Modernitas Sikap Kewirausahaan Pengurus Koperasi

advertisement
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kajian tentang Sikap dan Perilaku
Menurut Callhoun dan Joan (1995), sikap adalah sekelompok keyakinan
dan perasaan yang melekat tentang obyek tertentu, dan kecenderungan untuk
bertindak terhadap obyek tersebut dengan cara-cara tertentu. Selanjutnya menurut
Allport (Sears, 2004), sikap adalah keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang
diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah
terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan
dengannya..
Rakhmat (2001) menyatakan bahwa sikap adalah kecenderungan
bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi
atau nilai. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi dan mengandung
aspek evaluatif. Sikap dapat bersifat positif dan negatif. Pada sikap positif
kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, dan mengharapkan pada
obyek tertentu. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi,
menghindari, membenci, dan tidak menyukai pada obyek tertentu (Sarwono,
2002).
Sikap manusia bukan merupakan suatu bawaan akan tetapi sesuatu yang
dipelajari. Sikap seseorang tidak selamanya tetap. Oleh karena itu, sikap lebih
mudah dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah. Sikap timbul karena
adanya stimulus. Pembentukan dan perubahan sikap selain dipengaruhi oleh diri
individu itu sendiri dan lingkungannya, juga dipengaruhi oleh proses belajar. Ia
dapat berkembang manakala mendapat pengaruh, baik dari dalam maupun dari
luar yang positif dan mengesankan.
Azwar (2003) menyatakan bahwa sikap sosial terbentuk dari adanya
interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interaksi sosialnya, individu
bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang
dihadapinya. Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media
5
massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi
dalam diri individu.
Konsep sikap berbeda dengan konsep perilaku, perilaku merupakan cara
bertindak yang menunjukkan tingkah laku seseorang. Menurut Walgito (Azwar,
2003), perilaku yang dilakukan oleh seseorang disebut sebagai perilaku yang
tampak (overt behavior). Unsur-unsur perilaku yang tampak berupa tingkah laku
yang nyata (action). Perilaku juga dapat dikaitkan sebagai reaksi yang terjadi
karena adanya stimulus atau interaksi antara individu dengan lingkungannya dan
benar-benar dilakukan seseorang dalam bentuk tindakan.
Teori yang berpengaruh dan dianut para ahli hingga saat ini dalam
menjelaskan model hubungan antara sikap dan perilaku dikemukakan oleh Ajzen
dan Fishbein (1980) yakni Teori tindakan yang beralasan (theory of reasoned
action). Teori ini menyatakan bahwa keputusan untuk menampilkan tingkah laku
tertentu adalah hasil dari proses rasional yang diarahkan pada suatu tujuan tertentu
dan mengikuti urut-urutan berfikir. Pilihan tingkah laku dipertimbangkan,
konsekuensi dan hasil dari setiap tingkah laku dievaluasi, dan dibuat sebuah
keputusan apakah akan bertindak atau tidak. Kemudian keputusan itu
direfleksikan dalam tujuan tingkah laku.
Berdasarkan teori ini, intensi (niat untuk melakukan suatu perbuatan) pada
gilirannya ditentukan oleh dua faktor, pertama yaitu sikap terhadap tingkah laku,
evaluasi positif atau negatif dari tingkah laku yang ditampilkan. Kedua, norma
subjektif yakni persepsi orang apakah orang lain akan menyetujui atau menolak
tingkah laku tersebut. Semakin positif sikap seseorang terhadap suatu obyek,
semakin positif konsekuensi yang diterima, dan semakin didukung oleh norma
subyektif maka semakin besar intensi untuk berperilaku. Sebaliknya, semakin
negatif sikap seseorang dan semakin positif konsekuensi yang diterima disertai
dengan tidak didukung oleh norma subyektif, semakin kecil intensi berperilaku.
6
Model hubungan sikap-tingkah laku dari Ajzen dan Fishbein (1980) dapat
dilihat pada gambar berikut:
Sikap terhadap
tingkah laku
tertentu
Intensi
tingkah laku
Tingkah laku
yang tampak
Norma-norma
subyektif
Gambar 1. Ajzen and Fishbein theory of reasoned action (Baron, 2003)
Kajian tentang Kewirausahaan
Dalam kaitannya dengan kewirausahaan, Peter F. Drucker (Kasmir, 2006)
mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan
sesuatu yang baru dan berbeda. Sementara Zimmerer (Kasmir, 2006) mengartikan
kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan dan menemukan peluang untuk
memperbaiki kehidupan (usaha). Kemampuan berwirausaha mendorong minat
seseorang untuk mendirikan dan mengelola usaha secara profesional. Dalam
bidang
psikologi
wirausaha,
terdapat
faktor-faktor
kemampuan berwirausaha yang berfokus
yang
mempengaruhi
kepada karakteristik (ciri-ciri)
kepribadian individu seperti : Locus of control, pengambilan resiko, motivasi akan
prestasi, gaya penyelesaian masalah, keinovatifan, persepsi dan nilai kerja.
Meiner, et al (1980) mengemukakan bahwa ada lima ciri utama
kewirausahaan yaitu: a) self achievement, yaitu keinginan untuk selalu memiliki
prestasi yang lebih baik; b) risk taking, yaitu kemampuan mengambil resiko
tertentu demi mempercepat pencapaian tujuan; c) feedback of result, yaitu
keinginan untuk segera mendapatkan umpan balik dari apa yang telah dikerjakan;
d) personal innovation, yakni sikap yang ingin selalu berorientasi ke arah
perbaikan dan kemajuan; dan e) planning for the future, yakni sikap untuk
bertindak berdasarkan rencana yang telah disusun terlebih dahulu.
Menurut Ibnoe Soedjono kemampuan kewirausahaan merupakan fungsi
dari perilaku kewirausahaan dalam mengkombinasikan kreativitas, inovasi, kerja
7
keras dan keberanian menghadapi resiko untuk memperoleh peluang. Menurut
Kasmir (2006) berwirausaha tidak selalu memberikan hasil yang sesuai dengan
harapan dan keinginan pengusaha. Tidak sedikit pengusaha yang mengalami
kerugian dan akhirnya bangkrut. Namun, banyak juga wirausahawan yang
berhasil untuk beberapa generasi. Bahkan banyak pengusaha yang semula hidup
sederhana menjadi sukses dengan ketekunannya. Berikut ini beberapa ciri
wirausahawan yang dikatakan berhasil:
1
memiliki visi dan tujuan yang jelas
2
inisiatif dan selalu proaktif
3 berorientasi pada prestasi
4 berani mengambil risiko
5
kerja keras
6 bertanggung jawab terhadap segala aktivitas yang dijalankannya, baik
sekarang maupun yang akan datang
7
komitmen pada berbagai pihak merupakan ciri yang harus dipegang teguh dan
harus ditepati
8
mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak, baik
yang berhubungan langsung dengan usaha yang dijalankannya maupun tidak.
McClelland (1984) menjelaskan bahwa need of achievement (n Ach)
adalah salah satu bagian dari dorongan ke arah pertumbuhan ekonomi yakni
bagian yang dapat diidentifikasi dan diukur. Pada suatu eksperimennya, seorang
pengusaha menjadi senang bekerja keras atau rajin tidak semata-mata menunjuk
atau memperhatikan laba saja. Motif prestasi yang tinggi lebih banyak didorong
oleh keinginan untuk mencari cara-cara yang lebih baik dalam menyelesaikan
suatu pekerjaan. Bahkan pada masa revolusi industri berlangsung orang-orang
Arab tidak menaruh perhatian pada kultur mesin yang sedang dikembangkan oleh
orang-orang Eropa. Akan tetapi, perbaikan motivasi menyebabkan perubahanperubahan teknologi diterima secara cepat. Dengan demikian, keyakinan akan
keunggulan seseorang menyebabkan virus n Ach ini dapat mempercepat tingkat
pertumbuhan ekonomi secara lebih langsung.
McClelland (1984) mengemukakan bahwa masyarakat yang mempunyai
motivasi prestasi yang tinggi akan menghasilkan wiraswastawan yang energik.
8
Motif berprestasi (n-Ach) bukan satu-satunya faktor modernisasi, tetapi n-Ach
hanyalah salah satu unsur yang penting. Pendeknya ia menyebutkan bahwa
dorongan modernisasi secara ideal dalam istilah psikologis nampaknya
sebagaimana terdiri dari pribadi n-Ach dan sebagian lagi terdiri dari lingkungan
sosial, yakni kesejahteraan orang lain secara umum.
Adapun keterkaitan tingkat motif berprestasi dengan sikap wiraswasta
adalah tampilan dalam ciri-ciri sebagai berikut (McClelland, 1984):
1. Menanggung risiko yang sedang
Perilaku orang yang mempunyai nilai motif berprestasi yang tinggi adalah
memilih cara yang sangat mungkin untuk mencapai kepuasan prestasi, yakni
dengan mengambil risiko yang sedang. Hal ini dilakukan melalui
kemampuan/ keterampilan yang dimilikinya, dan tidak berspekulasi terhadap
keadaan seperti pedagang tradisional yang tidak mau menanggung
risiko/penjudi yang ekstrim dalam mengambil risiko atau tidak adanya suatu
kepastian kapan akan berhasil.
2. Mempunyai rasa tanggung jawab pribadi
Seseorang yang mempunyai nilai motif berprestasi yang tinggi nampak tidak
memerlukan penghargaan/ pengakuan dari umum terhadap kesuksesan yang
telah dicapainya. Pekerjaan mempunyai nilai untuk dirinya, sehingga dapat
meyakinkan bahwa dirinya mampu melakukan pekerjaan tersebut. Dengan
kata lain, mereka bekerja membutuhkan berbagai ukuran bagaimana bekerja
yang baik, dan bagaimana seharusnya mereka membuat keputusan terhadap
apa yang akan dikerjakan.
3. Mengetahui hasil tindakan
Seseorang yang mempunyai nilai motif berprestasi yang tinggi dalam
melakukan suatu tindakan akan berpaling pada pengalaman yang telah dilalui,
dan dijadikan umpan balik untuk melakukan tindakan yang lebih baik.
Tindakan yang membangun tidak selalu dilakukan pada saat ada kesempatan
untuk melihat secara obyektif bagaimana mereka dapat mengerjakannya
dengan
baik.
Dengan
demikian
hasil
tindakan
diketahui
dengan
memanfaatkan umpan balik yang nyata dari pengalaman yang ada dan akan
melakukan peranannya sebagai usahawan yang baik.
9
4. Kemampuan membuat rencana jangka panjang dan mengorganisir kegiatan
manusia dalam perusahaan. Kemampuan berpikir jauh ke depan merupakan
ciri-ciri orang yang mempunyai nilai motivasi prestasi yang tinggi, sehingga
merasa dikejar waktu dan mempunyai kemampuan untuk mengorganisir
kegiatan manusia dalam perusahaan secara efisien.
Menurut Inkeles (1984), tanda-tanda yang khas dari orang yang modern
ada dua macam: yang satu merupakan ciri dalam dan yang lainnya merupakan ciri
luar; yang satu mengenai lingkungan alam, yang lainnya mengenai sikap, nilainilai dan perasaan-perasaan. Ia menyebutkan bahwa manusia modern memiliki
sifat:
1. bersedia untuk menerima pengalaman-pengalaman yang baru dan terbuka bagi
pembaharuan dan perubahan (inovatif)
2. demokratis mengenai dunia opini, bahwa ia sadar akan keragaman sikap dan
opini disekitarnya, dan tidak menutup dirinya sendiri
3. tepat pada waktunya, teratur dalam mengorganisir urusannya
4. menginginkan dan terlibat dalam perencanaan serta organisasi dan
menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar
5. yakin bahwa orang dapat belajar
6. yakin bahwa keadaan dapat diperhitungkan dan dikendalikan
7. menghargai orang lain, sadar akan harga diri orang lain
8. berpikir maju terhadap teknologi, percaya terhadap perkembangan ilmu dan
teknologi
9. adil, orang modern percaya akan keadilan dalam pembagian
Seseorang modern apabila ia mempunyai kesanggupan untuk membentuk
dan mempunyai pendapat mengenai sejumlah persoalan-persoalan yang tidak saja
timbul di sekitarnya, tetapi juga di luarnya. Tingkat kemodernan menurut Inkeles,
ditentukan
pula
oleh
faktor-faktor
yang
efektif
yakni
pendidikannya;
pemerintahan dan birokrasinya; komunikasi massa; dan pabrik atau usaha-usaha
produktif dan administratif lainnya.
Seorang ekonom, Hagen (1962), menggabungkan prinsip-prinsip psikologi
ke dalam teori pembangunan ekonomi. Ia menyatakan perkembangan ekonomi
juga harus dipahami dari sudut kepribadian kreatif. Menurut Hagen, perubahan
10
sosial tidak akan terjadi tanpa perubahan dalam kepribadian. Ia mengatakan
bahwa kita dapat melukiskan kepribadian dari sudut kebutuhan, nilai-nilai dan
unsur kognitif pandangan duniawi bersama-sama dengan tingkatan intelejensia
dan energi. Kebutuhan menjadi satu dimensi penting dari kepribadian. Kebutuhan
dapat digolongkan menurut kebutuhan itu digerakkan, agresif, pasif maupun
dipelihara. Kebutuhan yang digerakkan termasuk kebutuhan untuk berprestasi,
untuk mencapai otonomi dan untuk memelihara tatanan. Kebutuhan agresif
ditujukan oleh kebutuhan untuk menyerang, kebutuhan untuk menghasilkan
oposisi dan kebutuhan untuk mengungguli. Kebutuhan pasif mencakup kebutuhan
untuk bergantung, berafiliasi dan untuk dibimbing oleh orang lain. Kebutuhan
untuk dipelihara termasuk kebutuhan baik untuk memberi maupun menerima
sesuatu sebagai sokongan, perlindungan dan belas kasih orang lain. Dengan
demikian, kebutuhan sebagai satu dimensi penting dari kepribadian dan dapat
dibedakan antara kepribadian inovatif dan kepribadian otoriter.
Berdasarkan jenis kepribadian (Hagen, 1962) terdapat perbedaan penting
dalam
segi
kebutuhan,
nilai-nilai
dan
kesadaran.
Kepribadian
inovatif
membayangkan lingkungan sosialnya mempunyai tatanan logis yang dapat
dipahaminya. Selanjutnya lingkungan sosialnya menilai dirinya; namun penilaian
itu dipandang berdasarkan atas prestasi dirinya, yang menyebabkan dirinya sangat
menginginkan prestasi itu. Karena kepribadian inovatif mempunyai kebutuhan
yang sangat besar untuk memelihara dan untuk meyakini nilai-nilainya sendiri,
maka ia terdorong untuk berprestasi.
Ciri-ciri kepribadian inovatif (Hagen, 1962) antara lain: kebutuhan
terhadap otonomi dan keteraturan, kebutuhan untuk memelihara dan memikirkan
kesejahteraan orang lain maupun kesejahteraan dirinya sendiri. Kualitas
kepribadian di atas tidak hanya sesuai dengan kepribadian inovatif untuk
pembangunan ekonomi, tetapi lebih mencerminkan kenyataan yang sebenarnya
daripada kepribadian otoriter. Kepribadian otoriter membayangkan lingkungan
sosialnya kurang teratur dibandingkan dengan dirinya sendiri. Ia tak yakin bahwa
ia dinilai oleh lingkungan sosialnya. Ia membayangkan kekuasaan lebih sebagai
fungsi dari posisi yang diduduki dibandingkan sebagai fungsi prestasi yang
dicapai. Dalam kepribadian otoriter, pandangan kognitif mengenai duniawi dan
11
membangkitkan kemarahan harus ditahan. Karena itu, terdapat kebutuhan sangat
besar untuk menundukan, kurangnya kebutuhan untuk memelihara dan kurangnya
kebutuhan untuk berprestasi, tidak dapat memberikan bobot yang sama antara
berbuat untuk kesejahteraan orang lain dan berbuat untuk kesejahteraan diri
sendiri.
Kepribadian inovatif menurut definisi ini termasuk ke dalam perilaku
kreatif. Kepribadian inovatif memiliki kualitas yang dapat membantu perilaku
kreatif. Menurut Hagen salah satu alasan mengapa individu tradisional tidak
memiliki sifat inovatif adalah karena ia membayangkan dunia sebagai tempat
yang kacau daripada sebagai tempat yang teratur yang dapat dianalisis. Karena itu
dapat diperkirakan bahwa setiap masyarakat yang mengalami kemacetan
ekonomi, diliputi oleh kepribadian otoriter.
2.2
Kajian Tentang Keberhasilan Koperasi
Kata koperasi berasal dari kata dalam bahasa Inggris “co-operation”. Co
berarti bersama, dan operation artinya bekerja, cooperation berarti bekerjasama.
Walaupun demikian tidak setiap kerjasama dapat disebut koperasi. Definisi
koperasi yang dikembangkan oleh Sumodiwirjo (1955), Undang-Undang No. 12
Tahun 1967, Moh. Hatta dan International Cooperative Alliance (ICA)
(Brojosaputro, 1989) bahwa koperasi adalah organisasi ekonomi rakyat yang
berwatak sosial, beranggotakan orang-orang, atau badan hukum koperasi yang
merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan
bertujuan untuk perbaikan sosial ekonomi anggotanya. Adapun menurut Schars
(Firdaus dan Susanto, 2004) menyebutkan bahwa koperasi suatu badan usaha
yang secara sukarela dimiliki dan dikendalikan oleh anggota yang adalah juga
pelanggannya dan dioperasikan oleh mereka dan untuk mereka atas dasar nirlaba
atau atas dasar biaya.
Berkaitan dengan pandangan tersebut dapat dikatakan bahwa koperasi
akan berkembang secara bertahap, dimana tantangan yang dihadapi pada setiap
tahap adalah hasil perubahan struktur hak yang dialami pada tahap sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa koperasi merupakan
organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau
12
badan hukum sebagai usaha bersama atas dasar kekeluargaan dan solidaritas
untuk perbaikan sosial ekonomi anggotanya.
Pembentukan koperasi
Menurut UU perkoperasian RI No. 25 Tahun 1992, koperasi primer
dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang, sedangkan koperasi
sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 koperasi. Pembentukan koperasi
sebagaimana dimaksudkan di atas dilakukan dengan akta pendirian yang memuat
Anggaran Dasar. Anggaran Dasar badan koperasi memuat beberapa hal, yaitu:
a. daftar nama pendiri;
b. nama dan tempat kedudukan;
c. maksud serta tujuan dan bidang usaha;
d. ketentuan mengenai keanggotaan;
e. ketentuan mengenai rapat anggota;
f. ketentuan mengenai pengelolaan;
g. ketentuan mengenai permodalan;
h. ketentuan mengenai permodalan;
i. ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
j. ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
k. ketentuan mengenai sanksi.
Perangkat organisasi koperasi terdiri atas rapat anggota, pengurus dan
pengawas.
Rapat Anggota
Pengawas
Pengurus
Pengurus
Gambar 2. Perangkat Organisasi Koperasi
Rapat Anggota merupakan instansi tertinggi yang menentukan kebijakan
koperasi, menentukan arah perkembangan koperasi serta menetapkan cara
13
pembagian sisa hasil usaha. Dalam badan usaha nonkoperasi rapat anggota dapat
disamakan dengan rapat umum pemegang saham. Rapat Anggota menetapkan
Anggaran Dasar dari koperasi dan juga kebijaksanaan umum di bidang organisasi,
manajemen, dan usaha koperasi, menentukan pemilihan anggota pengurus
pengangkatan dan pemberhentian pengurus dan pengawas. Keputusan rapat
anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. Rapat
tersebut diadakan paling sedikit dalam satu tahun.
Pengelolaan koperasi dilakukan oleh pengurus yang diangkat oleh rapat
anggota. Pengurus dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota.
Untuk pertama kali, susunan dan nama anggota pengurus dicantumkan dalam akta
pendirian dan dengan masa jabatan pengurus paling lama 5 (lima) tahun. Pengurus
diberi wewenang untuk menyelenggarakan rapat anggota (sebagai penyelenggara
saja). Pengurus bertanggungjawab mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi
dan usahanya kepada rapat amggota atau rapat anggota luar biasa. Pengurus
koperasi dapat mengangkat pengelola (manajer) yang diberi wewenang dan kuasa
untuk mengelola usaha, maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada
rapat anggota untuk mendapat persetujuan.
Pengawas dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota dan
bertanggung jawab kepada rapat anggota. Persyaratan untuk dapat dipilij dan
diangkat sebagai anggota pengawas ditetapkan adalam Anggaran Dasar.
Komunikasi/kontak antara rapat anggota, pengurus, dan pengawas sangat
diperlukan agar organisasi koperasi dapat berjalan dengan baik.
Sementara itu, pembagian hasil usaha kepada anggota berdasarkan pada
jasa atau partisipasi masing-masing anggota pada koperasi. Prinsip koperasi
adalah anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.
Dalam koperasi terdapat prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi koperasikoperasi dalam melaksanakan nilai-nilai koperasi dalam praktek. Prinsip-prinsip
koperasi adalah sebagai berikut:
a.
Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
b.
Pengelolaan dilaksanakan secara demokratis
c.
Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya
jasa usaha masing-masing anggota
14
d.
Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
e.
Kemandirian
Dalam mengembangkan koperasi, maka koperasi melaksanakan pula
prinsip koperasi sebagai berikut:
a.
Pendidikan perkoperasian
b.
Kerjasama antar koperasi
Dalam BAB II, bagian pertama pasal 4 UURI No.25/1992 (Firdaus dan
Santoso, 2004) diuraikan fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:
1.
Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi sosialnya
2.
Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan
manusia dan masyarakat
3.
Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan
perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya
4.
Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional
yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan
demokrasi ekonomi.
Gambaran dari fungsi dan peran koperasi Indonesia (Firdaus dan Santoso,
2004) sebagai berikut:
1.
Koperasi dapat mengurangi tingkat pengangguran
2.
Koperasi dapat mengembangkan kegiatan usaha masyarakat
3.
Koperasi dapat berperan ikut meningkatkan pendidikan rakyat, terutama
pendidikan perkoperasian dan dunia usaha
4.
Koperasi dapat berperan sebagai alat perjuangan ekonomi
5.
Koperasi Indonesia dapat berperan menciptakan demokrasi ekonomi
6.
Koperasi Indonesia berperan serta dalam membangun tatanan perekonomian
nasional.
Dalam perkembangan terakhir sejak diberlakukannya Inpres No. 18 Tahun
1998, maka berbagai macam/ jenis koperasi bermunculan sesuai dengan aspirasi
masyarakat (Firdaus dan Santoso, 2004), antara lain:
1.
Koperasi tani (Koptan)
15
2.
Koperasi pondok pesantren (Koppontren)
3.
Koperasi wanita/koperasi an-nissa
4.
Koperasi agribisnis
5.
Koperasi pedagang pasar/kaki lima
6.
Koperasi industri/kerajinan
7.
Koperasi syariah (Kopsyah
8.
Koperasi serba usaha
9.
Koperasi kredit (Kopdit)
10. Koperasi di kalangan profesi (akuntan, arsitek, pengacara, dokter, dan lainlain)
11. Koperasi kelompok masyarakat tertentu (Pokmas).
Keberhasilan Koperasi
Keberhasilan koperasi dalam bisnis dan lingkungan yang dinamis
tergantung kepada (1) daya saing dari pasar yang tercermin dari kepuasan
pelanggan, kualitas produksi maupun maupun pelayanan dan tingkat harga, (2)
efisiensi bisnis dalam hal pemanfaatan teknik produksi, metode kepemimpinan
dan situasi
pasar, dan (3) perkembangan koperasi bisnis adalah program
perluasan (expansion program), kebutuhan pasar dan pengembangan serta tujuan
(Enriquez, 1986) 1.
Brojosaputro (1989) menyebutkan bahwa luasnya daerah pelayanan,
beragamnya jenis usaha, langkanya tenaga terdidik dan terlatih di daerah
pedesaaan menjadi unsur penyebab lemahnya manajemen sehingga berakibat
kurang berhasilnya koperasi. Beberapa ukuran keberhasilan koperasi menurut
beragam sumber yang dikemukakan (Brojosaputro, 1989), antara lain:
1.
Adi Sasono (1983) melihat bahwa partisipasi anggota dan masyarakat
merupakan tiang penyangga keberhasilan koperasi
2.
Terlalu kecilnya modal yang dimiliki menyebabkan kecilnya sisa hasil usaha
(SHU). Menurut Tim Universitas Gajah Mada, sisa hasil usaha (SHU)
1
Ginting, Meneth. 1999. Dinamika Organisasi Koperasi “Kajian Tentang Pengaruh FaktorFaktor Dinamika Organisasi Terhadap Keberhasilan Koperasi: Koperasi Unit Desa (KUD) dan
Credit Union (CU) di Kabupaten Karo, Sumatera Utara”. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor:
Bogor.
16
merupakan salah satu pengukur keberhasilan KUD karena koperasi yang
dikatakan sebagai suatu lembaga ekonomi yang berwatak sosial tidak akan
dapat melaksanakan watak sosialnya kalau lembaga tersebut tidak kuat dan
tidak mandiri dalam segi ekonomi.
Berdasarkan studi yang dilaksanakan Nasution (1990) mengenai KUD
sebagai organisasi ekonomi pedesaan dengan melihat faktor-faktor penciri
keberhasilan yang dikaitkan dengan pembangunan wilayah, menyimpulkan bahwa
KUD telah berhasil sebagai alat pemerintah dalam pembangunan pedesaan karena
.secara kuantitas jumlah anggota, modal, volume usaha dan sisa hasil usaha
(SHU) dari KUD mengalami peningkatan.
2.3
Ikhtisar
Berdasarkan pada uraian di atas, dapat dikatakan yang dimaksud sikap
adalah kesiapan seseorang untuk merespon terhadap suatu obyek secara konsisten,
dapat bersifat positif atau negatif yang dapat diukur arah dan intensitasnya dengan
memperhatikan perilaku yang mencerminkan penilaian kognisi, afeksi, dan
kecenderungan untuk bertindak. Kewirausahaan pada hakikatnya adalah sifat, ciri
dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan
inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Kemampuan berwirausahaan
mendorong minat seseorang untuk mendirikan dan mengelola usaha secara
profesional terutama menuju suatu kunci keberhasilan dalam usaha.
Beragam ciri kewirusahaan mempengaruhi keberhasilan usaha maupun
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Bahkan menurut beberapa ahli sifat
kewirusahaan mempengaruhi pertumbuhan suatu negara. Dapat dikatakan sifat
kewirausahaan yang modern yang mampu mempercepat pertumbuhan tersebut.
Sifat-sifat yang telah diuraikan tersebut diantaranya : motivasi berprestasi,
pengambilan resiko, inovatif, kerja keras, bertanggung jawab terhadap segala
aktivitas yang dijalankannya, serta tepat pada waktunya, dan sebagainya.
Kepribadian kewirausahaan yang demikian dapat mempengaruhi keberhasilan
individu dalam aktivitasnya.
17
2.4
Kerangka Pemikiran
Peranan sumber daya manusia (SDM) dalam aktivitas suatu organisasi
sangat diperlukan. Karena keberhasilan kinerja organisasi itu sendiri bergantung
pada SDM yang berkualitas. Contohnya pada organisasi koperasi, pengurus
merupakan sumber daya manusia bagi koperasi, mereka menjadi pilar kemajuan
usaha dan perkembangan koperasi. Sebagai sumber daya penggerak, perlu adanya
suatu sikap dari masing-masing pengurus karena sikap dapat menentukan
kemajuan organisasi koperasi, terutama dalam kaitannya dengan sikap
kewirausahaan. Ada atau tidaknya semangat berwirausaha pada koperasi sebagai
ukuran untuk melihat sejauh mana kondisi koperasi, apakah koperasi tersebut
berhasil atau tidak berhasil. Dengan demikian, dapat diketahui adanya sikap
kewirausahaan, membantu koperasi menjadi berkembang dan maju. Sikap
kewirausahaan merupakan bagian dari kepribadian pengurus dalam berkoperasi.
Dengan adanya sikap kewirausahaan pada pengurus, membantu koperasi menjadi
berhasil terutama ditengah-tengah arus globalisasi saat ini.
Pada penelitian ini akan dilihat modernitas sikap kewirausahaan pengurus
koperasi pada masing-masing koperasi. Sikap modern dalam berwirausahaan yang
banyak diacu merupakan pendapat beberapa ahli, diantaranya McClelland,
Inkeles, Hagen dan para ahli lainnya, serta modifikasi dari peneliti. Modernitas
sikap
kewirausahaan
dilihat
dari
beberapa
indikator
diantaranya:
(1)
mengutamakan prioritas, (2) pengambilan resiko, (3) keinovatifan, (4) sikap
terhadap kerja, (5) penghargaan terhadap waktu, (6) motivasi berprestasi, (7)
sikap percaya diri, dan (8) tanggung jawab individual. Kedelapan atribut sikap
kewirausahaan tersebut merupakan atribut sikap yang melekat pada seorang
usahawan yang berhasil.
Sikap kewirausahaan tersebut merupakan pandangan modern terhadap
atribut-atribut sikap dari individu pengurus koperasi. Sikap tersebut kemudian
akan mempengaruhi perilaku individu untuk bertingkah laku. Namun, pada
penelitian ini hanya akan melihat hubungan modernitas sikap kewirausahaan yang
dimiliki pengurus koperasi terhadap keberhasilan koperasi belum pada bentuk
tingkah laku yang nyata. Untuk variabel keberhasilan koperasi peneliti
18
menggunakan ukuran perkembangan jumlah anggota dan perkembangan sisa hasil
usaha (SHU).
Gambar 3.
Kerangka Pemikiran Modernitas Sikap Kewirausahaan Pengurus
Koperasi
Modernitas Sikap Kewirausahaan:
• Mengetahui Prioritas Utama
• Pengambilan risiko
• Keinovatifan
• Penghargaan terhadap waktu
• Kerja keras
• Motivasi berprestasi
• Tanggung jawab individual
• Percaya diri
Tingkah Laku
Keberhasilan Koperasi:
• Sisa Hasil Usaha (SHU)
• Jumlah anggota
Keterangan :
Hubungan yang diuji
Hubungan yang tidak diuji
2.5
Hipotesis
Berdasarkan penjelasan mengenai skema kerangka pemikiran tersebut
maka pada penelitian ini akan diuji mengenai hubungan modernitas sikap
kewirausahaan dengan keberhasilan koperasi.
H0
: Tidak ada hubungan antara modernitas sikap kewirausahaan dengan
keberhasilan koperasi.
H1
: Ada
hubungan
antara
keberhasilan koperasi.
modernitas
sikap
kewirausahaan
dengan
19
2.6
Definisi Konsep dan Definisi Variabel
Modernitas sikap kewirausahaan adalah pandangan individu untuk
merespon secara konsisten terhadap ciri-ciri yang dimiliki seorang wirausahawan
dari keenam pernyataan proyeksi dari masing-masing atribut sikap dengan empat
alternatif jawaban. Adapun atribut modernitas sikap kewirausahaan tersebut
meliputi sikap:
1)
Sikap mental mengutamakan prioritas adalah sikap yang mengarah pada
kemampuan dalam mengutamakan prioritas yang lebih penting dari segala
sesuatu yang ada dilingkungannya untuk mencapai tujuan berusaha. Sikap
yang dianggap modern ditentukan dari kemampuan individu untuk
mengutamakan prioritas dalam memanfaatkan baik informasi, dana, maupun
kredit. Sedangkan, sikap yang tidak modern ditentukan dari kemampuannya
untuk tidak bersedia mengutamakan prioritas dalam memanfaatkan baik
informasi, dana, maupun kredit.
2)
Sikap mental mengambil resiko adalah sikap terarah yang mengacu kepada
kemampuan
dalam
memperhitungkan
menanggung
kemungkinan
resiko
keberhasilan
lebih
dan
modern
dengan
kegagalan
dalam
pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan usahanya. Seorang
wirausaha modern akan cenderung menghindari situasi resiko yang rendah
karena tidak ada tantangannya, dan menjauhi resiko yang tinggi, karena
mereka ingin berhasil. Dengan kata lain sikap modern dimiliki oleh mereka
yang menyukai resiko sedang, dan sikap tidak modern dimiliki mereka yang
menyukai resiko tinggi dan rendah, bahkan tidak berani untuk menanggung
resiko sama sekali.
3)
Sikap mental inovatif adalah sikap terarah yang mengacu kepada
kemampuan dalam menemukan ide-ide atau cara-cara baru yang lebih
bermanfaat untuk meningkatkan keberhasilan baik produk maupun teknis
pelaksanaan. Sikap modern dimiliki oleh mereka yang tertarik untuk
mempelajari dan memperhitungkan hal-hal baru, memberikan gagasan dan
alternatif untuk mendukung usahanya, sedangkan mereka yang memiliki
sikap yang tidak modern yakni mereka yang tidak tertarik untuk mempelajari
20
dan memperhitungkan hal-hal di bidang usaha yang baru dan menemukan
gagasan baru.
4)
Sikap mental yang mengunggulkan kerja keras adalah sikap terarah yang
mengacu pada kemampuan menunjukkan untuk selalu terlibat dalam situasi
kerja dan tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai. Seorang yang
mempunyai pandangan kewirausahaan yang modern akan bersikap optimis
(tidak pasrah terhadap nasib) terhadap hasil pekerjaannya atau memiliki
keyakinan bahwa setiap usaha suatu saat akan berkembang mencapai hasil
yang memuaskan. Sedangkan, mereka yang tidak modern menyukai
pekerjaan yang mudah (tanpa perlu kerja keras), tidak harus bekerja, serta
tidak menyukai tantangan.
5)
Sikap mental menghargai waktu. Pandangan mengenai kerja keras memiliki
kaitan erat dengan masalah penggunaan waktu yang efisien dan mutu hasil
yang dikehendaki. Seorang wirausaha modern akan memandang waktu
sebagai salah satu modal kerja, sehingga setiap jam akan dipergunakan untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat terutama dalam rangka
memajukan usaha. Sedangkan, wirausaha yang tidak modern menganggap
bahwa kegiatan yang bermanfaat seperti mengikuti pelatihan hanya akan
membuang waktu, dan memaklumi orang jika tidak dapat menepati janji.
6)
Sikap memiliki motivasi berprestasi adalah keinginan untuk berbuat sebaik
mungkin tanpa banyak dipengaruhi oleh prestise dan pengaruh sosial,
melainkan demi kepuasan pribadinya. Motif ini muncul untuk melakukan
sesuatu secara sukses dan menjauhi kegagalan. Seorang wirausaha yang
modern
berambisi
untuk
mencapai
prestasi,
dan
berusaha
untuk
memperbaiki kinerja walaupun ia mengalami kegagalan. Sedangkan, mereka
yang tidak modern menganggap bahwa kegagalan hanya menurunkan
prestasi kerja, dan mereka tidak tertarik dengan ambisi untuk mencapai
prestasi.
7)
Sikap mental percaya diri adalah sikap yang mengacu pada kemampuan
yang menunjukkan sikap percaya kepada kemampuan sendiri, tidak raguragu dalam bertindak dan selalu optimis dalam segala situasi. Seseorang
dengan sikap tidak modern tidak memiliki rasa percaya diri, dan pesimis
21
untuk melakukan sesuatu. Sedangkan, mereka yang memiliki sikap modern
adalah mereka yang selalu optimis dan tidak ragu melakukan dan
menyelesaikan pekerjaannya.
8)
Sikap mental tanggung jawab individual. Pemikulan tanggung jawab disini,
lebih berarti individualisme, di mana si pribadi sendiri yang akan merasakan
dan menerima hasil dari keberhasilnnya maupun akibat dari kegagalannya.
Besar keinginannya untuk bertanggung jawab ada kaitannya dengan
kebebasan individu dalam membuat keputusan sendiri terutama dalam hal
perkembangan usaha. Seorang yang modern memiliki tanggung jawab yang
tinggi untuk menyelesaikan tugasnya, bertanggung jawab terhadap
perbuatannya, serta berupaya memperbaiki hasil usahanya. Sedangkan,
mereka yang tidak modern adalah bersikap masa bodoh terhadap
pekerjaannya, dan tidak bertanggung jawab terhadap kegagalan usahanya.
Berdasakan uraian di atas, maka masing-masing tema sikap akan memiliki
skor antara 1 sampai dengan 4. Skor tersebut diperoleh dari rumus modernitas
rata-rata. yang akan dibagi dalam dua kelompok kategori yakni modern dan tidak
modern, dimana skor sikap yang tidak modern antara 1 sampai dengan 2,99; dan
skor modern antara 3 sampai dengan 4.
Download