Legalitas Intervensi Militer Rusia Terhadap The

advertisement
1
Legalitas Intervensi Militer Rusia Terhadap The
Legalitas Intervensi Militer Rusia Terhadap The
Autonomous Republic Of Crimea, Ukraina
INTISARI
Mamfaluthy1 dan Heribertus Jaka Triyana2
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan menganalisis legalitas intervensi
militer yang dilakukan Negara Rusia terhadap Crimea. Crimea merupakan
wilayah kedaulatan Ukraina. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat apakah
intervensi militer Rusia bisa dikatakan agresi sebagai bentuk atau akibat dari
intervensi militer yang dilakukannya.
Penelitian ini merupakan bentuk penelitian hukum bersifat normatif yang
hanya mencakup azas-azas hukum serta sistematika hukum. Bahan atau data yang
digunakan dalam penelitian ini berupa bahan hukum primer, sekunder serta
tersier. Bahan tersebut didapatkan dengan cara melakukan studi kepustakaan.
Bahan atau data yang didapatkan kemudian diseleksi, diklasifikasikan, melakukan
sistemisasi, kemudian dilakukan penguraian terhadap permasalahan atau variable
yang penulis bahas, langkah terakhir yaitu melakukan preskripsi terhadap variable
yang penulis bahas, merumuskan kejelasan ketentuan hukum internasional tentang
intervensi militer, fakta hukum tentang intervensi militer yang relevan, dan akibat
hukum yang mungkin muncul dari tindakan tersebut.
Legalitas intervensi militer Rusia sangat bergantung pada landasan hukum
yang digunakan untuk melakukan intervensi. Ada dua alasan utama yaitu:
pertama, intervensi dilakukan untuk melindungi etnis dan warga Rusia yang ada
di Crimea, Ukraina dalam kerangka self-defence serta intervensi militer karena
adanya permintaan dari negara Ukraina. Kedua alasan ini sangat lemah untuk
dijadikan landasan hukum, karena berbagai kondisi yang tidak mendukung alasan
Rusia. Beban pembuktian untuk membenarkan tindakannya tidak mampu
ditampilkan oleh Rusia. Hasilnya, landasan hukum yang gunakan Rusia tidak bisa
membenarkan tindakan Rusia. Tindakan intervensi militer Rusia juga tidak bisa
dikategorikan agresi sebagai akibat dari tindakan yang dilakukannya. Ada
ketentuan minimal atau de minimis threshold yang harus dipenuhi untuk
menyatakan suatu tindakan sebagai agresi. Intervensi militer Rusia tidak
memenuhi ketentuan minimal sebagaimana yang diatur dalam amandemen statuta
Roma 1998 tentang agresi.
Kata kunci: Use of Force, Intervensi Militer, Agresi.
1
2
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum, UGM, Yogyakarta, Indonesia.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
2
I. Latar Belakang
Negara Rusia melakukan intervensi militer dengan mengirimkan pasukan
ke Crimea pada tanggal 1 Maret 2014. Hal ini dilakukan setelah adanya
persetujuan dari Parlemen Federasi Rusia.3 Tentara Rusia juga telah menguasai
Bandar Udara Sevastopol dan Simferopol.4 Dapat dikatakan secara de facto
Crimea telah dikuasai oleh Rusia. Penyebab Rusia melakukan intervensi militer
dikarenakan konflik di Ukraina. Konflik terjadi setelah Presiden Ukraina
Yanukovych menolak melakukan kesepakatan dagang dengan pihak Uni Eropa.
Yanukovych lebih memilih untuk melakukan kerjasama dengan pihak Rusia.
Akibatnya, timbul pro dan kontra di masyarakat Ukraina karena keputusan
tersebut.5
Rusia menggunakan kekuatan militer untuk mendukung Presiden Ukraina
Viktor Yanukovych yang dilengserkan dari jabatannya.6 Rusia masih mengakui
Yanukovych sebagai Presiden Ukraina yang legitimate. Rusia juga beranggapan
tindakan pelengseran Yanukovych merupakan tindakan yang illegal. 7
Rusia mengemukakan dua alasan pembenar untuk melakukan intervensi
militer terhadap Crimea. pertama, adanya permintaan dari Yanukovych sebagai
presiden Ukraina yang diakui oleh Rusia untuk mempertahankan legitimasi,
perdamaian, dan hukum di Ukraina.8 Kedua, intervensi militer Rusia untuk
3
KOMPAS, Edisi Jum’at 28 Februari 2014, hlm. 10.
KOMPAS, Edisi Sabtu 1 Maret 2014, hlm. 1.
5
Tempo, “Lima Tokoh Kunci dalam Krisis Politik Ukraina”, dapat di akses dalam website
http://www.tempo.co/read/news/2014/02/23/117556769/Lima-Tokoh-Kunci-dalam-Krisis-Politik-Ukraina,
di akses pada tanggal 3 maret 2014.
6
Tempo, “NATO Perintahkan Rusia Tarik Pasukan dari Ukraina”
http://www.tempo.co/read/news/2014/03/03/117558905/NATO-Perintahkan-Rusia-TarikPasukan-dari-Ukraina, diakses pada tanggal 15 Maret 2014.
7
Sky News, “Russia stands with putin over ukraine gamble,”
http://news.sky.com/story/1219532/russia-stands-with-putin-over-ukraine-gamble, diakses pada
tanggal 15 November 2014.
8
Tempo,
“Intervensi
Ukraina
Amerika
Bekukan
Ekonomi
Rusia”
http://www.tempo.co/read/news/2014/03/04/117559320/Intervensi-Ukraina-Amerika-BekukanEkonomi-Rusia, diakses pada tanggal 13 Maret 2014.
4
3
melindungi etnis dan warga negara Rusia yang berada di Crimea. Crimea
merupakan wilayah kedaulatan Ukraina yang dihuni oleh mayoritas etnis Rusia.9
Intervensi militer Rusia mendapat kecaman keras dari berbagai negara
terutama negara Amerika. Hal ini dikarenakan tindakan intervensi militer Rusia
melanggar kedaulatan Negara Ukraina.10 Ukraina sendiri menyatakan bahwa
tindakan intervensi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina merupakan tindakan
agresi; dan merupakan ancaman serius bagi integritas dan perdamaian serta
stabilitas di seluruh wilayah Ukraina.11
Intervensi
militer
Rusia
melanggar
beberapa
ketentuan
hukum
internasional, yaitu: Pertama, Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB tentang penggunaan
kekerasan;12 Kedua, Resolusi Majelis Umum PBB No. 2625 Tahun 1970 tentang
The Declaration On Principles Of International Law Concerning Friendly
Relations And Co-Operation Among States; Ketiga, Resolusi Majelis Umum PBB
No. 2131 Tahun 1965 tentang Declaration On Inadmissibility Of Intervention In
The Domestic Affairs Of States And The Protection Of Their Independence And
Sovereignty pada Pasal 1 dan Pasal 2 dan Resolusi Majelis Umum PBB No. 3314
yang dikeluarkan pada tanggal 14 Desember 1974 tentang agresi; Keempat,
perjanjian bilateral antara Rusia dengan Ukraina seperti The Treaty on Friendship,
Cooperation and Partnership between Russia and Ukraine yang ditandatangani
pada tahun 1997,13 serta Memorandum Non Proliferasi senjata nuklir pada tanggal
5 Desember 1994 di Budapest.14 Semua aturan yang dilanggar oleh Rusia tersebut
9
Aljazeera,
“Russia
says
yanukovych
asked
intervention”
http://www.aljazeera.com/news/europe/2014/03/russia-says-yanukovych-asked-intervention20143405335594.html, diakses pada tanggal 13 Maret 2014.
10
Tempo,
“Ukraina
Krisis,
Rusia
Siagakan
150
Ribu
Pasukan”,
Http://Www.Tempo.Co/Read/News/2014/02/27/117557957/Ukraina-Krisis-Rusia-Siagakan-150Ribu-Pasukan, Diakses Pada 2 Mei 2014.
11
United Nations, “Ukraine, in Emergency Meeting, Calls on Security Council to Stop
Military Intervention by Russian Federation”, http://www.un.org/press/en/2014/sc11302.doc.htm,
diakses pada tanggal 12 November 2014.
12
Sumaryo Suryokusumo, 2007, Studi Kasus Hukum Internasional, PT. Tata Nusa,
Jakarta, Hlm, 46.
13
Oleksii Izhak, “Prolongation Of RussianBlack Sea Fleet Basing In Crimea: Ukraine's Reasons And
Interests”, the National Institute for Strategic Studies, Ukraine, Issue 2, 2010, dapat diakses dillink
http://www.russkiivopros.com/?pag=one&id=333&kat=6&csl=47.
14
Doc. U.N.S.C. S/PV.7125, 7125th meeting, moday, 3 march 2014, New York.
4
pada dasarnya melarang Rusia melakukan intervensi dalam bentuk apapun
terhadap persoalan internal negara Ukraina.
II. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, ada
beberapa permasalahan yang timbul, yaitu:
1. Bagaimanakah legalitas intervensi militer Rusia terhadap Ukraina dalam
hukum internasional?
2. Apakah intervensi militer Rusia terhadap Ukraina bisa dikategorikan
sebagai agresi?
III. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif. Penelitian
hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan.15 Penelitian normatif ini
hanya mencakup azas-azas hukum serta sistematik hukum.16 Bahan penelitian
berupa data sekunder yang terdiri dari data hukum primer, data hukum sekunder
dan data hukum tersier.17 Penulis ingin meneliti tentang tindakan intervensi yang
dilakukan Rusia terhadap Crimea, Ukraina. Maka data yang penulis perlukan
adalah; pertama, aturan atau konsep tentang intervensi militer dalam hukum
internasional; kedua, fakta hukum tentang peristiwa intervensi Rusia ke Ukraina.
Langkah selanjutnya setelah mendapatkan adalah melakukan analisis data.
Analisis
data
merupakan
suatu
kegiatan
memahami,
mengartikan,
membandingkan serta menghubungkan data-data tersebut dengan mencari
kesesuaian antara data atau bahan yang telah dikumpulkan dalam rangka
mengungkapkan dan menjelaskan suatu permasalahan. Dalam melakukan analisis
penulis melalui beberapa tahapan, yaitu: pemilihan secara sistematis data yang
bersifat das sollen berupa ketentuan hukum internasional tentang konsep
intervensi militer, dan data yang bersifat das sein berupa fakta hukum tentang
tindakan intervensi militer Rusia terhadap Crimea. Bentuk pemilahan data
15
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normative Suatu
Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 23.
16
Ibid., hlm. 61.
17
Ibid., hlm. 12-13.
5
dilakukan untuk memudahkan penulis dalam menganalisa variable atau
permasalahan yang penulis bahas.
Tahapan selanjutnya yaitu eksplikasi (penguraian atau penjelasan) yang
pada akhirnya hasil dari pengolahan data ini dengan ditariknya sebuah kesimpulan
dari permasalahan yang dibahas.18 Berdasarkan eksplikasi terhadap bahan-bahan
penelitian tersebut, kemudian dilanjutkan dengan preskripsi. Dalam penelitian ini
preskrepsi dimaksudkan untuk merumuskan kejelasan ketentuan hukum
internasional tentang intervensi militer, fakta hukum tentang intervensi militer
yang relevan, dan akibat hukum yang mungkin muncul dari tindakan tersebut.
IV. Pembahasan
A. Intervensi Militer Rusia Ke Crimea, Ukraina
Intervensi militer Rusia ke Ukraina melanggar beberapa ketentuan hukum
internasional yaitu: pertama, Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB tentang larangan
penggunaan kekerasan; kedua, Resolusi Majelis Umum PBB No. 2131 Tahun
1965 tentang Declaration on the Inadmissibility of Intervention in the Domestic
Affairs of States and the Protection of Their Independence and Sovereignty;
ketiga, Resolusi Majelis Umum PBB No. 2625 Tahun 1970 tentang The
Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations
and Co-operation among States; keempat, Resolusi Majelis Umum PBB No. 3314
yang dikeluarkan pada tanggal 14 Desember 1974 tentang agresi.
Intervensi militer Rusia ke Ukraina juga melanggar perjanjian bilateral
yang disepakati oleh kedua negara. Adapun perjanjian tersebut yaitu: Pertama,
Memorandum on Security Assurances in connection with Ukraine’s accession to
the Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons, memorandum non
proliferasi senjata nuklir pada tanggal 5 Desember 1994 di Budapest; 19 Kedua,
Agreement Between Russian Federation and Ukraine on Status and Conditions of
Staying of the Black Sea Fleet of Russian Federation on Ukrainian Territory
18
Sugeng Istanto, 2007, Penelitian Hukum, CV Ganda, Yogyakarta, hlm. 59.
Exportlawblog, “Security Assurances”, Diakses pada tanggal 18 Maret 2015 di
website http://www.exportlawblog.com/docs/security_assurances.pdf. Liat juga di Council On
Foreign Relation. “Budapest Memorandums on Security Assurances, 1994,” diakses pada tanggal
18
Maret
2015
di
link
http://www.cfr.org/nonproliferation-arms-control-anddisarmament/budapest-memorandums-security-assurances-1994/p32484.
19
6
tahun 1997. Perjanjian bilateral tersebut menyatakan bahwa pemerintahan Rusia
harus menghormati kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina. Serta tidak akan
menggunakan ancaman atau kekerasan seperti intervensi militer terhadap
kedaulatan wilayah Ukraina.
Namun,
dalam melakukan intervensi
militer ke
Ukraina Rusia
mengemukakan beberapa alasan yaitu:
1. Intervention by Invitation
Alasan pertama yang diajukan oleh Rusia dalam melakukan intervensi
militer terhadap Ukraina adalah adanya permintaan untuk membantu Ukraina
(intervensi militer) dari presiden Ukraina Yanukovych,20 dan adanya permintaan
dari gubernur atau pimpinan daerah wilayah Otonomi Crimea.21 Intervensi militer
Rusia terhadap Ukraina dibolehkan dalam hukum internasional22 selama adanya
permintaan dari pemerintahan Negara yang meminta.23 Louise Doswald Beck
berpendapat bahwa intervensi militer yang dilakukan atas permintaan atau consent
dari negara yang diintervensi tidak melanggar ketentuan hukum internasional
yang terdapat pada Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB. Kehadiran dari Negara lain di
wilayahnya juga merupakan representasi dari host country itu sendiri.24
Tindakan intervensi militer karena permintaan sangat berhubungan erat
dengan kondisi dari Negara yang meminta intervensi. Kondisi Negara yang
dimaksud adalah status dari pemerintahan itu sendiri. Apakah Negara yang
meminta intervensi itu mempunyai pemerintahan yang legitimate atau tidak.
20
RT, “Yanukovich Sent Letter To Putin Asking For Russian Military Presence In
Ukraine”, http://rt.com/news/churkin-unsc-russia-ukraine-683/, diakses pada tanggal 25 Desember
2014,
lihat
juga
di
webnya
UN
di
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/PV.7125.
21
CB News, “Pro-Russian Leader In Crimea Asks Putin For Help”,
http://www.cbsnews.com/news/Crimeas-leader-claims-control-asks-russias-vladimir-putin-forhelp/, diakses pada tanggal 25 Desember 2014.
22
Doc. I.C.J Report Judgement, Armed Activities Case Between Congo Vs Uganda At
Paras 42-54, diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di link http://www.icjcij.org/docket/files/116/10455.pdf.
23
Christopher J. Le Mon, “Unilateral Intervention By Invitation In Civil Wars: The
Effective Control Test Tested,” International Law And Politics [Vol. 35:741- 793, 2003] p. 742,
diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di link http://www.oocities.org/resethnic/UniInterv.pdf.
24
Louise Doswald-Beck, “The Legal Validity of military Intervention By Invitation Of
The Government”, British Yearbooks Of International Law, P.191, diakses pada tanggal 18 Maret
2014
di
website
http://bybil.oxfordjournals.org/
dan
http://bybil.oxfordjournals.org/content/56/1/189.full.pdf+html.
7
Legitimasi dari pemerintahan mempunyai pengaruh terhadap legal tidaknya
tindakan intervensi militer tersebut. Permasalahan ini bisa menjadi sangat rumit
dalam kasus civil war. Pemerintahan yang dibantu atau yang bisa melakukan
ajakan atau permintaan bantuan militer adalah pemerintahan yang legitimate dan
diakui oleh komunitas internasional.25
Ada empat kriteria yang untuk melihat pemerintahan yang sah atau
legitimate. Hal ini berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Inggris dalam kasus
Republic of Somalia dengan Woodhouse Drake & Carey26 serta dalam kasus
Sierra Leone Telecommunication Co Ltd dengan Barclays Bank plc.27 Faktor atau
kriteria yang berhubungan dengan pemerintahan yang sah atau legitimate
berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Inggris, yaitu: pertama, pemerintahan
yang konstitusional; kedua, tingkatan, sifat dan stabilitas dari pelaksanaan
administrasi pemerintahan terhadap wilayah negara (effective control); ketiga,
sifat atau karakter hubungannya dengan pemerintahan lain; keempat, sejauhmana
pengakuan atau tingkat pengakuan entitas internasional terhadap pemerintahan
tersebut. Keempat faktor ini dapat dibagi kedalam dua sub, yaitu penilaian yang
objektif pada faktor pertama dan kedua, serta penilaian subjektif pada faktor
ketiga dan keempat.
Dalam kasus military intervention by invitation yang dilakukan Rusia
terhadap Ukraina, terdapat beberapa kriteria untuk bisa dikatakan pemerintahan
yang sah yaitu: a) Siapa yang berhak meminta bantuan intervensi militer; b) De
facto (penguasaan wilayah secara efektif); c) Pengakuan terhadap pemerintahan
Yanukovych. Dari beberapa kriteria tersebut hanya satu kriteria yang dapat
dipastikan dipenuhi oleh pemerintahan Yanukovych yaitu pemerintahan yang
konstitusional. Pemerintahan Yanukovych merupakan pemerintahan yang
konstitusional. Sedangkan kriteria lainnya yaitu penguasaan wilayah secara efektif
dan pemerintahan yang diakui dalam hal ini baik pihak oposisi dan juga
25
David J. Bederman, 2006, International Law Frameworks, Second Edition,
Foundation Press, USA, hlm. 227.
26
Martin Dixon, et al, 2011, Case And Material On International Law, Oxford
University Press, New York, hlm. 169.
27
John O’Brien, 2001, International Law, Routledge-Cavendish Publishing, New York,
hlm. 195.
8
pemerintahan Yanukovych, tidak bisa secara sempurna memenuhi kedua kriteria
ini.
2. Self Defence
Salah satu alasan pembenar lainnya bagi Rusia untuk mengirimkan
pasukannya ke Crimea adalah untuk melindungi warga negara Rusia yang berada
di Crimea.28 Prinsip self defence terdapat pada Pasal 51 Piagam PBB dan
merupakan prinsip yang diakui dalam hukum internasional. Warga negara
merupakan perpanjangan dari Negara itu sendiri. Oleh karena itu, serangan
terhadap warga negara merupakan serangan terhadap negara, karena unsur
"komunitas" (dalam arti penduduk Negara) sangat penting bagi keberadaan
Negara.29 Sir Humphrey Waldock30 dan Viscout Kilmuir31 menentukan beberapa
kriteria atau kondisi yang membolehkan suatu negara melakukan tindakan
penggunaan kekerasan dalam konteks melindungi warga negaranya di luar negeri
yaitu: (a) adanya ancaman yang diperkirakan akan segera terjadi terhadap warga
negara; (b) negara yang mempunyai kedaulatan territorial gagal atau tidak mampu
melindungi mareka; (c) tindakan perlindungan hanya terbatas pada tindakan
melindungi warga negara dari tindakan yang merugikan atau diciderai.
Kriteria yang disebutkan oleh Sir Humphrey Waldock, mengharuskan
Rusia untuk membuktikan bahwa warga negaranya serta etnis Rusia di Ukraina
khususnya Crimea dalam keadaan terancam. Rusia harus membuktikan dengan
jelas tentang kebutuhan yang sangat mendesak dan tindakan Rusia sudah
28
Lawfareblog, Ashley Deeks, “Russian Forces in Ukraine: A Sketch of the
International Law Issues, Sunday”, diakses pada tanggal 2 Maret 2014 pada website:
http://www.lawfareblog.com/2014/03/russian-forces-in-ukraine-a-sketch-of-the-international-lawissues/.
29
Constantine Antonopoulos, (1992) The unilateral use of force by states in
international
law. PhD
thesis,
University of
Nottingham,
Dapat
diakses
di
http://eprints.nottingham.ac.uk/11188/.
30
Yoram Dinstein, 2003, War, Aggression and Self Defence, Third Edition, Cambridge
University Press, New York, hlm. 204. Lihat juga Tom Ruys, “The ‘Protection of Nationals’
Doctrine Revisited”, Journal of Conflict & Security Law, Oxford University Press, Vol. 13 No. 2,
233–271, 2008, hlm.263.
31
Hillier, T, 1998, Sourcebook On Public International Law, Cavendish Publishing
Limited, London, hlm, 609, Lihat juga bukunya Georg Schwarzenberger, 1960, A Manual Of
International Law, Fourth Edition, Stevens & Sons Limited, London. Hlm, 172.
9
proporsional.32 Rusia mengeluarkan sebuah catatan yang berisi tentang kondisi
dan
ancaman
yang
terjadi
di
Ukraina.33
Negara-negara
Barat
tidak
mempermasalahkan prinsip yang dijadikan dasar untuk melakukan intervensi
militer oleh Rusia, namun mempertanyakan motif serta proporsionalitas dari
tindakan Rusia.34 Tindakan intervensi militer Rusia yang berujung kepada
aneksasi Crimea merupakan tindakan yang jelas melanggar kedaulatan Ukraina
serta sudah tidak sesuai dengan prinsip self defence itu sendiri.
3. Crimean Referendum
Intervensi militer Rusia terhadap wilayah Ukraina berakhir dengan
aneksasi yang dilakukan Rusia terhadap Crimea pada tanggal 18 Maret 2014.
Aneksasi ini dilakukan karena adanya permintaan dari parlemen Crimea kepada
Rusia.35 Pada tanggal 6 Maret 2014, Parlemen Crimea mengeluarkan Resolusi
No.1702-6/14 sebagai pernyataan untuk melepaskan diri dari Ukraina dan
melakukan referendum pada tanggal 16 maret 2014. 36 Ada dua pilihan yang
diajukan dalam referendum tersebut yaitu: a) bergabung dengan Negara Federasi
Rusia; b) kembali ke konstitusi Crimea tahun 1992 sebagai bagian integral dari
Ukraina.37 Sebanyak 95.5% penduduk Crimea memilih untuk bergabung dengan
Rusia dan memilih pisah dari Negara Ukraina.38
32
Thomas M. Franck, 2004, Recourse To Force State Action Against Threats And
Armed Attacks, Cambridge University Press, UK, hlm. 96.
33
Ministry Of Foreign Affairs Of The Rusia Federation, 2014, White Book On
Violations Of Human Right And The Rule Of Law In Ukraine (November 2013-March 2014),
Moscow, diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di website www.voltairenet.org, dengan link
http://www.voltairenet.org/article183646.html.
34
Christine Gray, “The Use of Force and the International Legal Order”, in: Malcom D.
Evans (ed.), International Law, Third Edition, 2010, 615 at 627.
35
BBC, “Crimea Parliament Asks To Join Russia”, (March 6, 2014), Diakses pada
tanggal 25 Desember 2014 di link http://www.kyivpost.com/content/ukraine-abroad/bbc-crimeaparliament-asks-to-join-russia-338639.html
36
Cambridge Journal Of International And Comparative Law, “International Law And
Legality Of Secession In Crimea”, diakses pada tanggal 25 Desember 2014 dilink
http://cjicl.org.uk/2014/04/20/international-law-legality-secession-crimea/
37
BBC, “Crimea referendum: Voters 'back Russia Union” (berita 16 March 2014), diakses pada tanggal 25
Desember 2014 di linkhttp://www.bbc.com/news/world-europe-26606097
38
Aljazeera, “Map: Russian language dominant in Crimea” (berita tanggal March 15,
2014),
diakses
pada
tanggal
25
Desember
2014
di
link
http://america.aljazeera.com/multimedia/2014/3/map-russian-the-dominantlanguageincrimea.html
10
Permasalahan self determination diakui dalam hukum internasional
sebagaimana terdapat dalam Piagam PBB pada Pasal 1 ayat 239 serta konvenan
hak hak sipil dan politik.40 Namun, permasalahan self determination masih
menimbulkan banyak perbedaan interpretasi, karena hukum internasional tidak
mengatur secara jelas apakah self determination dibolehkan pada masa sekarang
(non colonial). Jika melihat dalam kasus Quebec, ada beberapa ketentuan dalam
putusan tersebut yang dapat dijadikan sebagai patokan terhadap ketentuan self
determination yaitu; pertama, former colony; kedua, an oppressed people; ketiga;
they must be a people.41
Jika melihat pada kasus Crimea berdasarkan kriteria yang terdapat di atas,
maka hanya beberapa kriteria yang terdapat dalam kasus Crimea, yaitu:
(1) They must be a people
Definisi people atau masyarakat sendiri masih belum pasti, Supreme Court
of Canada menyatakan bahwa […] the precise meaning of the term "people"
remains somewhat uncertain.42 UNESCO sendiri memberikan tujuh kriteria atau
karakteristik yang berhubungan dengan “people” itu sendiri yaitu: a common
history, a common racial or ethnic identity, cultural homogeneity, linguistic unity,
common religion or ideological affinity, territorial connectedness, and a common
economic life.43 Populasi di Crimea sendiri terdiri dari 58% etnis Russia, 24%
etnis Ukraina, 12% Tatars, and 6% etnis lain (Yahudi, Armenia, Yunani,
39
U.N Charter, Article 1 (2) “To develop friendly relations among nations based on
respect for the principle of equal rights and self-determination of peoples, and to take Jother
appropriate measures to strengthen universal peace,” dapat diakses di website
http://www.un.org/en/documents/charter/chapter1.shtml.
40
International Covenant on Civil and Political Rights, Article 1 (1) “All peoples have
the right of self-determination. By virtue of that right they freely determine their political status
and freely pursue their economic, social and cultural development” Dapat di aksese di link
http://www.ohchr.org/en/professionalinterest/pages/ccpr.aspx.
41
Roya M. Hanna, “Right to Self-Determination in In Re Secession of Quebec”, 23
Md.J.
Int'
l
L.
213,
1999,
hlm.
231,
dapat
diakses
di
http://digitalcommons.law.umaryland.edu/mjil/vol23/iss1/9
42
Supreme Court of Canada, Reference re Secession of Quebec, [1998] 2 S.C.R. 217,
case number 25506, Para.123, dapat diakses di http://scc-csc.lexum.com/scc-csc/scccsc/en/item/1643/index.do
43
http://unesdoc.unesco.org/images/0008/000851/085152eo.pdf
11
Belarus).44 Mayoritas yang tinggal di Crimea merupakan etnis Rusia, jumlahnya
hampir mencapai 1,200,000 atau sekitar 58.3 dari jumlah populasi yang ada di
Crimea. Bahasa utama atau yang lebih umum digunakan di Crimea merupakan
Bahasa Rusia.45
(2) An oppressed people
Kekerasan secara fisik terhadap sekelompok masyarakat seperti tindakan
penyiksaan dan tindakan pelanggaran hak asasi manusia lainnya dapat
menimbulkan hak untuk melakukan tindakan self determination.46 Rusia melihat
bahwa pemerintahan sementara Ukraina telah melakukan beberapa tindakan yang
melanggar hak asasi manusia terhadap etnis Rusia yang ada di Ukraina. Misalnya
saja tindakan pemerintahan ad interim yang mengajukan Undang-Undang
pembatasan bahasa nasional Ukraina.47 Persoalan tentang bahasa nasional
merupakan persoalan yang sangat berpengaruh dalam hubungan Rusia dengan
Ukraina. Hal ini terlihat dalam perjanjian Friendship, Cooperation, and
Partnership yang bertanggal 31 Mei 1997, pihak Rusia meminta Ukraina untuk
memasukkan klausula yang menjamin kebebasan etnis.48 Para peserta dari
perjanjian harus menjamin dan menjaga identitas dari kelompok etnis, budaya,
bahasa, dan agama yang berada di wilayahnya.
Walaupun kemudian Undang-undang yang diajukan oleh Parlemen
Ukraina dibatalkan oleh presiden sementara Ukraina.49 Veto yang dilakukan
44
Peter Ackerman And Maciej Bartkowski, “Challenging annexation: in Crimea, the
referendum that wasn’t”, diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di link
https://www.opendemocracy.net/civilresistance/peter-ackerman-maciej-bartkowski/challengingannexation-in-crimea-referendum-that-wa
45
RT,” Facts you need to know about Crimea and why it is in turmoil” dapat diakses di
link http://rt.com/news/crimea-facts-protests-politics-945/
46
Roya M. Hanna, “Right to Self-Determination in In Re Secession of Quebec”, 23
Md.J. Int' l L. 213, 1999. Hlm. 234, Available at:
http://digitalcommons.law.umaryland.edu/mjil/vol23/iss1/9
47
RT, “Voiding Ukraine’s minority languages law ‘wrong’ – Luxembourg FM”,
(February 25, 2014), diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di link http://rt.com/news/ukrainelanguage-lavrov-asselborn-627/
48
John Quigley, “Finding a Way Forward for Crimea” (05 March 2014), diakses pada
tanggal 25 Desember 2014 di Cambridge journal of international and comparative law, dengan
link http://cjicl.org.uk/2014/03/05/john-quigley-finding-way-forward-crimea/
49
Dw.de, “Russia: No need currently for military action in Ukraine” diakses pada
tanggal 25 Desember 2014 di link http://www.dw.de/russia-no-need-currently-for-military-actionin-ukraine/a-17470118
12
presiden sementara Ukraina dinilai terlambat, karena masyarakat yang berbicara
Bahasa Rusia terlalu takut dengan pemerintahan baru Ukraina.50
(3) Former colony
PBB mendefinisikan “colony” sebagai "a territory which is geographically
separate and is distinct ethnically and/or culturally from the country
administering it" and "arbitrarily placed in a position or status of subordination
vis a vis the metropolitan state."51 Pada masa sekarang (non-colonial), hak suatu
kelompok masyarakat untuk melakukan self determination di batasi oleh integritas
wilayah dari suatu negara. Dalam kasus Quebec menegaskan bahwa dalam
konteks pada masa sekarang permasalahan self determination harus diselesaikan
sesuai dengan kebijakan dan ketentuan internal dari suatu negara.52
B. Kategorisasi Tindakan Intervensi Militer Rusia ke Crimea
Rusia melakukan intervensi militer ke Crimea pada tahun 2014. Intervensi
militer Rusia dilakukan berdasarkan prinsip intervention by invitation serta selfdefence dalam kerangka melindungi warga negaranya. Kedua alasan tersebut
dikenal dalam hukum internasional. Piagam PBB membolehkan melakukan
penggunaan kekerasan dalam dua hal yaitu; self-defence secara unilateral maupun
collective,53 dan mandat dari Dewan Keamanan PBB.54
Ada banyak kasus intervensi militer yang terjadi dengan alasan
intervention by invitation serta melindungi warga negaranya di luar wilayah dari
negara peng-intervensi, seperti: intervensi militer yang dilakukan negara Amerika
50
John Quigley, “Finding a Way Forward for Crimea” (05 March 2014), diakses pada
tanggal 25 Desember 2014 di Cambridge journal of international and comparative law, dengan
link http://cjicl.org.uk/2014/03/05/john-quigley-finding-way-forward-crimea/
51
Roya M. Hanna, “Right to Self-Determination in In Re Secession of Quebec”, 23
Md.J.
Int'
l
L.
213,
1999,
hlm.
237,
dapat
diakses
di
http://digitalcommons.law.umaryland.edu/mjil/vol23/iss1/9
52
Roya M. Hanna, “Right to Self-Determination in In Re Secession of Quebec”, 23
Md.J.
Int'
l
L.
213,
1999,
hlm.
230,
dapat
diakses
di
http://digitalcommons.law.umaryland.edu/mjil/vol23/iss1/9
53
Christine Gray, “The Charter limitation on the use of force: Theory and Practice”, pp.
86-98, dalam bukunya Vaughen Lowe, et al, 2008, The United Nations Security Council and War,
the evaluation of Thought and Practice Since 1945, Oxford University Press, New York, hlm. 86.
54
Christine Gray, “The Charter limitation on the use of force: Theory and Practice”, pp.
86-98, dalam bukunya Vaughen Lowe, et al, 2008, The United Nations Security Council and War,
the evaluation of Thought and Practice Since 1945, Oxford University Press, New York, hlm. 86.
13
terhadap negara Grenada;55 intervensi militer negara Prancis ke Gabon (1964 dan
1990)56 dan Central African Republic (1979, 1996, dan 1997);57 serta intervensi
militer negara Belgia di Zaire.58 Hampir semua kasus tersebut sangat
kontroversial serta menimbulkan perdebatan tentang legalitas dari intervensi
militer tersebut dalam hukum internasional.59 Intervensi militer dengan alasan
untuk melindungi warga negara di luar negeri selalu mendapat kecaman dari
berbagai negara. Tidak banyak negara yang mau menerima tindakan intervensi
yang dilakukan dengan alasan melindungi warga negaranya di luar negeri.
Protection of national abroad merupakan permasalahan yang penuh dengan
perdebatan dalam praktek negara-negara.60
Hal yang sama terjadi dalam kasus intervensi militer Rusia ke Crimea.
Banyak negara yang mengecam tindakan intervensi tersebut. Majelis Umum PBB
mengeluar resolusi yang mengecam tindakan intervensi militer Rusia. 61 Demikian
juga dengan Dewan Keamanan PBB, namun Resolusi Dewan Keamanan PBB di
veto oleh Rusia.62
Ukraina sendiri telah menyatakan dirinya sebagai korban dari tindakan
agresi Rusia.63 Tindakan intervensi militer yang dilakukan Rusia merupakan
tindakan agresi terhadap negara Ukraina serta menciderai kedaulatan, integritas
55
Oxford Public International Law, Robert J Beck, “Grenada”, diakses pada tanggal 25
Desember 2014, di website, http://opil.ouplaw.com/view/10.1093/law:epil/9780199231690/law9780199231690-e1292
56
Oxford Public International Law, Georg Nolte, “Intervention by Invitation”, para 7,
dapat diakses di website, http://opil.ouplaw.com/view/10.1093/law:epil/9780199231690/law9780199231690-e1702?rskey=UZxXqA&result=2&prd=EPIL
57
Oxford Public International Law, Georg Nolte, “Intervention by Invitation”, para 7,
dapat diakses di website, http://opil.ouplaw.com/view/10.1093/law:epil/9780199231690/law9780199231690-e1702?rskey=UZxXqA&result=2&prd=EPIL
58
Christine Gray, 2008, International Law And The Use Of Force, Third Edition,
Oxford University Press, New York, hlm. 88.
59
Christine Gray, 2008, International Law And The Use Of Force, Third Edition,
Oxford University Press, New York, hlm. 169.
60
Constantine Antonopoulos, (1992) The unilateral use of force by states in
international law. PhD thesis, University of Nottingham, hlm. 412. Dapat diakses di
http://eprints.nottingham.ac.uk/11188/
61
Doc, U.N.G.A, “Territorial Integrity of Ukraine”, diakses pada tanggal 25 Desember
2014, di website http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/68/262
62
Draft Resolution S.C, S/2014/189, di akses pada tanggal 25 Desember 2014 di link
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/2014/189
63
Doc.
S/
PV.7124,
P.
3,
dapat
diakses
di
website
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/PV.7124
14
wilayah Ukraina dan hukum internasional. Rusia membantah bahwa tindakannya
merupakan tindakan agressi.64 Rusia beranggapan bahwa tindakan yang
dilakukannya sudah sesuai dengan ketentuan hukum internasional.
1. Intervensi Militer Rusia sebagai Mere Use of Force
Pasal 2 ayat 4 melarang penggunaan kekuatan militer (armed force)
terhadap permasalahan internal negara lain. Term armed force mencakup segala
bentuk physical force seperti intervensi militer.65 Intervensi militer Rusia jelas
merupakan tindakan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB
tentang Use of force.66 Mengirimkan pasukan ke wilayah negara lain serta
tindakan tersebut dilakukan tanpa adanya persetujuan dari pemerintahan ad
interim Ukraina.67 Walaupun intervensi militer tersebut dilakukan tanpa adanya
korban serta kerusakan yang berarti.68 Namun, pelanggaran dari perjanjian
penempatan tentara Rusia di Crimea tidak bisa di katakan sebagai armed attack.69
Jika melihat kepada cara penguasaan terhadap wilayah Crimea oleh tentara
Rusia tidak menimbulkan resistence atau tanpa tembakan satupun serta tidak
mengkibatkan kerusakan yang parah atau bisa dikatakan tidak ada kerusakan.
Maka tindakan tersebut bisa dikatakan sebagai tindakan “mere frontier accident”
atau less grave form of use of force.70 Mere frontier incident merupakan tindakan
64
Doc.
S/
PV.712
4,
p.
3,
dapat
diakses
di
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/PV.7124, vitally Churkin menyatakan
“[…] what I heard in his statement was a number of terms characterizing the situation in Ukraine
and the actions of the Russian Federation to which we cannot agree at all”.
65
Robert Kolb, An Introduction To The Law Of The United Nations, U.S and Canada,
hart publishing, 2009, hlm. 66.
66
Green, James A, “Editorial Comment The Annexation Of Crimea: Russia,
Passportisation And The Protection Of Nationals Revisited”, Journal On The Use Of Force And
International Law, Vol. 1 No. 1, 2014, hlm. 5.
67
Christopher J. Le Mon, “Unilateral Intervention By Invitation In Civil Wars: The
Effective Control Test Tested,” International Law And Politics [Vol. 35:741- 793, 2003] p. 791,
diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di link http://www.oocities.org/resethnic/UniInterv.pdf
68
Green, James A, “Editorial Comment The Annexation Of Crimea: Russia,
Passportisation And The Protection Of Nationals Revisited”, Journal On The Use Of Force And
International Law, Vol. 1 No. 1, 2014, hlm. 5.
69
Yoram Dinstein, 2003, War, Aggression and Self Defence, Third Edition, Cambridge
University Press, New York, hlm. 171.
70
Opinio Juris, Aurel Sari, “Ukraine Insta Symposium Breach Status Forces Agreement
Amount Act Aggression Case Ukraine Black Sea Fleet SOFA” dapat diakses di link
http://opiniojuris.org/2014/03/06/ukraine-insta-symposium-breach-status-forces-agreementamount-act-aggression-case-ukraine-black-sea-fleet-sofa/
15
penggunaan kekuatan militer tanpa adanya scale dan effect.71 Dalam pandangan
Mahkamah Internasional mere frontier incidents tidak terpenuhinya ketentuan
gravity untuk bisa dikatakan sebagai armed attack. Jika melihat pada kasus Eritrea
– Ethiopia, Mahkamah Arbitrase juga membedakan antara less grave use of force
dengan armed attack.72
Demikian juga dalam putusan Mahkamah Internasional terhadap kasus
The Nicaragua case,73 The oil platform case,74 The Congo v Uganda75 dan juga
kasus antara Negara Eritrea dengan Ethiopia.76 Tidak semua intervensi militer
bisa dikategorikan sebagai tindakan agresi. Mahkamah Internasional dalam kasus
Nicaragua memberikan batasan dalam menentukan kategori dari tindakan suatu
negara menggunakan kekuatan militer (armed force). Batasan yang ditentukan
oleh Mahkamah Internasional untuk membedakan antara tindakan yang termasuk
mere frontier incident dengan armed attack, dengan berfokus pada scale dan
effect dari setiap tindakan angkatan bersenjata (armed force).77
2. Intervensi Militer Rusia Sebagai act of Aggression
Ukraina telah menyatakan dirinya sebagai korban dari tindakan agresi
Rusia. Perwakilan Ukraina di PBB Sergeyev menyatakan dengan tegas bahwa
71
Christine Gray, 2008, International Law And The Use Of Force, Third Edition,
Oxford University Press, New York, hlm. 177.
72
ÖyküIrmakkesen, “The Notion of Armed Attack under the UN Charter and the
Notion of International Armed Conflict – Interrelated or Distinct?”, Paper Geneva Academy,
August
2014,
dapat
diakses
di
link
http://www.prix-henrydunant.org/sites/prixhd/doc/2014_IRMAKKESEN_Paper.pdf, lihat juga Christine Gray, 2008,
International Law And The Use Of Force, Third Edition, Oxford University Press, New York,
hlm. 148.
73
Doc. I.C.J. Report judgement Nicaragua Case 27 Juni 1986, para. 195, para 191
dapat diakses di http://www.icj-cij.org/docket/files/70/6503.pdf
74
Doc. I.C.J. Report judgement, Oil Platform case, 6 November 2003, para 51 dan 62,
dapat diakses di link http://www.icj-cij.org/docket/files/90/9715.pdf
75
Doc. I.C.J. report judgement Congo v Uganda 19 Desember 2005, para 146-147,
dapat diakses di link http://www.icj-cij.org/docket/files/116/10455.pdf
76
Christine Gray, “The Eritrea/Ethiopia Claims Commission Oversteps Its Boundaries:
A Partial Award?”, Eur J Int Law (2006) 17 (4): 699-721 doi:10.1093/ejil/chl023, p. 717, diakses
pada
tanggal
25
Desember
2014
di
link
http://ejil.oxfordjournals.org/content/17/4/699.full.pdf+html, lihat juga Permanent Court of
Arbitration, “Eritrea – Ethopia Claim Commission”, diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di
link http://pca-cpa.org/showpage.asp?pag_id=1151
77
Doc. I.C.J. Report judgement Nicaragua Case 27 Juni 1986, para. 195, para 191
dapat diakses di http://www.icj-cij.org/docket/files/70/6503.pdf
16
tindakan intervensi yang dilakukan Rusia merupakan tindakan agresi yang
melanggar kedaulatan Ukraina serta menciderai hukum internasional.78
Aurel Sari79 dan Antonello Tancrendi80 juga berpendapat bahwa tindakan
intervensi yang dilakukan Rusia merupakan tindakan agresi. Rusia telah
melakukan beberapa tindakan yang terdapat pada Pasal 8 bis amandemen Statuta
Roma 1998. Rusia melanggar perjanjian Black Sea Fleet tahun 1997 tentang
penempatan tentaranya di wilayah ukraina serta melakukan tindakan blockade
terhadap angkatan laut Ukraina.
Berdasarkan amandemen dari Statuta Roma di Kampala, Pasal 8 bis
Dalam memberikan pengertian tentang agresi, yaitu:81
1) For the purpose of this statute “Crime of aggression” means the
planning, preparation, initiation or execution, by a person in a
position effectively to exercise control over or to direct the political or
military action of a State, of an act of aggression which, by its
character, gravity and scale, constitutes a manifest violation of the
Charter of the United Nations.82
2) For the purpose of Paragraph 1 “Act of aggression” means the use of
armed force by a State against the sovereignty, territorial integrity or
political independence of another State, or in any other manner
inconsistent with the Charter of the United Nations. Any of the
following acts, regardless of a declaration of war, shall, in accordance
78
Doc. U.N.S.C. S/PV.7125, pertemuan Dewan Keamanan yang ke 7125, 3 Maret
2014, New York.
79
www.Opiniojuris.org, Aurel Sari, “Ukraine insta symposium breach status forces
agreement amount act aggression case ukraine black sea fleet sofa”, diakses pada tanggal 25
Desember 2014 di website http://opiniojuris.org/2014/03/06/ukraine-insta-symposium-breachstatus-forces-agreement-amount-act-aggression-case-ukraine-black-sea-fleet-sofa/
80
Antonello Tancredi, “The Russian annexation of the Crimea: questions relating to the
use of force”, questions of international law, diakses pada tanggal 17 November 2014 di link
http://www.qil-qdi.org/the-russian-annexation-of-the-crimea-questions-relating-to-the-use-offorce/
81
ICC,
RC-Res.6-ENG,
dapat
diakses
di
http://www.icccpi.int/iccdocs/asp_docs/Resolutions/RC-Res.6-ENG.pdf
82
Document Rome Statute Of The International Criminal Court Rome, (Depositary
Notification C.N.651.2010.TREATIES-8) 17 July 1998, Amendments To The Rome Statute Of
The International Criminal Court Kampala, 11 June 2010, Adoption Of Amendments On The
Crime
Of
Aggression.
Dapat
diakses
di
link
http://www.concernedhistorians.org/content_files/file/TO/224.pdf
17
with United Nations General Assembly resolution 3314 (XXIX) of 14
December 1974
Dalam amandemen tersebut menyebutkan tindakan-tindakan yang
dianggap sebagai tindakan agresi yaitu: (a) invasi atau serangan yang dilakukan
oleh pasukan bersenjata dan sesuatu negara terhadap wilayah negara lainnya atau
sebagian dari wilayah negara itu; (b) pemboman oleh pasukan bersenjata dari
suatu negara terhadap wilayah negara lain atau penggunaan senjata apapun oleh
suatu negara terhadap wilayah negara lain; (c) blokade di pelabuhan atau pantai
dari suatu negara oleh pasukan bersenjata dari Negara lain; (d) suatu serangan
oleh pasukan bersenjata dari suatu negara dengan angkatan darat, laut dan udara,
marine di lapangan terbang dari negara lain; (e) penggunaan pasukan bersenjata
dari suatu negara yang berada diwilayah negara lain, dengan persetujuan dari
negara penerima, yang tidak sesuai dengan kondisi yang dinyatakan dalam
persetujuan tersebut atau setiap perluasan dari kehadirannya di wilayah itu yang
tidak sesuai dengan persetujuan tersebut; (f) tindakan dari suatu negara untuk
mengijinkan di wilayahnya atas perintah dari negara lain, digunakan oleh negara
lainnya untuk melakukan suatu tindakan agresi terhadap negara ketiga; (g)
pengiriman oleh, atau atas nama suatu negara, kelompok gerombolan bersenjata,
pasukan sewaan yang melakukan tindakan-tindakan dengan kekuatan senjata
terhadap negara lain dengan suatu gravitas agar dapat memperkuat tindakantindakan tersebut di atas atau keterlibatannya secara substansial di dalamnya.
Jika melihat dari definisi agresi, ada beberapa tindakan Rusia yang bisa
digolongkan sebagai tindakan agresi yaitu: a) Pengiriman tentara ke wilayah
Crimea; b) melakukan blockade terhadap kapal perang Ukraina di laut Ukraina.
Namun, kedua tindakan tersebut tidak menyebabkan tindakan Rusia sebagai
tindakan agresi. Baru dapat dikatakan sebagai kejahatan agresi jika tindakan
agresi memenuhi ketentuan dari manifest violation of the Charter of the United
Nations.83 Manifest itu sendiri di tentukan dengan character, gravity dan scale
83
Jennifer
Trahan,
dapat
diakses
di
link
http://booksandjournals.brillonline.com/content/journals/10.1163/157181211x543920?crawler=tru
e
18
dari suatu tindakan agresi.84 Dengan kata lain, tindakan agresi karena character,
gravity dan scale membentuk “manifest” atau pelanggaran nyata terhadap Piagam
PBB.85
Mengutip pernyataan dari Seyapin yang menyatakan bahwa “In other
word, in order to qualify as an act of aggression for the purpose of article 8 bis
(1), a state’s use of force must be so unlawful, devastating and massive as to meet,
respectively, the cumulative benchmarks of “character, gravity, and scale” laid
down in “manifest standard”. 86 Ketentuan adanya threshold atau adanya batas
tertentu dalam definisi agresi mengindikasikan bahwa tidak semua tindakan agresi
bisa dikatakan sebagai agresi. Hanya tindakan agresi yang memenuhi kriteria
character, gravity, dan scale yang membentuk pelanggaran nyata terhadap
Piagam PBB.87 Namun demikian, tidak begitu jelas tindakan seperti apa yang
karena character, gravity dan scale memunculkan pelanggaran nyata terhadap
Piagam PBB.88 Penggunaan kekuatan bersenjata dalam suatu incident kecil tidak
bisa dikatakan sebagai tindakan agresi.89
V. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Dari pembahasan pada terhadap permasalahan yang penulis bahas, maka
penulis menyimpulkan beberapa hal, yaitu:
84
Matthew Gillett, “The Anatomy of an International Crime: Aggression at the
International Criminal Court”, International Criminal Law Review, p.25-26 dapat diakses di
https://www.iccnow.org/documents/SSRN-id2209687.pdf
85
Article 8 bis, http://www.icc-cpi.int/NR/rdonlyres/336923D8-A6AD-40EC-AD7B45BF9DE73D56/0/ElementsOfCrimesEng.pdf, hlm. 43.
86
Sergey Sayapin, 2014, The Crime of Aggression in International Criminal
Law: Historical Development, Comparative Analysis and Present State, T.M.C Asser Press, The
Hague, The Nedherlands, Springer Science & Business Media, hlm. 261.
87
Roger S. Clark, “Negotiating Provisions Defining the Crime of Aggression, its
Elements and the Conditions for ICC Exercise of Jurisdiction Over It”, The European Journal of
International Law Vol. 20 no. 4, EJIL 2010, hlm.1105.
88
Sean D Murphy, The Crime Of Aggression At The International Criminal Court, pp,
533-560, Dalam Buku Marc Weller, 2015, The Oxford Handbook Of The Use Of Force In
International Law, Oxford University Press, New York, hlm. 553.
89
Sergey Sayapin, 2014, The Crime Of Aggression In International Criminal
Law: Historical Development, Comparative Analysis and Present State, T.M.C Asser Press, The
Hague,
The
Nedherlands,
Springer
Science
&
Business
Media,
p.http://www.springer.com/cda/content/document/cda_downloaddocument/9789067049269c2.pdf?SGWID=0-0-45-1438117-p175372926.
19
1. Intervensi Militer Rusia ke Crimea menciderai ketentuan hukum internasional
dengan melanggar Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB tentang larangan melakukan
intervensi terhadap persoalan internal dari negara Ukraina, serta larangan
penggunaan kekuatan militer terhadap negara lain. Penggunaan kekuatan
militer hanya bisa dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 51 Piagam PBB dan
adanya permintaan bantuan dari negara yang diintervensi. Intervensi Militer
Rusia tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 51 Piagam PBB untuk melakukan
intervensi berdasarkan self defence. Demikian juga dengan landasan pembenar
lain seperti intervention by invitation dan self determination. Ketiga alasan
pembenar yang diajukan Russia untuk melakukan intervensi militer terlalu
lemah untuk bisa membenarkan tindakannya.
2. Intervensi Militer Rusia terhadap Crimea tidak bisa dikatakan sebagai
tindakan agresi. Ada beberapa penyebab kenapa intervensi militer Rusia tidak
bisa atau sangat sulit untuk bisa dikategorikan sebagai tindakan agresi, yaitu:
Pertama, Pasal 8 bis statuta Roma menyatakan adanya ketentuan minimum
(de minimis threshold) yang harus dipenuhi untuk dapat menyatakan bahwa
tindakan Rusia merupakan tindakan agresi. Kedua, berdasarkan Piagam PBB
Dewan Keamanan PBB mempunyai wewenang untuk menentukan suatu
tindakan intervensi militer sebagai agresi atau bukan. Kewenangan yang
dimiliki oleh Dewan Keamanan PBB akan disalahgunakan jika yang
melakukan intervensi militer adalah negara anggota Dewan Keamanan PBB
itu sendiri seperti Rusia yang melakukan veto terhadap Putusan Dewan
Keamanan PBB dalam kasus Crimea.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan:
1. Kepada para akademisi dan praktisi hukum internasional untuk melakukan
kajian yang lebih mendalam terhadap ketentuan hukum internasional
terutama dalam hal penggunaan kekerasan (the use of force) seperti
intervensi militer;
20
2. Kepada otoritas nasional untuk lebih memperhatikan kedaulatan negara
sebagai bentuk perlindungan terhadap bangsa mengingat banyaknya
ketidakpatuhan dari negara-negara besar terhadap hukum internasional.
21
Daftar Bacaan
Buku
Antonopoulos, Constantine, 1992, The unilateral Use of Force by States in
International Law, thesis submitted to the university of Notingham for the
degree of Doctor of Philosophy.
Brierly,
J.L,
1996,
Hukum
Bangsa-Bangsa
Suatu
Pengantar
Hukum
Internasional, Bharata, Jakarta.
Bederman, David J, 2006, International Law Frameworks, Second Edition,
Foundation Press, USA.
Chen, T.C, 1951, The International Law Of Recognition, Stevens & Sons Limited,
London.
Conforti, Benedetto, 2005, The Law and Practice of the United Nations Third
Revised Edition, Martinus Nijhoff Publishers, Leiden.
Dixon, Martin, dan Robert Mccorquodale, 2003, Cases And Materials On
International Law, Oxford University Press, New York.
Dinstein, Yoram, 2003, War, Aggression and Self Defence, Third Edition,
Cambridge University Press, New York.
Evan, Gareth, et al, 2001, The Responsibility To Protect Report Of The
International Commission On Intervention And State Sovereignty, ICISS,
Canada.
Franck, Thomas M, 2004, Recourse To Force State Action Against Threats And
Armed Attacks, Cambridge University Press, UK.
Gardam, Judith, 2004, Necessity, Proportionality And Theuse Of Force By States,
Cambridge University Press, New York.
22
Garner, Bryan A, 1999, Black Law Dictionary, Seveth Edition, West Group, US.
Gray, Christine, “The Use of Force and the International Legal Order”, in:
Malcom D. Evans (ed.), International Law, Third Edition, 2010, 615 at 627.
Gray, Christine, “The Charter limitation on the use of force: Theory and Practice”,
pp. 86-98, dalam bukunya Vaughen Lowe, et al, 2008, The United Nations
Security Council and War, the evaluation of Thought and Practice Since 1945,
Oxford University Press, New York,
Gray, Christine, 2008, International Law And The Use Of Force, Third Edition,
Oxford University Press, New York.
Jurnal
Green, James A, “Editorial Comment The Annexation Of Crimea: Russia,
Passportisation And The Protection Of Nationals Revisited”, Journal On The Use
Of Force And International Law, Vol. 1 No. 1, 2014.
Christopher J. Le Mon, “Unilateral Intervention By Invitation In Civil Wars: The
Effective Control Test Tested,” International Law And Politics [Vol. 35:741- 793,
2003]
p.
791,
diakses
pada
tanggal
25
Desember
2014
di
link
http://www.oocities.org/resethnic/UniInterv.pdf.
ÖyküIrmakkesen, “The Notion of Armed Attack under the UN Charter and the
Notion of International Armed Conflict – Interrelated or Distinct?”, Paper Geneva
Academy,
August
2014,
dapat
diakses
di
link
http://www.prix-henry-
dunant.org/sites/prixhd/doc/2014_IRMAKKESEN_Paper.pdf,
Christine Gray, “The Eritrea/Ethiopia Claims Commission Oversteps Its
Boundaries:
A
Partial
721 doi:10.1093/ejil/chl023,
Award?”,
p.
Eur
717,
J
Int
Law (2006) 17 (4): 699-
diakses
http://ejil.oxfordjournals.org/content/17/4/699.full.pdf+html,
di
link
Download