S K R I P S I - USD Repository

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DESKRIPSI PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KELUARGA KUDUS
DALAM KELUARGA KATOLIK DI LINGKUNGAN ST. YOHANES
KENTUNGAN PAROKI KELUARGA KUDUS BANTENG,
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh :
Marselina Ase Teme
NIM: 121124054
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada Para Suster Ursulin (OSU) di manapun
berada yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk belajar dan kepada
seluruh keluarga besar yang telah mendukung saya dengan caranya masingmasing selama menjalani proses perkuliahan di IPAK Yogyakarta hingga
selesainya penyusunan skripsi ini.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
“Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu,
perbuatlah demikian juga kepada mereka”
(Mat. 7:12)
“Langkah anda yang pertama senantiasa kembali kepada Yesus Kristus”
(St. Angela Merici)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul: DESKRIPSI PENGHAYATAN SPIRITUALITAS
KELUARGA KUDUS DALAM KELUARGA KATOLIK DI LINGKUNGAN
ST. YOHANES KENTUNGAN
PAROKI KELUARGA KUDUS
BANTENG. Penulis memilih judul ini berdasarkan fenomena kehidupan
keluarga Katolik dewasa ini, termasuk dalam kehidupan sebagian keluarga
Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, Paroki Banteng yang sering
menyimpang dari spiritualitas Keluarga Kudus. Di antara anggota keluarga
semakin jarang berkomunikasi, makan bersama dan doa bersama karena berbagai
alasan tertentu. Sementara Keluarga Kudus merupakan model keluarga yang ideal
mengenai kesatuan hati, saling memahami, ketaatan dan penyangkalan diri bagi
yang lain sebagaimana hati Maria dan Yosef yang disatukan kepada Yesus,
mengarah kepada sikap takut akan Allah. Penelitian ini berupaya untuk
mengetahui deskripsi penghayatan spiritualitas keluarga Kudus dalam keluarga
Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Keluarga Kudus Banteng.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan penentuan informan
dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Untuk mencapai validitas data
penulis melakukan wawancara beberapa informan tambahan, melakukan
penelusuran terhadap dokumen, dan juga diperkuat oleh pengamatan secara
langsung terhadap perilaku umat dan keluarga di Lingkungan St. Yohanes
Kentungan Paroki Banteng.
Hasil penelitian ini bahwa sebagian keluarga Katolik di Lingkungan
St. Yohanes Kentungan pada umumnya belum memiliki pemahaman yang utuh
tentang spiritualitas Keluarga Kudus. Keluarga Katolik di lingkungan tersebut
lebih terjebak dalam ‘ilusi ketokohan ataupun tindakan’ daripada tokoh Yesus,
Maria dan Yosef. Sementara semangat berserah diri pada kehendak Allah, yang
menjadi substansi dari spiritualitas sendiri belum menjadi perhatian serius dalam
praktek berkeluarga sehari-hari. Demikian halnya dengan upaya keluarga Katolik
untuk menghayati spiritualitas keluarga Kudus juga pada umumnya masih sebatas
mengikuti contoh tindakan yang dilakukan oleh tokoh keluarga Kudus, seperti
aktif dalam kegiatan lingkungan; mengelola pendapatan secara bijaksana di bawah
prinsip kesederhanaan; mengupayakan pendidikan dan perkembangan iman anak;
berusaha untuk membangun komunikasi yang baik dengan sesama anggota
keluarga dan masyarakat; dan berusaha meningkatkan semangat hidup doa dan
menggereja. Hal ini secara nyata menunjukkan bahwa pemahaman dan
penghayatan spiritualitas keluarga Kudus masih sebatas mengikuti tindakan
konkrit dari Yesus, Maria dan Yosef.
Berdasarkan fakta ini, penulis merekomendasikan agar Romo Paroki
Banteng perlu melakukan upaya untuk menginternalisasikan spiritualitas keluarga
Kudus, baik kepada pasangan yang hendak menikah maupun pasangan dalam
keluarga pada umumnya melalui kegiatan rekoleksi sehari, sebagaimana
ditawarkan penulis dalam skripsi ini.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
This undergraduate thesis entitles: THE DESCRIPTION OF
REALIZATION OF THE SPIRITUALITY OF HOLY FAILY IN CATHOLIC
FAMILY IN THE REGION ST. JOHN KENTUNGAN, HOLY FAMILY
PARISH, BANTENG, YOGYAKARTA. The writer chose this topic based on the
phenomenon of Catholic family life today, including in the lives of a Catholic
families in St. John Kentungan region, Banteng Parish, which often deviate from
the spirituality of the Holy Family. Among the family members increasingly
rarely communicate, eat together, and pray together for various reasons. While the
Holy Family is a model of the ideal family of the unity of hearts, mutual
understanding, obedience and self-denial for others as the heart Mary and Joseph
are united to Jesus, to lead to the attitude of the fear of God. This research can be
the effort to know well the realization of the Sacred Family Spirituality in their
beings.
This type of research is descriptive qualitative determination of
informants done intentionally (purposive sampling). To achieve with the validity
of the data the writer also interviewed some additional informants, performing a
search for documents, and also confirmed by direct observation of the behavior of
people and families in region St. John Kentungan Banteng Parish.
The result of this research notice some of families in St. John region have
no integrated insight about the spirituality of Sacred Family. The Catolic Families
on that region are isolated by an illusion of the role or the act of Jesus, Mary and
Joseph. Inspite of that, the willing of self-giving to God’s will that is substance of
spirituality itself was not get a serious anttention in their daily lifes. Thus with the
strugle of Catolic family to deepend the spirituality of Sacred Family also,
generally is still only following the example of what the figures of the Sacred
Family did. For examples, participating in region programs, holding the income
wisely in simplicity, responsible for education and children’s faith, and also strive
to develop the spirit of prayer and acclesiastical. These things perform that the
insight and realization of the spirituality of sacred family is still just follow the
concrete action of Jesus, Mary and Joseph.
Based on this facts, the writer recomendate the Parish Priest of Banteng to
care about the internalization of the spirituality of sacred family, either to the
couple that will marry or in all families with recollection, as was ordered by writer
in this thesis.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang mahakuasa, berkat kasih dan
penyertaan-Nya,
penulis
mampu
menyelesaikan
skripsi
yang
berjudul
DESKRIPSI PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KELUARGA KUDUS
DALAM KELUARGA KATOLIK DI LINGKUNGAN ST. YOHANES
KENTUNGAN
PAROKI
KELUARGA
KUDUS
BANTENG,
YOGYAKARTA.
Keluarga Katolik pada saat ini sering menghadapi tantangan, terutama
dipengaruhi oleh perkembangan zaman yang pesat dewasa ini. Setiap anggota
keluarga cenderung memiliki kesibukan masing-masing. Situasi seperti ini tidak
sedikit membawa dampak merugikan bagi keluarga, di mana semakin jauh dari
penghayatan akan nilai-nilai yang mesti dihidupkan oleh setiap anggota keluarga
seturut spiritualitas yang dihidupkan keluarga Kudus Nasaret. Oleh karena itu,
selain menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, skripsi ini juga dapat
menjadi salah satu referensi bagi keluarga Katolik untuk membagun keluarga
seturut semangat hidup Keluarga Kudus.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini telah melibatkan banyak
pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, dari hati yang
paling dalam penulis mengucapkan terima kasih kepada:
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Drs. F.X. Heryatno W.W SJ.,M.Ed selaku Kaprodi IPAK Universitas Sanata
Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh
pendidikan lembaga ini.
2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku dosen pembimbing utama sekaligus sebagai
dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan dan
pendampingan kepada penulis, baik selama perkuliahan maupun selama
penulisan skripsi.
3. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd. selaku dosen Penguji II sekaligus pembimbing
penelitian, yang penuh kesabaran membimbing penulis sejak persiapan,
pelaksanaan hingga penulisan skripsi ini selesai.
4. Y. Kristianto, SFK., M.Pd. selaku dosen Penguji III yang selalu mendukung
dan memberi masukan kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini.
5. Segenap staf dosen Prodi IPAK, pegawai dan karyawan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang dengan
penuh keramahan membimbing penulis selama menempuh proses perkuliahan.
6. Keluarga-keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, khususnya
para indormasn yang telah membuka hati untuk penulis selama proses
wawancara berlangsung, sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar
tanpa hambatan.
7. Pimpinan Ursulin Indonesia, para Dewan dan semua Suster Ursulin yang telah
memberikan kesempatan, dukungan dan semangat kepada penulis untuk studi
di Prodi IPPAK hingga selesai.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8. Suster-suster Komunitas Ursulin Pandega Padma Yogyakarta yang selalu
mendukung, memberi motivasi, dan semangat kepada penulis serta
meluangkan waktu untuk mendengarkan penulis.
9. Keluarga besar penulis yang selalu mendoakan kesuksesan penulis.
10. Teman-teman Angkatan 2012 yang selalu kompak dan menjadi inspirasi bagi
penulis.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat
diharapkan penulis dengan hati yang terbuka. Penulis juga berharap agar skripsi
ini dapat bermanfaat bagi banyak orang, terutama keluarga-keluarga Katolik di
Lingkungan St. Yohanes Kentungan.
Yogyakarta, 5 Desember 2016
Penulis,
Marselina Ase Teme
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
iv
MOTO ............................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ..........................
vii
ABSTRAK .....................................................................................................
viii
ABSTRACT ...................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ...................................................................................
x
DAFTAR ISI ..................................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN ...............................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................
1
A. Latar Belakang .........................................................................................
1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................
5
C. Pembatasan Masalah ................................................................................
6
D. Rumusan Masalah ....................................................................................
6
E. Tujuan Penelitian .....................................................................................
7
F. Manfaat Penulisan/Penelitian ...................................................................
7
G. Metode Penulisan .....................................................................................
8
H. Sistematika Penulisan ..............................................................................
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA .........................................................................
12
A. Spiritualitas Keluarga Kudus ...................................................................
12
1. Pengertian Spiritualitas ......................................................................
12
2. Spiritualitas Hidup Keluarga Kudus ..................................................
17
3. Tokoh Keluarga Nasaret ....................................................................
21
a. Maria ............................................................................................
22
b. Yosef ............................................................................................
23
c. Yesus ............................................................................................
24
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Pengertian Keluarga .................................................................................
29
C. Tujuan Keluarga Kristiani ........................................................................
33
D. Fungsi Keluarga Kristiani ........................................................................
34
E. Hak-Hak dan Kewajiban Dasar Keluarga ................................................
35
F. Ciri-ciri Keluarga Kristiani ......................................................................
36
G. Peranan Keluarga Kristiani ......................................................................
37
H. Kewajiban Sesama Anggota Keluarga .....................................................
39
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................
43
A. Jenis Penelitian .........................................................................................
43
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................
44
1. Lokasi Penelitian ................................................................................
44
2. Waktu Penelitian ................................................................................
45
C. Informan Penelitian .................................................................................
45
D. Teknik Pengumpulan Data .....................................................................
47
1. Wawancara .......................................................................................
48
2. Observasi..........................................................................................
48
3. Dokumentasi ....................................................................................
49
4. Instrumen Penelitian ........................................................................
50
5. Kisi-kisi Panduan Wawancara dan Observasi .................................
51
E. Teknik Analisis Data ...............................................................................
55
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN .........................................
57
A. Temuan Umum.........................................................................................
57
1. Sejarah Singkat Lingkungan St. Yohanes Kentungan ......................
57
2. Keadaan Umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan menurut Usia ..
58
3. Keadaan Umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan menurut
Mata Pencaharian ...............................................................................
60
4. Keadaan Sosial Budaya ......................................................................
64
B. Temuan Khusus ........................................................................................
64
1. Bagaimana Pandangan tentang Spiritualitas Keluarga Kudus ...........
64
2. Bagaimana Hidup Keluarga Kudus menjadi Model
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bagi Keluarga Katolik .......................................................................
3.
Bagaimana Keluarga Katolik Mengelola Pendapatan dan
Pengeluaran Keluarga .......................................................................
4.
70
Bagaimana Keluarga Katolik Menyikapi Perbedaan Cita-cita Anak
dan Keinginan Orangtua....................................................................
7.
68
Bagaimana Keluarga Katolik Membangun Komunikasi dengan
Anggota Keluarga dan Masyarakat Sekitar .......................................
6.
67
Bagaimana Tanggung Jawab Orangtua Terhadap Pendidikan
dan Perkembangan Iman Anak .........................................................
5.
65
71
Bagaimana Keluarga Katolik Membangun Hidup
Doa dan Menggereja .........................................................................
73
C. Uji Validitas .............................................................................................
74
D. Pembahasan ..............................................................................................
77
1. Pandangan Keluarga Katolik tentang Spiritualitas
Keluarga Kudus ..................................................................................
77
2. Cara Hidup Keluarga Kudus Menjadi Model
bagi Keluarga Katolik ........................................................................
80
3. Pengelolaan Pendapatan dan Pengeluaran dalam Keluarga Katolik ..
84
4. Tanggung Jawab Keluarga Katolik terhadap Pendidikan
dan Pengembangan Iman Anak ..........................................................
89
5. Komunikasi Keluarga Katolik dengan Sesama Anggota
Keluarga dan Masyarakat di Sekitarnya ............................................
94
6. Menyikapi Perbedaan Antara Cita-Cita Anak
dan Keinginan Orangtua ....................................................................
7. Hidup Doa, Menggereja dan Hambatan bagi Keluarga Katolik ........
97
101
E. Usulan Program Untuk Meningkatkan Penghayatan Penghayatan
Keluarga Katolik terhadap Spiritualitas Keluarga Kudus ........................
105
1.
Latar Belakang ...................................................................................
106
2. Sekilas Pengertian Rekoleksi ..............................................................
107
3. Tujuan Program ...................................................................................
108
4. Usulan Kegiatan Rekoleksi .................................................................
108
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V PENUTUP .........................................................................................
125
A. Kesimpulan ..............................................................................................
125
B. Saran .........................................................................................................
127
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
128
LAMPIRAN
Lampiran 1 Panduan Wawancara ..................................................................
(1)
Lampiran 2 Data Wawancara Asli .................................................................
(4)
Lampiran 3 Surat Permohonan Ijin Penelitian ...............................................
(24)
Lampiran 4 Hymne Keluarga Kudus dan Santo Yosef .................................
(25)
Lampiran 5 Doa Penyerahan diri kepada Keluarga Kudus Nazaret ............
(26)
Lampiran 6 Gambar Keluarga Kudus ............................................................
(27)
Lampiran 7 Kegiatan Rohani di Lingkungan St. Yohanes Kentungan ..........
(28)
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Semua singkatan dalam skripsi ini mengikuti singkatan Kitab Suci sesuai
daftar singkatan dalam Perjanjian Baru dan Alkitab Katolik Deutrakanonik yang
diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia.
Mat.
: Matius
Luk.
: Lukas
Mark.
: Markus
Yoh.
: Yohanes
Kis.
: Kisah Para Rasul
Rom.
: Roma
Ams.
: Amsal
Ef.
: Efesus
B. Singkatan Resmi Dokumen Gereja
AA
: Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang
Kerasulan Awan, 7 Desember 1965
AL
: Amoris Laetitia, Intisari Ajaran Paus Fransiskus tentang
Perkawinan dan Keluarga, 2014
Art.
: Artikel
FC
: Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes
Paulus II tentang Peranan Keluarga Kristen Dalam Dunia
Modern, 22 Nopember 1981
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
GS
: Gaudium Et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang
Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965
KHK
: Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh
Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983
KGK
: Katekismus Gereja Katolik. Dicetak oleh Percetakan Arnoldus
Ende, 1995
KAS
: Keuskupan Agung Semarang
ST
: Santa/Santo
C. Singkatan Umum
KK
: Kepala Keluarga
PNS
: Pegawai Negeri Sipil
IRT
: Ibu Rumah Tangga
TK
: Taman Kanak-Kanak
SD
: Sekolah Dasar
SMTA
: Sekolah Menengah Tingkat Atas
IP
: Indeks Prestasi
RT
: Rukun Tetangga
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga Katolik memegang peranan yang
sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai Kristiani. Baik atau buruknya
tingkah laku seorang Kristiani sangat ditentukan oleh situasi hidup dan pendidikan
yang diperoleh dalam keluarga. Demikian halnya dengan keberlanjutan
perkembangan Gereja Katolik sangat ditentukan oleh keberadaan keluarga
Katolik, baik dalam aspek jumlah maupun kualitas. Hal ini berarti bahwa semakin
banyak keluarga Katolik yang berkualitas akan mempengaruhi kualitas kehidupan
umat dalam menggereja secara keseluruhan, yang pada gilirannya layak menjadi
cerminan dari gereja mini di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.
Seiring dengan perkembangan jaman, fungsi keluarga pun semakin
bergeser dan bahkan berubah. Belum lagi adanya fenomena kehidupan
masyarakat modern yang cenderung individualistis dewasa ini sekurangkurangnya mempengaruhi dinamika kehidupan keluarga Katolik, baik langsung
maupun tidak langsung. Salah satu gejala yang melanda hampir semua keluarga,
termasuk keluarga Katolik dewasa ini adalah perubahan pola komunikasi dalam
keluarga, yang sebelumnya dilakukan secara langsung penuh perhatian dan
kehangatan, namun dalam kekinian cenderung menggunakan alat komunikasi
modern. Hal itu diperparah lagi gaya hidup masyarakat kota yang cenderung
mengejar karier demi materi, sehingga waktu untuk membangun komunikasi
dalam nuansa kebersamaan, makan bersama, dan doa bersama dalam keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
semakin terbatas. Oleh sebab itu, perhatian orangtua terhadap perkembangan
kepribadian dan iman anak-anak pun seakan menjadi hal yang kurang
diperhitungkan dalam sebagian keluarga modern dewasa ini.
Berdasarkan temuan penelitian bahwa pada para informan umumnya
mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Setiap anggota keluarga lebih
memilih mengurus kepentingan masing-masing, sehingga interaksi dalam
keluarga untuk saling berbagi pengalaman cenderung terabaikan. Oleh karena itu,
penanaman nilai-nilai hidup atau spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret kepada
sesama anggota keluarga semakin sulit untuk dilakukan oleh orangtua.
Dalam hubungannya dengan hidup doa dan menggereja, pola hubungan
antar personal anggota keluarga Katolik seperti ini menimbulkan kecenderungan
untuk lalai atau kurang terlibat dalam kehidupan menggereja, kegiatan rohani di
lingkungan, dan kurang peduli dengan sesama di sekitarnya. Sebagaimana
pengalaman keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, gejala
seperti ini mulai muncul ketika anggota keluarga mulai jarang berdoa bersama,
makan bersama, dan melakukan pekerjaan rumah secara bersama-sama karena
alasan sibuk dan keterbatasan waktu. Padahal doa bersama dalam keluarga
Kristiani merupakan hal yang sangat penting, selain menjadi momen untuk
membangun hubungan yang mesra dengan Tuhan juga menjadi saat yang tepat
untuk membangun hubungan emosional yang kuat di antara anggota keluarga.
Dalam penutupan Sinode Keluarga, Paus Fransiskus menghimbau agar
keluarga Katolik memahami peran keluarga dalam hidup sehari-hari. Keluarga
harus menjadi tempat belajar mengenal rencana Allah dan saling merangkul satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
sama lain, bukan terjebak atau tergoda dalam ilusi spiritualitas, tidak peduli dan
mengabaikan orang lain. Keluarga Katolik juga diharapkan tidak jatuh pada ‘iman
yang terjadwal’ menjalankan agenda pribadi yang tidak sejalan dengan agenda
gereja. Paus Fransiskus juga menegaskan bahwa panggilan keluarga bertolak dari
refleksi atas kehidupan keluarga Nasaret; Yesus, Maria dan Yusuf yang
mengajarkan cara mengalami sukacita secara sederhana dalam keluarga.
Kehidupan keluarga ditandai dengan kesabaran di tengah aneka kesulitan dan
bertumbuh dalam semangat pelayanan. Demikian halnya dengan persaudaraan
yang ditumbuhkan dalam keluarga mesti berakar pada cinta antara satu dengan
yang lain, semua adalah anggota dari satu tubuh yakni Kristus (Wuarmanuk,
2015: 28-29). Hal ini berarti bahwa keluarga Katolik harus mampu mewujudkan
diri sebagai gereja mini, yakni menjadi persekutuan yang mesra sebagai tubuh
Kristus.
Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang mampu memberi
kesempatan kepada setiap anggota keluarga mengambil peran untuk menciptakan
kehidupan rumah tangga yang damai, rukun, saling mendengarkan, menghargai
dan mengasihi satu dengan yang lain. Peran ayah seperti Yosef sebagai kepala
keluarga bertanggung jawab penuh atas kehidupan keluarga. Peran ibu seperti
Maria sebagai pendengar yang setia, bersikap tulus, bijaksana, pendidik dan
pengatur rumah tangga. Peran anak seperti Yesus, mendengarkan orangtua,
menghargai dan menghormati orangtua, taat dan belajar hidup dari orangtua
(KHK: art. 1136). Oleh karena itu, keharmonisan keluarga juga ditentukan oleh
sejauhmana setiap anggota di dalamnya menjalankan perannya secara baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Paus Fransiskus juga mengeluarkan anjuran Apostolik terbaru “Amoris
Laetitia” atau sukacita kasih di Vatikan, yang membahas nilai-nilai fundamental
dalam membangun keluarga. Beliau mengakui bahwa dewasa ini banyak keluarga
masih berjuang keluar dari jerat hidup yang keras, banyak pengangguran, keluarga
gelandangan, para migran, korban kekerasan dan eksploitasi keluarga, yang
berefek negatif pada perkembangan iman anak. Hal ini menjadi tugas gereja untuk
merangkul
dan mengembalikan kepercayaan hidup mereka yang telah lama
hilang (Wuarmanuk, 2016: 24). Dengan demikian, semua keluarga yang berada
dalam penderitaan diharapkan akan melihat pancaran sinar kasih Allah.
Dalam konteks kehidupan umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan
Paroki Banteng, secara umum kehidupan keluarga di lingkungan ini terlihat
berjalan secara normal. Namun berdasarkan temuan di lapangan bahwa ada
sebagian informan dihadapkan dengan situasi komunikasi di antara anggota
keluarga yang kurang berjalan sesuai harapan. Sebagian orangtua ataupun anakanak lebih sibuk bekerja ataupun belajar, sehingga jarang untuk saling berdiskusi
dan membagi kasih atau sekedar berkumpul dan bersenda gurau, makan bersama
dan doa bersama. Dengan kata lain rumah hanya sebagai tempat untuk tidur di
waktu malam, sehingga kebersamaan dan nuansa kekeluargaan dalam keluarga
menjadi hal yang mahal untuk dibangun oleh keluarga.
Di samping itu, dalam kehidupan berkomunitas pun terlihat bahwa
semangat untuk saling kontrol, terutama saling mengingatkan sesama umat yang
kurang aktif dalam menjalankan tugas dan doa bersama masih tergolong rendah.
Oleh karena itu, keterlibatan anak-anak muda dalam kegiatan di lingkungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
maupun paroki dapat dikatakan sangat minim. Kondisi demikian setidaknya
menjadi gambaran awal bahwa semangat Keluarga Kudus Nasaret belum
sepenuhnya dihayati oleh semua keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan,
sehingga perlu ditelusuri untuk menemukan solusi. Hal ini mendorong penulis
melakukan penelitian yang berjudul: “Deskripsi Penghayatan Spiritualitas
Keluarga Kudus Dalam Keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan
Paroki Keluarga Kudus Banteng”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikan
permasalahan penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan keluarga tentang Spiritualitas Keluarga Kudus?
2. Bagaimana hidup Keluarga Kudus menjadi model dalam kehidupan keluarga
Katolik?
3. Bagaimana keluarga Katolik mengelola pendapatan keluarga?
4. Bagaimana tanggung jawab orangtua terhadap pendidikan dan perkembangan
iman anak?
5. Bagaimana strategi keluarga Katolik membangun komunikasi dalam keluarga
dan masyarakat di sekitarnya?
6. Bagaimana keluarga Katolik menyikapi perbedaan antara cita-cita anak dan
keinginan orangtua?
7. Bagaimana keluarga Katolik mengembangkan hidup doa dalam keluarga,
kehidupan menggereja, dan hambatannya?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari bias dalam pembahasan hasil penelitian ini, maka
ruang lingkup penulisan skripsi ini dibatasi pada deskripsi penghayatan
spiritualitas Keluarga Kudus dalam keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes
Kentungan Paroki Keluarga Kudus Banteng. Dengan demikian, pembahasan
skripsi ini lebih fokus pada obyek dan permasalahan yang diteliti.
D. Rumusan Masalah
Dari beberapa masalah yang diidentifikasikan di atas, maka rumusan
masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penghayatan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes
Kentungan Paroki Keluarga Kudus Banteng terhadap spiritualitas Keluarga
Kudus Nasaret?
2. Bagaimana upaya-upaya keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes
Kentungan meningkatkan penghayatan terhadap spiritualitas Keluarga Kudus
dalam kehidupan keluarga?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ataupun penulisan skripsi ini sebagai berikut:
1. Mengetahui gambaran tentang penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus
Nasaret pada keluarga-keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes
Kentungan, Paroki Keluarga Kudus Banteng.
2. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh keluarga-keluarga Katolik
dalam meningkatkan penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus dalam
kehidupan keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
F. Manfaat Penulisan/Penelitian
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
sebagai berikut:
1. Bagi keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan
Menjadi sarana yang membantu setiap keluarga dalam memahami dan
menghayati spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret secara utuh, yang pada
gilirannya dijadikan sebagai pedoman dalam hidup berkeluarga.
2. Bagi Keluarga Katolik pada umumnya
Menjadi inspirasi bagi semua keluarga Katolik dalam membangun keluarga
yang baik dan harmonis.
3. Bagi pihak Paroki
Sebagai referensi yang berguna dalam pengembangan program pendampingan
terhadap keluarga-keluarga Katolik di Paroki Banteng, terutama berkaitan
dengan upaya untuk menginternalisasikan semangat Keluarga Kudus dengan
harapan agar seluruh keluarga Katolik memiliki pemahaman yang utuh
tentang spiritualitas keluarga Kudus. Dengan pemahaman yang utuh dimaksud
memungkinkan kehidupan keluarga Katolik semakin selaras dengan
kehidupan keluarga yang dicontohkan oleh keluarga Kudus Nasaret.
4. Bagi penulis sendiri
Menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan tentang seluk-beluk
kehidupan berkeluarga, yang sangat bermanfaat kelak dalam melakukan
pendampingan terhadap keluarga Katolik di tempat perutusan.
G. Metode Penulisan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif analitis, di mana
metode ini lazim digunakan dalam penelitian kualitatif. Sugiyono (2008)
menyatakan bahwa metode deskriptif analisis merupakan metode atau cara
mengumpulkan data-data sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, kemudian
data-data tersebut disusun, diolah dan dianalisis untuk dapat memberikan
gambaran mengenai masalah yang ada (https://www.pengertian analisis deskriptif
menurut para ahli, diunduh tanggal 11 Nopember 2016 pukul 16:18). Penelitian
ini pun berupaya untuk menggambarkan secara jelas dan mendalam tentang
penghayatan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan terhadap
spiritualitas Keluarga Kudus dengan menggunakan data-data kualitatif yang
diperoleh melalui wawancara sebagai data primer dan dokumentasi serta hasil
observasi sebagai data sekunder (pendukung). Sedangkan untuk membahas hasil
penelitian ini penulis menggunakan beberapa konsep yang berkaitan dengan
spiritualitas Keluarga Kudus, keluarga dan beberapa literatur yang relevan.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulis dalam penulisan skripsi ini, maka dibuat
kerangka atau sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN. Berisi latar belakang penulisan, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berisi deskripsi spiritualitas Keluarga
Kudus Nasaret yang dihidupkan oleh Yesus, Maria dan Yusuf. Selain itu, peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
juga membahas pengertian keluarga Katolik, tujuan keluarga, fungsi keluarga,
hak-hak dasar keluarga dan kewajiban sesama anggota keluarga.
BAB III METODE PENELITIAN. Berisi gambaran tentang metode
penelitian yang digunakan mencakup: jenis penelitian, unit analisis, penentuan
informan, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, lokasi dan waktu
penelitian.
BAB IV PEMAPARAN DATA. Berisi gambaran lokasi penelitian dan
hasil penelitian berupa data verbatim (kata per kata) dari hasil wawancara dengan
informandan hasil observasi serta dokumentasi, yang berkaitan dengan deskripsi
penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus dalam keluarga Katolik di Lingkungan
St. Yohanes Kentungan. Kemudian hasil penelitian tersebut dikelompokkan ke
tema-tema yang sama untuk memudahkan penulis dalam membahasnya. Adapun
tema-tema dimaksud, yakni: Pandangan Keluarga tentang Spiritualitas Keluarga
Kudus; Spiritualitas Keluarga Kudus Menjadi Model Bagi Keluarga Katolik;
Pengelolaan Pendapatan dan Pengeluaran serta Hambatannya Bagi Keluarga di
Lingkungan St. Yohanes Kentungan; Tanggung Jawab Orangtua Terhadap
Pendidikan dan Perkembangan Iman Anak; Strategi Untuk Membangun
Komunikasi Dalam Keluarga dan Masyarakat serta Hambatannya; Menyikapi
Perbedaan Antara Cita-Cita Anak Dengan Keinginan Orangtua; dan Hidup Doa,
Menggereja dan Hambatan Bagi Keluarga. Hasil penelitian tersebut menjadi
acuan bagi penulis dalam menganalisis dua topik besar, yang sebelumnya sebagai
rumusan masalah ataupun tujuan penelitian ini, yakni: Gambaran penghayatan
spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret dalam kehidupan keluarga Katolik di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Lingkungan St. Yohanes Kentungan dan urgensinya dalam kehidupan keluarga
Katolik pada umumnya; dan upaya keluarga Katolik untuk menghayati
spiritualitas Keluarga Kudus di era globalisasi. Di akhir bagian ini penulis
menyertakan usulan program untuk Paroki dalam rangka meningkatkan
penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret, yang dilakukan melalui
kegiatan rekoleksi bagi keluarga di setiap lingkungan di wilayah Paroki Banteng.
Melalui kegiatan tersebut diharapkan setiap keluarga dapat menginternalisasikan
semangat hidup Keluarga Kudus Nazaret dalam kehidupan nyata setiap hari.
BAB V PENUTUP, berisi kesimpulan atas hasil pembahasan penulisan
ini. Selain itu, penulis juga memberi saran atau rekomendasi kepada Pastor
Paroki, dewan Paroki, pengurus lingkungan dan seluruh umat di Lingkungan
St. Yohanes Kentungan agar menindaklanjuti hasil penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka dalam tulisan ini berkaitan dengan konsep tentang
spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret yang dihidupkan oleh Yesus, Maria dan
Yusuf. Konsep-konsep tersebut dikutip dari pendapat beberapa ahli, yakni konsepkonsep tentang pengertian spiritualitas, spiritualitas Keluarga Kudus, pengertian
keluarga, tujuan dan fungsi keluarga, hak dan kewajiban, ciri-ciri dan peranan
Keluarga Kristiani serta tugas keluarga Kristiani dalam membangun sebuah
keluarga yang baik dan harmonis, di tengah keluarga, masyarakat dan Gereja.
A. Spiritualitas Keluarga Kudus
1. Pengertian Spiritualitas
Kata spiritualitas berasal dari kata Latin ”spiritus” menunjuk sesuatu
yang sangat konkrit berupa tiupan, aliran udara, nafas hidup dan nyawa. Spiritus
dimengerti sebagai ilham, sukma, jiwa, hati dan Roh. Spiritualitas pada umumnya
dimaksudkan sebagai hubungan pribadi seorang beriman dengan Allahnya dan
aneka perwujudannya dalam sikap dan perbuatan. Spiritualitas dapat diartikan
juga sebagai hidup berdasarkan kekuatan Roh Kudus yang mengembangkan iman,
harapan dan cinta kasih, atau sebagai sebuah usaha mengintegrasikan segala segi
kehidupan yang bertumpu pada iman akan Yesus Kristus yang diwujudkan
melalui pengalaman iman Kristiani dalam situasi konkrit (Heuken, 1995: 277).
Dalam Injil Yohanes (16:5-15) menuliskan bahwa umat beriman
dilahirkan kembali dalam Roh dan kebenaran. Dalam hal ini Roh Kudus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
menjadikan orang beriman ”ciptaan baru” yakni seorang yang seluruh
keberadaannya terbuka pada kenyataan rohani. Roh yang diterima orang beriman
bukan Roh perbudakan melainkan Roh yang membuat orang menjadi anak-anak
yang berseru dalam hati “Allah ya Bapa”, Roma 8:15 (Heuken, 1995:277).
Kerohanian atau spiritualitas merupakan kenyataan hidup, yang tumbuh
dan berkembang sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia
di dunia. Spiritualitas dimengerti sebagai yang paling fundamental ialah kekuatan
hidup yang harus menciptakan kehidupan yang kudus. Manusia hidup dan
dipanggil untuk berbagi energi kehidupan yang diperoleh dari energi Ilahi yang
bersumber pada Allah (Darminta, 2007:63).
Kerohanian juga menjadi dasar dan pijakan untuk selalu dibangun
bangunan baru atau diperbaharui, seperti yang dikatakan oleh Paulus: “Kamu
bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dengan orangorang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar
para rasul dan para nabi dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia
tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di
dalam Dia kamu juga turut dibangun menjadi tempat kediaman Allah di dalam
Roh” (Ef., 2: 19-22) (Darminto, 2007:68).
Spiritualitas sejatinya berhubungan dengan roh, yaitu daya yang
menghidupkan
dan
menggerakkan
setiap
pribadi
untuk
mewujudkan,
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan. Hidup spiritualitas berarti
hidup berdasarkan Roh Kudus yang membantu mengembangkan iman, harapan,
dan kasih. Spiritualitas memungkinkan seseorang untuk mengintegrasikan segala
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
segi kehidupan berdasarkan iman akan Yesus Kristus. Spiritualitas sejati terwujud
dalam kehidupan sosial-budaya, ekonomi dan politik. Dengannya memampukan
manusia untuk bertahan dalam mewujudkan tujuan dan pengharapannya serta
berusaha untuk mencari dan mengenal jalan-jalan Allah (Banawiratma, 1990:57).
Di samping itu, spiritualitas menjadi sumber untuk menghadapi
penganiayaan, kesulitan, penindasan dan kegagalan yang dialami oleh seseorang
atau kelompok tertentu. Spiritualitas Kerajaan Allah tidak bisa bertumbuh dan
berkembang hanya di dalam rumah ibadah melainkan diwujudkan melalui
tindakan yang nyata dalam kehidupan bermasyarakat. Umat Allah dipanggil dan
diutus untuk terlibat serta ambil bagian dalam upaya mewujudkan Kerajaan Allah.
Dalam menjalankan tugas pengutusannya, mitra Allah membutuhkan Roh untuk
bisa tahan uji (Banawiratma, 1990: 58).
Spiritualitas sebenarnya cara orang menyadari, memikirkan dan
menghayati hidup rohani. Spiritualitas Katolik berarti saat seseorang menerima
iman (fides quae creditur) dengan cara melakukan sebuah tindakan iman (fides
qua creditur), maka seseorang menjalankan imannya itu melalui praktek spiritual
(Harjawiyata, 1979: 20-21). Spiritualitas berarti kehidupan yang dijiwai dan
dipimpin oleh roh yaitu Roh Kudus, yang menunjuk pada pola atau gaya hidup
yang dipengaruhi dan dipimpin oleh Roh Kudus (Martasudjita, 2002:11).
Menurut Harjawiyata (1979:22-24) bahwa unsur-unsur pokok dalam
proses pengembangan spiritualitas Kristiani, yaitu:
a. Tawaran Allah yang bersabda. Allah menyingkapkan seluruh maksud dan
rencana-Nya dalam diri Yesus Kristus. Tawaran kasih Allah mendapatkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
wujud yang nyata dan konkrit dalam diri Yesus. Seluruh hidup, karya,
sengsara, kematian dan kebangkitan-Nya menyingkapkan betapa besar kasih
setia Allah kepada umat-Nya.
b. Jawaban manusia adalah melalui iman. Ketika Allah bersabda dan
mewartakan kasih-Nya, Ia mengharapkan jawaban dan persetujuan manusia.
Jawaban kita tidak hanya di mulut, tetapi juga harus diwujudkan dalam
tindakan. Jawaban “Ya” ini disebut “iman”. Iman melibatkan seluruh aspek
kehidupan manusia. Iman perlu dihayati dan diamalkan terus-menerus dalam
kehidupan sehari-hari. Iman merupakan dasar hidup rohani dan spiritualitas
Kristiani.
c. Liturgi dan hidup sakramental. Tawaran kasih Allah yang terpusat pada
Kristus dirayakan dan dihadirkan dalam liturgi Gereja. Liturgi merupakan
sumber kehidupan rohani orang Kristen. Hidup yang menimba kekuatannya
dari perayaan sakramen-sakramen dapat disebut ”hidup sakramental”, dan
merupakan unsur mutlak bagi orang kristiani dan membantu untuk
menghayati hidupnya sebagai orang kristiani secara penuh.
d. Kitab Suci. Melalui sabda Allah terjadi dialog yang intens antara Allah dengan
manusia. Hal ini terjadi apabila manusia sedang membaca, mendalami dan
merenungkan kitab suci dalam perayaan liturgi sabda. Perayaan sabda perlu
disiapkan dan diresapkan dalam bacaan suci pribadi atau dalam pendalaman
melalui kelompok kitab Suci.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
e. Hidup Doa. Doa diadakan dalam liturgi, baik doa pribadi maupun bersamasama. Sikap yang perlu dibina dalam doa adalah mendengarkan Allah yang
bersabda kemudian kita menjawab.
f. Tobat dan asketis. Iman harus mempengaruhi seluruh hidup. Manusia adalah
orang yang lemah, rapuh dan berdosa. Kesediaan untuk diubah disebut
“bertobat”. Tobat merupakan suatu perjuangan yang berlangsung terusmenerus sepanjang hidup dan perlu melatih diri membuka hati di hadapan
Allah melalui pemeriksaan batin.
g. Persekutuan Kasih. Persekutuan kasih berlandaskan pada perintah Kristus
yang utama yakni cinta kasih. Cinta kasih dapat menjadi hal yang utama
dalam hidup kita, dalam keluarga, masyarakat maupun bangsa dan negara.
Cinta kasih dapat mengalahkan kebencian, iri hati, balas dendam dan
kesombongan.
Dari pengertian-pengertian di atas penulis memahaminya bahwa
spiritualitas adalah kehidupan orang Kristiani yang dikuasai Roh Kudus dan
menjiwai seluruh segi kehidupan manusia. Roh Kudus yang selalu memberi daya
kekuatan Ilahi dan semangat yang baru kepada manusia dalam menjalani seluruh
aspek kehidupannya, memampukan setiap orang untuk semakin bertumbuh dan
berkembang dalam iman kepada Yesus Kristus dengan berpasrah kepada
kehendak Allah.
Melalui rahmat Roh Kudus, seseorang yang menerima tawaran rahmat
itu dibimbing pada kepenuhan, kesempurnaan atau kesucian dalam hubungan
dengan Allah. Perkembangan hidup Kristiani adalah kesempurnaan atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
spiritualitas manusia dalam aspek intelektual, kehendak, perasaan, tubuh dan
segala keutuhan sebagai pribadi (Olla, 2010: 44).
2. Spiritualitas Hidup Keluarga Kudus
Gambaran Keluarga Kudus Nasareth ditemukan mulai dari bab-bab awal
Injil Mateus dan Lukas (bab 1 dan 2). Warna kepribadian Maria dan Yusuf
dikonkritkan melalui pergulatan-pergulatan yang dialami sepanjang pertumbuhan
Yesus. Sosok Yusuf sebagai pribadi yang sederhana, taat pada tradisi keagamaan
dan pada kehendak Ilahi dan ia adalah seorang beriman yang tidak menuntut
banyak syarat, tidak ingin mencemarkan nama baik orang lain, dan
bertanggungjawab. Seperti Yusuf, Maria juga beriman dan terbuka akan
bimbingan Ilahi, yang selalu mencoba memahami peristiwa demi peristiwa sekitar
Yesus dengan tidak mengedepankan kepentingan dirinya sendiri. Bagi Maria
panggilan hidup adalah Kasih Karunia Allah. Allah telah memilih Maria menjadi
ibu Tuhan Yesus (Luk 1:30-31) dan Yusuf dipanggil untuk mengambil Maria
sebagai isterinya (Mat 1:20) (Dedi Dismas. Membangun Spiritualitas Keluarga
Kudus. Dalam http://dedismas.blogspot.co.id/membangun-spiritualitas-keluargakudus.html, diakses 7/12/2016).
Selanjutnya, sikap Maria selaras dengan Yusuf yang mendengarkan dan
menerima panggilan Tuhan. Dalam hal ini kesetiaan, hormat, dan kasih menjadi
dasar hidup bersama bagi Kelurga Kudus Nasaret, dan kasih itu membuat orang
berani menjadi korban bahkan diam demi kebaikan orang lain. Seperti yang ditulis
dalam Injil Mateus bahwa setelah Yusuf mengetahui bahwa Maria sudah
mengandung, ia bermaksud “menceraikannya dengan diam-diam” (Mat 1:19).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Namun hal itu tidak dilakukan Yusuf demi kehormatan dan nama baik Maria.
Sikap Yusuf tersebut bermakna bahwa kasih itu membuat orang berani menjadi
korban bahkan diam demi kebaikan orang lain. Di samping itu, di balik perbuatan
Yusuf itu juga mempunyai makna untuk menjaga nama baik orang lain.
Sementara itu, kesetiaan Maria dan Yusuf untuk menjaga Yesus
memungkinkan terjadinya komunikasi batin dan tumbuhnya kepekaan intuisi
untuk bisa mengerti dan memahami orang lain. Kisah pencarian Maria dan Yusuf
terhadap Yesus dengan penuh kecemasan, yang akhirnya ditemukan dalam bait
Allah merupakan suatu kisah kesetiaan Maria dan Yusuf dalam mendampingi
Putera-Nya. Dalam peristiwa ini Maria dan Yusuf menyingkirkan agenda pribadi,
begitu juga dengan Yesus seperti yang ditulis bahwa “pulang bersama-sama
mereka ke Nazareth” (Luk2:51).
Sikap yang dikembangkan oleh Maria, Yusuf, dan Yesus mencerminkan
bahwa Keluarga Kudus Nasaret menjadi tempat yang ideal untuk tumbuhnya
pribadi-pribadi yang dewasa. Keluarga Kudus juga merupakan kesatuan tiga
pribadi yang menjalani hidup berdasarkan gerak hati atas situasi yang ada pada
saat itu, yang selalu berusaha mempertemukan keputusan-keputusan mereka yang
mengarah kepada kehendak Allah. Segi hidup bersama yang dihidupi Keluarga
Kudus menjadi daya dan kebahagiaan untuk saling medukung dalam mencari dan
melaksanakan kehendak Bapa (Dedi Dismas. Membangun Spiritualitas Keluarga
Kudus. Dalam http://dedismas.blogspot.co.id/membangun-spiritualitas-keluargakudus.html, diakses 7/12/2016).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Dalam
konteks
kelembagaan,
keluarga
menjadi
tempat
yang
memungkinkan Yusuf, Maria dan Yesus mengalami dan merasakan kepenuhan
akan kebutuhan jasmani maupun rohani yang sangat mendalam. Latar belakang
kehadiran mereka masing-masing sebagai utusan yang bersatu membentuk sebuah
keluarga baru yang di dalamnya saling memberi dan menerima, mendidik dan
dididik. Keluarga Kudus menjadi wahana saling belajar satu sama lainnya baik
dalam menyelesaikan berbagai macam masalah kehidupan maupun dalam
meningkatkan perkembangan rohani. Walau mereka memiliki keterikatan batin
yang kuat namun ketiganya tetaplah pribadi-pribadi yang tidak melebur dalam
pribadi yang lainnya. Masing-masing tetap memiliki kekhasannya, pribadi yang
mandiri dan utuh serta yang memiliki perannya masing-masing. Dalam
pemahaman yang lebih jauh, mereka memiliki kesamaan
problem yang
membutuhkan keterlibatan dari masing-masing pribadi mereka. Kepadanya,
masing-masing mereka harus mampu mengambil sebuah tindakan tegas untuk
ikut serta dalam karya keselamatan Allah atau tidak. Karena itu dalam kebebasan,
tanpa paksaan dari apapun dan siapapun keputusan penting harus mereka ambil.
Sambil berdiri dihadapan misteri Ilahi, mereka menemukan bahwa mereka hanya
mempunyai satu hidup yang harus dihidupi yakni hidup demi Allah. Menerima
kenyataan tersebut dan menghayatinya berarti mereka menerima rahmat dan
menemukan bahwa semua yang dari kehidupan adalah baik. Hal ini menandakan
bahwa kehidupan keluarga yang berlandaskan pada kasih, kepercayaan,
penghormatan dan penghargaan dapat membawa sebuah wahana spiritual. (Viktor
Satu S.S. Keluarga Kudus Nasaret Cermin Pelayanan Kreatif. Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
https://msfmusafir.wordpress.com/keluarga-kudus-nazaret-cermin-pelayan-kreatif,
diakses 7/12/2016.
Dalam
konteks
keluarga
Kristiani
pada
umumnya,
pemaknaan
spiritualitas hidup keluarga sebenarnya semangat hidup yang hanya berpusat pada
Allah sendiri. Hal ini sudah terungkap nyata dalam pribadi Yesus Kristus yang
menjadi utusan-Nya dan menjadi bagian dari keluarga Santu Yosef dan Bunda
Maria. Keluarga Kudus adalah keluarga yang hidup damai, harmonis dengan
berlandaskan hukum cinta kasih. Keluarga Kudus menjadi contoh bagi realitas
hidup keluarga pada zaman sekarang. Sementara keluarga Kudus Nasaret sendiri
adalah “model yang sempurna mengenai kesatuan hati, saling memahami,
ketaatan dan penyangkalan diri bagi yang lain”. Bunda Maria dan Santu Yosef
digambarkan sebagai dua pribadi yang disatukan dan diarahkan kepada Yesus.
Barthier mengungkapkan bahwa hati mereka disatukan kepada Yesus, mengarah
kepada (sikap) takut akan Allah, untuk menyampaikan rasa terima kasih mereka
atas pengampunan dosa dan penebusan umat manusia, sehingga kemuliaan Tuhan
tinggal dalam hati Maria dan Yosef. Yesus, Maria dan Yosef dengan cara yang
paling tinggi menaruh hormat dan berpasrah kepada Allah Bapa dalam Roh dan
kebenaran (Yoh 4:24) (Sutrisnaatmaka, 1999: 240-246).
Nilai hidup ketaatan dan kesetiaan Keluarga Kudus kepada kehendak
Allah ini patut menjadi contoh dan teladan bagi keluarga Kristiani dalam
menumbuhkembangkan iman dan pengharapan kepada Allah. Keluarga Kristiani
hendaknya bercermin kepada kehidupan Keluarga Kudus dalam mengembangkan
seluruh aspek kehidupan, baik jasmani maupun rohani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
3. Tokoh Keluarga Kudus Nasaret
Tokoh dalam keluarga Kudus Nazaret yakni Maria, Yosef dan Yesus.
Ketiga tokoh ini menjadi teladan sekaligus pusat perhatian yang memberi
inspiratif bagi keluarga Kristiani. Oleh karena itu, keluarga seharusnya menjadi
cerminan kasih ilahi, sebab akar dari cinta yang benar adalah Allah sendiri.
Keluarga manusiawi di dunia ini: ibu-bapa dan anak-anak mestinya membawa
pesan dan berita tentang keluarga surgawi.
Keluarga Kudus Nazaret: Yosef, Maria dan Yesus menjadi contoh dan
teladan bagi keluarga-keluarga Kristiani. Setiap orang Kristiani yang hendak
membangun keluarga, hendaknya belajar dari Keluarga Kudus Nazaret. Menjadi
teladan berarti seluruh kehidupan keluarga Yosef, Maria dan Yesus ditiru
keteladanannya dalam hal iman, harapan dan kasih serta berpasrah kepada
kehendak Allah. Keluarga kudus Nazaret adalah guru iman dan guru dalam
kehidupan berkeluarga (Hello, 2016:13).
a. Maria
Maria menggambarkan dirinya sebagai hamba Tuhan (Luk 1:1.48). Kata
hamba Tuhan berarti budak, pelayan atau abdi Tuhan. Selaku seorang hamba ia
menyadari bahwa hidupnya sungguh amat tergantung pada kehendak Allah.
Tuhanlah yang menuntun dan mengatur hidupnya. Ia meletakkan hidupnya
kepada kehendak Allah. Menyebut diri sebagai hamba Tuhan, Maria termasuk
dalam daftar tokoh yang mempunyai peranan penting dalam sejarah keselamatan
Allah. Maria tidak hanya melayani Allah saja, tetapi juga sesama. Hal ini
ditunjukkan dalam kunjungan kepada saudaranya Elisabet. “Ia mengunjungi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Elisabeth, saudarinya, yang mengandung di masa tuanya” (Luk 1:39-45).
Kunjungan Maria kepada Elisabeth membawa kabar sukacita dan kekuatan
kepada Elisabeth. Elisabeth memberi salam kepadanya ”Berbahagialah ia yang
telah percaya sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan akan terlaksana”
(Luk 1:45) (Hardiwiratno, 1996:386). Maria adalah ibu rohani kita dalam
keluarga, layaknya peran seorang ibu yaitu mengasihi, mengasah dan mengasuh.
Maria telah dipercayakan peran untuk mengasihi, mengasah dan mengasuh kita
dalam hidup rohani. Peran ibu yang sedemikian kompleks menentukan hidup
seorang anak, menunjukkan betapa pentingnya peran yang dipercayakan Allah
kepada Maria. Oleh karena itu, umat Kristiani harus mengakui peran Maria dan
menerimanya sebagai anugerah Allah yang sangat berharga (Handoko, 2014:73).
Maria adalah sosok ibu yang rendah hati, tulus dan setia pada kehendak
Allah. Maria adalah seorang pribadi yang menyimpan dan merenungkan segala
perkara di dalam hatinya. “Maria menyimpan segala perkataan itu dalam hatinya
dan merenungkannya” (Luk 2:19) (Leks, 2007:40). Dari ulasan di atas
menunjukkan bahwa spiritualitas yang dimiliki dan dihayati oleh Maria adalah
penyerahan diri secara total pada kehendak Allah, yang terkenal dengan komitmen
imannya dalam ungkapan ‘terjadilah padaku menurut perkataanMu’.
b. Yosef
Santo Yosef berasal dari kata Yunani Ioseph dan kata Ibrani ‘yoseph’
yang merupakan singkatan dari yosep’el yang berarti semoga Allah menambahkan
anak-anak lain kepada anak yang mau lahir. Yosef berasal dari keluarga dan
keturunan Daud, bekerja sebagai seorang tukang kayu. Yosef adalah suami Maria
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
dan ayah Yesus. Yosef adalah pelindung keluarga Kristiani dan teladan bagi Bapa
Keluarga.
Dalam Injil Matius tertulis tiga kali tentang ketaatan Keluarga Kudus
kepada Allah. Pertama, Yusuf tidak jadi menceraikan Maria dan diminta
mengambil Maria sebagai isterinya (Mat. 1:18); Kedua, diminta untuk mengungsi
ke Mesir (Mat. 2:13); Ketiga, diminta untuk kembali dari Mesir kembali ke
Nazaret (Mat. 2:19) (Hardiwiratno, 1996:386). Pengalaman krisis mau
menceraikan Maria dan ketulusan hatinya untuk tidak mau mencemarkan nama
baik calon istrinya itu, telah mengantarkan Yusuf kepada sikap kemandirian iman.
Peran yang dimainkan Yusuf sebagai suami Maria dan ayah bagi Yesus memang
amat sangat terbatas. Namun peran terbatas itu justru lebih memberikannya ruang
gerak bagi kewajiban sebagai suami dan ayah dalam keluarganya. Santo Yosef
sebagai pelindung dalam keluarga dan ia adalah sosok yang sederhana, bijaksana,
tulus hati, taat kepada kehendak Allah dan pekerja keras serta bersikap lembut
dalam keluarga (Hello, 2016:19-23). Dengan demikian spiritualitas yang dimiliki
dan dihayati oleh Yosef adalah taat
dan berpasrah kepada kehendak Allah.
Teladan Yosef perlu dihayati dalam kehidupan keluarga Katolik pada zaman
sekarang. Seorang ayah sebagai kepala keluarga bertanggungjawab penuh dalam
keluarga, dalam situasi suka dan duka ayah memiliki peran utama untuk
mengatasi kesulitan itu dengan penuh kasih.
c. Yesus
Yesus berarti “Allah menyelamatkan”. Nama ini diberikan oleh malaikat
pada waktu Pewartaan kepada Maria sekaligus mengungkapkan identitas dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
misi-Nya” karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka”
(Mat. 1:21). Petrus juga menyatakan ”di bawah kolong langit ini tidak ada nama
lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”
(Kis. 4:12) (Kompendium Katekismus Gereja Katolik Art.81, 2009:43).
Yesus dibesarkan dalam keluarga Maria dan Yosef, sehingga keluarga
Kudus Nasaret menjadi gambaran historitas Yesus, sejak kanak-kanak sampai Ia
tampil di muka umum. Yesus tidak dilahirkan di istana sebagai putera raja, tetapi
Ia memilih menjadi seorang miskin dan mau dibesarkan di dalam keluarga
sederhana. Maria dan Yosef selalu berusaha untuk menciptakan suasana yang baik
dan serasi di rumah. Sewaktu-waktu mereka juga harus memikirkan bagaimana
memenuhi kebutuhan sehari-hari; tidak hanya makanan, pakaian, peralatan,
melainkan juga kepuasan, kesenangan, kegembiraan, saling menolong.
Hal yang paling utama dalam keluarga Kudus adalah pendidikan
kerohanian, doa bersama, melakukan kewajiban agama. Dan itulah yang
mondorong Yusuf dan Maria untuk mengajak Yesus ke Yerusalem pada hari raya
paskah. Hidup Yesus sendiri dibaktikan bagi pelayanan kepada kehendak Bapa
yaitu pewartaan kerajaan Allah. Pewartaan Injil-Nya terungkap nyata dalam
pelayanan kepada sesama manusia, terutama bagi yang miskin dan tersingkir dari
masyarakat. Dikatakan bahwa “Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan dan
menurut kebiasaan-Nya pada hari sabat Ia masuk ke rumah-rumah ibadat, lalu
berdiri hendak membaca dari Alkitab, Yesus menemukan nas yang tertulis, Roh
Tuhan ada padaku, Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik
kepada orang-orang miskin, Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan kepada orang buta dan
pembebasan kepada orang-orang tertindas (Luk. 4:16-19) (Komisi Kerasulan
Kitab Suci KAS 2016:15).
Pada umur dua belas tahun Yesus berkata kepada Maria dan Yusuf,
bahwa Ia harus berada di dalam rumah Bapa-Nya (Luk 2:49). Perkataan Yesus ini
menunjukan hubungan erat antara Yesus dan Bapa-Nya. Hubungan dengan Allah
sebagai Bapa-Nya, menentukan seluruh hidup-Nya dan terungkap dalam doa-doaNya “Aku bersyukur pada-Mu Bapa, Tuhan langit dan bumi bahwa semuanya itu
Engkau sembunyikan bagi orang orang bijak dan pandai, tetapi Engkau nyatakan
kepada orang kecil” (Mat. 11:25). Seluruh kehidupan Yesus ditentukan oleh
kesatuan-Nya dengan Allah Bapa-Nya. Yesus menyerahkan hidup-Nya kepada
kehendak Allah (Iman Katolik, 1996:200). Oleh karena itu, inti dari spiritualitas
Keluarga Kudus Nasaret adalah penyerahan diri kepada kehendak Allah Bapa di
Surga.
Keluarga Kudus adalah model yang sempurna mengenai kesatuan hati,
saling memahami, ketaatan dan penyangkalan diri bagi yang lain. Bunda Maria
dan Yosef digambarkan sebagai dua pribadi yang disatukan dan diarahkan kepada
Yesus. Barthier mengungkapkan bahwa hati mereka disatukan kepada Yesus,
mengarah kepada (sikap) takut akan Allah, untuk menyampaikan rasa terima kasih
mereka atas pengampunan dosa dan penebusan umat manusia, sehingga
kemuliaan Tuhan tinggal dalam hati Maria dan Yosef. Yesus, Maria dan Yosef
dengan cara yang paling tinggi menaruh hormat kepada Allah Bapa dalam Roh
dan kebenaran (Yoh.4:24). Keluarga Kudus dapat diperluas cakupannya mengarah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
pada seluruh keluarga umat manusia, yaitu keluarga Allah Bapa (Sutrisnaatmaka,
1999: 246).
Dalam membangun sebuah keluarga atas dasar kasih Allah, maka ada
lima hal yang sangat relevan dengan keluarga zaman sekarang antara lain:
Komitmen. Maria dan Yosef mengawali kehidupan keluarga mereka
dengan membangun komitmen terlebih dahulu dengan Allah dan rencana-Nya.
Komitmen Maria ”Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku
menurut perkataan-Mu itu” (Luk. 1:38). Komitmen Yosef, ”sesudah bangun dari
tidurnya, ia berbuat seperti apa yang dikatakan Tuhan kepadanya. Ia mengambil
Maria sebagai istrinya”(Mat. 1:24). Padahal sebelumnya Yosef sudah berencana
untuk menceraikan Maria di muka umum. Di titik ini, perbedaan dan keunikan
terkadang memungkinkan terjadinya konflik, namun sekaligus memperkaya, jika
konflik dihadapi dan dikelola melalui komunikasi yang terbuka dan tanggung
jawab kepada pasangan/orang tua atau anak.
Yosef dan Maria membangun sikap setia. Mereka setia pada komitmen
awal. Walaupun banyak mengalami rintangan dalam keluarga, berakhir dengan
putra-Nya yang tunggal Yesus Kristus, harus mengakhiri hidup-Nya di kayu salib,
demi keselamatan umat manusia. Kesetiaan adalah sebuah nilai hidup yang sangat
penting dan perlu terus diperjuangkan dalam kehidupan berkeluarga.
Yosef dan Maria membangun relasi yang akrab dan mesrah bersama
Allah. Mereka adalah pemeluk agama Yahudi yang saleh. Keakraban dan
kemesraan mereka dengan Allah menjadi sangat nyata dalam kidung magnificat
(Luk. 1:46-56). Maria merasakan dan mengalami penyelenggaraan-Nya, merasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
dinomorsatukan oleh Allah, sehingga segala keturunan akan menyebutnya
berbahagia.
Yosef dan Maria membangun sikap kesederhanaan dalam hidup. Dalam
doa magnificat, Maria tidak hanya merasa bahagia, tetapi mengalami perbuatanperbuatan besar dari Allah. Kebahagiaan lebih merupakan kepenuhan batin.
Yosef dan Maria adalah pendidik yang berdaya guna. Manusia adalah
makluk yang ‘menjadi’ selalu dalam proses menjadi, sebuah pekerjaan rumah
yang tidak pernah selesai. Dalam menghadapi persoalan yang belum dipahami,
Maria menyimpan semua perkara itu dalam hatinya (Luk 2:19,51). Dengan
menanamkan nilai iman disertai dengan komunikasi yang berdayaguna maka
“Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya dan
makin dikasihi oleh Allah dan manusia (Luk 2:52). Oleh karena itu, keluarga
Kudus Nazaret, hendaknya menjadi pola dan panutan bagi keluarga-keluarga
Kristiani (Nugroho, 2012:6-7).
Orang-orang Yahudi yang saleh diwajibkan untuk datang ke Bait Suci di
Yerusalem pada hari raya Paskah, Pentekosta dan hari raya Pondok Daun. Yosef
dan Maria adalah orang Yahudi, mereka pun taat mengikuti tradisi yang ada.
Dikatakan bahwa “Yosef dan Maria tiap-tiap tahun membawa serta Yesus ke
Yerusalem untuk merayakan Paskah, Yesus berusia dua belas tahun (Luk. 2: 4142) (Subagyo, 2011:85).
Orangtua Yesus kembali ke Galilea setelah perayaan berakhir. Yesus
diam-diam pergi ke rumah ibadat. Yosef dan Maria sebagai orangtua diliputi
perasaan sedih dan gelisah. Ketika menemukan Yesus, Maria sebagai orangtua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
bertanya kepada-Nya, “Nak, mengapa Engkau berbuat demikian terhadap kami?
Bapa-Mu dan aku mencari Engkau” (Luk. 2:48). Yesus menjawab “Mengapa
kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di rumah
Bapa-Ku? (Luk.2:49). Jawaban Yesus membuat Maria sebagai Ibu-Nya tidak
mengerti rahasia Putranya, tetapi “Maria menyimpan segala perkara di dalam
hatinya” (Luk. 2:51). Maria sebagai seorang ibu, mengambil sikap yang tepat
yakni bijaksana. Sikap bijaksana ini patut menjadi contoh bagi keluarga kristiani
dalam menghadapi setiap persoalan dalam hidup berkeluarga (Subagyo, 2011:86)
Ketika banyak orang mengerumuni Yesus dan berkata kepada-Nya
“Ibu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin menemui Engkau“
(Mark, 3:32), Yesus menjawab ”Barangsiapa yang melakukan kehendak Allah,
dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan dan dialah ibu-Ku”
(Mrk. 3:35). Jawaban Yesus ini tidak mengandung pemahaman bahwa Yesus
tidak sopan dan tidak menghargai keluarga-Nya, tetapi Yesus ingin menekankan
bahwa hubungan kekeluargaan tidak hanya sebatas keluarga kecil (orangtua dan
anak). Yesus ingin memperluas hubungan relasi kekeluargaan dengan semua
orang yang mendengarkan Firman Allah. “Yang berbahagia ialah mereka yang
mendengarkan Firman Allah dan memeliharanya” (Luk.11:28) (Subagyo,
2011:92). Hal ini dapat dipahami bahwa spiritualitas yang dihayati oleh Keluarga
Kudus (Yosef, Maria dan Yesus) adalah semangat hidup Keluarga Kudus yang
diwujudkan melalui penyerahan kepada kehendak Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
B. Pengertian Keluarga
Tidak bisa disangkal bahwa kebahagiaan seseorang sangat tergantung
pada keadaan keluarganya. Kalau keluarganya harmonis, umumnya orang akan
mudah merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Demikian pula, setiap keluarga
Katolik dengan latar belakang yang berbeda, baik yang mapan secara ekonomi
maupun yang hidup pas-pasan memiliki kesempatan yang sama untuk menimba
kebijaksanaan hidup dari teladan Keluarga Kudus Nazaret.
Pribadi yang lahir dari kalangan bangsawan atau kaya dapat belajar dari
keluarga bagaimana untuk hidup sederhana dalam saat-saat kelimpahan dan
bagaimana untuk tetap mempertahankan martabat dalam kesesakan. Mereka dapat
belajar bahwa kepantasan moral lebih berharga daripada kekayaan. Hal ini kiranya
menjadi panduan bagi umat Kristiani selama ini dalam memaknai kelimpahan
ataupun
kekurangan
yang
dialami
dalam
kehidupan
keluarga.
Hidup
berkecukupan bukan berarti silau dengan harta tetapi rejeki yang diperoleh
menjadi sarana untuk membantu anggota komunitas lain agar tetap merasa
sebagai bagian dari kesatuan umat Allah. Memiliki mobil kemudian digunakan
untuk memobilisasi anggota koor ke gereja saat ada tanggungan di paroki atau
membawa ibu-ibu mengunjungi orang sakit merupakan salah satu contoh dari
sikap hidup keluarga Kristiani dalam memaknai kekayaan.
Di pihak lain, tidak sedikit pula keluarga yang merasa tidak punya cukup
waktu untuk berbicara dari hati ke hati. Berbeda dengan zaman dahulu, peran
orangtua untuk menanamkan ajaran moral dalam diri putra-putrinya dan
membicarakannya pada saat duduk bersama di rumah, berbaring, dan bahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
selama dalam perjalanan (Ul. 6:6, 7). Orang tua dan anak-anak punya banyak
waktu untuk menjalin komunikasi, sehingga bisa saling memahami kebutuhan,
keinginan, dan kepribadian anak. Demikian sebaliknya, anak-anak pun bisa benarbenar mengenal orang tua mereka (Stef & Ingrid Tay. Keluarga Kudus: Pola Ilahi
Bagi Keluarga Kita. Dalam https://www.katolisitas.org/keluarga-kudus-polailahi-bagi-keluarga-kita, diakses 7/12/ 2016) .
Realitas kehidupan keluarga
Katolik sekarang, terutama di daerah
perkotaan, anak-anak sudah disekolahkan sejak masih sangat kecil, bahkan
kadang sejak berumur dua tahun. Banyak ayah dan ibu bekerja di tempat yang
jauh dari rumah. Saat orang tua dan anak punya sedikit waktu bersama, perhatian
mereka tersita oleh komputer, televisi, dan perangkat elektronik lainnya. Dalam
banyak keluarga lainnya juga bahwa orang tua dan anak-anak sibuk dengan
kegiatan mereka masing-masing sehingga mereka merasa asing terhadap satu
sama lain atau tidak pernah ada pembicaraan dari hati ke hati.
Menyadari perubahan sosial semacam ini, beberapa keluarga Katolik
bahkan sudah mulai memikirkan untuk sepakat membatasi waktu di depan televisi
atau komputer. Sementara yang lainnya mengupayakan untuk makan bersama
sedikitnya satu kali sehari dan mulai menyisihkan waktu satu jam atau lebih setiap
minggu untuk sekedar mengobrol. Sebelum anak-anak berangkat ke sekolah,
orangtua selalu memberi wejangan sesuatu yang membina dan mengajak berdoa
bersama, yang akan berpengaruh besar atas kegiatannya sepanjang hari itu. Semua
yang dilakukan itu merupakan upaya untuk memaknakan spiritualitas keluarga
Kudus Nasaret, meskipun semangat untuk menyerahkan keluarga pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
penyelenggaraan Ilahi kadang masih membutuhkan perjuangan yang panjang. Hal
ini yang membedakan keluarga Kristiani dengan keluarga pada umumnya.
Keluarga menurut ajaran gereja adalah lingkungan primer yang paling
berperan dalam pembentukan watak, moral dan iman anak. Keluarga menjadi
sekolah pertama dan utama, tahap demi tahap anak akan mengerti arti hidup. Lain
perkataan bahwa keluarga menjadi sekolah pertama dan utama bagi anak menjadi
pribadi yang seutuhnya, yakni pribadi yang beriman, berbakti kepada Allah dan
sesama serta memiliki keutamaan hidup (Sutarno, 2013:5).
Paus Yohanes Paulus II, dalam homilinya pada misa di kota Cuenca,
Maret 1985 mengatakan bahwa, “Keluarga merupakan tempat pertama panggilan
kristiani dinyatakan. Setiap panggilan dilahirkan di dalam keluarga, yang
merupakan tempat istimewa bagi benih yang ditanam oleh Allah dalam hati anakanak agar dapat berakar dan masak. Keluarga adalah tempat partisipasi orang tua
dalam misi imamat Kristus sendiri dinyatakan dalam derajatnya yang paling
tinggi” (Eminyan, 2001:236).
Keluarga juga merupakan salah satu lembaga terkecil dalam masyarakat.
Demikian pula seorang anak yang baru dilahirkan pertama kali mengenal dan
mengalami kebersamaan dengan setiap orang dalam keluarga. Di samping itu,
keluarga adalah lingkungan pendidikan primer seorang anak, tempat dimana ia
memperoleh dasar-dasar keterampilan (sensomotorik), dasar-dasar kecerdasan
(bahasa, alam pikiran) dan dasar-dasar nilai hidup (agama, adat dan tata
kelakuan). Semntara keluarga berusaha untuk memberikan penghiburan,
perlindungan serta pertolongan kepada anak selama masa kanak-kanak hingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
mencapai kemandirian. Penghiburan yang dimaksudkan misalnya penghiburan
setelah pulang dari sekolah atau pekerjaan atau perlindungan terhadap ancaman
dari luar (Hommes, 2009:137).
Keluarga juga diberikan kepercayaan dan tanggung jawab untuk
merawat, mendidik dan membesarkan anak. Keluarga adalah lingkungan primer
yang paling berperan dalam pembentukan watak, moral dan iman anak. Keluarga
sebagai tempat yang paling tepat untuk belajar mengenal rencana Allah, agar kita
saling merangkul satu sama lain dengan penuh kepercayaan. Keluarga adalah
tempat dimana kita belajar melangkah keluar dari diri sendiri dan menerima orang
lain, memaafkan dan dimaafkan. Keluarga adalah tempat dimana kekudusan Injili
hadir dalam kondisi yang paling biasa. Gereja menyatakan bahwa Gereja Kristiani
adalah persekutuan antar anggota-anggotanya, yang menjadi tanda dan citra
persekutuan Bapa, Putra dan Roh Kudus (Sutarno, 2013: 9-11).
Keluarga-keluarga mempunyai makna yang istimewa bagi Gereja
maupun masyarakat. Para suami-istri Kristiani, bekerjasama dengan rahmat dan
menjadi saksi iman satu bagi yang lain, bagi anak-anak mereka dan bagi kaum
kerabat. Keluarga menerima perutusan dari Allah untuk menjadi sel pertama dan
sangat penting bagi masyarakat (Dokumen Konsili Vatikan II, AA art. 11)
C. Tujuan Keluarga Kristiani
Tujuan mendasar keluarga adalah untuk menciptakan bonum coniugum
(kesejahteraan pasangan), terjabar dalam bonum prolis (terbuka pada kelahiran
dan pendidikan anak-anak), bonum fidei (membangun kesetiaan pasangan dalam
suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit) serta bonum sacramentum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
(menciptakan kesucian dan keluhuran martabat perkawinan agar menjadi tanda
kehadiran dan keselamatan Tuhan pada manusia). Tujuan keluarga tersebut pasti
akan berhadapan dengan tantangan dalam hidup. Namun ketahanan dan
kesanggupan keluarga dalam menghadapi tantangan dapat menjadikan keluarga
semakin berkualitas dan dapat mencapai tujuan keluarga yang direncanakan
(Sutarno, 2013: 26).
D. Fungsi Keluarga Kristiani
Dalam keluarga, orangtua sebagai pewarta iman dan pendidik iman yang
utama. Orangtua dengan kata-kata maupun teladan membantu anak-anak untuk
menghayati hidup Kristiani dan memilih panggilan mereka, memupuk dan
memberi perhatian yang penuh kasih. Orangtua membela martabat dan otonomi
keluarga yang sewajarnya.
Dalam keluarga terdapat beberapa kedudukan atau posisi yang masingmasing membawa peranan tertentu. Pria dewasa sebagai suami terhadap istri dan
berkedudukan sebagai ayah terhadap anak. Kedudukan sebagai suami membawa
peran yang berbeda dengan peranannya sebagai ayah. Sedangkan wanita dewasa
berkedudukan sebagai isteri terhadap suami dan sebagai ibu terhadap anak.
Keturunan mereka mengambil posisi sebagai anak, kedudukan itu membawa
peranan tertentu terhadap orang tua, yang berbeda dari peranannya terhadap kakak
atau adik kandung. Peranan dari masing-masing kedudukan akan mewarnai
interaksi sosial antara orang-orang yang menempati kedudukan atau posisi itu
(Winkel, 1987:121).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Keluarga dapat berfungsi memenuhi pelbagai kebutuhan manusiawi
mulai dari kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan), kebutuhan rasa aman,
kebutuhan untuk mencinta serta dicintai, kebutuhan akan harga diri sampai
dengan kebutuhan aktualisasi diri. Pembagian kebutuhan ini dipaparkan oleh
seorang psikolog Amerika Serikat A.H. Maslow (Hommes, 2009: 137).
E. Hak-Hak dan Kewajiban Dasar Sebuah Keluarga
Keluarga sebagai sel dasar masyarakat dan menjadi prasyarat adanya
masyarakat. Oleh karena itu, keluarga memiliki hak dasar untuk dilindungi
keberadaannya oleh masyarakat atau negara. Setiap keluarga memiliki hak untuk
mengembangkan diri dan memajukan kesejahteraannya tanpa harus dihalangi oleh
negara. Dalam hal tertentu keluarga memiliki hak pribadi antara lain:
a. Keluarga memiliki hak untuk hidup dan berkembang sebagai keluarga artinya
hak setiap keluarga betapapun miskinnya, untuk membantu keluarga serta
memiliki upaya-upaya yang memadai untuk menggunakannya.
b. Keluarga memiliki hak untuk melaksanakan tanggung jawabnya berkenaan
dengan penyaluran kehidupan dan pendidikan anak-anak. Keluarga memiliki
hak untuk mendidik anak-anak sesuai dengan tradisi-tradisi keluarga sendiri,
nilai-nilai religius dan budayanya dengan perlengkapan upaya-upaya serta
lembaga-lembaga yang dibutuhkan.
c. Setiap keluarga yang miskin dan menderita memiliki hak untuk mendapatkan
jaminan
fisik,
sosial,
politik
dan
ekonomi.
Orangtua
juga
harus
memperhatikan dan menghormati martabat dan hak anak. Martabat manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
dikenakan pada anak yang adalah manusia. Tetapi dalam kenyataannya
seringkali martabat anak kurang diperhatikan misalnya dalam sikap orangtua
yang memperalat anak untuk tujuan, impian dan obsesinya sendiri.
Menghormati martabat anak dapat dikonkritkan dengan menghormati hak-hak
asasi anak (Wignyasumarto, 2007:25).
F. Ciri-ciri Keluarga Kristiani
Dalam amanat Apostolik tentang Keluarga: Familiaris Concertio, Sri
Paus Yohanes Paulus II (Yohanes Paulus II: 1994), menguraikan mengenai ciriciri dan peranan keluarga Kristiani sebagai berikut:
1. Membentuk persekutuan pribadi-pribadi
Keluarga mempunyai peranan membentuk persekutuan pribadi-pribadi
menjadi suatu komunitas yang berdasar pada cinta kasih. Pribadi yang bersekutu
atau bersatu adalah pertama-tama suami dan istri, orangtua dan anak-anak serta
sanak saudara. Dasar yang mengikat persatuan dalam keluarga adalah cinta kasih.
Cinta kasih merupakan dasar, kekuatan dan tujuan akhir dalam hidup keluarga
(Paus Yohanes Paulus II, 1994: art.18 dalam Kristianto, 2013:96).
2. Monogami dan tak terceraikan
Pernikahan adalah persekutuan yang dibangun oleh seorang pria dan
seorang wanita (monogami). Kesatuan dalam cinta yang ekslusif dan sepenuhnya
hanya dapat terwujud dalam ikatan satu pria dan satu wanita dan berlangsung
sepanjang hidup (kekal tak terceberaikan). Praktek poligami apapun alasannya
bertentangan dengan dengan kehendak Allah sendiri (GS art. 49). Kesatuan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
tak terceraikan ini menuntut kesetiaan seutuhnya dari kedua belah pihak baik dari
suami maupun istri dan demi kepentingan anak-anak (GS art.48).
3. Keluarga adalah Gereja mini
Identitas kekristenan keluarga Kristiani mengandung makna bahwa
keluarga sejatinya dipanggil untuk turut serta dalam hidup dan perutusan Gereja.
Keluarga Kristiani wajib mewujudkan dirinya menjadi “Gereja Mini” (Paus
Yohanes Paulus II, 1994; art.49). Sebagaimana cara hidup jemaat perdana,
keluarga kristiani perlu memiliki komitmen yang tinggi terhadap segi iman.
Dalam perjalanan dan pergulatan hidup, hendaknya iman semakin digali unsur
wawasannya, diungkapkan atau dirayakan dalam doa, dihayati dalam hubungan
persaudaraan, diwujudkan dalam tindakan nyata, yang membawa sukacita bagi
sesama.
G. Peranan Keluarga Kristiani
1. Mengabdi Kehidupan
Peranan keluarga Kristiani yang sangat penting adalah mengabdi
kehidupan dari keluarga pertama-tama adalah penyaluran kehidupan, yang
diwujudkan melalui keturunan. Pendidikan anak merupakan hak dan kewajiban
orang tua.Tugas orang tua dalam mendidik anak merupakan tugas yang amat
penting dan tak dapat digantikan oleh siapa pun. Orangtua hendaknya mampu
menciptakan situasi, relasi dan komunikasi yang penuh cinta kasih dan diliputi
semangat cinta kasih kepada Allah dan sesama, sehingga menunjang pendidikan
pribadi termasuk pembinaan iman anak. Maka, keluarga sebagai lingkungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
pendidikan yang pertama dan utama sangat dibutuhkan oleh keluarga itu sendiri,
Gereja dan masyarakat (Paus Yohanes Paulus II, 1991; art.36).
2. Keluarga Ikut Serta Dalam Pengembangan Masyarakat
Keluarga sebagai sel masyarakat mempunyai peranan yang pertama dan
amat penting dalam mengembangkan masyarakat yang sehat. Ada tiga syarat yang
menentukan kesehatan keluarga yakni; kesatuan keluarga (monogami), kokohnya
keluarga (tak terceraikan) dan pendidikan yang dilaksanakan oleh orangtua
sebagai pendidik pertama dan utama dengan penuh tanggungjawab (Paus Yohanes
Paulus II; art. 32). Hubungan antara keluarga dan masyarakat menuntut sikap
terbuka dari keluarga dan masyarakat untuk bekerjasama membela dan
mengembangkan kesejahteraan setiap orang.
3. Peran dan Tugas Keluarga Dalam Kehidupan Dan Misi Gereja
Dengan sakramen perkawinan, keluarga Kristiani mengikatkan diri pada
ikatan yang tak terceraikan karena mereka telah dipersatukan oleh Allah dan
melalui kegiatan dalam merayakan Sakramen-sakramen Gereja, diharapkan
semakin memperkaya memperkuat keluarga Kristiani dengan rahmat Kristus,
supaya keluarga dikuduskan demi kemuliaan Bapa.
Di samping itu, keluarga Kristiani mempunyai tugas pokok
dalam
mengembangkan misi Gereja yang mengacu pada hidup Yesus sebagai Nabi,
Imam dan Raja:
Tugas kenabian yaitu bersikap kritis terhadap situasi berkenaan dengan
kehendak Allah dengan menyambut dan mewartakan sabda yang terjadi dalam
iman Kristiani yang harus tampak dalam persiapan, peresmian dan penghayatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
hidup berkeluarga (Paus Yohanes Paulus II, 1994 art.51). Keluarga sebagai tempat
pertama dan utama bagi hidup anak-anak menjadi tempat subur bagi pewartaan
Sabda Allah, pembinaan iman dan katekese dalam keluarga.
Tugas imamat keluarga Kristiani yaitu menyucikan yang dilaksanakan
lewat pertobatan dan saling mengampuni, serta memuncak dalam penyambutan
Sakramen Tobat ( Paus Yohanes Paulus II, art.58). Tugas pengudusan dari orang
tua dilaksanakan dalam doa bersama yang terpusat pada peristiwa hidup
berkeluarga. Pembinaan hidup doa akan lebih baik melalui teladan oragtua dalam
hidup doa mereka sendiri dan diadakan dalam doa bersama di dalam keluarga.
Tugas rajawi yakni memberi arah dan kepemimpinan dengan melayani
sesama manusia, seperti Kristus Raja (Rm 6:12). Keluarga harus melihat setiap
orang termasuk anaknya sebagai citra Allah terutama mereka yang menderita dan
semuanya harus dilaksanakan dalam cinta kasih (Kristianto, 2013: 95-104).
H. Kewajiban Sesama Anggota Keluarga
1. Kewajiban Anak-Anak
Rasa hormat dari anak-anak yang belum dewasa dan sudah dewasa
terhadap ayah dan ibu bertumbuh dari kecondrongan kodrati yang mempersatukan
mereka satu sama lain (KGK. Art.2214, 1995:565). Penghormatan anak-anak
untuk orangtuanya (kasih sayang sebagai anak, pietas filiasis) muncul dari rasa
terima kasih kepada mereka yang telah memberi kehidupan dan yang
memungkinkan mereka melalui cinta kasih serta usaha supaya bertumbuh dalam
kebesaran, kebijaksanaan dan rahmat (KGK Art. 2216). Kasih sayang kepada
orang tua nyata dalam kepatuhan dan ketaatan yang baik “anak yang bijak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
mendengarkan didikan ayahnya (Ams.13:1) (KGK Art.2216), kasih sayang
kepada orang tua mendukung keserasian kehidupan seluruh keluarga juga
mempengaruhi hubungan antar saudara sekandung“hendaklah kamu selalu rendah
hati, lemah lembut dan sabar. Tunjuklah kasihmu dalam hal saling membantu”
(Ef 4:2) (KGK Art.22).
2. Kewajiban Orangtua
Pendidikan oleh orangtua begitu penting sehingga sulit untuk digantikan
(GE 3). Hak maupun kewajiban orangtua mendidik anak bersifat kakiki (KGK
Art.2221). Orangtua adalah orang-orang pertama yang bertanggungjawab atas
pendidikan anak-anaknya. Pendidikan kebajikan dimulai dari rumah. Orangtua
mempunyai tanggungjawab yang besar, memberi contoh yang baik kepada anak
(KGK Art. 2223). Dalam kehidupan keluarga setiap anggota keluarga memiliki
kewajiban masing-masing, baik sebagai orangtua maupun sebagai anak. Maka
diharapkan
agar
masing-masing
bertanggungjawab
dalam
melaksanakan
kewajibannya. Selanjutnya, konsep-konsep tentang spiritualitas, Spiritualitas
Keluarga Kudus, Pengertian Keluarga, hak dan kewajiban keluarga, serta ciri-ciri
peran keluarga Kristiani, hak dan kewajiban orangtua dan anak digunakan penulis
untuk menganalisis data dan temuan yang diperoleh di lapangan.
Dari ulasan tentang keluarga di atas dapat dipahami bahwa keluarga
merupakan tempat kepenuhan kehendak Allah diwujudkan secara konkrit. Dalam
keluarga sikap saling memberi dan menerima akan dinyatakan dalam tindakan
yang nyata, sehingga di antara pribadi setiap anggota keluarga merasa sebagai
satu kesatuan yang saling bergantung. Di sana terdapat sebuah sikap yang saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
bertukar pendapat, keyakinan, nilai dan tingkah laku, sharing pengalaman
kegembiraan dan dukacita, keberhasilan dan cobaan, kerinduan
berkomunikasi,
tersebut
bersahabat,
keindahan,
permainan,dan
rekreasi.
untuk
Hal-hal
tidak ditemukan dalam kelompok manapun selain mendapat
kepenuhannya yang paling dasar dalam lingkaran orangtua, saudara-saudari dan
sanak kerabat. Keluarga menyediakan sentuhan pribadi, lingkungan insani yang
hangat, persahabatan dan kasih sayang yang sangat dibutuhkan orang dimana saja.
Keluarga adalah rumah tangga iman yang dipanggil untuk mewariskan iman para
leluhur, membudidayakan tradisi keagamaan serta menterjemahkan keyakinankeyakinan religius ke dalam kehidupan sehari-hari.
Di pihak lain, keluarga Kudus bukanlah suatu lembaga dengan program
dan sarana yang terencana dan lengkap seperti keluarga modern sekarang.
Keluarga Kudus adalah kesatuan tiga pribadi yang menjalani hidup berdasarkan
gerak hati atas situasi yang ada pada saat itu yang secara kontekstual tentu jauh
berbeda. Selain berusaha untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan nyata seharihari keluarga sekarang ini harus berjuang dan bergulat untuk menjadi dewasa
dalam segi adikodrati yang nyata dalam keutamaan-keutamaan iman dan moral.
Secara ringkas bisa dikatakan, setiap orang dalam keluarga dewasa ini bergulat
dengan panggilan hidup masing-masing, baik sebagai guru, religius, imam,
keluarga, tentara, pejabat, karyawan dan seterusnya yang seakan tidak bisa
ditinggalkan. Oleh karena itu, orang sering tergoda untuk mengerjakan yang
bukan panggilan eksistensial dan berlari ke hal lain yang lebih menghibur namun
sebetulnya tidak berguna dan bahkan membelokkan visi dan misi keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Menyadari akan hal itu, maka kesetiaan pada panggilan pokok itu membuat orang
terus tekun dalam jalur yang sedang dijalani seperti masing-masing pribadi
Keluarga Kudus Nazaret yang setia sampai akhir hidup mereka masing-masing.
Maka dari itu, dari Keluarga Kudus Nasaret setiap keluarga Kristiani
diterangi oleh spiritualitas. Segi hidup bersama yang dihidupi menjadi daya dan
kebahagiaan untuk saling medukung dalam mencari dan melaksanakan kehendak
Allah. Tidak semua profesi secara langsung menuntut hidup bersama, namun
profesi itu menjadi subur dalam lingkungan yang mendukung. Setiap orang
Kristiani memerlukan komunitas, memerlukan komunio karena manusia sebagai
makluk yang penuh dengan kekurangan memerlukan orang lain, terutama sesama
anggota keluarga yang bisa bekerja sama. Kerja sama dalam keluarga juga
berfungsi sebagai kontrol arah perjalanan dan sekaligus sebagai sarana saling
tolong-menolong.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada Bab ini peneliti menguraikan metode penelitian, yang meliputi jenis
penelitian, lokasi dan waktu penelitian, unit analisis, penentuan informan, teknik
pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis data. Penggunaan
metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan penghayatan spiritualitas Keluarga
Kudus dalam keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki
Keluarga Kudus BantengYogyakarta.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sugiyono (2011:24)
mengatakan bahwa untuk memahami interaksi sosial yang kompleks hanya dapat
diuraikan dengan penelitian kualitatif dengan cara melakukan wawancara
terhadap kelompok sosial tertentu, yang dilandaskan pada filsafat post positivisme
yang tidak menerima hanya satu kebenaran, yang umum digunakan untuk meneliti
suatu obyek pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen).
Umumnya, pengambilan sampel sumber data dalam penelitian kualitatif dilakukan
secara purposive (sengaja) dan wawancara dilakukan secara snowball. Sementara
untuk menguji validitas atau kebenaran fakta dilakukan dengan cara triangulasi
(mengujinya dengan melakukan beberapa metode gabungan). Kemudian analisis
data kualitatif biasanya bersifat induktif/kualitatif dan hasilnya lebih menekankan
makna dari pada generalisasi. Dalam pelaksanaan penelitian ini pun menggunakan
langkah-langkah ilmiah yang dianjurkan oleh Sugiyono di atas, mulai dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
penentuan informan, teknik wawancara, observasi dan dokumentasi hingga
menganalisis dan membahasnya untuk mendapatkan suatu kesimpulan akhir.
Oleh karena itu, kesimpulan akhir tentang deskripsi penghayatan
sipritualitas Keluarga Kudus dalam keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes
Kentungan merupakan hasil intepretasi (dimaknai) penulis atas data hasil
penelitian yang sudah diolah. Kemudian untuk menguji validitas data-data,
penulis melakukannya pengecekan dengan mengamati terhadap perilaku umat
dalam kehidupan rumah tangga, keaktifan dalam kegiatan doa mingguan, koor,
dan kegiatan di masyarakat. Pengujian validitas data juga dilakukan dengan cara
mewawancara beberapa informan lain untuk menguji kebenaran data yang
diberikan oleh informan utama.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lingkungan St. Yohanes Kentungan
Paroki Keluarga Kudus Banteng. Penetapan lingkungan ini sebagai tempat
penelitian karena alasan mudah dijangkau, ada kesediaan dari informan untuk
diwawancara, dan di antara peneliti dan informan sudah saling mengenal secara
baik. Selain itu, peneliti adalah anggota lingkungan St. Yohanes Kentungan. Hal
ini menjadi dasar pertimbangan penulis
dalam pemilihan tempat atau lokasi
dilakukannya penelitian ini.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan, yakni pada bulan
September 2016. Penetapan waktu penelitian ini didasarkan pada pertimbangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
penulis bahwa data-data yang diperoleh sudah mencapai validitas, di mana
jawaban umat lain yang bukan informan cenderung sama dengan apa yang
dikatakan informan. Selain itu, para informan merupakan orang kunci atau dapat
dijadikan representasi dari seluruh keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes
Kentungan. Oleh karena itu, penetapan waktu penelitian pada prinsipnya sesuai
dengan target waktu yang direncanakan sebelumnya oleh penulis.
C. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini ditentukan menggunakan sampling
purposive. Menurut Sugiyono (2015:124) bahwa sampling purposive adalah
teknik untuk menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam konteks
penelitian ini, penulis berasumsi bahwa yang menjadi informan adalah keluarga
Katolik yang memahami dan menghayati spiritualitas Keluarga Kudus di
Lingkungan St. Yohanes Kentungan. Selain itu, informan adalah keluarga yang
memiliki usia pernikahan di atas sepuluh tahun dan masih memiliki pasangan
yang lengkap, bukan duda atau janda.
Seperti disinggung sebelumnya bahwa penentuan informan yang menjadi
sumber data yang menggunakan sampling purposive atau secara sengaja
didasarkan pada pertimbangan bahwa yang bersangkutan memiliki otoritas pada
situasi sosial tertentu (Sugiyono, 2009:400). Sedangkan Bungin (2007:117)
mengatakan bahwa informan adalah orang yang diwawancara atau yang diminta
informasi oleh pewawancara.
Merujuk pada pendapat para ahli di atas, maka penulis menempuh
langkah-langkah, sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Pertama, penulis pertama kali mendatangi rumah Ketua Lingkungan untuk
menyerahkan surat ijin penelitian sekaligus berkonsultasi tentang keluarga yang
masuk dalam kriteria penulis atau layak menjadi informan.
Kedua, hasil konsultasi dengan Ketua Lingkungan kemudian menjadi acuan
bagi penulis dalam menjaring informan. Informan dalam penelitian ini adalah
keluarga yang dipandang sebagai informan kunci dengan memiliki usia
pernikahan yang berkisar antara 10 sampai 43 tahun (masing-masing keluarga
yang belum merayakan perak pernikahan dan sudah merayakan perak), memiliki
kemampuan untuk memberikan informasi secara baik kepada penulis, dan
menjadi panutan dalam lingkungan karena aktif dalam doa lingkungan, aktif
mengikuti koor di paroki, dan terlibat aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Ketiga, berdasarkan kriteria tersebut penulis mendapat lima informan dari
25 KK yang ada di lingkungan itu, yang terdiri dari keluarga yang sudah menikah
11 sampai 24 tahun sebanyak 2 KK (informan 2 dan 5) dan keluarga yang sudah
menikah 25 sampai 45 tahun sebanyak 3 KK (informan 1, 3, dan 4).
Keempat, penulis mengunjungi rumah beberapa umat yang dianggap
mampu menjadi informan tersebut dan meminta kesediaan untuk diwawancara
sekaligus menetapkan waktu yang tepat untuk diwawancara. Penulis tidak
mendapatkan hambatan karena para informan yang diminta oleh peneliti
umumnya menyatakan kesediaan untuk diwawancara, meskipun mereka meminta
untuk menyamarkan identitas.
Kelima, melakukan wawancara secara mendalam dengan para informan.
Proses pengambilan data tidak mengalami kesulitan karena mereka umumnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
kooperatif karena sudah mengenal penulis secara baik. Informan juga bersedia
untuk direkam oleh penulis selama wawancara berlangsung.
Keenam, menguji validitas data, penulis melakukan wawancara dengan
beberapa keluarga di lingkungan itu, baik yang memiliki usia pernikahan di
bawah 10 tahun maupun beberapa ibu yang sudah berstatus janda, terutama
berkaitan dengan pandangan dan pemahaman mereka tentang spiritualitas
Keluarga Kudus.
D. Teknik Pengumpulan Data
Menurut sumbernya, data penelitian digolongkan sebagai data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh langsung dari sumber informasi sedangkan data
sekunder tidak diperoleh secara langsung dari sumbernya (Azwar, 2005:91).
Sementara Sugiyono (2009:326) berpendapat bahwa dalam penelitian kualitatif,
teknik pengumpulan data utama adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.
Artinya, sambil melakukan wawancara penulis dapat melakukan observasi dan
studi dokumentasi ataupun sebaliknya. Demikian halnya dengan pengumpulan
data-data selama penelitian ini dilakukan, penulis menggunakan tiga teknik, yaitu:
wawancara, observasi dan dokumentasi.
1. Wawancara
Wawancara adalah teknik penelitian yang biasa digunakan oleh para
peneliti sejak lama dan dianggap paling efektif untuk menentukan mengapa
seseorang bertingkah laku, dengan cara menanyakan langsung dan menggunakan
pendekatan-pendekatan tertentu yang dipandang efektif. Sementara proses tanya
jawab merupakan bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2013:180).
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan terhadap beberapa keluarga
Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Keluarga Kudus Banteng
untuk menggali informasi tentang penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus.
Penulis menetapkan wawancara menjadi alat pengumpul data primer, sedangkan
observasi dan dokumentasi sebagai alat pengumpul data sekunder. Data-data yang
dikumpulkan melalui tiga teknik tersebut kemudian dikelompokkan menurut
tema-tema yang sama untuk dibahas dan dianalisis menggunakan beberapa konsep
dan teori yang telah dibahas pada kajian pustaka.
2. Observasi
Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2015: 203) mengatakan bahwa observasi
merupakan proses pengamatan untuk mengumpulkan data yang berkenaan dengan
perilaku manusia, terutama bila informan yang diamati tidak terlalu besar.
Sementara
Bungin
(2007:115) menuliskan
bahwa observasi
merupakan
kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui melalui hasil
kerja panca indra mata serta dibantu dengan panca indra lainnya.
Kegiatan observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut:
Pertama, penulis mengamati perilaku umat, terutama partisipasi umat
dalam setiap kegiatan doa mingguan dan misa di lingkungan, mengikuti latihan
koor, serta beberapa kondisi alamiah keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes
Kentungan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Kedua, penulis mengamati interaksi keluarga yang menjadi informan,
terutama keaktifan dalam mengikuti kegiatan di wilayah dan gereja ataupun di
masyarakat. Selama proses observasi, penulis tidak banyak mengalami kesulitan
karena penulis adalah bagian dari umat di Lingkungan St. Yohanes Kentungan
yang terlibat langsung dalam setiap kegiatan bersama umat. Berdasarkan hasil
pengamatan terhadap perilaku dan aktivitas umat di Lingkungan St. Yohanes
Kentungan diperoleh data-data yang menjadi pendukung bagi penulis dalam
menarik kesimpulan atas hasil penelitian.
3. Dokumentasi
Dokumen dalam suatu penelitian dapat berupa catatan pribadi, notulen
rapat, catatan kasus, rekaman kaset dan video, yang dipandang relevan dengan
tujuan penelitian. Oleh karena itu, dokumen yang dijadikan sebagai alat
pengumpul data harus selektif (Sukandarrumdi, 2004:101). Sedangkan Mulyana
(2013:195) berpendapat bahwa dokumentasi merupakan metode yang digunakan
untuk menelusuri data historis seperti otobiografi, memoar, catatan harian, suratsurat pribadi, catatan pengadilan berita koran, artikel majalah, brosur, buletin dan
foto-foto.
Sementara dokumen dalam penelitian ini adalah catatan pribadi, rekaman
suara, foto kegiatan umat, dan data umat. Foto-foto kegiatan umat diambil penulis
pada saat ada kegiatan misa lingkungan dan wilayah, latihan koor, doa rosario,
dan doa mingguan yang diperoleh dengan cara memotret langsung di lokasi
kegiatan. Dokumen-dokumen tersebut dipandang relevan dan menunjang penulis
dalam mencapai tujuan penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
4. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen utama adalah
peneliti sendiri atau anggota tim peneliti (Sugiyono, 2009:400). Demikian pula
dengan peran penulis dalam penelitian ini adalah melibatkan diri ke dalam situasi
kehidupan informan, baik dalam kegiatan doa di rumahnnya masing-masing
maupun dalam berbagai kegiatan di tingkat wilayah dan paroki. Hal ini sangat
membantu penulis untuk memperoleh data pada keadaan yang alamiah (tanpa
rekayasa) tentang penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus dalam keluarga
Katolik dalam keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Banteng.
5. Kisi-kisi: Panduan Wawancara dan Observasi
No
Aspek
Indikator
Pertanyaan
1
Keluarga
Pandangan
a. Bagaimana
Kudus
keluarga terhadap
terhadap
Keluarga Kudus
Kudus?
pandangan
keluarga
spiritualitas
b. Apakah
Keluarga
keluarga
memahami
semangat Keluarga Kudus?
c. Apakah
semangat hidup Keluarga
Kudus
menjadi
model
dalam
keluarga?
d. Bagaimana
semangat
keluarga
keluarga
menghayati
Kudus
dalam
hidup berkeluarga?
e. Apa prinsip-prinsip yang membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
dalam menata kehidupan keluarga?
f. Semangat hidup apa yang menjadi
dasar/prinsip dalam hidup keluarga?
2
Internal
Hidup sederhana
a. Bagaimana
keluarga
menata
kehidupan ekonomi: pendapatan dan
pengeluaran?
memperoleh
bagaimana
Bagaimana
keluarga
pendapatan
mengatur
dan
pengeluaran?
(Sakramen: yang bertanggung jawab
ekonomi: suami-istri)
b. Bagaimana pembagian peran dalam
pengaturan
keuangan
dalam
kehidupan keluarga?
c. Bagaimana keluarga menggunakan
keuangan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga yang pokok dan kebutuhan
tambahan?
d. Apakah barang-barang yang dimiliki
sangat bermanfaat dalam kehidupan
keluarga?
e. Apakah keluarga pernah mengalami
kesulitan
dalam
keuangan?
Bagaimana usaha yang dilakukan oleh
keluarga dalam menghadapi kesulitan
itu?
Memberi
perhatian
a. Apakah yang menjadi fokus orangtua
penuh
terhadap pendidikan iman anak?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
kepada
b. Bagaimana tanggung jawab orangtua
pendidikan anak
terhadap perkembangan iman anak?
c. Apakah orangtua merasa puas ketika
menyekolahkan
anak
di
sekolah
katolik?
d. Apakah
keluarga
pandangan
lain
mempunyai
terhadap
sekolah
negeri?
e. Bagaimana
sekolah
keluarga
untuk
menentukan
anak-anak?
Apa
harapan orangtua terhadap anak.
f. Bagaimana
perhatian
orangtua
dan
memberi
dukungan
kepada
pendidikan iman anak?anak
g. Bagaimana
perhatian
orangtua
kepada
mengembangkan
memberi
anak
pendidikan
dalam
iman
anak?
Penerimaan
a. Komunikasi
seperti
apa
yang
komunikasi
dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa dan
suami-istri,
sebaliknya?
orangtua-anak,
dan
besar
keluarga
b. Apa yang dilakukan oleh Ibu ketika
Bapa
mengalami
permasalahan,
sebaiknya apa yang dilakukan oleh
Bapa
ketika
permasalahan?
Ibu
mengalami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
c. Kesulitan-kesulitan apa yang dialami
oleh keluarga dalam
menjalin
komunikasi? Apa solusi keluarga
dalam mengatasi kesulitan-kesulitan
itu?
d. Dukungan apa yang dilakukan oleh
Ibu kepada Bapa dan anak dan
sebaliknya?
e. Bagaimana caranya untuk menjalin
komunikasi yang baik antara orangtua
dan anak?
f. Bagaimana caranya untuk menjalin
komunikasi dengan keluarga besar?
g. Tantangan apa yang dialami oleh
keluarga dalam menjalin komunikasi
dengan keluarga besar? Apa solusinya
dalam menghadapi tantangan itu?
h. Mengapa
melakukan
komunikasi
dalam keluarga?
Sikap
terhadap
yang
orangtua a. Tantangan-tantangan
anak
memiliki
cita-cita
yang
berbeda
dengan
pendapat
tua
dialami
oleh
berhadapan
berbeda
apa
yang
orangtua
ketika
dengan
anak
pendapat/cita-cita
yang
dengan
orangtua?
orang b. Bagaimana
sikap
orangtua
menghadapi anak yang memiliki citacita yang berbeda dengan keinginan
orangtua?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
c. Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh
orangtua terhadap anak yang berbeda
pendapat dengan orangtua?
3
Gereja
Mengikuti tradisi a. Bagaimana menjalankan doa dalam
Gereja Katolik
keluarga?
Kapan
melakukan
doa
bersama dalam keluarga?
b. Kapan saja ke Gereja? Mengapa harus
ke Gereja?
c. Tantangan-tantangan
apa
yang
dialami oleh keluarga dalam hidup
doa dalam keluarga, lingkungan dan
gereja? Apa usaha keluarga untuk
mengatasi tantangan-tantangan itu?
d. Apakah
yang
menjadi
keluarga
dalam
kehidupan
doa
prinsip
menjalankan
dalam
keluarga,
lingkungan dan gereja?
4
Masyara- Menjalin
kat
Komunikasi yang
luas
a. Bagaimana
keluarga
menjalin
komunikasi dengan masyarakat?
b. Mengapa keluarga perlu menjalin
komunikasi
dalam
hidup
bermasyarakat?
c. Apa
yang
menjadi
dasar
dalam
keluarga untuk menjalin relasi yang
baik dalam kehidupan bermasyarakat?
d. Tantangan-tantangan
dialami
keluarga
apa
dalam
yang
menjalin
komunikasi dengan masyarakat?
E. Teknik Analisis Data
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Menurut Bogdan (1982:145) dalam buku Qualitative Research for
Education: An Introduction to Theory and Methods, mengatakan bahwa, “data
analysis is the process of systematically searching and arranging the interview
transcripts, filednotes, and other materials that you accumulate to increase your
own understanding of them and to enable you to present what you have
discovered to others. Analysis involves working with data, organizing it, breaking
it to manageable units, syntesizing it, searching for patterns, discovering what is
important and what is to be learn, and deciding what you will tell others”.
Bogdan menjelaskan bahwa analisis data adalah proses sistematis mencari dan
menulis transkrip hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang
dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman penulis tentang data dari informan
yang memungkinkan penulis untuk menyajikan apa yang telah ditemukan kepada
orang lain. Lebih lanjut Bogdan dan Biklen (1982) mengatakan analisis data
kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan: mengumpulkan data,
mengorganisasi
data,
memilah
menjadi
satuan
yang
dapat
dikelola,
menyintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan
dipelajari, memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Bungin,
2015:149).
Dalam penelitian ini, data-data hasil wawancara, observasi, dan
dokumentasi yang diperoleh penulis kemudian diklasifikasikan ke dalam tema
atau topik yang sama (sebagaimana dibahas pada bagian sistematika penulisan)
untuk dianalisis dengan menggunakan kajian pustaka guna memperoleh
kesimpulan akhir tentang gambaran penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
dalam kehidupan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki
Banteng.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
AB IV
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Temuan Umum
1. Sejarah Singkat Lingkungan St. Yohanes Kentungan
Lingkungan St. Yohanes Kentungan merupakan salah satu lingkungan di
Wilayah St. Yusuf Kentungan Paroki Keluarga Kudus Banteng Keuskupan Agung
Semarang. Lingkungan ini merupakan salah satu dari tiga lingkungan yang
menjadi bagian dari Wilayah St. Yusuf Kentungan, di mana kedua lingkungan
lainnya adalah Lingkungan St. Renya Rosari dan Lingkungan
St. Paulus
(Laporan Tahunan Lingkungan St. Yohanes Kentungan, Desember 2015).
Umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan pada umumnya memiliki
tempat tinggal tetap, kecuali beberapa orang yang berstatus sebagai penduduk
sementara atau mahasiswa dari luar daerah. Sebagian umat diLingkungan St.
Yohanes Kentungan merupakan penduduk asli yang sudah menetap sejak lama
sejak masa orangtua mereka dan bahkan menjadi pemilik tanah sebelum adanya
pengembangan pemukiman seperti sekarang ini. Oleh sebab itu, sebagian umat di
lingkungan ini
masih memiliki hubungan genealogis, baik karena hubungan
darah maupun karena adanya perkawinan antar keluarga.
Sejarah terbentuknya Lingkungan St. Yohanes Kentungan kurang
diketahui oleh umat pada umumnya. Namun menurut cerita Wagiyanto, salah
seorang umat yang sudah lama menetap di lingkungan itu bahwa lingkungan itu
sudah lama terbentuk dan mengalami pergantian kepemimpinan, yakni:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
 Bapak Yulianus Hadi Samtolo (1973-2003)
 Bapak Yohanes Suripto (2003-2016)
 Bapak Antonius Sarjiyono (2016-sekarang)
Secara administrasi gereja, wilayah Lingkungan St. Yohanes Kentungan
berbatasan masing-masing:
 sebelah Utara dan Barat dengan Lingkungan St. Renya Rosari
 sebelah Selatan dengan Lingkungan St. Paulus
 sebelah Timur berbatasan Wilayah Sengkan
Namun demikian, lingkungan-lingkungan dimaksud semuanya termasuk dalam
wilayah Paroki Keluarga Kudus Banteng.
2. Keadaan Umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan Menurut Usia
Lingkungan St. Yohanes Kentungan terdiri dari 25 KK dengan jumlah
umat sebanyak 87 orang. Mayoritas umat di lingkungan ini adalah para orangtua
yang berusia 40 tahun ke atas dan anak-anak yang masih menempuh pendidikan
di tingkat SMP maupun SLTA atau kuliah. Sementarakeluarga muda yang baru
menikah cenderung memilih untuk mandiri, baik tinggal di rumah kontrakan
maupun membangun rumah milik sendiri di luar wilayah tersebut.
Seperti yang dikatakan oleh Ibu Wagianto bahwa kedua anaknya yang
sudah menikah dan memiliki pekerjaan sudah memiliki rumah, sehingga mereka
hidup sendiri dengan anak-anak lain yang belum menikah atau belum bekerja.
Data umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan menurut usia selengkapnya
dipaparkan dalam tabel 1 di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Tabel 1
Keadaan Umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan
Menurut Jenis Kelamin per Golongan Usia
Usia Umat
(tahun)
Jenis Kelamin
Jumlah
%
Laki-Laki
Perempuan
0 sampai 5
2
3
5
5,7
6 sampai 12
2
4
6
6,9
13 sampai 17
2
1
3
3,5
18 sampai 24
4
6
10
11,5
25sampai 34
6
9
15
17,2
35 sampai 40
7
4
11
12,7
40 sampai 59
10
11
21
24,1
> 60 tahun
7
9
16
18,4
40
47
87
100
Total
Sumber Data: Data Umat Lingkungan St. Yohanes, September 2016
Berdasarkan data yang dipaparkan di tabel 1 bahwa umat Lingkungan St.
Yohanes Kentungan terdiri dari 40 orang laki-laki dan 47 orang perempuan. Dari
jumlah tersebut, umat yang berusia produktif (18 sampai 59 tahun) berjumlah 57
orang (65,5%), sedangkan umat yang usia non produktif (anak-anak dan lansia)
berjumlah 30 orang (35,5%), di mana mayoritas dari golongan usia terakhir
adalah lansia. Kondisi umat dengan karakter demikian setidaknya berpengaruh
terhadap kualitas kehidupan berkeluarga ataupun berkomunitas, terutama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
keaktifan dalam kegiatan doa mingguan atau tanggungan tugas liturgi di Paroki
Keluarga Kudus Banteng. Berdasarkan observasi dan pengalaman peneliti sendiri
bahwa umat lansia di lingkungan ini justru lebih aktif dalam kegiatan doa
mingguan, doa rosario ataupun koor, dibandingkan dengan umat dari golongan
usia lain, terutama yang memiliki pekerjaan dan kesibukan. Umat yang memiliki
kerja umumnya jarang mengikuti kegiatan tersebut. Hal ini menjadi tantangan
tersendiri bagi keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan, terutama dalam
upaya untuk menghidupkan semangat keluarga kudus Nasaret.
3. Keadaan Umat Lingkungan St. Yohanes Menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian merupakan salah satu hal pokok dalam kehidupan
umat sehari-hari,yang setidaknya turut menentukan kualitas hidup umat itu
sendiri. Artinya, umat yang memiliki mata pencaharian yang tetap lebih
memungkinkan untuk menyusun ekonomi keluarga secara lebih baik. Dengan
demikian, pemenuhan kebutuhan setiap anggota keluarga, terutama pemenuhan
kebutuhan pangan,
sandang, pendidikan, kesehatan,
rumah,
dan berbagai
kebutuhan lainnya menjadi lebih baik.
Sebaliknya, umat yang tidak memiliki pekerjaan tetap akan mengalami
kesulitan hidup, yang dalam banyak kasus menjadi pemicu untuk melakukan
tindakan yang tidak sesuai dengan norma agama dan semangat keluarga kudus
Nasaret. Selain itu, umat yang tidak memiliki pekerjaan juga cenderung frustrasi,
sehingga pola pergaulan di tengah Lingkungan maupun di masyarakat umumnya
menjadi kurang harmonis, termasuk dalam menghidupkan semangat keluarga
kudus dalam keluargnya masing-masing. Berdasarkan data yang diperoleh dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Ketua Lingkungan St. Yohanes Kentungan, pengelompokkan menurut mata
pencaharian sebagaimana dipaparkan peneliti dalam tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2
Data umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan
Menurut Mata Pencaharian
Mata Pencaharian
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
%
PNS
3
4
7
8,0
Pegawai Swasta
19
9
28
32,1
Sopir
1
-
1
1,4
Pensiunan
5
2
7
8,0
Penyedia jasa kos-kosan
2
3
5
5,7
Tidak
10
29
39
44,8
40
47
87
100
bekerja
(anak-anak,
Pelajar dan IRT)
Total
Sumber Data: Data Umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan, September 2016
Data umat menurut mata pencaharian di atas menunjukkan bahwa 48
orang (55,2%) umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan memiliki pekerjaan.
Sedangkan sisanya atau 39 orang lainnya (44,8%) tidak bekerja, terutama anakanak dan para lansia. Namun demikian, berdasarkan hasil pengamatan peneliti
bahwa sejauh ini umat di Lingkungan St. Yohanes Kentungan masih tergolong
memiliki kehidupan yang normal, dalam arti bahwa belum ada umat di
lingkungan ini yang berprofesi sebagai pengamen, pemulung ataupun melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
tindakan yang bertentangan dengan semangat yang diajarkan oleh gereja ataupun
semanngat keluarga kudus sendiri.
Umat di Lingkungan St. Yohanes Kentungan masih memiliki modal
sosial yang terbilang tinggi, terutama kerelaan untuk membantu sesama yang sakit
dan mengalami musibah, termasuk membantu sesama yang beragama lain. Hal ini
menjadi perekat hubungan di antara umat dengan masyarakat di wilayah itu yang
mayoritas beragama Islam.
Tabel 3
Data umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan
Menurut Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Jenis Kelamin
Jumlah
%
Laki-laki
Perempuan
Play Group
1
4
5
5,7
TK
1
3
4
4,6
SD
1
7
8
9,2
SLTP
4
3
7
8,1
SLTA
13
14
27
31,0
Diploma
7
-
7
8,1
S1
11
12
23
26,4
S2
2
4
6
6,9
40
47
87
100
Total
Sumber data: Data Umat Lingkungan St. Yohanes Kentungan, September 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Mengacu pada data umat menurut pendidikan pada tabel 3 di atas bahwa
sebagian besar (58,6%) umat di Lingkungan St. Yohanes Kentungan
berpendidikan menengah ke bawah, sementara
yang berpendidikan tinggi
(Diploma hingga S2) hanya berjumlah 36 orang (41,4%). Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat sumber daya manusia umat di Lingkungan St. Yohanes Kentungan
rata-rata berada di level menengah.
Di pihak lain, karakter mayoritas umat dengan tingkat pendidikan
demikian sekurang-kurangnya berpengaruh terhadap tingkat pemahaman ataupun
kesadaran untuk menghidupkan semangat keluarga kudus dalam keluarga masingmasing. Artinya bahwa keluarga yang memiliki tingkat pendidikan yang relatif
tinggi lebih mudah untuk mengimplementasikan nilai-nilai dan semangat keluarga
kudus secara sadar dan rasional. Sebaliknya, keluarga dengan tingkat pendidikan
rendah relatif lebih sulit untuk menerjemahkan makna dari tindakannya seharihari meskipun dalam praksis kelompok umat dari golongan ini lebih menunjukkan
penghayatan dalam kehidupan keluarga dan berkomunitas melalui tindakan yang
nyata.
Misalnya,
berdasarkan
pengamatan
peneliti
bahwa
umat
yang
berpendidikan tinggi justru kurang aktif dalam kegiatan Lingkungan karena
berbagai alasan tertentu. Berbeda dengan umat yang sederhana dan berpendidikan
rendah justru lebih aktif dalam doa mingguan ataupun koor di gereja. Oleh sebab
itu, tingkat pendidikan umat di satu sisi memungkinkan umat untuk memahami
nilai-nilai dan semangat keluarga kudus tetapi di sisi yang
lain tidak dapat
dijadikan sebagai jaminan bagi seseorang atau keluarga untuk secara aktif
menghidupkan semangat keluarga kudus Nasaret dalam kehidupan sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
4. Keadaan Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya umat di Lingkungan St. Yohanes Kentungan
sangat dipengaruhi oleh nuansa budaya Jawa dan Sunda, selain pengaruh dari
budaya lain meskipun dalam level yang sangat kecil. Budaya seperti menjaga
kesimbangan dalam kehidupan dengan sesama sangat dijunjung tinggi oleh umat
di lingkungan ini. Namun di pihak lain, kehidupan umat yang demikian justru
kurang memungkinkan komunitas untuk saling melakukan kontrol atau koreksi
atas tindakan yang bertentangan dengan kehidupan umat, seperti saling
mengingatkan untuk terlibat aktif dalam kegiatan di lingkunga maupun paroki.
B. Temuan Khusus
Dalam penelitian penulis melakukan wawancara dengan keluarga katolik
di Lingkungan St. Yohanes Kentungan tentang penghayatan spiritualitas Kudus
Nasaret dalam kehidupan keluarga. Informan yang diwawancara oleh penulis
sebanyak lima keluarga dan dua keluarga lainnya untuk mendapatkan data
penunjang (triangulasi).
1) Bagaimana Pandangan Keluarga tentang Spiritualitas Keluarga Kudus?
Informan 1 mengatakan :
‘...semangat hidup keluarga Kudus adalah keluarga yang hidup sederhana,
saling memaafkan, saling berbagi dengan sesama yang kekurangan, saling
melindungi dan menjaga rahasia keluarga agar tidak diketahui oleh orang lain’
(wawancara Selasa, 6 September 2016).
Informan 2 mengatakan:
‘...spiritualitas keluarga Kudus patut menjadi inspirasi bagi setiap keluarga
dalam membangun rumah tangga. Terlebih tokoh Yesus Maria dan Yosef
sampai anak-anak kami diberi nama Maria, Yosef dan Kristo/Yesus’
(wawancara Sabtu,10 September 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Informan 3 mengatakan:
‘...keluarga Kudus Nasaret merupakan contoh bagi semua keluarga Katolik.
Hal yang menjadi keutamaan adalah menyimpan semua perkara dalam hati
yang ditunjukkan oleh Bunda Maria. Semua hal yang terjadi diterima dengan
sangat tulus dan kehidupan keluarga yang sederhana, religius dan kehidupan
sosial masyarakatnya sangat bagus’(wawancara Senin, 12 September 2016).
Informan 4 mengatakan:
‘...kami kagum dengan semangat hidup Keluarga Kudus yang saling melayani
dengan tulus. Keluarga Kudus adalah keluarga yang diberkati Tuhan dan
penuh iman kepada Allah’ (wawancara Selasa,13 September 2016).
Informan 5 mengatakan:
‘....kami belum mengetahui persis semangat Keluarga Kudus, apalagi kami
(suami) baru masuk menjadi Katolik beberapa tahun lalu. Tapi yang kami tahu
keluarga Kudus adalah keluarga yang suci dan taat pada kehendak Allah’.
2) Bagaimana Hidup Keluarga Kudus Menjadi Model bagi Keluarga
Katolik?
Menurut informan 1 mengatakan bahwa:
‘...sejak awal kami berusaha untuk mengikuti contoh hidup keluarga kudus
sebagai model bagi keluarga kami. Namun kami merasa belum sempurna
seperti Keluarga Kudus Nazaret, sehingga hal itu masih merupakan sebuah
perjuangan yang tidak akan selesai’.
Informan 2 mengatakan:
‘...hidup Keluarga Kudus menjadi model bagi keluarga kami. Hidup
sederhana, saling berbagi di antara anggota keluarga dan sesama di sekitar,
rendah hati, dan selalu menghadiri misa untuk mendengarkan sabda Tuhan
menjadi kebiasaan keluarga kami. Sejak awal menikah, kami merencanakan
untuk memiliki tiga anak, yang akan diberi nama Maria, Yosef dan
Yesus/Kristo. Ternyata rencana kami dikabulkan oleh Tuhan.Kami berharap
agar keluarga kami dapat meneladani semangat hidup Keluarga Kudus’.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Informan 3 mengatakan:
‘...semangat Keluarga Kudus Nasaret menjadi pedoman bagi keluarga kami.
Meskipun dalam kehidupan keluarga terkadang mengalami salah paham,
namun semangat Keluarga Kudus memberi kekuatan untuk menyelesaikan
permasalahan. Prinsip dasar yang dihidupkan dalam keluarga adalah cinta
kasih, saling mengampuni, saling memperhatikan di antara anggota keluarga.
Keluarga kami berusaha untuk meneladani semangat hidup Keluarga Kudus,
namun tidak semudah yang diucapkan, perlu iman yang besar’.
Informan 4 mengatakan:
‘....bagi keluarga kami, Keluarga Kudus Nasaret patut menjadi teladan. Kami
menghayatinya dengan cara yang sederhana, yakni sikap saling melayani
dengan tulus’.
Informan 5 mengatakan:
‘...kami selalu menanamkan semangat hidup sederhana dalam keluarga ini.
Kami selalu bersyukur atas apapun yang diberikan oleh Tuhan, seperti yang
diwariskan oleh Mbah Uti dan Kakung “Tidak boleh neko-neko. Ikut jalan
yang lurus. Harus ingat Tuhan Yesus selalu menyertai kita, Tuhan selalu
melihat perbuatan yang kita lakukan”. Tetapi dalam rumah tangga ini kami
berusaha untuk saling menghargai dan mamahami di antara kami sebagai
suami istri maupun dengan anak-anak’
3) Bagaimana Keluarga Katolik Mengelola Pendapatan dan Pengeluaran?
Menurut informan 1:
‘...pendapatan kami dari kos-kosan. Selain untuk bayar uang sekolah anakanak juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kami sejak dulu selalu
merencanakan kebutuhan atau bertanya kepada anak-anak tentang kebutuhan
mereka. Sejauh ini kami tidak mengalami hambatan dalam pengelolaan
keuangan karena selalu mengutamakan kebutuhan yang mendesak’.
Informan 2 mengatakan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
‘...pendapatan kami dari gaji saya dan istri yang bekerja di toko. Kami sepakat
saya (suami) yang mengelola keuangan, tetapi perencanaan belanja selalu
dibicarakan bersama. Kami memprioritaskan kebutuhan pokok dan menabung,
dan menunda kebutuhan yang kurang penting atau kredit. Meskipun
pendapatan tidak besar tetapi kami belum pernah mengalami kesulitan
ekonomi karena prinsip kami suasana kebersamaan merupakan kebahagiaan’.
Sementara informan 3 mengatakan :
‘...pendapatan kami dari gaji pensiun suami dan hasil kerja proyek kecilkecilan. Kami membagi pendapatan, untuk kebutuhan sehari-hari dan
membayar cicilan rumah. Kami selalu bersyukur dan berusaha untuk
mengelolanya dengan baik. Sejauh ini belum ada hambatan dalam pengelolaan
keuangan’.
Informan 4 mengatakan :
‘...pengelolaan keuangan diserahkan kepada istri karena saya (suami) masih
sulit untuk mengelola keuangan. Kami saling percaya dalam pengelolaan
keuangan dan mempertimbangkan secara matang kebutuhan-kebutuhan apa
yang mendesak untuk dibelanjakan. Pengalaman keluarga kami adalah pernah
mengalami kesulitan membayar uang sekolah anak. Bersyukur pada waktu itu
anak kami yang sudah berkeluarga dan memiliki pekerjaan yang baik dapat
mengatasi kesulitan keuangan sekolah adiknya’.
Informan 5 mengatakan:
‘...kami hidup dari gaji suami untuk biaya sekolah anak, angsuran motor dan
bayar listrik. Sedangkan pendapatan lain diperoleh dari hasil jualan gudeg oleh
ibu (istri) di pinggir jalan. Kami tetap mensyukuri itu semua dan berusaha
untuk menggunakan secara baik agar dapat memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Sementara keluarga kami mengalami kekurangan uang untuk
kuliah anak. Oleh karena itu anak kami yang sulung memutuskan bekerja
untuk membantu adiknya yang masih di bangku SD’.
4) Bagaimana Tanggung Jawab Orangtua terhadap Pendidikan dan
Perkembangan Iman Anak?
Informan 1 mengatakan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
‘....bagi kami, pendidikan dan kemajuan iman anak adalah hal penting. Kami
mendampingi anak-anak sejak TK dan SD serta mendorong mereka untuk
mengikuti sekolah minggu. Kami juga terlibat secara langsung mendampingi
mereka saat belajar. Namun setelah anak-anak mulai sekolah SMP sampai
kuliah, kami hanya memantau, mengingatkan, terus memantau nilai raport
atau IP yang diperoleh dan memberi saran kepada mereka agar terus
berprestasi. Artinya, kami lebih memberi kesempatan kepada anak-anak untuk
mulai mandiri, tetapi kami selalu menghimbau agar tidak melupakan Tuhan.
Dalam hal memilih sekolah, saya dan istri selalu berunding dengan anak dan
memutuskan secara bersama. Selama ini kami selalu memilih sekolah swasta
Katolik dengan harapan pendidikan iman dan pengembangan kepribadian
lebih diperhatikan secara baik’.
Informan 2 mengatakan:
‘... pendidikan dan perkembangan iman anak itu hal yang mutlak atau hal
pokok untuk dipenuhi. Apalagi sebagian besar keluarga kami non Katolik,
tapi kami berharap agar anak-anak ke depan tetap beriman Katolik. Oleh
karena itu, sejak dini anak-anak dilatih untuk menggunakan waktu dengan
baik untuk berdoa, mengkuti kegiatan di Gereja. Bagi kami, pendidikan anak
bisa di mana saja karena pendidikan agama menjadi tanggung jawab orangtua
di rumah, tidak berharap sepenuhnya pada guru di sekolah. Tetapi syukur
sekolah negeri di Yogya ada guru khusus yang mendampingi anak-anak,
sehingga pendidikan agamanya pun bagus. Kami juga selalu mengajar
kesederhanaan dengan melatih mereka berangkat ke sekolah selalu jalan kaki
meskipun ada mobil dan sepeda motor.
Informan 3 mengatakan:
‘....pendidikan merupakan tanggungjawab yang wajib kami penuhi bagi anak
kami untuk membangun masa depan. Kami hanya mengarahkan ke sekolah
Katolik dan kalau memungkinkan sampai S1 supaya kelak tidak tergantung
pada orangtua. Berkaitan dengan pendidikan iman anak, kami mendorong
anak mengikuti sekolah minggu, mengikuti misa di Gereja, menjadi misdinar,
dan diajak berdoa bersama dalam keluarga. Namun sebagian anak kami
sekolah di sekolah negeri favorit. Selain ada pelajaran agamanya yang bagus,
pilihan ini juga bertujuan agar mereka lebih mudah masuk ke perguruan tinggi
negeri. Pengalaman putri kami yang sekolah si sekolah swasta, selain sulit
masuk perguruan tinggi negeri, sekolah Katolik justru kurang memperhatikan
kebersamaan dan kegiatan-kegiatan yang mengikat satu dengan yang lain,
meskipun tidak semua sekolah swasta melakukan hal yang sama’.
Informan 4 mengatakan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
‘... keluarga kami sudah berusaha untuk menyekolahkan semua anak. Kedua
putri kami sudah sukses. Sementara sebagian anak kami yang putra lebih
memilih untuk menyalurkan hobi memelihara burung daripada sekolah.
Sementara pendidikan iman sejauh ini kami terus menghimbau agar ke gereja
pada hari Minggu namun belum direspon, apalagi lingkungan sangat
mempengaruhi kehidupan anak-anak dewasa ini. Pada prinsipnya kami
memberi kebebasan kepada anak-anak dalam memilih sekolah dan memberi
kepercayaan dan tanggungjawab kepada mereka untuk menyelesaikan
studinya. Namun terkadang anak kurang bertanggung jawab dengan
kepercayaan yang kami berikan, sehingga mendapat prestasi yang kurang
memuaskan ataupun harus mengulang mata kuliah’.
Sedangkan informan 5 menjawab dengan sangat sederhana. Mereka mengatakan:
‘... kami ingin anak-anak kami dapat sekolah dan sukses. Anak kami sekolah
di sekolah negeri karena pertimbangan jaraknya dekat dan biayanya juga
murah. Dalam satu sekolah semua Islam kecuali anak kami. Tapi bersyukur,
kehadiran anak kami diterima baik oleh para guru dan siswa/siswi di sekolah
tersebut. Anak kami mengambil bagian dalam memimpin doa secara Katolik.
Kami menanamkan hidup doa sejak usia dini dengan melatih berdoa,
membacakan cerita-cerita orang kudus, mengajak berdoa bersama dan
mengajak ke Gereja. Kami membabtis anak-anak satu bulan setelah lahir.
Anak-anak kami, berusaha melakukan hal-hal yang baik agar tidak
mengecewakan orangtua. Kami selalu berusaha menjadi teladan bagi anakanak’.
5) Bagaimana Keluarga Katolik Membangun Komunikasi dengan Anggota
Keluarga dan Masyarakat di Sekitar?
Informan 1 mengatakan:
‘...keluarga kami sudah dibiasakan untuk terbuka. Ibu (istri) selalu memberi
berkat kepada anak-anak sebelum berangkat ke sekolah atau ke kantor dan
mengingatkan mereka agar hati-hati di sekolah. Kami saling bertukar pikiran,
ngobrol antara orangtua dan anak-anak atau bercerita tentang situasi di kantor
atau sekolah. Kemudian komunikasi dengan keluarga besar melalui telepon
selalu kami lakukan dua atau tiga bulan sekali. Keluarga kami juga selalu
menjalin komunikasi dengan masyarakat sekitar dan terlibat aktif dalam setiap
kegiatan yang ada di RT atau Dukuh. Selama ini tidak mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi’.
Informan 2 mengatakan:
‘...kami saling memberi perhatian dan saling mendukung, terutama untuk
menemukan solusi bila ada masalah. Ketika salah paham, kami berusaha
menarik diri sejenak agar pikiran menjadi lebih tenang. Dengan mendiamkan
diri sejenak Tuhan akan berbicara dan memberikan solusi terbaik. Komunikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
dengan anak-anak biasanya pada waktu makan bersama karena suasananya
lebih hidup, dan di saat menemani belajar.Komunikasi dalam keluarga tidak
ada hambatan, kecuali dengan keluarga besar, terutama karena keyakinan yang
berbeda. Demikian juga dengan masyarakat sekitar masih lancar. Kami selaku
orangtua selalu mengajak anak-anak untuk terlibat dalam kegiatan masyarakat,
saling memberi perhatian, menyapa, menghargai satu dengan yang lain adalah
kunci menjalin komunikasi yang baik dengan masyarakat setempat’.
Informan 3 mengatakan:
‘...relasi dalam keluarga ini berjalan lancar, terlebih setelah kehadiran cucu
kami sukacita dalam keluarga semakin bertambah. Kami saling diskusi,
bercanda satu sama lain. Saat sedang berjauhan, kami tetap saling telpon.
Ketika salah satu anggota keluarga mengalami masalah menjadi kebiasaan
untuk saling terbuka menceritakan masalah yang dihadapi. Sementara
komunikasi dengan masyarakat sekitar selama ini baik dan lancar. Meskipun
sudah beberapa kali pindah rumah dan hidup di tengah masyarakat yang
berbeda keyakinan tetapi kami berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan
baru. Bagi kami, senyum, sapa dan perhatian adalah kunci untuk menjalin
relasi dengan masyarakat seperti yang diajarkan oleh orangtua. Kami selalu
terbuka untuk menerima tamu ataupun siapa saja yang datang ke rumah ini.
Informan 4 mengatakan:
‘...anggota keluarga kami ada yang banyak berbicara, ada juga yang pendiam.
Saya (suami) jarang berbicara dan ada anak-anak juga ada yang jarang
berbicara, berbeda dengan ibu. Situasi ini menimbulkan suasana kurang
nyaman tetapi komunikasi tetap mengalir karena saling mengerti dan
memahami setiap pribadi, baik antara orangtua maupun anak dan berusaha
untuk saling terbuka dalam menghadapi persoalan atau langsung
menyelesaikan bila terjadi dalam keluarga. Komunikasi dengan masyarakat
baik. Kami selalu terlibat dalam kegiatan RT dan kegiatan masyarakat lainnya.
Keluarga memiliki sikap terbuka bagi sesama, saling menghargai dan
menghormati satu dengan yang lain’.
Informan 5 mengatakan:
‘....kami selalu mengajak anak-anak ngobrol, santai sambil nonton TV. Kami
memberi nasihat pada anak-anak pada saat santai, sehingga suasana
kekeluargaan tetap baik. Komunikasi dengan cara saling memberi perhatian.
Komunikasi keluarga dengan masyarakat sekitar baik, saling membantu dan
menghormati. Kami selalu ikut kegiatan di masyarakat, kecuali bertepatan
dengan waktu kerja. Karena kerjaannya Bapa dan anak kami masih kontrak
maka harus berusaha untuk selalu masuk dan taat aturan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
6) Bagaimana Keluarga Katolik Menyikapi Perbedaan antara Cita-Cita
Anak dan Keinginan Orangtua?
Informan 1 mengatakan:
‘...awalnya kami sedikit memaksakan harapan kami, terutama keinginan agar
anak menjadi pemain bola, sehingga kami menyuruh untuk mengikuti kursus
main bola. Tetapi keinginan kami ternyata berbeda dengan minat anak karena
pada saat kuliah dan kerja anak lebih berminat pada desain grafis. Secara
otodidak mereka juga belajar elektronik dan mesin. Melihat minat anak seperti
ini, kami berusaha untuk mendukung, terutama membeli perlengkapan yang
dibutuhkan anak untuk mengembangkan keterampilannya’.
Informan 2 mengatakan:
‘...anak-anak kami masih kecil, jadi belum kelihatan kemauan mereka. Sejauh
ini, anak-anak mudah diajak berbicara. Kalau Maria (anak sulung) sudah
kelihatan ingin menjadi Suster, ingin terlibat aktif dalam kegiatan Gereja.
Terlibat dalam kegiatan di lingkungan (koor, doa, dll). Mengikuti sekolah
Minggu, bahkan sesudah menerima komuni pertama ingin menjadi Putri Altar.
Sekarang masih dalam proses latihan. Jadi soal cita-cita belum menjadi
perhatian dalam keluarga kami, semuanya diserahkan kepada cita-cita mereka.
Informan 3 mengatakan:
‘...pengalaman keluarga kami, cita-cita anak selalu berbeda dengan orangtua.
Misalnya dalam memilih sekolah dan fakultas, menurut kami orangtua jurusan
itu sudah baik tapi bagi anak jurusan yang dipilih kami orangtua tidak sesuai
dengan minat anak. Oleh sebab itu, kami memberikan kebebasan kepada anak
untuk menentukan cita-cita dan kami sebatas mendukung saja. Artinya, kami
orangtua tetap bertanggungjawab untuk memberi perhatian, dukungan kepada
anak atas pilihannya’.
Informan 4 mengatakan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
‘....keluarga kami berusaha menghadapi anak-anak yang berbeda cita-cita
dengan penuh kesabaran. Saya (istri) sudah mengenal kemauan anak-anak
yang berbeda. Kami sebagai orangtua tetap bertanggungjawab mendampingi
dan mengarahkan mereka terutama yang masih di bangku sekolah’.
Informan 5 mengatakan:
‘...kami beryukur, anak-anak kami selama ini bisa diajak bicara dan diatur,
termasuk dalam memilih sekolah. Anak-anak memahami keadaan di dalam
keluarga karena kami selalu memberitahu mereka bahwa kita orang tak
punya’.
7) Bagaimana Keluarga Katolik Membangun Hidup Doa dan Menggereja?
Informan 1 mengatakan:
‘...keluarga kami jarang doa bersama, termasuk waktu untuk makan bersama.
Doa bersama hanya Anjelus, sedangkan doa makan dan doa malam dilakukan
sendiri-sendiri. Berangkat ke Gereja sekali-sekali bersama-sama kalau tidak
sibuk, tetapi anak-anak lebih memilih untuk mencari suasana baru di Paroki
lain, kadang ikut teman-teman. Keluarga kami mengalami hambatan untuk
doa bersama dalam keluarga, termasuk makan bersama semakin susah karena
adanya kesibukan masing-masing’.
Pengalaman informan 2 berbeda dengan informan sebelum. Mereka mengatakan:
‘...kami mengajarkan anak-anak untuk berdoa saat bangun pagi, makan,
belajar dan sebelum tidur. Kami sebagai orangtua memberi teladan,
mengingatkan anak-anak untuk berdoa. Kami memberi berkat kepada anakanak sebelum tidur dan berangkat ke sekolah. Doa rosario bersama dalam
keluarga setiap malam minggu sudah berjalan meskipun masih bolong-bolong.
Kami juga membiasakan diri mengikuti misa harian, hari minggu dan hari
raya lainnya secara bersama. Setiap pulang Gereja, pasti saling bertanya
tentang bacaan-bacaan dan kotbah Romo. Kami membiasakan diri untuk misa
pagi, bukan karena dorongan orangtua tetapi dorongan putri kami. Kami
sebagai orangtua sangat mendukung, mengikuti kemauan anak karena bagi
kami ini adalah hal yang baik, demi perkembangan iman anak. Kami selalu
sadar bahwa doa adalah sumber kekuatan dalam keluarga. Hambatan bagi
kami adalah masalah waktu yang kurang pas, terkadang banyak tugas yang
harus diselesaikan, kegiatan-kegiatan lingkungan yang cukup rutin’.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Sementara informan 3 mengatakan:
‘...kami berusaha aktif mengikuti kegiatan di lingkungan, koor dan doa
rosario. Namun berdoa bersama dalam keluarga sudah jarang dilakukan,
meskipun waktu anak-anak masih kecil masih ada doa bersama, doa rosario
bersama. Semenjak anak-anak sudah kuliah semakin susah untuk berdoa
bersama. Selaku orangtua kami tetap mengingatkan untuk berdoa. Saya
sebagai ibu memberi teladan dengan mengikuti misa setiap pagi di seminari
Kentungan. Saya selaku ibu terus berdoa agar Tuhan membuka hati anak-anak
untuk melihat dan belajar dari teladan orangtua dalam membagi waktu dengan
baik, waktu berdoa, rekreasi dan kehidupan berkeluarga. Hambatan bagi kami
waktu yang sangat terbatas, terkadang anak pulang sudah malam dengan
tugas-tugas sekolah yang harus diselesaikan. Anak-anak sudah lelah, tidak
memungkinkan untuk mengajak mereka berdoa bersama’.
Informan 4 juga memiliki pengalaman yang hampir sama dengan informan
terdahulu. Mereka mengatakan:
‘..kehidupan doa dalam keluarga kami dimulai sejak sesudah menikah. Pada
waktu anak-anak masih kecil kami selalu mengajak dan melatih untuk doa
bersama, ke Gereja dan terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani. Tapi
ketika mereka mulai terlibat dalam pergaulan dengan teman-teman justru
sangat mempengaruhi kehidupan rohaninya. Bakan salah satu anak kami
mengikuti suaminya yang beragama Hindu. Kami hanya mendoakan anakanak dan menyerahkan kepada kehendak Allah. Hambatan doa keluarga
karena kesibukan masing-masing dan kemauan setiap anak juga sangat
berbeda’.
Informan 5, mengatakan:
‘...kami melatih anak-anak untuk berdoa sejak kecil. Dengan latar belakang
keluarga yang sederhana, kami mengajak anak-anak anak untuk bersyukur
kepada Tuhan atas apapun yang diterima. Keluarga kami pernah mengalami
peristiwa kehilangan saudara kandung dari istri dan anak kandung dalam satu
hari. Saat itu kami benar-benar terpukul. Namun akhirnya kami menjadi kuat
karena berpasrah kepada kehendak Tuhan.
Pengalaman ini membuat kami semakin rajin berdoa, ke Gereja. Kami
semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, kami percaya bahwa Tuhan
mempunyai kehendak dan rencana yang indah bagi keluarga kami.Ibu dan
anak yang masih SD yang selalu berdoa bersama. Keluarga kami bersepakat
untuk selalu ke Gereja pada hari Minggu. Hambatannya adalah waktu kerja
kerja yang tidak menentu, kadang pagi kadang malam hari. Kami pernah
mengalami musibah kehilangan dua orang yang dicintai dalam sehari anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
kandung dan saudara kandungnya Ibu. Keluarga kami sangat terpukul.
Namun, Bapa yang selalu memberi kekutan kepada saya (Ibu) untuk berpasrah
kepada kehendak Tuhan. Situasi ini yang mendorong keluarga kami semakin
menyerahkan seluruh hidup kepada Tuhan’.
C. Uji Validitas
Untuk menguji validitas data atas hasil wawancara, penulis melakukan
wawancara tidak terstruktur dengan beberapa umat secara pribadi, bertepatan
dengan kegiatan latihan koor dan doa mingguan di Lingkungan St. Yohanes
Kentungan, masing-masing informan 6, 7, dan 8. Dalam wawancara tersebut
penulis tetap menggunakan pedoman wawancara yang sebelumnya digunakan
dalam melakukan wawancara dengan para informan.
1) Bagaimana Pandangan tentang Spiritualitas Keluarga Kudus?
Informan 6 menjawab:
‘menurut saya spiritualitas keluarga Kudus itu lebih mengarah pada
semangat hidup sederhana dan saling mengasihi dalam keluarga Kudus
yang patut menjadi panutan bagi semua keluarga Katolik’.
2) Apakah Keluarga Kudus Menjadi Model bagi Keluarga Katolik?
Giliran informan 7 menjawab yang diamini oleh informan 6,8 bahwa:
‘keluarga Nasaret memang menjadi model bagi keluarga kami sejak
pertama kali membangun rumah tangga. Apalagi sebelum menikah selalu
didahului dengan kursus persiapan perkawinan, di mana salah satu
materinya berbicara tentang keluarga Kudus. Salah satunya adalah sikap
hidup saling berbagi, membangun komunikasi dengan sesama,
membangun hidup doa, dan membangun suasana keluarga yang
harmonis’.
3) Bagaimana dengan Pengelolaan Keuangan Keluarga?
Dari ketiga informan tersebut masing-masing menjawab:
‘pendapatan kami dari usaha warung di rumah, dari usaha angkringan dan
kos-kosan, serta dari gaji sebagai dosen’.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Ketiganya mengakui bahwa dalam mengelola keuangan
mengedepankan hidup sederhana dan berusaha untuk
mengutamakan kebutuhan daripada keinginan.
selalu
selalu
4) Bagaimana Tanggung Jawab terhadap Pendidikan dan Perkembangan
Iman Anak?
Jawab ketiga informan:
‘anak kami masih kecil tetapi sejak dini sudah ditanamkan nilai-nilai Kristiani.
Kami selalu melatih anak-anak untuk berdoa sebelum makan atau tidur dan
selalu diikutkan untuk mengikuti perayaan misa di gereja’’
5) Bagaimana Membangun Komunikasi Dalam Keluarga dan Masyarakat?
Ketiga informan saling menimpali dan hampir senada:
‘selama ini tidak ada kesulitan bagi kami untuk membangun komunikasi
dengan sesama karena keluarga karena sejak awal dibiasakan untuk
menjalin hubungan sosial dengan masyarakat sekitar. Selain itu, kami
selalu mengkuti kegiatan di lingkungan atau dukuh secara aktif dan
berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan’.
6) Bagaimana Menyikapi Perbedaan antara Cita-Cita Anak dengan
Harapan Orangtua?
Ketiga informan memiliki pendapat yang sama:
‘meskipun anak-anak kami masih kecil tetapi sejak awal kami berniat
untuk menyerahkan semua keputusan kepada anak-anak. Kami hanya
menjadi pengarah, membimbing dan memberi pertimbangan agar mereka
nanti tidak salah dalam menentukan pilihan atau cita-cita. Menurut kami
bahwa saat ini adalah memahami bakat anak-anak dan menyiapkan dana
untuk membiayai pendidikan anak sesuai dengan cita-cita mereka’.
7) Bagaimana Hidup Doa dan Menggereja serta Hambatannya bagi
Keluarga?
Ketiga informan mengakui:
‘doa merupakan hal penting bagi kita. Tetapi seringkali kami tidak dapat
melakukan itu bersama keluarga karena berbagai kesibukan pekerjaan.
Apalagi dalam kondisi fisik yang sudah lelah karena bekerja seharian kami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
kadang berdoa masing-masing sebelum tidur. Tapi ke gereja pada hari
Minggu selalu menjadi perhatian keluarga kami’.
D. Pembahasan
1. Pandangan Keluarga Katolik tentang Spiritualitas Keluarga Kudus
Spiritualitas dapat diartikan sebagai hidup berdasarkan kekuatan roh
Kudus yang mengembangkan iman, harapan dan cinta kasih, atau sebagai sebuah
usaha mengintegrasikan segala segi kehidupan yang bertumpu pada iman akan
Yesus Kristus yang diwujudkan melalui pengalaman iman Kristiani dalam situasi
konkrit (Heuken, 1995: 277). Spiritualitas juga dimengerti sebagai hal yang paling
fundamental, yakni kekuatan hidup yang harus menciptakan kehidupan yang
kudus. Manusia hidup dan dipanggil untuk berbagi energi kehidupan yang
diperoleh dari energi Ilahi yang bersumber pada Allah (Darminta, 2007:63).
Dalam tulisan lain bahwa spiritualitas sejati terwujud dalam kehidupan sosialbudaya, ekonomi dan politik, yang memampukan manusia untuk bertahan dalam
mewujudkan tujuan dan pengharapannya serta berusaha untuk mencari dan
mengenal jalan-jalan Allah (Banawiratma, 1990:57).
Dari hasil penelitian, hampir semua informan mengatakan, ‘.....semangat
hidup keluarga Kudus adalah hidup sederhana, saling memaafkan, saling berbagi
dengan sesama yang kekurangan, saling melindungi, menjaga rahasia keluarga
agar tidak diketahui oleh orang lain, menyimpan semua perkara dalam hati dan
kehidupan keluarga yang religius, kehidupan sosial masyarakat yang baik’. Ada
juga informan yang lebih tertarik pada tokoh Yesus Maria dan Yosef sampai
anak-anaknya diberi nama Maria, Yosef dan Kristo/Yesus. Sementara jawaban
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
dari informan terakhir, yang merupakan keluarga sederhana, justru sangat relevan
dengan konteks pertanyaan penulis, menurut mereka, ‘...keluarga Kudus adalah
keluarga yang suci dan taat pada kehendak Allah’. Sedangkan beberapa informan
yang diminta pendapatnya tentang hal ini juga menjawab bahwa, ‘...spiritualitas
keluarga Kudus itu lebih mengarah pada semangat hidup sederhana dan saling
mengasihi dalam keluarga Kudus yang patut menjadi panutan bagi semua
keluarga Katolik’.
Dari pendapat di atas, sebenarnya ada temuan menarik, yakni jawaban
salah satu informan yang pemaknaan spiritualitas keluarga Kudus justru berangkat
dari pengalaman hidup keluarganya. Pemahaman informan ini tentang spiritualitas
keluarga Kudus bahkan melampaui pengetahuannya sendiri, di mana justru
mengarah pada ketaatan pada kehendak Allah atau dapat dikatakan searah dengan
pendapat Heuken (1995) bahwa spiritualitas dapat diartikan sebagai hidup
berdasarkan kekuatan Roh Kudus yang mengembangkan iman, harapan dan cinta
kasih, atau sebagai sebuah usaha mengintegrasikan segala segi kehidupan yang
bertumpu pada iman akan Yesus Kristus yang diwujudkan melalui pengalaman
iman Kristiani dalam situasi konkrit atau hidup berdasarkan kekuatan Roh Kudus.
Oleh karena itu, pandangan para informan yang bervariasi tentang spiritualitas
keluarga Kudus dan bahkan jauh dari arti yang sebenarnya mencerminkan adanya
keterbatasan pemahaman keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan
tentang makna substansial spritualitas keluarga Kudus itu sendiri.
Namun demikian, dari keseluruhan jawaban informan menunjukkan bahwa
keluarga Katolik di lingkungan itu masih cenderung terjebak pada hal-hal lahiriah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
terutama tindakan yang dilakukan oleh para tokoh dalam keluarga Kudus. Hal ini
juga menandakan bahwa hampir semua keluarga di lingkungan itu belum
memiliki pemahaman yang utuh dan mendalam tentang spritualitas keluarga
Kudus.
Sementara semangat yang dihidupkan oleh tokoh Yesus, Maria dan Yosef
justru lebih mengarah pada sikap hidup yang mengandalkan kekuatan dari Tuhan,
sikap hidup penuh penyerahan diri kepada kehendak Allah. Dalam hal ini Roh
Kudus menjadi kekuatan hidup yang menciptakan kehidupan yang kudus yang
memampukan manusia untuk berbagi energi kehidupan yang diperoleh dari energi
Ilahi yang bersumber pada Allah.
Di pihak lain, minimnya pemahaman akan spiritualitas keluarga Kudus
oleh keluarga Katolik setidaknya sangat mempengaruhi pola hidup sehari-hari,
khususnya dalam membangun keluarga seturut ajaran Kristiani. Merebaknya isu
keretakan rumah tangga di kalangan sebagian keluarga Katolik, setidaknya
menjadi salah satu tanda bahwa belum semua keluarga Kristiani memiliki
semangat untuk berserah pada kehendak Allah. Oleh karena itu, peran pemimpin
umat
adalah
berupaya
untuk
menanamkan
dan
menumbuhkembangkan
spiritualitas keluarga Kudus di setiap keluarga. Ada hal menarik yang dapat
menjadi pintu masuk bagi pemimpin umat dalam menginternalisasikan
spiritualitas keluarga Kudus, yakni hampir semua keluarga Katolik di Lingkungan
St. Yohanes Kentungan memiliki keinginan yang besar menjadi keluarga yang
ideal seperti keluarga Kudus. Dengan demikian, spiritualitas keluarga Kudus akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
semakin nyata dalam kehidupan konkrit, baik dalam membangun keluarga
maupun dalam membangun gereja dan bangsa.
2. Cara Hidup Keluarga Kudus menjadi Model bagi Keluarga Katolik
Keluarga Kudus merupakan contoh yang senantiasa relevan sampai pada
realitas hidup keluarga di zaman sekarang. Oleh sebab itu, keluarga Kudus
Nasaret sendiri menjadi model yang sempurna, terutama mengenai kesatuan hati,
saling memahami, ketaatan dan penyangkalan diri bagi yang lain. Bunda Maria
dan Santu Yosef digambarkan sebagai dua pribadi yang disatukan dan diarahkan
kepada Yesus. Dalam tulisannnya, Barthier mengungkapkan bahwa hati mereka
disatukan kepada Yesus, mengarah kepada (sikap) takut akan Allah, untuk
menyampaikan rasa terima kasih mereka atas pengampunan dosa dan penebusan
umat manusia, sehingga kemuliaan Tuhan tinggal dalam hati Maria dan Yosef.
Yesus, Maria dan Yosef dengan cara yang paling tinggi menaruh hormat dan
berpasrah kepada Allah Bapa dalam Roh dan kebenaran (Yoh 4:24)
(Sutrisnaatmaka, 1999: 240-246). Oleh karena itu, setiap orang Kristiani yang
hendak membangun keluarga, hendaknya belajar dari Keluarga Kudus Nazaret.
Menjadi teladan berarti seluruh kehidupan keluarga Yosef, Maria dan Yesus ditiru
keteladanannya dalam hal iman, harapan dan kasih serta berpasrah kepada
kehendak Allah. Keluarga kudus Nazaret adalah guru iman dan guru dalam
kehidupan berkeluarga ( Hello, 2016:13).
Sementara hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian keluarga
Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan umumnya memiliki keyakinan
bahwa keluarga Kudus memang pantas dan patut menjadi model bagi setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
keluarga Katolik dalam membangun rumah tangga, meskipun implementasi dalam
kehidupan keluarga masih dihadapkan dengan berbagai kendala dan tantangan.
Menurut para informan umumnya mengatakan, ‘...hidup keluarga Kudus sejak
awal menjadi model bagi keluarga kami, terutama dalam hal kesederhaan, saling
berbagi di antara anggota keluarga dan sesama di sekitar, rendah hati, dan selalu
menghadiri misa untuk mendengarkan sabda Tuhan’. Selain itu beberapa
informan mengatakan, ‘...prinsip dasar yang dihidupkan dalam keluarga Kudus
yakni cinta kasih, saling mengampuni, saling memperhatikan di antara anggota
keluarga dan sikap saling melayani dengan tulus’. Sedangkan informan 5 sendiri
meniru contoh hidup keluarga Kudus, sebagaimana dikatakan, ‘....kami selalu
bersyukur atas apapun yang diberikan oleh Tuhan, seperti yang diwariskan oleh
Mbah Uti dan Kakung “tidak boleh neko-neko. Ikut jalan yang lurus. Harus ingat
Tuhan Yesus selalu menyertai kita, Tuhan selalu melihat perbuatan yang kita
lakukan. Oleh karena itu, dalam keluarga selalu berusaha untuk saling menghargai
dan mamahami di antara suami istri maupun dengan anak-anak’. Demikian pula
dengan uji validasi terhadap beberapa informan terungkap, ‘...keluarga Nasaret
memang menjadi model bagi keluarga kami sejak pertama kali membangun
rumah tangga. Salah satunya adalah sikap hidup saling berbagi, membangun
komunikasi dengan sesama, membangun hidup doa, dan membangun suasana
keluarga yang harmonis’.
Dari pendapat para informan di atas jelas terlihat bahwa upaya keluarga
Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan untuk mengikuti contoh kehidupan
keluarga Kudus memang sudah nampak dalam tindakan nyata sehari-hari. Namun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
demikian, upaya yang dilakukan itu belum menyentuh hal substansial atau utama
dari model yang ditawarkan oleh keluarga Kudus sendiri, yakni memusatkan
semua perhatian kepada Allah sebagaimana ditunjukkan oleh keluarga Kudus
melalui cara yang paling tinggi, yakni menaruh hormat dan berpasrah kepada
Allah Bapa dalam Roh dan kebenaran (Yoh 4:24).
Komitmen Maria pun jelas terungkap dalam perkataannya ketika
menerima kabar dari Malaikat Gabriel, ”Sesungguhnya aku ini adalah hamba
Tuhan, jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu” (Luk 1:38). Komitmen Yosef,
”sesudah bangun dari tidurnya, ia berbuat seperti apa yang dikatan Yesus
kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai istrinya”(Mat 1:24). Dalam konteks
kehidupan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan sendiri,
komitmen untuk taat pada kehendak Allah masih menjadi sebuah usaha yang
panjang, belum final sebagaimana diungkapkan oleh beberapa keluarga bahwa hal
itu membutuhkan iman yang besar.
Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat dipahami bahwa hampir
semua keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan berusaha untuk
mengikuti tindakan dari keluarga Kudus atau dengan kata lain terjebak dalam
‘ilusi perilaku’ tokoh keluarga Kudus. Selanjutnya sikap keluarga di lingkungan
tersebut lebih mengarah pada usaha untuk membangun hubungan dengan sesama
di sekitar, baik dengan istri, suami dan anak-anak maupun dengan masyarakat di
sekitarnya. Demikian halnya dengan sikap orangtua yang menerima kenyataan
hidup dan tetap semangat di tengah terpaan masalah keluarga semacam itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
merupakan salah satu bukti bahwa kekuatan atau daya ilahi selalu diberikan oleh
Roh Kudus bagi mereka untuk menanggapi berbagai persoalan hidup.
Adanya sikap yang digambarkan di atas setidaknya merupakan cerminan
bahwa keluarga tersebut mengikuti tindakan yang dilakukan keluarga Kudus yang
berusaha untuk menyimpan semua hal
di dalam hati, bukan menghayati
spiritualitas keluarga Kudus. Menyimpan dalam hal ini bukan semata-mata
berpasrah kepada Tuhan tetapi bisa juga untuk menyembunyikan suatu hal yang
buruk. Padahal yang dimaksudkan di sini adalah menghindarkan tindakan tercela
dari keluarga dengan melalui cara hidup yang selaras dengan jalan Allah, yang
dikokritkan dengan senantiasa bertekun dalam doa. Sementara hasil observasi
menunjukkan bahwa keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes belum berhasil
memotivasi kaum muda untuk terlibat dalam kegiatan doa lingkungan. Akibatnya,
anak muda yang sebenarnya menjadi pelopor hidup berkomunitas justru
menghilang dan akhirnya orangtua yang lebih banyak mengambil peran dalam
berbagai kegiatan rohani.
Namun demikian, keinginan yang besar keluarga Katolik di Lingkungan
St. Yohanes untuk menjadikan keluarga Kudus sebagai model dalam membangun
keluarga patut diberi apresiasi. Namun, menjadikan keluarga Kudus sebagai
teladan (Hello, 2016) berarti seluruh kehidupan dan keteladanan keluarga Yosef,
Maria dan Yesus ditiru, terutama dalam hal iman, harapan dan kasih serta
berpasrah kepada kehendak Allah. Dengan demikian komitmen untuk doa
bersama, makan bersama, dan bercanda di antara anggota keluarga, yang selama
ini dihalangi dengan kesibukan masing-masing harus dibangun kembali. Dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
semangat tersebut keluarga Katolik akan mampu membangun keluarga seturut
contoh yang ditunjukkan oleh keluarga Kudus Nasaret.
3. Pengelolaan Pendapatan dan Pengeluaran Dalam Keluarga Katolik
Yesus dibesarkan dalam keluarga Maria dan Yosef, sehingga keluarga
Kudus Nasaret menjadi gambaran historitas Yesus, sejak kanak-kanak sampai Ia
tampil di muka umum. Sewaktu-waktu mereka juga harus memikirkan bagaimana
memenuhi kebutuhan sehari-hari; tidak hanya makanan, pakaian, peralatan,
melainkan juga kepuasan, kesenangan, kegembiraan, saling menolong. Oleh
karena itu, setiap keluarga memiliki hak untuk mengembangkan diri dan
memajukan kesejahteraannya tanpa harus dihalangi oleh negara (Wignyasumarto,
2007).
Keluarga Katolik sejak awal diajari untuk hidup dalam semangat
sederhana, sebagaimana diwariskan oleh keluarga Kudus Nasaret. Santu Yosef
yang bekerja sebagai tukang kayu adalah contoh bahwa kerja dan materi adalah
bagian penting dalam kehidupan keluarga. Akan tetapi secara lugas pesan yang
disampaikan Yosef melalui cara hidupnya bahwa materi bukan menjadi tujuan
utama dalam bekerja, tetapi menjadi alat untuk memenuhi pelbagai kebutuhan
manusiawi mulai dari kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan), kebutuhan
rasa aman, kebutuhan untuk mencinta serta dicintai, kebutuhan akan harga diri
sampai dengan kebutuhan aktualisasi diri. Hal ini kemudian meenginspirasi
A.H. Maslow, seorang psikolog Amerika Serikat untuk membagi kebutuhan
manusia dalam beberapa kategori (Hommes, 2009: 137).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Dalam membangun keluarga Kudus, Yosef dan Maria membangun sikap
kesederhanaan dalam hidupnya. Dengan hidup sederhana, Yosef dan Maria
menjadi pendidik yang berdaya guna. Hal ini juga menjadi daya tarik bagi
keluarga Katolik untuk meneladani sikap hidup Maria dan Yosef, dalam
membangun keluarga Kristiani sejati (Nugroho, 2012:6-7).
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh penulis menunjukkan bahwa
hampir semua keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan memiliki
pekerjaan, baik pekerjaan yang menghasilkan pendapatan besar maupun pekerjaan
serabutan yang sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada
umumnya para informan mengatakan, ‘...pendapatan keluarga yang diperoleh dari
kos-kosan, gaji dan berbagai hasil usaha yang digunakan secara cermat dengan
prinsip mengutamakan kebutuhan paling mendesak dan menabung serta
menempatkan kebutuhan yang kurang penting pada urutan yang terakhir.
Berapapun pendapatan yang diperoleh harus dikelola dengan baik dan patut
disyukuri atas semuanya itu. Dengan prinsip tersebut, maka pengelolaan keuangan
keluarga tidak mengalami hambatan apalagi prinsip dasar pengelolaan keuangan
adalah mengutamakan kebutuhan yang mendesak dan menabung’. Hal senada
juga diungkapkan oleh beberapa informan dalam uji validitas, yang mengatakan,
‘...pendapatan kami dari usaha warung di rumah, dari usaha angkringan dan koskosan, serta dari gaji sebagai dosen. Dalam mengelola keuangan kami selalu
mengedepankan hidup sederhana dan berusaha untuk selalu mengutamakan
kebutuhan daripada keinginan’.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Hal ini menunjukkan bahwa keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes
Kentungan umumnya memiliki pekerjaan, meskipun sebagian kecil hanya bekerja
serabutan dengan penghasilan yang relatif kecil. Menurut pengamatan dan
pengalaman langsung penulis selama ini bahwa besar kecilnya pendapatan turut
mempengaruhi keaktifan umat di lingkungan atau pun paroki. Keluarga yang
berpenghasilan rendah cenderung menarik diri atau tidak terlibat aktif dalam
lingkungan karena sibuk bekerja atau mencari pekerjaan sampingan. Sedangkan
keluarga yang memiliki penghasilan yang cukup, selain relatif lebih aktif di
lingkungan, juga cenderung lebih mudah untuk mengelola pendapatan mereka.
Kondisi pendapatan yang bervariasi demikian, tentu menjadi bagian dari
perjuangan setiap keluarga, khususnya keluarga yang berpendapatan rendah untuk
mengelola secara bijaksama agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan anggota
keluarga secara baik. Oleh karena itu, semangat yang harus dikembangkan di sini
adalah hidup sederhana dan mendahulukan kebutuhan, bukan keinginan dan gaya
hidup mewah.
Dari perspektif spiritualitas keluarga Kudus bahwa keteladanan Maria dan
Yosef yang hidup sederhana setidaknya sudah diikuti oleh keluarga Katolik di
Lingkungan St. Yohanes Kentungan, terutama dalam pengelolaan keuangan
keluarga. Dari hasil wawancara dengan para informan di atas ada hal menarik
yang terungkap, yakni informan pada umumnya selalu bersyukur dengan apa yang
diberikan oleh Tuhan. Terlebih informan yang merupakan keluarga sederhana
secara jujur mengatakan mereka hidup dalam suasana yang berkekurangan.
Namun demikian, bagi mereka keterbatasan materi bukan menjadi halangan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
terus berpasrah pada Tuhan, yang dibuktikannya melalui kemampuan untuk
menghadapi musibah, yakni kehilangan orang yang dicintai dalam sehari saja.
Bagi mereka, menghadapi tantangan yang sebesar itu, tidak bisa mengandalkan
materi tetapi justru iman dan hidup sederhana di depan Allah. Hal itu bahkan
sudah dibuktikan oleh Maria dan Yosef
sewaktu
menempuh perjalanan ke
Yerusalem setiap hari raya yang dilakukan dengan susah payah tanpa mengeluh,
berjalan bersama masyarakat umum yang tidak memiliki banyak harta dan
kendaraan mewah seperti masyarakat modern sekarang ini.
Hasil wawancara tersebut juga dapat dipahami bahwa salah satu aspek
yang menjadi basis bagi keluarga untuk menjalankan roda kehidupan rumah
tangga secara baik adalah pendapatan atau materi. Suatu keluarga yang memiliki
sumber penghasilan yang potensial dan cukup untuk memenuhi kebutuhan seharihari lebih dimungkinkan untuk menata hidup keluarga secara lebih baik dan
menjalankan tugas-tugas dan kewajibannya secara baik pula. Sebaliknya, keluarga
yang tidak memiliki sumber penghasilan atau kekurangan materi akan mengalami
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Kondisi kesejahteraan demikian
setidaknya menjadi penyebab bagi keluarga Katolik untuk cenderung melalaikan
tugas dan kewajiban di kelompok maupun paroki karena sibuk untuk mencari
penghasilan tambahan guna menambah pendapatan keluarga.
Dalam konteks kehidupan keluarga Katolik kekinian, materi tetap menjadi
hal yang penting dalam membangun keluarga. Dengan kata lain, pendapatan
memiliki hubungan erat dengan keaktifan suatu keluarga dalam berkomunitas atau
bergereja. Akan tetapi yang menjadi keutamaan bagi keluarga Katolik adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
menempatkan materi sebagai hal yang bukan satu-satunya menjadi jaminan bagi
suatu keluarga lebih beriman kepada Allah kalau tanpa usaha untuk hidup
sederhana dan berbagi dengan sesama yang berkekurangan. Kemampuan keluarga
untuk hidup sederhana dan berbagi itulah merupakan gambaran nyata sejauh mana
penghayatan spiritualitas keluarga kudus dalam keluarga tersebut.
Kemudian pengalaman iman dalam menjalankan hidup keluarga seperti ini
setidaknya diamalkan oleh Keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes
Kentungan. Hidup penuh materi maupun berkekurangan tidak menjadi halangan
bagi mereka untuk tetap setia dalam menjalankan panggilan untuk mencari jalan
Allah. Hal ini menunjukkan bahwa spiritualitas keluarga Kudus Nasaret
senantiasa relevan dalam setiap derap perjuangan keluarga-keluarga Katolik
sejagat sampai di jaman modern sekarang ini.
Hal menarik dari hasil pengamatan penulis bahwa hampir sebagian besar
keluarga Katolik yang menjadi informan memiliki mobil, motor dan tempat
tinggal yang layak huni. Namun demikian, keluarga-keluarga ini tetap
menampilkan kehidupan yang sederhana. Fasilitas yang dimiliki seringkali
menjadi sarana untuk memperlancar kehidupan keluarga dalam menjalankan
berbagai aktivitas. Hal yang menarik dari para informan ini adalah sikap saling
berbagi dan kesiapsediaan untuk menolong sesama, misalnya ketika ada rekreasi,
ziarah lingkungan, dan kunjungan orang untuk sakit kendaraan yang dimiliki
tersebut selalu digunakan menjadi sarana pelancar bagi komunitas tersebut dalam
kegiatan-kegiatan semacam itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
4. Tanggung
Jawab
Keluarga
Katolik
Terhadap
Pendidikan
dan
Pengembangan Iman Anak
Hal yang paling utama dalam keluarga Kudus adalah pendidikan
kerohanian, doa bersama, melakukan kewajiban agama. Hal itulah yang
mondorong Yusuf dan Maria untuk mengajak Yesus ke Yerusalem pada hari raya
paskah. Hidup Yesus sendiri dibaktikan bagi pelayanan kepada kehendak Bapa
yaitu pewartaan kerajaan Allah. Pewartaan Injil-Nya terungkap nyata dalam
pelayanan kepada sesama manusia, terutama bagi yang miskin dan tersingkir dari
masyarakat. Dikatakan bahwa “Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan dan
menurut kebiasaan-Nya pada hari sabat Ia masuk ke rumah-rumah ibadat, lalu
berdiri hendak membaca dari Alkitab (Komisi Kerasulan Kitab Suci KAS
2016:15).
Sementara pendidikan tidak terbatas pada pendidikan formal di sekolah
tetapi dapat juga dalam bentuk didikan dari orangtua sebagaimana dalam (Ams.,
13:1) bahwa “anak yang bijak mendengarkan didikan ayahnya (KGK Art.2216).
Oleh karena itu, kewajiban orangtua adalah mengupayakan pendidikan anak
karena hal itu adalah begitu penting sehingga sulit untuk digantikan (GE 3). Hak
maupun kewajiban orangtua mendidik anak bersifat kakiki (KGK Art.2221).
Orangtua adalah orang-orang pertama yang bertanggungjawab atas pendidikan
anak-anaknya. Bapa suci Yohanes Paulus II berkata, keluarga merupakan tempat
pertama panggilan kristiani dinyatakan. Keluarga adalah tempat partisipasi orang
tua dalam misi imamat Kristus sendiri dinyatakan dalam derajatnya yang paling
tinggi (Eminyan, 2001:236). Di samping itu, keluarga Katolik merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
lingkungan pendidikan primer bagi setiap orang Kristiani, di mana anak
memperoleh dasar-dasar keterampilan (sensomotorik), dasar-dasar kecerdasan
(bahasa, alam pikiran) dan dasar-dasar nilai hidup (agama, adat, tata kelakuan).
Keluarga memberikan penghiburan, perlindungan serta pertolongan. Penghiburan
setelah pulang dari sekolah atau pekerjaan. Perlindungan dan keamanan terhadap
ancaman dari luar (Hommes, 2009:137).
Dari hasil penelitian di Lingkungan St. Yohanes Kentungan umumnya
para informan mengatakan, ‘...pendidikan dan kemajuan iman anak merupakan
hal yang penting. Oleh sebab itu, mengembangkan iman anak telah dimulai sejak
TK dan SD dengan cara mendorong anak-anak untuk mengikuti sekolah minggu,
mendampingi secara langsung saat belajar. Selain itu, perhatian pada pendidikan
anak di usia dini dan pendampingan dalam pengembangan iman juga dilakukan
dengan cara membiasakan mereka untuk berdoa bersama, ke gereja bersama, aktif
dalam doa lingkungan. Semua yang dilakukan pada informan bertujuan agar anakanaknya dapat sekolah dan sukses serta menjadi orang yang bertakwa pada
Tuhan’. Hal ini diperkuat lagi melalui uji validitas dengan meminta pendapat
beberapa informan lain, ‘...meskipun anak-anak kami masih kecil tetapi sejak dini
sudah ditanamkan nilai-nilai Kristiani. Kami selalu melatih anak-anak untuk
mengikuti perayaan misa di gereja’.
Dari hasil penelitian, ada hal unik yang diperoleh dari informan yang
merupakan keluarga sederhana di lingkungan itu. Berangkat dari persoalan
keterbatasan ekonomi, maka anak-anak dari keluarga ini disekolahkan di sekolah
negeri yang terdekat dengan pertimbangan biaya yang lebih murah. Ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
mengatakan, ‘....anak kami disekolahkan di SD Negeri karena lebih murah. Di
sekolah itu semua siswa beragama Islam. Namun anak kami sangat berani untuk
memimpin doa secara Katolik ketika diberi kesempatan oleh guru. Hal ini sudah
ditanamkan oleh keluarga sejak dini semangat dan hidup iman dengan melatih
berdoa, membacakan cerita-cerita orang kudus, mengajak berdoa bersama dan
mengajak ke Gereja’.
Pengalaman hidup para informan di atas setidaknya selaras dengan
pernyataan Paus Paulus II di atas yang bermakna bahwa pendidikan merupakan
hal krusial bagi anak-anak di jaman modern ini. Pendidikan tidak semata-mata
berhubungan dengan kehadiran anak di lembaga sekolah tetapi mulai dari rumah
bersama orangtua dan seisi keluarga. Hal ini memungkinkan seorang anak
bertumbuh menjadi pribadi yang unggul, yang diharapkan menjadi orang yang
mampu untuk berinteraksi dengan lingkungan secara baik di kemudian hari,
termasuk dalam urusan dengan membangun hidup yang mandiri penuh iman
kepada Allah. Dengan kata lain, setiap orang berhak untuk mendapatkan
pendidikan guna mencapai eksistensinya sebagai manusia yang mandiri dan dapat
menyumbangkan pikiran maupun karya nyata kepada kemajuan masyarakat
ataupun gereja.
Sementara tantangan bagi keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes
Kentungan dalam mengembangkan iman anak muncul setelah anak-anak mulai
sekolah SMP sampai kuliah. Berdoa atau makan bersama semakin sulit bagi
orangtua untuk diwujudkan karena anak-anak semakin sulit diatur. Kemudian
pergaulan dengan teman-teman di sekitar lingkungan juga menjadi faktor yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
menghambat upaya orangtua untuk menghidupkan kembali tradisi doa
sebagaimana diajarkan oleh keluarga Kudus Nasaret.
Dari hasil pembahasan pada bagian ini dapat dipahami bahwa pada
umumnya keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan memiliki
kesadaran akan pentingnya pendidikan dan perkembangan iman anak. Hal ini
kemudian diimplementasikan melalui tindakan nyata, yakni mendorong dan
mendampingi anak-anak untuk sekolah dan mengikuti kegiatan rohani di gereja.
Khusus untuk keluarga yang memiliki penghasilan yang cukup, cenderung
memilih sekolah favorit bagi anaknya. Sementara keluarga yang tidak memiliki
penghasilan yang besar lebih memilih sekolah yang murah. Dari hasil pengamatan
sepintas penulis bahwa ada sebagian keluarga di Lingkungan St. Yohanes
Kentungan menjadikan pilihan sekolah kepada anak sebagai indikator
keberhasilan keluarga dalam membangun rumah tangga. Bahkan ada keluarga
yang cenderung memilih sekolah anaknya pada lembaga yang terkenal dengan
asumsi bahwa lembaga tersebut akan membantu perkembangan anak menjadi
lebih cepat, khususnya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Namun demikian,
dalam konteks spiritualitas keluarga Kudus bahwa perhatian para orangtua sudah
selaras dengan apa yang dilakukan Santu Yosef dan Maria di Nasaret, yang mana
telah mendidik dan mendampingi Yesus selama masa kecil hingga remaja. Hal ini
menandakan bahwa semangat keluarga Kudus, terutama dalam hubungannya
dengan pengembangan pendidikan dan iman anak sudah dihayati hampir semua
keluarga di lingkungan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Selain hal posistif, keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes
Kentungan tidak jarang dihadapkan dengan tantangan yang membutuhkan
kesabaran dan penyerahan kepada kehendak Allah. Di satu sisi, para orangtua
menginginkan anak-anak harus sukses. Namun di sisi lain, anak-anak sendiri lebih
memilih untuk tidak sekolah karena sibuk dengan pekerjaan lain yang
dianggapnya lebih sesuai dengan minatnya. Salah satu pengalaman menarik dari
salah satu informan yang adalah seorang pensiunan salah satu Perguruan Tinggi
Swasta terkenal di Jogja, justru mengeluh bahwa ada sebagian anaknya tidak mau
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena pengaruh pergaulan
dengan teman yang kebanyakan adalah remaja putus sekolah. Meski demikian,
hampir semua keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes memiliki kesadaran
untuk menyekolahkan anak dan mengupayakan pengembangan iman anak.
Bahkan bagi mereka bahwa pendidikan dan perkembangan iman anak merupakan
bagian penting yang harus dipenuhi setiap keluarga Katolik, terutama dalam
mempersiapkan generasi muda menjadi generasi yang berkualitas dan berguna
bagi bangsa dan gereja.
5. Komunikasi Keluarga Katolik dengan Sesama Anggota Keluarga dan
Masyarakat di Sekitar
Keluarga sebagai sel masyarakat mempunyai peranan yang pertama dan
amat penting dalam mengembangkan masyarakat yang sehat. Ada tiga syarat yang
menentukan kesehatan keluarga yakni; kesatuan keluarga (monogami), kokohnya
keluarga (tak terceraikan) dan pendidikan yang dilaksanakan oleh orangtua
sebagai pendidik pertama dan utama dengan penuh tanggungjawab (Paus Yohanes
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Paulus II, art. 32). Hubungan antara keluarga dan masyarakat menuntut sikap
terbuka dari keluarga dan masyarakat untuk bekerjasama membela dan
mengembangkan kesejahteraan setiap orang. Dengan demikian identitas
kekristenan keluarga Kristiani mengandung makna bahwa keluarga sejatinya
dipanggil untuk turut serta dalam hidup dan perutusan Gereja di tengah dunia.
Keluarga Kristiani wajib mewujudkan dirinya menjadi “Gereja Mini” (Paus
Yohanes Paulus II, 1994, art. 49). Sebagaimana cara hidup jemaat perdana,
keluarga kristiani perlu memiliki komitmen yang tinggi terhadap segi iman.
Dalam perjalanan dan pergulatan hidup, hendaknya iman semakin digali unsur
wawasannya, diungkapkan atau dirayakan dalam doa, dihayati dalam hubungan
persaudaraan, diwujudkan dalam tindakan nyata, yang membawa sukacita bagi
sesama di sekitar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga Katolik di Lingkungan
St. Yohanes Kentungan umumnya mampu membangun komunikasi, baik di dalam
keluarga maupun dengan masyarakat, meskipun dalam keluarga sendiri seringkali
menghadapi banyak hambatan, terutama kesibukan masing-masing. Seperti yang
dikatakan oleh para informan, ‘...keluarga kami sudah dibiasakan untuk terbuka,
saling bertukar pikiran, ngobrol antara orangtua dan anak-anak atau bercerita
tentang situasi di kantor atau sekolah, menjalin komunikasi dengan masyarakat
sekitar dan terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang ada di RT atau Dukuh.
Komunikasi dalam keluarga belum ada hambatan. Bagi kami, senyum, sapa dan
perhatian adalah kunci untuk menjalin relasi dengan masyarakat seperti yang
diajarkan oleh orangtua. Kami selalu berusaha untuk saling memahami kebutuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
di antara anggota keluarga dan saling memberi perhatian’. Demikian pula hasil
uji validitas dengan tiga informan, ‘..selama ini tidak ada kesulitan bagi kami
untuk membangun komunikasi dengan sesama karena keluarga karena sejak awal
dibiasakan untuk menjalin hubungan sosial dengan masyarakat sekitar. Selain itu,
kami selalu mengkuti kegiatan di lingkungan atau dukuh secara aktif dan
berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan’.
Dari pendapat para informan di atas dapat dimaknakan bahwa dalam
membangun komunikasi dengan sesama di sekitar setidaknya keluarga Katolik di
Lingkungan St. Yohanes sudah mampu mencerminkan penghayatan terhadap
spiritualitas keluarga Kudus, meskipun konsep tentang spirit dimaksud ada yang
belum dipahami seperti yang terungkap di bagian awal pembahasan ini. Hal ini
merupakan hal mendasar yang harus dimiliki manusia sebagai makluk sosial, di
mana setiap orang terlibat dalam interaksi dengan orang lain, baik terjadi melalui
komunikasi maupun dalam perjumpaan sehari-hari. Dengan demikian, komunikasi
menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan keluarga Katolik di
Lingkungan St. Yohanes Kentungan, terutama dalam membangun komunitas
dalam ruang lingkup yang lebih luas.
Temuan lain dari penelitian di lapangan juga menunjukkan hal yang
menarik bahwa keluarga di Lingkungan St. Yohanes Kentungan umumnya selalu
berupaya
untuk
menjaga
keseimbangan
dalam
hidup
bertetangga
dan
bermasyarakat, termasuk dalam berkomunikasi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
budaya Jawa, yang merupakan budaya yang dianut sebagian besar umat di mana
selalu berusaha untuk tidak campur dalam urusan orang lain, meskipun dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
konteks tertentu hal ini menjadi penghambat, terutama dalam melakukan kontrol
kepada sesama umat lingkungan yang kurang aktif. Dengan demikian, umat di
lingkungan ini bahkan dipandang sebagai teladan bagi tetangga atau searah
dengan harapan Paus di atas yang mengajak seluruh keluarga Katolik agar
menjadi teladan dalam masyarakat. Dengan teladan tersebut, keluarga Katolik
akan semakin mudah untuk membangun komunikasi, terutama dengan masyarakat
yang berkeyakinan berbeda.
Sementara untuk membangun komunikasi dalam keluarga, berdasarkan
hasil wawancara para informan bahkan memulainya dengan cara yang sederhana,
yakni diwujudkan dalam bentuk saling memperhatikan dan mendukung. Menurut
mereka bahwa saling menghargai dan memberi kebebasan kepada anak-anak
untuk mengekspresikan kebutuhan mereka merupakan bentuk komunikasi yang
efektif. Bagi mereka yang berpendidikan rendah, komunikasi sama dengan
mengobrol sambil menasihati anak-anak, sambil nonton TV dan pada saat sedang
santai. Komunikasi pun bukan sekedar basa-basi tetapi harus memuat nilai saling
mendidik, menasihati, mencintai, menghargai orang lain dan saling memberi
perhatian.
Berkaitan dengan pembahasan tentang membangun komunikasi di dalam
keluarga dan masyarakat dipahami bahwa komunikasi merupakan aspek penting
di dalam kehidupan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan.
Namun dalam melakukan komunikasi, setiap keluarga memiliki strategi dan cara
yang berbeda, sesuai dengan karakter keluarga masing-masing. Namun demikian,
tidak dapat disangkal bahwa komunikasi telah berperan sangat penting dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
pembiasan nilai-nilai spiritualitas Keluarga Kudus, baik kepada seluruh anggota
keluarga dan masyarakat di sekitar. Komunikasi juga menjadi bagian dari
penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus secara konkrit.
6. Menyikapi Perbedaan antara Cita-Cita Anak dan Keinginan Orangtua
Rasa hormat dari anak-anak kepada orangtua atau sebaliknya merupakan
kecenderungan kodrati yang mempersatukan anggota keluarga satu sama lain
(KGK Art.2214, 1995:565). Penghormatan anak-anak untuk orangtuanya (kasih
sayang sebagai anak) muncul dari rasa terima kasih mereka atas kehidupan yang
diberikan oleh orangtua, sehingga memungkinkan mereka bertumbuh dalam
kebebasan, kebijaksanaan dan rahmat (KGK Art. 2216). Kasih sayang kepada
orang tua nyata dalam kepatuhan dan ketaatan yang baik “anak yang bijak
mendengarkan didikan ayahnya (Ams. 13:1) (KGK Art.2216), kasih sayang
kepada orang tua mendukung keserasian kehidupan seluruh keluarga juga
mempengaruhi hubungan antar saudara sekandung” hendaklah kamu selalu
rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjuklah kasihmu dalam hal saling
membantu” (Ef, 4:2) (KGK Art.22). Didikan orangtua begitu penting sehingga
sulit untuk digantikan (GE 3). Hak maupun kewajiban orangtua mendidik anak
bersifat kakiki (KGK Art.2221). Orangtua adalah orang-orang pertama yang
bertanggungjawab atas pendidikan anak-anaknya. Pendidikan tentang kebajikan
dimulai dari rumah dan orang mempunyai tanggungjawab yang besar, memberi
contoh yang baik kepada anak (KGK Art. 2223).
Dewasa ini, keluarga seringkali dihadapkan dengan hambatan yang tidak
kecil, termasuk dalam hal mewujudkan keinginan terhadap cita-cita dan masa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
depan anak-anaknya agar menjadi orang sukses. Di satu sisi, para orangtua tanpa
disadari terkesan memaksakan kehendak kepada anak untuk memilih lembaga
pendidikan maupun jurusan yang sesuai dengan keinginan, tanpa memberi
kesempatan kepada anak untuk memilihnya dengan kehendak bebas. Akibatnya,
anak-anak mengalami kegagalan dan bahkan depresi karena apa yang dikehendaki
orangtua berbeda dengan minat ataupun kemampuan akademis yang mereka
miliki.
Temuan penelitian terkait dengan hal ini setidaknya menarik perhatian
penulis bahwa sebagian keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan
pun tidak luput dari tantangan dalam mendidik dan membesarkan ataupun
mengembangkan kepribadian anak, yang mana cita-cita anak seringkali berbeda
dari harapan orangtua. Oleh karena itu, salah paham dan bahkan percekcokan
sering terjadi dalam kehidupan keluarga. Demikian halnya dengan sikap sebagian
anak-anak di lingkungan ini bahkan kurang kooperatif atau tidak searah dengan
keinginan orangtua, termasuk dalam memilih pendidikan atau menuruti keinginan
orangtua untuk melanjutkan pendidikan.
Hal ini diungkapkan oleh para informan, ‘...awalnya kami sedikit
memaksakan harapan kami, terutama keinginan agar anak menjadi pemain bola,
sehingga kami menyuruh untuk mengikuti kursus main bola. Tetapi keinginan
kami ternyata berbeda dengan minat anak karena pada saat kuliah dan kerja anak
lebih berminat pada desain grafis. Secara otodidak mereka juga belajar elektronik
dan mesin. Melihat minat anak seperti ini, kami berusaha untuk mendukung,
terutama membeli perlengkapan yang dibutuhkan anak untuk mengembangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
keterampilannya. Oleh sebab itu, kami memberikan kebebasan kepada anak untuk
menentukan cita-cita dan kami sebatas mendukung saja. Artinya, kami orangtua
tetap bertanggungjawab untuk memberi perhatian, dukungan kepada anak atas
pilihannya’. Kondisi komunikasi demikian tentu berbeda dengan informan dari
keluarga sederhana, yang mengatakan, ‘...kami beryukur, anak-anak kami selama
ini bisa diajak bicara dan diatur, termasuk dalam memilih sekolah. Anak-anak
memahami keadaan di dalam keluarga karena kami selalu memberitahu mereka
bahwa kita orang tak punya’.
Sementara pendapat informan lain dalam uji
validitas, ‘....‘meskipun anak-anak kami masih kecil tetapi sejak awal kami berniat
untuk menyerahkan semua keputusan kepada anak-anak. Kami hanya menjadi
pengarah, membimbing dan memberi pertimbangan agar mereka nanti tidak salah
dalam menentukan pilihan atau cita-cita. Menurut kami bahwa saat ini adalah
memahami bakat anak-anak dan menyiapkan dana untuk membiayai pendidikan
anak sesuai dengan cita-cita mereka’.
Dari hasil penelitian di atas dapat dipahami bahwa dalam menyikapi
perbedaan cita-cita anak dengan keinginan orangtua membutuhkan sikap
bijaksana. Orangtua harus lebih sabar untuk memberi masukan kepada anak agar
memilih lembaga pendidikan yang memiliki peluang kerja bagi masa depan anak.
Hal ini sebenarnua juga dialami oleh Maria dan Yosef yang dengan susah payah
menempuh perjalanan jauh untuk kembali mencari Yesus di Yerusalem karena
sedang berdiskusi dengan ahli Taurat. Perjalanan jauh di sini dapat dimaknakan
sebagai upaya yang penuh sabar dan bijaksana, bukan berputus asa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Dari perspektif spiritualitas keluarga Kudus di atas, maka sikap sebagian
orangtua di Lingkungan St. Yohanes Kentungan khususnya dalam konteks ini
setidaknya sudah mencerminkan semangat keluarga Kudus Nasaret. Meski
demikian, hampir semua keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan
memiliki kecenderungan untuk memaksakan keinginan kepada anak, termasuk
dalam hal cita-cita, baik melalui pemilihan sekolah maupun kegiatan lain yang
berhubungan dengan pengembangan minat dan bakat. Sebaliknya, anak-anak
justru memiliki pilihan sendiri yang dilandasi dengan alasan sesuai dengan bakat
(passion). Namun di pihak lain, tidak sedikit fakta yang menunjukkan bahwa
banyak juga anak-anak yang gagal dalam mencapai cita-cita karena diberi
kebebasan sepenuhnya oleh orangtua, termasuk dalam menentukan pilihan
sekolah tanpa mempertimbangkan manfaat dari pendidikan dan ketersediaan
lapangan kerja yang sesuai dengan pendidikan yang ditempuh. Oleh karena itu,
pemilihan lembaga maupun jenis pendidikan sesungguhnya menjadi aspek
penting yang harus diperhitungkan secara matang oleh anak-anak bersama
orangtua mengingat persaingan untuk memperoleh pekerjaan dewasa ini semakin
ketat dan cenderung menuntut spesialisasi keilmuan yang sesuai dengan bidang
kerja dimaksud. Hal ini mesti menjadi perhatian bersama antara orangtua dan
anak sepanjang proses untuk mendampingi anak-anak.
7. Hidup Doa, Menggereja dan Hambatannya bagi Keluarga Katolik
Doa biasanya dilakukan dalam liturgi, doa pribadi ataupun doa secara
bersama-sama. Sikap yang perlu dibina dalam doa adalah mendengarkan Allah
yang bersabda kemudian kita menjawab (Harjawiyata 1979). Kemudian identitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
kekristenan keluarga Katolik mengandung makna bahwa keluarga tersebut
dipanggil untuk turut serta dalam hidup dan perutusan Gereja yang wajib
mewujudkan dirinya menjadi “Gereja Mini”. Sebagaimana cara hidup jemaat
perdana, keluarga kristiani perlu memiliki komitmen yang tinggi terhadap segi
iman. Dalam perjalanan dan pergulatan hidup, hendaknya iman semakin digali
unsur wawasannya, diungkapkan atau dirayakan dalam doa, dihayati dalam
hubungan persaudaraan, diwujudkan dalam tindakan nyata, yang membawa
sukacita bagi sesama (Paus Yohanes Paulus II, 1994, art.49). Oleh karena itu,
hidup doa dan menggereja menjadi hal yang utama bagi keluarga Katolik dalam
membangun keluarga yang ideal.
Keluarga Kristiani mempunyai tugas pokok dalam mengembangkan misi
Gereja yang mengacu pada hidup Yesus sebagai Nabi, Imam, dan Raja. Tugas
kenabian yaitu bersikap kritis terhadap situasi berkenaan dengan kehendak Allah
dengan mewartakan sabda (Paus Yohanes Paulus II, 1994 art.51). Keluarga
sebagai tempat pertama dan utama bagi hidup anak-anak menjadi tempat subur
bagi pewartaan Sabda Allah, pembinaan iman dan katekese dalam keluarga.
Tugas imamat keluarga Kristiani yaitu menyucikan yang dilaksanakan lewat
pertobatan dan saling mengampuni, serta memuncak dalam penyambutan
Sakramen Tobat (Paus Yohanes Paulus II, art.58). Tugas pengudusan dari orang
tua dilaksanakan dalam doa bersama yang terpusat pada peristiwa hidup
berkeluarga. Hal ini sudah dicontohkan oleh keluarga Kudus dalam membangun
pendidikan kerohanian, doa bersama, melakukan kewajiban agama seperti yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
dilakukan Yusuf dan Maria yang mengajak Yesus ke Yerusalem pada hari raya
paskah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian keluarga Katolik di
Lingkungan St. Yohanes Kentungan, khususnya yang memiliki anak yang sudah
dewasa mengatakan, ‘...berdoa bersama dalam keluarga sudah jarang dilakukan,
meskipun waktu anak-anak masih kecil masih ada doa bersama, doa rosario
bersama. Semenjak anak-anak sudah kuliah semakin susah untuk berdoa bersama
keluarga kami jarang doa bersama karena ada hambatan untuk doa bersama dalam
keluarga. Kalau dalam hidup menggereja kami berusaha aktif mengikuti kegiatan
di lingkungan, koor dan doa rosario. Namun hambatan bagi kami waktu yang
sangat terbatas, terkadang anak pulang sudah malam dengan tugas-tugas sekolah
yang harus diselesaikan. Anak-anak sudah lelah, tidak memungkinkan untuk
mengajak mereka berdoa bersama. Hambatan lain karena kesibukan masingmasing dan kemauan setiap anak juga sangat berbeda. Oleh karena itu, anak-anak
ada yang jarang ke gereja’.
Sementara sebagian keluarga atau informan yang memiliki anak yang
masih kecil mengatakan, ‘..kami mengajarkan anak-anak untuk berdoa saat
bangun pagi, makan, belajar dan sebelum tidur. Kami sebagai orangtua memberi
teladan, mengingatkan anak-anak untuk berdoa. Kami memberi berkat kepada
anak-anak sebelum tidur dan berangkat ke sekolah. Doa rosario bersama dalam
keluarga setiap malam minggu sudah berjalan meskipun masih bolong-bolong.
Kami juga membiasakan diri mengikuti misa harian, hari minggu dan hari raya
lainnya secara bersama’. Khusus untuk informan 5 mengatakan, ‘melalui berdaoa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
bersama kami mengajarkan anak-anak untuk selalu bersyukur kepada Tuhan atas
apapun yang diterima. Keluarga kami pernah mengalami peristiwa kehilangan
saudara kandung dari istri dan anak kandung dalam satu hari. Pengalaman ini
membuat kami semakin rajin berdoa dan ke Gereja’.
Sementara uji dalam uji validitas para informan mengungkapkan, ‘..doa
merupakan hal penting bagi kita. Tetapi seringkali kami tidak dapat melakukan itu
bersama keluarga karena berbagai kesibukan pekerjaan. Apalagi dalam kondisi
fisik yang sudah lelah karena bekerja seharian kami kadang berdoa masingmasing sebelum tidur. Tapi ke gereja pada hari Minggu selalu menjadi perhatian
keluarga kami’.
Dari pengalaman dan gambaran yang diperoleh penulis dari para informan
tentang hidup doa dan menggereja bahwa hampir semua keluarga di Lingkungan
St. Yohanes Kentungan mengalami kesulitan untuk berdoa bersama dalam
keluarga. Selain karena sibuk dengan berbagai urusan, terabaikannya kebiasaan
doa dalam keluarga tersebut lebih disebabkan oleh pengaruh pergaulan anak-anak
di jaman sekarang ini yang cenderung lebih memilih untuk bermain di luar rumah
dari pada berkumpul bersama dengan orangtua. Oleh karena itu, setiap anggota
keluarga merasa tidak memiliki waktu untuk berdoa bersama, diskusi bersama,
dan makan bersama.
Di pihak lain, doa adalah hal yang utama dalam kehidupan keluarga
Katolik. Pengalaman iman seorang informan yang kehilangan dua orang yang
dicintai dalam sehari, namun tetap kuat justru karena doa yang memampukan
mereka tetap tegak untuk menerima kenyataan tersebut. Hal ini mesti menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
pelajaran yang patut dipetik maknanya bahwa doa merupakan kekuatan untuk
menghadapi masalah dalam kehidupan berkeluarga. Oleh karena itu, keluarga di
Lingkungan St. Yohanes Kentungan selalu berjuang untuk menghidupkan
semangat doa dalam keluarganya masing-masing, meskipun dihadapkan dengan
tantangan yang besar, terutama setiap anggota keluarga merasa tidak memiliki
waktu yang cukup ataupun sedetikpun untuk berdoa bersama. Hal ini menjadi
modal bagi kehidupan menggereja yang dihidupkan mulai dari setiap keluarga
Katolik dan seluruh umatnya.
Di samping itu, unsur pokok untuk membangun spiritualitas di dalam
kehidupan keluarga adalah iman yang melibatkan seluruh aspek kehidupan
manusia, yang dihayati dan diamalkan terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari
yang diawali dengan membangun kebiasan atau tradisi doa dalam keluarga. Hal
ini berarti bahwa meskipun setiap keluarga dibangun di atas landasan iman kepada
Yesus sendiri tetapi tidak diamalkan dalam kehidupan sehari-hari melalui
tindakan konkrit doa, maka sesungguhnya hal itu adalah sia-sia. Artinya, yang
paling utama di sini adalah penghayatan dan pengamalan dalam kehidupan
konkrit, bukan terjebak dalam simbolisasi Yesus semata. Dengan demikian,
spritualitas
keluarga
Kudus
dapat
menghasilkan
banyak
buah
yang
dimanifesasikan dalam sikap hidup dan tindakan yang mendatangkan kebahagian
kepada semua orang.
E. Usulan Program Untuk Meningkatkan Penghayatan Keluarga Katolik
Terhadap Spiritualitas Keluarga Kudus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Untuk menindaklanjut temuan penelitian ini, penulis mengajukan usulan
program berupa rekoleksi sehari untuk meningkatkan pemahaman dan
penghayatan terhadap spiritualitas Keluarga Kudus.
1. Latar Belakang
Keluarga yang harmonis merupakan idaman bagi seluruh keluarga,
khususnya keluarga Katolik. Di satu sisi, keluarga Katolik sesungguhnya sudah
memiliki pedoman yang dapat dijadikan sebagai pengarah untuk mencapai
kehidupan keluarga yang harmonis. Dengannya keluarga Katolik dimungkinkan
untuk membangun keluarga Kristiani yang penuh iman dan mengarahkan seluruh
karya dan perutusannya untuk kepenuhan kehendak Allah.
Namun di sisi lain, masih banyak keluarga Katolik yang belum
memahami secara utuh tentang spiritualitas keluarga Kudus. Spiritualitas
Keluarga Kudus seringkali dipahami sebatas tindakan konkrit yang dilakukan oleh
tokoh Yesus, Maria dan Yosef. Sementara semangat untuk berserah sepenuhnya
kepada kehendak Allah justru secara tidak sengaja kurang diberi perhatian yang
serius. Hal ini setidaknya berpengaruh terhadap tindakan ataupun perilaku umat
Katolik umumnya dalam membangun keluarga, yang seringkali jauh dari nilainilai keimanan yang diajarkan oleh Yesus Kristus.
Berangkat dari kondisi tersebut, maka penulis menyusun program untuk
meningkatkan spiritualitas Keluarga Kudus yang dikemas dalam kegiatan
rekoleksi sehari. Melalui kegiatan dimaksud, diharapkan seluruh keluarga Katolik
di Lingkungan St. Yohanes Kentungan semakin memahami inti dari spiritualitas
Keluarga Kudus secara utuh atau menyeluruh. Dengan demikian, penghayatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
spiritualitas Keluarga Kudus di dalam keluarga akan semakin sesuai dengan nilai
yang diajarkan atau diteladankan oleh Keluarga Kudus Nasaret.
2. Sekilas Pengertian Rekoleksi
Program rekoleksi yang diusulkan ini sebagai usaha untuk meningkatkan
kualitas kehidupan iman atau rohani, terutama bagi keluarga Katolik di
Lingkungan St. Yohanes Kentungan. Menurut Mangunhardjana, SJ (1985:18),
rekoleksi lebih dimaksudkan untuk meninjau kembali karya Allah dalam diri kita,
cara kerja serta bimbingan-Nya dan tanggapan kita terhadap karya Allah.
Melalui kegiatan rekoleksi ini, keluarga diajak untuk memeriksa dan
merefleksi pengalaman hidup berkeluarga. Artinya, rekoleksi ibarat penyegaran
kembali komitmen pasangan untuk membangun keluarga berdasarkan hidup
keluarga. Menurut Mangunhardjana (1985:7) istilah rekoleksi berasal dari bahasa
Inggris recollection yang berarti usaha untuk mengumpulkan kembali. Dalam hal
ini yang dikumpulkan adalah pengalaman keseharian peserta rekoleksi. Seperti
dalam retret, bahan yang diolah dalam rekoleksi merupakan pengalaman hidup
konkret (Mangunhardjana, 1985:18). Dalam membuat usulan kegiatan rekoleksi
ini, penulis menyusun langkah-langkah yang dapat membantu pelaksanaan
rekoleksi.
3. Tujuan Program
Program yang diusulkan penulis ini memiliki beberapa tujuan, yakni:
a. Untuk menjembatani keluarga Katolik dalam memahami inti dari spiritualitas
Keluarga Kudus secara lebih baik dan utuh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
b. Untuk meningkatkan penghayatan keluarga Katolik akan spiritualitas
Keluarga Kudus, yang pada akhirnya dapat dipraktekkan dalam kehidupan
konkrit sehari-hari.
c. Menjadi ajang untuk saling membagi pengalaman di antara keluarga Katolik,
terutama dalam membina dan membangun keluarga yang lebih ideal dan
harmonis.
d. Meningkatkan kesadaran umat dan Keluarga Katolik akan pentingnya hidup
sesuai ajaran iman yang lebih mengutamakan melaksanakan kehendak Allah
daripada materi dan urusan duniawi.
4. Usulan Kegiatan Rekoleksi
a. Tema Umum
Kegiatan rekoleksi ini mengangkat tema: “Membangun Keluarga Katolik
Berlandaskan Spiritualitas Keluarga Kudus Nazaret”. Tema ini diambil untuk
membantu keluarga Katolik agar memiliki pemahaman yang utuh terhadap
spiritualitas Keluarga Kudus Nazaret, sehingga keluarga dapat menghayati
spiritulitas dimaksud dalam kehidupan sehari-hari.
b. Susunan Acara Rekoleksi
No.
Waktu
1.
08.00-08.30
Petugas
Pendamping
2.
Pendamping dan
peserta
08.30
08.45
Acara
Chek in dan Ice Breaking
Salam dan Pengantar
ï‚· Pembuka
 Sapaan dan salam
 Lagu Pembuka
 Doa Pembuka
 Pengantar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
3.
08.45-10.00
Sesi I
Penggalian Pengalaman
4.
10.00-10.20
10.20-10.30
Snack
Ice Breaking
5.
6.
10.3012.00
12.00-1400
7.
14.00-15.30
8.
15.30-15.45
9.
16.00-17.00
10.
11.
17.00-17.45
17.45-18.00
12
18.00-
Sesi II
Spiritualitas Keluarga Kudus
 Makan siang
 Istirahat
 Ice Breaking
Sesi III
 Hakikat Keluarga Kristiani
 Menyaksikan Video Nick
Vujicic
 Refleksi Pribadi
Ice Breaking
Sesi IV
Meneladani Keluarga Kudus Nazaret
(Sharing
Pengalaman
Hidup
Berkeluarga 2-3 keluarga)
Refleksi dan merumuskan niat
 Doa Penutup
 Lagu Penutup
Terima Kasih dan Sayonara
Pendamping dan
peserta
Petugas Khusus
Pendamping
Pendamping
Pendamping
Petugas Khusus
Pendamping
Pendamping
Pendamping
Pendamping dan
peserta
c. Tujuan Rekoleksi
Tujuan rekoleksi ialah bersama pendamping peserta semakin memahami
dan mendalami spiritualitas Keluarga Kudus sehingga peserta terdorong untuk
semakin menghayati di dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan Gereja.
d. Peserta
Peserta rekoleksi adalah pasangan suami istri Keluarga Katolik di
Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki Banteng.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
e. Tempat dan Waktu
Rekoleksi ini dilaksanakan pada Bulan Januari (Pesta Keluarga Kudus),
bertempat di Aula Paroki Keluarga Kudus Banteng.
f. Bentuk rekoleksi
Rekoleksi dilaksanakan dengan dinamika kelompok, sharing pengalaman,
refleksi, menonton video inspiratif, penyusunan niat, penyampaian materi dan
diakhiri dengan ibadat penutup.
g. Sumber Bahan
Rekoleksi ini dirancang dengan menggunakan berbagai sumber bahan
yang memperkaya dan menunjang. Sumber bahan tersebut di antaranya video
Keluarga Cemara, Video Nick Vujicic, kutipan Kitab Suci dari Luk 2:41-52 dan
Yoh 2:1-11, buku berjudul “Intisari Ajaran Paus Fransiskus: Laudato si’ dan
Amoris Laetitia’, Santo Yosef Pelindung Keluarga Kristiani, dan Madah Bakti,
Devosi kepada Keluarga Kudus.
h. Metode Rekoleksi
Metode yang digunakan dalam rekoleksi ini yaitu penayangan video dan
gambar, ceramah/informasi, Refleksi berbagi pengalaman (sharing) dan diskusi
kelompok.
i. Sarana
Sarana pendukung untuk memperlancar pelaksanaan rekoleksi adalah
laptop, hand out, LCD, dan speaker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
j. Rincian Usulan Program
1. Salam dan Pengantar
Pendamping menyapa selamat pagi dan selamat datang kepada bapak dan
ibu peserta rekoleksi selanjutnya mengucapkan terima kasih atas kesempatan
untuk dapat berkumpul bersama melaksanakan rekoleksi. Pendamping juga
menyampaikan tujuan pelaksanaan rekoleksi agar rekoleksi berjalan dengan
lancar dan memberikan manfaat bagi peserta rekoleksi. Secara umum, rekoleksi
diadakan untuk mengajak Bapa dan Ibu meninjau kembali karya Allah dalam
kehidupan berkeluarga, masyarakat dan Gereja.
Dalam rekoleksi ini peserta
diajak untuk mensyukuri karya Allah terhadap panggilan dalam hidup
berkeluarga. Tujuan secara khusus, mengajak peserta untuk semakin memahami
dan mendalami spiritualitas Keluarga Kudus sehingga peserta terdorong untuk
semakin menghayati di dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan Gereja.
2. Lagu Pembuka : “Hymne Keluarga Kudus” (Lampiran )
3. Pembukaan
Pendamping: Marilah kita hening sejenak untuk menyiapkan hati, pikiran
dan tindakan kita sebelum mengikuti kegiatan rekoleksi ini. Silahkan bapak/ibu
mengambil posisi duduk yang nyaman, hening sejenak, kita membuka hati di
hadapan Tuhan dan mengundan Tuhan hadir bersama kita sepanjang hari ini.
Doa pembukaan:
Allah yang mahabaik, kami bersyukur dan berterima kasih kepada-Mu karena
pada hari ini Engkau hadir ditengah-tengah kami. Bapa, saat ini kami
berkumpul ditempat ini ingin menggali dan berbagi pengalaman kami tentang
kehidupan keluarga kristiani tertutama menyadari bahwa keluarga yang kami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
bangun adalah berkat kehendak baik-Mu. Ya Bapa, bimbinglah kami dalam
membangun keluarga yang berlandaskan kasih dalam semangat hidup
keluarga Kudus. Bantulah kami agar kami mampu mengikuti semangat hidup
Keluarga Kudus, terutama dalam mendidik anak-anak kami sehingga
keluarga yang kami bangun dapat menjadi saksi Putra-Mu di tengah Gereja
dan masyarakat. Kami mohon penyertaanmu dalam proses acara hari ini
sehingga pada akhir acara nanti dapat membuka hati kami kepada-Mu. Demi
Kristus Tuhan dan pengantara kami yang hidup dan bersatu dengan Roh
Kudus kini dan sepanjang masa. Amin.
4. Sesi I : Penggalian Pengalaman
Tujuan: Peserta bersama pendamping dapat membagi pengalaman hidup
berkeluarga yang sangat berguna dalam mendalami sejauh mana keluarga Katolik
menghayati spiritualitas Keluarga Kudus dalam praktek hidup sehari-hari.
a. Bahan : Video “Keluarga Cemara” dan pengalaman peserta.
b. Metode: menonton video, sharing pengalaman
c. Langkah-langkah:
Pendamping mengajak peserta untuk menonton video “Keluarga
Cemara”. Setelah selesai, pendamping meminta peserta untuk membentuk
kelompok 3-4 keluarga dengan menjawab pertanyaan berikut:
1) Video tersebut menggambarkan situasi seperti apa?
2) Menurut anda, inspirasi apa saja tercermin dari Video tersebut?
3) Bagaimana dengan pengalaman keluarga masing-masing?
Setelah itu, pendamping meminta masing-masing kelompok mengungkapkan hasil
sharing kelompok secara pleno. Berikutnya, pendamping membahas hasil sharing
tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
d. Ice Breaking. Pendamping mengajak peserta untuk mencairkan suasana
dengan mengikuti gerak dan lagu “Chicken Dance”.
5. Sesi II: Spiritualitas Keluarga Kudus
Tujuan: Membangun pemahaman peserta terhadap inti dari spiritualitas
keluarga Kudus. Sekilas mengenai Spiritualitas Keluarga Kudus:
a. Pengertian Spiritualitas
Spiritualitas berarti kehidupan yang dijiwai dan dipimpin oleh Roh
Kudus, yang menunjuk pada pola atau gaya hidup manusia yang selaras dengan
kehendak Allah. Roh Kudus yang memberi semangat dan daya kekuatan kepada
manusia dalam menjalankan seluruh aspek kehidupan dalam kehidupan seharihari.
b. Tokoh-tokoh Keluarga Keluarga Kudus dan Spiritualitas Keluarga
Kudus
Tokoh-tokoh Keluarga Kudus adalah : Yesus, Maria, dan Yosef
1) Yesus
Yesus berarti “Allah menyelamatkan”. Nama ini diberikan oleh malaikat
pada waktu Pewartaan kepada Maria sekaligus mengungkapkan identitas dan
misi-Nya” karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka”
(Mat 1:21). Petrus juga menyatakan ”di bawah kolong langit ini tidak ada nama
lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”
(Kis 4:12) (Kompendium Katekismus Gereja Katolik Art.81, 2009:43).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Yesus dibesarkan dalam keluarga Maria dan Yosef. Yesus tidak
dilahirkan di istana sebagai putera raja, tetapi Ia memilih menjadi seorang miskin
dan mau dibesarkan di dalam keluarga sederhana. Maria dan Yosef selalu
berusaha untuk menciptakan suasana yang baik dan serasi di rumah. Sewaktuwaktu mereka juga harus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan seharihari; tidak hanya makanan, pakaian, peralatan, melainkan juga kepuasan,
kesenangan, kegembiraan, saling menolong.
Hidup Yesus sendiri dibaktikan bagi pelayanan kepada kehendak Bapa
yaitu pewartaan kerajaan Allah. Pewartaan Injil-Nya terungkap nyata dalam
pelayanan kepada sesama manusia, terutama bagi yang miskin dan tersingkir dari
masyarakat. Dikatakan bahwa “ Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan
kabar baik kepada orang-orang miskin, Ia telah mengutus Aku untuk
memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan kepada
orang buta dan pembebasan kepada orang-orang tertindas (Luk 4:16-19).
Pada umur dua belas tahun Yesus berkata kepada Maria dan Yusuf,
bahwa Ia harus berada di dalam rumah Bapa-Nya (Luk 2:49). Perkataan Yesus ini
menunjukan hubungan erat antara Yesus dan Bapa-Nya. Hubungan dengan Allah
sebagai Bapa-Nya, menentukan seluruh hidup-Nya dan terungkap dalam doa-doaNya “Aku bersyukur pada-Mu Bapa, Tuhan langit dan bumi bahwa semuanya itu
Engkau sembunyikan bagi orang orang bijak dan pandai, tetapi Engkau nyatakan
kepada orang kecil” (Mat,11:25).
Seluruh kehidupan Yesus ditentukan oleh kesatuan-Nya dengan Allah
Bapa-Nya. Yesus menyerahkan hidup-Nya kepada kehendak Allah. Oleh karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
itu, inti dari spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret adalah penyerahan diri kepada
kehendak Allah Bapa di Surga.
2) Maria
Maria menggambarkan dirinya sebagai hamba Tuhan (Luk 1:1.48). Kata
hamba Tuhan berarti budak, pelayan atau abdi Tuhan. Selaku seorang hamba ia
menyadari bahwa hidupnya sungguh amat tergantung pada kehendak Allah.
Tuhanlah yang menuntun dan mengatur hidupnya. Ia meletakkan hidupnya
kepada kehendak Allah.
Maria tidak hanya melayani Allah saja, tetapi juga sesama. Hal ini
ditunjukkan dalam kunjungan kepada saudaranya Elisabet. “Ia mengunjungi
Elisabeth, saudarinya, yang mengandung di masa tuanya” (Luk 1:39-45).
Kunjungan Maria kepada Elisabeth membawa kabar sukacita dan kekuatan
kepada Elisabeth. Elisabeth memberi salam kepadanya ”Berbahagialah ia yang
telah percaya sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan akan terlaksana”
(Luk 1:45).
Peristiwa sesudah merayakan hari raya paskah di Yerusalem, orangtua
Yesus pulang sendirian, sedangkan Yesus berdoa di Bait Allah. Sebagai orangtua
yang prihatin dan gelisah bertanya kepada anak-Nya ”Nak, mengapakah Engkau
berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku cemas mencari-Mu”. Jawab
Yesus” mengapa kamu mencari Aku, bukankah Aku harus berada di dalam rumah
Bapa-Ku?
Maria adalah sosok ibu yang rendah hati, tulus dan setia pada
kehendak Allah. Maria adalah seorang pribadi yang menyimpan dan merenungkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
segala perkara di dalam hatinya. “Maria menyimpan segala perkataan itu dalam
hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:19).
3) Yosef
Yosef berasal dari keluarga dan keturunan Daud, bekerja sebagai seorang
tukang kayu. Yosef adalah suami Maria dan ayah Yesus. Yosef adalah pelindung
keluarga Kristiani dan teladan bagi Bapa Keluarga. Dalam Injil Matius tertulis
tiga kali tentang ketaatan Keluarga Kudus kepada Allah. Pertama, Yusuf tidak
jadi menceraikan Maria dan diminta mengambil Maria sebagai isterinya
(Mat. 1:18). Yosef seorang yang rendah hati dan penuh iman serta berani
menanggung resiko. Yosef tidak mau mencemarkan nama baik Maria kepada
semua orang. Kedua, diminta untuk mengungsi ke Mesir (Mat. 2:13); Ketiga,
diminta untuk kembali dari Mesir kembali ke Nazaret (Mat. 2:19). Peran Yosef ini
menunjukkan kewajiban sebagai suami dan ayah dalam keluarganya.
Santo Yosef sebagai pelindung dalam keluarga dan ia adalah sosok yang
sederhana, bijaksana, tulus hati, taat kepada kehendak Allah dan pekerja keras
serta bersikap lembut dalam keluarga.
c. Komitmen-komitmen yang dibangun oleh Keluarga Kudus
Dalam membangun sebuah keluarga atas dasar kasih Allah, maka ada
lima hal yang sangat relevan dengan keluarga zaman sekarang antara lain:
1) Komitmen.
Maria dan Yosef mengawali kehidupan keluarga mereka dengan membangun
komitmen terlebih dahulu dengan Allah dan rencana-Nya. Komitmen Maria
”Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
perkataan-Mu itu” (Luk 1:38). Komitmen Yosef, ”sesudah bangun dari
tidurnya, ia berbuat seperti apa yang dikatakan Tuhan kepadanya. Ia
mengambil Maria sebagai istrinya”(Mat 1:24). Di titik ini, perbedaan dan
keunikan terkadang memungkinkan terjadinya konflik, namun sekaligus
memperkaya, jika konflik dihadapi dan dikelola melalui komunikasi yang
terbuka dan tanggung jawab kepada orangtua atau anak.
2) Yosef dan Maria membangun sikap setia.
Mereka setia pada komitmen awal. Walaupun banyak mengalami rintangan
dalam keluarga, berakhir dengan putra-Nya yang tunggal Yesus Kristus, harus
mengakhiri hidup-Nya di kayu salib, demi cintanya pada umat manusia.
3) Yosef dan Maria membangun relasi yang akrab dan mesrah bersama Allah.
Mereka adalah pemeluk agama Yahudi yang saleh. Keakraban dan kemesraan
mereka dengan Allah menjadi sangat nyata dalam kidung magnificat
(Luk 1:46-56). Maria merasakan dan mengalami penyelenggaraan-Nya,
merasa dinomorsatukan oleh Allah, sehingga segala keturunan akan
menyebutnya berbahagia.
4) Yosef dan Maria membangun sikap kesederhanaan dalam hidup.
Dalam doa magnificat, Maria tidak hanya merasa bahagia, tetapi mengalami
perbuatan-perbuatan besar dari Allah. Kebahagiaan lebih merupakan
kepenuhan batin.
5) Yosef dan Maria adalah pendidik yang berdaya guna.
Manusia adalah makluk yang ‘menjadi’ selalu dalam proses menjadi, sebuah
pekerjaan rumah yang tidak pernah selesai. Dalam menghadapi persoalan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
yang belum dipahami, Maria menyimpan semua perkara itu dalam hatinya
(Luk 2:19,51).
Dengan demikian spiritualitas yang dimiliki dan dihayati oleh Maria,
Yosef dan Yesus adalah taat dan berpasrah kepada kehendak Allah. Relasi yang
intim dengan Alah sungguh menjadi daya kekuatan bagi Maria, Yosef dan Yesus
dalam mengatasi setiap kesulitan. Spiritualitas Keluarga Kudus perlu dihayati
dalam kehidupan keluarga Katolik pada zaman sekarang. Masing-masing
menjalankan peran baik sebagai seorang ayah, Ibu dan sebagai anak.
Ice breaking: Pendamping mengajak peserta untuk goyang “Pinguin”
6. Sesi III: Hakikat Keluarga Kristiani
Tujuan: Membangun pemahaman keluarga Katolik terhadap hakikat keluarga
Kristiani
a. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan salah satu lembaga terkecil dalam masyarakat
(GS.52) Ditekankan juga bahwa keluarga menerima perutusan dari Allah untuk
menjadi sel utama dan sangat penting bagi masyarakat (AA. 11). Keluarga
merupakan sekolah nilai-nilai manusiawi yang pertama, dimana anak-anak belajar
menggunakan kebebasan dengan bijaksana. Hasil pembelajaran tersebut
menpengaruhi
hidup
mereka
seumur
hidup.
berkomunikasi dengan orang lain (AL.274,276).
b. Tujuan Keluarga
Anak-anak
dilatih
untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Tujuan mendasar keluarga adalah untuk menciptakan bonum coniugum
(kesejahteraan pasangan), terjabar dalam bonum prolis (terbuka pada kelahiran
dan pendidikan anak-anak), bonum fidei (membangun kesetiaan pasangan dalam
suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit) serta bonum sacramentun
(menciptakan kesucian dan keluhuran martabat perkawinan agar menjadi tanda
kehadiran dan keselamatan Tuhan pada manusia).
c. Fungsi Keluarga
Dalam keluarga, orangtua sebagai pewarta iman dan pendidik iman yang
utama. Orangtua dengan kata-kata maupun teladan membantu anak-anak untuk
menghayati hidup Kristiani dan memilih panggilan mereka, memupuk dan
memberi perhatian yang penuh kasih. Orangtua membela martabat dan otonomi
keluarga yang sewajarnya.
d. Tugas-tugas Keluarga Kristiani
1) Membangun Keluarga Penuh Cinta Kasih
Keluarga yang dibangun penuh cinta kasih, membawa dampak yang baik
kepada seluruh anggota keluarga. Keluarga yang penuh cinta tentu
membutuhkan perjuangan dan kekuatan dalam menghadapi tantangan dalam
kehidupan keluarga. Keluarga dikatakan bahagia ketika keluarga yang mampu
mengatasi setiap tantangan dan mengambil makna dari setiap pengalaman
hidup.
2) Mendidik Generasi Muda
Keluarga dipangggil untuk mendidik anak-anak yang dititipkan oleh Allah,
sehingga menjadi generasi penerus bagi keluarga, gerja dan negara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
3) Menerima dan Mencintai Kehidupan
Familiars Consortio menegaskan bahwa salah satu tugas dan kewajiban
keluarga Kristiani adalah menerima dan mencintai kehidupan yang
dianugerahkan Tuhan. Keluarga sangat berperan penting dalam mencintai dan
merawat kehidupan.
4) Ikut Membangun Masyarakat
Menciptakan masyarakat yang baik dan
merupakan
harmonis di tengah masyarakat
suatu tugas yang luhur dan mulia karena ikut serta dalam
pembangunan masyarakat. Suasana masyarakat yang harmonis perlu
dihidupkan di dalam keluarga sehingga dengan mudah menyesuaikan dengan
kehidupan bersama dalam masyarakat.
5) Ikut Membangun Gereja
Keluarga merupakan Gereja Mini atau dalam Familiaris Consortio
menyebuttkan “Kenisah Gereja di Rumah”. Keluarga Kristiani dipanggil
untuk menjadi saksi Allah bagi sesama. Keluarga Kristiani dipanggil untuk
dikuduskan dan mengududskan persekutuan gerejani dan dunia.
e. Kewajiban Orangtua
1. Orang tua merupakan pendidik yang utama dalam keluarga
2. Orangtua sangat berperan dalam perkembangan moral anak
3. Orangtua hendaknya mengembangkan moralitas anak dengan teladan dan
nasehat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
4. Orangtua hendaknya menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan yang baik pada
anak dengan dialog dan memperhatikan masalah nilai-nilai, prinsip-prinsip
dan norma-norma.
f. Kewajiban anak
1. Rasa hormat dari anak-anak yang belum dewasa dan sudah dewasa terhadap
ayah dan ibu bertumbuh dari kecondrongan kodrati yang mempersatukan
mereka satu sama lain (KGK Art.2214.
2.
Penghormatan anak-anak untuk orangtuanya (kasih sayang sebagai anak,
pietas filiasis) muncul dari rasa terima kasih kepada mereka yang telah
memberi kehidupan dan yang memungkinkan mereka melalui cinta kasih serta
usaha supaya bertumbuh dalam kebesaran, kebijaksanaan dan rahmat (KGK
Art. 2216).
3. Kasih sayang kepada orang tua nyata dalam kepatuhan dan ketaatan yang baik
“anak yang bijak mendengarkan didikan ayahnya (Ams.,13:1) (KGK
Art.2216), kasih sayang kepada orang tua mendukung keserasian kehidupan
seluruh
keluarga
juga
mempengaruhi
hubungan
antar
saudara
sekandung“hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar.
Tunjuklah kasihmu dalam hal saling membantu” (Ef 4:2) (KGK Art.22).
g. Himbauan Paus Fransiskus
Paus Fransiskus (Hadiwardoyo, 2016:92) menghimbau setiap anggota
keluarga agar memiliki sikap peduli, penghibur dan saling mendukung (AL. 321324). Beliau dalam himbauannya menegaskan bahwa:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
1. Kepedulian merupakan bagian penting dari spiritualitas keluarga. Semua
anggota keluarga perlu saling merangkul
2. Setiap anggota dipanggil untuk menjadi gembala, penjala dan penabur benih
bagi yang lain
3. Diharapkan untuk meruh perhatian kepada anggota-anggota yang lain
4. Diharapkan ramah terhadap orang-orang lain di luar rumah, terlebih mereka
yan malang
Sesudah pendamping menyampaikan materi tentang hakekat Keluarga,
peserta diajak untuk menonton video ”Nick Vujjicic”. Setelah selesai,
pendamping meminta peserta untuk refleksi berpasangan (suami dan istri),
dengan menjawab pertanyaan berikut:
1. Video tersebut menggambarkan situasi seperti apa?
2. Menurut anda, inspirasi apa saja yang tercermin dari video tersebut?
3. Bagaimana dengan pengalaman keluarga anda masing-masing?
4. Hal-hal posetif apa yang perlu ditingkatkan dalam keluarga dan hal-hal negatif
apa yang perlu diperbaiki dalam keluarga?
7. Sesi IV: Meneladani Contoh Hidup Keluarga Kudus
Tujuan: Agar keluarga Katolik menjadikan keluarga Kudus sebagai
model dalam membangun keluarga yang harmonis dan ideal.
a. Peserta diajak mengamati gambar patung keluarga Kudus
b. Membaca teks Kitab Suci Lukas 2:41-52 “Yesus pada umur dua belas tahun
dalam Bait Allah”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
c. Peserta diajak untuk merefleksikan makna dari patung keluarga Kudus dan
teks kitab suci tersebut dengan panduan pertanyaan:
1) Dengan mengamati gambar patung Keluarga Kudus, menurut bapak/ibu
pesan apa yang diperoleh dari pengamatan terhadap gambar Yosef, Maria,
dan Yesus tersebut?
2) Apakah kesan anda terhadap gambar patung Keluarga Kudus yang
diamati?
3) Dari teks Kitab Suci yang dibacakan, ayat mana yang terkesan, mengapa
terkesan?
4) Bagaimana sikap Maria dan Yosef terhadap Yesus yang digambarkan
dalam Kitab Suci?
5) Bagamana sikap Yesus terhadap orangtuanya?
8. Refleksi berpasangan (Suami dan Istri) dan merumuskan niat
Tujuan: Peserta diharapkan dapat merumuskan rencana tindak lanjut
untuk menghayati spiritualitas keluarga Kudus dalam kehidupan konkrit seharihari.
1. Niat-niat apa yang akan dilakukan dalam keluarga untuk meningkatkan
penghayatan spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari?
2. Pendamping membagikan kertas dalam bentuk jantung dan bolpen untuk
menuliskan aksi konkrit yang akan di jalankan dalam keluarga
3. Pendamping akan membagikan teks Doa
Keluarga Kudus kepada setiap
keluarga, dengan harapan untuk didoakan bersama anggota keluarga.
9. Penutup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Doa Penutup : Doa Kepada Keluarga Kudus (Lampiran)
Lagu Penutup “Santo Yosef yang Menjaga” (Lampiran)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Membangun keluarga berdasarkan spiritualitas keluarga Kudus berarti
seluruh elemen dalam keluarga tersebut harus hidup berdasarkan kekuatan Roh
Kudus
yang
mengembangkan
iman,
harapan
dan
cinta
kasih
dan
mengintegrasikan semua tindakan yang bertumpu pada iman akan Yesus Kristus.
Hal ini menjadi dasar bagi semua keluarga Katolik untuk menyerahkan seluruh
intensi dan suka-dukanya kepada penyelenggaraan atau kehendak Allah sendiri.
Namun demikian, penghayatan spiritualitas Keluarga Kudus Nasaret pada
kehidupan sebagian keluarga Katolik pada umumnya masih jauh dari harapan.
Demikian halnya dengan umat di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki
Banteng, di mana berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Penghayatan spiritualitas keluarga Kudus dalam keluarga Katolik di
Lingkungan St. Yohanes Kentungan masih sangat minim, terutama keutamaan
yang terkandung di dalam spiritualitas Keluarga Kudus, yakni pemahaman
tentang penyerahan diri secara total kepada kehendak Allah. Hal ini dapat
secara jelas terlihat dalam praktek hidup sehari-hari, di mana keluarga Katolik
di lingkungan itu cenderung memaknakan spiritualitas Keluarga Kudus
berdasarkan tindakan konkret yang dilakukan oleh para tokoh keluarga Kudus,
bukan semangat penyerahan diri yang total kepada kehendak Allah. Temuan
ini menjadi gambaran bahwa nilai-nilai yang menjadi keutamaan spiritualitas
Keluarga Kudus belum dipahami secara mendalam, sehingga penghayatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
terhadap spiritualitas keluarga Kudus pun menjadi kurang utuh atau
menyeluruh sesuai dengan konteks kehidupan keluarga Kudus Nasaret.
2. Sementara upaya keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan
untuk meningkatkan penghayatan terhadap spiritualitas Keluarga Kudus dalam
kehidupan keluarga pun masih sebatas mengembangkan sikap hidup hemat
dan selalu bersyukur atas segala rejeki yang diperolah dari hasil kerja, menata
pendidikan
dan
perkembangan
iman
anak,
terus
berjuang
untuk
mengembangkan hidup doa dan menggereja serta berusaha untuk membangun
komunikasi yang baik dengan sesama anggota keluarga dan masyarakat
sekitar. Temuan ini seakan mempertegas bahwa penghayatan spiritualitas
Keluarga Kudus oleh keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes seakan
lebih tertuju pada contoh hidup atau tindakan dari para tokoh Keluarga Kudus.
Oleh karena itu, semangat penyerahan keluarga secara total kepada kehendak
Allah harus didorong agar suatu saat kelak semua keluarga Katolik dapat
menjadikannya sebagai pedoman dalam membangun rumah tangga dan
berelasi dengan sesama di sekitar.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai
berikuti:
1. Kepada Romo dan segenap Dewan Pastoral Paroki Keluarga Kudus Banteng
agar mengembangkan spiritualitas di kalangan keluarga Katolik yang
ditempuh pertama kali dengan menginternalisasikannya kepada seluruh umat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
terutama kepada pasangan yang hendak menikah. Dengan demikian,
kehidupan keluarga Katolik akan semakin mencerminkan kehadiran gereja
mini di tengah masyarakat.
2. Bagi keluarga Katolik umumnya agar terus menghidupkan semangat hidup
doa, persaudaraan, berbagi, kepedulian, saling menghargai dan mengasihi
dalam keluarga, lingkungan, masyarakat dan Gereja. Dengan demikian,
penghayatan spiritualitas keluarga Kudus akan semakin konkrit dalam
tindakan nyata setiap hari.
3. Bagi umat dan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan terus
berupaya untuk membangun komunikasi dalam keluarga dengan cara
menghidupkan kembali tradisi kebersamaan dalam keluarga, sehingga
sosialisasi nilai-nilai spiritualitas keluarga Kudus menjadi semakin mudah
dilakukan oleh orangtua. Dengan demikian, keluarga katolik yang ideal seturut
yang dicontohkan oleh Santu Yosef dan Bunda Maria dapat diwujudkan
menjadi kenyataan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Alfonsus Sutarno. (2013). Catholic Parenting. Yogyakarta: Kanisius
Albertus Purnomo. (2014). Inspirasi Alkitabiah dalam menyikapi problema
kelurga, Yogyakarta: Kanisius
Banawiratma, J.B., SJ (ed).
(1990). Spiritualitas Transformatif Suatu
Pergumulan Ekumenis. Yogyakarta: Kanisius
Burhan Bungin. (2012). Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana
Bogdan, Robert C. (1982). Qualitative Research For Education: An Introduction
to Theory and Methods. USA: Sari Knop Biklen
Darminta, J. (2007). Spiritualitas Dasar Kristiani. Yogyakarta: IPPAK
Universitas Sanata Dharma
Deddy Mulyana. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung: Rosdakarya
Eminyan, Maurice, SJ. (2005). Teologi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius
Hardawiryana. R.,1993, Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor
Heuken, A., SJ. (1995). Ensiklopedi Gereja I-V. Jakarta: Yayasan Cipta Lola
Caraka
Hardiwiratno J. (1996). ROHANI Majalah Religius. Yogyakarta: Basis
Hommes, Anne. (2009). Perubahan Peran Pria & Wanita Dalam Gereja &
Masyarakat. Jakarta: BPK Gunung Mulia bekerja sama dengan Kanisius
Jeannetta L. Suhendro. (2014). Membangun Bangsa Melalui Keluarga. Jakarta:
Grasindo
KWI. (1996). Iman Katolik. Yogyakarta : Kanisius
_____. (1999). Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja Tahun 1891-19991 dari
Rerum Novarum sampai Centesimus Annus (R. Hardawiryana,
Penerjemah). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI
_____. (2003). Kitab Hukum Kanonik. Jakarta: Obor
_____ . (2011). Pedoman Pastoral Keluarga. Jakarta: Obor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
KGK. (1995). Katekismus Gereja Katolik (Herman Embuiru, penerjemah). Ende:
Arnoldus
Komisi Kerasulan Kitab Suci KAS. (2016). Keluarga Bersaksi dan Mewartakan
Sabda Allah. Yogyakarta: Kanisius
Leks, Stefan. (2011). Menghormati Santa Maria Sepanjang Bulan.Yogyakarta:
Kanisius
Lembaga Alkitab Indonesia. 2002. Kitab Suci Perjanjian Baru. Jakarta: LAI
Martasudjita, E. (2006). Spiritualitas Liturgi. Yogyakarta: Kanisius
Minolyo, B. (2007). Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga. Yogyakarta:Kanisius
Mangunhardjana, A.M. (1985). Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius
Purwa Hadiwardoyo, Al. (2016). Intisari Ajaran Fransiskus: Laudato si’ &
Amoris Laetitia. Yogyakarta: Kanisius
Program Studi IPAK. (2012). Pedoman Penulisan Skripsi. Yogyakarta: FKIP
Universitas Sanata Dharma
Paus Yohanes Paulus II. (2011). Familiaris Consortio (Keluarga). Jakarta: Seri
Dokumen Gereja No.30. Departemen Dokumen dan Penerangan KWI
______. (2007). Keluarga dan Hak-Hak Asasi. Jakarta: Seri Dokumen Gereja
No.72. Departemen Dokumen dan Penerangan KWI
______.
(1994; 2011). Keluarga
Yogyakarta:Kanisius
Kristiani
dalam
Dunia
Modern.
St. Darmawijaya. 1994. Mengarungi Hidup Berkeluarga. Yogyakarta:Kanisius
Sukandarrumdi. (2004). Metode Penelitian, Petunjuk Praktis Untuk Peneliti
Pemula. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Sutrisnaatmaka. (1999). Keluarga Kudus Menimba Spiritualitas Allah Tritunggal,
dalam Majalah Rohani 5 Mei 1999, 240-246. Yogyakarta: Basis
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
_____. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Saifudin Azwar . (2005). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Stanislaus Nugroho. (2012). KANA Majalah Keluarga 01 Tahun VII: Keluarga
Kudus Sebagai Idola Keluarga. Yogyakarta: Sinyal Utama
Stefanus P. Ellu. (2015). Sinode Uskup: Pastoral Kasih Keluarga Masa Kini.
Majalah Hidup. Jakarta: Gramedia
Winkel, W.S. (1987). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia
Yan Olla. (2010). Teologi Spiritual. Yogyakarta: Kanisius
Yusti H. Wuarmanuk. (2015). Penutupan Sionode Keluarga. Majalah Hidup
No. 44, Tahun ke-69 1 Nopember 2015. Hlm. 28. Jakarta: Gramedia
Yoseph Kristianto. 2013. Teologi Moral Katolik (B.A. Rukiyanto; Ignatia Esti
Sumarah, editor). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma
Yosef M.L. Hello. (2016). Santo Yosef Pelindung Keluarga Kristiani (Komisi
Teologi Pusat Pastoral Keuskupan Atambua). Yogyakarta: Bajawa Press
Yohanes Subagyo. Buku Pegangan Pokok dan Lengkap tentang Maria.
Jakarta:Obor
Stef & Ingrid Tay. Keluarga Kudus: Pola Ilahi Bagi Keluarga Kita. Dalam
https://www.katolisitas.org/keluarga-kudus-pola-ilahi-bagi-keluarga-kita,
diakses 7/12/ 2016
Dedi Dismas. Membangun Spiritualitas Keluarga Kudus.
Dalam http://
dedismas.blogspot.co.id/membangun-spiritualitas-keluarga-kudus.html,
diakses 7/12/ 2016
Anton Satu S.S. Keluarga Kudus Nazareth Cermin Pelayan Kreatif, Dalam
https://msfmusafir.wordpress.com/keluarga-kudus-nazareth-cerminpelayan-kreatif/, diakses 7/12/ 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1: Panduan Wawancara
Berdasarkan kisi-kisi di atas, maka penulis menyusun pedoman
wawancara yang digunakan untuk mewawancara informan sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan keluarga terhadap spiritualitas Keluarga Kudus?
2. Apakah keluarga memahami semangat Keluarga Kudus?
3. Apakah semangat hidup Keluarga Kudus menjadi model dalam keluarga?
4. Bagaimana keluarga menghayati semangat keluarga Kudus dalam hidup
berkeluarga?
5. Apa prinsip-prinsip yang membantu dalam menata kehidupan keluarga?
6. Semangat hidup apa yang menjadi dasar/prinsip dalam hidup keluarga?
1. Bagaimana keluarga menata kehidupan ekonomi: pendapatan dan
pengeluaran? Bagaimana keluarga memperoleh pendapatan dan bagaimana
mengatur pengeluaran? ( Sakramen: yang bertanggung jawab ekonomi:
suami-istri)
2. Bagaimana pembagian peran dalam pengaturan keuangan dalam kehidupan
keluarga?
3. Bagaimana keluarga menggunakan keuangan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga yang pokok dan kebutuhan tambahan?
4. Apakah barang-barang yang dimiliki sangat bermanfaat dalam kehidupan
keluarga?
5. Apakah keluarga pernah mengalami kesulitan dalam keuangan? Bagaimana
(1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
usaha yang dilakukan oleh keluarga dalam menghadapi kesulitan itu?
1. Apakah yang menjadi fokus orangtua terhadap pendidikan iman anak?
2. Bagaimana tanggung jawab orangtua terhadap perkembangan iman anak?
3. Apakah orangtua merasa puas ketika menyekolahkan anak di sekolah
katolik?
4. Apakah keluarga mempunyai pandangan lain terhadap sekolah negeri?
5. Bagaimana keluarga menentukan sekolah untuk anak-anak? Apa harapan
orangtua terhadap sekolah yang menjadi pilihan orangtua dan anak?
6. Bagaimana
orangtua
memberi
perhatian
kepada
anak
dalam
mengembangkan pendidikan iman anak?
1. Komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa dan
sebaliknya?
2. Apa yang dilakukan oleh Ibu ketika Bapa mengalami permasalahan,
sebaiknya apa yang dilakukan oleh Bapa ketika Ibu mengalami
permasalahan?
3. Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga dalam
menjalin
komunikasi? Apa solusi keluarga dalam mengatasi kesulitan-kesulitan itu?
4. Dukungan apa yang dilakukan oleh Ibu kepada Bapa dan anak dan
sebaliknya?
5. Bagaimana caranya untuk menjalin komunikasi yang baik antara orangtua
dan anak?
6. Bagaimana caranya untuk menjalin komunikasi dengan keluarga besar?
(2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. Tantangan apa yang dialami oleh keluarga dalam menjalin komunikasi
dengan keluarga besar? Apa solusinya dalam menghadapi tantangan itu?
8. Mengapa melakukan komunikasi dalam keluarga?
1. Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak yang memiliki cita-cita yang
berbeda dengan keinginan orangtua?
2. Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak yang berbeda
pendapat dengan orangtua?
3. Tantangan-tantangan apa yang dialami oleh orangtua ketika berhadapan
dengan anak yang berbeda pendapat/cita-cita dengan orangtua?
1. Bagaimana menjalankan doa
dalam keluarga? Kapan melakukan doa
bersama dalam keluarga?
2. Kapan saja ke Gereja? Mengapa harus ke Gereja?
3. Tantangan-tantangan apa yang dialami oleh keluarga dalam hidup doa
dalam keluarga, lingkungan dan gereja? Apa usaha keluarga untuk
mengatasi tantangan-tantangan itu?
4. Apakah yang menjadi prinsip keluarga dalam menjalankan kehidupan doa
dalam keluarga, lingkungan dan gereja?
1. Bagaimana keluarga menjalin komunikasi dengan masyarakat?
2. Mengapa keluarga perlu menjalin komunikasi dalam hidup bermasyarakat?
3. Apa yang menjadi dasar dalam keluarga untuk menjalin relasi yang baik
dalam kehidupan bermasyarakat?
4. Tantangan-tantangan apa yang dialami keluarga dalam menjalin komunikasi
dengan masyarakat? Bagaimana usaha untuk mengatasi tantangan-tantangan
(3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
itu?
Lampiran 2 : Data Wawancara Asli
Informan 1
a.
b.
Identitas
Nama
: Bapa Yohanes Suripto ( 60 tahun)
Ibu M. Margaretta Sudiarni (58)
Hari / Tanggal : Selasa, 6 September 2016
Waktu
: Pukul 17.15-17.45.
Hasil Wawancara
Penulis
: Bagaimana pandangan keluarga terhadap Spiritualitas Keluarga
Kudus ?
Responden : Keluarga Kudus adalah keluarga yang sederhana, penuh kasih,
keluarga yang sungguh dikasihi Tuhan. Maka, kita sebagai
umatnya berusaha untuk meneladani Ibu Maria yang menyimpan
segala perkara di dalam hatinya, St. Yusuf yang setia pada
keluarganya, mengatur segala keluarganya dan putra-Nya Yesus.
Penulis
: Apakah semangat hidup Keluarga Kudus menjadi model bagi
keluarga Bapa da Ibu?
Responden : Ya, sebagai umat-Nya, keluarga berusaha untuk mengikuti apa
yang dilakukan oleh Keluarga Kudus.
Penulis
: Bagaimana Bapa dan Ibu menata pendapatan dan pengeluaran
dalam keluarga?
Responden : Pendapatan dalam keluarga dari uang kost. Kami bersyukur karena
kos-kos ini adalah titipan Tuhan untuk kami pelihara dan rawat.
Uang yang kami peroleh digunakan untuk biaya sekolah anak-anak
dan untuk kebutuhan sehari. Sebelum berbelanja Bapa dan Ibu
berunding dan membuat nota belanja mengenai kebutuhan apa
yang perlu dibeli, kami sebagai orangtua bertanya kepada anakanak mengenai kebutuhan mereka. Kami belanja untuk persediaan
satu bulan, kecuali kebutuhan tambahan dan sayur-sayuran kadang
seminggu dua kali.
Penulis
: Hambatan-hambatan apa yang pernah dialami dalam pengelolaan
keuangan? Usaha usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi
hambatan itu?
(4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Responden : Sejauh pengalaman kami selama ini, belum pernah mengalami
kesulitan. Karena kami mengutamakan kebutuhan yang lebih
penting, misalnya; makan-minum, uang kuliah dan listrik,
kemudian kami menunda kebutuhan yang tidak terlalu penting,
sehingga semuanya lancar.
Penulis
: Apakah yang menjadi fokus orangtua terhadap pendidikan
termasuk pendidikan iman anak? Bagaimana tanggung jawab
orangtua terhadap perkembangan iman anak?
Responden : Waktu anak-anak masih kecil TK dan SD orangtua terlibat lansung
mendampingi saat belajar. Mengajak untuk mengikuti sekolah
minggu. Setelah menginjak masa SMP sampai perkuliahan,
orangtua hanya memantau, membangunkan, menemani belajar dan
melihat dari nilai raport atau IP yang diperoleh anak dan memberi
saran, karena orangtua sendiri tidak mampu untuk memahami
pelajaran anak. Orangtua bersyukur kepada Tuhan, karena anakanak sekolahnya lancar dan nilai-nilainya tidak jelek sekali.
Orangtua percaya kepada anak bahwa anak mampu mengatur
waktu belajarnya dengan baik. Orangtua memberi kesempatan
kepada anak untuk memilih sekolah swasta dengan harapan untuk
mendapatkan pendidikan agama Katolik. Setelah besar, anak-anak
sudah memiliki prinsip sendiri, orang tua tetap mengingatkan
untuk ke Gereja. Orangtua memberi kepercayaan kepada anak
bahwa anak selalu percaya kepada Tuhan, memiliki semangat
untuk ziarah. Dalam point ini orangtua merasa masih kurang
perhatian, maka berusaha meningkatkan perhatian kepada anak.
Penulis
: Bagaimana pandangan Bapa dan Ibu terhadap sekolah yang dipilih
baik swasta maupun negeri?
Responden : Awalnya kami bingung untuk memilih sekolah swasta atau negeri,
tetapi kami berunding bersama dan memutuskan swasta dengan
harapan akan mendapat perhatian untuk pendidikan iman katolik
juga. Sekolah negeri juga baik tetapi tergantung kehidupan anak,
apakah mampu untuk menyesuaikan diri dengan baik, atau akan
terpengaruh kearah yang kurang baik, yang tidak diharapkan oleh
orangtua
Penulis
: Komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa dan
anak-anak dan sebaliknya?
Responden : Saling mengingatkan dan memberi perhatian terlebih ketika sakit,
baik terhadap Ibu, Bapa dan anak. Ibu selalu bertanya menu yang
dimasak. Ibu memasak sesuai permintaan Bapa dan anak-anak.
Masakan Ibu selalu enak. Memberi saran kepada anak untuk
mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat. Anak-anak
selalu pamit kepada orangtua ketika ada kegiatan di luar rumah. Ibu
selalu memberi berkat kepada anak-anak sebelum berangkat ke
sekolah atau ke kantor. Kalau ada tenggang waktu, saling bertukar
(5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pikiran, ngobrol antara orangtua dan anak-anak. Komunikasi
dengan keluarga besar melalui telepon karena rumah saudara
semua jauh. Kadang dua atau tiga bulan sekali mengadakan
kunjungan keluarga besar sekaligus mengunjungi makam para
leluhur. Tujuan menjalin komunikasi dalam keluarga dengan
keluarga besar agar hubungan kekeluargaan semakin dekat dan
tetap bersatu.
Penulis
: Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga dalam
menjalin komunikasi? Apa solusi keluarga dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan itu?
Responden : Tidak mengalami kesulitan
Penulis
: Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak yang memiliki citacita yang berbeda dengan keinginan orangtua? Usaha-usaha apa
yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak
yang berbeda
pendapat dengan orangtua?
Responden : Semenjak kecil orangtua kurang memperhatikan. Orangtua punya
keinginan untuk anak bisa berolah raga (sepak bola) maka
dikursuskan, tetapi anak lebih tertarik dengan menggambar.
Orangtua selalu mendukung mengantarkan ke tempat lomba,
walaupun sering kalah dengan sanggar-sanggar, tetapi anak selalu
memiliki keinginan yang besar. Sampai kuliah dan kerja anak
memilih untuk desain grafis. Sedangkan anak yang kecil selalu
belajar secara otodidak (elektronik, mesin). Usaha yang dilakukan
oleh orangtua, mendukung membelikan perlengkapan yang
dibutuhkan oleh anak untuk mengembangkan keterampilannya.
Penulis
: Bagaimana kehidupan doa dalam keluarga dan kehidupan
menggereja?
Responden : Bagi keluarga masih sangat sulit untuk mengadakan doa bersama
dalam keluarga. Terkadang untuk makan bersama saja susah,
karena kesibukan masing-masing. Doa bersama hanya Malaikat
Tuhan (Anjelus). Doa makan dan doa malam dilakukan sendirisendiri. Berangkat ke Gereja kalau tidak ada kesibukan maka
bersama-sama, tetapi terkadang anak ingin mencari suasana yang
baru maka ke Gereja di tempat lain. Orangtua memiliki kerinduan
dan harapan untuk meningkatkan kehidupan doa bersama. Bapa
dan Ibu yang selalu bersama-sama.Keluarga ke Gereja pada hari
minggu dan hari raya. Tujuan ke Gereja untuk bertemu Tuhan,
karena dalam hidup ini banyak kebutuhan, memohon pada Tuhan.
Bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan
Penulis
: Hambatan-hambatan yang dialami keluarga dalam hidup
menjalankan hudup doa bersama keluarga, hidup menggereja?
Responden : Masing-masing memiliki kesibukan dan waktu yang berbeda,
sehingga susah untuk berdoa bersama. Terkadang juga mengalami
kesulitan untuk bisa doa bersama ketika makan. Orangtua selalu
mengingatkan untuk berdoa. Bapa dan Ibu akan berusaha untuk
(6)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengajak anak-anak untuk berdoa bersama, terlebih ketika
berziarah ke tempat-tempat suci.
Penulis
: Bagaimana keluarga menjalin komunikasi dengan masyarakat?
Mengapa keluarga perlu menjalin komunikasi dalam hidup
bermasyarakat?
Responden : Komunikasi dengan masyarakat lancar, saling menyapa dan
menghargai. Keluarga terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang ada
di masyarakat. Tujuan menjalin komunikasi yang baik dengan
masyarakat semakin meningkat hubungan relasi sebagai saudara,
semakin menyatukan.
(7)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hasil Wawancara Responden 2
a. Identitas
Nama
: Bapa Albertus Armajaya ( 40 tahun)
Ibu Margaretta Wahyuni Widarti (39 tahun)
Hari / Tanggal : Sabtu, 10 September 2016
Waktu
: Pukul 19.00-18.00
b. Hasil Wawancara
Penulis
: Bagaimana pandangan keluarga terhadap Spiritualitas Keluarga
Kudus ?
Responden : Keluarga baru pindah dua tahun dari Bandung ke Yogyakarta
khususnya di Paroki Keluarga Kudus Banteng. Pengalaman
pribadi waktu masih di Bandung, kami diajak untuk belajar hidup
dari Keluarga Kudus. Dari awal sudah punya rencana antara Bapa
dan Ibu untuk memberi nama kepada anak-anaknya Maria, Yosef
dan Yesus/Kristo dengan harapan untuk semakin mencontoh
kehidupan Keluarga Kudus. Tuhan menunjukkan jalan akhirnya
pindah ke Paroki yang nama pelindungnya Keluarga Kudus.
Kagum dengan kehidupan Keluarga Kudus, dengan memberi
nama kepada anak-anak. Kita berusaha untuk meneladani Bunda
Maria yang sabar, karena Bapa menyadari sikapnya yang egois,
sombong dan mudah marah. Belajar dari Ibu (istri) yang
membantu mengubah hidup saya (Bapa). Pernyataan Bapa ini
disetujui oleh Ibu, karena sesuai dengan kenyataan yang terjadi.
Penulis
: Apakah semangat hidup Keluarga Kudus menjadi model bagi
keluarga Bapa da Ibu?
Responden : Ya, Pasti. Ingin meneladani Keluarga Kudus. Semangat hidup
yang menjadi dasar dan yang perlu diteladani dari Keluarga
Kudus yaitu kesederhanaan, kerendahan hati dan pengendalian
diri. Belajar dari Bunda Maria, seandainya Bunda Maria tidak
mengatakan “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku, menurut
kehendak Tuhan” maka tidak akan terbentuk Keluarga Kudus.
Karena mungkin yang dipilih adalah perempuan yang lain. Bunda
Maria taat kepada kehendak Allah.
Penulis
: Bagaimana Bapa dan Ibu menata pendapatan dan pengeluaran
dalam keluarga?
Responden : Pendapatan yang diperoleh dari Ibu bekerja di toko dan
penghasilan dari Bapa mengelola usaha keluarga besar.
Penghasilan tidak menentu, tetapi masih bisa dikelola. Bapa yang
memegang keuangan, tetapi untuk perencanaan pembelanjaan
adalah Bapa dan Ibu, selalu memprioritaskan kebutuhan pokok.
Bapa dan Ibu memiliki prinsip “lebih baik menabung dan
menunda kebutuhan yang tidak mendesak daripada kredit atau
pinjam uang kepada orang lain”
(8)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penulis
: Hambatan-hambatan apa yang pernah dialami dalam pengelolaan
keuangan? Usaha usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi
hambatan itu?
Responden : Sejauh pengalaman kami selama ini, belum pernah mengalami
kesulitan. Bagi keluarga tidak pernah berpikir untuk punya yang
lain-lain, yang penting kebutuhan sehari-hari itu cukup.
Memberikan gizi untuk anak-anak dengan menyediakan nasi,
sayur dan lauk yang sederhana tetapi bergizi. Sesekali anak-anak
diajak menikmati makanan di luar rumah, tetapi cukup di rumah
makan sederhana. Bagi keluarga yang penting adalah suasana
kekeluargaan dan kebersamaan yang menciptakaan kebahagiaan
bagi orangtua dan anak-anak. Orangtua dan anak menikmati
suasana keluarga yang terjadi setiap hari
Penulis
: Apakah yang menjadi fokus orangtua terhadap pendidikan
termasuk pendidikan iman anak? Bagaimana tanggung jawab
orangtua terhadap perkembangan iman anak?
Responden : Saya sebagai orangtua ingin agar anak-anak saya tetap beriman
katolik. Keluarga besar Bapa sebagian besar non Katolik,
terkadang belum bisa menerima perbedaan keyakinan ini. Bapa
mengalami perubahan dalam hidupnya, ada yang memanggil
untuk mengikuti Dia, maka saya mengikuti. Hal ini yang menjadi
tantangan dalam keluarga, belum bisa menerima yang berbeda
keyakinan. Namun Bapa sering bertanya, apa yang menjadi
kehendak Tuhan dalam hidup saya? Awalnya saya (Bapa) sering
marah, kecewa dengan situasi yang terjadi namun, Ibu (istri) yang
selalu mengingatkan. Dalam perjalanan waktu saya (Bapa),
menyadari bahwa justru keluarga besar ini yang menjadi guru
bagi saya untuk belajar sesuatu. Belajar tidak harus dari hal-hal
yang baik, tetapi bisa belajar dari hal-hal yang menantang. Bapa
dan Ibu mempunya pengalaman yang unik ketika hari pertama
mau ke Gereja, pintu gerbang terkunci dan kuncinya tidak
kelihatan. Akhirnya nekat lompat pagar bersama anak-anak demi
ke Gereja.
Penulis
: Bagaimana pandangan Bapa dan Ibu terhadap sekolah yang
dipilih baik swasta maupun negeri?
Responden : Ibu sendiri sekolah di sekolah negeri. Pandangan Ibu waktu masih
sekolah di sekolah negari adalah ternyata sekolah di sekolah
negeri itu tantangannya lebih besar, miskin, dianiaya, diejek, dan
selalu nomor dua. Pendidikan iman di dalam keluarga, ke Gereja
dan terlibat di lingkungan. Ibu menyadari bahwa yang
membentuk iman keluarga semakin kokoh dan kuat adalah
pengalaman-pengalaman yang negatif, orang-orang tidak
sependapat dan pengalaman hadir di tengah-tengah orang yang
berbeda (sekolah negeri). Intinya menjadi orang katolik tidak
mudah, tetapi selalu ingat pesan Ibu, bahwa kamu jangan takut,
kamu selalu ditemani oleh Yesus sendiri. Bapa adalah orang yang
(9)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keras, tetapi Tuhan menunjukan sesuatu yang unik, ketika
berhadapan dengan orang yang marah, ingin membalas, tetapi
Tuhan membentuk saya untuk menjadi orang yang baik dan
pemaaf bagi orang di lur keluarga saya. Saya (Bapa) lebih senang
anak-anak sekolah di negeri dengan prinsip jaraknya dekat,
nyaman. Perbedaan waktu sekolah di sekolah swasta di Bandung,
orangtua memiliki pandangan negatif terhadap sekolah swasta,
ada perbedaan antara katolik dan non katolik, antar orangtua ada
persaingan. Pandangan lain, ketika anak-anak sekolah di negeri,
pendidikan agama kurang diperhatikan, bahkan pernah anak-anak
diminta mejawab pertanyaan yang isinya mengenai Alquran, saya
sebagai orangtua hanya memeberi tanda tanya. Akhirnya gurunya
sadar, tidak komentar. Perbedaan sekolah negeri di Yogya,
pendidikan agama diberikan, ada guru khusus yang mendampingi,
pendidikan agamanya bagus. Orangtua mendukung anak-anaknya.
Bahkan anak (Maria Agnes, kelas V SD) mengatakan “bukankah
dengan sekolah di negeri itu kita diutus untuk menjadi utusanNya
di tengah yang berbeda, untuk apa di sekolah katolik lagi apa
yang ingin kita bagikan kepada mereka”? Anak-anak selalu jalan
kaki karena jaraknya dekat. Tanggungjawab orangtua terhadap
iman anak saya adalah mutlak, hal yang pokok. Setiap pulang
gereja, pasti ditanya bacaan, kotbah Romo anak-anak menjawab.
Penulis
: Komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa
dan anak-anak dan sebaliknya?
Responden : Kami saling memberi perhatian, saling menyanyangi, saling
mendukung. Bukan karena tidak ada permasalahan. Kami sudah
menemukan cara untuk menyelesakan permasalahan. Ketika ada
salah paham, masing-masing diam, menarik diri sejenak. Bukan
berarti marah. Kami tidak membicarakan hal yang menjadi
permasalahan itu. Komunikasi dengan anak-anak berjalan seperti
biasa. Ketika masing-masing sudah menemukan jawaban maka
masalah itu diselesaikan dengan hati yang tenang. Keluarga
menemukan makna dari “diam” ketika diam maka Tuhan akan
berbicara. Maka ketika ada salah paham, berdiam sejenak untuk
mendengarkan Tuhan berbicara memberikan solusi yang terbaik.
Komunikasi dengan anak-anak biasanya pada waktu makan
bersama. Suasananya lebih hidup, masing-masing anak dengan
bebas bercerita. Orangtua selalu mengajak untuk makan bersama,
menemani belajar dan memberi waktu untuk bermain sesudah
belajar.
(10)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penulis
: Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga dalam
menjalin komunikasi? Apa solusi keluarga dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan itu?
Responden : Bagi keluarga tidak ada hambatan. Kesulitannya komunikasi
keluarga inti dengan keluarga besar. Berawal dari keyakinan yang
berbeda terlebih dengan adik kandung yang berbeda keyakinan,
selalu mengajak orangtua untuk pergi ke tempat-tempat rekreasi.
Bahkan sampai sekarang sudah tidak ke Gereja dan tidak terlibat
dalam kegiatan-kegiatan Gereja. Maka dalam berkomunikasi
terkadang kurang nyaman karena satu rumah dengan orangtua.
Orangtua berusaha untuk mengajak anak-anak mengikuti ajakanajakan yang kurang bermanfaat. Orangtua mendidik anak untuk
tetap berkomunikasi dengan keluarga besar. Bagi ibu (istri),
berusaha menjalin komunikasi yang baik, mengambil sikap yang
positif dalam berhadapan setiap pribadi. Saya berusaha untuk
menyesuaikan diri dengan situasi yang terjadi.
Penulis
: Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak yang memiliki citacita yang berbeda dengan keinginan orangtua? Usaha-usaha apa
yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak
yang berbeda
pendapat dengan orangtua?
Responden : Anak-anak masih kecil, jadi belum kelihatan kemauan mereka.
Sejauh pengalaman kami, anak-anak mudah untuk diajak
berbicara atau didampingi. Kalau yang besar sudah kelihatan
ingin dekat dengan Suster, ingin terlibat aktif dalam kegiatan
Gereja. Terlibat dalam kegiatan di lingkungan (koor, doa, dll).
Mengikuti sekolah Minggu, bahkan sesudah menerima komuni
pertama ingin menjadi Putri Altar. Sekarang masih dalam proses
latihan.
Penulis
: Bagaimana kehidupan doa dalam keluarga dan kehidupan
menggereja?
Responden : Doa sudah dibiasakan dari kecil, saat bangun pagi, makan, belajar
sebelum tidur harus berdoa. Orangtua selalu memberi teladan,
mengingatkan anak-anak untuk berdoa. Orangtua selalu memberi
berkat kepada anak-anak sebelum tidur dan sebelum berangkat ke
sekolah. Doa rosario bersama dalam keluarga setiap malam
minggu, perlu kami tingkatkan karena sudah berjalan tetapi
terkadang masih bolong-bolong. Doa adalah sumber kekuatan
dalam keluarga. Kami sekeluarga membiasakan diri mengikuti
misa harian, hari minggu dan hari raya lainnya. Setiap minggu
ketika pulang Gereja, pasti saling bertanya tentang bacaan-bacaan
dan kotbah Romo. Sekarang kami sudah membiasakan diri untuk
misa pagi, bukan karena dorongan orangtua tetapi dorongan Putri
kami Maria Agnes. Kerinduannya untuk ke Gereja harian sangat
besar. Kami sebagai orangtua sangat mendukung, mengikuti
kemauan anak karena bagi kami ini adalah hal yang baik, demi
perkembangan iman anak. Kami sekeluarga mengikuti misa
(11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penulis
:
Responden :
Penulis
:
Responden :
harian, hari minggu dan hari raya lainnya. Doa adalah sumber
kekuatan dalam keluarga. Bapa menyadari bahwa ada suara yang
selalu memanggil untuk mengikuti kehendak-Nya.
Hambatan-hambatan yang dialami keluarga dalam hidup
menjalankan hudup doa bersama keluarga, hidup menggereja?
Waktu yang kurang pas, terkadang banyak tugas yang harus
diselesaikan, kegiatan-kegiatan lingkungan yang cukup rutin.
Karena sebelum berdoa membutuhkan persiapan hati,
menciptakan suasana doa yang baik. Doa rosario bersama dalam
keluarga setiap malam minggu, perlu kami tingkatkan karena
sudah berjalan tetapi terkadang masih bolong-bolong.
Bagaimana keluarga menjalin komunikasi dengan masyarakat?
Mengapa keluarga perlu menjalin komunikasi dalam hidup
bermasyarakat?
Komunikasi dengan masyarakat lancar. Orangtua selalu mengajak
anak untuk terlibat dalam kegiatan masyarakat. Karena tetangga
kiri-kanan rumah hanya ada Bank dan apotik dan restourant, jadi
susah untuk menjalin relasi dengan tetangga. Saling memberi
perhatian, menyapa, menghargai satu dengan yang lain adalah
kunci menjalin komunikasi yang baik dengan masyarakat
setempat.
(12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hasil Wawancara Responden 3
a. Identitas
Nama
: Bapa Agustinus Sukamto ( 58 tahun)
Ibu Valentina Dayan Srikinarsih (52 tahun)
Hari / Tanggal : Senin, 12 September 2016
Waktu
: Pukul 08.00-19.00
b. Hasil Wawancara
Penulis
: Bagaimana pandangan keluarga terhadap Spiritualitas Keluarga
Kudus ?
Responden : Semangat hidup yang nyata dalam kehidupan beragama. Dalam
keluarga terbentuknya komunikasi yang baik dalam kehidupan
beragama. Sebagai keluarga mengacu pada keyakinan keagamaan
dan Keluarga Kudus yakni Maria, Yosef dan Yesus merupakan
contoh bagi keluarga. Apapun peristiwanya yang terjadi
diterimanya dengan sangat tulus dan kehidupannya sangat
sederhana, religious dan kehidupan sosial masyarakatnya sangat
bagus.
Penulis
: Apakah semangat hidup Keluarga Kudus menjadi model bagi
keluarga Bapa da Ibu?
Responden : Ya, Keluarga Kudus menjadi pedoman bagi hidup rumah tangga.
Dalam kehidupan keluarga terkadang juga mengalami salah
paham, adalah bumbu kehidupan maka semangat Keluarga Kudus
yang memberi kekuatan dalam menyelesaikan permasalan itu.
Bapa dan Ibu juga menyadari bahwa hidup berkeluarga bukan
kehendak manusia semata tetapi merupakan campur tangan
Tuhan. Prinsip dasar yang dihidupkan dalam keluarga adalah
cinta kasih, saling mengampuni, saling memperhatikan
menciptakan persaudaraan dalam keluarga.
Penulis
: Bagaimana Bapa dan Ibu menata pendapatan dan pengeluaran
dalam keluarga?
Responden : Pendapatan hanya sumber yaitu dari gaji Bapa. Bapa dan Ibu
memiliki kebiasaan dari dulu setiap bulan membagi untuk
kebutuhan hidup sehari-hari dan sebagian digunakan untuk
membayar cicilan untuk rumah. Bapa dan Ibu mengutamakan
kebutuhan pokok makanan dan kesehatan. Waktu Bapa masih
tinggal di tempat kerja gaji di bagi dengan Bapa dan Ibu bersama
anak-anak. Sekarang pendapatannya hanya uang pensiun. Kami
bersyukur walaupun
sedikit tetapi kami berusaha untuk
mengelolanya dengan baik. Ketika di masa pensiun ini, sebagai
orang tua kami fokus kepada kebutuhan sekolahnya anak-anak
dan kesehatan. Belanja kebutuhan pokok selalu Bapa dan Ibu.
(13)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penulis
: Hambatan-hambatan apa yang pernah dialami dalam pengelolaan
keuangan? Usaha usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi
hambatan itu?
Responden : Awal-awal membangun kehidupan keluarga, ada kekurangan
tetapi cepat teratasi. Keluarga juga kredit untuk membayar rumah
tetapi itu sudah direncanakan dengan matang dalam keluarga
sehingga Bapa dan Ibu berusaha untuk mengelola keuangan yang
ada dengan baik sehingga dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang pokok.
Penulis
: Apakah yang menjadi fokus orangtua terhadap pendidikan
termasuk pendidikan iman anak? Bagaimana tanggung jawab
orangtua terhadap perkembangan iman anak?
Responden : Pendidikan iman, sejak kecil ikut ke sekolah minggu, diajak ke
Gereja, mengikuti misdinar, mengajak berdoa bersama dalam
keluarga. Pendidikan sekolah sebagai orang tua merupakan
tanggungjawab yang harus dipenuhi, karena sebagai modal/
pegangan untuk masa depan anak. Orangtua mengarahkan ke
sekolah katolik diusahakan sampai S1, supaya anak tidak
tergantung pada orangtua.
Penulis
: Bagaimana pandangan Bapa dan Ibu terhadap sekolah yang
dipilih baik swasta maupun negeri?
Responden : Anak saya pernah sekolah di sekolah negeri. Sekolah negeri yang
dipilih adalah sekolah negeri faforit. Pelajaran agamanya ada dan
bagus. Bapa dan Ibu mempunyai tujuan sekolah di sekolah negeri
supaya lebih mudah masuk ke perguruan tinggi. Pengalaman dua
putrinya dari sekolah swasta ke perguruan negeri agak susah.
Bapa dan Ibu memiliki pandangan yang positif terhadap sekolah
negeri walaupun anak sekolahnya waktu SMP tetapi sampai
sekarang masih terus menjalin relasi yang baik dengan temantemannya. Mereka masih saling kontak dan terlibat dalam acara
apapun. Adapun perbedaan dengan sekolah swasta jarang sekali
memperhatikan kebersamaan, reuni antar alumni karena
suasananya sama dan berjuang sendiri-sendiri. Padahal semua
beragama Katolik, namun kurang memperhatikan kebersamaan
dan kegiatan-kegiatan yang mengikat satu dengan yang lain, tentu
tidak semua sekolah swasta melakukan hal yang sama. Harapan
orangtua kepada sekolah-sekolah swasta untuk memperhatikan
kegiatan-kegiatan yang mengikat persaudaraan, reuni alumni dan
kegiatan yang menyatukan. Sekolah-sekolah swasta perlu
menyiapkan kegiatan-kegiatan yang membangun kekeluargaan,
saling mendukung, dan tidak menunggu ide dari alumni. Sekolah
perlu menyiapkan fasilitas dan bekerjasama dengan alumni dalam
menyelenggarakan acara yang sudah direncanakan. Saling
mengingatkan, dalam hal berdoa, belajar dan kegiatan-kegiatan
lainnya, karena orangtua memiliki tanggungjawab ter
(14)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penulis
Responden
Penulis
Responden
Penulis
Responden
Penulis
Responden
: Komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa
dan anak-anak dan sebaliknya
: Relasi dalam keluarga, bisasa berjalan lancar. Kalau di rumah
ngobrol-ngobrol, bercanda antara orangtua dan anak. Saat di luar
rumah atau sedang pergi, tetap berkomunikasi lewat handphone.
Ketika salah satu anggota keluarga mengalami masalah kebiasaan
keluarga, saling terbuka
menceritakan pengalaman yang
dihadapi.
: Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga dalam
menjalin komunikasi? Apa solusi keluarga dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan itu?
: Namanya kehidupan keluarga pasti mengalami kesulitan. Sikap
saling terbuka dalam keluarga yang membantu untuk
menyelesaikan kesulitan yang dihadapi. Sejauh ini komunikasi
dalam keluarga baik-baik saja terlebih dengan kehadiran cucucucu membawa sukacita dalam keluarga. Komunikasi keluarga
inti dengan keluarga besar baik dan aman. Keluarga menjalin
relasi dengan keluarga besar melalui telepon, saling mengunjungi
pada hari-hari besar agama. Tujuan menjalin komunkasi dengan
keluarga besar agar tidak putus hubungan, tetap menjalin
persaudaraan. Orangtua memberi teladan kepada anak-anak untuk
saling mengenal keluarga besar besar. Keluarga Bapa dan Ibu
sebagian besar berbeda keyakinan (Islam) katolik hanya dua
orang. Namun hal ini tidak menjadi hambatan bagi kami dalam
keluarga, kami saling menghormati, menghargai.
: Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak yang memiliki citacita yang berbeda dengan keinginan orangtua? Usaha-usaha apa
yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak
yang berbeda
pendapat dengan orangtua?
: Dalam keluarga pasti ada perbedaan pendapat antara orangtua dan
anak. Kemauan orangtua tidak sesuai dengan kemauan anak.
Orangtua memilih sekolah dan fakultas bagi orangtua itu baik,
namun tidak sesuai dengan keinginan anak. Akhirnya orantua
mengalah dan memberi kebebasan dan kepercayaan kepada anak
untuk memilih dan tanggungjawab atas pilihannya. Kami
orangtua tetap bertanggungjawab untuk memberi perhatian,
dukungan kepada anak atas pilihannya.
: Bagaimana kehidupan doa dalam keluarga dan kehidupan
menggereja?
: Waktu masih kecil kami masih ada doa bersama, doa rosario
bersama, orangtua sudah besar terlebih saat kuliah, waktunya
sangat susah untuk berdoa bersama. Sebagai orangtua, merasa ada
sesuatu yang berbeda, ketika kecil mudah sekali diajak untuk
berdoa, sekarang sudah agak sulit. Orangtua tetap mengingatkan,
untuk berdoa. Saya (Ibu) meakukan apa yang menjadi kebiasaan
berdoa, setiap pagi mengikuti misa harian. Semua anggota
(15)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penulis
:
Responden :
Penulis
:
Responden :
keluarga wajib mengikuti misa hari minggu dan hari-hari besar
dan terlibat di dalam kegiatan lingkungan dan Gereja. Harapan
Ibu agar Tuhan membuka hati anak-anaknya untuk melihat dan
belajar dari teladan orangtua dalam membagi waktu dengan baik,
waktu berdoa, rekreasi dan kehidupan berkeluarga. Dengan
berdoa kita semakin dekat dengan Tuhan, menyadari bahwa kita
adalah manusia ciptaan Tuhan yang lemah. Tuhan sebagai
harapan hidup kita, mensyukuri apapun yang kita terima baik
dalam suka maupun dalam duka. Anggota keluarga terlibat aktif
dalam kegiatan lingkungan dan hidup menggereja antara lain;
koor, misdinar, BKS dan selalu bersedia meyiapkan tempat di
rumah untuk latihan koor maupun kegiatan lain.
Hambatan-hambatan yang dialami keluarga dalam hidup
menjalankan hudup doa bersama keluarga, hidup menggereja?
Waktu yang sangat terbatas, terkadang anak pulang sudah malam
dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan. Aanak-anak sudah
lelah, tidak memungkinkan untuk mengajak mereka berdoa
bersama. Orangtua mengingatkan untuk selalu berdoa.
Bagaimana keluarga menjalin komunikasi dengan masyarakat?
Mengapa keluarga perlu menjalin komunikasi dalam hidup
bermasyarakat?
Komunikasi dengan masyarakat baik dan lancar. Pengalaman
keluarga Bapa dan Ibu sudah beberapa kali pindah dan hidup di
tengah masyarakat yang berbeda, masyarakat memandang
keluarga Bapa dan Ibu sebagai contoh keluarga yang baik, suka
menyapa, tidak sombong dan rukun. Dalam keluarga tentu ada
permasalahan namun, setiap anggota keluarga berusaha membawa
diri dengan baik. Doa, senyum, sapa dan perhatian adalah kunci
untuk menjalin relasi dengan masyarakat. Tantangan yang
dihadapi terkadang merasa kurang nyaman (iri) dengan situasi
kehidupan keluarga. Karena keluarga saya sejak masih dengan
orangtua sudah diajarkan untuk terbuka kepada siapapun yang
berkunjung ke rumah. Maka ketika
berkeluargapun saya
praktekkan di daam kehidupan keluarga. Siapa saja yang datang
kami terbuka untuk menerima dengan hati yang tulus. Melalui
kunjungan itu, kami merasa dikuatkan dan mengalami sukacita
dalam kebersamaan.
(16)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hasil Wawancara Responden 4
a. Identitas
Nama
: Bapa Tarsisius Wagianto ( 68 tahun)
Ibu Bernadeta Mugianti (61 tahun)
Hari / Tanggal : Selasa, 13 September 2016
Waktu
: Pukul 09.25-10.00
b.
Hasil Wawancara
Penulis
: Bagaimana pandangan keluarga terhadap Spiritualitas Keluarga
Kudus ?
Responden : Saya (Bapa) kagum dengan Keluarga Kudus. Dalam keluarga
perlu saling melayani. Bunda Maria tidak pernah mengeluh.
Bunda Maria menjalakan segala tugasnya dengan tulus, walaupun
harus pergi jauh, Maria tetap kuat demi menyelamatkan kanakkanak Yesus. Harapan kami sebagai keluarga mampu meneladani
semangat Keluarga Kudus, namun tidak semudah yang diucapkan
perlu iman yang kuat. Bunda Maria adalah Bunda Allah, sejak
mengandung sudah diberkati Tuhan, Keluarga Kudus sudah
penuh iman. Namun sebagai manusia inginnya mau meneladani
tetapi karena kelamahan manusia terkadang susah untuk
meneladani. Bunda Maria ketika Putranya menghilang ke Bait
Allah Bunda Maria penuh iman menerima Putranya. Orangtua
berusaha untuk meneladani dalam mendidik anak-anak yang
sudah dewasa terkadang mengalami kesulitan
Penulis
: Apakah semangat hidup Keluarga Kudus menjadi model bagi
keluarga Bapa da Ibu?
Responden : Ya betul sekali. Keluarga Kudus menjadi contoh yang paling
bagus. Keluarga berusaha untuk meneladani. Keluarga berusaha
untuk saling melayani, saling membantu, dengan tulus. Masingmasing melaksanakan tugasnya dan tetap setia kepada Tuhan
Yesus, walaupun banyak rintangan tetapi tetap setia, karena
keluarga Kudus hidupnya tidak muluk-muluk. Percaya kepada
kehendak Allah, maka tantangan seberat apapun akan diatasi.
Kemauan dan ketulusan menjadi kunci bagi keluarga dalam saling
melayani. Prinsip-prinsip dasar dalam keluarga adalah berdoa
dan cinta kasih.
Penulis
: Bagaimana Bapa dan Ibu menata pendapatan dan pengeluaran
dalam keluarga?
Responden : Bagi Bapa masih sulit. Sejak dulu sampai sekarang yang
mengelola keuangan adalah Ibu. Bapa menyerahkan uang
seutuhnya kepada Ibu yang mengelola. Dalam hal kecil sampai
besar, Bapa tidak pernah ikut terlibat dalam pengelolaan
keuangan. Ibu yang memegang uang dan setiap kali mengajak
Bapa untuk membicarakan kebutuhan-kebutuhan pokok. Ibu yang
(17)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penulis
:
Responden :
Penulis
:
Responden :
memikirkan semuanya baik pendapatan maupun pengelolaan.
Urusan keuangan sekolah dan kebutuhan-kebutuhan pokok Ibu
yang membagi dan mengajak bicara Bapa. Bapa tidak pegang
uang tetapi mengetahui berapa pemasukan dan pengeluarannya.
Bapa selalu ikut keputusan yang sudah dirincikan oleh Ibu.
Terkadang membuat Ibu bingung Bapa maunya apa. Ibu
mempertimbangkan dengan matang kebutuhan-kebutuhan yang
ingin dibelanjakan.
Hambatan-hambatan apa yang pernah dialami dalam pengelolaan
keuangan? Usaha usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi
hambatan itu?
Ya, pernah mengalami kesulitan. Namanya rejeki tidak selalu
mengalir, terkadang terhambat. Ibu mengibaratkan keuangan
keluarga bagaikan air yang terkadang mengalir, terkadang kering.
Namun, Ibu menyimpan segala perkara di dalam hatinya, tidak
pernah marah atau ribut dengan anggota keluarga. Ibu penuh
pengharapan bahwa rejeki belum tiba. Segala sesuatu indah pada
waktunya. Ibu, pernah mengalami tidak punya uang sama sekali,
namun Ibu tetap kuat, sabar dalam menghadapi situasi yang
terjadi. Usaha yang dilakukan oleh Ibu adalah meminjam uang
kepada saudara yang sungguh memberi kepercayaan. Saudara
sendiri pasti selalu memberi pinjaman kepada Ibu. Terkadang
anaknya yang membantu Ibu menopang ekonomi keluarga.
Apakah yang menjadi fokus orangtua terhadap pendidikan
termasuk pendidikan iman anak? Bagaimana tanggung jawab
orangtua terhadap perkembangan iman anak?
Harapan orangtua terhadap anak-anaknya semuanya sukses baik
sukses dalam pendidikan iman maupun pengetahuan. Kembali
kepada anak-anak ada yang penurut ada yang susah untuk diajak
bicara. Sejak kecil orangtua sudah mengarahkan, mendampingi,
membimbing agar imannya bertumbuh baik, namun setelah
dewasa sangat sulit. Anaknya sendiri yang tidak begitu
konsekuen, semaunya sendiri. Terkadang pengaruh pergaulan
dengan teman dan lingkungan, anak-anak perempuan mudah
untuk diatur. Orangtua tetap bertanggungjawab atas iman dan
pendidikan mereka. Kadang anak lebih fokus kepada penyaluran
hobinya sehingga lupa akan hal-hal yang lain. Orangtua memberi
kebebasan dan tetap mengingatkan untuk ke Gereja. Karena kalau
terlalu di kekang malah lebih menjauh dari orangtua dan
melalukan hal-hal yang tidak diinginkan orangtua. Orangtua
memberi kebebasan dan teladan. Bapa dan Ibu selalu memberi
perhatian, mengarahkan mereka.
(18)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penulis
Responden
Penulis
Responden
Penulis
Responden
Penulis
Responden
: Bagaimana pandangan Bapa dan Ibu terhadap sekolah yang
dipilih baik swasta maupun negeri?
: Orangtua memberi kebebasan untuk anak-anak memilih sekolah
dan diberi kepercayaan dan tanggungjawab dalam menyelesaikan
studinya. Namun terkadang anak yang salah menggunakan
konsekuensinya. Tidak bertanggungjawab atas kepercayaan yang
diberikan oleh orangtua.
: Komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa
dan anak-anak dan sebaliknya
: Bapa menyadari bahwa dalam keluarga jarang untuk berbicara.
Ibu menyetujui perkataan Bapa, bahwa sejak menikah sampai
sekarang Bapa lebih banyak diam selama (37 tahun). Terkadang
membuat Ibu bingung karena mengajak bicara, Bapa seperti
patung, bicara seperlunya. Bapa tidak ingin untuk berbicara halhal yang tidak penting dan mengakibatkan hal-hal yang tidak
diinginkan. Ibu yang banyak bicara dalam keluarga. Bapa dan
anak-anak diam bukan karena marah, tetapi karena tidak hal yang
ingin dibicarakan. Sikap saling mengenal antara Bapa, Ibu dan
anak-anak ini yang menciptakan suasana yang baik, saling
memahami dan mengerti satu dengan yang lain.
: Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga dalam
menjalin komunikasi? Apa solusi keluarga dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan itu?
: Awal membangun kehidupan keluarga, Ibu marah, karena belum
saling mengenal. Bapa dan anak-anak memiliki sikap diam,
jarang berbicara dalam keluarga. Hal ini yang terkadang membuat
Ibu bingung apa maunya Bapa dan anak-anak. Ibu sudah
mengenal mereka maka berusaha untuk memahami maksud
mereka. Komunikasi dalam keluarga mengalir karena saling
mengerti dan memahami setiap pribadi baik antara orangtua
maupun anak. Ibu mempunyai sebuah prinsip yang baik dalam
keluarga, ketika mengalami persoalan Ibu langsung selesaikan.
Karena akan sangat mengganggu suasana batin, kurang nyaman,
tidak bersemangat dalam bekerja dan tidak menikmati hidup. Ibu
menanamkan sikap terbuka dalam menyelesaikan permasalahan
dalam keluarga.
: Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak yang memiliki citacita yang berbeda dengan keinginan orangtua? Usaha-usaha apa
yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak yang berbeda
pendapat dengan orangtua?
: Kami biasa-biasa saja, tidak banyak tuntutan terhadap anak-anak.
Sekarang saya (Ibu) sudah menyadari bahwa kemauan anak-anak
berbeda dan sudah selesai kuliah. Anak sudah mampu untuk
menentukan arah hidupnya. Anak yang bungsu yang didampingi
karena masih kuliah, maka harus belajar dan mengatur waktu
dengan baik. Sebenarnya umur anak sudah tua tetapi belum
(19)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penulis
:
Responden :
Penulis
:
Responden :
Penulis
:
Responden :
dewasa dalam menata hidupnya. Kami sebagai orangtua tetap
bertanggungjawab mendampingi dan mengarahkan mereka.
Bagaimana kehidupan doa dalam keluarga dan kehidupan
menggereja?
Waktu masih kecil kami masih doa bersama, doa rosario bersama,
namun ketika sudah besar sangat susah. Anak yang bungsu
terkadang ikut temannya ke Gereja. Anak yang lain hanya saat
natal dan paska. Untuk anak perenpuan ada satu yang pindah ke
Budha, yang satu katolik. Bapa dan Ibu selalu berdoa untuk anakanaknya agar suatu saat bisa kembali kepada jalan Tuhan yang
benar. Karena anak yang nomor dua nama baptisnya Agustinus
tetapi susah sekali untuk diajak ke berdoa atau ke Gereja. Hari
minggu wajib dan hari-hari besar lainnya. Bapa dan Ibu akan
terus berusaha mendoakan anak-anak mempersembahkan kepada
kehendak Allah. Prinsip dasar dalam keluarga adalah percaya
bahwa Tuhan yang merencanakan dan manusia hanya berusaha.
Kita diharapkan menjadi saksi Allah dimana pun kita berada. Halhal yang baik hanya berasal dari Allah sendiri. Berdoa untuk
mengucap syukur kepada Tuhan karena segala sesuatu berasal
dari Tuhan sendiri.
Hambatan-hambatan yang dialami keluarga dalam hidup
menjalankan hudup doa bersama keluarga, hidup menggereja?
Kesibukan orangtua dan anak sudah berbeda-beda. Kemauan
setiap anak juga sangat berbeda. Orangtua mengalami kesulitan
untuk mengajak mereka. Ada yang sibuk dengan kuliah ada yang
sibuk untuk menyalurkan hobinya
Bagaimana keluarga menjalin komunikasi dengan masyarakat?
Mengapa keluarga perlu menjalin komunikasi dalam hidup
bermasyarakat?
Komunikasi baik. Berusaha mengikuti kegiatan-kegiatan RT dan
kegiatan masyarakat lainnya. Mengadakan kunjungan keluarga
tanpa memandang keyakinan. Keluarga memiliki sikap terbuka
bagi sesama, saling menghargai dan menghormati satu dengan
yang lain.
(20)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hasil Wawancara Responden 4
a. Identitas
Nama
: Bapa FX. Karep Biyono ( 46 tahun)
Ibu Bernadeta Aris Lestari (44 tahun)
Hari / Tanggal : Selasa, 26 September 2016
Waktu
: Pukul 15.25-15.50
b. Hasil Wawancara :
Penulis
Responden
Penulis
Responden
Penulis
Responden
Penulis
Responden
: Bagaimana pandangan keluarga terhadap Spiritualitas Keluarga
Kudus ?
: Bapa berasal dari keluarga muslim, dibabtis masuk katolik saat
persiapan untuk menikah. Jadi tidak begitu mengenal keluarga
kudus. Tidak memberi jawaban
: Apakah semangat hidup Keluarga Kudus menjadi model bagi
keluarga Bapa dan Ibu?
: Berusaha meneladani Kehidupan Keluarga Kudus dan terapkan
dalam keluarga kami. Prinsip yang dibangun dalam keluarga adalah
menghayati pesan dan Mbah Kakung “Tidak boleh nekoneko/macam-macam. Ikuti jalan yang lurus. Harus ingat Tuhan
Yesus selalu menyertai kita, Tuhan selalu melihat perbuatan yang
kita lakukan baik atau buruk Tuhan mengetahui semuanya.
Orangtua tidak punya apa-apa, maka kami selalu hati-hati dalam
melakukan tindakan.
: Bagaimana Bapa dan Ibu menata pendapatan dan pengeluaran
dalam keluarga?
: Gaji Bapa untuk biaya sekolah anak dan bayar angsuran motor dan
listrik. Ibu menjual Gudeg setiap pagi untuk tambahan kebutuhan
hidup sehari-hari. Setiap pagi Bapa mengantar Ibu dengan
membawa “gudeg” jualan Ibu. Setelah itu mengantar anak ke
sekolah. Sesudah semua beres Bapa istirahat karena masuk kerja
malam. Kami keluarga sederhana, selalu bersyukur dengan apa
yang kami peroleh. Kami mengatur keungan dengan baik, sehingga
cukup untuk hidup sehari-hari.
: Hambatan-hambatan apa yang pernah dialami dalam pengelolaan
keuangan? Usaha usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi
hambatan itu?
: Biaya untuk sekolah anak. Kami tidak punya uang untuk kuliahkan
anak. Anak juga memahami keadaan keluarga. Akhirnya anak
memutuskan untuk kerja, supaya bisa membantu adiknya yang
masih SD. Orangtua dan anak menyadari dan menerima kenyataan
hidup (sederhana), tidak ada yang ingin memiliki sesuatu yang
tidak ada. Keluarga besar Bapa dan Ibu, semua punya mobil, kami
turut bersyukur dan senang, tidak ada rasa iri.
(21)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penulis
Responden
Penulis
Responden
Penulis
Responden
Penulis
Responden
Penulis
Responden
: Apakah yang menjadi fokus orangtua terhadap pendidikan
termasuk pendidikan iman anak? Bagaimana tanggung jawab
orangtua terhadap perkembangan iman anak?
: Sejak lahir umur 1 bulan dipermandikan, saya didik pelan-pelan,
dengan membacakan cerita-cerita kudus, mengajak berdoa bersama
dalam keluarga, mengajak ke Gereja. Berdoa sebelum makan dan
sebelum tidur. Ibu dan anaknya Citra yang selalu berdoa berdua
sebelum tidur. Ibu dan Bapa selalu memberi pesan dan kepercayaan
kepada anak. Prinsip anak-anak, malakukan hal-hal yang baik
supaya tidak mengecewakan orangtua. Cara mendidik anak-anak
dengan penuh kelembutan, kesabaran. Kami tidak pernah mendidik
dengan nada yang keras. Bapa dan Ibu santai mendampngi anak,
menyampaikan sesuatu pada waktu yang tepat. Anak melihat dan
melakukan apa yang dilakukan oleh orangtua. Orangtua menjadi
teladan bagi anak-anak.
: Bagaimana pandangan Bapa dan Ibu terhadap sekolah yang dipilih
baik swasta maupun negeri?
: Kedua anak saya sekolah di sekolah negeri, sama seperti Bapa dan
Ibu. Kecuali yang sulung SMP di Caritas. Kami memilih sekolah
yang jaraknya dekat mudah dijangkau dan murah. Kami memilih
sekolah yang dekat karena anak bisa ditinggal oleh orangtua jualan
gudeg, tidak susah untuk antar dan jemput. Sekolah negeri baik,
ada guru agamanya Kristen. Dalam sekolah yang katolik hanya
anak kami (Citra), tetapi kehadirannya diterima oleh para guru dan
teman-teman Muslim. Citra punya pendirian yang kuat, terkadang
ikut latihan mengaji, hanya sebatas menambah ilmu, Citra tetap
katolik. Citra mendapat giliran berdoa secara katolik. Ada sikap
saling menghargai dan menghormati setiap pribadi.
: Komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa dan
anak-anak dan sebaliknya
: Komunikasi dalam keluarga baik. Orangtua dan anak sangat dekat,
saling menyangi satu dengan yang lain. Bapa dan Ibu berusaha agar
tidak menyakiti hati anak-anak, sebaliknya juga anak-anak
berusaha untuk tidak menyakiti hati orangtua.
: Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga dalam
menjalin komunikasi? Apa solusi keluarga dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan itu?
: Tidak ada kesulitan dalam keluarga. Ketika Bapa merasa lelah dan
capek, pasti tidak akan banyak bicara. Solusi yang dilakukan oleh
Bapa adalah istirahat. Ibu dan anak-anak mengambil jarak,
mengerti dan memahami tidak ada yang mengganggu.
: Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak yang memiliki citacita yang berbeda dengan keinginan orangtua? Usaha-usaha apa
yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak yang berbeda pendapat
dengan orangtua?
: Tidak ada yang susah diatur.
(22)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penulis
: Bagaimana kehidupan doa dalam keluarga dan kehidupan
menggereja?
Responden : Sejak kecil anak sudah dilatih untuk berdoa. Latar belakang
keluarga miskin/sederhana maka orangtua selalu mengajak anak
untuk bersyukur kepada Tuhan atas apapun yang diterima.
Penulis
: Hambatan-hambatan yang dialami keluarga dalam hidup
menjalankan hudup doa bersama keluarga, hidup menggereja?
Responden : Waktu kerja Bapa dan anak sulung yang berbeda, kadang pagi
kadang malam. Ibu dan anak yang masih SD yang selalu berdoa
bersama. Setiap hari minggu kami wajib ke Gereja. Keluarga
pernah mengalami peristiwa yang membuat putus asa. Keluarga
kehilangan saudara kandung dari Ibu dan anak kandung meninggal
dalam satu hari. Keluarga benar-benar terpukul dengan pengalaman
ini. Pengalaman ini justru yang memampukan kami berpasrah
kepada kehendak Tuhan. Kami mau marah kepada siapa, benci
kepada siapa? Karena tidak ada yang salah. Pengalaman ini
membuat kami semakin rajin berdoa, ke Gereja. Kami semakin
mendekatkan diri kepada Tuhan, kami percaya bahwa Tuhan
mempunyai kehendak dan rencana yang indah bagi keluarga kami.
Kami dikaruniakan anak perempuan, jadi satu pasang cowok dan
cewek yang meninggal adalah cowok.
Penulis
: Bagaimana keluarga menjalin komunikasi dengan masyarakat?
Mengapa keluarga perlu menjalin komunikasi dalam hidup
bermasyarakat.
Responden : Komunikasi dengan masyarakat baik, terlibat aktif dalam kegiatan
yang dilakukan kecuali bertabrakan dengan waktu kerja. Karena
kerjaannya masih kontrak maka harus berusaha untuk selalu masuk
dan taat aturan.
(23)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3: Surat Ijin Penelitian
(24)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 4 : Hymne Keluarga Kudus dan Santo Yosef
Arr : Ig. Tri, MSF
Lihat betapa rukun damai
keluarga di Nazaret.
Hidup penuh cinta dan kasih,
satu dalam bakti.
Yesus, Maria dan Yosef,
pribadi sungguh murni.
Ajarlah kami cinta kasih,
ikut teladan suci.
Kami umat-Mu beriman
dalam keluarga ini.
Mohon kedamaian sejati,
tent’ram untuk s’lamanya
Lagu Santo Yosef
Santo Yusuf yang menjaga keluarga Nazaret
Kau menjaga Bunda Kudus juga Yesus Penebus
Sudilah doakan kami pada Yesus, anak-Mu
dan lindungilah selalu kami sekeluarga
Di tengah marabahaya beri kami harapan
kuatkanlah iman kami agar jangan tersesat
Bapa Yusuf antar kami kehadirat Yesus mu
agar kami berbahagia dalam hidup yang kekal.
(25)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 5: Doa Penyerahan diri kepada Keluarga Kudus Nazaret
Keluarga Kudus, Teladan dan Pelindung segenap keluarga Kristiani,
di bawah naunganmu kami serahkan keluarga kami.
Bila hidupmu kami renungkan kembali,
tergeraklah hati kami untuk menimba semangatmu.
Bapa Yusuf dan Bunda Maria, sejak terbentuknya keluargamu,
nyatalah kesediaan untuk saling menerima dan mendukung
yang ditopang oleh tanggapanmu atas panggilan Allah.
Seluruh perjuangan hidupmu diwarnai oleh iman, kelutusan dan kerendahan hati,
ikut membantu menangkap kehendak Allah
yang terwujud dalam tanggung jawab dan cintamu kepada Yesus.
Dalam hidup tersembunyi di Nazaret, Bapa dan Bunda bekerja keras
membanting tulang dan hidup sederhana.
Asuhlah kami untuk menyambut kehadiran Yesus di antara kami;
menciptakan keheningan di tengah kesibukan,
berani menyimpan sabda-Nya di dalam hati
sebagai pegangan hidup persaudaraan sehari-hari;
mau bekerjasama, saling membantu dan meneguhkan dan bukan menambah
penderitaan.
Tuhan Yesus, semoga berkat kedudukan-Mu sebagai titik temu dalam keluarga
kami,
kami bersedia meluangkan waktu untuk saling bertemu,
menjalin relasi manusiawi yang matang,
sehingga rumah kami terasa mengerasankan aman tenteram dan penuh kasih
sayang.
Ajarilah kami untuk mengambil sikap yang tepat
antara tugas dan kepentingan pribadi maupun keluarga.
Keluarga Kudus Nazaret, kami percaya bahwa dengan menimba semangat
hidupmu
semakin terpancarlah dari hidup kami
kesaksian dan pewartaan mengenai kasih sebagai pengikat
yang mempersatukan dan menyempurnakan.
Terpujilah nama Yesus, Maria dan Yusuf,
sekarang dan selama-lamanya.
Amin.
(Dikutip dari buku: Devosi kepada Keluarga Kudus, penyusun: Pusat
Pendampingan Keluarga MSF, (Jakarta: Obor, 2011), hl. 26-28)
(26)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 6: Gambar Keluarga Kudus
(27)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 7: Kegiatan Rohani di Lingkungan St. Yohanes Kentungan
Doa Rosario yang hanya dihadiri oleh orangtua tanpa anak-anak muda
Kegiatan misa di lingkungan tanpa kehadiran kaum muda
(28)
Download