1 Legalitas Intervensi Militer Rusia Terhadap The Legalitas Intervensi Militer Rusia Terhadap The Autonomous Republic Of Crimea, Ukraina INTISARI Mamfaluthy1 dan Heribertus Jaka Triyana2 Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan menganalisis legalitas intervensi militer yang dilakukan Negara Rusia terhadap Crimea. Crimea merupakan wilayah kedaulatan Ukraina. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat apakah intervensi militer Rusia bisa dikatakan agresi sebagai bentuk atau akibat dari intervensi militer yang dilakukannya. Penelitian ini merupakan bentuk penelitian hukum bersifat normatif yang hanya mencakup azas-azas hukum serta sistematika hukum. Bahan atau data yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan hukum primer, sekunder serta tersier. Bahan tersebut didapatkan dengan cara melakukan studi kepustakaan. Bahan atau data yang didapatkan kemudian diseleksi, diklasifikasikan, melakukan sistemisasi, kemudian dilakukan penguraian terhadap permasalahan atau variable yang penulis bahas, langkah terakhir yaitu melakukan preskripsi terhadap variable yang penulis bahas, merumuskan kejelasan ketentuan hukum internasional tentang intervensi militer, fakta hukum tentang intervensi militer yang relevan, dan akibat hukum yang mungkin muncul dari tindakan tersebut. Legalitas intervensi militer Rusia sangat bergantung pada landasan hukum yang digunakan untuk melakukan intervensi. Ada dua alasan utama yaitu: pertama, intervensi dilakukan untuk melindungi etnis dan warga Rusia yang ada di Crimea, Ukraina dalam kerangka self-defence serta intervensi militer karena adanya permintaan dari negara Ukraina. Kedua alasan ini sangat lemah untuk dijadikan landasan hukum, karena berbagai kondisi yang tidak mendukung alasan Rusia. Beban pembuktian untuk membenarkan tindakannya tidak mampu ditampilkan oleh Rusia. Hasilnya, landasan hukum yang gunakan Rusia tidak bisa membenarkan tindakan Rusia. Tindakan intervensi militer Rusia juga tidak bisa dikategorikan agresi sebagai akibat dari tindakan yang dilakukannya. Ada ketentuan minimal atau de minimis threshold yang harus dipenuhi untuk menyatakan suatu tindakan sebagai agresi. Intervensi militer Rusia tidak memenuhi ketentuan minimal sebagaimana yang diatur dalam amandemen statuta Roma 1998 tentang agresi. Kata kunci: Use of Force, Intervensi Militer, Agresi. 1 2 Mahasiswa Magister Ilmu Hukum, UGM, Yogyakarta, Indonesia. Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. 2 I. Latar Belakang Negara Rusia melakukan intervensi militer dengan mengirimkan pasukan ke Crimea pada tanggal 1 Maret 2014. Hal ini dilakukan setelah adanya persetujuan dari Parlemen Federasi Rusia.3 Tentara Rusia juga telah menguasai Bandar Udara Sevastopol dan Simferopol.4 Dapat dikatakan secara de facto Crimea telah dikuasai oleh Rusia. Penyebab Rusia melakukan intervensi militer dikarenakan konflik di Ukraina. Konflik terjadi setelah Presiden Ukraina Yanukovych menolak melakukan kesepakatan dagang dengan pihak Uni Eropa. Yanukovych lebih memilih untuk melakukan kerjasama dengan pihak Rusia. Akibatnya, timbul pro dan kontra di masyarakat Ukraina karena keputusan tersebut.5 Rusia menggunakan kekuatan militer untuk mendukung Presiden Ukraina Viktor Yanukovych yang dilengserkan dari jabatannya.6 Rusia masih mengakui Yanukovych sebagai Presiden Ukraina yang legitimate. Rusia juga beranggapan tindakan pelengseran Yanukovych merupakan tindakan yang illegal. 7 Rusia mengemukakan dua alasan pembenar untuk melakukan intervensi militer terhadap Crimea. pertama, adanya permintaan dari Yanukovych sebagai presiden Ukraina yang diakui oleh Rusia untuk mempertahankan legitimasi, perdamaian, dan hukum di Ukraina.8 Kedua, intervensi militer Rusia untuk 3 KOMPAS, Edisi Jum’at 28 Februari 2014, hlm. 10. KOMPAS, Edisi Sabtu 1 Maret 2014, hlm. 1. 5 Tempo, “Lima Tokoh Kunci dalam Krisis Politik Ukraina”, dapat di akses dalam website http://www.tempo.co/read/news/2014/02/23/117556769/Lima-Tokoh-Kunci-dalam-Krisis-Politik-Ukraina, di akses pada tanggal 3 maret 2014. 6 Tempo, “NATO Perintahkan Rusia Tarik Pasukan dari Ukraina” http://www.tempo.co/read/news/2014/03/03/117558905/NATO-Perintahkan-Rusia-TarikPasukan-dari-Ukraina, diakses pada tanggal 15 Maret 2014. 7 Sky News, “Russia stands with putin over ukraine gamble,” http://news.sky.com/story/1219532/russia-stands-with-putin-over-ukraine-gamble, diakses pada tanggal 15 November 2014. 8 Tempo, “Intervensi Ukraina Amerika Bekukan Ekonomi Rusia” http://www.tempo.co/read/news/2014/03/04/117559320/Intervensi-Ukraina-Amerika-BekukanEkonomi-Rusia, diakses pada tanggal 13 Maret 2014. 4 3 melindungi etnis dan warga negara Rusia yang berada di Crimea. Crimea merupakan wilayah kedaulatan Ukraina yang dihuni oleh mayoritas etnis Rusia.9 Intervensi militer Rusia mendapat kecaman keras dari berbagai negara terutama negara Amerika. Hal ini dikarenakan tindakan intervensi militer Rusia melanggar kedaulatan Negara Ukraina.10 Ukraina sendiri menyatakan bahwa tindakan intervensi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina merupakan tindakan agresi; dan merupakan ancaman serius bagi integritas dan perdamaian serta stabilitas di seluruh wilayah Ukraina.11 Intervensi militer Rusia melanggar beberapa ketentuan hukum internasional, yaitu: Pertama, Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB tentang penggunaan kekerasan;12 Kedua, Resolusi Majelis Umum PBB No. 2625 Tahun 1970 tentang The Declaration On Principles Of International Law Concerning Friendly Relations And Co-Operation Among States; Ketiga, Resolusi Majelis Umum PBB No. 2131 Tahun 1965 tentang Declaration On Inadmissibility Of Intervention In The Domestic Affairs Of States And The Protection Of Their Independence And Sovereignty pada Pasal 1 dan Pasal 2 dan Resolusi Majelis Umum PBB No. 3314 yang dikeluarkan pada tanggal 14 Desember 1974 tentang agresi; Keempat, perjanjian bilateral antara Rusia dengan Ukraina seperti The Treaty on Friendship, Cooperation and Partnership between Russia and Ukraine yang ditandatangani pada tahun 1997,13 serta Memorandum Non Proliferasi senjata nuklir pada tanggal 5 Desember 1994 di Budapest.14 Semua aturan yang dilanggar oleh Rusia tersebut 9 Aljazeera, “Russia says yanukovych asked intervention” http://www.aljazeera.com/news/europe/2014/03/russia-says-yanukovych-asked-intervention20143405335594.html, diakses pada tanggal 13 Maret 2014. 10 Tempo, “Ukraina Krisis, Rusia Siagakan 150 Ribu Pasukan”, Http://Www.Tempo.Co/Read/News/2014/02/27/117557957/Ukraina-Krisis-Rusia-Siagakan-150Ribu-Pasukan, Diakses Pada 2 Mei 2014. 11 United Nations, “Ukraine, in Emergency Meeting, Calls on Security Council to Stop Military Intervention by Russian Federation”, http://www.un.org/press/en/2014/sc11302.doc.htm, diakses pada tanggal 12 November 2014. 12 Sumaryo Suryokusumo, 2007, Studi Kasus Hukum Internasional, PT. Tata Nusa, Jakarta, Hlm, 46. 13 Oleksii Izhak, “Prolongation Of RussianBlack Sea Fleet Basing In Crimea: Ukraine's Reasons And Interests”, the National Institute for Strategic Studies, Ukraine, Issue 2, 2010, dapat diakses dillink http://www.russkiivopros.com/?pag=one&id=333&kat=6&csl=47. 14 Doc. U.N.S.C. S/PV.7125, 7125th meeting, moday, 3 march 2014, New York. 4 pada dasarnya melarang Rusia melakukan intervensi dalam bentuk apapun terhadap persoalan internal negara Ukraina. II. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, ada beberapa permasalahan yang timbul, yaitu: 1. Bagaimanakah legalitas intervensi militer Rusia terhadap Ukraina dalam hukum internasional? 2. Apakah intervensi militer Rusia terhadap Ukraina bisa dikategorikan sebagai agresi? III. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan.15 Penelitian normatif ini hanya mencakup azas-azas hukum serta sistematik hukum.16 Bahan penelitian berupa data sekunder yang terdiri dari data hukum primer, data hukum sekunder dan data hukum tersier.17 Penulis ingin meneliti tentang tindakan intervensi yang dilakukan Rusia terhadap Crimea, Ukraina. Maka data yang penulis perlukan adalah; pertama, aturan atau konsep tentang intervensi militer dalam hukum internasional; kedua, fakta hukum tentang peristiwa intervensi Rusia ke Ukraina. Langkah selanjutnya setelah mendapatkan adalah melakukan analisis data. Analisis data merupakan suatu kegiatan memahami, mengartikan, membandingkan serta menghubungkan data-data tersebut dengan mencari kesesuaian antara data atau bahan yang telah dikumpulkan dalam rangka mengungkapkan dan menjelaskan suatu permasalahan. Dalam melakukan analisis penulis melalui beberapa tahapan, yaitu: pemilihan secara sistematis data yang bersifat das sollen berupa ketentuan hukum internasional tentang konsep intervensi militer, dan data yang bersifat das sein berupa fakta hukum tentang tindakan intervensi militer Rusia terhadap Crimea. Bentuk pemilahan data 15 Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normative Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 23. 16 Ibid., hlm. 61. 17 Ibid., hlm. 12-13. 5 dilakukan untuk memudahkan penulis dalam menganalisa variable atau permasalahan yang penulis bahas. Tahapan selanjutnya yaitu eksplikasi (penguraian atau penjelasan) yang pada akhirnya hasil dari pengolahan data ini dengan ditariknya sebuah kesimpulan dari permasalahan yang dibahas.18 Berdasarkan eksplikasi terhadap bahan-bahan penelitian tersebut, kemudian dilanjutkan dengan preskripsi. Dalam penelitian ini preskrepsi dimaksudkan untuk merumuskan kejelasan ketentuan hukum internasional tentang intervensi militer, fakta hukum tentang intervensi militer yang relevan, dan akibat hukum yang mungkin muncul dari tindakan tersebut. IV. Pembahasan A. Intervensi Militer Rusia Ke Crimea, Ukraina Intervensi militer Rusia ke Ukraina melanggar beberapa ketentuan hukum internasional yaitu: pertama, Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB tentang larangan penggunaan kekerasan; kedua, Resolusi Majelis Umum PBB No. 2131 Tahun 1965 tentang Declaration on the Inadmissibility of Intervention in the Domestic Affairs of States and the Protection of Their Independence and Sovereignty; ketiga, Resolusi Majelis Umum PBB No. 2625 Tahun 1970 tentang The Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Co-operation among States; keempat, Resolusi Majelis Umum PBB No. 3314 yang dikeluarkan pada tanggal 14 Desember 1974 tentang agresi. Intervensi militer Rusia ke Ukraina juga melanggar perjanjian bilateral yang disepakati oleh kedua negara. Adapun perjanjian tersebut yaitu: Pertama, Memorandum on Security Assurances in connection with Ukraine’s accession to the Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons, memorandum non proliferasi senjata nuklir pada tanggal 5 Desember 1994 di Budapest; 19 Kedua, Agreement Between Russian Federation and Ukraine on Status and Conditions of Staying of the Black Sea Fleet of Russian Federation on Ukrainian Territory 18 Sugeng Istanto, 2007, Penelitian Hukum, CV Ganda, Yogyakarta, hlm. 59. Exportlawblog, “Security Assurances”, Diakses pada tanggal 18 Maret 2015 di website http://www.exportlawblog.com/docs/security_assurances.pdf. Liat juga di Council On Foreign Relation. “Budapest Memorandums on Security Assurances, 1994,” diakses pada tanggal 18 Maret 2015 di link http://www.cfr.org/nonproliferation-arms-control-anddisarmament/budapest-memorandums-security-assurances-1994/p32484. 19 6 tahun 1997. Perjanjian bilateral tersebut menyatakan bahwa pemerintahan Rusia harus menghormati kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina. Serta tidak akan menggunakan ancaman atau kekerasan seperti intervensi militer terhadap kedaulatan wilayah Ukraina. Namun, dalam melakukan intervensi militer ke Ukraina Rusia mengemukakan beberapa alasan yaitu: 1. Intervention by Invitation Alasan pertama yang diajukan oleh Rusia dalam melakukan intervensi militer terhadap Ukraina adalah adanya permintaan untuk membantu Ukraina (intervensi militer) dari presiden Ukraina Yanukovych,20 dan adanya permintaan dari gubernur atau pimpinan daerah wilayah Otonomi Crimea.21 Intervensi militer Rusia terhadap Ukraina dibolehkan dalam hukum internasional22 selama adanya permintaan dari pemerintahan Negara yang meminta.23 Louise Doswald Beck berpendapat bahwa intervensi militer yang dilakukan atas permintaan atau consent dari negara yang diintervensi tidak melanggar ketentuan hukum internasional yang terdapat pada Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB. Kehadiran dari Negara lain di wilayahnya juga merupakan representasi dari host country itu sendiri.24 Tindakan intervensi militer karena permintaan sangat berhubungan erat dengan kondisi dari Negara yang meminta intervensi. Kondisi Negara yang dimaksud adalah status dari pemerintahan itu sendiri. Apakah Negara yang meminta intervensi itu mempunyai pemerintahan yang legitimate atau tidak. 20 RT, “Yanukovich Sent Letter To Putin Asking For Russian Military Presence In Ukraine”, http://rt.com/news/churkin-unsc-russia-ukraine-683/, diakses pada tanggal 25 Desember 2014, lihat juga di webnya UN di http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/PV.7125. 21 CB News, “Pro-Russian Leader In Crimea Asks Putin For Help”, http://www.cbsnews.com/news/Crimeas-leader-claims-control-asks-russias-vladimir-putin-forhelp/, diakses pada tanggal 25 Desember 2014. 22 Doc. I.C.J Report Judgement, Armed Activities Case Between Congo Vs Uganda At Paras 42-54, diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di link http://www.icjcij.org/docket/files/116/10455.pdf. 23 Christopher J. Le Mon, “Unilateral Intervention By Invitation In Civil Wars: The Effective Control Test Tested,” International Law And Politics [Vol. 35:741- 793, 2003] p. 742, diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di link http://www.oocities.org/resethnic/UniInterv.pdf. 24 Louise Doswald-Beck, “The Legal Validity of military Intervention By Invitation Of The Government”, British Yearbooks Of International Law, P.191, diakses pada tanggal 18 Maret 2014 di website http://bybil.oxfordjournals.org/ dan http://bybil.oxfordjournals.org/content/56/1/189.full.pdf+html. 7 Legitimasi dari pemerintahan mempunyai pengaruh terhadap legal tidaknya tindakan intervensi militer tersebut. Permasalahan ini bisa menjadi sangat rumit dalam kasus civil war. Pemerintahan yang dibantu atau yang bisa melakukan ajakan atau permintaan bantuan militer adalah pemerintahan yang legitimate dan diakui oleh komunitas internasional.25 Ada empat kriteria yang untuk melihat pemerintahan yang sah atau legitimate. Hal ini berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Inggris dalam kasus Republic of Somalia dengan Woodhouse Drake & Carey26 serta dalam kasus Sierra Leone Telecommunication Co Ltd dengan Barclays Bank plc.27 Faktor atau kriteria yang berhubungan dengan pemerintahan yang sah atau legitimate berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Inggris, yaitu: pertama, pemerintahan yang konstitusional; kedua, tingkatan, sifat dan stabilitas dari pelaksanaan administrasi pemerintahan terhadap wilayah negara (effective control); ketiga, sifat atau karakter hubungannya dengan pemerintahan lain; keempat, sejauhmana pengakuan atau tingkat pengakuan entitas internasional terhadap pemerintahan tersebut. Keempat faktor ini dapat dibagi kedalam dua sub, yaitu penilaian yang objektif pada faktor pertama dan kedua, serta penilaian subjektif pada faktor ketiga dan keempat. Dalam kasus military intervention by invitation yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina, terdapat beberapa kriteria untuk bisa dikatakan pemerintahan yang sah yaitu: a) Siapa yang berhak meminta bantuan intervensi militer; b) De facto (penguasaan wilayah secara efektif); c) Pengakuan terhadap pemerintahan Yanukovych. Dari beberapa kriteria tersebut hanya satu kriteria yang dapat dipastikan dipenuhi oleh pemerintahan Yanukovych yaitu pemerintahan yang konstitusional. Pemerintahan Yanukovych merupakan pemerintahan yang konstitusional. Sedangkan kriteria lainnya yaitu penguasaan wilayah secara efektif dan pemerintahan yang diakui dalam hal ini baik pihak oposisi dan juga 25 David J. Bederman, 2006, International Law Frameworks, Second Edition, Foundation Press, USA, hlm. 227. 26 Martin Dixon, et al, 2011, Case And Material On International Law, Oxford University Press, New York, hlm. 169. 27 John O’Brien, 2001, International Law, Routledge-Cavendish Publishing, New York, hlm. 195. 8 pemerintahan Yanukovych, tidak bisa secara sempurna memenuhi kedua kriteria ini. 2. Self Defence Salah satu alasan pembenar lainnya bagi Rusia untuk mengirimkan pasukannya ke Crimea adalah untuk melindungi warga negara Rusia yang berada di Crimea.28 Prinsip self defence terdapat pada Pasal 51 Piagam PBB dan merupakan prinsip yang diakui dalam hukum internasional. Warga negara merupakan perpanjangan dari Negara itu sendiri. Oleh karena itu, serangan terhadap warga negara merupakan serangan terhadap negara, karena unsur "komunitas" (dalam arti penduduk Negara) sangat penting bagi keberadaan Negara.29 Sir Humphrey Waldock30 dan Viscout Kilmuir31 menentukan beberapa kriteria atau kondisi yang membolehkan suatu negara melakukan tindakan penggunaan kekerasan dalam konteks melindungi warga negaranya di luar negeri yaitu: (a) adanya ancaman yang diperkirakan akan segera terjadi terhadap warga negara; (b) negara yang mempunyai kedaulatan territorial gagal atau tidak mampu melindungi mareka; (c) tindakan perlindungan hanya terbatas pada tindakan melindungi warga negara dari tindakan yang merugikan atau diciderai. Kriteria yang disebutkan oleh Sir Humphrey Waldock, mengharuskan Rusia untuk membuktikan bahwa warga negaranya serta etnis Rusia di Ukraina khususnya Crimea dalam keadaan terancam. Rusia harus membuktikan dengan jelas tentang kebutuhan yang sangat mendesak dan tindakan Rusia sudah 28 Lawfareblog, Ashley Deeks, “Russian Forces in Ukraine: A Sketch of the International Law Issues, Sunday”, diakses pada tanggal 2 Maret 2014 pada website: http://www.lawfareblog.com/2014/03/russian-forces-in-ukraine-a-sketch-of-the-international-lawissues/. 29 Constantine Antonopoulos, (1992) The unilateral use of force by states in international law. PhD thesis, University of Nottingham, Dapat diakses di http://eprints.nottingham.ac.uk/11188/. 30 Yoram Dinstein, 2003, War, Aggression and Self Defence, Third Edition, Cambridge University Press, New York, hlm. 204. Lihat juga Tom Ruys, “The ‘Protection of Nationals’ Doctrine Revisited”, Journal of Conflict & Security Law, Oxford University Press, Vol. 13 No. 2, 233–271, 2008, hlm.263. 31 Hillier, T, 1998, Sourcebook On Public International Law, Cavendish Publishing Limited, London, hlm, 609, Lihat juga bukunya Georg Schwarzenberger, 1960, A Manual Of International Law, Fourth Edition, Stevens & Sons Limited, London. Hlm, 172. 9 proporsional.32 Rusia mengeluarkan sebuah catatan yang berisi tentang kondisi dan ancaman yang terjadi di Ukraina.33 Negara-negara Barat tidak mempermasalahkan prinsip yang dijadikan dasar untuk melakukan intervensi militer oleh Rusia, namun mempertanyakan motif serta proporsionalitas dari tindakan Rusia.34 Tindakan intervensi militer Rusia yang berujung kepada aneksasi Crimea merupakan tindakan yang jelas melanggar kedaulatan Ukraina serta sudah tidak sesuai dengan prinsip self defence itu sendiri. 3. Crimean Referendum Intervensi militer Rusia terhadap wilayah Ukraina berakhir dengan aneksasi yang dilakukan Rusia terhadap Crimea pada tanggal 18 Maret 2014. Aneksasi ini dilakukan karena adanya permintaan dari parlemen Crimea kepada Rusia.35 Pada tanggal 6 Maret 2014, Parlemen Crimea mengeluarkan Resolusi No.1702-6/14 sebagai pernyataan untuk melepaskan diri dari Ukraina dan melakukan referendum pada tanggal 16 maret 2014. 36 Ada dua pilihan yang diajukan dalam referendum tersebut yaitu: a) bergabung dengan Negara Federasi Rusia; b) kembali ke konstitusi Crimea tahun 1992 sebagai bagian integral dari Ukraina.37 Sebanyak 95.5% penduduk Crimea memilih untuk bergabung dengan Rusia dan memilih pisah dari Negara Ukraina.38 32 Thomas M. Franck, 2004, Recourse To Force State Action Against Threats And Armed Attacks, Cambridge University Press, UK, hlm. 96. 33 Ministry Of Foreign Affairs Of The Rusia Federation, 2014, White Book On Violations Of Human Right And The Rule Of Law In Ukraine (November 2013-March 2014), Moscow, diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di website www.voltairenet.org, dengan link http://www.voltairenet.org/article183646.html. 34 Christine Gray, “The Use of Force and the International Legal Order”, in: Malcom D. Evans (ed.), International Law, Third Edition, 2010, 615 at 627. 35 BBC, “Crimea Parliament Asks To Join Russia”, (March 6, 2014), Diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di link http://www.kyivpost.com/content/ukraine-abroad/bbc-crimeaparliament-asks-to-join-russia-338639.html 36 Cambridge Journal Of International And Comparative Law, “International Law And Legality Of Secession In Crimea”, diakses pada tanggal 25 Desember 2014 dilink http://cjicl.org.uk/2014/04/20/international-law-legality-secession-crimea/ 37 BBC, “Crimea referendum: Voters 'back Russia Union” (berita 16 March 2014), diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di linkhttp://www.bbc.com/news/world-europe-26606097 38 Aljazeera, “Map: Russian language dominant in Crimea” (berita tanggal March 15, 2014), diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di link http://america.aljazeera.com/multimedia/2014/3/map-russian-the-dominantlanguageincrimea.html 10 Permasalahan self determination diakui dalam hukum internasional sebagaimana terdapat dalam Piagam PBB pada Pasal 1 ayat 239 serta konvenan hak hak sipil dan politik.40 Namun, permasalahan self determination masih menimbulkan banyak perbedaan interpretasi, karena hukum internasional tidak mengatur secara jelas apakah self determination dibolehkan pada masa sekarang (non colonial). Jika melihat dalam kasus Quebec, ada beberapa ketentuan dalam putusan tersebut yang dapat dijadikan sebagai patokan terhadap ketentuan self determination yaitu; pertama, former colony; kedua, an oppressed people; ketiga; they must be a people.41 Jika melihat pada kasus Crimea berdasarkan kriteria yang terdapat di atas, maka hanya beberapa kriteria yang terdapat dalam kasus Crimea, yaitu: (1) They must be a people Definisi people atau masyarakat sendiri masih belum pasti, Supreme Court of Canada menyatakan bahwa […] the precise meaning of the term "people" remains somewhat uncertain.42 UNESCO sendiri memberikan tujuh kriteria atau karakteristik yang berhubungan dengan “people” itu sendiri yaitu: a common history, a common racial or ethnic identity, cultural homogeneity, linguistic unity, common religion or ideological affinity, territorial connectedness, and a common economic life.43 Populasi di Crimea sendiri terdiri dari 58% etnis Russia, 24% etnis Ukraina, 12% Tatars, and 6% etnis lain (Yahudi, Armenia, Yunani, 39 U.N Charter, Article 1 (2) “To develop friendly relations among nations based on respect for the principle of equal rights and self-determination of peoples, and to take Jother appropriate measures to strengthen universal peace,” dapat diakses di website http://www.un.org/en/documents/charter/chapter1.shtml. 40 International Covenant on Civil and Political Rights, Article 1 (1) “All peoples have the right of self-determination. By virtue of that right they freely determine their political status and freely pursue their economic, social and cultural development” Dapat di aksese di link http://www.ohchr.org/en/professionalinterest/pages/ccpr.aspx. 41 Roya M. Hanna, “Right to Self-Determination in In Re Secession of Quebec”, 23 Md.J. Int' l L. 213, 1999, hlm. 231, dapat diakses di http://digitalcommons.law.umaryland.edu/mjil/vol23/iss1/9 42 Supreme Court of Canada, Reference re Secession of Quebec, [1998] 2 S.C.R. 217, case number 25506, Para.123, dapat diakses di http://scc-csc.lexum.com/scc-csc/scccsc/en/item/1643/index.do 43 http://unesdoc.unesco.org/images/0008/000851/085152eo.pdf 11 Belarus).44 Mayoritas yang tinggal di Crimea merupakan etnis Rusia, jumlahnya hampir mencapai 1,200,000 atau sekitar 58.3 dari jumlah populasi yang ada di Crimea. Bahasa utama atau yang lebih umum digunakan di Crimea merupakan Bahasa Rusia.45 (2) An oppressed people Kekerasan secara fisik terhadap sekelompok masyarakat seperti tindakan penyiksaan dan tindakan pelanggaran hak asasi manusia lainnya dapat menimbulkan hak untuk melakukan tindakan self determination.46 Rusia melihat bahwa pemerintahan sementara Ukraina telah melakukan beberapa tindakan yang melanggar hak asasi manusia terhadap etnis Rusia yang ada di Ukraina. Misalnya saja tindakan pemerintahan ad interim yang mengajukan Undang-Undang pembatasan bahasa nasional Ukraina.47 Persoalan tentang bahasa nasional merupakan persoalan yang sangat berpengaruh dalam hubungan Rusia dengan Ukraina. Hal ini terlihat dalam perjanjian Friendship, Cooperation, and Partnership yang bertanggal 31 Mei 1997, pihak Rusia meminta Ukraina untuk memasukkan klausula yang menjamin kebebasan etnis.48 Para peserta dari perjanjian harus menjamin dan menjaga identitas dari kelompok etnis, budaya, bahasa, dan agama yang berada di wilayahnya. Walaupun kemudian Undang-undang yang diajukan oleh Parlemen Ukraina dibatalkan oleh presiden sementara Ukraina.49 Veto yang dilakukan 44 Peter Ackerman And Maciej Bartkowski, “Challenging annexation: in Crimea, the referendum that wasn’t”, diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di link https://www.opendemocracy.net/civilresistance/peter-ackerman-maciej-bartkowski/challengingannexation-in-crimea-referendum-that-wa 45 RT,” Facts you need to know about Crimea and why it is in turmoil” dapat diakses di link http://rt.com/news/crimea-facts-protests-politics-945/ 46 Roya M. Hanna, “Right to Self-Determination in In Re Secession of Quebec”, 23 Md.J. Int' l L. 213, 1999. Hlm. 234, Available at: http://digitalcommons.law.umaryland.edu/mjil/vol23/iss1/9 47 RT, “Voiding Ukraine’s minority languages law ‘wrong’ – Luxembourg FM”, (February 25, 2014), diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di link http://rt.com/news/ukrainelanguage-lavrov-asselborn-627/ 48 John Quigley, “Finding a Way Forward for Crimea” (05 March 2014), diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di Cambridge journal of international and comparative law, dengan link http://cjicl.org.uk/2014/03/05/john-quigley-finding-way-forward-crimea/ 49 Dw.de, “Russia: No need currently for military action in Ukraine” diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di link http://www.dw.de/russia-no-need-currently-for-military-actionin-ukraine/a-17470118 12 presiden sementara Ukraina dinilai terlambat, karena masyarakat yang berbicara Bahasa Rusia terlalu takut dengan pemerintahan baru Ukraina.50 (3) Former colony PBB mendefinisikan “colony” sebagai "a territory which is geographically separate and is distinct ethnically and/or culturally from the country administering it" and "arbitrarily placed in a position or status of subordination vis a vis the metropolitan state."51 Pada masa sekarang (non-colonial), hak suatu kelompok masyarakat untuk melakukan self determination di batasi oleh integritas wilayah dari suatu negara. Dalam kasus Quebec menegaskan bahwa dalam konteks pada masa sekarang permasalahan self determination harus diselesaikan sesuai dengan kebijakan dan ketentuan internal dari suatu negara.52 B. Kategorisasi Tindakan Intervensi Militer Rusia ke Crimea Rusia melakukan intervensi militer ke Crimea pada tahun 2014. Intervensi militer Rusia dilakukan berdasarkan prinsip intervention by invitation serta selfdefence dalam kerangka melindungi warga negaranya. Kedua alasan tersebut dikenal dalam hukum internasional. Piagam PBB membolehkan melakukan penggunaan kekerasan dalam dua hal yaitu; self-defence secara unilateral maupun collective,53 dan mandat dari Dewan Keamanan PBB.54 Ada banyak kasus intervensi militer yang terjadi dengan alasan intervention by invitation serta melindungi warga negaranya di luar wilayah dari negara peng-intervensi, seperti: intervensi militer yang dilakukan negara Amerika 50 John Quigley, “Finding a Way Forward for Crimea” (05 March 2014), diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di Cambridge journal of international and comparative law, dengan link http://cjicl.org.uk/2014/03/05/john-quigley-finding-way-forward-crimea/ 51 Roya M. Hanna, “Right to Self-Determination in In Re Secession of Quebec”, 23 Md.J. Int' l L. 213, 1999, hlm. 237, dapat diakses di http://digitalcommons.law.umaryland.edu/mjil/vol23/iss1/9 52 Roya M. Hanna, “Right to Self-Determination in In Re Secession of Quebec”, 23 Md.J. Int' l L. 213, 1999, hlm. 230, dapat diakses di http://digitalcommons.law.umaryland.edu/mjil/vol23/iss1/9 53 Christine Gray, “The Charter limitation on the use of force: Theory and Practice”, pp. 86-98, dalam bukunya Vaughen Lowe, et al, 2008, The United Nations Security Council and War, the evaluation of Thought and Practice Since 1945, Oxford University Press, New York, hlm. 86. 54 Christine Gray, “The Charter limitation on the use of force: Theory and Practice”, pp. 86-98, dalam bukunya Vaughen Lowe, et al, 2008, The United Nations Security Council and War, the evaluation of Thought and Practice Since 1945, Oxford University Press, New York, hlm. 86. 13 terhadap negara Grenada;55 intervensi militer negara Prancis ke Gabon (1964 dan 1990)56 dan Central African Republic (1979, 1996, dan 1997);57 serta intervensi militer negara Belgia di Zaire.58 Hampir semua kasus tersebut sangat kontroversial serta menimbulkan perdebatan tentang legalitas dari intervensi militer tersebut dalam hukum internasional.59 Intervensi militer dengan alasan untuk melindungi warga negara di luar negeri selalu mendapat kecaman dari berbagai negara. Tidak banyak negara yang mau menerima tindakan intervensi yang dilakukan dengan alasan melindungi warga negaranya di luar negeri. Protection of national abroad merupakan permasalahan yang penuh dengan perdebatan dalam praktek negara-negara.60 Hal yang sama terjadi dalam kasus intervensi militer Rusia ke Crimea. Banyak negara yang mengecam tindakan intervensi tersebut. Majelis Umum PBB mengeluar resolusi yang mengecam tindakan intervensi militer Rusia. 61 Demikian juga dengan Dewan Keamanan PBB, namun Resolusi Dewan Keamanan PBB di veto oleh Rusia.62 Ukraina sendiri telah menyatakan dirinya sebagai korban dari tindakan agresi Rusia.63 Tindakan intervensi militer yang dilakukan Rusia merupakan tindakan agresi terhadap negara Ukraina serta menciderai kedaulatan, integritas 55 Oxford Public International Law, Robert J Beck, “Grenada”, diakses pada tanggal 25 Desember 2014, di website, http://opil.ouplaw.com/view/10.1093/law:epil/9780199231690/law9780199231690-e1292 56 Oxford Public International Law, Georg Nolte, “Intervention by Invitation”, para 7, dapat diakses di website, http://opil.ouplaw.com/view/10.1093/law:epil/9780199231690/law9780199231690-e1702?rskey=UZxXqA&result=2&prd=EPIL 57 Oxford Public International Law, Georg Nolte, “Intervention by Invitation”, para 7, dapat diakses di website, http://opil.ouplaw.com/view/10.1093/law:epil/9780199231690/law9780199231690-e1702?rskey=UZxXqA&result=2&prd=EPIL 58 Christine Gray, 2008, International Law And The Use Of Force, Third Edition, Oxford University Press, New York, hlm. 88. 59 Christine Gray, 2008, International Law And The Use Of Force, Third Edition, Oxford University Press, New York, hlm. 169. 60 Constantine Antonopoulos, (1992) The unilateral use of force by states in international law. PhD thesis, University of Nottingham, hlm. 412. Dapat diakses di http://eprints.nottingham.ac.uk/11188/ 61 Doc, U.N.G.A, “Territorial Integrity of Ukraine”, diakses pada tanggal 25 Desember 2014, di website http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/68/262 62 Draft Resolution S.C, S/2014/189, di akses pada tanggal 25 Desember 2014 di link http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/2014/189 63 Doc. S/ PV.7124, P. 3, dapat diakses di website http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/PV.7124 14 wilayah Ukraina dan hukum internasional. Rusia membantah bahwa tindakannya merupakan tindakan agressi.64 Rusia beranggapan bahwa tindakan yang dilakukannya sudah sesuai dengan ketentuan hukum internasional. 1. Intervensi Militer Rusia sebagai Mere Use of Force Pasal 2 ayat 4 melarang penggunaan kekuatan militer (armed force) terhadap permasalahan internal negara lain. Term armed force mencakup segala bentuk physical force seperti intervensi militer.65 Intervensi militer Rusia jelas merupakan tindakan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB tentang Use of force.66 Mengirimkan pasukan ke wilayah negara lain serta tindakan tersebut dilakukan tanpa adanya persetujuan dari pemerintahan ad interim Ukraina.67 Walaupun intervensi militer tersebut dilakukan tanpa adanya korban serta kerusakan yang berarti.68 Namun, pelanggaran dari perjanjian penempatan tentara Rusia di Crimea tidak bisa di katakan sebagai armed attack.69 Jika melihat kepada cara penguasaan terhadap wilayah Crimea oleh tentara Rusia tidak menimbulkan resistence atau tanpa tembakan satupun serta tidak mengkibatkan kerusakan yang parah atau bisa dikatakan tidak ada kerusakan. Maka tindakan tersebut bisa dikatakan sebagai tindakan “mere frontier accident” atau less grave form of use of force.70 Mere frontier incident merupakan tindakan 64 Doc. S/ PV.712 4, p. 3, dapat diakses di http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/PV.7124, vitally Churkin menyatakan “[…] what I heard in his statement was a number of terms characterizing the situation in Ukraine and the actions of the Russian Federation to which we cannot agree at all”. 65 Robert Kolb, An Introduction To The Law Of The United Nations, U.S and Canada, hart publishing, 2009, hlm. 66. 66 Green, James A, “Editorial Comment The Annexation Of Crimea: Russia, Passportisation And The Protection Of Nationals Revisited”, Journal On The Use Of Force And International Law, Vol. 1 No. 1, 2014, hlm. 5. 67 Christopher J. Le Mon, “Unilateral Intervention By Invitation In Civil Wars: The Effective Control Test Tested,” International Law And Politics [Vol. 35:741- 793, 2003] p. 791, diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di link http://www.oocities.org/resethnic/UniInterv.pdf 68 Green, James A, “Editorial Comment The Annexation Of Crimea: Russia, Passportisation And The Protection Of Nationals Revisited”, Journal On The Use Of Force And International Law, Vol. 1 No. 1, 2014, hlm. 5. 69 Yoram Dinstein, 2003, War, Aggression and Self Defence, Third Edition, Cambridge University Press, New York, hlm. 171. 70 Opinio Juris, Aurel Sari, “Ukraine Insta Symposium Breach Status Forces Agreement Amount Act Aggression Case Ukraine Black Sea Fleet SOFA” dapat diakses di link http://opiniojuris.org/2014/03/06/ukraine-insta-symposium-breach-status-forces-agreementamount-act-aggression-case-ukraine-black-sea-fleet-sofa/ 15 penggunaan kekuatan militer tanpa adanya scale dan effect.71 Dalam pandangan Mahkamah Internasional mere frontier incidents tidak terpenuhinya ketentuan gravity untuk bisa dikatakan sebagai armed attack. Jika melihat pada kasus Eritrea – Ethiopia, Mahkamah Arbitrase juga membedakan antara less grave use of force dengan armed attack.72 Demikian juga dalam putusan Mahkamah Internasional terhadap kasus The Nicaragua case,73 The oil platform case,74 The Congo v Uganda75 dan juga kasus antara Negara Eritrea dengan Ethiopia.76 Tidak semua intervensi militer bisa dikategorikan sebagai tindakan agresi. Mahkamah Internasional dalam kasus Nicaragua memberikan batasan dalam menentukan kategori dari tindakan suatu negara menggunakan kekuatan militer (armed force). Batasan yang ditentukan oleh Mahkamah Internasional untuk membedakan antara tindakan yang termasuk mere frontier incident dengan armed attack, dengan berfokus pada scale dan effect dari setiap tindakan angkatan bersenjata (armed force).77 2. Intervensi Militer Rusia Sebagai act of Aggression Ukraina telah menyatakan dirinya sebagai korban dari tindakan agresi Rusia. Perwakilan Ukraina di PBB Sergeyev menyatakan dengan tegas bahwa 71 Christine Gray, 2008, International Law And The Use Of Force, Third Edition, Oxford University Press, New York, hlm. 177. 72 ÖyküIrmakkesen, “The Notion of Armed Attack under the UN Charter and the Notion of International Armed Conflict – Interrelated or Distinct?”, Paper Geneva Academy, August 2014, dapat diakses di link http://www.prix-henrydunant.org/sites/prixhd/doc/2014_IRMAKKESEN_Paper.pdf, lihat juga Christine Gray, 2008, International Law And The Use Of Force, Third Edition, Oxford University Press, New York, hlm. 148. 73 Doc. I.C.J. Report judgement Nicaragua Case 27 Juni 1986, para. 195, para 191 dapat diakses di http://www.icj-cij.org/docket/files/70/6503.pdf 74 Doc. I.C.J. Report judgement, Oil Platform case, 6 November 2003, para 51 dan 62, dapat diakses di link http://www.icj-cij.org/docket/files/90/9715.pdf 75 Doc. I.C.J. report judgement Congo v Uganda 19 Desember 2005, para 146-147, dapat diakses di link http://www.icj-cij.org/docket/files/116/10455.pdf 76 Christine Gray, “The Eritrea/Ethiopia Claims Commission Oversteps Its Boundaries: A Partial Award?”, Eur J Int Law (2006) 17 (4): 699-721 doi:10.1093/ejil/chl023, p. 717, diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di link http://ejil.oxfordjournals.org/content/17/4/699.full.pdf+html, lihat juga Permanent Court of Arbitration, “Eritrea – Ethopia Claim Commission”, diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di link http://pca-cpa.org/showpage.asp?pag_id=1151 77 Doc. I.C.J. Report judgement Nicaragua Case 27 Juni 1986, para. 195, para 191 dapat diakses di http://www.icj-cij.org/docket/files/70/6503.pdf 16 tindakan intervensi yang dilakukan Rusia merupakan tindakan agresi yang melanggar kedaulatan Ukraina serta menciderai hukum internasional.78 Aurel Sari79 dan Antonello Tancrendi80 juga berpendapat bahwa tindakan intervensi yang dilakukan Rusia merupakan tindakan agresi. Rusia telah melakukan beberapa tindakan yang terdapat pada Pasal 8 bis amandemen Statuta Roma 1998. Rusia melanggar perjanjian Black Sea Fleet tahun 1997 tentang penempatan tentaranya di wilayah ukraina serta melakukan tindakan blockade terhadap angkatan laut Ukraina. Berdasarkan amandemen dari Statuta Roma di Kampala, Pasal 8 bis Dalam memberikan pengertian tentang agresi, yaitu:81 1) For the purpose of this statute “Crime of aggression” means the planning, preparation, initiation or execution, by a person in a position effectively to exercise control over or to direct the political or military action of a State, of an act of aggression which, by its character, gravity and scale, constitutes a manifest violation of the Charter of the United Nations.82 2) For the purpose of Paragraph 1 “Act of aggression” means the use of armed force by a State against the sovereignty, territorial integrity or political independence of another State, or in any other manner inconsistent with the Charter of the United Nations. Any of the following acts, regardless of a declaration of war, shall, in accordance 78 Doc. U.N.S.C. S/PV.7125, pertemuan Dewan Keamanan yang ke 7125, 3 Maret 2014, New York. 79 www.Opiniojuris.org, Aurel Sari, “Ukraine insta symposium breach status forces agreement amount act aggression case ukraine black sea fleet sofa”, diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di website http://opiniojuris.org/2014/03/06/ukraine-insta-symposium-breachstatus-forces-agreement-amount-act-aggression-case-ukraine-black-sea-fleet-sofa/ 80 Antonello Tancredi, “The Russian annexation of the Crimea: questions relating to the use of force”, questions of international law, diakses pada tanggal 17 November 2014 di link http://www.qil-qdi.org/the-russian-annexation-of-the-crimea-questions-relating-to-the-use-offorce/ 81 ICC, RC-Res.6-ENG, dapat diakses di http://www.icccpi.int/iccdocs/asp_docs/Resolutions/RC-Res.6-ENG.pdf 82 Document Rome Statute Of The International Criminal Court Rome, (Depositary Notification C.N.651.2010.TREATIES-8) 17 July 1998, Amendments To The Rome Statute Of The International Criminal Court Kampala, 11 June 2010, Adoption Of Amendments On The Crime Of Aggression. Dapat diakses di link http://www.concernedhistorians.org/content_files/file/TO/224.pdf 17 with United Nations General Assembly resolution 3314 (XXIX) of 14 December 1974 Dalam amandemen tersebut menyebutkan tindakan-tindakan yang dianggap sebagai tindakan agresi yaitu: (a) invasi atau serangan yang dilakukan oleh pasukan bersenjata dan sesuatu negara terhadap wilayah negara lainnya atau sebagian dari wilayah negara itu; (b) pemboman oleh pasukan bersenjata dari suatu negara terhadap wilayah negara lain atau penggunaan senjata apapun oleh suatu negara terhadap wilayah negara lain; (c) blokade di pelabuhan atau pantai dari suatu negara oleh pasukan bersenjata dari Negara lain; (d) suatu serangan oleh pasukan bersenjata dari suatu negara dengan angkatan darat, laut dan udara, marine di lapangan terbang dari negara lain; (e) penggunaan pasukan bersenjata dari suatu negara yang berada diwilayah negara lain, dengan persetujuan dari negara penerima, yang tidak sesuai dengan kondisi yang dinyatakan dalam persetujuan tersebut atau setiap perluasan dari kehadirannya di wilayah itu yang tidak sesuai dengan persetujuan tersebut; (f) tindakan dari suatu negara untuk mengijinkan di wilayahnya atas perintah dari negara lain, digunakan oleh negara lainnya untuk melakukan suatu tindakan agresi terhadap negara ketiga; (g) pengiriman oleh, atau atas nama suatu negara, kelompok gerombolan bersenjata, pasukan sewaan yang melakukan tindakan-tindakan dengan kekuatan senjata terhadap negara lain dengan suatu gravitas agar dapat memperkuat tindakantindakan tersebut di atas atau keterlibatannya secara substansial di dalamnya. Jika melihat dari definisi agresi, ada beberapa tindakan Rusia yang bisa digolongkan sebagai tindakan agresi yaitu: a) Pengiriman tentara ke wilayah Crimea; b) melakukan blockade terhadap kapal perang Ukraina di laut Ukraina. Namun, kedua tindakan tersebut tidak menyebabkan tindakan Rusia sebagai tindakan agresi. Baru dapat dikatakan sebagai kejahatan agresi jika tindakan agresi memenuhi ketentuan dari manifest violation of the Charter of the United Nations.83 Manifest itu sendiri di tentukan dengan character, gravity dan scale 83 Jennifer Trahan, dapat diakses di link http://booksandjournals.brillonline.com/content/journals/10.1163/157181211x543920?crawler=tru e 18 dari suatu tindakan agresi.84 Dengan kata lain, tindakan agresi karena character, gravity dan scale membentuk “manifest” atau pelanggaran nyata terhadap Piagam PBB.85 Mengutip pernyataan dari Seyapin yang menyatakan bahwa “In other word, in order to qualify as an act of aggression for the purpose of article 8 bis (1), a state’s use of force must be so unlawful, devastating and massive as to meet, respectively, the cumulative benchmarks of “character, gravity, and scale” laid down in “manifest standard”. 86 Ketentuan adanya threshold atau adanya batas tertentu dalam definisi agresi mengindikasikan bahwa tidak semua tindakan agresi bisa dikatakan sebagai agresi. Hanya tindakan agresi yang memenuhi kriteria character, gravity, dan scale yang membentuk pelanggaran nyata terhadap Piagam PBB.87 Namun demikian, tidak begitu jelas tindakan seperti apa yang karena character, gravity dan scale memunculkan pelanggaran nyata terhadap Piagam PBB.88 Penggunaan kekuatan bersenjata dalam suatu incident kecil tidak bisa dikatakan sebagai tindakan agresi.89 V. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan Dari pembahasan pada terhadap permasalahan yang penulis bahas, maka penulis menyimpulkan beberapa hal, yaitu: 84 Matthew Gillett, “The Anatomy of an International Crime: Aggression at the International Criminal Court”, International Criminal Law Review, p.25-26 dapat diakses di https://www.iccnow.org/documents/SSRN-id2209687.pdf 85 Article 8 bis, http://www.icc-cpi.int/NR/rdonlyres/336923D8-A6AD-40EC-AD7B45BF9DE73D56/0/ElementsOfCrimesEng.pdf, hlm. 43. 86 Sergey Sayapin, 2014, The Crime of Aggression in International Criminal Law: Historical Development, Comparative Analysis and Present State, T.M.C Asser Press, The Hague, The Nedherlands, Springer Science & Business Media, hlm. 261. 87 Roger S. Clark, “Negotiating Provisions Defining the Crime of Aggression, its Elements and the Conditions for ICC Exercise of Jurisdiction Over It”, The European Journal of International Law Vol. 20 no. 4, EJIL 2010, hlm.1105. 88 Sean D Murphy, The Crime Of Aggression At The International Criminal Court, pp, 533-560, Dalam Buku Marc Weller, 2015, The Oxford Handbook Of The Use Of Force In International Law, Oxford University Press, New York, hlm. 553. 89 Sergey Sayapin, 2014, The Crime Of Aggression In International Criminal Law: Historical Development, Comparative Analysis and Present State, T.M.C Asser Press, The Hague, The Nedherlands, Springer Science & Business Media, p.http://www.springer.com/cda/content/document/cda_downloaddocument/9789067049269c2.pdf?SGWID=0-0-45-1438117-p175372926. 19 1. Intervensi Militer Rusia ke Crimea menciderai ketentuan hukum internasional dengan melanggar Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB tentang larangan melakukan intervensi terhadap persoalan internal dari negara Ukraina, serta larangan penggunaan kekuatan militer terhadap negara lain. Penggunaan kekuatan militer hanya bisa dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 51 Piagam PBB dan adanya permintaan bantuan dari negara yang diintervensi. Intervensi Militer Rusia tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 51 Piagam PBB untuk melakukan intervensi berdasarkan self defence. Demikian juga dengan landasan pembenar lain seperti intervention by invitation dan self determination. Ketiga alasan pembenar yang diajukan Russia untuk melakukan intervensi militer terlalu lemah untuk bisa membenarkan tindakannya. 2. Intervensi Militer Rusia terhadap Crimea tidak bisa dikatakan sebagai tindakan agresi. Ada beberapa penyebab kenapa intervensi militer Rusia tidak bisa atau sangat sulit untuk bisa dikategorikan sebagai tindakan agresi, yaitu: Pertama, Pasal 8 bis statuta Roma menyatakan adanya ketentuan minimum (de minimis threshold) yang harus dipenuhi untuk dapat menyatakan bahwa tindakan Rusia merupakan tindakan agresi. Kedua, berdasarkan Piagam PBB Dewan Keamanan PBB mempunyai wewenang untuk menentukan suatu tindakan intervensi militer sebagai agresi atau bukan. Kewenangan yang dimiliki oleh Dewan Keamanan PBB akan disalahgunakan jika yang melakukan intervensi militer adalah negara anggota Dewan Keamanan PBB itu sendiri seperti Rusia yang melakukan veto terhadap Putusan Dewan Keamanan PBB dalam kasus Crimea. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan: 1. Kepada para akademisi dan praktisi hukum internasional untuk melakukan kajian yang lebih mendalam terhadap ketentuan hukum internasional terutama dalam hal penggunaan kekerasan (the use of force) seperti intervensi militer; 20 2. Kepada otoritas nasional untuk lebih memperhatikan kedaulatan negara sebagai bentuk perlindungan terhadap bangsa mengingat banyaknya ketidakpatuhan dari negara-negara besar terhadap hukum internasional. 21 Daftar Bacaan Buku Antonopoulos, Constantine, 1992, The unilateral Use of Force by States in International Law, thesis submitted to the university of Notingham for the degree of Doctor of Philosophy. Brierly, J.L, 1996, Hukum Bangsa-Bangsa Suatu Pengantar Hukum Internasional, Bharata, Jakarta. Bederman, David J, 2006, International Law Frameworks, Second Edition, Foundation Press, USA. Chen, T.C, 1951, The International Law Of Recognition, Stevens & Sons Limited, London. Conforti, Benedetto, 2005, The Law and Practice of the United Nations Third Revised Edition, Martinus Nijhoff Publishers, Leiden. Dixon, Martin, dan Robert Mccorquodale, 2003, Cases And Materials On International Law, Oxford University Press, New York. Dinstein, Yoram, 2003, War, Aggression and Self Defence, Third Edition, Cambridge University Press, New York. Evan, Gareth, et al, 2001, The Responsibility To Protect Report Of The International Commission On Intervention And State Sovereignty, ICISS, Canada. Franck, Thomas M, 2004, Recourse To Force State Action Against Threats And Armed Attacks, Cambridge University Press, UK. Gardam, Judith, 2004, Necessity, Proportionality And Theuse Of Force By States, Cambridge University Press, New York. 22 Garner, Bryan A, 1999, Black Law Dictionary, Seveth Edition, West Group, US. Gray, Christine, “The Use of Force and the International Legal Order”, in: Malcom D. Evans (ed.), International Law, Third Edition, 2010, 615 at 627. Gray, Christine, “The Charter limitation on the use of force: Theory and Practice”, pp. 86-98, dalam bukunya Vaughen Lowe, et al, 2008, The United Nations Security Council and War, the evaluation of Thought and Practice Since 1945, Oxford University Press, New York, Gray, Christine, 2008, International Law And The Use Of Force, Third Edition, Oxford University Press, New York. Jurnal Green, James A, “Editorial Comment The Annexation Of Crimea: Russia, Passportisation And The Protection Of Nationals Revisited”, Journal On The Use Of Force And International Law, Vol. 1 No. 1, 2014. Christopher J. Le Mon, “Unilateral Intervention By Invitation In Civil Wars: The Effective Control Test Tested,” International Law And Politics [Vol. 35:741- 793, 2003] p. 791, diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di link http://www.oocities.org/resethnic/UniInterv.pdf. ÖyküIrmakkesen, “The Notion of Armed Attack under the UN Charter and the Notion of International Armed Conflict – Interrelated or Distinct?”, Paper Geneva Academy, August 2014, dapat diakses di link http://www.prix-henry- dunant.org/sites/prixhd/doc/2014_IRMAKKESEN_Paper.pdf, Christine Gray, “The Eritrea/Ethiopia Claims Commission Oversteps Its Boundaries: A Partial 721 doi:10.1093/ejil/chl023, Award?”, p. Eur 717, J Int Law (2006) 17 (4): 699- diakses http://ejil.oxfordjournals.org/content/17/4/699.full.pdf+html, di link