bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Guna mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) yang
merupakan harapan seluruh rakyat Indonesia, upaya-upaya yang telah dilakukan
seperti tertuang dalam peraturan perundang-undangan, antara lain: (1) TAP MPR
Nomor XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; (2) Undang undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme; (3) INPRES Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah; (4) INPRES Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi; dan (5) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Negara Republik Indonesia.
Peraturan tersebut pada hakekatnya menyatakan bahwa setiap instansi
pemerintah diwajibkan mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (Sistem AKIP). Tujuan mengimplementasikan sistem AKIP adalah untuk
mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai salah satu
prasyarat untuk terciptanya pemerintah yang akuntabel dan terpercaya (good
governance).
Sistem AKIP merupakan sistem manajemen yang berorientasi pada hasil
dan merupakan instrumen untuk mewujudkan instansi pemerintah menjadikan
instansi yang akuntabel sehingga dapat bekerja secara efisien, efektif dan responsif
terhadap aspirasi masyarakat dan perubahan lingkungan yang terjadi; terwujudnya
transparansi
instansi
pemerintah;
terwujudnya
aspirasi
masyarakat
dalam
pelaksanaan pembangunan nasional; dan terpeliharanya kepercayaan masyarakat
kepada pemerintah. Dalam mewujudkan penerapan Sistem AKIP, ada beberapa
tahapan yang harus dipenuhi, adapun tahapan tersebut setiap instansi pemerintah
diharuskan membuat Rencana Strategis (Strategic Plan), Rencana Kinerja
(Performance Plan), Penetapan Kinerja (Performance Agreement) serta Laporan
Pertanggungjawaban Kinerja (Performance Accountability Report).
LAK Departemen Perdagangan 2008
1
Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) Departemen Perdagangan
Tahun
2008
dimaksudkan
sebagai
perwujudan
kewajiban
untuk
pertanggungjawaban atas keberhasilan maupun hambatan dalam pelaksanaan
pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam Rencana
Kinerja Tahunan dan Penetapan Kinerja Tahun 2008 selain itu diharapkan dapat
menjadi tolok ukur atau umpan balik untuk perbaikan kinerja Departemen
Perdagangan di tahun-tahun mendatang.
B.
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Sejalan dengan Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian
Negara Republik Indonesia, serta berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor: 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Perdagangan, maka tugas Departemen Perdagangan adalah membantu Presiden
dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
Dalam
melaksanakan
tugas
tersebut,
Departemen
Perdagangan
menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di
bidang perdagangan;
2. Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya;
3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;
4. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas
dan fungsinya kepada Presiden.
Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 Tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen, maka
Departemen Perdagangan mempunyai kewenangan sebagai berikut:
1. Penetapan kebijakan di bidang perdagangan untuk mendukung pembangunan
secara makro;
2. Penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal yang wajib
dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota di bidang perdagangan;
3. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang perdagangan;
4. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga
profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang perdagangan;
LAK Departemen Perdagangan 2008
2
5. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang
meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi di
bidang perdagangan;
6. Penetapan pedoman pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam di
bidang perdagangan;
7. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan
atas nama negara di bidang perdagangan;
8. Penetapan standar pemberian ijin oleh daerah di bidang perdagangan;
9. Pengaturan ekspor impor;
10. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang perdagangan;
11. Penetapan persyaratan kualifikasi dan pengaturan usaha jasa di bidang
perdagangan;
12. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang perdagangan;
13. Pengaturan sistem lembaga perekonomian negara di bidang perdagangan;
14. Kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
a. Pengaturan persaingan usaha, penetapan standar pendaftaran perusahaan,
lalu lintas barang dan jasa dalam negeri, fasilitasi pengembangan wilayah
perdagangan serta pengkajian untuk mendukung perumusan kebijakan di
bidang perdagangan;
b. Penetapan kebijakan pelancaran, pembinaan dan pengembangan, serta
pengawasan perdagangan berjangka komoditi;
c. Penetapan
kebijakan,
pedoman
dan
koordinasi
penyelenggaraan
perlindungan konsumen, pedoman pengembangan sistem pergudangan,
serta pengkajian untuk mendukung perumusan kebijakan di bidang
perdagangan;
d. Pelancaran dan koordinasi kegiatan distribusi bahan-bahan pokok,
penetapan pedoman pengaturan lembaga perdagangan, sarana dagang dan
keagenan, serta pengkajian untuk mendukung perumusan kebijakan di
bidang perdagangan;
e. Pengaturan, penetapan kebijakan, penyelenggaraan dan pengkajian
kemetrologian
untuk
mendukung
perumusan
kebijakan
di
bidang
perdagangan;
f.
Penetapan kebijakan dan koordinasi pengembangan ekspor non-migas.
Adapun susunan struktur organisasi Departemen Perdagangan terdiri dari:
1. Menteri Perdagangan;
LAK Departemen Perdagangan 2008
3
2. Sekretariat Jenderal;
3. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri;
4. Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri;
5. Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional;
6. Inspektorat Jenderal;
7. Badan Pengembangan Ekspor Nasional;
8. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi;
9. Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan;
10. Staf Ahli Menteri Bidang Diplomasi Perdagangan Internasional;
11. Staf Ahli Menteri Bidang Iklim Usaha Perdagangan;
12. Staf Khusus Menteri Bidang Kerjasama Internasional;
14. Staf Khusus Menteri Bidang Perdagangan Luar Negeri;
15. Staf Khusus Menteri Bidang Kerjasama Antar Lembaga.
Struktur organisasi Departemen Perdagangan dapat dilihat pada lampiran 1.
C.
PERAN STRATEJIK ORGANISASI
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, peran stratejik Departemen
Perdagangan dalam pembangunan perdagangan adalah membangun daya saing
yang berkelanjutan di pasar lokal dan global. Membangun daya saing yang
berkelanjutan diperlukan optimalisasi pemanfaatan seluruh potensi sumber daya
yang dimiliki serta kemampuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Namun,
untuk mencapai hal tersebut, terdapat banyak kendala dan tantangan yang
dihadapi. Tantangan tersebut kiranya dapat mempengaruhi kinerja Departemen
Perdagangan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Adapun kendala dan tantangan di bidang perdagangan yang sudah, sedang
dan masih dihadapi adalah yang terkait ekspor-impor dan penguatan pasar dalam
negeri. Sebagai ilustrasi, masih lemahnya kerjasama terutama di sektor produksi,
transportasi dan jasa. Infrasktruktur perdagangan dinilai masih perlu dilakukan
perbaikan dan penyempurnaan. Namun, hal ini tidak hanya terlepas dari peran
Departemen semata. Dukungan dari instansi terkait masih belum harmonis,
kebijakan Pusat dengan Daerah dan antar sektor yang masih tumpang tindih
berakibat kurangnya kepastian untuk berusaha sehingga berdampak pada
lambatnya pembangunan infrastruktur perdagangan dan berujung pada rendahnya
tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah. Sementara itu, lingkungan
eksternal yang berkembang secara cepat dapat berdampak positif dengan
terciptanya berbagai peluang pasar, tetapi dapat juga berdampak negatif dengan
LAK Departemen Perdagangan 2008
4
munculnya berbagai tantangan/ancaman. Oleh karena itu dalam melakukan
identifikasi peluang dan ancaman bagi Indonesia dikaitkan dengan kecenderungan
bisnis global yang berlangsung sampai saat ini. Kecenderungan bisnis global
menunjukkan
beberapa
hal
seperti
keterkaitan
secara
global;
munculnya
proteksionisme; liberalisasi perdagangan dan blok prdagangan; transnasionalisasi
(perusahaan-perusahaan multinasional/MNCs) informasi; perkembangan teknologi
informasi yang cepat; meningkatnya kesadaran akan nilai universal; serta
munculnya isu baru non- perdagangan.
Keterkaitan secara global baik dalam aspek produksi, keuangan, pemasaran,
dan aspek lainnya dalam berbisnis secara global saat ini akan memberikan peluang
sekaligus
ancaman
bagi
kelangsungan
bisnis
dalam
negeri.
Munculnya
proteksionisme terutama yang dilakukan oleh negara-negara maju menjadi
ancaman bagi Indonesia dalam hal akses pasar produk ekspor ke negara-negara
tersebut. Sedangkan liberalisasi perdagangan dan pembentukan blok perdagangan
yang terus berlangsung saat ini akan menciptakan peluang dan sekaligus ancaman
bagi Indonesia dalam upaya peningkatan perdagangan luar negeri. Di satu sisi
liberalisasi perdagangan di dunia meningkatkan peluang pasar di luar negeri bagi
barang ekspor Indonesia, namun di sisi lain juga meningkatkan akses pasar produk
impor kepasaran dalam negeri karena Indonesia membutuhkan barang atau bahan
baku yang tidak diproduksi di dalam negeri. Disamping itu, kecenderungan
perkembangan liberalisasi perdagangan harus diamati secara proporsional,
sehingga tidak merugikan kepentingan Indonesia.
Berkembangnya
isu-isu
baru
non-perdagangan
seperti
bioterorisme,
keamanan pangan, lingkungan, perburuhan dan lain-lain juga menjadi ancaman
serius bagi sektor perdagangan khususnya dalam hal akses pasar produk ekspor.
Khusus kaitannya dengan terorisme, hal ini berdampak negatif kepada investasi
atau iklim usaha diberbagai negara, sehingga mengganggu perkembangan ekonomi
dunia secara keseluruhan termasuk Indonesia. Meskipun demikian, munculnya isuisu non-perdagangan tersebut juga dapat menjadi peluang bagi Indonesia
sepanjang kita mampu menyesuaikan diri dengan berbagai aturan terkait.
Munculnya raksasa ekonomi baru seperti Republik Rakyat Cina (RRC), di
satu
sisi
merupakan
peluang
bagi
Indonesia
untuk
memperluas
serta
menganekaragamkan tujuan ekspor. Di sisi lain munculnya raksasa ekonomi baru
juga merupakan ancaman bagi produk domestik, karena di era liberalisasi ekonomi
ini produk yang mempunyai daya saing tinggi akan mudah masuk ke pasar dalam
negeri Indonesia. Selanjutnya, munculnya negara-negara dengan perekonomian
LAK Departemen Perdagangan 2008
5
yang bertumpu pada ekspor berkembang pesat seperti Malaysia, Vietnam, dan
Thailand merupakan tekanan terhadap produk domestik, baik di pasar internasional
maupun di pasar domestik. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan bagaimana dan
sejauhmana peluang dan ancaman tersebut di atas mempengaruhi sektor
perdagangan Indonesia.
Dari sisi internal, perbaikan kinerja manajemen Departemen juga masih
dalam taraf perbaikan. Otomasi perizinan dan optimalisasi pelayanan terhadap
dunia usaha menjadi masalah utama yang harus segera diselesaikan. Hal ini terkait
dengan efektifitas dan efisiensi bisnis yang diharapkan mampu meningkatkan
performa perdagangan dan investasi di dalam negeri.
Esensi
daya
saing
yang
berkelanjutan
terletak
pada
bagaimana
menggerakkan dan mengelola seluruh potensi sumber daya yang dimiliki. Sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi serta peran serta Departemen Perdagangan, dalam
rangka membangun daya saing tersebut, perlu adanya suatu sistem manajemen
yang efektif dan efisien yang berbasis kinerja harus sejalan dan sinergi dengan
perkembangan dinamika pembangunan perdagangan.
Sesuai arah dan sasaran kebijakan, Program Pokok APBN Departemen
Perdagangan Tahun 2008 meliputi: (1) Program Perlindungan Konsumen dan
Pengamanan Perdagangan; (2) Program Peningkatan dan Pengembangan Ekspor; (3)
Program Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri; (4) Program Peningkatan
Kerjasama Perdagangan Internasional; dan (5) Program Persaingan Usaha.
Untuk
dilaksanakan
mendukung
Program
pelaksanaan
Penunjang
Program
antara
lain:
Pokok
(1)
tersebut
Program
di
atas,
Peningkatan
Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara; (2) Pengelolaan Sumber Daya
Manusia Aparatur; (3) Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi Pubik;
(4) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara; (5) Program
Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; (6) Program
Pengembangan
Standardisasi
Nasional;
dan
(7)
Program
Penerapan
Kepemerintahan Yang Baik.
Kebijakan pembangunan nasional bidang perdagangan yang ditetapkan
dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009 khususnya Bab XVI tentang
Peningkatan Investasi dan Ekspor non Migas dan sesuai dengan Rencana Strategis
Departemen Perdagangan Tahun 2004-2009, adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya efisiensi pelayanan ekspor-impor, kepelabuhanan, kepabeanan,
dan administrasi (verifikasi dan restitusi) perpajakan.
LAK Departemen Perdagangan 2008
6
Di bidang perdagangan luar negeri, langkah-langkah kebijakan yang telah
ditempuh dalam upaya peningkatan ekspor non migas, antara lain:
a. Fasilitasi perdagangan luar negeri, yang dilakukan melalui peningkatan
kelancaran arus barang, dan pengurangan ekonomi biaya tinggi;
b. Pelaksanaan National Single Window (NSW);
c. Penerapan
strategi
pengembangan
ekspor
melalui
pendekatan
produk/sektor dan pendekatan pasar;
d. Peningkatan akses pasar dan promosi produk ekspor, antara lain melalui:
partisipasi pada pameran dagang di luar negeri;
e. Peningkatan efektivitas perundingan kerjasama perdagangan internasional.
2. Meningkatnya pertumbuhan ekspor secara bertahap
Pada tahun 2005, nilai ekspor tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekspor migas adalah sebesar 22,9 persen dan
ekspor nonmigas adalah sebesar 18,8 persen, dengan nilai ekspornya masingmasing mencapai US$ 19,2 miliar dan US$ 66,4 miliar.
Pada tahun 2006, nilai ekspor tumbuh sebesar 17,7 persen. Ekspor
nonmigas pada tahun 2006 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, yaitu sebesar 19,8 persen atau mencapai nilai sebesar US$ 79,6
milyar. Berdasarnya sektornya, pertumbuhan ekspor pertambangan yang
sebesar 40,8 persen merupakan yang tertinggi di antara ekspor pertanian dan
manufaktur yang masing-masing hanya sebesar 16,8 persen dan 17,0 persen.
Selama tahun 2007 ekspor nonmigas Indonesia masih tumbuh cukup
tinggi. Nilai ekspor total Indonesia pada tahun 2007 tumbuh sebesar 13,1 persen
atau mencapai US$ 114,0 miliar, yang terdiri dari ekspor migas sebesar US$
22,1 miliar atau meningkat 4,0 persen dan ekspor nonmigas sebesar US$ 92,0
miliar atau meningkat 15,6 persen dibandingkan tahun 2006. Selama tahun
2007, nilai ekspor non migas untuk 10 (sepuluh) golongan komoditas, seperti:
lemak dan minyak hewan/nabati, mesin peralatan listrik, bahan bakar mineral,
karet dan barang dari karet, bijih kerak dan abu logam, mesin-mesin/pesawat
mekanik, kertas/karton, pakaian jadi bukan rajutan, kayu, barang dari kayu, serta
tembaga, meningkat sebesar 15,71 persen dibanding tahun 2006. Kontribusinya
terhadap total ekspor nonmigas mencapai 58,01 persen.
Pada tahun 2008 (Januari-Nopember), nilai ekspor nonmigas tumbuh
pada angka yang cukup tinggi, yaitu sebesar 20,18 persen (y-o-y). Angka ini di
atas rata-rata pertumbuhan selama kurun waktu 2005-2007, yaitu sebesar 17,7
persen. Pertumbuhan nilai ekspor nonmigas tahun 2008 terutama didorong oleh
LAK Departemen Perdagangan 2008
7
kenaikan ekspor komoditas pertanian yang tumbuh sebesar 38,3 persen dan
kenaikan ekspor komoditas manufaktur yang tumbuh sebesar 18,9 persen serta
komoditas pertambangan dan lainnya yang tumbuh sebesar 22,6 persen.
Kenaikan nilai ekspor tersebut selain disebabkan oleh adanya kenaikan harga
juga didorong oleh kenaikan volume ekspor.
3. Meningkatnya efisiensi dan efektivitas sistem distribusi nasional, tertib niaga,
dan kepastian berusaha
a. Perdagangan Dalam Negeri
Terkait pengamanan pasar dalam negeri dan perlindungan konsumen,
capaian penting yang telah diraih adalah: meningkatnya pemahaman
masyarakat dan aparat terkait terhadap peraturan perlindungan konsumen;
terbentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM); Tersedianya
tenaga Penyidik Pegawai Negeri Sipil-Perlindungan Konsumen (PPNSPK)
dan tenaga Petugas Pengawas Barang Beredar dan Jasa (PPBJ);
diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007
tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan SNI
Wajib terhadap Barang dan Jasa yang diperdagangkan; melakukan
pengawasan perdagangan berjangka komoditas.
b. Persaingan Usaha
Di bidang persaingan usaha, beberapa pencapaian yang telah diperoleh, antara
lain adalah: melakukan penyusunan guideline terkait beberapa pasal pada UU
No. 5 Tahun 1999 dan kajian lanjutan persiapan amandemen UU No. 5 Tahun
1999 yaitu mengenai kelembagaan KPPU dan tata cara penanganan perkara
serta kajian kebijakan persaingan usaha Indonesia di forum internasional.
LAK Departemen Perdagangan 2008
8
BAB II
RENCANA STRATEJIK
A.
RENCANA STRATEJIK
Rencana Stratejik (RENSTRA) Departemen Perdagangan 2004-2009
merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2004-2009 yang disusun sebagai implementasi pelaksanaan kebijakan
dan program bagi pembangunan perdagangan selama periode 2004-2009 yang
menjadi tugas pokok dan fungsi Departemen Perdagangan. Rencana Stratejik ini
disusun dengan mempertimbangkan perkembangan lingkungan stratejik baik
dilingkungan internal maupun lingkungan eksternal yang saling berpengaruh dalam
penyelenggaraan pembangunan perdagangan. Departemen Perdagangan berperan
dalam
pertumbuhan
ekonomi
nasional,
pengendalian
inflasi,
peningkatan
penerimaan devisa dari ekspor, penciptaan lapangan kerja dan pengembangan
ekonomi regional.
Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta amanat INPRES
Nomor 7 Tahun 1999 dan berakhirnya pelaksanaan anggaran 2008, maka perlu
disusun Laporan Akuntabilitas Kinerja sebagai wujud pertanggungjawaban dalam
pencapaian visi dan misi yang tercermin dalam Rencana Stratejik Departemen
Perdagangan. Adapun visi, misi, tujuan, dan sasaran yang telah ditetapkan dalam
Renstra dimaksud adalah sebagai berikut:
VISI
Dalam rangka menentukan cita-cita dan citra yang ingin dicapai dalam
jangka menengah dan panjang, Departemen Perdagangan menetapkan visi tahun
2004-2009 yaitu: “Terwujudnya sektor perdagangan sebagai penggerak utama
peningkatan daya saing bangsa dan kesejahteraan rakyat Indonesia”.
MISI
Di dalam proses mewujudkan visi, Departemen Perdagangan mengemban
misi yaitu:
1. Meningkatkan
kelancaran
distribusi,
penggunaan
produk dalam negeri,
perlindungan konsumen dan pengamanan perdagangan.
LAK Departemen Perdagangan 2008
9
2. Memaksimumkan keuntungan daya saing bangsa Indonesia dari perdagangan
global.
3. Mewujudkan pelayanan publik yang prima dan good governance.
4. Meningkatkan peran penelitian dan pengembangan, dan proses konsultasi
publik dalam pengambilan keputusan di sektor perdagangan.
TUJUAN
Membangun perdagangan yang mampu menjawab tantangan globalisasi
ekonomi,
mengantisipasi
perkembangan
dan
perubahan
lingkungan
serta
persaingan global yang cepat merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara.
Dengan demikian fokus dari strategi pembangunan perdagangan di masa depan
adalah membangun daya saing yang berkelanjutan di pasar global. Terkait hal
tersebut, tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Menekan ekonomi biaya tinggi dengan deregulasi, debirokratisasi, dan
transparansi, pelayanan publik yang prima dan meningkatkan sarana dan
prasarana perdagangan.
2. Meningkatkan ekspor non-migas dan mewujudkan Indonesia menjadi negara
pemasok produk berkualitas dan bernilai tambah tinggi.
3. Meningkatkan
efisiensi
dan
produktivitas
sektor
perdagangan
serta
mengamankan ketersediaan barang kebutuhan pokok dan strategis.
4. Menciptakan persaingan usaha yang sehat dan perlindungan konsumen, dan
mengembangkan kemitraan usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah
dan besar.
5. Mewujudkan pengelolaan resiko harga, pembentukan harga yang transparan
dan menyediakan sarana alternatif pembiayaan bagi dunia usaha.
SASARAN
Sasaran pembangunan perdagangan yang ingin dicapai selama periode
2004- 2009 meliputi :
1. Meningkatnya pelayanan prima kepada dunia usaha melalui penyederhanaan
prosedur, transparansi kebijakan dan penerapan teknologi informasi serta
meningkatnya peran lembaga, sarana dan instrumen perdagangan.
2. Meningkatnya daya saing berkelanjutan di pasar global melalui akses dan
penetrasi pasar; kemitraan strategi global yang melibatkan perusahaanperusahaan nasional; penciptaan merek dagang yang dapat menerobos pasar
global.
LAK Departemen Perdagangan 2008
10
3. Terwujudnya diversifikasi negara tujuan ekspor non-migas dan jumlah
komoditi/produk yang diekspor serta peningkatan kualitas dan kuantitas pelaku
ekspor yang didukung oleh jaringan pemasaran global dan melibatkan
perusahaan-perusahaan nasional.
4. Meningkatnya
kemampuan
market
intelligence
dan
negosiasi
serta
meningkatnya kualitas pelayanan dan kuantitas lembaga promosi di luar negeri.
5. Meningkatnya kemampuan early warning system, pengamanan perdagangan
luar negeri (trade defence dan trade diplomacy).
6. Terwujudnya sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien melalui
pembangunan sarana dan prasarana perdagangan.
7. Terwujudnya sistem keamanan pasar dalam negeri yang menyangkut
keselamatan, kesehatan dan lingkungan serta kepentingan industri dalam negri,
meningkatnya tertib ukur dan terwujudnya pemberdayaan konsumen serta
pemberdayaan produksi dalam negeri.
8. Termanfaatkannya
secara
optimal
kegiatan
pengelolaan
resiko
harga,
pembentukan harga dan alternatif pembiayaan dalam rangka mendukung
kegiatan dunia usaha.
KEBIJAKAN
Pembangunan perdagangan mengacu kepada amanat pembangunan
bangsa yang termuat dalam konstitusi, dengan menganut azas-azas yang
diletakkan untuk menjamin terpenuhinya aspirasi kemajuan ekonomi, budaya,
teknologi dan keamanan, demi keberlanjutan eksistensi bangsa, dan kemajuan
kesejahteraan rakyat, dan generasi bangsa dimasa depan. Berdasarkan amanat
konsitusi
tersebut,
pembangunan
sektor
perdagangan
harus
mampu
ikut
menyumbang tercapainya berbagai keinginan dalam aspek-aspek sebagai berikut:
1. Secara ekonomis, pembangunan sektor perdagangan nasional harus mampu
memberikan kontribusi nyata dalam peningkatan kesejahteraan materiil bagi
masyarakat luas secara adil dan merata serta pemantapan otonomi daerah.
2. Secara kultural, pembangunan sektor perdagangan harus mampu ikut
membangun karakter budaya bangsa yang kondusif dalam rangka terwujudnya
masyarakat modern yang tetap berpegang kepada nilai-nilai luhur bangsa dan
iman-taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3. Secara teknologis, pembangunan sektor perdagangan harus mampu menjadi
wahana peningkatan kemampuan inovasi bangsa dibidang teknologi dan
LAK Departemen Perdagangan 2008
11
manajemen, sebagai ujung tombak pembentukan daya saing nasional
menghadapi era globalisasi/ liberalisasi ekonomi dunia.
Dalam upaya menumbuh-kembangkan dan mengantisipasi berbagai kendala
yang sedang dan akan dihadapi dalam era perdagangan bebas ini, maka strategi
pembangunan sektor perdagangan dalam jangka pendek dan menengah adalah
meningkatkan kinerja ekspor non migas, dengan menurunkan ekonomi biaya tinggi,
memperlanar arus barang dan jasa dengan meningkatkan efisiensi distribusi,
meningkatkan
daya
saing
komoditi
ekspor,
memberikan
dukungan
bagi
pengembangan sektor lainnya seperti sektor pertanian, kelautan, kehutanan,
pertambangan dan industri. Strateji tersebut diarahkan pula untuk pengembangan
produk yang memiliki keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komperatif,
meningkatkan produktivitas dan penguasaan teknologi, meningkatkan sumberdaya
manusia yang berwawasan global, mengembangkan kualitas produk sesuai standar
internasional dan mengembangkan disain Indonesian Brand Image. Strateji ini
dalam jangka pendek dijabarkan ke dalam beberapa kebijakan yaitu: (i) menurunkan
ekonomi biaya tinggi; (ii) memperlancar arus barang dan jasa dengan meningkatkan
efisiensi distribusi; (iii) meningkatkan daya saing komoditi ekspor; dan (iv)
memberikan dukungan bagi pengembangan sektor prioritas.
Kebijakan
pembangunan
perdagangan
dalam
jangka
menengah
diprioritaskan untuk mengembangkan produk yang memiliki keunggulan kompetitif
berdasarkan keunggulan komparatif; meningkatkan produktivitas dan penguasaan
teknologi;
meningkatkan
sumber daya manusia
yang berwawasan global,
meningkatkan kualitas sesuai standar internasional dan mengembangkan disain
yang mengarah pada Indonesian brand image, serta mewujudkan Indonesia
Incorporated. Dengan melakukan langkah-langkah tersebut di atas diharapkan
dapat menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif sehingga dapat menarik
bagi investor asing maupun investor dalam negeri untuk menanamkan modalnya di
Indonesia
Dalam jangka panjang, mewujudkan lingkungan kondusif di sektor
perdagangan yang mampu memacu daya saing yang berkelanjutan, memperlancar
arus barang,
mendukung
peningkatan
penguasaan
desain
dan
teknologi,
penciptaan lapangan kerja serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Dalam rangka mewujudkan pembangunan perdagangan tersebut diatas,
strateji pembangunan sektor perdagangan pada hakekatnya dilakukan dengan
LAK Departemen Perdagangan 2008
12
pendekatan penciptaan sistem perdagangan secara terintegrasi dan efisien melalui
pengelolaan permintaan (management demand) pasar, baik pasar dalam negeri
maupun luar negeri dengan memanfaatkan secara optimal pengelolaan sumber
daya (management resources) yang dimiliki di dalam negeri. Hal ini perlu didukung
dengan pengelolaan jaringan (management network) yang efisien dan efektif,
pengembangan instrumen perdagangan yang menciptakan iklim usaha kondusif,
pengembangan kelembagaan jasa di sektor perdagangan serta pembangunan
infrastruktur, baik fisik maupun non fisik yang memadai.
Kebijakan dalam strategi operasional diarahkan sebagai berikut:
1. Menata aturan yang jelas, pemangkasan birokrasi dalam prosedur perijinan dan
pengelolaan usaha dengan prinsip transparansi dan tata kepemerintahan yang
baik (good governance).
2. Menata aturan yang jelas peningkatan efisiensi waktu dan biaya administrasi.
3. Pengembangan kapasitas lembaga publik dan aparat pelaksananya.
4. Memperkuat daya saing di pasar global.
5. Mempertahankan dan meningkatkan akses dan penetrasi pasar ke pasar
tradisional mapun non-tradisional.
6. Meningkatkan kemampuan kantor perwakilan perdagangan di luar negeri dan
kualitas pelayanan serta pembukaan kantor baru dinegara/kawasan mitra
dagang.
7. Meningkatkan kinerja diplomasi perdagangan internasional, baik untuk negara
maju maupun negara berkembang.
8. Memperkuat kelembagaan pengamanan perdagangan internasional (safeguard
dan anti dumping) serta kelembagaan hamonisasi tarif.
9. Mengembangkan prasarana distribusi tingkat regional dan prasarana sub-sistem
distribusi didaerah tertentu (kawasan perbatasan dan daerah terpencil) dan
sarana penunjang perdagangan melalui pengembangan jaringan informasi
produksi dan pasar serta perluasan pasar lelang lokal dan regional.
10. Harmonisasi kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
penyederhanaan prosedur, perinjinan yang menghambat kelancaran arus
barang dan jasa serta pengembangan kegiatan jasa perdagangan.
11. Memperkuat
kelembagaan
perlindungan
konsumen,
kemetrologian
dan
kelembagaan persaingan usaha dan kelembagaan perdagangan lainnya.
12. Meningkatkan efektivitas pelaksanaan perlindungan konsumen, tertib ukur dan
memperkuat sistem pengawasan barang dan jasa.
LAK Departemen Perdagangan 2008
13
13. Memperkuat kelembagaan bursa berjangka komoditi serta mengembangkan
alternatif pembiayaan.
B.
RENCANA KERJA
Sebagai penjabaran lebih lanjut dari rencana stratejik Departemen
Perdagangan, telah disusun rencana kerja yang mempresentasikan nilai kuantitatif
yang dilekatkan pada setiap indikator kinerja baik pada tingkat sasaran stratejik
maupun tingkat kegiatan. Hal dimaksud merupakan benchmark bagi proses
pengukuran
keberhasilan
organisasi
yang
dilakukan
setiap
akhir
periode
pelaksanaan tahunan.
Secara umum, kinerja Departemen Perdagangan terangkum dalam 4
(empat) Program Prioritas Departemen yaitu peningkatan investasi, 10 Produk
Utama, 10 Produk Potensial dan 3 Jasa Perdagangan, Pembinaan UKM
Perdagangan, dan Capacity/Institutional Building dan Public Education. Adapun
penjelasan dari keempat program prioritas beserta sasarannya yang tercantum di
dalam penetapan kinerja (lampiran 2) Departemen dapat dilihat garis besarnya
sebagai berikut:
1. Peningkatan Investasi, dengan sasaran yang dicapai adalah:
a. meningkatnya
pelayanan
perijinan
perdagangan
untuk
mendorong
tumbuhnya investasi dengan target kinerja yang ditetapkan adalah 100
persen, yang diuraikan kedalam beberapa indikator seperti pelayanan
penerbitan SIUP, otomasi penerbitan SKA, sistim otomasi penerbitan lisensi
impor di Dinas dan jenis perijinan yang dilayani secara elektronik. Pada
upaya pencapaian sasaran dimaksud, utamanya adalah terkait dengan
upaya penyederhanaan prosedur perijinan. Perijinan adalah salah satu
instrumen penting dalam upaya peningkatan investasi, karena dengan
adanya perijinan yang jelas dan transparan, baik secara langsung maupun
tidak langsung, akan memberikan pengaruh yang positif dalam kepastian
berusaha yang dibutuhkan oleh para investor.
b. tersusunnya kebijakan yang berpihak kepada konsumen, petani, industri
dalam negeri dan lingkungan dengan target kinerja yang ditetapkan adalah 7
(tujuh) kebijakan dengan target penerbitan 12 (dua belas) Permendag terkait
dengan harga patokan ekspor. Kebijakan tersebut diharapkan dapat menjadi
instrumen penting perdagangan dalam melindungi kemampuan pasar dalam
negeri, sehingga dapat memacu dan memperkuat perekonomian nasional.
Dengan kuatnya fundamental perekonomian nasional yang ditopang oleh
LAK Departemen Perdagangan 2008
14
kebijakan yang mendukung kepastian berusaha, maka tentunya akan
memberikan citra positif yang berdampak pada penguatan investasi.
c. terciptanya persaingan usaha yang tertib, teratur, wajar, dan efisien. Jaminan
kepastian usaha dibutuhkan oleh para pengusaha dalam menjalankan
usahanya di dalam negeri. Tingkat kenyamanan dan kepastian dalam
berusaha
merupakan
faktor penting
dalam meningkatkan
investasi,
disamping iklim usaha yang kondusif juga memiliki pengaruh yang positif.
Persaingan
usaha
disini
juga
meliputi
upaya
Departemen
dalam
meningkatkan iklim investasi di bidang perdagangan berjangka komoditi
(PBK), pasar lelang (PL) dan sistim resi gudang (SRG). Sebagai ilustrasi,
dibidang perdagangan berjangka komoditi, ditargetkan 50 perusahaan dapat
diproses ijin usahanya dengan tetap dilakukan pemantauan dan evaluasi
pelaku usaha PBK.
2. 10 Produk Utama, 10 Produk Potensial dan 3 Jasa Perdagangan, dengan
sasaran yang dicapai adalah:
a. meningkatnya daya saing produk dalam negeri dan penggunaan produk
dalam negeri. Upaya pencapaian sasaran ini terkait dengan peningkatan
akses pasar dan usaha waralaba lokal baik di dalam maupun di luar negeri
dengan target 86 unit. Akses pasar dimaksud meliputi partisipasi pelaku
usaha pada siding/expo internasional di dalam/luar negeri. Selain itu, upaya
tersebut tentunya harus dibarengi dengan penyebaran informasi terkait
dengan mutu dan kualitas produk dalam negeri. Dengan target penyebaran
informasi terkait dengan produk dalam negeri di 23 daerah, diharapkan akan
berdampak pada meningkatnya kecintaan warga negara Indonesia akan
barang-barang hasil produksi dalam negeri.
b. memberdayakan
pasar
tradisional
serta
pedagangnya.
Sarana
dan
prasarana perdagangan (dalam hal ini pasar) merupakan faktor penting
dalam perluasan akses ekonomi terhadap masyarakat. Kualitas pasar
tradisional memberikan dampak yang baik dalam meningkatkan aktifitas
ekonomi di lingkungan sekitar. Disamping itu, pemberdayaan pasar tidak
hanya terkait dengan sarana fisik pasarnya saja, namun yang juga terkait
dengan pedagang dan pengelolanya. Pelatihan bagi pedagang dan
pengelola pasar tersebut rencananya akan dilakukan sebanyak 2 (dua)
aktifitas yang tentunya terbagi ke dalam beberapa wilayah. Kemudian,
dengan target pembangunan pasar-pasar tradisional sebanyak 101 unit di
seluruh pelosok Indonesia yang ditentukan, diharapkan akan meningkatkan
LAK Departemen Perdagangan 2008
15
pengembangan 10 produk utama, 10 produk potensial dan 3 jasa
perdagangan.
c. meningkatkan kualitas dan kuantitas informasi pasar dan produk ekspor non
migas Indonesia dan meningkatnya kualitas pelayanan dan kuantitas
lembaga promosi di luar negeri dengan target kinerja yang ditetapkan adalah
13 kelompok produk dan 5 negara. Diseminasi hasil market intelligence,
yang ditargetkan direncanakan di 10 daerah, selanjutnya akan dipergunakan
untuk pengembangan 10 produk utama, 10 produk unggulan, dan 3 jasa
perdagangan. Selain itu, juga direncanakan upaya dalam meningkatkan
kerjasama antar lembaga melalui kerjasama strategis dibidang ekspor.
d. meningkatnya citra produk di pasar global. Upaya peningkatan citra produk
di pasar global direncanakan dilakukan dengan penyebaran informasi ke
negara pesaing terutama yang terkait dengan penyebaran image produk
Indonesia. Salah satu upayanya adalah dengan penyebaran informasi
melalui media elektronik dengan target 4 (empat) kali tayang.
e. meningkatnya minat pengusaha yang memanfaatkan PBK sebagai sarana
lindung nilai, para petani dan pedagangan yang memanfaatkan PL sebagai
sarana pembentukan harga yang transparan serta SRG sebagai alternatif
pembiayaan dengan target kinerja yang ditetapkan adalah 100 persen.
3. Pembinaan UKM Perdagangan, dengan sasaran yang dicapai adalah:
a. meningkatnya usaha dan eksistensi usaha kecil di bidang perdagangan
melalui pemberdayaan dan bantuan sarana usaha. Bantuan kepada UKM
melalui pemberdayaan meliputi pelatihan ekonomi swadaya mandiri yang
diharapkan dapa mendorong UKM untuk mengedepankan aspek penciptaan
branding dan packaging yang memiliki daya saing. Disamping itu, bantuan
sarana usaha UKM perdagangan termasuk didalamnya cold storage, cool
box, pabrik es, tenda jualan, dan gerobak jualan dengan target 7.603 unit.
Kemudian, dengan target sasaran 390 UKM (termasuk dalam 19 propinsi)
direncanakan dapat diidentifikasi masalah perpasaran dan kemitraan UKM,
serta bertambahnya pengetahuan manajerial para pengusaha UKM.
Sehingga
secara
keseluruhannya
ditargetkan UKM perdagangan
di
Indonesia dapat mengembangkan potensi yang ada untuk menembus pasar
modern maupun pasar luar negeri, yang tentunya dengan didukung oleh
mutu dan kualitas produk yang ditawarkan.
b. meningkatkan daya saing berkelanjutan di pasar global melalui akses dan
penetrasi pasar; kemitraan strategi global yang melibatkan perusahaan-
LAK Departemen Perdagangan 2008
16
perusahaan nasional. Dalam upaya pencapaian sasaran ini, ditargetkan 50
UKM dapat terpilih untuk berpartisipasi pada Trade Expo dan ditargetkan
pula akan terjaring 10 (sepuluh) perusahaan sebagai pemenang disain
terbaik (Indonesia Good Design Selection). Hal tersebut juga terkait dengan
upaya meningkatkan citra produk dan jasa Indonesia (Indonesia Design
Power) dengan target 2.000 merek/produk UKM terdaftar di Ditjen HaKI.
4. Capacity/Institutional Building dan Public Education, dengan sasaran yang
dicapai adalah:
a. terwujudnya
perangkat
hukum
melalui
pembentukan,
perubahan,
penyederhanaan hukum melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi
dengan target kinerja yang ditetapkan adalah 1 (satu) Rancangan Undangundang tentang Perdagangan. Namun, dalam kaitannya dengan upaya
pembentukan legalitas hukum Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), ditargetkan
pula penyelesaian Rancangan Undang-undang tentang KEK.
b. meningkatkan pelayanan dan bantuan informasi bagi masyarakat di bidang
perdagangan. Hal ini terkait dengan penyebaran informasi baik komersial
maupun non-komersial dalam upaya penciptaan institutional building
Departemen. Penyebaran informasi komersial meliputi publikasi kebijakan
sektor perdagangan melalui media cetak (majalah, jurnal, brosur, guntingan
pers, artikel, dan buku) dan media elektronik (TV dan radio), dengan target
40
kegiatan
Sedangkan
yang
non-komersial
termasuk
didalamnya
penyebaran informasi kebijakan sektor perdagangan melalui sosialisasi,
workshop dan dialog, dengan target 11 kegiatan. Meningkatnya pemahaman
masyarakat/pelaku usaha tentang standardisasi bidang perdagangan
dengan target kinerja yang ditetapkan adalah 650 pelaku usaha;
c. meningkatnya pemahaman masyarakat/pelaku usaha tentang standardisasi
bidang perdagangan. Peran standardisasi bidang perdagangan sangat
penting dalam menunjang sektor perdagangan secara keseluruhan. Upaya
perbaikan mutu dan peningkatan daya saing tentu diawali oleh penciptaan
suatu standar yang baik dan berkualitas, yang dapat dijadikan acuan bagi
pengembangan suatu produk. Dengan adanya standar bagi produksi barang
dalam negeri, dapat menigkatkan mutu dan kualitas produk Indonesia itu
sendiri. Pada tahun kerja 2008, ditargetkan 13 (tiga belas) dinas perindag
propinsi dapat berpartisipasi aktif pada kegiatan sosialisasi standardisasi
dengan melibatkan 650 pelaku usaha. Selain itu, ditargetkan 22 Balai
Pengujian Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) daerah dan lembaga terkait
LAK Departemen Perdagangan 2008
17
dapat meningkatkan perannya dalam meningkatkan peran standardisasi
bidang perdagangan dalam menunjang aktifitas ekonomi nasional secara
keseluruhan.
d. terwujudnya SDM Aparatur berpendidikan dan SDM pelaku usaha yang
mempunyai kemampuan teknis. Pentingnya peran SDM, baik aparatur
maupun pelaku usaha, merupakan faktor krusial dalam mengelola dan
meningkatkan peran sektor perdagangan. Secara internal, ditargetkan 48
orang SDM Aparatur dapat memiliki rintisan gelar S2 dan S3 sehingga
diharapkan mampu untuk berperan lebih aktif dalam meningkatkan peran
sektor perdagangan. Sedangkan SDM yang terkait dengan bidang
kemetrologian, pemberdayaan perlindungan konsumen, dan pengawasan
barang beredar dan jasa, yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
menguasai teknologi pengujian UTTP terbaru sebanyak 120 orang dan
meningkatnya
pengetahuan
penyelenggara
perlindungan
konsumen
sebanyak 212 orang. Untuk SDM pelaku usaha diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan teknis berusaha (beserta manajerialnya) dengan
target 280 orang.
LAK Departemen Perdagangan 2008
18
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A.
PERKEMBANGAN SEKTOR PERDAGANGAN TAHUN 2008
Penilaian capaian kinerja Departemen Perdagangan tahun 2008 juga dapat
dilihat dari kontribusi sektor perdagangan terhadap ekonomi nasional. Kontribusi
tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan
perekonomian nasional. Walaupun pertumbuhan ekonomi global cenderung
mengalami penurunan dan tekanan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas
perekonomian nasional, namun kinerja sektor perdagangan terhadap perekonomian
nasional relatif tetap stabil, bahkan di beberapa area mengalami tetap mengalami
pertumbuhan yang positif. Adapun kinerja sektor perdagangan meliputi peranan
sektor perdagangan terhadap produk domestik bruto (PDB), perkembangan ekspor
dan impor, kontribusi terhadap total investasi (penanaman modal dalam negeri dan
penanaman modal asing), pengaruh fluktuasi inflasi, dan kontribusi penyerapan
tenaga kerja sektor perdagangan.
1. Kontribusi Sektor Perdagangan terhadap PDB
Selama kurun waktu tahun 2008, Departemen Perdagangan bersama
dengan seluruh instansi pemerintahan bidang perdagangan di daerah berupaya
untuk semakin meningkatkan peranan sektor perdagangan dalam memberikan
kontribusinya terhadap PDB keseluruhan. Sesuai dengan tabel 3.1, kontribusi sektor
perdagangan tahun 2008 terhadap PDB mengalami peningkatan sebesar 7,23
persen dari tahun sebelumnya, atau melampaui tingkat pertumbuhan nasional 2008.
Meningkatnya pertumbuhan sektor perdagangan tersebut merupakan cerminan
efektifnya kebijakan-kebijakan di sektor perdagangan dalam menstimulus kinerja
perdagangan secara nasional. Disamping itu, dengan adanya kegiatan yang lebih
mengedepankan kualitas jasa perdagangan memberikan pengaruh yang positif
terhadap meningkatnya kontribusi sektor perdagangan. Walaupun secara global,
kondisi perekonomian dunia sedang mengalami tekanan yang sangat kuat, namun
kuatnya fondasi perekonomian Indonesia yang tentunya ditopang dengan semakin
membaiknya infrastruktur perdagangan telah memberikan dampak yang positif
terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagai tambahan, salah satu sasaran
LAK Departemen Perdagangan 2008
19
Renstra Departemen Perdagangan yang lebih menitikberatkan pada distribusi yang
efektif dan efisien semakin menunjukkan kinerja positif dan sesuai dengan target
yang diharapkan, walaupun senantiasa terus dikembangkan, terutama dalam
memperkuat struktur perekonomian nasional.
Tabel 3.1
Kontribusi Terhadap PDB Tahun 2008 Menurut Lapangan Usaha
(dalam Rp milyar)
Tahun
Pertumb.
Lapangan Usaha
2006
2007
1. Pertanian
253.882
262.403
271.401
284.338
4,77
2. Pertambangan
165.223
168,032
171.422
172.300
0,51
3. Industri
491.561
514.100
538.085
557.766
3,66
4. Listrik, Gas & Air
11.584
12.251
13.517
14994,0
10,93
5. Bangunan
103.598
112.234
121.901
130.816
7,31
6. Perdagangan
293.654
312.519
338.807
363.314
7,23
- Sub sektor Perdagangan
241.887
257.845
280.486
301.498
7,49
- Sub sektor Hotel & Restoran
51.767
54.673
58.321
61.816
5,99
7. Angkutan
109.262
124.809
142.327
166.077
16,69
8. Keuangan
161.252
170.074
183.659
198.800
8,24
9. Jasa
160.799
170.705
181.972
193.701
6,45
1.750.815
1.847.127
1.963.092
2.082.104
6,06
Total
2008
08/'07
(%)
2005
Keterangan: Atas Dasar Harga Konstan 2000.
Sumber: BPS.
2. Perkembangan Ekspor dan Impor
Perkembangan ekspor selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan,
sebagaimana tersaji pada tabel 3.2. Ekspor non migas mencapai tren positif sebesar
18 persen yang melampaui tren ekspor migas dan total ekspor. Sesuai dengan
salah satu sasaran Departemen yang memfungsikan dalam peningkatan daya saing
dalam rangka memacu kinerja ekspor non migas, Departemen Perdagangan
senantiasa mengeluarkan kebijakan yang mampu meningkatkan kinerja ekspor.
Disamping itu, upaya Departemen juga turut berpartisipasi aktif dalam memberikan
masukan mengenai infrastruktur yang terkait dengan kegiatan ekspor dan impor,
diantaranya jalur transportasi ekspor, perbaikan pelayanan, dan memperbaiki sinergi
antar pelaku ekspor dan instansi. Sebagai ilustrasi, nilai ekspor non migas tahun
2008 telah menembus angka US$ 100 miliar. Hal ini ditandai dengan upaya aktif
Departemen Perdagangan dalam membantu dunia usaha (khususnya di sektor riil)
dengan peningkatan manajemen berupa pelatihan-pelatihan dan upaya penetrasi
pasar di luar negeri. Disamping itu, kinerja perwakilan perdagangan di luar negeri
LAK Departemen Perdagangan 2008
20
semakin menopang akses dunia usaha domestik dalam memasarkan produknya di
pasar luar negeri.
Tabel 3.2
Perkembangan Ekspor Impor Migas dan Non Migas
Tahun 2003 s.d 2008
(dalam US$ Juta)
Trend
Perub.(%)
20032007
‘08/'07
Uraian
2003
2004
2005
2006
2007
2008**)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Ekspor
61.058,2
71.584,6
85.660,0
100.798,6
114.100,9
128.090,9
16,9
24,17
1. Migas
13.651,4
15.645,3
19.231,6
21.209,5
22.088,6
27.637,1
12,8
41,21
2. Non Migas
47.406,8
55.939,3
66.428,4
79.589,1
92.012,3
100.453,8
18,0
20,18
Impor *)
32.550,7
46.524,5
57.700,9
61.078,1
74.473,4
98.684,6
23,0
45,91
1. Migas
7.610,9
11.732,0
17.457,7
18.975,1
21.932,8
29.195,1
30,3
49,60
2. Non Migas
24.939,8
34.792,5
40.243,2
42.103,0
52.540,6
69.489,5
20,5
44,41
Total
93.608,9
118.109,1
143.360,8
161.876,7
188.574,3
226.775,5
19,1
32,78
1. Migas
21.262,3
27.377,3
36.689,3
40.184,6
44.021,4
56.832,2
20,0
45,40
2. Non Migas
72.346,6
90.731,8
106.671,6
121.692,1
144.552,9
169.943,3
18,9
29,03
Sumber: BPS, diolah Dep Perdagangan.
Ket: *) Impor di luar Kawasan Berikat
**) Jan-Nop
Secara tegas Departemen Perdagangan lebih memfokuskan peningkatan
dan pengembangan ekspor. Namun, Departemen Perdagangan juga berupaya
untuk memacu impor yang berorientasi pada pembangunan perekonomian nasional,
khususnya impor non migas. Sebagaimana tersaji pada tabel 3.2, nilai impor non
migas tahun 2008 mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun
sebelumnya, sebesar 44,41 persen. Menurut BPS, komposisi impor non migas ini
lebih didominasi pada produk elektronika dan kimia dasar. Sementara itu, tren impor
non migas selama kurun waktu 2003 s.d 2007 mengalami peningkatan yang tajam
yaitu sebesar 20,5 persen. Impor non migas sebagai penopang total impor
senantiasa digunakan untuk mengembangkan produk domestik itu sendiri. Namun,
tingginya nilai impor bukan berarti produk luar negeri lebih baik dibanding produk
sendiri, akan tetapi peningkatan tersebut terjadi karena mulai membaiknya kinerja
ekonomi dalam negeri sehingga tingkat persaingan produk pun semakin tinggi.
Disamping itu, produk-produk impor dapat digunakan sebagai bahan penunjang
untuk produk lain yang memiliki kualitas tinggi atau untuk dibuat suatu produk
dengan nilai tambah yang tinggi.
LAK Departemen Perdagangan 2008
21
3. Perkembangan Investasi Sektor Perdagangan
Tahun
2008
ditandai
dengan
membaiknya
iklim
investasi
sektor
perdagangan yang semakin membaik. Seperti yang tersaji pada gambar 3.1, jumlah
izin usaha tetap untuk investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) sektor
perdagangan dan reparasi adalah sebanyak 14 buah dengan nilai realisasi investasi
sebesar Rp 594,8 miliar. Apabila dilihat dari tahun 2005, perkembangan realisasi
investasi PMDN mengalami peningkatan yang sangat signifikan dengan tren
sebesar 86,36 persen atau meningkat lebih dari enam kali. Salah satu program
prioritas Departemen Perdagangan yaitu Peningkatan Investasi, secara langsung
maupun tidak langsung telah menstimulasi kinerja investasi di dalam negeri. Telah
disempurnakannya Undang-undang Penanaman Modal disinyalir telah berpengaruh
pada peningkatan investasi sektor perdagangan. Sedangkan, hal sebaliknya terjadi
pada sektor lainnya seperti hotel dan restoran. Kendati mengalami pertumbuhan
sebesar 86,84 persen, namun dalam dari tahun 2005 tren realisasi investasi PMDN
sektor dimaksud mengalami penurunan sebesar 3,92 persen.
Gambar 3.1
Perkembangan Realisasi Investasi PMDN Sektor Perdagangan
Tahun 2005 s.d 2008
700
Izin Usaha Tetap
594,8
12
500
345,8
269
8
300
180,2
91,9
4
238,6
143
100
127,7
0
Realisasi Investasi (Rp miliar)
16
-100
2005
2006
2007
2008
Perdag.&Rep (Jumlah)
Hotel & Rest. (Jumlah)
Hotel & Rest. (Nilai)
Perdag.&Rep. (Nilai)
Sumber: BKPM, diolah Dep Perdagangan.
Sementara itu, perkembangan realisasi investasi penanaman modal asing
(PMA) sektor perdagangan dan reparasi tahun 2008 juga mengalami peningkatan
dari tahun sebelumnya sebesar 20,56 persen (lihat gambar 3.2) dengan nilai
sebesar Rp 582,2 miliar. Peningkatan ini menunjukkan mulai efektifnya dampak
implementasi UU Penanaman Modal yang ternyata disambut positif oleh kalangan
pengusaha asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini terlihat
tren positif dari tahun 2005 sebesar 14,92 persen. Bila dilihat dari jumlah izin tetap
LAK Departemen Perdagangan 2008
22
yang dikeluarkan, sebanyak 375 izin tetap dikeluarkan pada tahun 2008, meningkat
dari tahun sebelumnya yang mencapai 312 buah. Sejalan dengan sasaran
Departemen Perdagangan yang ingin meningkatkan pelayanan prima kepada dunia
usaha, upaya perbaikan terus ditingkatkan terutama terkait dengan perbaikan iklim
investasi dan dunia usaha di Indonesia.
Gambar 3.2
Perkembangan Realisasi Investasi PMA Sektor Perdagangan
Tahun 2005 s.d 2008
700
Izin Usaha Tetap
350
482,9
434,3
300
582,2
500
383,6
250
200
300
180,3
150
136,4
111,2
156,9
100
100
50
0
Realisasi Investasi (Rp miliar)
400
-100
2005
2006
2007
2008
Perdag.&Rep (Jumlah)
Hotel & Rest. (Jumlah)
Hotel & Rest. (Nilai)
Perdag.&Rep. (Nilai)
Sumber: BKPM, diolah Dep Perdagangan.
Sedangkan terkait dengan sektor hotel dan restoran, secara umum
mengalami penurunan sebagaimana terlihat pada gambar 3.2. Apabila dilihat dari
jumlah izin usaha tetap yang dikeluarkan, dari tahun 2005 sektor dimaksud terus
mengalami penurunan dengan jumlah izin yang dikeluarkan sebanyak 33 izin, yang
menurun menjadi 22 izin, dengan nilai realisasi investasi sebesar Rp 156,9 miliar.
Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan usaha perhotelan dan restoran masih
mengalami
hambatan.
Kebijakan-kebijakan
Departemen
Perdagangan
yang
diterapkan dalam memperbaiki iklim bisnis dirasakan belum menjadi stimulus bagi
perkembangan usaha perhotelan dan restoran. Namun demikian, Departemen
Perdagangan
melalui
salah
satu
program
prioritasnya
terus
berupaya
mengembangkan sektor jasa yang terkait dengan perdagangan.
4. Indeks Harga Grosir
Menurut BPS, inflasi tahun 2008 mencapai 11,06 persen. Sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi yang melebihi 6 persen, walaupun disertai krisis global,
inflasi memang diprediksi akan meningkat. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap
tingkat volatilitas harga di tingkat grosir. Sebagaimana tergambar pada gambar 3.3,
dengan menggunakan tahun dasar 2000, indeks harga di tingkat grosir mengalami
LAK Departemen Perdagangan 2008
23
peningkatan dengan rata-rata mencapai dua kali lipat. Sebagai ilustrasi, indeks
harga untuk total ekspor cenderung mengalami peningkatan dengan tingkat
volatilitas hampir mencapai 300 satuan indeks. Sementara untuk ekspor non migas,
tingkat indeks harga relatif stabil walaupun bila dibandingkan dengan tahun dasar,
meningkat hampir dua kali lipatnya. Hal berbeda ditunjukkan oleh pergerakan indeks
harga ekspor migas yang sempat mencapai puncak pada pertengahan tahun 2008.
Hal ini disebabkan oleh tingginya nilai minyak dunia. Tingginya tingkat indeks harga
yang
cenderung
meningkat
tentunya
menguntungkan
eksportir
nasional.
Departemen Perdagangan secara aktif berupaya untuk meningkatkan daya saing
produk dalam negeri dan melakukan penetrasi pasar sehingga diharapkan tingginya
tingkat harga ekspor di pasar internasional dapat dimanfaatkan dunia usaha di
dalam negeri. Namun demikian, hal ini juga menimbulkan dilema. Di satu sisi,
tingginya tingkat volatilitas ekspor mampu meningkatkan pemasukan bagi para
eksportir dan berdampak baik bagi perkembangan perekonomian nasional. Namun
di lain sisi, tingginya indeks harga tersebut berdampak pada turut meningkatnya
harga rata-rata produk di dalam negeri. Sehingga, walaupun perekonomian nasional
dapat tumbuh di tengah kondisi perekonomian global yang cenderung belum stabil,
tingginya tingkat inflasi tidak dapat dihindarkan.
Gambar 3.3
Perkembangan Indeks Harga Grosir
Tahun 2008 (2000=100)
500
Indeks Harga
400
300
200
100
0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Pertanian (39)
Industri Olahan (130)
Ekspor Total (42)
Eksp. Non Migas (39)
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Pertambangan dan Penggalian (8)
Impor (38)
Eksp. Migas (3)
Sumber: BPS, diolah Dep Perdagangan.
5. Tenaga Kerja Sektor Perdagangan
Tahun
2008
ketenagakerjaan.
adalah
Dihadapkan
tahun
pada
dengan
penuh
kenyataan
tantangan
memburuknya
di
sektor
stabilitas
perekonomian global, prediksi terhadap tingginya tingkat pemutusan hubungan kerja
LAK Departemen Perdagangan 2008
24
(PHK) kerap membayangi tenaga kerja di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.
Secara mengejutkan, jumlah tenaga kerja di Indonesia mengalami pertumbuhan
sebesar 2,62 persen, dimana pada Agustus 2008, sebanyak 102,55 juta jiwa
memiliki status pekerjaan di berbagai lapangan pekerjaan utama. Di lapangan
pekerjaan bidang perdagangan, jumlah tenaga kerja dengan usia di atas 15 tahun
berjumlah 21,22 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan sebesar 3,26 persen. Upaya
Departemen Perdagangan untuk membina dunia usaha khususnya pembinaan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) perdagangan dinilai efektif dalam menciptakan
lapangan pekerjaan bagi usaha kecil dan menengah. Sementara itu menurut BPS,
tenaga kerja di bidang perdagangan lebih didominasi pada perdagangan eceran
kecuali mobil dan motor.
Tabel 3.3
Penduduk yang Bekerja Menurut Sub Sektor Perdagangan
Tahun 2005 – 2008
(dalam juta jiwa)
Lapangan
Usaha *)
Tahun
2005
2006
50
1.149.123
1.264.661
637.151
576.360
51
769.406
722.709
894.411
972.970
52
14.776.610
15.256.481
14.956.336
15.562.337
53
27.740
74.139
20.293
21.575
54
25.131
65.193
23.296
19.848
16.748.010
17.383.183
16.531.487
17.153.090
Jumlah
2007
2008
*) Keterangan:
50 : Penjualan Mobil dan Sepeda Motor, penjualan eceran bahan bakar kendaraan.
51 : Perdagangan besar dalam negeri kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor selain ekspor dan
impor.
52 : Perdagangan eceran kecuali mobil dan motor.
53 : Perdagangan ekspor kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor.
54 : Perdagangan impor kecuali perdagangan mobil dan sepeda motor.
Sumber: BPS, diolah Dep Perdagangan.
B.
PENGUKURAN CAPAIAN KINERJA
Kinerja
Departemen
Perdagangan
Tahun
2008,
pada
hakekatnya
merupakan suatu bagian dari proses atau kegiatan untuk mencapai sasaransasaran Rencana Strategis 2004-2009. Dengan demikian, pencapaian kinerja per
satuan kegiatan di tahun 2008, akan merupakan bagian dari pencapaian sasaransasaran Rencana Strategis yang telah ditetapkan dalam Renstra. Untuk keperluan
penilaian akuntabilitas kinerja, maka dilakukan pengklasifikasian satuan-satuan
kinerja yang telah dilaksanakan ke elemen-elemen sasaran Rencana Strategis
(Renstra). Dengan cara ini, maka penilaian satuan-satuan kinerja akan dapat
LAK Departemen Perdagangan 2008
25
mencerminkan kinerja makro dalam pencapaian sasaran pembangunan jangka
menengah.
Dikelompokkan sebagai satu
kesatuan kinerja Departemen
Satuan-satuan kinerja dari
Perdagangan dalam mencapai
berbagai unit di lingkungan
visi, misi, tujuan dan sasaran
Departemen Perdagangan
Renstra Departemen
Perdagangan.
Dengan tujuan agar kinerja
2008 dapat mencerminkan
pencapaian Departemen
Perdagangan dalam
mencapai sasaran Renstra.
Pengukuran tingkat capaian per satuan kinerja Departemen Perdagangan
tahun 2008 ditentukan dengan cara membandingkan antara target dan realisasi dari
masing-masing indikator kinerja sasaran, dimana rincian tingkat capaian kinerja
masing-masing indikator kinerja dapat diilustrasikan dalam tabel pada lampiran 3.
Satuan Kegiatan: sebagai
indikator pencapaian
sasaran Rencana
Target
Realisasi
Persentase
pencapaian
Strategis di tahun 2008
Dilihat dari hasil tabel indikator kinerja, kinerja Departemen Perdagangan
tahun 2008 secara umum menunjukkan hasil yang relatif telah mencapai
keberhasilan sebagaimana telah ditetapkan pada tahun 2008. Namun demikian
harus diakui masih terdapat sebagian target sasaran yang realisasinya belum dapat
dicapai dengan sempurna.
Adapun pengukuran tingkat capaian kinerja Departemen Perdagangan tahun
2008 dilakukan dengan membandingkan antara target dengan realisasi dari masingmasing indikator kinerja sasaran. Hasil dari pembandingan antara target dan
realisasi tersebut akan diperoleh persentase pencapaian target. Penghitungan
persentase pencapaian rencana tingkat capaian perlu memperhatikan karakteristik
komponen realisasi. Dalam kondisi:
LAK Departemen Perdagangan 2008
26
1. Semakin tinggi/rendah realisasi, menunjukkan pencapaian kinerja yang semakin
baik/buruk, maka digunakan rumus:
Realisasi
Persentase pencapaian target
=
x
100%
Rencana
2. Semakin tinggi/rendah realisasi, menunjukkan pencapaian kinerja yang semakin
buruk/baik, maka digunakan rumus:
Realisasi – (Realisasi – Rencana)
Persentase pencapaian
=
target
C.
x 100%
Rencana
ANALISIS AKUNTABILITAS KINERJA
Metodologi pengukuran pencapaian dalam indikator kinerja secara umum
digunakan rumus dengan menghitung prosentase pencapaian rencana tingkat
capaian dengan menggunakan rumus realisasi dibagi dengan rencana (target) kali
100%. Adapun penjelasan secara rinci dari masing-masing sasaran, di bawah ini
dapat digambarkan dan diuraikan yaitu sebagai berikut:
Meningkatnya pelayanan prima kepada dunia usaha

melalui
penyederhanaan
prosedur,
transparansi
kebijakan dan penerapan teknologi informasi serta
meningkatnya peran lembaga, sarana dan instrumen
perdagangan
Dalam sasaran tersebut, Departemen Perdagangan mengacu pada pencapaian
kinerja berdasarkan lima kategori pencapaian sasaran, yaitu: penyederhanaan
prosedur, transparansi kebijakan, penerapan teknologi informasi, dan peran
lembaga, sarana dan instrumen perdagangan. Untuk mencapai sasaran tersebut,
indikator kinerjanya adalah sebagai berikut:
No.
Indikator kinerja
Target
Realisasi
%
Persentase pelayanan perijinan yang
dapat diselesaikan sesuai target waktu
yang ditetapkan
66%
72%
109
Jumlah penerbitan izin usaha di bidang
PBK
500 izin
682 izin
136
Penyederhanaan prosedur
1
2
LAK Departemen Perdagangan 2008
27
No.
Indikator kinerja
3
Jumlah penerbitan persetujuan lembaga
SRG
4
Jumlah peraturan dan perundangan di
bidang PBK dan SRG
5
Jumlah Rancangan Undang-Undang
Tentang Perdagangan dan Kawasan
Ekonomi Khusus
Target
Realisasi
%
15 SK
30 SK
200
4 SK SRG,
2 SK PBK.
4 SK SRG,
2 SK PBK.
100
2 RUU
1 RUU
50
Transparansi kebijakan
6
Jumlah kebijakan yang bisa diakses
melalui Web dan media lainnya
15.000
15.000
100
7
Tersedianya aplikasi pemetaan data
gudang dan potensi komoditi serta
penunjang SRG lainnya di daerah
1 aplikasi
1 aplikasi
100
Tersedianya aplikasi pengawasan sistem
pengawasan SRG
1 aplikasi
1 aplikasi
100
650.000
e-files
798.369
e-files
123
4
4
100
8
Penerapan teknologi informasi
9
Banyaknya data yang sudah masuk
kedalam e-file
10
Jenis data berbasis web
11
Jumlah pengunjung website
24.000
visitors
24.060
visitors
100,25
12
Jumlah user yang memanfaatkan jaringan
11.658
15.013
128,78
13
Continuity of services
95%
99%
104,2
Peran lembaga, sarana dan instrumen
perdagangan
14
Jumlah masyarakat yang memanfaatkan
referensi pustaka
3.960
4.648
117,37
15
Meningkatnya jumlah penanganan
perkara yang dilakukan terhadap setiap
dugaan pelanggaran UU No. 5/1999
160
232
145
Menurunnya persentase jumlah temuan
negatif dari tahun sebelumnya
20%
-40%
-300
16
Sasaran Rencana Strategis pertama (atau elemen pertama dari sasaran
Renstra) yang harus dicapai oleh Departemen Perdagangan adalah dalam rangka
mencapai
peningkatan
pelayanan
prima
kepada
dunia
usaha
melalui
penyederhanaan prosedur, transparansi kebijakan dan penerapan teknologi
informasi serta meningkatnya peran lembaga, sarana dan instrumen perdagangan.
Pelaksanaan kegiatan (kinerja) untuk mencapai sasaran Renstra ini menyebar ke
berbagai unit organisasi Departemen Perdagangan.
Pembangunan sistem perijinan elektronik ini sejalan dengan amanat Inpres
No. 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009 serta
LAK Departemen Perdagangan 2008
28
melaksanakan ketentuan Pasal 16 Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2008 tentang
Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia Single Window (ISW).
Dalam kerangka peningkatan kualitas perijinan, Departemen Perdagangan telah
membangun sistem perijinan secara elektronik (e-licensing) yang disebut dengan
nama “INATRADE” dan telah beroperasi sejak tanggal 17 Desember 2008,
bersamaan dengan peluncuran National Single Window (NSW) tahap pertama dan
pembangunan sistem penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) secara on line di 28
Instansi Penerbit Dokumen SKA (IPSKA) dimulai pada tahun 2006.
Penyederhanaan Prosedur
a. Pelayanan perizinan ekspor-impor
Persentase pelayanan perijinan yang dapat diselesaikan sesuai target
waktu yang ditetapkan, semula ditargetkan sebesar 66 persen dari total
keseluruhan perijinan di Departemen Perdagangan dengan realisasi sebesar 72
persen atau capaiannya sebesar 109 persen. Sebagai gambaran sebelum
diberlakukanya sistem perijinan secara elektronik (e-licensing) yang disebut
dengan nama “INATRADE” waktu penyelesaian untuk perijinan rata-rata dalam
jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja. Hal ini sesuai dengan ketentuan
Agreement on import Licensing WTO Artikel 2.a (iii) bahwa permohonan izin
bilamana diajukan dalam bentuk yang tepat dan lengkap disetujui segera
sesudah diterimanya, sejauh hal itu layak secara administratif, tetapi selambatlambatnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja. Maka melalui pelayanan
sistem INATRADE ini khususnya bagi pelayanan perijinan impor terutama
Importir Jalur Prioritas (IJP) yang berjumlah 102 perusahaan perijinan impor
dapat diselesaikan dalam waktu 1 (satu) hari kerja dan secara bertahap nantinya
akan dapat digunakan untuk melayani seluruh importir.
b. Pemrosesan perijinan usaha berjangka
Selama tahun 2008, telah diterbitkan berbagai bentuk perizinan yaitu: 1
(satu) izin Usaha Pialang Berjangka, 642 izin Wakil Pialang Berjangka, 35
buah penetapan Kantor Cabang Pialang Berjangka dan 3 (tiga) persetujuan
sebagai Pialang Peserta SPA. Sehingga jumlah izin usaha yang dikeluarkan
pada tahun 2008 di bidang perdagangan berjangka komoditi (PBK) sebanyak
682 izin usaha atau melebihi dari target izin yang ditetapkan sebanyak 500 izin
usaha.
LAK Departemen Perdagangan 2008
29
c. Pemrosesan permohonan persetujuan lembaga SRG
Pada tahun 2008 telah dikeluarkan Persetujuan dalam bentuk Surat
Keputusan (SK) dan Sertifikat untuk Gudang dalam sistim resi gudang (SRG)
sebanyak 9 (sembilan) SK, Pengelola Gudang sebanyak 6 (enam) SK, Lembaga
Penilaian Kesesuaian sebanyak 14 (empat belas) SK, dan Pusat Registrasi 1
(satu) SK. Sehingga jumlah izin badan usaha bidang SRG yang dikeluarkan di
tahun 2008 sebanyak 30 SK atau melebihi dari target izin yang ditetapkan yaitu
sebanyak 15 (lima belas) SK.
d. Penyusunan peraturan dan perundangan
1) Bidang Perdagangan Berjangka Komoditi
Selama tahun 2008, telah diterbitkan 2 (dua) Peraturan Kepala Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang berkaitan
dengan PBK yaitu:

Peraturan Kepala Bappebti Nomor 62/BAPPEBTI/Per/3/2008 tentang
Sertifikat Pendaftaran Pedagang Berjangka,

Peraturan Kepala Bappebti Nomor 63/BAPPEBTI/Per/9/2008 tentang
Ketentuan Teknis Perilaku Pialang Berjangka.
Selain itu, dalam rangka amandemen UU Nomor 32 Tahun 1997 telah
diselesaikan 1 (satu) Draft Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka
Komoditi untuk dibahas secara antar departemen, telah tercapai seluruhnya
dengan telah dibahasnya sebanyak 8 (delapan) kali Rancangan UndangUndang dimaksud dalam tingkat antar departemen. Rancangan UndangUndang tersebut akan terus dibahas secara interdep dan kemudian akan
disampaikan kepada Departemen Hukum dan HAM untuk dimasukkan ke
dalam Program Legislasi Nasional.
2) Bidang Sistim Resi Gudang
Pada tahun 2008 telah disahkan 4 peraturan Kepala Bappebti tentang SRG
yaitu:

Peraturan
Kepala
Bappebti
Nomor
7/BAPPEBTI/PER-SRG/3/2008
tentang Pedoman Teknis Penerbitan Resi Gudang,

Peraturan
Kepala
Bappebti
Nomor
8/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008
tentang Pedoman Teknis Pengalihan Resi Gudang,

Peraturan
Kepala
Bappebti
Nomor
9/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008
tentang Pedoman Teknis Penjaminan Resi Gudang,
LAK Departemen Perdagangan 2008
30

Peraturan Kepala Bappebti Nomor 10/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008
tentang Penyelesaian Transaksi Resi Gudang.
Peraturan-peraturan tersebut telah dipublikasikan kepada para pelaku
usaha, aparat penegak hukum, akademisi, instansi pemerintah dan
masyarakat umum melalui website Bappebti, sosialisasi dan edukasi.
3) RUU Tentang Perdagangan
Kegiatan
Penyusunan
RUU
Perdagangan
sangat
diperlukan
mengingat beberapa pengaturan di bidang perdagangan telah diatur dalam
UU sektoral dan Kegiatan perdagangan merupakan salah satu kegiatan
perekonomian yang memiliki kedudukan strategis, karena berada diantara
lintasan dan muara beberapa sektor ekonomi lainnya. Landasan hukum
dalam pengaturan dan pengembangan sektor perdagangan di Indonesia
saat ini juga masih mengacu kepada Bedrijfreglementering Ordonnantie
(BRO 1934) yang merupakan produk hukum pemerintah Belanda. Produk
hukum kolonial tersebut saat ini sudah tidak relevan dengan perkembangan
dunia usaha di bidang perdagangan dan falsafah hukum Indonesia.
Penyusunan UU Perdagangan dimaksudkan untuk melengkapi pengaturan
terhadap kegiatan usaha perdagangan yang belum mempunyai payung
hukum baik untuk menampung sistem dan kegiatan usaha perdagangan
yang sudah atau belum diatur pada saat ini. Pembahasan RUU
Perdagangan telah sampai pada perumusan pasal-pasal substansi. Namun
demikian target indikator kinerja yang ditetapkan yaitu 1 (satu) RUU
Perdagangan telah tercapai walaupun belum semua aspek kegiatan
perdagangan dibahas secara intensif pada tahap harmonisasi di Departemen
Hukum dan HAM.
4) RUU Tentang Kawasan Ekonomi Khusus
Kegiatan Pembahasan RUU Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
dilaksanakan dalam rangka tersusunnya UU tentang Kawasan Ekonomi
Khusus yang dapat memberikan peluang bagi investasi dan meningkatkan
perkembangan ekonomi sehingga diharapkan terciptanya Rancangan
Kawasan Ekonomi Khusus yang dapat memacu investasi sehingga
mendorong pertumbuhan kawasan-kawasan strategis. Kegiatan tersebut
juga didasarkan pada Keputusan DPR-RI No. 1/DPR-RI/III/2004-2005
tentang Persetujuan Penetapan Program Legislasi Nasional Tahun 2005 –
2009. Pembahasan Rancangan Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) baru dimulai pada pertengahan bulan Desember 2008. Kecilnya
LAK Departemen Perdagangan 2008
31
prosentase pencapaian dari sisi anggaran karena pada saat perencanaan
tidak dapat diprediksi kapan waktu pembahasan dimulai. Namun demikian
RUU Kawasan Ekonomi Khusus sudah mulai disusun sebagai bahan
masukan awal.
Transparansi Kebijakan
a. Akses kebijakan online
Indikator kinerja yang kedua adalah jumlah kebijakan yang bisa diakses
melalui Web dan media lainnya yang telah tersedia di Departemen
Perdagangan, dicapaiannya berupa Pelayanan perijinan secara elektronik
terhadap 30 jenis perijinan impor dari sebanyak 78 perijinan impor sebagaimana
ditargetkan dalam pengembangan sistem ini telah dapat dicapai sepenuhnya,
bahkan dengan pengembangan sistem ini, pada akhir tahun 2008 pelayanan
perijinan impor secara elektronik telah dapat melayani sebanyak 34 jenis
perijinan impor termasuk pengiriman Surat Pendaftaran Barang (SPB) yang
diterbitkan oleh Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang (PPMB).
Dengan sistem ini maka 34 jenis perijinan tersebut melalui sistem INATRADE
sudah dapat disampaikan ke Ditjen Bea dan Cukai untuk selanjutnya diteruskan
ke portal NSW. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, indikator pelayanan
ekspor dan impor atas 30 perijinan impor tersebut kepada pelaku usaha sudah
dapat dilakukan sepenuhnya (100 persen) secara elektronik. Sedangkan
pelayanan secara elektronik terhadap perijinan impor lainnya termasuk perijinan
ekspor akan dilakukan dan dilanjutkan pada tahun 2009. Melalui pelayanan
sistem INATRADE ini pula, maka khususnya bagi Importir Jalur Prioritas (IJP)
yang berjumlah 102 perusahaan perijinan impor dapat diselesaikan dalam waktu
1 (satu) hari kerja dan secara bertahap nantinya akan dapat digunakan untuk
melayani seluruh importir.
Selain itu, masih ada 45 jenis perijnan yang proses penerbitannya
dilakukan secara manual, namun demikian untuk mempercepat proses release
barang di Bea Cukai maka 14 (empat belas) jenis perijinan dari 45 jenis perijinan
impor tersebut telah dapat dikirim melalui web service sistem INATRADE ke
Ditjen Bea dan Cukai melalui Portal NSW. Pada tahun 2009 diharapkan seluruh
perijinan impor dapat dikirim ke portal NSW dengan web service sistem
INATRADE dan saat ini sedang disiapkan kode di portal NSW terhadap perijinan
dimaksud. Perlu diinformasikan pula bahwa untuk implementasi NSW-Ekspor,
saat ini telah dilakukan ujicoba konsep dan sistem dengan dummy data di sistem
LAK Departemen Perdagangan 2008
32
NSW, dimana Departemen Perdagangan akan mengirimkan data yang ada pada
Unit Pelayanan Perdagangan (UPP) Luar Negeri untuk dikirimkan ke NSW
melalui INATRADE (data perijinan ekspor yang masih berlaku). Implementasi
NSW Ekspor sendiri menunggu keberhasilan ujicoba dummy data, dikarenakan
sensitifitas proses ekspor yang ‘time critical’, dimana apabila terjadi gangguan
layanan ekspor karena terhambatnya proses perijinan ekspor, dikhawatirkan
akan menimbulkan gangguan proses ekspor nasional.
b. Sistem profilling potensi sumber daya alam komoditi, petani/ukm
pendukung pemetaan sistem resi gudang
Sistem Profilling Potensi Sumber Daya Alam Komoditi, Petani/UKM
Pendukung Pemetaan Sistem Resi Gudang ini nantinya akan membantu
Bappebti sebagai badan pengawas dalam hal pemberian persetujuan pada
pengelola gudang untuk melakukan kegiatan operasional di wilayah tertentu.
Dari hasil yang didapatkan nanti, akan dapat diperoleh ketersediaan data
dan profil yang valid mengenai potensi daerah, kemudian ketersediaan data
tersebut ditunjang dengan adanya ketersediaan aplikasi sistem informasi
geografis (SIG) yang merupakan sistem pemetaan potensi daerah dengan sifat
data yang tersentralisasi sehingga terhindar dari duplikasi. Hal tersebut
merupakan data-data pendukung dalam penunjang keputusan pengembangan
SRG pada komoditi tertentu.
c. pengembangan sistem pengawasan SRG
Dengan pengembangan sistem ini, dapat diwujudkan SRG yang handal
dengan membangun sistem pengawasan yang terintegrasi secara menyeluruh.
Sehingga SRG yang terpantau dengan baik dan menghasilkan data yang akurat.
Sistem ini berguna untuk meningkatkan fungsi pengawasan terhadap pelaku
dalam SRG. Sebagai jaminan bahwa seluruh infrastruktur yang dikembangkan
telah memenuhi kebutuhan akan faktor kelengkapan, keakuratan, dan
konsistensi data.
Sistem pengawasan yang dibangun ini harus menjaga keamanan data
dan informasi yang sebagian besar merupakan bersifat rahasia. Sistem ini juga
memberikan kenyamanan dan kemudahan (user friendly) dalam proses
penyajian, penginputan data, pengolahan dan pelaporan serta analisa data
sehingga membantu operasional pekerjaan dan pengambilan keputusan.
LAK Departemen Perdagangan 2008
33
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas waktu pengelolaan data dan informasi,
serta proses pengawasan sistim resi gudang.
Penerapan Teknologi Informasi
a. E-file dan jenis data berbasis web
Di era sarat teknologi seperti saat ini, orang berlomba-lomba untuk
mendapatkan informasi dengan cepat, akurat, mudah dan murah. Untuk maksud
tersebut maka pelayanan data melalui media elektronika dapat menjadi solusi
yang paling tepat. Dalam rangka memberikan pelayanan prima melalui teknologi
informasi, Departemen Perdagangan telah banyak menyajikan data-data
masalah perdagangan yang apabila dikelompokkan menurut jenisnya maka
ditargetkan bahwa sampai tahun 2008 terdapat 10 jenis data yaitu: (i) data
ekspor; (ii) data impor; (iii) data statistik industri besar dan sedang; (iv) Data
statistik industri kecil; (v) data eksportir; (vi) data importer; (vii) data susenas;
(viii) data harga konsumen; (ix) data indikator ekonomi makro non asia dan
database harian; dan (x) harga perdagangan
Untuk itu, dalam rangka mewujudkan upaya pembangunan sistim berkas
elektronik (e-file) yang salah satu tujuannya untuk menunjang efektifitas dan
efisiensi penerbitan SKA, pada tahun 2007 Departemen Perdagangan telah
melakukan kegiatan Otomasi Penerbitan Surat Keterangan Asal di 28 IPSKA
(Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur,
Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Otorita Batam, KBN Cakung, KBN
Tanjung Priok, Kota Batam, Kab. Bogor, Kab. Tangerang, Kab. Bekasi, Kab.
Bandung, Kab. Cirebon, Kota Surakarta, Sudin Jakarta Pusat, Jakarta Barat,
Jakarta Utara, Jakarta Timur dan Jakarta Selatan) dari sebanyak 85 IPSKA.
Penetapan sistem otomasi SKA di 28 IPSKA didasarkan pada pertimbangan
IPSKA yang memiliki tingkat penerbitan SKA cukup tinggi, yaitu memberikan
konstribusi sebanyak 85 persen dari total penerbitan SKA secara nasional.
Sedangkan untuk 57 IPSKA lainnya, akan dilengkapi dengan sistem perekaman
elektronik yang pembangunannya akan dilakukan pada tahun 2009 sehingga
monitoring dan pengendalian atas penerbitan SKA dapat dilakukan secara cepat
dan akurat. Pada tahun 2007, penerbitan SKA secara otomasi dari 28 IPSKA
adalah sebanyak 250.000 SKA, sedangkan pada tahun 2008 mencapai 748.369
SKA atau meningkat sebesar 124,70 persen dari target yang ditetapkan
sebelumnya sebesar 600.000 SKA. Hal ini disebabkan karena semakin
LAK Departemen Perdagangan 2008
34
meningkatnya pelayanan yang dirasakan oleh eksportir serta semakin dirasakan
manfaat otomasi penerbitan SKA dalam transaksi ekspor terutama dalam hal
tingkat akurasi data serta kemudahan untuk akses ke sistem otomasi penerbitan
SKA. Sampai saat ini, pelayanan otomasi penerbitan SKA di 28 IPSKA sudah
dapat melayani sebanyak 13 (tiga belas) jenis form SKA
Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan penerbitan SKA ini,
dilakukan pula kegiatan “Penelusuran Negara Asal Barang (PNAB)” yang
dilaksanakan mulai tahun 2006 terhadap 900 perusahaan dan dilanjutkan pada
Tahun 2007 terhadap 700 perusahaan serta pada tahun 2008 sebanyak 400
perusahaan atau kurang dari setengah target yang ditetapkan sebanyak 850
perusahaan. Kegiatan PNAB sampai dengan akhir tahun 2008 baru mencapai
sekitar 30 persen dari total jumlah perusahaan pengguna SKA di seluruh
Indonesia. Mengingat data/informasi hasil PNAB akan menjadi profil perusahaan
pengguna SKA, yang nantinya akan diintegrasikan kedalam database sistim
Otomasi Penerbitan SKA dan digunakan sebagai referensi dalam penerbitan
SKA agar penerbitannya dapat dilakukan secara cepat dan akurat, maka
kegiatan ini masih perlu dilanjutkan pada tahun 2009 dengan target 800
perusahaan. Disamping itu, sampai dengan tahun 2008, telah dibangun pula
sistem pengarsipan elektronik di 8 (delapan) IPSKA dan masih perlu dibangun
sistem ini 2 (dua) IPSKA (Sudin Indag Jakarta Timur dan Jakarta Utara) pada
tahun 2009, sehingga target 10 (sepuluh) IPSKA dapat dipenuhi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, beberapa indikator kinerja dari
sasaran kegiatan ini sudah dapat terpenuhi sesuai target. Namun demikian,
target indikator kinerja terhadap berkurangnya penyalahgunaan SKA untuk ilegal
transhipment dengan sistem otomasi SKA tersebut tidak dapat direalisasikan
sepenuhnya karena dokumen SKA yang digunakan untuk illegal transhipment
penerbitannya tidak melalui IPSKA (palsu) sehingga tidak dapat terdeteksi
secara kuantitatif dan akurat
melalui sistem otomasi ini. Dengan dukungan
database penerbitan SKA dan hasil Penelusuran Negara Asal Barang serta
pelaksanaan verifikasi dalam proses Otomasi Penerbitan SKA, dapat diketahui
secara dini penyimpangan penggunaan SKA;
Tujuan lainnya dari sistem elektronik filing adalah dalam rangka tertib
administrasi dokumen perijinan ekspor dan impor guna meningkatkan kualitas
pelayanan perijinan impor. Untuk mencapai tujuan tersebut, telah dilakukan
pembangunan sistem pengelolaan dan pemeliharaan dokumen ekspor dan impor
yang berbasis elektronik (e-filing). Sistem e-filing dimaksudkan untuk menghindari
LAK Departemen Perdagangan 2008
35
terjadi kendala/hambatan yang bersifat pemenuhan kelengkapan persyaratan
yang dibutuhkan dalam pengajuan perijinan oleh perusahaan. Sesuai target telah
dilakukan verifikasi kepada 400 importir pemegang IP/IT dan
telah dilakukan
pengarsipan berkas perijinan sebanyak 15.000 dokumen ekspor dan impor.
Sedangkan menurut keseluruhan data yang tersedia, bila dikelompokkan
atas dasar berbasis web, maka terdapat 4 (empat) jenis data, yaitu:
1) Indeks spesialisasi perdagangan,
2) Data integrasi laporan Atase Perdagangan,
3) Program aplikasi indeks keunggulan komparatif,
4) Program aplikasi tingkat penetrasi pasar.
Sehingga hal ini dapat terpenuhi sesuai target yang diharapkan, atau
telah terjadi perolehan 100 persen.
b. Jumlah pengunjung website
Sebagaimana diketahui bahwa pelayanan prima juga dapat dicapai
dengan cara pemberian informasi yang cepat, lengkap dan mudah. Apabila
pelayanan dirasakan kurang memadai maka para clien akan datang langsung ke
Departemen Perdagangan.
Dari Website Departemen Perdagangan dan Join Website Indonesia–
China ditargetkan selama tahun 2008 diakses oleh 12.000 orang tetapi ternyata
selama tahun 2008 jumlah yang mengakses Website tersebut sebanyak 14.256
orang, hal ini berarti realisasinya sebesar 118,80 persen dari target yang
diharapkan atau dengan kata lain bahwa orang-orang yang tertarik untuk
mencari informasi mengenai seputar Departemen Perdagangan dan informasi
mengenai Join Website Indonesia–China melalui Website sudah melebihi dari
yang ditargetkan.
Sementara data yang terkait dengan pengembangan ekspor, dalam
rangkat memberikan kemudahan bagi dunia usaha untuk mendapatkan
informasi ekspor, Badan Pengembangan Ekspor Narional (BPEN) menyediakan
fasilitas website (www.nafed.go.id). Melalui website ini, dunia usaha dapat
memperoleh informasi ekspor secara efisien dan efektif mengingat fasilitas ini
dapat diakses dari seluruh penjuru dunia. Selama Januari-Desember 2008, telah
terdapat 79 topik berita yang telah diolah dan disajikan kedalam situs
www.nafed.go.id, serta telah dikunjungi oleh 8.604 pengunjung (unique visitors)
dengan frekuensi kunjungan sebanyak 9.804 (number of visits), dan total
halaman yang dilihat mencapai 74.049 (pages). Sementara itu, selama Januari-
LAK Departemen Perdagangan 2008
36
Desember 2008 tercatat 30 negara yang telah mengakses situs tersebut,
diantaranya pengunjung dari Jepang, Australia, USA, Singapura, UEA, Korea
Selatan, India, China, dan Malaysia.
c. Jumlah user yang memanfaatkan jaringan
Keberadaan jaringan internet di lingkungan Departemen Perdagangan
bertujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Pemanfaatan secara
optimal terhadap jaringan dapat dilihat dari jumlah orang yang memanfaatkan
jaringan tersebut. Untuk tahun 2008, diharapkan bahwa jaringan yang terpasang
di Departemen Perdagangan dapat dimanfaatkan oleh 11.658 orang dengan
perincian 5.268 orang pengguna jaringan melalui wireless, 5.628 orang
pengguna jaringan melalui Local Area Network (LAN), 435 orang user official email dan 327 orang pengguna IP Telephone. Ternyata selama tahun 2008
jaringan yang ada telah dimanfaatkan oleh 15.013 orang dan hal ini berarti
realisasinya telah melampaui target atau telah terjadi pemakaian jaringan
sebesar 128.78%.
d. Continuity of services
Diprediksi selama tahun 2008 akan dilakukan continuity of service
sebanyak 95 persen tetapi ternyata realisasinya sebanyak 99 persen sehingga
prosentase pencapaian target sebesar 104,21 persen.
Terkait dengan tingkat rata-rata kepuasan, salah satu indikator sasaran
adalah tingkat kepuasan para stakeholder yaitu bahwa stakeholder merasakan
produk yang dihasilkan berupa Buletin Statistika Perdagangan (BSP) dan
Catatan Perdagangan Indonesia (CPI) cukup bagus sehingga stakeholder
tersebut berminat untuk memilikinya dan sebaliknya jika para stakeholder
beranggapan bahwa BSP dan CPI dinilai kurang baik maka tingkat kepemilikan
para stakeholder terhadap buku tersebut sangat rendah. Selama tahun 2008,
stakeholder yang diharapkan membutuhkan BSP dan CPI sebanyak 140
stakeholder dan ternyata target tersebut tercapai dengan % perolehan capaian
target sebesar 100%.
Peran Lembaga, Sarana dan Instrumen Perdagangan
a. Pemanfaatan referensi pustaka
Untuk dapat memberikan pelayanan prima, Departemen Perdagangan
harus memiliki informasi terkait dengan masalah perdagangan atau dengan kata
LAK Departemen Perdagangan 2008
37
lain memiliki kelengkapan data terkait masalah perdagangan. Indikator bahwa
pelayanan prima telah dilaksanakan dapat dilihat melalui jumlah orang yang
berminat terhadap data-data yang disajikan oleh Departemen Perdagangan.
Dalam hal ini, Departemen Perdagangan telah mentargetkan sebanyak 1.441
orang yang membutuhkan data dari Departemen Perdagangan yaitu 240 orang
yang berkunjung ke Perpustakaan, 1 database yang up-to-date dibutuhkan oleh
Sekretariat WTO, 480 orang pengguna data/informasi CEIC dan RICE
TRADERS dan 720 orang pengguna data/informasi BPS). Namun, selama tahun
2008 tercatat 1.861 orang yang telah memanfaatkan data yang dimiliki
Departemen Perdagangan atau telah 129.15 persen dari target yang
diperkirakan.
Sedangkan yang terkait dengan program pengembangan perpustakaan
ekspor
meliputi
pengadaan
bahan
referensi
perpustakaan,
pengolahan/katalogisasi perpustakaan dan entry, penyusunan abstraksi/daftar
publikasi baru, serta perlengkapan perpustakaan. Jumlah referensi bahan
pustaka baru terealisi 83 jenis. Selain itu, layanan informasi di Perpustakaan
Ekspor juga tersedia dalam bentuk penggunaan komputer untuk menayangkan
data dan informasi yang diperoleh melalui internet seperti Trade Map Indonesia
dari ITC Jenewa dan dari berbagai CD-ROM. Perpustakaan Ekspor juga
memasok bahan-bahan publikasi untuk berbagai perpustakaan di daerah-daerah
untuk dimanfaatkan oleh para dunia usaha setempat. Pengguna referensi
pustaka terealisasi sebanyak 4.648 orang.
b. Jumlah penanganan perkara persaingan usaha
Masalah hukum persaingan usaha merupakan fenomena baru setelah
diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Persaingan yang cenderung
tertutup, kolusif, dan praktek-praktek monopoli telah berlangsung lama pada masa
sebelum reformasi. Hal ini terjadi mengingat kesadaran publik (public awareness)
akan pentingnya persaingan usaha yang sehat belum tinggi. Melihat capaian
output yang melebihi target maka dapat dikatakan bahwa, untuk saat ini,
Departemen telah berhasil meningkatkan kesadaran publik untuk lebih peduli
akan persaingan usaha dan disalurkan dalam bentuk laporan-laporan di atas.
Pencapaian sasaran dapat terlihat dari tabel tersebut di atas, dimana
pencapaian target telah tercapai, bahkan melebihi target. Pencapaian dalam
menangani perkara antara lain telah berhasil menjerat Astro All Asia Network,
LAK Departemen Perdagangan 2008
38
PLC dan PT Direct Vision dengan ESPN STAR Sports. Perkara tersebut
berkaitan dengan Hak Siar Eksklusif Liga Inggris. Dari hasil pemeriksaan
perkara, ESPN STAR Sports (ESS) dan All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC
(AAMN) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 16 UU
No.5/1999, sedangkan PT Direct Vision (PTDV) dan Astro All Asia Networks, Plc
(AAAN) tidak terbukti melanggar Pasal 16 dan Pasal 19 huruf (a) dan (c) UU No
5/1999.
Selain
itu,
telah
juga
dikeluarkan
putusan
berkaitan
dengan
Persekongkolan dalam Tender Give Away Haji Garuda Indonesia 2007.
Putusannya adalah PT. Gaya Bella Diantama dan PT. Uskarindo Prima
dinyatakan melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999 dan dikenakan kewajiban untuk
membayar denda dengan besaran yang telah ditentukan.
Selain pencapaian target dalam bentuk output, telah juga diberikan
dampak secara tidak langsung dalam menjaga kepentingan ekonomi dan
meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Seperti pada contoh kasus mengenai kartel
SMS, secara tidak langsung telah terjadi efisiensi di bidang penerapan harga/ tarif
di sektor Telekomunikasi, yang pada akhirnya akan menguntungkan masyarakat
selaku konsumen akhir pengguna jasa telekomunikasi. Tarif SMS pasca putusan
pengadilan terkait dengan praktik monopoli dan persaingan usaha turun lebih
kurang 60 persen, dan dari penurunan tersebut terdapat estimasi peningkatan
dalam consumer welfare akibat penurunan tarif ± Rp 1,3 triliun.
c. Presentase jumlah temuan negatif
Pencapaian sasaran dilakukan melalui pemeriksaan regular terhadap
kinerja Unit-unit Pusat dan pelaksanaan tugas dekonsentrasi. Tahun 2008 telah
dilakukan pemeriksaan terhadap 161 obyek pemeriksaan dengan temuan
sebanyak 1.319. Bila dibandingkan dengan tahun 2007 sebanyak 942, temuan
terjadi peningkatan sebesar 40,02 persen atau sebanyak 377 temuan.
Meningkatnya jumlah temuan dimaksud dalam bentuk: Kelemahan Administrasi,
Pelanggaran terhadap peraturan perundangan yang berlaku, penyimpangan
terhadap
pelaksanaan
anggaran,
dan
hambatan
terhadap
kelancaran
pelaksanaan tugas pokok, selain itu dalam rangka mempercepat penyelesaian
tindak lanjut dilakukan melalui pemantauan dan pemutahiran data di Pusat dan
Daerah. Pada tahun 2007 dan 2008 telah dilakukan pemantauan terhadap
temuan hasil pemeriksaan sebanyak 2.624 temuan, dari temuan tersebut 96
persen telah ditindaklanjuti.
LAK Departemen Perdagangan 2008
39
Meningkatnya daya saing berkelanjutan di pasar

global melalui akses dan penetrasi pasar; kemitraan
strategi
global
yang
melibatkan
perusahaan-
perusahaan nasional; penciptaan merek dagang yang
dapat menerobos pasar global
Dalam pencapaian sasaran tersebut di atas, terdapat beberapa fokus yang
terkait, yaitu: peningkatan daya saing, akses dan penetrasi pasar, kemitraan global
dan penciptaan merek dagang. Untuk mencapai sasaran tersebut, ditetapkan
indikator-indikator kinerja yang terbagi kedalam empat fokus dimaksud. Adapun
pencapaian target masing-masing indikator kinerja dapat digambarkan sebagai
berikut:
No.
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
%
10.000
9.736
97,36
30%
30%
100
86 unit
86 unit
100
243 negara
243 negara
100
9.959
9.410
94,49
19
19
100
200
186
93
Peningkatan daya saing
1
Jenis komoditi ekspor yang memenuhi
standard
2
Persentase berkurangnya permintaan
verifikasi SKA dari negara mitra dagang
3
Jumlah waralaba yang melakukan ekspor
Akses dan penetrasi pasar
4
Jumlah negara tujuan ekspor
Kemitraan global
5
Jumlah Hubungan Dagang yang telah
disepakati
6
Jumlah kerjasama pemasaran dan
pengembangan produk
Penciptaan merek dagang
7
Jumlah merek dagang/produk UKM yang
terdaftar di Ditjen HaKI
Peningkatan Daya Saing
a. Komoditi ekspor yang memenuhi standard
Dalam rangka meningkatkan kemampuan daya saing produk Indonesia
di pasar internasional, maka Departemen Perdagangan melakukan upaya-upaya
konkrit diantaranya melalui penerapan standar untuk komoditi ekspor dengan
melaksanakan kegiatan pertemuan teknis dengan pelaku usaha tembakau di
Mataram. Disamping itu telah pula dilakukan bimbingan kepada pelaku usaha
LAK Departemen Perdagangan 2008
40
mengenai tata cara peningkatan mutu tembakau; pengawasan mutu barang
impor SNI wajib; prosedur serta tatacara penerapan ketentuan kebijakan mutu
barang ekspor; pertemuan teknis produk industri dan pertambangan serta
produk pertanian dan kehutanan yang diselenggarakan di 15 (limabelas) daerah
dengan jumlah pelaku usaha dan stakeholder yang mengikuti kegiatan tersebut
sebanyak 690 orang.
Disamping itu, dengan adanya perubahan tatanan ekonomi dunia ke arah
globalisasi dan liberalisme perdagangan, maka Departemen Perdagangan juga
telah melakukan pengembangan promosi ekspor yang koordinatif dengan
melibatkan seluruh stakeholders yang antara lain diaktualisasikan pada kegiatan
pameran dan misi dagang yang diharapkan mampu mendukung pencapaian
sasaran penetapan indikator kinerja. Hal ini dilakukan untuk terwujudnya
penetrasi negara tujuan ekspor non migas. Dari sasaran tersebut sebagaimana
terlihat pada indikator kinerja yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Dalam upaya peningkatan daya saing produk, Departemen Perdagangan
melakukan pengujian terhadap mutu suatu produk, dimana terdapat 9.736
produk yang telah diuji. Tingginya hasil yang dicapai menunjukkan bahwa
kesadaran para eksportir untuk melakukan pengujian produknya cukup tinggi
sehingga diharapkan produk ekspor dari Indonesia dapat diterima oleh partner
dagangnya.
Selain
itu,
Departemen
Perdagangan
juga
telah
memprakarsai
pengembangan Ekonomi Kreatif di Indonesia, dimana telah diluncurkan cetak
Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif yang meliputi 14 (empat belas) sub sektor
yaitu (1) Periklanan, (2) Arsitektur, (3) Pasar Seni & Barang Antik, (4) Kerajinan,
(5) Desain, (6) Fesyen, (7) Film, Video, & Fotografi, (8) Permainan Interaktif, (9)
Musik, (10) Seni Pertunjukan, (11) Penerbitan dan Percetakan; (12) Layanan
Komputer; (13) Radio dan Televisi; dan (14) Riset dan Pengembangan. Adapun
tujuan dari pengembangan Ekonomi Kreatif yaitu untuk memberdayakan SDM
Indonesia sebagai modal utama pembangunan Nasional dengan cara antara
lain: (1) meningkatkan kontribusi industri kreatif terhadap pendapatan domestik
bruto Indonesia; (2) meningkatkan kontribusi ekspor industri kreatif terhadap
ekspor nasional; (3) meningkatkan kontribusi penyerapan tenaga kerja di industri
kreatif terhadap penyerapan tenaga kerja nasional; (4) memberikan manfaat
berkelanjutan bagi bumi & generasi yang akan datang; (5) menciptakan inovasi
berlandaskan kearifan dan warisan budaya nusantara; (6) menumbuhkan
LAK Departemen Perdagangan 2008
41
kawasan-kawasan kreatif di wilayah Indonesia yang potensial; dan (7)
menciptakan citra kreatif pada produk/jasa untuk meningkatkan posisi ‘National
Branding’ Indonesia di mata dunia Internasional.
Selama tahun 2008, hal-hal yang telah dilakukan dalam upaya
implementasi cetak biru Ekonomi Kreatif yaitu:
1) Java Jazz Festival 2008, diselenggarakan di Jakarta Convention Centre
pada 7–9 Maret 2008. Departemen Perdagangan bersama KADIN
berpartisipasi dalam pameran tersebut dengan menggelar stand bertajuk
“Tribute to The Nation through Creativity” yang menampilkan produk-produk
industri kreatif dari sekitar 70 UKM seperti: produk kulit, T-shirt, kerajinan
tangan, anyaman batik, alat musik tradisional, alat musik buatan dalam
negeri, lukisan, alat-alat perkantoran, sepatu, cinderamata khas Indonesia,
dan sebagainya.
2) Pekan Produk Budaya Indonesia 2008, yang diselenggarakan pada tanggal
4–8 Juni 2008, bertempat di Jakarta Convention Centr. Adapun kegiatan
meliputi: (1) Seminar dilaksanakan 2 (dua) hari 4-5 Juni 2008 dengan
pembicara dari dalam dan luar negeri serta dihadiri 400 orang; (2) Lokakarya
14 subsektor ekonomi kreatif dilaksanakan 3 (tiga) hari 5 - 7 Juni 2008 dan
diikuti oleh 340 orang; (3) Forum Sidang Pleno Perumusan hasil Seminar
dan Lokakarya oleh Menteri Perdagangan; (4) Dialog dengan Duta Besar; (5)
Diskusi dengan pemerintah daerah yang telah melaksanakan roadmap
pengembangan ekonomi kreatif di daerahnya; (6) Klinik konsultasi, anjungan
Pembiayaan dan anjungan Perguruan Tinggi dan Sekolah; (7) Pelatihan
desain dan kemasan serta menyelenggarakan Gelar budaya; dan (8) Piagam
penghargaan kepada para pengrajin dan seniman yang berprestasi dalam
PPBI 2008
3) Bulan Indonesia Kreatif 2008, diselenggarakan pada tanggal 6–10 Agustus
2008, bertempat di Balai Kartini Jakarta. Tujuang dari kegiatan ini adalah
untuk mendorong pengembangan 14 (empat belas) sektor industri kreatif
secara sinergi dan meningkatkan jumlah lapangan kerja dan UKM terutama
untuk sektor industri kreatif. Rangkaian kegiatan meliputi: (1) Pameran
Ekonomi Kreatif “Indonesia Bisa!” yang dilaksanakan pada tanggal 7-10
Agustus 2008 di 3 mall di Jakarta (Senayan City, Alun-Alun Grand Indonesia
dan mal Kelapa Gading) diikuti oleh 87 peserta pelaku industri kreatif dengan
jumlah pengunjung sebesar 14 persen dibandingkan pameran tahun lalu; (2)
Pameran Pangan Nusa yang diselenggarakan pada tanggal 6-10 Agustus
LAK Departemen Perdagangan 2008
42
2008 di Kartika Expo Center Jakarta dengan tema “Keragaman Pangan
Nusantara, Sumber Inovasi Baru” dan menghasilkan nilai transaksi dangan
sebesar
Rp
1.770.000.000,-
atau
meningkat
sebesar
14
persen
dibandingkan pameran tahun sebelumnya; dan (3) Festival Kuliner di 19
Hotel.
Ibu Negara didampingi Menteri Perdagangan RI membuka secara resmi Pameran
Pangan Nusa ke-3 pada Agustus 2008
4) Pencanangan “Tahun Indonesia Kreatif 2009”, yang diselenggarakan di
Plennary Hall, Jakarta Convention Center tanggal 22 Desember 2008.
Pencanangan dilakukan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang
ditandai dengan pemukulan gong animasi 3 dimensi (3D), yang dilanjutkan
dengan penayangan film animasi hologram produksi Indonesia “Kabayan
dan Liplap”.
Menteri Perdagangan RI bersama Presiden RI mencanangkan “Tahun Indonesia Kreatif
2009” di Jakarta Convention Center
LAK Departemen Perdagangan 2008
43
Selain itu, sebagai upaya penciptaan produk Indonesia yang berdaya
saing tinggi, Departemen Perdagangan telah mendorong pengembangan klaster
produk kulit di Jogyakarta. Hal ini merupakan kegiatan yang berkesinambungan
dan komplementer, dengan tujuan mensinergikan antar berbagai rantai nilai
(value chain) yang menghubungkan keberlangsungan produk kulit. Departemen
Perdagangan sebagai inisiator sejak tahun 2006 bekerjasama dengan
stakeholder telah melakukan langkah-langkah penentuan core industri, mapping
pelaku industri terkait, identifikasi sentra-sentra industri dan mengelompokan
kelompok industri kulit. Pada tahun 2007, Departemen Perdagangan telah
memberikan dukungan dalam hal pembuatan website produk kulit, cetak katalog
produk kulit, training of trainer bagi fasilitator dan mendatangkan tenaga ahli kulit
dari CBI-Belanda. Sedang ditahun 2008 ini sebagai pembinaan lanjutan
Departemen Perdagangan bekerjasama dengan berbagai lembaga internasional
mengadakan beberapa kegiatan pembinaan lanjutan untuk para pelaku industri
kulit di Yogyakarta, antara lain rapat kerja stakeholder klaster kulit Yogyakarta,
Training of Trainer (TOT) bidang leather design sebanyak 20 orang dan
sosialisasi klaster kulit bagi para stakeholder kulit Yogya yang diikuti oleh 30
orang stakeholder.
b. Verifikasi Surat Keterangan Asal (SKA)
Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan pengetahuan pejabat
IPSKA dan pelaku usaha di daerah, maka pada tahun 2008 ini, Departemen
Perdagangan telah pula mengadakan kegiatan bimbingan teknis perdagangan
luar negeri bagi pejabat IPSKA dan eksportir di 3 (tiga) daerah yang diikuti
sebanyak 255 peserta. Adapun pengukuran tingkat pemahaman peserta
terhadap substansi khususnya mengenai mutu tembakau sebesar 60% dan
berkurangnya permintaan verifikasi dari negara mitra dagang sebesar 30%
tmelalui kegiatan bimbingan teknis SKA tidak dapat diukur secara tepat,
mengingat permintaan verifikasi SKA dapat terjadi pada SKA yang diterbitkan
beberapa tahun kebelakang.
c. Waralaba ekspor
Meningkatkan daya saing produk terutama produk dalam negeri yang
berorientasi ekspor atau merupakan produk substitusi impor merupakan program
nasional yang semakin banyak menarik perhatian masyarakat terutama dalam
LAK Departemen Perdagangan 2008
44
menghadapi dampak krisis global yang ditandai dengan munculnya berbagai
kebijakan yang cenderung proteksionistis di hampir semua negara di dunia.
Oleh karena itu, salah satu bagian penting dalam peningkatan daya saing dan
penggunaan produk dalam negeri adalah membangun nation branding termasuk
meningkatkan kesadaran bahwa ”orang Indonesia harus bangga dan cinta
Indonesia” (Aku Cinta Indonesia/ACI). Bahkan pada tahun 2009, pemerintah
memberikan stimulus terhadap penggunaan produk dan jasa dalam negeri yang
merupakan bagian dari pembangunan ”nation brand” guna meningkatkan daya
saing dan penggunaan produk dalam negeri. Untuk mewujudkan program ACI
tersebut,
dibutuhkan
komitmen
dari
semua
lapisan
masyarakat
untuk
menggunakan produk dan jasa dalam negeri.
Adapun indikator yang digunakan dalam pencapaian sasaran antara lain:
1) Memberikan bimbingan dan fasilitasi kepada 86 waralaba lokal sehingga
mampu melakukan ekspor dan memperoleh akses pasar lebih besar baik di
dalam negeri maupun tingkat internasional.
2) Partisipasi Delegasi Republik Indonesia yang diwakili oleh Departemen
Perdagangan dalam forum multilateral (WTO) dan Regional (APEC dan
ASEAN) demi terlindunginya kepentingan pelaku usaha jasa bisnis dan jasa
distribusi nasional dalam proses liberalisasi perdagangan dunia.
Beberapa kegiatan pendukung dalam rangka meningkatkan daya saing,
kemitraan serta mendapatkan akses penetrasi pasar antara lain:
1) Pelaksanaan misi dagang lokal dilaksanakan di 4 daerah asal dan 4 daerah
tujuan, yaitu: (i) Samarinda-Padang, dengan produk yang perdagangkan
produk makanan, kerajinan khas Sumbar, aneka keripik, sulaman, bordir dan
souvenir; (ii) Tanjung Pinang-Bali, dengan produk yang diperdagangkan hasil
kerajinan sendok kayu, batu apung, lukisan, dan keramik; (iii) BengkuluGorontalo, dengan produk yang ditransaksikan minyak nilam, emping mlinjo;
dan (iv) Palangkaraya-Manado, produk yang diperjualbelikan antara lain batu
akik, kopi bubuk, gula aren.
2) Kegiatan “Klinik Bisnis” dilaksanakan di 6 (enam) lokasi, yaitu: Bandar
Lampung, Bandung, Kudus, Sragen, Banjarmasin dan Yogyakarta, yang
bertujuan memberikan konsultasi pemacahan masalahan usaha kepada
UKM di bidang permodalan, pemasaran, perizinan, legalitas usaha dan
lainnya. Dalam setiap Klinik Bisnis ditetapkan 50 UKM yang mendapatkan
pembinaan dan menyediakan tenaga fasilitator untuk dapat memberikan
LAK Departemen Perdagangan 2008
45
bimbingan atau konsultasi kepada UKM binaan. Selain memberikan
konsultasi usaha kepada 50 UKM binaan, juga menyelenggarakan
pertemuan
kemitraan
usaha
diantara
UKM,
untuk
memfasilitasi
pengembangan dan peningkatan pemasaran produk-produk UKM serta
partisipasi Klinik Bisnis pada pameran perdagangan di dalam negeri.
3) Pelatihan ekonomi swadaya mandiri dilaksanakan di 9 daerah, yaitu:
Bandung, Kudus, Semarang, Demak, Jepara, Pekalongan, Pati, Tegal, dan
Batang. Peserta yang mengikuti pelatihan pada masing-masing daerah
sebanyak 50 orang dari kalangan para pemuda dan tokoh masyarakat,
sehingga peserta yang mengikuti pelatihan ini berjumlah 450 orang.
Kegiatan pelatihan dimaksudkan untuk memberikan dan atau meningkatkan
kapasitas masyarakat baik secara individu maupun kelompok dalam
memecahkan berbagai persoalan terkait peningkatan kualitas hidup,
kemandirian dan kesejahteraannya, sehinga diharapkan kelompok binaan
ekonomi
swadaya
mandiri
dapat
meningkatkan
kesejahteraan
dan
memanfaatkan potensi kesempatan kerja yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat.
4) Memberikan bantuan sarana usaha berupa Gerobak, Tenda Jualan, Coolbox
kepada 3.640 pedagang kaki lima di 14 propinsi dan 24 kabupaten/kota yang
terdiri dari gerobak jualan sebanyak 340 unit, tenda jualan sebanyak 1.800
unit dan coolbox sebanyak 1.500 unit. Pemberian bantuan sarana tersebut
dimaksudkan untuk meningkatkan kelayakan dan peningkatan usaha para
pedagang kecil di daerah.
Departemen Perdagangan melalui Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri
menyerahkan bantuan sarana produktif kepada UKM di Yogyakarta pada Agustus 2008
LAK Departemen Perdagangan 2008
46
Akses dan Penetrasi Pasar
Sebagai upaya pengembangan ekspor, Departemen Perdagangan terus
mengupayakan pengembangan stratetegi penetrasi pasar, hal bertujuan untuk terus
mengembangkan dan menjaga kesinambungan ekspor dengan memasuki negara
tujuan ekspor baru dalam hal ini yaitu pasar – pasar non tradisional, dengan
tentunya tidak meninggalkan dan tetap mengembangkan ekspor di pasar-pasar
tradisional. Selama tahun 2008 tercatat 243 negara yang menjadi tujuan ekspor
Indonesia, antara lain Jepang, USA, Singapura, China, dan India.
Berbagai kegiatan juga telah dilakukan Departemen Perdagangan upaya
penetrasi pasar yaitu antara lain :
a. Melakukan kegiatan 19 pameran dagang di luar negeri yang berhasil
mendatangkan transaksi dagang sebesar US$ 55.197.236 dan 4.645.000 yen
(US$4.319.850) dengan jumlah buyer yang mendatangi stan Indonesia selama
pameran berlangsung sebanyak 4.500 buyer. Jumlah pelaku usaha yang
diikutsertakan dalam kegiatan pameran luar negeri selama tahun 2008
berjumlah 311 peserta. Ke-19 pameran tersebut adalah Shenzhen Int’l Furniture
Expo, Korea Int’l Jewelry, Canton Fair, Seoul Food, Communique Asia, Tokyo
Int’l Gift Show, China Int’l SMEs Fair, CAEXPO, Indonesia Expo in Central and
East Europe, Tong Tong Fair, Int’l Jewelry Summer Show, MACEF, Vicenzaoro
Autumn, Int’l Hortifair, Motexha, Decorex, Saudi Healthcare, Rebuild Iraq, dan
Index.
b. Misi dagang telah dilaksanakan di 4 (empat) di negara yaitu India, Mexico,
Brazil, dan Australia dengan hasil transaksi mencapai US$ 1.930.000. Jumlah
pelaku ekspor yang berpartisipasi dalam kegiatan Misi Dagang tahun 2008
sebanyak 109 eksportir. Dalam kegiatan ini para eksportir dipertemukan
langsung dengan buyer potensial sehingga dapat terjalin hubungan dagang dan
memahami peluang pasar yang ada. Jumlah buyer potensial yang telah
dipertemukan dalam misi tersebut adalah sebanyak 270 buyer, dengan jumlah
permintaan hubungan dagang sebanyak 135 inquiries.
c. Kegiatan Indonesia Week dilakukan di 4 (empat) tempat, yaitu 1 (satu) kegiatan
di Paris – Perancis, 2 (dua) kegiatan di Yokohama – Jepang, dan 1 (satu)
kegiatan di Nipponbashi – Jepang. Minat pengunjung di counter Indonesia cukup
tinggi khususnya untuk produk perhiasan, tekstil (batik) dan produk makanan
olahan. Jumlah buyer yang datang mencapai 320 buyer, namun baik jumlah
buyer maupun kontak dagang masih akan terus bertambah mengingat animo
LAK Departemen Perdagangan 2008
47
yang besar dari pengunjung tersebut. Hal ini juga terlihat dari transaksi yang
dihasilkan dari ke-4 kegiatan tersebut adalah sebesar US$ 1.000.000,- dan 17,7
Juta Yen (US$ 14.832.600).
d. Dalam kegiatan penerimaan misi dagang telah menerima kunjungan dari 1.309
buyer dari 40 negara. Nilai transaksi yang diperoleh sebesar US$ 45.862.750.
Kegiatan penerimaan misi dagang dilakukan selain dalam bentuk pertemuan
bisnis antara buyer dan eksportir Indonesia juga melakukan kunjungan langsung
ke 8 daerah sentra produksi, antara lain: (1) dalam rangka TEI 2008 dari 37
negara dan terdiri dari 1189 perusahaan dengan nilai transaksi USD 37.326.300;
(2) penerimaan misi dagang dari Finlandia yaitu perusahaan Kesko (peritel
global di Finlandia) untuk menjajagi kerjasama penjualan produk makanan,
untuk itu telah dilakukan pertemuan antara Kesko dengan 40 perusahaan
produk makanan dan telah dijajaki pembelian produk makanan Indonesia
sebesar € 180.000.000; (3) penerimaan misi dagang dari Korea Selatan yaitu
Gentech Co.Ltd (perusahaan distributor produk makanan di Korea) ) untuk
menjajagi kerjasama penjualan produk makanan, untuk itu telah dilakukan
pertemuan antara Gentech Co.Ltd dengan 8 perusahaan; (4) kunjungan
pengusaha Saudi Arabia untuk membicarakan kerjasama dengan Asosiasi
Produsen Alat-alat Kesehatan (ASPAKI) mengenai pemasaran produk-produk
alat kesehatan di Arab Saudi telah dijajaki kontak dagang senilai US$
101.000.000; (5) Kunjungan misi dari Dubai yang dipertemukan dengan 10
perusahaan keramik Indonesia; (6) Kunjungan dari Sudan, perusahaan Amreet
Industries, FZE dalam rangka menjajaki pembelian produk makanan dan
minuman; (7) Kunjungan dari Afrika Selatan yang telah dipertemukan dengan 4
perusahaan Indonesia untuk produk-produk kertas, building material, suku
cadang kenderaan; dan (8) Penerimaan misi pembelian dari Mesir yang
bermaksud mengimpor produk tekstil.
e. Pelaksanaan Trade Expo Indonesia (TEI) ke-23 tahun 2008 di Jakarta
International Expo-Kemayoran Jakarta yang mengangkat tema “Apa Jadinya
Dunia Tanpa Indonesia/What Would the World Do Without Indonesia” yang
semakin mengukuhkan kredibilitas Indonesia di pasar dunia. Tema itu
merupakan tema khusus dari kelanjutan revitalisasi TEI yang berlangsung sejak
tahun 2007 dengan tema “Serving Global Market/Melayani Pasar Global”.
Pameran ini merupakan pameran bertaraf internasional ke-23 yang sekaligus
sebagai sebuah pameran dagang internasional untuk membuka peluang dan
LAK Departemen Perdagangan 2008
48
memperluas pasar produk ekspor Indonesia ke berbagai penjuru dunia,
khususnya di pasar berkembang (emerging market).
Pelaksanaan TEI 2008 diikuti oleh 964 peserta yang terbagi dalam 7
gedung utama termasuk Icon Pavillion (APU), Hall A, Hall C, Hall F, Hall G dan
Open Space, serta zona Industri Kreatif. Stand Pameran terutama stand pada
Icon Pavillion (APU) dan Hall A telah didesain dengan sebaik-baiknya sehingga
selain telah mengikuti standar pameran Internasional juga menampilkan produk
secara baik. Selain itu, produk yang ditampilkan dalam pameran kali ini lebih
beragam dibandingkan dengan penyelenggaraan TEI 2007. Jumlah buyer pada
TEI 2008 berasal dari 121 negara sebanyak 7.444 orang termasuk buying agent
(Indonesia). Jumlah transaksi dagang yang dicapai pada TEI 2008 adalah
sebesar US$ 217,29 juta atau naik sebesar US$9,03 juta (4,33%) dibanding total
transaksi dagang tahun 2007 sebesar US$208,26 juta. Kenaikan juga terjadi
pada kelompok produk yang dibeli buyers, dari 25 kelompok produk pada TEI
2007 menjadi 37 kelompok produk (naik 15,58%) dalam TEI 2008. Sepuluh (10)
kelompok produk yang mendapat kontak dagang terbesar pada TEI ini adalah
furniture dengan total nilai US$49,94 juta; rubber & rubber product US$27,83
juta; mining product US$24,23 juta; automotive component US$17,97 juta; CPO
sebesar US$11,45 juta; paper product US$11,04 juta; handicrafts US$10,27
juta; textile & product textile US$7,55 juta; building materials US$6,64 juta; dan
coffee US$6,32 juta.
Selain itu, telah pula terjadi peralihan peta pasar buyer dimana beberapa
negara non tradisional melakukan capaian transaksi terbesar yaitu Mesir
US$28,47 juta; Bulgaria US$12,25 juta; Australia US$8,48 juta; Afghanistan
US$8,47 juta; Korea Selatan US$7,98 juta.; Algeria US$ 6,85 juta; Jepang
US$6,48 juta; Arab Saudi US$ 6,26 juta; Zimbabwe US%5,77 juta; Uni Emirat
Arab US$ 5,28 juta. Peralihan peta pasar buyers ini adalah buah kerja keras
Pemerintah
(Departemen
Perdagangan)
melalui
intensifikasi
program
diversifikasi dan eksplorasi pasar-pasar baru di area emerging markets seperti
Afrika, Timur Tengah dan Asia selama lima tahun terakhir. Disamping itu ada
perkembangan positif lainnya dengan tumbuhnya beberapa buyers negara non
tradisional yang telah melakukan transaksi bisnis dari sebelumnya sebagai
pengunjung. Nilai transaksi dari “buyers baru” tersebut antara lain dari Zimbabwe
sebesar US$5,02 juta; Uganda US$2,88 juta; Chile US$2,04 juta; Republik
Afrika Tengah US$1,57 juta; Namibia US$1,46 juta; dan Costa Rica sebesar
US$1,35 juta.
LAK Departemen Perdagangan 2008
49
Menteri Perdagangan RI menggelar jumpa pers hasil akhir penyelenggaraan Trade
Expo Indonesia 2008. Departemen Perdagangan RI meraih penghargaan citra pelayanan
prima dari Presiden RI.
f.
Berpartisipasi dalam 6 (enam) Pameran Produk Ekspor Daerah (PPED) dan
yang diselenggarakan oleh instansi terkait dan 7 (tujuh) pameran yang
diselenggarakan oleh asosiasi. Keikutsertaan Departemen Perdagangan pada
pameran PPED dengan menampilkan stand informasi dan konsultasi ekspor
sehingga
tidak
menetapkan
target
transaksi,
selain
itu
juga
BPEN
mengikutsertakan UKM binaan BPEN dengan memberikan fasilitas stand bagi
UKM tersebut. Pameran – pameran tersebut antara lain: (1) Surabaya Int’l
Jewelry Fair 2008 yang mengakomodir 8 UKM binaan dan menghasilkan
transaksi senilai Rp. 403.871.000; (2) Makassar Trade Expo 2008 yang
memfasilitasi 20 UKM; (3) Java Jazz Festival yang memfasilitasi 27 perusahaan
yang bergerak dalam bidang peralatan musik termasuk musik tradisional.
Sedangkan pameran lainnya di mana BPEN berpartisipasi dalam bentuk stand
informasi adalah Indonesia Tourism & Travel, Indonesia Japan Expo 2008, dan
Fashion Exploration.
Sedangkan pameran yang diselenggarakan oleh asosiasi antara lain (1)
INACRAFT 2008, BPEN mengakomodir 23 stand bagi eksportir handicraft
nasional yang menghasilkan kontak dagang sebesar Rp. 3.067.216.599,-; (2)
Agrinex 2008, BPEN mengakomodir 6 UKM dan menghasilkan kontak dagang
sebesar Rp 300.000.000 dan trial order sebesar € 18.000; (3) Mutumanikam
Nusantara 2008 yang memfasilitasi 10 UKM dengan nilai transaksi Rp.
240.084.500 juta; (4) Bali Fashion Week yang diikuti 8 UKM dengan transaksi
senilai Rp 1.080.000. Sedangkan pameran lainnya di mana Departemen
LAK Departemen Perdagangan 2008
50
Perdagangan berpartisipasi dalam bentuk stand informasi adalah IFFINA 2008
dan Adi Wastra Nusantara.
Dalam The 3rd International Spa, Herbs, and Natural Cosmetics
(ISHNCE) di Jogja Expo Center (JEC), Departemen Perdagangan berpartisipasi
dengan memfasilitasi 51 UKM binaan potrensial ekspor dengan menampilkan
produk spa treatment, natural cosmetic, herbal products, service spa, beauty &
aroma therapy, health drinks, ingredients for spa serta produk pendukung spa.
Dalam partisipasi ini pada stand Departemen Perdagangan diperoleh nilai
transaksi sebesar Rp. 333.014.356,-. Dari keseluruhan pameran dalam negeri
yang diikuti oleh BPEN, diperoleh hasil kontak dagang sebesar Rp.
9.262.783.054.
g. Terkait dengan Inpres No. 7 Tahun 2002 dimana setiap Departemen/
Kementrian/Lembaga diminta membuat program-program yang terkait dengan
pengembangan daerah
tertinggal,
Departemen
Perdagangan
melakukan
sosialisasi konsep “Marketing Point” di 6 (enam) daerah yang berbatasan
langsung dengan negara tetangga. Ke-6 marketing point itu antara lain Entikong
(Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur), Nunukan (Kalimantan Timur),
Skouw (Papua), Atambua (NTT) dan Bitung (Sulawesi Utara).
Sejak disosialisasikan pada tahun 2003 dan telah terbukanya hutan
belantara menjadi daerah perdagangan, marketing point telah memberikan
kontribusi rata-rata US$ 9,1 juta/tahun dan menyerap lebih dari 500 tenaga
kerja. Pada tahun 2008 kegiatan Marketing point telah melibatkan 182 toko
yang menjual produk-produk elektronik, TPT, kerajinan dan produk-produk
konsumsi (consumer goods), dengan nilai transaksi sebesar US$ 9.069.270,dan Rp 1.464.307.800,-.
Kemitraan Global
a. Dalam upaya membantu dunia usaha menjalin dan meningkatkan hubungan
dagang dengan calon pembeli, secara terus menerus ditingkatkan pelayanan
inquiry. Diseminasi hubungan dagang dari calon pembeli luar negeri kepada
pengusaha nasional pada tahun 2008 mencapai sedikitnya terdapat 9410
inqiries, untuk 36 jenis produk yang berasal dari 71 negara yaitu antara lain
UAE, Korea, Spanyol, USA, India, China, UK, Belanda, Itali, dan Australia.
Inquiries tersebut diperoleh selama kegiatan promosi dagang yang dilakukan
LAK Departemen Perdagangan 2008
51
baik di dalam negeri maupun diluar negeri, penyelenggaraan ITPC, serta
diperoleh secara online dari para buyer/importir melalui website.
Selain itu, dalam upaya peningkatan kontak dagang telah didirikan Buyer
Reception Desk (BRD). Pelayanan yang diberikan BRD meliputi: menyiapkan
program kunjungan, penjemputan buyer dari airport, mendampingi kunjungan ke
perusahaan serta mengatur pertemuan dan kontak dagang antara buyer yang
berkunjung dengan eksportir Indonesia. Sejak pembentukannya, BRD telah
banyak membantu kunjungan bisnis para pembeli luar negeri di Indonesia dan
dimanfaatkan para buyers dari manca negara untuk menjalin hubungan dagang
dengan eksportir.
Pelayanan telah diberikan kepada 866 buyer dari 90 negara, sebagian
besar berasal dari PEA, Italia, Malaysia, Iran, India dan Singapura; dengan
produk yang diminati antara lain: wooden product (baik mebel maupun
kerajinan), makanan olahan, produk spa, gifts, dll.
b. Dalam rangka meningkatkan kegiatan promosi ekspor, Departemen terus
berupaya memanfaatkan bantuan dan kerjasama dari lembaga/badan promosi
internasional dan asosiasi antara lain :
1) Kerjasama dengan (TPO/Trade Promotion Office). Kesepakatan kerjasama
(MoU) yang telah ditandatangani BPEN dengan lembaga/badan promosi
perdagangan (TPO’s) internasional antara lain adalah CEPEX (Tunisia),
JEDCO (Jordania), EPCI (Iran), SEDD (Sharjah-PEA), YESC (Yaman),
AUSTRADE (Australia), HKTDC (Hongkong), TAITRA (Taiwan), MATRADE
(Malaysia), JETRO & JICA (Jepang), KOTRA (Korea Selatan) dan Lembaga
Promosi Dagang Rumania. Nota kesepakatan kerjasama Departemen
Perdagangan sq BPEN dengan berbagai TPO’s tersebut mencakup dalam
hal peningkatan pertukaran informasi perdagangan ekspor-impor dan
investasi, kerjasama promosi ekspor di masing-masing negara termasuk
pengiriman delegasi-delegasi dagang serta pendidikan dan pelatihan. Dalam
kerangka kerjasama tersebut, pada tahun 2008 setidaknya telah terdistribusi
informasi ekspor antara lain mengenai 10 produk utama, 10 produk
potensial, 3 produk jasa terutama, produk makanan olahan, perikanan dan
kelautan, jasa tenaga kerja, serta kemasan kepada 340 pengusaha yang
disosilaisasikan baik melalui seminar, workshop, dan bahan publikasi
lainnya.
2) Kerjasama dengan asosiasi komoditi dan instansi terkait dalam rangka
pengembangan produk ekspor non migas dilakukan dalam bentuk workshop
LAK Departemen Perdagangan 2008
52
atau seminar. Hal ini bertujuan untuk mensosialisasikan program kerja
Departemen Perdagangan yang terkait dengam pengembangan ekspor,
serta untuk mensosialisasikan informasi tentang desain produk yang sesuai
dengan selera pasar internasional. Untuk itu, pada tahun 2008 telah
diselenggarakan 5 kali workshop di 5 daerah, dimana kegiatan tersebut
dihadiri oleh kurang lebih 250 dunia usaha.
3) Kerjasama antara Departemen Perdagangan sq BPEN, ATDAG/ITPC
dengan konsul kehormatan wilayah Amerika dan Eropa merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan jejaring bisnis melalui terselenggaranya B to
B antara eksportir Indonesia dengan para pengusaha di wilayah Amerika dan
Eropa dimana pada akhirnya dapat meningkatkan kontak dagang antara
eksportir dengan buyer potensial yang dibawa oleh konsul kehormatan.
4) Selain itu telah pula meningkatkan kerjasama dengan berbagai instansi
terkait di luar negeri yaitu Swiss Import Promotion Programmes (SIPPO)Swiss, CBI (Center for The Promotion of Imports from Developing Countries)
– Belanda, PUM (Netherlands Senior Experts) -
Belanda, dan AIF
(Association of International Floralies) – Belgia. Tujuan dari kerjasama
tersebut adalah untuk meningkatkan kemampuan teknis, desain dan
pemasaran bagi para pengusaha/eksportir Indonesia, memperluas wawasan
dari para pengusaha/eksportir Indonesia, dan meningkatkan image produk
Indonesia di dunia internasional, melalui penciptaan brand name dan desain
produk. Kerjasama yang telah dilakukan berupa Worskhop dan Konsultasi
Individu. Selama tahun 2008 telah dilaksanakan 9 kali workshop. Workshop
dalam rangka pembinaan diberikan kepada 500 pengusaha/pelaku ekspor di
4 (empat) daerah binaan untuk 7 (tujuh) produk antara lain yaitu pertanian,
kerajinan, fruit dan vegetable (fresh and processed),
Leather products,
tekstil, dan Spa.
5) Departemen
Perdagangan
cq.
BPEN
bekerjasama
dengan
Japan
International Cooperation Agency (JICA) telah membuat Studi Penguatan
Organisasi Promosi Ekspor, dimana hasil dari studi ini merekomendasikan
perubahan struktur organisasi BPEN yang baru yang didasarkan atas studi
perbandingan TPO-TPO terkemuka di dunia. Pendekatan organisasi baru
berdasarkan fungsi-fungsi pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dunia
usaha dalam era globalisasi. Terkait dengan hal tersebut, beberapa kegiatan
yang telah dilaksanakan, antara lain:
LAK Departemen Perdagangan 2008
53
a) Melanjutkan beberapa proyek percontohan (pilot project) yang sebagian
telah dilaksanakan pada tahun 2007 pada tahun 2008 telah dilakukan,
yaitu:

Customer Service Center: dalam upayanya untuk meningkatkan
kualitas pelayanan informasi bagi para buyer dan eksportir, selain
telah melaksanakan sejumlah kegiatan Hotline Service, Konsultasi
Bisnis, Trade Inquiry, Informasi Pasar, dan Informasi Pameran, telah
juga mulai dipersiapkan pelaksanaan Customer Service Center di
lantai 2 Gedung Utama Departemen Perdagangan.

Seminar Design: Telah dilaksanakan program seminar mengenai
pengembangan desain (Seminar Design) sebanyak 3 (tiga) kali yaitu
pada tahun 2007 dilaksanakan di Surabaya, dan Bandung, serta
pada tahun 2008 dilaksanakan di Jakarta yang bertujuan untuk
meningkatkan daya saing produk Indonesia melalui desain. Dari hasil
seminar, tampak antusiasme peserta/eksportir yang hadir dan
mengharapkan agar pengembangan desain menjadi salah satu
program utama BPEN dalam usaha memasuki pasar global.
b) Telah disusun Naskah Akademik dalam rangka pembaharuan Struktur
Organisasi Pengembangan Ekspor (BPEN) dan saat ini rencana
perubahan struktur tersebut masih dalam pembahasan dalam internal
Departemen Perdagangan. Untuk melengkapi naskah akademik tersebut
telah dilakukan pula penyusunan Struktur (Bayangan) Organisasi Baru
BPEN beserta para pejabatnya.
c) Sejak bulan Juli 2008 telah didirikan Buyer Reception Desk (BRD) di
Bandara Soekarno-Hatta, dimana sampai dengan akhir tahun BRD telah
memberi pelayanan kepada 866 buyer dari 90 negara.
Penciptaan Merek Dagang
Program Indonesia Design Power bertujuan untuk meningkatkan daya saing
produk–produk unggulan Indonesia di pasar global melalui perbaikan disain dan
pengemasan, serta peningkatan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dari
produk dan jasa. Sepanjang tahun 2008 telah dilakukan pendaftaran ke Ditjen HaKI
untuk 186 produk, dengan perincian yaitu 130 untuk Hak Cipta, 6 untuk Merek
Dagang, dan 50 untuk prototype desain.
LAK Departemen Perdagangan 2008
54
Terwujudnya diversifikasi negara tujuan ekspor non

migas dan jumlah komoditi/produk yang diekspor serta
peningkatan kualitas dan kuantitas pelaku ekspor yang
didukung
oleh
jaringan
pemasaran
global
dan
melibatkan peusahaan-perusahaan nasional
Pada sasaran ketiga ini, Departemen Perdagangan menetapkan indikator
kinerja dalam upaya mencapai sasaran tersebut. Dalam sasaran tersebut, fokus
pencapaian sasaran dapat dikelompokkan kedalam beberapa fokus, yaitu: jumlah
komoditi ekspor, jumlah ekspor, kualitas dan kuantitas pelaku ekspor. Untuk
mencapai sasaran tersebut di atas, ditetapkan indikator-indikator kinerja yang dalam
penjabarannya dapat dapat digambarkan sebagai berikut:
No.
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
%
Jumlah komoditi ekspor
1
Jumlah komoditi/produk ekspor
Indonesia
1.238 Komoditi
1.238 komoditi
100
Jumlah ekspor
2
Jumlah peningkatan nilai ekspor
20,18%
20,18%
100
3
Jumlah peningkatan volume ekspor
7,11%
7,11%
100
70 UKM
4.536 eksportir
70 UKM
4.888 eksportir
100
107,76
Kualitas dan kuantitas pelaku ekspor
4
Jumlah eksportir handal (dengan
kriteria tertentu)
Dengan adanya perubahan tatanan ekonomi dunia ke arah globalisasi dan
liberalisme perdagangan yang menuntut setiap negara untuk mampu mencermati dan
mengantisipasi setiap perkembangan negara-negara lain maka salah satu tugas pokok
Departemen Perdagangan adalah pengembangan ekspor yang mencakup penciptaan
dan pengendalian manajemen ekspor yang strategis, terencana, sistematis dan
komprehensif. Salah satu upaya yang ditempuh adalah melalui pengembangan promosi
ekspor yang koordinatif dengan melibatkan seluruh stakeholders yang antara lain
diaktualisasikan pada kegiatan pameran dan misi dagang yang diharapkan mampu
mendukung pencapaian sasaran penetapan indikator kinerja.
Hal ini dilakukan untuk terwujudnya diversifikasi negara tujuan ekspor non
migas dan jumlah komoditi/produk yang diekspor serta peningkatan kualitas dan
kuantitas pelaku ekspor yang didukung oleh jaringan pemasaran global dan
LAK Departemen Perdagangan 2008
55
melibatkan perusahaan-perusahaan nasional. Dari sasaran tersebut sebagaimana
terlihat pada indikator kinerja yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Komoditi Ekspor
Sampai dengan bulan Nopember 2008, jumlah komoditi Indonesia yang
diekspor ke luar negeri sepanjang tahun 2008 sebanyak 1.238 komoditi. Lima
komoditi (HS 4) non migas dengan nilai ekspor tertinggi selama periode tersebut
antara lain: Palm oil and its fractions (1511); Coal, briquettes, ovoids and similar
solid fuels manufactured from coal (2701); Natural rubber, balata, gutta-percha,
guayule, chicle and similar natural gums, in primary forms or in plates, sheets or
strip (4001); Copper ores and concentrates (2603); dan Coconut "copra", palm
kernel or babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not chemically
modified (1513).
Selain itu, telah juga dilakukan fasilitasi terhadap produk unggulan daerah
melalui pemberian bantuan penyediaan stan pada penyelenggaraan expo di 4
(empat) daerah, yaitu Kalteng Expo, Sulteng Expo, Linggau Expo dan Pameran
Invesda Sumut. Produk-produk UKM yang ditampilkan pada penyelenggaraan expo
dimaksud meliputi produk fashion, handycraft, makanan dan minuman kemasan,
keramik, hasil pertanian dan perkebunan, produk tekstil.
Menteri Perdagangan RI melakukan inspeksi mendadak di Pelabuhan Tanjung
Priok Jakarta. Diperlukan perbaikan manajemen arus barang ekspor-impor di
terminal Peti Kemas JICT dan Pelindo, Tanjung Priok
Jumlah Ekspor
Perkembangan nilai ekspor non migas Indonesia sampai dengan bulan
Nopember tahun 2008 tercatat sebesar US$ 100.453,8 juta. Di tengah krisis
ekonomi global, pencapaian ini merupakan hal yang menggembirakan karena nilai
LAK Departemen Perdagangan 2008
56
ekspor Indonesia mengalami peningkatan sebesar 20,18 persen bila dibandingkan
dengan nilai ekspor pada periode yang sama tahun 2007 yaitu sebesar US$
83.587,3 juta.
Volume ekspor produk Indonesia untuk periode Januari-Nopember tahun
2008 sebesar 287.701.594 ton, bila dibandingan dengan periode yang sama di
tahun 2007 yaitu sebesar 268.604.813 ton, volume ekspor di tahun 2008 mengalami
peningkatan sebesar 7,11 persen.
Kualitas dan Kuantitas Pelaku Ekspor
Dalam rangka meningkatkan kualitas dunia usaha dalam melakukan ekspor,
Departemen
Perdagangan
melakukan
berbagai
kegiatan
pendampingan,
pembinaan dan pelatihan, dimana pada tahun 2008 jumlah eksportir yang memiliki
wawasan ekspor/impor serta memahami peluang pasar adalah sebanyak 4.888
eksportir. Adapun kegiatan yang dimaksud antara lain adalah:
a. Pelatihan dan bimbingan kepada 70 UKM waralaba atau yang potensial
diwaralabakan dilaksanakan di 2 (dua) daerah, yaitu di Yogyakarta 35 UKM dan
di Surabaya 35 UKM serta memberikan bantuan kepada 51 UKM waralaba atau
yang potensial diwaralabakan untuk mengikuti Pameran Internasional Franchise,
License, and Business Concept di Jakarta Convention Centre pada tanggal 2022 Juni 2008.
b. Kegiatan Pembinaan Terpadu UKM Perdagangan dengan melaksanakan
Pelatihan ekspor bagi para UKM daerah yang terpilih sekaligus berpartisipasi
dalam Trade Expo Indonesia (TEI) 2008 di Jakarta. Tujuan dan sasaran dari
kegiatan ini adalah untuk mendorong munculnya eksportir baru dari kalangan
UKM yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi dalam peningkatan
ekspor, baik skala daerah/propinsi maupun nasional. Untuk tahun 2008 kegiatan
penjaringan peserta pelatihan dilakukan dengan kunjungan langsung ke sentra
produksi yang direkomendasikan oleh Dinas Perindag di 10 (sepuluh) daerah
yaitu Medan, Padang, Garut, Pekalongan, Semarang, Surakarta, Surabaya, Bali,
Makasar dan Banjarmasin, dimana melalui kegiatan seleksi UKM telah dipilih 39
UKM ekspor dari 50 UKM yang dinominasikan mewakili 10 (sepuluh) daerah
tersebut. Selama pameran TEI 2008, UKM binaan berhasil memperoleh
transaksi sebesar US$ 2.092.117,86 (buyer luar negeri) dan Rp. 118.750.500,00
(buyer dalam negeri). Hasil transaksi tersebut merupakan indikator bahwa
produk-produk UKM telah mampu memenuhi permintaan buyer manca negara.
LAK Departemen Perdagangan 2008
57
c. Pemberian
penghargaan
Primaniyarta.
Primaniyarta
adalah
pemberian
penghargaan pemerintah kepada dunia usaha untuk memotivasi para eksportir
agar selalu berupaya keras meningkatkan perolehan devisa, menyediaan
lapangan kerja, pendapatan negara dan sekaligus sebagai contoh keberhasilan
bagi para eksportir lain. Pada tahun 2008 penghargaan ini dibagi menjadi 4
(empat) kategori, yakni: Kategori Eksportir Berkinerja, Kategori Pembangunan
Merek Global, Kategori UKM Ekspor dan Eksportir Barang, dan Jasa Ekonomi
Kreatif.
d. Pada tahun 2008, dalam proses penjaringan peserta didapat 200 perusahaan
dan setelah dilakukan seleksi awal terdapat 104 eksportir yang memenuhi syarat
sebagai peserta seleksi penerima Penghargaan Primaniyarta 2008, dimana dari
jumlah tersebut tersaring sejumlah 64 nominee eksportir. Berdasarkan penjurian
yang dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2008 terdapat 27 perusahaan yang
berhak untuk mendapatkan penghargaan Primaniyarta, yaitu: 10 perusahaan
pemenang kategori Eksportir Berkinerja, 7 perusahaan pemenang kategori
Pembangun Merk Global, 8 perusahaan pemenang kategori UKM Ekspor, serta
2 perusahaan pemenang kategori Pelaku Ekspor Ekonomi Kreatif.
Menteri Perdagangan RI (diwakili Sekretaris Jenderal Departemen Perdagangan) menyerahkan
penghargaan Primaniyarta kepada salah satu pelaku ekspor.
e. Untuk meningkatkan kemampuan ekspor telah diselenggarakan pelatihan
kepada para pelaku ekspor pemula sebanyak 2.837 pengusaha dengan materi
pelatihan antara lain Perdagangan Internasional, pengembangan produk,
Pembiayaan dan pembayaran ekspor, Promosi dan komunikasi ekspor, Strategi
pemasaran ekspor, serta Manajemen Mutu dan Persaingan. Selain itu, telah
LAK Departemen Perdagangan 2008
58
pula dilakukan pelatihan untuk para eksportir dengan menggunakan fasilitas
teleconference (distance learning) yang menghadirkan tenaga ahli dari Tokyo,
Beijing dan Bangkok.
f.
Pelatihan yang diselenggarakan dalam rangka kerjasama dengan Lembaga
Diklat dengan CBI, IFC, Prex, JICA, KADIN, Asosiasi, Universitas, Pemda,
BUMN terlaksana sebanyak 82 pelatihan. Pelatihan yang diberikan dirasakan
sangat bermanfaat bagi para UKM ekspor dalam rangka penerobosan pasar
mancanegara.
g. Departemen Perdagangan juga telah melakukan pelatihan melalui kerjasama
dengan P3ED di 4 Propinsi (Medan Sumatra Utara, Surabaya Jawa Timur,
Banjarmasin Kalimantan Selatan dan Makassar Sulawesi Selatan) kepada 1.480
UKM. Pembinaan dan pelatihan tersebut bertujuan untuk memberdayakan UKM
dalam rangka menghadapi pasar global dan mengembangkan produk-produk
unggulan daerah.
Menteri Perdagangan RI meninjau lokasi salah satu UKM di Yogyakarta.
h. Pemberian bantuan mesin kemas kepada UKM. Pemberikan bantuan mesin
kemas kepada 14 (empat belas) daerah sebagai upaya dalam membantu
memperbaiki masalah kemasan produk kepada UKM. Pencapaian kinerja pada
sasaran kegiatan pemberian mesin pengemasan sudah dapat dicapai
sebagaimana ditargetkan yaitu 200 persen. Hasil pencapaian tersebut dapat
tercapai karena terdapat revisi pada spesifikasi peralatan mesin pengemasan
yang akan disalurkan sehingga terdapat penambahan daerah penerima bantuan
yang semula dialokasikan untuk 7 (tujuh) daerah menjadi 14 (empat belas)
LAK Departemen Perdagangan 2008
59
daerah
(Payakumbuh,
Kota
Padang,
Cimahi,
Puwakarta,
Wonosobo,
Banjarnegara, Sleman, Bantul, Kota Surabaya, Banyuwangi, Kota Makassar,
Pangkep, Lombok Barat, dan Kupang). Dalam pemanfaatan bantuan mesin
pengemasan sebanyak 893 UKM di 14 (empat belas) daerah sehinnga dalam
pencapaian sasaran yang telah ditetapkan telah tercapai.
LAK Departemen Perdagangan 2008
60

Meningkatnya
kemampuan
market
intelligence
dan
negosiasi serta meningkatnya kualitas pelayanan dan
kuantitas lembaga promosi di luar negeri
Untuk mencapai terwujudnya peningkatan kualitas dan kuantitas informasi
pasar dan produk ekspor non migas Indonesia peningkatan kualitas pelayanan dan
kuantitas lembaga promosi di luar negeri dalam rangka pengembangan 10 produk
utama, 10 produk potensial serta 3 jasa Indonesia, maka fokus dalam pencapaian
sasaran tersebut di atas adalah terkait dengan: kemampuan market intelligence,
negosiasi, dan kualitas lembaga promosi. Adapun pencapaian target masing-masing
indikator kinerja dapat digambarkan sebagai berikut:
No.
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
%
164 jenis
informasi
164 jenis informasi
100
Kemampuan market intelligence
1
Jumlah informasi peluang pasar
dan produk yang dipublikasikan
Negosiasi
2
Jumlah MoU yang disepakati
dalam rangka meningkatkan
akses pasar produk-produk
Indonesia di pasar global
MULTILATERAL:
MULTILATERAL:
1 Agreement
1 Agreement
yang diratifikasi :
International
Coffee Agreement
2007 tanggal 19
Oktober 2008
100
Sesuai PERPRES
RI Nomor 63
Tahun 2008.
REGIONAL:
REGIONAL:
5 Agreement dan
12 Agreement
untuk sektor
prioritas
LAK Departemen Perdagangan 2008
4 Agreement yang
diratifikasi dalam
rangka Priority
Integration Sector
(PIS) dan 12
Agreement sector
prioritas dalam
rangka PIS, serta
98,17
1 Agreement
dalam rangka
ASEAN Japan
Comprehensive
Economic
Partnership
(AJCEP) belum
terealisir.
61
No.
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
BILATERAL:
BILATERAL:
14 Agreement
Yang telah
disepakati : 8
Agreement
%
57,15
Yang masih
negosiasi :
6 Agreement
42,85
7.444
114,88
Kualitas lembaga promosi
3
Jumlah kontak dagang di negara
akreditasi ITPC
6.480
Sasaran keempat Rencana Strategis (atau elemen keempat dari sasaran
Resntra) yang harus dicapai oleh Departemen Perdagangan adalah dalam rangka
peningkatan kemampuan market intelligence dan negosiasi serta meningkatnya
kualitas pelayanan dan kuantitas lembaga promosi di luar negeri. Pelaksanaan
kegiatan (kinerja) untuk mencapai sasaran Renstra ini menyebar ke berbagai unit
organisasi Departemen Perdagangan. Pada sisi koordinasi makro (dalam lingkup
departemen) dipergunakan kriteria prioritas program, dalam pencapaian sasaran
Renstra ini melekat ke seluruh prioritas yang ditetapkan. Berikut adalah uraian dari
satuan-satuan kinerja yang dimaksud.
Kemampuan Market Intelligence
Guna mendukung program peningkatan ekspor, Departemen Perdagangan
terus berupaya untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh dunia usaha.
Sepanjang tahun 2008, Departemen Perdagangan telah menghasilkan 164 jenis
informasi mengenai peluang pasar dan produk yang telah dipublikasikan baik secara
offline (dalam bentuk Buletin Eksport, Brosur Homepage Indonesia-Inggris, Brosur
Nevedve, brosur layanan informasi, buku petunjuk/panduan ekspor Indonesia, Buku
Statistik Ekspor dan Neraca Perdagangan Indonesia, Buku Inquiry dan CD “Doing
Business in Indonesia”) maupun online melalui website.
Informasi tersebut diperoleh melalui berbagai kegiatan antara lain: Market
intelligence/pengamatan langsung terhadap pasar produk, segmentasi pasar,
strategi pesaing, dan kondisi negara target untuk tujuan penetrasi pasar produk
Indonesia, dimana pada tahun 2008 telah dihasilkan market intelligence terhadap 3
(tiga) kelompok produk (spices, jewellry, dan processed-food) di 6 (enam) negara
(India, Jepang, Thailand, Australia, Korea Selatan, dan Kamboja); Market Brief
sebagai informasi pasar yang dibutuhkan eksportir sebanyak 70 judul “Produk
LAK Departemen Perdagangan 2008
62
10+10” pada 35 negara di seluruh kawasan (Asia, Australia, Afrika, Timur Tengah,
Amerika dan Eropa), serta berita-berita lain seputar kegiatan yang telah dan akan
dilakukan oleh Departemen Perdagangan. Sasaran penyebaran publikasi antara lain
di ITPC dan perwakilan RI di Luar Negeri, pameran-pameran yang diikuti baik
didalam negeri maupun diluar negeri, serta berbagai kegiatan lain yang dilakukan.
Negosiasi
Dalam tahun 2008 ditunjukkan dengan semakin menguatnya posisi
Indonesia dalam menghadapi perundingan di fora multilateral, regional dan bilateral.
Hal ini dibutuhkan untuk memperkuat posisi delegasi Indonesia dalam menghadapi
perundingan-perundingan di fora internasional. Dalam meningkatkan akses pasar
produk ekspor ke pasar global telah diadakan beberapa pertemuan dengan negaranegara mitra dagang yang menghasilkan kesepakatan-kesepakatan kerjasama
internasional. Dalam rangka meningkatkan akses pasar tersebut telah diadakan
persiapan-persiapan sidang dan beberapa kali sidang antara lain: Round Table
Discussion
dalam
rangka
menghadapi
sidang,
Tim
Terpadu
Kerjasama
Perdagangan Multilateral bidang komoditi dimana tersusun posisi Indonesia dan
suatu tim yang terpadu untuk menghasilkan laporan pedoman Delegasi RI dan
adanya preferensi tarif kerjasama Badan-Badan PBB dan organisasi internasional
lainnya agar tersusun rekomendasi posisi Indonesia pada sidang PTA-D-8, GSTP.
Sidang-sidang WTO dalam Tim Nasional PPI, monitoring/Identifikasi hasil-hasil
kerjasama
regional,
menghadiri
sidang-sidang
internasional
di
dalam
negeri/seminar/workshop sebagai partisipasi aktif untuk menambah wawasan
kerjasama internasional serta adanya pertemuan teknis dengan instansi terkait
untuk meningkatkan kerjasama ekonomi di kawasan ASEAN, APEC dan ASEANMitra Dialog.
Selain itu adanya Rapat koordinasi dalam rangka Joint Commission
Indonesia RRT dan Implementasi IJ-EPA untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke
kawasan Timur (China dan Jepang) khususnya dibidang investasi, SDM dan
kerjasama lainnya. Identifikasi Perdagangan Lintas Batas Propinsi Maluku dengan
Timor Leste dan Seminar Lokakarya Pengembangan Perdagangan Lintas Batas RIMalaysia sehingga kesejahteraan masyarakat sekitar dapat ditingkatkan dan
potensinya dimaksimalkan, Selain itu adanya pembentukan tim dalam rangka
pertemuan bilateral di kawasan Afrika, Eropa dan Asia Barat dan Selatan serta
adanya Konsultasi Bilateral dalam rangka peningkatan kerjasama dengan negara
wilayah Eroa, Afrika dan Asia Barat dan Selatan sehingga tercipta keselarasan
LAK Departemen Perdagangan 2008
63
kepentingan daerah dan pusat dalam kerjasama perdagangan bilateral. Dengan
adanya Sekretariat Timnas PPI, maka dapat dikoordinasikan dan ditingkatkan
partisipasi instansi terkait untuk meningkatkan terobosan pasar baru.
Selain itu dengan adanya Sinkronisasi dan Koordinasi Program dengan
ATDAG/ITPC di luar negeri untuk meningkatkan efektivitas perwakilan RI di luar
negeri dan Rakor dengan Perwakilan Departemen Perdagangan RI di luar negeri,
maka dapat tercipta koordinasi perwakilan RI dalam mengantisipasi perubahan
strategis dan penyamaan persepsi dan pola pikir untuk menghadapi tantangan
bidang perdagangan di masa depan, talkshow dilaksanakan agar terjadi interaksi
dua arah sehingga informasi dapat dengan jelas dipahami oleh pendengar. Selain
itu, adanya koordinasi dengan daerah dalam rangka IMT-GT dan BIMP-EAGA,
monitoring dan evaluasi baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk melihat
perkembangan pasar ekspor dan analisa bargaining position dengan negara
lainnya.
Keterangan:
Pada tahun 2008 ditetapkan target sidang sebanyak 185 sidang, tetapi
realisasinya sebanyak 193 sidang, maka untuk menambah dana pada sidang yang
belum terlaksana dibuat revisi anggaran untuk kegiatan-kegiatan tertentu sehingga
terdapat tambahan dana untuk sidang/seminar perjalanan dinas baik di dalam
maupun di luar negeri yang belum terlaksana.
Adapun analisis dari sasaran tersebut akan diuraikan dalam 3 (tiga) fora
kerjasama yaitu:
a. Fora Kerjasama Multilateral
Doha Development Agenda (DDA) WTO
1) Bidang Pertanian dan Non Pertanian
Perundingan DDA-WTO
Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) Doha Development Agenda–World
Trade Organisation yang diselenggarakan pada tanggal 20–30 Juli 2008 di
Jenewa, Swiss telah berakhir dengan kegagalan. PTM ini dimaksudkan untuk
membahas dan menyepakati modalitas perundingan yang meliputi antara lain
bidang Pertanian dan Non Pertanian. Isu utama yang dibahas pada PTM ini
meliputi 6 (enam) isu dibidang pertanian yaitu: (i) Overall Trade Distorting
Support (OTDS), (ii) Cotton, (iii) Market Access Formula, (iv) Sensitive Products,
(v) Special Products, dan (vi) Special Safeguard Mechanism. Untuk bidang Non
LAK Departemen Perdagangan 2008
64
Pertanian, isu utama yang dibahas meliputi: (i) Formula and Flexibilities, (ii) anti
concentration, dan (iii) Sectorals.
Isu yang telah disepakati antara lain: (i) Amerika telah bersedia
menurunkan OTDS-nya sampai dengan 14,5 milyar atau turun sekitar 70 persen,
dan (ii) Jumlah Special Products sebesar 12 persen dari total pos tarif pertanian,
dimana 5 persen dari SP tersebut tidak dipotong tarifnya (Zero cut). Sementara
untuk produk SP lainnya dipotong tariffnya dengan rata-rata 11 persen.
Untuk menjembatani perbedaan posisi antara negara maju dan negara
berkembang terkait isu SSM, ketua Trade Negotiating Committee yang juga
Dirjen WTO mengusulkan trigger volume untuk SSM sebesar 140 persen dari
base impor dengan bea masuk tambahan 15 persen dari bound tariff atau 15
persen-point. Jumlah maksimum produk pertanian yang dapat menerapkan SSM
dalam satu tahun 2,5 persen. SSM hanya dapat diterapkan bila terjadi
penurunan harga di dalam negeri. Usulan ini tidak dapat diterima oleh negara
berkembang karena dengan trigger 140 persen maka petani telah hancur.
Sedangkan di bidang Non Pertanian, Dirjen WTO juga mencoba
menjembatani perbedaan posisi antara negara maju dan berkembang terkait
dengan isu rentang angka koefisien, fleksibiltas dan anti konsentrasi Usulan
ketua ini mendapat respon yang positif dari Kelompok G-7. Terkait isu Sectoral,
negara berkembang tetap berpegang pada mandat Hong Kong yang
menyatakan bahwa sektoral merupakan modalitas tambahan yang bersifat
sukarela sehingga usulan dari Dirjen WTO yang mengingkan komitmen
partisipasi dalam sedikitnya dua sector bersifat mandatori maupun pengkaitan
sektor dengan formula tidak dapat diterima.
2) Services
a) Dalam rangka menghadapi Ministerial Signaling Conference (MSC) pada
bulan Juli 2008, telah diperoleh kesepakatan secara interdep mengenai
sektor/sub sektor yang ditingkatkan komitmennya maupun yang baru
dikomitmenkan, yang disampaikan pada saat MSC tersebut. Adapun
sektor/sub-sektor dimaksud adalah sebagai berikut:

Environment Sector, membuat komitmen untuk: sewage services (CPC
9401): waste water management, solid waste disposal (CPC 9402):
hazardous waste management; dan cleaning services of exhaust gases
(CPC 9404): air pollution control.

Sektor Maritime, membuat komitmen pada sub sektor jasa: vessel
salvage and refloating services (CPC 7454).
LAK Departemen Perdagangan 2008
65

Sektor Distribution, membuat komitmen pada sub sektor jasa: direct
selling (Multi Level Marketing).

Sektor Financial Services (Perbankan), mengindikasikan menambah
area geografis untuk beroperasinya cabang bank asing.
b) Indonesia juga telah menyampaikan permintaan secara resmi, yang
keseluruhannya mencakup Mode 4, baik untuk Professional Service,
Individual Service Suppliers dan Contractual Service Suppliers.
3) TRIPs and Public Health
Isu ini telah disepakati oleh anggota WTO dengan telah dikeluarkannya
deklarasi tersendiri dengan judul TRIPs Agreement and Public Health pada
bulan Desember. Kesepakatan ini tercapai berdasarkan pentinganya penerapan
TRIPs Agreement sehingga dapat mendukung kesehatan masyarakat di
berbagai pelosok dunia, dengan jalan mendudukng akses ke berbagai jenis obat
yang diperlukan untuk kesehatan masyarakat serta kepada penemuan berbagai
jenis obat baru.
4) Rules
Semua isu Rules masih dalam tahap perundingan.
Kerjasama Komoditi Internasional
Tripartite on Rubber Cooperation among Thailand, Indonesia and Malaysia
Dalam rangka mengatasi terus merosotnya harga karet alam, Sidang ke-14
ITRC tanggal 12-13 Desember 2008 di Bogor sepakat melakukan langkahlangkah/tindakan sebagai berikut:
1) Implementasi Supply Management Scheme (SMS)
Ketiga negara sepakat mengurangi produksi sebesar 215 ribu ton selama
tahun 2009 melalui program percepatan replanting, dimana Thailand akan
mengurangi produksi 100.000 ton, Indonesia 55.000 ton dan Malaysia
60.000 ton
2) Implementasi Agreed Export Tonnage Scheme (AETS)
a) Ketiga negara sepakat mengurangi ekspor sebesar 700.000 ton selama
tahun 2009.
b) Kuartal I tahun 2009 ketiga negara akan mengurangi ekspor sebesar
270.000 ton, dengan rincian :

Thailand
: 132.000 ton

Indonesia : 116.000 ton

Malaysia : 22.000 ton
LAK Departemen Perdagangan 2008
66
c) Pengurangan ekspor pada kuartal I tahun 2009 diatur dengan ratio:
Januari 40 persen, Februari 35 persen dan Februari 25 persen.
3) Harga ekspor
Ketiga negara sepakat untuk tidak menjual karet dengan harga di bawah
US$1,35/kg.
Kerjasama Organisasi Internasional Lainnya.
General System of Trade Preferences (GSTP)
1) Pertemuan COP di Accra, Ghana, bulan April 2008, negara anggota setuju
untuk melanjutkan negosiasi berdasarkan across-the-board, line-by-line,
linea-cut antara 20-40 persen dengan kombinasi request-and-offer and/or
sectoral negotiations. Dengan demikian juga disetujui untuk menetapkan
komitmen bagi cakupan produk sebesar minimal 70 persen dari tariff yang
berlaku.
2) Pada tanggal 5 November 2008 telah diadakan pertemuan informal GSTP
guna membahas isu yang belum disepakati negara anggota. Ada 3 (tiga) isu
utama yang dibahas menyangkut MOP, Product Coverage dan Minimum
Local Content Treshold, disamping beberapa isu lainnya (Special Treatment
for the least Developed Countries, Date of Application of Tariff Concessions,
Format of Schedules of Concessions, work program 2009).
b. Fora Kerjasama Regional
1) Perundingan di Fora ASEAN
a) Penyelesaian
pembahasan
Agreement
yang
terkait
dengan
Priority
Integration Sectors (PIS), yaitu 16 Agreement (4 Framework dan 12 Protocol
termasuk lampiran-lampirannya, yaitu roadmap, product coverage, dan
negative list).
b) Pada tanggal 16 Desember 2008 di Singapura ditandatangani: (i) ASEAN
Trade in Goods Agreement (ATIGA) dan (ii) ASEAN Comprehensive
Investment Agreement (ACIA).
c) Kerjasama ASEAN-China Free Trade Area. Pada pertemuan akhir ASEANChina di tahun 2008, berhasil dicapai penyelesaian terhadap ASEAN-China
Investment Agreement, yang merupakan persetujuan antara ASEAN dan
China di bidang Investasi mencakup promosi, fasilitasi dan proteksi. Sejauh
ini elemen liberalisasi belum tercakup dalam persetujuan dimaksud.
LAK Departemen Perdagangan 2008
67
d) ASEAN-Korea Free Trade Area. Penandatanganan protokol masuknya
Thailand untuk ASEAN-Korea Trade in Goods dan Trade in Services
tertunda untuk dilaksanakan dikarenakan Thailand belum dapat memperoleh
persetujuan dari parlemennya.
e) ASEAN-Japan
Comprehensive
Economic
Partnership.
Isu-isu
terkait
persetujuan AJCEP antara lain: mengenai ratifikasi persetujuan dan mulai
berlaku persetujuan (entry into force), serta implementasi Rules of Origin
(ROO).
f) ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area. Draft persetujuan AANZFTA termasuk lampiran dan appendix siap ditandatangani. Seluruh Pihak
AANZ-FTA diharapkan telah memiliki full power untuk penandatanganan
persetujuan dimaksud. Setelah penandatangan, persetujuan tersebut perlu
diratifikasi. Khusus untuk implementasi Bab Perdagangan Barang dilanjutkan
dengan proses penerbitan Legal Enactment. Beberapa hal yang perlu untuk
diselesaikan dalam konteks bilateral adalah: (i) MoU Kerjasama Lingkungan
dan Ketenagakerjaaan Indonesia–Selandia Baru; dan (ii) Mou Kerjasama
Pertanian Indonesia–Selandia Baru.
g) ASEAN-India Free Trade Area. Draft Persetujuan Perdagangan Barang,
Persetujuan Penyelesaian Sengketa, dan Protocol Persetujuan Kerangka
Kerja dalam kerangka AI-FTA siap ditandatangani. Perjanjian yang akan
diratifikasi meliputi: Agreement on Trade in Goods under the ASEAN-India
Framework Agreement; Protocol to Amend the Framework Agreement on
Comprehensive Economic
Cooperation
between
ASEAN
and
India;
Agreement on Dispute Settlement Mechanism under the ASEAN-India
Framework Agreement; and Understanding Relating to Article 4 of the
Agreement on Trade in Goods (Hazardous Waste).
h) ASEAN-USTR. Negosiasi dan Pembahasan masih dilakukan sampai dengan
saat ini oleh Indonesia sebagai Country Coordinator ASEAN dalam negosiasi
dengan USTR. Terkait rencana pelaksanaan TIFA Joint Council dan Private
Sector Roundtable Indonesia akan melakukan konfirmasi lebih lanjut dengan
US serta akan memberikan informasi selanjutnya kepada negara anggota
ASEAN.
i)
ASEAN-EU. Perkembangan negosiasi AEU-FTA secara umum berjalan
cukup lambat dikarenakan beberapa faktor, antara lain: tingkat ambisi yang
berbeda antara ASEAN dan UE, banyaknya bidang-bidang pembahasan
LAK Departemen Perdagangan 2008
68
yang dinegosiasikan secara paralel, dan pembahasan di masing-masing
bidang mencakup hal yang sangat luas.
2) APEC
a) Pada pertemuan ke-16 Para Pemimpin APEC (APEC Economic Leaders’
Meeting/AELM) diselenggarakan di Lima, Peru, tanggal 22-23 November
2008 mengambil Tema APEC di tahun 2008 yaitu: “A New Commitment to
the Asia-Pacific Development”. AELM
Dalam Pertemuan Pemimpin Ekonomi APEC/AELM telah dihasilkan APEC
Economic
Leaders’
Meeting
Declaration;
Lima
APEC
Leaders´
Statement on the Global Economy; serta mengesahkan Lima AntiCorruption Declaration on Financial Markets Integrity; dan Progress
Report on 2008 Regional Economic Integration. Adapun pokok-pokok dari
hasil tersebut adalah:

Global Economic Situation dan WTO Doha Development Agenda
Negotiations

Dalam rangka penanggulangan krisis, beberapa ekonomi menekankan
perlu memperkuat sistem perbankan dalam rangka penyaluran dana
tambahan, mendorong penguatan UKM, membantu kaum miskin yang
terkena dampak krisis ekonomi melalui program safety net serta perlunya
membentuk fiscal early warning system untuk mencegah terulangnya
krisis di masa yang akan datang.

Promoting Food and Energy Security

Advancing Regional Integration and Proposals for the Development of
Our Regional Community.

Dalam rangka mengantisipasi tantangan yang dihadapi ekonomi (behindthe-borders issues) dalam pencapaian “Bogor Goals”, disetujui mengenai
Leader’s Agenda to Implement Structural Reform (LAISR), dan agenda
tersebut penting untuk diselesaikan tahun 2010.

Corporate Social Responsibility:

Human
Security,
including
Counter-Terrorism
and
Emergency
Preparedness Anti-Corruption and Transparency

Anti-Corruption Declaration on the Financial Markets Integrity

Indonesia Tuan Rumah APEC Tahun 2013
b) Pertemuan Para Menteri APEC telah diselenggarakan pada tanggal 19-20
Nopember 2008. Sedangkan untuk Pertemuan Tingkat Menteri APEC telah
menghasilkan APEC Joint Ministers’ Statement; serta mengesahkan Senior
LAK Departemen Perdagangan 2008
69
Officials Report to APEC Ministerial Meeting, 2008 Committee on Trade and
Investment
(CTI)
Annual
Report
to
Ministers,
dan
2008
Senior
Officials`Meeting (SOM) Report on ECOTECH. Adapun hasil pokok tersebut
adalah: (i) Trade and Investment Liberalisation and Facilitation-TILF; (ii)
Economic and Technical Cooperation (Ecotech); dan (iii) APEC Institutional
Reform.
Menteri Perdagangan RI pada Pertemuan Para Menteri APEC di Lima, Peru
c) Hal-hal yang perlu tindak lanjut pada pertemuan APEC selanjutnya adalah:
(i) Indonesia akan menjadi tuan rumah pertemuan APEC tahun 2013: (ii)
Multilateral Trading System; (iii) Anti-Corruption; (iv) Food Security; (v) APEC
Reform; (vi) Para Menteri APEC mengesahkan paper on Fixed Term
Executive Director (FTED) dan menurut rencana proses seleksi FTED
dimulai awal tahun 2009; (vii) Environmental Goods and Services; (viii)
Regional Economic Integration; (ix) Structural Reform; dan (x) Ecotech
(dalam bidang edukasi).
c. Fora Kerjasama Bilateral
Indonesia – Jepang
Setelah ditandatangani pada 20 Agustus 2008, IJ-EPA disahkan melalui
Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2008 tanggal 19 Mei 2008 yang diikuti
Exchange Diplomatic Notes IJ-EPA pada tanggal 1 Juni 2008.
Dengan diberlakukannya IJ-EPA ini, maka 80 persen dari pos tarif bea
masuk (BM) produk ekspor Indonesia ke pasar Jepang segera diturunkan
menjadi 0 (nol) persen, termasuk tekstil dan produk tekstil (TPT), produk
pertanian seperti buah-buahan tropis (a.l nanas dan pisang), udang dan produk
kayu. Berdasarkan perjanjian, 3 (tiga) tahun mendatang 90 persen dari pos tarif
ekspor Indonesia ke Jepang akan turun menjadi 0 (nol) persen. Untuk
memperoleh preferensi tarif tersebut, maka semua produk yang akan diekspor
LAK Departemen Perdagangan 2008
70
ke Jepang, perlu melampirkan Surat Keterangan Asal (SKA) form IJEPA yang
dapat diperoleh di 85 kantor penerbit SKA di seluruh Indonesia.
Beberapa manfaat konkrit yang sudah mulai dirasakan oleh Indonesia di
luar akses pasar adalah bahwa IJ-EPA membuka peluang bagi 400 juru rawat
(nurses) dan 600 perawat lansia (caregivers) untuk bekerja di Jepang dalam
kurun waktu 2 tahun ke depan. Perkembangan terakhir terkait dengan juru rawat
dan perawat lansia adalah Jepang berencana akan memindahkan lokasi
pelatihan bahasa 6 (enam) bulan dari Jepang ke Indonesia untuk tahun 2009.
Indonesia dapat menerima pemindahan pelatihan bahasa selama 4 (empat)
bulan di Indonesia dan 2 (dua) bulan di Jepang dengan catatan bahwa Jepang
sepakat tidak akan merubah hak-hak calon juru rawat dan perawat lansia yaitu
uang saku US$ 10/hari. Indonesia juga menyebutkan bahwa rencana
pemindahan pelatihan tersebut hanya untuk tahun 2009 (dengan fleksibilitas
sampai dengan tahun 2010).
Manfaat yang lain adalah program pembangunan kapasitas di bidang
industri (Manufacturing Industry Development Center and Food and Beverage
Center of Excellence) yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas Indonesia
dan juga peningkatan ketrampilan SDM Indonesia di bidang metal working, mold
and die, welding, dan meningkatkan standar maupun mutu untuk sektor industri
pendukung maupun sektor otomotif, elektronik, besi baja, tekstil, petrokimia,
logam dan makanan dan minuman. Berbagai kerjasama juga akan dilaksanakan
di bidang pertanian, perikanan, kehutanan dan energi. Fokus dan prioritas utama
adalah terhadap UKM dan peningkatan kapasitas SDM Indonesia.
Menteri Perdagangan RI menerima kunjungan Duta Besar Jepang di Jakarta untuk
membahas perdagangan bilateral kedua negara
LAK Departemen Perdagangan 2008
71
Indonesia - Meksiko
Untuk meningkatkan hubungan kerjasama bilateral antara Indonesia
dengan Meksiko, telah ditawarkan dan disampaikan 2 (dua) draft perjanjian
bidang perdagangan yaitu MoU Joint Trade and Investment Committee (MoU
JTIC) Indonesia–Meksiko dan Trade Agreement Indonesia–Meksiko untuk
ditanggapi, namun sampai saat ini belum ada tanggapan
Telah ditandatangani Mou Kerjasama Promosi Perdagangan antara
BPEN dengan PROMEXICO. Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan
Penanaman Modal (P4M) RI–Meksiko dalam proses negosiasi putaran ketiga.
Indonesia - Australia
The Second Meeting of The Joint Feasibility Study on Australia-Indonesia
FTA (JFS-FTA) telah dilaksanakan di Canberra pada tanggal 16-18 April 2008.
Draft laporan JFS sudah berhasil disusun, dikomunikasikan dan didiskusikan
oleh kedua belah pihak dengan baik.
Indonesia – Timor Leste
Di tahun 2008, kedua negara sepakat untuk menyelesaikan Trade
Agreeement dan ditandatangani pada tanggal 29 April 2008 oleh Menteri
Perdagangan Indonesia dan Menteri Pariwisata, Perdagangan dan Industri
Timor Leste.
MOU on Technical Cooperation on Trade Between Ministry of Trade of
Republic of Indonesia and the Ministry of Tourism, Trade and Industry RDTL
Timor Leste mengharapkan adanya MOU antara Dep artemen
Perdagangan Indonesia dengan Departemen Pariwisata, Perdagangan dan
Industri Timor Leste. MOU berhasil dibuat dan ditandatangani di tahun 2008.
Indonesia – Amerika Serikat
Pertemuan Trade and Investment Council ke-8 di Bali 30 April–2 Mei
2008. Isu-isu teknis yang dibahas merupakan hasil diskusi yang dilakukan oleh 4
(empat) working group (WG), yakni investasi (WG on Investment), jasa (WG on
Services), perdagangan komoditas pertanian dan barang industri (WG on Trade
in Agricultural and Industrial Goods), dan Hak atas Kekayaan Intelektual (WG on
IPR). Adapun hasil-hasil yang perlu ditekankan adalah: (1) family smoking
prevention; (2) Hak Kekayaan Intelektual (HKI); (3) Generalized Systems of
Preferences (GSP); (4) AID Program; dan (5) Investasi.
Indonesia – Brasil
Pertemuan dengan Minister of Development, Industry and Trade (H.E.
Miguel Jorge) guna membahas tindak lanjut kunjungan Presiden Brazil ke
LAK Departemen Perdagangan 2008
72
Indonesia (11-12 Juli 2008) yang menghasilkan kesepakatan kerjasama:
pengembangan industri Ethanol, bidang pendidikan, dan persetujuan bebas
visa.
Pertemuan dengan Minister of External Relations of Brazil H.E. Celso
Amorim, khususnya dalam mewujudkan “strategic partnership” antara RI-Brazil.
Kedua pihak sepakat memasukan target kedua negara untuk meningkatkan
perdagangan menjadi dua kali lipat menjadi US$ 3 milyar pada tahun 2012.
Indonesia-UE
Indonesia dan Uni Eropa telah menyelenggarakan Forum Komunikasi
Bersama (FKB) ke-VII pada tanggal 18-19 September 2008, dengan hasil
sebagai berikut:

Generalised Ssytem of Preference (GSP): Indonesia menerima GSP untuk
hampir seluruh produk, kecuali HS code 15 (Animal or vegetable fats and
oils and their cleavage products; prepared edible fats; animal or vegetable
waxes).

Rules
of
Origin
(ROO):
Komisi
Eropa
menyampaikan
mengenai
perkembangan terbaru perubahan preferensi Rules of Origin (ROO) yang
sedang berlangsung.

Import Licensing
Alkohol: UE meminta klarifikasi mengenai ketentuan terhadap minuman
beralkohol.
Gula dan Tekstil: UE meminta agar pembatasan dan pengaturan impor
gula dan tekstil diperlunak sehingga pengusaha Uni Eropa dapat kembali
mengekspor gula dan tekstil ke Indonesia.

SPS : Impor Produk Ternak terkait dengan BSE
Indonesia tetap menekankan bahwa semua produk hasil ternak yang
masuk ke Indonesia harus bebas dari HPHK termasuk di dalamnya BSE.

IPR
UE meminta Indonesia untuk menguatkan implementasi peraturan HaKI,
karena selama ini Indonesia memiliki catatan buruk, khususnya di bidang
data
exclusivity,
copyright,
piracy,
counterfeit,
dan
patent.
Delri
menyampaikan bahwa Indonesia telah membentuk Timnas Perlindungan
HKI khusus untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Pembatasan Impor Mesin Bekas
UE menganggap adanya diskriminasi antara produk impor dan lokal,
larangan ini bertujuan untuk melindungi, agar energi yang digunakan lebih
LAK Departemen Perdagangan 2008
73
efisien dan atau kesehatan dan keselamatan larangan ini hanya berlaku
pada produk impor

TBT: Ban
UE meminta Indonesia mengadopsi standar UNECE dan menghimbau
agar Indonesia menjadi anggota UNECE.
Eksportir UE keberatan jika ban produksi UE harus diendorse/diperiksa
untuk memenuhi prosedur SNI, yang menyebabkan biaya ekstra bagi
eksportir.
Indonesia – EFTA
Indonesia dan EFTA telah melakukan dan merampungkan Joint Study
Group (JSG) dan telah dicapai kesepakatan untuk membentuk “Joint Negotiation
Committee”, dalam pertemuan ke-1 Working Group on Trade and Investment
Indonesia-EFTA di Yogyakarta.
Sementara itu, EFTA telah memberikan capacity building kepada
Indonesia berupa:

Training Course bagi 5 orang pegawai pada tanggal 3-6 Desember 2007, di
World Trade Institute, Bern.

Seminar on Export Promotion, SPS, and Fisheries pada tanggal 4-6 Maret
2008 di Jakarta.
Pihak Swiss berencana memberikan bantuan kerjasama pembangunan
sebesar 800 juta CHF kepada 7 Negara (Indonesia, Vietnam, Mesir, Ghana,
Colombia, Peru, dan Afrika Selatan) yang diberikan mulai tahun 2008 hingga 2012.
Indonesia – Turki
Kedua negara sepakat membentuk Joint Working Group, mencakup
kerjasama yang lebih luas dan lebih terkoordinasi, yaitu Comprehensive Trade and
Economic Partnership (CTEP) yang mengarah kepada Free Trade Area (FTA).
Selain itu, kedua negara juga sepakat membuat road map program aksi
tahun 2009 - 2010 antara lain mengadakan beberapa Trade Mission dan Joint
Meeting of the Turkish – Indonesia Business Council pada paruh pertama 2009 di
Jakarta, serta Turkish Export Producer Fair di Jakarta pada paruh pertama 2010.
Indonesia – Mesir
Kedua pihak sepakat menandatangani kerjasama Ekonomi dan Teknik
(Agreement on Economic and Technical Cooperation). Perjanjian ini merupakan
dasar yang memayungi kerjasama di sektor lainnya, antara lain:
Di akhir tahun 2008, pihak Indonesia masih berlangsung proses ratifikasi
atas Agreement Between the Government of the Republic of Indpnesia and the
LAK Departemen Perdagangan 2008
74
Government of the Rab Republic of Egypt on Economic and Technical
Cooperation untuk disampaikan pada Sidang Komisi Bersama ke-6 Indonesia –
Mesir yang rencananya akan diadakan pada bulan April 2009 di Mesir.
Saat ini proses ratifikasi sedang dalam tahap pembahasan Keppres dan
Naskah Penjelasan untuk Pengesahan Agreement Between the Government of
the Republic of Indpnesia and the Government of the Rab Republic of Egypt on
Economic and Technical Cooperation.
Indonesia – Tunisia

Sidang Komisi Bersama ke-9 telah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan
yang dapat diimplementasikan dalam bentuk kegiatan dibidang politik,
ekonomi,
social
budaya
dan
lainnya.
Kedua
negara
berupaya
mengindentifikasi potensi-potensi masing-masing Negara untuk dapat
dilakukan kerjasama, mengidentifkasi masalah-masalah yang dihadapi dan
mencari solusinya sehingga dapat meningkatkan kerjasama bilateral.

Pihak Indonesia sudah melakukan penjajakan ke pihak Tunisia dan pihak
Tunisia menyambut baik mengenai rencana pembentukan Joint Study
Group.

Dalam rangka FTA Indonesia–Tunisia, perlu segera dilakukan
dengan
didahului Pembentukan TIM Joint Study dari semua sektor untuk membuat
studi
kelayakan
bersama
(joint
study)
untuk
melihat
kemungkinan
pemanfaatannya (feasilibility), dimana hasil kajian tersebut ditandatangani
oleh kedua negara.

Produk utama yang dapat menjadi request Indonesia adalah tekstil dan
produk tekstil, produk pertanian terutama minyak tumbuhan, dan produk
kimia.
Indonesia – Afrika Selatan
Sidang Komisi Bersama I, Indonesia-Afrika Selatan, dilaksanakan pada
tanggal 25-26 Pebruari 2008 di Batam.

Kedua belah pihak sepakat untuk meningkatkan kerjasama perdagangan
melalui Joint Trade Committe (Komite Bersama Perdagangan).

Kedua belah pihak juga sepakat untuk mengeksplorasi penyelesaian Nota
Kesepahaman (MoU) seperti NTB, Sanitary and Phyto-Sanitary Measures
(SPS), dan Mutual Recognition of Standard.
Indonesia – Kenya
The First Meeting of Joint Commission RI-Kenya pada tanggal 2-4
Desember 2008
LAK Departemen Perdagangan 2008
75

Kedua belah pihak menyetujui komitmen untuk mempromosikan hubungan
perdagangan yang saling menguntungkan serta memaksimalkan potensi
perdagangan kedua negara.

Kedua negara juga menyetujui kerjasama yang lebih konstruktif dalam
mengimprovisasikan volume perdagangan dengan saling bertukar data dan
informasi yang berhubungan dengan masalah perdagangan, berpartisipasi
pada misi dagang dan kunjungan para pembeli.
Indonesia - Swaziland
Joint Commission Between The Second Meeting of The Republic of
Indonesia and The Kingdom of Swaziland pada tanggal 14-15 Nopember 2008.

Kedua belah pihak menyetujui untuk membahas draft Trade Agreement pada
tanggal 17 Nopember 2002, meskipun draft tersebut belum dibahas lebih lanjut.

Kedua belah pihak berupaya untuk mengadakan pertukaran delegasi bisnis
antara sektor swasta dari kedua negara tersebut.
Indonesia - India
Joint Study Group (JSG)
Pertemuan pertama, tanggal 30 – 31 Oktober 2007 di Jakarta, dan
menghasilkan Term of Reference (TOR) for the Joint Indonesia-India Feasibility
Study on a Possible Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA)
sebagai modalitas untuk JSG temasuk JSG Report.
Pertemuan kedua, tanggal 9-10 Mei 2008 di New Delhi, dengan agenda
yang dibahas adalah: 1) Draft Trade In Goods), 2) Draft Trade in Services, 3)
Investment 4) Other Area Cooperation, dan 5) isu-isu lainnya.
Pertemuan ketiga telah dilaksanakan di Batam-Indonesia pada tangal 2425 Juli 2008, masih membahas 1) Draft Trade In Goods, 2) Draft Trade in
Services, 3) Investment, 4) Other Area Cooperation, dan 5) isu-isu lainnya, serta
disepakatinya 12 poin penting kerjasama.
Indonesia - Pakistan

Kedua belah pihak sepakat untuk meningkatkan hubungan perdagangan
melalui kunjungan timbal balik misi perdagangan, penyelenggaraan dan
keikutsertaan dalam pameran dan forum investasi.

Telah disetujui untuk membentuk 3 (tiga) Working Group untuk SKB yang
akan datang, yang terdiri dari: 1) Bidang Perdagangan & Ekonomi; 2) Bidang
Pertanian & Peternakan; 3) Bidang Politik & Keamanan.

Pakistan berkeinginan untuk mengeskpor daging dan beras.
LAK Departemen Perdagangan 2008
76

Pakistan meminta untuk dapat mengekspor peralatan kesehatan ke Pasar
Indonesia.

D bidang perdagangan jasa/services, Pakistan menawarkan beberapa hal
sebagai berikut: 1) Penyediaan tenaga dokter untuk rumah sakit di Indonesia;
2) Penawaran keahlian di bidang penggunaan bahan bakar gas (Compressed
Natural Gas/CNG); dan 3) Penjajakan kerjasama untuk tenaga kerja terampil
atau semi terampil, seperti anak buah kapal dan tenaga kerja pariwisata.
Pakistan menawarkan pelatihan bagi ABK di Marine Academy di Karachi.
Indonesia - Iran

Sidang ke-10 Komisi Bersama telah membahas upaya-upaya peningkatan
hubungan ekonomi dan perdagangan kedua negara. Berbagai bidang
kerjasama telah dibahas antara lain kerjasama bidang perdagangan, energi,
lingkungan, standard, kesehatan, perbankan, investasi, budaya dan
pariwisata, kerjasama Kadin, kerjasama industri kecil (SMIs), promosi
perdagangan, transportasi, pos, informasi teknologi, kelistrikan, pertanian,
pendidikan, kepemudaan, perikanan dan kelautan. Pembahasan kerjasama
tersebut sebagai tindak lanjut dari MoU/Agreement kerjasama yang telah
ditandatangani pada saat kunjungan Presiden Iran ke Indonesia pada bulan
Mei 2006 dan kunjungan Presiden RI ke Teheran pada tanggal 10–12 Maret
2008.

Pertemuan
Komisi
Bersama
mencatat
sejumlah
kemajuan
dengan
dihasilkannya kesepakatan dan ditandatangani 4 dokumen kerjasama yaitu :
i). MoU Kerjasama bidang Lingkungan, ii). MoU Promosi Perdagangan, iii).
MoU Pembentukan Indonesia–Iran Joint Business Council (JBC), dan iv).
MoU Kerjasama bidang kesehatan, disamping itu telah pula disepakati draft
Joint Investment Committee (JIC), yang selanjutnya akan dilakukan
penandatanganan dalam waktu dekat.

Di bidang perdagangan, sebagai tindak lanjut dari Comprehensive Trade
and Economic Partnertship (CTEP) yang ditandatangani pada bulan Juni
2005, kedua pihak telah membahas dan membentuk Trade Negotiating
Committee (TNC) sebagai institutional arrangements for negotiations.
Disamping itu telah dibahas draft Preferential Trade Agreement (PTA) dan
Indonesia telah mengusulkan Modalitas penurunan tarif sebagai berikut:
untuk tingkat tarif dibawah 15% (Margin of Preferential / MOP = 25%), untuk
tingkat tarif 15-25 persen (MOP = 50 persen) dan diatas 25 persen (MOP =
75%), dan kedua pihak telah saling mempertukarkan daftar produk yang
LAK Departemen Perdagangan 2008
77
akan dimintakan penurunan tarifnya (request list), yang selanjutnya akan
dibahas pada pertemuan yang akan datang (yang direncanakan bulan
Agustus 2008).
Total Perdagangan Indonesia–Iran saat ini baru mencapai US$ 553,1 juta
dengan nilai ekspor sebesar US$ 472,9 juta dan impor US$ 80,2 juta.
Diharapkan melalui PTA dengan modalitas penurunan tarif yang disepakati,
maka ekspor ke Iran akan mencapai sekitar US$ 900 juta di tahun
mendatang.
Menteri Perdagangan RI menghadiri pertemuan Trade Negotiating Committee (TNC)
pada perundingan Doha Development Agenda (DDA) - WTO

Di bidang perbankan, untuk memfasilitasi dan menunjang kelancaran
perdagangan kedua negara.

Di bidang energy, kedua pihak sepakat untuk mempercepat kerjasama ini
terutama dalam proyek penyulingan minyak Teluk Banten, sebagai tindak
lanjut dari MoU Shareholder Agreement (SHA), NIORDC dan Pertamina.
Kedua pihak menyatakan segera akan mewujudkan proyek ini dalam waktu
dekat.
Di sektor Hulu, kedua pihak telah menyetujui untuk berkonsentrasi pada
operasi
Blok Laleh, dimana Perusahan Minyak Nasional Indonesia
(Pertamina) sedang mengembangkan kerjasama dengan Iranian Offshore
Engineering Company (IOEC).

Dalam bidang kelistrikan, kedua pihak menyatakan keinginan untuk
mengembangkan kerjasama di bidang tenaga listrik, seperti pembangkit
listrik tenaga angin (Hydro Power Plant).
LAK Departemen Perdagangan 2008
78

Di bidang tranportasi, mengacu pada Perjanjian Transpotasi Udara antara
Indonesia – Iran yang ditandatangani pada tanggal 30 April 2004, Kedua
pihak menyampaikan harapan untuk memiliki penerbangan langsung
Indonesia – Iran.

Garuda dan Iran Aseman Airlines menyatakan kesediaannya untuk
meningkatkan volume kerjasama berdasarkan pada perjanjian bersama
yang ditandatangani pada saat pertemuan komisi bersama.

Di bidang informasi, komunikasi dan teknologi (ICT), kedua pihak menyatakan
kesediaaan untuk mengembangkan hubungan kerjasama bilateral di bidang
ICT. Sementara dalam bidang riset dan teknologi, kedua pihak sepakat untuk
menindaklanjuti dengan membuat rencana aksi dari MoU di bidang Riset dan
Teknologi yang ditandatangani pada tanggal 10 Mei 2006

Untuk bidang pos, kedua pihak sepakat menyelesaikan MOU di bidang
Perangko Pos sebelum akhir tahun 2008 dan membahas bidang Perangko
Pos pada tahun 2009.

Di bidang Standard, kedua pihak telah membuat plan of action dari MoU
yang telah ditandatangani yaitu : implementasi standard termasuk confirmity
assesment activities dan diseminasi standar dan kerjasama lainnya.

Dalam rangkaian Sidang ke-10 Komisi Bersama telah pula dilakukan
pertemuan bisnis.
Indonesia – Arab Saudi
Kerjasama kedua negara khususnya di bidang perdagangan adalah
sebagai berikut: kedua pihak sepakat untuk meningkatkan volume perdagangan
dalam beberapa tahun ke depan menjadi US$ 10 milyar dengan melakukan: (i)
diversifikasi produk; (ii) mendorong peranan swasta dan (iii) peningkatan saling
kunjung antara kedua pihak, serta (iv) mengaktivasi Joint Business Council RI –
Arab Saudi yang telah dibentuk tahun 2000; (v) penghapusan hambatanhambatan non-tarrif, (vi) penyederhanaan prosedur pemberian visa (vii)
mendorong badan standarisasi dari kedua negara untuk menjalin kerjasama
dalam bentuk Mutual Recognition Agreement dan Pelatihan.
Sementara itu, hasil kesepakatan di lain bidang adalah terkait dengan
Industri, Investasi, Pertanian, Keuangan Kelautan dan Perikanan, Pengolahan
Makanan dan Obat-Obatan, Pesawat Terbang, Lingkungan, Kesehatan,
Kerjasama
Keamanan,
Bidang
Sosial,
Islam
dan
Wakaf,
Pariwisata,
Kepemudaan, Kerjasama Pendidikan, dan Kerjasama Ketenagakerjaan .
LAK Departemen Perdagangan 2008
79
Kualitas Lembaga Promosi
Dalam era perdagangan bebas saat ini informasi pasar yang menjadi tujuan
ekspor sangat diperlukan agar mudah dalam melakukan penetrasi ke pasar
dimaksud, oleh karena itu Departemen Perdagangan berupaya membantu para
pelaku ekspor Indonesia untuk melakukan penerobosan pasar dengan membuka
kantor ITPC di beberapa negara entry point yang dapat membantu para pengusaha
untuk menerobos pasar negara tujuan. Untuk memperluas penerobosan pasar ke
negarala lain, selain 9 (sembilan) kantor ITPC yang telah didirikan, di tahun 2008
Departemen perdagangan juga telah mendirikan 11 (sebelas) kantor ITPC yang
baru yaitu di Barcelona-Spanyol, Pusan-Korea Selatan, Chicago-Amerika Serikat,
Chennai-India, Jeddah-Arab Saudi, Lagos-Nigeria, Lyon-Perancis, Mexico CityMeksiko, Shanghai-China, Santiago-Chile, dan Vancouver-Kanada.
Sembilan kantor ITPC yang telah beroperasi sepanjang tahun 2008 telah
berhasil
mendorong
kunjungan
pembeli
ke
Indonesia,
menyelenggarakan
pameran/promosi produk Indonesia di Show Room ITPC dengan mengundang
pengusaha setempat, menghubungkan pembeli dengan pengusaha Indonesia (trade
inquiries) dan mendiseminasikan informasi peluang-peluang pasar luar negeri baik
melalui surat, e-mail maupun secara langsung di daerah-daerah sehingga mampu
menghasilkan 7.444 inquiries dengan total nilai kontak dagang sebesar US$
35.908.030, Rp 1.136.500.000 dan 31.500.000 yen.
LAK Departemen Perdagangan 2008
80

Meningkatnya
kemampuan
early
warning
system,
pengamanan perdagangan luar negeri (trade defense
dan trade diplomacy)
Fokus pencapaian sasaran juga terkait dengan kemampuan Departemen
Perdagangan dalam meningkatkan kemampuan early warning system (sistim
peringatan dini) dan pengamanan perdagangan. Hal tersebut terkait dengan upaya
Departemen
dalam
menyesuaikan
cepatnya
perkembangan
perubahan
perdagangan global. Untuk mencapai sasaran tersebut, indikator kinerjanya adalah
sebagai berikut:
No.
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
%
9
14
155
Kemampuan EWS
1
Jumlah kelompok produk
impor yang mendapatkan
pengawasan khusus/
peringatan dini
Pengamanan perdagangan
2
3
Jumlah kasus Dumping,
Subsidi dan Safeguard di
pasar tujuan ekspor yang telah
dilaksanakan
Jumlah kasus anti dumping
dan safeguards yang
terselesaikan atau kasus yang
dikenakan bea masuk anti
dumping atau dihentikan
sesuai ketentuan
18 kasus
6
Telah dihentikan:
5 kasus
Telah dihentikan:
28%
Dalam Proses/
Sedang
ditangani: 13
kasus
Dalam proses/
sedang ditangani:
72%
4
66,67
Pada tahun 2008, dengan terselesaikannya kasus-kasus produk ekspor
Indonesia terhadap tuduhan dumping, subsidi dan safeguard maka semakin
menguatnya pangsa pasar ekspor Indonesia baik di pasar domestik maupun di
pasar internasional. Pemberian Advokasi dan Bantuan Teknis Penyelesaian Kasus
untuk meningkatkan perolehan devisa ekspor sehingga meningkat pula kesadaran
dunia usaha agar selalu kooperatif dalam menangani suatu kasus, juga adanya
Bantuan Hukum Perdagangan Internasional dan Advisory Center for WTO Law
(ACWL-WTO) sebagai layanan bantuan jasa hukum yang profesional kepada
kalangan dunia usaha untuk penyelesaian kasus di forum Dispute Settlement Body
LAK Departemen Perdagangan 2008
81
(DSB-WTO) dan adanya Bantuan Hukum Kerjasama Perdagangan Internasional
sebagai bantuan jasa konsultan sehingga terlindunginya kepentingan Indonesia
dalam penyelesaian kasus dan monitoring kemungkinan tuduhan dumping, subsidi
dan safeguard (early warning system) sehingga dapat terindikasi secara dini
kemungkinan adanya tuduhan suatu kasus terhadap produk Indonesia dan juga
evaluasi program penanganan kasus tuduhan dumping, subsidi dan safeguard untuk
melihat
kekuatan
dan
kelemahan
dalam
menangani
kasus
sehingga
penanganannya dapat lebih lancar.
Kemampuan EWS
Berdasarkan isu yang mengemuka di tahun 2008 baik melalui media cetak
maupun elektronik dapat dikelompokan adanya indikasi distorsi pasar di dalam
negeri terhadap 9 (sembilan) kelompok produk untuk dianalisis melalui penelitian
Early Warning System (EWS).
Dari sembilan kelompok produk yang diperkirakan terjaring dalam Early
Warning System (EWS), ternyata berdasarkan pengolahan dan analisis data impor
tahun 2005 s.d 2006 diperoleh 14 (empat belas) produk yang trend volume
impornya cukup signifikan, yaitu: wheat flour, cane sugar, oth salt cont, gypsum
anhydrite, potassium chloride, unbleached kraft paper or paperboard, cotton, artifcl
staple fibres of viscose rayon, briefs & panties of man-made fibres, women/girls’
trousers, bib&brace overall, brassieres of oth textile materials, oth footwear, bead
wire, dan wire nails. Sehingga perkembangan impor untuk periode-periode
berikutnya perlu dipantau terus-menerus agar tidak mengancam industri dalam
negeri. Dari keempatbelas produk tersebut beberapa produk impor telah
menimbulkan kerugian serius industri dalam negeri antara lain produk kawat dan
paku yang kasusnya sedang ditangani.
Hasil penelitian EWS dapat dipakai sebagai acuan untuk penentuan lokasi
penyelenggaraan Sosialisasi Tindakan Pengamanan (Safeguards) pada tahun 2009
yang disesuaikan dengan lokasi industri komoditi dimaksud.
Disamping itu, hal lain yang telah dilakukan adalah terkait dengan pemberian
asistensi dan bantuan teknis diberikan kepada para pengusaha/industri yang
berpotensi mengalami kerugian atau ancaman akibat lonjakan impor. Ditargetkan
empat asosiasi yang menaungi perusahaan telah mengajukan permohonan
perlindungan dari kerugian akibat lonjakan impor untuk diberikan asistensi dan
bantuan teknis. Telah dilakukan terhadap 10 (sepuluh) perusahaan dari 4 (empat)
kelompok
produk
yang
LAK Departemen Perdagangan 2008
mengajukan
pernohonan
perlindungan,
namun
82
perkembangan yang menggembirakan di tahun 2008 semakin banyaknya industri
dalam negeri yang telah memanfaatkan instrument safeguard. Pemanfatan tersebut
diantaranya 6 (enam) asosiasi yang mendapat asistensi, yaitu: ASAKI (keramik),
API (TPT), IPPAKI (Paku), ApSyFI (serat sintetis), GAPIPA (pipa baja) dan
APERLINDO (lampu hemat energi) yang terdiri dari 12 (dua belas) perusahaan di
bawah keenam enam asosiasi tersebut. Pencapaian realisasi yang mendapat
asistensi untuk asosiasi mencapai 150 persen dari target yang ditetapkan,
sementara bantuan teknis untuk perusahaan mencapai 170 persen.
Dari 6 (enam) asosiasi di tahun 2008 yang diberikan asistensi dan bantuan
teknis hanya 5 (lima) asosiasi yang memanfaatkan mekanisme dan prosedur
penggunaan instrument safeguard dikarenakan hanya dari ke 5 (lima) asosiasi
tersebut yang kelompok produknya mengalami kerugian atau ancaman dengan
serius.
Pencapaian sasaran di tahun 2008 mencapai 125 persen dari target yang
ditetapkan sedangkan perusahaan yang memanfaatkan mekanisme instrument
safeguard sebanyak 12 perusahaan atau 120 persen dari target yang ditetapkan.
Pengamanan Perdagangan
Sepanjang tahun 2008 telah dilakukan pembelaan atas tuduhan dumping
dan tindakan safeguard oleh negara mitra dagang terhadap beberapa produk ekspor
Indonesia. Terdapat 5 (lima) kasus yang telah dihentikan proses tuduhannya
maupun telah berakhir masa pengenaan bea masuk anti dumpingnya yaitu:
a. Berakhirnya kasus tuduhan dumping oleh Mesir terhadap produk Passenger Car
Tires dan Light Truck Tires asal Indonesia tanpa dikenakan Bea Masuk Anti
Dumping,
b. Berakhirnya pengenaan BMAD oleh India terhadap produk Citric Acid,
c. Pembatalan inisiasi sunset review atas pengenaan Bea Masuk Anti Dumping
oleh Afrika Selatan terhadap produk Uncoated Woodfree White A4 Paper,
d. Berakhirnya pengenaan BMAD oleh Mexico terhadap produk Ceramic
Tableware,
e. Berakhirnya penyelidikan anti-dumping atas produk Uncoated Kraft Paper &
Paperboard in Rolls or Sheet (50-150 gr/m2).
Kasus
tuduhan
dumping/subsidi/safeguard
yang
masih
dalam
proses
penanganan:
Selain kasus-kasus yang telah berhasil diselesaikan, terdapat 11 (sebelas)
kasus tuduhan baru dumping (original case) dan 2 (dua) kasus tuduhan baru
LAK Departemen Perdagangan 2008
83
safeguards (original case) oleh negara mitra dagang atas beberapa produk ekspor
Indonesia meliputi:
a. Tuduhan Dumping oleh Turki terhadap produk Yarn of Man Made Staple Fibers
(Benang Serat Sintetik dan Buatan),
b. Tuduhan Dumping oleh Turki terhadap produk Inner Tubes and Tires of
Motorcycles (Ban Dalam dan Luar untuk Sepeda Motor),
c. Tuduhan Dumping oleh Turki terhadap produk Inner Tubes and Tires of Bicycles
(Ban Dalam dan Luar untuk Sepeda),
d. Tuduhan Dumping oleh Turki terhadap produk Panci dari Kaca, Tutup
Penggorengan dan Teko,
e. Tuduhan Dumping oleh Brazil terhadap produk Viscose Staple Fiber,
f.
Tuduhan Dumping oleh Brazil terhadap produk Viscose Yarn,
g. Tuduhan Dumping oleh Argentina terhadap produk Acrylic Fiber,
h. Tuduhan Dumping oleh Argentina terhadap produk Polyester Fibers,
i.
Tuduhan Dumping oleh Australia terhadap produk Certain Toilet Paper,
j.
Tuduhan Dumping oleh India terhadap produk Cathode Ray Colour Television
Picture Tubes,
k. Tuduhan Dumping oleh India terhadap produk Hot Rolled Steel,
l.
Tuduhan Safeguards oleh India terhadap produk Phthalic Anhydride,
m. Tuduhan Safeguards oleh Afrika Selatan terhadap produk L-lysine HCl Feed
Grade 98,5%.
Disamping kasus-kasus baru tersebut, pada tahun 2008 terdapat sebanyak 7
(tujuh) kasus tuduhan dumping yang dilakukan peninjauan kembali (sunset review)
oleh Otoritas Anti Dumping negara penuduh yaitu:
a. Sunset Review untuk Tuduhan Dumping India terhadap produk Caustic Soda,
b. Sunset Review untuk Tuduhan Dumping Argentina terhadap produk Ban Sepeda
(Roda Metalik),
c. Sunset Review untuk Tuduhan Dumping China PR terhadap produk Ester Acrylic
Acid,
d. Sunset Review untuk Tuduhan Dumping Afrika Selatan terhadap produk
Gypsum Plasterboard,
e. Sunset Review untuk Tuduhan Dumping Thailand terhadap produk Flat Hot
Rolled Steel in Coils and not in Coils (HRC),
f.
Sunset Review untuk Tuduhan Dumping Pakistan terhadap produk Sorbitol (DGlucitol) 70% solution, dan
LAK Departemen Perdagangan 2008
84
g. Sunset Review untuk Tuduhan Dumping Malaysia terhadap produk Newsprint
Paper.
Kemudian, terdapat beberapa kasus yang penyelidikannya dimulai (inisiasi) pada
tahun 2007 yang karena mekanismenya masih ditangani pada tahun 2008, yaitu:
a. Tuduhan Dumping oleh India terhadap produk Maleic Anhydride (MAN),
b. Tuduhan Dumping oleh India terhadap produk Hydrogen Peroxide,
c. Tuduhan Dumping oleh India terhadap produk Float Glass,
d. Tuduhan Dumping oleh Turki terhadap produk Engsel dari Logam & Komponen
produk Furnitur,
e. Tuduhan Dumping oleh Turki terhadap produk Polyester Textured Yarn,
f.
Tuduhan Dumping oleh Korea terhadap produk Uncoated Kraft Paper and
Paperboard in Rolls or Sheet,
g. Tuduhan Dumping oleh Australia terhadap produk Linear Low Density
Polyethylene.
Terkait dengan safeguards, dari 6 (enam) kasus yang masuk, baru 3 (tiga)
kasus yang proses penyelidikannya di tahun 2008. Mengingat panjangnya prosedur
dalam penyelidikan, pencapaian realisasi untuk ketiga kasus tersebut belum dapat
mencapai target mengingat berbagai kendala yang dihadapi di antaranya; pertama
kelengkapan data dan informasi dari pihak petisioner belum terpenuhi sesuai aturan
dan ketentuan yang berlaku, kedua instrumen safeguards belum dipahami oleh
dunia usaha, dan ketiga safeguards di Indonesia masih tergolong hal baru.
Dalam proses penyelidikan (safeguards) ada beberapa tahapan yang harus
dilalui yaitu: (1) menerima permohonan tindakan pengamanan perdagangan
(safeguard dari petitioner); (2) mengirim kuesioner kepada pemohon; (3) menganalisa
bukti-bukti awal (prima facie evidence) permohonan tindakan pengamanan
perdagangan (safeguard); (4) melakukan pengumpulan data, pengolahan data dan
analisa data; (5) melakukan notifikasi kasus; (6) melakukan verifikasi data di dalam
dan di luar negeri; (7) melakukan pembahasan kasus; (8) melakukan dengar
pendapat; (9) membuat laporan akhir (disclousure) kasus; dan (10) membuat
rekomendasi kepada menteri perdagangan atas hasil laporan akhir penyelidikan.
Hasil dari proses penyelidikan yang dilakukan hanya sampai pada tahap
penyampaian rekomendasi kepada Menteri Perdagangan dan diteruskan kepada
Menteri Keuangan untuk diterbitkan pengenaan Bea Masuk Safeguard.
Dengan demikian, hanya 2 (dua) kasus yang telah selesai proses
penyelidikannya, yaitu ceramic tableware (telah diterbitkan pengenaan bea masuk
safeguard) dan dextrose monohydrate (masih diproses di Menteri Keuangan)
LAK Departemen Perdagangan 2008
85
sehingga realisasi terhadap pencapaian sasaran ini belum dapat tercapai atau
hanya mencapai 66 persen.
Instansi/perusahaan
yang
diberikan
Advokasi
dan
Bantuan
Teknis
penyelesaian Kasus
Sepanjang tahun 2008, telah diberikan advokasi dan bantuan teknis
penyelesaian kasus kepada 56 instansi/perusahaan terkait dengan tuduhan
dumping/subsidi/ safeguard terhadap produk yang mereka ekspor ke negara mitra
dagang, diantaranya: PT. Polysindo Eka Perkasa, PT. Krakatau Steel, dan PT.
Industri Karet Deli.
Kasus yang selesai dikonsultasikan ke ACWL WTO
Sepanjang tahun 2008, telah dilakukan upaya penyelesaian kasus melalui
kegiatan konsultasi dengan ACWL (Advisory Centre for WTO Law) yang
berkedudukan di Jenewa. Terdapat 5 (lima) kasus yang telah dikonsultasikan, yaitu:
a. Kasus Tuduhan Dumping oleh Korea Selatan terhadap produk Certain Paper,
b. Kasus Tuduhan Dumping oleh Australia terhadap produk Certain Toilet Paper,
c. Kasus Tuduhan Dumping oleh Turki terhadap produk Yarn of Man Made Staple
Fibers,
d. Konsultasi Tuduhan Dumping terhadap Inner Tube and Tyre for Bicycle oleh Turki,
e. Konsultasi Tuduhan Dumping terhadap Inner Tube and Tyre for Motorcycle oleh
Turki.
Kasus antidumping yang terkena BMAD
Terkait dengan kasus antidumping yang dikenakan bea masuk anti dumping
(BMAD), terdapat 1 (satu) kasus yaitu Sodium Tripolyphosphate yang telah selesai
penyelidikannya pada tanggal 16 September 2008. Terhitung sejak diinisiasi pada
tanggal 29 Juni 2007, jangka waktu pelaksanaan penyelidikan berlangsung selama
15 bulan. Dengan demikian pelaksanaan penyelidikan anti dumping tepat waktu
hanya 1 (satu) kasus atau sebesar 20% dari target. Rekomendasi hasil penyelidikan
dihentikan karena tidak ada causal link antara injury dan dumping, atau tidak ada
usulan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping.
Sedangkan, BMAD atas impor Hot Rolled Plate dari China, India, Taiwan,
Thailand dan Rusia telah dikenakan yang berlaku sejak tanggal 28 Pebruari 2008.
Dengan demikian jumlah kasus yang terselesaikan dan dikenakan Bea Masuk Anti
Dumping yaitu 2 (dua) kasus atau sebesar 67 persen dari target.
LAK Departemen Perdagangan 2008
86

Terwujudnya sistem distribusi nasional yang efektif dan
efisien melalui pembangunan sarana dan prasarana
perdagangan
Selanjutnya, dalam upaya memastikan terciptanya sebuah sistem distribusi
nasional, Departemen Perdagangan sesuai dengan amanat yang tertuang dalam
Renstra memiliki beberapa fokus yaitu: efektifitas dan efisiensi sistim distribusi, dan
pembangunan sarana dan prasarana perdagangan. Untuk mencapai sasaran
tersebut, indikator kinerjanya adalah sebagai berikut:
No.
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
%
Efektifitas dan efisiensi sistim distribusi
1
Terjaminnya distribusi dan terkendalinya
harga wajar: komoditi beras
12 bulan
12 bulan
100
2
Terjaminnya distribusi dan terkendalinya
harga wajar: komoditi gula
12 bulan
12 bulan
100
3
Terjaminnya distribusi dan terkendalinya
harga wajar: komoditi minyak goreng
52 minggu
43 minggu
82,6
4
Terjaminnya distribusi dan terkendalinya
harga wajar: komoditi pupuk bersubsidi
60 rayon
bulan
52 rayon
bulan
87,1
102 Unit
97,14
Pembangunan sarana dan prasarana perdagangan
5
Jumlah pembangunan pasar dan sarana
penunjang perdagangan
105 Unit
Efektifitas dan Efisiensi Sistim Distribusi
Kegiatan
distribusi
memiliki
peranan
yang
sangat
penting
dalam
menggerakkan aktivitas perdagangan. Peran distribusi tidak sekedar memperlancar
arus barang dari produsen ke konsumen, tetapi juga dapat menghindari surplus atau
kekurangan barang di suatu daerah serta menjaga stabilitas harga.
Dalam upaya mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien,
khususnya yang terkait dengan bahan kebutuhan pokok, telah dilaksanakan
beberapa kegiatan, antara lain :
a. Monitoring harga dan distribusi bahan kebutuhan pokok, dilaksanakan melalui
kerjasama dan koordinasi dengan Dinas Perindag Propinsi di seluruh Indonesia.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data/informasi harga, sehingga
dapat diketahui trend perkembangan harga pada satu periode dibanding periode
lain, serta antisipasi bila terjadi fluktuasi dalam rangka stabilisasi harga.
LAK Departemen Perdagangan 2008
87
Kegiatan monitoring dilaksanakan setiap hari kerja di seluruh Ibukota Propinsi di
Indonesia. Bahan kebutuhan pokok yang dilakukan pemantauan antara lain komoditi
beras, gula, minyak goreng, mentega, terigu, kedelai, daging ayam, telur ayam,
daging sapi, cabe merah dan bawang merah, dan susu kental manis. Berdasarkan
hasil monitoring tersebut, perkembangan harga bahan pokok, terutama beras dan
gula pasir selama tahun 2008 stabil dengan dikeluarkannya Paket Kebijakan 1
Pebruari 2008 yang terkait dengan Stabilisasi Harga Pangan Pokok.
b. Publikasi harga melalui media elektronik dan cetak. Kegiatan publikasi harga
bahan kebutuhan pokok masyarkat dilakukan melalui media elektronik dan
media cetak. Publikasi harga melalui media elektronik, dilaksanakan melalui RRI
dan Radio Swasta “Fast FM”. Siaran informasi harga melalui RRI dilaksanakan
setiap hari kerja pukul 20.20 dan Radio Swasta Past FM disiarkan setiap hari
kerja jam 10.27 dan 10.19 selama 1 tahun. Sedangkan publikasi pada media
cetak dilakukan melalui harian “Neraca” dan “Pelita” setiap hari kerja selama 1
tahun. Informasi harga bahan kebutuhan pokok dimaksud, selain dipublikasikan
melalui media elektronik dan media cetak juga disampaikan secara langsung
kepada Presiden, Wakil Presiden dan para menteri terkait dan dipublikasikan
secara
online
kepada
masyarakat
luas
melalui
situs:
http://ditjenpdn.depdag.go.id.
c. Pengamanan pengadaan distribusi hasil pertanian dilaksanakan melalui kegiatan
tinjauan lapangan dan koordinasi dengan instansi terkait di pusat dan daerah.
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan distribusi dan sekaligus
melakukan langkah koordinasi dan antisipasi untuk mengatasi hambatan distribusi,
yang berdampak pada kurangnya suplai dan fluktuasi harga.
d. Pembinaan pengecer pupuk bersubsidi dilaksanakan di 5 (lima) daerah, yaitu
Banda Aceh, Palembang, Banjarmasin, Pontianak dan Gorontalo. Para
pengecer pupuk yang mengikuti pembinaan dari masing-masing daerah
sebanyak 50 orang, sehingga seluruh pedagang pengecer yang mendapat
pembinaan sebanyak 250 orang. Kegiatan pembinaan ini dimaksudkan untuk
memberikan pemahaman kepada para pengecer pupuk mengenai kebijakan
distribusi/penyaluran pupuk bersubsidi kepada para petani. Dengan demikian,
diharapkan para pedagang pengecer dapat mendistribusikan pupuk kepada para
petani dengan prinsip “6 tepat” (tepat jenis, mutu, harga, jumlah, tempat dan
waktu) dan para petani dapat menggunakan pupuk pada saat dibutuhkan.
e. Pemantauan dan pengamanan distribusi pupuk bersubsidi dilaksanakan di 6 daerah
yang terbagi dalam 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan identifikasi dan penangan
LAK Departemen Perdagangan 2008
88
kasus. Untuk kegiatan identifikasi permasalahan pupuk bersubsidi dilaksanakan di
Palembang, Banjarmasin dan Samarinda. Sedangkan untuk kegiatan penanganan
kasus pupuk bersubsidi dilaksanakan di Medan, Padang dan Pontianak.
Pelaksanaan kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi
dalam pendistribusian pupuk bersubsidi dari distributor sampai ke para petani dan
mengatasi gangguan distribusi yang terjadi di lapangan.
Sebagai ilustrasi, dapat dilihat dari perkembangan harga beras dan minyak goreng
di dalam negeri sebagai berikut:

Harga rata-rata nasional beras kualitas medium pada Januari 2008 sekitar
Rp. 5.442,-/kg, sedangkan pada Desember 2008 sebesar Rp. 5.412,-/kg
(turun 0,55 persen).

Harga gula pasir di dalam negeri pada Januari 2008 sebesar Rp. 6.567,sedangkan pada Desember 2008 Rp. 6.648,-/kg (naik 1,23 persen).
Menteri Perdagangan RI didampingi Gubernur Propinsi Jawa Barat melakukan
kunjungan Pasar di wilayah Kota Bandung pada September 2008
Kegiatan pengamanan distribusi untuk hasil pertanian utamanya mengacu
pada bahan kebutuhan pokok masyarakat seperti beras dan gula pasir, karena
komoditi ini merupakan penyumbang inflasi yang cukup besar bila terjadi gangguan
suplai dan distribusi. Hasil koordinasi dan langkah-langkah pengamanan pengadaan
distribusi bahan kebutuhan pokok dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Beras
Pada awal tahun 2008, harga pangan dunia mengalami kenaikan sangat
tajam. Kenaikan harga selain karena dampak permintaan biofuel, juga
disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia yang tajam.
LAK Departemen Perdagangan 2008
89
Untuk mengantisipasi kondisi perekonomian global tersebut, Pemerintah
menerbitkan Paket Kebijakan Stabilisasi Pangan 1 Februari 2008, yang berisi
langkah-langkah kegiatan antara lain: 1) Penambahan penyaluran Raskin 2008
oleh Perum Bulog menjadi 15 kg (sebelumnya 10 kg) untuk 9 bulan dengan
harga tetap Rp.1.600/kg kepada 19,1 juta RTM 2) Penurunan kembali bea
masuk menjadi Rp.450/kg; dan 3) Peningkatan produksi beras melalui
percepatan bantuan benih bermutu oleh Departemen Pertanian.
Hasil pencapaian paket kebijakan tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Swasembada beras melalui program Deptan berhasil meningkatkan produksi
beras dari sebesar 30.696.253 ton (ATAP BPS tahun 2007) menjadi
32.338.823 ton (ARAM III BPS tahun 2008) atau naik 1.642.570 ton (5,35
persen).
2) Penyesuaian Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah/Beras di tingkat
Petani melalui Inpres 1 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan dari
sebelumnya Rp.3.550/kg menjadi Rp.4.300/kg.
3) Penyaluran raskin oleh Perum Bulog ditingkatkan dari 10 kg/RTM untuk
16,74 juta RTM untuk 9 bulan pada periode tahun 2007 menjadi 15 kg/RTM
untuk 19,1 juta RTM untuk 11 bulan pada periode tahun 2008 dengan total
penyaluran sebelumnya sebesar 1.731.804 ton menjadi sebesar 3.342.475
ton, atau naik sebesar 1.610.671 (93.01 persen).
4) Berdasarkan hasil pantauan Dinas Perindag Provinsi di seluruh Indonesia,
harga beras berkisar Rp.5.009/kg pada bulan Januari 2007 dan Rp.5.129/kg
pada bulan Desember 2007 menjadi Rp.5.442/kg pada bulan Januari 2008
dan Rp.5.412/kg pada bulan Desember 2008.
b. Gula Pasir
Kondisi pergulaan nasional selama tahun 2008 cukup stabil, khususnya
pergulaan berbasis tebu. Kebutuhan gula kristal putih untuk tahun 2008 dapat
dipenuhi dari produksi tebu dalam negeri (tidak perlu impor).
Disamping itu, perkembangan harga gula di tingkat pengecer selama
tahun 2008 secara nasional cukup stabil, berkisar antara Rp 6.412 s.d Rp
6.463,-/kg.
c. Minyak Goreng
Produksi crude palm oil (CPO) tahun 2008 diperkirakan sekitar 19 juta
ton, dari hasil produksi tersebut sekitar 4,8 juta ton untuk kebutuhan minyak
goreng dalam negeri dan sisanya untuk ekspor.
LAK Departemen Perdagangan 2008
90
Sebagaimana diketahui, pada akhir tahun 2007 sampai pertengahan
tahun 2008 harga CPO di tingkat International mengalami kenaikan yang cukup
tajam, sehingga mempengaruhi harga minyak goreng di dalam negeri. Tahun
2008 Departemen Perdagangan menargetkan bahwa dalam 52 minggu harga
terkendali dalam tingkat wajar dengan pasokan yang cukup, namun realisasi dari
program ini hanya 43 minggu atau 82,69 persen. Menurut Peraturan Pemerintah
No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan kondisi yang dapat dinyatakan
tidak kestabilan harga apabila harga naik secara tiba-tiba 25 persen dari harga
sebelumnya atau kenaikan harga melebihi tingkat inflasi yang berlaku. Dalam
rangka menstabilkan harga minyak goreng dalam negeri pemerintah telah
melakukan langkah kebijakan antara lain:
1) Penyesuaian pungutan ekspor minyak sawit dan produk turunannya;
2) Kebijakan PPn ditanggung Pemerintah (PPn-DTP) untuk penjualan minyak
goreng curah dan kemasan di dalam negeri. Untuk program tersebut
pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 3 triliun;
Menteri Perdagangan RI melakukan operasi pasar dan penyaluran subsidi minyak
goreng di berbagai daerah
3) Menyalurkan subsidi minyak goreng Rp 2.500,-/liter. Dalam tahun 2008
dialokasikan subsidi minyak goreng sebesar Rp 475 milyar melalui tahap
pertama sebesar Rp 82,7 milyar dan tahap kedua sebesar Rp 392,3 milyar,
namun dana sebesar Rp 235,3 milyar diblokir oleh Ditjen Anggaran,
sehingga yang dapat digunakan untuk tahap kedua tersebut adalah sebesar
Rp 157 milyar. Realisasi sampai pertengahan Desember 2008 tahap
pertama sebesar 98,71 persen dan tahap kedua sebesar 89,27 persen; dan
LAK Departemen Perdagangan 2008
91
4) Melaksanakan verifikasi pengangkutan antar pulau untuk kelapa sawit dan
produk turunannya. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah adanya ekspor
illegal yang merugikan negara.
d. Pupuk Bersubsidi
Penyebaran Pupuk Bersubsidi dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor : 03/M-DAG/PER/2/2006 Tentang Pengadaan dan Penyaluran
Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian terbagi dalam 5 (lima) rayon/wilayah
penyebaran dan Departemen Perdagangan menargetkan terjaminnya distribusi
dan terkendalinya harga wajar komoditi pupuk bersubsidi di 5 (lima) rayon dalam
12 (dua belas) bulan (60 rayon bulan) tersebut. Dalam tahun 2008 realisasi dari
program ini hanya 52 rayon bulan yang tidak terdapat kelangkaan dan harga
terkendali wajar atau 87,1 persen terrealisasi dari target. Adapun penyebab tidak
tercapainya target adalah sebagai berikut:
1) Masalah kelangkaan pupuk bersubsidi terutama disebabkan adanya
perbedaan antara rencana kebutuhan yang ditetapkan dalam Peraturan
Menteri
Pertanian
(Permentan)/SK
Gubernur/Bupati/Walikota
dengan
keinginan petani, sebagai akibat :
a) Kebiasaan petani menggunakan pupuk sebanyak (400-600 kg/Ha), hal
itu melampaui rekomendasi Permentan (200-250 kg/Ha);
b) Adanya tambahan kebutuhan karena gangguan alam dan tambahan
tanaman baru seperti perluasan tanaman jagung di kawasan hutan dan
perkebunan (inter-cropping); dan
c) Musim tanam lebih cepat.
2) Disparitas harga pupuk bersubsidi (Rp 1.200,-/kg) dengan pupuk non subsidi
(sekitar Rp 5.000,-/kg) atau dengan pupuk impor, sehingga mendorong
meningkatnya perdagangan/spekulasi dari sektor subsidi ke sektor non
subsidi.
3) Belum optimalnya fungsi pengawasan oleh Komisi Pengawasan Pupuk dan
Pestisida (KP3) di daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), terutama
pengawasan pupuk dari pengecer di lini IV ke petani.
4) Langkah-langkah yang ditempuh antara lain menambah alokasi pupuk urea
bersubsidi 200 ribu ton (Tahap I) dan ditambah lagi sebanyak 300 ribu ton
(Tahap II), sehingga jumlah alokasi pupuk urea bersubsidi tahun 2008
menjadi 4,8 juta ton dan melakukan Operasi Pasar (OP) langsung ke petani.
LAK Departemen Perdagangan 2008
92
Pembangunan Sarana dan Prasarana Perdagangan
Dalam upaya mewujudkan kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok,
hasil produksi pertanian maupun industri kecil dan peningkatan pendapatan
masyarakat di daerah perbatasan, pedalaman, tertinggal, dan daerah pasca
bencana/konflik, telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan dalam tahun 2008, antara
lain: pembangunan pasar desa/tradisional di daerah perbatasan, pedalaman,
tertinggal, dan daerah pasca bencana/konflik yang bertujuan untuk membuka dan
memperlancar kegiatan distribusi di daerah setempat, sehingga memudahkan
masyarakat melakukan perdagangan bahan pokok, hasil pertanian maupun industri
kecil setempat dan menjaga stabilitas harga.
a. Dalam tahun 2008, target pembangunan pasar desa/tradisional berjumlah 104
unit. Dari target itu, jumlah pasar yang dapat direalisasikan pembangunannya
sebanyak
101
unit,
sehingga
pembangunan
pasar
yang
tidak dapat
direalisasikan hanya 3 (tiga) unit, yaitu di Kota Samarinda, Kab. Kepulauan
Mentawai dan Kab. Bengkulu Selatan. Tidak terrealisasinya pembangunan
pasar tersebut umumnya disebabkan karena terjadi eskalasi harga bahan
bangunan sebagai dampak dari kenaikan harga BBM.
Menteri Perdagangan RI melakukan kunjungan ke pasar tradisional di Kota
Mataram dan Lombok Barat menjelang Lebaran 2008
b. Pembangunan instalasi Coldstorage dilaksanakan di Kabupaten Bone Provinsi
Sulawesi
Selatan,
sebanyak
1
(satu)
unit.
Pembangunan
sarana
ini
dimaksudkan untuk membantu para nelayan kecil setempat mendapatkan
pasokan es secara kontinyu, agar para petani dapat mempertahankan kualitas
hasil tangkapan ikan dan meningkatkan pendapatan para nelayan kecil di
Kabupaten Bone.
LAK Departemen Perdagangan 2008
93
Kegiatan penunjang untuk meningkatkan kapasitas SDM dalam mengelola sarana
dan prasana pasar dan penunjang perdagangan antara lain:
a. Pelatihan pengelola pasar di daerah perbatasan, pedalaman, tertinggal, dan
daerah pasca bencana/konflik dilaksanakan pada tanggal 20-22 Oktober 2008,
bertempat di Hotel Aston Atrium, Jl. Senin Raya No. 135 Jakarta. Pelatihan ini
diikuti oleh 24 orang peserta pengelola pasar di daerah perbatasan/daerah
pedalaman dan daerah tertinggal, terdiri dari 1 (satu) orang petugas dinas yang
membidangi perdagangan dan 1 (satu) orang pengelola pasar tradisional.
Kegiatan pelatihan ini dimaksudkan untuk memotivasi para pengelola pasar
untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya, sehingga diharapkan
dapat melakukan langkah koordinasi dengan instansi terkait untuk mempercepat
tumbuhnya kegiatan perekonomian di daerah setempat.
b. Pelatihan pengelolaan pasar dan pengelolaan gudang dilaksanakan di 4 (empat)
propinsi, yaitu Propinsi Kepulauan Riau, Bali, Sulawesi Utara dan Gorontalo.
Kegiatan pelatihan pasar dan gudang masing-masing diikuti oleh 30 orang
peserta dari kalangan pengelola pasar tradisional, pasar modern, pengelola
gudang dan pelaku usaha yang membidangi perpasaran dan pergudangan.
Pelatihan pengelolaan pasar dan pengelolaan gudang di Propinsi Sulawesi
Utara dilaksanakan tanggal 7 s.d 11 April 2008, Gorontalo tanggal 21 s.d 25
April 2008, Bali tanggal 26 s.d 30 Mei 2008 dan Kepulauan Riau tanggal 16 s.d
20 Juni 2008. Pelaksanaan kegiatan pelatihan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas SDM pengelola pasar dan gudang dalam mengelola
pasar dan pergudangan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan peran pasar
dan gudang dalam mewujudkan pengembangan pasar dalam negeri dan sistem
distribusi yang efisien dan efektif.
c. Pelatihan manajemen pengelolaan pasar dilaksanakan tanggal 10 s.d 13
Desember 2008 di Hotel Acacia, Jakarta. Peserta yang mengikuti pelatihan
seluruhnya berjumlah 60 orang aparat/pengelola dan pedagang pasar dari
berbagai daerah. Kegiatan pelatihan terbagi dalam 2 (dua) kelompok, masingmasing kelompok sebanyak 30 orang peserta. Tujuan dari pelatihan ini adalah
untuk meningkatkan profesionalisme para pengelola dan pedagang pasar dalam
pengelolaan pasar dan untuk mewujudkan kondisi pasar yang bersih, aman,
nyaman, dan sehat.
LAK Departemen Perdagangan 2008
94
Terwujudnya keamanan pasar dalam negeri yang
menyangkut keselamatan, kesehatan, keamanan dan

lingkungan serta kepentingan industri dalam negeri,
meningkatnya
tertib
ukur
pemberdayaan
konsumen
dan
serta
terwujudnya
pemberdayaan
produksi dalam negeri
Salah satu faktor penting dalam pencapaian perekonomian nasional yang
stabil dan berdaya saing adalah memastikan bahwa sentra-sentra perdagangan
nasional memiliki kompetensi dan kualitas yang baik. Selain itu, konsumen (dalam
hal ini masyarakat luas) juga harus diberdayakan, dalam arti memiliki pemahaman
dalam proses bertransaksi. Adapun pencapaian sasaran tersebut di atas, difokuskan
kedalam beberapa hal, yaitu: keamanan pasar dalam negeri, kepentingan industri
dalam negeri, pemberdayaan konsumen, dan pemberdayaan produksi dalam negeri.
Untuk mencapai sasaran tersebut, indikator kinerjanya adalah sebagai berikut:
No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
%
87 Kasus
87 Kasus
100
54 unit
metrologi
daerah
49 unit
metrologi
daerah
90,74
5 Komoditi
5 Komoditi
100
37 episode,
52 kali
37 episode,
52 kali
100
4 produk
4 produk
100
2 judul
1 judul
50
Keamanan pasar dalam negeri
1
Jumlah penanganan kasus pengaduan
perlindungan konsumen yang berhasil
diselesaikan
Kepentingan industri dalam negeri
2
Jumlah daerah yang telah melakukan
verifikasi standard secara periodik
Pemberdayaan konsumen
3
Jumlah kasus pelanggaran standard mutu
yang berhasil diselesaikan
Pemberdayaan produksi dalam negeri
4
Jumlah produksi dalam negeri yang
dikembangkan (kategori film animasi)
5
Jumlah data dan informasi mutu produk
pangan dan bahan bangunan yang sesuai
dengan persyaratan SNI
6
Jumlah RSNI3 yang akan dijadikan SNI
dan akan dijadikan acuan untuk dunia
usaha
Sasaran ketujuh Rencana Strategis (atau elemen ketujuh dari sasaran
Renstra) yang harus dicapai oleh Departemen Perdagangan adalah dalam rangka
terwujudnya keamanan pasar dalam negeri yang menyangkut keselamatan,
LAK Departemen Perdagangan 2008
95
kesehatan, keamanan dan lingkungan serta kepentingan industri dalam negeri,
meningkatnya tertib ukur dan terwujudnya pemberdayaan konsumen serta
pemberdayaan produksi dalam negeri. Pelaksanaan kegiatan (kinerja) untuk
mencapai sasaran Renstra ini menyebar ke berbagai unit organisasi Departemen
Perdagangan.
Pada
sisi
koordinasi
makro
(dalam
lingkup
departemen)
dipergunakan kriteria prioritas program, dalam pencapaian sasaran Renstra ini
melekat ke seluruh prioritas yang ditetapkan. Berikut adalah uraian dari satuansatuan kinerja yang dimaksud.
Dalam upaya mencapai sasaran tersebut di atas baik dari segi keselamatan,
kesehatan, keamanan, dan lingkungan, pada tahun anggaran 2008 telah dilakukan
kegiatan-kegiatan antara lain:
Keamanan Pasar Dalam Negeri
Realisasi Pelayanan Pengaduan Konsumen Tahun 2008 terkait dengan
barang dan jasa serta klausula baku sebanyak 87 tahun pengaduan kasus (naik
31,47 persen dibanding tahun 2007 sebanyak 63 kasus). Pengaduan tersebut terdiri
dari 24 pengaduan langsung ke unit pengaduan konsumen dan 63 surat pengaduan
tidak langsung yaitu melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau pihak ketiga
terhadap perusahaan yang dianggap merugikan konsumen.
Menteri Perdagangan RI bersama Direktur Perlindungan Konsumen
Adapun beberapa kegiatan penunjang pencapaian sasaran tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
LAK Departemen Perdagangan 2008
96
a. Pelatihan motivator Perlindungan Konsumen (PK) pada kelompok masyarakat
dilaksanakan di 2 daerah, yaitu Makassar pada tanggal 21 s/d 25 April 2008
dengan jumlah peserta 30 orang dan di Tanjung Pinang pada tanggal 3 s/d 7
Juni 2008 dengan jumlah peserta sebanyak 30 orang. Kegiatan pelatihan ini
dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada anggota masyarakat, guna
memberikan dorongan kepada masyarakat agar menjadi konsumen yang kritis,
teliti dan mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam perlindungan
konsumen.
b. Penyuluhan dan penyebaran informasi PK kepada masyarakat dilaksanakan
melalui media televisi, yaitu TPI sebanyak 3 spot selama 60 detik pada tanggal
7 s.d 10 Nopember 2008, SCTV sebanyak 15 spot selama 30 detik pada tanggal
20 s.d 30 Juni 2008, dan MetroTV sebanyak 4 spot selama 60 detik pada
tanggal 6 s.d 10 Nopember 2008.
1) Melalui media radio dilaksanakan di RRI di Jakarta sebanyak 20 spot selama
60 detik pada tanggal 24 Oktober 2008, TV Dangdut sebanyak sebanyak 6
kali talkshow selama 60 menit pada tanggal 14 nopember s.d 9 Desember
2008, Bens Radio sebanyak 4 kali talkshow selama 60 menit pada tanggal 3
s.d 17 Nopember 2008, dan Radio Women sebanyak 80 spot selama 60
detik pada tanggal 12 s.d 24 Nopember 2008.
2) Melalui Kereta Api Eksekutif pada tanggal 12 s.d 10 Juni 2008 dan di Stasiun
KA Gambir melalui pemasangan spanduk PK, serta melalui air vision
Pesawat Garuda Indonesia pada tanggal 3 s.d 7 Juni 2008.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri menghadiri peluncuran “Klinik
Konsumen Terpadu” pada Desember 2008
LAK Departemen Perdagangan 2008
97
c. Operasional klinik konsumen terpadu dilaksanakan di 2 (dua) tempat, yaitu:
perguruan tinggi pada tanggal 28 Oktober 2008, dengan melibatkan 60 orang
masyarakat konsumen, dan di pasar tradisional pada bulan Nopember dan
Desember 2008 dengan melibakan 130 orang masyarakat konsumen.
d. Penyusunan dan penyempurnaan peraturan PK meliputi 2 (dua) peraturan, yaitu
Penyusunan dan penyempurnaan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag)
tentang Pedoman Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu
Jaminan/Garansi Purna Jual Bagi Produk Telematika dan Elektronika serta
Finalisasi Permendag tentang Pencantuman Label pada Barang yang Beredar di
Pasar.
e. Fasilitasi pelayanan pengaduan konsumen dilaksanakan di 6 (enam) daerah,
yaitu Medan, Batam, Banjarmasin, Manado, Kendari dan Gorontalo. Bentuk
fasilitasi yang diberikan kepada daerah tersebut antara lain penyediaan
anggaran operasional untuk mendukung kelancaran pelaksanan kegiatan
perlindungan konsumen dan bantuan penanganan atas kasus besar/spesifik
yang terjadi di daerah.
f.
Pengembangan/bimbingan kepada anggota BPSK dilaksanakan di Batam pada
tanggal 23 s.d 25 Juli 2008. Jumlah peserta/anggota BPSK yang mendapatkan
bimbingan sebanyak 30 orang. Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan
wawasan dan pengetahuan perlindungan konsumen kepada anggota BPSK,
agar dapat menangani dan menyelesaikan pengaduan masyarakat yang
menghadapi kasus-kasus perlindungan konsumen.
g. Pelatihan petugas pengawas barang dan jasa dilaksanakan di 2 (dua) lokasi,
yaitu di Jakarta dan Jawa Timur. Pelatihan di Jakarta dilaksanakan sebanyak 2
(dua) angkatan. Angkatan 1 (pertama) diikuti oleh 30 orang peserta yang
dilaksanakan di Hotel Willtop tanggal 12 s.d 25 Oktober 2008, dan angkatan 2
(kedua) diikuti oleh 24 orang, dilaksanakan pada tempat yang sama pada
tanggal 19 Agustus s.d 1 September 2008. Sedangkan untuk propinsi Jawa
Timur dilaksanakan 1 (satu) angkatan, dengan peserta sebanyak 31 orang dan
dilaksanakan di Hotel Jemur Sari Utami tanggal 3 s/d 17 Agustus 2008.
h. Pelatihan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK)
terbagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu Diklat PPNS-PK Reguler dan Diklat
PPNS-PK Eksekutif (PPNS-PDN).
Diklat PPNS-PK regular dan eksekutif diselenggarakan melalui kerjasama
dengan Mabes Polri, yang pelaksanaannya dipusatkan di Pusdik Reskrim
Lemdiklat POLRI Megamendung Bogor. Jumlah peserta yang mengikuti Diklat
LAK Departemen Perdagangan 2008
98
PPNS-PK eksekutif dan regular sebanyak 79 orang dengan rincian reguler 42
orang dan eksekutif 37 orang. Pelatihan PPNS-PK reguler dilaksanakan tanggal
16 Juni s.d 15 Agustus 2008 dan PPNS-PK eksekuti dilaksanakan tanggal 1 s.d
15 Agustus 2008.
Kepentingan Industri Dalam Negeri
Ketelusuran Standar adalah salah satu indikator utama dari terciptanya tertib
ukur. Departemen Perdagangan menargetkan agar seluruh kantor metrologi daerah
yang saat ini berjumlah 54 kantor daerah melakukan verifikasi standar yang mereka
miliki dengan standar diatasnya yang dimiliki oleh Departemen Perdagangan c.q.
Direktorat Metrologi Bandung. Kendala Geografis yang terbentang dari Sabang
sampai Merauke menyebabkan biaya transportasi yang tinggi, kendala tidak
tercukupi oleh dana APBD untuk membiayai verifikasi standar tersebut yang
menyebabkan ada beberapa kantor metrologi yang terlambat atau tidak sama sekali
melakukan verifikasi standar mereka. Hal ini yang menyebabkan tingkat realisasi
program ini sebesar 90,74 persen. Oleh sebab itu peran dari 4 (empat) Kantor Balai
Standarisasi
Metrologi
Legal
sebagai
perpanjangan
tangan
Departemen
Perdagangan di wilayah tertentu harus dioptimalkan dan rencana pembangunan 3
(tiga) Kantor Balai Standarisasi Metrologi Legal agar segera direalisasikan sehingga
mampu menjawab berbagai kendala di atas.
Sementara itu, proses pengawasan dan perbaikan terhadap industri dalam
negeri juga telah dilakukan diantaranya:
a. Pengawasan berkala dan khusus komoditi ILMEA dilakukan terhadap 10
komoditi, yaitu: lampu hemat energi, kipas angin, tusuk kontak, kotak kontak,
HP, accu, televisi, VCD/DVD, kabel dan printer warna. Jumlah daerah yang
dilakukan pengawasan mencakup 20 daerah, yaitu : Aceh, Medan, Padang,
Pekanbaru, Palembang, Jambi, Babel, Batam, DKI. Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Denpasar, Mataram, Kupang, Banjarmasin, Pontianak,
Makassar, Manado dan Gorontalo.
b. Pengawasan berkala dan khusus komoditi IKAH dilakukan terhadap 10 komoditi,
yaitu: tepung terigu, garam yodium, AMDK, minyak pelumas, ban luar sepeda
motor, ban salam sepeda motor, cat tembok, ban mobil dan minyak rem.
Pengawasan komoditi tersebut dilaksanakan di 20 daerah, yaitu : Aceh, Medan,
Padang, Pekanbaru, Palembang, Jambi, Babel, Batam, DKI. Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Denpasar, Mataram, Kupang, Banjarmasin, Pontianak,
Makassar, Manado dan Gorontalo.
LAK Departemen Perdagangan 2008
99
c. Pengawasan berkala dan khusus terhadap Jasa dilakukan pada 5 jenis jasa,
yaitu: jasa layanan purna jual, alat listrik rumah tangga, bengkel umum
kendaraan roda 4, perparkiran, pasar modern, jasa distribusi dan jasa bisnis.
Pengawasan jasa tersebut juga dilaksanakan di 20 daerah, yaitu: Aceh, Medan,
Padang, Pekanbaru, Palembang, Jambi, Babel, Batam, DKI. Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Denpasar, Mataram, Kupang, Banjarmasin, Pontianak,
Makassar, Manado dan Gorontalo.
d. Sosialisasi kebijakan dan hasil pengawasan komoditi ILMEA, IKAH dan Jasa
dengan para stakeholder pengawasan (pelaku usaha, konsumen, instansi terkait
dan aparat pengawas di propinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan di 6 daerah,
yaitu : Sumbar, Sumsel, DKI. Jakarta, Kalsel, Bali dan Sulawesi Selatan. Peserta
yang mengikuti sosialisasi ini seluruhnya berjumlah 450 orang. Pelaksanaan
kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan mengenai kebijakan
dan hasil-hasil pengawasan barang beredar dan jasa kepada masyarakat
konsumen, dengan demikian diharapkan masyarakat dapat lebih berhati-hati
dalam mengkonsumsi atau menggunakan barang beredar di pasar yang tidak
sesuai peraturan.
e. Pengadaan peralatan laboratorium massa. Untuk mendukung peningkatan
kemampuan laboratorium massa Direktorat Metrologi telah dilaksanakan
pengadaan Vacuum Mass Comparator
untuk diseminasi standar nasional
satuan massa (K-46) ke standar yang lebih rendah dan pengadaan anak
timbangan sebanyak 21 unit untuk menunjang kelancaran pelaksanaan
pengujian alat ukur ijin tipe dan kalibrasi.
f.
Pengadaan kendaraan fungsional tera UTTP. Untuk memperlancar dalam
pelayanan kemetrologian di daerah telah dilaksanakan pengadaan 16 unit
kendaraan fungsional tera UTTP yang dilengkapi dengan peralatan standar,
Kendaraan tersebut telah diserahkan kepada 16 Provinsi dengan sistem ”pinjam
pakai”, guna menunjang kelancaran pelaksanaan tera UTTP di daerah.
g. Verifikasi/rekalibrasi alat standar ukuran terhadap 5 alat standar, yaitu: Standar
kimia dan lingkungan hidup pada minggu pertama Pebruari 2008; Standar suhu
minggu kedua Pebruari 2008; Standar listrik pada minggu ketiga Pebruari 2008;
Standar panjang pada minggu pertama Maret 2008; dan Standar gaya dan
tekanan pada minggu kedua Maret 2008.
h. Pembentukan Balai Standarisasi Metrologi Legal yang ditargetkan di 3 (tiga)
daerah, yaitu Palembang, Mataram dan Manado tidak ada yang terealisasi,
LAK Departemen Perdagangan 2008
100
karena belum mendapat persetujuan dari Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Biro Kepegawaian Departemen Perdagangan.
Pemeriksaan Ulang Fisik Kelayakan Pengelolaan Sarana Distribusi B2 bagi Pemohon Ijin
Distributor B2 di PT. Toya Indo Manunggal.
i.
Pengadaan cap tanda tera sebanyak 3.000 unit. Cap tanda tera tersebut telah
didistribusikan ke 65 Kantor Metrologi di 33 propinsi pada bulan Desember 2008.
Pengadaan cap tanda tera ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran daerah
dalam pelaksanaan tera dan tera ulang terhadap alat ukur, takar, timbangan dan
perlengkapannya yang digunakan masyarakat dalam aktivitas perdagangan.
Pemberdayaan Konsumen
Penanganan kasus komoditi dilaksanakan terhadap 5 jenis komoditi, yaitu gula
rafinasi, telpon seluler, ban dalam/luar sepeda motor, ban mobil, lampu hemat
energi, dan minumal beralkohol. Penanganan kasus komoditi gula rafinasi
dilaksanakan di Bogor, Makassar, Banjarmasin, dan DKI. Jakarta. Komoditi telpon
seluler dilaksanakan di Surabaya dan Denpasar, Komoditi ban dilakukan di Medan,
Jambi, Palembang, DKI Jakarta dan Surabaya. Komoditi lampu hemat energi
dilaksanakan di Medan, jambi, dan Palembang. Sedangkan untuk komoditi minuman
beralkohol dilaksanakan di Padang, Sumbar.
Pemberdayaan Produksi Dalam Negeri
Dalam upaya mendorong masyarakat mencintai dan menggunakan produk
dalam negeri serta mengurangi konsumsi barang-barang impor masyarakat
LAK Departemen Perdagangan 2008
101
kalangan menengah, dalam tahun anggaran 2008 telah dilaksanakan kegiatan
antara lain:
a. Pembuatan film animasi produk dalam negeri ”Nation Pride Campaign”, berupa
film soft campain ”Kabayan dan Liplap” dalam tahun 2008 sebanyak 37 episode,
sedangkan yang telah diselesaikan dalam tahun sebelumnya sebanyak 15
episode, sehingga jumlah episode yang telah diselesaikan sampai tahun 2008
sebanyak 52 episode.
b. Penayangan film animasi produk dalam negeri dilakukan sebanyak 52 kali.
Penayangan film ini dilakukan di media TVRI dalam bulan Oktober s/d
Desember 2008. Penayangan film animasi produk Indonesia kepada masyarakat
dimaksudkan untuk menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan terhadap produk
dalam negeri.
Menteri Perdagangan RI pada acara “Ground Breaking Indonesia Movieland – Agustus
2008” menyatakan pentingnya industri film sebagai lokomotif ekonomi kreatif di Indonesia
Sementara itu, telah pula dilakukan upaya sosialisasi dan publikasi ke masyarakat
dalam menumbuhkan rasa cinta terhadap produk dalam negeri, diantaranya:
a. Sosialisasi cinta produk dalam negeri melalui sektor pendidikan dilaksanakan
kepada 2.000 orang siswa. Kegiatan sosialisasi tersebut dilaksanakan di 8
daerah, yaitu Medan, Bandar Lampung, Yogyakarta, Palangkaraya, Makassar,
Kendari Gorontalo dan Kupang, dengan masing-masing peserta sebanyak 250
siswa. Sosialisasi ini dimaksudkan untuk menumbuhkan secara dini kepada para
siswa rasa bangga dan cinta kepada produk dalam negeri, sehingga diharapkan
akan membentuk kepribadian yang kuat untuk mengkonsumsi produk dalam
negeri.
LAK Departemen Perdagangan 2008
102
b. Apresiasi produk dalam negeri dilaksanakan di 15 daerah (Medan, Padang,
Jambi, Palembang, Pekanbaru, Tanjung Pinang, Surabaya, Banjarmasin,
Mataram, Kendari, Manokwari, Pontianak, Ambon, Ternate dan Jayapura).
Kegiatan ini melibatkan 1.050 peserta yang terdiri dari kalangan produsen, LSM,
Akademisi dan tokoh masyarakat. Pelaksanaan apresiasi dimaksudkan untuk
memberikan spirit kepada produsen, agar mereka terdorong untuk menghasilkan
produk yang lebih unggul baik dari segi mutu, harga maupun pelayanan.
c. Penyelenggaraan pameran ekonomi kreatif dilaksanakan di 3 lokasi pusat
perbelanjaan dan 1 hotel bintang-5 di Jakarta. Kegiatan pameran tersebut
dilaksanakan pada bulan Agustus 2008, dengan mengambil lokasi di Senayan
City, Kelapa Gading Mall, Grand/Alun-alun Indonesia dan Hotel Four Season.
Produk industri kreatif yang ditampilkan dalam pameran tersebut meliputi 14 sub
sektor, yaitu : periklanan, arsitektur, barang seni, kerajinan, design, fashion,
video-film-fotografi, music, seni pertunjukan, penerbitan-percetakan, permainan
interaktif, layanan komputer, televisi–radio, serta riset dan pengembangan.
Sementara itu, Departemen Perdagangan juga telah berupaya untuk
memberdayakan produksi dalam negeri dengan cara perbaikan mutu dan standar.
Standar dimaksud adalah mengacu pada standar yang telah ditetapkan secara
nasional yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI). Oleh karena itu, telah dilakukan
kegiatan Pembinaan Standardisasi (Analisa Pasar). Tujuan kegiatan ini untuk
mengetahui apakah produk-produk yang beredar dipasar khususnya produk Air
Minum Dalam Kemasan, Garam konsumsi beryodium, Pipa PVC dan Semen
memiliki mutu dan karakteristik sesuai persyaratan SNI atau belum, hal ini
disebabkan keempat produk tersebut termasuk dalam lingkup SNI Wajib. Tahun
2008 hanya dilakukan pengujian untuk 4 (empat) produk saja, hal ini terkait dengan
dana yang tersedia. Hal ini juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
mutu produk sehingga berdaya saing dan juga untuk memberikan perlindungan
kepada konsumen melalui aspek K3L (Kesehatan, Keamanan, Keselamatan dan
Lingkungan).
Produk bertanda SNI merupakan salah satu kategori yang menjelaskan
bahwa barang memiliki mutu berkualitas dan berdaya saing. Pencapaian indikator
kinerja dilaksanakan melalui pengambilan/pembelian contoh 4 produk (AMDK,
garam konsumsi beryodium, pipa PVC dan semen) di 16 daerah propinsi dan yang
beredar di pasar. Produk-produk tersebut kemudian diujikan di laboratorium untuk
mengetahui apakah telah memenuhi persyaratan mutu yang tercantum di dalam
LAK Departemen Perdagangan 2008
103
SNI produk tersebut. Laporan hasil pengujian pada produk tersebut umumnya
memperlihatkan bahwa produk-produk yang diujikan telah memenuhi persyaratan
SNI. Hal ini mencerminkan meningkatnya pelaku usaha yang memproduksi barang
sesuai persyaratan SNI sehingga meningkatkan produk yang berkualitas dan
berdaya saing. Banyaknya pelaku usaha yang memproduksi produk sesuai
persyaratan SNI, menunjukkan semakin meningkatkan ketertiban usaha untuk
produk bertanda SNI. Hasil pengujian selanjutnya dijadikan sebagai bahan referensi
instansi/lembaga berwenang dalam melakukan pengawasan terhadap pelaku usaha
agar produk yang dihasilkannya memenuhi persyaratan SNI.
Tahun 2008 ditargetkan dapat disusun 2 (dua) SNI jasa bidang perdagangan
yaitu: Ketentuan pelayanan purna jual Alat Listrik Rumah Tangga (ALRT) dan
Ketentuan hubungan antara pemasok dan Toko Eceran Modern (TEM). Latar
belakang penyusunan RSNI Ketentuan pelayanan purna jual Alat Listrik Rumah
Tangga (ALRT) adalah berdasarkan usulan dari beberapa Dinas Perindag propinsi,
selain itu produk ALRT banyak dipergunakan oleh konsumen namun untuk
pelayanan purna jualnya belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, sedangkan
yang melatarbelakangi disusunnya RSNI Ketentuan hubungan antara pemasok
dengan Toko Eceran Modern (TEM) adalah karena banyaknya keluhan-keluhan dari
pemasok dengan posisi lemah dalam perdagangan sehingga dikhawatirkan di masa
mendatang berpotensi akan mematikan pasar tradisional.
Sebagai
informasi
tambahan,
perumusan
SNI
dilaksanakan
melalui
beberapa tahapan, yaitu rapat-rapat (rapat teknis, rapat konsensus) dengan panitia
teknis, tim perumus, instansi terkait dan stakeholders untuk penyusunan draft RSNI1
sampai dengan RSNI3. Dalam penyusunan SNI tersebut, hanya disusun sampai
RSNI3 (Rancangan Standar Nasional Indonesia 3), RSNI3 tersebut selanjutnya
dikirim ke Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk ditetapkan/disahkan menjadi
SNI. SNI tersebut diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak berkepentingan
yang akan berdampak pada meningkatnya kepastian usaha bagi pelaku usaha dan
memberikan perlindungan konsumen di bidang jasa khususnya dalam pelayanan
purna jual alat listrik rumah tangga.
Sampai dengan akhir tahun 2008 yang telah disampaikan ke BSN untuk
ditetapkan SNI-nya adalah RSNI3 Ketentuan pelayanan purna jual Alat Listrik
Rumah Tangga (ALRT), sampai dengan saat ini RSNI3 tersebut masih dalam
proses jajak pendapat, hasil dari jajak pendapat tersebut akan diterbitkan/disahkan
menjadi SNI. Tahun 2008 diusulkan 2 RSNI yaitu RSNI Ketentuan pelayanan purna
jual Alat Listrik Rumah Tangga (ALRT) dan RSNI Ketentuan hubungan antara
LAK Departemen Perdagangan 2008
104
pemasok dan Toko Eceran Modern (TEM). Namun untuk tahun 2008 baru
disampaikan ke BSN untuk ditetapkan SNI-nya adalah RSNI3 Ketentuan pelayanan
purna jual Alat Listrik Rumah Tangga (ALRT) dengan penomoran yang telah
ditentukan untuk bidang jasa. Adapun untuk Ketentuan hubungan antara pemasok
dan Toko Eceran Modern (TEM), sampai dengan saat ini masih belum ada
kesepakatan antara pemerintah dan stakeholders dalam menentukan persyaratan
standarnya.
Pemeriksaan Ulang Fisik Kelayakan Pengelolaan Sarana Distribusi B2 bagi Pemohon Ijin Distributor
B2 di PT.Kharisma Amboraya Perdana yang berlokasi di Jakarta Timur
Disamping itu, untuk lebih menajamkan upaya meyakinkan dunia usaha
akan pentingnya sebuah standar mutu dan kualitas dalam skala SNI, telah dilakukan
beberapa kegiatan, antara lain:
a. Sosialisasi Standardisasi Bidang Perdagangan
Sosialisasi diselenggarakan untuk menginformasikan kepada Dinas
Perindag
Propinsi,
pelaku
usaha,
asosiasi,
lembaga
sertfifikasi
dan
instansi/lembaga teknis terkait mengenai Permendag Nomor 14/M-DAG/
PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan
Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang
Diperdagangkan dan Permendag Nomor 10/M-DAG/PER/4/2008 tentang
Ketentuan Karet Alam Spesifikasi Teknis Indonesia (SIR) yang Diperdagangkan
ke Luar Negeri. Pada tahun 2008, sosialisasi dilaksanakan di 13 (tiga belas)
daerah propinsi yang terdiri dari 2 (dua) bagian materi, yaitu untuk sosialisasi
Permendag Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 dilaksanakan di 9 (sembilan) daerah
(Batam, Surabaya, Makassar, Jambi, Ambon, Manado, Kupang, Mataram dan
Papua) dan untuk sosialisasi Permendag Nomor 10/M-DAG/PER/4/2008
LAK Departemen Perdagangan 2008
105
dilaksanakan di 4 (empat) daerah (Medan, Palembang, Semarang dan
Bandung). Maksud dan tujuan diselenggarakannya sosialisasi ini agar semua
pihak
terkait
(produsen/
pelaku
usaha,
importir,
konsumen
maupun
instansi/lembaga teknis terkait) dapat menyadari pentingnya untuk memproduksi
khususnya produk SNI wajib agar sesuai dengan ketentuan dan peraturanperaturan yang berlaku sehingga stakeholders dalam melaksanakan usahanya
akan
sesuai
dengan
Permendag
dan
pihak
terkait
diharapkan
akan
mempersiapkan infrastruktur sebagai penunjang untuk penerapan kebijakan
pemberlakuan SNI Wajib agar berdaya saing dan dapat memberikan
perlindungan kepada konsumen.
b. Pembuatan Leaflet/Poster
Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk memberikan informasi
yang lengkap, ringkas dan mudah serta dapat dipahami oleh pelaku usaha dan
masyarakat luas yaitu mengenai kebijakan di bidang standardisasi. Untuk
kegiatan ini telah dibuat 1 (satu) judul booklet, yaitu Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Karet Alam
Spesifikasi Teknis Indonesia (SIR) yang Diperdagangkan ke Luar Negeri yang
dicetak sebanyak 2.500 eksemplar. Adapun tujuan pembuatan booklet tersebut
adalah dalam rangka meningkatkan pemahaman dunia usaha dan konsumen
dalam menjaga mutu dan meningkatkan daya saing, citra produk Indonesia serta
kepastian usaha bagi produsen karet alam spesifikasi teknis Indonesia (SIR).
Selain booklet tersebut, juga dilaksanakan pencetakan infobooklet edisi kedua
dengan judul “Procedure For Supervision of Regulated Electrical and Electronic
Equipment in Indonesia” yang dicetak sebanyak 2.500 eksemplar. Infobooklet ini
dapat dijadikan sebagai pedoman pengawasan peralatan listrik dan elektronik
yang diberlakuakn wajib di Indonesia. Kedua bahan informasi tersebut
disebarluaskan pada kegiatan-kegiatan yang terkait dengan standardisasai
nasional (sosialisasi, pertemuan teknis, seminar standardisasi dalam rangka
perdagangan global), selain itu informasi ini disebarluaskan melalui pos ke
instansi terkait diseluruh Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar pihak terkait dapat
memahami regulasi dan kebijakan tentang standardisasi.
c. Pertemuan Teknis
Kegiatan ini diselenggarakan bekerjasama dengan Dinas Perindag
Mataram dan mengundang Pemda serta instansi teknis terkait di daerah-daerah.
Tema Pertemuan Teknis tahun 2008 adalah “Kesiapan LPK dalam Rangka
implementasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007
LAK Departemen Perdagangan 2008
106
tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan SNI Wajib
Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan”. Sampai dengan akhir tahun
2008 tercatat sebanyak 18 LPK telah terdaftar. Dengan telah terdaftarnya LPK,
maka dapat dilakukan evaluasi laboratorium terkait, khususnya mengenai
kinerjanya (persyaratan peralatan laboratorium, ruang lingkup sertifikasi dan lainlain yang terkait dengan kepentingan laboratorium).
Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri sedang melakukan pemeriksaan tanda “SNI”
dalam kemasan produk dalam negeri
LAK Departemen Perdagangan 2008
107
Termanfaatkannya secara optimal kegiatan pengelolaan

resiko
harga,
pembentukan
harga
dan
alternatif
pembiayaan dalam rangka mendukung kegiatan dunia
usaha
Pada pencapaian sasaran ini, indikator kinerja dapat diuraikan kedalam tiga
fokus, yaitu: pemanfaatan pengelolaan resiko harga (perdagangan berjangka
komoditi/PBK), optimalisasi alternatif pembiayaan (sistim resi gudang/SRG) dan
optimalisasi pembentukan harga (pasar lelang/PL). Adapun indikator kinerja dalam
pencapaian sasaran tersebut di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:
No.
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
%
1
Jumlah kontrak dan spesifikasi kontrak
yang memenuhi kebutuhan pasar
2 Kontrak
1 Kontrak
50
2
Jumlah SDM pelaku pasar yang
bersertifikat di bidang PBK
375 orang
390 orang
104
3
Jumlah perusahaan yang dikenakan sanksi
pencabutan izin usaha di bidang PBK
5 perush
5 perush
100
4
Persentase pertumbuhan transaksi dalam
kontrak berjangka komoditi
20%
32%
160
5
Jumlah daerah yang menjadi percontohan
SRG
5 daerah
4 daerah/
Kapasitas
12ribu ton
80
6
Persentase pertumbuhan nilai transaksi
pasar lelang forward
5%
-5%
-100
a. Evaluasi Kontrak Berjangka
Tahun 2008, telah diberikan 1 (satu) persetujuan perdagangan berjangka
yaitu Kontrak Gulir Indeks Emas (KGE) US Dollar, sedangkan dalam target 2008
sebanyak 2 (dua) kontrak (kakao dan KGE US$). Untuk kontrak kakao masih dalam
proses pembahasan dengan PT. Bursa Berjangka Jakarta dan pelaku usaha.
Dengan demikian, hingga tahun 2008 jumlah kontrak yang telah disetujui
adalah sebanyak 44 kontrak, terdiri dari kontrak Berjangka Primer sebanyak 6
(enam) Kontrak, skema PALN sebanyak 10 (sepuluh) kontrak dan skema SPA
sebanyak 28 kontrak.
b. Pelatihan Teknis Pelaku Usaha PBK
Untuk tahun 2008 pelatihan teknis pelaku usaha PBK dilaksanakan
sebanyak 5 (lima) kali dengan rata-rata peserta pelatihan 78 orang, sehingga
LAK Departemen Perdagangan 2008
108
secara keseluruhan jumlah pelaku usaha yang mengikuti pelatihan teknis PBK
sebanyak 390 orang atau melebihi dari target sebanyak 375 orang.
Peserta pelatihan terdiri dari Wakil Pialang dan Direksi dari Pialang
Berjangka, Investor dan calon investor maupun perwakilan dari Dinas
Deperindag dan instansi lain yang terkait dengan kegiatan perdagangan
berjangka.
Adapun materi yang disampaikan dalam setiap pelatihan pada umumnya
bertujuan dalam rangka perlindungan terhadap dana nasabah dan pedoman
prilaku bagi Wakil Pialang, Pialang berjangka dalam melaksanakan penyaluran
amanat transaksi Nasabah. Untuk calon investor dan investor diperkenalkan
pula tentang karakteristik industri perdagangan berjangka dan mekanisme
transaksi perdagangan berjangka. Aturan aturan yang menjadi dasar hukum
penyelenggaraan perdagangan berjangka.
c. Penanganan Kasus-kasus PBK
1) Identifikasi (Undercover) pihak yang melanggar PBK,
2) Telah dilaksanakan identifikasi (under cover) terhadap 13 (tiga belas)
perusahaan di 7 (tujuh) terhadap 27 perusahaan yang diduga melakukan
kegiatan yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan yang ada.
Laporan berasal dari masyarakat / nasabah yang merasa dirugikan atas
kegiatan dalam perdagangan berjangka,
3) Pemeriksaan Terhadap Pelanggaran di Bidang PBK,
4) Telah dilakukan pemeriksaan terhadap 12 (dua belas) perusahaan di 6
(enam) terhadap 12 perusahaan,
5) Penyidikan terhadap pelanggaran di Bidang PBK,
6) Telah
melakukan
penyidikan
pada
perusahaan-perusahaan
yang
diindikasikan melakukan kegiatan melanggar hukum terhadap 11 (sebelas)
perusahaan Pialang Berjangka di 6 (enam) daerah,
7) Mediasi Penyelesaian Perselisihan di bidang PBK, dan
8) Telah dilakukan mediasi terhadap 30 kasus yang dilaporkan oleh nasabah.
Dari 30 kasus yang dimediasi seluruhnya telah selesai dimediasi. Sedangkan
perusahaan Pialang Berjangka yang dilaporkan oleh nasabah terdiri dari 14
perusahaan.
Dari kegiatan undercover, pemeriksaan dan penyidikan, dalam tahun
2008 telah dilakukan pencabutan izin terhadap 5 (lima) perusahaan pialang
LAK Departemen Perdagangan 2008
109
berjangka yaitu: Artha Berjangka Nusantara, Graha Finesa Berjangka, Cayman
Trust Futures, Quantum Futures, dan Piranti Jaya Artha Futures.
d. Pemantauan dan Evaluasi Transaksi
Sampai dengan 31 Desember 2008, total volume transaksi kontrak
berjangka yang dilakukan di Bursa Berjangka Jakarta sebesar 5.546.381 lot atau
mengalami kenaikan sebesar 32 persen dari volume transaksi tahun 2007
sebesar 4.179.249 lot.
e. Pengembangan Proyek Percontohan SRG
Pengembangan proyek percontohan SRG dilakukan dalam rangka
menerapkan sistem yang berlaku dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006
tentang Sistem Resi Gudang di daerah yang telah siap untuk melaksanakan
SRG. Hal-hal yang dilakukan dalam pengembangan percontohan SRG tersebut
adalah mengenai kesiapan pengelola gudang, gudang dalam SRG, pemilik
barang, komoditi dari masing-masing daerah, perbankan, lembaga penilaian
kesesuaian, asuransi, pusat registrasi, dan dinas terkait.
Menteri Perdagangan RI membuka secara resmi Seminar Nasional mengenai Sistim
Resi Gudang di Jakarta, tanggal 4 Nopember 2008
Pada tahun 2008, daerah yang telah membangun 4 (empat) Pilot
Pengembangan Percontohan SRG adalah Kabupaten Banyumas–Jawa Tengah,
Kabupaten Jombang-Jawa Timur, Kabupaten Indramayu–Jawa Barat, dan
Kabupaten Gowa-Sulawesi Selatan. Tidak tercapainya target 5 (lima) pilot
percontohan SRG dikarenakan 1 (satu) daerah belum siap dalam hal dukungan
LAK Departemen Perdagangan 2008
110
infrastruktur. Dari 4 (empat) pilot pengembangan percontohan SRG tersebut,
jumlah kapasitas gudang adalah 12.000 ton untuk komoditi gabah dan jagung.
f.
Pemantauan dan Evaluasi Pasar Lelang
Dari 19 pasar lelang yang telah dibina, nilai transaksi lelang pada tahun
2008 sebesar Rp 1.628,5 milyar untuk 107 kali pelaksanaan transaksi. Jumlah
transaksi ini mengalami penurunan sebesar 5 persen dibandingkan tahun 2007,
dimana telah dilakukan transaksi lelang sebanyak 142 kali lelang dengan nilai
transaksi sebesar Rp 1.719,8 milyar. Penurunan ini disebabkan karena para
pelaku pasar telah membentuk jaringan distribusi sendiri sehingga beberapa
pelaku pasar tidak harus bertransaksi di pasar lelang.
LAK Departemen Perdagangan 2008
111
BAB IV
PENUTUP
Sasaran-sasaran
yang
ditetapkan
oleh
Rencana
Strategis
Departemen
Perdagangan, dan yang kemudian harus menjadi pedoman kerja serta menjadi alat ukur
kinerja yang dicapai, pada hakekatnya merupakan sasaran-sasaran yang sifatnya
kualitatif. Sasaran-sasaran tersebut, pada hakekatnya merupakan layanan yang harus
diberikan oleh institusi Departemen Perdagangan agar setiap orang memperoleh
kemudahan melakukan transaksi, baik di tingkat investasi, distribusi dan ekspor, serta
perlindungan-perlindungan dalam rangka persaingan yang sehat.
Departemen Perdagangan, selaku instansi pemerintah yang sebagian besar
aktifitasnya lebih berorientasi pada kegiatan yang bersifat pelayanan, menyadari benar
bahwa kinerja sektor perdagangan akan sulit berkembang apabila hanya difokuskan pada
upaya peningkatan sarana perdagangan saja. Namun, hal-hal penunjang lain seperti
peningkatan kemampuan teknis baik aparat dan pelaku usaha juga dipandang penting
dalam meningkatkan performa sektor perdagangan. Berdasarkan rencana strategis
Departemen Perdagangan 2005-2009, telah ditetapkan 8 (delapan) sasaran yang capaian
kinerjanya telah diuraikan pada Bab 3. Dari hasil analisa dan pengukuran capaian kinerja
di tahun 2008, Departemen Perdagangan telah berhasil mencapai sasaran dimaksud
berdasarkan tugas pokok, fungsi dan misi yang diembannya. Hal tersebut tercermin dari
keberhasilan pencapaian sasaran, dimana hasil yang dicapai dalam hitungan rata-rata
adalah melewati perkiraan target sasaran, dengan nilai 106,91 persen. Walaupun ratarata pencapaian sasaran meraih hasil di atas seratus persen, namun belum semua
indikator menunjukkan hasil sebagaimana yang ditargetkan.
Disamping itu, ada beberapa sasaran yang pencapaiannya melampaui target
pencapaian kinerja, namun beberapa sasaran masih perlu mendapatkan perhatian
khusus demi terwujudnya pencapaian target. Karena itu perlu dilakukan evaluasi lebih
lanjut terhadap proses perencanaan program dan penganggaran dalam rangka
mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Keberhasilan pencapaian sasaran
Departemen Perdagangan tentunya dikaitkan juga dengan upaya Menteri Perdagangan
yang secara bersamaan menetapkan 4 (empat) program prioritas yang dapat menjadikan
Departemen Perdagangan sebagai core dalam penguatan perekonomian nasional melalui
sektor perdagangan.
LAK Departemen Perdagangan 2008
112
Permasalahan dalam pencapaian kinerja kualitatif ini adalah dalam pemilihan
prioritas, sehingga dampak yang dicapai dari suatu pelaksanaan program, dapat
menggerakkan institusi lain (khususnya dunia usaha), sehingga terjadi proses berantai –
misalnya dalam peningkatan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan melaksanakan
prosedur perdagangan dan sebagainya. Untuk mengatasi masalah ini, Departemen
Perdagangan telah mengambil langkah dengan penetapan empat prioritas yang menjadi
kunci pengendalian program secara keseluruhan.
Selanjutnya, untuk meningkatkan kemanfaatan Laporan Akuntabilitas Kinerja ini,
maka dalam tahun-tahun berikutnya perlu dilakukan penajaman metode penulisan,
terutama terkait dengan penetapan indikator kinerja. Dengan demikian, laporan
akuntabilitas ini dapat menjadi alat untuk menginventarisasi keberhasilan dan
permasalahan-permasalahan yang ada, dan dengan demikian dapat dimanfaatkan untuk
proses perencanaan selanjutnya.
LAK Departemen Perdagangan 2008
113
Download