BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Guna mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) yang merupakan harapan seluruh rakyat Indonesia, upaya-upaya yang telah dilakukan seperti tertuang dalam peraturan perundang-undangan, antara lain: (1) TAP MPR Nomor XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; (2) Undang undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; (3) INPRES Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; (4) INPRES Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; dan (5) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia. Peraturan tersebut pada hakekatnya menyatakan bahwa setiap instansi pemerintah diwajibkan mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Sistem AKIP). Tujuan mengimplementasikan sistem AKIP adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya pemerintah yang akuntabel dan terpercaya (good governance). Sistem AKIP merupakan sistem manajemen yang berorientasi pada hasil dan merupakan instrumen untuk mewujudkan instansi pemerintah menjadikan instansi yang akuntabel sehingga dapat bekerja secara efisien, efektif dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan perubahan lingkungan yang terjadi; terwujudnya transparansi instansi pemerintah; terwujudnya aspirasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional; dan terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dalam mewujudkan penerapan Sistem AKIP, ada beberapa tahapan yang harus dipenuhi, adapun tahapan tersebut setiap instansi pemerintah diharuskan membuat Rencana Strategis (Strategic Plan), Rencana Kinerja (Performance Plan), Penetapan Kinerja (Performance Agreement) serta Laporan Pertanggungjawaban Kinerja (Performance Accountability Report). LAK Departemen Perdagangan 2008 1 Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) Departemen Perdagangan Tahun 2008 dimaksudkan sebagai perwujudan kewajiban untuk pertanggungjawaban atas keberhasilan maupun hambatan dalam pelaksanaan pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam Rencana Kinerja Tahunan dan Penetapan Kinerja Tahun 2008 selain itu diharapkan dapat menjadi tolok ukur atau umpan balik untuk perbaikan kinerja Departemen Perdagangan di tahun-tahun mendatang. B. TUGAS POKOK DAN FUNGSI Sejalan dengan Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, serta berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan, maka tugas Departemen Perdagangan adalah membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang perdagangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Departemen Perdagangan menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang perdagangan; 2. Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya; 3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; 4. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya; 5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden. Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen, maka Departemen Perdagangan mempunyai kewenangan sebagai berikut: 1. Penetapan kebijakan di bidang perdagangan untuk mendukung pembangunan secara makro; 2. Penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota di bidang perdagangan; 3. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang perdagangan; 4. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang perdagangan; LAK Departemen Perdagangan 2008 2 5. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi di bidang perdagangan; 6. Penetapan pedoman pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam di bidang perdagangan; 7. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama negara di bidang perdagangan; 8. Penetapan standar pemberian ijin oleh daerah di bidang perdagangan; 9. Pengaturan ekspor impor; 10. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang perdagangan; 11. Penetapan persyaratan kualifikasi dan pengaturan usaha jasa di bidang perdagangan; 12. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang perdagangan; 13. Pengaturan sistem lembaga perekonomian negara di bidang perdagangan; 14. Kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu: a. Pengaturan persaingan usaha, penetapan standar pendaftaran perusahaan, lalu lintas barang dan jasa dalam negeri, fasilitasi pengembangan wilayah perdagangan serta pengkajian untuk mendukung perumusan kebijakan di bidang perdagangan; b. Penetapan kebijakan pelancaran, pembinaan dan pengembangan, serta pengawasan perdagangan berjangka komoditi; c. Penetapan kebijakan, pedoman dan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen, pedoman pengembangan sistem pergudangan, serta pengkajian untuk mendukung perumusan kebijakan di bidang perdagangan; d. Pelancaran dan koordinasi kegiatan distribusi bahan-bahan pokok, penetapan pedoman pengaturan lembaga perdagangan, sarana dagang dan keagenan, serta pengkajian untuk mendukung perumusan kebijakan di bidang perdagangan; e. Pengaturan, penetapan kebijakan, penyelenggaraan dan pengkajian kemetrologian untuk mendukung perumusan kebijakan di bidang perdagangan; f. Penetapan kebijakan dan koordinasi pengembangan ekspor non-migas. Adapun susunan struktur organisasi Departemen Perdagangan terdiri dari: 1. Menteri Perdagangan; LAK Departemen Perdagangan 2008 3 2. Sekretariat Jenderal; 3. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri; 4. Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri; 5. Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional; 6. Inspektorat Jenderal; 7. Badan Pengembangan Ekspor Nasional; 8. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi; 9. Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan; 10. Staf Ahli Menteri Bidang Diplomasi Perdagangan Internasional; 11. Staf Ahli Menteri Bidang Iklim Usaha Perdagangan; 12. Staf Khusus Menteri Bidang Kerjasama Internasional; 14. Staf Khusus Menteri Bidang Perdagangan Luar Negeri; 15. Staf Khusus Menteri Bidang Kerjasama Antar Lembaga. Struktur organisasi Departemen Perdagangan dapat dilihat pada lampiran 1. C. PERAN STRATEJIK ORGANISASI Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, peran stratejik Departemen Perdagangan dalam pembangunan perdagangan adalah membangun daya saing yang berkelanjutan di pasar lokal dan global. Membangun daya saing yang berkelanjutan diperlukan optimalisasi pemanfaatan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki serta kemampuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Namun, untuk mencapai hal tersebut, terdapat banyak kendala dan tantangan yang dihadapi. Tantangan tersebut kiranya dapat mempengaruhi kinerja Departemen Perdagangan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun kendala dan tantangan di bidang perdagangan yang sudah, sedang dan masih dihadapi adalah yang terkait ekspor-impor dan penguatan pasar dalam negeri. Sebagai ilustrasi, masih lemahnya kerjasama terutama di sektor produksi, transportasi dan jasa. Infrasktruktur perdagangan dinilai masih perlu dilakukan perbaikan dan penyempurnaan. Namun, hal ini tidak hanya terlepas dari peran Departemen semata. Dukungan dari instansi terkait masih belum harmonis, kebijakan Pusat dengan Daerah dan antar sektor yang masih tumpang tindih berakibat kurangnya kepastian untuk berusaha sehingga berdampak pada lambatnya pembangunan infrastruktur perdagangan dan berujung pada rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah. Sementara itu, lingkungan eksternal yang berkembang secara cepat dapat berdampak positif dengan terciptanya berbagai peluang pasar, tetapi dapat juga berdampak negatif dengan LAK Departemen Perdagangan 2008 4 munculnya berbagai tantangan/ancaman. Oleh karena itu dalam melakukan identifikasi peluang dan ancaman bagi Indonesia dikaitkan dengan kecenderungan bisnis global yang berlangsung sampai saat ini. Kecenderungan bisnis global menunjukkan beberapa hal seperti keterkaitan secara global; munculnya proteksionisme; liberalisasi perdagangan dan blok prdagangan; transnasionalisasi (perusahaan-perusahaan multinasional/MNCs) informasi; perkembangan teknologi informasi yang cepat; meningkatnya kesadaran akan nilai universal; serta munculnya isu baru non- perdagangan. Keterkaitan secara global baik dalam aspek produksi, keuangan, pemasaran, dan aspek lainnya dalam berbisnis secara global saat ini akan memberikan peluang sekaligus ancaman bagi kelangsungan bisnis dalam negeri. Munculnya proteksionisme terutama yang dilakukan oleh negara-negara maju menjadi ancaman bagi Indonesia dalam hal akses pasar produk ekspor ke negara-negara tersebut. Sedangkan liberalisasi perdagangan dan pembentukan blok perdagangan yang terus berlangsung saat ini akan menciptakan peluang dan sekaligus ancaman bagi Indonesia dalam upaya peningkatan perdagangan luar negeri. Di satu sisi liberalisasi perdagangan di dunia meningkatkan peluang pasar di luar negeri bagi barang ekspor Indonesia, namun di sisi lain juga meningkatkan akses pasar produk impor kepasaran dalam negeri karena Indonesia membutuhkan barang atau bahan baku yang tidak diproduksi di dalam negeri. Disamping itu, kecenderungan perkembangan liberalisasi perdagangan harus diamati secara proporsional, sehingga tidak merugikan kepentingan Indonesia. Berkembangnya isu-isu baru non-perdagangan seperti bioterorisme, keamanan pangan, lingkungan, perburuhan dan lain-lain juga menjadi ancaman serius bagi sektor perdagangan khususnya dalam hal akses pasar produk ekspor. Khusus kaitannya dengan terorisme, hal ini berdampak negatif kepada investasi atau iklim usaha diberbagai negara, sehingga mengganggu perkembangan ekonomi dunia secara keseluruhan termasuk Indonesia. Meskipun demikian, munculnya isuisu non-perdagangan tersebut juga dapat menjadi peluang bagi Indonesia sepanjang kita mampu menyesuaikan diri dengan berbagai aturan terkait. Munculnya raksasa ekonomi baru seperti Republik Rakyat Cina (RRC), di satu sisi merupakan peluang bagi Indonesia untuk memperluas serta menganekaragamkan tujuan ekspor. Di sisi lain munculnya raksasa ekonomi baru juga merupakan ancaman bagi produk domestik, karena di era liberalisasi ekonomi ini produk yang mempunyai daya saing tinggi akan mudah masuk ke pasar dalam negeri Indonesia. Selanjutnya, munculnya negara-negara dengan perekonomian LAK Departemen Perdagangan 2008 5 yang bertumpu pada ekspor berkembang pesat seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand merupakan tekanan terhadap produk domestik, baik di pasar internasional maupun di pasar domestik. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan bagaimana dan sejauhmana peluang dan ancaman tersebut di atas mempengaruhi sektor perdagangan Indonesia. Dari sisi internal, perbaikan kinerja manajemen Departemen juga masih dalam taraf perbaikan. Otomasi perizinan dan optimalisasi pelayanan terhadap dunia usaha menjadi masalah utama yang harus segera diselesaikan. Hal ini terkait dengan efektifitas dan efisiensi bisnis yang diharapkan mampu meningkatkan performa perdagangan dan investasi di dalam negeri. Esensi daya saing yang berkelanjutan terletak pada bagaimana menggerakkan dan mengelola seluruh potensi sumber daya yang dimiliki. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta peran serta Departemen Perdagangan, dalam rangka membangun daya saing tersebut, perlu adanya suatu sistem manajemen yang efektif dan efisien yang berbasis kinerja harus sejalan dan sinergi dengan perkembangan dinamika pembangunan perdagangan. Sesuai arah dan sasaran kebijakan, Program Pokok APBN Departemen Perdagangan Tahun 2008 meliputi: (1) Program Perlindungan Konsumen dan Pengamanan Perdagangan; (2) Program Peningkatan dan Pengembangan Ekspor; (3) Program Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri; (4) Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasional; dan (5) Program Persaingan Usaha. Untuk dilaksanakan mendukung Program pelaksanaan Penunjang Program antara lain: Pokok (1) tersebut Program di atas, Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara; (2) Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur; (3) Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi Pubik; (4) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara; (5) Program Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; (6) Program Pengembangan Standardisasi Nasional; dan (7) Program Penerapan Kepemerintahan Yang Baik. Kebijakan pembangunan nasional bidang perdagangan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009 khususnya Bab XVI tentang Peningkatan Investasi dan Ekspor non Migas dan sesuai dengan Rencana Strategis Departemen Perdagangan Tahun 2004-2009, adalah sebagai berikut: 1. Meningkatnya efisiensi pelayanan ekspor-impor, kepelabuhanan, kepabeanan, dan administrasi (verifikasi dan restitusi) perpajakan. LAK Departemen Perdagangan 2008 6 Di bidang perdagangan luar negeri, langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh dalam upaya peningkatan ekspor non migas, antara lain: a. Fasilitasi perdagangan luar negeri, yang dilakukan melalui peningkatan kelancaran arus barang, dan pengurangan ekonomi biaya tinggi; b. Pelaksanaan National Single Window (NSW); c. Penerapan strategi pengembangan ekspor melalui pendekatan produk/sektor dan pendekatan pasar; d. Peningkatan akses pasar dan promosi produk ekspor, antara lain melalui: partisipasi pada pameran dagang di luar negeri; e. Peningkatan efektivitas perundingan kerjasama perdagangan internasional. 2. Meningkatnya pertumbuhan ekspor secara bertahap Pada tahun 2005, nilai ekspor tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekspor migas adalah sebesar 22,9 persen dan ekspor nonmigas adalah sebesar 18,8 persen, dengan nilai ekspornya masingmasing mencapai US$ 19,2 miliar dan US$ 66,4 miliar. Pada tahun 2006, nilai ekspor tumbuh sebesar 17,7 persen. Ekspor nonmigas pada tahun 2006 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 19,8 persen atau mencapai nilai sebesar US$ 79,6 milyar. Berdasarnya sektornya, pertumbuhan ekspor pertambangan yang sebesar 40,8 persen merupakan yang tertinggi di antara ekspor pertanian dan manufaktur yang masing-masing hanya sebesar 16,8 persen dan 17,0 persen. Selama tahun 2007 ekspor nonmigas Indonesia masih tumbuh cukup tinggi. Nilai ekspor total Indonesia pada tahun 2007 tumbuh sebesar 13,1 persen atau mencapai US$ 114,0 miliar, yang terdiri dari ekspor migas sebesar US$ 22,1 miliar atau meningkat 4,0 persen dan ekspor nonmigas sebesar US$ 92,0 miliar atau meningkat 15,6 persen dibandingkan tahun 2006. Selama tahun 2007, nilai ekspor non migas untuk 10 (sepuluh) golongan komoditas, seperti: lemak dan minyak hewan/nabati, mesin peralatan listrik, bahan bakar mineral, karet dan barang dari karet, bijih kerak dan abu logam, mesin-mesin/pesawat mekanik, kertas/karton, pakaian jadi bukan rajutan, kayu, barang dari kayu, serta tembaga, meningkat sebesar 15,71 persen dibanding tahun 2006. Kontribusinya terhadap total ekspor nonmigas mencapai 58,01 persen. Pada tahun 2008 (Januari-Nopember), nilai ekspor nonmigas tumbuh pada angka yang cukup tinggi, yaitu sebesar 20,18 persen (y-o-y). Angka ini di atas rata-rata pertumbuhan selama kurun waktu 2005-2007, yaitu sebesar 17,7 persen. Pertumbuhan nilai ekspor nonmigas tahun 2008 terutama didorong oleh LAK Departemen Perdagangan 2008 7 kenaikan ekspor komoditas pertanian yang tumbuh sebesar 38,3 persen dan kenaikan ekspor komoditas manufaktur yang tumbuh sebesar 18,9 persen serta komoditas pertambangan dan lainnya yang tumbuh sebesar 22,6 persen. Kenaikan nilai ekspor tersebut selain disebabkan oleh adanya kenaikan harga juga didorong oleh kenaikan volume ekspor. 3. Meningkatnya efisiensi dan efektivitas sistem distribusi nasional, tertib niaga, dan kepastian berusaha a. Perdagangan Dalam Negeri Terkait pengamanan pasar dalam negeri dan perlindungan konsumen, capaian penting yang telah diraih adalah: meningkatnya pemahaman masyarakat dan aparat terkait terhadap peraturan perlindungan konsumen; terbentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM); Tersedianya tenaga Penyidik Pegawai Negeri Sipil-Perlindungan Konsumen (PPNSPK) dan tenaga Petugas Pengawas Barang Beredar dan Jasa (PPBJ); diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan SNI Wajib terhadap Barang dan Jasa yang diperdagangkan; melakukan pengawasan perdagangan berjangka komoditas. b. Persaingan Usaha Di bidang persaingan usaha, beberapa pencapaian yang telah diperoleh, antara lain adalah: melakukan penyusunan guideline terkait beberapa pasal pada UU No. 5 Tahun 1999 dan kajian lanjutan persiapan amandemen UU No. 5 Tahun 1999 yaitu mengenai kelembagaan KPPU dan tata cara penanganan perkara serta kajian kebijakan persaingan usaha Indonesia di forum internasional. LAK Departemen Perdagangan 2008 8 BAB II RENCANA STRATEJIK A. RENCANA STRATEJIK Rencana Stratejik (RENSTRA) Departemen Perdagangan 2004-2009 merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 yang disusun sebagai implementasi pelaksanaan kebijakan dan program bagi pembangunan perdagangan selama periode 2004-2009 yang menjadi tugas pokok dan fungsi Departemen Perdagangan. Rencana Stratejik ini disusun dengan mempertimbangkan perkembangan lingkungan stratejik baik dilingkungan internal maupun lingkungan eksternal yang saling berpengaruh dalam penyelenggaraan pembangunan perdagangan. Departemen Perdagangan berperan dalam pertumbuhan ekonomi nasional, pengendalian inflasi, peningkatan penerimaan devisa dari ekspor, penciptaan lapangan kerja dan pengembangan ekonomi regional. Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta amanat INPRES Nomor 7 Tahun 1999 dan berakhirnya pelaksanaan anggaran 2008, maka perlu disusun Laporan Akuntabilitas Kinerja sebagai wujud pertanggungjawaban dalam pencapaian visi dan misi yang tercermin dalam Rencana Stratejik Departemen Perdagangan. Adapun visi, misi, tujuan, dan sasaran yang telah ditetapkan dalam Renstra dimaksud adalah sebagai berikut: VISI Dalam rangka menentukan cita-cita dan citra yang ingin dicapai dalam jangka menengah dan panjang, Departemen Perdagangan menetapkan visi tahun 2004-2009 yaitu: “Terwujudnya sektor perdagangan sebagai penggerak utama peningkatan daya saing bangsa dan kesejahteraan rakyat Indonesia”. MISI Di dalam proses mewujudkan visi, Departemen Perdagangan mengemban misi yaitu: 1. Meningkatkan kelancaran distribusi, penggunaan produk dalam negeri, perlindungan konsumen dan pengamanan perdagangan. LAK Departemen Perdagangan 2008 9 2. Memaksimumkan keuntungan daya saing bangsa Indonesia dari perdagangan global. 3. Mewujudkan pelayanan publik yang prima dan good governance. 4. Meningkatkan peran penelitian dan pengembangan, dan proses konsultasi publik dalam pengambilan keputusan di sektor perdagangan. TUJUAN Membangun perdagangan yang mampu menjawab tantangan globalisasi ekonomi, mengantisipasi perkembangan dan perubahan lingkungan serta persaingan global yang cepat merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara. Dengan demikian fokus dari strategi pembangunan perdagangan di masa depan adalah membangun daya saing yang berkelanjutan di pasar global. Terkait hal tersebut, tujuan yang ingin dicapai adalah: 1. Menekan ekonomi biaya tinggi dengan deregulasi, debirokratisasi, dan transparansi, pelayanan publik yang prima dan meningkatkan sarana dan prasarana perdagangan. 2. Meningkatkan ekspor non-migas dan mewujudkan Indonesia menjadi negara pemasok produk berkualitas dan bernilai tambah tinggi. 3. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor perdagangan serta mengamankan ketersediaan barang kebutuhan pokok dan strategis. 4. Menciptakan persaingan usaha yang sehat dan perlindungan konsumen, dan mengembangkan kemitraan usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar. 5. Mewujudkan pengelolaan resiko harga, pembentukan harga yang transparan dan menyediakan sarana alternatif pembiayaan bagi dunia usaha. SASARAN Sasaran pembangunan perdagangan yang ingin dicapai selama periode 2004- 2009 meliputi : 1. Meningkatnya pelayanan prima kepada dunia usaha melalui penyederhanaan prosedur, transparansi kebijakan dan penerapan teknologi informasi serta meningkatnya peran lembaga, sarana dan instrumen perdagangan. 2. Meningkatnya daya saing berkelanjutan di pasar global melalui akses dan penetrasi pasar; kemitraan strategi global yang melibatkan perusahaanperusahaan nasional; penciptaan merek dagang yang dapat menerobos pasar global. LAK Departemen Perdagangan 2008 10 3. Terwujudnya diversifikasi negara tujuan ekspor non-migas dan jumlah komoditi/produk yang diekspor serta peningkatan kualitas dan kuantitas pelaku ekspor yang didukung oleh jaringan pemasaran global dan melibatkan perusahaan-perusahaan nasional. 4. Meningkatnya kemampuan market intelligence dan negosiasi serta meningkatnya kualitas pelayanan dan kuantitas lembaga promosi di luar negeri. 5. Meningkatnya kemampuan early warning system, pengamanan perdagangan luar negeri (trade defence dan trade diplomacy). 6. Terwujudnya sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien melalui pembangunan sarana dan prasarana perdagangan. 7. Terwujudnya sistem keamanan pasar dalam negeri yang menyangkut keselamatan, kesehatan dan lingkungan serta kepentingan industri dalam negri, meningkatnya tertib ukur dan terwujudnya pemberdayaan konsumen serta pemberdayaan produksi dalam negeri. 8. Termanfaatkannya secara optimal kegiatan pengelolaan resiko harga, pembentukan harga dan alternatif pembiayaan dalam rangka mendukung kegiatan dunia usaha. KEBIJAKAN Pembangunan perdagangan mengacu kepada amanat pembangunan bangsa yang termuat dalam konstitusi, dengan menganut azas-azas yang diletakkan untuk menjamin terpenuhinya aspirasi kemajuan ekonomi, budaya, teknologi dan keamanan, demi keberlanjutan eksistensi bangsa, dan kemajuan kesejahteraan rakyat, dan generasi bangsa dimasa depan. Berdasarkan amanat konsitusi tersebut, pembangunan sektor perdagangan harus mampu ikut menyumbang tercapainya berbagai keinginan dalam aspek-aspek sebagai berikut: 1. Secara ekonomis, pembangunan sektor perdagangan nasional harus mampu memberikan kontribusi nyata dalam peningkatan kesejahteraan materiil bagi masyarakat luas secara adil dan merata serta pemantapan otonomi daerah. 2. Secara kultural, pembangunan sektor perdagangan harus mampu ikut membangun karakter budaya bangsa yang kondusif dalam rangka terwujudnya masyarakat modern yang tetap berpegang kepada nilai-nilai luhur bangsa dan iman-taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 3. Secara teknologis, pembangunan sektor perdagangan harus mampu menjadi wahana peningkatan kemampuan inovasi bangsa dibidang teknologi dan LAK Departemen Perdagangan 2008 11 manajemen, sebagai ujung tombak pembentukan daya saing nasional menghadapi era globalisasi/ liberalisasi ekonomi dunia. Dalam upaya menumbuh-kembangkan dan mengantisipasi berbagai kendala yang sedang dan akan dihadapi dalam era perdagangan bebas ini, maka strategi pembangunan sektor perdagangan dalam jangka pendek dan menengah adalah meningkatkan kinerja ekspor non migas, dengan menurunkan ekonomi biaya tinggi, memperlanar arus barang dan jasa dengan meningkatkan efisiensi distribusi, meningkatkan daya saing komoditi ekspor, memberikan dukungan bagi pengembangan sektor lainnya seperti sektor pertanian, kelautan, kehutanan, pertambangan dan industri. Strateji tersebut diarahkan pula untuk pengembangan produk yang memiliki keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komperatif, meningkatkan produktivitas dan penguasaan teknologi, meningkatkan sumberdaya manusia yang berwawasan global, mengembangkan kualitas produk sesuai standar internasional dan mengembangkan disain Indonesian Brand Image. Strateji ini dalam jangka pendek dijabarkan ke dalam beberapa kebijakan yaitu: (i) menurunkan ekonomi biaya tinggi; (ii) memperlancar arus barang dan jasa dengan meningkatkan efisiensi distribusi; (iii) meningkatkan daya saing komoditi ekspor; dan (iv) memberikan dukungan bagi pengembangan sektor prioritas. Kebijakan pembangunan perdagangan dalam jangka menengah diprioritaskan untuk mengembangkan produk yang memiliki keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif; meningkatkan produktivitas dan penguasaan teknologi; meningkatkan sumber daya manusia yang berwawasan global, meningkatkan kualitas sesuai standar internasional dan mengembangkan disain yang mengarah pada Indonesian brand image, serta mewujudkan Indonesia Incorporated. Dengan melakukan langkah-langkah tersebut di atas diharapkan dapat menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif sehingga dapat menarik bagi investor asing maupun investor dalam negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia Dalam jangka panjang, mewujudkan lingkungan kondusif di sektor perdagangan yang mampu memacu daya saing yang berkelanjutan, memperlancar arus barang, mendukung peningkatan penguasaan desain dan teknologi, penciptaan lapangan kerja serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Dalam rangka mewujudkan pembangunan perdagangan tersebut diatas, strateji pembangunan sektor perdagangan pada hakekatnya dilakukan dengan LAK Departemen Perdagangan 2008 12 pendekatan penciptaan sistem perdagangan secara terintegrasi dan efisien melalui pengelolaan permintaan (management demand) pasar, baik pasar dalam negeri maupun luar negeri dengan memanfaatkan secara optimal pengelolaan sumber daya (management resources) yang dimiliki di dalam negeri. Hal ini perlu didukung dengan pengelolaan jaringan (management network) yang efisien dan efektif, pengembangan instrumen perdagangan yang menciptakan iklim usaha kondusif, pengembangan kelembagaan jasa di sektor perdagangan serta pembangunan infrastruktur, baik fisik maupun non fisik yang memadai. Kebijakan dalam strategi operasional diarahkan sebagai berikut: 1. Menata aturan yang jelas, pemangkasan birokrasi dalam prosedur perijinan dan pengelolaan usaha dengan prinsip transparansi dan tata kepemerintahan yang baik (good governance). 2. Menata aturan yang jelas peningkatan efisiensi waktu dan biaya administrasi. 3. Pengembangan kapasitas lembaga publik dan aparat pelaksananya. 4. Memperkuat daya saing di pasar global. 5. Mempertahankan dan meningkatkan akses dan penetrasi pasar ke pasar tradisional mapun non-tradisional. 6. Meningkatkan kemampuan kantor perwakilan perdagangan di luar negeri dan kualitas pelayanan serta pembukaan kantor baru dinegara/kawasan mitra dagang. 7. Meningkatkan kinerja diplomasi perdagangan internasional, baik untuk negara maju maupun negara berkembang. 8. Memperkuat kelembagaan pengamanan perdagangan internasional (safeguard dan anti dumping) serta kelembagaan hamonisasi tarif. 9. Mengembangkan prasarana distribusi tingkat regional dan prasarana sub-sistem distribusi didaerah tertentu (kawasan perbatasan dan daerah terpencil) dan sarana penunjang perdagangan melalui pengembangan jaringan informasi produksi dan pasar serta perluasan pasar lelang lokal dan regional. 10. Harmonisasi kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, penyederhanaan prosedur, perinjinan yang menghambat kelancaran arus barang dan jasa serta pengembangan kegiatan jasa perdagangan. 11. Memperkuat kelembagaan perlindungan konsumen, kemetrologian dan kelembagaan persaingan usaha dan kelembagaan perdagangan lainnya. 12. Meningkatkan efektivitas pelaksanaan perlindungan konsumen, tertib ukur dan memperkuat sistem pengawasan barang dan jasa. LAK Departemen Perdagangan 2008 13 13. Memperkuat kelembagaan bursa berjangka komoditi serta mengembangkan alternatif pembiayaan. B. RENCANA KERJA Sebagai penjabaran lebih lanjut dari rencana stratejik Departemen Perdagangan, telah disusun rencana kerja yang mempresentasikan nilai kuantitatif yang dilekatkan pada setiap indikator kinerja baik pada tingkat sasaran stratejik maupun tingkat kegiatan. Hal dimaksud merupakan benchmark bagi proses pengukuran keberhasilan organisasi yang dilakukan setiap akhir periode pelaksanaan tahunan. Secara umum, kinerja Departemen Perdagangan terangkum dalam 4 (empat) Program Prioritas Departemen yaitu peningkatan investasi, 10 Produk Utama, 10 Produk Potensial dan 3 Jasa Perdagangan, Pembinaan UKM Perdagangan, dan Capacity/Institutional Building dan Public Education. Adapun penjelasan dari keempat program prioritas beserta sasarannya yang tercantum di dalam penetapan kinerja (lampiran 2) Departemen dapat dilihat garis besarnya sebagai berikut: 1. Peningkatan Investasi, dengan sasaran yang dicapai adalah: a. meningkatnya pelayanan perijinan perdagangan untuk mendorong tumbuhnya investasi dengan target kinerja yang ditetapkan adalah 100 persen, yang diuraikan kedalam beberapa indikator seperti pelayanan penerbitan SIUP, otomasi penerbitan SKA, sistim otomasi penerbitan lisensi impor di Dinas dan jenis perijinan yang dilayani secara elektronik. Pada upaya pencapaian sasaran dimaksud, utamanya adalah terkait dengan upaya penyederhanaan prosedur perijinan. Perijinan adalah salah satu instrumen penting dalam upaya peningkatan investasi, karena dengan adanya perijinan yang jelas dan transparan, baik secara langsung maupun tidak langsung, akan memberikan pengaruh yang positif dalam kepastian berusaha yang dibutuhkan oleh para investor. b. tersusunnya kebijakan yang berpihak kepada konsumen, petani, industri dalam negeri dan lingkungan dengan target kinerja yang ditetapkan adalah 7 (tujuh) kebijakan dengan target penerbitan 12 (dua belas) Permendag terkait dengan harga patokan ekspor. Kebijakan tersebut diharapkan dapat menjadi instrumen penting perdagangan dalam melindungi kemampuan pasar dalam negeri, sehingga dapat memacu dan memperkuat perekonomian nasional. Dengan kuatnya fundamental perekonomian nasional yang ditopang oleh LAK Departemen Perdagangan 2008 14 kebijakan yang mendukung kepastian berusaha, maka tentunya akan memberikan citra positif yang berdampak pada penguatan investasi. c. terciptanya persaingan usaha yang tertib, teratur, wajar, dan efisien. Jaminan kepastian usaha dibutuhkan oleh para pengusaha dalam menjalankan usahanya di dalam negeri. Tingkat kenyamanan dan kepastian dalam berusaha merupakan faktor penting dalam meningkatkan investasi, disamping iklim usaha yang kondusif juga memiliki pengaruh yang positif. Persaingan usaha disini juga meliputi upaya Departemen dalam meningkatkan iklim investasi di bidang perdagangan berjangka komoditi (PBK), pasar lelang (PL) dan sistim resi gudang (SRG). Sebagai ilustrasi, dibidang perdagangan berjangka komoditi, ditargetkan 50 perusahaan dapat diproses ijin usahanya dengan tetap dilakukan pemantauan dan evaluasi pelaku usaha PBK. 2. 10 Produk Utama, 10 Produk Potensial dan 3 Jasa Perdagangan, dengan sasaran yang dicapai adalah: a. meningkatnya daya saing produk dalam negeri dan penggunaan produk dalam negeri. Upaya pencapaian sasaran ini terkait dengan peningkatan akses pasar dan usaha waralaba lokal baik di dalam maupun di luar negeri dengan target 86 unit. Akses pasar dimaksud meliputi partisipasi pelaku usaha pada siding/expo internasional di dalam/luar negeri. Selain itu, upaya tersebut tentunya harus dibarengi dengan penyebaran informasi terkait dengan mutu dan kualitas produk dalam negeri. Dengan target penyebaran informasi terkait dengan produk dalam negeri di 23 daerah, diharapkan akan berdampak pada meningkatnya kecintaan warga negara Indonesia akan barang-barang hasil produksi dalam negeri. b. memberdayakan pasar tradisional serta pedagangnya. Sarana dan prasarana perdagangan (dalam hal ini pasar) merupakan faktor penting dalam perluasan akses ekonomi terhadap masyarakat. Kualitas pasar tradisional memberikan dampak yang baik dalam meningkatkan aktifitas ekonomi di lingkungan sekitar. Disamping itu, pemberdayaan pasar tidak hanya terkait dengan sarana fisik pasarnya saja, namun yang juga terkait dengan pedagang dan pengelolanya. Pelatihan bagi pedagang dan pengelola pasar tersebut rencananya akan dilakukan sebanyak 2 (dua) aktifitas yang tentunya terbagi ke dalam beberapa wilayah. Kemudian, dengan target pembangunan pasar-pasar tradisional sebanyak 101 unit di seluruh pelosok Indonesia yang ditentukan, diharapkan akan meningkatkan LAK Departemen Perdagangan 2008 15 pengembangan 10 produk utama, 10 produk potensial dan 3 jasa perdagangan. c. meningkatkan kualitas dan kuantitas informasi pasar dan produk ekspor non migas Indonesia dan meningkatnya kualitas pelayanan dan kuantitas lembaga promosi di luar negeri dengan target kinerja yang ditetapkan adalah 13 kelompok produk dan 5 negara. Diseminasi hasil market intelligence, yang ditargetkan direncanakan di 10 daerah, selanjutnya akan dipergunakan untuk pengembangan 10 produk utama, 10 produk unggulan, dan 3 jasa perdagangan. Selain itu, juga direncanakan upaya dalam meningkatkan kerjasama antar lembaga melalui kerjasama strategis dibidang ekspor. d. meningkatnya citra produk di pasar global. Upaya peningkatan citra produk di pasar global direncanakan dilakukan dengan penyebaran informasi ke negara pesaing terutama yang terkait dengan penyebaran image produk Indonesia. Salah satu upayanya adalah dengan penyebaran informasi melalui media elektronik dengan target 4 (empat) kali tayang. e. meningkatnya minat pengusaha yang memanfaatkan PBK sebagai sarana lindung nilai, para petani dan pedagangan yang memanfaatkan PL sebagai sarana pembentukan harga yang transparan serta SRG sebagai alternatif pembiayaan dengan target kinerja yang ditetapkan adalah 100 persen. 3. Pembinaan UKM Perdagangan, dengan sasaran yang dicapai adalah: a. meningkatnya usaha dan eksistensi usaha kecil di bidang perdagangan melalui pemberdayaan dan bantuan sarana usaha. Bantuan kepada UKM melalui pemberdayaan meliputi pelatihan ekonomi swadaya mandiri yang diharapkan dapa mendorong UKM untuk mengedepankan aspek penciptaan branding dan packaging yang memiliki daya saing. Disamping itu, bantuan sarana usaha UKM perdagangan termasuk didalamnya cold storage, cool box, pabrik es, tenda jualan, dan gerobak jualan dengan target 7.603 unit. Kemudian, dengan target sasaran 390 UKM (termasuk dalam 19 propinsi) direncanakan dapat diidentifikasi masalah perpasaran dan kemitraan UKM, serta bertambahnya pengetahuan manajerial para pengusaha UKM. Sehingga secara keseluruhannya ditargetkan UKM perdagangan di Indonesia dapat mengembangkan potensi yang ada untuk menembus pasar modern maupun pasar luar negeri, yang tentunya dengan didukung oleh mutu dan kualitas produk yang ditawarkan. b. meningkatkan daya saing berkelanjutan di pasar global melalui akses dan penetrasi pasar; kemitraan strategi global yang melibatkan perusahaan- LAK Departemen Perdagangan 2008 16 perusahaan nasional. Dalam upaya pencapaian sasaran ini, ditargetkan 50 UKM dapat terpilih untuk berpartisipasi pada Trade Expo dan ditargetkan pula akan terjaring 10 (sepuluh) perusahaan sebagai pemenang disain terbaik (Indonesia Good Design Selection). Hal tersebut juga terkait dengan upaya meningkatkan citra produk dan jasa Indonesia (Indonesia Design Power) dengan target 2.000 merek/produk UKM terdaftar di Ditjen HaKI. 4. Capacity/Institutional Building dan Public Education, dengan sasaran yang dicapai adalah: a. terwujudnya perangkat hukum melalui pembentukan, perubahan, penyederhanaan hukum melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dengan target kinerja yang ditetapkan adalah 1 (satu) Rancangan Undangundang tentang Perdagangan. Namun, dalam kaitannya dengan upaya pembentukan legalitas hukum Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), ditargetkan pula penyelesaian Rancangan Undang-undang tentang KEK. b. meningkatkan pelayanan dan bantuan informasi bagi masyarakat di bidang perdagangan. Hal ini terkait dengan penyebaran informasi baik komersial maupun non-komersial dalam upaya penciptaan institutional building Departemen. Penyebaran informasi komersial meliputi publikasi kebijakan sektor perdagangan melalui media cetak (majalah, jurnal, brosur, guntingan pers, artikel, dan buku) dan media elektronik (TV dan radio), dengan target 40 kegiatan Sedangkan yang non-komersial termasuk didalamnya penyebaran informasi kebijakan sektor perdagangan melalui sosialisasi, workshop dan dialog, dengan target 11 kegiatan. Meningkatnya pemahaman masyarakat/pelaku usaha tentang standardisasi bidang perdagangan dengan target kinerja yang ditetapkan adalah 650 pelaku usaha; c. meningkatnya pemahaman masyarakat/pelaku usaha tentang standardisasi bidang perdagangan. Peran standardisasi bidang perdagangan sangat penting dalam menunjang sektor perdagangan secara keseluruhan. Upaya perbaikan mutu dan peningkatan daya saing tentu diawali oleh penciptaan suatu standar yang baik dan berkualitas, yang dapat dijadikan acuan bagi pengembangan suatu produk. Dengan adanya standar bagi produksi barang dalam negeri, dapat menigkatkan mutu dan kualitas produk Indonesia itu sendiri. Pada tahun kerja 2008, ditargetkan 13 (tiga belas) dinas perindag propinsi dapat berpartisipasi aktif pada kegiatan sosialisasi standardisasi dengan melibatkan 650 pelaku usaha. Selain itu, ditargetkan 22 Balai Pengujian Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) daerah dan lembaga terkait LAK Departemen Perdagangan 2008 17 dapat meningkatkan perannya dalam meningkatkan peran standardisasi bidang perdagangan dalam menunjang aktifitas ekonomi nasional secara keseluruhan. d. terwujudnya SDM Aparatur berpendidikan dan SDM pelaku usaha yang mempunyai kemampuan teknis. Pentingnya peran SDM, baik aparatur maupun pelaku usaha, merupakan faktor krusial dalam mengelola dan meningkatkan peran sektor perdagangan. Secara internal, ditargetkan 48 orang SDM Aparatur dapat memiliki rintisan gelar S2 dan S3 sehingga diharapkan mampu untuk berperan lebih aktif dalam meningkatkan peran sektor perdagangan. Sedangkan SDM yang terkait dengan bidang kemetrologian, pemberdayaan perlindungan konsumen, dan pengawasan barang beredar dan jasa, yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan menguasai teknologi pengujian UTTP terbaru sebanyak 120 orang dan meningkatnya pengetahuan penyelenggara perlindungan konsumen sebanyak 212 orang. Untuk SDM pelaku usaha diharapkan dapat meningkatkan kemampuan teknis berusaha (beserta manajerialnya) dengan target 280 orang. LAK Departemen Perdagangan 2008 18 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. PERKEMBANGAN SEKTOR PERDAGANGAN TAHUN 2008 Penilaian capaian kinerja Departemen Perdagangan tahun 2008 juga dapat dilihat dari kontribusi sektor perdagangan terhadap ekonomi nasional. Kontribusi tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional. Walaupun pertumbuhan ekonomi global cenderung mengalami penurunan dan tekanan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas perekonomian nasional, namun kinerja sektor perdagangan terhadap perekonomian nasional relatif tetap stabil, bahkan di beberapa area mengalami tetap mengalami pertumbuhan yang positif. Adapun kinerja sektor perdagangan meliputi peranan sektor perdagangan terhadap produk domestik bruto (PDB), perkembangan ekspor dan impor, kontribusi terhadap total investasi (penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing), pengaruh fluktuasi inflasi, dan kontribusi penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan. 1. Kontribusi Sektor Perdagangan terhadap PDB Selama kurun waktu tahun 2008, Departemen Perdagangan bersama dengan seluruh instansi pemerintahan bidang perdagangan di daerah berupaya untuk semakin meningkatkan peranan sektor perdagangan dalam memberikan kontribusinya terhadap PDB keseluruhan. Sesuai dengan tabel 3.1, kontribusi sektor perdagangan tahun 2008 terhadap PDB mengalami peningkatan sebesar 7,23 persen dari tahun sebelumnya, atau melampaui tingkat pertumbuhan nasional 2008. Meningkatnya pertumbuhan sektor perdagangan tersebut merupakan cerminan efektifnya kebijakan-kebijakan di sektor perdagangan dalam menstimulus kinerja perdagangan secara nasional. Disamping itu, dengan adanya kegiatan yang lebih mengedepankan kualitas jasa perdagangan memberikan pengaruh yang positif terhadap meningkatnya kontribusi sektor perdagangan. Walaupun secara global, kondisi perekonomian dunia sedang mengalami tekanan yang sangat kuat, namun kuatnya fondasi perekonomian Indonesia yang tentunya ditopang dengan semakin membaiknya infrastruktur perdagangan telah memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagai tambahan, salah satu sasaran LAK Departemen Perdagangan 2008 19 Renstra Departemen Perdagangan yang lebih menitikberatkan pada distribusi yang efektif dan efisien semakin menunjukkan kinerja positif dan sesuai dengan target yang diharapkan, walaupun senantiasa terus dikembangkan, terutama dalam memperkuat struktur perekonomian nasional. Tabel 3.1 Kontribusi Terhadap PDB Tahun 2008 Menurut Lapangan Usaha (dalam Rp milyar) Tahun Pertumb. Lapangan Usaha 2006 2007 1. Pertanian 253.882 262.403 271.401 284.338 4,77 2. Pertambangan 165.223 168,032 171.422 172.300 0,51 3. Industri 491.561 514.100 538.085 557.766 3,66 4. Listrik, Gas & Air 11.584 12.251 13.517 14994,0 10,93 5. Bangunan 103.598 112.234 121.901 130.816 7,31 6. Perdagangan 293.654 312.519 338.807 363.314 7,23 - Sub sektor Perdagangan 241.887 257.845 280.486 301.498 7,49 - Sub sektor Hotel & Restoran 51.767 54.673 58.321 61.816 5,99 7. Angkutan 109.262 124.809 142.327 166.077 16,69 8. Keuangan 161.252 170.074 183.659 198.800 8,24 9. Jasa 160.799 170.705 181.972 193.701 6,45 1.750.815 1.847.127 1.963.092 2.082.104 6,06 Total 2008 08/'07 (%) 2005 Keterangan: Atas Dasar Harga Konstan 2000. Sumber: BPS. 2. Perkembangan Ekspor dan Impor Perkembangan ekspor selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan, sebagaimana tersaji pada tabel 3.2. Ekspor non migas mencapai tren positif sebesar 18 persen yang melampaui tren ekspor migas dan total ekspor. Sesuai dengan salah satu sasaran Departemen yang memfungsikan dalam peningkatan daya saing dalam rangka memacu kinerja ekspor non migas, Departemen Perdagangan senantiasa mengeluarkan kebijakan yang mampu meningkatkan kinerja ekspor. Disamping itu, upaya Departemen juga turut berpartisipasi aktif dalam memberikan masukan mengenai infrastruktur yang terkait dengan kegiatan ekspor dan impor, diantaranya jalur transportasi ekspor, perbaikan pelayanan, dan memperbaiki sinergi antar pelaku ekspor dan instansi. Sebagai ilustrasi, nilai ekspor non migas tahun 2008 telah menembus angka US$ 100 miliar. Hal ini ditandai dengan upaya aktif Departemen Perdagangan dalam membantu dunia usaha (khususnya di sektor riil) dengan peningkatan manajemen berupa pelatihan-pelatihan dan upaya penetrasi pasar di luar negeri. Disamping itu, kinerja perwakilan perdagangan di luar negeri LAK Departemen Perdagangan 2008 20 semakin menopang akses dunia usaha domestik dalam memasarkan produknya di pasar luar negeri. Tabel 3.2 Perkembangan Ekspor Impor Migas dan Non Migas Tahun 2003 s.d 2008 (dalam US$ Juta) Trend Perub.(%) 20032007 ‘08/'07 Uraian 2003 2004 2005 2006 2007 2008**) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Ekspor 61.058,2 71.584,6 85.660,0 100.798,6 114.100,9 128.090,9 16,9 24,17 1. Migas 13.651,4 15.645,3 19.231,6 21.209,5 22.088,6 27.637,1 12,8 41,21 2. Non Migas 47.406,8 55.939,3 66.428,4 79.589,1 92.012,3 100.453,8 18,0 20,18 Impor *) 32.550,7 46.524,5 57.700,9 61.078,1 74.473,4 98.684,6 23,0 45,91 1. Migas 7.610,9 11.732,0 17.457,7 18.975,1 21.932,8 29.195,1 30,3 49,60 2. Non Migas 24.939,8 34.792,5 40.243,2 42.103,0 52.540,6 69.489,5 20,5 44,41 Total 93.608,9 118.109,1 143.360,8 161.876,7 188.574,3 226.775,5 19,1 32,78 1. Migas 21.262,3 27.377,3 36.689,3 40.184,6 44.021,4 56.832,2 20,0 45,40 2. Non Migas 72.346,6 90.731,8 106.671,6 121.692,1 144.552,9 169.943,3 18,9 29,03 Sumber: BPS, diolah Dep Perdagangan. Ket: *) Impor di luar Kawasan Berikat **) Jan-Nop Secara tegas Departemen Perdagangan lebih memfokuskan peningkatan dan pengembangan ekspor. Namun, Departemen Perdagangan juga berupaya untuk memacu impor yang berorientasi pada pembangunan perekonomian nasional, khususnya impor non migas. Sebagaimana tersaji pada tabel 3.2, nilai impor non migas tahun 2008 mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, sebesar 44,41 persen. Menurut BPS, komposisi impor non migas ini lebih didominasi pada produk elektronika dan kimia dasar. Sementara itu, tren impor non migas selama kurun waktu 2003 s.d 2007 mengalami peningkatan yang tajam yaitu sebesar 20,5 persen. Impor non migas sebagai penopang total impor senantiasa digunakan untuk mengembangkan produk domestik itu sendiri. Namun, tingginya nilai impor bukan berarti produk luar negeri lebih baik dibanding produk sendiri, akan tetapi peningkatan tersebut terjadi karena mulai membaiknya kinerja ekonomi dalam negeri sehingga tingkat persaingan produk pun semakin tinggi. Disamping itu, produk-produk impor dapat digunakan sebagai bahan penunjang untuk produk lain yang memiliki kualitas tinggi atau untuk dibuat suatu produk dengan nilai tambah yang tinggi. LAK Departemen Perdagangan 2008 21 3. Perkembangan Investasi Sektor Perdagangan Tahun 2008 ditandai dengan membaiknya iklim investasi sektor perdagangan yang semakin membaik. Seperti yang tersaji pada gambar 3.1, jumlah izin usaha tetap untuk investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) sektor perdagangan dan reparasi adalah sebanyak 14 buah dengan nilai realisasi investasi sebesar Rp 594,8 miliar. Apabila dilihat dari tahun 2005, perkembangan realisasi investasi PMDN mengalami peningkatan yang sangat signifikan dengan tren sebesar 86,36 persen atau meningkat lebih dari enam kali. Salah satu program prioritas Departemen Perdagangan yaitu Peningkatan Investasi, secara langsung maupun tidak langsung telah menstimulasi kinerja investasi di dalam negeri. Telah disempurnakannya Undang-undang Penanaman Modal disinyalir telah berpengaruh pada peningkatan investasi sektor perdagangan. Sedangkan, hal sebaliknya terjadi pada sektor lainnya seperti hotel dan restoran. Kendati mengalami pertumbuhan sebesar 86,84 persen, namun dalam dari tahun 2005 tren realisasi investasi PMDN sektor dimaksud mengalami penurunan sebesar 3,92 persen. Gambar 3.1 Perkembangan Realisasi Investasi PMDN Sektor Perdagangan Tahun 2005 s.d 2008 700 Izin Usaha Tetap 594,8 12 500 345,8 269 8 300 180,2 91,9 4 238,6 143 100 127,7 0 Realisasi Investasi (Rp miliar) 16 -100 2005 2006 2007 2008 Perdag.&Rep (Jumlah) Hotel & Rest. (Jumlah) Hotel & Rest. (Nilai) Perdag.&Rep. (Nilai) Sumber: BKPM, diolah Dep Perdagangan. Sementara itu, perkembangan realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) sektor perdagangan dan reparasi tahun 2008 juga mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 20,56 persen (lihat gambar 3.2) dengan nilai sebesar Rp 582,2 miliar. Peningkatan ini menunjukkan mulai efektifnya dampak implementasi UU Penanaman Modal yang ternyata disambut positif oleh kalangan pengusaha asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini terlihat tren positif dari tahun 2005 sebesar 14,92 persen. Bila dilihat dari jumlah izin tetap LAK Departemen Perdagangan 2008 22 yang dikeluarkan, sebanyak 375 izin tetap dikeluarkan pada tahun 2008, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 312 buah. Sejalan dengan sasaran Departemen Perdagangan yang ingin meningkatkan pelayanan prima kepada dunia usaha, upaya perbaikan terus ditingkatkan terutama terkait dengan perbaikan iklim investasi dan dunia usaha di Indonesia. Gambar 3.2 Perkembangan Realisasi Investasi PMA Sektor Perdagangan Tahun 2005 s.d 2008 700 Izin Usaha Tetap 350 482,9 434,3 300 582,2 500 383,6 250 200 300 180,3 150 136,4 111,2 156,9 100 100 50 0 Realisasi Investasi (Rp miliar) 400 -100 2005 2006 2007 2008 Perdag.&Rep (Jumlah) Hotel & Rest. (Jumlah) Hotel & Rest. (Nilai) Perdag.&Rep. (Nilai) Sumber: BKPM, diolah Dep Perdagangan. Sedangkan terkait dengan sektor hotel dan restoran, secara umum mengalami penurunan sebagaimana terlihat pada gambar 3.2. Apabila dilihat dari jumlah izin usaha tetap yang dikeluarkan, dari tahun 2005 sektor dimaksud terus mengalami penurunan dengan jumlah izin yang dikeluarkan sebanyak 33 izin, yang menurun menjadi 22 izin, dengan nilai realisasi investasi sebesar Rp 156,9 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan usaha perhotelan dan restoran masih mengalami hambatan. Kebijakan-kebijakan Departemen Perdagangan yang diterapkan dalam memperbaiki iklim bisnis dirasakan belum menjadi stimulus bagi perkembangan usaha perhotelan dan restoran. Namun demikian, Departemen Perdagangan melalui salah satu program prioritasnya terus berupaya mengembangkan sektor jasa yang terkait dengan perdagangan. 4. Indeks Harga Grosir Menurut BPS, inflasi tahun 2008 mencapai 11,06 persen. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang melebihi 6 persen, walaupun disertai krisis global, inflasi memang diprediksi akan meningkat. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap tingkat volatilitas harga di tingkat grosir. Sebagaimana tergambar pada gambar 3.3, dengan menggunakan tahun dasar 2000, indeks harga di tingkat grosir mengalami LAK Departemen Perdagangan 2008 23 peningkatan dengan rata-rata mencapai dua kali lipat. Sebagai ilustrasi, indeks harga untuk total ekspor cenderung mengalami peningkatan dengan tingkat volatilitas hampir mencapai 300 satuan indeks. Sementara untuk ekspor non migas, tingkat indeks harga relatif stabil walaupun bila dibandingkan dengan tahun dasar, meningkat hampir dua kali lipatnya. Hal berbeda ditunjukkan oleh pergerakan indeks harga ekspor migas yang sempat mencapai puncak pada pertengahan tahun 2008. Hal ini disebabkan oleh tingginya nilai minyak dunia. Tingginya tingkat indeks harga yang cenderung meningkat tentunya menguntungkan eksportir nasional. Departemen Perdagangan secara aktif berupaya untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri dan melakukan penetrasi pasar sehingga diharapkan tingginya tingkat harga ekspor di pasar internasional dapat dimanfaatkan dunia usaha di dalam negeri. Namun demikian, hal ini juga menimbulkan dilema. Di satu sisi, tingginya tingkat volatilitas ekspor mampu meningkatkan pemasukan bagi para eksportir dan berdampak baik bagi perkembangan perekonomian nasional. Namun di lain sisi, tingginya indeks harga tersebut berdampak pada turut meningkatnya harga rata-rata produk di dalam negeri. Sehingga, walaupun perekonomian nasional dapat tumbuh di tengah kondisi perekonomian global yang cenderung belum stabil, tingginya tingkat inflasi tidak dapat dihindarkan. Gambar 3.3 Perkembangan Indeks Harga Grosir Tahun 2008 (2000=100) 500 Indeks Harga 400 300 200 100 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Pertanian (39) Industri Olahan (130) Ekspor Total (42) Eksp. Non Migas (39) Agt Sep Okt Nop Des Pertambangan dan Penggalian (8) Impor (38) Eksp. Migas (3) Sumber: BPS, diolah Dep Perdagangan. 5. Tenaga Kerja Sektor Perdagangan Tahun 2008 ketenagakerjaan. adalah Dihadapkan tahun pada dengan penuh kenyataan tantangan memburuknya di sektor stabilitas perekonomian global, prediksi terhadap tingginya tingkat pemutusan hubungan kerja LAK Departemen Perdagangan 2008 24 (PHK) kerap membayangi tenaga kerja di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Secara mengejutkan, jumlah tenaga kerja di Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 2,62 persen, dimana pada Agustus 2008, sebanyak 102,55 juta jiwa memiliki status pekerjaan di berbagai lapangan pekerjaan utama. Di lapangan pekerjaan bidang perdagangan, jumlah tenaga kerja dengan usia di atas 15 tahun berjumlah 21,22 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan sebesar 3,26 persen. Upaya Departemen Perdagangan untuk membina dunia usaha khususnya pembinaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) perdagangan dinilai efektif dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi usaha kecil dan menengah. Sementara itu menurut BPS, tenaga kerja di bidang perdagangan lebih didominasi pada perdagangan eceran kecuali mobil dan motor. Tabel 3.3 Penduduk yang Bekerja Menurut Sub Sektor Perdagangan Tahun 2005 – 2008 (dalam juta jiwa) Lapangan Usaha *) Tahun 2005 2006 50 1.149.123 1.264.661 637.151 576.360 51 769.406 722.709 894.411 972.970 52 14.776.610 15.256.481 14.956.336 15.562.337 53 27.740 74.139 20.293 21.575 54 25.131 65.193 23.296 19.848 16.748.010 17.383.183 16.531.487 17.153.090 Jumlah 2007 2008 *) Keterangan: 50 : Penjualan Mobil dan Sepeda Motor, penjualan eceran bahan bakar kendaraan. 51 : Perdagangan besar dalam negeri kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor selain ekspor dan impor. 52 : Perdagangan eceran kecuali mobil dan motor. 53 : Perdagangan ekspor kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor. 54 : Perdagangan impor kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor. Sumber: BPS, diolah Dep Perdagangan. B. PENGUKURAN CAPAIAN KINERJA Kinerja Departemen Perdagangan Tahun 2008, pada hakekatnya merupakan suatu bagian dari proses atau kegiatan untuk mencapai sasaransasaran Rencana Strategis 2004-2009. Dengan demikian, pencapaian kinerja per satuan kegiatan di tahun 2008, akan merupakan bagian dari pencapaian sasaransasaran Rencana Strategis yang telah ditetapkan dalam Renstra. Untuk keperluan penilaian akuntabilitas kinerja, maka dilakukan pengklasifikasian satuan-satuan kinerja yang telah dilaksanakan ke elemen-elemen sasaran Rencana Strategis (Renstra). Dengan cara ini, maka penilaian satuan-satuan kinerja akan dapat LAK Departemen Perdagangan 2008 25 mencerminkan kinerja makro dalam pencapaian sasaran pembangunan jangka menengah. Dikelompokkan sebagai satu kesatuan kinerja Departemen Satuan-satuan kinerja dari Perdagangan dalam mencapai berbagai unit di lingkungan visi, misi, tujuan dan sasaran Departemen Perdagangan Renstra Departemen Perdagangan. Dengan tujuan agar kinerja 2008 dapat mencerminkan pencapaian Departemen Perdagangan dalam mencapai sasaran Renstra. Pengukuran tingkat capaian per satuan kinerja Departemen Perdagangan tahun 2008 ditentukan dengan cara membandingkan antara target dan realisasi dari masing-masing indikator kinerja sasaran, dimana rincian tingkat capaian kinerja masing-masing indikator kinerja dapat diilustrasikan dalam tabel pada lampiran 3. Satuan Kegiatan: sebagai indikator pencapaian sasaran Rencana Target Realisasi Persentase pencapaian Strategis di tahun 2008 Dilihat dari hasil tabel indikator kinerja, kinerja Departemen Perdagangan tahun 2008 secara umum menunjukkan hasil yang relatif telah mencapai keberhasilan sebagaimana telah ditetapkan pada tahun 2008. Namun demikian harus diakui masih terdapat sebagian target sasaran yang realisasinya belum dapat dicapai dengan sempurna. Adapun pengukuran tingkat capaian kinerja Departemen Perdagangan tahun 2008 dilakukan dengan membandingkan antara target dengan realisasi dari masingmasing indikator kinerja sasaran. Hasil dari pembandingan antara target dan realisasi tersebut akan diperoleh persentase pencapaian target. Penghitungan persentase pencapaian rencana tingkat capaian perlu memperhatikan karakteristik komponen realisasi. Dalam kondisi: LAK Departemen Perdagangan 2008 26 1. Semakin tinggi/rendah realisasi, menunjukkan pencapaian kinerja yang semakin baik/buruk, maka digunakan rumus: Realisasi Persentase pencapaian target = x 100% Rencana 2. Semakin tinggi/rendah realisasi, menunjukkan pencapaian kinerja yang semakin buruk/baik, maka digunakan rumus: Realisasi – (Realisasi – Rencana) Persentase pencapaian = target C. x 100% Rencana ANALISIS AKUNTABILITAS KINERJA Metodologi pengukuran pencapaian dalam indikator kinerja secara umum digunakan rumus dengan menghitung prosentase pencapaian rencana tingkat capaian dengan menggunakan rumus realisasi dibagi dengan rencana (target) kali 100%. Adapun penjelasan secara rinci dari masing-masing sasaran, di bawah ini dapat digambarkan dan diuraikan yaitu sebagai berikut: Meningkatnya pelayanan prima kepada dunia usaha melalui penyederhanaan prosedur, transparansi kebijakan dan penerapan teknologi informasi serta meningkatnya peran lembaga, sarana dan instrumen perdagangan Dalam sasaran tersebut, Departemen Perdagangan mengacu pada pencapaian kinerja berdasarkan lima kategori pencapaian sasaran, yaitu: penyederhanaan prosedur, transparansi kebijakan, penerapan teknologi informasi, dan peran lembaga, sarana dan instrumen perdagangan. Untuk mencapai sasaran tersebut, indikator kinerjanya adalah sebagai berikut: No. Indikator kinerja Target Realisasi % Persentase pelayanan perijinan yang dapat diselesaikan sesuai target waktu yang ditetapkan 66% 72% 109 Jumlah penerbitan izin usaha di bidang PBK 500 izin 682 izin 136 Penyederhanaan prosedur 1 2 LAK Departemen Perdagangan 2008 27 No. Indikator kinerja 3 Jumlah penerbitan persetujuan lembaga SRG 4 Jumlah peraturan dan perundangan di bidang PBK dan SRG 5 Jumlah Rancangan Undang-Undang Tentang Perdagangan dan Kawasan Ekonomi Khusus Target Realisasi % 15 SK 30 SK 200 4 SK SRG, 2 SK PBK. 4 SK SRG, 2 SK PBK. 100 2 RUU 1 RUU 50 Transparansi kebijakan 6 Jumlah kebijakan yang bisa diakses melalui Web dan media lainnya 15.000 15.000 100 7 Tersedianya aplikasi pemetaan data gudang dan potensi komoditi serta penunjang SRG lainnya di daerah 1 aplikasi 1 aplikasi 100 Tersedianya aplikasi pengawasan sistem pengawasan SRG 1 aplikasi 1 aplikasi 100 650.000 e-files 798.369 e-files 123 4 4 100 8 Penerapan teknologi informasi 9 Banyaknya data yang sudah masuk kedalam e-file 10 Jenis data berbasis web 11 Jumlah pengunjung website 24.000 visitors 24.060 visitors 100,25 12 Jumlah user yang memanfaatkan jaringan 11.658 15.013 128,78 13 Continuity of services 95% 99% 104,2 Peran lembaga, sarana dan instrumen perdagangan 14 Jumlah masyarakat yang memanfaatkan referensi pustaka 3.960 4.648 117,37 15 Meningkatnya jumlah penanganan perkara yang dilakukan terhadap setiap dugaan pelanggaran UU No. 5/1999 160 232 145 Menurunnya persentase jumlah temuan negatif dari tahun sebelumnya 20% -40% -300 16 Sasaran Rencana Strategis pertama (atau elemen pertama dari sasaran Renstra) yang harus dicapai oleh Departemen Perdagangan adalah dalam rangka mencapai peningkatan pelayanan prima kepada dunia usaha melalui penyederhanaan prosedur, transparansi kebijakan dan penerapan teknologi informasi serta meningkatnya peran lembaga, sarana dan instrumen perdagangan. Pelaksanaan kegiatan (kinerja) untuk mencapai sasaran Renstra ini menyebar ke berbagai unit organisasi Departemen Perdagangan. Pembangunan sistem perijinan elektronik ini sejalan dengan amanat Inpres No. 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009 serta LAK Departemen Perdagangan 2008 28 melaksanakan ketentuan Pasal 16 Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia Single Window (ISW). Dalam kerangka peningkatan kualitas perijinan, Departemen Perdagangan telah membangun sistem perijinan secara elektronik (e-licensing) yang disebut dengan nama “INATRADE” dan telah beroperasi sejak tanggal 17 Desember 2008, bersamaan dengan peluncuran National Single Window (NSW) tahap pertama dan pembangunan sistem penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) secara on line di 28 Instansi Penerbit Dokumen SKA (IPSKA) dimulai pada tahun 2006. Penyederhanaan Prosedur a. Pelayanan perizinan ekspor-impor Persentase pelayanan perijinan yang dapat diselesaikan sesuai target waktu yang ditetapkan, semula ditargetkan sebesar 66 persen dari total keseluruhan perijinan di Departemen Perdagangan dengan realisasi sebesar 72 persen atau capaiannya sebesar 109 persen. Sebagai gambaran sebelum diberlakukanya sistem perijinan secara elektronik (e-licensing) yang disebut dengan nama “INATRADE” waktu penyelesaian untuk perijinan rata-rata dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja. Hal ini sesuai dengan ketentuan Agreement on import Licensing WTO Artikel 2.a (iii) bahwa permohonan izin bilamana diajukan dalam bentuk yang tepat dan lengkap disetujui segera sesudah diterimanya, sejauh hal itu layak secara administratif, tetapi selambatlambatnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja. Maka melalui pelayanan sistem INATRADE ini khususnya bagi pelayanan perijinan impor terutama Importir Jalur Prioritas (IJP) yang berjumlah 102 perusahaan perijinan impor dapat diselesaikan dalam waktu 1 (satu) hari kerja dan secara bertahap nantinya akan dapat digunakan untuk melayani seluruh importir. b. Pemrosesan perijinan usaha berjangka Selama tahun 2008, telah diterbitkan berbagai bentuk perizinan yaitu: 1 (satu) izin Usaha Pialang Berjangka, 642 izin Wakil Pialang Berjangka, 35 buah penetapan Kantor Cabang Pialang Berjangka dan 3 (tiga) persetujuan sebagai Pialang Peserta SPA. Sehingga jumlah izin usaha yang dikeluarkan pada tahun 2008 di bidang perdagangan berjangka komoditi (PBK) sebanyak 682 izin usaha atau melebihi dari target izin yang ditetapkan sebanyak 500 izin usaha. LAK Departemen Perdagangan 2008 29 c. Pemrosesan permohonan persetujuan lembaga SRG Pada tahun 2008 telah dikeluarkan Persetujuan dalam bentuk Surat Keputusan (SK) dan Sertifikat untuk Gudang dalam sistim resi gudang (SRG) sebanyak 9 (sembilan) SK, Pengelola Gudang sebanyak 6 (enam) SK, Lembaga Penilaian Kesesuaian sebanyak 14 (empat belas) SK, dan Pusat Registrasi 1 (satu) SK. Sehingga jumlah izin badan usaha bidang SRG yang dikeluarkan di tahun 2008 sebanyak 30 SK atau melebihi dari target izin yang ditetapkan yaitu sebanyak 15 (lima belas) SK. d. Penyusunan peraturan dan perundangan 1) Bidang Perdagangan Berjangka Komoditi Selama tahun 2008, telah diterbitkan 2 (dua) Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang berkaitan dengan PBK yaitu: Peraturan Kepala Bappebti Nomor 62/BAPPEBTI/Per/3/2008 tentang Sertifikat Pendaftaran Pedagang Berjangka, Peraturan Kepala Bappebti Nomor 63/BAPPEBTI/Per/9/2008 tentang Ketentuan Teknis Perilaku Pialang Berjangka. Selain itu, dalam rangka amandemen UU Nomor 32 Tahun 1997 telah diselesaikan 1 (satu) Draft Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi untuk dibahas secara antar departemen, telah tercapai seluruhnya dengan telah dibahasnya sebanyak 8 (delapan) kali Rancangan UndangUndang dimaksud dalam tingkat antar departemen. Rancangan UndangUndang tersebut akan terus dibahas secara interdep dan kemudian akan disampaikan kepada Departemen Hukum dan HAM untuk dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional. 2) Bidang Sistim Resi Gudang Pada tahun 2008 telah disahkan 4 peraturan Kepala Bappebti tentang SRG yaitu: Peraturan Kepala Bappebti Nomor 7/BAPPEBTI/PER-SRG/3/2008 tentang Pedoman Teknis Penerbitan Resi Gudang, Peraturan Kepala Bappebti Nomor 8/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 tentang Pedoman Teknis Pengalihan Resi Gudang, Peraturan Kepala Bappebti Nomor 9/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 tentang Pedoman Teknis Penjaminan Resi Gudang, LAK Departemen Perdagangan 2008 30 Peraturan Kepala Bappebti Nomor 10/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 tentang Penyelesaian Transaksi Resi Gudang. Peraturan-peraturan tersebut telah dipublikasikan kepada para pelaku usaha, aparat penegak hukum, akademisi, instansi pemerintah dan masyarakat umum melalui website Bappebti, sosialisasi dan edukasi. 3) RUU Tentang Perdagangan Kegiatan Penyusunan RUU Perdagangan sangat diperlukan mengingat beberapa pengaturan di bidang perdagangan telah diatur dalam UU sektoral dan Kegiatan perdagangan merupakan salah satu kegiatan perekonomian yang memiliki kedudukan strategis, karena berada diantara lintasan dan muara beberapa sektor ekonomi lainnya. Landasan hukum dalam pengaturan dan pengembangan sektor perdagangan di Indonesia saat ini juga masih mengacu kepada Bedrijfreglementering Ordonnantie (BRO 1934) yang merupakan produk hukum pemerintah Belanda. Produk hukum kolonial tersebut saat ini sudah tidak relevan dengan perkembangan dunia usaha di bidang perdagangan dan falsafah hukum Indonesia. Penyusunan UU Perdagangan dimaksudkan untuk melengkapi pengaturan terhadap kegiatan usaha perdagangan yang belum mempunyai payung hukum baik untuk menampung sistem dan kegiatan usaha perdagangan yang sudah atau belum diatur pada saat ini. Pembahasan RUU Perdagangan telah sampai pada perumusan pasal-pasal substansi. Namun demikian target indikator kinerja yang ditetapkan yaitu 1 (satu) RUU Perdagangan telah tercapai walaupun belum semua aspek kegiatan perdagangan dibahas secara intensif pada tahap harmonisasi di Departemen Hukum dan HAM. 4) RUU Tentang Kawasan Ekonomi Khusus Kegiatan Pembahasan RUU Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dilaksanakan dalam rangka tersusunnya UU tentang Kawasan Ekonomi Khusus yang dapat memberikan peluang bagi investasi dan meningkatkan perkembangan ekonomi sehingga diharapkan terciptanya Rancangan Kawasan Ekonomi Khusus yang dapat memacu investasi sehingga mendorong pertumbuhan kawasan-kawasan strategis. Kegiatan tersebut juga didasarkan pada Keputusan DPR-RI No. 1/DPR-RI/III/2004-2005 tentang Persetujuan Penetapan Program Legislasi Nasional Tahun 2005 – 2009. Pembahasan Rancangan Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) baru dimulai pada pertengahan bulan Desember 2008. Kecilnya LAK Departemen Perdagangan 2008 31 prosentase pencapaian dari sisi anggaran karena pada saat perencanaan tidak dapat diprediksi kapan waktu pembahasan dimulai. Namun demikian RUU Kawasan Ekonomi Khusus sudah mulai disusun sebagai bahan masukan awal. Transparansi Kebijakan a. Akses kebijakan online Indikator kinerja yang kedua adalah jumlah kebijakan yang bisa diakses melalui Web dan media lainnya yang telah tersedia di Departemen Perdagangan, dicapaiannya berupa Pelayanan perijinan secara elektronik terhadap 30 jenis perijinan impor dari sebanyak 78 perijinan impor sebagaimana ditargetkan dalam pengembangan sistem ini telah dapat dicapai sepenuhnya, bahkan dengan pengembangan sistem ini, pada akhir tahun 2008 pelayanan perijinan impor secara elektronik telah dapat melayani sebanyak 34 jenis perijinan impor termasuk pengiriman Surat Pendaftaran Barang (SPB) yang diterbitkan oleh Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang (PPMB). Dengan sistem ini maka 34 jenis perijinan tersebut melalui sistem INATRADE sudah dapat disampaikan ke Ditjen Bea dan Cukai untuk selanjutnya diteruskan ke portal NSW. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, indikator pelayanan ekspor dan impor atas 30 perijinan impor tersebut kepada pelaku usaha sudah dapat dilakukan sepenuhnya (100 persen) secara elektronik. Sedangkan pelayanan secara elektronik terhadap perijinan impor lainnya termasuk perijinan ekspor akan dilakukan dan dilanjutkan pada tahun 2009. Melalui pelayanan sistem INATRADE ini pula, maka khususnya bagi Importir Jalur Prioritas (IJP) yang berjumlah 102 perusahaan perijinan impor dapat diselesaikan dalam waktu 1 (satu) hari kerja dan secara bertahap nantinya akan dapat digunakan untuk melayani seluruh importir. Selain itu, masih ada 45 jenis perijnan yang proses penerbitannya dilakukan secara manual, namun demikian untuk mempercepat proses release barang di Bea Cukai maka 14 (empat belas) jenis perijinan dari 45 jenis perijinan impor tersebut telah dapat dikirim melalui web service sistem INATRADE ke Ditjen Bea dan Cukai melalui Portal NSW. Pada tahun 2009 diharapkan seluruh perijinan impor dapat dikirim ke portal NSW dengan web service sistem INATRADE dan saat ini sedang disiapkan kode di portal NSW terhadap perijinan dimaksud. Perlu diinformasikan pula bahwa untuk implementasi NSW-Ekspor, saat ini telah dilakukan ujicoba konsep dan sistem dengan dummy data di sistem LAK Departemen Perdagangan 2008 32 NSW, dimana Departemen Perdagangan akan mengirimkan data yang ada pada Unit Pelayanan Perdagangan (UPP) Luar Negeri untuk dikirimkan ke NSW melalui INATRADE (data perijinan ekspor yang masih berlaku). Implementasi NSW Ekspor sendiri menunggu keberhasilan ujicoba dummy data, dikarenakan sensitifitas proses ekspor yang ‘time critical’, dimana apabila terjadi gangguan layanan ekspor karena terhambatnya proses perijinan ekspor, dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan proses ekspor nasional. b. Sistem profilling potensi sumber daya alam komoditi, petani/ukm pendukung pemetaan sistem resi gudang Sistem Profilling Potensi Sumber Daya Alam Komoditi, Petani/UKM Pendukung Pemetaan Sistem Resi Gudang ini nantinya akan membantu Bappebti sebagai badan pengawas dalam hal pemberian persetujuan pada pengelola gudang untuk melakukan kegiatan operasional di wilayah tertentu. Dari hasil yang didapatkan nanti, akan dapat diperoleh ketersediaan data dan profil yang valid mengenai potensi daerah, kemudian ketersediaan data tersebut ditunjang dengan adanya ketersediaan aplikasi sistem informasi geografis (SIG) yang merupakan sistem pemetaan potensi daerah dengan sifat data yang tersentralisasi sehingga terhindar dari duplikasi. Hal tersebut merupakan data-data pendukung dalam penunjang keputusan pengembangan SRG pada komoditi tertentu. c. pengembangan sistem pengawasan SRG Dengan pengembangan sistem ini, dapat diwujudkan SRG yang handal dengan membangun sistem pengawasan yang terintegrasi secara menyeluruh. Sehingga SRG yang terpantau dengan baik dan menghasilkan data yang akurat. Sistem ini berguna untuk meningkatkan fungsi pengawasan terhadap pelaku dalam SRG. Sebagai jaminan bahwa seluruh infrastruktur yang dikembangkan telah memenuhi kebutuhan akan faktor kelengkapan, keakuratan, dan konsistensi data. Sistem pengawasan yang dibangun ini harus menjaga keamanan data dan informasi yang sebagian besar merupakan bersifat rahasia. Sistem ini juga memberikan kenyamanan dan kemudahan (user friendly) dalam proses penyajian, penginputan data, pengolahan dan pelaporan serta analisa data sehingga membantu operasional pekerjaan dan pengambilan keputusan. LAK Departemen Perdagangan 2008 33 Meningkatkan efisiensi dan efektifitas waktu pengelolaan data dan informasi, serta proses pengawasan sistim resi gudang. Penerapan Teknologi Informasi a. E-file dan jenis data berbasis web Di era sarat teknologi seperti saat ini, orang berlomba-lomba untuk mendapatkan informasi dengan cepat, akurat, mudah dan murah. Untuk maksud tersebut maka pelayanan data melalui media elektronika dapat menjadi solusi yang paling tepat. Dalam rangka memberikan pelayanan prima melalui teknologi informasi, Departemen Perdagangan telah banyak menyajikan data-data masalah perdagangan yang apabila dikelompokkan menurut jenisnya maka ditargetkan bahwa sampai tahun 2008 terdapat 10 jenis data yaitu: (i) data ekspor; (ii) data impor; (iii) data statistik industri besar dan sedang; (iv) Data statistik industri kecil; (v) data eksportir; (vi) data importer; (vii) data susenas; (viii) data harga konsumen; (ix) data indikator ekonomi makro non asia dan database harian; dan (x) harga perdagangan Untuk itu, dalam rangka mewujudkan upaya pembangunan sistim berkas elektronik (e-file) yang salah satu tujuannya untuk menunjang efektifitas dan efisiensi penerbitan SKA, pada tahun 2007 Departemen Perdagangan telah melakukan kegiatan Otomasi Penerbitan Surat Keterangan Asal di 28 IPSKA (Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Otorita Batam, KBN Cakung, KBN Tanjung Priok, Kota Batam, Kab. Bogor, Kab. Tangerang, Kab. Bekasi, Kab. Bandung, Kab. Cirebon, Kota Surakarta, Sudin Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Timur dan Jakarta Selatan) dari sebanyak 85 IPSKA. Penetapan sistem otomasi SKA di 28 IPSKA didasarkan pada pertimbangan IPSKA yang memiliki tingkat penerbitan SKA cukup tinggi, yaitu memberikan konstribusi sebanyak 85 persen dari total penerbitan SKA secara nasional. Sedangkan untuk 57 IPSKA lainnya, akan dilengkapi dengan sistem perekaman elektronik yang pembangunannya akan dilakukan pada tahun 2009 sehingga monitoring dan pengendalian atas penerbitan SKA dapat dilakukan secara cepat dan akurat. Pada tahun 2007, penerbitan SKA secara otomasi dari 28 IPSKA adalah sebanyak 250.000 SKA, sedangkan pada tahun 2008 mencapai 748.369 SKA atau meningkat sebesar 124,70 persen dari target yang ditetapkan sebelumnya sebesar 600.000 SKA. Hal ini disebabkan karena semakin LAK Departemen Perdagangan 2008 34 meningkatnya pelayanan yang dirasakan oleh eksportir serta semakin dirasakan manfaat otomasi penerbitan SKA dalam transaksi ekspor terutama dalam hal tingkat akurasi data serta kemudahan untuk akses ke sistem otomasi penerbitan SKA. Sampai saat ini, pelayanan otomasi penerbitan SKA di 28 IPSKA sudah dapat melayani sebanyak 13 (tiga belas) jenis form SKA Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan penerbitan SKA ini, dilakukan pula kegiatan “Penelusuran Negara Asal Barang (PNAB)” yang dilaksanakan mulai tahun 2006 terhadap 900 perusahaan dan dilanjutkan pada Tahun 2007 terhadap 700 perusahaan serta pada tahun 2008 sebanyak 400 perusahaan atau kurang dari setengah target yang ditetapkan sebanyak 850 perusahaan. Kegiatan PNAB sampai dengan akhir tahun 2008 baru mencapai sekitar 30 persen dari total jumlah perusahaan pengguna SKA di seluruh Indonesia. Mengingat data/informasi hasil PNAB akan menjadi profil perusahaan pengguna SKA, yang nantinya akan diintegrasikan kedalam database sistim Otomasi Penerbitan SKA dan digunakan sebagai referensi dalam penerbitan SKA agar penerbitannya dapat dilakukan secara cepat dan akurat, maka kegiatan ini masih perlu dilanjutkan pada tahun 2009 dengan target 800 perusahaan. Disamping itu, sampai dengan tahun 2008, telah dibangun pula sistem pengarsipan elektronik di 8 (delapan) IPSKA dan masih perlu dibangun sistem ini 2 (dua) IPSKA (Sudin Indag Jakarta Timur dan Jakarta Utara) pada tahun 2009, sehingga target 10 (sepuluh) IPSKA dapat dipenuhi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, beberapa indikator kinerja dari sasaran kegiatan ini sudah dapat terpenuhi sesuai target. Namun demikian, target indikator kinerja terhadap berkurangnya penyalahgunaan SKA untuk ilegal transhipment dengan sistem otomasi SKA tersebut tidak dapat direalisasikan sepenuhnya karena dokumen SKA yang digunakan untuk illegal transhipment penerbitannya tidak melalui IPSKA (palsu) sehingga tidak dapat terdeteksi secara kuantitatif dan akurat melalui sistem otomasi ini. Dengan dukungan database penerbitan SKA dan hasil Penelusuran Negara Asal Barang serta pelaksanaan verifikasi dalam proses Otomasi Penerbitan SKA, dapat diketahui secara dini penyimpangan penggunaan SKA; Tujuan lainnya dari sistem elektronik filing adalah dalam rangka tertib administrasi dokumen perijinan ekspor dan impor guna meningkatkan kualitas pelayanan perijinan impor. Untuk mencapai tujuan tersebut, telah dilakukan pembangunan sistem pengelolaan dan pemeliharaan dokumen ekspor dan impor yang berbasis elektronik (e-filing). Sistem e-filing dimaksudkan untuk menghindari LAK Departemen Perdagangan 2008 35 terjadi kendala/hambatan yang bersifat pemenuhan kelengkapan persyaratan yang dibutuhkan dalam pengajuan perijinan oleh perusahaan. Sesuai target telah dilakukan verifikasi kepada 400 importir pemegang IP/IT dan telah dilakukan pengarsipan berkas perijinan sebanyak 15.000 dokumen ekspor dan impor. Sedangkan menurut keseluruhan data yang tersedia, bila dikelompokkan atas dasar berbasis web, maka terdapat 4 (empat) jenis data, yaitu: 1) Indeks spesialisasi perdagangan, 2) Data integrasi laporan Atase Perdagangan, 3) Program aplikasi indeks keunggulan komparatif, 4) Program aplikasi tingkat penetrasi pasar. Sehingga hal ini dapat terpenuhi sesuai target yang diharapkan, atau telah terjadi perolehan 100 persen. b. Jumlah pengunjung website Sebagaimana diketahui bahwa pelayanan prima juga dapat dicapai dengan cara pemberian informasi yang cepat, lengkap dan mudah. Apabila pelayanan dirasakan kurang memadai maka para clien akan datang langsung ke Departemen Perdagangan. Dari Website Departemen Perdagangan dan Join Website Indonesia– China ditargetkan selama tahun 2008 diakses oleh 12.000 orang tetapi ternyata selama tahun 2008 jumlah yang mengakses Website tersebut sebanyak 14.256 orang, hal ini berarti realisasinya sebesar 118,80 persen dari target yang diharapkan atau dengan kata lain bahwa orang-orang yang tertarik untuk mencari informasi mengenai seputar Departemen Perdagangan dan informasi mengenai Join Website Indonesia–China melalui Website sudah melebihi dari yang ditargetkan. Sementara data yang terkait dengan pengembangan ekspor, dalam rangkat memberikan kemudahan bagi dunia usaha untuk mendapatkan informasi ekspor, Badan Pengembangan Ekspor Narional (BPEN) menyediakan fasilitas website (www.nafed.go.id). Melalui website ini, dunia usaha dapat memperoleh informasi ekspor secara efisien dan efektif mengingat fasilitas ini dapat diakses dari seluruh penjuru dunia. Selama Januari-Desember 2008, telah terdapat 79 topik berita yang telah diolah dan disajikan kedalam situs www.nafed.go.id, serta telah dikunjungi oleh 8.604 pengunjung (unique visitors) dengan frekuensi kunjungan sebanyak 9.804 (number of visits), dan total halaman yang dilihat mencapai 74.049 (pages). Sementara itu, selama Januari- LAK Departemen Perdagangan 2008 36 Desember 2008 tercatat 30 negara yang telah mengakses situs tersebut, diantaranya pengunjung dari Jepang, Australia, USA, Singapura, UEA, Korea Selatan, India, China, dan Malaysia. c. Jumlah user yang memanfaatkan jaringan Keberadaan jaringan internet di lingkungan Departemen Perdagangan bertujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Pemanfaatan secara optimal terhadap jaringan dapat dilihat dari jumlah orang yang memanfaatkan jaringan tersebut. Untuk tahun 2008, diharapkan bahwa jaringan yang terpasang di Departemen Perdagangan dapat dimanfaatkan oleh 11.658 orang dengan perincian 5.268 orang pengguna jaringan melalui wireless, 5.628 orang pengguna jaringan melalui Local Area Network (LAN), 435 orang user official email dan 327 orang pengguna IP Telephone. Ternyata selama tahun 2008 jaringan yang ada telah dimanfaatkan oleh 15.013 orang dan hal ini berarti realisasinya telah melampaui target atau telah terjadi pemakaian jaringan sebesar 128.78%. d. Continuity of services Diprediksi selama tahun 2008 akan dilakukan continuity of service sebanyak 95 persen tetapi ternyata realisasinya sebanyak 99 persen sehingga prosentase pencapaian target sebesar 104,21 persen. Terkait dengan tingkat rata-rata kepuasan, salah satu indikator sasaran adalah tingkat kepuasan para stakeholder yaitu bahwa stakeholder merasakan produk yang dihasilkan berupa Buletin Statistika Perdagangan (BSP) dan Catatan Perdagangan Indonesia (CPI) cukup bagus sehingga stakeholder tersebut berminat untuk memilikinya dan sebaliknya jika para stakeholder beranggapan bahwa BSP dan CPI dinilai kurang baik maka tingkat kepemilikan para stakeholder terhadap buku tersebut sangat rendah. Selama tahun 2008, stakeholder yang diharapkan membutuhkan BSP dan CPI sebanyak 140 stakeholder dan ternyata target tersebut tercapai dengan % perolehan capaian target sebesar 100%. Peran Lembaga, Sarana dan Instrumen Perdagangan a. Pemanfaatan referensi pustaka Untuk dapat memberikan pelayanan prima, Departemen Perdagangan harus memiliki informasi terkait dengan masalah perdagangan atau dengan kata LAK Departemen Perdagangan 2008 37 lain memiliki kelengkapan data terkait masalah perdagangan. Indikator bahwa pelayanan prima telah dilaksanakan dapat dilihat melalui jumlah orang yang berminat terhadap data-data yang disajikan oleh Departemen Perdagangan. Dalam hal ini, Departemen Perdagangan telah mentargetkan sebanyak 1.441 orang yang membutuhkan data dari Departemen Perdagangan yaitu 240 orang yang berkunjung ke Perpustakaan, 1 database yang up-to-date dibutuhkan oleh Sekretariat WTO, 480 orang pengguna data/informasi CEIC dan RICE TRADERS dan 720 orang pengguna data/informasi BPS). Namun, selama tahun 2008 tercatat 1.861 orang yang telah memanfaatkan data yang dimiliki Departemen Perdagangan atau telah 129.15 persen dari target yang diperkirakan. Sedangkan yang terkait dengan program pengembangan perpustakaan ekspor meliputi pengadaan bahan referensi perpustakaan, pengolahan/katalogisasi perpustakaan dan entry, penyusunan abstraksi/daftar publikasi baru, serta perlengkapan perpustakaan. Jumlah referensi bahan pustaka baru terealisi 83 jenis. Selain itu, layanan informasi di Perpustakaan Ekspor juga tersedia dalam bentuk penggunaan komputer untuk menayangkan data dan informasi yang diperoleh melalui internet seperti Trade Map Indonesia dari ITC Jenewa dan dari berbagai CD-ROM. Perpustakaan Ekspor juga memasok bahan-bahan publikasi untuk berbagai perpustakaan di daerah-daerah untuk dimanfaatkan oleh para dunia usaha setempat. Pengguna referensi pustaka terealisasi sebanyak 4.648 orang. b. Jumlah penanganan perkara persaingan usaha Masalah hukum persaingan usaha merupakan fenomena baru setelah diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Persaingan yang cenderung tertutup, kolusif, dan praktek-praktek monopoli telah berlangsung lama pada masa sebelum reformasi. Hal ini terjadi mengingat kesadaran publik (public awareness) akan pentingnya persaingan usaha yang sehat belum tinggi. Melihat capaian output yang melebihi target maka dapat dikatakan bahwa, untuk saat ini, Departemen telah berhasil meningkatkan kesadaran publik untuk lebih peduli akan persaingan usaha dan disalurkan dalam bentuk laporan-laporan di atas. Pencapaian sasaran dapat terlihat dari tabel tersebut di atas, dimana pencapaian target telah tercapai, bahkan melebihi target. Pencapaian dalam menangani perkara antara lain telah berhasil menjerat Astro All Asia Network, LAK Departemen Perdagangan 2008 38 PLC dan PT Direct Vision dengan ESPN STAR Sports. Perkara tersebut berkaitan dengan Hak Siar Eksklusif Liga Inggris. Dari hasil pemeriksaan perkara, ESPN STAR Sports (ESS) dan All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC (AAMN) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 16 UU No.5/1999, sedangkan PT Direct Vision (PTDV) dan Astro All Asia Networks, Plc (AAAN) tidak terbukti melanggar Pasal 16 dan Pasal 19 huruf (a) dan (c) UU No 5/1999. Selain itu, telah juga dikeluarkan putusan berkaitan dengan Persekongkolan dalam Tender Give Away Haji Garuda Indonesia 2007. Putusannya adalah PT. Gaya Bella Diantama dan PT. Uskarindo Prima dinyatakan melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999 dan dikenakan kewajiban untuk membayar denda dengan besaran yang telah ditentukan. Selain pencapaian target dalam bentuk output, telah juga diberikan dampak secara tidak langsung dalam menjaga kepentingan ekonomi dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Seperti pada contoh kasus mengenai kartel SMS, secara tidak langsung telah terjadi efisiensi di bidang penerapan harga/ tarif di sektor Telekomunikasi, yang pada akhirnya akan menguntungkan masyarakat selaku konsumen akhir pengguna jasa telekomunikasi. Tarif SMS pasca putusan pengadilan terkait dengan praktik monopoli dan persaingan usaha turun lebih kurang 60 persen, dan dari penurunan tersebut terdapat estimasi peningkatan dalam consumer welfare akibat penurunan tarif ± Rp 1,3 triliun. c. Presentase jumlah temuan negatif Pencapaian sasaran dilakukan melalui pemeriksaan regular terhadap kinerja Unit-unit Pusat dan pelaksanaan tugas dekonsentrasi. Tahun 2008 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 161 obyek pemeriksaan dengan temuan sebanyak 1.319. Bila dibandingkan dengan tahun 2007 sebanyak 942, temuan terjadi peningkatan sebesar 40,02 persen atau sebanyak 377 temuan. Meningkatnya jumlah temuan dimaksud dalam bentuk: Kelemahan Administrasi, Pelanggaran terhadap peraturan perundangan yang berlaku, penyimpangan terhadap pelaksanaan anggaran, dan hambatan terhadap kelancaran pelaksanaan tugas pokok, selain itu dalam rangka mempercepat penyelesaian tindak lanjut dilakukan melalui pemantauan dan pemutahiran data di Pusat dan Daerah. Pada tahun 2007 dan 2008 telah dilakukan pemantauan terhadap temuan hasil pemeriksaan sebanyak 2.624 temuan, dari temuan tersebut 96 persen telah ditindaklanjuti. LAK Departemen Perdagangan 2008 39 Meningkatnya daya saing berkelanjutan di pasar global melalui akses dan penetrasi pasar; kemitraan strategi global yang melibatkan perusahaan- perusahaan nasional; penciptaan merek dagang yang dapat menerobos pasar global Dalam pencapaian sasaran tersebut di atas, terdapat beberapa fokus yang terkait, yaitu: peningkatan daya saing, akses dan penetrasi pasar, kemitraan global dan penciptaan merek dagang. Untuk mencapai sasaran tersebut, ditetapkan indikator-indikator kinerja yang terbagi kedalam empat fokus dimaksud. Adapun pencapaian target masing-masing indikator kinerja dapat digambarkan sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Target Realisasi % 10.000 9.736 97,36 30% 30% 100 86 unit 86 unit 100 243 negara 243 negara 100 9.959 9.410 94,49 19 19 100 200 186 93 Peningkatan daya saing 1 Jenis komoditi ekspor yang memenuhi standard 2 Persentase berkurangnya permintaan verifikasi SKA dari negara mitra dagang 3 Jumlah waralaba yang melakukan ekspor Akses dan penetrasi pasar 4 Jumlah negara tujuan ekspor Kemitraan global 5 Jumlah Hubungan Dagang yang telah disepakati 6 Jumlah kerjasama pemasaran dan pengembangan produk Penciptaan merek dagang 7 Jumlah merek dagang/produk UKM yang terdaftar di Ditjen HaKI Peningkatan Daya Saing a. Komoditi ekspor yang memenuhi standard Dalam rangka meningkatkan kemampuan daya saing produk Indonesia di pasar internasional, maka Departemen Perdagangan melakukan upaya-upaya konkrit diantaranya melalui penerapan standar untuk komoditi ekspor dengan melaksanakan kegiatan pertemuan teknis dengan pelaku usaha tembakau di Mataram. Disamping itu telah pula dilakukan bimbingan kepada pelaku usaha LAK Departemen Perdagangan 2008 40 mengenai tata cara peningkatan mutu tembakau; pengawasan mutu barang impor SNI wajib; prosedur serta tatacara penerapan ketentuan kebijakan mutu barang ekspor; pertemuan teknis produk industri dan pertambangan serta produk pertanian dan kehutanan yang diselenggarakan di 15 (limabelas) daerah dengan jumlah pelaku usaha dan stakeholder yang mengikuti kegiatan tersebut sebanyak 690 orang. Disamping itu, dengan adanya perubahan tatanan ekonomi dunia ke arah globalisasi dan liberalisme perdagangan, maka Departemen Perdagangan juga telah melakukan pengembangan promosi ekspor yang koordinatif dengan melibatkan seluruh stakeholders yang antara lain diaktualisasikan pada kegiatan pameran dan misi dagang yang diharapkan mampu mendukung pencapaian sasaran penetapan indikator kinerja. Hal ini dilakukan untuk terwujudnya penetrasi negara tujuan ekspor non migas. Dari sasaran tersebut sebagaimana terlihat pada indikator kinerja yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut: Dalam upaya peningkatan daya saing produk, Departemen Perdagangan melakukan pengujian terhadap mutu suatu produk, dimana terdapat 9.736 produk yang telah diuji. Tingginya hasil yang dicapai menunjukkan bahwa kesadaran para eksportir untuk melakukan pengujian produknya cukup tinggi sehingga diharapkan produk ekspor dari Indonesia dapat diterima oleh partner dagangnya. Selain itu, Departemen Perdagangan juga telah memprakarsai pengembangan Ekonomi Kreatif di Indonesia, dimana telah diluncurkan cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif yang meliputi 14 (empat belas) sub sektor yaitu (1) Periklanan, (2) Arsitektur, (3) Pasar Seni & Barang Antik, (4) Kerajinan, (5) Desain, (6) Fesyen, (7) Film, Video, & Fotografi, (8) Permainan Interaktif, (9) Musik, (10) Seni Pertunjukan, (11) Penerbitan dan Percetakan; (12) Layanan Komputer; (13) Radio dan Televisi; dan (14) Riset dan Pengembangan. Adapun tujuan dari pengembangan Ekonomi Kreatif yaitu untuk memberdayakan SDM Indonesia sebagai modal utama pembangunan Nasional dengan cara antara lain: (1) meningkatkan kontribusi industri kreatif terhadap pendapatan domestik bruto Indonesia; (2) meningkatkan kontribusi ekspor industri kreatif terhadap ekspor nasional; (3) meningkatkan kontribusi penyerapan tenaga kerja di industri kreatif terhadap penyerapan tenaga kerja nasional; (4) memberikan manfaat berkelanjutan bagi bumi & generasi yang akan datang; (5) menciptakan inovasi berlandaskan kearifan dan warisan budaya nusantara; (6) menumbuhkan LAK Departemen Perdagangan 2008 41 kawasan-kawasan kreatif di wilayah Indonesia yang potensial; dan (7) menciptakan citra kreatif pada produk/jasa untuk meningkatkan posisi ‘National Branding’ Indonesia di mata dunia Internasional. Selama tahun 2008, hal-hal yang telah dilakukan dalam upaya implementasi cetak biru Ekonomi Kreatif yaitu: 1) Java Jazz Festival 2008, diselenggarakan di Jakarta Convention Centre pada 7–9 Maret 2008. Departemen Perdagangan bersama KADIN berpartisipasi dalam pameran tersebut dengan menggelar stand bertajuk “Tribute to The Nation through Creativity” yang menampilkan produk-produk industri kreatif dari sekitar 70 UKM seperti: produk kulit, T-shirt, kerajinan tangan, anyaman batik, alat musik tradisional, alat musik buatan dalam negeri, lukisan, alat-alat perkantoran, sepatu, cinderamata khas Indonesia, dan sebagainya. 2) Pekan Produk Budaya Indonesia 2008, yang diselenggarakan pada tanggal 4–8 Juni 2008, bertempat di Jakarta Convention Centr. Adapun kegiatan meliputi: (1) Seminar dilaksanakan 2 (dua) hari 4-5 Juni 2008 dengan pembicara dari dalam dan luar negeri serta dihadiri 400 orang; (2) Lokakarya 14 subsektor ekonomi kreatif dilaksanakan 3 (tiga) hari 5 - 7 Juni 2008 dan diikuti oleh 340 orang; (3) Forum Sidang Pleno Perumusan hasil Seminar dan Lokakarya oleh Menteri Perdagangan; (4) Dialog dengan Duta Besar; (5) Diskusi dengan pemerintah daerah yang telah melaksanakan roadmap pengembangan ekonomi kreatif di daerahnya; (6) Klinik konsultasi, anjungan Pembiayaan dan anjungan Perguruan Tinggi dan Sekolah; (7) Pelatihan desain dan kemasan serta menyelenggarakan Gelar budaya; dan (8) Piagam penghargaan kepada para pengrajin dan seniman yang berprestasi dalam PPBI 2008 3) Bulan Indonesia Kreatif 2008, diselenggarakan pada tanggal 6–10 Agustus 2008, bertempat di Balai Kartini Jakarta. Tujuang dari kegiatan ini adalah untuk mendorong pengembangan 14 (empat belas) sektor industri kreatif secara sinergi dan meningkatkan jumlah lapangan kerja dan UKM terutama untuk sektor industri kreatif. Rangkaian kegiatan meliputi: (1) Pameran Ekonomi Kreatif “Indonesia Bisa!” yang dilaksanakan pada tanggal 7-10 Agustus 2008 di 3 mall di Jakarta (Senayan City, Alun-Alun Grand Indonesia dan mal Kelapa Gading) diikuti oleh 87 peserta pelaku industri kreatif dengan jumlah pengunjung sebesar 14 persen dibandingkan pameran tahun lalu; (2) Pameran Pangan Nusa yang diselenggarakan pada tanggal 6-10 Agustus LAK Departemen Perdagangan 2008 42 2008 di Kartika Expo Center Jakarta dengan tema “Keragaman Pangan Nusantara, Sumber Inovasi Baru” dan menghasilkan nilai transaksi dangan sebesar Rp 1.770.000.000,- atau meningkat sebesar 14 persen dibandingkan pameran tahun sebelumnya; dan (3) Festival Kuliner di 19 Hotel. Ibu Negara didampingi Menteri Perdagangan RI membuka secara resmi Pameran Pangan Nusa ke-3 pada Agustus 2008 4) Pencanangan “Tahun Indonesia Kreatif 2009”, yang diselenggarakan di Plennary Hall, Jakarta Convention Center tanggal 22 Desember 2008. Pencanangan dilakukan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang ditandai dengan pemukulan gong animasi 3 dimensi (3D), yang dilanjutkan dengan penayangan film animasi hologram produksi Indonesia “Kabayan dan Liplap”. Menteri Perdagangan RI bersama Presiden RI mencanangkan “Tahun Indonesia Kreatif 2009” di Jakarta Convention Center LAK Departemen Perdagangan 2008 43 Selain itu, sebagai upaya penciptaan produk Indonesia yang berdaya saing tinggi, Departemen Perdagangan telah mendorong pengembangan klaster produk kulit di Jogyakarta. Hal ini merupakan kegiatan yang berkesinambungan dan komplementer, dengan tujuan mensinergikan antar berbagai rantai nilai (value chain) yang menghubungkan keberlangsungan produk kulit. Departemen Perdagangan sebagai inisiator sejak tahun 2006 bekerjasama dengan stakeholder telah melakukan langkah-langkah penentuan core industri, mapping pelaku industri terkait, identifikasi sentra-sentra industri dan mengelompokan kelompok industri kulit. Pada tahun 2007, Departemen Perdagangan telah memberikan dukungan dalam hal pembuatan website produk kulit, cetak katalog produk kulit, training of trainer bagi fasilitator dan mendatangkan tenaga ahli kulit dari CBI-Belanda. Sedang ditahun 2008 ini sebagai pembinaan lanjutan Departemen Perdagangan bekerjasama dengan berbagai lembaga internasional mengadakan beberapa kegiatan pembinaan lanjutan untuk para pelaku industri kulit di Yogyakarta, antara lain rapat kerja stakeholder klaster kulit Yogyakarta, Training of Trainer (TOT) bidang leather design sebanyak 20 orang dan sosialisasi klaster kulit bagi para stakeholder kulit Yogya yang diikuti oleh 30 orang stakeholder. b. Verifikasi Surat Keterangan Asal (SKA) Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan pengetahuan pejabat IPSKA dan pelaku usaha di daerah, maka pada tahun 2008 ini, Departemen Perdagangan telah pula mengadakan kegiatan bimbingan teknis perdagangan luar negeri bagi pejabat IPSKA dan eksportir di 3 (tiga) daerah yang diikuti sebanyak 255 peserta. Adapun pengukuran tingkat pemahaman peserta terhadap substansi khususnya mengenai mutu tembakau sebesar 60% dan berkurangnya permintaan verifikasi dari negara mitra dagang sebesar 30% tmelalui kegiatan bimbingan teknis SKA tidak dapat diukur secara tepat, mengingat permintaan verifikasi SKA dapat terjadi pada SKA yang diterbitkan beberapa tahun kebelakang. c. Waralaba ekspor Meningkatkan daya saing produk terutama produk dalam negeri yang berorientasi ekspor atau merupakan produk substitusi impor merupakan program nasional yang semakin banyak menarik perhatian masyarakat terutama dalam LAK Departemen Perdagangan 2008 44 menghadapi dampak krisis global yang ditandai dengan munculnya berbagai kebijakan yang cenderung proteksionistis di hampir semua negara di dunia. Oleh karena itu, salah satu bagian penting dalam peningkatan daya saing dan penggunaan produk dalam negeri adalah membangun nation branding termasuk meningkatkan kesadaran bahwa ”orang Indonesia harus bangga dan cinta Indonesia” (Aku Cinta Indonesia/ACI). Bahkan pada tahun 2009, pemerintah memberikan stimulus terhadap penggunaan produk dan jasa dalam negeri yang merupakan bagian dari pembangunan ”nation brand” guna meningkatkan daya saing dan penggunaan produk dalam negeri. Untuk mewujudkan program ACI tersebut, dibutuhkan komitmen dari semua lapisan masyarakat untuk menggunakan produk dan jasa dalam negeri. Adapun indikator yang digunakan dalam pencapaian sasaran antara lain: 1) Memberikan bimbingan dan fasilitasi kepada 86 waralaba lokal sehingga mampu melakukan ekspor dan memperoleh akses pasar lebih besar baik di dalam negeri maupun tingkat internasional. 2) Partisipasi Delegasi Republik Indonesia yang diwakili oleh Departemen Perdagangan dalam forum multilateral (WTO) dan Regional (APEC dan ASEAN) demi terlindunginya kepentingan pelaku usaha jasa bisnis dan jasa distribusi nasional dalam proses liberalisasi perdagangan dunia. Beberapa kegiatan pendukung dalam rangka meningkatkan daya saing, kemitraan serta mendapatkan akses penetrasi pasar antara lain: 1) Pelaksanaan misi dagang lokal dilaksanakan di 4 daerah asal dan 4 daerah tujuan, yaitu: (i) Samarinda-Padang, dengan produk yang perdagangkan produk makanan, kerajinan khas Sumbar, aneka keripik, sulaman, bordir dan souvenir; (ii) Tanjung Pinang-Bali, dengan produk yang diperdagangkan hasil kerajinan sendok kayu, batu apung, lukisan, dan keramik; (iii) BengkuluGorontalo, dengan produk yang ditransaksikan minyak nilam, emping mlinjo; dan (iv) Palangkaraya-Manado, produk yang diperjualbelikan antara lain batu akik, kopi bubuk, gula aren. 2) Kegiatan “Klinik Bisnis” dilaksanakan di 6 (enam) lokasi, yaitu: Bandar Lampung, Bandung, Kudus, Sragen, Banjarmasin dan Yogyakarta, yang bertujuan memberikan konsultasi pemacahan masalahan usaha kepada UKM di bidang permodalan, pemasaran, perizinan, legalitas usaha dan lainnya. Dalam setiap Klinik Bisnis ditetapkan 50 UKM yang mendapatkan pembinaan dan menyediakan tenaga fasilitator untuk dapat memberikan LAK Departemen Perdagangan 2008 45 bimbingan atau konsultasi kepada UKM binaan. Selain memberikan konsultasi usaha kepada 50 UKM binaan, juga menyelenggarakan pertemuan kemitraan usaha diantara UKM, untuk memfasilitasi pengembangan dan peningkatan pemasaran produk-produk UKM serta partisipasi Klinik Bisnis pada pameran perdagangan di dalam negeri. 3) Pelatihan ekonomi swadaya mandiri dilaksanakan di 9 daerah, yaitu: Bandung, Kudus, Semarang, Demak, Jepara, Pekalongan, Pati, Tegal, dan Batang. Peserta yang mengikuti pelatihan pada masing-masing daerah sebanyak 50 orang dari kalangan para pemuda dan tokoh masyarakat, sehingga peserta yang mengikuti pelatihan ini berjumlah 450 orang. Kegiatan pelatihan dimaksudkan untuk memberikan dan atau meningkatkan kapasitas masyarakat baik secara individu maupun kelompok dalam memecahkan berbagai persoalan terkait peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya, sehinga diharapkan kelompok binaan ekonomi swadaya mandiri dapat meningkatkan kesejahteraan dan memanfaatkan potensi kesempatan kerja yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. 4) Memberikan bantuan sarana usaha berupa Gerobak, Tenda Jualan, Coolbox kepada 3.640 pedagang kaki lima di 14 propinsi dan 24 kabupaten/kota yang terdiri dari gerobak jualan sebanyak 340 unit, tenda jualan sebanyak 1.800 unit dan coolbox sebanyak 1.500 unit. Pemberian bantuan sarana tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kelayakan dan peningkatan usaha para pedagang kecil di daerah. Departemen Perdagangan melalui Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri menyerahkan bantuan sarana produktif kepada UKM di Yogyakarta pada Agustus 2008 LAK Departemen Perdagangan 2008 46 Akses dan Penetrasi Pasar Sebagai upaya pengembangan ekspor, Departemen Perdagangan terus mengupayakan pengembangan stratetegi penetrasi pasar, hal bertujuan untuk terus mengembangkan dan menjaga kesinambungan ekspor dengan memasuki negara tujuan ekspor baru dalam hal ini yaitu pasar – pasar non tradisional, dengan tentunya tidak meninggalkan dan tetap mengembangkan ekspor di pasar-pasar tradisional. Selama tahun 2008 tercatat 243 negara yang menjadi tujuan ekspor Indonesia, antara lain Jepang, USA, Singapura, China, dan India. Berbagai kegiatan juga telah dilakukan Departemen Perdagangan upaya penetrasi pasar yaitu antara lain : a. Melakukan kegiatan 19 pameran dagang di luar negeri yang berhasil mendatangkan transaksi dagang sebesar US$ 55.197.236 dan 4.645.000 yen (US$4.319.850) dengan jumlah buyer yang mendatangi stan Indonesia selama pameran berlangsung sebanyak 4.500 buyer. Jumlah pelaku usaha yang diikutsertakan dalam kegiatan pameran luar negeri selama tahun 2008 berjumlah 311 peserta. Ke-19 pameran tersebut adalah Shenzhen Int’l Furniture Expo, Korea Int’l Jewelry, Canton Fair, Seoul Food, Communique Asia, Tokyo Int’l Gift Show, China Int’l SMEs Fair, CAEXPO, Indonesia Expo in Central and East Europe, Tong Tong Fair, Int’l Jewelry Summer Show, MACEF, Vicenzaoro Autumn, Int’l Hortifair, Motexha, Decorex, Saudi Healthcare, Rebuild Iraq, dan Index. b. Misi dagang telah dilaksanakan di 4 (empat) di negara yaitu India, Mexico, Brazil, dan Australia dengan hasil transaksi mencapai US$ 1.930.000. Jumlah pelaku ekspor yang berpartisipasi dalam kegiatan Misi Dagang tahun 2008 sebanyak 109 eksportir. Dalam kegiatan ini para eksportir dipertemukan langsung dengan buyer potensial sehingga dapat terjalin hubungan dagang dan memahami peluang pasar yang ada. Jumlah buyer potensial yang telah dipertemukan dalam misi tersebut adalah sebanyak 270 buyer, dengan jumlah permintaan hubungan dagang sebanyak 135 inquiries. c. Kegiatan Indonesia Week dilakukan di 4 (empat) tempat, yaitu 1 (satu) kegiatan di Paris – Perancis, 2 (dua) kegiatan di Yokohama – Jepang, dan 1 (satu) kegiatan di Nipponbashi – Jepang. Minat pengunjung di counter Indonesia cukup tinggi khususnya untuk produk perhiasan, tekstil (batik) dan produk makanan olahan. Jumlah buyer yang datang mencapai 320 buyer, namun baik jumlah buyer maupun kontak dagang masih akan terus bertambah mengingat animo LAK Departemen Perdagangan 2008 47 yang besar dari pengunjung tersebut. Hal ini juga terlihat dari transaksi yang dihasilkan dari ke-4 kegiatan tersebut adalah sebesar US$ 1.000.000,- dan 17,7 Juta Yen (US$ 14.832.600). d. Dalam kegiatan penerimaan misi dagang telah menerima kunjungan dari 1.309 buyer dari 40 negara. Nilai transaksi yang diperoleh sebesar US$ 45.862.750. Kegiatan penerimaan misi dagang dilakukan selain dalam bentuk pertemuan bisnis antara buyer dan eksportir Indonesia juga melakukan kunjungan langsung ke 8 daerah sentra produksi, antara lain: (1) dalam rangka TEI 2008 dari 37 negara dan terdiri dari 1189 perusahaan dengan nilai transaksi USD 37.326.300; (2) penerimaan misi dagang dari Finlandia yaitu perusahaan Kesko (peritel global di Finlandia) untuk menjajagi kerjasama penjualan produk makanan, untuk itu telah dilakukan pertemuan antara Kesko dengan 40 perusahaan produk makanan dan telah dijajaki pembelian produk makanan Indonesia sebesar € 180.000.000; (3) penerimaan misi dagang dari Korea Selatan yaitu Gentech Co.Ltd (perusahaan distributor produk makanan di Korea) ) untuk menjajagi kerjasama penjualan produk makanan, untuk itu telah dilakukan pertemuan antara Gentech Co.Ltd dengan 8 perusahaan; (4) kunjungan pengusaha Saudi Arabia untuk membicarakan kerjasama dengan Asosiasi Produsen Alat-alat Kesehatan (ASPAKI) mengenai pemasaran produk-produk alat kesehatan di Arab Saudi telah dijajaki kontak dagang senilai US$ 101.000.000; (5) Kunjungan misi dari Dubai yang dipertemukan dengan 10 perusahaan keramik Indonesia; (6) Kunjungan dari Sudan, perusahaan Amreet Industries, FZE dalam rangka menjajaki pembelian produk makanan dan minuman; (7) Kunjungan dari Afrika Selatan yang telah dipertemukan dengan 4 perusahaan Indonesia untuk produk-produk kertas, building material, suku cadang kenderaan; dan (8) Penerimaan misi pembelian dari Mesir yang bermaksud mengimpor produk tekstil. e. Pelaksanaan Trade Expo Indonesia (TEI) ke-23 tahun 2008 di Jakarta International Expo-Kemayoran Jakarta yang mengangkat tema “Apa Jadinya Dunia Tanpa Indonesia/What Would the World Do Without Indonesia” yang semakin mengukuhkan kredibilitas Indonesia di pasar dunia. Tema itu merupakan tema khusus dari kelanjutan revitalisasi TEI yang berlangsung sejak tahun 2007 dengan tema “Serving Global Market/Melayani Pasar Global”. Pameran ini merupakan pameran bertaraf internasional ke-23 yang sekaligus sebagai sebuah pameran dagang internasional untuk membuka peluang dan LAK Departemen Perdagangan 2008 48 memperluas pasar produk ekspor Indonesia ke berbagai penjuru dunia, khususnya di pasar berkembang (emerging market). Pelaksanaan TEI 2008 diikuti oleh 964 peserta yang terbagi dalam 7 gedung utama termasuk Icon Pavillion (APU), Hall A, Hall C, Hall F, Hall G dan Open Space, serta zona Industri Kreatif. Stand Pameran terutama stand pada Icon Pavillion (APU) dan Hall A telah didesain dengan sebaik-baiknya sehingga selain telah mengikuti standar pameran Internasional juga menampilkan produk secara baik. Selain itu, produk yang ditampilkan dalam pameran kali ini lebih beragam dibandingkan dengan penyelenggaraan TEI 2007. Jumlah buyer pada TEI 2008 berasal dari 121 negara sebanyak 7.444 orang termasuk buying agent (Indonesia). Jumlah transaksi dagang yang dicapai pada TEI 2008 adalah sebesar US$ 217,29 juta atau naik sebesar US$9,03 juta (4,33%) dibanding total transaksi dagang tahun 2007 sebesar US$208,26 juta. Kenaikan juga terjadi pada kelompok produk yang dibeli buyers, dari 25 kelompok produk pada TEI 2007 menjadi 37 kelompok produk (naik 15,58%) dalam TEI 2008. Sepuluh (10) kelompok produk yang mendapat kontak dagang terbesar pada TEI ini adalah furniture dengan total nilai US$49,94 juta; rubber & rubber product US$27,83 juta; mining product US$24,23 juta; automotive component US$17,97 juta; CPO sebesar US$11,45 juta; paper product US$11,04 juta; handicrafts US$10,27 juta; textile & product textile US$7,55 juta; building materials US$6,64 juta; dan coffee US$6,32 juta. Selain itu, telah pula terjadi peralihan peta pasar buyer dimana beberapa negara non tradisional melakukan capaian transaksi terbesar yaitu Mesir US$28,47 juta; Bulgaria US$12,25 juta; Australia US$8,48 juta; Afghanistan US$8,47 juta; Korea Selatan US$7,98 juta.; Algeria US$ 6,85 juta; Jepang US$6,48 juta; Arab Saudi US$ 6,26 juta; Zimbabwe US%5,77 juta; Uni Emirat Arab US$ 5,28 juta. Peralihan peta pasar buyers ini adalah buah kerja keras Pemerintah (Departemen Perdagangan) melalui intensifikasi program diversifikasi dan eksplorasi pasar-pasar baru di area emerging markets seperti Afrika, Timur Tengah dan Asia selama lima tahun terakhir. Disamping itu ada perkembangan positif lainnya dengan tumbuhnya beberapa buyers negara non tradisional yang telah melakukan transaksi bisnis dari sebelumnya sebagai pengunjung. Nilai transaksi dari “buyers baru” tersebut antara lain dari Zimbabwe sebesar US$5,02 juta; Uganda US$2,88 juta; Chile US$2,04 juta; Republik Afrika Tengah US$1,57 juta; Namibia US$1,46 juta; dan Costa Rica sebesar US$1,35 juta. LAK Departemen Perdagangan 2008 49 Menteri Perdagangan RI menggelar jumpa pers hasil akhir penyelenggaraan Trade Expo Indonesia 2008. Departemen Perdagangan RI meraih penghargaan citra pelayanan prima dari Presiden RI. f. Berpartisipasi dalam 6 (enam) Pameran Produk Ekspor Daerah (PPED) dan yang diselenggarakan oleh instansi terkait dan 7 (tujuh) pameran yang diselenggarakan oleh asosiasi. Keikutsertaan Departemen Perdagangan pada pameran PPED dengan menampilkan stand informasi dan konsultasi ekspor sehingga tidak menetapkan target transaksi, selain itu juga BPEN mengikutsertakan UKM binaan BPEN dengan memberikan fasilitas stand bagi UKM tersebut. Pameran – pameran tersebut antara lain: (1) Surabaya Int’l Jewelry Fair 2008 yang mengakomodir 8 UKM binaan dan menghasilkan transaksi senilai Rp. 403.871.000; (2) Makassar Trade Expo 2008 yang memfasilitasi 20 UKM; (3) Java Jazz Festival yang memfasilitasi 27 perusahaan yang bergerak dalam bidang peralatan musik termasuk musik tradisional. Sedangkan pameran lainnya di mana BPEN berpartisipasi dalam bentuk stand informasi adalah Indonesia Tourism & Travel, Indonesia Japan Expo 2008, dan Fashion Exploration. Sedangkan pameran yang diselenggarakan oleh asosiasi antara lain (1) INACRAFT 2008, BPEN mengakomodir 23 stand bagi eksportir handicraft nasional yang menghasilkan kontak dagang sebesar Rp. 3.067.216.599,-; (2) Agrinex 2008, BPEN mengakomodir 6 UKM dan menghasilkan kontak dagang sebesar Rp 300.000.000 dan trial order sebesar € 18.000; (3) Mutumanikam Nusantara 2008 yang memfasilitasi 10 UKM dengan nilai transaksi Rp. 240.084.500 juta; (4) Bali Fashion Week yang diikuti 8 UKM dengan transaksi senilai Rp 1.080.000. Sedangkan pameran lainnya di mana Departemen LAK Departemen Perdagangan 2008 50 Perdagangan berpartisipasi dalam bentuk stand informasi adalah IFFINA 2008 dan Adi Wastra Nusantara. Dalam The 3rd International Spa, Herbs, and Natural Cosmetics (ISHNCE) di Jogja Expo Center (JEC), Departemen Perdagangan berpartisipasi dengan memfasilitasi 51 UKM binaan potrensial ekspor dengan menampilkan produk spa treatment, natural cosmetic, herbal products, service spa, beauty & aroma therapy, health drinks, ingredients for spa serta produk pendukung spa. Dalam partisipasi ini pada stand Departemen Perdagangan diperoleh nilai transaksi sebesar Rp. 333.014.356,-. Dari keseluruhan pameran dalam negeri yang diikuti oleh BPEN, diperoleh hasil kontak dagang sebesar Rp. 9.262.783.054. g. Terkait dengan Inpres No. 7 Tahun 2002 dimana setiap Departemen/ Kementrian/Lembaga diminta membuat program-program yang terkait dengan pengembangan daerah tertinggal, Departemen Perdagangan melakukan sosialisasi konsep “Marketing Point” di 6 (enam) daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Ke-6 marketing point itu antara lain Entikong (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur), Nunukan (Kalimantan Timur), Skouw (Papua), Atambua (NTT) dan Bitung (Sulawesi Utara). Sejak disosialisasikan pada tahun 2003 dan telah terbukanya hutan belantara menjadi daerah perdagangan, marketing point telah memberikan kontribusi rata-rata US$ 9,1 juta/tahun dan menyerap lebih dari 500 tenaga kerja. Pada tahun 2008 kegiatan Marketing point telah melibatkan 182 toko yang menjual produk-produk elektronik, TPT, kerajinan dan produk-produk konsumsi (consumer goods), dengan nilai transaksi sebesar US$ 9.069.270,dan Rp 1.464.307.800,-. Kemitraan Global a. Dalam upaya membantu dunia usaha menjalin dan meningkatkan hubungan dagang dengan calon pembeli, secara terus menerus ditingkatkan pelayanan inquiry. Diseminasi hubungan dagang dari calon pembeli luar negeri kepada pengusaha nasional pada tahun 2008 mencapai sedikitnya terdapat 9410 inqiries, untuk 36 jenis produk yang berasal dari 71 negara yaitu antara lain UAE, Korea, Spanyol, USA, India, China, UK, Belanda, Itali, dan Australia. Inquiries tersebut diperoleh selama kegiatan promosi dagang yang dilakukan LAK Departemen Perdagangan 2008 51 baik di dalam negeri maupun diluar negeri, penyelenggaraan ITPC, serta diperoleh secara online dari para buyer/importir melalui website. Selain itu, dalam upaya peningkatan kontak dagang telah didirikan Buyer Reception Desk (BRD). Pelayanan yang diberikan BRD meliputi: menyiapkan program kunjungan, penjemputan buyer dari airport, mendampingi kunjungan ke perusahaan serta mengatur pertemuan dan kontak dagang antara buyer yang berkunjung dengan eksportir Indonesia. Sejak pembentukannya, BRD telah banyak membantu kunjungan bisnis para pembeli luar negeri di Indonesia dan dimanfaatkan para buyers dari manca negara untuk menjalin hubungan dagang dengan eksportir. Pelayanan telah diberikan kepada 866 buyer dari 90 negara, sebagian besar berasal dari PEA, Italia, Malaysia, Iran, India dan Singapura; dengan produk yang diminati antara lain: wooden product (baik mebel maupun kerajinan), makanan olahan, produk spa, gifts, dll. b. Dalam rangka meningkatkan kegiatan promosi ekspor, Departemen terus berupaya memanfaatkan bantuan dan kerjasama dari lembaga/badan promosi internasional dan asosiasi antara lain : 1) Kerjasama dengan (TPO/Trade Promotion Office). Kesepakatan kerjasama (MoU) yang telah ditandatangani BPEN dengan lembaga/badan promosi perdagangan (TPO’s) internasional antara lain adalah CEPEX (Tunisia), JEDCO (Jordania), EPCI (Iran), SEDD (Sharjah-PEA), YESC (Yaman), AUSTRADE (Australia), HKTDC (Hongkong), TAITRA (Taiwan), MATRADE (Malaysia), JETRO & JICA (Jepang), KOTRA (Korea Selatan) dan Lembaga Promosi Dagang Rumania. Nota kesepakatan kerjasama Departemen Perdagangan sq BPEN dengan berbagai TPO’s tersebut mencakup dalam hal peningkatan pertukaran informasi perdagangan ekspor-impor dan investasi, kerjasama promosi ekspor di masing-masing negara termasuk pengiriman delegasi-delegasi dagang serta pendidikan dan pelatihan. Dalam kerangka kerjasama tersebut, pada tahun 2008 setidaknya telah terdistribusi informasi ekspor antara lain mengenai 10 produk utama, 10 produk potensial, 3 produk jasa terutama, produk makanan olahan, perikanan dan kelautan, jasa tenaga kerja, serta kemasan kepada 340 pengusaha yang disosilaisasikan baik melalui seminar, workshop, dan bahan publikasi lainnya. 2) Kerjasama dengan asosiasi komoditi dan instansi terkait dalam rangka pengembangan produk ekspor non migas dilakukan dalam bentuk workshop LAK Departemen Perdagangan 2008 52 atau seminar. Hal ini bertujuan untuk mensosialisasikan program kerja Departemen Perdagangan yang terkait dengam pengembangan ekspor, serta untuk mensosialisasikan informasi tentang desain produk yang sesuai dengan selera pasar internasional. Untuk itu, pada tahun 2008 telah diselenggarakan 5 kali workshop di 5 daerah, dimana kegiatan tersebut dihadiri oleh kurang lebih 250 dunia usaha. 3) Kerjasama antara Departemen Perdagangan sq BPEN, ATDAG/ITPC dengan konsul kehormatan wilayah Amerika dan Eropa merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan jejaring bisnis melalui terselenggaranya B to B antara eksportir Indonesia dengan para pengusaha di wilayah Amerika dan Eropa dimana pada akhirnya dapat meningkatkan kontak dagang antara eksportir dengan buyer potensial yang dibawa oleh konsul kehormatan. 4) Selain itu telah pula meningkatkan kerjasama dengan berbagai instansi terkait di luar negeri yaitu Swiss Import Promotion Programmes (SIPPO)Swiss, CBI (Center for The Promotion of Imports from Developing Countries) – Belanda, PUM (Netherlands Senior Experts) - Belanda, dan AIF (Association of International Floralies) – Belgia. Tujuan dari kerjasama tersebut adalah untuk meningkatkan kemampuan teknis, desain dan pemasaran bagi para pengusaha/eksportir Indonesia, memperluas wawasan dari para pengusaha/eksportir Indonesia, dan meningkatkan image produk Indonesia di dunia internasional, melalui penciptaan brand name dan desain produk. Kerjasama yang telah dilakukan berupa Worskhop dan Konsultasi Individu. Selama tahun 2008 telah dilaksanakan 9 kali workshop. Workshop dalam rangka pembinaan diberikan kepada 500 pengusaha/pelaku ekspor di 4 (empat) daerah binaan untuk 7 (tujuh) produk antara lain yaitu pertanian, kerajinan, fruit dan vegetable (fresh and processed), Leather products, tekstil, dan Spa. 5) Departemen Perdagangan cq. BPEN bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) telah membuat Studi Penguatan Organisasi Promosi Ekspor, dimana hasil dari studi ini merekomendasikan perubahan struktur organisasi BPEN yang baru yang didasarkan atas studi perbandingan TPO-TPO terkemuka di dunia. Pendekatan organisasi baru berdasarkan fungsi-fungsi pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dalam era globalisasi. Terkait dengan hal tersebut, beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan, antara lain: LAK Departemen Perdagangan 2008 53 a) Melanjutkan beberapa proyek percontohan (pilot project) yang sebagian telah dilaksanakan pada tahun 2007 pada tahun 2008 telah dilakukan, yaitu: Customer Service Center: dalam upayanya untuk meningkatkan kualitas pelayanan informasi bagi para buyer dan eksportir, selain telah melaksanakan sejumlah kegiatan Hotline Service, Konsultasi Bisnis, Trade Inquiry, Informasi Pasar, dan Informasi Pameran, telah juga mulai dipersiapkan pelaksanaan Customer Service Center di lantai 2 Gedung Utama Departemen Perdagangan. Seminar Design: Telah dilaksanakan program seminar mengenai pengembangan desain (Seminar Design) sebanyak 3 (tiga) kali yaitu pada tahun 2007 dilaksanakan di Surabaya, dan Bandung, serta pada tahun 2008 dilaksanakan di Jakarta yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia melalui desain. Dari hasil seminar, tampak antusiasme peserta/eksportir yang hadir dan mengharapkan agar pengembangan desain menjadi salah satu program utama BPEN dalam usaha memasuki pasar global. b) Telah disusun Naskah Akademik dalam rangka pembaharuan Struktur Organisasi Pengembangan Ekspor (BPEN) dan saat ini rencana perubahan struktur tersebut masih dalam pembahasan dalam internal Departemen Perdagangan. Untuk melengkapi naskah akademik tersebut telah dilakukan pula penyusunan Struktur (Bayangan) Organisasi Baru BPEN beserta para pejabatnya. c) Sejak bulan Juli 2008 telah didirikan Buyer Reception Desk (BRD) di Bandara Soekarno-Hatta, dimana sampai dengan akhir tahun BRD telah memberi pelayanan kepada 866 buyer dari 90 negara. Penciptaan Merek Dagang Program Indonesia Design Power bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk–produk unggulan Indonesia di pasar global melalui perbaikan disain dan pengemasan, serta peningkatan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dari produk dan jasa. Sepanjang tahun 2008 telah dilakukan pendaftaran ke Ditjen HaKI untuk 186 produk, dengan perincian yaitu 130 untuk Hak Cipta, 6 untuk Merek Dagang, dan 50 untuk prototype desain. LAK Departemen Perdagangan 2008 54 Terwujudnya diversifikasi negara tujuan ekspor non migas dan jumlah komoditi/produk yang diekspor serta peningkatan kualitas dan kuantitas pelaku ekspor yang didukung oleh jaringan pemasaran global dan melibatkan peusahaan-perusahaan nasional Pada sasaran ketiga ini, Departemen Perdagangan menetapkan indikator kinerja dalam upaya mencapai sasaran tersebut. Dalam sasaran tersebut, fokus pencapaian sasaran dapat dikelompokkan kedalam beberapa fokus, yaitu: jumlah komoditi ekspor, jumlah ekspor, kualitas dan kuantitas pelaku ekspor. Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, ditetapkan indikator-indikator kinerja yang dalam penjabarannya dapat dapat digambarkan sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Target Realisasi % Jumlah komoditi ekspor 1 Jumlah komoditi/produk ekspor Indonesia 1.238 Komoditi 1.238 komoditi 100 Jumlah ekspor 2 Jumlah peningkatan nilai ekspor 20,18% 20,18% 100 3 Jumlah peningkatan volume ekspor 7,11% 7,11% 100 70 UKM 4.536 eksportir 70 UKM 4.888 eksportir 100 107,76 Kualitas dan kuantitas pelaku ekspor 4 Jumlah eksportir handal (dengan kriteria tertentu) Dengan adanya perubahan tatanan ekonomi dunia ke arah globalisasi dan liberalisme perdagangan yang menuntut setiap negara untuk mampu mencermati dan mengantisipasi setiap perkembangan negara-negara lain maka salah satu tugas pokok Departemen Perdagangan adalah pengembangan ekspor yang mencakup penciptaan dan pengendalian manajemen ekspor yang strategis, terencana, sistematis dan komprehensif. Salah satu upaya yang ditempuh adalah melalui pengembangan promosi ekspor yang koordinatif dengan melibatkan seluruh stakeholders yang antara lain diaktualisasikan pada kegiatan pameran dan misi dagang yang diharapkan mampu mendukung pencapaian sasaran penetapan indikator kinerja. Hal ini dilakukan untuk terwujudnya diversifikasi negara tujuan ekspor non migas dan jumlah komoditi/produk yang diekspor serta peningkatan kualitas dan kuantitas pelaku ekspor yang didukung oleh jaringan pemasaran global dan LAK Departemen Perdagangan 2008 55 melibatkan perusahaan-perusahaan nasional. Dari sasaran tersebut sebagaimana terlihat pada indikator kinerja yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut: Jumlah Komoditi Ekspor Sampai dengan bulan Nopember 2008, jumlah komoditi Indonesia yang diekspor ke luar negeri sepanjang tahun 2008 sebanyak 1.238 komoditi. Lima komoditi (HS 4) non migas dengan nilai ekspor tertinggi selama periode tersebut antara lain: Palm oil and its fractions (1511); Coal, briquettes, ovoids and similar solid fuels manufactured from coal (2701); Natural rubber, balata, gutta-percha, guayule, chicle and similar natural gums, in primary forms or in plates, sheets or strip (4001); Copper ores and concentrates (2603); dan Coconut "copra", palm kernel or babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not chemically modified (1513). Selain itu, telah juga dilakukan fasilitasi terhadap produk unggulan daerah melalui pemberian bantuan penyediaan stan pada penyelenggaraan expo di 4 (empat) daerah, yaitu Kalteng Expo, Sulteng Expo, Linggau Expo dan Pameran Invesda Sumut. Produk-produk UKM yang ditampilkan pada penyelenggaraan expo dimaksud meliputi produk fashion, handycraft, makanan dan minuman kemasan, keramik, hasil pertanian dan perkebunan, produk tekstil. Menteri Perdagangan RI melakukan inspeksi mendadak di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Diperlukan perbaikan manajemen arus barang ekspor-impor di terminal Peti Kemas JICT dan Pelindo, Tanjung Priok Jumlah Ekspor Perkembangan nilai ekspor non migas Indonesia sampai dengan bulan Nopember tahun 2008 tercatat sebesar US$ 100.453,8 juta. Di tengah krisis ekonomi global, pencapaian ini merupakan hal yang menggembirakan karena nilai LAK Departemen Perdagangan 2008 56 ekspor Indonesia mengalami peningkatan sebesar 20,18 persen bila dibandingkan dengan nilai ekspor pada periode yang sama tahun 2007 yaitu sebesar US$ 83.587,3 juta. Volume ekspor produk Indonesia untuk periode Januari-Nopember tahun 2008 sebesar 287.701.594 ton, bila dibandingan dengan periode yang sama di tahun 2007 yaitu sebesar 268.604.813 ton, volume ekspor di tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 7,11 persen. Kualitas dan Kuantitas Pelaku Ekspor Dalam rangka meningkatkan kualitas dunia usaha dalam melakukan ekspor, Departemen Perdagangan melakukan berbagai kegiatan pendampingan, pembinaan dan pelatihan, dimana pada tahun 2008 jumlah eksportir yang memiliki wawasan ekspor/impor serta memahami peluang pasar adalah sebanyak 4.888 eksportir. Adapun kegiatan yang dimaksud antara lain adalah: a. Pelatihan dan bimbingan kepada 70 UKM waralaba atau yang potensial diwaralabakan dilaksanakan di 2 (dua) daerah, yaitu di Yogyakarta 35 UKM dan di Surabaya 35 UKM serta memberikan bantuan kepada 51 UKM waralaba atau yang potensial diwaralabakan untuk mengikuti Pameran Internasional Franchise, License, and Business Concept di Jakarta Convention Centre pada tanggal 2022 Juni 2008. b. Kegiatan Pembinaan Terpadu UKM Perdagangan dengan melaksanakan Pelatihan ekspor bagi para UKM daerah yang terpilih sekaligus berpartisipasi dalam Trade Expo Indonesia (TEI) 2008 di Jakarta. Tujuan dan sasaran dari kegiatan ini adalah untuk mendorong munculnya eksportir baru dari kalangan UKM yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi dalam peningkatan ekspor, baik skala daerah/propinsi maupun nasional. Untuk tahun 2008 kegiatan penjaringan peserta pelatihan dilakukan dengan kunjungan langsung ke sentra produksi yang direkomendasikan oleh Dinas Perindag di 10 (sepuluh) daerah yaitu Medan, Padang, Garut, Pekalongan, Semarang, Surakarta, Surabaya, Bali, Makasar dan Banjarmasin, dimana melalui kegiatan seleksi UKM telah dipilih 39 UKM ekspor dari 50 UKM yang dinominasikan mewakili 10 (sepuluh) daerah tersebut. Selama pameran TEI 2008, UKM binaan berhasil memperoleh transaksi sebesar US$ 2.092.117,86 (buyer luar negeri) dan Rp. 118.750.500,00 (buyer dalam negeri). Hasil transaksi tersebut merupakan indikator bahwa produk-produk UKM telah mampu memenuhi permintaan buyer manca negara. LAK Departemen Perdagangan 2008 57 c. Pemberian penghargaan Primaniyarta. Primaniyarta adalah pemberian penghargaan pemerintah kepada dunia usaha untuk memotivasi para eksportir agar selalu berupaya keras meningkatkan perolehan devisa, menyediaan lapangan kerja, pendapatan negara dan sekaligus sebagai contoh keberhasilan bagi para eksportir lain. Pada tahun 2008 penghargaan ini dibagi menjadi 4 (empat) kategori, yakni: Kategori Eksportir Berkinerja, Kategori Pembangunan Merek Global, Kategori UKM Ekspor dan Eksportir Barang, dan Jasa Ekonomi Kreatif. d. Pada tahun 2008, dalam proses penjaringan peserta didapat 200 perusahaan dan setelah dilakukan seleksi awal terdapat 104 eksportir yang memenuhi syarat sebagai peserta seleksi penerima Penghargaan Primaniyarta 2008, dimana dari jumlah tersebut tersaring sejumlah 64 nominee eksportir. Berdasarkan penjurian yang dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2008 terdapat 27 perusahaan yang berhak untuk mendapatkan penghargaan Primaniyarta, yaitu: 10 perusahaan pemenang kategori Eksportir Berkinerja, 7 perusahaan pemenang kategori Pembangun Merk Global, 8 perusahaan pemenang kategori UKM Ekspor, serta 2 perusahaan pemenang kategori Pelaku Ekspor Ekonomi Kreatif. Menteri Perdagangan RI (diwakili Sekretaris Jenderal Departemen Perdagangan) menyerahkan penghargaan Primaniyarta kepada salah satu pelaku ekspor. e. Untuk meningkatkan kemampuan ekspor telah diselenggarakan pelatihan kepada para pelaku ekspor pemula sebanyak 2.837 pengusaha dengan materi pelatihan antara lain Perdagangan Internasional, pengembangan produk, Pembiayaan dan pembayaran ekspor, Promosi dan komunikasi ekspor, Strategi pemasaran ekspor, serta Manajemen Mutu dan Persaingan. Selain itu, telah LAK Departemen Perdagangan 2008 58 pula dilakukan pelatihan untuk para eksportir dengan menggunakan fasilitas teleconference (distance learning) yang menghadirkan tenaga ahli dari Tokyo, Beijing dan Bangkok. f. Pelatihan yang diselenggarakan dalam rangka kerjasama dengan Lembaga Diklat dengan CBI, IFC, Prex, JICA, KADIN, Asosiasi, Universitas, Pemda, BUMN terlaksana sebanyak 82 pelatihan. Pelatihan yang diberikan dirasakan sangat bermanfaat bagi para UKM ekspor dalam rangka penerobosan pasar mancanegara. g. Departemen Perdagangan juga telah melakukan pelatihan melalui kerjasama dengan P3ED di 4 Propinsi (Medan Sumatra Utara, Surabaya Jawa Timur, Banjarmasin Kalimantan Selatan dan Makassar Sulawesi Selatan) kepada 1.480 UKM. Pembinaan dan pelatihan tersebut bertujuan untuk memberdayakan UKM dalam rangka menghadapi pasar global dan mengembangkan produk-produk unggulan daerah. Menteri Perdagangan RI meninjau lokasi salah satu UKM di Yogyakarta. h. Pemberian bantuan mesin kemas kepada UKM. Pemberikan bantuan mesin kemas kepada 14 (empat belas) daerah sebagai upaya dalam membantu memperbaiki masalah kemasan produk kepada UKM. Pencapaian kinerja pada sasaran kegiatan pemberian mesin pengemasan sudah dapat dicapai sebagaimana ditargetkan yaitu 200 persen. Hasil pencapaian tersebut dapat tercapai karena terdapat revisi pada spesifikasi peralatan mesin pengemasan yang akan disalurkan sehingga terdapat penambahan daerah penerima bantuan yang semula dialokasikan untuk 7 (tujuh) daerah menjadi 14 (empat belas) LAK Departemen Perdagangan 2008 59 daerah (Payakumbuh, Kota Padang, Cimahi, Puwakarta, Wonosobo, Banjarnegara, Sleman, Bantul, Kota Surabaya, Banyuwangi, Kota Makassar, Pangkep, Lombok Barat, dan Kupang). Dalam pemanfaatan bantuan mesin pengemasan sebanyak 893 UKM di 14 (empat belas) daerah sehinnga dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan telah tercapai. LAK Departemen Perdagangan 2008 60 Meningkatnya kemampuan market intelligence dan negosiasi serta meningkatnya kualitas pelayanan dan kuantitas lembaga promosi di luar negeri Untuk mencapai terwujudnya peningkatan kualitas dan kuantitas informasi pasar dan produk ekspor non migas Indonesia peningkatan kualitas pelayanan dan kuantitas lembaga promosi di luar negeri dalam rangka pengembangan 10 produk utama, 10 produk potensial serta 3 jasa Indonesia, maka fokus dalam pencapaian sasaran tersebut di atas adalah terkait dengan: kemampuan market intelligence, negosiasi, dan kualitas lembaga promosi. Adapun pencapaian target masing-masing indikator kinerja dapat digambarkan sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Target Realisasi % 164 jenis informasi 164 jenis informasi 100 Kemampuan market intelligence 1 Jumlah informasi peluang pasar dan produk yang dipublikasikan Negosiasi 2 Jumlah MoU yang disepakati dalam rangka meningkatkan akses pasar produk-produk Indonesia di pasar global MULTILATERAL: MULTILATERAL: 1 Agreement 1 Agreement yang diratifikasi : International Coffee Agreement 2007 tanggal 19 Oktober 2008 100 Sesuai PERPRES RI Nomor 63 Tahun 2008. REGIONAL: REGIONAL: 5 Agreement dan 12 Agreement untuk sektor prioritas LAK Departemen Perdagangan 2008 4 Agreement yang diratifikasi dalam rangka Priority Integration Sector (PIS) dan 12 Agreement sector prioritas dalam rangka PIS, serta 98,17 1 Agreement dalam rangka ASEAN Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) belum terealisir. 61 No. Indikator Kinerja Target Realisasi BILATERAL: BILATERAL: 14 Agreement Yang telah disepakati : 8 Agreement % 57,15 Yang masih negosiasi : 6 Agreement 42,85 7.444 114,88 Kualitas lembaga promosi 3 Jumlah kontak dagang di negara akreditasi ITPC 6.480 Sasaran keempat Rencana Strategis (atau elemen keempat dari sasaran Resntra) yang harus dicapai oleh Departemen Perdagangan adalah dalam rangka peningkatan kemampuan market intelligence dan negosiasi serta meningkatnya kualitas pelayanan dan kuantitas lembaga promosi di luar negeri. Pelaksanaan kegiatan (kinerja) untuk mencapai sasaran Renstra ini menyebar ke berbagai unit organisasi Departemen Perdagangan. Pada sisi koordinasi makro (dalam lingkup departemen) dipergunakan kriteria prioritas program, dalam pencapaian sasaran Renstra ini melekat ke seluruh prioritas yang ditetapkan. Berikut adalah uraian dari satuan-satuan kinerja yang dimaksud. Kemampuan Market Intelligence Guna mendukung program peningkatan ekspor, Departemen Perdagangan terus berupaya untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh dunia usaha. Sepanjang tahun 2008, Departemen Perdagangan telah menghasilkan 164 jenis informasi mengenai peluang pasar dan produk yang telah dipublikasikan baik secara offline (dalam bentuk Buletin Eksport, Brosur Homepage Indonesia-Inggris, Brosur Nevedve, brosur layanan informasi, buku petunjuk/panduan ekspor Indonesia, Buku Statistik Ekspor dan Neraca Perdagangan Indonesia, Buku Inquiry dan CD “Doing Business in Indonesia”) maupun online melalui website. Informasi tersebut diperoleh melalui berbagai kegiatan antara lain: Market intelligence/pengamatan langsung terhadap pasar produk, segmentasi pasar, strategi pesaing, dan kondisi negara target untuk tujuan penetrasi pasar produk Indonesia, dimana pada tahun 2008 telah dihasilkan market intelligence terhadap 3 (tiga) kelompok produk (spices, jewellry, dan processed-food) di 6 (enam) negara (India, Jepang, Thailand, Australia, Korea Selatan, dan Kamboja); Market Brief sebagai informasi pasar yang dibutuhkan eksportir sebanyak 70 judul “Produk LAK Departemen Perdagangan 2008 62 10+10” pada 35 negara di seluruh kawasan (Asia, Australia, Afrika, Timur Tengah, Amerika dan Eropa), serta berita-berita lain seputar kegiatan yang telah dan akan dilakukan oleh Departemen Perdagangan. Sasaran penyebaran publikasi antara lain di ITPC dan perwakilan RI di Luar Negeri, pameran-pameran yang diikuti baik didalam negeri maupun diluar negeri, serta berbagai kegiatan lain yang dilakukan. Negosiasi Dalam tahun 2008 ditunjukkan dengan semakin menguatnya posisi Indonesia dalam menghadapi perundingan di fora multilateral, regional dan bilateral. Hal ini dibutuhkan untuk memperkuat posisi delegasi Indonesia dalam menghadapi perundingan-perundingan di fora internasional. Dalam meningkatkan akses pasar produk ekspor ke pasar global telah diadakan beberapa pertemuan dengan negaranegara mitra dagang yang menghasilkan kesepakatan-kesepakatan kerjasama internasional. Dalam rangka meningkatkan akses pasar tersebut telah diadakan persiapan-persiapan sidang dan beberapa kali sidang antara lain: Round Table Discussion dalam rangka menghadapi sidang, Tim Terpadu Kerjasama Perdagangan Multilateral bidang komoditi dimana tersusun posisi Indonesia dan suatu tim yang terpadu untuk menghasilkan laporan pedoman Delegasi RI dan adanya preferensi tarif kerjasama Badan-Badan PBB dan organisasi internasional lainnya agar tersusun rekomendasi posisi Indonesia pada sidang PTA-D-8, GSTP. Sidang-sidang WTO dalam Tim Nasional PPI, monitoring/Identifikasi hasil-hasil kerjasama regional, menghadiri sidang-sidang internasional di dalam negeri/seminar/workshop sebagai partisipasi aktif untuk menambah wawasan kerjasama internasional serta adanya pertemuan teknis dengan instansi terkait untuk meningkatkan kerjasama ekonomi di kawasan ASEAN, APEC dan ASEANMitra Dialog. Selain itu adanya Rapat koordinasi dalam rangka Joint Commission Indonesia RRT dan Implementasi IJ-EPA untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke kawasan Timur (China dan Jepang) khususnya dibidang investasi, SDM dan kerjasama lainnya. Identifikasi Perdagangan Lintas Batas Propinsi Maluku dengan Timor Leste dan Seminar Lokakarya Pengembangan Perdagangan Lintas Batas RIMalaysia sehingga kesejahteraan masyarakat sekitar dapat ditingkatkan dan potensinya dimaksimalkan, Selain itu adanya pembentukan tim dalam rangka pertemuan bilateral di kawasan Afrika, Eropa dan Asia Barat dan Selatan serta adanya Konsultasi Bilateral dalam rangka peningkatan kerjasama dengan negara wilayah Eroa, Afrika dan Asia Barat dan Selatan sehingga tercipta keselarasan LAK Departemen Perdagangan 2008 63 kepentingan daerah dan pusat dalam kerjasama perdagangan bilateral. Dengan adanya Sekretariat Timnas PPI, maka dapat dikoordinasikan dan ditingkatkan partisipasi instansi terkait untuk meningkatkan terobosan pasar baru. Selain itu dengan adanya Sinkronisasi dan Koordinasi Program dengan ATDAG/ITPC di luar negeri untuk meningkatkan efektivitas perwakilan RI di luar negeri dan Rakor dengan Perwakilan Departemen Perdagangan RI di luar negeri, maka dapat tercipta koordinasi perwakilan RI dalam mengantisipasi perubahan strategis dan penyamaan persepsi dan pola pikir untuk menghadapi tantangan bidang perdagangan di masa depan, talkshow dilaksanakan agar terjadi interaksi dua arah sehingga informasi dapat dengan jelas dipahami oleh pendengar. Selain itu, adanya koordinasi dengan daerah dalam rangka IMT-GT dan BIMP-EAGA, monitoring dan evaluasi baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk melihat perkembangan pasar ekspor dan analisa bargaining position dengan negara lainnya. Keterangan: Pada tahun 2008 ditetapkan target sidang sebanyak 185 sidang, tetapi realisasinya sebanyak 193 sidang, maka untuk menambah dana pada sidang yang belum terlaksana dibuat revisi anggaran untuk kegiatan-kegiatan tertentu sehingga terdapat tambahan dana untuk sidang/seminar perjalanan dinas baik di dalam maupun di luar negeri yang belum terlaksana. Adapun analisis dari sasaran tersebut akan diuraikan dalam 3 (tiga) fora kerjasama yaitu: a. Fora Kerjasama Multilateral Doha Development Agenda (DDA) WTO 1) Bidang Pertanian dan Non Pertanian Perundingan DDA-WTO Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) Doha Development Agenda–World Trade Organisation yang diselenggarakan pada tanggal 20–30 Juli 2008 di Jenewa, Swiss telah berakhir dengan kegagalan. PTM ini dimaksudkan untuk membahas dan menyepakati modalitas perundingan yang meliputi antara lain bidang Pertanian dan Non Pertanian. Isu utama yang dibahas pada PTM ini meliputi 6 (enam) isu dibidang pertanian yaitu: (i) Overall Trade Distorting Support (OTDS), (ii) Cotton, (iii) Market Access Formula, (iv) Sensitive Products, (v) Special Products, dan (vi) Special Safeguard Mechanism. Untuk bidang Non LAK Departemen Perdagangan 2008 64 Pertanian, isu utama yang dibahas meliputi: (i) Formula and Flexibilities, (ii) anti concentration, dan (iii) Sectorals. Isu yang telah disepakati antara lain: (i) Amerika telah bersedia menurunkan OTDS-nya sampai dengan 14,5 milyar atau turun sekitar 70 persen, dan (ii) Jumlah Special Products sebesar 12 persen dari total pos tarif pertanian, dimana 5 persen dari SP tersebut tidak dipotong tarifnya (Zero cut). Sementara untuk produk SP lainnya dipotong tariffnya dengan rata-rata 11 persen. Untuk menjembatani perbedaan posisi antara negara maju dan negara berkembang terkait isu SSM, ketua Trade Negotiating Committee yang juga Dirjen WTO mengusulkan trigger volume untuk SSM sebesar 140 persen dari base impor dengan bea masuk tambahan 15 persen dari bound tariff atau 15 persen-point. Jumlah maksimum produk pertanian yang dapat menerapkan SSM dalam satu tahun 2,5 persen. SSM hanya dapat diterapkan bila terjadi penurunan harga di dalam negeri. Usulan ini tidak dapat diterima oleh negara berkembang karena dengan trigger 140 persen maka petani telah hancur. Sedangkan di bidang Non Pertanian, Dirjen WTO juga mencoba menjembatani perbedaan posisi antara negara maju dan berkembang terkait dengan isu rentang angka koefisien, fleksibiltas dan anti konsentrasi Usulan ketua ini mendapat respon yang positif dari Kelompok G-7. Terkait isu Sectoral, negara berkembang tetap berpegang pada mandat Hong Kong yang menyatakan bahwa sektoral merupakan modalitas tambahan yang bersifat sukarela sehingga usulan dari Dirjen WTO yang mengingkan komitmen partisipasi dalam sedikitnya dua sector bersifat mandatori maupun pengkaitan sektor dengan formula tidak dapat diterima. 2) Services a) Dalam rangka menghadapi Ministerial Signaling Conference (MSC) pada bulan Juli 2008, telah diperoleh kesepakatan secara interdep mengenai sektor/sub sektor yang ditingkatkan komitmennya maupun yang baru dikomitmenkan, yang disampaikan pada saat MSC tersebut. Adapun sektor/sub-sektor dimaksud adalah sebagai berikut: Environment Sector, membuat komitmen untuk: sewage services (CPC 9401): waste water management, solid waste disposal (CPC 9402): hazardous waste management; dan cleaning services of exhaust gases (CPC 9404): air pollution control. Sektor Maritime, membuat komitmen pada sub sektor jasa: vessel salvage and refloating services (CPC 7454). LAK Departemen Perdagangan 2008 65 Sektor Distribution, membuat komitmen pada sub sektor jasa: direct selling (Multi Level Marketing). Sektor Financial Services (Perbankan), mengindikasikan menambah area geografis untuk beroperasinya cabang bank asing. b) Indonesia juga telah menyampaikan permintaan secara resmi, yang keseluruhannya mencakup Mode 4, baik untuk Professional Service, Individual Service Suppliers dan Contractual Service Suppliers. 3) TRIPs and Public Health Isu ini telah disepakati oleh anggota WTO dengan telah dikeluarkannya deklarasi tersendiri dengan judul TRIPs Agreement and Public Health pada bulan Desember. Kesepakatan ini tercapai berdasarkan pentinganya penerapan TRIPs Agreement sehingga dapat mendukung kesehatan masyarakat di berbagai pelosok dunia, dengan jalan mendudukng akses ke berbagai jenis obat yang diperlukan untuk kesehatan masyarakat serta kepada penemuan berbagai jenis obat baru. 4) Rules Semua isu Rules masih dalam tahap perundingan. Kerjasama Komoditi Internasional Tripartite on Rubber Cooperation among Thailand, Indonesia and Malaysia Dalam rangka mengatasi terus merosotnya harga karet alam, Sidang ke-14 ITRC tanggal 12-13 Desember 2008 di Bogor sepakat melakukan langkahlangkah/tindakan sebagai berikut: 1) Implementasi Supply Management Scheme (SMS) Ketiga negara sepakat mengurangi produksi sebesar 215 ribu ton selama tahun 2009 melalui program percepatan replanting, dimana Thailand akan mengurangi produksi 100.000 ton, Indonesia 55.000 ton dan Malaysia 60.000 ton 2) Implementasi Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) a) Ketiga negara sepakat mengurangi ekspor sebesar 700.000 ton selama tahun 2009. b) Kuartal I tahun 2009 ketiga negara akan mengurangi ekspor sebesar 270.000 ton, dengan rincian : Thailand : 132.000 ton Indonesia : 116.000 ton Malaysia : 22.000 ton LAK Departemen Perdagangan 2008 66 c) Pengurangan ekspor pada kuartal I tahun 2009 diatur dengan ratio: Januari 40 persen, Februari 35 persen dan Februari 25 persen. 3) Harga ekspor Ketiga negara sepakat untuk tidak menjual karet dengan harga di bawah US$1,35/kg. Kerjasama Organisasi Internasional Lainnya. General System of Trade Preferences (GSTP) 1) Pertemuan COP di Accra, Ghana, bulan April 2008, negara anggota setuju untuk melanjutkan negosiasi berdasarkan across-the-board, line-by-line, linea-cut antara 20-40 persen dengan kombinasi request-and-offer and/or sectoral negotiations. Dengan demikian juga disetujui untuk menetapkan komitmen bagi cakupan produk sebesar minimal 70 persen dari tariff yang berlaku. 2) Pada tanggal 5 November 2008 telah diadakan pertemuan informal GSTP guna membahas isu yang belum disepakati negara anggota. Ada 3 (tiga) isu utama yang dibahas menyangkut MOP, Product Coverage dan Minimum Local Content Treshold, disamping beberapa isu lainnya (Special Treatment for the least Developed Countries, Date of Application of Tariff Concessions, Format of Schedules of Concessions, work program 2009). b. Fora Kerjasama Regional 1) Perundingan di Fora ASEAN a) Penyelesaian pembahasan Agreement yang terkait dengan Priority Integration Sectors (PIS), yaitu 16 Agreement (4 Framework dan 12 Protocol termasuk lampiran-lampirannya, yaitu roadmap, product coverage, dan negative list). b) Pada tanggal 16 Desember 2008 di Singapura ditandatangani: (i) ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) dan (ii) ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA). c) Kerjasama ASEAN-China Free Trade Area. Pada pertemuan akhir ASEANChina di tahun 2008, berhasil dicapai penyelesaian terhadap ASEAN-China Investment Agreement, yang merupakan persetujuan antara ASEAN dan China di bidang Investasi mencakup promosi, fasilitasi dan proteksi. Sejauh ini elemen liberalisasi belum tercakup dalam persetujuan dimaksud. LAK Departemen Perdagangan 2008 67 d) ASEAN-Korea Free Trade Area. Penandatanganan protokol masuknya Thailand untuk ASEAN-Korea Trade in Goods dan Trade in Services tertunda untuk dilaksanakan dikarenakan Thailand belum dapat memperoleh persetujuan dari parlemennya. e) ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership. Isu-isu terkait persetujuan AJCEP antara lain: mengenai ratifikasi persetujuan dan mulai berlaku persetujuan (entry into force), serta implementasi Rules of Origin (ROO). f) ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area. Draft persetujuan AANZFTA termasuk lampiran dan appendix siap ditandatangani. Seluruh Pihak AANZ-FTA diharapkan telah memiliki full power untuk penandatanganan persetujuan dimaksud. Setelah penandatangan, persetujuan tersebut perlu diratifikasi. Khusus untuk implementasi Bab Perdagangan Barang dilanjutkan dengan proses penerbitan Legal Enactment. Beberapa hal yang perlu untuk diselesaikan dalam konteks bilateral adalah: (i) MoU Kerjasama Lingkungan dan Ketenagakerjaaan Indonesia–Selandia Baru; dan (ii) Mou Kerjasama Pertanian Indonesia–Selandia Baru. g) ASEAN-India Free Trade Area. Draft Persetujuan Perdagangan Barang, Persetujuan Penyelesaian Sengketa, dan Protocol Persetujuan Kerangka Kerja dalam kerangka AI-FTA siap ditandatangani. Perjanjian yang akan diratifikasi meliputi: Agreement on Trade in Goods under the ASEAN-India Framework Agreement; Protocol to Amend the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and India; Agreement on Dispute Settlement Mechanism under the ASEAN-India Framework Agreement; and Understanding Relating to Article 4 of the Agreement on Trade in Goods (Hazardous Waste). h) ASEAN-USTR. Negosiasi dan Pembahasan masih dilakukan sampai dengan saat ini oleh Indonesia sebagai Country Coordinator ASEAN dalam negosiasi dengan USTR. Terkait rencana pelaksanaan TIFA Joint Council dan Private Sector Roundtable Indonesia akan melakukan konfirmasi lebih lanjut dengan US serta akan memberikan informasi selanjutnya kepada negara anggota ASEAN. i) ASEAN-EU. Perkembangan negosiasi AEU-FTA secara umum berjalan cukup lambat dikarenakan beberapa faktor, antara lain: tingkat ambisi yang berbeda antara ASEAN dan UE, banyaknya bidang-bidang pembahasan LAK Departemen Perdagangan 2008 68 yang dinegosiasikan secara paralel, dan pembahasan di masing-masing bidang mencakup hal yang sangat luas. 2) APEC a) Pada pertemuan ke-16 Para Pemimpin APEC (APEC Economic Leaders’ Meeting/AELM) diselenggarakan di Lima, Peru, tanggal 22-23 November 2008 mengambil Tema APEC di tahun 2008 yaitu: “A New Commitment to the Asia-Pacific Development”. AELM Dalam Pertemuan Pemimpin Ekonomi APEC/AELM telah dihasilkan APEC Economic Leaders’ Meeting Declaration; Lima APEC Leaders´ Statement on the Global Economy; serta mengesahkan Lima AntiCorruption Declaration on Financial Markets Integrity; dan Progress Report on 2008 Regional Economic Integration. Adapun pokok-pokok dari hasil tersebut adalah: Global Economic Situation dan WTO Doha Development Agenda Negotiations Dalam rangka penanggulangan krisis, beberapa ekonomi menekankan perlu memperkuat sistem perbankan dalam rangka penyaluran dana tambahan, mendorong penguatan UKM, membantu kaum miskin yang terkena dampak krisis ekonomi melalui program safety net serta perlunya membentuk fiscal early warning system untuk mencegah terulangnya krisis di masa yang akan datang. Promoting Food and Energy Security Advancing Regional Integration and Proposals for the Development of Our Regional Community. Dalam rangka mengantisipasi tantangan yang dihadapi ekonomi (behindthe-borders issues) dalam pencapaian “Bogor Goals”, disetujui mengenai Leader’s Agenda to Implement Structural Reform (LAISR), dan agenda tersebut penting untuk diselesaikan tahun 2010. Corporate Social Responsibility: Human Security, including Counter-Terrorism and Emergency Preparedness Anti-Corruption and Transparency Anti-Corruption Declaration on the Financial Markets Integrity Indonesia Tuan Rumah APEC Tahun 2013 b) Pertemuan Para Menteri APEC telah diselenggarakan pada tanggal 19-20 Nopember 2008. Sedangkan untuk Pertemuan Tingkat Menteri APEC telah menghasilkan APEC Joint Ministers’ Statement; serta mengesahkan Senior LAK Departemen Perdagangan 2008 69 Officials Report to APEC Ministerial Meeting, 2008 Committee on Trade and Investment (CTI) Annual Report to Ministers, dan 2008 Senior Officials`Meeting (SOM) Report on ECOTECH. Adapun hasil pokok tersebut adalah: (i) Trade and Investment Liberalisation and Facilitation-TILF; (ii) Economic and Technical Cooperation (Ecotech); dan (iii) APEC Institutional Reform. Menteri Perdagangan RI pada Pertemuan Para Menteri APEC di Lima, Peru c) Hal-hal yang perlu tindak lanjut pada pertemuan APEC selanjutnya adalah: (i) Indonesia akan menjadi tuan rumah pertemuan APEC tahun 2013: (ii) Multilateral Trading System; (iii) Anti-Corruption; (iv) Food Security; (v) APEC Reform; (vi) Para Menteri APEC mengesahkan paper on Fixed Term Executive Director (FTED) dan menurut rencana proses seleksi FTED dimulai awal tahun 2009; (vii) Environmental Goods and Services; (viii) Regional Economic Integration; (ix) Structural Reform; dan (x) Ecotech (dalam bidang edukasi). c. Fora Kerjasama Bilateral Indonesia – Jepang Setelah ditandatangani pada 20 Agustus 2008, IJ-EPA disahkan melalui Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2008 tanggal 19 Mei 2008 yang diikuti Exchange Diplomatic Notes IJ-EPA pada tanggal 1 Juni 2008. Dengan diberlakukannya IJ-EPA ini, maka 80 persen dari pos tarif bea masuk (BM) produk ekspor Indonesia ke pasar Jepang segera diturunkan menjadi 0 (nol) persen, termasuk tekstil dan produk tekstil (TPT), produk pertanian seperti buah-buahan tropis (a.l nanas dan pisang), udang dan produk kayu. Berdasarkan perjanjian, 3 (tiga) tahun mendatang 90 persen dari pos tarif ekspor Indonesia ke Jepang akan turun menjadi 0 (nol) persen. Untuk memperoleh preferensi tarif tersebut, maka semua produk yang akan diekspor LAK Departemen Perdagangan 2008 70 ke Jepang, perlu melampirkan Surat Keterangan Asal (SKA) form IJEPA yang dapat diperoleh di 85 kantor penerbit SKA di seluruh Indonesia. Beberapa manfaat konkrit yang sudah mulai dirasakan oleh Indonesia di luar akses pasar adalah bahwa IJ-EPA membuka peluang bagi 400 juru rawat (nurses) dan 600 perawat lansia (caregivers) untuk bekerja di Jepang dalam kurun waktu 2 tahun ke depan. Perkembangan terakhir terkait dengan juru rawat dan perawat lansia adalah Jepang berencana akan memindahkan lokasi pelatihan bahasa 6 (enam) bulan dari Jepang ke Indonesia untuk tahun 2009. Indonesia dapat menerima pemindahan pelatihan bahasa selama 4 (empat) bulan di Indonesia dan 2 (dua) bulan di Jepang dengan catatan bahwa Jepang sepakat tidak akan merubah hak-hak calon juru rawat dan perawat lansia yaitu uang saku US$ 10/hari. Indonesia juga menyebutkan bahwa rencana pemindahan pelatihan tersebut hanya untuk tahun 2009 (dengan fleksibilitas sampai dengan tahun 2010). Manfaat yang lain adalah program pembangunan kapasitas di bidang industri (Manufacturing Industry Development Center and Food and Beverage Center of Excellence) yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas Indonesia dan juga peningkatan ketrampilan SDM Indonesia di bidang metal working, mold and die, welding, dan meningkatkan standar maupun mutu untuk sektor industri pendukung maupun sektor otomotif, elektronik, besi baja, tekstil, petrokimia, logam dan makanan dan minuman. Berbagai kerjasama juga akan dilaksanakan di bidang pertanian, perikanan, kehutanan dan energi. Fokus dan prioritas utama adalah terhadap UKM dan peningkatan kapasitas SDM Indonesia. Menteri Perdagangan RI menerima kunjungan Duta Besar Jepang di Jakarta untuk membahas perdagangan bilateral kedua negara LAK Departemen Perdagangan 2008 71 Indonesia - Meksiko Untuk meningkatkan hubungan kerjasama bilateral antara Indonesia dengan Meksiko, telah ditawarkan dan disampaikan 2 (dua) draft perjanjian bidang perdagangan yaitu MoU Joint Trade and Investment Committee (MoU JTIC) Indonesia–Meksiko dan Trade Agreement Indonesia–Meksiko untuk ditanggapi, namun sampai saat ini belum ada tanggapan Telah ditandatangani Mou Kerjasama Promosi Perdagangan antara BPEN dengan PROMEXICO. Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M) RI–Meksiko dalam proses negosiasi putaran ketiga. Indonesia - Australia The Second Meeting of The Joint Feasibility Study on Australia-Indonesia FTA (JFS-FTA) telah dilaksanakan di Canberra pada tanggal 16-18 April 2008. Draft laporan JFS sudah berhasil disusun, dikomunikasikan dan didiskusikan oleh kedua belah pihak dengan baik. Indonesia – Timor Leste Di tahun 2008, kedua negara sepakat untuk menyelesaikan Trade Agreeement dan ditandatangani pada tanggal 29 April 2008 oleh Menteri Perdagangan Indonesia dan Menteri Pariwisata, Perdagangan dan Industri Timor Leste. MOU on Technical Cooperation on Trade Between Ministry of Trade of Republic of Indonesia and the Ministry of Tourism, Trade and Industry RDTL Timor Leste mengharapkan adanya MOU antara Dep artemen Perdagangan Indonesia dengan Departemen Pariwisata, Perdagangan dan Industri Timor Leste. MOU berhasil dibuat dan ditandatangani di tahun 2008. Indonesia – Amerika Serikat Pertemuan Trade and Investment Council ke-8 di Bali 30 April–2 Mei 2008. Isu-isu teknis yang dibahas merupakan hasil diskusi yang dilakukan oleh 4 (empat) working group (WG), yakni investasi (WG on Investment), jasa (WG on Services), perdagangan komoditas pertanian dan barang industri (WG on Trade in Agricultural and Industrial Goods), dan Hak atas Kekayaan Intelektual (WG on IPR). Adapun hasil-hasil yang perlu ditekankan adalah: (1) family smoking prevention; (2) Hak Kekayaan Intelektual (HKI); (3) Generalized Systems of Preferences (GSP); (4) AID Program; dan (5) Investasi. Indonesia – Brasil Pertemuan dengan Minister of Development, Industry and Trade (H.E. Miguel Jorge) guna membahas tindak lanjut kunjungan Presiden Brazil ke LAK Departemen Perdagangan 2008 72 Indonesia (11-12 Juli 2008) yang menghasilkan kesepakatan kerjasama: pengembangan industri Ethanol, bidang pendidikan, dan persetujuan bebas visa. Pertemuan dengan Minister of External Relations of Brazil H.E. Celso Amorim, khususnya dalam mewujudkan “strategic partnership” antara RI-Brazil. Kedua pihak sepakat memasukan target kedua negara untuk meningkatkan perdagangan menjadi dua kali lipat menjadi US$ 3 milyar pada tahun 2012. Indonesia-UE Indonesia dan Uni Eropa telah menyelenggarakan Forum Komunikasi Bersama (FKB) ke-VII pada tanggal 18-19 September 2008, dengan hasil sebagai berikut: Generalised Ssytem of Preference (GSP): Indonesia menerima GSP untuk hampir seluruh produk, kecuali HS code 15 (Animal or vegetable fats and oils and their cleavage products; prepared edible fats; animal or vegetable waxes). Rules of Origin (ROO): Komisi Eropa menyampaikan mengenai perkembangan terbaru perubahan preferensi Rules of Origin (ROO) yang sedang berlangsung. Import Licensing Alkohol: UE meminta klarifikasi mengenai ketentuan terhadap minuman beralkohol. Gula dan Tekstil: UE meminta agar pembatasan dan pengaturan impor gula dan tekstil diperlunak sehingga pengusaha Uni Eropa dapat kembali mengekspor gula dan tekstil ke Indonesia. SPS : Impor Produk Ternak terkait dengan BSE Indonesia tetap menekankan bahwa semua produk hasil ternak yang masuk ke Indonesia harus bebas dari HPHK termasuk di dalamnya BSE. IPR UE meminta Indonesia untuk menguatkan implementasi peraturan HaKI, karena selama ini Indonesia memiliki catatan buruk, khususnya di bidang data exclusivity, copyright, piracy, counterfeit, dan patent. Delri menyampaikan bahwa Indonesia telah membentuk Timnas Perlindungan HKI khusus untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pembatasan Impor Mesin Bekas UE menganggap adanya diskriminasi antara produk impor dan lokal, larangan ini bertujuan untuk melindungi, agar energi yang digunakan lebih LAK Departemen Perdagangan 2008 73 efisien dan atau kesehatan dan keselamatan larangan ini hanya berlaku pada produk impor TBT: Ban UE meminta Indonesia mengadopsi standar UNECE dan menghimbau agar Indonesia menjadi anggota UNECE. Eksportir UE keberatan jika ban produksi UE harus diendorse/diperiksa untuk memenuhi prosedur SNI, yang menyebabkan biaya ekstra bagi eksportir. Indonesia – EFTA Indonesia dan EFTA telah melakukan dan merampungkan Joint Study Group (JSG) dan telah dicapai kesepakatan untuk membentuk “Joint Negotiation Committee”, dalam pertemuan ke-1 Working Group on Trade and Investment Indonesia-EFTA di Yogyakarta. Sementara itu, EFTA telah memberikan capacity building kepada Indonesia berupa: Training Course bagi 5 orang pegawai pada tanggal 3-6 Desember 2007, di World Trade Institute, Bern. Seminar on Export Promotion, SPS, and Fisheries pada tanggal 4-6 Maret 2008 di Jakarta. Pihak Swiss berencana memberikan bantuan kerjasama pembangunan sebesar 800 juta CHF kepada 7 Negara (Indonesia, Vietnam, Mesir, Ghana, Colombia, Peru, dan Afrika Selatan) yang diberikan mulai tahun 2008 hingga 2012. Indonesia – Turki Kedua negara sepakat membentuk Joint Working Group, mencakup kerjasama yang lebih luas dan lebih terkoordinasi, yaitu Comprehensive Trade and Economic Partnership (CTEP) yang mengarah kepada Free Trade Area (FTA). Selain itu, kedua negara juga sepakat membuat road map program aksi tahun 2009 - 2010 antara lain mengadakan beberapa Trade Mission dan Joint Meeting of the Turkish – Indonesia Business Council pada paruh pertama 2009 di Jakarta, serta Turkish Export Producer Fair di Jakarta pada paruh pertama 2010. Indonesia – Mesir Kedua pihak sepakat menandatangani kerjasama Ekonomi dan Teknik (Agreement on Economic and Technical Cooperation). Perjanjian ini merupakan dasar yang memayungi kerjasama di sektor lainnya, antara lain: Di akhir tahun 2008, pihak Indonesia masih berlangsung proses ratifikasi atas Agreement Between the Government of the Republic of Indpnesia and the LAK Departemen Perdagangan 2008 74 Government of the Rab Republic of Egypt on Economic and Technical Cooperation untuk disampaikan pada Sidang Komisi Bersama ke-6 Indonesia – Mesir yang rencananya akan diadakan pada bulan April 2009 di Mesir. Saat ini proses ratifikasi sedang dalam tahap pembahasan Keppres dan Naskah Penjelasan untuk Pengesahan Agreement Between the Government of the Republic of Indpnesia and the Government of the Rab Republic of Egypt on Economic and Technical Cooperation. Indonesia – Tunisia Sidang Komisi Bersama ke-9 telah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang dapat diimplementasikan dalam bentuk kegiatan dibidang politik, ekonomi, social budaya dan lainnya. Kedua negara berupaya mengindentifikasi potensi-potensi masing-masing Negara untuk dapat dilakukan kerjasama, mengidentifkasi masalah-masalah yang dihadapi dan mencari solusinya sehingga dapat meningkatkan kerjasama bilateral. Pihak Indonesia sudah melakukan penjajakan ke pihak Tunisia dan pihak Tunisia menyambut baik mengenai rencana pembentukan Joint Study Group. Dalam rangka FTA Indonesia–Tunisia, perlu segera dilakukan dengan didahului Pembentukan TIM Joint Study dari semua sektor untuk membuat studi kelayakan bersama (joint study) untuk melihat kemungkinan pemanfaatannya (feasilibility), dimana hasil kajian tersebut ditandatangani oleh kedua negara. Produk utama yang dapat menjadi request Indonesia adalah tekstil dan produk tekstil, produk pertanian terutama minyak tumbuhan, dan produk kimia. Indonesia – Afrika Selatan Sidang Komisi Bersama I, Indonesia-Afrika Selatan, dilaksanakan pada tanggal 25-26 Pebruari 2008 di Batam. Kedua belah pihak sepakat untuk meningkatkan kerjasama perdagangan melalui Joint Trade Committe (Komite Bersama Perdagangan). Kedua belah pihak juga sepakat untuk mengeksplorasi penyelesaian Nota Kesepahaman (MoU) seperti NTB, Sanitary and Phyto-Sanitary Measures (SPS), dan Mutual Recognition of Standard. Indonesia – Kenya The First Meeting of Joint Commission RI-Kenya pada tanggal 2-4 Desember 2008 LAK Departemen Perdagangan 2008 75 Kedua belah pihak menyetujui komitmen untuk mempromosikan hubungan perdagangan yang saling menguntungkan serta memaksimalkan potensi perdagangan kedua negara. Kedua negara juga menyetujui kerjasama yang lebih konstruktif dalam mengimprovisasikan volume perdagangan dengan saling bertukar data dan informasi yang berhubungan dengan masalah perdagangan, berpartisipasi pada misi dagang dan kunjungan para pembeli. Indonesia - Swaziland Joint Commission Between The Second Meeting of The Republic of Indonesia and The Kingdom of Swaziland pada tanggal 14-15 Nopember 2008. Kedua belah pihak menyetujui untuk membahas draft Trade Agreement pada tanggal 17 Nopember 2002, meskipun draft tersebut belum dibahas lebih lanjut. Kedua belah pihak berupaya untuk mengadakan pertukaran delegasi bisnis antara sektor swasta dari kedua negara tersebut. Indonesia - India Joint Study Group (JSG) Pertemuan pertama, tanggal 30 – 31 Oktober 2007 di Jakarta, dan menghasilkan Term of Reference (TOR) for the Joint Indonesia-India Feasibility Study on a Possible Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA) sebagai modalitas untuk JSG temasuk JSG Report. Pertemuan kedua, tanggal 9-10 Mei 2008 di New Delhi, dengan agenda yang dibahas adalah: 1) Draft Trade In Goods), 2) Draft Trade in Services, 3) Investment 4) Other Area Cooperation, dan 5) isu-isu lainnya. Pertemuan ketiga telah dilaksanakan di Batam-Indonesia pada tangal 2425 Juli 2008, masih membahas 1) Draft Trade In Goods, 2) Draft Trade in Services, 3) Investment, 4) Other Area Cooperation, dan 5) isu-isu lainnya, serta disepakatinya 12 poin penting kerjasama. Indonesia - Pakistan Kedua belah pihak sepakat untuk meningkatkan hubungan perdagangan melalui kunjungan timbal balik misi perdagangan, penyelenggaraan dan keikutsertaan dalam pameran dan forum investasi. Telah disetujui untuk membentuk 3 (tiga) Working Group untuk SKB yang akan datang, yang terdiri dari: 1) Bidang Perdagangan & Ekonomi; 2) Bidang Pertanian & Peternakan; 3) Bidang Politik & Keamanan. Pakistan berkeinginan untuk mengeskpor daging dan beras. LAK Departemen Perdagangan 2008 76 Pakistan meminta untuk dapat mengekspor peralatan kesehatan ke Pasar Indonesia. D bidang perdagangan jasa/services, Pakistan menawarkan beberapa hal sebagai berikut: 1) Penyediaan tenaga dokter untuk rumah sakit di Indonesia; 2) Penawaran keahlian di bidang penggunaan bahan bakar gas (Compressed Natural Gas/CNG); dan 3) Penjajakan kerjasama untuk tenaga kerja terampil atau semi terampil, seperti anak buah kapal dan tenaga kerja pariwisata. Pakistan menawarkan pelatihan bagi ABK di Marine Academy di Karachi. Indonesia - Iran Sidang ke-10 Komisi Bersama telah membahas upaya-upaya peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan kedua negara. Berbagai bidang kerjasama telah dibahas antara lain kerjasama bidang perdagangan, energi, lingkungan, standard, kesehatan, perbankan, investasi, budaya dan pariwisata, kerjasama Kadin, kerjasama industri kecil (SMIs), promosi perdagangan, transportasi, pos, informasi teknologi, kelistrikan, pertanian, pendidikan, kepemudaan, perikanan dan kelautan. Pembahasan kerjasama tersebut sebagai tindak lanjut dari MoU/Agreement kerjasama yang telah ditandatangani pada saat kunjungan Presiden Iran ke Indonesia pada bulan Mei 2006 dan kunjungan Presiden RI ke Teheran pada tanggal 10–12 Maret 2008. Pertemuan Komisi Bersama mencatat sejumlah kemajuan dengan dihasilkannya kesepakatan dan ditandatangani 4 dokumen kerjasama yaitu : i). MoU Kerjasama bidang Lingkungan, ii). MoU Promosi Perdagangan, iii). MoU Pembentukan Indonesia–Iran Joint Business Council (JBC), dan iv). MoU Kerjasama bidang kesehatan, disamping itu telah pula disepakati draft Joint Investment Committee (JIC), yang selanjutnya akan dilakukan penandatanganan dalam waktu dekat. Di bidang perdagangan, sebagai tindak lanjut dari Comprehensive Trade and Economic Partnertship (CTEP) yang ditandatangani pada bulan Juni 2005, kedua pihak telah membahas dan membentuk Trade Negotiating Committee (TNC) sebagai institutional arrangements for negotiations. Disamping itu telah dibahas draft Preferential Trade Agreement (PTA) dan Indonesia telah mengusulkan Modalitas penurunan tarif sebagai berikut: untuk tingkat tarif dibawah 15% (Margin of Preferential / MOP = 25%), untuk tingkat tarif 15-25 persen (MOP = 50 persen) dan diatas 25 persen (MOP = 75%), dan kedua pihak telah saling mempertukarkan daftar produk yang LAK Departemen Perdagangan 2008 77 akan dimintakan penurunan tarifnya (request list), yang selanjutnya akan dibahas pada pertemuan yang akan datang (yang direncanakan bulan Agustus 2008). Total Perdagangan Indonesia–Iran saat ini baru mencapai US$ 553,1 juta dengan nilai ekspor sebesar US$ 472,9 juta dan impor US$ 80,2 juta. Diharapkan melalui PTA dengan modalitas penurunan tarif yang disepakati, maka ekspor ke Iran akan mencapai sekitar US$ 900 juta di tahun mendatang. Menteri Perdagangan RI menghadiri pertemuan Trade Negotiating Committee (TNC) pada perundingan Doha Development Agenda (DDA) - WTO Di bidang perbankan, untuk memfasilitasi dan menunjang kelancaran perdagangan kedua negara. Di bidang energy, kedua pihak sepakat untuk mempercepat kerjasama ini terutama dalam proyek penyulingan minyak Teluk Banten, sebagai tindak lanjut dari MoU Shareholder Agreement (SHA), NIORDC dan Pertamina. Kedua pihak menyatakan segera akan mewujudkan proyek ini dalam waktu dekat. Di sektor Hulu, kedua pihak telah menyetujui untuk berkonsentrasi pada operasi Blok Laleh, dimana Perusahan Minyak Nasional Indonesia (Pertamina) sedang mengembangkan kerjasama dengan Iranian Offshore Engineering Company (IOEC). Dalam bidang kelistrikan, kedua pihak menyatakan keinginan untuk mengembangkan kerjasama di bidang tenaga listrik, seperti pembangkit listrik tenaga angin (Hydro Power Plant). LAK Departemen Perdagangan 2008 78 Di bidang tranportasi, mengacu pada Perjanjian Transpotasi Udara antara Indonesia – Iran yang ditandatangani pada tanggal 30 April 2004, Kedua pihak menyampaikan harapan untuk memiliki penerbangan langsung Indonesia – Iran. Garuda dan Iran Aseman Airlines menyatakan kesediaannya untuk meningkatkan volume kerjasama berdasarkan pada perjanjian bersama yang ditandatangani pada saat pertemuan komisi bersama. Di bidang informasi, komunikasi dan teknologi (ICT), kedua pihak menyatakan kesediaaan untuk mengembangkan hubungan kerjasama bilateral di bidang ICT. Sementara dalam bidang riset dan teknologi, kedua pihak sepakat untuk menindaklanjuti dengan membuat rencana aksi dari MoU di bidang Riset dan Teknologi yang ditandatangani pada tanggal 10 Mei 2006 Untuk bidang pos, kedua pihak sepakat menyelesaikan MOU di bidang Perangko Pos sebelum akhir tahun 2008 dan membahas bidang Perangko Pos pada tahun 2009. Di bidang Standard, kedua pihak telah membuat plan of action dari MoU yang telah ditandatangani yaitu : implementasi standard termasuk confirmity assesment activities dan diseminasi standar dan kerjasama lainnya. Dalam rangkaian Sidang ke-10 Komisi Bersama telah pula dilakukan pertemuan bisnis. Indonesia – Arab Saudi Kerjasama kedua negara khususnya di bidang perdagangan adalah sebagai berikut: kedua pihak sepakat untuk meningkatkan volume perdagangan dalam beberapa tahun ke depan menjadi US$ 10 milyar dengan melakukan: (i) diversifikasi produk; (ii) mendorong peranan swasta dan (iii) peningkatan saling kunjung antara kedua pihak, serta (iv) mengaktivasi Joint Business Council RI – Arab Saudi yang telah dibentuk tahun 2000; (v) penghapusan hambatanhambatan non-tarrif, (vi) penyederhanaan prosedur pemberian visa (vii) mendorong badan standarisasi dari kedua negara untuk menjalin kerjasama dalam bentuk Mutual Recognition Agreement dan Pelatihan. Sementara itu, hasil kesepakatan di lain bidang adalah terkait dengan Industri, Investasi, Pertanian, Keuangan Kelautan dan Perikanan, Pengolahan Makanan dan Obat-Obatan, Pesawat Terbang, Lingkungan, Kesehatan, Kerjasama Keamanan, Bidang Sosial, Islam dan Wakaf, Pariwisata, Kepemudaan, Kerjasama Pendidikan, dan Kerjasama Ketenagakerjaan . LAK Departemen Perdagangan 2008 79 Kualitas Lembaga Promosi Dalam era perdagangan bebas saat ini informasi pasar yang menjadi tujuan ekspor sangat diperlukan agar mudah dalam melakukan penetrasi ke pasar dimaksud, oleh karena itu Departemen Perdagangan berupaya membantu para pelaku ekspor Indonesia untuk melakukan penerobosan pasar dengan membuka kantor ITPC di beberapa negara entry point yang dapat membantu para pengusaha untuk menerobos pasar negara tujuan. Untuk memperluas penerobosan pasar ke negarala lain, selain 9 (sembilan) kantor ITPC yang telah didirikan, di tahun 2008 Departemen perdagangan juga telah mendirikan 11 (sebelas) kantor ITPC yang baru yaitu di Barcelona-Spanyol, Pusan-Korea Selatan, Chicago-Amerika Serikat, Chennai-India, Jeddah-Arab Saudi, Lagos-Nigeria, Lyon-Perancis, Mexico CityMeksiko, Shanghai-China, Santiago-Chile, dan Vancouver-Kanada. Sembilan kantor ITPC yang telah beroperasi sepanjang tahun 2008 telah berhasil mendorong kunjungan pembeli ke Indonesia, menyelenggarakan pameran/promosi produk Indonesia di Show Room ITPC dengan mengundang pengusaha setempat, menghubungkan pembeli dengan pengusaha Indonesia (trade inquiries) dan mendiseminasikan informasi peluang-peluang pasar luar negeri baik melalui surat, e-mail maupun secara langsung di daerah-daerah sehingga mampu menghasilkan 7.444 inquiries dengan total nilai kontak dagang sebesar US$ 35.908.030, Rp 1.136.500.000 dan 31.500.000 yen. LAK Departemen Perdagangan 2008 80 Meningkatnya kemampuan early warning system, pengamanan perdagangan luar negeri (trade defense dan trade diplomacy) Fokus pencapaian sasaran juga terkait dengan kemampuan Departemen Perdagangan dalam meningkatkan kemampuan early warning system (sistim peringatan dini) dan pengamanan perdagangan. Hal tersebut terkait dengan upaya Departemen dalam menyesuaikan cepatnya perkembangan perubahan perdagangan global. Untuk mencapai sasaran tersebut, indikator kinerjanya adalah sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Target Realisasi % 9 14 155 Kemampuan EWS 1 Jumlah kelompok produk impor yang mendapatkan pengawasan khusus/ peringatan dini Pengamanan perdagangan 2 3 Jumlah kasus Dumping, Subsidi dan Safeguard di pasar tujuan ekspor yang telah dilaksanakan Jumlah kasus anti dumping dan safeguards yang terselesaikan atau kasus yang dikenakan bea masuk anti dumping atau dihentikan sesuai ketentuan 18 kasus 6 Telah dihentikan: 5 kasus Telah dihentikan: 28% Dalam Proses/ Sedang ditangani: 13 kasus Dalam proses/ sedang ditangani: 72% 4 66,67 Pada tahun 2008, dengan terselesaikannya kasus-kasus produk ekspor Indonesia terhadap tuduhan dumping, subsidi dan safeguard maka semakin menguatnya pangsa pasar ekspor Indonesia baik di pasar domestik maupun di pasar internasional. Pemberian Advokasi dan Bantuan Teknis Penyelesaian Kasus untuk meningkatkan perolehan devisa ekspor sehingga meningkat pula kesadaran dunia usaha agar selalu kooperatif dalam menangani suatu kasus, juga adanya Bantuan Hukum Perdagangan Internasional dan Advisory Center for WTO Law (ACWL-WTO) sebagai layanan bantuan jasa hukum yang profesional kepada kalangan dunia usaha untuk penyelesaian kasus di forum Dispute Settlement Body LAK Departemen Perdagangan 2008 81 (DSB-WTO) dan adanya Bantuan Hukum Kerjasama Perdagangan Internasional sebagai bantuan jasa konsultan sehingga terlindunginya kepentingan Indonesia dalam penyelesaian kasus dan monitoring kemungkinan tuduhan dumping, subsidi dan safeguard (early warning system) sehingga dapat terindikasi secara dini kemungkinan adanya tuduhan suatu kasus terhadap produk Indonesia dan juga evaluasi program penanganan kasus tuduhan dumping, subsidi dan safeguard untuk melihat kekuatan dan kelemahan dalam menangani kasus sehingga penanganannya dapat lebih lancar. Kemampuan EWS Berdasarkan isu yang mengemuka di tahun 2008 baik melalui media cetak maupun elektronik dapat dikelompokan adanya indikasi distorsi pasar di dalam negeri terhadap 9 (sembilan) kelompok produk untuk dianalisis melalui penelitian Early Warning System (EWS). Dari sembilan kelompok produk yang diperkirakan terjaring dalam Early Warning System (EWS), ternyata berdasarkan pengolahan dan analisis data impor tahun 2005 s.d 2006 diperoleh 14 (empat belas) produk yang trend volume impornya cukup signifikan, yaitu: wheat flour, cane sugar, oth salt cont, gypsum anhydrite, potassium chloride, unbleached kraft paper or paperboard, cotton, artifcl staple fibres of viscose rayon, briefs & panties of man-made fibres, women/girls’ trousers, bib&brace overall, brassieres of oth textile materials, oth footwear, bead wire, dan wire nails. Sehingga perkembangan impor untuk periode-periode berikutnya perlu dipantau terus-menerus agar tidak mengancam industri dalam negeri. Dari keempatbelas produk tersebut beberapa produk impor telah menimbulkan kerugian serius industri dalam negeri antara lain produk kawat dan paku yang kasusnya sedang ditangani. Hasil penelitian EWS dapat dipakai sebagai acuan untuk penentuan lokasi penyelenggaraan Sosialisasi Tindakan Pengamanan (Safeguards) pada tahun 2009 yang disesuaikan dengan lokasi industri komoditi dimaksud. Disamping itu, hal lain yang telah dilakukan adalah terkait dengan pemberian asistensi dan bantuan teknis diberikan kepada para pengusaha/industri yang berpotensi mengalami kerugian atau ancaman akibat lonjakan impor. Ditargetkan empat asosiasi yang menaungi perusahaan telah mengajukan permohonan perlindungan dari kerugian akibat lonjakan impor untuk diberikan asistensi dan bantuan teknis. Telah dilakukan terhadap 10 (sepuluh) perusahaan dari 4 (empat) kelompok produk yang LAK Departemen Perdagangan 2008 mengajukan pernohonan perlindungan, namun 82 perkembangan yang menggembirakan di tahun 2008 semakin banyaknya industri dalam negeri yang telah memanfaatkan instrument safeguard. Pemanfatan tersebut diantaranya 6 (enam) asosiasi yang mendapat asistensi, yaitu: ASAKI (keramik), API (TPT), IPPAKI (Paku), ApSyFI (serat sintetis), GAPIPA (pipa baja) dan APERLINDO (lampu hemat energi) yang terdiri dari 12 (dua belas) perusahaan di bawah keenam enam asosiasi tersebut. Pencapaian realisasi yang mendapat asistensi untuk asosiasi mencapai 150 persen dari target yang ditetapkan, sementara bantuan teknis untuk perusahaan mencapai 170 persen. Dari 6 (enam) asosiasi di tahun 2008 yang diberikan asistensi dan bantuan teknis hanya 5 (lima) asosiasi yang memanfaatkan mekanisme dan prosedur penggunaan instrument safeguard dikarenakan hanya dari ke 5 (lima) asosiasi tersebut yang kelompok produknya mengalami kerugian atau ancaman dengan serius. Pencapaian sasaran di tahun 2008 mencapai 125 persen dari target yang ditetapkan sedangkan perusahaan yang memanfaatkan mekanisme instrument safeguard sebanyak 12 perusahaan atau 120 persen dari target yang ditetapkan. Pengamanan Perdagangan Sepanjang tahun 2008 telah dilakukan pembelaan atas tuduhan dumping dan tindakan safeguard oleh negara mitra dagang terhadap beberapa produk ekspor Indonesia. Terdapat 5 (lima) kasus yang telah dihentikan proses tuduhannya maupun telah berakhir masa pengenaan bea masuk anti dumpingnya yaitu: a. Berakhirnya kasus tuduhan dumping oleh Mesir terhadap produk Passenger Car Tires dan Light Truck Tires asal Indonesia tanpa dikenakan Bea Masuk Anti Dumping, b. Berakhirnya pengenaan BMAD oleh India terhadap produk Citric Acid, c. Pembatalan inisiasi sunset review atas pengenaan Bea Masuk Anti Dumping oleh Afrika Selatan terhadap produk Uncoated Woodfree White A4 Paper, d. Berakhirnya pengenaan BMAD oleh Mexico terhadap produk Ceramic Tableware, e. Berakhirnya penyelidikan anti-dumping atas produk Uncoated Kraft Paper & Paperboard in Rolls or Sheet (50-150 gr/m2). Kasus tuduhan dumping/subsidi/safeguard yang masih dalam proses penanganan: Selain kasus-kasus yang telah berhasil diselesaikan, terdapat 11 (sebelas) kasus tuduhan baru dumping (original case) dan 2 (dua) kasus tuduhan baru LAK Departemen Perdagangan 2008 83 safeguards (original case) oleh negara mitra dagang atas beberapa produk ekspor Indonesia meliputi: a. Tuduhan Dumping oleh Turki terhadap produk Yarn of Man Made Staple Fibers (Benang Serat Sintetik dan Buatan), b. Tuduhan Dumping oleh Turki terhadap produk Inner Tubes and Tires of Motorcycles (Ban Dalam dan Luar untuk Sepeda Motor), c. Tuduhan Dumping oleh Turki terhadap produk Inner Tubes and Tires of Bicycles (Ban Dalam dan Luar untuk Sepeda), d. Tuduhan Dumping oleh Turki terhadap produk Panci dari Kaca, Tutup Penggorengan dan Teko, e. Tuduhan Dumping oleh Brazil terhadap produk Viscose Staple Fiber, f. Tuduhan Dumping oleh Brazil terhadap produk Viscose Yarn, g. Tuduhan Dumping oleh Argentina terhadap produk Acrylic Fiber, h. Tuduhan Dumping oleh Argentina terhadap produk Polyester Fibers, i. Tuduhan Dumping oleh Australia terhadap produk Certain Toilet Paper, j. Tuduhan Dumping oleh India terhadap produk Cathode Ray Colour Television Picture Tubes, k. Tuduhan Dumping oleh India terhadap produk Hot Rolled Steel, l. Tuduhan Safeguards oleh India terhadap produk Phthalic Anhydride, m. Tuduhan Safeguards oleh Afrika Selatan terhadap produk L-lysine HCl Feed Grade 98,5%. Disamping kasus-kasus baru tersebut, pada tahun 2008 terdapat sebanyak 7 (tujuh) kasus tuduhan dumping yang dilakukan peninjauan kembali (sunset review) oleh Otoritas Anti Dumping negara penuduh yaitu: a. Sunset Review untuk Tuduhan Dumping India terhadap produk Caustic Soda, b. Sunset Review untuk Tuduhan Dumping Argentina terhadap produk Ban Sepeda (Roda Metalik), c. Sunset Review untuk Tuduhan Dumping China PR terhadap produk Ester Acrylic Acid, d. Sunset Review untuk Tuduhan Dumping Afrika Selatan terhadap produk Gypsum Plasterboard, e. Sunset Review untuk Tuduhan Dumping Thailand terhadap produk Flat Hot Rolled Steel in Coils and not in Coils (HRC), f. Sunset Review untuk Tuduhan Dumping Pakistan terhadap produk Sorbitol (DGlucitol) 70% solution, dan LAK Departemen Perdagangan 2008 84 g. Sunset Review untuk Tuduhan Dumping Malaysia terhadap produk Newsprint Paper. Kemudian, terdapat beberapa kasus yang penyelidikannya dimulai (inisiasi) pada tahun 2007 yang karena mekanismenya masih ditangani pada tahun 2008, yaitu: a. Tuduhan Dumping oleh India terhadap produk Maleic Anhydride (MAN), b. Tuduhan Dumping oleh India terhadap produk Hydrogen Peroxide, c. Tuduhan Dumping oleh India terhadap produk Float Glass, d. Tuduhan Dumping oleh Turki terhadap produk Engsel dari Logam & Komponen produk Furnitur, e. Tuduhan Dumping oleh Turki terhadap produk Polyester Textured Yarn, f. Tuduhan Dumping oleh Korea terhadap produk Uncoated Kraft Paper and Paperboard in Rolls or Sheet, g. Tuduhan Dumping oleh Australia terhadap produk Linear Low Density Polyethylene. Terkait dengan safeguards, dari 6 (enam) kasus yang masuk, baru 3 (tiga) kasus yang proses penyelidikannya di tahun 2008. Mengingat panjangnya prosedur dalam penyelidikan, pencapaian realisasi untuk ketiga kasus tersebut belum dapat mencapai target mengingat berbagai kendala yang dihadapi di antaranya; pertama kelengkapan data dan informasi dari pihak petisioner belum terpenuhi sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku, kedua instrumen safeguards belum dipahami oleh dunia usaha, dan ketiga safeguards di Indonesia masih tergolong hal baru. Dalam proses penyelidikan (safeguards) ada beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu: (1) menerima permohonan tindakan pengamanan perdagangan (safeguard dari petitioner); (2) mengirim kuesioner kepada pemohon; (3) menganalisa bukti-bukti awal (prima facie evidence) permohonan tindakan pengamanan perdagangan (safeguard); (4) melakukan pengumpulan data, pengolahan data dan analisa data; (5) melakukan notifikasi kasus; (6) melakukan verifikasi data di dalam dan di luar negeri; (7) melakukan pembahasan kasus; (8) melakukan dengar pendapat; (9) membuat laporan akhir (disclousure) kasus; dan (10) membuat rekomendasi kepada menteri perdagangan atas hasil laporan akhir penyelidikan. Hasil dari proses penyelidikan yang dilakukan hanya sampai pada tahap penyampaian rekomendasi kepada Menteri Perdagangan dan diteruskan kepada Menteri Keuangan untuk diterbitkan pengenaan Bea Masuk Safeguard. Dengan demikian, hanya 2 (dua) kasus yang telah selesai proses penyelidikannya, yaitu ceramic tableware (telah diterbitkan pengenaan bea masuk safeguard) dan dextrose monohydrate (masih diproses di Menteri Keuangan) LAK Departemen Perdagangan 2008 85 sehingga realisasi terhadap pencapaian sasaran ini belum dapat tercapai atau hanya mencapai 66 persen. Instansi/perusahaan yang diberikan Advokasi dan Bantuan Teknis penyelesaian Kasus Sepanjang tahun 2008, telah diberikan advokasi dan bantuan teknis penyelesaian kasus kepada 56 instansi/perusahaan terkait dengan tuduhan dumping/subsidi/ safeguard terhadap produk yang mereka ekspor ke negara mitra dagang, diantaranya: PT. Polysindo Eka Perkasa, PT. Krakatau Steel, dan PT. Industri Karet Deli. Kasus yang selesai dikonsultasikan ke ACWL WTO Sepanjang tahun 2008, telah dilakukan upaya penyelesaian kasus melalui kegiatan konsultasi dengan ACWL (Advisory Centre for WTO Law) yang berkedudukan di Jenewa. Terdapat 5 (lima) kasus yang telah dikonsultasikan, yaitu: a. Kasus Tuduhan Dumping oleh Korea Selatan terhadap produk Certain Paper, b. Kasus Tuduhan Dumping oleh Australia terhadap produk Certain Toilet Paper, c. Kasus Tuduhan Dumping oleh Turki terhadap produk Yarn of Man Made Staple Fibers, d. Konsultasi Tuduhan Dumping terhadap Inner Tube and Tyre for Bicycle oleh Turki, e. Konsultasi Tuduhan Dumping terhadap Inner Tube and Tyre for Motorcycle oleh Turki. Kasus antidumping yang terkena BMAD Terkait dengan kasus antidumping yang dikenakan bea masuk anti dumping (BMAD), terdapat 1 (satu) kasus yaitu Sodium Tripolyphosphate yang telah selesai penyelidikannya pada tanggal 16 September 2008. Terhitung sejak diinisiasi pada tanggal 29 Juni 2007, jangka waktu pelaksanaan penyelidikan berlangsung selama 15 bulan. Dengan demikian pelaksanaan penyelidikan anti dumping tepat waktu hanya 1 (satu) kasus atau sebesar 20% dari target. Rekomendasi hasil penyelidikan dihentikan karena tidak ada causal link antara injury dan dumping, atau tidak ada usulan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping. Sedangkan, BMAD atas impor Hot Rolled Plate dari China, India, Taiwan, Thailand dan Rusia telah dikenakan yang berlaku sejak tanggal 28 Pebruari 2008. Dengan demikian jumlah kasus yang terselesaikan dan dikenakan Bea Masuk Anti Dumping yaitu 2 (dua) kasus atau sebesar 67 persen dari target. LAK Departemen Perdagangan 2008 86 Terwujudnya sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien melalui pembangunan sarana dan prasarana perdagangan Selanjutnya, dalam upaya memastikan terciptanya sebuah sistem distribusi nasional, Departemen Perdagangan sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Renstra memiliki beberapa fokus yaitu: efektifitas dan efisiensi sistim distribusi, dan pembangunan sarana dan prasarana perdagangan. Untuk mencapai sasaran tersebut, indikator kinerjanya adalah sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Target Realisasi % Efektifitas dan efisiensi sistim distribusi 1 Terjaminnya distribusi dan terkendalinya harga wajar: komoditi beras 12 bulan 12 bulan 100 2 Terjaminnya distribusi dan terkendalinya harga wajar: komoditi gula 12 bulan 12 bulan 100 3 Terjaminnya distribusi dan terkendalinya harga wajar: komoditi minyak goreng 52 minggu 43 minggu 82,6 4 Terjaminnya distribusi dan terkendalinya harga wajar: komoditi pupuk bersubsidi 60 rayon bulan 52 rayon bulan 87,1 102 Unit 97,14 Pembangunan sarana dan prasarana perdagangan 5 Jumlah pembangunan pasar dan sarana penunjang perdagangan 105 Unit Efektifitas dan Efisiensi Sistim Distribusi Kegiatan distribusi memiliki peranan yang sangat penting dalam menggerakkan aktivitas perdagangan. Peran distribusi tidak sekedar memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen, tetapi juga dapat menghindari surplus atau kekurangan barang di suatu daerah serta menjaga stabilitas harga. Dalam upaya mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien, khususnya yang terkait dengan bahan kebutuhan pokok, telah dilaksanakan beberapa kegiatan, antara lain : a. Monitoring harga dan distribusi bahan kebutuhan pokok, dilaksanakan melalui kerjasama dan koordinasi dengan Dinas Perindag Propinsi di seluruh Indonesia. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data/informasi harga, sehingga dapat diketahui trend perkembangan harga pada satu periode dibanding periode lain, serta antisipasi bila terjadi fluktuasi dalam rangka stabilisasi harga. LAK Departemen Perdagangan 2008 87 Kegiatan monitoring dilaksanakan setiap hari kerja di seluruh Ibukota Propinsi di Indonesia. Bahan kebutuhan pokok yang dilakukan pemantauan antara lain komoditi beras, gula, minyak goreng, mentega, terigu, kedelai, daging ayam, telur ayam, daging sapi, cabe merah dan bawang merah, dan susu kental manis. Berdasarkan hasil monitoring tersebut, perkembangan harga bahan pokok, terutama beras dan gula pasir selama tahun 2008 stabil dengan dikeluarkannya Paket Kebijakan 1 Pebruari 2008 yang terkait dengan Stabilisasi Harga Pangan Pokok. b. Publikasi harga melalui media elektronik dan cetak. Kegiatan publikasi harga bahan kebutuhan pokok masyarkat dilakukan melalui media elektronik dan media cetak. Publikasi harga melalui media elektronik, dilaksanakan melalui RRI dan Radio Swasta “Fast FM”. Siaran informasi harga melalui RRI dilaksanakan setiap hari kerja pukul 20.20 dan Radio Swasta Past FM disiarkan setiap hari kerja jam 10.27 dan 10.19 selama 1 tahun. Sedangkan publikasi pada media cetak dilakukan melalui harian “Neraca” dan “Pelita” setiap hari kerja selama 1 tahun. Informasi harga bahan kebutuhan pokok dimaksud, selain dipublikasikan melalui media elektronik dan media cetak juga disampaikan secara langsung kepada Presiden, Wakil Presiden dan para menteri terkait dan dipublikasikan secara online kepada masyarakat luas melalui situs: http://ditjenpdn.depdag.go.id. c. Pengamanan pengadaan distribusi hasil pertanian dilaksanakan melalui kegiatan tinjauan lapangan dan koordinasi dengan instansi terkait di pusat dan daerah. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan distribusi dan sekaligus melakukan langkah koordinasi dan antisipasi untuk mengatasi hambatan distribusi, yang berdampak pada kurangnya suplai dan fluktuasi harga. d. Pembinaan pengecer pupuk bersubsidi dilaksanakan di 5 (lima) daerah, yaitu Banda Aceh, Palembang, Banjarmasin, Pontianak dan Gorontalo. Para pengecer pupuk yang mengikuti pembinaan dari masing-masing daerah sebanyak 50 orang, sehingga seluruh pedagang pengecer yang mendapat pembinaan sebanyak 250 orang. Kegiatan pembinaan ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada para pengecer pupuk mengenai kebijakan distribusi/penyaluran pupuk bersubsidi kepada para petani. Dengan demikian, diharapkan para pedagang pengecer dapat mendistribusikan pupuk kepada para petani dengan prinsip “6 tepat” (tepat jenis, mutu, harga, jumlah, tempat dan waktu) dan para petani dapat menggunakan pupuk pada saat dibutuhkan. e. Pemantauan dan pengamanan distribusi pupuk bersubsidi dilaksanakan di 6 daerah yang terbagi dalam 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan identifikasi dan penangan LAK Departemen Perdagangan 2008 88 kasus. Untuk kegiatan identifikasi permasalahan pupuk bersubsidi dilaksanakan di Palembang, Banjarmasin dan Samarinda. Sedangkan untuk kegiatan penanganan kasus pupuk bersubsidi dilaksanakan di Medan, Padang dan Pontianak. Pelaksanaan kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pendistribusian pupuk bersubsidi dari distributor sampai ke para petani dan mengatasi gangguan distribusi yang terjadi di lapangan. Sebagai ilustrasi, dapat dilihat dari perkembangan harga beras dan minyak goreng di dalam negeri sebagai berikut: Harga rata-rata nasional beras kualitas medium pada Januari 2008 sekitar Rp. 5.442,-/kg, sedangkan pada Desember 2008 sebesar Rp. 5.412,-/kg (turun 0,55 persen). Harga gula pasir di dalam negeri pada Januari 2008 sebesar Rp. 6.567,sedangkan pada Desember 2008 Rp. 6.648,-/kg (naik 1,23 persen). Menteri Perdagangan RI didampingi Gubernur Propinsi Jawa Barat melakukan kunjungan Pasar di wilayah Kota Bandung pada September 2008 Kegiatan pengamanan distribusi untuk hasil pertanian utamanya mengacu pada bahan kebutuhan pokok masyarakat seperti beras dan gula pasir, karena komoditi ini merupakan penyumbang inflasi yang cukup besar bila terjadi gangguan suplai dan distribusi. Hasil koordinasi dan langkah-langkah pengamanan pengadaan distribusi bahan kebutuhan pokok dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Beras Pada awal tahun 2008, harga pangan dunia mengalami kenaikan sangat tajam. Kenaikan harga selain karena dampak permintaan biofuel, juga disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia yang tajam. LAK Departemen Perdagangan 2008 89 Untuk mengantisipasi kondisi perekonomian global tersebut, Pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan Stabilisasi Pangan 1 Februari 2008, yang berisi langkah-langkah kegiatan antara lain: 1) Penambahan penyaluran Raskin 2008 oleh Perum Bulog menjadi 15 kg (sebelumnya 10 kg) untuk 9 bulan dengan harga tetap Rp.1.600/kg kepada 19,1 juta RTM 2) Penurunan kembali bea masuk menjadi Rp.450/kg; dan 3) Peningkatan produksi beras melalui percepatan bantuan benih bermutu oleh Departemen Pertanian. Hasil pencapaian paket kebijakan tersebut antara lain sebagai berikut: 1) Swasembada beras melalui program Deptan berhasil meningkatkan produksi beras dari sebesar 30.696.253 ton (ATAP BPS tahun 2007) menjadi 32.338.823 ton (ARAM III BPS tahun 2008) atau naik 1.642.570 ton (5,35 persen). 2) Penyesuaian Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah/Beras di tingkat Petani melalui Inpres 1 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan dari sebelumnya Rp.3.550/kg menjadi Rp.4.300/kg. 3) Penyaluran raskin oleh Perum Bulog ditingkatkan dari 10 kg/RTM untuk 16,74 juta RTM untuk 9 bulan pada periode tahun 2007 menjadi 15 kg/RTM untuk 19,1 juta RTM untuk 11 bulan pada periode tahun 2008 dengan total penyaluran sebelumnya sebesar 1.731.804 ton menjadi sebesar 3.342.475 ton, atau naik sebesar 1.610.671 (93.01 persen). 4) Berdasarkan hasil pantauan Dinas Perindag Provinsi di seluruh Indonesia, harga beras berkisar Rp.5.009/kg pada bulan Januari 2007 dan Rp.5.129/kg pada bulan Desember 2007 menjadi Rp.5.442/kg pada bulan Januari 2008 dan Rp.5.412/kg pada bulan Desember 2008. b. Gula Pasir Kondisi pergulaan nasional selama tahun 2008 cukup stabil, khususnya pergulaan berbasis tebu. Kebutuhan gula kristal putih untuk tahun 2008 dapat dipenuhi dari produksi tebu dalam negeri (tidak perlu impor). Disamping itu, perkembangan harga gula di tingkat pengecer selama tahun 2008 secara nasional cukup stabil, berkisar antara Rp 6.412 s.d Rp 6.463,-/kg. c. Minyak Goreng Produksi crude palm oil (CPO) tahun 2008 diperkirakan sekitar 19 juta ton, dari hasil produksi tersebut sekitar 4,8 juta ton untuk kebutuhan minyak goreng dalam negeri dan sisanya untuk ekspor. LAK Departemen Perdagangan 2008 90 Sebagaimana diketahui, pada akhir tahun 2007 sampai pertengahan tahun 2008 harga CPO di tingkat International mengalami kenaikan yang cukup tajam, sehingga mempengaruhi harga minyak goreng di dalam negeri. Tahun 2008 Departemen Perdagangan menargetkan bahwa dalam 52 minggu harga terkendali dalam tingkat wajar dengan pasokan yang cukup, namun realisasi dari program ini hanya 43 minggu atau 82,69 persen. Menurut Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan kondisi yang dapat dinyatakan tidak kestabilan harga apabila harga naik secara tiba-tiba 25 persen dari harga sebelumnya atau kenaikan harga melebihi tingkat inflasi yang berlaku. Dalam rangka menstabilkan harga minyak goreng dalam negeri pemerintah telah melakukan langkah kebijakan antara lain: 1) Penyesuaian pungutan ekspor minyak sawit dan produk turunannya; 2) Kebijakan PPn ditanggung Pemerintah (PPn-DTP) untuk penjualan minyak goreng curah dan kemasan di dalam negeri. Untuk program tersebut pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 3 triliun; Menteri Perdagangan RI melakukan operasi pasar dan penyaluran subsidi minyak goreng di berbagai daerah 3) Menyalurkan subsidi minyak goreng Rp 2.500,-/liter. Dalam tahun 2008 dialokasikan subsidi minyak goreng sebesar Rp 475 milyar melalui tahap pertama sebesar Rp 82,7 milyar dan tahap kedua sebesar Rp 392,3 milyar, namun dana sebesar Rp 235,3 milyar diblokir oleh Ditjen Anggaran, sehingga yang dapat digunakan untuk tahap kedua tersebut adalah sebesar Rp 157 milyar. Realisasi sampai pertengahan Desember 2008 tahap pertama sebesar 98,71 persen dan tahap kedua sebesar 89,27 persen; dan LAK Departemen Perdagangan 2008 91 4) Melaksanakan verifikasi pengangkutan antar pulau untuk kelapa sawit dan produk turunannya. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah adanya ekspor illegal yang merugikan negara. d. Pupuk Bersubsidi Penyebaran Pupuk Bersubsidi dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 03/M-DAG/PER/2/2006 Tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian terbagi dalam 5 (lima) rayon/wilayah penyebaran dan Departemen Perdagangan menargetkan terjaminnya distribusi dan terkendalinya harga wajar komoditi pupuk bersubsidi di 5 (lima) rayon dalam 12 (dua belas) bulan (60 rayon bulan) tersebut. Dalam tahun 2008 realisasi dari program ini hanya 52 rayon bulan yang tidak terdapat kelangkaan dan harga terkendali wajar atau 87,1 persen terrealisasi dari target. Adapun penyebab tidak tercapainya target adalah sebagai berikut: 1) Masalah kelangkaan pupuk bersubsidi terutama disebabkan adanya perbedaan antara rencana kebutuhan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan)/SK Gubernur/Bupati/Walikota dengan keinginan petani, sebagai akibat : a) Kebiasaan petani menggunakan pupuk sebanyak (400-600 kg/Ha), hal itu melampaui rekomendasi Permentan (200-250 kg/Ha); b) Adanya tambahan kebutuhan karena gangguan alam dan tambahan tanaman baru seperti perluasan tanaman jagung di kawasan hutan dan perkebunan (inter-cropping); dan c) Musim tanam lebih cepat. 2) Disparitas harga pupuk bersubsidi (Rp 1.200,-/kg) dengan pupuk non subsidi (sekitar Rp 5.000,-/kg) atau dengan pupuk impor, sehingga mendorong meningkatnya perdagangan/spekulasi dari sektor subsidi ke sektor non subsidi. 3) Belum optimalnya fungsi pengawasan oleh Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) di daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), terutama pengawasan pupuk dari pengecer di lini IV ke petani. 4) Langkah-langkah yang ditempuh antara lain menambah alokasi pupuk urea bersubsidi 200 ribu ton (Tahap I) dan ditambah lagi sebanyak 300 ribu ton (Tahap II), sehingga jumlah alokasi pupuk urea bersubsidi tahun 2008 menjadi 4,8 juta ton dan melakukan Operasi Pasar (OP) langsung ke petani. LAK Departemen Perdagangan 2008 92 Pembangunan Sarana dan Prasarana Perdagangan Dalam upaya mewujudkan kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok, hasil produksi pertanian maupun industri kecil dan peningkatan pendapatan masyarakat di daerah perbatasan, pedalaman, tertinggal, dan daerah pasca bencana/konflik, telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan dalam tahun 2008, antara lain: pembangunan pasar desa/tradisional di daerah perbatasan, pedalaman, tertinggal, dan daerah pasca bencana/konflik yang bertujuan untuk membuka dan memperlancar kegiatan distribusi di daerah setempat, sehingga memudahkan masyarakat melakukan perdagangan bahan pokok, hasil pertanian maupun industri kecil setempat dan menjaga stabilitas harga. a. Dalam tahun 2008, target pembangunan pasar desa/tradisional berjumlah 104 unit. Dari target itu, jumlah pasar yang dapat direalisasikan pembangunannya sebanyak 101 unit, sehingga pembangunan pasar yang tidak dapat direalisasikan hanya 3 (tiga) unit, yaitu di Kota Samarinda, Kab. Kepulauan Mentawai dan Kab. Bengkulu Selatan. Tidak terrealisasinya pembangunan pasar tersebut umumnya disebabkan karena terjadi eskalasi harga bahan bangunan sebagai dampak dari kenaikan harga BBM. Menteri Perdagangan RI melakukan kunjungan ke pasar tradisional di Kota Mataram dan Lombok Barat menjelang Lebaran 2008 b. Pembangunan instalasi Coldstorage dilaksanakan di Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan, sebanyak 1 (satu) unit. Pembangunan sarana ini dimaksudkan untuk membantu para nelayan kecil setempat mendapatkan pasokan es secara kontinyu, agar para petani dapat mempertahankan kualitas hasil tangkapan ikan dan meningkatkan pendapatan para nelayan kecil di Kabupaten Bone. LAK Departemen Perdagangan 2008 93 Kegiatan penunjang untuk meningkatkan kapasitas SDM dalam mengelola sarana dan prasana pasar dan penunjang perdagangan antara lain: a. Pelatihan pengelola pasar di daerah perbatasan, pedalaman, tertinggal, dan daerah pasca bencana/konflik dilaksanakan pada tanggal 20-22 Oktober 2008, bertempat di Hotel Aston Atrium, Jl. Senin Raya No. 135 Jakarta. Pelatihan ini diikuti oleh 24 orang peserta pengelola pasar di daerah perbatasan/daerah pedalaman dan daerah tertinggal, terdiri dari 1 (satu) orang petugas dinas yang membidangi perdagangan dan 1 (satu) orang pengelola pasar tradisional. Kegiatan pelatihan ini dimaksudkan untuk memotivasi para pengelola pasar untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya, sehingga diharapkan dapat melakukan langkah koordinasi dengan instansi terkait untuk mempercepat tumbuhnya kegiatan perekonomian di daerah setempat. b. Pelatihan pengelolaan pasar dan pengelolaan gudang dilaksanakan di 4 (empat) propinsi, yaitu Propinsi Kepulauan Riau, Bali, Sulawesi Utara dan Gorontalo. Kegiatan pelatihan pasar dan gudang masing-masing diikuti oleh 30 orang peserta dari kalangan pengelola pasar tradisional, pasar modern, pengelola gudang dan pelaku usaha yang membidangi perpasaran dan pergudangan. Pelatihan pengelolaan pasar dan pengelolaan gudang di Propinsi Sulawesi Utara dilaksanakan tanggal 7 s.d 11 April 2008, Gorontalo tanggal 21 s.d 25 April 2008, Bali tanggal 26 s.d 30 Mei 2008 dan Kepulauan Riau tanggal 16 s.d 20 Juni 2008. Pelaksanaan kegiatan pelatihan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas SDM pengelola pasar dan gudang dalam mengelola pasar dan pergudangan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan peran pasar dan gudang dalam mewujudkan pengembangan pasar dalam negeri dan sistem distribusi yang efisien dan efektif. c. Pelatihan manajemen pengelolaan pasar dilaksanakan tanggal 10 s.d 13 Desember 2008 di Hotel Acacia, Jakarta. Peserta yang mengikuti pelatihan seluruhnya berjumlah 60 orang aparat/pengelola dan pedagang pasar dari berbagai daerah. Kegiatan pelatihan terbagi dalam 2 (dua) kelompok, masingmasing kelompok sebanyak 30 orang peserta. Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan profesionalisme para pengelola dan pedagang pasar dalam pengelolaan pasar dan untuk mewujudkan kondisi pasar yang bersih, aman, nyaman, dan sehat. LAK Departemen Perdagangan 2008 94 Terwujudnya keamanan pasar dalam negeri yang menyangkut keselamatan, kesehatan, keamanan dan lingkungan serta kepentingan industri dalam negeri, meningkatnya tertib ukur pemberdayaan konsumen dan serta terwujudnya pemberdayaan produksi dalam negeri Salah satu faktor penting dalam pencapaian perekonomian nasional yang stabil dan berdaya saing adalah memastikan bahwa sentra-sentra perdagangan nasional memiliki kompetensi dan kualitas yang baik. Selain itu, konsumen (dalam hal ini masyarakat luas) juga harus diberdayakan, dalam arti memiliki pemahaman dalam proses bertransaksi. Adapun pencapaian sasaran tersebut di atas, difokuskan kedalam beberapa hal, yaitu: keamanan pasar dalam negeri, kepentingan industri dalam negeri, pemberdayaan konsumen, dan pemberdayaan produksi dalam negeri. Untuk mencapai sasaran tersebut, indikator kinerjanya adalah sebagai berikut: No Indikator Kinerja Target Realisasi % 87 Kasus 87 Kasus 100 54 unit metrologi daerah 49 unit metrologi daerah 90,74 5 Komoditi 5 Komoditi 100 37 episode, 52 kali 37 episode, 52 kali 100 4 produk 4 produk 100 2 judul 1 judul 50 Keamanan pasar dalam negeri 1 Jumlah penanganan kasus pengaduan perlindungan konsumen yang berhasil diselesaikan Kepentingan industri dalam negeri 2 Jumlah daerah yang telah melakukan verifikasi standard secara periodik Pemberdayaan konsumen 3 Jumlah kasus pelanggaran standard mutu yang berhasil diselesaikan Pemberdayaan produksi dalam negeri 4 Jumlah produksi dalam negeri yang dikembangkan (kategori film animasi) 5 Jumlah data dan informasi mutu produk pangan dan bahan bangunan yang sesuai dengan persyaratan SNI 6 Jumlah RSNI3 yang akan dijadikan SNI dan akan dijadikan acuan untuk dunia usaha Sasaran ketujuh Rencana Strategis (atau elemen ketujuh dari sasaran Renstra) yang harus dicapai oleh Departemen Perdagangan adalah dalam rangka terwujudnya keamanan pasar dalam negeri yang menyangkut keselamatan, LAK Departemen Perdagangan 2008 95 kesehatan, keamanan dan lingkungan serta kepentingan industri dalam negeri, meningkatnya tertib ukur dan terwujudnya pemberdayaan konsumen serta pemberdayaan produksi dalam negeri. Pelaksanaan kegiatan (kinerja) untuk mencapai sasaran Renstra ini menyebar ke berbagai unit organisasi Departemen Perdagangan. Pada sisi koordinasi makro (dalam lingkup departemen) dipergunakan kriteria prioritas program, dalam pencapaian sasaran Renstra ini melekat ke seluruh prioritas yang ditetapkan. Berikut adalah uraian dari satuansatuan kinerja yang dimaksud. Dalam upaya mencapai sasaran tersebut di atas baik dari segi keselamatan, kesehatan, keamanan, dan lingkungan, pada tahun anggaran 2008 telah dilakukan kegiatan-kegiatan antara lain: Keamanan Pasar Dalam Negeri Realisasi Pelayanan Pengaduan Konsumen Tahun 2008 terkait dengan barang dan jasa serta klausula baku sebanyak 87 tahun pengaduan kasus (naik 31,47 persen dibanding tahun 2007 sebanyak 63 kasus). Pengaduan tersebut terdiri dari 24 pengaduan langsung ke unit pengaduan konsumen dan 63 surat pengaduan tidak langsung yaitu melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau pihak ketiga terhadap perusahaan yang dianggap merugikan konsumen. Menteri Perdagangan RI bersama Direktur Perlindungan Konsumen Adapun beberapa kegiatan penunjang pencapaian sasaran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: LAK Departemen Perdagangan 2008 96 a. Pelatihan motivator Perlindungan Konsumen (PK) pada kelompok masyarakat dilaksanakan di 2 daerah, yaitu Makassar pada tanggal 21 s/d 25 April 2008 dengan jumlah peserta 30 orang dan di Tanjung Pinang pada tanggal 3 s/d 7 Juni 2008 dengan jumlah peserta sebanyak 30 orang. Kegiatan pelatihan ini dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada anggota masyarakat, guna memberikan dorongan kepada masyarakat agar menjadi konsumen yang kritis, teliti dan mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam perlindungan konsumen. b. Penyuluhan dan penyebaran informasi PK kepada masyarakat dilaksanakan melalui media televisi, yaitu TPI sebanyak 3 spot selama 60 detik pada tanggal 7 s.d 10 Nopember 2008, SCTV sebanyak 15 spot selama 30 detik pada tanggal 20 s.d 30 Juni 2008, dan MetroTV sebanyak 4 spot selama 60 detik pada tanggal 6 s.d 10 Nopember 2008. 1) Melalui media radio dilaksanakan di RRI di Jakarta sebanyak 20 spot selama 60 detik pada tanggal 24 Oktober 2008, TV Dangdut sebanyak sebanyak 6 kali talkshow selama 60 menit pada tanggal 14 nopember s.d 9 Desember 2008, Bens Radio sebanyak 4 kali talkshow selama 60 menit pada tanggal 3 s.d 17 Nopember 2008, dan Radio Women sebanyak 80 spot selama 60 detik pada tanggal 12 s.d 24 Nopember 2008. 2) Melalui Kereta Api Eksekutif pada tanggal 12 s.d 10 Juni 2008 dan di Stasiun KA Gambir melalui pemasangan spanduk PK, serta melalui air vision Pesawat Garuda Indonesia pada tanggal 3 s.d 7 Juni 2008. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri menghadiri peluncuran “Klinik Konsumen Terpadu” pada Desember 2008 LAK Departemen Perdagangan 2008 97 c. Operasional klinik konsumen terpadu dilaksanakan di 2 (dua) tempat, yaitu: perguruan tinggi pada tanggal 28 Oktober 2008, dengan melibatkan 60 orang masyarakat konsumen, dan di pasar tradisional pada bulan Nopember dan Desember 2008 dengan melibakan 130 orang masyarakat konsumen. d. Penyusunan dan penyempurnaan peraturan PK meliputi 2 (dua) peraturan, yaitu Penyusunan dan penyempurnaan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang Pedoman Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual Bagi Produk Telematika dan Elektronika serta Finalisasi Permendag tentang Pencantuman Label pada Barang yang Beredar di Pasar. e. Fasilitasi pelayanan pengaduan konsumen dilaksanakan di 6 (enam) daerah, yaitu Medan, Batam, Banjarmasin, Manado, Kendari dan Gorontalo. Bentuk fasilitasi yang diberikan kepada daerah tersebut antara lain penyediaan anggaran operasional untuk mendukung kelancaran pelaksanan kegiatan perlindungan konsumen dan bantuan penanganan atas kasus besar/spesifik yang terjadi di daerah. f. Pengembangan/bimbingan kepada anggota BPSK dilaksanakan di Batam pada tanggal 23 s.d 25 Juli 2008. Jumlah peserta/anggota BPSK yang mendapatkan bimbingan sebanyak 30 orang. Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan perlindungan konsumen kepada anggota BPSK, agar dapat menangani dan menyelesaikan pengaduan masyarakat yang menghadapi kasus-kasus perlindungan konsumen. g. Pelatihan petugas pengawas barang dan jasa dilaksanakan di 2 (dua) lokasi, yaitu di Jakarta dan Jawa Timur. Pelatihan di Jakarta dilaksanakan sebanyak 2 (dua) angkatan. Angkatan 1 (pertama) diikuti oleh 30 orang peserta yang dilaksanakan di Hotel Willtop tanggal 12 s.d 25 Oktober 2008, dan angkatan 2 (kedua) diikuti oleh 24 orang, dilaksanakan pada tempat yang sama pada tanggal 19 Agustus s.d 1 September 2008. Sedangkan untuk propinsi Jawa Timur dilaksanakan 1 (satu) angkatan, dengan peserta sebanyak 31 orang dan dilaksanakan di Hotel Jemur Sari Utami tanggal 3 s/d 17 Agustus 2008. h. Pelatihan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK) terbagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu Diklat PPNS-PK Reguler dan Diklat PPNS-PK Eksekutif (PPNS-PDN). Diklat PPNS-PK regular dan eksekutif diselenggarakan melalui kerjasama dengan Mabes Polri, yang pelaksanaannya dipusatkan di Pusdik Reskrim Lemdiklat POLRI Megamendung Bogor. Jumlah peserta yang mengikuti Diklat LAK Departemen Perdagangan 2008 98 PPNS-PK eksekutif dan regular sebanyak 79 orang dengan rincian reguler 42 orang dan eksekutif 37 orang. Pelatihan PPNS-PK reguler dilaksanakan tanggal 16 Juni s.d 15 Agustus 2008 dan PPNS-PK eksekuti dilaksanakan tanggal 1 s.d 15 Agustus 2008. Kepentingan Industri Dalam Negeri Ketelusuran Standar adalah salah satu indikator utama dari terciptanya tertib ukur. Departemen Perdagangan menargetkan agar seluruh kantor metrologi daerah yang saat ini berjumlah 54 kantor daerah melakukan verifikasi standar yang mereka miliki dengan standar diatasnya yang dimiliki oleh Departemen Perdagangan c.q. Direktorat Metrologi Bandung. Kendala Geografis yang terbentang dari Sabang sampai Merauke menyebabkan biaya transportasi yang tinggi, kendala tidak tercukupi oleh dana APBD untuk membiayai verifikasi standar tersebut yang menyebabkan ada beberapa kantor metrologi yang terlambat atau tidak sama sekali melakukan verifikasi standar mereka. Hal ini yang menyebabkan tingkat realisasi program ini sebesar 90,74 persen. Oleh sebab itu peran dari 4 (empat) Kantor Balai Standarisasi Metrologi Legal sebagai perpanjangan tangan Departemen Perdagangan di wilayah tertentu harus dioptimalkan dan rencana pembangunan 3 (tiga) Kantor Balai Standarisasi Metrologi Legal agar segera direalisasikan sehingga mampu menjawab berbagai kendala di atas. Sementara itu, proses pengawasan dan perbaikan terhadap industri dalam negeri juga telah dilakukan diantaranya: a. Pengawasan berkala dan khusus komoditi ILMEA dilakukan terhadap 10 komoditi, yaitu: lampu hemat energi, kipas angin, tusuk kontak, kotak kontak, HP, accu, televisi, VCD/DVD, kabel dan printer warna. Jumlah daerah yang dilakukan pengawasan mencakup 20 daerah, yaitu : Aceh, Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Jambi, Babel, Batam, DKI. Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Mataram, Kupang, Banjarmasin, Pontianak, Makassar, Manado dan Gorontalo. b. Pengawasan berkala dan khusus komoditi IKAH dilakukan terhadap 10 komoditi, yaitu: tepung terigu, garam yodium, AMDK, minyak pelumas, ban luar sepeda motor, ban salam sepeda motor, cat tembok, ban mobil dan minyak rem. Pengawasan komoditi tersebut dilaksanakan di 20 daerah, yaitu : Aceh, Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Jambi, Babel, Batam, DKI. Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Mataram, Kupang, Banjarmasin, Pontianak, Makassar, Manado dan Gorontalo. LAK Departemen Perdagangan 2008 99 c. Pengawasan berkala dan khusus terhadap Jasa dilakukan pada 5 jenis jasa, yaitu: jasa layanan purna jual, alat listrik rumah tangga, bengkel umum kendaraan roda 4, perparkiran, pasar modern, jasa distribusi dan jasa bisnis. Pengawasan jasa tersebut juga dilaksanakan di 20 daerah, yaitu: Aceh, Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Jambi, Babel, Batam, DKI. Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Mataram, Kupang, Banjarmasin, Pontianak, Makassar, Manado dan Gorontalo. d. Sosialisasi kebijakan dan hasil pengawasan komoditi ILMEA, IKAH dan Jasa dengan para stakeholder pengawasan (pelaku usaha, konsumen, instansi terkait dan aparat pengawas di propinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan di 6 daerah, yaitu : Sumbar, Sumsel, DKI. Jakarta, Kalsel, Bali dan Sulawesi Selatan. Peserta yang mengikuti sosialisasi ini seluruhnya berjumlah 450 orang. Pelaksanaan kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan mengenai kebijakan dan hasil-hasil pengawasan barang beredar dan jasa kepada masyarakat konsumen, dengan demikian diharapkan masyarakat dapat lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi atau menggunakan barang beredar di pasar yang tidak sesuai peraturan. e. Pengadaan peralatan laboratorium massa. Untuk mendukung peningkatan kemampuan laboratorium massa Direktorat Metrologi telah dilaksanakan pengadaan Vacuum Mass Comparator untuk diseminasi standar nasional satuan massa (K-46) ke standar yang lebih rendah dan pengadaan anak timbangan sebanyak 21 unit untuk menunjang kelancaran pelaksanaan pengujian alat ukur ijin tipe dan kalibrasi. f. Pengadaan kendaraan fungsional tera UTTP. Untuk memperlancar dalam pelayanan kemetrologian di daerah telah dilaksanakan pengadaan 16 unit kendaraan fungsional tera UTTP yang dilengkapi dengan peralatan standar, Kendaraan tersebut telah diserahkan kepada 16 Provinsi dengan sistem ”pinjam pakai”, guna menunjang kelancaran pelaksanaan tera UTTP di daerah. g. Verifikasi/rekalibrasi alat standar ukuran terhadap 5 alat standar, yaitu: Standar kimia dan lingkungan hidup pada minggu pertama Pebruari 2008; Standar suhu minggu kedua Pebruari 2008; Standar listrik pada minggu ketiga Pebruari 2008; Standar panjang pada minggu pertama Maret 2008; dan Standar gaya dan tekanan pada minggu kedua Maret 2008. h. Pembentukan Balai Standarisasi Metrologi Legal yang ditargetkan di 3 (tiga) daerah, yaitu Palembang, Mataram dan Manado tidak ada yang terealisasi, LAK Departemen Perdagangan 2008 100 karena belum mendapat persetujuan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Biro Kepegawaian Departemen Perdagangan. Pemeriksaan Ulang Fisik Kelayakan Pengelolaan Sarana Distribusi B2 bagi Pemohon Ijin Distributor B2 di PT. Toya Indo Manunggal. i. Pengadaan cap tanda tera sebanyak 3.000 unit. Cap tanda tera tersebut telah didistribusikan ke 65 Kantor Metrologi di 33 propinsi pada bulan Desember 2008. Pengadaan cap tanda tera ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran daerah dalam pelaksanaan tera dan tera ulang terhadap alat ukur, takar, timbangan dan perlengkapannya yang digunakan masyarakat dalam aktivitas perdagangan. Pemberdayaan Konsumen Penanganan kasus komoditi dilaksanakan terhadap 5 jenis komoditi, yaitu gula rafinasi, telpon seluler, ban dalam/luar sepeda motor, ban mobil, lampu hemat energi, dan minumal beralkohol. Penanganan kasus komoditi gula rafinasi dilaksanakan di Bogor, Makassar, Banjarmasin, dan DKI. Jakarta. Komoditi telpon seluler dilaksanakan di Surabaya dan Denpasar, Komoditi ban dilakukan di Medan, Jambi, Palembang, DKI Jakarta dan Surabaya. Komoditi lampu hemat energi dilaksanakan di Medan, jambi, dan Palembang. Sedangkan untuk komoditi minuman beralkohol dilaksanakan di Padang, Sumbar. Pemberdayaan Produksi Dalam Negeri Dalam upaya mendorong masyarakat mencintai dan menggunakan produk dalam negeri serta mengurangi konsumsi barang-barang impor masyarakat LAK Departemen Perdagangan 2008 101 kalangan menengah, dalam tahun anggaran 2008 telah dilaksanakan kegiatan antara lain: a. Pembuatan film animasi produk dalam negeri ”Nation Pride Campaign”, berupa film soft campain ”Kabayan dan Liplap” dalam tahun 2008 sebanyak 37 episode, sedangkan yang telah diselesaikan dalam tahun sebelumnya sebanyak 15 episode, sehingga jumlah episode yang telah diselesaikan sampai tahun 2008 sebanyak 52 episode. b. Penayangan film animasi produk dalam negeri dilakukan sebanyak 52 kali. Penayangan film ini dilakukan di media TVRI dalam bulan Oktober s/d Desember 2008. Penayangan film animasi produk Indonesia kepada masyarakat dimaksudkan untuk menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan terhadap produk dalam negeri. Menteri Perdagangan RI pada acara “Ground Breaking Indonesia Movieland – Agustus 2008” menyatakan pentingnya industri film sebagai lokomotif ekonomi kreatif di Indonesia Sementara itu, telah pula dilakukan upaya sosialisasi dan publikasi ke masyarakat dalam menumbuhkan rasa cinta terhadap produk dalam negeri, diantaranya: a. Sosialisasi cinta produk dalam negeri melalui sektor pendidikan dilaksanakan kepada 2.000 orang siswa. Kegiatan sosialisasi tersebut dilaksanakan di 8 daerah, yaitu Medan, Bandar Lampung, Yogyakarta, Palangkaraya, Makassar, Kendari Gorontalo dan Kupang, dengan masing-masing peserta sebanyak 250 siswa. Sosialisasi ini dimaksudkan untuk menumbuhkan secara dini kepada para siswa rasa bangga dan cinta kepada produk dalam negeri, sehingga diharapkan akan membentuk kepribadian yang kuat untuk mengkonsumsi produk dalam negeri. LAK Departemen Perdagangan 2008 102 b. Apresiasi produk dalam negeri dilaksanakan di 15 daerah (Medan, Padang, Jambi, Palembang, Pekanbaru, Tanjung Pinang, Surabaya, Banjarmasin, Mataram, Kendari, Manokwari, Pontianak, Ambon, Ternate dan Jayapura). Kegiatan ini melibatkan 1.050 peserta yang terdiri dari kalangan produsen, LSM, Akademisi dan tokoh masyarakat. Pelaksanaan apresiasi dimaksudkan untuk memberikan spirit kepada produsen, agar mereka terdorong untuk menghasilkan produk yang lebih unggul baik dari segi mutu, harga maupun pelayanan. c. Penyelenggaraan pameran ekonomi kreatif dilaksanakan di 3 lokasi pusat perbelanjaan dan 1 hotel bintang-5 di Jakarta. Kegiatan pameran tersebut dilaksanakan pada bulan Agustus 2008, dengan mengambil lokasi di Senayan City, Kelapa Gading Mall, Grand/Alun-alun Indonesia dan Hotel Four Season. Produk industri kreatif yang ditampilkan dalam pameran tersebut meliputi 14 sub sektor, yaitu : periklanan, arsitektur, barang seni, kerajinan, design, fashion, video-film-fotografi, music, seni pertunjukan, penerbitan-percetakan, permainan interaktif, layanan komputer, televisi–radio, serta riset dan pengembangan. Sementara itu, Departemen Perdagangan juga telah berupaya untuk memberdayakan produksi dalam negeri dengan cara perbaikan mutu dan standar. Standar dimaksud adalah mengacu pada standar yang telah ditetapkan secara nasional yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI). Oleh karena itu, telah dilakukan kegiatan Pembinaan Standardisasi (Analisa Pasar). Tujuan kegiatan ini untuk mengetahui apakah produk-produk yang beredar dipasar khususnya produk Air Minum Dalam Kemasan, Garam konsumsi beryodium, Pipa PVC dan Semen memiliki mutu dan karakteristik sesuai persyaratan SNI atau belum, hal ini disebabkan keempat produk tersebut termasuk dalam lingkup SNI Wajib. Tahun 2008 hanya dilakukan pengujian untuk 4 (empat) produk saja, hal ini terkait dengan dana yang tersedia. Hal ini juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan mutu produk sehingga berdaya saing dan juga untuk memberikan perlindungan kepada konsumen melalui aspek K3L (Kesehatan, Keamanan, Keselamatan dan Lingkungan). Produk bertanda SNI merupakan salah satu kategori yang menjelaskan bahwa barang memiliki mutu berkualitas dan berdaya saing. Pencapaian indikator kinerja dilaksanakan melalui pengambilan/pembelian contoh 4 produk (AMDK, garam konsumsi beryodium, pipa PVC dan semen) di 16 daerah propinsi dan yang beredar di pasar. Produk-produk tersebut kemudian diujikan di laboratorium untuk mengetahui apakah telah memenuhi persyaratan mutu yang tercantum di dalam LAK Departemen Perdagangan 2008 103 SNI produk tersebut. Laporan hasil pengujian pada produk tersebut umumnya memperlihatkan bahwa produk-produk yang diujikan telah memenuhi persyaratan SNI. Hal ini mencerminkan meningkatnya pelaku usaha yang memproduksi barang sesuai persyaratan SNI sehingga meningkatkan produk yang berkualitas dan berdaya saing. Banyaknya pelaku usaha yang memproduksi produk sesuai persyaratan SNI, menunjukkan semakin meningkatkan ketertiban usaha untuk produk bertanda SNI. Hasil pengujian selanjutnya dijadikan sebagai bahan referensi instansi/lembaga berwenang dalam melakukan pengawasan terhadap pelaku usaha agar produk yang dihasilkannya memenuhi persyaratan SNI. Tahun 2008 ditargetkan dapat disusun 2 (dua) SNI jasa bidang perdagangan yaitu: Ketentuan pelayanan purna jual Alat Listrik Rumah Tangga (ALRT) dan Ketentuan hubungan antara pemasok dan Toko Eceran Modern (TEM). Latar belakang penyusunan RSNI Ketentuan pelayanan purna jual Alat Listrik Rumah Tangga (ALRT) adalah berdasarkan usulan dari beberapa Dinas Perindag propinsi, selain itu produk ALRT banyak dipergunakan oleh konsumen namun untuk pelayanan purna jualnya belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, sedangkan yang melatarbelakangi disusunnya RSNI Ketentuan hubungan antara pemasok dengan Toko Eceran Modern (TEM) adalah karena banyaknya keluhan-keluhan dari pemasok dengan posisi lemah dalam perdagangan sehingga dikhawatirkan di masa mendatang berpotensi akan mematikan pasar tradisional. Sebagai informasi tambahan, perumusan SNI dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu rapat-rapat (rapat teknis, rapat konsensus) dengan panitia teknis, tim perumus, instansi terkait dan stakeholders untuk penyusunan draft RSNI1 sampai dengan RSNI3. Dalam penyusunan SNI tersebut, hanya disusun sampai RSNI3 (Rancangan Standar Nasional Indonesia 3), RSNI3 tersebut selanjutnya dikirim ke Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk ditetapkan/disahkan menjadi SNI. SNI tersebut diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak berkepentingan yang akan berdampak pada meningkatnya kepastian usaha bagi pelaku usaha dan memberikan perlindungan konsumen di bidang jasa khususnya dalam pelayanan purna jual alat listrik rumah tangga. Sampai dengan akhir tahun 2008 yang telah disampaikan ke BSN untuk ditetapkan SNI-nya adalah RSNI3 Ketentuan pelayanan purna jual Alat Listrik Rumah Tangga (ALRT), sampai dengan saat ini RSNI3 tersebut masih dalam proses jajak pendapat, hasil dari jajak pendapat tersebut akan diterbitkan/disahkan menjadi SNI. Tahun 2008 diusulkan 2 RSNI yaitu RSNI Ketentuan pelayanan purna jual Alat Listrik Rumah Tangga (ALRT) dan RSNI Ketentuan hubungan antara LAK Departemen Perdagangan 2008 104 pemasok dan Toko Eceran Modern (TEM). Namun untuk tahun 2008 baru disampaikan ke BSN untuk ditetapkan SNI-nya adalah RSNI3 Ketentuan pelayanan purna jual Alat Listrik Rumah Tangga (ALRT) dengan penomoran yang telah ditentukan untuk bidang jasa. Adapun untuk Ketentuan hubungan antara pemasok dan Toko Eceran Modern (TEM), sampai dengan saat ini masih belum ada kesepakatan antara pemerintah dan stakeholders dalam menentukan persyaratan standarnya. Pemeriksaan Ulang Fisik Kelayakan Pengelolaan Sarana Distribusi B2 bagi Pemohon Ijin Distributor B2 di PT.Kharisma Amboraya Perdana yang berlokasi di Jakarta Timur Disamping itu, untuk lebih menajamkan upaya meyakinkan dunia usaha akan pentingnya sebuah standar mutu dan kualitas dalam skala SNI, telah dilakukan beberapa kegiatan, antara lain: a. Sosialisasi Standardisasi Bidang Perdagangan Sosialisasi diselenggarakan untuk menginformasikan kepada Dinas Perindag Propinsi, pelaku usaha, asosiasi, lembaga sertfifikasi dan instansi/lembaga teknis terkait mengenai Permendag Nomor 14/M-DAG/ PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan dan Permendag Nomor 10/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Karet Alam Spesifikasi Teknis Indonesia (SIR) yang Diperdagangkan ke Luar Negeri. Pada tahun 2008, sosialisasi dilaksanakan di 13 (tiga belas) daerah propinsi yang terdiri dari 2 (dua) bagian materi, yaitu untuk sosialisasi Permendag Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 dilaksanakan di 9 (sembilan) daerah (Batam, Surabaya, Makassar, Jambi, Ambon, Manado, Kupang, Mataram dan Papua) dan untuk sosialisasi Permendag Nomor 10/M-DAG/PER/4/2008 LAK Departemen Perdagangan 2008 105 dilaksanakan di 4 (empat) daerah (Medan, Palembang, Semarang dan Bandung). Maksud dan tujuan diselenggarakannya sosialisasi ini agar semua pihak terkait (produsen/ pelaku usaha, importir, konsumen maupun instansi/lembaga teknis terkait) dapat menyadari pentingnya untuk memproduksi khususnya produk SNI wajib agar sesuai dengan ketentuan dan peraturanperaturan yang berlaku sehingga stakeholders dalam melaksanakan usahanya akan sesuai dengan Permendag dan pihak terkait diharapkan akan mempersiapkan infrastruktur sebagai penunjang untuk penerapan kebijakan pemberlakuan SNI Wajib agar berdaya saing dan dapat memberikan perlindungan kepada konsumen. b. Pembuatan Leaflet/Poster Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk memberikan informasi yang lengkap, ringkas dan mudah serta dapat dipahami oleh pelaku usaha dan masyarakat luas yaitu mengenai kebijakan di bidang standardisasi. Untuk kegiatan ini telah dibuat 1 (satu) judul booklet, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Karet Alam Spesifikasi Teknis Indonesia (SIR) yang Diperdagangkan ke Luar Negeri yang dicetak sebanyak 2.500 eksemplar. Adapun tujuan pembuatan booklet tersebut adalah dalam rangka meningkatkan pemahaman dunia usaha dan konsumen dalam menjaga mutu dan meningkatkan daya saing, citra produk Indonesia serta kepastian usaha bagi produsen karet alam spesifikasi teknis Indonesia (SIR). Selain booklet tersebut, juga dilaksanakan pencetakan infobooklet edisi kedua dengan judul “Procedure For Supervision of Regulated Electrical and Electronic Equipment in Indonesia” yang dicetak sebanyak 2.500 eksemplar. Infobooklet ini dapat dijadikan sebagai pedoman pengawasan peralatan listrik dan elektronik yang diberlakuakn wajib di Indonesia. Kedua bahan informasi tersebut disebarluaskan pada kegiatan-kegiatan yang terkait dengan standardisasai nasional (sosialisasi, pertemuan teknis, seminar standardisasi dalam rangka perdagangan global), selain itu informasi ini disebarluaskan melalui pos ke instansi terkait diseluruh Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar pihak terkait dapat memahami regulasi dan kebijakan tentang standardisasi. c. Pertemuan Teknis Kegiatan ini diselenggarakan bekerjasama dengan Dinas Perindag Mataram dan mengundang Pemda serta instansi teknis terkait di daerah-daerah. Tema Pertemuan Teknis tahun 2008 adalah “Kesiapan LPK dalam Rangka implementasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 LAK Departemen Perdagangan 2008 106 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan SNI Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan”. Sampai dengan akhir tahun 2008 tercatat sebanyak 18 LPK telah terdaftar. Dengan telah terdaftarnya LPK, maka dapat dilakukan evaluasi laboratorium terkait, khususnya mengenai kinerjanya (persyaratan peralatan laboratorium, ruang lingkup sertifikasi dan lainlain yang terkait dengan kepentingan laboratorium). Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri sedang melakukan pemeriksaan tanda “SNI” dalam kemasan produk dalam negeri LAK Departemen Perdagangan 2008 107 Termanfaatkannya secara optimal kegiatan pengelolaan resiko harga, pembentukan harga dan alternatif pembiayaan dalam rangka mendukung kegiatan dunia usaha Pada pencapaian sasaran ini, indikator kinerja dapat diuraikan kedalam tiga fokus, yaitu: pemanfaatan pengelolaan resiko harga (perdagangan berjangka komoditi/PBK), optimalisasi alternatif pembiayaan (sistim resi gudang/SRG) dan optimalisasi pembentukan harga (pasar lelang/PL). Adapun indikator kinerja dalam pencapaian sasaran tersebut di atas dapat dijabarkan sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Target Realisasi % 1 Jumlah kontrak dan spesifikasi kontrak yang memenuhi kebutuhan pasar 2 Kontrak 1 Kontrak 50 2 Jumlah SDM pelaku pasar yang bersertifikat di bidang PBK 375 orang 390 orang 104 3 Jumlah perusahaan yang dikenakan sanksi pencabutan izin usaha di bidang PBK 5 perush 5 perush 100 4 Persentase pertumbuhan transaksi dalam kontrak berjangka komoditi 20% 32% 160 5 Jumlah daerah yang menjadi percontohan SRG 5 daerah 4 daerah/ Kapasitas 12ribu ton 80 6 Persentase pertumbuhan nilai transaksi pasar lelang forward 5% -5% -100 a. Evaluasi Kontrak Berjangka Tahun 2008, telah diberikan 1 (satu) persetujuan perdagangan berjangka yaitu Kontrak Gulir Indeks Emas (KGE) US Dollar, sedangkan dalam target 2008 sebanyak 2 (dua) kontrak (kakao dan KGE US$). Untuk kontrak kakao masih dalam proses pembahasan dengan PT. Bursa Berjangka Jakarta dan pelaku usaha. Dengan demikian, hingga tahun 2008 jumlah kontrak yang telah disetujui adalah sebanyak 44 kontrak, terdiri dari kontrak Berjangka Primer sebanyak 6 (enam) Kontrak, skema PALN sebanyak 10 (sepuluh) kontrak dan skema SPA sebanyak 28 kontrak. b. Pelatihan Teknis Pelaku Usaha PBK Untuk tahun 2008 pelatihan teknis pelaku usaha PBK dilaksanakan sebanyak 5 (lima) kali dengan rata-rata peserta pelatihan 78 orang, sehingga LAK Departemen Perdagangan 2008 108 secara keseluruhan jumlah pelaku usaha yang mengikuti pelatihan teknis PBK sebanyak 390 orang atau melebihi dari target sebanyak 375 orang. Peserta pelatihan terdiri dari Wakil Pialang dan Direksi dari Pialang Berjangka, Investor dan calon investor maupun perwakilan dari Dinas Deperindag dan instansi lain yang terkait dengan kegiatan perdagangan berjangka. Adapun materi yang disampaikan dalam setiap pelatihan pada umumnya bertujuan dalam rangka perlindungan terhadap dana nasabah dan pedoman prilaku bagi Wakil Pialang, Pialang berjangka dalam melaksanakan penyaluran amanat transaksi Nasabah. Untuk calon investor dan investor diperkenalkan pula tentang karakteristik industri perdagangan berjangka dan mekanisme transaksi perdagangan berjangka. Aturan aturan yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan perdagangan berjangka. c. Penanganan Kasus-kasus PBK 1) Identifikasi (Undercover) pihak yang melanggar PBK, 2) Telah dilaksanakan identifikasi (under cover) terhadap 13 (tiga belas) perusahaan di 7 (tujuh) terhadap 27 perusahaan yang diduga melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan yang ada. Laporan berasal dari masyarakat / nasabah yang merasa dirugikan atas kegiatan dalam perdagangan berjangka, 3) Pemeriksaan Terhadap Pelanggaran di Bidang PBK, 4) Telah dilakukan pemeriksaan terhadap 12 (dua belas) perusahaan di 6 (enam) terhadap 12 perusahaan, 5) Penyidikan terhadap pelanggaran di Bidang PBK, 6) Telah melakukan penyidikan pada perusahaan-perusahaan yang diindikasikan melakukan kegiatan melanggar hukum terhadap 11 (sebelas) perusahaan Pialang Berjangka di 6 (enam) daerah, 7) Mediasi Penyelesaian Perselisihan di bidang PBK, dan 8) Telah dilakukan mediasi terhadap 30 kasus yang dilaporkan oleh nasabah. Dari 30 kasus yang dimediasi seluruhnya telah selesai dimediasi. Sedangkan perusahaan Pialang Berjangka yang dilaporkan oleh nasabah terdiri dari 14 perusahaan. Dari kegiatan undercover, pemeriksaan dan penyidikan, dalam tahun 2008 telah dilakukan pencabutan izin terhadap 5 (lima) perusahaan pialang LAK Departemen Perdagangan 2008 109 berjangka yaitu: Artha Berjangka Nusantara, Graha Finesa Berjangka, Cayman Trust Futures, Quantum Futures, dan Piranti Jaya Artha Futures. d. Pemantauan dan Evaluasi Transaksi Sampai dengan 31 Desember 2008, total volume transaksi kontrak berjangka yang dilakukan di Bursa Berjangka Jakarta sebesar 5.546.381 lot atau mengalami kenaikan sebesar 32 persen dari volume transaksi tahun 2007 sebesar 4.179.249 lot. e. Pengembangan Proyek Percontohan SRG Pengembangan proyek percontohan SRG dilakukan dalam rangka menerapkan sistem yang berlaku dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang di daerah yang telah siap untuk melaksanakan SRG. Hal-hal yang dilakukan dalam pengembangan percontohan SRG tersebut adalah mengenai kesiapan pengelola gudang, gudang dalam SRG, pemilik barang, komoditi dari masing-masing daerah, perbankan, lembaga penilaian kesesuaian, asuransi, pusat registrasi, dan dinas terkait. Menteri Perdagangan RI membuka secara resmi Seminar Nasional mengenai Sistim Resi Gudang di Jakarta, tanggal 4 Nopember 2008 Pada tahun 2008, daerah yang telah membangun 4 (empat) Pilot Pengembangan Percontohan SRG adalah Kabupaten Banyumas–Jawa Tengah, Kabupaten Jombang-Jawa Timur, Kabupaten Indramayu–Jawa Barat, dan Kabupaten Gowa-Sulawesi Selatan. Tidak tercapainya target 5 (lima) pilot percontohan SRG dikarenakan 1 (satu) daerah belum siap dalam hal dukungan LAK Departemen Perdagangan 2008 110 infrastruktur. Dari 4 (empat) pilot pengembangan percontohan SRG tersebut, jumlah kapasitas gudang adalah 12.000 ton untuk komoditi gabah dan jagung. f. Pemantauan dan Evaluasi Pasar Lelang Dari 19 pasar lelang yang telah dibina, nilai transaksi lelang pada tahun 2008 sebesar Rp 1.628,5 milyar untuk 107 kali pelaksanaan transaksi. Jumlah transaksi ini mengalami penurunan sebesar 5 persen dibandingkan tahun 2007, dimana telah dilakukan transaksi lelang sebanyak 142 kali lelang dengan nilai transaksi sebesar Rp 1.719,8 milyar. Penurunan ini disebabkan karena para pelaku pasar telah membentuk jaringan distribusi sendiri sehingga beberapa pelaku pasar tidak harus bertransaksi di pasar lelang. LAK Departemen Perdagangan 2008 111 BAB IV PENUTUP Sasaran-sasaran yang ditetapkan oleh Rencana Strategis Departemen Perdagangan, dan yang kemudian harus menjadi pedoman kerja serta menjadi alat ukur kinerja yang dicapai, pada hakekatnya merupakan sasaran-sasaran yang sifatnya kualitatif. Sasaran-sasaran tersebut, pada hakekatnya merupakan layanan yang harus diberikan oleh institusi Departemen Perdagangan agar setiap orang memperoleh kemudahan melakukan transaksi, baik di tingkat investasi, distribusi dan ekspor, serta perlindungan-perlindungan dalam rangka persaingan yang sehat. Departemen Perdagangan, selaku instansi pemerintah yang sebagian besar aktifitasnya lebih berorientasi pada kegiatan yang bersifat pelayanan, menyadari benar bahwa kinerja sektor perdagangan akan sulit berkembang apabila hanya difokuskan pada upaya peningkatan sarana perdagangan saja. Namun, hal-hal penunjang lain seperti peningkatan kemampuan teknis baik aparat dan pelaku usaha juga dipandang penting dalam meningkatkan performa sektor perdagangan. Berdasarkan rencana strategis Departemen Perdagangan 2005-2009, telah ditetapkan 8 (delapan) sasaran yang capaian kinerjanya telah diuraikan pada Bab 3. Dari hasil analisa dan pengukuran capaian kinerja di tahun 2008, Departemen Perdagangan telah berhasil mencapai sasaran dimaksud berdasarkan tugas pokok, fungsi dan misi yang diembannya. Hal tersebut tercermin dari keberhasilan pencapaian sasaran, dimana hasil yang dicapai dalam hitungan rata-rata adalah melewati perkiraan target sasaran, dengan nilai 106,91 persen. Walaupun ratarata pencapaian sasaran meraih hasil di atas seratus persen, namun belum semua indikator menunjukkan hasil sebagaimana yang ditargetkan. Disamping itu, ada beberapa sasaran yang pencapaiannya melampaui target pencapaian kinerja, namun beberapa sasaran masih perlu mendapatkan perhatian khusus demi terwujudnya pencapaian target. Karena itu perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut terhadap proses perencanaan program dan penganggaran dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Keberhasilan pencapaian sasaran Departemen Perdagangan tentunya dikaitkan juga dengan upaya Menteri Perdagangan yang secara bersamaan menetapkan 4 (empat) program prioritas yang dapat menjadikan Departemen Perdagangan sebagai core dalam penguatan perekonomian nasional melalui sektor perdagangan. LAK Departemen Perdagangan 2008 112 Permasalahan dalam pencapaian kinerja kualitatif ini adalah dalam pemilihan prioritas, sehingga dampak yang dicapai dari suatu pelaksanaan program, dapat menggerakkan institusi lain (khususnya dunia usaha), sehingga terjadi proses berantai – misalnya dalam peningkatan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan melaksanakan prosedur perdagangan dan sebagainya. Untuk mengatasi masalah ini, Departemen Perdagangan telah mengambil langkah dengan penetapan empat prioritas yang menjadi kunci pengendalian program secara keseluruhan. Selanjutnya, untuk meningkatkan kemanfaatan Laporan Akuntabilitas Kinerja ini, maka dalam tahun-tahun berikutnya perlu dilakukan penajaman metode penulisan, terutama terkait dengan penetapan indikator kinerja. Dengan demikian, laporan akuntabilitas ini dapat menjadi alat untuk menginventarisasi keberhasilan dan permasalahan-permasalahan yang ada, dan dengan demikian dapat dimanfaatkan untuk proses perencanaan selanjutnya. LAK Departemen Perdagangan 2008 113