JURNAL AKSARA

advertisement
PENGGUNAAN ASPEK BAHASA
DALAM TEKA-TEKI TRADISIONAL ETNIK KAILI
THE USE OF LANGUAGE’S ASPECT
IN TRADITIONAL RIDDLE OF KAILI ETHNIC
Nursyamsi
Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah
Jalan Untad I, Bumi Roviga, Tondo, Palu 94118, Sulawesi Tengah, Indonesia
Telepon (0451) 4705498, Faksimile (0451) 421843
Pos-el: [email protected]
Naskah diterima 17 April 2015: direvisi; 25 Mei 2015; disetujui; 29 Mei 2015
Abstrak
Teka-teki tradisional merupakan salah satu bentuk tradisi lisan. Permasalahan yang diangkat
dalam penelitian ini adalah penggunaan aspek bahasa dalam teka-teki tradisional etnis Kaili.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan aspek bahasa dalam teka-teki
tradisional etnik Kaili. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Dalam pengumpulan data
digunakan metode simak dengan teknik sadap dan simak libat cakap. Teknik rekam dan
teknik catat juga digunakan dalam penelitian ini. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa
teka-teki tradisional etnis Kaili menggunakan kata tanya nuapa ‘apa’ yang terletak pada
awal dan tengah kalimat pertanyaan (topik) dan kata tanya nuapa hai ‘apakah itu’ pada
kalimat berikutnya setelah kalimat pertanyaan. Aspek makna yang terkandung dalam tekateki tradisional etnis Kaili bersifat harfiah dan metaforis.
Kata kunci: aspek bahasa, teka-teki tradisional, etnis Kaili
Abstract
The traditional riddle is one of many forms of oral tradition. The issue raised in this research
is the use of language aspect in the traditional riddle of Kaili ethnic. This research aims to
describe the use of language aspect in the traditional riddle of Kaili ethnic. The characteristic
of this research is qualitative descriptive. In collecting data, it is used refer method with
tapping and involved conversation technique. Record and note technic are also used in this
research. The result shows that the traditional riddle of Kaili etnhic uses the question words
‘nuapa’ (what) which is placed in the beginning and in the middle of the question sentence
(topic) and the question words ‘nuapa hai’ (what is that) in the following sentence after the
question sentence. The meaning aspects in the traditional riddle of Kaili ethnic are literal
and metaphorical.
Keywords: aspects of language, the traditional riddle, Kaili ethic
PENDAHULUAN
Sulawesi Tengah sangat kaya akan
tinggalan budaya masa lampau, terutama
kebudayaan nonfisik, seperti bahasa rakyat,
ISSN 0854-3283
ungkapan tradisional, prosa rakyat, dan nyayian
rakyat. Kekayaan khazanah tradisi lisan daerah
tersebut disebabkan oleh banyaknya etnik dan
bahasa yang digunakan di daerah ini.
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015
49
Penggunaan Aspek Bahasa dalam Teka-Teki Tradisional Etnis Kaili (Nursyamsi)
Etnis Kaili merupakan salah satu etnik
yang ada di Sulawesi Tengah yang memiliki
kekayaan budaya yang berlimpah. Salah satu
kekayaan budaya tersebut adalah tradisi lisan.
Tradisi lisan disampaikan secara lisan, turuntemurun dari generasi ke generasi. Tradisi
lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang
penyebarannya pada umumnya melalui tutur
kata atau lisan. Karena disampaikan secara
lisan, salah satu bagian dari kebudayaan ini
dinamai tradisi lisan (oral tradition).
Menurut Danandjaya (2002:5) tradisi
lisan hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki,
peribahasa, dan nyayian rakyat, sedangkan
folklor mencakup lebih dari itu, seperti tarian
rakyat dan arsitektur rakyat. Tradisi lisan dapat
berbentuk sastra lisan prosa, puisi, dan drama.
Sastra lisan prosa dapat berbentuk legenda,
mite, dan dongeng. Sastra lisan puisi dapat
berupa syair, mantera, pertanyaan tradisional,
peribahasa, dan nyanyian rakyat. Menurutnya
tradisi lisan merupakan bagian dari folklor
karena istilah tradisi lisan memiliki arti yang
terlalu sempit, sedangkan folklor memiliki arti
yang lebih luas.
Folklor memiliki fungsi yang sangat
penting bagi masyarakat pendukungnya.Tradisi
lisan yang merupakan bagian dari folklor
melukiskan kondisi fakta mental tradisi
masyarakat yang mendukungnya, simbol
identitas bersama masyarakatnya sehingga
menjadi simbol solidaritas dari masyarakatnya
dan menjadi alat legitimasi bagi keberadaan
suatu kolektif, baik sebuah marga, masyarakat,
maupun suku bangsa. Oleh karena itu, segala
yang termasuk dalam tradisi lisan memiliki
fungsi yang penting sehingga perlu dilestarikan
keberadaannya.
Tradisi lisan dimiliki oleh setiap etnik
di Indonesia, salah satunya adalah etnis
Kaili. Etnis Kaili merupakan salah satu
etnik yang ada di wilayah Provinsi Sulawesi
Tengah. Persebaran etnis Kaili cukup luas
yang meliputi sebagian besar wilayah daerah
50
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015
Halaman 49 — 64
Sulawesi Tengah. Etnis Kaili terdapat di Kota
Palu, yakni di Kecamatan Palu Barat, Palu
Timur, Palu Utara, Palu Selatan, Tawaeli; di
Kabupaten Donggala terdapat di Kecamatan
Banawa, Sirenja, Dampelas, Sojol, Tinombo,
dan Balaesang; di Kabupaten Sigi terdapat
di Kecamatan Dolo, Marawola, Biromaru,
dan Kulawi; di Kabupaten Parigi-Moutong
terdapat di Kecamatan Parigi, Moutong,
Tomini, dan Ampubabo; di Kabupaten Poso
terdapat di Kecamatan Poso Kota dan Poso
Pesisir; di Kabupaten Tojo Una-Una terdapat
di Kecamatan Tojo, Ampana Tete, Ampana
Kota, dan Una-Una; di Kabupaten Luwuk
terdapat di Kecamatan Luwuk dan Pagimana;
di Kabupaten Banggai Kepulauan terdapat di
Kecamatan Tinangkung dan Lo Bangkurung;
di Kabupaten Buol terdapat di Kecamatan
Baolan dan Peleleh (Wumbu, 1986:18).
Etnis Kaili menggunakan bahasa Kaili dalam
berkomunikasi. Bahasa Kaili yang cukup luas
penyebarannya itu memiliki sepuluh dialek
berdasarkan perhitungan dialektrometri (Pusat
Bahasa, 2008:79--80).
Etnis Kaili memiliki khazanah tradisi
lisan yang sangat beragam. Keberagaman
tradisi lisan itu disebabkan oleh kekayaan
dialeknya. Setiap dialek diyakini memiliki
kekhasan dalam tradisi lisan, tetapi mereka
menyebutkan semua itu sebagai khazanah
tradisi lisan Kaili. Kekayaan khazanah
tradisi lisan itu sudah seharusnya ditangani
secara serius melalui kegiatan inventarisasi,
pelindungan, dan pengkajian, kemudian
hasilnya disosialisasikan khususnya kepada
generasi muda. Dengan demikian, upaya
itu diharapkan dapat membuka kesadaran
dan menumbuhkan kebanggaan masyarakat
terhadap warisan nenek moyangnya.
Salah satu tradisi lisan Kaili yang perlu
dilestarikan keberadaannya adalah teka-teki
tradisional. Mengingat begitu luasnya ruang
lingkup kebudayaan yang dimiliki etnik Kaili,
pada kesempatan ini hanya teka-teki saja yang
ISSN 0854-3283
Halaman 49 — 64
(Nursyamsi) The Use of Language’s Aspect in Traditional Riddle of Kaili Ethnic
dibahas dalam penelitian ini. Salah satu bentuk
tradisi lisan ini masih tumbuh dan berkembang
di dalam masyarakat etnis Kaili. Penelitian
tentang teka-teki tradisional ini penting
dilakukan mengingat selama ini penelitian
terhadap sastra daerah, khususnya tradisi
lisan, kurang mendapat perhatian dan kurang
diminati oleh peneliti bila dibandingkan dengan
penelitian terhadap sastra modern. Di satu
sisi, tradisi lisan sebagai warisan budaya suatu
bangsa sangat penting untuk ditangani secara
serius. Nilai-nilai positif yang terkandung
dalam tradisi lisan dapat dijadikan bahan
pembentukan karakter bangsa yang bersumber
pada warisan tradisi.
Teka-teki sebagai bagian dari tradisi
lisan sangat digemari oleh warga masyarakat
dan biasanya didengarkan bersama-sama karena
mengandung gagasan, pikiran, ajaran, dan
harapan masyarakat. Suasana kebersamaan yang
dihasilkan dari tradisi lisan tersebut berdampak
positif pada menguatnya ikatan batin di antara
anggota masyarakat. Dalam konteks ini, bisa
dilihat bahwa tradisi lisan juga memiliki fungsi
sosial, disamping fungsi individual. Dengan
demikian, bisa dikatakan bahwa memudarnya
tradisi lisan di masyarakat merupakan salah
satu indikasi telah memudarnya ikatan sosial di
antara mereka dan sebaliknya, semakin lestari
tradisi lisan tersebut semakin kuat ikatan sosial
di antara masyarakat pendukungnya.
Teka-teki tradisional sebagai salah satu
bentuk karya sastra meskipun tidak banyak
berhubungan dengan bahasa tulis, tetap
menggunakan bahasa sebagai wahana atau media
utama untuk mengekspresikan pengalaman
atau pemikiran tertentu. Bahasa dalam karya
sastra dapat disamakan dengan cat air dalam
seni lukis (Nurgiantoro, 2005:272; Pradopo,
2007:121). Menurutnya bahasa merupakan
saran pengungkapan sastra. Oleh karena itu,
pengkajian terhadap teka-teki tradisional tidak
hanya dilihat dari aspek bentuk, makna, dan
fungsinya, tetapi pengkajian dari penggunaan
ISSN 0854-3283
aspek bahasanya juga perlu dilakukan.
Sehubungan dengan itu, masalah pokok
yang perlu dibahas dalam penelitian ini adalah
penggunaan aspek bahasa (ditinjau dari
stilistika) yang digunakan dalam teka-teki
tradisional etnik Kaili. Sesuai dengan masalah
yang dikemukakan tersebut maka tujuan
penelitian ini adalah mendeskripsikan aspek
bahasa dari aspek stilistika yang digunakan
dalam teka-teki tradisional etnik Kaili. Selain
itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk penelitian-penelitian lanjutan untuk
menambah atau menyempurnakan informasi
tentang tradisi lisan Kaili secara umum dan tekateki tradisional etnik Kaili secara khusus.
Penelitian mengenai tradisi lisan
Kaili, seperti prosa rakyat, puisi rakyat, serta
peribahasa dan ungkapan pernah dilakukan oleh
para pakar sastra dan pakar budaya. Akan tetapi,
sepanjang pengamatan penulis belum ada
penelitian yang mengkaji tentang penggunaan
aspek bahasa dalam teka-teki khususnya
teka-teki tradisional etnis Kaili. Penulis
pernah mengkaji tentang teka-teki tradisional
Kaili dari aspek bentuk, makna, dan fungsi.
Kajian tersebut dimuat dalam buku berjudul
Pelindungan Tradisi Lisan Etnik Kaili. Kajian
tersebut tidak mengkaji dari aspek stilistikanya.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis
mengkaji teka-teki tradisional Kaili dari aspek
stilistikanya.
Berkaitan dengan objek penelitian kali
ini, ada beberapa penelitian (telah dicetak
dalam bentuk buku) yang berkaitan dengan
tradisi lisan etnik tertentu, di antaranya (1)
Pelindungan Tradisi Lisan Etnik Kaili yang
ditulis oleh Nitayadnya, I Wayan dkk., (2)
Tradisi Lisan Kulawi dari Sulawesi Tengah
juga oleh Nitayadnya, I Wayan dkk. Kedua
penelitian tersebut membahas mengenai
bentuk, makna, dan fungsi tradisi lisan dari
masing-masing etnik,tetapi tidak membahas
mengenai penggunaan bahasanya dari aspek
stilistikanya.
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015
51
Penggunaan Aspek Bahasa dalam Teka-Teki Tradisional Etnis Kaili (Nursyamsi)
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN
TEORI
Stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang
gaya (Ratna, 2009:3). Menurutnya, gaya atau
yang dikenal secara umum stil (style) adalah
cara-cara yang khas sebagaimana segala sesuatu
diungkapkan dengan cara tertentu sehingga
tujuan yang dimaksud dapat dicapai secara
maksimal.
Berbagai cara atau gaya dapat digunakan
dalam mengungkapkan sesuatu dalam sebuah
karya khusus karya sastra. Salah satunya dengan
menggunakan majas. Majas perbandingan
adalah salah satu majas yang digunakan dalam
mengungkapkan suatu maksud, selain majas
penegasan, majas pertentangan, dan majas
sindiran. Majas ini juga dapat digunakan dalam
mengungkapkan maksud dalam tradisi lisan
yang merupakan bagian dari folklor.
Folklor berasal dari bahasa Inggris
folklore. Defenisi Folklor secara keseluruhan
adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif
yang tersebar dan diwariskan secara turuntemurun, di antara kolektif macam apa saja,
secara tradisional dalam versi yang berbeda,
baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang
disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu
pengingat (Rafiek, 2012:51). Folklor dibagi atas
beberapa kelompok. Menurut Brunvand (1968:
2—3) folklor dapat digolongkan ke dalam
tiga kelompok besar berdasarkan tipenya,
yakni (1) folklor lisan (verbal folklore), (2)
folklor sebagian lisan (partly verbal folklore),
dan (3) folklor bukan lisan (non verbal
folklore). Berdasarkan penggolongan tersebut,
tradisi lisan, seperti bahasa rakyat, ungkapan
tradisional, pertanyaan tradisional termasuk di
dalamnya teka-teki, puisi rakyat, prosa rakyat,
dan nyanyian rakyat termasuk dalam folklor
lisan (verbal folklore). Dengan demikian, tekateki sebagai bagian dari tradisi lisan tergolong
dalam folklor lisan.
Teka-teki oleh etnis Kaili disebut jalili
adalah pertanyaan yang bersifat tradisional
52
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015
Halaman 49 — 64
dan mempunyai jawaban yang tradisional juga.
Menurut George dan Dundes (dalam Danandjaya, 2002:33) teka-teki adalah ungkapan
lisan tradisional yang mengandung satu
atau lebih unsur pelukisan (descriptive),
sepasang daripadanya dapat saling bertentangan dan jawabanya (referent) harus diterka.
Menurut Sugono (2008:1420), teka-teki
adalah soal yang berupa kalimat (cerita
gambar) yang dikemukakan secara samarsamar, biasanya untuk permainan atau untuk
mengasah pikiran. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat dikatakan bahwa teka-teki
memiliki semacam pembayang-pembayang
(disamarkan sedemikian rupa) yang bertujuan
untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan
tertentu untuk ditebak jawabannya. Isi atau
maksud teka-teki tidak dapat diketahui secara
langsung, tetapi diminta untuk menebak atau
menerkanya, disamarkan atau disembunyikan.
Hal itu dilakukan untuk menguji kecerdasan
seseorang. Jawaban teka-teki biasanya unik,
menarik dan mengandung tawa (kelakar).
Pola pertanyaan dan jawaban dalam
teka-teki sangat bervariasi. Ada teka-teki yang
mempunyai jawaban yang logis dan relevan
dengan kehendak soal teka-teki itu. Ada juga
teka-teki yang mempunyai jawaban yang
tidak logis dan relevan dengan kehendak
soal teka-teki itu. Biasanya pertanyaan yang
terdapat dalam teka-teki dibuat sedemikian
rupa, kadangkala tidak rasional, tidak logis,
bahkan ada yang dirasakan cabul. Hal itu yang
membuat pertanyaan dalam teka-teki sulit
dijawab. Kadang-kadang teka-teka itu dapat
dicerna oleh pikiran rasional dan logis setelah
mengetahui terlebih dahulu jawabannya.
Menurut George dan Dundes (dalam
Danandjaya, 2002) ada dua kategori umum
teka-teki, yaitu (1) teka-teki ada yang tidak
bertentangan (nonoppositional riddles) dan
(2) teka-teki yang bertentangan (oppositional
riddles). Teka-teki yang tidak bertentangan
unsur-unsur pelukisannya bersifat harfiah, yakni
ISSN 0854-3283
Halaman 49 — 64
(Nursyamsi) The Use of Language’s Aspect in Traditional Riddle of Kaili Ethnic
lapangan karena peneliti secara langsung ke
lapangan untuk mengumpulkan data. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif
bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran
atau uraian secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta
hubungan antarfenomena yang diselidiki
(Ratna, 2004:53; Nazir,1988:65). Di samping
itu karena fenomena yang menjadi sasaran
penelitian dideskripsikan sebagaimana adanya
tanpa disertai perhitungan statistik, metode
dalam penelitian ini menggunakan metode
kualitatif. Penggunaan metode kualitatif
tersebut dilakukan karena data yang dihasilkan
adalah data deskriptif berupa tuturan-tuturan
lisan dari informan.
Data dalam penelitian ini adalah tekateki tradisional etnis Kaili. Sumber data dalam
penelitian ini adalah informan yang memenuhi
kriteria tertentu menurut persyaratan yang
lazim berlaku dalam penelitian-penelitian
bahasa. Dalam penelitian ini tentulah informan
yang digunakan adalah penutur asli bahasa
Kaili. Samarin (1988:28) mengatakan bahwa
seseorang yang meneliti suatu bahasa dengan
tujuan menemukan deskripsi struktural bahasa
itu sebenarnya memerlukan tidak lebih seorang
informan yang baik. Data yang diperoleh dari
informan berupa tuturan teka-teki tradisional
etnis Kaili. Jumlah data yang diperoleh
sebanyak 100 teka-teki dan diperoleh selama
dua minggu. Dari 100 data tersebut diidentifikasi
dan diklasifikasikan berdasarkan aspek yang
ingin dikaji. Data yang telah diperoleh lalu
diterjemahkan dan diartikan ke dalam bahasa
Indonesia oleh informan. Lokasi pengambilan
data di Kota Palu karena penutur bahasa Kaili
sebagian besar berada di daerah tersebut.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak.
Metode simak atau penyimakan adalah bentuk
pencarian data primer dengan cara melakukan
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian penyimakan terhadap pembicaraan informan
seperti apa yang tertulis (literal) atau kiasan
(metaphorical). Pada teka-teki yang tidak
bertentangan, yang bersifat harfiah, jawaban
(referent) dan pertanyaannya (topik) adalah
identik.Bersifat harfiah artinya terjemahan
atau arti menurut huruf, kata demi kata atau
berdasarkan arti leksikal (Sugono, 2008:482).
Namun, keadaan akan menjadi lain pada tekateki yang tidak bertentangan yang bersifat
kiasan (metafora) karena referen dan topik unsur
pelukisannya berbeda. Meskipun demikian,
perlu diingat bahwa pada teka-teki tidak
bertentangan, baik yang bersifat harfiah maupun
kiasan, bagian unsur-unsur pelukisannya tidak
saling bertentangan walaupun kadang-kadang
ada perubahan dalam hal pelukisan yang lebih
mendetail.
Berkaitan dengan teka-teki yang tidak
bertentangan dan bersifat kiasan, Keraf
(2007: 136) menyatakan bahwa gaya bahasa
kiasan pertama-tama dibentuk berdasarkan
perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuai dengan sesuatu hal yang lain,
berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang
menunjukkan kesamaan antara dua hal tersebut.
Salah satu gaya bahasa kiasan adalah metafora,
yaitu gaya bahasa perbandingan yang implisit,
jadi tanpa kata seperti atau sebagai, di antara
dua hal yang berbeda (Tarigan, 1985:15).
Sejalan dengan Tarigan, Keraf (2007:139)
mengemukakan bahwa metafora sebagai
perbandingan langsung tidak mempergunakan
kata: seperti, bak, bagai, bagaikan, dan
sebagainya sehingga pokok pertama langsung
dihubungkan dengan pokok kedua. Metafora
yang digunakan dalam teka-teki dimaksudkan
membandingkan antara referen dengan topik
dalam pertanyaan tradisional atau teka-teki.
Teka-teki Kaili tidak mesti menggunakan
seperti, bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya
untuk menyatakan metafora.
ISSN 0854-3283
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015
53
Penggunaan Aspek Bahasa dalam Teka-Teki Tradisional Etnis Kaili (Nursyamsi)
(Sudaryanto,1988:2). Dalam penelitian ini
tentulah metode simak yang digunakan untuk
menyimak penggunaan bahasa seperti yang
dikemukakan oleh Sudaryanto (1993:133)
dan Mahsun (2005:90) bahwa metode simak
dilakukan dengan menyimak penggunaan
bahasa. Metode ini memiliki dasar yang
berwujud teknik sadap. Peneliti menyadap
pembicaraan seseorang atau beberapa
orang yang menjadi informan.Selain itu,
teknik simak libat cakap, teknik rekam, dan
catat juga digunakan dalam pengumpulan
data.Teknik rekam dilakukan dengan cara
merekam tuturan teka-teki tradisional. Hal
ini mengingat bilamana data yang diperoleh
tersebut masih menimbulkan keraguan atau
masih mengandung kesalahan, maka rekaman
tersebut dapat diperdengarkan kembali. Teknik
catat dimaksudkan untuk mencatat semua data
yang diperoleh. Data yang diperoleh melalui
perekaman kemudian diwujudkan dalam bentuk
teks tertulis lalu diartikan atau diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia. Selain itu, teknik
catat juga digunakan untuk mencatat hal-hal
yang dianggap penting di luar data rekam untuk
mendapatkan informasi tambahan.
Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah analisis data. Penganalisisan data dengan cara mengidentifikasi
dan mengklasifikasi teka-teki tradisional yang
menjadi objek penelitian. Analisis data tersebut
dilakukan secara struktural. Terakhir penyajian
hasil analisis dilakukan secara deskriptif
kualitatif.
Halaman 49 — 64
dalam pertanyaan, yaitu (1) persamaan dengan
binatang, (2) persamaan dengan manusia,
(3) persamaan dengan beberapa orang, (4)
persamaan dengan tanaman, (5) persamaan
dengan sesuatu benda, dan (6) penambahan
keterangan pada warna (Nitayadnya dkk.
2014:243—254).
Aspek Bahasa dalam Pertanyaan Tradisional
Berikut ini akan diuraikan aspek bahasa
yang digunakan dalam teka-teki tradisional
Kaili.
Kata Tanya
Teka-teki merupakan permainan katakata yang membutuhkan jawaban. Sebagian
besar teka-teki mengandung kata tanya.
Kata tanya yang paling sering digunakan
adalah nuapa ‘apa’. Kata tanya nuapa
‘apa’ digunakan untuk menanyakan nama
(jenis, sifat) sesuatu. Di dalam teka-teki
Kaili apabila terdapat kata tanya nuapa
‘apa’ berarti jawaban teka-teki yang diminta
adalah berupa barang atau benda.Selain kata
tanya nuapa ‘apa’, kata tanya nuapa sering
juga bervariasi dengan kata hai ‘itu’ sehingga
membentuk kata tanya nuapa hai ‘apakah
itu’. Kata tanya nuapa ‘apa’ pada umumnya
terletak di awalkalimatpertanyaan (topik)
teka-teki, tatapi kata tanya tersebut terdapat
pula di tengah kalimat. Selain itu, ada juga
teka-teki yang diawali dengan cerita terlebih
dahulu setelah itu, pada kalimat berikutnya
muncullah kata tanya atau kalimat tanya
yang berhubungan dengan cerita yang
HASIL DAN PEMBAHASAN
disebutkan di muka atau sebelumnya. Kata
Berbagai aspek kajian dapat dilakukan
tanya nuapa hai ‘apakah itu’ inilah yang
terhadap teka-teki tradisional Kaili, misalnya
biasa digunakan pada teka-teki seperti itu.
ditinjau dari aspek bentuk, makna, dan bahasa.
Pada penelitian kali ini mengkaji teka-teki
Kaili dari penggunaan aspek bahasa dilihat Kata Tanya di Awal Kalimat
Seperti yang telah disebutkan bahwa
dari stilistikanya. Teka-teki memiliki banyak
kata tanya nuapa ‘apa’ pada teka-teki
bentuk. Bentuk teka-teki masyarakat Kaili
tradisional Kaili ada yang terletak di awal
berdasarkan sifat hal yang digambarkan di
54
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015
ISSN 0854-3283
Halaman 49 — 64
(Nursyamsi) The Use of Language’s Aspect in Traditional Riddle of Kaili Ethnic
kalimat. Berikut ini beberapa pertanyaan
tradisional yang menggunakan kata tanya
yang terletak di awal kalimat.
(1) Nuapanitimbe-timbe ia ienapudu?
Uve
‘Apa yang ditebas-tebas dia tidak putus?’
‘Air’
Bentuk teka-teki pada data (1)
berdasarkan sifat hal yang digambarkan
di dalam pertanyaannya menggambarkan
persamaan dengan sesuatu benda. Kata
tanya nuapa ‘apa’ letaknya di awal kalimat
menanyakan nama (jenis) sesuatu.Sesuatu
yang dimaksud dalam kalimat pertanyaan
itu berupa benda, tetapi bukan manusia.
Kata tanya nuapa sebagai pronomina
dalam pertanyaan atau topik teka-teki
tersebut sebagai petunjuk bahwa hal tersebut
menginginkan sesuatu sebagai jawaban dari
pertanyaan tersebut. Topik atau pertanyaan
dalam bentuk kata tanya nuapa dan yang
ditebas-tebas dia tidak putus merupakan
komentar dan keduanya merupakan satu
kesatuan pelukisan yang utuh dari sebuah
teka-teki. Jawaban atau referent dari tekateki tersebut adalah air. Air yang mengalir
dari keran atau air cucuran dari atap rumah
ketika hujan jika ditebas-tebas tidak akan
putus. Berbeda dengan benda lainnya,
seperti pohon pisang bila ditebas akan patah,
roboh atau rebah dan tidak dapat tersambung
kembali antara bagian yang satu dengan
yang lain. Berbeda dengan air, sekalipun
ditebas-tebas berulang-ulang tetap tidak
putus dan tetap bisa tersambung kembali.
(2) Nuapa,leri tana, leri langi?”
Kulimu
‘Apa tidak di tanah, tidak di langit?’
‘Awan’
ISSN 0854-3283
Pada data (2) kata tanya nuapa ‘apa’
juga berada di awal kalimat pertanyaan tekateki. Kata tanya nuapa menanyakan benda.
Topik atau pertanyaan teka-teki tersebut
menanyakan nama sesuatu benda bukan
manusia yang tidak berada di tanah dan
tidak pula berada di langit. Kata tanya nuapa
yang termasuk pronomina ini menanyakan
sesuatu sebagai pengganti jawaban atas
pertanyaan yang diajukan dalam teka-teki
tersebut. Jawaban atas pertanyaan tersebut
ada benda, yakni awan. Seperti kita ketahui
bahwa sebagian besar benda, baik benda
hidup maupun benda mati berada di atas
tanah dan sebagian tampaknya berada di
langit. Orang yang ingin menebak jawaban
teka-teki ini harus berpikir benda apa yang
berada antara tanah (bumi) dan langit. Benda
yang menjadi referen atau jawaban teka-teki
ini adalah awan karena awan tidak terdapat
di tanah dan tidak pula berada di langit,
tetapi awan melayang-layang di udara antara
tanah (bumi) dan langit.
(3) Nuapa simbanyuna tinja poindo ante gajah?
Nasimbayu lenamala nevoro
‘Apa persamaan tiang lampu dengan gajah?’
‘Persamaannya, sama-sama tidak bisa
terbang’
Te k a - t e k i d a t a ( 3 ) t e r s e b u t
menggunakan kata tanya nuapa ‘apa’ pada
awal kalimat. Kata tanya tersebut digunakan
untuk menanyakan sifat sesuatu dalam hal
ini sifat kedua benda, yakni tiang lampu dan
gajah. Kata tanya nuapa ‘apa’ pada topik atau
pertanyaan teka-teki tersebut menanyakan
persamaan dua benda yang berbeda, satu
berupa benda mati, yakni tiang lampu dan
yang satu benda hidup, yakni gajah. Jawaban
atas pertanyaan nuapa pada topik teka-teki
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015
55
Penggunaan Aspek Bahasa dalam Teka-Teki Tradisional Etnis Kaili (Nursyamsi)
tersebut menanyakan sifat kedua benda yang
ditanyakan. Mencari perbedaan antara tiang
lampu atau tiang listrik dan gajah tentu lebih
mudah bila dibandingkan dengan mencari
persamaan keduanya. Tiang lampu benda
mati, sedangkan gajah makhluk hidup yang
memiliki ciri-ciri yang tidak sama dengan
benda mati. Teka-teki di atas menginginkan
persamaan tiang lampu dengan gajah.
Secara logika memang agak sulit untuk
menemukan persamaan kedua benda yang
sangat berbeda sifat dan wujudnya. Orang
yang akan menjawab teka-teki tersebut
merasa sangat sulit untuk menjawabnya.
Jawaban teka-teki tersebut adalah samasama tidak bisa terbang. Bila dipikir-pikir
tiang lampu dan gajah memang tidak bisa
terbang, tetapi orang tidak akan menyangka
bahwa jawabannya seperti itu. Tiang lampu
berupa tonggak panjang, biasanya terbuat
dari bambu, besi, atau kayu, sedangkan gajah
adalah binatang yang berbelalai, bergading,
berkaki besar, dan berkulit tebal. Kedua
benda tersebut sama sekali tidak memiliki
kesamaan. Orang yang akan menebak tekateki tersebut sangat sulit untuk menemukan
jawabannya. Jawaban teka-teki tersebut
benar-benar di luar dugaan. Orang tidak
menyangka kalau jawabannya seperti itu.
Memang benar bahwa tiang lampu tidak bisa
terbang, terlebih lagi karena benda tersebut
adalah benda mati dan tidak bersayap. Sama
halnya dengan tiang lampu, gajah pun tidak
bersayap sehingga tidak dapat terbang. Tekateki ini sama seperti kedua contoh teka-teki
data (1) dan (2) bersifat hiburan. Teka-teki
tiang lampu dan gajah kelucuannya baru
terasa setelah jawabannya sudah diketahui.
Kata Tanya di Tengah Kalimat
Kata tanya nuapa ‘apa’ dalam tekateki Kaili selain terletak di awal kalimat ada
juga yang terletak di tengah kalimat. Berikut
ini beberapa teka-teki yang menggunakan
56
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015
Halaman 49 — 64
kata tanya nuapa ‘apa’ yang terletak di
tengah kalimat.
(4)
Binata nuapa leria aturana?
kutu nabula nejeje-jeje ri balengga”.
‘Binatang apa yang paling tidak sopan?’
‘Kutu rambut yang suka menginjak kepala
orang.
Kata tanya nuapa ‘apa’ pada tekateki (4) terletak di tengah kalimat yang
bermakna menanyakan nama sesuatu. Topik
atau pertanyaan dengan kata binatanuapa
merupakan petunjuk nyata benda atau
hal yang hendak dilukiskan dalam suatu
teka-teki. Dalam hal ini topiknya adalah
binatang.Topik tersebut dilengkapi dengan
komentar yang paling tidak sopan yang
merupakan pelukisan dari teka-teki tersebut.
Sesuatu yang ditanyakan berupa binatang itu
memiliki sifat seperti yang disebutkan pada
komentar. Teka-teki tersebut menanyakan
binatang yang paling tidak sopan, artinya
ada binatang yang memiliki tingkah laku
tidak baik. Kata sopan dapat diartikan tertib
menurut adat yang baik atau bertingkah
laku yang baik. Tidak dapat dipungkiri
bahwa binatang atau hewan memang tidak
mengenal sopan santun seperti manusia.
Jika dianalogikan dengan manusia, binatang
yang dimaksud dalam teka-teki tersebut
tidak memiliki adat istiadat, sopan santun,
dan tata krama yang baik. Salah satunya
adalah tingkah laku yang tidak sopan.
Jawaban teka-teki tersebut adalah kutu
rambut yang suka menginjak kepala orang.
Kutu dikatakan binatang yang tidak sopan
karena suka menginjak kepala orang atau
manusia. Kutu rambut memang hidup di
rambut (di kepala) manusia dan melakukan
segala aktivitasnya termasuk berjalan di atas
kepala. Binatang itu berjalan di atas kepala
manusia dengan cara menginjak-injak
kepala manusia sehingga dikatakan tidak
ISSN 0854-3283
Halaman 49 — 64
(Nursyamsi) The Use of Language’s Aspect in Traditional Riddle of Kaili Ethnic
sopan atau tidak beradab. Jika dicermati, memiliki mahkota.
(6) Vua nuapa, nikoto-koto deva betu?
teka-teki ini identik antara pertanyaan
Vua nu belimbing
(topik) dan jawaban (referent). Topiknya
adalah binatang referent atau jawabannya
‘Buah apa dipotong-potong seperti bintang?’
pun binatang.
‘Buah belimbing’
(5) Vua nuapa ribavona naria mahkotana?
Tara.
‘Buah apa yang di atasnya ada
mahkotanya?’
‘Nanas’
Teka-teki (6) ini serupa dengan data (5),
yakni kalimat pertanyaannya atau topik tekateki ini diawali dengan kata buah sehingga
sudah dapat dipastikan bahwa sesuatu yang
ditanyakan dengan kata tanya nuapa pastilah
jenis buah-buahan. Topiknya adalah buah
lalu disertai komentar dipotong-potong
seperti bintang. Hal tersebut menunjukkan
bahwa hal yang dilukiskan dalam teka-teki
ini adalah jenis buah-buahan. Jenis buah
tersebut merupakan jawaban atau referent
dari topiknya.Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa antara topik dan referen
teka-teki tersebut sama.
Kebanyakan buah bila dipotongpotong tidak akan menyerupai bintang.
Bintang yang dimaksud adalah benda
langit yang biasa digambarkan berbentuk.
Buah belimbing rasanya manis,bentuk
menyerupai bintang, berlekuk-lekuk dengan
penampang melintang, berwarna kuning,
dan permukaannya licin seperti lilin. Buah
ini bentuknya berlekuk-lekuk dan jika
dipotong secara melintang, akan tampak
lekukan buah tersebut berbentuk bintang.
Buah ini dapat ditemui di beberapa daerah di
Indonesia termasuk di Sulawesi Tengah.
Serupan dengan data (4) dan (5),
data (6) ini juga termasuk teka-teki yang
identik. Data (6) secara harfiah identik
antara topik atau pertanyaan dan referent
atau jawabannya. Pertanyaannya berkaitan
dengan buah dan jawabannya pun berkaitan
dengan buah.
Berdasarkan sifat hal yang digambarkan
di dalam pertanyaan, teka-teki pada data (5)
menggambarkan persamaan dengan tanaman.
Kata tanya nuapa ‘apa’ pada teka-teki tersebut
terletak di tengah kalimat yang bermakna
menanyakan nama jenis benda yang memiliki
ciri seperti yang disebutkan dalam topik atau
kalimat pertanyaan teka-teki tersebut. Kalimat
pertanyaannya atau topik teka-teki ini diawali
dengan kata buah sehingga sudah dapat
dipastikan bahwa sesuatu yang ditanyakan
dengan kata tanya nuapa pastilah jenis buahbuahan. Jenis buah tersebut merupakan jawaban
atau referen dari topiknya.Topiknya adalah buah
dilengkapi dengan komentar yang di atasnya
ada mahkotanya. Dengan demikian, tekateki ini menanyakan buah apa yang memiliki
mahkota pada bagian atas buah. Mahkota yang
dimaksud adalah hiasan kepala yang biasa
digunakan oleh raja atau ratu. Jawaban atau
referent teka-taki tersebut adalah buah nanas.
Buah nanas memiliki kulit menyerupai sisik
ikan. Di atas buah terdapat tunas muda yang
bisa dijadikan cikal bakal pohon nanas baru.
Tunas muda itu terdiri atas lembaran daun
yang berbentuk mahkota, sedikit kaku, dan
tajam. Lembaran daun itulah yang dianggap
sebagai mahkota karena bentuknya menyerupai
mahkota yang biasa dikenakan di kepala sang
raja. Jadi, buah yang memiliki mahkota atau Kata Tanya pada Kalimat Berikutnya
hiasan kepala tanda kebesaran bagi raja atau
Ada pula teka-teki yang diawali
ratu adalah buah nanas karena buah ini juga
ISSN 0854-3283
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015
57
Penggunaan Aspek Bahasa dalam Teka-Teki Tradisional Etnis Kaili (Nursyamsi)
dengan cerita terlebih dahulu. Setelah itu,
pada kalimat berikutnya muncullah kalimat
tanya yang berhubungan dengan cerita
yang disebutkan di muka atau sebelumnya.
Berikut ini contoh teka-teki yang dimaksud
dengan menggunakan kata tanya nuapa hai
‘apakah itu’.
(7) Geira langgai, nasaro nosimporoa ante ia hau
rimasigi.
Nuapa hai?
songko.
‘Mereka laki-laki, sering berteman dengan dia
ke masjid.’
‘Apakah itu?’
‘Kopiah’
Kalimat pertanyaan teka-teki di atas
menanyakan nama sesuatu. Kemudian
berikutnya muncul kalimat tanya nuapa
hai yang berhubungan dengan kalimat
sebelumnya. Kata hai ‘itu’ pada kata
tanya nuapa hai merujuk pada kalimat
sebelumnya atau kalimat di depannya
yang telah disebutkan. Jadi, antara kalimat
pertama dan kedua saling berhubungan.
Topik teka-teki ini adalah laki-laki dan
jawaban (referent) adalah kopiah. Laki-laki
,bila hendak ke masjid untuk salat, selalu
berteman dengan dia. Dia yang dimaksud
di sini bukanlah merupakan kata ganti
orang, tetapi dia sebagai pengganti benda
yang bukan orang/manusia. Benda/sesuatu
yang dimaksud adalah sesuatu yang selalu
menemani seseorang, dalam hal ini lakilaki ketika hendak ke masjid melaksanakan
ibadah salat. Hal tersebut dapat diartikan
bahwa yang sering menemani seseorang itu
adalah kopiah. Sebenarnya selain kopiah ada
juga benda lain yang biasanya dibawa ketika
hendak ke masjid, misalnya sajadah dan
sarung. Akan tetapi, sejadah biasanya sudah
tersedia di masjid sehingga tidak dianggap
benda yang selalu menemani seseorang
58
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015
Halaman 49 — 64
ketika ke masjid. Memakai atau mengenakan
kopiah atau peci di kepala menjadi kebiasaan
laki-laki ketika hendak ke masjid.
(8)
Dana kodi ia nobaju kodara, natua ia nobaju
leimo
Nuapa hai?
marisa
‘Masih kecil dia pakai baju hijau, sudah tua
dia pakai baju merah’.
‘Apakah itu?’
‘Cabai’
Salah satu bentuk teka-teki Kaili
berdasarkan sifat hal yang digambarkan
di dalam pertanyaan adalah pertambahan
keterangan pada warna. Teka-teki data
(8) merupakan salah satu contoh teka-teki
bentuk tersebut, yakni bermain dengan
warna sebagai keterangan. Terlepas dari sifat
hal yang digambarkan dalam pertanyaannya,
teka-teki ini diawali dengan cerita terlebih
dahulu. Setelah itu, pada kalimat berikutnya
muncullah kalimat tanya nuapa hai ‘apakah
itu’ yang berhubungan dengan cerita pada
kalimat yang disebutkan di muka atau
sebelumnya. Artinya, kalimat pertama dan
kalimat berikutnya saling berkaitan. Kata
tanya nuapa hai menanyakan sesuatu benda
bukan manusia sekalipun topiknya berkaitan
dengan aktivitas manusia, seperti pakai baju.
Sesuatu (benda) tersebut memiliki ciri atau
sifat seperti yang disebutkan pada kalimat
topiknya, yakni masih kecil dia pakai baju
hijau, sudah tua dia pakai baju merah.
Referen atau jawaban teka-teki tersebut
adalah cabai (tumbuhan). Jawaban tersebut
tidak identik dengan pertanyaannya yang
berkaitan dengan kegiatan manusia, yakni
berpakaian. Orang yang akan menebak
teka-teki tersebut akan bingung untuk
menemukan jawabannya karena antara
pertanyaan dan jawaban tidak identik.
Kalimat pertanyaan mengasosiasikan
ISSN 0854-3283
Halaman 49 — 64
(Nursyamsi) The Use of Language’s Aspect in Traditional Riddle of Kaili Ethnic
tumbuhan seperti manusia,yakni ketika
kecil dia berpakaian berwarna hijau dan
pada saat sudah tua berpakaian berwarna
merah. Teka-teki itu bermakna cabai ketika
masih muda atau belum matang berwarna
hijau. Diibaratkan ketika manusia masih
kecil berpakaian berwarna hijau. Ketika
sudah tua atau matang, cabai itu berwarna
merah menandakan sudah waktunya untuk
dipetik, diibaratkan manusia ketika sudah
berumur atau sudah tua memakai pakaian
berwarna merah.
(9)
Nadea nosampesuvu, buluara nakuriti pura.
Nuapa hai?
rambutan.
‘Banyak bersaudara, rambut mereka keriting
semua’
‘Apakah itu?’
‘Rambutan’
Teka-teki pada data (9) di atas
diawali dengan kalimat cerita terlebih
dahulu. Setelah itu, kalimat tersebut diikuti
oleh kalimat tanya nuapa hai berikutnya
yang masih saling berhubungan. Bentuk
tanya nuapa hai menanyakan sesuatu benda
bukan manusia sekalipun topiknya berkaitan
dengan sifat dan aktivitas manusia, seperti
bersaudara dan memiliki rambut yang
keriting. Sesuatu (benda) yang dimaksud
dalam bentuk tanya nuapa hai adalah
sesuatu yang memiliki ciri atau sifat seperti
yang disebutkan pada kalimat topiknya.
Penggunaan istilah bersaudara pada kalimat
topiknya, hanya digunakan untuk manusia
dan tidak digunakan untuk tumbuhan
atau buah-buahan. Sementara jawaban
(referent) teka-teki ini adalah tumbuhan,
yakni rambutan. Orang yang akan menjawab
teka-teki tersebut memikirkan benda apa
yang memiliki ciri dan sifat seperti yang
disebutkan dalam teka-teki tersebut. Jika
orang tersebut tidak dapat menjawab,
ISSN 0854-3283
si pembuat teka-teki akan menjawab
sendiri teka-teki tersebut. Jawabannya tentu
membingungkan orang yang akan menjawab
teka-teki tersebut karena antara pertanyaan
dan jawaban seolah-olah tidak sejalan.
Pertanyaannya berkaitan dengan aktivitas
dan ciri manusia sementara jawabannya
adalah buah (rambutan). Teka-teki ini disebut
tidak identik antara topik (pertanyaan)
dan jawaban. Buah rambutan itu tumbuh
bergerombol atau berkumpul membentuk
kelompok. Jika diibaratkan sebagai manusia
tentu buah rambutan yang bergerombol itu
dianggap bersaudara atau satu keluarga
besar. Rambut biasanya hanya dimiliki
oleh manusia, sedangkan rambut pada
buah rambutan bermakna konotasi. Mereka
memiliki rambut keriting dianalogikan
dengan kumpulan rambutan dalam satu
tangkai yang memiliki buluyang keriting.
Dengan demikian, banyak bersaudara dan
semuanya berambut keriting itu dianalogikan
dengan buah rambutan.
Bahasa Bersifat Harfiah/Literal
Teka-teki yang tidak bertentangan unsurunsur pelukisannya ada yang bersifat harfiah
ada pula yang bersifat kiasan (metafora).
Bersifat harfiah, artinya terjemahan atau arti
menurut huruf, kata demi kata atau berdasarkan
arti leksikal. Teka-teki yang bersifat harfiah
antara pertanyaannya (topiknya) dan jawaban
(referent) adalah identik. Berikut teka-teki Kaili
yang bersifat harfiah.
(10) Nuapa, niuli sanggani, sanga nukota, niuli
ruanggani sanga nupakakasa?
Palu.
‘Apa, jika diucap satu kali nama kota, diucap
dua kali nama peralatan?’
‘Palu’
Kata tanya nuapa ‘apa’ pada data
(10) menanyakan sesuatu benda, tetapi
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015
59
Penggunaan Aspek Bahasa dalam Teka-Teki Tradisional Etnis Kaili (Nursyamsi)
bukan orang yang jika disebut sekali
merupakan nama kota dan jika disebut
dua kali menjadi nama peralatan atau
perkakas. Topiknya menanyakan benda dan
jawaban (referent) teka-teki tersebut juga
benda. Jawaban teka-teki tersebut adalah
palu. Pernyataan dalam topiknya ada dua
komentar, yakni jika diucap satu kali nama
kota dan diucap dua kali nama peralatan.
Keduanya menyatakan sesuatu secara
harfiah. Pertama, jika diucapkan sekali
Palu menunjukkan nama ibu kota Provinsi
Sulawesi Tengah. Kedua, jika diucapkan
dua kali palu-palu menjadi nama salah satu
peralatan pertukangan. Kata palu-palu oleh
masyarakat Kaili diartikan sebagai salah
satu alat pertukangan yang digunakan untuk
memukul paku. Dengan demikian, antara
pertanyaan dan jawaban sama-sama bersifat
harfiah, keduanya mempunyai makna apa
adanya dan tidak bersifat kiasan. Pertanyaan
dan jawaban teka-teki tersebut identik.
(11) Bunga nuapa vatuna nikande, nuapa hai?
Bunga matahari.
‘Bunga apa yang bijinya dimakan?’
‘Bunga matahari’
Kata tanya bunga nuapa pada topik
teka-teki sudah dapat menunjukkan benda
ada yang menjadi referent atau jawabannya.
Jawabannya tentulah bunga seperti pada
pertanyaannya. Hal itu menunjukkan bahwa
teka-teki tersebut bersifat harfiah. Pada
umumnya bunga hanya sebagai hiasan dan
bijinya tidak dapat dimakan, tetapi dalam
pertanyaan teka-teki ini menanyakan bunga
yang bijinya dapat dimakan. Biji pada bunga
biasanya disemaikan untuk dijadikan bibit
tumbuhan baru. Namun, jawaban teka-teki
tersebut di atas menunjukkan ternyata ada
bunga yang bijinya bisa dimakan, yakni
biji bunga matahari. Bagi orang yang sudah
mengetahui bahwa biji bunga matahari
60
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015
Halaman 49 — 64
dapat dijadikan makanan tentu dapat
menjawab teka-teki tersebut, tetapi bagi
mereka yang belum mengetahui tentu tidak
dapat menjawab dengan tepat. Bagi mereka
yang baru mengetahui jawabannya, setelah
jawabannya disebutkan akan menambah
pengetahuannya bahwa biji bunga matahari
dapat dimakan. Biji bunga matahari dapat
dijadikan panganan dalam bentuk kuaci
seperti biji buah semangka yang dikeringkan
dan diasinkan sehingga dapat dimakan. Jadi,
teka-teki pada data (11) ini bersifat harfiah,
baik pertanyaan maupun jawabanya dan juga
identik, keduanya mempunyai makna apa
adanya dan tidak bersifat kiasan.
(12) Binata nuapa buluna eva jaru?
landa
‘Binatang apa yang bulunya seperti jarum?
‘Landak’
Kalimat tanya pada teka-teki (12)
merupakan pertanyaan langsung pada lawan
tutur terhadap subjek. Penanya atau orang
yang menyampaikan teka-teki bertanya
tentang binatang apa yang memiliki bulu
seperti jarum. Jawaban teka-teki tersebut
tentunya berkaitan juga dengan binatang.
Jawabannya adalah landak. Topiknya
binatang apa yang bulunya seperti jarum
merupakan pertanyaan yang bersifat harfiah
karena memang dalam kenyataannya ada
binatang yang bulunya menyerupai jarum.
Jawabannya sesuai dengan topiknya dan
binatang yang dimaksud, yakni landak
memang ada. Masyarakat Kaili atau orang
yang akan menjawab teka-teki tersebut
tentu akan mengingat-ingat dan mencari
tahu sebelum menjawab, binatang apa
yang memiliki bulu yang menyerupai
jarum. Memang sulit mencari jawabannya
karena hewan ini sangat jarang, bahkan
tidak ditemukan di Sulawesi Tengah.
Binatang ini berbentuk bulat memiliki
ISSN 0854-3283
Halaman 49 — 64
(Nursyamsi) The Use of Language’s Aspect in Traditional Riddle of Kaili Ethnic
kulit berduri panjang dan runcing. Kulit
berduri itu menyerupai jarum dan tidak
dimiliki hewan pada umumnya. Dari
pertanyaannya sudah dapat terbayang
seekor binatang yang badannya ditumbuhi
bulu seperti jarum, bentuknya tentu unik.
Bulunya yang tajam merupakan senjata
bagi dirinya untuk mempertahankan diri dan
menangkal serangan binatang buas yang akan
memangsanya. Landak termasuk binatang
langka di Indonesia. Pertanyaan teka-teki
(12) di atas bersifat harfiah demikian pula
jawabannya karena betul ada binatang yang
seperti disebutkan pada pertanyaan. Penebak
teka-teki yang tidak mengetahui sebelumnya
jawaban setelah mendengarkan jawabannya
adalah landak, dia mendapat pengetahuan
baru. Seperti diketahui bahwa fungsi tekateki dapat dijadikan sebagai media penguji
daya nalar seseorang, selain juga berfungsi
sebagai media pendidikan.
Bahasa Metaforis
Selain teka-teki yang tidak bertentangan
unsur-unsur pelukisannya bersifat harfiah ada
pula teka-teki yang tidak bertentangan yang unsurunsur pelukisannya bersifat kiasan (metafora).
Orang terkadang cenderung berpikir metaforis.
Etnis Kaili juga memiliki sifat demikian. Hal
itu disebabkan oleh kecenderungan etnik Kaili
mengemukakan sifat malu. Dengan demikian,
mereka lebih suka mengatakan sesuatu secara
tidak langsung dan mempergunakan kiasankiasan atau perlambang-perlambang untuk
mengungkapkan perasaan atau pikirannya. Jika
dirasakan kurang sopan atau bersifat cabul,
mereka menggunakan bahasa kiasan untuk
menyatakannya. Selain bahasa kiasan, gaya
bahasa atau majas perbandingan pun sering
digunakan. Hal tersebut terlihat dalam beberapa
teka-teki etnis Kaili.
Teka-teki dikatakan bersifat kiasan karena
antara jawaban (referent) dan pertanyaannya
ISSN 0854-3283
(topik) pelukisannya berbeda atau tidak
identik. Meskipun demikian, teka-teki tersebut,
bagian unsur-unsur pelukisannya tidak saling
bertentangan walaupun kadang-kadang ada
perubahan dalam hal pelukisan yang lebih
mendetail.Pelukisan dalam teka-teki biasanya
bersifat analogi. Berikut ini contoh tekateki Kaili yang pelukisannya bersifat kiasan
(metafora).
(13) Jara puti, netempa rivala.
Nuapa hai?
velu
‘Kuda putih loncat pagar’
‘Apakah itu’
‘ludah’
Pertanyaan (topik) teka-teki di atas
adalah kuda putih loncat pagar. Jawaban
atau referensinya adalah ludah. Antara
topik (kuda putih) dan referen (ludah)
secara harfiah adalah berbeda. Kuda putih
makhluk hidup berupa binatang, sedangkan
ludah benda mati. keduanya tidak identik
dan tidak ada hubungan langsung. Jika
ingin dianggap sama, teka-teki ini hanya
boleh diartikan secara metafora.Kuda putih
dan ludah sama-sama berwarna putih dan
pagar disamakan dengan deretan gigi. Kuda
putih dianalogikan dengan ludah dan pagar
dianalogikan dengan deretan gigi. Jadi, kuda
putih loncat pagar dianalogikan dengan
ludah yang keluar dari dalam mulut dengan
melompati sederetan gigi. Dengan demikian,
teka-teki ini unsur-unsur pelukisannya, baik
topik maupun referent atau jawabannya tidak
saling bertentangan dan bersifat metafora.
(14) Nepogu bulu nagaro tolare.
Nuapa hai?
out
‘Gunung meletus, berhamburan orang
kampung.’
‘Apakah itu’
‘kentut’
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015
61
Penggunaan Aspek Bahasa dalam Teka-Teki Tradisional Etnis Kaili (Nursyamsi)
Topik teka-teki (14) gunung meletus
merupakan fenomena alam yang biasa
disaksikan. Bila peristiwa alam itu terjadi
orang atau penduduk yang berada di
sekitar gunung tersebut akan berhamburan
menyelamatkan diri. Peristiwa itu sering
terjadi, seperti yang sering terjadi di
beberapa daerah di Indonesia. Contohnya,
ketika Gunung Sinabung di Karo, Sumatera
Utara meletus, penduduk yang berada di
perkampungan sekitar gunung tersebut
mengungsi untuk menyelamatkan diri.
Teka-teki tersebut sukar atau mungkin tidak
dapat dijawab oleh seseorang yang kurang
memiliki kemampuan menganalogikan
sesuatu. Antara pertanyaan (topik) dan
jawabannya tidak bersifat harfiah sehingga
akan terasa sulit menebak jawabannya.
Pertanyaan dan jawaban menggambarkan
dua aktivitas yang berbeda. Jawabannya
adalah kentut. Antara pertanyaan dan
jawaban dapat dianggap tidak bertentangan
jika kedua hal tersebut dianalogikan
dengan menggunakan metafora. Aktivitas
meletusnya gunung dianalogikan dengan
aktivitas seseorang yang berkentut. Gunung
yang meletus mengeluarkan debu panas,
lahar, dan lumpur batu yang berbahaya
bagi makhluk yang ada di sekitarnya. Hal
itu mengakibatkan orang berhamburan
untuk menghindari terkena material yang
disemburkan oleh gunung tersebut. Aktivitas
berkentut juga mengeluarkan gas berbau
busuk dari perut melalui anus, sehingga
orang yang berada di sekitar orang yang
berkentut akan lari menjauh karena tidak
tahan dengan gas berbau busuk tersebut.
Seseorang yang berkentut, baik tidak
sengaja maupun terkentut dengan tibatiba atau tanpa disengaja meskipun sudah
ditahan, menyebabkan orang yang berada
di sekelilingnya akan lari berhamburan.
Pertanyaan teka-teki di atas memang agak
62
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015
Halaman 49 — 64
sukar dijawab jika seseorang tidak pandai
membuat perbandingan dua hal yang
berbeda. Selain itu, teka-teki ini tidak terasa
kelucuannya atau kehumorannya sebelum
mendengarkan jawabannya. Biasanya bila
lawan tutur dari pembuat teka-teki sudah
menyerah, pembuat pertanyaan teka-teki
itulah yang menjawabnya. Jawaban teka-teki
tersebut adalah kentut. Ketika jawaban dari
teka-teki sudah dilontarkan dan dijelaskan
oleh pembuat atau penutur teka-teki, orang
yang mendengarkannya spontan tertawa
terbahak-bahak. Mereka baru merasakan
kelucuannya setelah jawaban teka-teki itu
diketahui. Teka-teki tersebut memang sedikit
terasa kurang sopan, tetapi teka-teki ini
hanyalah bersifat hiburan.
(15) Mama nodau, papa noroko, ngana kodi
notumangi,
Nuapa hai?
Kereta api
‘Mama menjahit, papa merokok, anak kecil
menangis.
‘Apakah itu?’
‘Kereta api’
Untuk menjawab teka-teki (15) ini,
seseorang perlu memiliki kemampuan
untuk menganalisis dan menganalogikan
sesuatu. Tidak mudah untuk menjawab
teka-teki ini, terlebih lagi benda yang
menjadi jawaban teka-teki tersebut belum
pernah ada di Sulawesi Tengah. Seseorang
biasanya mengetahui sesuatu yang berada
di sekitarnya atau yang pernah dilihatnya
atau diketahuinya.Pertanyaan teka-teki
ini menggambarkan tiga kegiatan atau
aktivitas yang biasa dilakukan oleh
manusia. Jika pertanyaannya demikian
tentu jawabannya juga berkaitan dengan
manusia. Ada tiga kegiatan berbeda yang
dilakukan secara bersama-sama tidaklah
mudah menganalogikan kegiatan tersebut
menjadi suatu jawaban. Jawaban teka-teki
ISSN 0854-3283
Halaman 49 — 64
(Nursyamsi) The Use of Language’s Aspect in Traditional Riddle of Kaili Ethnic
ini terasa sulit bagi orang yang belum
mengetahuinya. Mama menjahit biasanya
menggunakan mesin jahit, yakni mesin
untuk menjahit pakaian dan sebagainya.
Mama menjahit diibaratkan roda kereta api
yang bergerak ketika kereta mulai bergerak
jalan. Papa ketika merokok mengeluarkan
asap. Asap yang dihasilkan dari kegiatan
merokok dianalogikan dengan asap yang
keluar dari cerobong asap kereta. Suara
keras yang terdengar ketika seorang anak
menangis dianalogikan dengan suara
yang dikeluarkan kereta api ketika hendak
berjalan. Ketiga aktivitas yang dilakukan
oleh mama menjahit, papa merokok,
dan anak menangis dinalogikan dengan
menggunakan metafora atau kiasan dengan
sebuah kereta api yang mulai bergerak jalan
ditandai dengan roda bergerak, mengeluarkan
suara keras, dan mengeluarkan asap dari
cerobong.Untuk menemukan jawaban tekateki ini, seseorang tentulah harus memiliki
kepandaian membandingkan dua hal yang
berlainan dan memiliki daya nalar yang baik.
Aktivitas bergeraknya kereta api (benda
mati) dikiaskan seperti aktivitas manusia
(benda hidup), yakni mama menjahit, papa
merokok, dan adik menangis. Dengan
demikian, jawaban atau referen teka-teki ini
adalah kereta api.
tanya nuapa hai terletak pada kalimat kedua
setelah kalimat pertama dalam teka-teki. Kedua
kalimat tersebut masih saling berkaitan. Selain
kata tanya, penggunaan aspek bahasa bersifat
harfiah dan kiasan juga digunakan dalam
pertanyaan tradisional etnik Kaili. Untuk tekateki yang bersifat harfiah, pertanyaan (topik)
dan jawabannya (referent) menyatakan makna
apa adanya.Teka-teki tradisional etnik Kaili ini
bersifat identik antara pertanyaan (topik) dan
jawaban (referent). Untuk penggunaan bahasa
kiasan (metafora) dalam teka-teki, antara
pertanyaan (topik) dan jawaban (referent) tidak
identik. Meskipun menggunakan bahasa kiasan
dan tidak identik antara pertanyaan (topik) dan
jawaban (referent), teka-teki tersebut tidak
bertentangan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunvand, Jan Harold. 1968. The Study of
American Folklore, An Introduction.
New York: W. Norton and Co. Ltd.
Danandjaya, James. 2002. Foklor Indonesia:
Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-Lain.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Keraf, Gorys. 2007. Diksi dan Gaya Bahasa.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa.
SIMPULAN
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Pengkajian terhadap teka-teki tradisional
sebagai salah satu bagian dari tradisi lisan dapat Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta:
Ghalia.
dilakukan tidak hanya dari aspek bentuk,
fungsi, dan maknanya, tetapi dapat pula dikaji
dari penggunaan aspek bahasanya. Dari paparan Nitayadnya, I Wayan dkk. 2014. Pelindungan
Tradisi Lisan Etnik Kaili. Makassar: De
hasil dan pembahasan, diketahui bahwa tekaLa Macca.
teki tradisional etnis Kaili menggunakan aspek
bahasa berupa penggunaan kalimat tanya dengan _________. 2014a. Tradisi Lisan Kulawi dari
kata tanya nuapa ‘apa’ dan nuapa hai ‘apakah
Sulawesi Tengah. Makassar: De La
Macca.
itu’. Kata tanya nuapa ‘apa’ terdapat pada awal
dan tengah pertanyaan (topik) teka-teki. Kata
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian
ISSN 0854-3283
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015
63
Penggunaan Aspek Bahasa dalam Teka-Teki Tradisional Etnis Kaili (Nursyamsi)
Halaman 49 — 64
Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada Samarin, W.J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan.
University Press.
Ende, Flores: Kanisius.
Pradopo, R. Djoko. 2007. Beberapa Teori Sastra, Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik (Bagian
Metode Kritik, dan Penerapannya.
Pertama). Yogyakarta: Gadjah Mada.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik
Pusat Bahasa. 2008. Bahasa dan Peta Bahasa
Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
di Indonesia. Jakarta: Departemen
Wacana University Press.
Pendidikan Nasional.
Sugono, Dendy dkk. 2008. Kamus Besar
Rafiek. 2012. Teori Sastra: Kajian Teori dan
Bahasa Indonesia.Edisi Keempat.
Praktik. Bandung: Refika Aditama.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Gaya
dan Teknik Penelitian Sastra. Bandung:
Bahasa. Bandung: Angkasa.
Angkasa.
Wumbu, Indra B. dkk. 1986. Inventarisasi
__________. 2009. Stilistika: Kajian Puitika
Bahasa Daerah di Provinsi Sulawesi
Bahasa, Sastra, dan Budaya.Yogyakarta:
Tengah. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pustaka Pelajar.
Pengembangan Bahasa.
64
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015
ISSN 0854-3283
Download