Page 1 of 37 OPTIMALISASI PEMBELAJARAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU1 OLEH EDDY NOVIANA2 Children learn what They live: If a child lives with criticism, He learns to condemn. If a child lives with praise, He learns to appreciate. If a child lives with tolerance, He learns to be patient. If a child lives with ridicule, He learns to be shy. If a child lives with encouragement, He learns confidences. If a child lives with shame, He learns to feel guilty. If a child lives with fairness, He learns justice. If a child lives with security, He learns to have faith. If a child lives with acceptance and friendship, He learns to find love in the world. (Dorothy Nolte). (Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan motivasi, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang ia menemukan cinta dalam kehidupan. Membuat keputusan untuk mempunyai anak merupakan keputusan yang penting. Itu berarti memutuskan selamanya untuk mencurahkan seluruh hatimu kepadanya. (Elizabeth Stone) RASIONAL Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994, dan diganti lagi dengan kurikulum 1994 suplemen 1999, yang kemudian diganti dengan kurikulum 2004 atau lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Belum genab dua tahun KBK ini dilaksanakan, kurikulum diganti dengan Kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menurut Nasanius mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru (Sumargi, 1996). Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, 1 Disampaikan dalam Pelatihan bagi Asisten Guru di International School Riau tanggal 19-20 Juli 2010 2 Tenaga Pengajar di Program Studi PGSD FKIP Universitas Riau Page 2 of 37 tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin dalam Suyanto, 2006). PROFESIONALISME GURU DAN KOMPETENSI GURU 1. Profesionalisme Guru Mengenai ke-profesional-an guru perlu dibuat beberapa standar kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru. Berikut ini akan disajikan profesionalisme yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam konteks otonomi pendidikan, hasil penelitian John Goodlad (dalam Suyanto, 2006) tersebut memiliki implikasi bahwa pemerintah daerah perlu menciptakan sebuah sistem rekrutmen dan pembinaan karier guru agar para guru benar-benar memiliki profesionalisme dan efektivitas yang tinggi supaya ketika ia memasuki ruang kelas mampu menegakkan standar kualitas yang ideal bagi proses pembelajaran. Suatu pekerjaan dikatakan profesional jika pekerjaan itu memiliki kriteria tertentu. Jika kita mengikuti pendapat Houle (dalam Suyanto, 2006), ciri-ciri suatu pekerjaan yang profesional meliputi: (1) harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat; (2) harus berdasarkan atas kompetensi individual (bukan atas dasar KKN); (3) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi; (4) ada kerjasama dan kompetisi yang sehat antar sejawat; (5) adanya kesadaran profesional yang tinggi; (6) memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik); (7) memiliki sistem sanksi profesi; (8) adanya militansi individual; dan (9) memiliki organisasi profesi. Dari ciri-ciri ini Kantor Dinas Pendidikan di daerah dapat menterjemahkan ke dalam sistem rekrutmen dan pembinaan karier guru agar profesi-onalisme guru dapat selalu ditingkatkan di daerahnya masing-masing. Tanpa berbuat seperti itu kualitas guru akan selalu ketinggalan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain, agar guru tetap profesional perlu ada sistem pembinaan karier yang baik, tersistem, dan berkelanjutan. Guru yang profesional perlu melakukan pembelajaran di kelas secara efektif. Kemudian, bagaimana ciri-ciri guru yang efektif ? Menurut Gary A. Davis dan Margaret A. Thomas, paling tidak ada empat kelompok besar ciri-ciri guru yang efektif. Keempat kelompok itu terdiri dari: Pertama, memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas, yang kemudian dapat dirinci lagi menjadi: (1) memiliki keterampilan interperso-nal, khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa, dan ketulusan; (2) memiliki hubungan baik dengan siswa; (3) mampu menerima, mengakui, dan memperhatikan siswa secara tulus; (4) menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar; (5) mampu menciptakan atmosfir untuk tumbuhnya kerja sama dan kohesivitas dalam dan antar kelompok siswa; (6) mampu melibatkan siswa dalam meng-organisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran; (7) mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi. Kedua, kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen pembelajaran, yang meliputi: (1) memiliki kemampuan untuk menghadapi dan menangani siswa yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam proses pembelajaran; (2) mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk semua siswa. Page 3 of 37 Ketiga, memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik (feedback) dan penguatan (reinforcement), yang terdiri dari: (1) mampu memberikan umpan balik yang positif terhadap respon siswa; (2) mampu memberikan respon yang bersifat membantu terhadap siswa yang lamban belajar; (3) mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban siswa yang kurang memuaskan; (4) Mampu memberikan bantuan profesional kepada siswa jika diperlukan. Keempat, memiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri, terdiri dari: (1) mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif; (2) mampu mem-perluas dan menambah pengetahuan mengenai metode-metode pengajaran; (3) mampu memanfaatkan perencanaan guru secara kelompok untuk menciptakan dan mengembang-kan metode pengajaran yang relevan (Suyanto, 2006). Untuk dapat meyakinkan guru itu adalah pekerjaan/jabatan profesinal, mari kita tinjau pengertian profesi dan syarat atau ciri pokok dari pekerjaan professional, yakni: 1. Pekerjaan professional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam, yang hanya mungkin didapatkan dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 2. Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan yang lainnya dapat dipisahkan secara tegas. 3. Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggis latar belakang pendidikan akademik sesuai profesinya, semakin tinggi pula tingkat penghargaan yang diterimanya. 4. Suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap setiap efek yang ditimbulkan dari pekerjaan profesinya itu. (Sanjaya, 2005:143) Apakah pekerjaan guru telah memenuhi kriteria sebagai pekerjaan professional? Sekarang mari kita lihat ciri dan karakteristik dari proses mengajar sebagai tugas professional guru. 1. Mengajar bukanlah hanya menyampaikan materi pelajaran saja, akan tetapi merupakan pekerjaan yang bertujuan dan bersifat kompleks. Oleh karena itu dalam melaksanakannya, diperlukan sejumlah keterampilan khusus yang didasarkan pada konsep dan ilmu pengetahuan yang spesifik. Artinya, setiap keputusan dalam melaksanakan aktivitas mengajar bukanlah didasarkan kepada pertimbanganpertimbangan subyektif atau tugas yang dapat dilakukan sekehendak hati, akan tetapi didasarkan kepada suatu pertimbangan berdasarkan keilmuan tertentu, sehingga apa yang dilakukan guru dalam mengajar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Oleh karena itu, untuk menjadi seorang guru professional diperlukan latar belakang pendidikan yang sesuai, yaitu latar belakang kependidikan keguruan. 2. Sebagaimana hal tugas seorang dokter yang profesinya menyembuhkan penyakit pasiennya, maka tugas guru pun memiliki bidang keahlian yang jelas, yaitu mengantarkan siswa kea rah tujuan yang diinginkan. Memang hasil pekerjaan seorang dokter atau pekerjaan lainnya berbeda dengan hasil pekerjaan seorang guru. Kinerja profesi non-keguruan seperti seorang dokter biasanya dapat dilihat dalam waktu yang singkat. Dikatakan seorang dokter yang professional manakala dalam waktu yang singkat dapat menyembuhkan pasien dari penyakitnya. Namun tidak demikan dengan guru. Hasil pekerjaan seorang guru seperti mengembangkan minat dan bakat serta poetensi yang dimiliki oleh seseorang, termasuk mengembangkan sikap tertentu memerlukan waktu yang cukup panjang sehingga Page 4 of 37 3. 4. 5. hasilnya baru dapat dilihat setelah beberapa lama, mungkin saru generasi. Oleh karena itu, kegagalan guru dalam membelajarkan siswa, berarti kegagalan membentuk satu generasi manusia. Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang keahliannya, diperlukan tingkat pendidikan yang memadai. Menjadi guru bukan hanya cukup memahami materi yang harus disampaikan, akan tetapi juga diperlukan kemampuan dan pemahaman tentang pengetahuan dan keterampilan lain, misalnya pemahaman tentang psikologi perkembangan manusia, kemampuan mengimplementasikan berbagai teori belajar, kemampuan merancang dan memanfaatkan media dan sumber belajar, kemampuan mendesain strategi pembelajaran yang tepat dan lain sebagainya, termasuk kemampuan mengevaluasi proses dan hasil kerjanya. Oleh karena itu, seorang guru bukan hanya tahu tentang what do teach, akan tetapi juga paham how to teach. Kemampuan-kemampuan semacam ini tidak dapat datang secara tiba-tiba atau dengan sendirinya, akan tetapi mungkin didapatkan dari suatu proses pendidikan yang memadai dari suatu lembaga pendidikan yang khusus, yaitu lembaga pendidikan keguruan. Tugas guru adalah mempersiapkan generasi manusia yang dapat hidup dan berperan aktif di masyarakat. Oleh sebab itu, tidak mungkin pekerjaan seorang guru dapat melepaskan dari kehidupan sosial. Hal ini berarti, apa yang dilakukan guru akan memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat. Sebaliknya semakin tinggi keprofesionalan seseorang, misalnya tingkat pendidikan keguruan seseorang, makan semakin tinggi pula penghargaan yang diberikan kepada masyarakat. Pekerjaan guru bukanlah pekerjaan yang statis, akan tetapi pekerjaan yang dinamis, yang selamanya harus sesuai dan menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, guru dituntut peka terhadap dinamika perkembangan masyarakat, baik perkembangan kebutuhan yang selamanya berubah, perkembangan sosial, budaya, politik termasuk perkembangan teknologi. (Mulyasa, 2008) Dari penjelasan tersebut di atas, timbul pertanyaan yang mendasarinya dalam implementasi kita sebagai guru atau pendidik apakah kita sudah menganggap profesi guru adalah pekerjaan yang profesional? Dan kalau memang sudah menganggapnya pekerjaan yang professional, apakah kita dapat melaksakannya dalam proses pendidikan sebagai upaya mencapai tujuan yang diharapkan? 2. Kompetensi Guru Seperti yang dijelaskan dalam UU No. 14 tahun 2005, menyatakan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru. Selain beberapa hal di atas, UU No.14/2005 menyebutkan bahwa guru dan dosen (dalam hal ini lebih menekankan pada guru) merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: Page 5 of 37 • • • • • Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, Memiliki komitmen, kualifikasi akademik, kompetensi, tanggung jawab, Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, Memiliki jaminan perlindungan hukum, Memiliki organisasi profesi yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. Selanjutnya dalam PP No. 19 tahun 2005, pasal 28 ayat 1 menggarisbawahi bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan pendidikan nasional. Guru yang memiliki kualifikasi akademik sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 034/U/2003, tepatnya pasal 8 butir d yang berbunyi sebagai berikut: “untuk guru SLTP adalah lulusan S1 Kependidikan atau S1 Non-Kependidikan yang mempunyai Akta IV, dan apabila sangat diperlukan dapat menerima lulusan D III Kependidikan atau D III Non-Kependidikan yang mempunyai Akta III, atau D II/Akta II mata pelajaran atau sederajat. Demikian juga butir e, menyebutkan bahwa untuk guru SMU dan guru SMK adalah lulusan S1 Kependidikan atau S1 Non-Kependidikan yang mempunyai Akta IV”. Berhubungan dengan kualifikasi akademik ini, tenaga kependidikan harus memiliki pengetahuan kependidikan, keterampilan-keterampilan yang telah diatur dalam undangundang, peraturan pemerintah, dan keputusan menteri. Sekarang ini tenaga kependidikan dapat dianggakat dari berbagai latar belakang disiplin ilmu. Sebelum diangkat menjadi guru, mereka harus mendapatkan pendidikan, latihan dan bimbingan tentang pengetahuan keguruan, atau mendapatkan ijazah akta IV (untuk tahun 2010, direncanakan dengan istilah PPG) dari perguruan tinggi yang telah diakreditasi. Namun, seseorang dapat diangkat menjadi pendidik tanpa memiliki ijazah dan/atau sertifikasi keahlian, makakala memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan, hal ini sesuai dengan pasal 28 ayat 4 PP No. 19/2005. Kemudian guru juga sebagai agen pembelajaran harus memiliki beberapa kemampuan dasar seperti yang disebutkan dalam pasal 28 ayat 3 PP No. 19/2005 bahwa guru sebagai agen pembelajaran pada jejang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: a. Kompetensi pedagodik b. Kompetensi pribadi c. Kompetensi profesional, dan d. Kompetensi sosial (lihat juga pada PP No. 74 tahun 2008 tentang Guru dan Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru). PEMAHAMAN PESERTA DIDIK 1. Psikologi Perkembangan Psikologi perkembangan atau developmental psychology pada mulanya dikenal dengan psikologi anak, karena perhatiannya yang tertuju pada perkembangan anakanak. Sejarah psikologi perkembangan bisa dikatakan berawal ketika para ahli mulai berpikir tentang hakikat anak. Perlu diketahui bahwa sebelum itu anak dianggap sebagai orang dewasa yang berukuran kecil, sehingga cara memperlakukann anak sama dengan cara memperlakukan orang dewasa. Dan ternyata perlakukan seperti itu tidak benar. Page 6 of 37 Adanya kesadaran bahwa anak bukan merupakan miniatur orang dewasa pada akhirnya mendorong para ahli untuk menyelidiki kehidupan jiwa anak. Johan Amos Comenius (1592–1671), seorang ahli pendidikan dari Cekho, mengatakan bahwa anak tidak boleh dianggap sebagai orang dewasa yang bertubuh kecil. Dalam bukunya yang berjudul Didactica Magna, ia menganjurkan agar pembelajaran dapat menarik perhatian anak. Oleh sebab itu kegiatan tersebut harus diragakan agar anak-anak dapat mengamati, menyelidiki, dan mengalaminya sendiri. Jean Jaques Rousseau (1712–1778), seorang pemikir dari Perancis, dalam bukunya yang berjudul Emile Ou Education, menyatakan bahwa segalagalanya baik ketika dating dari tangan Sang Pencipta, segala-galanya memburuk dalam tangan manusia. Maksud pernyataan tersebut adalah bahwa pada dasarnya kodrat anak itu baik. Namun apa yang pada dasarnya baik tersebut dapat menjadi rusak karena perbuatan manusia. Menurut Rousseau, campur tangan manusia terhadap perkembangan anak dapat menimbulkan masalah bila tidak dilakukan dengan hati-hati. Oleh sebab itu para pendidik perlu membekali dirinya dengan pengetahuan tentang kejiwaan peserta didik. J.P Pestalozzi (1746 – 1827), dari Swiss, dikenal sebagai pendidik yang sangat memperhatikan kehidupan anak-anak. Ia ingin meningkatkan pendidikan di masyarakat dengan cara mengutamakan pendidikan bagi anak-anak. Ia mengajurkan agar pendidikan untuk anak disesuaikan dengan perkembangan jiwa mereka. Hendaknya proses pembelajaran didasarkan pada pengalaman, dimulai dari tingkat yang mudah mengarah pada tingkat yang lebih sulit. Tokoh-tokoh psikologi perkembangan dari berbagai negara kemudian bermunculan, diantaranya adalah sebagai berikut. Tabel Tokoh-tokoh Psikologi Perkembangan Jerman Clara dan William Stern mempelajari permainan dan perkembangan anak-anak serta menulis buku Psychology der Fruhen Kindheit (1914). Perancis Jean Piaget menyelidiki cara berpikir dan bahasa anak-anak dan pada tahun 1950 bukunya yang berjudul The Belanda Prof. Khonstamm, mempelajari permainan anakanak. Psychology of Intelligence diterbitkan. Charlotte Buhler mempelajari perkembangan bahasa anak-anak. Meuman, mempelajari cara berpikir anak-anak. Ia berpendapat bahwa cara berpikir anak-anak masih sugestibel. Kerschenstener, berhasil mengumpulkan dan meneliti sejumlah gambar yang telah dibuat oleh anak-anak dan membuat deskripsi tentang fase-fase perkembangan kemampuan menggambar pada anak-anak. Prof. Langeveld, mengemukakan periodisasi perkembangan. Belgia Dr. Declory dan Dr. Schuyten mengemukakan tentang pentingnya memperhatikan minat anak dalam pendidikan dan pembelajaran. Amerika Stanley Hall, mempelajari permainan anakanak dan memperkenalkan teori Atavisme. Page 7 of 37 Psikologi perkembangan (developmental psychology) kadang-kadang disebut psikologi genetic (genetic psychology). Apakah yang dimaksud dengan psikologi perkembangan ? Untuk menjawab pertanyaan ini ada baiknya membahas pengertian psikologi terlebih dahulu. Secara etimologis, istilah psikologi (bahasa Indonesia) atau psychology (bahasa Inggris) berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu psyche dan logos. Psike artinya jiwa dan logos artinya nalar, logika, atau ilmu. Sehingga secara etimologis, psikologi sama dengan ilmu jiwa. Lalu apakah yang dimaksud dengan ilmu jiwa itu ? Banyak pendapat mengenai hal ini diantaranya adalah sebagai berikut. Knight dan Knight menyatakan : “Psychology may be dfined as the systematic study of experience and behavior human and animal, normal and abnormal, individual and social” (Bimo Walgito, 2000 :120). Sedangkan menurut Woodworth dan Marquis (Bimo Walgito, 2000:120), “Psychology can be defined as the science of activities of the individual. The word „ activity¶ is used here in very broad sense. It includes not only motor activities like walking and speaking, but also cognbitive (knowledge getting) activities like seeing, hearing, remembering and thingking, and emotional activities like laughing and crying, and feeling or sad”. Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa psiklogi merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku atau aktivitas-aktivitas jiwa (khususnya pada manusia), baik itu manusia yang normal maupun yang tidak normal, baik manusia sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik itu aktivitas yang bersifat kgnitif, afektif, maupun psikomotorik. Dengan memahami pengertian psikologi maka akan lebih mudah menjelaskan apakah psikologi perkembangan itu. J.P. Chaplin, menyatakan bahwa psikologi perkembangan : ”…. That branch of psychology which studies processes of pre and post natal growth and the maturation of behavior” (Syamsu Yusuf, 2004 : 3). Lebih jelas lagi apa yang dikatakan oleh Ross Vasta dkk. (Syamsu Yusuf, 2004 : 3). Menurut mereka, “psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari masa konsepsi sampai mati” Dari pengertian psikologi perkembangan di atas, maka yang menjadi objek material psikologi perkembangan adalah perilaku manusia atau kompleks dari gejalagejala jiwa manusia. Sedangkan objek formalnya adalah perilaku manusia ditinjau berdasarkan proses perkembangan yang terjadi, sejak masa konsepsi sampai meninggal. Page 8 of 37 2. Peranan Psikologi Perkembangan bagi Pendidikan a. Fakta-fakta Psikologis Peserta Didik Fakta-fakta mengenai peserta didik, terutama fakta psikologis perlu bahkan harus dipahami oleh pendidik. Ditinjau dari segi psikologis, dapat diiedentifikasi faktafakta psikologis peserta didik sebagai berikut. Peserta didik merupakan suatu kesatuan dari berbagai aspek (bio, psiko, sosio, spiritual dan juga kognitif, afektif, maupun psikomotorik). Peserta didik merupakan individu-individu yang memiliki berbagai potensi. Peserta didik merupakan individu-individu yang sedang tumbuh dan ber-kembangan. Peserta didik merupakan makhluk yang aktif dan kreatif. Bahwa peserta didik memiliki sifat unik. b. Mendidik Ditinjau dari Perspektif Perkembangan Mendidik pada dasarnya adalah membantu perkembangan peserta didik agar berbagai potensi yang dimiliki peserta didik dapat berkembang secara optimal. Potensipotensi positif peserta didik memerlukan stimuli dari lingkungannya. Tanpa stimuli maka berbagai potensi positif peserta didik sulit untuk berubah menjadi kemampuan nyata. Dalam konteks inilah kehadiran pendidik diperlukan. Agar stimuli ataupun bantuan yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik benar-benar bermakna, maka pendidik dituntut untuk memahami berbagai hal yang berhubungan dengan perkembangan peserta didik dan mampu menerapkannya dalam proses pendidikan. 3. Pertumbuhan dan Perkembangan a. Pengertian Pertumbuhan Pertumbuhan adalah proses perubahan progresif yang bersifat kuantitatif dan yang terjadi pada aspek fisik. Contoh: munculnya gigi baru, semakin bertambahnya jumlah gigi, semakin bertambahnya tinggi badan, dst. b. Pengertian Perkembangan Perkembangan adalah proses perubahan progresif yang bersifat kualitatif fungsional dan yang terjadi pada aspek fisik atau psikis. Contoh : munculnya kemampuan berdiri dan berjalan, semakin meningkatnya kemampuan berdiri dan berjalan, semakin meningkatnya kemampuan berpikir, berimajinasi, dst. PERTUMBUHAN Sumber: http://yoannaawe.files.wordpress.com/2009/10 /pertumbuhan-anak.jpg PERKEMBANGAN Sumber: http://ustadchandra.wordpress.com/2010/01/12/pro ses-terjadinya-manusia/ Page 9 of 37 c. Hubungan Pertumbuhan dan Perkembangan Perkembangan tidak terpisahkan dengan pertumbuhan. Perkembangan individu dapat terjadi secara normal bila yang bersangkutan mengalami pertumbuhan yang normal. Dapat pula dinyatakan bahwa pertumbuhan merupakan prasyarat perkembangan. Perkembangan terjadi bersamaan atau setelah terjadinya proses pertumbuhan. Contoh: dalam waktu kurang lebih 12 bulan semenjak kelahirannya, ukuran kaki anak semakin bertambah besar dan panjang (pertumbuhan), kemudian kaki tersebut mulai difungsikan untuk berdiri dan berjalan (perkembangan). Pertumbuhan merupakan proses untuk menyiapkan perkembangan. Perkembangan akan berlangsung normal jika pertumbuhan juga berlangsung normal. Perkembangan bermasalah jika pertumbuhan bermasalah. Meskipun pertumbuhan berbeda dengan perkembangan tapi karena keduanya tidak terpisahkan selain itu juga karena proses pertumbuhan lebih dahulu berhenti maka pembahasan mengenai pertumbuhan dan perkembangan seringkali hanya dinyatakan dengan satu istilah saja, yaitu perkembangan. d. Karakteristik Perkembangan Terjadinya perkembangan pada individu dapat diketahui berdasarkan karakteristik tertentu yang dialaminya. Karakteristik-karakteristik dimaksud mudah dikenali, yaitu sebagai berikut. Terjadinya perubahan semua aspek baik aspek fisik maupun aspek psikis. Perubahanperubahan yang dimaksud merupakan perubahan progresif, kearah kemajuan. Perubahan dalam proporsi fisik dan juga psikis. Perubahan pada proporsi fisik, tepatnya tubuh jelas sekali terlihat. Semakin bertambah usia perbandingan dalam ukuran tubuh individu semakin berubah dan pada masa remaja tubuh individu telah memiliki proporsi tubuh seperti yang dimiliki orang dewasa. Perubahan proporsi psikis dapat dikenali misalnya dalam kemampuan berimajinasi dan berpikir. Pada mulanya daya imajinasi individu lebih menonjol dari pada daya pikirnya. Seiring dengan bertambahnya usia, proporsi daya imajinasi menjadi semakin berkurang sedangkan proporsi daya pikir semakin bertambah. Lenyapnya tanda-tanda yang lama, baik secara fisik maupun kejiwaan. Tanda-tanda fisik yang hilang misalnya : kelenjar thymus (kelenjar anak-anak) yang terletak pada bagian dada, kelenjar pineal pada bagian bawah otak, rambut-rambut halus, dan gigi susu. Tanda-tanda kejiwaan yang hilang antara lain hilangnya kebiasaan meraban dan perilaku impulsive (dorongan untuk bertindak yang tidak disertai dengan berpikir terlebih dahulu). Diperolehnya tanda-tanda yang baru. Tanda-tanda baru pada aspek fisik diantaranya adalah: pergantian gigi, munculnya ciri-ciri seks primer dan juga seks sekunder. Tanda-tanda baru pada aspek psikis yang muncul diantaranya : rasa ingin tahu akan sesuatu, kemampuan mengendalikan emosi, dll. e. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Teori empirisme disebut juga teori tabularasa dan environmentalism. Teori ini dipelopori oleh John Locke (1632–1704). Menurut teori empirisme, perkembangan individu ditentukan oleh lingkungannya. Teori ini beranggapan bahwa pembawaan itu tidak ada. John Locke menyatakan bahwa pada saat dilahirkan, jiwa individu dalam keadaan kosong (ibarat tabularasa yang belum tertulisi), dan lingkunganlah yang akan mengisi kekosongan tersebut. Page 10 of 37 Teori nativisme dengan tokohnya Arthur Schopenhauer (1788–1880), beranggapan bahwa perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir (pembawaan). Bila individu dilahirkan dengan pembawaan yang baik dengan sendirinya perkembangannya akan baik, dan sebaliknya. Teori konvergensi disebut juga teori interaksionisme. Teori ini dikemukakan oleh William Stern (1871–1939). Menurut Stern, perkembangan individu merupakan hasil perpaduan atau interaksi antara faktor pembawaan dengan faktor ling-kungan. Pembawaan sudah ada pada masing-masing individu sejak kelahirannya. Dan pembawaan ini tidak dapat berkembang menjadi kecakapan nyata bila tidak mendapat pengaruh dari lingkungan. Dari ketiga teori tersebut yang dapat diterima kebenarannya adalah teori konvergensi. Namun perlu ditambahkan bahwa masih ada satu faktor lagi yaitu usaha atau motivasi dari diri sendiri untuk berkembang. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa perkembangan individu merupakan hasil perpaduan antara faktor internal (pembawaan dan motivasi dari diri sendiri) dan faktor eksternal. f. Tugas-tugas Perkembangan Untuk lebih jelasnya, di bawah ini dikemukakan rincian tugas perkembangan dari setiap fase menurut Havighurst. PERKEMBANGAN Tugas Perkembangan Masa Bayi dan KanakKanak Awal (0–6 tahun) Tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak Akhir dan Anak Sekolah (6-12 tahun) Tugas Perkembangan Masa Remaja (12-21 tahun) Tugas Perkembangan Masa Dewasa > 21 tahun TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN Belajar berjalan pada usia 9.0 – 15.0 bulan. Membentuk konsep-konsep sederhana kenyataan Belajar memakan makan padat. sosial dan alam. Belajar berbicara. Belajar mengadakan hubungan emosional dengan Belajar buang air kecil dan buang air besar. orang tua, saudara, dan orang lain. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin. Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk dan Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis. pengembangan kata hati. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis. Belajar bergaul dengan teman sebaya. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung. Belajar mengembangkan konsep-konsep seharihari. Mengembangkan kata hati. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya. Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita. Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi. Memilih pasangan. Belajar hidup dengan pasangan. Memulai hidup dengan pasangan. Memelihara anak. Memilih dan mempersiapkan karier. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara. Mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara sosial. Memperoleh seperangkat nilai sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam berperilaku. Mengelola rumah tangga. Memulai bekerja. Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara. Menemukan suatu kelompok yang serasi. Page 11 of 37 g. Periodisasi Perkembangan Berikut ini adalah tabel periodisasi perkembangan yang dikemukakan dari berbagai pendapat ahli. PERIODISASI PERKEMBANGAN Berdasarkan Tinjauan Biologis PENDAPAT AHLI Aristoteles 1. Fase I : 0 – 7 tahun : periode anak kecil 2. Fase II : 7 – 14 tahun : periode anak sekolah 3. Fase III : 14 – 21 tahun : periode dan remaja Kretschmer 1. Fase I : 0 - 3 tahun : Fullungsperiode I (pengisian Peralihan dari fase I ke fase II ditandai dengan pergantian gigi, dari fase II ke fase III ditandai dengan matangnya organ 3. Fase III : 7 - 13 tahun : Fullungsperiode II reproduksi. I) 2. Fase II : 3 - 7 tahun : Sterckungsperiode I (rentangan I) (pengisian II) 4. Fase IV : 13 – 20 tahun : Sterckungsperiode II (rentangan II) Menurut Kretschmer, pada Fullungsperiode anak kelihatan gemuk pendek dan pada Sterckungs periode anak kelihatan kurus tinggi. Berdasarkan Tinjauan Didaktis. Berdasarkan Tinjauan Psikologis Johan Amos Comenius 1. Fase I : 0 - 6 tahun : Scola Materna (sekolah ibu) 2. Fase II : 6 - 12 tahun : Scola Vernacula (sekolah bahasa ibu) 3. Fase III : 12 - 18 tahun : Scola Latina (sekolah bahasa Latin) 4. Fase IV : 18 - 24 tahun : Academia (akademi) Jean Jaques Rousseau 1. Fase I : 0 - 2 tahun : masa asuhan 2. Fase II : 2 - 12 tahun : masa latihan jasmani dan Oswald Kroh Elizabeth B. Hurlock Menurut Kroh, setiap individu yang sedang berkembang cenderung mengalami gejala psikologis yang khas sifatnya, yaitu Trotz atau kegoncangan psikologis, yang terjadi dua kali, yaitu pada usia kurang lebih 3 tahun (Trotzperiode I) dan kurang lebih 13 tahun (Trotzperiode II). Bila proses perkembangan secara umum dapat dipandangan sebagai evolusi, maka Trotzperiode merupakan revolusinya. Hurlock berpendapat bahwa pada rentang usia tertentu dalam perkembangannya, setiap individu menunjukkan adanya pola-pola tingkah laku atau ciri-ciri psikologis yang khas, yang berbeda dengan masa sebelum dan sesudahnya. Atas dasar gejala tersebut, Kroh mendiskripsikan periodisasi perkembangan menjadi sebagai berikut. 1) Fase ke- 1 : konsepsi – lahir : masa prenatal 2) Fase ke- 2 : 0 - 14 hari : masa neonatus 3) Fase ke- 3 : 14 hari - 2 tahun : masa bayi 4) Fase ke- 4 : 2 - 6 tahun : masa kanak-kanak awal 5) Fase ke- 5 : 6 - 12 tahun : masa kanak-kanak akhir 6) Fase ke- 6 : 12 - 13 tahun : masa pubertas 7) Fase ke- 7 : 13 - 15 tahun : masa remaja awal 8) Fase ke- 8 : 15 - 18 tahun : masa remaja akhir 9) Fase ke- 9 : 18 - 40 tahun : masa dewasa awal 10) Fase ke-10 : 40 - 60 tahun : masa usia pertengahan 11) Fase ke-11 : 60 - meninggal : masa lanjut usia 1) Fase I : 0 - 3 tahun : masa kanak-kanak awal 2) Fase II : 3 - 13 tahun : masa keserasian bersekolah 3) Fase III : 13- 21 tahun : masa kematangan Menurut Kroh, tanda-tanda Trotzperiode adalah munculnya sikap-sikap dan perilaku-perilaku negatif misalnya menjengkelkan, suka menentang, egois, semau-nya sendiri. indera 3. Fase III : 12 - 15 tahun : masa pendidikan akal 4. Fase IV : 15 - 20 tahun : masa pembentukan watak Atas dasar gejala-gejala tersebut Hurlock kemudian mendiskripsikan periodisasi perkembangan menjadi sebagai sebagai berikut. (dari berbagai sumber) h. Perkembangan Fisik, Sosioemosional, dan Intelektual Peserta Didik Perkembangan mengacu pada bagaimana seorang tumbuh, beradaptasi, dan berubah disepanjang perjalanan hidupnya. Orang tumbuh, beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosioemosional Page 12 of 37 (sosial dan emosi), perkembangan kognitif (berpikir), dan perkembangan manusia menurut teori Piaget (kognitif dan moral) serta teori perkembangan kognitif menurut Lev Vygotsky. Perkembangan Fisik Peserta Didik Peserta didik (anak-anak) bukan miniatur dari orang dewasa. Mereka berpikir dengan cara yang berbeda, mereka melihat dunia dengan cara yang berbeda, dan mereka hidup dengan prinsip-prinsip moral dan etika yang berbeda dengan apa yang dipikir/dianut oleh orang dewasa. Peserta didik di SD berada dalam periode peralihan dari pertumbuhan cepat masa anak-anak ke suatu fase perkembangan yang lebih lambat. Ukuran tubuh anak relatif kecil perubahannya selama tahun-tahun di SD. Pada usia 9 tahun tinggi dan berat badan anak laki-laki dan perempuan kurang lebih sama. Pada akhir kelas empat, pada umumnya anak perempuan mulai mengalami lonjakan pertumbuhan. Lengan dan kaki mulai tumbuh cepat. Pada akhir kelas lima, umumnya anak perempuan lebih tinggi, lebih berat dan lebih kuat dari pada anak lakilaki. Anak laki-laki memulai lonjakan pertumbuhan pada usia sekitar 11 tahun. Pada awal kelas enam anak perempuan mendekati puncak tertinggi pertumbuhan. Pubertas pada anak perempuan ditandai dengan menstruasi, umumnya dimulai pada usia 12-14 tahun. Sedang anak laki-laki memasuki masa pubertas dengan ejakulasi terjadi pada usia sekitar 13 -16 tahun. Perkembangan fisik selama masa remaja dimulai dari masa pubertas. Pada masa ini terjadi perubahan fisiologis yang mengubah manusia yang belum mampu bereproduksi menjadi mampu bereproduksi. Hampir setiap organ atau sistem tubuh dipengaruhi oleh perubahan-perubahan ini. Meskipun urutan kejadian pubertas itu sama untuk tiap orang, namun waktu dan kecepatan berlangsungnya kejadian itu bervariasi. Anak perempuan memulai perubahan pubertas 1,5 hingga 2 tahun lebih cepat dari anak laki-laki. Kecepatan perubahan itu juga bervariasi, ada yang perlu waktu 1,5 hingga 2 tahun untuk mencapai kematangan reproduksi, tetapi ada yang memerlukan waktu 6 tahun. Sumber: http://albavitcom.wordpress.com/2010/01/30/ Perkembangan Sosioemosional Peserta Didik Anak-anak menjelang masuk SD, telah mengembangkan keterampilan berpikir, bertindak, dan pengaruh sosial yang lebih komplek. Anak-anak pada usia sekitar ini, pada dasarnya egosentris dan dunia mereka adalah rumah, keluarga, dan sekolah. Page 13 of 37 Selama duduk di kelas rendah SD, anak mulai percaya diri tetapi juga sering rendah diri. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka dewasa. Mereka merasa “ saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu”. Konsentrasi anak mulai tumbuh pada kelas-kelas tinggi SD. Mereka dapat lebih banyak meluangkan waktu untuk tugas-tugas pilihan mereka, dan sering kali mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Pada tahap ini terjadi tumbuhnya tindakan mandiri, kerja sama dengan kelompok, dan bertindak menurut cara-cara yang dapat diterima lingkungan. Mereka juga peduli terhadap permainan yang jujur. Selama masa ini anak mulai menilai diri sendiri dengan membandingkannya terhadap orang lain. Anak-anak lebih mudah menggunakan perbandingan sosial (social comparison) terutama untuk norma-norma sosial yang sesuai dengan jenis tingkah laku mereka. Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif, anak pada kelas tinggi SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin diperlakukan sebagai orang dewasa. Pada masa ini tampak perubahan-perubahan yang berarti dalam kehidupan sosial dan emosional mereka. Di kelas tinggi SD anak laki-laki dan perempuan menganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan perasaan bahwa dirinya berharga. Teman-teman mereka menjadi lebih penting dari pada sebelumnya. Mereka menyatakan kesetiakawanan dengan anggota kelompok teman sebaya melalui pakian atau prilaku. Hubungan antara anak dan guru sering berubah. Di awal-awal tahun kelas tinggi SD, hubungan ini menjadi lebih komplek. Ada siswa yang menceritakan informasi pribadi kepada guru, tetapi tidak menceritakan kepada orang tuanya. Beberapa anak pra remaja memilih guru mereka sebagai model. Sementara itu ada anak membantah guru dengan cara-cara yang tidak dibayangkan seperti sebelumnya. Bahkan beberapa anak secara terbuka menentang gurunya. Salah satu tanda mulai munculnya perkembangan indentitas diri anak remaja adalah reflektivitas, yaitu kecendrungan untuk berpikir tentang apa yang sedang berkecamuk dalam benak mereka dan mengkaji diri sendiri. Anak remaja mulai meyakini bahwa ada perbedaan antara apa yang dipikirkan dan rasakan sebagaimana mereka berprilaku. Mereka mengkritik sifat pribadi mereka, membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan mencoba untuk mengubah pribadinya. Remaja menjadi lebih sadar atas keunikan mereka dan perbedaannya dibandingkan dengan orang lain. Mereka belajar bahwa orang lain tidak dapat mengetahui apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Isu perkembangan kepribadian yang dominan pada remaja adalah “siapa dan apa sebenarnya diriku”. Inilah kepedulian utama remaja terhadap indentitas dirinya. Remaja mencapai indentitas dirinya pada usia 18 tahun sampai 22 tahun. Perkembangan Intelektual Peserta Didik Banyak ahli psikologi dan ahli pendidikan telah melakukan penelitian tentang perkembangan intelektual atau perkembangan kognitif atau perkembangan mental anak. Berikut ini kita akan membahas teori-teori perkembangan intelektual/kognitif peserta didik menurut Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Jean Piaget lahir di Swiss pada tahun 1896, seorang ahli psikologi anak. Teori Piaget dalam Mohamad Nur (2004: 9-13) tentang perkembangan kognitif anak, dapat dipahami dari sudut mengapa dan bagaimana kemampuan-kemampuan mental (pikiran) berubah dari waktu ke waktu. Penjelasannya tentang perubahan perkembangan Page 14 of 37 mengasumsikan bahwa anak merupakan suatu organisme (makluk hidup) yang aktif. Selanjutnya Piaget mengatakan bahwa perkembangan sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pola prilaku atau berpikir yang digunakan anak-anak dan orang dewasa dalam menangani objek-objek yang ada di dunia disebut skema. Skema digunakan untuk memecahkan masalah dan bertindak di dunia. Tiap-tiap skema memperlakukan seluruh objek atau kejadian dengan cara yang sama. Sebagai contoh, bayi pada umumnya akan menemukan satu hal yang dilakukan pada benda adalah membanting-bantingkannya. Bayi juga mempelajari objek-objek dengan menggigit, mengenyut, dan melemparlemparkannya. Tiap-tiap pendekatan dalam berinteraksi dengan objek-objek, disebut skema. Hasil penelitian Piaget, tentang perkembangan kognitif anak/peserta didik selain skema, anak juga selalu adaptasi dengan lingkungan. Adaptasi adalah proses penyesuai skema dalam merespon pada lingkungan melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses memahami objek atau kejadian baru dipandang dari skema yang sudah ada. Contoh, jika bayi diberikan sebuah objek yang belum pernah ia lihat, namun mirip dengan objek yang pernah dikenal maka dengan skema yang ada bayi akan meraih objek itu, menggigit dan memukul-mukulnya. Begitupun hal yang sama terjadi pada seorang siswa SMA, ia telah memiliki skema yang tertata baik untuk belajar. Ia dapat menerapkan dan mengadaptasikan skema yang ada itu pada suatu jenis pelajaran baru, misalnya belajar mengemudikan mobil. Kadang-kadang skema yang ada tidak dapat digunakan untuk menangani objek atau kejadian yang baru. Jika hal ini terjadi maka seorang anak dapat memodifikasi (melakukan perubahan) skema yang telah ada untuk disesuaikan dengan informasi atau pengalaman baru. Proses seperti ini disebut akomodasi. Misalnya seorang bayi diberi sebutir telur ayam, ia telah memiliki skema membanting, maka apa yang terjadi pada telur itu. Dari kejadian ini diharapkan bayi akan merubah skemanya, dimana pada masa akan datang bayi akan membanting beberapa objek dengan keras dan beberapa objek lain dipukuli dengan pelan. Atau seorang siswa SMP sudah punya skema: cahaya merambat ke segala arah secara garis lurus. Kemudian siswa ini memperoleh informasi baru tentang pembiasan dan difraksi cahaya, maka siswa harus melakukan akomodasi di dalam pikirannya tentang pembiasan dan difraksi cahaya. Bayi yang membanting telur dan siswa SMP, telah dihadapkan pada situasi yang tidak dapat sepenuhnya ditangani dengan skema yang ada. Keadaan ini menciptakan situasi ketidakseimbangan atau disequilibrium. Secara alamiah anak/orang akan mengurangi ketidakseimbangan seperti itu dengan memusat kepada rangsangan yang menyebabkan ketidakseimbangan dan mengembangkan skema-skema baru atau mengadapatasi skema-skema lama sampai terjadi keseimbangan. Proses pengembalian keseimbangan itu, disebut ekuilibrasi. Menurut Piaget pembelajaran bergantung pada proses ini, dimana keseimbangan sudah terganggu, anak-anak memiliki kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang. Pada akhirnya secara kualitatif cara berpikir baru tentang dunia muncul dan anak-anak akan maju ke tahap perkembangan baru. Jadi menurut Piaget pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan sangat penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Perkembangan intelektual anak atau kemampuan kognitif terjadi melalui empat tahap yang berbeda. Tiap tahap disyarati dengan munculnya kemampuan-kemampuan dan cara-cara baru dalam memproses informasi. Page 15 of 37 Keempat tahap perkembangan intelektual peserta didik, seperti tabel berikut ini: Tahap Perkembangan 1. Sensorimotor Perkiraan Usia Sifat-sifat Perubahan yang Terlihat Lahir - 2 Tahun Anak beriteraksi dengan stimulus dari luar. Lingkungan dan waktu terbatas, kemudian berkembang sampai dapat berimajinasi. Konsep tentang benda berkembang, mengembangkan tingkah laku baru, kemampuan untuk meniru. Ada usaha untuk berpikir. Gerakan tubuhnya merupakan aksi refleks, merupakan eksperimen dengan lingkungan 2. Pra Operasi 2 – 7 Tahun Belum sanggup melakukan operasi mental. Bersifat egosentris, baru akan Belum dapat membedakan antara berkembang bila anak banyak permainan dengan kenyataan atau belum beriteraksi sosial. dapat mengembangkan struktur rasional Konsep tentang ruang dan yang cukup. waktu mulai bertambah Masa transisi antara struktur sensorimotor Bahasa mulai dikuasai. dengan berpikir oprasional. 3. Operasi konkrit 7 – 12 tahun Berpikir konkrit, karena daya otak terbatas pada objek melalui pengamatan langsung. Dapat mengembangkan operasi mental,seperti menambah, mengurang. Mulai mengembangkan struktur kognitif berupa ide atau konsep. Melakukan operasi logika dengan pola berpikir masih konkrit. Tidak egosentris lagi. Berpikir tentang objek yang berhubungan dengan berat, warna, dan susunan. Melakukan aktivitas yang berhuungan dengan objek. Membuat keputusan yang logis. 4. Operasi formal 12 Tahun sampai dewasa Pola berpikir sistematis meliputi proses yang komplek. Pola berpikir abstrak dengan menggunakan logika matematika. Pengertian tentang konsep, waktu, dan ruang telah meningkat secara signifikan. Anak telah mengerti tentang pengertian tak terbatas, alam raya, dan angkasa luar. Sumber: Muhamad Nur yang telah dimodifikasi. Tahap perkembangan intektual tiap anak, selalu mengikuti tahapan-tahapan yang ada, mulai dari sensorimotor, praoperasi, operasi konkrit, dan operasi formal. Irama perkembangan tiap tahap untuk tiap anak berbeda satu dengan yang lain. Interval umur tiap tahap perkembangan intelektual yang diacu Piaget, hanyalah sebagai pedoman umum. Berdasarkan perkembangan intelektual inilah, maka umur anak sekolah ditetapkan sebagai berikut: anak masuk TK minimal umur 4 tahun, anak masuk SD minimal berumur 6 tahun. Hal ini diprediksikan bahwa anak umur 6 tahun akan mampu mengikuti/mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Hasil penelitian Piaget dalam Moh. Amin (1982: 46-52) diperoleh lima faktor yang mempengaruhi tingkat perkembangan intelektual/mental anak, yaitu: ASPEK Kematangan (Maturation) DESKRIPSI Perkembangan sistem saraf sentral, otak, koordinasi motorik, dan proses perubahan fisiologis serta anatomis akan mempengaruhi perkembangan kognitif. Faktor kedewasaan atau kematangan ini memang berpengaruh pada perkembangan intelektual. Page 16 of 37 Pengalaman Fisik (Physical Experience) Pengalaman fisik terjadi jika anak berinteraksi dengan lingkungan. Tindakan fisik ini memungkinkan anak untuk mengembangkan aktivitas dan gaya otak sehingga dapat mentransfer sesuatu dalam bentuk gagasan atau ide. Pengalaman fisik yang diperoleh anak, dapat dikembangkan menjadi matematika logika. Seperti kegiatan meraba, memegang, melihat, berkembang menjadi kegiatan berbicara, membaca, dan menghitung. Pengalaman Sosial (Social Experience) Pengalaman sosial diperoleh anak melalui interaksi sosial dalam bentuk pertukaran pendapat dengan orang lain, seperti percakapan dengan teman, perintah atasan, membaca dan sebagainya. Dengan berinteraksi kepada orang lain lambat laun sifat egosentrisnya berkurang. Melalui kegiatan diskusi anak akan memperoleh pengalaman mental. Dengan pengalaman mental memungkinkan otak bekerja dan mengembangkan cara baru untuk memecahkan persoalan. Di samping itu pengalaman sosial dapat dijadikan sebagai landasan untuk mengembangkan konsep-konsep mental seperti kerendahan hati, kejujuran, etika, moral, dan sebagainya. Keseimbangan (Equilibration) Keseimbangan merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat fungsi kognitif yang semakin tinggi. Keseimbangan dapat dicapai melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi menyangkut pemasukan informasi dari lingkungan dan menggabungkannya dalam bagan konsep struktur (skema) yang ada pada otak anak. Akomodasi menyangkut modifikasi bagan konsep (skema) untuk merima bahan atau informasi baru. Suatu stimulus dapat mengganggu keseimbangan, tetapi dengan respon dia dapat mengembalikan diri pada keseimbangan. Sebagai hasil adapatasi dengan lingkungan, individu secara progresif menunjukan interaksi dengan lingkungan secara lebih rasional. Kemudian pendapat yang dikemukakan oleh Semionovich Vygotsky adalah seorang ahli psikiologi Rusia. Teori Vygotsky sekarang merupakan kekuatan yang amat besar dalam psikologi perkembangan. Teori Vygotsky dalam Mohamah Nur (2004: 44-49) didasarkan pada dua ide pokok, yaitu: pertama, bahwa perkembangan intelektual hanya dapat dipahami bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, bahwa perkembangan tergantung kepada sistem-sistem isyarat (sign system), dengan sistem-sistem isyarat itulah individu-individu tumbuh. Teori Piaget, mengatakan perkembangan mendahului pembelajaran, sedangkan teori Vygotsky, pembelajaran mendahului perkembangan. Pembelajaran melibatkan perolehan isyarat melalui pengajaran dan informasi dari orang lain. Pekembangan termasuk internalisasi atau penyerapan isyarat-isyarat sehingga anak dapat berpikir dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain. Internalisasi ini disebut pengaturan diri (self regulation). Dalam hal melaksanakan internalisasi, seorang anak menempuh langkah-langkah berikut: pertama pengembangan pengaturan diri dan pemikiran sendiri adalah mempelajari sesuatu hal yang memiliki makna. Kedua, dalam pengembangan strukturstruktur internal dan pengaturan diri melibatkan latihan. Ketiga, penggunaan isyarat dan memecahkan masalah-masalah tanpa bantuan orang lain. Pada titik ini anak-anak menjadi mandiri atau mampu mengatur diri sendiri, dan sistem isyarat itu telah merasuk ke dalam diri mereka. Suatu mekanisme yang ditekankan Vygotsky untuk mengalihkan pengetahuan milik bersama menjadi pengetahuan pribadi adalah bercakap-cakap sendiri (private speech) atau berguman. Berguman biasa dilakukan pada anaka-anak kecil yang sering bercakap-cakap pada diri sendiri apabila dihadapkan pada tugas-tugas sulit. Anak yang menggunakan percakapan sendiri secara ekstensif untuk mempelajari tugas-tugas komplek secara lebih efektif dibandingkan dengan anak-anak lain. Page 17 of 37 Ide pokok lain yang diturunkan dari gagasan pembelajaran sosial Vygotsky adalah perancahan (scaffolding), yaitu bantuan yang diberikan oleh teman sebaya atau orang dewasa yang lebih kompeten. Anak diberikan dukungan selama belajar pada tahaptahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar setelah ia mampu melakukannya sendiri. ASESMEN (PENILAIAN) BERBASIS KELAS 1. Hakikat Penilaian Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Penilaian dalam KTSP adalah penilaian berbasis kompetensi, yaitu bagian dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran dan/atau pada akhir pembelajaran. Fokus penilaian pendidikan adalah keberhasilan belajar peserta didik dalam mencapai standar kompetensi yang ditentukan. Pada tingkat mata pelajaran, kompetensi yang harus dicapai berupa Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran yang selanjutnya dijabarkan dalam Kompetensi Dasar (KD). Untuk tingkat satuan pendidikan, kompetensi yang harus dicapai peserta didik adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan satuan pendidikan dalam mengelola proses pembelajaran. Penilaian merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran. Dengan melakukan penilaian, pendidik sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih kompetensi yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat mengambil keputusan secara tepat untuk menentukan langkah yang harus dilakukan selanjutnya. Hasil penilaian juga dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk berprestasi lebih baik. Penilaian dalam KTSP menggunakan acuan kriteria. Maksudnya, hasil yang dicapai peserta didik dibandingkan dengan kriteria atau standar yang ditetapkan. Apabila peserta didik telah mencapai standar kompetensi yang ditetapkan, ia dinyatakan lulus pada mata pelajaran tertentu. Apabila peserta didik belum mencapai standar, ia harus mengikuti program remedial/perbaikan sehingga mencapai kompetensi minimal yang ditetapkan. Penilaian yang dilakukan harus memiliki asas keadilan yang tinggi. Maksudnya, peserta didik diperlakukan sama sehingga tidak merugikan salah satu atau sekelompok peserta didik yang dinilai. Selain itu, penilaian tidak membedakan latar belakang sosialekonomi, budaya, bahasa, jender, dan agama. Penilaian juga merupakan bagian dari proses pendidikan yang dapat memacu dan memotivasi peserta didik untuk lebih berprestasi meraih tingkat yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya. Ditinjau dari sudut profesionalisme tugas kependidikan, kegiatan penilaian merupakan salah satu ciri yang melekat pada pendidik profesional. Seorang pendidik profesional selalu menginginkan umpan balik atas proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal tersebut dilakukan karena salah satu indikator keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh tingkat keberhasilan yang dicapai peserta didik. Dengan demikian, hasil penilaian dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran dan umpan balik bagi pendidik untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang dilakukan. Page 18 of 37 Ada empat istilah yang terkait dengan konsep penilaian yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan belajar peserta didik, yaitu pengukuran, pengujian, penilaian, dan evaluasi. (a) Pengukuran (measurement) adalah proses penetapan ukuran terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu (Guilford, 1982). Pengukuran pendidikan berbasis kompetensi berdasar pada klasifikasi observasi unjuk kerja atau kemampuan peserta didik dengan menggunakan suatu standar. Pengukuran dapat menggunakan tes dan non-tes. Pengukuran pendidikan bisa bersifat kuantitatif atau kualitatif. Kuantitatif hasilnya berupa angka, sedangkan kualitatif hasilnya bukan angka (berupa predikat atau pernyataan kualitatif, misalnya sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang), disertai deskripsi penjelasan prestasi peserta didik. Pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian. (b) Penilaian (assessment) adalah istilah umum yang mencakup semua metode yang biasa digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok peserta didik. Proses penilaian mencakup pengumpulan bukti yang menunjukkan pencapaian belajar peserta didik. Penilaian merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu (Griffin & Nix, 1991). Penilaian mencakup semua proses pembelajaran. Oleh karena itu, kegiatan penilaian tidak terbatas pada karakteristik peserta didik saja, tetapi juga mencakup karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas, dan administrasi sekolah. Instrumen penilaian untuk peserta didik dapat berupa metode dan/atau prosedur formal atau informal untuk menghasilkan informasi tentang peserta didik. Instrumen penilaian dapat berupa tes tertulis, tes lisan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah, dan sebagainya. Penilaian juga diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran atau kegiatan untuk memperoleh informasi tentang pencapaian kemajuan belajar peserta didik. (c) Evaluasi (evaluation) adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu objek (Mehrens & Lehmann, 1991). Dalam melakukan evaluasi terdapat judgement untuk menentukan nilai suatu program yang sedikit banyak mengandung unsur subjektif. Evaluasi memerlukan data hasil pengukuran dan informasi hasil penilaian yang memiliki banyak dimensi, seperti kemampuan, kreativitas, sikap, minat, keterampilan, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam kegiatan evaluasi, alat ukur yang digunakan juga bervariasi bergantung pada jenis data yang ingin diperoleh. (d) Pengukuran, penilaian, dan evaluasi bersifat bertahap (hierarkis), maksudnya kegiatan dilakukan secara berurutan, dimulai dengan pengukuran, kemudian penilaian, dan terakhir evaluasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian hasil belajar peserta didik antara lain: a. penilaian ditujukan untuk mengukur pencapaian kompetensi; b. penilaian menggunakan acuan kriteria yakni berdasarkan pencapaian kompetensi peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran; c. penilaian dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan; d. hasil penilaian ditindaklanjuti dengan program remedial bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan; e. penilaian harus sesuai dengan kegiatan pembelajaran. Page 19 of 37 Penilaian hasil belajar peserta didik harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: a) Sahih (valid), yakni penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur; b) Objektif, yakni penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai; c) Adil, yakni penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik, dan tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, agama, bahasa, suku bangsa, dan jender; d) Terpadu, yakni penilaian merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran; e) Terbuka, yakni prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan; f) Menyeluruh dan berkesinambungan, yakni penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik yang sesuai,untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik; g) Sistematis, yakni penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang baku; h) Menggunakan acuan kriteria, yakni penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan; i) Akuntabel, yakni penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. (Puskur Balitbang Kemendiknas; Puspendik Balitbang Kemendiknas; BSNP) 2. Teknik Penilaian Berbagai macam teknik penilaian dapat dilakukan secara komplementer (saling melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang dinilai. Teknik penilaian yang dimaksud antara lain melalui tes, observasi, penugasan, inventori, jurnal, penilaian diri, dan penilaian antarteman yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik. (a) Tes adalah pemberian sejumlah pertanyaan yang jawabannya dapat benar atau salah. Tes dapat berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja. Tes tertulis adalah tes yang menuntut peserta tes memberi jawaban secara tertulis berupa pilihan dan/atau isian. Tes yang jawabannya berupa pilihan meliputi pilihan ganda, benar-salah, dan menjodohkan. Sedangkan tes yang jawabannya berupa isian dapat berbentuk isian singkat dan/atau uraian. Tes lisan adalah tes yang dilaksanakan melalui komunikasi langsung (tatap muka) antara peserta didik dengan pendidik. Pertanyaan dan jawaban diberikan secara lisan. Tes praktik (kinerja) adalah tes yang meminta peserta didik melakukan perbuatan/mendemonstasikan/ menampilkan keterampilan. Dalam rancangan penilaian, tes dilakukan secara berkesinambungan melalui berbagai macam ulangan dan ujian. Ulangan meliputi ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Sedangkan ujian terdiri atas ujian nasional dan ujian sekolah. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk melakukan perbaikan pembelajaran, memantau kemajuan dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu kompetensi dasar (KD) atau lebih. Ulangan tengah semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8 –9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan tengah Page 20 of 37 semester meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut. Ulangan akhir semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada akhir semester. Cakupan ulangan akhir semester meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester tersebut. Ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada akhir semester genab untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada akhir semester genab pada satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket. Cakupan ulangan kenaikan kelas meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester genab. Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan. Ujian nasional adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan. Ujian sekolah adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan. Mata pelajaran yang diujikan pada ujian sekolah adalah mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan pada ujian nasional, dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian. (b) Observasi adalah penilaian yang dilakukan melalui pengamatan terhadap peserta didik selama pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan kompetensi yang dinilai, dan dapat dilakukan baik secara formal maupun informal. Penilaian observasi dilakukan antara lain sebagai penilaian akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, serta kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan. (c) Penugasan adalah pemberian tugas kepada peserta didik baik secara perorangan maupun kelompok. Penilaian penugasan diberikan untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, dan dapat berupa praktik di laboratorium, tugas rumah, portofolio, projek, dan/atau produk. (d) Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam bidang tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan prestasi, dan kreativitas peserta didik (Popham, 1999). Bentuk ini cocok untuk mengetahui perkembangan unjuk kerja peserta didik dengan menilai bersama karya-karya atau tugas-tugas yang dikerjakannya. Peserta didik dan pendidik perlu melakukan diskusi untuk menentukan skor. Pada penilaian portofolio, peserta didik dapat menentukan karya-karya yang akan dinilai, melakukan penilaian sendiri kemudian hasilnya dibahas. Perkembangan kemampuan peserta didik dapat dilihat pada hasil penilaian portofolio. Teknik ini dapat dilakukan dengan baik apabila jumlah peserta didik yang dinilai sedikit. Page 21 of 37 (e) Projek adalah tugas yang diberikan kepada peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Peserta didik dapat melakukan penelitian melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan analisis data, serta pelaporan hasil kerjanya. Penilaian projek dilaksanakan terhadap persiapan, pelaksanaan, dan hasil. (f) Produk (hasil karya) adalah penilaian yang meminta peserta didik menghasilkan suatu hasil karya. Penilaian produk dilakukan terhadap persiapan, pelaksanaan/proses pembuatan, dan hasil. (g) Inventori merupakan teknik penilaian melalui skala psikologis yang dipakai untuk mengungkapkan sikap, minat, dan persepsi peserta didik terhadap objek psikologis. (h) Jurnal merupakan catatan pendidik selama proses pembelajaran yang berisi informasi hasil pengamatan terhadap kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkait dengan kinerja ataupun sikap dan perilaku peserta didik yang dipaparkan secara deskriptif. (i) Penilaian diri (evaluasi diri) merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk menilai dirinya sendiri mengenai berbagai hal. Dalam penilaian diri, setiap peserta didik harus mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya secara jujur. (j) Penilaian antarteman merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik mengemukakan kelebihan dan kekurangan temannya dalam berbagai hal secara jujur. Kombinasi penggunaan berbagai teknik penilaian di atas akan memberikan informasi yang lebih akurat tentang kemajuan belajar peserta didik. Karena pembelajaran pada KTSP meliputi kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, maka penilaianpun harus dilaksanakan seperti itu. Tabel berikut menyajikan contoh penilaian yang dilakukan dalam pembelajaran melalui kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. 3. Aspek Yang Dinilai Penilaian dilakukan secara menyeluruh yaitu mencakup semua aspek kompetensi yang meliputi kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif. Kemampuan kognitif adalah kemampuan berpikir yang menurut taksonomi Bloom secara hierarkis terdiri atas pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hapalan saja. Pada tingkat pemahaman, peserta didik dituntut untuk menyatakan jawaban atas pertanyaan dengan kata-katanya sendiri. Misalnya, menjelaskan suatu prinsip atau konsep. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam suatu situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat, dan menemukan hubungan sebab akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut merangkum suatu cerita, komposisi, hipotesis, atau teorinya sendiri, dan mensintesiskan pengetahuan. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi, seperti bukti sejarah, editorial, teori-teori, dan termasuk di dalamnya melakukan judgement (pertimbangan) terhadap hasil analisis untuk membuat keputusan. Kemampuan psikomotor melibatkan gerak adaptif (adaptive movement) atau gerak terlatih dan keterampilan komunikasi berkesinambungan (nondiscursive Page 22 of 37 communication)(Harrow, 1972). Gerak adaptif terdiri atas keterampilan adaptif sederhana (simple adaptive skill), keterampilan adaptif gabungan (compound adaptive skill), dan keterampilan adaptif komplek (complex adaptive skill). Keterampilan komunikasi berkesinambungan mencakup gerak ekspresif (expressive movement) dan gerak interpretative (interpretative movement). Keterampilan adaptif sederhana dapat dilatihkan dalam berbagai mata pelajaran, seperti bentuk keterampilan menggunakan peralatan laboratorium IPA. Keterampilan adaptif gabungan, keterampilan adaptif komplek, dan keterampilan komunikasi berkesinambungan baik gerak ekspresif maupun gerak interpretatif dapat dilatihkan dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Kondisi afektif peserta didik berhubungan dengan sikap, minat, dan/atau nilainilai. Kondisi ini tidak dapat dideteksi dengan tes, tetapi dapat diperoleh melalui angket, inventori, atau pengamatan yang sistematik dan berkelanjutan. Sistematik berarti pengamatan mengikuti suatu prosedur tertentu, sedangkan berkelanjutan memiliki arti pengukuran dan penilaian yang dilakukan secara terus menerus. Dalam laporan hasil belajar peserta didik, terdapat komponen pengetahuan yang umumnya merupakan representasi aspek kognitif, komponen praktik yang melibatkan aspek psikomotorik, dan komponen sikap yang berkaitan dengan kondisi afektif peserta didik terhadap mata pelajaran tertentu. Tabel berikut menyajikan berbagai aspek yang dinilai untuk lima kelompok mata pelajaran (sesuai PP no. 19 tahun 2005 pasal 64). Tabel Aspek yang dinilai dalam berbagai mata pelajaran No Kelompok mata pelajaran Contoh Mata pelajaran Aspek yang dinilai 1. Agama dan akhlak mulia Pendidikan Agama Pengetahuan dan sikap 2. Kewarganegaraan dan kepribadian Pendidikan Kewarganegaraan Pengetahuan dan sikap 3. Ilmu Pengetahuan dan Tenologi Matematika Pengetahuan dan sikap Fisika, Kimia, Biologi Pengetahuan, praktik, dan sikap Ekonomi, Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi Pengetahuan dan sikap Bhs Indonesia, bhs Inggris, Bahasa Asing lain Pengetahuan, praktik, dan sikap Teknologi Informasi dan Komunikasi Pengetahuan, praktik, dan sikap 4. Estetika Seni Budaya Praktik dan sikap 5. Jasmani, olahraga, dan kesehatan Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan Pengetahuan, praktik, dan sikap 4. Instrumen Penilaian Setiap teknik penilaian harus dibuatkan instrumen penilaian yang sesuai. Tabel berikut menyajikan klasifikasi penilaian dan bentuk instrumen. Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Tes tertulis Tes pilihan: pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan dll. Tes isian: isian singkat dan uraian Tes lisan Daftar pertanyaan Page 23 of 37 Tes praktik (tes kinerja) Tes identifikasi Tes simulasi Tes uji petik kinerja Penugasan individual atau kelompok Pekerjaan rumah Projek Penilaian portofolio Lembar penilaian portofolio Jurnal Buku cacatan jurnal Penilaian diri Kuesioner/lembar penilaian diri Penilaian antarteman Lembar penilaian antarteman Instrumen tes berupa perangkat tes yang berisi soal-soal, instrumen observasi berupa lembar pengamatan, instrumen penugasan berupa lembar tugas projek atau produk, instrumen portofolio berupa lembar penilaian portofolio, instrumen inventori dapat berupa skala Thurston, skala Likert atau skala Semantik, instrumen penilaian diri dapat berupa kuesioner atau lembar penilaian diri, dan instrumen penilaian antarteman berupa lembar penilaian antarteman. Setiap instrumen harus dilengkapi dengan pedoman penskoran. 5. Prosedur Penilaian PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Permendiknas No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa penilaian pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas penilaian hasil belajar oleh: pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. (a) Penilaian hasil belajar oleh pendidik Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Penilaian ini dilaksanakan dalam bentuk penugasan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Berbagai macam ulangan dilaksanakan dengan menggunakan teknik dan instrumen yang sesuai dengan kebutuhan. Penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk (a) menilai pencapaian kompetensi peserta didik, (b) bahan penyusunan laporan hasil belajar, dan (c) memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen baik tes maupun nontes atau penugasan yang dikembangkan sesuai dengan karateristik kelompok mata pelajaran. Penilaian yang dilakukan oleh pendidik harus terencana, terpadu, menyeluruh, dan berskesinambungan. Dengan penilaian ini diharapkan pendidik dapat (a) mengetahui kompetensi yang telah dicapai peserta didik, (b) meningkatkan motivasi belajar peserta didik, (c) mengantarkan peserta didik mencapai kompetensi yang telah ditentukan, (d) memperbaiki strategi pembelajaran, dan (e) meningkatkan akuntabilitas sekolah. Ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas dilakukan oleh pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan. Page 24 of 37 (b) Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran. Penilaian ini meliputi: Penilaian akhir untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan. Penilaian akhir digunakan sebagai salah satu persyaratan untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan harus mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik; Ujian Sekolah untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi (yang tidak dinilai melalui Ujian Nasional) dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian. Ujian Sekolah juga merupakan salah satu persyaratan untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan (c) Penilaian hasil belajar oleh pemerintah Penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional (UN). Pemerintah menugaskan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk menyelenggarakan UN, dan dalam penyelenggaraannya BSNP bekerja sama dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintah, Pemerintah Provi nsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota, dan satuan pendidikan. UN didukung oleh sistem yang menjamin mutu kerahasiaan soal yang digunakan dan pelaksanaan yang aman, jujur, adil, dan akuntabel. Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk (a) pemetaan mutu satuan pendidikan, (b) dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, (c) penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, dan (d) pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kriteria kelulusan UN dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Peserta UN memperoleh Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) yang diterbitkan oleh satuan pendidikan penyelenggara UN. Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah (a) menyelesaikan seluruh program pembelajaran, (b) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan, (c) lulus ujian sekolah/madrasah dan (d) lulus ujian nasional. 6. Mekanisme Penilaian Sistem penilaian meliputi kegiatan perancangan dan pelaksanaan penilaian, analisis dan tindak lanjut hasil penilaian, serta pelaporan penilaian. Mekanisme penilaian hasil belajar peserta didik digambarkan pada bagan berikut: Page 25 of 37 Berikut ini adalah penjelasan dari bagan/alur mekanisme penilaian di atas. 1) Perencanaan Penilaian Perencanaan penilaian mencakup penyusunan kisi-kisi yang memuat indikator dan strategi penilaian. Strategi penilaian meliputi pemilihan metode dan teknik penilaian, serta pemilihan bentuk instrumen penilaian. a. Perencanaan penilaian oleh pendidik Secara teknis kegiatan pada tahap perencanaan penilaian oleh pendidik sebagai berikut: Menjelang awal tahun pelajaran, guru mata pelajaran sejenis pada satuan pendidikan (MGMP sekolah) melakukan: pengembangan indikator pencapaian KD, penyusunan rancangan penilaian (teknik dan bentuk penilaian) yang sesuai, pembuatan rancangan program remedial dan pengayaan setiap KD,penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) masing-masing mata pelajaran melalui analisis indikator dengan memperhatikan karakteristik peserta didik (kemampuan rata-rata peserta didik), karakteristik setiap indikator (kesulitan/kerumitan atau kompleksitas), dan kondisi satuan pendidikan (daya dukung, misalnya kompetensi guru, fasilitas sarana dan prasarana). Pada awal semester pendidik menginformasikan KKM dan silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian kepada peserta didik. Pendidik mengembangkan indikator penilaian, kisi-kisi, instrumen penilaian (berupa tes, pengamatan, penugasan, dan sebagainya) dan pedoman penskoran. b. Perencanaan penilaian oleh satuan pendidikan Perencanaan penilaian oleh satuan pendidikan meliputi kegiatan sebagai berikut: Melalui rapat dewan pendidik, satuan pendidikan melakukan: pendataan KKM setiap mata pelajaran: penentuan kriteria kenaikan kelas (bagi satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket) atau penetapan kriteria program pembelajaran (untuk satuan pendidikan yang melaksanakan Sistem Kredit Semester), penentuan kriteria nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan, dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik, penentuan kriteria kelulusan ujian sekolah, koordinasi ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Page 26 of 37 Membentuk tim untuk menyusun instrumen penilaian (untuk ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ujian sekolah) yang meliputi: pengembangan kisi-kisi penulisan soal (di dalamnya terdapat indikator soal), penyusunan butir soal sesuai dengan indikator dan bentuk soal, serta mengikuti kaidah penulisan butir soal, penelaahan butir soal secara kualitatif, dilakukan oleh pendidik lain (bukan penyusun butir soal) pengampu mata pelajaran yang sama dengan butir soal yang ditelaahnya,perakitan butir-butir soal menjadi perangkat tes. c. Perencanaan Penilaian oleh Pemerintah Perencanaan penilaian oleh pemerintah meliputi kegiatan sebagai berikut: Mengembangkan SKL untuk mata pelajaran yang diujikan dalam UN; Menyusun dan menetapkan spesifikasi tes UN berdasarkan SKL; Mengembangkan dan memvalidasi perangkat tes UN; Menentukan kriteria kelulusan UN. 2) Pelaksanaan Penilaian a. Pelaksanaan Penilaian oleh Pendidik Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada tahap ini meliputi: Melaksanakan penilaian menggunakan instrumen yang telah dikembangkan; Memeriksa hasil pekerjaan peserta didik mengacu pada pedoman penskoran, untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik; Hasil pekerjaan peserta didik untuk setiap penilaian dikembalikan kepada masing-masing peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik misalnya, mengenai kekuatan dan kelemahannya. Ini merupakan informasi yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik untuk (a) mengetahui kemajuan hasil belajarnya, (b) mengetahui kompetensi yang belum dan yang sudah dicapainya, (c) memotivasi diri untuk belajar lebih baik, dan (d) memperbaiki strategi belajarnya. b. Pelaksanaan Penilaian oleh Satuan Pendidikan Pelaksanaan penilaian oleh satuan pendidikan meliputi kegiatan berikut: Melaksanakan koordinasi ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas; Melakukan penilaian akhir untuk mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, estetika, dan jasmani, olahraga, dan kesehatan; Menyelenggarakan ujian sekolah untuk mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan secara nasional, serta aspek kognitif dan/atau psikomotor untuk mata pelajaran dalam kelompok agama dan akhlak mulia, serta kewarganegaraan dan kepribadian. Penyelenggaraan ujian sekolah mengacu pada Prosedur Operasi Standar Ujian Sekolah (POS-US) yang diterbitkan oleh BSNP. c. Pelaksanaan Penilaian oleh Pemerintah Pelaksanaan penilaian oleh pemerintah merupakan kegiatan pengelolaan dan pengendalian pelaksanaan UN mengacu Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional (POS-UN). Page 27 of 37 3) Analisis Hasil Penilaian a. Analisis Hasil Penilaian oleh Pendidik Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada tahap analisis adalah menganalisis hasil penilaian menggunakan acuan kriteria yaitu membandingkan hasil penilaian masing-masing peserta didik dengan standar yang telah ditetapkan. Untuk penilaian yang dilakukan oleh pendidik hasil penilaian masing-masing peserta didik dibandingkan dengan KKM. Analisis ini bermanfaat untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik, serta untuk memperbaiki pembelajaran. b. Analisis Hasil Penilaian oleh Satuan Pendidikan Kegiatan analisis hasil penilaian oleh satuan pendidikan meliputi: Menganalisis hasil belajar peserta didik dibandingkan dengan nilai KKM yang telah ditetapkan untuk masing-masing mata pelajaran; Menganalisis hasil ujian sekolah dengan membandingkan hasil ujian sekolah masing-masing peserta didik dengan batas kelulusan ujian sekolah yang telah ditentukan; Menganalisis hasil penilaian kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, estetika, serta jasmani, olahraga, dan kesehatan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan; Melalui rapat dewan pendidik, satuan pendidikan menetapkan dapat tidaknya peserta didik naik kelas berdasarkan kriteria kenaikan kelas yang telah ditetapkan; Melalui rapat dewan pendidik, satuan pendidikan menetapkan peserta didik yang lulus dari satuan pendidikan sesuai dengan kriteria kelulusan yang telah ditetapkan. c. Analisis Hasil Penilaian oleh Pemerintah Kegiatan analisis hasil penilaian oleh pemerintah yaitu menganalisis hasil UN setiap sekolah untuk pemetaan daya serap. 4) Tindak Lanjut Hasil Penilaian a. Tindak Lanjut Hasil Penilaian oleh Pendidik Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik sebagai tindak lanjut hasil analisis meliputi: Pelaksanaan program remedial untuk peserta didik yang belum tuntas (belum mencapai KKM) untuk hasil ulangan harian dan memberikan kegiatan pengayaan bagi peserta didik yang telah tuntas; Pengadministrasian semua hasil penilaian yang telah dilaksanakan. b. Tindak Lanjut Hasil Penilaian oleh Satuan Pendidikan Kegiatan yang dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai tindak lanjut hasil analisis meliputi: Menyiapkan laporan hasil belajar (rapor) peserta didik; Satuan pendidikan penyelenggara ujian menerbitkan ijazah bagi peserta didik yang lulus dari satuan pendidikan sesuai dengan kriteria kelulusan. c. Analisis Lanjut Hasil Penilaian oleh Pemerintah Tindak lanjut hasil penilaian yang dilakukan oleh pemerintah adalah: Membuat peta daya serap berdasarkan hasil UN; Menyusun peringkat hasil UN secara Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Page 28 of 37 5) Pelaporan Hasil Penilaian a. Pelaporan Hasil Penilaian oleh Pendidik Pada tahap pelaporan hasil penilaian, pendidik melakukan kegiatan sebagai berikut: Menghitung/menetapkan nilai mata pelajaran dari berbagai macam penilaian (hasil ulangan harian, tugas-tugas, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester atau ulangan kenaikan kelas); Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran dari setiap peserta didik pada setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan melalui wali kelas atau wakil bidang akademik dalam bentuk nilai prestasi belajar (meliputi aspek pengetahuan, praktik, dan sikap) disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi yang utuh; Memberi masukan hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama dan hasil penilaian kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak dan kepribadian peserta didik; Pendidik yang menilai ujian praktik melaporkan hasil penilaiannya kepada pimpinan satuan pendidikan melalui wakil pimpinan bidang akademik (kurikulum). b. Pelaporan Hasil Penilaian oleh Satuan Pendidikan Kegiatan yang dilakukan oleh satuan pendidikan dalam tahap pelaporan: Melaporkan hasil penilaian untuk semua mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada orang tua/wali peserta didik dalam bentuk Laporan Hasil Belajar (rapor). Bagi orang tua laporan ini dapat dimanfaatkan untuk membantu dan memotivasi anaknya belajar; Melaporkan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan lengkap dengan nilai yang dicapai kepada orangtua/walinya; Melaporkan pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan setiap tahun kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. c. Pelaporan Hasil Penilaian oleh Pemerintah Pemerintah menyampaikan laporan hasil analisis berupa daya serap dan peringkat UN secara nasional kepada pihak-pihak yang berkepentingan IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN 1. Peran Guru dalam Pembelajaran Berikut ini merupakan bagan peran guru dalam pembelajaran (Sanjaya, 2005: 147). Page 29 of 37 a) Guru sebagai Sumber Belajar Peran guru sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Kita bisa menilai baik atau tidaknya seorang guru hanya dari penguasaan materi pelajaran. Dikatakan guru yang baik manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apa pun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebaliknya, dikatakan guru yang kurang baik manakala ia tidak paham tentang materi yang diajarkannya. Ketidakpahaman tentang materi pelajaran biasanya ditunjukkan oleh perilaku-perilaku tertentu, misalnya teknik penyampaian materi pelajaran yang monoton, ia lebih sering duduk di kursi sambil membaca, suaranya lemah, tidak berani melakukan kontak mata dengan siswa, miskin dengan ilustrasi, dan lain-lain. Perilaku guru yang demikian bisa menyebabkan hilangnya kepercayaan pada diri siswa, sehingga akan sulit mengendalikan kelas. b) Guru sebagai Fasilitator Sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Sebelum proses pembelajaran dimulai sering guru bertanya: bagaimana caranya agar ia mudah menyajikan bahan pelajaran? Pertanyaan itu sekilas memang ada benarnya. Melalui usaha yang sungguh-sungguh, guru ingin agar ia mudah menyajikan bahan pelajaran dengan baik. Namun demikian, pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran berorientasi pada guru. Oleh sebab itu, akan lebih bagus manakala pertanyaan tersebut diarahkan pada siswa, misalnya apa yang harus dilakukan agar siswa mudah mempelajari bahan pelajaran sehingga tujuan belajar tercapai secara optimal. Pertanyaan tersebut mengandung makna kalau tujuan mengajar adalah mempermudah siswa belajar. Inilah hakikat peran fasilitator dalam proses pembelajaran. c) Guru sebagai Pengelola Sebagai pengelola pembelajaran (learning manajer), guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa. d) Guru sebagai Demonstrator Yang dimaksud dengan peran guru sebagai demonstrator adalah untuk mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai demonstrator. Pertama, sebagai demonstrator berarti guru harus menunjukkan sikap-sikap yang terpuji. Dalam setiap aspek kehidupan, guru merupakan sosok ideal bagi setiap siswa. Biasanya apa yang dilakukan akan menjadi acuan bagi siswa. Dengan demikian, dalam konteks ini guru berperan sebagai model dan teladan bagi setiap. Kedua, sebagai demonstrator guru harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih dipahami dihayati oleh setiap siswa. Oleh karena itu, sebagai demonstrator erat kaitannya dengan pengaturan strategi pembelajaran yang lebih efektif. e) Guru sebagai Pembimbing Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan. Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan, dan sebagainya. Di samping itu, setiap individu juga adalah makhluk yang sedang berkembang. Irama perkembangan mereka tentu tidaklah sama juga. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing. Membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya sebagai Page 30 of 37 bekal hidup mereka, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugastugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat. f) Guru sebagai Motivator Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kemampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar, sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya. Dengan demikian, bisa dikatakan siswa yang berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah pula, tetapi mungkin disebabkan oleh tidak adanya dorongan atau motivasi. g) Guru sebagai Evaluator Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Terdapat dua fungsi dalam memerankan perannya sebagai evaluator. Pertama, untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum. Kedua, untuk menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan. 2. Tujuh Prinsip Pembelajaran yang Baik Dalam sebuah tulisannya, Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengetengahkan tentang 7 (tujuh) prinsip praktik pembelajaran yang baik yang dapat dijadikan sebagai panduan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran, baik bagi guru, siswa, kepala sekolah, pemerintah, maupun pihak lainnya yang terkait dengan pendidikan. Encourages Contact Between Students and Faculty Frekuensi kontak antara guru dengan siswa, baik di dalam maupun di luar kelas merupakan faktor yang amat penting untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam belajar. Dengan seringnya kontak antara guru-siswa ini, guru dapat lebih meningkatkan kepedulian terhadap siswanya. Guru dapat membantu siswa ketika melewati masa-masa sulitnya. Begitu juga, guru dapat berusaha memelihara semangat belajar, meningkatkan komitmen intelektual siswa, mendorong mereka untuk berpikir tentang nilai-nilai mereka sendiri serta membantu menyusun rencana masa depannya. Develops Reciprocity and Cooperation Among Students Upaya meningkatkan belajar siswa lebih baik dilakukan secara tim dibandingkan melalui perpacuan individual (solo race). Belajar yang baik tak ubahnya Page 31 of 37 seperti bekerja yang baik, yakni kolaboratif dan sosial, bukan kompetitif dan terisolasi. Melalui bekerja dengan orang lain, siswa dapat meningkatkan keterlibatannya dalam belajar. Saling berbagi ide dan mereaksi atas tanggapan orang lain dapat semakin mempertajam pemikiran dan memperdalam pemahamannya tentang sesuatu. Encourages Active Learning Belajar bukanlah seperti sedang menonton olahraga atau pertunjukkan film. Siswa tidak hanya sekedar duduk di kelas untuk mendengarkan penjelasan guru, menghafal paket materi yang telah dikemas guru, atau menjawab pertanyaan guru. Tetapi mereka harus berbicara tentang apa yang mereka pelajari dan dapat menuliskannya, mengaitkan dengan pengalaman masa lalu, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Mereka harus menjadikan apa yang mereka pelajari sebagai bagian dari dirinya sendiri. Gives Prompt Feedback Siswa membutuhkan umpan balik yang tepat dan memadai atas kinerjanya sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari apa yang telah dipelajarinya. Ketika hendak memulai belajar, siswa membutuhkan bantuan untuk menilai pengetahuan dan kompetensi yang ada. Di kelas, siswa perlu sering diberi kesempatan tampil dan menerima saran agar terjadi perbaikan. Dan pada bagian akhir, siswa perlu diberikan kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah dipelajari, apa yang masih perlu diketahui, dan bagaimana menilai dirinya sendiri. Emphasizes Time on Task Waktu+energi =belajar. Memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya merupakan sesuatu yang sangat penting bagi siswa. Siswa membutuhkan bantuan dalam mengelola waktu efektif belajarnya. Mengalokasikan jumlah waktu yang realistis artinya sama dengan belajar yang efektif bagi siswa dan pengajaran yang efektif bagi guru. Sekolah seyogyanya dapat mendefinisikan ekspektasi waktu bagi para siswa, guru, kepala sekolah, dan staf lainnya untuk membangun kinerja yang tinggi bagi semuanya. Communicates High Expectations Berharap lebih dan Anda akan mendapatkan lebih. Harapan yang tinggi merupakan hal penting bagi semua orang. Mengharapkan para siswa berkinerja atau berprestasi baik pada gilirannya akan mendorong guru maupun sekolah bekerja keras dan berusaha ekstra untuk dapat memenuhinya Respects Diverse Talents and Ways of Learning Ada banyak jalan untuk belajar. Para siswa datang dengan membawa bakat dan gaya belajarnya masing-masing Ada yang kuat dalam matematika, tetapi lemah dalam bahasa, ada yang mahir dalam praktik tetapi lemah dalam teori, dan sebagainya. Dalam hal ini, siswa perlu diberi kesempatan untuk menunjukkan bakatnya dan belajar dengan cara kerja mereka masing-masing. Kemudian mereka didorong untuk belajar dengan cara-cara baru, yang mungkin ini bukanlah hal mudah bagi guru untuk melakukannya. Pada bagian lain, Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengatakan bahwa guru dan siswa memegang peran dan tanggung jawab penting untuk meningkatkan mutu pembelajaran, tetapi mereka tetap membutuhkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak untuk membentuk sebuah lingkungan belajar yang kondusif bagi praktik pembelajaran yang baik. Adapun yang dimaksud dengan lingkungan tersebut meliputi: (a) adanya rasa tujuan bersama yang kuat; (b) dukungan kongkrit dari kepala sekolah dan para administrator pendidikan untuk mencapai tujuan ; (c) dana yang Page 32 of 37 memadai sesuai dengan tujuan; (d) kebijakan dan prosedur yang konsisten dengan tujuan; dan (e) evaluasi yang berkesinambungan tentang sejauhmana ketercapaian tujuan. (Adaptasi dan terjemahan bebas dari: Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson. Seven Principles for Good Practice in Undergraduate Education) 3. Optimaliasasi Penggunaan Media Pembelajaran Mengingat pentingnya media pembelajaran dalam PBM maka dipandang perlu memperkenalkan ulang akan pentingnya media pembelajaran baik yang artificial/buatan, alamiah secara umum. Baik yang berbasis lingkungan hingga yang berbasis komputer, dari yang sederhana hingga yang rumit, yang menggunakan media tunggal hingga multi media. Gejala memilih dan memilah ini biasa disebut dengan kemampuan berpikir kritis critical thinking berfikir penuh pertimbangan akal sehat (reasonable reflektive) yang dipusatkan pada pengambilan keputusan untuk mempercayai atau mengingkari sesuatu dan melakukan atau menghindari sesuatu (Heger & Kaye, 1990). Jadi lakukan sesuatu (dalam PBM) sesuai dengan ”keberadaan diri” mengukur potensi dalam diri dan segenap pendukung yang ada disekitar kita. Berbagai jenis komponen dalam lingkungan anak didik dapat pula merangsang siswa untuk belajar (Gagne, 1970), bahkan sesuatu yang digandrungi siswa atau diminati (student interested), seharusnya hal ini dapat dijadikan ide dalam pembuatan media pembelajaran. Sebagai contoh berdasarkan penelitian remaja (info MTV, acara televisi yang paling digandrungi remaja) remaja kini sangat gandrung terhadap tayangan televise baik acara film maupun musik. TV atau Magic Box wajar diminati karena informasi audio-visual disajikan menarik. Mengapa tidak, bila tayangan audio-visual dominan diminati remaja hal tersebut dijadikan ide penciptaan media pembelajaran . Teknologi editing film, Audio, pengolah grafis kini telah tersedia berbagai dalam berbagai soft ware yang sangat menarik. Adobe Premiere, U-Lead, Sony Vegas, Sound Forge, corel draw, photo paint, photo shop dan lain sebagainya. Dalam presentasi ini, penulis berekperimentasi sederhana mengenai media pembelajaran tersebut. Dalam pemberdayaan media pembelajaran bukan berarti kita diperdaya teknologi melainkan kita memanfaatkan teknologi sesuai dengan potensi yang dimiliki. Dan yang terpenting dapatkah media itu, menyampaikan informasi sesuai dengan tujuan yang kita harapkan. Unsur kesiapanan (readiness) pendidik dalam rangkaian penampilan dalam PBM sebenarnya media alamiah sementara media lainya adalah padu-padan bersinergi supaya dapat optimal. Sikap semacam ini, merupakan salah satu karakteristik kepribadian pendidik yang disebut fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis yang yang dapat menunjang keberhasilan pendidik dalam menggeluti profesinya. a. Landasan Teoritik Media Pembelajaran Pembelajaran dengan suasana kebebasan (permissive) memberikan seluas-luasnya kepada warga belajar untuk melakukan eksplorasi dan mengembangkan kemampuan diri. Sementara kewajiban pendidik harus dapat menumbuhkan daya cipta melaui sesuatu yang dengan sadar dan dirancang untuk pencapaian tujuan pembelajaran (Learning Resources by Design). Pembelajaran menggunakan media termasuk pengajaran direncanakan secara intensional. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong siswa untuk belajar. Johan Amos Comenius (Karyono, 2006) dengan teori “dikdaktik realisme” (Sudjana, 1989:7) menyatakan: Page 33 of 37 Pengajaran yang diutamakan adalah adalah pengajaran yang bersifat kenyataan, bukan hanya kata-kata hampa yang berdifat verbalistik; Pengajaran yang baik melalui media, yaitu pendayagunaan alat-alat pengindraaan; Pelajaran disampaikan secara induktif, dimulai dari peristiwa nyata, meningkat ke umum, kesimpulan atau dalil yang abstrak; (gradual) pengajaran harus maju teratur dari pelajaran yang mudah menuju yang sukar. Mengenai kemampuan bahasa visual dalam menyatakan sesuatu informasi Leonardo Davinci, Seniman dan sang pemikir paling termasyur abad 16 menyatakan bahasa visual dapat menyatakan lebih dari beribu kata”. Bahasa visual adalah sesuatu yang paling purba dipahami manusia dalam cara berkomunikasi sebelum manusia mengenal huruf dan menyampaikan kata atau kalimat. Demikian juga dengan anak balita lebih dulu mengenal bahasa visual (indera penglihatan) dalam berkomunikasi dibanding penggunaan indera lainnya. Maria Montessori, menyatakan bahwa: ”Tanggapan yang masuk dalam pikiran datang melalui indera dan indera itu adalah gerbangnya ilmu pengetahuan”. Media berfungsi menghidupkan keterangan yang diberikan oleh guru. Berikut ini pernyataan hasil penelitian (Bulough, dalam Karyono, 2006) yang berkenaan dengan penelitian penggunaan media pembelajaran di sekolah: “When the question “why use media’ is asked, teacher will respond with almost as many different answers as many respondent. “Because students learn more”,” because the class gets tired of lecture only”, “because picture are better than words”, and so forth, are typical answer to this question. There probably is some validity to most of these statement”. Ada beberapa alasan mengapa penting penggunaan media dalam dunia pendidikan, antara lain “sebab murid-murid terlalu banyak dijejali pelajaran,” atau kejenuhan karena murid-murid hanya memperoleh pelajaran melalui ceramah. Alasan lain ialah “penyajian gambar-gambar itu lebih baik dari pada sekedar kata-kata saja”. Dan banyak lagi jawaban berkenaan dengan penggunaan media pembelajaran. Pendayagunaan media pembelajaran yang tepat guna (efektif dan efesien) tentu saja akan berdampak positif terhadap anak didik paling tidak dapat membangun suasana pembelajaran yang tidak membosankan. Media dapat memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar (Briggs, dalam Karyono, 2006). Metode pengajaran menggunakan media dapat melahirkan berbagai variasi penyajian yang dapat menarik minat belajar murid selain itu media dapat membantu guru melaksanakan tugasnya secara optimal. Dalam kaitannya dengan pendekatan progresif, Elizabeth Perrot (1982:21) dari International Micro Teaching Reseach University of Lanchaster menyimpulkan langkah-langkah yang harus ditempuh sebagai berikut: a. Set Induction (perangkat prabawa) meliputi merencanakan pembelajaran yang disusun secara sitematis dan menetapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses belajar mengajar; b. Use of Media/penggunaan media, bagian dari variasi mengajar (stimulus variation skills of teaching). Pendidik berupaya memvisualisasikan materi pelajaran dengan cara mendayagunakan media pembelajaran; c. Use example memberikan contoh: memperagakan, menjelaskan cara-cara pelaksanaan kegiatan dengan tujuan supaya anak tertib dan disipli dalam melakukan kegiatan. d. Clarity of explanation/kejelasan dalam menjalankan materi pelajaran, menyangkut aspek kejelasan berbicara yang disesuaikan dengan tingkat kedewasaan anak didik yang bertujuan mengembangkan kegiatan secara optimal; e. Closure/menutup kegiatan belajar mengajar, kesinambungan (relevancy) dengan pembelajaran berikut. Page 34 of 37 Dengan konsepsi yang makin mantap fungsi media dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya sekedar alat bantu guru, melainkan sebagai pembawa informasi atau pesan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. Dengan demikian hendaknya seorang guru memperhatikan entry behavior siswa, baik secara individu maupun kelompok. Secara luas media pembelajaran dapat diartikan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong siswa untuk belajar (Miarso, dalam Karyono, 2006). b. Prinsip-prinsip Umum Penggunaan Media Berikut ini beberapa prinsip umum dalam menggunakan media pembelajaran. a) Tidak ada media pembelajaran yang dapat menggantikan kedudukan guru/instruktur. Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari guru (Schram, 1977); b) Tidak ada media pembelajaran yang merupakan media tunggal untuk mencapai semua tujuan pendidikan. Media tertentu lebih cocok untuk tujuan tertentu, untuk pelajaran dan siswa tertentu pula; c) Media pembelajaran adalah bagian integgral dari proses belajar mengajar. Media harus berkaitan dengan aktivitas dan prosedur belajar mengajar; d) Penggunaan media yang bervariasi dan berimbang akan memberikan hasil belajar yang lebih mememuaskan; e) Penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar menuntut partisipasi aktif siswa, sebelum selama dan memudahkan peggunaan media; f) Pada setiap penggunaan media di kelas, ada tahap-tahap atau prosedur pokok yang harus dilalui. Dalam menyiapkan satuan pelajaran tahap-tahap tersebut harus diperhatikan. c. Mengukur acceptability/compatibility Pengunaan Media Pembelajaran Bagaimanakah mengukur media pembelajaran dapat dianggap acceptability/compatibility apakah media bersangkutan mungkin diterima oleh “target audience”. Untuk itu lakukan telaahan awal mengenai keberadaan kelas (survey awal) yang dapat menjadi Cost effective Survey dimaksudkan untuk dapat menjawab hal-hal sebagai berikut: Seberapa jauh guru/instruktur mengenal dan terampil menggunakan media pengajaran untuk keperluan untuk instruksional; Jenis media instruksional yang telah dimiliki; Seberapa jauh ruang dan fasilitas tersedia sehingga media pengajaran dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin; Selain itu pada tingkat perencanaan perlu diperhatikan: Kebutuhan jenis media pengajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku; Pemilihan media didasarkan kepada kualitas kepraktisan., kemudahan penggunaan, kesesuaian dengan iklim; Pengadaan media software secara kontinyu sesuai dengan kebutuhan kurikuler; Kondisi lingkungan sekolah; Tersedianya buku, bahan acuan, mengenai pengajaran. Dalam tata laksana PBM penting pula ditekankan pembuatan silabus yang sistematis sebagai petunjuk pelaksanaan atau operasional yang meliputi content : menekankan pentingnya pembelajaran bermakna menekankan belajar pada aspek afektif menekankan keterlibatan siswa dalam proses belajar menekankan bahwa belajar adalah proses multiarah yang berkesinambungan Page 35 of 37 d. Berbagai Jenis Media Pembelajaran Ada berbagai jenis alat peraga yang dapat digunakan dalam pembelajaran di kelas R. Murray Thomas (Sudirwo, 1985:21) mengklasifikasikan media berdasarkan jenjang pengalaman menjadi 3 jenjang pengalaman yaitu: 1. Pengalaman dari benda asli (real life experieces) 2. Pengalaman dari benda tiruan (subtitute of real life) 3. Pengalaman dari kata-kata (words only) Berdasar penelitian Edgar Dale ”pengalaman belajar manusia itu 75% diperoleh melalui indera lihat, 13% melalui indera dengar dan 12% melalui indera lainnya”. Media yang sangat erat hubungannnya dengan indera lihat, dapat merekam tanggapan dengan terang dan sempurna dan lama disimpan dalam ingatan serta mudah ditimbukan kembali (Chasimar Saleh, dalam Karyono, 2006). Page 36 of 37 DAFTAR PUSTAKA Badan Standar Nasional Pendidikan (2007). Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Agama dan Akhlak Mulia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Badan Standar Nasional Pendidikan (2007). Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Kewarganega raan dan Kepribadian. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Badan Standar Nasional Pendidikan (2007). Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Ilmu Pen getahuan dan Teknologi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Badan Standar Nasional Pendidikan (2007). Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Estetika. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Badan Standar Nasional Pendidikan (2007). Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Jasmani, Olahraga, dan Keseha tan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Bandura, A. (Ed.). 1995. Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK: Cambridge University Press. Billimham, Katherine A. (1982) Developmental Psychology for The Heah Care Professions : Part 1 – Prenatal Through Adolescent Development. Colorado: Westview Press, Inc. Bimo Walgito. 2000. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Yasbit Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Branca, Albert A. 1965. Psychology : The Science of Behavior. Boston : Allyn and Bacon, inc. BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas. 2006. Panduan Pengembangan Diri: Pedoman untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft. Jakarta: BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Depsiknas. Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Dirgagunarsa, Singgih. 1988. Pengantar Psikologi. Jakarta : BPK Gunung Mulia. Griffin, P & Nix, P. (1991). Educational assessment and reporting: A new approach. Sydney: Harcourt Brace Jovanovich. Guilford, J.P. (1982). Psychometric methods (2nd.ed). New York: McGraw-Hill Publishing Co. Ltd. Harrow, A. J. (1972). A taxonomy of the psychomotor domain: A guided for developing behavioral objective. New York: David Mc Key Company. Hasan, A. M. 2006. Artikel: Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan. (Online) Tersedia: http://www.pendidikannetwork/artikel/profesionalisme_guru.htm [11 Januari 2007] Hurlock, Alizabeth B. (1956). Child Development. New York : McGraw Hill Book Company Inc. Hardy, Malcolm dan Heyes, Steve. 1988. Pengantar Psikologi. Jakarta : Erlangga. Hurlock, Elizabeth, B. 1997. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Alih Bahasa : Istiwidayanti dan Soedjarwo) Jakarta : Erlangga. Hurlock, Elizabeth, B. 1997. Perkembangan Anak : Jilid 1. (Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Z.) Jakarta : Erlangga. Hurlock, Elizabeth, B. 1997. Perkembangan Anak : Jilid 2 (Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Z.) Jakarta : Erlangga. Page 37 of 37 Hymovich, Debra P. and Chamberlin, Robert W. 1980. Child and Family Development : Implications for Primary Health Care. New York : Mc Graw Hill Book Company Muhibbin Syah, M. Ed. (2006). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Karyono, Tri. 2006. Learning Resources by Design: Optimalisasi Penggunaan Media Pembelajaran, Untuk Meningkatkan Kualitas Proses Belajar-Mengajar. Makalah: Seminar Optimalisasi Media Pembelajaran Dalam Meningkatkan Kualitas Proses Belajar Mengajar/ STBA YAPARI-ABA Bandung/Bandung, 24 Juli 2006. Mardapi, dan Ghofur, A. (2004). Pedoman Umum Pengembangan Penilaian; Kurikulum Berbasis Kompetensi SMA. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Mehrens, W.A, and Lehmann, I.J, (1991). Measurement and Evaluation in Education and Psychology. Fort Woth: Holt, Rinehart and Winston, Inc. Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Noor, Muchtar M., dkk. 2004. Kemampuan Dasar Mengajar. Jakarta: Lembaga Akta Mengajar UNJ. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Fokus Media. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Jakarta, 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Jakarta, 2006. Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media. ___________. 2006. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. Sardiman A. M. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Sudrajat, Ahmad. Tersedia: http://ahmadsudrajat.wordpress.com Sarlito Wirawan Sarwono. 2002. Psikologi Remaja. Jakarta : PT Remaja Grafindo Persada. Suyanto. 2006. Guru Yang Profesional dan Efektif. (Online) Tersedia: http://www.dikdasmen.org/GuruEfektif.htm [ 11 Januari 2007] Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 034/U/2003 tentang Kualifikasi Akademik Guru. Syamsu Yusuf L.N. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosda Karya. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Yamin, Martinis. 2006. Profesionalisasi Guru dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press. Willis Dahar, R. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Zulikifli, L. 1992. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.