optimalisasi pembelajaran dalam rangka

advertisement
Page 1 of 37
OPTIMALISASI PEMBELAJARAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN
PROFESIONALISME GURU1
OLEH
EDDY NOVIANA2
Children learn what They live:
If a child lives with criticism, He learns to condemn. If a child lives with praise, He
learns to appreciate. If a child lives with tolerance, He learns to be patient. If a child
lives with ridicule, He learns to be shy. If a child lives with encouragement, He learns
confidences. If a child lives with shame, He learns to feel guilty. If a child lives with
fairness, He learns justice. If a child lives with security, He learns to have faith. If a
child lives with acceptance and friendship, He learns to find love in the world.
(Dorothy Nolte).
(Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan
cemoohan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar
menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika
anak dibesarkan dengan motivasi, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan
sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang ia
menemukan cinta dalam kehidupan.
Membuat keputusan untuk mempunyai anak merupakan keputusan yang penting.
Itu berarti memutuskan selamanya untuk mencurahkan seluruh hatimu kepadanya.
(Elizabeth Stone)
RASIONAL
Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun, untuk
kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan
adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum
1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994, dan diganti lagi dengan kurikulum
1994 suplemen 1999, yang kemudian diganti dengan kurikulum 2004 atau lebih dikenal
dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Belum genab dua tahun KBK ini
dilaksanakan, kurikulum diganti dengan Kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menurut Nasanius mengungkapkan bahwa
kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya
kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme
sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi
oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor
eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai
latihan yang dilakukan guru (Sumargi, 1996). Profesionalisme guru dan tenaga
kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya
guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa
Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak,
1
Disampaikan dalam Pelatihan bagi Asisten Guru di International School Riau tanggal 19-20 Juli
2010
2
Tenaga Pengajar di Program Studi PGSD FKIP Universitas Riau
Page 2 of 37
tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya
yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak
atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar
berkualitas (Dahrin dalam Suyanto, 2006).
PROFESIONALISME GURU DAN KOMPETENSI GURU
1.
Profesionalisme Guru
Mengenai ke-profesional-an guru perlu dibuat beberapa standar kemampuan yang
harus dimiliki oleh seorang guru. Berikut ini akan disajikan profesionalisme yang harus
dimiliki oleh seorang guru dalam konteks otonomi pendidikan, hasil penelitian John
Goodlad (dalam Suyanto, 2006) tersebut memiliki implikasi bahwa pemerintah daerah
perlu menciptakan sebuah sistem rekrutmen dan pembinaan karier guru agar para guru
benar-benar memiliki profesionalisme dan efektivitas yang tinggi supaya ketika ia
memasuki ruang kelas mampu menegakkan standar kualitas yang ideal bagi proses
pembelajaran. Suatu pekerjaan dikatakan profesional jika pekerjaan itu memiliki
kriteria tertentu. Jika kita mengikuti pendapat Houle (dalam Suyanto, 2006), ciri-ciri
suatu pekerjaan yang profesional meliputi: (1) harus memiliki landasan pengetahuan
yang kuat; (2) harus berdasarkan atas kompetensi individual (bukan atas dasar KKN); (3)
memiliki sistem seleksi dan sertifikasi; (4) ada kerjasama dan kompetisi yang sehat
antar sejawat; (5) adanya kesadaran profesional yang tinggi; (6) memiliki prinsip-prinsip
etik (kode etik); (7) memiliki sistem sanksi profesi; (8) adanya militansi individual;
dan (9) memiliki organisasi profesi. Dari ciri-ciri ini Kantor Dinas Pendidikan di daerah
dapat menterjemahkan ke dalam sistem rekrutmen dan pembinaan karier guru agar
profesi-onalisme guru dapat selalu ditingkatkan di daerahnya masing-masing. Tanpa
berbuat seperti itu kualitas guru akan selalu ketinggalan dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain, agar guru tetap profesional perlu ada
sistem pembinaan karier yang baik, tersistem, dan berkelanjutan.
Guru yang profesional perlu melakukan pembelajaran di kelas secara efektif.
Kemudian, bagaimana ciri-ciri guru yang efektif ? Menurut Gary A. Davis dan Margaret A.
Thomas, paling tidak ada empat kelompok besar ciri-ciri guru yang efektif. Keempat
kelompok itu terdiri dari:
Pertama, memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas, yang
kemudian dapat dirinci lagi menjadi: (1) memiliki keterampilan interperso-nal,
khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa, dan
ketulusan; (2) memiliki hubungan baik dengan siswa; (3) mampu menerima,
mengakui, dan memperhatikan siswa secara tulus; (4) menunjukkan minat dan antusias
yang tinggi dalam mengajar; (5) mampu menciptakan atmosfir untuk tumbuhnya kerja
sama dan kohesivitas dalam dan antar kelompok siswa; (6) mampu melibatkan siswa
dalam meng-organisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran; (7) mampu
mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi.
Kedua, kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen pembelajaran,
yang meliputi: (1) memiliki kemampuan untuk menghadapi dan menangani siswa yang
tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu
memberikan transisi substansi bahan ajar dalam proses pembelajaran; (2) mampu
bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda
untuk semua siswa.
Page 3 of 37
Ketiga, memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik
(feedback) dan penguatan (reinforcement), yang terdiri dari: (1) mampu memberikan
umpan balik yang positif terhadap respon siswa; (2) mampu memberikan respon yang
bersifat membantu terhadap siswa yang lamban belajar; (3) mampu memberikan tindak
lanjut terhadap jawaban siswa yang kurang memuaskan; (4) Mampu memberikan
bantuan profesional kepada siswa jika diperlukan.
Keempat, memiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri, terdiri dari:
(1) mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif; (2) mampu
mem-perluas dan menambah pengetahuan mengenai metode-metode pengajaran; (3)
mampu memanfaatkan perencanaan guru secara kelompok untuk menciptakan dan
mengembang-kan metode pengajaran yang relevan (Suyanto, 2006).
Untuk dapat meyakinkan guru itu adalah pekerjaan/jabatan profesinal, mari kita
tinjau pengertian profesi dan syarat atau ciri pokok dari pekerjaan professional, yakni:
1. Pekerjaan professional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam, yang
hanya mungkin didapatkan dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga
kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
2. Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang
spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan
yang lainnya dapat dipisahkan secara tegas.
3. Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang
pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggis
latar belakang pendidikan akademik sesuai profesinya, semakin tinggi pula tingkat
penghargaan yang diterimanya.
4. Suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap
sosial kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi
terhadap setiap efek yang ditimbulkan dari pekerjaan profesinya itu. (Sanjaya,
2005:143)
Apakah pekerjaan guru telah memenuhi kriteria sebagai pekerjaan professional?
Sekarang mari kita lihat ciri dan karakteristik dari proses mengajar sebagai tugas
professional guru.
1. Mengajar bukanlah hanya menyampaikan materi pelajaran saja, akan tetapi
merupakan pekerjaan yang bertujuan dan bersifat kompleks. Oleh karena itu dalam
melaksanakannya, diperlukan sejumlah keterampilan khusus yang didasarkan pada
konsep dan ilmu pengetahuan yang spesifik. Artinya, setiap keputusan dalam
melaksanakan aktivitas mengajar bukanlah didasarkan kepada pertimbanganpertimbangan subyektif atau tugas yang dapat dilakukan sekehendak hati, akan
tetapi didasarkan kepada suatu pertimbangan berdasarkan keilmuan tertentu,
sehingga apa yang dilakukan guru dalam mengajar dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Oleh karena itu, untuk menjadi seorang guru professional diperlukan
latar belakang pendidikan yang sesuai, yaitu latar belakang kependidikan keguruan.
2. Sebagaimana hal tugas seorang dokter yang profesinya menyembuhkan penyakit
pasiennya, maka tugas guru pun memiliki bidang keahlian yang jelas, yaitu
mengantarkan siswa kea rah tujuan yang diinginkan. Memang hasil pekerjaan
seorang dokter atau pekerjaan lainnya berbeda dengan hasil pekerjaan seorang
guru. Kinerja profesi non-keguruan seperti seorang dokter biasanya dapat dilihat
dalam waktu yang singkat. Dikatakan seorang dokter yang professional manakala
dalam waktu yang singkat dapat menyembuhkan pasien dari penyakitnya. Namun
tidak demikan dengan guru. Hasil pekerjaan seorang guru seperti mengembangkan
minat dan bakat serta poetensi yang dimiliki oleh seseorang, termasuk
mengembangkan sikap tertentu memerlukan waktu yang cukup panjang sehingga
Page 4 of 37
3.
4.
5.
hasilnya baru dapat dilihat setelah beberapa lama, mungkin saru generasi. Oleh
karena itu, kegagalan guru dalam membelajarkan siswa, berarti kegagalan
membentuk satu generasi manusia.
Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang keahliannya,
diperlukan tingkat pendidikan yang memadai. Menjadi guru bukan hanya cukup
memahami materi yang harus disampaikan, akan tetapi juga diperlukan
kemampuan dan pemahaman tentang pengetahuan dan keterampilan lain, misalnya
pemahaman
tentang
psikologi
perkembangan
manusia,
kemampuan
mengimplementasikan berbagai teori belajar, kemampuan merancang dan
memanfaatkan media dan sumber belajar, kemampuan mendesain strategi
pembelajaran yang tepat dan lain sebagainya, termasuk kemampuan mengevaluasi
proses dan hasil kerjanya. Oleh karena itu, seorang guru bukan hanya tahu tentang
what do teach, akan tetapi juga paham how to teach. Kemampuan-kemampuan
semacam ini tidak dapat datang secara tiba-tiba atau dengan sendirinya, akan
tetapi mungkin didapatkan dari suatu proses pendidikan yang memadai dari suatu
lembaga pendidikan yang khusus, yaitu lembaga pendidikan keguruan.
Tugas guru adalah mempersiapkan generasi manusia yang dapat hidup dan
berperan aktif di masyarakat. Oleh sebab itu, tidak mungkin pekerjaan seorang
guru dapat melepaskan dari kehidupan sosial. Hal ini berarti, apa yang dilakukan
guru akan memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat. Sebaliknya semakin
tinggi keprofesionalan seseorang, misalnya tingkat pendidikan keguruan seseorang,
makan semakin tinggi pula penghargaan yang diberikan kepada masyarakat.
Pekerjaan guru bukanlah pekerjaan yang statis, akan tetapi pekerjaan yang
dinamis, yang selamanya harus sesuai dan menyesuaikan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, guru dituntut peka terhadap
dinamika perkembangan masyarakat, baik perkembangan kebutuhan yang
selamanya berubah, perkembangan sosial, budaya, politik termasuk perkembangan
teknologi. (Mulyasa, 2008)
Dari penjelasan tersebut di atas, timbul pertanyaan yang mendasarinya dalam
implementasi kita sebagai guru atau pendidik apakah kita sudah menganggap profesi
guru adalah pekerjaan yang profesional? Dan kalau memang sudah menganggapnya
pekerjaan yang professional, apakah kita dapat melaksakannya dalam proses pendidikan
sebagai upaya mencapai tujuan yang diharapkan?
2. Kompetensi Guru
Seperti yang dijelaskan dalam UU No. 14 tahun 2005, menyatakan bahwa Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki
oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di
tempat penugasan. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai
pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan
diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
Selain beberapa hal di atas, UU No.14/2005 menyebutkan bahwa guru dan dosen
(dalam hal ini lebih menekankan pada guru) merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
Page 5 of 37
•
•
•
•
•
Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme,
Memiliki komitmen, kualifikasi akademik, kompetensi, tanggung jawab,
Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja,
Memiliki jaminan perlindungan hukum,
Memiliki organisasi profesi yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Selanjutnya dalam PP No. 19 tahun 2005, pasal 28 ayat 1 menggarisbawahi bahwa
pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
pendidikan nasional.
Guru yang memiliki kualifikasi akademik sesuai dengan Surat Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional No. 034/U/2003, tepatnya pasal 8 butir d yang berbunyi sebagai
berikut: “untuk guru SLTP adalah lulusan S1 Kependidikan atau S1 Non-Kependidikan
yang mempunyai Akta IV, dan apabila sangat diperlukan dapat menerima lulusan D III
Kependidikan atau D III Non-Kependidikan yang mempunyai Akta III, atau D II/Akta II
mata pelajaran atau sederajat. Demikian juga butir e, menyebutkan bahwa untuk guru
SMU dan guru SMK adalah lulusan S1 Kependidikan atau S1 Non-Kependidikan yang
mempunyai Akta IV”.
Berhubungan dengan kualifikasi akademik ini, tenaga kependidikan harus memiliki
pengetahuan kependidikan, keterampilan-keterampilan yang telah diatur dalam undangundang, peraturan pemerintah, dan keputusan menteri. Sekarang ini tenaga
kependidikan dapat dianggakat dari berbagai latar belakang disiplin ilmu. Sebelum
diangkat menjadi guru, mereka harus mendapatkan pendidikan, latihan dan bimbingan
tentang pengetahuan keguruan, atau mendapatkan ijazah akta IV (untuk tahun 2010,
direncanakan dengan istilah PPG) dari perguruan tinggi yang telah diakreditasi. Namun,
seseorang dapat diangkat menjadi pendidik tanpa memiliki ijazah dan/atau sertifikasi
keahlian, makakala memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan, hal ini sesuai
dengan pasal 28 ayat 4 PP No. 19/2005.
Kemudian guru juga sebagai agen pembelajaran harus memiliki beberapa
kemampuan dasar seperti yang disebutkan dalam pasal 28 ayat 3 PP No. 19/2005 bahwa
guru sebagai agen pembelajaran pada jejang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi:
a. Kompetensi pedagodik
b. Kompetensi pribadi
c. Kompetensi profesional, dan
d. Kompetensi sosial
(lihat juga pada PP No. 74 tahun 2008 tentang Guru dan Permendiknas No. 16 tahun
2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru).
PEMAHAMAN PESERTA DIDIK
1. Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan atau developmental psychology pada mulanya dikenal
dengan psikologi anak, karena perhatiannya yang tertuju pada perkembangan anakanak. Sejarah psikologi perkembangan bisa dikatakan berawal ketika para ahli mulai
berpikir tentang hakikat anak. Perlu diketahui bahwa sebelum itu anak dianggap sebagai
orang dewasa yang berukuran kecil, sehingga cara memperlakukann anak sama dengan
cara memperlakukan orang dewasa. Dan ternyata perlakukan seperti itu tidak benar.
Page 6 of 37
Adanya kesadaran bahwa anak bukan merupakan miniatur orang dewasa pada akhirnya
mendorong para ahli untuk menyelidiki kehidupan jiwa anak.
Johan Amos Comenius (1592–1671), seorang ahli pendidikan dari Cekho,
mengatakan bahwa anak tidak boleh dianggap sebagai orang dewasa yang bertubuh
kecil. Dalam bukunya yang berjudul Didactica Magna, ia menganjurkan agar
pembelajaran dapat menarik perhatian anak. Oleh sebab itu kegiatan tersebut harus
diragakan agar anak-anak dapat mengamati, menyelidiki, dan mengalaminya sendiri.
Jean Jaques Rousseau (1712–1778), seorang pemikir dari Perancis, dalam
bukunya yang berjudul Emile Ou Education, menyatakan bahwa segalagalanya baik
ketika dating dari tangan Sang Pencipta, segala-galanya memburuk dalam tangan
manusia. Maksud pernyataan tersebut adalah bahwa pada dasarnya kodrat anak itu baik.
Namun apa yang pada dasarnya baik tersebut dapat menjadi rusak karena perbuatan
manusia. Menurut Rousseau, campur tangan manusia terhadap perkembangan anak
dapat menimbulkan masalah bila tidak dilakukan dengan hati-hati. Oleh sebab itu para
pendidik perlu membekali dirinya dengan pengetahuan tentang kejiwaan peserta didik.
J.P Pestalozzi (1746 – 1827), dari Swiss, dikenal sebagai pendidik yang sangat
memperhatikan kehidupan anak-anak. Ia ingin meningkatkan pendidikan di masyarakat
dengan cara mengutamakan pendidikan bagi anak-anak. Ia mengajurkan agar pendidikan
untuk anak disesuaikan dengan perkembangan jiwa mereka. Hendaknya proses
pembelajaran didasarkan pada pengalaman, dimulai dari tingkat yang mudah mengarah
pada tingkat yang lebih sulit.
Tokoh-tokoh psikologi perkembangan dari berbagai negara kemudian
bermunculan, diantaranya adalah sebagai berikut.
Tabel Tokoh-tokoh Psikologi Perkembangan
Jerman
Clara dan William Stern
mempelajari permainan dan
perkembangan anak-anak serta
menulis buku Psychology der
Fruhen Kindheit (1914).
Perancis
Jean Piaget
menyelidiki cara
berpikir dan bahasa
anak-anak dan pada
tahun 1950 bukunya
yang berjudul The
Belanda
Prof. Khonstamm,
mempelajari
permainan anakanak.
Psychology of
Intelligence
diterbitkan.
Charlotte Buhler mempelajari
perkembangan bahasa anak-anak.
Meuman, mempelajari cara berpikir
anak-anak. Ia berpendapat bahwa
cara berpikir anak-anak masih
sugestibel.
Kerschenstener, berhasil
mengumpulkan dan meneliti
sejumlah gambar yang telah dibuat
oleh anak-anak dan membuat
deskripsi tentang fase-fase
perkembangan kemampuan
menggambar pada anak-anak.
Prof. Langeveld,
mengemukakan
periodisasi
perkembangan.
Belgia
Dr. Declory dan Dr.
Schuyten
mengemukakan
tentang pentingnya
memperhatikan
minat anak dalam
pendidikan dan
pembelajaran.
Amerika
Stanley Hall,
mempelajari
permainan anakanak dan
memperkenalkan
teori Atavisme.
Page 7 of 37
Psikologi perkembangan (developmental psychology) kadang-kadang disebut
psikologi genetic (genetic psychology). Apakah yang dimaksud dengan psikologi
perkembangan ? Untuk menjawab pertanyaan ini ada baiknya membahas pengertian
psikologi terlebih dahulu.
Secara etimologis, istilah psikologi (bahasa
Indonesia) atau psychology (bahasa Inggris)
berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu
psyche dan logos. Psike artinya jiwa dan logos
artinya nalar, logika, atau ilmu. Sehingga secara
etimologis, psikologi sama dengan ilmu jiwa. Lalu
apakah yang dimaksud dengan ilmu jiwa itu ?
Banyak pendapat mengenai hal ini diantaranya
adalah sebagai berikut.
Knight dan Knight menyatakan :
“Psychology may be dfined as the systematic
study of experience and behavior human and
animal, normal and abnormal, individual and
social” (Bimo Walgito, 2000 :120).
Sedangkan menurut Woodworth dan Marquis (Bimo Walgito, 2000:120),
“Psychology can be defined as the science of activities of the individual. The word
„
activity¶ is used here in very broad sense. It includes not only motor activities like
walking and speaking, but also cognbitive (knowledge getting) activities like
seeing, hearing, remembering and thingking, and emotional activities like laughing
and crying, and feeling or sad”.
Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa psiklogi merupakan ilmu
yang mempelajari tingkah laku atau aktivitas-aktivitas jiwa (khususnya pada manusia),
baik itu manusia yang normal maupun yang tidak normal, baik manusia sebagai individu
maupun sebagai kelompok, baik itu aktivitas yang bersifat kgnitif, afektif, maupun
psikomotorik.
Dengan memahami pengertian psikologi maka akan lebih mudah menjelaskan
apakah psikologi perkembangan itu. J.P. Chaplin, menyatakan bahwa psikologi
perkembangan : ”…. That branch of psychology which studies processes of pre and
post natal growth and the maturation of behavior” (Syamsu Yusuf, 2004 : 3). Lebih
jelas lagi apa yang dikatakan oleh Ross Vasta dkk. (Syamsu Yusuf, 2004 : 3). Menurut
mereka, “psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang mempelajari
perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu
dari masa konsepsi sampai mati”
Dari pengertian psikologi perkembangan di atas, maka yang menjadi objek
material psikologi perkembangan adalah perilaku manusia atau kompleks dari gejalagejala jiwa manusia. Sedangkan objek formalnya adalah perilaku manusia ditinjau
berdasarkan proses perkembangan yang terjadi, sejak masa konsepsi sampai meninggal.
Page 8 of 37
2. Peranan Psikologi Perkembangan bagi Pendidikan
a. Fakta-fakta Psikologis Peserta Didik
Fakta-fakta mengenai peserta didik, terutama fakta psikologis perlu bahkan
harus dipahami oleh pendidik. Ditinjau dari segi psikologis, dapat diiedentifikasi faktafakta psikologis peserta didik sebagai berikut.
 Peserta didik merupakan suatu kesatuan dari berbagai aspek (bio, psiko, sosio,
spiritual dan juga kognitif, afektif, maupun psikomotorik).
 Peserta didik merupakan individu-individu yang memiliki berbagai potensi.
 Peserta didik merupakan individu-individu yang sedang tumbuh dan ber-kembangan.
 Peserta didik merupakan makhluk yang aktif dan kreatif.
 Bahwa peserta didik memiliki sifat unik.
b.
Mendidik Ditinjau dari Perspektif Perkembangan
Mendidik pada dasarnya adalah membantu perkembangan peserta didik agar
berbagai potensi yang dimiliki peserta didik dapat berkembang secara optimal. Potensipotensi positif peserta didik memerlukan stimuli dari lingkungannya. Tanpa stimuli maka
berbagai potensi positif peserta didik sulit untuk berubah menjadi kemampuan nyata.
Dalam konteks inilah kehadiran pendidik diperlukan. Agar stimuli ataupun bantuan yang
diberikan oleh pendidik kepada peserta didik benar-benar bermakna, maka pendidik
dituntut untuk memahami berbagai hal yang berhubungan dengan perkembangan
peserta didik dan mampu menerapkannya dalam proses pendidikan.
3. Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah proses perubahan progresif yang bersifat kuantitatif dan
yang terjadi pada aspek fisik. Contoh: munculnya gigi baru, semakin bertambahnya
jumlah gigi, semakin bertambahnya tinggi badan, dst.
b.
Pengertian Perkembangan
Perkembangan adalah proses perubahan progresif yang bersifat kualitatif
fungsional dan yang terjadi pada aspek fisik atau psikis. Contoh : munculnya
kemampuan berdiri dan berjalan, semakin meningkatnya kemampuan berdiri dan
berjalan, semakin meningkatnya kemampuan berpikir, berimajinasi, dst.
PERTUMBUHAN
Sumber:
http://yoannaawe.files.wordpress.com/2009/10
/pertumbuhan-anak.jpg
PERKEMBANGAN
Sumber:
http://ustadchandra.wordpress.com/2010/01/12/pro
ses-terjadinya-manusia/
Page 9 of 37
c.
Hubungan Pertumbuhan dan Perkembangan
Perkembangan tidak terpisahkan dengan pertumbuhan. Perkembangan individu
dapat terjadi secara normal bila yang bersangkutan mengalami pertumbuhan yang
normal. Dapat pula dinyatakan bahwa pertumbuhan merupakan prasyarat
perkembangan.
Perkembangan terjadi bersamaan atau setelah terjadinya proses pertumbuhan.
Contoh: dalam waktu kurang lebih 12 bulan semenjak kelahirannya, ukuran kaki anak
semakin bertambah besar dan panjang (pertumbuhan), kemudian kaki tersebut mulai
difungsikan untuk berdiri dan berjalan (perkembangan). Pertumbuhan merupakan proses
untuk menyiapkan perkembangan. Perkembangan akan berlangsung normal jika
pertumbuhan juga berlangsung normal. Perkembangan bermasalah jika pertumbuhan
bermasalah.
Meskipun pertumbuhan berbeda dengan perkembangan tapi karena keduanya
tidak terpisahkan selain itu juga karena proses pertumbuhan lebih dahulu berhenti maka
pembahasan mengenai pertumbuhan dan perkembangan seringkali hanya dinyatakan
dengan satu istilah saja, yaitu perkembangan.
d.
Karakteristik Perkembangan
Terjadinya perkembangan pada individu dapat diketahui berdasarkan
karakteristik tertentu yang dialaminya. Karakteristik-karakteristik dimaksud mudah
dikenali, yaitu sebagai berikut.
 Terjadinya perubahan semua aspek baik aspek fisik maupun aspek psikis. Perubahanperubahan yang dimaksud merupakan perubahan progresif, kearah kemajuan.
 Perubahan dalam proporsi fisik dan juga psikis. Perubahan pada proporsi fisik,
tepatnya tubuh jelas sekali terlihat. Semakin bertambah usia perbandingan dalam
ukuran tubuh individu semakin berubah dan pada masa remaja tubuh individu telah
memiliki proporsi tubuh seperti yang dimiliki orang dewasa. Perubahan proporsi psikis
dapat dikenali misalnya dalam kemampuan berimajinasi dan berpikir. Pada mulanya
daya imajinasi individu lebih menonjol dari pada daya pikirnya. Seiring dengan
bertambahnya usia, proporsi daya imajinasi menjadi semakin berkurang sedangkan
proporsi daya pikir semakin bertambah.
 Lenyapnya tanda-tanda yang lama, baik secara fisik maupun kejiwaan. Tanda-tanda
fisik yang hilang misalnya : kelenjar thymus (kelenjar anak-anak) yang terletak pada
bagian dada, kelenjar pineal pada bagian bawah otak, rambut-rambut halus, dan gigi
susu. Tanda-tanda kejiwaan yang hilang antara lain hilangnya kebiasaan meraban dan
perilaku impulsive (dorongan untuk bertindak yang tidak disertai dengan berpikir
terlebih dahulu).
 Diperolehnya tanda-tanda yang baru. Tanda-tanda baru pada aspek fisik diantaranya
adalah: pergantian gigi, munculnya ciri-ciri seks primer dan juga seks sekunder.
Tanda-tanda baru pada aspek psikis yang muncul diantaranya : rasa ingin tahu akan
sesuatu, kemampuan mengendalikan emosi, dll.
e. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Teori empirisme disebut juga teori tabularasa dan environmentalism. Teori ini
dipelopori oleh John Locke (1632–1704). Menurut teori empirisme, perkembangan
individu ditentukan oleh lingkungannya. Teori ini beranggapan bahwa pembawaan itu
tidak ada. John Locke menyatakan bahwa pada saat dilahirkan, jiwa individu dalam
keadaan kosong (ibarat tabularasa yang belum tertulisi), dan lingkunganlah yang akan
mengisi kekosongan tersebut.
Page 10 of 37
Teori nativisme dengan tokohnya Arthur Schopenhauer (1788–1880),
beranggapan bahwa perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor
yang dibawa sejak lahir (pembawaan). Bila individu dilahirkan dengan pembawaan yang
baik dengan sendirinya perkembangannya akan baik, dan sebaliknya.
Teori konvergensi disebut juga teori interaksionisme. Teori ini dikemukakan
oleh William Stern (1871–1939). Menurut Stern, perkembangan individu merupakan hasil
perpaduan atau interaksi antara faktor pembawaan dengan faktor ling-kungan.
Pembawaan sudah ada pada masing-masing individu sejak kelahirannya. Dan
pembawaan ini tidak dapat berkembang menjadi kecakapan nyata bila tidak mendapat
pengaruh dari lingkungan.
Dari ketiga teori tersebut yang dapat diterima kebenarannya adalah teori konvergensi. Namun perlu ditambahkan bahwa masih ada satu faktor lagi yaitu usaha atau
motivasi dari diri sendiri untuk berkembang. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
perkembangan individu merupakan hasil perpaduan antara faktor internal (pembawaan
dan motivasi dari diri sendiri) dan faktor eksternal.
f.
Tugas-tugas Perkembangan
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini dikemukakan rincian tugas perkembangan dari
setiap fase menurut Havighurst.
PERKEMBANGAN
Tugas
Perkembangan Masa
Bayi dan KanakKanak Awal (0–6
tahun)
Tugas
Perkembangan Masa
Kanak-Kanak Akhir
dan Anak Sekolah
(6-12 tahun)
Tugas
Perkembangan Masa
Remaja (12-21 tahun)
Tugas
Perkembangan Masa
Dewasa > 21 tahun








TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN
Belajar berjalan pada usia 9.0 – 15.0 bulan.
 Membentuk konsep-konsep sederhana kenyataan
Belajar memakan makan padat.
sosial dan alam.
Belajar berbicara.
 Belajar mengadakan hubungan emosional dengan
Belajar buang air kecil dan buang air besar.
orang tua, saudara, dan orang lain.
Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin.
 Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk dan
Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis.
pengembangan kata hati.
Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk
melakukan permainan.
 Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap
dirinya sendiri sebagai makhluk biologis.
 Belajar bergaul dengan teman sebaya.
 Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis
kelaminnya.
 Belajar keterampilan dasar dalam membaca,
menulis dan berhitung.
 Belajar mengembangkan konsep-konsep seharihari.
 Mengembangkan kata hati.
 Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat
pribadi.
Mengembangkan sikap yang positif terhadap
kelompok sosial.
 Mencapai hubungan yang lebih matang dengan
teman sebaya.
 Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita.
 Menerima keadaan fisik dan menggunakannya
secara efektif.
 Mencapai kemandirian emosional dari orang tua
dan orang dewasa lainnya.
 Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.

 Memilih pasangan.
 Belajar hidup dengan pasangan.
 Memulai hidup dengan pasangan.
 Memelihara anak.
 Memilih dan mempersiapkan karier.
 Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.
 Mengembangkan keterampilan intelektual dan
konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara.
 Mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara
sosial.
 Memperoleh seperangkat nilai sistem etika sebagai
petunjuk/pembimbing dalam berperilaku.




Mengelola rumah tangga.
Memulai bekerja.
Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara.
Menemukan suatu kelompok yang serasi.
Page 11 of 37
g.
Periodisasi Perkembangan
Berikut ini adalah tabel periodisasi perkembangan yang dikemukakan dari
berbagai pendapat ahli.
PERIODISASI
PERKEMBANGAN
Berdasarkan
Tinjauan Biologis
PENDAPAT AHLI
Aristoteles
1. Fase I : 0 – 7 tahun : periode anak kecil
2. Fase II : 7 – 14 tahun : periode anak sekolah
3. Fase III : 14 – 21 tahun : periode dan remaja
Kretschmer
1. Fase I : 0 - 3 tahun : Fullungsperiode I (pengisian
Peralihan dari fase I ke fase II ditandai dengan pergantian
gigi, dari fase II ke fase III ditandai dengan matangnya organ
3. Fase III : 7 - 13 tahun : Fullungsperiode II
reproduksi.
I)
2. Fase II : 3 - 7 tahun : Sterckungsperiode I
(rentangan I)
(pengisian II)
4. Fase IV : 13 – 20 tahun : Sterckungsperiode II
(rentangan II)
Menurut Kretschmer, pada Fullungsperiode anak kelihatan
gemuk pendek dan pada Sterckungs periode anak kelihatan
kurus tinggi.
Berdasarkan
Tinjauan Didaktis.
Berdasarkan
Tinjauan Psikologis
Johan Amos Comenius
1. Fase I : 0 - 6 tahun : Scola Materna (sekolah ibu)
2. Fase II : 6 - 12 tahun : Scola Vernacula (sekolah
bahasa ibu)
3. Fase III : 12 - 18 tahun : Scola Latina (sekolah
bahasa Latin)
4. Fase IV : 18 - 24 tahun : Academia (akademi)
Jean Jaques Rousseau
1. Fase I : 0 - 2 tahun : masa asuhan
2. Fase II : 2 - 12 tahun : masa latihan jasmani dan
Oswald Kroh
Elizabeth B. Hurlock
Menurut Kroh, setiap individu yang sedang berkembang
cenderung mengalami gejala psikologis yang khas
sifatnya, yaitu Trotz atau kegoncangan psikologis, yang
terjadi dua kali, yaitu pada usia kurang lebih 3 tahun
(Trotzperiode I) dan kurang lebih 13 tahun
(Trotzperiode II). Bila proses perkembangan secara
umum dapat dipandangan sebagai evolusi, maka
Trotzperiode merupakan revolusinya.
Hurlock berpendapat bahwa pada rentang usia tertentu
dalam perkembangannya, setiap individu menunjukkan
adanya pola-pola tingkah laku atau ciri-ciri psikologis
yang khas, yang berbeda dengan masa sebelum dan
sesudahnya.
Atas dasar gejala tersebut, Kroh mendiskripsikan
periodisasi perkembangan menjadi sebagai berikut.
1) Fase ke- 1 : konsepsi – lahir : masa prenatal
2) Fase ke- 2 : 0 - 14 hari : masa neonatus
3) Fase ke- 3 : 14 hari - 2 tahun : masa bayi
4) Fase ke- 4 : 2 - 6 tahun : masa kanak-kanak awal
5) Fase ke- 5 : 6 - 12 tahun : masa kanak-kanak akhir
6) Fase ke- 6 : 12 - 13 tahun : masa pubertas
7) Fase ke- 7 : 13 - 15 tahun : masa remaja awal
8) Fase ke- 8 : 15 - 18 tahun : masa remaja akhir
9) Fase ke- 9 : 18 - 40 tahun : masa dewasa awal
10) Fase ke-10 : 40 - 60 tahun : masa usia pertengahan
11) Fase ke-11 : 60 - meninggal : masa lanjut usia
1) Fase I : 0 - 3 tahun : masa kanak-kanak awal
2) Fase II : 3 - 13 tahun : masa keserasian bersekolah
3) Fase III : 13- 21 tahun : masa kematangan
Menurut Kroh, tanda-tanda Trotzperiode adalah
munculnya sikap-sikap dan perilaku-perilaku negatif
misalnya menjengkelkan, suka menentang, egois,
semau-nya sendiri.
indera
3. Fase III : 12 - 15 tahun : masa pendidikan akal
4. Fase IV : 15 - 20 tahun : masa pembentukan watak
Atas dasar gejala-gejala tersebut Hurlock kemudian
mendiskripsikan periodisasi perkembangan menjadi
sebagai sebagai berikut.
(dari berbagai sumber)
h.
Perkembangan Fisik, Sosioemosional, dan Intelektual Peserta Didik
Perkembangan mengacu pada bagaimana seorang tumbuh, beradaptasi, dan
berubah disepanjang perjalanan hidupnya. Orang tumbuh, beradaptasi, dan berubah
melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosioemosional
Page 12 of 37
(sosial dan emosi), perkembangan kognitif (berpikir), dan perkembangan manusia
menurut teori Piaget (kognitif dan moral) serta teori perkembangan kognitif menurut
Lev Vygotsky.
Perkembangan Fisik Peserta Didik
Peserta didik (anak-anak) bukan miniatur dari orang dewasa. Mereka berpikir
dengan cara yang berbeda, mereka melihat dunia dengan cara yang berbeda, dan
mereka hidup dengan prinsip-prinsip moral dan etika yang berbeda dengan apa yang
dipikir/dianut oleh orang dewasa.
Peserta didik di SD berada dalam periode peralihan dari pertumbuhan cepat
masa anak-anak ke suatu fase perkembangan yang lebih lambat. Ukuran tubuh anak
relatif kecil perubahannya selama tahun-tahun di SD. Pada usia 9 tahun tinggi dan berat
badan anak laki-laki dan perempuan kurang lebih sama.
Pada akhir kelas empat, pada umumnya anak perempuan mulai mengalami
lonjakan pertumbuhan. Lengan dan kaki mulai tumbuh cepat. Pada akhir kelas lima,
umumnya anak perempuan lebih tinggi, lebih berat dan lebih kuat dari pada anak lakilaki. Anak laki-laki memulai lonjakan pertumbuhan pada usia sekitar 11 tahun. Pada
awal kelas enam anak perempuan mendekati puncak tertinggi pertumbuhan. Pubertas
pada anak perempuan ditandai dengan menstruasi, umumnya dimulai pada usia 12-14
tahun. Sedang anak laki-laki memasuki masa pubertas dengan ejakulasi terjadi pada
usia sekitar 13 -16 tahun.
Perkembangan fisik selama masa remaja dimulai dari masa pubertas. Pada masa
ini terjadi perubahan fisiologis yang mengubah manusia yang belum mampu
bereproduksi menjadi mampu bereproduksi. Hampir setiap organ atau sistem tubuh
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan ini. Meskipun urutan kejadian pubertas itu sama
untuk tiap orang, namun waktu dan kecepatan berlangsungnya kejadian itu bervariasi.
Anak perempuan memulai perubahan pubertas 1,5 hingga 2 tahun lebih cepat dari anak
laki-laki. Kecepatan perubahan itu juga bervariasi, ada yang perlu waktu 1,5 hingga 2
tahun untuk mencapai kematangan reproduksi, tetapi ada yang memerlukan waktu 6
tahun.
Sumber: http://albavitcom.wordpress.com/2010/01/30/
Perkembangan Sosioemosional Peserta Didik
Anak-anak menjelang masuk SD, telah mengembangkan keterampilan berpikir,
bertindak, dan pengaruh sosial yang lebih komplek. Anak-anak pada usia sekitar ini,
pada dasarnya egosentris dan dunia mereka adalah rumah, keluarga, dan sekolah.
Page 13 of 37
Selama duduk di kelas rendah SD, anak mulai percaya diri tetapi juga sering
rendah diri. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka
dewasa. Mereka merasa “ saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu”.
Konsentrasi anak mulai tumbuh pada kelas-kelas tinggi SD. Mereka dapat lebih
banyak meluangkan waktu untuk tugas-tugas pilihan mereka, dan sering kali mereka
dengan senang hati menyelesaikannya. Pada tahap ini terjadi tumbuhnya tindakan
mandiri, kerja sama dengan kelompok, dan bertindak menurut cara-cara yang dapat
diterima lingkungan. Mereka juga peduli terhadap permainan yang jujur.
Selama masa ini anak mulai menilai diri sendiri dengan membandingkannya
terhadap orang lain. Anak-anak lebih mudah menggunakan perbandingan sosial (social
comparison) terutama untuk norma-norma sosial yang sesuai dengan jenis tingkah laku
mereka.
Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif, anak pada kelas tinggi
SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin diperlakukan sebagai orang
dewasa. Pada masa ini tampak perubahan-perubahan yang berarti dalam kehidupan
sosial dan emosional mereka. Di kelas tinggi SD anak laki-laki dan perempuan
menganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan perasaan bahwa dirinya
berharga. Teman-teman mereka menjadi lebih penting dari pada sebelumnya. Mereka
menyatakan kesetiakawanan dengan anggota kelompok teman sebaya melalui pakian
atau prilaku.
Hubungan antara anak dan guru sering berubah. Di awal-awal tahun kelas tinggi
SD, hubungan ini menjadi lebih komplek. Ada siswa yang menceritakan informasi pribadi
kepada guru, tetapi tidak menceritakan kepada orang tuanya. Beberapa anak pra
remaja memilih guru mereka sebagai model. Sementara itu ada anak membantah guru
dengan cara-cara yang tidak dibayangkan seperti sebelumnya. Bahkan beberapa anak
secara terbuka menentang gurunya.
Salah satu tanda mulai munculnya perkembangan indentitas diri anak remaja
adalah reflektivitas, yaitu kecendrungan untuk berpikir tentang apa yang sedang
berkecamuk dalam benak mereka dan mengkaji diri sendiri. Anak remaja mulai
meyakini bahwa ada perbedaan antara apa yang dipikirkan dan rasakan sebagaimana
mereka berprilaku. Mereka mengkritik sifat pribadi mereka, membandingkan diri
mereka dengan orang lain, dan mencoba untuk mengubah pribadinya. Remaja menjadi
lebih sadar atas keunikan mereka dan perbedaannya dibandingkan dengan orang lain.
Mereka belajar bahwa orang lain tidak dapat mengetahui apa yang mereka pikirkan dan
rasakan. Isu perkembangan kepribadian yang dominan pada remaja adalah “siapa dan
apa sebenarnya diriku”. Inilah kepedulian utama remaja terhadap indentitas dirinya.
Remaja mencapai indentitas dirinya pada usia 18 tahun sampai 22 tahun.
Perkembangan Intelektual Peserta Didik
Banyak ahli psikologi dan ahli pendidikan telah melakukan penelitian tentang
perkembangan intelektual atau perkembangan kognitif atau perkembangan mental
anak. Berikut ini kita akan membahas teori-teori perkembangan intelektual/kognitif
peserta didik menurut Jean Piaget dan Lev Vygotsky.
Jean Piaget lahir di Swiss pada tahun 1896, seorang ahli psikologi anak. Teori
Piaget dalam Mohamad Nur (2004: 9-13) tentang perkembangan kognitif anak, dapat
dipahami dari sudut mengapa dan bagaimana kemampuan-kemampuan mental (pikiran)
berubah dari waktu ke waktu. Penjelasannya tentang perubahan perkembangan
Page 14 of 37
mengasumsikan bahwa anak merupakan suatu organisme (makluk hidup) yang aktif.
Selanjutnya Piaget mengatakan bahwa perkembangan sebagian besar ditentukan oleh
manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan.
Pola prilaku atau berpikir yang digunakan anak-anak dan orang dewasa dalam
menangani objek-objek yang ada di dunia disebut skema. Skema digunakan untuk
memecahkan masalah dan bertindak di dunia. Tiap-tiap skema memperlakukan seluruh
objek atau kejadian dengan cara yang sama. Sebagai contoh, bayi pada umumnya akan
menemukan satu hal yang dilakukan pada benda adalah membanting-bantingkannya.
Bayi juga mempelajari objek-objek dengan menggigit, mengenyut, dan melemparlemparkannya. Tiap-tiap pendekatan dalam berinteraksi dengan objek-objek, disebut
skema.
Hasil penelitian Piaget, tentang perkembangan kognitif anak/peserta didik selain
skema, anak juga selalu adaptasi dengan lingkungan. Adaptasi adalah proses penyesuai
skema dalam merespon pada lingkungan melalui asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses memahami objek atau kejadian baru dipandang dari
skema yang sudah ada. Contoh, jika bayi diberikan sebuah objek yang belum pernah ia
lihat, namun mirip dengan objek yang pernah dikenal maka dengan skema yang ada
bayi akan meraih objek itu, menggigit dan memukul-mukulnya. Begitupun hal yang sama
terjadi pada seorang siswa SMA, ia telah memiliki skema yang tertata baik untuk
belajar. Ia dapat menerapkan dan mengadaptasikan skema yang ada itu pada suatu jenis
pelajaran baru, misalnya belajar mengemudikan mobil.
Kadang-kadang skema yang ada tidak dapat digunakan untuk menangani objek
atau kejadian yang baru. Jika hal ini terjadi maka seorang anak dapat memodifikasi
(melakukan perubahan) skema yang telah ada untuk disesuaikan dengan informasi atau
pengalaman baru. Proses seperti ini disebut akomodasi. Misalnya seorang bayi diberi
sebutir telur ayam, ia telah memiliki skema membanting, maka apa yang terjadi pada
telur itu. Dari kejadian ini diharapkan bayi akan merubah skemanya, dimana pada masa
akan datang bayi akan membanting beberapa objek dengan keras dan beberapa objek
lain dipukuli dengan pelan. Atau seorang siswa SMP sudah punya skema: cahaya
merambat ke segala arah secara garis lurus. Kemudian siswa ini memperoleh informasi
baru tentang pembiasan dan difraksi cahaya, maka siswa harus melakukan akomodasi di
dalam pikirannya tentang pembiasan dan difraksi cahaya.
Bayi yang membanting telur dan siswa SMP, telah dihadapkan pada situasi yang
tidak dapat sepenuhnya ditangani dengan skema yang ada. Keadaan ini menciptakan
situasi ketidakseimbangan atau disequilibrium. Secara alamiah anak/orang akan
mengurangi ketidakseimbangan seperti itu dengan memusat kepada rangsangan yang
menyebabkan ketidakseimbangan dan mengembangkan skema-skema baru atau
mengadapatasi skema-skema lama sampai terjadi keseimbangan. Proses pengembalian
keseimbangan itu, disebut ekuilibrasi. Menurut Piaget pembelajaran bergantung pada
proses ini, dimana keseimbangan sudah terganggu, anak-anak memiliki kesempatan
untuk bertumbuh dan berkembang. Pada akhirnya secara kualitatif cara berpikir baru
tentang dunia muncul dan anak-anak akan maju ke tahap perkembangan baru. Jadi
menurut Piaget pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan sangat penting
bagi terjadinya perubahan perkembangan. Perkembangan intelektual anak atau
kemampuan kognitif terjadi melalui empat tahap yang berbeda. Tiap tahap disyarati
dengan munculnya kemampuan-kemampuan dan cara-cara baru dalam memproses
informasi.
Page 15 of 37
Keempat tahap perkembangan intelektual peserta didik, seperti tabel berikut
ini:
Tahap
Perkembangan
1. Sensorimotor
Perkiraan Usia
Sifat-sifat
Perubahan yang Terlihat
Lahir - 2 Tahun
 Anak beriteraksi dengan stimulus dari luar.
 Lingkungan dan waktu terbatas, kemudian
berkembang sampai dapat berimajinasi.
 Konsep tentang benda berkembang,
mengembangkan tingkah laku baru,
kemampuan untuk meniru.
 Ada usaha untuk berpikir.
 Gerakan tubuhnya merupakan
aksi refleks, merupakan
eksperimen dengan lingkungan
2. Pra Operasi
2 – 7 Tahun
 Belum sanggup melakukan operasi mental.
 Bersifat egosentris, baru akan
 Belum dapat membedakan antara
berkembang bila anak banyak
permainan dengan kenyataan atau belum
beriteraksi sosial.
dapat mengembangkan struktur rasional  Konsep tentang ruang dan
yang cukup.
waktu mulai bertambah
 Masa transisi antara struktur sensorimotor  Bahasa mulai dikuasai.
dengan berpikir oprasional.
3. Operasi
konkrit
7 – 12 tahun
 Berpikir konkrit, karena daya otak terbatas
pada objek melalui pengamatan langsung.
 Dapat mengembangkan operasi
mental,seperti menambah, mengurang.
 Mulai mengembangkan struktur kognitif
berupa ide atau konsep.
 Melakukan operasi logika dengan pola
berpikir masih konkrit.
 Tidak egosentris lagi.
 Berpikir tentang objek yang
berhubungan dengan berat,
warna, dan susunan.
 Melakukan aktivitas yang
berhuungan dengan objek.
 Membuat keputusan yang logis.
4. Operasi
formal
12 Tahun sampai dewasa
 Pola berpikir sistematis meliputi proses
yang komplek.
 Pola berpikir abstrak dengan menggunakan
logika matematika.
 Pengertian tentang konsep, waktu, dan
ruang telah meningkat secara signifikan.
 Anak telah mengerti tentang
pengertian tak terbatas, alam
raya, dan angkasa luar.
Sumber: Muhamad Nur yang telah dimodifikasi.
Tahap perkembangan intektual tiap anak, selalu mengikuti tahapan-tahapan
yang ada, mulai dari sensorimotor, praoperasi, operasi konkrit, dan operasi formal.
Irama perkembangan tiap tahap untuk tiap anak berbeda satu dengan yang lain. Interval
umur tiap tahap perkembangan intelektual yang diacu Piaget, hanyalah sebagai
pedoman umum. Berdasarkan perkembangan intelektual inilah, maka umur anak
sekolah ditetapkan sebagai berikut: anak masuk TK minimal umur 4 tahun, anak masuk
SD minimal berumur 6 tahun. Hal ini diprediksikan bahwa anak umur 6 tahun akan
mampu mengikuti/mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru.
Hasil penelitian Piaget dalam Moh. Amin (1982: 46-52) diperoleh lima faktor yang
mempengaruhi tingkat perkembangan intelektual/mental anak, yaitu:
ASPEK
Kematangan (Maturation)
DESKRIPSI
Perkembangan sistem saraf sentral, otak, koordinasi motorik, dan proses perubahan fisiologis serta
anatomis akan mempengaruhi perkembangan kognitif. Faktor kedewasaan atau kematangan ini memang
berpengaruh pada perkembangan intelektual.
Page 16 of 37
Pengalaman Fisik (Physical
Experience)
Pengalaman fisik terjadi jika anak berinteraksi dengan lingkungan. Tindakan fisik ini memungkinkan anak
untuk mengembangkan aktivitas dan gaya otak sehingga dapat mentransfer sesuatu dalam bentuk
gagasan atau ide. Pengalaman fisik yang diperoleh anak, dapat dikembangkan menjadi matematika
logika. Seperti kegiatan meraba, memegang, melihat, berkembang menjadi kegiatan berbicara,
membaca, dan menghitung.
Pengalaman Sosial (Social
Experience)
Pengalaman sosial diperoleh anak melalui interaksi sosial dalam bentuk pertukaran pendapat dengan
orang lain, seperti percakapan dengan teman, perintah atasan, membaca dan sebagainya. Dengan
berinteraksi kepada orang lain lambat laun sifat egosentrisnya berkurang. Melalui kegiatan diskusi anak
akan memperoleh pengalaman mental. Dengan pengalaman mental memungkinkan otak bekerja dan
mengembangkan cara baru untuk memecahkan persoalan. Di samping itu pengalaman sosial dapat
dijadikan sebagai landasan untuk mengembangkan konsep-konsep mental seperti kerendahan hati,
kejujuran, etika, moral, dan sebagainya.
Keseimbangan (Equilibration)
Keseimbangan merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat fungsi kognitif yang semakin tinggi.
Keseimbangan dapat dicapai melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi menyangkut pemasukan
informasi dari lingkungan dan menggabungkannya dalam bagan konsep struktur (skema) yang ada pada
otak anak. Akomodasi menyangkut modifikasi bagan konsep (skema) untuk merima bahan atau informasi
baru.
Suatu stimulus dapat mengganggu keseimbangan, tetapi dengan respon dia dapat mengembalikan diri
pada keseimbangan. Sebagai hasil adapatasi dengan lingkungan, individu secara progresif menunjukan
interaksi dengan lingkungan secara lebih rasional.
Kemudian pendapat yang dikemukakan oleh Semionovich Vygotsky adalah
seorang ahli psikiologi Rusia. Teori Vygotsky sekarang merupakan kekuatan yang amat
besar dalam psikologi perkembangan. Teori Vygotsky dalam Mohamah Nur (2004: 44-49)
didasarkan pada dua ide pokok, yaitu: pertama, bahwa perkembangan intelektual hanya
dapat dipahami bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua,
bahwa perkembangan tergantung kepada sistem-sistem isyarat (sign system), dengan
sistem-sistem isyarat itulah individu-individu tumbuh.
Teori Piaget, mengatakan perkembangan mendahului pembelajaran, sedangkan
teori Vygotsky, pembelajaran mendahului perkembangan. Pembelajaran melibatkan
perolehan isyarat melalui pengajaran dan informasi dari orang lain. Pekembangan
termasuk internalisasi atau penyerapan isyarat-isyarat sehingga anak dapat berpikir dan
memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain. Internalisasi ini disebut pengaturan diri
(self regulation).
Dalam hal melaksanakan internalisasi, seorang anak menempuh langkah-langkah
berikut: pertama pengembangan pengaturan diri dan pemikiran sendiri adalah
mempelajari sesuatu hal yang memiliki makna. Kedua, dalam pengembangan strukturstruktur internal dan pengaturan diri melibatkan latihan. Ketiga, penggunaan isyarat
dan memecahkan masalah-masalah tanpa bantuan orang lain. Pada titik ini anak-anak
menjadi mandiri atau mampu mengatur diri sendiri, dan sistem isyarat itu telah merasuk
ke dalam diri mereka.
Suatu mekanisme yang ditekankan Vygotsky untuk mengalihkan pengetahuan
milik bersama menjadi pengetahuan pribadi adalah bercakap-cakap sendiri (private
speech) atau berguman. Berguman biasa dilakukan pada anaka-anak kecil yang sering
bercakap-cakap pada diri sendiri apabila dihadapkan pada tugas-tugas sulit. Anak yang
menggunakan percakapan sendiri secara ekstensif untuk mempelajari tugas-tugas
komplek secara lebih efektif dibandingkan dengan anak-anak lain.
Page 17 of 37
Ide pokok lain yang diturunkan dari gagasan pembelajaran sosial Vygotsky adalah
perancahan (scaffolding), yaitu bantuan yang diberikan oleh teman sebaya atau orang
dewasa yang lebih kompeten. Anak diberikan dukungan selama belajar pada tahaptahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan
kepada anak untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar setelah ia mampu
melakukannya sendiri.
ASESMEN (PENILAIAN) BERBASIS KELAS
1. Hakikat Penilaian
Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan
menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan.
Penilaian dalam KTSP adalah penilaian berbasis kompetensi, yaitu bagian dari
kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian kompetensi
peserta didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Penilaian dilakukan
selama proses pembelajaran dan/atau pada akhir pembelajaran. Fokus penilaian
pendidikan adalah keberhasilan belajar peserta didik dalam mencapai standar
kompetensi yang ditentukan. Pada tingkat mata pelajaran, kompetensi yang harus
dicapai berupa Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran yang selanjutnya dijabarkan
dalam Kompetensi Dasar (KD). Untuk tingkat satuan pendidikan, kompetensi yang
harus dicapai peserta didik adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan satuan pendidikan dalam
mengelola proses pembelajaran. Penilaian merupakan bagian yang penting dalam
pembelajaran. Dengan melakukan penilaian, pendidik sebagai pengelola kegiatan
pembelajaran dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan
metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih
kompetensi yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat mengambil keputusan secara tepat
untuk menentukan langkah yang harus dilakukan selanjutnya. Hasil penilaian juga dapat
memberikan motivasi kepada peserta didik untuk berprestasi lebih baik. Penilaian dalam
KTSP menggunakan acuan kriteria. Maksudnya, hasil yang dicapai peserta didik
dibandingkan dengan kriteria atau standar yang ditetapkan. Apabila peserta didik telah
mencapai standar kompetensi yang ditetapkan, ia dinyatakan lulus pada mata pelajaran
tertentu. Apabila peserta didik belum mencapai standar, ia harus mengikuti program
remedial/perbaikan sehingga mencapai kompetensi minimal yang ditetapkan.
Penilaian yang dilakukan harus memiliki asas keadilan yang tinggi. Maksudnya,
peserta didik diperlakukan sama sehingga tidak merugikan salah satu atau sekelompok
peserta didik yang dinilai. Selain itu, penilaian tidak membedakan latar belakang sosialekonomi, budaya, bahasa, jender, dan agama. Penilaian juga merupakan bagian dari
proses pendidikan yang dapat memacu dan memotivasi peserta didik untuk lebih
berprestasi meraih tingkat yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.
Ditinjau dari sudut profesionalisme tugas kependidikan, kegiatan penilaian
merupakan salah satu ciri yang melekat pada pendidik profesional. Seorang pendidik
profesional selalu menginginkan umpan balik atas proses pembelajaran yang
dilakukannya. Hal tersebut dilakukan karena salah satu indikator keberhasilan
pembelajaran ditentukan oleh tingkat keberhasilan yang dicapai peserta didik. Dengan
demikian, hasil penilaian dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran
dan umpan balik bagi pendidik untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang
dilakukan.
Page 18 of 37
Ada empat istilah yang terkait dengan konsep penilaian yang digunakan untuk
mengetahui keberhasilan belajar peserta didik, yaitu pengukuran, pengujian, penilaian,
dan evaluasi.
(a) Pengukuran (measurement) adalah proses penetapan ukuran terhadap suatu gejala
menurut aturan tertentu (Guilford, 1982). Pengukuran pendidikan berbasis
kompetensi berdasar pada klasifikasi observasi unjuk kerja atau kemampuan
peserta didik dengan menggunakan suatu standar. Pengukuran dapat menggunakan
tes dan non-tes. Pengukuran pendidikan bisa bersifat kuantitatif atau kualitatif.
Kuantitatif hasilnya berupa angka, sedangkan kualitatif hasilnya bukan angka
(berupa predikat atau pernyataan kualitatif, misalnya sangat baik, baik, cukup,
kurang, sangat kurang), disertai deskripsi penjelasan prestasi peserta didik.
Pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan
penilaian.
(b) Penilaian (assessment) adalah istilah umum yang mencakup semua metode yang
biasa digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok peserta didik.
Proses penilaian mencakup pengumpulan bukti yang menunjukkan pencapaian
belajar peserta didik. Penilaian merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah
fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu (Griffin & Nix, 1991).
Penilaian mencakup semua proses pembelajaran. Oleh karena itu, kegiatan
penilaian tidak terbatas pada karakteristik peserta didik saja, tetapi juga mencakup
karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas, dan administrasi sekolah.
Instrumen penilaian untuk peserta didik dapat berupa metode dan/atau prosedur
formal atau informal untuk menghasilkan informasi tentang peserta didik.
Instrumen penilaian dapat berupa tes tertulis, tes lisan, lembar pengamatan,
pedoman wawancara, tugas rumah, dan sebagainya. Penilaian juga diartikan
sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran atau kegiatan untuk
memperoleh informasi tentang pencapaian kemajuan belajar peserta didik.
(c) Evaluasi (evaluation) adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau
kegunaan suatu objek (Mehrens & Lehmann, 1991). Dalam melakukan evaluasi
terdapat judgement untuk menentukan nilai suatu program yang sedikit banyak
mengandung unsur subjektif. Evaluasi memerlukan data hasil pengukuran dan
informasi hasil penilaian yang memiliki banyak dimensi, seperti kemampuan,
kreativitas, sikap, minat, keterampilan, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam
kegiatan evaluasi, alat ukur yang digunakan juga bervariasi bergantung pada jenis
data yang ingin diperoleh.
(d) Pengukuran, penilaian, dan evaluasi bersifat bertahap (hierarkis), maksudnya
kegiatan dilakukan secara berurutan, dimulai dengan pengukuran, kemudian
penilaian, dan terakhir evaluasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian hasil belajar peserta didik
antara lain:
a. penilaian ditujukan untuk mengukur pencapaian kompetensi;
b. penilaian menggunakan acuan kriteria yakni berdasarkan pencapaian kompetensi
peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran;
c. penilaian dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan;
d. hasil penilaian ditindaklanjuti dengan program remedial bagi peserta didik yang
pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan dan program pengayaan
bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan;
e. penilaian harus sesuai dengan kegiatan pembelajaran.
Page 19 of 37
Penilaian hasil belajar peserta didik harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a) Sahih (valid), yakni penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur;
b) Objektif, yakni penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai;
c) Adil, yakni penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik, dan tidak
membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, agama, bahasa, suku bangsa,
dan jender;
d) Terpadu, yakni penilaian merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari
kegiatan pembelajaran;
e) Terbuka, yakni prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan;
f) Menyeluruh dan berkesinambungan, yakni penilaian mencakup semua aspek
kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik yang sesuai,untuk memantau
perkembangan kemampuan peserta didik;
g) Sistematis, yakni penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah yang baku;
h) Menggunakan acuan kriteria, yakni penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan;
i) Akuntabel, yakni penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik,
prosedur, maupun hasilnya. (Puskur Balitbang Kemendiknas; Puspendik Balitbang
Kemendiknas; BSNP)
2. Teknik Penilaian
Berbagai macam teknik penilaian dapat dilakukan secara komplementer (saling
melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang dinilai. Teknik penilaian yang dimaksud
antara lain melalui tes, observasi, penugasan, inventori, jurnal, penilaian diri, dan
penilaian antarteman yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat
perkembangan peserta didik.
(a) Tes adalah pemberian sejumlah pertanyaan yang jawabannya dapat benar atau
salah. Tes dapat berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja. Tes
tertulis adalah tes yang menuntut peserta tes memberi jawaban secara tertulis
berupa pilihan dan/atau isian. Tes yang jawabannya berupa pilihan meliputi pilihan
ganda, benar-salah, dan menjodohkan. Sedangkan tes yang jawabannya berupa
isian dapat berbentuk isian singkat dan/atau uraian. Tes lisan adalah tes yang
dilaksanakan melalui komunikasi langsung (tatap muka) antara peserta didik dengan
pendidik. Pertanyaan dan jawaban diberikan secara lisan. Tes praktik (kinerja)
adalah tes yang meminta peserta didik melakukan perbuatan/mendemonstasikan/
menampilkan keterampilan. Dalam rancangan penilaian, tes dilakukan secara
berkesinambungan melalui berbagai macam ulangan dan ujian. Ulangan meliputi
ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan
kenaikan kelas. Sedangkan ujian terdiri atas ujian nasional dan ujian sekolah.
Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk melakukan
perbaikan pembelajaran, memantau kemajuan dan menentukan keberhasilan
belajar peserta didik.
 Ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu kompetensi
dasar (KD) atau lebih. Ulangan tengah semester adalah kegiatan yang dilakukan
oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah
melaksanakan 8 –9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan tengah
Page 20 of 37





semester meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan seluruh KD pada
periode tersebut.
Ulangan akhir semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada akhir semester. Cakupan
ulangan akhir semester meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua
KD pada semester tersebut.
Ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada akhir
semester genab untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada akhir
semester genab pada satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket.
Cakupan ulangan kenaikan kelas meliputi seluruh indikator yang
merepresentasikan semua KD pada semester genab.
Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari
suatu satuan pendidikan.
Ujian nasional adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik
pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional
Pendidikan.
Ujian sekolah adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik
yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan atas
prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan
pendidikan. Mata pelajaran yang diujikan pada ujian sekolah adalah mata
pelajaran pada kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang
tidak diujikan pada ujian nasional, dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik
untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, serta kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
(b) Observasi adalah penilaian yang dilakukan melalui pengamatan terhadap peserta
didik selama pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran.
Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif sesuai
dengan kompetensi yang dinilai, dan dapat dilakukan baik secara formal maupun
informal. Penilaian observasi dilakukan antara lain sebagai penilaian akhir kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, serta
kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
(c) Penugasan adalah pemberian tugas kepada peserta didik baik secara perorangan
maupun kelompok. Penilaian penugasan diberikan untuk penugasan terstruktur dan
kegiatan mandiri tidak terstruktur, dan dapat berupa praktik di laboratorium, tugas
rumah, portofolio, projek, dan/atau produk.
(d) Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam bidang
tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan prestasi, dan
kreativitas peserta didik (Popham, 1999). Bentuk ini cocok untuk mengetahui
perkembangan unjuk kerja peserta didik dengan menilai bersama karya-karya atau
tugas-tugas yang dikerjakannya. Peserta didik dan pendidik perlu melakukan diskusi
untuk menentukan skor. Pada penilaian portofolio, peserta didik dapat menentukan
karya-karya yang akan dinilai, melakukan penilaian sendiri kemudian hasilnya
dibahas. Perkembangan kemampuan peserta didik dapat dilihat pada hasil penilaian
portofolio. Teknik ini dapat dilakukan dengan baik apabila jumlah peserta didik
yang dinilai sedikit.
Page 21 of 37
(e) Projek adalah tugas yang diberikan kepada peserta didik dalam kurun waktu
tertentu. Peserta didik dapat melakukan penelitian melalui pengumpulan,
pengorganisasian, dan analisis data, serta pelaporan hasil kerjanya. Penilaian
projek dilaksanakan terhadap persiapan, pelaksanaan, dan hasil.
(f) Produk (hasil karya) adalah penilaian yang meminta peserta didik menghasilkan
suatu hasil karya. Penilaian produk dilakukan terhadap
persiapan,
pelaksanaan/proses pembuatan, dan hasil.
(g) Inventori merupakan teknik penilaian melalui skala psikologis yang dipakai untuk
mengungkapkan sikap, minat, dan persepsi peserta didik terhadap objek psikologis.
(h) Jurnal merupakan catatan pendidik selama proses pembelajaran yang berisi
informasi hasil pengamatan terhadap kekuatan dan kelemahan peserta didik yang
berkait dengan kinerja ataupun sikap dan perilaku peserta didik yang dipaparkan
secara deskriptif.
(i) Penilaian diri (evaluasi diri) merupakan teknik penilaian dengan cara meminta
peserta didik untuk menilai dirinya sendiri mengenai berbagai hal. Dalam penilaian
diri, setiap peserta didik harus mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya
secara jujur.
(j) Penilaian antarteman merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta
didik mengemukakan kelebihan dan kekurangan temannya dalam berbagai hal
secara jujur.
Kombinasi penggunaan berbagai teknik penilaian di atas akan memberikan
informasi yang lebih akurat tentang kemajuan belajar peserta didik.
Karena pembelajaran pada KTSP meliputi kegiatan tatap muka, penugasan
terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, maka penilaianpun harus
dilaksanakan seperti itu. Tabel berikut menyajikan contoh penilaian yang dilakukan
dalam pembelajaran melalui kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur.
3. Aspek Yang Dinilai
Penilaian dilakukan secara menyeluruh yaitu mencakup semua aspek kompetensi
yang meliputi kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif. Kemampuan kognitif
adalah kemampuan berpikir yang menurut taksonomi Bloom secara hierarkis terdiri atas
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Pada tingkat
pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hapalan saja. Pada
tingkat pemahaman, peserta didik dituntut untuk menyatakan jawaban atas pertanyaan
dengan kata-katanya sendiri. Misalnya, menjelaskan suatu prinsip atau konsep. Pada
tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam
suatu situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk menguraikan
informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan
pendapat, dan menemukan hubungan sebab akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik
dituntut merangkum suatu cerita, komposisi, hipotesis, atau teorinya sendiri, dan
mensintesiskan pengetahuan. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi
informasi, seperti bukti sejarah, editorial, teori-teori, dan termasuk di dalamnya
melakukan judgement (pertimbangan) terhadap hasil analisis untuk membuat
keputusan.
Kemampuan psikomotor melibatkan gerak adaptif (adaptive movement) atau
gerak terlatih dan keterampilan komunikasi berkesinambungan (nondiscursive
Page 22 of 37
communication)(Harrow, 1972). Gerak adaptif terdiri atas keterampilan adaptif
sederhana (simple adaptive skill), keterampilan adaptif gabungan (compound adaptive
skill), dan keterampilan adaptif komplek (complex adaptive skill). Keterampilan
komunikasi berkesinambungan mencakup gerak ekspresif (expressive movement) dan
gerak interpretative (interpretative movement). Keterampilan adaptif sederhana dapat
dilatihkan dalam berbagai mata pelajaran, seperti bentuk keterampilan menggunakan
peralatan laboratorium IPA. Keterampilan adaptif gabungan, keterampilan adaptif
komplek, dan keterampilan komunikasi berkesinambungan baik gerak ekspresif maupun
gerak interpretatif dapat dilatihkan dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Pendidikan
Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.
Kondisi afektif peserta didik berhubungan dengan sikap, minat, dan/atau nilainilai. Kondisi ini tidak dapat dideteksi dengan tes, tetapi dapat diperoleh melalui
angket, inventori, atau pengamatan yang sistematik dan berkelanjutan. Sistematik
berarti pengamatan mengikuti suatu prosedur tertentu, sedangkan berkelanjutan
memiliki arti pengukuran dan penilaian yang dilakukan secara terus menerus.
Dalam laporan hasil belajar peserta didik, terdapat komponen pengetahuan yang
umumnya merupakan representasi aspek kognitif, komponen praktik yang melibatkan
aspek psikomotorik, dan komponen sikap yang berkaitan dengan kondisi afektif peserta
didik terhadap mata pelajaran tertentu. Tabel berikut menyajikan berbagai aspek yang
dinilai untuk lima kelompok mata pelajaran (sesuai PP no. 19 tahun 2005 pasal 64).
Tabel Aspek yang dinilai dalam berbagai mata pelajaran
No
Kelompok mata pelajaran
Contoh Mata pelajaran
Aspek yang dinilai
1.
Agama dan akhlak mulia
Pendidikan Agama
Pengetahuan dan sikap
2.
Kewarganegaraan dan
kepribadian
Pendidikan Kewarganegaraan
Pengetahuan dan sikap
3.
Ilmu Pengetahuan dan
Tenologi
Matematika
Pengetahuan dan sikap
Fisika, Kimia, Biologi
Pengetahuan, praktik, dan sikap
Ekonomi, Sejarah, Geografi,
Sosiologi, Antropologi
Pengetahuan dan sikap
Bhs Indonesia, bhs Inggris,
Bahasa Asing lain
Pengetahuan, praktik, dan sikap
Teknologi Informasi dan
Komunikasi
Pengetahuan, praktik, dan sikap
4.
Estetika
Seni Budaya
Praktik dan sikap
5.
Jasmani, olahraga, dan
kesehatan
Pendidikan jasmani,
olahraga, dan kesehatan
Pengetahuan, praktik, dan sikap
4. Instrumen Penilaian
Setiap teknik penilaian harus dibuatkan instrumen penilaian yang sesuai. Tabel
berikut menyajikan klasifikasi penilaian dan bentuk instrumen.
Teknik Penilaian
Bentuk Instrumen
Tes tertulis
 Tes pilihan: pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan dll.
 Tes isian: isian singkat dan uraian
Tes lisan
 Daftar pertanyaan
Page 23 of 37
Tes praktik (tes kinerja)
 Tes identifikasi
 Tes simulasi
 Tes uji petik kinerja
Penugasan individual atau kelompok
 Pekerjaan rumah
 Projek
Penilaian portofolio
 Lembar penilaian portofolio
Jurnal
 Buku cacatan jurnal
Penilaian diri
 Kuesioner/lembar penilaian diri
Penilaian antarteman
 Lembar penilaian antarteman
Instrumen tes berupa perangkat tes yang berisi soal-soal, instrumen observasi
berupa lembar pengamatan, instrumen penugasan berupa lembar tugas projek atau
produk, instrumen portofolio berupa lembar penilaian portofolio, instrumen inventori
dapat berupa skala Thurston, skala Likert atau skala Semantik, instrumen penilaian diri
dapat berupa kuesioner atau lembar penilaian diri, dan instrumen penilaian antarteman
berupa lembar penilaian antarteman. Setiap instrumen harus dilengkapi dengan
pedoman penskoran.
5. Prosedur Penilaian
PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Permendiknas No.
20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa penilaian pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas penilaian hasil belajar oleh:
pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah.
(a) Penilaian hasil belajar oleh pendidik
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan,
bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk
meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Penilaian ini dilaksanakan dalam
bentuk penugasan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester,
dan ulangan kenaikan kelas. Berbagai macam ulangan dilaksanakan dengan
menggunakan teknik dan instrumen yang sesuai dengan kebutuhan.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk (a) menilai pencapaian
kompetensi peserta didik, (b) bahan penyusunan laporan hasil belajar, dan (c)
memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan dengan menggunakan berbagai
instrumen baik tes maupun nontes atau penugasan yang dikembangkan sesuai dengan
karateristik kelompok mata pelajaran.
Penilaian yang dilakukan oleh pendidik harus terencana, terpadu, menyeluruh,
dan berskesinambungan. Dengan penilaian ini diharapkan pendidik dapat (a) mengetahui
kompetensi yang telah dicapai peserta didik, (b) meningkatkan motivasi belajar peserta
didik, (c) mengantarkan peserta didik mencapai kompetensi yang telah ditentukan, (d)
memperbaiki strategi pembelajaran, dan (e) meningkatkan akuntabilitas sekolah.
Ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas
dilakukan oleh pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan.
Page 24 of 37
(b) Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai
pencapaian kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran. Penilaian ini meliputi:
 Penilaian akhir untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian,
kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah
raga, dan kesehatan. Penilaian akhir digunakan sebagai salah satu persyaratan
untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan harus
mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik;
 Ujian Sekolah untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan
teknologi (yang tidak dinilai melalui Ujian Nasional) dan aspek kognitif dan/atau
psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, serta
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian. Ujian Sekolah juga
merupakan salah satu persyaratan untuk menentukan kelulusan peserta didik dari
satuan pendidikan
(c) Penilaian hasil belajar oleh pemerintah
Penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian
kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional
(UN). Pemerintah menugaskan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk
menyelenggarakan UN, dan dalam penyelenggaraannya BSNP bekerja sama dengan
instansi terkait di lingkungan Pemerintah, Pemerintah Provi nsi, Pemerintah Kabupaten/
Kota, dan satuan pendidikan.
UN didukung oleh sistem yang menjamin mutu kerahasiaan soal yang digunakan
dan pelaksanaan yang aman, jujur, adil, dan akuntabel. Hasil UN digunakan sebagai
salah satu pertimbangan untuk (a) pemetaan mutu satuan pendidikan, (b) dasar seleksi
masuk jenjang pendidikan berikutnya, (c) penentuan kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan, dan (d) pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam
upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Kriteria kelulusan UN dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri. Peserta UN memperoleh Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) yang
diterbitkan oleh satuan pendidikan penyelenggara UN.
Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan
menengah setelah (a) menyelesaikan seluruh program pembelajaran, (b) memperoleh
nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani,
olah raga, dan kesehatan, (c) lulus ujian sekolah/madrasah dan (d) lulus ujian nasional.
6. Mekanisme Penilaian
Sistem penilaian meliputi kegiatan perancangan dan pelaksanaan penilaian,
analisis dan tindak lanjut hasil penilaian, serta pelaporan penilaian. Mekanisme
penilaian hasil belajar peserta didik digambarkan pada bagan berikut:
Page 25 of 37
Berikut ini adalah penjelasan dari bagan/alur mekanisme penilaian di atas.
1) Perencanaan Penilaian
Perencanaan penilaian mencakup penyusunan kisi-kisi yang memuat indikator dan
strategi penilaian. Strategi penilaian meliputi pemilihan metode dan teknik
penilaian, serta pemilihan bentuk instrumen penilaian.
a. Perencanaan penilaian oleh pendidik
Secara teknis kegiatan pada tahap perencanaan penilaian oleh pendidik sebagai
berikut:

Menjelang awal tahun pelajaran, guru mata pelajaran sejenis pada satuan
pendidikan (MGMP sekolah) melakukan: pengembangan indikator pencapaian
KD, penyusunan rancangan penilaian (teknik dan bentuk penilaian) yang
sesuai, pembuatan rancangan program remedial dan pengayaan setiap
KD,penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) masing-masing mata
pelajaran melalui analisis indikator dengan memperhatikan karakteristik
peserta didik (kemampuan rata-rata peserta didik), karakteristik setiap
indikator (kesulitan/kerumitan atau kompleksitas), dan kondisi satuan
pendidikan (daya dukung, misalnya kompetensi guru, fasilitas sarana dan
prasarana).

Pada awal semester pendidik menginformasikan KKM dan silabus mata
pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian kepada
peserta didik.

Pendidik mengembangkan indikator penilaian, kisi-kisi, instrumen penilaian
(berupa tes, pengamatan, penugasan, dan sebagainya) dan pedoman
penskoran.
b. Perencanaan penilaian oleh satuan pendidikan
Perencanaan penilaian oleh satuan pendidikan meliputi kegiatan sebagai berikut:
 Melalui rapat dewan pendidik, satuan pendidikan melakukan: pendataan KKM
setiap mata pelajaran: penentuan kriteria kenaikan kelas (bagi satuan
pendidikan yang menggunakan sistem paket) atau penetapan kriteria program
pembelajaran (untuk satuan pendidikan yang melaksanakan Sistem Kredit
Semester), penentuan kriteria nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian,
kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani,
olahraga, dan kesehatan, dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh
pendidik, penentuan kriteria kelulusan ujian sekolah, koordinasi ulangan
tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
Page 26 of 37
 Membentuk tim untuk menyusun instrumen penilaian (untuk ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, dan ujian sekolah) yang meliputi:
pengembangan kisi-kisi penulisan soal (di dalamnya terdapat indikator soal),
penyusunan butir soal sesuai dengan indikator dan bentuk soal, serta
mengikuti kaidah penulisan butir soal, penelaahan butir soal secara kualitatif,
dilakukan oleh pendidik lain (bukan penyusun butir soal) pengampu mata
pelajaran yang sama dengan butir soal yang ditelaahnya,perakitan butir-butir
soal menjadi perangkat tes.
c. Perencanaan Penilaian oleh Pemerintah
 Perencanaan penilaian oleh pemerintah meliputi kegiatan sebagai berikut:
Mengembangkan SKL untuk mata pelajaran yang diujikan dalam UN;
 Menyusun dan menetapkan spesifikasi tes UN berdasarkan SKL;
 Mengembangkan dan memvalidasi perangkat tes UN;
 Menentukan kriteria kelulusan UN.
2) Pelaksanaan Penilaian
a. Pelaksanaan Penilaian oleh Pendidik
Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada tahap ini meliputi:
 Melaksanakan penilaian menggunakan instrumen yang telah dikembangkan;
 Memeriksa hasil pekerjaan peserta didik mengacu pada pedoman penskoran,
untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik;
 Hasil pekerjaan peserta didik untuk setiap penilaian dikembalikan kepada
masing-masing peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik
misalnya, mengenai kekuatan dan kelemahannya.
Ini merupakan informasi yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik untuk (a)
mengetahui kemajuan hasil belajarnya, (b) mengetahui kompetensi yang belum
dan yang sudah dicapainya, (c) memotivasi diri untuk belajar lebih baik, dan (d)
memperbaiki strategi belajarnya.
b. Pelaksanaan Penilaian oleh Satuan Pendidikan
Pelaksanaan penilaian oleh satuan pendidikan meliputi kegiatan berikut:
 Melaksanakan koordinasi ulangan tengah semester, ulangan akhir semester,
dan ulangan kenaikan kelas;
 Melakukan penilaian akhir untuk mata pelajaran pada kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian,
estetika, dan jasmani, olahraga, dan kesehatan;
 Menyelenggarakan ujian sekolah untuk mata pelajaran pada kelompok ilmu
pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan secara nasional, serta aspek
kognitif dan/atau psikomotor untuk mata pelajaran dalam kelompok agama
dan akhlak mulia, serta kewarganegaraan dan kepribadian. Penyelenggaraan
ujian sekolah mengacu pada Prosedur Operasi Standar Ujian Sekolah (POS-US)
yang diterbitkan oleh BSNP.
c. Pelaksanaan Penilaian oleh Pemerintah
Pelaksanaan penilaian oleh pemerintah merupakan kegiatan pengelolaan dan
pengendalian pelaksanaan UN mengacu Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional
(POS-UN).
Page 27 of 37
3) Analisis Hasil Penilaian
a. Analisis Hasil Penilaian oleh Pendidik
Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada tahap analisis adalah menganalisis
hasil penilaian menggunakan acuan kriteria yaitu membandingkan hasil penilaian
masing-masing peserta didik dengan standar yang telah ditetapkan. Untuk
penilaian yang dilakukan oleh pendidik hasil penilaian masing-masing peserta
didik dibandingkan dengan KKM. Analisis ini bermanfaat untuk mengetahui
kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik, serta untuk
memperbaiki pembelajaran.
b. Analisis Hasil Penilaian oleh Satuan Pendidikan
Kegiatan analisis hasil penilaian oleh satuan pendidikan meliputi:
 Menganalisis hasil belajar peserta didik dibandingkan dengan nilai KKM yang
telah ditetapkan untuk masing-masing mata pelajaran;
 Menganalisis hasil ujian sekolah dengan membandingkan hasil ujian sekolah
masing-masing peserta didik dengan batas kelulusan ujian sekolah yang telah
ditentukan;
 Menganalisis hasil penilaian kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, estetika, serta jasmani, olahraga,
dan kesehatan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan;
 Melalui rapat dewan pendidik, satuan pendidikan menetapkan dapat tidaknya
peserta didik naik kelas berdasarkan kriteria kenaikan kelas yang telah
ditetapkan;
 Melalui rapat dewan pendidik, satuan pendidikan menetapkan peserta didik
yang lulus dari satuan pendidikan sesuai dengan kriteria kelulusan yang telah
ditetapkan.
c. Analisis Hasil Penilaian oleh Pemerintah
Kegiatan analisis hasil penilaian oleh pemerintah yaitu menganalisis hasil UN
setiap sekolah untuk pemetaan daya serap.
4) Tindak Lanjut Hasil Penilaian
a. Tindak Lanjut Hasil Penilaian oleh Pendidik
Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik sebagai tindak lanjut hasil analisis
meliputi:
 Pelaksanaan program remedial untuk peserta didik yang belum tuntas (belum
mencapai KKM) untuk hasil ulangan harian dan memberikan kegiatan
pengayaan bagi peserta didik yang telah tuntas;
 Pengadministrasian semua hasil penilaian yang telah dilaksanakan.
b. Tindak Lanjut Hasil Penilaian oleh Satuan Pendidikan
Kegiatan yang dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai tindak lanjut hasil
analisis meliputi:
 Menyiapkan laporan hasil belajar (rapor) peserta didik;
 Satuan pendidikan penyelenggara ujian menerbitkan ijazah bagi peserta didik
yang lulus dari satuan pendidikan sesuai dengan kriteria kelulusan.
c. Analisis Lanjut Hasil Penilaian oleh Pemerintah
Tindak lanjut hasil penilaian yang dilakukan oleh pemerintah adalah:
 Membuat peta daya serap berdasarkan hasil UN;
 Menyusun peringkat hasil UN secara Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
Page 28 of 37
5) Pelaporan Hasil Penilaian
a. Pelaporan Hasil Penilaian oleh Pendidik
Pada tahap pelaporan hasil penilaian, pendidik melakukan kegiatan sebagai
berikut:
 Menghitung/menetapkan nilai mata pelajaran dari berbagai macam penilaian
(hasil ulangan harian, tugas-tugas, ulangan tengah semester, dan ulangan
akhir semester atau ulangan kenaikan kelas);
 Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran dari setiap peserta didik pada
setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan melalui wali kelas
atau wakil bidang akademik dalam bentuk nilai prestasi belajar (meliputi
aspek pengetahuan, praktik, dan sikap) disertai deskripsi singkat sebagai
cerminan kompetensi yang utuh;
 Memberi masukan hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama dan
hasil penilaian kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak dan kepribadian
peserta didik;
 Pendidik yang menilai ujian praktik melaporkan hasil penilaiannya kepada
pimpinan satuan pendidikan melalui wakil pimpinan bidang akademik
(kurikulum).
b. Pelaporan Hasil Penilaian oleh Satuan Pendidikan
Kegiatan yang dilakukan oleh satuan pendidikan dalam tahap pelaporan:
 Melaporkan hasil penilaian untuk semua mata pelajaran pada setiap akhir
semester kepada orang tua/wali peserta didik dalam bentuk Laporan Hasil
Belajar (rapor). Bagi orang tua laporan ini dapat dimanfaatkan untuk
membantu dan memotivasi anaknya belajar;
 Melaporkan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan
 lengkap dengan nilai yang dicapai kepada orangtua/walinya;
 Melaporkan pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan
 setiap tahun kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
c. Pelaporan Hasil Penilaian oleh Pemerintah
Pemerintah menyampaikan laporan hasil analisis berupa daya serap dan
peringkat UN secara nasional kepada pihak-pihak yang berkepentingan
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN
1. Peran Guru dalam Pembelajaran
Berikut ini merupakan bagan peran guru dalam pembelajaran (Sanjaya, 2005: 147).
Page 29 of 37
a) Guru sebagai Sumber Belajar
Peran guru sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran
sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Kita bisa
menilai baik atau tidaknya seorang guru hanya dari penguasaan materi pelajaran.
Dikatakan guru yang baik manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik,
sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apa pun
yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang diajarkannya, ia
akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebaliknya, dikatakan guru yang kurang
baik manakala ia tidak paham tentang materi yang diajarkannya. Ketidakpahaman
tentang materi pelajaran biasanya ditunjukkan oleh perilaku-perilaku tertentu, misalnya
teknik penyampaian materi pelajaran yang monoton, ia lebih sering duduk di kursi
sambil membaca, suaranya lemah, tidak berani melakukan kontak mata dengan siswa,
miskin dengan ilustrasi, dan lain-lain. Perilaku guru yang demikian bisa menyebabkan
hilangnya kepercayaan pada diri siswa, sehingga akan sulit mengendalikan kelas.
b) Guru sebagai Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan
siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Sebelum proses pembelajaran dimulai sering
guru bertanya: bagaimana caranya agar ia mudah menyajikan bahan pelajaran?
Pertanyaan itu sekilas memang ada benarnya. Melalui usaha yang sungguh-sungguh,
guru ingin agar ia mudah menyajikan bahan pelajaran dengan baik. Namun demikian,
pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran berorientasi pada guru.
Oleh sebab itu, akan lebih bagus manakala pertanyaan tersebut diarahkan pada
siswa, misalnya apa yang harus dilakukan agar siswa mudah mempelajari bahan
pelajaran sehingga tujuan belajar tercapai secara optimal. Pertanyaan tersebut
mengandung makna kalau tujuan mengajar adalah mempermudah siswa belajar. Inilah
hakikat peran fasilitator dalam proses pembelajaran.
c) Guru sebagai Pengelola
Sebagai pengelola pembelajaran (learning manajer), guru berperan dalam menciptakan
iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui
pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk
terjadinya proses belajar seluruh siswa.
d) Guru sebagai Demonstrator
Yang dimaksud dengan peran guru sebagai demonstrator adalah untuk mempertunjukkan
kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami
setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai demonstrator. Pertama,
sebagai demonstrator berarti guru harus menunjukkan sikap-sikap yang terpuji. Dalam
setiap aspek kehidupan, guru merupakan sosok ideal bagi setiap siswa. Biasanya apa
yang dilakukan akan menjadi acuan bagi siswa. Dengan demikian, dalam konteks ini
guru berperan sebagai model dan teladan bagi setiap. Kedua, sebagai demonstrator guru
harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih
dipahami dihayati oleh setiap siswa. Oleh karena itu, sebagai demonstrator erat
kaitannya dengan pengaturan strategi pembelajaran yang lebih efektif.
e) Guru sebagai Pembimbing
Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap
perbedaan. Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin
individu memiliki kemiripan, tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam
bakat, minat, kemampuan, dan sebagainya. Di samping itu, setiap individu juga
adalah makhluk yang sedang berkembang. Irama perkembangan mereka tentu tidaklah
sama juga. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing.
Membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya sebagai
Page 30 of 37
bekal hidup mereka, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugastugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan
berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan
masyarakat.
f) Guru sebagai Motivator
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat
penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh
kemampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar,
sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya. Dengan
demikian, bisa dikatakan siswa yang berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh
kemampuannya yang rendah pula, tetapi mungkin disebabkan oleh tidak adanya
dorongan atau motivasi.
g) Guru sebagai Evaluator
Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang
keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Terdapat dua fungsi dalam
memerankan perannya sebagai evaluator. Pertama, untuk menentukan keberhasilan
siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan
siswa dalam menyerap materi kurikulum. Kedua, untuk menentukan keberhasilan guru
dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan.
2. Tujuh Prinsip Pembelajaran yang Baik
Dalam sebuah tulisannya, Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson
mengetengahkan tentang 7 (tujuh) prinsip praktik pembelajaran yang baik yang dapat
dijadikan sebagai panduan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran, baik bagi
guru, siswa, kepala sekolah, pemerintah, maupun pihak lainnya yang terkait dengan
pendidikan.
Encourages Contact Between Students and Faculty
Frekuensi kontak antara guru dengan siswa, baik di dalam maupun di luar kelas
merupakan faktor yang amat penting untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan
siswa dalam belajar. Dengan seringnya kontak antara guru-siswa ini, guru dapat lebih
meningkatkan kepedulian terhadap siswanya. Guru dapat membantu siswa ketika
melewati masa-masa sulitnya. Begitu juga, guru dapat berusaha memelihara semangat
belajar, meningkatkan komitmen intelektual siswa, mendorong mereka untuk berpikir
tentang nilai-nilai mereka sendiri serta membantu menyusun rencana masa depannya.
Develops Reciprocity and Cooperation Among Students
Upaya meningkatkan belajar siswa lebih baik dilakukan secara tim dibandingkan
melalui perpacuan individual (solo race). Belajar yang baik tak ubahnya
Page 31 of 37
seperti bekerja yang baik, yakni kolaboratif dan sosial, bukan kompetitif dan
terisolasi.
Melalui
bekerja
dengan
orang
lain,
siswa
dapat
meningkatkan keterlibatannya dalam belajar. Saling berbagi ide dan mereaksi atas
tanggapan orang lain dapat semakin mempertajam pemikiran dan memperdalam
pemahamannya tentang sesuatu.
Encourages Active Learning
Belajar bukanlah seperti sedang menonton olahraga atau pertunjukkan film. Siswa
tidak hanya sekedar duduk di kelas untuk mendengarkan penjelasan guru, menghafal
paket materi yang telah dikemas guru, atau menjawab pertanyaan guru. Tetapi mereka
harus berbicara tentang apa yang mereka pelajari dan dapat menuliskannya,
mengaitkan dengan pengalaman masa lalu, serta menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari mereka. Mereka harus menjadikan apa yang mereka pelajari sebagai bagian
dari dirinya sendiri.
Gives Prompt Feedback
Siswa membutuhkan umpan balik yang tepat dan memadai atas kinerjanya sehingga
mereka dapat mengambil manfaat dari apa yang telah dipelajarinya. Ketika hendak
memulai belajar, siswa membutuhkan bantuan untuk menilai pengetahuan dan
kompetensi yang ada. Di kelas, siswa perlu sering diberi kesempatan tampil dan
menerima saran agar terjadi perbaikan. Dan pada bagian akhir, siswa perlu diberikan
kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah dipelajari, apa yang masih perlu
diketahui, dan bagaimana menilai dirinya sendiri.
Emphasizes Time on Task
Waktu+energi =belajar.
Memanfaatkan
waktu
dengan
sebaik-baiknya
merupakan sesuatu yang sangat penting bagi siswa. Siswa membutuhkan bantuan dalam
mengelola waktu efektif belajarnya. Mengalokasikan jumlah waktu yang realistis artinya
sama dengan belajar yang efektif bagi siswa dan pengajaran yang efektif bagi guru.
Sekolah seyogyanya dapat mendefinisikan ekspektasi waktu bagi para siswa, guru,
kepala sekolah, dan staf lainnya untuk membangun kinerja yang tinggi bagi semuanya.
Communicates High Expectations
Berharap lebih dan Anda akan mendapatkan lebih. Harapan yang tinggi merupakan
hal penting bagi semua orang. Mengharapkan para siswa berkinerja atau berprestasi
baik pada gilirannya akan mendorong guru maupun sekolah bekerja keras dan berusaha
ekstra untuk dapat memenuhinya
Respects Diverse Talents and Ways of Learning
Ada banyak jalan untuk belajar. Para siswa datang dengan membawa bakat dan gaya
belajarnya masing-masing Ada yang kuat dalam matematika, tetapi lemah dalam
bahasa, ada yang mahir dalam praktik tetapi lemah dalam teori, dan
sebagainya. Dalam hal ini, siswa perlu diberi kesempatan untuk menunjukkan
bakatnya dan belajar dengan cara kerja mereka masing-masing. Kemudian mereka
didorong untuk belajar dengan cara-cara baru, yang mungkin ini bukanlah hal mudah
bagi guru untuk melakukannya.
Pada bagian lain, Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengatakan bahwa
guru dan siswa memegang peran dan tanggung jawab penting untuk meningkatkan mutu
pembelajaran, tetapi mereka tetap membutuhkan bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak untuk membentuk sebuah lingkungan belajar yang kondusif bagi praktik
pembelajaran yang baik. Adapun yang dimaksud dengan lingkungan tersebut
meliputi: (a) adanya rasa tujuan bersama yang kuat; (b) dukungan kongkrit dari kepala
sekolah dan para administrator pendidikan untuk mencapai tujuan ; (c) dana yang
Page 32 of 37
memadai sesuai dengan tujuan; (d) kebijakan dan prosedur yang konsisten dengan
tujuan; dan (e) evaluasi yang berkesinambungan tentang sejauhmana ketercapaian
tujuan. (Adaptasi dan terjemahan bebas dari: Arthur W. Chickering dan Zelda F.
Gamson. Seven Principles for Good Practice in Undergraduate Education)
3. Optimaliasasi Penggunaan Media Pembelajaran
Mengingat pentingnya media pembelajaran dalam PBM maka dipandang perlu
memperkenalkan ulang akan pentingnya media pembelajaran baik yang
artificial/buatan, alamiah secara umum. Baik yang berbasis lingkungan hingga yang
berbasis komputer, dari yang sederhana hingga yang rumit, yang menggunakan media
tunggal hingga multi media. Gejala memilih dan memilah ini biasa disebut dengan
kemampuan berpikir kritis critical thinking berfikir penuh pertimbangan akal sehat
(reasonable reflektive) yang dipusatkan pada pengambilan keputusan untuk
mempercayai atau mengingkari sesuatu dan melakukan atau menghindari sesuatu (Heger
& Kaye, 1990). Jadi lakukan sesuatu (dalam PBM) sesuai dengan ”keberadaan diri”
mengukur potensi dalam diri dan segenap pendukung yang ada disekitar kita. Berbagai
jenis komponen dalam lingkungan anak didik dapat pula merangsang siswa untuk belajar
(Gagne, 1970), bahkan sesuatu yang digandrungi siswa atau diminati (student
interested), seharusnya hal ini dapat dijadikan ide dalam pembuatan media
pembelajaran. Sebagai contoh berdasarkan penelitian remaja (info MTV, acara televisi
yang paling digandrungi remaja) remaja kini sangat gandrung terhadap tayangan
televise baik acara film maupun musik. TV atau Magic Box wajar diminati karena
informasi audio-visual disajikan menarik. Mengapa tidak, bila tayangan audio-visual
dominan diminati remaja hal tersebut dijadikan ide penciptaan media pembelajaran .
Teknologi editing film, Audio, pengolah grafis kini telah tersedia berbagai dalam
berbagai soft ware yang sangat menarik. Adobe Premiere, U-Lead, Sony Vegas, Sound
Forge, corel draw, photo paint, photo shop dan lain sebagainya. Dalam presentasi ini,
penulis berekperimentasi sederhana mengenai media pembelajaran tersebut. Dalam
pemberdayaan media pembelajaran bukan berarti kita diperdaya teknologi melainkan
kita memanfaatkan teknologi sesuai dengan potensi yang dimiliki. Dan yang terpenting
dapatkah media itu, menyampaikan informasi sesuai dengan tujuan yang kita harapkan.
Unsur kesiapanan (readiness) pendidik dalam rangkaian penampilan dalam PBM
sebenarnya media alamiah sementara media lainya adalah padu-padan bersinergi supaya
dapat optimal. Sikap semacam ini, merupakan salah satu karakteristik kepribadian
pendidik yang disebut fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis yang yang dapat
menunjang keberhasilan pendidik dalam menggeluti profesinya.
a. Landasan Teoritik Media Pembelajaran
Pembelajaran dengan suasana kebebasan (permissive) memberikan seluas-luasnya
kepada warga belajar untuk melakukan eksplorasi dan mengembangkan kemampuan
diri. Sementara kewajiban pendidik harus dapat menumbuhkan daya cipta melaui
sesuatu yang dengan sadar dan dirancang untuk pencapaian tujuan pembelajaran
(Learning Resources by Design). Pembelajaran menggunakan media termasuk
pengajaran direncanakan secara intensional. Media pembelajaran adalah segala sesuatu
yang digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong siswa untuk belajar.
Johan Amos Comenius (Karyono, 2006) dengan teori “dikdaktik realisme” (Sudjana,
1989:7) menyatakan:
Page 33 of 37
 Pengajaran yang diutamakan adalah adalah pengajaran yang bersifat kenyataan,
bukan hanya kata-kata hampa yang berdifat verbalistik;
 Pengajaran yang baik melalui media, yaitu pendayagunaan alat-alat pengindraaan;
 Pelajaran disampaikan secara induktif, dimulai dari peristiwa nyata, meningkat ke
umum, kesimpulan atau dalil yang abstrak; (gradual) pengajaran harus maju teratur
dari pelajaran yang mudah menuju yang sukar.
Mengenai kemampuan bahasa visual dalam menyatakan sesuatu informasi
Leonardo Davinci, Seniman dan sang pemikir paling termasyur abad 16 menyatakan
bahasa visual dapat menyatakan lebih dari beribu kata”. Bahasa visual adalah sesuatu
yang paling purba dipahami manusia dalam cara berkomunikasi sebelum manusia
mengenal huruf dan menyampaikan kata atau kalimat. Demikian juga dengan anak
balita lebih dulu mengenal bahasa visual (indera penglihatan) dalam berkomunikasi
dibanding penggunaan indera lainnya.
Maria Montessori, menyatakan bahwa: ”Tanggapan yang masuk dalam pikiran
datang melalui indera dan indera itu adalah gerbangnya ilmu pengetahuan”. Media
berfungsi menghidupkan keterangan yang diberikan oleh guru. Berikut ini pernyataan
hasil penelitian (Bulough, dalam Karyono, 2006) yang berkenaan dengan penelitian
penggunaan media pembelajaran di sekolah:
“When the question “why use media’ is asked, teacher will respond with almost
as many different answers as many respondent. “Because students learn
more”,” because the class gets tired of lecture only”, “because picture are
better than words”, and so forth, are typical answer to this question. There
probably is some validity to most of these statement”.
Ada beberapa alasan mengapa penting penggunaan media dalam dunia
pendidikan, antara lain “sebab murid-murid terlalu banyak dijejali pelajaran,” atau
kejenuhan karena murid-murid hanya memperoleh pelajaran melalui ceramah. Alasan
lain ialah “penyajian gambar-gambar itu lebih baik dari pada sekedar kata-kata saja”.
Dan banyak lagi jawaban berkenaan dengan penggunaan media pembelajaran.
Pendayagunaan media pembelajaran yang tepat guna (efektif dan efesien) tentu
saja akan berdampak positif terhadap anak didik paling tidak dapat membangun suasana
pembelajaran yang tidak membosankan. Media dapat memberikan perangsang bagi
siswa supaya terjadi proses belajar (Briggs, dalam Karyono, 2006). Metode pengajaran
menggunakan media dapat melahirkan berbagai variasi penyajian yang dapat menarik
minat belajar murid selain itu media dapat membantu guru melaksanakan tugasnya
secara optimal. Dalam kaitannya dengan pendekatan progresif, Elizabeth Perrot
(1982:21) dari International Micro Teaching Reseach University of Lanchaster
menyimpulkan langkah-langkah yang harus ditempuh sebagai berikut:
a. Set Induction (perangkat prabawa) meliputi merencanakan pembelajaran yang
disusun secara sitematis dan menetapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
proses belajar mengajar;
b. Use of Media/penggunaan media, bagian dari variasi mengajar (stimulus variation
skills of teaching). Pendidik berupaya memvisualisasikan materi pelajaran dengan
cara mendayagunakan media pembelajaran;
c. Use example memberikan contoh: memperagakan, menjelaskan cara-cara
pelaksanaan kegiatan dengan tujuan supaya anak tertib dan disipli dalam
melakukan kegiatan.
d. Clarity of explanation/kejelasan dalam menjalankan materi pelajaran, menyangkut
aspek kejelasan berbicara yang disesuaikan dengan tingkat kedewasaan anak didik
yang bertujuan mengembangkan kegiatan secara optimal;
e. Closure/menutup kegiatan belajar mengajar, kesinambungan (relevancy) dengan
pembelajaran berikut.
Page 34 of 37
Dengan konsepsi yang makin mantap fungsi media dalam kegiatan pembelajaran
tidak hanya sekedar alat bantu guru, melainkan sebagai pembawa informasi atau pesan
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. Dengan demikian hendaknya seorang guru
memperhatikan entry behavior siswa, baik secara individu maupun kelompok. Secara
luas media pembelajaran dapat diartikan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan
siswa sehingga dapat mendorong siswa untuk belajar (Miarso, dalam Karyono, 2006).
b. Prinsip-prinsip Umum Penggunaan Media
Berikut ini beberapa prinsip umum dalam menggunakan media pembelajaran.
a) Tidak ada media pembelajaran yang dapat menggantikan kedudukan
guru/instruktur. Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk
keperluan pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari guru (Schram, 1977);
b) Tidak ada media pembelajaran yang merupakan media tunggal untuk mencapai
semua tujuan pendidikan. Media tertentu lebih cocok untuk tujuan tertentu, untuk
pelajaran dan siswa tertentu pula;
c) Media pembelajaran adalah bagian integgral dari proses belajar mengajar. Media
harus berkaitan dengan aktivitas dan prosedur belajar mengajar;
d) Penggunaan media yang bervariasi dan berimbang akan memberikan hasil belajar
yang lebih mememuaskan;
e) Penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar menuntut
partisipasi aktif siswa, sebelum selama dan memudahkan peggunaan media;
f) Pada setiap penggunaan media di kelas, ada tahap-tahap atau prosedur pokok yang
harus dilalui. Dalam menyiapkan satuan pelajaran tahap-tahap tersebut harus
diperhatikan.
c. Mengukur acceptability/compatibility Pengunaan Media Pembelajaran
Bagaimanakah
mengukur
media
pembelajaran
dapat
dianggap
acceptability/compatibility apakah media bersangkutan mungkin diterima oleh “target
audience”. Untuk itu lakukan telaahan awal mengenai keberadaan kelas (survey awal)
yang dapat menjadi Cost effective Survey dimaksudkan untuk dapat menjawab hal-hal
sebagai berikut:
 Seberapa jauh guru/instruktur mengenal dan terampil menggunakan media
pengajaran untuk keperluan untuk instruksional;
 Jenis media instruksional yang telah dimiliki;
 Seberapa jauh ruang dan fasilitas tersedia sehingga media pengajaran dapat
dimanfaatkan semaksimal mungkin;





Selain itu pada tingkat perencanaan perlu diperhatikan:
Kebutuhan jenis media pengajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku;
Pemilihan media didasarkan kepada kualitas kepraktisan., kemudahan penggunaan,
kesesuaian dengan iklim;
Pengadaan media software secara kontinyu sesuai dengan kebutuhan kurikuler;
Kondisi lingkungan sekolah;
Tersedianya buku, bahan acuan, mengenai pengajaran.
Dalam tata laksana PBM penting pula ditekankan pembuatan silabus yang
sistematis sebagai petunjuk pelaksanaan atau operasional yang meliputi content :
 menekankan pentingnya pembelajaran bermakna
 menekankan belajar pada aspek afektif
 menekankan keterlibatan siswa dalam proses belajar
 menekankan bahwa belajar adalah proses multiarah yang berkesinambungan
Page 35 of 37
d. Berbagai Jenis Media Pembelajaran
Ada berbagai jenis alat peraga yang dapat digunakan dalam pembelajaran di
kelas R. Murray Thomas (Sudirwo, 1985:21) mengklasifikasikan media berdasarkan
jenjang pengalaman menjadi 3 jenjang pengalaman yaitu:
1. Pengalaman dari benda asli (real life experieces)
2. Pengalaman dari benda tiruan (subtitute of real life)
3. Pengalaman dari kata-kata (words only)
Berdasar penelitian Edgar Dale ”pengalaman belajar manusia itu 75% diperoleh
melalui indera lihat, 13% melalui indera dengar dan 12% melalui indera lainnya”. Media
yang sangat erat hubungannnya dengan indera lihat, dapat merekam tanggapan dengan
terang dan sempurna dan lama disimpan dalam ingatan serta mudah ditimbukan kembali
(Chasimar Saleh, dalam Karyono, 2006).
Page 36 of 37
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional Pendidikan (2007). Panduan Penilaian Kelompok Mata
Pelajaran Agama dan Akhlak Mulia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Badan Standar Nasional Pendidikan (2007). Panduan Penilaian Kelompok Mata
Pelajaran Kewarganega raan dan Kepribadian. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Badan Standar Nasional Pendidikan (2007). Panduan Penilaian Kelompok Mata
Pelajaran Ilmu Pen getahuan dan Teknologi. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Badan Standar Nasional Pendidikan (2007). Panduan Penilaian Kelompok Mata
Pelajaran Estetika. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Badan Standar Nasional Pendidikan (2007). Panduan Penilaian Kelompok Mata
Pelajaran Jasmani, Olahraga, dan Keseha tan. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Bandura, A. (Ed.). 1995. Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK: Cambridge
University Press.
Billimham, Katherine A. (1982) Developmental Psychology for The Heah Care
Professions : Part 1 – Prenatal Through Adolescent Development. Colorado:
Westview Press, Inc.
Bimo Walgito. 2000. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Yasbit Fakultas Psikologi
Universitas Gajah Mada.
Branca, Albert A. 1965. Psychology : The Science of Behavior. Boston : Allyn and Bacon,
inc.
BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas. 2006. Panduan Pengembangan Diri:
Pedoman untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft. Jakarta: BSNP
dan PUSBANGKURANDIK, Depsiknas.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Dirgagunarsa, Singgih. 1988. Pengantar Psikologi. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Griffin, P & Nix, P. (1991). Educational assessment and reporting: A new approach.
Sydney: Harcourt Brace Jovanovich.
Guilford, J.P. (1982). Psychometric methods (2nd.ed). New York: McGraw-Hill Publishing
Co. Ltd.
Harrow, A. J. (1972). A taxonomy of the psychomotor domain: A guided for
developing behavioral objective. New York: David Mc Key Company.
Hasan, A. M. 2006. Artikel: Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan.
(Online)
Tersedia:
http://www.pendidikannetwork/artikel/profesionalisme_guru.htm [11 Januari 2007]
Hurlock, Alizabeth B. (1956). Child Development. New York : McGraw Hill Book
Company Inc.
Hardy, Malcolm dan Heyes, Steve. 1988. Pengantar Psikologi. Jakarta : Erlangga.
Hurlock, Elizabeth, B. 1997. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. (Alih Bahasa : Istiwidayanti dan Soedjarwo) Jakarta :
Erlangga.
Hurlock, Elizabeth, B. 1997. Perkembangan Anak : Jilid 1. (Alih Bahasa : Meitasari
Tjandrasa dan Muslichah Z.) Jakarta : Erlangga.
Hurlock, Elizabeth, B. 1997. Perkembangan Anak : Jilid 2 (Alih Bahasa : Meitasari
Tjandrasa dan Muslichah Z.) Jakarta : Erlangga.
Page 37 of 37
Hymovich, Debra P. and Chamberlin, Robert W. 1980. Child and Family Development :
Implications for Primary Health Care. New York : Mc Graw Hill Book Company
Muhibbin Syah, M. Ed. (2006). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Karyono, Tri. 2006. Learning Resources by Design: Optimalisasi Penggunaan Media
Pembelajaran, Untuk Meningkatkan Kualitas Proses Belajar-Mengajar.
Makalah: Seminar Optimalisasi Media Pembelajaran Dalam Meningkatkan
Kualitas Proses Belajar Mengajar/ STBA YAPARI-ABA Bandung/Bandung, 24 Juli
2006.
Mardapi, dan Ghofur, A. (2004). Pedoman Umum Pengembangan Penilaian; Kurikulum
Berbasis Kompetensi SMA. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Mehrens, W.A, and Lehmann, I.J, (1991). Measurement and Evaluation in Education
and Psychology. Fort Woth: Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Noor, Muchtar M., dkk. 2004. Kemampuan Dasar Mengajar. Jakarta: Lembaga Akta
Mengajar UNJ.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Jakarta: Fokus Media.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi, Jakarta, 2006.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan, Jakarta, 2006.
Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media.
___________. 2006. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media.
Sardiman A. M. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Sudrajat, Ahmad. Tersedia: http://ahmadsudrajat.wordpress.com
Sarlito Wirawan Sarwono. 2002. Psikologi Remaja. Jakarta : PT Remaja Grafindo
Persada.
Suyanto. 2006. Guru Yang Profesional dan Efektif. (Online) Tersedia:
http://www.dikdasmen.org/GuruEfektif.htm [ 11 Januari 2007]
Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 034/U/2003 tentang Kualifikasi
Akademik Guru.
Syamsu Yusuf L.N. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja
Rosda Karya.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Yamin, Martinis. 2006. Profesionalisasi Guru dan Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press.
Willis Dahar, R. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Zulikifli, L. 1992. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Download