut akan Allah, untuk menyampaikan rasa terima kasih mereka atas pengampunan dosa dan penebusan umat manusia, sehingga kemuliaan Tuhan tinggal dalam hati Maria dan Yosef. Yesus, Maria dan Yosef dengan cara yang paling tinggi menaruh hormat kepada Allah Bapa dalam Roh dan kebenaran (Yoh.4:24). Keluarga Kudus dapat diperluas cakupannya mengarah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 pada seluruh keluarga umat manusia, yaitu keluarga Allah Bapa (Sutrisnaatmaka, 1999: 246). Dalam membangun sebuah keluarga atas dasar kasih Allah, maka ada lima hal yang sangat relevan dengan keluarga zaman sekarang antara lain: Komitmen. Maria dan Yosef mengawali kehidupan keluarga mereka dengan membangun komitmen terlebih dahulu dengan Allah dan rencana-Nya. Komitmen Maria ”Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu” (Luk. 1:38). Komitmen Yosef, ”sesudah bangun dari tidurnya, ia berbuat seperti apa yang dikatakan Tuhan kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai istrinya”(Mat. 1:24). Padahal sebelumnya Yosef sudah berencana untuk menceraikan Maria di muka umum. Di titik ini, perbedaan dan keunikan terkadang memungkinkan terjadinya konflik, namun sekaligus memperkaya, jika konflik dihadapi dan dikelola melalui komunikasi yang terbuka dan tanggung jawab kepada pasangan/orang tua atau anak. Yosef dan Maria membangun sikap setia. Mereka setia pada komitmen awal. Walaupun banyak mengalami rintangan dalam keluarga, berakhir dengan putra-Nya yang tunggal Yesus Kristus, harus mengakhiri hidup-Nya di kayu salib, demi keselamatan umat manusia. Kesetiaan adalah sebuah nilai hidup yang sangat penting dan perlu terus diperjuangkan dalam kehidupan berkeluarga. Yosef dan Maria membangun relasi yang akrab dan mesrah bersama Allah. Mereka adalah pemeluk agama Yahudi yang saleh. Keakraban dan kemesraan mereka dengan Allah menjadi sangat nyata dalam kidung magnificat (Luk. 1:46-56). Maria merasakan dan mengalami penyelenggaraan-Nya, merasa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 dinomorsatukan oleh Allah, sehingga segala keturunan akan menyebutnya berbahagia. Yosef dan Maria membangun sikap kesederhanaan dalam hidup. Dalam doa magnificat, Maria tidak hanya merasa bahagia, tetapi mengalami perbuatanperbuatan besar dari Allah. Kebahagiaan lebih merupakan kepenuhan batin. Yosef dan Maria adalah pendidik yang berdaya guna. Manusia adalah makluk yang ‘menjadi’ selalu dalam proses menjadi, sebuah pekerjaan rumah yang tidak pernah selesai. Dalam menghadapi persoalan yang belum dipahami, Maria menyimpan semua perkara itu dalam hatinya (Luk 2:19,51). Dengan menanamkan nilai iman disertai dengan komunikasi yang berdayaguna maka “Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia (Luk 2:52). Oleh karena itu, keluarga Kudus Nazaret, hendaknya menjadi pola dan panutan bagi keluarga-keluarga Kristiani (Nugroho, 2012:6-7). Orang-orang Yahudi yang saleh diwajibkan untuk datang ke Bait Suci di Yerusalem pada hari raya Paskah, Pentekosta dan hari raya Pondok Daun. Yosef dan Maria adalah orang Yahudi, mereka pun taat mengikuti tradisi yang ada. Dikatakan bahwa “Yosef dan Maria tiap-tiap tahun membawa serta Yesus ke Yerusalem untuk merayakan Paskah, Yesus berusia dua belas tahun (Luk. 2: 4142) (Subagyo, 2011:85). Orangtua Yesus kembali ke Galilea setelah perayaan berakhir. Yesus diam-diam pergi ke rumah ibadat. Yosef dan Maria sebagai orangtua diliputi perasaan sedih dan gelisah. Ketika menemukan Yesus, Maria sebagai orangtua PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 bertanya kepada-Nya, “Nak, mengapa Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku mencari Engkau” (Luk. 2:48). Yesus menjawab “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di rumah Bapa-Ku? (Luk.2:49). Jawaban Yesus membuat Maria sebagai Ibu-Nya tidak mengerti rahasia Putranya, tetapi “Maria menyimpan segala perkara di dalam hatinya” (Luk. 2:51). Maria sebagai seorang ibu, mengambil sikap yang tepat yakni bijaksana. Sikap bijaksana ini patut menjadi contoh bagi keluarga kristiani dalam menghadapi setiap persoalan dalam hidup berkeluarga (Subagyo, 2011:86) Ketika banyak orang mengerumuni Yesus dan berkata kepada-Nya “Ibu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin menemui Engkau“ (Mark, 3:32), Yesus menjawab ”Barangsiapa yang melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan dan dialah ibu-Ku” (Mrk. 3:35). Jawaban Yesus ini tidak mengandung pemahaman bahwa Yesus tidak sopan dan tidak menghargai keluarga-Nya, tetapi Yesus ingin menekankan bahwa hubungan kekeluargaan tidak hanya sebatas keluarga kecil (orangtua dan anak). Yesus ingin memperluas hubungan relasi kekeluargaan dengan semua orang yang mendengarkan Firman Allah. “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan Firman Allah dan memeliharanya” (Luk.11:28) (Subagyo, 2011:92). Hal ini dapat dipahami bahwa spiritualitas yang dihayati oleh Keluarga Kudus (Yosef, Maria dan Yesus) adalah semangat hidup Keluarga Kudus yang diwujudkan melalui penyerahan kepada kehendak Allah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 B. Pengertian Keluarga Tidak bisa disangkal bahwa kebahagiaan seseorang sangat tergantung pada keadaan keluarganya. Kalau keluarganya harmonis, umumnya orang akan mudah merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Demikian pula, setiap keluarga Katolik dengan latar belakang yang berbeda, baik yang mapan secara ekonomi maupun yang hidup pas-pasan memiliki kesempatan yang sama untuk menimba kebijaksanaan hidup dari teladan Keluarga Kudus Nazaret. Pribadi yang lahir dari kalangan bangsawan atau kaya dapat belajar dari keluarga bagaimana untuk hidup sederhana dalam saat-saat kelimpahan dan bagaimana untuk tetap mempertahankan martabat dalam kesesakan. Mereka dapat belajar bahwa kepantasan moral lebih berharga daripada kekayaan. Hal ini kiranya menjadi panduan bagi umat Kristiani selama ini dalam memaknai kelimpahan ataupun kekurangan yang dialami dalam kehidupan keluarga. Hidup berkecukupan bukan berarti silau dengan harta tetapi rejeki yang diperoleh menjadi sarana untuk membantu anggota komunitas lain agar tetap merasa sebagai bagian dari kesatuan umat Allah. Memiliki mobil kemudian digunakan untuk memobilisasi anggota koor ke gereja saat ada tanggungan di paroki atau membawa ibu-ibu mengunjungi orang sakit merupakan salah satu contoh dari sikap hidup keluarga Kristiani dalam memaknai kekayaan. Di pihak lain, tidak sedikit pula keluarga yang merasa tidak punya cukup waktu untuk berbicara dari hati ke hati. Berbeda dengan zaman dahulu, peran orangtua untuk menanamkan ajaran moral dalam diri putra-putrinya dan membicarakannya pada saat duduk bersama di rumah, berbaring, dan bahkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 selama dalam perjalanan (Ul. 6:6, 7). Orang tua dan anak-anak punya banyak waktu untuk menjalin komunikasi, sehingga bisa saling memahami kebutuhan, keinginan, dan kepribadian anak. Demikian sebaliknya, anak-anak pun bisa benarbenar mengenal orang tua mereka (Stef & Ingrid Tay. Keluarga Kudus: Pola Ilahi Bagi Keluarga Kita. Dalam https://www.katolisitas.org/keluarga-kudus-polailahi-bagi-keluarga-kita, diakses 7/12/ 2016) . Realitas kehidupan keluarga Katolik sekarang, terutama di daerah perkotaan, anak-anak sudah disekolahkan sejak masih sangat kecil, bahkan kadang sejak berumur dua tahun. Banyak ayah dan ibu bekerja di tempat yang jauh dari rumah. Saat orang tua dan anak punya sedikit waktu bersama, perhatian mereka tersita oleh komputer, televisi, dan perangkat elektronik lainnya. Dalam banyak keluarga lainnya juga bahwa orang tua dan anak-anak sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing sehingga mereka merasa asing terhadap satu sama lain atau tidak pernah ada pembicaraan dari hati ke hati. Menyadari perubahan sosial semacam ini, beberapa keluarga Katolik bahkan sudah mulai memikirkan untuk sepakat membatasi waktu di depan televisi atau komputer. Sementara yang lainnya mengupayakan untuk makan bersama sedikitnya satu kali sehari dan mulai menyisihkan waktu satu jam atau lebih setiap minggu untuk sekedar mengobrol. Sebelum anak-anak berangkat ke sekolah, orangtua selalu memberi wejangan sesuatu yang membina dan mengajak berdoa bersama, yang akan berpengaruh besar atas kegiatannya sepanjang hari itu. Semua yang dilakukan itu merupakan upaya untuk memaknakan spiritualitas keluarga Kudus Nasaret, meskipun semangat untuk menyerahkan keluarga pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 penyelenggaraan Ilahi kadang masih membutuhkan perjuangan yang panjang. Hal ini yang membedakan keluarga Kristiani dengan keluarga pada umumnya. Keluarga menurut ajaran gereja adalah lingkungan primer yang paling berperan dalam pembentukan watak, moral dan iman anak. Keluarga menjadi sekolah pertama dan utama, tahap demi tahap anak akan mengerti arti hidup. Lain perkataan bahwa keluarga menjadi sekolah pertama dan utama bagi anak menjadi pribadi yang seutuhnya, yakni pribadi yang beriman, berbakti kepada Allah dan sesama serta memiliki keutamaan hidup (Sutarno, 2013:5). Paus Yohanes Paulus II, dalam homilinya pada misa di kota Cuenca, Maret 1985 mengatakan bahwa, “Keluarga merupakan tempat pertama panggilan kristiani dinyatakan. Setiap panggilan dilahirkan di dalam keluarga, yang merupakan tempat istimewa bagi benih yang ditanam oleh Allah dalam hati anakanak agar dapat berakar dan masak. Keluarga adalah tempat partisipasi orang tua dalam misi imamat Kristus sendiri dinyatakan dalam derajatnya yang paling tinggi” (Eminyan, 2001:236). Keluarga juga merupakan salah satu lembaga terkecil dalam masyarakat. Demikian pula seorang anak yang baru dilahirkan pertama kali mengenal dan mengalami kebersamaan dengan setiap orang dalam keluarga. Di samping itu, keluarga adalah lingkungan pendidikan primer seorang anak, tempat dimana ia memperoleh dasar-dasar keterampilan (sensomotorik), dasar-dasar kecerdasan (bahasa, alam pikiran) dan dasar-dasar nilai hidup (agama, adat dan tata kelakuan). Semntara keluarga berusaha untuk memberikan penghiburan, perlindungan serta pertolongan kepada anak selama masa kanak-kanak hingga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31 mencapai kemandirian. Penghiburan yang dimaksudkan misalnya penghiburan setelah pulang dari sekolah atau pekerjaan atau perlindungan terhadap ancaman dari luar (Hommes, 2009:137). Keluarga juga diberikan kepercayaan dan tanggung jawab untuk merawat, mendidik dan membesarkan anak. Keluarga adalah lingkungan primer yang paling berperan dalam pembentukan watak, moral dan iman anak. Keluarga sebagai tempat yang paling tepat untuk belajar mengenal rencana Allah, agar kita saling merangkul satu sama lain dengan penuh kepercayaan. Keluarga adalah tempat dimana kita belajar melangkah keluar dari diri sendiri dan menerima orang lain, memaafkan dan dimaafkan. Keluarga adalah tempat dimana kekudusan Injili hadir dalam kondisi yang paling biasa. Gereja menyatakan bahwa Gereja Kristiani adalah persekutuan antar anggota-anggotanya, yang menjadi tanda dan citra persekutuan Bapa, Putra dan Roh Kudus (Sutarno, 2013: 9-11). Keluarga-keluarga mempunyai makna yang istimewa bagi Gereja maupun masyarakat. Para suami-istri Kristiani, bekerjasama dengan rahmat dan menjadi saksi iman satu bagi yang lain, bagi anak-anak mereka dan bagi kaum kerabat. Keluarga menerima perutusan dari Allah untuk menjadi sel pertama dan sangat penting bagi masyarakat (Dokumen Konsili Vatikan II, AA art. 11) C. Tujuan Keluarga Kristiani Tujuan mendasar keluarga adalah untuk menciptakan bonum coniugum (kesejahteraan pasangan), terjabar dalam bonum prolis (terbuka pada kelahiran dan pendidikan anak-anak), bonum fidei (membangun kesetiaan pasangan dalam suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit) serta bonum sacramentum PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 (menciptakan kesucian dan keluhuran martabat perkawinan agar menjadi tanda kehadiran dan keselamatan Tuhan pada manusia). Tujuan keluarga tersebut pasti akan berhadapan dengan tantangan dalam hidup. Namun ketahanan dan kesanggupan keluarga dalam menghadapi tantangan dapat menjadikan keluarga semakin berkualitas dan dapat mencapai tujuan keluarga yang direncanakan (Sutarno, 2013: 26). D. Fungsi Keluarga Kristiani Dalam keluarga, orangtua sebagai pewarta iman dan pendidik iman yang utama. Orangtua dengan kata-kata maupun teladan membantu anak-anak untuk menghayati hidup Kristiani dan memilih panggilan mereka, memupuk dan memberi perhatian yang penuh kasih. Orangtua membela martabat dan otonomi keluarga yang sewajarnya. Dalam keluarga terdapat beberapa kedudukan atau posisi yang masingmasing membawa peranan tertentu. Pria dewasa sebagai suami terhadap istri dan berkedudukan sebagai ayah terhadap anak. Kedudukan sebagai suami membawa peran yang berbeda dengan peranannya sebagai ayah. Sedangkan wanita dewasa berkedudukan sebagai isteri terhadap suami dan sebagai ibu terhadap anak. Keturunan mereka mengambil posisi sebagai anak, kedudukan itu membawa peranan tertentu terhadap orang tua, yang berbeda dari peranannya terhadap kakak atau adik kandung. Peranan dari masing-masing kedudukan akan mewarnai interaksi sosial antara orang-orang yang menempati kedudukan atau posisi itu (Winkel, 1987:121). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 Keluarga dapat berfungsi memenuhi pelbagai kebutuhan manusiawi mulai dari kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan), kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk mencinta serta dicintai, kebutuhan akan harga diri sampai dengan kebutuhan aktualisasi diri. Pembagian kebutuhan ini dipaparkan oleh seorang psikolog Amerika Serikat A.H. Maslow (Hommes, 2009: 137). E. Hak-Hak dan Kewajiban Dasar Sebuah Keluarga Keluarga sebagai sel dasar masyarakat dan menjadi prasyarat adanya masyarakat. Oleh karena itu, keluarga memiliki hak dasar untuk dilindungi keberadaannya oleh masyarakat atau negara. Setiap keluarga memiliki hak untuk mengembangkan diri dan memajukan kesejahteraannya tanpa harus dihalangi oleh negara. Dalam hal tertentu keluarga memiliki hak pribadi antara lain: a. Keluarga memiliki hak untuk hidup dan berkembang sebagai keluarga artinya hak setiap keluarga betapapun miskinnya, untuk membantu keluarga serta memiliki upaya-upaya yang memadai untuk menggunakannya. b. Keluarga memiliki hak untuk melaksanakan tanggung jawabnya berkenaan dengan penyaluran kehidupan dan pendidikan anak-anak. Keluarga memiliki hak untuk mendidik anak-anak sesuai dengan tradisi-tradisi keluarga sendiri, nilai-nilai religius dan budayanya dengan perlengkapan upaya-upaya serta lembaga-lembaga yang dibutuhkan. c. Setiap keluarga yang miskin dan menderita memiliki hak untuk mendapatkan jaminan fisik, sosial, politik dan ekonomi. Orangtua juga harus memperhatikan dan menghormati martabat dan hak anak. Martabat manusia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 dikenakan pada anak yang adalah manusia. Tetapi dalam kenyataannya seringkali martabat anak kurang diperhatikan misalnya dalam sikap orangtua yang memperalat anak untuk tujuan, impian dan obsesinya sendiri. Menghormati martabat anak dapat dikonkritkan dengan menghormati hak-hak asasi anak (Wignyasumarto, 2007:25). F. Ciri-ciri Keluarga Kristiani Dalam amanat Apostolik tentang Keluarga: Familiaris Concertio, Sri Paus Yohanes Paulus II (Yohanes Paulus II: 1994), menguraikan mengenai ciriciri dan peranan keluarga Kristiani sebagai berikut: 1. Membentuk persekutuan pribadi-pribadi Keluarga mempunyai peranan membentuk persekutuan pribadi-pribadi menjadi suatu komunitas yang berdasar pada cinta kasih. Pribadi yang bersekutu atau bersatu adalah pertama-tama suami dan istri, orangtua dan anak-anak serta sanak saudara. Dasar yang mengikat persatuan dalam keluarga adalah cinta kasih. Cinta kasih merupakan dasar, kekuatan dan tujuan akhir dalam hidup keluarga (Paus Yohanes Paulus II, 1994: art.18 dalam Kristianto, 2013:96). 2. Monogami dan tak terceraikan Pernikahan adalah persekutuan yang dibangun oleh seorang pria dan seorang wanita (monogami). Kesatuan dalam cinta yang ekslusif dan sepenuhnya hanya dapat terwujud dalam ikatan satu pria dan satu wanita dan berlangsung sepanjang hidup (kekal tak terceberaikan). Praktek poligami apapun alasannya bertentangan dengan dengan kehendak Allah sendiri (GS art. 49). Kesatuan yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 tak terceraikan ini menuntut kesetiaan seutuhnya dari kedua belah pihak baik dari suami maupun istri dan demi kepentingan anak-anak (GS art.48). 3. Keluarga adalah Gereja mini Identitas kekristenan keluarga Kristiani mengandung makna bahwa keluarga sejatinya dipanggil untuk turut serta dalam hidup dan perutusan Gereja. Keluarga Kristiani wajib mewujudkan dirinya menjadi “Gereja Mini” (Paus Yohanes Paulus II, 1994; art.49). Sebagaimana cara hidup jemaat perdana, keluarga kristiani perlu memiliki komitmen yang tinggi terhadap segi iman. Dalam perjalanan dan pergulatan hidup, hendaknya iman semakin digali unsur wawasannya, diungkapkan atau dirayakan dalam doa, dihayati dalam hubungan persaudaraan, diwujudkan dalam tindakan nyata, yang membawa sukacita bagi sesama. G. Peranan Keluarga Kristiani 1. Mengabdi Kehidupan Peranan keluarga Kristiani yang sangat penting adalah mengabdi kehidupan dari keluarga pertama-tama adalah penyaluran kehidupan, yang diwujudkan melalui keturunan. Pendidikan anak merupakan hak dan kewajiban orang tua.Tugas orang tua dalam mendidik anak merupakan tugas yang amat penting dan tak dapat digantikan oleh siapa pun. Orangtua hendaknya mampu menciptakan situasi, relasi dan komunikasi yang penuh cinta kasih dan diliputi semangat cinta kasih kepada Allah dan sesama, sehingga menunjang pendidikan pribadi termasuk pembinaan iman anak. Maka, keluarga sebagai lingkungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 pendidikan yang pertama dan utama sangat dibutuhkan oleh keluarga itu sendiri, Gereja dan masyarakat (Paus Yohanes Paulus II, 1991; art.36). 2. Keluarga Ikut Serta Dalam Pengembangan Masyarakat Keluarga sebagai sel masyarakat mempunyai peranan yang pertama dan amat penting dalam mengembangkan masyarakat yang sehat. Ada tiga syarat yang menentukan kesehatan keluarga yakni; kesatuan keluarga (monogami), kokohnya keluarga (tak terceraikan) dan pendidikan yang dilaksanakan oleh orangtua sebagai pendidik pertama dan utama dengan penuh tanggungjawab (Paus Yohanes Paulus II; art. 32). Hubungan antara keluarga dan masyarakat menuntut sikap terbuka dari keluarga dan masyarakat untuk bekerjasama membela dan mengembangkan kesejahteraan setiap orang. 3. Peran dan Tugas Keluarga Dalam Kehidupan Dan Misi Gereja Dengan sakramen perkawinan, keluarga Kristiani mengikatkan diri pada ikatan yang tak terceraikan karena mereka telah dipersatukan oleh Allah dan melalui kegiatan dalam merayakan Sakramen-sakramen Gereja, diharapkan semakin memperkaya memperkuat keluarga Kristiani dengan rahmat Kristus, supaya keluarga dikuduskan demi kemuliaan Bapa. Di samping itu, keluarga Kristiani mempunyai tugas pokok dalam mengembangkan misi Gereja yang mengacu pada hidup Yesus sebagai Nabi, Imam dan Raja: Tugas kenabian yaitu bersikap kritis terhadap situasi berkenaan dengan kehendak Allah dengan menyambut dan mewartakan sabda yang terjadi dalam iman Kristiani yang harus tampak dalam persiapan, peresmian dan penghayatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 hidup berkeluarga (Paus Yohanes Paulus II, 1994 art.51). Keluarga sebagai tempat pertama dan utama bagi hidup anak-anak menjadi tempat subur bagi pewartaan Sabda Allah, pembinaan iman dan katekese dalam keluarga. Tugas imamat keluarga Kristiani yaitu menyucikan yang dilaksanakan lewat pertobatan dan saling mengampuni, serta memuncak dalam penyambutan Sakramen Tobat ( Paus Yohanes Paulus II, art.58). Tugas pengudusan dari orang tua dilaksanakan dalam doa bersama yang terpusat pada peristiwa hidup berkeluarga. Pembinaan hidup doa akan lebih baik melalui teladan oragtua dalam hidup doa mereka sendiri dan diadakan dalam doa bersama di dalam keluarga. Tugas rajawi yakni memberi arah dan kepemimpinan dengan melayani sesama manusia, seperti Kristus Raja (Rm 6:12). Keluarga harus melihat setiap orang termasuk anaknya sebagai citra Allah terutama mereka yang menderita dan semuanya harus dilaksanakan dalam cinta kasih (Kristianto, 2013: 95-104). H. Kewajiban Sesama Anggota Keluarga 1. Kewajiban Anak-Anak Rasa hormat dari anak-anak yang belum dewasa dan sudah dewasa terhadap ayah dan ibu bertumbuh dari kecondrongan kodrati yang mempersatukan mereka satu sama lain (KGK. Art.2214, 1995:565). Penghormatan anak-anak untuk orangtuanya (kasih sayang sebagai anak, pietas filiasis) muncul dari rasa terima kasih kepada mereka yang telah memberi kehidupan dan yang memungkinkan mereka melalui cinta kasih serta usaha supaya bertumbuh dalam kebesaran, kebijaksanaan dan rahmat (KGK Art. 2216). Kasih sayang kepada orang tua nyata dalam kepatuhan dan ketaatan yang baik “anak yang bijak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 mendengarkan didikan ayahnya (Ams.13:1) (KGK Art.2216), kasih sayang kepada orang tua mendukung keserasian kehidupan seluruh keluarga juga mempengaruhi hubungan antar saudara sekandung“hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjuklah kasihmu dalam hal saling membantu” (Ef 4:2) (KGK Art.22). 2. Kewajiban Orangtua Pendidikan oleh orangtua begitu penting sehingga sulit untuk digantikan (GE 3). Hak maupun kewajiban orangtua mendidik anak bersifat kakiki (KGK Art.2221). Orangtua adalah orang-orang pertama yang bertanggungjawab atas pendidikan anak-anaknya. Pendidikan kebajikan dimulai dari rumah. Orangtua mempunyai tanggungjawab yang besar, memberi contoh yang baik kepada anak (KGK Art. 2223). Dalam kehidupan keluarga setiap anggota keluarga memiliki kewajiban masing-masing, baik sebagai orangtua maupun sebagai anak. Maka diharapkan agar masing-masing bertanggungjawab dalam melaksanakan kewajibannya. Selanjutnya, konsep-konsep tentang spiritualitas, Spiritualitas Keluarga Kudus, Pengertian Keluarga, hak dan kewajiban keluarga, serta ciri-ciri peran keluarga Kristiani, hak dan kewajiban orangtua dan anak digunakan penulis untuk menganalisis data dan temuan yang diperoleh di lapangan. Dari ulasan tentang keluarga di atas dapat dipahami bahwa keluarga merupakan tempat kepenuhan kehendak Allah diwujudkan secara konkrit. Dalam keluarga sikap saling memberi dan menerima akan dinyatakan dalam tindakan yang nyata, sehingga di antara pribadi setiap anggota keluarga merasa sebagai satu kesatuan yang saling bergantung. Di sana terdapat sebuah sikap yang saling PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 bertukar pendapat, keyakinan, nilai dan tingkah laku, sharing pengalaman kegembiraan dan dukacita, keberhasilan dan cobaan, kerinduan berkomunikasi, tersebut bersahabat, keindahan, permainan,dan rekreasi. untuk Hal-hal tidak ditemukan dalam kelompok manapun selain mendapat kepenuhannya yang paling dasar dalam lingkaran orangtua, saudara-saudari dan sanak kerabat. Keluarga menyediakan sentuhan pribadi, lingkungan insani yang hangat, persahabatan dan kasih sayang yang sangat dibutuhkan orang dimana saja. Keluarga adalah rumah tangga iman yang dipanggil untuk mewariskan iman para leluhur, membudidayakan tradisi keagamaan serta menterjemahkan keyakinankeyakinan religius ke dalam kehidupan sehari-hari. Di pihak lain, keluarga Kudus bukanlah suatu lembaga dengan program dan sarana yang terencana dan lengkap seperti keluarga modern sekarang. Keluarga Kudus adalah kesatuan tiga pribadi yang menjalani hidup berdasarkan gerak hati atas situasi yang ada pada saat itu yang secara kontekstual tentu jauh berbeda. Selain berusaha untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan nyata seharihari keluarga sekarang ini harus berjuang dan bergulat untuk menjadi dewasa dalam segi adikodrati yang nyata dalam keutamaan-keutamaan iman dan moral. Secara ringkas bisa dikatakan, setiap orang dalam keluarga dewasa ini bergulat dengan panggilan hidup masing-masing, baik sebagai guru, religius, imam, keluarga, tentara, pejabat, karyawan dan seterusnya yang seakan tidak bisa ditinggalkan. Oleh karena itu, orang sering tergoda untuk mengerjakan yang bukan panggilan eksistensial dan berlari ke hal lain yang lebih menghibur namun sebetulnya tidak berguna dan bahkan membelokkan visi dan misi keluarga. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40 Menyadari akan hal itu, maka kesetiaan pada panggilan pokok itu membuat orang terus tekun dalam jalur yang sedang dijalani seperti masing-masing pribadi Keluarga Kudus Nazaret yang setia sampai akhir hidup mereka masing-masing. Maka dari itu, dari Keluarga Kudus Nasaret setiap keluarga Kristiani diterangi oleh spiritualitas. Segi hidup bersama yang dihidupi menjadi daya dan kebahagiaan untuk saling medukung dalam mencari dan melaksanakan kehendak Allah. Tidak semua profesi secara langsung menuntut hidup bersama, namun profesi itu menjadi subur dalam lingkungan yang mendukung. Setiap orang Kristiani memerlukan komunitas, memerlukan komunio karena manusia sebagai makluk yang penuh dengan kekurangan memerlukan orang lain, terutama sesama anggota keluarga yang bisa bekerja sama. Kerja sama dalam keluarga juga berfungsi sebagai kontrol arah perjalanan dan sekaligus sebagai sarana saling tolong-menolong. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB III METODE PENELITIAN Pada Bab ini peneliti menguraikan metode penelitian, yang meliputi jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, unit analisis, penentuan informan, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis data. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus dalam keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Keluarga Kudus BantengYogyakarta. A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sugiyono (2011:24) mengatakan bahwa untuk memahami interaksi sosial yang kompleks hanya dapat diuraikan dengan penelitian kualitatif dengan cara melakukan wawancara terhadap kelompok sosial tertentu, yang dilandaskan pada filsafat post positivisme yang tidak menerima hanya satu kebenaran, yang umum digunakan untuk meneliti suatu obyek pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen). Umumnya, pengambilan sampel sumber data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara purposive (sengaja) dan wawancara dilakukan secara snowball. Sementara untuk menguji validitas atau kebenaran fakta dilakukan dengan cara triangulasi (mengujinya dengan melakukan beberapa metode gabungan). Kemudian analisis data kualitatif biasanya bersifat induktif/kualitatif dan hasilnya lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Dalam pelaksanaan penelitian ini pun menggunakan langkah-langkah ilmiah yang dianjurkan oleh Sugiyono di atas, mulai dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 penentuan informan, teknik wawancara, observasi dan dokumentasi hingga menganalisis dan membahasnya untuk mendapatkan suatu kesimpulan akhir. Oleh karena itu, kesimpulan akhir tentang deskripsi penghayatan sipritualitas Keluarga Kudus dalam keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan merupakan hasil intepretasi (dimaknai) penulis atas data hasil penelitian yang sudah diolah. Kemudian untuk menguji validitas data-data, penulis melakukannya pengecekan dengan mengamati terhadap perilaku umat dalam kehidupan rumah tangga, keaktifan dalam kegiatan doa mingguan, koor, dan kegiatan di masyarakat. Pengujian validitas data juga dilakukan dengan cara mewawancara beberapa informan lain untuk menguji kebenaran data yang diberikan oleh informan utama. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Keluarga Kudus Banteng. Penetapan lingkungan ini sebagai tempat penelitian karena alasan mudah dijangkau, ada kesediaan dari informan untuk diwawancara, dan di antara peneliti dan informan sudah saling mengenal secara baik. Selain itu, peneliti adalah anggota lingkungan St. Yohanes Kentungan. Hal ini menjadi dasar pertimbangan penulis dalam pemilihan tempat atau lokasi dilakukannya penelitian ini. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan, yakni pada bulan September 2016. Penetapan waktu penelitian ini didasarkan pada pertimbangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43 penulis bahwa data-data yang diperoleh sudah mencapai validitas, di mana jawaban umat lain yang bukan informan cenderung sama dengan apa yang dikatakan informan. Selain itu, para informan merupakan orang kunci atau dapat dijadikan representasi dari seluruh keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan. Oleh karena itu, penetapan waktu penelitian pada prinsipnya sesuai dengan target waktu yang direncanakan sebelumnya oleh penulis. C. Informan Penelitian Informan dalam penelitian ini ditentukan menggunakan sampling purposive. Menurut Sugiyono (2015:124) bahwa sampling purposive adalah teknik untuk menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam konteks penelitian ini, penulis berasumsi bahwa yang menjadi informan adalah keluarga Katolik yang memahami dan menghayati spiritualitas Keluarga Kudus di Lingkungan St. Yohanes Kentungan. Selain itu, informan adalah keluarga yang memiliki usia pernikahan di atas sepuluh tahun dan masih memiliki pasangan yang lengkap, bukan duda atau janda. Seperti disinggung sebelumnya bahwa penentuan informan yang menjadi sumber data yang menggunakan sampling purposive atau secara sengaja didasarkan pada pertimbangan bahwa yang bersangkutan memiliki otoritas pada situasi sosial tertentu (Sugiyono, 2009:400). Sedangkan Bungin (2007:117) mengatakan bahwa informan adalah orang yang diwawancara atau yang diminta informasi oleh pewawancara. Merujuk pada pendapat para ahli di atas, maka penulis menempuh langkah-langkah, sebagai berikut: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44 Pertama, penulis pertama kali mendatangi rumah Ketua Lingkungan untuk menyerahkan surat ijin penelitian sekaligus berkonsultasi tentang keluarga yang masuk dalam kriteria penulis atau layak menjadi informan. Kedua, hasil konsultasi dengan Ketua Lingkungan kemudian menjadi acuan bagi penulis dalam menjaring informan. Informan dalam penelitian ini adalah keluarga yang dipandang sebagai informan kunci dengan memiliki usia pernikahan yang berkisar antara 10 sampai 43 tahun (masing-masing keluarga yang belum merayakan perak pernikahan dan sudah merayakan perak), memiliki kemampuan untuk memberikan informasi secara baik kepada penulis, dan menjadi panutan dalam lingkungan karena aktif dalam doa lingkungan, aktif mengikuti koor di paroki, dan terlibat aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Ketiga, berdasarkan kriteria tersebut penulis mendapat lima informan dari 25 KK yang ada di lingkungan itu, yang terdiri dari keluarga yang sudah menikah 11 sampai 24 tahun sebanyak 2 KK (informan 2 dan 5) dan keluarga yang sudah menikah 25 sampai 45 tahun sebanyak 3 KK (informan 1, 3, dan 4). Keempat, penulis mengunjungi rumah beberapa umat yang dianggap mampu menjadi informan tersebut dan meminta kesediaan untuk diwawancara sekaligus menetapkan waktu yang tepat untuk diwawancara. Penulis tidak mendapatkan hambatan karena para informan yang diminta oleh peneliti umumnya menyatakan kesediaan untuk diwawancara, meskipun mereka meminta untuk menyamarkan identitas. Kelima, melakukan wawancara secara mendalam dengan para informan. Proses pengambilan data tidak mengalami kesulitan karena mereka umumnya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45 kooperatif karena sudah mengenal penulis secara baik. Informan juga bersedia untuk direkam oleh penulis selama wawancara berlangsung. Keenam, menguji validitas data, penulis melakukan wawancara dengan beberapa keluarga di lingkungan itu, baik yang memiliki usia pernikahan di bawah 10 tahun maupun beberapa ibu yang sudah berstatus janda, terutama berkaitan dengan pandangan dan pemahaman mereka tentang spiritualitas Keluarga Kudus. D. Teknik Pengumpulan Data Menurut sumbernya, data penelitian digolongkan sebagai data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari sumber informasi sedangkan data sekunder tidak diperoleh secara langsung dari sumbernya (Azwar, 2005:91). Sementara Sugiyono (2009:326) berpendapat bahwa dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data utama adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Artinya, sambil melakukan wawancara penulis dapat melakukan observasi dan studi dokumentasi ataupun sebaliknya. Demikian halnya dengan pengumpulan data-data selama penelitian ini dilakukan, penulis menggunakan tiga teknik, yaitu: wawancara, observasi dan dokumentasi. 1. Wawancara Wawancara adalah teknik penelitian yang biasa digunakan oleh para peneliti sejak lama dan dianggap paling efektif untuk menentukan mengapa seseorang bertingkah laku, dengan cara menanyakan langsung dan menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu yang dipandang efektif. Sementara proses tanya jawab merupakan bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46 yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2013:180). Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan terhadap beberapa keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Keluarga Kudus Banteng untuk menggali informasi tentang penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus. Penulis menetapkan wawancara menjadi alat pengumpul data primer, sedangkan observasi dan dokumentasi sebagai alat pengumpul data sekunder. Data-data yang dikumpulkan melalui tiga teknik tersebut kemudian dikelompokkan menurut tema-tema yang sama untuk dibahas dan dianalisis menggunakan beberapa konsep dan teori yang telah dibahas pada kajian pustaka. 2. Observasi Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2015: 203) mengatakan bahwa observasi merupakan proses pengamatan untuk mengumpulkan data yang berkenaan dengan perilaku manusia, terutama bila informan yang diamati tidak terlalu besar. Sementara Bungin (2007:115) menuliskan bahwa observasi merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui melalui hasil kerja panca indra mata serta dibantu dengan panca indra lainnya. Kegiatan observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut: Pertama, penulis mengamati perilaku umat, terutama partisipasi umat dalam setiap kegiatan doa mingguan dan misa di lingkungan, mengikuti latihan koor, serta beberapa kondisi alamiah keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 Kedua, penulis mengamati interaksi keluarga yang menjadi informan, terutama keaktifan dalam mengikuti kegiatan di wilayah dan gereja ataupun di masyarakat. Selama proses observasi, penulis tidak banyak mengalami kesulitan karena penulis adalah bagian dari umat di Lingkungan St. Yohanes Kentungan yang terlibat langsung dalam setiap kegiatan bersama umat. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap perilaku dan aktivitas umat di Lingkungan St. Yohanes Kentungan diperoleh data-data yang menjadi pendukung bagi penulis dalam menarik kesimpulan atas hasil penelitian. 3. Dokumentasi Dokumen dalam suatu penelitian dapat berupa catatan pribadi, notulen rapat, catatan kasus, rekaman kaset dan video, yang dipandang relevan dengan tujuan penelitian. Oleh karena itu, dokumen yang dijadikan sebagai alat pengumpul data harus selektif (Sukandarrumdi, 2004:101). Sedangkan Mulyana (2013:195) berpendapat bahwa dokumentasi merupakan metode yang digunakan untuk menelusuri data historis seperti otobiografi, memoar, catatan harian, suratsurat pribadi, catatan pengadilan berita koran, artikel majalah, brosur, buletin dan foto-foto. Sementara dokumen dalam penelitian ini adalah catatan pribadi, rekaman suara, foto kegiatan umat, dan data umat. Foto-foto kegiatan umat diambil penulis pada saat ada kegiatan misa lingkungan dan wilayah, latihan koor, doa rosario, dan doa mingguan yang diperoleh dengan cara memotret langsung di lokasi kegiatan. Dokumen-dokumen tersebut dipandang relevan dan menunjang penulis dalam mencapai tujuan penelitian ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 4. Instrumen Penelitian Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri atau anggota tim peneliti (Sugiyono, 2009:400). Demikian pula dengan peran penulis dalam penelitian ini adalah melibatkan diri ke dalam situasi kehidupan informan, baik dalam kegiatan doa di rumahnnya masing-masing maupun dalam berbagai kegiatan di tingkat wilayah dan paroki. Hal ini sangat membantu penulis untuk memperoleh data pada keadaan yang alamiah (tanpa rekayasa) tentang penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus dalam keluarga Katolik dalam keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Banteng. 5. Kisi-kisi: Panduan Wawancara dan Observasi No Aspek Indikator Pertanyaan 1 Keluarga Pandangan a. Bagaimana Kudus keluarga terhadap terhadap Keluarga Kudus Kudus? pandangan keluarga spiritualitas b. Apakah Keluarga keluarga memahami semangat Keluarga Kudus? c. Apakah semangat hidup Keluarga Kudus menjadi model dalam keluarga? d. Bagaimana semangat keluarga keluarga menghayati Kudus dalam hidup berkeluarga? e. Apa prinsip-prinsip yang membantu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 dalam menata kehidupan keluarga? f. Semangat hidup apa yang menjadi dasar/prinsip dalam hidup keluarga? 2 Internal Hidup sederhana a. Bagaimana keluarga menata kehidupan ekonomi: pendapatan dan pengeluaran? memperoleh bagaimana Bagaimana keluarga pendapatan mengatur dan pengeluaran? (Sakramen: yang bertanggung jawab ekonomi: suami-istri) b. Bagaimana pembagian peran dalam pengaturan keuangan dalam kehidupan keluarga? c. Bagaimana keluarga menggunakan keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang pokok dan kebutuhan tambahan? d. Apakah barang-barang yang dimiliki sangat bermanfaat dalam kehidupan keluarga? e. Apakah keluarga pernah mengalami kesulitan dalam keuangan? Bagaimana usaha yang dilakukan oleh keluarga dalam menghadapi kesulitan itu? Memberi perhatian a. Apakah yang menjadi fokus orangtua penuh terhadap pendidikan iman anak? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50 kepada b. Bagaimana tanggung jawab orangtua pendidikan anak terhadap perkembangan iman anak? c. Apakah orangtua merasa puas ketika menyekolahkan anak di sekolah katolik? d. Apakah keluarga pandangan lain mempunyai terhadap sekolah negeri? e. Bagaimana sekolah keluarga untuk menentukan anak-anak? Apa harapan orangtua terhadap anak. f. Bagaimana perhatian orangtua dan memberi dukungan kepada pendidikan iman anak?anak g. Bagaimana perhatian orangtua kepada mengembangkan memberi anak pendidikan dalam iman anak? Penerimaan a. Komunikasi seperti apa yang komunikasi dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa dan suami-istri, sebaliknya? orangtua-anak, dan besar keluarga b. Apa yang dilakukan oleh Ibu ketika Bapa mengalami permasalahan, sebaiknya apa yang dilakukan oleh Bapa ketika permasalahan? Ibu mengalami PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51 c. Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga dalam menjalin komunikasi? Apa solusi keluarga dalam mengatasi kesulitan-kesulitan itu? d. Dukungan apa yang dilakukan oleh Ibu kepada Bapa dan anak dan sebaliknya? e. Bagaimana caranya untuk menjalin komunikasi yang baik antara orangtua dan anak? f. Bagaimana caranya untuk menjalin komunikasi dengan keluarga besar? g. Tantangan apa yang dialami oleh keluarga dalam menjalin komunikasi dengan keluarga besar? Apa solusinya dalam menghadapi tantangan itu? h. Mengapa melakukan komunikasi dalam keluarga? Sikap terhadap yang orangtua a. Tantangan-tantangan anak memiliki cita-cita yang berbeda dengan pendapat tua dialami oleh berhadapan berbeda apa yang orangtua ketika dengan anak pendapat/cita-cita yang dengan orangtua? orang b. Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak yang memiliki citacita yang berbeda dengan keinginan orangtua? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52 c. Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak yang berbeda pendapat dengan orangtua? 3 Gereja Mengikuti tradisi a. Bagaimana menjalankan doa dalam Gereja Katolik keluarga? Kapan melakukan doa bersama dalam keluarga? b. Kapan saja ke Gereja? Mengapa harus ke Gereja? c. Tantangan-tantangan apa yang dialami oleh keluarga dalam hidup doa dalam keluarga, lingkungan dan gereja? Apa usaha keluarga untuk mengatasi tantangan-tantangan itu? d. Apakah yang menjadi keluarga dalam kehidupan doa prinsip menjalankan dalam keluarga, lingkungan dan gereja? 4 Masyara- Menjalin kat Komunikasi yang luas a. Bagaimana keluarga menjalin komunikasi dengan masyarakat? b. Mengapa keluarga perlu menjalin komunikasi dalam hidup bermasyarakat? c. Apa yang menjadi dasar dalam keluarga untuk menjalin relasi yang baik dalam kehidupan bermasyarakat? d. Tantangan-tantangan dialami keluarga apa dalam yang menjalin komunikasi dengan masyarakat? E. Teknik Analisis Data PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53 Menurut Bogdan (1982:145) dalam buku Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods, mengatakan bahwa, “data analysis is the process of systematically searching and arranging the interview transcripts, filednotes, and other materials that you accumulate to increase your own understanding of them and to enable you to present what you have discovered to others. Analysis involves working with data, organizing it, breaking it to manageable units, syntesizing it, searching for patterns, discovering what is important and what is to be learn, and deciding what you will tell others”. Bogdan menjelaskan bahwa analisis data adalah proses sistematis mencari dan menulis transkrip hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman penulis tentang data dari informan yang memungkinkan penulis untuk menyajikan apa yang telah ditemukan kepada orang lain. Lebih lanjut Bogdan dan Biklen (1982) mengatakan analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan: mengumpulkan data, mengorganisasi data, memilah menjadi satuan yang dapat dikelola, menyintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan dipelajari, memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Bungin, 2015:149). Dalam penelitian ini, data-data hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi yang diperoleh penulis kemudian diklasifikasikan ke dalam tema atau topik yang sama (sebagaimana dibahas pada bagian sistematika penulisan) untuk dianalisis dengan menggunakan kajian pustaka guna memperoleh kesimpulan akhir tentang gambaran penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54 dalam kehidupan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Banteng. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI AB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Temuan Umum 1. Sejarah Singkat Lingkungan St. Yohanes Kentungan Lingkungan St. Yohanes Kentungan merupakan salah satu lingkungan di Wilayah St. Yusuf Kentungan Paroki Keluarga Kudus Banteng Keuskupan Agung Semarang. Lingkungan ini merupakan salah satu dari tiga lingkungan yang menjadi bagian dari Wilayah St. Yusuf Kentungan, di mana kedua lingkungan lainnya adalah Lingkungan St. Renya Rosari dan Lingkungan St. Paulus (Laporan Tahunan Lingkungan St. Yohanes Kentungan, Desember 2015). Umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan pada umumnya memiliki tempat tinggal tetap, kecuali beberapa orang yang berstatus sebagai penduduk sementara atau mahasiswa dari luar daerah. Sebagian umat diLingkungan St. Yohanes Kentungan merupakan penduduk asli yang sudah menetap sejak lama sejak masa orangtua mereka dan bahkan menjadi pemilik tanah sebelum adanya pengembangan pemukiman seperti sekarang ini. Oleh sebab itu, sebagian umat di lingkungan ini masih memiliki hubungan genealogis, baik karena hubungan darah maupun karena adanya perkawinan antar keluarga. Sejarah terbentuknya Lingkungan St. Yohanes Kentungan kurang diketahui oleh umat pada umumnya. Namun menurut cerita Wagiyanto, salah seorang umat yang sudah lama menetap di lingkungan itu bahwa lingkungan itu sudah lama terbentuk dan mengalami pergantian kepemimpinan, yakni: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56 ï€ Bapak Yulianus Hadi Samtolo (1973-2003) ï€ Bapak Yohanes Suripto (2003-2016) ï€ Bapak Antonius Sarjiyono (2016-sekarang) Secara administrasi gereja, wilayah Lingkungan St. Yohanes Kentungan berbatasan masing-masing: ï€ sebelah Utara dan Barat dengan Lingkungan St. Renya Rosari ï€ sebelah Selatan dengan Lingkungan St. Paulus ï€ sebelah Timur berbatasan Wilayah Sengkan Namun demikian, lingkungan-lingkungan dimaksud semuanya termasuk dalam wilayah Paroki Keluarga Kudus Banteng. 2. Keadaan Umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan Menurut Usia Lingkungan St. Yohanes Kentungan terdiri dari 25 KK dengan jumlah umat sebanyak 87 orang. Mayoritas umat di lingkungan ini adalah para orangtua yang berusia 40 tahun ke atas dan anak-anak yang masih menempuh pendidikan di tingkat SMP maupun SLTA atau kuliah. Sementarakeluarga muda yang baru menikah cenderung memilih untuk mandiri, baik tinggal di rumah kontrakan maupun membangun rumah milik sendiri di luar wilayah tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Wagianto bahwa kedua anaknya yang sudah menikah dan memiliki pekerjaan sudah memiliki rumah, sehingga mereka hidup sendiri dengan anak-anak lain yang belum menikah atau belum bekerja. Data umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan menurut usia selengkapnya dipaparkan dalam tabel 1 di bawah ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57 Tabel 1 Keadaan Umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan Menurut Jenis Kelamin per Golongan Usia Usia Umat (tahun) Jenis Kelamin Jumlah % Laki-Laki Perempuan 0 sampai 5 2 3 5 5,7 6 sampai 12 2 4 6 6,9 13 sampai 17 2 1 3 3,5 18 sampai 24 4 6 10 11,5 25sampai 34 6 9 15 17,2 35 sampai 40 7 4 11 12,7 40 sampai 59 10 11 21 24,1 > 60 tahun 7 9 16 18,4 40 47 87 100 Total Sumber Data: Data Umat Lingkungan St. Yohanes, September 2016 Berdasarkan data yang dipaparkan di tabel 1 bahwa umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan terdiri dari 40 orang laki-laki dan 47 orang perempuan. Dari jumlah tersebut, umat yang berusia produktif (18 sampai 59 tahun) berjumlah 57 orang (65,5%), sedangkan umat yang usia non produktif (anak-anak dan lansia) berjumlah 30 orang (35,5%), di mana mayoritas dari golongan usia terakhir adalah lansia. Kondisi umat dengan karakter demikian setidaknya berpengaruh terhadap kualitas kehidupan berkeluarga ataupun berkomunitas, terutama PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58 keaktifan dalam kegiatan doa mingguan atau tanggungan tugas liturgi di Paroki Keluarga Kudus Banteng. Berdasarkan observasi dan pengalaman peneliti sendiri bahwa umat lansia di lingkungan ini justru lebih aktif dalam kegiatan doa mingguan, doa rosario ataupun koor, dibandingkan dengan umat dari golongan usia lain, terutama yang memiliki pekerjaan dan kesibukan. Umat yang memiliki kerja umumnya jarang mengikuti kegiatan tersebut. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, terutama dalam upaya untuk menghidupkan semangat keluarga kudus Nasaret. 3. Keadaan Umat Lingkungan St. Yohanes Menurut Mata Pencaharian Mata pencaharian merupakan salah satu hal pokok dalam kehidupan umat sehari-hari,yang setidaknya turut menentukan kualitas hidup umat itu sendiri. Artinya, umat yang memiliki mata pencaharian yang tetap lebih memungkinkan untuk menyusun ekonomi keluarga secara lebih baik. Dengan demikian, pemenuhan kebutuhan setiap anggota keluarga, terutama pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, pendidikan, kesehatan, rumah, dan berbagai kebutuhan lainnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, umat yang tidak memiliki pekerjaan tetap akan mengalami kesulitan hidup, yang dalam banyak kasus menjadi pemicu untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma agama dan semangat keluarga kudus Nasaret. Selain itu, umat yang tidak memiliki pekerjaan juga cenderung frustrasi, sehingga pola pergaulan di tengah Lingkungan maupun di masyarakat umumnya menjadi kurang harmonis, termasuk dalam menghidupkan semangat keluarga kudus dalam keluargnya masing-masing. Berdasarkan data yang diperoleh dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59 Ketua Lingkungan St. Yohanes Kentungan, pengelompokkan menurut mata pencaharian sebagaimana dipaparkan peneliti dalam tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Data umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan Menurut Mata Pencaharian Mata Pencaharian Laki-Laki Perempuan Jumlah % PNS 3 4 7 8,0 Pegawai Swasta 19 9 28 32,1 Sopir 1 - 1 1,4 Pensiunan 5 2 7 8,0 Penyedia jasa kos-kosan 2 3 5 5,7 Tidak 10 29 39 44,8 40 47 87 100 bekerja (anak-anak, Pelajar dan IRT) Total Sumber Data: Data Umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan, September 2016 Data umat menurut mata pencaharian di atas menunjukkan bahwa 48 orang (55,2%) umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan memiliki pekerjaan. Sedangkan sisanya atau 39 orang lainnya (44,8%) tidak bekerja, terutama anakanak dan para lansia. Namun demikian, berdasarkan hasil pengamatan peneliti bahwa sejauh ini umat di Lingkungan St. Yohanes Kentungan masih tergolong memiliki kehidupan yang normal, dalam arti bahwa belum ada umat di lingkungan ini yang berprofesi sebagai pengamen, pemulung ataupun melakukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60 tindakan yang bertentangan dengan semangat yang diajarkan oleh gereja ataupun semanngat keluarga kudus sendiri. Umat di Lingkungan St. Yohanes Kentungan masih memiliki modal sosial yang terbilang tinggi, terutama kerelaan untuk membantu sesama yang sakit dan mengalami musibah, termasuk membantu sesama yang beragama lain. Hal ini menjadi perekat hubungan di antara umat dengan masyarakat di wilayah itu yang mayoritas beragama Islam. Tabel 3 Data umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan Menurut Pendidikan Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin Jumlah % Laki-laki Perempuan Play Group 1 4 5 5,7 TK 1 3 4 4,6 SD 1 7 8 9,2 SLTP 4 3 7 8,1 SLTA 13 14 27 31,0 Diploma 7 - 7 8,1 S1 11 12 23 26,4 S2 2 4 6 6,9 40 47 87 100 Total Sumber data: Data Umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan, September 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61 Mengacu pada data umat menurut pendidikan pada tabel 3 di atas bahwa sebagian besar (58,6%) umat di Lingkungan St. Yohanes Kentungan berpendidikan menengah ke bawah, sementara yang berpendidikan tinggi (Diploma hingga S2) hanya berjumlah 36 orang (41,4%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat sumber daya manusia umat di Lingkungan St. Yohanes Kentungan rata-rata berada di level menengah. Di pihak lain, karakter mayoritas umat dengan tingkat pendidikan demikian sekurang-kurangnya berpengaruh terhadap tingkat pemahaman ataupun kesadaran untuk menghidupkan semangat keluarga kudus dalam keluarga masingmasing. Artinya bahwa keluarga yang memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi lebih mudah untuk mengimplementasikan nilai-nilai dan semangat keluarga kudus secara sadar dan rasional. Sebaliknya, keluarga dengan tingkat pendidikan rendah relatif lebih sulit untuk menerjemahkan makna dari tindakannya seharihari meskipun dalam praksis kelompok umat dari golongan ini lebih menunjukkan penghayatan dalam kehidupan keluarga dan berkomunitas melalui tindakan yang nyata. Misalnya, berdasarkan pengamatan peneliti bahwa umat yang berpendidikan tinggi justru kurang aktif dalam kegiatan Lingkungan karena berbagai alasan tertentu. Berbeda dengan umat yang sederhana dan berpendidikan rendah justru lebih aktif dalam doa mingguan ataupun koor di gereja. Oleh sebab itu, tingkat pendidikan umat di satu sisi memungkinkan umat untuk memahami nilai-nilai dan semangat keluarga kudus tetapi di sisi yang lain tidak dapat dijadikan sebagai jaminan bagi seseorang atau keluarga untuk secara aktif menghidupkan semangat keluarga kudus Nasaret dalam kehidupan sehari-hari. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62 4. Keadaan Sosial Budaya Kondisi sosial budaya umat di Lingkungan St. Yohanes Kentungan sangat dipengaruhi oleh nuansa budaya Jawa dan Sunda, selain pengaruh dari budaya lain meskipun dalam level yang sangat kecil. Budaya seperti menjaga kesimbangan dalam kehidupan dengan sesama sangat dijunjung tinggi oleh umat di lingkungan ini. Namun di pihak lain, kehidupan umat yang demikian justru kurang memungkinkan komunitas untuk saling melakukan kontrol atau koreksi atas tindakan yang bertentangan dengan kehidupan umat, seperti saling mengingatkan untuk terlibat aktif dalam kegiatan di lingkunga maupun paroki. B. Temuan Khusus Dalam penelitian penulis melakukan wawancara dengan keluarga katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan tentang penghayatan spiritualitas Kudus Nasaret dalam kehidupan keluarga. Informan yang diwawancara oleh penulis sebanyak lima keluarga dan dua keluarga lainnya untuk mendapatkan data penunjang (triangulasi). 1) Bagaimana Pandangan Keluarga tentang Spiritualitas Keluarga Kudus? Informan 1 mengatakan : ‘...semangat hidup keluarga Kudus adalah keluarga yang hidup sederhana, saling memaafkan, saling berbagi dengan sesama yang kekurangan, saling melindungi dan menjaga rahasia keluarga agar tidak diketahui oleh orang lain’ (wawancara Selasa, 6 September 2016). Informan 2 mengatakan: ‘...spiritualitas keluarga Kudus patut menjadi inspirasi bagi setiap keluarga dalam membangun rumah tangga. Terlebih tokoh Yesus Maria dan Yosef sampai anak-anak kami diberi nama Maria, Yosef dan Kristo/Yesus’ (wawancara Sabtu,10 September 2016) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63 Informan 3 mengatakan: ‘...keluarga Kudus Nasaret merupakan contoh bagi semua keluarga Katolik. Hal yang menjadi keutamaan adalah menyimpan semua perkara dalam hati yang ditunjukkan oleh Bunda Maria. Semua hal yang terjadi diterima dengan sangat tulus dan kehidupan keluarga yang sederhana, religius dan kehidupan sosial masyarakatnya sangat bagus’(wawancara Senin, 12 September 2016). Informan 4 mengatakan: ‘...kami kagum dengan semangat hidup Keluarga Kudus yang saling melayani dengan tulus. Keluarga Kudus adalah keluarga yang diberkati Tuhan dan penuh iman kepada Allah’ (wawancara Selasa,13 September 2016). Informan 5 mengatakan: ‘....kami belum mengetahui persis semangat Keluarga Kudus, apalagi kami (suami) baru masuk menjadi Katolik beberapa tahun lalu. Tapi yang kami tahu keluarga Kudus adalah keluarga yang suci dan taat pada kehendak Allah’. 2) Bagaimana Hidup Keluarga Kudus Menjadi Model bagi Keluarga Katolik? Menurut informan 1 mengatakan bahwa: ‘...sejak awal kami berusaha untuk mengikuti contoh hidup keluarga kudus sebagai model bagi keluarga kami. Namun kami merasa belum sempurna seperti Keluarga Kudus Nazaret, sehingga hal itu masih merupakan sebuah perjuangan yang tidak akan selesai’. Informan 2 mengatakan: ‘...hidup Keluarga Kudus menjadi model bagi keluarga kami. Hidup sederhana, saling berbagi di antara anggota keluarga dan sesama di sekitar, rendah hati, dan selalu menghadiri misa untuk mendengarkan sabda Tuhan menjadi kebiasaan keluarga kami. Sejak awal menikah, kami merencanakan untuk memiliki tiga anak, yang akan diberi nama Maria, Yosef dan Yesus/Kristo. Ternyata rencana kami dikabulkan oleh Tuhan.Kami berharap agar keluarga kami dapat meneladani semangat hidup Keluarga Kudus’. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64 Informan 3 mengatakan: ‘...semangat Keluarga Kudus Nasaret menjadi pedoman bagi keluarga kami. Meskipun dalam kehidupan keluarga terkadang mengalami salah paham, namun semangat Keluarga Kudus memberi kekuatan untuk menyelesaikan permasalahan. Prinsip dasar yang dihidupkan dalam keluarga adalah cinta kasih, saling mengampuni, saling memperhatikan di antara anggota keluarga. Keluarga kami berusaha untuk meneladani semangat hidup Keluarga Kudus, namun tidak semudah yang diucapkan, perlu iman yang besar’. Informan 4 mengatakan: ‘....bagi keluarga kami, Keluarga Kudus Nasaret patut menjadi teladan. Kami menghayatinya dengan cara yang sederhana, yakni sikap saling melayani dengan tulus’. Informan 5 mengatakan: ‘...kami selalu menanamkan semangat hidup sederhana dalam keluarga ini. Kami selalu bersyukur atas apapun yang diberikan oleh Tuhan, seperti yang diwariskan oleh Mbah Uti dan Kakung “Tidak boleh neko-neko. Ikut jalan yang lurus. Harus ingat Tuhan Yesus selalu menyertai kita, Tuhan selalu melihat perbuatan yang kita lakukan”. Tetapi dalam rumah tangga ini kami berusaha untuk saling menghargai dan mamahami di antara kami sebagai suami istri maupun dengan anak-anak’ 3) Bagaimana Keluarga Katolik Mengelola Pendapatan dan Pengeluaran? Menurut informan 1: ‘...pendapatan kami dari kos-kosan. Selain untuk bayar uang sekolah anakanak juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kami sejak dulu selalu merencanakan kebutuhan atau bertanya kepada anak-anak tentang kebutuhan mereka. Sejauh ini kami tidak mengalami hambatan dalam pengelolaan keuangan karena selalu mengutamakan kebutuhan yang mendesak’. Informan 2 mengatakan: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65 ‘...pendapatan kami dari gaji saya dan istri yang bekerja di toko. Kami sepakat saya (suami) yang mengelola keuangan, tetapi perencanaan belanja selalu dibicarakan bersama. Kami memprioritaskan kebutuhan pokok dan menabung, dan menunda kebutuhan yang kurang penting atau kredit. Meskipun pendapatan tidak besar tetapi kami belum pernah mengalami kesulitan ekonomi karena prinsip kami suasana kebersamaan merupakan kebahagiaan’. Sementara informan 3 mengatakan : ‘...pendapatan kami dari gaji pensiun suami dan hasil kerja proyek kecilkecilan. Kami membagi pendapatan, untuk kebutuhan sehari-hari dan membayar cicilan rumah. Kami selalu bersyukur dan berusaha untuk mengelolanya dengan baik. Sejauh ini belum ada hambatan dalam pengelolaan keuangan’. Informan 4 mengatakan : ‘...pengelolaan keuangan diserahkan kepada istri karena saya (suami) masih sulit untuk mengelola keuangan. Kami saling percaya dalam pengelolaan keuangan dan mempertimbangkan secara matang kebutuhan-kebutuhan apa yang mendesak untuk dibelanjakan. Pengalaman keluarga kami adalah pernah mengalami kesulitan membayar uang sekolah anak. Bersyukur pada waktu itu anak kami yang sudah berkeluarga dan memiliki pekerjaan yang baik dapat mengatasi kesulitan keuangan sekolah adiknya’. Informan 5 mengatakan: ‘...kami hidup dari gaji suami untuk biaya sekolah anak, angsuran motor dan bayar listrik. Sedangkan pendapatan lain diperoleh dari hasil jualan gudeg oleh ibu (istri) di pinggir jalan. Kami tetap mensyukuri itu semua dan berusaha untuk menggunakan secara baik agar dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sementara keluarga kami mengalami kekurangan uang untuk kuliah anak. Oleh karena itu anak kami yang sulung memutuskan bekerja untuk membantu adiknya yang masih di bangku SD’. 4) Bagaimana Tanggung Jawab Orangtua terhadap Pendidikan dan Perkembangan Iman Anak? Informan 1 mengatakan: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66 ‘....bagi kami, pendidikan dan kemajuan iman anak adalah hal penting. Kami mendampingi anak-anak sejak TK dan SD serta mendorong mereka untuk mengikuti sekolah minggu. Kami juga terlibat secara langsung mendampingi mereka saat belajar. Namun setelah anak-anak mulai sekolah SMP sampai kuliah, kami hanya memantau, mengingatkan, terus memantau nilai raport atau IP yang diperoleh dan memberi saran kepada mereka agar terus berprestasi. Artinya, kami lebih memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mulai mandiri, tetapi kami selalu menghimbau agar tidak melupakan Tuhan. Dalam hal memilih sekolah, saya dan istri selalu berunding dengan anak dan memutuskan secara bersama. Selama ini kami selalu memilih sekolah swasta Katolik dengan harapan pendidikan iman dan pengembangan kepribadian lebih diperhatikan secara baik’. Informan 2 mengatakan: ‘... pendidikan dan perkembangan iman anak itu hal yang mutlak atau hal pokok untuk dipenuhi. Apalagi sebagian besar keluarga kami non Katolik, tapi kami berharap agar anak-anak ke depan tetap beriman Katolik. Oleh karena itu, sejak dini anak-anak dilatih untuk menggunakan waktu dengan baik untuk berdoa, mengkuti kegiatan di Gereja. Bagi kami, pendidikan anak bisa di mana saja karena pendidikan agama menjadi tanggung jawab orangtua di rumah, tidak berharap sepenuhnya pada guru di sekolah. Tetapi syukur sekolah negeri di Yogya ada guru khusus yang mendampingi anak-anak, sehingga pendidikan agamanya pun bagus. Kami juga selalu mengajar kesederhanaan dengan melatih mereka berangkat ke sekolah selalu jalan kaki meskipun ada mobil dan sepeda motor. Informan 3 mengatakan: ‘....pendidikan merupakan tanggungjawab yang wajib kami penuhi bagi anak kami untuk membangun masa depan. Kami hanya mengarahkan ke sekolah Katolik dan kalau memungkinkan sampai S1 supaya kelak tidak tergantung pada orangtua. Berkaitan dengan pendidikan iman anak, kami mendorong anak mengikuti sekolah minggu, mengikuti misa di Gereja, menjadi misdinar, dan diajak berdoa bersama dalam keluarga. Namun sebagian anak kami sekolah di sekolah negeri favorit. Selain ada pelajaran agamanya yang bagus, pilihan ini juga bertujuan agar mereka lebih mudah masuk ke perguruan tinggi negeri. Pengalaman putri kami yang sekolah si sekolah swasta, selain sulit masuk perguruan tinggi negeri, sekolah Katolik justru kurang memperhatikan kebersamaan dan kegiatan-kegiatan yang mengikat satu dengan yang lain, meskipun tidak semua sekolah swasta melakukan hal yang sama’. Informan 4 mengatakan: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67 ‘... keluarga kami sudah berusaha untuk menyekolahkan semua anak. Kedua putri kami sudah sukses. Sementara sebagian anak kami yang putra lebih memilih untuk menyalurkan hobi memelihara burung daripada sekolah. Sementara pendidikan iman sejauh ini kami terus menghimbau agar ke gereja pada hari Minggu namun belum direspon, apalagi lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan anak-anak dewasa ini. Pada prinsipnya kami memberi kebebasan kepada anak-anak dalam memilih sekolah dan memberi kepercayaan dan tanggungjawab kepada mereka untuk menyelesaikan studinya. Namun terkadang anak kurang bertanggung jawab dengan kepercayaan yang kami berikan, sehingga mendapat prestasi yang kurang memuaskan ataupun harus mengulang mata kuliah’. Sedangkan informan 5 menjawab dengan sangat sederhana. Mereka mengatakan: ‘... kami ingin anak-anak kami dapat sekolah dan sukses. Anak kami sekolah di sekolah negeri karena pertimbangan jaraknya dekat dan biayanya juga murah. Dalam satu sekolah semua Islam kecuali anak kami. Tapi bersyukur, kehadiran anak kami diterima baik oleh para guru dan siswa/siswi di sekolah tersebut. Anak kami mengambil bagian dalam memimpin doa secara Katolik. Kami menanamkan hidup doa sejak usia dini dengan melatih berdoa, membacakan cerita-cerita orang kudus, mengajak berdoa bersama dan mengajak ke Gereja. Kami membabtis anak-anak satu bulan setelah lahir. Anak-anak kami, berusaha melakukan hal-hal yang baik agar tidak mengecewakan orangtua. Kami selalu berusaha menjadi teladan bagi anakanak’. 5) Bagaimana Keluarga Katolik Membangun Komunikasi dengan Anggota Keluarga dan Masyarakat di Sekitar? Informan 1 mengatakan: ‘...keluarga kami sudah dibiasakan untuk terbuka. Ibu (istri) selalu memberi berkat kepada anak-anak sebelum berangkat ke sekolah atau ke kantor dan mengingatkan mereka agar hati-hati di sekolah. Kami saling bertukar pikiran, ngobrol antara orangtua dan anak-anak atau bercerita tentang situasi di kantor atau sekolah. Kemudian komunikasi dengan keluarga besar melalui telepon selalu kami lakukan dua atau tiga bulan sekali. Keluarga kami juga selalu menjalin komunikasi dengan masyarakat sekitar dan terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang ada di RT atau Dukuh. Selama ini tidak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi’. Informan 2 mengatakan: ‘...kami saling memberi perhatian dan saling mendukung, terutama untuk menemukan solusi bila ada masalah. Ketika salah paham, kami berusaha menarik diri sejenak agar pikiran menjadi lebih tenang. Dengan mendiamkan diri sejenak Tuhan akan berbicara dan memberikan solusi terbaik. Komunikasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68 dengan anak-anak biasanya pada waktu makan bersama karena suasananya lebih hidup, dan di saat menemani belajar.Komunikasi dalam keluarga tidak ada hambatan, kecuali dengan keluarga besar, terutama karena keyakinan yang berbeda. Demikian juga dengan masyarakat sekitar masih lancar. Kami selaku orangtua selalu mengajak anak-anak untuk terlibat dalam kegiatan masyarakat, saling memberi perhatian, menyapa, menghargai satu dengan yang lain adalah kunci menjalin komunikasi yang baik dengan masyarakat setempat’. Informan 3 mengatakan: ‘...relasi dalam keluarga ini berjalan lancar, terlebih setelah kehadiran cucu kami sukacita dalam keluarga semakin bertambah. Kami saling diskusi, bercanda satu sama lain. Saat sedang berjauhan, kami tetap saling telpon. Ketika salah satu anggota keluarga mengalami masalah menjadi kebiasaan untuk saling terbuka menceritakan masalah yang dihadapi. Sementara komunikasi dengan masyarakat sekitar selama ini baik dan lancar. Meskipun sudah beberapa kali pindah rumah dan hidup di tengah masyarakat yang berbeda keyakinan tetapi kami berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Bagi kami, senyum, sapa dan perhatian adalah kunci untuk menjalin relasi dengan masyarakat seperti yang diajarkan oleh orangtua. Kami selalu terbuka untuk menerima tamu ataupun siapa saja yang datang ke rumah ini. Informan 4 mengatakan: ‘...anggota keluarga kami ada yang banyak berbicara, ada juga yang pendiam. Saya (suami) jarang berbicara dan ada anak-anak juga ada yang jarang berbicara, berbeda dengan ibu. Situasi ini menimbulkan suasana kurang nyaman tetapi komunikasi tetap mengalir karena saling mengerti dan memahami setiap pribadi, baik antara orangtua maupun anak dan berusaha untuk saling terbuka dalam menghadapi persoalan atau langsung menyelesaikan bila terjadi dalam keluarga. Komunikasi dengan masyarakat baik. Kami selalu terlibat dalam kegiatan RT dan kegiatan masyarakat lainnya. Keluarga memiliki sikap terbuka bagi sesama, saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lain’. Informan 5 mengatakan: ‘....kami selalu mengajak anak-anak ngobrol, santai sambil nonton TV. Kami memberi nasihat pada anak-anak pada saat santai, sehingga suasana kekeluargaan tetap baik. Komunikasi dengan cara saling memberi perhatian. Komunikasi keluarga dengan masyarakat sekitar baik, saling membantu dan menghormati. Kami selalu ikut kegiatan di masyarakat, kecuali bertepatan dengan waktu kerja. Karena kerjaannya Bapa dan anak kami masih kontrak maka harus berusaha untuk selalu masuk dan taat aturan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69 6) Bagaimana Keluarga Katolik Menyikapi Perbedaan antara Cita-Cita Anak dan Keinginan Orangtua? Informan 1 mengatakan: ‘...awalnya kami sedikit memaksakan harapan kami, terutama keinginan agar anak menjadi pemain bola, sehingga kami menyuruh untuk mengikuti kursus main bola. Tetapi keinginan kami ternyata berbeda dengan minat anak karena pada saat kuliah dan kerja anak lebih berminat pada desain grafis. Secara otodidak mereka juga belajar elektronik dan mesin. Melihat minat anak seperti ini, kami berusaha untuk mendukung, terutama membeli perlengkapan yang dibutuhkan anak untuk mengembangkan keterampilannya’. Informan 2 mengatakan: ‘...anak-anak kami masih kecil, jadi belum kelihatan kemauan mereka. Sejauh ini, anak-anak mudah diajak berbicara. Kalau Maria (anak sulung) sudah kelihatan ingin menjadi Suster, ingin terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Terlibat dalam kegiatan di lingkungan (koor, doa, dll). Mengikuti sekolah Minggu, bahkan sesudah menerima komuni pertama ingin menjadi Putri Altar. Sekarang masih dalam proses latihan. Jadi soal cita-cita belum menjadi perhatian dalam keluarga kami, semuanya diserahkan kepada cita-cita mereka. Informan 3 mengatakan: ‘...pengalaman keluarga kami, cita-cita anak selalu berbeda dengan orangtua. Misalnya dalam memilih sekolah dan fakultas, menurut kami orangtua jurusan itu sudah baik tapi bagi anak jurusan yang dipilih kami orangtua tidak sesuai dengan minat anak. Oleh sebab itu, kami memberikan kebebasan kepada anak untuk menentukan cita-cita dan kami sebatas mendukung saja. Artinya, kami orangtua tetap bertanggungjawab untuk memberi perhatian, dukungan kepada anak atas pilihannya’. Informan 4 mengatakan: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70 ‘....keluarga kami berusaha menghadapi anak-anak yang berbeda cita-cita dengan penuh kesabaran. Saya (istri) sudah mengenal kemauan anak-anak yang berbeda. Kami sebagai orangtua tetap bertanggungjawab mendampingi dan mengarahkan mereka terutama yang masih di bangku sekolah’. Informan 5 mengatakan: ‘...kami beryukur, anak-anak kami selama ini bisa diajak bicara dan diatur, termasuk dalam memilih sekolah. Anak-anak memahami keadaan di dalam keluarga karena kami selalu memberitahu mereka bahwa kita orang tak punya’. 7) Bagaimana Keluarga Katolik Membangun Hidup Doa dan Menggereja? Informan 1 mengatakan: ‘...keluarga kami jarang doa bersama, termasuk waktu untuk makan bersama. Doa bersama hanya Anjelus, sedangkan doa makan dan doa malam dilakukan sendiri-sendiri. Berangkat ke Gereja sekali-sekali bersama-sama kalau tidak sibuk, tetapi anak-anak lebih memilih untuk mencari suasana baru di Paroki lain, kadang ikut teman-teman. Keluarga kami mengalami hambatan untuk doa bersama dalam keluarga, termasuk makan bersama semakin susah karena adanya kesibukan masing-masing’. Pengalaman informan 2 berbeda dengan informan sebelum. Mereka mengatakan: ‘...kami mengajarkan anak-anak untuk berdoa saat bangun pagi, makan, belajar dan sebelum tidur. Kami sebagai orangtua memberi teladan, mengingatkan anak-anak untuk berdoa. Kami memberi berkat kepada anakanak sebelum tidur dan berangkat ke sekolah. Doa rosario bersama dalam keluarga setiap malam minggu sudah berjalan meskipun masih bolong-bolong. Kami juga membiasakan diri mengikuti misa harian, hari minggu dan hari raya lainnya secara bersama. Setiap pulang Gereja, pasti saling bertanya tentang bacaan-bacaan dan kotbah Romo. Kami membiasakan diri untuk misa pagi, bukan karena dorongan orangtua tetapi dorongan putri kami. Kami sebagai orangtua sangat mendukung, mengikuti kemauan anak karena bagi kami ini adalah hal yang baik, demi perkembangan iman anak. Kami selalu sadar bahwa doa adalah sumber kekuatan dalam keluarga. Hambatan bagi kami adalah masalah waktu yang kurang pas, terkadang banyak tugas yang harus diselesaikan, kegiatan-kegiatan lingkungan yang cukup rutin’. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71 Sementara informan 3 mengatakan: ‘...kami berusaha aktif mengikuti kegiatan di lingkungan, koor dan doa rosario. Namun berdoa bersama dalam keluarga sudah jarang dilakukan, meskipun waktu anak-anak masih kecil masih ada doa bersama, doa rosario bersama. Semenjak anak-anak sudah kuliah semakin susah untuk berdoa bersama. Selaku orangtua kami tetap mengingatkan untuk berdoa. Saya sebagai ibu memberi teladan dengan mengikuti misa setiap pagi di seminari Kentungan. Saya selaku ibu terus berdoa agar Tuhan membuka hati anak-anak untuk melihat dan belajar dari teladan orangtua dalam membagi waktu dengan baik, waktu berdoa, rekreasi dan kehidupan berkeluarga. Hambatan bagi kami waktu yang sangat terbatas, terkadang anak pulang sudah malam dengan tugas-tugas sekolah yang harus diselesaikan. Anak-anak sudah lelah, tidak memungkinkan untuk mengajak mereka berdoa bersama’. Informan 4 juga memiliki pengalaman yang hampir sama dengan informan terdahulu. Mereka mengatakan: ‘..kehidupan doa dalam keluarga kami dimulai sejak sesudah menikah. Pada waktu anak-anak masih kecil kami selalu mengajak dan melatih untuk doa bersama, ke Gereja dan terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani. Tapi ketika mereka mulai terlibat dalam pergaulan dengan teman-teman justru sangat mempengaruhi kehidupan rohaninya. Bakan salah satu anak kami mengikuti suaminya yang beragama Hindu. Kami hanya mendoakan anakanak dan menyerahkan kepada kehendak Allah. Hambatan doa keluarga karena kesibukan masing-masing dan kemauan setiap anak juga sangat berbeda’. Informan 5, mengatakan: ‘...kami melatih anak-anak untuk berdoa sejak kecil. Dengan latar belakang keluarga yang sederhana, kami mengajak anak-anak anak untuk bersyukur kepada Tuhan atas apapun yang diterima. Keluarga kami pernah mengalami peristiwa kehilangan saudara kandung dari istri dan anak kandung dalam satu hari. Saat itu kami benar-benar terpukul. Namun akhirnya kami menjadi kuat karena berpasrah kepada kehendak Tuhan. Pengalaman ini membuat kami semakin rajin berdoa, ke Gereja. Kami semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, kami percaya bahwa Tuhan mempunyai kehendak dan rencana yang indah bagi keluarga kami.Ibu dan anak yang masih SD yang selalu berdoa bersama. Keluarga kami bersepakat untuk selalu ke Gereja pada hari Minggu. Hambatannya adalah waktu kerja kerja yang tidak menentu, kadang pagi kadang malam hari. Kami pernah mengalami musibah kehilangan dua orang yang dicintai dalam sehari anak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72 kandung dan saudara kandungnya Ibu. Keluarga kami sangat terpukul. Namun, Bapa yang selalu memberi kekutan kepada saya (Ibu) untuk berpasrah kepada kehendak Tuhan. Situasi ini yang mendorong keluarga kami semakin menyerahkan seluruh hidup kepada Tuhan’. C. Uji Validitas Untuk menguji validitas data atas hasil wawancara, penulis melakukan wawancara tidak terstruktur dengan beberapa umat secara pribadi, bertepatan dengan kegiatan latihan koor dan doa mingguan di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, masing-masing informan 6, 7, dan 8. Dalam wawancara tersebut penulis tetap menggunakan pedoman wawancara yang sebelumnya digunakan dalam melakukan wawancara dengan para informan. 1) Bagaimana Pandangan tentang Spiritualitas Keluarga Kudus? Informan 6 menjawab: ‘menurut saya spiritualitas keluarga Kudus itu lebih mengarah pada semangat hidup sederhana dan saling mengasihi dalam keluarga Kudus yang patut menjadi panutan bagi semua keluarga Katolik’. 2) Apakah Keluarga Kudus Menjadi Model bagi Keluarga Katolik? Giliran informan 7 menjawab yang diamini oleh informan 6,8 bahwa: ‘keluarga Nasaret memang menjadi model bagi keluarga kami sejak pertama kali membangun rumah tangga. Apalagi sebelum menikah selalu didahului dengan kursus persiapan perkawinan, di mana salah satu materinya berbicara tentang keluarga Kudus. Salah satunya adalah sikap hidup saling berbagi, membangun komunikasi dengan sesama, membangun hidup doa, dan membangun suasana keluarga yang harmonis’. 3) Bagaimana dengan Pengelolaan Keuangan Keluarga? Dari ketiga informan tersebut masing-masing menjawab: ‘pendapatan kami dari usaha warung di rumah, dari usaha angkringan dan kos-kosan, serta dari gaji sebagai dosen’. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73 Ketiganya mengakui bahwa dalam mengelola keuangan mengedepankan hidup sederhana dan berusaha untuk mengutamakan kebutuhan daripada keinginan. selalu selalu 4) Bagaimana Tanggung Jawab terhadap Pendidikan dan Perkembangan Iman Anak? Jawab ketiga informan: ‘anak kami masih kecil tetapi sejak dini sudah ditanamkan nilai-nilai Kristiani. Kami selalu melatih anak-anak untuk berdoa sebelum makan atau tidur dan selalu diikutkan untuk mengikuti perayaan misa di gereja’’ 5) Bagaimana Membangun Komunikasi Dalam Keluarga dan Masyarakat? Ketiga informan saling menimpali dan hampir senada: ‘selama ini tidak ada kesulitan bagi kami untuk membangun komunikasi dengan sesama karena keluarga karena sejak awal dibiasakan untuk menjalin hubungan sosial dengan masyarakat sekitar. Selain itu, kami selalu mengkuti kegiatan di lingkungan atau dukuh secara aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan’. 6) Bagaimana Menyikapi Perbedaan antara Cita-Cita Anak dengan Harapan Orangtua? Ketiga informan memiliki pendapat yang sama: ‘meskipun anak-anak kami masih kecil tetapi sejak awal kami berniat untuk menyerahkan semua keputusan kepada anak-anak. Kami hanya menjadi pengarah, membimbing dan memberi pertimbangan agar mereka nanti tidak salah dalam menentukan pilihan atau cita-cita. Menurut kami bahwa saat ini adalah memahami bakat anak-anak dan menyiapkan dana untuk membiayai pendidikan anak sesuai dengan cita-cita mereka’. 7) Bagaimana Hidup Doa dan Menggereja serta Hambatannya bagi Keluarga? Ketiga informan mengakui: ‘doa merupakan hal penting bagi kita. Tetapi seringkali kami tidak dapat melakukan itu bersama keluarga karena berbagai kesibukan pekerjaan. Apalagi dalam kondisi fisik yang sudah lelah karena bekerja seharian kami PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74 kadang berdoa masing-masing sebelum tidur. Tapi ke gereja pada hari Minggu selalu menjadi perhatian keluarga kami’. D. Pembahasan 1. Pandangan Keluarga Katolik tentang Spiritualitas Keluarga Kudus Spiritualitas dapat diartikan sebagai hidup berdasarkan kekuatan roh Kudus yang mengembangkan iman, harapan dan cinta kasih, atau sebagai sebuah usaha mengintegrasikan segala segi kehidupan yang bertumpu pada iman akan Yesus Kristus yang diwujudkan melalui pengalaman iman Kristiani dalam situasi konkrit (Heuken, 1995: 277). Spiritualitas juga dimengerti sebagai hal yang paling fundamental, yakni kekuatan hidup yang harus menciptakan kehidupan yang kudus. Manusia hidup dan dipanggil untuk berbagi energi kehidupan yang diperoleh dari energi Ilahi yang bersumber pada Allah (Darminta, 2007:63). Dalam tulisan lain bahwa spiritualitas sejati terwujud dalam kehidupan sosialbudaya, ekonomi dan politik, yang memampukan manusia untuk bertahan dalam mewujudkan tujuan dan pengharapannya serta berusaha untuk mencari dan mengenal jalan-jalan Allah (Banawiratma, 1990:57). Dari hasil penelitian, hampir semua informan mengatakan, ‘.....semangat hidup keluarga Kudus adalah hidup sederhana, saling memaafkan, saling berbagi dengan sesama yang kekurangan, saling melindungi, menjaga rahasia keluarga agar tidak diketahui oleh orang lain, menyimpan semua perkara dalam hati dan kehidupan keluarga yang religius, kehidupan sosial masyarakat yang baik’. Ada juga informan yang lebih tertarik pada tokoh Yesus Maria dan Yosef sampai anak-anaknya diberi nama Maria, Yosef dan Kristo/Yesus. Sementara jawaban PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75 dari informan terakhir, yang merupakan keluarga sederhana, justru sangat relevan dengan konteks pertanyaan penulis, menurut mereka, ‘...keluarga Kudus adalah keluarga yang suci dan taat pada kehendak Allah’. Sedangkan beberapa informan yang diminta pendapatnya tentang hal ini juga menjawab bahwa, ‘...spiritualitas keluarga Kudus itu lebih mengarah pada semangat hidup sederhana dan saling mengasihi dalam keluarga Kudus yang patut menjadi panutan bagi semua keluarga Katolik’. Dari pendapat di atas, sebenarnya ada temuan menarik, yakni jawaban salah satu informan yang pemaknaan spiritualitas keluarga Kudus justru berangkat dari pengalaman hidup keluarganya. Pemahaman informan ini tentang spiritualitas keluarga Kudus bahkan melampaui pengetahuannya sendiri, di mana justru mengarah pada ketaatan pada kehendak Allah atau dapat dikatakan searah dengan pendapat Heuken (1995) bahwa spiritualitas dapat diartikan sebagai hidup berdasarkan kekuatan Roh Kudus yang mengembangkan iman, harapan dan cinta kasih, atau sebagai sebuah usaha mengintegrasikan segala segi kehidupan yang bertumpu pada iman akan Yesus Kristus yang diwujudkan melalui pengalaman iman Kristiani dalam situasi konkrit atau hidup berdasarkan kekuatan Roh Kudus. Oleh karena itu, pandangan para informan yang bervariasi tentang spiritualitas keluarga Kudus dan bahkan jauh dari arti yang sebenarnya mencerminkan adanya keterbatasan pemahaman keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan tentang makna substansial spritualitas keluarga Kudus itu sendiri. Namun demikian, dari keseluruhan jawaban informan menunjukkan bahwa keluarga Katolik di lingkungan itu masih cenderung terjebak pada hal-hal lahiriah, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76 terutama tindakan yang dilakukan oleh para tokoh dalam keluarga Kudus. Hal ini juga menandakan bahwa hampir semua keluarga di lingkungan itu belum memiliki pemahaman yang utuh dan mendalam tentang spritualitas keluarga Kudus. Sementara semangat yang dihidupkan oleh tokoh Yesus, Maria dan Yosef justru lebih mengarah pada sikap hidup yang mengandalkan kekuatan dari Tuhan, sikap hidup penuh penyerahan diri kepada kehendak Allah. Dalam hal ini Roh Kudus menjadi kekuatan hidup yang menciptakan kehidupan yang kudus yang memampukan manusia untuk berbagi energi kehidupan yang diperoleh dari energi Ilahi yang bersumber pada Allah. Di pihak lain, minimnya pemahaman akan spiritualitas keluarga Kudus oleh keluarga Katolik setidaknya sangat mempengaruhi pola hidup sehari-hari, khususnya dalam membangun keluarga seturut ajaran Kristiani. Merebaknya isu keretakan rumah tangga di kalangan sebagian keluarga Katolik, setidaknya menjadi salah satu tanda bahwa belum semua keluarga Kristiani memiliki semangat untuk berserah pada kehendak Allah. Oleh karena itu, peran pemimpin umat adalah berupaya untuk menanamkan dan menumbuhkembangkan spiritualitas keluarga Kudus di setiap keluarga. Ada hal menarik yang dapat menjadi pintu masuk bagi pemimpin umat dalam menginternalisasikan spiritualitas keluarga Kudus, yakni hampir semua keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan memiliki keinginan yang besar menjadi keluarga yang ideal seperti keluarga Kudus. Dengan demikian, spiritualitas keluarga Kudus akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77 semakin nyata dalam kehidupan konkrit, baik dalam membangun keluarga maupun dalam membangun gereja dan bangsa. 2. Cara Hidup Keluarga Kudus menjadi Model bagi Keluarga Katolik Keluarga Kudus merupakan contoh yang senantiasa relevan sampai pada realitas hidup keluarga di zaman sekarang. Oleh sebab itu, keluarga Kudus Nasaret sendiri menjadi model yang sempurna, terutama mengenai kesatuan hati, saling memahami, ketaatan dan penyangkalan diri bagi yang lain. Bunda Maria dan Santu Yosef digambarkan sebagai dua pribadi yang disatukan dan diarahkan kepada Yesus. Dalam tulisannnya, Barthier mengungkapkan bahwa hati mereka disatukan kepada Yesus, mengarah kepada (sikap) takut akan Allah, untuk menyampaikan rasa terima kasih mereka atas pengampunan dosa dan penebusan umat manusia, sehingga kemuliaan Tuhan tinggal dalam hati Maria dan Yosef. Yesus, Maria dan Yosef dengan cara yang paling tinggi menaruh hormat dan berpasrah kepada Allah Bapa dalam Roh dan kebenaran (Yoh 4:24) (Sutrisnaatmaka, 1999: 240-246). Oleh karena itu, setiap orang Kristiani yang hendak membangun keluarga, hendaknya belajar dari Keluarga Kudus Nazaret. Menjadi teladan berarti seluruh kehidupan keluarga Yosef, Maria dan Yesus ditiru keteladanannya dalam hal iman, harapan dan kasih serta berpasrah kepada kehendak Allah. Keluarga kudus Nazaret adalah guru iman dan guru dalam kehidupan berkeluarga ( Hello, 2016:13). Sementara hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan umumnya memiliki keyakinan bahwa keluarga Kudus memang pantas dan patut menjadi model bagi setiap PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78 keluarga Katolik dalam membangun rumah tangga, meskipun implementasi dalam kehidupan keluarga masih dihadapkan dengan berbagai kendala dan tantangan. Menurut para informan umumnya mengatakan, ‘...hidup keluarga Kudus sejak awal menjadi model bagi keluarga kami, terutama dalam hal kesederhaan, saling berbagi di antara anggota keluarga dan sesama di sekitar, rendah hati, dan selalu menghadiri misa untuk mendengarkan sabda Tuhan’. Selain itu beberapa informan mengatakan, ‘...prinsip dasar yang dihidupkan dalam keluarga Kudus yakni cinta kasih, saling mengampuni, saling memperhatikan di antara anggota keluarga dan sikap saling melayani dengan tulus’. Sedangkan informan 5 sendiri meniru contoh hidup keluarga Kudus, sebagaimana dikatakan, ‘....kami selalu bersyukur atas apapun yang diberikan oleh Tuhan, seperti yang diwariskan oleh Mbah Uti dan Kakung “tidak boleh neko-neko. Ikut jalan yang lurus. Harus ingat Tuhan Yesus selalu menyertai kita, Tuhan selalu melihat perbuatan yang kita lakukan. Oleh karena itu, dalam keluarga selalu berusaha untuk saling menghargai dan mamahami di antara suami istri maupun dengan anak-anak’. Demikian pula dengan uji validasi terhadap beberapa informan terungkap, ‘...keluarga Nasaret memang menjadi model bagi keluarga kami sejak pertama kali membangun rumah tangga. Salah satunya adalah sikap hidup saling berbagi, membangun komunikasi dengan sesama, membangun hidup doa, dan membangun suasana keluarga yang harmonis’. Dari pendapat para informan di atas jelas terlihat bahwa upaya keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan untuk mengikuti contoh kehidupan keluarga Kudus memang sudah nampak dalam tindakan nyata sehari-hari. Namun PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79 demikian, upaya yang dilakukan itu belum menyentuh hal substansial atau utama dari model yang ditawarkan oleh keluarga Kudus sendiri, yakni memusatkan semua perhatian kepada Allah sebagaimana ditunjukkan oleh keluarga Kudus melalui cara yang paling tinggi, yakni menaruh hormat dan berpasrah kepada Allah Bapa dalam Roh dan kebenaran (Yoh 4:24). Komitmen Maria pun jelas terungkap dalam perkataannya ketika menerima kabar dari Malaikat Gabriel, ”Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu” (Luk 1:38). Komitmen Yosef, ”sesudah bangun dari tidurnya, ia berbuat seperti apa yang dikatan Yesus kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai istrinya”(Mat 1:24). Dalam konteks kehidupan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan sendiri, komitmen untuk taat pada kehendak Allah masih menjadi sebuah usaha yang panjang, belum final sebagaimana diungkapkan oleh beberapa keluarga bahwa hal itu membutuhkan iman yang besar. Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat dipahami bahwa hampir semua keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan berusaha untuk mengikuti tindakan dari keluarga Kudus atau dengan kata lain terjebak dalam ‘ilusi perilaku’ tokoh keluarga Kudus. Selanjutnya sikap keluarga di lingkungan tersebut lebih mengarah pada usaha untuk membangun hubungan dengan sesama di sekitar, baik dengan istri, suami dan anak-anak maupun dengan masyarakat di sekitarnya. Demikian halnya dengan sikap orangtua yang menerima kenyataan hidup dan tetap semangat di tengah terpaan masalah keluarga semacam itu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80 merupakan salah satu bukti bahwa kekuatan atau daya ilahi selalu diberikan oleh Roh Kudus bagi mereka untuk menanggapi berbagai persoalan hidup. Adanya sikap yang digambarkan di atas setidaknya merupakan cerminan bahwa keluarga tersebut mengikuti tindakan yang dilakukan keluarga Kudus yang berusaha untuk menyimpan semua hal di dalam hati, bukan menghayati spiritualitas keluarga Kudus. Menyimpan dalam hal ini bukan semata-mata berpasrah kepada Tuhan tetapi bisa juga untuk menyembunyikan suatu hal yang buruk. Padahal yang dimaksudkan di sini adalah menghindarkan tindakan tercela dari keluarga dengan melalui cara hidup yang selaras dengan jalan Allah, yang dikokritkan dengan senantiasa bertekun dalam doa. Sementara hasil observasi menunjukkan bahwa keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes belum berhasil memotivasi kaum muda untuk terlibat dalam kegiatan doa lingkungan. Akibatnya, anak muda yang sebenarnya menjadi pelopor hidup berkomunitas justru menghilang dan akhirnya orangtua yang lebih banyak mengambil peran dalam berbagai kegiatan rohani. Namun demikian, keinginan yang besar keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes untuk menjadikan keluarga Kudus sebagai model dalam membangun keluarga patut diberi apresiasi. Namun, menjadikan keluarga Kudus sebagai teladan (Hello, 2016) berarti seluruh kehidupan dan keteladanan keluarga Yosef, Maria dan Yesus ditiru, terutama dalam hal iman, harapan dan kasih serta berpasrah kepada kehendak Allah. Dengan demikian komitmen untuk doa bersama, makan bersama, dan bercanda di antara anggota keluarga, yang selama ini dihalangi dengan kesibukan masing-masing harus dibangun kembali. Dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81 semangat tersebut keluarga Katolik akan mampu membangun keluarga seturut contoh yang ditunjukkan oleh keluarga Kudus Nasaret. 3. Pengelolaan Pendapatan dan Pengeluaran Dalam Keluarga Katolik Yesus dibesarkan dalam keluarga Maria dan Yosef, sehingga keluarga Kudus Nasaret menjadi gambaran historitas Yesus, sejak kanak-kanak sampai Ia tampil di muka umum. Sewaktu-waktu mereka juga harus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan sehari-hari; tidak hanya makanan, pakaian, peralatan, melainkan juga kepuasan, kesenangan, kegembiraan, saling menolong. Oleh karena itu, setiap keluarga memiliki hak untuk mengembangkan diri dan memajukan kesejahteraannya tanpa harus dihalangi oleh negara (Wignyasumarto, 2007). Keluarga Katolik sejak awal diajari untuk hidup dalam semangat sederhana, sebagaimana diwariskan oleh keluarga Kudus Nasaret. Santu Yosef yang bekerja sebagai tukang kayu adalah contoh bahwa kerja dan materi adalah bagian penting dalam kehidupan keluarga. Akan tetapi secara lugas pesan yang disampaikan Yosef melalui cara hidupnya bahwa materi bukan menjadi tujuan utama dalam bekerja, tetapi menjadi alat untuk memenuhi pelbagai kebutuhan manusiawi mulai dari kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan), kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk mencinta serta dicintai, kebutuhan akan harga diri sampai dengan kebutuhan aktualisasi diri. Hal ini kemudian meenginspirasi A.H. Maslow, seorang psikolog Amerika Serikat untuk membagi kebutuhan manusia dalam beberapa kategori (Hommes, 2009: 137). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82 Dalam membangun keluarga Kudus, Yosef dan Maria membangun sikap kesederhanaan dalam hidupnya. Dengan hidup sederhana, Yosef dan Maria menjadi pendidik yang berdaya guna. Hal ini juga menjadi daya tarik bagi keluarga Katolik untuk meneladani sikap hidup Maria dan Yosef, dalam membangun keluarga Kristiani sejati (Nugroho, 2012:6-7). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh penulis menunjukkan bahwa hampir semua keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan memiliki pekerjaan, baik pekerjaan yang menghasilkan pendapatan besar maupun pekerjaan serabutan yang sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada umumnya para informan mengatakan, ‘...pendapatan keluarga yang diperoleh dari kos-kosan, gaji dan berbagai hasil usaha yang digunakan secara cermat dengan prinsip mengutamakan kebutuhan paling mendesak dan menabung serta menempatkan kebutuhan yang kurang penting pada urutan yang terakhir. Berapapun pendapatan yang diperoleh harus dikelola dengan baik dan patut disyukuri atas semuanya itu. Dengan prinsip tersebut, maka pengelolaan keuangan keluarga tidak mengalami hambatan apalagi prinsip dasar pengelolaan keuangan adalah mengutamakan kebutuhan yang mendesak dan menabung’. Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa informan dalam uji validitas, yang mengatakan, ‘...pendapatan kami dari usaha warung di rumah, dari usaha angkringan dan koskosan, serta dari gaji sebagai dosen. Dalam mengelola keuangan kami selalu mengedepankan hidup sederhana dan berusaha untuk selalu mengutamakan kebutuhan daripada keinginan’. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83 Hal ini menunjukkan bahwa keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan umumnya memiliki pekerjaan, meskipun sebagian kecil hanya bekerja serabutan dengan penghasilan yang relatif kecil. Menurut pengamatan dan pengalaman langsung penulis selama ini bahwa besar kecilnya pendapatan turut mempengaruhi keaktifan umat di lingkungan atau pun paroki. Keluarga yang berpenghasilan rendah cenderung menarik diri atau tidak terlibat aktif dalam lingkungan karena sibuk bekerja atau mencari pekerjaan sampingan. Sedangkan keluarga yang memiliki penghasilan yang cukup, selain relatif lebih aktif di lingkungan, juga cenderung lebih mudah untuk mengelola pendapatan mereka. Kondisi pendapatan yang bervariasi demikian, tentu menjadi bagian dari perjuangan setiap keluarga, khususnya keluarga yang berpendapatan rendah untuk mengelola secara bijaksama agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan anggota keluarga secara baik. Oleh karena itu, semangat yang harus dikembangkan di sini adalah hidup sederhana dan mendahulukan kebutuhan, bukan keinginan dan gaya hidup mewah. Dari perspektif spiritualitas keluarga Kudus bahwa keteladanan Maria dan Yosef yang hidup sederhana setidaknya sudah diikuti oleh keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, terutama dalam pengelolaan keuangan keluarga. Dari hasil wawancara dengan para informan di atas ada hal menarik yang terungkap, yakni informan pada umumnya selalu bersyukur dengan apa yang diberikan oleh Tuhan. Terlebih informan yang merupakan keluarga sederhana secara jujur mengatakan mereka hidup dalam suasana yang berkekurangan. Namun demikian, bagi mereka keterbatasan materi bukan menjadi halangan untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84 terus berpasrah pada Tuhan, yang dibuktikannya melalui kemampuan untuk menghadapi musibah, yakni kehilangan orang yang dicintai dalam sehari saja. Bagi mereka, menghadapi tantangan yang sebesar itu, tidak bisa mengandalkan materi tetapi justru iman dan hidup sederhana di depan Allah. Hal itu bahkan sudah dibuktikan oleh Maria dan Yosef sewaktu menempuh perjalanan ke Yerusalem setiap hari raya yang dilakukan dengan susah payah tanpa mengeluh, berjalan bersama masyarakat umum yang tidak memiliki banyak harta dan kendaraan mewah seperti masyarakat modern sekarang ini. Hasil wawancara tersebut juga dapat dipahami bahwa salah satu aspek yang menjadi basis bagi keluarga untuk menjalankan roda kehidupan rumah tangga secara baik adalah pendapatan atau materi. Suatu keluarga yang memiliki sumber penghasilan yang potensial dan cukup untuk memenuhi kebutuhan seharihari lebih dimungkinkan untuk menata hidup keluarga secara lebih baik dan menjalankan tugas-tugas dan kewajibannya secara baik pula. Sebaliknya, keluarga yang tidak memiliki sumber penghasilan atau kekurangan materi akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Kondisi kesejahteraan demikian setidaknya menjadi penyebab bagi keluarga Katolik untuk cenderung melalaikan tugas dan kewajiban di kelompok maupun paroki karena sibuk untuk mencari penghasilan tambahan guna menambah pendapatan keluarga. Dalam konteks kehidupan keluarga Katolik kekinian, materi tetap menjadi hal yang penting dalam membangun keluarga. Dengan kata lain, pendapatan memiliki hubungan erat dengan keaktifan suatu keluarga dalam berkomunitas atau bergereja. Akan tetapi yang menjadi keutamaan bagi keluarga Katolik adalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85 menempatkan materi sebagai hal yang bukan satu-satunya menjadi jaminan bagi suatu keluarga lebih beriman kepada Allah kalau tanpa usaha untuk hidup sederhana dan berbagi dengan sesama yang berkekurangan. Kemampuan keluarga untuk hidup sederhana dan berbagi itulah merupakan gambaran nyata sejauh mana penghayatan spiritualitas keluarga kudus dalam keluarga tersebut. Kemudian pengalaman iman dalam menjalankan hidup keluarga seperti ini setidaknya diamalkan oleh Keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan. Hidup penuh materi maupun berkekurangan tidak menjadi halangan bagi mereka untuk tetap setia dalam menjalankan panggilan untuk mencari jalan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa spiritualitas keluarga Kudus Nasaret senantiasa relevan dalam setiap derap perjuangan keluarga-keluarga Katolik sejagat sampai di jaman modern sekarang ini. Hal menarik dari hasil pengamatan penulis bahwa hampir sebagian besar keluarga Katolik yang menjadi informan memiliki mobil, motor dan tempat tinggal yang layak huni. Namun demikian, keluarga-keluarga ini tetap menampilkan kehidupan yang sederhana. Fasilitas yang dimiliki seringkali menjadi sarana untuk memperlancar kehidupan keluarga dalam menjalankan berbagai aktivitas. Hal yang menarik dari para informan ini adalah sikap saling berbagi dan kesiapsediaan untuk menolong sesama, misalnya ketika ada rekreasi, ziarah lingkungan, dan kunjungan orang untuk sakit kendaraan yang dimiliki tersebut selalu digunakan menjadi sarana pelancar bagi komunitas tersebut dalam kegiatan-kegiatan semacam itu. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86 4. Tanggung Jawab Keluarga Katolik Terhadap Pendidikan dan Pengembangan Iman Anak Hal yang paling utama dalam keluarga Kudus adalah pendidikan kerohanian, doa bersama, melakukan kewajiban agama. Hal itulah yang mondorong Yusuf dan Maria untuk mengajak Yesus ke Yerusalem pada hari raya paskah. Hidup Yesus sendiri dibaktikan bagi pelayanan kepada kehendak Bapa yaitu pewartaan kerajaan Allah. Pewartaan Injil-Nya terungkap nyata dalam pelayanan kepada sesama manusia, terutama bagi yang miskin dan tersingkir dari masyarakat. Dikatakan bahwa “Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan dan menurut kebiasaan-Nya pada hari sabat Ia masuk ke rumah-rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab (Komisi Kerasulan Kitab Suci KAS 2016:15). Sementara pendidikan tidak terbatas pada pendidikan formal di sekolah tetapi dapat juga dalam bentuk didikan dari orangtua sebagaimana dalam (Ams., 13:1) bahwa “anak yang bijak mendengarkan didikan ayahnya (KGK Art.2216). Oleh karena itu, kewajiban orangtua adalah mengupayakan pendidikan anak karena hal itu adalah begitu penting sehingga sulit untuk digantikan (GE 3). Hak maupun kewajiban orangtua mendidik anak bersifat kakiki (KGK Art.2221). Orangtua adalah orang-orang pertama yang bertanggungjawab atas pendidikan anak-anaknya. Bapa suci Yohanes Paulus II berkata, keluarga merupakan tempat pertama panggilan kristiani dinyatakan. Keluarga adalah tempat partisipasi orang tua dalam misi imamat Kristus sendiri dinyatakan dalam derajatnya yang paling tinggi (Eminyan, 2001:236). Di samping itu, keluarga Katolik merupakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87 lingkungan pendidikan primer bagi setiap orang Kristiani, di mana anak memperoleh dasar-dasar keterampilan (sensomotorik), dasar-dasar kecerdasan (bahasa, alam pikiran) dan dasar-dasar nilai hidup (agama, adat, tata kelakuan). Keluarga memberikan penghiburan, perlindungan serta pertolongan. Penghiburan setelah pulang dari sekolah atau pekerjaan. Perlindungan dan keamanan terhadap ancaman dari luar (Hommes, 2009:137). Dari hasil penelitian di Lingkungan St. Yohanes Kentungan umumnya para informan mengatakan, ‘...pendidikan dan kemajuan iman anak merupakan hal yang penting. Oleh sebab itu, mengembangkan iman anak telah dimulai sejak TK dan SD dengan cara mendorong anak-anak untuk mengikuti sekolah minggu, mendampingi secara langsung saat belajar. Selain itu, perhatian pada pendidikan anak di usia dini dan pendampingan dalam pengembangan iman juga dilakukan dengan cara membiasakan mereka untuk berdoa bersama, ke gereja bersama, aktif dalam doa lingkungan. Semua yang dilakukan pada informan bertujuan agar anakanaknya dapat sekolah dan sukses serta menjadi orang yang bertakwa pada Tuhan’. Hal ini diperkuat lagi melalui uji validitas dengan meminta pendapat beberapa informan lain, ‘...meskipun anak-anak kami masih kecil tetapi sejak dini sudah ditanamkan nilai-nilai Kristiani. Kami selalu melatih anak-anak untuk mengikuti perayaan misa di gereja’. Dari hasil penelitian, ada hal unik yang diperoleh dari informan yang merupakan keluarga sederhana di lingkungan itu. Berangkat dari persoalan keterbatasan ekonomi, maka anak-anak dari keluarga ini disekolahkan di sekolah negeri yang terdekat dengan pertimbangan biaya yang lebih murah. Ia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88 mengatakan, ‘....anak kami disekolahkan di SD Negeri karena lebih murah. Di sekolah itu semua siswa beragama Islam. Namun anak kami sangat berani untuk memimpin doa secara Katolik ketika diberi kesempatan oleh guru. Hal ini sudah ditanamkan oleh keluarga sejak dini semangat dan hidup iman dengan melatih berdoa, membacakan cerita-cerita orang kudus, mengajak berdoa bersama dan mengajak ke Gereja’. Pengalaman hidup para informan di atas setidaknya selaras dengan pernyataan Paus Paulus II di atas yang bermakna bahwa pendidikan merupakan hal krusial bagi anak-anak di jaman modern ini. Pendidikan tidak semata-mata berhubungan dengan kehadiran anak di lembaga sekolah tetapi mulai dari rumah bersama orangtua dan seisi keluarga. Hal ini memungkinkan seorang anak bertumbuh menjadi pribadi yang unggul, yang diharapkan menjadi orang yang mampu untuk berinteraksi dengan lingkungan secara baik di kemudian hari, termasuk dalam urusan dengan membangun hidup yang mandiri penuh iman kepada Allah. Dengan kata lain, setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan guna mencapai eksistensinya sebagai manusia yang mandiri dan dapat menyumbangkan pikiran maupun karya nyata kepada kemajuan masyarakat ataupun gereja. Sementara tantangan bagi keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan dalam mengembangkan iman anak muncul setelah anak-anak mulai sekolah SMP sampai kuliah. Berdoa atau makan bersama semakin sulit bagi orangtua untuk diwujudkan karena anak-anak semakin sulit diatur. Kemudian pergaulan dengan teman-teman di sekitar lingkungan juga menjadi faktor yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89 menghambat upaya orangtua untuk menghidupkan kembali tradisi doa sebagaimana diajarkan oleh keluarga Kudus Nasaret. Dari hasil pembahasan pada bagian ini dapat dipahami bahwa pada umumnya keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan dan perkembangan iman anak. Hal ini kemudian diimplementasikan melalui tindakan nyata, yakni mendorong dan mendampingi anak-anak untuk sekolah dan mengikuti kegiatan rohani di gereja. Khusus untuk keluarga yang memiliki penghasilan yang cukup, cenderung memilih sekolah favorit bagi anaknya. Sementara keluarga yang tidak memiliki penghasilan yang besar lebih memilih sekolah yang murah. Dari hasil pengamatan sepintas penulis bahwa ada sebagian keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan menjadikan pilihan sekolah kepada anak sebagai indikator keberhasilan keluarga dalam membangun rumah tangga. Bahkan ada keluarga yang cenderung memilih sekolah anaknya pada lembaga yang terkenal dengan asumsi bahwa lembaga tersebut akan membantu perkembangan anak menjadi lebih cepat, khususnya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Namun demikian, dalam konteks spiritualitas keluarga Kudus bahwa perhatian para orangtua sudah selaras dengan apa yang dilakukan Santu Yosef dan Maria di Nasaret, yang mana telah mendidik dan mendampingi Yesus selama masa kecil hingga remaja. Hal ini menandakan bahwa semangat keluarga Kudus, terutama dalam hubungannya dengan pengembangan pendidikan dan iman anak sudah dihayati hampir semua keluarga di lingkungan tersebut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90 Selain hal posistif, keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan tidak jarang dihadapkan dengan tantangan yang membutuhkan kesabaran dan penyerahan kepada kehendak Allah. Di satu sisi, para orangtua menginginkan anak-anak harus sukses. Namun di sisi lain, anak-anak sendiri lebih memilih untuk tidak sekolah karena sibuk dengan pekerjaan lain yang dianggapnya lebih sesuai dengan minatnya. Salah satu pengalaman menarik dari salah satu informan yang adalah seorang pensiunan salah satu Perguruan Tinggi Swasta terkenal di Jogja, justru mengeluh bahwa ada sebagian anaknya tidak mau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena pengaruh pergaulan dengan teman yang kebanyakan adalah remaja putus sekolah. Meski demikian, hampir semua keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes memiliki kesadaran untuk menyekolahkan anak dan mengupayakan pengembangan iman anak. Bahkan bagi mereka bahwa pendidikan dan perkembangan iman anak merupakan bagian penting yang harus dipenuhi setiap keluarga Katolik, terutama dalam mempersiapkan generasi muda menjadi generasi yang berkualitas dan berguna bagi bangsa dan gereja. 5. Komunikasi Keluarga Katolik dengan Sesama Anggota Keluarga dan Masyarakat di Sekitar Keluarga sebagai sel masyarakat mempunyai peranan yang pertama dan amat penting dalam mengembangkan masyarakat yang sehat. Ada tiga syarat yang menentukan kesehatan keluarga yakni; kesatuan keluarga (monogami), kokohnya keluarga (tak terceraikan) dan pendidikan yang dilaksanakan oleh orangtua sebagai pendidik pertama dan utama dengan penuh tanggungjawab (Paus Yohanes PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91 Paulus II, art. 32). Hubungan antara keluarga dan masyarakat menuntut sikap terbuka dari keluarga dan masyarakat untuk bekerjasama membela dan mengembangkan kesejahteraan setiap orang. Dengan demikian identitas kekristenan keluarga Kristiani mengandung makna bahwa keluarga sejatinya dipanggil untuk turut serta dalam hidup dan perutusan Gereja di tengah dunia. Keluarga Kristiani wajib mewujudkan dirinya menjadi “Gereja Mini” (Paus Yohanes Paulus II, 1994, art. 49). Sebagaimana cara hidup jemaat perdana, keluarga kristiani perlu memiliki komitmen yang tinggi terhadap segi iman. Dalam perjalanan dan pergulatan hidup, hendaknya iman semakin digali unsur wawasannya, diungkapkan atau dirayakan dalam doa, dihayati dalam hubungan persaudaraan, diwujudkan dalam tindakan nyata, yang membawa sukacita bagi sesama di sekitar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan umumnya mampu membangun komunikasi, baik di dalam keluarga maupun dengan masyarakat, meskipun dalam keluarga sendiri seringkali menghadapi banyak hambatan, terutama kesibukan masing-masing. Seperti yang dikatakan oleh para informan, ‘...keluarga kami sudah dibiasakan untuk terbuka, saling bertukar pikiran, ngobrol antara orangtua dan anak-anak atau bercerita tentang situasi di kantor atau sekolah, menjalin komunikasi dengan masyarakat sekitar dan terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang ada di RT atau Dukuh. Komunikasi dalam keluarga belum ada hambatan. Bagi kami, senyum, sapa dan perhatian adalah kunci untuk menjalin relasi dengan masyarakat seperti yang diajarkan oleh orangtua. Kami selalu berusaha untuk saling memahami kebutuhan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92 di antara anggota keluarga dan saling memberi perhatian’. Demikian pula hasil uji validitas dengan tiga informan, ‘..selama ini tidak ada kesulitan bagi kami untuk membangun komunikasi dengan sesama karena keluarga karena sejak awal dibiasakan untuk menjalin hubungan sosial dengan masyarakat sekitar. Selain itu, kami selalu mengkuti kegiatan di lingkungan atau dukuh secara aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan’. Dari pendapat para informan di atas dapat dimaknakan bahwa dalam membangun komunikasi dengan sesama di sekitar setidaknya keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes sudah mampu mencerminkan penghayatan terhadap spiritualitas keluarga Kudus, meskipun konsep tentang spirit dimaksud ada yang belum dipahami seperti yang terungkap di bagian awal pembahasan ini. Hal ini merupakan hal mendasar yang harus dimiliki manusia sebagai makluk sosial, di mana setiap orang terlibat dalam interaksi dengan orang lain, baik terjadi melalui komunikasi maupun dalam perjumpaan sehari-hari. Dengan demikian, komunikasi menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, terutama dalam membangun komunitas dalam ruang lingkup yang lebih luas. Temuan lain dari penelitian di lapangan juga menunjukkan hal yang menarik bahwa keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan umumnya selalu berupaya untuk menjaga keseimbangan dalam hidup bertetangga dan bermasyarakat, termasuk dalam berkomunikasi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh budaya Jawa, yang merupakan budaya yang dianut sebagian besar umat di mana selalu berusaha untuk tidak campur dalam urusan orang lain, meskipun dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93 konteks tertentu hal ini menjadi penghambat, terutama dalam melakukan kontrol kepada sesama umat lingkungan yang kurang aktif. Dengan demikian, umat di lingkungan ini bahkan dipandang sebagai teladan bagi tetangga atau searah dengan harapan Paus di atas yang mengajak seluruh keluarga Katolik agar menjadi teladan dalam masyarakat. Dengan teladan tersebut, keluarga Katolik akan semakin mudah untuk membangun komunikasi, terutama dengan masyarakat yang berkeyakinan berbeda. Sementara untuk membangun komunikasi dalam keluarga, berdasarkan hasil wawancara para informan bahkan memulainya dengan cara yang sederhana, yakni diwujudkan dalam bentuk saling memperhatikan dan mendukung. Menurut mereka bahwa saling menghargai dan memberi kebebasan kepada anak-anak untuk mengekspresikan kebutuhan mereka merupakan bentuk komunikasi yang efektif. Bagi mereka yang berpendidikan rendah, komunikasi sama dengan mengobrol sambil menasihati anak-anak, sambil nonton TV dan pada saat sedang santai. Komunikasi pun bukan sekedar basa-basi tetapi harus memuat nilai saling mendidik, menasihati, mencintai, menghargai orang lain dan saling memberi perhatian. Berkaitan dengan pembahasan tentang membangun komunikasi di dalam keluarga dan masyarakat dipahami bahwa komunikasi merupakan aspek penting di dalam kehidupan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan. Namun dalam melakukan komunikasi, setiap keluarga memiliki strategi dan cara yang berbeda, sesuai dengan karakter keluarga masing-masing. Namun demikian, tidak dapat disangkal bahwa komunikasi telah berperan sangat penting dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94 pembiasan nilai-nilai spiritualitas Keluarga Kudus, baik kepada seluruh anggota keluarga dan masyarakat di sekitar. Komunikasi juga menjadi bagian dari penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus secara konkrit. 6. Menyikapi Perbedaan antara Cita-Cita Anak dan Keinginan Orangtua Rasa hormat dari anak-anak kepada orangtua atau sebaliknya merupakan kecenderungan kodrati yang mempersatukan anggota keluarga satu sama lain (KGK Art.2214, 1995:565). Penghormatan anak-anak untuk orangtuanya (kasih sayang sebagai anak) muncul dari rasa terima kasih mereka atas kehidupan yang diberikan oleh orangtua, sehingga memungkinkan mereka bertumbuh dalam kebebasan, kebijaksanaan dan rahmat (KGK Art. 2216). Kasih sayang kepada orang tua nyata dalam kepatuhan dan ketaatan yang baik “anak yang bijak mendengarkan didikan ayahnya (Ams. 13:1) (KGK Art.2216), kasih sayang kepada orang tua mendukung keserasian kehidupan seluruh keluarga juga mempengaruhi hubungan antar saudara sekandung” hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjuklah kasihmu dalam hal saling membantu” (Ef, 4:2) (KGK Art.22). Didikan orangtua begitu penting sehingga sulit untuk digantikan (GE 3). Hak maupun kewajiban orangtua mendidik anak bersifat kakiki (KGK Art.2221). Orangtua adalah orang-orang pertama yang bertanggungjawab atas pendidikan anak-anaknya. Pendidikan tentang kebajikan dimulai dari rumah dan orang mempunyai tanggungjawab yang besar, memberi contoh yang baik kepada anak (KGK Art. 2223). Dewasa ini, keluarga seringkali dihadapkan dengan hambatan yang tidak kecil, termasuk dalam hal mewujudkan keinginan terhadap cita-cita dan masa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95 depan anak-anaknya agar menjadi orang sukses. Di satu sisi, para orangtua tanpa disadari terkesan memaksakan kehendak kepada anak untuk memilih lembaga pendidikan maupun jurusan yang sesuai dengan keinginan, tanpa memberi kesempatan kepada anak untuk memilihnya dengan kehendak bebas. Akibatnya, anak-anak mengalami kegagalan dan bahkan depresi karena apa yang dikehendaki orangtua berbeda dengan minat ataupun kemampuan akademis yang mereka miliki. Temuan penelitian terkait dengan hal ini setidaknya menarik perhatian penulis bahwa sebagian keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan pun tidak luput dari tantangan dalam mendidik dan membesarkan ataupun mengembangkan kepribadian anak, yang mana cita-cita anak seringkali berbeda dari harapan orangtua. Oleh karena itu, salah paham dan bahkan percekcokan sering terjadi dalam kehidupan keluarga. Demikian halnya dengan sikap sebagian anak-anak di lingkungan ini bahkan kurang kooperatif atau tidak searah dengan keinginan orangtua, termasuk dalam memilih pendidikan atau menuruti keinginan orangtua untuk melanjutkan pendidikan. Hal ini diungkapkan oleh para informan, ‘...awalnya kami sedikit memaksakan harapan kami, terutama keinginan agar anak menjadi pemain bola, sehingga kami menyuruh untuk mengikuti kursus main bola. Tetapi keinginan kami ternyata berbeda dengan minat anak karena pada saat kuliah dan kerja anak lebih berminat pada desain grafis. Secara otodidak mereka juga belajar elektronik dan mesin. Melihat minat anak seperti ini, kami berusaha untuk mendukung, terutama membeli perlengkapan yang dibutuhkan anak untuk mengembangkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96 keterampilannya. Oleh sebab itu, kami memberikan kebebasan kepada anak untuk menentukan cita-cita dan kami sebatas mendukung saja. Artinya, kami orangtua tetap bertanggungjawab untuk memberi perhatian, dukungan kepada anak atas pilihannya’. Kondisi komunikasi demikian tentu berbeda dengan informan dari keluarga sederhana, yang mengatakan, ‘...kami beryukur, anak-anak kami selama ini bisa diajak bicara dan diatur, termasuk dalam memilih sekolah. Anak-anak memahami keadaan di dalam keluarga karena kami selalu memberitahu mereka bahwa kita orang tak punya’. Sementara pendapat informan lain dalam uji validitas, ‘....‘meskipun anak-anak kami masih kecil tetapi sejak awal kami berniat untuk menyerahkan semua keputusan kepada anak-anak. Kami hanya menjadi pengarah, membimbing dan memberi pertimbangan agar mereka nanti tidak salah dalam menentukan pilihan atau cita-cita. Menurut kami bahwa saat ini adalah memahami bakat anak-anak dan menyiapkan dana untuk membiayai pendidikan anak sesuai dengan cita-cita mereka’. Dari hasil penelitian di atas dapat dipahami bahwa dalam menyikapi perbedaan cita-cita anak dengan keinginan orangtua membutuhkan sikap bijaksana. Orangtua harus lebih sabar untuk memberi masukan kepada anak agar memilih lembaga pendidikan yang memiliki peluang kerja bagi masa depan anak. Hal ini sebenarnua juga dialami oleh Maria dan Yosef yang dengan susah payah menempuh perjalanan jauh untuk kembali mencari Yesus di Yerusalem karena sedang berdiskusi dengan ahli Taurat. Perjalanan jauh di sini dapat dimaknakan sebagai upaya yang penuh sabar dan bijaksana, bukan berputus asa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97 Dari perspektif spiritualitas keluarga Kudus di atas, maka sikap sebagian orangtua di Lingkungan St. Yohanes Kentungan khususnya dalam konteks ini setidaknya sudah mencerminkan semangat keluarga Kudus Nasaret. Meski demikian, hampir semua keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan memiliki kecenderungan untuk memaksakan keinginan kepada anak, termasuk dalam hal cita-cita, baik melalui pemilihan sekolah maupun kegiatan lain yang berhubungan dengan pengembangan minat dan bakat. Sebaliknya, anak-anak justru memiliki pilihan sendiri yang dilandasi dengan alasan sesuai dengan bakat (passion). Namun di pihak lain, tidak sedikit fakta yang menunjukkan bahwa banyak juga anak-anak yang gagal dalam mencapai cita-cita karena diberi kebebasan sepenuhnya oleh orangtua, termasuk dalam menentukan pilihan sekolah tanpa mempertimbangkan manfaat dari pendidikan dan ketersediaan lapangan kerja yang sesuai dengan pendidikan yang ditempuh. Oleh karena itu, pemilihan lembaga maupun jenis pendidikan sesungguhnya menjadi aspek penting yang harus diperhitungkan secara matang oleh anak-anak bersama orangtua mengingat persaingan untuk memperoleh pekerjaan dewasa ini semakin ketat dan cenderung menuntut spesialisasi keilmuan yang sesuai dengan bidang kerja dimaksud. Hal ini mesti menjadi perhatian bersama antara orangtua dan anak sepanjang proses untuk mendampingi anak-anak. 7. Hidup Doa, Menggereja dan Hambatannya bagi Keluarga Katolik Doa biasanya dilakukan dalam liturgi, doa pribadi ataupun doa secara bersama-sama. Sikap yang perlu dibina dalam doa adalah mendengarkan Allah yang bersabda kemudian kita menjawab (Harjawiyata 1979). Kemudian identitas PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98 kekristenan keluarga Katolik mengandung makna bahwa keluarga tersebut dipanggil untuk turut serta dalam hidup dan perutusan Gereja yang wajib mewujudkan dirinya menjadi “Gereja Mini”. Sebagaimana cara hidup jemaat perdana, keluarga kristiani perlu memiliki komitmen yang tinggi terhadap segi iman. Dalam perjalanan dan pergulatan hidup, hendaknya iman semakin digali unsur wawasannya, diungkapkan atau dirayakan dalam doa, dihayati dalam hubungan persaudaraan, diwujudkan dalam tindakan nyata, yang membawa sukacita bagi sesama (Paus Yohanes Paulus II, 1994, art.49). Oleh karena itu, hidup doa dan menggereja menjadi hal yang utama bagi keluarga Katolik dalam membangun keluarga yang ideal. Keluarga Kristiani mempunyai tugas pokok dalam mengembangkan misi Gereja yang mengacu pada hidup Yesus sebagai Nabi, Imam, dan Raja. Tugas kenabian yaitu bersikap kritis terhadap situasi berkenaan dengan kehendak Allah dengan mewartakan sabda (Paus Yohanes Paulus II, 1994 art.51). Keluarga sebagai tempat pertama dan utama bagi hidup anak-anak menjadi tempat subur bagi pewartaan Sabda Allah, pembinaan iman dan katekese dalam keluarga. Tugas imamat keluarga Kristiani yaitu menyucikan yang dilaksanakan lewat pertobatan dan saling mengampuni, serta memuncak dalam penyambutan Sakramen Tobat (Paus Yohanes Paulus II, art.58). Tugas pengudusan dari orang tua dilaksanakan dalam doa bersama yang terpusat pada peristiwa hidup berkeluarga. Hal ini sudah dicontohkan oleh keluarga Kudus dalam membangun pendidikan kerohanian, doa bersama, melakukan kewajiban agama seperti yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99 dilakukan Yusuf dan Maria yang mengajak Yesus ke Yerusalem pada hari raya paskah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, khususnya yang memiliki anak yang sudah dewasa mengatakan, ‘...berdoa bersama dalam keluarga sudah jarang dilakukan, meskipun waktu anak-anak masih kecil masih ada doa bersama, doa rosario bersama. Semenjak anak-anak sudah kuliah semakin susah untuk berdoa bersama keluarga kami jarang doa bersama karena ada hambatan untuk doa bersama dalam keluarga. Kalau dalam hidup menggereja kami berusaha aktif mengikuti kegiatan di lingkungan, koor dan doa rosario. Namun hambatan bagi kami waktu yang sangat terbatas, terkadang anak pulang sudah malam dengan tugas-tugas sekolah yang harus diselesaikan. Anak-anak sudah lelah, tidak memungkinkan untuk mengajak mereka berdoa bersama. Hambatan lain karena kesibukan masingmasing dan kemauan setiap anak juga sangat berbeda. Oleh karena itu, anak-anak ada yang jarang ke gereja’. Sementara sebagian keluarga atau informan yang memiliki anak yang masih kecil mengatakan, ‘..kami mengajarkan anak-anak untuk berdoa saat bangun pagi, makan, belajar dan sebelum tidur. Kami sebagai orangtua memberi teladan, mengingatkan anak-anak untuk berdoa. Kami memberi berkat kepada anak-anak sebelum tidur dan berangkat ke sekolah. Doa rosario bersama dalam keluarga setiap malam minggu sudah berjalan meskipun masih bolong-bolong. Kami juga membiasakan diri mengikuti misa harian, hari minggu dan hari raya lainnya secara bersama’. Khusus untuk informan 5 mengatakan, ‘melalui berdaoa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100 bersama kami mengajarkan anak-anak untuk selalu bersyukur kepada Tuhan atas apapun yang diterima. Keluarga kami pernah mengalami peristiwa kehilangan saudara kandung dari istri dan anak kandung dalam satu hari. Pengalaman ini membuat kami semakin rajin berdoa dan ke Gereja’. Sementara uji dalam uji validitas para informan mengungkapkan, ‘..doa merupakan hal penting bagi kita. Tetapi seringkali kami tidak dapat melakukan itu bersama keluarga karena berbagai kesibukan pekerjaan. Apalagi dalam kondisi fisik yang sudah lelah karena bekerja seharian kami kadang berdoa masingmasing sebelum tidur. Tapi ke gereja pada hari Minggu selalu menjadi perhatian keluarga kami’. Dari pengalaman dan gambaran yang diperoleh penulis dari para informan tentang hidup doa dan menggereja bahwa hampir semua keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan mengalami kesulitan untuk berdoa bersama dalam keluarga. Selain karena sibuk dengan berbagai urusan, terabaikannya kebiasaan doa dalam keluarga tersebut lebih disebabkan oleh pengaruh pergaulan anak-anak di jaman sekarang ini yang cenderung lebih memilih untuk bermain di luar rumah dari pada berkumpul bersama dengan orangtua. Oleh karena itu, setiap anggota keluarga merasa tidak memiliki waktu untuk berdoa bersama, diskusi bersama, dan makan bersama. Di pihak lain, doa adalah hal yang utama dalam kehidupan keluarga Katolik. Pengalaman iman seorang informan yang kehilangan dua orang yang dicintai dalam sehari, namun tetap kuat justru karena doa yang memampukan mereka tetap tegak untuk menerima kenyataan tersebut. Hal ini mesti menjadi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101 pelajaran yang patut dipetik maknanya bahwa doa merupakan kekuatan untuk menghadapi masalah dalam kehidupan berkeluarga. Oleh karena itu, keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan selalu berjuang untuk menghidupkan semangat doa dalam keluarganya masing-masing, meskipun dihadapkan dengan tantangan yang besar, terutama setiap anggota keluarga merasa tidak memiliki waktu yang cukup ataupun sedetikpun untuk berdoa bersama. Hal ini menjadi modal bagi kehidupan menggereja yang dihidupkan mulai dari setiap keluarga Katolik dan seluruh umatnya. Di samping itu, unsur pokok untuk membangun spiritualitas di dalam kehidupan keluarga adalah iman yang melibatkan seluruh aspek kehidupan manusia, yang dihayati dan diamalkan terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari yang diawali dengan membangun kebiasan atau tradisi doa dalam keluarga. Hal ini berarti bahwa meskipun setiap keluarga dibangun di atas landasan iman kepada Yesus sendiri tetapi tidak diamalkan dalam kehidupan sehari-hari melalui tindakan konkrit doa, maka sesungguhnya hal itu adalah sia-sia. Artinya, yang paling utama di sini adalah penghayatan dan pengamalan dalam kehidupan konkrit, bukan terjebak dalam simbolisasi Yesus semata. Dengan demikian, spritualitas keluarga Kudus dapat menghasilkan banyak buah yang dimanifesasikan dalam sikap hidup dan tindakan yang mendatangkan kebahagian kepada semua orang. E. Usulan Program Untuk Meningkatkan Penghayatan Keluarga Katolik Terhadap Spiritualitas Keluarga Kudus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102 Untuk menindaklanjut temuan penelitian ini, penulis mengajukan usulan program berupa rekoleksi sehari untuk meningkatkan pemahaman dan penghayatan terhadap spiritualitas Keluarga Kudus. 1. Latar Belakang Keluarga yang harmonis merupakan idaman bagi seluruh keluarga, khususnya keluarga Katolik. Di satu sisi, keluarga Katolik sesungguhnya sudah memiliki pedoman yang dapat dijadikan sebagai pengarah untuk mencapai kehidupan keluarga yang harmonis. Dengannya keluarga Katolik dimungkinkan untuk membangun keluarga Kristiani yang penuh iman dan mengarahkan seluruh karya dan perutusannya untuk kepenuhan kehendak Allah. Namun di sisi lain, masih banyak keluarga Katolik yang belum memahami secara utuh tentang spiritualitas keluarga Kudus. Spiritualitas Keluarga Kudus seringkali dipahami sebatas tindakan konkrit yang dilakukan oleh tokoh Yesus, Maria dan Yosef. Sementara semangat untuk berserah sepenuhnya kepada kehendak Allah justru secara tidak sengaja kurang diberi perhatian yang serius. Hal ini setidaknya berpengaruh terhadap tindakan ataupun perilaku umat Katolik umumnya dalam membangun keluarga, yang seringkali jauh dari nilainilai keimanan yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Berangkat dari kondisi tersebut, maka penulis menyusun program untuk meningkatkan spiritualitas Keluarga Kudus yang dikemas dalam kegiatan rekoleksi sehari. Melalui kegiatan dimaksud, diharapkan seluruh keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan semakin memahami inti dari spiritualitas Keluarga Kudus secara utuh atau menyeluruh. Dengan demikian, penghayatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103 spiritualitas Keluarga Kudus di dalam keluarga akan semakin sesuai dengan nilai yang diajarkan atau diteladankan oleh Keluarga Kudus Nasaret. 2. Sekilas Pengertian Rekoleksi Program rekoleksi yang diusulkan ini sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas kehidupan iman atau rohani, terutama bagi keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan. Menurut Mangunhardjana, SJ (1985:18), rekoleksi lebih dimaksudkan untuk meninjau kembali karya Allah dalam diri kita, cara kerja serta bimbingan-Nya dan tanggapan kita terhadap karya Allah. Melalui kegiatan rekoleksi ini, keluarga diajak untuk memeriksa dan merefleksi pengalaman hidup berkeluarga. Artinya, rekoleksi ibarat penyegaran kembali komitmen pasangan untuk membangun keluarga berdasarkan hidup keluarga. Menurut Mangunhardjana (1985:7) istilah rekoleksi berasal dari bahasa Inggris recollection yang berarti usaha untuk mengumpulkan kembali. Dalam hal ini yang dikumpulkan adalah pengalaman keseharian peserta rekoleksi. Seperti dalam retret, bahan yang diolah dalam rekoleksi merupakan pengalaman hidup konkret (Mangunhardjana, 1985:18). Dalam membuat usulan kegiatan rekoleksi ini, penulis menyusun langkah-langkah yang dapat membantu pelaksanaan rekoleksi. 3. Tujuan Program Program yang diusulkan penulis ini memiliki beberapa tujuan, yakni: a. Untuk menjembatani keluarga Katolik dalam memahami inti dari spiritualitas Keluarga Kudus secara lebih baik dan utuh. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104 b. Untuk meningkatkan penghayatan keluarga Katolik akan spiritualitas Keluarga Kudus, yang pada akhirnya dapat dipraktekkan dalam kehidupan konkrit sehari-hari. c. Menjadi ajang untuk saling membagi pengalaman di antara keluarga Katolik, terutama dalam membina dan membangun keluarga yang lebih ideal dan harmonis. d. Meningkatkan kesadaran umat dan Keluarga Katolik akan pentingnya hidup sesuai ajaran iman yang lebih mengutamakan melaksanakan kehendak Allah daripada materi dan urusan duniawi. 4. Usulan Kegiatan Rekoleksi a. Tema Umum Kegiatan rekoleksi ini mengangkat tema: “Membangun Keluarga Katolik Berlandaskan Spiritualitas Keluarga Kudus Nazaret”. Tema ini diambil untuk membantu keluarga Katolik agar memiliki pemahaman yang utuh terhadap spiritualitas Keluarga Kudus Nazaret, sehingga keluarga dapat menghayati spiritulitas dimaksud dalam kehidupan sehari-hari. b. Susunan Acara Rekoleksi No. Waktu 1. 08.00-08.30 Petugas Pendamping 2. Pendamping dan peserta 08.30 08.45 Acara Chek in dan Ice Breaking Salam dan Pengantar ï‚· Pembuka  Sapaan dan salam  Lagu Pembuka  Doa Pembuka  Pengantar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105 3. 08.45-10.00 Sesi I Penggalian Pengalaman 4. 10.00-10.20 10.20-10.30 Snack Ice Breaking 5. 6. 10.3012.00 12.00-1400 7. 14.00-15.30 8. 15.30-15.45 9. 16.00-17.00 10. 11. 17.00-17.45 17.45-18.00 12 18.00- Sesi II Spiritualitas Keluarga Kudus  Makan siang  Istirahat  Ice Breaking Sesi III  Hakikat Keluarga Kristiani  Menyaksikan Video Nick Vujicic  Refleksi Pribadi Ice Breaking Sesi IV Meneladani Keluarga Kudus Nazaret (Sharing Pengalaman Hidup Berkeluarga 2-3 keluarga) Refleksi dan merumuskan niat  Doa Penutup  Lagu Penutup Terima Kasih dan Sayonara Pendamping dan peserta Petugas Khusus Pendamping Pendamping Pendamping Petugas Khusus Pendamping Pendamping Pendamping Pendamping dan peserta c. Tujuan Rekoleksi Tujuan rekoleksi ialah bersama pendamping peserta semakin memahami dan mendalami spiritualitas Keluarga Kudus sehingga peserta terdorong untuk semakin menghayati di dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan Gereja. d. Peserta Peserta rekoleksi adalah pasangan suami istri Keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Banteng. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106 e. Tempat dan Waktu Rekoleksi ini dilaksanakan pada Bulan Januari (Pesta Keluarga Kudus), bertempat di Aula Paroki Keluarga Kudus Banteng. f. Bentuk rekoleksi Rekoleksi dilaksanakan dengan dinamika kelompok, sharing pengalaman, refleksi, menonton video inspiratif, penyusunan niat, penyampaian materi dan diakhiri dengan ibadat penutup. g. Sumber Bahan Rekoleksi ini dirancang dengan menggunakan berbagai sumber bahan yang memperkaya dan menunjang. Sumber bahan tersebut di antaranya video Keluarga Cemara, Video Nick Vujicic, kutipan Kitab Suci dari Luk 2:41-52 dan Yoh 2:1-11, buku berjudul “Intisari Ajaran Paus Fransiskus: Laudato si’ dan Amoris Laetitia’, Santo Yosef Pelindung Keluarga Kristiani, dan Madah Bakti, Devosi kepada Keluarga Kudus. h. Metode Rekoleksi Metode yang digunakan dalam rekoleksi ini yaitu penayangan video dan gambar, ceramah/informasi, Refleksi berbagi pengalaman (sharing) dan diskusi kelompok. i. Sarana Sarana pendukung untuk memperlancar pelaksanaan rekoleksi adalah laptop, hand out, LCD, dan speaker. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107 j. Rincian Usulan Program 1. Salam dan Pengantar Pendamping menyapa selamat pagi dan selamat datang kepada bapak dan ibu peserta rekoleksi selanjutnya mengucapkan terima kasih atas kesempatan untuk dapat berkumpul bersama melaksanakan rekoleksi. Pendamping juga menyampaikan tujuan pelaksanaan rekoleksi agar rekoleksi berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat bagi peserta rekoleksi. Secara umum, rekoleksi diadakan untuk mengajak Bapa dan Ibu meninjau kembali karya Allah dalam kehidupan berkeluarga, masyarakat dan Gereja. Dalam rekoleksi ini peserta diajak untuk mensyukuri karya Allah terhadap panggilan dalam hidup berkeluarga. Tujuan secara khusus, mengajak peserta untuk semakin memahami dan mendalami spiritualitas Keluarga Kudus sehingga peserta terdorong untuk semakin menghayati di dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan Gereja. 2. Lagu Pembuka : “Hymne Keluarga Kudus” (Lampiran ) 3. Pembukaan Pendamping: Marilah kita hening sejenak untuk menyiapkan hati, pikiran dan tindakan kita sebelum mengikuti kegiatan rekoleksi ini. Silahkan bapak/ibu mengambil posisi duduk yang nyaman, hening sejenak, kita membuka hati di hadapan Tuhan dan mengundan Tuhan hadir bersama kita sepanjang hari ini. Doa pembukaan: Allah yang mahabaik, kami bersyukur dan berterima kasih kepada-Mu karena pada hari ini Engkau hadir ditengah-tengah kami. Bapa, saat ini kami berkumpul ditempat ini ingin menggali dan berbagi pengalaman kami tentang kehidupan keluarga kristiani tertutama menyadari bahwa keluarga yang kami PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108 bangun adalah berkat kehendak baik-Mu. Ya Bapa, bimbinglah kami dalam membangun keluarga yang berlandaskan kasih dalam semangat hidup keluarga Kudus. Bantulah kami agar kami mampu mengikuti semangat hidup Keluarga Kudus, terutama dalam mendidik anak-anak kami sehingga keluarga yang kami bangun dapat menjadi saksi Putra-Mu di tengah Gereja dan masyarakat. Kami mohon penyertaanmu dalam proses acara hari ini sehingga pada akhir acara nanti dapat membuka hati kami kepada-Mu. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami yang hidup dan bersatu dengan Roh Kudus kini dan sepanjang masa. Amin. 4. Sesi I : Penggalian Pengalaman Tujuan: Peserta bersama pendamping dapat membagi pengalaman hidup berkeluarga yang sangat berguna dalam mendalami sejauh mana keluarga Katolik menghayati spiritualitas Keluarga Kudus dalam praktek hidup sehari-hari. a. Bahan : Video “Keluarga Cemara” dan pengalaman peserta. b. Metode: menonton video, sharing pengalaman c. Langkah-langkah: Pendamping mengajak peserta untuk menonton video “Keluarga Cemara”. Setelah selesai, pendamping meminta peserta untuk membentuk kelompok 3-4 keluarga dengan menjawab pertanyaan berikut: 1) Video tersebut menggambarkan situasi seperti apa? 2) Menurut anda, inspirasi apa saja tercermin dari Video tersebut? 3) Bagaimana dengan pengalaman keluarga masing-masing? Setelah itu, pendamping meminta masing-masing kelompok mengungkapkan hasil sharing kelompok secara pleno. Berikutnya, pendamping membahas hasil sharing tersebut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109 d. Ice Breaking. Pendamping mengajak peserta untuk mencairkan suasana dengan mengikuti gerak dan lagu “Chicken Dance”. 5. Sesi II: Spiritualitas Keluarga Kudus Tujuan: Membangun pemahaman peserta terhadap inti dari spiritualitas keluarga Kudus. Sekilas mengenai Spiritualitas Keluarga Kudus: a. Pengertian Spiritualitas Spiritualitas berarti kehidupan yang dijiwai dan dipimpin oleh Roh Kudus, yang menunjuk pada pola atau gaya hidup manusia yang selaras dengan kehendak Allah. Roh Kudus yang memberi semangat dan daya kekuatan kepada manusia dalam menjalankan seluruh aspek kehidupan dalam kehidupan seharihari. b. Tokoh-tokoh Keluarga Keluarga Kudus dan Spiritualitas Keluarga Kudus Tokoh-tokoh Keluarga Kudus adalah : Yesus, Maria, dan Yosef 1) Yesus Yesus berarti “Allah menyelamatkan”. Nama ini diberikan oleh malaikat pada waktu Pewartaan kepada Maria sekaligus mengungkapkan identitas dan misi-Nya” karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Mat 1:21). Petrus juga menyatakan ”di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis 4:12) (Kompendium Katekismus Gereja Katolik Art.81, 2009:43). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110 Yesus dibesarkan dalam keluarga Maria dan Yosef. Yesus tidak dilahirkan di istana sebagai putera raja, tetapi Ia memilih menjadi seorang miskin dan mau dibesarkan di dalam keluarga sederhana. Maria dan Yosef selalu berusaha untuk menciptakan suasana yang baik dan serasi di rumah. Sewaktuwaktu mereka juga harus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan seharihari; tidak hanya makanan, pakaian, peralatan, melainkan juga kepuasan, kesenangan, kegembiraan, saling menolong. Hidup Yesus sendiri dibaktikan bagi pelayanan kepada kehendak Bapa yaitu pewartaan kerajaan Allah. Pewartaan Injil-Nya terungkap nyata dalam pelayanan kepada sesama manusia, terutama bagi yang miskin dan tersingkir dari masyarakat. Dikatakan bahwa “ Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan kepada orang buta dan pembebasan kepada orang-orang tertindas (Luk 4:16-19). Pada umur dua belas tahun Yesus berkata kepada Maria dan Yusuf, bahwa Ia harus berada di dalam rumah Bapa-Nya (Luk 2:49). Perkataan Yesus ini menunjukan hubungan erat antara Yesus dan Bapa-Nya. Hubungan dengan Allah sebagai Bapa-Nya, menentukan seluruh hidup-Nya dan terungkap dalam doa-doaNya “Aku bersyukur pada-Mu Bapa, Tuhan langit dan bumi bahwa semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang orang bijak dan pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil” (Mat,11:25). Seluruh kehidupan Yesus ditentukan oleh kesatuan-Nya dengan Allah Bapa-Nya. Yesus menyerahkan hidup-Nya kepada kehendak Allah. Oleh karena PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111 itu, inti dari spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret adalah penyerahan diri kepada kehendak Allah Bapa di Surga. 2) Maria Maria menggambarkan dirinya sebagai hamba Tuhan (Luk 1:1.48). Kata hamba Tuhan berarti budak, pelayan atau abdi Tuhan. Selaku seorang hamba ia menyadari bahwa hidupnya sungguh amat tergantung pada kehendak Allah. Tuhanlah yang menuntun dan mengatur hidupnya. Ia meletakkan hidupnya kepada kehendak Allah. Maria tidak hanya melayani Allah saja, tetapi juga sesama. Hal ini ditunjukkan dalam kunjungan kepada saudaranya Elisabet. “Ia mengunjungi Elisabeth, saudarinya, yang mengandung di masa tuanya” (Luk 1:39-45). Kunjungan Maria kepada Elisabeth membawa kabar sukacita dan kekuatan kepada Elisabeth. Elisabeth memberi salam kepadanya ”Berbahagialah ia yang telah percaya sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan akan terlaksana” (Luk 1:45). Peristiwa sesudah merayakan hari raya paskah di Yerusalem, orangtua Yesus pulang sendirian, sedangkan Yesus berdoa di Bait Allah. Sebagai orangtua yang prihatin dan gelisah bertanya kepada anak-Nya ”Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku cemas mencari-Mu”. Jawab Yesus” mengapa kamu mencari Aku, bukankah Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku? Maria adalah sosok ibu yang rendah hati, tulus dan setia pada kehendak Allah. Maria adalah seorang pribadi yang menyimpan dan merenungkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112 segala perkara di dalam hatinya. “Maria menyimpan segala perkataan itu dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:19). 3) Yosef Yosef berasal dari keluarga dan keturunan Daud, bekerja sebagai seorang tukang kayu. Yosef adalah suami Maria dan ayah Yesus. Yosef adalah pelindung keluarga Kristiani dan teladan bagi Bapa Keluarga. Dalam Injil Matius tertulis tiga kali tentang ketaatan Keluarga Kudus kepada Allah. Pertama, Yusuf tidak jadi menceraikan Maria dan diminta mengambil Maria sebagai isterinya (Mat. 1:18). Yosef seorang yang rendah hati dan penuh iman serta berani menanggung resiko. Yosef tidak mau mencemarkan nama baik Maria kepada semua orang. Kedua, diminta untuk mengungsi ke Mesir (Mat. 2:13); Ketiga, diminta untuk kembali dari Mesir kembali ke Nazaret (Mat. 2:19). Peran Yosef ini menunjukkan kewajiban sebagai suami dan ayah dalam keluarganya. Santo Yosef sebagai pelindung dalam keluarga dan ia adalah sosok yang sederhana, bijaksana, tulus hati, taat kepada kehendak Allah dan pekerja keras serta bersikap lembut dalam keluarga. c. Komitmen-komitmen yang dibangun oleh Keluarga Kudus Dalam membangun sebuah keluarga atas dasar kasih Allah, maka ada lima hal yang sangat relevan dengan keluarga zaman sekarang antara lain: 1) Komitmen. Maria dan Yosef mengawali kehidupan keluarga mereka dengan membangun komitmen terlebih dahulu dengan Allah dan rencana-Nya. Komitmen Maria ”Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113 perkataan-Mu itu” (Luk 1:38). Komitmen Yosef, ”sesudah bangun dari tidurnya, ia berbuat seperti apa yang dikatakan Tuhan kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai istrinya”(Mat 1:24). Di titik ini, perbedaan dan keunikan terkadang memungkinkan terjadinya konflik, namun sekaligus memperkaya, jika konflik dihadapi dan dikelola melalui komunikasi yang terbuka dan tanggung jawab kepada orangtua atau anak. 2) Yosef dan Maria membangun sikap setia. Mereka setia pada komitmen awal. Walaupun banyak mengalami rintangan dalam keluarga, berakhir dengan putra-Nya yang tunggal Yesus Kristus, harus mengakhiri hidup-Nya di kayu salib, demi cintanya pada umat manusia. 3) Yosef dan Maria membangun relasi yang akrab dan mesrah bersama Allah. Mereka adalah pemeluk agama Yahudi yang saleh. Keakraban dan kemesraan mereka dengan Allah menjadi sangat nyata dalam kidung magnificat (Luk 1:46-56). Maria merasakan dan mengalami penyelenggaraan-Nya, merasa dinomorsatukan oleh Allah, sehingga segala keturunan akan menyebutnya berbahagia. 4) Yosef dan Maria membangun sikap kesederhanaan dalam hidup. Dalam doa magnificat, Maria tidak hanya merasa bahagia, tetapi mengalami perbuatan-perbuatan besar dari Allah. Kebahagiaan lebih merupakan kepenuhan batin. 5) Yosef dan Maria adalah pendidik yang berdaya guna. Manusia adalah makluk yang ‘menjadi’ selalu dalam proses menjadi, sebuah pekerjaan rumah yang tidak pernah selesai. Dalam menghadapi persoalan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114 yang belum dipahami, Maria menyimpan semua perkara itu dalam hatinya (Luk 2:19,51). Dengan demikian spiritualitas yang dimiliki dan dihayati oleh Maria, Yosef dan Yesus adalah taat dan berpasrah kepada kehendak Allah. Relasi yang intim dengan Alah sungguh menjadi daya kekuatan bagi Maria, Yosef dan Yesus dalam mengatasi setiap kesulitan. Spiritualitas Keluarga Kudus perlu dihayati dalam kehidupan keluarga Katolik pada zaman sekarang. Masing-masing menjalankan peran baik sebagai seorang ayah, Ibu dan sebagai anak. Ice breaking: Pendamping mengajak peserta untuk goyang “Pinguin” 6. Sesi III: Hakikat Keluarga Kristiani Tujuan: Membangun pemahaman keluarga Katolik terhadap hakikat keluarga Kristiani a. Pengertian Keluarga Keluarga merupakan salah satu lembaga terkecil dalam masyarakat (GS.52) Ditekankan juga bahwa keluarga menerima perutusan dari Allah untuk menjadi sel utama dan sangat penting bagi masyarakat (AA. 11). Keluarga merupakan sekolah nilai-nilai manusiawi yang pertama, dimana anak-anak belajar menggunakan kebebasan dengan bijaksana. Hasil pembelajaran tersebut menpengaruhi hidup mereka seumur hidup. berkomunikasi dengan orang lain (AL.274,276). b. Tujuan Keluarga Anak-anak dilatih untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115 Tujuan mendasar keluarga adalah untuk menciptakan bonum coniugum (kesejahteraan pasangan), terjabar dalam bonum prolis (terbuka pada kelahiran dan pendidikan anak-anak), bonum fidei (membangun kesetiaan pasangan dalam suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit) serta bonum sacramentun (menciptakan kesucian dan keluhuran martabat perkawinan agar menjadi tanda kehadiran dan keselamatan Tuhan pada manusia). c. Fungsi Keluarga Dalam keluarga, orangtua sebagai pewarta iman dan pendidik iman yang utama. Orangtua dengan kata-kata maupun teladan membantu anak-anak untuk menghayati hidup Kristiani dan memilih panggilan mereka, memupuk dan memberi perhatian yang penuh kasih. Orangtua membela martabat dan otonomi keluarga yang sewajarnya. d. Tugas-tugas Keluarga Kristiani 1) Membangun Keluarga Penuh Cinta Kasih Keluarga yang dibangun penuh cinta kasih, membawa dampak yang baik kepada seluruh anggota keluarga. Keluarga yang penuh cinta tentu membutuhkan perjuangan dan kekuatan dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan keluarga. Keluarga dikatakan bahagia ketika keluarga yang mampu mengatasi setiap tantangan dan mengambil makna dari setiap pengalaman hidup. 2) Mendidik Generasi Muda Keluarga dipangggil untuk mendidik anak-anak yang dititipkan oleh Allah, sehingga menjadi generasi penerus bagi keluarga, gerja dan negara. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116 3) Menerima dan Mencintai Kehidupan Familiars Consortio menegaskan bahwa salah satu tugas dan kewajiban keluarga Kristiani adalah menerima dan mencintai kehidupan yang dianugerahkan Tuhan. Keluarga sangat berperan penting dalam mencintai dan merawat kehidupan. 4) Ikut Membangun Masyarakat Menciptakan masyarakat yang baik dan merupakan harmonis di tengah masyarakat suatu tugas yang luhur dan mulia karena ikut serta dalam pembangunan masyarakat. Suasana masyarakat yang harmonis perlu dihidupkan di dalam keluarga sehingga dengan mudah menyesuaikan dengan kehidupan bersama dalam masyarakat. 5) Ikut Membangun Gereja Keluarga merupakan Gereja Mini atau dalam Familiaris Consortio menyebuttkan “Kenisah Gereja di Rumah”. Keluarga Kristiani dipanggil untuk menjadi saksi Allah bagi sesama. Keluarga Kristiani dipanggil untuk dikuduskan dan mengududskan persekutuan gerejani dan dunia. e. Kewajiban Orangtua 1. Orang tua merupakan pendidik yang utama dalam keluarga 2. Orangtua sangat berperan dalam perkembangan moral anak 3. Orangtua hendaknya mengembangkan moralitas anak dengan teladan dan nasehat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117 4. Orangtua hendaknya menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan yang baik pada anak dengan dialog dan memperhatikan masalah nilai-nilai, prinsip-prinsip dan norma-norma. f. Kewajiban anak 1. Rasa hormat dari anak-anak yang belum dewasa dan sudah dewasa terhadap ayah dan ibu bertumbuh dari kecondrongan kodrati yang mempersatukan mereka satu sama lain (KGK Art.2214. 2. Penghormatan anak-anak untuk orangtuanya (kasih sayang sebagai anak, pietas filiasis) muncul dari rasa terima kasih kepada mereka yang telah memberi kehidupan dan yang memungkinkan mereka melalui cinta kasih serta usaha supaya bertumbuh dalam kebesaran, kebijaksanaan dan rahmat (KGK Art. 2216). 3. Kasih sayang kepada orang tua nyata dalam kepatuhan dan ketaatan yang baik “anak yang bijak mendengarkan didikan ayahnya (Ams.,13:1) (KGK Art.2216), kasih sayang kepada orang tua mendukung keserasian kehidupan seluruh keluarga juga mempengaruhi hubungan antar saudara sekandung“hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjuklah kasihmu dalam hal saling membantu” (Ef 4:2) (KGK Art.22). g. Himbauan Paus Fransiskus Paus Fransiskus (Hadiwardoyo, 2016:92) menghimbau setiap anggota keluarga agar memiliki sikap peduli, penghibur dan saling mendukung (AL. 321324). Beliau dalam himbauannya menegaskan bahwa: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118 1. Kepedulian merupakan bagian penting dari spiritualitas keluarga. Semua anggota keluarga perlu saling merangkul 2. Setiap anggota dipanggil untuk menjadi gembala, penjala dan penabur benih bagi yang lain 3. Diharapkan untuk meruh perhatian kepada anggota-anggota yang lain 4. Diharapkan ramah terhadap orang-orang lain di luar rumah, terlebih mereka yan malang Sesudah pendamping menyampaikan materi tentang hakekat Keluarga, peserta diajak untuk menonton video ”Nick Vujjicic”. Setelah selesai, pendamping meminta peserta untuk refleksi berpasangan (suami dan istri), dengan menjawab pertanyaan berikut: 1. Video tersebut menggambarkan situasi seperti apa? 2. Menurut anda, inspirasi apa saja yang tercermin dari video tersebut? 3. Bagaimana dengan pengalaman keluarga anda masing-masing? 4. Hal-hal posetif apa yang perlu ditingkatkan dalam keluarga dan hal-hal negatif apa yang perlu diperbaiki dalam keluarga? 7. Sesi IV: Meneladani Contoh Hidup Keluarga Kudus Tujuan: Agar keluarga Katolik menjadikan keluarga Kudus sebagai model dalam membangun keluarga yang harmonis dan ideal. a. Peserta diajak mengamati gambar patung keluarga Kudus b. Membaca teks Kitab Suci Lukas 2:41-52 “Yesus pada umur dua belas tahun dalam Bait Allah” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119 c. Peserta diajak untuk merefleksikan makna dari patung keluarga Kudus dan teks kitab suci tersebut dengan panduan pertanyaan: 1) Dengan mengamati gambar patung Keluarga Kudus, menurut bapak/ibu pesan apa yang diperoleh dari pengamatan terhadap gambar Yosef, Maria, dan Yesus tersebut? 2) Apakah kesan anda terhadap gambar patung Keluarga Kudus yang diamati? 3) Dari teks Kitab Suci yang dibacakan, ayat mana yang terkesan, mengapa terkesan? 4) Bagaimana sikap Maria dan Yosef terhadap Yesus yang digambarkan dalam Kitab Suci? 5) Bagamana sikap Yesus terhadap orangtuanya? 8. Refleksi berpasangan (Suami dan Istri) dan merumuskan niat Tujuan: Peserta diharapkan dapat merumuskan rencana tindak lanjut untuk menghayati spiritualitas keluarga Kudus dalam kehidupan konkrit seharihari. 1. Niat-niat apa yang akan dilakukan dalam keluarga untuk meningkatkan penghayatan spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari? 2. Pendamping membagikan kertas dalam bentuk jantung dan bolpen untuk menuliskan aksi konkrit yang akan di jalankan dalam keluarga 3. Pendamping akan membagikan teks Doa Keluarga Kudus kepada setiap keluarga, dengan harapan untuk didoakan bersama anggota keluarga. 9. Penutup PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120 Doa Penutup : Doa Kepada Keluarga Kudus (Lampiran) Lagu Penutup “Santo Yosef yang Menjaga” (Lampiran) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Membangun keluarga berdasarkan spiritualitas keluarga Kudus berarti seluruh elemen dalam keluarga tersebut harus hidup berdasarkan kekuatan Roh Kudus yang mengembangkan iman, harapan dan cinta kasih dan mengintegrasikan semua tindakan yang bertumpu pada iman akan Yesus Kristus. Hal ini menjadi dasar bagi semua keluarga Katolik untuk menyerahkan seluruh intensi dan suka-dukanya kepada penyelenggaraan atau kehendak Allah sendiri. Namun demikian, penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret pada kehidupan sebagian keluarga Katolik pada umumnya masih jauh dari harapan. Demikian halnya dengan umat di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Banteng, di mana berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Penghayatan spiritualitas keluarga Kudus dalam keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan masih sangat minim, terutama keutamaan yang terkandung di dalam spiritualitas Keluarga Kudus, yakni pemahaman tentang penyerahan diri secara total kepada kehendak Allah. Hal ini dapat secara jelas terlihat dalam praktek hidup sehari-hari, di mana keluarga Katolik di lingkungan itu cenderung memaknakan spiritualitas Keluarga Kudus berdasarkan tindakan konkret yang dilakukan oleh para tokoh keluarga Kudus, bukan semangat penyerahan diri yang total kepada kehendak Allah. Temuan ini menjadi gambaran bahwa nilai-nilai yang menjadi keutamaan spiritualitas Keluarga Kudus belum dipahami secara mendalam, sehingga penghayatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122 terhadap spiritualitas keluarga Kudus pun menjadi kurang utuh atau menyeluruh sesuai dengan konteks kehidupan keluarga Kudus Nasaret. 2. Sementara upaya keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan untuk meningkatkan penghayatan terhadap spiritualitas Keluarga Kudus dalam kehidupan keluarga pun masih sebatas mengembangkan sikap hidup hemat dan selalu bersyukur atas segala rejeki yang diperolah dari hasil kerja, menata pendidikan dan perkembangan iman anak, terus berjuang untuk mengembangkan hidup doa dan menggereja serta berusaha untuk membangun komunikasi yang baik dengan sesama anggota keluarga dan masyarakat sekitar. Temuan ini seakan mempertegas bahwa penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus oleh keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes seakan lebih tertuju pada contoh hidup atau tindakan dari para tokoh Keluarga Kudus. Oleh karena itu, semangat penyerahan keluarga secara total kepada kehendak Allah harus didorong agar suatu saat kelak semua keluarga Katolik dapat menjadikannya sebagai pedoman dalam membangun rumah tangga dan berelasi dengan sesama di sekitar. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikuti: 1. Kepada Romo dan segenap Dewan Pastoral Paroki Keluarga Kudus Banteng agar mengembangkan spiritualitas di kalangan keluarga Katolik yang ditempuh pertama kali dengan menginternalisasikannya kepada seluruh umat, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123 terutama kepada pasangan yang hendak menikah. Dengan demikian, kehidupan keluarga Katolik akan semakin mencerminkan kehadiran gereja mini di tengah masyarakat. 2. Bagi keluarga Katolik umumnya agar terus menghidupkan semangat hidup doa, persaudaraan, berbagi, kepedulian, saling menghargai dan mengasihi dalam keluarga, lingkungan, masyarakat dan Gereja. Dengan demikian, penghayatan spiritualitas keluarga Kudus akan semakin konkrit dalam tindakan nyata setiap hari. 3. Bagi umat dan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan terus berupaya untuk membangun komunikasi dalam keluarga dengan cara menghidupkan kembali tradisi kebersamaan dalam keluarga, sehingga sosialisasi nilai-nilai spiritualitas keluarga Kudus menjadi semakin mudah dilakukan oleh orangtua. Dengan demikian, keluarga katolik yang ideal seturut yang dicontohkan oleh Santu Yosef dan Bunda Maria dapat diwujudkan menjadi kenyataan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR PUSTAKA Alfonsus Sutarno. (2013). Catholic Parenting. Yogyakarta: Kanisius Albertus Purnomo. (2014). Inspirasi Alkitabiah dalam menyikapi problema kelurga, Yogyakarta: Kanisius Banawiratma, J.B., SJ (ed). (1990). Spiritualitas Transformatif Suatu Pergumulan Ekumenis. Yogyakarta: Kanisius Burhan Bungin. (2012). Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana Bogdan, Robert C. (1982). Qualitative Research For Education: An Introduction to Theory and Methods. USA: Sari Knop Biklen Darminta, J. (2007). Spiritualitas Dasar Kristiani. Yogyakarta: IPPAK Universitas Sanata Dharma Deddy Mulyana. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung: Rosdakarya Eminyan, Maurice, SJ. (2005). Teologi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius Hardawiryana. R.,1993, Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor Heuken, A., SJ. (1995). Ensiklopedi Gereja I-V. Jakarta: Yayasan Cipta Lola Caraka Hardiwiratno J. (1996). ROHANI Majalah Religius. Yogyakarta: Basis Hommes, Anne. (2009). Perubahan Peran Pria & Wanita Dalam Gereja & Masyarakat. Jakarta: BPK Gunung Mulia bekerja sama dengan Kanisius Jeannetta L. Suhendro. (2014). Membangun Bangsa Melalui Keluarga. Jakarta: Grasindo KWI. (1996). Iman Katolik. Yogyakarta : Kanisius _____. (1999). Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja Tahun 1891-19991 dari Rerum Novarum sampai Centesimus Annus (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI _____. (2003). Kitab Hukum Kanonik. Jakarta: Obor _____ . (2011). Pedoman Pastoral Keluarga. Jakarta: Obor PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125 KGK. (1995). Katekismus Gereja Katolik (Herman Embuiru, penerjemah). Ende: Arnoldus Komisi Kerasulan Kitab Suci KAS. (2016). Keluarga Bersaksi dan Mewartakan Sabda Allah. Yogyakarta: Kanisius Leks, Stefan. (2011). Menghormati Santa Maria Sepanjang Bulan.Yogyakarta: Kanisius Lembaga Alkitab Indonesia. 2002. Kitab Suci Perjanjian Baru. Jakarta: LAI Martasudjita, E. (2006). Spiritualitas Liturgi. Yogyakarta: Kanisius Minolyo, B. (2007). Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga. Yogyakarta:Kanisius Mangunhardjana, A.M. (1985). Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius Purwa Hadiwardoyo, Al. (2016). Intisari Ajaran Fransiskus: Laudato si’ & Amoris Laetitia. Yogyakarta: Kanisius Program Studi IPAK. (2012). Pedoman Penulisan Skripsi. Yogyakarta: FKIP Universitas Sanata Dharma Paus Yohanes Paulus II. (2011). Familiaris Consortio (Keluarga). Jakarta: Seri Dokumen Gereja No.30. Departemen Dokumen dan Penerangan KWI ______. (2007). Keluarga dan Hak-Hak Asasi. Jakarta: Seri Dokumen Gereja No.72. Departemen Dokumen dan Penerangan KWI ______. (1994; 2011). Keluarga Yogyakarta:Kanisius Kristiani dalam Dunia Modern. St. Darmawijaya. 1994. Mengarungi Hidup Berkeluarga. Yogyakarta:Kanisius Sukandarrumdi. (2004). Metode Penelitian, Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Sutrisnaatmaka. (1999). Keluarga Kudus Menimba Spiritualitas Allah Tritunggal, dalam Majalah Rohani 5 Mei 1999, 240-246. Yogyakarta: Basis Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta _____. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126 Saifudin Azwar . (2005). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Stanislaus Nugroho. (2012). KANA Majalah Keluarga 01 Tahun VII: Keluarga Kudus Sebagai Idola Keluarga. Yogyakarta: Sinyal Utama Stefanus P. Ellu. (2015). Sinode Uskup: Pastoral Kasih Keluarga Masa Kini. Majalah Hidup. Jakarta: Gramedia Winkel, W.S. (1987). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia Yan Olla. (2010). Teologi Spiritual. Yogyakarta: Kanisius Yusti H. Wuarmanuk. (2015). Penutupan Sionode Keluarga. Majalah Hidup No. 44, Tahun ke-69 1 Nopember 2015. Hlm. 28. Jakarta: Gramedia Yoseph Kristianto. 2013. Teologi Moral Katolik (B.A. Rukiyanto; Ignatia Esti Sumarah, editor). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Yosef M.L. Hello. (2016). Santo Yosef Pelindung Keluarga Kristiani (Komisi Teologi Pusat Pastoral Keuskupan Atambua). Yogyakarta: Bajawa Press Yohanes Subagyo. Buku Pegangan Pokok dan Lengkap tentang Maria. Jakarta:Obor Stef & Ingrid Tay. Keluarga Kudus: Pola Ilahi Bagi Keluarga Kita. Dalam https://www.katolisitas.org/keluarga-kudus-pola-ilahi-bagi-keluarga-kita, diakses 7/12/ 2016 Dedi Dismas. Membangun Spiritualitas Keluarga Kudus. Dalam http:// dedismas.blogspot.co.id/membangun-spiritualitas-keluarga-kudus.html, diakses 7/12/ 2016 Anton Satu S.S. Keluarga Kudus Nazareth Cermin Pelayan Kreatif, Dalam https://msfmusafir.wordpress.com/keluarga-kudus-nazareth-cerminpelayan-kreatif/, diakses 7/12/ 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 1: Panduan Wawancara Berdasarkan kisi-kisi di atas, maka penulis menyusun pedoman wawancara yang digunakan untuk mewawancara informan sebagai berikut: 1. Bagaimana pandangan keluarga terhadap spiritualitas Keluarga Kudus? 2. Apakah keluarga memahami semangat Keluarga Kudus? 3. Apakah semangat hidup Keluarga Kudus menjadi model dalam keluarga? 4. Bagaimana keluarga menghayati semangat keluarga Kudus dalam hidup berkeluarga? 5. Apa prinsip-prinsip yang membantu dalam menata kehidupan keluarga? 6. Semangat hidup apa yang menjadi dasar/prinsip dalam hidup keluarga? 1. Bagaimana keluarga menata kehidupan ekonomi: pendapatan dan pengeluaran? Bagaimana keluarga memperoleh pendapatan dan bagaimana mengatur pengeluaran? ( Sakramen: yang bertanggung jawab ekonomi: suami-istri) 2. Bagaimana pembagian peran dalam pengaturan keuangan dalam kehidupan keluarga? 3. Bagaimana keluarga menggunakan keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang pokok dan kebutuhan tambahan? 4. Apakah barang-barang yang dimiliki sangat bermanfaat dalam kehidupan keluarga? 5. Apakah keluarga pernah mengalami kesulitan dalam keuangan? Bagaimana (1) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI usaha yang dilakukan oleh keluarga dalam menghadapi kesulitan itu? 1. Apakah yang menjadi fokus orangtua terhadap pendidikan iman anak? 2. Bagaimana tanggung jawab orangtua terhadap perkembangan iman anak? 3. Apakah orangtua merasa puas ketika menyekolahkan anak di sekolah katolik? 4. Apakah keluarga mempunyai pandangan lain terhadap sekolah negeri? 5. Bagaimana keluarga menentukan sekolah untuk anak-anak? Apa harapan orangtua terhadap sekolah yang menjadi pilihan orangtua dan anak? 6. Bagaimana orangtua memberi perhatian kepada anak dalam mengembangkan pendidikan iman anak? 1. Komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa dan sebaliknya? 2. Apa yang dilakukan oleh Ibu ketika Bapa mengalami permasalahan, sebaiknya apa yang dilakukan oleh Bapa ketika Ibu mengalami permasalahan? 3. Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga dalam menjalin komunikasi? Apa solusi keluarga dalam mengatasi kesulitan-kesulitan itu? 4. Dukungan apa yang dilakukan oleh Ibu kepada Bapa dan anak dan sebaliknya? 5. Bagaimana caranya untuk menjalin komunikasi yang baik antara orangtua dan anak? 6. Bagaimana caranya untuk menjalin komunikasi dengan keluarga besar? (2) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7. Tantangan apa yang dialami oleh keluarga dalam menjalin komunikasi dengan keluarga besar? Apa solusinya dalam menghadapi tantangan itu? 8. Mengapa melakukan komunikasi dalam keluarga? 1. Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak yang memiliki cita-cita yang berbeda dengan keinginan orangtua? 2. Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak yang berbeda pendapat dengan orangtua? 3. Tantangan-tantangan apa yang dialami oleh orangtua ketika berhadapan dengan anak yang berbeda pendapat/cita-cita dengan orangtua? 1. Bagaimana menjalankan doa dalam keluarga? Kapan melakukan doa bersama dalam keluarga? 2. Kapan saja ke Gereja? Mengapa harus ke Gereja? 3. Tantangan-tantangan apa yang dialami oleh keluarga dalam hidup doa dalam keluarga, lingkungan dan gereja? Apa usaha keluarga untuk mengatasi tantangan-tantangan itu? 4. Apakah yang menjadi prinsip keluarga dalam menjalankan kehidupan doa dalam keluarga, lingkungan dan gereja? 1. Bagaimana keluarga menjalin komunikasi dengan masyarakat? 2. Mengapa keluarga perlu menjalin komunikasi dalam hidup bermasyarakat? 3. Apa yang menjadi dasar dalam keluarga untuk menjalin relasi yang baik dalam kehidupan bermasyarakat? 4. Tantangan-tantangan apa yang dialami keluarga dalam menjalin komunikasi dengan masyarakat? Bagaimana usaha untuk mengatasi tantangan-tantangan (3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI itu? Lampiran 2 : Data Wawancara Asli Informan 1 a. b. Identitas Nama : Bapa Yohanes Suripto ( 60 tahun) Ibu M. Margaretta Sudiarni (58) Hari / Tanggal : Selasa, 6 September 2016 Waktu : Pukul 17.15-17.45. Hasil Wawancara Penulis : Bagaimana pandangan keluarga terhadap Spiritualitas Keluarga Kudus ? Responden : Keluarga Kudus adalah keluarga yang sederhana, penuh kasih, keluarga yang sungguh dikasihi Tuhan. Maka, kita sebagai umatnya berusaha untuk meneladani Ibu Maria yang menyimpan segala perkara di dalam hatinya, St. Yusuf yang setia pada keluarganya, mengatur segala keluarganya dan putra-Nya Yesus. Penulis : Apakah semangat hidup Keluarga Kudus menjadi model bagi keluarga Bapa da Ibu? Responden : Ya, sebagai umat-Nya, keluarga berusaha untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh Keluarga Kudus. Penulis : Bagaimana Bapa dan Ibu menata pendapatan dan pengeluaran dalam keluarga? Responden : Pendapatan dalam keluarga dari uang kost. Kami bersyukur karena kos-kos ini adalah titipan Tuhan untuk kami pelihara dan rawat. Uang yang kami peroleh digunakan untuk biaya sekolah anak-anak dan untuk kebutuhan sehari. Sebelum berbelanja Bapa dan Ibu berunding dan membuat nota belanja mengenai kebutuhan apa yang perlu dibeli, kami sebagai orangtua bertanya kepada anakanak mengenai kebutuhan mereka. Kami belanja untuk persediaan satu bulan, kecuali kebutuhan tambahan dan sayur-sayuran kadang seminggu dua kali. Penulis : Hambatan-hambatan apa yang pernah dialami dalam pengelolaan keuangan? Usaha usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi hambatan itu? (4) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Responden : Sejauh pengalaman kami selama ini, belum pernah mengalami kesulitan. Karena kami mengutamakan kebutuhan yang lebih penting, misalnya; makan-minum, uang kuliah dan listrik, kemudian kami menunda kebutuhan yang tidak terlalu penting, sehingga semuanya lancar. Penulis : Apakah yang menjadi fokus orangtua terhadap pendidikan termasuk pendidikan iman anak? Bagaimana tanggung jawab orangtua terhadap perkembangan iman anak? Responden : Waktu anak-anak masih kecil TK dan SD orangtua terlibat lansung mendampingi saat belajar. Mengajak untuk mengikuti sekolah minggu. Setelah menginjak masa SMP sampai perkuliahan, orangtua hanya memantau, membangunkan, menemani belajar dan melihat dari nilai raport atau IP yang diperoleh anak dan memberi saran, karena orangtua sendiri tidak mampu untuk memahami pelajaran anak. Orangtua bersyukur kepada Tuhan, karena anakanak sekolahnya lancar dan nilai-nilainya tidak jelek sekali. Orangtua percaya kepada anak bahwa anak mampu mengatur waktu belajarnya dengan baik. Orangtua memberi kesempatan kepada anak untuk memilih sekolah swasta dengan harapan untuk mendapatkan pendidikan agama Katolik. Setelah besar, anak-anak sudah memiliki prinsip sendiri, orang tua tetap mengingatkan untuk ke Gereja. Orangtua memberi kepercayaan kepada anak bahwa anak selalu percaya kepada Tuhan, memiliki semangat untuk ziarah. Dalam point ini orangtua merasa masih kurang perhatian, maka berusaha meningkatkan perhatian kepada anak. Penulis : Bagaimana pandangan Bapa dan Ibu terhadap sekolah yang dipilih baik swasta maupun negeri? Responden : Awalnya kami bingung untuk memilih sekolah swasta atau negeri, tetapi kami berunding bersama dan memutuskan swasta dengan harapan akan mendapat perhatian untuk pendidikan iman katolik juga. Sekolah negeri juga baik tetapi tergantung kehidupan anak, apakah mampu untuk menyesuaikan diri dengan baik, atau akan terpengaruh kearah yang kurang baik, yang tidak diharapkan oleh orangtua Penulis : Komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa dan anak-anak dan sebaliknya? Responden : Saling mengingatkan dan memberi perhatian terlebih ketika sakit, baik terhadap Ibu, Bapa dan anak. Ibu selalu bertanya menu yang dimasak. Ibu memasak sesuai permintaan Bapa dan anak-anak. Masakan Ibu selalu enak. Memberi saran kepada anak untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat. Anak-anak selalu pamit kepada orangtua ketika ada kegiatan di luar rumah. Ibu selalu memberi berkat kepada anak-anak sebelum berangkat ke sekolah atau ke kantor. Kalau ada tenggang waktu, saling bertukar (5) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pikiran, ngobrol antara orangtua dan anak-anak. Komunikasi dengan keluarga besar melalui telepon karena rumah saudara semua jauh. Kadang dua atau tiga bulan sekali mengadakan kunjungan keluarga besar sekaligus mengunjungi makam para leluhur. Tujuan menjalin komunikasi dalam keluarga dengan keluarga besar agar hubungan kekeluargaan semakin dekat dan tetap bersatu. Penulis : Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga dalam menjalin komunikasi? Apa solusi keluarga dalam mengatasi kesulitan-kesulitan itu? Responden : Tidak mengalami kesulitan Penulis : Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak yang memiliki citacita yang berbeda dengan keinginan orangtua? Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak yang berbeda pendapat dengan orangtua? Responden : Semenjak kecil orangtua kurang memperhatikan. Orangtua punya keinginan untuk anak bisa berolah raga (sepak bola) maka dikursuskan, tetapi anak lebih tertarik dengan menggambar. Orangtua selalu mendukung mengantarkan ke tempat lomba, walaupun sering kalah dengan sanggar-sanggar, tetapi anak selalu memiliki keinginan yang besar. Sampai kuliah dan kerja anak memilih untuk desain grafis. Sedangkan anak yang kecil selalu belajar secara otodidak (elektronik, mesin). Usaha yang dilakukan oleh orangtua, mendukung membelikan perlengkapan yang dibutuhkan oleh anak untuk mengembangkan keterampilannya. Penulis : Bagaimana kehidupan doa dalam keluarga dan kehidupan menggereja? Responden : Bagi keluarga masih sangat sulit untuk mengadakan doa bersama dalam keluarga. Terkadang untuk makan bersama saja susah, karena kesibukan masing-masing. Doa bersama hanya Malaikat Tuhan (Anjelus). Doa makan dan doa malam dilakukan sendirisendiri. Berangkat ke Gereja kalau tidak ada kesibukan maka bersama-sama, tetapi terkadang anak ingin mencari suasana yang baru maka ke Gereja di tempat lain. Orangtua memiliki kerinduan dan harapan untuk meningkatkan kehidupan doa bersama. Bapa dan Ibu yang selalu bersama-sama.Keluarga ke Gereja pada hari minggu dan hari raya. Tujuan ke Gereja untuk bertemu Tuhan, karena dalam hidup ini banyak kebutuhan, memohon pada Tuhan. Bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan Penulis : Hambatan-hambatan yang dialami keluarga dalam hidup menjalankan hudup doa bersama keluarga, hidup menggereja? Responden : Masing-masing memiliki kesibukan dan waktu yang berbeda, sehingga susah untuk berdoa bersama. Terkadang juga mengalami kesulitan untuk bisa doa bersama ketika makan. Orangtua selalu mengingatkan untuk berdoa. Bapa dan Ibu akan berusaha untuk (6) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mengajak anak-anak untuk berdoa bersama, terlebih ketika berziarah ke tempat-tempat suci. Penulis : Bagaimana keluarga menjalin komunikasi dengan masyarakat? Mengapa keluarga perlu menjalin komunikasi dalam hidup bermasyarakat? Responden : Komunikasi dengan masyarakat lancar, saling menyapa dan menghargai. Keluarga terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang ada di masyarakat. Tujuan menjalin komunikasi yang baik dengan masyarakat semakin meningkat hubungan relasi sebagai saudara, semakin menyatukan. (7) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Hasil Wawancara Responden 2 a. Identitas Nama : Bapa Albertus Armajaya ( 40 tahun) Ibu Margaretta Wahyuni Widarti (39 tahun) Hari / Tanggal : Sabtu, 10 September 2016 Waktu : Pukul 19.00-18.00 b. Hasil Wawancara Penulis : Bagaimana pandangan keluarga terhadap Spiritualitas Keluarga Kudus ? Responden : Keluarga baru pindah dua tahun dari Bandung ke Yogyakarta khususnya di Paroki Keluarga Kudus Banteng. Pengalaman pribadi waktu masih di Bandung, kami diajak untuk belajar hidup dari Keluarga Kudus. Dari awal sudah punya rencana antara Bapa dan Ibu untuk memberi nama kepada anak-anaknya Maria, Yosef dan Yesus/Kristo dengan harapan untuk semakin mencontoh kehidupan Keluarga Kudus. Tuhan menunjukkan jalan akhirnya pindah ke Paroki yang nama pelindungnya Keluarga Kudus. Kagum dengan kehidupan Keluarga Kudus, dengan memberi nama kepada anak-anak. Kita berusaha untuk meneladani Bunda Maria yang sabar, karena Bapa menyadari sikapnya yang egois, sombong dan mudah marah. Belajar dari Ibu (istri) yang membantu mengubah hidup saya (Bapa). Pernyataan Bapa ini disetujui oleh Ibu, karena sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Penulis : Apakah semangat hidup Keluarga Kudus menjadi model bagi keluarga Bapa da Ibu? Responden : Ya, Pasti. Ingin meneladani Keluarga Kudus. Semangat hidup yang menjadi dasar dan yang perlu diteladani dari Keluarga Kudus yaitu kesederhanaan, kerendahan hati dan pengendalian diri. Belajar dari Bunda Maria, seandainya Bunda Maria tidak mengatakan “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku, menurut kehendak Tuhan” maka tidak akan terbentuk Keluarga Kudus. Karena mungkin yang dipilih adalah perempuan yang lain. Bunda Maria taat kepada kehendak Allah. Penulis : Bagaimana Bapa dan Ibu menata pendapatan dan pengeluaran dalam keluarga? Responden : Pendapatan yang diperoleh dari Ibu bekerja di toko dan penghasilan dari Bapa mengelola usaha keluarga besar. Penghasilan tidak menentu, tetapi masih bisa dikelola. Bapa yang memegang keuangan, tetapi untuk perencanaan pembelanjaan adalah Bapa dan Ibu, selalu memprioritaskan kebutuhan pokok. Bapa dan Ibu memiliki prinsip “lebih baik menabung dan menunda kebutuhan yang tidak mendesak daripada kredit atau pinjam uang kepada orang lain” (8) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penulis : Hambatan-hambatan apa yang pernah dialami dalam pengelolaan keuangan? Usaha usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi hambatan itu? Responden : Sejauh pengalaman kami selama ini, belum pernah mengalami kesulitan. Bagi keluarga tidak pernah berpikir untuk punya yang lain-lain, yang penting kebutuhan sehari-hari itu cukup. Memberikan gizi untuk anak-anak dengan menyediakan nasi, sayur dan lauk yang sederhana tetapi bergizi. Sesekali anak-anak diajak menikmati makanan di luar rumah, tetapi cukup di rumah makan sederhana. Bagi keluarga yang penting adalah suasana kekeluargaan dan kebersamaan yang menciptakaan kebahagiaan bagi orangtua dan anak-anak. Orangtua dan anak menikmati suasana keluarga yang terjadi setiap hari Penulis : Apakah yang menjadi fokus orangtua terhadap pendidikan termasuk pendidikan iman anak? Bagaimana tanggung jawab orangtua terhadap perkembangan iman anak? Responden : Saya sebagai orangtua ingin agar anak-anak saya tetap beriman katolik. Keluarga besar Bapa sebagian besar non Katolik, terkadang belum bisa menerima perbedaan keyakinan ini. Bapa mengalami perubahan dalam hidupnya, ada yang memanggil untuk mengikuti Dia, maka saya mengikuti. Hal ini yang menjadi tantangan dalam keluarga, belum bisa menerima yang berbeda keyakinan. Namun Bapa sering bertanya, apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup saya? Awalnya saya (Bapa) sering marah, kecewa dengan situasi yang terjadi namun, Ibu (istri) yang selalu mengingatkan. Dalam perjalanan waktu saya (Bapa), menyadari bahwa justru keluarga besar ini yang menjadi guru bagi saya untuk belajar sesuatu. Belajar tidak harus dari hal-hal yang baik, tetapi bisa belajar dari hal-hal yang menantang. Bapa dan Ibu mempunya pengalaman yang unik ketika hari pertama mau ke Gereja, pintu gerbang terkunci dan kuncinya tidak kelihatan. Akhirnya nekat lompat pagar bersama anak-anak demi ke Gereja. Penulis : Bagaimana pandangan Bapa dan Ibu terhadap sekolah yang dipilih baik swasta maupun negeri? Responden : Ibu sendiri sekolah di sekolah negeri. Pandangan Ibu waktu masih sekolah di sekolah negari adalah ternyata sekolah di sekolah negeri itu tantangannya lebih besar, miskin, dianiaya, diejek, dan selalu nomor dua. Pendidikan iman di dalam keluarga, ke Gereja dan terlibat di lingkungan. Ibu menyadari bahwa yang membentuk iman keluarga semakin kokoh dan kuat adalah pengalaman-pengalaman yang negatif, orang-orang tidak sependapat dan pengalaman hadir di tengah-tengah orang yang berbeda (sekolah negeri). Intinya menjadi orang katolik tidak mudah, tetapi selalu ingat pesan Ibu, bahwa kamu jangan takut, kamu selalu ditemani oleh Yesus sendiri. Bapa adalah orang yang (9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI keras, tetapi Tuhan menunjukan sesuatu yang unik, ketika berhadapan dengan orang yang marah, ingin membalas, tetapi Tuhan membentuk saya untuk menjadi orang yang baik dan pemaaf bagi orang di lur keluarga saya. Saya (Bapa) lebih senang anak-anak sekolah di negeri dengan prinsip jaraknya dekat, nyaman. Perbedaan waktu sekolah di sekolah swasta di Bandung, orangtua memiliki pandangan negatif terhadap sekolah swasta, ada perbedaan antara katolik dan non katolik, antar orangtua ada persaingan. Pandangan lain, ketika anak-anak sekolah di negeri, pendidikan agama kurang diperhatikan, bahkan pernah anak-anak diminta mejawab pertanyaan yang isinya mengenai Alquran, saya sebagai orangtua hanya memeberi tanda tanya. Akhirnya gurunya sadar, tidak komentar. Perbedaan sekolah negeri di Yogya, pendidikan agama diberikan, ada guru khusus yang mendampingi, pendidikan agamanya bagus. Orangtua mendukung anak-anaknya. Bahkan anak (Maria Agnes, kelas V SD) mengatakan “bukankah dengan sekolah di negeri itu kita diutus untuk menjadi utusanNya di tengah yang berbeda, untuk apa di sekolah katolik lagi apa yang ingin kita bagikan kepada mereka”? Anak-anak selalu jalan kaki karena jaraknya dekat. Tanggungjawab orangtua terhadap iman anak saya adalah mutlak, hal yang pokok. Setiap pulang gereja, pasti ditanya bacaan, kotbah Romo anak-anak menjawab. Penulis : Komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa dan anak-anak dan sebaliknya? Responden : Kami saling memberi perhatian, saling menyanyangi, saling mendukung. Bukan karena tidak ada permasalahan. Kami sudah menemukan cara untuk menyelesakan permasalahan. Ketika ada salah paham, masing-masing diam, menarik diri sejenak. Bukan berarti marah. Kami tidak membicarakan hal yang menjadi permasalahan itu. Komunikasi dengan anak-anak berjalan seperti biasa. Ketika masing-masing sudah menemukan jawaban maka masalah itu diselesaikan dengan hati yang tenang. Keluarga menemukan makna dari “diam” ketika diam maka Tuhan akan berbicara. Maka ketika ada salah paham, berdiam sejenak untuk mendengarkan Tuhan berbicara memberikan solusi yang terbaik. Komunikasi dengan anak-anak biasanya pada waktu makan bersama. Suasananya lebih hidup, masing-masing anak dengan bebas bercerita. Orangtua selalu mengajak untuk makan bersama, menemani belajar dan memberi waktu untuk bermain sesudah belajar. (10) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penulis : Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga dalam menjalin komunikasi? Apa solusi keluarga dalam mengatasi kesulitan-kesulitan itu? Responden : Bagi keluarga tidak ada hambatan. Kesulitannya komunikasi keluarga inti dengan keluarga besar. Berawal dari keyakinan yang berbeda terlebih dengan adik kandung yang berbeda keyakinan, selalu mengajak orangtua untuk pergi ke tempat-tempat rekreasi. Bahkan sampai sekarang sudah tidak ke Gereja dan tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan Gereja. Maka dalam berkomunikasi terkadang kurang nyaman karena satu rumah dengan orangtua. Orangtua berusaha untuk mengajak anak-anak mengikuti ajakanajakan yang kurang bermanfaat. Orangtua mendidik anak untuk tetap berkomunikasi dengan keluarga besar. Bagi ibu (istri), berusaha menjalin komunikasi yang baik, mengambil sikap yang positif dalam berhadapan setiap pribadi. Saya berusaha untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang terjadi. Penulis : Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak yang memiliki citacita yang berbeda dengan keinginan orangtua? Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak yang berbeda pendapat dengan orangtua? Responden : Anak-anak masih kecil, jadi belum kelihatan kemauan mereka. Sejauh pengalaman kami, anak-anak mudah untuk diajak berbicara atau didampingi. Kalau yang besar sudah kelihatan ingin dekat dengan Suster, ingin terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Terlibat dalam kegiatan di lingkungan (koor, doa, dll). Mengikuti sekolah Minggu, bahkan sesudah menerima komuni pertama ingin menjadi Putri Altar. Sekarang masih dalam proses latihan. Penulis : Bagaimana kehidupan doa dalam keluarga dan kehidupan menggereja? Responden : Doa sudah dibiasakan dari kecil, saat bangun pagi, makan, belajar sebelum tidur harus berdoa. Orangtua selalu memberi teladan, mengingatkan anak-anak untuk berdoa. Orangtua selalu memberi berkat kepada anak-anak sebelum tidur dan sebelum berangkat ke sekolah. Doa rosario bersama dalam keluarga setiap malam minggu, perlu kami tingkatkan karena sudah berjalan tetapi terkadang masih bolong-bolong. Doa adalah sumber kekuatan dalam keluarga. Kami sekeluarga membiasakan diri mengikuti misa harian, hari minggu dan hari raya lainnya. Setiap minggu ketika pulang Gereja, pasti saling bertanya tentang bacaan-bacaan dan kotbah Romo. Sekarang kami sudah membiasakan diri untuk misa pagi, bukan karena dorongan orangtua tetapi dorongan Putri kami Maria Agnes. Kerinduannya untuk ke Gereja harian sangat besar. Kami sebagai orangtua sangat mendukung, mengikuti kemauan anak karena bagi kami ini adalah hal yang baik, demi perkembangan iman anak. Kami sekeluarga mengikuti misa (11) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penulis : Responden : Penulis : Responden : harian, hari minggu dan hari raya lainnya. Doa adalah sumber kekuatan dalam keluarga. Bapa menyadari bahwa ada suara yang selalu memanggil untuk mengikuti kehendak-Nya. Hambatan-hambatan yang dialami keluarga dalam hidup menjalankan hudup doa bersama keluarga, hidup menggereja? Waktu yang kurang pas, terkadang banyak tugas yang harus diselesaikan, kegiatan-kegiatan lingkungan yang cukup rutin. Karena sebelum berdoa membutuhkan persiapan hati, menciptakan suasana doa yang baik. Doa rosario bersama dalam keluarga setiap malam minggu, perlu kami tingkatkan karena sudah berjalan tetapi terkadang masih bolong-bolong. Bagaimana keluarga menjalin komunikasi dengan masyarakat? Mengapa keluarga perlu menjalin komunikasi dalam hidup bermasyarakat? Komunikasi dengan masyarakat lancar. Orangtua selalu mengajak anak untuk terlibat dalam kegiatan masyarakat. Karena tetangga kiri-kanan rumah hanya ada Bank dan apotik dan restourant, jadi susah untuk menjalin relasi dengan tetangga. Saling memberi perhatian, menyapa, menghargai satu dengan yang lain adalah kunci menjalin komunikasi yang baik dengan masyarakat setempat. (12) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Hasil Wawancara Responden 3 a. Identitas Nama : Bapa Agustinus Sukamto ( 58 tahun) Ibu Valentina Dayan Srikinarsih (52 tahun) Hari / Tanggal : Senin, 12 September 2016 Waktu : Pukul 08.00-19.00 b. Hasil Wawancara Penulis : Bagaimana pandangan keluarga terhadap Spiritualitas Keluarga Kudus ? Responden : Semangat hidup yang nyata dalam kehidupan beragama. Dalam keluarga terbentuknya komunikasi yang baik dalam kehidupan beragama. Sebagai keluarga mengacu pada keyakinan keagamaan dan Keluarga Kudus yakni Maria, Yosef dan Yesus merupakan contoh bagi keluarga. Apapun peristiwanya yang terjadi diterimanya dengan sangat tulus dan kehidupannya sangat sederhana, religious dan kehidupan sosial masyarakatnya sangat bagus. Penulis : Apakah semangat hidup Keluarga Kudus menjadi model bagi keluarga Bapa da Ibu? Responden : Ya, Keluarga Kudus menjadi pedoman bagi hidup rumah tangga. Dalam kehidupan keluarga terkadang juga mengalami salah paham, adalah bumbu kehidupan maka semangat Keluarga Kudus yang memberi kekuatan dalam menyelesaikan permasalan itu. Bapa dan Ibu juga menyadari bahwa hidup berkeluarga bukan kehendak manusia semata tetapi merupakan campur tangan Tuhan. Prinsip dasar yang dihidupkan dalam keluarga adalah cinta kasih, saling mengampuni, saling memperhatikan menciptakan persaudaraan dalam keluarga. Penulis : Bagaimana Bapa dan Ibu menata pendapatan dan pengeluaran dalam keluarga? Responden : Pendapatan hanya sumber yaitu dari gaji Bapa. Bapa dan Ibu memiliki kebiasaan dari dulu setiap bulan membagi untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan sebagian digunakan untuk membayar cicilan untuk rumah. Bapa dan Ibu mengutamakan kebutuhan pokok makanan dan kesehatan. Waktu Bapa masih tinggal di tempat kerja gaji di bagi dengan Bapa dan Ibu bersama anak-anak. Sekarang pendapatannya hanya uang pensiun. Kami bersyukur walaupun sedikit tetapi kami berusaha untuk mengelolanya dengan baik. Ketika di masa pensiun ini, sebagai orang tua kami fokus kepada kebutuhan sekolahnya anak-anak dan kesehatan. Belanja kebutuhan pokok selalu Bapa dan Ibu. (13) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penulis : Hambatan-hambatan apa yang pernah dialami dalam pengelolaan keuangan? Usaha usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi hambatan itu? Responden : Awal-awal membangun kehidupan keluarga, ada kekurangan tetapi cepat teratasi. Keluarga juga kredit untuk membayar rumah tetapi itu sudah direncanakan dengan matang dalam keluarga sehingga Bapa dan Ibu berusaha untuk mengelola keuangan yang ada dengan baik sehingga dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhan yang pokok. Penulis : Apakah yang menjadi fokus orangtua terhadap pendidikan termasuk pendidikan iman anak? Bagaimana tanggung jawab orangtua terhadap perkembangan iman anak? Responden : Pendidikan iman, sejak kecil ikut ke sekolah minggu, diajak ke Gereja, mengikuti misdinar, mengajak berdoa bersama dalam keluarga. Pendidikan sekolah sebagai orang tua merupakan tanggungjawab yang harus dipenuhi, karena sebagai modal/ pegangan untuk masa depan anak. Orangtua mengarahkan ke sekolah katolik diusahakan sampai S1, supaya anak tidak tergantung pada orangtua. Penulis : Bagaimana pandangan Bapa dan Ibu terhadap sekolah yang dipilih baik swasta maupun negeri? Responden : Anak saya pernah sekolah di sekolah negeri. Sekolah negeri yang dipilih adalah sekolah negeri faforit. Pelajaran agamanya ada dan bagus. Bapa dan Ibu mempunyai tujuan sekolah di sekolah negeri supaya lebih mudah masuk ke perguruan tinggi. Pengalaman dua putrinya dari sekolah swasta ke perguruan negeri agak susah. Bapa dan Ibu memiliki pandangan yang positif terhadap sekolah negeri walaupun anak sekolahnya waktu SMP tetapi sampai sekarang masih terus menjalin relasi yang baik dengan temantemannya. Mereka masih saling kontak dan terlibat dalam acara apapun. Adapun perbedaan dengan sekolah swasta jarang sekali memperhatikan kebersamaan, reuni antar alumni karena suasananya sama dan berjuang sendiri-sendiri. Padahal semua beragama Katolik, namun kurang memperhatikan kebersamaan dan kegiatan-kegiatan yang mengikat satu dengan yang lain, tentu tidak semua sekolah swasta melakukan hal yang sama. Harapan orangtua kepada sekolah-sekolah swasta untuk memperhatikan kegiatan-kegiatan yang mengikat persaudaraan, reuni alumni dan kegiatan yang menyatukan. Sekolah-sekolah swasta perlu menyiapkan kegiatan-kegiatan yang membangun kekeluargaan, saling mendukung, dan tidak menunggu ide dari alumni. Sekolah perlu menyiapkan fasilitas dan bekerjasama dengan alumni dalam menyelenggarakan acara yang sudah direncanakan. Saling mengingatkan, dalam hal berdoa, belajar dan kegiatan-kegiatan lainnya, karena orangtua memiliki tanggungjawab ter (14) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penulis Responden Penulis Responden Penulis Responden Penulis Responden : Komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa dan anak-anak dan sebaliknya : Relasi dalam keluarga, bisasa berjalan lancar. Kalau di rumah ngobrol-ngobrol, bercanda antara orangtua dan anak. Saat di luar rumah atau sedang pergi, tetap berkomunikasi lewat handphone. Ketika salah satu anggota keluarga mengalami masalah kebiasaan keluarga, saling terbuka menceritakan pengalaman yang dihadapi. : Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga dalam menjalin komunikasi? Apa solusi keluarga dalam mengatasi kesulitan-kesulitan itu? : Namanya kehidupan keluarga pasti mengalami kesulitan. Sikap saling terbuka dalam keluarga yang membantu untuk menyelesaikan kesulitan yang dihadapi. Sejauh ini komunikasi dalam keluarga baik-baik saja terlebih dengan kehadiran cucucucu membawa sukacita dalam keluarga. Komunikasi keluarga inti dengan keluarga besar baik dan aman. Keluarga menjalin relasi dengan keluarga besar melalui telepon, saling mengunjungi pada hari-hari besar agama. Tujuan menjalin komunkasi dengan keluarga besar agar tidak putus hubungan, tetap menjalin persaudaraan. Orangtua memberi teladan kepada anak-anak untuk saling mengenal keluarga besar besar. Keluarga Bapa dan Ibu sebagian besar berbeda keyakinan (Islam) katolik hanya dua orang. Namun hal ini tidak menjadi hambatan bagi kami dalam keluarga, kami saling menghormati, menghargai. : Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak yang memiliki citacita yang berbeda dengan keinginan orangtua? Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak yang berbeda pendapat dengan orangtua? : Dalam keluarga pasti ada perbedaan pendapat antara orangtua dan anak. Kemauan orangtua tidak sesuai dengan kemauan anak. Orangtua memilih sekolah dan fakultas bagi orangtua itu baik, namun tidak sesuai dengan keinginan anak. Akhirnya orantua mengalah dan memberi kebebasan dan kepercayaan kepada anak untuk memilih dan tanggungjawab atas pilihannya. Kami orangtua tetap bertanggungjawab untuk memberi perhatian, dukungan kepada anak atas pilihannya. : Bagaimana kehidupan doa dalam keluarga dan kehidupan menggereja? : Waktu masih kecil kami masih ada doa bersama, doa rosario bersama, orangtua sudah besar terlebih saat kuliah, waktunya sangat susah untuk berdoa bersama. Sebagai orangtua, merasa ada sesuatu yang berbeda, ketika kecil mudah sekali diajak untuk berdoa, sekarang sudah agak sulit. Orangtua tetap mengingatkan, untuk berdoa. Saya (Ibu) meakukan apa yang menjadi kebiasaan berdoa, setiap pagi mengikuti misa harian. Semua anggota (15) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penulis : Responden : Penulis : Responden : keluarga wajib mengikuti misa hari minggu dan hari-hari besar dan terlibat di dalam kegiatan lingkungan dan Gereja. Harapan Ibu agar Tuhan membuka hati anak-anaknya untuk melihat dan belajar dari teladan orangtua dalam membagi waktu dengan baik, waktu berdoa, rekreasi dan kehidupan berkeluarga. Dengan berdoa kita semakin dekat dengan Tuhan, menyadari bahwa kita adalah manusia ciptaan Tuhan yang lemah. Tuhan sebagai harapan hidup kita, mensyukuri apapun yang kita terima baik dalam suka maupun dalam duka. Anggota keluarga terlibat aktif dalam kegiatan lingkungan dan hidup menggereja antara lain; koor, misdinar, BKS dan selalu bersedia meyiapkan tempat di rumah untuk latihan koor maupun kegiatan lain. Hambatan-hambatan yang dialami keluarga dalam hidup menjalankan hudup doa bersama keluarga, hidup menggereja? Waktu yang sangat terbatas, terkadang anak pulang sudah malam dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan. Aanak-anak sudah lelah, tidak memungkinkan untuk mengajak mereka berdoa bersama. Orangtua mengingatkan untuk selalu berdoa. Bagaimana keluarga menjalin komunikasi dengan masyarakat? Mengapa keluarga perlu menjalin komunikasi dalam hidup bermasyarakat? Komunikasi dengan masyarakat baik dan lancar. Pengalaman keluarga Bapa dan Ibu sudah beberapa kali pindah dan hidup di tengah masyarakat yang berbeda, masyarakat memandang keluarga Bapa dan Ibu sebagai contoh keluarga yang baik, suka menyapa, tidak sombong dan rukun. Dalam keluarga tentu ada permasalahan namun, setiap anggota keluarga berusaha membawa diri dengan baik. Doa, senyum, sapa dan perhatian adalah kunci untuk menjalin relasi dengan masyarakat. Tantangan yang dihadapi terkadang merasa kurang nyaman (iri) dengan situasi kehidupan keluarga. Karena keluarga saya sejak masih dengan orangtua sudah diajarkan untuk terbuka kepada siapapun yang berkunjung ke rumah. Maka ketika berkeluargapun saya praktekkan di daam kehidupan keluarga. Siapa saja yang datang kami terbuka untuk menerima dengan hati yang tulus. Melalui kunjungan itu, kami merasa dikuatkan dan mengalami sukacita dalam kebersamaan. (16) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Hasil Wawancara Responden 4 a. Identitas Nama : Bapa Tarsisius Wagianto ( 68 tahun) Ibu Bernadeta Mugianti (61 tahun) Hari / Tanggal : Selasa, 13 September 2016 Waktu : Pukul 09.25-10.00 b. Hasil Wawancara Penulis : Bagaimana pandangan keluarga terhadap Spiritualitas Keluarga Kudus ? Responden : Saya (Bapa) kagum dengan Keluarga Kudus. Dalam keluarga perlu saling melayani. Bunda Maria tidak pernah mengeluh. Bunda Maria menjalakan segala tugasnya dengan tulus, walaupun harus pergi jauh, Maria tetap kuat demi menyelamatkan kanakkanak Yesus. Harapan kami sebagai keluarga mampu meneladani semangat Keluarga Kudus, namun tidak semudah yang diucapkan perlu iman yang kuat. Bunda Maria adalah Bunda Allah, sejak mengandung sudah diberkati Tuhan, Keluarga Kudus sudah penuh iman. Namun sebagai manusia inginnya mau meneladani tetapi karena kelamahan manusia terkadang susah untuk meneladani. Bunda Maria ketika Putranya menghilang ke Bait Allah Bunda Maria penuh iman menerima Putranya. Orangtua berusaha untuk meneladani dalam mendidik anak-anak yang sudah dewasa terkadang mengalami kesulitan Penulis : Apakah semangat hidup Keluarga Kudus menjadi model bagi keluarga Bapa da Ibu? Responden : Ya betul sekali. Keluarga Kudus menjadi contoh yang paling bagus. Keluarga berusaha untuk meneladani. Keluarga berusaha untuk saling melayani, saling membantu, dengan tulus. Masingmasing melaksanakan tugasnya dan tetap setia kepada Tuhan Yesus, walaupun banyak rintangan tetapi tetap setia, karena keluarga Kudus hidupnya tidak muluk-muluk. Percaya kepada kehendak Allah, maka tantangan seberat apapun akan diatasi. Kemauan dan ketulusan menjadi kunci bagi keluarga dalam saling melayani. Prinsip-prinsip dasar dalam keluarga adalah berdoa dan cinta kasih. Penulis : Bagaimana Bapa dan Ibu menata pendapatan dan pengeluaran dalam keluarga? Responden : Bagi Bapa masih sulit. Sejak dulu sampai sekarang yang mengelola keuangan adalah Ibu. Bapa menyerahkan uang seutuhnya kepada Ibu yang mengelola. Dalam hal kecil sampai besar, Bapa tidak pernah ikut terlibat dalam pengelolaan keuangan. Ibu yang memegang uang dan setiap kali mengajak Bapa untuk membicarakan kebutuhan-kebutuhan pokok. Ibu yang (17) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penulis : Responden : Penulis : Responden : memikirkan semuanya baik pendapatan maupun pengelolaan. Urusan keuangan sekolah dan kebutuhan-kebutuhan pokok Ibu yang membagi dan mengajak bicara Bapa. Bapa tidak pegang uang tetapi mengetahui berapa pemasukan dan pengeluarannya. Bapa selalu ikut keputusan yang sudah dirincikan oleh Ibu. Terkadang membuat Ibu bingung Bapa maunya apa. Ibu mempertimbangkan dengan matang kebutuhan-kebutuhan yang ingin dibelanjakan. Hambatan-hambatan apa yang pernah dialami dalam pengelolaan keuangan? Usaha usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi hambatan itu? Ya, pernah mengalami kesulitan. Namanya rejeki tidak selalu mengalir, terkadang terhambat. Ibu mengibaratkan keuangan keluarga bagaikan air yang terkadang mengalir, terkadang kering. Namun, Ibu menyimpan segala perkara di dalam hatinya, tidak pernah marah atau ribut dengan anggota keluarga. Ibu penuh pengharapan bahwa rejeki belum tiba. Segala sesuatu indah pada waktunya. Ibu, pernah mengalami tidak punya uang sama sekali, namun Ibu tetap kuat, sabar dalam menghadapi situasi yang terjadi. Usaha yang dilakukan oleh Ibu adalah meminjam uang kepada saudara yang sungguh memberi kepercayaan. Saudara sendiri pasti selalu memberi pinjaman kepada Ibu. Terkadang anaknya yang membantu Ibu menopang ekonomi keluarga. Apakah yang menjadi fokus orangtua terhadap pendidikan termasuk pendidikan iman anak? Bagaimana tanggung jawab orangtua terhadap perkembangan iman anak? Harapan orangtua terhadap anak-anaknya semuanya sukses baik sukses dalam pendidikan iman maupun pengetahuan. Kembali kepada anak-anak ada yang penurut ada yang susah untuk diajak bicara. Sejak kecil orangtua sudah mengarahkan, mendampingi, membimbing agar imannya bertumbuh baik, namun setelah dewasa sangat sulit. Anaknya sendiri yang tidak begitu konsekuen, semaunya sendiri. Terkadang pengaruh pergaulan dengan teman dan lingkungan, anak-anak perempuan mudah untuk diatur. Orangtua tetap bertanggungjawab atas iman dan pendidikan mereka. Kadang anak lebih fokus kepada penyaluran hobinya sehingga lupa akan hal-hal yang lain. Orangtua memberi kebebasan dan tetap mengingatkan untuk ke Gereja. Karena kalau terlalu di kekang malah lebih menjauh dari orangtua dan melalukan hal-hal yang tidak diinginkan orangtua. Orangtua memberi kebebasan dan teladan. Bapa dan Ibu selalu memberi perhatian, mengarahkan mereka. (18) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penulis Responden Penulis Responden Penulis Responden Penulis Responden : Bagaimana pandangan Bapa dan Ibu terhadap sekolah yang dipilih baik swasta maupun negeri? : Orangtua memberi kebebasan untuk anak-anak memilih sekolah dan diberi kepercayaan dan tanggungjawab dalam menyelesaikan studinya. Namun terkadang anak yang salah menggunakan konsekuensinya. Tidak bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan oleh orangtua. : Komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa dan anak-anak dan sebaliknya : Bapa menyadari bahwa dalam keluarga jarang untuk berbicara. Ibu menyetujui perkataan Bapa, bahwa sejak menikah sampai sekarang Bapa lebih banyak diam selama (37 tahun). Terkadang membuat Ibu bingung karena mengajak bicara, Bapa seperti patung, bicara seperlunya. Bapa tidak ingin untuk berbicara halhal yang tidak penting dan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Ibu yang banyak bicara dalam keluarga. Bapa dan anak-anak diam bukan karena marah, tetapi karena tidak hal yang ingin dibicarakan. Sikap saling mengenal antara Bapa, Ibu dan anak-anak ini yang menciptakan suasana yang baik, saling memahami dan mengerti satu dengan yang lain. : Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga dalam menjalin komunikasi? Apa solusi keluarga dalam mengatasi kesulitan-kesulitan itu? : Awal membangun kehidupan keluarga, Ibu marah, karena belum saling mengenal. Bapa dan anak-anak memiliki sikap diam, jarang berbicara dalam keluarga. Hal ini yang terkadang membuat Ibu bingung apa maunya Bapa dan anak-anak. Ibu sudah mengenal mereka maka berusaha untuk memahami maksud mereka. Komunikasi dalam keluarga mengalir karena saling mengerti dan memahami setiap pribadi baik antara orangtua maupun anak. Ibu mempunyai sebuah prinsip yang baik dalam keluarga, ketika mengalami persoalan Ibu langsung selesaikan. Karena akan sangat mengganggu suasana batin, kurang nyaman, tidak bersemangat dalam bekerja dan tidak menikmati hidup. Ibu menanamkan sikap terbuka dalam menyelesaikan permasalahan dalam keluarga. : Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak yang memiliki citacita yang berbeda dengan keinginan orangtua? Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak yang berbeda pendapat dengan orangtua? : Kami biasa-biasa saja, tidak banyak tuntutan terhadap anak-anak. Sekarang saya (Ibu) sudah menyadari bahwa kemauan anak-anak berbeda dan sudah selesai kuliah. Anak sudah mampu untuk menentukan arah hidupnya. Anak yang bungsu yang didampingi karena masih kuliah, maka harus belajar dan mengatur waktu dengan baik. Sebenarnya umur anak sudah tua tetapi belum (19) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penulis : Responden : Penulis : Responden : Penulis : Responden : dewasa dalam menata hidupnya. Kami sebagai orangtua tetap bertanggungjawab mendampingi dan mengarahkan mereka. Bagaimana kehidupan doa dalam keluarga dan kehidupan menggereja? Waktu masih kecil kami masih doa bersama, doa rosario bersama, namun ketika sudah besar sangat susah. Anak yang bungsu terkadang ikut temannya ke Gereja. Anak yang lain hanya saat natal dan paska. Untuk anak perenpuan ada satu yang pindah ke Budha, yang satu katolik. Bapa dan Ibu selalu berdoa untuk anakanaknya agar suatu saat bisa kembali kepada jalan Tuhan yang benar. Karena anak yang nomor dua nama baptisnya Agustinus tetapi susah sekali untuk diajak ke berdoa atau ke Gereja. Hari minggu wajib dan hari-hari besar lainnya. Bapa dan Ibu akan terus berusaha mendoakan anak-anak mempersembahkan kepada kehendak Allah. Prinsip dasar dalam keluarga adalah percaya bahwa Tuhan yang merencanakan dan manusia hanya berusaha. Kita diharapkan menjadi saksi Allah dimana pun kita berada. Halhal yang baik hanya berasal dari Allah sendiri. Berdoa untuk mengucap syukur kepada Tuhan karena segala sesuatu berasal dari Tuhan sendiri. Hambatan-hambatan yang dialami keluarga dalam hidup menjalankan hudup doa bersama keluarga, hidup menggereja? Kesibukan orangtua dan anak sudah berbeda-beda. Kemauan setiap anak juga sangat berbeda. Orangtua mengalami kesulitan untuk mengajak mereka. Ada yang sibuk dengan kuliah ada yang sibuk untuk menyalurkan hobinya Bagaimana keluarga menjalin komunikasi dengan masyarakat? Mengapa keluarga perlu menjalin komunikasi dalam hidup bermasyarakat? Komunikasi baik. Berusaha mengikuti kegiatan-kegiatan RT dan kegiatan masyarakat lainnya. Mengadakan kunjungan keluarga tanpa memandang keyakinan. Keluarga memiliki sikap terbuka bagi sesama, saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lain. (20) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Hasil Wawancara Responden 4 a. Identitas Nama : Bapa FX. Karep Biyono ( 46 tahun) Ibu Bernadeta Aris Lestari (44 tahun) Hari / Tanggal : Selasa, 26 September 2016 Waktu : Pukul 15.25-15.50 b. Hasil Wawancara : Penulis Responden Penulis Responden Penulis Responden Penulis Responden : Bagaimana pandangan keluarga terhadap Spiritualitas Keluarga Kudus ? : Bapa berasal dari keluarga muslim, dibabtis masuk katolik saat persiapan untuk menikah. Jadi tidak begitu mengenal keluarga kudus. Tidak memberi jawaban : Apakah semangat hidup Keluarga Kudus menjadi model bagi keluarga Bapa dan Ibu? : Berusaha meneladani Kehidupan Keluarga Kudus dan terapkan dalam keluarga kami. Prinsip yang dibangun dalam keluarga adalah menghayati pesan dan Mbah Kakung “Tidak boleh nekoneko/macam-macam. Ikuti jalan yang lurus. Harus ingat Tuhan Yesus selalu menyertai kita, Tuhan selalu melihat perbuatan yang kita lakukan baik atau buruk Tuhan mengetahui semuanya. Orangtua tidak punya apa-apa, maka kami selalu hati-hati dalam melakukan tindakan. : Bagaimana Bapa dan Ibu menata pendapatan dan pengeluaran dalam keluarga? : Gaji Bapa untuk biaya sekolah anak dan bayar angsuran motor dan listrik. Ibu menjual Gudeg setiap pagi untuk tambahan kebutuhan hidup sehari-hari. Setiap pagi Bapa mengantar Ibu dengan membawa “gudeg” jualan Ibu. Setelah itu mengantar anak ke sekolah. Sesudah semua beres Bapa istirahat karena masuk kerja malam. Kami keluarga sederhana, selalu bersyukur dengan apa yang kami peroleh. Kami mengatur keungan dengan baik, sehingga cukup untuk hidup sehari-hari. : Hambatan-hambatan apa yang pernah dialami dalam pengelolaan keuangan? Usaha usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi hambatan itu? : Biaya untuk sekolah anak. Kami tidak punya uang untuk kuliahkan anak. Anak juga memahami keadaan keluarga. Akhirnya anak memutuskan untuk kerja, supaya bisa membantu adiknya yang masih SD. Orangtua dan anak menyadari dan menerima kenyataan hidup (sederhana), tidak ada yang ingin memiliki sesuatu yang tidak ada. Keluarga besar Bapa dan Ibu, semua punya mobil, kami turut bersyukur dan senang, tidak ada rasa iri. (21) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penulis Responden Penulis Responden Penulis Responden Penulis Responden Penulis Responden : Apakah yang menjadi fokus orangtua terhadap pendidikan termasuk pendidikan iman anak? Bagaimana tanggung jawab orangtua terhadap perkembangan iman anak? : Sejak lahir umur 1 bulan dipermandikan, saya didik pelan-pelan, dengan membacakan cerita-cerita kudus, mengajak berdoa bersama dalam keluarga, mengajak ke Gereja. Berdoa sebelum makan dan sebelum tidur. Ibu dan anaknya Citra yang selalu berdoa berdua sebelum tidur. Ibu dan Bapa selalu memberi pesan dan kepercayaan kepada anak. Prinsip anak-anak, malakukan hal-hal yang baik supaya tidak mengecewakan orangtua. Cara mendidik anak-anak dengan penuh kelembutan, kesabaran. Kami tidak pernah mendidik dengan nada yang keras. Bapa dan Ibu santai mendampngi anak, menyampaikan sesuatu pada waktu yang tepat. Anak melihat dan melakukan apa yang dilakukan oleh orangtua. Orangtua menjadi teladan bagi anak-anak. : Bagaimana pandangan Bapa dan Ibu terhadap sekolah yang dipilih baik swasta maupun negeri? : Kedua anak saya sekolah di sekolah negeri, sama seperti Bapa dan Ibu. Kecuali yang sulung SMP di Caritas. Kami memilih sekolah yang jaraknya dekat mudah dijangkau dan murah. Kami memilih sekolah yang dekat karena anak bisa ditinggal oleh orangtua jualan gudeg, tidak susah untuk antar dan jemput. Sekolah negeri baik, ada guru agamanya Kristen. Dalam sekolah yang katolik hanya anak kami (Citra), tetapi kehadirannya diterima oleh para guru dan teman-teman Muslim. Citra punya pendirian yang kuat, terkadang ikut latihan mengaji, hanya sebatas menambah ilmu, Citra tetap katolik. Citra mendapat giliran berdoa secara katolik. Ada sikap saling menghargai dan menghormati setiap pribadi. : Komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa dan anak-anak dan sebaliknya : Komunikasi dalam keluarga baik. Orangtua dan anak sangat dekat, saling menyangi satu dengan yang lain. Bapa dan Ibu berusaha agar tidak menyakiti hati anak-anak, sebaliknya juga anak-anak berusaha untuk tidak menyakiti hati orangtua. : Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga dalam menjalin komunikasi? Apa solusi keluarga dalam mengatasi kesulitan-kesulitan itu? : Tidak ada kesulitan dalam keluarga. Ketika Bapa merasa lelah dan capek, pasti tidak akan banyak bicara. Solusi yang dilakukan oleh Bapa adalah istirahat. Ibu dan anak-anak mengambil jarak, mengerti dan memahami tidak ada yang mengganggu. : Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak yang memiliki citacita yang berbeda dengan keinginan orangtua? Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak yang berbeda pendapat dengan orangtua? : Tidak ada yang susah diatur. (22) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penulis : Bagaimana kehidupan doa dalam keluarga dan kehidupan menggereja? Responden : Sejak kecil anak sudah dilatih untuk berdoa. Latar belakang keluarga miskin/sederhana maka orangtua selalu mengajak anak untuk bersyukur kepada Tuhan atas apapun yang diterima. Penulis : Hambatan-hambatan yang dialami keluarga dalam hidup menjalankan hudup doa bersama keluarga, hidup menggereja? Responden : Waktu kerja Bapa dan anak sulung yang berbeda, kadang pagi kadang malam. Ibu dan anak yang masih SD yang selalu berdoa bersama. Setiap hari minggu kami wajib ke Gereja. Keluarga pernah mengalami peristiwa yang membuat putus asa. Keluarga kehilangan saudara kandung dari Ibu dan anak kandung meninggal dalam satu hari. Keluarga benar-benar terpukul dengan pengalaman ini. Pengalaman ini justru yang memampukan kami berpasrah kepada kehendak Tuhan. Kami mau marah kepada siapa, benci kepada siapa? Karena tidak ada yang salah. Pengalaman ini membuat kami semakin rajin berdoa, ke Gereja. Kami semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, kami percaya bahwa Tuhan mempunyai kehendak dan rencana yang indah bagi keluarga kami. Kami dikaruniakan anak perempuan, jadi satu pasang cowok dan cewek yang meninggal adalah cowok. Penulis : Bagaimana keluarga menjalin komunikasi dengan masyarakat? Mengapa keluarga perlu menjalin komunikasi dalam hidup bermasyarakat. Responden : Komunikasi dengan masyarakat baik, terlibat aktif dalam kegiatan yang dilakukan kecuali bertabrakan dengan waktu kerja. Karena kerjaannya masih kontrak maka harus berusaha untuk selalu masuk dan taat aturan. (23) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 3: Surat Ijin Penelitian (24) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 4 : Hymne Keluarga Kudus dan Santo Yosef Arr : Ig. Tri, MSF Lihat betapa rukun damai keluarga di Nazaret. Hidup penuh cinta dan kasih, satu dalam bakti. Yesus, Maria dan Yosef, pribadi sungguh murni. Ajarlah kami cinta kasih, ikut teladan suci. Kami umat-Mu beriman dalam keluarga ini. Mohon kedamaian sejati, tent’ram untuk s’lamanya Lagu Santo Yosef Santo Yusuf yang menjaga keluarga Nazaret Kau menjaga Bunda Kudus juga Yesus Penebus Sudilah doakan kami pada Yesus, anak-Mu dan lindungilah selalu kami sekeluarga Di tengah marabahaya beri kami harapan kuatkanlah iman kami agar jangan tersesat Bapa Yusuf antar kami kehadirat Yesus mu agar kami berbahagia dalam hidup yang kekal. (25) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 5: Doa Penyerahan diri kepada Keluarga Kudus Nazaret Keluarga Kudus, Teladan dan Pelindung segenap keluarga Kristiani, di bawah naunganmu kami serahkan keluarga kami. Bila hidupmu kami renungkan kembali, tergeraklah hati kami untuk menimba semangatmu. Bapa Yusuf dan Bunda Maria, sejak terbentuknya keluargamu, nyatalah kesediaan untuk saling menerima dan mendukung yang ditopang oleh tanggapanmu atas panggilan Allah. Seluruh perjuangan hidupmu diwarnai oleh iman, kelutusan dan kerendahan hati, ikut membantu menangkap kehendak Allah yang terwujud dalam tanggung jawab dan cintamu kepada Yesus. Dalam hidup tersembunyi di Nazaret, Bapa dan Bunda bekerja keras membanting tulang dan hidup sederhana. Asuhlah kami untuk menyambut kehadiran Yesus di antara kami; menciptakan keheningan di tengah kesibukan, berani menyimpan sabda-Nya di dalam hati sebagai pegangan hidup persaudaraan sehari-hari; mau bekerjasama, saling membantu dan meneguhkan dan bukan menambah penderitaan. Tuhan Yesus, semoga berkat kedudukan-Mu sebagai titik temu dalam keluarga kami, kami bersedia meluangkan waktu untuk saling bertemu, menjalin relasi manusiawi yang matang, sehingga rumah kami terasa mengerasankan aman tenteram dan penuh kasih sayang. Ajarilah kami untuk mengambil sikap yang tepat antara tugas dan kepentingan pribadi maupun keluarga. Keluarga Kudus Nazaret, kami percaya bahwa dengan menimba semangat hidupmu semakin terpancarlah dari hidup kami kesaksian dan pewartaan mengenai kasih sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. Terpujilah nama Yesus, Maria dan Yusuf, sekarang dan selama-lamanya. Amin. (Dikutip dari buku: Devosi kepada Keluarga Kudus, penyusun: Pusat Pendampingan Keluarga MSF, (Jakarta: Obor, 2011), hl. 26-28) (26) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 6: Gambar Keluarga Kudus (27) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 7: Kegiatan Rohani di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Doa Rosario yang hanya dihadiri oleh orangtua tanpa anak-anak muda Kegiatan misa di lingkungan tanpa kehadiran kaum muda (28)