AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN

advertisement
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN SENGON
(Falcataria moluccana (L) Nielsen) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli
MERRY DELVIA ELSAS
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Sengon (Falcataria moluccana (L) Nielsen) terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Merry Delvia Elsas
NIM G84090062
4
5
ABSTRAK
MERRY DELVIA ELSAS. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sengon
(Falcataria moluccana (L) Nielsen) terhadap Bakteri Stahylococcus aureus dan
Escherichia coli. Dibimbing oleh SYAMSUL FALAH dan HUSNAWATI.
Penyakit infeksi banyak diderita oleh masyarakat dan terus berkembang dari
waktu ke waktu dalam dunia kesehatan. Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa daun sengon memiliki senyawa fitokimia dan diduga berpotensi sebagai
antibakteri. Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas senyawa antibakteri ekstrak
daun sengon pada bakteri S. aureus dan E. coli menggunakan metode sumur agar.
Ekstrak daun sengon yang digunakan adalah hasil ekstraksi dari pelarut akuades,
etanol 70%, etanol 96%, dan etil asetat. Konsentrasi yang digunakan sebesar 50,
100, 150, 200, 250, dan 300 mg/mL untuk setiap pelarut. Hasil uji menunjukkan
bahwa ekstrak akuades belum mampu menghambat pertumbuhan bakteri yang
diuji, sedangkan ekstrak etil asetat dan etanol menunjukkan adanya aktivitas
antibakteri. Aktivitas antibakteri paling besar ditunjukkan oleh ekstrak etil asetat
pada konsentrasi 300 mg/mL. Diameter zona hambat yang terbentuk pada bakteri
S. aureus dan E. coli adalah sebesar 6.90 mm dan 4.97 mm dan masih termasuk
dalam kategori sedang. Hasil analisis statistik menggunakan program SPSS 16.
for windows menunjukkan bahwa perbedaan dari pelarut dan variasi konsentrasi
yang diujikan pada taraf nyata 95%, keduanya memberikan pengaruh yang nyata
terhadap diameter zona hambat bakteri.
Kata kunci: Antibakteri, E. coli, Falcataria moluccana (L) Nielsen, S. aureus
ABSTRACT
MERRY DELVIA ELSAS. Antibacterial activity of Falcataria mioluccana (L)
Nielsen leafs extract of Staphylococcus aureus and Escherichia coli. Supervised
by SYAMSUL FALAH and HUSNAWATI.
Disease by infection is most suffered by people and developed from time to
time in medicines. The last research showed that Falcataria moluccana leafs had
fitochemical compounds and potential as antibactery. The research aimed to study
the antibacterial compounds activity of Falcataria moluccana leafs extract at S.
aureus and E. coli with gel diffusion (well method). The leafs used in this
research were leaf extract from extraction of aquades, ethanol 70%, ethanol 96%,
and ethyl acetate. The concentrations were 50, 100, 150, 200, 250, and 300
mg/mL for each solvents. The result showed that aquades extract could not inhibit
the growth of bacteria, while ethyl acetate and ethanol extracts showed
antibacterial activity. The largest antibacterial activity showed by ethyl acetate
extract at concentration 300 mg/mL with inhibiton areas 6.90 and 4.97 mm for S.
aureus and E. coli. This values included in medium category. The result of
Analysis of Variance with SPSS 16. program for windows showed that variance of
solvents and concentration were significantly difference for inhibition areas.
Keywords: antibactery, E. coli, Falcataria moluccana (L) Nielsen, S. aureus
6
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN SENGON
(Falcataria moluccana (L) Nielsen) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli
MERRY DELVIA ELSAS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sengon (Falcataria moluccana (L)
Nielsen) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
Nama
: Merry Delvia Elsas
NIM
: G84090062
Disetujui oleh
Dr Syamsul Falah, SHut, MSi
dr Husnawati
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
9
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah yang berjudul Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun
Sengon (Falcataria moluccana (L) Nielsen) berhasil diselesaikan. Karya ilmiah
ini memberikan deskripsi mengenai topik penelitian yang telah dilakukan penulis
sejak bulan September 2013 sampai Januari 2014 di Laboratorium Penelitian
Biokimia, Departemen Biokimia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Syamsul Falah, SHut, MSi
selaku pembimbing utama dan dr Husnawati selaku pembimbing kedua yang telah
membimbing dan memberikan arahan serta motivasi selama penulisan karya tulis
ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh staf laboratorium Biokimia
dan rekan-rekan Biokimia terutama rekan kerja penelitian (Devi Ayu, Eva, Zia
dan Dwi) atas bantuan dan saran yang diberikan selama pelaksanaan penelitian.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Hajri, ibunda
Indrawati, Novebri Ocsen, Muhammad Hafizh, Muhammad Hanif dan Hario
Teddy Kusumanto SHut, yang selalu memberikan bantuan ataupun doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2014
Merry Delvia Elsas
10
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Bahan dan Alat
2
Prosedur Penelitian
2
HASIL
5
Kadar Air dan Rendemen
5
Analisis Fitokimia
5
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sengon
6
Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)
8
PEMBAHASAN
Kadar Air dan Rendemen Hasil Ekstraksi
8
8
Analisis Fitokimia
10
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sengon dan KHTM
12
SIMPULAN
14
SARAN
14
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
21
11
DAFTAR TABEL
1. Kadar air simplisia dan rendemen ekstrak daun sengon
2. Hasil uji fitokimia
5
6
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Diameter zona hambat bakteri S. aureus
Diameter zona hambat bakteri E. coli
Diameter zona hambat (KHTM) bakteri S. aureus
Diameter zona hambat (KHTM) bakteri E. coli
7
7
8
8
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Kadar air simplisia daun sengon
Rendemen ekstrak daun sengon
Diameter zona hambat pada bakteri S. aureus
Diameter zona hambat pada bakteri E. coli
Hasil Analisis statistik pada bakteri S. aureus
Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pelarut dan konsentrasi
Hasil Analisis statistik pada bakteri E. coli
Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pelarut dan konsentrasi
Dokumentasi penelitian uji fitokimia
Dokumentasi penelitian uji aktivitas antibakteri
Dokumentasi penelitian uji KHTM
17
17
17
17
17
18
18
19
19
20
20
1
PENDAHULUAN
Masalah penanggulangan dan pengobatan penyakit tidak akan pernah
berhenti dan terus berkembang sejalan dengan kemajuan peradaban manusia.
Salah satu penyebab penyakit adalah bakteri. Bakteri tertentu diketahui
merupakan mikrob penyebab penyakit (patogen) bagi manusia maupun makhluk
hidup lainnya. Upaya yang telah dilakukan untuk melawan bakteri patogen adalah
dengan ditemukannya senyawa antibakteri. Salah satu zat antibakteri yang banyak
digunakan adalah antibiotik. Antibiotik ini ada yang berasal dari hasil metabolit
sekunder mikroorganisme dan ada yang digunakan dalam bentuk turunannya yang
telah mengalami proses pengolahan. Hal ini bertujuan meningkatkan aktivitas
kerja dan efektivitas antibiotik. Penggunaan antibiotik dapat menimbulkan efek
negatif seperti timbulnya resistensi bakteri. Upaya pencarian senyawa antibakteri
dari alam diharapkan mampu mengurangi pengaruh negatif antibiotik (Absor
2006).
Tanaman yang diduga mempunyai potensi sebagai antibakteri adalah daun
sengon (Falcataria moluccana (L) Nielsen). Pohon sengon termasuk dalam famili
Leguminoseae yang merupakan jenis pohon yang dikembangkan dalam program
Hutan Tanaman Industri dan termasuk komoditas utama di Indonesia (Purwanto
2007). Selama ini pemanfaatan sengon baru terbatas pada kayunya saja. Pada
umumnya, kayu sengon dijadikan sebagai bahan utama dalam pembuatan peti
kemas, batang korek api, perabot rumah tangga dan lainnya. Bahkan permintaan
akan kayu sengon semakin meningkat tiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena
kayu sengon bernilai komersial yang tinggi. Di samping itu, belum banyak yang
mengetahui manfaat daun sengon terutama dalam bidang kesehatan, seperti
potensi antibakteri dari daun sengon.
Menurut penelitian Eleanore (2013) ekstrak daun sengon ternyata
memiliki senyawa fitokimia. Senyawa ini dikenal sebagai senyawa metabolit
sekunder yang diduga memiliki aktivitas antibakteri seperti alkaloid, saponin,
tanin, fenolik, flavonoid, dan triterpenoid (Harahap 2006). Menurut Sabir (2005)
disebutkan bahwa flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas
dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom sebagai hasil interaksi antara
flavonoid dengan DNA bakteri. Adapun menurut Ngemenya et al. (2006),
flavonoid memiliki sifat lipofilik sehingga memungkinkan untuk merusak
membran sel bakteri. Senyawa tanin diduga berhubungan dengan kemampuannya
dalam menginaktivasi adhesin mikroba, enzim, dan protein transport pada
membran sel. Selain itu, senyawa terpen atau terpenoid diketahui dapat bersifat
aktif terhadap bakteri, fungi, virus, dan protozoa. Mekanisme antimikrobial
senyawa terpen diduga terlibat dalam perusakan membran sel oleh senyawa
lipofilik. Pernyataan ini diperkuat oleh Sugiharti (2007) yang mengatakan bahwa
kandungan alkaloid, steroid, dan tanin mempunyai sifat aktif sebagai antibakteri
dari suatu tanaman.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian untuk
melihat potensi antibakteri dari ekstrak daun sengon (Falcataria moluccana (L)
Nielsen). Penilitian ini dilakukan secara in vitro menggunakan metode sumur
agar. Hingga saat ini belum ada penelitian yang mengarah kepada pemanfaatan
daun sengon di bidang pengobatan terutama sebagai antibakteri. Penelitian ini
bertujuan menguji aktivitas senyawa antibakteri dari ekstrak daun sengon
2
terhadap bakteri Gram positif Staphylococcus aureus dan bakteri Gram negatif
Escherichia coli. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai aktivitas antibakteri daun sengon. Selain itu hasil penelitian ini dapat
memberikan informasi kepada masyarakat bahwa tanaman ini bermanfaat sebagai
antibakteri sehingga dapat meningkatkan nilai guna tanaman tersebut.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2013 hingga Januari 2014.
Tempat pelaksanaan penelitian yaitu di Laboratorium Biokimia, Departemen
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer, inkubator, oven,
autoklaf, shaker, lemari es, cawan porselin, cawan petri, jarum ose, pipet mikro,
neraca analitik, alumunium foil, kapas, kertas saring, pipet tetes, jangka sorong
dan peralatan gelas lainnya.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia daun
sengon, akuades, etanol 70%, etanol 96%, etil asetat, pereaksi-pereaksi pada uji
fitokimia, isolat Staphylococcus aureus, isolat Escherichia coli, media cair
nutrient broth (NB), media padat nutrient agar (NA), antibiotik kloramfenikol,
dan DMSO. Simplisia sengon diambil dari pohon sengon yang berusia 3-4 tahun
yang berlokasi di Jalan Lingkar perwira belakang BULOG, Dramaga, Bogor.
Prosedur Penelitian
Persiapan sampel (Eleanore 2013)
Ekstraksi air. Ekstraksi daun sengon menggunakan metode perebusan
dengan pelarut air. Simplisia daun sengon dan air direbus. Sebanyak 100 g
simplisia ditambahkan akuades dengan perbandingan 1:10. Ekstraksi dengan air
panas dilakukan pada temperatur 100oC selama 2 jam. Selanjutnya larutan
disaring dan filtratnya dikeringkan dengan menggunakan rotary evaporator pada
suhu 60ºC hingga diperoleh ekstrak kental.
Ekstraksi etanol 70%. Simplisia sengon diekstraksi dengan perbandingan
1:10 antara sampel dengan pelarut. Ekstraksi menggunakan metode maserasi
selama 6 jam sambil sekali-sekali diaduk dengan shaker orbital, kemudian ekstrak
didiamkan selama 24 jam. Maserat yang didapat difiltrasi dan proses diulangi tiga
kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan
diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40°C hingga diperoleh ekstrak
kental.
Ekstraksi etanol 96%. Simplisia sengon diekstraksi dengan perbandingan
1:10 antara sampel dengan pelarut. Ekstraksi menggunakan metode maserasi
selama 6 jam sambil sekali-sekali diaduk dengan shaker orbital, kemudian ekstrak
3
didiamkan selama 24 jam. Maserat yang didapat difiltrasi dan proses diulangi tiga
kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan
diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40°C hingga diperoleh ekstrak
kental.
Ekstraksi etil asetat. Simplisia sengon diekstraksi dengan perbandingan
1:10 antara sampel dengan pelarut. Ekstraksi menggunakan metode maserasi
selama 6 jam sambil sekali-sekali diaduk dengan shaker orbital, kemudian ekstrak
didiamkan selama 24 jam. Maserat yang didapat difiltrasi dan proses diulangi tiga
kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan
diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40°C hingga diperoleh ekstrak
kental.
Penentuan Kadar Air dan Rendemen Terkoreksi (AOAC 2005)
Kadar air ditentukan dengan mengeringkan simplisia dalam oven bersuhu
105 C selama 3 jam dan selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15
menit. Simplisia ditimbang dan perlakuan ini dilakukan berulang-ulang sampai
diperoleh bobot yang konstan dengan waktu pengeringan selanjutnya adalah 1
jam. Pinggan porselin yang digunakan harus dikeringkan terlebih dahulu dalam
oven bersuhu 105oC selama 30 menit dan didinginkan dalam desikator. Pinggan
ini kemudian ditimbang bobot kosongnya. Nilai kadar air dan rendemen
terkoreksi ekstrak berturut-turut dapat dihitung dengan rumus :
o
Keterangan :
a = bobot cawan kosong, b = bobot cawan + sampel, c = bobot cawan akhir
Keterangan :
a = bobot ekstrak yang diperoleh dari proses ekstraksi, b = nilai kadar air, w = bobot simplisia
awal
Analisis Fitokimia (Harborne 2006)
Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 g ekstrak etil asetat daun sengon ditambahkan
1 mL HCl 2 N dan 9 mL akuades panas lalu dipanaskan selama 2 menit. Setelah
dingin. filtrat disaring dan dibagi menjadi dua tabung kecil. Tabung pertama
ditambahkan pereaksi Bauchardat dan tabung kedua pereaksi Dragendrauf.
Terbentuknya endapan coklat hingga kehitaman dan endapan putih menunjukkan
hasil positif pada pereaksi Bauchardat dan Dragendrauf.
Uji Saponin. Sebanyak 0.1 g ekstrak etil asetat daun sengon ditambahkan
5 mL akuades dan dipanaskan selama lima menit. Setelah itu ekstrak disaring dan
filtratnya dikocok. Adanya saponin ditunjukkan dengan timbulnya busa selama ±
10 menit.
Uji Tanin. Sebanyak 0.1 g ekstrak etil asetat daun sengon ditambahkan 5
mL akuades kemudian didihkan selama beberapa menit. Filtrat disaring dan
ditambahkan FeCl3 1%. Perubahan warna menjadi warna biru tua atau hitam
kehijauan yang terbentuk menunjukkan hasil positif adanya senyawa tanin pada
ekstrak daun sengon yang diujikan.
4
Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak etil asetat daun
sengon ditambahkan 2 mL etanol. lalu dipanaskan dan disaring. Filtrat hasil
penyaringan diuapkan hingga kental dan ditambahkan 1 mL eter, 3 tetes asam
asetat anhidrat, dan 1 tetes H2SO4 pekat. Warna merah atau ungu menunjukkan
adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid.
Uji Fenolik dan Flavonoid. Sebanyak 0.1 g ekstrak etil asetat daun
sengon ditambahkan 2 mL metanol lalu dipanaskan sebentar dan disaring. Filtrat
hasil penyaringan dibagi menjadi dua, tabung pertama ditambahkan NaOH 10%
dan tabung kedua ditambahkan H2SO4 pekat. Warna jingga kemerahan yang
terbentuk menunjukkan adanya senyawa fenolik, sedangkan warna merah hingga
kecoklatan menunjukkan hasil positif untuk senyawa flavonoid.
Pembuatan Media (Inayati 2007)
Pembuatan Media Nutrient Agar (NA). Media ini merupakan media
agar miring. Sebanyak 2.3 g NA dilarutkan dalam 100 mL akuades lalu
dipanaskan dan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer sampai homogen.
Larutan tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL. kemudian
ditutup dengan kapas dan alumunium foil. Media disterilkan dengan autoklaf pada
tekanan 1.5 atm. dengan suhu 121oC selama 15 menit. Tabung-tabung tersebut
dimiringkan sebelum mengeras dan dibiarkan selama 24 jam.
Pembuatan Media Nutrient Broth (NB). Sebanyak 0.8 g media NB
dilarutkan dalam 100 mL akuades, kemudian dipanaskan dan diaduk dengan
magnetic stirrer sampai homogen. Sebanyak 10 mL larutan tersebut dimasukkan
ke dalam labu erlenmeyer dan ditutup dengan kapas dan alumunium foil. Media
disterilkan dengan autoklaf pada tekanan 1.5 atm, suhu 121oC selama 15 menit.
Regenerasi Bakteri (Inayati 2007)
Bakteri dibiakkan pada agar miring steril lalu diinkubasi pada 37oC selama
24 jam. Biakan tersebut diambil satu ose dan diinokulasikan ke labu erlenmeyer
yang berisi 10 mL media cair NB steril. Biakan diinkubasi pada inkubator
bergoyang selama 24 jam pada suhu 37oC. Setiap akan memindahkan biakan
bakteri ke media padat NA, dilakukan pengukuran nilai Optical Density pada
setiap bakteri yang akan diuji.
Pengujian Aktivitas Antibakteri (Inayati 2007)
Biakan bakteri yang telah diukur Optical Density (OD) diambil sebanyak
50 µL dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Biakan tersebut dicampurkan
dengan media NA cair (± 45oC) lalu didinginkan pada suhu kamar sampai
menjadi padat. Media dilubangi dengan menggunakan pangkal pipet tetes steril
(diameter ± 5 mm). Ekstrak daun sengon yang akan diuji dengan berbagai
konsentrasi dimasukkan ke dalam lubang tersebut sebanyak 50 µL dan diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37oC. Kontrol positif yang digunakan adalah
kloramfenikol 100 µg/mL dan kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO.
Variasi konsentrasi ekstrak daun sengon yang akan diuji aktivitas antibakterinya
adalah 50, 100, 150, 200, 250, dan 300 mg/mL. Pengujian dilakukan pada ekstrak
air, ekstrak etanol 70%, ekstrak etanol 96%, dan ekstrak etil asetat daun sengon
dengan tiga kali pengulangan. Aktivitas antibakteri diperoleh dengan mengukur
5
zona bening yang menunjukkan bakteri tidak tumbuh disekitar lubang yang berisi
ekstrak sampel dengan menggunakan jangka sorong, minimal empat kali
pengukuran diagonal dan nilainya dirata-ratakan. Hasil diameter zona bening yang
diukur sebelumnya dikurangi terlebih dahulu dengan diameter sumur. Selanjutnya
untuk menentukan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM), konsentrasi
ekstrak diturunkan menjadi 5, 10, 20, 30, dan 40 mg/mL dengan prosedur yang
sama dengan uji aktivitas antibakteri yang telah dilakukan sebelumnya.
Pengukuran KHTM bertujuan menentukan konsentrasi terkecil dari ekstrak yang
masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji.
Analisis Statistik (Mattjik dan Sumertajaya 2006)
Analisis statistik yang digunakan adalah rancangan percobaan dua faktor
dalam rancangan Split-Plot Design Rancangan Acak Lengkap (RAL). Model
rancangannya:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Yijk
µ
αi
βj
αβij
εijk
= diameter zona hambat pada pelarut ke-i. konsentrasi ke-j. dan ulangan ke-k
= pengaruh rataan umum
= pengaruh utama faktor A (pelarut)
= pengaruh utama faktor B (konsentrasi)
= komponen interaksi dari faktor A dan faktor B
= pengaruh galat
Rancangan ini digunakan pada nilai diameter zona hambat pada pengujian
aktivitas antibakteri. Data yang diperoleh dianalisis dengan program SPSS.16
pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05. Pengujian lanjut dilakukan uji
lanjut Duncan.
HASIL
Kadar Air dan Rendemen
Hasil pengukuran kadar air dari simplisia daun sengon dan nilai rendemen
ekstrak dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai kadar air yang diperoleh adalah sebesar
6.17%. Selanjutnya, nilai rendemen ekstrak terbesar yaitu pada pelarut etanol
96% sebesar 7.34%.
Tabel 1 Kadar air simplisia dan rendemen ekstrak daun sengon
Sampel
Kadar Air Simplisia (%)
Daun Sengon
6.17
Pelarut
Akuades
Etanol 70%
Etanol 96%
Etil Asetat
Rendemen Ekstrak (%)
3.77
6.22
7.34
3.21
Analisis Fitokimia
Hasil uji fitokimia dari ekstrak daun sengon yang menggunakan pelarut
akuades, etanol 70% dan etanol 96% diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya
6
oleh Eleanore (2013). Hasil pengujian sebelumnya menunjukkan bahwa hanya
senyawa alkaloid yang tidak ditemukan pada ekstrak dari pelarut air. Hasil
analisis kualitatif fitokimia pada ekstrak etil asetat menunjukkan adanya senyawa
fitokimia yang diujikan (Tabel 2), hal ini dapat dilihat dari perubahan warna dan
endapan yang terbentuk saat pengujian.
Tabel 2 Hasil uji fitokimia
Jenis Uji
Air*
Etanol 70%*
Etanol 96%*
Alkaloid
+
+
Saponin
+
+
+
Flavonoid
+
+
+
Tanin dan Fenol
+
+
+
Steroid dan Triterpenoid
+
+
+
Keterangan : * (Eleanore 2013), + (terdapat senyawa), - (tidak terdapat senyawa)
Etil Asetat
+
+
+
+
+
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sengon
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap dua jenis bakteri yaitu
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pelarut yang digunakan adalah
akuades, etanol 70%, etanol 96%, dan etil asetat, sedangkan konsentrasi yang
digunakan pada tiap pelarutnya adalah 50, 100, 150, 200, 250, dan 300 mg/mL
dengan tiga kali pengulangan. Hasil pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak
daun sengon menunjukkan hasil yang berbeda dari tiap pelarut dan konsentrasi
yang diujikan.
Hasil pengukuran diameter zona hambat pada bakteri S. aureus dapat
dilihat pada Gambar 1. Nilai aktivitas antibakteri tertinggi pada bakteri uji S.
aureus ada pada pelarut etil asetat konsentrasi 300 mg/mL dengan diameter zona
hambat sebesar 6.90 mm dan aktivitas terendah pada pelarut akuades konsentrasi
200 mg/mL dengan diameter zona hambat sebesar 0.06 mm. Kontrol positif
menggunakan antibiotik kloramfenikol 100 µg/mL membentuk zona hambat
sebesar 16 mm pada bakteri S. aureus, sedangkan kontrol negatif yang
menggunakan DMSO tidak terbentuknya zona bening yang menunjukkan tidak
terdapatnya aktivitas antibakteri. Selanjutnya hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa perbedaan pelarut dan variasi konsentrasi yang digunakan pada pengujian
memberikan nilai yang berpengaruh nyata terhadap diameter zona hambat yang
terbentuk pada taraf α 0.05. Hasil uji lanjut Duncan pada bakteri S. aureus
menunjukkan bahwa setiap pelarut memiliki nilai yang berbeda nyata terhadap
diameter zona hambat bakteri. Uji lanjut Duncan terhadap variasi konsentrasi uji
menunjukkan bahwa konsentrasi 300 mg/mL merupakan konsentrasi yang paling
berbeda nyata dari konsentrasi lainnya terhadap hasil diameter zona hambat yang
terbentuk.
Hasil pengukuran diameter zona hambat pada bakteri E. coli dapat dilihat
pada Gambar 2. Nilai aktivitas antibakteri tertinggi dan terendah pada bakteri uji
E. coli ada pada pelarut etil asetat konsentrasi 300 mg/mL dengan diameter zona
hambat sebesar 4.97 mm dan pelarut akuades konsentrasi 250 mg/mL dengan
diameter zona hambat sebesar 0.11 mm. Kontrol positif menggunakan antibiotik
kloramfenikol 100 µg/mL membentuk zona hambat sebesar 9 mm pada bakteri E.
coli, sedangkan kontrol negatif menggunakan DMSO tidak terbentuknya zona
bening yang menunjukkan tidak terdapatnya aktivitas antibakteri.. Hasil uji lanjut
7
Duncan pada bakteri E. coli menunjukkan bahwa setiap pelarut dan konsentrasi
uji memiliki nilai yang saling berbeda nyata terhadap diameter zona hambat
bakteri yang dihasilkan.
Nilai kontrol positif tidak disajikan pada grafik dikarenakan perbedaan
nilai yang cukup jauh dengan hasil bahan yang diujikan. Selain itu nilai kontrol
positif juga tidak diikutsertakan dalam analisis statistik. Analisis statistik hanya
dilakukan pada pelarut dan konsentrasi yang diujikan terhadap dua bakteri uji.
8
6.90 0.61d
7
6
4.78 0.29c
5
4.09 0.08c
4
3.65
0.73b
3.26 0.59d
3.05 0.33a 3.13 0.53ab
2.67 0.36c
2.63 0.35c
3
2
1.37
1 0.70
0.26a
0.23
0.63ab
1.64 0.92b
0.67 0.25ab
1.24 0.05c
1.79 0.10d
1.48 0.02c
1.00 0.00b
0.32a
0.06 0.05c
0.10 0.00c
0.11 0.03d
0
50
100
150
200
250
300
Gambar 1 Diameter zona hambat bakteri S. aureus. Ekstrak etil asetat
etanol 96% , ekstrak etanol 70% , ekstrak akuades .
, ekstrak
8
7
6
5
4.33
4
3
1
4.60 0.00e
4.97 0.06f
3.33 0.06c
2.80 0.23f
2.60 0.35b
e
2.16 0.17f
1.85 0.00d 2.08 0.07
e
1.87
0.15
1.70
1.53 0.08d
b
c
1.33
0.06
1.03 0.06a 1.23 0.06
1.00 0.00b
0.60 0.10a
0.11 0.03e 0.11 0.02f
2.00 0.00a
2
0.06d
0.00c
0
50
100
150
200
250
300
Gambar 2 Diameter zona hambat bakteri E. coli. Ekstrak etil asetat , ekstrak
etanol 96% , ekstrak etanol 70% , ekstrak akuades .
8
Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)
Pengujian konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM) dilakukan untuk
menentukan konsentrasi terkecil pada ekstrak daun sengon yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga tidak dilakukan analisis statistik pada
hasil pengujian ini. Ekstrak yang diujikan adalah ekstrak dari pelarut etanol 70%,
etanol 96%, dan etil asetat dengan konsentrasi 5, 10, 20, 30, dan 40 mg/mL.
Ekstrak dari pelarut akuades tidak dilakukan pada pengujian ini karena
sebelumnya pelarut akuades tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri S.
aureus dan E. coli pada konsentrasi 150 mg/mL dan 200 mg/mL. Hasil uji KHTM
pada bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dapat dilihat pada
Gambar 3 dan Gambar 4.
Diameter Zona
Hambat (mm)
2
1.23 1.10
1
0.77 0.99
0.43 0.58
0.40 0.69
0.37 0.63
0.33 0.58
0.13 0.23
0.77 1.07
0.03 0.06
0.07 0.12
30
40
0
5
10
20
Gambar 3 Diameter zona hambat minimum S. aureus. Ekstrak etil asetat
ekstrak etanol 96% , ekstrak etanol 70% .
Diameter Zona
Hambat (mm)
2
,
1.83 0.15
1.53 0.21
1.07 0.06
0.70 0.40
1
0.30 0.17
0.37 0.25
0.13 0.06
0.50 0.44
0.57 0.47
20
30
0
5
10
Gambar 4 Diameter zona hambat minimum E. coli. Ekstrak etil asetat
etanol 96% , ekstrak etanol 70% .
40
, ekstrak
PEMBAHASAN
Kadar Air dan Rendemen Hasil Ekstraksi
Penentuan kadar air bertujuan menentukan proporsi atau persentase air
dalam sampel yang diuji. Pengetahuan kadar air menjadi salah satu indikator
penting mengenai kualitas tanaman obat karena air merupakan senyawa yang
bersifat potensial bagi makhluk hidup dari tingkatan yang paling rendah
9
(prokariot) hingga makhluk hidup tinggi (eukariot). Air memegang peranan
penting pada metabolisme di tingkat subseluler. Kebutuhan air pada
mikroorganisme seperti bakteri yang habitatnya sesuai dengan lingkungan
penyimpanan bahan akan menjadi tempat yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme tersebut. Kandungan air dalam suatu bahan ikut menentukan
kesegaran dan daya tahan bahan tersebut selama penyimpanan (Yudhaningtyas
2008). Kadar air yang baik adalah kurang dari 10%, karena pada kadar ini bahan
dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga kemungkinan
rusak terkena jamur pada saat penyimpanan sangat kecil (Harahap 2006). Kadar
air air yang diperoleh pada simplisia daun sengon adalah sebesar 6.17%. Hal ini
dapat dikatakan bahwa simplisia daun sengon dapat disimpan dan digunakan
dalam jangka waktu yang lama.
Tahapan ekstraksi merupakan tahapan penting untuk mengidentifikasi
bioaktif yang terdapat dalam sampel daun sengon. Ekstraksi dilakukan
menggunakan empat pelarut, yaitu akuades, etanol 70%, etanol 96%, dan etil
asetat. Pemilihan pelarut yang akan diujikan dipilih berdasarkan tingkat
kepolarannya. Ekstraksi dengan pelarut akuades dilakukan dengan metode
perebusan. Perlakuan ini diharapkan dapat meningkatkan interaksi antara air dan
komponen bioaktif pada sampel karena air yang telah dididihkan mempunyai
kalor yang lebih tinggi untuk meningkatkan reaktivitas komponen (Kresnawaty
dan Zainuddin 2009). Selanjutnya komponen bioaktif tersebut akan berinteraksi
dengan molekul air berdasarkan kepolaran, dikarenakan air merupakan pelarut
yang lebih polar sehingga dapat berikatan dengan senyawa yang bersifat polar,
sedangkan ekstraksi dengan etanol 70%, etanol 96%, dan etil asetat dilakukan
dengan metode maserasi pada suhu kamar yaitu sekitar 24-27oC.
Prinsip maserasi didasarkan pada kontak langsung antara pelarut dan
bahan, pelarut akan masuk ke dalam matriks bahan melalui kapiler-kapiler dan
melarutkan ekstrak karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam
dan luar sel (proses difusi). Metode ini sederhana dan tidak merusak senyawa
yang tidak tahan panas. Senyawa yang terbawa pada proses ekstraksi adalah
senyawa yang mempunyai polaritas sesuai dengan pelarutnya. Perlakuan agitasi
dilakukan untuk meningkatkan efek mekanis yang akan meningkatkan
perpindahan massa dan interaksi antara pelarut dan bahan. Hal ini dapat
memfasilitasi ekstraksi dengan meningkatkan difusi dan melepaskan larutan pekat
dari permukaan sampel agar proses difusi berlanjut hingga tercapai keseimbangan
konsentrasi larutan di dalam dan luar sel. Kelemahan dari proses maserasi adalah
maserasi kurang mampu menimbulkan kerusakan berarti pada matriks bahan
(Imelda 2013).
Tahapan selanjutnya adalah pengukuran rendemen dari keempat ekstrak
hasil ekstraksi. Nilai rendemen ekstrak terbesar hasil ekstraksi diperoleh dari
pelarut etanol 96% yaitu sebesar 7.34%. Nilai ini relatif lebih kecil jika
dibandingkan dengan nilai rendemen yang diperoleh Eleanore (2013). Hasil
penelitian Eleanore (2013), diperoleh rendemen hasil ekstraksi daun sengon pada
pelarut etanol 96% sebesar 9.05%. Hasil yang berbeda ini diduga dapat terjadi
karena pengaturan suhu yang lebih tinggi dan waktu yang terlalu lama saat proses
destilasi menggunakan rotary evaporator, sehingga hasil yang diperoleh lebih
kering dari sebelumnya.
10
Rendemen merupakan senyawa bioaktif simplisia daun sengon yang
terekstrak pada pelarut yang digunakan. Rendemen hasil ekstraksi merupakan
salah satu faktor penting dalam mengevaluasi metode ekstraksi. Pemisahan ini
berlangsung berdasarkan interaksi analat (komponen bioaktif) dengan senyawa
yang berasal dari pelarut. Interaksi ini terjadi berdasarkan kepolaran masingmasing. Kepolaran analat dan pelarut yang hampir sama menimbulkan interaksi
tersebut dapat terjadi (Ayoola et al. 2008). Namun, kuantitas rendemen tidak
dapat digunakan untuk memperkirakan banyaknya senyawa bioaktif dalam
rendemen tersebut. Informasi ini dapat digunakan untuk pemilihan pelarut yang
tepat saat ekstraksi senyawa metabolit sekunder yang diharapkan (Kresnawaty
dan Zainuddin 2009).
Analisis Fitokimia
Uji fitokimia merupakan analisis kualitatif untuk mengidentifikasi
senyawa bioaktif pada tumbuhan (Pambayun et al. 2007). Hasil uji fitokimia yang
dilakukan pada pelarut yang berbeda akan menunjukkan hasil yang berbeda dalam
kekuatan sinyal yang diidentifikasi, yaitu tingkat kepekatan yang berbeda pada
setiap pelarut (Egwaikhide dan Gimba 2007). Hasil pengujian menunjukkan
bahwa ekstrak daun sengon dari pelarut etil asetat secara kualitatif mengandung
senyawa-senyawa fitokimia seperti alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid,
dan triterpenoid. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Eleanore
(2013) yang menggunakan ekstrak daun sengon. Penelitian Eleanore (2013)
ekstrak daun sengon dengan pelarut etanol 70% dan etanol 96% mengandung
senyawa-senyawa fitokimia yang diujikan, tetapi untuk pelarut akuades tidak
ditemukannya senyawa alkaloid pada pengujian yang terbukti dengan tidak
terbentuknya endapan sebagai bentuk reaksi dari pereaksi yang digunakan. Jika
dihubungkan dengan ekstrak lainnya yang diujikan, seperti etanol 70%, etanol
96%, dan etil asetat, ketiganya memiliki senyawa alkaloid dan terbukti
mempunyai aktivitas antibakteri pada ekstrak daun sengon. Tetapi ekstrak
akuades tidak mengandung senyawa alkaloid dan tidak memiliki aktivitas
antibakteri. Hal ini dapat disebabkan oleh sifat alkaloid dalam bentuk bebas yang
tidak larut dalam air, tetapi larut dalam kloroform, eter, dan pelarut organik
lainnya yang bersifat relatif non polar (Koirewoa et al. 2012).
Analisis fitokimia ekstrak tanaman mengindikasikan keberadaan satu atau
lebih kelompok fitokonstituen seperti tanin, flavonoid, glikosida, fenolik, saponin,
alkaloid, terpenoid dan lain-lain yang terkait aktivitas antibakteri ekstrak baik
sendiri atau dalam kombinasi (Ahmad dan Aqil 2007). Telah diketahui bahwa
kandungan senyawa aktif tanaman terutama rempah-rempah dan herbal
merupakan komponen yang banyak berperan sebagai senyawa antimikroba
(Imelda 2013). Hasil penelitian Sugiharti (2007), menunjukkan bahwa ekstrak
daun sirih merah memiliki kandungan alkaloid, steroid, dan tanin yang
mempunyai sifat aktif sebagai antibakteri. Menurut Karou (2006), senyawa
alkaloid dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif.
Senyawa alkaloid dapat menyebabkan lisis sel dan perubahan morfologi bakteri.
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun.
Senyawa ini dapat dilihat karena kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis darah (Harborne 2006). Saponin merupakan metabolit sekunder
11
yang banyak terdapat di alam. Sifatnya sebagai antimikroba, saponin dapat
menekan pertumbuhan bakteri dengan menurunkan tegangan permukaan dinding
sel (Widodo 2005). Senyawa saponin merupakan zat yang jika berinteraksi
dengan dinding bakteri maka dinding tersebut akan pecah atau lisis (Pratiwi
2008). Saponin akan mengganggu tegangan permukaan dinding sel, maka saat
tegangan permukaan terganggu zat antibakteri akan dengan mudah masuk ke
dalam sel dan mengganggu metabolisme hingga akhirnya terjadilah kematian
bakteri (Karlina et al. 2013).
Senyawa fenolik merupakan suatu substansi yang mempunyai cincin
aromatik dengan satu atau lebih substansi gugus hidroksil (Harborne 2006).
Senyawa fenolik terbukti memiliki sifat antimikroba dengan mengubah
permeabilitas membran sitoplasma sehingga terjadi kebocoran bahan-bahan
intraseluler, kemudian mendenaturasi dan menginaktifkan protein seperti enzim.
Senyawa ini dapat melalui dinding sel dengan memutus ikatan silang
peptidoglikan yang berakibat meningkatnya permeabilitas membran. Hal ini
berakibat pada terhambatnya aktivitas dan biosintesis enzim-enzim spesifik yang
diperlukan dalam reaksi metabolisme sel. Senyawa fenol yang teroksidasi
menghambat metabolisme enzim yang menyebabkan inaktivasi kegiatan
reproduksi sel. Struktur seperti antosianin dapat membentuk kompleks dengan
asam amino nukleofilik dari dinding sel diikuti dengan hilangnya fungsi dinding
sel (Pliego 2007).
Flavonoid merupakan golongan terbesar dari fenol dan terdapat dalam
bentuk aglikon maupun glikosida dalam tanaman. Flavonoid berperan penting
dalam biokimia dan fisiologi tanaman baik sebagai antioksidan, inhibitor enzim
dan prekursor bagi komponen toksik. Flavonoid memiliki peranan sebagai
antimikroba dan antivirus (Zulaicha 2011). Dinding bakteri yang terkena
flavonoid akan kehilangan permeabilitas sel (Karlina et al. 2013). Penelitian oleh
Ajizah et al. (2007) menunjukkan bahwa ekstrak kayu ulin yang mengandung
flavonoid dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dengan mengganggu
permeabilitas dinding sel bakteri.
Senyawa metabolit sekunder berupa tanin mempunyai rasa sepat dan juga
bersifat sebagai antibakteri. Tanin merupakan senyawa polifenol yang
mengandung cukup banyak gugus hidroksil dan gugus lain serta dapat membentuk
kompleks dengan protein dan makromolekul lain (Harborne 2006). Senyawa aktif
dari tanin adalah galokatekin, epigalokatekin, dan epigalokatekin galat, dan
penghambatan ketiganya terhadap bakteri diduga karena adanya gugus hidroksil.
Penelitian oleh Hidayaningtias (2008) menunjukkan bahwa telah diketahui
katekin dan tanin dapat menghambat aktivitas biologis dari Streptococcus mutans
sebagai bakteri dominan penyebab terjadinya karies gigi. Senyawa tanin mampu
menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengkoagulasi protoplasma bakteri
(Pratiwi 2008). Menurut Karlina et al. (2013), tanin memiliki peran sebagai
antibakteri dengan mengikat protein sehingga pembentukan dinding sel akan
terhambat. Tanin juga terkandung di dalam ekstrak sengon yang diujikan.
Pendugaan mekanisme penghambatan tanin pada ekstrak daun sengon ini yaitu
dinding bakteri yang telah lisis akibat senyawa saponin dan flavonoid
menyebabkan senyawa tanin dengan mudah dapat masuk ke dalam sel bakteri dan
mengkoagulasi protoplasma sel bakteri S. aureus dan E. coli.
12
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sengon dan Konsentrasi
Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)
Pengujian aktivitas antibakteri ini dilakukan untuk mengetahui potensi
antibakteri dari ekstrak daun sengon terhadap bakteri S. aureus dan E. coli.
Tingkat aktivitas antibakteri dari ekstrak daun sengon berbeda-beda untuk setiap
pelarut yang digunakan terhadap bakteri uji. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil
yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa semakin polar pelarut yang digunakan
untuk mengekstrak daun sengon maka diameter zona hambat yang terbentuk
semakin kecil. Hasil yang diperoleh ini berlaku untuk kedua bakteri yang
diujikan, yaitu S. aureus dan E. coli.
Ekstrak daun sengon hasil ekstraksi yang diuji adalah ekstrak akuades,
etanol 70%, etanol 96%, dan etil asetat. Konsentrasi yang digunakan pada uji
aktivitas antibakteri adalah 50, 100, 150, 200, 250, dan 300 mg/mL, sedangkan
untuk KHTM adalah 5, 10, 20, 30, 40 mg/mL. Pemilihan variasi konsentrasi ini
adalah sebagai rentang konsentrasi yang dianggap mewakili. Pengujian ini
dilakukan menggunakan metode sumur agar dengan melihat zona bening yang
terbentuk di sekitar daerah yang diberi ekstrak. Keempat ekstrak yang diuji, hasil
dari ekstrak akuades menunjukkan sangat kecilnya aktivitas senyawa antibakteri,
yaitu zona hambat yang terbentuk hanya berkisar antara 0.06-0.11 mm untuk
kedua bakteri uji. Hal ini dapat disebabkan oleh tidak terbawanya komponen
senyawa yang berpotensi menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri ke
dalam ekstrak akuades selama proses ekstraksi. Ketiga ekstrak lainnya yang diuji,
menunjukkan adanya aktivitas antibakteri pada bakteri S. aureus dan E. coli.
Menurut ketentuan kekuatan antibakteri yang dikemukakan oleh David
Scout, kategori lemah digolongkan jika diameter zona bening yang terbentuk < 5
mm, kategori sedang pada kisaran 5-10 mm, dan kategori kuat jika diameter zona
bening yang terbentuk > 10 mm (Lathifah 2008). Ekstrak etanol 70% dengan
konsentrasi tertinggi yang diuji yaitu 300 mg/mL mampu menghambat
pertumbuhan dari bakteri S. aureus dan E. coli. Zona hambat paling tinggi dari
ekstrak ini diperoleh pada bakteri S. aureus sebesar 1.79 mm dan E. coli 2.16 mm.
Zona hambat yang dihasilkan oleh kedua bakteri ini termasuk dalam kategori
lemah, karena diameter zona bening yang terbentuk lebih kecil atau kurang dari 5
mm.
Ekstrak etanol 96% dengan konsentrasi 300 mg/mL juga mampu
menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli dengan kategori yang
sama yaitu kategori lemah, namun zona hambat yang terbentuk sedikit lebih tinggi
dari ekstrak etanol 70% yaitu sebesar 3.26 mm dan 2.80 mm. Sedangkan untuk
ekstrak etil asetat dengan konsentrasi yang sama mampu menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli sebesar 6.90 mm dan 4.97 mm. Hal ini
dapat dikatakan bahwa ekstrak etil asetat pada konsentrasi 300 mg/mL termasuk
dalam kategori sedang, karena zona hambat yang terbentuk lebih besar dari 5 mm
dan lebih kecil dari 10 mm. Berbeda dengan bakteri uji E. coli yang masih
termasuk dalam kategori lemah.
Penggolongan sifat antibakteri ada yang berspektrum luas (broad
spectrum) jika menghambat atau membunuh bakteri Gram positif dan Gram
negatif, spektrum sempit (narrow spectrum) jika menghambat atau membunuh
bakteri Gram positif atau Gram negatif saja, dan spektrum terbatas (limited
13
spectrum) jika efektif terhadap organisme tunggal atau penyakit tertentu (Haris et
al. 2013). Jadi kemungkinan bahan aktif dari ekstrak daun sengon (Falcataria
moluccana L. Nielsen) termasuk kategori antimikroba spektrum luas, karena
mampu melawan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Penelitian ini
menggunakan antibiotik kloramfenikol sebagai kontrol positif. Pemilihan
antibiotik kloramfenikol sebagai kontrol positif dikarenakan antibiotik ini bersifat
spektrum luas yang dapat menghambat bakteri Gram positif dan Gram negatif
(Sumardjo 2009). Hal ini didukung dengan bakteri yang dipakai pada penelitian
merupakan bakteri Gram positif dan Gram negatif.
Daun sengon yang diekstraksi dengan pelarut etanol 96% dan etil asetat
secara umum memiliki aktivitas penghambat paling baik terhadap bakteri S.
aureus yang tergolong bakteri Gram positif. Diameter zona hambat yang
dihasilkan kedua pelarut tersebut lebih besar dibandingkan bakteri E. coli yang
tergolong bakteri Gram negatif. Penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2007)
memberikan hasil bahwa ekstrak daun sirih lebih dapat menghambat bakteri S.
aureus dibandingkan bakteri E. coli yang ditandai dengan terbentuknya zona
hambat yang lebih besar pada media yang ditumbuhi S. aureus dibandingkan
dengan diameter zona hambat pada media yang ditumbuhi bakteri E. coli.
Penelitian yang dilakukan oleh Lathifah (2008) juga menunjukkan hasil yang
sama yaitu ekstrak etanol buah belimbing lebih menghambat bakteri Gram positif
S. aureus dibandingkan bakteri Gram negatif E. coli.
Perbedaan tingkat sensitivitas antara bakteri S. aureus dan E. coli
dikarenakan bakteri S. aureus memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi
dibandingkan pada bakteri E. coli. Tingkat sensitivitas ini ditandai dengan
tingginya tingkat hambatan yang dihasilkan oleh suatu senyawa antimikroba
tertentu. Perbedaan tingkat sensitivitas ini menimbulkan zona hambat yang
dihasilkan ekstrak daun sengon pada bakteri S. aureus dan E. coli berbeda, hal ini
diduga karena adanya perbedaan struktur dinding sel yang dimiliki oleh masingmasing bakteri. Bakteri E. coli memiliki lapisan dinding sel yang dilapisi oleh
membran luar yang terdapat protein, fosfolipid, dan lipopolisakarida, serta ruang
periplasmik (Ibrahim 2007), sehingga pada media yang ditumbuhi E. coli
terbentuk zona hambat yang relatif kecil. Bakteri Gram positif S. aureus memiliki
lapisan dinding sel yang terdiri atas lapisan peptidoglikan yang tebal, asam
teikoat, sedikit lipid (Ibrahim 2007) sehingga dapat dengan mudah dihambat oleh
ekstrak daun sengon.
Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan pada aktivitas antibakteri,
perlakuan dengan perbedaan pelarut dan konsentrasi yang diujikan memberikan
pengaruh yang nyata terhadap diameter zona bening yang diperoleh pada taraf
kepercayaan 95%. Pemberian perlakuan empat pelarut yang berbeda
menghasilkan diameter zona bening yang berbeda pada masing-masing pelarut
berdasarkan tingkat kepolarannya. Semakin polar pelarut yang digunakan,
semakin kecil diameter zona bening yang terbentuk. Begitu pula dengan ragam
konsentrasi yang diujikan, semakin tinggi konsentrasi yang diujikan maka
diameter zona bening yang terbentuk semakin besar. Hasil analisis ini diperkuat
oleh uji lanjut Duncan yang memberikan hasil yang berbeda nyata antar pelarut
ataupun konsentrasi yang digunakan.
Penentuan konsentrasi hambat tumbuh minimum dilakukan untuk melihat
konsentrasi minimum ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
14
secara pasti dari ekstrak daun sengon. Berdasarkan pengujian KHTM, ekstrak dari
pelarut etil asetat ternyata masih mempunyai sedikit daya antibakteri pada
konsentrasi terkecil yaitu 5 mg/mL yang diujikan pada kedua jenis bakteri uji.
Ekstrak dari pelarut etanol 96%, konsentrasi 20 mg/mL dan 10 mg/mL adalah
konsentrasi terkecil yang masih dapat membentuk zona hambat pada bakteri S.
aureus dan E. coli, sedangkan untuk ekstrak dari pelarut etanol 70% tidak terdapat
zona hambat pada bakteri E.coli terhadap konsentrasi yang diujikan, tetapi pada
bakteri S. aureus pada konsentrasi 30 mg/mL terdapat daya hambat sebesar 0.03
mm. Hasil dari KHTM ini mengindikasikan adanya kandungan senyawa aktif
yang potensial untuk dipelajari lebih lanjut. Senyawa aktif tersebut dapat
dipisahkan dari ekstrak untuk selanjutnya diisolasi, dimurnikan dan diidentifikasi.
SIMPULAN
Daun sengon memiliki potensi sebagai antibakteri. Aktivitas antibakteri
terbesar diperoleh dari ekstrak dari pelarut etil asetat. Daya hambat paling besar
yang dihasilkan ada pada konsentrasi tertinggi yang diujikan yaitu 300 mg/mL
dan termasuk dalam kategori sedang. Ekstrak daun sengon diduga tergolong
dalam antibakteri berspektrum luas. Semakin kurangnya kepolaran pelarut yang
digunakan dalam ekstraksi maka semakin besar pula zona hambat yang terbentuk.
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sengon maka semakin besar pula
konsentrasi senyawa antibakteri yang ada dalam ekstrak tersebut. Hasil analisis
statistik menunjukkan bahwa perbedaan dari pelarut dan variasi konsentrasi yang
diujikan pada taraf nyata 95%, keduanya memberikan pengaruh yang nyata
terhadap diameter zona hambat bakteri.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui jumlah bakteri yang mampu dibunuh atau dihambat oleh
ekstrak daun sengon secara pasti dan perlu dilakukan pemurnian dan identifikasi
lebih lanjut terhadap senyawa kimia daun sengon yang berperan sebagai
antibakteri. Selain itu perlu dilakukan ekstraksi dengan pelarut yang tingkat
kepolarannya lebih rendah atau pelarut non polar dan konsentrasi yang diujikan
lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Absor U. 2006. Aktivitas antibakteri ranting patah tulang (Euphorbia tirucalli.
Linn) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ahmad I, Aqil F. 2007. In vitro efficacy of bioactive of 15 medicinal plants
againts EsβL-producing multidrug-resistant enteric bacteria. J Microbiol
Res. 162:264-275.
15
Ajizah A, Thihana, Mirhanuddin. 2007. Potensi ekstrak kayu ulin (Eusideroxylon
zwageri) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
secara in vitro. J Bioscientiac. 4:37-42.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of
Analytical of The Association of Official Analytical Chemist. Washington
DC (US): AOAC.
Ayoola et al. 2008. Phytochemical Screening and Antioxidant Activities of Some
Selected Medicinal Plants Used for Malaria Therapy in Southwestern
Nigeria. J Tropical of Pharmaceutical Research. 7(3):1019-1024.
Egwaikhide PA, Gimba CE. 2007. Analysis of the Phytochemical Content and
Anti-microbial Activity of Plectranthus glandulosis Whole Plant. J MiddleEast of Scientific Research. 2(3-4):135-138.
Eleanore Y. 2013. Analisis komponen kimia dan aktivitas antioksidan ekstrak
daun sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) menggunakan metode
DPPH [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Harahap N. 2006. Aktivitas senyawa antibakteri akar tumbuhan anting-anting
(Acalypha indica L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Harborne JB. 2006. Metode Fitokimia. Penerjemah: Patmawinata K dan Soediro I.
Edisi Kedua. Bandung (ID): Penerbit ITB.
Haris A, Arniati, Gosalam S, Nurfadilah. 2013. Potensi Antibakteri Ekstrak dan
Fraksi Daun Lamun (Enhalus acoroides) terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli [internet]. [diacu 2014 Mar 8]. Tersedia dalam:
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/5473.
Hermawan A. 2007. Pengaruh ekstrak daun sirih (Piper betle L.) terhadap
pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode
difusi disk [skripsi]. Surabaya (ID): Universitas Airlangga.
Hidayaningtias P. 2008. Perbandingan Efek Antibakteri Air Seduhan Daun Sirih
terhadap Streptococcus mutans pada Waktu Kontak dan Konsentrasi yang
Berbeda [internet]. [diacu 2014 Mar 7]. Tersedia dalam:
http://eprints.undip.ac.id/24283.
Ibrahim M. 2007. Mikrobiologi: Prinsip dan Aplikasi. Surabaya (ID): Unesa
University Pr.
Imelda F. 2013. Deteksi senyawa antibakteri daun kesum secara KLTBioautografi dan pengaruhnya terhadap membran Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Inayati H. 2007. Potensi antibakteri ekstrak daun kedondong bangkok (Spondias
dulcis Forst.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Karlina CY, Ibrahim M, Trimulyono G. 2013. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Herba Krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Lentera Bio. 1(1):87-93.
Karou D. 2006. Antibacterial activity of alkaloids from Sida acuta. J African Of
Biotechnology. 5(2):195-200.
16
Koirewoa YA, Fatimawali F, Wiyono W. 2012. Isolasi dan Identifikasi Senyawa
Flavonoid dalam Daun Beluntas (Pluchea indica L.). Pharmacon [internet].
[diacu 2014 Mar 7]. Tersedia dalam: https://ejournal.unsrat.ac.id/ article.
Kresnawaty I, Zainuddin A. 2009. Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri dari
Derivat Metil Ekstrak Etanol Daun Gambir (Uncaria Gambir). J Littri.
15(4):145 – 151.
Lathifah QA. 2008. Uji efektivitas ekstrak kasar senyawa antibakteri pada buah
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan variasi pelarut [skripsi].
Malang (ID): Universitas Islam Negeri Malang.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab, Jilid I. Bogor (ID): IPB Press.
Ngemenya MN, Mbah JA, Tane P, Titanji VPK. 2006. Antibacterial Effects of
Some Cameroonian Medicinal plants against common pathogenic bacteria.
African J of Traditional, Complementary and Alternative Madicines
3(2):84-93.
Pambayun R, Gardjito M, Sudarmadji S, Rahayu K. 2007. Kandungan Fenol dan
Sifat Antibakteri dari Berbagai Jenis Ekstrak Produk Gambir (Uncaria
Gambir Roxb). Majalah Farmasi Indonesia 18(3): 141 - 146.
Pliego MPC. 2007. Effect of natural antimicrobials againts Salmonella,
Escherichia coli O157:H7 and Listeria monocytogenes [tesis]. Texas (US):
Texas A&M University.
Pratiwi SI. 2008. Aktivitas antibakteri tepung daun jarak (Jatropha curcas L.)
pada berbagai bakteri saluran pencernaan ayam broiler secara in vitro
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Purwanto I. 2007. Mengenal Lebih Dekat Leguminoseae. Yogyakarta (ID):
Penerbit Kanisius.
Sabir A. 2005. Aktivitas antibakteri flavonoid propolis Trigona sp terhadap
bakteri Streptococcus mutans (in vitro). Majalah Kedokteran Gigi
38(3):135–141.
Sugiharti NP. 2007. Aktivitas antibakteri ekstrak daun sirih merah (Piper
crocatum) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Widodo W. 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. Malang (ID):
UMM Pr.
Yudhaningtyas RDM. 2008. Pengaruh level pemberian BHT (Buthyl Hidroxy
Toluene) dan lama penyimpanan terhadap kadar air, kadar asam lemak
bebas, dan angka peroksida bungkil kelapa [skripsi]. Malang (ID):
Universitas Brawijaya Malang.
Zulaicha S. 2011. Penggunaan ekstrak daun sirsak (Annona miricata Linn.)
sebagai pengendali jamur Fusarium oxysporium secara in vitro [skripsi].
Surabaya (ID): Universitas Negeri Surabaya.
17
Lampiran 1 Kadar air simplisia daun sengon
Bobot (g)
No
1
2
3
Cawan Kosong
Sampel
Cawan + Sampel
18.18
23.32
30.17
2.00
2.00
2.00
20.18
25.32
32.17
Sampel Setelah dikeringkan
1
2
3
Rerata
1.86 1.87 1.86
1.86
1.88 1.88 1.87
1.88
1.90 1.89 1.88
1.89
Rerata
Kadar
Air (%)
6.84%
6.17%
5.50%
6.17%
Lampiran 2 Rendemen ekstrak daun sengon
Bobot (g)
Pelarut
Simplisia
100.08
100.07
100.05
100.05
Akuades
Etanol 70%
Etanol 96%
Etil Asetat
Ekstrak
3.54
5.84
6.89
3.01
Rendemen
3.54%
5.84%
6.89%
3,01%
Lampiran 3 Diameter zona hambat pada bakteri S. aureus
Konsentrasi
(mg/mL)
50
100
150
200
250
300
Akuades
0.00
0.00
0.00
0.06
0.10
0.11
Diameter Zona Hambat (mm)
Etanol 70%
Etanol 96%
0.23
0.70
0.67
1.37
1.00
1.64
1.24
2.63
1.48
2.67
1.79
3.26
Etil asetat
3.05
3.13
3.65
4.09
4.78
6.90
Lampiran 4 Diameter zona hambat pada bakteri E. coli
Konsentrasi
(mg/mL)
50
100
150
200
250
300
Akuades
0.00
0.00
0.00
0.00
0.11
0.11
Diameter Zona Hambat (mm)
Etanol 70%
Etanol 96%
0.60
1.03
1.00
1.23
1.33
1.70
1.53
1.85
1.87
2.08
2.16
2.80
Lampiran 5 Analisis statistik pada bakteri S. aureus
Etil asetat
2.00
2.60
3.33
4.33
4.60
4.97
18
Lampiran 6 Uji lanjut Duncan
Keterangan: Angka yang terletak pada satu kolom menyatakan nilai yang tidak berbeda nyata,
sedangkan angka yang terletak pada beda kolom menyatakan nilai yang berbeda
nyata. Nilai signifikansi 1.00 menunjukkan tingkat yang paling berbeda nyata.
Lampiran 7 Analisis statistik pada bakteri E. coli
19
Lampiran 8 Uji lanjut Duncan untuk pengaruh pelarut dan konsentrasi
Keterangan: Angka yang terletak pada satu kolom menyatakan nilai yang tidak berbeda nyata,
sedangkan angka yang terletak pada beda kolom menyatakan nilai yang berbeda
nyata. Nilai signifikansi 1.00 menunjukkan tingkat yang paling berbeda nyata.
Lampiran 9 Dokumentasi penelitian uji fitokima
uji tanin
uji alkaloid
uji flavonoid
uji steroid & triterpenoid
20
Lampiran 9 Dokumentasi penelitian uji aktivitas antibakteri
Lampiran 10 Dokumentasi penelitian uji KHTM
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan putri dari bapak Hajri dan ibu Indrawati yang lahir pada
tanggal 26 Juli 1991 di Perawang, Riau. Penulis adalah putri pertama dari empat
bersaudara. Penulis memulai pendidikannya di SD YPPI (Yayasan Pendidikan
Persada Indah) Tualang, Perawang dan lulus pada tahun 2002, dilanjutkan dengan
pendidikan menengah di DMP (Diniyyah Menengah Pertama) Pondok Pesantren
Diniyyah Putri Boarding School, Yayasan Rahmah El Yunussiyah Padang
Panjang, Sumatera Barat hingga tahun 2006 dan pada tahun 2009 penulis lulus
dari SMA Negeri 1 Tualang, Perawang dan berhasil diterima untuk melanjutkan
pendidikan tinggi di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan
Daerah (BUD).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi dan
kepanitiaan. Penulis aktif sebagai anggota Organisasi Mahasiswa Daerah
(OMDA) Riau, sekretaris dari Himpunan Keprofesian Biokimia Community of
Research and Education of Biochemistry’s (CREBs) periode 2010-2011. Pada
tahun 2012-2013 penulis aktif menjadi anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
Basket IPB. Selama menempuh pendidikan di Biokimia IPB penulis juga
bergabung dalam kelompok minat bagian Metabolisme, dan pada tahun 2012
penulis melaksanakan Praktek Lapangan (PL) di Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat (Balittro) Cimanggu, Bogor. Selain itu, penulis juga aktif dalam
berbagai kepanitiaan kegiatan kampus dan mengikuti kegiatan-kegiatan di bidang
olahraga cabang basket dan badminton dalam kegiatan Biochemist Champion
League (BCL), SPIRIT FMIPA, dan Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI).
Download