PL 3002 ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN SEA LEVEL RISE Oleh : Alvian Chris Pradana Happy Tiara Asvita Elba Novyanda An nisaa Siti Humaira Ezra Salikha K Byna Kameswara Fitri Noor P Zaharatul Hasanah Wahyuni Permata 15408055 15409001 15409008 15409028 15409033 15409045 15409056 15409067 15409079 Dosen : Djoko Susanto Abi Suroso, Ph.D PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN, DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2011 A. PENDAHULUAN I. Kenaikan Muka Air Laut / Sea Level Rise Kenaikan muka air laut yang sering disebut dengan sea level rise (SLR) merupakan peningkatan volume air laut yang disebabkan oleh faktor-faktor kompleks. Sea level rise asal mulanya merupakan rangkaian proses pasang surut air laut. Namun, saat ini semakin tingginya muka air laut bukan lagi hanya karena proses dari pasang surut air laut, tetapi juga pengaruh dari perubahan iklim global. Permukaan laut telah mengalami kenaikan setinggi 120 meter sejak puncak zaman es 18.000 tahun yang lalu. Kenaikan tertinggi muka air laut terjadi sebelum 6.000 tahun yang lalu. Sejak 3.000 tahun yang lalu hingga awal abad ke-19, muka air laut hampir tetap hanya bertambah 0,1 hingga 0,2 mm/tahun, kemudian dari tahun 1900, permukaan laut naik 1 hingga 3 mm/tahun dan tahun 1992 satelit altimetri TOPEX/Poseidon mengindikasikan laju kenaikan muka laut sebesar 3 mm/tahun. Tinggi muka laut diseluruh dunia telah meningkat 10-25 cm selama abad 20. Apabila separuh es di Greenland dan Antartika meleleh maka terjadi kenaikan permukaan air laut di dunia ratarata setinggi 6-7 meter. II. Faktor-faktor Penyebab Kenaikan Muka Air Laut SLR diduga disebabkan oleh isu perubahan iklim. Perubahan iklim menyebabkan peningkatan temperatur secara global sehingga memicu fluktuasi curah hujan yang tinggi dan meningkatnya suhu air laut yang menyebabkan terjadinya pemuaian terhadap volume air laut sehingga massa air laut berubah dan meningkat. Berdasarkan hasil penelitian IPCC (2001), salah satu penyebab terbesar dalam kenaikan muka air laut adalah peningkatan temperatur air laut. Hal tersebut karena temperatur kedalaman laut berubah secara perlahan sehingga kenaikan temperatur akan terus berlanjut sampai beberapa abad ke depan walaupun konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer stabil. Selain itu, mencairnya glasier pegunungan dan tutupan es juga diprediksikan akan menjadi penyebab utama kenaikan muka air laut. 1 Selain itu, terdapat pula penyebab SLR yang dikategorikan dalam penyebab jangka panjang. Penyebab jangka panjang dari SLR dapat disebabkan oleh 6 hal berikut ini, namun penyebab ini tidak terjadi di setiap lokasi. Kenaikan eustatis muka air laut dunia Penurunan seismik permukaan tanah Penurunan yang terjadi secara alami akibat adanya konsolidasi atau pemampatan tanah atau sedimen lunak di bawah permukaan Penurunan akibat aktivitas manusia karena adanya pembuatan struktur, pengambilan air tanah, dan ekstraksi minyak dan gas. Gambar 1 Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Sumber: wikipedia Indikasi terjadinya SLR ini ditandai dengan garis pantai yang semakin naik, kawasan pantai semakin berkurang, dan hilangnya sebagian hutan bakau serta terjadi abrasi. 2 III. Dampak yang Ditimbulkan Dampak yang ditimbulkan oleh SLR dapat bersifat fisik maupun non-fisik. Dampak fisik yang ditimbulkan oleh SLR ini diantaranya adalah sebagai berikut. Tersingkap atau terbukanya kawasan pantai Apabila kenaikan permukaan laut 100 cm maka akan menenggelamkan 6 % daerah di Belanda, 17,5 % daerah di Bangladesh dan banyak pulau-pulau hilang. Terjadinya peningkatan frekuensi banjir di wilayah pesisir. Peningkatan salinitas tanah di daerah-daerah yang semula tidak berpengaruh. Perubahan iklim gelombang yang akan menyebabkan nelayan di wilayah pesisir tidak berani menangkap ikan di laut dan juga dapat merusak bangunan di sekitar pesisir karena tingginya gelombang laut. Kemunduran garis pantai. Erosi pantai Rusaknya ekosistem mangrove. Apabila keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi, maka abrasi pantai akan kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya aquaculture pun akan terancam dengan sendirinya. Banjir rob / extreme tide Intrusi air laut. Selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut, hal ini juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan. Terancam berkurangnya luasan kawasan pesisir Selain dampak secara fisik, SLR juga mengakibatkan dampak non-fisik seperti terjadinya gangguan terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyrakat. 3 Bagi Indonesia, dampak kenaikan muka air laut lebih diperparah dengan pengurangan luas hutan tropis yang cukup signifikan, baik akibat kebakaran maupun akibat penggundulan. Data yang dihimpun dari The Georgetown – International Environmental Law Review (1999) menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1997 – 1998 saja tidak kurang dari 1,7 juta hektar hutan terbakar di Sumatra dan Kalimantan akibat pengaruh El Nino. Bahkan WWF (2000) menyebutkan angka yang lebih besar, yakni antara 2 hingga 3,5 juta hektar pada periode yang sama. Apabila tidak diambil langkah-langkah yang tepat maka kerusakan hutan, khususnya yang berfungsi lindung, akan menyebabkan run-off yang besar pada kawasan hulu, meningkatkan resiko pendangkalan dan banjir pada wilayah hilir , serta memperluas kelangkaan air bersih pada jangka panjang. Untuk itu Perlu dilakukan upaya adaptasi yang meliputi pembangunan struktur dan nonstruktur. Pendekatan dalam memperbaiki karakteristik fisik meliputi metoda perlindungan alami (mangrove, dumuk pasir dan terumbu karang) dan metoda buatan manusia (breakwater, dam, perlindungan konstruksi, rumah yan ditinggikan dan terumbu buatan). Upaya non-struktur yang dapat ditempuuh adalah mapping, regim peraturan, relokasi, reklamasi, perubahan perencanaan tata ruang dan penggunaan lahan serta peningkatan kesadaran masyarakat. IV. Data Kejadian di Indonesia Berdasarkan data terakhir dengan satelit Jason, ditemukan bahwa kenaikan rata-rata di Indonesia 5 mm-1 cm per tahun. Dilihat berdasarkan kawasan, kenaikan muka laut relatif lebih besar di kawasan timur Indonesia. Tabel 1 Kenaikan Muka Air Laut per Tahun di Perairan Indonesia Pulau di Indonesia Papua Maluku Jawa Sumatera Kenaikan Muka Air Laut per Tahun 6-7 mm 5 mm 4-6 mm 2-3 mm Sumber: Satelit Jason 4 Beberapa kota di Indonesia mengalami peningkatan yang paling besar, yaitu Kota Semarang, Belawan (Medan), dan Jakarta merupakan kota terdampak kenaikan muka laut itu, berkisar 5-9,37 milimeter per tahun pada tahun 1990-an. Selain itu di Pulau Kalimantan walaupun tidak termasuk wilayah yang mengalami kenaikan muka air laut terbesar, kenaikan muka air laut juga perlu diantisipasi. Proyeksi kenaikan muka laut di wilayah Kalimantan, Propinsi Banjarmasin yang telah dilakukan : Gambar 2 Proyeksi Kenaikan Muka Air Laut di Banjarmasin tahun 2010-2100 Kenaikan Muka Air Laut di Banjarmasin Kalimantan Selatan 1 Kenaikan Muka Air Laut di Banjarmasin Kalimantan Selatan 0.5 0 2010 2050 2100 Sumber: Proyeksi Satelit Jason Gambar 3 Peta Dampak Kenaikan Muka Air Laut di Indonesia sumber: Susandi dkk. 5 Gambar peta dampak kenaikan muka air laut memperlihatkan titik-titik wilayah yang terkena dampak akibat kenaikan muka air laut. Dampak ini mengganggu dan menyebabkan berbagai kerugian, seperti: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Terganggunya batas wilayah negara Gangguan terhadap jaringan jalan lintas dan kereta api Menggenangnya air laut, hilangnya lahan-lahan budidaya Rusaknya ekosistem pantai, hilangnya habitat dan spesies Peningkatan jumlah pengungsi erkurangnya produktivitas lahan Masalah sumber daya air Gambar 4 Tren Kenaikan Muka Air Laut Berdasarkan Altimeter (1993-2008) Sumber: Ibnu Sofian, 2008 Gambar tren kenaikan muka air laut berdasarkan altimeter yang melihat rata-rata kenaikan permukaan air laut di Indonesia. Dari gambar diketahui bahwa rata-rata kenaikan muka air laut tertinggi terjadi di wilayah Indonesia bagian timur. Pulau Papua, Sulawesi dan sebagian Kalimantan. Warna hijau menyatakan tinggi kenaikan muka air laut setinggi 5-8 mm/tahun. Sedangkan wilayah Indonesia bagian barat kebanyakan berwarna biru Warna biru mengindikasikan kenaikan muka air laut setinggi 0-4 mm/tahun. 6 Gambar 5 Peta Hilangnya Lahan di Indonesia Sumber: Haskell Indian Nation University Wilayah yang berwarna merah adalah wilayah yang tertutup oleh air. Tahun 2010 kenaikan muka laut 0,4 m menghilangkan 7,408 km2. Diperkirakan pada tahun 2050 kenaikan muka air lau akan sampai 0,56 m dan menutup permukaan lahan hingga 30,120 km2. Daftar Kenaikan muka air laut kota-kota di Indonesia Tabel 2 Kenaikan Muka Air Laut di Indonesia (mm/tahun) Lokasi Kenaikan muka air laut (mm/tahun) Sumber Cilacap 1,30 Hadikusuma, 1993 Belawan 7,83 Itb, 1990 Jakarta 4,38 Itb, 1990 7,00 Data tahun 19842006 7 Lokasi Kenaikan muka air laut (mm/tahun) Semarang Sumber 9,37 Itb, 1990 5,00 Data tahun 19842006 Surabaya 1,00 Data tahun 19842006 Sumatera timur 5,47 Itb, 1990 Lampung 4,15 Lipi, 1991 Sumber: Pratiwi, 2009. B. HAZARD ASSESSMENT I. Komponen Sea Level Rise Perubahan muka air laut lokal pada setiap lokasi pesisir tergantung pada jumlah factor secara global, regional, dan lokal yang selanjutnya disebut sebagai kenaikan muka air laut relatif (Nichollsdan Leatherman, 1996; Nicholls, 2002a). Oleh karena iturata-rata kenaikan muka air laut global tidak diterjemahkan ke dalam kenaikan muka air laut yang seragam di seluruh dunia. Kenaikan muka air laut relative di suatu daerah dapat berubah untuk alas an tertentu dan jangkawaktu tertentu. Selama selang waktu utama pengamatan manusia terhadap kenaikan muka air laut (yaitu sekitar 102 sampai 103 tahun), kenaikan muka air laut relative merupakan penggabungan dari komponen-komponen berikut (Church et al., 2001): Kenaikan muka air laut global yang merupakan dampak dari peningkatan volume laut. Pada abad 20-21, kenaikan ini terutama disebabkan oleh ekspansi termal dari laut bagian atas, seperti menghangatnya suhu laut dan mencairnya bagian atas dari gunung es karena pemanasan global akibat ulah manusia (Church et al.,2001). 8 Regional Meteo-oceanography factor seperti variasi pada efek kenaikan suhu, perubahan jangka panjang pada angin dan tekanan atmosfir, serta perubahan pada sirkulasi samudra seperti arus teluk (e.g. Gregory, 1993). Pergerakan tanah secara vertical (patahan/pergerakan ke atas) yang berkaitan dengan keragaman proses geologi seperti tektonik, neotektonik, glacial-isostatis adjustment (GIA), dan konsolidasi atau penggabungan (Emery dan Aubrey, 1991). II. Analisis Bahaya Sea Level Rise Analisis bahaya terhadap fenomena sea level rise dapat dilihat melalui metode-metode di bawah ini, yaitu: 1. Satelit Altimetri Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975, ketika diluncurkannya sistem satelit Geos-3. Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah jangka panjang yaitu: mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global Altimetri Pada Geoid Satelit Altimetri juga dapat melakukan pengukuran ketinggian permukaan laut relatif terhadap suatu referensi tinggi, dalam hal ini, geoid. Geoid adalah bentuk permukaan bumi yang tertutup dengan air (laut) pada permukaan relatif bumi yang berotasi. Geoid memiliki gaya tarik menarik pada pusat bumi dikarenakan konsentrasi massa. Perhatikan juga bahwa tingkat rotasi bumi berpengaruh pada geoid. Geoid dapat dikatakan jumlah efek gravitasi dan efek rotasi. Tinggi relatif geoid berada pada ellipsoid referensi. Ellipsoid referensi pada dasarnya merupakan model matematis geoid yang memberi kemudahan sehingga tidak perlu bekerja dengan angka-angka yang lebih besar, dan mendapatkan presisi lebih dalam 9 perhitungan. Pengukuran ketinggian permukaan laut dari pusat bumi sekitar 6.000 km. Dengan mengabaikan referensi permukaan, tinggi badan relatif terhadap ellipsoid adalah ~100 m. Dengan demikian, dapat diperoleh beberapa digit akurasi dalam perhitungan numerik. Karena geoid tidak dapat didefinisikan secara lokal, biasanya altimeters terbang dan mengorbit setiap 9,9156 hari. Dengan mengurangi ketinggian permukaan laut dari satu melintasi dari tanah trek dari ketinggian diukur kemudian traverse, perubahan topografi dapat diamati tanpa mengetahui geoid. Geoid adalah konstan dalam waktu, dan menghilangkan pengurangan geoid, memperlihatkan perubahan karena perubahan arus, seperti variabilitas mesoscale, dengan asumsi pasang surut telah dihapus dari data. Variabilitas mencakup Mesoscale pusaran dengan diameter antara sekitar 20 dan 500 km. Besar akurasi dan ketepatan Topex/Poseidon‘s sistem altimetric memungkinkan pengukuran topografi di samudera cekungan di atas laut dengan akurasi ± 5 cm. Sistem satelit altimetri dapat mengukur : 1. Perubahan global volume air laut secara berkala 2. Pemanasan dan pendinginan laut 3. Pasang surut air laut 4. Permukaan permanen system geostrophic 5. Perubahan permukaan geostrophic arus pada semua skala Topografi 6. Variasi dalam arus laut di khatulistiwa seperti yang berkaitan dengan El Niño Kesalahan yang dapat terjadi pada Altimeter Pengamatan yang paling akurat dari topografi permukaan laut berasal dari Topex/Poseidon. Kesalahan untuk sistem altimeter satelit ini juga dapat terjadi dikarenakan : 10 1. Instrument kebisingan, gelombang laut, uap air, elektron bebas di ionosfer, dan massa atmosfer. Topex / Poseidon Altimeter membawa sistem yang tepat dapat mengamati ketinggian satelit di atas permukaan laut antara ± 66 ° lintang dengan ketepatan ± 2 cm dan akurasi ± 3,2 cm. Sistem ini terdiri dari dua-frekuensi radar altimeter untuk mengukur tinggi. Sistem ini juga termasuk tiga Radiometer gelombang mikro frekuensi yang dapat mengukur uap di troposphere. 2. Kesalahan Tracking. Satelit menggunakan tiga sistem pelacakan yang menentukan posisi satelit di ruang angkasa dan ephemeris dengan akurasi ± 3,5 cm (Tapley et al. 1994a). 3. Kesalahan Sampling . Satelit mengukur ketinggian tanah dalam waktu ± 1 km setiap 9,9156 hari. Hal ini dapat dikatakan seperti siklus. dikarenakan hanya diukur arus sepanjang sub-satelit, maka terjadi sampling error. Satelit tidak dapat memetakan topografi antara trek tanah, juga tidak dapat mengamati perubahan dengan periode kurang dari 2 x 9,9156 d. 4. Kesalahan Geoid . Topografi permanen diketahui dari jarak yang lebih pendek dari 1.600 km karena kesalahan geoid mendominasi untuk jarak pendek. Peta topografi diratakan di atas 1.600 km dan digunakan untuk mempelajari fitur dominan geostophic permanen arus pada permukaan laut. Pengukuran ketinggian di atas permukaan laut dan posisi satelit memberikan ketinggian permukaan laut di koordinat geosentris dengan akurasi ± 4,7 cm. Kesalahan pada geoid bergantung pada ukuran area yang sedang diukur. Prinsip Satelit Altimetri Altimetri adalah sebuah teknik untuk mengukur tinggi. Satelit radar altimetri mengukur waktu yang diperlukan radar pulsa untuk bepergian dari antena satelit ke permukaan dan kembali ke penerima satelit. Terlepas dari ketinggian permukaan, pengukuran ini menghasilkan kekayaan informasi lain yang dapat digunakan untuk berbagai aplikasi. 11 Gambar 6 Prinsip Satelit Altimetri Sumber: Google images, 2011 Gambar 7 Penerapan satelit altimetri jenis Jason-2 Sumber: Google images, 2011 Seperti kita ketahui, permukaan laut tidak halus dan rata, namun permukaan berada dalam gerakan konstan. Pergerakan permukaan disebut sebagai topografi yang dinamis. Jika kita ingin mengukur ketinggian permukaan laut, kita harus mengukurnya relatif terhadap yang ditetapkan, permukaan konstan. Permukaan teoritis ini disebut referensi ellipsoid. Ini adalah pendekatan kasar dari permukaan bumi, sperti sebuah bola rata di kutub. Karena kedalaman laut tidak diketahui secara akurat di mana-mana, referensi ini adalah cara terbaik untuk menyediakan pengukuran akurat, homogen. Satelit dalam orbit berada pada ketinggian tertentu S dari ellipsoid referensi teoritis. Kapal dengan radar satelit altimeter memancarkan gelombang dan menganalisa sinyal yang dipantulkan kembali dari permukaan. Waktu yang diperlukan bagi sinyal untuk melakukan perjalanan dari satelit ke permukaan dan kembali lagi, didefinisikan satelit12 ke-permukaan jarak dengan symbol R. Dengan kata lain, rentang jarak yang sebenarnya antara satelit dan permukaan laut yang bergerak. Ketinggian permukaan laut (SSH) di setiap lokasi atau titik dalam waktu adalah sebuah penyimpangan dari wilayah ellipsoid referensi. Ketinggian permukaan laut dengan demikian didefinisikan sebagai perbedaan antara posisi satelit terhadap ellipsoid referensi, dan satelit-ke-permukaan jangkauan. Yaitu, SSH = S – R Secara garis besar peranan satelit Altimetri ialah : perkiraan terbaik MSL dan model lain oseanografi tide gauge PSMSL time series system ketinggian pada GPS / GNSS yang di pasang pada alat pengukur model terbaik gravimetric geoid (dari dedikasi gravitasi misi satelit dan data lainnya). Satelit altimetri dapat berkontribusi langsung pada kegiatan berikut: penentuan MSL selama dua dekade terakhir SSH / SST pengembangan model geopotential global penentuan geoid laut dan gravitasi model untuk solusi dari geodetik BVP dan peningkatan GM peningkatan pada system batimetri sehingga didapat model geoid laut dan gravitasi yang lebih baik Kelebihan penggunaan satelit altimetri, meliputi: resolusi spasial tinggi akurasi konsisten kontinuitas temporal independen alternatif untuk teknik permukaan pengukuran terhadap kerangka acuan yang geosentris sangat diperlukan untuk permukaan laut, permukaan laut, sirkulasi samudra dan pasang surut 13 Ada beberapa kekurangan signifikan, dalam penggunaan data eksklusif altimetric: cakupan waktu terbatas. Hanya sekitar 20 tahun data saat ini tersedia dengan semua misi gabungan kinerja yang buruk di wilayah pesisir terbatas dan tidak pasti dalam pengamatan di darat – memerlukan sambungan pada batas (garis pantai) antara permukaan tanah dan permukaan laut liputan kutub – contoh : apa yang sebenarnya sedang tercatat (sinyal pada kedalaman salju, es, gletser)? 2. Software MAGICC/SCENGEN MAGICC (Model for the Assesment of Greenhouse-gas Induced Climate Change) SCENGEN ( Scenario Generator). MAGICC/SCENGEN adalah salah satu software yang digunakan dalam penilaian bahaya kenaikan permukaan air laut. Software ini menggunakan scenario emisi gas rumah kaca, gas reaktif dan SO2 sebagai input data dan memberikan informasi mengenai temperature rata-rata global, kenaikan muka air laut dan iklim regional sebagai output yang dihasilkan dari software ini. MAGICC merupakan model siklus gas/iklim. Model ini sering digunakan IPCC dalam memproyeksikan temperature rata-rata global yang berpengaruh kepada kenaikan muka air laut di masa depan. SCENGEN merupakan output dari MAGICC yang digunakan sebagai input pada plotting peta iklim. SCENGEN adalah algoritma regionalisasi yang menggunakan metode scaling untuk memproduksi informasi iklim dan perubahan iklim pada garis lintang 5 derajat dan garis bujur 5 derajat. Hasil dalam skala regional tersebut berdasarkan pada hasil dari 17 pasang model umum sirkulasi atmsosfir laut (AOGCMs) dimana hasil ini dapat digunakan baik secara individual maupun kombinasi pengguna lain. Kedua metode diatas (MAGICC/SCENGEN) didukung oleh metode DEM (Digital Elevation Model) yang memungkinkan hasil analisis dari software tersebut dapat di overlay kedalam peta sehingga dapat diperoleh hasil akhir dalam bentuk peta hazard. 14 Software ini membutuhkan input data yang berupa scenario emisi gas-gas yang telah ditetapkan sebelumnya pada SRES (Special Report on Emissions Scenarios) yaitu gas CO2, CH4, N2O, CO, NOx, VOCs, SO2, dan SF6. Sedangkan hasil keluaran dari software MAGICC adalah memberikan informasi proyeksi mengenai temperature global rata-rata dan perubahan permukaan air laut. Sedangkan SCENGEN memberikan berbagai hasil mengenai temperature skala regional pada skala garis lintang 5 derajat dan garis bujur 5 derajat. Hasil keluaran SCENGEN tersebut meliputi perubahan nilai temperature dan pengendapan, perubahan variabilitas nilai temperature dan pengendapan, dan kemungkinan perubahan temperature dan pengendapan pada spesifikasi tertentu. Tujuan dari penggunaan software MAGICC/SCENGEN ini adalah : Memodelkan scenario iklim untuk expert dan non-expert user Melakukan investigasi mengenai dampak dari alternative scenario emisi yang telah ditetapkan untuk penentuan temperature global dan perubhana iklim secara regional di masa depan Alat edukasi untuk isu perubahan iklim Akses untuk permodelan iklim dan mengobservasi basis data iklim Melakukan ekplorasi dari scenario emisi untuk menentukan proyeksi perubahan iklim regional dan global di masa depan 15 Gambar 8 The Magic Scengen 4.1 Sumber: http://www-pcmdi.llnl.gov/projects/cmip/cmip_abstracts/wigley03.pdf Gambar 9 The Magicc/Scengen 4.1 Sumber: http://www. pcmdi.llnl.gov/projects/cmip/cmip_abstracts/wigley03.pdf 16 Gambar 10 Temperature Change Sumber: www.unfccc.int Salah satu output software MAGICC adalah pemberian informasi mengenai proyeksi perubahan temperature di masa depan. Pada gambar di atas, dilakukan proyeksi perubahan temperature pada tahun 2050 dan 2100 dari data temperatur awal tahun 2000. Dapat terlihat bahwa temperature semakin lama semakin naik di masa depan. C. STUDI KASUS : KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI INDRAMAYU Secara geografis, Indramayu terletak pada 107.85’ – 108.54’ Bujur timur dan 6.23’ – 6.66’ Lintang Selatan dan merupakan salah satu kebupaten di Propinsi Jawa Barat yang terletak di Zona Utara Pulau Jawa mengemukakan bahwa Zona Utara tersusun oleh material aluvium yaitu material hasil aktivitas sungai-sungai yang mengalir di wilayah ini dan membentuk dataran aluvial. Topografi Indaramayu adalah relatif datar dengan kemiringan wilayah kurang dari 2% dan arah kemiringan adalah ke utara atau ke Laut Jawa. Panjang garis pantai wilayah Indramayu adalah sekitar 102 km, yaitu membentang dari Kecamatan Krangkeng Timur hingga Kecamatan Sukra di Barat. 17 Jumlah penduduk di Kabupaten Indramayu pada tahun 2003 adalah lebih dari 1,6 juta jiwa sedangkan pada tahun 2006 meningkat jadi lebih dari 1,7 juta jiwa dengan laju pertumbuhan per tahun sekitar 0,6%. Konsentrasi permukiman penduduk berada di tepi kanan dan kiri jalan maupun sungai terutama Jalan Pantura (Pantai Utara) dan Sungai Cimanuk serta Cipanas. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Haurgeulis diikuti oleh Karangampel, Indramayu, Sukra, dan Sindang. Empat kecamatan terakhir tersebut terletak di sepanjang Pantai Utara sehingga penduduk yang tinggal di wilayah ini sangat rentan terpapar oleh banjir apabila ada kenaikan muka air laut. I. Efek Perubahan Iklim Terhadap Kenaikan Muka Air Laut Observasi dan prediksi kenaikan muka air laut Tinggi muka air laut di pantai utara Jawa menunjukkan adanya trend kenaikan sebesar 3 mm selama periode 18 tahun atau 0,2 mm/tahun. Jika diasumsikan laju kenaikan tersebut konstan maka pada tahun 2050 dan 2100 tinggi muka laut di wilayah ini akan naik sekitar 10 dan 22 mm. Trend kenaikan muka laut ini tergolong kecil jika dibandingkan kenaikan muka laut global yang mencapai 1,8 mm/tahun selama periode 1961-2003. Jika laju kenaikan muka laut global ini diproyeksikan maka pada tahun 2050 dan 2100 tinggi muka laut global akan naik sekitar 90 dan 250 mm. Namun, kenaikan muka laut global tersebut bersifat ratarata artinya kenaikan tinggi muka laut antar lokasi adalah belum tentu sama, sehingga informasi kenaikan muka laut lokal (di daerah studi) perlu juga diperhitungkan. 18 Gambar 11 Deret Waktu Laut rata-rata Stasiun Ukur Tanjung Priok Periode 1990-2008 Sumber: Penilaian dampak kenaikan muka air laut pada wilayah pantai : studi kasus Kabupaten Indramayu, Bambang Dwi Dasanto (J.Hidrosfir Indonesia vol. 5) Distribusi Daerah Sasaran Banjir Dampak dari kenaikan muka air laut adalah susutnya panjang garis pantai dan berkurangnya luas daratan karena tergenang oleh air laut. Dalam studi ini kenaikan muka air laut diskenariokan mengalami kenaikan setinggi 0,5 dan 1 meter pada tahun 2050 dan 2100, dan pada tahun basseline (2000) kenaikan muka laut setinggi 0 meter. Berdasarkan skenario kenaikan muka air laut 0,5 meter maka beberapa kecamatan di Kabupaten Indramayu terkena genangan banjir. Kecamatan rentan banjir tersebut meliputi wilayah pantai di Kecamatan Kandanghaur, Losarang, Sindang dan Indramayu dan luas total genangan banjirnya sekitar 2900 ha. Jika muka laut naik hingga 1 meter maka luas daerah sasaran banjirnya semakin luas yaitu hampir mencapai 7300 ha atau bertambah hampir 2,5 kali lipat. Daerah sasaran banjir tersebut terdistribusi di kanan – kiri Delta Cimanuk terutama pada Kecamatan Kandanghaur di sebelah Barat hingga Kecamatan Indramayu di Timur. Distribusi banjir ini selanjutnya meluas ke arah Selatan (sejajar Sungai Cimanuk) hingga mencapai bagian utara dari Kecamatan Lohbener. Jarak banjir terjauh pada saat kenaikan muka laut 0,5 dan 1 meter adalah 7 dan 12 km dari bibir pantai di daerah penelitian. 19 Gambar 12 Daerah Sasaran Banjir akibat Kenaikan Muka Air Laut 0,5 meter Sumber: Penilaian dampak kenaikan muka air laut pada wilayah pantai : studi kasus Kabupaten Indramayu, Bambang Dwi Dasanto (J.Hidrosfir Indonesia vol. 5) Gambar 13 Daerah Sasaran Banjir akibat Kenaikan Muka Air Laut 1 meter Sumber: Penilaian dampak kenaikan muka air laut pada wilayah pantai : studi kasus Kabupaten Indramayu, Bambang Dwi Dasanto (J.Hidrosfir Indonesia vol. 5) 20 Skenario Kenaikan Muka Air Laut dan Pasang Tinggi Kombinasi kenaikan muka laut dan pasang tinggi akan menyebabkan berubahnya tinggi muka laut secara signifikan. Tinggi muka laut di daerah studi pada tahun 2050 dan 2100 diperkirakan naik jadi 2,53 dan 3,03 meter. Luas daerah genangan banjirnya ditaksir sekitar 34600 dan 42000 ha. Lintasan banjir pada skenarion ini menuju ke arah selatan mengikuti jalan raya pantai utara Jawa (Pantura).n Di Kecamatan Kandanghaur lintasan banjir sudah melebihi badan jalan Pantura dan panjang jalan yang tergenang adalah sekitar 3,8 km. Pada Skenario tinggi muka laut 3,03 meter maka sekitar 90 % wilayah Kecamatan Sindang tergenang dan diperkirakan Kota Indramayu bagian Barat akan terpapar oleh banjir. Gambar 14 Perubahan Kenaikan Muka Air Laut di Kabupaten Indramayu Sumber: Penilaian dampak kenaikan muka air laut pada wilayah pantai : studi kasus Kabupaten Indramayu, Bambang Dwi Dasanto (J.Hidrosfir Indonesia vol. 5) 21 Gambar 15 Perubahan Kenaikan Muka Air Laut di Kabupaten Indramayu Sumber: Penilaian dampak kenaikan muka air laut pada wilayah pantai : studi kasus Kabupaten Indramayu, Bambang Dwi Dasanto (J.Hidrosfir Indonesia vol. 5) D. KESIMPULAN Dari pengerjaan makalah ini dapat diambil kesimpulan bahwa penyebab dari kenaikan muka air laut adalah peningkatan muka air laut, kenaikan eustatis muka air laut dunia, penurunan seismik permukaan tanah dan akibat adanya konsolidasi atau pemampatan tanah atau sedimen lunak di bawah permukaaan. Kenaikan muka air laut juga ini memberikan dampak. Dampak tersebut di bagi menjadi dampak terhadap fisik dan dampak terhadap nonfisik. Terhadap fisik salah satunya memberikan dampak seperti banyaknya pulau-pulau yang hilang dan adanya peningkatan frekuensi banjir. Sedangkan terhadap nonfisik contoh dampaknya adalah gangguan terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Cara-cara menilai hazard assessment antaralain yaitu, proyeksi kenaikan muka air laut berdasarkan data-data historical, membuat peta ketinggian, serta overlay hasil analisis proyeksi kenaikan muka air laut dioverlay dengan peta topografi dengan kerincian peta yg detail karena skala kenaikan permukaan air laut sangat rinci (skala milimeter). Berdasarkan skenario Panel Internasional antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC), kenaikan suhu Bumi hingga 6 derajat celsius berpotensi menaikkan muka laut hingga 1 22 meter pada tahun 2100. Penilaian terhadap adanya perubahan muka air laut juga dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu dengan satelit altimetri dansoftware MAGICC/SCENGEN. Terakhir hazard assesment yang dibuat dalam hal ini bertujuan untuk analisis resiko lebuh lanjut dalam mitigasi bencana dan adaptasi di daerah-daerah yang rawan. 23 PEMBAGIAN TUGAS A. Pendahuluan (Slide dan makalah) Ezra Salikha Khairunnisa (15409033), An nisaa Siti Humaira (15409028), dan Alvian Chris Pradana (15408055) B. Hazard assesment (Slide dan makalah) Zaharatul Hasanah (15409067), Fitri Noor Permatasari (15409056), dan Elba Novyanda (15409008) C. Studi Kasus (Slide dan makalah) Happy Tiara Asvita (15409001) dan Wahyuni Permata (15409079) D. Kesimpulan, referensi dan Compile data (Slide dan makalah) Byna kameswara Wijaya (15409045) 24 DAFTAR PUSTAKA http://www.armisusandi.com/ http://geomatika07.wordpress.com/2009/12/30/satelit-altimetri/ http://www.cgd.ucar.edu/cas/wigley/magicc/ http://www.ilmukelautan.com/sig-dan-penginderaan-jauh/penginderaan-jauhkelautan/453-teknologi-satelit-altimetri http://www.oecd.org/dataoecd/7/15/2483213.pdf http://www-pcmdi.llnl.gov/projects/cmip/cmip_abstracts/wigley03.pdf http://www.unfccc.int http://www.wikipedia.com Penilaian dampak kenaikan muka air laut pada wilayah pantai : studi kasus Kabupaten Indramayu, Bambang Dwi Dasanto (J.Hidrosfir Indonesia vol. 5) 25