4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian tentang Sikap dan Perilaku Menurut Callhoun dan Joan (1995), sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang obyek tertentu, dan kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tersebut dengan cara-cara tertentu. Selanjutnya menurut Allport (Sears, 2004), sikap adalah keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya.. Rakhmat (2001) menyatakan bahwa sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi atau nilai. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi dan mengandung aspek evaluatif. Sikap dapat bersifat positif dan negatif. Pada sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, dan mengharapkan pada obyek tertentu. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai pada obyek tertentu (Sarwono, 2002). Sikap manusia bukan merupakan suatu bawaan akan tetapi sesuatu yang dipelajari. Sikap seseorang tidak selamanya tetap. Oleh karena itu, sikap lebih mudah dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah. Sikap timbul karena adanya stimulus. Pembentukan dan perubahan sikap selain dipengaruhi oleh diri individu itu sendiri dan lingkungannya, juga dipengaruhi oleh proses belajar. Ia dapat berkembang manakala mendapat pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar yang positif dan mengesankan. Azwar (2003) menyatakan bahwa sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media 5 massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. Konsep sikap berbeda dengan konsep perilaku, perilaku merupakan cara bertindak yang menunjukkan tingkah laku seseorang. Menurut Walgito (Azwar, 2003), perilaku yang dilakukan oleh seseorang disebut sebagai perilaku yang tampak (overt behavior). Unsur-unsur perilaku yang tampak berupa tingkah laku yang nyata (action). Perilaku juga dapat dikaitkan sebagai reaksi yang terjadi karena adanya stimulus atau interaksi antara individu dengan lingkungannya dan benar-benar dilakukan seseorang dalam bentuk tindakan. Teori yang berpengaruh dan dianut para ahli hingga saat ini dalam menjelaskan model hubungan antara sikap dan perilaku dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein (1980) yakni Teori tindakan yang beralasan (theory of reasoned action). Teori ini menyatakan bahwa keputusan untuk menampilkan tingkah laku tertentu adalah hasil dari proses rasional yang diarahkan pada suatu tujuan tertentu dan mengikuti urut-urutan berfikir. Pilihan tingkah laku dipertimbangkan, konsekuensi dan hasil dari setiap tingkah laku dievaluasi, dan dibuat sebuah keputusan apakah akan bertindak atau tidak. Kemudian keputusan itu direfleksikan dalam tujuan tingkah laku. Berdasarkan teori ini, intensi (niat untuk melakukan suatu perbuatan) pada gilirannya ditentukan oleh dua faktor, pertama yaitu sikap terhadap tingkah laku, evaluasi positif atau negatif dari tingkah laku yang ditampilkan. Kedua, norma subjektif yakni persepsi orang apakah orang lain akan menyetujui atau menolak tingkah laku tersebut. Semakin positif sikap seseorang terhadap suatu obyek, semakin positif konsekuensi yang diterima, dan semakin didukung oleh norma subyektif maka semakin besar intensi untuk berperilaku. Sebaliknya, semakin negatif sikap seseorang dan semakin positif konsekuensi yang diterima disertai dengan tidak didukung oleh norma subyektif, semakin kecil intensi berperilaku. 6 Model hubungan sikap-tingkah laku dari Ajzen dan Fishbein (1980) dapat dilihat pada gambar berikut: Sikap terhadap tingkah laku tertentu Intensi tingkah laku Tingkah laku yang tampak Norma-norma subyektif Gambar 1. Ajzen and Fishbein theory of reasoned action (Baron, 2003) Kajian tentang Kewirausahaan Dalam kaitannya dengan kewirausahaan, Peter F. Drucker (Kasmir, 2006) mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Sementara Zimmerer (Kasmir, 2006) mengartikan kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha). Kemampuan berwirausaha mendorong minat seseorang untuk mendirikan dan mengelola usaha secara profesional. Dalam bidang psikologi wirausaha, terdapat faktor-faktor kemampuan berwirausaha yang berfokus yang mempengaruhi kepada karakteristik (ciri-ciri) kepribadian individu seperti : Locus of control, pengambilan resiko, motivasi akan prestasi, gaya penyelesaian masalah, keinovatifan, persepsi dan nilai kerja. Meiner, et al (1980) mengemukakan bahwa ada lima ciri utama kewirausahaan yaitu: a) self achievement, yaitu keinginan untuk selalu memiliki prestasi yang lebih baik; b) risk taking, yaitu kemampuan mengambil resiko tertentu demi mempercepat pencapaian tujuan; c) feedback of result, yaitu keinginan untuk segera mendapatkan umpan balik dari apa yang telah dikerjakan; d) personal innovation, yakni sikap yang ingin selalu berorientasi ke arah perbaikan dan kemajuan; dan e) planning for the future, yakni sikap untuk bertindak berdasarkan rencana yang telah disusun terlebih dahulu. Menurut Ibnoe Soedjono kemampuan kewirausahaan merupakan fungsi dari perilaku kewirausahaan dalam mengkombinasikan kreativitas, inovasi, kerja 7 keras dan keberanian menghadapi resiko untuk memperoleh peluang. Menurut Kasmir (2006) berwirausaha tidak selalu memberikan hasil yang sesuai dengan harapan dan keinginan pengusaha. Tidak sedikit pengusaha yang mengalami kerugian dan akhirnya bangkrut. Namun, banyak juga wirausahawan yang berhasil untuk beberapa generasi. Bahkan banyak pengusaha yang semula hidup sederhana menjadi sukses dengan ketekunannya. Berikut ini beberapa ciri wirausahawan yang dikatakan berhasil: 1 memiliki visi dan tujuan yang jelas 2 inisiatif dan selalu proaktif 3 berorientasi pada prestasi 4 berani mengambil risiko 5 kerja keras 6 bertanggung jawab terhadap segala aktivitas yang dijalankannya, baik sekarang maupun yang akan datang 7 komitmen pada berbagai pihak merupakan ciri yang harus dipegang teguh dan harus ditepati 8 mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak, baik yang berhubungan langsung dengan usaha yang dijalankannya maupun tidak. McClelland (1984) menjelaskan bahwa need of achievement (n Ach) adalah salah satu bagian dari dorongan ke arah pertumbuhan ekonomi yakni bagian yang dapat diidentifikasi dan diukur. Pada suatu eksperimennya, seorang pengusaha menjadi senang bekerja keras atau rajin tidak semata-mata menunjuk atau memperhatikan laba saja. Motif prestasi yang tinggi lebih banyak didorong oleh keinginan untuk mencari cara-cara yang lebih baik dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Bahkan pada masa revolusi industri berlangsung orang-orang Arab tidak menaruh perhatian pada kultur mesin yang sedang dikembangkan oleh orang-orang Eropa. Akan tetapi, perbaikan motivasi menyebabkan perubahanperubahan teknologi diterima secara cepat. Dengan demikian, keyakinan akan keunggulan seseorang menyebabkan virus n Ach ini dapat mempercepat tingkat pertumbuhan ekonomi secara lebih langsung. McClelland (1984) mengemukakan bahwa masyarakat yang mempunyai motivasi prestasi yang tinggi akan menghasilkan wiraswastawan yang energik. 8 Motif berprestasi (n-Ach) bukan satu-satunya faktor modernisasi, tetapi n-Ach hanyalah salah satu unsur yang penting. Pendeknya ia menyebutkan bahwa dorongan modernisasi secara ideal dalam istilah psikologis nampaknya sebagaimana terdiri dari pribadi n-Ach dan sebagian lagi terdiri dari lingkungan sosial, yakni kesejahteraan orang lain secara umum. Adapun keterkaitan tingkat motif berprestasi dengan sikap wiraswasta adalah tampilan dalam ciri-ciri sebagai berikut (McClelland, 1984): 1. Menanggung risiko yang sedang Perilaku orang yang mempunyai nilai motif berprestasi yang tinggi adalah memilih cara yang sangat mungkin untuk mencapai kepuasan prestasi, yakni dengan mengambil risiko yang sedang. Hal ini dilakukan melalui kemampuan/ keterampilan yang dimilikinya, dan tidak berspekulasi terhadap keadaan seperti pedagang tradisional yang tidak mau menanggung risiko/penjudi yang ekstrim dalam mengambil risiko atau tidak adanya suatu kepastian kapan akan berhasil. 2. Mempunyai rasa tanggung jawab pribadi Seseorang yang mempunyai nilai motif berprestasi yang tinggi nampak tidak memerlukan penghargaan/ pengakuan dari umum terhadap kesuksesan yang telah dicapainya. Pekerjaan mempunyai nilai untuk dirinya, sehingga dapat meyakinkan bahwa dirinya mampu melakukan pekerjaan tersebut. Dengan kata lain, mereka bekerja membutuhkan berbagai ukuran bagaimana bekerja yang baik, dan bagaimana seharusnya mereka membuat keputusan terhadap apa yang akan dikerjakan. 3. Mengetahui hasil tindakan Seseorang yang mempunyai nilai motif berprestasi yang tinggi dalam melakukan suatu tindakan akan berpaling pada pengalaman yang telah dilalui, dan dijadikan umpan balik untuk melakukan tindakan yang lebih baik. Tindakan yang membangun tidak selalu dilakukan pada saat ada kesempatan untuk melihat secara obyektif bagaimana mereka dapat mengerjakannya dengan baik. Dengan demikian hasil tindakan diketahui dengan memanfaatkan umpan balik yang nyata dari pengalaman yang ada dan akan melakukan peranannya sebagai usahawan yang baik. 9 4. Kemampuan membuat rencana jangka panjang dan mengorganisir kegiatan manusia dalam perusahaan. Kemampuan berpikir jauh ke depan merupakan ciri-ciri orang yang mempunyai nilai motivasi prestasi yang tinggi, sehingga merasa dikejar waktu dan mempunyai kemampuan untuk mengorganisir kegiatan manusia dalam perusahaan secara efisien. Menurut Inkeles (1984), tanda-tanda yang khas dari orang yang modern ada dua macam: yang satu merupakan ciri dalam dan yang lainnya merupakan ciri luar; yang satu mengenai lingkungan alam, yang lainnya mengenai sikap, nilainilai dan perasaan-perasaan. Ia menyebutkan bahwa manusia modern memiliki sifat: 1. bersedia untuk menerima pengalaman-pengalaman yang baru dan terbuka bagi pembaharuan dan perubahan (inovatif) 2. demokratis mengenai dunia opini, bahwa ia sadar akan keragaman sikap dan opini disekitarnya, dan tidak menutup dirinya sendiri 3. tepat pada waktunya, teratur dalam mengorganisir urusannya 4. menginginkan dan terlibat dalam perencanaan serta organisasi dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar 5. yakin bahwa orang dapat belajar 6. yakin bahwa keadaan dapat diperhitungkan dan dikendalikan 7. menghargai orang lain, sadar akan harga diri orang lain 8. berpikir maju terhadap teknologi, percaya terhadap perkembangan ilmu dan teknologi 9. adil, orang modern percaya akan keadilan dalam pembagian Seseorang modern apabila ia mempunyai kesanggupan untuk membentuk dan mempunyai pendapat mengenai sejumlah persoalan-persoalan yang tidak saja timbul di sekitarnya, tetapi juga di luarnya. Tingkat kemodernan menurut Inkeles, ditentukan pula oleh faktor-faktor yang efektif yakni pendidikannya; pemerintahan dan birokrasinya; komunikasi massa; dan pabrik atau usaha-usaha produktif dan administratif lainnya. Seorang ekonom, Hagen (1962), menggabungkan prinsip-prinsip psikologi ke dalam teori pembangunan ekonomi. Ia menyatakan perkembangan ekonomi juga harus dipahami dari sudut kepribadian kreatif. Menurut Hagen, perubahan 10 sosial tidak akan terjadi tanpa perubahan dalam kepribadian. Ia mengatakan bahwa kita dapat melukiskan kepribadian dari sudut kebutuhan, nilai-nilai dan unsur kognitif pandangan duniawi bersama-sama dengan tingkatan intelejensia dan energi. Kebutuhan menjadi satu dimensi penting dari kepribadian. Kebutuhan dapat digolongkan menurut kebutuhan itu digerakkan, agresif, pasif maupun dipelihara. Kebutuhan yang digerakkan termasuk kebutuhan untuk berprestasi, untuk mencapai otonomi dan untuk memelihara tatanan. Kebutuhan agresif ditujukan oleh kebutuhan untuk menyerang, kebutuhan untuk menghasilkan oposisi dan kebutuhan untuk mengungguli. Kebutuhan pasif mencakup kebutuhan untuk bergantung, berafiliasi dan untuk dibimbing oleh orang lain. Kebutuhan untuk dipelihara termasuk kebutuhan baik untuk memberi maupun menerima sesuatu sebagai sokongan, perlindungan dan belas kasih orang lain. Dengan demikian, kebutuhan sebagai satu dimensi penting dari kepribadian dan dapat dibedakan antara kepribadian inovatif dan kepribadian otoriter. Berdasarkan jenis kepribadian (Hagen, 1962) terdapat perbedaan penting dalam segi kebutuhan, nilai-nilai dan kesadaran. Kepribadian inovatif membayangkan lingkungan sosialnya mempunyai tatanan logis yang dapat dipahaminya. Selanjutnya lingkungan sosialnya menilai dirinya; namun penilaian itu dipandang berdasarkan atas prestasi dirinya, yang menyebabkan dirinya sangat menginginkan prestasi itu. Karena kepribadian inovatif mempunyai kebutuhan yang sangat besar untuk memelihara dan untuk meyakini nilai-nilainya sendiri, maka ia terdorong untuk berprestasi. Ciri-ciri kepribadian inovatif (Hagen, 1962) antara lain: kebutuhan terhadap otonomi dan keteraturan, kebutuhan untuk memelihara dan memikirkan kesejahteraan orang lain maupun kesejahteraan dirinya sendiri. Kualitas kepribadian di atas tidak hanya sesuai dengan kepribadian inovatif untuk pembangunan ekonomi, tetapi lebih mencerminkan kenyataan yang sebenarnya daripada kepribadian otoriter. Kepribadian otoriter membayangkan lingkungan sosialnya kurang teratur dibandingkan dengan dirinya sendiri. Ia tak yakin bahwa ia dinilai oleh lingkungan sosialnya. Ia membayangkan kekuasaan lebih sebagai fungsi dari posisi yang diduduki dibandingkan sebagai fungsi prestasi yang dicapai. Dalam kepribadian otoriter, pandangan kognitif mengenai duniawi dan 11 membangkitkan kemarahan harus ditahan. Karena itu, terdapat kebutuhan sangat besar untuk menundukan, kurangnya kebutuhan untuk memelihara dan kurangnya kebutuhan untuk berprestasi, tidak dapat memberikan bobot yang sama antara berbuat untuk kesejahteraan orang lain dan berbuat untuk kesejahteraan diri sendiri. Kepribadian inovatif menurut definisi ini termasuk ke dalam perilaku kreatif. Kepribadian inovatif memiliki kualitas yang dapat membantu perilaku kreatif. Menurut Hagen salah satu alasan mengapa individu tradisional tidak memiliki sifat inovatif adalah karena ia membayangkan dunia sebagai tempat yang kacau daripada sebagai tempat yang teratur yang dapat dianalisis. Karena itu dapat diperkirakan bahwa setiap masyarakat yang mengalami kemacetan ekonomi, diliputi oleh kepribadian otoriter. 2.2 Kajian Tentang Keberhasilan Koperasi Kata koperasi berasal dari kata dalam bahasa Inggris “co-operation”. Co berarti bersama, dan operation artinya bekerja, cooperation berarti bekerjasama. Walaupun demikian tidak setiap kerjasama dapat disebut koperasi. Definisi koperasi yang dikembangkan oleh Sumodiwirjo (1955), Undang-Undang No. 12 Tahun 1967, Moh. Hatta dan International Cooperative Alliance (ICA) (Brojosaputro, 1989) bahwa koperasi adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang, atau badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan bertujuan untuk perbaikan sosial ekonomi anggotanya. Adapun menurut Schars (Firdaus dan Susanto, 2004) menyebutkan bahwa koperasi suatu badan usaha yang secara sukarela dimiliki dan dikendalikan oleh anggota yang adalah juga pelanggannya dan dioperasikan oleh mereka dan untuk mereka atas dasar nirlaba atau atas dasar biaya. Berkaitan dengan pandangan tersebut dapat dikatakan bahwa koperasi akan berkembang secara bertahap, dimana tantangan yang dihadapi pada setiap tahap adalah hasil perubahan struktur hak yang dialami pada tahap sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa koperasi merupakan organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau 12 badan hukum sebagai usaha bersama atas dasar kekeluargaan dan solidaritas untuk perbaikan sosial ekonomi anggotanya. Pembentukan koperasi Menurut UU perkoperasian RI No. 25 Tahun 1992, koperasi primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang, sedangkan koperasi sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 koperasi. Pembentukan koperasi sebagaimana dimaksudkan di atas dilakukan dengan akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar. Anggaran Dasar badan koperasi memuat beberapa hal, yaitu: a. daftar nama pendiri; b. nama dan tempat kedudukan; c. maksud serta tujuan dan bidang usaha; d. ketentuan mengenai keanggotaan; e. ketentuan mengenai rapat anggota; f. ketentuan mengenai pengelolaan; g. ketentuan mengenai permodalan; h. ketentuan mengenai permodalan; i. ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya; j. ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha; k. ketentuan mengenai sanksi. Perangkat organisasi koperasi terdiri atas rapat anggota, pengurus dan pengawas. Rapat Anggota Pengawas Pengurus Pengurus Gambar 2. Perangkat Organisasi Koperasi Rapat Anggota merupakan instansi tertinggi yang menentukan kebijakan koperasi, menentukan arah perkembangan koperasi serta menetapkan cara 13 pembagian sisa hasil usaha. Dalam badan usaha nonkoperasi rapat anggota dapat disamakan dengan rapat umum pemegang saham. Rapat Anggota menetapkan Anggaran Dasar dari koperasi dan juga kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi, menentukan pemilihan anggota pengurus pengangkatan dan pemberhentian pengurus dan pengawas. Keputusan rapat anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. Rapat tersebut diadakan paling sedikit dalam satu tahun. Pengelolaan koperasi dilakukan oleh pengurus yang diangkat oleh rapat anggota. Pengurus dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota. Untuk pertama kali, susunan dan nama anggota pengurus dicantumkan dalam akta pendirian dan dengan masa jabatan pengurus paling lama 5 (lima) tahun. Pengurus diberi wewenang untuk menyelenggarakan rapat anggota (sebagai penyelenggara saja). Pengurus bertanggungjawab mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya kepada rapat amggota atau rapat anggota luar biasa. Pengurus koperasi dapat mengangkat pengelola (manajer) yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha, maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada rapat anggota untuk mendapat persetujuan. Pengawas dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota dan bertanggung jawab kepada rapat anggota. Persyaratan untuk dapat dipilij dan diangkat sebagai anggota pengawas ditetapkan adalam Anggaran Dasar. Komunikasi/kontak antara rapat anggota, pengurus, dan pengawas sangat diperlukan agar organisasi koperasi dapat berjalan dengan baik. Sementara itu, pembagian hasil usaha kepada anggota berdasarkan pada jasa atau partisipasi masing-masing anggota pada koperasi. Prinsip koperasi adalah anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Dalam koperasi terdapat prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi koperasikoperasi dalam melaksanakan nilai-nilai koperasi dalam praktek. Prinsip-prinsip koperasi adalah sebagai berikut: a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka b. Pengelolaan dilaksanakan secara demokratis c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota 14 d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal e. Kemandirian Dalam mengembangkan koperasi, maka koperasi melaksanakan pula prinsip koperasi sebagai berikut: a. Pendidikan perkoperasian b. Kerjasama antar koperasi Dalam BAB II, bagian pertama pasal 4 UURI No.25/1992 (Firdaus dan Santoso, 2004) diuraikan fungsi dan peran koperasi sebagai berikut: 1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi sosialnya 2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat 3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya 4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Gambaran dari fungsi dan peran koperasi Indonesia (Firdaus dan Santoso, 2004) sebagai berikut: 1. Koperasi dapat mengurangi tingkat pengangguran 2. Koperasi dapat mengembangkan kegiatan usaha masyarakat 3. Koperasi dapat berperan ikut meningkatkan pendidikan rakyat, terutama pendidikan perkoperasian dan dunia usaha 4. Koperasi dapat berperan sebagai alat perjuangan ekonomi 5. Koperasi Indonesia dapat berperan menciptakan demokrasi ekonomi 6. Koperasi Indonesia berperan serta dalam membangun tatanan perekonomian nasional. Dalam perkembangan terakhir sejak diberlakukannya Inpres No. 18 Tahun 1998, maka berbagai macam/ jenis koperasi bermunculan sesuai dengan aspirasi masyarakat (Firdaus dan Santoso, 2004), antara lain: 1. Koperasi tani (Koptan) 15 2. Koperasi pondok pesantren (Koppontren) 3. Koperasi wanita/koperasi an-nissa 4. Koperasi agribisnis 5. Koperasi pedagang pasar/kaki lima 6. Koperasi industri/kerajinan 7. Koperasi syariah (Kopsyah 8. Koperasi serba usaha 9. Koperasi kredit (Kopdit) 10. Koperasi di kalangan profesi (akuntan, arsitek, pengacara, dokter, dan lainlain) 11. Koperasi kelompok masyarakat tertentu (Pokmas). Keberhasilan Koperasi Keberhasilan koperasi dalam bisnis dan lingkungan yang dinamis tergantung kepada (1) daya saing dari pasar yang tercermin dari kepuasan pelanggan, kualitas produksi maupun maupun pelayanan dan tingkat harga, (2) efisiensi bisnis dalam hal pemanfaatan teknik produksi, metode kepemimpinan dan situasi pasar, dan (3) perkembangan koperasi bisnis adalah program perluasan (expansion program), kebutuhan pasar dan pengembangan serta tujuan (Enriquez, 1986) 1. Brojosaputro (1989) menyebutkan bahwa luasnya daerah pelayanan, beragamnya jenis usaha, langkanya tenaga terdidik dan terlatih di daerah pedesaaan menjadi unsur penyebab lemahnya manajemen sehingga berakibat kurang berhasilnya koperasi. Beberapa ukuran keberhasilan koperasi menurut beragam sumber yang dikemukakan (Brojosaputro, 1989), antara lain: 1. Adi Sasono (1983) melihat bahwa partisipasi anggota dan masyarakat merupakan tiang penyangga keberhasilan koperasi 2. Terlalu kecilnya modal yang dimiliki menyebabkan kecilnya sisa hasil usaha (SHU). Menurut Tim Universitas Gajah Mada, sisa hasil usaha (SHU) 1 Ginting, Meneth. 1999. Dinamika Organisasi Koperasi “Kajian Tentang Pengaruh FaktorFaktor Dinamika Organisasi Terhadap Keberhasilan Koperasi: Koperasi Unit Desa (KUD) dan Credit Union (CU) di Kabupaten Karo, Sumatera Utara”. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor: Bogor. 16 merupakan salah satu pengukur keberhasilan KUD karena koperasi yang dikatakan sebagai suatu lembaga ekonomi yang berwatak sosial tidak akan dapat melaksanakan watak sosialnya kalau lembaga tersebut tidak kuat dan tidak mandiri dalam segi ekonomi. Berdasarkan studi yang dilaksanakan Nasution (1990) mengenai KUD sebagai organisasi ekonomi pedesaan dengan melihat faktor-faktor penciri keberhasilan yang dikaitkan dengan pembangunan wilayah, menyimpulkan bahwa KUD telah berhasil sebagai alat pemerintah dalam pembangunan pedesaan karena .secara kuantitas jumlah anggota, modal, volume usaha dan sisa hasil usaha (SHU) dari KUD mengalami peningkatan. 2.3 Ikhtisar Berdasarkan pada uraian di atas, dapat dikatakan yang dimaksud sikap adalah kesiapan seseorang untuk merespon terhadap suatu obyek secara konsisten, dapat bersifat positif atau negatif yang dapat diukur arah dan intensitasnya dengan memperhatikan perilaku yang mencerminkan penilaian kognisi, afeksi, dan kecenderungan untuk bertindak. Kewirausahaan pada hakikatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Kemampuan berwirausahaan mendorong minat seseorang untuk mendirikan dan mengelola usaha secara profesional terutama menuju suatu kunci keberhasilan dalam usaha. Beragam ciri kewirusahaan mempengaruhi keberhasilan usaha maupun pertumbuhan ekonomi suatu negara. Bahkan menurut beberapa ahli sifat kewirusahaan mempengaruhi pertumbuhan suatu negara. Dapat dikatakan sifat kewirausahaan yang modern yang mampu mempercepat pertumbuhan tersebut. Sifat-sifat yang telah diuraikan tersebut diantaranya : motivasi berprestasi, pengambilan resiko, inovatif, kerja keras, bertanggung jawab terhadap segala aktivitas yang dijalankannya, serta tepat pada waktunya, dan sebagainya. Kepribadian kewirausahaan yang demikian dapat mempengaruhi keberhasilan individu dalam aktivitasnya. 17 2.4 Kerangka Pemikiran Peranan sumber daya manusia (SDM) dalam aktivitas suatu organisasi sangat diperlukan. Karena keberhasilan kinerja organisasi itu sendiri bergantung pada SDM yang berkualitas. Contohnya pada organisasi koperasi, pengurus merupakan sumber daya manusia bagi koperasi, mereka menjadi pilar kemajuan usaha dan perkembangan koperasi. Sebagai sumber daya penggerak, perlu adanya suatu sikap dari masing-masing pengurus karena sikap dapat menentukan kemajuan organisasi koperasi, terutama dalam kaitannya dengan sikap kewirausahaan. Ada atau tidaknya semangat berwirausaha pada koperasi sebagai ukuran untuk melihat sejauh mana kondisi koperasi, apakah koperasi tersebut berhasil atau tidak berhasil. Dengan demikian, dapat diketahui adanya sikap kewirausahaan, membantu koperasi menjadi berkembang dan maju. Sikap kewirausahaan merupakan bagian dari kepribadian pengurus dalam berkoperasi. Dengan adanya sikap kewirausahaan pada pengurus, membantu koperasi menjadi berhasil terutama ditengah-tengah arus globalisasi saat ini. Pada penelitian ini akan dilihat modernitas sikap kewirausahaan pengurus koperasi pada masing-masing koperasi. Sikap modern dalam berwirausahaan yang banyak diacu merupakan pendapat beberapa ahli, diantaranya McClelland, Inkeles, Hagen dan para ahli lainnya, serta modifikasi dari peneliti. Modernitas sikap kewirausahaan dilihat dari beberapa indikator diantaranya: (1) mengutamakan prioritas, (2) pengambilan resiko, (3) keinovatifan, (4) sikap terhadap kerja, (5) penghargaan terhadap waktu, (6) motivasi berprestasi, (7) sikap percaya diri, dan (8) tanggung jawab individual. Kedelapan atribut sikap kewirausahaan tersebut merupakan atribut sikap yang melekat pada seorang usahawan yang berhasil. Sikap kewirausahaan tersebut merupakan pandangan modern terhadap atribut-atribut sikap dari individu pengurus koperasi. Sikap tersebut kemudian akan mempengaruhi perilaku individu untuk bertingkah laku. Namun, pada penelitian ini hanya akan melihat hubungan modernitas sikap kewirausahaan yang dimiliki pengurus koperasi terhadap keberhasilan koperasi belum pada bentuk tingkah laku yang nyata. Untuk variabel keberhasilan koperasi peneliti 18 menggunakan ukuran perkembangan jumlah anggota dan perkembangan sisa hasil usaha (SHU). Gambar 3. Kerangka Pemikiran Modernitas Sikap Kewirausahaan Pengurus Koperasi Modernitas Sikap Kewirausahaan: • Mengetahui Prioritas Utama • Pengambilan risiko • Keinovatifan • Penghargaan terhadap waktu • Kerja keras • Motivasi berprestasi • Tanggung jawab individual • Percaya diri Tingkah Laku Keberhasilan Koperasi: • Sisa Hasil Usaha (SHU) • Jumlah anggota Keterangan : Hubungan yang diuji Hubungan yang tidak diuji 2.5 Hipotesis Berdasarkan penjelasan mengenai skema kerangka pemikiran tersebut maka pada penelitian ini akan diuji mengenai hubungan modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan koperasi. H0 : Tidak ada hubungan antara modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan koperasi. H1 : Ada hubungan antara keberhasilan koperasi. modernitas sikap kewirausahaan dengan 19 2.6 Definisi Konsep dan Definisi Variabel Modernitas sikap kewirausahaan adalah pandangan individu untuk merespon secara konsisten terhadap ciri-ciri yang dimiliki seorang wirausahawan dari keenam pernyataan proyeksi dari masing-masing atribut sikap dengan empat alternatif jawaban. Adapun atribut modernitas sikap kewirausahaan tersebut meliputi sikap: 1) Sikap mental mengutamakan prioritas adalah sikap yang mengarah pada kemampuan dalam mengutamakan prioritas yang lebih penting dari segala sesuatu yang ada dilingkungannya untuk mencapai tujuan berusaha. Sikap yang dianggap modern ditentukan dari kemampuan individu untuk mengutamakan prioritas dalam memanfaatkan baik informasi, dana, maupun kredit. Sedangkan, sikap yang tidak modern ditentukan dari kemampuannya untuk tidak bersedia mengutamakan prioritas dalam memanfaatkan baik informasi, dana, maupun kredit. 2) Sikap mental mengambil resiko adalah sikap terarah yang mengacu kepada kemampuan dalam memperhitungkan menanggung kemungkinan resiko keberhasilan lebih dan modern dengan kegagalan dalam pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan usahanya. Seorang wirausaha modern akan cenderung menghindari situasi resiko yang rendah karena tidak ada tantangannya, dan menjauhi resiko yang tinggi, karena mereka ingin berhasil. Dengan kata lain sikap modern dimiliki oleh mereka yang menyukai resiko sedang, dan sikap tidak modern dimiliki mereka yang menyukai resiko tinggi dan rendah, bahkan tidak berani untuk menanggung resiko sama sekali. 3) Sikap mental inovatif adalah sikap terarah yang mengacu kepada kemampuan dalam menemukan ide-ide atau cara-cara baru yang lebih bermanfaat untuk meningkatkan keberhasilan baik produk maupun teknis pelaksanaan. Sikap modern dimiliki oleh mereka yang tertarik untuk mempelajari dan memperhitungkan hal-hal baru, memberikan gagasan dan alternatif untuk mendukung usahanya, sedangkan mereka yang memiliki sikap yang tidak modern yakni mereka yang tidak tertarik untuk mempelajari 20 dan memperhitungkan hal-hal di bidang usaha yang baru dan menemukan gagasan baru. 4) Sikap mental yang mengunggulkan kerja keras adalah sikap terarah yang mengacu pada kemampuan menunjukkan untuk selalu terlibat dalam situasi kerja dan tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai. Seorang yang mempunyai pandangan kewirausahaan yang modern akan bersikap optimis (tidak pasrah terhadap nasib) terhadap hasil pekerjaannya atau memiliki keyakinan bahwa setiap usaha suatu saat akan berkembang mencapai hasil yang memuaskan. Sedangkan, mereka yang tidak modern menyukai pekerjaan yang mudah (tanpa perlu kerja keras), tidak harus bekerja, serta tidak menyukai tantangan. 5) Sikap mental menghargai waktu. Pandangan mengenai kerja keras memiliki kaitan erat dengan masalah penggunaan waktu yang efisien dan mutu hasil yang dikehendaki. Seorang wirausaha modern akan memandang waktu sebagai salah satu modal kerja, sehingga setiap jam akan dipergunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat terutama dalam rangka memajukan usaha. Sedangkan, wirausaha yang tidak modern menganggap bahwa kegiatan yang bermanfaat seperti mengikuti pelatihan hanya akan membuang waktu, dan memaklumi orang jika tidak dapat menepati janji. 6) Sikap memiliki motivasi berprestasi adalah keinginan untuk berbuat sebaik mungkin tanpa banyak dipengaruhi oleh prestise dan pengaruh sosial, melainkan demi kepuasan pribadinya. Motif ini muncul untuk melakukan sesuatu secara sukses dan menjauhi kegagalan. Seorang wirausaha yang modern berambisi untuk mencapai prestasi, dan berusaha untuk memperbaiki kinerja walaupun ia mengalami kegagalan. Sedangkan, mereka yang tidak modern menganggap bahwa kegagalan hanya menurunkan prestasi kerja, dan mereka tidak tertarik dengan ambisi untuk mencapai prestasi. 7) Sikap mental percaya diri adalah sikap yang mengacu pada kemampuan yang menunjukkan sikap percaya kepada kemampuan sendiri, tidak raguragu dalam bertindak dan selalu optimis dalam segala situasi. Seseorang dengan sikap tidak modern tidak memiliki rasa percaya diri, dan pesimis 21 untuk melakukan sesuatu. Sedangkan, mereka yang memiliki sikap modern adalah mereka yang selalu optimis dan tidak ragu melakukan dan menyelesaikan pekerjaannya. 8) Sikap mental tanggung jawab individual. Pemikulan tanggung jawab disini, lebih berarti individualisme, di mana si pribadi sendiri yang akan merasakan dan menerima hasil dari keberhasilnnya maupun akibat dari kegagalannya. Besar keinginannya untuk bertanggung jawab ada kaitannya dengan kebebasan individu dalam membuat keputusan sendiri terutama dalam hal perkembangan usaha. Seorang yang modern memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk menyelesaikan tugasnya, bertanggung jawab terhadap perbuatannya, serta berupaya memperbaiki hasil usahanya. Sedangkan, mereka yang tidak modern adalah bersikap masa bodoh terhadap pekerjaannya, dan tidak bertanggung jawab terhadap kegagalan usahanya. Berdasakan uraian di atas, maka masing-masing tema sikap akan memiliki skor antara 1 sampai dengan 4. Skor tersebut diperoleh dari rumus modernitas rata-rata. yang akan dibagi dalam dua kelompok kategori yakni modern dan tidak modern, dimana skor sikap yang tidak modern antara 1 sampai dengan 2,99; dan skor modern antara 3 sampai dengan 4.